View
34
Download
13
Category
Preview:
DESCRIPTION
(Kelompok 1)
Citation preview
ANALISIS HASIL KAJIAN BAPEPAM-LK TENTANG PENERAPAN
PRINSIP OECD DAN PEDOMAN GOOD CORPORATE
GOVERNANCE DI NEGARA ANGGOTA ACMF
Penyusun :
Ibrahim Husein Lubis
Muhammad Faisal Fakhri
Muhammad Gunawan Hendro Martoyo
PROGRAM EKSTENSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS INDONESIA
STATEMENT OF AUTHORSHIP
“Saya/kami yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir
merupakan murni hasil dari pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain
yang saya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.
Materi ini belum/tidak pernah dasajikan/digunakan sebagai bahan makalah/tugas pada mata
ajaran lain kecuali saya/kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/kami menyatakan
dengan jelas menggunakanya.
Saya/kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.”
Nama : Ibrahim Husein Lubis
NPM : 1406645506
Tanda Tangan :
Nama : Muhamad Faisal Fakhri
NPM : 1406645752
Tanda Tangan :
Nama : Muhammad Gunawan Hendro Martoyo
NPM : 1406645765
Tanda Tangan :
Mata Kuliah : Tata Kelola Perusahaan
Judul Makalah : Analisis Hasil Kajian Bapepam-LK Tentang Penerapan Prinsip
OECD dan Pedoman Goo Corporate Governance di Negara Anggota
ACMF
Tanggal : Kamis, 10 September 2015
Dosen : Aria Farah Mita
(Dibuat oleh seluruh anggota kelompok)
DAFTAR ISI
STATEMENT OF AUTHORSHIP ………………………………………........................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Corporate Governance...................................................................................... 2
2.2 Prinsip-Prinsp OECD Mengenai Corporate Governance ............................................... 2
2.3 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Menurut KNKG ...................................... 2
2.4 Struktur Governance dan Penerapanya di Indonesia ...................................................... 2
BAB 3 PEMBAHASAN
1.2 Analisis Hasil Kajian Prinsip-Prinsip OECD ................................................................. 2
1.3 Analisis Hasil Kajian Pedoman CGC di Negara-Negara Anggota ACMF ..................... 2
BAB 4 PENUTUP
1.2 Kesimpulan ..................................................................................................................... 2
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 25
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai skandal finansial besar yang terjadi pada perusahaan-perusahaan baik di
Inggris maupun Amerika Serikat pada tahun 1980an melatar belakangi munculnya Corporate
Governance (CG). Skandal yang terjadi tidak terlepas karena pertentangan kepentingan
antara kepentingan pribadi dan tanggung jawab kolektif atau kepentingan bersama dari suatu
organisasi.
Di Indonesia sendiri isu corporate governance menjadi populer sejak terjadinya krisis
finansial tahun 1997-1998. Penyebab krisis ini adalah adanya anggapan bahwa corporate
governance di Indonesia lemah. Tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia pada saat itu
memiliki kredibilitas yang buruk di mata Internasional karena adanya korupsi, kolusi,
kejahatan perbankan, terorisme sampai banyaknya kasus pelanggaran yang dilakukan oleh
perusahaan di pasar modal. Hal tersebut menunjukkan bahwa Good Corporate Governance
(GCG) dibutuhkan untuk mengarahkan perusahaan supaya dapat mencapai tujuanya dan
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Badan di Indonesia sendiri yang berusaha menanamkan nilai-nilai good corporate
governance adalah BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal) yang pada beberapa tahun
lalu diganti menjadi OJK. Nilai-nilai yang ditanamkan Bapepam seperti mendorong
implementasi prinsip-prinsip good corporate governance di Indonesia dengan menerbitkan
peraturan dan kebijakan yang terkait dengan GCG. Pada tahun 2006 Bapepam-LK melakukan
studi mengenai penerapan prinsip-prinsip OECD 2004 dalam peraturan Bapepam dan pada
tahun 2010 melakukan studi mengenai pedoman GCG di negara-negara anggota ACMF
(Asean Capital Market Forum). Hasil dari kedua studi yang dilakukan Bapepam-LK itu lah
yang menjadi bahan analisis kami. Dengan adanya makalah ini kami berharap para pembaca
dapat memahami bagaimana penerapan prinsip OECD 2004 mengenai corporate governance
di Indonesia dan apa yang membedakanya dengan negara lain sesama anggota ACMF.
BAB 2
Landasan Teori
2.1 Definisi Corporate Governance
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (2001:2) Corporate
Governance didefinisikan sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta
para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak
dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu system yang mengendalikan perusahaan.
Tujuan corporate governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders)
2.2 Prinsip-Prinsip OECD 2004 Mengenai Corporate Governance
Prinsip-prinsip OECD 2004 mengenai corporate governance ini menjadi acuan
masyarakat internasional dalam pengembangan corporate governance namun OECD
menjelaskan tidak satu model pengembangan corporate governance yang cocok untuk semua
negara, masing-masing negara memiliki karakteristik yang berbeda
Secara umum terdapat enam prinsip corporate governance dalam Prinsip-prinsip
OECD 2004. Keenam prinsip tersebut adalah
1. Menjamin Kerangka Dasar Corporate Governance yang Efektif
Kerangka Corporate Governance harus mendukung transparansi dan efisiensi,
konsisten terhadap peraturan hukum yang berlaku dan jelas mengartikulasikan
pembagian tanggung jawab antara pihak yang mengawas, regulator, dan yang
menjalankan.
2. Hak-hak Pemegang Saham dan Fungsi-fungsi Penting
Kepemilikan SahamMelindungi dan memfasilitasi pelaksanaan hak pemegang saham.
3. Perlakuan yang sama terhadap Pemegang Saham
Kerangka Corporate Governance harus memastikan perlakuan yang adil terhadap
semua pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Semua
pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan ganti rugi efektif
jika hak mereka dilanggar.
4. Peranan Stakeholders dalam Corporate Governance
Kerangka Corporate Governance harus mengakui hak-hak stakeholder yang
ditetapkan oleh hukum atau perjanjian terkait dan mendorong aktif kerjasama antara
perusahaan dan stakeholder dalam menciptakan kekayaan, pekerjaan, dan ketahanan
keuangan.
5. Keterbukaan dan Transparansi
Kerangka Corporate Governance harus memastikan bahwa pengungkapan yang tepat
waktu dan akurat dibuat pada semua hal yang material mengenai perusahaan,
termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata kelola perusahaan.
6. Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi
Kerangka Corporate Governance harus memastikan panduan strategis perusahaan,
pemantauan yang efektif dari manajemen oleh dewan, dan akuntabilitas dewan
terhadap perusahaan dan pemegang saham.
2.3 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Menurut KNKG
Berikut prinsip Good Corporate Governance menurut KNKG
1. Transparasi
Yaitu mengelola perusahaan secara transparan dengan semua stake holder (orang-
orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan aktivitas perusahaan).
Di sini para pengelola perusahaan harus berbuat secara transparan kepada penanam
saham, jujur apa adanya dalam membuat laporan usaha, tidak manipulatif.
Keterbukaan informasi dalam proses pengambilan keputusan dan pengungkapan
informasi yang dianggap penting dan relevan.
2. Accountability
Yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban dalam perusahaan,
sehingga pengelolaan perusahaan dapat terlaksana secara efektif dan efisien.
Manajemen harus membuat job description yang jelas kepada semua karyawan dan
menegaskan fungsi-fungsi dasar setiap bagian. Dari sini perusahaan akan menjadi
jelas hak dan kewajibannya, fungsi dan tanggung jawabnya serta kewenangannya
dalam setiap kebijakan perusahaan.
.
3. Responsibility
Yaitu menyadari bahwa ada bagian-bagian perusahaan yang membawa dampak pada
lingkungan dan masyarakat pada umumnya. Di sini perusahaan harus memperhatikan
amdal, keamanan lingkungan, dan kesesuaian diri dengan norma-norma yang berlaku
di masyarakat setempat. Perusahaan harus apresiatif dan proaktif terhadap setiap
gejolak sosial masyarakat dan setiap yang berkembang di masyarakat.
4. Independensi
Yaitu berjalan tegak dengan bergandengan bersama masyarakat. Perusahaan harus
memiliki otonominya secara penuh sehingga pengambilan-pengambilan keputusan
dilakukan dengan pertimbangan otoritas yang ada secara penuh. Perusahaan harus
berjalan dengan menguntungkan supaya bisa memelihara keberlangsungan bisnisnya,
namun demikian bukan keuntungan yang tanpa melihat orang lain yang juga harus
untung. Semuanya harus untung dan tidak ada satu pun yang dirugikan.
5. Fairness
Yaitu semacam kesetaraan atau perlakuan yang adil di dalam memenuhi hak dan
kewajibannya terhadap stake holder yang timbul berdasarkan perjanjian dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perusahaan harus membuat sistem
yang solid untuk membuat pekerjaan semuanya seperti yang diharapkan. Dengan
pekerjaan yang fair tersebut diharapkan semua peraturan yang ada ditaati guna
melindungi semua orang yang punya kepentingan terhadap keberlangsungan bisnis
kita.
2.4 Struktur Governance dan Penerapanya di Indonesia
Struktur governance terdiri dari 2 jenis yaitu one-tier system dan two-tier system.
Two-tier system merupakan sistem yang berasal dari Eropa Continental, dimana pada sistem
ini dibedakan fungsi pengambil kebijakan dan fungsi pengawasan. Fungsi pengambil
kebijakan dijalankan oleh Dewan Direksi, sedangkan fungsi pengawasan dijalankan oleh
Dewan Komisaris. Sedangkan one-tier system adalah system dimana tidak ada pemisahan
untuk fungsi pengawasan.
Perbedaan mendasar antara one-tier dan two-tier adalah pada sistem one-tier tidak
jelas siapa yang menjalankan fungsi pengawasan, karena yang ada hanya fungsi pengambil
kebijakan yang dijalankan oleh Chairman dan fungsi pelaksana kebijakan yang dijalankan
oleh CEO.
Indonesia memakai two-tier system dan kelemahan yang terjadi adalah mengenai
fungsi pengawasan. Secara struktur, fungsi pengawasan sudah sangat jelas, begitu juga organ
yang menjalankannya, yaitu Dewan Komisaris beserta komite-komite dibawahnya. Namun
demikian pemahaman terhadap cara mengawasi yang masih harus ditingkatkan. Kelemahan
inilah yang diharapkan dapat diisi oleh komite audit. Sebagai pendorong tercapainya
efektifitas Dewan Komisaris, komite audit diharapkan mampu memberikan pemahaman dan
pengawasan yang komprehensif atas hal-hal yang terkait dengan financial reporting, internal
control, ataupun corporate governance.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Analisis Hasil Kajian Penerapan Prinsip-Prinsi OECD
Prinsip-prinsip mengenai corporate governance yang diterbitkan OECD telah menjadi
acuan praktik pengelolaan bisnis oleh sebagian besar masyarakat internasional, tidak
terkecuali masyarakat Indonesia. Pada tahun 2006 Bapepam-LK melakukan studi tentang
penerapan prinsip-prinsop OECD 2004 dalam peraturan Bapepam. Studi ini dilakukan untuk
melihat sejauhmana prinsip-prinsip OECD tentang Corporate Governance telah diterapkan
dalam bidang pasar modal di Indonesia.
. Berikut ini adalah analisis kami mengenai hasil kajian penerapan prinsip prinsip
OECD 2004 dalam peraturan Bapepam
Prinsip ISub Prinsip A Peraturan yang dibuat sudah sejalan
Sub Prinsip B
Secara umum pada pasar modal tidak ada peraturan khusus yang mengatur coporate governance, namun telah banyak terakomodasi dalam berbagai peraturan dan perundangan yang ada di industri pasar modal
Sub Prinsip C Peraturan yang dibuat sudah sejalanSub Prinsip D Peraturan yang dibuat sudah sejalan
Prinsip IISub Prinsip A Peraturan yang dibuat sudah sejalanSub Prinsip B Peraturan yang dibuat sudah sejalanSub Prinsip C Peraturan yang dibuat sudah sejalanSub Prinsip D Peraturan yang dibuat sudah sejalanSub Prinsip E Peraturan yang dibuat sudah sejalan
Prinsip IIISub Prinsip A Peraturan yang dibuat sudah sejalanSub Prinsip B Peraturan yang dibuat sudah sejalanSub Prinsip C Peraturan yang dibuat sudah sejalan
Prinsip IVSub Prinsip A Peraturan yang dibuat sudah sejalanSub Prinsip B Peraturan yang dibuat sudah sejalan
Sub Prinsip C Menjelaskan perlunya mekanisme peningkatan kinerja bagi partisipasi karyawan seharusnya didukung untuk berkembang,
Sampai dengan saat ini Bapepam belum memiliki peraturan tetang ESOP walaupun dalam praktiknya telah terdapat beberapa perusahaan yang melakukan ESOP(Employee Stock Option Program)
Sub Prinsip D
Dalam kaitan dengan sub prinsip yang membahas tentang harusnya memiliki akses atas informasi yang relevan, cukup dan dapat diandalkan secara tepat waktu dan teratur, belum terdapat peraturan Bapepam yang mengatur secara khusus tentang kewajiban Emiten memiliki website yang menyediakan informasi-informasi penting mengenai perusahaan.
Sub Prinsip EBelum ada peraturan yang mengatur, namun ada peraturan yang memberikan perlindungan terhadap karyawan termasuk hak-haknya pada UU No.13 tahun 2006
Sub Prinsip F Peraturan yang dibuat sudah sejalan
Prinsip V
Sub Prinsip ABagi perusahaan efek, masih terdapat peraturan yang belum dibuat tetapi dalam praktiknya mengacu kepada peraturan lain yang sejalan
Sub Prinsip B Peraturan yang dibuat telah sejalan, namun untuk perusahan SRO tidak ada peraturan secara khusus
Sub Prinsip C Peraturan yang dibuat sudah sejalanSub Prinsip D Peraturan yang dibuat sudah sejalanSub Prinsip E Praktiknya sudah sejalanSub Prinsip F Peraturan yang dibuat sudah sejalan
Prinsip VISub Prinsip A Peraturan yang dibuat sudah sejalanSub Prinsip B Peraturan yang dibuat sudah sejalanSub Prinsip C Peraturan yang dibuat sudah sejalanSub Prinsip D Peraturan yang dibuat sudah sejalanSub Prinsip E Peraturan yang dibuat sudah sejalanSub Prinsip F Peraturan yang dibuat sudah sejalan
Secara umum, peraturan yang dibuat telah sesuai dengan prinsip Corporate
Governance yang dikeluarkan oleh OECD. Perusahaan menjalankan corporate governance
tidak berpacu pada satu pedoman saja, tetapi berbagai peraturan dan undang-undang yang
dikeluarkan oleh regulator. Adapun beberapa sub-prinsip yang tidak ada peraturan yang
mengikat tetapi dalam praktiknya perusahaan mengacu kepada peraturan lain yang memiliki
maksud sejenisnya.
Walaupun ada beberapa sub-prinsip yang belum memiliki aturan dan masih berjalan
dengan baik, masih diperlukan ketentuan yang mengatur hal tersebut kedepannya agar
prinsip-prinsip corporate governance yang dikeluarkan oleh OECD tercermin sepenuhnya
oleh perusahaan di Indonesia. Diterapkannya prinsip corporate governance diharapkan akan
membuat perekonomian semakin membaik dengan bertambahnya investor untuk
menanamkan modalnya kepada perusahaan yang dianggap sehat di pasar modal.
3.2 Analisis Hasil Kajian Pedoman CGC di Negara Anggota ACMF
Berdasarkan kajian atas Pedoman Good Corporate Governance (GCG) yang berlaku
di negara anggota ACMF yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Philipina yang
dilakukan oleh Bapepam-LK, kami dapat menganalisis beberapa hal yang penting dan perlu
diperhatikan, yaitu :
a. Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance (CGC Code)
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance oleh perusahaan -perusahaan yang
tercatat di bursa efek di Malaysia, Singapura, Thailand dan Philipina bersifat comply and
explain. Kewajiban penerapan Pedoman GCG di negara - negara tersebut di atas kecuali
Indonesia di atur dalam peraturan pencatatan masing - masing sedangkan penegakan hukum
atas pelaksanaan Pedoman GCG dilakukan oleh otoritas pasar modal masing-masing.
Berbeda dengan di Indonesia, pelaksanaan Pedoman GCG tidak diatur baik oleh bursa efek
maupun otoritas pasar modal sehingga tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk
melaksanakan pedoman tersebut atau bersifat voluntary.
b. Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pedoman Good Corporate Governance
Pedoman ini bersifat voluntary sehingga tidak terdapat sanksi dalam hal perusahaan
tidak menerapkan pedoman tersebut kecuali Philipina yang memberikan sanksi berupa
penalty sebesar P100,000, karena bersifat mandatory.
c. Ruang Lingkup Pedoman Good Corporate Governance
Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance dari ke lima negara tersebut
sangat bervariasi.
d. Komisaris Independen
Secara umum komposisi atau jumlah Komisaris Independen yang dimiliki oleh
perusahan tercatat yang berlaku berjumlah sepertiga dari seluruh jumlah komisaris atau
sekurang-kurangnya 3 orang. Dari kelima negara tersebut hanya Philipina yang menentukan
jumlah komisaris independen lebih sedikit yaitu sekurang-kurangnya 2 orang atau 20% dari
jumlah seluruh Dewan Komisaris. Indonesia sendiri berdasar Peraturan Pencatatan Efek yang
dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia, Emiten atau Perusahaan Publik wajib memiliki
Komisaris Independen sekurang - kurangnya 30% dari jumlah anggota Dewan Komisaris.
e. Direksi
Malaysia, Singapura, Thailand dan Philipina menggunakan sistem kepengurusan
perusahaan yang menganut one board system dimana dimana tidak memisahkan fungsi
direksi dan dewan komisaris sedangkan Indonesia menganut two board system dimana secara
jelas fungsi direksi dan dewan komisaris dipisahkan sehingga pengaturan komposisi atau
jumlah direksi hanya mencakup fungsi pengelolaan perusahaan.
Dari kelima negara, hanya Pedoman Good Corporate Governance Philipina yang
secara eksplisit mengatur komposisi dan jumlah Dewan yaitu setidaknya terdiri dari 5 orang
tetapi tidak lebih dari 15 anggota mencakup executive director (direksi) dan non executive
director (komisaris).
f. Komite yang dibentuk Dewan Direksi
Jumlah anggota komite audit yang dipersyaratkan oleh ketentuan di Indonesia,
Malaysia, Singapura, Philipina minimal 3 (tiga) orang sedangkan Thailand tidak menentukan
jumlah minimal anggota komite audit.
Dari lima negara tersebut di atas, empat negara yaitu Indonesia, Singapura, Thailand
dan Philipina mensyaratkan komite audit diketuai oleh komisaris independen. Hanya
Malaysia yang tidak mensyaratkan secara khusus bahwa ketua Komite Audit merupakan
Komisaris Independen.
Pada umumnya latar belakang pendidikan yang disyaratkan bagi anggota komite audit
adalah akuntansi atau keuangan kecuali Thailand yang tidak mensyaratkan hal tersebut.
g. Fungsi Pengendalian Internal
Di Indonesia kewajiban pembentukan fungsi audit internal diatur dalam peraturan
Bapepam-LK sedangkan kewajiban pembentukan fungsi audit internal di ke empat negara
tercantum dalam Pedoman Good Corporate Governance.
Ketua atau kepala auditor internal wajib melaporkan kegiatannya ke komite audit,
seperti halnya di Malaysia, Singapura dan Philipina. Untuk Indonesia, kepala unit audit
internal menyampaikan laporannya ke direktur utama dan komisaris sedangkan di Thailand
pelaporan ditujukan ke dewan (board). Fungsi audit internal di Singapura dan Philipina dim
ungkinkan dilakukan oleh pihak luar perusahaan seperti auditor eksternal.
h. Pedoman Perilaku
Dari kelima negara, hanya Indonesia dan Thailand yang secara eksplisit mengatur
keberadaan pedoman perilaku atau etika bisnis dalam Pedoman Good Corporate
Governance.
i. Remunerasi Direksi dan Dewan Komisaris
Ketentuan mengenai penetapan remunerasi direksi dan dewan komisaris dalam
pedoman Good Corporate Governance oleh masing - masing negara berbeda - beda. Khusus
di Indonesia, Pedoman Good Corporate Governance tidak mensyaratkan pengungkapan
remunerasi tersebut.
Berdasar analisis hasil kajian diatas dapat dilihat bahwa ada beberapa kekurangan
atau kelemahan pedoman Good Corporate Governance di Indonesia dibandingkan negara-
negara anggota ACMF lainya. Kelemahan yang pertama yaitu dari penerapan pedoman Good
Corporate Governance, di Indonesia penerapan pedoman Good Corporate Governance
masih bersifat voluntary sedangkan untuk keempat negara anggota ACMF lain sudah bersifat
comply and explain dimana perusahaan wajib mengungkapkan dalam laporan tahunan
mengenai pelaksanaan pedoman Good Corporate Governance dan menjelaskan alasan
mengenai hal-hal yang belum dilaksanakan.
Kelemahan yang berikutnya di Indonesia adalah mengenai kewajiban penerapan CGC
belum diatur baik dari bursa efek ataupun otoritas pasar modal pada waktu itu. Akan tetapi
permasalahan tersebut sudah mulai terselesaikan karena dalam beberapa tahun belakangan ini
OJK sebagai pengganti Bapepam sudah menyiapkan roadmap 33 poin peraturan yang
dikelompokan menjadi 7 peraturan OJK (POJK). Beberapa peraturan sudah diterbitkan dan
yang wajib dipatuh oleh perusahaan publik dan emiten. Beberapa sanksi juga siap diberikan
oleh OJK kepada suatu perusahaan jika mengalami kegagalan menerapkan CGC yang sesuai
dengan aturan. Hal itu tentu bagus buat untuk memacu perusahaan lain untuk mencapai posisi
CGC yang lebih baik. Contoh kasus OJK memberikan sanksi adalah pada akhir tahun 2013
ketika tujuh perusahaan perbankan dikenakan sanksi divestasi saham karena tidak mencapai
posisi CGC yang ditentukan.
Kelemahan selanjutnya adalah mengenai remunerasi direksi di Indonesia, Pedoman
Good Corporate Governance tidak mensyaratkan pengungkapan remunerasi tersebut.
Selain kelemahan diatas, penerapan CGC di Indonesia kurang lebih sama dengan
negara-negara anggota ACMF, baik dari penentuan jumlah Komisaris Independen ataupun
kewajiban akan adanya audit internal dikarenakan perannya yang sangat penting. Saran kami
sebagai penulis adalah bahwa OJK harus memperketat peraturan beserta sanksinya dan dan
memperbanyak melakukan sosialisasi mengenai CGC karena nyatanya walaupun peraturan
sudah diterbitkan masih banyak kasus perusahaan yang menerapkan CGC yang tidak sesuai
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Corporate Governance (CG) didefinisikan sebagai seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu system yang
mengendalikan perusahaan.
Prinsip-prinsip OECD 2004 mengenai corporate governance menjadi acuan
masyarakat internasional dalam pengembangan corporate governance, tidak terkecuali
Indonesia. Prinsip tersebut terdiri dari menjamin kerangka dasar corporate governance yang
efektif, hak-hak pemegang saham dan fungsi-fungsi penting, perlakuan yang sama terhadap
pemegang saham, peranan stakeholders dalam corporate governance, serta keterbukaan dan
transparasi.
Pada tahun 2006 Bapepam-LK melakukan studi tentang penerapan prinsip-prinsop
OECD 2004 dalam peraturan Bapepam. Studi ini dilakukan untuk melihat sejauhmana
prinsip-prinsip OECD tentang corporate governance telah diterapkan dalam bidang pasar
modal di Indonesia. Hasilnya pun terlihat bahwa peraturan yang dibuat telah sesuai dengan
prinsip corporate governance yang dikeluarkan oleh OECD namun masih ada beberapa sub
prinsip yang belum memiliki ketentuan yang mengatur. Hal ini merupakan tugas bagi OJK
sebagai pengganti Bapepam-LK untuk terus menerapkan peraturan CG di Indonesia agar
sesuai dengan prinsip OECD yang merupakan acuan masyarakat internasional.
Pada tahun 2010 kajian atas Pedoman good corporate governance yang berlaku di
negara-negara anggota ACMF dilakukan oleh Bapepam-LK dan hasilnya menurut kelompok
kami Indonesia masih belum begitu bagus dibanding negara lain sesama anggota ACMF.
Salah satu alasanya adalah karena di Indonesia pedoman GCG belum diatur dan masih
bersifat voluntary. Tapi digantinya Bapepam-LK dengan OJK pada tahun 2013 membuat
pedoman GCG di Indonesia semakin membaik. OJK sudah menyiapkan beberapa peraturan
disertai sanksi yang wajib dipatuhi perusahaan emiten dan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Brändle, Udo C. &Jürgen Noll. 2004.
The Power of Monitoring. German Law Journal, Vol. 5, No. 11. KNKG. 2006.
Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. OECD. 2004. OECD Corporate
Governance Principles
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52f1096b2e645/ojk-siapkan-33-aturan-igood-
corporate-governance-i
http://ekonomi.rimanews.com/keuangan/read/20140609/155266/Level-GCG-Anjlok-OJK-
Bahas-Sanksi-7-Perbankan
http://knkg-indonesia.com/home/news/95-good-corporate-governance.html
Recommended