View
237
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME
IMPOR DAN KEBIJAKAN IMPOR BAWANG MERAH
(A. ASCALONICUM L.) INDONESIA
MASTA BR MELIALA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Volume Impor dan Kebijakan Impor Bawang Merah (A.
Ascalonicum L.) Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Masta Br Meliala
NIM H34090013
ABSTRAK
MASTA BR MELIALA. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume
Impordan Kebijakan Impor Bawang Merah (A. Ascalonicum L.) Indonesia.
Dibimbing oleh ANDRIYONO KILAT ADHI
Salah satu subsektor pertanian Indonesia adalah Hortikultura. Bawang
merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomis yang
tinggi dan peluang pasar yang besar sebagai bumbu untuk konsumsi rumah tangga,
bahan baku industri serta untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Tujuan penelitian
ini adalah menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume impor
bawang merah di Indonesia, dan merumuskan alternatif strategi pengambilan
kebijakan impor bawang merah di Indonesia. Hasil analisis metode regresi linear
berganda menunjukkan bahwa harga impor bawang merah, nilai tukar Rupiah
terhadap Dollar Amerika dan tarif impor 25 persen berpengaruh signifikan
terhadap volume impor bawang merah. Kebijakan tarif impor yang telah
ditetapkan pemerintah selama ini meningkatkan impor bawang merah ke
Indonesia. Selain itu, negara yang tidak terikat perjanjian khusus, tarif impor yang
ditetapkan masih rendah sehingga membuka peluang mudahnya impor bawang
merah masuk ke Indonesia.
Kata kunci: bawang merah, impor, kebijakan
ABSTRACT
MASTA BR MELIALA. Factors Affecting Import Volume and Import Policy of
Shallot (A. Ascalonicum L.) in Indonesia. Supervised by ANDRIYONO KILAT
ADHI
Shallot is a horticulture commodities that has a high economic value and a
large market opportunity as a seasoning for a consumption of the household, the
material for industry and to fulfill the export quota. This research analyze the
factors that influence the volume of shallot import in Indonesia and formulate
alternative policy strategies shallot imports in Indonesia. Multiple linear
regression method showed that shallot import volume is significantly influenced
by shallot import prices, exchanges rate Rupiah against U.S. Dollar and import
tarif 25. Import tariff policies were set by the government during this time will
increaseshallot imports to Indonesia. Furthermore, the import tarif still set low for
the countries that do not bound by the special agreements that make the
opportunity of shallot import is easier to Indonesia.
Keywords: import, policy, shallot
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME
IMPOR DAN KEBIJAKAN IMPOR BAWANG MERAH
(A. ASCALONICUM L.) INDONESIA
MASTA BR MELIALA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Impor dan
Kebijakan Impor Bawang Merah (A. Ascalonicum L.) Indonesia
Nama : Masta Br Meliala
NIM : H34090013
Disetujui oleh
Dr Ir Andriyono Kilat Adhi
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitianini ialah perdagangan internasional, dengan judul Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Volume Impor dan Kebijakan Impor Bawang Merah (A.
Ascalonicum L.) Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Andriyono Kilat Adhi
selaku pembimbing. Disamping itu, ungkapan terima kasih penulis sampaikan
kepada Ibu Adelina, Ibu Yuni, Bapak Usman dari Kementerian Pertananian Pusat.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga,
atas doa dan kasih sayangnya. Juga tidak lupa ungkapan terima kasih kepada
teman-teman Agrisbisnis 46 dan teman-teman dari UKM PMK atas dukungan doa
dan motivasinya dalam penyusunan skripsi saya ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014
Masta Br Meliala
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Penelitian 6
Ruang Lingkup Penelitian 6
TINJAUAN PUSTAKA 7
Penelitian Terdahulu 7
Perbedaan Penelitian yang Dilaksanakan dengan Penelitian Terdahulu 8
KERANGKA PEMIKIRAN 9
Kerangka Pemikiran Teoritis 9
Kerangka Pemikiran Operasional 12
METODE PENELITIAN 14
Metode Analisis Data 14
HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Bawang Merah Indonesia 18
SIMPULAN DAN SARAN 28
DAFTAR PUSTAKA 29
LAMPIRAN 32
DAFTAR TABEL
1 Produk Domestik Bruto Subsektor Hortikultura di Indonesia Tahun
2007-2011 1
2 Sebaran Kontribusi Lima Tanaman Sayuran 2
3 Jumlah Produksi dan Konsumsi Bawang Merah Indonesia Tahun
2002-2011 2
4 Luas Panen, Produksi, Produktivitas Bawang Merah Tahun 2008-2012 3
5 Perkiraan Proyeksi Kebutuhan Bawang Merah di Indonesia 2012-2016 4
6 Tabel Produksi, Permintaan dan Impor Bawang Merah Indonesia Tahun
2002-2010 5
7 Asumsi Multikolinearitas 20
8 Hasil Olahan Data Regresi Linear berganda 21
9 Perkembangan Luas Area Tanam, Produksi, dan Produktivitas Bawang
Merah di Indonesia Tahun 2005-2012 23
10 Jumlah Konsumsi Bawang Merah Indonesia Tahun 2002-2011 25
11 Volume Impor dan Nilai Impor Bawang Merah Tahun 2005-2012 26
DAFTAR GAMBAR
2 Harga Keseimbangan Relatif Komoditas Pada Anaisis Keseimbangan
Parsial 11
2 Kerangka Pemikiran Operasional 12
3 Kenormalan Sisaan 18
4 Kebebasan Sisaan 19
5 Kehomogenan Ragam 20
6 Pertumbuhan Produksi Bawang Merah Nasional Tahun 2005-2012 24
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data Awal dan Akhir Setelah Transformasi Analisis Regresi Linear
Berganda 32 2 Peraturan Tarif Impor Bawang Merah 33
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Negara Indonesia terkenal sebagai negara agraris dimana sebagian besar
masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini, didukung oleh
potensi sumber daya alam yang melimpah dimanfaatkan dalam rangka memenuhi
kebutuhan dalam negeri serta salah satu tulang punggung perekonomian
Indonesia. Selain itu, Indonesia merupakan negara dengan komoditas pertanian
yang sangat beragam. Tanaman hortikultura merupakan salah satu komoditas
pertanian yang memegang peranan penting dan strategis dalam memenuhi
kebutuhan sumber bahan makanan. Dalam UU No.13 Tahun 2010 mengatakan,
tanaman hortikultur sebagai kekayaan hayati merupakan salah satu kekayaan
sumberdaya alam Indonesia yang sangat penting sebagai sumber pangan bergizi,
bahan obat nabati, dan estetika, yang bermanfaat dan berperan besar dalam
meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang perlu dikelola dan dikembangakan
secara efisien dan berkelanjutan.
Tabel 1 Produk domestik bruto subsektor hortikultura di Indonesia tahun 2007-
2011a
Komoditas Nilai PDB Hortikulturab
2007 2008 2009 2010 2011
Buah-Buahan 42 362 47 060 48 437 45 482 46 736
Sayuran 25 587 28 205 30 506 31 244 33 137
Tanaman Hias 4 741 5 085 5 494 3 665 5 984
Biofarmaka 4 105 3 858 3 897 6 174 2 995
Total 76 795 84 203 88 334 86 565 88 851 aSumber: Dirjen hortikultura (2012);
bMilyar Rp
PDB merupakan salah satu indikator untuk menentukan kontribusi
pertanian terhadap pendapatan negara. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa
tanaman hortikultura memiliki kontribusi cukup besar terhadap PDB. Hal ini,
menunjukkan bahwa tanaman hortikultura memiliki potensi dalam memenuhi
kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia. Penurunan PDB hortikultura pada
tahun 2010 disebabkan oleh penurunan kontribusi buah-buahan dan tanaman hias.
Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2012), komoditas hortikultura
khususnya sayuran dan buah-buahan memegang bagian terpenting dari
keseimbangan pangan, sehingga harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang
cukup, mutu yang baik, aman dikonsumsi, harga yang terjangkau, serta dapat
diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu komoditas tanaman
hortikultura sayuran yang penting dikonsumsi masyarakat adalah bawang merah.
Berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data survei pemantauan harga
(SPH) pada tahun 2010, terdapat lima jenis tanaman sayuran yang memberikan
kontribusi produksi terbesar terhadap total produksi sayuran di indonesia (Tabel
2).
2
Tabel 2 Sebaran kontribusi lima jenis tanaman sayurana
Jenis Sayuran Jumlah Sebaran
Kol/Kubis 12.94
Kentang 9.91
Bawang Merah 9.80
Tomat 8.33
Cabai 7.54
20 Jenis Sayuran Lainnya 51.48 aSumber: SPH (2010);
b%
Berdasarkan Tabel 3 di bawah ini, jumlah produksi bawang merah dalam
negeri tergolong tinggi sehingga mampu memenuhi kebutuhan bawang merah
untuk konsumsi rumah tangga, bahan baku industri pengolahan. Namun jumlah
kontribusi produksi ini tidak berkelanjutan karena produksi panen bawang merah
musiman dan mudah rusak. Sehingga produksi bawang merah dalam negeri perlu
menjadi perhatian khusus pemerintah supaya tercipta kemandirian dan
keberlanjutan dalam pemenuhan kebutuhan bawang merah dalam negeri. Berikut
tabel produksi dan konsumsi bawang merah Indonesia.
Tabel 3 Jumlah produksi dan konsumsi bawang merah Indonesia tahun 2002-
2011a
Tahun Produksib Konsumsi
c
2002 766 572 2.20
2003 762 795 2.22
2004 757 399 2.19
2005 732 610 2.36
2006 794 931 2.08
2007 802 810 3.01
2008 853 615 2.74
2009 965 164 2.52
2010 1 048 934 2.52
2011 893 124 2.36 aSumber: BPS (2012);
bTon;
cKg/kap/tahun
Bawang merah (A. Ascolonicum L.) merupakan salah satu komoditas
sayuran yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Selain itu bawang merah juga
merupakan komoditas hortikultura yang memiliki banyak manfaatnya sebagai
bumbu untuk konsumsi rumah tangga, bahan baku industri pengolah, dan obat
terapi. Budidaya bawang merah di Indonesia dihadapkan dengan berbagai
masalah (risiko) di lapangan. Diantaranya teknik budidaya, serangan hama dan
3
penyakit, kekurangan unsur mikro, yang menyebabkan produksi menurun.
Sementara dari segi ekonomi, usaha bawang merah Indonesia cukup
menguntungkan serta mempunyai pasar yang cukup luas. Musim panen (tanam)
bawang merah di Indonesia yang tidak menentu diakibatkan oleh gagal panen.
Pertambahan jumlah penduduk Indonesia serta meningkatkannya permintaan
industri akan bawang merah mendorong pemerintah membuka impor bawang
merah dari negara luar seperti Thailand, Filipina, Myanmar, Malaysia, Vietnam,
Singapura, India dan Cina.
Tabel 4 Luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah Indonesia tahun
2008-2012a
Tahun Luas Panenb Produksi
c Produktivitas
d
2008 91 339 853 615 9.35
2009 104 009 965 164 9.28
2010 109 634 1 048 934 9.57
2011 93 667 893 124 9.54
2012 99 315 964 195 9.67 aSumber: BPS dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2013);
bHa;
cTon;
dTon/Ha
Berdasarkan Tabel 4 di atas, produksi bawang merah dalam negeri
cenderung fluktuatif. Produktivitas bawang merah pada tahun 2012 yaitu senilai
9.67 data ini menunjukkan produktivitas bawang merah Indonesia setiap tahunnya
meningkat walaupun pada tahun 2010 hingga 2011 mengalami penurunan sebesar
0.03 persen dan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2012 senilai 0.13
persen. Daerah penghasil bawang merah sekaligus produsen bawang merah
diperoleh dari Jawa Tengah yaitu Brebes dengan hasil produksi sebesar 45 538
ton pada tahun 2012. Namun, produksi bawang merah dalam negeri perlu
menjadi perhatian lebih supaya tercipta kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan
bawang merah yang semakin lama semakin meningkat. Produksi bawang merah
daerah-daerah yang sudah menjadi produsen utama tersebut dapat ditingkatkan
melalui kebijakan intensif sehingga meningkatkan minat petani menanam bawang
merah, perluasan lahan, peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas panen,
kestabilan harga, dan kemampuan memenuhi ekspor. Penguasaan teknologi mulai
dari budi daya hingga pascapanen, pendanaan serta kebijakan yang jelas dari
perintah terhadap kegiatan ekspor dan impor bawang merah juga diperlukan. Bila
upaya tersebut tidak dilakukan pemerintah, maka pada masa depan masyarakat
Indonesia mungkin tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan bawang merah
Indonesia. Jumlah impor bawang merah cenderung meningkat setiap tahunnya
seperti pada tahun 2010 total impor bawang merah sebesar 73 270 ton meningkat
menjadi 160 467 ton pada tahun 2011.
Berikut perkiraan kebutuhan bawang merah tahun 2012 sampai tahun 2016
yang selalu meningkat setiap tahunnya berbanding lurus dengan pertumbuhan
jumlah penduduk (Tabel 5). Hal ini, menunjukkan perlu perhatian khusus
pemerintah dalam menyediakan ketersediaan bawang merah dari dalam negeri dan
juga impor untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan bawang merah baik
4
untuk konsumsi rumah tangga, benih, industri, dan ekspor. Pemerintah juga perlu
mempertimbangkan jumlah ekspor bawang merah yang akan dilakukan karena
hingga saat ini Indonesia masih impor bawang merah.
Tabel 5 Perkiraanproyeksi kebutuhan bawang merah di Indonesia tahun 2012-
2016a
Tahun Jumlah
Pendudukb
Kebutuhanc
Konsumsi Benih Industri Ekspor Total
2012 246 144 420 886 120 99 700 25 000 50 000 1 060 820
2013 249 836 587 899 412 100 700 30 000 75 000 1 105 112
2014 253 584 135 938 261 101 700 30 000 75 000 1 144 961
2015 257 387 897 952 335 102 900 40 000 100 000 1 195 235
2016 261 248 716 976 683 103 900 40 000 100 000 1 223 583 aSumber: Ditjen BP Hortikultura (2005);
bJuta Jiwa;
cTon
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan hasil pertanian di dalam
negeri dan keterbatasan produksi dalam negeri akibat risiko iklim, pemerintah
memenuhi kebutuhan akan bawang merah dengan cara membuka pintu impor
komoditi hasil pertanian. Konsumsi bawang merah penduduk Indonesia pada
tahun 2005 mencapai 781 442 ton, dan konsumsi bawang merah ini meningkat
setiap tahunnya seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Pemerintah perlu
melakukan pengembangan usaha produksi bawang merah melalui pengembangan
dan perluasan areal sentra untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan dalam
jangka panjang serta rencana ekspor ke beberapa negara terutama ASEAN.
Dalam perdagangan bawang merah adanya perubahan kebijakan tarif impor
bawang merah dari tahun ke tahun menyebabkan semakin melimpahnya pasokan
bawang merah impor ke pasar domestik, sehingga harga bawang merah domestik
terus berfluktuasi setiap tahunnya. Karena itu, dalam melakukan impor bawang
merah menjadi penting mengkaji kebijakan penetapan tarif impor bawang merah.
Perumusan Masalah
Kebutuhan konsumsi bawang merah akan semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk dengan semakin besarnya minat
menggunakan bawang merah sebagai bumbu dapur, benih, obat terapi dan bagi
industri mengelola bawang merah untuk menghasilkan produk turunan yaitu
sebagai bawang goreng yang siap dikonsumsi.Adanya perdagangan bebas
menyebabkan semakin mudahnya bawang merah impor masuk ke dalam negeri.
Maraknya harga bawang merah yang ditawarkan oleh negara-negara pengekspor
yang dapat dijangkau oleh masyarakat membuat produsen dalam negeri kalah
bersaing. Konsumen akan cenderung lebih memilih membeli bawang merah
dengan harga yang relatif lebih murah. Persaingan dalam pasar domestik dan
pasar ekspor akan menjadi lebih ketat. Apalagi dengan semakin mudahnya
5
peraturan kebijakan tarif impor bawang merah dalam negeri sehingga dapat
menekan harga jual bawang merah sehingga memiliki daya saing yang tinggi.
Iklim di Indonesia yang tidak menentu menyebabkan produksi bawang
merah cenderung fluktuatif membuat Indonesia memiliki ketergantungan terhadap
impor bawang merah. Harga bawang merah impor cenderung jauh lebih rendah
dibandingkan dengan harga bawang merah dalam negeri. Nilai tukar Rupiah
terhadap US$ yang berfluktuasi pun ikut mempengaruhi fluktuasi harga bawang
merah. Kebijakan penetapan tarif impor bawang merah juga sangat mepengaruhi
volume impor bawang merah ke Indonesia.
Tabel 6 Produksi, permintaan dan impor bawang merah Indonesia tahun 2002-
1010a
Tahun Produksib Permintaan
c Impor
d
2002 766 572 792 685 32 929
2003 762 795 799 401 42 008
2004 757 399 801 698 48 927
2005 732 610 781 422 53 071
2006 794 931 857 692 78 462
2007 802 810 901 102 107 649
2008 853 615 969 316 128 015
2009 965 164 1 019 735 67 330
2010 1 048 934 1 116 275 73 270 aSumber : BPS (2012);
bTon;
cTon;
dTon
Pemenuhan kebutuhan akan bawang merah bisa dipenuhi melalui dua cara,
yaitu melalui domestik dan impor. Banyak pihak dalam negeri berharap bawang
merah dapat dipenuhi melalui produksi domestik (swasembada) dan impor hanya
dilakukan jika produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan bawang
merah. Pada Tabel 6 produksi bawang merah Indonesia dari tahun 2005 hingga
2010 mengalami peningkatan. Peningkatan produksi ini harusnya dapat
mengurangi ketergantungan terhadap impor bawang merah, namun pada
kenyataannya impor bawang merah masih saja terus mengalir deras ke Indonesia
dimana permintaan yang cenderung meningkat setiap tahunnya dipenuhi melalui
impor. Ketergantungan secara terus menerus kepada impor bawang merah akan
merugikan posisi ekonomi Indonesia sendiri. Sehingga perlu dilihat kembali
bagaimana keragaman permintaan impor bawang merah sehingga mampu
memproduksi bawang merah secara berkelanjutan dan mampu menjamin
kebutuhan bawang merah cukup dengan harga yang terjangkau oleh konsumen.
Sehingga, pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang jelas terhadap masuknya
impor bawang merah ke dalam negeri sehingga produsen bawang merah dalam
negeri dapat terlindungi secara khusus dalam penetapan harga.
6
Berdasarkan latar belakang yang telah dianalisis dalam penelitian ini maka
dapat dirumuskan permasalaahn dalam penelitian ini yaitu:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume impor bawang merah dalam
negeri?
3. Bagaimana alternatif strategi kebijakan impor bawang merah dalam negeri?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dikemukakan di atas,
tujuan penelitian ini secara umum adalah:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor bawangmerah
dalam negeri.
3. Merumuskan alternatif strategi pengambilan kebijakan impor bawang merah
dalam negeri.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini di antaranya adalah:
1. Bagi pemerintah pembuat kebijakan dan pengambil keputusan, dapat
digunakan dalam merumuskan kebijakan impor bawang merah yang
mampu memberikan perlindungan bagi produsen bawang merah dan
konsumen bawang merah secara efektif dan efisien sehingga dapat
menjaga keseimbangan produksinya agar mampu memenuhi permintaan
bawang merah domestik serta mengurangi ketergantungan impor.
2. Bagi konsumen, mampu memberikan jaminan dan ketersediaan bawang
merah dalam jumlah dan kualitas yang cukup serta terdistribusi, terjangkau
danaman dikonsumsi.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menelaah faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor
bawang merah tahun 2001 hingga 2012. Merumuskan alternatif kebijakan
membuka pintu impor bawang merah ditinjau sisi produksi,harga dalam negeri
dan luar negeri, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika serta kebijakan tarif
impor bawang merah, hasil kajian penelitian dan studi literatur terhadap penelitian
terdahulu dan berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume
impor bawang merah tahun 2001 hingga 2012.
7
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Terdahulu
Manik (2012) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi aliran perdagangan impor bawang merah dan kentang Indonesia
menggunakan data sekunder. Data yang diamati merupakan data gabungan time
series dan cross section atau panel data. Tahun pengamatannya sebanyak 10 tahun,
mulai dari tahun 2001 sampai tahun 2010. Data yang telah diperoleh kemudian
dianalisis dengan menggunakan model gravitasi. Model estimasi terbaik yang
digunakan untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
aliran perdagangan komoditas bawang merah berdasarkan uji Chow adalah
dengan menggunakan model efek tetap (fexed afeect model) yang kemudian
diboboti dengan cross-section SUR. Berdasarkan hasil estimasi dengan
menggunakan model gravitasi diketahui dari tujuh variabel yang digunakan hanya
satu variabel yang tidak berpengaruh terhadap volume impor bawang merah dan
kentang Indonesia. Adapun variabel yang berpengaruh terhadap volume impor
bawang merah dan kentang Indonesia yaitu populasi negara pengekspor, populasi
Indonesia, harga impor, jarak ekonomi, GDP rill Indonesia dan GDP rill negara
pengekspor. Sedangkan variabel nilai tukar tidak memengaruhi volume impor
bawang merah dan kentang Indonesia.
Facino (2012) dalam penelitiannya mengenai penawaran kedelai dunia dan
permintaan impor kedelai Indonesia serta kebijakan perkedelaian nasional
menggunakan data sekunder dalam bentuk time series (deret waktu) dengan
periode waktu 8 tahun, yaitu dari tahun 2005 hingga 2012. Jenis data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini adalah luas panen, produktivitas dan produksi
kedelai dunia dan domestik, data negara penghasil/produsen kedelai dunia, data
eksportir kedelai dunia, data importir kedelai dunia, data harga kedelai dunia, data
luas panen, produktivitas dan produksi kedelai domestik, data harga kedelai
domestik, neraca perdagangan kedelai domestik dan data negara pegekspor
kedelai ke Indonesia. Metode yang digunakan dalam menganalisis data pada
penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini menyimpulkan
bahwa perdagangan kedelai dunia masih didominasi oleh Amerika serikat sebagai
produsen sekaligus eksportir kedelai nomor satu di dunia diikuti Brazil, Argentina,
China dan India.Sementara produksi kedelai Indonesia lebih banyak dipasok oleh
produsen kedelai di Jawa karena memiliki luas panen dan produktivitas kedelai
lebih tinggi dibandingkan di luar Jawa. Berbagai kebijakan pengembangan kedelai
nasional telah dilakukan, alternatif strategi pengembangan agribisnsi kedelai lokal
di Indonesia yang dirumuskan peneliti meliputi peningkatan peningkatan produksi
kedelai lokal, pembatasan volume impor kedelai dengan penetapan tarif impor
kedelai yang tepat minimal 10 persen, efisiensi rantai tataniaga, dan dukungan
serta peran industri berbasis kedelai.
Fitriana (2012) melakukan penelitian dengan judul dampak kebijakan
impor dan faktor eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen
bawang merah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder dalam
bentuk time series tahunan dengan rentang waktu dari tahun 1990 hingga 2010.
Model analisis yang digunakan dalam penelitian adalah model persamaan
8
simultan ekonometrika. Model diestimasi dengan metode Two-Stages Least
Squares (2LSS) menggunakan program SAS/ETS versi 9.1. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa: (1) produksi bawang merah nasional dipengaruhi oleh harga
rill bawang merah di tingkat produsen, luas areal panen,dan perubahan tingkat
suku bunga bank persero; (2) permintaan bawang merah rumah tangga
dipengaruhi oleh jumlah penduduk Indonesia, sedangkan permintaan non
rumahtangga dipengaruhi oleh harga rill mie instan sebagai output berbahan baku
bawang merah dan GDP masyarakat Indonesia; (3) impor bawang merah
dipengaruhi oleh permintaan bawang merah di tingkatkonsumen dan impor
bawang merah tahun sebelumnya; (4) harga rill bawang merah impor dipengaruhi
oleh harga rill bawang merah dunia dan tarif impor bawang merah; (5) harga rill
bawang merah di tingkat konsumen dipengaruhi oleh harga rill bawang merah di
tingkat konsumen tahun sebelumnya, sedangkan harga rill bawang merah di
tingkat produsen dipengaruhi oleh harga rill bawang merah di tingkat konsumen
dan harga rill bawang merah di tingkat produsen sebelumnya. Berdasarkan hasil
simulasi yang telah dilakukan, simulasi kebijakan yang berdampak meningkatkan
produksi bawang merah dan harga bawang merah domestik adalah penerapan tarif
impor bawang merah sebesar 20 persen, 12.5 persen, 40 persen, penurunan kuota
impor bawang merah sebesar 50 persen. Kebijakan yang berdampak
meningkatkan impor bawang merah dan permintaan bawang merah total adalah
penghapusan tarif impor bawang merah dan penurunan harga rill bawang merah
dunia sebesar 12 persen.
Anggasari (2008) melakukan penelitian dengan judul analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi volume impor kedelai Indonesia. Metode yang digunakan
adalah metode analisis linear berganda dengan menggunakan metode Ordinary
Least Square (OLS) program eviews 4.1. Dalam penelitian ini, analisis regresi
linear berganda digunakan untuk melihat pengaruh variabel produksi kedelai,
harga kedelai domestik, harga kedelai luar negeri, nilai tukar Rupiah terhadap
Dollar Amerika dan dummy tarif impor sebesar 10 dan 5 persen terhadap volume
impor kedelai ke Indonesia. Selama kurun waktu 1997 hingga 2006, secara umum
produksi kedelai domestik cenderung mengalami penurunan dengan hasil yang
relatif rendah. Volume impor secara nyata dipengaruhi oleh harga kedelai
domestik, harga kedelai luar negeri, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
dan dummy penetapan tarif impor sebesar 10 persen.
Perbedaan Penelitian yang Dilakukan dengan Penelitian Terdahulu
Pada penelitian-penelitian terdahulu, khususnya skripsi hanya
menggunakan metode analisis kuantitatif atau analisis deskriptif kualitatif, namun
pada penelitian kali ini digunakan metode analisis kuantitatif dan deskriptif
kualitatif. Metode analisis kuantitatif untuk menguraikan faktor-faktor yang
mempengaruhi volume impor bawang merah dalam negeri dan deskriptif kualitatif
untuk membahas kebijakan impor bawang merah. Metode analisis kuantitatif
dalam penelitian ini menggunakan regresi linear berganda dengan batuan minitab
sementara metode analisis deskriptif kualitatif dalam penelitian ini lebih
ditekankan pada penelusuran literatur-literatur dan analisis data dalam bentuk
9
tabel (deskriptif tabulasi) berdasarkan perkembangan yang terjadi saat ini dan
beberapa waktu sebelumnya. Hasil analisis metode regresi linear berganda
menunjukkan bahwa harga impor bawang merah, nilai tukar Rupiah terhadap
Dollar Amerika dan tarif impor 25 persen berpengaruh signifikan terhadap
volume impor bawang merah.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Permintaan
Ada tiga hal penting dalam konsep permintaan. Pertama, jumlah diminta
merupakan kuantitas yang diinginkan (desires). Kedua, apa yang diinginkan tidak
merupakan harapan kosong, tetapi merupakan permintaan efektif, artinya
merupakan jumlah dimana orang bersedia membeli pada harga yang mereka harus
bayar untuk komoditi itu. Ketiga, kualitas yang diminta merupakan arus
pembelian yang kontinu (Lipsey,1995).
Variabel-variabe yang mempengaruhi jumlah permintaan suatu Komoditi
antara lain:
1. Harga komoditi itu sendiri
Berdasarkan hipotesis ekonomi dasar, bahwa harga suatu komoditi dan
kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif, dengan faktor lain
tetap sama. Dengan kata lain, semakin rendah harga suatu komoditi maka
jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan semakin besar, dan
semakin tinggi harga, semakin rendah jumlah yang diminta.
2. Rata-rata pendapatan rumah tangga
Jika rumah tangga menerima rata-rata pendapatan yang lebih besar, maka
mereka dapat diperkirakan akan membeli lebih banyak suatu komoditi,
walaupun harga komoditi itu tetap sama. Kenaikan pendapatan rata-rata
rumah tangga akan menggeser kurva permintaan kekanan yang menunjukkan
peningkatan permintaan komoditi tersebut pada setiap tingkat harga yang
mungkin.
3. Harga-harga lainnya
Kenaikan harga barang subtitusi komoditi tertentu akan menggeser kurva
permintaan kekanan yang menunjukkan peningkatan permintaan untuk
komoditi tersebut, lebih banyak yang akan dibeli pada setiap tingkat harga.
Penurunan harga suatu komoditi komplementer akan menggeser kurva
permintaan kekanan yang menunjukkan peningkatan permintaan untuk
komoditi tersebut, lebih banyak yang akan dibeli pada setiap tingkat harga.
4. Selera
Selera berpengaruh besar terhadap keinginan orang untuk membeli.
Perubahan selera bisa berubah sangat lama atau sangat cepat. Perubahan
selera terhadap suatu komoditi akan menggeser kurva permintaan kekanan
yang menunjukkan peningkatan permintaan untuk komoditi tersebut, lebih
banyak yang akan dibeli pada tiap tingkat harga.
10
5. Distribusi pendapatan
Perubahan dalam distrbusi pendapatan akan menggeser kurva permintaan
kekanan yang menunjukkan peningkatan permintaan untuk komoditi yang
dibeli oleh mereka yang memperoleh tambahan pendapatan tersebut. Dan
akan menggeser kurva permintaan kekiri yang menunjukkan penurunan
permintaan untuk komoditi yang dibeli oleh mereka yang berkurang
pendapatannya.
6. Jumlah penduduk
Kanaikan jumlah penduduk akan menggeser kurva permintaan kekanan yang
menunjukkan peningkatan permintaan, lebih banyak komoditi yang dibeli pada
setiap tingkat harga.
Teori Perdagangan Internasional
Analisis keseimbangan parsial adalah analisis yang menggunakan kurva
permintaan dan kurva penawaran untuk satu komoditi tertentu sedangkan
keseimbangan umum merupakan analisis yang lebih kompleks yang melibatkan
dua atau lebih komoditas dan mengunakan kurva tawar-menawar (offer curves)
untuk analisis dua komoditas.
Gambar 1 memperlihatkan proses terciptanya harga komoditas relatif
keseimbangan dengan adanya perdagangan berdasarkan analisis keseimbangan
parsial. Kurva Dx dan Sx pada pasar A dan C masing-masing menggambarkan
kurva permintaan dan penawaran komoditas X di negara A dan negara C,
sedangkan sumbu vertikal ketiga panel mengukur harga-harga relatif komoditas X
(Px/Py), sejumlah komoditas Y yang harus dikorbankan suatu negara dalam
rangka memproduksi satu unit tambahan komoditas X).
Pasar A menunjukkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional,
negara 1 akan mengadakan produksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga
relatif komoditas X sebesar PA, sedangkan negara C di titik A’ berdasarkan harga
harga relatif P3. Setelah hubungan perdagangan berlangsung antara kedua negara,
harga relatif komoditas X akan berkisar antara PA dan PC. Apabila harga yang
berlaku di atas PA (misal PB), maka negara A akan memproduksi komoditas X
lebih banyak daripada permintaan domestik. Kelebihan produksi ini akan ekspor
(BE) ke negara C. Sementara apabila selama harga komoditas X tersebut lebih
kecil dari PC bagi negara C, maka permintaan komoditas X oleh negara C akan
lebih tinggi daripada produksi domestiknya. Hal ini mendorong negara C
mengimpor (B’E’) kekurangan kebutuhan komoditas X dari negara A. Dengan
demikian PC merupakan harga relatif keseimbangan untuk komoditas X setelah
perdagangan internasional berlangsung.
11
Px/Py Px/Py Px/Py S
Pasar Negara A Pasar Negara B Pasar Negara C
Ekspor S A’’ S A’
P
B’’ E* B’ E’
B E Impor
P A
A D D
P D
0 X 0 X 0 X
Gambar 1 Harga keseimbangan relatif komoditas pada analisis keseimbangan
parsial
Kebijakan Perdagangan Negara Pengimpor
Perdagangan dunia dicirikan oleh hambatan perdagangan yang membuat
harga di negara pengimpor lebih tinggi daripada harga di pasar dunia. Adannya
hambatan perdagangan akan menaikkan harga barang impor dan selanjutnya
mengubah harga relatif dalam perekonomian. Ketika harga relatif berubah,
produksi dan konsumsi melakukan penyesuaian serta kesejahteraan berbagai
macam kelompok juga berubah. Hambatan impor yang paling sederhana dan yang
paling jelas adalah tarif atau pajak impor. Tarif dapat berupa jumlah yang tetap
per unit produk (specific tariff) atau persentase yang tetap atas nilai produk (ad
valorem tariff). Untuk berbagai macam tarif, dalam pasar persaingan sempurna
akan terdapat perbedaan antara harga eksportir dan harga importir. Tarif impor
akan menaikkan harga domestik suatu komoditas, mendorong produksi dan
menekan konsumsi. Produsen memperoleh keuntungan, konsumen mengalami
kerugian dan pemerintah memperoleh sumber pendapatan. Kuota impor
menetapkan jumlah maksimum yang dapat diimpor ke suatu negara. Efeknya
sama dengan tarif impor (harga domestik akan naik jika kuota ditetapkan), akan
tetapi dinamikanya berbeda. Jika ada pergeseran penawaran atau permintaan
domestik ketika kuota ditetapkan, maka harga domestik juga akan berubah,
namun perubahan ini tidak terjadi pada tarif impor. Retribusi variabel ( retribusi
yang berubah-ubah) adalah pajak yang ditetapkan pada impor, yaitu perbedaan
antara harga domestik yang tetap dan harga pasar di dunia. Efek retribusi variabel
terhadap kesejahteraan adalah sama dengan tarif impor, akan tetapi jika kurva
penawaraan dan permintaan berubah maka tidak akan ada perubahan pada pola
impor suatu negara.
12
Kerangka Pemikiran Operasional
Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional
Hipotesis
Dalam penelitian ini, hipotesis sementara yang digunakan dalam
menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor bawang merah:
1. Faktor produksi bawang merah dalam negeri mempunyai hubungan yang
negatif terhadap volume impor. Kenaikan produksi akan menyebabkan
penurunan volume impor bawang merah.
2. Faktor harga bawang merah dalam negeri mempunyai hubungan yang
positif volume impor bawang merah. Kanaikan harga bawang merah
dalam negeri akan menurunkan permintaan bawang merah dalam negeri
sehingga menyebabkan peningkatan impor bawang merah.
Jumlah Produksi Bawang Merah yang Fluktuatif
Peningkatan Volume Impor Bawang Merah
Pentingnya Kebijakan yang Tepat dalam Mengatur Impor Bawang Merah
Analisis Kebijakan Impor Bawang
Merah
Kebijakan Perkembangan Impor
Bawang Merah Dalam Negeri
Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah
Volume Impor Bawang Merah
Produksi Bawang Merah Dalam Negeri
Harga Bawang Merah Dalam Negeri
Harga Bawang Merah Impor
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar
Amerika
Dummy tarif impor 25 persen
Analisis Deskriptif Kualitatif
Analisis Kuantitatif
(Analisis Regresi Berganda)
Berganda)
Pengambilan Kebijakan Impor Bawang Merah
13
3. Faktor harga bawang merah impor mempunyai hubungan negatif terhadap
volume impor bawang merah. Kenaikan harga luar negeri akan
menyebabkan penurunan volume impor bawang merah.
4. Faktor nilai tukar (Official Exchange Rate) Rupiah terhadap mata uang
negara asal impor mempunyai hubungan yang positif terhadap volume
impor bawang merah di Indonesia. Apresiasi Rupiah terhadap nilai mata
uang negara pengimpor maka volume impor bawang merah akan
meningkat.
5. Dummy dengan tarif impor 25 persen mempunyai hubungan yang negatif
terhadap volume impor bawang merah. Penetapan tarif impor akan
menyebabkan penurunan volume impor bawang merah.
14
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder dalam bentuk deret waktu (time
series) periode waktu 12 tahun, yaitu 2001 hingga 2012. Jenis data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini adalah jumlah produksi bawang merah, harga
bawang merah domestik, harga bawang merah impor,nilai tukar Rupiah terhadap
Dollar Amerika, volume impor dan dummy dengan tarif impor 25 persen.
Data tersebut merupakan informasi statistik yang terkait dengan masalah
penelitian diperoleh dari instansi-instansi seperti, Badan Pusat Statistika (BPS),
Pusat Data dan Informasi Pertanian (PUSDATIN), Departemen Pertanian,
Departemen Perdagangan, Direktorat Tanaman Holtikultura serta beberapa
sumber lain yakni skripsi penelitian terdahulu dan media cetak.
Metode Analisis Data
Metode yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah
metode kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Metode kuantitatif ini digunakan
untuk menelaah faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor bawang merah
Indonesia antara tahun 2001 hingga 2012. Metode deskriptif kualitatif digunakan
menganalisis perkembangan kebijakan membuka pintu impor bawang merah serta
alternatif strategi kebijakan yang digunakan Indonesia dalam membuka impor.
Analisis kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda
dengan bantuan minitab sementara analisis deskriptif kualitatif dalam penelitian
ini dilakukan pengkajian secara mendalam melalui penelusuran-penelusuran
literatur-literatur dan analisis data dalam bentuk tabel (deskriptif tabulasi)
berdasarkan perkembangan yang terjadi saat ini dan beberapa waktu sebelumnya.
Kemudian dibangun suatu alur pemikiran untuk menjawab permasalahan yang
ada.
Regresi Linear Berganda
Analisis regresi adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menunjukkan
hubungan matematis antara variabel respons dengan variabel penjelas. Secara
umum, model regresi dengan p buah variabel penjelas adalah sebagai berikut:
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5DT1+ ε
Dengan:
Y = variabel respon (tak bebas/dependen) yang bersifat acak
(random)
X1,X2,....,Xp = variabel penjelas (bebas/ independen) yang bersifat tetap (fixed
variable)
β0, β1,...., βp =parameter (koefisien) regresi
15
ε = variabel random/galat/variabel pengganggu (disturbance term)
variabel yang tidak menjelaskan (unexplanatory variable)
Keterangan:
Y1 = volume impor bawang merah (Ton)
X1 = produksi bawang merah dalam negeri (Ton)
X2 = harga bawang merah dalam negeri (Rp/kg)
X3 = harga bawang merah impor (US$/kg)
X4 = nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika (Rp/USD)
DT1 = 1 untuk kondisi saat tarif impor diteteapkan sebesar 25 persen
0 untuk kondisi saat tarif impor ditetapkan sebesar 20 persen dan saat
tarif impor tidak ditetapkan
Parameter yang digunakan dalam model diatas dapat ditaksir dengan
metode regresi linear berganda, dengan syarat asumsi- asumsi model regresi linear
berganda ini terpenuhi.
Asumsi- Asumsi Linear Berganda
Kenormalan Sisaan
Asumsi bahwa sisaan menyebar normal tidak terlalu penting dalam
pendugaan parameter regresi dan pemisahan total keragaman. Penduga dengan
metode kuadrat terkecil tetap merupakan penduga tak bias terbaik apabila asumsi
lain terpenuhi. Kenormalan hanya diperlukan pada waktu pengujian hipotesis dan
penyusunan selang kepercayaan bagi parameter. Secara umum, pengaruh ketidak
normalan sisaan terhadap pengujian dan penyusunan selang kepercayaan adalah
bahwa taraf nyata yang berkaitan dengan dua hal tersebut tidak lagi sesuai dengan
yang ditentukan (Rawlings, Pantula dan Dickey, 1998). Secara eksplorasi,
pemeriksaan terhadap asumsi kenormalan dapat dilakukan dengan histogram
sisaan maupun plot normal. Penanganan pada asumsi uji kenormalan dapat
dilakukan dengan menggunakan transformasi. Transformasi bisa dilakukan
dengan transformasi Box – cox dan transformasi lainnya seperti transformasi sin,
transformasi akar, dll. Berdasarkan Kolmogorov-smirnov hipotesisnya adalah:
Ho : Sisaan menyebar normal
H1 : sisaan tidak menyebar normal
Kebebasan Sisaan
Sisaan yang berkorelasi mungkin disebabkan karena beberapa hal. Sisaan
dari pengamatan pada waktu tertentu cenderung untuk berkorelasi dengan sisaan
yang berdekatan. Misalkan saja pada pengamatan pertumbuhan tanaman atau
hewan, sisaan yang didapatkan akan cenderung saling berkorelasi. Pengaruh
adanya sisaan yang saling berkorelasi ini adalah berkurangnya presisi penduga
metode kuadrat terkecil, serupa dengan pengaruh ketidakhomogenan ragam.
Secara eksploratif, plot sisaan yang dapat dipergunakan untuk memeriksa asumsi
ini adalah plot antara sisaan dengan urutan sisaan tersebut. Apabila sisaan saling
bebas, maka plot tersebut tidak akan memiliki pola apapun.
16
Uji Durbin-Watson merupakan pengujian autokorelasi sisaan ordo satu
(sisaan berkorelasi dengan sisaan satu lag/jeda waktu sebelumnya). Hipotesis
yang diuji pada Uji Durbin-Watson ini adalah:
H0: Tidak terdapat autokorelasi ordo 1 pada sisaan
H1: Terdapat autokorelasi ordo 1 pada sisaan
Statistik uji ini didasarkan pada sisaan dari metode kuadrat terkecil biasa
dengan formulanya adalah
T
1t
2
t
2T
2t
1tt
ε
)εε(
DW
ˆ
ˆˆ
; T= banyakpengamatan
Nilai DW tersebut berkisar antara 0 sampai 4 dengan nilai kurang dari 2
merupakan indikasi adanya autokorelasi positif ordo 1 sedangkan nilai lebih dari 2
sebagai indikasi adanya autokorelasi negatif ordo 1. Nilai DW dibandingkan
dengan titik kritis pada tabel Uji Durbin Watson dengan kriteria pengambilan
keputusannya adalah:
Tolak H0 apabila 0 < DW < dl atau 4 – dl< DW < 4
Terima H0 apabila du< DW < 4 – du
Tidak ada keputusan apabila dl< DW < du atau 4 – du< DW < 4 – dl.
Beberapa cara untuk menanggulangi masalah outokorelasi dengan
mentransformasikan data atau bisa juga dengan mengubah model regresi kedalam
persamaan beda umum (generalized difference equation). Selain itu juga dapat
dilakukan dengan memasukkan variabel lag dari variabel terikatnya menjadi salah
satu variabel bebas, sehingga data observasinya menjadi berkurang 1.
Kehomogenan Ragam
Asumsi kehomogenan/kesamaan ragam (homoscedasticity) memainkan
peranan yang sangat penting di dalam pendugaan dengan metode kuadrat terkecil.
Asumsi ini berimplikasi bahwa setiap pengamatan pada peubah respon
mengandung infomasi yang sama penting. Konsekuensinya, semua pengamatan
di dalam metode kuadrat terkecil mendapatkan bobot yang sama besar. Dengan
kata lain, ketidakhomogenan ragam (heteroscedasticity) mengakibatkan beberapa
pengamatan mengandung informasi yang lebih dibandingkan yang lain. Dengan
demikian, pengamatan ini seharusnya mendapatkan bobot yang lebih besar
dibandingkan pengamatan yang lain. Pengaruh dari tidak dipenuhinya asumsi ini
adalah presisi/kecermatan dari penduga metode kuadrat terkecil menjadi lebih
kecil jika dibandingkan dengan penduga yang mengakomodir ketidakhomogenan
ragam tersebut. (Rawlings, Pantula dan Dickey 1998).
Pengujian asumsi ini bisa menggunakan Scater Plot antara nilai Residual
Standardize Predicted Value dengan Regression Studentized Residual.
17
Beberapa alternatif solusi jika menyalahi asumsi heteroskedastisitas adalah
dengan mentransformasikan ke dalam bentuk logaritma, yang hanya dapat
dilakukan jika semua data bernilai positif. Atau dapat juga dilakukan membagi
semua variabel dengan variabel yang mengalami gangguan heteroskedastisitas.
Multikolinearitas
Pengujian Multikolineritas juga sering disebut uji independensi.pengujia ini
akan melihat apakah anatara sesama penjelas memiliki hubungan yang besar atau
tidak. Jika hubungan antara sesama penjelas (variabel dependen) kuat maka antara
penjelas tersebut tidak saling bebas. Untuk mendeteksi adanya masalah
multikolinier dapat dilakukan dengan eksplorasi hubungan antar peubah penjelas
baik lewat plot pencaran maupun korelasi antar peubah penjelas. Cara lain dapat
dilakukan dengan menghitung nilai VIF atau Variance Inflation Factor. Nilai VIF
ini mengukur seberapa besar ragam dari dugaan koefisien regresi akan meningkat
apabila antar peubah penjelas dapat masalah multikoliner. Formula bagi VIF ini
adalah VIF = (1 – R2
i)-1.
Dimana R2
merupakan koefisien determinasi regresi
antar peubah X ke-i sebagai peubah responnya dengan peubah X lainnya sebagai
peubah penjelasnya. Niali VIF = 1 menunjukkan tidak korelasi antar peubah
penjelalas. Jiak nilai VIF tidak melebihi 10 maka dapat dikatakan bahwa data kita
bebas dari persoalan multikolineritas.Niali VIF terbesar di antara peubah penjelas
sering digunakan sebagai indikator dan yang multikolinieritas.
Beberapa alernatif cara untuk mengatasi masalah multikolineritas adalah
sebagai berikut:
1. Mengganti atau mengeluarkan variabel yang mempunyai korelasi yang
tinggi.
2. Menambah jumlah observasi.
3. Mentransformasikan data ke dalam bentuklain, misalnya logaritma
natural, akar kuadrat atau bentuk first difference delta.
210-1
Regression Standardized Predicted Value
1
0
-1
-2
Reg
ress
ion
Stud
entiz
ed R
esid
ual
Dependent Variable: Harga saham
Scatterplot
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Bawang Merah
Indonesia
Uji Asumsi Regresi Linear Berganda
Asumsi Kenormalan Sisaan
Besarnya volume impor yang masuk ke Indonesia dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu jumlah produksi bawang merah dalam negeri, harga bawang
merah dalam negeri, harga impor bawang merah, nilai tukar Rupiah terhadap
Dollar Amerika, dan dummy dengan tarif impor senilai 25 persen. Alat analisis
yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume
impor Indonesia adalah regresi linear berganda dengan memenuhi beberapa
asumsi yaitu asumsi kenormalan sisaan, asumsi kebebesan sisaan, asumsi
kohomogenan ragam, dan asumsi multikolinearitas. Untuk melihat keakuratan
dari alat analisis linear berganda ini perlu dilakukan pengujian asumsi terlebih
dahulu yaitu sebagai berikut:
Gambar 3 Kenormalan sisaan
Berdasarkan pengujian asumsi yang dilakukan dapat dilihat bahwa nilai p-
value > 0.150 dengan = 5 persen, yang berarti terima H0. Artinya, sisaan sudah
menyebar normal.Sehingga asumsi ini sudah terpenuhi dengan baik dan dapat
dilanjutkan pengujian asumsi berikutnya.
RESI17
Pe
rce
nt
20000100000-10000-20000
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
Mean
>0.150
-2.78912E-11
StDev 7048
N 12
KS 0.111
P-Value
Probability Plot of RESI17Normal
19
Asumsi Kebebasan Sisaan
Pengujian asumsi ini dilakukan dengan melakukan pengujian Durbin-
Watson.Nilai dari uji Durbin-Watson yang diperoleh adalah Durbin-Watson
statistik 2.29861.Nilai tabel Durbin-Watson dengan =5 persen, n=12, k=4
diperoleh nilai dL=0.65765 dan dU=1.86397. Dari hasil ini, maka dapat
disimpulkan bahwa asumsi kebebasan sisaan tidak ada keputusan. Karena asumsi
kebebasan sisaan tidak ada keputusan, maka data tersebut ditransformasikan
dengan menggunakaan fungsi logaritma natural. Setelah dilakukan transformasi,
nilai Durbin-Watson yg diperoleh adalahDurbin-Watson statistik 2.10364. Hasil
ini menunjukkan bahwa uji kebebasan sisaan sudah terpenuhi artinya tidak ada
autokorelasi. Setelah uji kebebasan sisaan terpenuhi, maka diperiksa kembali uji
asumsi kenormalan sisaan dan diperoleh hasil sebagai berikut:
Gambar 4 Kebebasan sisaan
Dari grafik di atas dapat ditunjukkan bahwa asumsi kenormalan sisaan tetap
terpenuhi dimana nilai p-value > 0.150 dengan =5 persen, yang berarti terima
H0 sehingga pengujian asumsi ini layak dan dapat melanjutkan ke asumsi
berikutnya.
Asumsi Kehomogenan Ragam
Pengujian asumsi ini dilakukan dengan melihat pola dari grafik antara nilai
sisaan dengan nilai sisaan terbakukan berikut adalah pola dari grafik yang
diperoleh dengan menggunakan minitab.
RESI15
Pe
rce
nt
0.30.20.10.0-0.1-0.2-0.3
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
Mean
>0.150
1.628327E-15
StDev 0.1172
N 12
KS 0.109
P-Value
Probability Plot of RESI15Normal
20
Gambar 5 Kehomogenan ragam
Dari gambar di atas dapat ditunjukkan bahwa tidak terdapat pola antara nilai
sisaan dengan nilai sisaan terbakukan dan tidak berbentuk pola yang berarti
bahwa ragam sudah homogen sehingga pengujia asumsi ini terpenuhi dan dapat
dilanjutkan pengujian asumsi berikutnya.
Asumsi Multikolinearitas
Pengujian asumsi ini dilakukan dengan cara melihat nilai VIF dari model
regresi yang telah dilakukan. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 7 Asumsi multikolinearitas
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant 11.78 11.01 1.07 0.326
Lnx1 -1.6 405 0.7 718 -2.13 0.078 3.4
Lnx2 -0.3 170 0.3 696 -0.86 0.424 8.1
Lnx3 3.2 282 0.5 165 6.25 0.001 6.2
Lnx4 3.0 741 0.7 974 3.86 0.008 1.3
D1 -0.2 747 0.1 079 -2.55 0.044 1.4
Dari Tabel 7 di atas, ditunjukkan bahwa tidak ada multikolinearitas di
antara peubah yang digunakan karena nilai VIF yang diperoleh di bawah 10.
Analisis Regresi
Analisis regresi adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menunjukkan
hubungan matematis antara variabel respons dengan variabel penjelas.
Berdasarkan pengujian asumsi yang dilakukan diperoleh bahwa keempat asumsi
telah terpenuhi sehingga, secara umummodel regresi dengan p buah variabel
penjelas yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Fitted Value
Re
sid
ua
l
12,0011,7511,5011,2511,0010,7510,50
0,2
0,1
0,0
-0,1
-0,2
Residuals Versus the Fitted Values(response is lny)
21
ln Y = 11.8 – 1.64 ln X1 – 0.317 ln X2 + 3.23 ln X3 + 3.07 ln X4 – 0.275 D1
Hasil olahan faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor bawang
merah Indonesia dengan menggunakan regresi linear berganda ditampilkan pada
Tabel 8
Tabel 8 Hasil olahan data regresi linear berganda
Simbol Variabel Koefisien Probabilitas VIF
C Konstanta 11.78 0.326
X1 Produksi bawang merah dalam
negeri
-1.6405 0.078 3.4
X2 Harga bawang merah dalam
negeri
-0.3170 0.424 8.1
X3 Harga bawang merah impor 3.2282 0.001 6.2
X4 Nilai tukar Rupiah terhadap
US$
3.0741 0.008 1.3
D1 Dummy tarif impor 25 persen -0.2747 0.044 1.4
R-squared 0.945
Adj R-sqaured 0.899
Durbin-Watson Statistic 2.10364
signifikan pada taraf nyata α=5 persen
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa persamaan ini memiliki daya
penjelas yang tinggi.Hal tersebut dapat dilihat dari koefisien determinasinya (Adj
R-square) pada persamaan hasil estimasi bernilai 0.899 (89.9 persen). Artinya
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi volume bawang merah Indonesia, seperti
harga bawang merah dalam negeri, harga bawang merah impor, nilai tukar Rupiah
terhadap Dollar Amerika dan dummy taraf impor sebesar 25 persen yang terdapat
dalam model dapat menjelaskan keragaman sebesar 89.9 persen dan sisanya 10.1
persen dijelaskan oleh variabel lain diluar persamaan. Hasil analisis regresi
menunjukkan bahwa nilai probabilitas harga bawang merah impor, nilai tukar
Rupiah terhadap Dollar, dan dummy tarif impor 25 persen sangat berpengaruh
signifikan terhadap volume impor bawang merah dengan taraf nyata α=5 persen.
Sementara jumlah produksi dan harga bawang merah dalam negeri berpengaruh
nyata namun tidak signifikan terhadap volume impor bawang merah Indonesia.
Interpretasi Ekonomi
Produksi bawang merah dalam negeri (X1) tidak berpengaruh secara
signifikan pada taraf nyata α=5 persen. Nilai produksi yang fluktuatif dan
cenderung menurun setiap tahunnya tidak mempengaruhi volume impor bawang
merah Indonesia. Namun, produksi bawang merah yang relatif fluktuatif ini
diakibatkan gagal panen sehingga belum mampu untuk memenuhi permintaan
bawang merah dalam negeri memaksa pemerintah melakukan impor dalam jumlah
yang cukup besar agar kebutuhan dalam negeri terpenuhi.
22
Harga bawang merah dalam negeri (X2) tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap volume impor pada taraf nyata α=5 persen. Harga bawang merah yang
fluktuatif dan cenderung meningkat setiap tahunnya tidak mempengaruhi volume
impor.Kenaikan harga bawang merah yang cenderung meningkat di tingkat
konsumen yang mengakibatkan pemerintah melakukan impor bawang bawang
merah.
Harga bawang merah impor (X3) berpengaruh secara signifikan pada taraf
nyata α=5 persen. Artinya jika harga bawang merah impor meningkat, maka
volume impor akan meningkat pula. Variabel ini memiliki koefisien sebesar
3.2282. Nilai tersebut menunjukkan bahwa jika harga impor bawang merah
meningkat sebesar US$ 1/kg, maka volume impor akan meningkat sebesar 3.2282
ton, dengan asumsi cateris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal,
bahwa semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta
untuk komoditi itu akan semakin besar, dan semakin tinggi harga suatu komoditi
maka semakin rendah jumlah yang diminta. Harga bawang merah impor setiap
tahunnya cenderung meningkat namun sangat jauh berbeda dengan harga bawang
merah dalam negeri ditingkat konumen sehingga pemerintah tetap malakukan
impor bawang merah.
Variabel nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika (X4) berpengaruh
secara signifikan pada tarif nyata α=5 persen. Artinya jika nilai tukar Rupiah
meningkat, maka volume impor meningkat pula. Variabel ini memilki koefisien
3.0741. Nilai tersebut menunjukkan bahwa jika nilai tukar meningkat 1 Rp/US$,
maka impor akan meningkat sebesar 3.0741 ton, dengan asumsi cateris paribus.
Inflasi Rupiah terhadap Dollar Amerika menyebabkan harga barang luar negeri
relatif murah dan harga bawang domestik relatif lebih mahal. Dalam hal ini, harga
bawang merah impor lebih murah daripada harga bawang merah dalam negeri
ditingkat konsumen. Sehingga daya saing produk luar negeri meningkat.
Akibatnya masyarakat akan memilih mengkonsumsi bawang merah impor yang
relatif lebih murah sehingga permintaan akan bawang merah meningkat.
Dummy tarif impor sebesar 25 persen (DT1) berpengaruh secara signifikan
pada tarif nyata α=5 persen. Artinya jika tarif impor ditetapkan sebesar 25 persen,
maka impor akanmenurun. Dalam teori ekonomi, tarif impor yang ditetapkan akan
menyebabkan peningkatan harga sehingga volume impor berkurang. Jika tarif
impor ditetapkan sebesar 25 persen, harga bawang merah impor tinggi sehingga
impor bawang merah yang masuk ke Indonesia akan menurun.
Perkembangan Kebijakan Impor Bawang Merah Indonesia
Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia
Bawang merah (A. Ascalonicum L.) sebagai sayuran dataran rendah telah
dibudidayakan hampir diseluruh wilayah indonesia. Varietas bawang merah yang
dibudidayakan di Indonesia adalah Bima Brebes, Medan, Keling, Maja Cipanas,
Super Philip, Bauji. Anomali cuaca sering kali mengakibatkan produksi bawang
merah fluktuatif. Beberapa faktor yang mempengaruhi budidaya bawang merah
seperti kelembaban udara, cahaya, curah hujan, dan angin. Tanaman bawang
23
merah dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi, yaitu pada
ketinggian 0-1 000 m dpl. Meskipun demikian ketinggian optimalnya adalah 0-
400 m dpl saja. Secara umum tanah yang tepat ditanami bawang merah ialah
tanah yang bertekstur remah, sedang sampai liat, berdrainase baik, memiliki bahan
organik yang cukup, dan PH-nya antara 5.6-6.5, penyinaran matahari minimum 70
persen, suhu udara harian 25-320C, dan kelembapan nisbi sedang 50-70 persen.
Bawang merah paling baik ditanam saat musim kemarau dengan syarat air cukup
untuk irigasi. Awal tanam bisa pada bulan April/Mei setelah musim panen padi
atau pada bulan Juli/Agustus.
Produksi bawang merah Indonesia selama periode 2005 hingga 2010 secara
umum relatif meningkat, namun terjadi penurunan pada tahun 2011 dan 2012.
Berdasarkan Tabel 9 produksi bawang merah dalam negeri pada tahun 2011
adalah sebesar 893 124 ton, pada tahun 2012 menjadi 964 195 ton atau meningkat
sebesar 3.82 persen penurunan terbesar terjadi pada tahun 2011. Dibandingkan
dengan produksi bawang merah tahun 2010 yaitu sebesar 109 634 ton, produksi
bawang merah tahun 2011 mengalami penurunan 15 967 ton atau turun sekitar
7.73 persen menjadi sebesar 893 124 ton.
Tabel 9 Perkembangan luas areal panen, produksi, dan produktivitas bawang
merah di Indonesia Tahun 2005-2012a
Tahun Luas Areal Panenb Produksi
c Produktivitas
d
2005 83 614 732 610 8.76
2006 89 188 794 931 8.91
2007 93 694 802 810 8.57
2008 91 339 853 615 9.35
2009 104 009 965 164 9.28
2010 109 634 1 048 934 9.57
2011 93 667 893 124 9.54
2012 99 519 964 195 9.69 aSumber: BPS (2013);
bHa;
cTon;
d Ton/ha
Produksi bawang merah di Indonesia yang cenderung fluktuatif ini
disebabkan oleh penurunan luas panen karena pengalihan lahan untuk budidaya
tanaman hortikultura lainnya (BPS DIY). Luas panen bawang pada tahun 2010
adalah 109 637 ha dan pada tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 99 519 ha
atau berkurang seluas 10 115 ha dalam kurun waktu tiga tahun. Nilai
produktivitas bawang merah tidak mengalami perubahan yang cukup signifikan
dari tahun ke tahun, penurunan hanya terjadi pada tahun 2011 senilai 9.54 ha/ton.
Pertumbuhan produktivitas bawang merah pada tahun 2011 menuju tahun 2012
senilai 1 56 persen (Tabel 9).
24
Gambar 6 Pertumbuhan produksi bawang merah nasional tahun 2005-
2012
Berdasarkan Gambar di atas, dapat diketahui pertumbuhan luas areal
panen, produksi dan produktivitas bawang merah pada tahun 2011 dan 2012
mengalami penurunan dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya. Namun,
mengalami pertumbuhan kembali dari tahun 2011 ke tahun 2012 walaupun tidak
sebesar pertumbuhan pada tahun-tahun sebelumnya. Produksi meningkat senilai
3.82 persen dan pertumbuhan produktivitas 0,02 persen. Hal ini menunjukkan
produksi bawang merah Indonesia bertumbuh belum cukup baik sehingga belum
mampu memenuhi permintaan nasioanal bawang merah. Hal ini diakibatkan oleh
bidadaya tanaman bawang merah Indonesia belum terlaksana dengan baik,
kondisi cuaca yang tidak menentu. Hasil produksi ini diperoleh dari sentra-sentra
penghasil bawang merah. Sentra produksi bawang merah Indonesia terletak di
Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, NTB, Sumatra Utara.
Tingkat Harga Bawang Merah
Perkembangan harga rata-rata bawang merah di tingkat nasional selama
tahun 2005 hingga 2011 mengalami peningkatan dan pada tahun 2012 mengalami
penurunan menjadi 13 955 Rp/kg. Harga pada periode Januari hingga Maret tahun
2013 terjadi lonjakan harga yang cukup tinggi pada bulan maret. Harga rata-rata
bawang merah bulan Maret 2013 tercatat Rp. 36 315/kg atau naik sekitar 60.76
persen dari bulan Februari 2013. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh
kementerian perdagangan, perkembangan harga rata-rata bawang merah pada
bulan Maret 2013 cukup seragam dialami masing-masing kota besar indonesia.
Apabila dibandingkan dengan bulan sebelumnya, maka harga rata-rata
bawang merah pada bulan Maret 2013 mengalami peningkatan cukup tinggi di
semua kota besar yang berkisar antara 45.43 persen hingga 140,51 persen.
Apabila dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya, harga bawang
merah juga mengalami peningkatan yang cukup signiifikan disemua kota besar
732610 794931 802810
853615
965164 1048934
893124 964195
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Produksi (Ton)
25
berkisar antara 189.23 persen hingga 318.40 persen. Kenaikan harga bawang
merah saat ini tidak menguntungkan bagi petani maupun konsumen. Petani
mengalami kegagalan panen, sedangkan konsumen daya konsumsinya lemah
(Agro Indonesia 2013).
Harga bawang merah impor sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bawang
merah di pasar internasional. Menipisnya stok bawang merah dunia sering kali
menjadi pemicu kenaikan harga bawang merah di pasar internasional. Sedangkan
pada saat produksi oleh sejumlah negara penghasil bawang merah mengalami
peningkatan maka harga akan turun. Harga bawang merah impor periode tahun
2005- 2012 mengalami tren cenderung meningkat setiap tahunnya. Harga bawang
merah impor pada tahun 2012 sebesar 0 466 US$/kg. Faktor faktor yang
mempengaruhi kenaikan harga bawang merah impor setiap tahunnya adalah
adanya pengaruh permintaan bawang merah dunia. Salah satu negara pengimpor
atau negara yang permintaan konsumsi bawang merahnya meningkat setiap tahun
adalah Indonesia.
Konsumsi Bawang Merah
Permintaan akan bawang merah dapat dipenuhi melalui produksi dalam
negeri dan impor. Hasil produksi bawang merah yang fluktuatif tidak mampu
memenuhi kebutuhan dalam negeri akan bawang merah sehingga pemerintah
membuka kebijakan impor bawang merah. Permintaan impor bawang merah
indonesia setiap tahunnya hampir tidak pernah menurun meskipun produksi
bawang merah Indonesia cenderung fluktuatif dan meningkat. Hal ini dikarenakan
oleh, semakin meningkatnya kebutuhan bawang merah untuk konsumsi rumah
tangga sebagai bumbu dapur, bahan baku industri, obat terapi, dan juga benih.
Tabel 10 Jumlah konsumsibawang merah Indonesiatahun 2002-
2011a
Tahun Konsumsib
2002 2.20
2003 2.22
2004 2.19
2005 2.36
2006 2.08
2007 3.01
2008 2.74
2009 2.52
2010 2.52
2011 2.36 aSumber: BPS (2012);
b Kg/kapita/tahun
26
Konsumsi bawang merah dalam negeri dipengaruhi oleh meningkatnya
pertumbuhan penduduk. Ditinjau dari tahun 2005 hingga 2012 jumlah peduduk
Indonesia terus meningkat itu artinya kebutuhan akan bawang merah juga
meningkat. Pada tahun 2012 jumlah konsumsi bawang merah Indonesia mencapai
661 077 765 Kg/kapita.
Volume Beserta Nilai Impor Bawang Merah Indonesia
Produksi bawang merah Indonesia yang tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri memaksa Indonesia untuk melakukan impor bawang
merah. Volume impor bawang merah Indonesia setiap tahunnya mengalami
fluktuatif. Volume impor bawang merah tertinggi pada tahun 2011 senilai 160 467
ton hal ini dikarenakan produksi bawang merah dalam negeri pada tahu 2011
megalami penurunan sehingga untuk memenuhi permintaan kebutuhan bawang
merah dalam negeri dengan melakukan impor bawang merah.
Tabel 11Volume impor dan nilai impor bawang merah tahun 2005-2012a
Tahun Volume Imporb Nilai Impor
c
2005 53 071 15 412
2006 78 462 30 106
2007 107 649 44 097
2008 128 015 53 814
2009 67 330 28 942
2010 73 270 33 861
1011 160 467 77 444
2012 122 191 54 479
aSumber: BPS, diolah pusdatin (2013) diolah ;
b Ton ;
cUS$
Impor bawang merah pada tahun 2013 mengalami jumlah yang sangat
signifikan terlihat data yang menunjukkan bahwa jumlah impor dari bulan Januari
hingga Mei sebesar 49 456 589.00 kg dengan rata-rata pertumbuhannya senilai
76,02 persen melibihi jumlah total impor pada tahun 2012. Hal ini dikarenakan
oleh terjadinya gagal panen petani bawang merah yang jadwal panennya berubah
sehingga mengakibatkan dilakukannya impor guna memenuhi kebutuhan
domestik. Impor dalam jumlah yang sangat meningkat dimulai dari bulan april
2013. Negara pengimpor bawang merah tahun 2012 adalah Vietnam, Thailand,
India, Cina, Malaysia, Myanmar, Philippines, Taiwan provinsi dari Cina,
Bangladesh.
Kebijakan Impor Bawang Merah Nasional
Analisis terhadap setiap kebijakan impor akan dimulai dari kasus
perdagangan bebas dan mengukur kerugian yang ditimbulkan oleh berbagai
macam hambatan perdagangan. Salah satu hambatan dalam perdagangan bebas
adalah tarif impor. Analisis kesejahteraan dapat memperhitungkan kerugian
konsumen, produsen dan pemerintah. Kecuali kalau ada pertimbangan penting
lainnya, misalnya diasumsikan kasus negara kecil, biaya transportasi bernilai nol,
27
dan pasar dalam persaingan sempurna. Perdagangan bebas digunakan sebagai
dasar analisis pasar dalam persaingan sempurna. Perdagangan bebas digunakan
sebagai dasar analisis karena perdagangan bebas merupakan kebijakan yang
bertujuan memaksimalkan kesejahteraan negara. Dalam perdagangan bebas ada
beberapa negara yang melakukan perjanjian khusus termasuk Indonesia. WTO
merupakan perjanjian dimana setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO
harus membuka pasarnya. Hambatan perdagangan berupa tarif impor maupun non
tarif harus dikurangi hingga akhirnya dihapuskan. Hal yang paling diperhatikan
dalam perjanjian pertanian WTO adalah larangan pemberian subsidi bagi petani
baik subsidi domestik maupun subsidi yang mendistorsi pasar. Dengan adanya
subsidi, surplus mereka dapat dijual dengan harga murah yang menyebabkan
harga pasar dunia menajadi sangat rendah.
Indonesia saat terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998 kurang mampu
melaksanakan program-program pembangunan sektor pertanian yang telah
disusun dalam rangka menghadapi liberalisasi produk pertanian yang telah
disepakati dalam WTO. Kondisi tersebut memaksa Indonesia untuk meliberalisasi
produk pertaniannya jauh lebih cepat daripada yang seharusnya. Meskipun
komitmen tarif produk pertanian Indonesia dalam forum WTO masih cukup tinggi
yaitu maksimal 40 persen untuk bawang merah konsumsi, namun selama kurun
waktu 1998 hingga 2004 Indonesia menerapkan tarif impor sebesar 5 persen untuk
bawang merah konsumsi (Kementerian Keuangan,2012).
Indonesia setelah 1 Januari 2005 melakukan Program Harmonisasi Tarif
Bea Masuk dengan menerapkan tarif yang relatif tinggi untuk beberapa produk
pertanian termasuk hortikultura yaitu sebesar 10 hingga 40 persen. Program
tersebut dikenakan atas barang impor yang masuk ke Indonesia dari negara lain,
kecuali negara yang memiliki perjanjian khusus dengan Indonesia seperti ASEAN
FreeTrade Area (AFTA) Cina Free Trade Area (AC-FTA), dan ASEAN Korea
FreeTrade Area (AK-FTA). Keputusan pemerintah tetang harmonisasi tarif
diterbitkan dalam Permenkeu Nomor 591/PMK.010/2004 tanggal 21 Desember
2004. Tarif impor yang dikenakan untuk bawang merah konsumsi adalah sebesar
25 persen pada tahun 2005 hingga 2010. Berdasarkan Permenkeu Nomor
90/PMK.011/2011 tarif impor tersebut turun menjadi sebesar 20 persen mulai
tahun 2011 (Kementerian Keuangan,2012).
Tarif impor bawang merah yang berasal dari negara anggota ASEAN da
China pada tahun 2006 telah dihapuskan atau nol persen. Keputusan tersebut
tertulis dalam Permenkeu Nomor 28/PMK.010/2005 serta Kepmenkeu Nomor
355/KMK.01/2004 dan 356/KMK.01/2004. Kemudian pemerintah menanggapi
adanya AK-FTA dengan menerbitkan Permnekeu Nomor 236/PMK.011/2008
tanggal 23 Desember 2008. Peraturan tersebut mengemukakan bahwa tarif impor
bawang merah dari Korea tahun 2009 hingga 2011 adalah sebesar lima persen dan
akan turun menjadi nol persen pada tahun 2012 (Kementerian Keuangan, 2012).
Alternatif Strategi Pengambilan Kebijakan Impor Bawang Merah
Alternatif strategi pengambilan kebijakan impor bawang merah di Indonesia
sangat ditentukan oleh pemerintah baik terhadap negara yang memiliki perjanjian
khusus dengan Indonesia maupun yang tidak memiliki perjanjian khusus.
28
Alternatif strategi pengambilan kebijakan impor bawang merah di Indonesia
ditentukan berdasarkan hasil analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
volume impor bawang merah di Indonesia. Penulis juga melakukan studi literatur
terhadap penelitian-penelitian terdahulu dan artikel untuk merumuskan alternatif
startegi yang tepat:
1. Indonesia perlu meningkatkan produktivitas bawang merah dalam negeri
melalui perluasan areal tanam, pembagian benih unggul, penguatan
kelembagaan, dukungam penyuluhan teknis budidaya bawang merah yang
tepat dan sesuai.
2. Pemerintah perlu menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah Rupiah terhadap
Dollar Amerika yang mengakibatkan peningkatan volume impor dengan
kebijakan moneter.
3. Pemerintah perlu memperhatikan tarif impor bawang merah yang berlaku
sesuai dengan ketersediaan komoditi di Indonesia. Penerapan tarif impor
senilai 25 persen telah mampu mengurangi volume impor bawang merah
ke Indonesia.Jika tarif tersebut tidak dapat dikendalikan maka perlu
memperhatikan kuota impor dan waktu pembukaan impor yang tidak
terlambat.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat diperoleh kesimpulan
bahwa :
1. Volume impor bawang merah sangat dipengaruhi oleh harga impor
bawang merah, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar serta tarif impor
bawang merah 25 persen.
2. Alternatif strategi pengambilan kebijakan yang dapat dilakukan oleh
pemerintah adalah meningkatkan produktivitas, penetapan tarif impor
senilai 25 persen, menstabilkan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar
Amerika
Saran
1. Pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang tepat sesuai dengan
perkembangan supply bawang merah yang berkelanjutan dengan
mempertimbangkan semua faktor-faktor yang mempengaruhi volume
impor selain dari jumlah produksi bawang merah dalam negeri, harga
bawang merah dalam negeri, harga impor bawang merah, nilai tukar
rupiah terhadap Dollar Amerika, dan tarif.
2. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian terhadap strategi
pengambilan kebijakan impor bawang merah secara lebih mendalam
29
dengan menambahkan beberapa faktor yang mempengaruhi impor bawang
merah salah satunya faktor konsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu D. 2012. Dampak Kebijakan Impor dan Faktor-Eksternal Terhadap
Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Bawang Merah di Indonesia
[Skripsi]. Bogor. (ID): Institut Pertanian Bogor.
Billah T. 2013 April. Analisis Perkembangan Harga Pertanian Komoditas
Pertanian. Buletin. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.
Bina Produksi Hortikultura. 2001. Buku Deskripsi Tanaman Hortikultura; seri
sayuran, tanaman hias dan aneka tanaman. Jakarta (ID); Direktorat Jenderal
Bina Produksi Hortikultura.
[BPS] Badan Pusat Statistika. 2001-2012. Statistika Impor. BPS, Jakarta
[BPS] Badan Pusat Statistika . 2001-2012. Statistik Harga. BPS, Jakarta
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas
Bawang Merah nasional [internet]. [diunduh 2013 Mei 12] tersedia pada:
http://www.bps.go.id/booklet/booklet_Mei 2012. pdf
[BPS DIY] Badan Pusat Statistika Daerah Istimewa Yogyakarta. 2012. Produksi
Bawang merah [internet]. [diunduh 2013 Agustus 17] tersedia pada
www.deptan.go.id/infoeksekutif/horti/isi dt5thn horti. php
[Ditjen] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2010. Sayuran. Jakarta (ID) Direktorat
Budidaya Tanaman sayuran & Biofarmaka
Gujarati DN, Porter DC. 2009. Basic Econometrics, 5th Edition. New York
(USA): The McGraw-Hill Campanies, Inc
Lipsey, R.G.,P.N.Courant, D.D Purvis dan P.O Steiner. 1995. Penghantar
Mikroekonomi. J. Wasana dan Kirbandroko. [penerjemah]. Jakarta (ID)
Binarupa Aksara
Oktaviani R, Novianti T. 2009. Teori Perdagangan dan Aplikasinya di Indonesia
bagian I. Bogor (ID) Depertemen Ilmu Ekonomi FEM IPB.
Rawlings, J. O., SG. Pantula, Dickey A.1998. Applied Regression Analysis: A
Research Tool Second Edition. New York (ID) Spingers Varleg
Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional. Jakarta (ID) Erlangga
.
30
LAMPIRAN
32
LA
MP
IRA
N
Lam
pir
an 1
D
ata
awal
dan
akhir
set
elah
tra
nsf
orm
asi
anal
isis
reg
resi
lin
ear
ber
gan
da
Tah
un
X1
X2
X3
X4
D
1
Y
ln x
1
ln x
2
ln x
3
ln x
4
ln y
2001
861 1
50
8 2
46.2
0.2
6
10473
0
47 9
46
13.6
66
9.0
175
-1.3
4707
9.2
5656
10.7
778
2002
766 5
72
8 9
66
0.2
75
9388
0
32 9
29
13.5
497
9.1
0119
-1.2
9098
9.1
4719
10.4
021
2003
762 7
95
7 0
04.8
0.2
94
8622
0
42 0
08
13.5
447
8.8
5435
-1.2
2418
9.0
6207
10.6
456
2004
757 3
99
6 6
34.9
0.2
91
9088
0
48 9
27
13.5
376
8.8
0009
-1.2
3443
9.1
1471
10.7
981
2005
732 6
10
8 1
23.6
0.2
9
9830
1
53 0
71
13.5
044
9.0
0253
-1.2
3787
9.1
9319
10.8
794
2006
794 9
31
9 6
67.4
0.3
84
9020
1
78 4
62
13.5
86
9.1
7652
-0.9
5711
9.1
072
11.2
704
2007
802 8
10
9 4
70.1
0.4
1
9419
1
107 6
49
13.5
959
9.1
5589
-0.8
916
9.1
5048
11.5
866
2008
853 6
15
14 6
68.1
0.4
2
10950
1
128 0
15
13.6
572
9.5
9343
-0.8
675
9.3
0109
11.7
599
2009
965 1
64
14 0
49.8
0.4
3
9400
1
67 3
30
13.7
801
9.5
5036
-0.8
4397
9.1
4846
11.1
174
2010
1 0
48 9
34
18 8
93.5
0.4
63
8991
1
73 2
70
13.8
633
9.8
4657
-0.7
7003
9.1
0398
11.2
019
2011
893 1
24
18 9
16
0.4
83
9068
0
16 0
467
13.7
025
9.8
4776
-0.7
2774
9.1
1251
11.9
858
2012
964 1
95
13 9
95
0.4
46
9670
0
122 1
91
13.7
79
9.5
4646
-0.8
0744
9.1
7678
11.7
133
X1
= P
roduksi
baw
ang m
erah
dal
am n
eger
i (T
on)
X2
= H
arga
baw
ang m
erah
dal
am n
eger
i (R
p/k
g)
X3
= H
arga
impor
baw
ang m
erah
(U
S$/k
g)
X4
= N
ilai
tukar
Rupia
h t
erh
adap
Doll
ar A
mer
ika
(Rp
/US
$)
Y
= V
olu
me
Impor
baw
ang m
erah
(T
on
)
D
= D
um
my
32
33
Lampiran 2 Peraturan Tarif Impor Bawang Merah
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 591/PMK.010/2004
TENTANG
PROGRAM HARMONISASI TARIF BEA MASUK TAHUN 2005-2010
UNTUK PRODUK-PRODUK PERTANIAN, PERIKANAN,
PERTAMBANGAN,
FARMASI, KERAMIK, DAN BESI-BAJA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang a
.
bahwa dalam rangka melaksanakan kebijakan
penyederhanaan prosedur dan fasilitasi ekspor dan impor
sebagaimana tercantum dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun
2003 dipandang perlu merumuskan program harmonisasi tarif bea
masuk komoditi impor untuk kurun waktu 2005-2010;
b
.
bahwa mengingat perumusan harmonisasi tarif yang sifatnya
menyeluruh memerlukan waktu yang cukup panjang, maka pada
tahap pertama dilakukan harmonisasi tarif bea masuk untuk
produk-produk pertanian, perikapan, pertambangan, farmasi,
keramik dan besi-baja;
c
.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
huruf a dan b di atas, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Program Harmonisasi Tarif Bea Masuk Tahun
2005-2010 Untuk Produk-produk Pertanian, Perikanan,
Pertambangan, Farmasi, Keramik dan Besi-baja;
Mengingat 1
.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement on Establishing The World Trade Organization
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
2
.
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612);
3
.
Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004;
4
.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 547/KMK.01/2003
tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor;
MEMUTUSKAN :
34
Menetapkan PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG
PROGRAM HARMONISASI TARIF BEA MASUK TAHUN
2005-2010 UNTUK PRODUK-PRODUK PERTANIAN,
PERIKANAN, PERTAMBANGAN, FARMASI, KERAMIK DAN
BESI-BAJA.
Pasal 1
Menetapkan Pola Umum Program Harmonisasi Tarif Bea
Masuk Tahun 2005-2010 untuk produk-produk pertanian,
perikanan, pertambangan, farmasi, keramik dan besi-baja
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri
Keuangan ini.
Pasal 2
(
1
)
Beberapa produk pertanian, perikanan, farmasi, dan besi baja
dikecualikan dari program harmonisasi tarif bea masuk
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan diatur tersendiri, yaitu:
a.Produk
Pertanian
: beras, gula, jagung, kedelai, jeruk, mangga,
cengkeh, bawang merah, kentang, wortel,
bibit, dan paha ayam;
b.Produk
Perikanan
: udang vannamei, ikan tilapia, ikan kerapu,
mutiara, dan bibit;
c.Produk Farmasi : limbah farmasi, larutan plasma protein, obat
kanker/ AIDS/penyakit keras lainnya dan
produk farmasi tertentu;
d. Produk Besi-
Baja
: Pipa tanpa kampuh, CRC stainless steel, baja
dilapisi kromium oksida, tabung LPG, dan
katup/kran LPG, baja beton, baja free
cutting, bead wire (brass coated high carbon
steel wire), kawat baja dilapisi seng, kawat
dipilin, kawat anyam/kain logam/
jaring/pagar, dan pegas spiral.
(
2
)
Pola Khusus Program Harmonisasi Tarif Bea Masuk untuk
produk-produk dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini.
(
3
)
Tarif bea masuk beras dan gula ditetapkan secara spesifik
dengan menggunakan acuan advalorem.
Pasal 3
Pelaksanaan program harmonisasi tarif bea masuk
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Keuangan dengan tetap memperhatikan daya
saing barang-barang dimaksud.
Pasal 4
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1
35
Januari 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 2004
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
JUSUF ANWAR
36
37
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Masta Br Meliala, dilahirkan di Parsaoran pada
tanggal 03 Desember 1990. Penulis merupakan putri kedua dari lima bersaudara,
dari pasanganHerman Meliala dan Santy Simatupang. Abang bernama Rinal Anju
dan adik-adik bernama Mahadi Meliala, Edo Fanta Meliala dan Sry Lenta
Meliala.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 037147 Parsaoran
pada tahun 2004 dan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 3 Berastagi
pada tahun 2006. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Swasta Cahaya dan
pada tahun yang sama penulis lulus seleksi penerimaan mahasiswa baru di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan
program Sarjana Mayor Agribisnis di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, IPB.
Pada saat perkuliahan penulis cukup aktif mengikuti berbagai kegiatan
kampus, seperti organisasi dan kepanitiaan. Organisasi yang diikuti oleh penulis
adalah UKM PMK IPB sebagai Wakil Koordintator bidang Pembinaan komisi
diaspora pada periode 2010 dan menjadi Badan Pengurus Harian UKM PMK IPB
sebagai Wakil Koordinator bidang Pembinaan periode 2012-2013.
Recommended