View
4
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB III
PERKEMBANGAN INDUSTRI BATU MULIA DI DESA GENDARAN,
KECAMATAN DONOROJO, KABUPATEN PACITAN, PROVINSI
JAWA TIMUR
A. Perkembangan Industri Batu Mulia Desa Gendaran
Batu mulia atau yang dikenal sebagai batu permata adalah semua jenis
batu-batuan yang memiliki nilai tinggi dan mempunyai harga yang mahal. Batu
mulia adalah batu yang dibentuk dari hasil proses geologi yang unsurnya terdiri
atas satu atau beberapa komponen kimia yang mempunyai harga jual tinggi.
Pembentukan batu mulia sendiri tidak jauh berbeda dengan pembentukan
batuan atau mineral secara umum oleh karena itu, pembentukan batu mulia
terjadi melalui proses diferensiasi magma, proses metamorfosa, atau
sedimentasi1.
Pembentukan batu mulia (akik) terjadi melalui proses geologi yang sangat
panjang yaitu melalui diferensi magma, metamorfosa atau sedimentasi. Proses
awal pembentukan batu mulai terjadi ketika adanya aktivitas di dapur magma
di dalam perut Bumi, batuan cair tersebut bersuhu di atas 1000 derajat celcius
dan terus bergerak dalam mantel bumi (selubung). Di luar mantel bumi lapisan
kerak yang tersusun rapi dari lempeng-lempeng yang secara terus-menerus
bertumbukan sehingga menyisakan banyak retakan. Adanya tekanan yang kuat
dari dalam, cenderung mendorong magma untuk mencari jalan keluar ke
1 Jawa Pos, “Batu Cincin Bikin Pede”, Bulan Mei 2015 edisi 82.
39
permukaan. Ketika cairan super panas yang tertekanan tinggi tersebut mulai
menaik, maka cairan magma ini akan melarutkan berbagai batuan lain yang ada
disekitarnya. Maka terjadilah proses pelarutan atau ubahan hidrotermal.2
Di dunia ini tidak semua tempat mengandung batu mulia. Di Indonesia
hanya beberapa tempat yang mengandung batu mulia antara lain di provinsi
Banten dengan Kalimayanya, di Lampung dengan batu jenis-jenis anggur yang
menawan dan jenis cempaka,di Pulau Kalimantan dengan Kecubungnya
(amethys) dan Intan (berlian) dan tentu Pacitan dengan jenis kalsedonnya. Batu
mulia mempunyai nama dari mulai huruf a sampai huruf z yang
diklasifikasikan menurut kekerasannya yang dikenal dengan Skala Mohs dari 1
sampai 10.3
Mohs seorang ahli perbatuan mengklasifikasi atau menggolongkan
tingkatan keras batu menjadi 10 tingkatan. Berlian digolongkan dalam
kekerasan paling keras yaitu 10. Dengan adanya ukuran nilai kekerasan, orang
dengan mudah membedakan batu mulia. Semua jenis batu yang mempunyai
nilai keras tujuh setengah ke atas skala Mohs dinamakan atau digolongkan
sebagai batu mulia. Batu yang mempunyai kekerasan 6,5 sampai dengan 7,5
dinamakan batu setengah Mulia.
2 Mahardi Paramita., Kemilau Batu Permata, (Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama, 2008), hlm. 10.
3 Skala Mohs adalah skala yang digunakan untuk mengukur kekerasan
suatu mineral dengan jalan membandingkannya dengan mineral lain. Skala
kekerasan mineral Mohs didasarkan pada kemampuan suatu materi alami untuk
menggores materi yang lain.
40
Batuan akik dapat ditemui hampir di seluruh wilayah Indonesia, dari 34
provinsi di Indonesia, hanya di Jakarta tidak mempunyai batuan akik. Di
Indonesia sendiri jenis batu yang dikenal lebih dulu adalah jenis baatu intan.
Intan sendiri sudah digali atau ditambang oleh rakyat Indonesia sejak
pemerintahan Hindia Belanda yang pada waktu itu melalui usaha penggalian di
Kalimantan Selatan sebagai usaha sampingan. Intan sendiri hanya ditemukan
di Kalimantan, dan Intan yang diketemukan di Kalimantan bukan berasal dari
intinya, melainkan batuan intan yang berasal dari sumber sekunder yang
diendapkan atau terbawa air dari tempat lain. Jenis-jenis batu permata yang
paling banyak diminati adalah yang berkristal yang selain jenis batu mulia
seperti Berlian, Zamrud, Ruby dan Safir, sedangkan untuk jenis batu mulia
batu-batu yang diminati adalah jenis Bacan Hijau, Kalsedon, Topaz, Sungai
Dareh, Opal, Giok, Kecubung, dan Lavender.4
Batu mulia memiliki keindahan dan kelangkaan magis. Sejak dulu
hingga sekarang batu mulia banyak diburu oleh para kolektor. Mereka punya
alasan sendiri mengapa mereka mengoleksi batu mulia. Batu mulia menarik
tidak hanya dari segi keindahan dan kelangkaannya saja, tetapi juga energi
tertentu yang terkandung di dalamnya. Biasanya batu mulia digunakan sebagai
penghias cincin pria , gelang dan kalung bagi wanita sebab batuan ini berasal
dari mikro Kristal kuarsa dengan tingkat kehalusan dan warna yang indah.
Karena punya nilai jual tinggi, banyak dimunculkan berbagai mitos untuk
4 www.serambigeologi.blogspot.co.id diakses pada tanggal 17 April 2016
pukul 17.07
41
memikat calon pembeli. Antara lain dapat menambah rasa percaya diri,
memikat lawan jenis dan lain-lain.5
Keberadaan Industri batu mulia di Desa Gendaran tidak langsung tumbuh
dan berkembang seperti saat ini. Hal ini tidak terlepas dari peran dan perintis
atau pendiri pertama industri batu mulia di Desa Gendaran. Dalam membahas
perkembangan industri batu mulia di Desa Gendaran, dapat dibagi dalam
beberapa periode sebagai berikut :
1. Sejarah Kerajinan Batu Mulia Desa Gendaran
Sejarah berdirinya industri rumahan batu mulia di Desa Gendaran
dimulai ketika pada tahun 1942, seorang bernama Irorejo penduduk di Dusun
Krajan, Desa Gendaran bersama teman-temannya berjualan batu rijang dan
batu apung. Batu-batu ini dijual ke kota Solo dan Semarang menggunakan
transportasi kereta api. Batu Rijang sendiri digunakan untuk membuat api
dengan cara digoreskan dengan segelintir baja. Karena pada waktu itu belum
ada korek api yang bisa digunakan masyarakat umum seperti sekarang.
Goresan antar baja dan batu rijang ini keluar percikan api yang ditempeli
serabut enau namanya nitik. Sedangkan untuk batu apung sendiri digunakan
untuk menggosok perabotan rumah tangga seperti almari, rak supaya halus.
Pada tahun 1950 Irorejo mulai aktif mengirim batu ke Solo dan
Semarang. Pada awalnya Irorejo menjual dan mengirim batu itu masih berupa
5 Kedaulatan Rakyat, “Batu Mulia, Perhiasan atau Benda Bertuah?”,
tanggal 10 Februari 2015 edisi 210.
42
batu mentahan dan masih belum diolah.6 Ketika sedang bertransaksi dengan
pembelinya di Semarang terdapat sebuah batu jernih berwarna violet yang
dibawanya dari rumah. Kemudian ditunjukkan kepada pembelinya batu
berwarna violet itu yang membuat pembeli itu tertarik. Dia meminta kepada
Irorejo supaya mencari batu jernih seperti yang ditunjukkan tadi dan akan
dibeli dengan harga yang layak. Pikir Irorejo, untuk apa batu-batu itu kok
dibeli dengan harga yang layak tanyanya dalam hati. Kemudian setelah hari itu
Irorejo mencari dan mengumpulkan batu jernih seperti yang diinginkan
pedagang itu. Namun di kemudian hari itu pedagang tersebut tidak pernah
muncul lagi yang membuat Irorejo sedikit kecewa. Namun pada suatu hari
Irorejo bertemu dengan pembantu dari pedagang tersebut bernama Bero.
Beliau kemudian mengajari bagaimana cara membuat batu yang dibawa
Irorejo supaya kelihatan mengkilap. Bero mengatakan bahwa batu-batu itu
digosok memakai gerenda, dihaluskan dengan kaca dan digilap dengan bambu
muda yang kering lalu dibasahi dengan air.
Lama-kelamaan Bero dan Irorejo menjadi akrab layaknya saudara.
Kebetulan Bero adalah seorang duda dan Irorejo sendiri mempunyai
keponakan tapi sudah menjanda bernama Sisok. Untuk memperdalam dan
mengkaji tentang cara penggosokan batu akik ini maka dijodohkanlah Bero
dengan Sisok. Kemudian Irorejo sendiri mengajak Bero untuk menetap di
Pacitan.
6 Wawancara dengan Suyatin, pengrajin batu mulia, Sabtu, 9 April 2016
43
Di Pacitan, dengan bahan baku yang sudah tersedia Bero mengajarkan
kepada Irorejo cara penggosokan akik dan berhasil. Meskipun dalam sehari
hanya mendapat beberapa 3-4 biji batu yang digosok, Irorejo tetap
menekuninya. Setelah batu akik yang sudah digosok tersebut terkumpul cukup
banyak, Irorejo kemudian menjualnya ke beberapa daerah seperti Solo,
Semarang, hingga Cirebon. Melihat apa yang dilakukan oleh Irorejo yang
menjual batu akiknya ke beberapa daerah luar Pacitan, teman-teman dari
Irorejo kemudian mulai mengikuti jejaknya seperti Giyotirto, Sukromo,
Sogimin dan Paimin. Paimin sendiri yang masih keponakan dari Irorejo
memasok batu akiknya ke Bandung. Suatu hari beliau ditemui oleh penggosok
batu akik dari Sukabumi. Penggosok tersebut memperlihatkan batu akik hasil
gosokannya. Ternyata gosokan batu akik dari orang Sukabumi tersebut sangat
halus dan bagus. Hingga kemudian Paimin mengajak orang Sukabumi tersebut
untuk datang ke Pacitan.
Tahun 1955, orang Sukabumi tersebut datang ke Pacitan dengan 3 orang
temannya. Cara penggosokan sudah maju pada waktu itu. Penggosokannya
sendiri dilakukan dengan cara tradisonal pada waktu itu yaitu dengan
memanfaatkan barang-barang sekitar yang ada. Untuk membangkitkan batu
garenda, maka dirakit jinontro dari onderdil sepeda ontel. Dalam sehari, satu
orang pengrajin mampu membuat sekitar 20 batu akik jadi. Setelah 3 bulan
menetap dan mengajari Paimin cara penggosokan batu, orang Sukabumi
tersebut kembali ke rumah mereka di Sukabumi. Paimin sendiri meneruskan
44
penggosokan ini yang diikuti oleh teman-temannya. Termasuk Irorejo sendiri
dan anak-anaknya dan berjalan sampai bertahun-tahun.
Salah satu anak Irorejo bernama Mulyadi menekuni pekerjaan ini yang
diikuti beberapa temannya yang juga merupakan pengrajin batu mulia yang
dibantu oleh istri masing-masing. Para istri tersebut dengan tekunnya
menekuni kerajinan ini dan mendirikan sebuah perkumpulan yang dinamakan
“Paguyuban Pengrajin Batu Akik KB. Lestari” pada tahun 1978. Perkumpulan
ini mendapat perhatian dari pemerintah daerah dan kemudian mendapat
tanggapan dari Dinas BKKBN Kab. Pacitan dan mendapatkan bantuan sebesar
Rp.700.000,00.
Tahun 1980, untuk meningkatkan cara dan kualitas penggosokan batu
akik, Mulyadi mengambil pinjaman dari KIK untuk membeli diesel dan
dinamo. Tujuannya adalah untuk meningkatkan cara penggosokan batu akik
dengan menggunakan tenaga listrik. Karena selama ini cara penggosokan batu
akik sendiri masih menggunakan alat seadanya dan masih tradisional. Hal ini
berhasil dan kemudian Mulyadi menghimpun pengrajin batu akik dengan awal
anggota sejumlah 22 orang. Hingga akhirnya tahun 1984, kelompok ini
mendapat bantuan diesel dari Dinas Perindustrian untuk meningkatkan usaha.
Atas jasanya karena telah membuka lapangan kerja baru, pada tahun 1987
Mulyadi mendapat penghargaan dari pemerintah pusat berupa UPAKARTI.7
Dan atas prakarsanya juga, dibentuklah UBIBAM pada tanggal 28 Maret 1989.
7 Wawancara dengan Mei Rohani, Perangkat Desa Gendaran, Sabtu, 9
April 2016
45
UBIBAM merupakan singkatan dari Usaha Binaan Industri Batu Mulia yang
tujuannya adalah mengupayakan masyarakat sekitar supayaa bisa bekerja
dengan cara mendapatkan pelatihan tata cara pengolahan batu mulia hingga
cara memasarkannya sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Gambar 1.
Bapak Mulyadi ketika mendapatkan penghargaan Upakarti di Istana Negara,
Bogor pada tahun 1989.
Sumber : Album Foto Koleksi Bapak Mulyadi
2. Perkembangan Kerajinan Batu Mulia Desa Gendaran Tahun 1989-
1998
Kegiatan suatu usaha akan mengalami peningkatan dari masa ke masa.
Adanya beberapa faktor mendorong para pengrajin untuk berbuat sesuatu yang
lebih baik guna meningkatkan kualitas dan kuantitas kerajinan yang mereka
46
hasilkan. Seiring dengan didirikannya UBIBAM oleh pemerintah, banyak
warga sekitar mulai mengembangkan industri batu mulia. Keberhasilan yang
didapat oleh Mulyadi mendapatkan UPAKARTI dari pemerintah telah
membangkitkan semangat masyarakat di Desa Gendaran. Mereka ingin
mengikuti jejak Mulyadi untuk menekuni usaha industri batu mulia. Salah
satunya adalah pasangan suami istri Adi dan Suyatin.
Suyatin sendiri merupakan anak ke 4 dari Mulyadi. Pada awalnya Adi
dan Suyatin membuka usaha industri batu mulia pada tahun 1992. Adi sendiri
awalnya bekerja di bengkel motor Vespa milik kakaknya di kios pinggir jalan
dekat proliman daerah Sukoharjo. Adi yang kemudian menikah dengan Suyatin
kemudian mulai menekuni usaha kerajinan batu mulia seiring dengan
keberhasilan Mulyadi mengenalkan Desa Gendaran sebagai sentra indutri batu
mulia ke seluruh daerah hingga mendapatkan penghargaan UPAKARTI dari
pemerintah Dia mendapat ilmu dari istrinya sendiri yang merupakan anak dari
Mulyadi. Sejak kecil Suyatin sendiri sering diajak untuk melihat cara
pengolahan batu mulia dari proses pengolahan, pengadaan bahan baku, sampai
proses finishing yang kemudian dia ajarkan kepada suaminya.8
Untuk kebutuhan bahan baku sendiri yang diperlukan para pengrajin
setiap bulannya tidak dapat dipastikan jumlahnya setiap bulan, hal ini
disebabkan adanya beberapa faktor yaitu tergantung banyaknya pesanan
barang, jenis pesanan yang berbeda tiap bulannya. Untuk pengadaan bahan
baku sendiri pengrajin memperoleh dari daerah sekitar seperti Wonogiri,
8 Wawancara dengan Suyatin, pengrajin batu mulia, Sabtu, 9 April 2016
47
Ponorogo, dan Pacitan sendiri. Awal mula sebelum tahun 1989, pembuatan
kerajinan batu mulia sendiri ada yang masih menggunakan alat tradisional.
Seiring berkembangnya jaman, sebagian besar pengrajin lebih memilih untuk
memakai alat yang lebih modern dengan menggunakan mesin. Karena
dianggap lebih cepat dan menghemat waktu dan tenaga.
Mulai tahun 1995, industri batu mulia ini mulai berkembang dan
menunjukkan kemajuan yang pesat. Hal ini terbukti dengan mulai banyaknya
penduduk sekitar yang menggeluti usaha ini. Selain itu setelah mengetahui
Desa Gendaran sebagai sentra industri batu mulia, banyak pesanan untuk
pengrajin batu mulia dari luar daerah seperti Solo, Semarang, Surabaya, Bali,
Yogyakarta, dan daerah-daerah lainnya. Tidak hanya wilayah domestik saja
tapi juga telah merambah ke pasar luar negeri seperti Amerika, Belanda, Cina,
Jepang. Kemajuan usaha kerajinan indusri batu mulia ini tidak terlepas dari
peran berbagai pihak baik pemerintah maupun pihak swasta.
Tahun 1998 terjadi krisis moneter yang menimpa Indonesia yang
disebabkan perekonomian Indonesia memburuk, akibat dari krisis moneter
yang melumpuhkan perenomian Indonesia itu adalah banyaknya perusahaan
yang tutup dan meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia sehingga
menimbulkan kerusuhan dimana-mana yang menyebabkan tidak menentunya
kondisi pada saat itu. Hal itu juga berimbas pada kerajinan batu mulia.
Sebagian pengrajin mengalami dampak dari krisis moneter tersebut dengan
semakin menurunnya daya beli masyarakat.
48
Batu mulia sendiri termasuk barang kesenangan bukan bahan kebutuhan
pokok. Sebagai barang kesenangan batu mulia tidak seperti emas. Kalau sudah
dibeli batu mulia tidak bisa dijual lagi. Dijual lagi bisa tetapi jarang ada yang
mau beli karena hanya sebagai barang kesenangan, saat krisis ekonomi terjadi,
orang lebih memilih menahan untuk membeli batu mulia dan tentu lebih
mengutamakan membeli kebutuhan-kebutuhan pokok. Terlebih sejak krisis
moneter, banyak orang yang kehilangan sumber pendapatan karena menjadi
korban PHK.9
a. Modal
Dalam memulai usaha tentu tidak terlepas dari modal baik berskala besar
maupun skala kecil. Modal yang dibutuhkan jumlahnya berbeda-beda
tergatung dari besar kecilnya usaha. Modal adalah kolektivitas dari alat
produksi yang masih berlangsung dalam proses produksi industri dan
mempunyai peranan yang penting yang berhubungan dengan proses produksi.10
Untuk modal dapat dibagi menjadi dua, yaitu modal tetap dan modal lancar.
Modal tetap merupakan modal yang berhubungan dengan alat produksi. Untuk
industri kerajinan batu mulia, modal tetap yang diperoleh adalah tanah yang
dimiliki pengrajin, bangunan pengrajin, dan peralatan produksi. Modal kedua
9 Wawancara dengan Parto Wiyono, pengrajin batu mulia, Sabtu, 9 April
2016
10
Bambang Riyanti., Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Yayasan
Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 10
49
adalah modal lancar yang berupa uang yang digunakan untuk membeli bahan
baku, upah pekerja dan rekening bank.
Para pengrajin batu mulia Desa Gendaran dalam menjalankan usaha
kerajinannya, memperoleh modal dengan berbagai cara antara lain dari modal
pribadi, modal pinjaman dari bank, ataupun pinjaman dari lain bank misal dari
kerabat atau keluarga. Untuk pengrajin sendiri berbeda cara dalam memperoleh
modal. Sebagian besar para pengrajin di Desa Gendaran memproleh modal dari
modal sendiri dan hanya beberapa meminjam dari bank. Seperti yang
dilakukan oleh Adi, dalam memproleh modal awal usaha, beliau
mengumpulkan uang sedikit demi sedikit dan menjual peralatan bengkel
miliknya dan kemudian membeli peralatan produksi seperti alat pemotong,
dinamo, gergaji amplas, gerinda dengan biaya Rp. 5.000.000.
Kemudian Adi menambah modal dari pinjaman bank BRI sebesar Rp.
10.000.000. Uang itu digunakan untuk modal pengembangan usahanya. Adi
mengambil pinjaman dari bank BRI karena jika hanya dari modal pribadi,
masih dirasa kurang. Sebagian pengrajin memilih dari modal sendiri karena
mereka mempunyai pemikiran bahwa dengan modal sendiri mereka lebih
tenang dan tidak ada beban yang ditanggung tanpa harus dituntut untuk bisa
mengembalikan pinjaman. .11
11
Wawancara dengan Adi, pengrajin batu mulia, Sabtu, 9 April 2016
50
b. Bahan Baku
Pengadaan bahan baku untuk industri batu mulia periode tahun 1989-
1998, Pengrajin mendapatkan bahan baku masih dari wilayah sendiri seperti di
dusun Kladen, Nawangan, Banjar. Tidak hanya dalam wilayah saja para
pengarajin mendapatkan bahan baku juga dari luar daerah seperti daerah
Ponorogo di Kecamatan Mranyan dan Sawung, dan daerah Wonogiri di
Kecamatan Kismantoro.
Pengusaha mendapatkan bahan baku dengan cara membeli dari pedagang
ataupun mencari sendiri dengan melakukan penggalian di daerah tertentu.
Pengrajin biasanya membeli bahan baku tersebut per Kg dengan harga yang
berbeda-beda. Harga bahan baku tersebut berkisar Rp 15.000,00 – Rp
30.000,00 tergantung dari jenis batu. Untuk jenis batu yang bernilai tinggi
seperti batu Kalsedon, harga jual tidak tergantung pada per Kg tapi dinilai dari
per bongkahannya. Harga per bongkahannya sendiri bisa mencapai Rp
200.000,00 hingga Rp 2.000.000,00 tergantung besar kecilnya, warna dan
kualitas bongkahan batu.12
c. Tempat Usaha
Tempat usaha sebagian besar para pengrajin batu mulia di Desa
Gendaran memilih rumah mereka sebagai tempat usaha mereka atau home
industry. Mereka beranggapan tidak perlu memiliki tempat yang khusus
karena rumah mereka sudah cukup luas untuk sebagai tempat usaha.
12
Wawancara dengan Adi, pengrajin batu mulia, Sabtu, 9 April 2016
51
Penempatan lokasi tempat usaha semacam itu memberi beberapa keuntungan
diantaranya pengrajin dapat mengawasi proses produksi dan apabila ada
pekerjaan rumah, pengrajin tidak perlu meninggalkan tempat kerja karena
tempat usaha mereka berada di rumah.
Keuntungan lainnya adalah para pengrajin bisa langsung mengawasi
proses produksi dan pengawasan langsung terhadap para pekerjanya, sehingga
apabila terjadi kesalahan-kesalahan dalam proses pembuatan dapat langsung
diatasi sehingga pengrajin dapat menghasilkan barang yang bermutu dan
berkualitas. Selain itu, adanya interaksi langung antara pengusaha dengan para
pekerjanya dapat menciptakan hubungan yang harmonis yang akan
berpengaruh baik terhadap proses pengerjaan barang.
d. Tenaga Kerja
Proses produksi dapat berjalan dengan baik bila didukung oleh tenaga
kerja yang baik pula. Secara tidak laangsung orang bekerja untuk medapatkan
hasil kerja yaitu berupa upah yang akan menggantungkan hidupnya kepada
suatu industri dengan menerima upah sebagai kebutuhan hidupnya.13
Industri
kecil maupun industri besar sangat bermanfaat pada penyerapan tenaga kerja
yang tidak tertampung di lapangan kerja lain. Adanya laju pertumbuhan
penduduk yang pesat di pedesaan menyebabkan tidak terserapnya angkatan
13
Mohammad As’ad, 1980, Psikologi Industri, Yogyakarta : Liberti, hlm.
45
52
kerja di sektor pertanian. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah
pengangguran di desa.
Tenaga kerja mempunyai peran yang penting dan strategis dalam suatu
usaha atau industri. Pada awal berdirinya sekitar tahun 90-an, para pengrajin
mengelola usaha mereka dibantu oleh para anggota keluarganya. Hal ini
disebabkan karena minimnya modal yang mereka dapatkan sehingga mereka
memilih keluarga mereka sendiri untuk mengelola usaha mereka.14
Namun jika ada permintaan pesanan banyak dari luar, maka pengusaha
akan mencari tenaga kerja sementara dari luar misal dari tetangga yang
menganggur atau dari tenaga kerja dari daerah lain. Pengusaha biasanya
memperkerjakan 2-4 orang tergantung banyaknya pesanan. Dalam hal ini, jika
order pesanan sudah selesai dikerjakan dalam waktu yang ditentukan maka
tenaga kerja tersebut sudah tidak bekerja lagi. Mereka beralasan jika hanya
mengandalkan tenaga kerja dari keluarga saja masih dirasa kurang sanggup
untuk mengerjakan pesanan dalam waktu yang telah ditentukan. Dalam hal ini
upah yang diberikan Rp 500,00 – Rp 2.000,00 per hari tergantung banyaknya
pesanan.15
14
Wawancara dengan Parto Wiyono, pengrajin batu mulia, Sabtu, 9 April
2016
15
Wawancara dengan Adi, pengrajin batu mulia, Sabtu, 9 April 2016
53
e. Proses Produksi
Proses produksi merupakan bagian yang penting dalam proses kegiatan
produksi. Tanpa adanya proses produksi suatu kegiatan produksi tidak bisa
berjalan dengan lancar Pengolahan atau pembuatan batu mulia pada umumnya
sangat sederhana dan tidak memerlukan alat dan mesin yang rumit. Yang
menjadi hal utama dalam proses produksi ini adalah desain, pengalaman dan
ketrampilan untuk memperoleh hasil yang bagus. Meskipun barang ini bersifat
komersial, tetapi usaha seperti kerajinan ini harus didukung oleh bakat dan
kesenangan.
Pada awalnya, pengrajin batu mulia di Desa Gendaran mengolah batu
mulia menggunakan alat yang masih tradisional dan sederhana. Bahan – bahan
yang diperlukan dapat mudah ditemukan di toko-toko. Berikut alat tradisonal
yang dipakai untuk mengolah batu akik :
1) Kuali
Alat ini dibuat dari tanah liat yang biasa dipergunakan untuk membakar
batuan yang keras. Dengan cara ini maka batu akan sedikit lunak ssehingga
memudahkan untuk memecahkannya. Alat ini bisa mudah dibeli di warung-
warung terdekat dengan harga sekitar Rp 3.000,00-Rp 6.000,00 tergantung
kualitas dan besar kecilnya barang.
2) Pukul atau Palu
Alat ini dibuat dari besi sedangkan tangkainya bisa terbuat dari kayu
ataupun besi, tetapi kebanyakan dari kayu. Kegunaan alat ini adalah untuk
54
memecah bongkahan batu sehingga bisa diproses lebih lanjut untuk menjadi
kerajinan batu mulia.
3) Gergaji
Alat ini dibuat dari besi yang dipipihkan dan salah satu sisinya dibuat
bergerigi. Biasanya penyangga yang dipakai sebagai pegangan gergaji juga
terbuat dari besi. Kegunaan alat ini adalah untuk memotong batu sesuai yang
dikehendaki.
4) Gir Sepeda (Ontelan)
Alat ini terbuat dari besi dan biasanya merupakan lepasan dari bagian
dari sepeda ontel yang terdiri dari gir, rantai, dan pedalnya. Penggunaan alat ini
adalah pedal digerakkan sampai gir dapat berputar sehingga amplas atau
gerinda yang dipasang pada gir dapat berputar untuk menghaluskan atau
membentuk batu akik yang ditempelkan pada alat tersebut.
Gambar 2.
Gir Sepeda Ontel yang digunakan untuk menghaluskan atau membentuk batu
akik.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
55
5) Wungkal
Wungkal adalah tanah liat padat yang dibentuk empat persegi panjang.
Alat ini berfungsi untuk mengasah mata pasah yang telah tumpul. Cara
penggunaan alat ini adalah mata pasah digosok-gosokkan pada wungkal yang
datar yang sebelumnya sudah dibasahi air. Sehingga akan membuat mata pasah
menjadi tajam kembali.
Gambar 3.
Wungkal.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
6) Pasah
Pasah adalah alat semacam pengiris yang terbuat dari besi. Adapun untuk
alat pegangan atau penyangga terbuat dari kayu yang sudah didesain dan
dibentuk sehingga pas dan sesuai untuk mata pasah. Mata pasahnya sendiri
terbuat dari besi logam yang dipipihkan dan salah satu sisinya dipakai untuk
mengasah. Alat ini dulunya dipakai untuk mengasah batu mulia atau
membentuk batu mulia sesuai keinginan. Namun alat ini sekarang sudah
banyak ditinggalkan dan beralih ke gerinda.
56
7) Pecahan Kaca
Pecahan kaca adalah alat untuk menggosok batu akik agar mengkilat.
Dahulu pada tahun 1953 kaca ini dipakai oleh pengrajin batu mulia untuk
menggosok batu mulia supaya mengkilat. Agar batu yang digosok tidak lepas
dari tempatnya maka diberi ciking atau semacam cat tau meni. Jadi ceking ini
untuk pengikat batu mulia yang digosok. Namun sekarang ini banyak pengrajin
yang lebih menggunakan amplas.
8) Amplas
Amplas adalah lembaran kertas yang salah satu permukaannya diberi
serbuk kaca sebagai tempat menggosok. Untuk menggosok batu mulia ini,
amplas yang dipakai adalah amplas besi yang ukuran ada 120, 320, 800, dan
1000. Dalam hal ini, tergantung dari jenis pemakaian penggosokan.
Gambar 4.
Amplas.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
9) Sangling
57
Alat ini dibuat dari bambu apus yang masih muda lalu dikeringkan
sehingga bambu tersebut akan berkerut-kerut atau kisut. Alat ini dipakai untuk
menggosok batu mulia supaya mengkilat. Alat ini bisa dikatakan sebagai
pengganti amplas. Supaya batu yang digosok itu tidak terlepas dari
sanglingnya, maka ketika menggosok batu mulia tersebut diletakkan pada kayu
jati yang telah diberi lubang untuk tempat menempelkannya batu mulia yang
disebut coplokan.
10) Gerinda
Alat ini dibuat dari besi baja yang dibentuk sesuai dengan keinginan.
Alat ini ada yang bentuknya bulat, ada juga yang panjang, dan pada salah satu
sisinya dibuat pipih sebagai tempat untuk menggosok. Fungsi dari alat ini
adalah untuk menghaluskan dan menggilapkan batu mulia.
Gambar 5.
Gerinda Manual.
Sumber : http://tanjungpinas.co.id
58
11) Panci
Panci terbuat dari seng atau plastik. Alat ini banyak terdapat di toko-toko
ataupun bisa dibeli di pasar. Fungsi dari alat ini adalah untuk merendam batu
mulia yang sudah jadi dengan air dan siap untuk dijual.
Untuk proses pembuatan batu mulia dengan menggunakan alat
tradisional sendiri terdapat beberapa langkah :
Pertama, bahan yang akan diproses menjadi batu mulia dipecah-pecah
sesuai dengan bentuk, jenis, dan ukuran yang dikehendaki. Dalam hal
pemecahan batuan ini, ada beberapa pengrajin yang sebelumnya membakar
batuan tersebut sebelum dioalah selama semalam. Tujuan dari pembakaran
tersebut adalah supaya batu tersebut panas dan lunak sehingga mudah diolah
dan diubah bentuknya. Untuk pembakaran itu sendiri pengrajin biasanya
menggunakan ampas dari limbah kayu gergaji atau biasanya orang
menyebutnya taigraji, yang tidak terpakai. Tempat yang dipakai untuk
membakar batu tersebut adalah kuali dari tanah liat. Adapun cara pembakaran
yaitu kuali terlebih dahulu diisi oleh limbah gergaji kemudian baru diisi dengan
batu, dan atasnya ditutupnya oleh limbah gergaji lagi. Setelah itu kuali tersebut
disiram dengan minyak tanah dan kemudian api dinyalakan. Dengan demikian
limbah kayu gergaji akan membakar batu yang ada di dalam kuali sehingga
batu-batu tersebut menjadi panas dan lunak sehingga mudah untuk dipecahkan
dan diolah.
59
Setelah itu pada pagi harinya, batu-batu yang masih panas tersebut
sebagian demi sebagian diambil dan dipecah-pecah. Alat yang digunakan
untuk memecah batu tersebut adalah pukul besi atau gergaji. Pada saat
memecah batu ini yang dipakai sebagai alas adalah batu yang rata atau besi.
Setelah batu-batu yang dipecah tadi menjadi seukuran kerikil, maka
proses selanjutnya adalah proses pembentukan batu sesuai yang dikehendaki.
Alat yang dipakai untuk membentuk batu ini adalah gerinda yang digerakkan
dengan menggunakan gir sepeda. Caranya membentuk yaitu gerinda bulat
diletakkan pada gir sepeda, lalu pedalnya digerakkan. Dengan demikian
gerinda akan berputar dan kemudian batu mulia yang akan dibentuk
ditempelkan pada gerinda yang berputar tersebut dan lama-lama akan terbentuk
sesuai yang dikehendaki. Pekerjaan membuat batu akik ini disebut mbrabas.
Apabila batu mulia yang dibentuk kasar sudah sesuai dengan keinginan,
maka hal yang dilakukan berikutnya adalah proses ngerik atau membentuk
halus. Pada saat ngerik ini prosesnya seperti membentuk kasar yakni dengan
menggunakan gerinda. Setelah batu mulia terlihat bentuknya pekerjaan
selanjutnya yaitu mengamplas kasar atau cukup dengan menggosokkan batu
tersebut ke bambu muda yang sudah kering. Bambu yang digunakan sendiri
adalah jenis bambu apus. Proses ini dinamakan sangling. Dengan digosok atau
disangling maka akan diperoleh batu mulia yang halus dan mengkilap.
Setelah proses penghalusan batu mulia selesai, proses selanjutnya
sekaligus proses terakhir yaitu merendam hasil batu mulia yang telah diolah
tersebut ke dalam panci yang berisi air. Tujuan dari perendaman ini adalah
60
supaya sisa-sisa gosokan yang menempel di batu mulia tersebut ikut larut ke
dalam air. Setelah itu batu mulia siap untuk dijual dan dipasarkan.16
Untuk hasil kerajinan yang diproduksi karena para pengrajin batu mulia
memperoleh bahan baku berasal dari berbagai daerah, maka hasil produksi
yang diperoleh juga bervariasi. Berikut jenis-jenis batu mulia yang diproduksi
pengrajin batu mulia Desa Gendaran.
16
Amri Husniati., 2006, ”Pendapatan Industri Kecil Batu Akik Diinjau
dari Aspek Modal, Tingkat Pendidikan dan Jumlah Tenaga Kerja di Kecamatan
Donorojo, Kabupaten Pacitan”, Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, hlm. 57.
61
Tabel 9
Hasil Produksi Kerajinan Batu Mulia
No Nama Batu Akik Warna Gambar
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Fosil
Kecubung Es
Moss Agate
Calcedon
Obsidian
Red Baron
Biduri
-Coklat dan Coklat
Kehitam-hitaman
-Putih
-Berwarna-warni(Merah,
Hijau, Coklat)
-Putih Kekuning-
kuningan
-Hijau, Biru
- Merah Tomat
- Putih
62
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Sulaiman
Pirus
Yaman
Badar Lumut
Ati Ayam
Tapak Jalak
- Coklat Bermotif
- Hijau
- Coklat, Orange
- Hijau
Merah
- Coklat, Abu-abu, Hijau
Sumber : Koleksi Pengrajin Batu Mulia Desa Gendaran
Hasil kerajinan batu mulia di Desa Gendaran selain dijual bijian atau
kodian, ada juga yang dijual dalam bentuk perhiasan seperti cincin, kalung,
gelang. Untuk cincin sendiri batu mulia tersebut diikat menggunakan emban
yang biasanya terbuat dari perak atau tembaga. Dengan demikian pembeli dapat
memilih hasil kerajinan yang disukai.
63
f. Pemasaran
Pemasaran adalah suatu proses atau segala aktifitas yang dikerjakan oleh
manusia untuk memindahkan barang dari produsen ke konsumen baik melalui
perantara ataupun tidak.17
Pemasaran merupakan kegiatan yang penting bagi
pengusaha karena bagian tersebut dapat untuk mempertahankan kelangsungan
usahanya. Pemasaran terjadi apabila produsen telah menyediakan barang jadi
ataupun barang mentah yang diinginkan oleh konsumen hingga akhirnya akan
terjadi suatu proses jual beli antara produsen dan konsumen. Pengusaha harus
pintar berinovatif dan melihat situasi pasar dengan menghasilkan barang yang
bermutu dan berkualitas agar tidak kalah bersaing dalam pemasaran produknya
dengan pengusaha lain dan konsumen tertarik untuk membelinya.18
Pada awalnya dalam memasarkan hasil produknya, penduduk di Desa
Gendaran hanya menjual hasil produksi kepada para tetangganya. Mereka
memasarkan hingga ke luar kota seperti di daerah Solo, Yogyakarta, dan
Semarang. Pada waktu itu, para pengrajin batu akik menjual hanya batunya
saja dan belum diolah. Para pengrajin sudah mempunyai pasar-pasar sendiri
sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam berjualan karena mereka sudah
mempunyai pasar sendiri-sendiri
17
M. Manulang., Pengantar Ekonomi Perusahaan, (Yogyakarta : Liberty,
1969), hlm. 210.
18
Agus Apriyanto., 2016, ” Dinamika Ekspor Kerajianan Rotan Desa
Trangsan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo Tahun 1986-2009”, Skripsi,
Surakarta : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret, hlm. 69
64
Pada awalnya untuk pemasaran produk kerajinan batu mulia, para
pengrajin memasarkannya dengan cara pemasaran langsung. Pemasaran
langsung adalah proses jual beli antara produsen dan konsumen tanpa
melibatkan perantara atau orang ketiga. Untuk mejual hasil kerajinan mereka,
para pengrajin menjual barang dagangannya di pasar Sukodono di Desa
Sukodono. Mereka datang ke pasar Sukodono tidak setiap hari melainkan di
waktu pasaran Kliwon antara pukul 05.30 sampai pukul 08.00. Setelah
melewati waktu itu, pasar beralih fungsi menjadi pasar kebutuhan pokok
sehari-hari misal sayur-sayuran, makanan pokok, bumbu-bumbu, buah-buahan,
dan lain sebagainya. Di pasar Sukodono sendiri, penjual batu mulia tidak hanya
dari Desa Gendaran saja, tetapi juga banyak dari luar daerah sekitar seperti
Wonogiri, Ponorogo.19
Mengingat dari tahun ke tahun penjual batu mulia yang
datang ke pasar Sukodono dari luar daerah semakin meningkat, hal ini
berpengaruh terhadap pedagang lokal yang dulunya mendominasi pasar
Sukodono. Satu per satu para pengrajin lokal sebagian berhenti memasarkan
hasil dagangannya ke pasar Sukodono. Beberapa diantara mereka yang
mempunyai cukup modal kemudian menjual dan membuat hasil produksinya di
rumah sendiri atau home industri.
Umumnya pengrajin batu mulia sekarang menjual barang kerajinannya
dengan cara memajangnya di tempat usaha mereka biasanya di rumah mereka
dan diletakkan dalam etalase-etalase. Dengan menyimpan di etalase-etalase ini,
19
Wawancara dengan Sony, pengrajin batu mulia, Sabtu, 21 Juni 2016
65
para pembeli yang datang akan dapat melihat-melihat hasil kerajinan batu
mulia dalam berbagai bentuk jenis. Para pembeli dapat juga memilih ataupun
memesan khusus kerajinan yang diinginkan, seperti pembuatan kerajinan batu
mulia yang dibuat seperti telur puyuh, ataupun perhiasan seperti kalung,
gelang, cincin maupun anting sesuai permintaan mereka. Pemasaran dengan
cara ini memberikan keuntungan bagi produsen dan konsumen karena mereka
dapat berinteraksi langsung dan dapat menawar harga dari harga yang
ditetapkan penjual.
3. Perkembangan Kerajinan Batu Mulia Desa Gendaran tahun 1999-
2015
Setelah terjadi krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1998,
perlahan-lahan industri batu mulia mulai beranjak membaik. Seperti yang
dialami oleh Parni, setelah krisis moneter mulai mereda, dia berkenalan dengan
turis asal Belanda bernama Tom yang saat itu dia sedang jalan-jalan di Pacitan.
Tom adalah seorang turis asal Belanda yang pada waktu itu sedang berkunjung
Pacitan untuk melihat-lihat hasil kerajinan batu mulia di Desa Gendaran.
Awalnya Tom tidak sengaja melihat hasil kerajinan batu mulia milik Parni
yang dipajang di depan rumahnya. Tom tertarik dengan hasil kerajinan batu
mulia yang berupa batu fosil kayu. Kemudian Tom berkenalan dengan Parni
dan bertanya-tanya tentang batu tersebut. Setelah itu Tom itu mulai memesan
hasil kerajinan batu mulia yaitu batu fosil kayu tersebut untuk dikirim ke
Yogyakarta karena kebetulan Tom mempunyaai gudang disana sebagai tempat
66
penampungan sementara sebelum dikirim ke Belanda. Tom memberi uang
muka kepada Parni sebesar Rp. 500.000,-. Pada tahun itu uang Rp. 500.000,-
bisa dikatakan banyak jumlahnya. Parni bertanya-tanya untuk apa memesan
batu fosil kayu dengan jumlah sebanyak itu. Kemudian dia dan suaminya mulai
mengolah dan mencari bahan baku untuk memenuhi permintaan pesanan dari
Tom. Dengan pesanan dan pelanggan tetap dari Belanda tersebut membuat
Parni sedikit demi sedikit mampu bangkit dari krisis moneter tahun 1998 dan
mampu memperbaiki perekonomian keluarganya.
Selain itu seiring perkembangan zaman, semua pengrajin mulai
menggunakan alat yang lebih modern untuk proses pengolahan batu mulia. Hal
ini tentu akan sangat membantu dalam menciptakan dan mempercepat
pengolahan hasil produksi sehingga menghasilkan produk yang berkualitas dan
bermutu. Dari tahun ke tahun jumlah permintaan pesanan semakin meningkat.
Seperti yang dialami oleh Parni. Pada tahun 2007 banyaknya pesanan dari luar
negeri seperti dari Amerika, Belanda membuat beliau menambah jumlah
tenaga kerja dari awalnya yang hanya berjumlah 1 orang saja bertambah
menjadi 7 orang untuk memenuhi banyaknya pesanan tersebut. 20
a. Modal
Permintaan pesanan kerajinan batu mulia yang semakin besar
menyebabkan para pengrajin berusaha menambah modal mereka untuk
memenuhi permintaan yang semakin banyak. Bantuan yang diberikan pada
20
Wawancara dengan Parni, pengrajin batu mulia, Sabtu, 9 April 2016
67
pemerintah pada tahun 1989 berupa dibentuknya UBIBAM yang berupa
pemberian pelatihan dan peralatan yang jumlahnya terbatas dirasa masih
kurang oleh pengrajin karena peralatan tersebut diberikan kepada kelompok
bukan pada setiap pengrajin.
Banyak usaha yang dilakukan oleh pengrajin untuk menambah modal
mereka, antara lain dengan cara meminjam pinjaman dari bank, ataupun
menggadaikan dan menjual barang berharga milik mereka ke pegadaian atau ke
bank demi menambah modal. Penambahan modal dengan cara tersebut sangat
membantu dalam memenuhi permintaan pasar. Bantuan modal tersebut
digunakan untuk pengadaan bahan baku, mengganti peralatan produksi
menggunakan alat yang lebih modern ataupun untuk menggaji karyawan.
Seperti yang dialami oleh Parni, pada awalnya dia menggunakan dana pribadi
sebesar Rp. 1.000.000,00. Namun seiring majunya usaha kerajinan dan
banyaknya pesanan dia meminjam ke bank BRI sebesar Rp. 8.500.000,00.21
Dana tersebut digunakan untuk pembelian alat produksi yang bersifat lebih
modern serta membeli bahan baku yang berkualitas.
b. Bahan Baku
Bahan baku merupakan faktor penting dalam memulai proses produksi.
Tanpa adanya bahan baku tidak akan ada proses pengolahan dan menjadi
barang jadi. Tersedianya bahan baku yang memadai tentu akan berpengaruh
guna memperlancar proses produksi dan peningkatan jumlah produksi. Dalam
21
Wawancara dengan Parni, pengrajin batu mulia, Sabtu, 15 April 2016
68
pengadaan bahan baku untuk industri batu mulia, pengrajin mendapatkan
bahan baku dari wilayah sendiri seperti di daerah sekitar Pacitan seperti
Gunung Kidul (Sawahan) dan Wonogiri.
Setelah itu pengrajin harus membeli kepada penduduk setempat yang
mengumpulkan batuan. Kemudian berkembang lagi takni para pengrajin tidak
harus membeli bahan baku dimana bahan baku tersebut berasal, namun di
daerah sendiri di desa sebelah yaitu di Desa Sukodono ada yang menjualnya.
Lama kelaman yang menjual bahan baku tersebut semakin berkembang hingga
pada saat ini berjumlah 7 orang. Kebanyakan yang menjual bahan baku
tersebut berupa batuan mentah. Biasanya penjual bahan baku adalah para
pengusaha yang mempunyai usaha yang sudah maju daripada lainnnya.
c. Tenaga kerja
Seiring berkembangnya usaha kerajinan batu mulia di Desa Gendaran,
tenaga kerja pengrajin batu mulia jika pada awalnya memperoleh tenaga kerja
dari kerabat atau keluarga sendiri, mereka kini mulai memperkerjakan tenaga
kerja dari luar kerabat mereka. Biasanya masih dari wilayah desa sendiri
Misalnya industri kerajinan milik Sri Winarti yang mempunyai pegawai 7
orang. Usaha milik Sri Winarti trmasuk kategori industri yang sudah maju
dibanding dengan yang lainnya.
Pada awalnya jumlah tenaga kerja milik Sri Winarti hanya berjumlah 2
orang saja. Seiring berjalannya waktu tenaga kerja di industri batu mulia milik
Sri Winarti mengalami pasang surut jumlah pegawai. Ketika mengalami masa
69
jaya pada tahun 2008 jumlah pegawai di usaha milik Sri Winarti mencapai 15
orang. Sebagian besar tenaga kerja industri batu mulia di Desa Gendaran
kebanyakan berasal dari daerah desa itu sendiri, dan hanya sebagian saja yang
berasal dari desa lain. Alasan pemilihan menggunakan tenaga kerja di wilayah
sendiri adalah karena tenaga kerja di Desa Gendaran sudah terbiasa dengan
lingkungan desa dan mengerti tentang kerajinan batu mulia. Untuk tenaga kerja
dari desa lain hanya beberapa saja dan itu memang diminta untuk bekerja di
industri tersebut.
Untuk tingkat pendidikan tenaga kerja di Desa Gendaran sendiri berbeda-
beda, ada yang lulusan SMA, SMP, SD dan bahkan ada yang tidak mengenyam
pendidikan sama sekali. Perbedaan tingkat pendidikan tenaga kerja di Desa
Gendaran tersebut tidak dipernasalahkan karena yang terpenting adalah
kemampuan dia mengolah, ulet dan tanggung jawab mereka di tugas masing-
masing. Namun sebagian besar tenaga kerja yang bekerja di Industri batu mulia
Desa Gendaran adalah tenaga kerja usia muda sekitar umur 18-24 tahun. Dan
hanya beberapa tenaga kerja yang umurnya diatas dari umur 24 tahun. Untuk
pemilihan tenaga kerja yang lebih tua dimaksudkan karena mereka lebih
berpengalaman dan ahli dalam pengolahan kerajinan batu mulia, sehingga
mereka bisa memberi pengarahan dan pelatihan kepada tenaga kerja yang baru
tentang cara pengolahan kerajinan yang baik dan benar sehingga akan
menghasilan suatu produk yang berkualitas.22
22
Wawancara dengan Suparni, pengrajin batu mulia, Sabtu 9 April 2016
70
Untuk pembagian waktu. di industri milik Sri Winarti sendiri dimulai
pada pukul 08.00 pagi sampai jam 12.00, kemudian mulai lagi jam 13.00
sampai dengan pukul 16.00 sore. Selak waktu antara pukul 12.00-13.00
digunakan pegawai untuk beristirahat, sholat, dan makan siang.23
Jika
pengusaha mendapatkan pesanan dalam jumlah banyak , maka para pegawai
tentu diwajibkan lembur. Lamanya waktu lembur tergantung dari banyak
pesanan dan jenis bahan yang diinginkan. Hal ini dimaksudkan agar pesanan
dapat selesai sesuai waktu yang diinginkan.
d. Proses Produksi
Pada awal berdirinya proses pembuatan batu akik masih menggunakan
alat yang masih tradisonal. Namun seiring majunya perkembangan zaman dan
mulai dikenalnya Desa Gendaran sebagai sentra industri batu mulia. Maka
terjadi peralihan alat produksi dari yang masih tradisional ke alat yang lebih
modern atau menggunakan mesin. Adapun peralatan produksi yang digunakan
adalah sebagai berikut :
1) Mesin Potong
Mesin potong ini ada dua macam yaitu berupa pisau dan gergaji. Alat
pisau dipakai untuk membersihkan batu atau mengupas batu yang istilahnya
mbrabas. Sedangkan gergaji dipakai untuk memotong batu
23
Wawancara dengan Sri Winarti, pengrajin batu mulia, Sabtu, 9 April
2016
71
Gambar 6.
Mesin Pemotong.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
2) Mesin Placking
Mesin dipakai untuk menghaluskan atau membersihkan sisa-sisa bekas
potongan atau gergajian.
Gambar 7.
Mesin Placking.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
72
3) Mesin Gerinda
Alat ini terdiri dari beberapa ukuran yaitu kasar, sedang, dan halus. Alat
ini dipakai untuk menghaluskan batu atau membentuk batu sesuai yang
dikehendaki
4) Mesin Boor
Alat ini dipakai untuk membuat lubang pda batu yang diproses. Boor ini
ukurannya bermacam-macam dan jika harus membeli, harus 1 set.
5) Mesin Fased
Alat ini dipakai untuk membentuk batu yang diolah menjadi seperti
permata
Gambar 8.
Mesin Fased
Sumber : www.batumuliacrystall.com
6) Mesin Amplas
Alat ini berfungsi sebagai penghalus bentuk dasar setelah pembentukan
dari mesin hand grinder (daun, tangkai, lempengan) dan mesin gerinda
73
7) Mesin Poles
Alat ini digunakan untuk mengkilapkan bentuk yang sdah halus dari
mesin amplas sehingga dapat berkilau dan tampak keindahnnya
Untuk proses pembuatan batu mulia dengan menggunakan mesin sendiri
terdapat beberapa langkah :
a. Proses Pemotongan
Merupakan langkah awal dari beberapa proses mengolah batu mulia
menjadi barang jadi baik berupa kerajinan maupun aksesoris. Pertama-tama
bahan baku berupa batu dipotong sesuai yang dikehendaki. Alat yang dipakai
adalah mesin gergaji kemudian batu yang dipotong tadi diseleksi menjadi 3
bagian.
b. Proses Pembentukan
Adalah langkah kedua setelah proses pemotongan selesai. Setelah batu
dipotong menjadi beberapa bagian, batu kemudian dipisahkan. Untuk bagian
pertama dan keduanya sendiri terus digosok dengan menggunakan mesin
placking supaya bekas potongan gergaji tidak terlihat. Sedangkan untuk batu
bagian yang ketiga digerinda dengan mesin gerinda. Kemudian batu dibentuk
sesuai dengan yang dikehendaki. Apabila ingin dibentuk liontin, maka batu di
boor terlebih dahulu dengan menggunakan mesin boor.
c. Proses Penghalusan / Pengamplasan
Setelah pembentukan batu proses selanjutnya adalah proses penghalusan
atau pengamplasan. Setelah batu dibentuk sesuai dengan apa yang dikehendaki,
batu kemudian diamplas dengan menggunakan mesin amplas. Dalam proses
74
ini, batu harus diamplas betul-betul halus, sebab kalau tidak halus setelah
dipoles bisa menimbulkan bitnik-bintik putih yang tentu akan mengurangi
keindahan batu itu sendiri.
d. Proses Pemolesan
Proses pemolesan adalah proses dimana batu dipoles supaya kelihatan
mengkilap. Setelah batu dihaluskan dengan mesin amplas. Batu kemudian
dipoles dengan menggunakan mesin poles. Dalam pemolesan ini, batu
sebelum dipoles diolesi obat poles terlebih dahulu sebagai landasannya
menggunakan wol poles. Proses pemolesan ini juga harus dilakukan secara
hati-hati sebab apabila terlalu lama pemolesannya, batu akan menjadi panas
dan lama-kelamaan akan terbakar dan retak bahkan bisa pecah.24
Jika dulu barang yang dihasilkan dengan menggunakan alat yang masih
tradisional masih berupa cincin, gelang, anting dan kalung. Hasil kerajinan
dengan menggunakan mesin lebih banyak variasi yang dihasilkan. Para
pengrajin dapat membuat kerajinan berupa hiasan kamar, patung, miniatur
buah, gantungan kunci, tasbih dan lain-lain. Untuk harga sendiri tiap hasil
kerajinan berbeda. Untuk gantungan kunci pengrajin biasanya menjual dengan
harga Rp. 1.500,00 – Rp. 2.000,00. Sedangkan untuk miniatur buah dijual
dengan harga Rp. 50.000,00 - Rp. 1.000.000 tergantung bentuk, ukuran dan
bahan yang digunakan.
24
Isni Herawati, “Batu Akik Pacitan, Teknologi, Pemasaran dan
Fungsinya”, Patra Widya, Vol. 6 Nomor 4, Desember 2005, hlm 219.
75
Gambar 9.
Hasil kerajinan batu mulia berupa liontin.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar 10.
Hasil kerajinan batu mulia berupa bentuk gelang
Sumber : http://dekranasdapacitan.blogspot.co.id/2015/08/batu-mulia.html
76
Gambar 11.
Hasil kerajinan batu mulia berupa hiasan patung.
Sumber : http://dekranasdapacitan.blogspot.co.id/2015/08/batu-mulia.html
e. Pemasaran
Pada periode ini, para pegusaha dan pengrajin memasarkan hasil
kerajinannya dengan cara pemasaran tidak langsung. Pemasaran tidak langsung
adalah apabila konsumen mendapatkan barang tidak langsung dari penjualnya
tetapi dari perantara atau pihak ketiga. Biasanya pedagang menitipkan barang
kerajinannya kepada pedagang yang memiliki tempat pemasaran sendiri di luar
daerah seperti di daerah Solo, Bali, Yogyakarta.
Untuk sebagian pengrajin, mereka mempunyai pasaran tidak hanya di
pasaran lokal saja tetapi juga merambah ke luar negeri seperti Belanda,
Amerika, China. Hal ini tidak terlepas dari usaha dari pengrajin sendiri dalam
memperkenalkan hasil kerajinan mereka dengan cara mengikuti berbagai
pameran kerajinan batu mulia baik yang diadakan oleh pemerintah setempat
77
maupun instansi swasta. Dan juga peran dari media massa dan elektronik yang
meliput tentang kerajinan batu mulia di Desa Gendaran ini sehingga dapat
memperkenalkan kerajinan ini ke masyarakat luar. Pameran dianggap sebagai
sarana pemasaran yang baik bagi pengusaha karena pengunjung yang datang
adalah dari berbagai daerah. Dan juga pameran dianggap sebagai ajang untuk
menarik pengunjung dan pembeli dengan media elektronik dan massa sebagai
perluasan jaringan pemasaran.
Untuk konsumen luar negeri sendiri, pengrajin Sri winarti mempunyai
pelanggan yang berasal dari Amerika Serikat yang berdomisili di Bali.
Biasanya pembeli tersebut membeli bahan baku dari Sri Winarti berupa bahan
mentah untuk kemudian diolah kembali di Bali lalu kemudian diekspor ke
Amerika untuk dijual kembali disana.
B. Peran Unit Bina Batu Mulia (UBIBAM) SRIPATI dalam Industri
Kerajinan Batu Mulia
Unit Bina Batu Mulia atau UBIBAM didirikan pada tanggal 28 Maret
1989 atas prakarsa dari PT PUSRI (Pupuk Sriwijaya) Palembang dan
diresmikan oleh Menteri Perindustrian pada saat itu, Ir Hartanto. PT PUSRI
yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam rangka
mengembangkan sentra industri kerajinan batu mulia dan himbauan dari
pemerintah kepada BUMN untuk melaksanakan pembinaan terhadap industri
kecil maka didirikan UBIBAM tersebut.
78
Pada awalnya, tujuan dari didirikannya UBIBAM adalah untuk membina
pemuda yang putus sekolah atau pengangguran untuk dididik membuat dan
mengolah batu mulia. Kebanyakan tenaga yang dipakai adalah penduduk
setempat yang kebetulan longgar atau usaha mandiri di rumah. Sebelum
adanya binaan dari PT. PUSRI para pengrajin batu mulia pengolahannya masih
menggunakan alat yang masih tradisional yaitu dengan sistem genjot dan
onthel. Setelah PT. PUSRI mengaadakan survey yang hasilnya menunjukkan
para pengrajin batu mulia yang sudah ada tersebut sangat potensial untuk
dibina terlebih bahan baku di Pacitan khusunya Kecamatan Donorojo
melimpah.25
Dalam pengembangannya, PT PUSRI bekerja sama dengan Pemerintah
Daerah Tingkat II Kabupaten Pacitan dan CV. TIASKY EMMS Cibogo, Bogor
yang merupakan perusahaan pengolahan batu mulia yang cukup terkenal dan
mempunyai nama sebagai konsultan. Dalam kerja sama tersebut, PT PUSRI
menyediakan gedung, mesin peralatan, dan mengadakan diklat pengrajin batu
mulia. Pemda Dati II Kabupaten Pacitan menyediakan tanah untuk bangunan
dan tenaga kerja. Sedangkan CV TIASKY EMMS menyeleksi tenaga kerja.26
Selanjutnya, pemuda atau tenaga pengangguran atau yang putus sekolah
tersebut dikirim ke CV. TIASKY EMMS untuk dilatih selama satu bulan untuk
pengenalan dan pengolahan batu mulia. Setelah dilatih selama satu bulan,
25
Adany Dyah Pratita., 2001, ”Penerapan Kaizen Costing Sebagai Upaya
Tercapainya Cost Reduction Pada Ubibam Sripati Di Pacitan”, Skripsi, Surabaya :
Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Surabaya, hlm. 30
26
Ibid., hlm. 31.
79
mereka kembali ke Pacitan, dilakukan pengenalan di UBIBAM dengan
instruktur dari CV TIASKY EMMS tersebut selama setahun. Diharapkan
dengan diberikannya pelatihan kepada pemuda atau tenaga kerja tersebut, maka
akan tercipta pengrajin yang tangguh, terampil, dan mandiri sehingga dapat
menciptakan lapangan kerja sendiri dan memberi penghasilan kepada mereka.
Selain itu dengan teciptnya produk berkualitas yang dihasilkan oleh para
pengrajin, maka mampu mengundang wisatawan mancanegara maupun
domestik.
UBIBAM sendiri berkantor di Desa Sukodono, bersebelahan dengan
Desa Gendaran, Kecamatan Donorojo. Kabupaten Pacitan khususnya
Kecamatan Donorojo dipilih sebagai sentra industri kerajinan batu mulia
karena keadaan geografis yang berbatu dan berbukit-bukit sehingga sangat
memungkinkan tersedianya bahan baku yang melimpah untuk industri batu
mulia. Selain itu di daerah ini juga banyak terdapat pengrajin-pengrajin batu
mulia walaupun masih sangat tradisional dan memiliki potensi bebatuan yang
sangat potensial untuk dikembangkan seperti calcedon, obsidian, mailed,
petrified wood, jasper, dan agate.27
Pada awal berdirinya UBIBAM memperkerjakan 20 orang tenaga kerja.
Untuk pengadaan bahan baku sendiri kebanyakan didapat dari daerah sendiri
yakni Pacitan ataupun daerah sekitar seperti di daerah Ponorogo, Wonogiri,
Trenggalek, dan sekitarnya. Batuan yang dicari biasanya jenis fosil, obsidian,
dan onix. Pengadaan bahan baku bongkahan batu tersebut kemudian
27
Ibid., hlm. 33.
80
berkembang ke luar daerah seperti daerah Lampung, dan Kalimantan. Namun
karena pengadaan bahan baku dari kedua daerah tersebut memakan biaya yang
cukup mahal, maka batuan tersebut digunakan hanya sebagai pelengkap.
Pada dasarnya pendirian UBIBAM ini adalah untuk melengkapi
kekurangan-kekurangan pada pengrajin melalui penerapan-penerapan teknologi
tepat guna. Dalam hal ini peran UBIBAM adalah memperkenalkan teknologi
industri batu mulia kepada masyrakat adalah sebagai berikut :
1. Sebagai pusat pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat khususnya
dalam pengembangan teknologi proses, desain dan pembinaan manajemen
yang baik dalam industri kecil
2. Sebagai unit produksi dan pelatihan batu mulia dengan penerapan teknologi
yang tepat guna sehingga menghasilkan produk yang berkualitas
3. Sebagai tempat promosi sehingga membuka peluang untuk mendapatkan
pasar baik wilayah dalam negeri maupun luar negeri.
Tidak hanya teknologi saja yang diperkenalkan dalam pengolahan batu
mulia, dalam peranannya, UBIBAM juga berusaha mengembangkan dan
meningkatkan kualitas dari pengrajin dengan berbagai cara. Salah satunya
dengan mendorong semangat pengrajin dengan memberi motivasi bahwa
industri batu mulia dapat dijadikan sebagai sumber hidup perekonomian
mereka. Selain itu UBIBAM juga menyediakan fasilitas atau sarana untuk
pengrajin dengan memberi tenaga ahli untuk mengajari mereka dalam berbagai
bidang seperti manajemen dan teknologi, orientasi pendidikan, dan latihan
dibidang pemasaran serta memberikan bantuan promosi. Tidak hanya pelatihan
81
saja UBIBAM juga memberikan keamanan kepada mereka dengan memberikan
kesejahteraan karyawan dengan memberikan asuransi jiwa, kecelakaan, tenaga
kerja dan menyediakan fasilitas kesehatan. Disamping itu para pengrajin juga
dituntut untuk dapat membiayai biaya operasional sehari-hari secara mandiri.
Karena dalam hal ini UBIBAM tidak hanya menghasilkan produk saja. Tetapi
juga menghasilkan jasa berupa pengrajin yang bisa mandiri setelah
mendapatkan pelatihan kerja di UBIBAM.28
Dalam pemasaran produk hasil dari UBIBAM, UBIBAM
memperkenalkan produknya kepada masyarakat dan memperluas promosi
produknya dengan mengadakan pameran-pameran di beberapa daerah. Untuk
sistem kerjanya sendiri, para karyawan atau pengrajin bekerja biasa pada mulai
pukul 07.00 hingga pukul 15.00 sore. Khusus untuk hari sabtu mereka hanya
sampai pukul 13.00. kemudian mereka mereka mendapat jam istirahat pukul
09.30-10.00 untuk waktu jeda dan jam 12.00-13.00 untuk waktu sholat dan
makan siang. Setelah melewati jam itu mereka mulai melanjutkan kerja lagi. 29
28
Ibid., hlm. 33.
29
Isni Herawati, op.cit., hlm. 230.
82
Recommended