View
586
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
BAB II
ISI
2.1 Osteoporosis
2.1.1 Defenisi
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan
densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi
rapuh dan mudah patah. Menurut NIH (National Institute of Health) osteoporosis sebagai
penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang
mudah patah.
2.1.2 Etiologi
Faktor Risiko
Faktor risiko osteoporosis adalah :
Umur Tiap peningkatan 1 dekade,risiko meningkat
1,4-1,8
Genetik Etnis : Kaukasia dan oriental > kulit
hitam dan polinesia
Seks : Perempuan > Laki-laki
Riwayat keluarga
Lingkungan Defisinsi kalsium
Aktivitas fisik berkurang
Obat-obatan (kortikosteroid,anti
konvulsan, heparin ,siklosporin)
Merokok dan alkohol
Hormonal dan penyakit kronik Defisiensi estrogen dan androgen
Tirotoksokosis,hiperparratidisme
primer dan hiperkortisolisme
Penyakit kronik (sirosis hepatis,gagal
ginjal, dan gastrektomi)
Sifat fisik Tulang Densitas (massa)
Ukuran dan geometri
Mikroarsitektur
Komposisi
Selain faktor risiko osteoporosis, maka risiko terjatuh juga harus diperhatikan
karena terjatuh erat berhubungan dengan fraktur osteoporotik. Beberapa faktor yang
berhubungan dengan risiko terjatuh adalah usia tua, ketidakseimbangan, penyakit kronik
seperti akit jantung, gangguan neurologik, gangguan pengelihatan,lantai yang licin dan
sebgainya.
Etiologi Osteoporosis Pada Laki-Laki
Pada laki-laki, dengan bertambahnya usia, maka tulang kortikal akan makin
menipis, tetapi penipisan ibni tidak secepat pada wanita, karena pada laki-laki tidak
mengalami menopouse. Selain itu, pada laki-laki kehilangan msa tulang lebih bersifat
penipisan. Sedangkan pada wanita lebih diakibatkan oleh kehilangan elemen trabekula
dari tulang yang bersangkutan.
Selama pertumbuhan masa tulang pada laki-laki juga lebih besar dari pada wanita.
Laki-laki juga memiliki tulang trabekula yang lebih tebal korteksnya daripada wanita.
Pada laki-laki, ukuran kolum femoris akan makin besar dengan bertambahnya umur.
Sedangkan pada wanita tidak. Hal ini yang menyebabkan osteoporosis pada laki-laki
lebih relatif lebih ringan dan ririko fraktur relatif lebih kecil daripada wanita.
1. Genetik
Laki-laki yang orang tuanya menderita osteoporosis, ternyata memiliki densitas massa
tulang yang lebih rendah dibandingkan laki-laki pada umumnya. Selain itu, laki-laki
yang ibunya menderita fraktur panggul, ternyata memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk menderita fraktur vertebra. Sampai saat ini, tidak didapatkan gen spesifik yang
mengatur masa tulang dan resiki fraktur pada laki-laki.
2. Hipogonadisme
Hipogonadisme merupakan salah satu penyebab osteoporosis dan gagalnya
pencapaian puncak masa tulang pada laki-laki. Berbagai penyebab hipogonadisme
pada laki-laki harus dicari pda laki-laki dengan osteoporosis, misalnya sindrom
Klinefelter, hipogonadotropin, hiperprolak-tinemia,orkitis akibat parotitis,kastrasi,
dsb.
3. Involusi
Dengan bertambahnya umur, terjadi penambahan masa dan densitas tulang pada laki-
laki, kira-kira 3-4% pertdekade setelah umur 40 tahun. Setelah umur 50 tahun,
kehilangan masa lebih besar lagi, walaupun demikian tetap lebih rendah dibandingkan
wanita. Resorpsi endostel pada laki-laki, tampakny dapat dikompensasi dengan
formasi periosteal, sehingga resiko fraktur dan penurunan densitas tulang tidak sehebat
wanita. Pada tulang trabekular, penurunan densitas masa tulang pada kedua jenis
kelamin nampaknya sama, tetapi korteks tulang trabekular pada laki-laki lebih tebal
dibandingkan pda wanita, sehingga resiko fraktur juga lebih rendah
4. Penyakit dan obat-obatan
Berbagai penyakit, obat-obatan dan gaya hidup dapat menyebabkan osteoporosis
sekunder pada laki-laki, misanya glukokortikoid, merokok, alkohol, insufisien ginjal,
kelainan gastrointestinal dan hati, hiperparatiroidisme, hiperkalsiuria, antikonvulsan
tirotoksikosis, imobilisasi lama, arttritis reumatodi, dsb.
5. Idiopatik
Sekitar 30 % osteoporosis pada laki-laki ternyata tidak diketahui secara jelas
penyebabnya. Diagnosis osteoporosis idiopatik ditegagkan setelah semua penyebab
yang lain dapat disingkirkan. Saat ini diduga terdapat hubungan anatara osteoporosis
idiopatik dengan rendahnya kadar IGF-I atau IGF-I binding pprotein 3 (IGFBP-3)
2.1.3 Epidemiologi
Sementara ini diperkirakan 1 dari 3 wanita dan 1 dari 12 pria di atas usia 50 tahun
di seluruh dunia mengidap osteoporosis. Ini menambah kejadian jutaan fraktur lainnya
pertahunnya yang sebagian besar melibatkan lumbar vertebra, panggul dan pergelangan
tangan (wrist). Fragility fracture dari tulang rusuk juga umum terjadi pada pria.
Fraktur Panggul
Fraktur panggul paling sering terjadi akibat osteoporosis. Insidensi fraktur panggul
meningkat setiap dekade dari urutan ke 6 menjadi urutan ke 9 baik untuk wanita
maupun pria pada semua populasi. Insidensi tertingi ditemukan pada pria dan wanita
usia 80 tahun ke atas.
Fraktur Vertebral
Antara 35-50% dari seluruh wanita usia di atas 50 tahun setidaknya satu mengidap
fraktur vertebral. Dalam urutan kejadian 9.704 wanita usia 68,8 tahun pada studi
selama 15 tahun, didapatkan 324 wanita sudah menderita fraktur vertebral pada saat
mulai dimasukkan ke dalam penelitian; 18.2% berkembang menjadi fraktur vertebra,
tapi resiko meningkat hingga 41.4% pada wanita yang sebelumnya telah terjadi fraktur
vertebra.
Fraktur Pergelangan Tangan
Fraktur pergelangan tangan merupakan tipe fraktur ketiga paling umum dari
osteoporosis. Resiko waktu hidup yang ditopang fraktur Colles sekitar 16% untuk
wanita kulit putih. Ketika wanita mencapai usia 70 tahun, sekitar 20%-nya setidaknya
terdapat satu fraktur pergelangan tangan.
Fraktur Tulang Rusuk
Fragility fracture dari tulang iga umumnya terjadi pada laki-laki usia muda 25 tahun
ke atas. Tanda-tanda osteoporosis pada pria ini sering diabaikan karena sering aktif
secara fisik dan menderita fraktur pada saat berlatih aktifitas fisik.
2.1.4 Klasifikasi Osteoporosi
Osteoporosis Tipe I dan II
Osteoporosis dibagi menjadi 2 kelompok,yaitu osteoporosis primer (involusional)
dan osteoporosis sekunder.Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui
penyabnya, sedangkan osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui
penyebanya.
Pada tahun 1940,Albright mengemukakan pentingnya estrogen pada patogenesis
osteoporosis. Kemudian pada tahun 1983, Riggs dan melton membagi osteoporosis
primer atas osteoporosis tipe I dan tipe II. Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis
pasca menopause dan osteoporosis tipe II disebut osteoporosis senilis , dimana estrogen
berperan dalam timbulnya osteoporosis primer ini.
Karakteristik Osteoporosis Tipe I dan Tipe II :
Tipe I Tipe II
Umur (tahun) 50-75 >70
Perempuan : Laki-laki 6:1 2:1
Tipe kerusakan tulang Terutama trabekular Trabekular dan Kortikal
Bone turnover Tinggi Rendah
Lokasi fraktur terbanyak Vertebra, radius distal Vertebra, kolum femoris
Fungsi paratiroid Menurun Meningkat
Efek estrogen Terutama skeletal Terutama ekstraskeletal
Etiologi utama Defisiensi estrogen Penuaan dan defiseinsi
estrogen
Osteoporosis Primer dan Sekunder
1. Osteoporosis primer
Merupakan keadaan osteoporosis yang paling sering ditemukan, yaitu:
Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama
pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang
pada wanita.Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun,
tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat.Tidak semua wanita
memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita
kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita
kulit hitam.
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya
tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya
terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan
2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis
senilis dan postmenopausal.
Osteoporosis idiopatik
2. Osteoporosis sekunder dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang
disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis
bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid,
paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-
kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan
merokok bisa memperburuk keadaan osteoporosis.
2.1.5 Pathogenesis
Patogenesis osteoporosis Tipe I
Menopause
osteoblas
Estrogen
Bone marrow stromal cell +
sel mononuklear
Reabsorpsi Ca di ginjal
Absorpsi Ca
OsteoklasSel endotel
IL-1, IL 6, TNF α, M-CSF
TGF-β NO Hipokalsemia
Diferensiasi dan maturasi osteoklas PTH
Resorpsi tulang
Osteoporosis
Setelah menopause, maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal
setelah menopause ,sehingga insiden fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal
meningkat.Penurunan densitas tulang terutama pada tulang trabekular,karena memiliki
permukaan yang luas dan hal ini dapat dicegah dengan terapi sulih estrogen. Petanda
resorpsi tulang dan formasi tulang,keduanya meningkat menunjukkan adanya
peningkatan bone turnover. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai
sitokin oleh bone marrow stromal cell dan sel-sel mononuklear,seperti IL-1, IL 6, TNF α,
yang berperan meningkatkan kerja osteoklas.Dengan demikian penurunan kadar estrogen
akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga
aktivtas osteoklas meningkat.
Selain itu, menopause juga menurunkan absorbsi kalsium di usus dan meningkata
ekskresi kalsium diginjal. Menopause juga menurunkan sintesis berbagai protein yang
membawa 1,25 (OH)2D,sehingga pemberian estrogen akan meningkatkan konsentrasi
1,25 (OH)2D di dalam plasma.Tetapi, pemberian estrogen transdermal tidak akan
meningkatkan sintesis protein tersebut,karena estrogen transdermal tidak diangkut
melewati hati. Walaupun demikian, estrogen transdermal tetap dapat meningkatkan
absorpsi kalsium diusus secara langsung tanpa dipengaruhi vitamin D. Untuk mengatasi
keseimbangan negatif kalsium akibat menopause,maka kadar PTH akan meningkat pada
wanita menopause,sehingga osteoporosis akan semakin berat.
Patogenesis osteoporosis Tipe II
2.1.6 Manifestasi klinis
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita
osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala.
Pada tahap lanjut, jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps
atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk.
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang
yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya
nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan
Usia Lanjut
Defisiensi vit.D, aktivitas 1-α hidroksilase , resistensi thd vit.D
Absorpsi Ca diusus
reabsorpsi Ca di ginjal
Hipertiroidisme sekinder
Sekresi estrogen
Aktifitas fisik Sekresi GH dan IGF-1
Turnover tulangGangguan fungsi osteoblas
Osteoporosis
Fraktur
Risiko terjatuh
( kekuatan otot, aktivitas otot, medikasi ganggun keseimbangan, gangguan pengelihatan,dll)
bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan
terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah
beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan
terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang
menyebabkan ketegangan otot dan sakit.
Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan
atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul.
Yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya
dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Yang paling rentan terjadi
fraktur adalah korpus vertebra, pelvis, femur, dan tulang penyangga beban lainnya. Selain
itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.
Contoh gambar perbedaan tulang normal dan pada penderita osteoporosis:
Contoh gambar penderita
osteoporosis:
2.1.7 Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Anamesis memegang peranan penting ada evaluasi pasien osteoporosis. Biasanya,
keluhan utama dapat berupa fraktur kolum femoris pada osteoporosis bowing leg pada
riket, atau kesemutan atau rasa kebal disekitar mulut atau ujung jari pada hipokalsemi.
Fraktur lain adalah trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan orang tua,
kurang paparan sinar matahari,asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan yang teratur
yang bersifat weight-bearing, obat-obatan yang harus diminum dalam jangka panjang
harus diperhatikan,alkohol dan merokok merupakan faktor resiko osteoporosis.
2. Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus di ukur pada setiap pasien osteoporosis. Demikian
juga gaya berjalan pasien, deformitas tulang, nyeri spinal dan jaringan parut pada
leher. Pasien dengan osteoporosis menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus
( Dowager’s hump ) ada penurunan tinggi badan. Selain itu juga didapatkan
protuberansia abdomen, spasme otot paravetebral dan kulit yang tipis ( tanda
McConkey).
3. Pemeriksaan Biokimia Tulang
Pemeriksaan biokimia tulang terdiri dari kalsium tulang dalam serum, ion kalsium,
kadar fosfor serum, kalsium urin, fosfat urin, osteokalsin serum, piridinolin urin dan
bila perlu hormin paratiroid dan vitamin D. Kalsium serum terdiri dari tiga fraksi yaitu
kalsium yang terikat pada albumin (40%), kalsium ion dalam (48%) dan kalsium
komplek (12%). Kalsium yang terikat dalam albumin tidak difiltrasi glomerulus.
Untuk menetukan turnover tulang, dapat diperiksa petanda biokimia tulang yang
terdiri dari petanda formasi dan resorpsi tulang. Petanda formasi tulang terdiri dari bone-
specific alkaline phosphatase (BSAP), osteokalsin (OC), carboxy-terminal propeptide of
type I collagen (PICP) dan amino-terminal propeptide of typi I collagen (PINP). Sedang
kan petanda resorpsi terdiri dari hidrokksiprolin urin, free and total pyridinolines (pyd)
urin, free and total deoxypyridinolines (Dpd) urin, N-telopeptide of collagen cross-links
(Ntx) urin, C- telopeptide of collagen cross-links (Ctx) urin, cross-linked C- telopeptide
of type I collagen (ICTP) serum dan tartrate-reistant acid phosphatase (TRAP) serum.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan pada pemeriksaan petanda biokimia tulang:
Karena petanda biokimia tulang hanya dapat diukur dari urin, maka harus diperhatikan
kadar kreatinin dalam darah dan urin karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Pada umunya petanda formasi dan resorpsi tulang memiliki ritme sirkadian, sehingga
sebaiknya diambil sample urin 24 jam atau bila tidak mungkin dapat diambil urin pagi
yang kedua, karena kadar tertinggi petanda biokimia tulang dalam urin adalah antara
pukul 04.00-08.00 pagi. Kadar OC dan PICP juga mencapai kadar tertinggi didalam
serum pukul 04.00-08.00.
Petanda biokimia tulang sangat dipengaruhi oleh umur karena pada usia muda juga
terjadi peningkatan bone turnover.
Terdapat perbedaan hasil pada penyakit-penyakit tettentu misalnya pada penyakit
paget.
Manfaat pemeriksaan petanda biokimia tulang :
a. Prediksi kehilangan masa tulang
b. Prediksi resiko fraktur
c. Seleksi pasien yang membutuhkan antiresorptif
d. Evaluasi efektivitas terapi
4. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi yang khas pada osteoporis adalah penipisan korteks dan daerah
trabekular yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang
memberikan gambaran picture-frame vertebra.
Vertebra
Femur proksimal
Metakarpal
Skintigrafi tulang
Gambaran Tulang
Normal Osteoporosis
5. Pemeriksaan Densitas Masa Tulang (densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan presis untuk menilai
densitas masa tulang, sehingga dapat digunakan untuk menilai faktor prognosis, prediksi
fraktur dan bahkan diagnosis osteoporosis. Berbagai metode yang dapat digunaka untuk
menilai densitas masa tulang :
Single-Photon Absorptiometry (SPA)
Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Quantitative Computer Tornography (QCT)
Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DXA)
Kadar massa tulang
6. Sonodensitometri
Metode ini lebih murah dalam menilai densitas tulang perifer dengan menggunakan
gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi. Dilakukan pengukuran densitas
btulang berdasarkan kecepatan gelombang suara, atenuasi ultrasound broadband dan
kekakuan (stiffness). Namun, metode ini masih dalam penelitian.
7. Magnetic Resonance Imaging
MRI mepunyai kemampuan yang cukup menjanjikan dalam menganalisa struktur
trabekula dan sekitarnya. Metode ini mempunyai kelebihan dengan tidak adanya efek
radiasi, namun juga sedang dalam penelitian.
2.1.8 Pengobatan dan Pencegahan
Secara teoritis, oteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklas
(anti resorptif) dan/atau meningkatkan kerja osteoblas (stimulator tulang). Walaupun
demikian, saat ini obat yang beredar pada umumnya bersifat anti resorptif. Yang
termasuk golongan obat anti resoprtif adalah esterogen, anti esterogen, bisfosfat dan
kalsitonin. Sedangkan yang termasuk stimulator tulang adalah Na-flurida, PTH dan lain
sebagainya, Kalsium dan vitamin D tidak mempunyai anti resorptif maupun stimulator
tulang, tetapi diperlukan untuk optimalisasi mineralisasi osteosid setelah proses formasi
oleh osteoblas. Kekurangan kalsium akan menyebabkan peningkatan produksi PTH
(hiperparatiroid sekunder) yang dapat menyebabkan pengobatan osteoporosis menjadi
tidak efektif.
Edukasi dan Pencegahan
– Anjurakan pasien untuk melalukan aktivitas fisik yang teratur.
– Jaga asupan kalsium 100-1500 mg/hari, melalui makanan seharai-hari
ataupun euplemen
– Hindari merokok dan minum alcohol
– Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap efisisensi testosterone pada laki
laki dan menopause pada wanita
– Kendalikan berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat menimbulkan
osteoporosis
– Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan pasien terjatuh
– Hindari defisiensi vit. D, terutama orng-orang yang kurang terpajan sinar
matahari.
– Hindari peningkatan eksresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan
natrium 3 gram/hari untuk meningkatkan reabsorbsi kalsium di tubulus
ginjal.
– Pada pasien yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi dan jangka
panjang usahakan pemberian glukortikoid pada dosis serendah mungkin
– Pada pasien AR sangat penting mengatasi aktivitas penyakitnya
Latihan dan Program Rehabilitasi
Dengan latihan yang teratur, pasien akan menjadi lebih lincah, tangkas, dan
kuat otot-otot nya sehingga tidak mudah terjatuh.Latihan juga akan mencegah
perburukan osteoporosis karena terdapat rangsangan biofisikoelektrokemikal yang
akan meningkatkan remodeling tulang
Esterogen
Proses resorpsi oleh osteoklas dan formasi oleh oseoblast dipengruhi oleh
banyak factor, yaitu :
– Factor humoral ( sitokin, prostaglandin, factor pertumbuhan )
– Factor sistemik ( kalsitonin, esterogen , kortikosteroid, tiroksin ).
Sementara terapi sulih hormon menggunakan estrogen pada wanita pasca
menopause, efektif mengurangi turnover tulang dan memperlambat hilangnya
massa tulang. Tapi pemberian estrogen jangka panjang berkaitan dengan
peningkatan resiko keganasan pada rahim dan payudara. Sehingga sekarang
sebagai alternatif pengganti estrogen adalah golongan obat yang disebut SERM
(Selective Estrogen Receptor Modulator). Obat ini berkhasiat meningkatkan
massa tulang tetapi tidak memiliki efek negatif dari estrogen, obat golongan
SERMs adalah Raloxifene.
Raloksifen
Merupakan anti esterogen yang mempunyai efek seperti esterogen ditulang
dan lipid, tetapi tidak menyebabkan ransangan endometrium dan payudara.
Golongan preparat ini disebut juga selective esterogen receptor modulators
( SERM ). Obat ini dibuat untuk pengobatan osteoporosis dan FDA juga telah
menyetujui penggunaannya untuk pencegahan osteoporosis
Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan baik untuk pengobatan alternatif
setelah terapi pengganti hormonal pada osteoporosis pada wanita, maupun
pengobatan osteoporosis pada laki-laki akibat steroid. Bisfosfonat dapat
mencegah kerusakan tulang, menjaga massa tulang, dan meningkatkan kepadatan
tulang di punggung dan panggul, mengurangi risiko patah tulang.
Bisfosfonat oral untuk osteoporosis pada wanita postmenopause khususnya,
harus diminum satu kali seminggu atau satu kali sebulan pertama kali di pagi hari
dengan kondisi perut kosong untuk mencegah interaksi dengan makanan.
Beberapa Golonganbifosfonat,adalah:
a) Etidronat
b) Risedronate
c) Alendronate
d) Pamidronate
e) Clodronate
f) Zoledronate (Zoledronic acid)
g) AsamIbandronate.
Kalsitonin
Kalsitonin dianjurkan untuk diberikan kepada orang yang menderita patah
tulang belakang yang disertai nyeri. Obat ini bisa diberikan dalam bentuk suntikan
atau sempro thidung. Salmon Kalsitonin diberikan lisensi nya untuk pengobatan
osteoporosis. Sekarang ini juga ada yang sintetiknya. Sediaan yang ada dalam
bentuk injeksi. Dosis rekomendasinya adalah 100 IU sehari, dicampur dengan
600mg kalsium dan 400 IU vitamin D. Kalsitonin menekan aksi osteoklas dan
menghambat pengeluarannya.
Metabolit vitamin D
Sekarang ini sudah diproduksi metabolit dari vitamin D yaitu kalsitriol dan
alpha Kalsidol. Metabolit ini mampu mengurangi resiko patah tulang akibat
osteoporosis
Strontium ranelate
Stronsium ranelate meningkatkan pembentukan tulang seperti precursor osteoblas
dan pembuatan kolagen, menurunkan resorpsi tulang dengan menurunkan
aktivitas osteoklas. Hasilnya adalah keseimbangan turn over tulang dalam proses
pembentukan tulang. Berdasarkan hasil uji klinik, stronsium ranelate terbukti
menurunkan patah tulang vertebral sebanyak 41% selama 3 tahun.
Pembedahan Osteoporosis
Pembedahaan pada penderita osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur panggul.
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan pada terapi bedah penderita
osteoporosis adalah :
1. Penderita osteoporosis usia lanjut dengan fraktur, bila diperlukan tindakan
bedah, sebaiknya segera dilakukan, sehingga dapat dihindari imobilisasi lama
dan komplikasi fraktur yang lebih lanjut.
2. Tujuan terapi bedah adalah untuk mendapatkan fiksasi yang stabil, sehingga
mobilisasi penderita dapat dilakukan sedini mungkin.
3. Asupan kalsium tetap harus dipertahanakan pada peserta yang menjalani
tindakan bedah, sehingga mineralisasi kalus menjadi sempurna.
4. Walaupun telah dilakukan tindakan bedah, pengobatan medikamentosa
osteoporosis dengan bisfosfonat, atau raloksifen atau tetapi pengganti
hormonal, maupun kalsitonin, tetap harus diberikan.
Pencegahan dan Pengobatan Osteoporosis pada Laki-laki
Asupan kalsium yang adekuat
1. Pada laki-laki muda dan anak laki-laki pre adolense :1000 mg/hari
2. Pada laki-laki >60 tahun dan anak laki-laki adolense :1500 mg/hari
Asupan vitamin D yang adekuat, terutama ppada penderita yang tiggal di daerah 4
musim
Latihan fisik terutama yang bersifat pembebanan dan isometrik
Hindari merokok dan minum alkohol
Kenali defisiensi testoteron sedini mungkin dan berikan terapi yang adekuat
Kenali faktor resiko osteoporosis dan lakukan tindakan pencegahan
Kenali faktor resiko terjatuh dan lakukan tindakan pencegahan \
Berikan terapi yang adekuat
1. Risedronat dan alendronat merupakan terapi pilihan
2. Bila ada hipogonadisme, dapat dipertimbangkan pemberian testoteron
Daftar obat Osteoporosis yang ada di Indonesia
Kelompok Nama Generik Dosis
Bisfosfonat Risedronat
Alendronat
Ibandronat
Zoledronat
35 mg, seminggu sekali atau 5 mg/hari
70 mg, seminggu sekali atau 10 mg/hari
150 mg, sebulan sekali
5 mg per drip selama 15 menit,
diberikan setahun sekali
SERMs (Selective
esterogen receptor
modulators)
Raloksifen 60 mg/hari, setiap hari
Kalsitonin Kalsitonin 200 IU/hari Nasal spray
Strontium renalat 2 gram/hari, dilarutkan dalam air,
diminum pada malam hari, atau 2 jam
sebelum makan atau 2 jam setelah
makan
Vitamin D Kalsitriol 0,25 μg, 1-2 kali perhari
Evaluasi hasil pengobatan
Evaluasi hasil pengobatan dapat dilakukan dengan mengulang pemeriksaan densitometri
setelah 1-2 tahun pengobatan dan dinilai peningkatan densitasnya. Bila dalam waktu 1
tahun tidak terjadi peningkatan maupun penurunan densitas masa tulang, maka
pengobatan sudah dianggap berhasil, karena resorpsi tulang sudah dapat di tekan.
Selain mengulang pemeriksaan densitas masa tulang, maka pemeriksaan petanda
biokimia tulang juga dapat digunakan untuk evaluasi pengobatan. Penggunaan petanda
biokimia tulang, dapat menilai hasil terapi lebih cepat yaitu dalam waktu 3-4 bulan
setelah pengobatan. Yang dinilai adalah penurunan kadar sebagai petanda resorpsi dan
formasi tulang.
2.1.9 Prognosis
Pada penderita osteoporosis, sebaiknya sedini mungkin melakukan pemeriksaan
dan pengobatan. Bila sudah melakukan pengobatan selama 1-2 tahun dapat dilakukan
pemeriksaan densitometri untuk menilai peningkatan densitas tulangnya. Pemeriksaan
biokimia tulang juga perlu dilakukan untuk evaluasi pengobatan tersebut. Biasanya
pemeriksaan biokimia tulang dilakukan 3-4 bulan setelah pengobatan.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lebih baik sedini mungkin
maksimalkan kepadatan tulang, selagi masih muda sebelum terlambat.
Recommended