View
224
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PERSEPSI FAMILY CAREGIVER
TENTANG PENCEGAHAN DEKUBITUS PADA ANGGOTA KELUARGA
YANG BERISIKO DEKUBITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PISANGAN DAN CIPUTAT
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Disusun Oleh:
MAULIDAH NUR ATIQOH
NIM. 1113104000050
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H/ 2017 M
ii
iii
SCHOOL OF NURSING
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Undergraduate Thesis, Juli 2017
Maulidah Nur Atiqoh 1113104000050
Description Knowledge and Perception of Family Caregiver about Prevention of
Decubitus in Risk Family Member at Decubitus in Puskesmas Pisangan and
Ciputat Work Area
xvii + 97 page + 8 table + 4 chart + 3 attachement
ABSTRACT
Decubitus risk occurs in people who suffer from mobilization limitations such as
Stroke patients, Liming, etc. Decubitus sores may lead to some complications such as
local infection to sepsis. Family as caregiver at home, plays an important role in
precautionary action of Decubitus. This study aims to determine the description of
knowledge and perception of family caregiver about the prevention of Decubitus.
This study uses descriptive quantitative research type. The sample technique used is
purposive sampling with total respondent 26 people. Analysis of the data in use
univariate analysis in the form of frequency and cross tabulation. The results showed
the gender of the family caregiver 88.5% were female and dominated the final adult
age group (50%), 84.6% of respondents were inexperienced in treating immobilized
patients before. The education level of respondents is 50% low and 78.5% in low
economic class. Knowledge level of respondents is less than 11.5%, enough 69.2%
and good by 20%. In the perceptual variables, 53.8% of respondents had negative
perceptions and 46.2% had positive perceptions of the prevention of Dekubtius.
Conclusion: The family caregiver's level of knowledge about Decubitus is largely
categorized as sufficient and has a negative perception of the prevention of decubitus.
Suggestions: can be input to nurse as educator to provide knowledge about Decubitus
to family with family member at risk Decubitus.
Keywords: Family caregiver, Decubitus, Knowledge, Perception
iv
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juli 2017
Maulidah Nur Atiqoh, NIM: 1113104000050
Gambaran Pengetahuan dan Persepsi Family Caregiver Tentang Pencegahan
Dekubitus pada Anggota Keluarga yang Berisiko Dekubitus di Wilayah Kerja
Puskesmas Pisangan dan Ciputat
xvii + 97 halaman + 8 tabel + 4 bagan + 3 lampiran
ABSTRAK
Dekubitus berisiko terjadi pada orang yang menderita keterbatasan mobilisasi seperti
pasien Stroke, pengapuran, dan lain sebagainya. Luka Dekubitus dapat
mengakibatkan beberapa komplikasi seperti infeksi lokal hingga sepsis. Keluarga
sebagai pemberi perawatan (family caregiver) di rumah, berperan penting dalam
upaya tindakan pencegahan Dekubitus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran pengetahuan dan persepsi family caregiver tentang pencegahan Dekubitus.
Studi ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif. Teknik sampel yang
digunakan adalah purposive sampling dengan total responden 26 orang. Analisa data
berupa analisa univariat untuk berupa frekuensi dan tabulasi silang.. Hasil penelitian
menunjukkan jenis kelamin family caregiver 88,5 % adalah wanita dan didominasi
kelompok usia dewasa akhir (50%). Responden 84,6% tidak berpengalaman merawat
pasien imobilisasi sebelumnya. Tingkat pendidikan responden 50% rendah dan
78,5% pada kelas ekonomi rendah. Tingkat pengetahuan responden kurang sebesar
11,5%, cukup 69,2% dan baik sebesar 20%. Pada variabel persepsi, 53,8% responden
memiliki persepsi negatif dan 46,2% memiliki persepsi positif terhadap pencegahan
Dekubtius. Kesimpulan: tingkat pengetahuan family caregiver tentang Dekubitus
sebagian besar masuk dalam kategori cukup dan memiliki persepsi negatif terhadap
pencegahan Dekubitus. Saran: dapat dijadikan masukan untuk perawat selaku
edukator untuk memberikan pengetahuan tentang Dekubitus kepada keluarga dengan
anggota keluarga yang berisiko Dekubitus.
Kata kunci: Family caregiver, Dekubitus, Pengetahuan, Persepsi
v
vi
vii
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Maulidah Nur Atiqoh
Tempat, tanggal lahir : Pasuruan, 02 Agustus 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Nuso RT/RW: 01/06 Kel. Wonosari Kec. Gondangwetan
Pasuruan, Jawa Timur, 67174
HP : +6285817303572
Email : maulidah.nur13@mhs.uinjkt.ac.id
Fakultas/ Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan /
Program Studi Ilmu Keperawatan
PENDIDIKAN
1. Sekolah Dasar Negeri Gayam I 2001 – 2007
2. SMP Negeri 2 Kraton Al-Yasini 2007 – 2010
3. MA Negeri Kraton Al-Yasini 2010 – 2013
4. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2013 – sekarang
ORGANISASI
1. CSSMoRA (Community of Santri Scholarship 2013 – sekarang
of Ministry of Religious Affairs)
2. Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Keperawatan 2014 – 2016
ix
3. Kampoeng Hompimpa 2016 – 2017
4. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) 2014 - sekarang
Komfakkes
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan segala nikmat , karunia,
taufiq, serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Sholawat serta salam senantiasa mengalir kepada khotimul anbiya’, sang pembimbing
umat manusia, Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut
beliau hingga akhir zaman.
1. Bapak Prof. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan.
3. Ibu Ernawati, S.Kp., Sp. KMB sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu
Keperawatan
4. Ibu Ratna Pelawati, S.Kp., M.BioMed selaku pembimbing akademik saya
yang telah memberikan bimbingan, arahan serta nasihat selama saya menjadi
mahasiswa.
5. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep., MKM selaku pembimbing 1 skripsi
yang telah memberikan banyak arahan, saran serta motivasi dalam
penyusunan penelitian ini.
6. Ibu Ita Yuanita, S.Kp., M.Kep, selaku pembimbing 2 skripsi yang telah
memberikan banyak pengetahuan baru juga arahan selama penyusunan
penelitian ini.
7. Pihak Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa penuh kepada
penulis melalui PBSB (Program Beasiswa Santri Berprestasi) sehingga
penulis dapat melanjutkan studi hingga di Perguruan Tinggi
8. Kepada yang terindu ayah saya, bapak Heru Wahyudi, yang terus menjadi
inspirasi meski telah mendahului menghadap sang ilahi juga kepada ibu saya,
xi
ibu Nurul Ma’rifah yang senantiasa menyemangati, memenuhi kebutuhan
serrta yang tidak pernah absen untuk mendo’akan saya.
9. Teruntuk yang terkasih kakak saya (Robithotul Izza) dan adik (Ahmad Robeth
Bahruddin) yang tidak pernah lelah memberi semangat, untaian do’a, ikhlas
menjadi tempat cerita dan memberikan saran serta menghibur penulis saat
menghadapi banyak masalah.
10. Sahabat tercinta, teman-teman CSSMoRA UIN Jakarta terutama angkatan
2013 dan Kontrakan Puri Laras yang memberikan banyak pengalaman dan
kenangan manis serta tidak pernah lelah untuk saling mendukung dan
menyemangati.
11. Sahabat- sahabat terbaikku (Abif, Galih, Rendy, Jack, Aryo, Lala, Ika, Putri
dan Hayu) yang selalu berusaha menghibur, memotivasi dan saling
mendo’akan selama proses skripsi.
12. Teman-teman seperjuangan PSIK angkatan 2013 yang telah memberi warna
dalam perjalanan perkuliahan, saling mendukung meskipun tidak jarang ada
adu persepsi. Terima kasih telah memberikan pengalaman juga kenangan
yang luar biasa.
Peneliti menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini sehingga
kritik serta saran yang membangun sangat diharapkan oleh peneliti agar dapat terus
memperbaiki kualitas penelitian yang akan dilakukan. Atas perhatian pembaca saya
sampaikan terimakasih.
Wassalam’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Jakarta, Juli 2017
Maulidah Nur Atiqoh
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .......................................... Error! Bookmark not defined.
ABSTRACT ................................................................................................................ iii
ABSTRAK .................................................................................................................. iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................... Error! Bookmark not defined.
PERNYATAAN PENGESAHAN ................................ Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ................................................................................................. x
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xii
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xv
DAFTAR BAGAN .................................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL.................................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................9
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................................... 10
E. Ruang Lingkup ........................................................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Dekubitus ................................................................................................................... 13
1. Definisi Dekubitus.................................................................................................. 13
2. Faktor Risiko Dekubitus ......................................................................................... 14
4. Patogenesis Dekubitus ............................................................................................ 18
xiii
5. Pengkajian Risiko Dekubitus ................................................................................. 21
6. Kategori/ Derajat Luka Dekubitus .......................................................................... 23
7. Pencegahan Dekubitus ........................................................................................... 25
8. Manajemen Dekubitus ................................................................................................ 31
B. Keluarga ..................................................................................................................... 36
1. Definisi Keluarga ................................................................................................... 36
2. Fungsi Keluarga ..................................................................................................... 36
3. Tugas Kesehatan Keluarga ..................................................................................... 37
C. Pengetahuan ............................................................................................................... 39
D. Persepsi ...................................................................................................................... 44
E. Health Belief Model (HBM) ....................................................................................... 47
F. Penelitian Terkait ....................................................................................................... 49
G. Kerangka Teori .......................................................................................................... 52
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep ....................................................................................................... 53
B. Definisi Operasional ................................................................................................... 54
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ........................................................................................................ 57
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................................... 57
C. Populasi, Sampel dan Teknik sampling ...................................................................... 57
D. Instrumen Penelitian ................................................................................................... 62
E. Pengujian Instrumen ................................................................................................... 65
F. Tahap Pengumpulan Data .......................................................................................... 68
G. Pengolahan Data......................................................................................................... 69
H. Analisis Data .............................................................................................................. 71
I. Etik Penelitian ............................................................................................................ 72
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian....................................................................................... 74
B. Karakteristik Responden ............................................................................................ 75
C. Pengetahuan dan Persepsi Family Caregiver ............................................................. 78
xiv
D. Pengetahuan dan Persepsi Family Caregiver Berdasarkan Karakteristik Responden . 79
BAB VI PEMBAHASAN
A. Gambaran Karakteristik Family Caregiver dengan Anggota Keluarga yang Berisiko
Dekubitus ........................................................................................................................... 83
B. Gambaran Pengetahuan dan Persepsi Family Caregiver dengan Anggota Keluarga
yang Berisiko Dekubitus .................................................................................................... 85
C. Keterbatasan Penelitian .............................................................................................. 93
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 95
B. Saran .......................................................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 99
LAMPIRAN ............................................................................................................. 104
xv
DAFTAR SINGKATAN
ICU : Intensive Care Unit
MICU : Medical Intensive Care Unit
IPUP : International Pressure Ulcer Prevalence
KPPI : Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
HBM : Health Belief Model
xvi
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Algoritma Manajemen Luka Dekubitus
Bagan 2.2 Health Beliefe Model (HBM)
Bagan 2.3 Kerangka Teori
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
35
49
52
53
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Tabel 4.1 Interpretasi Skor Pengetahuan
Tabel 4.2 Frekuensi Hasil Skor Pengkajian Risiko Dekubitus dengan Skala
Braden
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Risiko Terjadinya Dekubitus pada
Anggota Keluarga Responden
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Family Caregiver dengan
Anggota Keluarga yang Berisiko Dekubitus
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan dan Persepsi Family
Caregiver tentang Pencegahan Dekubitus
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Family Caregiver Berdasarkan Karaktersitik
dan Tingkat Pengetahuan tentang Dekubitus
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Family Caregiver Berdasarkan Karaktersitik
dan Persepsi tentang Dekubitus
54
63
68
76
77
78
79
81
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian
Lampiran 3 Hasil Olah Data Statistik Komputer
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dekubitus merupakan masalah yang sangat serius terutama bagi pasien yang
dirawat lama di rumah sakit dengan keterbatasan aktifitas (Widodo, 2007). Dekubitus
merupakan luka pada kulit yang terlokalisasi atau pada jaringan dibawah tulang yang
menonjol akibat tekanan yang terus-menerus atau tekanan yang disertai dengan
gesekan (Osuala, 2014). Tekanan secara lokal berdampak menurunkan atau bahkan
menghambat sirkulasi yang menyebabkan metabolisme sel terganggu dan berakhir
pada kondisi iskemik jaringan. Iskemik jaringan adalah kondisi tidak adanya atau
menurunnya aliran darah sebab obstruksi mekanik (Potter, Perry, Stockert, & Hall,
2011). Luka Dekubitus dapat menurunkan citra dan mutu pelayanan rumah sakit
karena program pengendalian terjadinya luka Dekubitus merupakan salah satu
indikator kendali mutu pelayanan (E. M. D. Kosegeran, A. J. M. Rattu, 2016). Luka
Dekubitus lebih mudah berkembang pada pasien di ruang ICU, gangguan neurolgi
dan lansia (Jaul & Menzel, 2014).
Beberapa faktor risiko dapat menajdi predisposisi perkembangan luka
Dekubitus, diantaranya: imobilisasi dalam waktu lama, defisit sensori, gangguan
sirkulasi dan nutrisi kurang. Menurut National Institue for Health and Cere
Excellence 2005 (NIHCE) dalam Jones (2013), faktor resiko untuk perkembangan
luka Dekubitus adalah penyakit akut, kronik dan terminal, komorbiditas seperti
2
diabetes dan malnutrisi, penurunan mobilisasi, masalah postur seperti pelvis miring,
kerusakan sensori, penurunan tingkat kesadaran, infeksi sistemik, status nutrisi
kurang, kerusakan kulit akibat tekanan sebelumnya, nyeri, faktor psikologi seperti
depresi, faktor sosial, Inkontinensia, pengobatan, kerusakan kognitif, dan
menurunnya aliran darah (NIHCE, 2005 dalam Jones, 2013).
Epidemiologi luka Dekubitus beragam di beberapa lokasi, insiden rate
berkisar antara 0,4% - 38% di unit perawatan akut, 2,2% – 23,9% di unit long term
care (perawatan jangka panjang), 0% - 7% di home care (perawatan di rumah) (Skala
et al., 2009). Luka tekan atau Dekubitus lebih umum ditemui di ruang ICU (Intensive
Care Unit) dari pada di ruang yang lain. Beberapa faktor resiko di ICU (Intensive
Care Unit) dapat meningkatkan kejadian Dekubitus. Faktor-faktor yang
menyebabkannya adalah kelemahan fisik, keterbatasan mobilisasi, penyakit yang
membutuhkan tirah baring dalam waktu lama, penggunaan anastesi dalam dosis yang
tinggi, sedatif, analgesik dan obat relaksan otot, masalah metabolik, abnormal
sirkulasi, penurunan kesadaran, Inkontinensia, dan penggunaan ventilator mekanik
(Kose, Yesil, Oztunc , & Eskimez, 2016).
Pasien gangguan mobilasi seperti pasien stroke dan lansia tidak hanya terbatas
di instansi kesehatan seperti di rumah sakit dan panti jompo, tetapi juga di masyrakat.
Jumlah pasien penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan diperkirakan sebanyak 1.236.825 jiwa (7,0%), sedangkan berdasarkan
diagnosis Tenaga Kesehatan (Nakes)/gejala diperkirakan sebanyak 2.137.941 jiwa
3
(12,1%). Berdasarkan diagnosis Nakes dan diagnosis/gejala, pasien stroke di Provinsi
Banten sebanyak 53.289 orang (6,6%) dan 96.888 (12,0%) (Kemenkes RI, 2014).
Menurut hasil Riskesdas (2013) Provinsi Banten, prevalensi stroke berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan (Nakes) tertinggi di Kota Tangerang Selatan (7,7%),
sedangkan prevalensi stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi
terdapat di Kabupaten Pandeglang (17,0%). Prevalensi tertinggi pasien stroke
berdasarkan kelompok umur baik berdasarkan diagnosis nakes maupun diagnosis
nakes/gejala berada pada kelompok usia >75 tahun sebesar 53,8% dan 91,7%
(Kemenkes RI, 2013). Kondisi imobilisasi meningkatkan resiko terjadinya kerusakan
kulit dan proses penyembuhan luka yang lambat (Mersal, 2014).
Studi Dekubitus di komunitas telah beberapa kali dilakukan. Diperkirakan,
luka tekan atau Dekubitus terjadi pada 30% pasien di komunitas dan dapat secara
signifikan menurunkan kualitas hidup dan karir pasien (NHS Institute for Innovation
and Improvement, 2013 dalam Jones, 2013). Studi tentang prevalensi Dekubitus pada
796 pasien di komunitas di New South Wales (NSW), New England, mendapatkan
hasil, sebesar 8,7% (71) dari responden memiliki luka Dekubitus. 28,2% (20) pasien
mengalami Dekubitus akibat hospitalisasi sedangkan 71,8% (51) pasien lainnya luka
Dekubitus berkembang selama di rumah. Dari 71 pasien, ditemukan 111 luka
Dekubitus. Luka Dekubitus derajat 2 sebesar 40,5% dari 71 pasien, diikuti derajat 1
sebesar 29,7%. Bagian tubuh yang paling umum terkena Dekubitus adalah tumit
(33,3%). Hampir 70% luka yang diidentifikasi oleh perawat komunitas disebabkan
4
oleh alat yang digunakan oleh pasien seperti selang hidung, prostesis, kateter, kursi
mandi, balutan (bidai) dan sebagainya (Asimus & Li, 2011).
Ferrel dkk (1996) melakukan studi tentang luka tekan atau Dekubitus yang
terdaftar di jasa rumah perawatan selama 2 bulan. Sebanyak 3.546 pasien yang
dirawat selama masa studi dengan sampel akhir terdiri dari 3.048 pasien. Rentang
usia sampel mulai dari usia <1 tahun hingga 104 tahun, dengan rata-rata usia 75
tahun. 75% dari sampel berusia 70 tahun atau lebih dan hanya 1% yang kurang dari
25 tahun. Mayoritas sampel adalah wanita (63%), berkulit putih (85%), hidup di
rumah sendiri atau apartemen (92%), dan memiliki pengasuh (caregiver) yang
teridentifikasi (78%). Hampir dua per tiga sampel (65%) memiliki riwayat dirawat di
Rumah Sakit atau panti jompo sebelum memilih untuk home care. Saat terdaftar
layanan home care, 9,12% dari sampel memiliki luka Dekubitus, dengan lebih
sepertiga (37,4%) dari sampel yang Dekubitus memiliki dua atau lebih luka
Dekubitus dan 14,0% memiliki tiga atau lebih luka Dekubitus. Hanya 76 sampel
dengan luka Dekubitus (27,3%) dan106 sampel yang berisiko Dekubitus (14,2%)
yang memiliki alas busa (foam mattress), alas udara (alternating air mattress), atau
alat penurun tekanan lainnya. Kebanyakan sampel dirawat menggunakan balutan kasa
dengan atau tanpa produk hidrokoloid ( Ferrel et al, 1996). Hasil ini menunjukkan
masih rendahnya peran keluarga dalam menunjang tindakan pencegahan Dekubitus
Sedikitnya 60% dari semua luka Dekubitus berkembang di rumah sakit, 18%
berkembang di rumah perawatan dan 18% luka Dekubitus berkembang di rumah
5
(Fleming, Andrews, Evans, Chutka, & Garness, 1995). Penelitian lain yang dilakukan
oleh Betty dan Amik (2014) di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Karanganyar mendapati 38 orang berisiko Dekubitus melalui pengkajian skala Norton
sebelumnya. Dari jumlah sampel, diperoleh warga dengan skor resiko sedang
sebanyak 18 orang (47,4%) sedangkan 20 (52,6%) orang sisanya memiliki skor
resiko berat mengalami Dekubitus (Sunaryanti & Muladi, 2014) . Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa kejadian atau risiko pembentukan Dekubitus di
masyarakat cukup tinggi.
Pada studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di wilayah kerja UPT
Puskesmas Pisangan, jumlah lansia yang berusia di atas 70 tahun di kelurahan per
bulan September 2016 ada sebanyak 982 jiwa, namun yang ada di Posbindu hanya
206 orang. Lansia dengan tingkat kemandirian tingkat C per bulan Sepmtember 2016
ada sebanyak 13 orang. Pasien stroke per bulan September di wilayah kerja UPT
Puskesmas Pisangan ada sebanyak 54 orang dan lansia dengan gizi kurang ada
sebanyak 60 orang.
Andrea E, N, dkk (2009) menyakatakan bahwa Dekubitus berdampak
terhadap kualitas hidup lansia yang menderita. Diantara dampak tersebut adalah
dampak terhadap kondisi fisik, sosial, psikologis, finansial, dampak yang diakibatkan
dari gejala Dekubitus, dan dampak terhadap kesehatan secara umum. Dua belas
penelitian mengidentifikasi dampak Dekubitus terhadap kesehatan secara umum
berupa infeksi serta penyembuhan luka yang lambat. Sebanyak 15 penelitian
6
mengatakan bahwa keluhan nyeri dirasakan oleh mayoritas pasien sebagai dampak
yang berhubungan dengan gejala Dekubitus (Gorecki et al., 2009). Rasa nyeri dan
tidak nyaman akibat Dekubitus mengakibatkan penundaan waktu rehabilitasi,
memperpanjang masa sakit dan keluar rumah sakit, serta berkontribusi terhadap
kecacatan dan kematian (Nuru, Zewdu, Amsalu, & Mehretie, 2015).
Perkembangan Dekubitus dapat mengakibatkan beberapa komplikasi.
Kemungkinan komplikasi yang paling serius adalah sepsis. Ketika luka Dekubitus
berkembang dan ada bakteri aerobik atau anaerobik ataupun keduanya, luka
Dekubitus sering menjadi sumber utama terjadinya infeksi (Lyder, 2010). Sepsis yang
berhubungan dengan luka Dekubitus memiliki angka kematian hampir 50%.
Osteomyelitis terjadi sekitar 26% pada luka Dekubitus yang gagal disembuhkan
(Fleming et al., 1995).
Komplikasi luka Dekubitus lainnya meliputi infeksi lokal, Selulitis, dan
Osteomyelitis. Luka Dekubitus yang tidak kunjung sembuh cukup sering
diindikasikan adanya Osteomyelitis yang menjadi penyebab. Kematian dapat juga
dihubungkan dengan perkembangan luka Dekubitus. Faktanya, tingkat kematian telah
dicatat sebanyak 60% dari lanjut usia yang mengalami perkembangan luka Dekubitus
dalam satu tahun setelah keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, pengkajian yang
teliti terhadap luka Dekubitus sangat penting (Lyder, 2010). Pencegahan terhadap
Dekubitus menjadi sangat penting daripada mengobati komplikasi yang
ditimbulkannya dengan biaya yang lebih tinggi. Perawat memiliki peran utama dalam
7
upaya pencegahan Dekubitus sebagai tenaga kesehatan yang pertama mengenali
tanda-tanda ulkus Dekubitus selama pasien dirawat karena berhadapan langsung
selama 24 jam (Mohamed & Weheida, 2015). Ketika pasien telah kembali ke rumah,
maka peran perawatan untuk pencegahan Dekubitus diambil alih oleh keluarga.
Pengetahuan dan kesadaran oleh praktisi penyedia perawatan kesehatan, baik
professional (perawat dan dokter) maupun non profesional (keluarga dan pembatu)
berperan penting dalam deteksi dini tanda-tanda abnormalitas kulit seperti
kemerahan. Langkah-langkah pencegahan dimulai sejak dirumah oleh anggota
keluarga dan sebagai pemberi perawatan dengan meningkatkan status gizi, mencegah
adanya tekanan eksternal, kekuatan akibat gesekan dari reposisi, serta menghindari
kelembaban kulit. Kurangnya pengetahuan dan asing terhadap etiologi pembentukan
luka Dekubitus, secara signifikan pada tingkat masyarakat mengakibatkan munculnya
luka tekan. Tim primer dan non-profesional caregiver memiliki peran penting dalam
pencegahan (Jaul & Menzel, 2014).
Masalahnya, dalam menjalankan peran sebagai caregiver, keluarga
melakukan usaha pencegahan Dekubitus baik tindakan yang dilakukan ataupun yang
tidak dilakukan bukan karena memahami betul secara jelas apa tujuan tindakan
tersebut melainkan hanya karena kebiasaan atau naluri untuk membantu dan
melindungi pasien. Hal ini dapat menurunkan kualitas tindakan pencegahan yang
diberikan jika tidak dilandasi dengan pengetahuan yang cukup dan berakibat pada
8
penurunan konsistensi keluarga dalam merawat (Diharjo, 2000 dalam Narni et al.,
2008).
Menurut teori health belief model (HBM), tindakan atau upaya pemeliharaan
kesehatan dipengaruhi oleh persepsi ancaman terhadap suatu penyakit. Persepsi
ancaman dibentuk oleh beberapa beberapa faktor, yaitu: persepsi kerentanan, persepsi
keseriusan, persepsi manfaat dan persepsi hambatan serta faktor pencetus. Persepsi
terhadap ancaman, kerentanan, keseriusan, manfaat juga hambatan di pengaruhi oleh :
1) variabel demografi (umur, jenis kelamin, latar belakang budaya), 2) variabel sosio-
psikologis (kepribadian, kelas sosial, tekanan sosial), dan 3) variabel struktural
(pengetahuan dan pengalaman sebelumnya) (Maulana, 2009).
Dalam konteks pencegahan Dekubitus oleh family caregiver jika disesuaikan
dengan teori HBM, maka dalam upaya untuk mendorong tindakan pencegahan
dibutuhkan persepsi positif tentang pencegahan Dekubitus yang selanjutnya akan
mendorong keluarga untuk bertindak. Persepsi sendiri dibangun oleh beberapa
variabel yaitu variabel demografi, variabel sosio-psikologis, dan variabel struktural.
Penelitian yang dilakukan Sulastri, Effendy, & Haryani (2008) menunjukkan
tingkat pengetahuan keluarga tentang Dekubitus terbanyak dalam rentang cukup
sebesar 40% dan kurang 33,33 sedangkan yang berpengetahuan baik hanya 26,67%
atau 8 orang dari total 30 responden. Setelah dilakukan edukasi tentang dekubitus
kepada keluarga dalam penelitian Sulastri, Effendy, & Haryani (2008) didapatkan
9
hasil adanya kenaikan nilai rerata skor pengetahuan yang secara simultan juga
berhubungan meningkatkan nilai rerata keterlibatan keluarga dalam pencegahan
Dekubitus. Hasil ini menunjukkan adanya peran pengetahuan dalam mendorong
persepsi keluarga untuk selanjutnya melakukan tindakan pencegahan yang benar.
Mengetahui persepsi keluarga terhadap pencegahan Dekubitus menjadi penting untuk
selanjutnya dijadikan pertimbangan dalam modifikasi faktor yang dapat
mempengaruhi persepsi keluarga untuk melakukan tindakan pencegahan Dekubitus.
B. Rumusan Masalah
Dekubitus menjadi masalah yang sangat serius bagi orang dengan
keterbatasan moblisisasi. Dekubitus merupakan luka pada kulit yang terlokalisasi atau
pada jaringan dibawah tulang yang menonjol akibat tekanan yang terus-menerus atau
tekanan yang disertai dengan gesekan. Risiko Dekubitus meningkat pada pasien
gangguan neurologi seperti stroke dan pada lansia. Dampak dari Dekubitus dapat
mempengaruhi kualitas hidup pasiennya baik dampak terhadap kondisi fisik, sosial,
psikologis, finansial, dampak yang diakibatkan dari gejala Dekubitus, dan dampak
terhadap kesehatan secara umum. Dekubitus juga dapat menjadi penyebab terjadinya
infeksi pada pasien.
Keluarga sebagai family caregiver berperan penting dalam upaya pencegahan
terjadinya luka Dekubitus pada anggota keluarga dengan keterbatasan mobilisasi.
Deteksi dini terhadap kondisi abnormalitas kulit dilakukan oleh keluarga seat pasien
10
di rumah. Kurangnya pengetahuan dan tidak tidak asing tentang pembentukan luka
Dekubitus akan mengakibatkan munculnya luka Dekubitus. Dalam teori HBM,
tindakan atau upaya pemeliharaan kesehatan dipengaruhi oleh persepsi terhadap suatu
penyakit
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk diketahui gambaran
pengetahuan dan persepsi family caregiver tentang pencegahan Dekubitus.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui karakteristik sosio-demografi family caregiver yang memiliki
anggota keluarga berisiko Dekubitus yang terdiri dari jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan, pengalaman dan pendapatan
b. Diketahui gambaran pengetahuan family caregiver yang memiliki anggota
keluarga berisiko Dekubitus tentang Dekubitus
c. Diketahui gambaran persepsi kerentanan, keseriusan Dekubitus, manfaat,
dan hambatan untuk melakukan tindakan preventif Dekubitus.
d. Diketahui distribusi proporsi pengetahuan dan persepsi tentang Dekubitus
berdasarkan karakteristik responden.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi kesehatan
11
Hasil penelitian dapat dijadikan evaluasi serta pertimbangan untuk
dijadikan topik dalam pemberian pendidikan kesehatan kepada masyarakat,
terutama yang memiliki anggota keluarga berisiko Dekubitus. Meskipun
bukan diagnosa utama, Dekubitus dapat menjadi penyebab utama terjadinya
infeksi.
2. Bagi Instansi Pendidikan Keperawatan
Bagi instansi pendidikan, hasil penelitian dapat menjadi dorongan untuk
memberikan pengetahuan serta keterampilan yang profesional kepada peserta
didik sehingga siap menjadi tenaga kesehatan yang mengupayakan preventif
terjadinya Dekubitus saat terjun di masyarakat.
3. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian dapat menjadi informasi terutama pada keluarga dengan
anggota keluarga berisiko Dekubitus. Informasi tersebut diharapkan dapat
dimanfaatkan untuk dipraktekkan dalam upaya pencegahan Dekubitus pada
anggota keluarga yang berisiko Dekubitus.
4. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan dalam menyusun dan melaksanakan penelitian. Selain itu,
penelitian ini menjadi wadah untuk mengamalkan ilmu yang telah didapatkan
dibangku kuliah serta menjadi motivasi untuk mengikuti perkembangan
penelitian terbaru terkait praktek keperawatan. Hasil penelitian juga dapat
12
menjadi acuan atau bahan bagi peneliti selanjutnya khususnya dalam upaya
preventif kejadian Dekubitus di komunitas/masyarakat.
E. Ruang Lingkup
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif, dengan
menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Penelitian ini merupakan
penelitian yang terkait dengan gambaran pengetahuan dan persepsi family caregiver
tentang pencegahan Dekubitus. Lokasi penelitian ini berada di wilayah kerja UPT
Puskesmas Pisangan dan Ciputat.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dekubitus
1. Definisi Dekubitus
Dekubitus adalah cedera lokal pada kulit dan atau permukaan
jaringan, biasanya pada bagian penonjolan tulang, sebagai akibat dari tekanan
atau tekanan yang disertai dengan gaya gesek dan atau friksi. Terdapat
sejumlah faktor kontribusi juga berhubungan dengan luka Dekubitus;
pentingnya faktor-faktor ini masih harus dijelaskan (National Pressure Ulcer
Advisory Panel, National, 2007). Klien dengan penurunan kemampuan
mobilisas, nutrisi yang tidak adekuat, kelembaban kulit yang berlebihan,
penurunan fungsi persepsi sensori, atau penurunan aktifitas merupakan faktor
risiko pengembangan luka Dekubitus (Potter et al., 2011).
Iskemia jaringan, penurunan aliran darah ke jaringan yang berakhir
dengan kematian jaringan, terjadi ketika aliran darah kapiler terhambat seperti
pada kondisi tertekan. Ketika tekanan dihilangkan dalam waktu yang relatif
singkat, akan terjadi fenomena yang disebut hiperemia reaktif (Potter et al.,
2011). Hiperemia aktif normal adalah kemerahan pada kulit akibat dilatasi
pembuluh darah kapiler superfisial. Reaksi hiperemia aktif akan menghilang
dalam waktu kurang dari 1 jam. Respon terhadap terkanan berupa vasodilatasi
dan indurasi yang berlebihan merupakan kelainan hiperemia reaktif. Kulit
tampak berwarna merah muda terang sampai merah. Indurasi adalah edema
14
lokal dibawah kulit. Kelainan hiperemia reaktif dapat hilang dalam waktu
antara lebih dari 1 jam hingga 2 minggu setelah tekanan diatasi (Potter &
Perry, 2012).
Berat badan akan berpindah pada lokasi penonjolan tulang saat klien
dalam posisi berbaring atau duduk. Semakin lama durasi tekanan diberikan,
semakin besar risiko kerusakan kulit. Tekanan mengakibatkan suplai darah
menuju jaringan menurun yang berakhir dengan iskemia. Jika tekanan diatasi
segera akan terdapat periode hiperemia aktif sebagai respon kompensasi dan
hanya efektif jika tekanan dihilangkan sebelum ada nekrosis atau kerusakan
(Potter & Perry, 2012)
2. Faktor Risiko Dekubitus
Ada beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan timbulnya
luka Dekubitus pada klien, yaitu:
a. Gangguan Input Sensorik
Klien berisiko tinggi mengalami gangguan integritas jika terjadi
perubahan atau gangguan pada fungsi persepsi sensorinya, terutama
dalam merasakan nyeri dan tekanan. Klien yang persepsi sensorinya
masih normal akan bereaksi dan mengatahui jika salah satu anggota
tubuhnya mengalami tekanan yang berlebihan atau nyeri, sehingga klien
akan berespon untuk mengubah posisinya atau meminta bantuan untuk
mengubah posisinya (Potter & Perry, 2012).
b. Gangguan Fungsi Motorik
15
Klien yang tidak mampu mengganti posisi secara mandiri berisiko
tinggi mengalami Dekubitus. Nyeri dan tekanan dapat dirasakan oleh
pasien, namun tidak dapat merubah posisi secara mandiri untuk
menurunkan tekanan tersebut. Kondisi ini menjadi peluang terjadinya
pembentukan luka Dekubitus (Potter & Perry, 2012).
c. Perubahan Tingkat Kesadaran
Perubahan tingkat kesadaran yang dialami oleh klien
mengakibatkan ketidakmampuan klien untuk melindungi dirinya sendiri
dari Dekubitus. Klien dengan bingung atau disorientasi mungkin dapat
merasakan tekanan, namun tidak mampu mengerti cara untuk
menghilangkan tekanan tersebut. Klien koma tidak bisa merasakan
tekanan dan tidak mampu mengganti posisinya untuk mengurangi
tekanan (Potter & Perry, 2012).
d. Gips, Traksi, Alat Ortotik, dan peralatan lain
Gips dan traksi mengakibatkan penurunan tingkat mobilisasi klien
dan gerakan ekstremitasnya. Gaya friksi atau tarikan eksternal mekanik
dari permukaan gips akan menggesek lapisan kulit dibawahnya. Hal ini
meningkatkan risiko kerusakan integritas kulit pada klien. Selain itu,
tekanan yang ditimbulkan oleh gips pada kulit karena terlalu ketat saat
dikeringkan atau jika ekstremitas yang bersangkutan mengalami bengkak
menjadi gaya mekanik yang dapat melukai kulit dan menyebabkan
Dekubitus.
Klien yang mengalami fraktur tulang belakang servikal bagian atas
16
akan menggunakan alat ortotik seperti collar neck atau penyangga leher
untuk pengobatannya. Beberapa penyengga leher dapat menekan aliran
kapiler di bagian servikal, yang berisiko menimbulkan Dekubitus. Semua
peralatan yang memberikan tekanan pada kulit klien berisiko
menimbulkan Dekubitus, seperti selang oksigen dan naso gastric tube
(NGT) (Potter & Perry, 2012).
3. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Dekubitus
a. Gaya gesek
Gaya gesek atau geser merupakan gaya yang bekerja pada kulit
ketika kulit dalam posisi diam sedangkan struktur tulang bergerak.
Pembuluh darah yang berada di bawah jaringan akan tertekan dan
terbebani, serta aliran darah yang menuju ke jaringan lebih dalam
terhambat. Akibatnya, akan terjadi perdarahan dan nekrosis pada lapisan
jaringan. Akhirnya pada kulit akan terbentuk suatu saluran sebagai ruang
drainase dari area nekrosis (Potter et al., 2011).
b. Friksi
Friksi merupakan cedera pada kulit yang memiliki penampilan
abrasi. Abrasi merupakan hilangnya lapisan atas kulit, yaitu epidermis.
Friksi dihasilkan oleh dua permukaan yang saling bergesek satu sama
lain. Bagian tubuh yang paling berisiko mengalami friksi adalah siku dan
tumit. Hal ini dikarenakan saat reposisi kedua bagian tersebut mengalami
gesekan dengan alas dibawahnya yang menyebabkan terjadinya abrasi.
Kerusakan kulit yang diakibatkan oleh friksi tampak seperti abrasi
17
(Bryant dan Clark, 2007 dalam Potter et al., 2011).
c. Kelembaban
Kondisi lembab pada kulit meningkatkan resiko pembentukan luka
tekan. Kelembaban menurunkan resistensi kulit terhadap berbagai faktor
fisik lain seperti tekanan dan gesekan. Kelembaban dapat berasal dari
drainase luka, keringat, dan Inkontinensia baik urin maupuk fekal. Kulit
yang lembab dan basah akibat Inkontinensia dapat menyebabkan
kerusakan kulit (Fader, bain, dan Cottenden, 2004 dalam Potter et al.,
2011).
d. Nutrisi
Nutrisi kurang, khususnya kekurangan protein menyebabkan
jaringan yang lunak menjadi rentan terjadi kerusakan. Tingkat protein
yang rendah menyebabkan edema atau pembengkakan yang
berkontribusi mengganggu aliran oksigen serta nutrisi (Pieper, 2007
dalam Potter et al., 2011).
Kekurangan nutrisi mengakibatkan ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Pada pasien yang kehilangan protein berat, hipoalbuminemia
(level serum albumin dibawah 3 g/100mL) mengakibatkan pergeseran
cairan dari ekstraseluler menuju ke jaringan, yang berakhir dengan
edema. Edema meningkatkan resiko pembentukan luka tekan. Suplai
darah menuju jaringan yang edema meunurun, dan produk sisa tetap
tinggal karena terdapatnya perubahan tekanan pada sirkulasi dan dasar
kapiler (Potter et al., 2011).
18
e. Infeksi
Infeksi diakibatkan adanya patogen didalam tubuh. Klien dengan
infeksi biasanya mengalami demam. Infeksi dan demam akan
meningkatkan kebutuhan metabolik tubuh, membuat jaringan yang
hipoksia semakin rentan mengalami cidera karena iskemi. Selain itu,
demam mengakibatkan diaporesis dan meningkatkan kelembaban kulit
yang menjadi predisposisi rusaknya jaringan kulit klien (Potter et al.,
2011).
f. Usia
Struktur kulit berubah seiring dengan usia, penyebab hilangnya
lapisan dermal dan meningkatkan resiko kerusakan kulit. Lansia
memiliki risiko tertinggi terjadinya pembentukan luka tekan, 60%-90%
luka Dekubitus terjadi pada klien yang berusia di atas 65 tahun (Stotts
and Wu, 2007 dalam Potter et al, 2011 ). Neonatus dan balita juga
berisiko tinggi mengalami luka Dekubitus (Noonan, Quigley dan Curly,
2006; WOCN, 2003 dalam Potter et al., 2011).
4. Patogenesis Dekubitus
Terdapat tiga kondisi atau elemen yang menjadi dasar terjadinya
Dekubitus, yaitu: (1) intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler
(Landis, 1930 dalam Potter & Perry, 2012); (2) durasi dan besarnya tekanan
(Koziak, 1959 dalam Potter & Perry, 2012); dan (3) toleransi jaringan (Husain,
1953; Trumble, 1930 dalam Potter & Perry, 2012). Beberapa bagian tubuh
yang sering mengalami Dekubitus adalah sakrum, tumit, siku, maleolus,
19
trokanter besar, dan tuberositis iskial (Meehan, 1994 dalam Potter & Perry,
2012).
Dekubitus muncul sebagai akibat hubungan antara waktu dengan tekanan
(Stotts, 1988 dalam Potter & Perry, 2012). Semakin besar tekanan dan
durasinya, maka semakin besar pula peluang mengalami Dekubitus. Beberapa
tekanan dapat ditoleransi oleh kulit dan jaringan subkutan. Tapi, jika tekanan
eksternal lebih besar dibandingkan tekanan dasar kapiler akan terjadi
penurunan atau kehilangan aliran darah menuju jaringan sekitarnya. Jaringan
tersebut akan kekurangan suplai oksigen atau mengalami hipoksia sehingga
terjadi iskemi. Jika besarnya tekanan tersebut melebihi 32 mmHg dan tidak
disingkirkan dari lokasi yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah akan
menjadi kolaps dan trombosis. Sirkulasi pada jaringan tersebut dapat normal
kembali dengan menghilangkan tekanan sebelum sampai pada titik krisis
melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif. Toleransi kulit terhadap iskemi
lebih besar dibandingan yang dimiliki oleh otot, sehingga perkembangan
Dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan dengan
tekanan yang berujung melebar ke area epidermis (Maklebust, 1995 dalam
Potter & Perry, 2012).
Gaya gesek yang ditimbulkan saat menaikkan posisi klien di atas tidur
juga berkontribusi dalam pembentukan Dekubitus. Efek tekanan juga dapat
diperbesar oleh distribusi berat badan yang tidak merata. Gaya gravitasi
menimbulkan tekanan yang konstan pada tubuh melalui permukaan tempatnya
berada, misalnya kasur (Berecek, 1975 dalam Potter & Perry, 2012). Jika
20
tekanan tidak terbagi secara merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan
yang mendapatkan tekanan akan meningkat. Metabolisme kulit pada titik
tekanan tersbut akan mengalami keabnormalan.
Saat terjadi iskemi, jaringan akan memberikan kompensasi melalui
mekanisme hiperemia reaktif yang memungkinkan jaringan iskemi dialiri lebih
banyak darah ketika tekanan dihilangkan. Peningkatan aliran darah akan
meningkatkan suplai oksigen dan nutrien ke dalam jaringan. Gangguan
metabolik yang dikarenakan oleh tekanan akan berangsur kembali normal.
Equilibrium yang sehat kembali normal, dan nekrosis jaringan dapat dihindari
(Maklebust, 1991; Pires dan Muller, 1991 dalam Potter & Perry, 2012).
Hiperemia reaktif akan memberikan dampak yang optimal hanya jika tekanan
dihilangkan sebelum terjadi kerusakan (potter dan perry).
Derajat ulserasi bergantung pada beberapa faktor, baik faktor intrinsik
maupun ekstrinsik . pada saat tekanan terus berlanjut tanpa interupsi, jaringan
tersebut menjadi kekurangan oksigen dan nutrien yang penting bagi
metabolisme sel dan kemudian sel mengalami hipoksia dan membengkak. Jika
diberikan tekanan pada titik ini, jaringan akan dipenuhi darah karena pembuluh
darah kapiler membesar dan daerah tersebut akan berwarna kemerahan, yang
dikenal secara klinis sebagai hiperemia regional. Periode hiperemia akan
bertahan kira-kira separuh dari lamanya periode hipoksia yang telah terjadi.
Dalam keadaan ini, area yang berada dibawah tekanan dapat dengan
sepenuhnya kembali ke kondisi semula pada saat faktor risiko telah dikenali
dan dihilangkan dan tindakan pencegahan dimulai. Namun, jika tidak diketahui
21
pada titik ini, tekanan tidak akan dapat dihilangkan dan edema sel akan
berkembang menjadi trombosis pembuluh darah kecil, penurunan suplai
oksigen yang lebih lanjut, dan jaringan akan mulai mengalami ulserasi.
(gerontik)
5. Pengkajian Risiko Dekubitus
Terdapat empat instrumen yang dapat digunakan untuk mengkaji risiko
terjadi Dekubitus yang hasilnya dapat secara langsung mengidentifikasi klien
yang berisiko tinggi. Masing-masing instrumen pengkajian memiliki faktor
risiko yang berbeda (5-8 jenis) diurutkan berdasarkan angka. Nilai pengkajian
risiko klien didapat dengan cara menjumlahkan tiap angka yang diberikan
untuk masing-masing faktor risiko. Interpretasi dari nilai numerik berbeda pada
setiap skala.
a. Skala Norton
Skala pertama yang dilaporkan dalam literatur adalah skala Norton
(1962). Skala norton menilai lima faktor risiko, yaitu: kondisi fisik, kodisi
mental, aktivitas, mobilisasi, dan Inkontinensia. Jumlah nilai berada di
rentang 5-20; jumlah nilai rendah mengindikasikan risiko tinggi dan begitu
sebaliknya. Saat ini nilai 16 dianggap sebagai nilai yang berisiko (Norton,
1989 dalam Potter & Perry, 2012).
b. Skala Gosnell
Pada skala Gosnell terdapat 5 faktor yang dinilai, yaitu: status
mental, Inkontinensia, mobilisasi, aktivitas, dan nutrisi. Pada skala Gosnell
terdapat tambahan berupa data demografi, hal-hal lain yang bersifat klinik,
22
dan pedoman kriteria narasi. Total nilai berada pada kisaran 5-20, dengan
total nilai tinggi mengindikasikan risiko Dekubitus (Gosnell, 1987 dalam
Potter & Perrry, 2012).
c. Skala Knoll
Pengkajian skala Knoll didapatkan dari hasil pengembangan faktor
resiko klien yang berada pada ruang perawatan akut rumah sakit besar.
Terdapat delapan faktor risiko yang dinilai dalam skala Knoll, yaitu: status
kesehatan umum, status mental, aktivitas, mobilisasi, Inkontinensia,
asupan nutrisi melalui oral, dan penyakit yang menjadi faktor predisposisi.
Total nilai berada dalam rentang 0-33 dengan interpretasi total nilai tinggi
menunjukkan risiko tinggi terjadi Dekubitus. Nilai risiko berada pada total
nilai 12 atau lebih (Potter & Perry, 2012).
d. Skala Braden
Skala Braden dikembangkan berdasarkan faktor risiko pada populasi
perawatan di rumah (Bergstrom dkk, 1987 dalam Potter & Perry, 2012).
Skala Braden terdiri dari 6 subskala, yaitu: persepsi sensori, kelembaban,
aktifitas, mobilisasi, nutrisi, friksi, dan gesekan (Potter & Perry, 2012).
Braden (2001) dalam Registered Nurse’s Association of Ontario (RNAO)
(2005) menjelaskan interpretasi dari hasil total nilai pengkajian, yaitu: skor
15-18 adalah berisiko, skor 13-14 adalah berisiko sedang, skor 10-12
adalah berisiko tinggi, dan skor ≤9 adalah sangat berisiko tinggi
mengalami Dekubitus (MacLeod et al., 2005).
23
6. Kategori/ Derajat Luka Dekubitus
a. Dicurigai Cedera Jaringan Dalam
Tampak keunguan atau merah maroon yang terlokalisasi pada kulit
yang utuh atau darah diisi blister karena kerusakan akibat penekanan pada
jaringan lunak. Daerah tersebut didahului dengan jaringan terasa nyeri,
keras, lembek, lebih hangat atau dingin dibandingkan jaringan lain yang
berdekatan. Cedera pada jaringan dalam sulit dideteksi pada klien dengan
warna kulit yang gelap.
b. Derajat I
Eritema atau kemerahan tidak pucat pada kulit yang utuh secara
lokal pada bagian kulit dengan penonjolan tulang. Pigmentasi kulit
menjadi gelap mungkin tidak terlihat pucat, namun warna tersebut tampak
berbeda dengan daerah lain disekitarnya.
Daerah kulit tersebut mungkin terasa nyeri, keras, lembek, lebih
hangat atau lebih dingin dari jaringan lainnya. Luka Dekubitus derajat satu
sulit dideteksi pada klien dengan warna kulit yang gelap.
c. Derajat II
Hilangnya sebagian ketebalan kullit meliputi epidermis dan/
dermis yang menghasilkan luka dangkal terbuka dengan warna luka merah
muda tanpa adanya lubang yang dalam atau slaugh. Mungkin juga
didapatkan kerusakan, ruptur atau terbukanya serum. Ulkus superfisial dan
secara klinis terlihat seperti abrasi, lecet, atau lubang yang dangkal.
24
d. Derajat III
Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan yang
rusak atau nekrotik yang mungkin melebar ke bawah, namun tidak sampai
mengenai tulang, otot atau tendon. Ulkus secara klinis terlihat seperti
lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. Dapat
ditemukan juga luka goa (tunnel).
Kedalaman luka derajat III bervariasi sesuai dengan lokasi
anatominya. Pada daerah seperti hidung, telinga, tengkuk dan malleolus
tidak terdapat jaringan subkutan sehingga penampakan derajat III lebih
dangkal. Sebaliknya, pada daerah yang memiliki banyak jaringan adiposa
pembentukan luka dapat terjadi sangat dalam secara signifikan.
e. Derajat IV
Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif;
nekrosis jaringan atau kerusakan mengenai otot, tulang, atau struktur
penyangga (misalnya: tendon, sendi dan lain-lain). Termasuk ditemukan
adanya kerusakan yang dalam dan adanya tunnel.
f. Tidak Terklasifikasi
Kehilangan jaringan secara menyeluruh dimana dasar luka atau
ulkus tertutupi oleh slough (coklat, abu-abu, kuning, atau hijau) atau
eschar (coklat atau hitam) pada dasar luka. Derajat ini tidak dapat
ditentukan karena harus membuang cukup slough dan eschar hingga
terlihat dasar luka dan kedalaman luka yang sebenarnya untuk dapat
diketahui derajat yang sebenarnya (National Pressure Ulcer Advisory
25
Panel National, 2007).
7. Pencegahan Dekubitus
a. Mengurangi/ menghilangkah friksi dan gesekan
Mengurangi friksi dan gaya gesekan dapat dilakukan dengan tindakan
seperti:
1) Mengangkat tubuh pasien ketika akan dipindahkan. Hindari
memindahkan pasien dengan cara digeser baik dari tempat tidur
maupun kursi roda.
2) Hindari mengangkat bagian kepala pasien lebih dari 30 derajat kecuali
terdapat kontraindikasi untuk dielevasi. Posisikan 90 derajat ketika
pasien dalam kondisi duduk baik kursi roda maupun kursi biasa untuk
mengurangi friksi dan gaya gesek.
3) Gunakan perangkat untuk transfer pasien seperti lift, kasur dorong dan
lain-lain.
4) Gunakan alas antara kulit dengan kulit atau kulit dengan peralatan
yang dapat saling bergesekan.
5) Sering berikan minyak yang hipoalergi , krim atau lotion yang dapat
menurunkan ketegangan pada permukaan kulit dan mengurangi gaya
gesekan (Reddy, 2006 dalam dalam Perry et al., 2012).
6) Gunakan transparan film, balutan hidrokoloid atau balutan kulit pada
bagian penonjolan tulang untuk mengurangi friksi.
7) Jaga kondisi hidrasi kulit tetap baik dan lembab
8) Lumasi pispot terlebih dahulu sebelum digunakan ke pasien.
26
Gulingkan pasien ke samping untuk menempatkan pispot bukan
dengan menarik dan mendorong pispot.
9) Lindungi kulit dari kelembaban. Kondisi kulit yang terlalu lembab
akan menurunkan integritas kulit dan merusak lapisan lipid bagian
luar. Oleh karena itu, menurunnya kemampuan mobilisasi berperan
dalam pembentukan luka dan penyebab luka terbuka (Baronoski, 2004
dalam Perry et al., 2012).
b. Minimalisir tekanan
Toleransi jaringan adalah kemampuan kulit dan struktur
pendukungnya untuk menahan efek akibat tekanan yang dapat merugikan
kondisi klien (Braden, 1987 dalam Perry et al., 2012). Imobilisasi
merupakan faktor risiko yang paling signifikan untuk terjadi
pembentukan ulkus Dekubitus. Latihan gerak pasif dapat dilakukan
sebagai pencegahan, pengobatan kontraktur sendi dan rujukan kepada
fisioterapi dapat menajdi pilihan sebagai perawatan tambahan. Pasien
dengan imobilisasi dengan derajat apapun perlu mendapat pengawasan
terhadap pengembangan ulkus Dekubitus.
Pasien memiliki intensitas tekanan lebih besar terhadap penonjolan
tulang ketika duduk di kursi, karena distribusi berat badan tidak
terdistribusi merata. Seiring dengan peningkatan berat badan pada
penonjolan tulang, terdapat kecenderungan tubuh untuk meluncur dalam
gerakan ke bawah, menyebabkan adanya gaya gesek yang dapat merusak
jaringan lunak yang lebih tipis pada area penonjolan tulang. Posisi duduk
27
termasuk duduk diatas tempat tidur dengan elevasi kepala lebih 30
derajat. Ketika dalam posisi ini, penting bagi pasien untuk mengubah
posisinya atau sekedar menggeser tubuhnya setiap 15 menit jika klien
dapat melakukannya secara mandiri. Jika pasien tidak mampu berganti
posisi secara mandiri, maka posisinya harus diubah dengan bantuan
penyedia perawatan tiap jam (Baronoski, 2004 dalam Perry et al., 2012).
c. Alas Pendukung (Kasur dan Tempat Tidur)
Untuk mengurangi bahaya akibat imobilisasi pada sistem kulit dan
muskuloskletal telah dibuat berbagai alas pendukung, termasuk kasur dan
tempat tidur khusus. Perbedaan antara alas pendukung yang dapat
mengurangi tekanan dan alas pendukung yang dapat menghilangkan
tekanan penting untuk dipahami. Alat yang dapat menghilangkan tekanan
dapat mengurangi tekanan antar permukaan (tekanan antara tubuh
dengan alas pendukung) di bawah 32 mmHg (tekanan yang menutupi
kapiler). Alat untuk mengurangi tekanan juga mengurangi tekanan antar
permukaan, tapi tidak di bawah besar tekanan yang menutupi kapiler
(AHCPR, 1994 dalam Potter & Perry, 2012).
Saat memilih alas khusus perlu pengkajian kebutuhan klien secara
keseluruhan oleh perawat atau tenaga kesehata pemberi perawatan. The
Support Surface Consesus Panel mengidentifikasi 3 tujuan alat
pendukung tersebut, yaitu: kenyamanan, kontrol postur tubuh, dan
manajemen tekanan. Alat pendukung dan hubungannya dengan setiap
tiga tujuan perlu dievaluasi melalui 9 parameter, yaitu: harapan hidup,
28
kontrol kelembaban kulit, kontrol suhu kulit, redistribusi tekanan,
perlunya servis produk, perlindungan dari jatuh, kontrol infeksi,
kemudahan terbakar api, dan sriksi klien/produk (Krouskop dan van
Rijswijk, 1995 dalam Potter & Perry, 2012). Klien dan keluarga perlu
diberi pemahaman alasan dan cara menggunakan tempat tidur tersebut
yang tepat. Klien yang berisiko dapat dikurangi pembentukan luka
Dekubitus jika kasur dan tempat tidur digunakan dengan tepat (Potter &
Perry, 2012).
d. Mengelola Kelembaban
Mengelola kelembaban dari keringat, drainase luka dan
Inkontinensia merupakan faktor-faktor yang penting dalam pencegahan
luka Dekubitus. Kelembaban yang disebabkan oleh Inkontinensia dapat
menjadi pemicu perkembangan luka Dekubitus dengan maserasi kulit
dan peningkatan friksi (Ratliff, 1999 dalam Perry et al., 2012). Tindakan
yang dapat dilakukan:
1) Evaluasi tipe Inkontinensia klien, urin atau fekal atau keduanya dan
faktor yang berkontribusi lainnya. Hilangkan jika memungkinkan
2) Lakukan jadwal toileting atau program bowel/bladder secara tepat.
3) Cek kondisi Inkontinensia minimal tiap 2 jam dan sesuai kebutuhan.
4) Bersihkan kulit setelah periode Inkontinensia dengan air. Hindari
menggosok atau friksi yang berlebihan karena dapat melukai kulit
jeter, 1996 dalam Perry et al., 2012).
29
5) Gunakan pelembab perlindungan kulit (misal: krim, salep) sesuai
kebutuhan untuk menjaga dan mempertahankan keutuhan kulit, atau
merawat kulit yang sudah luka.
6) Pilih underpad dan celana yang memiliki daya serap tinggi terhadap
Inkontinensia untuk mencegah kelembaban yang menjadi penyebab
maserasi.
7) Pertimbangkan penggunaan perangkat penampung tinja (misal:
kantong rektal, selang rektal). Kaji konsistensi tinja, frekuensi dan
efektifitas tindakan diatas sebelum penggunaan alat dimulai, tapi
gunakan perangkat sebelum terjadi kerusakan kulit.
8) Kaji adanya candidiasis dan obati secara tepat (Evans, 2003 dalam
Perry et al., 2012)
9) Tampung dan bersihkan drainase luka
10) Hindari adanya lipatan kulit, ganti pakaian klien sesuai kebutuhan
(Wound, Ostomy, and Continence Nurse Society, 2003 dalam Perry
et al., 2012)
11) Ganti linen atau sprei secara berkala untuk menghindari keringat
yang berlebihan.
e. Pertahankan Asupan Nutrisi dan Cairan yang Adekuat
Intervensi pengeloaan nutrisi dan pengembangan rencana
perawatan nutrisi dapat mengidentifikasi dan mengatasi masalah nutrisi
yang terjadi. Nutrisi yang tidak adekuat dapat menjadi faktor risiko
reversibel untuk luka Dekubitus. Tindakan:
30
Lengkapi pengkajian untuk pencegahan atau pengobatan luka
Dekubitus, meliputi:
1) Pengkajian kebutuhan nutrisi, protein, kalori, cairan, vitamin dan
mineral Keast, 2007 dalam Perry et al., 2012);
2) Kecukupan asupan oral, baik riwayat terdahulu maupun aktual saat
ini (Dorner, 2004 dalam Perry et al., 2012);
3) Hambatan menerima nutrisi yang optimal, meliputi kemampuan
menelan, mengunyah, dan implikasi sosial (Dorner, 2004 dalam
Perry et al., 2012);
4) Fungsi kognitif, termasuk kemampuan makan secara mandiri
(Dorner, 2004 dalam Perry et al., 2012);
5) Review kondisi kesehatan pasien dan penyakit kronis yang
menyertai, meliputi: kontrol diabetes dan penyakit ginjal (European
Pressure Ulcer Advisory Panel, 2009 dalam Perry et al., 2012);
6) Indikator antropometri dan biokimia, seperti indeks massa tubuh,
perubahan berat badan dan skala Braden (European Pressure Ulcer
Advisory Panel, 2009 dalam Perry et al., 2012);
7) Catat riwayat berat badan dan kehilangan berat badan;
8) Tingkat aktifitas.
Nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan terhadap luka Dekubitus harus
secara individual dan menyertakan partisipasi pasien dalam perencanaannya.
Intervesi nutrisi perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
1) Pengkajian kebutuhan
31
2) Kecukupan gizi saat ini dan sejauh mana kekurangan nutrisi serta
cairan
3) Hambatan dalam mencapai nutrisi yang optimal
4) Stastus penyakit
5) Antropometri
6) Indikator biokimia dan klinis status gizi
7) Pertimbangan yang berkaitan dengan hidup bersama
8) Tujuan dan harapapan pasien (Keast, 2007 dalam Perry et al., 2012)
9) Edukasi kepada klien/pemberi perawatan
Edukasi kepada pasien bagian penting dalam pencegahan dan pengobatan
luka Dekubitus. Pasien, keluarga dan pemberi perawatan merupakan kunci
untuk mencegah, memenejemen dan mengobati luka Dekubitus. Topik
edukasi yang harus diberikan meliputi:
1) Penyebab luka Dekubitus
2) Cara pencegahan luka Dekubitus
3) Kebutuhan nutrisi, dan
4) Pengaturan posisi
(Perry D, Borchert K, Burke S, Chick K, Johnson K, Kraft W, Patel B, 2012)
8. Manajemen Dekubitus
Manajemen luka Dekubitus memerlukan pendekatan antar disiplin
ilmu, termasuk dokter, ahli dermatologi, konsultan penyakit infeksi, pekerja
sosial, ahli psikologis, ahli gizi, perawat luka, ahli rehabilitasi dan
32
pembedahan. Komponen dasar dari manajemen luka Dekubitus adalah
mengurangi tekanan pada kulit, debridemen jaringan nekrotik, membersihkan
luka, mengelola perkembangan bakteri dan kolonisasi, dan memilih jenis
balutan. Peralatan yang menurunkan tekanan di perawatan pencegahan juga
dapat digunakan untuk medikasi, seperti alas kasur khusus. Alas statis sangat
berguna pada pasien yang dapat merubah posisi secara mandiri. Alas
kehilangan sedikit udara (low-air-loss) mungkin dibutuhkan untuk pasien
dengan luka dekubitu multipel atau luka yang tidak sembuh, setelah operasi,
atau ketika alas stastis tidak efektif.
Pengkajian nyeri harus dilengkapi, khususnya selama reposisi,
penggantian balutan, dan debridemen. Pasien dengan risiko tinggi terjadi luka
Dekubitus biasanya sensasi nyerinya terdapat gangguan. Tujuan pengajian ini
untuk mengurangi nyeri dengan menutup luka, menyesuaikan tekanan pada
permukaan luka, dan pemberian analgesik topikal atau sistemik.
Jaringan nekrotik dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dan
kegagalan penyembuhan luka, bagian nekrotik harus didebridemen hingga
eskar dihilangkan dan jaringan granulasi berkembang. Namun, debridemen
tidak direkomendasikan untuk luka Dekubitus pada tumit yang stabil, eskar
kering tanpa edema, eritema, serta drainase. Metode debridemen meliputi
pembedahan, mekanikal, enzimatik, dan autolitik. Debridemen bedah
menggunakan pisau atau gunting bedah, atau benda tajam lain. Meskipun lebih
ekstensif, debridemen bedah harus dilakukan di ruang operasi. Debridemen
bedah dibutuhkan jika terjadi infeksi atau menghilangkan eskar yang tebal dan
33
luas. Penyembuhan setelah debridemen bedah memerlukan vaskularisasi yang
adekuat.
Debridemen mekanikal mengandung balutan basah hingga kering,
hidroterapi, irigasi luka, dan whirlpool. Balutan basah hingga kering harus
benar-benar kering sebelum menarik balutan tipis yang telah menempel pada
jaringan Dekubitus. Namun, jaringan yang tidak nekrotik dapat ikut terkelupas
serta rasa nyeri selama proses debridement. Hidroterapi dengan debridemen
guyuran whirlpool dapat menghilangkan debris. Debridemen enzimatik
berguna pada pasien perawatan jangka panjang yang tidak bisa mentoleransi
debridemen bedah, namun cara ini membutuhkan waktu lama untuk efektif dan
mungkin tidak berguna jika ada infeksi.
Luka perlu dibersihkan dan diganti balutan. Menggunakan syringe 35
mL dan 19-gauge angiokateter dapat memberikan tekanan yang kuat namun
aman; gunakan normal salin untuk irigasi lebih dianjurkan. Pembersihan luka
dengan antiseptik atau hydrogen peroxide dapat merusak jaringan granulasi.
Balutan yang menjaga lingkungan luka tetap lembab dapat memfasilitasi
penyembuhan dan dapat digunakan untuk debridemen autolitik. Balutan
sintetik mengurangi waktu perawatan, penyebab kurangnya ketidaknyamanan,
dan berpotensial menyediakan kelembaban yang konsisten. Jenis balutan
meliputi transparan film, hydrogels, alginates, foams, dan
hydrocolloids.Transparan film efektif menahan kelembaban, dan mungkin
digunakan sendirian untuk luka yang setengah tebal atau dikombinasikan
dengan hidrogel atau hidrokoloid untuk luka yang tebal dan penuh. Hydrogels
34
dapat digunakan untuk luka dalam dengan eksudat. Alginates dan foams adalah
tinggi penyerapan dan sangat berguna pada luka dengan eksudat sedang hingga
banyak. Hidrokoloid menahan kelembaban dan cocok untuk debridemen
autolitik. Pemilihan jenis balutan dilakukan oleh diagnosa klinis dan
karakteristik luka (Bluestein & Javaheri, 2008)
35
Bagan 2.1 Algoritma Manajemen Luka Dekubitus
Hess CT Wound care, 4th ed. Springhouse, Penn: Springhouse,
2002:54-55 dalam Daniel dan Ashkan 2008
Luka bersih, tanpa
selulitis
Derajat I
Gunakan
balutan
protektif,
sesuai
kebutuhan
Gunakan
balutan
lembab,
seperti
transparan
film;
bersihkan
luka
Derajat II Derajat III,
tanpa
jaringan
nekrotik
Gunakan balutan
lembab hingga balutan
penyerap, seperti
hydrogel, foam, atau
alginate; pertimbangkan
konsultasi pembedahan,
sesaui kebutuhan;
bersihkan luka
Derajat IV,
tanpa
jaringan
nekrotik
Luka bersih,
dengan
selulitis
Infeksi
lokal Infeksi
sistemik
atau
perkemban
gan selulitis
Tidak ada
kemajuan
setelah 14
hari
Antibiotik
topikal, gunakan
balutan lembab
dan penyerap;
bersihkan luka
Tidak ada
perkembangan
penyembuhan luka
setelah 2-4 minggu;
selulitis persisten
atau ada sepsis
Kultur jaringan;
pertimbangkan
osteomielitis
Antibiotik
sistemik, gunakan
balutan lembab-
penyerap,
bersihkan luka
Jaringan
nekrotik
(derajat III
atau IV)
Lakukan
debridemen
bedah, jika
terdapat selulitis
atau sepsis
Gunakan
debridemen
autolitik,
enzimatik, atau
mekanikal jika
tidak gawat
Gunakan
balutan
lembab-
penyerap;
bersihkan
luka
36
B. Keluarga
1. Definisi Keluarga
Definisi untuk keluarga bervariasi dan beragam. The U.S. Census
Bureau (2006) dalam Melanie dan Bridgette (2009) mendefinisikan keluarga
merupakan satu atau lebih orang yang hidup bersama dan berhubungan oleh
kelahiran, pernikahan, atau adopsi. Sebuah rumah tangga dapat terdiri dari satu
kelompok tersebut, lebih dari satu atau tidak sama sekali. Hitungan kelompok
keluarga meliputi rumah tangga, subfamili yang memiliki hubungan dan
subfamili yang tidak tidak memiliki keterkaitan (McEwen & Pullis, 2009).
Menurut Friedman (2010) keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan
oleh kebersamaan dan kedekatan emosional serta yang mengidentifikasi diri
sebagai bagian dari keluarga (Friedman & Marilyn, 2010).
Menurut Undang-Undang RI nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah
unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri
dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Republik
Indonesia, 2009).
2. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (2010), fungsi keluarga secara umum adalah sebagai
berikut:
a. Fungsi Afektif adalah fungsi pokok keluarga untuk mempersiapkan
anggotanya dalam berhubungan dengan orang lain. Fungsi afektif
dibutuhkan untuk proses perkembangan individu dan psikososial anggota
37
keluarga;
b. Fungsi sosialisasi adalah fungsi adalah fungsi yang berperan dalam
mengembangkan dan melatih anggota keluarga dalam hidup bersosial
sebelum mereka meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang
lain di luar rumah;
c. Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan
menjaga kelangsungan hidup;
d. Fungsi ekonomi adalah fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhannya
secara ekonomi dan tempat bagi individu untuk mengembangkan
kemampuan dalam meningkatkan penghasilan guna memenuhi kebutuhan
keluarga;
e. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan, yaitu fungsi untuk
mencapai dan mempertahankan kondisi sehat seluruh anggota keluarga
agar tetap memiliki produktifitas tinggi. Kemampuan keluarga dalam
memberikan perawatan kesehatan berpengaruh terhadap status kesehatan
keluarga (Friedman & Marilyn, 2010) .
3. Tugas Kesehatan Keluarga
Baiton dan Maglaya (1998) dalam Efendi dan Makhfuldi (2009) tugas
kesehatan keluarga meliputi:
a. Mengenal masalah kesehatan
Mengenali dan interpretasi masalah kesehatan/penyakit
dipengaruhi oleh keluarga. Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga
yang tidak dapat diacuhkan karena kondisi sakit akan menurunkan arti
38
dari hidup dan menjadi akar habisnya kekuatan sumber daya serta dana
keluarga. Orang tua perlu mengetahui kondisi kesehatan dan perubahan-
perubahan yang dialami anggota keluarga.
Mengenali masalah kesehatan keluarga diawali saat suatu gejala
individu (1) dikenali; (2) diinterpretasi terkait dengan keparahannya,
kemungkinan etiologi, dan makna atau artinya; (3) dirasakan sebagai
kondisi yang mengganggu oleh individu yang mengalami gejala tersebut
dan keluarga. Tahap ini terdiri dari keyakinan keluarga akan gejala
seorang anggota keluarga dan bagaimana menangani penyakit tersebut.
b. Mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat.
Tugas ini adalah usaha keluarga untuk mencari pertolongan yang
tepat sesuai dengan kondisi keluarga. Pencarian keperawatan dimulai
ketika keluarga menetapkan anggota yang sakit benar-benar sakit dan
membutuhkan pertolongan. Individu dan keluarga mulai mencari
pengobatan, informasi, saran, dan validasi profesional dari keluarga
besar, teman, tetangga, dan pihak non profesional lainnya. Ketetapan
terkait apakah anggota keluarga yang sakit sebaiknya ditangani di rumah,
di klinik atau di rumah sakit, cenderung di musyawarahkan di dalam
keluarga.
c. Merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
Ketika keluarga memberikan perawatan kepada anggota
keluarganya yang sakit, keluarga perlu memahami bagaimana kondisi
penyakitnya, sifat dan perkembangan perawatan yang diperlukan,
39
fasilitas yang dibutuhkan, sumber-sumber yang ada dalam keluarga, dan
bagaimana sikap keluarga terhadap sakit.
d. Modifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
Ketika memodifikasi lingkungan atau membuat suasana rumah
yang sehat, keluarga perlu mengetahui beberapa hal, yaitu: sumber-
sumber yang dimiliki keluarga, manfaat pemeliharaan lingkungan,
urgensi higiene sanitasi, upaya pencegahan penyakit, dan sikap atau
pandangan keluarga terhadap higiene sanitasi.
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga
Keluarga mulai memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan ketika
dilakukan komunikasi dengan pelayanan kesehatan profesional atau
praktisi pengobatan tradisional. Keluarga menjadi agen utama dalam
melakukan rujukan kesehatan bagi anggota keluarganya yang sakit ke
jenis layanan atau praktisi yang dinilai tepat (Efendi & Makhfuldi, 2009).
C. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi melalui proses
sensoris khususnya mata dan telinga kepada objek tertentu. Pengetahuan adalah
domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt
behaviour). Perilaku yang berdasarkan pengetahuan umumnya bersifat lama
(Sumaryo, 2004). Pengetahuan juga didefinisikan sebagai pencerminan objek-
objek eksternal di alam lain pikiran (Marhaeni, 2010).
40
2. Tingkat pengetahuan
Notoatmodjo (2007) menjabarkan cakupan pengetahuan dalam domain
kognitif dalam 6 tingkatan, antara lain:
a. Tahu (Know)
Tahu didefinisikan sebagai aktivitas mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang khusus dari seluruh
materi yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena
itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (Comperhension)
Memahami berarti mampu untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang sudah paham harus mampu menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan berkapasitas atau mampu untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya. Aplikasi ini
dapat diartikan sebagai aplikasi penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu
struktur organisasi, dan masih berkaitan satu sama lain. Kapasitas
41
melakukan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan (membuat bagan), memisahkan, membedakan,
mengklasifikasikan dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis merujuk pada kemampuan untuk meletakkan atau
menyatukan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis merupakan kemampuan untuk menata
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Seperti dapat
menyusun, dapat menyesuaikan, dapat merencanakan, dan sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Mampu untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
materi disebut evaluasi. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria
yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang telah ada.
3. Sumber Pengetahuan
a. Sumber pertama yaitu dari kepercayaan berdasarkan tradisi, adat dan
agama yang berup nilai-nilai warisan nenek moyang. Sumber
pengetahuan ini umumnya berbntuk norma-norma dan kaidah-kaidah
baku yang berlaku didalam kehidupan sehri-hari. Didalam norma dan
kaidah tersebut memuat pengetahuan yang keabsahannya boleh jadi tidak
dapat dibuktikan secara rasional dan empiris, tetapi susah dikritik untuk
diganti begitu saja (Suhartono, 2005).
42
b. Sumber kedua pengetahuan yaitu berdasarkan otoritas kesaksian orang
lain, juga masih dipengaruhi oleh kepercayaan. Pihak-pihak pemegang
otoritas kebenaran pengetahuan yang dapat dipercayai adalah orangtua,
guru, ulama, orang yang dituakan, dan sebagainya. Perkataan yang
disampaikan oleh mereka tentang baik atau buruk, benar atau salah, dan
indah atau kelek, biasanya akan diikuti dan dijalankandengan patuh tanpa
kritik. Boleh jadi sumber pengetahuan ini mengandung kebenaran,
namun permasalahannya terletak pada sejauh mana orang-orang tersebut
dapat dipercaya (Suhartono, 2005).
c. Sumber ketiga adalah pengalaman inderawi. Pengalaman inderawi adalah
alat vital bagi manusia sebagai kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan
mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit, orang dapat melihat secara
langsung dan dapat pula melakukan kegiatan hidup (Suhartono, 2005)
d. Sumber keempat berupa akal pikiran. Akal pikiran memiliki sifat lebih
rohani dibandingkan dengan panca indera. Oleh sebab itu, lingkup
kemampuannya melebihi panca indera, yang melampaui batas-batas fisis
sampai pada hal-hal yang bersifat metafisis. Karena itu, akal pikiran
senantiasa bersikap meragukan kebenaran pengetahuan inderawi sebagai
pengetahuan semu dan menyesatkan (Suhartono, 2006).
e. Sumber kelima adalah intuisi. Sumber ini berupa gerak hati yang paling
dalam. Sehingga sumber pengetahuan ini sangat bersifat spiritual,
menembus ambang batas ketinggian akal pikiran dan kedalaman
pengalaman. Pengetahuan yang bersumber dari intuisi merupakan
43
pengalaman batin yang bersifat langsung. Artinya, tenpa melewati
sentuhan indera ataupun olahan akal pikiran. Dengan demikian,
pengetahuan intuitif ini kebenarannya tidak dapat diuji baik menurut
ukuran pengelaman inderawi maupun akal pikiran. Karena itu tidak dapat
berlaku umum, hanya berlaku secara personal saja (Suhartono, 2005)
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) dan Sukmadinata (2003) terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu:
a. Tingkat pendidikan
Kemampuan atau kapasitas belajar yang dimiliki manusia
merupakan bekal yang sangat pokok. Tingkat pendidikan tentu dapat
menghasilkan suatu perubahan dalam pengetahuan.
b. Paparan media massa (akses informasi)
Berbagai informasi dapat diperoleh oleh masyarakat melalui
berbagai media, baik cetak maupun elektronik. Seseorang yang lebih
sering terpapar dengan media massa (TV< radio, majalah, dan lain-lain)
akan memperoleh dan memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan
dengan orang yang jarang atau bahkan tidak pernah terpapar dengan
informasi media. Hal ini menunjukkan bahwa paparan media massa
mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang.
44
c. Budaya
Budaya mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang melalui
penyaringan terhadap informasi-informasi baru yang diterima untuk
selanjutnya disesuaikan dengan kebudayaan yang dianutnya.
d. Pengalaman
Pengalaman disini berhubungan dengan usia, tingkat pendidikan
yang tinggi akan memiliki pengalaman yang luas, begitupun dengan usia
orang tersebut pengalamannya juga akan semakin bertambah.
e. Sosial ekonomi
Lingkungan sosial akan mendorong tingginya pengetahuan
seseorang, sedangkan ekonomi dihubungkan dengan daya pendidikan yang
ditempuh seseorang sehingga memperluas pengetahuan seseorang.
5. Alat ukur pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat diidentifikasi melalui wawancara atau
angket yang menyatakan isi materi yang ingin diukur dari responden
(Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan responden akan ditentukan dengan
sebarapa jauh kemampuannya dalam menjawab pertanyaan mengenai
Dekubitus.
D. Persepsi
1. Definisi
Persepsi merupakan sebuah proses yang diawali oleh pengideraan.
Penginderaan adalah suatu proses diterimanya stimulus oleh seseorang
45
melewati alat penerima yaitu alat indera. Selanjutnya, stimulus itu dilanjutkan
oleh syaraf untu dibawa menuju ke otak sebagai pusat susunan saraf yang
selanjutnya masuk dalam proses persepsi. Proses penginderaan terjadi setiap
waktu, yaitu pada saat seseorang menerima stimulus yang mengenai dirinya
melalui alat indera. Alat indera merupakan penghubung antara individu
dengan dunia luarnya (Brabca, 964; Woodwoeth dan Marquis, 1957 dalam).
Stimulus mengenai individu itu selanjutnya diorganisasikan,
diinterpretasikan, sehingga seseorang menyadari tentang apa yang
diinderanya itu. Proses inilan yang dinamakan dengan persepsi. Jadi sesuatu
akan menjadi berarti setelah sesuatu iru yang menjadi stimulus diterima oleh
alat indera yang kemudian mengalami proses persepsi yang diorganisasi dan
diinterpretasikan (Davidoff, 1981 dalam (Wagito, 2003).
Dalam psikologi, persepsi secara umum didefinisikan sebagai proses
peroleh, penafsiran, pemilihan, serta pengaturan informasi yang diterima oleh
alat indera (Sarwono et al., 2014). Sedangkan menurut Desi-derato (1976)
dalam Luthfi dkk (2009) mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman
tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang didapatkan dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi menyuguhkan arti
pada stimuli inderawi. Sensasi dalam hubungannya dengan persepsi adalah
menjadi bagian yang dilalui untuk proses persepsi. Meskipun begitu,
mengartikan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi
juga atensi, ekspektasi, motivasi, memori serta prasangka sosial.
46
2. Jenis Persepsi
Persepsi dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan objek persepsi, yaitu:
a. Things Perception/ persepsi benda/ barang, yaitu persepsi terhadap
objek yang berupa benda atau barang atau selain manusia.
b. Social perception/ persepsi sosial, yaitu persepsi dimana yang menjadi
objek persepsinya adalah manusia atau orang. Bimo Walgito
membedakan antara persepsi terhadap diri sendiri (self
perception)dengan social perception. Persepsi sosial terdiri dari
persepsi terhadap orang lain dan persepsi terhadap interaksi sosial
(interpersonal perception) (Luthfi, Saloom, & Yasun, 2009).
3. Faktor yang mempengaruhi Persepsi
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah sebagai berikut:
a. Diri orang yang bersangkutan sendiri. Interpretasi seseorang tentang
apa yang dilihatnya dipengaruhi oleh karakteristik individual, seperti
sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman, dan harapan.
b. Sasaran persepsi, sasaran persepsi dapat berupa orang , benda, atau
peristiwa. Sasaran persepsi orang dapat dikarenakan adanya
kesamaan, kedekatan, kebetulan atau penggenarisasian.
c. Faktor situasi, kondisi yang tidak wajar atau umum dapat menarik
perhatian dan mempengaruhi persepsi. Misalnya orang yang
menggunakan pakaian renang pada situasi yang tidak ada
47
hubungannya dengan berenang akan sangat menarik perhatian,
karena bukan hal yang wajar (Sukadji dalam Luthfi et al., 2009).
E. Health Belief Model (HBM)
Teori Health Belief Model (HBM) dikembangkan mulai tahun 1950 oleh
kelompok ahli psikologi sosial dalam pelayanan kesehatan masyarakat Amerika.
Model ini digunakan dalam upaya mendeskripsikan secara luas kegagalan
keikutsertaan masyarakat dalam program preventif atau deteksi penyakit
(Houchbaum, 1958; Rosenstock, 1974 dalam Glanz dkk., 1997 dalam Maulana,
2009). Model ini merupakan salah satu model pertama yang dirancang untuk
mengajak penduduk melakukan tindakan ke arah kesehatan positif. Hal yang
dititikberatkan pada model ini adalah peranan persepsi kerentanan terhadap
suatu penyakit dan kefektifan potensial dalam pengobatan (Bensley, 2009).
HBM adalah model kognitif, yang digunakan untuk memprediksi
perilaku peningkatan kesehatan. Dalam pandangan teori HBM, probabilitas
seseorang melakukan tindakan pencegahan dipengaruhi secara langsung dari
hasil 2 penilaian kesehatan (heakth belief), antara lain sebagai berikut:
1. Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or
illness)
Ancaman dalam hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang
berasumsi bahwa penyakit benar-benar menjadi ancaman bagi diri mereka,
sehingga jika ancaman yang dirasakan meningkat, perilaku preventif juga
48
akan meningkat. Penilaian terhadap ancaman yang dirasakan dipengaruhi
pada hal-hal berikut:
a. Ketidakkebalan yang dirasakan (perceived vulnerability)
Seseorang mungkin dapat membuat masalah kesehatannya sendiri
sesuai dengan kondisi.
b. Keseriusan yang dirasakan (perceived severity)
Individu menilai keseriusan atau keparahan penyakit jika penyakit
tersebut timbul akibat tindakan individu tersebut atau penyakit
diacuhkan tidak ditangani.
2. Keuntungan dan kerugian (benefits and costs)
Pertimbangan mengenai keuntungan atau manfaat serta kerugian
yang akan diperoleh dari perilaku pencegahan menjadi bahan
pertimbangan dalam memutuskan untuk melakukan tindakan pencegahan
atau tidak.
3. Petunjuk berperilaku atau keyakinan terhadap posisi yang menonjol
(salient position)
Hal ini berupa berbagai informasi dari luar atau nasihat tentang
permasalahan kesehatan seperti media massa, kampanye, penyakit dari
anggota keluarga yang lain atau teman.
Ancaman, keseriusan, ketidakkebalan, pertimbangan keuntungan
dan kerugian dipengaruhi oleh : 1) variabel demografi (umur, jenis
kelamin, latar belakang budaya), 2) variabel sosio-psikologis (kepribadian,
49
kelas sosial, tekanan sosial), dan 3) variabel struktural (pengetahuan dan
pengalaman sebelumnya) (Maulana, 2009). Bagan konsep teori Health
Belief Model (HBM) dapat digambarkan seperti berikut (Noorkasiani,
Heryati, & Ismail, 2009):
Bagan 2.2 Health Belief Model
F. Penelitian Terkait
1. Tingkat Pengetahuan Keluarga Klien tentang pencegahan Dekubitus di RS.
Dr. Soekardjo Tasikmalaya Kota Tasikmalaya
Rismawan (2014) melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Tingkat
Pengetahuan Keluarga Klien tentang pencegahan Dekubitus terhadap
Kejadian Dekubitus pada Pasien Bedrest Total di RS. Dr. Soekardjo
Tasikmalaya Kota Tasikmalaya. Penelitian ini menggunakan metode
Variabel Demografi (usia, jenis
kelamin, ras, etnik,dsb)
Variabel sosio-psikologis (kepribadian, kelas sosial, teman
seusia, dsb)
Variabel struktural (pengetahuan,
pengealaman)
- Kemungkinan terkena
penyakit X
- Kemungkinan derajat
keparahan penyakit X
Kecenderungan dalam
melakukan pencegahan kesehatan yang
direkomendasikan
Kemungkinan pengobatan
terhadap penyakit X
Kemungkinan keuntungan
yang diperoleh dari upaya
preventif dikurangi
keumngkinan halangan yang dihadapi dalam upaya
pencegahan
Faktor pencetus untuk bertindak:
- Kampanye dari media massa
- Surat peringatan dari dokter
- Anggota keluarga atau teman yang sakit
- Artikel surat kabar atau majalah
50
analitik asosiatif dengan desain penelitian observatif. Dalam mengukur
tingkat pengetahuan keluarga instrumen yang digunakan berupa pedoman
wawancara dengan soal sebanyak 10 butir dan lembar observasi untuk
menilai kejadian Dekubitus. Hasil penelitian menunjukkan tingkat
pengetahuan keluarga tentang Dekubitus rendah, dibuktikan dengan jumlah
keluarga yang mengerti 0%, kurang mengerti 23% dan tidak mengerti 87%.
Selain itu juga didapatkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan
keluarga dengan kejadian Dekubitus (p value = 0,045). Penelitian ini
berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, dimana
responden adalah family caregiver di komunitas bukan di rumah sakit.
2. Manfaat Pendidikan Kesehatan dan Minyak Kelapa terhadap Pencegahan
Dekubitus
Sunaryanti & Muladi (2014) melakukan penelitian tentang manfaat
pendidikan kesehatan dan minyak kelapa terhadap pencegahan Dekubitus.
Peneitian dilakukan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Karanganyar. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen dengan
randomized cotrolled triali. Populasi yang digunakan pada penelitian
tersebut adalah pasien yang berisiko mengalami luka dekubitus di
masyarakat, dengan melakukan pengkajian risiko dekubitus menggunakan
skala Norton yang berskor < 14. Analisis yang digunakan berupa uji
univariat dan bivariat berupa uji t. Hasil penelitian didapatkan 38 orang
berisiko Dekubitus melalui pengkajian skala Norton sebelumnya. Dari
jumlah sampel, diperoleh warga dengan skor resiko sedang sebanyak 18
51
orang (47,4%) sedangkan 20 (52,6%) orang sisanya memiliki skor resiko
berat mengalami Dekubitus. Betty dan Amik (2014) selanjutnya mengukur
efektifitas pemberian minyak kelapa dan penyuluhan sebagai pencegahan
Dekubitus. Hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan antara pemberian
minyak kelapa dan penyuluhan kesehatan tentang reposisi terhadap
pencegahan Dekubitus dibandingkan perlakuan pemberian minyak kelapa
saja atau penyuluhan tentang reposisi saja (Sunaryanti & Muladi, 2014).
3. Pengetahuan dan Keterlibatan Keluarga dalam Pencegahan Dekubitus
Sulastri et al., (2008) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh
Pemberian Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan dan Keterlibatan
Keluarga dalam Pencegahan Dekubitus pada Pasien Tirah Baring. Penelitian
yang dilakukan berupa kuasi eksperimen dengan desain satu kelompok
pretest-posttest. Pengukuran tingkat pengetahuan keluarga menggunakan
kuesioner dengan jumlah pertanyaan 16 butir. Hasil penilaian pengetahuan
didapatkan hasil 33,33% responden berpengetahuan kurang, 40% cukup dan
26,67% baik. Setelah dilakukan edukasi terdapat perubahan skor nilai
pengetahuan pada responden dengan selisih nilai sebelum dan setelah
edukasi sebesar 3,6. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya hubungan
antara pendidikan kesehatan dengan keterlibatan keluarga dalam
pencegahan dekubitus, dimana terdapat perbedaan nilai rerata keterlibatan
keluarga sebelum dan setelah pendidikan kesehatan sebesar 0,83.
52
G. Kerangka Teori
Bagan 2.3 Kerangka Teori Diadaptasi dari Teori Health Beliefe Model
(Glanz, dkk, 1998 dalam Maulana, 2009), Potter&Perry (2012), Potter et al., (2011),
dan Efendi & Makhfuldi (2009)
Variabel Demografi
(usia, jenis kelamin)
Variabel sosio-psikologis
(tingkat ekonomi, tingkat pendidikan)
Variabel struktural (pengetahuan,
pengealaman merawat pasien
imoblisasi)
- Persepsi keseriusan
Dekubitus
- Persepsi kerentanan
terhadap Dekubitus
Kecenderungan dalam
melakukan pencegahan
Dekubitus
Kemungkinan pengobatan
terhadap Dekubitus
Kemungkinan keuntungan
yang diperoleh dari upaya
preventif dikurangi
keumngkinan halangan yang
dihadapi dalam upaya
pencegahan Dekubitus
Faktor pencetus untuk bertindak:
- Kampanye dari media massa
- Surat peringatan dari dokter
- Anggota keluarga atau teman yang sakit
- Artikel surat kabar atau majalah
53
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang
dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan
identifikasi masalahnya. Kerangka konsep harus didukung landasan teori yang kuat
serta ditunjang oleh informasi yang bersumber pada berbagai laporan ilmiah, hasil
penelitian, jurnal, penelitian, dan lain-lain (Hidayat, 2007).
Variabel penelitian dalam penelitian ini berupa jenis kelamin, usia,
pengalaman, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan persepsi.
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Variabel Penelitian
Jenis Kelamin
Usia
Pengalaman menjadi Caregiver dengan imobilisasi
Tingkat Ekonomi
Tingkat Pendidikan
Tingkat Pengetahuan Dekubitus
Persepsi Pencegahan Dekubitus
54
B. Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil Skala
Tingkat
Pengetahuan
Family
Caregiver
Pemahaman yang diperoleh oleh
orang orang terdekat yang merawat
pasien langsung melalui proses
pengalaman dan proses belajar,
meliputi definisi, faktor risiko, faktor
yang mempengaruhi pembentukan
Dekubitus, proses pembentukan
Dekubitus, tanda dan derajat luka
Dekubitus, dan pencegahan
Dekubitus.
Skala Guttman Menggunakan kuesioner
tingkat pengetahuan
Dekubitus dari Sulastri et
al. (2008), dengan skoring:
a. Benar = 1
b. Salah = 0
1: Kurang jika skor < 60%
2: Cukup jika skor 60-74%
3: Baik jika skor 75-100%
(Sulastri et al., 2008)
Ordinal
Usia Lama hidup responden terhitung
sejak lahir hingga ulang tahun
terakhir.
Ditanyakan didalam
instrumen mengenai
berapa usia responden
Kuesioner 1: Dewasa Muda (18-24
tahun)
2: Dewasa Pertengahan (25-44
tahun)
3: Dewasa Akhir (45-65
tahun)
4: Lansia (>65 tahun)
(WHO, 2013)
Ordinal
Jenis Kelamin Merupakan pertanda gender
responden
Ditanyakan dalam
instrumen jenis kelamin
dari responden
Kuesioner 1: laki-laki
2: Perempuan
Nominal
55
Tingkat
Pedidikan
Tahapan pendidikan yang dimiliki
oleh responden melalui pendidikan
formal yang dipakai oleh pemerintah
serta disahkan oleh departemen
pendidikan
Ditanyakan dalam
instrumen mengenai
jenjang pendidikan
terakhir yang diikuti oleh
responden
Kuesioner 1: Tidak sekolah dan tidak
lulus SD
2: Dasar : SD- SMP
3: Menengah : SMA/Sederajat
4: Tinggi : diploma dan
Perguruan Tinggi
Ordinal
Kelas
ekonnomi
Kategori yang didasarkan pada
akumulasi pendapatan dari anggota
keluarga yang digunakan untuk
kebutuhan hidup keluarga.
Ditanyakan dalam
instrumen kuesioner
besar pendapatan
keluarga per bulan dalam
rupiah
Kuesioner 1: Rendah < UMR
(3.270.936,13)
2 : Tinggi > UMR
(3.270.936,13)
Ordinal
Pengalaman
sebelumnya
Pernah merawat seseoang yang
berisiko Dekubitus atau yang sudah
memiliki luka Dekubitus.
Ditanyakan dalam
instrumen mengenai
adanya pengalaman atau
tidak dalam merawat
seseorang dengan
Dekubitus
Kuesioner 1: Tidak
2: Ya
Ordinal
Persepsi Pandangan family caregiver
mengenai Dekubitus, meliputi:
1. Keseriusan Dekubitus
2. Kerentanan terhadap
Dekubitus
3. Manfaat pencegahan
Skala Likert Menggunakan kuesioner
persepsi HBM dari Kautsar
& Haryanthi (2016),
dengan skoring:
1. Bagian pernyataan
positif:
1. Persepsi negatif <
mean (57,6)
2. Persepsi positif >
mean (57,6)
Ordinal
56
Dekubitus
4. Hambatan pencegahan
Dekubitus
a. sangat setuju: 4
b. setuju: 3
c. tidak setuju: 2
d. sangat tidak
setuju: 1
2. Bagian pernyataan
negatif:
a. Sangat tidak
setuju: 4
b. Tidak setuju: 3
c. Setuju: 2
d. Sangat setuju: 1
57
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan proporsi atau rerata suatu
variabel (Dahlan, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
pengetahuan dan persepsi family caregiver tentang pencegahan Dekubitus.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan dan Puskesmas
Ciputat, Tangerang Selatan pada bulan April - Juni 2017. Alasan pemilihan lokasi
penelitian ini berdasarkan studi pendahuluan didapatkan data yang relevan dengan
kebutuhan sebagai awal perlunya dilakukan penelitian disana. Selain itu, lokasi yang
dipilih memiliki kondisi geografis yang strategis dan dapat dijangkau oleh peneliti
serta belum pernah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Pisangan dan
Ciputat mengenai gambaran pengetahuan dan persepsi family caregiver tentang
pencegahan dekubitus yang memiliki anggota keluarga berisiko Dekubitus.
C. Populasi, Sampel dan Teknik sampling
1. Populasi
58
Populasi merupakan subjek yang memiliki kriteria yang telah ditetapkan
(Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian adalah semua family caregiver yang
memiliki anggota keluarga yang memiliki anggota keluarga berisiko Dekubitus di
wilayah kerja Puskesmas Pisangan, Ciputat Timur. Pada penelitian ini tidak dapat
diketahui jumlah pasti populasinya karena keterbatasan data yang dimiliki oleh
UPT Puskesmas Pisangan, sehingga jumlah populasi pasien yang berisiko
Dekubitus tidak dapat diketahui.
2. Sampel
Sampel penelitian adalah bagian dari total dan karakteristik yang dipunyai
oleh populasi tersebut (Sugiono, 2009). Sampel terdiri dari bagian populasi
terjangkau yang dapat digunakan sebagai subjek penelitian melalui proses
sampling. Sampling adalah proses memilih porsi dari populasi yang dapat
mewakili populasi yang tersedia. Teknik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah purposive sampling. Pengambilan sampel dengan purposive
sampling didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti,
berdasarkan karakteristik atau sifat-sifat poupulasi yang sudah diketahui
sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Besar sampel yang digunakan dalam penelitian
ini disesuaikan dengan rancangan penelitian yaitu dengan menggunakan rumus
besar sampel uji hipotesa beda 2 proprsi, seperti berikut ini:
𝑛 = 𝑍1 − 𝛼/2√2𝑃(1 − 𝑃) + 𝑍1 − 𝛽√𝑃1(1 − 𝑃1) + 𝑃2(1 − 𝑃2)) 2
(𝑃1 − 𝑃2) 2
n =(1,96√2.0,4(1 − 0,4) + 1,28√0,6(1 − 0,6) + 0,2(1 − 0,2)) 2
(0,6 − 0,2) 2
59
n =(1,96√0,48 + 1,28√0,4) 2
0,16
n =(1,357 + 0,809) 2
0,16
n =4,691556
0,16
n = 29,3 = 30
Ketrangan:
Z1-α/2= 5% (1,96) (Derajat kemaknaan α pada uji dua sisi (two tail))
P = (P1+P2)/2= (0,2+0,6)/2= 0,4
P1 = 0,6
P2 = 0,2
Z1-β = 1,28 ( nilai z pada kekuatan uji (power) 1-β 90%)
P1 merupakan proporsi jumlah caregiver berjenis kelamin laki-laki sebesar
0,6 pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mersal (2014) yang meneliti
tentang “ Pengetahuan dan Perilaku Caregiver terhadap Pencegahan Komplikasi
Pasien Imobilisasi di RS EL-demerdash Kairo”. Lokasi yang digunakan untuk
penelitian adalah rumah sakit, dimana untuk mendapatkan responden yang
beragam cukup mudah. Sedangkan P2 merupakan proporsi caregiver laki-laki
yang ditentukan oleh peneliti didasarkan pada penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Sulastri et al (2008) dimana caregiver laki-laki sebanyak 0,7
dengan seting lokasi penelitian di rumah sakit. Peneliti menganggap selisih
poporsi P1 dan P2 sebesar 0,4 adalah bermakna karena mengingat lokasi
60
penelitian yang akan digunakan oleh peneliti adalah di masyarakat yang lebih sulit
untuk mencari caregiver berjenis kelamin laki-laki.
Dari hasil penghitungan menggunakan rumus diatas, diperoleh n atau
jumlah sampel adalah 30 responden. Pengambilan sampel untuk penelitian ini
menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
2.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian mewakili sampel
(Nursalam, 2003), yaitu:
a. Responden merupakan family caregiver yaitu salah satu anggota
keluarga yang memberikan perawatan langsung kepada anggota
keluarga yang berisiko Dekubitus (skor sakala Braden <19) dengan
intensitas merawat selama minimal 18 jam perminggu
b. Dapat berkomunikasi
c. Bersedia menjadi responden
2.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi merupakan karakteristik sampel yang tidak dapat
dimasukkan atau tidak layak untuk diteliti, kriteria inkluasi pada penelitian
ini adalah :
a. Keluarga menggunakan jasa petugas kesehatan perofesional untuk
merawat anggota keluarga yang berisiko dekubitus
Responden didapatkan dengan mencari informasi melalui kader
Posbindu. Namun, karena tidak disemua RW memiliki Posbindu dan kader
61
tidak menghafal seluruh anggota warganya satu RW, maka peneliti
mendapatkan informasi masyarakat yang memiliki angggota keluarga
dengan keterbatasan mobilisasi dengan bertanya langsung kepada warga
sekitar atau ketua RT jika sedang ada di tempat. Peneliti melakukan
pencarian responden di 8 RW pada kelurahan Pisangan dan 6 RW di
Kelurahan Ciputat dengan jumlah kunjungan rumah sebanyak 36 rumah.
Dari informan tersebut, peneliti mendapati responden di 16 RT di
Kelurahan Pisangan dan 9 RT di wilayah Kelurahan Ciputat. Kemudian
peneliti mengunjungi rumah responden untuk selanjutnya diukur skor
risiko Dekubitus dengan skala Braden dan dimintai persetujuan sebagai
responden. Dalam kunjungan ke rumah calon responden, 4 calon
responden menolak untuk menjadi responden dan 6 calon responden tidak
memenuhi kriteria inklusi responden.
Penilaian risiko dekubitus dengan skala Braden terdiri dari 6 item,
yaitu: persepsi sendorik, kelembaban, aktivitas, mobilisasi, nutrisi, dan
friksi dan gesekan. Penilaian persepsi sensorik dilakukan dengan observasi
kondisi pasien dan wawancara baik ke pasien dan caregiver. Sedangkan
penilaian item lainnya dilakukan dengan wawancara kepada pasien dan
caregiver, seperti bagaimana BAB dan BAKnya menggunakan popok atau
tidak, dalam sehari ganti berapa kali, ketika diatas tempat tidur bisa
merubah posisi secara mandiri atau tidak, porsi makan sehari-harinya,
bantuan untuk aktivitas seberapa jauh dan sebagainya.
62
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner atau angket
yang akan dijawab melalui wawancara oleh peneliti kepada family caregiver dalam
angket kuesioner terdapat 5 bagian. Kuesioner pengetahuan diadaptasi dari Sulastri et
al., (2008) dan kuesioner persepsi diadaptasi dari Kautsar & Haryanthi, (2016) yang
selanjutnya dijabarkan sebagai berikut:
1. Bagian pertama atau A berupa data sosial demografi dari Family Caregiver
yang terdiri dari nama, tanggal lahir, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir,
pengalaman dan hubungan dengan anggota keluarga yang berisiko.
2. Bagian B merupakan kuesioner untuk mengetahui tingkat pengetahuan Family
Caregiver. Kesioner pengetahuan menggunakan kuesioner dari penelitian yang
telah dilakukan oleh Sulastri, Effendy, & Haryani (2008) dan peneliti telah
mendapat izin untuk menggunakannya. Jumlah pernyataan ada 18 nomor
dengan sub bagian yang terdiri dari pernyataan terkait definisi Dekubitus (1,2),
lokasi kejadian dekubitus (4,5), derajat Dekubitus (6,7,8,9), penyebab dan
faktor risiko(3, 9, 10, 11, 12), tindakan pencegahan Dekubitus (13, 14, 15,16).
3. Bagian C merupakan kuesioner untuk mengetahui persepsi family caregiver
tentang Dekubitus yang diadaptasi dari Kautsar & Haryanthi (2016), dimana
peneliti telah mendapat izin untuk menggunakannya melalui surat elektronik.
Jumlah pernyataan sebanyak 20 nomer. Pernyataan persepsi terdiri dari
persepsi tentang kerentanan terhadap Dekubitus (12,13,14,15,16), persepsi
63
manfaat (1,2,3,4,5), persepsi hambatan (6, 7, 8, 9) dan persepsi keseriusan
(17,18,19, 20).
Pernyataan-pernyataan yang disusun untuk mengetahui tingkat pengetahuan
family caregiver tetang Dekubitus menggunakan skala Guttman, dimana untuk setiap
jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0. Skala Guttman dipilih
oleh peneliti karena menginginkan jawaban tegas atas setiap pernyataan yang
diajukan. Pernyataan dibuat dalam bentuk pilihan jawaban benar dan salah yang
hanya memiliki satu jawaban benar.
Penilaian untuk tingkat pengetahuan dilakukan dengan cara membandingkan
jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan
100% dan hasilnya dalam bentuk atau berupa persentase. Selanjutnya, persentase
dari jawaban diinterpretasikan dalam kalimat kualitatif dengan acuan yang
disesuaikan dengan penelitian sebelumnya oleh Sulastri et al., (2008) sebagai
berikut:
Tabel 4.1
Interpretasi Skor Pengetahuan
Skor Penilaian Interpretasi Tingkat Pengetahuan
76-100% Baik
60-75% Cukup
>60% Kurang
64
Dalam bagian persepsi, pernyataan-pernyataan persepsi tentang Dekubitus
disusun dalam bentuk skala Likert dengan memberikan bobot pada setiap jawaban.
instrumen persepsi menggunakan skala 1-4 sesuai dengan penelitiayang dilakukan
oleh Kautsar & Haryanthi (2016) dengan kategori:
a. Sangat setuju (SS) yang berarti sangat sesuai
b. Setuju (S) yang berarti sesuai
c. Tidak Setuju (TS) yang berarti tidak sesuai
d. Sangat Tidak Setuju (STS) yang berarti sangat tidak sesuai.
Perolehan skor dari masing-masing item disesuaikan berdasarkan jawaban
dari jenis pernyataan positive/favorable atau negative/unfavourable.
Dalam mengkategorikan hasil kuesioner persepsi, peneliti menggunakan cut
of point. Hal ini ditentukan oleh peneliti, dikarenakan pada penelitian sebelumnya
oleh Kautsar & Haryanthi (2016) hanya sebatas konstruk validitas instrumen tidak
ada acuan untuk kategori hasil skor dari persepsi. Persepsi positif apabila total skor
yang diperoleh > mean, persepsi negatif jika total skor yang didapatkan < mean. Cut
of Point pada kuesioner persepsi menggunakan mean karena distribusi data persepsi
normal.
Persepsi positif pada kerentanan memiliki arti bahwa responden menganggap
ada anggota keluarganya rentan terkena Dekubitus, persepsi positif pada manfaat
pencegahan Dekubitus memiliki arti bahwa responden menganggap tindakan
65
pencegahan sangat bermanfaat, dan persepsi positif pada hambatan adalah responden
tidak mempunyai hambatan dalam melakukan pencegahan Dekubitus.
Persepsi negatif pada kerentanan memiliki arti bahwa responden menganggap
tidak ada anggota keluarga yang berisiko Dekubitus, persepsi negatif pada manfaat
pencegahan Dekubitus memiliki arti bahwa responden menganggap mencegah
Dekubitus tidak bermanfaat, dan persepsi negatif pada hambatan adalah responden
beranggapan memiliki banyak hambatan untuk melakukan tindakan pencegahan
Dekubitus.
E. Pengujian Instrumen
1. Uji Validitas
Alat ukur penelitian yang baik adalah alat ukur yang dapat lolos daam
aspek validitas. Validitas merupakan kemampuan sebuah tes atau uji untuk
mengukur apa yang seharusnya diukur. Bruce (2008) dalam Swarjana (2016)
menyebutkan bahwa validitas merupakan kapasitas sebuah tes, instrumen atau
pertanyaan untuk memberikan hasil yang benar (Swarjana, 2016).
Pada penelitian ini instrumen yang digunakan merupakan instrumen baku
dimana telah diuji validitas oleh peneliti sebelumnya. Pada kuesioner pengetahuan
diadaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh Sulastri et al., (2008) dalam
penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan
Terhadap Pengetahuan dan Keterlibatan Keluarga dalam Pencegahan Dekubitus
66
pada Pasien Tirah baring”. Peneliti telah mendapatkankan izin untuk
menggunakan kuesioner dari peneliti sebelumnya melalui media sosial. Uji
validitas kuesioner tingkat pengetahuan dilakukan pada 10 orang responden
dengan kriteria yang sama dengan responden yang akan dilakukan penelitian. Uji
validitas dilakukan dengan teknik korelasi Pearson Product Moment. Dari 20
pertanyaan 4 butir pernyataan dinyatakan valid, sedangkan 16 pernyataan yang
tidak valid; 4 item dihilangkan dan 12 item pernyataan yang lain direvisi dan diuji
oleh expert/ ahli (Sulastri et al., 2008).
Kuesioner persepsi diadaptasi dari Kautsar & Haryanthi ( 2016) tentang “
Construct Validity of Test Instruments for Health Belief Model (HBM) in
Cervical Cancer” yang selanjutnya peneliti memperoleh izin untuk menggunakan
dan memodifikasi kuesioner untuk disesuaikan dengan topik Dekubitus. Konstruk
validitas yang digunakan oleh peneliti sebelumnya adalah metode Analisis Faktor
Konfirmator (Confirmatory Factor Analysis / CFA). Jumlah item yang dikonstruk
validitas sebanyak 32 dengan rincian: persepsi kerentanan 5 item, persepsi
keseriusan 5 item, persepsi manfaat 5 item, persepsi hambatan 7 item, isyarat
untuk bertindak (cues to action) 5 item, dan keyakinan kemampuan diri 5 item.
Karena penelitian ini terkait persepsi kerentanan, keseriusan, manfaat, dan
hambatan maka jumlah item sebanyak 22. Hasil uji konstruk validitas terdapat 2
item pertanyaan yang tidak valid (t value < 1,96), yaitu pada satu item pernyataan
67
persepsi hambatan (t value = 1,12) dan satu item pada pernyataan keseriusan (t
value = 0,62), sehingga jumlah item yang valid dan digunakan sebanyak 20 butir.
2. Uji Reliabilitas
Instrumen penelitian juga perlu mempertimbangkan aspek reliabilitas
disamping memperhatikan validitas. Reliabilitas berarti sejauh mana alat ukur
mampu menghasilkan nilai yang sama atau konsisten walaupun dilakukan
pengukuran berulang atau beberapa kali pengukuran pada subyek dan aspek yang
sama, selama aspek dalam subyek tersebut memang belum mengalami perubahan
(Swarjana, 2016).
Uji reliabilitas kuesioner Persepsi dilakukan dengan melihat nilai Alpha
Cronbach. Hasil analisis menunjukkan nilai Alpha Cronbach sebesar 0,674,
karena nilai alpha > 0,60, maka instrumen dapat dikatan reliabel (Hamdi &
Bahruddin, 2014). Uji reliabilitas kuesioner tingkat pengetahuan dilakukan
dengan teknik belah dua (split-half) yang dianalisis dengan rumus Spearman
Brown. Hasil uji yang dilakukan oleh Sulastri et al., (2008) kepada 10 responden
diperoleh nilai reliabilitas 0,638, nilai tersebut lebih besar dari nilai tabel
pembandingnya yaitu 0,632 sehingga alat ukur dinyatakan cukup reliabel untuk
dipakai dalam penelitian.
68
F. Tahap Pengumpulan Data
Pengumpulan data didahului dengan mengajukan izin ke Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan untuk melakukan studi pendahuluan dan penelitian di
wilayah kerja Puskesmas Pisangan. Setelah mendapat izin dari Dinkes Kota
Tangerang Selatan, pengajuan penelitian dilanjutkan ke UPT Puskesmas Pisangan.
Pada awal kunjungan studi pendahuluan diperoleh data prevalensi populasi yang
sesuai dengan kriteria inklusi penelitian ini. Data didapatkan dari bagian program
Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) Puskesmas
Ciputat. Kemudian, untuk mendapat infromasi lebih detail mengenai calon
responden, dilakukan turun lapangan dengan mengikuti kegiatan Posbindu PTM
Puskesmas Pisangan. Sampel didapatkan melalui data yang dimiliki dan dikelola
oleh kader Posbindu.
Setelah mendapat data melalui kader Posbindu, peneliti melakukan
peyaringan terhadap data melalui kunjungan rumah dengan menilai derajat risiko
Dekubitus menggunakan Skala Braden dari anggota keluarga yang bermasalah. Nilai
hasil pengkajian dengan skala Braden ditampilkan dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2
Frekuensi Hasil Skor Pengkajian Risiko Dekubitus dengan Skala Braden
Skor Skala Braden Frekuensi (n) Persentase (%) Kategori Risiko
9 1 3,9 Sangat tinggi
11 3 11,5 Tinggi
12 4 15,4 Tinggi
69
13 4 15,4 Sedang
14 6 23,1 Sedang
15 2 7,7 Rendah
16 3 11,5 Rendah
17 3 11,5 Rendah
Total 26 100.0
Setelah responden didapatkan datanya melalui penyaringan, penelitian
dilanjutkan dengan turun lapangan menemui calon responden untuk mengukur
variabel yang berkaitan dengan penelitian. Dalam pengambilan data, peneliti
menjelaskan terlebih dahulu maksud serta tujuan dari penelitian serta meminta
persetujuan calon responden untuk bersedia menjadi responden melalui informed
consent. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer yang
didapatkan melalui kuesioner. Pada tahap pengumpulan data, peneliti melakukan
penyebaran kuesioner kepada responden, kemudian responden menjawab pernyataan
yang tertera di dalam kuesioner mengenai Dekubitus sesuai dengan persepsi dan
pengetahuan yang dimiliki oleh responden.
G. Pengolahan Data
Langkah-langkah dalam pengolahan data meliputi editing, coding,
processing, cleaning, dan tabulating.
1. Editing
Editing adalah aktivitas untuk mengecek validitas data yang masuk. Pada
tahap ini peneliti memeriksa kelengkapan data yang telah dikumpulkan
70
meliputi kelengkapan pengisian kuisoner, kejelasan jawaban, relevansi
jawaban, dan kesamaan suatu pengukuran. Hasil pemeriksaan diperoleh hasil
semua kuesioner diisi lengkap dan jelas oleh responden.
2. Coding
Coding merupakan tahapan kegiatan mengklasifikasikan data dan
jawaban sesuai dengan kategoti masing-masing sehingga memudahkan dalam
pengelompokkan data.
Pada tahap Coding peneliti memberikan kode atau mengklasifikasikan
jawaban dari responden yang tertulis di kuesioner sesuai dengan kategori yang
telah dibuat dan dijelaskan didalam definisi operasional oleh peniliti.
3. Processing
Pada tahap ini dilakukan pemrosesan data agar dapat dianalisis.
Pemrosesan data dikerjakan dengan cara memasukkan (entry) data hasil
pengisian kuesioner ke dalam master tabel atau database komputer.
Peneliti memasukkan data hasil pengisian kuesioner oleh responden yang
telah diberi kode dan dikelompokkan ke dalam master data menggunakan
komputer.
4. Cleaning
Cleaning merupakan tahapan untuk memeriksa kembali data yang sudah
di masukkan atau di-entry dan melakukan koreksi bila terdapat kesalahan.
Setelah memasukkan data ke dalam master data maka peneliti akan mengecek
kembali data yang sudah dimasukkan untuk mengevaluasi adanya kesalahan.
71
Setelah dilakukan cleaning terhadap instrumen penelitian diperoleh hasil
seluruh pernyataan dijawab oleh responden sehingga keseluruhan data lengkap
dan memenuhi variabel, sehingga tidak ada data dibuang.
5. Tabulating
Pada tahap tabulating dilakukan pengorganisasian data sedemikian rupa
supaya dengan mudah dapat diakumulasi, disusun, dan diatur atau ditata untuk
selanjutnya disajikan dan dianalisis (Lapau, 2012). Pada tahap ini peneliti
melakukan tabulasi atau penyusunan data yang telah dimasukkan ke dalam
master data untuk memudahkan pengamatan dan analisis data selanjutnya.
H. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis univariat untuk
mengetahui gambaran pengetahuan dan persepsi family caregiver. Analisis data
univariat yang digunakan adalah analisis proporsi atau presentase dari setiap variabel
Analisa univariat digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan data secara
sederhana. Cara penyajiannya, seperti dengan persentase atau tabel distribusi
frekuensi, diagram map, diagram batang (Budiharto, 2008). Pada uji univariat
ditampilkan deskripsi frekuensi dari karakteristik responden berupa risiko terjadinya
Dekubitus, usia, jenis kelamin, pengalaman, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi
serta variabel tingkat pengetahuan dan persepsi family caregiver. Selain itu, pada
penelitian ini juga ditampilkan tabulasi silang antara karakteristik reponden dengan
kategori pengetahuan dan persepsi.
72
I. Etik Penelitian
1. Prinsip Manfaat (Beneficence)
Prinsip manfaat merupakan keharusan untuk menguntungkan orang lain
dan memberikan manfaat semaksimal mungkin. Responden diperlakukan
dengan cara yang etis, keputusan mereka dihormati, mereka dilindungi dari
bahaya, dan upaya yang dilakukan untuk mengamankan kesejahteraan mereka
(National Commission, 1978 dalam Wood & Haber, 2006).
Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan prinsip manfaat bagi
responden. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian bagi responden. Selain
itu, informasi yang telah diberikan oleh responden akan dijamin
kerahasiaannya dan tidak akan digunakan untuk hal-hal yang dapat merugikan
responden dalam bentuk apapun.
2. Prinsip Menghormati Manusia (Respect For Persons)
Setiap orang memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri dan untuk
pengobatan sebagaii bagian otonom dari diri mereka, sehingga mereka
memiliki kebebasan untuk berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dalam sebuah
penelitian. Segala keputusan yang ditetapkan oleh setiap orang harus dihormati
(National Commission, 1978 dalam Wood & Haber, 2006).
Dalam penelitian ini tidak ada unsur pemaksaan. Responden memiliki hak
sepenuhnya untuk memberi keputusan apakah bersedia menjadi responden atau
tidak, tanpa ada kerugian atau sanksi apapun. Keputusan dari responden akan
73
dihormati sebagai hak otonominya. Dalam mengumpulkan data, responden
akan menerima informasi secara lengkap dan jelas mengenai tujuan penelitian
yang akan dilakukan.
3. Prinsip Keadilan (Justice)
Manusia sebagai obyek harus diperlakukan dengan adil. Ketidakadilan
terjadi ketika manfaat yang seharusnya menjadi hak seseorang tidak diberikan
tanpa alasan yang jelas atau ketika beban yang diberikan terlalu dipaksakan
(National Commission, 1978 dalam Wood & Haber, 2006). Dalam penelitian
ini, semua responden diperlakukan secara adil tidak ada diskriminasi antar
responden, baik sebelum, selama, dan setelah keikutsertaannya sebagai
responden dalam penelitian ini.
74
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di lingkup wilayah kerja UPT Puskesmas Pisangan dan
UPT Puskesmas Ciputat, dengan jumlah responden sebanyak 30 responden.
Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juni 2017. Cara pengambilan sampel pada
penelitian ini adalah purposive sampling. Penyaringan dan pengisian kuesioner
dilakukan secara bersama-sama karena dinilai lebih efisien oleh peneiliti mengingat
keterbatasan waktu serta tidak adanya data yang lengkap mengenai masyarakat yang
mengalami imobilisasi di Puskesmas.
A. Gambaran Lokasi Penelitian
1. Puskesmas Pisangan
Puskesmas Pisangan adalah salah satu Puskesmas yang berada di wilayah
Kecamatan Ciputat Timur dan membawahi 2 Kelurahan, yaitu Kelurahan
Pisangan dan Kelurahan Cirendeu. Luas wilayah kerja Puskesmas Pisangan
sebesar 1.685 Ha, dengan sebagian besar tanah darat dan sisanya rawa. Letak
daerah binaan Puskesmas Pisangan berada di antara wilayah dengan batas-batas
sebagai berikut:
Sebelah Utara : Wilayah Kerja Puskesmas Jurangmangu Timur (Kec.
Pondok Aren)
Sebelah Barat : Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat (Kecamatan
Ciputat)
75
Sebelah Timur : DKI Jakarta
Sebelah Selatan : Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang (Kel. Pondok
Cabe Ilir)
2. Puskesmas Ciputat
Puskesmas Ciputat terletak di sebelah Utara Kota Tangerang Selatan. Luas
wilayah kecamatan Ciputat kira-kira 13.311 Ha yang didominasi oleh tanah darat /
kering (93,64%) kemudian sisanya merupakan tanah rawa / danau. Wilayah kerja
Puskesmas Ciputat terdiri dari 2 kelurahan, yaitu: kelurahan Ciputat dan kelurahan
Cipayung, yang dijadikan sebagai kelurahan binaan. Tingkat kepadatan penduduk di
kelurahan Ciputat lebih mendominasi (147,45 jiwa/km2) dibandingkan dengan
kelurahan Cipayung (104, 91 jiwa/km2). Puskesmas Ciputat merupakan salah satu
adri tiga Puskesmas yang ada diwilayah kecamatan Ciputat, yang berbatasan dengan:
sebelah Utara : wilayah kerja Puskesmas kaKampung Sawah
sebelah Selatan : wilayah kerja Puskesmas Pamulang
sebelah Barat : wilayah kerja Puskesmas Benda Baru
sebelah Timur : wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur
B. Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini adalah family caregiver dengan anggota
keluarga yang berisiko Dekubitus yaitu yang memiliki skor <19 pada pengkajian
76
skala Braden. Adapun distribusi frekuensi tingkat risiko terjadinya Dekubitus pada
pasien ditunjukkan pada tabel 5.1
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Tingkat Risiko Terjadinya Dekubitus pada Anggota
Keluarga Responden
Frekuensi
(n=26)
Persentase
(%)
Risiko
Dekubitus
Sangat tinggi 1 3,8
Tinggi 7 26,9
Sedang 10 38,5
Rendah 8 30,8
Total 26 100.0
Hasil pengkajian risiko Dekubitus menggunakan skala Braden menunjukkan
hasil bahwa kebanyakan dari anggota keluarga yang berisiko memiliki risiko sedang
sebesar 38,5% (10 responden).
Gambaran karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi jenis
kelamin, usia, hubungan keluarga, pengalaman, tingkat ekonomi, dan tingkat
pendidikan yang disajikan dalam beberapa tabel 5.2.
77
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Karakteristik Family Caregiver dengan Anggota Keluarga
yang Berisiko Dekubitus
Karakteristik Frekuensi
(n= 26) Persentase (%)
Kategori usia Dewasa Muda (18-24 tahun) 4 15,4
Dewasa Pertengahan (25-44
tahun) 6 23,1
Dewasa Akhir (45-64 tahun) 13 50
Lansia (≥65 tahun) 3 11,5
Jenis Kelamin laki-laki 3 11,5
Perempuan 23 88,5
Hubungan
Keluarga
Suami 2 7,7
Istri 6 23,1
Anak 9 34,6
Saudara 3 11,5
Cucu 4 15,4
Menantu 1 3,8
orang tua 1 3,8
Pengalaman Tidak 22 84,6
Ya 4 15,4
Tingkat
Pendidikan
Rendah 13 50
Menengah 10 38,5
Tinggi 3 11,5
Tingkat
Ekonomi
Rendah 20 76,9
Tinggi 6 23,1
Hasil analisa menunjukkan sebagian besar responden merupakan dewasa
akhir yang terdapat dalam rentang usia 45-64 tahun dengan frekuensi sebanyak 13
responden. Mayoritas responden adalah perempuan yakni mencapai 88,5% dari total
78
responden. Hubungan keluarga antara responden dengan anggots keluarganya yang
mengalami risiko Dekubitus didominasi oleh anak. Sebagian besar reponden tidak
memiliki pengalaman merawat orang dengan imobilisasi sebelumnya (84,6%).
Mayoritas dari responden mengatakan bahwa baru satu kali merawat orang dengan
risiko Dekubitus namun dalam rentang waktu yang cukup lama. Tingkat pendidikan
responden paling banyak pada tingkat rendah yaitu SD/SMP (50%). Sedangkan pada
tingkta ekonomi, mayoritas responden berpendapatan dibawah UMR atau pada
tingkat ekonomi rendah yaitu sebesar 76,9%.
C. Pengetahuan dan Persepsi Family Caregiver
Gambaran pengetahuan dan persepsi family caregiver tentang pencegahan
Dekubitus dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan dan Persepsi Family Caregiver
tentang Pencegahan Dekubitus
Kategori Frekuensi (n= 26) Persentase (%)
Tingkat
Pengetahuan
Kurang 3 11,5
Cukup 18 69,2
Baik 5 19,3
Persepsi
Negatif 14 53,8
Positif 12 46,2
79
Tabel 5.3 menggambarkan bahwa tingkat pengetahuan responden sebagian
besar dalam kategori cukup yaitu sebesar 69,2%. Pengetahuan baik mengenai
Dekubitus hanya didapati 5 responden dari 26 total responden, dan pengetahuan
kurang sebesar 11,5%. Hasil ini menunjukkan bawah pengetahuan family caregiver
tentang Dekubitus tergolong cukup rendah. Persepsi family caregiver didominasi
dengan persepsi negatf terhadap pencegahan Dekubitus dengan persentase sebesar
53,8% dan responden yang berpresepsi negatif yaitu hanya sebesar 46,2%.
D. Pengetahuan dan Persepsi Family Caregiver Berdasarkan Karakteristik
Responden
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Family Caregiver Berdasarkan Karaktersitik dan Tingkat
Pengetahuan tentang Dekubitus
Karakteristik
Tingkat Pengetahuan Total
Kurang cukup Baik
Jenis
Kelamin
laki-laki 0 (0,0%) 2 (66,7%) 1 (33,3%) 3 (100%)
Perempuan 3 (13%) 16 (69,6%) 4 (17,4%) 23 (100%)
Usia
Dewasa Muda 0 (0,0%) 4 (100%) 0 (0,0%) 4 (100%)
Dewasa
Pertengahan 1 (16,7%) 3 (50%) 2 (33,3%) 6 (100%)
Dewasa Akhir 0 (0,0%) 10 (76,9%) 3 (23,1%) 13 (100%)
Lansia 2 (66,7) 1 (33,3%) 0 (0,0%) 3 (100%)
Pengalaman
Tidak 3 (13,6%) 15 (68,2%) 4 (18,2%) 22 (100%)
Ya 0 (0,0%) 3 (75,0%) 1 (25,0%) 4 (100%)
80
Tingkat
Ekonomi
Rendah 3 (15%) 15 (75%) 2 (10%) 20 (100%)
Tinggi 0 (0,0%) 4 (66,7%) 2 (33,3%) 6 (100%)
Tingkat
Pendidikan
Rendah 3 (23,1%) 10 (76,9%) 0 (0,0%) 13 (100%)
Menengah 0 (0,0%) 7 (70%) 3 (30%) 10 (100%)
Tinggi 0 (0,0%) 1 (33,3%) 2 (66,7%) 3 (100%)
Tabel 5.4 diatas menunjukkan bahwa dari kategori jenis kelamin, 66,7%
responden laki-laki memiliki pengetahuan cukup dan 33,3% berpengetahuan baik.
Sedangkan pada jenis kelamin perempuan, 69,6% berpengetahuan cukup, 17,4 %
berpengetahuan kurang dan sisanya sebesar 19,2% berpengetahuan baik. Pada
kategori kelompok usia terlihat kelompok usia dewasa akhir memiliki frekuensi
terbanyak yaitu 13 orang dan didominasi dengan tingkat pengetahuan cukup sebesar
76,9%. Pada kelompok usia dewasa muda 100% responden berpengetahuan cukup.
Berbeda pada kelompok usia lansia dimana 66,7% memiliki pengetahuan yang
kurang. Pada kelompok usia dewasa pertengahan 50% responden memiliki
pengetahuan yang cukup.
Dari 26 responden, didapatkan bahwa hanya 4 orang yang memiliki
pengalaman merawat pasien dengan keterbatasan mobilisasi. Pada kategori tidak
beperngalaman 68,2% memiliki pengetahuan yang cukup, 13,6% pengetahuan
kurang dan 18,2% memiliki pengetahuan yang baik. Pada kategori tingkat ekonomi,
sebagian besar responden berada pada tingkat ekonomi rendah. Pada kelompok
tingkat ekonomi rendah terlihat 75% responden memiliki pengetahuan yang cukup
dan 15% pengetahuan kurang, sedangkan pada kelompok tingkat ekonomi tinggi
81
33,3% berpengetahuan baik dan 0% yang memiliki pengetahuan kurang. Pada
kategori tingkat pendidikan terlihat adanya perbedaan pada tigkat pengetahuan,
dimana pada responden dengan tingkat menengah dan tinggi tidak ada yang
berpengetahuan kurang. Pada kelompok pendidikan rendah 23,1% memiliki
pengetahuan yang kurang. Pada kelompok pendidikan menengah, tingkat
pengetahuan cukup memiliki persentase terbesar yaitu 70%, sedangkan pada
kelompok pendidikan timggi 66,7% memiliki pengetahuan yang tinggi.
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Family Caregiver Berdasarkan Karaktersitik dan Persepsi
tentang Dekubitus
Kategori Persepsi
Total Negatif Positif
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
2 (66,7%) 1(33,3%) 3 (100%)
12 (52,2%) 11 (47,8%) 23(100%)
Usia Dewasa Muda (18-24 th) 1 (25,0%) 3 (75,0%) 4 (1005)
Dewasa Pertengahan (25-44 th) 5 (83,3%) 1 (16,7%) 6 (100%)
Dewasa Akhir (45-65 th) 7 (53,8%) 6 (46,2%) 13 (100%)
Lansia >65 th) 1 (33,3%) 2 (66,7%) 3 (100%)
Pengalaman Tidak 12 (54,5%) 10 (45,5%) 22 (100%)
Ya 2 (50,0%) 2 (50,0%) 4 (100%)
Tingkat Ekonomi Rendah (< UMR) 12 (60%) 8 (40%) 20 (100%)
Tinggi (> UMR) 2 (33,3%) 4 (66,7%) 6 (100%)
Tingkat Pendidikan
Rendah 4 (40%) 6 (605%) 10 (100%)
Menengah 7 (53,8%) 6 (46,2%) 13 (100%)
Tinggi 2 (66,7%) 1 (33,3%) 3 (100%)
82
Pada kategori jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan persentase
terbesar responden memiliki persepsi negatif yaitu masing-masing sebesar 75,0%
dan 57,7%. . Pada kategori usia, ditampilkan bahwa pada kelompok usia dewasa
muda 75% memiliki persepsi yang positif, berbeda pada kelompok dewasa
pertengahan dimana 85,7% berpersepsi negatif. Pada dewasa akhir 62,5% memiliki
persepsi negatif, terbalik pada lansia dimana 75,0% memiliki persepsi positif. Pada
kategori pengalaman, responden yang memiliki pengelaman memiliki persentase
yang sama antara yang berpersepsi negatif dan positif, sedangkan pada kelompok
yang tidak memiliki pengalaman 61,5% berpersepsi negatif.
Pada kelompok tingkat ekonomi rendah persepsi negatif mendominasi
dengan persentase sebesar 65,2%. Hasil ini berkebalikan pada kelompok tingkat
ekonomi tinggi, dimana 57,2% memiliki persepsi positif tentang pencegahan
Dekubitus. Pada kategori tingkat pendidikan didapatkan hasil baik pada kelompok
pendidikan rendah, menengah dan tinggi didominasi oleh persepsi negatif dengan
persentase masing-masing sebesar 64,3%, 53,8%, dan 75%.
83
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Gambaran Karakteristik Family Caregiver dengan Anggota Keluarga yang
Berisiko Dekubitus
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 88,5% dari responden berjenis kelamin
perempuan. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa
perempuan lebih intensif dalam memberikan perawatan dibandingkan laki-laki
(Schulz & Eden, 2016). Selain itu, perempuan memenuhi tiga per empat dari seluruh
total pemberi perawatan primer / primary family caregiver (NAC/AARP, 1997).
Penelitian yang dilakukan oleh Valente et al., (2011) juga memiliki frekuensi family
caregiver lebih banyak pada jenis kelamin perempuan yaitu sebesar 80,3%. Hasil ini
berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mersal, 2014 dimana jumlah
responden laki-laki sebagai family caregiver lebih banyak dibandingkan perempuan
dengan persentase sebesar 57,89%. Hal ini dapat terjadi karena wanita dianggap
lebih intensif dalam memberikan perawatan (Greenlee & Scharlach, 2006). Selain
itu, pada penelitian ini responden lebih banyak perempuan karena anggota keluarga
yang laki-laki sebagian besar menjadi tulang punggung keluarga sehingga intensitas
di rumah lebih sedikit dibandingkan anggota keluarga yang perempuan.
Dalam kategori usia, responden didominasi oleh kelompok usia dewasa akhir
dengan berjumlah 13 orang dari total 26 responden. Jumlah tersebut linier dengan
jenis hubungan keluarga antara family caregiver dengan anggota keluarga yang
84
berisiko Dekubitus dimana paling banyak yang berperan sebagai family caregiver
adalah anak dari pasien (34,6%), sedangkan usia rata-rata pasien adalah 70 tahun
sehingga bisa dipastikan kebanyakan dari anak pasien sudah memasuki masa dewasa
pertengahan atau akhir.
Tingkat ekonomi responden sebagian besar pada tingkat ekonomi rendah
yaitu dibawah UMR (Upah Minimun Regional) dengan jumlah sebanyak 20
responden (76,9%). Hasil ini dikarenakan adanya kesulitan dalam mengakses
persetujuan pada responden yang tingkat ekonominya tinggi yang lebih banyak
tinggal di area komplek. Dalam menjalankan perannya, familiy cregiver
membutuhkan dukungan pemasukan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan
keluarganya yang mengalami gangguan imobilisasi, seperti pembelian popok dan
biaya kontrol kesehatan. Sulitnya dalam pemenuhan ekonomi merupakan salah satu
faktor yang secara signifikan berhubungan dengan tingginya stres yang dialamai oleh
caregiver (Pearlin, 1989).
Secara teori, pendapatan merupakan hal yang penting dalam status kesehatan
individu. Pendapatan menjadi media dalam memperoleh makanan yang sehat, tempat
tinggal yang layak, dan gaya hidup yang sehat. Dampak pendapatan terhadap status
kesehatan di kalangan orang miskin lebih besar dari pada kalangan orang yang
memiliki pendapatan cukup hingga tinggi. Faktor penting pada masyarakat yang
berpenghasilan rendah adalah pendapatan tetap. Hal ini dikarenakan berpenghasilan
rendah adalah kemiskinan relatif sedangkan pada orang miskin yang tidak
85
berpenghasilan merupakan kemiskinan yang mutlak (Backlund, Sorlie, & Johnson,
1999).
Hasil penelitian mendapatkan bahwa dari 26 responden hanya 4 responden
yang memiliki pengalaman merawat orang dengan imobilisas sebelumnya. Namun,
dalam pemberian perawatan kepada keluarganya yang berisiko Dekubitus, 90% dari
family caregiver telah merawat anggota keluarganya yang berisiko Dekubitus selama
lebih dari satu tahun. Dalam rentang waktu yang cukup lama tersebut family
caregiver sudah terbiasa dalam memberikan perawatan dan memenuhi kebutuhan
dasar anggota keluarganya yang mengalami gangguan mobilisasi.
Tingkat pendidikan responden paling besar adalah pada tingkat pendidikan
rendah (SD/SMP) dengan persentase sebesar 50%. Hal ini karena usia responden
yang mendominasi adalah pada rentang dewasa akhir. Dimana pendidikan masih
belum banyak tersedia. Selain itu, tingkat ekonomi responden juga paling banyak
dalam tingkat rendah, yang dapat mempengaruhi keputusan untuk mengambil
pendidikan pada tingkat atas seperti perguruan tinggi.
B. Gambaran Pengetahuan dan Persepsi Family Caregiver dengan Anggota
Keluarga yang Berisiko Dekubitus
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris
khususnya mata dan telinga kepada objek tertentu. Pengetahuan adalah domain yang
sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behaviour). Perilaku yang
86
berdasarkan pengetahuan umumnya bersifat lama (Sunaryo, 2004). Hasil tingkat
pengetahuan family caregiver diketahui family caregiver laki-laki yang memiliki
pengetahuan baik hanya 33,3% reponden laki-laki, sedangkan pada jenis kelamin
wanita 17,4% responden memiliki pengetahuan baik. Persentase yang lebih besar
pada laki-laki disebabkan karena responden laki-laki tersebut memiliki pengalaman
merawat dengan pasien gangguan mobilisasi sebelumnya yaitu ibunya sebelum
sekarang merawat istrinya dengan gangguan mobilisasi karena stroke. Meskipun
tidak pernah mendapat pendidikan kesehatan mengenai Dekubitus, responden
mengetahui beberapa tindakan pencegahan Dekubitus karena pengalamannya bukan
karena dasar teori seperti segera mengganti popok pasien jika BAB atau BAK agar
tidak lembab dan membantu memiringkan pasien jika pasien mengeluh ada nyeri di
bagian tubuh tertentu.
Tingkat pengetahuan pada kategori usia sebagian besar pada kategori cukup,
kecuali pada lansia dimana 66,7% memiliki pengetahuan kurang. Pada hasil analisa
dari pengisian kuesioner, pada responden dengan kelompok usia lansia, didapatkan
hasil bahwa tingkat pendidikannya pada tingkat rendah. Menurut Notoatmodjo
(2003) salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah tingkat
pendidikan. Mengenyam pendidikan akan melatih kemampuan dan kapasitas
seseorang dalam belajar sehingga mampu menghasilkan suatu perubahan dalam
pengetahuan.
87
Tingkat pengetahuan berdasarkan tingkat ekonomi masih paling banyak pada
tingkat pengetahuan cukup yaitu 75% pada kelompok ekonomi rendah dan 57,1%
pada kelompok ekonomi rendah. Hal ini berhubungan dengan tingkat pendidikan
yang diambil oleh responden. Keputusan untuk mengenyam pendiidkan dipengaruhi
oleh tingkat ekonomi seseorang. Selain itu, melihat mayoritas usia responden yang
didominasi oleh kelompok usia dewasa akhir dapat diketahui bahwa kebanyakan
responden lahir pada tahun 1950 – 1970an, dimana masih belum banyak tersedia
institusi pedidikan juga subsidi pendidikan seperti sekarang karena wajib belajar 9
tahun baru diatur pada tahun 2008. Menurut Notoatmodjo (2003) dan Sukmadinata
(2003) tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.
Kemampuan atau kapasitas belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal yang
sangat pokok. Tingkat pendidikan tentu dapat menghasilkan suatu perubahan dalam
pengetahuan.
Tingkat pengetahuan dilihat dari pengalaman responden mendapatkan hasil
pada kelompok pengalaman tidak ada yang memiliki pengetahuan kurang, sedangkan
pada kelompok tidak berpengalaman ada 3 dari 22 responden yang berpengetahuan
kurang. Salah satu sumber pengetahuan pengalaman inderawi. Pengalaman inderawi
adalah alat vital bagi manusia sebagai kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan mata,
telinga, hidung, lidah, dan kulit, orang dapat melihat secara langsung dan dapat pula
melakukan kegiatan hidup (Suhartono, 2005).
88
Meskipun didominasi oleh responden yang tidak berpengalaman merawat
pasien imobilisasi sebelumnya, 92,3% responden telah merawat pasien lebih dari
satu tahun. Hasil pendalaman informasi mengenai cara merawat pasien selama ini
diketahui beberapa responden yang telah lama merawat pasien memberikan minyak
kelapa atau lotion secara rutin di bagian bokong juga punggung pasien saat
mengganti baju atau popok. Mereka mengaku hal ini dilakukan atas inisiatif sendiri
bukan intruksi dokter atau tenaga kesehatan lainnya karena menganggap minyak
kelapa bisa mencegah terjadinya lecet karena pemakaian popok dan posisi tidur yang
lama. Selain itu, responden juga setiap hari memobilisasi pasien meskipun tidak tiap
2 jam seperti teori, seperti mendudukkan pasien di kursi roda pada pagi dan sore hari.
Hasil penilaian tingkat pengetahuan family caregiver berdasarkan tingkat
pendidikan didapati 18 responden memiliki pengetahuan cukup, 3 responden
berpengetahuan kurang dan 5 responden memiliki pengetahuan yang baik tentang
Dekubitus. Terlihat dari hasil tabulasi silang bahwa semakin tinggi pendidikan maka
frekuensi tingkat pengetahuan rendah menurun. Hal ini karena pada tingkat
pendidikan yang lebih tinggi, lebih banyak informasi yang diterima serta dorongan
untuk mencari informasi lebih besar pada orang dengan tingkat pendidikan yang
tinggi.
Kebanyakan dari responden tidak mengetahui tentang tanda-tanda pada tiap
derajat perkembangan Dekubitus. Namun, untuk pernyataan tindakan pencegahan
Dekubitus seperti menjaga kondisi kulit tetap kering dan bersih serta menggunakan
89
bantal atau gulungan handuk saat berbaring untuk mengurangi tekanan mampu
dijawab benar oleh semua responden. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rismawan (2014) dan Sulastri et al., (2008) dimana tingkat
pengetahuan keluarga tentang Dekubitus yang baik masing-masing 0% dan 26,67%.
Berbeda dengan hasil penelitian Metkono, dkk, 2014 yang menemukan tingkat
pengetahuan caregiver yang baik mencapai 79,3%.
Persepsi responden dilihat dari jenis kelamin didapati bahwa baik perempuan
maupun laki-laki sebagian besar memiliki persepsi yang negatif terhadap pencegahan
dekubitus dengan persentase masing-masing 52,2% dan 66,7% . Hal ini karena
sebagian besar responden menilai dirinya telah merawat dengan baik pasien dengan
membersihkan badan pasien secara rutin. Oleh karena itu, pada item persepsi
kerentanan terhadap Dekubitus, sebagian besar caregiver tidak setuju jika pasien
akan mengalami luka Dekubitus.
Persepsi berdasarkan kategori usia dimana 66,7% lansia memiliki persepsi
positif. Hal tersebut terjadi karena pada usia yang semakin tua memiliki penerimaan
yang lebih baik. Umur dewasa memiliki cara berfikir dan mengambil keputusan yang
optimal sehingga mempengaruhi bagaimana hasil penilaian atau persespsi suatu
keputusan (Sumarwan, 2014). Karakteristik dari tingkat usia dewasa adalah mampu
memenuhi kebutuhannya, memanfaatkan pengalamannya dan mengidentifikasi
kesiapan belajar (Knowless, 1986 dalam Ali, 2007). Hasil ini sejalan dengan
90
penelitian yang dilakukan oleh Greenlee & Scharlach, 2006 dimana mendapatkan
hasil rata-rata usia dari caregiver adalah 46 tahun dan didominasi oleh perempuan.
Persepsi berdasarkan tingkat ekonomi menunjukkan 60% responden memiliki
persepsi negatif pada kelompok ekonomi rendah. Hasil ini sejalan dengan penelitiian
yang dilakukan oleh Sanchón-macias & Bover-bover, 2013 dimana hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat ekonomi tidak berpengaruh dengan persepsi negatif
status kesehatan baik pada kelompok pendapatan < 250 euro/ bulan, 250-499
euro/bulan, 500-999 euro/bulan, dan 1000-1499 euro/ bulan masing-masing memiliki
p value sebesar 0,355, 0,062, 0,633, dan 0,247.
Gambaran persepsi berdasarkan pengalaman didapati 54,5% responden yang
tidak berpengalaman memiliki persepsi negatif terhadap pencegahan Dekubitus.
Persepsi merupakan insterpretasi unik terhadap situasi dan bukan pencarian yang
benar tehadap situasi. Dalam membangun persepsi terdapat proses yang melibatkan
rangkaian kognitif yang kompleks, sehingga melalui proses tersebut dapat dihasilkan
penilaian tentang kenyataan yang mungkin berbeda dari ekspektasi. Selama
prosesnya, pembentukan persepsi juga dipengaruhi oleh konteks, pengalaman masa
lalu, dan ingatan (Thoha, 2000 dalam Marliyah et al., 2014). Persepsi negatif yang
lebih banyak muncul pada responden dapat dipengaruhi oleh kondisi anggota
keluarga yang dianggap tidak rentan untuk mengalami Dekubitus karena masih
mampu mobilisasi meskipun menggunakan alat bantu.
91
Persepsi pada kategori tingkat pendidikan menunjukkan bahwa 58,3%
responen memiliki persepsi yang negatif terhadap pencegahan Dekubitus. hal ini
mungkin dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan yang masih relatif rendah. Hasil
penelitian Rismawan, 2014 menyebutkan bahwa masih banyak keluarga yang tidak
mengetahui tentang Dekubitus sehingga angka kejadian Dekubitus juga banyak.
Pemberian pengetahuan kepada keluarga sangat penting sebagai upaya mendorong
keluarga untuk melakukan tindakan yang sesuai. Dalam penelitian Rismawan, 2014
juga dijelaskan bahwa tingkat pengetahuan seseorang cenderung berpengaruh positif
terhadap persepsi/penialaian dan perilaku yang sesuai.
Perilaku positif dari keluarga dalam upaya pencegahan Dekubitus sangat
berperan dalam pencegahan pembentukan luka dekubitus. Pengetahuan mengenai
dekubitus mempengaruhi dorongan keluarga untuk terlibat dalam perilaku
pencegahan Dekubitus (Sulastri et al., 2008). Komplikasi yang paling parah dan
umum terjadi pada luka Dekubitus adalah infeksi, seperti Sepsis dan Osteomielitis.
Hal ini karena kerusakan jaringan memberikan akses ynag mudah untuk invasi
bakteri (Gambret, 1988). Sepsis yang berhubungan dengan luka dekubitus dapat
terjadi pada semua derajat luka dekubitus. Beberapa penelitian menyebutkan
dominasi organisme sebagai penyebab Sepsis pada Dekubitus adalah staphylococcus
aureus, streptococcus faecalis dan coliform (Alder, VG dan Gillespie WS dalam
Galpin et al., 1976). Pada kondisi sepsis hanya kultur darah satu-satunya cara untuk
92
mengidentifikasi patogen. Hal ini tentu akan menambah waktu pemulihan dari pasien
(Maklebust & Siegreen, 2001).
Osteomielitis atau infeksi yang menyerang tulang pada Dekubitus umumnya
terjadi pada derajat IV luka Dekubitus, karena pada derajat ini telah terjadi kerusakan
pada seluruh ketebalan kulit serta kerusakan sudah mencapai otot, tulang, atau
struktur penyangga sehingga terdapat akses untuk bakteri menginvasi bagian tulang
pasien (National Pressure Ulcer Advisory Panel et al., 2007). Osteomielitis akan
menunda proses penyembuhan luka itu sendiri, karena jaringan mengalami
kerusakan yang parah dan hal ini berhubungan dengan risiko tinggi mengalami
kematian. Biopsi tulang dan kutur dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis
Osteomielitis (Maklebust & Siegreen, 2001). Pengobatan pada kronik Osteomielitis
lebih baik dengan terapi antibiotik jangka pendek disertai perbaikan jaringan dan
penutupan luka yang baik dibandingkan dengan terapi antibiotik jangka panjang
dengan perbaikan jaringan yang sederhana (Marriott & Rubayi, 2008).
Gambaran pengetahuan dan persepsi family caregiver secara umum
menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang cukup
dan memiliki persepsi negatif terhadap pencegahan Dekubitus. Hasil ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Safitri, Agustina, & Amrullah (2010) dimana
hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga memiliki pengetahuan yang cukup
namun sikap yang ditunjukkan negatif atau tidak mendukung tentang perawatan di
rumah pasien stroke dengan kejadian stroke berulang. Hasil ini dikarenakan terdapat
93
faktor yang memengaruhi persepsi family caregiver yaitu tingkat risiko Dekubitus.
Hasil analisa korelasi oleh peneliti didapati hubungan keduanya, hal ini
menginterpretasikan bahwa ketika anggota keluarga yang mengalami gangguan
mobilisasi berisiko rendah, family caregiver cenderung berpresepsi negatif terhadap
pencegahan Dekubitus karena menganggap anggota keluarga yang sakit tidak rentan
untuk mengalami Dekubitus terlepas dari jenis kelaminnya, kelompok usianya,
tingkat pendidikannya, pengalamannya, dan tingkat ekonominya, family caregiver
merasa tidak perlu untuk melakukan tindakan pencegahan Dekubitus karena bersepsi
keluarganya yang sakit tidak akan mengalami Dekubitus, begitupun sebaliknya.
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, data responden tidak
dimiliki oleh puskesmas, sehingga peneliti kesulitan dalam mencari responden,
mengingat keluarga yang memiliki keterbatasan mobilisasi juga jarang sehingga
membutuhkan waktu dan mobilisasi yang cukup lama untuk bisa mendapatkan
responden. Kedua, tidak semua RW memiliki Posbindu sehingga sumber informasi
untuk beberapa lokasi juga minim. Ketiga, masyarakat yang tinggal di komplek dan
memiliki anggota keluarga yang imobilisasi cenderung menolak untuk menjadi
responden meskipun peneliti sudah menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian ,
mengingat saat pengambilan data peneliti tidak didampingi oleh perangkat pengurus
RT atau RW sehingga masyarakat kurang kooperatif.
94
Dalam menentukan tingkat ekonomi, peneliti hanya menggunakan
pendapatan dari caregiver tanpa mengonfirmasi siapa yang menjadi penanggung
jawa atas perawatan kesehatan pasien secara keseluruhan. Hal ini menyebabkan
makna pengkajian tentang kelas ekonomi menjadi kurang relevan. Peneliti dalam
menentukan pengalaman juga mengalami kesulitan dalam menentukan batasan
kriteria berpengalaman atau tidak karena sulit mendapatkan sumber yang
menjelaskan terkait batas waktu minimal seseorang dianggap berpengalaman dalam
menjadi caregiver. Kuesioner dalam menilai pengetahuan caregiver perlu adanya
penyesuaian dan peninjauan ulang, sehingga tidak direkomendasikan untuk
digunakan secara langsung pada penelitian selanjutnya.
95
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Kelompok usia yang paling banyak menjadi family caregiver bagi anggota
keluarganya yang berisiko Dekubitus adalah kelompok usia dewasa akhir
(45 - 64 tahun) sebanyak 13 responden (50%%) dan didominasi oleh
perempuan (88,5%). Hubungan keluarga antara family caregiver dengan
anggota keluarga yang berisiko Dekubitus paling banyak adalah anak
dengan orang tua sebanyak 11 responden.
2. Family caregiver mayoritas tidak memiliki pengalaman merawat orang
dengan keterbatasan mobilisasi sebelumnya (84,6%), hanya 4 responden
yang memiliki pengalaman merawat orang dengan keterbatasan mobilisasi
sebelumnya.
3. Tingkat ekonomi responden rata-rata tergolong rendah (< UMR) yaitu
76,9% atau 20 responden. Pendidikan yang pernah ditempuh oleh family
caregiver didominasi pada tingkat pendidikan menengah dengan jumlah
responden sebanyak 13 orang .
96
4. Pengetahuan tentang Dekubitus yang dimiliki oleh family caregiver
sebagian besar tergolong cukup (69,2%) dan memiliki persepsi negatif
terhadap tindakan pencegahan Dekubitus yaitu sebesar 53,8%.
B. Saran
1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Sebaiknya discharge planning pada pasiem dengan gangguan mobilisasi atau
imobilisasi diberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan dekubitus.
2. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Sebaiknya memasukkan materi tentang pencegahan Dekubitus pada mata
kuliah Keperawatan Medikal bedah dan Komunitas. Selanjutya dapat dimanfaatan
menjadi topik edukasi kepada masyarakat yang memiliki anggota keluarga dengan
keterbatasan mobilisasi sejak di bangku kuliah misalnya pada agenda pengobatan
gratis dari HMPS (Himpunan Mahasiswa Program studi).
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian selanjutnya disarankan berupa penelitian kualitatif untuk
mendapatkan data yang lebih luas. Saran lainnya untuk penelitian kuantitatif
sebaiknya dilakukan dengan sampel yang mencukupi, waktu yang lebih lama dan
area yang lebih luas.
97
4. Bagi Caregiver
Keluarga sebagai perawat utama di rumah disarankan untuk memperhatikan
mobilisasi pasien selama diatas tempat tidur agar tidak terjadi penekanan pada
bagian tubuh tertentu yang mengakibatkan Dekubitus.
DAFTAR PUSTAKA
Asimus, M., & Li, P. (2011). Pressure Ulcers In Home Care Settings : Is It
Overlooked ? Wound Practice and Research, 19(2), 88–97.
Backlund, E., Sorlie, P., & Johnson, N. (1999). A Comparison Of The Relationships
of Education and Income with Mortality: The National Longitudinal Mortality
Study. Social Science Medical, 10, 1373–1384.
Bensley, R. J. (2009). Metode Pendidikan Kesehatan Masyarakat (2nd ed.). Jakarta:
EGC.
Bluestein, D., & Javaheri, A. (2008). Pressure Ulcers: Prevention, Evaluation, and
Management, 78, 1186–1194.
Budiharto. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu
Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC.
Dahlan, M. S. (2013). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel (3rd ed.).
Jakarta: Salemba Medika.
E. M. D. Kosegeran, A. J. M. Rattu, E. P. S. (2016). Analisis Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kinerja Perawat Dalam Pencegahan Kejadian Luka
Dekubitus Di Ruang Rawat Khusus RSUP Prof.Dr.R. D. Kandou Manado, 35–
46.
Efendi, F., & Makhfuldi. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.
Fleming, K. C., Andrews, K. L., Evans, Jo. M., Chutka, D. S., & Garness, S. L.
(1995). Pressure Ulcers : Prevention and Management, 6196(agustus), 789–
799. https://doi.org/10.1016/S0025-6196(11)64355-3
Friedman, & Marilyn, M. (2010). Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik.
Jakarta: EGC.
Galpin, J. E., Chow, A. W., Bayer, A. S., & Guze, L. B. (1976). Sepsis Associated
with Decubitus Ulcers, 61(September), 346–350.
Gambret, S. R. (1988). Contemporary Geriatric Medicine (3rd ed.). New York:
Plenum Medical Book.
Gorecki, C., Brown, J. M., Nelson, E. A., Briggs, M., Schoonhoven, L., Dealey, C.,
Nixon, J. (2009). Impact of pressure ulcers on quality of life in older patients: A
systematic review: Clinical investigations. Journal of the American Geriatrics
Society, 57(7), 1175–1183. https://doi.org/10.1111/j.1532-5415.2009.02307.x
Greenlee, J., & Scharlach, A. (2006). Caregiver’s Characteristic and Need. Family
Caregivers In California, 8–42.
Jaul, E., & Menzel, J. (2014). Pressure Ulcers in the Elderly, as a Public Health
Problem, 2(5), 4–7. https://doi.org/10.4172/2329-9126.1000174
Jones, D. (2013). Pressure Ulcer Prevention In The Community Setting, 47–56.
Kautsar, G., & Haryanthi, L. P. S. (2016). Construct Validity Of Test Instruments For
Health Belief Model ( Hbm ) In Cervical Cancer Screening Behavior.
International Conference on Health and Well-Being (ICHWB), 19–33.
Kemenkes RI. (2013). Pokok-pokok Hasil RISKESDAS Provinsi Banten 2013.
Kemenkes RI. (2014). Infodatin : Situasi Kesehatan Jantung. Pusat Data Dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI, 1–8. Retrieved from
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infod
atin-jantung.pdf
Kose, I., Yesil, P., Oztunc , G., & Eskimez, Z. (2016). Knowledge of Nurses Working in Intensive Care Units in Relation to Preventive Interventions for Pressure
Ulcer. International Journal of Caring Scieces, 9(2), 677–687.
Lapau, B. (2012). Metode Penelitian Kesehatan: Metode Ilmiah Penulisan Skripsi,
Tesis, Dan Disertasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Luthfi, I., Saloom, G., & Yasun, H. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Lembaga
Peneitian UIN Jakarta.
Lyder, C. H. (2010). Risk Factors And Risk-Assessment Scales Pressure Ulcer, 1–6.
MacLeod, F., Barton, P., Campbell, K., Harrison, M., Kay, K., Labate, T., …
Parslow, N. (2005). Risk Assessment & Prevention of Pressure Ulcer, (March).
Maklebust, J., & Siegreen, M. (2001). Pressure Ulcers: Guidlines for Prevention
anda Management (3rd ed.). United State of America: Springhouse.
Marriott, R., & Rubayi, S. (2008). Successful Truncated Osteomyelitis Treatment for
Chronic Osteomyelitis Secondary to Pressure Ulcers in Spinal Cord Injury
Patients. Annals of Plastic Surgery, 61, 425–429.
Maulana, H. D. J. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.
McEwen, M., & Pullis, B. C. (2009). Community-Based Nursing. Canada: Saunders
Elsevier.
Mersal, F. A. (2014). Caregivers â€TM Knowledge and Practice Regarding
Prevention of Immobilization Complications in El-demerdash Hospital Cairo,
2(3), 78–98.
Mohamed, S. A., & Weheida, S. M. (2015). Effects Of Implementing Educational
Program About Pressure Ulcer Control On Nurses’ Knowledge And Safety Of
Immobilized Patients. Journal of Nursing Education and Practice, 5(3), 12.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.5430/jnep.v5n3p12
National Pressure Ulcer Advisory Panel, National, T., Ulcer, P., & Panel, A. (2007).
Pressure ulcer stages revised by the National Pressure Ulcer Advisory Panel.
Ostomy/wound Management, 53(3), 30–1. Retrieved from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17450645
Noorkasiani, Heryati, & Ismail, R. (2009). Sosiologi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nuru, N., Zewdu, F., Amsalu, S., & Mehretie, Y. (2015). Knowledge And Practice
Of Nurses Towards Prevention Of Pressure Ulcer And Associated Factors In
Gondar University Hospital, Northwest Ethiopia. BMC Nursing, 14(1), 34.
https://doi.org/10.1186/s12912-015-0076-8
Osuala, E. O. (2014). Innovation in prevention and treatment of pressure ulcer
Nursing, 17(2), 61–68. https://doi.org/10.4103/1119-0388.140411
Pearlin, L. I. (1989). The Sociological Study of Stress. Journal of Health and Social
Behaviour, 3, 241–256.
Perry D, Borchert K, Burke S, Chick K, Johnson K, Kraft W, Patel B, T. S. (2012).
Pressure Ulcer Prevention and Treatment Protocol. Updated January 2012.
Retrieved from www.icsi.org
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik Volume 2 (4th ed.). Jakarta: EGC.
Potter, P., Perry, Anne Griffin, Stockert, Patricia A, & Hall, A. (2011). Basic
Nursing (7th ed.). Canada: Elsevier.
Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 52 Tahun
2009, Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, 1.
Retrieved from http://data.menkokesra.go.id/sites/default/files/22637790-UU-
No-52-Tahun-2009-Perkembangan-Kependudukan-Dan-Pembangunan-
Keluarga.pdf
Rismawan, W. (2014). Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Klien Tentang
Pencegahan Dekubitus Terhadap Kejadian Dekubitus Pada Pasien Bedrest
Total di RS Dr. Soekardjo Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada,
12(1), 112–127.
Safitri, F. N., Agustina, H. R., & Amrullah, A. A. (2010). Risiko Stroke Berulang
dan Hubungannya Dengan Pengetahuan dan Sikap Keluarga.
Sanchón-macias, M. V., & Bover-bover, A. (2013). Relationship Between Subjective
Social Status And Perceived Health Among Latin American Immigrant Women,
21(6). https://doi.org/10.1590/0104-1169.2943.2374
Sarwono, S. W., Meinarno, E. A., Kevin, A., Listian, F., Rahman, Al.,
Widiyaningsih, & Farhan, M. (2014). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba
Medika.
Schulz, R., & Eden, J. (2016). Families Caring for an Aging America.
https://doi.org/10.17226/23606
Skala, P., Dan, B., Gosnell, S., Mizan, D. M., Rosa, E. M., & Yuniarti, F. A. (2009).
Menilai Tingkat Resiko Luka Tekan, 259–263.
Sulastri, N. T., Effendy, C., & Haryani. (2008). Pengaruh Pemberian Pendidikan
kesehatan Terhadap Pengetahuan dan Keterlibatan Keluarga Dalam
Pencegahan Dekubitus pada Pasien Tirah Baring. Jurnal Ilmu Keperawatan, 3,
193–201.
Sunaryanti, B., & Muladi, A. (2014).Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan
Dan Minyak Kelapa Terhadap Pencegahan Dekubitus, (Smeltzer 2002), 1–10.
Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Swarjana, I. K. (2016). Statistik Kesehatan. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Valente, L. E., et al.,. (2011). Health Self-Perception By Dementia Family
Caregivers Sociodemographic And Clinical Factors, 69(May), 739–744.
Wagito, B. (2003). Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Widodo, A. (2007). Uji Kepekaan Instrumen Pengkajian Risiko Dekubitus Dalam
Mendeteksi Dini Risiko Kejadian Dekubitus Di RSIS. Jurnal Penelitian Sains &
Teknologi, 8(1), 39–54.
Wood, G. L., & Haber, J. (2006). Nursing Research: Methods and Critical Apprasial
for Evidence-based Practice (6th ed.). United State of America: Mosby
Elsevier.
LAMPIRAN
Lampiran 2
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
Assalamu’alaikum Wr Wb
Saya yang bertanda tangan dibawah ini bersedia menjadi responden penelitian
yang akan dilakukan oleh:
Nama Peneliti : Maulidah Nur Atiqoh
NIM : 1113104000050
Judul Skripsi : Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi Family
Caregiver tentang Pencegahan Dekubitus Pada Anggota
Keluarga Yang Berisiko Dekubitus Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pisangan Dan Ciputat
Saya telah mendapat penjelasan dari peneliti tentang tujuan penelitian ini. Saya
mengerti bahwa data mengenai penelitian ini akan dirahasiakan. Semua berkas yang
mencantumkan identitas responden hanya digunakan untuk terkait penelitian.
Saya mengerti bahwa tidak ada resiko yang akan terjadi. Apabila ada pertanyaan
dan respon emosional yang tidak nyaman atau berakibat negatif pada saya, maka
peneliti akan menghentikan pengumpulan data dan peneliti memberikan hak kepada
saya untuk mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa resiko apapun.
Demikian surat pernyataan ini saya tandatangani tanpa suatu paksaan. Saya
bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini secara sukarela.
Wassalamu’alaikum Wr Wb
Jakarta, 2017
( )
Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Kosongkan kolom nomor responden
2. Bacalah setiap pernyataan atau pertanyaan dengan teliti sebelum
menjawabnya.
3. Isilah seluruh pertanyaan dan pernyataan dengan menggunakan jawaban
yang sesuai dengan pemikiran anda
4. Cara pengisian jawaban disesuaikan dengan petunjuk yang telah
diberikan
5. Anda diharapkan untuk mengisi seluruh pernyataan dan pertanyaan yang
ada dalam kuesioner ini secara mandiri
6. Bila ada pertanyaan yang tidak dimengerti, anda dapat langsung
menanyakannya kepada peneliti
7. Untuk menjawab kuesioner pernyataan, berilah tanda centang (√) pada
kolom jawaban yang menurut anda benar atau sesuai dengan pemikiran
anda
8. Apabila ingin mengganti jawabab pada daftar pernyataan, anda dapat
memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang salah/ingin diganti,
kemudian memberikan tanda centang (√) kembali pada kolom yang
tersedia
9. Tiap pernyataan akan bernilai bila diisi oleh satu jawaban
10. Selamat mengisi
Tanggal Pengisian Kuesioner:
No. Responden:
A. Status Demografi Family Caregiver
Petunjuk: isilah pertanyaan dibawah ini dengan jawaban yang sesuai
Nama (inisial) :
Usia : tahun bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan*
Hubungan dengan klien (anak, istri, cucu dsb):
Pengalaman merawat orang dengan imobilisai (keterbatasan atau
ketidakmampuan dalam bergerak):
Ya Tidak
Pendidikan Terakhir* : 1. Tidak Sekolah
2. SD
3. SMP/ Sederajat
4. SMA/ Sederajat
5. Perguruan Tinggi (Diploma,
S1/S2/S3)
Pendapatan/bulan* : 1. < 3.270.936,13
2. > 3.270.936,13
*lingkari yang sesuai
B. Kuesioner Pengetahuan
Petunjuk: berilah tanda centang (√) pada kolom jawaban
B : apabila anda merasa pernyataan yang tertulis adalah Benar
S : apabila anda merasa pernyataan yang tertulis adalah Salah
No Pernyataan Benar Salah
1. Dekubitus adalah kerusakan pada kulit dan atau lapisan-lapisan
dibawahnyakarena penekanan yang terlalu lama dan terus-
menerus pada daerah tersebut
2. Nama lain Dekubitus adalah luka tekan
3. Penyebab terjadinya dekubituskarena kurangnya pasokan darah
pada kulit dan atau lapisan-lapisan dibawah kulit
4. Dekubitus biasanya terjadi pada bagian tulang yang menonjol
seperti pada daerah bagian kepala, punggung, bahu, pantat, dan
tumit
5. Daerah dada dan perut pasien merupakan daerah yang paling
sering mengalami dekubitus
6. Tanda kemerahan pada kulit yang jika ditekan dengan jari akan
tetap merah, bukan merupakan gejala dekubitus tingkat I
7. Dekubitus pada tingkat II sering ditandai dengan luka lecet dan
melepuh
8. Gejala dekubitus tingkat IV tidak sampai merusak otot dan
tulang pasien
9. Pasien yang berbaring terlalu lama tanpa bergerak dan berubah
posisi berisiko terkena dekubitus
10. Gesekan pada punggung pasien saat penggantian sprei yang
tidak hati-hati dapat menyebabkan terjadinya dekubitus
11. Kulit pasien yang terlalu lembab tidak akan mengalami
dekubitus
12. Terjadinya dekubitus pada pasien tidak dipengaruhi oleh usia
pasien tersebut
13. Perubahan posisi setiap 2 jam sekali dapat mengurangi risiko
terjadinya dekubitus
14. Risiko terjadinya dekubitus dapat dikurangi dengan cara selalu
menjaga kulit pasien agar tetap bersih dan kering
15. Daerah kulit pasien yang sudah mengalami kemerahan boleh
dipijat karena dapat melancarkan aliran darah ke daerah
tersebut
16. Untuk menjaga agar tubuh terhindar dari penekanan saat
berbaring dalam waktu lama dapat menggunakan bantal,
selimut, gulungan handuk dan busa karet
C. Persepsi Family Caregiver
Petunjuk: berilah tanda centang (√) pada kolom jawaban yang
menurut anda paling sesuai.
STS : apabila anda merasa Sangat Tidak Setuju
TS : apabila anda merasa Tidak Setuju
S : apabila anda merasa Setuju
SS : apabila anda merasa Sangat Setuju
No Pernyataan STS TS S SS
Persepsi Manfaat
1. Jika luka Dekubitus terdeteksi dini, maka tingkat
keberhasilan pengobatan lebih tinggi.
2. Penyuluhan mengenai cara pencegahan Dekubitus
bermanfaat untuk menambah pemahaman saya
tentang tindakan pencegahan Dekubitus kepada
anggota keluarga yang mengalami gangguan
mobilisasi
3. Jika saya melakukan tindakan pencegahan
Dekubitus secara teratur kepada anggota keluarga
yang berisiko, maka peluang terjadinya Dekubitus
rendah
4. Dengan tindakan pencegahan Dekubitus, keluarga
saya yang mengalami gangguan mobilisasi dapat
terhindar dari risiko pembentukan luka Dekubitus
5. Saya melakukan perawatan kulit kepada anggota
keluarga saya yang mengalami gangguan
mobilisasi sebagai upaya pencegahan terhadap
pembentukan luka Dekubitus
Persepsi Hambatan
6. Saya malas melakukan perawatan kepada anggota
keluarga saya yang mengalami gangguan
mobilisasi
7. Melakukan deteksi dini luka Dekubitus
menimbulkan rasa khawatir atau tidak nyaman
8. Saya kesulitan untuk melakukan pencegahan
Dekubitus karena mengambil banyak waktu saya
9. Saya mengalami kesulitan memperoleh kendaraan
untuk membeli kebutuhan pencegahan Dekubitus
10. Biaya untuk pencegahan Dekubitus tidak
terjangkau
11. Toko di sekitar rumah saya tidak menyediakan
kebutuhan alat untuk pencegahan Dekubitus
Persepsi Kerentanan
12. Keluarga saya yang mengalami gangguan
mobilisasi berisiko mengalami Dekubitus
13. Kondisi anggota keluarga saya yang terganggu
mobilisasinya, rentan terkena Dekubitus
14. Saya yakin anggota keluarga saya yang
mengalami gangguan mobilisasi berpeluang tinggi
mendapat luka Dekubitus di kemudian hari
15. Kerentanan anggota keluarga saya yang terganggu
mobilisasinya terhadap Dekubitus dipengaruhi
oleh kualitasperawatan yang saya berikan sejauh
ini
16. Menilik kondisi kesehatan anggota keluarga saya
yang terbatas mobilisasinya, kemungkinan dia
mengalami Dekubitus lebih tinggi
Persepsi Keseriusan
17. Saat saya memperoleh informasi tentang
Dekubitus, saya menyadari betapa seriusnya
akibat yang dapat ditimbulkan dari luka Dekubitus
18. Saya meyakini orang-orang yang mengalami luka
Dekubitus selalu disertai dengan respon nyeri
19. Saya meyakini bahwa Dekubitus berdampak pada
kehidupan sosial anggota keluarga saya yang
mengalami gangguan mobilisasi (mis: kehilangan
pekerjaan)
20. Keseriusan dampak luka Dekubitus menjadi
perhatian saya saat ini
Formulir Pengkajian Risiko Dekubitus Skala Braden
Nama (inisial) :………………. Tanggal :……………………
Usia :………………. Jenis Kelamin: Perempuan/laki-laki
PARAMETER TEMUAN
SKOR
Persepsi sensori
1.Terbatas Total.
Tidak berespon pada
stimulasi nyeri akibat
kurangnya tingkat
kesadaran.
ATAU
Keterbatasan
kemampuan untuk
merasakan nyeri pada
sebagian besar
permukaan tubuh.
2. Sangat Terbatas
Berespon hanya pada
stimulus nyeri
mengomunikasikan
ketidaknyamanan
dengan cara merintih
atau gelisah.
ATAU
Mempunyai gangguan
sensorik yang
membatasi kemampuan
untuk merasakan nyeri.
3.Sedikit Terbatas
Berespon pada perintah
verbal, tp tidak selalu
mampu
mengomunikasikan
ketidaknyamanan
ATAU
Mempunyain gangguan
sensorik yang membatasi
kemampuan merasakan
nyeri atau
ketidaknyamanan pada 1
atau 2 ekstremitas
4.Tidak Ada Gangguan
Berespon pada perintah
verbal. Tidak ada
penurunan sensorik yang
akan membatasi
kemampuan untuk
merasakan atau
mengungkapkan nyeri
atau ketidaknyamanan.
Kelembapan
1.Kelembaban Kulit
yang konstan
Kulit dijaga agar
tetap lembab hampir
secara konstan oleh
perspirasi, urin dll
2.Sangat Lembab
Kulit sering lembab tapi
tidak selalu lembab. Alat
teun diganti sedikitnya
1x/hari
3.Kadang-kadang Lembab
Kulit kadang-kadang
lembab, memerlukan
penggantian alat tenun
ekstra 1x/hari
4.Jarang Lembab
Kulit biasanya kering,
alat tenun hanya perlu
diganti sesuai jadwal
Aktivitas
1.Tirah baring terbatas
diatas tempat tidur
2.Diatas Kursi
Mampu berjalan dengan
keterbatasan yang tinggi
atau tidak mampu
berjalan, harus dibantu
pindah ke atas kursi/kursi
roda
3.Kadang-kadang
Berjalan
Kadang-kadang berjalan
pd siang hari, tapi hanya
utk jarak yang sangat
dekat, dengan/tanpa
bantuan
4.Sering berjalan-
jalan di luar kamar.
Sedikitnya 2x/hari
dan didalam kamar
sedikitnya 1x tiap 2
jam selama jam
terjaga.
Mobilitas
1.Imobilisasi Total
Tidak dapat melakukan
perubahan posisi tubuh
atau ekstremitas tanpa
bantuan walaupun hanya
sedikit
2.Sangat Terbatas
Kadang-kadang
melakukan perubahan
kecil pada posisi
tubuh dan ekstremitas
tapi tidak mampu
melakukan perubahan
yang sering dan
berarti ssecara
mandiri
3.Agak Terbatas
Sering melakukan
perubahan kecil pada posisi
tubuh dan ekstremitas secara
mandiri
4.Tidak terbatas
Melakukan perubahan
posisi yang bermakna
dan sering tanpa
bantuan
Nutrisi
1.Sangat Buruk Jarang makan lebih dari 1/3 porsi makan yang diberikan. Kurang minum. Tidak makan suplemen makanan air
2.Mungkin Kurang
Jarang makan makanan
lengkap dan makan
kira2 hanya ½ porsi
makanan yang
diberikan.
3.Cukup
Makan lebih dari ½ porsi
makanan yang diberikan.
Kadang-kadang menolak
makanan tapi biasa mau
makanan suplemen yang
diberikan
4.Baik
Makan setiap makanan
yang diberikan. Tidak
pernah menolak
makanan.
Gesekan
1.Masalah
Memerlukan bantuan
yang sedang sampai
maksimum untuk
bergerak. Tidak mampu
mengangkat tanpa
terjatuh. Sering
membutuhkan
maksimum untuk
mengatur posisi kembali.
2.Masalah yang
Berpotensi
Bergerak dengan
lemah dan
membutuhkan
bantuan minimum.
Selama bergerak kulit
mungkin akan
menyentuh alas tidur.
Sebagian besar
mampu
mempertahankan
posisi yang relatif
baik di atas kursi atau
tempat tidur tapi
kadang-kadang jatuh
kebawah
3.Tidak Ada Masalah
Bergerak diatas tempat
tidur dan kursi secara
,andiri dan mempunyai
otot yang cukup kuat
untuk mengankat
sesuatu sambil
bergerak.
TOTAL SKOR
Interpretasi Total Skor
o Risiko Rendah : skor 15-18
o Risiko Sedang : skor 13-14
o Risiko Tinggi : skor 10-12
o Risiko Sangat Tinggi : skor ≤ 9
Lampiran 3
Hasil Olahan SPSS
A. Jenis Kelamin
JK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid laki-laki 3 11.5 11.5 11.5
perempuan 23 88.5 88.5 100.0
Total 26 100.0 100.0
B. Kelompok Usia
kat_usia2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Dewasa Muda 4 15.4 15.4 15.4
Dewasa Pertengahan 6 23.1 23.1 38.5
Dewasa Akhir 13 50.0 50.0 88.5
Lansia 3 11.5 11.5 100.0
Total 26 100.0 100.0
C. Pengalaman
Pengalaman
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 22 84.6 84.6 84.6
ya 4 15.4 15.4 100.0
Total 26 100.0 100.0
D. Tingkat Ekonomi
Tingkat_Ekonomi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 20 76.9 76.9 76.9
tinggi 6 23.1 23.1 100.0
Total 26 100.0 100.0
E. Tingkat Peddidikan
Tingkat_Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 13 50.0 50.0 50.0
menengah 10 38.5 38.5 88.5
tinggi 3 11.5 11.5 100.0
Total 26 100.0 100.0
F. Tingkat Pengetahuan
kategori_pengetahuan2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang 3 11.5 11.5 11.5
cukup 18 69.2 69.2 80.8
baik 5 19.2 19.2 100.0
Total 26 100.0 100.0
G. Persepsi
kategori_persepsi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Negatif 14 53.8 53.8 53.8
Positif 12 46.2 46.2 100.0
Total 26 100.0 100.0
Uji Reliabilitas Kuesioner Persepsi
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.674 .641 17
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Squared
Multiple
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
manfaat_3 44.90 12.921 .095 . .677
manfaat_4 44.87 12.120 .161 . .678
manfaat_5 44.63 12.861 .089 . .679
hambatan_1 44.77 12.668 .151 . .673
hambatan_2 44.93 13.857 -.282 . .695
hambatan_3 45.43 12.116 .197 . .671
hambatan_4 45.00 12.621 .383 . .659
hambatan_5 45.73 12.409 .112 . .684
hambatan_6 45.77 13.151 .029 . .682
rentan_1 44.97 10.240 .569 . .611
rentan_2 45.00 10.345 .478 . .626
rentan_3 45.57 11.082 .468 . .632
rentan_4 45.07 12.685 .162 . .671
rentan_5 45.57 10.737 .639 . .611
serius_2 44.80 12.648 .247 . .664
serius_3 44.67 11.816 .304 . .656
serius_4 45.27 11.237 .594 . .624
Uji Normalitas Skor Persepsi
Descriptives
Statistic Std. Error
kategori_persepsi Mean 1.4615 .09970
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1.2562
Upper Bound 1.6669
5% Trimmed Mean 1.4573
Median 1.0000
Variance .258
Std. Deviation .50839
Minimum 1.00
Maximum 2.00
Range 1.00
Interquartile Range 1.00
Skewness .164 .456
Kurtosis -2.145 .887
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kategori_persepsi .356 26 .000 .637 26 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Statistics
persepsi
N Valid 26
Missing 0
Mean 57.6538
Median 57.0000
Proporsi Distribusi Karakteristik Responden terhadap Tingkat Pengetahuan
JK * kategori_pengetahuan2 Crosstabulation
kategori_pengetahuan2
Total kurang cukup baik
JK laki-laki Count 0 2 1 3
% within JK 0.0% 66.7% 33.3% 100.0%
perempuan Count 3 16 4 23
% within JK 13.0% 69.6% 17.4% 100.0%
Total Count 3 18 5 26
% within JK 11.5% 69.2% 19.2% 100.0%
Pengalaman * kategori_pengetahuan2 Crosstabulation
kategori_pengetahuan2
Total kurang cukup baik
Pengalaman Tidak Count 3 15 4 22
% within Pengalaman 13.6% 68.2% 18.2% 100.0%
Ya Count 0 3 1 4
% within Pengalaman 0.0% 75.0% 25.0% 100.0%
Total Count 3 18 5 26
% within Pengalaman 11.5% 69.2% 19.2% 100.0%
\
Tingkat_Pendidikan * kategori_pengetahuan2 Crosstabulation
kategori_pengetahuan2
Total kurang cukup baik
Tingkat_Pendidika
n
rendah Count 3 10 0 13
% within Tingkat_Pendidikan 23.1% 76.9% 0.0% 100.0%
menengah Count 0 7 3 10
% within Tingkat_Pendidikan 0.0% 70.0% 30.0% 100.0%
tinggi Count 0 1 2 3
% within Tingkat_Pendidikan 0.0% 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 3 18 5 26
% within Tingkat_Pendidikan 11.5% 69.2% 19.2% 100.0%
Tingkat_Ekonomi * kategori_pengetahuan2 Crosstabulation
kategori_pengetahuan2
Total kurang Cukup baik
Tingkat_Ekonomi rendah Count 3 15 2 20
% within Tingkat_Ekonomi 15.0% 75.0% 10.0% 100.0%
tinggi Count 0 3 3 6
% within Tingkat_Ekonomi 0.0% 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 3 18 5 26
% within Tingkat_Ekonomi 11.5% 69.2% 19.2% 100.0%
kat_usia2 * kategori_pengetahuan2 Crosstabulation
kategori_pengetahuan2
Total kurang Cukup baik
kat_usia2 Dewasa Muda Count 0 4 0 4
% within kat_usia2 0.0% 100.0% 0.0% 100.0%
Dewasa Pertengahan Count 1 3 2 6
% within kat_usia2 16.7% 50.0% 33.3% 100.0%
Dewasa Akhir Count 0 10 3 13
% within kat_usia2 0.0% 76.9% 23.1% 100.0%
Lansia Count 2 1 0 3
% within kat_usia2 66.7% 33.3% 0.0% 100.0%
Total Count 3 18 5 26
% within kat_usia2 11.5% 69.2% 19.2% 100.0%
Proporsi Distribusi Karakteristik Responden terhadap Persepsi
JK * kategori_persepsi Crosstabulation
kategori_persepsi
Total negatif positif
JK laki-laki Count 2 1 3
% within JK 66.7% 33.3% 100.0%
perempuan Count 12 11 23
% within JK 52.2% 47.8% 100.0%
Total Count 14 12 26
% within JK 53.8% 46.2% 100.0%
kat_usia2 * kategori_persepsi Crosstabulation
kategori_persepsi
Total negatif positif
kat_usia2 Dewasa Muda Count 1 3 4
% within kat_usia2 25.0% 75.0% 100.0%
Dewasa Pertengahan Count 5 1 6
% within kat_usia2 83.3% 16.7% 100.0%
Dewasa Akhir Count 7 6 13
% within kat_usia2 53.8% 46.2% 100.0%
Lansia Count 1 2 3
% within kat_usia2 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 14 12 26
% within kat_usia2 53.8% 46.2% 100.0%
Pengalaman * kategori_persepsi Crosstabulation
kategori_persepsi
Total negatif positif
Pengalaman tidak Count 12 10 22
% within Pengalaman 54.5% 45.5% 100.0%
ya Count 2 2 4
% within Pengalaman 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 14 12 26
% within Pengalaman 53.8% 46.2% 100.0%
Tingkat_Pendidikan * kategori_persepsi Crosstabulation
kategori_persepsi
Total negatif positif
Tingkat_Pendidikan rendah Count 8 5 13
% within Tingkat_Pendidikan 61.5% 38.5% 100.0%
menengah Count 4 6 10
% within Tingkat_Pendidikan 40.0% 60.0% 100.0%
tinggi Count 2 1 3
% within Tingkat_Pendidikan 66.7% 33.3% 100.0%
Total Count 14 12 26
% within Tingkat_Pendidikan 53.8% 46.2% 100.0%
Tingkat_Ekonomi * kategori_persepsi Crosstabulation
kategori_persepsi
Total negatif Positif
Tingkat_Ekonomi rendah Count 12 8 20
% within Tingkat_Ekonomi 60.0% 40.0% 100.0%
tinggi Count 2 4 6
% within Tingkat_Ekonomi 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 14 12 26
% within Tingkat_Ekonomi 53.8% 46.2% 100.0%
Recommended