View
121
Download
6
Category
Preview:
DESCRIPTION
jurnal trauma pada ekstremitas bawah
Citation preview
Manajemen Cedera Jaringan Lunak Ortopedi yang Berhubungan
dengan Trauma Ekstremitas Bawah
ABSTRAK
Manajemen terhadap cedera jaringan lunak akibat traumatik tetap menjadi
hal yang menantang dan terus berkembang dalam bedah ortopedi. Prinsip dasar
penanganan hidup sebelum penanganan pada ekstremitas dalam penilaian awal
pada pasien yang menderita luka parah tidak berubah. Walaupun arteriografi tetap
menjadi standar emas untuk skrining cedera vaskuler, computed tomography
angiography lebih sering digunakan untuk menentukan viabilitas ekstremitas, di
mana sensitivitas dan spesifisitas untuk mendeteksi lesi vaskuler dilaporkan
sangat baik. Debridemen dan irigasi menyeluruh dengan penggunaan antibiotik
dini sangat penting dalam mencegah infeksi, debridemen harus dilakukan segera
setelah kondisi yang mengancam jiwa tertangani. Meningkatnya penggunaan
vakum dibantu terapi penutup telah menciptakan trend reconstructive ladder
dengan hasil perbaikan dalam penutupan luka. Walaupun pendekatan ortoplastik
dan teknik bedah mikro telah menyelamatkan ekstremitas mungkin dari luka yang
paling parah sekalipun tetapi penting untuk mengidentifikasi zona cedera secara
jelas dan menginformasikan kepada pasien dan keluarganya tentang hasil
penyelamatan ekstremitas dibandingkan amputasi. Hasil dari uji coba LEAP
(Lower Extremity Assesment Project) dan studi serupa harus mengarahkan ahli
bedah ortopedi dalam manajemen cedera yang kompleks. Namun demikian,
penting untuk individualisasi rencana manajemen yang sesuai dengan faktor-
faktor pasien.
Manajemen ortopedi cedera jaringan lunak merupakan area yang sulit dan
menantang bagi para ahli bedah. Prinsip-prinsip dasar debridemen dan irigasi
jaringan lunak yang diikuti oleh stabilisasi tulang tidak berubah dalam beberapa
tahun terakhir. Namun, tidak ada konsensus universal yang mengatur protokol
untuk tipe dan jumlah irigasi. Teknik penutupan luka terus berkembang dan
metode berbeda untuk penutupan jaringan lunak yang efektif telah dikembangkan.
Uji coba LEAP (Lower Extremity Assesment Project) dan studi baru lainnya juga
telah meningkatkan kesadaran tentang keberhasilan fungsional dari prosedur
amputasi dan penyelamatan ekstremitas.
MANAJEMEN
Penilaian Awal
Cedera jaringan lunak traumatik sering diakibatkan dari tabrakan
kendaraan bermotor berkecepatan tinggi atau jatuh dari ketinggian. Cedera pada
kepala, dada, perut, dan panggul sering terjadi secara bersamaan. Menurut
kemajuan protokol trauma life support, cedera yang mengancam jiwa ditangani
terlebih dahulu dan cedera pada ekstremitas ditangani kemudian. Evaluasi dari
cedera ekstremitas yang parah dimulai dengan menilai viabilitas ekstremitas.
Pemeriksaan klinis menjadi sangat penting dan harus mencakup evaluasi secara
rinci dari pulsasi distal, warna kulit, isi kapiler, dan fungsi sensorik-motorik.
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa ankle brachial index (ABI),
ketika digunakan bersama dengan pemeriksaan fisik efektif dalam menilai
viabilitas arteri ekstremitas.1-3 Stannard dan rekannya 4 menunjukkan kegunaan
pemeriksaan fisik dalam menentukan kebutuhan selektif dari arteriografi pada
pasien dengan dislokasi lutut. Mereka menilai 126 pasien dari total 134 kasus
dislokasi lutut dilakukan pemeriksaan neurovaskuler serial. Hasil pemeriksaan
memperlihatkan penurunan pulsasi pedal atau warna/suhu ekstremitas bawah atau
hematoma pada lutut yang termasuk abnormal. Sepuluh pasien dengan
pemeriksaan normal kemudian menjalani arteriografi. Dari 10 pasien, 9 di
antaranya memiliki kerusakan pada arteri poplitea yaitu 7% dari kejadian
keseluruhan (9/126). Tujuh belas pasien dalam studi memiliki pemeriksaan fisik
normal masih menjalani arteriografi karena ahli bedah khawatir akan
kemungkinan terjadinya cedera vaskuler. Tidak satu pun dari temuan angiografi
yang mengharuskan untuk dilakukan manajemen bedah vaskuler. Selain itu, pada
99 pasien yang memiliki hasil pemeriksaan normal dan tidak menjalani
arteriografi, tidak ada komplikasi atau masalah vaskuler selama minimal 6 bulan
ke depan. Analisis statistik dari total 126 pasien menunjukkan bahwa pemeriksaan
fisik memiliki nilai prediksi positif 90%, nilai prediksi negatif 100%, sensitivitas
100%, spesifisitas 99%, dan berhubungan secara signifikan (p < 001) dengan
klinis penting dari cedera arteri.
Mills dan rekannya 5 mengevaluasi secara prospektif 38 pasien dengan
dislokasi lutut. Mereka menggunakan ABI dan pemeriksaan klinis untuk
mengevaluasi ekstremitas untuk kemungkinan terjadinya cedera arteri. Sebelas
pasien memiliki ABI lebih rendah dari 0,90 yang menjalani arteriografi dan
memiliki cedera arteri yang memerlukan manajemen bedah (sensitivitas,
spesifisitas, dan nilai prediksi positif 100%). Dua puluh tujuh pasien dengan ABI
0,90 atau lebih tinggi, diamati dengan pemeriksaan fisik serial dan tidak memiliki
bukti cedera vaskuler pada pemeriksaan klinis serial atau ultrasonografi duplex.
Ultrasonografi duplex juga dapat digunakan ketika ABI lebih rendah dari
0,90 atau ketika sulit memperoleh ABI. Ultrasonografi duplex relatif murah dan
mudah digunakan dalam keadaan darurat. Fry dan rekannya 6 menemukan bahwa
tes ini memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 97,3% yang berhasil
mendeteksi 18 cedera vaskuler pada 225 kasus.
Arteriografi tetap menjadi standar emas untuk skrining cedera vaskuler.
Schwartz dan rekannya 7 menetapkan bahwa kurangnya pulsasi dan ABI yang
lebih rendah dari 1,00 merupakan prediktor cedera arteri signifikan dan mereka
menyarankan arteriografi untuk pasien dengan hasil temuan tersebut.
Computed tomography angiography (CTA) baru-baru ini menjadi lebih
populer dalam mendeteksi cedera vaskuler. Pendukung CTA berpendapat bahwa
arteriografi mahal, invasif, dan menunda perawatan definitif. 8 CTA dianggap
lebih aman, biaya lebih efektif, waktu lebih sedikit dibandingkan arteriografi, dan
sensitivitas sangat baik serta spesifik dalam mendeteksi adanya cedera vaskuler. 9
Seamon dan rekannya 10 secara prospektif menggunakan CTA untuk mengevaluasi
22 ekstremitas dengan cedera vaskuler potensial dan menemukan 100% tingkat
sensitivitas dan spesifisitas untuk mendeteksi cedera vaskuler yang berhubungan
dengan klinis. Demikian pula, Inaba dan rekannya 11 menemukan 100% tingkat
sensitivitas dan spesifisitas untuk penggunaan CTA dalam mengevaluasi cedera
vaskuler ekstremitas bawah.
Setelah viabilitas ekstremitas telah ditetapkan, penilaian dapat difokuskan
pada sejauh mana cedera jaringan lunak. Ukuran dan kedalaman area yang terluka
harus diukur, patah tulang dikesampingkan, mekanisme terjadinya cedera
ditentukan, dan fungsi neurologis diperiksa secara detail. Konsultasi operasi
plastik kemungkinan menjadi pilihan rekonstruksi jaringan lunak yang tepat.
Terapi Antibiotik
Pada tahun 1974 Patzakis dan rekannya 12 adalah yang pertama
membuktikan bahwa pemberian antibiotik dini setelah fraktur terbuka merupakan
penentu pencegahan infeksi yang paling penting. Pada tahun 2004 Cochrane 13
menyimpulkan bahwa terapi antibiotik mengurangi kejadian infeksi awal pada
fraktur ekstremitas terbuka. Saat ini terapi antibiotik dianggap sebagai standar
perawatan untuk fraktur terbuka pada semua grade. Walaupun ahli bedah ortopedi
setuju bahwa penggunaan antibiotik efektif dan perlu untuk profilaksis infeksi,
mereka terus memperdebatkan durasi penggunaan antibiotik, penggunaan untuk
kuman gram negatif, dan rute pemberian yang tepat.
Ada kesepakatan umum bahwa pasien dengan Gustilo-Anderson grade I,
II, III, atau fraktur terbuka harus diberikan sefalosporin generasi pertama
intravena hingga 48 jam seperti yang disorot oleh pedoman infeksi bedah Hauser
dan rekannya. 14 Umumnya juga dilakukan program pengulangan 24 jam sebagai
profilaksis antibiotik peri-operatif setelah irigasi berulang dan prosedur
debridemen. Namun, banyak studi menunjukkan bahwa tidak ada keunggulan
antibiotik multi-dosis dibandingkan dosis tunggal dalam mencegah infeksi.14
Hauser dan rekannya meninjau lebih dari 100 studi dan tidak menemukan bukti
yang mendukung penggunaan antibiotik jangka panjang (> 24 jam), pengulangan
program antibiotik singkat, atau penggunaan rutin antibiotik untuk spesies gram
negatif.
Aturan penggunaan antibiotik untuk gram negatif telah ditetapkan. Pada
tahun 1980-an, Patzakis dan rekannya 15, 16 melaporkan tingkat infeksi sebesar
4,5% ketika menggunakan antibiotik yang menjangkau baik kuman gram positif
maupun gram negatif dengan sefamandol dan tobramisin setelah fraktur tibia
terbuka dibandingkan dengan tingkat infeksi sebesar 13% dengan hanya
menggunakan sefalotin. Baru-baru ini pada tahun 2000 Patzakis dan rekannya 17
menunjukkan bahwa pasien yang diobati dengan ciprofloksasin saja setelah
fraktur terbuka grade III 5,33 kali lebih mungkin untuk terkena infeksi
dibandingkan pasien yang diobati dengan penggabungan sefamandol dan
gentamisin. Gentamisin 80 mg diberikan setiap 8 jam sebagai bagian dari terapi
kombinasi. Walaupun banyak penulis melaporkan pemberian gentamisin setiap 8
sampai 12 jam, keamanan dan efektivitas dosis sekali sehari juga telah ditetapkan
pada pasien dengan fraktur terbuka. Sorger dan rekannya 18 mengacak 76 pasien
dengan fraktur terbuka grade II atau III menjadi 2 kelompok dosis: gentamisin 6
mg/kg sekali sehari dan gentamisin 5 mg/kg 2 kali sehari. Pada kelompok tersebut
tidak menunjukkan perbedaan statistik mengenai tingkat terjadinya infeksi.
Demikian juga, Russell dan rekannya 19 memantau tingkat serum gentamisin dan
hasil klinis berupa 16 pasien yang menderita fraktur tibia terbuka grade II atau III
dan menerima gentamisin 5 mg/kg sekali sehari. Waktu untuk fraktur union
adalah 8 bulan, tidak ditemukan nefrotoksisitas atau ototoksitas, serta hanya
terdapat 1 infeksi luka dangkal dan 2 infeksi luka dalam yang tercatat.
Debridemen
Setelah keadaan yang mengancam jiwa dapat ditangani dan secara medis
pasien sudah stabil, tidakan debridemen dan irigasi bisa dilakukan. Pengangkatan
kulit yang tidak viabel, jaringan lunak, otot, tulang, dan benda asing sangat
penting dalam memperoleh area yang bersih, mengurangi kontaminasi bakteri,
dan mencegah infeksi. Konsistensi, warna, kontraktilitas, dan sirkulasi diperlukan
untuk menentukan viabilitas otot. Kulit harus dieksisi untuk meninggalkan
perdarahan baru pada tepi kulit.
Penilaian 6 jam setelah cedera itu penting untuk melakukan debridemen
dan mencegah infeksi. Studi yang dilakukan Kindsfater dan Jonassen 20 tentang
fraktur tibia terbuka grade II dan III menemukan bahwa tingkat infeksi secara
signifikan lebih tinggi pada pasien yang diobati setelah 5 jam (38%) dibandingkan
dengan pasien yang didebridemen dalam waktu 5 jam (7%). Owens dan Wenke 21
menggunakan hewan uji menunjukan bahwa irigasi luka awal (3 jam setelah
inokulasi luka) lebih unggul daripada irigasi luka akhir (12 jam setelah inokulasi)
dalam mengurangi jumlah bakteri.
Kontroversi masih terjadi pada waktu debridemen luka. Literatur terbaru
menunjukan bahwa dengan antibiotik profilaksis, tidak ada keuntungan yang jelas
dalam waktu 6 jam sampai 24 jam setelah cedera. 22-24 Warner dan Colleagues 25
mengkaji ulang beberapa studi dan tidak menemukan perbedaan dalam tingkat
infeksi ketika fraktur terbuka yang didebridemen dalam waktu 6 jam atau 24 jam.
Pada akhirnya, dokter bedah, pasien, dan rumah sakit semua memiliki peran
dalam menentukan kapan harus debridemen. Upaya debridemen dalam waktu 24
jam setelah cedera harus dilakukan.
Sistem Versajet hydrosurgery (Smith & Nephew, Key Largo, Florida)
menggunakan air bertekanan tinggi dan vakum untuk menahan dan memotong
jaringan yang menjadi target. Penggunaannya sebagai alat debridemen terus
meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Dalam serangkaian kasus 15 pasien,
Gurunluoglu 26 menunjukkan penggunaan yang aman dan efisien dari sistem
Versajet pada debridemen jaringan nekrotik di trauma ekstremitas bawah, ulkus
vena, luka tertekan, dan combusio. Cubison dan rekannya 27 menggunakan sistem
ini untuk membantu merawat jaringan kulit selama debridemen pada combusio
anak. Kegunaan sistem ini belum konsisten, ditunjukkan dalam kasus kontaminasi
yang mendalam. Selain itu, biaya sekitar $ 500. Penyelidikan lebih lanjut
diperlukan untuk menentukan kemanjuran teknik ini dalam trauma akut ortopedi
pada debridemen luka jaringan lunak dan efisiensi biaya atas metode standar.
Irigasi
Irigasi sangat penting dalam manajemen bedah untuk fraktur terbuka dan
trauma jaringan lunak. Banyak peneliti telah membandingkan efikasi irigasi saline
normal, larutan antiseptik, larutan antibiotik, dan sabun nonsteril. Sebelum era
antibiotik, larutan sabun seringkali digunakan karena dapat merusak adhesi
bakteri pada permukaan luka. Walaupun Owens dan rekannya 28 menemukan
penurunan terbesar pada jumlah bakteri dengan penggunaan irigasi sabun castile,
metode ini memiliki efikasi tertinggi setelah 48 jam kemudian. Larutan antiseptik
secara efektif dapat membunuh bakteri dalam luka tetapi dikaitkan dengan
toksisitas jaringan lokal dan jarang digunakan sampai saat ini.
Larutan antibiotik secara teori efektif dalam mengurangi tingkat infeksi
dan mempercepat penyembuhan tetapi uji coba acak secara prospektif yang
membandingkan irigasi larutan sabun dan antibiotik menunjukkan tidak ada
keuntungan larutan antibiotik dibandingkan larutan sabun nonsteril. 29 Dalam
kenyataaannya, luka yang dialiri dengan larutan antibiotik memiliki tingkat
masalah penyembuhan luka yang secara signifikan lebih tinggi daripada luka yang
dialiri sabun castile. Selain itu, pada review atas studi klinis dan eksperimental
oleh Falagas dan Vergidis 30 menemukan jumlah studi berbasis bukti yang tidak
memadai untuk memberi rekomendasi penggunaan rutin atas larutan antibiotik
bagi irigasi luka.
Svoboda dan rekannya 31 menunjukkan bahwa pulsatile lavage tekanan
tinggi lebih efektif daripada irigasi bulb syringe dalam menghilangkan bakteri.
Sebuah luka hewan diinokulasi dengan Pseudomonas aeruginosa kemudian
diirigasi dengan saline normal dalam 3 liter bertahap sampai total 9 liter. Jumlah
bakteri diambil setelah setiap tahap pembilasan. Pulse lavage lebih efektif
daripada bulb syringe setelah tiap tahap tersebut dilakukan. Namun, telah
ditunjukkan pula bahwa dibandingkan dengan irigasi tekanan rendah, irigasi
tekanan tinggi menyebabkan lebih banyak kerusakan jaringan lunak,
menyingkirkan sedikit debris, dan dapat mendorong beberapa kontaminan lebih
dalam ke dalam jaringan. 32 Irigasi tekanan rendah melibatkan bulb atau gravity
tubing. Walaupun irigasi tekanan tinggi dan irigasi tekanan rendah sama-sama
efektif dalam menyingkirkan bakteri dalam 3 jam kontaminasi luka tetapi
efektivitas irigasi tekanan rendah setelah 6 jam masih dipertanyakan. 33 Suatu studi
di mana luka kambing diinokulasi dengan P. aeruginosa dan diirigasi pada
tekanan tinggi atau rendah dengan sabun castile, benzalkonium klorida, saline
normal, atau larutan basitrasin menunjukkan bahwa saline normal dikombinasi
dengan alat tekanan rendah menghasilkan jumlah bakteri secara keseluruhan
paling rendah pada 48 jam. 28
Walaupun uji hewan menunjukkan hubungan linier antara volume irigasi
yang meningkat dengan penyingkiran debris partikuler, tidak ada volume irigasi
standar berdasarkan derajat luka.34-36 Anglen 37 merekomendasikan 3 liter untuk
fraktur terbuka grade I, 6 liter untuk grade II, dan 9 liter untuk grade III. Tidak
ada studi prospektif secara acak yang membandingkan volume-volume irigasi
yang berbeda yang dikaitkan dengan penurunan tingkat infeksi. Namun, berbagai
studi telah menunjukkan bahwa 4 liter pulse lavage efektif dalam menyingkirkan
partikel-partikel debris tulang dan polimetilmetakrilat yang dihasilkan selama
artroplasti lutut total. 38 Hasil uji coba Fluid Lavage in Pasien With Open Fracture
Wounds (FLOW) menunjukkan bahwa mayoritas dokter bedah ortopedi
internasional telah mendukung lavage saline normal maupun irigasi tekanan
rendah untuk manajemen awal luka fraktur terbuka. 39 Studi yang sedang
berlangsung dengan percobaan FLOW akan lebih baik dalam pedoman berbasis
bukti untuk irigasi luka jaringan lunak ortopedi.
Reconstructive Ladder dan Pendekatan Ortoplastik
Konsep reconstructive ladder dikembangkan untuk membantu para dokter
bedah rekonstruktif dalam mengorganisir pilihan operasi dalam menangani luka
jaringan lunak yang sulit. 40 Setiap anak tangga pada tahapan tersebut
menunjukkan pilihan penutupan luka. Anak tangga paling rendah adalah yang
paling sederhana (yaitu, penutupan primer) dan paling tinggi adalah yang paling
rumit (yaitu, free flap). Dokter bedah disarankan memilih anak tangga paling
rendah yang memberikan keberhasilan dalam manajemen dan penutupan jaringan
luka.
Beberapa orang mempertanyakan kegunaan reconstructive ladder klasik
dan berpendapat bahwa tangga ini mempunyai sedikit kegunaan klinis sekarang
ini. Lineaweaver 41 berpendapat bahwa dengan adanya kemajuan yang dibuat
dalam bedah mikro, anak tangga paling atas dari tahapan tersebut sering menjadi
rute langsung yang paling sederhana dalam menuju penyembuhan luka yang
memuaskan. Gottlieb dan Krieger 42 menulis bahwa “reconstructive elevator”
adalah konsep yang lebih tepat. Dokter bedah seharusnya tidak mengadopsi
stepwise algorithm untuk menutup luka, lebih dari itu mereka seharusnya
melompati anak tangga jika diperlukan dan “naik ke tahapan selanjutnya,” ke
dalam pilihan penutupan yang mengoptimalkan bentuk dan fungsi bagi luka
tertentu. Dan yang lain mendukung “revisi konsep reconstructive ladder” yang
digabungkan, pada anak tangga tertinggi dari tangga tersebut, terapi vacuum-
assisted closure (VAC) (V.A.C. Therapy System; Kinetic Concepts, San Antonio,
Texas), pemendekan tulang akut, dan pengangkutan tulang.43 Peningkatan
penggunaan terapi VAC juga menghasilkan trend reconstructive ladder, mengarah
pada sedikitnya penggunaan skin flap dan lebih banyak penggunaan delayed
primary closure dan skin graft.44
Dalam pendekatan ortoplastik, dokter bedah ortopedi dan dokter bedah
plastik bekerja bersama untuk mengelola cedera ekstremitas bawah yang
kompleks. 45 Pentingnya usaha tim ini disoroti dalam pedoman manajemen yang
dipublikasikan oleh British Orthopaedic Association dan the British Association
of Plastic Surgeons. 46 Beberapa studi menunjukkan hasil fungsional yang lebih
baik pada pasien yang dirawat di rumah sakit khusus trauma yang memiliki dokter
bedah ortopedi maupun plastik dan tingkat komplikasi serta bedah revisi yang
lebih tinggi di rumah sakit yang tidak memadukan pelayanan ortopedi dan plastik. 47-49
PENUTUPAN LUKA
Waktu Penutupan
Setelah irigasi dan debridemen yang seksama, luka dapat dinilai untuk
penutupan primer dan penutupan tertunda. Walaupun tidak ada studi level I untuk
menguji peran independen yang mungkin dari waktu penutupan jaringan lunak,
umumnya diterima bahwa penutupan awal (< 7 hari setelah cedera) sangat penting
dalam mencegah infeksi dan kegagalan flap. 50 Serta mengidentifikasi periode
penting pada rekonstruksi jaringan lunak dalam 72 jam pertama setelah cedera.
Godina 51 menemukan bahwa tingkat infeksi dan kegagalan bedah mikro berbeda
secara signifikan di antara luka yang direkonstruksi dalam 72 jam cedera dan luka
yang dikonstruksi setelahnya. Tingkat infeksi (1,5%) dan kegagalan free flap
(0,75%) untuk luka dengan rekonstruksi mikrovaskuler yang dilakukan dalam 72
jam cedera secara signifikan lebih rendah dari tingkat (2% infeksi, 12% kegagalan
flap) untuk luka yang direkonstruksi antara 72 jam dan 3 bulan setelah cedera.
Gopal dan rekannya 52 mengusulkan protokol “fix and flap”, di mana luka
direkonstruksi dengan muscle flap dalam 72 jam cedera. Mereka mereview 84
pasien yang dirawat dengan debridemen dan muscle flap setelah fraktur tibia
terbuka berat dan menunjukkan bahwa luka yang ditutup dalam 72 jam memiliki
tingkat komplikasi lebih rendah daripada luka yang direkonstruksi setelahnya (6%
dibandingkan 29% tingkat infeksi dalam). Menggunakan model regresi
multivariat, Pollak dan rekannya 53 menemukan bahwa waktu penutupan jaringan
lunak bukan merupakan prediktor independen dari komplikasi jangka pendek,
beratnya cedera dan tipe flap adalah faktor penting dalam memprediksi
komplikasi.
Terapi Vacuum-Assisted Closure
Sejak pengenalan pada tahun 1997, terapi VAC merevolusionerkan
manajemen awal terhadap cedera jaringan lunak ortopedi. 54 Penutupan VAC
dengan mudah diterapkan setelah debridemen dan irigasi awal. Sistem VAC secara
mekanis menginduksi tekanan negatif pada dasar luka. Tekanan negatif
menyingkirkan cairan dari ruang ekstravaskuler, memperbaiki suplai darah dan
pengiriman oksigen, serta membentuk jaringan granulasi dalam dasar luka. 55 Efek
kombinasi ini memperbaiki penyembuhan luka dan mengurangi jumlah bakteri.
Daripada wet to dry dressing, terapi VAC menunjukkan pembentukan jaringan
granulasi yang meningkat hampir 80%. 56 Efikasi terapi VAC dalam mendorong
pembentukan jaringan granulasi menghasilkan sedikit kebutuhan akan transfer
jaringan bebas. Dengan luka yang berkurang ukurannya, defek dapat ditutup
dengan delayed primary closure, split-thickness skin grafts (STSGs), atau local
flap. Terapi VAC mendorong keberhasilan penutupan primer 71 dari 75 luka
ekstremitas bawah dengan tendon, tulang, atau bagian keras ortopedi yang
terpapar 56 dan menjadi alternatif yang relatif efektif dalam segi biaya bagi transfer
jaringan bebas. Jika terapi VAC mengurangi tingkat infeksi dan kebutuhan akan
prosedur bedah mikro yang kompleks, penggunaannya menurunkan biaya rumah
sakit. 57 Menurut studi terkini antara tahun 1992 dan 2003, penggunaan terapi VAC
meningkat dari 0% sampai 47% dalam manajemen terhadap semua fraktur terbuka
dan sampai 74% dalam manajemen terhadap fraktur grade III. 44
Terapi VAC juga memperpanjang “periode kritis” untuk penutupan luka.
Tidak ada periode yang terbentuk di mana suatu luka yang dikelola dengan terapi
VAC memerlukan penutupan definitif. Sejumlah studi yang bertentangan berusaha
membentuk periode kritis 7 hari atau kurang tetapi dengan studi retrospektif kecil,
menarik kesimpulan bahwa hal tersebut yang pasti sulit dilakukan.58-60 Dalam
kelompok 38 pasien dengan fraktur terbuka grade IIIB, defek jaringan lunak yang
dikelola dengan terapi VAC dan kemudian ditutup dalam 7 hari dikaitkan dengan
tingkat infeksi yang secara signifikan lebih rendah (12,5%) daripada luka tertutup
setelah 7 hari (57%). 61 Steiert dan rekannya 60 menunjukkan bahwa penutupan flap
tertunda hingga rata-rata 28 hari setelah cedera dikaitkan dengan tingkat
kegagalan 2,6% pada free flap dan 25% pada pedicle flap, yang membandingkan
dengan tingkat kegagalan flap yang dilaporkan. Rinker dan rekannya 59
menunjukkan bahwa penggunaan terapi VAC sebagai jembatan menuju
rekonstruksi free flap dikaitkan dengan penurunan infeksi dan komplikasi yang
terkait dengan flap pada pasien dengan fraktur tibia terbuka grade IIIB atau IIIC.
Tingkat infeksi yang dilaporkan setelah fraktur terbuka berkisar antara
25% sampai 66%. 12-15 Dalam studi acak secara prospektif, Stannard dan rekannya 62 menemukan bahwa luka akibat trauma energi tinggi yang dikelola dengan terapi
VAC berkembang menjadi infeksi yang secara signifikan lebih sedikit daripada
luka yang dikelola dengan standard gauze dressing (5,4% dibanding 28%). Studi
retrospektif dari 50 fraktur tibia terbuka grade III menunjukkan bahwa infeksi dan
tingkat union yang terkait dengan penggunaan terapi VAC sebagai ukuran
sementara yang sesuai dengan penggunaan historical wound dressings. 61
Penggunaan terapi VAC tidak memiliki efek yang mengganggu dan memiliki
manfaat potensial besar untuk penutupan jaringan lunak. Studi terkini tentang luka
dari orang yang bertahan hidup dalam perang Irak menunjukkan bahwa
penggunaan terapi VAC melindungi luka dari lingkungan perang dan dikaitkan
dengan tidak adanya infeksi atau komplikasi luka. 63 Terapi VAC memfasilitasi
delayed primary closure dan penutupan dengan local flap atau STSG dengan rata-
rata 4,24 hari setelah cedera.
Skin Graft dan Penggantinya
Banyak luka jaringan lunak yang memerlukan STSG, a full-thickness skin
graft (FTSG), atau flap untuk merekonstruksi trauma ekstremitas bawah. Bagi
luka tersebut, skin graft memerlukan dasar luka yang tervaskularisasi dengan baik.
Karena STSG hanya mengandung sebagian kecil dermis, penyembuhan secara
metabolik lebih rendah. STSG dapat diproduksi dalam jumlah besar untuk
digunakan dalam defek jaringan lunak yang besar. FTSG di sisi lain mengandung
epidermis dan dermis menyeluruh, oleh karena itu, lebih tebal dan lebih tahan
lama. Hal itu memungkinkan peningkatan sensasi kulit dan menjaga pigmentasi
alami dari area donor. Penggunaan tipe skin graft bisa menimbulkan beberapa
morbiditas yang terkait dengan area donor.
Pengenalan terkini dari matriks dermal menyediakan pilihan grafting baru.
Matriks dermal, sel bebas, dan rekayasa bio telah berhasil digunakan untuk
merekonstruksi defek jaringan lunak pada pasien luka bakar selama lebih dari 25
tahun.64, 65 Hasil yang setara atau lebih unggul dilaporkan dalam rekonstruksi ulser
kaki kronis, flap defek area donor, lokasi eksisi kanker kulit, pelepasan
kontraktur, dan free flap.65-67 Walaupun beberapa tipe matriks dermal yang
berbeda dijual bebas, integra dermal regeneration template (Integra Life
Sciences, Plainsboro, New Jersey) paling banyak digunakan dalam manajemen
pada cedera jaringan lunak ortopedi. Integra adalah penggantian dermal bilaminer
permanen yang tidak memiliki kebutuhan metabolik dan tidak viabel ketika
dilakukan graft, kolagen endogen pasien membentuk dermis baru di template
ini.65 Vaskularisasi terjadi dalam 3 minggu dan setelah itu skin graft dapat diganti
dengan matriks tersebut. “Tingkat ambilan” dari produk ini masuk dalam kisaran
80% sampai 100%.64-68 Keuntungannya antara lain tidak didapatkan morbiditas
pada area donor, segera tersedia, jumlah tidak terbatas, serta membaiknya
kosmestik dan fungsi. Kelemahan utamanya adalah biaya tinggi, kehilangan
pertahanan imunologis intrinsik, dan penggunaan terbatas pada luka dengan
kolonisasi bakteri.66-68
Dalam menggunakan Integra untuk mengelola 9 luka bakar pada
ekstremitas bawah, Lee dan rekannya 68 berhasil menghindari transfer jaringan
yang telah divaskularisasi, prosedur secara bertahap, dan amputasi. Kombinasi
terapi VAC dan Integra mendorong peningkatan daya tahan hidup graft, hasil
estetik yang lebih baik, dan lebih pendeknya masa tinggal di rumah sakit.44, 69-73
Molnar dan rekannya 73 menggunakan terapi VAC untuk memperpendek
vaskularisasi Integra maupun meningkatkan tingkat ambilan STSG berikutnya
dalam luka ekstremitas bawah dengan tulang dan tendon yang terpapar, luka
ditutup dengan STSG pada 4 sampai 11 hari (rata-rata 7,25 hari) dibandingkan
dengan 14 sampai 28 hari yang umumnya diperlukan jika terapi VAC tidak
digunakan. Dalam 15 dari 16 pasien dengan luka yang hancur dan tendon
terpapar, kombinasi Integra, terapi VAC, dan STSG menyediakan penutupan luka
yang baik. 70 Barnett dan Shilt 69 mengelola 7 luka ekstremitas bawah grade IIIB
memakai Integra bersama terapi VAC. Jeschke dan rekannya 72 menemukan
kenaikan tingkat ambilan (98% dibandingkan 78% untuk kontrol), membaiknya
hasil klinis, berkurangnya komplikasi, dan lebih pendeknya masa tinggal di rumah
sakit dengan kombinasi penggunaan fibrin glue, Integra, dan terapi VAC.
Walaupun semua laporan positif awal tentang efikasi Integra ini sangat
menyenangkan, literatur tentang penggunaan produk ini dalam manajemen cedera
jaringan lunak ortopedi sangat terbatas. Studi level I diperlukan untuk
mengevaluasi perannya dan untuk mengembangkan indikasi bagi penggunaannya
dalam manajemen cedera jaringan lunak.
Flap
Kebutuhan untuk rekonstruksi flap pada luka cedera jaringan lunak yang
besar dan mengenai bagian keras yang persisten, khususnya dalam kasus fraktur
tibia terbuka grade IIIB dan IIIC. Walaupun ukuran, lokasi, dan kedalaman cedera
jaringan lunak digunakan dalam menentukan pilihan flap untuk penutupan
jaringan lunak, zona cedera ini bisa dikatakan sebagai faktor yang paling penting.
Kadang-kadang, zona cedera dapat mencakup area yang melibatkan komponen
dari kemungkinan local flap seperti apa yang terjadi pada beberapa jenis fraktur
tibia IIIB dan tibia IIIC yang berhubungan dengan kerusakan berat pada
gastrocnemus dan soleus. Kerusakan otot-otot ini umumnya menghalangi tulang-
tulang yang digunakan sebagai flap dan dapat mengakibatkan berpindahnya
reconstructive ladder untuk pilihan penutupan yang lebih kompleks.
Flap jaringan lunak sangat penting karena ini memberikan vaskularisasi
dan perlindungan yang diperlukan untuk menstabilkan fraktur terbuka, melawan
infeksi, dan mengembangkan union fraktur. Pilihan flap standar mencakup muscle
pedicled flap dan free muscle flap. Umumnya dalam keadaan yang ideal,
kerusakan pada sepertiga proksimal tibia ditangani dengan gastrocnemius flap,
dan soleus flap digunakan untuk kerusakan dari sepertiga medial tibia. 71 Free flap
umumnya digunakan untuk kerusakan dari sepertiga distal tibia. Gracilis free flap
berguna untuk kerusakan kecil dan menyebabkan berkurangnya morbiditas area
donor sedangkan latissimus dorsi free flap dapat menutupi kerusakan yang lebih
besar tetapi menyebabkan lebih banyak morbiditas area donor.
Penekanan bedah mikro terbaru tentang angiosom telah meningkatkan
dan memperluas jenis flap yang tersedia untuk transfer lokal dan jaringan bebas.
Sebaliknya sural flap menyebabkan penurunan kebutuhan untuk transfer di
jaringan bebas kaki dan operasi pergelangan kaki. Teknik ini menggunakan
sebuah reverse-flow island sural flap dengan arteri sural superfisial. Flap ini
memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dan menyebabkan terbatasnya
morbiditas karena diseksi yang relatif sederhana dan ini menjaga vasa-vasa besar.
Rios Luna dan rekannya melaporkan bahwa 13 dari 14 pasien yang mencakup
umur mengalami kerusakan trus-menerus setelah trauma ekstremitas bawah yang
berhasil diobati dengan menggunakan reverse sural flap. Afifi dan rekannya
melaporkan keberhasilan reverse sural flap dalam menangani kerusakan kaki dan
pergelangan kaki pada 24 dari 32 pasien. Buluc dan rekannya memodifikasi
teknik asli flap dan mencapai kelangsungan hidup flap pada 8 dari 11 pasien
dengan kerusakan pergelangan kaki. Kongesti vena dihindari oleh transposing
flap melalui sebuah terowongan subkutan dengan bantuan dari perluasan jaringan
lunak.
Perforator flap didasarkan pada arteri perforator muskulokutaneus yang
terdiri dari kulit dan lemak subkutan. Bagian ini digunakan lebih sering tetapi
hanya sedikit yang diketahui hasil fungsionalnya dibandingkan dengan hasil dari
traditional muscle flap. Dibandingkan dengan muscle flap, perforator flap, seperti
perforator flaps arteri epigastrium inferior dalam, yang mempertahankan otot
rektus abdominus, unit otot fungsional cadangan, dan hilangnya satu dari unit-
unit fungsional mungkin tidak bertalian pada pasien trauma. Rodriguez dan rekan
pada retrospektif terakhir 42 kasus cedera ekstremitas inferior dikelola dengan
salah satu dari free muscle flaps atau flaps perforator. Kualitas hidup dan
fungsional tidak berbeda antara 2 kelompok flap, dan waktu untuk penyatuan
tulang, kecepatan penyatuan tulang pada yang terinfeksi, dan tingkat dari infeksi
flap yang tidak berhubungan dengan jenis flap. Meskipun sensasi area donor
berkurang untuk semua pasien, hilangnya sensorik lebih signifikan pada area
donor flap perforator daripada flap otot area donor.
Kehancuran Ekstremitas
Sensasi plantar adalah salah satu faktor paling penting dalam keputusan
antara penyelamatan dan amputasi tungkai - sampai temuan pengadilan LEAP
diterbitkan. MacKenzie dan rekan menemukan bahwa pemeriksaan sensorik awal
plantar bukan hasil prognostik jangka panjang. Kebanyakan pasien yang awalnya
mengalami mati rasapada kaki akan mendapatkan kembali sensasi plantar 2 tahun
setelah cedera. Para penulis mengatakan bahwa kerugian awal dari sensasi plantar
mungkin menjadi sekunder untuk neuropraxia atau iskemia yang reversibel dan
tidak mewakili kerusakan saraf permanen. Sebaliknya, tingkat awal cedera
jaringan lunak ditemukan menjadi faktor paling penting dalam menentukan
keberhasilan penyelamatan ekstremitas.
Banyaknya sistem klasifikasi dan indeks prediktif telah dikembangkan
untuk memandu ahli bedah dalam keputusan mereka untuk menyelamatkan atau
mengamputasi kaki. Mangled Severity Score (MESS), Limb Salvage Index (LSI),
Predictive Salvage Index (PSI), Nerve Injury, Ischemia, Soft-Tissue Injury,
Skeletal Injury, Shock, and Age of Patient Score (NISSSA), dan fractur Hannover
Skala-97 (HFS-97) adalah beberapa dari sistem penilaian yang digunakan.
Meskipun sistem skoring dapat membantu dalam memperkirakan kemungkinan
kesuksesan penyelamatan, sebagian besar dibatasi oleh penelitian retrospektif dan
kekuatan studi yang lemah. Klinis penggunaan MESS, LSI, PSI, NISSSA, dan
HFS-97 belum divalidasi. Sistem ini memiliki spesifisitas tinggi dan sensitivitas
rendah. Sistem ini dapat membuat prediksi yang berguna tentang potensi
penyelamatan ekstremitas tetapi tidak reliabel dalam memprediksi tungkai harus
diamputasi. Pada akhirnya, faktor pasien (misalnya, usia, cadangan fisiologis,
cedera yang berhubungan, tingkat fungsional selem cedera), karakteristik cedera
(misalnya, cedera jaringan lunak dan karakteristik fraktur), vascular insult, dan
faktor lainnya (misalnya, pengalaman ahli bedah, sumber daya yang tersedia)
semua memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan klinis.
Penyelamatan Ekstremitas Dibandingkan Amputasi
Kemajuan dalam rekonstruksi mikro dan fiksasi tulang modern telah
membuat penyelamatan ekstremitas secara teknis mungkin bahkan ekstremitas
yang paling terluka parah. Sekitar 70% dari ekstremitas bawah yang terlibat dalam
energi tinggi trauma sekarang sedang diselamatkan, dan lebih dari 90% dari
pasien lebih memilih menyelamatkan tungkai. Dari percobaan LEAP berdasarkan
Follow up selama 7 tahun menunjukkan tidak ada perbedaan fungsional antara
pasien yang menjalani amputasi dan mereka yang menjalani penyelamatan
ekstremitas. Namun, dibandingkan dengan amputasi, pasien dengan penyelamatan
kaki dilaporkan memiliki lebih banyak masalah dengan rasa sakit dan kegiatan
sehari-hari. Kepuasan pasien tidak berkorelasi dengan prosedur, melainkan
berkorelasi dengan fungsi fisik, kemampuan untuk kembali bekerja, pemulihan
klinis secara keseluruhan, tingkat rasa sakit, dan kesehatan mental post cedera.
Secara keseluruhan, pasien yang telah mengalami penyelamatan anggota tubuh
menjalani rehabilitasi lagi, memerlukan operasi lebih dan rawat inap, memiliki
komplikasi lebih banyak, dan dikenakan biaya kesehatan yang lebih tinggi dari
perawatan awal.Amputasi ditunjukkan untuk tungkai iskemik dengan cedera
vaskuler yang dapat diperbaiki. Tingkat Amputasi dapat memiliki efek yang
signifikan pada hasil fungsional. Waters dan rekan adalah yang pertama
melaporkan pengeluaran energi berbagai amputasi 'berdasarkan tingkat amputasi.
Mereka melaporkan 70 pasien dengan amputasi traumatik dan pembuluh darah
unilateral. Amputasi di atas lutut, di bawah lutut, dan di tingkat Syme
dibandingkan pada kedua kelompok amputasi, sebuah kelompok kontrol dari 40
subyek normal juga dipelajari. Dalam kelompok amputasi, kerugian energi
perjalanan prostetik secara signifikan lebih baik pada tingkat amputasi yang
rendah. Kiprah kecepatan menurunkan tingkat amputasi paling tinggi pada
diamputasi baik traumatis dan pembuluh darah.
Melalui amputasi lutut telah terbukti memiliki hasil yang buruk pada 2 tahun dan
7 tahun setelah cedera. Keadaan juga memiliki waktu kecepatan berjalan paling
lambat. Meskipun tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan pada profil
dampak penyakit dari amputasi di atas lutut dan di bawah lutut 2 tahun setelah
cedera, amputasi bawah-lutut memiliki waktu berjalan lebih cepat dan lebih
sedikit masalah berjalan pada permukaan yang tidak rata. Namun, waktu berjalan
lebih cepat tidak berarti bahwa setiap pasien mengalami perbaikan, dibandingkan
dengan amputasi atas lutut. Menariknya, tidak keparahan cedera atau jenis
manajemen (rekonstruksi ekstremitas atau amputasi) berkorelasi dengan kepuasan
pasien. Hasil yang lebih buruk dikaitkan dengan faktor pasien dengan usia lebih
tua, kurang pendidikan (sekolah tingkat tinggi saja), jenis kelamin perempuan,
kemiskinan, jaringan dukungan sosial yang buruk, riwayat merokok, kurangnya
asuransi swasta, rendah self-efficacy, dan defek. Terlepas dari kenyataan bahwa
tidak ada perbedaan yang ditemukan antara kelompok, literatur umum mendukung
amputasi bawah lutut-lutut selama di atas-amputasi.
Hasil penyelamatan ekstremitas pada rehabilitasi lebih lama dan lebih banyak
komplikasi, operasi, dan rawat inap, namun 2 tahun biaya perawatan kesehatan
sama dengan yang biaya amputasi seumur hidup. Perhitungan kerugian seumur
hidup adalah $ 509.275 untuk diamputasi dan $ 163.282 untuk penyelamatan
ekstremitas pasien.
Sayangnya, hasil fungsional jangka panjang untuk amputasi dan penyelamatan
anggota tubuh pasien rendah. Tingkat fisik dan psikososial kedua kelompok
fungsional memburuk dari waktu ke waktu. Meskipun 60% dari pasien kembali
bekerja 7 tahun setelah cedera, sekitar 25% dari pasien melaporkan keterbatasan
kinerja. Jumlah peningkatan komplikasi yang terkait dengan prosedur
penyelamatan ekstremitas lebih menyoroti keseluruhan beratnya dari cedera. Pada
kelompok penyelamatan ekstremitas, infeksi luka, dehiscence, osteomyelitis, dan
nonunions menyumbang tingkat rehospitalisasi lebih dari 30%. Sebuah tingkat
amputasi revisi 5,4% dilaporkan pada amputasi percobaan LEAP, dan tingkat
amputasi akhir dari 3,9% dilaporkan pada kelompok penyelamatan ekstremitas.
Ringkasan
Pengelolaan traumatis cedera jaringan lunak menyisakan sebuah tantangan dan
pernah berkembang dalam bedah ortopedi. Prinsip dasar penanganan hidup
sebelum tungkai dalam penilaian awal pasien yang menderita luka parah tidak
berubah. Meskipun arteriografi tetap menjadi standar emas untuk skrining cedera
vaskular, CTA saat ini lebih sering digunakan untuk menentukan viabilitas
tungkai, dan sensitivitas dan spesifisitas untuk mendeteksi lesi vaskular yang
dilaporkan sangat baik. Debridemen menyeluruh dan irigasi dengan lini pertama
antibiotik sangat penting dalam mencegah infeksi, debridemen harus dilakukan
segera setelah kondisi yang mengancam jiwa telah ditangani. Meningkatnya
penggunaan terapi VAC telah menciptakan trend menurun dari jenjang
rekonstruktif, dengan perbaikan dalam menghasilkan penutupan luka. Meskipun
pendekatan orthoplastics dan teknik mikro baru telah membuat penyelamatan
ekstremitas kemungkinan ekstremitas yang paling terluka parah, penting untuk
secara jelas mengidentifikasi zona cedera dan untuk menginformasikan pasien dan
keluarga mereka dari hasil penyelamatan ekstremitas dibandingkan amputasi.
Hasil dari uji coba LEAP dan studi serupa harus membimbing ahli bedah ortopedi
dalam pengelolaan luka-luka yang kompleks. Namun demikian, penting untuk
individualisasi rencana manajemen sesuai dengan faktor-faktor pasien.
Pernyataan Penulis
Para penulis melaporkan tidak ada konflik aktual atau potensial kepentingan
dalam kaitannya dengan artikel ini.
Recommended