View
430
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KASUS MATERI
TEMA : ETIKA BISNIS
SUMBER : http://akuntansibisnis.wordpress.com
Johnson & Johnson’s Tylenol Scare
Pada hari kamis tgl 30 September 1982, laporan mulai diterima oleh kantor
pusat Johnson & Johnson bahwa adanya korban meninggal dunia di Chicago
setelah meminum kapsul obat Extra Strength Tylenol. Kasus kematian ini
menjadi awal penyebab rangkaian crisis management yang telah dilakukan
oleh Johnson & Johnson.
Johnson & Johnson
Johnson & Johnson adalah perusahaan manufacture yang bergerak dalam
pembuatan dan pemasaran obat-obatan dan alat kesehatan lainnya di
banyak negara di dunia. Table berikut menunjukkan berbagai macam
katagori produk yang dijual dan persentase tingkat penjualan Johnson &
Johnson.
Produk – Tylenol
Tylenol adalah obat rasa nyeri yang di produksi oleh McNeil Consumer
Product Company yang kemudian menjadi bagian anak perusahaan Johnson
& Johnson. Tingkat penjualan Tylenol sangat mengagumkan dengan pangsa
pasar 35% di pasar obat analgetika peredam nyeri, atau setara dengan 7%
dari total penjualan grup Johnson & Johnson dan kira-kira 15 hingga 20% dari
laba perusahaan itu.
Krisis
Penyelidikan terhadap kasus kematian itu menyatakan bahwa terkandung
sianida didalam kemasan Tylenol. Sianida adalah bahan kimia yang
digunakan untuk melakukan test bahan baku di pabrik. Jika dikonsumsi oleh
1
masusia maka akan menyebabakan kematian mendadak. Awalnya temuan
ini dibantah oleh perusahaan akibat salah komunikasi namun keesokan
harinya diumumkan langsung kepada mass media. Dugaan sementara
adalah ada sekolompok orang yang membeli Tylenol dalam jumlah besar
kemudian membubuhi sianida kedalamnya lalu menjual kembali Tylenol ke
pasar. Menjelang sore hari, perusahaan meyakini bahwa pembubuhan
sianida bukan terjadi di pabrik Fort Washington, Pennsylvania, namun
perusaahn tidak mau menannggung resiko dan memutuskan untuk menarik
kembali peredaran semua 93.000 botol dari batch itu yang dibubuhi racun.
Semua kegiatan promosi Tylenol pun dibatalkan.
Keesokan harinya, pimpinan perusahaan menerima laporan lagi mengenai
terdapatnya korban keenam yang meminum kapsul Tylenol yang diproduksi
di Round Rock, texas. Hal ini tambah meyakinkan pimpinan perusahaan
bahwa pembubuhan racun terjadi di Chicago dan bukan di pabrik Johnson &
Johnson, sebab sangat mustahil untuk melakukan pembubuhan racun pada
dua pabrik pembuat Tylenol sekaligus.
Reaksi Johnson & Johnson
Ketua Dewan Direksi & CEO Johnson & Johnson, James E Burke, memutuskan
untuk mengambil alih masalah krisis Tylenol itu. Pada hari senin, 4 Oktober
Burke berangkat ke Washington untuk menemui FBI & FDA (Badan POMnya
Amerika). Ia menyatakan keinginannya untuk menarik pulang semua kapsul
Tylenol Extra Strength. Namun kedua lembaga tadi menyarankan untuk
tidak melakukan penarikan total karena akan memberi kesan kemenanagan
kepada si pelaku betapa ia telah mampu menaklukkan sebuah korporasi
raksasa dengan perbuatannya itu. FDA juga kuatir, bahwa penarikan total
bakal menyebarkan rasa cemas berkelibahan di masyarakat terhadap unsur
keselamatan obat-obatan di Amerika. Namun, ketika keseokan harinya
terdapat lagi peristiwa meninggalnya korban Tylenol, dan kali ini racunnya
adalah Strychnine, FDA menyetujui rencana Burke untuk menarik semua
kapsul Tylenol.
2
Dalam pelaksanaannya, penarikan tersebut meliputi 32 juta botol kapsul
Tylenol dari seluruh tempat di Amerika. Pelaksanaan penarikan itu juga
dilakukan melalui iklan untuk menukar kapsul dengan tablet baru Tylenol.
Ribuan surat penawaran dikirimkan kepada para penjual obat dengan
pernyataan pernyataan yang sama dikirimkan lewat mass media, karena
tylenol merupakan obat bebas yang bisa dibeli tanpa resep dokter. Program
Penarikan serta penukaran kapsul dengan tablet pun diprogramkan melalui
televisi.
Kasus Johnson & Johnson ini berbeda dengan kasus lainnya, oleh karena
pelanggaran dilakukan setelah produk keluar dari pabrik. Johnson & Johnson
pun tidak terkait dengan pelanggaran itu, maupun dengan pelakunya.
Namun, Tylenol merupakan produk Johnson & Johnson sehingga perusahaan
terjepit diantara kewajiban (baik hukum, moral atau kedua-duanya) dengan
obat yang menyandang namanya telah mengambil korban jiwa manusia dan
dipihak lain kerugian keuangan jika Johnson & Johnson mengambil tindakan
penyelamatan jiwa manusia dengan menarik puluhan juta botol kapsul
Tylenol dari peredaran.
Dari segi biaya, dampak yang dialami oleh Johnson & Johnson sangat besar
dalam jangka pendek. Sebelum insiden Tylenol terjadi, harga saham Johnson
& Johnson adalah $46.12 yang langsung turun dengan 7% sebelum menjadi
stabil pada tingkat $45-an. Johnson & Johnson pun terpaksa menghapus $50
juta dari laba triwulan ketiganya, yang pada waktu itu merupakan jumlah
yang besar. Dari segi keuangan, jumlah tersebut merupakan 26%
pengurangan laba perusahaan. Pada triwulan keempat, laba Johnson &
Johnson kemabali turun dengan $25 juta lagi.
Perubahan kemasan dengan kemasan baru menyerap biaya tambahan
sebesar $ 2,4 sen per botol karena lebih canggih dan tidak bisa dibuka paksa
(tamper proof). Biaya Kampanye penarikan stok lama termasuk biaya diskon
untuk para dealer pun cukup besar, sekitar $40 juta. Keseluruhan biaya
extra ini akhirnya menjadi $ 140 juta. Tambahan pula, Johnson & Johnson
mengahadapi tiga tuntutan hukum, sehubungan dengan kasus kematian di
3
Chicago, walaupun akhirnya berhasil memenangkan gugatan karena
memang tidak ada kaitan kematian para korban bisa dibuktikan terjadi
akibat kelalaian Johnson & Johnson.
Namun keberhasilan strategi Johnson & Johnson terbukti ketika masyarakat
Amerika termasuk media massa yang biasanya amat kritis, memuji langkah-
langkah yang dimabil Johnson & Johnson itu. Bahkan konsumen mendukung
kembalinya Tylenol dengan kemasan baru. Pada awal 1986, Tylenol kembali
tampil menjadi pemimpin pasar obat peredam nyeri dengan 35% pangsa
pasar obat peredam nyeri senilai $1,5 milyar. Tylenol menjadi merek yang
paling besar sumbangannya terhadap laba perusahaan, dengan pendapatan
tahunan sebesar $ 525 juta dengan Tylenol menyumbang sepertiga dari
jumlah itu. Johnson & Johnson telah berhasil mengemabalikan citra
perusahaan maupun penjualan Tylenol sehabis dilanda krisis besar akibat
keberpihakaan kepada praktek bisins yang penuh tanggung jawab terhadap
keselamatan konsumennya.
Sukses Johnson & Johnson mengatasi krisis Tylenol membuktikan
kesetiaannya kepada budaya perusahaan (seperti disebutkan di bawah)
yang diungkapkan melalui credo yang ditulis langsung oleh Robert Wood
Johnson, salah seorang pendiri perusahaan pada tahun 1940an dan telah
direvisi pada tahun 1970an.
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Negara kita banyak sekali perusahaan yang telah melakukan pelanggran
hukum dengan sengaja atau tidak sengaja. Sebuah perusahaan yang sedang
mengalami penurunan (pailit) akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK
kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan sama
sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana yang diatur dalam UU No.
13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Maka perusahaan sepeti ini tidak bisa
didiamkan begitu saja. Sebagai karyawan harus mendapatkan hak atas
ketenagakerjaan.
Dimana tanggung jawab perusahaan ada 3 Syarat :
1. Mengandaikan bahwa suatu tindakan di lakukan secara sadar.
2. Mengandaikan adanya kebebasan dalam melakukan tindakan secara
bebas.
3. Orang yang melakukan tindakan memang mau melakukan tindakan itu
sendiri.
Dan di dunia bisnis juga seringkali perusahaan maju maupun yang sedang
berkembang melakukan banyak cara agar memenangkan persaingan
diantara mereka termasuk dengan cara melakukan pelanggaran hak paten.
Penyebab dari banyak perusahaan melakukan pelanggaran hak paten
dikarenakan perusahaan yang melanggar tersebut telah banyak
menghabiskan dana untuk penelitian dan juga pengembangan, tidak mau
tersaingi oleh perusahaan lainnya. Disinilah pentingnya setiap perusahaan
menjunjung tinggi etika-etika bisnis yang seharusnya, terkadang untuk
meraih profit sebanyak-banyaknya, perusahaan mengabaikan etika bisnis
dan etika moral yang ada, yang berakibat dengan penipuan produk kepada
konsumen.
5
Etika bisnis sangat penting karena diperlukan untuk mencapai kesuksesan
jangka panjang dalam sebuah bisnis. Terutama dalam era kompetisi yang
ketat sekarang ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika
bisnis merupakan sebuah keuntungan yang kompetitif yang sulit ditiru.
Sekarang ini banyak bisnis yang tidak beretika terutama dalam hal promosi
dan iklan.
Bisnis yang tidak beretika tidak hanya dilihat dari hal promotionnya aja, tapi
juga bisa dari produk itu sendiri.
Maka untuk menjalankan bisnis yang beretika kita harus memulainya dari
diri kita sendiri. Jangan sampai ketika bisnis semakin berkembang dan
menjadi besar, bisnis yang kita jalani semakin tidak mempunyai etika karena
si pemilikpun kurang mengerti etika berbisnis. Walaupun bisnis kita kecil dan
dianggap kacangan tetap perlu rambu-rambu etika itu diperhatikan. Yang
penting harus diingat perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin
diperlakukan.
1.2 Rumusan Masalah
i. Apa yang membuat Johnson & Johnson dapat dipercaya kembali
oleh masyarakat?
ii. Mengapa etika bisnis penting dalam sebuah usaha/perusahaan?
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Etika berasal dari kata Yunani ‘Ethos’ (jamak – ta etha), berarti adat istiadat.
Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang
maupun pada suatu masyarakat. Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara
hidup yg baik, aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan yang dianut dan
diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke
generasi yang lain.
Moralitas berasal dari kata Latin Mos (jamak – Mores) berarti adat istiadat
atau kebiasaan. Pengertian harfiah dari etika dan moralitas, sama-sama
berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai
manusia yang telah diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan
yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang ajek dan terulang dalam
kurun waktu yang lama sebagaimana laiknya sebuah kebiasaan.
Etika sebagai filsafat moral tidak langsung memberi perintah konkret
sebagai pegangan siap pakai.
Istilah etika memiliki beragam makna berbeda. Ada yang menyebutkan
bahwa etika adalah semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan
maupun hasil penelaahan itu sendiri. Pendapat lain menyebutkan bahwa
etika adalah kajian moralitas. Sedangkan moralitas adalah pedoman yang
dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik
dan jahat.
Meskipun etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis
dengan moralitas. Etika merupakan studi standar moral yang tujuan
eksplisitnya adalah menentukan standar yang benar atau yang didukung
oleh penalaran yang baik, dan dengan demikian etika mencoba mencapai
7
kesimpulan tentang moral yang benar dan salah, dan moral yang baik dan
jahat
Etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi
pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi,
teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Etika bisnis
merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke
dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk
memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada
orang-orang yang ada didalam organisasi.
Banyak yang keberatan dengan penerapan standar moral dalam aktivitas
bisnis. Beberapa orang berpendapat bahwa orang yang terlibat dalam bisnis
hendaknya berfokus pada pencarian keuntungan financial bisnis mereka dan
tidak membuang-buang energy mereka atau sumber daya perusahaan untuk
melakukan pekerjaan baik.
Etika seharusnya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika
mengatur semua aktifitas manusia yang disengaja, dan karena bisnis
aktivitas manusia yang disengaja, etika juga hendaknya berperan dalam
bisnis. Argument lain berpandangan bahwa, aktivitas bisnis, seperti juga
aktivitas manusia lainnya, tidak dapat eksist kecuali orang yang terlibat
dalam bisnis dan komunitas sekitarnya taat terhadap standar minimal etika.
Bisnis merupakan aktifitas kooperatif yang eksistensinya mensyaratkan
prilaku eksis.
Dalam masyarakat tanpa etika, seperti ditulis filsuf Hobbes,
ketidakpercayaan dan kepentingan diri yang tidak terbatas akan
menciptakan “perang antar manusia terhadap manusia lain”, dan dalam
situasi seperti itu hidup akan menjadi “kotor, brutal, dan dangkal”.
Karenanya dalam masyarakat seperti itu, tidak mungkin dapat melakukan
aktivitas bisnis, dan bisnis akan hancur. Karena bisnis tidak dapat bertahan
hidup tanpa etika, maka kepentingan bisnis yang paling utama adalah
mempromosikan prilaku etika kepada anggotanya dan juga masyarakat luas.
8
Etika hendaknya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika
konsisten dengan tujuan bisnis, khususnya dalam mencari keuntungan.
Contoh merck dikenal karena budaya etisnya yang sudah lama berlangsung,
namun ia tetap merupakan perusahaan yang secara spektakuler
mendapatkan paling banyak keuntungan sepanjang masa.
Sebagian besar orang akan menilai perilaku etis dengan menghukum siapa
saja yang mereka persepsi berprilaku tidak etis, dan menghargai siapa saja
yang mereka persepsi berprilaku etis. Pelanggan akan melawan perusahaan
jika mereka mempersepsi ketidakadilan yang dilakukan perusahaan dalam
bisnis lainnya, dan mengurangi minat mereka untuk membeli produknya.
Karyawan yang merasakan ketidakadilan, akan menunjukkan absentisme
lebih tinggi, produktivitas lebih rendah, dan tuntutan upah yang tinggi.
Sebaliknya, ketika karyawan percaya bahwa organisasi adil, akan senang
mengikuti manajer. Melakukan apapun yang dikatakan manajer, dan
memandang keputusan manajer sah. Ringkasnya, etika merupakan
komponen kunci manajemen yang efektif. Dengan demikian, ada sejumlah
argument yang kuat, yang mendukung pandangan bahwa etika hendaknya
diterapkan dalam bisnis.
2.2 Macam Etiks
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan
baik dan buruknya perilaku manusia, yaitu:
1. Etika Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis
dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikerjar oleh
manusia dalam hidup ini sebagai suatu yang bernilai. Etika deskriptif
memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan
tentang perilaku/sikap yang akan diambil.
2. Etika Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai
sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia
dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif
9
memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan
kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Secara umum Etika dapat dibagi menjadi:
a. Etika Umum berbicara mengenai norma dan nilai moral, kondisi-kondisi
dasar bagi manusia untuk bertindak secara etis,bagaimana manusia
mengambil keputusan etis, teori-teori etika, lembaga-lembaga normatif dan
semacamnya.
b. Etika Khusus adalah penerapan prinsip-prinsip atau norma-norma moral
dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud:
Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan
dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang
memungkinkan manusia bertindak etis: cara bagaimana manusia mengambil
suatu keputusan/tindakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada
akibatnya.
2.3 Teori Etika
a. Etika teleologi
Etika teleologi yaitu etika yang mengukur baik buruknya suatu tindakan
berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dengan tindakan itu, atau
berdasarkan akibatnya yang ditimbulkan atas tindakan yang dilakukan.
Suatu tindakan dinilai baik, jika bertujuan mencapai sesuatu yang baik,atau
akibat yang ditimbulkannya baik dan bermanfaat. Misalnya : mencuri
sebagai etika teleology tidak dinilai baik atau buruk. berdasarkan tindakan
itu sendiri, melainkan oleh tujuan dan akibat dari tindakan itu. Jika tujuannya
baik, maka tindakan itu dinilai baik. Contoh seorang anak mencuri untuk
membiayai berobat ibunya yang sedang sakit, tindakan ini baik untuk moral
kemanusian tetapi dari aspek hukum jelas tindakan ini melanggar hukum.
Sehingga etika teologi lebih bersifat situasional, karena tujuan dan akibatnya
suatu tindakan bisa sangat bergantung pada situasi khusus tertentu. Karena
itu setiap norma dan kewajiban moral tidak bisa berlaku begitu saja dalam
situasi sebagaimana dimaksudkan.
10
Filosofinya:
Egoism
Perilaku yang dapat diterima tergantung pada konsekuensinya. Inti
pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya
bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-
satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan
pribadi dan memajukan dirinya.Egoisme ini baru menjadi persoalan serius
ketika ia cenderung menjadihedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan
kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg
bersifat vulgar. Memaksimalkan kepentingan kita terkait erat dengan akibat
yang kita terima.
Utilitarianism
Semakin tinggi kegunaannya maka semakin tinggi nilainya. Berasal dari
bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu
perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus
menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai
keseluruhan. Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk
menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness
of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang
terbesar.
b. Teori Deontologi
Teori Deontologi yaitu : berasal dari bahasa Yunani , “Deon“ berarti tugas
dan “logos” berarti pengetahhuan. Sehingga Etika Deontologi menekankan
kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Suatu tindakan itu baik
bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibatnya atau tujuan baik dari
tindakanyang dilakukan, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai
baik pada diri sendiri. Dengan kata lainnya, bahwa tindakan itu bernilai
moral karena tindakan itu dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari
11
tindkan itu. Contoh : jika seseorang diberi tugas dan melaksanakanny sesuai
dengan tugas maka itu dianggap benar, sedang dikatakan salah jika tidak
melaksanakan tugas.
2.4 Penerapan Etika pada Organisasi Perusahaan
Dapatkah pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah
dan kewajiban diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah
pada orang (individu) sebagai perilaku moral yang nyata?
Ada dua pandangan yang muncul atas masalah ini :
Ekstrem pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena
aturan yang mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan
bahwa perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang
disengaja atas apa yang mereka lakukan, kita dapat mengatakan mereka
bertanggung jawab secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa
tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian
yang sama yang dilakukan manusia.
Ekstrem kedua, adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak
masuk akal berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung
jawab karena ia gagal mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa
organisasi memiliki kewajiban moral. Organisasi bisnis sama seperti mesin
yang anggotanya harus secara membabi buta mentaati peraturan formal
yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih tidak masuk
akal untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena
ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti
mesin yang gagal bertindak secara moral.
Karena itu, tindakan perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu
manusia, indivdu-individulah yang harus dipandang sebagai penjaga utama
kewajiban moral dan tanggung jawab moral : individu manusia bertanggung
jawab atas apa yang dilakukan perusahaan karena tindakan perusahaan
secara keseluruhan mengalir dari pilihan dan perilaku mereka. Jika
perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan tindakan
12
yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan
bertindak secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam
perusahaan bertindak secara bermoral.
2.5 Tanggung Jawab Perusahaan
Dalam perusahaan modern, tanggung jawab atas tindakan perusahaan
sering didistribusikan kepada sejumlah pihak yang bekerja sama. Tindakan
perusahaan biasanya terdiri atas tindakan atau kelalaian orang-orang
berbeda yang bekerja sama sehingga tindakan atau kelalaian mereka
bersama-sama menghasilkan tindakan perusahaan. Jadi, siapakah yang
bertanggung jawab atas tindakan yang dihasilkan bersama-sama itu?
Pandangan tradisional berpendapat bahwa mereka yang melakukan secara
sadar dan bebas apa yang diperlukan perusahaan, masing-masing secara
moral bertanggung jawab.
Lain halnya pendapat para kritikus pandangan tradisional, yang menyatakan
bahwa ketika sebuah kelompok terorganisasi seperti perusahaan bertindak
bersama-sama, tindakan perusahaan mereka dapat dideskripsikan sebagai
tindakan kelompok, dan konsekuensinya tindakan kelompoklah, bukan
tindakan individu, yang mengharuskan kelompok bertanggung jawab atas
tindakan tersebut.
Kaum tradisional membantah bahwa, meskipun kita kadang membebankan
tindakan kepada kelompok perusahaan, fakta legal tersebut tidak mengubah
realitas moral dibalik semua tindakan perusahaan itu. Individu manapun
yang bergabung secara sukarela dan bebas dalam tindakan bersama dengan
orang lain, yang bermaksud menghasilkan tindakan perusahaan, secara
moral akan bertanggung jawab atas tindakan itu.
Namun demikian, karyawan perusahaan besar tidak dapat dikatakan
“dengan sengaja dan dengan bebas turut dalam tindakan bersama itu”
untuk menghasilkan tindakan perusahaan atau untuk mengejar tujuan
perusahaan. Seseorang yang bekerja dalam struktur birokrasi organisasi
besar tidak harus bertanggung jawab secara moral atas setiap tindakan
13
perusahaan yang turut dia bantu, seperti seorang sekretaris, juru tulis, atau
tukang bersih-bersih di sebuah perusahaan. Faktor ketidaktahuan dan
ketidakmampuan yang meringankan dalam organisasi perusahaan birokrasi
berskala besar, sepenuhnya akan menghilangkan tanggung jawab moral
orang itu.
2.6 Hambatan Etika Bisnis
Dalam suatu kegiatan usaha yang dijalankan kadangkala seorang
wirausahawan mengabaikan etika bisnis yang seharusnya diterapkan dalam
kehidupan berbisnisnya. Banyak anggapan yang menyatakan bahwa dalam
berbisnis mencari untung merupakan suatu perbuatan yang saru. Anggapan
ini banyak dilontarkan oleh kaum tradisional yang mempersulit dalam
penarikan garis jelas antara usaha bisnis yang wajar dan yang tidak wajar.
Dijalankannya prinsip kekeluargaan yang lebih dari sekadar lingkungan
interpersonal, melainkan menjangkau wilayah yang lebih luas lagi.
Diharapkan adanya kemampuan untuk meminati juga lingkungan sosial yang
lebih luas, yang abstrak artinya tidak ada sangkut pautnya dengan orang-
orang tertentu. Dan juga tekanan berlebihan pada lingkungan sosial
menyebabkan etika bisnis terkadang diabaikan. Para pengusaha haruslah
mampu dan mau dalam menyelesaikan segala hambatan atau kendala yang
ditimbulkan demi menjaga dan mempertahankan etos kerja yang
berorientasi pada etika bisnis.
14
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Mengembalikan Kepercayaan Konsumen
Dengan menerapkan Etika bisnis dalam perusahhan memiliki peran yang
sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh
dengan akibat keberpihakaan kepada praktek bisins yang penuh tanggung
jawab terhadap keselamatan konsumennya. Dan dengan membuktikan
kesetiaan terhadap para konsumennya dan kesetiaannya terhadap budaya
perusahaannya, inilah yang telah dilakukan dan diterapkan oleh perusahaan
Johnson & Johnson dari puluhan tahun yang lalu semenjak perusahaan ini
berdiri.
Dengan memegang teguh kepercayaan konsumennya dan terus
memberikan manfaat bagi para konsumennya, Jhonson & Johnson terus
memberikan yang terbaik untuk orang banyak degan menerapkan praktek
bisnis yang peduli terhadap keselamatan konsumen dengan penuh tanggung
jawab. Jhonson & Johnson pun tidak pernah melakukan kecurangan apapun
yang dilakukannya untuk mengambil keuntungan semata dari para
konsumennya, maka dari sebab itu apa yang telah diberikan Johnson &
Johnson kepada para konsumen setianya maka tidak mudah bagi
konsumennya untuk percaya bahwa Johnson & Johnson telah berbuat curang
apalagi sampai mencelakakan keselamatan konsumennya. Justru sebaliknya,
bahkan para konsumen menganggap hal-hal negative yang telah
dituduhkan kepada pihak Johnson & Johnson sepenuhnya tidak benar, ini
merupakan tindakan beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab yang
ingin membuat citra Johnson & Johnson buruk dimata para konsumennya.
15
3.2 Etika Bisnis Penting dalam Perusahaan
Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan akan
selalu menguntungkanerusahaan baik untuk jangka menengah maupun
jangka panjang karena :
1. Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan
terjadinya friksi baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
2. Akan dapat meningkatkan motivasi pekerja.
3. Akan melindungi prinsip kebebasan ber-niaga
4. Akan meningkatkan keunggulan bersaing.
Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan
balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif,
misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan
beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai
perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika
pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang
tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yany
tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier.
Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi
perusahaan oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.
Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari
maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan
kedalam manajemen korporasi yakni dengan cara :
• Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)
• Memperkuat sistem pengawasan
• Menyelenggarakan pelatihan (training) untuk karyawan secara terus
menerus.
16
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Etika bisnis adalah faktor penting dalam membangun dan
mempertahankan sebuah usaha, karena dengan mematuhi etika bisnis
maka kredibilitas perusahaan dapat dipercaya oleh masyarakat dan
masyarakat akan loyal terhadap perusahaan.
4.2 Saran
Jangan terpengaruh oleh profit yang banyak tetapi mengabaikan etika
bisnis, karena jika hal itu dilakukan akan berakibat buruk terhadap
kredibilitas dan kelangsungan perusahaan dimasa yang akan datang,
perusahaan tidak akan dipercaya oleh masyarakat.
17
DAFTAR PUSTAKA
Aditya. (2011), Pelanggaran Etika Bisnis.
http://radityaisk.blogspot.com/2011/12/pelanggaran-etika-bisnis.html
Agustian, Bemby. (2012), Pengertian Etika-Etika Bisnis dan Jenis.
http://bembyagus.blogspot.com/2012/04/pengertian-etika-etika-bisnis-dan-jenis.html
Andrian, Harry. (2010), Johnson-Johnson Tylenol Scare.
http://akuntansibisnis.wordpress.com/2010/06/16/johnson-johnson%E2%80%99s-tylenol-scare/
Anerih, Aan. (2011), Pengertian Etika dan Etika Bisnis.
http://aananerih.blogspot.com/2011/09/pengertian-etika-dan-etika-bisnis.html
Ciputra Entrepreneurship. (2010) Etika Bisnis yang Baik.
http://www.ciputraentrepreneurship.com/bina-usaha/49-rencana-bisnis/6350-etika-bisnis-yang-
baik.html
Donie. (2011), Pelanggaran Perusahaan dalam Etika Bisnis.
http://donieoniie.wordpress.com/2011/11/14/pelanggaran-perusahaan-dalam-etika-bisnis/
Kusuma, Firman. (2011), Pelanggaran Etika Bisnis.
http://firmanchkusuma.wordpress.com/2011/12/21/pelanggaran-etika-bisnis/
Zulfa, Zaramitha. (2012), Etika Bisnis dan Tanggung Jawab.
http://zaramitha.blogspot.com/2012/05/bab-10-etika-bisnis-dan-tanggung-jawab.html
18
Recommended