View
45
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
Jalan Baru Politik Rakyat
Citation preview
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
1/119
iJalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
2/119
JALAN BARU
PENDIDIKAN
POLITIK RAKYAT
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
3/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat:Kumpulan Tulisan
Para Penulis :
Umar Alam Nusantara
Eddy KurniadiMokhammad Ikhsan
Deni Riswandani
Wulandari
Dadan Ramdan
Heri Ferdian
Donny Setiawan
2010 ; viii+115 ; 23 x 15 cm
ISBN : 978-979-25-2107-8
Penyunting : Pius Widiyatmoko, Juandi
Penata Letak : Zeni S. Nugroho, Bima Putra Ahdiat
Sampul : Zeni S. Nugroho
Cetakan pertama, Desember 2010
Diterbitkan oleh :
Forum Diskusi Anggaran
Jl. Adipati Kertamanah No. 52 RT 04/ RW 15 Kel./Kec. Baleendah Kabupaten
Bandung
Perkumpulan INISIATIF
Jl. Guntursari IV No.16, Bandung 40264 Telp./Fax. 022-7309987
Email : inisiatif@bdg.centrin.net.id Website : http://www.inisiatif.org
Didukung oleh :
Yayasan Tifa
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
4/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat iii
Daftar Isi
Kata Pengantar iv
Prolog vi
1. Budaya Politik
Eddy Kurniadi 12. Politik Anggaran
Mokhammad Ikhsan 11
3. Forum Diskusi Anggaran:
Meretas Daulat Rakyat dalam Penganggaran Daerah
Umar Alam Nusantara dan Wulandari 23
4. Kursus Politik Anggaran sebagai Rintisan Pendidikan
Politik Rakyat di Kabupaten Bandung
Deni Riswandani 34
5. Rapor Merah Bupati: Hasil Penilaian Rakyat terhadap Kinerja Penerima Mandat
Dadan Ramdan dan Wulandari 59
6. Memancing Anggaran dengan Keping Koin
dan Gerakan Seribu Tangan
Umar Alam Nusantara 737. Kursus Politik Anggaran, Membangkitkan Gairah
Gerakan Sosial di Kabupaten Bandung
Heri Ferdian 83
8. Mengembangkan Kurpola sebagai UpayaMencerdaskan Bangsa
Donny Setiawan 93
9. Kesaksian Beberapa Alumnus 106
Profil Para Penulis 113
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
5/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyativ
Kata PengantarKurang lebih satu tahun yang lalu, gagasan melahirkan sekolah politik anggaran
muncul secara tidak sengaja ketika saya bertemu dengan Bung Diding Sakri,
Ketua Perkumpulan INISIATIF di Gedung Indonesia Menggugat, di Bandung.
Kebetulan, kami samasama mengikuti kegiatan pertukaran pengalaman
tentang prosesproses perencanaan dan anggaran yang baik dari lima daerah
di Indonesia. Bung Diding ketika itu menjadi moderator diskusinya, sementara
saya menjadi salah satu peserta dari Jakarta.
Ide sekolah politik anggaran tidak dapat dilepaskan dari otokritik yang saat itu
muncul dari sebagian besar peserta, termasuk penyelenggara : FPPM (Forum
Pengembangan Partisipasi Masyarakat). Salah seorang pembicara merefleksikan
dengan baik bagaimana aktivis Bandung sukses menjadi konsultan di Jakarta
sampai malang-melintang ke daerahdaerah lain di penjuru Indonesia.
Sementara, nasib proses perencanaan dan hasilhasil keputusan anggaran di
Bandung masih saja jauh dari baik. Banyaknya aktivis ternyata tidak serta merta
menjadikan lebih baiknya proses perencanaan dan penganggaran di daerah ini.
Jadilah, gagasan Bandung butuh Sekolah Anggaran muncul dan semakin
mengerucut. Awalnya, Kursus Politik Anggaran begitu seterusnya ia disebut,
hanya hendak ditujukan untuk masyarakat umum, aktivis LSM dan wakilwakil
rakyat di parlemen daerah. Namun, ketika itu saya mengusulkan bagaimana
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
6/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat v
bila pemuda, pelajar hingga mahasiswa juga dapat dilibatkan sebagai
pesertanya. Kelompok yang saya sebut terakhir memang agak sepi dari hingar-
bingar aktivisme sosial, padahal kelompok ini memendam potensi besar untuk
melakukan perubahan di masa depan. Gayung bersambut, jadilah Kursus
Politik Anggaran lengkap dengan empat kelompok sasaran utamanya; dari
warga biasa sampai aktivis; dari anggota DPRD sampai pemuda, pelajar dan
mahasiswa. Kelompok yang terakhir menjadi kelompok khas yang memerlukan
perhatian lebih serius ke depan.
Saya berkesempatan untuk mengunjungi Forum Diskusi Anggaran satu waktu
di pertengahan tahun ini. Ketika itu, saya bisa bertemu langsung dengan
beberapa orang alumni Kursus Politik Anggaran dan bertukar cerita tentang
bagaimana pengetahuan yang didapatkan mulai digunakan untuk mendorong
tanggungjawab anggaran pemerintah daerah. Sebagian dari pengetahuan itu
berhasil mendorong terbitnya alokasi anggaran untuk korban banjir atau skema
kredit mikro untuk warga miskin di Kabupaten Bandung. Sungguh, ceritacerita
ini merupakan cerita yang patut diapresiasi!
Buku yang ada di hadapan saudarasaudara ini hanyalah sebagian kecil dari
pengalaman Forum Diskusi Anggaran dan Perkumpulan INISIATIF dalam
mendorong proses perencanaan dan penganggaran yang lebih baik di daerah.
Proses dan hasilhasil yang menguntungkan bagi masyarakat kebanyakan,terutama kelompok miskin dan terpinggirkan lainnya ketimbang bagi sebagian
orang atau kelompok yang dekat dengan sumbersumber kekuasaan. Yayasan
Tifa menyambut baik dan mengucapkan selamat atas terbitnya buku ini. Semoga
buku ini bisa menginspirasi upayaupaya senada, bahkan mungkin gelombang
yang lebih besar atas perencanaan dan penganggaran yang lebih prorakyat.
Mickael B. Hoelman
Manajer Program Demokrasi dan Tata Pemerintahan
Yayasan Tifa
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
7/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyatvi
Prolog
Dua orang itu sedang dudukduduk di teras sebuah gedung yang besar nan
megah sambil menyandarkan kakinya ke tiang tembok yang nampaknya
sangat kokoh, sembari mengisap rokok dalam-dalam. Tak lama kemudian
menyemburkannya keluar, tanpa memperdulikan peringatan tertulis pada
secarik kertas yang menempel di tembok dan tepat berada di atas kepalanya,
bahwa di situ dilarang merokok seraya berkata, Bosenlah... terus wee... rame
di ...rencanakeun pelaksanaanna..mah.... nu taun kamari oge teu puguh
juntrungna...! 1
Kemudian dibalas oleh temannya... yang ada di sebelahnya, Heuueh ....lah...
da lamun seug ..aya anu sejen,..nu daek jadi delegasi sayah mah ...geus hoream
kikieuanteh...komo deui di denge-denge teh.... lolobanamah program teh
..keur kapentingan politik maranehna keneh we... rakyatmah ngan ukur jadi
alat wungkul...terus we...dibobodo..2
1. Bosanlah ... terus saja rame direncanakan, sementara pelaksanaannya yang tahun lalupun
tidak jelas ke mana arahnya.
2. Iya..lah.. seandainya ada orang lain yang mau jadi delegasi, saya sudah bosan terlibat seperti
ini,... apalagi didengar-dengar kebanyakan program itu untuk kepentingan politik mereka
sendiri, sementara rakyat hanya jadi alat saja. Terus saja dibodohi
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
8/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat vii
Itulah sekelumit komentar para delegasi musrenbang di Kabupaten Bandung,
yang nampaknya sudah merasa jenuh dengan penyelenggaraan penyusunan
perencanaan pembangunan selama ini, baik musrenbang di tingkat kabupaten
maupun di tingkat kecamatan.
Terjadinya kesenjangan antara perencanaan dengan pelaksanaan pembangunan
di lapangan, serta buruknya monitoring dan evaluasi kegiatan, ditambah
lagi makin rendahnya semangat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
anggaran oleh penyelenggara negara dan juga kurangnya keterlibatan atau
partisipasi masyarakat pada perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
penggunaan anggaran untuk pembangunan, mengakibatkan mayoritas
masyarakat sudah hampir hilang kepercayaan bahkan apriori terhadap berbagai
kebijakan politik terutama pada tata kelola anggaran.
Rakyat sebagai pemegang saham terbesar, (dari trilyunan uang yang dikelola
oleh penyelenggara negara) belum memperoleh penghasilan yang cukup
menggembirakan, laiknya sebagai pemegang saham. Bahkan sebagian
besar pemilik modal tersebut (rakyat) mengalami kehidupan yang sangat
memprihatikan. Keadaan mereka jauh di bawah standar kemiskinan, akses
untuk memperoleh layanan kesehatan, pendidikan dan layanan sosial yang
layak, masih belum terjangkau secara maksimal.
LKPJ sebagai bentuk pertanggungjawaban dari penyelenggara negara kepada
rakyat sebagai pemegang saham, masih bersifat normatif dan penuh rekayasa
politik yang substansinya hampir tidak menyentuh pada tujuan bagaimana
mensejahterakan rakyat. Sebagian besar pemegang saham (rakyat) tersebut
nampak tidak berdaya, karena mayoritas dari mereka tidak memiliki pengetahuan
tentang bagaimana dan seperti apa uang mereka itu dibelanjakan.
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Transparansi dan Partisipasi
dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Bandung,yang merupakanrepresentasi dari semangat anti Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN), buah hasil
jerih payah dan perjuangan reformasi, di tataran pelaksanaan masih dalam konteks
wacana belaka. Hasil dari telaahan Tim Advokasi Forum Diskusi Anggaran (FDA)
tahun 2008, menyebutkan pengetahuan masyarakat mengenai perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi penganggaran pembangunan di Kabupaten Bandung
di bawah 10%. Persoalan inilah salah satu hal yang menjadi alasan Forum Diskusi
Anggaran (FDA), yang merupakan wadah aktivitas para pemerhati tata kelola
anggaran di Kabupaten Bandung, merasa terpanggil untuk ikut serta mendorong
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memahami pentingnya keterlibatanmereka pada setiap kebijakan politik, terutama dalam bidang pengelolaan sumber
daya anggaran yang selama ini masih jauh sekali dari apa yang diharapkan
oleh rakyat. Yaitu, sesungguhnya sebesar apapun nilai uang yang dikelola oleh
pemerintah, muaranya mesti pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
9/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyatviii
Buku yang ada di hadapan Anda ini adalah merupakan catatancatatan
buah pikiran, gagasan-gagasan serta pengalaman kawan-kawan para pegiat
Forum Diskusi Anggaran dalam melakoni aktivitas dan perjalanannya, baik
selama melaksanakan Kursus Politik Anggaran yang lebih familiar kawan-
kawan menyebutnya dengan istilah Kurpola, maupun selama lembaga ini
digagas dan dilahirkan untuk mendampingi perjalanan politik penganggaran di
Kabupaten Bandung.
Merupakan sebuah harapan dengan terbitnya buku Jalan Baru Pendidikan
Politik Rakyat, selain menambah khasanah kepustakaan kita mengenai ilmu-
ilmu sosial kemasyarakatan, juga harapannya menjadi literatur bagi para pegiat
dan aktivis dalam upaya mempercepat lahirnya pemerintahan yang harmonis,
bersih, bebas dari perilaku perselingkuhan, kolusi, korupsi dan nepotisme.
Terakhir, kami mengucapkan beribu terima kasih kepada semua pihak yang telah
mengerahkan daya dan upayanya baik moril maupun materil hingga terbitnya
buku Kurpola ini, terutama kami sampaikan terima kasih kepada Yayasan
Tifa, dan Perkumpulan INISIATIF atas kepercayaan dan segala bantuannya
kepada FDA khususnya. Semoga upaya ini dapat menjadi sebuah sumbangan
bagi kehidupan rakyat yang lebih baik lagi.
Bandung September 2010
Ujang Sutisna
Ketua Presidium FDA
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
10/119
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
11/119
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
12/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 1
Pengantar
Walaupun kajian masalah budaya politik di Indonesia akhirakhir ini kurang lagi
mendapat minat di kalangan ilmuwan politik Indonesia, namun ia masih tetap
merupakan sebuah topik kajian yang sangat menarik. Hal itu terjadi karena
beberapa hal.
Penjelasan yang bersifat kultural dalam memahami politik Indonesia kurang
representatif bila dibandingkan dengan penjelasan bersifat lain. Penjelasan
yang bersifat kultural dipersepsikan terlampau berorientasi kepada perilaku
terhadap kelompok politik sebuah etnik dominan di Indonesia, sehingga tidak
dapat dijadikan parameter dalam memahami politik Indonesia kontemporer
yang sudah semakin kompleks.
Ketika memasuki dekade 80-an, kalangan ilmuwan politik sudah mulai
dihadapkan pada penjelasan bersifat alternatif, yang dianggap lebih representatif
dengan tingkat generalisasi yang tinggi. Penjelasan alternatif yang muncul
dikenal dengan pendekatan ekonomi politik, yang juga bersifat strukturalis,
yang mencoba mengaitkan antara persoalan politik dengan masalah ekonomi.
Budaya Politik
Eddy Kurniady
1
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
13/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat2
Untuk menjelaskan politik Indonesia, apakah model penjelasan yang bersifat
cultural ataustructural, sekarang kita dihadapkan pada kenyataan munculnya
sebuah model analisis yang dapat dikatakan juga alternatif, yaitu analisis
yang lebih memperhatikan peranancivil society1. Hal itu mulai nampak ketika
memasuki dekade 1990-an, banyak sekali kalangan akademisi, politisi,
pengamat sipil dan militer yang berbicara tentang civil society dengan
pemahaman sendirisendiri.
Pertanyaannya, apakah pendekatan yang bersifat culturalmasih relevan untuk
memahami politik Indonesia kontemporer? Gejala politik tertentu hanya
dapat dijelaskan dengan pendekatan cultural. Sementara ada gejala lain yang
penjelasannya memakai pendekatan struktural. Pola dukungan dan mobilisasi
politik pada masa pemilihan umum, misalnya, akan sangat tepat dengan
menggunakan pendekatan kultural daripada struktural.
Budaya Politik : Makna dan Perwujudannya
Budaya Politik
Konsep budaya politik baru muncul dan mewarnai wacana ilmu politik pada
akhir Perang Dunia ke II, sebagai dampak perkembangan politik AmerikaSerikat. Setelah Perang Dunia II selesai, di Amerika Serikat terjadi apa yang
disebut revolusi dalam ilmu politik, yang dikenal sebagai behavioral revolution,
atau ada juga yang menamakannya dengan behaviorism. Terjadinya behavioral
revolution dalam ilmu politik adalah sebagai dampak semakin menguatnya
tradisi ataumazhab positivism. Mazhab ini adalah paham yang percaya bahwa
ilmu sosial mampu memberikan penjelasan atas gejala-gejala sosial seperti halnya
ilmuilmu alam memberikan penjelasan terhadap gejalagejala alam. Paham ini
sangat kuat diyakini oleh tokoh-tokoh besar sosiologi, seperti Herbert Spencer,
August Comte, Emile Durkheim. Pahampositivismmerupakan pendapat yangsangat kuat di Amerika serikat semenjak Charles E. Merriam mempeloporinya
di Universitas Chicago, yang kemudian dikenal sebagai The Chicago School atau
disebut Mazhab Chicago, yang memulai pendekatan baru dalam ilmu politik.
Selain itu, salah satu faktor penompang lahirnya behavioral revolutionini adalah
muncul dan berkembangnya kecenderungan baru dalam dunia penelitian,
yaitu kecenderungan melakukan penelitian survei (survey research). Penelitian
ini dapat menjangkau responden dalam jumlah yang sangat besar, guna
memahami sikap, orientasi dan perilaku kalangan masyarakat disertai latarbelakang sosial, ekonomi, dan politiknya. Biasanya penelitian survei tersebut
dilakukan oleh mereka yang terlibat dalam usaha menelusuri opini publik dalam
rangka pemilihan Presiden, Gubernur maupun Senator di Amerika Serikat. Oleh
1 Gaffar Afan (1999),Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
14/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 3
karena itu, tidak heran di Amerika Serikat muncul sejumlah lembaga peneliti
opini publik dengan mengadakan jajak pendapat atau yang dikenal dengan
Public Opinion Poll, seperti Gallup Poll, Haris Poll, dan yang biasanya bekerja
sama dengan media massa yang ada seperti ABC, CBS, NBC dan CNN. Pada
saat itu di Amerika Serikat juga muncul sebuah revolusi baru dalam bidang
rekayasa dan teknologi ketika diketemukan komputer dengan kemampuan
analisis data secara cepat dan dalam jumlah yang besar.
Salah satu dampak yang sangat menyolok daribehavioral revolution adalah
munculnya sejumlah teori, baik yang bersifat grand maupun yang ada pada
tingkat menengah (middle level theory). Akibatnya, ilmu politik diperkaya
dengan sejumlah istilah, seperti misalnyasystem analysis,interest aggregation,
interest articulation, political sozialization, politik culture, convertion, rule
making, rule aflication, rule adjudicationdan lain sebagainya.
Teori tentang budaya politik merupakan salah satu bentuk teori yang
dikembangkan dalam memahami sistem politik. Di antara kalangan teoritisi ilmu
politik, yang sangat berperan mengembangkan teori kebudayaan politik adalah
Gabriel Almond dan Sidney Verba. Keduanya melakukan kajian di lima negara
yang kemudian melahirkan buku yang sangat berpengaruh pada 1960-an dan
1970-an, yaitu The Civic Culture2. Civic Culture inilah yang menurut Almond
dan Verba merupakan basis bagi budaya politik yang membentukdemokrasi.
Budaya politik merupakan sikap individu terhadap sistem politik dan komponen-
komponennya, dan juga sikap individu terhadap peran-peran yang dapat
dimainkannya dalam sebuah sistem politik tertentu (Almond and Verba, 1963,
hal.13). Budaya politik tidak lain dari orientasi psikologis terhadap obyek sosial
(dalam hal ini sistem politik) kemudian mengalami proses internalisasi ke dalam
bentuk orientasi yang bersifat kognitif, afektif dan evaluatif.
Orientasi kognitif menyangkut pemahaman dan keyakinan individu terhadapsistem politik dan atributnya. Bisa diartikan seperti tentang ibukota negara,
lambang negara, kepala negara, batas-batas negara, mata uang yang dipakai
dan lain sebagainya. Sementara orientasi afektif menyangkut ikatan emosional
yang dimilki oleh individu terhadap sistem politik. Jadi menyangkut feelings
terhadap sistem politik. Sedangkan orientasi evaluatif berhubungan dengan
kapasitas individu dalam memberikan penilaian terhadap sistem politik dan
bagaimana peran individu di dalamnya.
Dalam sebuah masyarakat yang sikap orientasi politiknya didominasi olehkarakteristik yang bersifat kognitif akan terbentuk budaya politik yangparochial.
Sedangkan yang bersifat afektif akan terbentuk budaya politik yang bersifat
2 Gabriel Almond, Sidney Verba (1963), The Civic Culture : Political Attitude and Democracy in
Five Nations, Princeton University Press, New York
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
15/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat4
subjektif. Adapun, masyarakat yang memiliki kompetensi politik yang tinggi,
yang warga masyarakatnya mampu memberikan evaluasi terhadap proses
politik yang berjalan, akan terbentuk sebuah budaya politik yang partisipatif.
Hal di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
ORIENTASI
POLITIK
Budaya Polik
Parokial Subjekf Parsipaf
Kognif X
Aekf X
Evaluaf X
Budaya politik yang demokratik, yaitu budaya politik yang partisipatif, akan
mendukung terbentuknya sebuah sistem politik yang demokratik karena
menyangkut suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi dan
sejenisnya, yang menompang terwujudnya partisipasi (Almond dan Verba,
h.178 ). Keyakinan akan kemampuan seseorang merupakan kunci bagi sebuah
sikap politik, dan keyakinan akan kemampuan tersebut merupakan kunci bagi
terbentuk dan terpeliharanya demokrasi.
Jadi kompetensi merupakan kata kunci. Konsekuensi selanjutnya, pemerintah
harus mengambil langkahlangkah yang memperhatikan kepentingan warga
masyarakat. Kalau tidak, warga masyarakat akan mengalami deprivasi, kecewa
dan meninggalkan pemerintahnya. Sebaliknya, apabila warga tidak merasa
kompeten untuk terlibat dalam proses politik, implikasinya pemerintah akan
menjadi dominan dalam penyelenggaraan negara.
Almond dan Verba mengaitkan antara tinggirendahnya budaya politik, yaitu
civil culturedengan stabilitas demokrasi dalam sebuah negara seperti terlihatpada gambar berikut ini :
Matriks
Civic Culture
Tinggi-
MenengahRendah
Sangat
Rendah
Stabilitas
Demokrasi
Tinggi Inggris,
AS
Rendah Jerman,Italia
Meksiko,Indonesia
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
16/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 5
Sosialisasi Politik sebagai Wahana Pembentukan Budaya Politik
Proses pembentukan budaya politik dilakukan melalui apa yang disebut sebagai
sosialisasi politik, yaitu proses penerusan dan pewarisan nilai dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Sistem nilai, norma, dan keyakinan yang dimiliki oleh sebuah
generasi dapat diturunkan kepada generasi berikutnya melalui berbagai media,
seperti: keluarga, sanak-saudara, kelompok, sekolah, ditopang oleh media cetak,
elektronik dan lain sebagainya yang bisa disebut sebagaiagentdari sosialisasi politik.
Keluarga merupakan agentpertama yang sangat menentukan pola pembentukan
nilai politik bagi seorang individu. Dalam lingkungan agama, ditanamkan nilainilai
agama yang sangat tinggi dengan segala atribut yang melekat di dalamnya. Dari
situlah sikap dan orientasi politik melekat dan terbentuk.
Dalam sebuah sistem yang negara memainkan peranan yang sangat dominan,
dalam pembentukan nilainilai dan norma politik, maka norma dan keyakinan
penguasa negara, harus diikuti oleh warganya. Oleh karena itu segala sesuatu
yang berbeda dengan kehendak negara disingkirkan.
Budaya Politik di Indonesia
Hierarki yang Tegar
Sebenarnya, sangat sulit untuk melakukan identifikasi budaya politik Indonesia,
karena atributnya tidak jelas. Akan tetapi, satu hal yang barangkali dapat
dijadikan titik tolak untuk membicarakan masalah ini yaitu adanya sebuah pola
budaya dominan dari kelompok etnis tertentu yang sangat mewarnai sikap,
perilaku, dan orientasi kalangan elit politik di Indonesia sebagaimana ditulis
oleh Claire Holt, Benedict Anderson, dan James T. Siegel3.
Pembicaraan awal yang dikemukakan adalah menyangkut konsep kekuasaan
dalam masyarakat tertentu khususnya di Jawa. Menurut Anderson, konsep
kekuasaan dalam masyarakat Jawa berbeda sekali dengan apa yang dipahami
oleh masyarakat Barat. Karena, bagi masyarakat Jawa, kekuasaan itu bersifat
kongkrit, besarannya konstan, sumbernya homogen, dan tidak berkaitan
dengan persoalan legitimasi. Hal itu berbeda dengan masyarakat Barat
yang memandang kekuasaan itu bersifat abstrak dan dari berbagai macam
sumber, seperti uang, harta kekayaan, fisik, kedudukan, asal usul, dan lain
sebagainya. Dan selama sumber kekuasaan itu tetap memberikan kekuasaan,
maka kekuasaan seorang penguasa akan tetap legitimate dan tidak perlu
dipersoalkan.
3 Claire Holt, Benedict Anderson, James T. Siegel (1972), Political Culture in Indonesia, Ithaca,
New York: Cornell University Press
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
17/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat6
Masyarakat tertentu di Indonesia dan sebagian besar masyarakat lainnya, padadasarnya bersifat hierarkis. Stratifikasi sosial bukan didasarkan atas atributsosial yang bersifat materialistik, tetapi lebih pada akses kekuasaan. Adapemilahan yang tegas antara mereka yang memegang kekuasaan yang juga
disebut sebagai kalanganpriyayi, dan itu diperlihatkan dalam bahasa, melaluitingkatan bahasa kromo inggil, kromo madya, sampai ngoko atau halus,setengah halus dan kasar dan gestureatau gerak mimik/perilaku.Kalanganrakyat harus berbahasa secara halus kepada pemegang kekuasaan. Kekuasaan
juga terungkap dengan istilah wong gededan wong cilik.
Implikasi dari pola pemilahan seperti itu adalah kalangan birokrat seringkalimenampakkan diri dengan citra tertentu, seperti pamong praja yang melindungirakyat, pamong atau guru/pendidik bagi rakyatnya. Di lain pihak, penguasa
memiliki persepsi merendahkan rakyatnya. Oleh karena itu, tidak ada tempatnyarakyat tidak patuh, tidak tunduk, dan tidak setia apalagi memprotes kegiatanpemerintah.Pemerintah adalah paling tahu dan rakyat tidak tahu apa-apa!
Ada implikasi negatif dari citra diri seperti itu dalam kebijakan publik. Kebijakanpublik merupakan kompetensi sekelompok kecil elit yang ada di puncakkekuasaan pusat maupun daerah. Yang membentuk dan memformulasikankebijakan publik adalah kalangan pemerintah yang baru disesuaikan dandisahkan oleh DPR. Rakyat mengalami proses alienasi, bahkan tersingkirkan dari
proses politik. Tidak ada diskusi publik mengapa kebijakan itu harus ditempuh?Apakah memang perlu? Kemudian dalam implementasi kebijakan, rakyatdiwajibkan ikut serta di dalamnya.
Kecenderungan Patronase
Salah satu budaya politik yang menonjol di Indonesia adalah kecenderunganpembentukan pola hubunganpatron-client, baik di kalangan penguasa maupunmasyarakat.
Si patron dan client melakukan interaksi resiprokal atau imbal-balik denganmempertukarkan sumber daya (exchange of resources) yang dimiliki oleh masingmasing pihak sampai ke dukungan politis dan loyalitas. Pola hubungan ini tetapdipelihara selama masingmasing pihak tetap memiliki sumber daya tersebut.
Yang menarik diperhatikan, bahwa tidak jarang di tengah pola hubunganclientilisticini tumbuh dan berkembang orang ketiga yang menjadi perantara,atau yang disebut sebagai broker atau middleman. Atau istilah populer sekarang
makelar kasus. Jelasnya pola tersebut dapat dilihat pada skema di bawah ini:
P_______________M/B__________________CL-----CL------CL---------CL------CL
P = Patron M/B = Middleman/Broker CL = Client
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
18/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 7
Kecenderungan patronase ini dapat ditemukan secara meluas, baik dalamlingkungan birokrasi maupun di kalangan masyarakat. Pada hubungan presidendengan para menterinya, beberapa menteri memfungsikan dirinya sebagaibrokeratau middlemanterhadap sejumlah menteri yang lain, yang berperan
menjadi client. Lalu, para menteri itu juga menjadi middlemandan membentukclientclientlain ke bawahnya dan seterusnya.
Di kalangan partai politik juga ditemukan hal yang sama. Seorang gubernur yangmenjadi Ketua Dewan Pertimbangan Partai, dapat menjadi patron bagi sejumlahpolitisi, yang kemudian menjadi pengurus partai atau menjadi anggota DPRD.
Demikian juga antara penguasa dengan para pengusaha. Tak jarang merekamemainkan peran sebagai client untuk memperoleh imbalan kemudahan
dalam proyek pembangunan Rumah Sakit misalnya. Pola hubungan seperti iniyang kemudian di Indonesia disebut secara luas sebagai KOLUSI. Dan ini bukanmerupakan sesuatu yang baru di Indonesia.
Harapan terhadap Partai Politik
Sebagaimana diketahui bahwa partai politik adalah organisasi politik yang dibuatoleh warga negara untuk ikut menentukan arah negara. Apa yang dilakukan olehnegara dengan sendirinya sangat berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari
rakyat. Partai politik secara tidak langsung maupun langsung, sangat berpengaruhpada kehidupan sehari-hari rakyat. Dalam konteks itulah demokrasi meletakkanpartai politik sebagai sarana rakyat dalam menentukan arah dan masa depannegara.
Rakyat memberikan dukungan terhadap partai politik tertentu biasanyamemperhatikan beberapa hal, seperti (1) garis-garis besar haluan perjuangan, (2)konsistensi, praktik dan sepak terjang partai, dan (3) kemampuan dan kapasitasSDM dalam memperjuangkan kepentingan rakyat dan integritas yang baik. Dalamhal ini jelas, partai memang berkepentingan atas dukungan yang diberikan rakyatdan legitimasi tergantung dukungan rakyat4.
Dari gambaran di atas sudah tersirat beberapa fungsi penting partai politik.Adapun fungsifungsi pokok partai politik adalah sebagai berikut :1. Sebagai sarana atau media pendidikan, komunikasi dan sosialisasi politik
bagi anggotanya atau masyarakat secara luas.2. Sebagai penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi rakyat.3. Sebagai media partisipasi politik warga negara.4. Sebagai sarana rekrutmen untuk pengisian jabatan politik dalam
pemerintahan negara.5. Sebagai pihak yang turut menciptakan kondisi kondusif bagi upaya
pemakmuran rakyat.
4 Naning Mardiniah, E. Sobirin Nadj, Anwar, Widodo Dwi Putro, Baharuddin (2004), Mem-
perkuat Posisi Politik Rakyat, LP3ES, Jakarta. Lihat hal. 65-66
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
19/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat8
Telaahan sampai hari ini, sangat jarang partai politik yang secara sempurnadapat melakukan fungsifungsinya. Dari lima fungsi partai politik di atas,yang paling susah dilakukan dengan baik adalah fungsi penyerap, penyusundan penyalur aspirasi rakyat yang bisa disebut fungsi agregasi dan artikulasi
kepentingan rakyat.
Penutup
Uraian yang dikemukakan di atas memberikan gambaran untuk menjaminkeberhasilan perubahan pelaksanaan pemerintahan daerah sesuai undangundang. Diperlukan pemimpin yang memiliki visi kuat (visioner leader) yangmampu menentukan arah dan mengendalikan jalannya perubahan, pada tiga
dimensi, struktural, fungsional dan dimensi kultural (budaya).
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
20/119
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
21/119
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
22/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 11
Bila dilihat dari konsep dan praktiknya yang ideal, proses penyusunan APBD
terdiri dari dua (2) hal mendasar, yaitu perencanaan dan penganggaran.
Serta dari sifatnya, perencanaan dan penganggaran di pemerintahan daerah
dilaksanakan secara terintegrasi (unified budgeting) dengan berlandaskan pada
konsep penggunaan sumber daya/dana yang ada untuk pemenuhan kebutuhan
publik (money follows function).
Apa Itu Politik Anggaran
Politik anggaran dapat dimaknai sebagai proses pengalokasian anggaran
berdasarkan kemauan dan proses politik, baik dilakukan oleh perorangan
maupun kelompok. Tidak dapat dihindari bahwa penggunaan dana publik akan
ditentukan kepentingan politik. Irene S. Rubin1 mengatakan, dalam penentuan
besaran maupun alokasi dana untuk rakyat senantiasa ada kepentingan
politik yang diakomodasi oleh pejabat. Yaitu alokasi anggaran acap kali jugamencerminkan kepentingan perumus kebijakan terkait dengan konstituennya.
1. Lihat Rubin, Irene S., (2000), The Politics of Public Budgeting : Getting and Spending, Borrow-
ing and Balancing, New York, NY: Chatham House Publishers
Politik Anggaran
Mokhamad Ikhsan
2
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
23/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat12
Secara teoritik, anggaran merupakan instrumen pemerintah dalam
menyelenggarakan roda kekuasaannya. Dalam skema kebijakan, keputusan
alokasi sumber daya untuk berbagai keperluan berupa pengeluaran setiap
tahunnya, tercermin dalam APBN maupun APBD. Dalam praktiknya, anggaran
tak terlepas dari sejumlah kepentingan yang harus diakomodasi, sekaligus
menjadi mediasi berbagai kebutuhan masyarakat.
Dalam konteks demikian, kebutuhan atau kepentingan itu seringkali memiliki
bobot prioritas yang relatif sama. Dari sanalah diperlukan pilihan-pilihan
memutuskan mana yang akan didanai terlebih dahulu. Tidak heran jika atas
pertimbangan itu pada akhirnya berbagai pihak dan kelompok kepentingan
akan berebut pengaruh di dalam memutuskan alokasi anggaran. Itulah yang
disebut dengan anggaran sebagai medan tempur strategis dalam politik
kebijakan pembangunan.
Politik Perwakilan yang Buruk
Fakta menunjukkan bahwa alokasi belanja pemerintah dalam APBD ternyata
lebih banyak untuk menggerakkan mesin birokrasi daripada untuk kepentingan
rakyat. Ini menunjukkan politik anggaran belum berada dalam arah yang benar.
Sedangkan porsi belanja untuk kepentingan rakyat seringkali rawan dikorup,tidak efektif memecahkan masalah-masalah seperti kemiskinan, infrastruktur,
peningkatan pendidikan dan kesehatan.
Dengan demikian agar APBD benar-benar dapat dimanfaatkan rakyat, diperlukan
upaya ekstra untuk memastikan agar penggunaannya tidak menyeleweng ke
kegiatan yang bertolak belakang dengan prinsip-prinsip penggunaan anggaran
negara. Jika dibiarkan terjadi, bukan hanya kepercayaan masyarakat terhadap
institusi politik dan para politisi yang akan tergerus, tetapi tujuan pembangunan
dan kesejahteraan masyarakat juga semakin sulit dicapai karena prinsippenggunaan keuangan negara yang berkeadilan, tidak boros, tepat sasaran,
proporsional, efektif dan efisien tidak tercapai. Sementara itu sumber daya
anggaran terbagi habis di bidang-bidang yang tidak berkaitan langsung dengan
kesejahteraan rakyat.
Ketika politik anggaran tidak berjalan diametral dengan kesejahteraan rakyat,
yang terjadi bukan hanya karena elit politik yang korup, tetapi juga perwakilan
politik yang buruk (poor political representation).
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
24/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 13
Lebih Dalam Soal Politik APBD
Masalah proporsi atas APBD merupakan isu krusial dalam upaya membawa
pengelolaan keuangan daerah ke ranah politik, khususnya dalam hal distribusi
dan kelayakannya. Issue keadilan anggaran terkait keuangan negara dan
daerah pasca-UU otonomi daerah berkembang pesat seiring dengan semakin
besarnya kebutuhan daerah sendiri untuk menopang pembuatan kebijakan
publiknya. Perkawinan senyatanya kemudian terjadi antara kebutuhan
Pemda dan kewajiban melakukan akomodasi agen-agen politik daerah vis a
viskonstituen politiknya.
Dari persepektif keagenan (agency theory), APBD dapat dibagi ke dalam
beberapa tahapan, yakni: perencanaan, penyusunan program/kegiatan,
pelaksanaan APBD, pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan.
Perencanaan APBD
Dalam anggaran berbasis kinerja, APBD harus direncanakan dengan menetapkan
terlebih dahulu target kinerja yang ingin dicapai. Money follows functions. Jika
tidak ada target, maka tidak ada aktivitas. Jika tidak ada aktivitas, maka tidak
ada alokasi dana dalam APBD.
Salah satu pendekatan yang dipakai dalam perencanaan APBD saat ini adalah
Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan), yang melibatkan
masyarakat secara berjenjang mulai dari tingkat desa/kelurahan sampai
tingkat Kabupaten. Dalam penyampaian aspirasi (kebutuhan, keinginan, dan
kepentingan) dengan pendekatan ini, digunakan perwakilan. Dalam konsep
keagenan, perwakilan akan memiliki kecenderungan terjadinya adverse
selection dan moral hazard.
Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab adalah:a Bagaimana keterkaitan antara kebutuhan masyarakat dengan nama
program/kegiatan yang tercantum dalam RKPD? Artinya, apakah
program/kegiatan dalam RKPD akan memecahkan masalah yang dihadapi
masyarakat ? Atau dengan kata lain outcome tercapai?
a Bagaimana pergeseran dan proses hilangnya usulan masyarakat dari
hasil Musrenbang tingkat desa/kelurahan sampai kemudian menjadi seperti
yang tercantum dalam RKPD? Apakah mewakili (secara proporsional)
berdasarkan faktor luas wilayah, jumlah penduduk, pendapatan masyarakat,
atau faktor lainnya?a Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi preferensi dalam menentukan
nama program/kegiatan dalam RKPD?
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
25/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat14
a Apakah nama program/kegiatan selalu mengikuti daftar yang tercantum
dalam Lampiran A-VII Permendagri No.13 Tahun 20062?
a Apakah nama program/kegiatan sesuai dengan RENJA, RENSTRA, TUPOKSI
SKPD?
a Apakah terdapat pengulangan atas program/kegiatan yang telah
dilaksanakan pada tahun anggaran sebelumnya?
a Apakah nama program/kegiatan sejalan dengan visi dan misi kepala daerah
yang tercantum dalam RPJMD?
Penyusunan Program/Kegiatan
Bila dipandang secara normatif, nama program/kegiatan yang tercantum dalam
RKPD mayoritas merupakan milik eksekutif dan, sangat minim harapan
masyarakat yang menitipkan kebutuhannya melalui mekanisme Musrenbang.
Namun, ketika penyusunan KUA (Kebijakan Umum Anggaran) dan PPAS
(Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara) dilakukan, tidak ada aturan yang
mewajibkan TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah)mengakomodasi seluruh
program/kegiatan yang ada di dalam RKPD. Jika nama program/kegiatan
tidak tercantum di dalam PPAS, meskipun ada di dalam RKPD, maka program/
kegiatan tersebut tidak akan didanai dalam APBD.
Idealnya, draft RKPD yang di-Musrenbang-kan disusun berdasarkan rencanakerja (Renja) SKPD yang memuat program/kegiatan yang terukur.
Maksudnya, program/kegiatan tersebut telah dihitung besaran kebutuhan
anggaran belanjanya sesuai dengan beban kerja dan target kinerjanya. Dalam
bahasa lain, sudah ada rancangan awal RKA-SKPD (atau disebut juga pra-RKA)
sebelumnya, sehingga besaran jumlah input untuk masing-masing kegiatan
bukanlah taksiran kasar belaka.
Oleh karena itu, ada beberapa pertanyaan yang perlu ditemukan jawabannya
melalui kajian empiris, di antaranya:
a Apakah besaran angka pagu/plafon sementara telah wajar? Tolok ukur
kewajaran alokasi ini adalah Analisis Standar Belanja (ASB), yang disusun
berdasarkan target kinerja, beban kerja, dan standar harga barang/jasa.
a Apakah nama program/kegiatan dalam PPAS tercantum dalam RKPD? Jika
tidak, di mana atau dari mana munculnya nama program/kegiatan yang
baru ini? Apakah di TAPD atau di DPRD?
a Apakah besaran alokasi (input) untuk masing-masing program/kegiatan
sudah mengalami perubahan dari RKPD ke PPAS? Jika iya, di manaterjadinya? Apakah di TAPD atau di DPRD?
2. Ada 22 Lampiran A di permendagri ini. Lampiran A-VII merupakan Lampiran Kode dan Daftar
Program dan Kegiatan menurut Urusan Pemerintahan Daerah.
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
26/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 15
a Apakah makna kata prioritas dalam pernyataan di PPAS sejalan dengan
besaran alokasi anggaran untuk masing-masing program/kegiatan?
Pelaksanaan APBD
Pelaksanaan APBD merupakan serangkaian langkah yang dimulai dengan
aktivitas penatausahaan (administrasi) dan aktivitas pelaksanaan teknis kegiatan.
Dalam penatausahaan, disiapkan dokumen-dokumen pelaksanaan berupa DPA-
SKPD (Dokumen Pelaksanaan Anggaran-SKPD), anggaran kas SKPD, SPD3, SPP4,
SPM5, dan SP2D6. Sedangkan aktivitas teknis berkaitan dengan pelaksanaan
kegiatan, seperti pengadaan (procurement), perjalanan dinas, surat-menyurat,
pertanggungjawaban bendahara (SPJ7) dan pelaksana kegiatan (PPTK8).
Masalah keagenan dalam pelaksanaan APBD umumnya berkaitan dengan
persoalan keagenan dalam perencanaan dan penyusunan program/kegiatan.
serta penetapan alokasi atau plafon anggaran. Meskipun secara umum masalah
keagenan pada tahapan ini ada di aparatur pemerintah daerah, tidak tertutup
kemungkinan anggota legislatif juga terkait secara langsung.
Beberapa fenomena atau fakta yang perlu dianalisis lebih jauh adalah:
a
Kelancaran arus dokumen.Dalam sistem dan prosedur penatausahaan, baik respon terhadap SPPoleh kepala SKPD (dengan menerbitkan SPM), SPM oleh BUD9 (denganmenerbitkan SP2D), dan SPJ oleh PPK-SKPD10 memiliki batas waktu(maksimal), terkecuali ada ketidaklengkapan dokumen atau masalahlainnya. Namun, ada kalanya muncul moral hazard: sengaja menunda-nunda meskipun melanggar sisdur (sistem dan prosedur), meminta uangpelicin, karena ada kepentingan lain, dll.
Lalu, mengapa terjadi pelambatan proses oleh aparatur daerah? Berapakali/persen pelanggaran dilakukan terhadap sisdur yang ada?
a Penggunaan uang/kas di luar yang telah ditetapkan dalam APBD.Pemberian uang kepada polisi, jaksa, wartawan, LSM, atau masyarakat
biasa, baik sebagai hadiah, upeti, suap, ataupun uang pelicin (greasemoney) tidak diperkenankan karena tidak ada alokasi anggarannyadalam APBD, terutama DPA-SKPD terkait. Biaya ini sering disebut ghost
expenditures (biaya hantu).
3. Surat Penyediaan Dana.
4. Surat Permintaan Pembayaran.
5. Surat Perintah Membayar.
6. Surat Perintah Pencairan Dana.
7. Surat Pertanggungjawaban.
8. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
9. Bendahara Umum Daerah.
10. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah.
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
27/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat16
Pertanyaannya adalah: berapa besaran (jumlah rupiah dan persentase)
uang hantu ini? Apakah alokasi ini sudah diperhitungkan oleh penyusun
RKA-SKPD pada saat merencanakan besaran pagu anggaran kegiatan?
a Peng-SPJ-an belanja sering dimanipulasi.
Misalnya, belanja untuk 5 kali perjalanan dinas, yang benar-benar
direalisasikan hanya 3 kali. Sementara sisanya, 2 kali, di-SPJ-kan secara fiktif.
Contoh lain: pembelian ATK berupa kertas HVS dalam DPA-SKPD sebanyak
100 rim selama setahun. Yang betul-betul dibeli hanya 70 rim, sementara
di-SPJ-kan sebesar 100 rim.
Berapa besaran rupiah/persentase SPJ fiktif untuk belanja barang dan
jasa ini? Apakah dalam perencanaan besaran plafon kegiatan terkait sudah
dilakukan mark-up (terjadi intention to corrupt)? Hal yang sama terjadi
untuk belanja makan dan minum.
a Setoran ke atasan.
Biasanya ada setoran yang harus diberikan oleh pelaksana kegiatan
(PPTK) dan bendahara kepada atasannya, terutama kepala SKPD. Kadang
kala sampai juga ke sekda dan kepala daerah.
Mengapa harus ada setoran ini? Berapa jumlah/persentasenya? Apakah
hal ini terkait dengan mark-uppada saat penghitungan inputdi RKA-SKPD?
Bagaimanakah format tersebut? Apakah berupa uang, barang, atauservice tertentu (di luar kantro)?
a Kasus kas daerah kosong.
Pada saat kepala SKPD mengajukan SPM ke BUD, terkadang BUD tidak
bisa menerbitkan SP2D dengan alasan kas daerah kosong. Oleh karena
sebagian besar kas daerah diisi dari DAU, yang diturunkan/dicairkan setiap
bulan oleh pemerintah pusat, maka alasan rekening kas daerah kosong
(tidak ada uangnya) pastilah mengada-ada. Hal inilah yang menjadi alasan
mengapa di banyak daerah tidak ada anggaran kas SKPD, karena BUD tidakingin ditagih oleh SKPD karena kontrak yang dibuat dalam anggaran
kas tersebut.
So, mengapa terjadi kas daerah kosong? Bagaimana persepsi bendahara
pengeluaran SKPD terhadap praktik ini? Apakah praktik ini berpengaruh
terhadap pencapaian realisasi anggaran belanja dan target kinerja? Apakah
menurut aparatur di BUD, pemerintah pusat berperan dalam persoalan ini?
a Stempel palsu.
Mungkin sedikit agak konyol dan bodoh, tapi faktanya sering terjadi:bendahara memiliki stempel palsu atau duplikat stempel pihak ketiga yang
melakukan transaksi dengan SKPD. Stempel-stempel ini digunakan untuk
mempertanggungjawabkan (membuat SPJ) pengeluaran-pengeluaran
dengan membuat kuitansi palsu, yang seakan-akan distempeli oleh pihak
ketiga.
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
28/119
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
29/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat18
secara independen dan bertanggung jawab, sesuai dengan eka profesinya?
Apakah ada hubungan di luar keprofesionalan antara aparatur daerah dengan
auditor BPK?
Perspektif politik pada prinsipnya beranggapan bahwa seseorang akancenderung mengutamakan kepentingan politiknya ketika bertindak sebagai
agen. Praktiknya,self-interestini bisa berupa keuntungan finansial maupun non
finansial, yang sering dikenal dengan istilah KKN.
Titik-Titik Rawan
Skema perencanaan dan penganggaran semestinya mensyaratkan perpaduan
antara pendekatan teknokrasi, politik dan partisipasi. Kaitan antar pendekatan
tersebut merupakan konstruksi demokratisasi kebijakan. Namun faktanya,
kecenderungan modus perencanaan dan penganggaran daerah masih bersifat
terlalu teknokratis-politis, tidak diimbangi dengan aspek partisipasi yang nyata.
Sebagai ukuran, seperti disinggung di depan, bahwa di setiap hasil Musrenbang
yang diolah pada tingkat SKPD, selalu mengalami pemangkasan di lintasan
eksekutif. Apalagi, pada fase penganggaran, senantiasa absen dari pantauan
dan keterlibatan warga. Tahap krusial yang perlu diperhatikan, karena sekaligus
menjadi titik strategis penentu perencanaan, tidak lain ada pada tahapperumusan program/kegiatan SKPD yang dikoordinasikan Bappeda.
Proses dan rute dari bawah, sesungguhnya sangat bergantung bagaimana
pembahasan masuk dalam sistematisasi dan rasionalisasi dalam kacamata
SKPD yang di dalamnya terjadi interaksi sekaligus pertarungan antar sektor.
Arena ini, memang sebagian besar memiliki modus yang sama mengenai
kecenderungan para kepala dinas memperjuangkan segala usulan masing-
masing instansi berbasis keinginannya.
Silang kepentingan dengan nalar teknokratik, berproses dengan (cenderung)
mengabaikan segala dokumen usulan dari hasil Musrenbang. Bahkan tragisnya,
produk perencanaan teknokratik tersebut meninggalkan koherensinya
dengan RPJMD, Renstra, maupun Renja SKPD. Hal itu bisa terjadi karena
mekanisme perencanaan pembangunan telah terbakukan dalam sangkar
birokratik.
Perangkat kelembagaan dan mekanisme perencanaan jika sudah memasuki area
kabupaten, daftar usulan dari hasil Musrenbang mengalami penyusutan secarasistematik, dengan tergantikan oleh bermacam skema yang berasal dari dinas-
dinas (SKPD). Hal semacam ini memperlihatkan terjadinya gap (kesenjangan),
antara model perencanaan dari bawah berbasis spasial (desa), yang menunjukkan
pendekatan partisipasi, berhadapan dengan model perencanaan berbasis sektoral
(daerah/kabupaten), yang mencerminkan teknokratisasi.
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
30/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 19
Salah satu akar penyebab kesenjangan, sebagaimana disinyalemen banyak
kalangan, bahwa jika perencanaan desa (dari bawah) itu masih melekat
dalam perencanaan daerah, sebagaimana diatur dalam tata kelembagaan
Musrenbang, kemungkinan berlanjutnya dominasi kabupaten akan terus
berlangsung. Secara hipotetis dapat dikatakan, set up tata kelembagaan
perencanaan pembangunan daerah, senantiasa menjadi perangkap formalisasi
partisipasi dan hanya memperkuat dominasi SKPD.
Pilihan-Pilihan Strategis Kontrol Rakyat
Politik anggaran harus dikendalikan oleh tujuan yang akan dicapai (policy
driven). Dengan kata lain, harus ada keterkaitan antara bujet dengan arahkebijakan sebagaimana tertuang dalam RPJMD dan RKPD. Politik anggaran
harus menjadi alat mencapai tujuan pembangunan daerah. Konsekuensi dari
politik anggaran ini adalah pemerintah didorong melakukan perubahan secara
mendasar di level birokrasi. Seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
perlu didorong untuk meningkatkan penerimaan dan melakukan efisiensi dan
keefektifan pengeluaran. Dalam konteks ini, reformasi birokrasi secara total
perlu segera diimplementasikan.
Ketika pemerintah berisi birokrat yang tidak tersentuh reformasi, dan parlemenyang tidak cukup menawarkan aspirasi perubahan dalam pola dan substansi
politik anggaran yang tidak menguntungkan rakyat, maka diperlukan sebuah
refleksi serius di kalangan kelompok masyarakat, akademisi dan aktivis pro
transparansi dan akuntabilitas anggaran di daerah.
Bila siklus penganggaran dan mekanisme penyusunan APBD selama ini telah
terbukti gagal menciptakan perubahan sosial yang lebih berkeadilan sebagai
tujuan politik warga, maka harus dipilih alternatif politik anggaran yang
bertumpu pada gerakan sosial yang masih berada di luar sistem politik daerahyang sudah mapan.
Kekalahan-kekalahan gerakan rakyat yang dilibatkan di dalam sistem politik
anggaran ini harus menjadi faktor utama dalam merancang pola dan model
keterlibatan aktif warga, yang harus dimulai dengan membangun fondasi yang
kuat di aras akar rumput sekaligus cakap dalam membangun ruang politik yang
memadai antara kerja-kerja di tingkat lokal dan sistem politik yang lebih luas
melalui para kader, aktivis partai/ormas/OKP.
Gerakan sosial sejatinya adalah ruang antara (intermediary space) yang
menjembatani antara negara dan masyarakat sipil. Tapi juga harus menghindari
terjebak ke dalam pekerjaan-pekerjaan administratif daripada melakukan
pengorganisasian masyarakat.
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
31/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat20
Yang masih perlu dicermati secara serius dalam praktiknya adalah sebagai berikut,
pertama, masalah pokoknya adalah keterputusan antara kelompok-kelompok yang
memahami aspek serta akibat politik anggaran daerah, dan massa di akar rumput
yang awam terhadap anggaran daerah, tetapi menerima dampak langsung dari
kinerja politik anggaran, serta mempunyai kebutuhan langsung yang signifikan.
Kedua, lemahnya advokasi dalam mobilisasi sumber daya (resource mobilization),
tempat ruang-ruang negosiasi politik dan transaksi anggaran dalam memobilisasi
sumber daya nyaris tertutup bagi kelompok-kelompok masyarakat.
Ketiga, kelemahan dalam melakukan mobilisasi politik, karena yang terjadi di
daerah adalah kuatnya kelompok demokrat mengambang -kini mengisi ruang-
ruang pemerintahan- yang akan tetap mempertahankan sistem yang sudah mapan.
Oleh karena itu, perlu melakukan upaya serius secara terus-menerus.
Berkaca
pada kelemahan gerakan kelompok masyarakat yang terjadi sekarang, dibutuhkan
setidaknya, pertama, karena keterputusan antara kelompok masyarakat yang
melek politik anggaran dan massa yang awam, maka dibutuhkan aksi kolektif
dari organisasi yang melakukan pendidikan dan pemahaman terhadap politik
anggaran dengan mengoptimalkan potential issue di masing-masing wilayah,
seperti menghimpun dan memobilisasi potensi wilayah versus alokasi anggaran
yang tersedia tiap tahun. Sehingga tercipta identitas kolektif dan ruang politik,
yang kemudian diharapkan menjadi energi politik yang semakin besar untukmenegosiasikan kepentingan dalam proses politik anggaran.
Kedua, mengingat wilayah kerja yang luas. Upaya menanamkan agen-agen di tiap
kecamatan harus dilakukan, fokus di issuelokal, serta menggarap secara optimal
setiap masalah dalam ruang lingkup terbatas. Logikanya, akan lebih optimal dalam
merebut ruang politik kecamatan, dibandingkan dalam skala kabupaten.
Alasannya jelas, karena pengorganisasian politik akan lebih mudah dilakukan di
level lokal; wilayah kerja yang lebih kecil memudahkan untuk menemukan identitaskolektif; menemukan masalah lokal yang lebih riil; jarak dengan konstituen massa
lebih dekat; karena keragaman jenis kebutuhan sosial di masing-masing wilayah
membutuhkan pendekatan yang berbeda; dan faktor kekayaan dan keragaman
nilai kultural di level lokal bisa lebih memperkaya potensi gerakan sosial.
Dua hal penting di atas, akan menjadi anti tesis dari politik anggaran yang sedang
berlangsung. Model ini diarahkan untuk melakukan mobilisasi politik untuk
melawan kaum demokrat mengambangyang menguasai ranah politik anggaran.
Dalam praktiknya, gerakan ini pun harus diisi oleh figur yang sudah terlebih dahulumelewati proses rekrutmen politik di gerakan sosial yang mampu melakukan
koreksi dan reformasi dalam setiap siklus perencanaan dan penganggaran.
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
32/119
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
33/119
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
34/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 23
Setiap lima tahun, rakyat memilih wakil-wakilnya untuk duduk di legislatif (DPR/
DPRD) maupun di eksekutif (pemerintah). Mereka dipilih secara prosedural
melalui pemilihan umum. Menurut konstitusi, legislatif dan eksekutif memegang
mandat dan otoritas untuk menyelenggarakan kekuasaan. Baik kekuasaan
atas pemerintahan, politik, ekonomi, dan sumber daya alam. Kekuasaan itu
sepenuhnya harus ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.
Tatkala hajat demokrasi digelar, suasana berlangsung cukup meriah. Berbagai
aksesoris partai bertaburan janjijanji politik tersebar di setiap sudut. Kandidat
berlomba-lomba merebut simpati pemilih dengan bunga-bunga kampanye dan
janji manis politik. Inilah saat bulan madu antara pemilih dan para kandidat.
Transaksipun terjadilah. Pada umumnya, transaksi dibangun bukan atas dasar
nilai dari program yang ditawarkan. Uang menjadi alat tukar utama dalam
proses ini. Sangat pragmatis dan saling menipu.
Tragedi demokrasi ini berlangsung terus setiap lima tahun di berbagai level.Mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi sampai nasional. Suara rakyat
dihargai sebatas nilai rupiah yang dibayarkan. Korbannya tentu saja saja nasib
rakyat selama kurun waktu 5 tahun.
3Forum Diskusi Anggaran:Meretas Daulat Rakyat dalam Penganggaran Daerah
Umar Alam Nusantara dan Wulandari
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
35/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat24
Sistem dan budaya politiklah yang menghasilkan malapetaka bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Para angota legislatif yang dihasilkan tidak memiliki
motivasi kuat untuk menyerap aspirasi rakyat. Mereka kerap menyusun kebijakan
yang tidak peka pada kebutuhan rakyat. Pemerintahpun setali tiga uang. Mereka
terjebak dalam lingkar kekuasaan yang abai terhadap amanat penderitaan
rakyat. Birokasi menjadi kaku, lambat dan terkesan amatiran dalam memberikan
pelayanan kepada rakyat. Aroma ini tercium tajam dalam pelaksanaan tata kelola
pemerintahan di daerah.
Bandit Politik di Ruang Gelap Penganggaran Daerah
Bisa dibayangkan manakala kedua pihak ini (eksekutif dan legislatif) bertemudi ruang-ruang pengambilan kebijakan yang menyangkut pengalokasian
anggaran publik. Bisa dipastikan yang terjadi adalah persekongkolan untuk
menelikung kepentingan rakyat dan mengalihkannya untuk sebesarbesarnya
keuntungan mereka semata. Skenario besar yang dirancang adalah bagaimana
keputusan politik bisa memfasilitasi kepentingan mereka. Proses penyusunan
dan penetapan kebijakan pun dilakukan di ruang-ruang gelap yang sulit
dilihat oleh masyarakat. Transparansi dan partisipasi sebagai hakikat demokrasi
sejati menjadi nihil. Ruang partisipasi hanya bagi rakyat yang diberikan pada
saat memberikan suaranya di tempattempat pemungutan suara.
Selanjutnya proses perencanaan-penyusunan-pengambilan keputusan-
pelaksanaan-pengawasan anggaran hanya merupakan sebuah proses politik,
menjadi arena perebutan sumber daya publik antara pemerintah, legislatif
serta kroni-kroninya. Posisi masyarakat sipil dalam menentukan kebijakan dan
keputusan anggaran terpinggirkan sama sekali. Proses pengambilan keputusan
anggaran hingga kini masih didominasi oleh kekuatan oligarkis dari unsur-unsur
pemerintahan dan swasta, gabungan kekuatan birokrasi dan politisi yang sibuk
dengan kepentingannya masing-masing.
Kalaupun ruang partisipasi itu masih dibuka, masyarakat hanya bisa memberikan
masukan saja. Sementara keputusan ditetapkan oleh kekuatan oligarkis. Hingga
saat ini, pemerintahan (eksekutif dan legislatif) merupakan kelompok yang
paling dominan dalam sistem perencanaan dan penganggaran yang berlaku.
Tak heran jika konstruksi APBD yang dihasilkanpun hanya untuk menopang
kepentingan mereka. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) lebih banyak
dialokasikan untuk membiayai kepentingan pemerintah ketimbang untuk
membiayai programprogram yang terkait dengan kepentingan masyarakat.Situasi ini mencerminkan bagaimana para Bandit Politik menguasai ruang
ruang gelap perencanaan dan penganggaran daerah.
Istilah bandit politik saya pinjam dari Mancur Olson melalui bukunya Power and
Prosperity (2000) yang dikutip oleh Didik J. Rachbini dalam bukunya, Teori
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
36/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 25
Bandit. Rachbini mencoba mendeskripsikan tersumbatnya saluran aspirasi
publik (rakyat) yang dipercayakan kepada legislatif baik pusat maupun daerah,
dan mandulnya kinerja eksekutif melakukan maksimalisasi pelayanan publik.
Politik anggaran tersumbat dan mandulnya aspirasi maupun kepentingan publik
disebabkan oleh politik anggaran yang cenderungself and group orientedatau
narrow self interestpara bandit politik.1
Jadi, bandit politik yang dimaksud di sini adalah eksekutif dan legislatif, yang
kerap berselingkuh dalam penyusunan anggaran. Para bandit politik ini tidak
memiliki komitmen yang kuat untuk perubahan, dan cenderung rakus. Sehingga
praktik pemburu rente ekonomi (economic rent seeking)masih menjadi tabiat
para politisi dan birokrasi yang masuk pada kategori bandit politik.
Peluang Partisipasi Rakyat dalam Penganggaran Daerahdi Kabupaten Bandung
Politik anggaran seharusnya melahirkan kebijakan alokasi anggaran yang
menjamin pemenuhan hak-hak dasar masyarakat yaitu hak ekonomi, sosial
dan budaya (hak ekosob) dan hak sipil politik (hak sipol). Situasi ini hanya
akan terwujud manakala daulat rakyat atas anggaran dapat ditegakkan. Agarkedaulatan itu dapat direbut kembali, maka rakyat harus terlibat langsung dalam
semua proses pengambilan kebijakan publik. Pembuatan kebijakan publik bukan
lagi monopoli negara. Penentu kebijakan itu adalah pemerintahan (governance).
Sebuah konsep pengelolaan sumber daya publik yang mensyaratkan keterlibatan
pemerintah, DPRD, masyarakat (civil society) dan masyarakat ekonomi (private
sector). Kebijakan yang disusun merupakan hasil resultan dari berbagai jaringan
relasi berbagai pihak. Model ini memungkinkan rancangan sebuah kebijakan
diuji terlebih dahulu melalui apa yang diistilahkan sebagai diskursus publik. Rakyat
diajak bicara melalui forum, musyawarah, dialog dan diskusi yang fokus. Dalamprosesnya terjadi saling interaksi, mempengaruhi, negosiasi dan konsensus
bersama antara rakyat, DPRD dan pemerintah. Idealnya, pihak-pihak ini dalam
posisi elegan, duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Sehingga legitimasi
hukum tercapai karena terbangun dari proses partisipasi politik rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah instrumen pemerintah
daerah dalam menjalankan kekuasaannya. APBD disusun melalui proses-proses
politik. Sistem dan mekanisme penyusunan APBD diatur oleh peraturan
perundang-undangan. Mulai dari proses perencanaan dan penganggaran. APBDditetapkan menjadi Peraturan Daerah yang memiliki kekuatan hukum tertinggi
di daerah. Dokumen ini memuat kebijakan ekonomi, prioritas pembangunan
1. Dikutip dari tulisannya Dahnil Anzar S yang berjudul Bandit Politik dan Politik Anggaran, Radar
Banten, 5 Juli 2008.
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
37/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat26
dan potret keberpihakan penguasa. APBD sebagai anggaran publik mempunyai
sifat terbuka, penyusunannya melibatkan banyak pihak dan harus mampu
mengagregasi kepentingan yang berbeda dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sebagai dokumen politik, anggaran juga harus mampu menjadi resolusi. Resolusi
konflik berbagai pihak yang mempunyai kepentingan dan kebutuhan berbeda.
Anggaran tidak akan mampu mengakomodasi semua karena kapasitasnya
yang terbatas.
Fungsi anggaran yaitu fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Fungsi alokasi
artinya anggaran diarahkan untuk menyediakan barang dan jasa untuk
memberikan pelayanan dan memenuhi hak dasar rakyat. Digunakan secara
efisien dan efektif supaya rakyat mempunyai otak encer, berbadan sehat dan
perut kenyang.
Fungsi distribusi untuk menanggulangi kesenjangan sosial dan ekonomi.
Kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin, antara daerah maju dan
tertinggal serta antara desa dan kota. Anggaran harus bisa memenuhi rasa
keadilan dan kepatutan. Sedangkan fungsi stabilisasi yaitu anggaran menjadi
alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian dan menjadi indikator ekonomi makro.
Dasar Hukum Partisipasi Masyarakat dalam PenyusunanAnggaran Daerah
Dari sisi kerangka regulasi, khususnya di Kabupaten Bandung telah diatur
mengenai hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses penyusunan
anggaran tapi pada praktiknya hal ini tidak diimplementasikan secara maksimal.
Adapun Peraturan Daerah di Kabupaten Bandung yang menjamin hak atas
informasi, partisipasi, transparansi, akuntabilitas bagi masyarakat untuk ikut
dalam merumuskan dan mengambil keputusan anggaran di antaranya:
1. Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan
Perencanaan Pembangunan Daerah
Kesempatan untuk terlibat dalam proses musyawarah dan pengambilan
keputusan setidaknya ditentukan oleh dua hal yaitu: pertama, adanya
ruang partisipasi. Kedua,adanya affirmative actionmengenai kelompok
masyarakat yang akan memanfaatkan ruang partisipasi tersebut. Analisis
terhadap klausul dalam perda ini menunjukkan bahwa kedua hal tersebutharus dipenuhi.
Pengertian partisipasi masyarakat menurut Perda No. 8 Tahun 2005
adalah keikutsertaan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
38/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 27
dalam mengontrol terhadap proses penyusunan rencana, penetapan
rencana, pelaksanaan rencana dan evaluasi rencana (Pasal 1 poin 38).
Ada tiga modus partisipasi yang dijamin oleh perda ini, yaitu musyawarah
perencanaan pembangunan, konsultasi publik dan sosialisasi publik.
Masing-masing modus partisipasi ini disertai pula dengan kejelasan input,
proses, dan output-nya.
Untuk perencanaan tahunan, Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) diselenggarakan dari mulai tingkat desa sampai kabupaten.
Masyarakat memiliki kesempatan untuk terlibat dari mulai pengusulan di
tingkat desa sampai dengan pengawalan penyusunan APBD.
Ada beberapa pasal yang secara affirmativemenyebutkan mengenai unsur-
unsur masyarakat yang terlibat dalam musrenbang. Misalnya dalam pasal
20 ayat 3 disebutkan unsur-unsur berikut tanpa membatasi:
1. Lembaga Pengembangan Masyarakat Desa (LPMD);
2. Organisasi masyarakat;
3. PKK atau organisasi perempuan;
4. Ketua RW;
5. Tokoh masyarakat desa;
6. Majelis Ulama Indonesia (MUI) desa;
7. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) desa.
Sementara itu dalam pasal 10 ayat 2, disebutkan pula unsur berikut tanpa
membatasi:
1. Organisasi masyarakat;
2. Forum warga;
3. Organisasi kepemudaan;
4. Organisasi perempuan;
5. Perguruan nggi;
6. Asosiasi profesi;7. Media massa; dan
8. Delegasi dari ap musrenbang pada jenjang sebelumnya.
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
39/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat28
Sedangkan kesempatan warga terlibat dalam penganggaran tercantum
pada pasal 29, khususnya ayat 2c, yaitu :
Pasal 29
(1) RKPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 menjadi pedoman
penyusunan RAPBD;
(2) Pembahasan RAPBD melibatkan tiga pihak yaitu:
a. DPRD yang memiliki hak budget;
b. Pemerintah Kabupaten yang akan menjalankan APBD;
c. Delegasi masyarakat yang dipilih dari peserta
Musrenbang Kabupaten.
2. Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2004 tentang Transparansi Partisipasi
dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten
Bandung
Materi pokok dari perda ini pada dasarnya membuka akses luas bagi warga
untuk memperoleh informasi, prosedur, dan mekanisme kebijakan publik
sebagaimana terlihat pada pasal 4 ayat 2b berikut ini :
Bagian Ketiga
Jenis Informasi
Paragraf 1
Informasi yang wajib diumumkan secara aktif
Pasal 4
(1) Hasil-hasil kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Publik.
(2) Aspek-aspek perumusan, perencanaan, pengambilan kebijakan/
keputusan meliputi:
a. Informasi berkaitan dengan seluruh proses perencanaankegiatan Badan Publik baik visi/strategi, perencanaan
tahunan mulai tingkat Kelurahan/Desa, Kecamatan maupun
Kabupaten;
b. Informasi penganggaran, mulai dari mekanisme
dan proses perencanaan, penetapan, pelaksanaan
penggunaan anggaran pada Badan Publik;
c. Informasi tentang pelayanan publik;
d. Informasi proses perjanjian/kontrak atau kesepakatan dan
yang diterbitkan dalam kerangka kewenangan daerah.
(3) Informasi penyusunan tata ruang mulai dari perencanaan,pembahasan, penetapan, sampai dengan peruntukkannya.
(4) Informasi tentang pengadaan barang dan jasa.
(5) Informasi hasil pengawasan.
(6) Informasi kelembagaan dan ketatalaksanaan Badan Publik.
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
40/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 29
(7) Aspek penyebarluasan informasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), (3), (4), (5) dan (6) pasal ini, dilakukan dengan
menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dapat
dijangkau dengan mudah oleh masyarakat luas.(8) Cara-cara sebagaimana dimaksud ayat (7) pasal ini, harus
dirumuskan dalam mekanisme yang menjamin pemerataan
informasi yang akan ditentukan lebih lanjut dalam Keputusan
Bupati.
3. Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan
Keuangan Daerah
Dalam perda ini, ada klausul yang dapat menjadi landasan partisipasi
masyarakat dalam memastikan Kebijakan Umum APBD berpihak pada
rakyat miskin, seperti terlihat pada pasal 36 ayat 3 di bawah ini :
Bagian Kedua
Kebijakan Umum APBD
Pasal 36
Bupati berdasarkan RKPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 34
ayat (1), menyusun rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA).(1) Penyusunan rancangan Kebijakan Umum APBD berpedoman
pada pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan oleh Menteri
Dalam Negeri setiap tahun.
(2) Bupati menyampaikan rancangan Kebijakan Umum APBD tahun
anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-
lambatnya pertengahan Juni tahun anggaran berjalan.
(3) DPRD dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan
konsultasi publik dalam rangka menerima masukantentang Kebijakan Umum APBD.
(4) Rancangan Kebijakan Umum APBD yang telah dibahas Bupati
bersama DPRD dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selanjutnya disepakati
menjadi Kebijakan Umum APBD.
Forum Diskusi Anggaran
Ruang bagi partipasi rakyat dalam proses perencanaan dan penganggaran
daerah adalah ruang yang dijamin oleh hukum. Sayangnya ruang ini masih
merupakan ruang kosong yang belum banyak dimanfaatkan oleh publik. Padahal
anggaran daerah adalah milik rakyat yang bisa dimanfaatkan sebagai salah satu
sumber daya untuk mencapai kesejahteraan. Sarana untuk pemenuhan hak-
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
41/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat30
hak dasar, pendidikan yang layak, jaminan pelayanan kesehatan, ketahanan
pangan, penciptaan lapangan kerja dan jaminan sosial.
Dengan semangat inilah, Forum Diskusi Anggaran (FDA) lahir sebagai bagian
dari gerakan sosial di Kabupaten Bandung dalam rangka mendorong terjadinya
percepatan perbaikan taraf hidup masyarakat miskin. Dalam keyakinan FDA,
situasi tersebut bisa dicapai antara lain dengan terjadi reformasi dalam proses
perencanaan dan penganggaran di Kabupaten Bandung. Prasyarat reformasi
tersebut adalah terlibatnya masyarakat sipil dalam dinamika politik perencanaan
dan penganggaran daerah.
Pembentukan FDA diinisiasi melalui prosesproses pelatihan perencanaan
daerah serta diskusidiskusi keliling di berbagai komunitas. Diskusi ini
sebagian besar dilakukan dalam rangka melakukan penelaahan terhadap
dokumen perencanaan penganggaran Kabupaten Bandung saat itu. Proses ini
berlangsung pada pertengahan tahun 2006.
Interaksi intensif antara berbagai komunitas yang memiliki konsen terhadap
reformasi perencanaan dan penganggaran daerah inilah yang akhirnya
bermuara pada melembaganya hubungan antar komunitas dalam alat
perjuangan bersama yang diberi nama Forum Diskusi Anggaran. Organisasi
atau komunitas yang tercatat sebagai inisiator FDA adalah Pusat Sumber DayaKomunitas (PSDK), Forum Muzakarah, Wanaputri, Forum Komunikasi Guru
Honorer Sekolah (FKGHS), Kelompok Partisipasi Masyarakat (POKSIMAS)-
Cicalengka, Pemuda Persis, Perkumpulan INISIATIF, Sapa Institut, Foksui, PMII
Kab.Bandung, Paguyuban Becak Majalaya, Generasi Muda Majalaya, Forum
Manglayang, LP3U, FAGI, Kelompok Peduli Lingkungan (KPL), Masyarakat
Peduli Sumber Air (MPSA), Rakom Citra, Rakom Kombas dan Rakom Pass.
Konsolidasikonsolidasi ini semakin diperkuat dengan munculnya gagasan
untuk melakukan advokasi terhadap pelayanan kesehatan. Dasar pemikirannyaadalah bahwa berdasarkan analisis terhadap dokumen anggaran yang ada,
maka sangat dimungkinkan bagi pemerintah daerah untuk menyelenggarakan
fasilitas jaminan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Kabupaten
Bandung. Hasil penelaahan ini disampaikan kepada Komisi D DPRD Kabupaten
Bandung. Situasi ini terjadi pada awal bulan Oktober tahun 2007.
Mengingat pentingnya dukungan publik yang lebih luas maka pada pada
bulan November 2007, FDA menyelenggarakan seminar bertajuk MendukungPenyediaan Pelayanan Kesehatan Gratis Bagi Seluruh Penduduk Kabupaten
Bandung di Hotel Antik, Soreang. Kesimpulan seminar ini adalah bahwa faktor
utama keberhasilan penerapan kebijakan jaminan pelayanan kesehatan di
beberapa daerah terletak pada political willyang kuat dari pimpinan daerah.
Sedangkan rekomendasi seminar ini adalah Petisi Antik yang memuat tuntutan
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
42/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 31
warga Kabupaten Bandung kepada Pemerintah dan DPRD Kabupaten Bandung
untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan pelayanan kesehatan gratis
bagi seluruh penduduk Kabupaten Bandung. Petisi ini ditandatangani oleh 54
lembaga yang hadir.
Kegiatan selanjutnya adalah penyampaian petisi melalui surat kepada Bupati
Bandung, Ketua DPRD, para Ketua Fraksi, Ketua Panitia Anggaran, Ketua
Komisi D, dan para pimpinan SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten
Bandung. Pada 6 November 2007, FDA diterima Komisi D dan menyampaikan
langsung petisi tersebut. Saat dengar pendapat itu, FDA meminta DPRD untuk
mengambil langkah-langkah konkrit guna merealisasikan petisi tersebut dan
memasukkan isi petisi dalam Kebijakan Umum APBD (KUA) 2008 yang akan
dibahas oleh DPRD dan Pemda.
Pengawalan terus dilakukan dengan berbagai aktivitas serta dalam tempo yang
sangat panjang. Sehingga pada tahun 2009 keluarlah Peraturan Daerah No 10
Tahun 2009 tentangJaminan Kesehatan di Kabupaten Bandung yang menjadi
dasar bagi layanan kesehatan gratis di Puskesmas untuk semua warga Kab.
Bandung. Sedangkan bagi warga miskin akan mendapatkan jaminan pelayanan
kesehatan dasar sampai pelayanan rumah sakit secara gratis.
Proses advokasi ini merupakan momentum yang sangat penting bagi konsolidasijejaring FDA. Pada masa ini pula yakni pada bulan Desember tahun 2007 untuk
pertama kalinya FDA menggelar Musyawarah Umum Anggota (MUA) yang
memberi dasar lebih kuat bagi pengembangan peran sosial politiknya. Dalam
MUA inilah AD ART organisasi dan rencana strategis FDA ditetapkan.
Dalam rangka mencapai tujuannya, FDA merumuskan beberapa fungsi yang
akan menjadi ruang geraknya. Fungsifungsi tersebut adalah :
1. Wahana informasi kebijakan publik. Wahana untuk mewujudkan
proses penganggaran yang transparan dan partisipatif.2. Wahana untuk mewujudkan substansi anggaran yang berpihak
kepada masyarakat miskin dan kelompok marginal.
3. Wahana penyaluran aspirasi dan pemberdayaan masyarakat.
4. Wahana advokasi anggaran.
5. Wahana peningkatan kapasitas anggota dan masyarakat dalam
perencanaan dan penganggaran.
Agar fungsifungsi tersebut dapat berjalan maka ditetapkanlah struktur
organisasi yang terdiri dari :
1. Presidium yang merepresentasikan kepemimpinan kolektif.2. Sekretaris Eksekutifsebagai pelaksana harian.
3. Kelompok Kerjaatau Pokjayang bertugas membantu Sekretaris
Eksekutif. Pokja ini terdiri dari Pokja Advokasi dan Kampanye, Pokja
Riset dan Data serta Pokja Pengorganisasian.
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
43/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat32
Advokasi anggaran adalah ibarat sebuah arena pertarungan. Banyak pihak yang
terlibat dengan kepentingan yang beragam, memperebutkan kue anggaran yang
terbatas ini. Di situ ada masyarakat politik, masyarakat sipil, masyarakat ekonomi
dan masyarakat birokrasi. Masing-masing membawa program dan agenda yang
diperjuangkan. Hal ini memang tidak bisa dihindari, karena nalar dan kepentingan
masing-masing pihak jelas berbeda bahkan seringkali berlawanan. Kekuatan
seringkali tidak berimbang dan masyarakat sipil selalu dalam posisi lemah.
Masyarakat politik, ekonomi dan birokrasi masih terlalu dominan. Dibutuhkan
kekuatan, kejelian strategi dan kepekaan politik untuk menyainginya.
Beberapa strategi yang bisa dilakukan oleh masyarakat sipil dalam melakukan
advokasi anggaran, yakni membangun kekuatan akar rumput, konsolidasi jaringan,
pendidikan politik anggaran, diseminasi informasi serta kerja-kerja politik.
Strategi advokasi ini harus berjalan utuh dalam sebuah kerangka advokasi.
Masyarakat sipil sering tampil tidak percaya diri. Lemah dalam konsolidasi,
kurang terampil dan gagap ketika masuk ruang-ruang politik. Kadangkala
kuat dalam kerja-kerja pengorganisasian dan jaringan tapi sering lemah dalam
penyusunan konsep dan kerja politik. Begitupun sebaliknya, ada yang kuat dalam
konsep tapi miskin dengan pengorganisasian jaringan. Kondisi ini menjadi faktor
penghambat partisipasi masyarakat sipil dalam advokasi anggaran. Salah satu
yang menonjol adalah lemahnya kapasitas dalam memahami sistem perencanaandan penganggaran. Anggaran sarat dengan peraturan perundang-undangan,
administrasi pemerintahan, dan angka-angka yang rumit sulit dipahami.
Di sisi lain, akses terhadap dokumen-dokumen anggaran sangat sulit. Seakan-
akan dokumen anggaran adalah dokumen rahasia yang tidak boleh diketahui oleh
publik. Hal ini berakibat kepada terbentuknya satu kondisi asimetris. Satu kelompok
kecil (DPRD dan birokrat) menguasai banyak informasi dan kelompok besar
(masyarakat) memiliki sedikit informasi. Kesenjangan ini menjadi potensi terjadi
penyelewengan dan manipulasi anggaran. Dalam konteks ini, apartur birokratpaling mempunyai kapasitas mumpuni dibandingkan dengan masyarakat bahkan
dengan DPRD sekalipun. Sehingga anggaran sengaja dirancang untuk pro birokrat.
Hasil analisis FDA menunjukkan birokrasi adalah pemangsa terbesar anggaran,
lebih banyak menghabiskan daripada menghasilkan.
Ada skenario politik bagaimana isu anggaran ini dijauhkan dari rakyat.
Rakyat tidak perlu repot-repot untuk ikut terlibat dalam perencanaan dan
penganggaran. Sehingga, dukungan peraturan perundang-undangan yang
mendorong dan menjamin partisipasi belum berjalan dengan baik. Teks hukumberbenturan dengan budaya hukum. DPRD dan pemerintah belum sepenuhnya
siap harus duduk bersama masyarakat. Bagi mereka aneh rasanya ketika
melakukan rapat-rapat anggaran di situ hadir masyarakat sipil. Kondisi sosial
politik memang belum kondusif dengan partisipasi langsung. Proses rekayasa
sosial dan perubahan budaya politik menjadi bagian dari kerangka advokasi.
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
44/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 33
Literasi adalah Kunci Pembuka
Literasi anggaran merupakan hal penting yang harus dilakukan kepada
masyarakat agar dapat mengambil peran dalam dinamika politik perencanaan
dan penganggaran. Kursus Politik Anggaran bagi masyarakat sipil merupakan
salah satu strategi untuk menembus blokade informasi. FDA berpandangan
bahwa masyarakat harus cerdas dan kritis terhadap anggaran, karena anggaran
merupakan instrumen untuk mewujudkan pelayanan publik dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Anggaran pada dasarnya merupakan perwujudan
amanah masyarakat kepada pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu, anggaran harus mampu mencerminkan kebutuhan
riil masyarakat dan menjawab berbagai permasalahan pembangunan yang
terjadi di masyarakat. Anggaran harus mampu memenuhi, menjamin dan
melindungi hak-hak dasar masyarakat. Dengan anggaran, kita bisa menilai arah,
strategi dan implementasi kebijakan suatu pemerintahan. Pun kita bisa menilai
dan membuktikan apakah pemerintah memiliki komitmen yang kuat dalam
mensejahterakan masyarakatnya, menghormati, melindungi dan memenuhi
hak-hak dasar masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya?
Upaya untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas dan kritis terhadap
anggaran inilah yang dinamakan literasi anggaran. Secara sederhana, literasi
berarti kemampuan membaca dan menulis atau melek aksara. Dalam kontekssekarang, literasi memiliki arti yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek
teknologi, politik, anggaran, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan
sekitar. Kirsch dan Jungeblut dalam bukuLiteracy: Profile of Americas Young
Adult mendefinisikan literasi kontemporer sebagai kemampuan seseorang
dalam menggunakan informasi tertulis atau cetak untuk mengembangkan
pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Pada
tahun 2003, UNESCO mendefinisikan literasi sebagai kemampuan untuk
mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, menciptakan, mengomunikasikan,
dan kemampuan berhitung melalui materi-materi tertulis dan tercetak termasukjuga variasi bahan yang sesuai dengan konteks definisi literasi itu sendiri.
Di tengah gairah masyarakat yang mulai sadar akan haknya dalam perencanaan
dan penganggaran maka FDA dituntut untuk melakukan literasi anggaran secara
lebih sistematis. Dalam rangka merespon dinamika ini, maka diselenggarakanlah
Kursus Politik Anggaran. Sebuah kegiatan yang terkait dengan fungsi FDA
sebagai wahana peningkatan kapasitas anggota dan masyarakat. Proses
penyebaran informasi dan pengetahuan yang dilakukan secara sistematis
diyakini akan memberi dampak besar terhadap pengembangan gerakanadvokasi perencanaan dan penganggaran yang dilakukan oleh FDA, organisasi
masyarakat sipil lainnya serta unsur partai politik yang memiliki mimpi yang
sama akan perubahan di Kabupaten Bandung.
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
45/119
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
46/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 35
Pendahuluan
Kabupaten Bandung dengan luas wilayah 176.239 ha, memiliki jumlah
penduduk sebanyak 3.127.008 jiwa (Suseda 2008), yang tersebar di 31
kecamatan (266 desa dan 9 kelurahan). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Kabupaten Bandung adalah 72,50.
Potensi anggaran di Kabupaten Bandung berdasarkan skenario RAPBD 2010
dapat diketahui bahwa Pendapatan berjumlah Rp. 1.570.939.835.012,- yang
terbagi atas Pendapatan Asli Daerah Rp. 183.311.889.409,- (11,67%), Dana
Perimbangan Rp. 1.274.083.648.080,- (81,10%), Lain-lain Pendapatan Yang
Sah sebanyak Rp. 113.544.297.523,- (7,23%).
Pendapatan tersebut digunakan untuk kebutuhan Belanja sebesar Rp.
1.794.562.613.186,-, yakni Belanja Langsung Rp 581.553.351.436 (32,41%)
dan Belanja Tidak Langsung Rp. 1.213.009.261.750,- (67,59%). BelanjaLangsung terdiri atas Belanja Langsung SKPD Rp. 90.485.862.133,- (15,56%)
dan Belanja Langsung Program/Kegiatan Rp. 491.067.489.303,- (84,44%).
4Kursus Politik Anggaransebagai Rintisan Pendidikan PolitikRakyat di Kabupaten Bandung
Deni Riswandani
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
47/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat36
Sedangkan Belanja Tidak Langsung meliputi :
1. Belanja Pegawai Pemerintah Kabupaten dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Rp. 1.020.442.002.750,- (56,86%)
2. Belanja Bagi Hasil kepada Desa Rp. 62.770.679.000,- (3,50%)
3. Belanja Hibah Rp. 9.762.500.000,- (0,54%)
4. Belanja Bantuan Sosial Rp. 39.500.000.000,- (2,20%)
5. Belanja Bantuan Keuangan kepada Kelurahan/Desa Rp.
77.534.080.000,- (4,32%)
6. Belanja Tidak Terduga Rp. 3.000.000.000,- (0,17%)
Dengan demikian proporsi anggaran belanja dari RAPBD 2010 ternyata sebagian
besar anggaran masih dinikmati oleh APARATUR yaitu Rp. 1.303.495.123.883,-
(72,64%) dan sisanya untuk PUBLIK yaitu Rp. 491.067.489.303,- (27,36%).
Dari sisi regulasi, kebijakan terkait pengelolaan anggaran sebenarnya sudah
maksimal, walaupun belum dapat dikatakan sempurna. Beberapa regulasi itu,
antara lain ditandai dengan kehadiran TAP MPR No.XV/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan
Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, UU No.32
Tahun 2004tentangPemerintahan Daerah, UU No. 33 Tahun 2004tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sertaUU No. 25 Tahun 2004tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Kebijakan-kebijakan tersebut tidak saja mengatur teknis pengelolaan anggaran
saja, melainkan transparansi dan akuntabilitas anggaran serta dibukanya ruang
partisipasi publik dalam pengelolaan anggaran.
Secara khusus kebijakan pengelolaan anggaran harus menyentuh Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB) sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2005
tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural
Rights (Kovenan Hak-hak Ekonomi, Sosial Budaya). Negara -yang diwakili olehpemerintah-, bila melakukan penyimpangan terhadap pengelolaan anggaran,
maka UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta UU No. 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara,
telah siap untuk memberikan sanksi yang tegas.
Kursus Politik Anggaran
Indonesia selama 32 tahun di masa kepemimpinan rezim Suharto, demokrasi
telah dikebiri, begitu juga hak azasi manusia (HAM) telah dibungkam. Yang berani
mengkritik dianggap subversif, dan yang berani melawan tentunya akan dicekal.
Kedua-duanya akan berujung pada penjara karena telah dianggap dissident
(pembangkang) atau rioter(perusuh). Itulah potret Indonesia di masa Orde Baru.
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
48/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 37
Kini Indonesia terus melakukan pembenahan dan perubahan di segala bidang,
terutama dalam penegakan demokrasi, HAM dan pengelolaan anggaran. Di era
reformasi sekarang ini, masyarakat sudah bebas berpendapat dan tidak dibatasi
lagi dalam berorganisasi karena telah dijamin konstitusi UUD 1945. Demikian
juga dalam UU No. 9 Tahun 19981sebagai turunan UUD 1945 menjelaskan
bahwa Indonesia telah menyepakati kemerdekaan menyampaikan pendapat
di muka umum bagi masyarakatnya. Dengan demikian era reformasi adalah
era kesempatan membangun bangsa yang demokrasi, berkeadilan sosial dan
menjamin HAM.
Dalam rangka membangun kedewasaan politik masyarakat di Kabupaten
Bandung Forum Diskusi Anggaran (FDA) yang bekerja sama dengan Perkumpulan
INISIATIF dan Yayasan Tifa menggelar Kursus Politik Anggaran (Kurpola) bagi
perwakilan masyarakat (LSM/CSO, Mahasiswa, Pemuda Desa, Kader Partai dan
Pelajar). Maksud dilaksanakannya Kurpola adalah menumbuhkan kesadaran
masyarakat berperan serta dalam mengkonstruksi anggaran di Kabupaten
Bandung, sehingga anggaran tersebut dapat bermanfaat bagi kesejahteraan
masyarakatnya. Sedangkan yang menjadi tujuan dari Kurpola adalah
meningkatnya kapasitas literasi dan advokasi jejaring Forum Diskusi Anggaran
untuk mendorong perubahan kebijakan anggaran ke arah pemenuhan hak
dasar warga negara di Kabupaten Bandung
Mekanisme Pelaksanaan Kurpola
Memang tidak gampang mendesain manajemen untuk pengelolaan Kurpola,
namun mengacu pada pendapat George R. Terry yang dikombinasikan dengan
pendapat Alan Hancock seperti yang dikutip oleh Drs. Onong Uchjana Effendy,
M.A dalam bukunya Psikologi Manajemen dan Administrasi2, maka desain
Kurpola mengacu kepada prinsip-prinsip manajemen, yaitu POACE(Planning,
Organizing, Actuating, Controlling, and Evaluating).
a) Planningatau perencanaan, yaitu para inisiator Kurpola menyusun silabus
pedoman pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
berdasarkan lokal spesifik Kabupaten Bandung. Materi tidak saja bersifat
edukatif atau sekedar memberi pemahaman pengetahuan belaka,
melainkan juga disusun strategi psikomotoriknya agar masyarakat peserta
Kurpola tumbuh dan mampu melakukan tindakan advokasi. Demikian
juga dengan staf pengajarnya, diambil dan disesuaikan dengan spesifikasi
keilmuan, kemampuan dan pengalaman advokasi.
1 UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
2 Effendy, Onong Uchjana (1989), Psikologi Manajemen dan Administrasi, Mandar Maju, Band-
ung
7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat
49/119
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat38
Adapun materisertastaf pengajarKurpola adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Materi Kelas LSM/CSO
Pokok
BahasanMateri Pembelajaran Staf Pengajar
1 Analisis Pengelolaan Kebijakan Anggaran
untuk Penanggulangan Kemiskinan
dan Tindak Lanjut Penanggulangan
Recommended