View
235
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
Curriculum Vitae
Nama : dr. Dyani Kusumowardhani, Sp.A
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Bandung, 4 Mei 1962
Alamat : Jl. Cakrawijaya XI no B2,
Kav Diskum AD Cipinang Muara, Jakarta 13420
Hp : 081399173781
E-mail : dyanikusumo@yahoo.com
Pekerjaan : RSPI Sulianti Saroso
Pendidikan : Dokter, FKUI 1987
Spesialis Anak, FKUI 1996
Organisasi : - Anggota IDI Cabang Jakarta Pusat
- Anggota IDAI Jaya
- Anggota UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI
- Anggota Satgas HIV IDAI
- Komwil KIPI Jakarta Utara
TATALAKSANA DIFTERIA
pada anak
Dyani Kusumowardhani
PENDAHULUAN
Difteria : penyakit menular akut pada saluran napas yang
disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae
Gejala awal difteri seperti infeksi saluran napas atas
lainnya
Diagnosis difteri sering terlambat
Diagnosis klinis berperan penting bagi prognosis pasien
etiologi
kuman batang gram positif
dgn pewarnaan spt huruf
L, V atau huruf cina
tahan dalam keadaanbeku
dan kering
mati dalam pemanasan
suhu 600C
khas : menghasilkan
eksotoksin
PENULARAN
Droplet : bicara, batuk, bersin
Benda, makanan, minuman, muntahan, debu yg terkontaminasi kuman
Eksudat dari lesi kulit yg terinfeksi
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Kuman
melekat & berkembang biak
pada mukosa saluran napas bagian atas
produksi toksin
toksin merembes ke sekeliling
↓
pembuluh limfe & pembuluh darah
↓
menyebar ke seluruh tubuh
↓
hambat pembentukan protein dalam sel
nekrosis sekitar kolonisasi kuman
↓
kerusakan pada setiap organ
(Jantung, saraf dan ginjal)
inflamasi lokal + jaringan nekrotik
↓
bercak eksudat fibrin
membran kelabu melekat erat
(fibrin, sel radang, eritrosit dan epitel)
jika membran dilepas terjadi perdarahan
MANIFESTASI KLINIS
Bervariasi : tanpa gejala → fatal
Faktor2 :
1. Imunitas pejamu thd toksin difteria
2. Virulensi serta toksigenitas C. Difteria
3. Lokasi penyakit secara anatomis
4. Umur
5. Penyakit sistemik yg diderita
6. Penyakit pada nasofaring
- Masa tunas 2-6 hari
- Umumnya pasien berobat setelah bbrp hari keluhan
sistemik
- Demam jarang > 38,9⁰C (± 37,7⁰C)
- Keluhan utama : Nyeri menelan
- Keluhan lain : tergantung lokasi penyakit difteria
Difteria hidung
- Awal ≈ common cold
→ pilek ringan tanpa / disertai gejala sistemik ringan
- Sekret hidung : serosanguinus → mukopurulen
- Membran putih pada septum nasi
- Absorpsi toksin sgt lambat & gejala sistemik yg timbul tidak nyata → diagnosis lambat
Difteria tonsil faring (94%)
GEJALA :
- Anoreksia
- Malaise
- Demam ringan
- Nyeri menelan
- Membran putih kelabu yang melekat (dlm 1-2 hari) :
> atas : menutup tonsil & dinding faring
meluas ke uvula & palatum molle
> bawah : ke laring dan trakea.
- Usaha melepaskan membran → perdarahan
- Dapat terjadi limfadenitis servikalis dan submandibular
- Jika limfadentis + edema jaringan lunak leher yang luas :
→ bullneck
- Selanjutnya gejala tergantung dari :
> derajat penetrasi toksin
> luasnya membran
Bullneck
Kasus berat :
> gagal napas
> gagal sirkulasi
> paralisis palatum molle uni / bilateral di (+) :
- kesukaran menelan
- regurgitasi
> Stupor, koma, kematian
→ bisa terjadi dalam 1 minggu s/d 10 hari.
Kasus sedang :
- Penyembuhan berangsur-angsur
- Bisa terjadi penyulit miokarditis atau neuritis
Kasus ringan :
- Membran akan terlepas dalam 7-10 hari
- Penyembuhan sempurna
Difteria laring
- Merupakan perluasan difteria faring
- Mukosa laring mempunyai daya serap toksin yg
rendah
- Gejala obstruksi saluran napas atas > mencolok
Gejala :
> napas berbunyi
> stridor yg progresif
> suara parau
> batuk kering
Pada obstruksi laring yg berat :
- Retraksi suprasternal, interkostal dan
supraklavikular
- Jika terjadi pelepasan membran yg menutup jalan
napas → kematian mendadak
DIFTERIA KULIT
> tukak di kulit, tepi jelas, membran pada dasarnya
> kelainan cenderung menahun
DIFTERIA MATA
> lesi kemerahan pada konjungtiva, edema
> membran pada konjungtiva palpebra
DIFTERIA TELINGA
> otitis externa
> sekret purulen & berbau
DIAGNOSIS
Diagnosis harus dapat ditegakkan secara klinis
Tidak boleh ditunda karena dpt membahayakan jiwa
pasien
Anamnesis :
- Demam tidak tinggi
- Nyeri menelan
- Nyeri tenggorok
- Suara serak
- Stridor
- Riwayat imunisasi tidk lengkap
- Kontak erat dengan kasus difteri
“Kontak erat” :
- Orang serumah
- Teman bermain
- Kontak dgn sekret nasofaring (resusitasi tanpa APD)
- Individu seruang dengan penderita dalam waktu > 4
jam selama 5 hari berturut-turut atau > 24 jam dalam
seminggu (teman sekelas, teman satu kamar, teman
mengaji, les, teman satu jemputan)
Pemeriksaan Fisik :
- Tonsilitis dan faringitis (94%)
- Membran pada tempat infeksi berwarna putih keabu-
abuan, mudah berdarah bila diangkat.
- Dapat tampak toksik dan sakit berat meskipun
demam tidak tinggi, pucat, tanda syok, tanda
kesulitan menelan
Laboratorium :
- Diagnosa konfirmasi lab (pasti) C. Diphtheriae
berdasarkan kultur.
- Pengambilan sampel untuk kultur hari ke-1,2 dan 7.
- Media yang digunakan Amies dan Stewart (dulu
Loeffler / telurit)
- Keberhasilan kultur di Indonesia < 10%
PCR U/ diagnosis pasti
- Sampel diambil dari :
→ jaringan di bawah atau sekitar pseudomembran.
- Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop
atau pewarnaan gram :
→ tidak dapat dipercaya
→ karena di rongga mulut bakteri berbentuk mirip C.
diptheriae (difteroid) >>
DIAGNOSIS BANDING
Difteria Hidung :
→ Rhinorrhoe
> common cold
> sinusitis
> benda asing dlm hidung
Difteria Faring :
→ Tonsilitis membranosa akut ec Streptokokus
Difteria Laring :
→ Laringitis
→ Infeksi Croups :
- spasmodic croup
- benda asing dalam laring
Klasifikasi Difteri :
Suspek difteri :
- orang dgn gejala faringitis tonsilitis, laringitis, trakeitis
(atau kombinasi)
- tanpa demam atau kondisi sub febris
- disertai adanya psudomembran putih keabu-abuan /
kehitaman pada salah satu / kedua tonsil yg
berdarah bila terlepas / dilakukan manipulasi.
Probable difteri :
- orang dengan gejala laringitis, nasofaringitis atau tonsilitis
- ditambah pseudomembarn putih keabu-abuan yg tak mudah lepas dan
mudah berdarah di faring, laring, tonsil ditambah salah satu dari :
a. Pernah kontak dengan kasus (<2 minggu)
b. Status imunisasi tidak lengkap, termasuk belum dilakukan booster
c. Stridor, bullneck
d. Gagal jantung, toksik, gagal ginjal akut
e. Miokarditis dan / kelumpuhan motorik 1 sd/ 6 minggu setelah onset
f. Meninggal
Kasus konfirm laboratoris difteri :
- Didapatkan hasil kultur atau PCR C. Diptheria (+)
dan tes elek (+)
PENYULIT
→ Akibat inflamasi lokal & aktivitas eksotoksin :
1. Obstruksi jalan napas karena :
- tertutup oleh membran difteria
- edema pada tonsil, faring, submandibular dan servikal
2. Dampak toksin terutama ke otot jantung, saraf dan ginjal
a. Miokarditis
- pada yg ringan dan berat
- biasanya pada pasien yg terlambat mdpt antitoksin
- Jantung pada serat otot & sistim konduksi :
> edema
> kongesti
> infiltrasi sel mononuklear
- Timbul pada minggu ke-2, tapi bisa lebih dini
(minggu ke-1) atau lebih lambat (minggu ke-6).
- Manifestasi klinis :
> takikardia
> suara jantung redup
> bising jantung
> aritmia
> gagal jantung
- EKG :
> elevasi segmen ST
> perpanjangan interval PR
> heart block
b. Saraf :
> neuritis toksik
> degenerasi lemak pada selaput mielin
- lebih lambat (3-7 minggu)
- bilateral
- terutama saraf motorik
- sembuh sempurna
- kelumpuhan palatum mole pada minggu ke-3 :
> suara sengau
> regurgitasi nasal
> kesukaran menelan
- paralise otot mata :
> pada minggu ke-5
> dapat terjadi antara minggu ke-5 dan ke-7
- Paralisis ekstremitas :
> bilateral dan simetris
> hilangnya deep tendon reflexes
> peningkatan kadar protein LCS
- Paralisis diafragma :
> pada minggu ke-5 dan ke-7
> akibat neuritis saraf frenikus
> ventilator
> kematian
- kelumpuhan pusat vasomotor :
> hipotensi
> gagal jantung
3. Infeksi sekunder bakteri
- sudah sangat jarang terjadi
TATALAKSANA
Semua kasus yang memenuhi kriteria diatas harus
diperlakukan sebagai difteri sampai terbukti bukan
Dokter memutuskan diagnosis difteri berdasarkan
tanda dan gejala
Terpenting mulai tatalaksana antitoksin dan
antibiotik apabila dokter mendiagnosis suspek
difteri tanpa perlu konfirmasi laboratorium.
PENGOBATAN
Tujuan :
1. Menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya
2. Mencegah dan mengusahakan agar penyulit yg
terjadi minimal
3. Mengeliminasi C.diphteriae untuk mencegah
penularan
4. Mengobati infeksi penyerta
5. Mengobati penyulit difteria
Umum
- Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan
biakan tenggorok (-) 2 kali berturut-turut dgn jarak 24
jam.
- Umumnya pasien diisolasi selama 2-3 minggu
- Istirahat tirah baring selama 2-3 minggu jika disertai
miokarditis
- Pemberian cairan dan diet yg adekuat
- Pemeriksaan EKG dan neurologis untuk mengetahui
ada tidaknya komplikasi.
Khusus
1. Antitoksin : Anti Diphteria Serum (ADS)
- segera setelah diagnosa difteri ditegakkan
- pemberian ADS hari 1 → angka kematian < 1%
jika > hari ke-6 → angka kematian > 30%
- sebelumnya harus uji kulit / mata utk cegah reaksi
anafilaktik
- harus disiapkan adrenalin 1 : 1000 dalam semprit
Uji kulit
- Penyuntikan 0,1 ml ADS dalam larutan NaCl 0,9% 1 : 1000
intrakutan.
- Positif jika dalam 20 menit terjadi indurasi > 10 mm
Uji Mata
- Meneteskan 1 tetes larutan serum 1 : 10 dalam NaCl 0,9%
mata yg lain NaCl 0,9%
- Positif jika dalam 20 menit :
> hiperemis pada konjungtiva bulbi
> lakrimasi
Jika uji kulit / mata (-) :
→ ADS diberikan sekaligus intravena dalam 100 cc NaCl
0,9% atau glukosa 5% dalam 1-2 jam
Pengamatan :
- efek samping selama pemberian dan 2 jam sesudahnya
- monitor reaksi hipersensitivitas lambat (serum sickness)
Dosis berdasarkan :
→ berat penyakit dan lama sakit
Tabel 1. Dosis ADS menurut lokasi membran dan lama sakit
___________________________________________________________
Tipe Difteria Dosis ADS Cara pemberian
___________________________________________________________
Difteria Kulit 20.000 IV
Difteria Hidung 20.000 IV
Difteria Tonsil 40.000 IV
Difteria Faring 40.000 IV
Difteria Laring 40.000 IV
Difteria nasofaringeal 60.000 IV
Kombinasi lokasi diatas 80.000 IV
Difteria + bullneck 80.000-100.000 IV
Terlambat berobat > 72 jam 80.000-100.000 IV
(lokasi dimana saja)
___________________________________________________________
Efek samping ADS :
a. Anaphylactic shock
- 0,6% terjadi beberapa menit setelah pemberian ADS
- berikan adrenalin 1 : 1000 sebanyak 0,3-0,5 ml IM
(anak 0,01 ml/kgBB, maksimum 0,3 ml)
- periksa tekanan darah secara teratur, jika tetap rendah
adrenalin 1 : 1000 diberikan kembali sebanyak 0,5 ml
- jika diperlukan, bisa ditambahkan kortikosteroid
b. Serum Sickness :
- terjadi dalam 7-10 hari kemudian
- beri antihistamin utk bbrp hari
- bedrest
- kortikosteroid bisa diberikan jika diperlukan
c. Fever with shivering :
- tdk ada terapi
- akan hilang dalam 24 jam
d. Jika uji kulit / mata (+) → ADS dgn cara desensitisasi BESREDKA
2. Antibiotik
- Untuk membunuh bakteri & menghentikan produksi
toksin
- Penisilin prokain :
25.000-50.000 U/kgBB/hari (maks 1,2 juta U/hari)
selama 14 hari
- Eritromisin :
40 mg/kgBB/hari (maks 2 gr / hari) : 4 dosis, interval
6 jam selama 14 hari
3. Kortikosteroid
- Diberikan pada difteria yg disertai :
> Obstruksi saluran nafas bagian atas (± bullneck)
> Miokarditis
- Prednison 2 mg / kgBB / hari (maks 80 mg/hari)
selama 2 minggu → tapp off
PENGOBATAN PENYULIT
- Agar hemodinamik tetap baik
- Penyulit akibat toksin umumnya reversibel
- Jika gangguan pernapasan progresif → indikasi
trakeostomi
PENGOBATAN KONTAK
a. Diperiksa : biakan hidung dan tenggorok
b. Gejala klinis diikuti s/d masa tunas terlampaui
c. Anak yang telah imunisasi dasar, diberikan booster
toksoid difteria
d. Yang belum imunisasi, segera lengkapi imunisasi.
PROGNOSIS
1. Virulensi organisme
2. Tempat terjadinya infeksi
3. Faring (berat dan toksik)
4. Usia < 5 tahun
5. Status imunisasi belum atau tidak lengkap
6. Kecepatan pemberian antitoksin
7. Obstruksi mekanik laring / bullneck
Kematian mendadak akibat :
1. Obstruksi jalan napas mendadak akibat terlepasnya
membran difteria
2. Miokarditis dan gagal jantung
3. Paralisis diafragma akibat neuritis saraf frenikus
Anak pernah miokarditis dan neuritis :
- umumnya akan sembuh sempurna
- meskipun ada juga yg dgn kelainan jantung yg
menetap
PENCEGAHAN
Umum :
1. Menjaga kebersihan
2. Memberikan pengetahuan tentang bahaya difteria
bagi anak
3. Setelah anak menderita difteria, kekebalan thd
difteria sangat rendah → perlu imunisasi
Khusus :
1. Imunisasi DPT
2. Pengobatan karier
IMUNISASI
Imunisasi pasif :
- dari ibu secara transplasental s/d 6 bulan
- suntikan antitoksin bertahan 2-3 minggu
Imunisasi aktif :
- setelah sakit difteria
- imunisasi toksoid difteria
Vaksinasi :
- DPT → usia 2,4,6,18-24 bln dan 5 tahun
- BIAS → usia 7 thn dan 12 thn
Vaksin DT ( > 5 - < 7 tahun)
- Toksoid difteri 20 Lf
- Toxoid tetanus 7,5 Lf
Vaksin Td
→ utk anak usia ≥7 tahun
- Toksoid difteri 2 Lf
- Toxoid tetanus 7,5 Lf
HATUR NUHUN
Recommended