View
217
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DI KALANGAN MAHASISWA
(Studi Proses Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa Asal Lampung Di Universitas
Sebelas Maret Surakarta)
Oleh:
Zulfa Prima WahyuningrumD0213107
Jurnal
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk MencapaiGelar Sarjana Ilmu Komunikasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIKUNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA2017
KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DI KALANGAN MAHASISWA
(Studi Proses Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa Asal Lampung Di
Universitas Sebelas Maret Surakarta)
Zulfa Prima Wahyuningrum
Drs. Dwi Tiyanto, S.U.
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
Communication is very important and fundamental for everyone. Communication is used in everyday activities. Basically humans need communication to survive. Communication can be done anywhere and anytime with great ease. People of different faiths, races, tribes, and regions can communicate. We live in an Indonesian country where this plural country has so many ethnic or ethnic races. Of the many ethnicities this way of communication is different. This study aims to find out how the communication process between the cultures of students from Lampung origin at the University of Sebelas Maret Surakarta and how the barriers intercultural communication experienced by them. Students of immigrants will experience the process of intercultural communication such as the difference percepi between communicator and communicant in conveying the message, personal style of a person in conveying messages such as different accents and intonations. This will be accompanied by obstacles in the form of perception, emotion, and non-verbal. Even the barriers of language will make a difference in meaning. So it is important for migrant students to know the process of intercultural communication and its obstacles in order to establish a relationship with the new culture. In addition, this research uses qualitative research methods with in-depth interviews and literature review as a data retrieval technique. And, using interactive analysis in analyzing data. As well, triangulation of sources as a data validation technique.
1
Keywords: Intercultural Communication Process, Barriers To Intercultural Communication
Pendahuluan
Komunikasi adalah hal yang sangat penting dan mendasar bagi semua
orang yang memiliki kehidupan. Komunikasi digunakan dalam kegiatan sehari-
hari. Manusia membutuhkan komunikasi untuk bertahan hidup. Komunikasi dapat
dilakukan dimanapun dan kapan pun dengan sangat mudahnya. Orang-orang dari
berbagai agama, ras, suku, maupun daerah dapat melakukan komunikasi. Hanya
perlu dua syarat dalam berkomunikasi yakni adanya komunikan dan komunikator.
Komunikan adalah orang yang menerima pesan sedangkan komunikator adalah
orang yang menyampaikan pesan. Komunikasi pada hakikatnya adalah proses
penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan.
Terkadang dalam proses menyampaikan pesan diantara komunikator dan
komunikan bisa saja terjadi hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi ini bisa
muncul dari berbagai faktor salah satunya yakni bahasa. Yang dimaksud bahasa di
sini adalah ketika komunikator dan komunikan terdiri dari dua orang yang
berbeda latar belakang budayanya otomatis mereka akan menggunakan bahasa
yang berbeda pula ketika berkomunikasi. Bahasa yang akan mereka gunakan pasti
berasal dari latar belakang budaya mereka. Bukan hanya bahasa namun hal lain
seperti emosi, non-verbal, persepsi, penyampaian ide maupun gaya personal
seseorang dalam menyampaikan ide atau pesan ketika berkomunikasi pun dapat
menjadi sebuah hambatan. Sangat sulit bagi kita untuk menghindari hambatan-
hambatan tersebut karena kita hidup di negara Indonesia negara yang majemuk
dimana komunikasi antarbudaya sangat diperlukan di negara ini.
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang yang memiliki banyak
suku, budaya, dan ras. Indonesia memiliki 5 agama yang dianut oleh warga
negaranya. Indonesia memiliki 33 provinsi dari Sabang sampai Merauke dan
Indonesia memiliki begitu banyak suku budaya yang terbentang dari ujung Pulau
We sampai ujung Pulau Rote. Indonesia adalah negara majemuk. Negara
majemuk ini tentu saja memiliki banyak sekali perbedaan terbukti terdapat 350
bahasa dan ratusan suku bangsa tersebar di berbagai wilayah.
2
Karena perbedaan yang begitu signifikan ini lah berbagai macam
kesalahpahaman masih sering terjadi di negara majemuk. Yakni ketika kelompok-
kelompok budaya yang berbeda bertemu dan bergaul akan muncul prasangka atau
perbedaan persepsi. Maka, sangatlah naif apabila mengatakan komunikasi
antarbudaya itu mudah dilakukan. Perbedaan latar belakang dan kekurangtahuan
terhadap budaya lain disebut menjadi dasar permasalahan ini.
Untuk mewujudkan komunikasi yang baik dengan latar belakang budaya
yang berbeda, tidak sesulit yang kita bayangkan dan tidak semudah anggapan
banyak orang. Dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam budaya yang
berbeda, banyak hal yang harus diperhatikan dan banyak juga kemungkinan
terjadinya kesalahpahaman di dalamnya.
Kemajemukan budaya yang ada di dalam masyarakat Indonesia, selain
memiliki sisi positif, juga memiliki sisi yang negatif. Kemajemukan masyarakat
sangat potensial sekali bagi terjadinya konflik sebagai akibat perbedaan budaya.
Untuk menghindari terjadinya konflik tersebut diperlukan adanya suatu interaksi
antarbudaya sehingga tercapai suatu pemahaman mengenai budaya yang berbeda
dan pada akhirnya bisa menciptakan kenyamanan dan saling menghargai.
Kemajemukan budaya di sekitar kita yang paling dapat diihat adalah di
kampus maupun sekolah. Dalam komunikasi antarbudaya, lembaga pendidikan
seperti sekolah atau universitas merupakan wahana sosialiasi kebudayaan
antaretnik dan lintasetnik. Sekolah merupaka suatu agen sosialiasi norma dan
nilai, sekolah merupakan tempat lembaga (institusi) pendidikan
menyelenggarakan seluruh kegiatannya baik praktis maupun substantif. Biasanya
sekolah maupun kampus terdiri dari siswa atau murid yang berasal dari berbagai
daerah seperti di kota Solo. Solo merupakan salah satu kota atau daerah tujuan
para pelajar yang banyak dipilih untuk melanjutkan studi di jenjang perguruan
tinggi atau untuk menuntut maupun mengembangkan ilmu. Ribuan pelajar dari
berbagai daerah dengan keragaman etnis datang ke kota Solo. Mereka telah
memberikan warna tersendiri bagi kota Solo. Para perantau pendidikan ini
memberikan gambaran keanekaragaman budaya tersendiri bagi kota Solo.
3
Banyaknya suku bangsa yang bermukim di kota Solo menyebabkan
kemajemukan etnis di Solo dianggap sebagai suatu hal yang wajar dan lazim.
Namun, dengan datangnya mahasiswa dari luar pulau ini menambah nuansa
perbedaan kebudayaan di daerah ini. Dengan adanya perbedaan kebudayaan ini
terjadi lah komunikasi antarbudaya. Dimana pasti terdapat hambatan di dalam
proses komunikasi antarbudaya tersebut. Maka dari itu tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi antarbudaya di kalangan
mahasiswa serta bagaimana hambatanya khususnya pada mahasiswa asal
Lampung yang kuliah di UNS.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Bagaimana proses komunikasi antarbudaya mahasiswa perantau asal Lampung
dengan mahasiswa asal Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta?
2. Bagaimana hambatan komunikasi antarbudaya mahasiswa perantau Lampung
dengan mahasiswa asal Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta?
Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas untuk:
1. Untuk mengetahui proses komunikasi antarbudaya mahasiswa perantau asal
Lampung dengan mahasiswa asal Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Untuk mengetahui hambatan komunikasi antarbudaya mahasiswa perantau
Lampung dengan mahasiswa asal Jawa di Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Telaah Pustaka
1. Komunikasi
Menurut ahli bahasa lexicographer (2006), “komunikasi adalah upaya
yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika dua orang
berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling
dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan keduanya”. Webster’s New
Collegiate Dictionary edisi tahun 1977 antara lain menjelaskan bahwa
komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara individu melalui
4
sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku (tidak terbatasnya
ruang dan waktu) dalam komunikasi yang disebabkan oleh peradaban manusia
yang begitu luas, tidak hanya melibatkan manusia berkomunikasi antarsuku,
agama, adat-istiadat tetapi juga membawa manusia kepada peradaban yang
global tanpa batas dan dapat dibatasi.1
Menurut Rogers dan Lawrence (2006), “Komunikasi adalah suatu proses
di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi
dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling
pengertian yang mendalam”.2
Menurut Harold D. Lasswell (2006) mendefinisikan, “komunikasi adalah
“siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa,
kepada siapa, dan apa pengaruhnya”.3
Dengan demikian dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari komunikator kepada
komunikan dengan atau tanpa perantara dengan tujuan untuk mengubah sikap,
pendapat dan perilaku komunikan.
Pendekatan terhadap komunikasi dalam konteks ini berfokus pada
pemberian makna kepada perilaku, karena komunikasi berhubungan dengan
perilaku manusia dan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi dengan manusia-
manusia lainnya. Kebutuhan ini terpenuhi melalui pesan yang berfungsi
menjembatani hubungan manusia satu dengan yang lainnya.
Dari kutipan teori di atas jika dikaitkan dengan penelitian ini maka proses
komunikasi merupakan proses penyampaian sebuah informasi dari
komunikator yang tergambar melalui bahasa tubuh, sikap seorang, gaya, dan
segala sesuatu yang diartikan sebagai sebuah pesan. Pembicaraan seorang
komunikator dalam penelitian ini bukan hanya dalam bentuk tulisan saja,
karena dapat terlihat pada judul penelitian yaitu proses komunikasi
antarbudaya. Dimana seseorang yang berasal dari tempat tinggal atau daerah
11Deddy Mulyana. Komunikasi efektif:suatu pendekatan lintas budaya. (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2005). hlm. 60.2 Ibid. 3 Ibid. hlm. 61.
5
yang berbeda menetap di suatu tempat yang jauh dari rumah. Sebagai ilmu
yang mempelajari tentang perilaku manusia, peneliti juga melihat komunikator
dalam menyampaikan pesan harus secara simultan dan kontinyu agar
komunikan yang menerima pesan tidak mendapat hambatan.
Proses komunikasi ini juga dapat diartikan secara mendalam menjadi
sebuah proses dalam memainkan peran untuk berkomunikasi. Seperti yang
dikatakan oleh beberapa ahli di atas bahwa tujuan komunikasi adalah
penerimaan makna yang sama. Dimana penyampaian pesan yang dilakukan
seseorang kepada orang lain untuk mencapai makna yang sama memiliki
beberapa cara baik dari segi mimik wajah, bahasa, gerak tubuh, maupun
tulisan. Hal ini dilakukan guna untuk mencapai makna yang sama.
2. Budaya
Pengertian paling tua atas kebudayaan diajukan oleh Edward Burnett
Tylor dalam karyanya berjudul Primitive Culture, bahwa kebudayaan adalah
kompleks dari keseluruhan pengetahuan, kepercayan, kesenian, hukum, adat
istiadat dan setiap kemampuan lain dan kebiasaan yang dimiliki oleh manusia
sebagai anggota suatu masyarakat. Atau seperti kata Hebding dan Glick bahwa
kebudayaan dapat dilihat secara material maupun non material. Kebudayaan
material tampil dalam objek material yang dihasilkan, kemudian digunakan
manusia. Misalnya: dari alat-alat yang paling sederhana seperti asesoris
perhiasan tangan, leher dan telinga, alat rumah tangga, pakaian, sistem
komputer, desain arsitektur, mesin otomotif hingga instrumen untuk
penyelidikan besar sekalipun. Sebaliknya budaya non material adalah unsur-
unsur yang dimaksudkan dalam konsep norma-norma, nilai-nilai,
kepercayaan/keyakinan serta bahasa.4
Bagi banyak orang, kebudayaan adalah akumulasi dari keseluruhan
kepercayaan dan keyakinan, norma-norma, kegiatan, institusi, maupun pola-
pola komunikasi dari sekelompok orang. Kebudayaan juga dapat diartikan
4 Alo Liliweri. Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003). hlm. 107.
6
sebagai pengalihan atau sosialisasi perilaku, kepercayaan, seni, institusi, dan
semua karya intelektual dan karya lain dalam suatu masyarakat.
Seperti kata Tylor, dalam istilah yang populer, kebudayaan diartikan
sebagai pandangan hidup dari sebuah komunitas atau sekelompok. Peranan
kebudayaan menjadi sangat besar dalam ekosistem komunikasi, karena
karakteristik kebudayaan antarkomunitas dapat membadakan kebudayaan lisan
dan tertulis yang merupakan kebiasaan suatu komunitas dalam
mengkomunikasikan adat istiadatnya. Jadi pesan-pesan, pengetahuan,
kepercayaan, dan perilaku sejak awal tatkala orang tidak bisa menulis dapat
dikomunikasikan hanya dengan kontak antarpribadi langsung atau oleh
pengamatan yang mendalam terhadap peninggalan Artifak sehingga informasi
yang paling minimum pun dapat disebarluaskan. Benar kata Edward T. Hall
(1959) bahwa, “kebudayaan adalah komunikasi dan komunikasi adalah
kebudayaan”.5
3. Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi dan budaya merupakan dua kata yang sangat erat
hubungannya dan tidak dapat dipisahkan. Orang berkomunikasi sesuai dengan
budaya yang dimilikinya. Kapan, dimana, dengan siapa, berapa banyak hal
yang dikomunikasikan sangat bergantung pada budaya dari orang-orang yang
berinteraksi. Studi komunikasi antar budaya adalah studi yang menekankan
efek kebudayaan terhadap komunikasi. Atau menurut pendapat saya definisi
yang paling sederhana dari komunikasi antarbudaya adalah menambah kata
budaya ke dalam pernyataan “komunikasi anatara dua orang/lebih yang
berbeda latar belakang kebudayaan”.6
Giovanna Pistillo (2011) dalam jurnalnya Interlcultural Communication
Interpreter as Cultural Mediator mengatakan “Sucessfull intelcultural
communication is very difficult to achieve, as it involves a great number of
factors, e.g. language (verbal communication), body gesture (non-verbal
communication), the use of time, space and silence, etc., which differ from
5 Ibid,. hlm. 108.6 Alo Liliweri. Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001). hlm. 68.
7
culture to culture.” (Komunikasi antarbudaya yang sukses adalah sangat sulit
dicapai, karena melibatkan sejumlah besar faktor, misalnya Bahasa
(komunikasi verbal), body gesture (komunikasi non-verbal), penggunaan
waktu, ruang dan keheningan, dll, yang berbeda dari satu budaya ke satu
budaya yang lain).7
4. Proses Komunikasi Antarbudaya
Pada bagian komunikasi antarbudaya manusia berkomunikasi meliputi
beberapa tahapan namun tidak semua tahapan itu dialami oleh manusia. Cara-
cara manusia berkomunikasi ini merupakan sebuah proses komunikasi yang
dilakukan oleh manusia. Berikut tahapan proses komunikasi antarbudaya yang
dikemukakan oleh Morissan (2010:58) dalam buku Psikologi Komunikasi:
1. Komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada
perbedaan persepsi antara komunikator dan komunikan
2. Dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi atau penyampaian ide
dan relasi antarpribadi
3. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antarbudaya
4. Efektifitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antarbudaya
5. Hambatan Komunikasi Antarbudaya
Hambatan komunikasi (communication barrier) dalam komunikasi
antarbudaya (intercultural communication) mempunyai bentuk seperti sebuah
gunung es yang terbenam di dalam air. Dikatakan seperti fenomena gunung es
karena masalahnya besar namun tidak terlihat karena tersembunyi di bawah air.
Dimana hambatan komunikasi yang ada terbagi menjadi dua menjadi yang di
atas air (above air) ataupun yang di bawah air (below waterline). Faktor-faktor
hambatan komunikasi antarbudaya yang di bawah air (below waterline) adalah
faktor-faktor yang membentuk perilaku atau sikap seseorang, hambatan
semacam ini cukup sulit untuk dilihat atau diperhatikan. Jenis-jenis hambatan
semacam ini adalah persepsi (perceptions), norma (norms), stereotip
7 Giovanna Pistillo.“Interpreter as Cultural Mediator”. (New York: Journal Intercultural Communication Vol I No.6, 2003). hlm. 31.
8
(stereotips), filosofi bisnis (bussines philosophy, aturan (rules), jaringan
(networks), nilai (values), dan grup cabang (subcultures group).
Sedangkan Alo Liliweri (2007:40) dalam bukunya Makna budaya dalam
komunikasi antarbudaya mengatakan bahwa terdapat 9 (sembilan) jenis
hambatan komunikasi antar budaya yang berada di atas air (above waterline).
Hambatan komunikasi semacam ini lebih mudah untuk dilihat karena
hambatan-hambatan ini banyak yang berbentuk fisik. Hambatan-hambatan
tersebut adalah fisik, budaya, persepsi, motivasi, pengalaman, emosi, bahasa,
nonverbal, dan kompetisi.
6. Identitas Budaya
Dalam arti sederhana, yang dimaksud dengan identitas budaya adalah
rincian karakteristik atau ciri-ciri sebuah kebudayaan yang dimiliki oleh
sekelompok orang yang kita ketahui batas-batasnya ketika dibandingkan
dengan karakteristik atau kebudayaan yang dimiliki orang lain. Dengan
demikian, jika ingin mengetahui dan menetapkan identitas budaya maka bukan
hanya sekedar menentukan karakteristik atau ciri-ciri fisik dan biologis semata,
tetapi mengkaji juga identitas kebudayaan sekelompok manusia melalui tatanan
pikiran, perasaan, dan cara bertindak.
Dalam berkomunikasi antarbudaya dikenal beberapa variasi berbahasa
menurut Alo Liliweri (2007:36) dalam bukunya Makna budaya dalam
komunikasi antarbudaya, diantaranya adalah:
a. Dialek, yakni variasi bahasa di suatu daerah dengan kosa kata yang
khas.
b. Aksen, menunjukkan pemilikan prononcoution, tekanan dalam
pengucapan.
c. Jargon, sebuah unit kata-kata atau istilah yang di bagikan atau
dipertukarkan oleh mereka yang sama profesinta dan penggalaannya.
d. Argot, bahasa-bahasa khusus yang digunakan oleh suatu kelompok
yang luas dalam sebuah kebudayaan untuk mendefinisikan batas-batas
kelompok mereka dengan orang lain yang juga di pakai untuk
menunjukkan posisi mereka yang kuat dalam suatu masyarakat.
9
Analisis Data
A. Proses Komunikasi dalam Komunikasi Antar Budaya di Kalangan
Mahasiswa Asal Lampung dengan Mahasiswa Asal Jawa
Komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada
perbedaan persepsi antara komunikan dengan komunikator. Di dalam
komunikasi antarbudaya terdapat isi dan hubungan antarpribadi serta gaya
personal yang mempengaruhi komunikasi antarbudaya itu sendiri. Komunikasi
antarbudaya juga bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian antara
komunikator dan komunikan. Serta proses komunikasi antarbudaya yang
terjadi akan menimbulkan saling mengenalnya antarbudaya itu sendiri.
Dari hasil wawancara mendalam kepada delapan informan peneliti
menyimpulkan bahwa proses komunikasi antarbudaya yang dilewati seseorang
dengan orang lainnya belum tentu sama. Maksud belum tentu sama di sini
adalah perasaan yang mereka alami berbeda-beda ada yang biasa saja ada pula
yang cemas. Namun, sebagian besar dari mereka merasakan perbedaan yang
paling mendasar dalam proses komunikasi antarbudaya ini yakni bahasa.
Hampir semuanya tidak mengerti bahasa Jawa.
Proses komunikasi antarbudaya ini dialami oleh kedelapan informan.
Hal ini sesuai dengan definisi komunikasi antarbudaya menurut Alo Liliweri
(2003:8) dalam bukunya Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya menuturkan,
“komunikasi antarbudaya adalah pernyataan diri antarpribadi yang paling
efektif antara dua orang yang saling berbeda latar belakang budaya”. Proses
komunikasi yang dilakukan oleh para informan kebanyakan dilakukan secara
antarpribadi yang berbeda latar belakang budayanya yakni budaya Jawa dan
budaya Lampung untuk mencapai suatu komunikasi yang efektif. Dikatakan
efektif apabila keduanya dapat mencapai makna yang sama dari penyampaian
pesan yang dilakukan oleh mereka. Apabila mereka saling tidak memahami
apa yang dimaksud mereka akan bertanya satu sama lain agar makna dari pesan
yang disampaikan dapat dipahami.
10
a. Perbedaan persepsi antara komunikator dan komunikan
Perbedaan persepsi anatara komunikator dengan komunikan belum
tentu sama. Hal ini disebabkan dari hal apa yang mereka lihat kemudian
hal yang mereka lihat itu akan menimbulkan makna. Makna yang tersirat
ini kemudian akan memunculkan persepsi. Selain dari hal yang dilihat
perbedaan persepsi bisa timbul karena kondisi psikologis seseorang. Tidak
hanya kondisi psikologis, kondisi lingkungan, kondisi masa lalu,
pendidikan, budaya yang dianut, maupun agama dapat mempengaruhi
perbedaan persepsi masing-masing orang.
Dari semua hal yang telah dituturkan oleh kedelapan informan peneliti
menyimpulkan bahwa setiap orang belum tentu memiliki persepsi yang
sama dalam melakukan proses komunikasi antarbudaya. Namun, jika
terjadi perbedaan persepsi mereka lebih banyak menyelesaikannya dengan
cara baik-baik agar tidak menimbulkan masalah atau miss communication.
Ada juga yang mengatakan perbedaan persepsi yang diterima seseorang itu
bergantung dari gaya personal dan penyampaian pesan yang ia lakukan.
b. Penyampaian ide dan gaya personal
Seseorang berkomunikasi dengan orang lain tentunya ada suatu tujuan
yang diharapakan. Untuk mencapai tujuan tersebut tentu diperlukan
komunikasi yang baik dan efektif agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam
berkomunikasi. Hal ini tergantung pada komunikator dan komunikan
dalam menyampaikan sebuah pesan ketika berkomunikasi. Penyampaian
ide dan gaya personal satu orang dengan yang lain pasti tidak sama.
Dari pemaparan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti melalui
wawancara mendalam oleh seluruh informan mengenai penyampaian ide
dan gaya personal, dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa proses ini
menentukan hubungan antara individu satu dengan individu lainnya, pada
tahap ini juga diperlukan hubungan yang baik antar individu serta
diperlukan komunikasi yang baik untuk menciptakan makna komunikasi
yang efektif.
11
Tak bisa dipungkiri setiap hari kita berkomunikasi dengan orang lain
baik itu satu budaya dengan kita atau bahkan berbeda kebudayaan dengan
kita. Setiap hari kita harus bertemu dengan berbeda-beda orang otomatis
jika berbeda orang maka berbeda pula gaya mereka dalam berkomunikasi.
Tentu menghadapi gaya yang berbeda-beda ini haruslah dicermati dengan
baik agar nantinya ketika berbicara tidak menyinggung perasaan orang lain
dan membuat orang lain nyaman berkomunikasi dengan kita. Ada
beberapa asumsi dalam komunikasi antarbudaya salah satunya yaitu gaya
personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi.
Gaya personal atau cara kita dalam berbicara tentu berbeda-beda
bukan. Setiap pribadi masing-masing orang memiliki gaya terssendiri
dalam berkomunikasi apalagi jika memiliki latar belakang kebudayaan
yang bebeda, jelas gaya berkomunikasinya berbeda. Banyak sekali contoh
kasus jika membahas tentang gaya personal seseorang dalam
berkomunikasi.
Contoh saja ketika kita berkomunikasi dengan orang batak yang
punya suara keras dan lantang, jika berbicara seperti orang ngebentak,
pasti kita akan kaget dan berpikir kok cara ngomongnya kasar banget
padahal gaya bicaranya memang seperrti itu. Nah inilah yang dimaksud
gaya personal dapat mempengaruhi komunikasi antarpribadi.
Seringkali pula kita berhadapan dengan orang yang cerewet atau
orang yang mudah tersinggung dan cepat marah. Kadang pula kita
berhadapan dengan orang yang memiliki gaya berbicara dengan nada
tinggi. Contoh kasusnya gaya berbicara orang jawa yang seperti kita
ketahui lembut, halus dan bertemu dengan orang Makassar dengan gaya
bicaranya yang kasar dan suara yang besar tentu akan mempengaruhi gaya
komunikasi diantara dua ras yang berbeda.
Adapula orang yang memiliki gaya berkomunikasi sok asik padahal
garing banget. Ada juga yng punya gaya berkomunikasi ala-ala kaum
sosialita atau orang-orang yang menggunakan bahasa terlalu tinggi dalam
berkomunikasi, mungkin mau dibilang pintar atau memang pintar kali.
12
Ada banyak gaya dan cara yang terbaik dalam kita berkomunikasi
tergantung personal kita saja. Gaya personal kita dapat mempengaruhi
komunikasi kita dengan orang lain. Jika tidak dapat menjaga dengan baik
gaya personal kita akan menyinggung perasaan orang lain dan
menimbulkan konflik.
Dari pemaparan yang didapatkan oleh peneliti melalui wawancara
mendalam terhadap seluruh informan mengenai proses komunikasi (gaya
personal), dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa pendapat dari seluruh
informan setuju bahwa gaya personal merupakan tahapan yang membuat
mahasiswa perantauan membutuhkan waktu dalam menyesuaikan diri.
Tahapan ini sesuai dengan definisi pengertian komunikasi menurut
Morissan (2010:58) dalam bukunya Psikologi Komunikasi bahwa gaya
personal diatur atau diorganisir ke dalam skema interpreatatif yang akan
mengidentifikasi suatu objek dan menempatkan objek itu ke dalam suatu
kategori. Dengan skema interpretatif ini, kita juga dapat merasakan suatu
peristiwa dengan menempatkannya ke dalam kategori yang lebih besar.
Dari penjabaran tersebut maka dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa
berbicara dengan orang dari latar belakang budaya yang berbeda akan
membuat kita semakin berpengalaman, berpendapat, dan mungkin
memberikan evaluasi secara kognitif tentang gaya personal maupun gaya
suatu kelompok tertentu. Semakin banyak berkomunikasi dengan orang
yang berbeda kebudayaan dengan kita semakin kita banyak tahu. Gaya
personal dapat dinilai oleh budaya baru dimana gaya personal akan terlihat
baik jika budaya baru menilai kita dengan baik juga. Jadi jika ingi dinilai
baik oleh budaya orang lain maka seseorang tersebut harus menunjukkan
gaya personal yang baik dan santun agar dinilai baik oleh budaya lain.
B. Hambatan dalam Komunikasi Antar Budaya di kalangan mahasiswa
antara Etnis jawa dengan Etnis Lampung di Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Proses komunikasi antarbudaya yang dialami oleh mahasiswa perantau
asal etnis Lampung di Universitas Sebelas Maret ini tentunya mempunyai
13
hambatan. Tidak semua proses komunikasi antarbudaya berjalan mulus.
Hambatan dalam komunikasi antarbudaya itu bermacam-macam. Ada yang
dari atas air (above waterline) atau dari bawah air (below waterline). Namun,
di sini peneliti lebih memfokuskan untuk meneliti tentang hambatan
komunikasi antarbudaya yang dari atas air (above waterline). Hambatan-
hambatan tersebut yakni; Emosi (Emotional), Bahasa (Linguistic), dan
hambatan Non Verbal. Dari pemaparan kedelapan informan di atas mengenai
hambatan komunikasi antarbudaya etnis Lampung dan etnis Jawa di UNS
dapat disimpulkan bahwa masalah Bahasa (linguistic) menjadi masalah yang
paling utama dalam berkomunikasi antarbudaya. Selain bahasa (linguistic),
emosional, dan gaya bercanda (non verbal) sering muncul sebagai hambatan
dalam komunikasi antarbudaya yang dilakukan oleh mereka dalam kehidupan
sehari-hari sebagai perantau di Solo. Berikut akan peneliti jabarkan pada poin-
poin di bawah ini mengenai ketiga hambatan-hambatan tersebut;
a. Emosi
Setiap orang tentunya memiliki emosi. Bicara mengenai emosi
merupakan hal yang sangat sensitif karena menyangkut perasaan dan
mood seseorang. Apalagi jika dikaitkan dengan komunikasi antarbudaya
emosi seseorang dengan orang lain tentunya akan berbeda. Begitu pun cara
budaya satu dan budaya lainnya dalam mengungkapkan emosi pasti juga
berbeda.
Dari pemaparan kedelapan informan di atas yang telah peneliti
wawancarai mengenai ungkapan emosi dalam komunikasi antarbudaya
peneliti dapat menyimpulkan bahwa ungkapan emosi antar satu orang
dengan orang yang lainnya sangat berbeda. Ada yang merasa perlu
berhati-hati, ada yang merasa cuek, namun ada pula yang merasa biasa
saja. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa ungkapan emosi merupakan
suatu hambatan komunikasi yang paling serin muncul dalam komunikasi
antarbudaya. Untuk meminimalisir kesalahpahaman perlu dilakukan
pemilihan cara penyampaian emosi agar komunikan tidak merasa
14
tersinggung dan perlu dilihat betul siapa komunikan yang diajak bicara.
Apakah sedang dalam keadaan badmood atau sebaliknya.
b. Bahasa
Bahasa merupakan sebuah hambatan komunikasi yang paling utama
dan paling sering dipaparkan ketika peneliti mewawancarai informan.
Hambatan komunikasi berikut ini terjadi apabila pengirim pesan (sender)
dan penerima pesan (receiver) menggunakan bahasa yang berbeda atau
penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh penerima pesan
(receiver). Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan bahasa menjadi salah
satu faktor penghambat terbesar bagi perantau yang baru datang di
lingkungan budaya baru.
Dari pemaparan kedelapan informan di atas perbedaan bahasa menjadi
hambatan mendasar dalam komunikasi antarbudaya. Perbedaan bahasa
bisa menimbulkan miss comunication dimana komunikator dan
komunikan memiliki persepsi makna yang berbeda. Akan tetapi semua
permasalahan tersebut dapat diminimalisir dengan menggunakan suatu
bahsa yang telah disepakati bersama. Sehingga semua yang disampaikan
dapat diterima dengan baik oleh komunikan.
c. Non verbal
Non verbal hambatan komunikasi ini merupakan jenis hambatan yang
tidak berbentuk kata-kata. Contoh hambatan non verbal adalah wajah
marah yang ditunjukkan oleh penerima pesan (receiver) ketika pengirim
pesan (sender) melakukan komunikasi. Wajah marah yang dibuat tersebut
dapat menjadi penghambat komunikasi karena mungkin saja pengirim
pesan akan merasa tidak maksimal atau takut untuk mengirim pesan
kepada penerima pesan karena wajah marah tersebut. Bahkan menurut
salah satu informan berbicara dengan mahasiswa yang berbeda asal
darinya cukup berbeda dengan cara dia berbicara dengan mahasiswa yang
satu daerah dengan dia. Informan akan berkata sedikit lebih lembut dengan
mengurangi intonasi suara dan sedikit lebih pelan ketika berbicara dengan
mahasiswa non Lampung. Selain itu informan juga akan menunjukkan
15
tatapan yang lembut dan penuh perhatian serta menunjukkan mimik muka
yang bahagia ataupun ceria ketika sedang berbicara dengan mahasiswa
non Lampung ini. Berbeda ketika informan berbicara dengan mahasiswa
yang sesama asal Lampung dia akan menggunakan intonasi suara yang
biasa dia gunakan sehari-hari ketika di Lampung dan berbicara dengan
cepatnya.
Dari pemaparan kedelapan informan peneliti telah menyimpulkan
bahwa hambatan non verbal dalam komunikasi antarbudaya sangat
berbeda dari tempat asal mereka mulai dari gerakan-gerakan, tata krama,
simbol, tari adat, makanan, dan etika-etika sehari-hari. Namun, hambatan
non verbal dapat mereka atasi dengan cara belajar mengenai budaya baru
tersebut tanpa meninggalkan sedikit pun budaya lama mereka.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan melalui wawancara
secara mendalam dan obeservasi peneliti menyimpulkan sebagai berikut:
1. Proses komunikasi antarbudaya yang dialami oleh kedelapan informan
tersebut memiliki beberapa aspek yaitu perbedaan persepsi serta
penyampaian ide dan gaya personal. Dalam proses komunikasi kedelapan
informan memerlukan waktu untuk berinteraksi dan menyesuaikan diri
khususnya dalam memahami perbedaan persepsi.
2. Hambatan dalam komunikasi antarbudaya yang dialami oleh kedelapan
informan secara garis besar terdapat tiga poin yang dirasakan oleh peneliti
yaitu bahasa, emosi, dan non verbal. Hambatan yang dirasa membutuhkan
proses yang cukup lama menurut peneliti adalah hambatan dari segi
bahasa dan persepsi. Namun, hambatan dalam komunikasi antarbudaya ini
dapat dilewati oleh informan dengan menggunakan bahasa yang telah
disepakati ketika komunikator dan komunikan saling tidak mengerti atau
saling kesulitan untuk berkomunikasi.
16
Saran Penelitian Lanjutan
Berdasarakan kesimpulan yang telah peneliti uraikan di atas, maka peneliti
dapat memberikan beberapa saran secara akademis maupun praktis yakni:
1. Jika ada penelitian lanjutan peneliti menyarankan agar membahas
tentang jaringan komunikasi agar bisa terlihat bagaimana
pengelompokan budaya mereka atau menggunakan teori yang lain.
2. Peneliti juga menyarankan agar mahasiswa perantau dalam
menyesuaikan diri terhadap budaya baru hendaknya memiliki sikap
toleransi, fleksibel, dan empati agar mahasiwa perantau dapat dengan
mudah berbaur dengan budaya yang baru.
Daftar Pustaka
Mulyana, Deddy. 2005. Komunikasi efektif:suatu pendekatan lintas budaya.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Liliweri, Alo. 2003. Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Liliweri, Alo. 2001. Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Pistillo, Giovanna. 2003. “Interpreter as Cultural Mediator”. New York: Journal
Intercultural Communication Vol 1 No 6.
17
Recommended