View
231
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
1/30
BAB I
STATUS PASIEN
I. KETERANGAN UMUM
Nama : Tn. E
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Katapang
Pekerjaan : Buruh
Status marital : Menikah
Agama : Islam
Masuk RS : 01 Desember 2011
Tanggal Pemeriksaan : 06 Desember 2011
II. ANAMNESA
Keluhan Utama : Nyeri kepala
Anamnesa Khusus :
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Sejak 2 minggu sebelum masuk ke RS, pasien mengeluhkan nyeri kepala yang terus-
menerus dan semakin lama semakin berat. Nyeri dipengaruhi oleh perubahan posisi. Keluhan
disertai dengan pusing, penglihatan terasa berbayang, mual dan muntah. Pasien juga
mengeluhkan adanya demam sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan
terus-menerus, tinggi, dan hanya turun jika pasien minum obat. Sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit pasien mulai merasakan tangan dan kaki sebelah kiri terasa lemah.
Semakin lama semakin terasa lemah hingga pasien tidak bisa menggerakkan tangan kirinya.
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
2/30
Kaki kirinya masih bisa digerakkan tetapi tidak bisa dibawa berjalan. Pasien menyangkal
adanya baal dan kesemutan. Keluhan kejang dan penurunan kesadaran juga disangkal oleh
pasien.
Pasien mengaku adanya riwayat batuk lama, berdahak, keringat pada malam hari,
nafsu makan menurun disertai dengan penurunan berat badan. Di keluarga pasien ada yang
mempunyai riwayat dengan keluhan yang sama.
Pasien mempunyai riwayat sakit telinga beberapa bulan yang lalu. Sakit telinga
disertai dengan telinga terasa penuh dan berdengung. Tidak ada cairan yang keluar dari
telinga. Pasien juga mempunyai gigi berlubang dan pasien tidak memeriksakan ke dokter
gigi.
Pasien memiliki hobi memelihara burung dirumahnya. Pasien mempunyai kebiasaan
merokok setengah bungkus per hari. Pasien juga mempunyai riwayat mengkonsumsi
minuman beralkohol, tetapi sudah berhenti sejak beberapa tahun yang lalu. Riwayat
mengkonsumsi obat-obatan terlarang, menggunakan jarum suntik bersamaan dan berganti-
ganti pasangan disangkal oleh pasien. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit tekanan
darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung dan ginjal.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 6 Desember 2011.
KEADAAN UMUM
Kesadaran : Komposmentis
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
3/30
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 88x/menit, regular, equal, isi cukup
Pernafasan : 22x/menit
Suhu : 37,4C
STATUS INTERNA
Kepala : Normal
Mata
Konjungtiva : anemis - / -
Sklera : ikterik - / -
Lidah : bercak putih dan kotor
Leher : teraba pembesaran KGB, tidak terlihat peningkatan JVP, tidak
teraba pembesaran kelenjar tiroid
Thoraks : bentuk dan gerak simetris
Jantung : bunyi jantung murni regular, murmur (-)
Paru-paru : VBS kiri=kanan
Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Datar, lembut
Hepar/Lien tidak teraba
Bising usus (+) / tidak meningkat
Ekstremitas : atrofi -/+ , sianosis -/-, edema -/-
STATUS NEUROLOGIKUS
Pemeriksaan Umum
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
4/30
Kepala : Normal
Tingkat Kesadaran : Komposmentis
Tanda Rangsang Meningen dan Iritasi Radikal Spinal:
Kaku Kuduk : +
Laseque : -/-
Brudzinsky I/II/III : -/-/-
Kernigs : -/-
SARAF OTAK
N I : Penciuman N/N
NII : Visus N/N
Lapang pandang N/N
N III/IV/VI : Ptosis : -/-
Pupil : bulat isokor ODS 3mm
Refleks cahaya : +/+
Posisi mata : di tengah
Gerakan bola mata : N/N
N VII
Angkat alis mata : Normal
Memejamkan mata : Kanan dan kiri normal
Plika nasolabialis : Asiemtris
N VIII
Pendengaran : Baik
Keseimbangan : Tidak dilakukan
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
5/30
N IX/X
Suara/bicara : Baik
Gag refleks : Tidak dilakukan
N XI
Menengok kanan kiri : Normal
NXII : Asimetris
Nistagmus : (-)
N V : Sensorik : normal
Motorik : normal
Sistem Motorik :
Anggota badan atas :
Kekuatan otot 5/0, hipotonus, atrofi -/-, fasikulasi -/-
Anggota badan bawah:
Kekuatan otot 5/4, hipotonus, atrofi +/+, fasikulasi -/-
Sistem Sensorik :
Eksteroseptif : +/+
Propioseptif : tidak dilakukan
REFLEK
Refleks Fisiologis
Reflex Kaki kanan/kaki kiriBiseps +/+Triseps +/+Brahioradialis +/+
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
6/30
Patella +/+Achilles +/+
Refleks Patologis
Reflex Kaki kanan/kaki kiri
Babinski -/-
Chaddock -/-
Oppenheim -/-
Gordon -/-
Scheiffer -/-
Refleks Primitif
Glabella -
Snout -
Palmomental -
Grasp -
FOTO THORAKS
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
7/30
Kesan :
TB paru aktif
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
8/30
Hasil CT Scan tanpa kontras
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
9/30
Hasil CT Scan dengan kontras
IV. DIAGNOSIS BANDING
Meningitis e.c Mycobacterium Tuberculosa + TB paru + Candidiasis oral
Meningitis e.c Toxoplasma + TB paru + Candidiasis oral
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
10/30
Meningitis e.c fungal + TB paru + Candidiasis oral
Abses Serebri + TB paru + Candidiasis oral
Tumor Serebri + TB paru + Candidiasis oral
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin: Hb, Ht, Leukosit, Trombosit
GDS
Pemeriksaan cairan serebrospinal
Kultur CSS
Tes Serologis / Imunologi
Tes LA: antigen bakteri pada CSS, spesifisitas 100%; sensitivitas 80% untuk
Haemophillus danPneumococcus, dan 50% untukMeningococcus
PCR: deteksi asam nukleat bakteri pada CSS, tersedia untuk semua organisme
penyebab yang dicurigai. Spesifisitas dan sensitivitas PCR tidak diketahui, dan
penundaan keluarnya hasil (3-5 hari) mengakibatkan tes kurang membantu
dibanding kombinasi dari pewarnaan gram, kultur, dan tes LA.
CD 4 dan CD 8
IgG dan IgM
Fungsi Ginjal : ureum kreatinin
Fungsi Hati : SGOT dan SGPT
Kultur darah
Pemeriksaan elektrolit serum: melihat kemungkinan gangguan sekresi ADH
VI. DIAGNOSA KERJA
Meningitis Tuberculosis + TB Paru + Candidiasis Oral
VII. TERAPI
Pasien meningitis harus dirawat di Rumah sakit.
Terapi Umum
Bed rest
Bebaskan airway, O2 lembab 2-3 ltr.
Pasang NGT, kateter.
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
11/30
Nacl 0,9 % (20gtt/menit)
Diet tinggi kalori, protein
Meningitis Tuberkulosa- Isoniazid 300 mg
- Rifampin 450 mg
- Pirazinamid 1500 mg
- Streptomisin 750 mg
- Etambutol 1000 mg
- Etionamid 500 mg
Tahap intensif: paduan RHZE
Tahap lanjutan: paduan 4RH atau 4R3H3
Pyridoxine (50mg/d) dapat diberikan untuk mencegah neuropati
Dexamethasone menurunkan edema otak, resistensi outflow CSS,
VIII. PROGNOSA
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
12/30
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
2.1.1 Meninges
Otak dilindungi oleh tulang tengkorak serta dibungkus membran jaringan ikat yang
disebut meninges. Dimulai dari lapisan paling luar, berturut-turut terdapat dura mater,
araknoid mater, dan pia mater. Araknoid dan pia mater saling melekat dan seringkali
dipandang sebagai 1 membran yang disebut pia-araknoid.
Dura mater adalah meninges luar, terdiri atas jaringan ikat padat. Dura mater
dipisahkan dari araknoid oleh celah sempit, disebut ruang subdural. Permukaan dalam dan
luar dura mater dilapisi epitel selapis gepeng yang asalnya dari mesenkim.
Arachnoidea mater bentuknya seperti jaring laba-laba. Terdiri atas jaringan ikat
tanpa pembuluh darah. Permukaannya dilapisi oleh epitel selapis gepeng. Memiliki 2
komponen, yaitulapisan yang berkontak dengan dura mater dan sebuah sistem trabekel yang
menghubungkan lapisan itu dengan pia mater. Rongga di antara trabekel membentuk ruang
subaraknoid, yang terisi cairan serebrospinal (CSF). Pada beberapa daerah, araknoid
menerobos dura mater, membentuk juluran-juluran yang berakhir pada sinus venosus dalam
dura mater. Juluran ini (yang dilapisi oleh sel-sel endotel dari vena) disebut vili araknoid,
fungsinya ialah untuk menyerap cairan serebrospinal ke dalam darah dari sinus venosus.
Pia mater terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung banyak pembuluh
darah. Pia mater dilapisi oleh sel-sel gepeng yang berasal dari mesenkim. Pia mater
menyusuri seluruh lekuk permukaan SSP dan menyusup ke dalamnya untuk jarak tertentu
bersama pembuluh darah. Pembuluh darah menembus SSP melalui terowongan yang dilapisi
oleh pia mater, disebut ruang perivaskular. Pia mater lenyap sebelum pembuluh darah
ditransformasi menjadi kapiler. Susunan dari luar ke dalam: Periostem tengkorak ruang
epidural duramater ruang subdural arachnoid ruang subarachoid piamater
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
13/30
2.1.2 Cerebrospinal Fluid
Cerebrospinal Fluid (CSF) merupakan cairan yang mengelilingi ruang
subarakhnoid sekitar otak dan medulla spinalis, serta mengisi ventrikel dalam otak.
Cerebrospinal Fluid merupakan cairan tidak berwarna yang melindungi otak dan spinal cord
dari cedera yang disebabkan oleh faktor kimia dan fisika. Cairan ini mengangkut oksigen,
glukosa, dan bahan kimia yang dibutuhkan dari darah ke neuron dan neuroglia. Volume total
dari CSF adalah 80-150ml.
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
14/30
Cairan CSF dibentuk rata-rata sekitar 500 ml setiap hari. Sebanyak 2/3 CSF
dihasilkan dari plexus choroideus dan 1/3-nya dihasilkan dari sel ependim yang ada di
permukaan ventrikel. Darah yang masuk ke dalam otak mengalami ultrafiltrasi pada plexus
choroid dan diubah menjadi CSF.
CSF dihasilkan oleh :
1. Plexus choroid : jaring-jaring kapiler berbentuk bunga kol yang menonjol dari
piamater pada ventrikel ke-3 dan ke-4.
2. Disekresikan oleh sel-sel ependimal : single layer yang mengitari pembuluh darah
cerebral dan melapisi kanal sentral medulla spinalis. Sel-sel ependimal ini pun
menutupi choroid plexus sebagai blood-brain barrier sehingga berfungsi untuk
mengatur komposisi CSF.
Sirkulasi CSF
Keterangan:Cairan bergerak dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular (Munro) menuju
ventrikel ke-3 otak (tempat cairan semakin banyak karena ditambah oleh plexus koroid)
melalui aquaductus cerebral (Sylvius) menuju ventrikel ke-4 (tempat cairan ditambahkan
kembali dari pleksus koroid) melalui tiga lubang pada langit-langit ventrikel ke-4
bersirkulasi melalui ruang subarakhnoid, di sekitar otak dan medulla spinalis direabsorsi
di vili arakhnoid (granulasi) ke dalam sinus vena pada duramater kembali ke
aliran darah tempat asal produksi cairan tersebut.
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
15/30
Fungsi CSF
a) Menyokong dan melindungi otak dan spinal cord
b) Sebagai shock absorber antara otak dan tulang cranium (otak dan CSF memiliki gaya
berat spesifik yang kurang-lebih sama sehingga otak dapat dengan aman terapung
dalam cairan ini)
c) Menjaga agar otak dan spinal cord tetap basah sehingga memungkinkan pertukaran
zat antara CSF dan sel saraf
d) Mempertahankan tekanan intracranial
e) Transportasi nutrisi bagi jaringan saraf mengangkut produk sisa
f) Sebagai buffer / lingkungan yang baik bagi jaringan saraf
g) Menjaga hemeostatis dengan cara:
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
16/30
1. Mechanical protection (sebagai bantalan untuk jaringan lunak otak & medulla
spinalis.)
2. Sirkulasi (sebagai tempat pertukaran nutrien dan zat buangan antara darah dan
jaringan saraf)
3. Chemical protection (melindungi otak & medulla spinalis dari bahan kimia yang
berbahaya)
a. Normal performance of CSF
Jernih (tidak berwarna) seperti air.
Ditemukan sel-sel mononuclear (limfosit 2 5 sel/ml dan monosit).
Tidak ditemukan mikroorganisme Sifatnya basa / alkali
Tidak berbau
Perubahan performa CSF karena infeksi :
Infeksi bakteri bakteri mengeluarkan zat kimia yang sesuai dengan reseptor pada
neutrofil neutrofil tertarik kadar neutrofil dalam CSF meningkat
Infeksi bakteri bakteri menggunakan glukosa sebagai bahan bakar energi kadar
glukosa dalam CSF menurun
Infeksi bakteri terjadi peradangan permeabilitas sawar darah otak terganggu
protein berukuran besar dapat masuk terjadi peningkatan kadar protein dalam CSF
Infeksi bakteri terjadi pendarahan warna CSF akan berubah
b. Konstituen CSF
Komposisi dari CSF menyerupai plasma darah dan cairan interstitial, mengandung
glukosa, protein, asam laktat, urea, kation (Na+, K++, Ca2+, Mg2+), anion (Cl-, HCO3-), sel
darah putih, tetapi tidak mengandung protein.
a. Protein Normal : sedikit protein, karena sawar darah otak tidak bisa ditembus oleh
protein yang molekulnya besar (akan meningkat bila terjadi penurunan permeabilitas
BBB)
b. Glukosa Normal : 40-70mg/dl (2/3 gula darah).
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
17/30
c. Asam laktat Normal : 10 -20 mg/dl (akan meningkat bila terjadi perombakan
glukosa)
d. Ureum Normal : 10-15 mg/dl, hampir sama dengan darah
e. Glutamine Normal : 20 mg/dl
f. Enzim enzim yang terdapat dalam serum(seperti : LDH, ALT, dan AST) juga
terdapat dalam CSF dengan jumlah lebih rendah
g. Zat-zat lain :
Konsentrasi Na sama dengan pada plasma
Konsentrasi Cl 15 % lebih besar daripada plasma
Konsentrasi K 40 % lebih kecil daripada plasma
Sedikit ion bikarbonat.
Tabel Karakteritik CSF Dewasa Normal
kadar CSF relatif terhadap kadar plasma
- Tekanan
- pH
- Protein total
- Imunoglobin
- Albumin / globulin
- Glukosa
- Asam Laktat
- Urea (sebagai nitrogen urea)
- Glutamin
- Limfosit
75-200 mmH2O
7,32-7,35
15-45 mg/dl
0,75-3,5 mg/dl
8 : 1
40-70 mg/dl
10-20 mg/dl
10-15 mg/dl
< 20 mg/dl
2-5/ml
Sedikit lebih rendah
0,2-0,5 %
< 0,1 %
3-4 kali lebih tinggi
50-80 % dari kadar dalam darah
30-60 menit sebelumnyaHampir sama
Hampir sama
Hampir sama
2.2 Meningitis
2.2.1 Definisi
Meningitis adalah suatu infeksi yang mengenai arakhnoid, piameter, dan cairan
serebrospinal di dalam sistem ventrikel yang dapat terjadi secara akut ataupun kronis
2.2.2 Epidemiologi
Meningitis Bakterial
Insidensinya mencapai 3-5 kasus per 100.000 populasi per tahun, dapat terjadi pada
anak-anak dan dewasa. Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah Neisseria
meningitidis, Streptococcus pneumonia, danHaemophilus influenza tipe B.
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
18/30
Meningitis Jamur
Jamur yang paling sering menyebabkan meningitis adalah Cryptococcus neoformans
dan Coccoides immites, sedangkan insidensi infeksi jamur yang disebabkan oleh
Histoplasma capsulatum, Blastomyces dermatitidis, Sporothrix schenckii dan Candida
dilaporkan meningkat. Insidensi meningitis kriptokokal meningkat seiring dengan
meningkatnya insidensi AIDS.
Meningitis Viral / Aseptik
Penyebab meningitis viral di dunia meliputi enterovirus, mumps, measles, VZV, dan
HIV. Insidensi menurun sesuai meningkatnya usia, semakin muda usia pasien, risiko
terjadinya meningitis viral semakin meningkat.
Pada neonatus berusia lebih dari 7 hari, enterovirus merupakan etiologi tersering dari
meningitis viral. Insidensi pada setahun pertama kehidupan 20x lebih besar daripada anak-
anak lebih tua dan dewasa.
2.2.3 Etiologi
Bakteri
a. Streptococcus pneumoniae (50%)
Sering terjadi pada orang dewasa berusia di atas 20 tahun dan timbul karena
sebelumnya pasien menderita penyakit sinusitis, otitis media (permasalahan THT).
Berhubungan dengan alkoholisme, penyakit diabetes, hypogammaglobulinemia, dan
juga trauma kepala.
b. Neisseria meningitidis (25%)
Kejadian pada anak-anak dan pada dewasa muda berusia 2-20thn sekitar 60%, paling
sering merupakan penyebaran dari infeksi nasofaring dan juga berhubungan dengan
pasien yang menderita diabetes, sirosis, dan Infeksi Saluran Kemih.
c. Streptococcus group B (15%)
Sering pada neonatus dan frekuensi kejadian meningkat pada individu berusia lebih
dari 50 tahun serta pasien yang memiliki penyakit infeksi streptokokal.
d. Listeria monocytogenes (10%)
Sering pada neonatus berusia kurang dari 1 bulan dan kejadiannya sering terjadi
akibat pasien meminum susu yang terkontaminasi Listeria.
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
19/30
e. Haemophilus influenza type B (
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
20/30
terletak pada bagian dalam atau parenkin spinal cord akan membesar membentuk
tuberkuloma atau abses tuberkulus.
Pada meningitis tuberkulosa terbentuk eksudat yang kental dalam ruang subarakhnoid
dan terjadi reaksi inflamasi di ruang subarakhnoid. Secara mikroskopis eksudat terdiri dari
lekosit PMN, sel darah merah, makrofag, dan limfosit. Sejalan progresivitas penyakit,
limfosit akan mendominasi dan dapat dijumpai fibroblas.
B. Meningitis Bakterialis
Sekitar 40% pasien meningitis bakterialis mempunyai riwayat infeksi saluran
pernafasan yang dapat mengganggu meknisme pertahanan mukosa sehingga memudahkan
timbulnya infeksi oleh organisme. Kolonisasi bakteri di nasofaring menghasilkan IgA
protease yang dapat merusak barier mukosa dan memungkinkan bakteri menempel pada sel
epitel nasofaring. Bakteri akan melewati sel-sel tersebut dan selanjutnya masuk ke aliran
darah.
Saat bakteri di dalam darah, bakteri berhadapan dengan sistem kekebalan tubuh tapi
karena bakteri memiliki kapsul polisakarida yang bersifat antifagosit dan antikomplemen,
maka bakteri dapat masuk ke dalam sistem kapiler SSP. Bakteri melewati sawar darah otak
lalu, mencapai choroids plexus dan menginfeksi sel-sel epitel choroids plexus sebagai akses
masuk ke ruang subarachnoid yang berisi CSF. Bakteri bermultiplikasi di
cairanserebrospinal karena cairan tersebut kurang memiliki pertahanan seluler (komplemen,
antibodi, sel fagosit).
Kerusakan otak terjadi akibat peningkatan reaksi inflamasi yang disebabkan peranan
komponen dinding sel bakteria. Endotoksin (bagian dinding bakteri gram negatif) dan asam
teichoic (bagian dinding bakteri gram positif) akan merangsang sel-sel endotel dan sel glial
melepaskanproinflamatory cytokines: TNFdan IL-1. Selanjutnya terjadi serangkaian proses
inflamasi lanjut sehingga terjadi kerusakan sawar darah otak. Lekosit dan komplemen mudah
masuk ke dalam ruang subarakhnoid disertai masuknya albumin mengakibatkanedema
vasogenik di otak. Lekosit dan mediator-mediator lain akan menyebabkan trombosis vena
dan vaskulitis sehingga dapat pula terjadi iskemik otak dan terjadi edema sitotoksik pada
jaringan otak. Proses inflamasi lebih lanjut akan menyebabkan gangguan reabsorpsi cairan
serebrospinal di granula arakhnoid yang berakibat meningktakan tekanan intrakranial
sehingga timbullah edema interstitial di otak.
C. Meningitis Jamur
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
21/30
Faktor yang menyebabkan kondisi klinik ini tidak sepenuhnya diketahui, namun
keterlibatan flora normal di dalam tubuh dan gangguan respon imunologi merupakan hal
yang diduga mendasari terjadinya infeksi ini. Infeksi jamur cenderung terjadi pada pasien
dengan lekopenia, fungsi limfosit T yang tidak adekuat atau antibodi yang jumlahnya tidak
mencukupi. Untuk alasan ini, pasien dengan AIDS sangat mudah mengalami infeksi jamur.
D. Meningitis Viral
Virus masuk ke SSP melalui dua jalur yaitu hematogen (tersering) atau melalui
serabut saraf (pada jenis virus tertentu seperti herpervirus dan beberapa enterovirus).Virus
bereplikasi di sitem organ lalu menyebar ke darah. Viremia primer terjadi ke organ
retikuloendotelial. Jika replikasi virus tetap terjadi meskipun sudah ada pertahanan imunologi
maka viremia sekunder akan terjadi. Proses terakhir inilah yang kemudian dianggap berperan
terhadap penyebaran virus ke SSP. Virus mungkin melewati sawar darah otak langsung di
tingkat endotelial kapiler atau melalui defek natural (are postrema atau daerah lain yang tidak
memiliki sawar). Respon inflamasi terlihat dari pleositosis yaitu PMN meningkat dalam 24-
48 jam pertama lalu diikuti peningkatan monosit dan limfosit.
2.2.5 Klasifikasi
A. Berdasarkan onset
Acute : 7hari, mempunyai karakteristik syndrome neurologic untuk
>4minggu dan berkaitan dengan inflamasi yang persistent di CSF (WBC > 5L).
Penyebab : infeksi meningeal, keganasan, noninfectious inflammatory disorder,
meningitis kimiawi and infeksi parameningeal.
B. Berdasarkan penyebab dan hasil pemeriksaan CSF
Meningitis purulenta (Bakterialis)
Meningitis Serosa :
Meningitis Tuberkulosa
Meningitis Viral / Aseptik
Meningitis Sifilitika (Lues SSP)
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
22/30
Mengitis Jamur
2.2.6 Manifestasi Klinis dan Diagnosa
Trias klasik meningitis: demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk
Iritasi dan kerusakan saraf kranial: (selubung saraf yang terinflamasi)
- N II : papil edema, kebutaan
- N III, IV, VI : ptosis, defisit lapang pandang, diplopia
- N V : fotofobia
- N VII : paresis facial
- N VIII : ketulian, tinnitus dan vertigo
Pusat muntah teriritasi: muntah yang proyektil
Kebingungan atau penurunan respons
TTIK : nyeri kepala, papil edema, delirium sampai dengan tidak sadar
Komplikasi neurologis:
Ventrikulitis, Efusi subdural, Meningitis berulang, Abses otak, Paresis,
Hidrosefalus, Epilepsi
Komplikasi non-neurologis :
Artritis, Endokarditis bakterial akut, SIADH, Gangguan koagulasi DIC, Syok.
Demam : Perubahan setting temperatur di hipothalamus akibat sel-sel inflamasi
Kaku kuduk : tanda iritasi meningen karena adanya refleks spasme dari otot-otot
ekstensor leher
Nyeri kepala : akibat perangsangan nociceptor di subdural oleh meningen yang
teriritasi dan vasodilatasi pembuluh darah untuk mendatangkan
banyaknya komponen sel-sel darahKernig, Laseque dan Brudzinski sign: tanda iritasi meningen karena radiks yang
mempersarafi otot-otot yang dirangsang terinflamasi.
I. Terapi
Penanganan Meningitis Tuberkulosis
- Perawatan di rumah sakit dengan istirahat di tempat tidur
- Untuk penderita sudah penurunan kesadaran sampai koma, maka diperlukan :
(a) pengawasan saluran pernafasan yangg baik
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
23/30
(b) keseimbangan cairan & elektrolit
(c) kateterisasi urin
(d) perubahan posisi tidur penderita sesering mungkin untuk mencegah dekubitus
- Perawatan pasien tergantung pada hasil temuan LCS: limfositik plesitosis, penurunan
glukosa, dsb.
- Diperlukan diet dengan komposisi protein, karbohidrat, lemak dan mineral yangg
baik. Rekomendasi: diet tinggi kalori tinggi protein dan cairan infus glukosa 5% dua
bagian dengan NaCl 0.9% satu bagian untuk keadaan dehidrasinya.
- Tabel menunjukkan dosis obat anti tuberkulosa secara umum yang dipakai (di
Indonesia) secara harian maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien:
Nama obat Dosis
Harian
Dosis berkala
3x
BB 50kg Seminggu
Isoniazid 300 mg 400 mg 600 mg
Rifampin
Pyrazinamid
Streptomysin
Ethambutol
Etionamid
450 mg
1500 mg
750 mg
1000 mg
500 mg
600 mg
2000 mg
1000 mg
1500 mg
750 mg
600 mg
2-3 g
1000 mg
1-1.5 g
-
- Pengobatan tahap intensif adalah dengan paduan RHZE (E). Bila setelah 2 bulan
masih tetap positif maka tahap intensif diperpanjang lagi selama 2-4 minggu dengan 4
macam obat. Pada populasi dengan resistensi primer terhadap INH rendah, tahap
intensif cukup diberikan 3 macam obat saja iaitu RHZ. Hal ini karena secara teoritis
pemberian isoniazid, rifampisin, dan pyrazinamid akan memberikan efek bakterisid
yang terbaik.
- Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 4RH atau 4R3H3. Pasien dengan
tuberculosis berat (meningitis, tuberculosis diseminata, spondilitis dengan gangguan
neurologist), R dan H harus diberikan setiap hari selama 6-7 bulan (6R7H7 atau
7R7H7).
- Pyridoxine (50mg/d) dapat diberikan untuk encegah neuropati
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
24/30
- Dexamethasone menurunkan edema otak, resistensi outflow CSS, produksi sitokin
inflamasi, jumlah leukosit, sehingga proses inflamasi di ruang subarakhnoid
berkurang & meminimalisasi kerusakan sawar darah otak.
- Dexamethasone direkomendasi pada kasus meningitis tuberkulosa apabila ada salah
satu komplikasi di bawah:
(a) penurunan kesadaran
(b) papiledema
(c) defisit neurologic fokal
(d) tekanan pembukaan CSS lebih besar dari 300 mmH2O
Dosisnya adalah 10 mg bolus intravena kemudian 4 x 5 mg intravena selama 2-3
minggu, selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.
Management Meningitis Bakterialis
Jika meningitis bakterialis sudah dicurigai maka pengobatan haruslah segera
diberikan walaupun bakteri penyebab masih belum jelas (belum diidentifikasi). Antibiotik
yang diberikan harus dapat menembus sawar cairan serebrospinal, diberikan dalam dosis
yang adekuat serta sensitif terhadap bakteri penyebab (stlh diiidentifikasi).
Pada kasus-kasus dimana organisme penyebab tidak dapat teridentifikasi,
pengetahuan tentang pola resistensi obat akan menentukan pemilihan antibiotika secara
empiris misalnya pada anak-anak (sefalosporin generasi ketiga atau ampisilin beserta
kloramfenikol), pada dewasa (penisilin dan sefalosporin generasi ketiga) dan pada orang
tua (ampisilin dan sefalosporin generasi ketiga).
Pemberian sefalosporin generasi ketiga (seftriakson, sefotaksim) dan kloramfenikol
masih sangat efektif, obat ini diberikan selama minimal 7-10 hari sebaiknya selama 2 minggu
penuh.
Obat Utama Obat Alternatif Neonatus Ampisilin + Gentamisin
Ampisilin + Seftriakson
Vankomisin + Gentamisin
Bayi dan anak-anak Ampisilin + Kloramfenikol
Ampisilin + Seftriakson Eritromisin + Kloramfenikol
Dewasa Ampisilin + Seftriakson
Infeksi operasi bedah saraf Vankomisin + Seftazidim Vankomisin + Gentamisin
Karena fraktur tengkorak
atau kebocoran LCS Vankomisin + Seftazidim
Ampisilin + Seftazidim
Eritromisin + Kloramfenikol
Keadaan imunosupresi Eritrimosin/Vankomisin +
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
25/30
atau keganasan Kloramfenikol
Management Meningitis Jamur
Obat yang sering dipakai pada penanganan menigitis jamur diantaranya:
1. Amfoterisin B untuk terapi infeksi kriptokokal, antifungal spektrum luas.
2. Flusitosin efektif untuk infeksi jamur pada SSP yang disebabkan oleh Candida dan
Cryptococcus sp. Penetrasi ke cairan serebrospinal baik, mencapai 75% konsentrasi
serum. Diberikan sebagai kombinasi dengan Amfoterisin B atau Flukonasol, tidak
diberikan sebagai obat tunggal, mudah terjadi resistensi.
3. Flukanosol Triazol spektrum luas yang digunakan untuk terapi kriptokokal
meningitis dan infeksi Candida. Dapat melalui sawar darah otak dengan mudah dan
memiliki waktu paruh tinggi dalam cairan serebrospinal.
4. Vorikonasol Triasol baru yang mempunyai aktivitas antifungal. Obat pilihan
untuk infeksi Aspergillus, Fusarium, Scedosporium yang sulit diterapi dengan
Amfoterisin.
5. Kombinasi Obat
Dengan tujuan memperbaiki efikasi dan meminimalkan toksisitas
Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv + Flusitosin 100 mg/kgBB/hari
per oral semala 2 minggu dilanjutkan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral selama
8-10 minggu lalu dilanjutkan Flukonasol 200 mg/hari per oral, baik untuk infeksi
oleh Cryptococcus neoformans.
Amfoterisin B 0,5 0,7 mg/kgBB/hari iv selama 4 minggu
diteruskan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral seumur hidup untuk infeksi
Coociodes immitis.
Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv + Flusitosin 100 mg/kgBB/hari
per oral semala 2 minggu dilanjutkan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral atau iv
selama 4-6 minggu untuk infeksi karena Candida Albicans.
Penanganan Meningitis Viral
- Simptomatis dan terapi suportif
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
26/30
- Rawat inap di rumah sakit tidak diperlukan (kecuali pasien yang disertai defisiensi
imunitas humoral, neonatus dengan infeksi berat, dan pasien dengan hasil
pemeriksaan LCS cenderung ke arah infeksi meningitis bakterial)
- Pasien biasanya memilih untuk beristirahat di ruangan yang tenang dan tidak banyak
gangguan, dan juga agak gelap
- Analgesik dapat diberikan untuk mengatasi nyeri kepala dan antipiretik diberikan
untuk menurunkan demam
- Status cairan dan elektrolit harus dimonitor (karena dikhawatirkan terjadi
hiponatremia akibat pelepasan vasopressin yang berlebihan)
- Ulangi tindakan Lumbal Pungsi dengan indikasi sbb:
(a) Demam dan gejala-gejala tidak hilang setelah beberapa hari
(b) Ditemukan adanya pleositosis PMN atau hipoglicorrhachia
(c) Apabila ada keraguan mengenai diagnosa
- Acyclovir oral/IV bermanfaat untuk:
(a) HSV-1 atau -2
(b) Infeksi EBV atau VZV yang parah
- Pasien yang sakit parah dapat diberikan acyclovir IV (30 mg/kgBB dalam 3 dosis
terbagi) selama 7 hari
- Untuk pasien yang tidak terlampau parah:
(a) Oral acyclovir (800 mg, 5x sehari)
(b) Famciclovir (500mg, tid)
(c) Valacyclovir (1000mg, tid) selama satu minggu
- Pasien dengan meningitis HIV harus mendapatkan antiretroviral terapi aktif.
- Pasien dengan meningitis viral dan diketahui memiliki defisiensi imunitas humoral,
sebaiknya diberikan gamma globulin secara IM/IV
- Vaksinasi sangat efektif unutk mencegah terjadinya meningitis yang disebabkan oleh
poliovirus, mumps, dan infeksi measles.
II. Komplikasi
Neurologis:
Hydrocephalus
Vasculitis (parese/plegi, diffuse brain injury, edema)
Arachnoiditis
Seizure
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
27/30
Non-neurologis
SIADH
Pneumonia
Thrombophlebitis
Urinary tract infection
Decubitis
Contracture
Dehydration
Arthritis (direct infection or immune complex deposition)
Acute bacteria endocarditis
Shock
Tingkat kesadaran dan keparahan penyakit pada admisi awal memiliki korelasi kuat dengan
prognosa pasien. Pasien yang datang dengan Stadium 2 atau 3 Meningitis Tuberkulosamemiliki sequelae (gejala sisa) yang cukup parah.
III. Prognosis
Tergantung pada agen penyebab yang bersangkutan
Haemophilus influenza: pada umumnya baik, tingkat mortalitas < 5%
Meningococcal meningitis: Onset bertahap dengan prognosis baik. Onset tiba-tiba
prognosis kurang baik. Tingkat mortalitas keseluruhan mendekati 10%. Pneumococcal meningitis: Onset mungkin saja sangat mendadak, progresif dan
kematian dapat terjadi dalam beberapa jam. Tingkat mortalitas 20%. Prognosis buruk
apabila terdapat koma, seizure, dan hitung jenis yang teramat rendah pada cairan
serebrospinal.
Aseptic meningitis (viral): prognosis sangat baik.
Bacterial meningitis: risiko kematian meningkat apabila..
1. Penurunan tingkat kesadaran sewaktu admission2. Onset seizure selama 25 jam dari sejak admision
3. Ada tanda-tanda TTIK
4. Usia muda (bayi) atau usia tua (>50tahun)
5. Adanya kondisi komorbiditas termasuk syok dan/atau perlunya pemasangan
mechanical ventilation
6. Keterlambatan dalam penanganan dini
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
28/30
Skema patofisiologi meningitis tuberkulosa
BTA masuk tubuh
Tersering melalui inhalasi
Jarang pada kulit, saluran cerna
Multiplikasi
Infeksi paru / focus infeksi lain
Penyebaran hematogen
Meningens
Membentuk tuberkel
BTA tidak aktif / dormain
Bila daya tahan tubuh menurun
Rupture tuberkel meningen
Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid
MENINGITIS
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
29/30
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus ini, pasien didiagnosa sebagai meningitis karena adanya trias gejala
meningitis:
1. Nyeri kepala (anamnesis)
2. Demam (anamnesis)
3. Kaku kuduk (pemeriksaan fisik)
Dari hasil anamnesis di dapatkan pasien memiliki resiko meningitis, dari:
1. Riwayat batuk lama, demam, keringat malam, penurunan nafsu makan, penurunan berat
badan, dapat mengarahkan ke penyakit Tb paru sebagai sumber penyebaran penyakit.
2. Riwayat memelihara hewan unggas yang dapat mengarahkan ke penyakit toxoplasmosis
sebagai sumber penyebaran penyakit.
3. Riwayat mengkonsumsi minuman beralkohol sebagai faktor resiko yang dapat
mempercepat penyebaran infeksi.
Namun, dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan pula beberapa
informasi yang dapat memunculkan diagnosa lainnya sebagai diagnosa banding:
1. Riwayat infeksi telinga yang tidak diobati yang memungkinkan sebagai sumber
penyakit yang dapat menyebar dan menyebabkan abses serebri.
2. Riwayat infeksi gigi yang tidak diobati yang memungkinkan sebagai sumber penyakit
yang dapat menyebar dan menyebabkan abses serebri.
3. Penampilan fisik yang kurus dan terdapatnya keluhan rambut rontok memungkinkan
munculnya diagnosis HIV AIDS, namun keluhan tersebut dapat di sangkal dengan
8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis
30/30
anamnesis bahwa pasien menyangkal pernah menggunakan obat-obatan terlarang,
memakai jarum suntik secara bersamaan, dan riwayat bergonta ganti pasangan.
4. Adanya hasil pemeriksaan lidah yang berwarna putih, yang memungkinkan diagnosis
meningitis yang disebabkan oleh jamur (Candida Albicans).
5. Adanya keluhan lumpuh pada tangan sebelah kiri dan juga deviasi pada plika
nasolabialis memungkinkan 2 diagnosis, yaitu meningitis dan stroke. Namun stroke
dipatahkan dengan keadaaan kelumpuhan tersebut tidak muncul secara tiba-tiba, tapi
pasien sebelumnya sakit terlebih dahulu.
6. Adanya penurunan berat badan yang drastis dan dari hasil pemeriksaan CT scan yang
menunjukkan adanya lesi yang multipel dan gambaran hipodense, memungkinkan
diagnosis tumor, tetapi dari hasil anamnesis bahwa tidak ada riwayat keluarga yang
menderita tumor. Namun pada pasien ini, masih memungkinkan diagnosa tumor.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien memiliki gejala-gejala
yang lebih menguatkan kearah meningitis, seperti:
1. Gejala TTIK: mual, muntah, nyeri kepala
2. Adanya Iritasi dan kerusakan saraf kranial: (selubung saraf yang terinflamasi)
a. N VII : deviasi ke arah kanan dari plika nasolabialis
b. N XII : deviasi lidah ke arah kiri
3. Adanya penurunan fungsi motorik pada tangan kiri, dengan nilai ROM 0
Recommended