View
2
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
58
BAB III
PEMBAHASAN
a. Pengaturan Pembiayaan Kesehatan Antara BPJS dan Rumah Sakit
Dalam konsep Negara hukum berakar dari paham kedaulatan hukum yang pada hakikatnya
berprinsip bahwa kekuasaan tertinggi di dalam suatu Negara adalah berdasarkan atas hukum.
Negara hukum merupakan substansi dasar dari kontrak sosial setiap Negara hukum.1Berikut ini
akan dijelaskan mengenai pengaturan pembiayaan kesehatan antara Badan Penyelegara Jaminan
Sosial dan Rumah Sakit.
1. Sumber Pembiayaan
Rumah Sakit memiliki sumber daya yang merupakan pendapatan operasional yang
berasal dari masyarakat umum yang memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada
di rumah sakit.2 Pemanfaatan fasilitas rumah sakit tersebut meliputi: pelayanan rawat jalan,
pelayanan rawat inap, pelayanan gawat darurat, pelayanan penunjang medik, pelayanan
kefarmasian dan lain-lain. Selain itu pembiayaan rumah sakit bersumber dari penerimaan
rumah sakit sebagaimana disebutkan di atas, dapat juga berasal dari anggaran Pemerintah,
subsidi Pemerintah, anggaran Pemerintah Daerah, subsidi Pemerintah Daerah atau sumber
lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.3Sumber
lain yang tidak mengikat sebagaimana diatur dalam pasal 48 ayat 1 UU No. 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit tidak diatur secara jelas. Dengan Demikian dimungkinkan rumah
sakit untuk berkreasi dalam mencari sumber pembiayaan rumah sakit dengan batasan
bahwa sumber itu tidak mengikat dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
1 Hamidi Jazim (at. al), Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia, Malang, Alumni, 2009, hlm. 9. 2 Indra Bastian, Akuntansi Kesehatan, Jakarta, Penerbit Erlangga, 2008, hlm. 38. 3 Pasal 48 (1) UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
59
Gambar.2. Komponen sistem pelayanan kesehatan (Diadaptasi dari:
Public Health Forum di London School of Hygiene and Tropical
Medicine, tahun 1998)
Dari Bagan diatas bahwa pemerintah memegang beberapa peranan, pemerintah sebagai
badan pengatur, pemerintah sebagai badan pembayar, dari beberapa sisi pemerintah juga sebagai
pelaksana penyelengara perumahsakitan hal ini dapat dibuktikan dengan pemberian dana
talangan untuk menutup kekurangan dana BPJS Kesehatan sebesar Rp 10,25 T4 sesuai Pasal 48
UU SJSN5, guna: menyehatkan keuagan BPJS kesehatan, mengehentikan dan mengoreksi
dampak sistematik defisit asset JKN, mencegah peningkatan resiko reputasi JKN dan munculnya
risiko politis bagi pemerintah, dan mencegah terjadinya konsekuensi hukum
4Dana Talangan BPJS Rp10,25 Triliun Ludes, Kenapa Tak Naikkan Premi?, https://tirto.id/dana-talangan-
bpjs-rp1025-triliun-ludes-kenapa-tak-naikkan-premi-ddTe, dikunjugi pada 7 Juli pukul 04.00 WIB. 5 Pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan khusus guna menjamin terpeliharanya tingkat kesehatan
keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Badan Pengatur
Pemerintah
Pemerintah Sbg
pembayar
BPJS
Masyarakat
Rumah Sakit
Industri
Obat
Pemberi
Pinjaman LN
Bantuan
60
Badan pemerintah memiliki peranan yang sangat kuat dalam memberikan pengawasan
dan penagung jawab dalam pelayan kesehatan. Sebagai sebuah sistem, komponen badan
pengatur merupakan komponen penting yang terhubung dengan komponen-komponen lain.
Adapun Asuransi, pabrik obat dan fasilitas layanan, industry peralatan dan teknologi kesehatan
dan industry finansial akan menjadi penentu dalam sistem layanan kesehatan.
Gambar 3. Alur BPJS
BPJS
Iuran UU JKN
Masyarkat Rumah Sakit
Sumber UU JKN
Berdasarkan bagan diatas dapat jelaskan sebagai berikut :
1. Iuran
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh
Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (Pasal
16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan). Pembayaran iuran Bagi Peserta
PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah, bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya
dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja, bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan
Peserta Bukan Pekerja iuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan, Besarnya Iuran
Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan Presiden dan ditinjau ulang
61
secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup
yang layak.
Pembayaran Iuran Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan
berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah
nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI). Setiap Pemberi Kerja wajib memungut
iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan
membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling
lambat tanggal 10 setiap bulan).
Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari
kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif
sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh
Pemberi Kerja. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib
membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan palinglambat tanggal 10
(sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat dilakukan
diawal.
BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai dengan
Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran,
BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta
paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau
kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan
berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran iuran diatur dengan
Peraturan BPJS Kesehatan.
2. Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan
62
BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan,
BPJS Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBG’s( Indonesia Case Base
Groups)6. Sistem tersebut merupakan model pembayaran yang digunakan BPJS Kesehatn
untuk mengganti klaim yang ditagihkan oleh rumah sakit. INA CBGs merupakan sistem
pembayaran dengan sitem paket berdasarkan penyakit yang diderita pasien. Mengacu
pada kamus istilah BPJS dalam laman webnya menyatakan bahwa rumah sakit akan
mendapat besaran bayaran berdasar nominal yang sesuai pada tarif INA CBGs yang
merupakan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok diagnosis.
Permisalan dalam hal ini sistem menghitung misalkan seorang pasien penderita
demam berdarah maka layanan apa saja yang akan diberikan bagi pasien tersebut berikut
pengobatannya sampai pasien tersebut dinyatakan sembuh atau selama satu periode
rawat di rumah sakit itu.
Semua Fasilitas Kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS
Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan gawat
daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan tersebut wajib
merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. BPJS
Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama
setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku di wilayah
tersebut.
3. Kewajiban Pembayaran BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan
kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima
6 Pasal 38 Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Sosial.
63
lengkap.7 Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan berdasarkan
kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut
dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal
tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran
pembayaran atas program JKN yang diberikan.
Asosiasi Fasilitas Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam JKN, peserta
dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang bersifat non medis berupa
akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi
daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan
tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan
dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan, yang disebut dengan
iur biaya (additional charge).
Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI. Sebagai bentuk
pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib menyampaikan
pertanggungjawaban dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan
tahunan (periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember).
Masalah yang terjadi, sampai saat ini adalah BPJS tidak bisa melaksanakan
pemenuhan kewajiban 15 hari setelah klaim diterima.
4. Pengembangan Dana yang terkumpul
Pengembangan aset BPJS Kesehatan terdiri dari aset BPJS dan pengembangan aset
Dana Jaminan Sosial Kesehatan.8 Dana Jaminan Sosial wajib dikelola dan dikembangkan
oleh BPJS secara optimal dengan mempertmbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,
7 Pasal 24 UU No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial.
8 Pasal 22 PP No. 87 tahun 2013
64
kehati-hatiankeamanan dana, dan hasil yang memadai.9 Sesuai dengan pasal diatas maka
BPJS membangan aset dalam investasi dalam negeri10 berupa:
a) Deposito berjangka termasuk deposit on call dan deposito yang berjangka waktu
kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan serta sertifikat deposito yang tidak dapat
diperdagangkan (non negotiable certificate deposit) pada Bank;
b) Surat berharga yang diterbitkan Negara Republik Indonesia;
c) Surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia;
d) Surat utang korporasi yang tercatat dan diperjual belikan secara luas dalam Bursa
Efek Indonesia;
e) Saham yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia;
f) Reksadana;
g) Efek beragun aset yang diterbitkan berdasarkan kontrak investasi kolektif efek
beragun aset;
h) Dana investasi real estate;
i) penyertaan langsung; dan/atauj.tanah, bangunan atau tanah dengan bangunan.
5. Pemberian dana BPJS dalam pelayanan Rumah Sakit
Kerjasama yang dilakukan rumah sakit dan BPJS Kesehatan menimbulkan beragam
dampak perubahan alur pelayanan dan pembayaran, di bawah akan dijelaskan alur
perubahan pelayanan dan pembayaran.
9 Pasal 47 ayat 1 UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial. 10 Pasal 23 UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
65
1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
Mulai
A. Identitas
Peserta
BPJS.
B. surat
rujukan
(tidak
untuk
pasien
UGD) Peserta
menunjukan
identitas peserta
BPJS
LOKET
PENDAFTARA
N
Pemeriksaan
eligilitas peserta
dan surat rujukan
Peserta
BPJS
elijibel
Peneriman Surat
Eligibilitas
Peserta
Surat eligibalitas
peserta
Pemberian
pelayanan
kesehatan sesuai
indikasi medis
dan paket INA
CBG’s (UGD,
rawat jalan
maupun rawat
inap)
ya
Konfirmasi
status
kepesertaan
Penyelesaian
administrasi
kepesertaan
sesuai alur
kepesertaan
Pengecekan
ulang status
eligibilitas
peserta
Peserta
BPJS
elijibel
Peserta
BPJS
konfirmasi
eligibitas
kepesertaan
dengan pihak RS
Tidak dijamin
Untuk proses lebih
lanjut agar peserta
mengurus
administrasi
kepesertaan
terlebih dahulu
Legalisasi Surat
Elijibilitas
peserta
Tujuan
Peserta:
A. Poli
Spesialis
B.UGD
C. Rawat
inap
66
a. Peserta membawa identitas BPJS Kesehatan serta surat rujukan dari fasilitas
kesehatan tingkat pertama.
b. Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan memperlihatkan identitas dan surat
rujukan.
c. Fasilitas kesehatan bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan keabsahan
kartu dan surat rujukan serta melakukan input data ke dalam aplikasi Surat
Elijibilitas Peserta (SEP) dan melakukan pencetakan SEP
d. Petugas BPJS kesehatan melakukan legalisasi SEPe. Fasilitas kesehatan
melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian tindakan, obat dan bahan medis
habis pakai (BMHP)
e. Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing
fasilitas kesehatan.
f. Atas indikasi medis peserta dapat dirujuk ke poli lain selain yang tercantum dalam
surat rujukan dengan surat rujukan/konsul intern.
g. Atas indikasi medis peserta dapat dirujuk ke Fasilitas kesehatan lanjutan lain
dengan surat rujukan/konsul ekstern.
h. Apabila pasien masih memerlukan pelayanan di Faskes tingkat lanjutan karena
kondisi belum stabil sehingga belum dapat untuk dirujuk balik ke Faskes tingkat
pertama, maka Dokter Spesialis/SubSpesialis membuat surat keterangan yang
menyatakan bahwa pasien masih dalam perawatan.
67
i. Apabila pasien sudah dalam kondisi stabil sehingga dapat dirujuk balik ke Faskes
tingkat pertama, maka Dokter Spesialis/Sub Spesialis akan memberikan surat
keterangan rujuk balik.
j. Apabila Dokter Spesialis/Sub Spesialis tidak memberikan surat keterangan yang
dimaksud pada huruf i dan j maka untuk kunjungan berikutnya pasien harus
membawa surat rujukan yang baru dari Faskes tingkat pertama.
2. Rawat Inap Tingkat Lanjutan
a. Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan membawa identitas BPJS
Kesehatan serta surat perintah rawat inap dari poli atau unit gawat darurat.
b. Peserta harus melengkapi persyaratan administrasi sebelum pasien pulang
maksimal 3 x 24 jam hari kerja sejak masuk Rumah Sakit.
c. Petugas Rumah Sakit melakukan pengecekan keabsahan kartu dan surat rujukan
serta melakukan input data kedalam aplikasi Surat Elijibilitas Peserta (SEP) dan
melakukan pencetakan SEP
d. Petugas BPJS kesehatan melakukan legalisasi SEP
e. Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian tindakan, obat
dan bahan medis habis pakai (BMHP)f. Setelah mendapatkan pelayanan peserta
menandatangani bukti pelayanan pada lembar yang disediakan. Lembar bukti
pelayanan disediakan oleh masing-masing fasilitas kesehatan
f. Dalam hal peserta menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada
haknya, maka Peserta dapat meningkatkanhaknya dengan mengikuti asuransi
kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin
68
oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas
perawatan.
g. Kenaikan kelas perawatan lebih tinggi daripada haknya atas keinginan sendiri
dikecualikan bagi peserta PBI Jaminan Kesehatani.
h. Jika karena kondisi pada fasilitas kesehatan mengakibatkan peserta tidak
memperoleh kamar perawatan sesuai haknya, maka:
1) Peserta dapat dirawat di kelas perawatan satu tingkat lebih tinggi.
2) BPJS Kesehatan membayar kelas perawatan peserta sesuai haknya.
3) Apabila kelas perawatan sesuai hak peserta telah tersedia, maka peserta
ditempatkan di kelas perawatan yang menjadi hak peserta.
4) Perawatan satu tingkat lebih tinggi paling lama 3 (tiga) hari.
5) Jika kenaikan kelas yang terjadi lebih dari 3 (tiga) hari, maka selisih biaya
yang terjadi menjadi tanggung jawab Fasilitas Kesehatan yang bersangkutan
atau berdasarkan persetujuan pasien dirujuk ke Fasilitas Kesehatan yang
setara
i. Penjaminan peserta baru dalam kondisi sakit dan sedang dalam perawatan.
1) Penjaminan diberikan mulai dari pasien terdaftar sebagai peserta BPJS
Kesehatan yang dibuktikan dengan tanggal bukti bayar (bukan tanggal yang
tercantum dalam kartu peserta BPJS Kesehatan);
2) Peserta diminta untuk mengurus SEP dalam waktu maksimal 3 x 24 jam hari
kerja sejak pasien terdaftar sebagai peserta BPJS kesehatan;
69
3) Apabila peserta mengurus SEP lebih dari 3 x 24 jam hari kerja sejak terdaftar
sebagai peserta BPJS Kesehatan, maka penjaminan diberikan untuk 3 hari
mundur ke belakang sejak pasien mengurus SEP;
4) Biaya pelayanan yang terjadi sebelum peserta terdaftar dan dijamin oleh BPJS
Kesehatan menjadi tanggung jawab pasien sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di Fasilitas kesehatan tersebut.
5) Untuk pasien baru yang sudah mendapatkan pelayanan rawat inap, maka tidak
diperlukan surat rujukandari fasilitas kesehatan tingkat satu atau keterangan
gawat darurat. Untuk penjaminan selanjutnya, peserta wajib mengikuti
prosedur pelayanan BPJS Kesehatan yang berlaku.
6) Perhitungan penjaminan berdasarkan proporsional hari rawat sejak pasien
dijamin oleh BPJS Kesehatan.
7) Besar biaya yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan adalah sejak pasien
dijamin oleh BPJS Kesehatan sampai dengan tanggal pulang dibagi total hari
rawat kali tarif INA CBG’s.
6. Pembayaran klaim dan Keterlambatan Pembayaran
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sedang dihadapkan pada
masalah, yakni, pembayaran klaim rumah sakit dan defisit arus kas. Sejak didirikan,
BPJS Kesehatan menghadapi defisit arus kas. Pada tahun 2014, defisit BPJS kesehatan
mencapai Rp 3,8 triliun. Tahun 2015, defisit membengkak menjadi Rp 5,9 triliun. Pada
2016, defisit membengkak lagi menjadi Rp 9 triliun. Tahun 2017 defisit melebar menjadi
Rp 9,75 triliun dan tahun 2018, defisit BPJS kesehatan capai Rp 16,5 triliun. Alhasil
setaip tahun pemerintah harus turun tangan suntik dana kepada BPJS. Suntikan terbaru
70
adalah sebesar Rp10,25 triliun yang cairkan pada tahun 2018. Sepanjang tahun lalu,
pemerintah sudah menyuntik BPJS Kesehatan Rp 10 triliun lebih. Dana ini sebagai besar
digunakan BPJS Kesehatan untuk membayar klaim tagihan dari rumah sakit.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan mengaku terlambat membayar klaim
pelayanan kesehatan pada rumah sakit mitra hingga obat-obatan karena tidak memiliki
dana atau anggaran yang cukup. BPJS Kesehatan menegaskan tidak ingin mangkir atau
melakukan wanprestasi. Kami terlambat bayar karena uangnya memang tidak cukup.
Rumah Sakit untuk pembayaran pelayanan kesehatan yang telah diberikan, Rumah
mengajukan klaim kolektif kepada BPJS secara periodik dan lengkap dan BPJS akan
mengeluarkan berita acara kelengkapan berkas klaim paling lambat 10 (sepuluh) hari
sejak klaim diajukan oleh Fasilitas kesehatan dan diterima oleh BPJS Kesehatan11.
Selanjutnya BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan
berdasarkan klaim yang diajukan dan telah diverifikasi paling lambat 15 hari sejak
diterbitkannya berita acara kelengkapan berkas klaim12, dan BPJS berkewajiban untuk
membayar kapitasi kepada fasilitas kesehatan paling lambat 15 hari setiap bulannya.13
Juru bicara BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma’ruf, menyarankan rumah sakit agar
meminjam dana bank menggunakan invoice dari lembaganya, sudah ada sejumlah bank
yang menjadi rujukan. Bank Mandiri, BNI, Bank DKI, Bank KEB Hana, Bank Permata,
Bank Bukopin, Bank Woori Saudara, Bank Jabar Banten (BJB), Bank Muamalat, Bank
11Pasal 30 ayat 3 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan nomor 7 Tahun 2018 Tentang
pengelolaan Administrasi Klaim Fasilitas Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. 12 Pasal 32 ayat 1 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan nomor 7 Tahun 2018 Tentang
pengelolaan Administrasi Klaim Fasilitas Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.
13 Pasal 29 ayat 1 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan nomor 7 Tahun 2018 Tentang
pengelolaan Administrasi Klaim Fasilitas Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.
71
Syariah Mandiri, dan Bank CIMB Niaga. Selain bank, ada dua lembaga pembiayaan
(multifinance) yang juga memakai skema ini, yakni TIFA Finance dan MNC Leasing.
Direktur Syariah Banking CIMB Niaga, Pandji P. Djajanegara, mengatakan siap
memberikan pinjaman kepada rumah sakit atau fasilitas kesehatan dengan skema anjak
piutang. Skema ini mengatur penerimaan pembayaran lebih awal atas tagihan yang
diajukan ke BPJS Kesehatan.
Dana talangan ini pada dasarnya sejenis dengan kredit modal kerja, Secara rata-rata
tenggat pembayaran kredit modal kerja tidak sampai 1 tahun. CIMB akan memberikan
tenor sesuai dengan jumlah tagihan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan. Begitu juga
dengan bunga yang akan dibebankan kepada rumah sakit. “Misalnya rumah sakit tersebut
operasional finansial di kami, tentu kami tidak memberikan bunga standar.
Bank Mandiri telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan
beberapa Rumah Sakit, dana talangan Rp 500 Miliar untuk 50 Rumah Sakitdi Indonesia,
dana itu merupakan fasilitas pembiayaan sebagai solusi tunggakan pembayaran dari BPJS
Kesehatan kepada RS."Konsepnya itu sebagai fasilitas pembiayaan pengganti dana dari
BPJS Kesehatan yang belum sampai ke RS. Agar keuangan RS tetap sehat. Manfaatnya
untuk membantu likuiditas RS demi menjaga dan mencapai kualitas pelayanan yang
optimal kepada masyarakat.
72
1. Dana Talangan
BPJS
Perjanjian
MOU
Perjanjian kepersetaan Bank
Sifatnya relatif
RS Perjanjian Kredit Bank
Perjanjian Anjak Piutang
Pelayan Kesehatan
pasien
Bagan 4. Hubungan Hukum Yang terjadi pada BPJS
Dari Bagan diatas dapat dijelaskan bahwa pada dasarnya, pasien BPJS memiliki
hubungan hukum melalui perjanjian yang didasari oleh undang-undang JKN dengan
membayarkan iuran kepada BPJS. BPJS sendiri memilik tanggung jawab untuk mengelola
dana jaminan sosial demi kepentinggan pasien, dengan mengelola dana jaminan sosial dan
membayarkan kepada Rumah Sakit. Dalam hal ini Rumah Sakit juga memiliki ke terikatatan
hubungan hukum melalui suatu perjanjian dengan BPJS, dimana dalam hal ini BPJS
seharusnya memberikan prestasi ketika klaim diajukan, namun BPJS tidak dapat
melaksanakan prestasinya terhadap Rumah Sakit dikarenakan defisit yang dialami BPJS, hal
ini lah yang mengakibatkan timbulnya skema dana talangan diatas untuk mengatasi likuiditas
Rumah sakit dan melanjutkan biaya operasionalnya sehingga pelayanan terhadap pasien tidak
73
terabaikan, oleh sebab itu Rumah sakit mengadakan Mou/kesepahaman yang sifatnya terikat
moral dengan pihak bank untuk dilakukan skema dana talangan.
Dalam dunia perbankan hal ini adalah hal yang biasa dilakukan, kerjasama dengan
pihak lain adalah suatu hal yang lumrah mengenai pinjaman meminjam uang, kesepahaman
hal seperti memberikan bentuk pilihan yang sesuai dengan kebutuhan mitra kerjanya, dalam
skema pembiayaan antara BPJS dan Rumah sakit bentuk pilihan yang dipilih adalah bentuk
dana talangan, karena setiap waktu dapat ditarik kembali oleh rumah sakit yang meminjam
tanpa dikenakan suatu pembebanan.
Dana talangan atau tambahan dana dari dari Lembaga keuagan Ini adalah suatu instrumen
atau sarana yang paling mudah digunakan oleh Rumah Sakit yang membutuhkan tambahan
dana dalam kegiatan operasionalnya baik dalam keadaan darurat atau mendesak atau dalam
keadaan biasa sekalipun. Dana talangan sebernarnya sudah dikenal didalam dunia perbankan
kita dengan istilah seperti Call money14. Namun dana talangan yang diberikan bank ini
sifatnya relatif, maksudnya dana talangan bisa tidak perlu digunakan lagi jika BPJS bisa
melakukan pembayarannya seseuai dengan amanat Undang-Undang Jaminan Kesehatan
Nasional.
b. Alternaif pembiayaan
Kerjasama yang dilakukan rumah sakit dan BPJS Kesehatan menimbulkan beragam
dampak perubahan yang dirasakan oleh rumah sakit peserta BPJS. Terdapat dampak baik dan
kurang baik yang dialami Rumah Sakit akibat dilakukannya kerjasama tersebut. Salah satu
dampak positifnya adalah meningkatnya perekonomian rumah sakit dengan dukungan penuh
dari pemerintah atas perjanjian yang disepakati. Sedangkan dampak negatif yang dirasakan
14 Hermasyah,Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta, Kencana, 2009, hlm.55.
74
oleh beberapa rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, diantaranya adalah
saat pemenuhan prestasi yang sudah diberikan Rumah sakit yang sering terlambat dibayar.
Keterlambatan pembayaran klaim kepada Rumah Sakit adalah sebenarnya adalah sebuah
wanprestasi yang dilakukan BPJS baik kepada pihak pasien dan Rumah dan BPJS dalam hal
ini melakukan Fraud, dikarenakan dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh
peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh
BPJS untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional
penyelenggaraan program Jaminan Sosial.15 Peraturan Pemerintah nomor 53 Tahun 2018
tentang perubahan Kedua Atas peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 Tentang
pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan dijelaskan dalam Pasal 39 (1) jika terjadi
Kesulitan likuiditas aset Dana Jaminan Sosial Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 huruf (c) dapat berupa kewajiban pembayaran kepada penyedia layanan kesehatan yang
tidak dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian, di ayat (2) Dalam hal terjadi kesulitan
likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Kesehatan dapat memberikan dana
talangan kepada aset Dana Jaminan Sosial Kesehatan. Pada Pasal 7 ayat (c) Peraturan
Pemerintah Nomor 85 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Hubungan Antar Lembaga Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial dapat bekerjasama dengan bank dan lembaga keuangan.
Menurut analisis penulis ada dua alternatif pembiayaan yang dapat dilakukan oleh Rumah
Sakit untuk mengatasi pembiayaan tunggakan klaim yang diajukan Rumah Sakit yaitu melalui
kredit modal kerja dengan jaminan fidusia, dan anjak piutang. Kedua hal inilah yang paling
cocok dengan sistem Lembaga keuangan di Indonesia. Kredit modal kerja dengan jaminan
fidusia merupakan kredit untuk perorangan atau badan usaha lainnya sebagai tambahan
15 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelengara Sosial
75
permodalan untuk pengembangan usaha yang telah berjalan, minimal 1 tahun, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa perjanjian kredit modal kerja merupakan salah satu perjanjian
yang dilakukan antara bank selaku kreditur dengan nasabahnya selaku debitur, yang jangka
waktunya tidak melebihi satu tahun, namun dapat dilakukan perpanjangan kembali jika sudah
habis masa berlakunya dan debitur masih membutuhkan kredit modal kerja tersebut. Kelebihan
dari kredit modal kerja yaitu penarikan dana dapat dilakukan setiap saat sesuai kebutuhan usaha,
Bagian yang belum ditarik tidak dikenakan bunga, dan membantu untuk mengantisipasi
pengeluaran musiman atau pengeluaran tak terduga.
Kredit modal kerja dengan jaminan fidusia adalah kredit yang diberikan untuk memulai suatu
pekerjaan dengan menggunakan jaminan fidusia dan dalam konteks BPJS, kredit ini dibutuhkan
oleh Rumah Sakit untuk membiayaai pekerjaan yang sudah dilakukan. Jika kredit modal kerja
biasanya adalah sebelum pekerjaan dilakukan, dalam konteks dana talangan setelah pekerjaan
dilakukan, tetapi pembayaran dari pihak BPJS sebagai pihak ketiga belum dibayar. Kredit yang
di peroleh dari pihak Bank sebagai dana talangan, ini adalah modal kerja untuk menjalankan
pekerjaan yang lain untuk menjaga keseimbagan likuiditas Rumah Sakit.
Anjak Piutang adalah pengalihan tagihan kepada pihak ketiga atau pembelian serta
pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu tagihan transaksi, sehingga dalam konteks
BPJS sebenarnya tagihan dari rumah sakit dialihkan kepada bank, yang seharusnya ke BPJS.
Menurut Penulis, Lembaga pembiayaan perbankan dan bukan bank, hal ini yang paling
relevan dalam konteks ini, karena adanya pekerjaan yang sudah dilakukan Rumah Sakit
seharusnya mendapatkan prestasi dari BPJS, dana BPJS berasal dari pemerintah dan masyarakat.
Seharusnya pekerjaan yang sudah dilakukan Rumah Sakit mendapatkan prestasi yang diberikan
76
oleh BPJS untuk kepentingan pasien. Ketika Rumah sakit sudah melakukan prestasinya kepada
pasien teryata Rumah sakit tidak mendapatkan prestasi dari BPJS.
Dengan demikian Rumah sakit harus mencari sumber agar dapat membiayai pengeluaran
yang sudah dia keluarkan dan menjaga susitantibiltas dari kegiatan usahanya melalui perbankan
dan lembaga pembiayaan. Produk-produk yang di keluarkan ada berbagai macam tetapi yang
sesuai dengan konstruksi diatas, jika pada lembaga pembaiayaan disebut anjak piutang
sedangkan pada lembaga perbankan perbankan disebut dana talangan, dana talangan ini
menyerupai kredit modal kerja dengan jaminan fidusia.
Namun menurut penulis dana talangan yang disebutkan tidak tepat dikontruksikan sebagai
anjak piutang maupun kredit modal kerja dengan jaminan fidusia, karena yang dibiayai adalah
seluruh piutang Rumah Sakit kepada BPJS yang didasarkan pada tagihan klaim, lebih tepat
menggunakan konsep Dana talangan atau tambahan dana dari dari Lembaga keuagan Ini adalah
suatu instrument atau sarana yang paling mudah digunakan oleh Rumah Sakit yang
membutuhkan tambahan dana dalam kegiatan operasionalnya baik dalam keadaan darurat atau
mendesak atau dalam keadaan biasa sekalipun, menurut penulis ini adalah suatu inovasi baru
yang diberikan oleh perbankan dengan mencampurkan berbagai instrumen yaitu kredit modal
kerja dengan fidusia dan, anjak piutang menjadi satu inovasi yang disebut dana talangan.
Sesuai didalam Kitab Undang-undang Hukum perdata tidak ada ketentuan tentang
bagaimana seharusnya bentuk suatu perjanjian, artinya perjanjian dapat dituangkan dalam
bentuk tertulis maupun tidak tertulis. Didalam perjanjian Kredit juga tidak ada ketentuan
bahwa perjanjian harus dalam bentuk tertulis. Perbankan biasanya mendasarkan segala
perjanjian kredit kepada buku kedua mengenai jaminan kredit bank dan buku ketiga. Kitab
77
Undang-undang Hukum Perdata hanya menetukan pedoman umum bahwa perjanjian harus
dibuat dengan kata sepakat kedua belah pihak, perbankan pada umumnya membuat
perjanjian kredit secara tertulis agar lebih aman bagi para pihak dibandingkan lisan.
Perjanjian kredit pada hakikatnya merupakan perjanjian tidak bernama, karena mengenai
perjanjian kredit belum ada pengaturan secara khusus diatur baik dalam undang-undang
maupun undang-undang perbankan. Pengaturan yang ada menurut penulis tidak mengatur
bagaimana bentuk serta klausula-klausula dalam perjanjian kredit.
Bentuk dana talangan ini membentuk kesan Bank dan Rumah sakit membangun suatu
kemitraan yang saling memerlukan. Jika merujuk pada pasal 1338KUHPer ayat 1 bahwa
semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya, atau dalam kata lain ini adalah kebebasan berkontrak, mungkin ini adalah
variasi baru yang dileluarkan oleh lembaga perbankan.
Recommended