View
66
Download
9
Category
Preview:
DESCRIPTION
Dr. Rochidin Wahab, M.Pd. Filsafat Islam Bab III STAI Siliwangi Bandung
Citation preview
23
BAB III
FILSAFAT ISLAM DI DUNIA ISLAM TIMUR
A. Al Kindi
1. Riwayat Hidup
Nama Al Kindi adalah nisbat pada suku yang menjadi bakalnya,
yaitu Banu Kindah. Banu Kindah adalah suku keturunan daerah Selatan
Jazirah Arab. Nama lengkapnya adalab Abu Yusuf Ya‟qub bin lshaq Ash
Shabbah bin Imran bin Isma‟il Al Asy‟ats bin Qays Al Kindi. Lahir di
Kuffahy 185 H (801 M).
2. Karya-karya Al Kindi
Karya ilmiah Al Kindi berupa makalah, jumlahnya amat banyak.
Ibnu Nadim, dalam kitabnya Al Fihrits, menyebutkan lebih dan 230 buah.
Geeorge N. Atiyeh menyebutkan 270 buah.
3. Definisi Filsafat Al Kindi
a. Filsafat terdiri dari gabungan dua kata, philo; sahabat dan Sophia;
kebijaksanan
b. Filsafat adalah upaya manusia meneladani perbuatan-perbuatan
Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh kemampuan akal manusia
c. Filsafat adalah latihan untuk mati
d. Filsafat adalah pengetahuan
e. Filsafat adalah pengetahuan manusia tentang dirinya
f. Filsafat adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang abadi dan
bersifat menyeluruh (umum), baik esensinya maupun kausanya.
24
4. Epistemologi
Al Kindi menyebutkan ada tiga macam pengetahuan manusia,
yaitu;
a. Pengetahuan indrawi
b. Pengetahuan yang diperoleh dengan jalan menggunakan akal yang
disebut pengetahuan rasional
c. Pengetahuan yang diperoleh langsung dari Tuhan yang disebut
pengetahuan isyraqi atau iluminatif.
5. Metafisika
Al Kindi mengatakan bahwa filsafat yang tertinggi martabatnya
adalah filsafat pertama yang membicarakan tentang Causa Prima.
6. Etika
Filsafat adalah upaya meneladani perbuatan-perbuatan Tuhan
sejauh dapat dijangkau oleh kemampuan manusia.
B. AL RAZI
1. Riwayat Hidupnya
Nama lain Al Razi adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Zakaria Ibn
Yahya Al Razi. Lahir di Royy tanggal 1 Sya‟ban 251 H/865 M. meninggal
dunia tanggal 5 Sya‟ban 313 H/7 Oktober 925 M.
2. Karya-karyanya
Buku-buku karyanya antara lain:
a. Al Tibb Al Ruhani
25
b. Al Shirath Al Falsafiyah
c. Amarat Iqbal Al Daulah
d. Kitab Al Ladzdzah
e. Kitab Al Ibn Al Ilah
f. Makalah fi Mabadd Al Tabiah
g. Al Syukur Ala Proclas
3. Filsafatnya
a. Logika
b. Metafisika
Pokok-pokok pendirian Al Razi dalam pemikiran ini adalah,
pertama alam, kedua dan ketiga kekekalan gerak. Lima kekelan yaitu:
a. Tuhan bersifat sernpurna
b. Ruh, bahwa Tuhan tidak menciptakan dunia lewat desakan apapun,
tetapi Dia memutuskan penciptaannya setelah pada mulanya tidak
berkehendak untuk menciptakannya.
c. Materi, menurut Al Razi kemutlakan materi pertama terdiri dari atom-
atom
d. Ruang, adalah tempat keberadaan materi
e. Waktu, adalah subtansi yang mengalir, ia adalah kekal
4. Theologi Al Razi
Bantahan Al Razi terhadap kenabian dengan alasan:
a. Bahwa akal sudah memadai untuk membedakan antara yang baik dan
yang buruk, yang benar dan yang jahat, yang berguna dan yang tak
berguna.
26
b. Tidak ada keistimewaan bagi beberapa orang untuk membimbing
semua orang.
c. Para Nabi saling bertentangan
5. Ulasan terbadap Al Rail
Al Razi adalah filosuf yang hidup pada masa pendewaan akal
secara berlebihan.
C. Al Farabi
1. Riwayat Hidup
Mempuyai nama lain Abu Nashr Ibnu Audagh Ibn Thorhan Al
Farabi. Namanya diambil dari nama kota Farab, tempat ia lahir di desa
Wasij kota Farab tahun 257 H (870 M). Wafat usia 80 tahun. Karya-karya
nyatanya adalah:
a. Al Jami‟u Baini Ra‟yai Al Hakiamain Afalatoni Al Hahiy Wa Aristho
Thaila (Pertemuan atau Penggabungan Pendapat antara Plato dan
Aristoteles)
b. Tahsilu As Sa‟adah (mencari kebahagiaan)
c. As Suyasatu Al Madinah (politik pemerintahan)
d. Fususu Al Taram (hakikat kebenaran)
e. Arroo‟u Ahli Al Madinati Al Fadilah ( pemikiran-pemikiran utama
pemerintahan)
f. As Syiyasyah (ilmu politik)
g. Al Ma‟ani Al Aqli
h. Ihshou Al Ulum (kumpulan berbagai ilmu)
i. At Tanghibu Ala As Sa‟adah
27
j. Isbatu Al Mufaraqat
k. Ilmu mantiq membahas delapan bagian yaitu:
(1) Al Maqulaati Al Asyr (kategori)
(2) Al Ibarat (ibarat)
(3) Al Qiyas (analogi)
(4) Al Burhan (argumentasi)
(5) Al Mawadi Al Jadaliyah (the topics)
(6) Al Hikmatu Mumawahan (sofislika)
(7) Al Hithobah (ilmu pidato)
(8) Al Syi‟ir (ilmu pidato)
2. Filsafat Al Farabi
Ia mendefinisikan filsafat adalah Al Ilmu Bil Maujudaat Bima
Hiya Al Maujudaat, yang berarti suatu ilmu yang menyelidiki hakekat
sebenarnya dan segala yang ada.
3. Filsafat Politik
Al Farabi berpendapat, bahwa ilmu politik adalah suatu ilmu
yang meneliti berbagai bentuk tindakan, cara hidup, watak, disposisi
positif dan akhlak. Ada dua macam problem politik:
a. Pemerintah atas dasar penegakan terhadap tindakan-tindakan yang
sadar, cara hidup, dispoisi politik.
b. Pemerintah atas dasar penegakan terhadap tindakan-tindakan dan
watak-watak dalam rangka mencapai sesuatu yang diperkirakan
mendapat suatu kebahagiaan.
28
Dipandang dari kemampuan suatu pemerintah, ilmu politik
terbagi menjadi dua:
a. Kemampuan dalam melahirkan peraturan-peraturan yang bersifat
universal
b. Kemampuan yang disebabkan oleh adanya ketekunan dalam aktivitas
politik dengan harapan bisa menjadi kebijaksanaan.
4. Filsafat Metafisik
Pembicaraan metafisika berkisar pada masalah Tuhan, wujud-Nya
atau kehendak-Nya.
a. Ilmu Ketuhanan
Al Farabi membagi ilmu ketuhanan menjadi tiga yaitu:
1) Membahas semua wujud dan hal-hal yang terjadi padanya
sebagai wujud.
2) Membahas prinsip-prinsip Burhan dan ilmu-ilmu teori Jus‟iyat
(paticulars) yaitu ilmu yang berdiri sendiri karena penelitiannya
tentang wujud tertentu.
3) Membahas semua wujud yang tidak berupa benda-benda ataupun
berada dalam benda itu.
b. Wujud
Al Farabi membagi wujud menjadi dua bagian:
1) Wujud yang mungkin atau wujud yang nyata karena lainnya
2) Wujud nyata dengan sendirinya
c. Sifat-Sifat Tuhan
Tuhan adalah tunggal. Tidak berbeda dari Dzat-Nya. Tuhan
merupakan akal (pikiran) murni wujud,
29
5. Filsafat Kenabian Al Farabi
Persoalan kenabian ada pada agama. Agama yang dimaksud
adalah agama samawi/langit.
a. Keraguan dalam soal kenabian di dalam Islam
b. Sikap Al Farabi terhadap keraguan dan pengingkaran kenabian
c. Pengaruh teori kenabian Al Farabi
6. Pola Pikir Tasawuf Al Farabi
Al Farabi sebagai seorang filosuf telah menghimpun berbagai
konsepsi dimana sendi-sendinya menjadi suatu mata rantai yang sa1in
berkait
a. Dasar-dasar Tasawuf
Ciri khas dari teori tasawuf yang dikatakan Al Farabi adalah pada
asas rasional
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Tasawuf Al Farabi
c. Pandangan Al Farabi tentang Kebahagiaan
“kebahagiaan adalah jika jiwa manusia menjadi sempurna di dalam wujud
dimana ia tidak membutuhkan dalam eksistensinya kepada suatu materi”.
7. Logika
Menyatakan: “seni logika umumnya, memberikan aturan-aturan, yang bila
diikuti dapat memberikan pemikiran yang besar dan mengarahkan manusia
secara langsung kepada kebenaran dan menjauhkan dari kesalahan-
kesalahan”.
30
8. Teori Al Farabi tentang Sepuluh Kecerdasn
Al Faidh menurut Al Farabi adalah semacam teori emanasi yang
dikeluarkan Plotinus.
9. Filsafat Kenegaraan Al Farabi
Pokok filsafat kenegaraan Al Farabi ialah autokrasi dengan
seorang raja yang berkuasa mutlak mengatur negara. Negara yang bodoh
menurut Al Farabi:
a. Negara Darurat (daruriah), yaitu yang penduduknya hanya
memperoleh minimum dari kebutuhan hidup, makan, minum,
pakaian dan tempat tinggal
b. Negeri Kapitalis (baddalah), yaitu negara yang penduduknya
mementingkan kekayaan dan harta benda
c. Negeri Gila Hormat (Kurama), yaitu negeri yang penduduknya
mementingkan kehormatan saja
d. Negeri Hawa Nafsu (khissah wa syahwah), yaitu negeri yang
penduduknya mementingkan kekayaan dan berfoya-foya
e. Negeri Anarkis (Jami‟iah), yaitu negeri yang setiap penduduknya
ingin merdeka melakukan keinginan masing-masing
10. Etika Kenegaraan
Al Farabi mengemukakan suatu ide yang mengemukakan bahwa tiap
keadaan ada unsur-unsur pertentangan.
31
D. Ikhwan Al Shafa
Adalah golongan dalam filsafat yang menyatakan bahwa falsafat
itu bertingkat-tingkat, yaitu: Pertama, adalah cinta ilmu. Kedua,
mengetahui hakikat wujud-wujud menurut kesanggupan manusia. Ketiga,
berkata dan berbuat sesuai dengan ilmu.
Mengenai lapangan filsafat, dikatakannya ada empat yaitu:
1. Matematlka
2. Logika
3. Fisika
4. Ilmu Ketuhanan
a) Mengetahui Tuhan
b) Ilmu kerohanian, yaitu malaikat-malaikat Tuhan
c) Ilmu kejiwaan, yaitu mengetahui ruh-ruh dan jiwa-jiwa yang ada
pada benda-benda langit dan benda-benda alam
d) Ilmu politik, yang mencakup politik kenabian, pemerintahan,
umum, khusus (rumah tangga), dan sebagainya
E. Ibnu Maskawaih
1. Riwayat Hidup
Adalah seorang fllosuf muslim yang memuaskan perhatiannya
pada etika Islam. Nama lengkapnya adalah Abu Ali Al Khasim Ahmad
Bin Ya‟qub Bin Maskawaih. Dilahirkan di Ray (Teheran). M.M. Syarif
menyebutkan bahwa Ibnu Maskawaih lahir pada tahun 320 H/932 M.
Margoliouth menyebutkan tahun 330 H/932. M. Abdul Aziz Izzat
menyebutkan tahun 325 H. wafat 9 Shafar 421 H/l6Februari 1030M.
32
2. Karya
Karya-karya Maskawaih diantaranya:
a) Kitab Al Fauz Al Ashgar, tentang ketuhanan, jiwa dan kenabian
(metafisika).
b) Kitab Al Fauz Al Akbar, tentang etika.
c) Kitab Thaburat Al Nafs, tentang etika.
d) Kitab Tahdzib Al Akhlaq wa That Al Araq, tentang etika.
e) Kitab Tartib As Sa‟adat, tentang etika dan politik terutama mengenai
pemerintahan Bani Abbas dan Bani Buwaih.
f) Kitab Tajarib Al Umam, tentang sejarah yang berisi peristiwa-
peristiwa sejarah sejak setelah air bah Nabi Nuh hingga tahun 369 H.
g) Kitab Al Jami, tentang ketabiban.
h) Kitab Al Adwiyah, tentang obat-obatan.
i) Kitab Al Asyribah, tentang minuman.
j) Kitab Al Mustaudi, berisi kumpulan-kumpulan syair-syair pilihan.
k) Kitab Maqalat fi Al Nafsi Wa Al „Aqi, tentang jiwa dan akal.
l) Kitab Jawizan Khard (akal abadi), yang membicarakan panjang lebar
tentang pemerintahandan hukum yang berlaku di Arab, Persia, India
dan Romawi.
3. Pemikiran Filsafat Maskawaih
a) Hikmah dan Falsafah
Hikmah adalah keutamaan jiwa yang cerdas (aqilah) yang mampu
membeda-bedakan (muwayyiz).
33
b) Metafisika
Mencakup pembahasan tentang bukti adanya Tuhan Pencipta, jiwa
dan kenabian (nubuwwah). Metafisika Maskawaih dituangkan dalam
kitab Al Fauz Al Ashgar yang berisi:
1) Bukti-bukti adanya Tuhan Pencipta
2) Jiwa (AnNafs)
3) Kenabian (An Nubuvah)
4) Teori Evolusi
c) Dasar-dasar Etika
1) Unsur-unsur Maskawaih
Teori etika Maskawaih bersumber pada filsafat Yunani,
Peradapan Persia, ajaran Syariat Islam, dan pengalaman pribadi
2) Pengertian Akhlak
Kata akhlak adalah bentuk jamak (plural) dari kata khuluq yang
artinya perikeadaan dan diperhitungkan sebelumnya.
3) Keutamaan (Fadhilah)
Maskawaih menyebutkan adanya tiga macam kekuatan jiwa,
yaitu bahimiyah atau syahwiyah (kebinatangan atau nafsu
syahwat) yang mengejar kelezatan-kelezatan jasmani, sabu‟iyah
(binatang buas) yang bertumpu pada kemarahan dan keberanian
dan nathiqah yang selalu berpikir tentang hakikat segala sesuatu.
4) Kebahagiaan (sa‟adah)
5) Cinta (mahabbah)
6) Pendidikan Akhlak pada anak-anak
34
4. Perihal Kematian
Takut mati merupakan penyakit jiwa dapat terjadi karena adanya
sebab-sebab:
a) Tidak mengetahni hakikat kematian
b) Tidak mengetaui kesudahan jiwa
c) Tidak mengetahui kekelan jiwa
d) Mempunyai sangkaan bahwa kematian itu merupakan sakit yang
amat berat
e) Adanya kebingungan
f) Karena adanya rasa berat rasa berat untuk bercerai dengan yang
disenanginya.
sebab-sebat takut mati dapat diatasi dengan rasa sebagai berikut:
a) Orang harus mengetahui bahwa mati itu hakikalnya tidak lebih dari
jiwa yang menghentikan penggunaan alatnya.
b) Orang harus mengetahui bahwa sebenamya mati itu ada dun macam:
iradi dan alami. Iradi adalah mematikan keinginan-keinginan
(syahwat) dan meninggalkan usaha memenuhi tuntunan-
tuntunannya, sedang mati alami adalah terpisahnya jiwa dan badan
c) Orang harus mengetahu benar bahwa mati hanyalah peristiwa
badaniyah yang menjadi jalan pelepasan jiwa dan penghormatan bagi
jiwa.
d) Orang harus menyadani bahwa rasa sakit itu hanya berada pada
orang hidup, dan orang hidup itulah yang menerima bekas jiwa yang
ada pada badannya.
35
e) Orang yang merasa takut mati karena takut akan tertimpa hukman
setelah harus menyadari bahwa yang ditakuti itu sebenamya bukan
matinya tetapi siksanya yang mungkin diderita setelah mati.
f) Pengalarnan manusia setelah mati patut ditakuti.
5. Filsafat politik
Maskawaih menegaskan bahwa yang menjaga tegaknya Syariat
Islam adalah imam yang kekuasannya seperti kekuasaan raja.
F. Ibnu Sina
1. Kehidupan lbnu Sina
Nama lainnya adalah Abu Ali Al Hosain Ibn Abdullah Ibn Sina.
Lahir di desa Afsyana, daerah Bukhara tahun 340 H/980 M. meninggal
tahun 428 H/1037 M pada usia 57 tahun.
2. Hasil Karya
Karangan-karangan Ibnu Sina antara lain:
a) As Syifa
b) An Najat
c) Al Syarat Wat Tanbihat.
d) Al Hikmat Al Masyriqiyyah
e) Al Qanun atau Canon of Medicine
3. Filsafat Ajarannya
a) Tentang Wujud
Dari Tuhanlah kemaujudan yang mesti mengalir inteligensi pertama,
sendirian karena hanya dari yang tunggal
36
b) Tori Fisika
Ilmu Fisika mempunyai beberapa dasar yang hanya bisa diketahui
oleh orang yang yang mendalami ilmu ketuhanan. Sebagai dasarnya
adalah:
1) Benda (maddah), Surah (form) dan tiada (adam).
2) Gerak dan diam.
3) Waktu/masa
4) Tempat dan kekosongan
5) Terbatas dan tidak terbatas.
c) Ilmu Jiwa
1) Masalah ilmu jiwa yang dihadapi Ibnu Sina
Menurut Ibnu Sina filsafat terbagi dalam ilmu teoritis dan ilmu
praktis. Ibnu Sina menempatkan studi ilmu jiwa dalam ilmu
teoritis, dan dimasukkan pada ilmu alam. Kemudian ia membagi-
bagi segi kejiwaan menjadi dua, yaitu:
(a) Segi fisika, yang membicarakan tentang macam-macamnya
jiwa, pembagian kebaikan-kebaikan, jiwa manusia, indera.
(b) Segi metafisika, yang membicarkan tentang wujud dan
hakikat, pertalian jiwa dengan badan, dan keabadian jiwa.
2) Bukti-bukti wujud jiwa menurut Ibnu Sina
(a) Dalil Psiko Fisik.
(b) Dalil aku dan kesatuan fenomena kejiwaan.
(c) Dalil kelangsungan (kontinuitas).
(d) Dalil manusia terbang atau manusia melayang-lanyang di
udara.
37
3) Keabadian Jiwa
Ia mengatakan dengan menggunakan berbagai macam jalan
dalam membahas tentang prinsip-prinsip maupun tempat
kembalinya.
G. Ghazali
1. Riwayat Hidupnya
Nama lengkapnya adalah Muhammad Bin Ahmad Abu Hamid Al
Ghazali. Lahir di Thus, kota Khurasan tahun 450 M. meninggal hari senin
tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H/1111 M. Kebesaran Al Ghazali adalah
menguii setiap pemikiran filosuf-filosuf yang menunjukkan
kelemahannya
Bukti-bukti yang mendukung ia seorang filosuf antara lain:
a) Al Ghazali dalam menulis sebagian kitab-kitabnya ditujukan untuk
menyerang berbagai kalangan tertentu.
b) Bahwa hakikat yang menjadi ciri kenyakinan Al Ghazali adalah
hakikat tasawuf.
c) Bahwa masalah-masalah yang dibahas Al Ghazali dari pendapat-
pendapat yang dikemukakan.
2. Hasil Karyanya
Karangannya berjumlah kurang lebih 100 buah. Karangannya
meliputi ilmu pengetahuan, seperti ilmu kalam (teologi Islam), fiqh
(hukum Islam), tasawuf, akhlak, dan autobiografi. Karangannya
berbahasa Arab, sebagian lagi bahasa Parsi
38
Karya Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulum ad Din adalah
menunjukkan adanya tujuan yang hendak dicapai oleh beliau, dan kitab
tersebut juga telah berperan dalam mekanisme ajaran Islam. Ihya Ulum
Ad Din yang berarti menghidupkan ilmu-ilrnu agama yang merupakan
kitab yang menjelaskan metoda dan sarana bagi tasawuf Sunni.
3. Ajaran Al Ghazali
a) Tasawuf thaharah menurut Al Ghazali mempunyai empat
kiasifikasi:
(1) Mensucikan dhair dari segala hadats, kotoran, dan benda
yang menjijikan.
(2) Mensucikan anggota badan dan segala perbuatan jahat dan
dosa.
(3) Mensucikan hati dari segala pekerti yang tercela dari sifat-
sifat rendah yang terkutuk.
(4) Mensucikan sirr (batin) dari sesuatu selain Allah SWT
b) Filsafat Metafisika
Al Ghazali menghantam pendapat-pendapat filsafat Yunani,
diantaranya Ibnu Sina C.S. dalam dua puluh masalah.
Diantaranya:
(1) Al Ghazali menyerang dalil-dalil filsafat (Aristoteles) tentang
azalinya alam dan dunia
(2) Al Ghazali menyerang kaum filsafat (Aristoteles) tentang
pastinya keabadian alam.
39
(3) Al Ghazali menyerang pendapat kaum filsafat bahwa Tuhan
hanya mengetahui soal-soal yang besar saja, tetapi tidak
mengetahui soal-soal yang kecil (juz‟iyat)
(4) Al Ghazali juga menentang pendapat filsafat bahwa segala
sesuatu terjadi dengan kepastian hukurn sebab dan akibat
semata-mata, dan mustahil ada penyelewengan dan hukum
c) Iradat Tuhan
Mengenal kejadian alam dan dunia, Al Ghazali berpendapat
bahwa dunia ini berasal dari iradat (kemauan) Tuhan semata-
mata, tidak bisa terjadi dengan sendirinya.
d) Filsafat metafisika
Menurut Al Ghazali bahwa yang berlawanan dengan Islam, dan
yang karenanya para filosuf harus dinyatakan sebagai orang ateis,
ialah:
(1) Qadimnya alam
Filosuf-filosuf mengatakan bahwa alam ini qadim. Qadimnya
Tuhan atas alam sama dengan qadimnya illat atas ma‟lulnya
(sebab atas akibat), yaitu dan zat dan tingkatan, juga dan segi
zaman.
(2) Tuhan tidak mengetahui terhadap soal-soal kecil
(3) Pengingkaran terhadap kebangkitan jasmani.
Jawaban Al Ghazali lebih banyak ditujukan kepada
kemungkinan ketiga yang dikemukakan oleh filosuf-filosuf,
dan lebih banyak didasarkan atas alasan-alasan syara
daripada atas argumentasi pikiran.
40
4. Tinjauan terhadap Al Ghazali
Menurut Al Ghazali agama tidak melarang ataupun
memerintahkan ilmu matematika, karena ilmu adalah pembuktian
pemikiran orang yang tidak bisa diingkari, sesudah dipahami dan
dimengerti. Ilmu tersebut menimbulkan dua keberatan:
a. Karena keberatan dan ketelitian ilmu-ilmu matematika.
b. Sikap yang timbul dari pemeluk Islam yang bodoh yaitu untuk
menegakkan ágama, harus mengingkari semua ilmunya yang berasal
dari filosuf-filosuf.
H. Suhrawardi Al Maqtul
1. Riwayat Hidup
Al-Suhrawardi mempunyai nama lengkap Syaikh Syihab al-Din
Abu al-Futuh Yahya ibn Habasy ibn Amirak al-Suhrawardi, dilahirkan di
Suhraward, negeri Iran Barat Laut, tidak jauh dari Zanjan pada tahun 548
H/1153 M. Dia dikenal sebagai Syaikh al-Isyraq atau Master of
Iluminasionist (Bapak Pencerahan), al-Hakim (Sang Bijak), al-Syahid (Sang
Martir), dan al-Maqtul (yang terbunuh). Al-Suhrawardi mempunyai
julukan al-Maqtul (yang terbunuh), ini terkait dengan cara kematiannya
yang dibunuh di Halb (Aleppo) atas perintah Shalahuddin al-Ayyubi
pada tahun 587 H/1191 M. Dan hal ini lah yang membedakan dia dengan
dua tokoh sufi lainnya, yaitu Abu al-Najib al-Suhrawardi (w. 563 H) dan
Abu Hafah Syihabuddin al-Suhrawardi al-Baghdadi (w. 632 H), dia adalah
seorang guru sufi (syaikh al-Syuyuk) di samping terkenal juga sebagai
politikus di Baghdad kala itu, dia juga merupakan penyusun kitab Awarif
al-Ma‟arif.
41
Setelah sekian lama al-Suhrawardi terkenal dan mempunyai
doktrin-doktrin yang esoteris (bersifat khusus, rahasia) serta kritik yang
tajam yang dilontarkan kepada para fuqaha‟ kala itu menimbulkan reaksi
keras yang dimotori oleh Abu al-Barakat al-Baghdadi yang anti terhadap
aliran Aristotelian. Akhirnya pada tahun 587 H/1191 M atas desakan para
fuqaha‟ kepada Malik al-Zhahir yang di kala itu membutuhkan dukungan
dari fuqaha‟ untuk menghadapi tentara salib yang mengancam umat
Islam, sehingga al-Suhrawardi diseret ke penjara dan di hukum mati pada
usia 38 tahun yang masih cukup relatif muda. A. Mustofa mengatakan
bahwa perihal terbunuhnya al-Suhrawardi ini merupakan ulah dari
orang-orang yang dengki kepadanya sehingga melaporkannya kepada
Shalahuddin al-Ayyubi akan bahaya tersesatnya akidah Malik al-Zhahir
jika terus berteman dengan al-Suhrawardi. Maka Shalahuddin pun
meminta putranya untuk membunuh al-Suhrawardi. Kemuadian Malik al-
Zhahir pun meminta pendapat para fuqaha‟ Halb, yang memang
menjatuhkan hukuman mati kepada al-Suhrawardi. Setelah itu Malik al-
Zhahir pun memutuskan agar al-Suhrawardi dihukum gantung.
2. Pendidikan
Al-Suhrawardi belajar dan menjadi murid dari seorang imam
besar yaitu Majduddin al-Jili, al-Jili merupakan guru Fakhruddin al-Razi
yang berteman langsung dengan al-Suhrawardi di Isfahan. Dia belajar dari
al-Jili ilmu hikmah dan ushul fiqh. Di Isfahan dia juga belajar logika
langsung kepada Ibnu Sahlan al-Sawi yang terkenal juga dengan
komentator Risalah al-Thair karangan Ibn Sina, al-Sawi adalah penyusun
kitab al-Basha‟ir al-Nashiriyyah. Tetapi dalam bukunya Filsafat Islam,
42
Hasyimsyah mengatakan bahwa al-Suhrawardi tidak belajar langsung
kepada al-Sawi akan tetapi dia mengkaji kitab al-Basha‟ir al-Nashiriyyah
setelah menunutut ilmu dari Zhahir al-Din al-Qari al-Farsi. Al-Suhrawardi
juga belajar dan memperdalam pengetahuan filsafat di negeri Isfahan
kepada seorang ahli yaitu Fakhr al-Din al-Mardini (w. 594 H/1198 M).
Setelah itu ia mengembara melewati dan sampai di Persia,
Anatolia, Damaskus, dan Syiria. Dalam pengembaraannya al-Suhrawardi
banyak bergaul dengan para sufi dan sempat menjalani kehidupan zahid,
sambil mendalami kajian tasawuf. Setelah itu al-Suhrawardi menetap di
Aleppo atas undangan pangeran Malik al-Zhahir, seorang putra
Shalahuddin al-Ayyubi yang dikatakan tertarik dengan ide dan fikiran-
fikiran al-Suhrawardi yang mengkonstruksi bangunan filosofis besar
kedua dalam Islam, yaitu aliran illuminasionis yang menjadi tandingan
dari aliran peripatetis yang lebih dahulu lahir.
Kesuksesan al-Suhrawardi dalam membangun aliran
illuninasionis ini berkat penguasaannya yang mendalam terhadap ilmu
tasawuf dan filsafat, di kala itu al-Suhrawardi dikenal mempunyai
kecerdasan yang tinggi, hal ini terbukti tatkala tidak ada satu orang pun
yang menandinginya di antara teman-temannya dalam hal pemikiran
dalam dunia Islam. Bahkan A. Mustofa mengisahkan dalam karyanya
Filsafat Islam, bahwa pengetahuan al-Suhrawardi dalam bidang filsafat
begitu mandalam. Kitab Thabaqat al-Athibba juga menyebutkan al-
Suhrawardi sebagai seorang tokoh di masanya dalam ilmu-ilmu hikmah.
Ia begitu menguasai kajian filsafat, memahami kajian usul fiqh, memiliki
kecerdasan yang tinggi, dan ungkapan-ungkapannya begitu fasih.
43
3. Karya
Menurut Hasyimsyah, al-Suhrawardi menulis tidak kurang dari
50 karya dalam bahasa Arab dan Persia. Sebagaimana yang dikutip oleh
Hasyimsyah dari pengelompokkan karya-karya al-Suhrawardi oleh
Seyyed Hossein Nasr ke dalam lima bagian, yaitu:
a) Tentang pengajaran dan kaidah teosofi yang merupakan tafsiran dan
modifikasi dari filsafat peripatetis, di antaranya: Talwihat,
Muqawamat, Mutharahat, dan Hikmat al-Isyraq.
b) Karangan sederhana tentang filsafat, yang ditulis dalam bahasa Arab
dan Persia, di antaranya: Hayakil al-Nur, al-Alwah al-„Imadiyah,
Partaw-namah, Fi l‟itiqad al- Hukama‟, al-Lamahat, Yazdan Syinakht,
dan Bustan al-Qulub.
c) Karya pendek yang berbau mistis, yang umumnya ditulis dalam
bahasa Persia, di antaranya: „Aql-i Surkh, Awaz-i Par-i Jibra‟il, al-
Ghurbat al-Gharbiyah, Lughat-i Muran, Risalah fi Halat al-Thifuliyah,
Ruzi bajama‟at-i Shyufiyan, Risalah fi al-Mi‟raj, dan Syafir-i Simurgh.
d) Karya yang berupa komentar dan terjemah dari ajaran-ajaran
keagamaan dan filsafat terdahulu, di antaranaya: Risalah al-Thair
karya Ibn Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Persia; komentar
terhadap kitab Isyarat karya Ibn Sina; serta tulisan dalam Risalah fi
Haqiqat al-„Isyqi, yang berpusat pada risalah Ibn Sina Fi al-Isyqi; serta
beberapa tafsir al Quran dan Hadits Nabi.
e) Karya yang berupa kumpulan doa-doa yang lebih terkenal dengan
sebutan al-Waridat wa al-Taqdisat.
Di antara karya-karya di atas, karya al-Suhrawardi yang paling
monumental adalah Hikmat al-Isyroq, yang berisi pendapat dan
44
pemikiran dia tentang tasawuf isyraqi (iluminatif), dan ini merupakan
karyanya yang paling penting dalam menguraikan alirannya.
4. Pemikiran
Al-Suhrawardi mendalami Hikmah Persia dan Filsafat Yunani, dia
mengambil jalan tasawuf dalam ilmu dan amal dan melatih dirinya
dengan riyadhoh dan mujahadah sehingga dia sampai pada tujuannya
membangun Hikmah al-Isyroq yang juga dinamakan Ilmu Cahaya-
cahaya. Al-suhrawardi mengatakan bahwa pengetahuan itu tidak didapat
dengan akal pada mulanya, akan tetapi pengetahuan itu dihasilkan dari
perkara lain yaitu dzauq (rasa).
Hikmah al-Isyroq yang merupakan kitab yang paling penting
peninggalan al-Suhrawardi berisi tentang buah fikir dan pendapatnya,
dengan jelas dalam bab ke dua kitab ini menjelaskan secara luas tentang
cahaya ketuhanan, di sana dia menjelaskan tentang cahaya itu sendiri dan
hakikatnya, dan juga menjelaskan Nurul al-Anwar yaitu Allah SWT
beserta tanda-tanda dan alam semesta yang bersumber dari-Nya, yang
sebelumnya diterangkan pada bab pertama kitab ini tentang ilmu mantiq
(logika).
Inti ajaran filsafat isyroqiyyah yang dibawa al-Suhrawardi adalah
sumber segala sesuatu yang ada (al-maujudat) adalah Nur al-Anwar
(Cahaya Segala Cahaya). Kosmos diciptakan Tuhan melalui penyinaran,
oleh karena itu mempunyai tingkatan-tingkatan pancaran cahaya.
Manusia juga diciptakan melalui proses pancaran dari Nur al-Anwar yaitu
Tuhan yang abadi. Penyinaran manusia menyerupai proses emanasi (al-
faid) dalam filsafat al-Farabi (257 H/870 M-339 H/950 M). Dengan
45
demikian Tuhan dan manusia mempunyai hubungan timbal balik, dan
dari paradigma seperti ini dimungkinkan terjadinya persatuan antara
manusia dan Tuhan (ittihad).
Al-Suhrawardi sering menggunakan istilah-istilah yang berbeda
dengan yang biasa digunakan di kalangan umum, seperti barzah, yang
tidak berkaitan dengan kematian atau alam setelah mati. Istilah ini
digunakan sebagai pemisah antara dunia cahaya dan dunia kegelapan.
Timur (Masriq) dan Barat (Maghrib), tidak berhubungan dengan letak
geografis, tetapi berlandaskan pada penglihatan horizontal yang
memanjang dari Timur ke Barat. Jadi, Timur diartikan sebagai Dunia
Cahaya atau Dunia Malaikat yang terbebas dari kegelapan dan materi,
sedangkan Barat diartikan sebagai Dunia Kegelapan atau Materi. Barat
Tengah adalah langit-langit yang menampakkan pembauran antara
cahaya dan sedikit kegelapan. Timur yang sebenarnya adalah apa yang
terdapat di balik langit yang kelihatan ini, dan yang di atasnya, maka
batas antara Timur dan Barat bukanlah falak bulan, sebagaimana dalam
filsafat Aristotelian, tetepi ia adalah langit bintang-bintang yang tetap,
atau penggerak yang tidak bergerak.
5. Metafisika dan Cahaya
Suatu bangunan ilmu tidak hadir secara tiba-tiba dan langsung
sempurna, semua itu membutuhkan proses yang cukup lama untuk
menjadi sempurna. Begitu pula dengan iluminasionisme yang dibangun
al-Suhrawardi yang pada mulanya berawal dari kebijakan universal dan
perenial, yang awalnya diwahyukan kepada Hermes (yang disamakan
dengan sumber-sumber Muslim dari Idris atau Nuh yang termaktub di
46
dalam al Quran) kemudian melalui rantai yang bersambung terus kepada
al Busthami, al Hallaj, dan mencapai puncaknya di tangan al-Suhrawardi.
Inti filsafat Illuminasionis adalah sifat dan penyebaran cahaya.
Beberapa tokoh sufi menyebutkan Allah dengan cahaya, hal ini
didasarkan pada QS. Al-Nur ayat 35: Allah Nur al-Samawat wa al-Ardhi
Allah menyebut dirinya sebagai cahaya langit dan bumi. Yang
dimaksudkan cahaya oleh al-Suhrawardi bersifat Immaterial dan tidak
dapat didefinisikan, karena sesuatu yang “terang” tidak perlu definisi,
dan cahaya adalah entitas yang paling terang di dunia. Bahkan cahaya
menembus susunan semua entitas, baik yang bersifat fisik maupun non-
fisik, sebagai sesuatu yang esensial dari padanya. Karena itu, esensi
cahaya adalah manifestasi.
6. Epistemologi
Dalam kajian epistemologi al-Suhrawardi mengkritik logika
Aristoteles. Menurut Aristoteles, definisi adalah genus plus differensia.
Tapi al-Suhrawardi berpendapat bahwa atribut khusus hal yang
terdefinisikan, yang tidak dapat dipredikatkan kepada hal yang lain,
mengakibatkan kita tidak memiliki pengetahuan tentang hal itu. Suatu
contoh, kita mendefinisikan kuda sebagai seekor binatang ”meringkik”,
sekarang kita mengerti hewan, karena kita mengetahui banyak hewan
yang memiliki atribut seperti ini; tetapi tidak mungkin untuk mengerti
atribut meringkik, karena meringkik didapati hanya pada benda yang
didefinisikan dengan sifat meringkik itu. Definisi biasa kuda, dengan
definisi yang tadi, akan menjadi tidak bermakna apabila dihadapkan
kepada orang yang belum pernah melihat seekor kuda. Maka, definisi
47
Aristoteles sebagai suatu prinsip ilmiah benar-benar tidak berlaku. Al-
Suhrawardi berpendapat bahwa suatu definisi yang benar adalah definisi
yang menyebutkan satu persatu semua atribut yang esensial, yang secara
kolektif ada pada benda yang didefinisikan itu, walaupun atribut-atribut
itu bisa saja dengan sendirinya terdapat pada banda yang lain.
7. Kosmologi
Al-Suhrawardi memiliki pandangan dalam bidang kosmologi
yang berbeda dengan apa yang dianggap oleh para ahli sebagai berasal
dari para filsuf lain, menurut al-Suhrawardi , hal itu adalah berasal dari
pandangan dunia yang dibangun Avicenna. Ia menyatakan
persetujuannya akan tetapi ia juga berusaha dengan mengutip Kitab Suci
atau inti ajaran tasawuf.
Alam semesta merupakan pancaran abadi dari sumber yang
pertama. Dalam tambahan mengenai esensi yang bukan materi (cahaya),
adalah hal yang tidak dapat ditentukan yang pernah kita lihat, merupakan
sesutau yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada materi yang
secara langsung berasal dari Cahaya Utama atau secara tidak langsung
dari sinaran Cahaya Tuhan.
Segala yang “bukan cahaya” disebut sebagai “Kualitas Mutlak”
atau “Materi Mutlak”. Ini merupakan aspek lain penegasan atas cahaya,
dan bukan merupakan sebuah prinsip mandiri sebagaimana yang
dianggap secara salah oleh pengikut Aristoteles. Fakta membuktikan
bahwa unsur-unsur primer yang lain menjadi satu, merujuk kepada
materi absolut; dasar yang mempunyai berbagai tingkat besarnya,
48
membentuk berbagai macam lingkaran materi. Ada dua bagian landasan
mutlak semua benda, yaitu:
a) Yang berada di luar ruang -- atom-atom atau substansi yang tidak
terang (esensi-esensi menurut kelompok Asy‟ari).
b) Yang mesti di dalam ruang – bentuk-bentuk kegelapan, misalnya:
berat, bau, rasa, dan sebagainya.
Semua yang bukan cahaya dibagi menjadi dua:
a) Kekal abadi, misalnya: intelek, jiwa dari benda-benda angkasa, langit,
unsur-unsur tunggal, waktu, dan gerak.
b) Tergantung, misalnya: senyawa-senyawa dari berbagai unsur. Gerak
langit itu adalah abadi, dan membuat berbagai siklus Alam Semesta.
Ini disebabkan oleh kerinduan kuat jiwa langit untuk menerima
penerangan dari sumber segala cahaya.
Dikatakan bahwa ada dua hal yang abadi yaitu Tuhan dan alam,
akan tetapi al-Suhrawardi tetap membedakanya. Alam semesta
merupakan manifestasi kekuatan penerang yang membentuk pembawaan
esensial Cahaya Pertama.
Al-Suhrawardi mengelompokkan alam menjadi empat:
a) Alam Akal-akal („Alam al-„Uqul).
b) Alam Jiwa-jiwa („Alam al-Nufus).
c) Alam Bentuk („Alam al-Ajsam).
d) Alam Mitsal, suatu alam kelepasan jiwa menuju kesempurnaan.
Tiga alam di atas sudah sering diperbincangkan oleh para filsuf
sebelumnya, sedangkan alam ke empat ini merupakan inovasi baru yang
ditemukan al-Suhrawardi dengan jalan mujahadah dan musyahadah
secara berkelanjutan.
49
8. Psikologi
Dalam masalah jiwa, al-Suhrawardi setuju dengan pandangan Ibn
Sina, bahwa jiwa manusia tidak dapat dipandang sudah ada sebelum
keberadaan fisiknya. Hubungan antara penerangan abstrak, atau
hubungan antara jiwa dan tubuh, bukanlah suatu hubungan sebab akibat;
ikatan kesatuan antara materi adalah cinta. Tubuh yang merindukan
penerangan, menerima penerangan melalui jiwa; dikarenakan sifatnya
yang tidak mengizinkan suatu komunikasi langsung antarra sumber
cahaya dan dirinya sendiri. Tetapi jiwa tidak dapat menyampaikan sinar
yang diterima secara langsung kepada benda padat yang gelap (tubuh),
karena memang berbeda antara jiwa dan tubuh. Oleh karena itu untuk
tercapainya hubungan antara satu sama lain, maka dibutuhkan media lain
yang berdiri di tengah antara terang dan gelap, yaitu jiwa hewani, yang
berupa asap transparan, halus, dan panas yang bertempat di rongga kiri
jantung, namun menyebar juga ke seluruh bagian tubuh.
Recommended