View
281
Download
7
Category
Preview:
DESCRIPTION
Silsilah sentana Dalem
Citation preview
Silsilah Sentana Dalem TarukanApril 27, 2008 oleh Dian Permana Putra
BABAD PULASARI
Kutipan , www.babadbali.com
Oleh : Bhagawan Dwija
Mudah-mudahan tiada halangan !Permohonan maaf hamba ke
hadapan arwah para leluhur yang disemayamkan dalam wujud
Ongkara dan selalu dipuja dengan hati suci. Dengan memuja
dan memuji kebesaran Sanghyang Siwa semoga penulis
terhindar dari segala kutukan, derita, cemar, duka-nestapa,
dan halangan lainnya. Mudah-mudahan tujuan hamba yang
suci ini berhasil serta bebas dari dosa-dosa karena
menguraikan cerita leluhur di masa lampau, semoga direstui
sehingga mendapat kejayaan, keselamatan, keabadian,
panjang usia, sampai dengan seluruh keluarga turun temurun.
Baiklah kisah ini saya mulai :
Majapahit yang dipimpin Raja Putri : Sri Ratu Tribhuwanottunggadewi
Jayawisnuwardhani bersama Patih Agung : Gajah Mada berhasil
menguasai Kerajaan Bali Aga yang di pimpin oleh Raja : Paduka
Bathara Sri Asta Asura Ratna Bumi Banten (dikenal dengan nama :
Bedahulu) dengan Patih : Ki Pasung Grigis dan Ki Kebo Iwa, pada tahun
1343 M atau isaka 1265.
Pimpinan Pemerintahan sementara diserahkan kepada Mpu Jiwaksara
yang kemudian bergelar Ki Patih Wulung. Beliau menempatkan pusat
Pemerintahan di Gelgel. Walaupun Bali sudah dikalahkan Majapahit,
tidak berarti rakyat dan tokoh-tokoh militer Bali Aga sudah menyerah.
Mereka terus mengadakan perlawanan di bawah tanah, dan sekali-
sekali muncul ke permukaan, misalnya pemberontakan yang dipimpin
oleh Ki Tokawa di Ularan, dan Ki Buwahan di Batur.
Setelah tujuh tahun barulah pemberontakan-pemberontakan dapat
dipadamkan, namun rakyat Bedahulu masih belum mau menerima
kehadiran “si-penjajah” sepenuh hati. Melihat keamanan sudah
membaik dan Pemerintahan sudah dapat berjalan sebagaimana
mestinya, maka pada tahun 1350 M atau 1272 isaka, Ki Patih Wulung
berangkat ke Majapahit untuk menghadap Sri Ratu. Tujuannya adalah
melaporkan situasi di Bali dan memohon penunjukan seorang Raja di
Bali Dwipa.
Atas saran Patih Agung Gajah Mada, pada tahun itu juga dilantiklah
empat orang Raja, putra-putri Sri Soma Kepakisan, untuk memimpin
kerajaan-kerajaan yang sudah ditaklukkan, yaitu : Sri Juru, menjadi
Raja di Blambangan, Sri Bhima Sakti menjadi Raja di Pasuruan, Sri
Kepakisan (putri) menjadi Raja di Sumbawa, dan Sri Kresna Kepakisan
menjadi Raja di Bali Dwipa.
Dalem Ketut kemudian bergelar Dalem Sri Kresna Kepakisan, mulai
memimpin Pemerintahan Kerajaan Bali Dwipa pada tahun 1350 M atau
1272 isaka. Oleh penduduk Bali beliau disebut sebagai I Dewa Wawu
Rawuh. Ibu kota Kerajaan dipindahkan dari Gelgel ke Samprangan
(Samplangan). Ki Patih Wulung menjabat sebagai Mangku Bumi.
Dalem Sri Kresna Kepakisan beristri dua, yaitu yang pertama : Ni Gusti
Ayu Gajah Para, melahirkan : Dalem Wayan (Dalem Samprangan),
Dalem Di-Madia (Dalem Tarukan), Dewa Ayu Wana (putri, meninggal
ketika masih anak-anak), dan Dalem Ketut (Dalem Ketut Ngulesir). Istri
yang kedua : Ni Gusti Ayu Kuta Waringin, melahirkan : Dewa Tegal
Besung.
Dalem Sri Kresna Kepakisan moksah pada tahun 1373 M atau 1295
isaka. Beliau digantikan oleh putranya yang tertua yaitu Dalem Wayan,
bergelar Dalem Sri Agra Samprangan. Beliau memerintah secara sah
sampai tahun 1383 M atau 1305 isaka, kemudian beliau digantikan
oleh adiknya yaitu : Dalem Ketut Ngulesir, bergelar Dalem Sri Semara
Kepakisan, memerintah sejak tahun 1383 M atau 1305 isaka sampai
tahun 1460 M atau 1382 isaka. Ibu kota Kerajaan dipindahkan dari
Samprangan ke Gelgel yang diberi nama baru : Sweca Pura.
Di awal pemerintahan Dalem Sri Agra Samprangan (tahun 1373 M atau
1295 isaka) terasa situasi di Puri Samprangan memburuk, yaitu
adanya upaya mengadu domba Raja dengan adik-adik beliau yang
dilakukan oleh para Menteri dan pembantu dekat Raja.
Untuk menghindari pertengkaran, maka kedua adik Raja yaitu Dalem
Di-Madia dan Dalem Ketut, memilih tinggal di luar istana. Dalem Di-
Madia membangun istana dan bermukim di Desa Tarukan, Pejeng, oleh
karena itu beliau bergelar : Dalem Tarukan. Dalem Ketut, tidak
menetap. Beliau berpindah-pindah dari satu Desa ke Desa lain,
menyamar sebagai penjudi ayam aduan; penduduk lalu menjuluki
beliau : Dalem Ketut Ngulesir.
Selain untuk menghindari pertengkaran, beliau berdua juga bermaksud
menyelidiki dukungan rakyat Bali (Bali-Aga) terhadap pemerintahan
Samprangan serta mengadakan pendekatan dengan rakyat. Ide
Bethara Dalem Tarukan memilih Desa Tarukan di Pejeng sebagai
istana, karena dekat dengan rakyat Bedahulu yang sebahagian besar
masih belum mengakui pemerintahan Samprangan.
Sementara itu pergolakan di Puri Samprangan makin memanas,
ditandai dengan pemberian julukan yang tidak pada tempatnya
kepada Raja, di mana Dalem Sri Agra Samprangan diberi julukan
Dalem Ile (Ile=gila), Dalem Tarukan dinyatakan “rangseng” (=gila
karena marah), dan Dalem Ketut dinyatakan sangat suka berjudi,
khususnya mengadu ayam.
Julukan tidak pada tempatnya yang diberikan kepada para Raja itu
sangat bertentangan dengan ajaran agama Hindu yang senantiasa
mengajarkan penghormatan tinggi kepada Pemimpin Pemerintahan.
Penghinaan kepada Raja itu jelas fitnah, karena jika benar adanya,
pasti Maha Raja Majapahit dan Maha Patih Gajah Mada tidak akan
tinggal diam. Tindakan pemecatan atau penggantian Raja pasti
dilakukan. Selain itu, jika julukan itu benar, para musuh yaitu rakyat
Bedahulu akan mempunyai peluang yang baik untuk menggulingkan
Pemerintahan Samprangan.
Setelah selesai membangun Puri, Dalem Tarukan menikahi seorang
Bidadari dari Gunung Lempuyang. Karena belum mempunyai putra,
beliau mengajak kemenakannya, yaitu cucu Dalem Wayan, Raja
Blambangan, bernama : Kuda Penandang Kajar untuk tinggal bersama-
sama di Puri Tarukan.
Kuda Penandang Kajar adalah seorang pemuda yang tampan, gagah
dan mempunyai kekuatan batin yang tinggi, khusus untuk meneliti
apakah tanah ada kandungan emasnya atau tidak. Karena itulah Puri
Tarukan sangat mewah dan terkesan kaya raya karena dipenuhi
ornamen emas murni. Dalem Tarukan sangat menyayangi
kemenakannya.
Pemerintahan Samprangan di ambang kehancuran, karena tidak
adanya dukungan dari para Menteri dan pembantu Raja. Dalem Wayan
merasa perlu memanggil adik beliau yaitu Dalem Ketut untuk diajak
kembali tinggal di Puri Samprangan. Maksudnya agar Dalem Ketut
turut membantu beliau menyelenggarakan pemerintahan.
Perbekel Kaba-Kaba diutus beliau untuk menjemput Dalem Ketut ke
Desa Pandak, tetapi Dalem Ketut menolak karena beliau merasa belum
mampu memimpin kerajaan di Samprangan. Jika Samprangan telah
dipenuhi oleh para menteri dan pembantu Raja yang tidak setia,
apakah beliau akan dapat memimpin dengan baik ?
Sementara Dalem Ketut mencari jalan keluar memecahkan masalah
ini, datanglah Kuda Penandang Kajar sebagai utusan Dalem Tarukan
memohon Dalem Ketut pulang untuk memimpin Kerajaan
Samprangan. Dalem Tarukan sendiri tidak berniat menjadi Raja,
karena beliau lebih tertarik kepada profesi kepanditaan. Pesan lain
yang disampaikan Kuda Penandang Kajar adalah, jika Dalem Ketut
berkenan, beliau dibolehkan menggunakan istana Tarukan.
Walaupun penjemputan kali ini penuh penghormatan dan kemewahan,
misalnya dengan kuda tunggangan istimewa bernama I Gagak dan
sebuah keris milik Dalem Tarukan yang bernama I Pangenteg Rat,
Dalem Ketut tetap menolak permintaan kakaknya itu, sekali lagi
dengan alasan belum mampu memimpin atau menjadi Raja.
Kecewa karena tugasnya tidak berhasil, Kuda Penandang Kajar kembali
ke Tarukan dengan lesu. Di perjalanan beliau disambar burung gagak
hingga destarnya jatuh. Sesampainya di gerbang istana Tarukan,
dilihatnya puncak gelung kuri terpenggal. Hanya Kuda Penandang
kajar yang melihat demikian, sementara para pengiringnya tidak
melihat puncak gelung kuri itu terpenggal. Pertanda buruk ini terkesan
mendalam di hati Kuda Penandang Kajar, sampai-sampai beliau jatuh
sakit. Dalem Tarukan prihatin pada sakit yang diderita kemenakannya
ini.
Sementara itu tersiar berita yang mengagetkan, bahwa para panglima
perang Samprangan merencanakan memerangi Kerajaan Blambangan.
Dalem Tarukan tidak setuju dengan rencana itu, mengingat bahwa
Dalem Blambangan yaitu ayah Kuda Penandang Kajar, masih saudara
sepupu beliau. Dalem Tarukan berpendapat bahwa rencana itu
mempunyai latar lain, mungkin saja gerakan merebut kekuasaan, yaitu
bila prajurit dikerahkan ke Blambangan, Dalem Wayan akan mudah
digulingkan.
Dalem Tarukan cepat mengambil inisiatif untuk mengikat tali
persaudaraan antara Samprangan dengan Blambangan yaitu dengan
menikahkan Kuda Penandang Kajar dengan putri Dalem Wayan,
bernama I Dewa Ayu Muter. Dengan ikatan tali persaudaraan itu,
perang dapat dicegah. Sakitnya Kuda Penandang Kajar menjadi suatu
jalan untuk memohon restu para Dewata. Jika Dewata mengijinkan
pernikahan ini, kesembuhan Kuda Penandang Kajar menjadi suatu batu
ujian. Pertimbangan lain, Dalem Tarukan melihat bahwa Kuda
Penandang Kajar sudah cukup dewasa, dan dari gelagat sehari-hari
nampaknya tertarik kepada I Dewa Ayu Muter.
Terucaplah tegur sapa Dalem Tarukan kepada Kuda Penandang Kajar :
Duhai anakku, segeralah sembuh; ayah berkeinginan mengawinkan
anak dengan I Dewa Ayu Muter.Ternyata permohonan Dalem Tarukan
kepada para Dewata terkabul. Kuda Penandang Kajar segera sembuh
dan sehat seperti semula. Tentu saja Dalem Tarukan sangat
bergembira. Kini beliau merencanakan mewujudkan perkawinan kedua
muda-mudi itu.
Untuk meminang tentu saja tidak mungkin, karena posisi Dalem
Wayan sangat lemah. Beliau hampir tidak dapat memutuskan sesuatu.
Semua keputusan diambil oleh para Menteri. Akhirnya dilaksanakanlah
perkawinan secara adat kawin-lari. Awalnya perkawinan itu berjalan
lancar, sampai pada malam hari terjadi hal yang merupakan akhir dari
keberadaan Puri Tarukan. Kedua mempelai yang sedang berbulan
madu di peraduan, tewas berbarengan tertusuk senjata keris. Seorang
abdi perempuan pengasuh I Dewa Ayu Muter di Puri Samprangan
melaporkan secara tergesa-gesa kepada Dalem Wayan bahwa putri
beliau satu-satunya yaitu I Dewa Ayu Muter, semalam telah tewas di
Puri Tarukan terbunuh oleh Ki Tanda Langlang. Dalem Wayan tentu
saja sangat terkejut dan segera memanggil para menterinya. Seorang
panglima perang menyampaikan ceritra yang lengkap, serta
memperkuat keyakinan Dalem Wayan bahwa putri beliau bersama-
sama Kuda Penandang Kajar benar telah tewas ditikam Ki Tanda
Langlang.
Betapa murkanya Dalem Wayan setelah mendapat penjelasan para
Menterinya itu. Segera disuruhlah memukul kentongan dengan suara
“bulus” sehingga para prajurit segera berkumpul di halaman istana. Di
saat itu Dalem Wayan memerintahkan pasukan Dulang Mangap yang
dipimpin Panglimanya Kiyai Parembu, menyerang menghancurkan Puri
Tarukan serta menangkap Dalem Tarukan hidup atau mati. Dengan
bersorak gegap gempita pasukan itu bergegas menuju Puri Tarukan.
Kini diceritakan Ide Bethara Dalem Tarukan di Puri Tarukan. Betapa
sedih dan terkejutnya beliau menyaksikan nasib yang tragis menimpa
putra kesayangannya bersama menantunya yang meninggal di kamar
pengantin justru pada malam pertama yang seharusnya berkesan
sangat bahagia. Beliau sadar bahwa kejadian ini adalah puncak upaya
yang sangat keji dari orang-orang yang ingin menguasai kerajaan
Samprangan. Beliau ingin menyelesaikan masalah ini melalui
pembicaraan dengan kakak beliau, tetapi nampaknya keadaan sudah
tidak memungkinkan lagi karena Dalem Wayan sudah termakan fitnah.
Terdengar pula berita bahwa pasukan Dulang Mangap sedang menuju
Puri Tarukan untuk menangkap beliau dan menghancurkan Puri
Tarukan.
Di saat yang berbahaya itu beliau cepat berpikir dan kemudian
dikumpulkanlah semua prajurit Tarukan. Beliau meminta agar bila
pasukan Dulang Mangap datang, prajurit Tarukan menyerah, tidak
melawan, dengan cara membuang senjata dan duduk bersila di tanah
dengan posisi kedua tangan memeluk tengkuk (leher bagian
belakang). Beliau juga meminta agar permaisuri tetap tinggal di istana
dan menyerah kepada Dalem Wayan. Betapa sedih dan pilu hati
permaisuri tiada terperikan. Ingin beliau menyertai Dalem Tarukan
pergi ke mana saja, tetapi itu tidak mungkin karena beliau sedang
hamil besar.
Prajurit Tarukan juga tidak mau menyerah begitu saja. Mereka sangat
mencintai Dalem Tarukan dan meminta diijinkan menghadapi pasukan
Dulang Mangap sampai habis-habisan (perang puputan). Dalem
Tarukan tidak mengijinkan. Beliau mengingatkan bahwa masalah ini
adalah masalah pertikaian antar keluarga, yaitu beliau dengan kakak
beliau, Dalem Wayan. Beliau tidak ingin karena pertikaian keluarga ini
lalu rakyat yang menjadi korban sia-sia. Dengan berat hati beliau juga
berpesan kepada permaisuri agar baik-baik menjaga putranya yang
masih di kandungan.
Permaisuri tetap berlutut meratapi keputusan Dalem Tarukan. Dalem
Tarukan berusaha menenangkan permaisuri dengan mengatakan
bahwa kejadian ini sudah kehendak Dewata. Kita sebagai manusia
tiada daya menolak kehendak Yang Maha Kuasa. Karena itu pasrahlah;
serahkanlah hidup mati kita kepada-Nya. Setelah itu beliau segera
berangkat seorang diri kearah utara.
Pasukan Dulang Mangap di bawah Panglimanya Kiyai Parembu dengan
teriakan-teriakan histeris bagaikan serigala haus darah, tiba di Puri
Tarukan. Mereka terheran-heran karena melihat semua pasukan dan
rakyat Tarukan menyerah total tanpa perlawanan, bahkan duduk
bersila dengan pandangan menunduk memandang tanah. Suatu
aturan perang, seorang kesatria tidak akan membunuh pasukan yang
sudah menyerah apalagi tanpa senjata.
Mereka masuk ke istana, memeriksa setiap sudut tetapi tidak
menjumpai jejak Dalem Tarukan. Mereka hanya menemukan
permaisuri beliau yang bersimpuh berurai air mata. Pasukan Dulang
Mangap lalu menjarah isi Puri Tarukan dan membakar sampai habis
Puri Tarukan. Para tawanan digiring ke Puri Samprangan. Kejadian
yang memilukan ini terjadi pada tahun 1377 M atau 1299 isaka.
Kiyai Parembu menghadap Dalem Wayan di Puri Samprangan, dan
melaporkan bahwa Dalem Tarukan telah melarikan diri ke arah utara.
Segala hasil jarahan Puri Tarukan diserahkan, dan permaisuri Dalem
Tarukan ditawan di Puri Samprangan. Dalem Wayan memerintahkan
Kiyai Parembu untuk meneruskan pengejaran esok harinya. Kiyai
Parembu menyiapkan pasukan bersenjata sebanyak 2000 orang.
Perjalanan Ide Bethara Dalem Tarukan sejak dari Puri Tarukan, secara
berurut adalah sebagai berikut :
TARO
Di desa ini beliau tidak lama, hanya lewat saja, kemudian karena
dikejar terus oleh pasukan Dulang Mangap, beliau memutar kembali
menuju desa :
TAMPUWAGAN
Di suatu tanah persawahan beliau melihat banyak orang sedang
menanam padi. Ada seorang petani yang sedang membuang kotoran
di sungai, dan bajunya ditinggalkan di tepi sungai. Baju itu lalu diambil
oleh Dalem Tarukan, dikenakan, lalu beliau turut serta dengan para
petani menanam padi. Seketika datanglah pasukan Dulang Mangap
yang mengagetkan para petani.
Kiyai Parembu bertanya, apakah para petani melihat Dalem Tarukan di
sekitar situ. Para petani serentak menjawab, tidak melihat siapa-siapa
apalagi Dalem Tarukan. Pasukan Dulang Mangap memeriksa sekali lagi
dan meneruskan pengejaran ke utara. Beberapa saat kemudian si
petani yang selesai membuang kotoran itu bangkit dari sungai,
mencari bajunya namun tidak ditemukan.
Dalem Tarukan berdiri sambil membuka penyamarannya. Seketika
para petani terkesima karena baru kali itu mereka menatap sosok
Dalem Tarukan yang tinggi besar, gagah perkasa, dengan raut wajah
yang sangat tampan namun berwibawa. Kulit kehitaman dan rambut
berombak yang panjangnya sebatas bahu menambah kewibawaan
beliau. Para petani sujud menyembah serta mohon maaf karena tidak
mengetahui kehadiran beliau di antara mereka.
Beliau, Dalem Tarukan menjelaskan secara singkat halangan yang
menimpa, serta berpesan : “wahai kamu sekalian rakyat Tampuwagan,
janganlah lagi kamu me-“cokor I Dewa” terhadapku. Kamu boleh
menyapaku dengan “I Ratu, Gusti atau Jero”, karena aku akan tetap
menyamar agar tidak diketahui keberadaanku di sini sehingga bebas
dari pengejaran pasukan kakakku, Dalem Samprangan”.
Walaupun tidak rela, para petani itu serempak menyembah beliau dan
merasa iba dengan nasib malang yang menimpa junjungan mereka itu.
Dari Tampuwagan Dalem Tarukan meneruskan perjalanan ke desa :
PANTUNAN
Para pengejar yang mendapat informasi bahwa Dalem Tarukan ada di
Desa Pantunan, segera ke sana. Beberapa saat sebelum kedatangan
pasukan Dulang Mangap, Ide Bethara Dalem Tarukan telah diberi tahu
oleh para petani di Pantunan. Beliau lalu bersembunyi di bawah pohon
Jawa dan semak-semak pohon Jali yang tumbuh subur.
Ada sepasang burung perkutut hinggap di atas pohon Jawa tepat di
atas persembunyian beliau seraya berkicau amat merdunya. Ada pula
seekor burung puyuh berkeliaran dekat kaki beliau sambil berkicau.
Para pengejar sudah berada dekat sekali ke pohon Jawa dan Jali
tempat persembunyian beliau. Hampir saja mereka menguakkan
semak-semak itu, namun tiba-tiba seorang pengejar mencegah. “Mana
mungkin ada orang di situ, lihatlah burung-burung itu bertengger dan
berkicau dengan tenang; jika ada manusia mereka sudah pasti terbang
menghindar”
Pengejar yang lain membenarkan dan mereka meneruskan perjalanan.
Terhindarlah Ide Bethara Dalem Tarukan dari penangkapan. Beliau lalu
keluar dari semak-semak. Alangkah besar perlindungan Ide Sanghyang
Parama Kawi. Seolah-olah semak-semak dan burung-burung itulah
yang diminta oleh-Nya untuk melindungi beliau.
Di saat itulah dengan terharu beliau berterima kasih kepada semak-
semak dan burung-burung, sehingga terucaplah janji beliau agar
seketurunan beliau tidak membunuh/merusak serta memakan Jawa,
Jali, burung perkutut dan burung puyuh. Di malam hari beliau
meneruskan perjalanan ke desa :
POH TEGEH
Di desa Poh Tegeh (kini bernama Desa Suter) bermukimlah seorang
kesatria bernama I Gusti Ngurah Poh Tegeh. Kesatria ini mempunyai
nama/biseka lain yaitu I Gusti Ngurah Poh Landung, atau Kiyai Poh
Tegeh, atau Kiyai Poh Landung, keturunan dari Sri Jayakata, Raja
Tumapel (Jawa Timur) setelah wafatnya Sri Jayakatong. Datang ke Bali
pada tahun 1350 M atau 1272 isaka mengemban tugas mengawal Ide
Bethara Dalem Sri Kresna Kepakisan.
Sudah beberapa hari beliau mendengar berita bahwa Dalem Tarukan
sedang berselisih dengan Dalem Wayan. Tiba-tiba di keremangan sinar
bulan malam itu Kiyai Poh Tegeh terkejut menerima kedatangan
Dalem Tarukan. Sang Kiyai segera menyambut dan bertanya meminta
ketegasan, kenapa Dalem Tarukan datang mendadak, seorang diri
tanpa pengiring.
Dalem Tarukan kemudian menjelaskan duduk persoalan selengkapnya
dari awal hingga akhir. Kiyai mendengarkan dengan seksama,
kemudian timbullah rasa ibanya. Kiyai memohon agar Dalem Tarukan
tidak ke mana-mana lagi. Ia mempunyai suatu tempat yang
dinamakan pedukuhan Bunga. Tempat itu dikitari hutan lebat dan jauh
dari jalan yang biasa dilalui manusia. Dalem Tarukan menyetujui dan
keesokan harinya beliau ke sana diiringi Kiyai Poh Landung.
PEDUKUHAN BUNGA
Di Pedukuhan Bunga beliau disambut oleh Dukuh Bunga yang juga
menyediakan pondoknya untuk ditinggali Dalem Tarukan. Dalem
Tarukan sangat terharu atas kesetiaan dan keramahtamahan Kiyai Poh
Landung dan Dukuh Bunga beserta keluarga dan seluruh rakyatnya.
Keberadaan beliau di pedukuhan dirahasiakan sehingga Dalem
Tarukan menetap dalam waktu lama dengan tenang. Di sini beliau
memperdalam ilmu kependetaan bersama-sama Dukuh Bunga. Di
suatu hari Dalem Tarukan merasa sedih karena mengenang peristiwa
hancurnya Puri Tarukan. Beliau belum tahu bagaimana nasib
permaisuri yang ketika ditinggalkan sedang hamil tua. Lama beliau
termenung. Hal ini diperhatikan oleh Kiyai Poh Landung.
Kiyai turut prihatin dan memikirkan bagaimana cara menghibur Dalem Tarukan. Kiyai
menemukan jalan dan merencanakan menghaturkan putrinya yang bernama Ni Gusti Luh
Puaji sebagai istri Dalem Tarukan. Beberapa hari kemudian Kiyai mengusulkan
rencananya itu kepada Dalem Tarukan. Beliau menerima dengan baik usul Kiyai, dengan
pertimbangan perlunya menurunkan “sentana” dan juga menghormati kesetiaan Kiyai
Poh Landung. Pertimbangan yang sama pula disampaikan ketika para pengikut setia
beliau di kemudian hari masing-masing menghaturkan putri mereka sebagai istri-istri
Dalem Tarukan. Secara bertahap berkembanglah keluarga Ide Bethara Dalem Tarukan
sebagai berikut :
NAMA MERTUA NAMA ISTRI NAMA PUTRA/PUTRI
Gusti Ngurah Poh LandungGusti Luh Puaji Gusti Gede Sekar, Gusti Gede Pulasari
Dukuh Bunga Jero Sekar Gusti Gede Bandem
Dukuh Darmaji Jero Dangin Gusti Gede Dangin
Jero Mekel Belayu Jero Belayu Gusti Gede Belayu
Gusti Gede Bekung Gusti Luh Balangan Gusti Gede Balangan, Gusti Luh Wanagiri
Di pedukuhan Bunga beliau sekeluarga hidup aman, tenteram, dan
berbahagia. Di waktu-waktu senggang beliau menanam berbagai
macam kembang, kacang-kacangan, dan sayur-sayuran. Dengan
kelima istri dan ketujuh putra/putrinya beliau hidup rukun dan damai;
bercengkrama, bersenda gurau, bermain-main di hutan dan mandi-
mandi di sungai diselingi gelak tawa riang putri, si bungsu Gusti Luh
Wanagiri.
Ide Sanghyang Parama Kawi yang maha kuasa, telah mengaruniai
beliau putra-putra yang tampan, gagah dengan ciri-ciri khas wibawa
kebangsawanan. Tak kalah dengan si mungil, putri beliau satu-
satunya, tanda-tanda kecantikan yang masih tersembunyi menunggu
saat menyembul di kemudian hari.
Hentikan dulu sejenak cerita di pedukuhan Bunga. Kini diceritakan
keadaan Dalem Wayan di Puri Samprangan. Sudah sekian lama Kiyai
Parembu mengejar Dalem Tarukan ke hutan-hutan dan desa-desa di
pegunungan, tiada kabar berita, membuat Dalem Wayan resah. Dalam
hati kecilnya beliau menyesal telah mengeluarkan perintah yang
demikian kejam namun sebagai seorang Raja tidak mungkin beliau
menarik kembali perintah itu.
Kini beliau mengharap semoga adik kandung beliau itu selamat dan
untuk bisa selamat selamanya, diperkirakan Dalem Tarukan telah
berhasil menyeberang ke Jawa, jika benar maka jalan yang terbaik
adalah melalui Desa Kubutambahan di bekas kerajaan Dalem Kesari
Marwadewa yaitu di Pura Penyusuan.
Rasa kesepian karena tiada saudara sekandung, perasaan bersalah
yang terus menghantui, serta siasat dari para Menteri yang tiada
hentinya, membuat Dalem Wayan tidak bergairah memimpin
pemerintahan Kerajaan Samprangan. Perasaan bersalah Dalem Wayan
makin menjadi-jadi setelah istri Dalem Tarukan yaitu bidadari dari
Lempuyang moksah ketika putra yang dilahirkannya genap berusia 42
hari. Bayi mungil ini dinamai I Dewa Bagus Dharma. Berhari-hari Dalem
Wayan di peraduan saja, tidak beda seperti orang yang sedang sakit.
Para menteri dan petinggi kerajaan yang ingin menghadap tidak
berhasil menemui beliau, sehingga lama kelamaan roda pemerintahan
tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Keadaan ini mengkhawatirkan beberapa menteri karena dapat
membahayakan kelangsungan berdirinya kerajaan Samprangan,
apalagi kaum pemberontak dari kalangan Bali Aga masih terus
berusaha menggulingkan kerajaan. Seorang menteri bernama Kiyai
Kebon Tubuh mengambil inisiatif berangkat ke desa Pandak (Tabanan)
menjemput Dalem Ketut Ngulesir untuk memohon beliau bersedia
menjadi Raja.
Kiyai berhasil menemui Dalem Ketut di arena sabungan ayam sedang
berwajah lesu karena baru saja kalah bertaruh. Kiyai melaporkan
secara singkat keadaan Dalem Wayan di Puri Samprangan dan
peristiwa menyedihkan yang terjadi di Puri Tarukan.
Sejenak Dalem Ketut termenung membayangkan betapa tragisnya
nasib beliau tiga bersaudara. Kiyai melanjutkan permohonannya agar
Dalem Ketut sudi pulang ke Samprangan untuk memimpin kerajaan
Bali Dwipa. Walaupun Dalem Ketut sudah lama meninggalkan
Samprangan, beliau selalu memantau apa yang terjadi di Puri
Samprangan. Permintaan Kiyai Kebon Tubuh itu memang patut
dipertimbangkan demi menjaga kelangsungan roda pemerintahan,
namun bagaimana nanti dengan kedudukan Dalem Wayan ?
Pemikiran Dalem Ketut itu nampaknya terbaca oleh Kiyai Kebon Tubuh.
Segera ia menawarkan agar Dalem Ketut memerintah dari Gelgel,
bukan dari Samprangan. Dengan kata lain kerajaan seolah-olah sudah
dipindahkan ke Gelgel. Tawaran ini disetujui Dalem Ketut dan
segeralah beliau berangkat ke Gelgel (tahun 1380 M atau 1302 isaka).
Dalem Ketut Ngulesir membangun istana di Gelgel di kebun kelapa
milik Kiyai Kebon Tubuh. Berita ini didengar oleh Dalem Wayan namun
tidak bereaksi karena beliau sudah kehilangan gairah hidup. Para
menteri dan pembantu Raja di Samprangan banyak yang berpindah ke
Gelgel atas kemauan sendiri karena merasa lebih senang mengabdi
kepada Dalem Ketut. Roda pemerintahan diatur dari Gelgel yang telah
berganti nama menjadi Suwecapura. Para Manca yang tinggal di
pedesaan dan pegunungan mendengar berita ini lalu datang
menyatakan dukungan dan kesetiaan kepada Dalem Ketut.
Sementara itu Dalem Wayan makin parah sakitnya dan akhirnya beliau
moksah pada tahun 1383 M atau 1305 isaka. Setelah Dalem Wayan
moksah barulah Dalem Ketut menyelenggarakan upacara penobatan
Raja (biseka Ratu) dengan gelar Ide Bethara Dalem Semara Kepakisan.
Segera setelah Dalem Ketut resmi menjadi Raja, beliau teringat pada
kakak beliau, Dalem Tarukan. Diutuslah Kiyai Kebon Tubuh ke
pedukuhan Bunga untuk meminta Dalem Tarukan kembali ke Tarukan
atau ke Suwecapura.
Permintaan ini ditolak beliau karena beberapa pertimbangan antara
lain : jika kembali ke Tarukan, istana ini sudah hancur dan akan
mengingatkan kenangan pahit yang dialami beberapa tahun lampau.
Istri beliau yang dicintai yaitu bidadari Lempuyang-pun (dijuluki :
Dedari Kuning) telah moksah. Jika ke Suwecapura, walaupun adik
beliau Dalem Ketut mau menerima, belum tentu para menteri dan
petinggi kerajaan lain mau juga menerima dengan baik; sementara itu
beliau sudah berbahagia di pedukuhan Bunga.
Kiyai Kebon Tubuh kembali ke Suwecapura dan melaporkan penolakan
Dalem Tarukan tersebut. Dalem Ketut kecewa karena maksud baik
beliau tidak ditanggapi oleh Dalem Tarukan, namun beliau dapat
memahami pemikiran kakak beliau itu. Dalem Tarukan yang menduga
bahwa para menteri di Suwecapura dan para pengejar dari
Samprangan telah mengetahui tempat persembunyian beliau, lalu
memutuskan untuk meninggalkan pedukuhan Bunga. Berangkatlah
rombongan keluarga besar itu diiringi oleh Dukuh Darmaji dan
beberapa rakyatnya menuju desa :
SEKAHAN
Hanya semalam beliau ada di desa Sekahan, kemudian meneruskan
perjalanan ke desa :
SEKARDADI
Di sini beliau beserta rombongan bermalam di pondok kerabat Jero
Dukuh Darmaji selama tiga malam, kemudian meneruskan perjalanan
ke desa :
KINTAMANI
Hanya lewat saja, lalu terus menuju desa :
PANARAJON
Di sini rombongan beliau dihembus angin topan sehingga sebelas
pengiring beliau meninggal dunia. Setelah topan reda, rombongan
meneruskan perjalanan ke desa :
BALINGKANG
Merasa aman, di sini beliau tinggal selama tiga bulan; setelah itu
rombongan menuju desa
SUKAWANA
Dalam perjalanan yang melelahkan ini putri beliau yang berusia 4
tahun, Gusti Luh Wanagiri menangis karena lapar. Dalem Tarukan lalu
bertanya kepada Dukuh Darmaji apakah membawa makanan. Dukuh
menjawab, tidak membawa makanan, hanya beberapa genggam
beras. Dalem Tarukan lalu tergesa-gesa memberikan beras itu kepada
putrinya, karena tidak sempat lagi memasaknya. Beberapa saat
kemudian putrinya sakit perut karena memakan beras mentah dan
akhirnya tidak tertolong.
Putri yang dicintainya meninggal dunia. Betapa sedih beliau dan
terucaplah kata-kata beliau : “Ya, Tuhan betapa besar cobaan yang
kami terima, sangat besarlah penyesalan kami karena seolah-olah
memberi jalan kematian putriku. Nah agar hal ini tidak terulang lagi,
wahai semua putra dan semua keturunanku, kelak di kemudian hari
janganlah sekali-kali kalian memakan beras mentah”
Setelah itu Dalem Tarukan lalu meminta Ki Pasek Sikawan mengubur
jenazah putrinya. Karena letak desa Sukawana di sebelah timur bukit
Penulisan, maka agar prabu layon berada di “hulu” dikuburlah jenazah
putrinya dengan kepala di arah barat. Di saat ini terucaplah bisama
beliau agar seketurunan beliau bila meninggal atau di-aben agar
kepala berada di arah barat, sebagai tanda ingat akan peristiwa
menyedihkan ini. Dari Sukawana beliau menuju ke desa :
SIKAWAN
Di desa ini beliau ditemui oleh Ki Pasek Ban dan Ki Pasek Jatituhu.
Beliau sempat beristirahat selama tiga bulan, selanjutnya menuju desa
:
PENEK
Tidak menetap, hanya memintas saja, lalu terus ke desa :
BAN (EBAN)
Juga tidak menetap, terus ke desa :
TEMANGKUNG
Tidak menetap, terus ke desa :
CARUCUT
Perjalanan menelusuri pantai; tiba di suatu tempat yang indah beliau
berhenti sejenak. Sudah sekian jauh beliau berjalan baru di situlah
merasa lega dan firasat beliau mengatakan bahwa tempat ini aman
dari kejaran pasukan Dulang Mangap. Beliau lalu membicarakan
rencana untuk menetap di situ. Semua pengikut beliau : Dukuh
Darmaji, Ki Pasek Ban, Ki Pasek Sikawan, Ki Pasek Jatituhu, Ki Pasek
Penek, Ki Pasek Daya, Ki Pasek Temangkung, dan Ki Pasek Sukawana
setuju.
Di situlah beliau membuka perkebunan kelapa dan tanaman palawija,
dibantu oleh ratusan rakyat pegunungan yang setia kepada Dalem
Tarukan. Lama-kelamaan makin banyak rakyat dan pemekel dari pulau
Bali pesisir utara yang berdatangan menghaturkan sembah sujud
kehadapan beliau dan tetap menjunjung beliau sebagai Dalem. Dalem
Tarukan lalu bersabda : “kamu semua rakyat pegunungan dan pesisir,
aku menerima penghormatan dan kesetiaanmu, tetapi janganlah kamu
me-“cokor I Dewa” kepadaku, karena kini aku bukanlah seorang Dalem
lagi”
Walaupun demikian, rakyat tetap saja menghormati beliau dengan
hatur : cokor I Dewa” karena tak seorangpun berani merubah
kebiasaan sebutan. Terkenallah beliau sampai ke perbatasan di arah
barat : Desa Tejakula, di arah selatan : Desa Poh Tegeh, di arah Timur
Desa Ban, (arah utara : Laut Bali).
Berkat asung kerta nugraha Ide Sanghyang Parama Kawi, hasil
perkebunan beliau melimpah, sehingga lama kelamaan keluarga dan
pengiring beliau kaya raya dan selalu bersuka ria. Maka tempat itu
dinamakan Sukadana.
SUKADANA
Ide Bethara Dalem Tarukan sekeluarga beserta para pengiringnya
menikmati kebahagiaan hidup di Sukadana. Namun di suatu saat
beliau terkenang akan putri beliau yaitu Gusti Luh Wanagiri yang
meninggal dan dikuburkan di Sukawana. Atas usul para pengikutnya
yaitu Ki Pasek Jatituhu, Ki Pasek Bunga, Ki Pasek Darmaji, Ki Pasek Ban,
Ki Pasek Daya, Ki Pasek Penek, Ki Pasek Temakung, Ki Pasek Sikawan,
Dukuh Bunga, Dukuh Jatituhu, dan Dukuh Pantunan, dilaksanakanlah
pelebon putri beliau secara megah dan besar-besaran.
Lokasi upacara dipilih di Bukit Mangun; pada saat pembakaran, prabu
layon mengarah ke barat. Pemuput upacara adalah : Dukuh Bunga,
Dukuh Pantunan, dan Dukuh Jatituhu. Abu jenazah dipendem di Bukit
Mangun. Selesai upacara pelebon, mereka kembali pulang ke
Sukadana. Beberapa lama kemudian para pengiring beliau
menyarankan agar rombongan kembali ke desa Poh Tegeh, karena
desa itu lebih layak dijadikan tempat menetap.
POH TEGEH
Betapa gembiranya I Gusti Ngurah Poh Tegeh menyambut kedatangan
Ide Bethara Dalem Tarukan setelah sekian lama berpisah. Rombongan
besar itu dijamu secara meriah. Tiba-tiba timbul keinginan Ide Bethara
Dalem Tarukan untuk meneruskan perjalanan ke selatan karena
seperti ada firasat bahwa kemungkinan putra beliau yang beribu
dedari Lempuyang masih hidup dan kini berada entah di mana.
Hal itu disampaikan kepada Kiyai Poh Tegeh. Mula-mula Kiyai
mencegah rencana beliau itu; namun melihat beliau sangat
bersemangat, Kiyai mendukung serta memohon agar Dalem Tarukan
sangat berhati-hati di perjalanan. Beberapa hari kemudian rombongan
beliau berangkat menuju desa :
SIDAPARNA
Di desa ini beliau bertemu dengan beberapa penduduk yang
memberikan informasi bahwa Dalem Ketut yang menggantikan Dalem
Wayan, memerintah di Gelgel secara bijaksana dan semuanya berjalan
sangat baik. Dalem Ketut tidak pernah lagi menanyakan keberadaan
Dalem Tarukan. Demikian pula para prajurit Samprangan yang dahulu
mengejar Dalem Tarukan tidak terdengar lagi kabar beritanya. Dalem
Tarukan meneruskan perjalanan ke :
GUNUNG PENIDA
Di suatu dataran tinggi Dalem Tarukan berhenti. Tempat itu sangat
indah karena diapit oleh dua buah sungai yang sangat jernih airnya.
Dikelilingi oleh hutan yang penuh dengan aneka satwa, ada tanah
datar yang luas, cocok untuk persawahan. Lama beliau termenung
menikmati keindahan pemandangan alami itu. Beliau berpikir, inilah
tempat yang sangat sesuai untuk tempat menetap. Jika meneruskan
perjalanan, belum juga tentu ke mana arahnya; di samping itu anggota
rombongan beliau sudah lelah tinggal berpindah-pindah.
Akhirnya beliau memutuskan menetap di daerah itu. Di sini beliau
membangun pondok-pondok, membuka sawah-ladang, serta menanam
padi, sayur-sayuran, kacang-kacangan, dan berbagai macam bunga.
Tempat itu oleh penduduk dinamakan Pulasari atau Pulasantun.
Kemudian Ide Bethara Dalem Tarukan menekuni Dharma Kepanditaan
yang menjadi keinginan beliau sejak berada di Tarukan. Keinginan ini
seperti mendarah daging karena leluhur beliau di Majapahit adalah
Brahmana, abiseka Danghyang Kepakisan. Kegiatan kepanditaan di
Pulasari berkembang pesat karena didukung oleh para Dukuh
sekitarnya, misalnya Dukuh Bunga, Dukuh Pantunan, Dukuh Darmaji,
dan lain-lain. Di sela-sela waktu pemujaan, Ide Bethara Dalem Tarukan
tetap bekerja di kebun atau di sawah sebagai selingan dan
kesenangan.
Hentikan dulu sejenak, kini diceritakan keadaan putra Ide Bethara
Dalem Tarukan bernama Dewa Bagus Dharma yang tinggal di Puri
Samprangan. Sejak berusia 42 hari beliau ditinggal ibunda, moksah ke
kahyangan. Di saat membutuhkan air susu, datanglah seekor
manjangan putih menyusui beliau dan kemudian menghilang setelah
sang bayi tertidur lelap. Keadaan ini mengherankan seisi Puri,
sehingga yakinlah mereka bahwa sang bayi benar-benar putra seorang
bidadari kahyangan. Ada seorang emban (pembantu) yang sangat
setia merawat sang bayi.
Setelah meningkat usia remaja, Dewa Bagus Dharma bertanya kepada
si-emban, siapa ayah dan ibu beliau. Si-emban dengan berlinang air
mata menceritrakan riwayat Ide Bethara Dalem Tarukan. Sejenak
beliau tercenung lalu berucap bahwa ingin menemui ayahanda beliau.
Si-emban dengan berbisik memberitahu : “pergilah I Dewa ke arah
pegunungan di utara; jika bertemu seorang laki-laki tegap, tampan,
tinggi, berkulit hitam, rambut panjang berombak, tanpa baju, berkain
hitam dengan saput poleng tanpa ujung (seperti kain sarung), itulah
ayahanda I Dewa”
Tidak menunggu waktu lagi, Dewa Bagus Dharma segera mengambil
keris, lalu berangkat ke arah utara. Tekad beliau sudah mantap;
kerinduan bertahun-tahun, haus kasih sayang, dan “jengah”
mendorong beliau segera ingin bertemu dan tinggal bersama
ayahanda baik dalam keadaan suka maupun duka. Berhari-hari beliau
berjalan sambil memperhatikan orang-orang yang ditemuinya. Tidak
satu pun mirip dengan apa yang diceritakan si-emban. Beliau tidak
bertanya kepada siapa pun, karena perjalanan ini dirahasiakan.
Suatu siang yang panas, tibalah Dewa Bagus Dharma di suatu
persawahan yang luas. Hanya ada satu orang di situ sedang asyik
membajak sawah. Beliau duduk dan kaget melihat orang itu sesuai
benar dengan ciri-ciri yang dikatakan si-emban. Hanya saja orang ini
petani; ayahanda yang dicari adalah seorang Raja. Tidak mungkin
seorang Raja membajak sawah. Sedang berpikir-pikir demikian, tiba-
tiba sapi si-“petani” panik lalu lari tunggang langgang. Peralatan bajak
yang ditariknya patah tidak karuan karena sapi-sapi itu mengamuk
ingin melepaskan diri.
Si “petani” heran, kenapa sapinya tiba-tiba menjadi liar tak terkendali.
Pasti ada sesuatu sebab yang membuat sapinya ketakutan, misalnya
harimau. Namun tidak ada harimau di sekitar itu. Yang ada hanya
seorang lelaki remaja dengan sorot mata polos memandang
kegaduhan sapi itu. Si-“petani” yang tiada lain Ide Bethara Dalem
Tarukan, menjadi marah karena mengetahui penyebab sapinya liar
adalah silaki-laki itu. Beliau mendekati remaja itu lalu menghardik :
“eh, apa kerjamu di sini, mengganggu saya serta mengacaukan sapi-
sapi saya”
Sang remaja yang disapa dengan keras itu juga marah, sehingga
timbul percekcokan. Kemarahan makin menjadi-jadi akhirnya sama-
sama menghunus keris berkelahi dengan sengit, saling pukul, saling
tikam, saling cekik, saling tindih, berjam-jam lamanya tidak ada yang
terluka, sampai kehabisan tenaga, sama-sama duduk bersebelahan.
Dalem Tarukan heran karena remaja ini kebal tubuhnya, ditikam tidak
tergores apalagi luka. Beliau lalu bertanya :”hai anak muda, siapa
sebenarnya anda, dari mana, mau ke mana dan apa kerjamu di tengah
hutan ini seorang diri” Dewa Bagus Dharma lalu menjawab :”saya
bernama Dewa Bagus Dharma, dari Puri Samprangan, tiba di hutan ini
hendak mencari ayah saya bernama Ide Dalem Tarukan, yang menurut
informasi tinggal di sekitar daerah ini”
Mendengar itu, Ide Bethara Dalem Tarukan terkejut bagaikan disambar
petir. Dipandangnya wajah pemuda itu; ya Tuhan, Sanghyang Parama
Kawi, wajahnya bagaikan pinang dibelah dua dengan anakku I Sekar.
Beliau tak kuasa membendung air mata haru; dipeluknya pemuda itu
seraya mengusap kepalanya : “anakku Dewa Bagus Dharma, Ide
Sanghyang Parama Kawi maha agung dan maha pemurah, hari ini aku
dipertemukan dengan anak kandungku yang bertahun-tahun aku
rindukan; nanak, ini ayahmu yang kamu cari itu”
Sampai di situ Ide Bethara Dalem Tarukan tidak lagi berkata-kata;
rongga dada beliau sudah penuh sesak dengan keharuan tiada tara.
Tak berbeda dengan Dewa Bagus Dharma, tak kuasa beliau
mengucapkan kata-kata; hanya perkataan :”aji, aji, aji” seraya
mengeratkan pelukannya sambil bersimbah air mata.
Lama kedua insan itu saling melepas kerinduan dan kehangatan ayah-
anak sambil menceritrakan riwayat masing-masing. Beberapa saat
kemudian datanglah putra-putra Ide Bethara Dalem Tarukan yaitu
Gusti Gede Sekar dan Gusti Gede Pulasari bermaksud menjemput
ayahanda beliau pulang ke pedukuhan. Ide Bethara Dalem Tarukan
dengan gembira mempertemukan ketiga saudara kandung buah
hatinya itu. Mereka lalu pulang ke pedukuhan Pulasari dengan suka
cita.
Gemparlah pedukuhan Pulasari atas kedatangan penghuni baru yang
tampan seperti kembarannya Gusti Gede Sekar, namun usianya sedikit
lebih dewasa. Malam hari pertemuan itu dirayakan dengan meriah,
makan, minum, menari dan menyanyi. Ketujuh bersaudara lelaki,
putra-putra Ide Bethara Dalem Tarukan asyik berbincang sampai larut
malam. Akhirnya kantuk membawa mereka ke alam mimpi yang indah.
Dewa Bagus Dharma sudah sejak awal memutuskan tinggal menetap
bersama-sama ayah, para ibu dan saudara-saudaranya di Pulasari.
Kini dilanjutkan dahulu kisah tentang Kiyai Parembu. Kiyai dengan
gigih mentaati perintah Dalem Wayan mengejar Dalem Tarukan ke
hutan-hutan pegunungan sebelah utara. Disertai putranya bernama
Kiyai Wayahan Kutawaringin, pasukan Dulang Mangap menyelusup
menyelidiki dan mencari persembunyian Dalem Tarukan, namun tidak
pernah berhasil. Kadangkala ada yang memberikan informasi lokasi
persembunyian beliau, tetapi ternyata informasinya menyesatkan.
Arah pencarian Kiyai menuju gunung Tulukbiyu, lalu bertemu dengan
Jero Dukuh Sekar. Ketika ditanya, Jero Dukuh berlaku pikun serta
memberi jawaban sekenanya. Dengan perasaan kesal dan putus asa
Kiyai meneruskan pencariannya tanpa arah yang jelas. Tiba di suatu
tempat Kiyai duduk di bawah pohon tua yang rindang. Perasaan Kiyai
tidak menentu : kesal, malu, merasa tak berharga karena tidak dapat
menunaikan tugas, walaupun sudah diupayakan dengan sekuat
tenaga.
Pasukan Dulang Mangap terpecah dua; sebagian besar sudah kembali
ke Gelgel karena mendengar Dalem Ketut sudah bertahta di Gelgel.
Kini pasukannya bersisa empat puluh orang. Hanya itulah yang masih
setia mengikuti, namun sudah ada tanda-tanda mereka jemu dan
kepayahan. Kiyai merenung dan timbul pikirannya yang terang.
Ditanyaillah dirinya sendiri, apa sebenarnya manfaat tugas yang
diembannya bagi kerajaan. Bukankah perintah Dalem Wayan hanya
sebuah perintah emosional yang menuruti kemarahan sesaat ? Di
samping itu berita yang didengar, seolah-olah Dalem Wayan sudah
digeser kedudukannya oleh Dalem Ketut. Lalu untuk siapa kini ia
mengabdi ? Tetapi jika melalaikan tugas bukankah ia sudah banyak
berhutang budi kepada Dalem Wayan ? Kebingungan pikiran Kiyai
rupanya diketahui oleh putra dan para pengikutnya.
Seorang pembantunya memberanikan diri menyampaikan pendapat
sebagai berikut : “ya, paduka Gusti, hamba mengerti bahwa hati tuan
kecewa karena tidak berhasil mencari Dalem Tarukan. Namun jika tuan
berkenan, hamba menghaturkan pendapat bahwa Ida Sanghyang
Widhi Wasa telah melindungi Ide Bethara Dalem Tarukan sehingga
beliau terhindar dari mara bahaya. Hidup dan mati semuanya ada di
tangan-Nya; jika belum diperkenankan, apapun upaya manusia untuk
membunuh sesama manusia tidak akan terlaksana. Oleh karena itu
janganlah paduka menyesali diri terlampau berkepanjangan.
Sebaiknya putuskanlah apa yang akan kita lakukan sekarang”
Mendengar ucapan pembantunya demikian, mantaplah hati Kiyai
Parembu; segera ia bangkit berdiri seraya berkata :”Hai kamu sekalian,
memang benar seperti apa yang dikatakan temanmu ini; tidak ada
yang dapat melawan kehendak Ide Sanghyang Widhi, hanya Beliau
yang kuasa mengatur soal hidup atau mati. Perasaan kita saat ini
sama, yaitu rasa malu yang menusuk hati karena tidak dapat
menyelesaikan tugas. Karenanya aku telah memutuskan tidak kembali
ke Gelgel. Kita menetap di sini saja membuka lembaran sejarah baru;
siapa yang setuju boleh mengikuti saya; yang tidak setuju silahkan
kembali ke Gelgel” Para pengikutnya serempak menjawab setuju.
Tidak seorangpun berniat kembali ke Gelgel. Dengan riang gembira
mereka bersama-sama membangun pedesaan kecil, membuka sawah
ladang dan hidup sebagai petani. Desa itu dinamakan Bugbug Tegeh.
Adanya desa baru cepat tersiar ke desa-desa sekitarnya. Kiyai Poh
Tegeh lalu mengirim utusan mengundang Kiyai Parembu. Kiyai
Parembu merasa khawatir, karena tahu bahwa Kiyai Poh Tegeh
memihak Dalem Tarukan. Semalam suntuk Kiyai Parembu berunding
dengan putranya, Kiyai Wayahan Kutawaringin apakah akan
memenuhi undangan itu atau menolak. Hingga larut malam belum ada
keputusan, sampai keduanya tertidur kelelahan. Kiyai Wayahan
Kutawaringin bermimpi ditemui seorang bidadari yang cantik jelita,
bahkan bercengkrama mesra di sebuah taman yang indah.
Keesokan hari mimpi itu diceritrakannya kepada sang ayah. “Wah itu
pertanda baik, mari kita segera berangkat ke Poh Tegeh” Menjelang
sore mereka berdua tiba di Poh Tegeh, disambut dengan ramah oleh
seorang gadis cantik yang kebetulan melintas di depan pemedal.
Bagaikan dipukul palu godam detak jantung Kiyai Wayahan Waringin
memandang kecantikan gadis itu. Bagaimana mungkin, bidadari yang
diimpikan semalam berwujud persis dia.
Sedang terkesima demikian tiba-tiba tegur sapa Kiyai Poh Tegeh
menyadarkan Kiyai Wayahan Kutawaringin. “Adinda Kiyai Parembu,
betapa bahagianya kakanda hari ini karena dinda bersedia memenuhi
undangan” Kiyai Parembu menjawab : ”ya kakanda, maafkanlah dinda
karena baru kali ini dapat berjumpa; dinda merasa seperti manusia
yang tidak berharga dan tak berguna sehingga kelahiran dinda sia-sia
belaka. Dinda tidak dapat mengemban tugas sebagai seorang kesatria
sejati. Seharusnya dinda bunuh diri saja karena tiada tahan
menanggung malu”
Wajah Kiyai Parembu sedih memelas; cepat Kiyai Poh Tegeh menjawab
:” dinda, Kiyai Parembu, tidak seorang pun akan menyalahkan serta
merendahkan dinda, karena Ide Bethara Dalem Tarukan dilindungi
Sanghyang Widhi. Sadarlah dinda, beliau berdua kakak beradik bertikai
karena diadu domba oleh pihak lain. Janganlah dinda turut memihak
dalam pertikaian itu karena tidak direstui Yang Maha Kuasa. Sebagai
seorang kesatria, ingatlah selalu riwayat leluhur kita yaitu Sri Jayakata
dan Sri Jayawaringin ketika dilarikan ke Tumapel setelah gugurnya Sri
Jayakatong. Bukankah leluhur Ide Bethara Sri Kresna Kepakisan yang
menyelamatkan leluhur kita ? Dan kedatangan leluhur kita ke Bali-pun
mengiringi Dalem Sri Kresna Kepakisan.
Jadi kita harus tetap berbakti kepada sentanan Dalem Sri Kresna
Kepakisan, dalam hal ini baik Dalem Wayan maupun Dalem Tarukan
sama-sama kita hormati. Kini keadaan berubah; Dalem Ketut sudah
memimpin kerajaan. Oleh karena itu untuk apa dinda masih terus
memburu Dalem Tarukan ? Keputusan dinda untuk menetap di Bugbug
Tegeh kanda hargai sebagai suatu keputusan yang bijaksana”
Mendengar wejangan Kiyai Poh Tegeh seperti itu legalah perasaan
Kiyai Parembu. Mereka lalu bersantap malam dan berbincang-bincang
dengan gembira sampai larut malam. Tiba waktunya tidur, Kiyai
Parembu bersama putranya disilahkan menempati ruangan yang telah
disediakan. Sekali lagi Kiyai Wayahan Kutawaringin bertemu pandang
dengan gadis yang sore tadi. Goyah rasanya lutut beliau karena tak
kuasa menahan dentuman api asmara yang melesat dari kerlingan si
gadis.
Kiyai Poh Tegeh segera mengenalkan gadis itu kepada Kiyai Wayahan
Kutawaringin seraya berkata : “nanak Winihayu Luh Toya, ini masih
saudara sepupumu bernama Kiyai Wayahan Kutawaringin. Ini ayahnya
bernama Kiyai Parembu” Si gadis mengangguk manja terus
menghilang di balik pintu. Malam itu Kiyai Wayahan tidur gelisah
sampai ayam berkokok menjagakannya. Setelah berpamitan
berangkatlah kedua si ayah dan anak itu pulang ke Bugbug Tegeh. Di
perjalanan, Kiyai Wayahan tiada henti-hentinya berbisik di hati : “dinda
Winihayu apakah dinda merasakan apa yang terpendam di hatiku”
Hingga beberapa hari setibanya di Bugbug Tegeh, Kiyai Wayahan terus
saja terkenang pada Winihayu. Hal ini diketahui oleh ayahnya.
Singkat cerita lama kelamaan diketahui bahwa Winihayu sama-sama
jatuh cinta juga kepada Kiyai Wayahan. Kedua orang tua-tua lalu
berunding, akhirnya terjadilah pernikahan Kiyai Wayahan Kutawaringin
dengan Winihayu Luh Toya. Dari perkawinan ini lahir dua orang putra
yaitu : Kiyai Panida Waringin, meninggal dunia pada usia muda, dan
Kiyai Tabehan Waringin yang kelak di kemudian hari melanjutkan
keturunan warga Arya Kutawaringin. Pernikahan antara Kiyai Wayahan
Kutawaringin dengan Winihayu Luh Toya menyebabkan Kiyai Wayahan
ber-ipar dengan Dalem Tarukan, karena sama-sama menikahi putri-
putri Kiyai Poh Tegeh.
Karena hubungan kekeluargaan inilah menambah “kemalasan” Kiyai
Parembu untuk mengejar Dalem Tarukan. Patutlah dipuji strategi Kiyai
Poh Tegeh yang selalu berupaya menyelamatkan Dalem Tarukan.
Kembali diceritakan keadaan beliau, Ide Bethara Dalem Tarukan di
desa Pulasari. Tidak ada lagi pasukan yang mengejar-ngejar beliau,
sehingga kehidupan beliau aman tentram. Beliau meningkatkan ilmu
kepanditaan, sampai akhirnya mampu menjadi nabe bagi para dukuh
yang setia mengikuti beliau yaitu : Dukuh Bunga, Dukuh Pantunan,
Dukuh Jatituhu, Dukuh Darmaji, Ki Pasek Bunga, Ki Pasek Daya, Ki
Pasek Jatituhu, Ki Pasek Pemuteran, Ki Pasek Ban, Ki Pasek Penek, dan
Ki Pasek Sikawan.
Kepada para putranya beliau memberikan bisama sebagai berikut :
“Putra-putraku, dengarkanlah bisama yang aku berikan kepadamu dan
segenap keturunanmu kelak di kemudian hari : Jika kamu meninggal
dunia dan diupacarai ngaben (pelebon), dibenarkan kalian
menggunakan busana sesuai dengan tata-cara sebagai seorang Raja
beserta dengan segala upacaranya, paling kecil menggunakan
pemereman berupa padma terawang, atau bade bertumpang tujuh,
menggunakan banusa dengan galar dari bambu kuning, tumpang salu
dari bambu kuning, ma-ulon, ma-jempana, kajang Pulasari, daun
pisang kaikik, bale gumi berundak tujuh, bale silunglung, damar
kurung, serta upacara ngaskara selengkapnya.
Selain itu janganlah menerima panggilan “cai”, tetapi terimalah
panggilan : Jero, Gusti dan Ratu. Bisama ini aku berikan kepadamu
karena kamu adalah keturunanku, keturunan Dalem” Pemberian
bisama itu disaksikan oleh para Dukuh dan para Pasek yang
disebutkan di atas. Mereka menyatakan akan selalu mentaati dan
menjaga terlaksananya bisama itu. Tiada berapa lama setelah
memberikan bisama, Ide Bethara Dalem Tarukan sakit selama tiga
bulan lalu meninggal dunia pada hari Kamis Kliwon, wara Ukir,
panglong ping pitu, sasih kedasa, isaka 1321 atau bila dengan
kalender Masehi, pada hari Kamis, bulan April tahun 1399 M. Jika
diperkirakan beliau lahir pada tahun 1352 M (dua tahun setelah
ayahanda : Dalem Sri Kresna Kepakisan menjadi Raja Samprangan)
maka Ide Bethara Dalem Tarukan meninggal dunia pada usia 47 tahun.
Upacara pelebon Ide Bethara Dalem Tarukan dilaksanakan di setra
Tampuwagan pada hari Sabtu, Pahing, wuku Warigadean, panglong
ping pitu, sasih Jiyesta, rah tunggal, tenggek kalih, isaka 1321, atau
bila dengan kalender Masehi, pada hari Sabtu, bulan Juni tahun 1399
M. Manggala dan pemuput karya upacara pelebon adalah : Dukuh
Bunga, Dukuh Pantunan, Dukuh Jatituhu, Kiyai Poh Tegeh, Ki Pasek
Pemuteran, Ki Pasek Penek, Ki Pasek Temangkung, Ki Pasek Ban, Ki
Pasek Sikawan, Ki Pasek Bunga, Ki Pasek Jatituhu, dan I Gusti Ngurah
Kubakal.
Tata laksana pelebon sebagai Raja, yaitu : pemereman bade tumpang
pitu, petulangan lembu nandaka ireng ditempatkan dengan kepala di
arah Barat, tirta pemuput dari Besakih, sulut pembakaran memakai
keloping nyuh gading, kayu bakar memakai kayu cendana. Setelah itu
abu tulang dihanyutkan di sungai Congkang. Sebulan kemudian
diadakan upacara meligia di mana abu “sekah” dipendem di cungkup
sebuah Pura yang dibangun sebagai Pedarman Ide Bethara Dalem
Tarukan. Berhubung sudah disucikan sebagai Bethara Raja Dewata,
maka sejak saat meligia itu beliau amari aran (berganti gelar)
menjadi : Ide Bethara Dalem Tampuwagan Mutering Jagat.
Selama berlangsungnya upacara pelebon dan meligia, tiada henti-
hentinya seluruh rakyat pegunungan mulai dari perbatasan barat :
Bondalem (Buleleng), perbatasan timur : Tianyar (Karangasem),
perbatasan selatan : Pantunan (Bangli) menghaturkan uang kepeng
bolong dan bahan-bahan “lebeng-matah” sebagai tanda bakti, setia,
hormat, dan duka cita karena ditinggalkan junjungan mereka. Aturan
berupa makanan langsung disantap oleh para putra, para Ibu,
keluarga, serta semua yang hadir. Karena terlalu banyak sampai tidak
habis dimakan, dibiarkan membusuk sehingga menimbulkan bau tidak
sedap.
Setelah semua rangkaian upacara selesai, bau busuk dari sisa-sia
makanan, beras, uang kepeng bolong dan lain-lain makin menjadi-jadi,
tidak tahan menciumnya. Para putra lalu memerintahkan rakyatnya
membuang ke sungai, sampai air sungai itu berubah seperti bubur.
Uang kepeng bolong yang dihanyutkan menyangkut menutupi sumber
mata air sungai. Rakyat yang tinggal di hilir terheran-heran melihat air
sungai berubah seperti bubur; banyak yang mengambil nasi, tumpeng,
beras itu untuk diberi makan anjing atau babi.
Di sungai lainnya rakyat menemukan uang kepeng bolong yang sudah
bergumpal-gumpal berkarat tidak bisa digunakan lagi. Ide Bethara di
sorga loka melihat dengan sedih kejadian itu. Turunlah kutukan beliau
sebagai berikut : “Wahai para putraku, kalian telah menyia-nyiakan
anugerah dewata; maka kini terimalah kutukanku, mudah-mudahan
kalian seketurunan tidak akan menjadi kaya atau berkecukupan. Bila
ada yang bisa kaya, umurnya pendek lalu kematian menjemput
sehingga keturunannya menjadi miskin kembali” Para putra yang
mendengar kutukan itu kebingungan dan menyesali perbuatannya,
namun apa hendak dikata karena itulah kehendak Ide Sanghyang
Widhi Wasa. Dengan perasaan tak menentu para putra kembali ke
pedukuhan Pulasari memulai hidup baru.
Aliran sungai yang berlimpah bubur dan uang kepeng bolong itu
menuju ke Kerajaan Suwecapura. Rakyat gempar berhari-hari, lalu
menamakan kedua sungai itu masing-masing : Tukad Bubuh dan
Tukad Jinah. Berita ini sampai ke istana Dalem Ketut (Dalem Sri
Semara Kepakisan). Tahulah beliau bahwa kakak beliau telah
meninggal dunia dan di pelebon di pegunungan. Sedih hati beliau
mengenang nasib Ide Bethara Raja Dewata yang sebahagian besar
hidupnya dihabiskan di pengungsian. Beliau Dalem Ketut ingin
memelihara putra-putra Ide Bethara Raja Dewata yang jelas masih
kemenakannya sendiri.
Keesokan harinya dipanggillah Kiyai Kebon Tubuh lalu ditugaskan
menjemput para kemenakan beliau itu ke hutan-hutan di pegunungan
untuk diajak ke Gelgel. Disertai pengikut 50 orang, berangkatlah Kiyai
Kebon Tubuh menuju utara. Setelah menempuh perjalanan berhari-
hari, sampailah Kiyai di pedukuhan Pulasari. Kiyai berdatang sembah
kepada para putra : “Mohon ampun, paduka para putra Dalem, hamba
diutus oleh Paman paduka, Sri Aji Semara Kepakisan untuk menjemput
paduka sekalian diajak pulang ke istana Suwecapura”
Para putra yang dipimpin oleh putra tertua : Dewa Bagus Dharma
ragu-ragu pada kebenaran maksud baik dari ucapan sang Kiyai.
Bertahun-tahun para putra menghadapi kenyataan bahwa ayahanda
beliau dimusuhi oleh saudara sekandung beserta menteri dan rakyat
kerajaan, kini tiba-tiba ada utusan yang bernada membujuk
menjanjikan kebaikan budi. Bukankah ini suatu perangkap untuk
mencelakakan para putra sehingga jika dapat, agar musnahlah
keturunan Ide Bethara Raja Dewata.
Berpikir demikian, Dewa Bagus Dharma kemudian menolak
permintaan sang Kiyai seraya menyatakan bahwa beliau beserta adik-
adik tidak akan meninggalkan pedukuhan Pulasari. Kiyai Kebon Tubuh
tidak berhasil membujuk para putra, lalu kembali ke istana
Suwecapura. Betapa duka hati Dalem Ketut mendengar laporan Kiyai
Kebon Tubuh; dimintanya Kiayi mengulangi kunjungan ke Pulasari
membujuk para putra agar mau pulang ke Suwecapura.
Walaupun sampai tiga kali utusan ini pulang balik, para putra tetap
tidak mau datang ke Suwecapura. Ini menimbulkan kemarahan Dalem
Ketut, sehingga keluarlah perintah beliau untuk menangkap para
kemenakan beliau dibawa paksa pulang ke Suwecapura. Kiyai Kebon
Tubuh lalu mengerahkan prajurit dalam jumlah besar dengan
persenjataan lengkap. Tidak kurang dari 2000 prajurit dibawa serta,
namun bukan dari pasukan Dulang Mangap.
Sementara itu pihak para putra yang dipimpin oleh Dewa Bagus
Dharma telah mengetahui gerakan musuh yang menjalar bagaikan
ular besar dari arah selatan. Kakek beliau, I Gusti Poh Tegeh bersama
kerabatnya yaitu I Gusti Ngurah Kubakal mempersiapkan pertahanan
rakyat di desa Pesaban, Tembuku, dan Timuhun. Perang besar yang
tidak seimbang berkecamuk dengan dahsyat, membawa korban
banyak di pihak pasukan I Gusti Poh Tegeh. Dapat dimaklumi karena
pasukan ini bukan prajurit terlatih, hanya bermodalkan semangat dan
kesetiaan yang tinggi kepada ratunya. Mayat-mayat yang jatuh ke
sungai hanyut ke hilir akhirnya sampai ke perbatasan kota Gelgel.
Dalem Ketut mendengar berita banyaknya korban rakyat biasa dalam
peperangan di pegunungan. Beliau lalu memerintahkan menghentikan
peperangan dan menarik pasukan Kiyai Kebon Tubuh kembali ke
Gelgel. Dalem Ketut menulis surat kepada I Gusti Poh Tegeh dibawa
oleh utusan beliau, sekali lagi Kiyai Kebon Tubuh bersama seorang
Bendesa. Surat itu diterima oleh I Gusti Poh Tegeh lalu dibaca di
hadapan I Gusti Ngurah Kubakal, dan I Gusti Ngurah Puajang : “Wahai
kamu sekalian para Pasek di pegunungan, serahkanlah para
kemenakanku itu untuk aku asuh di Gelgel, semata-mata karena belas
kasihanku dan kerinduan serta keinginanku untuk memelihara mereka
sebagaimana layaknya para ratu keturunan Dalem; peperangan hanya
akan merugikan kita sendiri karena banyak rakyat yang menjadi
korban”
I Gusti Poh Tegeh berkata bahwa beliau masih akan membicarakan hal
ini kepada para putra, dan sementara agar Kiyai Kebon Tubuh pulang
lebih dahulu ke Gelgel; mungkin beberapa hari lagi beliau akan
menyusul mengantarkan para putra ke Gelgel. Gusti Poh Tegeh ingin
memenuhi perintah Dalem Ketut karena berpendapat bahwa maksud
Dalem Ketut sungguh-sungguh baik, namun perlu beberapa hari untuk
meyakinkan pendapatnya kepada para putra, terutama Dewa Bagus
Dharma sebagai putra tertua.
Sepulangnya Kiyai Kebon Tubuh, Gusti Poh Tegeh memanggil para
putra Ide Bethara Dalem Tampuwagan (d.h. Ide Bethara Dalem
Tarukan) seraya menyampaikan isi surat Dalem Ketut. Para putra
belum sanggup memberi persetujuan hari itu karena masih merasa
khawatir akan masa depan mereka di Gelgel sementara mereka sudah
betah dan berbahagia tinggal di pegunungan. Gusti Poh Tegeh
mempersilahkan para putra untuk berpikir beberapa hari agar
mendapat pertimbangan yang matang sebelum mengambil keputusan.
Namun tiba-tiba tanpa diduga sama sekali datanglah gelombang
serangan yang dahsyat dari para Manca Badung dipimpin oleh I Gusti
Gede Kaler disertai Arya Kenceng, Ngurah Mambal, Ngurah Menguwi,
dan I Gusti Ngurah Telabah. Gerakan ini sangat mengejutkan dan
mengherankan para tokoh pegunungan seperti Gusti Poh Tegeh serta
para kerabatnya. Beliau cepat berpikir bahwa gerakan ini bukan
perintah Dalem Ketut, melainkan gerakan para arya yang merasa
khawatir bila para putra Dalem Tampuwagan kembali ke Gelgel pasti
akan diberi kedudukan sebagai Manca yang akan berakibat kedudukan
mereka tergeser.
Jadi tujuan serangan kali ini adalah membunuh para putra. Naluri jiwa
kesatria Gusti Poh Tegeh bangkit lalu bersama para kerabatnya
memimpin perang mempertahankan dan melindungi para putra.
Perang berkecamuk seru berhari-hari, namun segera terlihat kekuatan
yang tidak seimbang. Pasukan bertahan yang dipimpin I Gusti Agung
Bekung bersama Dewa Bagus Dharma dipukul mundur meninggalkan
mayat prajurit sekitar 5000 orang.
Pada suatu pagi hari di saat hujan rintik-rintik dan matahari baru
bersinar terang-terang tanah gugurlah Dewa Bagus Dharma, putra
tercinta Ide Bethara Dalem Tampuwagan. Para Kakek, adik-adik beliau
serta seluruh rakyat pegunungan berduka cita sedalam-dalamnya.
Beliau sebenarnya mempunyai ilmu kekebalan tubuh pembawaan
sejak lahir, namun di saat fajar kekebalan itu sirna sementara; rupanya
kelemahan ini diketahui musuh. Beliau direbut berpuluh-puluh prajurit I
Gusti Gede Kaler di saat fajar. Tempat gugurnya diberi nama Siang
Kangin. Di situ pula layon beliau diupacarakan dan distanakan pada
pelinggih yang dibangun, selanjutnya dinamakan Pura Siang Kangin.
Sejak gugurnya Ide Bethara Siang Kangin, rakyat pegunungan
menderita kekalahan terus-menerus dalam peperangan. Untuk
mencegah korban yang lebih banyak maka para pemimpin rakyat
pegunungan berunding lalu mengambil keputusan untuk
menyelamatkan para putra Ide Bethara Dalem Tampuwagan.
Cara menyelamatkan para putra disepakati sebagai berikut : Gusti
Gede Sekar dan Gusti Gede Pulasari diiringi ibunda beliau Gusti Luh
Puwaji beserta empat orang saudaranya ke Puri Gelgel meminta
perlindungan Dalem Ketut. Gusti Gede Bandem pergi ke Desa Keling
(Karangasem). Gusti Gede Belayu berangkat kearah Tabanan,
menetap di suatu tempat yang kini bernama Desa Belayu. Gusti Gede
Balangan menetap di Desa Pantunan atas jaminan keselamatan dari
Gusti Agung Pasek Gelgel. Gusti Gede Dangin atas permintaan beliau,
tidak mau turut ke Gelgel, lalu berangkat menuju daerah Den Bukit
(Buleleng) diiringi rakyat 12 orang, menuju Desa Sudaji. Demikianlah
keenam bersaudara itu berpisah menuju tempatnya masing-masing.
Sedih dan pilu hati mereka karena harus berpisah dan meninggalkan
kampung halaman, namun pasrah menyerahkan nasibnya kepada Ide
Sanghyang Widhi Wasa.
Setibanya Gusti Gede Sekar dan Gusti Gede Pulasari di Puri Gelgel,
langsung menghadap Dalem Ketut Sri Semara Kepakisan. Betapa
gembiranya Dalem Ketut menerima kemenakan-kemenakan beliau,
namun terasa agak kecewa karena tidak semua kemenakannya mau
hadir. Tetapi akhirnya beliau maklum setelah mendapat penjelasan
dari Gusti Agung Pasek Gelgel bahwa keputusan untuk menuju tempat
masing-masing sudah dipertimbangkan dengan baik. Dalem Ketut
kemudian memberikan penugrahan kepada para kemenakannya
sebagai berikut :
“Kemenakanku semua, janganlah kalian menyamai (memadai)
kedudukanku, karena kalian keturunan Kesatria yang telah diturunkan
wangsanya dan kini menjadi Wesia Dalem. Sebab-sebab diturunkan
wangsamu karena peristiwa di Puri Tarukan yang melibatkan kakakku
Ide Bethara Dalem Tampuwagan. Di kemudian hari bila kalian dan
keturunanmu melaksanakan upacara pelebon dibolehkan
menggunakan tata-cara seorang Raja karena kalian masih menjadi
satu keturunan denganku. Cuntaka hanya tiga malam sebagaimana
halnya wangsa Brahmana, Kesatria (para Ratu). Setelah cuntaka habis
segeralah mebersih di mata air selanjutnya ngayab banten pebersihan;
setelah itu barulah kembali kesucianmu. Jika kalian berani menyamai
kedudukanku, akan kukutuk kalian tiga kali. Hal lain yang harus kalian
ingat, janganlah melupakan Pura-pura kahyangan jagat di seluruh Bali,
serta janganlah mensia-siakan para Pendeta/Sulinggih dan orang-
orang suci agar jagat Bali selalu trepti. Janganlah kalian melakukan
hubungan suami istri di luar pernikahan karena perbuatan itu akan
membawa kehancuran sehingga orang-orang Bali tidak lagi bersatu.
Peringatan-peringatanku ini berlaku seterusnya sampai ke anak cucu
keturunanmu selanjutnya. Bila ada yang melanggar mudah-mudahan
menemui bencana dalam hidupnya”
Setelah berlalu beberapa masa, datanglah seorang keturunan Ide
Bethara Hyang Genijaya dari Majapahit bernama Sangkul Putih
bersama istri dan para putranya. Beliau mendarat di Padang lalu
langsung ke Puri Gelgel menghadap Dalem Ketut. Bertepatan saat itu
Ide Dalem Ketut sedang memberikan penugrahan kepada para putra
Ide Bethara Dalem Tampuwagan yang kali ini hadir secara lengkap
yaitu : Gusti Gede Sekar, Gusti Gede Pulasari, Gusti Gede Bandem,
Gusti Gede Belayu, Gusti Gede Balangan, dan Gusti Gede Dangin,
sehingga Sangkul Putih turut mendengarkan wejangan beliau sebagai
berikut: “Wahai para kemenakanku semua, kini lanjutkan penugrahan
yang telah kuberikan beberapa waktu yang lalu sebagai berikut : Jika
kalian memahami tentang kemoksan seharusnya kalian menjadi
seorang Sulinggih karena kalian adalah seketurunan denganku yaitu
keturunan Brahmana.
Oleh karena itu pula kalian harus selalu berbakti di Kahyangan
Brahmana di Tolangkir (Besakih) jangan melewatkan upacara-upacara
di sana sekalipun. Jika kalian melupakan, kukutuk kalian menjadi orang
Sudra dan kalian tidak lagi menjadi seketurunan denganku. Demikian
juga kalian harus berbakti di Kahyangan Ide Bethara Hyang Genijaya
yang ada di Lempuyang dan di Tolangkir sesuai sabda Ide Bethara
Brahma. Jika kalian melalaikan peringatanku ini mudah-mudahan
hidupmu susah senantiasa kekurangan, kesasar tidak menemukan
arah hidup. Kalian adalah keturunan Brahmana, maka bila meninggal
dunia, layon harus dibungkus oleh daun muda pisang gedang Kaikik
sebab ketika leluhur kita lahir beliau dialasi oleh daun muda pisang
gedang Kaikik. Jika tidak demikian kalian dan keturunan kalian bukan
warih Dalem.
Selanjutnya beliau Dalem Ketut bersabda : “Apa yang aku anugrahkan
kepadamu tadi dan selanjutnya ini adalah wahyu dari Ide Bethara
Hyang Genijaya yang berstana di Lempuyang. Kalian para
kemenakanku, janganlah lupa memuja dan memohon anugrah kepada
Ide Bethara di Penataran Agung, Tolangkir, juga kepada I Ratu Pande, I
Ratu Gede Penyarikan, serta nuntun para arwah leluhurmu untuk
distanakan di tempat keturunanmu. Taatlah melaksanakan
kedharmaan, jangan menentang peraturan-peraturan. Diantara
keturunan-keturunanmu janganlah satu sama lain tiada mengakui
bersaudara, paling tidak mengaku memisan atau memindon. Di mana
pun kamu berada tetaplah mengaku bersaudara; jika lupa atau tidak
mengakui saudara, mudah-mudahan kamu kehilangan “soda” yaitu
selalu kekurangan makanan dan minuman.
Beberapa waktu kemudian, Ide Dalem Ketut kembali mengumpulkan
para kemenakan beliau (putra-putra Ide Bethara Dalem Tampuwagan)
lalu meneruskan penugrahan yang diterima dari para putra-putri
Sanghyang Pasupati yaitu Ide Bethara Mahadewa yang berstana di
Tolangkir dan adik beliau Ide Bethari Dewi Danu yang berstana di
Danau Batur sebagai berikut : Apabila diantara kalian atau
keturunanmu di kemudian hari ada yang mampu Madwijati,
diperkenankan pada upacara pelebon menggunakan padma trawang,
pisang gedang kaikik, gamet (kapas), kesumba, serta bertingkat 5
(nista), 7 dan 9 (madia), dan 11 (utama).
Itu adalah demi kesejahteraanmu. Jika mayat kalian dibakar, cuntake
hanya 3 (tiga) malam; jika ditanam 7 (tujuh) malam; Jika mayat kalian
dibakar, harus dilakukan upacara ngeleb awu ke segara/sungai disertai
upacara ngirim; jika dilalaikan, mudah-mudahan kamu menjadi
manusia yang derajatnya paling rendah karena tidak membela
kewangsaan serta tidak mengenal kawitan.
Selanjutnya Dalem Ketut bersabda : “Kalian kemenakanku, walaupun
kalian telah disurud wangsakan, namun kalian masih aku anugerahi
hak-hak sebagai berikut : seketurunan kalian tidak kena kewajiban-
kewajiban/pungutan (pajak), tidak kena pejah pajungan (hukuman
mati), tidak kena cecangkriman (pembuangan), tidak kena ambungan
(hukuman cambuk), tidak kena sasarandana (pungutan adat), tidak
kena pepanjingan (larangan masuk ke suatu wilayah), tidak kena
pecatuan (yuran di Pura), tidak kena perintah. Para penguasa di
daerah yaitu Manca dan Punggawa diberitahu semua penugrahan Ide
Bethara Dalem Ketut tersebut untuk ditaati dan diindahkan, ditambah
lagi penekanan agar mereka senantiasa menghormati para
kemenakan beliau seketurunan. Apabila ada yang berani menentang
atau tidak melaksanakan, mudah-mudahan hilang kesaktiannya dan
luntur kewibawaannya.
Beberapa waktu kemudian Ide Dalem Ketut memberikan tambahan
wejangan setelah mendapat wahyu dari Ide Bethara Brahma : “Jika
kalian dan keturunanmu meninggal, kalian harus memohon melalui
Sangkulputih tirta Yeh-Tunggang dari Gunung Agung sebagai tirta
pengentas. Oleh karena itu kawitan serta semua arwah leluhurmu
berstana di Gunung Agung (Tolangkir) sehingga kamu wajib berbakti
kepada kawitan dan arwah leluhurmu di Pedarmaan Besakih.
Bila ada keturunanmu yang sudah mebersih wenang naik-turun di
pelinggih-pelinggih di Tolangkir dalam upacara yadnya. Bila ada
keturunanmu yang mampu Madwijati/Madiksa, wenang mengajarkan
ilmu, sastra dan kedharmaan kepada saudara-saudaranya sehingga
menjadi orang-orang yang terhormat serta diikuti petunjuk-
petunjuknya oleh orang lain. Jika semuanya kalian taati dan
laksanakan dengan kokoh dan tekun, mudah-mudahan kalian dapat
mencapai moksah.
Selain memberikan penugrahan di bidang agama dan kedharmaan, Ide
Dalem Ketut juga memberikan “Mantri sesana” yaitu tata susila
sebagai pejabat yang bertugas dan berkedudukan sebagai berikut : I
Gusti Gede Sekar sebagai Manca di Nongan diberikan tanah kebun 15
sikut disertai Ibunda beliau Ni Gusti Luh Puaji. I Gusti Gede Pulasari
kembali ke Pulasari sebagai Dukuh menguasai pedukuhan Pulasari
(Bunga), Tampuwagan, Peninjoan, Karang-suwung, dan Manikaji. I
Gusti Gede Bandem di beri kedudukan sebagai Manca di Nagasari,
meliputi : Tihingan, Kayuputih, Uma-anyar, dan Bangkang. I Gusti Gede
Belayu diangkat sebagai Manca di Ogang, meliputi : Semseman, Mijil,
Sanggem, Sangkan Gunung, Pakel dan Sangkungan. I Gusti Gede
Balangan tetap tinggal di istana Gelgel. I Gusti Gede Dangin kembali
ke Sudaji.
Kecuali I Gusti Gede Dangin, semua putra Ide Bethara Dalem
Tampuwagan diberikan pamancanggah yang memuat penugrahan
tersebut di atas ditambah dengan gambar rerajahan rurub kajang dan
rerajahan daun pisang Kaikik selengkapnya. Pamancanggah itu
disahkan dan diumumkan oleh Ide Dalem Ketut pada Hari Kamis,
Umanis, wuku Ukir, panglong ping 13 (telulas) sasih Kapat, Isaka 1339
(1417 M). Pamancanggah itu diupacarai/dipasupati sebagaimana
mestinya. Sesampainya di tempat kedudukan masing-masing, para
putra Ide Bethara Dalem Tampuwagan menempatkannya di pelinggih
pemerajan dan dipuja oleh seketurunan beliau-beliau. Bila ada yang
mengabaikan kewajiban memuja dan mentaati pamancanggah itu
mudah-mudahan dikutuk oleh Ide Bethara Kawitan.
Silsilah Ide Bethara Dalem Tarukan.
Sanghyang Pasupati berputra :
1. Bhatara Hyang Gnijaya
2. Bhatara Hyang Putranjaya
3. Bhatari Dewi Danuh
4. Bhatara Hyang Tugu
5. Bhatara Hyang Manikgalang
6. Bhatara Hyang Manikgumawang
7. Bhatara Hyang Tumuwuh
Bhatara Hyang Gnijaya berputra Mpu Withadharma (Sri Mahadewa)
Mpu Withadharma berputra :
1. Mpu Bhajrasattwa (Mpu Wiradharma)
2. Mpu Dwijendra (Mpu Rajakretha)
Mpu Bhajrasattwa berputra : Mpu Tanuhun (Mpu Lampita)
Mpu Tanuhun berputra :
1. Mpu Gnijaya
2. Mpu Sumeru (Mpu Mahameru)
3. Mpu Ghana
4. Mpu Kuturan (Mpu Rajakretha)
5. Mpu Bharadah (Mpu Pradah)
Mpu Bharadah berputra :
1. Mpu Siwagandu
2. Ni Dyah Widawati
3. Mpu Bahula
Mpu Bahula berputra :
1. Mpu Tantular (Mpu Wiranatha)
2. Ni Dewi Dwararika
3. Ni Dewi Adnyani
4. Ni Dewi Amerthajiwa
5. Ni Dewi Amerthamanggali
Mpu Tantular berputra :
1. Danghyang Kepakisan
2. Danghyang Smaranatha
3. Danghyang Sidhimantra
4. Danghyang Panawasikan
Danghyang Kepakisan berputra : Sri Soma Kepakisan
Sri Soma Kepakisan berputra :
1. Sri Juru (Dalem Blambangan)
2. Sri Bhima Sakti (Dalem Pasuruan)
3. Sri Kepakisan (Dalem Sumbawa)
4. Sri Kresna Kepakisan (Dalem Bali)
Sri Kresna Kepakisan berputra :
1. Dalem Samprangan
2. Dalem Tarukan
3. Dewa Ayu Wana
4. Dalem Sri Smara Kepakisan
5. Dewa Tegal Besung
Mpu Tanuhun (Mpu Lampita) berputra lima, yaitu Mpu Gnijaya, Mpu
Sumeru, Mpu Ghana, Mpu Kuturan, dan Mpu Bharadah. Kelimanya
disebut Panca Tirta. Mpu Gnijaya menurunkan Sapta Rsi yaitu : Mpu
Ketek, Mpu Kananda, Mpu Wiradnyana, Mpu Withadharma, Mpu
Ragarunting, Mpu Preteka, dan Mpu Dangka.
Beliau bertujuh selanjutnya, lama-kelamaan menurunkan Maha Gotra
Pasek Sanak Sapta Rsi. Saudara bungsu Mpu Gnijaya yaitu Mpu
Bharadah lama-kelamaan menurunkan Para Gotra Sentana Dalem
Tarukan atau dikenal sebagai warga Pulasari.
Adanya tali kekeluargaan seperti itulah yang disadari oleh warga Pasek
di pegunungan di saat beliau-beliau membantu dan menyelamatkan
Ide Bethara Dalem Tarukan di pengungsian sebagaimana telah
diuraikan di muka. Patutlah warga Pulasari berhutang budi kepada
warga Pasek. Kesadaran ini pula yang mungkin mendasari ide
pembangunan Pura Pusat Pulasari berdampingan dengan Pura Pasek.
Di Gelgel, semasa pemerintahan Ide Bethara Dalem Semara Kepakisan
dibangun pula Pura Dasar Bhuwana yang disungsung oleh warga
keturunan Ide Bethara Dalem Sri Kresna Kepakisan, Ide Bethara Mpu
Gnijaya (Pasek Sanak Sapta Rsi), dan keturunan Ide Bethara Mpu
Saguna (Maha Smaya Warga Pande). Lama-kelamaan, disungsung pula
oleh seluruh rakyat Bali, mengingat di Pura Dasar Bhuwana distanakan
Raja (Dalem) pertama di Bali.
“Kepakisan” asal katanya “Pakis” berarti Paku. Gelar Kepakisan
diberikan kepada Brahmana yang ditugasi sebagai Raja (Dalem) atau
Kesatria. Gelar Kepakisan yang diberikan kepada Kesatria adalah :
Sira-Arya Kepakisan. Beliau adalah keturunan Sri Jayasabha, berasal
dari keturunan Maha Raja Airlangga, Raja Kahuripan (Jawa). Gelar
“Paku” di Jawa pertama kali digunakan oleh Susuhunan Kartasura :
Paku Buwono I pada tahun 1706 M.
Di Bali gelar “Pasek” yang berasal dari perkataan “Pacek”(= paku)
pertama kali digunakan oleh Arya Kepasekan, yaitu putra Mpu Ketek
yang termasuk kelompok Sapta Rsi. Ada juga warga Pasek yang di luar
kelompok Sapta Rsi, yaitu keturunan dari Mpu Sumeru yang berputra
Mpu Kamareka, selanjutnya menurunkan warga Pasek Kayu Selem,
Pasek Celagi, Pasek Tarunyan, dan Pasek Kayuan. Beliau-beliau juga
sangat besar jasanya menyelamatkan Ide Bethara Dalem Tarukan.
Kesimpulannya bahwa gelar : Kepakisan, Paku, Pasek bermakna dan
berderajat sama yaitu sebagai fungsi kekuasaan atau pemimpin di
suatu wilayah tertentu atau pemimpin suatu penugasan/jabatan
tertentu yang didelegasikan oleh Dalem ( Kaisar = Maha Raja, atau
Raja)
Suka
Be the first to like this.
Ditulis dalam Kutipan Informasi | 72 Komentar
72 Tanggapan
1. pada Mei 2, 2009 pada 7:45 am GEDE SLAMET ST
APA YANG MENYEBABKAN MEREKA TIDAK MENGGUNAKAN NAMA GUSTI
LAGI?
2. pada Mei 2, 2009 pada 7:52 am GEDE SLAMET ST
SAYA KEBETULAN KETURUNAN LANGSUNG DARI GURU MUDITA DI
DESA CEPUNGGUNG SELATAN PULESARI DAN MENETAP DI DESA
NYANGLAN.SAMPAI SAAT INI SUDAH MENJADI 100 KK.SAYA MASIH
TURUNAN LANGSUNG IDA DAN LINGSIR KAMI MENJADI JERO
MEKEL.TAPI MENGAPA SEMUA WARGA SENTANA DALEM TARUKAN
TIDAK MEMAKAI GELAR LAGI? DAN AKHIR-AKHIR INI BANYAK YANG
MENGIRA PULESARI ADALAH KETURUNAN PASEK,TOLONG UNTUK
PELURUSAN SEJARAH !!suksma(gd slamet-PUTRA DALEM)
3. pada Juni 4, 2009 pada 10:22 am yannix
Ada yang tahu gak kisah I Gusti gede bandem setalah menetap di
dukuh nagasari beserta dengan keturunan beliau,kalo ada tolong dong
kirimin ke yannix37@yahoo.com soalnya aku keturunan I Gusti Gede
Bandem tapi gak tahu silsilah beliau secara lungkap setelah di dukuh
nagesari,tolong ya klo ada yang punya silsilahnya,terima kasih……
4. pada Agustus 10, 2009 pada 5:03 am astiana
suksma atas infonya!!!!!
ini sngat berarti untuk saya!
Dumogi Rahayu…
Pada Liang Astiti Dharma.
5. pada Agustus 10, 2009 pada 8:24 am teguh
http://www.lombok-paradise-property.com
Saya keturunan Pulosari saking lombok-mataram…
Bagus juga ceritanya…
6. pada Agustus 27, 2009 pada 7:28 pm Sony sanjaya
Terimakasih / Suksma for tulisan mengenai Leluhur kita Ini. jika ada
update mohon diberi tahu.
7. pada Agustus 30, 2009 pada 3:48 pm Arik
komplit bgt. jadi makin jelas tentang cerita lengkapnya. sudah lama
saya cari….
Terimakasih sudah berbagi….
8. pada September 11, 2009 pada 8:54 am Gede Suwardika
Osa…
suksme sanget….dengan adanya cerita ini saya jadi paham dan
mengerti akan BABAD DALAM TARUKAN
Om canti canti canti Om
9. pada September 20, 2009 pada 4:10 am ariana
OM swastyastu inggih sukseme niki sareng semeton tiang asli selat
semeton dalem…dumugi sami kenak…
10. pada September 23, 2009 pada 4:12 am ariana
nah kami mau bertanya…seandainya kami mejalani sebagai gusti
lagi…gmana caranya…apakah arus ada kesepakatan semua semeton
dalem siap untuk merubah status kita masing…masing…
11. pada Oktober 6, 2009 pada 6:15 am ketut sugiarta
pada liang astiti dharma.
suksme pisan antuk babad dalem tarukan,, dumogi babad puniki
praside ngeraketan pesemetonan irage sami…….
12. pada Oktober 20, 2009 pada 5:49 pm tut nur
OM Swasti Astu
bagaimana kalo cerita ini difilmkan..saya menangkap ada aura bagus
untuk itu…pasti sukses..dengan kemasan alami tdk dengan tampilan
aktor atau artis terkenal…
Om Canty3x Om
13. pada November 11, 2009 pada 9:03 am Juli Setiawati
Om Swastyastu…
Sebelummya terimakasih saya ucapkan kepada Bapak/Ibu yang telah
menceritakan semua yang berkaitan dengan Warih Ida Dalem Tarukan,
Mohon maaf sebelumnya…bukan maksud bagaimana,karena ini hanya
ungkapan rasa ingin tahu saya…
Saya sendiri merupakan Warih dari Ida Dalem Tarukan,yang lebih
khusus Warih dari I Gusti Gede Sekar (Desa Nongan)yang mana saya
juga memiliki Babad/silsilah seketurunan dari I Gusti Gede Sekar,,,yang
saya tidak mengerti kenapa:
1). Warih Ida Dalem sering di sebut sebagai Warga Pulasari,sedangkan
kalau menurut logika,menamai dengan menyebutkan Putra
Beliau,kenapa tidak dengan Putra tertua Beliau,yaitu Warga I Dewa
Bagus Dharma(seperti yang telah kita baca)atau mungkin karena I
dewa Bagus Dharma tidak berputra?(meninggal ketika
berperang)ataukah Warga I GUsti Gede Sekar,karena lebih Tua dari I
Gusti Gede Pulasari.
2). Kenapa jika ada Upacara Agama di Desa Pulasari,semua Warih Ida
Dalem sembahyang,dan jika ada Upacara di tempat yang berbeda(I
Dewa Bagus Dharma,I Gusti Gede Sekar,I Gusti Gede Bandem,I Gusti
Gede Dangin,I Gusti Gede Belayu,I gusti Gede Balangan,dan I Gusti Luh
Wanagiri) seperti yang saya ketahui tidak seramai di Puri Pulasari
(Stana I Gusti Gede Pulasari)? Bukankah Pelebon Ida Dalem Tarukan di
Desa Tampuagan(Dalem Tampuagan)?
Demikian pertanyaan yang mengganjal di hati saya,mohon
pencerahan dari penulis agar saya(selaku Warih dari Ida Dalem
Tarukan tidak terus dibayangi rasa penasaran,karena selama ini
banyak Warih dari Ida Dalem tidak tahu Silsilah mereka,bahkan ada
yang sampai-sampai mengaku Warih dari Ida Dalem Tarukan(dengan
adanya silsilah yang saya baca ini,sangat membantu mengetahui jati
diri.
Sekian tanggapan dari saya yang sangat ingin tahu tentang
Babad/Silsilah Para Gotra Sentana Dalem Tarukan,dan saya sangat
menginginkan Para Sentana/Warih Ida Dalem,merangkul menjadi
satu,,,,Mohon maaf yang sedalam-dalamnya apabila ada kesalahan
yang tidak saya sengaja,yang membuat para pembaca Comment tidak
berkenan,semua adalah rasa ketidaktahuan saya…
Akhir kata saya ucapkan beribu maaf dan banyak terimakasih ….
Om Shanti,Shanti,Shanti,Om…
14. pada Desember 8, 2009 pada 3:06 am made sariada
saya juga keturunan sentana dalem tarukan
kenapa gelar itu nggak dipakai saat ini
tolong innfokan kesaya
saya dari singaraja tapi sekarang tinggal dibekasi jawa barat
suksma atas silsilah ini
dumogi pade liang astiti dharma pare gotra sinamian
15. pada Januari 26, 2010 pada 9:32 am Goldy
OM Swastyastu
seru juga komentar2 sanak sentanan Dalem Tarukan
baru tau ada situs ini….
Mbak Juli, saya sangat berharap ada blog Khusus “SEKAR” yang
selama ini paling tidak keliatan diantara sentana2 Dalem Tarukan.
Barangkali Mbak Juli bisa mempeloporinya…. mungkin saya dan yg
sentana2 Sekar lainnya akan dapat nimbrung nyumbang tulisan2 yang
berkaitan dengan itu.
OM Santhi3x OM
Goldy
http://lontaremas.blogspot.com
http://goldyoceanta.wordpress.com
16. pada Februari 16, 2010 pada 5:41 am Ketut Adnyana
Om Swastyastu,
PADA LYANG ASTITI DHARMA
Titiang semeton dalem Tarukan dari Mengwi mengucapkan terima
kasih atas tulisan Babad Ida Betara Dalem, semoga dapat menjadi
pedoman bagi Pasemetonan PGSDT di seluruh Indonesia. Semoga Ida
Betara Dalem senantiasa menganugrahi kita semua
Om Santi Santi Santi Om
17. pada April 2, 2010 pada 2:19 am wayan gellis ardika celagi
om swastiastu, titiang niki wargi pasek celagi, sampun ye uning kidik2
unduk silsilah pasek sanak sapte resi, duwanimg niki tiang antuk
tambet pisan durung pedas pisan indik silsilah turun temurun awinan
wenten pasek celagi, yening wenbten semeton ledang ngicenin titiang
pencerahan manden titiang tatas uning, wantah ledang arse ngirim
titang2 @mail ring ;wayanbepasih@gmail.com,sadurungne titiang
ngaturang suksma banget pisan, om, santi, santi, santi om
astungkare
wyn gellis ardika celagi
18. pada April 15, 2010 pada 6:17 am partha
om swastiastu
saya gotra santana dalem tarukan , saya merasa senang dengan
adanya artikel ini di web , saya tau silsilah dalem tarukan dengan
jelas ,dan baru kali ini saya membaca silsilah ini, dengan membaca ini
menjawab rasa penasaran tentang silsilah dalem tarukan , suksma
om shanti, shanti, shanti om
19. pada Juni 20, 2010 pada 12:38 pm wjanuarsa
Om swastiastu
Dumogi semeton sareng sami molihin kerahayuan.
Om shanti,shanti,shanti om
20. pada Juni 21, 2010 pada 3:47 am wjanuarsa
Om swastiastu
Dumogi semeton sareng sami molihin kerahayuan
Om shanti,shanti,shanti om.
21. pada Juni 24, 2010 pada 4:07 pm Ir. Wayan Sudargama
bagus
22. pada Juli 19, 2010 pada 4:19 pm gede slamet ST
Om Swastyastu
Saya ingin menyambung tulisan saya yg lalu,untuk info2 babad dalem
ini bisa kita pinjam buku2nya di perpustakaan Fakultas Sastra
UNUD,disana ada babad pulesari judulnya….kalo saya bandingkan crita
babad ini pernah mendapat penghargaan karena mirip dgn crita
“Romeo and Juliet” ato crita Jayaprana…waktu ini saat pemilihan
bupati di KLUNGKUNG smua semeton Dalem Tarukan dikumpulkan
oleh Calon wakilbupati yg dari Puri Saraswati&akhirnya menang…
Saran Saya coba lewat Beliau kita sama2 minta agar smua semeton di
abiseka lagi menjadi Gusti seperti yg sudah2…artinya waktu ini Beliau
kt bantu,skarang giliran kt minta bantuan beliau kan adil+minta saksi
dari Ida Dalem yg diKLUNGKUNG,kalo tdk salah mulai thn 2000 puri
KLUNGKUNG mengangkat ato melantik DALEM…mudah2an tulisan
saya ini ada manfaatnya…Suksma,Om Santi,Santi,Santi,Om
23. pada Juli 19, 2010 pada 4:29 pm gede slamet ST
Om Swastyastu
Para semeton semuanya..kalo ingin kontak saya,bisa hubungi saya di
smpn 1 dps..saya disana mengajar IPA,Suksma…Om
Santi,Santi,Santi,Om
24. pada Agustus 15, 2010 pada 2:51 pm Anonymous
saya jg sentanu dalem tarukan ,,, sya mau nanya ap ga mungkin kalo
kita pke gelar atau lingih ide betare dalem trukan lagi ???
terimaksih
25. pada Agustus 23, 2010 pada 1:01 pm gede swena atmaja
putra
saya sangat berterima kasih kepada para semeton yang telah menulis
sejarah kawitan santana dalam tarukan, saya dari mataram nusa
tenggara barat,
sekarang saya tau dan mengerti asal usul kawitan saya,..
-_
26. pada September 18, 2010 pada 5:27 am Ketut ardika
Om swastyastu,
tiang saking kelurga pasek celagi saking seririt.
tiang jagi metaken indik babad pasek celagi,indik kawitan(pusat ibu)
ring dija magenah,titiang mangde uning.
Inggih pare semeton pasek sane wangeang titiang ring dija magenah
sane uning indik pasek celagi mangde ngicenin informasi,
inggih suksma.
Om shanti,shanti,shanti om
27. pada Oktober 2, 2010 pada 4:24 pm Putu Rudi Artana
Ida I Dewa Bagus Dharma sebenarnya tidak meninggal di siang
kangin…Sebenarnya beliau menyelamatkan diri dari kepungan
pasukan musuh yang jumlahnya sangat tidak sebanding. Beliau
berhasil menyelamatkan diri ke daerah den bukit ( buleleng ) yang
kemudian nyineb wangsa sampai sekarang…dan sangat dirahasiakan
hingga kami warih ida tidak menggunakan gelar apapun….Hanya
masyarakat sekitar kami tinggal menyebut keluarga kami sebagai
soroh Dalem Kuri. Beliau meninggalkan sebuah sanggah yang luas
kurang lebih sekitar 1160 meter persegi dengan konsep tiga halaman
yaitu jabaan, jaba jero dan jeroan. Beliau mengungsi di banjar dawan,
kalianget, seririt dan menyamar sebagai rakyat biasa. Yang tujuannya
agar beliau tidak diburu lagi serta menyelamatkan adik adik beliau
agar bisa hidup damai karena incaran dari puri gelgel saat itu adalah
Ida I Dewa Bagus Dharma. Dengan di gembar gemborkan bahwa
beliau telah meninggal…Pada saat beliau diplebon di siang kangin
Layon beliau tidak ditemukan. Karena beliau sebenarnya tidak
meninggal. Disanggah kami ada sebuah pelinggih yang terletak
ditengah tengah halaman jeroan yang penglingsir dari dulu sampai
sekarang mereka sebut pelinggih Dewa Gede Muter atau Pelinggih
Mutering jagat.
28. pada November 23, 2010 pada 4:08 am Yogi Suarsana
Om Swastyastu semeton Dalem Tarukan sinareng sami,,,,
mangkin titiang wawu jelas tken asal usul irage sareng sami,,,,
napi je sepatutne pesengan irage sareng sami,,,,
yening sepatut ne mapesengan I Gusti,,,,
sampunang nike anggene masalah ring soang- soang jeroan,,,,
yening ten mapesengan Gusti nenten kenapi,,,,
duaning Leluhur irage sareng sami nyineb wangse,,,
ngiring ajegang lan ajiang napi sane kabuat olih Leluhur irage,,,
sane sampun maparab Gusti,,,
sampunang lali tekening semeton sane se pedarman sane ten
meparab Gusti,,,!!!titiang nunas mangdene irage sareng samu,,,,
saling asah ,,,,asih ,,,,lah asuh,,,,!!
suksma atur titiang,,,,!!!
29. pada Desember 5, 2010 pada 4:27 pm Anonymous
Tolong kasi tau tentang babad arya kepakisan dan sentananya
30. pada Desember 22, 2010 pada 1:49 pm dewa susila
swastiastu,,,ampura tiang alit,,,tiang semeton saking treh dalem ring
gelgel,,,antuk pitaken indik semeton pulasari sane nenten
ngunggahang gelar malih,,,wenten ring sejarah runtuhnya kerajan bali
ring gegel ingih punike daweg pembrontakan gusti maruti genah puri
gelgel ke kekeonang lan kedadosang pemukiman mangkn dados banjr
jero agung lan treh arya lan gusti kekaonang /kehapus
wangsannyane,,,,rereh ring sejarah linggarse sueca pursuksma
31. pada Desember 24, 2010 pada 6:43 pm D.oka
ide Batara Dewa Gede Pulesari kalao enggak salah memiliki 4 putra.
kenapa endak di ceritakan…………
32. pada Desember 27, 2010 pada 8:17 am putu surya atmaja
Om Swastiastu,,
tiang gotra sentana dalem tarukan dari mengwi buduk, saya juga
kurang tau kenapa leluhur kami hijrah ke buduk karena hanya ada 2
KK yang merupakan sentana dalem tarukan, merajan ibu kami di pura
kawitan geniten di areal puri pemecutan dan palinggihan ibu
bebandem di pura penambangan badung. menurut panglisir kami
bahwa kami keturunan I Gusti Gede Bebandem, saya baru mengetahui
dan berusaha mencari jejak leluhur kami agar keturunan kami
mengetahui silsilah keturunan dan dijauhkan dari kebingungan serta
senantiasa diberkati oleh para leluhur. mohon kiranya bantuan dari
para semeton sami jika ada artikel ataupun sumber (babad) tentang
perjalanan putra ida bhatara dalem tarukan khususnya I Gusti Gede
Bebandem melalui email : putu.suryaatmaja@gmail.com. suksma…
dumogi rahayu
pada liang astiti dharma
33. pada Desember 30, 2010 pada 7:02 am ni luh ratna chandra
yani
saya memang keturunan pulasari , dan oleh karena itu saya ingin
mengetahuio lebih banyak lagi mengenai kisah sejarah mengenai
keluarga saya.
34. pada April 2, 2011 pada 4:35 pm dewastadip@yahoo.com
Niki sampun becik pisan. Mangde informasi indik babad Dalem Tarukan
diketahui generasi mendatang.Tityang sane nenten warih Ida Dalem
Tarukan sangat mendukung tertitnya informasi niki di web
Tityang berharap mangde sami warga Dalem bersatu terus
Dewa Adiputra
35. pada April 6, 2011 pada 3:34 pm kadek eka
om swastiastu
titiang saking tegallalng
kawitan titiang ring pejeng pura dalem tarukan….
36. pada April 6, 2011 pada 3:50 pm kadek eka
suksme
setelah membaca silsilah arya kepakisan saya menjadi mengerti
sekarang tpi ada yang mengganjal di otak saya..kenapa keturunan
luluhur saya sudra padahal seharusnya berkasta apa ada kelalaian
terhadab sabda Beliau dan tolong jelaskan keturunan siapa leluhur
saya ini tolong sejelas-jelas mungkin…..langsung saja kirim
ke dekgug@yahoo.com informasi yang saya akan terima sangat berarti
bagi kelangsungan hidup saya kedepan…om santi3 om
37. pada April 15, 2011 pada 12:31 pm
ketut@paryasa@yahoo.com
sangat bagus,.. trimakasih atas infonya,.. veryy nice,.. story,..
suksma…
38. pada April 20, 2011 pada 5:02 am PUTRA SANDIKA
tiang semeton pulasari suksma antuk informasi sane kapaparang ring
iriki <sane mangkin tyang wau uning akidik silsilah sentanan dalem
tarukan yadiastun kantun akeh sane durung karesep antuk
ttiang<domogi ring galah sane luang jagi tiang kapaca<mangde tyang
tatas uning ring dije asal usul titiange matur suksma
39. pada Juli 9, 2011 pada 12:40 pm Zub-zero Timberlake
Mang
”””’OM SWASTIASTU ”””””sebenernya saya sedih banget/./.
membaca sejarah dalem taruk, hampir keluar air mata,,apalagi
dramasentratarinya waktu di ”’PKB”’ sebenernya desa saya deket ma
kawitannya dalem taruk……../././.. panggilja komang kedul dari
peninjoan yg di bengkel yg bernama kadek motor yg deket pure dalem
AGUNG tampuagan (delod pura dalem agung tampuagan) dauh jalan
ok,,.,
””’ kawitannya saya di menguwi ”’ kalau ada yg sama kita berarti
sodara/.,/.,/ dan pusatnya di baturning/../ dan nama lekap saya
I komang suarjana //Banjar/Desa; peninjoan kc
tembuku kb; bangli BALI
salam kenal ya
40. pada Juli 10, 2011 pada 10:01 am made karyana
salam kenal semeton semuanya. saya warih Nararya sri kresna
kepakisan dan istri sy sentana dalem tarukan(ngurah dangin) yg skrg
tdk menyandang gelar apapun. sekarang ini banyak sekali semeton yg
mempermasalahkan gelar, menurut saya itu tidaklah penting, yg
terpenting kita mengetahui sejarah leluhur kita dan dimana kawitan
kita, untuk keajegan Bali kedepannya. suksma.
41. pada Agustus 19, 2011 pada 11:01 am selamet putra dalem
tiang mohon kepada semeton yang tahu tentang sisilah keturunan I
GEDE BANDEM putra IDA BETARA DALEM TARUKAN di bagi bagi dong
imformasinya
42. pada Oktober 4, 2011 pada 3:35 am Anonymous
yang saya blum mengerti sekaran banyak ada sentana dalem tarukan
yang menjadi sudra?
43. pada Oktober 5, 2011 pada 10:13 am Wayan Sudiarta
mohon proses unt nyineb wangse….suksma
44. pada Oktober 30, 2011 pada 4:06 pm Anonymous
niki tyang sakeng sumatra wayan pance asli semeton dalek tarukan
salam kenal
45. pada Desember 3, 2011 pada 3:05 pm wayan renteb
Suksma saya ucapkan kepada penulis. Tau kulit-supaya tahu juga
isinya,semoga. Semua umat sedarma mendapatkan pencrahan dari
babad ini disitus ini.
46. pada Desember 4, 2011 pada 11:26 am I made sutapa
Sy adlh sentana dr dalem tarukan, saat ini sy tnggl didesa sukadana
kec kubu kab karangasem. Disini sy bersm 100 sentana lainnya terdiri
dr 3 dadia. Tlh membentuk sebuah wadah organisasi yg km beri nama
” satria saput poleng ” mengenai fropil organisai ini blm bs sy
sampaikan krn msh dlm proses perancangan untk disahkan menjd
ad/art. Km berharap organisasi ini berkembang meliputi seluruh
wilayah bali.. Bg semeton sentana dalem tarukan yg ingin bergabung
dpt menghubungi sy di nmr ini: 081999007009 & 081236108559.
Sukme Om Santhi,Santhi,Santi
47. pada Januari 6, 2012 pada 1:24 pm ni putu natal parwani
tiyang sentane daslem tarukan sakeng sukedane tapi ampun menetap
di singaraja,tiyang metaken dije nike ngerereh copian babad dalem
tarukan sane lengkap. sukseme
48. pada Januari 12, 2012 pada 11:01 am Anonymous
suksma banget atas info nya,,,,,,,,
49. pada Januari 26, 2012 pada 2:13 pm i made arnawa
terima kasih telah menyajikan babad dengan baik semakin banyak
informasi semakin sempurna sisilahnya saya warih ide dalem saking
desa bongkasa abiansemal badung .
50. pada Februari 18, 2012 pada 12:34 pm Anonymous
sukesema informasi babad dalem tarukannya
51. pada Februari 18, 2012 pada 1:22 pm San Lolak
brrti alasan leluhur kita punya banyak istri..bkan brarti BELIAU
playboy…tp krna ingin mempunyai banyak
keturunan,,ya..masalahnya..pernah sy dgr leluhur kita tu di bilang
playboy..tp kn gk…
52. pada Maret 16, 2012 pada 12:52 am sinta
suksema semoton atas informasinya,,,,
saya sinta semetin saking tegallalang gianyar,,,,,,
semoga dengan ini semakin banyak semeton yang mengetahui silsilah
ide dalem tarukan,, karena masih banyak semeton kita yang tidak tahu
silsilah ide dalem,
tidak saya pungkiri di keluarga saya saja tidak tahu pasti terkait silsilah
ide dalem tarukan, saya juga belum tahu saya dan keluarga saya
merupakan keturunan dari putra beliu yang mana? kami hanya tau
keturunan dari ide dalem tarukan. jika ada semeton yang tahu mohon
informasinya bisa dikirim ke Email tiang sintaayu73@yahoo.com,
rahayu,,,,,
suksema
53. pada Maret 23, 2012 pada 12:48 pm Anonymous
putra tiang warih dalem tarukan gimana yg sebenarnya kisah yg
terjadi ida bagus darma disatu sisi bilang dia tlh mati namun di satu
sisi bilang di sembunyikan /dilarikan ke singaraja klau ada yg lebih tau
tollong di perjelas karena ini sgt penting utk di ketahui oleh seluruh
warih dalem tarukan suksma ‘ om santi santi santi om’
54. pada Maret 28, 2012 pada 1:43 am Anonymous
selamat Pagi Nama saya I Wayan Kerta
Alamat : Dudun Pulesari Kawan, Desa Peninjoan, Kec.Tembuk,
Kab.Bangli
Saya Keturunan Dalem Agra Samprangan di Pulesari, Mohon
Penjelasan bagaimana kisah perjalanan leluhur sehingga sampai
didusun pulesari,trim
55. pada Maret 28, 2012 pada 1:50 am Anonymous
Om Swastiastu
Wayan Kerta .Pulesari ,Bangli
Mohon bagi Para Warga Sentana Dalem Samprangan dimana Pun
berada yang tahu tentang babad dalem samprangan untuk berbagi
sejarah sehingga kita sesama warga saling mengetahui perjalan
leluhur kita.
Om santhi, santhi, santhi, om
56. pada Maret 28, 2012 pada 1:59 am Anonymous
wayan kerta
mohon penjelasan dari pengelingsir bali yang tahu tentang babad
dalem samprangn ,sehingga kami sebagi generasi muda keturunan
dalem samprangan bisa mengetahui secara detail mengenai perjalan
leluhur kami
om santih3 om
57. pada Mei 12, 2012 pada 10:57 am Anonymous
Sentane batu ding-ding ada yg tau gk?
58. pada Mei 17, 2012 pada 6:05 pm Anonymous
suksme, tiang ucapkan kepada penulis…
59. pada Mei 20, 2012 pada 2:23 am Dr. Agung
Saya Dr. Agung juga keturunan dari Pura Pulosari. Mayoritas kenapa
bertanya tidak menggunakan gelar kembali, jelas dalam cerita
dikatakan tidak menerima sebutan “Cokor I Dewa”, itu berarti jangan
kembali menyembah, tapi juga jangan menerima kekasaran “Cai” tapi
kalau dipanggil “Jero” atau “gusti” yah silahkan tetapi tidak di
cantumkan dalam nama. Yah jaman modern carilah gelar yang lebih
berpengaruh, buat apa nama Dewa, Gusti tapi jadi kacung.
60. pada Mei 21, 2012 pada 11:54 am Warih Dalem
Niki TianG Sentana Ida Bhatara Dalem Tarukan.
TiyanG Ngaturang Suksma Banget majeng, Penulis Babad Pulasari niki.
Mangkin tiyang sampun Ngerti, Arti Hidup, Asal usul Leluhur TiyanG.!!!
61. pada Mei 23, 2012 pada 11:52 am Sukma
Ada hubungannya kah, dalem tarukan dengan Sri Nararya Kresna
Kepakisan?
62. pada Mei 23, 2012 pada 3:05 pm Sukma
apakah sri aji kresna kepakisan adalah sri nararya kresna kepakisan?
tolong djelaskan…!
63. pada Juni 18, 2012 pada 5:45 am imade suparka
om swatiastu,
Apalah artinya sebuah gelar,yg hanya dipakai embel embel harga
diri,biar itu menjadi sejarah masa lampau tpi apa kesan atau hikmah
yang dapat kita petik untuk bersatu dalam melanjutkan misi beliau.
semoga diberikan penerangan yg suci kepada para preti sentana.
64. pada Juni 21, 2012 pada 4:02 pm agus oka
Terimakasih atas infonya.saran saya,kita sebagai keturunan dalem
tidak memerlukan embel2 gusti dsb.yang penting laku kita di
masyarakat harus benar2 mencerminkan sosok keturunan
dalem.sangat bangga lahir dng keturanan dalem khususnya,dan
sebagai orang bali pada umumnya.suksma.
65. pada Agustus 11, 2012 pada 6:47 am Edi Srigala Pemburu
Om swastyastu, titiang sentana dalem tarukan saking singaraja,
suksema kaping banget ring carita sane kebanggihin ring duwur,
titiang dados uning BABAD Dalem Tarukan lan awig-awig sentana
dalem tarukan… Suksema. Om Santih, Santih, Santih Om..
66. pada Agustus 15, 2012 pada 6:43 am yande lumintang
Saya…tidak jelas tentang, sejarah sentana dalem tarukan yang ke
Lumintang, apa kaitannya dengan Kyayi Lumintang mohon
pejelasannya
67. pada Agustus 18, 2012 pada 5:44 am lisa
untuk anak2 bliau ada yg tau gak silsilahnya,alnya saya cuman tau
bahwa saya sentana ida dalem tarukan tp tidak tau pasti dari
keturunan siapa.klu ada yg tau bagi2 cerita dung…
68. pada September 2, 2012 pada 12:34 pm adi sanjaya
saya juga gotra sentana dalem tarukan dari marga tabanan… diatas
saya banyak membaca komentar untuk mendapatkan kembali gelar
“raja”.. kalo menurut saya daripada mendapatkan gelar tersebut
kembali.. lebih baik kita laksanakan dan terapkan sifat2 dari beliau yg
rendah hati dan sosial serta tidak mementingkan gelar… thx
69. pada September 5, 2012 pada 1:42 pm Anonymous
saya ingin tau banyak tentang babad2 dalem laen nya selaen babad
ida dalem tarukan>>tiank sentana dalem tarukan saking klungkung…
suksema
70. pada September 7, 2012 pada 4:18 am Gede
Om Swastyastu, Tty Gede saking Selat Klungkung, Pura Dadya Tty Ring
Desa Tegak Klungkung. Tty merantau iriki ring Denpasar meled
manahe ketemu sareng semeton sane pateh Trah Ida Dalem Tarukan
iriki ring Perantauan. Sane ledang ugi dados menghubungi tty ring
email :maichimalu@gmail.com
Suksma. Om Santi 3x Om.
71. pada September 28, 2012 pada 4:10 pm Anonymous
Saya binggung yang namanya dalem penyarikan tu dimana ya???
Soalnya saya ini di bilangin sama nenek saya ( soroh dalem
penyarikan) tolong kasi saran!!! Suksema
72. pada September 29, 2012 pada 11:54 am the no2
suastiastu para gotro pertisentana ido dalem tarukn. Indik wejangn
diats titiyg ngvturng suksemning mnah. Ddosne titiyg uning indik
babad pulo sari. Rehning titiyg wanth paro gotro ido dalem tarukan.
Om canty canty canty Om
Komentar RSS
Recommended