View
251
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
DONGENG ORONG AGU KODE MASYARAKAT
MANGGARAI BARAT: TRANSKRIPSI, KAJIAN
STRUKTUR MORFOLOGI, MAKNA, DAN FUNGSI
Tugas Akhir
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Strata (S-1) Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Metildis Ruth Sahu
104114001
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
DESEMBER 2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan kasihnya dan mengabulkan doa penulis dalam menyelesaikan tugas
akhir ini dengan baik. Penulis pun menyadari bahwa tugas akhir ini tidak akan
terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan limpah terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu terselesainya tugas akhir ini.
1. Bapak Dr. Yoseph Yapi Taum, M. Hum. yang berkenan menjadi pembimbing
I penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Dengan penuh kesabaran dan
selalu memberi motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Bapak Drs. B. Rahmanto, M. Hum. yang berkenan menjadi pembimbing II
penulis. Beliau selalu membimbing dan membantu penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Bpk. Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum. sebagai dosen pendamping
akademik. Beliau selalu mendukung dan memotivasi penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir.
4. Para dosen Program Studi Sastra Indonesia USD: Bpk. Drs. Hery Antono, M.
Hum., Dr. Paulus Ari Subagyo, M. Hum., S. E. Peni Adji, M. Hum., Dra.
Fransisca Tjandrasih Adji, M. Hum., Drs, F. X. Santosa, M. S., selaku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
Bapak/Ibu pengampu mata kuliah di Program Studi Sastra Indonesia
Universitas Sanata Dharma, serta staf Sekretariat yang telah memberi
pelayanan dengan baik.
5. Bapak Alosius Sahu dan Ibu Bernadetha Liun, orang tuaku yang selalu
mendukung dan mendoakan penulis setiap saat sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini. Bapak Alo yang telah membantu penulis
mencari narasumber untuk diwawancarai. Ibu Bernadetha yang selalu
memberikan nasehat kepada penulis agar tidak melalaikan tugas yang paling
penting. Bangga memiliki orang tua seperti kalian.
6. Saudara/saudari saya, Gregorius Adirahmat Sahu, Maria Albertasari Sahu,
Yohanes Eros Sahu. Kak Egi dan adik Jony, walaupun hujan selalu bersedia
mengantar dan menemani penulis menemui narasumber-narasumber untuk
diwawancarai. Kak Egi dan adik Beti yang selalu mendorong dan memberi
perhatian kepada penulis agar menyelesaikan tugas akhir. Saya menyayangi
kalian.
7. Sahabat-sahabat saya tercinta di Eror Family, mami Diana, Ria Ongabelle,
Ani Budjen, Indy Magong, Ina Menong, Rheinya Dosinaen, Monica. Mereka
selalu menjadi teman curhat penulis ketika penulis mendapat kesulitan dalam
mengerjakan tugas akhir. Mereka juga selalu memberi semangat kepada
penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.
8. Bpk. Adrianus Hamut, Bpk, Ngampu Mikael, Bpk. Teodorus Matung, Bpk.
Paulus Meso, Ibu Kristina Imas, Bpk. Petrus Pesau, dan Ibu Yasinta Bamung,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
Kalau kau ingin meraih keserjanaan, kau tidak boleh bersandar pada pujian
orang untuk mendukungmu atau memanjakanmu. Kau harus melakukannya
demi kemajuanmu sendiri.
(Ginko, 2013:316)
MOTTO
Berpijak pada bumi bukan hanya dengan kedua kaki tetapi dengan sebuah
harapan. Harapan yang membawamu pada kesuksesan dan kepuasan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
Skripsi ini saya persembahkan kepada,
Tuhan Yang Maha Esa,
Kedua orang tua tercinta, Alo Sahu dan Bernadetha Liun
Segenap pembaca skripsi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI......................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA........................................................... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI............................................. v
KATA PENGANTAR...................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................... vii
DAFTAR ISI.................................................................................................... xi
ABSTRAK........................................................................................................ xiv
ABSTRACT........................................................................................................ xv
DAFTAR ISTILAH.......................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah....................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian................................................................ 6
1.4.1 Manfaat Teoritis.......................................................... 6
1.4.2 Manfaat Praktis........................................................... 7
1.5 Tinjauan Pustaka................................................................... 7
1.6 Landasan Teori...................................................................... 10
1.6.1 Sastra Lisan dan Folklor.............................................. 10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
1.6.2 Transkripsi dan Perbandingan Teks............................. 11
1.6.3 Struktur Morfologi Vladimir Propp............................. 12
1.6.4 Identifikasi Pelaku....................................................... 18
1.6.5 Makna dan Fungsi....................................................... 19
1.6.5.1 Makna.............................................................. 19
1.6.5.2 Fungsi.............................................................. 19
1.7 Metode Penelitian................................................................. 20
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data....................... 20
1.7.1.1 Wawancara...................................................... 20
1.7.1.2 Perekaman dan Pencatatan.............................. 21
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data...................... 21
1.7.3 Metode Penyajian Data...................................... 22
1.8 Sistematika Penyajian........................................................... 22
BAB II DONGENG ORONG AGU KODE DALAM KONTEKS SEJARAH
DAN BUDAYA MASYARAKAT MANGGARAI BARAT
2.1 Pengantar............................................................................... 29
2.2 Latar Belakang Historis dan Demografis.............................. 29
2.2.1Letak Geografis............................................................ 29
2.2.2 Bahasa dan Budaya Kabupaten Manggarai Barat....... 30
2.2.3 Ekonomi MasyarakatManggarai Barat....................... 31
2.2.3.1 Pertanian..................................................... 31
2.2.3.2 Perkebunan................................................. 32
2.2.3.3 Kehutanan.................................................. 34
2.2.3.4 Perikanan.................................................... 35
2.2.3.5 Peternakan.................................................. 36
2.2.3.6 Pertambangan............................................. 37
2.3 Sejarah Singkat Kabupaten Manggarai Barat....................... 39
2.4 Agama................................................................................... 43
2.5 Kesenian Manggarai Barat................................................... 43
2.5.1 Seni Tenun, Seni Suara, Seni Musik........................... 43
2.5.2 Pola Perkampungan dan Rumah Adat......................... 44
2.5.3 Kerajinan Tangan........................................................ 45
2.6 Rangkuman............................................................................. 45
BAB III TRANSKRIPSI DAN PERBANDINGAN TEKS DONGENG
ORONG AGU KODE
3.1 Pengantar............................................................................... 47
3.2 Transkripsi Dongeng Orong Agu Kode.................................. 47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
3.3 Analisis dan Perbandingan Teks............................................ 68
3.3.1Perbandingan Struktur Dongeng Orong Agu Kode....... 69
3.3.2 Perbandingan Naskah Dongeng Orong Agu Kode....... 77
3.3.2.1 Teks A............................................................. 77
3.3.2.2 Teks B.............................................................. 79
3.3.2.3 Teks C.............................................................. 80
3.3.2.4 Teks D.............................................................. 82
3.4 Hasil Analisis......................................................................... 84
3.5 Rangkuman............................................................................ 86
BAB IV STRUKTUR MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI PELAKU
DONGENG ORONG AGU KODE
4.1 Pengantar............................................................................... 87
4.2 Analisis Morfologi Dongeng Orong Agu Kode...................... 88
4.2.1 Dongeng Orong Agu Kode........................................... 89
4.2.2 Analisis Fungsi Pelaku dongeng Orong Agu Kode...... 94
4.3 Identifikasi Pelaku Dongeng Orong Agu Kode...................... 97
4.4 Rangkuman............................................................................. 98
BAB V MAKNA DAN FUNGSI DONGENG ORONG AGU KODE BAGI
MASYARAKAT MANGGARAI BARAT
5.1 Pengantar.............................................................................. 100
5.2 Makna Dongeng Orong Agu Kode...................................... 100
5.2.1 Makna Sindiran.......................................................... 101
5.2.2 Makna Pendidikan...................................................... 104
5.2.3 Makna Religius........................................................... 105
5.2.4 Makna Moral............................................................... 106
5.3 Fungsi Dongeng Orong Agu Kode....................................... 107
5.3.1 Fungsi Pendidik....................................................... 108
5.3.2 Fungsi Hiburan.......................................................... 110
5.3.3 Fungsi Kepercayaan.................................................. 111
5.4 Rangkuman................................................................. 113
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan............................. ............................................ 115
6.2 Saran.................................................................................... 118
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 119
LAMPIRAN..................................................................................................... 121
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
ABSTRAK
Sahu, Metildis Ruth sahu. 2014, “Dongeng Orong Agu Kode Masyarakat
Manggarai Barat: Transkripsi, Kajian Struktur Morfologi, Makna, dan
Fungsi”. Skripsi strata 1 (S1). Program Study Sastra Indonesia, Jurusan
Sasstra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Tugas akhir ini membahas transkripsi dan perbandingan dongeng Orong
Agu Kode, kajian struktur morfologi Vladimir Propp, makna dan fungsi bagi
masyarakat Manggarai Barat. Studi ini memiliki tiga tujuan, yakni (1)
menerbitkan, mendokumentasikan, dan menganalisis perbandingan teks dongeng
Orong Agu Kode, (2) menganalisis struktur morfologi dan mengidentifikasi
pelaku dongeng Orong Agu Kode, dan (3) menjelaskan makna dan fungsi
dongeng Orong Agu Kode bagi masyarakat Manggarai Barat.
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini sebagai landasan
referensi adalah transkripsi dan perbandingan teks, struktur morfologi dalam
perspektif Vladimir Propp, identifikasi pelaku, makna dan fungsi. Metode
penelitian ini mencakup, (1) teknik pengmpulan data, yaitu wawancara,
perekaman, dan pencatatan, (2) teknik analisis data, dan (3) metode penyajian
data.
Hasil penelitian ini menunjukan beberapa hal berikut. (1) ada empat varian
dongeng Orong Agu Kode, dilakukan perbandingan teks. Perbandingan teks yang
dilakukan ialah perbandingan struktur dan perbandingan naskah. (2) Terdapat 9
fungsi pelaku dongeng Orong Agu Kode dari 31 fungsi pelaku menurut teori
Vladimir Propp. Selain itu, terdapat 4 jenis pelaku dongeng Orong Agu Kode dari
7 jenis identifikasi pelaku. (3) Ada empat makna yang terkandung dalam dongeng
Orong Agu Kode, yakni makna sindiran, makna pendidikan, makna religius, dan
makna moral. Sementara itu, fungsi dalam dongeng Orong Agu Kode meliputi
fungsi pendidik, fungsi hiburan, dan fungsi kepercayaan (folk believe).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
ABSTRACK
Sahu, Metildis Ruth. 2014, “Orong Agu Kode Folktale of West Manggarai:
Transcription, Morphology Structure, Meaning, and Function”.
Undergraduate Thesis. Study Program of Indonesian Literary, Sanata
Dharma University
The thesis is intended to discuss about the transcription and comparison
of Orong Agu Kode, the examination of Vladimir Propp morphology structure, the
meaning and function for society of West Manggarai. Orong Agu Kode folktale is
a famous folktale from West Manggarai. This study has three purposes, they are
(1) to publish, document, and analyze the comparison of Orong Agu Kode text, (2)
to analyze the morphology structure and identify the characters of Orong Agu
Kode tale, and (3) to explain the meaning and function of Orong Agu Kode tale
for society of West Manggarai.
The theoritical review used in this study is the test transcription and
comparison, the morphology structure in Vladimir Propp’s perspective, characters
identification, meaning, and function. The methodology this study include (1) data
gathering, those are interview, recording, and note taking, (2) data analysis
method, and (2) data presentation method.
The result shows some points, they are (1) there are four variants of
Orong Agu Kode tale to be compared. The comparison are structural comparison
and textual comparison, (2) there are nine of 31 character functions of Orong Agu
Kode according to Vladimir Propp, (3) there are four meanings in the Orong Agu
Kode tale. Meanwhile, the function of Orong Agu Kode includes educational
function, entertainment function, and folk believe.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR ISTILAH
Fungsi : dalam studi ini yang dimaksud dalam fungsi adalah arti ekstrinsik
Folk believe:
Makna : dalam studi ini yang dimaksud dalam makna adalah arti intrinsik
Strukutur Morfologi: teori Vladimir Propp yang perhatian utamanya ditujukan
pada penggunaan fungsi pelaku menurut urutan dan peranan dalam cerita.
Orong Agu Kode: Burung Bangau dan Monyet
Transkripsi: pengubahan dari bentuk wicara lisan menjadi bentuk tertulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Judul penelitian ini adalah “Dongeng Orong Agu Kode Masyarakat
Manggarai Barat: Kajian Sturuktur, Transkripsi, Makna, dan Fungsi”. Dongeng
adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya
cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Dongeng dapat
berupa, dongeng binatang, dongeng biasa, dongeng berumus, serta lelucon dan
anekdot (Bascom, 1965:3-20 dalam James Danandjaja, 1984:50).
Dongeng Orong Agu Kode (OAK) merupakan cerita dari daerah
Manggarai Barat (Mabar), tepatnya masyarakat suku Kempo. Orong Agu Kode
adalah bahasa Manggarai yang terdiri dari tiga kata, yaitu Orong artinya „Burung
Bangau‟, Agu artinya „dan‟, dan Kode artinya „Kera atau monyet‟. Jadi, Orong
Agu Kode artinya „Burung Bangau dan Kera‟. Di dalam cerita dongeng ini,
monyet menjadi tokoh yang egois dan licik. Masyarakat Manggarai Barat
menganggap monyet adalah binatang yang memiliki sifat sombong, licik, dan
pengikar janji. Selain dongeng ini, ada beberapa dongeng tentang monyet yang
licik. Salah satunya adalah Kula Agu Kode. Masyarakat Mabar melukiskan sifat
monyet sebagai binatang yang licik dan sombong, yang akhirnya mendapat
ganjaran atau hukuman terhadap semua perbuatannya.
Di Kabupaten Manggarai Barat terdapat banyak cerita-cerita lisan, seperti
dongeng, mitos, legenda, dan sebagainya. Salah satunya adalah dongeng Orong
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Agu Kode. Ada beberapa cerita rakyat yang dulunya cukup dikenal di kalangan
masyarakat Mabar, seperti Asal Usul Terjadinya Danau Sanonggoang, Empo
Mberong, Empo Mberong dan tujuh Gadis, Siput dan Rusa, dan masih banyak
lagi. Akan sangat bagus bila sastra lisan yang ada di Mabar didokumentasikan dan
diteliti agar tetap terjaga keberadaanya di tengah masyarakat. Saat ini, cerita
rakyat di Mabar sudah jarang sekali ditemukan terutama di daerah perkotaan,
tetapi di daerah pedesaan masih ditemukan cerita-cerita rakyat yang diceritakan
kepada anak-anak. Hal itu dikarenakan, di kota anak-anak sudah mengikuti
perkembangan zaman yang serba instan.
Manggarai Barat merupakan wilayah Flores, Nusa Tenggara Timur.
Manggarai Barat beribukota Labuan Bajo. Masyarakat Manggarai Barat
merupakan bagian dari masyarakat Manggarai. Pada zaman reformasi, Manggarai
mengalami perubahan dengan melakukan pemekaran wilayah menjadi Manggarai
dan Manggarai Barat. Perubahan ini terjadi pada tahun 2003. Pemekaran wilayah
ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Sehingga secara
historis antara masyarakat Manggarai dan Manggarai Barat tidak dapat dipisahkan
diantara keduanya (http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh pada tanggal 16 April
2014).
Penulis akan mengkaji struktur morfologis dongeng Orong Agu Kode.
Menurut Propp ada 31 buah fungsi di dalam cerita lisan yang kemudian
digolongkan ke dalam empat “lingkaran”, yaitu Lingkaran Pertama: Pengenalan,
Lingkaran Kedua: Isi cerita, Lingkaran Ketiga: Rangkaian Donor, Lingkaran
Keempat: Kembalinya sang Pahlawan. Selain itu, mengidentifikasi pelaku cerita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
yang menurut Propp berjumlah 7 jenis, yaitu the villain, the donor, the magical
helper, the princess and her father, the dispatcher, the hero, the false hero
(Taum, 2011:126-132). Sebelum dongeng OAK dikaji dengan struktur
morfologis, dongeng OAK akan ditranskripsikan. Transkripsi adalah pengubahan
dari bentuk wacana lisan menjadi bentuk tertulis (Taum, 2011:243). Penelitian ini
juga akan menjelaskan makna dan fungsi dongeng Orong Agu Kode bagi
masyarakat Manggarai Barat.
Cerita rakyat adalah bentuk penuturan cerita yang pada dasarnya tersebar
secara lisan, diwariskan secara turun-temurun di kalangan masyarakat
pendukungnya secara tradisional (Supanto dkk, 1981:48). Setiap jenis cerita yang
hidup di kalangan masyarakat, yang ditularkan dari mulut ke mulut adalah cerita
rakyat. Cerita rakyat meliputi mite, legenda, dan dongeng. Objek formal
penelitian ini ada dua, yakni morfologi cerita rakyat dan fungsi dan makna cerita
rakyat dalam masyarakat.
Teeuw (dalam buku Sastra dan Ilmu Sastra) mengatakan bahwa di
Indonesia pengumpulan bahan cerita rakyat telah mulai cukup awal, khususnya
berkat kegiatan para penerjemah Kitab Injil yang sejak awal abad ke-19 mulai
diutus ke Hindia Belanda oleh Lembaga Alkitab Belanda (Nederlandsch
Bijbelgenootschap), dengan tugas utama untuk menerjemahkan Kitab Injil dalam
berbagai bahasa Nusantara; tetapi mereka selalu ditugaskan pula, sebagai
persiapan bagi tugas utama, untuk secara ilmiah meneliti bahasa dan kesusastraan
suku bangsa tempat mereka bekerja (2013:217).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Menurut Stith Thompson, ciri khusus cerita rakyat terletak pada sifatnya
yang tradisional. Cerita rakyat ditularkan dari seseorang kepada orang lain secara
berturut-turut, tanpa penekanan tuntutan akan sumber aslinya. Karena cerita
rakyat pada dasarnya tersimpan di dalam ingatan manusia, atau dalam tradisi lisan
maka cerita rakyat itu tidak pernah memliki bentuk yang tetap, melainkan hanya
cendrung mengarah ke pola yang bersifat rata-rata saja (Supanto dkk, 1981:48).
Sampai saat ini belum ada naskah tertulis dongeng Orong Agu Kode. Itu
disebabkan karena belum pernah ada peneliti yang tertarik menerbitkan teksnya.
Masyarakat Manggarai Barat masih menggunakan bahasa lisan untuk
menceritakan dongeng ini. Karena itu, untuk mendapatkan naskah tersebut,
peneliti menggunakan metode observasi, wawancara, dan perekaman untuk
menganalisis teks-teks tersebut dengan mewawancarai narasumber terpercaya.
Setelah mewawancarai narasumber-narasumber diperoleh berbagai
varian dongeng Orong Agu Kode. Wiryamartana mengatakan, studi-studi yang
berorientasi pada resepsi teks menggariskan bahwa varian-varian teks patut
dihargai secara lebih positif dan ditimbang relevansinya dalam rangka
penyambutan sastra (Taum, 2011:272-273).
Dalam Taum (2011:65-66), dongeng termasuk tradisi verbal. Tradisi
verbal mencakup lima kategori, yakni (1) ungkapan tradisional (termasuk
pepatah, peribahasa, dan wasita adi, dan lain sebagainya); (2) nyanyian rakyat; (3)
bahasa rakyat (misalnya dialek, julukan, sindiran, gelar-gelar, bahasa sandi, dan
lain sebagainya); (4) teka-teki; (5) cerita rakyat (dongeng, mitos, legenda, sage,
cerita jenaka, cerita cabul, dan lain sebagainya). Menurut James Danandjaja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
(1984:83), dongeng adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar
terjadi. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga yang
melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran.
Dongeng adalah sejenis sastra lisan yang menceritakan hal-hal atau
peristiwa-peristiwa yang kadang-kadang tidak dapat diterima pikiran yang logis.
Sastra lisan adalah sebuah bentuk sastra yang dituturkan secara lisan (Taum,
2011:20). Menurut Guntur Tarigan dalam Eddy Setia, dkk (1990:1-2) sastra lisan
adalah bagian dari folklor. Folklor mencakupi baik sastra lisan maupun bukan
sastra lisan. Akan tetapi, biasanya sastra lisan hanya berarti folklor yang lisan saja
dan tidak mencakup permainan-permainan dan tari-tarian rakyat. Walaupun sastra
lisan secara luas dapat mencakup aneka ragam bentuk, seperti teka-teki, pepatah,
sumpah serapah, guna-guna sampai hal-hal yang sukar diucapkan dan permainan
kata-kata.
Sastra lisan memiliki fungsi yang penting bagi kelompok masyarakat.
Pertama, sastra lisan sebagai folklor berfungsi untuk membangun dan mengikat
rasa persatuan kelompok, di mana sastra lisan menjadi identitas kelompok.
Kedua, sastra lisan menyimpan kearifan lokal (local wisdom) dan kecendikian
tradisional (tradisional scholarly), pesan-pesan moral, dan nilai sosial dan budaya.
Semua itu tumbuh, berkembang, dan diwariskan dalam masyarakat sastra itu
secara lisan (Amir, 2013:21).
Dongeng termasuk salah satu jenis folklor, yaitu folklor lisan. Folklor
adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-
temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak
isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaja, 1984:2). Menurut Kamus
Istilah Sastra (2007), folklor merupakan semua tradisi rakyat, seperti kepercayaan,
warisan kebudayaan, dan adat-istiadat yang tradisional; biasanya hanya mencakup
bahan-bahan yang disebarkan secara lisan, tetapi sekarang meliputi sumber
tertulis tentang tradisi, pandangan hidup, kebiasaan rakyat, balada rakyat,
dongeng, mitos, peribahasa, pepatah.
Kusumo Priyono (2006:9) mengelompokan dongeng dari
keberagamannya, yaitu dongeng yang berhubungan dengan kepercayaan
masyarakat (legenda), dongeng yang berkaitan dengan dunia binatang (fabel),
dongeng yang berkaitan dengan fungsi pelipur lara, dongeng yang berkaitan
dengan kepercayaan nenek moyang (mite), dan dongeng yang berkaitan dengan
cerita rakyat.
Menurut Amir (dalam buku Sastra Lisan Indonesia), berbicara tentang
sastra lisan bukanlah sesuatu yang baru hal ini sudah lama ada, walaupun dengan
istilah yang berbeda. Buku-buku lama tentang sastra di Indonesia menyebutnya
dengan beberapa istilah seperti sastra lama (Sutan Takdir Alisjahbana, Zuber
Usman, Simorangkir Simanjuntak) ataupun sastra tradisional dan sastra klasik
(Winstedt, Liauw Yock Fang). Ada juga yang menyebut sastra rakyat (Ismail
Husein). Sastra lama ataupun sastra tradisional ini dipertentangkan dengan sastra
baru atau sastra modern (2013:2).
Penulis memilih dongeng OAK sebagai topik dalam penelitian ini dengan
alasan sebagai berikut. Pertama, dongeng ini belum pernah didokumentasikan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
diteliti. Kedua, dongeng ini memiliki ajaran moral yang penting bagi sarana
pendidikan karakter.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas di dalam penelitian ini adalah:
1.2.1 Bagaimana varian teks-teks dan perbandingan teks dongeng Orong Agu
Kode?
1.2.2 Bagaimana struktur morfologi dan identifikasi pelaku dongeng Orong Agu
Kode?
1.2.3 Apa makna dan fungsi dongeng Orong Agu Kode bagi masyarakat
Manggarai Barat?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1.3.1 Menerbitkan, mendokumentasikan, dan menganalisis perbandingan teks
dongeng Orong Agu Kode. Hal ini akan dibahas dalam Bab III. Sebelum
secara khusus menerbitkan teks dongeng OAK, akan dijelaskan terlebih
dahulu konteks sosial-budaya masyarakat Mabar. Hal ini akan dijelaskan
dalam Bab II.
1.3.2 Menganalisis struktur morfologi dan mengidentifikasi pelaku dongeng
Orong Agu Kode. Hal ini akan dibahas dalam Bab IV
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
1.3.3 Menjelaskan makna dan fungsi dongeng Orong Agu Kode bagi masyarakat
Manggarai Barat. Hal ini akan dibahas dalam Bab V.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian terbagi atas teoritis dan praktis, yaitu:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Objek penelitian ini adalah sastra lisan dongeng Orong Agu Kode. Hasil
penelitian dongeng Orong Agu Kode akan bermanfaat untuk memberikan
penjelasan bagaimana proses analisis struktur morfologi cerita rakyat Orong Agu
Kode ke dalam empat lingkaran satuan naratif menurut teori Vladimir Propp.
Kemudian menganalisis tokoh-tokoh dongeng Orong Agu Kode yang
diidentifikasi ke tujuh jenis pelaku yang terdapat dalam cerita rakyat. Selain
menganalisis morfologi cerita rakyat, akan dijelaskan juga fungsi dan makna
dongeng Orong Agu Kode.
1.4.2 Manfaat Praktis
Selain bermanfaat secara teoritis, mengkaji dongeng Orong Agu Kode ini
dapat melestarikan atau mengungkap kembali dongeng-dongeng yang ada di
daerah Manggarai Barat yang mulai punah atau tidak pernah diceritakan lagi ke
generasi penerus. Kemudian dapat membantu menerbitkan dan
mendokumentasikan dongeng Orong Agu Kode. Selain itu, dapat memberikan
inspirasi kepada mahasiswa baik yang berasal dari Manggarai Barat, maupun dari
luar untuk melakukan penelitian cerita rakyat yang ada di Manggarai Barat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
1.5 Tinjauan Pustaka
Sudah cukup banyak peneliti sebelumnya yang melakukan kajian
terhadap dongeng. Tinjauan pustaka ini akan mengulas pustaka sebelumnya, yang
erat kaitannya dengan studi ini, yakni Alan Dundes (1965), Philip Frick Mckean
(1984), Edwar Djamaris (2001), James Danandjaja (2003), Roland Barthes
(2007), Yoseph Yapi Taum (2011), Meika Lusye Karolus (2013).
Alan Dundes mengkaji metode analisis strukturalis dongeng-dongeng
orang Indian Amerika. Dari hasil penelitian Dundes, terbukti dongeng-dongeng
Indian Amerika paling sedikit terjadi dari disequilibrium (keadaan tidak
seimbang) ke keadaan equilibirium (seimbang). Keadaan ini oleh Dundes
dirumuskan sebagai Lack (kekurangan) dengan kependekan (L) dan Lack
Liquidated (kekurangan dihilangkan) dengan kependekan (LL) (Danandjaja,
1984: 93).
Philip Frick Mckean, seorang penganut eclecticisme, ia meneliti tokoh
penipu hewan, sang kancil. Ia menggunakan berbagai macam teori dan
metodologi seperti difusionisme dari aliran Finlandia dan strukturalisme. Menurut
dia, dengan menggunakan pendekatan strukturalis yang telah dikembangkan Alan
Dundes, dalam menganalisis dongeng Jawa dapat diungkapkan dimensi penting
sistem nilai budaya Indonesia. Dimensi ini telah diabaikan atau kurang diketahui
dalam analisis tradisional. Dalam kesimpulan penelitian tokoh sang kancil,
McKean berpendapat bahwa orang Jawa selalu mendambakan keselarasan
keadaan dan menghargai sifat cerdik yang tenang, seperti yang dimiliki sang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Kancil sewaktu menghadapi kesukaran, sehingga dapat dengan cepat tanpa
banyak emosi memecahkan masalah-masalah yang rumit (Danandjaja, 1984:12).
Edwar Djamaris (2001) menggolongkan dongeng Minangkabau ke dalam
lima golongan menurut Anti Aarne Stith Thompson, yaitu dongeng binatang
(Carito Kancia, Curito Duo Ikua Anjiang, Barabah jo Muntilau, dan lain-lain),
dongeng binatang dan manusia (Kabau Baranak Puti, Garundang Membunuh
Rajo, Curito Puti Baranak Kambiang), dongeng biasa (Curito Urang Bansaik, Si
Musikin, Raja Maliak, dan lain-lain), cerita jenaka (Si Kalingkian, Si Buyuang
Binguang, Kaba Duo Urang Pakak), cerita perempuan, yaitu cerita yang berisi
nasihat, pendidikan moral (Ayam Jantan, Lonceh jo Tikuh, Loncek jo Jausi,
Anjiang jo Bangau).
Danandjaja (2003) dalam bukunya berjudul Folklor Amerika: Cermin
Multikultural yang Menunggal, menganalisis bentuk-bentuk folklor Amerika yang
diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu: lisan, verbal, adat istiadat, dan
material. Ia juga menggolongkan folklor ke dalam tiga kelompok besar, yakni
folklor lisan, folklor adat kebiasaan, dan folklor material. Folklor lisan ia
berbicara tentang cerita rakyat (folk narratives) seperti mite, legenda, dan
dongeng. Menurutnya dongeng Amerika, sama halnya di Asia, banyak yang
berasal dari India, seperti Brer Rabbit atau Sang Kancil yang berasal dari
Pancatantra, India. Sehingga Danandjaja menganalisis beberapa dongeng
Amerika, seperti Uncle Remus, Brer Rabbit, Brer Fox, Tar Baby, Coyote, Big
Foot, dan Vampires.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Roland Barthes menganalisis sebuah dongeng Edgar Poe, yaitu Ia Vérité
sur le cas de M (Kebenaran tentang Kejadian Tuan Valdemar). Karena Barthes
sedang menganalisis sebuah teks, maka ia akan menjauhkan diri dari usaha
membicarakan problema-problema tertentu; ia tidak akan membicarakan
pengarangnya , Edgar Poe, juga tidak akan membahas sejarah sastra yang
mencakup pengarang ini; ia tidak akan memperhitungkan bahwa kerja penelitian
ini akan dilakukan atas suatu terjemahan. Ia melihat teks itu sebagaimana adanya,
sebagaimna yang ia baca. Teks yang dianalisisnya ini tidak bersifat liris, maupun
politis. Teks ini berbicara tentang kematian (Roland Barthes, 2007:387-411).
Taum (2011), menganalisis morfologi cerita rakyat terhadap kisah Wato
Wele – Lia Nurat dengan menggunakan teori Vladimir Propp. Cerita Wato Wele –
Lia Nurat merupakan sebuah cerita rakyat Lamaholot, di Kabupaten Flores Timur,
Propinsi NTT. Analisis ini memberi penjelasan terhadap teori morfologi cerita
rakyat Propp yang menggunakan 31 fungsi yang terkandung dalam cerita rakyat
dan tujuh jenis identifikasi pelaku.
Meika Lusye Karolus dalam bukunya Feminisme dalam Dongeng,
menganalisis dongeng Putri Salju. Meika melihat telah adanya pergeseran isi
dongeng yang mencolok dalam dongeng Putri salju, yaitu sebelum adanya
gerakan feminisme, dalam masa perjuangan kamu feminis, dan setelah perjuangan
tersebut yang kemudian melahirkan perubahan-perubahan yang signifikan. Hal ini
membuat Meika menggunakan perspektif feminisme untuk mendeskripsikan
penggambaran tokoh perempuan, khususnya dalam teks dongeng Putri Salju
(2013:6).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Dari tinjauan pustaka di atas, dapat disimpulkan bahwa kajian terhadap
dongeng pada umumnya telah banyak dilakukan dengan berbagai metode
pendekatan. Akan tetapi, kajian secara khusus mengenai dongeng OAK dengan
pendekatan Vladimir Propp belum pernah dilakukan.
1.6 Landasan Teori
Dalam landasan teori ini akan dipaparkan sastra lisan dan folklor,
transkripsi dan penerbitan teks, teori struktur morfologi cerita rakyat Vladimir
Propp, dan teori tentang makna dan fungsi.
1.6.1 Sastra Lisan dan Folkbelieve
Sastra lisan (oral literature) adalah bagian dari tradisi lisan (oral
tradition) atau yang biasanya dikembangkan dalam kebudayaan lisan (oral
culture) berupa pesan-pesan, cerita-cerita, atau kesaksian-kesaksian ataupun yang
diwariskan secara lisan dari suatu generasi ke generasi lainnya (Vansina dalam
Taum, 2011:10).
Teeuw mengatakan, masalah struktur kesastraan dapat kita telusuri
dengan sangat baik berdasarkan sastra lisan, dari bentuk yang paling sederhana
seperti dalam cerita rakyat tertentu sampai bentuk yang sangat njilimet, dengan
persyaratan puitik yang kompleks. Konsepsi mengenai apakah struktur karya
sastra dapat kita cerahkan atas dasar hasil penelitian sastra rakyat (2013: 231).
Penelitian sastra lisan Orong Agu Kode merupakan dongeng atau cerita
rakyat (folklor lisan). Kata folklor adalah pengindonesian kata Inggris folklore.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Kata itu berasal dari dua kata dasar folk dan lore. Folk yang sama artinya dengan
kata kolektif. Folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal
fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok
lainnya. Lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya yang diwariskan
secara turun-temurun secara lisan atau atau melalui suatu contoh yang disertai
dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaja, 1984: 2-3).
Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan
diwariskan turun-temurun , diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional
dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai
dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaja, 1984:2).
1.6.2 Transkripsi dan Perbandingan Teks
Transkripsi ialah pengubahan dari bentuk wicara lisan menjadi bentuk
tertulis. Transkripsi dapat dilakukan dengan menggunakan setiap bunyi atau
fonem dengan satu lambang aksara. Untuk memudahkan pembacaan teks, dapat
digunakan jenis transkripsi kasar, yakni transkripsi fonetis yang mempergunakan
lambang terbatas berdasarkan analisi fonemis yang dipergunakan sebagai sistem
aksara yang mudah dibaca (Kridalaksana dalam Yapi Taum, 2011:243).
Mempertahankan dengan utuh bentuk asli sebuah teks yang ingin disalin
ternyata sangatlah sulit, seperti diketahui oleh setiap pelajar atau mahasiswa yang
pernah menyalin diktat seorang teman pasti akan terjadi kesalahan dan
penyimpangan dari contoh yang hendak disalin. Teks yang paling suci bagi
manusia pun seringkali mengalami perubahan dalam sejarah penurunannya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
adakalanya dengan setahu penyalinnya, seringkali pula tanpa setahunya. Sebab
umumnya teks mana pun juga tidak luput dari proses perubahan, perusakan,
penyesuaian, perkembangan, dan pembaharuan. Dan hal ini tidak hanya berlaku
untuk teks yang diturunkan secara lisan atau dalam bentuk naskah (manuskrip,
tulisan tangan) (Teeuw, 2013: 191-192).
Secara tradisional masalah-masalah variasi teks menjadi obyek studi
cabang ilmu sastra yang disebut filologi. Pendekatan filologi dan ilmu sastra
dalam penelitian sastra lisan ternyata merupakan model pendekatan yang belum
terlalu populer, sekalipun model pendekatan ini telah dibicarakan dan dianjurkan
oleh beberapa pakar yang ahli dalam bidangnya seperti Teew (1984), Fox (1975),
Hutomo (1991), dan Baroroh (1985). (Taum: 2013: 251). Filologi juga mencakup
perbandingan teks. Baried dkk (dalam buku Pengantar Teori Filologi),
mengatakan untuk menentukan teks yang paling dapat dipertanggungjawabkan
sebagai dasar suntingan, perlu diadakan perbandingan naskah (1985:66).
Perbandingan teks dongeng OAK mencakup, perbandingan struktur dan
perbandingan teks. Perbandingan struktur mencakup unsur intrinsik, yaitu tema,
tokoh/penokohan, alur, setting/latar, dan sudut pandang. Perbandingan teks yang
dilakukan ialah membandingkan isi cerita antarvarian, yaitu awal cerita, isi cerita,
dan akhir cerita.
1.6.3 Struktur Morfologi dalam Perspektif Vladimir Propp
Propp adalah salah seorang tokoh aliran Formalis Rusia yang melakukan
analisis tentang struktur cerita rakyat (folktale). Penelitian Propp adalah usaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
untuk menemukan pola umum alur pada umumnya. Propp (Taum, 2011:121-132)
adalah tokoh strukturalis pertama yang melakukan kajian secara serius terhadap
struktur naratif sekaligus memberikan maksud baru terhadap dikotomi fabula dan
sjuzhet. Pada tahun 1928, Propp melakukan penelitian terhadap seratus dongeng
Rusia. Propp mengumpulkan bahwa semua cerita yang diselidiki memiliki
struktur yang sama, artinya dalam sebuah cerita para pelaku dan sifat-sifatnya
dapat berubah, tetapi perbuatan dan peran-perannya sama, tidak berubah. Menurut
Propp, dalam struktur naratif yang penting bukanlah tokoh-tokoh, melainkan aksi-
aksi tokoh yang selanjutnya disebut fungsi. Unsur yang dianalisis adalah motif
(elemen), yang merupakan satuan unit terkecil yang membentuk tema.
Bagi Propp, semua cerita memiliki pola konstruksi yang tetap. Propp
menyimpulkan bahwa jumlah fungsi yang terkandung dalam dongeng yang
ditelitinya memiliki 31 fungsi yang dikelompokan ke dalam tujuh ruang tindakan
atau peranan, yaitu: (1) penjahat, (2) donor, (3) penolong, (4) putri dan ayahnya,
(5) orang yang menyuruh, (6) pahlawan, (7) pahlawan palsu (Taum, 2011:123).
Ketiga fungsi ini dapat dikelompokan pula ke dalam empat „lingkaran‟
(sphere) satuan naratif sebagai berikut: (i) lingkaran pertama: pengenalan. (ii)
lingkaran kedua: isi cerita. (iii) lingkaran ketiga: rangkaian donor. (iv) lingkaran
keempat: kembalinya sang pahlawan. Uraian berikut didasarkan pada Taum
(2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Lingkaran Pertama: Pengenalan
Langkah 1 sampai 7 memperkenalkan situasi dan para pelakunya,
mempersiapkan adegan-adegan untuk petualangan selanjutnya.
1. Meninggalkan rumah (absentation). Seseorang anggota meninggalkan
rumah dengan berbagai alasan. Anggota keluarga dapat siapa saja: entah orang
tua, raja, adik, dan lain-lain. Tokoh yang pada mulanya digambarkan sebagai
„orang biasa‟ inilah yang kemudian perlu dicari dan diselamatkan. Para pembaca
biasanya mengidentifikasikan tokoh ini sebagai „diriku‟.
2. Larangan (interdiction). Tokoh utama atau pahlawan dikenai larangan.
Misalnya: tidak boleh berbicara lagi, tidak boleh meninggalkan rumah, tidak
boleh memetik bunga atau buah tertentu, tidak boleh meninggalkan adik
sendirian, tidak boleh melewati jalan ini. Peringatan terhadap “the dangers of life”
ini pun seolah-olah ditujukan kepada pembaca. Pembaca membangun harapan
tertentu terhadap tokoh ini untuk mengikuti ataupun melanggar larangan.
Larangan itu misalnya: “Jangan pergi ke tempat itu, pergilah ke sini!”
3. Pelanggaran terhadap larangan (violation of interdiction). Pelarangan itu
dilanggar. Karena itu, penjahat mulai memasuki cerita, meskipun tidak secara
frontal melawan sang pahlawan. Pahlawan tetap saja mengabaikan larangan.
Pembaca mungkin ingin mengingatkan pahlawannya untuk mengikuti larangan,
tetapi jelas pahlwan tidak bisa mendengarkannya.
4. Memata-matai (reconnaissance). Penjahat mencoba memata-matai,
misalnya dengan cara menemukan permata, anak yang hilang, dan lain-lain.
Penjahat secara aktif mencari informasi, misalnya menelusuri informasi-informasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
yang berharga atau secara aktif berusaha menangkap seseorang, binatang buruan,
atau yang lainnya. Penjahat bahkan dapat saja berbicara dengan anggota keluarga
yang polos, yang memberikan informasi berharga itu. Hal ini membuat cerita
semakin menegangkan. Pembaca barangkali ingin mengingatkan pahlawan
mengenai bahaya sang penjahat.
5. Penyampaian (delivery). Penjahat memperoleh informasi mengenai
korbannya. Upaya penjahat berhasil mendapatkan informasi biasanya mengenai
pahlawan ataupun korban. Berbagai informasi diperoleh, misalnya tentang peta
atau lokasi harta karun ataupun tujuan pahlawan. Inilah fase di dalam cerita yang
memihak pada penjahat, menciptakan ketakutan seakan-akan penjahat
memenangkan pertarungan dan cerita akan berakhir dengan tragis.
6. Penipuan (trickery). Penjahat mencoba menipu dan meyakinkan
korbannya untuk mengambil alih kedudukan ataupun barang-barang miliknya.
Dengan memanfaatkan informasi yang sudah diperolehnya, penjahat menipu
korban ataupun pahlawan dengan berbagai cara. Penjahat mungkin menangkap
korban, mempengaruhi pahlawan untuk mendapatkan keinginannya. Penipuan dan
pengkhianatan adalah salah satu tindakan kriminal sosial terburuk dan sejenis
pelecehan fisik. Tindakan ini memperkuat posisi penjahat sebagai orang yang
benar-benar jahat. Hal ini memperdalam ketegangan pembaca mengenai
keselamatan korban ataupun pahlawan yang telah ditipu.
7. Komplesitas (complicity). Korban benar-benar tertipu dan tanpa
disadarinya dia menolong musuhnya. Korban ataupun pahlawan memberikan
sesuatu kepada penjahat, misalnya peta atau senjata magis yang digunakan secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
aktif untuk melawan orang-orang baik. Pembaca kecewa dan putus asa terhadap
korban atau pahlawan yang kini dianggap sebagai penjahat juga. Pembaca
menjadi bingung dengan posisi pahlawan yang sudah keluar jauh dari harapan.
Lingkaran Kedua: Isi Cerita
Pokok cerita dimulai pada fase cerita ini dan diteruskan dengan
keberangkatan sang pahlawan.
8. a). Kejahatan (villainy). Penjahat merugikan atau melukai salah seorang
anggota keluarga, misalnya dengan menculik, mencuri kekuatan magis, merusak
hasil panen, menghilangkan atau membuang seseorang, menukar seorang anak,
membunuh orang, menahan atau memenjarakan orang, melakukan kawin paksa.
b). Kekurangan (lack). Salah seorang anggota keluarga kehilangan sesuatu
atau mengharapakan untuk memiliki sesuatu. Jadi, fungsi ini memiliki dua
alternatif yang dapat terjadi bersamaan di dalam cerita ataupun salah satunya
terjadi dan yang lainnya tidak. „Kekurangan‟ adalah sebuah prinsip psikoanalisis
yang mendalam yang pertama kali kita alami ketika menyadari individualitas kita
terpisah dari dunia. Kekurangan itulah yang membuat kita berharap dan mencari
pahlawan untuk mengisi kekurangan tersebut.
9. Mediasi (mediation). Kegagalan atau kehilangan itu justru menjadi
pengenal; pahlawan datang dengan sebuah permintaan atau suruhan; dia biarkan
pergi atau ditahan. Pahlawan menyadari adanya tindakan keji atau mengetahui
kekurangan yang dimiliki anggota keluarga. Pahlawan mungkin menemukan
keluarga atau komunitasnya yang sedang menderita. Hal ini membuat pembaca
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
menyadari apa yang terjadi sekarang. Kita mungkin tidak menyadari bahwa
pahlawan benar-benar seorang pahlawan karena dia belum menunjukan
kualitasnya sebagai pahlawan. Kita pun tiak menaruh simpati pada tindakan
penjahat, tetapi pehlawan pun belum juga muncul.
10. Aksi Balasan Dimulai (Beginning counter-action). Pencari menyetujui
atau memutuskan melakukan aksi balasan. Pahlawan sekarang memutuskan
mengambil tindakan untuk mengatasi kekurangan, misalnya dengan menemukan
barang magis, menyelamatkan orang-orang yang ditahan atau mengalahkan
penjahat. Inilah saat bagi pahlawan untuk memutuskan sesuatu tindakan yang
akan membuatnya menjadi seorang pahlawan. Setelah keputusan dibuat, dia akan
melaksanakannya dengan penuh konsekuen. Keputusan tidak dapat dibetulkan
karena jika hal itu terjadi dia akan sangat malu dan tidak dapat dianggap sebagai
pahlawan.
11. Kepergian (departure). Pahlawan pergi meninggalkan rumah.
Lingkaran Ketiga: Rangkaian Donor
Pada lingkaran ketiga, pahlawan mencari cara memecahkan masalah,
mendapatkan bantuan berupa hal-hal magis dari Donor. Perhatikan bahwa
sesungguhnya melalui rangkaian, ini kisah dari sebuah cerita sudah utuh dan dapat
diselesaikan, tamat.
12. Fungsi pertama bantuan (first function of the donor). Pahlawan diuji,
diinterogasi, diserang, dan sebagainya, yang merupakan persiapan baginya
menerima pelaku atau penolong magis (donor).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
13. Reaksi pahlawan (hero’s reaction). Pahlawan beraksi terhadap tindakan
penolong masa depan berhasil atau gagal tes, membebaskan tahanan, menyatukan
yang bertikai, melayani, menggunakan kekuatan musuh untuk mengalahkannya.
14. Resep benda magis (receipt of a magical agent). Pahlawan meneliti cara
penggunaan benda magis.
15. Bimbingan (guidance). Pahlawan dibawa, dipesan, atau dibimbing ke
sebuah tempat dari suatu objek pencaharian. Perubahan spasial antara dua
kerajaan.
16. Pertempuran (struggle). Pahlawan dan penjahat terlibat dalam
pertempuran langsung.
17. Pengenalan (branding). Pahlawan dikenali, misalnya terluka, menerima
cincin atau selendang.
18. Kemenangan (victory). Penjahat dikalahkan, misalnya terbunuh dalam
pertempuran, dikalahkan dalam sebuah sayembara, dibunuh ketika sedang tidur,
atau dibuang.
19. Kegagalan pertama (liquidation). Kemalangan dihadapi, tawanan lepas,
orang yang sudah dibunuh hidup kembali.
Lingkaran Keempat: Kembalinya Sang Pahlawan
Pada tahap final (dan kadang bersifat optional, tidak wajib ada) dari
rangkaian penceritaan, pahlawan pulang ke rumah, berharap tidak ada insiden lagi
dan pahlawan disambut baik. Meskipun demikian, hal semacam ini tidak harus
terjadi demikian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
20. Kepulangan (return). Pahlawan kembali ke rumah.
21. Pencaharian (pursuit). Pahlawan dicari (orang yang mencarinya ingin
membunuh, memakannya ataupun memperlemah posisi pahlawan).
22. Penyelamatan (rescue). Pahlawan diselamatkan dari pencaharian (mujizat
menghalangi orang yang mencari, pahlawan bersembunyi atau disembunyikan,
pahlawan menyamar, pahlawan diselamatkan).
23. Kedatangan orang yang tak dikenal (unrecognized arrival). Pahlawan
yang belum dikenali, tiba di rumah atau sampai di negeri lain.
24. Klaim palsu (unfounded claims). Pahlawan palsu memberikan pernyataan
yang tidak berdasar/palsu.
25. Tugas yang sukar (difficult task). Tugas yang sulit diberikan kepada
pahlawan (cobaan berat, teka-teki, uji kemampuan, sayembara, dll).
26. Penyelesaian (solution). Tugas itu dapat diselesaikan dengan baik.
27. Pengenalan (recognition). Pahlawan dikenali dengan tanda pengenal yang
diberikan kepadanya.
28. Pembuangan (exposure). Pahlawan palsu atau penjahat dibuang.
29. Perubahan penampilan (transfiguration). Pahlawan mendapatkan
penampilan baru menjadi semakin ganteng, diberi pakaian baru, dll.
30. Penghukuman (punishment). Penjahat dihukum.
31. Pernikahan (wedding). Pahlawan menikah dan menerima mahkota sebagai
imbalan yang pantas diterimanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
1.6.4 Identifikasi Pelaku
Menurut Propp (Taum, 2011:132-133) pelaku atau dramatis personae
dalam 100 cerita rakyat yang dianalisisnya pada umumnya dapat dikelompokan ke
dalam tujuh jenis sebagai berikut.
1. The villain, penjahat yang bertarung melawan pahlawan.
2. The donor, donor atau pemberi mempersiapkan pahlawan atau memberi
pahlawan barang-barang magis tertentu.
3. The magical helper, pembantu magis yang berusaha menolong pahlawan
ketika dia menghadapi kesulitan.
4. The princess and her father, puteri raja dan ayahnya yang memberikan
tugas kepada pahlawan, mengenali pahlwan palsu, menikah dengan pahlawan.
Menurut Propp, secara fungsional, peran putri raja, dan ayahnya tidak dapat
dibedakan dengan jelas.
5. The dispatcher, pengutus yaitu tokoh yang mengetahui adanya kekurangan
dan menghalangi pahlawan sejati.
6. The hero or victim/seeker hero, pahlawan sejati yang memberikan reaksi
terhadap donor dan menikahi putri raja.
7. The false hero, pahlawan palsu yang mengambil keuntungan dari
tindakan-tindakan pahlawan sejati dan mencoba menikahi putri raja.
1.6.5 Makna dan Fungsi
Kajian sastra lisan, seharusnya tak hanya berhenti pada klasifikasi data di
lapangan saja. Namun, peneliti harus sampai pada aspek-aspek makna dan fungsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
sastra lisan. Makna dan fungsi dapat berasal dari informan, jika menggunakan
sudut pandang emik dan berasal dari peneliti manakala menggunakan sudut
pandang etik (Suwardi, 2013:156).
1.6.5.1 Makna
Makna ialah arti atau maksud pembicara atau penulis; pengertian yang
diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan (KBBI, 2008). Menurut Kamus Istilah
Sastra, makna merupakan hubungan antara kata dan barang yang dirunjukan
(denotasi) dan antara kata dan tautan pikiran tertentu yang ditimbulkan (konotasi).
Makna dapat dilacak menggunakan penafsiran. Makna juga dapat digali
dari informan, begitu pula fungsinya (Suwardi, 2013:156).
1.6.5.2 Fungsi
Fungsi sastra dalam masyarakat sering masih lebih wajar dan langsung
terbuka untuk penelitian ilmiah. Khususnya masalah hubungan antara fungsi
estetik dan fungsi lain (agama, sosial) dalam variasi dan keragamannya dapat
diamati dari dekat dengan dominan tidaknya fungsi estetik. Dengan demikian pula
kemungkinan perbedaan fungsi untuk golongan kemasyarakatan tertentu (Teeuw,
2013:232).
William R. Bascon dirumuskan sebagai berikut. Pertama, sebagai sistem
Sebagai folklor lisan, cerita rakyat mempunya empat fungsi, yang menurut
proyeksi, yakni sebagai pencermin angan-angan suatu kolektif. Kedua, sebagai
alat pengesaan pranata-pranata dan lembaga-lembaga untuk kemajauan dirinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Dengan mendengar cerita semacam itu kebudayaan. Ketiga, sebagai alat pendidik
anak. Keempat, sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma
masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya. Selain itu folklor lisan juga
berfungsi sebagai penghibur (Supanto dkk, 1982:49).
Dari fungsi-fungsi di atas menurut William R. Bascon, terdapat 2 fungsi
yang sesuai dengan dongeng Orong Agu Kode, yaitu berfungsi sebagai alat
pendidik anak, berfungsi sebagai penghibur, dan ditambah fungsi kepercayaan.
1.7 Metedologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yakni (i) pengumpulan data,
(ii) analisis data, dan (iii) penyajian hasil analisi data. Berikut akan diuraikan
masing-masing tahap dalam penelitian ini.
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Objek peneletian ini adalah menganalisa sastra lisan dongeng Orong Agu
Kode. Objek ini berada dalam bentuk rekaman. Data diperoleh dari sumber lisan
yaitu hasil wawancara dengan lima narasumber. Ada dua teknik yang dipakai
dalam penelitian ini, yaitu:
1.7.1.1 Wawancara
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara.
Menurut Taum (2011), metode wawancara ada dua tahap penting. Tahap pertama
„wawancara bebas‟ yang memberi kebebasan seluas-luasnya kepada informan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
untuk berbicara. Tahap kedua „wawancara terarah‟, yakni mengajukan pertanyaan
yang sudah disusun sebelumnya untuk mendapatkan gambaran yang utuh dan
mendalam.
Metode wawancara adalah berupa percakapan dan terjadi kontak antara
peneliti selaku peneliti dengan penutur selaku narasumber Teknik yang digunakan
dalam tahap pengumpulan data adalah teknik dasar atau teknik pancing yaitu
dengan memancing informan agar berbicara (Sudaryanto, 1988:7)).
Penelitian ini menggunakan metode wawancara tahap kedua, yakni
„wawancara terarah‟, mengajukan pertanyaan yang sudah disusun sebelumnya
untuk mendapatkan gambaran yang utuh dan mendalam.
1.7.1.2 Perekaman dan Pencatatan
Teknik ini perlu digunakan untuk mendapatkan data utama penelitian,
misalnya puisi atau prosa lisan. Perekaman dengan menggunakan tape recorder
perlu disesuaikan dengan suasana. Teknik pencatatan bisa dipergunakan untuk
mentranskipkan hasil rekaman menjadi bahan tertulis dan mencatat berbagai
aspek yang berkaitan dengan suasana penceritaan dan informasi-informasi lain
yang dipanjang perlu selama melakukan wawancara dan pengamatan (Taum,
2011:240).
Dengan menggunakan subjek penelitian ini peneliti akan mengamati
narasumber dan merekam data berupa isi cerita Orong Agu Kode.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode analisis data merupakan seperangkat cara atau teknik penelitian
yang merupakan perpanjangan dari pikiran manusia karena fungsinya bukan
untuk mengumpulkan data, melainkan untuk mencari hubungan antardata yang
tidak akan pernah dinyatakan sendiri oleh data yang bersangkutan (Faruk,
2012:25).
Penulis menggunakan metode deskriptif analisis dalam penelitian ini.
Metode deskriptif analitik dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta
yang kemudian disusul dengan analisis. Secara etimologis deskripsi dan analisis
berarti menguraikan (Ratna, 2013:53).
1.7.3 Metode Penyajian Data
Metode yang digunakan dalam penyajian hasil penelitian ini adalah
metode kualitatif. Ratna (2013), metode kualitatif dianggap sebagai multimetode
sebab penelitian pada gilirannya melibatkan sejumlah besar gejala sosial yang
relavan. Dalam penelitian karya sastra, misalnya, akan dilibatkan pengarang,
lingkungan sosial dimana pengarang berada, termasuk unsur-unsur kebudayaan
pada umumnya.
Ciri-ciri terpenting metode kualitatif, sebagai berikut:
1. Memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan
hakikat objek, yaitu sebagai studi struktural.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
2. Lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian
sehingga makna selalu berubah.
3. Tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek
peneliti sebagai instrumen utama, sehingga terjadi interaksi langsung diantaranya.
4. Desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian sebab
penelitian bersifat terbuka.
5. Penelitian bersifat alamiah, terjadi dalam konteks sosial budayanya
masing-masing.
Jadi, penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menyajikan data
dikarenakan metode kualitatif merupakan multimetode.
1.8 Sistematika Penyajian
Laporan hasil penelitian ini disusun dalam empat bab. Bab I
Pendahuluan. Bab pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan peneltian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi
penelitian, dan teknik penyajian, biaya penelitian, dan jadwal penelitian. Latar
belakang menguraikan alasan mengapa penulis melakukan penelitian ini.
Rumusan masalah menjelaskan masalah-masalah yang ditemukan dalam
penelitian ini. Tujuan penelitian mendeskripsikan tujuan diadakan penelitian ini.
Manfaat penelitian memaparkan manfaat yang bisa diambil dari hasil penelitian
ini. Tinjauan pustaka mengemukakan pustaka yang pernah membahas tentang
dongeng Orong Agu Kode. Landasan teori menyampaikan teori yang digunakan
sebagai landasan penelitian. Metodologi penelitian merincikan teknik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik penyampaian hasil analisis
data yang digunakan penulis dalam penelitian ini. Teknik penyajian menguraikan
urutan hasil penelitian dalam skripsi ini. Biaya penelitian menguraikan biaya
yang dibutuhkan selama penelitian. Jadwal penelitian menginformasikan waktu
yang dipakai untuk melakukan penelitian.
Bab II menjelaskan dongeng Orong Agu Kode dalam konteks sosial dan
budaya masyarakat Manggarai Barat, yang meliputi data geografis Kabupaten
Manggarai Barat, sejarah asal-usul Kabupaten Manggarai Barat, ekonomi
masyarakat Manggarai Barat, dan asal-usul dongeng Orong Agu Kode. Bab III
berisi transkripsi dan perbandingan teks dongeng Orong Agu Kode. Bab IV berisi
pembahasaan struktur morfologi cerita rakyat Orong Agu Kode menggunakan
teori Vladimir Propp. Bab ini juga menganalisis identifikasi pelaku yang terdapat
dalam dongeng Orong Agu Kode. Bab V berisi pembahasaan tentang makna dan
fungsi dongeng Orong Agu Kode. Bab VI berisi penutup yang mencakup
kesimpulan mengenai morfologi, identifikasi cerita rakyat, makna dan fungsi
dongeng Orong Agu Kode, serta saran yang diberikan penulis kepada peneliti
selanjutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
BAB II
DONGENG ORONG AGU KODE DALAM KONTEKS
SEJARAH DAN BUDAYA MASYARAKAT MANGGARAI
BARAT
2.1 Pengantar
Dongeng Orong Agu Kode tidak hanya tersebar di kabupaten Manggarai
Barat tetapi juga di kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur. Dongeng Orong
Agu Kode merupakan dongeng yang diceritakan turun-temurun dari nenek
moyang masyarakat Manggarai. Dongeng Orong Agu Kode sangat erat kaitannya
dengan konteks budaya masyarakat Manggarai. Untuk itu dalam bab ini akan
dipaparkan hal-hal mengenai, data demografis Kabupaten Manggarai Barat,
sejarah asal-usul kabupaten Manggarai Barat, agama, kesenian daerah Manggarai
Barat, sistem kekerabatan, dan bahasa Manggarai Barat.
2.2 Latar Belakang Historis dan Demografis
2.2.1 Letak Geografis
Secara astronomis, posisi Kabupaten Manggarai Barat terletak antara
08°14’ LS - 09°00’ LS dan antara 119°21’ BT - 120°20’ BT. Batas-batas wilayah
administrative adalah sebelah Selatan dengan laut Sawu, sebelah Utara dengan
Laut Flores, sebelah Barat dengan Selat Sape dan sebelah Timur dengan wilayah
Kabupaten Manggarai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Wilayah Kabupaten Manggarai Barat merupakan daerah kepulauan
dengan luas daratan 2.947,50 km2 atau hanya sekitar 6,22 persen dari luas daratan
Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang terdiri dari daratan Pulau Flores dan
beberapa pulau besar seperti Pulau Komodo, Rinca, Longos, serta beberapa buah
pulau-pulau kecil lainnya. (http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh tanggal 6
April 2014).
2.2.2 Bahasa dan Budaya Kabupaten Manggarai Barat
Dari aspek kebudayaan, Kabupaten Manggarai Barat memiliki beberapa
kekayaan riil yang memerlukan sentuhan program dan pemberdayaan dalam
pembangunan. Masyarakat Kabupaten Manggarai Barat dewasa ini merupakan
hasil dari sebuah proses sosial yang intesif antara ‘orang asli‘ Manggarai dengan
pendatang. Jabatan tua-tua adat di Manggarai Barat yang berlaku hingga sekarang
adalah tua kilo/tua panga, tua Golo, tongka, tua teno. Tua kilo/tua panga
menunjuk pemimpin adat dalam masyarakat yang dipilih berdasarkan
musyawarah bersama. Tua Golo bertugas untuk memimpin sidang warga
kampung yang menyangkut kampung. Tua Teno adalah kepala bagi tanah ulayat.
Tongka berfungsi sebagai juru bicara dalam acara perkawinan, antara keluarga
kerabat yakni keluarga kerabat anak rona dan keluarga kerabat anak wina.
Bahasa yang digunakan di Kabupaten Manggarai Barat termasuk rumpun
bahasa austronesian, malayo-polinesian, central-eastern, central–malayo-
polenesian, Bima-Sumba. Wilayah Kabupaten Manggarai Barat didiami oleh
beberapa suku, baik itu suku asli maupun pendatang, yaitu Suku Manggarai, Bajo,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Bima, Selayar, Komodo dan suku lain (seperti Ende, Sikka, Sumba, Timor, Jawa
dan lain-lain). Suku asli adalah suku Manggarai yang banyak bermukim di
pedalaman. Suku Bajo dan Bugis menurut sejarah keduanya berasal dari satu
keturunan yaitu keturunan Gowa di Sulawesi Selatan. Suku Bajo lebih dahulu
menetap di Labuan Bajo. (http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh tanggal 15
April 2014).
2.2.3 Ekonomi Masyarakat Manggarai Barat
2.2.3.1 Pertanian
Berdasarkan PDRB Manggarai Barat 2005 dengan harga konstan 2000
menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar PDRB,
yakni 64,96%, disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restaurant sebesar
11,68%. Sektor lain yang cukup signifikan adalah sektor bangunan & konstruksi
8,29% dan Jasa-jasa sebesar 7,82%. Struktur perekonomian yang relatif dominan
disangga oleh sumber-sumber dari hasil pertanian atau tepatnya sektor primer,
mengingat hasil yang didapat dari penjualan dalam bentuk mentah, menunjukkan
struktur perekonomian daerah yang belum kuat
Pertanian tanaman pangan merupakan sub-sektor pertanian yangt elah
memberikan kontribusi paling besar terhadap PDRB Kabupaten Manggarai Barat.
Dalam tahun 2005, sektor pertanian menyumbang Rp. 210,579 milyar atau sekitar
64,96% dari total PDRB, di dalamnya sub-sektor pertanian pangan menyumbang
Rp. 148 milyar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Potensi lahan pengembangan pertanian sampai dengan tahun 2004 baru
dimanfaatkan sekitar 30%, sisanya seluas 130.120 ha belum dimanfaatkan.
Luasan budidaya pertanian adalah areal sawah 10.588 ha, tanaman palawija
18.001 ha dan luas tanaman perkebunan 29.164 ha. Produksi tanaman tahun 2004
adalah padi sawah 59.429 ton, padi ladang 3.666 ton, jagung 11.809 ton, kacang
tanah 425 ton, kacang hijau 375 ton, ubi kayu 26.290 ton, ubi jalar 47.413 ton dan
kedelai 216 ton. Jika dilihat perkembangan dari tahun 2003-2004, untuk produksi
padi, padi ladang, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang kedelai mengalami
peningkatan produksi. Komoditi pertanian lainnya cenderung mengalami
penurunan, sedangkan produksi sayur-sayuran terpusat di Kecamatan Komodo,
Sano Nggoang dan Lembor dengan total luas areal tanam 119,7 ha dengan
produksinya 186,3 ton (http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh pada tanggal 16
April 2014).
2.2.3.2 Perkebunan
Di sub-sektor perkebunan, Kabupaten Manggarai Barat menjadi
penghasil sejumlah komoditas. Tanaman perkebunan yang dikembangkan
umumnya berupa tanaman perkebunan rakyat. Jenis komoditi yang dihasilkan
baru sekitar 9 jenis. Tanaman perkebunan yang dominan dibudidayakan oleh
masyarakat, yaitu jambu mete, kopi dan kelapa. Realisasi pemanfaatan luas areal
perkebunan terus mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Melihat potensi
sumber daya lahan yang ada, wilayah Manggarai Barat potensial untuk budidaya
tanaman perkebunan. Usaha tani berbasis tanaman tahunan perkebunan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
dianjurkan adalah budidaya jambu mete, kopi, kelapa, kakao, cengkeh, kemiri,
dan vanili.
Sumbangan sub-sektor perkebunan masih relatif kecil, yakni pada tahun
2005 berdasar harga konstan 2000 menyumbang 4,37% dari total PDRB
Manggarai Barat.
Tanaman jambu mete merupakan salah satu potensi perkebunan yang
dikembangkan di Kabupaten Manggarai Barat. Pada tahun 2005, jambu mete
memiliki luasan produksi yang paling besar diantara tanaman perkebunan lainnya,
yakni 9.401 ha, dengan produksi 663 ton. Jambu mete banyak dihasilkan di
Kecamatan Lembor, Sano Nggoang dan Komodo.
Komoditi perkebunan lainnya yang banyak diusahakan oleh petani
adalah tanaman kopi. Pada tahun 2005, produksi kopi mencapai 1.679 ton, pada
luasan produksi 5.340 ha. Penghasil kopi tertinggi di Kabupaten Manggarai Barat
berada di Kecamatan Kuwus dan Sano Nggoang. Iklim mikro di kedua kecamatan
yang relatif cukup sejuk di malam hari, memang tepat untuk budidaya tanaman
kopi.
Tanaman Kelapa. Pada tahun 2005 produksi kelapa di Kabupaten
Manggarai Barat mencapai 719 ton dengan luas areal 4.350 ha. Produksi kelapa
tertinggi berada di Kecamatan Macang Pacar. Tanaman kakao diusahakan secara
merata di semua kecamatan di Manggarai Barat, namun jumlah produksi masih
relatif kecil, yakni sekitar 88 ton. Tanaman kakao punya prospek untuk
dikembangkan sebagai tanaman penyulam kopi atau tanaman penyulam pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
lahan kritis. Iklim mikro kawasan pegunungan seperti bagian dari Kecamatan
Sano Nggoang, Kuwus dan Lembor cocok untuk budidaya kakao.
Tanaman perkebunan lainnya, seperti kapuk, kemiri, cengkeh dan vanili
berdasar kesesuaian lahan dan iklim mikro yang ada merupakan tanaman-tanaman
perkebunan yang cocok untuk dikembangkan di Manggarai Barat. Namun
demikian, pengembangan tanaman perkebunan juga harus dikendalikan ketika ada
indikasi mulai merambah kawasan konservasi atau lindung
(http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh pada tanggal 16 April 2014).
2.2.3.3 Kehutanan
Luas kawasan hutan di Kabupaten Manggarai Barat tahun 2006 adalah
130.152, 83 ha, atau 44 % dari total wilayah. Kawasan hutan yang terluas berada
di Taman Nasional yaitu 24% dari total luas hutan. Berdasarkan data tahun 2006,
jumlah rumah tangga yang mengusahakan tanaman kehutanan adalah 24.316
keluarga. Jumlah terbesar ada di Kecamatan Lembor (6.604 keluarga). Tanaman
kehutanan yang paling banyak diusahakan masyarakat adalah pohon jati (97.140
pohon). Lokasi penanaman tanaman kehutanan terbesar ada di Kecamatan
Macang Pacar.
Sumbangan sub-sektor kehutanan dalam PDRB Manggarai Barat tahun
2006, masih sangat kecil bahkan yang paling kecil di antara sektor Pertanian. Pada
saat ini permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan potensi kehutanan
adalah masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan
konservasi, produksi dan hutan lindung, serta masih minimnya perluasan kawasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
hutan untuk kepentingan konservasi dan peningkatan pendapatan masyarakat di
sekitar kawasan hutan.
Beberapa kawasan di Manggarai Barat telah mengembangkan atau
memperkuat kearifan lokal terkait hukum adat yang melindungi kelestarian hutan,
dimana aspek-aspek pelestarian hutan termasuk sangsi-sangsi bagi pelanggarnya
semakin dimasyarakatkan. Masyarakat Tado dan masyarakat sekitar Danau Sano
Nggoang adalah bagian dari masyarakat adat yang mencoba melestarikan hutan.
Upaya-upaya civil agro-forestry juga perlu terus dikembangkan,
khususnya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar kawasan hutan,
dengan pengembangan budidaya terpadu hutan dan peternakan, hutan dengan
hortikultura, dan sejenisnya (http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh pada
tanggal 16 April 2014).
2.2.3.4 Perikanan
Kabupaten Manggarai Barat memiliki luas wilayah (darat dan laut)
sebesar 9.450,00 Km2. Dari total luas wilayah tersebut, 64% adalah wilayah laut
(perairan) atau seluas 6.052,50 Km2. Sektor perikanan, baik perikanan tangkap
maupun budidaya, merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian
Kabupaten Manggarai Barat.
Hamparan ekosistem terumbu karang sangat kaya dengan
keanekaragaman biota lautnya juga banyak dijumpai di perairan laut Kabupaten
Manggarai Barat. Potensi terumbu karang ini potensial untuk pengembangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
wisata bahari. Beberapa yang telah dikembangkan sebagai objek wisata bahari
antara lain Kawasan Taman Nasional Komodo, yang telah dijadikan kawasan
konservasi laut. Potensi kehidupan laut di taman nasional ini tercatat sebanyak
259 jenis karang dan 1.000 jenis ikan seperti Barakuda, Marlin, Ekor kuning,
Kakap Merah, Baronang, dan lain-lain.
Perairan di Manggarai Barat, khususnya di Selat Molo dikenal memiliki
arus laut yang kuat, yang disebabkan oleh perubahan arus harian antara kawasan
lautan lepas (Lautan Hindia) dan laut pedalaman seperti di kawasan Kepulauan
Komodo-Rinca dan Laut Flores. Arus laut harian yang kuat di Selat Molo ini ke
depan dapat dimanfaatkan sebagai sumber listrik tenaga arus laut, walaupun saat
ini tenaga listrik tersebut masih dalam tahap pengembangan atau penelitian.
Perairan Kabupaten Manggarai Barat memiliki potensi perikanan yang
amat besar, diantaranya potensi ikan kerapu, kakap, bawal, lencang, dan ekor
kuning. Potensi pengembangan perikanan budidaya laut yang cukup prospektif
adalah mutiara, rumput laut, teripang, kerapu, baronang, udang dan bandeng.
Usaha budidaya ini dapat dikembangkan di perairan Komodo dan sekitarnya
(http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh pada tanggal 16 April 2014).
2.2.3.5 Peternakan
Potensi peternakan di Kabupaten Manggarai Barat dilakukan melalui
pengembangan terpadu antara ternak dengan kawasan perkebunan maupun
dengan kawasan padang rumput. Berdasarkan data kawasan yang cukup luas
untuk melakukan usaha ternak adalah di Kecamatan Komodo 63.314 Ha,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Kecamatan Sano Nggoang 21.745 Ha dan Kecamatan Lembor 19.619 Ha. Untuk
pemeliharaan ternak babi, kambing dan ayam tersebar merata di semua wilayah
Kabupaten Manggarai Barat.
Sumbangan sub-sektor peternakan dalam PDRB Manggarai Barat tahun
terakhir, yakni tahun 2005 adalah 8,47% dari total PDRB, prosentase ini cukup
besar dari pada sumbangan sub-sektor perkebunan atau perikanan-kelautan.
Berdasarkan data tahun 2005, jumlah populasi ternak di Kabupaten
Manggarai Barat adalah ternak besar 24.413, ternak kecil 32.155 dan ternak
unggas 75.960 ekor. Pada saat ini, permasalahan yang dihadapi untuk
meningkatkan produksi hasil ternak antara lain adalah lambatnya usaha
penyediaan bibit ternak yang berkualitas, penyediaan sarana peternakan,
keterbatasan kualitas pakan ternak, kesepakatan masyarakat untuk menetapkan
lahan peternakan dalam arti status fungsi secara hukum lahan untuk menjamin
pemeliharaan ternak, berjangkitnya berbagai jenis penyakit ternak baik pada sapi,
kerbau, babi, kambing dan ternak unggas. Berdasarkan data pemotongan hewan
ternak selama 2 tahun, dari 2003-2004 menunjukkan konsumsi daging di
Kabupaten Manggarai Barat mengalami peningkatan yang signifikan, khususnya
konsumsi untuk daging sapi dan babi (http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh
pada tanggal 16 April 2014).
2.2.3.6 Pertambangan
Potensi pertambangan di Kabupaten Manggarai Barat tergolong kecil.
Beberapa mineral yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti emas, marmer,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
tobeki, timbal, seng, gamping dan mangan telah diidentifikasi terdapat di
beberapa wilayah yang ada di 7 kecamatan pada kabupaten ini. Namun demikian,
riset yang mendalam mengenai kandungan bahan tambang dan kelayakan usaha
eksplorasinya belum dilakukan
Sumbangan sub-sektor pertambangan pada PDRB Manggarai Barat
berasal dari kegiatan penggalian, yakni penggalian bahan tambang Golongan C,
dimana pada data selama tahun 2003-2004 berdasar PDRB harga konstan 2000
menunjukkan angka yang relatif tetap, yakni Rp. 7,3 milyar atau sekitar 2,25%
dari total PDRB.
Bahan galian golongan C, yakni:
Bahan galian pasir dan batu (Andesit): berasal dari endapan sungai,
banyak dilakukan di sungai Wae Mese. Daerah ini merupakan pensuplai pasir
terbesar untuk pembangunan di kota Labuan Bajo. Penggalian batu belah banyak
dilakukan di sekitar Marombok. Daerah lain yang dinilai banyak mengandung
bongkah andesitik untuk batu belah adalah daerah landai sebelah selatan kota
Labuan Bajo.
Lempung: lempung merupakan material berbutir halus, baik
sebagai endapan aluvial di sebelah timur kota Labuan Bajo, tepatnya di timur dan
selatan Marombok. Lempung banyak digunakan untuk bahan pembuatan batu
bata.
Tanah Urug: dengan ukuran butir lanau sampai pasir halus banyak
ditambang di daerah sekitar DAS Wae Mese, morfologinya berupa perbukitan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
secara geologi tersusun oleh batuan pasir tufa. Bagian atas dari lapisan pasir tufa
mengalami pelapukan lanjut hingga rendah sampai ketebalan 10 m, merupakan
material yang digali untuk tanah urug (http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh
pada tanggal 16 April 2014).
2.3 Sejarah Singkat Kabupaten Manggarai barat
Berdasarkan penyelidikan para arkeolog & ethnograf di Manggarai
(termasuk Manggarai Barat) telah ditemukan beberapa jejak kehidupan purba,
antara lain dapat dilihat dari pola perkampungan masyarakat purba dan penemuan
fosil purba di beberapa tempat di Manggarai dan Manggarai Barat. Dalam
perkampungan purba selalu ditemukan unsur zaman batu. Fenomena tehnologi
purba, bagaimana orang zaman dahulu kala membangun mosaik hidup dan
kehidupannya dengan unsur batu sebagai fondasi pola perkampungan, serta
khusus untuk Compang yang dihayati sebagai mesbah persembahan.
Masyarakat Manggarai Barat merupakan bagian dari masyarakat
Manggarai. Pada zaman reformasi, Manggarai mengalami perubahan dengan
melakukan pemekaran wilayah menjadi Manggarai dan Manggarai Barat.
Perubahan ini terjadi pada tahun 2003. Pemekaran wilayah ini bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Sehingga secara historis antara
masyarakat Manggarai dan Manggarai Barat tidak dapat dipisahkan diantara
keduanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Masyarakat Manggarai (termasuk masyarakat Manggarai Barat)
merupakan bagian dari enam kelompok etnis di pulau Flores. Manggarai adalah
bagian dari Manggarai-Riung. Dalam masyarakat tradisional Manggarai termasuk
Manggarai Barat terdiri dari 38 kedaluan (hameente), yakni: Ruteng, Rahong,
Ndoso, Kolang, Lelak, Wotong, Todo, Pongkir, Pocoleok, Sita, Torokgolo,
Ronggakoe, Kepo, Manus, Rimu, Welak, Pacar, Reho, Bari, Pasat, Nggalak, Ruis,
Reo, Cibal, Lambaleda, Congkar, Biting, Pota, Rembong, Rajong, Ngoo, Mburak,
Kempo, Boleng, Matawae, Lo’o dan Bajo. Dari setiap kedaluan bersemi mitos
atau kisah kuno mengenai asal usul leluhurnya dengan banyak kesamaan, yaitu
bagaimana nenek moyangnya datang dari laut atau seberang, bagaimana nenek
moyangnya turun dari gunung, menyebar dan mengembangkan hidup dan
kehidupan purbanya serta titisannya. Seperti daerah lain di NTT, Manggarai juga
mendapat pengaruh pengembaraan dari orang-orang dari seberang, seperti Cina,
Jawa, Bugis, Makasar, Belanda dan sebagainya.
Cina
Pengaruh Cina cukup kuat dan merata di seluruh propinsi NTT. Di
Manggarai, pengaruh Cina dibuktikan dengan ditemukannya barang-barang Cina
seperti guci, cermin, perunggu, uang cina dan sebagainya. Pengaruh Cina dimulai
sejak awal masehi. Dari benda-benda yang ditemukan di Warloka terdapat
sejumlah benda antik dari Dinasti Sung dan Ming, dibuat antara tahun 960 sampai
tahun 1644.
Jawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Pengaruh Jawa terutama berlangsung pada masa Hindu. Di Timo, pada
tahun 1225 telah ada utusan dari Jawa. Diberbagai daerah di NTT ditemukan
mitos mengenai Madjapahit, sedangkan di Manggarai label Jawa jadi toponimi di
beberapa tempat, seperti Benteng Jawa.
Bugis, Makasar, Bima.
Pengaruh Bugis, Makasar di NTT termasuk luas, di Flores, Solor,
Lembata, Alor dan Pantar. Sekitar tahun 1666, orang-orang Makasar, Sultan Goa,
tidak hanya menguasai Flores Barat bagian selatan, tetapi juga seluruh Manggarai.
Mereka menyetorkan upeti atau pajak ke Sultan Goa. Kesultanan Goa berjaya di
Flores sekitar tahun 1613 –1640. Pengaruh Goa tampak pada budaya baju bodo
dan pengistilahan Dewa Tertinggi Mori Kraeng. Dalam peristilahan harian, kata
Kraeng dikenakan bagi para ningrat. Istilah tersebut mengingatkan gelar Kraeng
atau Daeng dari gelar kebangsawanan di Sulawesi Selatan.
Pada tahun 1722 Sultan Goa dan Sultan Bima berunding. Hasil
perundingan daerah Manggarai diserahkan kepada Sultan Bima sebagai mas
kawin. Sementara itu, di Manggarai muncul pertentangan antara Cibal dan Todo.
Tak pelak, meletus pertempuran di Reok dan Rampas Rongot atau dikenal dengan
Perang Rongot yang dimenangkan Cibal.
Pertentangan antara Cibal dan Todo, kemudian melahirkan Perang Weol
I, Perang Weol II dan Perang Bea Loli (Wudi). Perang Weol I dimenangkan oleh
pihak Cibal tetapi dalam perang Weol II dan Perang Bea Loli, Cibal mengalami
kekalahan. Bima saat itu membantu Todo. Kenyataan ini mengkokohkan posisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Bima di Manggarai, hingga masuknya pengaruh ekspedisi Belanda pertama tahun
1850 dan ekspedisi kedua tahun 1890 dibawah pimpinan Meerburg.
Ekspedisi yang terakhir pada tahun 1905 dibawah Pimpinan H.Christofel.
Kehadiran Belanda di Manggarai, membuahkan perlawanan sengit antara Belanda
dan rakyat Manggarai di bawah Pimpinan Guru Amenumpang yang bergelar
Motang Rua tahun 1907 dan 1908. Namun sebelum menghadapi perlawanan
Motang Rua, Belanda mendapat perlawanan dari Kraeng Tampong yang akhirnya
tewas ditembak Belanda dan dikuburkan di Compang Mano.
Kerajaan lain yang pernah berkuasa di Manggarai adalah Kerajaan Cibal,
Kerajaan Lambaleda, Kerajaan Todo, Kerajaan Tana Dena dan Kerajaan Bajo.
Pada saat ini bukti serajah tentang kerajaan tersebut yang masih tersisa adalah
Kerajaan Todo, walaupun kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Referensi
tentang penelusuran tentang kerajaan-kerajaan Manggarai sulit untuk didapatkan.
Pengaruh Belanda ada sejak adanya 3 kali ekspedisi Belanda ke
Manggarai, yaitu tahun 1850,1890, dan tahun 1905. Pengaruh Belanda di
Manggarai terutama pada didirikannya sekolah-sekolah dan agama Katolik.
Pada abad ke-16, Belanda berekspansi ke Flores Barat untuk menguasai
Manggarai. Penguasaan Manggarai tidak dilakukan secara langsung oleh Belanda,
tetapi melalui Kerajaan Goa yang berkedudukan di Makasar. Jadi, Manggarai di
bawah kekuasaan Kerajaan Goa. Saat itu orang-orang Sulawesi memang telah
memeluk agama Islam. Kehadiran Kerajaan Goa di Manggarai tidak menyebarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
agama. Kerajaan Goa hanya menjalankan pemerintahan yang digariskan Belanda.
(http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh pada tanggal 16 April 2014).
2.4 Agama
Penduduk Kabupaten Manggarai Barat terbagi dalam beberapa agama
yang tersebar di semua kecamatan. Jumlah pemeluk agama menurut golongan
agama pada tahun 2011 adalah Katolik sebanyak 179.760 jiwa, Protestan
sebanyak 1.878 jiwa, Islam sebanyak 45.525 jiwa, Hindu sebanyak 181 jiwa,
Budha sebanyak 21 jiwa dan lainnya sebanyak 230 jiwa. Jumlah sarana ibadah di
Kabupaten Manggarai Barat, yaitu 21 Gereja Katolik, 139 Kapela, 8 Gereja
Protestan, 125 Mesjid, 7 Mushola dan 1 Pura.
Khusus untuk jamaan haji di Kabupaten Manggarai Barat pada tahun
2011 telah memberangkatkan 320 jemaah dengan penyebarannya terdapat di
Kecamatan Komodo 282 orang, Kecamatan Boleng 12 orang, Kecamatan Sano
Nggoang 3 orang, Kecamatan Lembor 17 orang dan Kecamatan Macang Pacar 6
orang (http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh pada tanggal 16 April 2014).
2.5 Kesenian Manggarai Barat
2.5.1 Seni Tenun, Seni Suara, Seni Musik, dan Seni Tari
Kesenian tradisional dengan ciri khas daerah yang berkembang di
Manggarai Barat adalah seni tenun, seni suara, seni musik dan seni tari. Dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
seni tenun, corak tenun yang banyak berkembang adalah hitam gelap dengan
berbagai motif warna-warni. Setiap motif tenun terkandung makna filosofis.
Pada seni suara kegiatan menyanyi dilakukan secara tradisional. Pada
umumnya berkaitan dengan berbagai upacara adat. Berbagai syair yang sakral
banyak dilagukan dengan irama yang khas dengan diiringi musik tradisional
sederhana seperti gong, gendang, kombeng dan suling. Untuk lagu daerah yang
terkenal adalah sanda dan mbata. Untuk seni musik, jenis alat musik tradisional
masyarakat Manggarai adalah gendang, gong, kerontong, dan nyiru.
Untuk melestarikan seni tari dan seni suara, ada 14 sanggar seni di
Kabupaten Manggarai Barat yang secara rutin melakukan kegiatan latihan tari.
Sebagian besar sanggar dikelola oleh sekolah dan masyarakat. Pada saat ini, even
penyelenggaraan pentas seni tari dan seni suara belum secara rutin dilakukan.
Pementasan dilakukan berdasarkan pemesanan. Sanggar tari tersebut menjalin
kerjasama dengan pihak tour untuk melakukan pementasan bagi wisatawan. Ada
beberapa jenis tarian yang sering ditampilkan, yaitu tari Caci, Nunundake, Sanda,
Pepak, dan Sae.
2.5.2 Pola Perkampungan Dan Rumah Adat Masyarakat Manggarai
Kampung tradisional di Manggarai Barat berbentuk bundar dengan pintu
saling berhadapan. Bentuk bulat menyarankan makna keutuhan atau kebulatan.
Bentuk kampung demikian diperkuat oleh tuturan ritual. Secara mistis kampung
dibagi atas tiga, yaitu pa’ang (bagian depan), ngandu (pusat), dan ngaung atau
musi (bagian belakang kampung).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Arsitektur tradisional termanifestasikan dalam bentuk rumah gendang
dan compang. Rumah Gendang – rumah tradisional Manggarai Barat biasa
disebut dengan nama Mbaru Gendang atau Mbaru Tembong. Bentuknya
menyerupai seperti kerucut yang terbuat dari rerumputan kering. Struktur
bangunan menerus dari atap sampai lantai (http://manggaraibaratkab.go.id/
diunduh pada tanggal 16 April 2014).
2.5.3 Kerajinan Tangan
Jenis kerajinan yang ada di Kabupaten Manggarai Barat, antara lain
kerajinan kain tenun, kerajinan patung komodo, kerajinan songkok. Khusus untuk
kerajianan tenun, pada saat ini telah ada satu kelompok tenun di Kabupaten
Manggarai Barat, yaitu kelompok Teratai Maha Karya. Untuk kerajinan patung
komodo, dilakukan oleh penduduk yang bermukim di Taman Nasional Komodo
(http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh pada tanggal 16 April 2014).
2.6 Rangkuman
Dongeng Orong Agu Kode dalam konteks sejarah sudah ada sejak zaman
kerajaan. Pada tahun 1722 Manggarai di bawah pemerintahan kerajaan Bima. Di
dalam dongeng diceritakan sebuah pulau yang bernama pulau Dima. Pulau Dima
sama artinya Bima, tetapi masyarakat Manggarai pada zaman dulu menyebut
Bima dengan Dima.
Hampir semua dongeng daerah Manggarai Barat memiliki nilai agama,
nilai budaya, dan nilai kesenian. Nilai agama dapat dilihat dari keempat varian
dongeng tersebut, yaitu kepercayaan akan kekuatan Matahari. Nilai budaya juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
tercermin dalam dongeng tersebut, yaitu budaya gotong royong dimana pada para
monyet bekerja sama membuat perahu yang diminta oleh burung Bangau atau
Orong. Begitu pula nilai kesenian terdapat dalam dongeng Orong Agu Kode,
yaitu seni suara. Dimana burung Bangau atau Orong menyanyikan lagu yang
berisikan doa atau semacam mantra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
BAB III
TRANSKRIPSI DAN PERBANDINGAN TEKS DONGENG
ORONG AGU KODE
3.1 Pengantar
Dalam Bab ini akan dipaparkan transkripsi dongeng Orong Agu Kode
dan juga terjemahan dari dongeng tersebut. Transkripsi ialah pengubahan dari
bentuk wicara lisan menjadi bentuk tertulis. Dalam melakukan studi sastra lisan,
sedapat mungkin diusahakan terjemahan kata demi kata (terjemahan harafiah).
Meskipun demikian, mengingat konteks kalimat, kelancaran bahasa Indonesia,
dan kejelasan pengertian, penerjemahan kata demi kata secara konsisten tidak
selalu mungkin. Dalam kasus yang demikian, terjemahan harafiahnya ditempatkan
dalam catatan (Taum, 2011: 243-245).
3.2 Transkripsi Dongeng Orong Agu Kode
DONGENG ORONG AGU KODE (Bangau dan Monyet)
Teks A
Teks Bahasa Manggarai
“Da’at pande da’at ita. Di’a pande di’a ita”. Mamur mose de kraeng Kode.
Danong ca mongko hang ata minak na ngasang na boa Mbahong. Eme baru ket
Mbahong hitu bae na ruis na. Ca leso ge bantang ise Kode agu Orong mo kawe
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
boa Mbahong. Ita olo de Kode. Mai hia ga wetok boa hitu. Laing di’a wetok le
hia, lempok ket boa hitu mo one isung de Kode. Retang tu de Kode ra “Cacong
kela. Mata aku gra”.
“Co’o ra kela?” Jaong de Orong.
“Boa ra kela mo ket one isung gaku e”.
Jaong de Orong, “susah o kela. Mata ite tu ga”.
Mai jaong de Kode ga, “Campe ra kela”.
Nggo’o jaong de Orong, “aku ket ndetuk e o kela, landing mo one
tuka gaku e ding ga”. Mai jaong de Kode gra, “Maram da kela tamang
mose ge aku”.
“Neka susa kela, ho’o kesa dite ho”. Ndetuk tu le Orong boa ho’o wa tuka
ko di’i.
Mai jaong de Kode ga, “Nia ro kela ga?”
“Hae, wa tuka e ko kela”, wale de Orong.
“Darat na koe na boa Mbahong hang ket lahu”. Patok, nduti du wulu de
Orong e ra gelang taung wulu de Orong. Retang de Orong ro, toe ngance lelap.
Mo Orong ho’o ga eta wewo watu ngaji agu Leso.
Paro Leso paro mai Leso todo taung wulu gaku
(Todo taung onr racap na)
Paro Leso mai eta mai Leso todo taung wulu gaku
(Todo taung wulu kelor, todo taung eta tuni musi na. Mane kole tana, mai
jaong de Orong ho’o)
Paro Leso mai sale mai Leso todo taung wulu gaku
(Todo taung wulu racap na)
Laing ca todo taung wulu de Orong ngance te lelap e Orong hitu ga. Mo
Orong hitu ga lelap ger le ger lau toto senang laing. Laing ca todo wulu weki na.
Pas pas pas naring Mori todo taung wulu gaku
Di’a Mori go
Pas pas pas naring Mori todo taung wulu gaku
Di’a Mori go
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Laing hitu lelap hia, lelo ger wa hia ca gole se muku te’e one molak ata te’e
situ. Kole hia ge janggang ca mongko, wa agu ca haju langkas. Laing hang hia eta
wewo haju, pau loken wa tana. Ita le Kode. Mai Kode ga hang loke muku. Bae na
minak na.
“Oe kela Orong, aku get iwon ra. “
Mai jaong de Orong, “Oe kela, neka rabo taung e ga. Nggoe wo kela ga, dor
peang Dima wua muku te’e. Nempung taung ite tau te mo ger peang. Aku pande
sampang”.
“Nggitu gra kela, aku nempung ise kesa dite, ipar, wote dite taung na watu
kode. Dor muku te’e peang kela?” “Dor muku te’e peang kela.
“Neka jaong kela, do’o tu’u nang” Jaong de Kode.
Ca Kode Ine ker ga berat e toe guri te mo. Laning manga laning manga nipi
na, iwo jaong de Orong tau leko pande da’at de Kode.
Ai ca leso ge, taung kode so’o one sampang de Orong taung. Toe bae lise
sampang ho’o ca ge haju wa mai na do lak tanang na. Rindo de Kode Berat.
Oe watu Kode, adong par de Orong leko pande da’at ite
Towel sopel copel mose, Kole ko watu Kode
“Senget neng ra, co nggitu jaong hitu”. Jaong de Kode, “neka senget jaong
de Kode Berat hitu, lako do. Toe niak hang muku te’e hemi? Rindo kole de Kode
Berat.
Oe watu Kode, adong par de Orong leko pande da’at ite
Towel sopel copel mose, Kole ko watu Kode
“senget neng ra, co nggitu jaong hitu”. Mai jaong de Kepala Kode,” neka
senget jaong de Kode Berat hitu, lako du. Toe niak hang muku te’e hemi?” Telu
kali jaong nggitu toe eng le watu Kode ho’o. Cai one reha tacik ga, nggo’o jaong
de Orong. Lelo le Orong pu’ung ra’a na sampang ho’o. Nggo’o jaong de Orong, “
Kela, aku olo aku.” Tang sampang hitu le Orong lehas, mata taung Kode. “
Rewut taung wulu gaku le hau. Itu pe ita na, hau paka cumang da’at cama agu
aku. Da’at pande da’at ita, di’a pande di’a ita”. Taung na Kode mata taung pinang
hanang koen Kode Berat. Itu tara manga Kode sampe ta ho’o.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Teks Bahasa Indonesia
”Perbuatan jahat akan dibalas dengan kejahatan. Perbuatan baik akan
dibalas dengan kebaikan”. Dahulu kala makanan yang paling enak adalah ulat
mbahong. Kalau digoreng aromanya sangat wangi. Suatu hari Orong dan Kode
bersepakat untul mencari mbahong. Kode yang menemukan pertama mbahong itu.
Ia pun mencongkel ulat itu dari dalam pohon. Ketika ia sedang mengorek-orek,
seeokor mbahong melompat masuk ke dalam hidung si Kode. Si Kode pun
menangis
“Tolong kela. Habislah saya”.
“Apa yang terjadi denganmu, kela?” tanya Orong.
“Seekor ulat masuk ke dalam hidung saya, kela.”
“Sengsara, kela. Habislah ite!” Kata Orong.
Kode pun memohon, “Bantulah saya, kela.
“Biarlah saya yang mencatok mbahong itu kela. Akan tetapi mbahong itu
akan tertelan”, kata Orong.
“Tidak apa kela yang penting saya hidup”, jawab Kode.
Orong berkata, “Jangan cemas kela! Saya kan saudaramu”. Orong pun
mencatok ulat itu dan langsung menelannya. Kemudian Kode bertanya lagi,
“Bagaimana dengan ulatnya, kela?”
Jawab Orong, “Ah.. sudah masuk dalam perut saya”.
“Astaga. Kamu malah memakan mbahong itu!!”.
Kode sangat marah. Lalu ia menangkap si Orong dan mencabuti semua
bulunya sampai habis. Orong menangis karena ia tak dapat terbang lagi. Orong
pun menaiki sebuah batu dan berdoa kepada Matahari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Paro Leso paro mai Leso todo taung wulu gaku
(Todo taung onr racap na)
Paro Leso mai eta mai Leso todo taung wulu gaku
(Todo taung wulu kelor, todo taung eta tuni musi na. Mane kole tana,
mai jaong de Orong ho’o)
Paro Leso mai sale mai Leso todo taung wulu gaku
(Todo taung wulu racap na)
Terjemahan
Terbitlah Matahari dari Timur tumbuhkan semua buluku
(Bulu-bulu di badannya mulai tumbuh)
Terbitlah Matahari dari atas tumbuhkan semua buluku
(Bulu di ekornya tumbuh, tumbuh semua bulu di b. Hingga sore hari
Bangau menyanyi lagi)
Terbitlah Matahari dari Barat tumbuhkan semua buluku
(Tumbuhlah semua bulu di tubuhnya)
Setelah semua bulu Orong tumbuh kembali, ia pun bisa terbang lagi. Ia
terbang kesana kemari saking senangnya. Ia pun bernyanyi lagi untuk mengucap
syukur.
(Pas pas pas) naring Mori todo taung wulu gaku
Di’a Mori go
(Pas pas pas) naring Mori todo taung wulu gaku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Di’a Mori go
Terjemahan
Puji Tuhan semua buluku tumbuh kembali
Tuhan maha baik
Puji Tuhan semua buluku tumbuh kembali
Tuhan maha baik
Ketika sedang terbang, ia melihat ke bawah ada pisang masak satu
tandan. Setelah petik pisangnya, ia pun pulang sambil membawa pisang. Saat ia
sedang bertengger di atas pohon sambil memakan pisangnya, tiba-tiba kulit
pisangnya jatuh dan dilihat sama Kode. Kode pun memakan kulit pisang itu dan
rasanya sangat enak.
“Oe kela Orong. Berikan saya sebagian dari buah itu!”
Orong berkata, “Maaf kela. Buahnya sudah habis. Kalau kela ingin buah
ini, di pulau Dima banyak pisang masak. Baiklah, kalian semua berkumpul untuk
pergi ke pulau Dima. Saya yang akan membuat perahunya”.
“Baiklah kela. Nanti saya kumpulkan semua keluarga besar monyet.
Benaran di sana ada banyak pisang masak, kela?”
“Banyak pisang masak kela. Jangan tanya lagi kela terlalu banyak”,
jawab Orong.
Ada satu monyet yang sedang bunting tidak ingin pergi. Ternyata
sebelumnya ia bermimpi bahwa perkataan Orong hanyalah niat jahatnya terhadap
para monyet.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Beberapa hari kemudian, semua monyet naik ke perahu yang dibuat oleh
Orong. Mereka tidak tahu kalau perahu itu hanya terbuat dari satu kayu dan
didominasi oleh tanah. Monyet bunting pun bernyanyi,
Oe watu Kode, adong par de Orong leko pande da’at ite
Towel sopel copel mose, Kole ko watu Kode
Terjemahan
Hai para monyet, Bangau hanya berbohong pada kalian untuk melakukan
kejahatan
Pulanglah hai para monyet
“Dengarkanlah, mengapa ia bertanya seperti itu?” tanya Kode.
“Jangan dengar monyet bunting itu bernyanyi! Ayo jalan! Kalian tidak ingin
makan pisang masak?” teriak Orong. Monyet bunting bernyanyi lagi,
Oe watu Kode, adong par de Orong leko pande da’at ite
Towel sopel copel mose, Kole ko watu Kode
Terjemahan
Hai para monyet, Bangau hanya berbohong pada kalian untuk melakukan
kejahatan
Pulanglah hai para monyet
“Dengarkanlah! Mengapa ia bernyayi seperti itu?” tanya Kode lagi.
Tetapi Tetua para monyet berkata, “Jangan dengar monyet bunting itu benyanyi
kita tetap lanjutkan perjalanan. Apakah kalian tidak ingin menikmati pisang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
masak?” Monyet bunting itu bernyanyi sampai tiga kali tetapi para monyet tidak
menghiraukannya.
Sesampainya mereka di tengah laut, Orong melihat perahunya mulai
retak. Orong pun berkata, “Kela, saya berangkat lebih dulu ya”. Orong langsung
menendang perahu itu sampai hancur. Semua monyet mati tenggelam. Orong
berkata lagi, “Dulu kamu mencabuti semua bulu saya, itulah akibatnya. Kamu
harus rasakan sengsaranya sama seperti yang saya rasakan. Perbuatan jahat akan
dibalas dengan kejahatan. Perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan”. Semua
monyet mati kecuali monyet bunting tetap hidup. Itulah mengapa monyet masih
ada sampai sekarang.
Kolofon:
Penutur Bpk. Adrianus Hamut, 57 tahun, Pengawas TK/SD.
Direkam pada tanggal 7 Januari 2014
oleh Metildis Ruth Sahu, 21 tahun dan Gregorius A. Sahu, 25 tahun
Catatan:
Orong artinya Bangau.
Kode artinya Monyet atau kera.
Mbahong ialah ulat pohon yang dapat dimakan baik oleh binatang maupun
manusia.
Kela artinya saudara, teman. Kela merupakan sapaan antar pria. Sapaan ini hanya
khusus untuk para pria saja.
Ite artinya anda. Ite merupakan sapaan terhadap orang yang lebih tua atau pun
yang sebaya. Sapaan ini bisa digunakan oleh pria maupun wanita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Teks B
Teks Bahasa Manggarai
Bantang wetok Mbahong, cako dapat. Nggo’no Orong, “kumpul hemi ra
olo-olo”. Kole gra, mbahong ini kan enak. Minak na. Mai Kode hang ewo ra, mo
ket one isung ca. Laing ca mo one isung ca na, oe menangis. Retang Kode ho’o,
co’o cara te tau pande peang na. Cai ata angance pande peang? Benta Kaba toe
ngance, toe mek peang. Benta Bembe toe ngance te pande peang e. Benta taung
binatang toe manga ata te ngance pande peang. Nggo’o no Orong ga, “coe eme
peang e? Aku ngance, co’o eme peang e?” Nggo’o jaong de Kode, “eme peang e
bajar laku ding”. Mai Orong ga detuk ket le Orong ga nggaru le wa tuka e
Mbahong ho’o. Laing wa tuka e ga nggo’o de Kode, “nia rebaong ra?” Nggo’ne
Orong, “hae wa tuka e rebaong gra”. “Kurang ajar, co’o tara nggitu pande ho’o
ra”, jaong de Kode. Holes de Kode duti taung ket wulu de Orong. Toe ngance
lelap Orong ho’o. Laing toe ngance lelap ga lonto one watu Orong ho’o ga.
Nggo’e rindo de Orong “Par cenung lau hau o leso. Todo taung wulun wulu
gaku”. Setiap pagi ia benyanyi seperti itu. Lama-lama todo kole wulu de Orong
ho’o ko. Sekarang Orong mau balas lagi datangi ise Kode. “Oe ta peang ho’o ra,
manga wua haju peang ho’o ra”, jaong de Orong.
“Apa ngasang wua haju hitu?” Ri de Kode
“Wua Kenanek. Minak.”
“Co’o caran ga?” Ri kole de Kode
“Ae pande perahu. Pande perahu ra.” Wale de Orong
“Eng ga pande perahu.”
Sung tana te pande perahu ho’o. Benta taung kode, rekang mo hang wua
haju lau pulau Komodo. Manga ca Kode Berat. Nggo’o jaong de Kode Berat,
“Aku ra toe mo. Tipu de Orong” jaong na. “Hae co’e tar toe mo ra? Mo taung ket
ite” jaong de Kode. Akhirnya jalan. Lako mo per peang ise. Pelan-pelan lako dise.
Cai one reha tacik de Orong ga, wengga bike taung ket lia sampang sampe habis.
Mata cikot-cikot kode so’o baru tau rasa. “Sekarang balas dendam, hau duti wulu
gaku danong mata cikot hemi” jaong de Orong. Mai Kode Berat, “Itep to, itu
loeng jaong gaku mata hemi itu ga. Toe leng jiri hang wua haju jaong de Orong
hitu ga kamu sudah mati”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Teks Bahasa Indonesia
Pada suatu hari Orong dan Kode berencana mencari mbahong bersama di
hutan. Orong berkata, “kumpulkan semua mbahong yang didapat!” Setelah
mereka mengumpulkan semua mbahong yang didapat mereka pun pulang.
Mbahong rasanya sangat enak. Si Kode pun memakan sebagian mbahongnya.
Saat ia sedang memakan mbahongnya , tiba-tiba salah satu mbahongnya
melompat masuk ke dalam hidungnya. Kode pun menangis kesakitan. Ia
menangis tanpa henti. Ia mencari cara mengeluarkannya. Tapi siapa yang dapat
mengeluarkannya? Ia memanggil Kerbau tapi Kerbau tidak dapat
mengeluarkannya. Ia juga memanggil Kambing. Kambing juga tidak dapat
mengeluarkannya. Ia meminta bantuan semua binatang tetapi tidak ada satu pun
yang dapat mengeluarkan mbahong dari hidungnya.
Tiba-tiba Orong menghampirinya dan bertanya, “Bagaimana kalau
mbahong itu dapat dikeluarkan? Saya bisa mengeluarkannya, tetapi bagaimana
kalau saya dapat mengeluarkannya?” Kode menjawab sambil berpikir,
“Bagaimana kalau kamu dapat mengeluarkannya? Aku akan membayar kamu jika
kamu dapat mengeluarkannya.” Orong pun menyetujui yang dikatakan Kode.
Si Orong dengan menggunakan paruhnya yang panjang mengeluarkan
mbahong itu dari hidung si Kode. Ketika mbahong itu ada di paruhnya ia
langsung menelannya. Kode pun merasa lega. Kemudian ia bertanya pada Orong,
“mana mbahongnya?” Orong pun menjawab, “saya sudah memakannya. Sudah
dalam perut saya”. “Kurang ajar! Kenapa kamu memakannya?” kata Kode. Si
Kode sangat marah. Ia menangkap si Orong dan mencabuti semua bulunya. Orong
pun tidak dapat terbang lagi. Ia juga tidak memiliki bilu. Karena ia tidak dapat
terbang lagi, ia pun duduk di sebuah batu sambil bernyanyi,
Par cenung hau o leso Terbitlah matahari
Todo taung wulu gaku tumbuhkan semua bulu saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Setiap pagi ia bernyayi seperti itu. Akhirnya bulu-bulunya pun tumbuh
kembali. Orong pun berniat untuk membalas dendan terhadap Kode. Suatu hari ia
bertemu Kode.
“Hai Kode, ayo kita pergi ke pulau seberang. Di sana ada buah yang
sangat enak”, Kata Orong.
“Apa nama buah itu?” Tanya Kode.
”Buah kenanek. Buahnya sangat enak.”
“Bagaimana caranya untuk pergi ke sana?” tanya Kode lagi.
“Dengan perahu. Kita akan membuat perahu”.
“Baiklah, kita akan membuat perahu”. Kode pun menyetujuinya.
Kode memanggil semua teman-temannya sesama monyet untuk membuat
perahu. Perjalanannya seperti pergi ke pulau Komodo. Mereka membuat perahu
dari tanah. Tetapi ada satu monyet yang sedang bunting dan berkata, “saya tidak
akan ikut ke pulau. Orong membohongi kita”. “Kenapa tidak ikut? Pokoknya kita
semua harus pergi”, kata Kode. Monyet yang sedang bunting tetap tidak ingin
pergi. Semua monyet pun berangkat kecuali monyet yang sedang bunting. Mereka
mendayung perahu pelan-pelan. Tibalah mereka di tengah laut, Orong menendang
perahu itu sampai hancur. Semua monyet termasuk si Kode mati tenggelam.
“Sekarang pembalasan dendam. Dulu kamu mencabut semua bulu saya,
balasannya sekarang kamu mati”, kata Orong. Monyet yang sedang bunting pun
berkata, “rasain kalian, tadi saya sudah peringatkan. Akhirnya kalian tidak jadi
memetik buah yang dikatakan Orong, kalian malah mati”.
Kolofon:
Penutur Bpk. Ngampu Mikael, 60 tahun, guru.
Direkam pada tanggal 11 Januari 2014
oleh Metildis Ruth Sahu, 21 tahun dan Gregorius A. Sahu, 25 tahun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Catatan:
Buah kenanek merupakan anggur hutan yang biasa disebut masyarakat
Manggarai buah kenanek. Buah ini rasanya sangat manis.
Teks C
Teks Bahasa Manggarai
Manga ca nengeng gaku go. Nengeng so’o ga ise kode. Kode mo mbetok
mbahong. Puli hitu ga cumang mbahong ga. Laing ce cumang mbahong hitu ga
nggo kole jaong de kode ho, “asa hau mbahong, mo one mu’u ko mo one isung?”
Hamas ket e mbahong ho’o mo one isu eta. Akhirnya mai hia rowek one isung
ho’o toe ngance te peang e mbahong ho’o bekabur eta. Akhir ko ya toe manga
sehat pikir hia, ita lia ga lelap e orong ho’o.
“O kela aku ra, mbahong mo one isung eta na? Ce na pande toe ngance.. elo
mata aku gra.” Jaong de Kode.
“E ra. Co’o eme ngance ding?” tu jaong de Orong.
Jaong de Kode, “eme ngance ding, mai one ite ket ding ga”.
“Nggitun ga”, no kela Orong”. Mai Orong ho’o ko, rusuk le Orong ho’o ga
one isung eta na, langsung hang ne ko. Ulek ne ko. Laing ca hitu ga, di’a
nuing de apa ho’o ko de Kode ho’o.
“Nia apa hitu ra mbahong hitu? Itu ri de Kode.
“Wa ga. Puli jaong le hau rebaong go. Wan ro ko”, Wale de Orong.
“Itu gegaen hau ho, co’o toe manga e kole”, ruak de Kode.
Akhirnya remet wulu de Orong ho’o le Kode. Rewut taung wulu na. Akhir
ko toe manga wulu de Orong ho’o. Laing ca hitu ya o sedih de Orong ho’o. Itu mo
roang one lewo haju. Itu rindo’n ga.
Par cunung lau hau O leso
Todo cempulun wulu gaku (todo taung)
Par cunung le hau O leso
Todo cempulun wulu gaku (todo taung)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Akhirnya ngance hia te lelap ga. Itu hia lako hia ga pua wua haju. Janggang
iwo ra hang curik. Kode so’o ga ya kaeng one wae dama wae kawe kuse. Sengaja
le orong ho’o oke reha ise wua kenanek ho’o. Akhirnya ita le Kode.
“Ae apa ho’o ra? Ri de Kode.
“Wua kenanek ra.” Wale de Orong. Mai ise ga hang. Mince no. Lelo eta ise
ga lelap de Orong.
“O Kela” Benta de Kode
“O...” wale de Orong
“Nia Puuna haju ho’o ra?” ri de Kode.
“lau pulau ra.”
“Co’o neng hami go ra te mo ita lau. Te manga na buah hitu hang hami.”
Jaong de Kode
“Bo ngance ra, kela ya sung sampang mo peang na taung ite. Asa ra setuju
taung le hemi?”
“setuju taung dang. Ndelek eme nggitu e” wale taung ise Kode.
“Ya ga. Kawe taung tana lodo te sung sampang”
Pande lise sung sampang ho’o. Akhir ga ya, puli sampang ho’o. Itu titi lise
one mai taung. Manga ca Kode berat ho’o toe guri te mo. Laing ca hitu ga, Kode
berat ho’o toe guri te mo. Taung na Kode iwo one mai taung. Titi lako ga jadi ya
mai rindo de apa ho’o de Orong ga.
Weda wangka tana lenteng bo tana lodo
SERMELA
Weda Wangka lenteng bo tana lodo
SERMELA
Laing ca hitu ga weda le Orong ho’o ra, wa mai taung. Akhir ga taung ise
Kode so’o mata taung. Jadi nggitu kisa de ise Kode, tinggal Kode berat ho’o ga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Teks Bahasa Indonesia
Pada suatu hari Kode pergi mencari mbahong untuk dimakan. Kemudian Ia
menemukan mbahong tersebut. Setelah ia mendapat mbahong, ia malah bertanya
pada mbahong itu, “bagaimana menurut kamu, mbahong? Lewat mulut atau
hidung?” Mbahong itu bergerak masuk ke dalam hidung Kode. Kode menggaruk-
garuk hidungnya untuk mengeluarkan mbahong itu. Si Kode pun merasa
kesakitan. Tiba-tiba ia melihat Orong yang sedang terbang. Si Kode pun
memanggil Orong.
“Hai kela. Mbahong masuk ke dalam hidung saya. Bagaimana cara
mengeluarkannya? Lama-lama saya bisa mati”, kata Kode.
“Baiklah. Bagaimana kalau saya dapat mengeluarkannya?” tanya Orong.
“Jika kamu bisa terserah kela mau buat apa dengan mbahongnya?”
“Baiklah”.
Si Orong menggunakan paruhnya yang panjang masuk ke dalam hidung
Kode dan mengambil mbahong itu dan langsung memakannya. Kode pun merasa
baikan.
“Mana mbahongnya?” tanya Kode.
Orong menjawab, “saya sudah menelannya. Kamu kan tadi bilang terserah
saya”.
“Beraninya kau memakannya. Kenapa sekarang mbahong itu tidak ada?”
Kode sangat marah. Saking marahnya ia mencabuti semua bulu Orong
sampai habis. Orong pun tidak memiliki bulu. Ia sangat sedih. Ia menangis
di bawah pohon sambil bernyanyi.
Par cenung hau (o) leso
Todo cempulun wulu gaku (todo taung)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Par cenung hau (o) leso
Todo cempulun wulu gaku (todo taung)
Terjemahan
terbitlah matahari
tumbuhkan sepuluh bulu saya (tumbuh semua)
terbitlah matahari
tumbuhkan sepuluh bulu saya (tumbuh semua)
Akhirnya Orong pun bisa terbang. Kemudian ia memetik buah di sebuah
pohon. Sebagiannya ia makan sebagiannya ia bawa pulang. Monyet-monyet
sedang mencari katak di pinggir sungai. Dengan sengaja orong menjatuhkan buah
kenanek. Si Kode melihat buah itu dan bertanya.
“Buah apa ini?”
“Buah kenanek”, jawab si Orong.
Mereka pun mencicipi buah itu. Dan rasanya sangat manis. Mereka melihat
Orong sedang terbang.
“Hai kela!” Kode memanggil Orong.
“Iya..”, jawab Oronh.
“Dimana letak pohon buah kenanek ini?”
”Di pulau seberang”, jawab Orong.
“Bagaimana caranya kami bisa ke sana? Kami ingin sekali memakan buah
itu”, tanya Kode.
“Bisa sih bisa, kela. Buatlah perahu agar kalian semua bisa ke sana. Tetapi
apakah semuanya setuju?” Semua monyet menyetujui.
“Semuanya setuju”, semua monyet menjawab.
“Baiklah. Carilah tanah lodo untuk membuat perahu.”
Para monyetlah yang membuat perahunya. Setelah selesai membuatnya,
mereka pun berangkat dan menaiki perahu yang telah jadi. Tetapi ada satu monyet
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
yang sedang bunting tidak ingin pergi. Semua monyet termasuk si Kode sudah
masuk dalam perahu dan siap berangkat. Dalam perjalanan mereka, si Orong
menyanyikan sebuah lagu.
Weda wangka tana lenteng (bo) tana lodo
SERMELA
Weda wangka lenteng (bo) tana lodo
SERMELA
Terjemahan
Tendang perahu tanah terapung tanah lodo
MERDEKA
Tendang perahu tanah terapung tanah lodo
MERDEKA
Setelah ia menyanyi, Orong langsung menendang perahunya. Semua
monyet termasuk si Kode tenggelam. Akhirnya semua monyet mati kecuali
monyet bunting tetap hidup.
Kolofon:
Penutur Bpk. Paulus Meso, 69 tahun, petani.
Direkam pada tanggal 13 Januari 2014
oleh Metildis Ruth Sahu, 21 tahun dan Yohanes E. Sahu, 16 tahun.
Catatan:
Tanah lodo merupakan tanah sisa kotoran cacing dan berbentuk bulat-bulat kecil.
Akan cepat hancur jika terkana air.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Teks D
Teks Bahasa Manggarai
Nggo’o jaong de Raja ga, “Hemi ra mo kawe mbahong”. Mbahong jaong
danong du. “Paka cumang e!”. “Co’o toe manga cumang e ra? Jaong de Kode”.
Raja,”Sangge cumang e ra. Laing ca mo dise du ga ca ge cumang. Laing ca
cumang ga, olo ket le Kode kole nggo’o jaong na, “Pale mu’u ko pale isung laku
hang ding mbahong ho?” Toe ngetuk mek mbahong ho’o. Laing ca ya sua mu’un
ga, pale mu’u ko pale isung laku hang mbahong ho’o ding ga? Nggtuk ket le
mbahong nda one mai isung diha eta na. Laing mo one eta isung dui etan ko,
hamas cae eta ngarek na. Nduhing liha gro ya hamar-hamar, nggoe gra benta
Orong ite ho ga ai dia ta na’a one galang hang na toe na’a one piring e ne one
galang di’a nggetuk e ne. “E ra benta hia”.
“O kela, mai gra kela” Jaong de Kode
“Co’o ra kela” Ri de Orong
“Mbetok mbahong rebaong hami ra kela. Mo ket eta isung e eta nda. Nggo
kela ga, ite ket ata pande peang nda, kela.” Jaong de Kode
“E ra. Apa ker nding nda co’o eme ngance laku” Ri de Orong
“Eme angace lite kong hang lite”
“Tu’u ket toe”
“Tu’u ra kela”.
Laing ca bae ket mu’u de Orong go lewe na, mon dui eta na ngance e ko.
Langsung ulek, ruak hitu dise go.
“Nia apa hitu rebaong ra kela?” Ri de Kode
“Hae wan ko. Wa tuka laku” Wale de Orong
“Ha itu gem hau, ta pande peang jaong rebaong. Toe manga perjanjian
hitu.” Ruak de Kode.
“Hae toe ra jaong gemi pata hang.” Wale de Orong
Ae rewut taung wulu situ le Kode, taung nang wulu iko-iko peang taung
kodong toe ngace te lelap e ko de. Nggo dia ga, toe daya aku ge. Toe ra manga
jaong de ata tua, nggoe ket sembayang ket. Itu e jaong.
E par sili mai todo taung wulu gaku
(Todo ca)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
E par lau mai todo suan wulu gaku
(Todo sua)
E par ce mai todo telun wulu gaku
E par sili mai todo taung wulu gaku
Todo taung wulu so’o ga nggo’o dia ga, “de mosek gro manga taung daya te
mo kawe hang aku ding ga”. Laing ca hitu ga, mesa hia hitu ge pisa wulan e. Tu
mesa mo lau pulau Dima ndun ga. Kole hitu lau mai ga tu tenteng wua kenanek
so’o ga ca tundung si ra. Laing ca tenteng hitu hia ga ise dama wae one ngalor
deko ise kuse. Deko ise kuse hitu ga pau ket le Orong eta lobo haju wua kenanek.
“Hae wua kenanek ra” hitu de anak de Kode
“Hae nia mai nda?” Ri de Kode
“ai ken da”. Tu jaong de anak na. Jongang eta is lonto na Orong ho’o.
“Nia mai dite tu ra?” Ri de Kode
“Mai le Dima mai ra. Lau Dima ket do wua kenanek do ket manga lau hitu.
Hitu ite o ra eme ngguri gemi go ta mo ngger lau taung na dau mo lau
Dima.” Wale do Orong.
“Nggitu ket gra, ha e ra. Nggo’o ka gro apa e te wa tu gro.” Ri de Kode.
“Sung wangka pe ra pande wangka”.
Pande wangka hitu ga sung tana lodo. Jadi e tana lodo ho’o lise ga itu mo.
Toe lang cae sale Dima gra lau reha tacik e ko nditu taung pau dise gra bo Orong
ko cae lau nge ae lebe hia go. Dise ra kole nditu si e itu manga na rindo ca Weda
Wangka Bok Tana Lodo. Itu rindo sangge.
Weda wangka tana lenteng bo tana lodo
SERMELA
Weda Wangka lenteng bo tana lodo
SERMELA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Teks Bahasa Indonesia
Berkatalah Raja, “pergilah kalian mencari mbahong!” Orang dulu
menyebutnya mbahong. “Harus ditemukan!” “Bagaimana kalau tidak
ditemukan?” Tanya Kode. “Pokoknya harus ditemukan!” Kata Raja
Saat mereka sedang mencari mereka menemukan satu mbahong tetapi si
Kode malah hendak memakannya dan bertanya, “Hai mbahong, lewat mulut atau
hidung saya makan kamu?” Mbahong tidak bergerak. Ia bertanya lagi, “mbahong,
lewat mulut atau lewat hidung saya makan kamu?” Mbahong pun melompat
masuk ke dalam hidung si Kode. Ketika mbahong masuk ke dalam hidung si
Kode, ia bergerak masuk sampai di ujung hidung si Kode. Kode meraba-raba
hidungnya dan merasa kesakitan.
“Hai kela. Mari kesini!” Si Kode memanggil.
“Ada apa, kela?” Tanya Si Orong.
“Tadi kami mencari mbahong. Mbahong malah masuk ke dalam hidung
saya. Begini kela, bagaimana kalau ite yang mengeluarkannya?”
“Baiklah. Bagaimana kalau saya dapat mengeluarkannya?” Tanya Orong.
“Jika kamu bisa, kamu boleh memakannya.”
“Benaran?” Tanya Orong lagi.
“Benar teman.”
Mulut Orong sangatlah panjang, sehingga dengan mudahnya ia
mengeluarkan mbahong dari hidung Kode. Setelah ia mengeluarkan ulat tersebut,
ia langsung menelannya.
“Mana mbahong itu, kela?” tanya Kode.
“Sudah masuk dalam perut saya“, jawab Orong.
“Sudah saya katakan, kamu cuma mengeluarkannya. Tidak ada perjanjian
seperti itu kalau kamu dapat mengeluarkannya, kamu boleh memakannya.”
Kode sangat marah.
“Kamu sendiri yang bilang harus dimakan” jawab Orong.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Karena marah Kode mencabuti semua bulu Orong termasuk bulu-bulu
ekornya. Kasihan, si Orong tidak bisa terbang lagi. Orong berkata, “Saya tidak
berdaya lagi. Oh iya, ada doa orang tua dulu, mending saya berdoa.” Ia pun
berdoa.
E par sili mai todo taung wulu gaku
(Tumbuh satu)
(E) par lau mai todo suan wulu gaku
(tumbuh dua)
(E) par ce mai todo telun wulu gaku
(E) par sili mai todo taung wulu gaku
Terjemahan
Terbitlah Matahari dari Timur tumbukan semua buluku
Terbitlah Matahari dari Barat tumbuhkan dua buluku
Terbitlah Matarhari dari Selatan tumbuhkan tiga buluku
Terbitlah Matahari dari Timur tumbuhkan semua buluku
Akhirnya semua bulu Orong tumbuh kembali. “Puji Tuhan. Akhirnya saya
bisa terbang lagi dan bisa mencari makan”. Setelah itu, ia menghilang berbulan-
bulan lamanya. Ia menghilang dan pergi ke sebuah pulau yang bernama pulau
Dima. Setelah ia kembali, ia membawa serta buah kenanek di kakinya. Dari atas si
Orong melihat si Kode sedang mencari makan di sungai. Saat Kode hendak
menangkap katak, Orong dengan sengaja menjatuhkan buah kenanek dari atas
pohon.
“Lihat! Ada buah kenanek.” Teriak salah satu anak monyet.
“Darimana buah itu?” tanya Kode.
“Saya tidak tahu”, jawab anak monyet. Mereka pun melihat ke atas pohon
dan melihat Orong yang sedang bertengger.
“Dimana kamu mendapatkan buah itu?” tanya Kode.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
“Dari pulau Dima. Hanya di pulau Dima buah ini ada dan masih banyak
macam buah di sana. Jika kalian ingin ke sana, saya akan mengantar kalian
ke pulau Dima.”
“Baiklah kalau begitu. Tapi bagaimana caranya untuk kesana?” tanya Kode.
“Buatlah perahu agar kalian bisa ke sana,” jawab Orong.
Mereka membuat perahu dari tanah lodo. Akhirnya perahu dari tanah lodo
pun jadi. Mereka pun berangkat. Ketika mereka sampai di tengah laut tiba-tiba
perahu mereka hancur dan tenggelam, sedangkan Orong selamat dan terbang
sampai di pulau Dima. Akhirnya terciptalah lagu Weda Wangka Bok Tana Lodo.
Orong pun bernyanyi,
Weda wangka tana lenteng (bo) tana lodo
SERMELA
Weda Wangka lenteng (bo) tana lodo
SERMELA
Terjemahan
Tendang perahu tanah terapung tanah lodo
MERDEKA
Tendang perahu tanah terapung tanah lodo
MERDEKA
Kolofon:
Penutur Ibu Kristina Imas, 60 tahun, petani.
Direkam pada tanggal 24 Januari 2014
oleh Metildis Ruth Sahu, 21 tahun dan Gregorius A. Sahu, 25 tahun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
3.3 Analisis dan Perbandingan Teks
Teks dan naskah merupakan kajian filologi. Filologi ialah suatu
pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti yang luas yang mencakup bidang
kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan. Melalui penggarapan naskah, filologi
mengkaji teks klasik dengan tujuan mengenalinya sesempurna-sesempurnanya
dan selanjutnya menempatkannya dalam keseluruhan sejarah suatu bangsa.
Dengan menemukan keadaan teks seperti adanya semula maka teks dapat
terungkap secara sempurna (Baried dkk, 1985).
Dalam filologi istilah teks menunjukan pengertian sebagai sesuatu yang
abstrak, sedangkan naskah merupakan sesuatu yang konkret. Oleh karena itu,
pemahaman terhadap teks klasik hanya dapat dilakukan lewat naskah yang
merupakan alat penyimpanannya. Naskah yang menjadi sasaran kerja filologi
dipandang sebagai hasil budaya yang berupa cita rasa. Naskah itu dipandang
sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam naskah itu merupakan suatu
keutuhan dan mengungkapkan pesan. Pesan yang terbaca dalam teks secara
fungsional berhubungan erat dengan filsafat hidup dan dalam bentuk kesenian
yang lain. Dilihat dari kandungan maknanya, wacana yang berupa teks klasik itu
mengemban fungsi tertentu, yaitu membayangkan pikiran dan membentuk norma
yang berlaku, baik bagi orang sezaman maupun bagi generasi mendatang (Baried
dkk, 1985:4).
Pada umumnya suatu teks diwakili oleh lebih dari satu naskah yang tidak
selalu sama bacaannya atau yang berbeda dalam berbagai hal. Untuk menentukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
teks yang paling dapat dipertanggungjawabkan sebagai dasar suntingan, perlu
diadakan perbandingan naskah.
Langkah yang harus dilakukan untuk perbandingan naskah ialah
membaca dan menilai (resensi) semua naskah yang ada, mana yang dapat
dipandang sebagai naskah objek penelitian dan mana yang tidak. Apa bila jelas
diketahui dari berbagai keterangan yang terdapat dalam dan di luar suatu teks
bahwa teks itu salinan dari teks lain dan tidak menunjukan kekhususan apapun
maka teks ini dapat disisihkan karena dipandang tidak ada gunanya dalam
penentuan teks dasar suntingan. Di samping itu, dari bacaan teks-teks lain dicatat
semua tempat yang berbeda. Bacaan yang berbeda di sebut varian. Untuk
mencatat apakah varian itu berasal dari teks asli ataukah merupakan
penyimpangan, dapat dirunut, antara lain melalui pemeriksaan kecocokan metrum
dalam teks puis, kesusaian dengan teks cerita, gaya bahasa, latar belakang budaya,
atau sejarah. Pada varian kata perlu diamati apakah kata itu terdapat di tempat lain
atau merupakan gejala tersendiri, artinya kata itu hanya terdapat pada tempat itu
saja.
Pada bagian ini dilakukan dua perbandingan, yaitu perbandingan struktur
dan perbandingan naskah dari empat varian dongeng Orong Agu Kode.
3.3.1. Perbandingan Struktur Dongeng Orong Agu Kode
Berikut perbandingan struktur dongeng Orong Agu Kode dari empat
varian. Perbandingan strukturnya meliputi tema, tokoh/penokohan, setting, Alur,
dan sudut pandang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Unsur Teks A Teks B Teks C Teks D
Tema Tema dari dongeng
Orong Agu Kode adalah
pembalasan dendam.
Tema dari dongeng
Orong Agu Kode adalah
pembalasan dendam.
Tema dari dongeng
Orong Agu Kode adalah
pembalasan dendam.
Tema dari dongeng
Orong Agu Kode adalah
pembalasan dendam
Tokoh dan
Penokohan
1. Orong/Bangau:
Orong ialah tokoh
protagonis di dalam
cerita ini. Orong tokoh
yang ditindas oleh
Kode. Ia mempunyai
sifat penolong. Ia
menolong Kode yang
hidungnya dimasuki
oleh ulat mbahong,
tetapi ia juga
pendendam. Ia
membalas dendam
1. Orong/Bangau:
Orong merupakan tokoh
protagonis. Ia
mempunyai niat yang
baik untuk menolong
Kode yang sedang
kesakitan karena ulat
mbahong masuk ke
dalam hidungnya. Ia juga
membalas dendam
terhadap Kode yang
telah mencabuti bulu-
bulunya sampai habis.
1. Orong/Bangau:
merupakan tokoh
protagonis. Ia
membantu Kode
mengeluarkan
mbahong yang ada
dalam hidungnya. Ia
membalas dendam
terhadap Kode dan
teman-temannya
sehing-ga mereka mati
tenggelam.
2. Kode/Monyet:
1. Orong/Bangau:
merupakan tokoh
protagonis. Ia berbaik
hati membantu Kode
mengeluarkan mbahong
dari dalam hidungya.
Untuk membalas
dendam terhadap Kode
ia mengajak Kode dan
teman-temannya ke
pulau Dima dengan
perahu yang terbuat dari
tanah lodo, yang pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
terhadap Kode yang
telah mencabuti semua
bulunya sehingga ia tak
dapat terbang.
2. Kode/M
onyet: Kode ialah
tokoh antagonis. Ia
mempunyai sifat
yang licik. Ia berjanji
pada Orong, jika
Orong dapat
mengeluarkan
mbahong dari dalam
hidungnya, ia akan
membiarkan Orong
memakan
mbahongnya, tetapi
ia malah mencabuti
semua bulu Orong.
2. Kode/Monyet:
Kode ialah tokoh
antagonis yang
melakukan kejahat-an
terhadap Orong. Ia
mencabuti semua bulu
Orong sehingga Orong
tak dapat terbang. Ia juga
tidak mendengarkan
peringatan akan bahaya
dari monyet betina yang
sedang bunting.
3. Monyet betina:
Monyet betina
merupakan tokoh
tritagonis yang telah
memperingatkan Kode
akan bahaya yang akan
menghampirinya.
merupakan tokoh
antagonis. Ia tidak
menepati janjinya
kepada Orong. Ia
malah mencabuti bulu-
bulu Orong sampai
habis. Akhirnya ia
mendapat balasan dari
Orong dan ia mati
tenggelam.
3. Monyet bunting/
monyet betina:
merupakan tokoh
tritagonis. Dalam teks
C ini, tidak diterangkan
ia berpihak pada tokoh
manapun. Ia tidak ikut
pergi bersama monyet-
monyet lain ke pulau
akhirnya Kode mati
tenggelam.
2. Kode/Monyet:
merupakan tokoh
antagonis yang
mempunyai sifat licik
dan tidak menepati janji.
Ia berjanji akan
memberikan mbahong
pada Orong jika Orong
dapat mengeluarkan ulat
itu, tetapi ia malah
mencabuti bulu-bulu
Orong sampai habis.
Sehingga Orong tak
dapat terbang.
3. Raja: merupakan
tokoh tritagonis, yang
menyuruh Kode mencari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Ia juga tidak mau
mendengarkan
peringatan dari
Monyet betina akan
niat jahat Bangau.
3. Monyet
bunting/monyet
betina: Monyet
betina ialah tokoh
pembantu atau
tirtagonis. Dimana ia
membantu tokoh
antagonis, yaitu
Kode. Ia yang
memperingati Kode
dan para monyet
lainnya akan bahaya.
Karena ia tahu niat
balas dendam dari
Sehingga monyet betina
selamat dari bahaya.
4. Para Monyet:
merupakan tokoh
tritagonis. mereka yang
telah membantu Kode
untuk membuat perahu
yang akan digunakan
mereka untuk pergi ke
pulau seberang.
seberang. Sehingga ia
satu-satunya monyet
yang tetap hidup dan
monyet-monyet lain
mati tenggelam.
4. Para monyet:
merupakan tokoh
tritagonis yang
berpihak pada Kode.
Mereka dengan
gampangnya
mempercayai ajakan
Orong untuk pergi ke
pulau seberang dan
membuat perahunya.
Pada akhirnya mereka
juga ikut mati
tenggelam bersama
Kode.
ulat mbahong. Ia juga
memaksa agar ulat itu
ditemukan.
4. Para monyet:
merupakan tokoh
tritagonis, yang
membantu Kode
membuat perahu untuk
pergi ke pulau Dima.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Orong, ia pun
selamat dari bahaya.
4. Tetua
Para Monyet: ia
adalah tokoh
tirtagonis yang
berpihak pada Kode.
Ia juga seorang yang
tidak mau
mendengarkan
peringatan akan
bahaya, yang pada
akhirnya ia juga ikut
mati.
5. Para monyet:
merupakan tokoh
tritagonis. Mereka
adalah keluarga besar
monyet yang akhirnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
ikut mati tenggelam
karena mengikuti
ajakan Kode untuk
pergi memetik buah
pisang di pulau Dima.
Setting 1. Tempat:
Di sebuah batu:
“Bangau pun menaiki
sebuah batu dan berdoa
kepada Matahari.”
(hal.42)
Di atas pohon:
“Saat ia sedang
bertengger di atas
pohon...” (hal.43)
Pulau Dima:
“.... untuk pergi ke
pulau Bima.” (hal.43)
1. Tempat:
Di hutan: “.....
berencana mencari
mbahong bersama di
hutan..” (hal.47)
Di sebuah batu:
“... ia pun duduk di
sebuah batu sambil
bernyayi.” (hal.48).
Pulau seberang:
“..., ayo kita pergi ke
pulau seberang.”
(hal.48)
1. Tempat:
Di bawah
pohon: “Ia menangis di
bawah pohon sambil
bernyanyi.” (hal.52)
Pinggir sungai:
“Monyet-monyet
sedang mencari katak
di pinggir sungai.”
(hal.53)
Pulau seberang:
“Di pulau seberang.”
(hal.53)
1. Tempat:
Pulau Dima: “...
dan pergi ke sebuah
pulau yang bernama
pulau Dima.” (hal.59)
Sungai: “... si
Kode sedang mencari
makan di sungai.”
(hal.59)
Tengah laut:
“Ketika mereka sampai
di tengah laut tiba-tiba
perahu mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Tengah laut:
“Sesampainya mereka
di tengah laut,..” (hal.
44)
2. Waktu
Beberapa hari
kemudian: “Beberapa
hari kemudian, semua
monyet..” (hal.44)
Pulau Komodo:
“Perjalanannya seperti
pergi ke pulau
Komodo.” (hal.48)
Tengah laut:
“Tibalah mereka di
tengah laut,..” (hal.48)
2. Waktu
Pagi: “Setiap
pagi ia bernyanyi seperti
itu.” (hal.48)
hancur...” (hal.59)
2. Waktu: Berbulan-
bulan “Setelah itu ia
menghilang berbulan-
bulan lamanya.” (hal.58)
Alur Alur yang terdapat
dalam dongeng Orong
Agu Kode ialah alur
maju, dimana dongeng
diceritakan tanpa ada
flashback. Bagaimana
Orong membalas
SAMA SAMA SAMA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
tindakan jahat Kode.
Sudut Pandang Sudut pandang dalam
cerita ini adalah sudut
pandang orang ketiga.
“Ia pun bernyanyi lagi
untuk mengucap
syukur.” (hal.44)
Sudut pandang dalam
cerita ini adalah sudut
pandang orang ketiga.
“Setiap pagi ia
bernyanyi seperti itu.”
(hal.49)
Sudut pandang dalam
cerita ini adalah sudut
pandang orang ketiga.
“Kemudian ia memetik
buah di sebuah
pohon.” (hal.54)
Sudut pandang dalam
cerita ini adalah sudut
pandang orang ketiga.
“Setelah ia kembali ia
membawa serta buah
kenanek di kakinya.”
(hal.59)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
3.3.2 Perbandingan Naskah Dongeng Orong Agu Kode
Berikut ini perbandingan naskah dari keempat varian dongeng Orong
Agu Kode. Perbandingan naskah yang dilakukan ialah membandingkan antarteks
varian dongeng OAK, dari awal cerita, isi cerita, dan akhir cerita.
3.3.2.1 Teks A
Varian dongeng OAK pada teks A, awal ceritanya dimulai dengan
nasehat yang dibuat oleh narasumber Bapak Adrianus Hamut (57 tahun), “Da’at
pande da’at ita. Di’a pande di’a ita”, yang artinya “Perbuatan jahat akan dibalas
dengan kejahatan. Perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan”. Kemudian
diceritakan Orong dan Kode bersama-sama mencari ulat yang rasanya sangat
enak, yaitu ulat mbahong. Ketika Kode sedang mencongkel ulat mbahong itu dari
dalam batang kayu, tiba-tiba salah satu dari ulat itu melompat masuk ke dalam
lubang hidung si Kode. Si Kode pun menangis kesakitan.
Pada isi cerita menceritakan, tindakan jahat Kode kepada Orong.
Diceritakan si Kode meminta bantuan pada Orong yang memiliki paruh panjang
untuk mengeluarkan ulat itu dari dalam hidungnya. Kode juga berjanji akan
membiarkan Orong memakan ulat itu, tetapi setelah ia mengetahui ulatnya
dimakan Orong, ia malah memarahi Orong. Saking marahnya ia mencabuti semua
bulu Orong sampai habis. Orong pun sedih. Ia pun berdoa kepada Matahari atau
Leso agar bulunya ditumbuhkan kembali. Ia menyanyikan lagu Paro Leso Paro
Mai Leso Todo Taung Wulu Gaku, yang artinya terbitlah Matahari dari Timur
tumbuhkan semua buluku. Setelah menyanyikan lagu itu, bulu-bulunya pun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
tumbuh kembali. Untuk mengucap syukur karena doanya telah dikabulkan ia
bernyanyi kembali Pas Pas Naring Mori Todo Taung Wulu gaku, yang artinya
puji Tuhan semua buluku tumbuh kembali. Lalu ia terbang mencari makan dan
menemukan buah kenanek. Ia bertengger di atas pohon sambil memakan buah itu.
Saat sedang makan kulit dari buah kenanek jatuh tepat dekat si Kode. Kode
memakan kulit buah itu dan rasanya sangat enak. Kode bertanya pada Orong
dimana buah itu ia temukan. Orong menjawab di pulau Dima. Orong mengajak
Kode dan teman-temannya untuk pergi bersamanya memetik buah kenanek di
pulau Dima. Kode dan teman-temannya menyetujui ajakan Orong. Orong
membuat perahu yang akan digunakan Kode dan teman-temannya. Inilah
kesempatan Orong untuk membalas dendam terhadap Kode. Ternyata ada seekor
monyet betina yang sedang bunting tidak ingin ikut bersama Kode dan monyet
lainnya karena malam sebelumnya ia bermimpi akan niat balas dendam Orong
kepada monyet-monyet. Setelah perahunya selesai dibuat, Orong menyuruh Kode
dan teman-temannya untuk menaiki perahu, tetapi Kode dan monyet lainnya tidak
mengetahui perahu yang meraka naiki didominasi oleh dan tanah dan hanya
ditahan oleh satu kayu. Untuk memperingati Kode dan monyet lainnya, monyet
betina menyanyikan sebuah lagu, yaitu Oe Watu Kode, Adong Par De Orong Leko
Pande Da’at Ite, yang artinya hai para monyet, Bangau hanya berbohong pada
kalian untuk melakukan kejahatan. Monyet betina itu bernyanyi sampai tiga kali
tetapi tidak didengarkan oleh Kode dan monyet lainnya. Kode tetap bersikeras
untuk pergi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Pada akhir cerita, menceritakan pembalasan dendam Orong kepada
Kode. Sesampainya di tengah laut, Orong melihat perahunya mulai retak. Ia pun
menendang perahu itu hingga hancur. Kode dan monyet lainnnya pun mati
tenggelam. Orong pun berkata, “perbuatan jahat akan dibalas dengan kejahatan.
Perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan”. Semua monyet mati kecuali
monyet betina yang sedang bunting tetap hidup. Itulah mengapa monyet masih
ada sampai sekarang.
3.3.2.2 Teks B
Varian dongeng OAK pada teks B pada awal cerita, diceritakan Orong
dan Kode sedang mencari ulat mbahong bersama di hutan. Ketika Kode sedang
memakan ulat itu, tiba-tiba salah satu ulat mbahong melompat masuk ke dalam
lubang hidungnya. Kode pun menangis kesakitan. Kemudian ia meminta bantuan
pada kerbau, kambing, dan semua binatang, tetapi tak ada satu pun yang dapat
membantunya.
Pada isi cerita dongeng OAK pada teks B menceritakan kejahatan Kode
terhadap Orong. Diceritakan Orong pun datang menghampiri Kode yang sedang
kesakitan mencoba mengeluarkan ulat mbahong dari dalam hidungnya. Orong
menawarkan bantuan dengan syarat ada bayarannya. Kode menerima tawaran dari
Orong. Orong pun membantu Kode dengan menggunakan paruhnya yang panjang
ia mengeluarkan ulat itu. Setelah mengeluarkan mbahong itu, Orong langsung
menelannya. Kode merasa lega, kemudian ia bertanya pada Orong mengenai
ulatnya. Orong menjawab ulatnya itu telah dimakan olehnya. Kode yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
mendengar itu sangat marah dan mencabuti semua bulu Orong samapai habis.
Sehingga Orong tidak dapat terbang lagi. Ia pun duduk di sebuah batu sambil
bernyanyi, par cenung hau O leso, todo taung wulu gaku, yang artinya terbitlah
matahari tumbuhkan semua buluku. Setelah menyanyikan lagu itu, bulu-bulunya
pun tumbuh kembali dan Orong merencakan pembalasan dendam kepada si Kode
yang telah mencabuti semua bulunya.
Pada akhir cerita OAK teks B menceritakan pembalasan dendam Orong
kepada Kode. Diceritakan Orong mengajak Kode dan teman-temannya pergi ke
sebuah pulau untuk memetik buah kenanek yang rasanya sangat enak. Kode dan
teman-temannya membuat perahu yang terbuat dari tanah yang diperintahkan
Orong agar bisa ke pulau itu. Ternyata ada seekor monyet betina yang sedang
bunting tidak ikut pergi karena ia memiliki firasat yang buruk terhadap Orong.
Monyet betina ini memperingati Kode dan monyet lainnya agar tidak mengikuti
ajakan Orong, tetapi Kode tidak mengindahkan peringatan dari monyet betina itu.
Sesampainya mereka di tengah laut, Orong langsung menendang perahu yang
terbuat dari tanah itu hingga hancur. Sehingga Kode dan monyet lainnya mati
tenggelam kecuali monyet betina tetap hidup.
3.3.2.3 Teks C
Pada awal cerita OAK pada teks C menceritakan, bagaimana ulat
mbahong masuk ke dalam hidung si Kode. Diceritakan Kode sedang mencari ulat
mbahong. Setelah ia menemukan ulat mbahong yang cukup besar, ia meletakan
ulat itu di atas telapak tangannya dan bertanya pada ulat itu dengan sombongnya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
“bagaimana menurut kamu mbahong lewat mulut atau hidung saya memakan
kamu?” setelah bertanya demikian, ulat itu bergerak masuk ke dalam lubang
hidung si Kode. Kode berusaha mengeluarkan ulat itu hingga ia merasa kesakitan.
Ia melihat Orong yang sedang terbang dan memanggilnya. Ia pun meminta
bantuan pada Orong.
Pada isi ceria OAK pada teks C menceritakan tindakan kejahatan Kode
terhadap Orong. Diceritakan Kode meminta bantuan Orong untuk mengeluarkan
ulat mbahong dari dalam hidungnya. Kemudian Orong bertanya, apa balasannya
jika ia dapat mengeluarkan ulat itu. Kode menjawab, ia akan membiarkan Orong
memakan ulat itu. Orong menggunakan paruhnya yang panjang mengeluarkan
ulat itu dan langsung memakannya. Setelah merasa baikan, Kode menanyakan
ulat mbahongnya dan Orong menjawab bahwa ulatnya itu sudah dimakannya.
Kode sangat marah karena ulatnya telah dimakan Orong. Ia pun melanggar
janjinya. Kode sangat marah. Saking marahnya ia mencabuti semua bulu Orong
hingga habis tanpa tersisa satupun. Orong hanya bisa menangis. Ia menangis di
bawah sebuah pohon sambil bernyanyi, Par Cenung Hau O Leso, yang artinya
terbitlah matahari tumbuhkan semua buluku. Setelah menyanyikan lagu itu, bulu-
bulunya pun tumbuh kembali sehingga ia dapat terbang lagi.
Pada akhir cerita OAK pada teks C menceritakan pembalasan dendam
Orong terhadap Kode yang telah mencabuti bulu-bulunya. Diceritakan Orong pun
dapat terbang kembali. Ia pun berniat membalas dendam kepada Kode. Orong
memetik buah kenanek dan dengan sengaja menjatuhkan buah itu di depan
monyet-monyet yang sedang mencari makan di pinggir sungai. Kode yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
melihat buah itu langsung mencicipinya dan rasanya sangat enak dan manis. Kode
pun meminta Orong untuk mengantar dirinya dan monyet lainnya pergi ke pulau
letak buah itu berada. Orong menyuruh mereka untuk membuat perahu dari tanah
lodo untuk menyeberangi laut. Setelah semuanya sudah siap untuk berangkat
seekor monyet betina yang sedang bunting tidak ingin ikut bersama mereka.
Dalam perjalanan, Orong menyanyikan sebuah lagu, Weda Wangka Tana Bo Tana
Lodo, yang artinya tendang perahu yang terbuat dari tanah lodo. Setelah
menyanyikan lagu itu, Orong langsung menendang perahu yang terbuat dari tanah
itu hingga hancur. Kode dan monyet lainnya mati tenggelam kecuali monyet
betina itu tetap hidup.
3.3.2.4 Teks D
Diawal cerita OAK pada teks D menceritakan ulat mbahong masuk ke
dalam hidung Kode dan Orong membantunya. Diceritakan seorang Raja
menyuruh Kode mencari ulat mbahong di hutan. Setelah mendapatkan ulat
tersebut, Kode malah hendak memakannya dan bertanya pada ulat itu, “mbahong,
lewat mulut atau hidung saya memakan kamu?” Ulat itu melompat masuk ke
dalam lubang hidung si Kode. Si Kode pun merasa kesakitan.
Pada isi cerita dongeng OAK pada teks D menceritakan tindak kejahatan
Kode terhadap Orong yang ternyata telah menolongnya. Diceritakan Kode merasa
kesakitan pada hidungnya. Ia pun memanggil Orong yang sedang terbang di
atasnya. Ia meminta bantuan pada Orong untuk mengeluarkan ulat dari dalam
hidungnya. Kode berjanji jika Orong dapat mengeluarkan ulat itu, ia akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
membiarkan mbahongnya dimakan Orong. Orong menggunakan paruhnya yang
panjang mengeluarkan ulat itu dan memakannya. Si Kode pun merasa lega.
Kemudian ia bertanya tentang ulatnya itu, tetapi Orong menjawab bahwa ulatnya
itu sudah dimakan olehnya. Kode yang mendengar itu sangat marah dan
melupakan janjinya. Ia tidak terima mbahongnya dimakan Orong. Karena sangat
marah dan tidak terima ulatnya dimakan, Kode mencabuti bulu-bulu Orong
hingga habis. Orong tidak bisa berbuat apa-apa bahkan tidak dapat terbang. Ia pun
berdoa kepada Matahari agar bulu-bulunya ditumbuhkan kembali. Ia bernyanyi E
Par Sili Mai Todo Taung Wulu Gaku, yang artinya ia meminta pada Matahari agar
bulu-bulunya ditumbuhkan kembali. Bulu-bulunya pun tumbuh kembali setelah
menyanyikan lagu itu. Setelah itu, ia terbang ke sebuah pulau yang bernama pulau
Dima dan memetik buah kenanek yang terdapat di pulau itu.
Diakhir cerita pada cerita OAK menceritakan pembalasan dendam Orong
kepada Kode. Diceritakan Orong menjatuhkan buah kenanek dengan sengaja tepat
di depan Kode. Kode yang melihat itu bertanya pada Orong, dimana ia
menemukan buah itu. Orong pun memberitahu bahwa buah itu berada di pulau
Dima. Orong menyuruh Kode dan teman-temannya membuat perahu dari tanah
lodo agar dapat menyeberangi laut. Setelah perahunya jadi mereka pun berangkat.
Sesampainya di tengah laut, perahu mereka hancur dikarenakan perahu mereka
terbuat dari tanah lodo, yang jika terkena air akan cepat hancur. Pada akhirnya
Kode dan monyet lainnya mati tenggelam, sedangkan Orong terbang
meninggalkan mereka. Orong pun menyanyikan sebuah lagu, yaitu Weda Wangka
Bo Tana Lodo.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
3.4 Hasil Analisis
Ada empat varian dongeng OAK yang telah dilakukan perbandingan
antarvarian. Perbandingan yang dilakukan ialah perbandingan struktur dan
perbandingan naskah. Perbandingan struktur dari keempat varian tersebut terdapat
perbedaan dan persamaan. Perbedaannya yaitu terdapat pada tokoh/penokohan
dan setting/latar. Tokoh pada teks A varian dongeng OAK ialah Orong, Kode,
monyet betina, dan Tetua para monyet. Tokoh pada teks B ialah Orong, Kode,
monyet betina, dan para monyet. Tokoh pada teks C ialah Orong, Kode, monyet
betina, dan para monyet. Tokoh pada teks D ialah Orong, Kode, Raja, dan para
monyet. Selain perbedaan pada tokoh/penokohan terdapat pula pada setting atau
latar. Terdapat dua jenis latar pada dongeng OAK yaitu latar tempat dan waktu.
Pada latar tempat dan waktu pada teks A ialah di sebuah batu, di atas pohon,
pulau Dima, tengah laut, dan beberapa hari kemudian. Latar tempat dan waktu
teks B ialah di hutan, di sebuah batu, pulau seberang, pulau Komodo, tengah laut,
dan pagi. Latar tempat dan waktu pada teks C ialah dibawah pohon, di pinggir
sungai, dan pulau seberang. Latar tempat dan waktu pada teks D ialah pulau
Dima, sungai, di tengah laut, dan berbulan-bulan.
Persamaan struktur antarvarian dongeng OAK ialah tema, alur, dan sudut
pandang. Tema dari keempat varian ialah pembalasan dendam. Alur dari keempat
varian ialah alur maju, sedangkan sudut pandang keempat varian tersebut ialah
sudut pandang orang ketiga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Perbandingan naskah antarvarian dongeng OAK semuanya memiliki
persamaan, dari awal cerita, isi cerita, sampai akhir cerita. Perbedaannya hanya
terletak pada cara penceritaannya dari setiap narasumber. Awal cerita keempat
varian dongeng tersebut menceritakan, bagaimana ulat mbahong masuk ke dalam
lubang hidung si Kode. Kode merasa sangat kesakitan dan mencari bantuan.
Pada isi cerita keempat varian dongeng OAK mengenai tindakan jahat
Kode yang tidak tahu berterimakasih kepada Orong yang telah membantunya
mengeluarkan ulat mbahong dari dalam lubang hidungnya dan juga pembalasan
dendam Orong kepada Kode. Sebelumnya ia telah berjanji pada Orong akan
membiarkan ulat itu dimakan Orong sebagai imbalan. Karena tidak terima ulatnya
dimakan, Kode pun mencabuti semua bulu Orong hingga habis. Orong pun
bernyanyi Par Cenung Hau O Leso, agar bulu-bulunya ditumbuhkan kembali.
Akhir cerita keempat varian dongeng tersebut memiliki kesamaan, yaitu
tentang pembalasan dendam Orong terhadap Kode dan juga teman-temannya. Hal
itu terjadi dikarenakan Orong merasa sakit hati terhadap Kode yang telah
mencabuti semua bulunya. Sebelum ia melakukan niat balas dendam, ada seekor
monyet betina yang sedang bunting memperingatkan Kode akan niat Orong yang
ingin mencelakai Kode dan monyet lainnya karena monyet betina itu memiliki
firasat akan hal buruk yang menimpa Kode dan monyet lainnya. Peringatan
monyet betina itu tidak didengarkan oleh Kode yang sudah tergiur dengan ajakan
Orong. Kode dan teman-temannya menaiki perahu yang terbuat dari tanah lodo,
yang akan hancur jika terkena air. Orong membalas dendam kepada Kode dengan
cara menendang perahu yang dinaiki Kode dan teman-temannya sesama monyet,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
yang hendak pergi ke pulau Dima (teks A dan teks D) atau pulau seberang (teks B
dan teks C). Hingga akhirnya Kode dan teman-temannya mati tenggelam, yang
tersisa hanyalah monyet betina yang sedang bunting.
Adanya perbedaan dan persamaan dari keempat varian dongeng Orong
Agu Kode, baik secara perbandingan struktur maupun perbandingan teks
dikarenakan adanya perbedaan versi dari keempat narasumber yang terpilih.
Perbedaannya hanya terletak pada struktur cerita, yaitu tokoh/ penokohan dan
setting/latar, sedangkan perbedaan antarnaskah terletak pada penceritaan setiap
narasumber. Meskipun ada perbedaan, dongeng Orong Agu Kode tetap pada inti
cerita yang sama.
3.5 Rangkuman
Setelah melakukan wawancara empat narasumber dan ditranskripsi,
penulis menemukan persamaan dan perbedaan cerita Orong Agu Kode. Karena
adanya perbedaan, maka dilakukan perbandingan teks antarvarian. Perbandingan
yang dilakukan adalah perbandingan struktur dan perbandingan perbandingan
naskah. Perbandingan struktur, keempat varian dongeng tersebut memiliki
perbedaan tokoh dan setting, tetapi memiliki persamaan struktur cerita, yaitu
tema, sudut pandang, dan alur. Perbandingan naskah, keempat varian dongeng
Orong Agu Kode memiliki perbedaan dari segi penceritaan, walaupun demikian
dari awal cerita, isi cerita, dan akhir cerita dongeng tersebut tetap berada pada inti
cerita yang sebenarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
BAB IV
STRUKTUR MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI PELAKU
DONGENG ORONG AGU KODE
4.1 Pengantar
Pada bab ini akan dipaparkan analisis struktur morfologi dan identifikasi
pelaku dongeng Orong Agu Kode menurut teori Vladimir Propp. Propp
melakukan penelitian terhadap seratus dongeng Rusia. Hasil penelitiannya
dibukukan dengan judul The Morphology of The Folktale. Tujuan penelitiannya
bukan sekedar tipologi struktur melainkan melalui struktur dasar. Dengan
menggabungkan struktur dan genetiknya (struktur mendahului sejarah), maka
akan ditemukan proses penyebarannya kemudian (Taum, 2011).
Propp ingin memanfaatkan hasil tipologi struktur itu untuk penelitian
historis juga, seperti pada Mazhab Finlandia. Propp ingin menggabungkan metode
struktural dengan penelitian genetik, penelusuran asal-usul dan penyeberan
kemudian; berdasarkan analisis struktur dasar dia berharap dapat menentukan
bentuk purba dongeng itu, yang kemudian lewat sejumlah transformasi
berkembang ke berbagai arah dengan tokoh dan peristiwa yang bermacam-
macam, tetapi dengan selalu mempertahankan kerangka struktur fungsi yang
sama (Teeuw, 2011:223).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Seperti yang telah dijelaskan pada Bab I, bagi Propp semua cerita
memiliki pola konstruksi yang tetap. Propp menyimpulkan bahwa jumlah fungsi
yang terkandung dalam dongeng yang ditelitinya memiliki 31 fungsi yang
dikelompokan ke dalam tujuh ruang tindakan atau peranan, yaitu: (1) penjahat, (2)
donor, (3) penolong, (4) putri dan ayahnya, (5) orang yang menyuruh, (6)
pahlawan, (7) pahlawan palsu (Taum, 2011:123). Pada bagian selanjutnya akan
dipaparkan analisis morfologi dan identifikasi pelaku dongeng Orong Agu Kode
menurut teori Vladimir Propp.
Dalam skripsi ini, istilah pahlawan tetap digunakan namun dalam arti
tokoh protagonis dikarenakan dongeng Orong Agu Kode merupakan dongeng
tentang binatang atau yang biasa disebut fabel. Dari beberapa varian dongeng
Orong Agu Kode yang berasal dari beberapa narasumber, penulis menggunakan
teks A untuk dianalisis ke dalam teori Vladimir Propp karena teks A dongeng
Orong Agu Kode memiliki struktur cerita yang lengkap dan versi ini yang sering
digunakan orang tua untuk bercerita kepada anak-anak.
4.2 Analisis Morfologi Dongeng Orong Agu Kode
Propp berusaha menemukan aturan yang menguasai atau menentukan
struktur alur di dalam dongeng Rusia. Perhatiannya terutama ditujukan pada
penggunaan fungsi (function) pelaku menurut urutan dan peranan (character)
dalam cerita. Tujuan analisis struktur Propp adalah menemukan struktur purba
(awal), yang kemudian berkembang ke berbagai wilayah lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Ada beberapa pokok pikiran Propp yang penting, yaitu (a) unsur dongeng
yang paling stabil dan tak berubah bukankah tokoh atau motifnya, melainkan
fungsi atau peranannya. Sekalipun pelaku dan penderita dalam setiap dongeng
berubah, tetapi fungsinya tidak berubah, (b) fungsi dalam dongeng jumlahnya
terbatas dan merupakan satuan pokok dalam alur cerita. Propp menyebut
jumlahnya 31 fungsi, (c) urutan-urutan fungsi di dalam dongeng selalu sama, dan
(d) dari segi sturktur semua dongeng memiliki hanya satu tipe saja (Taum,
2011:125-126).
Dari ke-31 fungsi yang dijelaskan di atas kemudian dikelompokan ke
dalam „lingkaran‟, yaitu lingkaran pertama: pengenalan, lingkaran kedua: isi
cerita, lingkaran ketiga: lingkaran donor, dan lingkaran keempat: kembalinya sang
pahlawan. Fungsi adalah tindakan tokoh yang dibatasi dari segi maknanya untuk
jalan lakonnya.
4.2.1 Dongeng Orong Agu Kode
Orong Agu Kode (Bangau dan Monyet)
”Perbuatan jahat akan dibalas dengan kejahatan. Perbuatan baik akan
dibalas dengan kebaikan”. Dahulu kala makanan yang paling enak adalah ulat
mbahong. Kalau digoreng aromanya sangat wangi. Suatu hari Orong dan Kode
bersepakat untul mencari mbahong. Kode yang menemukan pertama mbahong itu.
Ia pun mencongke ulat itu dari dalam pohon. Ketika ia sedang mencongkel,
seeokor mbahong melompat masuk ke dalam hidung si Kode. Si Kode pun
menangis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
“Tolong kela. Habislah saya”.
“Apa yang terjadi denganmu, kela?” tanya Orong.
“Seekor ulat masuk ke dalam hidung saya, kela.”
“Sengsara, kela. Habislah ite!” Kata Orong.
Kode pun memohon, “Bantulah saya, kela.
“Biarlah saya yang mencatok mbahong itu kela. Akan tetapi mbahong itu
akan tertelan”, kata Orong.
“Tidak apa kela yang penting saya hidup”, jawab Kode.
Orong berkata, “Jangan cemas kela! Saya kan saudaramu”. Orong pun
mencatok ulat itu dan langsung menelannya. Kemudian Kode bertanya lagi,
“Bagaimana dengan ulatnya, kela?”
Jawab Orong, “Ah.. sudah masuk dalam perut saya”.
“Astaga. Kamu malah memakan mbahong itu!!”. Kode sangat marah.
Lalu ia menangkap si Orong dan mencabuti semua bulunya sampai habis.
Orong pun menangis karena ia tak dapat terbang lagi. Orong pun menaiki
sebuah batu dan berdoa kepada Matahari.
Paro Leso paro mai Leso todo taung wulu gaku
(Todo taung onr racap na)
Paro Leso mai eta mai Leso todo taung wulu gaku
(Todo taung wulu kelor, todo taung eta tuni musi na. Mane kole tana,
mai jaong de Orong ho’o)
Paro Leso mai sale mai Leso todo taung wulu gaku
(Todo taung wulu racap na)
Terjemahan
Terbitlah Matahari dari Timur tumbuhkan semua buluku
(Bulu-bulu di badannya mulai tumbuh)
Terbitlah Matahari dari atas tumbuhkan semua buluku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
(Bulu di ekornya tumbuh, tumbuh semua bulu di b. Hingga sore hari
Orong menyanyi lagi)
Terbitlah Matahari dari Barat tumbuhkan semua buluku
(Tumbuhlah semua bulu di tubuhnya)
Setelah semua bulu Orong tumbuh kembali, ia pun bisa terbang lagi. Ia
terbang kesana kemari saking senangnya. Ia pun bernyanyi lagi untuk mengucap
syukur.
(Pas pas pas) naring Mori todo taung wulu gaku
Di’a Mori go
(Pas pas pas) naring Mori todo taung wulu gaku
Di’a Mori go
Terjemahan
Puji Tuhan semua buluku tumbuh kembali
Tuhan maha baik
Puji Tuhan semua buluku tumbuh kembali
Tuhan maha baik
Ketika sedang terbang, ia melihat ke bawah ada buah kenanek yang
sudah masak. Setelah memetik buah kenanek, ia pun pulang sambil membawa
buah itu. Saat ia sedang bertengger di atas pohon sambil memakan buah kenanek,
tiba-tiba kulit buah kenanek-nya jatuh dan dilihat sama Kode. Kode pun memakan
kulit kenenak itu dan rasanya sangat enak.
“Oe kela Orong. Berikan saya sebagian dari buah itu!”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Orong berkata, “Maaf kela. Buahnya sudah habis. Kalau kela ingin buah
ini, di pulau Dima banyak buah kenanek yang sudah masak. Ya sudah, kalian
semua berkumpul untuk pergi ke pulau Dima. Saya yang akan membuat
perahunya”.
“Baiklah kela. Nanti saya kumpulkan semua keluarga besar monyet.
Benaran di sana ada banyak buah kenanek yang masak, kela?”
“Banyak kenanek yang sudah masak, kela. Jangan tanya lagi kela terlalu
banyak”, jawab Orong.
Ada seekor monyet yang sedang bunting tak ingin ikut. Ternyata
sebelumnya ia bermimpi bahwa perkataan Orong hanyalah niat jahatnya terhadap
para monyet.
Beberapa hari kemudian, semua monyet naik ke perahu yang dibuat oleh
Orong. Mereka tidak tahu kalau perahu itu hanya terbuat dari satu kayu dan
didominasi oleh tanah. Monyet bunting pun bernyanyi,
(Oe) watu Kode, adong par de Orong leko pande da’at ite
(Towel sopel copel mose), Kole ko watu Kode
Terjemahan
Hai para monyet, Bangau hanya berbohong pada kalian untuk melakukan
kejahatan
Pulanglah hai para monyet
“Dengarkanlah, mengapa ia bertanya seperti itu?” tanya Kode.
“Jangan dengar monyet bunting itu bernyanyi! Ayo jalan! Kalian tidak
ingin makan kenanek masak?” teriak Orong. Monyet bunting bernyanyi
lagi,
(Oe) watu Kode, adong par de Orong leko pande da’at ite
(Towel sopel copel mose), Kole ko watu Kode
Terjemahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Hai para monyet, Bangau hanya berbohong pada kalian untuk melakukan
kejahatan
Pulanglah hai para monyet
“Dengarkanlah! Mengapa ia bernyayi seperti itu?” tanya Kode lagi.
Tetapi Tetua para monyet berkata, “Jangan dengar monyet bunting itu benyanyi
kita tetap lanjutkan perjalanan. Apakah kalian tidak ingin menikmati kenanek
masak?” Monyet bunting itu bernyanyi sampai tiga kali tetapi para monyet tidak
menghiraukannya.
Sesampainya mereka di tengah laut, Orong melihat perahunya mulai
retak. Orong pun berkata, “Kela, saya berangkat lebih dulu ya”. Orong langsung
menendang perahu itu sampai hancur. Semua monyet mati tenggelam. Orong
berkata lagi, “Dulu kamu mencabuti semua bulu saya, itulah akibatnya. Kamu
harus rasakan sengsaranya sama seperti yang saya rasakan. Perbuatan jahat akan
dibalas dengan kejahatan. Perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan”. Semua
monyet mati kecuali monyet bunting tetap hidup. Itulah mengapa monyet masih
ada sampai sekarang.
Kolofon:
Penutur Bpk. Adrianus Hamut, 57 tahun, Pengawas TK/SD.
Direkam pada tanggal 7 Januari 2014
oleh Metildis Ruth Sahu, 21 tahun dan Gregorius A. Sahu, 25 tahun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
4.2.2 Analisis Fungsi Pelaku Dongeng Orong Agu Kode
Telah dikatakan di atas bahwa perhatian utama Propp ditujukan pada
penggunaan fungsi pelaku menurut urutan dan peranan cerita, tetapi pada dongeng
Orong Agu Kode fungsi pelaku tidak berurutan. Misalnya lingkaran keempat yaitu
kembalinya sang pahlawan, adegan atau peristiwa terjadi pada pertengahan cerita
bukan di akhir cerita.
Berikut ini akan diterapkan model analisis morfologi cerita rakyat
terhadap dongeng Orong Agu Kode. Sesuai dengan klasifikasi fungsi pelaku yang
dilakukan oleh Propp terdapat 9 fungsi pelaku dalam dongeng Orong Agu Kode.
1. Lingkaran Pertama: Pengenalan
Langkah 1 sampai 7 memperkenalkan situasi dan para pelakunya,
mempersiapkan adegan-adegan untuk petualangan selanjutnya. Terdapat 4
peristiwa untuk lingkaran pertama.
1) Larangan (interdiction). Monyet betina yang sedang bunting
memperingatkan atau melarang Kode dan teman-temannya mengikuti perintah
Orong untuk pergi ke pulau Dima. Karena sebelumnya monyet betina itu
bermimpi niat balas dendam Orong, tetapi Kode dan para monyet lain malah
tidak mendengarkan peringatannya. Monyet betina itu menyanyikan sebuah lagu
sebagai peringatan bagi Kode dan monyet lainnya.
(Oe) watu Kode, adong par de Orong leko pande da’at ite
(Towel sopel copel mose), Kole ko watu Kode
Terjemahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Hai para monyet, Bangau hanya berbohong pada kalian untuk melakukan
kejahatan
Pulanglah hai para monyet
2) Pelanggaran terhadap Larangan. Kode dan monyet lainnya tidak
menghiraukan larangan dari monyet betina akan bahaya. Walaupun monyet betina
itu menyanyikan lagu mereka tetap pergi. Sehingga, pada akhirnya mereka
mendapatkan bahaya.
3) Penyampaian. Kode mendapatkan informasi tentang buah pisang dari
Orong. Karena mereka sangat menginginkan buah itu, Kode pun meminta bantuan
Orong untuk pergi ke pulau Dima letak buah itu berada.
4) Penipuan (trickery). Kode menipu Orong. Ia berjanji pada Orong, jika
Orong dapat mengeluarkan mbahong yang ada dalam hidungnya ia akan
membiarkan Orong memakan ulat itu, tetapi ketika Orong memakan mbahongnya
ia sangat marah dan mencabuti bulunya. Kode mengingkari janjinya.
2. Lingkaran Kedua: Isi Cerita
Pokok cerita dimulai pada fase ini dan diteruskan dengan keberangkatan sang
pahlawan. Terdapat 2 peristwa untuk lingkaran kedua ini.
5) Kejahatan. Tindak kejahatan dilakukan oleh si Kode. Kode mencabuti
bulu-bulu Orong sampai habis hingga Orong tak dapat terbang. Kejahatan itu
menimbulkan rasa sakit hati dan dendam dalam diri Orong.
6) Aksi balasan dimulai. Orong mengambil kesempatan untuk membalas
dendam ketika Kode meminta bantuannya untuk mengantarnya ke pulau Dima
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
untuk memetik buah pisang. Ia pun membuat perahu dari tanah lodo yang jika
terkena air akan hancur. Sesampainya mereka di tengah laut orong menendang
perahu itu hingga hancur. Kode dan monyet lainnya mati tenggelam.
3. Lingkaran Ketiga: Rangkaian donor
Pada lingkaran ketiga, pahlawan mencari cara memecahkan masalah,
mendapatkan bantuan berupa hal-hal magis dari Donor.
7) Resep benda Magis. Dalam cerita Orong Agu Kode hal-hal magis tidak
dalam bentuk benda, tetapi dalam suatu nyanyian yang dipercaya masyarakat
Manggarai. Nyanyian itu semacam doa atau lebih tepatnya mantra. Ketika Orong
tidak memiliki bulu-bulu di tubuhnya, ia pun bernyanyi lagu itu sambil
memandang ke arah Matahari. Dimana nyanyian itu berisikan permintaan agar
bulu-bulunya tumbuh kembali.
Paro Leso paro mai Leso todo taung wulu gaku
Paro Leso mai eta mai Leso todo taung wulu gaku
Paro Leso mai sale mai Leso todo taung wulu gaku
Terjemahan
Terbitlah Matahari dari Timur tumbuhkan semua buluku
Terbitlah Matahari dari atas tumbuhkan semua buluku
Terbitlah Matahari dari Barat tumbuhkan semua buluku
8) Kemenangan. Setelah menenggelamkan Kode dan monyet lainnya, Orong
merasa senang karena ia telah membalas rasa sakit hatinya terhadap Kode. Ia telah
berhasil membalas dendam terhadap Kode.
4. Lingkaran Keempat: Kembalinya Sang Pahlawan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Pada tahap final dari rangkaian penceritaan, pahlawan pulang,
pahlawan pulang ke rumah, berharap tidak ada insiden lagi, dan pahlwan
disambut baik. Meskipun demikian, hal semacam ini tidak harus terjadi demikian.
Terdapat 1 adegan atau peristiwa dari 12 peristiwa pada lingkaran keempat.
9) Perubahan penampilan (transfiguration). Peristiwa perubahan penampilan
terjadi pada Orong, dimana bulu-bulunya tumbuh kembali dan lebih cantik setelah
semua bulunya dicabuti oleh si Kode.
4.3 Identifikasi Pelaku Dongeng Orong Agu Kode
Menurut Propp pelaku atau dramatis personae dalam 100 cerita rakyat
yang dianalisisnya pada umunya dapat dikelompokan ke dalam tujuh jenis pelaku
(Taum, 2011). Dari analisis di atas, terlihat bahwa cerita dongeng Orong Agu
Kode memiliki 9 fungsi dan 4 jenis identifikasi pelaku sebagai berikut:
1) The villain
The villain ialah penjahat yang bertarung melawan pahlawan. Penjahat dalam
dongeng adalah tokoh antagonis, yaitu Kode. Kode telah mencabuti semua bulu
Orong dan mengingkari janjinya. Walaupun tak ada pertarungan, perbuatan si
Kode dianggap sebuah kejahatan. Kode berjanji kepada Orong, jika Orong bisa
mengeluarkan mbahong yang ada di dalam hidungnya, ia akan memberikan
mbahongnya kepada Orong. Kenyataanya setelah Orong mengeluarkan mbahong
dan langsung memakannya, Kode malah memarahinya dan mencabuti semua
bulunya. Kode malah tidak mengakui apa yang sudah dijanjikannya kepada
Orong.
2) The magical helper
The magical helper ialah pembantu magis yang berusaha menolong pahlawan atau
protagonis ketika dia menghadapi kesulitan. Setelah Orong menyanyikan lagu Par
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Cenung Le Hau O Leso sambil memandang ke arah Matahari atau Leso ia
mendapatkan suatu keajaiban, bulu-bulunya tumbuh kembali. Berkat lagu itulah ia
bisa terbang lagi. Orong percaya Matahari memiliki kekuatan magic karena
Matahari dipercaya merupakan bentuk kuasa Tuhan.
3) The dispatcher.
The dispatcher ialah pengutus, yaitu tokoh yang mengetahui adanya kekurangan
dan menghalangi pahlawan sejati. Seekor monyet betina yang sedang bunting
adalah penghalang bagi Orong untuk membalas dendam terhadap Kode. Malam
sebelumnya monyet betina ini bermimpi niat balas dendam Orong terhadap Kode.
Monyet betina itu pun menyanyikan sebuah lagu yaitu Oe watu Kode, adong par
de Orong leko pande da’at ite, untuk memberi peringatan kepada Kode dan para
monyet lainnya.
4) The Hero or victim/seeker hero,
The Hero ialah pahlawan sejati yang memberikan reaksi terhadap donor dan
menikahi putri raja. Hero atau pahlawan di dalam dongeng ini adalah tokoh
protagonis, yaitu Orong. Orong tidak menikahi seorang putri atas
kemenangannya, akan tetapi Orong mendapatkan kepuasan hati karena sakit
hatinya telah terbalaskan. Ia telah membalas dendam kepada Kode yang telah
melakukan kejahatan, mencabuti semua bulunya dan juga menyebabkan Orong
tidak dapat terbang. Hal ini menjadi ganjaran untuk Kode yang telah membuat
kejahatan.
4.4 Rangkuman
Propp mengatakan, fungsi-fungsi dalam cerita selalu sama dan fungsi-
fungsi itu selalu mencakup tanda dan lambang, tetapi setelah melakukan analisis
dongeng Orong Agu Kode menggunakan teori struktur Propp, dongeng ini tidak
memiliki fungsi yang tidak berurutan sesuai teori struktur Propp. Hal ini
dikarenakan menurut Yoseph Yapi Taum, penerapan model analisis ini pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
cerita-cerita yang tidak bertemakan kepahlawanan menjadi agak sukar (lihat
Taum, 2011:139).
Terdapat 9 fungsi pelaku dari 31 fungsi pelaku dalam dongeng Orong
Agu Kode, yaitu larangan, pelanggaran terhadap larangan, penyampaian,
penipuan, kejahatan, aksi balasan dimulai, resep benda magis, kemenangan, dan
perubahan penampilan. Terdapat 4 jenis pelaku dari 7 jenis pelaku dongeng
Orong Agu Kode yang telah diidentifikasi, yaitu The villain, the magical helper,
the dispatcher and the hero.
Akan tetapi, dari fungsi tersebut terdapat fungsi-fungsi pokok dan
penting dalam struktur teks cerita. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
cerita dongeng Orong Agu Kode masyarakat Manggarai Barat dapat dipahami dan
dikaji menurut perspektif Propp.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
BAB V
MAKNA DAN FUNGSI DONGENG ORONG AGU KODE
BAGI MASYARAKAT MANGGARAI BARAT
5.1 Pengantar
Dalam bab ini akan dijelaskan makna dan fungsi dongeng Orong Agu
Kode bagi masyarakat Manggarai Barat. Dalam studi ini, yang dimaksud dalam
makna adalah arti intrinsik sedangkan fungsi adalah makna ekstrinsiknya.
Penjelasan dalam bab ini diawali dengan makna dongeng Orong Agu Kode, fungsi
dongeng Orong Agu Kode, dan diakhiri dengan sebuah rangkuman mengenai
makna dan fungsi dongeng Orong Agu Kode.
5.2 Makna Dongeng Orong Agu Kode Bagi Masyarakat Manggarai Barat
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber dan
mendapatkan jawaban yang hampir sama, maka terdapat kesimpulan mengenai
makna dongeng Orong Agu Kode, yaitu makna sindiran, makna pendidikan,
makna religius, dan makna moral. Makna sindiran, makna ini menjelaskan tujuan
dongeng ini diciptakan untuk menyindir masyarakat Manggarai Barat yang
memiliki sifat egois, penipu, dan pengikar janji. Sifat-sifat tersebut digambarkan
ke dalam tokoh-tokoh dongeng Orong Agu Kode. James Dananjaja mengatakan,
dongeng diceritakan selain untuk hiburan, melukiskan kebenaran, berisikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
pelajaran, dongeng juga berisikan sindiran (Dananjaja, 1984:83). Makna
pendidikan menjelaskan dongeng Orong Agu Kode mengajarkan kepada anak-
anak untuk tidak bersikap egois, menipu, dan mengingkari janji. Makna religius
menjelaskan dongeng OAK mengandung sistem kepercayaan masyarakat
Manggarai Barat secara mistis. Makna moral menjelaskan manfaat dongeng
OAK bagi masyarakat Manggarai Barat, khususnya anak-anak.
Menurut Bapak Adrianus Hamut (57 yahun), dongeng Orong Agu Kode
sudah generasi kelima. Ia tidak dapat memastikan tanggal, tahun, dan siapa yang
menceritakan dongeng ini karena dongeng ini diceritakan secara turun-temurun
oleh nenek moyang Masyarakat Manggarai Barat. Berikut penjelasan makna
dongeng Orong Agu Kode bagi masyarakat Manggarai Barat.
5.2.1 Makna Sindiran
Masyarakat Manggarai Barat memiliki beragam sifat manusia dari yang
baik sampai yang buruk. Menurut Bapak Theodorus Matung (72 tahun), untuk
menggambarkan sifat-sifat tersebut mereka menggunakan cerita-cerita rakyat,
salah satunya ialah dongeng. Sehingga terciptalah dongeng Orong Agu Kode.
Pemilihan tokohnya pun dilihat dari situasi masyarakat pada zaman nenek
moyang masyarakat Manggarai Barat.
Cerita Orong Agu Kode lebih ditujukan kepada mereka yang memiliki
sifat buruk, seperti egois, penipu, dan pengikar janji. Dongeng ini pun berisikan
tindakan kejahatan yang dilakukan seekor binatang, yaitu Monyet atau Kode. Ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
menipu dan mengikari janjinya terhadap burung Bangau atau Orong, yang pada
akhirnya ia mendapatkan ganjaran dari apa yang telah ia lakukan. Hal ini
bertujuan untuk menyindir orang-orang yang memiliki sifat demikian. Sehingga
mereka yang memiliki sifat seperti itu mendengarkan cerita ini berharap
menyadari keburukan mereka dan merubahnya.
Ada dua tokoh penting yang dipilih karena sesuai dengan situasi
masyarakat Manggarai Barat pada zaman itu, yang mencerminkan sifat-sifat
manusia yang baik dan buruk karena dilihat secara bentuk fisik dan tingkah
lakunya. Berikut penggambaran tokoh-tokoh dongeng tersebut.
1. Orong/Bangau
Burung Bangau atau Orong digambarkan sebagai tokoh yang baik hati.
Hal itu dikarenakan dilihat dari fisiknya, ia memiliki bulu-bulu yang berwarna
putih yang dianggap memiliki hati yang baik. Ia mencerminkan sifat manusia
yang baik, yang suka menolong, tetapi pendendam. Ia juga memiliki paruh yang
panjang yang dapat membantu Kode atau Monyet mengeluarkan ulat mbahong
dari dalam hidung si Kode. Kemudian burung Bangau dianggap bukanlah musuh
manusia, yang tidak merugikan masyarakat Manggarai Barat pada zaman itu.
Sehingga burung Bangau menjadi contoh manusia yang memiliki sifat yang baik.
Si Orong juga diceritakan mengalami nasib buruk, dimana bulu-bulunya
dicabuti oleh Kode atau Monyet. Sehingga Orong dendam terhadap Kode, tetapi
sifatnya ini sangat berguna untuk memberikan ganjaran kepada Kode yang
melakukan kejahatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
2. Kode/Monyet
Kode atau Monyet digambarkan sebagai binatang yang jahat. Dilihat dari
fisiknya, ia memiliki wajah yang menakutkan. Kemudian Monyet dahulu hingga
sekarang adalah musuh para petani, karena masyarakat Manggarai Barat pada
masa itu mayoritas petani. Sekelompok monyet bisa menghabiskan dan merusak
kebun dalam satu malam. Monyet menjadi binatang yang sangat dijaga oleh para
petani baik siang maupun malam. Masyarakat Manggarai Barat pun sangat
membenci monyet.
Sehingga Kode atau Monyet mencerminkan sifat manusia, yaitu penipu,
egois, dan pengikar janji. Ia melukai dan mengikari janjinya kepada Orong yang
telah membantunya mengeluarkan ulat mbahong dari dalam hidungnya. Perbuatan
jahatnya itu membawa ia kepada kematian sebagai ganjaran dari perbuatannya.
Dari gambaran tokoh-tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat
Manggarai Barat menciptakan sebuah cerita, salah satunya dengan tujuan untuk
menyindir orang-orang yang yang memiliki sifat buruk seperti yang digambarkan
pada tokoh Kode, yaitu penipu, egois, dan pengingkar janji. Selain itu mereka
memilih tokoh cerita sesuai dengan keadaan atau situasi masyarakat pada zaman
itu.
5.2.2 Makna Pendidikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Hampir semua cerita rakyat yang ada di Indonesia mengandung
pendidikan yang baik untuk anak-anak. Dongeng OAK juga mengandung makna
pendidikan. Dongeng ini mengajarkan bagaimana bersikap antar sesama.
Mengajarkan kepada anak-anak untuk tidak menipu, egois, dan pengingkar janji,
seperti yang dilakukan Kode terhadap Orong. Ia menipu dan mengingkar janjinya
pada Orong, bahwa ia akan memberikan ulat mbahongnya kepada Orong jika
Orong dapat mengeluarkan ulat itu dari dalam lubang hidungnya, tetapi ketika ia
mengetahui ulatnya telah dimakan Orong, ia sangat marah. Saking marahnya ia
mencabuti semua bulu Orong hingga habis dan Orong tak dapat terbang lagi.
Kode juga memiliki sifat egois. Ia tidak mendengarkan peringatan dari
monyet betina akan adanya bahaya jika ia tetap mengikuti ajakan Orong. Ia malah
tergiur dengan ajakan Orong. Ia tidak memikirkan bahaya yang akan menimpanya
dan teman-temannya sesama monyet, jika ia tetap mengikuti ajakan Orong. Hal
ini mengajarkan pada anak-anak untuk tidak memiliki sifat egois atau memikirkan
diri sendiri karena selain membahayakan diri sendiri akan membahayakan orang
lain juga.
Menurut Bapak Teodorus Matung (72 tahun), dongeng ini selain
bermanfaat untuk mendidik anak-anak, dongeng ini juga bermanfaat untuk
melatih pikiran anak-anak, misalnya melatih berimajinasi. Anak-anak
didongengkan kemudian dengan sendirinya mereka akan membayangkan
karakter-karakter tokoh dalam cerita tersebut. Sehingga anak-anak sudah terlatih
sejak kecil berimajinasi dan dapat mengekspresikan apa yang ada dalam
pikirannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
5.2.3 Makna Religius
Selain bermakna pendidikan, dongeng Orong Agu Kode juga bermakna
religius. Makna religius pada dongeng OAK terdapat kepercayaan mistik.
Kepercayaan ini menggambarkan situasi masyarakat Mabar pada zaman itu.
Kepercayaan itu ialah kepercayaan akan kekuatan dari sinar matahari. Masyarakat
Manggarai Barat mempercayai bahwa bentuk dari kekuatan Tuhan ialah sinar
Matahari atau Leso.
Diceritakan kepercayaan akan kekuatan sinar Matahari dipercayai oleh
Orong. Ketika bulu-bulunya dicabuti oleh Kode, ia tak dapat terbang karena tak
ada satu pun bulu yang ada pada tubuhnya. Karena ia tidak memiliki bulu lagi, ia
pun berdoa kepada Tuhan atau yang biasa disebut Mori sambil menghadap ke
arah Matahari atau Leso agar bulu-bulunya ditumbuhkan kembali. Orong percaya
bahwa sinar Matahari memiliki kekuatan yang dapat menumbuhkan bulu-bulunya.
Ia pun bernyanyi Paro leso paro mai leso todo taung wulu gaku atau Par cunung
lau hau O leso sambil menghadap ke arah Matahari. Setelah ia menyanyikan lagu
itu, dengan ajaib bulu-bulunya pun tumbuh kembali. Ia pun merasa senang karena
ia dapat terbang lagi.
Menurut Ibu Bernadeta Liun (52 tahun), masyarakat Manggarai Barat
pada zaman nenek moyang tidak memiliki agama. Sehingga mereka mempercayai
bahwa Tuhan atau yang biasa mereka sebut Mori berada di tempat-tempat seperti
bebatuan, pepohanan, dan sebagainya. Bagi mereka sinar Matahari merupakan
bentuk kuasa atau bentuk kekekuatan dari Mori. Sebagai ucapan syukur mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
akan menyembah benda-benda yang dipercayai didiami oleh Mori termasuk
Matahari.
5.2.4 Makna Moral
Makna moral yang terdapat pada dongeng Orong Agu Kode bagi
masyarakat Manggarai Barat ialah mengajarkan kepada masyarakat khususnya
anak-anak untuk bersikap baik kepada sesama. Melalui kedua tokoh dalam
dongeng OAK, dongeng ini mencerminkan sifat-sifat manusia yang baik dan
buruk.
Sifat-sifat manusia yang baik digambarkan pada tokoh Orong dalam
cerita. Alasan menggunakan burung Bangau, seperti yang telah dijelaskan di atas
bahwa burung Bangau bukanlah musuh manusia terutama para petani. Orong
digambarkan memiliki sifat penolong atau suka membantu sesama. Burung
Bangau juga dilihat secara fisik, ia memiliki paruh yang panjang. Paruhnya inilah
yang akan membantu Kode mengeluarkan ulat mbahong yang masuk ke dalam
hidungnya. Menurut Ibu Kristina Imas (60 tahun), tokoh Orong digambarkan
memiliki sifat pendendam, tetapi sifat pendendamnya ini dipacu oleh perbuatan
Kode yang telah menyakitinya. Sifat pendendamnya ini sangat berguna untuk
membalaskan atau memberi pelajaran kepada Kode yang telah menyakitinya.
Sifat-sifat manusia yang kurang baik atau buruk digambarkan pada tokoh
Kode atau Monyet. Tokoh Kode atau Monyet digambarkan memiliki sifat egois,
penipu, pengingkar janji, dan juga sombong. Hal ini dikarenakan, dilihat pada
zaman nenek moyang hingga sekarang monyet merupakan binatang yang paling
dibenci manusia atau bisa dikatakan musuh manusia terutama para petani. Monyet
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
selalu mencuri dan merusak kebun para petani sehingga para petani bangkrut.
Monyet juga dilihat secara fisik, ia memiliki wajah yang menyeramkan. Wajahnya
yang menyeramkan itu menggambarkan orang yang egois, penipu dan juga
pengingkar janji.
Diceritakan Kode berjanji pada Orong, jika Orong dapat mengeluarkan
ulat mbahong dari lubang hidungnya ia akan membiarkan ulat itu dimakan Orong,
tetapi ketika ia mengetahui ulatnya telah dimakan ia sangat marah. Saking
marahnya ia mencabuti semua bulu Orong hingga habis tak tersisa satupun. Kode
telah menipu dan mengingkari janjinya pada Orong. Ia juga memiliki sifat egois
atau memikir diri sendiri. Ketika monyet betina memperingati akan bahaya jika ia
tetap mengikuti ajakan Orong, Kode malah tidak menghiraukan peringatan
tersebut. Ia malah tergiur dengan buah kenanek yang dijanjikan Orong. Ia tidak
memikirkan keselamatan dari teman-teman sesama monyetnya.
Dengan demikian makna moral yang terkandung dalam dongeng Orong
Agu Kode dapat memberi pengaruh yang baik kepada masyarakat, terlebih khusus
anak-anak yang mengajarkan, “perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan,
perbuatan jahat akan dibalas dengan kejahatan”.
5.3 Fungsi Dongeng Orong Agu Kode Bagi Masyarakat Manggarai Barat
Telah dijelaskan di BAB I, ada beberapa fungsi folklor lisan menurut
William R. Bascom. Pertama, sebagai sistem proyeksi. Kedua, sebagai alat
pengesaan pranata-pranata dan lembaga-lembaga. Ketiga, sebagai alat pendidik
anak. Keempat, sebagai alat pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
dan juga sebagai penghibur. Dari kelima fungsi folklor lisan, terdapat dua fungsi
folklor lisan yang sesuai dengan tujuan dongeng Orong Agu Kode, yaitu sebagai
sistem proyeksi, sebagai alat pendidik anak, dan sebagai penghibur. Hal itu
disebabkan karena tujuan utama sastra lisan untuk menghibur, sebagai ekspresi
estetis, dan salah satu sumber kepuasaan estetis bagi khalayaknya (Amir,
2013:168). Sebagai alat pengesaan pranata-pranata dan sebagai alat pemaksa dan
pengawas norma-norma masyarakat tidak termasuk dalam fungsi dongeng Orong
Agu Kode dikarenakan dongeng tersebut diciptakan bukan untuk menjadi suatu
ajaran yang harus ditaati masyarakatnya dan dilarang untuk melanggarnya, tetapi
untuk dijadikan suatu ajaran yang dapat dikhayati oleh masyarakat.
Menurut penulis, selain berfungsi sebagai pendidik dan sebagai hiburan,
dongeng Orong Agu Kode juga memiliki fungsi kepercayaan. Berikut penjelasan
fungsi-fungsi dongeng OAK bagi masyarakat Manggarai Barat.
5.3.1 Fungsi Pendidik
Menurut Koenjaraningrat, pendidikan dapat dipergunakan sebagai sarana
untuk mempertebal keyakinan kepada warga masyarakat akan kebaikan adat
istiadat kelompoknya. Selanjutnya cara yang lain untuk mempertebal
keyakinannya anggota masyarakat akan kebaikan adat istiadat kelompoknya itu,
ialah dengan apa yang disebut sugesti sosial atau social sugestion. Dalam hal ini
kebaikan adat istiadat ditunjukan kepada warga masyarakatnya melalui cerita-
cerita rakyat, yaitu dongeng-dongeng, cerita-cerita tentang karya orang-orang
besar, cerita tentang pahlawan-pahlawan yang dikisahkan dapat berhasil meraih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
kebesaran dan keberhasilan berkat kepatuhannya terhadap adat istiadat.
Dikatakan oleh Koenjaraningrat, bahwa cara semacam ini memang lazim dalam
hampir semua masyarakat di dunia (Supanto dkk, 1981:49-50).
Pada zaman nenek moyang, masyarakat Manggarai Barat belum
menganut agama manapun. Mereka masih mempercayai hal-hal yang mistik atau
mempercayai kekuatan alam, sehingga mereka menyembah batu, pepohanan tua,
dan lain-lain. Karena belum menganut agama manapun, masyarakat Manggarai
Barat menggunakan dongeng untuk mengajarkan atau menasehati anak-anak agar
gampang dipahami. Selain itu dongeng difungsikan oleh masyarakat Manggarai
Barat untuk melatih imajinasi anak-anak.
Melalui dongeng Orong Agu Kode orang tua mengajarkan tentang
perbuatan baik dan perbuatan buruk kepada anak-anak, yaitu “da’at pande da’at
ita, di’a pande di’a ita” yang artinya “perbuatan jahat akan dibalas dengan
kejahatan, perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan”. Mereka mengajarkan
bahwa suatu perbuatan baik maupun buruk akan mendapatkan balasannya, seperti
yang dilakukan oleh tokoh Orong dan tokoh Kode. Tokoh Orong diceritakan
memiliki sifat yang baik hati, tetapi juga pendendam. Hal itu terjadi dikarenakan
kebaikannya dibalas dengan kejahatan. Orong membantu Kode mengeluarkan ulat
mbahong dari dalam hidung Kode, sesuai perjanjian Kode akan membiarkan
Orong memakan mbahong tersebut. Setelah Kode mengetahui ulatnya di makan,
ia langsung mencabuti bulu-bulu Orong sampai habis. Karena Orong memiliki
hati yang baik, doanya kepada Matahari pun terkabul sehingga bulu-bulunya
tumbuh kembali. Tokoh Kode diceritakan memiliki sifat yang buruk. Ia seekor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
monyet yang egois, penipu, dan juga pengikar janji. Karena ia telah melakukan
tindakan kejahatan ia mendapatkan ganjaran dari perbuatannya itu, dimana Orong
membalas dendam kepada Kode dan Kode pada akhirnya mati tenggelam.
Dengan jalan cerita seperti ini dapat membuka pikiran anak-anak bahwa
setiap perbuatan akan mendapatkan balasannya. Orang tua juga berharap dengan
mendengarkan cerita ini anak-anak dapat melakukan perbuatan baik, seperti yang
dilakukan Orong dan menghindari perbuatan jahat, seperti yang dilakukan Kode.
Dongeng ini mengajarkan anak-anak untuk selalu menepati janji dan
berkata jujur sehingga orang dapat mempercayai kita. Selain itu, mengajarkan
pada anak-anak untuk selalu berbuat baik dan selalu menolong orang yang sedang
kesusahan tanpa pamrih.
5.3.2 Fungsi Hiburan
Dongeng Manggarai Barat selain berfungsi sebagai pendidik, dongeng
juga sebagai penghibur untuk anak-anak. Menurut Bapak Paulus Meso (69
tahun), dahulunya daerah Manggarai belum ada media, seperti media cetak dan
media elektronik. Untuk menghilangkan rasa jenuh di malam hari orang tua
mendongengkan anak-anak. Selain itu, dongeng juga bermanfaat untuk
menenangkan anak-anak yang sedang menangis. Apalagi yang paling disuka
anak-anak pada dongeng Orong Agu Kode ialah nyanyiannya, yaitu Weda
Wangka yang dinyanyikan oleh Orong. Anak-anak secara bersamaan akan
menyanyikan lagu tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Menurut Ibu Bernadetha Liun (52 tahun), fungsi dongeng Orong Agu
Kode sebagai hiburan bagi masyarakat Manggarai Barat ialah menghibur anak-
anak saat sedang belajar di sekolah. Dahulunya guru-guru akan bercerita, baik itu
dongeng maupun legenda kepada murid-muridnya agar tidak merasa bosan dan
ngantuk pada saat jam mata pelajaran. Pada zaman sekarang, khususnya anak-
anak yang tinggal di kota, jika diceritakan dongeng mereka mulai kurang tertarik.
Hal ini diakibatkan perubahan zaman yang semunya serba instan. Walaupun
demikian, anak-anak yang tinggal di pedesaan masih antusias mendengarkan
dongeng setiap kali orang tua mereka bercerita.
5.3.3 Fungsi Kepercayaan (Folk Believe)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), kepercayaan merupakan
anggapan atau keyakinan bahwa yang dipercayai atau nyata. Kepercayaan juga
merupakan sebutan bagi sistem religi masyarakat Indonesia yang tidak termasuk
salah satu dari kelima agama yang resmi. Masyarakat Manggarai Barat juga
merupakan masyarakat animistik, yaitu mempercayai roh-roh yang mendiami
semua benda (batu, pohon, sungai, gunung, dsb).
Seperti yang telah dijelaskan di atas, masyarakat Manggarai Barat
dahulunya belum menganut agama, tetapi mereka percaya bahwa Tuhan itu ada.
Menurut Ibu Bernadetha Liun (52 tahun), Masyarakat Manggarai dahulunya
percaya bahwa Tuhan itu ada, yang biasa mereka sebut Mori. Karena mereka
tidak mendapatkan ajaran agama manapun mereka pun percaya bahwa Mori
mendiami benda-benda, seperti bebatuan, pepohanan tua dan lain-lain. Mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
juga memberi sesajian sebagai bentuk ucapan syukur jika hasil panen mereka
berhasil dan memohon kesembuhan bagi mereka yang sakit. Mereka juga
mengadakan upacara-upacara untuk menyembah benda-benda tersebut, seperti
upacara Teing Hang, yaitu memberikan makan roh-roh nenek moyang yang
mendiami sebuah benda. Sehingga mereka bukannya memuji Tuhan yang
sebenarnya tetapi malah menyembah berhala.
Pada dongeng Orong Agu Kode terdapat kepercayaan masyarakat
Manggarai Barat akan kekuatan alam, yaitu Matahari atau Leso. Mereka
menganggap Matahari adalah bentuk kuasa dari Tuhan atau Mori. Mereka percaya
bahwa sinar matahari merupakan bentuk dari kekuatan Mori. Di dalam cerita, si
Kode mencabuti semua bulu Orong (burung Bangau) sampai habis. Karena tidak
memiliki bulu lagi, si Orong pun berdoa kepada Mori sambil menghadap ke arah
Leso (Matahari) agar bulu-bulunya yang indah dapat tumbuh kembali. Ia berdiri
menghadap Leso sambil bernyanyi. Lagunya ialah Paro Leso Mai Sale Mai Leso
Todo Taung Wulu Gaku atau E par lau mai todo suan wulu gaku yang terdapat
pada keempat transkripsi dongeng Orong Agu Kode. Kedua lagu ini memiliki arti
yang sama, yaitu si Orong memohon kepada Leso karena dipercaya bahwa Leso
adalah bentuk dari kekuatan Mori agar bulu-bulunya ditumbuhkan kembali. Lagu
ini dipercaya bukan hanya sebuah doa tetapi dapat dikatakan sebuah mantra.
Setelah si Orong menyanyikan lagu tersebut, bulu-bulunya pun tumbuh kembali.
Selain kepercayaan secara mistik, masyarakat Manggarai Barat juga
mempercayai akan mitos. Mereka percaya bahwa seorang ibu hamil memiliki
firasat yang kuat. Hal itu di karenakan mereka percaya bahwa bayi yang ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
dalam kandungan masih suci sehingga memiliki firasat yang kuat akan bahaya
yang akan menimpa keluarganya. Firasatnya itu akan dirasakan oleh ibunya.
Biasanya melalui mimpi. Dalam dongeng Orong Agu Kode kepercayaan mitos
tersebut tergambar dalam tokoh monyet betina yang sedang bunting. Diceritakan
ketika Orong berniat untuk membalas dendam terhadap Kode, malam sebelum
kejadian itu si monyet betina bermimpi akan niat balas dendam Orong. Karena si
monyet betina ini mengetahui niat jahat Orong, ia memperingati Kode dan monyet
lainnya untuk tidak mengikuti perintah Orong, yaitu memetik buah kenanek di
pulau Dima. Peringatan monyet betina ini tidak dihiraukan oleh Kode dan monyet
lainnya. Mereka lebih tergiur dengan ajakan Orong. Sehingga si Kode dan teman-
temannya mati tenggelam, sedangkan monyet betina satu-satunya monyet yang
hidup. Dipercaya bahwa monyet betina inilah yang kemudian berkembang biak
sehingga monyet tetap ada di Manggarai Barat.
5.4 Rangkuman
Makna dongeng Orong Agu Kode bagi masyarakat Manggarai Barat ialah
makna sindiran, makna pendidikan, makna religius, dan makna moral. Makna
sindiran menjelaskan tujuan dongeng ini ialah untuk menyindir orang-orang yang
memiliki sifat buruk, seperti penipu, egois, dan pengingkar janji yang kemudian
digambarkan pada tokoh hewan, yaitu Monyet atau Kode. Makna pendidikan
menjelaskan bahwa dongeng Orong Agu Kode mengajarkan kepada anak-anak
untuk tidak bersikap egois, menipu, dan mengingkari janji. Makna religius
menjelaskan dongeng OAK mengandung sistem kepercayaan masyarakat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Manggarai Barat secara mistis. Makna moral menjelaskan manfaat dongeng
OAK bagi masyarakat Manggarai Barat, khususnya anak-anak.
Fungsi yang terdapat pada dongeng Orong Agu Kode ialah fungsi
pendidik, fungsi hiburan, dan fungsi kepercayaan. Fungsi sebagai alat pendidik
anak, dongeng ini bermanfaat untuk memberi nasehat kepada anak-anak agar
tidak melakukan perbuatan jahat, melainkan melakukan perbuatan baik. Fungsi
sebagai hiburan, dongeng ini biasa diceritakan kepada anak-anak pada malam hari
agar tidak merasa jenuh. Fungsi kepercayaan, masyarakat Manggarai Barat
merupakan masyarakat animistik, yaitu mempercayai roh-roh yang mendiami
benda-benda, seperti bebatuan, pepohonan, gunung, dan lain-lain. Karena mereka
percaya bahwa Tuhan atau Mori mendiami benda-benda seperti itu. Kepercayaan
semacam itu tergambar dalam dongeng Orong Agu Kode ialah kepercayaan
kekuatan alam. Kepercayaan kekuatan alam ini merupakan kepercayaan akan
kekuatan Matahari atau Leso, yang dianggap sebagai sebagai bentuk dari
kekuatanTuhan atau Mori.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Penelitian yang berjudul “Dongeng Orong Agu Kode Masyarakat
Manggarai Barat: Transkripsi, Kajian Struktur, Makna dan Fungsi” ini
memaparkan tiga masalah utama, yaitu: (1) mentranskripsikan dan menganaslisis
perbandingan teks dongeng Orong Agu Kode; (2) menganaslisis struktur
morfologi dan identifikasi pelaku dongeng Orong Agu Kode; (3) menganalisis
makna dan fungsi dongeng Orong Agu Kode bagi masyarakat Manggarai Barat.
Dari tiga permasalahan utama tersebut, kesimpulan yang didapat penulis
di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Masalah pertama berkaitan dengan varian dongeng Orong Agu Kode yang
kemudian ditranskripsikan, yaitu pengubahan dari bentuk wicara lisan menjadi
bentuk tertulis. Karena terdapat empat varian dongeng Orong Agu Kode, maka
dilakukan perbandingan teks antarvarian. Perbandingan yang dilakukan adalah
perbandingan struktur dan perbandingan naskah. Perbandingan struktur
antarvarian dongeng tersebut ialah tema, tokoh/penokohan, setting, alur, dan
sudut pandang. Tema dari teks A-D dongeng Orong Agu Kode memiliki
kesamaan, yaitu pembalasan dendam. Tokoh dari keempat varian dongeng
Orong Agu Kode memiliki perbedaan, yakni tokoh dongeng teks A ialah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Orong, Kode, monyet betina, tetua para monyet, dan para monyet; teks B ialah
Orong, Kode, monyet betina, dan para monyet; teks C ialah Orong, Kode,
monyet betina, dan para monyet; teks D ialah Orong, Kode, Raja, dan para
monyet. Setting dari keempat varian dongeng Orong Agu Kode juga berbeda.
Setting meliputi tempat dan waktu, yakni latar/setting dongeng teks A ialah
sebuah batu, di atas pohon, pulau Dima, tengah laut, dan beberapa hari
kemudian; teks B ialah di hutan, sebuah batu, pulau Komodo, pulau seberang,
tengah laut, dan pagi; teks C ialah di bawah pohon, di pinggir sungai, pulau
seberang; teks D ialah pulau Dima, di sungai, tengah laut, dan berbulan-bulan.
Alur yang terdapat dalam keempat varian dongeng Orong Agu Kode memiliki
kesamaan, yaitu alur maju. Begitu pun sudut pandang dari keempat varian
dongeng tersebut memiliki kesamaan, yaitu sudut pandang orang ketiga. Untuk
perbandingan naskah, keempat varian dongeng Orong Agu Kode memiliki
perbedaan dari cara penceritaan setiap narasumber, tetapi dari awal cerita, isi
cerita, dan akhir cerita tetap pada inti cerita yang sama.
2. Pada permasalahan kedua, yaitu menganalisis struktur morfologi dan
identifikasi pelaku dongeng Orong Agu Kode. Terdapat 9 fungsi pelaku dari 31
fungsi pelaku dalam dongeng Orong Agu Kode. Lingkaran pertama, larangan
dan pelanggaran terhadap larangan, penyampaian, dan penipuan; Lingkaran
kedua, kejahatan dan aksi balasan dimulai; Lingkaran ketiga, resep benda
magis; Lingkaran keempat, kemenangan dan perubahan penampilan. Terdapat
4 jenis pelaku dari 7 identifikasi pelaku dongeng Orong Agu Kode, yaitu the
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
villain, the megical helper, the dispatcher, dan the hero. Disini disimpulkan
bahwa teori morfologi Vladimir Propp dapat diterapkan dalam menganalisis
dongeng rakyat nusantara. Karena setiap dongeng memiliki struktur morfologi.
3. Permasalahan ketiga, yaitu menganalisis makna dan fungsi pelaku dongeng
Orong Agu Kode bagi masyarakat Manggarai Barat. Dalam studi ini, yang
dimaksud dalam makna arti intrinsik dongeng, sedangkan fungsi adalah makna
ekstrinsiknya. Makna dongeng Orong Agu Kode bagi masyarakat Manggarai
Barat ialah makna sindiran, makna pendidikan, makna religius, dan makna
moral. Makna sindiran, dongeng Orong Agu Kode ditujukan kepada orang-
orang yang memiliki sifat egois, penipu, dan pengingkar janji, dengan maksud
menyindir. Makna pendidikan, makna ini menjelaskan bahwa dongeng OAK
mengajarkan kepada anak-anak untuk tidak bersikap egois, penipu, dan
pengingkar janji seperti yang dilakukan Kode terhadap Orong. Makna religius,
makna ini menjelaskan dongeng OAK mengandung sistem kepercayaan
masyarakat secara mistik, yaitu mempercayai kekuatan Matahari atau Leso,
yang dipercayai Leso merupakan bentuk kuasa dari Tuhan atau Mori. Makna
moral, makna ini menjelaskan dongeng Orong Agu Kode memberi nasehat
yang baik kepada anak-anak, yaitu bersikap baik kepada sesama dan menjauhi
sikap yang seperti Kode, yaitu egois, penipu, dan pengingkar janji. Fungsi
dongeng Orong Agu Kode bagi Masyarakat Manggarai Barat ialah fungsi
pendidik, fungsi hiburan, dan fungsi kepercayaan (folk believe). Fungsi sebagai
pendidik, dongeng ini bermanfaat untuk memberi nasehat kepada anak-anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
agar tidak melakukan perbuatan jahat seperti yang dilakukan Kode yaitu egois,
menipu, dan mengingkari janjinya, melainkan melakukan perbuatan baik
seperti yang dilakukan Orong, yaitu menolong Kode . Fungsi hiburan, dongeng
ini biasa diceritakan kepada anak-anak pada malam hari agar tidak merasa
jenuh. Fungsi kepercayaan (folk believe), masyarakat Manggarai Barat
merupakan masyarakat animistik, yaitu mempercayai roh-roh yang mendiami
benda-benda, seperti bebatuan, pepohonan, gunung, dan lain-lain. Kepercayaan
semacam itu tergambar dalam dongeng Orong Agu Kode ialah kepercayaan
kekuatan alam. Kepercayaan kekuatan alam ini merupakan kepercayaan akan
kekuatan Matahari atau Leso, yang dianggap sebagai bentuk dari kekuatan
Tuhan atau Mori.
6.2 Saran
Setelah semua permasalahan dijawab, ada dua saran yang bisa diajukan
untuk penelitian lebih lanjut. Dari dua saran ini dimungkinkan dilanjutkan
penelitian lain,
1. Perlu dikaji secara lingustik dongeng Orong Agu Kode karena belum ada
penelitian tentang metode penelitian bahasa dongeng OAK.
2. Perlu dikaji kepercayaan mistik yang terdapat pada dongeng-dongeng daerah
Manggarai Barat karena selain dongeng Orong Agu Kode terdapat pula
dongeng-dongeng yang menggambarkan situasi masyarakat zaman dahulu
yang mempercayai kekuatan-kekuatan gaib.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Adriyetti. 2013. Sastra Lisan Indonesia. Yokyakarta: ANDI
Baried, Siti Baroroh dkk. 1985. Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Barthes, Roland. 2007. Petualangan Semiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Danandjaja, James. 1984. Foklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, Dan Lain-
Lain. Jakarta: PT Grafiti Pers.
------------------------. 2003. Folklor Amerika: Cermin Multikultural yang
Menunggal. Jakarta: Pustaka Utama Gratifi.
Data Demografis Kabupaten Manggarai Barat. 2013. Didownload dari:
http://manggaraibaratkab.go.id
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi
Keempat. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Djamaris, Edwar. 2001. Cerita Rakyat Minagkabau: Dongeng Jenaka, Dongeng
berisi Nasihat, Serta Dongeng Berisi Pendidikan Moral, dan Budaya.
Jakarta: Pusat Bahasa.
Endraswara, Suwardi. 2013. Metologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model,
Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: CAPS.
Faruk. 2012. Metode Penelitian Sastra: Sebuah Penjelajahan Awal. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Karolus, Meika Lusye. 2013. Feminisme dalam Dongeng. Yogyakarta: Graha
Ilmu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Priyono, Kusumo. 2006. Terampil Mendongeng. Jakarta: PT Grasindo.
Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Penelitian Sastra: Teori, Metode, dan Teknik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Supanto, dkk.1981. Sejarah dan Budaya: Folklore. Yogyakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.
Taum, Yoseph Yapi. 2011. Studi Sastra Lisan: Sejarah, Teori, Metode, dan
Pendekatan Disertai Contoh Penerapannya. Yogyakarta: Lamalera.
Teeuw, A. 2013. Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: Pustaka Jaya
Zaidan, Abdul Rozak, dkk. 2007. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
LAMPIRAN
Data Informan
1. Nama : Adrianus Hamut
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 57 tahun
Tempat Tinggal : Golo Koe, Kec. Komodo, Kabupaten Manggarai Barat
Pekerjaan : Pengawas TK/SD
2. Nama : Ngampu Mikael
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 60 tahun
Tempat Tinggal : Rekas, Kec. Sanonggoang, Kabupaten Manggarai Barat
Pekerjaan : Guru
3. Nama : Paulus Meso
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 69 tahun
Tempat Tinggal : Tembel, Kec. Sanonggoang, Manggarai Barat
Pekerjaan : Petani
4. Nama : Kristina Imas
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 60 tahun
Tempat Tinggal : Tenda, Kec. , Kabupaten Manggarai Barat
Pekerjaan : Petani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
5. Nama : Petrus Pesau
Usia : 77 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tinggal : Cecer, Kec. Mbeliling, Manggarai Barat
Pekerjaan : Petani
6. Nama : Teodorus Matung
Usia : 72 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tinggal : Noa, Kec. Sanonggoang, Kabupaten Manggarai Barat
Pekerjaan : Petani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Peta Kabupaten Manggarai Barat
Demografis
Secara astronomis, posisi Kabupaten Manggarai Barat terletak antara
08°14’ LS - 09°00’ LS dan antara 119°21’ BT - 120°20’ BT. Batas-batas wilayah
administrative adalah sebelah Selatan dengan laut Sawu, sebelah Utara dengan
Laut Flores, sebelah Barat dengan Selat Sape dan sebelah Timur dengan wilayah
Kabupaten Manggarai.
Wilayah Kabupaten Manggarai Barat merupakan daerah kepulauan
dengan luas daratan 2.947,50 km2 atau hanya sekitar 6,22 persen dari luas daratan
Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang terdiri dari daratan Pulau Flores dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
beberapa pulau besar seperti Pulau Komodo, Rinca, Longos, serta beberapa buah
pulau-pulau kecil lainnya.
Penduduk Kabupaten Manggarai Barat terbagi dalam beberapa agama
yang tersebar di semua kecamatan. Jumlah pemeluk agama menurut golongan
agama pada tahun 2011 adalah Katolik sebanyak 179.760 jiwa, Protestan
sebanyak 1.878 jiwa, Islam sebanyak 45.525 jiwa, Hindu sebanyak 181 jiwa,
Budha sebanyak 21 jiwa dan lainnya sebanyak 230 jiwa. Jumlah sarana ibadah di
Kabupaten Manggarai Barat, yaitu 21 Gereja Katolik, 139 Kapela, 8 Gereja
Protestan, 125 Mesjid, 7 Mushola dan 1 Pura.
Khusus untuk jamaan haji di Kabupaten Manggarai Barat pada tahun
2011 telah memberangkatkan 320 jemaah dengan penyebarannya terdapat di
Kecamatan Komodo 282 orang, Kecamatan Boleng 12 orang, Kecamatan Sano
Nggoang 3 orang, Kecamatan Lembor 17 orang dan Kecamatan Macang Pacar 6
orang (http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh pada tanggal 16 April 2014).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
BIOGRAFI
Metildis Ruth Sahu, lahir di
Labuan Bajo, Manggarai Barat,
NTT, 01 September 1992.
Pendidikan SDI Waemata (1998-
2004) dan pendidikan SMPK
Arnoldus Yansen (2004-2007) di
Labuan Bajo, kemudian
melanjutkan ke SMAK St. Ignatius
Loyola (2007-2010).
Pada tanggal 15 Desember 2014 menyelesaikan pendidikan
sarjana di Universitas Sanata Dharma, dengan skripsi berjudul
“Dongeng Orong Agu Kode Masyarakat Manggarai Barat:
Transkripsi, Kajian Struktur Morfologi Makna, dan Fungsi”.
Menjadi anggota Bengkel Sastra dan menjadi pemain teater
Matahari Setengah Mati. Selama masa perkuliahan juga mengikuti
sanggar tari, yaitu Sanggar Kopi Pait.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Recommended