View
218
Download
6
Category
Preview:
DESCRIPTION
PENERAPAN NUMERIK DALAM TEKNIK SIPIL
Citation preview
BAB I
POLA RETAK DAN MODEL KERUNTUHAN BALOK TINGGI
DENGAN PEMAKAIAN TULANGAN GESER LONGITUDINAL
Oleh :
Ninik Catur Endah Yuliati, Bambang Tri Leksono, Eka Hidayat Junaidi
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Merdeka Malang
Jl. Taman Agung No. 1 Malang 65146
ninikcatur@lycos.com
ABSTRAK
Kelebihan balok tinggi adalah nilai kekakuan lenturnya (EI) yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan balok biasa. Balok tinggi pada beton bertulang pada umumnya didesain hanya dengan pemakaian tulangan minimum saja, baik untuk tulangan lentur maupun tulangan geser dikarenakan balok tinggi tidak direncanakan sebagai pemikul beban utama, namun hanya dari segi estetikanya saja.
Penelitian ini menggunakan 12 balok uji dengan mutu beton 25 Mpa yang merupakan hasil pemodelan dengan skala geometrik 1 : 4. yang ditumpu sederhana dengan dimensi (13x40x100) cm. Penulangan lentur yang dipakai 4
10 mm untuk sisi tarik dan 2
f
10 mm untuk sisi tekan, penulangan geser/sengkang balok dipakai
f
6100 mm untuk setiap balok-uji. Pemberian tulangan geser longitudinal dilakukan dengan variasi tanpa tulangan geser longitudinal sebanyak 3 balok, 2
f
6 mm, 4
f
6 mm dan 6
f
6 mm masing-masing sebanyak 3 balok. Pengujian dilakukan dengan beban dua titik simetris dan rasio bentang geser terhadap tinggi efektif balok (a/d) bervariasi yakni mulai 0,6 ; 0,8 dan 1,0. Data mengenai beban retak, beban ultimit, regangan pada tulangan pokok, sengkang maupun tulangan geser longitudinal serta displacement balok pada titik beban diukur untuk setiap peningkatan beban dengan interval 250 kg pada saat pengujian.
Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa rambatan retak pada balok tinggi dapat dihambat dengan adanya penambahan tulangan geser longitudinal. Dengan tereduksinya rambatan retak ini maka akan dapat meningkatkan beban yang mampu diterima oleh balok tinggi. Rasio a/d memberikan pengaruh terhadap rambatan retak pada balok tinggi. Semakin pendek jarak beban ke tumpuan (a/d = kecil) maka panjang retak juga akan semakin kecil. Pola keruntuhan balok tinggi ditentukan juga oleh penambahan tulangan geser longitudinal. Akibat penambahan tulangan longitudinal ini maka pola keruntuhan yang terjadi adalah pola keruntuhan lentur dengan ditandai oleh terjadinya retak lentur pada daerah mid-span. Sebaliknya pada balok tanpa tambahan tulangan geser longitudinal pola keruntuhannya lebih bersifat pola keruntuhan geser yang ditandai dengan retak geser pada daerah tumpuan. Rasio a/d pada balok tinggi juga menentukan pola keruntuhan yang terjadi. Semakin pendek jarak beban ke tumpuan (a/d = kecil) maka pola keruntuhannya adalah pola keruntuhan geser. Sebaliknya pada rasio a/d yang semakin besar pola keruntuhan yang terjadi adalah pola keruntuhan lentur.
Kata Kunci:Balok Tinggi, Tulangan Geser Longitudinal, Rambatan Retak, Pola Keruntuhan
PENDAHULUAN
Perilaku dan karakteristik dari balok tinggi sangat berbeda dari perilaku dan karakteristik balok yang mempunyai perbandingan normal.Pada balok tinggi akan dominan terjadi keruntuhan akibat tegangan geser. Untuk itu perencanaan tulangan geser menjadi amat penting pada desain balok tinggi. Tulangan geser tidak hanya meningkatkan kapasitas geser balok, tetapi juga daktilitasnya sehingga tulangan geser mereduksi resiko terjadi keruntuhan getas. Selain sengkang yang menahan gaya geser maka pada penelitian ini dicoba divariasikan dengan menggunakan tulangan geser longitudinal yang diharapkan dapat menyumbangkan tahanan terhadap kapasitas geser balok tinggi.
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola rambatan retak dan model keruntuhan balok tinggi beton bertulang dengan tambahan pemakaian tulangan geser longitudinal.
TINJAUAN PUSTAKA DAN TEORI
Penyelidikan keruntuhan tekan geser telah dilakukan pada balok tinggi dengan mengambil variasi rasio bentang geser dan tinggi efektif balok (a/d) antara 1,0 sampai 2,5 dengan beban single dan double pada balok. Dijelaskan bahwa mutu beton, rasio penulangan utama, rasio penulangan geser pada rasio a/d 1,0 sampai 2,5 akan mempengaruhi keruntuhan tekan geser pada balok tinggi (Zararis, 2003).
Desain dengan metode CIRIA pada balok tinggi dengan memakai beton normal dan mutu tinggi telah dilakukan revisi untuk memperkirakan geser ultimit yang terjadi. Parameter yang bervariasi diberikan pada penyelidikan tersebut antara lain ; rasio a/d antara 0,27 sampai 2,7 ; jumlah penulangan utama (1,23 sampai 5,80%), jumlah penulangan geser dan mutu beton yang digunakan antara 25 sampai 100 MPa (Leong and Tan, 2003).
Perkiraan daerah dan dimensi keruntuhan tekan geser juga dapat dilakukan pada balok tinggi dengan memakai metode AE, yang mengukur besarnya energi lokal dari sensor-sensor yang diberikan pada permukanan beton. Evaluasi daerah keruntuhan dapat diketahui dari pengujian tekan uniaxial pada balok berdasarkan amplitudo maksimum yang diukur dari tegangan maksimum. Panjang daerah keruntuhan balok hasil pengujian ternyata lebih dari 30% dari hasil pengukuran sensor yang dilakukan dari berbagai bentuk dan ukuran benda uji (Watanabe, 2002,).
Pengaruh letak beban dengan penulangan geser yang berbeda pada balok tinggi dengan beton mutu tinggi (fc > 55 MPa) juga telah diteliti, dimana dilakukan pengujian dengan beban seluruhnya terletak pada tepi atas balok, dan semua pada tepi bawah balok serta kombinasi tepi atas dan tepi bawah balok dengan ratio Ptop/Pbottom masing-masing 1:1 dan 2:1. Sedangkan variasi penulangan geser yang diteliti antara lain balok tinggi dengan tulangan utama yang dimiringkan, tulangan geser vertikal serta kombinasi tulangan geser vertikal dan horizontal. Penelitian ini juga menjelaskan bidang defleksi balok, lebar retak yang terbentuk, pola retak, model keruntuhan, beban retak diagonal, kekuatan layan dan ultimit (Tan and Wei, 1999).
Faktor yang mempengaruhi perilaku dan kekuatan geser balok beton bertulang dengan tumpuan sederhana sangat banyak dan kompleks serta tidak seluruhnya bisa di pahami. Faktor-faktor tersebut termasuk ukuran dan bentuk penampang balok, jumlah dan susunan penulangan lentur, penulangan tekan dan transversal, rasio bentang geser terhadap tinggi efektif balok (a/d) serta sifat-sifat beton dan bajanya sendiri. Jika faktor selain rasio a/d dibuat tetap pada penampang balok persegi maka variasi kapasitas geser dapat dijelaskan seperti Gambar 1 berikut ini.
f
Gambar 1 . Perubahan rasio a/d terhadap geser pada balok persegi METODE PENELITIAN
Balok uji sebanyak 12 (duabelas) buah berukuran (130x400) mm panjang 100 cm diuji dengan skala penuh. Variabel yang diambil adalah 3 (tiga) balok tanpa memakai tulangan geser longitudinal, kemudian setiap 3 (tiga) balok memakai 1 lapis 6mm, 2 lapis 6mm dan 3 lapis 6mm tulangan geser longitudinal. Semua balok diuji dengan memakai setting beban 2 (dua) titik, dengan rasio a/d berturut-turut ; 0,6 ; 0,8 dan 1,0. Mutu beton dipakai 25 MPa. Peralatan pengujian yang digunakan antara lain ; loading frame kapasitas 30 ton, hydraulic jack kapasitas 50 ton, Load ceel kapasitas 30 ton yang dilengkapi dengan Load indikator dengan ketelitian pembacaan sampai 1 kg, dial gauge ketelitian 0,001 mm. Pengujian balok uji dilakukan dengan memakai loading frame seperti terlihat pada gambar 3.4. Pembacaan yang dilakukan pada pengujian adalah data beban yang diberikan setiap kenaikan 250 kg, beban saat retak awal balok, beban saat retak diagonal/geser terjadi, beban saat kondisi ultimit tercapai, serta displacemen pada titik beban ( tepi atas dan tepi bawah balok). Pengamatan yang dilakukan adalah pola retak yang terjadi mulai retak awal, retak diagonal sampai beban pasca retak balok. Pengujian balok dilakukan pada setiap variasi penulangan geser longitudinal dengan a/d mulai 0,6 ; 0,8 dan 1,0 dengan pemberian dua titik beban pada balok seperti terlihat pada gambar 2. Selain data tersebut diatas juga dibaca data mengenai regangan yang terjadi melalui strain gauge yang dipasang pada tulangan pokok, sengkang dan tulangan geser longitudinal seperti terlihat pada gambar 3.
f
Gambar 1 : Setting Pembebanan Balok dengan two point loading
f
: strain gauges Gambar 3 : Penulangan pada Balok-uji
HASIL PENELITIAN
Dari pengujian dengan sistem two point loading terhadap benda uji balok tinggi, diperoleh hasil-hasil sebagai berikut :
Tabel 1 : Hasil Pengujian pada balok Tinggi
Benda Uji
Jml Tul Geser Long
Rasio
(a/d)
Beban (kg)
Regangan Maksimum (x 0,000001)
Lendutan (mm)
First crack
Ultimit
Tul. lentur
Geser Long
Sengkang
First crack
Ultimit
BTTB-0
0
0.6
11445
16935
251
9094
5.69
2.68
0
0.8
11270
13340
146
1573
1.74
1.25
0
1
6890
9635
101
1375
1.34
1
BTTB-1
1
0.6
13985
20210
4.88
2.53
1
0.8
12300
16850
624
125
1103
6.33
4.17
1
1
7730
10915
6.82
3.96
BTTB-2
2
0.6
17360
22560
4.62
4.23
2
0.8
12575
19490
1053
256
742
7.77
4.32
2
1
8350
14010
5.98
2.48
BTTB-3
3
0.6
18930
24562
8.28
5.18
3
0.8
13950
24440
1614
347
686
4.25
1.75
3
1
12920
16610
9.58
5.66
Rambatan Retak pada Balok Tinggi
1. Pengaruh Penambahan Tulangan Geser Longitudinal Terhadap Rambatan Retak Balok Tinggi
Secara umum, penambahan tulangan geser longitudinal akan meningkatkan kemampuan balok dalam menahan beban first-crack, memperlambat rambatan retak dan meningkatkan kemampuan balok dalam menahan beban puncak. Hubungan panjang retak dengan beban pada balok tinggi dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Rasio a/d = 1
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
0510152025303540
Panjang Retak (cm)
Beban (kg)
BTTB-0
BTTB-1
BTTB-2
BTTB-3
Rasio a/d = 0,8
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
0510152025303540
Panjang Retak (cm)
Beban (kg)
BTTB-0
BTTB-1
BTTB-2
BTTB-3
Rasio a/d = 0,6
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
0510152025303540
Panjang Retak (cm)
Beban (kg)
BTTB-0
BTTB-1
BTTB-2
BTTB-3
Gambar 4 : Hubungan Beban dan Panjang Retak pada balok tinggi
Pada rasio a/d yang sama
Dari grafik terlihat bahwa pada rasio a/d = 1, penambahan tulangan geser longitudinal ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pola rambatan retak balok tinggi. Pada BTTB-0, saat beban mencapai 9500 kg yang mendekati beban puncaknya (9635 kg) panjang retak yang terjadi mencapai 35,25 cm. Tetapi pada BTTB-1 yang telah mendapat tambahan perkuatan 1 lapis tulangan geser longitudinal, pada beban yang sama (9500 kg) panjang retak ini dapat dihambat sehingga retak yang terjadi hanya sepanjang 24 cm. Panjang retak ini akan semakin berkurang untuk balok yang mendapat tambahan perkuatan dari tulangan geser longitudinal lebih dari satu lapis. Pada BTTB-2 panjang retak yang terjadi mencapai 15,5 cm sedangkan pada BTTB-3 panjang retak semakin berkurang hingga 0 cm yang artinya pada beban yang sama (9500 kg) pada BTTB-3 belum terjadi retak.
Hal yang sama juga terlihat pada rasio a/d = 0,8 dimana pada BTTB-0 saat beban mencapai 13250 kg yang mendekati beban puncak (13340 kg), retak yang terjadi sepanjang 33,5 cm. Sedangkan pada BTTB-1, BTTB-2 dan BTTB-3 dengan penambahan tulangan geser longitudinal ini dapat mereduksi panjang retak hingga mencapai 18 cm, 8 cm dan 0 cm pada saat menerima beban sebesar 13250 kg.
Pada rasio a/d = 0,6 semakin memperjelas pengaruh penambahan tulangan geser longitudinal terhadap rambatan retak balok tinggi. Pada BTTB-0 saat beban mencapai 16750 kg yang mendekati beban puncak (16935 kg), retak yang terjadi sepanjang 37 cm. Sedangkan pada BTTB-1, BTTB-2 dan BTTB-3 dengan penambahan tulangan geser longitudinal sebanyak 1 lapis, 2 lapis dan 3 lapis ini dapat mereduksi panjang retak hingga mencapai 26 cm, 0 cm dan 0 cm pada saat menerima beban sebesar 16750 kg.
Berdasarkan hasil analisa tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tulangan geser longitudinal memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap rambatan retak balok tinggi. Rambatan retak dapat dihambat oleh adanya tulangan geser longitudinal sehingga dapat meningkatkan kapasitas beban yang bisa diterima oleh balok tinggi.
2. Pengaruh Variasi Rasio a/d Terhadap Rambatan Retak Balok Tinggi
Adanya perubahan rasio a/d juga mempengaruhi panjangnya retak dan rambatan yang terjadi pada balok tinggi, hal tersebut ditunjukkan pada gambar 5. Dari grafik terlihat bahwa pada BTTB-0, perubahan rasio a/d ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pola rambatan retak balok tinggi. Pada rasio a/d = 1, saat beban mencapai 9500 kg yang mendekati beban puncaknya (9635 kg) panjang retak yang terjadi mencapai 35,25 cm. Tetapi pada rasio a/d = 0,8, pada beban yang sama (9500 kg) panjang retak ini berkurang menjadi 0 cm. Demikian juga yang terjadi pada rasio a/d = 0,6, saat beban mencapai 9500 kg belum terjadi retak pada balok.
10750 kg yang mendekati beban puncak (10915 kg), retak yang terjadi sepanjang 29 cm. Sedangkan pada rasio a/d = 0,8 dan 0,6 dapat mereduksi panjang retak hingga mencapai 0 cm pada saat menerima beban sebesar 10750 kg.
Pada BTTB-2, perubahan rasio a/d ini juga memberikan trend yang sama terhadap pola rambatan retak balok tinggi. Pada rasio a/d = 1, saat beban mencapai 14000 kg yang mendekati beban puncaknya (14010 kg) panjang retak yang terjadi mencapai 36 cm. Tetapi pada rasio a/d = 0,8, pada beban yang sama (14000 kg) panjang retak ini berkurang menjadi hanya 13 cm. Demikian juga yang terjadi pada rasio a/d = 0,6, saat beban mencapai 14000 kg retak yang terjadi pada balok semakin berkurang hingga mencapai 0 cm.
BTTB-1
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
0510152025303540
Panjang Retak (cm)
Beban (kg)
Rasio a/d = 1
Rasio a/d = 0,8
Rasio a/d = 0,6
BTTB-0
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
0510152025303540
Panjang Retak (cm)
Beban (kg)
Rasio a/d = 1
Rasio a/d = 0,8
Rasio a/d = 0,6
BTTB-2
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
0510152025303540
Panjang Retak (cm)
Beban (kg)
Rasio a/d = 1
Rasio a/d = 0,8
Rasio a/d = 0,6
BTTB-3
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
0510152025303540
Panjang Retak (cm)
Beban (kg)
Rasio a/d = 1
Rasio a/d = 0,8
Rasio a/d = 0,6
Gambar 5 : Hubungan Beban dan Panjang Retak pada balok tinggi
Pada Type Balok yang sama
Hal yang sama juga terlihat pada BTTB-1 dimana pada rasio a/d = 1 saat beban mencapai
Pada BTTB-3 semakin memperjelas pengaruh perubahan rasio a/d terhadap rambatan retak balok tinggi. Pada rasio a/d = 1 saat beban mencapai 16500 kg yang mendekati beban puncak (16610 kg), retak yang terjadi sepanjang 38 cm. Sedangkan pada rasio a/d = 0,8 dan a/d = 0,6 d dapat mereduksi panjang retak hingga mencapai 22,5 cm pada rasio a/d = 0,8 dan 0 cm pada rasio a/d = 0,6 saat menerima beban sebesar 16500 kg.
Berdasarkan hasil analisa tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa rasio a/d memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap rambatan retak balok tinggi. Pada rasio a/d yang semakin kecil, maka panjang retak juga akan semakin kecil.
5.2 Pola Retak dan Keruntuhan Balok
Pada balok tinggi, secara umum retak akibat pembebanan terjadi di daerah antara tumpuan sampai dengan titik beban dan bagian tengah bentang balok. Pada rasio a/d = 1 dan rasio a/d = 0,8. Retak balok diawali dari serat bawah bagian tengah bentang kemudian seiring dengan panambahan beban, retak ini akan bertambah panjang menuju serat atas balok dengan arah rambatan yang cenderung vertikal. Pola rambatan retak yang semacam ini menunjukkan bahwa pola retak yang terjadi adalah perilaku lentur. Dengan bertambahnya beban, retak juga mulai terjadi pada daerah tumpuan menuju ke arah titik beban dengan pola rambatan retak ke arah diagonal. Pola rambatan yang semacam ini menunjukkan perilaku geser yang dominan pada balok. Berdasarkan pola rambatan retak yang terjadi dapat disimpulkan bahwa pada balok tinggi keruntuhan yang terjadi merupakan kombinasi antara keruntuhan lentur dan keruntuhan geser. Sedangkan pada rasio a/d = 0,6 retak terjadi di bawah titik beban yang kemudian merambat ke arah diagonal menuju titik beban itu sendiri yang berarti perilaku retaknya lebih ke arah perilaku geser, namun dengan penambahan jumlah tulangan akan mengubah perilaku geser balok menjadi perilaku lentur.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perubahan rasio a/d balok menyebabkan perbedaan jenis keruntuhan pada balok dimana balok dengan rasio a/d = 0,8 dan rasio a/d = 1 cenderung mengalami keruntuhan lentur sedangkan balok dengan rasio a/d = 0,6 cenderung mengalami keruntuhan geser. Jadi posisi pembebanan sangat menentukan pola keruntuhan yang terjadi pada balok tinggi. Apabila beban yang diberikan semakin mendekati tumpuan (a/d makin kecil) maka keruntuhan yang terjadi lebih cenderung ke pola keruntuhan akibat tegangan geser. Sebaliknya jika beban yang diberikan semakin menjauhi tumpuan (a/d makin besar), maka keruntuhan yang terjadi lebih cenderung ke pola keruntuhan akibat tegangan lentur. Sedangkan akibat penambahan tulangan geser longitudinal akan mengubah perilaku keruntuhan balok dari keruntuhan geser menjadi keruntuhan lentur. Hal ini disebabkan adanya kontribusi tulangan geser longitudinal dalam menerima tegangan geser sehingga keruntuhan balok lebih dominan diakibatkan oleh tegangan lentur.
KESIMPULAN.
Dari hasil penelitian ini diperoleh keimpulan bahwa rambatan retak pada balok tinggi dapat dihambat dengan adanya penambahan tulangan geser longitudinal. Dengan tereduksinya rambatan retak ini maka akan dapat meningkatkan beban yang mampu diterima oleh balok tinggi. Rasio a/d memberikan pengaruh terhadap rambatan retak pada balok tinggi. Semakin pendek jarak beban ke tumpuan (a/d = kecil) maka panjang retak juga akan semakin kecil. Pola keruntuhan balok tinggi ditentukan juga oleh penambahan tulangan geser longitudinal. Akibat penambahan tulangan longitudinal ini maka pola keruntuhan yang terjadi adalah pola keruntuhan lentur dengan ditandai oleh terjadinya retak lentur pada daerah mid-span. Sebaliknya pada balok tanpa tambahan tulangan geser longitudinal pola keruntuhannya lebih bersifat pola keruntuhan geser yang ditandai dengan retak geser pada daerah tumpuan. Rasio a/d pada balok tinggi juga menentukan pola keruntuhan yang terjadi. Semakin pendek jarak beban ke tumpuan (a/d = kecil) maka pola keruntuhannya adalah pola keruntuhan geser. Sebaliknya pada rasio a/d yang semakin besar pola keruntuhan yang terjadi adalah pola keruntuhan lentur.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih atas seluruh pembiayaan penelitian ini yang merupakan bagian dari Program Hibah Kompetisi A2, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta untuk Tahun Anggaran 2006 di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Merdeka Malang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,2005,Design of Beams for Shear, Dept. of Civil Engineering University of Pretoria
Departemen Pekerjaan Umum,1991, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, Yayasan LPMB, Bandung.
Denpongpan, Thammanoon,2001, Effect of Reversed Loading on Shear Behavior of Reinforced Concrete, Januari 2001
Leong, C.L., and Tan. K.H, 2003, Proposed Revision on CIRIA Design Equation for Normal and High Strength Concrete Deep Beams, Magazine of Concrete Research, Vol.55 Issue.3, pp 267-278.
Nawy E.G,1990, Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar, Eresco,Bandung
Tan, K.H., C.Y Tang, and K.Tong, 2004, Shear Strength Prediction of Pierced Deep Beams with Inclined Web Reinforcement, Magazine of Concrete Research, Vol.56, Issue.8, pp.443-452.
Tan, K.H and Weng, L.W, 1999, High-strength Concrete Deep Beams with Different Web Reinforcement under Combined Loading, Australian Conference on the Mechanics of Structures and Materials, 8-10 December 1999, Sydney.
Teng, Susanto., Fung-Kew.K., Soon-Ping. P., Lingwei W.G, and Tan K.H, 1996, Performance of Strengthened Concrete Deep Beams Predamaged in Shear, ACI Structural Journal, Vol.93, No.2, March-April 1996, pp159-171.
Watanabe, Ken., Mitsuyasu Iwanami, Hiroshi Yokota, and Junichiro Niwa, 2002, Estimation of The Localized Compressive Failure Zone of Concrete by AE Method, Proceeding of the 1st fib Congress, Osaka, Session 13, October 2002, pp.117-124.
Winter, George and Arthur H.N,1993, Perencanaan Struktur Beton Bertulang, Pradnya Paramita, Jakarta
Zararis, Prodromos.D., 2003, Shear Compression Failure in Reinforced Concreted Deep Beams, Journal of Structural Engineering, Vol.129, No.4, April 2003, pp 544-553.
Zhang, Z., C.T.Hsu, and John Moren, 2004, Shear Strengthening of Reinforced Concrete Deep Beam using Carbon Fiber-Reinforced Polymer Laminates, Journal of Composites for Construction, Vol 8, No.5, September/October 2004, pp.403-414.
Kekuatan tekan-geser
BTTB-3
EMBED Equation.3 6-100 mm
6 EMBED Equation.3 6 mm
2 EMBED Equation.3 10 mm
40 cm
13 cm
100 cm
BTTB-1
2 EMBED Equation.3 6 mm
4 EMBED Equation.3 10 mm
2 EMBED Equation.3 10 mm
13 cm
EMBED Equation.3 6-100 mm
40 cm
100 cm
BTTB-2
EMBED Equation.3 6-100 mm
4 EMBED Equation.3 6 mm
2 EMBED Equation.3 10 mm
40 cm
13 cm
100 cm
BTTB-0
EMBED Equation.3 6-100 mm
4 EMBED Equation.3 10 mm
2 EMBED Equation.3 10 mm
40 cm
13 cm
100 cm
Hidraulic Pump
Load Indicator
Loading Frame
a
Pin Supporting
Dial gggauge
Actuator Frame
Hidraulic Jack
L
Balok Uji
Load Cell
Keruntuhan tarik-geser
Momen runtuh = Va
2
1
Keruntuhan Balok
balok tinggi
Keruntuhan
lentur
Keruntuhan tarik diagonal
7
6
5
4
3
Kekuatan retak miring, Vc
Kekuatan momen lentur
Rasio a/d
dan tekan-geser
PAGE
f
f
f
f
f
f
f
f
f
f
f
Recommended