View
24
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
OMSK
Citation preview
KOMPLIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF
Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Bentuk
komplikasi ini tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Biasanya
komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi OMSK tipe benigna pun dapat
menyebabkan suatu komplikasi, bila terinfeksi kuman yang virulen. Dengan tersedianya
antibiotika mutakhir komplikasi otogenik menjadi semakin jarang. Pemberian obat-obat itu
sering menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK menjadi kabur. Hal tersebut
menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit yang berhubungan dengan komplikasi ini.
Penyebaran Penyakit
Komplikasi otitis media terajdi apabila sawar ( barrier ) pertahanan telinga tengah yang
normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya.
Pertahanan pertama ini ialah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran napas,
mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding
tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di
sekitarnya akan terkena. Runtuhnya periostium akan menyebabkan terjadinya abses sub-
periosteal, suatu komplikasi yang relatif tidak berbahaya. Tetapi bila infeksi mengarah
kedalam, ketulang temporal, maka akan menyebabkan paresis n fasialis atau labirinitis. Bila
ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis meningitis
dan abses otak.
Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan granulasi akan
terbentuk. Pada otitis media supuratif akut atau suatu eksaserbasi akut penyebaran biasanya
melalui osteotromboflebitis (hematogen). Sedangkan pada kasus, yang kronis, penyebaran
melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya ialah melalui jalan yang sudah ada, misalnya
melalui fenestra rotundum, meatus akustikus internus, duktus perilimfatik dan duktus
endolimfatik.
Dari gejala dan tanda yang ditemukan dapat diperkirakan jalan penyebaran suatu infeksi
telinga tengah ke intrakranial.
1
Penyebaran Hematogen
Penyebaran melalui osteotromboflebitis dapat diketahui dengan adanya (1) Komplikasi
terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat terjadi pada hari pertama atau
kedua sampai hari kesepuluh (2) Gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan pada gejala
meningitis lokal (3) Pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga tengah utuh dan tulang
serta lapisan muko periosteal meradang dan mudah berdarah, sehingga disebut juga
mastoiditis hemoragika.
Penyebaran melalui erosi tulang
Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui, bila
1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal
2. Gejala prodromoral infeksi lokal biasanya mendahului gejala infeksi yang lebih luas,
misalnya paresis n, fasialis ringan yang hilang timbul mendahului paresis n fasialis
yang total, atau gejala meningitis lokal mendahului meningitis purulen,
3. Pada operasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak diantara fokus supurasi
dengan struktur sekitarnya. Struktur jaringan lunak yang terbuka biasanya dilapisi
oleh jaringan granulasi.
Penyebaran melalui jalan yang sudah ada
Penyebaran cara ini dapat diketahui bila
1. Komplikasi terjadi pada awal penyakit,
2. Ada serangan labirintis atau meningitis berulang, mungkin dapat ditemukan fraktur
tengkorak, mungkin dapat ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang atau
riwayat otitis media yang sudah sembuh, komplikasi intrakranial mengikuti
komplikasi labirinitis supuratif
3. Pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran melalui sawar tulang yang bukan oleh
karena erosi.
Pengenalan yang baik tehadap perkembangan suatu penyakit telinga merupakan prasyarat
untuk mengetahui timbulnya komplikasi. Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak
2
berhasil mengurangi gejala klinis dengan tidak berhentinya otorhea dan pada pemeriksaan
otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka
harus diwaspadai terjanya komplikasi. Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh, nyeri kepala
atau adanya tanda toksisitas seperti malaise, perasaan mengantuk (drowsiness), somnolen
atau gelisah yang menetap dapat merupakan tanda bahaya. Timbulnya nyeri kepala didaerah
parietal atau oksipital dan adanya keluhan mual, muntah yang proyektil serta kenaikan suhu
badan yang menetap selama terapi diberikan merupakan tanda komplikasi intrakranial.
Pada OMSK, tanda-tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret berhenti keluar.
Hal ini menandakan adanya sekret purulen yang terbendung.
Pemeriksaan radiologik dapat membantu memperlihatkan kemungkinan kerusakan dinding
mastoid, tetapi untuk yang lebih akurat diperlukan pemeriksaan CT scan. Erosi tulang
merupakan tanda nyata komplikasi dan memerlukan tindakan operasi segera. CT scan
berfaedah untuk menentukan letak anatomi lesi. Walaupun mahal, pemeriksaan ini
bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sehingga terapi dapat diberikan lebih cepat dan
efektif.Untuk melihat lesi di otak, misalnya abses otak, hidrosefalus dan lain-lain dapat
dilakukan pemeriksaan CT scan otak tanpa dan dengan kontras.
Beberapa penulis mengemukakan klasifikasi okmplikasi otitis media yang berlainan, tetapi
dasarnya tetap sama. Adams dkk (1989) mengemukakan klasifikasi sebagai berikut :
A. Komplikasi di telinga tengah
1. Perforasi membrane timpani persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasialis
B. Komplikasi di telinga dalam
1. Fistula labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf (sensorineural)
C. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Thrombosis sinus lateralis
3
3. Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hidrosefalus otitis
Souza dkk (1999) membagi komplikasi otitis media menjadi :
Komplikasi intratemporal
A. Komplikasi di telinga tengah
1. Paresis nervus fasialis
2. Kerusakan tulang pendengaran
3. Perforasi membrane timpani
B. Komplikasi ke rongga mastoid
1. Petrositis
2. Mastoiditis koalesen
C. Komplikasi ke telinga dalam
1. Labirinitis
2. Tuli saraf/sensorineural
Komplikasi ektratemporal
Komplikasi intracranial
1. Abses ekstradural\
2. Abses subdural
3. Abses otak
4. Meningitis
5. Tromboflebitis sinus lateralis
6. Hidrosefalus otikus
Komplikasi ekstrakranial
1. Abses retroaurikular
2. Abses Bezold’s
3. Abses zigomatikus
4
Selain komplikasi-komplikasi tersebut, dapat juga terjadi komplikasi pada perubahan tingkah
laku.
Shambough (2003) membagi komplikasi otitis media sebagai berikut:
A. Komplikasi intratemporal
1. Perforasi membrane timpani
2. Mastoiditis akut
3. Paresis N. Fasialis
4. Labirinitis
5. Petrositis
B. Komplikasi ektratemporal
1. Abses subperiosteal
C. Komplikasi intracranial
1. Otak
2. Tromboflebitis
3. Hidrosefalus Otikus
4. Empiema Subdural
5. Abses Subdural/ Ektradural
A. Komplikasi di telinga tengah
Akibat infeksi di telinga tengah hampir selalu berupa tuli konduktif. Pada membrane timpani
yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang pendengaran terputus, akan menyebabkan tuli
konduktif maksimum 60dB. Biasanya derajat tuli konduktif tidak selalu berhubungan dengan
penyakitnya, sebab jaringan patologis yang terdapat di kavum timpani pun dapat menghantar
suara ke telinga dalam.
Paresis fasialis
Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis pada otitis
media akut. Pada otitis media kronis, kerusakan terjadi oleh erosi tulang oleh kolesteatom
atau oleh jaringan granulasi yang melepaskan produk toksik dan menekan saraf.
B. Komplikasi di telinga dalam
Apabila terdapat peninggian tekanan di telinga tengah oleh produk infeksi, ada kemungkinan
produk infeksi itu akan menyebar ke telinga dalam melalui tingkap bulat (fenestra
5
rotundum). Selama kerusakan hanya sampai bagian basalnya saja biasanya tidak
menimbulkan keluhan pada pasien. Akan tetapi apabila kerusakan telah menyebar ke koklea
akan menjadi masalah. Hal ini sering dipakai sebagai indikasi untuk melakukan miringotomi
segera pada pasien otitis media akut yang tidak membaik dalam empat puluh delapan jam
dengan pengobatan medikamentosa saja.
Penyebaran oleh proses destruksi, seperti oleh kolesteatom atau infeksi langsung ke labirin
akan menyebabkan vertigo, mual, dan muntah, serta tuli saraf.
Fistula labirin dan labirinitis
Otitis media supuratif kronis terutama yang dengan kolesteatom, dapat menyebakan
terjadinya kerusakan pada bagian vestibuler labirin, sehingga terbentuk fistula. Pada keadaan
ini infeksi dapat masuk sehingga terjadi labirinitis dan akhirnya akan terjadi komplikasi tuli
total atau meningitis.
Fistula di labirin dapat diketahui dengan tes fistula, yaitu dengan memberikan tekanan udara
positif ataupun negative ke liang telinga melalui otoskop Siegel dengan corong telinga yang
kedap atau balon karet dengan bentuk elips pada ujungnya yang dimasukkan ke dalam liang
telinga. Balon karet dipencet dan udara di dalamnya akan menyebabkan perubahan tekanan
udara di liang telinga. Bila fistula yang masih terjadi masih paten maka akan terjadi kompresi
dan ekspansi labirin membrane. Tes fistula positif akan menimbulkan nystagmus atau
vertigo. Tes fistula bisa negative, bila fistulanya sudah tertutup oleh jaringan granulasi atau
bila labirin sudah mati/paresis kanal.
Pada fistula labirin atau labirinitis, operasi harus segera dilakukan untuk meghilangkan
infeksi dan menuutup fistula, sehingga fungsi telinga dalam dapat pulih kembali. Tidanakan
bedah harus adekuat, untuk mengontrol penyakit primer. Matriks kolesteatom dan jaringan
granulasi harus diangkat dari fistula sampai bersih dan daerah tersebut harus segera ditutup
dengan jaringan ikat atau sekeping tulang / tulang rawan.
Labirinitis
Labirinitis adalah radang pada telinga dalam (labirin). Labirinitis yang mengenai seluruh
bagian labirin, disebut labirinitis umum atau difus dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf
6
yang berat, sedangkan labirinitis yang terbatas atau labirinitis sirkumskripta menyebabkan
terjadinya vertigo saja atau tuli saraf saja.
Pada labirinitis serosa, toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel radang,
sedangkan pada labirinitis supuratif, sel radang menginvasi labirin, sehingga terjadi
kerusakan yang irreversible, seperti fibrosis dan osifikasi.
Pada kedua bentuk labirinitis itu, operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan
infeksi dari telinga tengah.Kadang-kadang diperlukan juga drenase nanah dari labirin untuk
mencegah terjadinya meningitis.Pemberian antibiotik yang adekuat terutama ditujukan pada
pengobatan otitis media kronik dengan atau tanpa kolesteatoma.
labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan libirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentuk
labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam
bentuk labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus.
Komplikasi ke ekstradural
Petrositis
Kira-kira sepertiga dari populasi manusia, tulang temporalnya mempunyai sel-sel udara
sampai ke apeks os petrosum. Terdapat beberapa cara penyebaran infeksi dari telinga tengah
ke os petrosum. Yang sering ialah penyebaran langsung ke sel-sel udara tersebut.
Adanya petrositis sudah harus dicurigai, apabila pada pasien di dapatkan 3 gejala klasik
seperti terdapat keluhan diplopia, karena kelemahan n.VI. Sering kali disertai dengan rasa
nyeri di daerah parietal, temporal atau oksipital, oleh terkenanya n.V, ditambah dengan
terdapatnya otore yang persisten, terbentuklah suatu sindrom yang disebut sindrom
Gradenigo.
Tromboflebitis sinus lateralis
Invasi infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati tulang mastoid akan menyebabkan terjadinya
trombosis sinus lateralis. Fragmen-fragmen kecil trombus akan pecah, menciptakan saluran
emboli yang infeksius. Demam yang tidak dapat diterangkan penyebabnya merupakan tanda
pertama dari infeksi pembuluh darah. Pada mulanya suhu tubuh naik, tetapi setelah penyakit
7
menjadi berat didapatkan kurva suhu yang naik turun dengan sangat curam disertai dengan
menggigil. Kurve suhu demikian menandakan adanya sepsis.
Nyeri terbatas pada daerah pembuluh emisaria mastoid, yang dapat menjadi merah dan nyeri
tekan, yang disebut tanda Griesinger. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) atau angiografi substraksi digital. Biakan darah dapat positif,
terutama bila diambil saat menggigil. Pengobatan haruslah dengan jalan bedah, membuang
sumber infeksi di sel-sel mastoid, membuang tulang yang berbatasan dengan sinus (sinus
plate) yang nekrotik, atau membuang dinding sinus yang terinfeksi atau nekrotik. Jika sudah
terbentuk trombus harus juga dilakukan drainase sinus dan mengeluarkan trombus. Sebelum
itu, dilakukan dulu ligasi vena jugulare interna untuk mencegah trombus terlepas ke paru dan
ke dalam tubuh lain.
Abses ekstradural
Abses ekstradural ialah terkumpulnya nanah di antara durameter dan tulang. Pada otitis
media supuratif kronis keadaan ini berhubungan dengan jaringan granulasi dan kolesteatom
yang menyebabkan erosi tegmen timpani atau mastoid.
Gejalanya terutama berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala. Dengan foto Rontgen
mastoid yang baik, terutama posisi Schuller, dapat dilihat kerusakan di lempeng tegmen
(tegmen plate) yang menendakan tertembusnya tegmen. Pada umumnya abses ini baru
diketahui pada waktu operasi mastoidektomi.
Abses subdural
Abses subdural jarang terjadi sebagai perluasan langsung dari abses ekstradural biasanya
sebagai perluasan trombofelbitis melalui pembuluh vena. Gejalanya dapat berupa demam,
nyeri kepala dan penurunan kesadaran sampai koma pada pasien OMSK. Gejal kelainan
susunan saraf pusat bisa berupa kejang, hemiplegia dan pada pemeriksaan terdapat tanda
kernig positif.
Pungsi lumbal perlu untuk membedakan abses subdural dengan meningitis. Pada abses
subdural pada pemeriksaan likuor serebrospinal kadar protein biasanya normal dan tidak
ditemukan bakteri. Kalau pada abses ekstradural nanah keluar pada waktu operasi
8
mastoidektomi, pada abses subdural nanh harus dikeluarkan secara bedah saraf
(neurosurgical), sebelum dilakukan operasi mastoidektomi.
Komplikasi ke susunan saraf pusat
Meningitis
Komplikasi otitis media ke SSP yang paling sering ialah meningitis. Keadaan ini dapat terjadi
oleh otitis media akut, maupun kronis, serta dapat terlokalisasi, atau umum (general). Walau
secara klinis kedua bentuk ini mirip, pada pemeriksaan likuor serebrospinal terdapat bakteri
pada bentuk yang umum, sedangkan pada bentuk yang terlokalisasi tidak ditemukan bakteri.
Gambaran klinis meningitis biasanya berupa kaku kuduk, kenaikan suhu tubuh, mual, muntah
yang kadang-kadang muntahnya muncrat (proyektif), serta nyeri kepala hebat. Pada kasus
yang berat biasanya kesadaran menurun (delir sampai koma). Pada pemeriksaan klinis
terdapat kaku kuduk waktu difleksikan dan terdapat tanda kernig positif. Biasanya kadar gula
menurun dan kadar protein meninggi di likuor serebrospinal.
Pengobatan meningitis otogenik ialah dengan mengobati meningitisnya dahulu dengan
antibiotik yang sesuai, kemudian infeksi ditelinganya dengan operasi mastoidektomi.
Abses otak
Abses otak sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis dapat ditemukan di serebelum,
fosa kranial posterior atau di lobus temporal, di fosa kranial media. Keadaan ini sering
berhubungan dengan tromboflebitis sinus lateralis, petrositis, atau meningitis. Abses otak
biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi telinga dan mastoid atau tromboflebitis.
Umumnya didahului oleh suatu abses ekstradural.
Gejala abses serebelum biasanya lebih jelas daripada abses lobus temporal. Abses serebelum
dapat ditandai dengan ataksia, disdiadoko-kinetis, tremor intensif dan tidak tepat menunjuk
suatu objek.
Afasia dapat terjadi pada abses lobus temporal. Gejala lain yang menunjukan adanya
toksisitas, berupa nyeri kepala, demam, muntah serta keadaan latargik. Selain itu sebagai
tanda yang nyata suatu abses otak ialah nadi yang lambat serta serangan kejang. Pemeriksaan
likuor serebrospinal memperlihatkan kadar protein yang meninggi serta kenaikan tekanan
9
likuor,mungkin terdapat juga edema papil. Lokasi abses dapat ditentukan dengan
pemeriksaan angiografi, ventrikulografi, atau dengan tomografi komputer.
Hidrosefalus otitis
Hidrosefalus otitis ditandai dengan peninggian tekanan likuor serebrospinal yang hebat tanpa
adanya kelainan kimiawi dari likuor itu. Pada pemeriksaan terdapat edema papil, keadaan ini
dapat menyertai otitis media akut atau kronis.
Gejala berupa nyeri kepala yang menetap, diplopia, pandangan yang kabur, mual, dan
muntah. Keadaan ini diperkirakan disebabkan oleh tertekannya sinus lateralis yang
mengakibatkan kegagalan absorpsi likuor serebrospinal oleh lapisan araknoid.
10
Recommended