View
219
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB III
Sekolah Fotografi Darwis Triadi
3.1 Profil Sekolah Fotografi Darwis Triadi
3.1.1 Darwis Triadi (Pendiri)
Darwis Triadi atau lengkapnya Andreas Darwis Triadi adalah seorang
fotografer glamor dan fashion senior, yang banyak menggunakan para
model dan selebritis sebagai obyek pemotretannya.
Darwis Triadi mengembangkan minat fotografinya sejak tahun 1979.
Ilmu desain pun turut dipelajari untuk memperkaya kemampuan artistiknya.
Karena prestasinya yang terus meningkat, dia diberi kepercayaan untuk
menampilkan karyanya pada majalah tahunan Hasselblad yang berskala
internasional di tahun 1990. Dalam kurun waktu bersamaan, ia sempat
mempresentasikan slide andalannya dalam acara Photo Kina International
Competition di Köln, Jerman. Kompetisi ini digelar dalam rangka
"Hasselblad International Annual". Setahun kemudian, majalah
Internasional Vogue memajang karyanya pada artikel spesial tentang
Indonesia. Bron Elektronik AG dari Swiss, produsen lampu Broncolor,
memilihnya untuk mengisi kalender Broncolor tahun 1997.
Demi mengasah keahliannya, Darwis mengikuti berbagai macam
pelatihan di luar negeri, dan terus mempertajam segala ilmu yang ia telah
dapatkan tersebut secara otodidak. Untuk membuat profesinya menjadi
populer, ia berpartisipasi dalam berbagai jenis pameran dan promosi. Ia
menerima permintaan dari pelanggan berdasarkan kebutuhan dan keinginan
mereka.
3.1.2 Didirikannya Sekolah Fotografi Darwis Triadi
Pada tahun 1979, Darwis memutuskan untuk mengubah profesinya
menjadi seorang fotografer, meskipun pengetahuannya tentang fotografi
tidak cukup belum. Dia tidak memiliki pendidikan khusus tentang fotografi.
Hobi barunya ditemukan karena dia membangun hubungan dengan
fotografer amatir. Sementara itu, fotografer profesional cenderung menutup
diri dalam periode tersebut. ''Saat itu, fotografer merasa eksklusif dan tidak
suka orang lain bergabung dalam grup mereka untuk belajar tentang
fotografi. Mungkin mereka khawatir jika mereka akan bersaing dengan
orang lain'', dia bertanya-tanya. Namun karena memiliki semangat yang
cukup besar pada bidang yang baru dimasukinya tersebut ia tetap
meneruskan langkahnya, ''Saat itu, saya berjanji untuk membuat dunia
fotografi dibuka. Saya ingin dunia ini menjadi ramah dan menarik”, kata
Darwis.
Berdasarkan keterbatasannya dalam mendapatkan ilmu fotografi itu lah
Darwis mulai memantapkan niatnya untuk mendirikan sebuah sekolah
fotografi yang dapat menjadi sumber pencarian ilmu bagi siapapun yang
memiliki minat besar untuk mempelajari fotografi. Sehingga akhirnya pada
tahun 2003 didirikanlah Sekolah Fotografi Darwis Triadi yang berlokasi di
Jl. Pattimura No.2 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Dalam mendirikan sekolah fotografi tersebut, Darwis mengajak
beberapa rekannya sesame anggota Asosiasi Photographer Propesional
Indonesia (APPI) untuk ikut berpartisipasi dan berbagi ilmu sebagai staf
pengajar.
Hingga kini Sekolah Fotografi Darwis Triadi semakin maju dan mulai
memiliki cabang di kota-kota besar lain di Indonesia. Menurut bapak Ucok,
Kepala Operasional di Sekolah Fotografi Darwis Triadi, hal tersebut
dilandasi dengan perkembangan kebudayaan yang semakin tinggi yang
berdampak kebutuhan fotografi yang semakin bertambah. Dari tahun ke
tahun, jumlah siswa yang datang pun meningkat, hal tersebut tak terlepas
dari faktor perkembangan fotografi yang terus menarik perhatian
masyarakat dan semakin terjangkaunya harga sebuah kamera. Staf pengajar
pun bertambah, dan mereka semua berasal dari berbagai kalangan yang
telah memiliki keahlian dan berbagai jenis latar belakang yang cukup
mendukung, sehingga ilmu yang diberikan pun sangat berkualitas.
3.1.3 Misi dan Moto
Misi Sekolah Fotografi Darwis Triadi :
a. Memajukan dunia fotografi secara umum
b. Mengembangkan sumber daya manusia yang profesional
c. Mewujudkan generasi muda yang kreatif, dinamis, dan memiliki
keahlian (seni fotografi)
d. Membantu pemerintah mencerdaskan anak bangsa melalui
pendidikan informal (seni fotografi)
Moto Sekolah Fotografi Darwis Triadi :
“LEARN FROM THE BEST”
3.1.4 Target Pemasaran
Sekolah Fotografi Darwis Triadi tidak menargetkan kalangan tertentu
sebagai siswa mereka. Yang mereka utamakan adalah pencapaian untuk
berbagi ilmu dengan siapapun yang memiliki ketertarikan terhadap dunia
fotografi.
3.2 Sistem Sekolah Fotografi Darwis Triadi
3.2.1 Struktur Organisasi dan Job Description
Struktur organisasi staf dan pengajar di Sekolah Fotografi Darwis
Triadi :
Bagan 3.1
Struktur Organisasi
(Sumber : Sekolah Fotografi Darwis Triadi, 2012)
a. Manajer Umum
Memimpin berjalannya sekolah fotografi.
b. Keuangan
Mengatur sistem keuangan dalam sekolah fotografi.
c. Kepala Operasional
Mengatur jadwal pengajaran dan kegiatan, serta menetapkan kurikulum
di sekolah fotografi.
d. Staf Operasional
Membantu pekerjaan Kepala Operasional.
e. Instruktur
Memberikan pengajaran kepada para siswa sesuai dengan jadwal dan
kurikulum yang ditetapkan.
f. Resepsionis / Administrasi
Menerima tamu, mengurus pendaftaran, menerima telepon masuk, dan
mengurus administrasi siswa.
g. Asisten
Merawat lingkungan sekolah fotografi dan menjadi tenaga bantuan
dalam beberapa kegiatan pengajaran.
3.2.2 Sistem Pengajaran
Sistem pengajaran terbagi menjadi tiga jenis kelas dengan jadwal yang
berbeda, yaitu :
Kelas Hari Jam
Basic Selasa dan Kamis
9x pertemuan
- Sore : 15:00 – 17:00
- Malam : 19:00 – 21:00
Intermediate Senin dan Rabu
14x pertemuan
- Sore : 15:00 – 17:30
- Malam : 19:00 – 21:30
Advanced Selasa dan Jumat
17x pertemuan
- Sore : 15:00 – 17:30
- Malam : 19:00 – 21:30
Photoshop
Training for
Photographer
Rabu (minggu ke
satu, dua, empat)
- Sore : 15:00 – 18:00
- Malam : 18:00 – 21:00
Tabel 3.1
Jadwal Kelas Reguler Sekolah Fotografi Darwis Triadi
(Sumber : Sekolah Fotografi Darwis Triadi, 2012)
Adapun di luar jadwal kelas regular tersebut, tersedia jadwal lainnya
yaitu:
a. Basic Intensif Satu minggu : 6 pertemuan. (Liburan, Ramadhan, dll).
b. Basic Weekend
Pada hari Sabtu dan Minggu (2 pertemuan) di minggu ke tiga.
c. Hunting Setiap bulan.
Sistem pengajaran di Sekolah Fotografi Darwis Triadi terbagi atas 50%
kelas teori dan 50% praktek. Praktek itu sendiri dilakukan di dalam kelas
studio, dan terkadang di luar sekolah (hunting). Kelas dibuka dalam periode
tertentu yang ditetapkan oleh pihak sekolah, sehingga ada beberapa waktu di
mana sekolah tidak mengadakan kelas.
3.3 Analisa Bangunan Sekolah Fotografi Darwis Triadi
3.3.1 Alamat Sekolah Fotografi Darwis Triadi
Jalan Pattimura No.2 Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
Gambar 3.1
Peta Lokasi Sekolah Fotografi Darwis Triadi
(Sumber : www.alamatku.com, 2012)
3.3.2 Eksterior Sekolah Fotografi Darwis Triadi
Gambar 3.2
Pintu Masuk Sekolah Fotografi Darwis Triadi
(Sumber : Penulis, 2012)
Sekolah Fotografi Darwis Triadi memiliki halaman depan yang
digunakan sebagai lahan parkir dengan luas ±60 m². Bagian depan bangunan
didominasi warna abu-abu yang menjadi warna ideal di dunia fotografi.
Pintu masuk bangunan berbahan kaca dengan bagian tepi dinding diberi
warna merah yang bersifat menonjol. Bagian depan tersebut juga dihiasi
dengan dinding semen exposed hitam bergaris horizontal yang membingkai
tampak depan bangunan untuk menegaskan pintu masuk. Pada bagian atas
dinding semen tersebut, terdapat tulisan “DARWIS TRIADI SCHOOL OF
PHOTOGRAPHY” dengan logo yang telah menjadi ciri khasnya.
3.3.3 Interior Sekolah Fotografi Darwis Triadi
Sekolah Fotografi Darwis Triadi memiliki 14 jenis ruangan dengan
beberapa ruangan yang memiliki jumlah lebih dari satu, di antaranya :
Jenis Ruang Jumlah Gambar
Ruang Receptionist 1 3.3
Ruang Tunggu dan Product Display 1 3.4
Studio Foto Interior 1 3.5
Ruang Make Up dan Wardrobe 1 3.6
Kantin 1 3.7
Mushola 1 3.8
Kelas Teori dan Praktek 2 3.9
Ruang Kerja Staf 1 3.11
Ruang Instruktur 1
Ruang Rapat Direksi 1
Ruang Briefing Staf 2 3.12
Toilet 2
Pantry 1
Ruang Loker Asisten 1
Tabel 3.2
Jenis dan Jumlah Ruang di Sekolah Fotografi Darwis Triadi
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.3
Ruang Resepsionis di Sekolah Fotografi Darwis Triadi
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.4
Ruang Tunggu dan Product Display di Sekolah Fotografi Darwis Triadi
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.5
Studio Foto Interior di Sekolah Fotografi Darwis Triadi
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.6
Ruang Make Up dan Wardrobe di Sekolah Fotografi Darwis Triadi
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.7
Lorong di Sekolah Fotografi Darwis Triadi
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.8
Ruang Kantin di Sekolah Fotografi Darwis Triadi
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.9
Ruang Kelas di Sekolah Fotografi Darwis Triadi
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.10
Sistem Penyimpanan Peralatan Kelas di Sekolah Fotografi Darwis Triadi
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.11
Ruang Kerja Staf di Sekolah Fotografi Darwis Triadi
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.12
Ruang Briefing di Sekolah Fotografi Darwis Triadi
(Sumber : Penulis, 2012)
3.3.4 Peralatan Fotografi Sekolah Fotografi Darwis Triadi
Nama dan Fungsi Alat Gambar
Standart Reflector
Cable Release
Mono Flash
Wide Angle Reflector
Menghasilkan cahaya keras
dengan sudut yang lebar,
memiliki bayangan spot yang
cukup tajam pada obyek.
Honeycomb
Terdapat dalam tiga variasi
kerapatan : besar, sedang dan
kecil. Berguna untuk
meluruskan arah cahaya dari
lampu elektronik. Karakter
cahaya yang dihasilkan cukup
keras.
Narrow Angle Reflector
Reflectorre bersudut sempit,
menghasilkan sudut cahaya
yang lebih sempit pula.
Striplight
Digunakan untuk mendapatkan
efek cahaya yang memanjang
dengan penyebaran cahaya yang
sempit. Misalnya pada pada
pemotretan botol, kontur pada
sisi tubuh model, dan lainnya.
Tripod
Digunakan sebagai kaki
penyangga kamera untuk
ketinggian tertentu.
Soft Box 80cm x 80cm
Karakter cahaya yang lembut
dari softbox menghasilkan
bayangan yang lembut pula.
Payung Putih
Memiliki karakter cahaya
sedikit lebih keras dari softbox.
Kabel Sinkronisasi
Slave Units
Triger
Snoots
Sistem Rail dan Phantograph
Tabel 3.3
Peralatan Fotografi Sekolah Fotografi Darwis Triadi
(Sumber : Sekolah Fotografi Darwis Triadi, 2012)
3.4 Perbandingan Sekolah Fotografi Darwis Triadi dengan Sekolah
Fotografi Lain di Jakarta
3.4.1 Nikon School Indonesia
Gambar 3.13
Pintu Masuk Nikon School Indonesia
(Sumber : Penulis, 2012)
Nikon School Indonesia adalah sebuah lembaga pendidikan resmi
dengan dukungan penuh dari Nikon Indonesia yang berdiri pada tahun 2008.
Nikon School Indonesia berpusat di Jakarta, dan direncanakan akan
memiliki cabang di beberapa kota lain yang dianggap memiliki potensi
besar dalam perkembangan dunia fotografi nasional. Nikon School
Indonesia berlokasi di Rukan Permata Senayan blok D-28, Jalan Tentara
Pelajar, Patal Senayan, Jakarta.
Gambar 3.14
Peta Lokasi Nikon School Indonesia
(Sumber : Google Maps, 2012)
Adapun fasilitas yang terdapat di Nikon School Indonesia ini di
antaranya :
Gambar 3.15
Area Resepsionis Nikon School Indonesia
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.16
Area Product Display Nikon School Indonesia
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.17
Ruang Kerja Staf Nikon School Indonesia
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.18
Ruang Rapat Nikon School Indonesia
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.19
Pantry Nikon School Indonesia
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.20
Ruang Kelas Nikon School Indonesia
(Sumber : Penulis, 2012)
3.4.2 The Looop Akademie
Gambar 3.21
Pintu Masuk The Looop Akademie Indonesia
(Sumber : Penulis, 2012)
The Looop akademie adalah institusi pendidikan kreatif yang memiliki
program-program fotografi, digital imaging, motion picture, 3D dan bidang
kreatif lainnya. The Looop Akademie berlokasi di Tribeca Central Park
Mall Upper Ground Unit 16, Jakarta Barat.
Gambar 3.22
Peta Lokasi The Looop Akademie Indonesia
(Sumber : Google Maps, 2012)
Berbekal pengalaman sebagai satu-satunya commercial photography
agency yang secara konsisten dipercaya menangani pemotretan berbagai
brand terkenal di dunia melahirkan keinginan kuat untuk membagikan
pengalaman dan pemikiran mengenai standar kemampuan internasional
fotografi dan bidang-bidang kreatif lainnya.
Sebagai bagian dari The Looop International, The Looop Akademie
mendapat support penuh dari seluruh member The Looop International yang
meliputi bidang Commercial Photography, Digital Imaging, Model
Management, Wedding photography, CGI, dan lain sebagainya.
Adapun fasilitas yang terdapat di Nikon School Indonesia ini di
antaranya :
Gambar 3.23
Area Resepsionis The Looop Akademie Indonesia
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.24
Ruang Tunggu The Looop Akademie Indonesia
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.25
Ruang Briefing The Looop Akademie Indonesia
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.26
Ruang Kelas The Looop Akademie Indonesia
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.27
Studio Foto The Looop Akademie Indonesia
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.28
Pantry The Looop Akademie Indonesia
(Sumber : Penulis, 2012)
Gambar 3.29
Ruang Make Up dan Wardrobe The Looop Akademie Indonesia
(Sumber : Penulis, 2012)
3.4.3 Perbandingan Fasilitas dari Tiga Sekolah Fotografi.
Jenis Ruangan /
Fasilitas
Nikon School
Indonesia
The Looop
Akademie
Darwis Triadi School
of Photography
Ruang
Receptionist
�
�
�
Ruang Tunggu � �
Product Display � �
Elevator �
Studio Foto
Interior
�
�
Ruang Make Up
dan Wardrobe
�
�
Kantin �
Mushola �
Pantry � � �
Kelas Teori dan
Praktek
�
�
�
Ruang Kerja Staf � � �
Ruang Tunggu
Instruktur
�
Ruang Rapat
Direksi
�
�
Ruang Briefing
Staf
�
�
Toilet � � �
Gudang
Penyimpanan
�
�
Tabel 3.4
Perbandingan Fasilitas Sekolah Fotografi
(Sumber : Penulis, 2012)
3.5 Kebudayaan Daerah Asal Darwis Triadi
3.5.1 Solo, Jawa Tengah
Andreas Darwis Triadi lahir pada tanggal 15 Oktober 1954 di Solo,
Jawa Tengah. Jawa Tengah itu sendiri dikenal sebagai “jantung’ budaya
Jawa karena kekayaannya akan kebudayaan. Jawa Tengah adalah sebuah
provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa. Provinsi ini
berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah barat, Samudra Hindia
dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Timur di sebelah
timur, dan Laut Jawa di sebelah utara. Secara administratif, Provinsi Jawa
Tengah terdiri atas 29 kabupaten dan 6 kota
Surakarta, juga disebut Solo atau Sala, adalah kota yang terletak di
provinsi Jawa Tengah, Indonesia yang berpenduduk 503.421 jiwa (2010)
dan kepadatan penduduk 13.636/km2. Kota dengan luas 44 km2 ini
berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di
sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah
timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan. Sisi timur kota
ini dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu lagu keroncong,
Bengawan Solo. Bersama dengan Yogyakarta, Solo merupakan pewaris
Kerajaan Mataram yang dipecah pada tahun 1755. Nama Surakarta
digunakan dalam konteks formal, sedangkan nama Solo untuk konteks
informal. Akhiran -karta merujuk pada kota, dan kota Surakarta masih
memiliki hubungan sejarah yang erat dengan Kartasura. Nama Solo berasal
dari kata Sala adalah jenis pohon. Kata Sala pada perkembangannya
menjadi Salakarta dan sekarang lebih dikenal dengan Solo.
3.5.2 Rumah Bangsawan Solo, Dalem Kepangeranan
Adat istiadat Keraton Kasunanan Surakarta melekat pada diri para
bangsawan karena kedekatan hubungan keluarga dengan Sunan. Dalam
suatu susunan strata sosial dari kaum bangsawan, yakni komunitas yang
sedikit-banyak telah terstratifikasi yang mengakibatkan munculnya berbagai
perjuangan atas teritori. Dinamika perjuangan semacam ini tampak paling
menonjol pada para penghuni di rumah utama, yakni para bangsawan yang
eksistensinya sangat bergantung pada kedekatan dan kemurahan dari Raja
yang sedang memerintah.
Rumah bangsawan atau lazim disebut Dalem Kepangeranan, lokasinya
di lingkungan keraton. di dalam dan luar benteng, merupakan salah satu dari
berbagai tingkatan terbesar dan terlengkap dalam arsitektur rumah
tradisional Jawa. Rumah-rumah bangsawan ini mudah dikenali karena
struktur, bentuk atap, bangunan dan luas lahan berbeda dengan rumah
penduduk sekitar, dikelilingi dinding tembok tinggi kira-kira tiga hingga
lima meter. Dalem dapat dikategorikan dalam rumah joglo yang paling
besar dan lengkap, dengan bagian-bagiannya. Joglo dapat diartikan sebagai
suatu bentuk atau sistem konstruksi bagian dari kompleks rumah. Joglo juga
dapat diartikan sebagai keseluruhan atau kompleks rumah, termasuk dinding
keliling, halaman, regol dan semua bagian di dalamnya. Regol merupakan
akses masuk ke dalam area rumah bangsawan berupa pintu besar. Rumah
bangsawan juga dapat disebut community house terdiri dari beberapa
bagian, yaitu pendopo, pringgitan, emperan, dalem ageng, senthong,
gandok, dapur, kamar mandi. Dalam suatu rumah lengkap bangsawan
memiliki perbedaan dengan rumah lengkap yang dipergunakan oleh
masyarakat umum yang memiliki tingkatan ekonomi yang tinggi. Rumah
bangsawan yang dihuni oleh keluarga keraton memiliki batasan atau pakem-
pakem yang harus ada dalam suatu rumah bangsawan Jawa.
Rumah bangsawan merupakan perwujudan dari beberapa aspek yang
ditautkan dan dipersatukan. Dalam membahas tentang pembatas pada
rumah Jawa dapat menyinggung aspek lain yang membentuknya. Berkait
dengan tindakan ragawi dalam suatu ruang, suatu pusat cenderung menjadi
orientasi pengguna, sedangkan pembatas ruang akan mengisyaratkan
partisipannya; siapa saja yang boleh masuk dan siapa saja yang tidak boleh
memasuki ruangan. Masyarakat Jawa percaya pada kekuatan kosmos yang
berasal dari lingkungan alam sehingga dipandang perlu untuk membuat
batas yang tegas antara ruang luar dengan ruang dalam. Pembatasan dalam
suatu rumah mutlak ditentukan dan dihadirkan. Batasan-batasan yang
digunakan terdiri dari fixed element yang umumnya terdiri dinding, lantai,
atap. Pembagian dari Dalem Kepangeranan itu sendiri di antaranya :
a. Pendopo
Bagian atas pendopo disangga oleh jajaran kolom/soko yang
tersusun terpusat untuk menahan beban atap yang tersusun tiga
tingkat digolongkan sebagai atap Joglo. Bentukan Joglo hanya
digunakan oleh orang yang memiliki status sosial tinggi, yaitu
bangsawan dan Raja. Jenis joglo digunakan juga berdasarkan luasan
yang ingin dinaungi. Pendopo memiliki bentuk persegi yang tidak
akan mampu ternaungi dengan atap limasan yang lebih mengarah
ke bentuk persegi panjang. Keterbukaan ruang/tanpa dindiing secara
umum hampir tidak tampak dengan jelas, kecuali pada rumah
kelompok bangsawan yang memiliki unit pendopo dan pringgitan
yang jelas terbuka (tidak berdinding).
Konsep keterbukaan pendopo tidak sepenuhnya terbuka dalam
arti sebenarnya, melainkan memberikan suatu efek psikologis.
Orang Jawa dikenal dengan tata karma yang tinggi yang
menyimpan penghormatan dan perilaku yang sopan. Orang diajak
merasakan suatu efek psikologis dengan melihat pendopo yang
terbuka dan terbentang luas tanpa penghalang. Ini membawa
manusia untuk berhitung/menimbangnimbang akan suatu
kepantasan untuk berada di tengah tanpa adanya pemilik rumah. Ini
termanifestasikan dalam suatu sikap seperti sungkan untuk
bertingkah seenaknya di dalam pendopo. Luas dan terbuka
menjadikan orang lain yang ingin memasuki dengan melewati area
tengah menjadi terhalang oleh efek psikologis.
Keterbukaan endopo memberikan pengalaman yang berbeda
yang dirasakan seakan-akan ada sesuatu yang menuntun untuk
bersiakap sebaliknya. Memunculkan sikap canggung, sehingga
kebebasan yang terjadi sangatlah mengikat. Kebebasan yang semu
ini menjadikan seseorang terdorong untuk tidak bersikap sombong.
Ini berimbas pada rasa canggung untuk melangkah ke tengah
ruangan yang terasa monumental diarea tengahnya, sehingga
kenyakan akan berjalan mengelilingi ruang menuju ke arah bagaian
belakang bangunan. Maka, keterbukaan ini mengalami suatu
penyempitan perilaku.
Peninggian lantai di pendopo juga tergantung pada strata sosial
pemilik rumah. Bangsawan yang memiliki starata sosial yang tinggi
biasanya menaikkan lantainya hingga tiga tingkat. Dari lantai
pendopo inilah yang juga membedakan dengan lantai kuncung yang
dibuat rata dengan tanah, tapi menuju ke area dalem ageng akan
terjadi kenaikan pula. Setiap kenaikan dari tiap ruang menunjukkan
adanya hirarki yang mengikutinya. Memberikan kesan kesucian
bagi ruang yang berada di puncak hirarki. Selain itu, ketinggian
tertentu dibuat karena mengandung suatu maksud untuk
memudahkan menerima tamu, yakni cara duduk (bersila di lantai).
Dari ketiga pembatas ruang, yaitu atap/ceiling, dinding, dan lantai
menuntun ke arah maknanya sendiri-sendiri. Atap sebagai
pernanungan merupakan simbol dari Tuhan, dinding dimaknai
keterbukaan dalam arti yang menyempit sedangkan lantai yang
ditinggikan menyimbolkan status sosialnya dan juga cara
penerimaan mencerminkan kerukunan dengan duduk di lantai.
Ketiganya ini berhubungan dengan hubungan sosial pemiliknya
dengan pengungkapan yang simbolik dari bentuk dan juga
memberikan isyarat psikologis tertentu agar tidak seenaknya dalam
bersikap.
b. Pringgitan
Tantangan alam ditanggapi dengan menutup sebagian tempat
tinggal dari udara bebas dan terbuka, kecuali di bagian yang
dipergunakan untuk menerima tamu atau bagian publik yang
menyandang konsep terbuka sepebuhnya, yaitu pendopo. Timbul
anggapan bahwa kekuatan alam akan mengintai saat manusia dalam
keadaan tidak sadar atau tertidur, hingga berada di dalam rumah
memberikan jaminan terbebas dari pengaruh mala petaka (kekuatan
alam) yang merugikan. Bukaan yang menghubungkan dengan ruang
luar direduksi, sehingga ruang dalam tidak berhubungan langsung
dengan ruang luar. Maka dibuatlah suatu ruang transisi yang disebut
pringgitan. Area penghubung antara dalem dan pendopo ini terjadi
komunikasi di antara ke dua ruang. Tidak sekedar sebagai
penghubung tapi juga sebagai penyeimbang antara suatu yang
umum dan yang sakral.
Dari segi pemabatas ruang sangat berbeda dengan pendopo,
salah satu alasannya juga dikarenakan kapasitas dan fungsinya.
Pringgitan ini lebih sederhana dari segi bentuknya baik atap dan
juga soko. Pringgitan biasanya menggunkan atap limasan. Limasan
dipilih karena bentuk denah pringgitan yang membentuk persegi
panjang. Atap jenis limasan terkesan sederhana dan umum. Ini
biasanya yang dipakai oleh rakyat kebanyakan. Limasan dari segi
konstruksi dan bahan relatif lebih sederhana dan menggunakan
sedikit bahan. Pada keseluruhan komponen rumah bangsawan Jawa,
pringgitan bukanlah suatu area yang memiliki kesakralan melainkan
pendukung bangunan utamanya, yaitu pendopo dan dalem ageng.
Tidak seperti Joglo yang memiliki makna yang dalam
memperlihatkan kehidupan manusia, limasan tidak memiliki arti
yang spesifik. Pringgitan sebagai ruang transisi dan juga
mengakomodasi kegiatan yang masih bersifat terbuka seperti
menerima tamu. Kegiatan tersebut sangat dekat kaitannya ke arah
ke luar, yaitu pendopo sehingga dapat dikatakan area pringgitan ini
lebih berorientasi ke pendopo dari pada dalem ageng. Namun area
pringgitan ini pun tidak dapat dikatakan untuk umum tapi lebih
tepatnya kalangan umum yang terbatas dalam artian diterima oleh
sang pemilik rumah.
Secara keseluruhan pringgitan merupakan area transisi untuk
menuju ke area dalem ageng. Pembatas-pembatas ini mengarah
pada fungsional pringgitan yang berfungsi sebagai penerimaan tamu
delam jumlah terbatas dan juga pagelaran wayang.
c. Dalem Ageng
Dalem ageng memiliki keserupaan dengan pendopo, tetapi
yang membedakan cukup jauh adalah penggunaan dinding
mengelilingi dalem ageng. Pada atapnya pun menggunakan joglo
namun bentukknya lebih sederhana karena pada area ini bukanlah
tempat bagi pemilik rumah untuk menunjukkan prestise tapi
mengarah pada aktivitas pribadinya. Menggunakan atap joglo sudah
barang tentu memiliki soko guru yang menopangnya. Pada
prinsipnya soko guru yang berada di pendopo dan di dalem ageng
adalah sama.
Kesamaan pada pendopo dan dalem ageng, keduanya memiliki
kesamaan bentuk dan berlanjut pada cosmos. Pendopo
merepresentasikan hubungan sosial dan secara terbuka terhadap
sekelilingnya. Sedangkan Dalem merepresentasikan kekuatan langit
yang secara langsung menunjukkan pusat dan berhubungan
langsung dengan vertikalisasi ke area tertinggi. Pemusatan
keduanya memperlihatkan kekuatan yang lebih besar dan
menguasai segalanya, yaitu Tuhan. Pembatas ruang berupa dinding
pada dalem ageng tidak sama dengan pendopo, walaupun struktur
atapnya tidak jauh berbeda. Dinding masif yang melingkupi dalem
ageng menimbulkan sifat privasi dan menunjukkan ada yang ingin
diliindungi di dalamnya. Perempuan yang tinggal di dalamnya dan
melakukan tugas-tugas rumah tangga dan bendabenda berharga atau
pusaka menjadi yang dilindungi oleh kemasifan.
Di dalam dalem ageng pun terdapat penyekatan ruang,
sehingga membentuk sentong tengah, sentong kiwo/kiri dan sentong
tengen/kanan. Sentong kiwo berfungsi sebagai tempat tidur anak,
sentong kanan sebagai tempat tidur orang tua, dan sentong tengah
sebagai pusat/as kesakralan rumah Jawa yang dipergunakan hanya
untuk pengantin baru dan juga menyimpan benda-benda berharga.
Secara fungsional, dalem ageng memiliki makna proteksi
dengan adanya kemasifan dinding yang menyelubunginya dan
faktor penjagaan atas segala sesuatu yang berharga di dalam rumah.
Kemasifan dinding yang diberi bukaan secukupnya sebagai
penghawaan di siang harinya, namun lingkup kegelapan masih
terasa karena cahaya matahari tidak langsung masuk melainkan
berupa pantulan. Keadaan ini tetap dapat memberikan efek privasi
yang sangat diperlukan dalam dalem ageng. Dalem ageng
merupakan tempatkeluarga inti melakukan kegiatan yang tidak
diketahui oleh orang luar seperti beristirahat dan juga ritual. Ritual
atau meditasi inilah yang utama dan menjadi pemusatan aktivitas
pada rumah. Pembatasan dalem ageng ini untuk membatasi akses
dan menjadikannya sebagai area privat, namun lebih dalam lagi
dilaksudkan untuk menguatkan karakter protektif. Protektif terhadap
segala yang ada di dalamnya baik itu benda maupun yang tinggal
didalamnya.
Dewasa ini, konsep rumah bangsawan banyak diterapkan dalam rumah-
rumah modern agar dapat memberikan nuansa Jawa. Selain pembagian
ruangan yang berdasarkan pada fungsi dan filosofinya, rumah bangsawan
tersebut juga memiliki beberapa ciri khas pada beberapa elemen
bangunannya di antaranya :
a. Kolom
Rumah bangsawan memiliki banyak sekali kolom yang
terhubung langsung dengan pondasi umpak yang memiliki
penopang dari batu kali. Sebagian kepala pondasi umpak dibiarkan
muncul di permukaan lantai sehingga memberikan aksen tersendiri.
b. Jendela
Pada ruangan-ruangan yang tertutup, rumah bangsawan
memiliki cukup banyak jendela, untuk menyesuaikan dengan iklim
tropis Indonesia. Jendela-jendela tersebut tidak berukuran terlalu
besar, dan terbuat dari bahan kayu jati, dan umumnya memiliki
bentuk daun jendela yang tidak berbeda jauh dengan daun pintunya.
c. Lantai
Pada awalnya, bangunan-bangunan tradisional Jawa Tengah
memiliki lantai yang hanya berupa tanah. Namun seiring perkembangan
zaman, kini lantai tersebut telah dilapisi dengan tegel. Tegel itu sendiri
memiliki kesan kesederhanaan, yang kini menjadi ciri khas
kesederhanaan bangunan-bangunan Jawa Tengah.
Recommended