View
217
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
Ekspansi Jurnal Ekonomi, Keuangan, Perbankan dan Akuntansi
Vol. 5, No. 1, Mei 2013, 43 - 56
43
PENETAPAN HARGA TRANSFER MULTINASIONAL SEBAGAI STRATEGI PENGHINDARAN PAJAK
Ira Novianty
Prodi Akuntansi Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Bandung
ABSTRAK
Harga transfer didefinisikan sebagai harga suatu produk atau jasa yang dibebankan dari suatu sub-unit (divisi) ke sub-unit (divisi) yang lain pada organisasi yang sama. Tujuan penetapan harga transfer akan berbeda, tergantung apakah harga transfer tersebut terjadi antar divisi di dalam negeri (domestik) atau antar divisi di luar negeri sebagai perusahaan multinasional (internasional). Pada harga transfer domestik, tujuan utama harga transfer adalah untuk mengoptimalkan kinerja subunit (divisi) dan mengarah pada optimalisasi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Sedangkan pada harga transfer perusahaan multinasional, tujuan utama harga transfer terkait dengan pertimbangan pajak, karena harga transfer seringkali memiliki implikasi terhadap pajak, tidak hanya pajak penghasilan tetapi juga pajak penjualan, pajak pertambahan nilai, bea cukai, dan lain sebagainya. Harga transfer terutama digunakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional untuk meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar melalui rekayasa harga transfer antar divisi. Dilihat dari sisi pajak, rekayasa pada harga transfer terjadi akibat adanya transaksi hubungan istimewa, sehingga perusahaan memanfaatkannya untuk menghindari pembayaran pajak yang tinggi. Kata kunci : harga transfer, perusahaan multinasional, hubungan istimewa, penghindaran pajak.
ABSTRACT
Transfer pricing is defined as the price of products or services that charged from a subunit (division) to another subunits (divisions) in the same organization. The goal of transfer pricing will be different, depending on transfer pricing transaction, whether domestic companies transaction or multinational companies (international) transactions. The main goal of domestic transfer pricing is to optimize subunits performance (divisions) and leading to optimize company performance. On multinational companies, the main goal of transfer pricing related to tax considerations, because the transfer pricing has tax implications, not only income tax but also the sales tax, value added tax, customs rate, and etc. Transfer pricing is mainly used by multinational companies to minimize of tax to be paid through the engineering transfer pricing between divisions. For tax consideration, the engineering on transfer pricing caused by related parties transactions, so that companies use it to avoid paying high tax. Keywords: transfer pricing, multinational companies, related parties, tax evasion.
POLBAN
Ekspansi Akuntansi
44
LATAR BELAKANG
Globalisasi dan kemajuan teknologi informasi saat ini sangat berkembang
pesat. Hal ini jelas berdampak pada perubahan lingkungan dunia usaha yang
sangat cepat. Dalam menjalankan bisnisnya, para pengusaha tidak lagi terhambat
akibat jarak atau batas-batas negara. Kemudahan dalam memperoleh akses
transportasi dan informasi menyebabkan persaingan tidak lagi di tingkat lokal, tetapi
juga membentuk persaingan antar negara (kompetisi global). Kemudahan
memperoleh informasi bagi setiap individu memicu pelaku bisnis berlomba-lomba
memenuhi keinginan konsumen dengan produk atau jasa terbaik yang dapat
dihasilkan perusahaan, baik untuk konsumen di dalam negeri maupun di luar negeri.
Jika pelaku bisnis tidak merespon dengan cepat perubahan ini, maka tidak menutup
kemungkinan mereka akan gagal dalam dunia persaingan bisnis. Fenomena ini
dapat mempengaruhi pelaku bisnis dalam mengembangkan usahanya dengan
melakukan ekspansi, tidak hanya ekspansi di dalam negeri (domestik), tetapi juga di
luar negeri. Bisnis tidak lagi bersifat domestik. Hal tersebut dikarenakan adanya
keterbatasan sumber daya di setiap negara, sehingga memungkinkan perusahaan
untuk membuka anak perusahaan di luar negeri. Hal ini berdampak pada terjadinya
arus produk atau jasa melalui batas-batas negara melalui kegiatan transfer produk
atau jasa. Arus produk atau jasa ini menimbulkan terciptanya praktik harga transfer.
Praktik harga transfer yang melibatkan perusahan asing (multinational
company) seringkali bertujuan untuk manajemen pajak dimana pihak-pihak yang
terkait dalam harga transfer berupaya untuk mengurangi bahkan menghindari
kewajiban pembayaran pajak dengan memanfaatkan kebijakan perpajakan dan tarif
pajak di setiap negara yang berbeda-beda (Horngreen, 2006). Model penghindaran
pajak (tax avoidance) sering mungkin terjadi pada ekspor komoditas. Para eksportir,
masih banyak menggunakan kontrak penjualan lama, yang belum direnegosiasi,
untuk pelaporan omset pada SPT Tahunan. Pengusaha juga melakukan transfer
pricing (TP) dengan mendirikan perusahaan perantara di negara bertarif pajak
rendah seperti Hongkong dan Singapura, sebelum menjual ke enduser (Anandita,
2012).
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Harga Transfer
Harga transfer didefinisikan sebagai harga suatu produk atau jasa yang
dibebankan dari suatu subunit (divisi) ke subunit (divisi) yang lain pada organisasi
POLBAN
Ira Novianty
45
yang sama. Transfer pricing sering juga disebut dengan intracompany pricing,
intercorporate pricing, interdivisional atau internal pricing yang merupakan harga
yang diperhitungkan untuk keperluan pengendalian manajemen atas transfer
barang dan jasa antar anggota /grup perusahaan (Yenni, 2000). Transfer pricing
biasanya ditetapkan untuk produk-produk intermediate (intermediate product) yang
merupakan barang-barang dan jasa-jasa yang dipasok oleh divisi penjual kepada
divisi pembeli untuk diproses atau diolah kembali.
Tujuan Harga Transfer Tujuan penentuan harga transfer dapat dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu harga transfer domestik dan harga transfer pada perusahaan-perusahaan
multinasional (international/multinational transfer pricing).
Tujuan harga transfer domestik adalah (Garrison: 2000)
1. Mengevaluasi kinerja masing-masing subunit/divisi
2. Meningkatkan motivasi manajer di masing-masing subunit/divisi
3. Mencapai kesesuaian tujuan antara subunit dan perusahaan
4. Otonomi yang lebih besar pada subunit.
Sedangkan tujuan harga transfer internasional adalah (Garrison: 2000):
1. Mengurangi tarif, pajak, dan bea cukai
2. Mengurangi resiko nilai tukar
3. Membantu anak perusahaan (subunit) untuk berkompetisi dalam
pasar asing dengan mempertahankan biaya pada anak perusahaan
yang rendah.
4. Menjalin hubungan yang lebih baik dengan pemerintah setempat
Metode Penentuan Harga Transfer Terdapat tiga metode dalam penentuan harga transfer, yaitu
(Horngren:2006):
1. Harga transfer berdasarkan pasar (market-based transfer price), yaitu harga
transfer dari produk atau jasa sesuai dengan harga yang terdaftar secara
publik, misalkan sesuai dengan situs Web asosiasi perdagangan. Manajemen
puncak dapat memilih harga apakah untuk harga internal ataupun harga
eksternal dari harga yang dibebankan oleh suatu subunit kepada konsumen
luar.
2. Harga transfer berdasarkan biaya (cost-based transfer price), yaitu harga
transfer dari produk atau jasa berdasarkan pada biaya produksinya. Misalnya
POLBAN
Ekspansi Akuntansi
46
apakah harga transfer tersebut berdasarkan pada biaya produksi variabel,
berdasarkan biaya produksi tetap dan variabel, atau berdasarkan biaya
penuh.
3. Harga transfer yang dinegosiasikan (negotiated transfer price), yaitu
penentuan harga transfer dari produk atau jasa berdasarkan hasil negosiasi
antar subunit itu sendiri, apakah mereka akan membeli atau menjual secara
internal atau akan melakukan negosiasi dengan pihak eksternal.
Hubungan Istimewa
Berdasarkan pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 7
tentang Pengungkapan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan istimewa, diberikan
definisi sebagai berikut:
“Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa adalah pihak-pihak yang dianggap mempunyai hubungan istimewa bila satu pihak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan keuangan dan operasional.”
Dalam penjelasan definisi tersebut diuraikan lebih lanjut bahwa termasuk
sebagai pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah perusahaan
dibawah pengendalian satu atau lebih perantara (intermediaries), perusahaan
asosiasi (associated company); perorangan yang memiliki hak suara yang
berpengaruh secara signifikan, dan anggota keluarga dekat ; karyawan
kunci; dan perusahaan yang dimiliki baik secara langsung maupun tidak langsung
oleh setiap orang yang berpengaruh signifikan.
Definisi yang sama juga diberikan oleh International Financial Statement
Standar sebagai berikut :
A related party is a person or entity that is related to the entity that is
preparing its financial statements (referred to as the 'reporting entity') [IAS 24.9].
A related party transaction is a transfer of resources, services, or obligations
between related parties, regardless of whether a price is charged. [IAS 24.9]
Menurut pemaparan L.Y. Hari Sih Advianto dalam website pusdiklat pajak,
transaksi hubungan istimewa dapat terjadi antara pihak-pihak dalam wilayah suatu
negara (domestic transaction) atau melewati lintas batas negara (cross border
transaction). Transaksi secara domestik terjadi jika terjadi transfer sumberdaya atau
kewajiban antara satu pihak dengan pihak yang lain, keduanya masih berada dalam
hanya dalam lingkup batas wilayah suatu negara. Karena masih dalam wilayah
kedaulatan suatu negara, tentunya masih tunduk pada ketentuan hukum dan
POLBAN
Ira Novianty
47
peraturan yang sama. Lain halnya jika transaksi melintasi batas wilayah negara,
akan membawa permasalahan yang lebih kompleks, mengingat pada suatu
transaksi tersebut akan bersentuhan dengan aturan hukum dan perpajakan dari
negara-negara yang berbeda.
Aspek Perpajakan dalam Transaksi hubungan istimewa
Dalam ketentuan peraturan perpajakan, transaksi hubungan istimewa
mendapat perhatian yang khusus, terlebih jika transaksi tersebut disinyalir dilakukan
untuk tujuan penghindaran pajak dengan cara melaporkan penghasilan kurang dari
yang semestinya atau pembebanan biaya yang tidak wajar (L.Y. Hari Sih A).
Transaksi hubungan istimewa dapat juga menyebabkan penentuan harga
penyerahan sebagai dasar perhitungan Pajak Pertambahan Nilai menjadi lebih kecil
dari yang semestinya. Walaupun sebenarnya ketentuan perpajakan kurang
berimbang, karena hanya menitikberatkan pada transaksi yang berakibat
berkurangnya potensi penerimaan pajak, akan tetapi tidak mengatur jika transaksi
hubungan istimewa tersebut mengakibatkan penghasilan menjadi lebih besar atau
pembebanan biaya menjadi lebih kecil dibandingkan dengan transaksi dengan
menggunakan harga pasar wajar.
Hubungan Istimewa menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
pajak diatur dalam:
1. Pasal 18 ayat (4) UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagai
telah diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 28 Tahun 2007 sebagai
berikut:
Hubungan istimewa dianggap ada apabila:
Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain;
hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25%
(dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan
di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib
Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun
tidak langsung; atau
Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
POLBAN
Ekspansi Akuntansi
48
2. Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 8 tahun 1984 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 42 Tahun 2010, sebagai berikut:
Hubungan istimewa dianggap ada apabila:
Pengusaha mempunyai penyertaan langsung atau tidak langsung sebesar
25% (dua puluh lima persen) atau lebih pada Pengusaha lain, atau
hubungan antara Pengusaha dengan penyertaan 25% (dua puluh lima
persen) atau lebih pada dua pengusaha atau lebih, demikian pula
hubungan antara dua Pengusaha atau lebih yang disebut terakhir
Pengusaha menguasai Pengusaha lainnya atau dua atau lebih Pengusaha
berada di bawah penguasaan. Penguasaan yang sama baik langsung
maupun tidak langsung; atau
Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan/atau ke samping satu derajat
3. Pasal 9 ayat (1) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia dengan
mitra perjanjian, antara lain sebagai berikut:
Perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan istimewa, apabila:
(a) suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan turut
berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam
manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari Negara
Pihak lainnya pada Persetujuan, atau
(b) terdapat orang/badan yang sama yang turut berpartisipasi secara
langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengawasan, atau
modal suatu perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan dan suatu
perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dan dalam
tiap kasus di atas, terdapat kondisi-kondisi yang dibuat atau
diberlakukan diantara kedua perusahaan dimaksud dalam hubungan
dagang atau hubungan keuangannya yang berbeda dengan kondisi-
kondisi yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan yang mempunyai
kedudukan bebas, maka atas laba yang karena kondisi- kondisi tadi,
tidak diakui, dapat ditambahkan pada laba perusahaan tersebut dan
dikenakan pajak.
METODE PENELITIAN
Studi ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian
deskriptif. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan melalui
POLBAN
Ira Novianty
49
studi kepustakaan dengan mempelajari sejumlah buku, jurnal, paper, undang-
undang perpajakan, dan sebagainya untuk mendapatkan kerangka pemikiran dan
tujuan penelitian ini.
Strategi Penghindaran Pajak Melalui Penentuan Harga Transfer Aspek pajak internasional dalam penentuan harga transfer pada
perusahaan-perusahaan multinasional bagi sebagian besar perusahaan menjadi
pertimbangan utama. (Blocher:971). Sebagian besar Negara menerima perjanjian
Organization of Economic Cooperation and Development (OECD), yang
menyatakan bahwa harga-harga transfer sebaiknya disesuaikan dengan
menggunakan standar arm’s length .transaction, yaitu harga harga yang diperoleh
dari kesepakatan pihak-pihak yang tidak terkait. Hal tersebut bertujuan untuk
membatasi usaha-usaha perusahan multinasional dalam mengurangi kewajiban
pajak melalui transaksi hubungan istimewa.
Menurut L.Y. Hari Sih Advianto, Wajib Pajak dalam melakukan transaksi
dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa harus menerapkan prinsip
kewajaran dan kelaziman usaha (arm's length principle). Dalam Prinsip kewajaran
dan kelaziman usaha penetapan harga dan laba transaksi haruslah sama dan
sebanding antara transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa
dengan pihak-pihak yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa, baik menggunakan
metode comparable price, resale price, ataupun cost-plus pricing.
Meskipun setiap perusahaan diharuskan menerapkan arm’s length
transacton, tetapi masih banyak perusahaan yang menggunakan mekanisme
penentuan harga transfer sebagai strategi untuk mengurangi kewajiban pajaknya
(Lo dkk, 2010). Hasil penelitian Klassen (1993) dalam Lo & Wong (2010)
menemukan bukti bahwa terjadi pergeseran penghasilan pada perusahaan-
perusahaan multinasional akibat adanya perubahan tarif pajak di Canada, Eropa,
dan Amerika Serikat. Pada saat tarif pajak di Canada mengalami kenaikan,
perusahaan-perusahaan multinasional memindahkan penghasilan mereka dari
Canada ke Amerika Serikat, kemudian saat tarif pajak di Eropa mengalami
penurunan, perusahaan-perusahaan multinasional memindahkan penghasilan
mereka dari Amerika Serikat ke Eropa (Jacob, 1996) dalam Lo & Wong (2010) .
Pemindahan penghasilan ini akan terjadi dari negara yang memiliki tarif tinggi ke
negara yang memiliki tarif pajak yang rendah.
Di Indonesia ada peraturan mengenai Tax Avoidance yang diarahkan pada
upaya menangkal praktik penghindaran pajak, khususnya oleh pihak yang
POLBAN
Ekspansi Akuntansi
50
mempunyai hubungan istimewa yang diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Pajak
Penghasilan tentang hubungan istimewa. Praktik penghindaran pajak yang sering
dilakukan adalah melalui thin capitalization dimana induk perusahaan lebih banyak
membiayai anak perusahaan melalui pemberian utang bukan pemberian modal.
Selain melalui thin capitalization juga melalui pemanfaatan tax heaven dimana
bekerjasama dengan perusahaan yang didirikan dinegara yang memiliki tarif pajk
rendah melalui praktik transfer pricing.
Banyak kasus yang ditemukan dari adanya praktik transfer pricing yang
bertujuan untuk menghindari kewajiban pajak atau mengurangi nilai kewajiban
pembayaran pajak. Berikut diuraikan beberapa contoh kasus yang ditemukan oleh
Internal Revenue Service (IRS) di Amerika Serikat dan National Tax Agency (NTA)
di Jepang sebagai agen yang paling aktif menyelidiki dalam Permainan Penetapan
Harga Transfer internasional (Horngren; 2006):
1. Pada tahun 1993, IRS menyelidiki dan menyimpulkan bahwa Nissan Motor
Company telah menetapkan jumlah pajak yang harus dibayar di Amerika
terlalu rendah dengan menetapkan harga transfer untuk jenis mobil
penumpang dan truk yang diimpor dari Jepang pada harga yang sangat
tinggi (tidak realistis). Nissan menyatakan bahwa perusahaan
mempertahankan margin yang rendah di Amerika Serikat untuk
meningkatkan pangsa pasar jangka panjang di pasar yang sangat kompetitif.
Tetapi pada akhirnya Nissan setuju untuk membayar IRS sebesar $170 juta.
2. Pada bulan Mei 1994, NTA Jepang menuduh Coca Cola Corporation telah
melaporkan laba kena pajak di Jepang yang terlalu rendah dengan
membebankan harga transfer yang berlebihan kepada anak perusahaan
lokal untuk bahan baku dan konsentrat yang diimpor dari perusahaan induk
dan dengan memungut royalty yang berlebihan dari anak perusahaan di
Jepang untuk menggunakan nama merek serta keahlian penjualan dan
pemasaran. NTA menyatakan bahwa royalty yang dibayarkan oleh anak
perusahaan Coca Cola di Jepang lebih tinggi daripada yang dibayarkan di
perusahaan lain di industri yang sama. NTA juga menyatakan bahwa anak
perusahaan di Jepang membayar royalty bahkan untuk produk yang
dikembangkannya sendiri. NTA mengenakan pajak dan denda sebesar $150
juta kepada Coca Cola. Coca Cola mengajukan keluhan kepada IRS dan
menyatakan bahwa dengan adanya pemungutan pajak di Jepang pada laba
yang sama menadikannya membayar pajak dua kali karena Coca Cola telah
membayar pajak dari laba tersebut di Amerika Serikat. Keluhan ini mengarah
POLBAN
Ira Novianty
51
pada negosiasi antara otoritas pajak di Jepang dan Amerika Serikat untuk
memutuskan negar mana yang akan memungut pajak dari Laba Coca Cola
di Jepang. Dalam penyelesaian bersama tahun 1998, NTA Jepang
mengurangi pungutan pajak terhadap Coca Cola dari $150 juta menjadi $50
juta.
3. Pada tahun 2000, NTA Jepang dan IRS Amerika Serikat harus
menyelesaikan perselisihan lain terkait dengan harga transfer. Kali ini anak
perusahaan Coca Cola di Jepang harus melaporkan tambahan $450 juta
dalam laba kena pajak dari tahun 1993 sampai dengan tahun 1999, yang
berarti bahwa perusahaan memiliki hutang pajak dan denda sebesar $170
juta. Untuk menghindari pemungutan pajak ganda, IRS menalangi Coca
Cola untuk pajak tyang telah dibayarkan di Amerika Serikat.
4. Pada tahun 2004, IRS mengenakan denda kepada GlaxoSmithKlien, sebuah
produsen farmasi yang berpusat di Inggris sebesar $5,2 milyar (jumlah pajak
terutang ditambah bunga). Hal tersebut berawal dari perselisihan penetapan
harga transfer yang berhubungan dengan laba dari tahun 1989 sampai
dengan tahun 1996.
5. Pada tahun 2004, NTA menuntut $100 juta dalam bentuk pengembalian
pajak kepada Honda Motor Company karena menyatakan bahwa Honda
Motor Company terlalu rendah menerima royalty dari anak perusahaannya di
Brazil dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2002.
6. Pada tahun 2004, IRS menemukan masalah dalam perhitungan laba pada
Motorola dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2000 sehinggan
menyebabkan Motorola harus membayar pajak tambahan sebesar $500 juta.
Masalah ini melibatkan 67 entitas pajak Motorola di seluruh dunia. IRS
menyatakan bahwa Motorola memiliki laba yang tinggi di berbagai anak
perusahaan di luar negeri tetapi melaporkan laba yang rendah di Amerika
Serikat. Pejabat perusahaan bersikeras bahwa mereka telah melakukan
praktik akuntansi yang tidak melanggar hukum.
Pada dasarnya, penetapan harga transfer dapat dicapai melalui
kesepakatan. Kesepakatan ini dinamakan Advanced Pricing Agreement (APA).
Tujuan APA ini adalah untuk menghindari perselisihan penetapan harga transfer
antara wajib pajak dengan otoritas pajak (Horngreen:2006). Di Indonesia sendiri
perihal APA (Advanced Pricing Agreement ) sampai pada tahun 2008 telah
tercantum dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan namun belum dapat
POLBAN
Ekspansi Akuntansi
52
diimplementasikan dengan baik karena tidak tersedia petunjuk teknisnya (Ning
Rahayu, 2010).
Menurut Dewiwardhana (2010) di Indonesia Direktur Jenderal Pajak
berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan
serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan
Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib
Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak
dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan
harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode
biaya-plus, atau metode lainnya. Masalahnya: tidak ada peraturan pelaksanaan lain
yang secara tegas mengatur bagaimana koreksi Transfer Pricing dilakukan.
Undang-Undang Pajak negara Jerman, Thailand, Amerika, Malaysia telah mengatur
bahwa Aparat Pajak dapat mengoreksi harga wajar ke harga wajar rata-rata dalam
Arm’s Length Range.
Di Indonesia, masalah yang terkait dengan praktik transfer pricing sebagai
strategi penghindaran pajak telah diatur Pada Pasal 18 ayat (3a) UU PPh (3a)
dimana Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib
Pajak dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan
harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), yang berlaku selama suatu periode tertentu
dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode
tertentu tersebut berakhir. Masalahnya: tidak ada peraturan pelaksanaan atau
petunjuk teknis untuk implementasi dari Advanced Pricing Agreement (APA),
meskipun APA sudah diperkenalkan sejak tahun 2001.
Aturan-aturan mengenai penghindaran pajak terkait dengan transfer pricing
di Indonesia masih lemah jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia
lainnya. Berikut adalah perbandingannya:
Upaya Menangkal Praktik Transfer Pricing
Jepang China India Malaysia Singapura Korea Indonesia
UU Tentang Transfer Pricing
X X X
Ketentuan Tentang Penggunaan Exchange of Information
X X
POLBAN
Ira Novianty
53
Upaya Menangkal Praktik Transfer Pricing
Jepang China India Malaysia Singapura Korea Indonesia
Audit Risk atas praktik transfer pricing
high Moderate-high
Moderate-high Moderate Low High Low
Penggunaan pembandng rahasia (secret comparable)
X X
Kewajiban menyediakan dokumentasi yang terkait dengan transfer pricing)
X X
Ketentuan mengenai sanksi terkait dengan transfer pricing)
X X X
Kewajiban tentang Advance Pricing Agreement (APA)
X
Sumber: CHH International, International Master Tax Guide (Dalam Ning, 2010)
* = belum berbentuk ketentuan yang mengikat
** = belum tersedia petunjuk teknisnya sehingga belum dapat diimplementasikan
KESIMPULAN
Praktik transfer pricing timbul akibat adanya perkembangan bisnis dan
proses bisnis yang semakin komplek sehingga mendorong perusahaan membuka
anak perusahaan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri sehingga
memunculkan praktik harga transfer (transfer pricing) . Tujuan utama transfer pricing
di dalam negeri adalah untuk mengevaluasi kinerja manajer subunit dan
meningkatkan motivasi manajer subunit. Sedangkan tujuan utama transfer pricing
pada perusahaan-perusahaan multinasional adalah untuk mengurangi kewajiban
pembayaran pajak yang tinggi dengan memanfaatkan tarif pajak yang berbeda-
POLBAN
Ekspansi Akuntansi
54
beda di setiap negara dari adanya transaksi hubungan istimewa (induk perusahaan
dengan anak perusahaan di luar negeri). Perusahaan cenderung memindahkan
penghasilan mereka dari perusahaan di negara yang memiliki tarif pajak yang tinggi
ke perusahaan di negara yang memiliki tarif pajak rendah.
Dalam ketentuan peraturan perpajakan, transaksi hubungan istimewa
mendapat perhatian yang khusus, terlebih jika transaksi tersebut disinyalir dilakukan
untuk tujuan penghindaran pajak dengan cara melaporkan penghasilan yang kurang
dari semestinya. Meskipun setiap perusahaan diharuskan menerapkan arm’s length
transacton, tetapi masih banyak perusahaan yang menggunakan mekanisme
penentuan harga transfer sebagai strategi untuk mengurangi kewajiban pajaknya.
Banyak kasus yang terjadi pada perusahaan-perusahaan multinasional yang
terbukti melakukan transfer pricing untuk penghematan pajak mereka dan tidak
sedikit menimbulkan perselisihan antar negara dalam hal penetapan jumlah pajak
yang harus dibayar. Kasus seperti ini sebetulnya bisa diatasi dengan membuat
kesepakatan dengan otoritas pajak setempat melalui Advanced Pricing Agreement
(APA) yang tujuannya untuk menghindari perselisihan penetapan harga transfer
antara wajib pajak dengan otoritas pajak setempat. Sayangnya di Indonesia aturan
mengenai APA sudah ada dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, hanya
petunjuk teknisnya yang belum ada sehingga implemenasinya sulit dilaksanakan.
Aturan mengenai pencegahan praktik penghindaran pajak masih lemah sehingga
para wajib pajak masih dapat memanfaatkan celah penghindaran pajak ini sehingga
kerugian potensi negara melali praktik ini dapat terus bertambah.
DAFTAR PUSTAKA
Agnes W. Y. Lo, Raymond M. K. Wong, and Michael Firth (2010), Tax, Financial
Reporting, and Tunneling Incentives for Income Shifting:An Empirical Analysis of the Transfer Pricing Behavior of Chinese-Listed Companies, Journal of the American Taxation Association Vol. 32, No. 2, pp. 1–26
Anandita Budi Suryana.2012. Menangkal Kecurangan Transfer Pricing.
www.pajak.go.id Blocher, Chen, & Lin (2001), Manajemen Biaya Dengan Penekanan Stratejik,
Penerbit: Salemba Empat
Dewiwardhana. 2010.Lika-Liku Transfer Pricing, Mengendus Penghindaran Pajak Melalui Manipulasi Transfer Pricing. Politik.compasiana.com
Garrison & Noreen (2000), Managerial Accounting, McGraw-Hill Companies,Inc.
POLBAN
Ira Novianty
55
Horngren, Charles T ; Datar, Srikant M & Foster George (2006), Akuntansi Biaya Dengan Penekanan Manajerial. Penerbit: Erlangga.
Komaruddin Ahmad (2005), Akuntansi Manajemen: Dasar-Dasar Konsep Biaya dan
Pengambilan Keputusan, Penerbit: PT. Raja Grafindo Persada L.Y. Hari Sih Advianto (2012), Transaksi Hubungan Istimewa, website
bppk.depkeu. go.id, Pusdiklat Pajak Badan Pndidikan Dan Pelatihan Keuangan
Ning Rahayu (2010), Evaluasi Regulasi Atas Praktik Penghindaran Pajak
Penanaman Modal Asing, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol 7, No.1
Yenni Mangoting (2000), Aspek Perpajakan Dalam Praktek Transfer Pricing, Jurnal
Akuntansi & Keuangan Vol. 2, No. 1, 69 - 82
Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan
Undang - undang Pajak Penghasilan.
Undang - undang PPN dan PPn BM
Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER - 43/PJ/2010 Tentang Penerapan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 69/PJ/2010 Tentang Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement)
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 48/PJ/2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure) Berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 7 Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa.
POLBAN
Ekspansi Akuntansi
56
Halaman ini Sengaja Dikosongkan.
POLBAN
Recommended