View
216
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
laporan praktikum bahan pangan
Citation preview
1. PENDAHULUAN
1.1. TOPIK
Buah-buahan
1.2. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari karakteristik fisik dan kimiawi
buah, mengetahui pengaruh blanching terhadap perubahan tekstur dan warna buah,
mengetahui proses terjadinya reaksi browning pada buah, serta mengetahui sifat
klimaterik dan non-klimaterik buah.
2. HASIL PENGAMATAN
2.1. Uji Fisik
Hasil pengamatan uji fisik pada buah yang meliputi pengukuran panjang dan diameter,
pengamatan bagian-bagian buah, serta edible portion dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Fisik pada Buah
Kel.
Bahan Gambar Buah Keterangan (cm)Edible
Portion (%)B1 Pir Panjang : 8,570
Diameter : 6,530Bagian buah :1. Kulit buah
2. Daging buah3. Endokarp4. Biji buah
76,455
Belimbing Panjang : 12,500Diameter : 6,315
Bagian buah :1. Eksokarp2. Endokarp
3. Daging buah
77,672
B2 Pir Panjang : 6,500Diameter : 6,450
Bagian buah :1.Kulit buah
2. Daging buah3. Endokarp4. Biji buah
57,804
1
42
3
1
42
3
1
32
Belimbing Panjang : 12,220Diameter :7,175Bagian buah :1. Eksokarp2. Endokarp
3. Daging buah
89,602
B3 Pir Panjang : 7,400Diameter :6,550Bagian buah :1. Kulit buah
2. Daging buah3. Endokarp4. Biji buah
82,405
Belimbing Panjang : 12,500Diameter : 6,510
Bagian buah :1. Eksokarp2. Endokarp
3. Daging buah
90,561
B4 Pir Panjang : 7,587Diameter : 6,530
Bagian buah :1. Kulit buah
2. Daging buah3. Endokarp4. Biji buah
75,379
Belimbing Panjang : 13,370Diameter : 6,760
Bagian buah :1. Eksokarp2. Endokarp
3. Daging buah
87,495
1
4
2
3
32
1
1
3
2
2
4
1
3
3
2
1
B5 Pir Panjang : 3,538Diameter : 6,260
Bagian buah :1. Kulit buah
2. Daging buah3. Endokarp4. Biji buah
79,333
Belimbing Panjang : 12,310Diameter : 6,000
Bagian buah :1. Eksokarp2. Endokarp
3. Daging buah
87,927
B6 Pir Panjang : 7,520Diameter : 6,592
Bagian buah :1. Kulit buah
2. Daging buah3. Endokarp4. Biji buah
88,156
Belimbing Panjang : 13,700Diameter : 6,654
Bagian buah :1. Eksokarp2. Endokarp
3. Daging buah
78,948
Pada tabel 1, dapat dilihat uji fisik dari dua jenis sampel buah, yaitu buah pir dan buah
belimbing. Dalam tabel hasil pengamatan dapat dilihat ukuran dari masing-masing buah
yang meliputi diameter dan panjang, bagian-bagian buah, serta edible portion pada buah
yang menjadi sampel pada masing-masing kelompok. Pada pengukuran buah pir yang
meliputi pengukuran panjang dan diameter, dapat dilihat pada kelompok B1, B2, B3,
B4, B5, B6 masing-masing memiliki panjang 8,570; 6,500; 7,400; 7,587; 3,538; 7,520.
12
4
2
3
4
1
3
1
3
2
3
2
1
Sedangkan untuk diameter buah pir masing-masing kelompok, dimulai dari kelompok
B1 adalah 6,530; 6,450; 6,550; 6,530; 6,260; 6,592. Untuk pengukuran buah belimbing,
dimulai dari kelompok B1 sampai B6, didapatkan hasil pengukuran panjang 12,500;
12,220; 12,500; 13,370; : 12,310; 13,700. Sedangkan untuk diameternya adalah 6,315;
7,175; 6,510; 6,760; 6,000; 6,654. Dalam hasil pengamatan, dapat diketahui bagian-
bagian dari buah pir dan belimbing. Bagian-bagian dari bauh pir adalah kulit buah,
daging buah, endokarp, dan biji buah. Bagian-bagian pada buah belimbing adalah
eksokarp, endokarp, dan daging buah. Selain itu, dalam tabel hasil pengamatan, dapat
diketahui edible portion dari buah pir dan belimbing. Edible portion untuk buah pir pada
kelompok B1, B2, B3, B4, B5, dan B6 secara urut adalah 76,455; 57,804; 82,405;
75,379; 79,333 dan 88,156. Edible portion untuk buah belimbing pada kelompok B1,
B2, B3, B4, B5, dan B6 secara urut adalah 77,672; 89,602; 90,561; 87,495; 87,927;
78,948.
2.2. Pengukuran Tingkat Kekerasan
Hasil pengamatan pengukuran tingkat kekerasan pada buah pir dan belimbing dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengukuran Tingkat Kekerasan pada Buah
Kel. Bahan PerlakuanTingkat Kekerasan (gf) Rata-rata
Kekerasan (gf)
Pangkal Tengah Ujung
B1 Pir Kontrol 3,350 3,300 2,500 3,050B2 Pir Steam
Blanching4,300 3,400 2,100 3,267
B3 Pir Hot Water Blanching
3,600 3,600 3,800 3,660
B4 Belimbing Kontrol 2,800 2,800 2,900 2,833B5 Belimbing Steam
Blanching2,400 2,750 3,400 2,850
B6 Belimbing Hot Water Blanching
0,200 0,500 0,350 0,350
Berdasarkan tabel hasil pengamatan diatas, buah pir dan buah belimbing yang diberi
perlakuan berbeda, menghasilkan tingkat kekerasan yang berbeda pula. Untuk buah pir
yang diberi perlakuan kontrol, tingkat kekerasan pada bagian pangkal, tengah, dan
ujung adalah 3,350; 3,300; 2,500 dengan rata-rata kekerasan 3,050. Pada buah pir yang
diberi perlakuan steam blanching, tingkat kekerasan pada bagian pangkal, tengah, dan
ujung adalah 4,300; 3,400; 2,100 dengan rata-rata kekerasan 3,267. Sedangkan buah pir
yang diberi perlakuan hot water blanching, tingkat kekerasan pada bagian pangkal,
tengah, dan ujung adalah 3,600; 3,600; 3,800 dengan rata-rata kekerasan 3,600. Untuk
buah belimbing yang diberi perlakuan kontrol, tingkat kekerasan pada bagian pangkal,
tengah, dan ujung adalah 2,800; 2,800; 2,900 dengan rata-rata kekerasan 2,833. Pada
buah belimbing yang diberi perlakuan steam blanching, dapat dilihat tingkat kekerasan
pada bagian pangkal, tengah, dan ujung pada tabel adalah 2,400; 2,750; 3,400 dengan
rata-rata kekerasan 2,850. Sedangkan buah belimbing yang diberi perlakuan hot water
blanching, tingkat kekerasan pada bagian pangkal, tengah, dan ujung adalah 0,200;
0,500; 0,350 dengan rata-rata kekerasan 0,350.
2.3. PengukuranWarnaHasil pengamatan pengukuran warna pada buah pir dan belimbing dengan
menggunakan chromameter dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengukuran Warna pada Buah
Kel. Bahan PerlakuanWarna (nilai rerata)
L* a* b*B1 Pir Kontrol 70,207 -0,633 13,667B2 Pir Steam Blanching 62,586 0,216 11,042B3 Pir Hot Water Blanching 73,687 -1,147 5,333B4 Belimbing Kontrol 69,759 -2,732 14,322B5 Belimbing Steam Blanching 60,963 -3,047 10,207B6 Belimbing Hot Water Blanching 70,713 -2,200 9,173
Pada tabel hasil pengamatan, dapat dilihat hasil pengukuran warna pada buah pir dan
belimbing. Dapat dilihat bahwa nilai pengukuran warna yang dihasilkan pada buah pir
dan belimbing dengan berbagai perlakuan adalah berbeda. Pada kelompok B1, yang
menggunakan buah pir dengan perlakuan kontrol, dapat dilihat pada tabel bahwa nilai
rata-rata L*, a*, dan b* secara berturut-turut adalah 70,207; -0,633 dan 13,667. Pada
kelompok B2 yang menggunakan buah pir dengan perlakuan steam blanching, nilai
rata-rata L*, a*, dan b* secara berturut-turut adalah 62,586; 0,216 dan 11,042.
Kelompok B3 yang juga menggunakan buah pir tetapi dengan perlakuan hot water
blanching, nilai rata-rata L*, a*, dan b* yang dihasilkan secara berturut-turut adalah
73,687; -1,147 dan 5,333. Sedangkan kelompok B4 yang menggunakan buah belimbing
dengan perlakuan kontrol, dapat dilihat pada tabel bahwa nilai rata-rata L*, a*, dan b*
secara urut adalah 69,759; -2,732; 14,322. Kelompok B5 dan B6 juga menggunakan
buah belimbing. Buah belimbing pada kelompok B5 diberi perlakuan steam blanching,
menghasilkan nilai rata-rata L*, a*, dan b* secara berturut-turut adalah 60,963; -3,047;
10,207. Sedangkan kelompok 6 diberi perlakuan hot water blanching, menghasilkan
nilai rata-rata L*, a*, dan b* yang secara urut adalah 70,713; -2,200 dan 9,173.
2.4. Uji pH
Hasil pengamatan uji pH pada buah pir dan belimbing dengan menggunakan pH meter
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji pH pada Buah
Kel. BahanpH
Rata-rata pH1 2 3
B1 Pir 3,570 3,520 3,620 3,570B2 Pir 3,600 3,790 3,760 3,717B3 Pir 3,700 3,720 3,680 3,700B4 Belimbing 3,190 2,870 2,870 2,977B5 Belimbing 2,480 2,470 2,490 2,480B6 Belimbing 2,880 2,920 2,920 2,907
Bedarsarkan tabel hasil pengamatan di atas, dapat diketahui nilai rata-rata pH dari buah
pir dan belimbing yang digunakan oleh tiap kelompok dengan 3 kali pengulangan. Nilai
pH rata-rata pada kelompok B1, B2, dan B3 yang mengguanakan buah pir sebagai
bahan secara urut adalah 3,570; 3,717; 3,700. Sedangkan nilai rata-rata pH yang pada
kelompok B4, B5, dan B6 yang menggunakan buah belimbing sebagai bahan adalah
2,977; 2,480; 2,907.
2.5. Pencoklatan pada Buah
Hasil pengamatan pencoklatan pada buah dengan berbagai perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5.Hasil Pencoklatan pada Buah
Kel PerlakuanPerubahanWarna
10 menit 30 menit 60 menit 90 menitB1 Suhu
ruang+ ++ +++ ++++
B2 Direndam dalam air
+ +++ +++ +++
B3 Seluruh permukaan
dilapisi cairan jus jeruk nipis
+ + + +
B4 Direndam air garam (1-2%)
+ + + +
B5 Letakkan dalam kulkas
++ ++ +++ ++++
B6 Blanching dengan air
panas 3 menit 850C
lalu langsung
dicelup ke dalam air
es
+ ++ ++++ +++++
Keterangan:
+ : coklat sangat muda/putih++ : coklat muda+++ : coklat++++ : coklat agak tua+++++ : coklat tua
Pada tabel hasil pengamatan diatas, dapat dilihat bahwa buah pir diberi perlakuan yang
berbeda pada tiap kelompok untuk menentukan perubahan warna pada menit ke-10, 30,
60, dan 90. Kelompok B1 dengan perlakuan diletakkan di suhu ruang, pada menit ke-
10, 30, 60, dan 90 menunjukan perubahan warna secara urut, yaitu coklat sangat
muda/putih menjadi coklat muda, kemudian coklat, dan menjadi coklat agak tua.
Kelompok B2 yang diberi perlakuan dengan direndam dalam air, menunjukan
perubahan warna, yaitu dimulai dari coklat sangat muda/putih pada menit ke-10 dan
tetap berwarna coklat pada menit ke-30, 60 dan 90. Kelompok B3 dengan perlakuan
seluruh permukaan dilapisi cairan jus jeruk nipis pada menit ke-10, 30, 60, dan 90, tidak
menunjukan perubahan sama sekali, tetap berwarna coklat sangat muda/putih. Begitu
juga yang terjadi pada kelompok B4. Kelompok B4 juga tidak mengalami perubahan
warna. Kelompok B5 dengan perlakuan diletakkan di dalam kulkas pada menit ke-10
dan 30 berwarna coklat muda, pada menit ke-60 berwarna coklat dan menit ke-90
berwarna coklat agak tua. Sedangkan kelompok B6 yang diberi perlakuan blanching
dengan air panas 3 menit 85oC dan kemudian langsung dicelupkan ke dalam air es, pada
menit ke-10 berwarna coklat sangat muda/putih, menit ke-30 berwarna coklat muda,
menit ke-60 berwarna coklat agak tua, dan dimenit ke-90 berwarna coklat tua.
2.6. Perbedaan Sifat Buah Klimaterik dan Non-Klimaterik
Hasil pengamatan pengukuran kandungan kadar gula pada buah pir dan belimbing
dengan menggunakan brix refractometer dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6.Hasil Perbedaan Kadar Gula Buah Klimaterik dan Non-Klimaterik
Kelompok Bahan Kadar Gula (%)B1 Pir 9,200B2 Pir 7,800B3 Pir 8,900B4 Belimbing 8,000B5 Belimbing 8,000B6 Belimbing 8,000
Pada tabel hasil pengamatan di atas, dapat dilihat kandungan kadar gula pada buah pir
dan belimbing pada masing-masing kekompok. Pada kelompok B1, B2, dan B3 yang
menggunakan buah pir sebagai bahan, kandungan kadar gulanya secara urut adalah
9,200; 7,800; 8,900. Sedangkan untuk kelompok B4, B5, dan B6 yang menggunakan
belimbing sebagai bahan, kandungan kadar gulanya adalah 8,000.
3. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini menggunakan bahan buah, yakni buah pir dan belimbing. Menurut
Sjaifullah (1997), buah adalah salah satu bahan pangan yang kaya akan mineral,
vitamin, protein, lemak, dan serat. Setiap jenis buah juga mempunyai keunikan dan daya
tarik tersendiri, seperti misalnya aroma yang khas, rasa yang lezat, serta warna dan
bentuk yang mengandung nilai-nilai estetis. Buah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
buah klimaterik dan buah non-klimaterik. Menurut Sjaifullah (1997), buah klimakterik
merupakan buah yang memiliki pola respirasi yang diawali dengan peningkatan secara
lambat, kemudian meningkat, dan akan menurun lagi setelah mencapai puncak.
Muchtadi & Sugiyono (1989) mengatakan, bahwa setiap buah memiliki kandungan pati,
dimana kandungan pati tersebut akan terus bertambah selama pendewasan sel. Namun,
ada beberapa buah yang kandungan patinya mula-mula meningkat, kemudian menurun
lagi. Buah yang kandungan patinya meningkat dan kemudian menurun lagi inilah yang
termasuk dalam buah klimaterik. Sjaifullah (1997) juga mengatakan, sejalan dengan
proses pematangan buah, zat pati yang ada akan diubah menjadi gula. Pematangan buah
klimaterik akan tetap berlanjut walaupun buah sudah dipanen, sehingga pengubahan zat
pati yang menjadi gula pun terus berlanjut dan semakin lama kandungan patinya pun
menurun. Contoh buah klimakterik adalah pir, alpukat, apel, durian, mangga, manggis,
melon, pepaya, pisang, sirsak, dan semangka. Berbeda dengan buah klimaterik, menurut
Sjaifullah (1997), buah non klimaterik merupakan buah yang pola respirasinya hampir
mendatar. Buah non klimakterik dipetik ketika buah sudah matang (ripe). Buah non
klimaterik ini tidak bisa matang meskipun dilakukan pemeraman. Oleh sebab itu,
setelah dipetik, pengubahan zat pati buah non-klimaterik menjadi zat gula, tidak akan
berlanjut seperti yang terjadi pada buah klimaterik. Contoh dari buah non-klimaterik
adalah anggur, belimbing, jambu air, kelengkeng, duku, nanas, rambutan, dan salak.
Pada praktikum ini, dilakukan beberapa uji, dimulai dari uji fisik yang meliputi uji
bentuk dan ukuran diikuti dengan penentuan edible portion serta pengukuran tingkat
kekerasan warna dan buah pada berbagai perlakuan, uji keasaman pH, pencoklatan atau
reaksi browning pada buah, dan perbedaan sifat buah klimaterik dan non klimaterik.
3.1. Uji Fisik
3.1.1. Uji Bentuk dan UkuranPada percobaan uji bentuk dan ukuran, digunakan buah pir dan belimbing sebagai
bahan. Percobaan diawali dengan memotong melintang buah pir dan belimbing pada
masing-masing kelompok, kemudian buah diamati, digambar, dan diberi keterangan
secukupnya. Selanjutnya dilakukan pengukuran panjang dan diameter dari buah dengan
menggunakan jangka sorong. Berdasarkan hasil pengamatan, diameter dari buah pir
pada kelompok B1, B2, B3, B4, B5, dan B6 hampir memiliki kesamaan ukuran,
meskipun panjang dari buah pir berbeda. Begitu pula sama halnya dengan buah
belimbing. Diameter dari buah belimbing pada semua kelompok hampir memliki
ukuran yang sama, namun panjang dari buah belimbing bereda-beda. Menurut
Zuhairini (1996), buah-buahan akan selalu mengalami perubahan, baik dari segi
morfologi, fisiologi, maupun kimiawi, dimana perubahan yang terjadi sangat kompleks.
Beberapa contoh dari perubahan tersebut meliputi perubahan warna, tebal dinding sel,
permeabilitas plasmolemma, banyaknya ruang antar sel, serta meningkatnya kadar
etilen. Semua perubahan yang terjadi merupakan penyebab terjadinya pelunakan
jaringan yang biasanya dinggap sebagai tanda atau penunjuk utama dari pemasakan
buah.
Selain dilakukan pengukuran, dalam percobaan ini juga dilakukan pengamatan terhadap
bagian-bagian dari buah pir dan belimbing. Berdasarkan tabel pengamatan, buah pir
memiliki bagian-bagian buah yang terdiri dari kulit buah, daging buah, endokarp, dan
biji buah. Sedangkan belimbing memiliki bagian buah yang terdiri dari eksokarp,
endokarp, dan daging buah. Hasil pengamatan menunjukan kesamaan bagian buah pada
semua kelompok yang menunjukan bahwa buah pir dan belimbing, meskipun memiliki
perbedaan ukuran dan bentuk, tetapi buah masih memiliki bagian yang sama.
3.1.2. Pengukuran Tingkat Kekerasan dan Warna Buah pada Berbagai Perlakuan
Pada percobaan uji tingkat kekerasan dan warna pada buah, keompok B1, B2, dan B3
menggunakan buah pir sebagai bahan, sedangkan kelompok B4, B5, dan B6
menggunakan buah belimbing sebagai bahan. Pada masing-masing kelompok, buah
yang digunakan sebagai bahan diberi perlakuan. Untuk kelompok B1 dan B4 buah
diberi perlakuan kontrol. Kelompok B2 dan B5 buah diberi perlakuan dengan steam
blanching selama 3 menit pada 85oC. Sedangkan untuk kelompok B3 dan B6 buah
diberi perlakuan dengan hot water blanching selama 3 menit pada 85oC. Setelah itu
tingkat kekerasan dari buah diukur dengan menggunakan fruit hardness tester pada
bagian pangkal, ujung dan tengahnya. Selain itu, juga dilakukan pengukuran warna
terhadap buah dengan menggunakan chromameter. Pengukuran warna dilakukan pada
tiga titik berbeda, dengan terlebih dahulu melakukan kalibrasi pada alat chromameter.
Dapat dilihat dari hasil pengamatan, bahwa kelompok B1 yang menggunakan buah pir
sebagai bahan dan diberi perlakuan kontrol, stelah diukur tingkat kekerasannya,
menghasilkan angka sebesar 3,050. Sedangkan untuk kelompok B2 dan B3 yang juga
menggunakan buah pir namun dengan perlakuan steam blanching dan hot water
blanching, setelah diukur tingkat kekerasannya, mengahasilkan angka sebesar 3,267 dan
3,660. Dari hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa dengan adanya proses blanching,
kekerasan sari buah pir akan bertambah. Seperti yang dikatakan oleh Sjaifullah (1997),
bahwa pir merupakan salah satu jenis buah klimaterik, dimana buah klimaterik dapat
terus mengalami proses pematangan setelah dipetik. Karena terus mengalami proses
pematangan, maka akan semakin banyak gula yang terkandung didalam buah, sehingga
tekstur buah akan menjadi lunak, seperti yang dikatakan oleh Muchtadi & Sugiyono
(1989) bahwa setiap buah memiliki kandungan pati, dimana kandungan pati tersebut
akan terus bertambah selama pendewasan sel. Akan tetapi, dengan dilakukannya
blanching, kandungan gula dan enzim yang ada didalam buah akan hilang, bahkan
enzim dapat menjadi inaktif. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Winarno &
Aman (1981) bahwa dengan adanya pemanasan, permeabilitas sel buah dapat rusak,
sehingga air banyak masuk ke dalam jaringan buah dan menyebabkan kandungan gula
dan enzim menjadi hilang. Sehingga buah pir yang diberi perlakuan akan memiliki
tingkat kekerasan yang lebih tinggi dari pada yang tidak diberi perlakuan. Sedangkan
buah belimbing adalah jenis buah non-klimaterik yang pada umumnya tingkat
kekerasan yang dimiliki tidak berubah setelah pemasakan karena memiliki pola respirasi
yang hampir mendatar, seperti yang dikatakan oleh Sjaifullah (1997). Hasil tingkat
kekerasan yang didapatkan oleh kelompok B5 dengan belimbing yang diberi perlakuan
steam blanching, jika dibandingkan dengan kontrol, tidak memiliki perbedaan yang
jauh. Tetapi, untuk kelompok B6, belimbing yang diberi perlakuan hot steam blanching
memiliki tingkat kekerasan yang lebih lunak dibandinglan kontrol. Hal ini dapat terjadi
karena perbedaan buah belimbing yang digunakan oleh masing-masing kelompok
sehingga menghasilkan hasil yang berbeda. Sedangkan untuk warna pada buah, baik pir
dan belimbing yang di kontrol maupun yang diberi perlakuan dengan steam blanching
dan hot water blanching, tidak menunjukan perubahan warna yang signifikan. Menurut
Tim Penulis PS (1992) blanching memiliki beberapa manfaat, dimana salah satunya
adalah untuk menghambat aktivitas enzim yang dapat menimbulkan perubahan warna.
Oleh sebab itulah mengapa buah tidak menunjukan perubahan warna yang signifikan.
3.2. Uji Keasaman/pH
Pada percobaan ini, uji keasaman/pH dilakukan dengan menimbang bahan sebanyak
100 gram, kemudian dihancurkan menggunakan blender. Setelah itu, pH bahan diukur
dengan menggunakan pH meter dan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan kemudian
nilainya dirata-rata. Menurut Pantastico (1993) kandungan asam buah akan sangat
mempengaruhi pH buah. pH ikut menentukan perubahan warna pada buah, karena
pigmen buah sensitif terhadap perubahan pH. Nilai rata-rata pH buah pir pada hasil
pengamatan untuk kelompok B1 adalah 3,570; kelompok B2 adalah 3,717; kelompok
B3 adalah 3,700. Sedangkan untuk buah belimbing nilai rata-ratanya untuk kelompok
B4 adalah 2,977; kelompok B5 adalah 2,480; dan kelompok B6 adalah 2,907. Seperti
yang dikatakan Sjaifullah (1997) pir adalah buah klimaterik yang masih dapat
mengalami proses pemasakan meskipun sudah dipetik. Sumoprastowo (2004)
mengatakan, selama proses mencapai kemasakan, zat asam akan berubah menjadi zat
gula yang akan menyebabkan buah menjadi semakin manis dan kandungan asamnya
pun menurun. Dalam tabel hasil pengamatan, buah pir memiliki pH yang lebih tinggi
daripada buah belimbing, hal ini disebabkan karena masih adanya proses pemasakan
yang akan berlangsung pada buah pir sehingga akan menaikan kadar gula, tidak seperti
buah belimbing yang proses pemasakannya tidak dapat berlanjut setelah dipetik.
3.3. Reaksi Pencoklatan (Browning) pada Buah Setelah Pemotongan
Percobaan untuk mengetahui reaksi pencoklatan pada buah dilakukan dengan
memotong buah secara melintang dan diambil sebanyak 1 irisan. Kemudian irisan apel
tersebut diberi perlakuan yang berbeda pada masing-masing kelompok. Pada kelompok
B1, buah pir diletakkan di suhu ruang. Untuk kelompok B2, buah pir direndam dalam
air, sedangkan kelompok B3 seluruh permukaan dilapisi cairan jus jeruk nipis. Buah pir
pada kelompok B4 direndam pada air garam, kelompok B5 diletakkan di dalam kulkas,
dan kelompok B6 di blanching dengan air panas selama 3 menit 85oC lalu langsung
dicelup ke dalam air es. Menurut Fox (1991), proses browning terjadi secara enzimatis
yang melibatkan aktivitas enzim poliphenol oksidase dimana akan menghasilkan
senyawa melanin yang dapat memunculkan warna coklat pada buah. Lie et. al. (2009)
mengatakan bahwa proses browning sangatlah merugikan karena dapat merusak buah-
buahan. Disamping memunculkan warna coklat, adanya interaksi antara gugus kuinon
dengan protein dapat merusak atau mengurangi kandungan nutrisi yang ada dalam
makanan. Reaksi oksidasi merupakan salah satu faktor penyebab reaksi pencoklatan
enzimatik yang terjadi pada buah sesaat sesudah buah dipotong. Enzim Polyphenol
Oxidase (PPO) yang ada dalam buah akan keluar dan bereaksi dengan oksigen di udara,
sehingga reaksi pencoklatan pun terjadi. Reaksi antara enzim Polyphenol Oxidase dan
oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, kemudian akan
diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang akan membentuk warna
coklat. Dari hasil pengamatan, browning yang paling cepat terjadi adalah pada buah pir
yang diletakkan dalam suhu ruang. Perubahan terjadi secara bertahap pada menit ke 10,
30, 60, dan 90. Hal ini terjadi karena adanya reaksi oksidasi, seperti yang dikatakan oleh
Lie et. al. (2009). Pada buah yang diberi perlakuan dengan direndam didalam air,
dilapisi cairan jus jeruk nipis, direndam air garam, serta blanching menunjukan bahwa
proses browning berlangsung lambat, hal ini dikarenakan enzim PPO tidak dapat
bereaksi dengan oksigen yang ada di udara. Namun, pada kelompok B3 dan B4 yang
diberi perlakuan dengan dilapisi cairan jus jeruk nipis dan direndam dalam air garam,
dari menit ke-10 hingga menit ke-90, buah pir tidak mengalami perubahan. Perlakuan
yang diberikan tersebut digunakan untuk menghambat reaksi browning yang terjadi,
jadi reaksi oksidasi masih dapat terjadi pada buah. Selain itu, blanching juga merupakan
salah satu cara untuk mencegah browning. Pemberian panas pada buah pir dengan
waktu yang singkat bertujuan untuk menginaktifkan enzim katalase dan perokside.
Menurut Lie et. al., (2009), browning pada buah dapat dicegah dengan melapisi buah
dengan lilin (CMC). Selain dengan pelapisan CMC, browning pada buah juga dapat
dicegah dengan membungkus buah dengan plastik, kemudian meletakkan buah didalam
lemari es. Namun, pada hasil pengamatan, didapatkan hasil buah pir yang disimpan
didalam lemari es berubah warna, dari yang semula coklat muda menjadi coklat agak
tua. Hal ini dapat terjadi karena mungkin pada saat dimasukkan ke dalam lemari es,
buah tidak dibungkus terlebih dahulu menggunakan plastik, sehingga buah pir dapat
bereaksi dengan oksigen yang ada dalam udara, sehingga reaksi browning dapat terjadi
dalam lemari es.
3.4. Penentuan Edible Portion
Penentuan edible portion dilakukan dengan menimbang buah pir dan belimbing yang
digunakan, kemudian dilakukan pemisahan antara bagian yang bisa dimakan dengan
bagian yang tidak bisa dimakan. Selanjutnya dilakukan penimbangan kembali bagian
yang dapat dimakan dan dihitung dengan menggunakan rumus. Berdasarkan hasil
pengamatan, dapat diketahui bahwa edible portion antara buah yang satu berbeda
dengan yang lain. Hal ini disebabkan karena ukuran dari setiap buah yang berbeda-beda,
sehingga daging buah yang dapat dimakan juga menjadi berbeda. Disamping itu, tingkat
ketelitian setiap praktikan dalam melakukan potongan dan pengupasan, serta
menentukan bagian yang dapat dimakan dan yang tidak dapat dimakan juga membuat
edible portion buah menjadi berbeda. Pada tabel pengamatan, edible portion dari buah
pir rata-rata menunjukan hasil perhitungan sekitar 70%-80%. Sedangkan untuk buah
belimbing, edible portionnya adalah 70%-90%. Perbedaan edible portion dari kedua
buah selain disebabkan karena ukuran buah yang berbeda, juga disebabkan karena
bagian buah yang dipotong, yang dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dimakan
adalah berbeda. Pada buah pir, bagian kulit buah dan biji buah harus dihilangkan untuk
edible portion yang diinginkan. Sedangkan pada buah belimbing, hanya bagian kulit
pinggiran dan ujung-ujung buah yang berbentuk bintang, serta biji yang dihilangkan.
Selain itu, pada kelompok B2, hasil pengukuran edible portion pada buah pir mencapai
angka yang rendah, yaitu 57,804. Hal ini dapat terjadi karena pada saat pengupasan kulit
buah terlalu dalam, sehingga bagian daging buah ikut terangkat dan menyebabkan
bagian dari edible portion ikut terbuang dan menjadi lebih sedikit.
3.5. Perbedaan Sifat Buah Klimaterik dan Non-klimaterik
Pada percobaan membedakan sifat buah klimaterik dan non-klimaterik, kandungan gula
buah diukur dengan menggunakan brix refractometer, kemudian kadar gula antara buah
pir dan belimbing diukur. Dari hasil percobaan yang diperoleh, buah pir memiliki kadar
gula yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan buah belimbing. Seperti yang sudah
dikatakan sebelumnya, menurut Sjaifullah (1997), pir merupakan buah klimaterik,
dimana kandungan zat pati yang ada dalam buah akan diubah menjadi gula sejalan
dengan proses pematangan. Dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan, buah pir pada
kelompok B1, B2, dan B3 secara urut adalah 9,200; 7,800; 8,900. Menurut Tranggono
& Sutardi (1990), selama periode pasca panen, pati yang terdapat dalam jaringan buah
dapat diubah menjadi gula-gula sederhana, seperti sukrosa, glukosa, dan fruktosa.
Winarno (1997) juga mengatakan, buah dengan kandungan pati yang tinggi, apabila pati
dipecah menjadi gula, maka kadar gula yang dikandung buah akan menjadi semakin
tinggi pula. Pada buah dengan kadar gula yang tinggi, maka akan terasa manis.
Sedangkan hasil pengamatan dari belimbing, kadar gula yang dihasilkan oleh kelompok
B4, B5, dan B6 adalah sama, yaitu 8,000. Sesuai dengan pernyataan Sjaifullah (1997),
buah belimbing merupakan buah non-klimaterik yang buahnya sudah dipetik dalam
kondisi matang, sehingga kadar gula yang ada dalam buah relatif stabil atau tetap,
karena sudah tidak dapat mengalami proses pemasakan kembali sehingga tidak ada zat
pati yang akan diubah menjadi gula.
4. KESIMPULAN
Bagian yang terlihat dari buah pir adalah kulit buah, daging buah, endokarp, dan
biji buah.
Bagian yang terlihat dari buah belimbing adalah eksokarp, endokarp, dan daging
buah.
Alat untuk mengukur tingkat kekerasan pada buah adalah fruit hardness tester.
Buah klimaterik adalah buah yang proses pemasakannya akan tetap berlanjut
meski sudah dipanen.
Buah non-klimaterik adalah buah yang yang pola respirasinya hampir mendatar
dan dipetik ketika buah sudah matang (ripe).
Pir merupakan buah klimaterik, sedangkan belimbing merupakan buah non-
klimaterik.
Tekstur buah akan menjadi lebih keras dengan adanya proses pemanasan.
Proses browning paling cepat terjadi pada suhu ruang atau diletakkan di ruang
terbuka.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mencegah browning adalah dengan
blanching.
Kadar gula pada buah non-klimaterik lebih stabil daripada buah klimaterik.
Kandungan gula pada buah klimaterik sejalan dengan proses pemasakan buah.
Semarang, 28 Mei 2014 Asisten Dosen
- Steven George
Helen Novita Sari
13.70.0090
5. DAFTAR PUSTAKA
Fox, F. (1991). Food Enzymology. Elsevier Science Publishers Ltd. New York.
Lie.et al., (2009). “Pengaruh Edible Coating Terhadap Kecepatan Penyusutan Berat Apel Potongan”. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia.
Muchtadi,T.R & Sugiyono.(1989).Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.Depdikbud.Bogor.
Pantatisco, E. B. (1993). Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub-tropika. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta.
Sjaifullah. (1997). Petunjuk Memilih Buah Segar. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Sumoprastowo, R. M. (2004). Memilih dan Menyimpan Sayur-Mayur, Buah-buahan dan Bahan Makanan. Bumi Aksara. Jakarta.
Tim Penulis PS. (1992). Pasca Panen Sayur. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Tranggono & Sutardi. (1990). Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Winarno, F. G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, G, F. & Aman, M. (1981). Fisiolofi Lepas Panen. PT, Sastra Hudaya. Jakarta
Zuhairini, E. (1996). Memperpanjang Kesegaran Buah. Trubus Agrisarana. Surabaya
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Perhitungan Edible Portion
Rumus :
EdiblePortion=B erat bua h yangdapat dimakanberat buah total
× 100 %
KelompokB1
Pir
Berat buah total: 176,55 gram
Berat buah yang dapat dimakan: 137,13 gram
Edible Portion=137,13176,55
×100 %=76,455 %
Belimbing
Berat buah total: 131,410 gram
Berat buah yang dapat dimakan: 100,47 gram
Edible Portion= 100,47131,410
×100 %=77,672 %
KelompokB2
Pir
Berat buah total: 181,32 gram
Berat buah yang dapat dimakan: 104,810 gram
Edible Portion=104,810181,32
×100 %=57,804 %
Belimbing
Berat buah total: 187,840 gram
Berat buah yang dapat dimakan: 167,860 gram
Edible Portion=167,860187,840
×100 %=89,602%
Kelompok B3
Pir
Berat buah total: 161,52 gram
Berat buah yang dapat dimakan: 133,52 gram
Edible Portion=133,52161,52
×100 %=82,405 %
Belimbing
Berat buah total: 164,750 gram
Berat buah yang dapat dimakan: 149,200 gram
Edible Portion=149,200164,750
×100 %=90,561 %
Kelompok B4
Pir
Berat buah total: 115,960 gram
Berat buah yang dapat dimakan: 87,410 gram
Edible Portion= 87,410115,960
× 100 %=75,379 %
Belimbing
Berat buah total: 162,030 gram
Berat buah yang dapat dimakan: 141,710 gram
Edible Portion=141,710162,030
×100 %=87,459 %
Kelompok B5
Pir
Berat buah total: 106,03 gram
Berat buah yang dapat dimakan: 133,64 gram
Edible Portion=106,03133,64
× 100 %=79,333 %
Belimbing
Berat buah total: 174,27 gram
Berat buah yang dapat dimakan: 153,23 gram
Edible Portion=153,23174,27
× 100 %=87,927 %
Kelompok B6
Pir
Berat buah total: 142,86 gram
Berat buah yang dapat dimakan: 125,94 gram
Edible Portion=125,94142,86
× 100 %=88,156 %
Belimbing
Berat buah total: 177,75 gram
Berat buah yang dapat dimakan: 140,33 gram
Edible Portion=140,33177,75
×100 %=78,948 %
6.2. Laporan Sementara
Recommended