View
40
Download
5
Category
Preview:
Citation preview
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
Nama Mahasiswa: Refta Hermawan Dokter Pembimbing: dr.Mas Wisnuwardhana,
Sp.A
NIM : 030.07.211 Tanda tangan :
I. IDENTITAS
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. A Alm. Tn. J Ny. S
Umur 13 hari 30 tahun 29 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan
Alamat Jl. Dewi Sartika rt 04/08, Bekasi Timur
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa Sunda Sunda Sunda
Pendidikan - SMA SMA
Pekerjaan - Karyawan Ibu Rumah Tangga
Penghasilan - - -
Keterangan Hubungan dengan
orang tua : Anak
kandung
Tanggal Kontrol RS 24 Januari 2014
II. ANAMNESIS
Dilakukan sacara Alloanamnesis kepada ibu pasien pada hari Sabtu, 24 Januari 2014.
a. Keluhan Utama :
Keluhan utama : Pasien merupakan rujukan klinik VCT RSCM dengan dugaan
infeksi HIV transplacenta ( konfirmasi hasil test HIV + dari PMTCT )
b. Keluhan Tambahan :
batuk, pilek, kulit mengelupas
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan rujukan klinik VCT RSCM dengan dugaan infeksi HIV
transplacenta Pasien datang ke Poliklinik Anak RSUD kota Bekasi untuk
konfirmasi hasil test HIV.Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sekarang
mengeluhkan batuk dan pilek selama 3 hari, disertai dengan lender berwarna
putih, tidak ada darah. Dan juga ibu pasien mengatakan bahwa pasien
mengeluhkan kulit terkelupas terutama di daerah tangan dan kaki.Saat ini Ibu
pasien sehat. Demam disangkal. BAB dan BAK biasa. Sesak nafas(-), berat badan
yang menurun (-), diare persisten (-).
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
DBD - Kejang - Darah -
Thypoid - Maag - Radang paru -
Otitis - Varicela - Tuberkulosis -
Parotis - Operasi - Morbili -
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
Ibu pasien terkena HIV + dan Hepatitis B + belum dalam pengobatan ARV.
Awalnya Ibu pasien hanya ingin control kehamilannya di RSCM, lalu pada
kehamilan 7 bulan ibu pasien melakukan pemeriksaan darah lengkap sebagai
prosedur SC, dan di dapatkan Anti HIV +, CD 4+ 247, dan HBsAg +.Lalu ibu
pasien di terapi dengan obat ARV sejak kehamilan 7 bulan.Ayahpasien belum
melakukan pemeriksaan.
Ibu pasien mengaku pada saat SMA dahulu sering mengkonsumsi obat-obatan
terlarang yaitu pil inex, tetapi ibu pasien menyangkal pernah menggunakan jarum
suntik.Ibu pasien juga mengaku pernah berhubungan seksual dengan pacar-
pacarnya terdahulu.
Ibu pasien juga mengatakan bahwa ayah pasien pada saat SMA dahulu sering
mengkonsumsi obat-obatan terlarang yaitu pil inex, tetapi ibu pasien tidak
mengetahui secara jelas ayah pasien pernah menggunakan jarum suntik atau
2
tidak.Ibu pasien mengatakan bahwa ayah pasien juga pernah berhubungan seksual
dengan pacar-pacarnya terdahulu. Sekarang ayah pasien bekerja di bali sebagai
karyawan swasta. Ayah pasien juga memiliki tato permanen di bagian tubuhnya.
Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma dan alergi obat dan makanan
pada keluarga
3
f. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
KEHAMILAN
Morbiditas kehamilan Tidak ditemukan kelainan
Perawatan antenatal Melakukan pemeriksaan
beberapa kali ke dokter.
Selama akhir masa
kehamilan ibu pasien baru
mengetahui bahwa ia
terkena penyakit HIV dan
segera di berikan obat ARV
(sejak kehamilan 7 bulan)
KELAHIRAN
Tempat kelahiran Rumah sakit
Penolong persalinan Dokter
Cara persalinan SC
Masa gestasi 9 bulan 10 hari
Keadaan bayi
Berat lahir 2800 g
Panjang badan 48 cm
Lingkar kepala tidak ingat
langsung menangis
Nilai apgar 9/10
Tidak ada kelainan bawaan
g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Berat badan : 2700 g
Tinggi badan : 48 cm
Lingkar kepala : 32 cm
LLA :
Kesan :
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien
h. Riwayat Makanan
Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim
0-2 -
Catatan: pasien tidak diberikan ASI dan pasien hanya diberikan Susu Formula
i. Riwayat Imunisasi :
4
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG
DPT
POLIO -
CAMPAK
HEPATITIS B Lahir
Kesan : pasien mendapatkan Imunisasi hepatitis Bmenurut PPI belum lengkap
Pada usia 13 hari.
j. Riwayat Keluarga :
Ayah Ibu Anak pertama
Nama Tn. J Ny.S An. A
Perkawinan ke Pertama Pertama -
Umur 30 tahun 29 tahun 13 Hari
Keadaan kesehatan Baik Baik, dalam
pengobatan
ARV
Batuk Pilek
Dalam pengobatan ARV
Kesan :Keadaan kesehatan keluarga baik.
k. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :
Tinggal dirumah sendiri. Terdapat dua kamar. Ventilasi baik, cahaya matahari
cukup, air minum dan air mandi berasal dari air tanah yang ditampung
menggunakan ember besar. Rumah pasien terletak di rumah padat penduduk.Di
sekitar perumahan terdapat selokan yang jarang dibersihkan.Di rumah pasien juga
tidak terdapat hewan peliharaan.
Kesan :Kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien kurang baik.
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum/ kesadaran :tampak sakit Ringan/compos mentis
b. Tanda Vital
- Frekuensi nadi : 130x/menit, regular
- Frekuensi pernapasan : 36x/menit, regular
- Suhu tubuh : 36,8oC
c. Data antropometri
5
- Berat badan : 2700g
- Tinggi badan : 48 cm
d. Kepala
- Bentuk : normocephali, ubun-ubun rata
- Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
- Mata : konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-, pupil isokor,
RCL +/+, RCTL +/+
- Telinga : normotia, membran timpani intak, serumen -/-
- Hidung : bentuk normal, sekret (+/+), nafas cuping hidung -/-
- Mulut :sianosis (-), lidah kotor (-),faring hiperemis (+/+),
tonsil T1/T1 tenang
e. Leher : KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar
f. Thorax
Paru
- Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris,retraksi (-)
- Palpasi : vocal fremitus simetris
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak nampak
- Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V garis midclavicula kiri
- Perkusi : batas atas : ICS II garis parasternal kiri
batas kanan: ICS IV garis parasternal kanan
batas kiri : ICS IV garis midclavicula kiri
- Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : perut datar
- Auskultasi : bising usus (+)
- Palpasi : supel,turgor kulit normal, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba membesar
- Perkusi : timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok (-)
Ekstremitas : akral hangat (+/+), sianosis (-)
Kulit : kulit terkelupas terutama pada daerah ekstremitas
superior dan inferior
6
.
Refleks Fisiologis
Refleks
Patologis
Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : -
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -
Kernig : -
Laseq : -
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
V. RESUME
a) Anamnesis
Pasien merupakan rujukan klinik VCT RSCM dengan dugaan infeksi HIV
transplacenta Pasien datang ke Poliklinik Anak RSUD kota Bekasi untuk
7
Pemeriksaan Kanan Kiri
Sup dan Inf
Bisep + +
Trisep + +
Patela + +
Achiles + +
Pemeriksaan Kanan Kiri
Sup dan Inf
Hoffman Trommer - -
Babinski - -
Chaddock - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Klonus patella - -
Klonus achilles - -
konfirmasi hasil test HIV. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sekarang
mengeluhkan batuk dan pilek selama 3 hari, disertai dengan lender berwarna
putih, tidak ada darah. Dan juga ibu pasien mengatakan bahwa pasien
mengeluhkan kulit terkelupas terutama di daerah tangan dan kaki. Ibu pasien
menderita HIV + dan sudah mengkonsumsi obat ARV sejak kehamilan 7
bulan.
b) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum/ kesadaran : tampak sakit sedang/ compos mentis
Antropometri
Berat badan : 2700 g
Tinggi badan : 48 cm
Mata : Konjungtiva pucat (+/+)
Hidung : Sekret (+/+)
Mulut : Faring Hiperemis (+/+)
c) Pemeriksaan Penunjang
-
VI. DIAGNOSIS KERJA
a. Suspek HIV +
b. Rhinofaringitis akut
c. Ibu dengan HIV +
VII. DIAGNOSIS BANDING
VIII.PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
1) Edukasi kepada orangtua tentang penyakit yang diderita
b. Medikamentosa
1) Zidovudin 12 mg
Sac gs
m.f pulf dtd no. XXX
S 2 dd Pulv I
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad malam
Ad functionam: Dubia ad bonam
8
Ad sanationam: Dubia ad malam
XII. ANALISIS KASUS
Dari anamnesis bahwa pasien memiliki orang tua yang HIV +.Ibu pasien terkena
HIV + dan Hepatitis B +sudah dalam pengobatan ARV sejak kehamilan 7 bulan.
Awalnya Ibu pasien hanya ingin control kehamilannya di RSCM, lalu pada
9
kehamilan 7 bulan ibu pasien melakukan pemeriksaan darah lengkap sebagai
prosedur SC, dan di dapatkan Anti HIV +, CD 4+ 247, dan HBsAg +. Lalu ibu
pasien di terapi dengan obat ARV sejak kehamilan 7 bulan.Ayahpasien belum
melakukan pemeriksaan.
Diagnosis HIV + berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan hasil
pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis yang mendukung kemungkinan adanya infeksi HIV ialah :
1. Lahir dari ibu resiko tinggi atau terinfeksi HIV
Bayi-bayi yang terlahir dari ibu-ibu yang terinfeksi HIV akan tetap mempertahankan
status seropositif hingga usia 18 bulan oleh karena adanya respon antibodi ibu yang
ditransfer secara transplacental. Selama priode ini, hanya anak-anak yang terinfeksi
HIV saja yang akan mengalami respon serokonversi positif pada pemeriksaan dengan
enzyme immunoassays (EIA), immunofluorescent assays (IFA) atau HIV-1 antibody
western blots (WB).(1)
2. Lahir dari ibu pasangan resiko tinggi atau terinfeksi HIV
Menyingkirkan Diagnosis HIV Pada Bayi dan Anak
Diagnosis definitif infeksi HIV pada bayi dan anak membutuhkan uji diagnostik
yang memastikan adanya virus HIV.
Uji antibodi HIV mendeteksi adanya antibodi HIV yang diproduksi sebagai bagian
respons imun terhadap infeksi HIV. Pada anak usia ≥ 18 bulan, uji antibodi HIV
dilakukan dengan cara yang sama seperti dewasa.
Antibodi HIV maternal yang ditransfer secara pasif selama kehamilan, dapat
terdeteksi sampai umur anak 18 bulan oleh karena itu interpretasi hasil positif uji
antibodi HIV menjadi lebih sulit pada usia < 18 bulan.
Bayi yang terpajan HIV dan mempunyai hasil positif uji antibodi HIV pada usia 9-
18 bulan dianggap berisiko tinggi mendapat infeksi HIV, namun diagnosis definitif
menggunakan uji antibodi HIV hanya dapat dilakukan saat usia 18 bulan.
10
Untuk memastikan diagnosis HIV pada anak dengan usia < 18 bulan, dibutuhkan uji
virologi HIV yang dapat memeriksa virus atau komponennya.
Anak dengan hasil positif pada uji virologi HIV pada usia berapapun dikatakan
terkena infeksi HIV.
Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi HIV
baru dapat disingkirkan bila pemeriksaan dilakukan setelah ASI dihentikan > 6
minggu.
Diagnosis Bayi dan Anak < 18 Bulan, Status Ibu HIV Positif Dengan Hasil Uji Virus
Awal Negatif dan Terdapat Tanda atau Gejala HIV Pada Kunjungan Berikutnya
Pemeriksaan Fisik
Tidak ditemukan tanda – tanda kriteria klinis infeksi HIV
Pemeriksaan Laboratorium
Tidak dilakukan
Penatalaksanaan
Zidovudin 2x4.4 mg/kgBBBAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Infeksi HIV
Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) pertama kali ditemukan pada anak tahun
1983 di Amerika Serikat, yang mempunyai beberapa perbedaan dengan infeksi HIV pada
11
orang dewasa dalam berbagai hal seperti cara penularan, pola serokonversi, riwayat
perjalanan dan penyebaran penyakit, faktor resiko, metode diagnosis, dan manifestasi
oral.(8)
Dampak acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pada anak terus
meningkat, dan saat ini menjadi penyebab pertama kematian anak di Afrika, dan
peringkat keempat penyebab kematian anak di seluruh dunia. Saat ini World Health
Organization (WHO) memperkirakan 2,7 juta anak di dunia telah meninggal karena
AIDS. (8)
Kasus pertama AIDS di Indonesia ditemukan pada tahun 1987 di Bali yaitu
seorang warga negara Belanda. Sebenarnya sebelum itu telah ditemukan kasus pada bulan
Desember 1985 yang secara klinis sangat sesuai dengan diagnosis AIDS dan hasil tes
Elisa 3 (tiga) kali diulang, menyatakan positif, namun hasil Western Blot yang dilakukan
di Amerika Serikat ialah negatif sehingga tidak dilaporkan sebagai kasus AIDS.
Penyebaran HIV di Indonesia meningkat setelah tahun 1995. Berdasarkan pelaporan
kasus HIV/AIDS dari tahun 1987 hingga 31 Desember 2008 terjadi peningkatan
signifikan. Setidaknya, 2007 hingga akhir Desember 2008 tercatat penambahan penderita
AIDS sebanyak 2.000 orang. Angka ini jauh lebih besar dibanding tahun 2005 ke 2006
dan 2006 ke 2007 yang hanya ratusan. Sedangkan dari keseluruhan penderita, pada akhir
2008, AIDS sudah merenggut korban meninggal sebanyak 3.362 (20,87 persen),
sedangkan mereka yang hidup adalah 12.748 (79,13 persen) orang. Untuk proporsi
berdasarkan jenis kelamin hingga kini masih banyak diderita oleh kaum laki-laki yaitu
74,9 persen, dibanding perempuan sebanyak 24,6 persen. Fakta baru tahun 2002
menunjukkan bahwa penularan infeksi HIV di Indonesia telah meluas ke rumah tangga,
sejumlah 251 orang diantara penderita HIV/AIDS di atas adalah anak-anak dan remaja,
dan transmisi perinatal (dari ibu kepada anak) terjadi pada 71 kasus. (5),(8)
Transmisi HIV secara vertikal dari ibu kepada anaknya merupakan jalur tersering
infeksi pada masa kanak-kanak, dan angka terjadinya infeksi perinatal diperkirakan
sebesar 83% antara tahu 1992 sampai 2001. Di Amerika Serikat, infeksi HIV perinatal
terjadi pada hampir 80% dari seluruh infeksi HIV pediatri. Infeksi perinatal sendiri dapat
terjadi in-utero, selama periode peripartum, ataupun dari pemberian ASI, sedangkan
transmisi virus melalui rute lain, seperti dari transfusi darah atau komponen darah relatif
lebih jarang ditemukan. Selain itu, sexual abuse yang terjadi pada anak juga dapat
12
menjadi penyebab terjadinya infeksi HIV, di mana hal ini lebih sering ditemukan pada
masa remaja.(1),(2)
Berbagai gejala dan tanda yang bervariasi dapat bermanifestasi dan ditemukan
pada anak-anak yang sebelumnya tidak diperkirakan mengidap infeksi HIV harus menjadi
suatu tanda peringatan bagi para petugas kesehatan, terutama para dokter untuk
memikirkan kemungkinan terjadinya infeksi HIV. Gejala dan tanda-tanda yang mungkin
terjadi meliputi infeksi bakteri yang berulang, demam yang sukar sembuh, diare yang
sukar sembuh, sariawan yang sukar sembuh, parotitis kronis, pneumonia berulang,
lymphadenopati generalisata, gangguan perkembangan yang disertai failure to thrive, dan
kelainan kulit kronis-berulang.
Etiologi HIV
Virus penyebab defisiensi imun yang dengan nama Human Immunodeficiency
Virus (HIV) adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirus dan subfamili Lentiviridae.
Sampai sekarang baru dikenal dua serotype HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang juga
disebut lymphadenopathy associated virus type-2 (LAV-2) yang hingga kini hanya
dijumpai pada kasus AIDS atau orang sehat di Afrika,dan spektrum penyakit yang
ditimbulkannya belum banyak diketahui. HIV-1, sebagai penyebab sindrom defisiensi
imun (AIDS) tersering, dahulu dikenal juga sebagai human T cell-lymphotropic virus type
III (HTLV-III), lymphadenipathy-associated virus (LAV) dan AIDS-associated virus.(4)
Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada
tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di
Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan
internasional pada tahun 1986 nama virus dirubah menjadi HIV.
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam
bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai
sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia
mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus
dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel
dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu
13
dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup
penderita tersebut. (9)
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan
bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA
(Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian
selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 akan berikatan
dengan reseptor CD4, yaitu suatu reseptor yang terdapat pada permukaan sel T helper,
makrofag, monosit, sel-sel langerhans pada kulit, sel-sel glial, dan epitel usus (terutama
sel-sel kripta dan sel-sel enterokromafin). Sedangkan gp 41 atau disebut juga protein
transmembran, dapat bekerja sebagai protein fusi yaitu protein yang dapat berikatan
dengan reseptor sel lain yang berdekatan sehingga sel-sel yang berdekatan tersebut
bersatu membentuk sinsitium. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan
kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air
mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter,
aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi
dan sinar utraviolet. (9)
Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati diluar
tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak. (9)
Patofisologi Infeksi HIV
Sistem imun manusia sangat kompleks, kerusakan pada salah satu komponen
sistem imun akan mempengaruhi sistem imun secara keseluruhan. HIV menginfeksi sel T
helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya, makrofag, sel dendritik, organ
limfoid. Fungsi penting sel T helper antara lain menghasilkan zat kimia yang berperan
sebagai stimulasi pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan
pembentukan antibodi, sehingga penurunan sel T CD4 menurunkan imunitas dan
menyebabkan penderita mudah terinfeksi.(8)
Ketika HIV masuk melalui mukosa, sel yang pertama kali terinfeksi ialah sel
dendritik. Kemudian sel-sel ini menarik sel-sel radang lainnya dan mengirim antigen
tersebut ke sel-sel limfoid. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang
14
mempunyai reseptor CD4. Setelah masuk ke dalam tubuh, HIV akan menempel pada sel
yang mempunyai molekul CD4 pada permukaannya. Molekul CD4 ini mempunyai
afinitas yang sangat besar terhadap HIV, sehingga limfosit CD4 dihasilkan dan dikirim ke
sel limfoid yang peka terhadap infeksi HIV. Limfosit-limfosit CD4 yang diakumulasikan
di jaringan limfoid akan tampak sebagai limfadenopati dari sindrom retrovirus akut yang
dapat terlihat pada remaja dan orang dewasa. HIV akan menginfeksi sel CD4 yang sangat
berespon terhadapnya sehingga kehilangan respon dan kontrol pertumbuhan terhadap
HIV. Ketika replikasi virus melebihi batas (biasanya 3-6 minggu sejak infeksi) akan
terjadi viremia yang tampak secara klinis sebagai flulike syndrome (demam, rash,
limfadenopati, atrhralgia) terjadi 50-70% pada orang dewasa. Dengan terbentuknya
respon imun humoral dan seluler selama 2-4 bulan, muatan virus dalam darah mengalami
penurunan secara substansial, dan pasien memasuki masa dengan gejala yang sedikit dan
jumlah CD4 yang meningkat sedikit. (1)
Replikasi HIV-1 permulaan pada anak tidak menunjukkan adanya manifestai
klinis pada anak. Walaupun di tes dengan menggunakan PCR atau isolasi virus untuk
sequence asam nukleat dari virus, hanya <>(1)
Beberapa mekanisme yang diduga berhubungan dengan turunnya kadar CD4 pada
orang dewasa dan anak-anak ialah mekanisme-mekanisme dari HIV-mediated single cell
killing, formasi multinukleus dari sel giant pada CD4 baik yang terinfeksi maunpun yang
tidak (formasi syncytia), respon imun spesifik untuk virus (sel natural killer, sitotoksisitas
seluer tergantung antibodi), aktivasi mediasi superantigen sel T (membuat sel T lebih
peka terhadap HIV), autoimun dan apoptosis.(1)
Tiga pola penyakit ditemukan pada anak-anak. Tepatnya 15-25% bayi baru lahir
yang terinfeksi HIV pada negara berkembang muncul dengan perjalanan penyakit yang
cepat, dengan gejala dan onset AIDS dalam beberapa bulan pertama kehidupan, median
waktu ketahanan hidup ialah 9 bulan jika tidak diobati. Pada negara miskin, mayoritas
bayi baru lahir akan mengalami perjalanan penyakit seperti ini. Telah diketahui bahwa
infeksi intrauterin bertepatan dengan periode pertumbuhan cepat CD4 pada janin. Migrasi
yang normal dari sel-sel ini menuju ke sumsum tulang, limpa, dan timus yang
menghasilkan penyebaran sistemik HIV, tidak dapat dicegah oleh sistem imun yang
imatur dari janin. Infeksi dapat terjadi sebelum pembentukan ontogenik normal sel imun,
yang mengakibatkan gangguan dari imunitas. Anak-anak dengan keadaan seperti ini
15
menunjukkan hasil tes PCR yang positif (nilai median 11.000 kopi/ml) pada 48 jam
pertama kehidupan. Bukti ini menunjukkan terjadinya infeksi inuterin. Muatan virus akan
terus meningkat dalam 2-3 bulan (750000kopi/ml) dan menurun secara perlahan. Berbeda
dengan orang dewasa bahwa muatan virus pada anak-anak tetapi tinggi selama 1-2 tahun
pertama. (1)
Infeksi perinatal mayoritas yang terjadi di negara berkembang (60-80%)
mengalami pola penyakit yang kedua ini, yang mempunyai perjalanan penyakit yang
lebih lambat, dengan median ketahanan hidup selama 6 tahun. Banyak pasien dengan
penyakit ini memiliki tes kultur yang negatif dalam 1 minggu pertama kehidupan dan
dipertimbangkan sebagai pasien bayi yang terinfeksi intrapartum. Pada pasien mauatn
virus akan meningkat dengan cepat dalam 2-3 bulan pertama kehidupan (median 100.000
kopi/ml) dan menurun secara lambat setelah 24 bulan. Ini berbeda dengan orang dewasa
dimana muatan virus berkurang dengan cepat setelah infeksi primer. (1)
Pola ketiga dari perjalanan penyakit (long-term suvivors) muncul dalam jumlah
kecil (<5%) style="">host, dan infeksi virus yang cacat (adanya defek pada gen virus). (1)
Perubahan sistem imun anak-anak karena infeksi HIV akan menyerupai infeksi
HIV pada orang dewasa. Penurunan sel T akan kurang dramatis disebabkan karena pada
bayi terjadi limfositosis relatif. Sebagai contoh, jumlah CD4 1.500 sel/mm3 pada anak
<1>(1)
Aktivasi sel B muncul pada infeksi awal pada kebanyakan anak sebagai bukti
hipergammaglobulinemia dengan kadar antibodi anti-HIV-1 yang tinggi. Respon ini
memperlihatkan adanya disregulasi dari supresi sel T dari sintesis antibodi sel B dan
peningkatan jumlah CD4 aktif dari respon humoral sel limfosit B. Disregulasi dari sel B
mendahului berkurangnya CD4 pada kebanyaka anak, dan dapat berguna sebagai alat
bantu diagnosis infeksi HIV pengganti bila tes diagnosis spesific (PCR, kultur) tidak ada
atau terlalu mahal. Meskipun peningkatan kadar imunoglobulin, bukti dari produksi
antibodi spesifik tidak muncul pada beberapa anak. Hipogamaglobulinemia sangat jarang. (1)
Pengaruh terhadap sistem saraf pusat lebih sering terjadi pada anak-anak
dibandingkan orang dewasa. Makrofag dan mikroglia mempunyai peran penting dalam
16
dalam neuropatogenesis HIV, dan dari data dilaporkan astrosit juga dapat berpengaruh.
Meskipun mekanisme pada sistem saraf pusat belum begitu jelas, pertumbuhan otak pada
bayi muda dipengaruhi 2 mekanisme, yaitu virus itu sendiri yang dapat menginfeksi
bermacam-macam sel otak secara langsung ,atau secara tidak langsung dengan cara
mengeluarkan sitokin (IL-1α, IL-1b, TNF- α, IL-2) atau oksigen reaktif dari limfosit atau
makrofag yang terinfeksi HIV. (1)
Perjalanan Penyakit
Perjalanan alamiah infeksi HIV dapat dibagi dalam tahapan sebagai berikut :
Infeksi virus
(2-3 minggu)
Sindrom retroviral akut
(2-3 minggu)
Gejala menghilang + serokonversi
Infeksi kronis HIV-asimtomatik
(rata-rata 8 tahun)
Infeksi HIV/AIDS simtomatik
(rata-rata 1,3 tahun)
Kematian
Bagan 1 Perjalanan penyakit alamiah infeksi HIV(7)
17
Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut Sindrom retroviral akut atau Acute
Retroviral Syndrome. Sindrom retroviral akut diikuti oleh penurunan CD4 dan
peningkatan kadar RNA HIV dalam plasma (viral load). Hitung CD4 perlahan-lahan akan
menurun dalam beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada 1,5-2,5
tahun sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral load akan meningkat dengan
cepat pada awal infeksi dan kemudian turun sampai titik tertentu. Dengan berlanjutnya
infeksi, viral load secara perlahan akan meningkat. Pada fase akhir penyakit akan
ditemukan hitung sel CD4<200/mm3, diikuti timbulnya infeksi opportunistik, munculnya
kanker tertentu, berat badan menurun, dan munculnya komplikasi neurologis. Tanpa obat
ARV rata-rata kemampuan bertahan setelah CD4 turun <>3 ialah 3,7 tahun. (7)
Window period adalah masa dimana pemeriksaan tes serologis untuk antibodi HIV
masih menunjukka hasil negatif sementara sebenarnya virus sudah ada dalam jumlah
banyak dalam darah penderita. Window period menjadi hal yang penting untuk
diperhatikan karena pada masa itu orang dengan HIV sudah mampu menularkan kepada
orang lain misalnya melalui darah yang didonorkan, bertukar jarum suntik pada IDU atau
melalui hubungan seksual. Sebenarnya pada saat itu pemeriksaan laboratorium telah
mampu mendeteksinya karena pada window period terdapat peningkatan kadar antigen
p24 secara bermakna. (7)
Transmisi HIV
Transmisi HIV bisa terjadi selama kehamilan, melahirkan, atau melalui menyusui. Cara
terbaik untuk mencegah penularan infeksi HIV secara umum, terutama pada ibu hamil
dan mencegah kehamilan tidak terencana pada ibu dengan HIV positif. Jika wanita
dengan HIV positif hamil, ia harus diberi pelayanan yang meliputi pencegahan dengan
obat ARV, praktek obstetric yang lebih aman, dan konseling serta dukungan tentang
pemberian makanan bayi.
Terdapat bukti bahwa resiko tambahan terhadap penularan HIV melalui
pemberian ASI antara 5 – 20 %. HIV dapat ditularkan melalui ASI selama proses laktasi,
sehingga tingkat infeksi pada bayi yang menyusu meningkat seiring dengan lamanya
menyusu.
Jika anak diketahui terinfeksi HIV dan sedang mendapat ASI, semangati ibu untuk
terus melanjutkan menyusui. Jika ibu diketahui HIV positif dan status HIV anak belum
18
diketahui, harus dilakukan konseling bagi ibu mengenai keuntungan dari menyusui dan
begitu juga tentang resiko penularan HIV melalui pemberian ASI. Jika susu pengganti
dapat diterima, layak diberikan, mampu dibeli, berkelanjutan dan aman (acceptable,
Feasible, Afforable, Sustainable and Save) dapat direkomendasikan untuk tidak
melanjutkan pemberian ASI. Sebaiknya pemberian ASI eksklusif harus diberikan jika
anak berumur < 6 bulan dan menyusui harus dihentikan segera setelah kondisi di atas
terpenuhi.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang HIV positif yang terbebas dari infeksi
perinatal, mempunyai resiko yang lebih rendah untuk mendapat HIV jika tidak mendapat
HIV jika tidak mendapat ASI. Walaupun demikian, resiko kematian akan meningkat jika
tidak mendapat ASI pada situasi yang tidak menjamin ketersediaan susu formula (yang
dipersiapkan dengan aman dan memenuhi kecukupan gizi).
Konseling harus dilakukan oleh konselor yang terlatih dan berpengalaman.
Mintalah nasihat dari orang lokal yang berpengalaman dalam konseling sehingga setiap
nasihat yang diberikan selalu konsisten dengan nasihat yang bakal diperoleh ibu dari
konselor professional pada tahap selanjutnya. Jika ibu menentukan untuk memberi susu
formula, beri konseling pada ibu tentang cara pemberian yang benar dan peragakan cara
penyiapan yang aman.
Diagnosis klinis anak dengan tersangka infeksi HIV atau pasti mendapat HIV
Gambaran klinis infeksi HIV pada anak sangat bervariasi. Beberapa anak dengan
HIV (+) menunjukkan keluhan dan gejala terkait HIV yang berat pada tahun pertama
kehidupannya. Anak dengan HIV (+) lainnya mungkin tetap tanpa gejala atau dengan
gejala ringan selama lebih dari setahun dan bertahan hidup sampai beberapa tahun.
Disebut tersangka HIV apabila ditemukan gejala berikut, yang tidak lazim ditemukan
pada anak dengan HIV (-).
Gejala yang menunjukkan kemungkinan infeksi HIV
- Infeksi berulang. Tiga atau lebih episode bakteri yang lebih berat (pneumonia,
meningitis, sepsis, selulitis) pada 12 bulan terakhir.
- Trush. Eritema pseudomembran putih di langit-langit mulut, gusi dan mukosa
pipi. Pasca masa neonatal ditemukannya trush tanpa pengobatan antibiotik atau
berlangsung 30 hari walaupun teah diobati, atau kambuh, atau meluas melebihi
19
bagian lidah. Khas bila meluas sampai bagian belakang kerongkongan yang
menunjukkan kandidiasis esophagus.
- Parotitis kronis. Pembengkakan parotid uni- atau bi- lateral selama ≥ 14 hari,
dengan atau tanpa diikuti rasa nyeri atau demam.
- Limfadenopati generalisata. Pembesaran kelenjar getah bening pada dua arau
lebih daerah ekstra inguinal tanpa penyebab jelas yang mendasarinya.
- Heptomegali tanpa sebab yang jelas. Seperti sitomegalovirus.
- Demam yang menetap dan/atau berulang. Demam ( >38) berlangsung ≥ 7 hari,
atau terjadi lebih dari sekali dalam 7 hari.
- Disfungsi neurologis. Kerusakan neurologis yang progresif, mikrosefal,
perkembangan terlambat, hipertonia atau bingung.
- Herpes zoster.
- Dermatitis HIV. Ruam yang eritematous dan papular. Ruam kulit yang khas
meliputi infeksi jamur yang ekstensif pada kulit, kuku dan kulit kepala, dan
molluscum contangiosum yang ekstensif.
- Penyakit paru supuratif yang kronik.
Gejala yang umum ditemukan pada anak dengan infeksi HIV, tetapi juga lazim
ditemukan pada anak sakit yang bukan infeksi HIV
- Otitis media kronik. Keluar cairan/nanah dari telinga dan berlangsung ≥ 14 hari
- Diare persisten. Berlangsung ≥ 14 hari.
- Gizi kurang atau buruk. Berkurangnya berat badan atau menurunnya pertambahan
berat badan secara perlahan tapi pasti dibandingkan KMS. Tersangka HIV
terutama bayi berumur < 6 bulan yang disusui dan gagal tumbuh.
Gejala atau kondisi yang sangat spesifik untuk anak dengan infeksi HIV positif
- Ditemukannya pneumocystis pneumonia, kandidiasis esophagus, lymphoid
interstitial pneumonia atau sarcoma Kaposi. Keadaan ini sangat spesifik untuk
anak dengan infeksi HIV. Fistula rekto-vaginal yang didapat pada anak
perempuan juga sangat spesifik tetapi jarang.
20
Konseling dan pemeriksaan untuk penegakkan diagnosis
Jika ada alasan untuk menduga infeksi HIV sedangkan status HIV anakk tidak
diketahui, harus dilakukan konseling pada keluarganya dan tes diagnosis untuk HIV harus
ditawarkan. Konseling pra-tes mencakup mendapatkan persetujuan sebelum dilakukan
tes. Berhubung sebagian besar anak terinfeksi melalui penularan vertical dari ibu, berarti
ibu atau seringkali ayahnya juga terinfeksi. Mereka juga mungkin tidak mengetahuinya.
Konseling harus memperhitungkan anak sebagai bagian dari keluarga. Hal ini mencakup
implikasi psikologis HIV terhadap anak, ibu, ayah dan anggota keluarga lainnya.
Konseling harus menekankan bahwa walapun penyembuhan belum memungkinkan,
banyak hal yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas dan lamanya kehidupan
anak dan hubungan ibu-anak.
Diagnosis bayi yang terpajan pada masa perinatal dan pada anak kecil sangat sulit,
karena antibody maternal terhadap HIV yang didapat secara pasif mungkin masih ada
pada darah anak sampai umur 18 bulan. Tantangan diagnostic bertambah meningkat
apabila anak sedang menyusu atau pernah menyusu. Meskipun infeksi HIV tidak dapat
disingkirkan sampai 18 bulan pada beberapa anak, sebagian besar anak akan kehilangan
antibody HIV pada umur 9 – 18 bulan.
1. Tes antibodi (Ab) HIV (ELISA atau rapid tests)
Tes makin cepat tersedia dan aman, efektif, sensitive dan dapat dipercaya untuk
mendiagnositik infeksi HIV mulai dari umur 18 bulan. Untuk anak berumur < 18
bulan, tes cepat antibody HIV merupakan cara yang sensitive, dapat dipercaya untuk
mendeteksi bayi yang terpajan HIV dan untuk menyingkirkan infeksi HIV pada anak
yang tidak mendapatkan ASI.
Diagnosis HIV dilaksanakan dengan merujuk pada pedoman nasional yang berlaku di
Indonesia yaitu dengan strategi III tes HIV yang menggunakan 3 jenis tes yang
berbeda dengan urutan tertentu sesuai yang direkomendasikan dalam pedoman atau
dengan pemeriksaan virus (metode PCR).
Tes cepat HIV dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi HIV pada anak dengan
malnutrisi atau keadaan klinis berat lainnya di daerag dengan prevalensi tinggi HIV.
Untuk anak berumur < 18 bulan, semua tes antibody HIV yang positif harus
dipastikan dengna ters virologist sesegera mungkin. Jika hal ini tidak tersedia, ulangi
tes antibody pada umur 18 bulan.
2. Tes virologis
21
Tes virologis untuk RNA dan DNA yang spesifik HIV merupakan metode yang
paling dipercaya untuk mendiagnosis infeksi HIV pada anak berumur > 18 bulan.
Sampel darah harus dikirim ke laboratorium khusus yang dapat melakukan tes ini.
Jika anak pernah mendapatkan pencegahan dengan ZDV selama atau sesudah
persalinan, tes virologist tidak dianjurkan sampai 4-8 minggu setelah lahir, positi pada
4-8 minggu sudah cukup membuat diagnostic infeksi pada bayi muda. jika bayi muda
masih mendapat ASI dan tes virologist RNA negative, perlu diulang 6 minggu setelah
anak benar-benar disapih untuk memastikan bahwa anak tidak terinfeksi.
Tahapan klinis
Stadium 1.
Tanpa gejala (asimtomatik)
Limfadenopati generalisata persisten.
Stadium 2.
Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskan
Erupsi pruritik papular
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur pada kuku
Keilitis angularis
Eritema Gingiva Linea
Infeksi virus human papiloma yang luar atau moluskum kontagiosum (>5% area
tubuh)
Luka di mulut atau sariawan yang berulang (2 atau lebih episode dalam 6 bulan)
Pembesaran kelenjar parotis yang tidak dapat dijelaskan
Herpes zoster
Infeksi respiratorik bagian atas kronik atau berulang (2 atau lebih dalam 6 bulan)
Stadium 3.
Gizi kurang yang tidak dapat dijelaskan dan tidak bereaksi terhadap pengobatan
baku
Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (≥ 14 hari)
22
Demam persisten (intermitten atau konstan selama > 1 bulan)
Kandidiasis oral (di luar masa 6-8 minggu pertama kehidupan)
Oral hairy leukoplakia
Tuberculosis paru
Pneumonia bacteria berat yang berulang (2 atau lebih episode dama 6 bulan)
Gingivitis atau stomatitis ulseratif nekrotikans akut
LIP simtomatik.
Anemia yang tak dapat dijelaskan (<8g/dl), neutropenia (<500/mm3) atau
trombositopenia (<30000/mm3) selama lebih dari 1 bulan.
Stadium 4.
Sangat kurus yang tidak dapat dijelaskan atau gizi buruk yang tidak bereaksi
dengan pengobatan baku
Pneumonia pneumosistis
Dicurigai infeksi bakteri berat atau berulang (2 atau lebih episode demam dlm 1
tahun)
Infeksi herpes simpleks kronik (orolabial atau kutaneuous selama > bulan atau
viseralis di lokasi manapun)
Tuberculosis ekstrapulmonal atau diseminata
Sarcoma Kaposi
Kandidiasis esophagus
Anak <18 bulan denga simtomatik HIV seropositif dengan 2 atau lebih dari hal
berikut :
- Oral trush, +/- pneumonia berat, +/- gagal tumbuh, +/- sepsis berat
- Infeksi CMV retinitis atau pada organ lain dengan onset > 1 bulan
- Mikosis endemic diseminata (histoplasmosis, koksidiomikosis,
penisiliosis)
- Kriptosporidiosis kronik atau isosporiasis (dgn diare > 1 bulan)
- Infeksi sitomegalovirus (onset pd umur >1 bulan)
- Penyakit mikobakterial diseminata selain tuberculosis
- Kandida pada trakea, bronkus atau paru
- Acquired HIV-related recto-vesico fistula
- Limfoma sel B non-Hodgkin’s atau limfoma serebral
23
Pencegahan penularan dari ibu ke bayi (PMTCT)
Sering ada kesan bahwa sebagian besar anak yang dilahirkan oleh ibu yang HIV-positif
akan terinfeksi. Seperti dijelaskan pada gambar berikut, sebenarnya 60–75% anak
tersebut tidak terinfeksi, walaupun tidak ada intervensi apa pun. Rata-rata 30% terinfeksi,
dengan 5% dalam kandungan, 15% waktu lahir dan 10% dari ASI. Dari angka ini, kita
dapat mulai lihat intervensi yang mungkin dapat mengurangi jumlah anak yang tertular –
intervensi yang disebut sebagai pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi. atau sering
ada yang memakai singkatan PMTCT (prevention of mother-to-child transmission).
Adalah penting kita – dan masyarakat umum – mengetahui bahwa dalam keadaan
terburuk, paling 40% bayi terinfeksi.
Faktor yang mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke bayi
Resiko penularan dari ibu ke bayi adalah lebih tinggi bila :
viral load perempuan di atas 1.000;
ada infeksi plasenta – tampaknya malaria dapat mempengaruhi ini;
perempuan terinfeksi suatu IMS; dan
bila gizi perempuan kurang.
Pencegahan penularan dari ibu ke bayi
24
Tetapi untuk ibu yang sudah terinfeksi, kehamilan yang tidak diinginkan harus dicegah.
Bila kehamilan terjadi, harus ada usaha mengurangi viral load ibu di bawah 1.000 agar
bayi tidak tertular dalam kandungan, mengurangi risiko kontak cairan ibunya dengan bayi
waktu lahir agar penularan tidak terjadi waktu itu, dan hindari menyusui untuk mencegah
penularan melalui ASI. Dengan semua upaya ini, kemungkinan si bayi terinfeksi dapat
dikurangi jauh di bawah 8%.
Agar ibu tidak tertular
Jelas yang paling baik adalah mencegah penularan pada perempuan. Hal ini
membutuhkan peningkatan pada program pencegahan, termasuk penyuluhan,
pemberdayaan perempuan, penyediaan informasi dan kondom, harm reduction, dan
hindari transfusi darah yang tidak benar-benar dibutuhkan.
Cegah kehamilan yang tidak diinginkan
Untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, program tidak jauh berbeda dengan
pencegahan infeksi HIV. Odha perempuan yang memakai ART harus sadar bahwa
kondom satu-satunya alat KB yang efektif. Dalam hal ini, mungkin kondom perempuan
adalah satu sarana yang penting.
PMTCT dengan ART Penuh
Untuk mengurangi viral load ibu, cara terbaik adalah dengan memakai ART penuh
sebelum menjadi hamil. Ini akan mencegah penularan pada janin. ART dapat diberikan
walaupun dia tidak memenuhi kriteria untuk mulai ART; setelah melahirkan bisa berhenti
lagi bila masih tidak dibutuhkan. Pedoman baru dari WHO melonggarkan kriteria ART
untuk perempuan hamil. WHO mengusulkan perempuan hamil dengan penyakit stadium
klinis 3 dan CD4 di bawah 350 ditawarkan ART. Jelas bila CD4 di bawah 200, atau
mengalami penyakit stadium klinis 4, sebaiknya si perempuan memakai ART. Namun ada
sedikit keraguan dengan rejimen yang sebaiknya diberikan pada perempuan. Perempuan
hamil tidak boleh diberikan efavirenz pada triwulan pertama. Tetapi juga ada masalah
dengan pemberian nevirapine pada perempuan dengan CD4 yang masih tinggi: efek
samping ruam dan hepatotoksisitas (keracunan hati) lebih mungkin dialami oleh
perempuan dengan di atas 250. Jadi dibutuhkan pemantauan yang lebih ketat, sedikitnya
pada beberapa minggu pertama, bila nevirapine diberikan pada perempuan dengan CD4
di atas 250.
25
PMTCT mulai dini
Ibu : AZT dari minggu 28
NVP dosis tunggal + AZT + 3TC saat melahirkan
AZT + 3TC diteruskan selama 7 hari
Bayi : NVP dosis tunggal + AZT segera setelah lahir
AZT diteruskan selama 7 hari
PMTCT mulai lambat
Bila baru dapat pengobatan waktu persalinan :
Ibu : NVP dosis tunggal + AZT + 3TC saat melahirkan
AZT + 3TC diteruskan selama 7 hari
Bayi : NVP dosis tunggal + AZT segera setelah lahir
AZT diteruskan selama 4 minggu
Makanan bayi
Sampai 10% bayi dari ibu HIV-positif tertular melalui menyusui, tetapi jauh lebih sedikit
bila disusui secara eksklusif. Sebaliknya lebih dari 3% bayi di Indonesia meninggal akibat
infeksi bakteri, yang sering disebabkan oleh makanan atau botol yang tidak bersih. Ada
juga yang diberi pengganti ASI (PASI) dengan jumlah yang kurang sehingga bayi
meninggal karena malnutrisi. ASI memberi semuanya yang dibutuhkan oleh bayi untuk
tumbuh dan melawan infeksi. Jadi sering kali bayi lebih berisiko bila diberi PASI
daripada ASI dari ibu HIV-positif. Oleh karena itu usulan sekarang adalah agar bayi
diberi ASI eksklusif untuk enam bulan pertama, kemudian disapih mendadak, kecuali
dapat dipastikan bahwa PASI secara eksklusif dapat diberi dengan cara AFASS:
A = Affordable (terjangkau)
F = Feasible (praktis)
A = Acceptable (diterima oleh lingkungan)
S = Safe (aman)
S = Sustainable (kesinambungan)
Pengobatan anti retroviral
Penatalaksanaan HIV disertai dengan pemberian obat Antiretroviral (ARV), yang
kini tersedia makin meluas dan mengubah dengan cepat perwatan HIV/AIDS. Obat ARV
26
tidak menyembuhkan HIV, tetapi dapat menurunkan kesakitan dan kematian secara
dramatis, serta memperbaiki kualitas hidup pada orang dewasa maupun anak. Di
Indonesia yang sumber dayanya terbatas dianjurkan orang dewasa dan anak yang
teridentifikasi infeksi HIV, harus segera memulai ART. Kriteria memulai ART didasari
pada criteria klinis dan imunologis serta menggunakan pedoman pengobatan baku yang
sederhana yaitu Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak
Indonesia (DepKes-2008). Resistensi terhadap obat tunggal atau ganda bisa cepat terjadi,
sehingga rejimen obat tunggal merupakan kontraindikasi, oleh karena itu minimal 3 obat
merupakan baku minimum yang direkomendasikan pada anak, baik karena tidak adanya
formula, data dosis, atau harganya yang mahal.
Anak terinfeksi HIV umumnya merupakan bagian dari keluarga dengan orang
dewasa terinfeksi HIV, maka seharusnya terdapat jaminan akses terhadap pengobatan dan
obat ARV bagi anggota keluarga yang lain, dan jika mungkin menggunakan rejimen obat
yang sama. Dengan memilih obat ARV kombinasi dengan dosis-tetap yang semakin
tersedia pada saat inim akan mendukung kepatuhan pengobatan dan mengurangi biaya
pengobatan. Tablet yang sering tersedia biasanya tidak dapat dipecah menjadi dosis yang
kecil untuk anak (<10kg), sehingga dibutuhkan dalam bentuk sirup atau cairan atau
suspensi.
Prinsip yang mendasari ART dan pemilihan lini pertama ARV pada anak pada
umunya sama dengan pada dewasa. Sangat penting untuk mempertimbangkan :
Ketersediaan formula yang cocok yang dapat diminum dalam dosis tepat.
Daftar dosis yang sederhana.
Rasa yang enak sehingga menjamin kepatuhan pada anak kecil.
Regimen ART yang akan atau sedang diminum orang tuanya.
Penatalaksanaan HIV disertai dengan pemberian obat Antiretroviral (ARV), yang
kini tersedia makin meluas dan mengubah dengan cepat perwatan HIV/AIDS. Obat ARV
tidak menyembuhkan HIV, tetapi dapat menurunkan kesakitan dan kematian secara
dramatis, serta memperbaiki kualitas hidup pada orang dewasa maupun anak. Di
Indonesia yang sumber dayanya terbatas dianjurkan orang dewasa dan anak yang
teridentifikasi infeksi HIV, harus segera memulai ART. Kriteria memulai ART didasari
pada criteria klinis dan imunologis serta menggunakan pedoman pengobatan baku yang
sederhana yaitu Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak
Indonesia (DepKes-2008). Resistensi terhadap obat tunggal atau ganda bisa cepat terjadi,
27
sehingga rejimen obat tunggal merupakan kontraindikasi, oleh karena itu minimal 3 obat
merupakan baku minimum yang direkomendasikan pada anak, baik karena tidak adanya
formula, data dosis, atau harganya yang mahal.
Anak terinfeksi HIV umumnya merupakan bagian dari keluarga dengan orang
dewasa terinfeksi HIV, maka seharusnya terdapat jaminan akses terhadap pengobatan dan
obat ARV bagi anggota keluarga yang lain, dan jika mungkin menggunakan rejimen obat
yang sama. Dengan memilih obat ARV kombinasi dengan dosis-tetap yang semakin
tersedia pada saat inim akan mendukung kepatuhan pengobatan dan mengurangi biaya
pengobatan. Tablet yang sering tersedia biasanya tidak dapat dipecah menjadi dosis yang
kecil untuk anak (<10kg), sehingga dibutuhkan dalam bentuk sirup atau cairan atau
suspensi.
Prinsip yang mendasari ART dan pemilihan lini pertama ARV pada anak pada
umunya sama dengan pada dewasa. Sangat penting untuk mempertimbangkan :
Ketersediaan formula yang cocok yang dapat diminum dalam dosis tepat.
Daftar dosis yang sederhana.
Rasa yang enak sehingga menjamin kepatuhan pada anak kecil.
Regimen ART yang akan atau sedang diminum orang tuanya.
Obat anti retroviral
Obat ARV terdiri dari tiga golongan utama nucleoside analogue reverse
trancriptase inhibitor (NRTI), non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI),
dan protease inhibitor (PI).
Baku pengobatan adalah triple terapi. WHO merekomendasikan bahwa rejimen
lini pertama adalah dua NRTI + 1 NNRTI. Penggunaan triple NRTI sebagai lini pertama,
saat ini dianggap sebagai alternative kedua. Protease inhibitor biasanya direkomendasikan
sebagai bagian dari rejimen lini kedua pada sebagian besar fasilitas dengan sumber daya
terbatas.
EFV (Efavirenz) adalah pilihan NNRTI untuk anak yang diberi Rifampisin, jika
pengobatan harus dimulai sebelum pengobatan anti tuberculosis tuntas diberikan.
Regimen lini pertama
Zidovudine (ZDV) + Lamivudine (3TC) + Nevirapine (NVP)/Efavirenz (EFV)
Stavudin (d4T) + Lamivudine (3TC) + Nevirapine (NVP)/Efavirenz (EFV)
28
Abacavir (ABC) + Lamivudine (3TC) + Nevirapine (NVP)/Efavirenz (EFV)
Tabel 1.kemungkinan rejimen pengobatan lini pertama untuk anak
Menghitung dosis obat
Dosis obat terdapat di lampiran 2, dihitung per kg berat badan untuk sebagian obat
dan sebagian yang lain dihitung per m2 luas permukaan tubuh anak. Table yang
menunjukkan berat ekuivalen untuk berbagai nilai luas permukaan tubuh terdapat pada
lampiran 2 untuk membantu menghitung dosis. Secara umum, anak lebih cepat
memetabolis PI dan NNRTI dibandingkan dewasa, oleh sebab itu dibutuhkan dosis
ekuivalen dewasa yang lebih besar untuk mencapai mencapai tingkat kecukupan obat.
Dosis obat harus ditingkatkan pada saat berat badan bertambah ; jika tidak, akan terjadi
resiko kekurangan dosis dan terjadi resistensi.
Formulasi
Formulasi cair mungkin sulit didapat, lebih mahal, dan mungkin mempercepat
masa kadarluarsa. Dengan bertambahnya umur anak, jumlah sirup yang harus diminum
akan cukup banyak. Oleh karena itu, mulai dari 10 kg berat badan, lebih baik diberi
sediaan dewasa yang dibagi atau sediaan kombinasi.
Kapan mulai pemberian ART
Sekitar 20 % dari bayi yang terinfeksi HIV di Negara berkembang akan menjadi
AIDS atau meninggal sebelum umur 12 bulan (dengan kontribusi nyata dari infeksi PCP
pada bayi < 6 bulan yang tidak mendapat pengobatan dengan kotrimoksasol). Pengobatan
secara dini (walaupun dalam periode terbatas) pada masa infeksi primer pada bayi
mungkin bisa memperbaiki perjalanan penyakit. Di Negara berkembang, keuntungan
pengobatan dini ARV pada anak, diimbangi dengan masalah yang akan timbul seperti
ketaatan berobat, resistensi dan kesulitan diagnosis. Keuntungan klini yang nyata
dibuktikan dengan uji klinis dibutuhkan sebelum merekomendasikan pengobatan dini
ART.
Efek samping pengobatan
Respon terhadap ART dan efek samping pengobatan harus dipantau. Jika tersedia
penghitung sel CD4 harus dilakukan setiap 3-6 bulan dan dapat mengetahui respon yang
sukses terhadap pengobatan atau kegagalan, sehingga dapat memandu perubahan
29
pengobatan. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, parameter klinis, termasuk tahapan
klinis harus digunakan.
Tabel 2. Efek samping yang umum dari obat ARV
Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI)
Obat Efek samping Komentar
Lamivudine 3TC Sakit kepala, nyeri
perut, pancreatitis
Mudah ditoleransi
Stavudine D4T Sakit kepala, nyeri
perut, neuropati
Suspense dalam
jumlah besar, kapsul
dapat dibuka.
Zidovudine ZDV (AZT) Sakit kepala, anemia Jangan gunakan dgn
d4T (efek ART
antagonis)
Abacavir ABC Reaksi
hipersensitivitas
demam, mukositis,
ruam : hentikan
pengobatan
Tablet dapat digerus
Didanosine ddl Pancreatitis,
neuropati perifer,
diare dan nyeri perut
Beri antacid pada
lambung yang
kosong
Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI)
Efavirens EFV Mimpi aneh, mengantuk, ruam
Minum pada malam hari, hindari obat dengan makanan berlemak.
Nevirapine NVP Ruam, keracunan hati
Pemberian bersamaan dengan rifampisin, tingkatkan dosis NVP hingga 30%, atau hindari.
Protease Inhibitors (PI)
30
Lopinavir/ritonavir
Nelfinavir
Sequinavir
LPV/r
NFV
SQV
Diare, mual
Diare, muntah, ruam
Diare, rasa tidak enak di perut
Minum bersama makanan, rasa pahit
Minum bersama makanan
Minum dalam waktu 2 jam setelah makan
Pemantauan
Respons Pemantauan :
Berat dan tinggi badan (setiap bulan)
Perkembangan syaraf (setiap bulan)
Kepatuhan (setiap bulan)
CD4 (%) jika tersedia (selanjutnya setiap 3-6 bulan)
Hb pada awal atau Ht (jika dengan ZDV/AZT), ALT jika tersedia
Petunjuk berdasarkan gejala : Hb atau Ht atau pemeriksaan darah lengkap ALT.
Kapan mengubah pengobatan
Obat perlu diganti dengan yang lain bila terdapat :
- Keadaan toksik seperti, sindrom Stevens Johnson, keracunan hati berat,
perdarahan yang berat.
- Interaksi obat (pengobatan tuberculosis dengan rifampicin mengganggu NVP
atau PI)
- Kemungkinan ketidak-patuhan pasien jika dia tidak dapat mentoleransi rejimen
obat
Kapan mengubah ke lini kedua
- Jika tidak tersedia CD4 rutin atau pemeriksaan virology, keputusan tentang
kegagalan pengobatan harus dibuat berdasarkan kemajuan klinis dan
penurunan CD4 sebagaimana yang ditunjukkan pada table diatas.
31
- Pada umumnya, pasien harus menerima ART selama 6 bulan atau lebih dan
masalah kepatuhan harus diatasi sebelum menentukan kegagalan pengobatan
dan mengubah rejimen ARV.
- Keadaan memburuk karena immune reconstitution syndrome (IRIS), bukan
merupakan alasan untuk mengubah pengobatan.
Rejimen pengobatan lini kedua
ABC + ddl + PI = LPV/r atau NFV atau SQV/r ( jika BB ≥ 25 kg )
Kriteria Klinis Kriteria CD4
Tidak adanya atau penurunan
pertumbuhan pada anak dengan respon
pertumbuhan awal terhadap ARV
Hilangnya neurodevelopmental
milestones atau mulainya gejala
ensefalopati
Keadaan pada stadium klinis 4 yang
baru atau kambuh
Kembalinya CD4% jika < 6 tahun (%
atau hitung CD4 jika umur ≥ 6 tahun)
pada atau dibawah data dasar sebelum
terapi, tanpa ada penyebab yang lain.
CD4% turun ≥ 50% dari puncak jika < 6
tahun (% atau nilai absolute jika umur ≥
6 tahun), tanpa ada penyebab yang lain.
Tabel 3. Definisi klinis dan CD4 untuk kegagalan ART pada anak
Penanganan Lainnya Untuk Anak Dengan HIV-Positif
1. Imunisasi
Seorang anak dengan infeksi HIV atau diduga dengan infeksi HIV tetapi belum
menunjukkan gejala, harus diberi semua jenis vaksin yang diperlukan (sesuai
jadwal imunisasi nasional), termasuk BCG. Berhubung sebagian besar anak
dengan HIV positif mempunyai respon imun yang efektif pada tahun pertama
kehidupannya, imunisasi harus diberikan sedini mungkin sesuai umur yang
dianjurkan.
32
Jangan beri vaksin BCG pada anak dengan infeksi HIV yang telah menunjukkan
gejala.
Berikan pada semua anak dengan infeksi HIV (tanpa memandang ada gejala atau
tidak) tambahan imunisasi campak pada umur 6 bulan, selain yang dianjurkan
pada umur 9 bulan.
2. Pencegahan dengan Kotrimoksazol
Pencegahan dengan kotrimoksazol terbukti sangat efektif pada bay dan anak dengan
infeksi HIV untuk menurunkan kematian yang disebabkan oleh pneumonia berat.
PCP saat ini sangat jarang di Negara yang memberikan pencegaham secara rutin.
Indikasi pemberian kotrimoksazol
Semua anak yang terpapar HIV (anak yang lahir dari ibu dengan infeksi HIV)
sejak umur 4-6 minggu (baik merupakan bagian maupun tidak dari program
pencegahan transmisi ibu ke anak = prevention of mother-to-child transmission).
Setiap anak yang diidentifikasi terinfeksi HIV dengan gejalan klinis atau keluhan
apapun yang mengarah pada HIV, tanpa memandang umur atau hitung CD4.
Anak yang terpapar HIV, sampai infeksi HIV benar-benar dapat disingkirkan dan
ibunya tidak lagi menyusuinya.
Anak yang terinfeksi HIV, terbatas bila ARV tidak tersedia.
Jika diberikan ART, Kotrimoksazol hanya boleh dihentikan saat indikator klinis
dan imunologis memastikan perbaikan system kekebalan selama 6 bulan atau
lebih. Dengan bukti yang ada, tidak jelas apakah kotrimoksazol dapat terus
memberikan perlindungan setelah perbaikan kekebalan.
Keadaan yang mengharuskan dihentikannya kotrimoksazol :
Terdapat reaksi kulit yang berat seperti Sindrom Stevens Johnson, insufisiensi
ginjal atau hati atau keracunan hematologis yang berat.
Pada anak yang terpajan HIV, hanya setelah dipastikan tidak ada infeksi HIV
- Pada anak umur < 18 bulan yang tidak mendapat ASI yaitu dengan tes
virologist HIV DNA atau RNA yang negatif.
33
- Pada anak umur < 18 bulan yang terpajan HIV dan mendapat ASI. Tes
virologis negatif dapat dipercaya hanya jika dilaksanakan 6 minggu setelah
anak disapih.
- Pada anak umur > 18 bulan yang terpajan HIV dan mendapat ASI – tes
antibody HIV negatif setelah disapih 6 minggu.
Pada anak yang terinfeksi HIV
- Jika anak mendapat ART, kotrimoksazol dapat dihentikan hanya jika
terbukti perbaikan system kekebalan. Melanjutkan permberian
kotrimoksazol memberikan keuntungan bahkan setelah terjadi perbaikan
klinis pada anak.
- Jika ART tidak tersedia, pemberian kotrimoksazol tidak boleh dihentikan.
Pemberian dosis kotrimoksazol
Dosis yang direkomendasikan 6-8 mg/KgBB Trimetoprim sekali dalam sehari. Bagi
anak umur < 6 bulan, beri 1 tablet pediatric ( atau ¼ tablet dewasa, 20 mg
Trimetoprim/100 mg Sulfametoksazol). Bagi anak umur 6 bulan sampai 5 tahun, beri 2
tablet perdiatrik (1/2 tablet dewasa). Bagi anak umur 6-14 tahun, 1 tablet dewasa dan bila
> 14 tahun digunakan 1 tablet dewasa forte. Gunakan dosis menurut berat badan dan
bukannya dosis menurut luas permukaan tubuh.Jika anak alergi terhadap Kotrimoksazol,
alternative terbaik adalah memberikan Dapson.
Pencegahan dengan Kotrimoksazol harus merupakan bagian rutin dari perawatan
terhadap anak dengan infeksi HIV dan dilakukan penilaian pada semua kunjungan rutin
ke klinik atau kunjungan oleh tenaga kesehatan dan/atau anggota lain dari tim pelayanan
multidisiplin. Tindak lanjut klinis awal pada anak, dianjurkan tiap bulan, selanjutnya tiap
3 bulan, jika Kotrimoksazol dapat ditoleransi dengan baik.
3. Nutrisi
Anak harus makan makanan yang kaya energi dan meningkatkan asupan energi
mereka. Orang dewasa dan anak dengan infeksi HIV harus dianjurkan untuk
makan berbagai variasi makanan yang menjamin asupan mikronutrien.
34
Tatalaksana kondisi yang terkait dengan HIV
1. Tuberkulosis
Pada anak tersangka atau terbukti infeksi HIV, diagnosis tuberculosis penting
untuk dipertimbangkan.Diagnosis TBC pada anak dengan infeksi HI”V seringkali
sulit. Pada infeksi HIV dini, ketika kekebalan belum terganggu, gejala TBC mirip pada
anak tanpa infeksi HIV. TBC paru merupakan bentuk paling sering dari tuberculosis,
juga pada anak dengan infeksi HIV. Dengan makin berkembangnya infeksi HIV dan
berkurangnya kekebalan, penyebaran TBC makin sering terjadi. Dapat terjadi
meningitis tuberculosis, TBC milier dan TBC kelenjar yang menyebar.
Obati tuberculosis pada anak infeksi HIV dengan obat Anti TBC yang sama
seperti pada anak tanpa infeksi HIV, tetapi gantikan Tioasetazon dengan antibiotic
lain. Tioasetazon dihubungkan dengan resiko tinggi terjadinya reaksi kulit yang berat
dan kadang-kadang fatal pada anak dengan infeksi HIV ini. Reaksi ini dapat dimulai
dengan gatal, tetapi berlanjut menjadi reaksi yang berat. Jika Tioasetazon diberikan,
ingatkan orangtua tentang resiko reaksi kulit yang berat dan nasehati untuk segera
menghentikan penggunaan jika terjadi gatal atau reaksi kulit.
2. Pneumocystis jiroveci (carinii) pneumonia (PCP)
Buat diagnosis tersangka pneumonia pneumosistis pada anak dengan pneumonia
berat atau sangat berat dan terdapat infiltrate interstitial bilateral pada foto thorax.
Pertimbangkan kemungkinan pneumonia pnuemosistis pada anak, yang diketahui atau
tersangka HIV, yang bereaksi terhadap pengobatan untuk pneumonia biasa.
Pneumonia pneumosistis sering terjadi pada bayi dan sering menimbulkan hipoksia.
Na0pas cepat merupakan gejala yang sering ditemukan, gangguan respiratorik tidak
proporsional dengan tanda klinis, demam biasanya ringan. Umur umumnya 4-6 bulan.
Segera beri Kotrimoksazol (Trimetoprim (TMP) secara oral atau lebih baik secara
IV dosis tinggi, 8 mg/KgBB/dosis. Sulfametoksazol (SMZ) 40 mg/KgBB/dosis, 3 kali
sehari selama 3 minggu).
35
Jika terjadi reaksi obat yang parah pada anak, ganti dengan Pentamidin (4
mg/KgBB, dosis tunggal) melalui infuse selama 3 minggu. Tatalaksana anak dengan
pneumonia klinis di daerah dengan prevalensi HIV tinggi.Lanjutkan pencegahan pada
saat mulai membaik dan mulai beri ART sesuai indikasi.
3. Lymphoid interstitial pneumonitis (LIP)
Dapat dibuktikan tersangka LIP, bila ditemukan foto toraks menunjukkan pola
interstitial retikulo-nodular bilateral, yang harus dibedakan dengan tuberculosis paru
dan adenopati hilar bilateral. Anak seringkali tanpa gejala pada fase awal, tetapi
selanjutnya terjadi batuk persisten, dengan atau tanpa kesulitan bernapas,
pembengkakan parotis bilateral, limfadenopati persisten generalisata, hepatomegali
dan tanda lain dari gagal jantung dan jari tabuh.
Beri percobaan pengobatan antibiotic untuk pneumonia bacterial sebelum mulai
dengan pengobatan Prednisolon. Mulai pengobatan dengan steroid, hanya jika ada
temuan foto toraks yang menunjukkan LIP ditambah salah satu gejala berikut :
- Napas cepat atau sukar bernapas
- Sianosis
- Pulse oxymetri menunjukkan saturasi oksigen < 90%
Beri Prednison oral, 1-2 mg/KgBB/hari selama 2 minggu. Kemudian tappering off
selama 2-4 minggu bergantung respons terhadap pengobatan. Mulai pengobatan hanya
jika mampu menyelesaikan seluruh rencana terapi (yang berlangsung selama beberapa
bulan bergantung hilangnya gejala hipoksia), karena pengobatan yang tidak tuntas
akan tidak efektif dan bisa berbahaya. Hati-hati terhadap reaktivasi tuberculosis.
4. Infeksi Jamur
1. Kandidiasis Oral dan Esofagus
Obati bercak putih di mulut (thrush) dengan larutan nistatin (100.000 unit/ml).
olesi 1-2 ml di dalam mulut sebanyak 4 kali/hari selama 7 hari. Jika tidak
tersedia, olesi dengan larutan gentian violet 1%, jika masih tidak efektif, beri gel
mikonazol 2%, 5 ml 2 kali/hari.
36
Tersangka Kandidiasis esophagus jika ditemukan kesulitan atau nyeri saat
muntah atau menelan, tidak mau makan, saliva berlebihan atau menangis saat
makan. Kondisi ini bisa terjadi dengna atau tanpa ditemukannya oral thrush. Jika
tidak ditemukan thrush, beri pengobatan percobaan dengan Flukonazol (3-6
mg/KgBB sekali sehari). Singkirkan penyebab lain. Nyeri menelan
(sitomegalovirrus, herpes simpleks, limfoma dan yang agakjarang, sarcoma
Kaposi), jika perlu rujuk ke rumah sakit lebih besar yang bisa melakukan tes
yang dibutuhkan.
Beri Flukonazol oral (3-6 mg/KgBB sekali sehari) selama 7 hari, kecuali jika
anak mempunyai penyakit hati akut. Beri Amfoterisin B (0,5-1,5
mg/KgBB/dosis sekali sehari) melalui infuse selama 10-14 hari dan pada kasus
yang tidak memberikan respons terhadap pengobatan oral, tidak mampu
mentoleransi pengobatan oral, atau ada resiko meluasnya kandidiasis (misalnya
pada anak dengan leucopenia).
2. Meningitis Kriptokokus
Diduga kriptokokus sebagai penyebab jika terdapat gejala meningitis, seringkali
subakut dengan sakit kepala kronik atau perubahan status mental. Diagnosis pasti
melalui pewarnaan tinta india pada cairan serebro spinal (CSS). Obati dengan
Amfoterisin B 0,5-1,5 mg/KgBB/hari selama 14 hari, kemudian dengan
Flukonazol selama 8 minggu. Mulai pencegahan dengan Flukonazol setelah
pengobatan.
5. Sarkoma Kaposi
Pertimbangkan sarkoma Kaposi pada anak yang menunjukkan luka kulit yang
nodular, limfadenopati yang difus dan lesi pada palatum dan konjungtiva dengan memar
periobital. Diagnosis biasanya secara klinis, tetapi dapat dipastikan dengan biopsy. Perlu
juga diduga pada anak dengan diare persisten, berkurangnya berat badan, obstruksi usus,
nyeri perut atau efusi pleura yang luas. Pertimbangkan merujuk untuk penanganan di
rumah sakit yang lebih besar.
Perawatan paliatif dan fase terminal
37
1. Untuk mengatasi nyeri
Tatalaksana nyeri pada anak dengan infeksi HIV mengikuti prinsip yang sama dengan
penyakit kronis lainnya seperti kanker. Perhatian khusus perlu diberikan dengan
menhamin bahwa perawatannya tepat dan sesuai dengan budaya pasien, yang ada
prinsipnya adalah :
Memberi analgesik melalui mulut, jika mungkin (pemberian IM menimbulkan rasa
sakit).
Memberi secara teratur, sehingga anak tidak sampai mengalami kekambuhan dari
rasa nyeri yang sangat, untuk mendapatkan dosis analgetik berikutnya.
Memberi dosis yang makin meningkat, atau mulai dengan analgetik ringan dan
berlanjut ke analgetik yang kuat karena kebutuhan untuk mengatasi nyeri meningkat
atau terjadi toleransi.
Atur dosis untuk tiap anak, karena anak mempunyai kebutuhan dosis berbeda untuk
membedakan efek yang sama.
Gunakan obat berikut ini untuk mengatasi nyeri secara efektif :
1. Anestesi Lokal
Untuk luka kulit atau mukosa yang nyeri atau pada saat melakukan prosedur yang
menimbulkan rasa sakit.
- Lidokain : bubuhkan pada kain kasa dan oleskan ke luka pada di mulut yang
nyeri sebelum makan (gunakan sarung tangan, kecuali jika anggota keluarga atau
petugas kesehatan sudah positif HIV dan tidak membutuhkan pencegahan
terhadap infeksi) dan akan mulai member reaksi setelah 2-5 menit.
- TAC (Tetracaine, Adrenaline, Cocaine) : bubuhkan pada kain kasa dan letakkan
di atas luka yang terbuka, hal ini terutama berguna saat menjahit luka.
2. Analgetik
Untuk nyeri yang ringan dan sedang (seperti sakit kepala, nyeri pasca trauma, dan
nyeri akibat kekauan/spastic).
- Paracetamol
- Obat anti-inflamasi nonsteroid (Ibuprofen)
38
3. Analgetik yang kuat seperti opium
Nyeri yang sedang dan berat yang tidak memberikan respons terhadap pengobatan
dengan analgetik.
- Morfin, merupakan analgetik yang murah dan kuat. Beri secara orall atau IV
setiap 4-6 jam, atau melalui infuse.
- Petidin, beri secara oral setiap 4-6 jam
- Kodein, beri secara oral setiap 6-12 jam, dikombinasikan dengan obat non opioid
untuk menambah efek analgetik.
Catatan : Pantau hati-hati adanya depresi pernapasan. Jika terjadi toleransi, dosis
perlu ditingkatkan untuk mempertahankan bebas nyeri.
4. Obat lain
Untuk masalah nyeri yang spesifik. Termasuk disini diazepam untuk spasme otot,
Karbamazepin atau Amitriptilin untuk nyeri saraf, dan Kortikosteroid (seperti
Deksametason) untuk nyeri karena penekanan pada syaraf oleh pembengkakan
akibat infeksi.
Tatalaksana Anoreksia, mual, dan muntah.
Hilangnya nafsu makan pada fase terminal dari penyakit, sulit ditangani. Doronglah agar
pengasuh dapat terus member makan dan mencoba member makan dalam jumlah kecil
dan lebih sering, terutama pada pagi hari ketika nafsu makan anak mungkin lebih baik,
makanan dingin mungkin lebih baik daripada hangat, dan menghindari makanan yang
asin atau berbumbu.
Jika terjadi mual dan muntah yang sangat, beri Metaklopramid secara oral (1-2
mg/KgBB) setiap 2-4 jam, sesuai kebutuhan.
2. Perawatan Mulut
Setiap usai makan, mulut dibersihkan. Jika timbul luka pada mulut, bersihkan mulut
minimal 4 kali sehari dnegan menggunakan kain bersih yang digulung seperti sumbu dan
dibasahi dengan air bersih atau larutan garam. Bubuhi Gentian Violet 0,25% atau 0,5%
pada setiap luka. Beri Paracetamol jika anak dengan demam tinggi, atau rewel atau
merasa sakit. Potongan es dibungkus kain kasa dan diberikan pada anak untuk dihisap,
mungkin bisa mengurangi rasa nyeri. Jika anak diberi minum dengan botol, nasehati
39
pengasuh utnuk mengganti dengan sendok dan cangkir. Jika botol terus digunakan,
nasehati pengasuh utnuk mencuci dot setiap kali akan digunakan.
Jika timbul thrush, bubuhi gel Mikonazol pada daerah yang sakit paling sedikit 3 kali
sehari selama 5 hari, atau beri 1 ml larutan Nistatin 4 kalio sehari selama 7 hari, dituang
pelan-pelan ke dalam ujung mulut, sehingga dapat mengenai bagian yang sakit.
Jika terdapat nanah akibat infeksi bakteri sekunder, beri salep Tetrasiklin atau
Kloramfenikol. Jika ada bau busuk dari mulut, beri Benzilpenisilin (50.000 unit/kg setiap
6 jam) IM, ditambah Metronidazol oral (7,5 mg/KgBB setiap 8 jam) selama 7 hari.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Prober, Charles G, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Jilid 2, edisi bahasa Indonesia edisi
15, Jakarta 1999.
2. Rampengan,TH; Laurentz,IR: Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, EGC,Jakarta ,1993.
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak,
Jakarta, 1985.
4. Komite medik RSUP DR SARDJITO. Standar Pelayanan Medis. Ed.2, Medika FK
UGM, Yogyakarta, 2000.
40
5. Sumarmo S; Soedarmo, P; Gama H; S.H,Sri Rezeki , Ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak Infeksi Dan Penyakit Tropis, Ed. Pertama, Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Jakarta, 2002.
6. American Journal Tropical Medicine. Hyg. 70(2), 2004, pp. 172-179 [diakses 13
Oktober 2013]
7. Avroy A F, Richard JM. Neonatal-perinatal medicine disesases of the fetus and infant.
6th ed. St.Louis Baltimore:Mosby,1996:779-782
8. Chambliss LR. Obstetric Intensive Care: Human Immunodeficiency Virus infection
and pregnancy.WB Saunders Co, 1995:405-417
9. Fernandez AD, McNeeley DF. Management of the infant born to a mother infected
with human immunodeficiency virus type 1(HIV-1): Current concepts. Am J of
Perinatology 200;17:429-435
10. Ahdieh L. Pregnancy and infection with Human Immunodficiency Virus. Clinicl
Obstetrics and Gynecology 2001;44:154-166
11. Minkoff HL. Prevention of mother-to-child transmission of HIV. Clinical Obstetrics
and Gynecology 2001;44:210-225
12. Tibaldi C etal. Asymptomatic women at high risk of vertical HIV-1 transmission to
their fetuses. Br J of Obstetrics and Gynaecology 1993;100:334-337
13. Fauci AS. HIV/AIDS vaccine research and development:Strategy and opportunity.
National Institute of Allergy and Infectious Diseases 1996:8-11
14. Zeichner SL.The Molecular Biology of HIV: insight into pathogenesis and targets for
therapy. Clinics in Perinatology 1994;21:39-73
41
Recommended