View
313
Download
8
Category
Preview:
Citation preview
GAMBARAN FAKTOR PENYEBAB KEMATIAN BAYI DI KABUPATEN TASIKMALAYA
TAHUN 2010
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan untuk Memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelarAhli Madya Kebidanan (AM.Keb)
Oleh :
CINTAWATI GUSTARINPM : 0200080009
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RESPATI TASIKMALAYA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan
indikator penting untuk menilai tingkat kesejahteraan suatu negara dan status
kesehatan masayrakat. Angka kematian bayi merupakan kematian bayi terjadi
setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun (Ambarwati, 2009).
Menurut data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional 2010 Angka Kematian Bayi (AKB) di
Indonesia pada tahun 2009 mencapai 34 /1000 kelahiran hidup.
Penyebab langsung kematian bayi adalah Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) dan kekurangan oksigen (asfiksia). Penyebab tidak langsung kematian
ibu dan bayi baru lahir adalah karena kondisi masyarakat seperti pendidikan,
sosial ekonomi dan budaya. Kondisi geografi serta keadaan sarana, pelayanan
yang kurang siap, ikut memperberat permasalahan ini. Beberapa hal tersebut
mengakibatkan kondisi 3 terlambat (terlambat mengambil keputusan, terlambat
sampai di tempat pelayanan dan terlambat mendapatkan pertolongan yang
adekuat) dan 4 terlalu (terlalu tua, terlalu muda, terlalu banyak, terlalu rapat jarak
kelahiran (Saifuddin, 2008). Keterlambatan pengambilan keputusan di tingkat
keluarga, dapat dihindari apabila, ibu dan keluarga mengetahui tanda bahaya,
kehamilan dan persalinan serta tindakan yang perlu dilakukan untuk
mengatasinya di tingkat keluarga (Rohmah, 2010).
1
1
Menkes menambahkan, salah satu upaya terobosan dan terbukti mampu
meningkatkan indikator proksi (persalinan oleh tenaga kesehatan) dalam
penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi adalah Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Program dengan
menggunakan “stiker” ini, dapat meningkatkan peran aktif suami (suami Siaga),
keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman. Program ini
juga meningkatkan persiapan menghadapi komplikasi pada saat kehamilan,
termasuk perencanaan pemakaian alat/ obat kontrasepsi pasca persalinan (Depkes
RI, 2010).
Dalam Rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer (MPS), target
dari dampak kesehatan untuk bayi baru lahir adalah menurunkan angka kematian
pada neonatal, serta kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman
serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat. Untuk mencapai sasaran Millenium
Development Goals (MDGs) yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 102 per
100.000 kelahiran. hidup (KH) dan. Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 23 per
1.000 KH pada tahun 2015 (Saifuddin. 2008).
Kasus kematian bayi di Tasikmalaya pada tahun 2008 sebanyak 393 orang
(1,14%) dari 34273 kelahiran, pada tahun 2009 sebanyak 486 oang (2,67%) dari
18185 kelahiran dan pada tahun 2010 sebanyak 454 orang (1,14%) dari 39703
kelahiran. Hal ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan kabupaten yang berada di
sekitarnya. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Garut dari
Januari hingga Oktober 2010, angka kematian bayi tercatat sebanyak 238 kasus
2
(0,9%) dari 24412 kelahiran. Angka kematian bayi di Ciamis mencapai
21,06/1000. Menurut data dari Dinas Kesehatan Ciamis penyebab utama kematian
bayi dan balita adalah ISPA, TBC dan diare.
Berbagai penyebab kematian bayi menurut Ambarwati (2009) adalah selain
dari penyakit bayi juga dipengaruhi oleh faktor tidak langsung seperti pendidikan
ibu terutama yang ada di pedesaan masih rendah, sosial ekonomi dan budaya
Indonesia, 4 terlalu (terlalu muda, tua, dekat dan banyak) serta 3 terlambat yang
berkaitan dengan pengetahuan, kemampuan dan keterjangkauan fasilitas
kesehatan.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis bermaksud mengadakan
penelitian dengan judul “Gambaran penyebab kematian bayi di Kabupaten
Tasikmalaya tahun 2010.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini sebagai berikut: “Bagaimana gambaran penyebab kematian bayi di Kabupaten
Tasikmalaya tahun 2010?”
C. Tujuan Penelitian
3
1. Tujuan Umum
Tujuan Umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
kematian bayi disebabkan oleh faktor bayi dan faktor bayi di Kabupaten
Tasikmalaya tahun 2010.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran kematian bayi disebabkan oleh BBLR di
Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010.
b. Untuk mengetahui gambaran kematian bayi disebabkan oleh asfiksia di
Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010.
c. Untuk mengetahui gambaran kematian bayi disebabkan oleh aspirasi di
Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010.
d. Untuk mengetahui gambaran kematian bayi disebabkan oleh paritas di
Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010.
e. Untuk mengetahui gambaran kematian bayi disebabkan oleh pendidikan
ibu di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan Ilmu
Kebidanan dan Ilmu Kesehatan anak.
2. Manfaat Praktis
4
a. Bagi Masyarakat
Setelah diadakannya penelitian ini peneliti berharap agar para
orang tua dan masyarakat sekitar lebih mengetahui tentang komplikasi
atau kelainan pada bayi sehingga dapat segera membawanya ke tempat
pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pertolongan agar tidak
berkelanjutan menjadi tingkat keparahan atau tingkat kematian.
b. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten
Sebagai dasar pijakan bagi Dinas Kesehatan dalam menentukan
suatu kebijakan atau program dalam menurunkan angka kematian bayi
yang disebabkan berbagai komplikasi baik dari ibu maupun dari bayi
sendiri.
c. Bagi Puskesmas
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan masukkan bagi
Puskesmas dalam meningkatkan penyuluhan oleh petugas kesehatan dan
kader kepada ibu hamil mengenai penyulit dan komplikasi pada bayi dan
neonatus yang akhirnya ibu dapat berkunjung ke fasilitas kesehatan
apabila menemukan tanda bahaya pada anaknya.
d. Tenaga Kesehatan
Sebagai dasar informasi bagi tenaga kesehatan agar dapat
melakukan pendekatan dan penyuluhan kepada masyarakat khususnya
bidan untuk lebih aktif menjalin hubungan komunikasi antara petugas
5
kesehatan dan masyarakat, sehingga hal ini bisa menurunkan angka
kematian bayi yang disebabkan berbagai komplikasi.
e. Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat menambah kepustakaan atau referensi bagi
mahasiswa kebidanan sehingga dapat dijadikan sebagai bahan untuk
memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang komplikasi
pada bayi.
f. Bagi Peneliti
Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam
memberikan asuhan kebidanan yang bermutu, baik secara teori maupun
praktik sehingga diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang faktor
penyebab kematian bayi.
E. Ruang Lingkup Penelitian
1. Lingkup Keilmuan
Lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah Kesehatan Ibu dan Anak yang
dititikberatkan pada kajian kasus patologis.
2. Lingkup Metode
Jenis penelitian ini menggunakan kuantitatif dengan metode deskriptif.
3. Lingkup Populasi dan Sampel
Sasaran dalam penelitian ini adalah semua bayi yang meninggal di Kabupaten
Tasikmalaya tahun 2010.
6
4. Lingkup tempat dan waktu
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tasikmalaya yang
merupakan wilayah kerja Dinas Daerah Kabupaten Tasikmalaya. Adapun
penelitian lakukan pada bulan Mei 2011 dengan pengambilan data pada tahun
2010.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kematian Bayi
1. Definisi
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi setelah bayi lahir sampai
bayi belum berusia tepat 1 tahun (Ambarwati, 2009).
Kematian pada bayi adalah kematian yang terjadi antara saar setelah
bayi lahir sampai bayi belum berusia satu tahun, baik dalam keadaan sehat
maupun sakit. Bayi pada umur tersebut umumnya pada 1 minggu pertama,
kehidupannya mudah sekali menjadi sakit dan cepat sekali menjadi berat dan
serius bahkan meninggal. Angka kematian bayi adalah banyaknya kematian
bayi berusia di bawah satu tahun per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun
tertentu (Suhaemi, 2007).
2. Klasifikasi
Banyak faktor yang di kaitkan dengan kematian bayi. Secara garis
besar dari sisi penyebabnya, kematian pada bayi ada 2 macam yaitu endogen
dan eksogen.
a. Kematian bayi endogen
Adalah kematian bayi bulan pertama setelah dilahirkan, dan pada
umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir,
8
8
yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama
kehamilan.
b. Kematian bayi eksogen
Adalah kematian bayi yang terjadi pada usia 1 bulan sampai menjelang
usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan
pengaruh lingkungan luar.
B. Faktor Penyebab Kematian Bayi
1. Faktor Bayi
Faktor langsung yang menyebabkan kematian bayi adalah terkait
dengan bayi risiko tinggi yaitu bayi yang mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk menderita sakit atau kematian dari pada bayi lain. Istilah bayi
risiko tinggi digunakan untuk menyatakan bahwa bayi memerlukan perawatan
dan pengawasan yang ketat. Hal ini di sebabkan kondisi atau keadaan bayi
yang berhubungan dengan kondisi kehamilan, persalinan, dan penyesuaian
dengan kehidupan di luar rahim.
Penilaian dan tindakan yang tepat pada bayi risiko tinggi sangat
penting karena dapat mencegah terjadinya gangguan kesehatan pada bayi
yang dapat menimbulkan cacat atau kematian, bayi yang memiliki risiko
tinggi yaitu :
9
a. Tetanus Neonatorum
Penyakit tetanus neonatorum adalah penyakit yang terjadi pada
neonatus (bayi < 1 bulan) yang disebabkan oleh racun tetanus pasmin
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani yang menyerang susunan saraf
pusat.
Spora kuman tersebut masuk ke dalam tubuh bayi melalui pintu
masuk satu-satunya, yaitu tali pusat yang dapat terjadi pada saat
pemotongan tali pusat ketika bayi lahir maupun pada saat perawatannya
sebelum puput (terlepasnya tali pusat). Masa inkubasi 3-28 hari, rata-rata
6 hari. Apabila masa inkubasi kurang dari 7 hari, biasanya penyakit lebih
parah pada dan angka kematian tinggi (Saifuddin, 2007).
Penyebab penyakit ini ialah clostridium tetani, basil ini bersifat
anaerob yang mengeluarkan toksin yang dapat menghancurkan sel darah
merah, merusak leukosit dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin yang
bersifat neutropik yang dapat menyebabkan ketegangan spasme otot.
Clostridium tetani terdapat di tanah dan traktus di gestivus manusia serta
hewan-hewan ini dapat membuat spora yang tahan lama dan dapat
berkembang biak dalam luka yang kotor atau jaringan nekrotik yang
mempunyai suasan anaerobik (Rohmah, 2010).
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh, seperti
luka tertusuk paku, pecahan kaca atau kaleng, luka besar dan pada bayi
dapat melalui tali pusat.
10
Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui
imunisasi TT. Imunisasi TT akan merangsang pembentukan antibody
spesifik yang mempunyai peranan penting dalam perlindungan terhadap
tetanus. Ibu hamil yang mendapatkan Imunisasi TT dalam tubuhnya akan
membentuk antibody tetanus, seperti difteri, antibody tetanus termasuk
dalam golongan IgG yang mudah melewati sawar plasenta, masuk
menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh janin, yang akan
mencegah terjadinya tetanus neonatorum. Dengan TT adalah antigen yang
asngat aman dan juga aman untuk wanita hamil. Tidak ada bahaya bagi
janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT. Pada ibu hamil yang
mendapatkan imunisasi TT tidak didapatkan perbedaan risiko cacat
bawaan ataupun abortus dengan mereka yang tidak mendapatkan
imunisasi (Saifuddin, 2007).
Gejala klinik tetanus neonatorum antara lain sebagai berikut :
1) Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek karena kejang
otot rahang dan faring (tenggorok).
2) Mulut bayi mencucu seperti mulut ikan
3) Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara dan sentuhan
4) Kadang-kadang disertai sesak nafas dan wajah bayi membiru
b. BBLR
Bayi berat lahir rendah adalah neonatus dengan berat badannya saat
lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram) tanpa
11
memandang usia kehamilan. Berat lahir adalah berat bayi di timbang pada
1 jam setelah lahri (Ambarwati, 2009).
Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang baru lahir dengan berat
badan saat lahir kurang dari 2500 gram (Ridwan,2007).
Bayi berat lahir rendah adalah bayi baru lahir yang berat badannya
saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram) (Saifuddin,
2007)
Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang masa gestasi (Luluch,2007).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) di bagi menjadi dua golongan:
1) Prematuritas murni
Prematuritas murni adalah bayi dengan kehamilan kurang dari 37
minggu dan berat badannya sesuai untuk masa kehamilan itu atau
biasa disebut dengan neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan
(NKB-SMK) (Ridwan,2007)
2) Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari
berat badan seharusnya untuk kehamilan itu. Berarti bayi mengalami
gangguan intrauterine dan merupakan bayi yang kecil masa kehamilan
(KMK) (Ridwan, 2007)
12
Faktor-faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir rendah adalah:
1) Gizi saat hamil
Gizi kurang pada wanita yang berlangsung sebelum dan selama
kehamilan merupakan salah satu faktor penting pada proses
keterlambatan pertumbuhan janin dalam kandungan (Sulistyonongsih,
2010).
2) Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun
Umur ibu merupakan salah satu faktor risiko BBLR. Pada umur 20
tahun atau 35 tahun risiko terjadinya prematuritas dan komplikasi
kehamilan akan semakin meningkat (Indrawati, 2010:36).
3) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
Jarak persalinan yang terlampau dekat menyebabkan meningkatnya
anemia, dan komplikasi akibat kehamilan serta persalinan
4) Penyakit menahun ibu (hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah
(perokok), faktor pekerjaan yang terlalu berat).
Penyakit yang diderita ibu seperti hipertensi, anemia, hiperemesis,
eklamsia, gangguan gizi serta kehamilan dengan interval pendek dapat
menyebabkan malnutrisi intra uterine yang akhirnya menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat (Manuaba, 2002).
5) Hamil dengan hidramnion
13
Cairan ketuban yang berlebih atau cukup disebut hidramnion saja.
Cairan ketuban paling banyak dihasilkan oleh proses urinasi atau
produksi air seni janin. Akibat jumlah air ketuban yang berlebihan,
maka ukuran rahim pun menjadi lebih besar dan dimungkin cairan
ketuban merembes atau terjadi pecah dini sehingga bayi harus
dilahirkan walaupun usia belum cukup matang (Sujarwo, 2007).
6) Hamil ganda
Berat badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan dariapda
kehamilan tunggal pada umur kehamilan yang sama dengan janin
kehamilan tunggal.
7) Pendarahan antepartum
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada
kelainan plasenta, umpamanya kelainan servik tidak seberapa bahaya.
Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu
dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta sehingga
menimbulkan pertumbuhan janin terhambat (Hanifa, 2002).
8) Komplikasi hamil (pre-eklamsi / eklamsi, Ketuban Pecah Dini)
Walaupun ibu menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin
sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi
(amnionitis, vaskulitis ) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan
meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal. Kompilaksi yang
14
akan terjadi akibat hipertensi atau ketuban pecah dini diantanya :
IUFD, asfiksia, dan BBLR (Kadri, 2004).
9) Faktor janin
Kondisi janin dan seperti janin kembar, gawat janin, janin sungsang,
ibu mengalami demam atau infeksi saat persalinan (intrapartum),
kelahiran prematur, tali pusat menumbung (menyembul keluar) atau
perdarahan sebelum persalinan (antepartum) sering menyebabkan
BBLR. (Kadri, 2004).
c. Asfiksia
1) Definisi
Asfiksia adalah suatu keadaan dimana sistem pernafasan terhenti
disebabkan oleh kekurangan oksigen di dalam darah dan badan tidak
dapat menerima bekalan oksigen yang mencukupi. Neonatus adalah
organisme yang sedang berada pada periode adaptasi kehidupan intra
uterin ke kehidupan ekstra uterin, tepatnya 0 sampai 28 hari (Saifuddin,
2007)
Pada asfiksia atau hipoksemia yang terjadi atau ditemukan
sebelum kelahiran, gejala yang dapat dideteksi dari luar umumnya
berupa fetal bradikardia (gawat janin). Asfiksia yang terjadi sebelum
kelahiran dapat diperbaiki bila hal ini diketahui jauh sebelum kelahiran
(misalnya pada keadaan gawat janin), sehingga dapat diusahakan
memperbaiki sirkulasi/oksigenasi janin intra uterin atau segera
15
melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia yang terjadi.
Asfiksia dalam kelahiran merupakan penyebab mortalitas dan
morbiditas yang penting yang harus segera ditanggulangi dan asfiksia
yang terdeteksi sesudah lahir prosesnya berjalan dalam beberapa
tahapan (Dawes) yaitu:
a) Bayi bernafas megap-megap (gasping), diikuti dengan masa henti
nafas (fase henti nafas primer).
b) Jika asfiksia berlanjut terus, timbul seri pernafasan megap-megap
yang kedua selama empat sampai lima menit (fase gasping kedua),
diikuti dengan
c) Masa henti nafas kedua (henti nafas sekunder)
Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen, akan terjadi
pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia
barlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung mulai
menurun, sedangkan tonus otot neuromuskuler berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu yang dikenal
sebagai apneu primer. Biasanya pemberian perangsangan dan oksigenasi
selama periode apneu primer dapat merangsang terjadinya pernafasan
spontan. Apabila asfiksia terus berlanjut, bayi akan menunjukan
pernafasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun,
tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas.
16
Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode
apneu yang disebut apneu sekunder.
2) Penyebab Asfiksia
Asfiksia neonatorum dapat disebabkan oleh hipoksia janin di
dalam uterus dan hipoksia ini terjadi karena gangguan pertukaran gas
serta transpor oksigen dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat
berlangsung akibat kelainan pada ibu selama kehamilan atau
persalinan (Saifuddin, 2007).
d. Aspirasi
Aspirasi bisa terjadi jika janin menghirup mekonium yang tercampur
dengan cairan ketuban, baik ketika bayi masih berada di dalam rahim
maupun sesaat setelah dilahirkan. Sedangkan mekonium adalah tinja janin
yang pertama,merpakan bahan yang kental, lengket dan berwarna hitam
kehijauan, mulai bisa terlihat pada kehamilan 34 minggu.
Aspirasi mekonium terjadi jika janin mengalami stres selama proses
persalinan berlangsung,sehingga bayi bisa merasa kekurangan oksigen.Hal
ini dapat menyebabkan meningkatnya gerakan usus dan pengenduran otot
anus, sehingga mekonium di keluarkan ke dalam cairan ketuban yang
mengelilingi bayi di dalam rahim. Cairan ketuban dan mekonium
bercampur membentuk cairan berwarna hijau dengan kekentalan yang
bervariasi.
17
Jika selama masih berada di dalam rahim janin bernapas dan
mekonium bisa terhirup ke dalam paru-paru. Mekonium yang terhirup bisa
menyebabkan penyumbatan parsial maupun total pada saluran
pernapfasan,sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan
pertukaran udara ke paru-paru. Selain itu, mekonium juga menyebabkan
iritasi dan peradangan pada saluran udara yang menyebabkan suatu
pneumonia kimiawi.
Cairan ketuban yang berwarna kehijauan disertai kemungkinan
terhirupnya cairan terjadi pad 5-10% kelahiran. Aspirasi mekonium
merupakan penyebab utama dari penyakit yang berat dan kematian pada
bayi baru lahir.
Adapun yang menjadi faktor resiko terjadinya sindrom aspirasi
mekonium yaitu:
1) Kehamilan post-matur
2) Pre-eklamsi
3) Ibu yang menderita diabetes
4) Ibu yang menderita hipertensi
5) Persalinan yang sulit
6) Gawat janin
18
Adapun gejala dari aspirasi mekonioum adalah
1) Cairan ketuban yang berwarna kehijauan atau jelas terlihat adanya
mekonium di dalam cairan ketuban. Kulit bayi tampak kehijauan
(Terjadi bila mekonium telah dikeluarkan lama sebelum persalinan).
2) Ketika lahir bayi tampak lemas
3) Kulit bayi tampak kebiruan
4) Takipneu (Laju pernapasan yang cepat)
5) Apneu (henti napas)
6) Tampak tanda-tanda pos-maturitas (berat badannya kurang,kulitnya
mengelupas)
e. ISPA/Pneumonia
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan
paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia terdapat gejala penyakit ini
berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara
mendadak. Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga
disertai) kesukaran bernafas, nafas sesak atau penarikan dinding dada
sebelah bawah ke dalam (servere chest indrawing).
Sebenarnya pneumonia bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya
bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi, dengan
sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia
maupun partikel.
19
Menurut pendapat Lany (2001:1) bahwa pneumonia merupakan
Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang mudah menyerang pada balita yang
kekurangan gizi, keadaan ini disebabkan karena tubuhnya tidak memiliki
daya tahan yang cukup kuat terhadap penyakit tersebut. Selain itu menurut
pendapat Sondari (2006:4) persiapan gizi yang baik sedini mungkin
merupakan persiapan awal seorang bayi dalam membentuk imunitas
dalam tubuhnya yang akan mempengaruhi respon terhadap penyakit yang
menyertainya. Sehingga gizi yang cukup bisa membentuk kekebalan tubuh
yang kuat agar tidak terserang penyakit. Hasil penelitian yang dilakukan
di negara maju bahwa kejadian pneumonia pada anak umumnya
disebabkan oleh virus.
f. Penykit lainnya
Selain dari penyakit yang disebutkan diatas berbagai penyakit yang dapat
menyebabkan kematian yang tidak diketahui penyebabnya.
2. Faktor Ibu
a. Faktor 4 Terlalu dan 3 Terlambat
Faktor ibu juga dapat menjadi penyebab langsung kematian bayi,
misalnya umur si ibu (terlalu tua dan terlalu muda), jumlah anak, jarak
kelahiran anak, salah persepsi tentang kolostrum. Sedangkan faktor-faktor
yang secara tidak langsung menyebabkan kematian bayi berupa kurangnya
kesadaran masyarakat bahwa melahirkan berisiko terhadap ibu dan bayi.
20
Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak dapat di duga
sebelumnya,sehingga ibu hamil harus sedekat mungkin pada sarana
pelayanan obstetri (Hirata, 2006) Didukung oleh teori atau penelitian,
menurut Thadeus dan Maine (2003) ada penyebab lain yang tidak perlu
terjadi bila keluarga mempunyai kepedulian terhadap kesehatan keluarga.
Penyebab itu di sebut “Tiga Terlambat”. Pertama adalah terlambat melihat
tanda bahaya,dengan kurangnya pengetahuan keluarga mengenai tanda
bahaya bayi baru lahir seperti kejang, Asfiksia, Ikterus dan BBLR,
sehingga terlambat dalam mengambil keputusan untuk dapat berpikir fatal
karena terlambat untuk ditolong.
Kedua adalah transportasi sedangkan yang ketiga adalah terlambat
memperoleh pertolongan segera saat tiba di fasilitas kesehatan (Hirata,
2006).
b. Penolong Persalinan.
Angka kematian pada bayi (AKB) merupakan indikator yang
sangat penting untuk mengetahui gambaran tingkat permasalahan
kesehatan masyarakat. Faktor yang berkaitan dengan penyebab kematian
pada bayi antara lain adalah tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu
hamil, tingkat keberhasilan program KIA,serta kondisi lingkungan dan
sosial ekonomi.
21
Peningkatan angka kematian bayi di sebabkan oleh kurangnya
masyarakat memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan. Di samping itu
adanya faktor di luar non kesehatan yang berpengaruh besar.
Faktor yang menyebabkan tingginya kematian adalah terkakit
dengan pemilihan penolong persalinan dimana kelahiran di rumah dengan
penolong persalinan oleh dukun paraji atau melakukan persalinan dan
pasca persalinan di rumah dukun. Serta anggapan bahwa kelahiran
bukannya secara normal sebagai pengalaman yang biasa yang tidak
membahayakan (Anderson, 2008:288).
Berbagai aspek yang menyebabkan kematian dengan penolong
persalinan oleh non nakes adalah dukun paraji tidak mempunyai alat atau
fasilitas/ ruangan khusus untuk persalinan. Alat yang digunakan tidak
terjamin steril sehingga dapat menimbulkan resiko terhadap keselamatan
ibu dan bayi karena alat tersebut mengandung bakteri atau kuman.Tanpa
alat dan fasilitas yang memadai disertai dengan pengetahuan medis yang
kurang, sehingga tidak dapat mendeteksi secara dini penyimpangan atau
komplikasi pada proses persalinan. Dukun paraji tidak mempunyai alat
yang digunakan untuk proses persalinan seperti suntik oksitosin, infuse set
dan lain-lain.
22
c. Ekonomi
Ekonomi lemah menjadikan ibu hamil, bersalin dan nifas sulit
untuk membiayai pemeriksaan serta perawatan kesehatannya. Faktor
sosial ekonomi tidak berpengaruh langsung, tetapi sosial ekonomi yang
buruk mempengaruhi seseorang dalam memperoleh pelayanan kesehatan
dan pemanfaatan pelayanan kesehatan serta memperlemah upaya
peningkatan kesehatan dalam keluarga.
Keadaan sosial ekonomi yang rendah pada umumnya berkaitan
erat dengan berbagai masalah kesehatan yang mereka hadapi disebabkan
karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan dalam mengatasi berbagai
masalah yang mereka hadapi masalah kemiskinan akan sangat
mengurangi kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan keluarga mereka, pemeriksaan kesehatan dan lain-lain.
d. Pendidikan
Masih tingginya dan lambatnya peurunan kematian ibu dan anak
tampaknya berkaitan denga faktor yag bersifat mendasar dan langsung
dari ibu dan anak itu sendiri. Faktor mendasar mencakup status ibu, status
keluarga da masayrakat yang umumnya masih rendah yang menghambar
akses pelayanan kesehatan yang memadai.
Makin tinggi tingkat pendidikan ibu hamil, maka makin tinggi
kesadaran akan pentingnya kesehatan. Bahkan, seorang ibu yang
23
menyelesaikan pendidikan dasar enam tahun akan menurunkan angka
kematian bayi secara signifikan dibandingkan dengan para ibu yang tidak
tamat sekolah dasar. Angka kematian bayi ini bahkan semakin rendah bila
para ibu menyelesaikan pendidikan menengah tingkat pertama
e. Letak geografis
Jarak atau letak geografis yang dimaksud adalah jarak dari tempat
tinggal pasien ke tempat pelayanan kesehatan. Letak geografis sangat
berhubungan dengan kunjungan ibu yang mempunyai bayi ke tempat
pelayanan kesehatan, karena letak geografis menggambarkan jarak antara
penduduk ke tempat pelayanan. Keadaan keterjangakaun pun dapat
menghambat pra proses peleyanan kesehatan, bayi yang menderita
penyakit atau emergency bila tidak diatasi dengan segera akan
mengakibatkan yang lebih fatal karena keterlambatan untuk diberi
tindakan.
f. Budaya
Masalah kondisi kesehatan perempuan sangat di pengaruhi oleh
kedudukan perempuan di masyarakat. Dalam analisis gender, di
masyarakat patriarkhi ada ketimpangan hubungan antara laki-laki dan
perempuan. Hubungan yang timpang ini akan sangat merugikan
perempuan baik dari aspek sosial maupun aspek kesehatan. Artinya,
kesehatan perempuan tidaklah berdiri sendiri, melainkan sangat
24
dipengaruhi oleh kondisi sosial, politik, dan budaya di mana perempuan
tinggal.
Rendahnya minat masyarakat ke tenaga kesehatan karena masalah
dana dan minimnya pengetahuan dan perilaku kesehatan di kalangan
keluarga-keluarga yang memiliki ekonomi lemah serta kesadaran akan
pentingnya layanan tenaga kesehatan. Untuk pemeriksakan kehamilan,
melakukan persalinan dan pasca persalinan pada dukun yang belum
terlatih dalam kaitannya dengan keadaan sosial budaya bangsa merupakan
potensi dalam meningkatkan angka kematian.
C. Kerangka Teori
Angka kematian di Indonesia masih cukup tinggi, walaupun dari tahun ke
tahun mengalami penurunan, namun masalah penyebab kematian masih menjadi
masalah utama dan tidak berubah. Penyebab kematian ini terdiri dari faktor klinis
sehubungan dengan faktor medis dan faktor non klinis sebagai penyebab tidak
langsung. Faktor klinis terdiri dari BBLR, asfiksia, tetanus, ISPA, Aspirasi dan
penyakit lainnya, sedangkan faktor non klinis meliputi faktor ibu meliputi tiga
terlambat dan 4 terlalu, diluar faktor tersebut pemilihan tempat persalinan pun
menjadi masalah dalam kasus kematian pada bayi dimana masih banyak ibu
bersalin yang ditolong oleh dukun paraji terlebih lagi paraji tidak terlatih.
25
Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka teori dari penelitian ini dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Teori
26
Faktor Bayi :BBLRAspirasiTetanusAsfiksiaISPAPenyakit lainnya
[
Kematian pada BayiFaktor Ibu4 TerlaluTempat Persalinan Penolong Persalinan.EkonomiPendidikanLetak geografisBudaya
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Masih tingginya dan lambatnya penurunan angka kematian bayi
tampaknya berkaitan dengan faktor-faktor yang bersifat mendasar dan langsung
dari ibu dan bayi itu sendiri. Faktor ibu yang memberikan kontribusi pada
kematian bayi adalah demografi ibu seperti pendidikan dan jumlah anak,
sedangkan dari faktor bayi sendiri dipengaruhi oleh kondisi bayi atau komplikasi
yang dibawa sejak lahir seperti BBLR, asfiksia, aspirasi. Berdasarkan uraian di
atas, maka kerangka konsep dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Faktor yang menyebabkan kematian bayi
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Keterangan : : diteliti
27
27
Faktor dari Bayi :- BBLR- Aspirasi- Asfiksia
Faktor dari Ibu :- Pendidikan- Jumlah anak
[
Kematian pada Bayi
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur
Cara Ukur
Skala Kategori
Faktor dari bayiBBLR bayi baru lahir yang
berat badan lahirnya kurang dari 2500 gram atau ≤ 2500gr,yang menyebabkan kematian pada bayi.
Format cheklist
Melihat rekam medik
Nominal - Ya- Tidak
aspirasi Suatu kondisi dimana janin menghirup mekonium yang tercampur dengan cairan ketuban yang menyebabkan kematian
Format cheklist
Melihat rekam medik
Nominal - Ya- Tidak
asfiksia kematian pada bayi yang disebabkan bayi baru lahir tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan dan menyebabkan kematian
Format cheklist
Melihat rekam medik
Nominal - Ya- Tidak
Faktor dari ibuPendidikan Pendidikan formal yang
dialami oleh ibu sampai mendapat ijazah terakhir pada saat kasus kematian bayi
Format cheklist
Melihat Laporan tahunan
Ordinal - SD- SMP- SMU- PT
Jumlah anak (Paritas)
Jumlah kelahiran yang pernah di alami oleh responden sampai ibu melahirkan bayi mati
Format cheklist
Melihat Laporan tahunan
Ordinal - Primi (1 orang)- Multipara (2-4
orang)- Grande (≥ 5
orang)
28
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian jenis kuantitatif dengan
metode deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan
penyebab kematian bayi di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah bayi yang meninggal di wilayah
Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010.
2. Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan teknik total
sampling, artinya seluruh bayi yang meninggal di Kabupaten Tasikmalaya
periode Januari sampai Desember Tahun 2010 yang berjumlah 454 jiwa
dijadikan sebagai sampel.
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel yaitu gambaran
faktor penyebab kematian bayi meliputi faktor ibu (pendidikan dan jumlah anak )
dan faktor bayi(BBLR, asfiksia dan aspirasi).
29
29
D. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei tahun 2011. Lokasi penelitian
adalah di Kabupaten Tasikmalaya.
E. Instrumen Penelitian
Sesuai dengan prosedur pengambilan data, maka instrumen dalam
penelitian ini adalah format isian yang berisikan tentang penyebab kematian
bayi. Sumber data berasal dari laporan hasil kegiatan kesehatan ibu dan anak,
yaitu data yang sudah tersedia dalam catatan laporan tahunan Dinas Kesehatan
Kabupaten Tasikmalaya periode Januari sampai Desember tahun 2010.
F. Prosedur Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu diperoleh dengan cara
merekap dari laporan tahunan yang sudah tersedia di Dinas Kesehatan Kabupaten
Tasikmalaya tahun 2010 melalui format checklist mengenai kematian bayi yang
disebabkan oleh faktor bayi dan ibu.
30
G. Pengolahan Data dan Analisis Data
1. Pengolahan data
Kegiatan-kegiatan dalam mengolah data:
a. Pengeditan Data
Setelah dikumpulkan selanjutnya dilakukan pemeriksaan catatan, dan
penyebab kematian bayi dari faktor ibu dan bayi, apakah masih ada yang
kurang lengkap atau ada data yang kurang konsisten, bila ada data yang
tidak konsisten maka dianggap batal.
b. Pemberian Kode
Selanjutnya dilakukan pemberian kode atau mengubah data yang
berbentuk huruf ke dalam bantuk angka sehingga memudahkan mengentri
data.
c. Tabulasi Data
Menggabungkan data-data yang sama atau pengorganisasian data agar
dapat dengan mudah dijumlahkan, disusun dan ditata untuk disajikan
dalam bentuk tabulasi distribusi frekuensi.
d. Memasukkan Data
Langkah terakhir adalah memasukan data ke dalam computer
menggunakan program excel.
2. Analisis Data
Setelah data yang dikumpulkan telah di edit, di coding, dan telah
diikhtisarkan dalam tabel, maka langkah selanjutnya adalah analisis univariat
31
terhadap hasil yang telah diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam tabel
distribusi frekuensi yaitu dengan cara jumlah sampel berdasarkan kasus (n)
dibagi jumlah seluruh kasus (N) dikalikan 100%, dengan rumus :
F : Frekuensi
n : distribusi data berdasarkan kategori
N : Jumlah sampel
32
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
1. Geografi
Kondisi geografi Kabupaten Tasikmalaya terdiri dari wilayah
pegunungan, bukit, dataran, dan pantai. Letak wilayahnya berbatasan dengan
beberapa Kabupaten dan laut, yaitu :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Majalengka.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Tasikmalaya.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Garut.
Secara Administratif wilayah pemerintah Kabupaten Tasikmalaya
terdiri dari 39 Kecamatan dan 351 Desa, dengan luas wilayahnya 2.563,35
km2. Adapun kecamatan yang ada di kabupaten Tasikmalaya terdiri dari :
1. Cipatujah
2. Karangnunggal
3. Cikalong
4. Pancatengah
5. Cikatomas
6. Cibalong
7. parungponteng
8. Bantartkalong
21. Karangjaya
22. Manonjajaya
23. Gunungtanjung
24. Singaparna
25. Mangunreja
26. Sukarame
27. Cigalontang
28. Leuwisari
33
54
33
9. Bojongasih
10. Culamega
11. Bojonggambir
12. Sodonghilir
13. Taraju
14. Salawu
15. Puspahiang
16. Tanjungjaya
17. Sukaraja
18. Salopa
19. Jatiwaras
20. Cineam
29. Padakembang
30. Sariwangi
31. Sukaratu
32. Cisayong
33. Sukahening
34. Rajapolah
35. Jamanis
36. Ciawi
37. Kadipaten
38. Pagerageung
39. Sukaresik
2. Lingkungan
Kondisi lingkungan fisik Kabupaten Tasikmalaya dilihat dari
penggunaan lahan terdiri dari : sawah 19,51%, pemukiman 6,47% , tegal
kebun 24,15%, ladang 8,20 %, pengembalaan/padang rumput 2,61 %, rawa
0,002 %, kolam 1,48 %, tanah kering 2,16,hutan rakyat 12,47%, perkebunan
10,18 %, dan yang Iainnya 2,48 %.
3. Pendidikan
a. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat di Kabupaten Tasikmalaya pada tahun
2008, dapat dilihat pada tabel berikut ini :
34
Tabel 5.1. Persentase Tingkat Pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya Pada tahun 2010
No Tingkat Pendidikan 2008 (%) 2009 (%) 2010 (%)
1
2
3
4
5
6
Buta Huruf
Tidak/belum tamat SD
SD
SLTP
SLTA
Perguruan Tinggi
1,59
22,22
48,94
11,21
5,07
0,96
-
28,24
55,81
8,82
5,90
1,22
-
18,53
66
9,94
4,27
1,27
Sumber : Laporan Tahunan Kabupaten Tasikmalaya 2011
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa persentasi tingkat pendidikan
penduduk di Tasikmalaya paling banyak lulusan SD sebanyak 48.94%,
mengalami peningkatan pada pada tahun 2006 menjadi 55.82% dan pada
tahun 2007 menjadi 66%.
b. Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk di Kabupaten Tasikmalaya sebagian besar
sebagai petani, dibawah ini disajikan beberapa mata pencaharian
penduduk :
35
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Mata Pencaharian Penduduk di Kabupaten Tasikmalaya Pada tahun 2010
Mata Pencaharian Jumlah (%)
Petani 22293266.0
Pedagang 313759.3
Buruh 6846120.3
Nelayan 3570.2
Pegawai Negeri 115843.4
TNI /POLRI 28870.8
Jumlah 337596 100
Sumber : Laporan Tahunan Kabupaten Tasikmalaya 2011
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa mata pencaharian di
kabupaten Tasikmalaya sebagai besar adalah sebagai petani yaitu
sebanyak 222932 orang (66.0%), sedangkan yang paling sedikit adalah
sebagai nelayan yaitu sebanyak 357 orang (0.2%).
36
B. Analisis Data
1. Distribusi Kematian bayi Faktor Bayi
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi kematian bayi Berdasarkan Faktor Bayi di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2011
Penyebab Jumlah Persentasi
BBLR 174 55.4
Asfiksia 78 24.8
Aspirasi 62 19.7
Jumlah 314 100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penyebab kematian bayi
terbanyak adalah disebabkan oleh BBLR yakni 174 orang (55.4%), asfiksia
sebanyak 78 orang (24.8%), dan aspirasi sebanyak 62 orang (19.7%).
2. Distribusi Kematian bayi Faktor Ibu
a. Pendidikan Ibu
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi kematian bayi Berdasarkan Penyebab Faktor Ibu di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2011
Pendidikan Ibu Jumlah Persentasi
SD 214 68.2
SMP 69 22.0
SMU 31 9.9
Jumlah 314 100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penyebab kematian
berdasarkan faktor pendidikan ibu terbanyak dari ibu berpendidikan SD
37
yakni 214 orang (68.2%), SMP sebanyak 69 orang (22.0%), dan SMU
sebanyak 31 orang (9,9%).
b. Paritas
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi kematian bayi Berdasarkan Penyebab Faktor Ibu di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2011
Paritas Ibu Jumlah Persentasi
Primipara 179 57.0
Multipara 107 34.1
Grandepara 28 8.9
Jumlah 314 100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penyebab kematian bayi
berdasarkan paritas ibu terbanyak adalah primipara yakni 179 orang
(57.0%), multipara 107 orang (34,1%) dan grandepara sebanyak 28 orang
(8.9%).
38
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Pengumpulan data melalui lembar observasi terhadap data-data yang
tersedia, dalam memperoleh data-data tersebut penulis menemukan hambatan
dimana laporan dan catatan yang diperlukan untuk data penelitian masih
digunakan oleh pihak Dinas kesehatan, sehingga peneliti terlambat untuk proses
pengolahan dan penyajian data
B. Pembahasan
1. Penyebab kematian dari faktor bayi
a. BBLR
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari profil kesehatan Dinas
Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya diperoleh data angka kematian bayi
yang disebabkan oleh BBLR yakni sebanyak 55.4%. data tersebut
menunjukkan bahwa berat badan bayi yang rendah (<2500) merupakan
salah satu penyebab utama dari kematian bayi. Kematian karena berat
badan lahir rendah ini dapatlah dipahami karena BBLR merupakan
komplikasi baik dari faktor kehamilan, persalinan dan bayi itu sendiri
sehingga berdampak pada pertumbuhan dan perkembangannya. Misalnya
39
39
karena toksemia gravidarum, perdarahan ante partum, trauma fisik dan
psikologis, atau penyakit lain seperti : nephritis akut, diabetes mellitus,
infeksi akut atau tindakan operatif dapat merupakan faktor etiologi
prematuritas.
Bayi degan berat yang rendah ini menjadi bermasalah karena
memiliki risiko sangat tinggi atau rentan kematian. Faktor risiko yang
tinggi itu dipengaruhi oleh perkembangan paru-parunya yang tidak
sempurna (paru-parunya masih muda), suhu badan yang tidak normal, dan
rentan terhadap dehidrasi.
Bayi berat lahir rendah adalah neonatus dengan berat badannya saat
lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram) tanpa
memandang usia kehamilan. Berat lahir adalah berat bayi di timbang pada
1 jam setelah lahir. Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
merupakan salah satu faktor risiko yang mempunyai kontribusi terhadap
kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi BBLR dapat
mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang
selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi.
Madjid (2005) berpendapat bahwa biasanya bayi kecil/BBLR saat
menyusu menghadapi masalah, di antaranya cepat lelah, isapan lemah,
mengisap hanya sebentar sebelum istirahat, tertidur saat menyusui,
memerlukan waktu istirahat yang lama setelah menghisap sehingga waktu
40
menetek menjadi ikterus merupakan akibat penumpukan bilirubin dan
sebagian lainnya karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan ayah.
Berdasarkan pertanyaan tersebut, penulis berpendapat bahwa bayi
BBLR masih merupakan masalah yang penting dalam bidang perinatologi,
karena berkaitan dengan kejadian mortalitas dan morbiditas masa
neonatus. Andayani (2001) mengatakan bahwa bayi yang lahir dengan
berat lahir rendah (BBLR) rentan terhadap berbagai kendala kehidupan
ekstra uterin dan apabila bertahan memiliki masalah dalam
perkembangannya. Sebagian besar bayi kurang bulan belum siap hidup di
luar kandungan dan mendapatkan kesulitan untuk memulai bernafas,
menghisap, melawan infeksi dan menjaga tubuh agar tetap hangat.
Berdasarkan hasil pembahasan tersebut maka peneliti berasumsi
bahwa BBLR merupakan salah satu penyebab tertinggi kematian bayi di
Kabupaten Tasikmalaya, hal ini disebabkan karena masih kurangnya
kesadaran masyarakat dalam melakukan pemeriksaan dan deteksi dini
suatu penyakit seperti anemia maupun kurang gizi kepada tenaga
kesehatan.
b. Asfiksia
Kemudian data dari Dinas kesehatan diperoleh kematian bayi yang
disebabkan oleh asfiksia sebanyak 24.8%. Data tersebut menunjukkan
bahwa asfiksia merupakan salah satu penyakit yang dmempunyai dampak
41
buruh terhadap kelangsunghan hidup bayi. Asfiksia ini isebabkan karena
kekurangan oksigen dan dapat menyerang pada bayi sehingga
menyebabkan kematian.
Dari pernyataan diatas dapat dikemukakan bahwasannya penyebab
kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia. Asfiksia
perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting.
Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara
bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (misal, pada
keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi /
oksigenasi janin intrauterin atau segera melahirkan janin untuk
mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.
Hal ini sesuai dengan Soemoprawiro (2005) yang menyatakan
bahwa pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen, akan terjadi
pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia
barlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung mulai
menurun, sedangkan tonus otot neuromuskuler berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnu yang dikenal sebagai
apnu primer. Biasanya pemberian perangsangan dan oksigenasi selama
periode apnu primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan.
Apabila asfiksia terus berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan megap-
megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi
juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin lama
42
makin lemah sampai bayi memesuki periode apnu yang disebut apnu
sekunder.
Pernyataan di atas sesuai dengan Saifuddin (2007) pada kenyataan
dilapangan, secara klinis bayi yang lahir dalam keadaan apnu sulit
dibedakan apakah bayi tersebut mengalami apnu primer atau apnu
sekunder. Hal ini berarti bahwa menghadapi bayi yang dilahirkan dengan
apnu, maka kita harus beranggapan bahwa bayi tersebut mengalami apnu
sekunder dan kita harus segera melakukan tindakan.
Berdasarkan pembahasan tersebut maka peneliti berpendapat pada
bayi dengan asfiksia, secara kasar terdapat korelasi antara frekuensi
jantung dengan curah jantung. Karena itu pemantauan frekuensi jantung
(misalnya dengan stetoskop, atau perabaan nadi tali pusat) merupakan cara
yang baik untuk memantau efektifitas upaya resusitasi asfiksia.
Disebabkan oleh ber-kurangnya kemampuan tubuh dalam menangkap
oksigen atau mengakibatkan kadar O2 menjadi berkurang.
Pernapasan pertama sangat menentukan karena oksigen sangat
dibutuhkan oleh organ vital seperti otak, jantung, paru dan ginjal sehingga
bayi dapat melangsungkan kehidupannya. Apabila bayi tidak menangis
pada saat lahir (asfiksia), berarti bayi gagal bernapas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat sesudahnya. Bila hal ini akibat
satu dan lain hal yang terjadi pada bayi baru lahir, maka terjadilah
43
ancaman terhadap kelangsungan pertumbuhan optimalnya. Gejala sisa
(sekuele) berupa gangguan pertumbuhan dan perkembangannya.
c. Aspirasi
Adapun kematian bayi yang disebabkan oleh aspirasi sebanyak
19.7%. dalam hal ini bayi mengalami sindroma mekonium, aspirasi ASI
ataupun minuman lain yang masuk ke dalam lambung bayi.
Sindroma aspirasi mekoniuim terjadi jika janin menghirup
mekonium yang tercampur dengan cairan ketuban, baik ketika bayi masih
berada di dalam rahim maupun sesaat setelah dilahirkan. Mekonium
adalah tinja janin yang pertama. Merupakan bahan yang kental, lengket
dan berwarna hitam kehijauan, mulai bisa terlihat pada kehamilan 34
minggu.
Pada bayi prematur yang memiliki sedikit cairan ketuban, sindroma
ini sangat parah. Mekonium yang terhirup lebih kental sehingga
penyumbatan saluran udara lebih berat. Aspirasi mekonium terjadi jika
janin mengalami stres selama proses persalinan berlangsung. Bayi
seringkali merupakan bayi post-matur (lebih dari 40 minggu).
Selama persalinan berlangsung, bayi bisa mengalami kekurangan
oksigen. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya gerakan usus dan
pengenduran otot anus, sehingga mekonium dikeluarkan ke dalam cairan
ketuban yang mengelilingi bayi di dalam rahim. Cairan ketuban dan
mekoniuim becampur membentuk cairan berwarna hijau dengan
44
kekentalan yang bervariasi. Jika selama masih berada di dalam rahim janin
bernafas atau jika bayi menghirup nafasnya yang pertama, maka campuran
air ketuban dan mekonium bisa terhirup ke dalam paru-paru.
Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan penyumbatan parsial
ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi gangguan
pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru.
Selain itu, mekonium juga menyebabkan iritasi dan peradangan pada
saluran udara, menyebabkan suatu pneumonia kimiawi.
Cairan ketuban yang berwarna kehijauan disertai kemungkinan
terhirupnya cairan ini terjadi pada 5-10% kelahiran. Sekitar sepertiga bayi
yang menderita sindroma ini memerlukan bantuan alat pernafasan.
Aspirasi mekonium merupakan penyebab utama dari penyakit yang berat
dan kematian pada bayi baru lahir. Berbagai faktor risiko yang
menyebabkan terjadinya aspirasi mekonium seperti Kehamilan post-
matur, Pre-eklamsi, Ibu yang menderita diabetes, Ibu yang menderita
hipertensi, Persalinan yang sulit, Gawat janin dan lain-lain.
Disamping itu bayi berat badan lahir rendah atau bayi prematur
yang fungsi tubuhnya belum matang dan cadangan-cadangan bahan-
bahan vital yang sedikit sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
ekstrauterinnya berdampak buruk terhadap perkembangan refleknya
sehingga kemampuan menelan dan refleks laring belum berkembang
sempurna sehingga merupakan faktor predisposisi aspirasi makanan.
45
Cairan amnion sampai saat ini belum dibuktikan dapat
membahayakan paru bayi. Cairan amnion yang mengandung mekonium
dapat terjadi bila bayi dalam kandungan menderita gawat janin. Kejadian
ini merupakan penyebab vitamin kematian Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR). Hal ini disebabkan pada saat pemberian makanan peroral
dimulai, terjadinya aspirasi yaitu karena refleks menelan dan refleks batuk
belum sempurna.
Kesulitan bernafas aspirasi ini harus diperhatikan apabila bayi
berat lahir rendah tiba-tiba menunjukkan gejala letargi, anoreksia, berat
badan menurun dan terdapat serangan apneu. Kematian dapat terjadi pada
hari-hari pertama karena kegagalan pernafasan atau asidosis berat.
2. Penyebab kematian dari faktor ibu
a. Pendidikan Ibu
Kematian bayi yang disebabkan oleh faktor ibu berdasarkan
pendidikan ibu terbanyak dari ibu berpendidikan SD yakni 68,2%, SMP
sebanyak 22.0%, dan SMU sebanyak 9,9%. Dalam hal ini pendidikan ibu
yang rendah mengindikasikan status ekonomi, status pekerjaan dan status
kesehetannya.
Pendidikan tinggi formal kaum perempuan mencapai 3,06%
dengan terbanyak di tingkat sekolah lanjutan pertama dan menengah.
Masih banyak pula yang berpendidikan sekolah dasar tamat dan tidak
46
tamat. Jika ini jenjang pendidikan ini dibuat menjadikan suatu bentuk
piramida. Dengan membalik piramida karena lebih banyak yang
berpendidikan rendah menyebabkan banyak masalah di masyarakat yang
memerlukan penyelesaian dari kaum perempuan sendiri. Mulai dari
angkatan kerja kaum perempuan sampai KDRT. Perlukan kita kaum
perempuan turut menyelesaikan masalah tersebut. Dapat dijawab dengan
jelas bahwa hal ini diperlukan.
Selanjutnya penelitian mengenai pendidikan ibu hamil yang
mengalami preeklampsia sebagian besar adalah pendidikan dari SD yaitu
85.0%. Data tersebut menunjukkkan ibu dengan pendidikan dasar
sebagian besar mengalami kematian pada bayi, hal ini bukan berarti
bahwa pendidikan dasar dapat menyebabkan kematian. Namun pendidikan
merupakan determinan jauh atau faktor tidak langsung yang dapat
menimbulkan komplikasi pada bayi baru lahir.
Hal ini sesuai dengan Ambarwati (2009) yang mengatakan bahwa
berbagai faktor yang menyebabkan timbulnya komplikasi seperti
preeklampsia pada ibu hamil terdiri dari faktor langsung dan tidak
langsung. Salah satu faktor tidak langsung tersebut adalah pendidikan
terutama ibu-ibu di pedesaan yang masih rendah, masih banyaknya ibu
yang beranggapan bahwa kehamilan dan persalinan merupakan sesuatu
yang alami yang berarti tidak memerlukan perawatan dan pemeriksaan,
47
serta tanpa mereka sadari bahwa ibu hamil termasuk kelompok risiko
tinggi.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwasannya pendidikan
merupakan proses pengembangan sikap dan perilaku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran pelatihan. Dari hasil penelitian tersebut dapat diasumsikan
karakteristik ibu hamil menurut pendidikan relatif rendah. Rendahnya
tingkat pendidikan perempuan akan berpengaruh kepada pemahaman
mereka mengenai kesehatan, khususnya kesehatan reproduksinya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Mellur (2007) rendahnya faktor pendidikan yang
dipunyai responden memberi gambaran bahwa daya intelektual wanita
usia reproduksi dan ekonomi, dengan demikian mempunyai pengaruh
terhadap ketidaktahuan mereka akan informasi yang berkaitan dengan
masalah kesehatan reproduksi. Untuk mengatasi hal tersebut, maka tenaga
kesehatan hendaknya memberikan penyuluhan pada ibu hamil agar
memanfaatkan fasilitas medis yang ada sebagai sarana pemeriksaan fase
kehamilan, persalinan dan pasca persalinan.
Menurut Handayani (2009) Makin tinggi tingkat pendidikan ibu
hamil, maka makin tinggi kesadaran akan pentingnya kesehatan. Bahkan,
seorang ibu yang menyelesaikan pendidikan dasar enam tahun akan
menurunkan angka kematian bayi secara signifikan dibandingkan dengan
para ibu yang tidak tamat sekolah dasar. Angka kematian bayi ini bahkan
48
semakin rendah bila para ibu menyelesaikan pendidikan menengah tingkat
pertama.
b. Paritas Ibu
Penyebab kematian bayi berdasarkan paritas ibu terbanyak adalah
primipara yakni 179 orang (57.0%), multipara 107 orang (34,1%) dan
grandepara sebanyak 28 orang (8.9%). Berdasarkan data tersebut paritas
tinggi merupakan salah satu faktor tidak langsung dalam memeberikan
kontribusi angka kematian pada bayi.
Paritas tinggi (> 3 anak) mempunyai angka kematian maternal,
lebih tinggi dibanding dengan kematian maternal pada paritas rendah (≤ 3
anak). Pada paritas rendah, risiko kematian maternal dapat dicegah dengan
asuhan obstetrik lebih baik. Sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat
dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana.
Hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009, sejalan dengan penelitian
Melly Astuti (2008), yang menjelaskan bahwa penelitian tersebut ada
kesamaan dimana ibu mempunyai paritas tinggi lebih banyak melahirkan
BBLR. Hal tersebut dimungkinkan alat – alat reproduksi yang sudah
menurun, dan sel – sel otot yang mulai melemah sehingga ibu memiliki
paritas tinggi dengan kejadian BBLR.
49
Multigraviditas atau pritas tinggi merupakan salah satu dari
penyebab terjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Paritas 2-3
merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian. Paritas 1 dan
paritas tinggi (pebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih
tinggi, risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih
baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi/dicegah dengan
keluarga berencana (Wiknjosastro, 2005).
Berdasarkan data tersebut dapat dikemukakan bahwa jumlah anak
lebih dari tiga orang merupakan penyebab kehamilan dan persalinan
menjadi beresiko tinggi. Ibu yang telah melahirkan banyak anak rahimnya
sudah sangat elastis sehingga memungkinkan timbulnya berbagai
komplikasi baik pada kehamilan dan persalinan.
Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang
dapat hidup (viable). Primipara adalah seorang wanita yang baru pertama
kali melahirkan, sedangkan multiparitas adalah seorang wanita yang
pernah beberapa kali melahirkan, atau lebih dari satu kali melahirkan (2-
4) dan grande multiparitas adalah seorang wanita yang telah 4 kali lebih
mengalami melahirkan, sedangkan nullipara adalah seorang wanita yang
belum pernah melahirkan bayi yang viable untuk pertama kali
(Prawirohardjo, 2005:180). Paritas tinggi dapat meningkatkan terjadinya
komplikasi kehamilan dan persalinan serta bayi baru lahir.
50
Beberapa perubahan yang terjadi masa nifas yang dapat
mengakibatkan ibu primipara tidak dapat mengurus bayinya, bahkan ia
hanya memikirkan diri sendiri, memiliki kesedihan yang sangat berat
tanpa sebab. Keadaan ibu nifas dengan kondisi tersebut sesuai dengan
teori dari Kaplan dan Sadock (2002) yang mengemukakan bahwa masa
nifas merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta gagasan
bunuh diri.
Sebagian perempuan menganggap bahwa masa–masa setelah
melahirkan adalah masa–masa sulit yang akan menyebabkan mereka
mengalami tekanan secara emosional. Gangguan–gangguan psikologis
yang muncul akan mengurangi kebahagiaan yang dirasakan, dan sedikit
banyak mempengaruhi hubungan anak dan ibu dikemudian hari. Hal ini
bisa muncul dalam durasi yang sangat singkat atau berupa serangan yang
sangat berat selama berbulan–bulan atau bertahun–tahun lamanya.
Berdasarkan pembahasan di atas, penulis berpendapat bahwa
jumlah anak lebih dari tiga orang merupakan penyebab kehamilan dan
persalinan menjadi beresiko tinggi. Resiko pada paritas satu dapat diatasi
dengan pemberian asuhan yang lebih baik, sedangkan pada paritas tinggi
mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi.
51
Dengan gambaran geografis dan sosio-demografis seperti yang telah
dijelaskan dalam hasil penelitian, maka sebagian besar masyarakat di
Kabupaten Tasikmalaya sebetulnya termasuk kategori masyarakat pra
sejahtera. Hal ini sesuai dengan karakteristik masyarakat miskin sebagaimana
dikemukakan oleh Yuliati dan Purnomo (2003:71), yaitu pendidikan pada
umumnya masih rendah, tidak mengenyam sekolah, dan menamatkan SD
disamping itu mata pencaharian sebagian besar sebagai petani.
Demikian halnya dengan ciri-ciri geofisik wilayah Tasikmalaya juga
sesuai dengan ciri-ciri geofisik pedesaan miskin seperti dikemukakan Yuliati
dan Purnomo (2003:70) yaitu zona pegunungan vulkanis yang subur, zona
pegunungan kapur dengan kemampuan lahan yang rendah, serta zona pesisir
pantai.
Disamping itu secara umum fenomena kemiskinan wilayah pedesaan,
juga berkaitan dengan beberapa faktor diantaranya kemampuan sumber daya
lahan yang rendah, dan atau terbatasnya sarana dan prasarana fisik,
keterbatasan penguasaan modal dan teknologi, lemahnya kemampuan
kelembagaan baik formal maupun non-formal penunjang pembangunan di
tingkat pedesaan, serta masih rendahnya akses sosial masyarakat terhadap
peluang-peluang bisnis yang ada.
Dengan demikian ditinjau dari pendidikan dan status pekerjaannya,
maka sebagian besar responden termasuk dalam kategori pendidikan rendah
dan tenaga kerja tak terlatih (unskilled labor). Dengan latar belakang
52
sosiologis semacam ini sangat mungkin akan mempengaruhi perilaku
kesehatannya. Oleh karena itu, maka tidaklah mengherankan serta dapat
dipahami bila angka kematian masih cukup tinggi di Tasikmalaya.
Hasil penelitian pada penyebab kematian menurut faktor ibu dapat
dilihat ibu dengan pendidikan rendah menunjukan suatu gejala inkonsistensi
yang mungkin disebabkan karena kesenjangan pendidikan responden yang
terlampau lebar dan jauh. Antara pendidikan yang jauh antara responden
yang sama berpendidikan tamatan Sekolah Dasar dan bekerja sebagai Ibu
Rumah Tangga.
53
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai manajemen pelaksanaan program
imunisasi, maka peneliti membuat kesimpulan sebagai berikut :
1. Gambaran kematian bayi berdasarkan faktor bayi paling tinggi disebabkan
oleh BBLR.
2. Gambaran kematian bayi berdasarkan faktor ibu berdasarkan pendidikan
paling tinggi berpendidikan SD.
3. Gambaran kematian bayi berdasarkan faktor ibu berdasarkan paritas paling
tinggi primipara.
B. Saran
1. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat serta para orang tua, diharapkan bisa menjaga anak –
anaknya untuk selalu memperhatikan lingkungan sekitar dengan memberikan
gizi yang cukup dan imunisasi yang memadai sehingga dapat mencegah
penyakit, tanggap terhadap kesehatan anaknya dengan membawa ke tempat
pelayanan kesehatan apabila ditemukan gejala-gejala dari penyakit agar tidak
berkelanjutan menjadi tingkat keparahan bahkan kematian.
54
54
2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten
Bagi dinas kesehatan diharapkan para tenaga kesehatan dapat melakukan
pendekatan dan penyuluhan mengenai faktor penyebab kematian balita
kepada masyarakat khususnya bidan untuk lebih aktif menjalin hubungan
komunikasi antara petugas kesehatan dan masyarakat, sehingga hal ini bisa
menurunkan angka kematian bayi yang disebabkan berbagai komplikasi.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diharapkan bisa
menambah wawasan bagi mahasiswa dan mahasiswi untuk lebih mengetahui
kejadian kematian pada bayi khususnya di Kabupaten Tasikmalaya. Untuk itu
diadakannya program pemerintah yang berupa promosi kesehatan khususnya
tentang kejadian kematian pada bayi dan balita.
4. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam melakukan
penelitian lebih lanjut sehingga dapat diketahui dengan jelas faktor yang
menyebabkan kematian pada bayi dengan penyakit asfiksia, TN, BBLR,
aspirasi dan lain-lain, sehingga akan ditemukan faktor-faktor lain yang
berhubungan dengan peran serta masyarakat dalam meningkatkan derajat
kesehatan keluarga.
55
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati. (2009). Asuhan Kebidanan Komunitas. Nuha Medika. Jogjakarta. Hal:14
Anderson, (2008). Antropologi Kesehatan. Universitas Indonesia. Jakarta.Hal :288
Badriah, Dewi L, (2006). Metodologi Penelitian Ilmu-Ilmu Kesehatan. Multazam, Bandung
Dinkes Jabar (2010). Laporan KIA 2010. Jabar
Indrawati, (2010). Panduan Perawatan Kehamilan. Atma Media Press. Jogjakarta. Hal:36
Kadri. (2004). Kadri, Kartono.2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bayi Lahir dengan Berat/Badan Rendah Home: http://digilib.litbang.depkes.go.id 2011
Luluch, (2007). Mademoi Selle La Docteur. Dari http://www.blogspot.com. Diakses tahun 2011
Manuaba, (2002) Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Ridwan,A. (2007). Tumbuh Kembang Anak. Dari : http://www.wordpress.com diakses tahun 2011
Rohmah, (2010). Pendidikan Prenatal; Upaya Promosi Kesehatan Bagi Ibu Hamil. Depok. Gramata. Hal 97
Saifuddin, (2007). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal :388
Saifuddin, (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal :54
56
Sujarwo, (2007). Hamil dengan Penyakit. Dari http://archive/mllis-nakita.com diakses tahun 2011
Thadeus dan Maine , (2003). Keselamatan Ibu adalah Keselamatan Bangsa from : http://www.indomedia.com diakses tahun 2011.
57
Recommended