View
259
Download
23
Category
Preview:
Citation preview
GAMBARAN PERILAKU TIDAK AMAN PADA PEKERJA DI UNIT WELDING
PT. GAYA MOTOR, SUNTER II, JAKARTA UTARA
TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Disusun Oleh:
WIDAYU RAHMIDHA NOER
NIM: 108101000022
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2012 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Oktober 2012
Widayu Rahmidha Noer
NIM: 108101000022
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, November 2012
Widayu Rahmidha Noer, NIM: 108101000022
Gambaran Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja di Unit Welding PT. Gaya Motor,
Sunter II, Jakarta Utara Tahun 2012
xvi + 162 halaman, 5 tabel, 13 gambar, 5 lampiran
ABSTRAK
Perilaku tidak aman dianggap sebagai hasil dari kesalahan yang dilakukan baik
oleh pekerja yang terlibat secara langsung maupun kesalahan yang dilakukan oleh
organisasi yaitu pihak manajemen. Berdasarkan data kecelakaan kerja PT. Gaya Motor,
pada tahun 2009, dari 14 kasus kecelakaan kerja (SR 1,24), 10 kasus disebabkan oleh
perilaku tidak aman dan 4 kasus disebabkan oleh kondisi tidak aman. Tahun 2010, dari
11 kasus kecelakaan kerja (SR 3,10), 10 kasus disebabkan oleh perilaku tidak aman dan
1 kasus disebabkan oleh kondisi tidak aman, sedangkan pada tahun 2011, dari 14 kasus
kecelakaan kerja (SR 1,83), seluruhnya disebabkan oleh perilaku tidak aman.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-September 2012 di unit welding PT.
Gaya Motor, Sunter II, Jakarta Utara. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
dengan tujuan menggambarkan perilaku tidak aman pada pekerja di unit welding PT.
Gaya Motor. Informan dalam penelitian ini adalah foreman, group leader, dan pekerja.
Data dikumpulkan dengan cara observasi dan wawancara.
Hasil penelitian ini berupa bentuk perilaku tidak aman yaitu melakukan
pekerjaan tanpa wewenang, gagal dalam mengamankan, menghilangkan alat pengaman,
menggunakan peralatan yang rusak, tidak menggunakan APD dengan benar,
pengisian/pembebanan yang tidak sesuai, cara mengangkat yang salah, posisi tubuh
yang salah, memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi, dan bersenda gurau pada
saat bekerja. Saran untuk penelitian ini adalah meningkatkan pengawasan kepada
pekerja dan menindak tegas pekerja yang melanggar peraturan, memberikan tanda
peringatan pada alat pengelasan yang rusak, pelindung cakram pada gerinda jangan
dilepas dan tetap dipasang, pekerja harus melapor kepada maintenance atau group
leader jika alat kerja rusak, memberikan pelatihan kepada pekerja cara memelihara APD
yang mereka gunakan, pekerja harus segera melapor kepada group leader jika APD
yang mereka gunakan rusak, menggunakan kereta dorong saat membawa panel dalam
jumlah yang banyak, memberikan pelatihan kepada pekerja teknik mengangkat panel
yang baik dan benar, mendesain kembali meja panel dengan mempertimbangkan faktor
ergonomi, tidak diizinkan pekerja memperbaiki sendiri alat las yang rusak.
Daftar Bacaan: 50 (1980-2012)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
STUDY PROGRAMME OF PUBLIC HEALTH
OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH
Undergraduated Thesis, November 2012
Widayu Rahmidha Noer, NIM: 108101000022
Description of Unsafe Action at Workers in Welding Unit PT. Gaya Motor, Sunter
II, North Jakarta in 2012.
xvi + 162 pages, 5 tables, 13 pictures, 5 attachments
ABSTRACT
Unsafe action can be assumed as the result of mistake done by either the workers
themselves or the one done by the organization in this case the management. Based on
works accident data year 2009 by PT. Gaya Motor, out of 14 works accident cases (SR
1,24), 10 cases caused by unsafe action and 4 causes were caused by unsafe condition.
In year 2010, out of 11 works accident cases (SR 3,10), 10 cases caused by unsafe
action, the other one was caused by unsafe condition, as in year 2011, out of 14 work
accident cases (SR 1,83), all of it were caused by unsafe action and 7 of those cases were
happened in welding unit. All of the cases were caused by the workers unsafe action.
This Study was done between July to September year 2011 in welding unit of
PT. Gaya Motor, Sunter II, North Jakarta. This research is a qualitative study with the
aim of describing the behavior of workers in unsafe welding unit PT. Gaya Motor.
Informants in this study is the foreman, group leader, and workers. Data collected by
observation and interview.
The result of this study shows that the forms of workers unsafe action in welding
unit of PT. Gaya Motor, consist of doing work without authorization, failure to secure,
removing safety devices, using defective equipment, failing to use PPE properly,
improper loading, improper lifting, improper position for task, servicing equipment in
operation, and horseplay. Suggestions for this research is to improve the supervision of
employees and take action against employees who violate the rules, providing warning
signs of damaged welding equipment, protective discs to grinding should not be
removed and remain installed, workers must report to maintenance or a group leader if
the damaged work tools, providing training to workers how to maintain PPE they use,
workers should immediately report to the group leader if they use damaged PPE, using a
stroller while carrying the panels in large numbers, provide training to employees lifting
technique is good and right panels , redesign the table panel with ergonomic factors into
account, workers are not allowed to fix it yourself welding tools are broken.
References: 50 (1980-2012)
vi
vii
i
viii
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. DATA PRIBADI
Nama : Widayu Rahmidha Noer
Jenis Kelamin : Perempuan
TTL : Jakarta, 5 September 1989
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. Sawo Ujung 1 No. 39 Rt. 008/010 Cijantung 3, Jakarta
Timur
Fakultas/Jurusan : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/Kesehatan Masyarakat (K3)
Agama : Islam
E-mail : luffy_gom2@yahoo.com
B. PENDIDIKAN FORMAL
Tahun Nama Sekolah
1994 - 1995 TK ISLAM BUDI MULIA JAKARTA
1995 – 2001 MIN 3 CIJANTUNG JAKARTA
2001 – 2004 SMP ISLAM PB. SUDIRMAN JAKARTA
2004 – 2007 SMAN 98 JAKARTA
2008–Sekarang UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur yang teramat dalam saya panjatkan ke
hadirat Allah SWT karena atas kebesaran dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan
skripsi ini. Terimakasih ya Allah atas kemudahan-kemudahan, kesabaran, kekuatan, dan
pertolongan yang telah Engkau berikan kepada saya, karena tanpa itu semua saya tidak
dapat melangkah sampai sejauh ini. Saya ucapkan juga terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada kedua orang saya yang tercinta, Bapak Wito Wiharjo dan Ibu Diah
Sritani, atas do’a, semangat, dan dukungan yang tidak ada henti-hentinya yang diberikan
kepada saya selama proses pengerjaaan skripsi ini dari awal hingga akhir. Kalian adalah
orang tua yang luar biasa bagi saya. Selanjutnya, kepada kakak dan adik saya, Wira
Noer Riadho, S.EI dan Widiakso Noer Fajrin, yang telah memberikan dukungan dan
do’a kepada saya.
Selama proses pengerjaan dan pembuatan skripsi ini, tidak dapat dipungkiri
bahwa saya tidak akan mampu bekerja sendiri tanpa mendapat bantuan, bimbingan,
saran, kritik, dukungan, dan penghiburan dari berbagai pihak. Untuk itu, saya
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan setulusnya kepada:
1. Ibu Ir. Febrianti, M.Si, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK
UIN Jakarta dan selaku dosen pembimbing akademik, yang telah memberikan saran
dan masukan selama saya menjalani proses perkuliahan.
2. Bapak Drs. M. Farid Hamzens, M.Si, selaku dosen pembimbing 1, yang telah
memberikan ilmunya dan meluangkan waktunya untuk membimbing saya dengan
sabar sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
viii
3. Ibu Iting Shofwati, ST, M.KKK, selaku dosen pembimbing 2, yang telah
memberikan ilmunya dan meluangkan waktunya untuk membimbing saya dengan
sabar sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Raihana Nadra Alkaff, SKM, M.MA, Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes, dan
Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, M.KKK, selaku tim penguji sidang ujian skripsi, yang
telah menguji, memberikan kritik, dan saran untuk kemajuan skripsi ini.
5. Bapak E. Doni Prasetyo, AMD, selaku pemegang program Environmental, Health,
and Safety PT. Gaya Motor sekaligus pembimbing lapangan saya, yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan saya dengan sabar selama
proses pengambilan data, serta kebaikannya untuk memberikan data-data dan
informasi yang saya butuhkan untuk kepentingan pembuatan skripsi ini.
6. Bapak Purwanto, selaku staff departemen PGA, yang telah mengizinkan saya untuk
melakukan pengambilan data di PT. Gaya Motor.
7. Seluruh karyawan unit welding PT. Gaya Motor, yang telah meluangkan waktunya
untuk diwawancarai dan membantu saya dalam proses pengumpulan data.
8. Seluruh staff departemen teknik PT. Gaya Motor, yang telah memberikan bantuan
kepada saya saat proses pengambilan data.
9. Bapak Sugeng Praptono, yang telah banyak membantu saya dari awal sampai akhir
proses pengambilan data skripsi.
10. Hermansyah, SKM, yang telah memberikan dukungan, do’a, dan saran-sarannya.
11. Zumrotun, Nur Rinilda, Titah Wulandari, Ayu Dwi Lestari, Siti Farhatun, Sari
Bestya Rakhmaisya, Annisa Andita Said, dan Lindawati, yang telah menyemangati
ix
12. dan membantu saya pada saat penyelesaian skripsi ini. Mudah-mudahan kebaikan
kalian dibalas oleh Allah SWT.
13. Teman-temanku satu angkatan yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Mudah-
mudahan urusan kita semua diberi kelancaran dan kemudahan oleh Allah SWT.
14. Semua pihak yang mungkin belum saya sebutkan dan yang tidak dapat saya
sebutkan satu per satu.
Saya menyadari bahwa pembuatan skripsi ini masih sangat jauh dari
sempurna dengan segala kekurangannya sehingga tidak lupa saya utarakan bahwa
dengan senang hati saya menanti saran dan kritik yang membangun dari Bapak, Ibu,
rekan-rekan, maupun pembaca untuk melengkapi skripsi ini sehingga pada akhirnya
skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang menggunakannya.
Jakarta, Desember 2012
Hormat Saya,
Widayu Rahmidha Noer
x
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………… i
ABSTRAK………………………………………………………………………… ii
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………… iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………………………… vi
KATA PENGANTAR……………………………………………………………. vii
DAFTAR ISI.……………………………………………………………………... x
DAFTAR TABEL………………………………………………………………… xiv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….. xv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………… xvi
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………... 9
1.3 Pertanyaan Penelitian……………………………………………….. 10
1.4 Tujuan Penelitian………………………………………………......... 10
1.4.1 Tujuan Umum……………………………………………….. 10
1.4.2 Tujuan Khusus………………………………………………. 10
1.5 Manfaat Penelitian…………………………………………………... 11
1.5.1 Bagi Perusahaan…………………………………………….. 11
1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta…... 12
1.5.3 Bagi Peneliti………………………………………………… 12
1.6 Ruang Lingkup Penelitian…………………………………………... 12
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………… 14
xi
2.1 Kecelakaan Kerja…………………………………………………... 14
2.1.1 Pengertian Kecelakaan Kerja……………………………… 14
2.1.2 Kerugian-Kerugian Kecelakaan Akibat Kerja……………... 15
2.1.3 Konsep Kecelakaan………………………………………… 15
2.1.4 Pendekatan Pencegahan Kecelakaan………………………. 17
2.2 Perilaku…………………………………………………………….. 20
2.2.1 Pengertian Perilaku………………………………………… 20
2.2.2 Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku………………………... 21
2.2.3 Determinan Perilaku……………………………………….. 22
2.3 Perilaku Tidak Aman………………………………………………. 23
2.3.1 Pengertian………………………………………………….. 23
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Tidak Aman… 25
2.3.3 Bentuk-Bentuk Perilaku Tidak Aman……………………… 26
2.4 Pengelasan…………………………………………………………..36
2.4.1 Pengertian Pengelasan……………………………………... 36
2.4.2 Jenis-Jenis Pengelasan……………………………………... 37
2.4.3 Bahaya Dalam Pengelasan…………………………………. 42
2.4.4 Perlengkapan Keselamatan Kerja Las……………………... 45
2.5 Kerangka Teori…………………………………………………….. 47
BAB III. KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH……………… 49
3.1 Kerangka Berpikir………………………………………………… 49
3.2 Definisi Istilah…………………………………………………….. 51
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN………………………………………. 54
4.1 Jenis Penelitian……………………………………………………. 54
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian…………………………………….. 54
4.3 Informan…………………………………………………………... 54
4.4 Instrumen Penelitian……………………......................................... 57
4.5 Pengumpulan Data………………………………………………... 58
xii
4.6 Teknik Pengumpulan Data............................................................... 58
4.7 Pengolahan data…………………………………………………… 59
4.8 Analisis Data……………………………………………………… 59
4.9 Keabsahan Data…………………………………………………… 61
BAB V. HASIL PENELITIAN…………………………………………………... 64
5.1 Gambaran Umum Perusahaan………………………………………64
5.1.1 Riwayat Singkat Perusahaan……………………………….. 64
5.1.2 Visi dan Misi……………………………………………….. 65
5.1.3 Gambaran Unit Keselamatan dan Kesehatan Kerja………... 65
5.2 Gambaran Umum Unit Welding…………………………………… 70
5.2.1 Peralatan Pengelasan yang Digunakan di Unit Welding…… 70
5.2.2 Proses Pengelasan Unit Welding………………………….... 77
5.3 Bentuk-Bentuk Perilaku Tidak Aman……………………………… 83
5.3.1 Gambaran Melakukan Pekerjaan Tanpa Wewenang………. 83
5.3.2 Gambaran Gagal dalam Memberi Peringatan……………… 87
5.3.3 Gambaran Gagal dalam Mengamankan……………………. 89
5.3.4 Gambaran Bekerja dengan Kecepatan Berbahaya…………. 91
5.3.5 Gambaran Menghilangkan Alat Pengaman………………... 93
5.3.6 Membuat Alat Pengaman Tidak Berfungsi…………………96
5.3.7 Gambaran Menggunakan Peralatan yang Tidak Sesuai…….97
5.3.8 Gambaran Menggunakan Peralatan yang Rusak…………... 99
5.3.9 Gambaran Tidak Menggunakan APD dengan Benar……… 103
5.3.10 Gambaran Pengisian/Pembebanan yang Tidak Sesuai…….. 108
5.3.11 Gambaran Cara Mengangkat yang Salah…………………... 111
5.3.12 Gambaran Posisi Tubuh yang Salah……………………….. 115
5.3.13 Gambaran Memperbaiki Peralatan yang Sedang Beroperasi. 117
5.3.14 Gambaran Berkelakar atau Bersenda Gurau……………….. 123
5.3.15 Gambaran Bekerja di Bawah Pengaruh Alkohol dan Obat-
Obatan……………………………………………………… 126
xiii
BAB VI. PEMBAHASAN………………………………………………………... 127
6.1 Keterbatasan Penelitian…………………………………………… 127
6.2 Pembahasan Penelitian……………………………………………. 129
6.2.1 Gambaran Melakukan Pekerjaan Tanpa Wewenang……… 129
6.2.2 Gambaran Gagal dalam Mengamankan…………………... 132
6.2.3 Gambaran Menghilangkan Alat Pengaman……………….. 134
6.2.4 Gambaran Menggunakan Peralatan yang Rusak………….. 136
6.2.5 Gambaran Tidak Menggunakan APD dengan Benar……... 137
6.2.6 Gambaran Pengisian/Pembebanan yang Tidak Sesuai……. 141
6.2.7 Gambaran Cara Mengangkat yang Salah…………………. 142
6.2.8 Gambaran Posisi Tubuh yang Salah………………………. 145
6.2.9 Gambaran Memperbaiki Peralatan yang Sedang
Beroperasi…………………………………………………. 148
6.2.10 Gambaran Berkelakar atau Bersenda Gurau……………… 150
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………….. 151
7.1 Simpulan…………………………………………………………... 151
7.2 Saran………………………………………………………………. 155
7.2.1 Saran Berdasarkan Hasil Penelitian………………………. 155
7.2.2 Saran Untuk Penelitian Berikutnya……………………….. 157
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. 158
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Data Kecelakaan Kerja PT. Gaya Motor Tahun 2011…………………... 6
Tabel 2.1 Teori Bentuk-Bentuk Perilaku Tidak Aman ……………………………. 47
Tabel 3.1 Definisi Istilah……………………………………………………………51
Tabel 4.1 Informan Penelitian………………………………………………………56
Tabel 4.2 Triangulasi Teknik dan Sumber…………………………………………. 62
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 5.1 Spot Welding Gun…………………………………………………….. 71
Gambar 5.2 Mesin Las CO2………………………………………………………... 72
Gambar 5.3 Projection Welding…………………………………………………… 73
Gambar 5.4 Stud Welding………………………………………………………….. 74
Gambar 5.5 Gerinda Batu Kasar…………………………………………………… 75
Gambar 5.6 Gerinda Sand Disc……………………………………………………. 76
Gambar 5.7 Gerinda Velcro Disc…………………………………………………... 76
Gambar 5.8 Spot Gun Welding dan Projection Nut………………………………... 94
Gambar 5.9 Gerinda yang Tidak Memiliki Pelindung Cakram…………………... 95
Gambar 5.10 Gerinda yang Memiliki Pelindung Cakram…………………………. 95
Gambar 5.11 Pekerja yang Tidak Menggunakan Masker Pada Saat Mengelas…… 106
Gambar 5.12 Pekerja Dengan Posisi Membungkuk Pada Saat Mengangkat Panel... 114
Gambar 5.13 Posisi Tubuh Pekerja Pada Saat Bekerja……………………………..117
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Balasan Permohonan Pengambilan Data Skripsi PT. Gaya Motor
Lampiran 2 Pedoman Wawancara
Lampiran 3 Lembar Observasi
Lampiran 4 Matriks Wawancara
Lampiran 5 Hasil Observasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut International Labour Office (1989), badan khusus PBB yang
berhubungan dengan tenaga kerja dan masalah-masalah yang berkaitan dengan
standar ketenagakerjaan internasional, kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak
terencana dan terkontrol, yang disebabkan oleh manusia, situasi/faktor lingkungan
atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut yang mengganggu proses kerja dan dapat
menimbulkan injury, kesakitan, kematian, kerusakan properti atau kejadian yang
tidak diinginkan. Dalam konsep energi, kecelakaan terjadi akibat energi yang lepas
dari penghalangnya mencapai penerima (recepient). Jika isolasi rusak atau
terkelupas, energi listrik dapat mengenai tubuh manusia atau benda lain yang
mengakibatkan cedera atau kebakaran. Mesin gerinda akan memancarkan berbagai
jenis energi, seperti energi kinetik, mekanik, listrik, suara, dan getaran. Benda berat
yang jatuh dari ketinggian akan menimbulkan energi kinetik sesuai dengan bobot
dan ketinggiannya. Cedera atau kerusakan terjadi karena kontak dengan energi yang
melampaui ketahanan atau ambang batas kemampuan penerima. Besarnya keparahan
atau kerusakan tergantung besarnya energi yang diterima. Benda yang jatuh dari
ketinggian dapat mengakibatkan kerusakan atau cedera berat bagi penerimanya
(Ramli, 2009).
Kecelakaan kerja merupakan masalah yang cukup serius bagi sebuah
perusahaan karena kerugian-kerugian yang ditimbulkannya. Kerugian yang
2
diakibatkan oleh kecelakaan kerja, antara lain kerusakan material, hilangnya hari
kerja, dan timbulnya korban jiwa. Timbulnya korban jiwa adalah kerugian yang
cukup besar karena jumlahnya yang tidak sedikit. Kerugian yang langsung nampak
dari timbulnya kecelakaan kerja adalah biaya pengobatan dan kompensasi
kecelakaan, sedangkan biaya tak langsung yang tidak nampak ialah kerusakan alat-
alat produksi, penataan manajemen keselamatan yang lebih baik, penghentian alat
produksi, dan hilangnya waktu kerja (Ramli, 2009).
Menurut data kecelakaan kerja PT. Jamsostek (2012), di Indonesia tercatat
pada tahun 2007 terdapat 83.714 kasus kecelakaan kerja, tahun 2008 terdapat 94.736
kasus, dan tahun 2009 terdapat 96.314 kasus. Untuk tahun 2011 terdapat 99.491
kasus atau rata-rata 414 kasus kecelakaan kerja per hari, meningkat jika
dibandingkan dengan pada tahun 2010 yang hanya 98.711 kasus.
Heinrich (1980), mengatakan bahwa kecelakaan kerja dapat terjadi karena
kondisi lingkungan kerja yang tidak aman dan perilaku yang tidak aman yang
bersumber dari manusia yang melakukan kegiatan di tempat kerja dan menangani
alat atau material. Menurut Heinrich (1980), 88% kecelakaan disebabkan oleh
perbuatan/tindakan tidak aman dari manusia (unsafe action), sedangkan sisanya
disebabkan oleh hal-hal yang tidak berkaitan dengan kesalahan manusia, yaitu 10%
disebabkan oleh kondisi yang tidak aman (unsafe condition) dan 2% disebabkan oleh
takdir Tuhan. Heinrich menekankan bahwa kecelakaan lebih banyak disebabkan oleh
kekeliruan, kesalahan yang dilakukan oleh manusia. Menurutnya, tindakan dan
kondisi yang tidak aman akan terjadi bila manusia berbuat suatu kekeliruan.
3
Menurut Bird (1990), mengatakan bahwa unsafe action (perilaku tidak aman)
adalah tindakan orang yang menyimpang dari prosedur atau cara yang wajar atau
benar menurut persetujuan bersama sehingga tindakan tersebut mengandung bahaya,
misalnya melakukan pekerjaan tanpa wewenang, gagal dalam memberi peringatan,
gagal dalam mengamankan, bekerja dengan kecepatan berbahaya, menghilangkan
alat pengaman, membuat alat pengaman tidak berfungsi, menggunakan peralatan
yang rusak, menggunakan peralatan yang tidak sesuai, tidak menggunakan APD
dengan benar, pengisian/pembebanan yang tidak sesuai cara mengangkat yang salah,
memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi, berkelakar atau bersenda gurau, dan
bekerja di bawah pengaruh alkohol dan obat-obatan. Keadaan dan tindakan
berbahaya kalau dibiarkan tanpa perbaikan akan menimbulkan kecelakaan.
Perilaku tidak aman adalah salah satu faktor penyumbang terbesar
kecelakaan kerja yang merupakan cerminan dari perilaku pekerja terhadap
keselamatan kerja. Perilaku tidak aman ini dapat dianggap sebagai hasil dari
kesalahan yang dilakukan baik oleh pekerja yang terlibat secara langsung maupun
kesalahan yang dilakukan oleh organisasi yaitu pihak manajemen. Suatu perilaku
tidak aman yang merupakan pelanggaran dari peraturan atau standar yang dilakukan
oleh pekerja bisa secara sadar maupun tidak sadar, memungkinkan sebagai penyebab
terjadinya suatu kecelakaan. Dengan meningkatkan perilaku pekerja dan
memfokuskan pada pengurangan perilaku tidak aman terhadap keselamatan kerja,
dapat mencegah atau mengurangi timbulnya kecelakaan kerja (Prasetiyo, 2011).
Perilaku manusia sebenarnya refleksi dari berbagai gejala kejiwaan dan
sekaligus merupakan resultansi dari banyak faktor, baik internal (karakteristik dari
4
dalam diri manusia), maupun eksternal (faktor lingkungan) sehingga determinan
perilaku sulit untuk dibatasi. Faktor karakteristik manusia, meliputi tingkat
kecerdasan, pengetahuan, persepsi, emosi, motivasi, jenis kelamin dan faktor genetik
individu. Faktor eksternal atau lingkungan yang mencakup lingkungan fisik dan
nonfisik, diantaranya adalah kebijakan atau peraturan, pengawasan, pelatihan,
keteladanan, sosial budaya, kebudayaan, dan ekonomi (Notoatmodjo, 2003).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Maanaiya (2005) pada pekerja di PT.
Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM), menunjukkan bahwa faktor
internal, yaitu pengalaman kerja, pelatihan, dan kelelahan serta faktor eksternal,
yaitu sistem punishment, pre-job meeting berpengaruh terhadap perilaku tidak aman.
Industri perakitan kendaraan bermotor adalah salah satu bagian dari industri
otomotif yang bertugas menjalankan produksi pembuatan body mobil, pengelasan,
pengecatan, perakitan komponen dan assesoris mobil, pengecekan kembali, dan
pendistribusiannya kepada masyarakat. Industri perakitan mobil yang sangat
berkembang akhir-akhir ini di Indonesia, memiliki proses dan pekerja yang banyak
dan bervariasi dalam industri ini yang selalu berhadapan dengan bahaya dari proses
perorangan. PT. Gaya Motor merupakan perusahaan industri otomotif yang bergerak
dalam bidang perakitan dan pendistribusian kendaraaan bermotor yang memiliki
proses produksi yang meliputi pengelasan (welding), pengecatan (painting), dan
perakitan (assembling), yang mengandung berbagai macam sumber bahaya yang
dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja sehingga dapat menimbulkan
kerugian berupa kerusakan materi, hilangnya hari kerja, dan timbulnya korban jiwa.
5
Berdasarkan dari proses produksinya, PT. Gaya Motor tidak terlepas dari
risiko timbulnya kecelakaan kerja. Berdasarkan data kecelakaan kerja PT. Gaya
Motor pada tahun 2009, dari 14 kasus kecelakaan kerja (SR 1,24), terdapat 10 kasus
yang disebabkan oleh perilaku tidak aman dan 4 kasus disebabkan oleh kondisi tidak
aman. Tahun 2010, dari 11 kasus kecelakaan kerja (SR 3,10), terdapat 10 kasus yang
disebabkan oleh perilaku tidak aman dan 1 kasus disebabkan oleh kondisi tidak
aman, sedangkan pada tahun 2011, dari 14 kasus kecelakaan kerja (SR 1,83),
seluruhnya (14 kasus) disebabkan oleh perilaku tidak aman. Dari data kecelakaan
kerja tersebut dapat disimpulkan bahwa penyebab utama dari kasus kecelakaan kerja
di PT. Gaya Motor adalah karena perilaku tidak aman.
Welding (pengelasan) adalah suatu proses dimana bahan dan jenis yang sama
digabungkan menjadi satu sehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan kimia
yang dihasilkan dari pemakaian panas dan tekanan. Kegiatan pengelasan mempunyai
tingkat bahaya dan berisiko terhadap terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja. Pekerjaan ini berhubungan dengan penggunaan alat-alat pengelasan yang
menghasilkan suhu tinggi, pencahayaan dengan intensitas tinggi, dan kebisingan
(noise). Disamping itu, akan terjadi pula percikan-percikan api dan kerak-kerak
logam pada pemotongan berbagai logam sehingga keadaan ini dapat menimbulkan
kecelakaan kerja (Suharno, 2008). Kecelakaan-kecelakaan yang berhubungan
dengan pengelasan menjadi makin banyak. Kecelakaan umumnya disebabkan kurang
kehati-hatian pada pengerjaan las, pemakaian alat pelindung yang kurang benar, dan
pengaturan lingkungan yang tidak tepat. Untuk menghindari kecelakaan tersebut,
6
perlu penguasaan tertentu dan mengetahui tindakan-tindakan yang menyebabkan
faktor-faktor tersebut (Anggoro dan Dewi, 1999).
Welding adalah salah satu kegiatan produksi di PT. Gaya Motor selain
painting dan assembling. Kegiatan welding PT. Gaya Motor meliputi pembuatan
body kendaraan yang dimulai dengan pembentukan beberapa jenis sub assy panel
sampai dengan panel utuh. Pembentukan body kendaraan dilakukan dengan
menggunakan peralatan welding gun dengan metode las titik (spot welding),
projection nut, stud welding, dan las CO2. Proses welding meliputi pengelasan panel
dash, apron front fender, cowl top, cross member, suport radiator, dan member main
floor. Kegiatan welding di PT. Gaya Motor memiliki potensi kecelakaan yang sama
dengan kegiatan pengelasan pada umumnya. Hal ini telihat pada data kecelakaan
kerja di bawah ini:
Tabel 1.1 Data Kecelakaan Kerja PT. Gaya Motor Tahun 2011
NO BULAN JUMLAH
KASUS
LOKASI
KEJADIAN
BENTUK
KECELAKAAN
JENIS
LUKA
KATEGORI
KECELAKAAN
1. Januari 1 kasus Welding Tangan pekerja
terkena baling-baling
kipas yang masih
berputar.
Luka
tersayat
Kecelakaan ringan
2. Februari 1 kasus Warehouse Kaki pekerja
tersandung gerobak
panel cover disc
clutch. Kemudian,
secara reflek tangan
kiri memegang part
cover disc clutch
sehingga telapak
kirinya terluka.
Luka
tersayat
Kecelakaan ringan
3. Maret 1 kasus Welding Tangan pekerja Luka Kecelakaan ringan
7
NO BULAN JUMLAH
KASUS
LOKASI
KEJADIAN
BENTUK
KECELAKAAN
JENIS
LUKA
KATEGORI
KECELAKAAN
tersayat oleh panel
cowl top karena pada
saat merapihkan rak
cowl top, cowl top
tersebut tiba-tiba
merosot dan pekerja
reflek menahannya
tanpa menggunakan
sarung tangan.
tersayat
4. April 2 kasus Welding Siku pekerja tersayat
panel yang dilas
karena pekerja
tersebut kurang
berhati-hati pada saat
memutar spot gun
welding.
Luka
tersayat
Kecelakaan ringan
Assembling Paha pekerja tertimpa
oleh engine yang
jatuh pada saat akan
diangkat ke frame.
Luka memar Kecelakaan ringan
5. Mei 1 kasus Anti Rust Mata kaki pekerja
tersayat pecahan
cutting wheel pada
saat membersihkan
panel CKD dengan
menggunakan
gerinda
Luka
tersayat
Kecelakaan berat
6. Juni 2 kasus Assembling Telapak tangan kiri
pekerja terjepit
hydraulic gun rivet
yang tiba-tiba maju
karena pekerja
tersebut mengganti
snap rivet pada gun
rivet pada saat
kondisi power supply
gun rivet masih
menyala.
Patah tulang Kecelakaan berat
Welding Dagu pekerja tersayat
panel karena pada
saat membawa panel,
posisi kepala pekerja
Luka
tersayat
Kecelakaan ringan
8
NO BULAN JUMLAH
KASUS
LOKASI
KEJADIAN
BENTUK
KECELAKAAN
JENIS
LUKA
KATEGORI
KECELAKAAN
menunduk sehingga
panel tersebut
mengenai dagu
pekerja.
7. Juli 1 kasus Welding Telapak tangan kiri
pekerja tergencet tip
gun pada saat pekerja
tersebut ingin
memasang tip gun
yang lepas pada spot
gun yang mesinnya
masih menyala.
Luka memar Kecelakaan ringan
8. Agustus 2 kasus Welding Jari tangan pekerja
terjepit clam jig
karena pada saat
melakukan pekerjaan
pada jig, operator
mengantuk sehingga
melakukan pekerjaan
dalam kondisi kurang
sadar.
Luka lecet Kecelakaan ringan
Welding Betis pekerja tersayat
beberapa panel
karena kerubuhan
panel yang sedang
disandarkan di pallet
suplay. Hal ini terjadi
karena pekerja
tersebut tidak
meletakkan panel-
panel pada rak yang
telah disediakan
Luka
tersayat
Kecelakaan berat
9. Oktober 1 kasus Assembling Jari tangan kanan
pekerja terluka
terkena handle lock
cabin karena pada
saat pekerja tersebut
sedang
memperhatikan
pekerjaan orang lain,
tanpa sadar pekerja
tersebut memegang
Luka
tersayat
Kecelakaan ringan
9
NO BULAN JUMLAH
KASUS
LOKASI
KEJADIAN
BENTUK
KECELAKAAN
JENIS
LUKA
KATEGORI
KECELAKAAN
panel yang sedang
diproses.
10. Desember 1 kasus Warehouse Tangan pekerja
terkena baling-baling
kipas yang masih
berputar karena
pekerja tersebut
menggesernya, kipas
tidak dimatikan
terlebih dahulu
Luka
tersayat
Kecelakaan ringan
TOTAL
KASUS 14 kasus
SR 1,83
Sumber: Data Kecelakaan Kerja PT. Gaya Motor Tahun 2011
Berdasarkan tabel data kecelakaan kerja PT. Gaya Motor tahun 2011,
terdapat 14 kasus kecelakaan kerja dan dari 14 kasus tersebut terdapat 7 kasus
kecelakaan kerja yang terjadi unit welding yang disebabkan oleh perilaku tidak aman
pekerja. Berdasarkan fakta-fakta dari data kecelakaan kerja tersebut, peneliti tertarik
untuk menggambarkan perilaku tidak aman pada pekerja yang terdapat di unit
welding PT. Gaya Motor sebagai langkah perbaikan masalah perilaku tidak aman
serta sebagai upaya untuk pencegahan dan pengendalian kecelakaan kerja.
1.2 Rumusan Masalah
Kegiatan pengelasan adalah pekerjaan yang berhubungan dengan
penggunaan alat-alat pengelasan yang menghasilkan suhu tinggi, pencahayaan
dengan intensitas tinggi, dan kebisingan (noise). Kegiatan pengelasan mempunyai
tingkat bahaya dan berisiko terhadap terjadinya kecelakaan kerja yang ditimbulkan
10
dari percikan-percikan api dan kerak-kerak logam pada pemotongan berbagai logam.
Kecelakaan-kecelakaan yang berhubungan dengan pengelasan pada umumnya
disebabkan kurang kehati-hatian pada pengerjaan las, pemakaian alat pelindung yang
kurang benar, pengaturan lingkungan yang tidak tepat (Anggoro dan Dewi, 1999).
Untuk menghindari kecelakaan tersebut, perlu penguasaan tertentu dan mengetahui
tindakan-tindakan yang menyebabkan faktor-faktor tersebut.
Berdasarkan data kecelakaan kerja PT. Gaya Motor tahun 2011,
menunjukkan bahwa dari 14 kasus kecelakaan kerja terdapat 7 kasus kecelakaan
kerja di unit welding yang disebabkan oleh perilaku tidak aman. Perilaku tidak aman
pekerja merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja di unit welding PT.
Gaya Motor. Untuk itu, peneliti bertujuan untuk menggambarkan perilaku tidak
aman pada pekerja di unit welding PT. Gaya Motor tahun 2012.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran perilaku tidak aman pada pekerja di unit welding PT.
Gaya Motor tahun 2012?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya bentuk-bentuk perilaku tidak aman pada pekerja di unit
welding PT. Gaya Motor tahun 2012.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran perilaku melakukan pekerjaan tanpa wewenang
11
2. Mengetahui gambaran kegagalan dalam memberi peringatan
3. Mengetahui gambaran kegagalan dalam mengamankan
4. Mengetahui gambaran perilaku bekerja dengan kecepatan yang berbahaya
5. Mengetahui gambaran perilaku menghilangkan alat pengaman
6. Mengetahui gambaran perilaku membuat alat pengaman tidak berfungsi
7. Mengetahui gambaran perilaku menggunakan peralatan yang rusak
8. Mengetahui gambaran perilaku menggunakan peralatan yang tidak sesuai
9. Mengetahui gambaran perilaku tidak menggunakan APD dengan benar
10. Mengetahui gambaran perilaku pengisian/pembebanan yang tidak sesuai
11. Mengetahui gambaran perilaku cara mengangkat yang salah
12. Mengetahui gambaran posisi tubuh yang salah
13. Mengetahui gambaran perilaku memperbaiki peralatan yang sedang
beroperasi
14. Mengetahui gambaran perilaku berkelakar atau bersenda gurau
15. Mengetahui gambaran perilaku bekerja di bawah pengaruh alkohol atau
obat-obatan
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan informasi mengenai
gambaran perilaku tidak aman pada pekerja di unit welding PT. Gaya Motor
sebagai upaya mengurangi perilaku tidak aman untuk pencegahan dan
pengendalian kecelakaan kerja.
12
1.5.2 Manfaat bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk
mengembangkan keilmuan di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
terutama mengenai gambaran perilaku tidak aman pada pekerja di unit welding
PT. Gaya Motor.
1.5.3 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu di bidang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, serta melatih kemampuan peneliti dalam
memberikan gambaran perilaku tidak aman pada pekerja di unit welding PT.
Gaya Motor.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengenai gambaran perilaku tidak aman pada pekerja di unit
welding PT. Gaya Motor, Sunter II, Jakarta Utara dan dilakukan oleh mahasiswi
tingkat akhir semester 9 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Juli-September 2012.
Penelitian ini dilakukan karena perilaku tidak aman pekerja merupakan penyebab
utama terjadinya kecelakaan kerja di unit welding PT. Gaya Motor. Jenis penelitian
ini adalah penelitian kualitatif dengan menggambarkan perilaku tidak aman pada
pekerja di unit welding PT. Gaya Motor tahun 2012. Subyek yang dijadikan
informan dalam penelitian ini adalah foreman welding, group leader welding, dan
13
pekerja welding. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah
wawancara kepada informan penelitian dan observasi perilaku tidak aman pekerja.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kecelakaan Kerja
2.1.1 Pengertian
Menurut Suma’mur (1989), kecelakaan adalah kejadian yang tidak
terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga maksudnya di belakang peristiwa
itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih dalam bentuk perencanaan. Maka
dari itu, peristiwa sabotase atau tindakan kriminal itu di luar ruang lingkup
kecelakaan yang sebenarnya. Sedangkan tidak diharapkan maksudnya
peristiwa kecelakaan itu disertai kerugian material ataupun penderitaan dari
yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. Menurut Bird (1990),
kecelakaan adalah kejadian yang tidak diinginkan yang menyebabkan kerugian
fisik pada manusia atau kerusakan material. Kecelakaan biasanya dihasilkan
dari kontak dengan sumber energi (kinetik, listrik, kimia, suhu, dll).
Proses terjadinya kecelakaan terkait empat unsur produksi, yaitu
people, equipment, material, environment (PEME) yang saling berinteraksi dan
bersama-sama menghasilkan suatu produk dan jasa. Kecelakaan terjadi dalam
proses interaksi tersebut yaitu ketika terjadi kontak antara manusia dengan alat,
material, dan lingkungan dimana dia berada. Kecelakaan dapat terjadi karena
kondisi alat atau material yang kurang baik atau berbahaya. Kecelakaan juga
dapat dipicu oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak aman. Disamping itu,
15
kecelakaan juga dapat bersumber dari manusia yang melakukan kegiatan di
tempat kerja dan menangani alat atau material.
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan
hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja di sini dapat berarti bahwa
kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan
pekerjaan. Maka dalam hal ini, terdapat dua permasalahan penting, yaitu:
1. Kecelakaan adalah akibat langsung dari pekerjaan.
2. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.
Kadang-kadang kecelakaan akibat kerja diperluas ruang lingkupnya sehingga
meliputi juga kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat
perjalanan atau transport ke dan dari tempat kerja.
2.1.2 Kerugian-Kerugian yang Disebabkan Kecelakaan Akibat Kerja
Menurut Suma’mur (1989), kecelakaan menyebabkan 5 jenis kerugian, yaitu:
1. Kerusakan
2. Kekacauan organisasi
3. Keluhan dan kesedihan
4. Kelainan dan cacat
5. Kematian
2.1.3 Konsep Kecelakaan
Dewasa ini banyak dikembangkan konsep kecelakaan oleh para ahli K3,
seperti Heinrich, Frank Bird, James Reason, Petersen, dan lainnya. Mereka
mengemukakan berbagai teori kecelakaan mulai dari faktor manusia,
manajemen, sistem, dan perilaku (Ramli, 2009).
16
Menurut Frank Bird dalam Ramli (2009), kecelakaan terjadi karena
adanya kontak dengan suatu sumber energi, seperti mekanis, kimia, kinetis,
fisis yang dapat mengakibatkan cedera pada manusia. Teori ini dikembangkan
oleh Derek Viner yang disebut konsep energi.
Energi hadir di alam dalam berbagai bentuk, seperti energi kinetik, kimia,
mekanik, radiasi, panas, dan lainnya. Dalam kondisi normal, energi ini
biasanya terkandung atau terkungkung dalam wadahnya, misalnya energi kimia
dalam bahan kimia dan energi listrik berada di dalam kabel. Kecelakaan terjadi
akibat energi yang lepas dari penghalangnya mencapai penerima (recepient).
Jika isolasi rusak atau terkelupas, energi listrik dapat mengenai tubuh manusia
atau benda lain yang mengakibatkan cedera atau kebakaran. Mesin gerinda
akan memancarkan berbagai jenis energi, seperti energi kinetik, mekanik,
listrik, suara, dan getaran. Benda berat yang jatuh dari ketinggian akan
menimbulkan energi kinetik sesuai dengan bobot dan ketinggiannya. Cedera
atau kerusakan terjadi karena kontak dengan energi yang melampaui ketahanan
atau ambang batas kemampuan penerima. Besarnya keparahan atau kerusakan
tergantung besarnya energi yang diterima. Benda yang jatuh dari ketinggian
dapat mengakibatkan kerusakan atau cedera berat bagi penerimanya.
Energi suara dari mesin gerinda dapat mengakibatkan gangguan mulai
dari cedera ringan sampai ketulian tergantung intensitas kebisingan yang
datang dan ketahanan fisik manusia yang menerimanya. Namun, kontak
dengan energi tidak terjadi begitu saja, tetapi selalu ada penyebabnya, misalnya
karena pengaman tidak dipasang, kabel tidak memenuhi syarat atau terkelupas,
17
pekerja tidak menggunakan sarung tangan atau karena bekerja dengan
peralatan listrik yang masih berenergi.
2.1.4 Pendekatan Pencegahan Kecelakaan
Menurut Ramli (2009), prinsip mencegah kecelakaan sebenarnya sangat
sederhana yaitu dengan menghilangkan faktor penyebab kecelakaan yang
disebut tindakan tidak aman dan kondisi yang tidak aman. Namun, dalam
praktiknya tidak semudah yang dibayangkan karena menyangkut berbagai
unsur yang saling terkait mulai dari penyebab langsung, penyebab dasar, dan
latar belakang. Oleh karena itu, berkembang berbagai pendekatan dalam
pencegahan kecelakaan. Banyak teori dan konsep yang dikembangkan para
ahli, beberapa diantaranya dibahas berikut ini:
1. Pendekatan Energi
Sesuai dengan konsep energi, kecelakaan bermula karena adanya
sumber energi yang mengalir mencapai penerima (recipient). Karena itu,
pendekatan energi mengendalikan kecelakaan melalui 3 titik, yaitu pada
sumbernya, pada aliran energi (path way), dan pada penerima.
a. Pengendalian pada sumber bahaya
Bahaya sebagai sumber terjadinya kecelakaan dapat dikendalikan
langsung pada sumbernya dengan melakukan pengendalian secara
teknis atau administratif. Sebagai contoh, mesin yang bising dapat
dikendalikan dengan mematikan mesin, mengurangi tingkat kebisingan,
memodifikasi mesin, memasang peredam pada mesin atau mengganti
dengan mesin yang lebih rendah tingkat kebisingannya.
18
b. Pendekatan pada jalan energi
Pendekatan berikutnya dapat dilakukan dengan melakukan penetrasi
pada jalan energi sehingga intensitas energi yang mengalir ke penerima
dapat dikurangi. Sebagai contoh, kebisingan dapat dikurangi tingkat
bahayanya dengan memasang dinding kedap suara, menjauhkan
manusia dari sumber bising atau mengurangi waktu paparan.
c. Pengendalian pada penerima
Pengendalian berikutnya adalah melalui pengendalian terhadap
penerima, baik manusia, benda atau material. Pendekatan ini dapat
dilakukan jika pengendalian pada sumber atau jalannya energi tidak
dapat dilakukan secara efektif. Oleh karena itu, perlindungan diberikan
kepada penerima dengan meningkatkan ketahanannya menerima energi
yang datang. Sebagai contoh, untuk mengatasi bahaya bising, manusia
yang menerima energi suara tersebut dilindungi dengan alat pelindung
telinga sehingga dampak bising yang timbul dapat dikurangi.
2. Pendekatan Manusia
Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang
menyatakan bahwa 85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia
dengan tindakan yang tidak aman. Karena itu, untuk mencegah kecelakaan,
dilakukan berbagai upaya pembinaan unsur manusia untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan sehingga kesadaran K3 meningkat.
Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai K3,
dilakukan berbagai pendekatan dan program K3, antara lain:
19
a. Pembinaan dan pelatihan
b. Promosi K3 dan kampanye K3
c. Pembinaan perilaku aman
d. Pengawasan dan inspeksi K3
e. Audit K3
f. Komunikasi K3
g. Pengembangan prosedur kerja aman (safe working practices)
3. Pendekatan Teknis
Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material,
proses maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah
kecelakaan yang bersifat teknis, dilakukan upaya keselamatan, antara lain:
a. Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan
teknis dan standar yang berlaku untuk menjamin kelayakan instalasi
atau peralatan kerja.
b. Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untuk mencegah
kecelakaan dalam pengoeprasian alat atau instalasi, misalnya tutup
pengaman mesin, sistem inter lock, sistem alarm, sistem instrumentasi,
dll.
4. Pendekatan Administratif
Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain:
a. Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan
paparan bahaya dapat dikurangi.
20
b. Penyediaan alat keselamatan kerja.
c. Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3.
d. Mengatur pola kerja, sistem produksi, dan proses kerja.
5. Pendekatan Manajemen
Kecelakaan banyak disebabkan oleh faktor manusia yang tidak
kondusif sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan
yang dilakukan, antara lain:
a. Menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3).
b. Mengembangkan organisasi K3 yang efektif.
c. Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan K3, khususnya untuk
manajemen tingkat atas.
2.2 Perilaku
2.2.1 Pengertian
Menurut Notoadmodjo (1993), perilaku manusia pada hakikatnya
adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai
bentangan yang sangat luas, antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa,
bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan
atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak diamati
langsung, dapat diamati pihak luar. Skinner (1983), seorang ahli psikologi,
dalam Notoadmodjo (2007), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons
21
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena
perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan
kemudian organisme tersebut merespon, teori Skinner ini disebut dengan teori
“S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons.
Menurut Notoadmodjo (2007), perilaku dapat diartikan sebagai suatu
respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek. Respon
ini berbentuk dua macam, yaitu:
a. Bentuk pasif
Bentuk pasif yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan secara tidak
langsung dapat dilihat, seperti berpikir, sikap batin, dan persepsi. Perilaku
ini seperti ini biasa disebut terselubung (covert behaviour).
b. Bentuk aktif
Bentuk aktif yaitu apabila perilaku dapat diobservasi secara langsung,
misalnya berjalan, menulis, dan belajar. Perilaku di sini sudah merupakan
tindakan nyata yang nampak (overt behaviour).
2.2.2 Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku
Bentuk-bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi. Bentuk-bentuk
perubahan perilaku menurut WHO dalam Notoadmodjo (2007), terbagi
menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Perubahan alamiah (natural change)
Perubahan alamiah yang dimaksud yaitu bahwa manusia selalu berubah.
Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila
dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau
22
sosial budaya dan ekonomi, anggota masyarakat di dalamnya juga akan
mengalami perubahan.
b. Perubahan terencana (planned change)
Perubahan terencana terjadi karena perubahan perilaku ini terjadi karena
memang direncanakan sendiri oleh subjek sehingga hanya subyek itu
sendiri yang ingin dan dapat mengubahnya.
c. Kesediaan untuk berubah (readdiness to change)
Kelompok ketiga ini akan terjadi apabila terjadi suatu inovasi atau program
pembangunan di dalam masyarakat maka yang sering terjadi adalah
sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan
tersebut.
2.2.3 Determinan Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2007), faktor penentu atau determinan perilaku
manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan penggabungan dari
berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan).
1. Faktor Internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat
bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan
sebagainya. Aliran ini disebut aliran negatisme yang ditokohi oleh
Schopenhower (Jerman) yang mengatakan bahwa perilaku manusia itu
sudah dibawa sejak lahir.
2. Faktor Eksternal, yaitu lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan
faktor yang dominan mewarnai perilaku seseorang. Hal sesuai dengan
23
aliran positivisme yang dikemukakan oleh Jhon Locke yang mengatakan
bahwa perilaku manusia ditentukan oleh lingkungan
Secara lebih rinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari
berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, sikap,
minat, motivasi, persepsi, dan sebagainya, tetapi pada realitasnya sulit
dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang.
Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau
dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, diantaranya adalah faktor pengalaman,
keyakinan, sarana fisik, sosio-budaya masyarakat, dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2007).
2.3 Perilaku Tidak Aman
2.3.1 Pengertian
Menurut Bird (1990), unsafe action atau perilaku tidak aman adalah
tindakan orang yang menyimpang dari prosedur atau cara yang wajar atau
benar menurut persetujuan bersama sehingga tindakan tersebut merupakan
mengandung bahaya, misalnya berdiri di bawah barang yang diangkat crane,
mengebut di jalan ramai, dan lain-lain. Keadaan dan tindakan berbahaya kalau
dibiarkan tanpa perbaikan akan menimbulkan kecelakaan. Beberapa contoh
perilaku tidak aman menurut Dessler (1986), yaitu:
1. Tidak mengamankan peralatan
2. Tidak menggunakan pakaian pelindung atau peralatan pelindung tubuh
3. Membuang benda sembarangan
24
4. Bekerja dengan kecepatan yang tidak aman
5. Menyebabkan tidak berfungsinya alat pengaman
6. Menggunakan peralatan yang tidak aman
7. Mengambil posisi yang tidak aman
8. Mengangkat barang dengan ceroboh
9. Mengganggu, menggoda, bertengkar, bermain, dan sebagainya.
Menurut Santoso (2003), bentuk-bentuk perilaku tidak aman, antara lain:
1. Melakukan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan
2. Gagal menciptakan keadaan yang baik sehingga menjadi tidak aman
3. Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kecepatan geraknya
4. Memakai APD hanya berpura-pura
5. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai
6. Pengrusakan alat pengaman peralatan yang digunakan untuk melindungi
manusia
7. Bekerja berlebihan/melebihi jam kerja di tempat kerja
8. Mengangkat/mengangkut beban yang berlebihan
9. Menggunakan tenaga berlebihan
10. Peminum/pemabuk/mengkonsumsi narkoba
Bentuk perilaku tidak aman yang dikemukakan Bird (1990), yaitu:
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
2. Gagal dalam memberi peringatan
3. Gagal dalam mengamankan
4. Bekerja dengan kecepatan berbahaya
25
5. Menghilangkan alat pengaman
6. Membuat alat pengaman tidak berfungsi
7. Menggunakan peralatan yang rusak
8. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai
9. Tidak menggunakan APD dengan benar
10. Pengisian/pembebanan yang tidak sesuai
11. Cara mengangkat yang salah
12. Posisi atau sikap tubuh yang benar
13. Memperbaiki peralatan yang beroperasi
14. Berkelakar atau bersenda gurau
15. Bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan
2.3.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Tidak Aman
Perilaku manusia seperti yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003)
merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, yang meliputi pengetahuan,
keinginan, minat, sikap, persepsi, dan motivasi. Perilaku seseorang merupakan
resultansi dari faktor internal maupun eksternal (lingkungan). Hal yang sama
juga didukung beberapa ahli, seperti Gibson (1996) dan Geller (2001) dalam
Pratiwi (2009), yang menyatakan bahwa perilaku tidak aman dipengaruhi oleh
dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.
Gibson menggunakan aspek–aspek yang mempengaruhi perilaku dan
prestasi kerja menjadi aspek individu atau psikologis dan aspek organisasi.
Aspek individu atau psikologis adalah sebagai faktor internal, meliputi
pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap. Sedangkan aspek organisasi merupakan
26
faktor eksternal yang meliputi sumber daya manusia, kepemimpinan, imbalan
dan sanksi serta struktur dan desain pekerjaan. Menurut Geller (2001) dalam
Pratiwi (2009), faktor internal yang mempengaruhi perilaku tidak aman adalah
persepsi, nilai, peralatan, sikap, keyakinan, perasaan, pemikiran dan
kepribadian, sedangkan faktor eksternal mencakup pelatihan, pengakuan,
pengawasan secara aktif dan kepatuhan terhadap peraturan.
2.3.3 Bentuk-Bentuk Perilaku Tidak Aman
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang.
Pekerjaan pengelasan harus dilaksanakan oleh orang yang
mempunyai sertifikat juru las sesuai dengan kelas untuk pekerjaan las yang
sedang dilaksanakan. Juru las yang telah tersertifikasi adalah orang yang
diberi wewenang untuk melakukan jenis pengelasan tertentu, dengan suatu
syarat mempunyai kecakapan dan pengalaman teknis serta terampil dalam
bidangnya (Suhulman, 2008).
2. Gagal dalam memberi peringatan.
Sebuah peringatan biasanya diberikan kepada pekerja yang melanggar
peraturan yang telah ditetapkan perusahaan. Peringatan dapat berupa
himbauan atau teguran yang berguna untuk mengingatkan pekerja agar
pekerja tidak melakukan tindakan yang berbahaya atau agar pekerja tidak
mengulangi kesalahannya dalam bekerja. Peringatan adalah suatu bentuk
tindakan tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja guna
menunjang kedisiplinan pekerja (Nitisemito, 1984 dalam Sudrajat, 2008).
27
3. Gagal dalam mengamankan
Setiap petugas yang mengetahui setiap terjadinya kerusakan mesin
saat operasi harus segera mematikan tenaga penggerak. Mesin tersebut
harus diberi alat pengaman atau tanda yang bersifat pengumuman yang
mudah dibaca dengan ditempelkan pada mesin tersebut dan melarang
penggunaanya sampai perbaikan yang diperlukan telah dilakukan dan
mesin tersebut berada dalam keadaan baik (Suhulman, 2008).
4. Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya.
Salah satu alasan paling lazim untuk mengambil risiko dalam
bekerja adalah menghemat waktu agar bisa mendapatkan waktu santai atau
waktu untuk menghasilkan uang lebih banyak atau sekedar menghemat
waktu dengan mempercepat menyelesaikan pekerjaan. Oleh karena itu,
tidak aneh apabila keinginan menghemat waktu ini menyebabkan perilaku
tidak aman (International Labour Office, 1989).
5. Menghilangkan alat pengaman.
Tujuan alat pengaman (safety device) dipasang pada fasilitas kerja
atau mesin yang berbahaya adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan
dan untuk menjamin keselamatan para pekerja. Berbagai alat pengaman
berfungsi secara mekanik, seperti misalnya alat pengaman untuk mesin pres
atau katup pengaman pada ketel uap. Alat pengaman, seperti alat penutup
pengaman gir atau gerinda, dipasang secara tetap di satu tempat. Peralatan
pengaman merupakan peralatan keselamatan kerja yang dipasang pada
28
tempat-tempat tertentu dan berfungsi untuk memberi keamanan tambahan
bagi para pekerja (O’Brien, 1974 dalam Helliyanti, 2009).
Menurut International Labour Office (ILO) (1989), tujuan alat
pengaman pada mesin adalah mencegah sesuatu bagian tubuh atau pakaian
pekerja agar jangan tersentuh bagian berbahaya mesin yang sedang
bergerak. Sebuah mesin mungkin dirancang dan dibuat sedemikian rupa
sehingga semua daerah berbahaya yang ada tertutup atau terlindungi.
Pengaman mesin dan alat pelindung lainnya dapat dipasang pada mesin.
Metode manapun yang dipakai, sebuah pengaman yang berhasil adalah
yang memungkinkan pekerja mengoprasikan mesin dengan mudah tanpa
risiko atau takut terluka.
Pada beberapa kasus, biasanya pengaman yang dibuat hanya
mengutamakan kepentingan persyaratan hukum atau menghindari satu
risiko dan kurang memikirkan pengaruh pengaman terhadap produksi atau
gangguan yang dapat ditimbulkan para pekerja. Hal ini dapat menghambat
efisiensi produksi dan menyebabkan operator tidak nyaman serta tidak
leluasa dalam bekerja. Akibatnya, pekerja akan menyingkirkan pengaman
tersebut yang menyebabkan kegunaannya hilang. Hal ini sangat berbahaya
karena dapat memperbesar peluang kontak antara tubuh dengan mesin-
mesin yang berbahaya. Apabila hal ini terjadi, kecelakaan kerja pun tidak
dapat terelakkan.
29
6. Membuat alat pengaman tidak berfungsi.
Pada beberapa kasus, alat pengaman yang dapat menghambat
efisiensi produksi dan menyebabkan ketidaknyamanan dalam bekerja,
dapat mendorong pekerja untuk menyingkirkan atau bisa dengan jalan
merusak alat pengaman tersebut. Membuat alat pengaman menjadi tidak
berfungsi sangat berbahaya karena kegunaannya sebagai pengaman pun
akan hilang sehingga dapat menimbulkan risiko terjadinya kontak antara
pekerja dengan alat yang berbahaya (International Labour Office, 1989).
7. Menggunakan peralatan yang rusak.
Peralatan kerja yang digunakan harus berfungsi dengan baik dan
dalam kondisi layak pakai. Menggunakan peralatan kerja yang sudah tidak
layak pakai dapat membahayakan keselamatan pekerja. Oleh karena itu,
semua peralatan harus dirawat menurut kondisi bagian dari peralatan
tersebut dan bukan menurut waktu pemakaian. Tanpa perawatan yang
teratur, keadaan peralatan berubah menjadi salah satu faktor bahaya. Jadi,
perawatan yang tidak teratur adalah perbuatan yang berbahaya karena dapat
menimbulkan keadaan berbahaya (Silalahi, 1985).
8. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai.
Menurut Silalahi (1985), menggunakan peralatan kerja yang tidak
sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan dan peraturan yang telah
ditetapkan dapat menyebabkan kesalahan dalam melakukan pekerjaan. Hal
ini merupakan tindakan yang berbahaya karena dapat berpotensi
menimbulkan kecelakaan kerja.
30
9. Tidak menggunakan APD dengan benar.
Pada waktu melaksanakan pekerjaan, badan kita harus benar-benar
terlindung dari kemungkinan terjadinya kecelakaan. Untuk melindungi diri
dari risiko yang ditimbulkan akibat kecelakaan maka badan kita perlu
menggunakan ala-alat pelindung ketika melaksanakan suatu pekerjaan.
Personal Protective Equipment atau Alat Pelindung Diri (APD)
didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari
luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya
(hazard) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik,
elektrik, mekanik, dan lainnya (Rijanto, 2011).
Setiap pekerja harus memakai apron, sarung tangan, dan
perlengkapan pelindung lain, pakailah sarung tangan yang kering untuk
melindungi tangan dari kemungkinan terkena aliran listrik (electric shock),
pakailah penutup mulut dan hidung sebagai filter agar asap dan gas yang
timbul pada saat pengelasan sedang berlangsung tidak berbahaya bagi
kesehatan (Suhulman, 2008).
10. Pengisian/pembebanan yang tidak sesuai.
Penyebab lain terjadinya kecelakaan kerja adalah akibat beban yang
berlebihan sehingga melebihi kemampuan tubuh dalam menyangga (over
load). Membawa atau mengangkat barang yang terlalu berat, terlalu besar,
dan sulit untuk dipegang akan membahayakan diri kita. Akan jauh lebih
aman bagi Anda untuk meminta bantuan orang lain atau menggunakan alat
31
bantu saat menemui barang-barang tersebut dalam bekerja (Hendarta,
2012).
11. Cara mengangkat yang salah.
Menurut Nurmianto (1996), pekerjaan mengangkat barang sering
menyebabkan cedera pada punggung bawah. Pekerjaan mengangkut barang
adalah satu pekerjaan yang berisiko terjadinya cedera kesakitan pada
punggung. Pekerjaan ini membutuhkan aktivitas mengangkat beban yang
cukup berat dan berulang-ulang sehingga membutuhkan peran yang sangat
besar dari otot-otot punggung dan tulang belakang. Penggunaan otot-otot
punggung dan tulang belakang yang berlebihan dan kesalahan dalam
aktivitas mengangkat sangat memungkinkan pekerja pengangkut barang
akan mengalami gangguan nyeri punggung bawah.
Sebanyak 80% populasi orang dewasa dalam rentan hidupnya akan
mengalami cedera punggung bawah. Cedera ini biasanya disebabkan oleh
kesalahan dalam teknik mengangkat suatu benda dan juga penggunaan
yang berlebihan. Dengan menggunakan teknik mengangkat yang benar
diikuti dengan latihan penguluran dan penguatan, Anda dapat mengurangi
risiko cedera punggung. Sekitar 745 cedera tulang belakang disebabkan
karena aktivitas mengangkat. Mengingat tingginya risiko cedera tulang
belakang pada aktivitas mengangkat maka hal ini perlu mendapatkan
perhatian tersendiri dengan teknik mengangkat yang benar (Tarwaka,
2004).
32
Menurut Silalahi (1985), sewaktu mengangkat dan membawa,
bagian tubuh yang paling terpengaruh dan dapat cedera adalah tulang
punggung. Ketegangan yang diderita tulang punggung semakin berat
(diukur dalam kilogram gaya) jika beban semakin berat. Teknik
mengangkat dan membawa yang tepat akan memungkinkan beban
maksimum karena beban tersebut tidak lagi tergantung pada tulang
punggung melainkan pada otot tubuh. Teknik ini hanya dapat diterapkan
melalui latihan. Beberapa pokok penting yang harus diperhatikan adalah:
a. Kapasitas fisik karyawan
b. Sifat beban
c. Keadaan lingkungan
d. Latihan mengangkat/membawa yang dijalani karyawan
Adapun cara mengangkat yang baik menurut Tarwaka (2004) adalah
sebagai berikut:
1. Posisi tulang belakang dan punggung harus tetap lurus atau tidak
membungkuk.
2. Kedua tungkai ditekuk ke arah posisi jongkok sehingga tenaga angkat
yang digunakan untuk mengangkat beban tidak murni berasal dari
kontraksi otot-otot punggung.
3. Pegangan atau handling terhadap barang yang akan diangkat harus
kuat.
4. Lengan berada sedekat mungkin dengan badan
5. Dagu segera ditarik setelah kepala ditegakkan
33
6. Posisi kaki merenggang untuk membagi momentum dalam posisi
mengangkat.
7. Badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, gaya untuk
gerakan dan perimbangan.
8. Beban diusahakan sedekat mungkin dengan garis vertical yang melalui
pusat gravitasi tubuh.
9. Untuk beban yang akan diangkat, usahakan pada posisi yang tidak
terlalu rendah
10. Usahakan jumlah beban yang akan diangkat tidak melebihi batas
kemampuan individu yang akan mengangkat.
12. Posisi tubuh yang salah.
Sikap atau posisi tubuh dalam bekerja memiliki hubungan yang
positif dengan timbulnya kelelahan kerja. Tidak peduli apakah pekerja
harus berdiri, duduk, atau dalam sikap posisi kerja yang lain, dimana
pertimbangan-pertimbangan ergonomik yang berkaitan dengan sikap/
posisi kerja akan sangat penting (Suma’mur, 1999).
Menurut Wignjosoebroto (2003), beberapa jenis pekerjaan akan
memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadang-kadang cenderung
untuk tidak mengenakkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu
berada pada sikap dan posisi kerja yang tidak nyaman dan berlangsung
dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan
pekerja cepat lelah, melakukan banyak kesalahan, dan menderita cacat
34
tubuh. Postur yang baik merupakan bagian penting dalam pemeliharaan
diri.
Membiasakan diri dengan kondisi postur yang baik akan membantu
dalam mencegah berbagai gangguan fisik, seperti kelelahan, memperbaiki
bentuk tubuh, memberi kesan penampilan diri lebih luwes dan tidak kaku.
Disiplin diri merupakan unsur yang menentukan bagi suatu kepribadian
yang tertib, tenang, menyenangkan serta menyehatkan. Berdiri dalam posisi
yang benar akan menjaga otot-otot dan tubuh dalam kondisi yang baik.
Postur yang baik sangat tergantung pada kebiasaan seseorang, untuk itu
hindari sikap malas, posisi punggung yang membungkuk atau posisi tubuh
yang membuat lekukan pada tulang punggung ketika sedang bekerja. Saat
berjalan harus dibiasakan berdiri dengan benar, berat tubuh harus terbagi
sama rata untuk mendapatkan keseimbangan tubuh. Selain dari sikap tubuh
saat berdiri, sikap duduk yang baik pun penting diperhatikan untuk
mencegah kelelahan pada umumnya dan ketegangan pada punggung. Sikap
duduk yang baik yaitu punggung tegak dan posisi duduk menekan bagian
belakang (Wignjosoebroto, 2003).
13. Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi.
Pada saat memperbaiki peralatan kerja yang menggunakan aliran
listrik, pekerja diharuskan untuk mematikan terlebih dahulu aliran listrik
pada alat tersebut karena untuk mengisolir bagian sistem tenaga listrik pada
alat tersebut agar aman untuk kerja ketika memperbaikinya. Memperbaiki
peralatan yang sedang beroperasi atau memperbaiki peralatan tanpa
35
mematikan terlebih dahulu aliran listriknya merupakan suatu tindakan yang
sangat berbahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Sebagai
contoh, ada seorang pekerja yang sedang memperbaiki suatu
mesin/peralatan, tiba-tiba tanpa disengaja mesinnya menyala dan pada
akhirnya membahayakan pekerja tersebut (Suhulman, 2008).
14. Berkelakar atau bersenda gurau.
Bersenda gurau pada saat bekerja merupakan suatu perilaku yang
harus dihilangkan karena dapat mengakibatkan kejadian yang sangat fatal
sehingga tidak hanya menyebabkan kerugian material, tetapi juga dapat
menyebabkan kerugian nonmaterial, contoh ketika para pekerja sedang
melakukan tugasnya menuangkan semen kedalam mesin pencetak, tiba-tiba
ada salah seorang pekerja lainnya mengejutkannya dari belakang sehingga
secara tidak sengaja dia tersentak hebat dan tanpa dia sadari tangannya
masuk ke dalam mesin pencetak. Mungkin bisa kita tebak apa yang terjadi
selanjutnya. Benar, tangan para pekerja tersebut patah dan terputus
sehingga akan dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi para
pekerja itu sendiri, dimana kerugian yang diderita bukan merupakan
kerugian material melainkan kerugian non material (Apri, 2012).
Bersenda gurau pada saat bekerja sangat dilarang karena dapat
mengganggu konsentrasi pekerja sehingga pekerja kurang fokus terhadap
pekerjaannya, apalagi jika pekerja tersebut bekerja dengan peralatan atau
tempat kerja yang berbahaya. Hal tersebut akan membuat pekerja
36
berpotensi untuk melakukan kesalahan dalam bekerja yang akibatnya dapat
menyebabkan kecelakaan kerja.
15. Bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan.
Menurut Tanjung (2005), alkohol dan obat-obatan termasuk ke
dalam NAPZA. NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain)
adalah bahan/zat/obat yang bila masuk ke dalam tubuh manusia akan
mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat sehingga
menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena
terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi)
terhadap NAPZA. Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu konsentrasi,
penilaian, penglihatan, dan koordinasi pada orang yang mengonsumsinya.
Kombinasi alkohol dengan obat-obatan lain sangat berbahaya
karena hal ini meningkatkan efek dan pengaruh negatif yang tidak dapat
diperkirakan, termasuk kerusakan serius yang menetap. Karena efek negatif
yang ditimbulkan dari alkohol dan obat-obatan tersebut, seorang pekerja
tidak boleh berada di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan pada saat
bekerja karena dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja.
2.4 Pengelasan
2.4.1 Pengertian
Pengelasan adalah suatu proses dimana bahan dan jenis yang sama
digabungkan menjadi satu sehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan
kimia yang dihasilkan dari pemakaian panas dan tekanan (Suharno, 2008).
37
Perkembangan teknologi pengelasan logam memberikan kemudahan umat
manusia dalam menjalankan kehidupannya. Saat ini kemajuan ilmu
pengetahuan di bidang elektronik melalui penelitian yang melihat karakteristik
atom, mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap penemuan material
baru dan sekaligus bagaimanakah menyambungnya (Djamiko, 2008).
Jauh sebelumnya, penyambungan logam dilakukan dengan memanasi
dua buah logam dan menyatukannya secara bersama. Pada zaman sekarang
pemanasan logam yang akan disambung berasal dari pembakaran gas atau arus
listrik. Beberapa gas dapat digunakan, tetapi yang sangat popular adalah gas
acetylene yang lebih dikenal dengan gas karbit. Selama pengelasan, gas
acetylene dicampur dengan gas oksigen murni. Kombinasi campuran gas
tersebut memproduksi panas yang paling tinggi diantara campuran gas lain
(Djamiko, 2008).
2.4.2 Jenis-Jenis Pengelasan
Menurut Djamiko (2008), mesin las adalah alat utama yang digunakan
untuk menyambung logam dengan las. Mesin ini berfungsi sebagai
penyambung bahan yang dilas, sedangkan alat bantu digunakan untuk
pendukung proses pengelasan. Jenis-jenis mesin las, terdiri dari:
1. Las Proyeksi (Projection Welding)
Projection welding (las proyeksi) dilakukan dengan
menghubungkan dua benda kerja yang akan disambung pada dua elektroda
dan menggerakkannya secara perlahan. Ketika kedua benda kerja tersebut
hampir bersentuhan, terjadilah loncatan arus listrik yang mengakibatkan
38
pemanasan pada bagian yang dilas. Setelah itu, kedua benda kerja tersebut
ditekan maka terbentuklah sambungan las.
2. Las MIG
Las MIG termasuk jenis las elektroda terumpan yang banyak
digunakan di industri otomotif. Hal ini dikarenakan las MIG memiliki
kelebihan yaitu dapat dengan mudah digunakan untuk mengelas logam
yang tipis dan juga karena menggunakan elektroda gulungan maka las MIG
dapat digunakan pengelasan otomatis dengan pemrograman komputer.
Prinsip kerja las MIG adalah ketika saklar welding gun di on-kan, arus
listrik mengalir pada elektroda dan elektroda berjalan sesuai dengan
kecepatan yang diatur sebelumnya. Sesaat sebelum ujung elektroda
menyentuh benda kerja, terjadilah loncatan listrik yang melelehkan benda
kerja dan elektroda tersebut. Bersamaan dengan kejadian ini gas pelindung
mengalir di atas permukaan deposit lasan dan melindungi deposit tersebut
dari pengaruh udara luar.
3. Las Listrik (Shielded Metal Arc Welding/SMAW)
Las listrik disamping dinamakan SMAW juga disebut Manual
Metal Arc (MMA). Penyebutan ini dikarenakan las listrik sangat sulit
diotomatiskan. Namun, penggunaannya di industri sangat luas. Kelebihan
dari las listrik adalah konstruksi sederhana dan bahan fluk yang padat
sangat efektif dalam melindungi deposit lasan dari pengaruh udara luar
sehingga las listrik dapat digunakan di segala medan. Penggunaan las listrik
dimulai dari mengalirkan arus listrik dalam rangkaian listrik dan
39
menyentuhkan elektroda pada benda kerja. Sesaat setelah elektroda
bersentuhan dengan benda kerja, terjadilah loncatan listrik yang panasnya
dapat mencairkan kedua bahan tersebut dan terbentuk sambungan las.
4. Las Busur Terpendam (Submerged Arc Welding/SAW)
Las busur terpendam banyak digunakan untuk penyambungan
tabung-tabung gas, pipa besar, dan penyambungan benda-benda yang sama
serta banyak. Pengelasan dilakukan secara otomatis dan fluksnya berupa
butiran. Satu unit mesin las SAW terdiri dari sebuah travo, kontrol,
elektroda gulungan, nosel, dan perlengkapan untuk menaburkan fluks.
Pengelasan dimulai dengan mengalirkan arus listrik pada rangkaian listrik
SAW. Elektroda berjalan dan menyentuh benda kerja. Loncatan busur
listrik dari elektroda ke benda kerja mencairkan keduanya. Pada saat
bersamaan butiran fluks ditaburkan agar deposit lasan yang terbentuk
terlindung dari udara luar.
5. Las Tungsten Inert Gas (TIG)
Las TIG atau lebih dikenal dengan sebutan las argon. Argon
termasuk gas lemas (inert gas) yang berfungsi sebagai pelindung deposit
lasan dari pengaruh udara luar. Biasanya las jenis ini digunakan untuk
mengelas stainless steel dan logam-logam nonfero, seperti alumunium,
titanium, dll. Bagian utama las TIG adalah sebuah inverter, satu unit
peralatan kontrol, welding gun, satu tabung gas pelindung beserta
regulatornya. Pengoperasian las TIG dimulai dengan mengalirkan arus
listrik ke dalam rangkaian listrik. Pada saat ujung elektroda didekatkan
40
pada benda kerja, akan terjadi loncatan arus listrik bersamaan dengan
keluarnya gas pelindung yang panasnya dapat mencairkan bahan tambah
(filler metal) dengan benda kerja dan terjadilah pengelasan.
6. Las Plasma
Penyambungan logam dengan las plasma, prosedurnya sama dengan
las TIG. Penempatan elektroda di dalam nosel tersendiri dapat memisahkan
busur api dengan gas pelindung. Elektroda las plasma terbuat dari tungsten
dengan elemen tambahan thorium sebanyak 2% dan nosel dibuat dan bahan
tembaga. Ada tiga model pengoperasian las plasma berkaitan dengan
ukuran nosel dan laju gas plasma, yaitu: 1) Plasma mikro (Microplasma)
dengan arus listrik antara 0,1 sampai 15 A; 2) Arus menengah (Medium
current) yang arusnya antara 15 hingga 200 A; dan 3) Keyhole plasma
digunakan untuk pengelasan di atas arus 200 A. Dalam kondisi normal, las
plasma menggunakan arus searah (DC) yang mempunyai karakter arus
menurun (drop voltage). Penyalaan busur listrik pada saat awal pengelasan
lebih sulit jika dibandingkan dengan las yang menggunakan karakter arus
konstan (constan voltage).
7. Las Titik (Spot Welding)
Las titik yang merupakan salah satu proses las tertua banyak
digunakan di industri khususnya industri yang banyak mengerjakan plat
seperti industri otomotif. Bahan yang disambung dengan metode ini sering
dilakukan pada ketebalan di bawah 3 mm. Bahan dasar sebaiknya
mempunyai ketebalan sama atau dengan perbandingan 3:1. Pembangkitan
41
panas las titik bekerja atas dasar hambatan listrik bahan yang dilas. Bahan
harus memiliki tahanan listrik yang lebih besar dari bahan elektroda yang
terbuat dari elemen dasar tembaga. Pengelasan dilakukan dengan mengaliri
benda kerja dengan arus listrik melalui elektroda. Karena terjadi hambatan
diantara kedua bahan yang disambung, timbul panas yang dapat
melelehkan permukaan bahan dan dengan tekanan akan terjadi sambungan.
8. Las Kelim (Seam welding)
Ditinjau dari prinsip kerjanya, las rol sama dengan las titik, yang
berbeda adalah bentuk elektrodanya. Elektroda las rol berbentuk silinder.
Las jenis ini banyak digunakan untuk menyambung benda kerja yang
membutuhkan kerapatan, seperti pembuatan tangki bahan bakar,
pengalengan makanan, dan lain-lain.
9. Las Karbit (Oxy-Acetylene Welding/OAW)
Gas yang banyak digunakan untuk pengelasan logam adalah gas
acetylene. Las yang menggunakan gas acetylene dinamakan las acetylene
(karbit). Dalam penerapannya pada las, gas acetylene dicampur dengan gas
oksigen kemudian di bakar. Panas yang ditimbulkan digunakan untuk
pengelasan. Karena pencampurannya dengan oksigen inilah las karbit juga
disebut las oxy-acetylene (oxy-acetylene welding).
10. Las Sinar Elektron
Las sinar elektron juga tergolong pengelasan yang menggunakan
energi panas. Energi panas didapat dari energi sebuah elektron yang di
tumbukkan pada benda kerja. Prinsip kerjanya adalah sebagai berikut,
42
elektron yang dipancarkan oleh katoda ke anoda difokuskan oleh lensa
elektrik ke sistem defleksi.
2.4.3 Bahaya Dalam Pengelasan
Pada pekerjaan pengelasan banyak risiko yang akan terjadi apabila
tidak hati-hati terhadap penggunaan peralatan, mesin, dan posisi kerja yang
salah. Menurut Wiryosumarto dan Okumura (2004) dalam Sirait (2011),
beberapa risiko bahaya yang paling utama pada pengelasan antara lain:
1. Cahaya dan sinar yang berbahaya
Selama proses pengelasan akan timbul cahaya dan sinar yang dapat
membahayakan juru las dan pekerja lain yang ada di sekitar pengelasan.
Cahaya tersebut meliputi cahaya yang dapat dilihat atau cahaya tampak,
sinar ultraviolet, dan sinar inframerah.
a. Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet sebenarnya adalah pancaran yang mudah diserap,
tetapi sinar ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap reaksi kimia
yang terjadi di dalam tubuh. Bila sinar ultraviolet yang terserap oleh
lensa dan kornea mata melebihi jumlah tertentu maka pada mata akan
terasa seakan-akan ada benda asing di dalamnya. Dalam waktu antara 6
sampai 12 jam kemudian mata akan menjadi sakit selama 6 sampai 24
jam. Pada umunya rasa sakit ini akan hilang setelah 48 jam.
b. Cahaya tampak
Semua cahaya tampak yang masuk ke mata akan diteruskan oleh lensa
dan kornea ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat, mata akan
43
segera menjadi lelah dan kalau terlalu lama mungkin akan menjadi
sakit. Rasa lelah dan sakit ini sifatnya juga hanya sementara.
c. Sinar inframerah
Adanya sinar inframerah tidak segera terasa oleh mata. Karena itu, sinar
ini lebih berbahaya sebab tidak diketahui, tidak terlihat, dan tidak
terasa. Pengaruh sinar inframerah terhadap mata sama dengan pengaruh
panas, yaitu menyebabkan pembengkakan pada kelopak mata,
terjadinya penyakit kornea, presbiopia yang terlalu dini, dan terjadinya
kerabunan.
2. Arus listrik yang berbahaya
Besarnya kejutan yang timbul karena listrik tergantung pada
besarnya arus dan keadaan badan manusia. Tingkat dari kejutan dan
hubungannya dengan besar arus adalah sebagai berikut:
a. Arus 1 mA hanya akan menimbulkan kejutan yang kecil saja dan tidak
membahayakan.
b. Arus 5 mA akan memberikan stimulasi yang cukup tinggi pada otot dan
menimbulkan rasa sakit.
c. Arus 10 mA akan menyebabkan rasa sakit yang hebat.
d. Arus 20 mA akan menyebabkan terjadi pengerutan pada otot sehingga
orang yang terkena tidak dapat melepaskan dirinya tanpa bantuan orang
lain.
e. Arus 50 mA sangat berbahaya bagi tubuh.
44
f. Arus 100 mA dapat mengakibatkan kematian.
3. Debu dan gas dalam asap las
Debu dalam asap las besarnya berkisar antara 0,2 μm sampai
dengan 3 μm. Komposisi kimia dari debu asap las tergantung dari jenis
pengelasan dan elektroda yang digunakan. Bila elektroda jenis hidrogen
rendah, di dalam debu asap akan terdapat fluor (F) dan oksida kalium
(K2O). Dalam pengelasan busur listrik tanpa gas, asapnya akan banyak
mengandung oksida magnesium (MgO). Gas-gas yang terjadi pada waktu
pengelasan adalah gas karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2),
ozon (CO3), dan gas nitrogen dioksida (NO2).
4. Bahaya kebakaran
Kebakaran terjadi karena adanya kontak langsung antara api
pengelasan dengan bahan-bahan yang mudah terbakar, seperti solar, bensin,
gas, cat kertas, dan bahan lainnya yang mudah terbakar. Bahaya kebakaran
juga dapat terjadi karena kabel yang menjadi panas yang disebabkan karena
hubungan yang kurang baik, kabel yang tidak sesuai atau adanya kebocoran
listrik karena isolasi yang rusak.
5. Bahaya Jatuh
Pengelasan yang dilakukan di tempat yang tinggi akan terdapat
bahaya terjatuh dan kejatuhan. Bahaya ini dapat menimbulkan luka ringan
ataupun berat bahkan kematian. Karena itu, usaha pencegahannya harus
diperhatikan.
45
2.4.4 Perlengkapan Keselamatan Kerja Las
Demi keamanan dan kesehatan tubuh, operator las harus memakai alat-
alat yang mampu melindungi tubuh dari bahaya-bahaya yang ditimbulkan
akibat pengelasan. Perlengkapan tersebut antara lain (Bintoro, 1999):
1. Pelindung muka
Bentuk dan pelindung muka ada beberapa macam, tetapi secara
prinsip pelindung muka mempunyai fungsi yang sama, yaitu melindungi
mata dan muka dari pancaran sinar las dan percikan bunga api. Pelindung
muka mempunyai kacamata yang terbuat dari bahan tembus pandang yang
berwarna sangat gelap dan hanya mampu ditembus oleh sinar las.
Kacamata ini berfungsi melihat benda kerja yang dilas dengan mengurangi
intensitas cahaya yang masuk ke mata.
2. Kacamata bening
Pada saat membersihkan torak atau proses finishing misalnya
penggerindaan, mata perlu perlindungan, tetapi tidak dengan pelindung
muka las. Mata tidak mampu melihat benda kerja karena kacamata yang
berada pada pelindung muka sangat gelap. Oleh karena itu, diperlukan
kacamata bening yang mampu digunakan untuk melihat benda kerja dan
sangat ringan sehingga tidak mengganggu proses pekerjaan.
3. Masker wajah
Masker berfungsi untuk menyediakan udara segar yang akan
dihirup oleh sistem pernapasan manusia. Masker digunakan untuk
pengelasan ruangan yang sistem sirkulasi udaranya tidak baik karena
46
proses pengelasan akan menghasilkan gas-gas yang membahayakan sistem
pernapasan jika dihirup dalam jumlah besar. Jika gas hasil pengelasan tidak
segera dialirkan ke luar ruangan maka akan dihirup oleh operator.
4. Pakaian las
Pakaian ini berfungsi untuk melindungi tubuh dari percikan bunga
api dan pancaran sinar las. Pakaian las terbuat dari bahan yang lemas
sehingga tidak membatasi gerak si pemakai. Selain bahan pakaian yang
digunakan lemas, juga harus ringan, tidak mudah terbakar, dan mampu
menahan panas atau bersifat isolator. Model lengan dan celana dibuat
panjang agar mampu melindungi seluruh tubuh dengan baik.
5. Pelindung badan (apron)
Bagian badan pekerja perlu dilindungi untuk melindungi kulit dan
organ-organ tubuh pada bagian badan dari percikan bunga api dan pancaran
sinar las yang mempunyai intensitas tinggi. Seperti halnya pada bagian
muka karena baju las yang digunakan belum mampu sepenuhnya
melindungi kulit dan organ tubuh pada bagian dada.
6. Sarung tangan
Kontak dengan panas dan listrik sering terjadi yaitu melewati kedua
tangan, contoh penggantian elektroda atau memegang sebagian dari benda
kerja yang memperoleh panas secara konduksi dari proses pengelasan.
Untuk melindungi tangan dari panas dan listrik, operator las harus
menggunakan sarung tangan karena mempunyai sifat mampu menjadi
47
isolator panas dan listrik (mampu menahan panas dan tidak menghantarkan
listrik).
7. Sepatu las
Sepatu las dapat melindungi telapak dan jari-jari kaki kemungkinan
tergencet benda keras, benda panas atau sengatan listrik. Dengan memakai
sepatu las berarti tidak ada aliran arus listrik dari mesin las ke ground
(tanah) melewati tubuh kita karena bahan sepatu berfungsi sebagai isolator
listrik.
2.5 Kerangka Teori
Teori bentuk-bentuk perilaku tidak aman yang telah dikemukakan
sebelumnya pada tinjauan pustaka, meliputi teori bentuk-bentuk perilaku tidak aman
Dessler (1986), Santoso (2003), dan Bird (1990). Penelitian ini mengacu pada teori
Bird (1990) karena pada teori ini telah mencakup sebagian besar bentuk-bentuk
perilaku tidak aman yang terdapat pada teori Dessler (1986) dan Santoso (2003)
serta teori Bird (1990) ini sesuai dengan karakteristik pekerjaan di unit welding PT.
Gaya Motor. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 2.1 Teori Bentuk-Bentuk Perilaku Tidak Aman
No Bentuk Perilaku Tidak Aman Dessler (1986) Santoso (2003) Bird (1990)
1. Melakukan pekerjaan tanpa
wewenang - √ √
2. Gagal dalam memberi
peringatan - - √
3. Gagal dalam mengamankan √ √ √
48
No Bentuk Perilaku Tidak Aman Dessler (1986) Santoso (2003) Bird (1990)
4. Bekerja dengan kecepatan
berbahaya √ √ √
5. Menghilangkan alat pengaman - - √
6. Membuat alat pengaman tidak
berfungsi √ √ √
7. Menggunakan peralatan yang
rusak √ - √
8. Menggunakan peralatan yang
tidak sesuai - √ √
9. Tidak menggunakan APD
dengan benar √ √ √
10. Pengisian/pembebanan yang
tidak sesuai - √ √
11. Cara mengangkat yang salah √ - √
12. Posisi atau sikap tubuh yang
benar √ - √
13. Memperbaiki peralatan yang
sedang beroperasi - - √
14. Berkelakar atau bersenda gurau √ - √
15. Bekerja di bawah pengaruh
alkohol dan obat-obatan - √ √
16. Membuang benda sembarangan √ - -
17. Bekerja berlebihan/melebihi jam
kerja di tempat kerja - √ -
18. Menggunakan tenaga berlebihan - √ -
49
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Berpikir
Pada penelitian ini, kerangka berpikir mengacu kepada teori bentuk-bentuk
perilaku tidak aman menurut Bird (1990) untuk menggambarkan perilaku tidak aman
pada pekerja di unit welding PT. Gaya Motor. Teori bentuk-bentuk perilaku tidak
aman tersebut, meliputi:
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
2. Gagal dalam memberi peringatan
3. Gagal dalam mengamankan
4. Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya
5. Menghilangkan alat pengaman
6. Membuat alat pengaman tidak berfungsi
7. Menggunakan peralatan yang rusak
8. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai
9. Tidak menggunakan APD dengan benar
10. Pengisian/pembebanan yang tidak sesuai
11. Cara mengangkat yang salah
12. Posisi tubuh yang salah
13. Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi
14. Berkelakar atau bersenda gurau
50
15. Bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan
51
3.2 Definisi Istilah
Tabel 3.1 Definisi Istilah
NO INFORMASI DEFINISI METODE INSTRUMEN HASIL
1. Perilaku tidak aman Tindakan pekerja welding
selama melakukan aktivitas
pengelasan yang menyimpang
dari peraturan yang telah
ditetapkan oleh perusahaan
Wawancara,
observasi
Pedoman
wawancara, lembar
observasi
Deskripsi bentuk-
bentuk perilaku tidak
aman
2. Melakukan pekerjaan
tanpa wewenang
Pekerjaan pengelasan yang
dilakukan oleh pekerja yang
tidak mempunyai skill untuk
melakukan jenis pekerjaan
pengelasan tertentu dan
pekerjaan yang dilakukan tanpa
seizin group leader.
Wawancara,
observasi
Pedoman
wawancara, lembar
observasi
Deskripsi perilaku
melakukan pekerjaan
tanpa wewenang
2. Gagal dalam memberi
peringatan
Foreman dan group leader tidak
menegur pekerja atau operator
yang melakukan kesalahan
dalam kegiatan pengelasan atau
pekerja tidak menegur kepada
pekerja atau operator lain yang
melakukan kesalahan dalam
kegiatan pengelasan.
Wawancara,
observasi
Pedoman
wawancara, lembar
observasi
Deskripsi perilaku
kegagalan dalam
memberi peringatan
3. Gagal dalam Group leader tidak memberikan Wawancara, Pedoman Deskripsi perilaku
52
NO INFORMASI DEFINISI METODE INSTRUMEN HASIL
mengamankan pengaman, misalnya tanda yang
bersifat pengumuman, untuk alat
pengelasan yang mengalami
kerusakan.
observasi
wawancara, lembar
observasi kegagalan dalam
mengamankan
4. Bekerja dengan
kecepatan berbahaya
Mengoperasikan alat pengelasan
dengan kecepatan yang melebihi
peraturan yang telah ditetapkan
perusahaan
Wawancara,
observasi
Pedoman
wawancara, lembar
observasi
Deskripsi perilaku
bekerja dengan
kecepatan berbahaya
5. Menghilangkan alat
pengaman
Melepas alat pengaman
(machine guard) pada alat
pengelasan
Wawancara,
observasi
Pedoman
wawancara, lembar
observasi
Deskripsi perilaku
menghilangkan alat
pengaman
6. Membuat alat
pengaman tidak
berfungsi
Merusak alat pengaman
(machine guard) pada alat
pengelasan
Wawancara,
observasi
Pedoman
wawancara, lembar
observasi
Deskripsi perilaku
membuat alat
pengaman tidak
berfungsi
7. Menggunakan
peralatan yang rusak
Mengoperasikan alat pengelasan
yang tidak berfungsi dengan baik
Wawancara,
observasi
Pedoman
wawancara, lembar
observasi
Deskripsi perilaku
menggunakan peralatan
yang rusak
8. Menggunakan
peralatan yang tidak
sesuai
Mengerjakan pengelasan dengan
memakai alat yang tidak cocok
dengan jenis pekerjaan
pengelasan yang sedang
dilakukan
Wawancara,
observasi
Pedoman
wawancara, lembar
observasi
Deskripsi perilaku
menggunakan peralatan
yang tidak sesuai
9. Tidak menggunakan
APD dengan benar
Tidak memakai helm, safety
glasses, sarung tangan,
pelindung nadi atau pelindung
Wawancara,
observasi
Pedoman
wawancara, lembar
observasi
Deskripsi perilaku
tidak menggunakan
APD dengan benar
53
NO INFORMASI DEFINISI METODE INSTRUMEN HASIL
tangan, masker, otto, kedok las,
dan safety shoes pada saat
melakukan pengelasan
10. Pengisian/pembebanan
yang tidak sesuai
Mengangkat panel secara
berlebihan melebihi dari
jumlah/beban standar yang
diiizinkan
Wawancara,
observasi
Pedoman
wawancara, lembar
observasi
Deskripsi perilaku
pengisian/pembebanan
yang tidak sesuai
11. Cara mengangkat yang
salah
Mengambil panel tidak
mengikuti instruksi yang
diberikan oleh foreman dan
group leader
Wawancara,
observasi
Pedoman
wawancara, lembar
observasi
Deskripsi perilaku cara
mengangkat yang salah
12. Posisi tubuh yang salah Postur tubuh pekerja yang
janggal pada saat melakukan
pengelasan
Wawancara,
observasi
Pedoman
wawancara, lembar
observasi
Deskripsi perilaku
posisi atau sikap tubuh
yang salah
13. Memperbaiki peralatan
yang sedang beroperasi
Membetulkan alat pengelasan
yang rusak dalam kondisi mesin
masih menyala
Wawancara,
observasi
Pedoman
wawancara, lembar
observasi
Deskripsi perilaku
memperbaiki peralatan
yang sedang beroperasi
14. Berkelakar atau
bersenda gurau
Bercanda dengan sesama rekan
kerja pada saat melakukan
pengelasan.
Wawancara,
observasi
Pedoman
wawancara, lembar
observasi
Deskripsi perilaku
berkelakar atau
bersenda gurau
15. Bekerja di bawah
pengaruh alkohol atau
obat-obatan
Melakukan pengelasan setelah
mengkonsumsi alkohol atau
obat-obatan
Wawancara Pedoman
wawancara
Deskripsi perilaku
bekerja di bawah
pengaruh alkohol atau
obat-obatan
54
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena informasi yang
dihasilkan dari penelitian ini berupa gambaran perilaku tidak aman pada pekerja
yang terdapat di unit welding PT. Gaya Motor. Dalam penelitian ini, peneliti akan
menggambarkan bentuk-bentuk dari perilaku tidak aman berdasarkan fakta-fakta yang
ada dan berdasarkan pola yang telah ditentukan oleh peneliti.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012 dengan
lokasi penelitian bertempat di unit welding PT. Gaya Motor, Sunter II, Jakarta
Utara.
4.3 Informan Penelitian
Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek
penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian.
Teknik pengambilan informan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dan
snowball sampling. Purposive sampling adalah teknik yang didasarkan dengan
pertimbangan tertentu, yaitu orang tersebut dianggap mengetahui informasi yang
akan diteliti sehingga memudahkan peneliti menjelajahi objek yang akan diteliti.
55
Snowball sampling adalah teknik pengambilan sumber data, yang pada awalnya
jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Jadi, dalam menentukan informan,
peneliti akan memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data
yang diperlukan. Selanjutnya, berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari
informan awal, peneliti akan menetapkan informan lainnya yang dipertimbangkan
akan memberikan data lebih lengkap. Infoman dalam penelitian ini adalah foreman
welding, group leader welding, dan pekerja welding.
Pekerja welding adalah orang atau operator yang melakukan proses
pengelasan di unit welding. Pekerja welding dipilih sebagai informan karena
pekerja welding adalah pihak yang terlibat langsung dalam perilaku tidak aman
yang akan diteliti. Jumlah pekerja di unit welding adalah 37 orang. Untuk
mendapatkan informasi dari pekerja welding mengenai perilaku tidak aman,
metode yang digunakan adalah wawancara dan observasi. Foreman welding adalah
mandor di unit welding yang bertanggung jawab atas berjalannya kegiatan
produksi di unit welding dan tekadang ikut mengawasi kegiatan pekerja selama
bekerja. Foreman welding dipilih sebagai informan karena foreman adalah orang
yang dianggap mengetahui perilaku pekerja selama bekerja, khususnya perilaku
tidak aman. Group leader welding adalah orang yang setiap harinya mengawasi
jalannya proses produksi dan mengawasi kegiatan pekerja selama bekerja. Group
leader welding dipilih sebagai informan karena group leader adalah orang yang
dianggap mengetahui perilaku pekerja selama bekerja, khususnya perilaku tidak
aman. Untuk mendapatkan informasi dari foreman dan group leader welding
mengenai perilaku tidak aman pekerja, metode yang digunakan adalah wawancara.
56
Tabel 4.1 Informan Penelitian
NO. NAMA PEKERJAAN
1. Bapak A Foreman
2. Bapak B Group Leader
3. Bapak AA Pekerja (Operator Las Cross Member)
4. Bapak AB Pekerja (Operator Las Cowl Top)
5. Bapak AC Pekerja (Operator Finishing Apron)
6. Bapak AD Pekerja (Operator Las Apron)
7. Bapak AE Pekerja (Operator Las Apron)
8. Bapak AF Pekerja (Operator Gerinda)
9. Bapak AG Pekerja (Operator Spot Gun Welding)
10. Bapak AH Pekerja (Operator Projection Nut)
11. Bapak AI Pekerja (Operator Spot Gun Welding)
Sumber: Data Primer
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yaitu mahasiswa
peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Maksud dari peneliti sendiri dapat
dipahami sebagai alat yang dapat mengungkapkan fakta-fakta di lapangan dan
tidak ada alat yang paling tepat dan elastis untuk mengungkapkan data kualitatif
kecuali peneliti itu sendiri (Satori dan Komariah, 2009). Selanjutnya, peneliti akan
mengembangkan suatu instrumen penelitian sederhana untuk melengkapi data
yang dibutuhkan. Instrumen sederhana yang akan digunakan oleh peneliti adalah:
1. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara yaitu daftar pertanyaan-pertanyaan tertulis yang akan
ditanyakan kepada informan. Pedoman wawancara dibuat berdasarkan pola
57
penelitian yang telah ditentukan oleh peneliti. Pedoman wawancara yang
digunakan peneliti dapat dilihat dalam lampiran.
2. Lembar observasi
Berfungsi untuk membantu peneliti dalam mengamati objek penelitian. Lembar
observasi yang digunakan peneliti dapat dilihat dalam lampiran.
3. Buku catatan
Berfungsi untuk mencatat semua hasil percakapan dengan sumber data.
4. Alat perekam
Berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan.
5. Kamera
Berfungsi untuk mengambil gambar yang berhubungan dengan masalah
penelitian.
4.5 Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer mengenai deskripsi perilaku tidak aman pekerja di unit welding
didapatkan melalui wawancara kepada para informan penelitian dengan
menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun oleh peneliti. Selain itu,
data primer dalam penelitian ini juga diperoleh dari hasil observasi perilaku tidak
aman pekerja dengan menggunakan lembar observasi.
58
2. Data Sekunder
Data sekunder dari penelitian ini diperoleh dari data profil PT. Gaya Motor,
prosedur kerja unit welding PT. Gaya Motor, dan data kecelakaan kerja PT. Gaya
Motor.
4.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
observasi (pengamatan) dan wawancara.
1. Observasi (pengamatan)
Menurut Marshall dan Rossman (2006) dalam Neldi (2011),
pengamatan ialah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca
indera mata sebagai alat bantu utamanya selain indera lainnya, seperti telinga,
penciuman, mulut, dan kulit. Menurut Poerwandari (2009), tujuan pengamatan
adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas yang berlangsung,
orang yang terlibat, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang
terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut.
Teknik pengamatan yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah
pengamatan terbuka yaitu pengamatan yang mana keberadaan pengamat
diketahui oleh subjek yang diteliti dan subjek memberikan kesempatan kepada
pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan subjek menyadari
adanya orang yang mengamati apa yang subjek kerjakan (Prastowo, 2010).
Pengamatan dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan lembar pengamatan
untuk mengamati secara langsung perilaku tidak aman pekerja unit welding
59
pada saat bekerja. Pengamatan dilakukan selama enam hari yang setiap harinya
dilakukan satu kali pengamatan dengan durasi waktu dua puluh menit.
2. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara untuk mewawancarai para informan penelitian.
Wawancara kepada para informan dilakukan untuk mendapatkan informasi
mengenai deskripsi perilaku tidak aman di unit welding.
4.7 Pengolahan Data
1. Mengumpulkan semua data yang diperoleh dari semua informan melalui
wawancara dan observasi.
2. Data yang telah disusun dalam bentuk transkrip data dikategorisasikan dalam
bentuk matriks.
3. Selanjutnya dilakukan analisis data dan intepretasi data.
4.8 Analisis Data
Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiyono (2010), mengemukakan
bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus-menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai
tuntas dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu:
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian, data
60
yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya serta
mencarinya bila diperlukan. Dalam penelitian ini, data-data yang telah
dikumpulkan melalui wawancara dan observasi, kemudian dirangkum dan
dikategorikan ke dalam pola-pola perilaku tidak aman yang telah ditentukan
oleh peneliti.
2. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.
Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian
kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data,
akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi. Dalam penelitian ini,
penyajian data dilakukan dengan cara menjabarkan hasil penelitian dalam
bentuk narasi dan dilengkapi dengan transkrip/matriks wawancara, yang
disesuaikan dengan kategori perilaku tidak aman yang telah ditentukan oleh
peneliti. Penyajian data akan didukung dengan hasil pengamatan lapangan.
3. Conclusing Drawing/Verification (Penarikan Kesimpulan/Verifikasi)
Kesimpulan penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran
suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga
setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif,
hipotesis atau teori. Kesimpulan dalam penelitian ini berupa deskripsi atau
61
gambaran bentuk-bentuk perilaku tidak aman yang dilakukan oleh pekerja di
unit welding.
4.9 Keabsahan Data
Menurut Moleong (2007), triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (1978) dalam
Moleong (2007) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik
pemeriksaaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan
teori. Namun, sebagai teknik pengumpulan data, ada dua jenis triangulasi, yakni
triangulasi teknik dan triangulasi sumber (Sugiyono, 2007 dalam Prastowo, 2010).
Triangulasi teknik adalah peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama, sedangkan
triangulasi sumber adalah penggunaan teknik yang sama oleh peneliti untuk
mendapatkan data dari sumber yang berbeda. Untuk mendapatkan keabsahan data
mengenai gambaran perilaku tidak aman pada pekerja di unit welding
digunakanlah dua jenis triangulasi, yaitu:
a. Triangulasi teknik : Wawancara dan observasi
b. Triangulasi sumber : Wawancara kepada pekerja, foreman, dan group leader
62
Tabel 4.2 Triangulasi Teknik dan Sumber
NO INFORMASI TEKNIK PENGUMPULAN DATA
INFORMAN WAWANCARA OBSERVASI
1. Melakukan
pekerjaan tanpa
wewenang
√ √
Pekerja
Foreman
Group Leader
2. Gagal dalam
memberikan
peringatan
√ √
Pekerja
Foreman
Group Leader
3. Gagal dalam
mengamankan √ √
Foreman
Group Leader
4. Bekerja dengan
kecepatan
berbahaya
√ √
Foreman
Group Leader
5. Menghilangkan
alat pengaman √ √
Pekerja
Foreman
Group Leader
6. Membuat alat
pengaman tidak
berfungsi
√ √
Pekerja
Foreman
Group Leader
7. Menggunakan
peralatan yang
rusak
√ √
Pekerja
Foreman
Group Leader
8. Menggunakan
peralatan yang
tidak sesuai
√ √
Pekerja
Foreman
Group Leader
9. Tidak
menggunakan
APD dengan
benar
√ √
Pekerja
Foreman
Group Leader
10. Pengisian/pembe
banan yang tidak
sesuai
√ √
Pekerja
Foreman
Group Leader
11. Cara
mengangkat
yang salah √ √
Pekerja
Foreman
Group Leader
12. Posisi atau sikap √ √ Pekerja
63
NO INFORMASI TEKNIK PENGUMPULAN DATA
INFORMAN WAWANCARA OBSERVASI
tubuh yang salah
13. Memperbaiki
peralatan yang
sedang
beroperasi
√ √
Pekerja
Foreman
Group Leader
14. Berkelakar atau
bersenda gurau √ √
Pekerja
Foreman
Group Leader
15. Bekerja di
bawah pengaruh
alkohol dan
obat-obatan
√ -
Pekerja
64
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Perusahaan
5.1.1 Riwayat Singkat Perusahaan
PT. Gaya Motor didirikan pada tanggal 25 Februari 1969 dan
perusahaan yang cukup besar ini akhirnya resmi dideklarasikan pada tanggal 6
Agustus 1970. PT. Gaya Motor merupakan salah satu anak perusahaan Astra
Internasional yang khusus bergerak dalam bidang perakitan kendaraan
bermotor roda empat dan enam dengan status Authorized General Assambler.
PT. Gaya Motor menerima assembling charge (upah perakitan) dari pihak
importer dan solo agent guna merakit kendaraan yang komponen-
komponennya masih berupa CKD (Completely Knocked Down) serta
didatangkan dari perusahaan manufacturing luar negeri.
PT. Gaya Motor merupakan perusahaan Perseroan Terbatas (PT)
dengan pemegang sahamnya adalah PT. Astra International Tbk. PT. Gaya
Motor merupakan tonggak sejarah pengembangan bisnis Astra Internasional di
tahun 70-an sehingga menjadi cikal bakal perakitan Toyota dan Daihatsu di
Indonesia. Dengan status purna yang dimiiliki oleh PT. Astra Internasional
Tbk, PT. Gaya Motor dapat dikatakan sukses dalam menjalankan perusahaan
untuk pendistribusian kendaraan bermotor, terbukti PT. Gaya Motor mendapat
sertifikasi ISO 9001 & 14001 membuat perusahan ini merupakan perusahaan
besar yang handal dalam perakitan dan pendistribusian kendaraaan bermotor.
65
5.1.2 Visi dan Misi
Setiap perusahaan tentunya memiliki visi dan misi yang jelas agar
masa depan perusahaan baik. Begitu juga halnya PT. Gaya Motor memiliki
visi dan misi sebagai berikut:
VISI:
“Menjadi salah satu yang terbaik dalam kualitas antar perakit kendaraan
bermotor di asia, dengan pengelolaan yang baik dan memiliki standar
internasional.”
MISI:
“Menjadi salah satu industri otomotif yang efesien, untuk memberikan
kontribusi terhadap pembangunan nasional.”
Perusahaan ini juga memilki filosofi perusahaan yaitu:
a. Untuk menjadi aset bagi bangsa dan negara.
b. Layanan terbaik kepada pelanggan.
c. Menghormati individu dan pengembangan teamwork.
d. Upaya untuk keunggulan.
5.1.3 Gambaran Unit Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1. Bentuk Unit K3
Organisasi yang menangani K3 di PT. Gaya Motor adalah P2K3LH
dan Safety Environment Section. Berikut ini gambaran unit K3 PT. Gaya
Motor.
66
a. Panitia Pembina Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Lingkungan
Hidup (P2K3LH)
Salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran tenaga kerja dan
perusahaan terhadap usaha-usaha di bidang keselamatan dan kesehatan
kerja di perusahaan adalah dengan dilakukannya pembinaan secara terus-
menerus. Untuk melaksanakan pembinaan keselamatan dan kesehatan
kerja di tempat kerja, perlu dibentuk Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, dan Lingkungan Hidup (P2K3LH). Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dan Lingkungan Hidup (P2K3LH)
berdasarkan buku pedoman sistem manajemen lingkungan keselamatan
dan kesehatan kerja PT. Gaya Motor tahun 2006 merupakan badan
pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara
pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling
pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan K3.
P2K3LH (Panitia Pembina Keselamatan, Kesehatan Kerja dan
Lingkungan Hidup) adalah suatu organisasi K3 dan lingkungan hidup
yang merupakan staff function (komite) dari direksi dan merupakan badan
konsultatif. Safety & Environment Comitee atau P2K3LH dapat dianggap
sebagai kunci utama pada banyak kesuksesan penerapan K3LH di
perusahaan. P2K3LH merupakan gabungan antara manajemen dan
karyawan. Tanggung jawab dan kewajibannya dititikberatkan kepada
pencegahan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan pencemaran
lingkungan.
67
1. Tujuan Utama
a. Membantu pimpinan perusahaan untuk mendorong
ditingkatkannya program K3 dan lingkungan hidup di perusahaan.
b. Membantu pimpinan perusahaan dalam implementasi Sistem
Manajemen K3 (SMK3) dan Sistem Manajemen Lingkungan
(SML) perusahaan.
2. Tugas Utama
a. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pimpinan
perusahaan mengenai permasalahan K3LH, baik diminta maupun
tidak diminta.
b. Mengimplementasikan program-program K3LH yang telah
ditetapkan dalam rangka pembinaan dan pengembangan
manajemen K3LH sesuai dengan bidang terkait.
3. Objek Utama dari P2K3LH
a. Terlaksananya peraturan perundang-undangan dan ketentuan
lainnya tentang pembentukan P2K3LH dan penunjukkan ahli K3.
b. Terlaksananya Management Loss Control dengan pendekatan
SMK3 sesuai PP No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3.
c. Terlaksananya Sistem Manajemen Lingkungan sesuai ISO 14001
: 1996 (SNI No. 19-14001-1997) tentang Sistem Manajemen
Lingkungan.
d. Terlaksananya kebijakan dasar perusahaan bidang Keselamatan
dan kesehatan Kerja (K3) dan lingkungan hidup guna
68
menciptakan tempat, lingkungan kerja, dan kegiatan operasioanl
yang aman, nyaman, sehat, dan berwawasan lingkungan.
4. Fungsi Organisasi
a. Menghimpun dan mengolah data dan atau permasalahan K3LH di
tempat kerja.
b. Mendorong ditingkatkannya penyuluhan, latihan, dan penelitian
K3LH.
b. Safety Environment Section
Safety Environment Section yaitu organisasi K3 & Lingkungan
Hidup yang berada di bawah struktural departemen teknik dengan tugas
pokok melaksanakan kebijakan direksi harian dalam bidang safety &
lingkungan hidup (line function). Dalam safety & environment masih
terdiri dari sub seksi, diantaranya adalah:
- Sub seksi safety dengan tugas mengelola usaha-usaha pencegahan
terhadap kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan kebakaran.
- Sub seksi environment dengan tugas mengelola limbah hasil kegiatan
produksi (WWT) dan efek sampingnya (housekeeping) serta
mengadakan pemantauan.
1. Tugas Utama Safety & Environment Section
a. Melaksanakan kebijakan direksi dalam bidang K3LH.
b. Mengkoordinir dan memelihara penerapan SMK3 dan Sistem
Manajemen Lingkungan di PT. Gaya Motor.
69
c. Memastikan penerapan K3 berjalan baik di lapangan dengan
melakukan pengawasan setia sesuai dengan karakteristik
proses/kegiatan (plant safety inspection, unsafe act, dan unsafe
condition).
d. Melakukan upaya-upaya pencegahan kecelakaan kerja, penyakit
akibat kerja, kebakaran, dan pencemaran lingkungan serta
melestarikan penghijauan.
e. Memberikan pertimbangan K3LH dan melakukan pemantauan
lingkungan kerja.
f. Melaksanakan fungsional P2K3LH (kesekretariatan P2K3LH).
2. Objek Utama Safety & Environment Section
a. Terciptanya PT. Gaya Motor menjadi suatu tempat bekerja yang
aman dan nyaman (Green Company), baik untuk asset perusahaan
maupun bagi karyawan dan lingkungannya sesuai dengan
kebijakan K3 dan lingkungan hidup PT. Gaya Motor.
b. Terintegrasinya SMK3 dan Sistem Manajemen Lingkungan
dengan sistem manajemen.
3. Fungsi Organisasi
a. Sebagai pelaksana harian (line function) dalam hal menghimpun
dan mengolah data dan permasalahan K3LH di tempat kerja.
b. Sebagai motor penggerak ditingkatkannya penyuluhan, latihan,
dan penelitian K3LH.
70
5.2 Gambaran Umum Unit Welding
5.2.1 Peralatan Pengelasan yang Digunakan di Unit Welding
1. Spot Welding Gun (Las Titik)
Las titik yang merupakan salah satu proses las tertua banyak
digunakan di industri khususnya industri yang banyak mengerjakan plat
seperti industri otomotif. Bahan yang disambung dengan metode ini
dilakukan pada ketebalan di bawah 3 mm. Bahan dasar sebaiknya
mempunyai ketebalan sama atau dengan perbandingan 3:1. Pembangkitan
panas las titik bekerja atas dasar hambatan listrik bahan yang dilas. Bahan
harus memiliki tahanan listrik yang lebih besar dari bahan elektroda yang
terbuat dari elemen dasar tembaga. Pengelasan dilakukan dengan mengaliri
benda kerja dengan arus listrik melalui elektroda. Karena terjadi hambatan
diantara kedua bahan yang disambung, timbul panas yang dapat
melelehkan permukaan bahan dan dengan tekanan akan terjadi sambungan.
Las titik ini berfungsi untuk menggabungkan dua panel atau lebih yang
memiliki permukaan yang datar.
71
Sumber: Data Primer
Gambar 5.1 Spot Welding Gun
2. Mesin Las CO2 (Las MIG)
Las MIG termasuk jenis las elektroda terumpan yang banyak
digunakan di industri otomotif. Hal ini dikarenakan las MIG memiliki
kelebihan yaitu dapat dengan mudah digunakan untuk mengelas logam
yang tipis dan juga karena menggunakan elektroda gulungan maka las MIG
dapat digunakan pengelasan otomatis dengan pemrograman komputer.
Prinsip kerja las MIG adalah ketika saklar welding gun di on-kan, arus
listrik mengalir pada elektroda dan elektroda berjalan sesuai dengan
kecepatan yang diatur sebelumnya. Sesaat sebelum ujung elektroda
menyentuh benda kerja, terjadilah loncatan listrik yang melelehkan benda
kerja dan elektroda tersebut. Bersamaan dengan kejadian ini gas pelindung
mengalir di atas permukaan deposit lasan dan melindungi deposit tersebut
72
dari pengaruh udara luar. Las MIG ini berfungsi untuk menyambung dua
panel atau lebih yang memiliki permukaan melengkung.
Sumber: Data Primer
Gambar 5.2 Mesin Las CO2
3. Projection Nut/Projection Welding
Projection welding (las proyeksi) dilakukan dengan
menghubungkan dua benda kerja yang akan disambung pada dua elektroda
dan menggerakkannya secara perlahan. Ketika kedua benda kerja tersebut
hampir bersentuhan, terjadilah loncatan arus listrik yang mengakibatkan
pemanasan pada bagian yang dilas. Setelah itu, kedua benda kerja tersebut
ditekan maka terbentuklah sambungan las.
73
Sumber: Data Primer
Gambar 5.3 Projection Welding
4. Stud Welding
Stud welding adalah proses pengelasan yang relatif mudah
dikerjakan. Proses las jenis ini digunakan untuk memasang insulation pins
dan refractory anchors. Proses las stud welding menggunakan welding gun
khusus dan pengatur waktu otomatis. Panas pengelasan terbentuk karena
tarikan busur antara welding stud dengan base metal. Segera setelah ujung
stud dan permukaan base metal di bawah stud meleleh, stud dipaksa
melawan base metal karena tekanan dan terjadi pembekuan. Dengan
demikian, dihasilkan penyatuan las berkekuatan penuh dengan hasil
pengelasan dan daerah HAZ yang sempit.
Stud welding bisa dilakukan dengan menggunakan mesin las drawn-
arc atau capasitor discharge. Drawn arc stud welding menggunakan mesin
las DC konvensional dengan polaritas lurus, pengatur waktu otomatis, dan
74
gun genggam. Capasitor discharge stud welding menggunakan energi
listrik lucutan cepat yang tersimpan di dalam kapasitor sebagai sumber
panas. Stud bisa dipasangkan dengan SMAW apabila mesin las stud
otomatis tidak ada. Persiapan permukaan sebelum pengelasan penting
sekali untuk memperoleh mutu stud welding yang konsisten. Kerak dan
karat harus dibuang sebelum pengelasan. Hal ini diikuti dengan
penggerindaan atau abrasive blasting.
Sumber: Data Primer
Gambar 5.4 Stud Welding
5. Mesin Gerinda Tangan
Mesin gerinda tangan merupakan mesin yang berfungsi untuk
menggerinda benda kerja. Awalnya, mesin gerinda hanya ditujukan untuk
benda kerja berupa logam yang keras, seperti besi dan stainless steel.
Menggerinda dapat bertujuan untuk mengasah benda kerja seperti, pisau
dan pahat, atau dapat juga bertujuan untuk membentuk benda kerja, seperti
merapikan hasil pemotongan, merapikan hasil las, membentuk lengkungan
75
pada benda kerja yang bersudut, menyiapkan permukaan benda kerja untuk
dilas, dan lain-lain.
Mesin gerinda didesain untuk dapat menghasilkan kecepatan sekitar
11000-15000 rpm. Dengan kecepatan tersebut, batu gerinda yang
merupakan komposisi aluminium oksida dengan kekasaran serta kekerasan
yang sesuai, dapat menggerus permukaan logam sehingga menghasilkan
bentuk yang diinginkan. Dengan kecepatan tersebut juga, mesin gerinda
juga dapat digunakan untuk memotong benda logam dengan menggunakan
batu grinda yang dikhususkan untuk memotong. Jenis-jenis mesin gerinda
tangan yang digunakan di unit welding PT. Gaya Motor, meliputi:
a. Gerinda batu kasar
Berfungsi untuk memperbaiki bekas las CO2 yang masih kasar pada
panel.
Sumber: Data Primer
Gambar 5.5 Gerinda Batu Kasar
76
b. Gerinda sand disc
Berfungsi untuk menghaluskan bagian permukaan luar panel.
Sumber: Data Primer
Gambar 5.6 Gerinda Sand Disc
c. Gerinda velcro disc
Berfungsi untuk menghaluskan bekas gerinda.
Sumber: Data Primer
Gambar 5.7 Gerinda Velcro Disc
77
5.2.2 Proses Pengelasan Unit Welding
1. Pengelasan panel dash
Panel dash adalah sebuah panel untuk membentuk bagian bawah
dash board pada sebuah mobil. Urutan pekerjaan pengelasan panel dash
meliputi:
a. Panel S/A dash masuk jig
b. Pasang R/F dash panel
c. Pasang bracket radiator pipe
d. Pasang bracket radiator grille
e. Pasang R/F dash to floor RH
f. Pasang R/F dash to floor LH
Alat yang digunakan dalam melakukan pengelasan panel dash
adalah spot gun welding dan stud weld. Spot gun welding adalah alat
pengelasan yang digunakan untuk menyambung bahan dengan ketebalan
di bawah 3 mm. Pengelasan dilakukan dengan mengaliri benda kerja
dengan arus listrik melalui elektroda. Karena terjadi hambatan diantara
kedua bahan yang disambung, timbul panas yang dapat melelehkan
permukaan bahan dan dengan tekanan akan terjadi sambungan. Las titik
ini berfungsi untuk menggabungkan dua panel atau lebih yang memiliki
permukaan yang datar, seperti panel dash. Risiko yang ditimbulkan dari
penggunaan spot gun welding pada saat mengelas panel dash adalah
tersayatnya tangan, jari, atau lengan akibat tajamnya panel dash, muka
dan badan terkena percikan api yang ditimbulkan oleh spot gun welding,
78
terjepitnya jari atau tangan oleh kedua kutub tembaga spot gun welding
pada saat mengelas, tersengat arus listrik, dan gangguan pernapasan yang
diakibatkan oleh asap pengelasan.
Stud weld pada pengelasan panel dash digunakan untuk memasang
insulation pins dan refractory anchors. Proses las stud weld menggunakan
welding gun khusus dan pengatur waktu otomatis. Stud weld yang
digunakan adalah stud weld yang menggunakan mesin las drawn-arc atau
capasitor discharge yaitu mesin las DC konvensional dengan polaritas
lurus, pengatur waktu otomatis, dan gun genggam. Risiko yang
ditimbulkan dari penggunaan stud weld adalah tersayatnya tangan, jari,
atau lengan akibat tajamnya panel dash, tersengat arus listrik, dan
gangguan pernapasan yang diakibatkan oleh asap pengelasan.
2. Pengelasan apron front fender
Apron adalah sebuah panel yang merupakan rumah roda pada
sebuah mobil. Dalam melakukan pengelasan apron front fender. Urutan
pekerjaan pengelasan apron front fender meliputi:
a. S/A apron front fender RH
b. Pasang R/F spring support RH
c. Pasang bracket flexible hose RH
Alat yang digunakan dalam melakukan pengelasan apron front
fender adalah spot gun welding dan las CO2. Risiko yang ditimbulkan dari
penggunaan spot gun welding pada saat mengelas apron adalah
tersayatnya tangan, jari, atau lengan akibat tajamnya apron, muka dan
79
badan terkena percikan api yang ditimbukan dari spot gun welding,
terjepitnya jari atau tangan oleh kedua kutub tembaga spot gun welding
pada saat mengelas, tersengat arus listrik, dan gangguan pernapasan yang
diakibatkan oleh asap pengelasan.
Las CO2 pada pengelasan apron digunakan untuk mengelas logam
yang tipis. Prinsip kerja las CO2 adalah ketika saklar welding gun di on-
kan, arus listrik mengalir pada elektroda dan elektroda berjalan sesuai
dengan kecepatan yang diatur sebelumnya. Sesaat sebelum ujung
elektroda menyentuh benda kerja terjadilah loncatan listrik yang
melelehkan benda kerja dan elektroda tersebut. Las CO2 ini berfungsi
untuk menyambung dua panel atau lebih yang memiliki permukaan
melengkung. Risiko yang ditimbulkan dari penggunaan las CO2 adalah
tersayatnya tangan, lengan, atau jari akibat tajamnya apron, gangguan
mata akibat cahaya dan sinar yang ditimbulkan oleh las CO2, tersengat
arus listrik, muka dan badan terkena percikan api yang ditimbulkan oleh
las CO2, dan gangguan pernapasan yang diakibatkan las CO2.
3. Pengelasan cowl top
Cowl top adalah sebuah panel untuk membentuk bagian dash
board pada sebuah mobil. Urutan pekerjaan pengelasan cowl top meliputi:
a. Panel S/A cowl top inner
b. Pasang stud weld pada front side
c. Pasang stud weld pada rear side
80
Alat yang digunakan dalam melakukan pengelasan cowl top adalah
spot gun welding dan stud weld. Risiko yang ditimbulkan dari penggunaan
spot gun welding pada saat mengelas cowl top adalah tersayatnya tangan,
lengan, atau jari akibat tajamnya cowl top, muka dan badan terkena
percikan api yang ditimbukan dari spot gun welding, terjepitnya jari atau
tangan oleh kedua kutub tembaga spot gun welding pada saat mengelas,
tersengat arus listrik, dan gangguan pernapasan yang diakibatkan oleh
asap pengelasan.
Stud weld pada pengelasan panel dash digunakan untuk memasang
insulation pins dan refractory anchors. Proses las stud welding
menggunakan welding gun khusus dan pengatur waktu otomatis. Stud
weld yang digunakan adalah stud weld yang menggunakan mesin las
drawn-arc atau capasitor discharge yaitu mesin las DC konvensional
dengan polaritas lurus, pengatur waktu otomatis, dan gun genggam. Risiko
yang ditimbulkan dari penggunaan stud weld adalah tersayatnya tangan,
lengan, atau jari akibat tajamnya cowl top, tersengat arus listrik, dan
gangguan pernapasan yang diakibatkan oleh asap pengelasan.
4. Pengelasan support radiator
Support radiator adalah sebuah panel untuk membentuk tempat
radiator pada sebuah mobil. Urutan pekerjaan pengelasan support radiator
meliputi:
a. Setting R/F S/A front bumper
b. Setting member S/A front cross front
81
c. Spot
Alat yang digunakan dalam melakukan pengelasan support
radiator adalah spot gun welding dan las CO2. Risiko yang ditimbulkan
dari penggunaan spot gun welding pada saat mengelas support radiator
adalah tersayatnya tangan, lengan, atau jari akibat tajamnya support
radiator, badan dan mukan terkena percikan api yang ditimbukan dari spot
gun welding, terjepitnya jari atau tangan oleh kedua kutub tembaga spot
gun welding pada saat mengelas, tersengat arus listrik, dan gangguan
pernapasan yang diakibatkan oleh asap pengelasan.
Risiko yang ditimbulkan dari penggunaan las CO2 adalah
tersayatnya tangan, lengan, atau jari akibat tajamnya support radiator,
gangguan mata akibat cahaya dan sinar yang ditimbulkan oleh las CO2,
tersengat arus listrik, badan dan muka terkena percikan api yang
ditimbulkan oleh las CO2, dan gangguan pernapasan yang yang
diakibatkan las CO2.
5. Pengelasan cross member
Cross member adalah sebuah panel untuk membentuk bagian
bawah bak kendaraan mobil pick up dan wagon. Urutan pekerjaan
pengelasan cross member meliputi:
a. Pasang cross member frame
b. Pasang gusset cross member
c. Pasang bracket proporsioning vave
d. Pasang bracket S/A spare wheel carver
82
e. Pasang bracket RR floor insulator
f. Pasang bracket anchor catalytic conventer support
Alat yang digunakan dalam melakukan pengelasan cross member
adalah las CO2. Risiko yang ditimbulkan dari penggunaan las CO2 adalah
tersayatnya tangan, lengan, atau jari akibat tajamnya support radiator,
gangguan mata akibat cahaya dan sinar yang ditimbulkan oleh las CO2,
tersengat arus listrik, badan dan muka terkena percikan api yang
ditimbulkan oleh las CO2, dan gangguan pernapasan yang yang
diakibatkan las CO2.
6. Pengelasan member main floor
Member main floor adalah sebuah panel untuk membentuk lantai
sebuah mobil. Dalam melakukan pengelasan member main floor, alat yang
digunakan adalah spot gun welding dan projection nut. Risiko yang
ditimbulkan dari penggunaan spot gun welding pada saat mengelas
member main floor adalah tersayatnya tangan, lengan, atau jari akibat
tajamnya member main floor, badan dan muka terkena percikan api yang
ditimbukan dari spot gun welding, terjepitnya jari atau tangan oleh kedua
kutub tembaga spot gun welding pada saat mengelas, tersengat arus listrik,
dan gangguan pernapasan yang diakibatkan oleh asap pengelasan.
Projection nut/projection welding pada pengelasan member main
floor digunakan untuk menghubungkan dua benda kerja yang akan
disambung pada dua elektroda dan menggerakkannya secara perlahan.
Ketika kedua benda kerja tersebut hampir bersentuhan, terjadilah loncatan
83
arus listrik yang mengakibatkan pemanasan pada bagian yang dilas.
Setelah itu, kedua benda kerja tersebut ditekan maka terbentuklah
sambungan las. Risiko yang ditimbulkan dari penggunaan spot gun
welding pada saat mengelas member main floor adalah tersayatnya
anggota tubuh akibat tajamnya member main floor dan terjepitnya jari atau
tangan oleh kedua kutub tembaga projection nut.
5.3 Bentuk-Bentuk Perilaku Tidak Aman
5.3.1 Gambaran Melakukan Pekerjaan Tanpa Wewenang
Gambaran melakukan pekerjaan tanpa wewenang dalam penelitian ini
adalah pekerjaan pengelasan yang dilakukan oleh pekerja yang tidak
mempunyai skill untuk melakukan jenis pekerjaan pengelasan tertentu dan
pekerjaan pengelasan yang dilakukan tanpa seizin group leader. Unit welding
memiliki jenis-jenis pekerjaan pengelasan yang meliputi pengelasan panel
dash, pengelasan apron front fender, pengelasan cowl top, pengelasan cross
member, pengelasan support radiator, dan pengelasan member main floor.
Berdasarkan hasil wawancara dengan foreman dan group leader, yaitu Bapak
A dan Bapak B, prosedur yang benar mengenai pekerja yang diberikan
wewenang untuk melaksanakan jenis-jenis pengelasan tersebut adalah
pekerja yang sebelumnya sudah diberikan pelatihan terlebih dahulu. Masing-
masing pekerja harus dapat menguasai minimal tiga jenis pekerjaan yang
berbeda. Penempatan pekerja pada pos-pos pengelasan di unit welding
ditentukan oleh group leader sehingga setiap pekerjaan pengelasan di unit
84
welding yang dilakukan pekerja harus sudah mendapatkan izin dari group
leader.
Oleh karena itu, setiap bulannya diadakan pelatihan berupa On The
Job Training (OJT) untuk meningkatkan kemampuan (skill) pekerja.
Perkembangan skill masing-masing pekerja dari hasil pelatihan tersebut akan
dicatat di dalam inventory skill yang berguna untuk memonitor skill pekerja
dan untuk menentukan penempatan posisi pekerjaan mereka. Jadi, pekerja
hanya boleh melakukan pekerjaan yang telah dikuasainya sesuai dengan skill
yang mereka punya atas instruksi atau izin dari group leader.
”Kalo yang standar itu kita ada yang namanya OJT. Dia harus
training lah. Jadi supaya skill dia itu gak nguasain cuman satu pos
aja, jadi setiap bulan kita ada OJT nya. Kalo wewenang untuk
pekerja kerja disini, itu biasanya kita kan udah ada petunjuk kerja
ini, jadi kita seandainya ada pekerja yang masuk, kita training dulu,
baru kita tentuin kamu posnya disini. Minimal pekerja menguasai 3
pos, jadi setiap operator harus tiga pos lah. Seandainya dia bisa di
bagian apron, mungkin dia juga harus bisa di cowl top, bisa di cross
member. Atau mungkin kalo posnya yang banyak seperti di member
main floor tadi ya paling tidak kan dia dibagi 4 pos, paling ga dia pos
1, pos 2, pos 3, dia harus bisa menguasai…Dari sini kita akan
masukin ke data pelatihan pekerja dan jadi data ini sudah termonitor
semua operator-operatornya. Jadi kita gak bakalan naro orang yang
belum bisa di pos tertentu.” (Bapak A)
85
“Pekerja yang dikasih wewenang untuk kerja disini itu pekerja yang
udah di training sebelumnya. Satu pekerja itu biasanya dilatih untuk
3 pos mba. Kenapa 3 pos? soalnya kalo ada temennya yang nanti gak
masuk, dia bisa gantiin temennya di pos yang dia kuasain. Kalo yang
nentuin pekerja harus bekerja di pos mana, di pos mana, itu leader
mba yang nentuin, sebelumnya kita taro di pos itu ya kita latih dulu
dia. Biasanya kita OJT sebulan sekali. Untuk sertifikasi kita gak ada
ya, biasanya kita catet di inventory skill. Itu untuk mencatat
perkembangan skill dari masing-masing pekerja, dia sudah bisa
menguasai pos mana aja.” (Bapak B)
Menurut Bapak B, terkadang masih ada pekerja yang melakukan
pekerjaan di luar wewenangnya. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari
Bapak B, ada pekerja yang membantu pekerjaan temannya di pos lain yang
belum selesai dan biasanya mereka mengerjakan hal tersebut masih di dalam
pos yang mereka kuasai, tetapi dalam melakukan hal tersebut, para pekerja
tidak izin terlebih dahulu kepada group leader mereka. Sebenarnya, jika
ingin membantu temannya di pos lain, pekerja harus izin terlebih dahulu
kepada group leader mereka.
“Kalo ada pekerja yang kayak gitu ya paling dia bantu-bantu kerjaan
temennya yang belum selese. Biasanya pekerja itu bantuin temennya
di pos lain yang masih dikuasai dia mba. Kalo mau bantuin temennya
ya walaupun itu pos masih jadi wewenangnya dia, tetep harus izin ke
saya dulu. Soalnya kalo nanti ada apa-apa kan saya juga ikut
86
tanggung jawab. Kebanyakan anak-anak ni gak izin dulu, jadi kalo
saya lihat mereka saya langsung tegor.” (Bapak B)
Informasi yang sama dengan Bapak B, didapatkan dari hasil
wawancara dengan informan pekerja, yaitu Bapak AB. Bapak AB yang
merupakan operator pengelasan cowl top, mengatakan pernah melakukan
pengelasan di pos lain karena ingin membantu temannya yang belum selesai
dengan pekerjaannya atas inisiatif sendiri tanpa persetujuan dari group
leadernya dan dirinya mengatakan pos lain yang dibantunya adalah pos yang
dia kuasai, contohnya Bapak AB pernah membantu temannya di pos apron.
Bapak AB tidak izin terlebih dahulu kepada group leadernya karena
terkadang dia lupa untuk izin terlebih dahulu.
“Kalo ada temen yang belum selese kerjanya, paling bantu-bantu
temen buat nyelesein, tapi saya bantuinnya masih di pos yang saya
kuasai, misalnya apron. Biasanya inisiatif saya sendiri. Kalo izin ke
leader saya kadang lupa.” (Bapak AB)
Berdasarkan hasil observasi, peneliti tidak menemukan
pekerja/operator las yang melakukan pekerjaan tanpa wewenang. Pada saat
observasi yang dibantu dengan inventory skill, pekerja melakukan pekerjaan
pada pos yang telah ditentukan oleh group leader mereka, misalnya Bapak
AA. Bapak AA dalam inventory skill tercatat telah mengusai pos cross
member, kemudian pada saat dilakukan observasi, Bapak AA sedang bekerja
di pos cross member.
87
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, dapat
disimpulkan bahwa terdapat pekerja yang masih melakukan pekerjaan tanpa
wewenang diantaranya ada pekerja yang membantu pekerjaan temannya
yang belum selesai di pos lain yang masih dikuasainya, tetapi mereka
melakukan hal itu atas inisiatif sendiri tanpa seizin group leader. Hal ini
terjadi karena terkadang pekerja tersebut lupa untuk izin terlebih dahulu
kepada group leader-nya.
5.3.2 Gambaran Gagal dalam Memberi Peringatan
Gagal dalam memberi peringatan dalam penelitian ini adalah foreman
dan group leader tidak menegur pekerja atau operator yang melakukan
kesalahan dalam kegiatan pengelasan atau pekerja tidak menegur kepada
pekerja atau operator lain yang melakukan kesalahan dalam kegiatan
pengelasan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak A mengatakan
bahwa prosedur yang benar apabila ada pekerja yang melakukan kesalahan,
baik itu dari kegagalan produksi maupun pelanggaran safety, foreman dan
group leader akan mengingatkan pekerjanya bila dia melakukan satu
kesalahan dalam sehari. Bila kesalahan yang dia lakukan 2-3 kali dalam
sehari, pekerja tersebut akan diberikan konseling terlebih dahulu. Konseling
yang diberikan berupa sharing kepada pekerja untuk mencari tahu apakah
pekerja tersebut sedang mempunyai masalah atau tidak. Jika kesalahannya
dilakukan berkali-kali, pekerja tersebut akan diberikan teguran, selanjutnya
jika terus diulangi akan dikeluarkan surat peringatan.
88
“Kita coba dulu, kalo anak itu kesalahannya berapa kali, ya kalo
dalam sehari sekali kita cuma informasi aja, ya paling gak kenapa,
kenapa ini bisa spot gak ada, nanti dia akan ini lagi. Kalo dalam
sehari itu bisa 2-3 kali ya kita otomatis akan konseling dia. Kenapa?
Mungkin dia ada masalah. Ya kalo gak ada masalah, kenapa? Ya
nanti kalo dia keseringan, nah itu prosedurnya akan jalan. Dari
teguran dulu, surat peringatan, SP 1, SP 2, SP 3. Kalo melanggar
dari segi safety juga sama, dia kan ini pake teguran dulu, ya kalo
udah berat ya otomatis surat peringatan yang kita keluarin.” (Bapak
A)
Sama halnya dengan informasi yang diberikan oleh Bapak A, Bapak
AA dan Bapak AB, selaku pekerja, mengatakan bahwa jika mereka
melakukan kesalahan dalam bekerja, mereka akan ditegur oleh foreman dan
group leader mereka.
“Dimarahin gak, ya namanya manusia kan pernah melakukan
kesalahan, dikasih teguran si mba supaya gak ngulangin kesalahan
lagi.” (Bapak AA)
“Biasanya foreman negor kalo saya salah, terus dia juga ngejelasin
bahaya gimana akibat kesalahan saya itu dan ngejelasin cara
memperbaikinya gimana.” (Bapak AB)
89
Selain itu, informan pekerja lainnya juga mengatakan bahwa mengingatkan
antar sesama pekerja juga dilakukan oleh pekerja apabila salah satu diantara
mereka melakukan kesalahan dalam bekerja.
“Ya mungkin saling mengingatkan aja, kalo umpamanya gak pake
APD, ya sesama temen saling mengingatkan aja lah. Misalnya anak
PKL gak pake kacamata, gak pake helm, saling mengingatkan aj
lah…Seandainya saya gak make APD, ya mereka ngingetin saya.”
(Bapak AC)
“Saling mengingatkan. Kalo temen saya ke saya juga sama, saling
mengingatkan. (Bapak AD)
Berdasarkan hasil observasi, peneliti melihat group leader menegur pekerja
yang pada saat itu tidak menggunakan APD yang diwajibkan pada saat
melakukan pengelasan.
5.3.3 Gambaran Gagal dalam Mengamankan
Gagal dalam mengamankan dalam penelitian ini adalah group leader
tidak memberikan pengaman, misalnya tanda yang bersifat pengumuman,
untuk alat pengelasan yang mengalami kerusakan. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Bapak A dan Bapak B, prosedur yang benar apabila alat
pengelasan yang pekerja gunakan mengalami kerusakan adalah pekerja harus
segera melaporkannya kepada maintenance. Setelah dilaporkan, pada saat itu
juga maintenance akan memperbaiki alat tersebut dan akan
90
menginformasikannya, yaitu dengan cara mengumumkannya kepada pekerja
lain bahwa ada alat pengelasan yang mengalami kerusakan.
“Kita cuma informasi ke maintenance, dia nanti yang akan ngasih
tau ke yang lain kalo di sini ada hambatan.” (Bapak A)
“Paling yang kita lakukan lapor ke maintenance. Nanti bisa lapor ke
saya, saya nanti lapor ke maintenance.” (Bapak B)
Menurut Bapak B, selaku group leader, Bapak B tidak memberikan
tanda pengaman pada alat pengelasan yang rusak, yang berguna untuk
mencegah pekerja untuk mengoperasikan atau menggunakan alat tersebut.
Hal ini dikarenakan jika terdapat alat pengelasan yang mengalami kerusakan,
sesuai dengan prosedur mereka akan langsung melaporkannya kepada
maintenance dan pada saat itu juga maintenance akan memperbaiki peralatan
tersebut dan juga menginformasikannya kepada seluruh pekerja sehingga
group leader tidak perlu lagi untuk memberikan tanda pengaman pada
peralatan yang mengalami kerusakan. Sedangkan dari hasil observasi,
peneliti tidak dapat menemukan informasi tersebut karena keterbatasan
waktu penelitian pada saat melakukan observasi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan dapat
disimpulkan bahwa jika ada peralatan yang rusak, group leader tidak
memberikan tanda peringatan/pengumuman yang menandakan bahwa alat
tersebut sedang mengalami kerusakan karena sesuai dengan prosedur mereka
akan segera melaporkannya kepada maintenance. Kemudian, pada saat itu
91
juga maintenance akan memperbaiki alat tersebut dan akan
menginformasikan, yaitu dengan cara mengumumkannya kepada pekerja lain
bahwa ada alat pengelasan yang mengalami kerusakan.
5.3.4 Gambaran Bekerja dengan Kecepatan Berbahaya
Bekerja dengan kecepatan berbahaya dalam penelitian ini adalah
mengoperasikan alat pengelasan dengan kecepatan yang melebihi peraturan
yang telah ditetapkan perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan
Bapak A dan Bapak B, alat-alat produksi di unit welding yang memiliki atau
menggunakan kecepatan dalam proses kerjanya adalah gerinda. Gerinda
adalah alat yang digunakan untuk menghaluskan bekas pengelasan pada
panel. Pada alat tersebut, kecepatan yang digunakan disesuaikan dengan
kondisi pekerjaannya. Kecepatan pada gerinda harus disesuaikan dengan
tingkat kekasaran dari bekas pengelasan yang terdapat pada sebuah panel.
Jika masih terlalu kasar bisa menggunakan kecepatan tinggi, tetapi jika tidak
begitu kasar kecepatan yang digunakan bisa sedang atau rendah. Kecepatan
yang ada di gerinda sudah diatur oleh pabrik yang membuat alat tersebut
sehingga operator yang menggunakan gerinda tinggal menyesuaikan dengan
pekerjaannya. Menurut Bapak A dan Bapak B, dalam menggunakan gerinda,
pekerja atau operator gerinda tidak boleh menggunakan kecepatan yang tidak
sesuai karena akan menyebabkan panel-panel tersebut mengalami kerusakan.
“Kalo alat yang ada kecepatannya itu gerinda, jadi gerinda itu kan
alat buat ngalusin hasil pengelasan, kalo masih ada yang kasar ya
harus dialusin pake gerinda. Kalo kecepatan yang digunakan pekerja
92
itu disesuain sama tingkat kekasaran permukaan part bekas
lasnya…kalo masih kasar banget kecepatannya sekian, kalo gak
begitu kasar juga sekian. Ya kalo kerendahan akan lama, ya kalo
kecepetan…itu kan panas, partnya itu bisa rusak, bisa melengkung.”
(Bapak A)
“Gerinda ada kecepatannya. Rata-rata kecepatannya dari alat udah
distel dari sananya, kayak gerinda ya disesuain sama tingkat
kekasaran permukaan part bekas lasnya. Yang penting hasilnya
bagus dan gak bikin part rusak. Ya mereka masang kecepatannya
tergantung kebutuhannya, yang kayak tadi saya bilang. Kalo untuk
ngelebihin gak ya soalnya kecepatannya udah diatur dari sananya.”
(Bapak B)
Berdasarkan hasil observasi, dalam menggunakan gerinda, operator
menyesuaikan kecepatan gerinda dengan tingkat kekasaran dari bekas
pengelasan pada suatu panel. Hasil wawancara dengan salah seorang operator
gerinda yaitu Bapak AF, Bapak AF mengatakan bahwa tingkat kecepatan
yang dia gunakan dalam mengoperasikan gerinda tidak dapat ditentukan
besarnya karena untuk tingkat kecepatannya sendiri sudah diatur oleh
perusahaan yang membuat gerinda tersebut sehingga dalam
mengoperasikannya, Bapak AF tinggal menyesuaikan kecepatan gerinda
dengan tingkat kekasaran bekas pengelasan pada panel.
93
“Kalo untuk kecepatan gerinda yang saya pake si pastinya saya ga
tau mba soalnya dari sananya udah di setting kecepatannya. Jadi,
saya tinggal nyesuain aja sama partnya dan dikira-kira aja, ya kalo
kasar banget agak dikencengin, tapi kalo gak begitu kasar,
kecepatannya juga jangan terlalu kenceng.” (Bapak AF)
5.3.5 Gambaran Menghilangkan Alat Pengaman
Menghilangkan alat pengaman dalam penelitian ini adalah melepas
alat pengaman (machine guard) pada alat pengelasan. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Bapak A dan Bapak B, beberapa alat yang digunakan
pada proses pengelasan di unit welding, seperti spot welding gun, projection
welding, stud weld, dan las CO2, tidak memiliki alat pengaman (machine
guard) pada alat-alat tersebut. Bapak A dan Bapak B mengatakan bahwa alat
kerja yang mereka gunakan memang tidak dilengkapi oleh alat pengaman
yang berguna untuk menghindari kontak bahaya antara operator dengan alat
yang sedang mereka gunakan.
“Kalo di alat-alat pengelasannya gak ada pengamannya, ya paling
kita make APD untuk melindungi pekerja dari bahaya alat-alat ini.”
(Bapak A)
“Kalo alat pengaman untuk menghindari kontak dengan pekerja
setau saya gak ada mba. Mungkin udah di desain dari sananya.
Paling pengamannya biar gak nyetrum aja.” (Bapak B)
94
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, alat-alat
pengelasan yang diamati memang tidak memiliki alat pengaman pada daerah-
daerah yang berbahaya pada alat tersebut, misalnya spot gun welding dan
projection nut tidak memiliki alat pengaman di kedua kutub tembaganya
yang berfungsi untuk menghindari kontak dengan pekerja. Hasil wawancara
dengan salah seorang operator spot gun welding (Bapak AG) dan seorang
operator projection nut (Bapak AH), mereka mengatakan bahwa alat
pengelasan yang mereka gunakan memang tidak terdapat alat pengaman
(machine guard).
Sumber: Data Primer
Gambar 5.8 Spot Gun Welding dan Projection Nut
Sedangkan pada gerinda, tidak ditemukan adanya pelindung cakram. Ketika
dikonfirmasi kepada Bapak B, Bapak B mengatakan bahwa memang
sebenarnya gerinda tersebut mempunyai pelindung cakram. Akan tetapi,
pelindung cakram pada gerinda sengaja dilepas karena pelindung cakram
95
tersebut membuat permukaan panel yang akan di las menjadi tidak terlihat
sehingga mengganggu proses produksi dan dapat menghambat pencapaian
target produksi. Hal ini disebabkan karena posisi pelindung cakram gerinda
yang terletak di belakang cakram. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar
berikut:
Sumber: Data Primer
Gambar 5.9 Gerinda yang Tidak Memiliki Pelindung Cakram
Sumber: surabaya.indonetwork.co.id
Gambar 5.10 Gerinda yang Memiliki Pelindung Cakram
Hasil wawancara dengan Bapak AF, seorang operator gerinda, Bapak
AF mengatakan bahwa pada gerinda yang dia gunakan mempunyai pelindung
cakram. Karena pelindung cakram tersebut mengganggu proses produksi dan
96
berpengaruh terhadap hasil produksi, pelindung cakram tersebut dilepas.
Bapak AF juga mengatakan bahwa dilepasnya pelindung cakram tersebut
telah mendapatkan izin dari foreman.
“Gerinda yang saya pake ini sebenernya emang punya pelindung
cakram mba yang letaknya disini. Nah kalo pake pelindung cakram ini
emang risih ya mba kalo lagi buat ngelas, permukaan part yang pengen
kita las jadi gak begitu kelihatan. Kalo kayak gitu kan jadi jelek mba
hasil gerindanya. Makannya itu mba, daripada ganggu hasil produksi
jadinya dilepas dan itu juga udah dapet persetujuan dari foremannya”
(Bapak AF)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan penelitian dan hasil
observasi, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya alat pengelasan yang
digunakan di unit welding tidak memiliki alat pengaman (machine guard),
kecuali pada gerinda. Pada gerinda sebenarnya memang memiliki alat
pengaman yaitu pelindung cakram, tetapi pelindung cakram tersebut sengaja
dilepas karena mengganggu proses produksi. Hal itu sudah mendapatkan
persetujuan dari foreman.
5.3.6 Gambaran Membuat Alat Pengaman Tidak Berfungsi
Membuat alat pengaman tidak berfungsi dalam penelitian ini adalah
merusak alat pengaman (machine guard) pada alat pengelasan. Seperti yang
telah dijelaskan pada poin sebelumnya bahwa menurut para informan, alat-
alat yang digunakan pada proses pengelasan di unit welding, seperti spot
welding gun, projection welding, stud weld, dan las CO2, tidak memiliki alat
97
pengaman (machine guard) pada alat-alat tersebut. Lain halnya dengan
gerinda, pada gerinda memang memiliki pelindung cakram yang berfungsi
sebagai alat pengaman untuk melindungi pekerja yang memakainya dari
bahaya, tetapi pelindung cakram tersebut sengaja dilepas dan bukan karena
dirusak. Menurut Bapak B dan Bapak AF, pelindung cakram tersebut dirasa
mengganggu karena membuat permukaan panel yang akan di las menjadi
tidak terlihat sehingga mengganggu proses produksi dan dapat menghambat
pencapaian target produksi.
5.3.7 Gambaran Menggunakan Peralatan yang Tidak Sesuai
Menggunakan peralatan yang tidak sesuai dalam penelitian ini adalah
mengerjakan pengelasan dengan memakai alat yang tidak cocok dengan jenis
pekerjaan pengelasan yang sedang dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara
dengan Bapak A, alat-alat pengelasan yang digunakan pada masing-masing
pos, meliputi:
1. Pos panel dash, alat yang digunakan adalah spot gun dan stud weld.
2. Pos apron, alat yang digunakan adalah spot gun dan las CO2.
3. Pos cowl top, alat yang digunakan adalah spot gun dan stud weld.
4. Pos support radiator, alat yang digunakan adalah spot gun dan las CO2.
5. Pos member main floor, alat yang digunakan adalah spot gun dan
projection nut.
6. Pos cross member, alat yang digunakan adalah las CO2.
98
“Untuk panel dash, alat yang digunakan itu spot gun dan stud weld.
Untuk apron itu spot gun dan las CO2. Cowl top itu alat yang
digunakan spot gun dan stud weld. Kalo support radiator itu spot gun
dan las CO2. Member main floor itu pake pake spot gun sama
projection nut. Cross member juga pake las CO2.” (Bapak A)
Bapak A dan Bapak B mengatakan bahwa peralatan yang digunakan
oleh pekerja pada tiap-tiap pos telah disesuaikan dengan jenis pekerjaannya
sehingga dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja hanya menggunakan
alat yang telah disediakan tersebut. Jika pekerja menggunakan peralatan yang
tidak sesuai dengan jenis pekerjaannya, secara otomatis akan terlihat pada
hasil produksinya dimana panel-panel yang ada akan mengalami kerusakan.
“Menurut saya pekerja disini udah menggunakan alat-alat yang
sesuai ya sama jenis pekerjaan disini. Soalnya kalo alat yang dipake
gak sesuai sama jenis pekerjaannya ya gak bakal bisa mba dan
misalnya alatnya yang dipake itu gak sesuai nanti hasilnya pun gak
sesuai juga.” (Bapak A)
“Disini pekerja udah sesuai semua, soalnya kalo gak sesuai ya gak
bakal cocok dan hasilnya pun nantinya akan rusak. Masing-masing
pos udah ada sendiri alat-alatnya.” (Bapak B)
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada informan pekerja,
peneliti melihat pekerja menggunakan alat-alat pengelasan telah sesuai
dengan jenis pekerjaan yang mereka lakukan, seperti Bapak AA yang bekerja
99
di pengelasan cross member menggunakan las CO2 dan Bapak AA
mengatakan alat yang dia gunakan adalah las CO2.
“Ya yang saya gunain untuk ngelas cross member itu cuma las
CO2.” (Bapak AA)
Bapak AB yang bekerja pada pos pengelasan panel cowl top mengatakan alat
las yang digunakan adalah spot gun welding dan stud weld dan hasil
observasi terhadap alat yang digunakan oleh Bapak AB juga sesuai dengan
hasil wawancara.
“Kalo di cowl top, alat yang saya gunain ini mba spot gun sama stud
weld. Udah g itu aja mba yang saya gunain.” (Bapak AB)
Bapak AD yang bekerja di pos apron menggunakan spot gun welding.
“Alat las yang saya gunain gun doang.” (Bapak AD)
Selain itu, Bapak AC, yang bekerja di bagian finishing apron, mengatakan
adapun alat lain yang digunakan olehnya adalah alat-alat repair yang berguna
untuk memperbaiki panel atau alat-alat kerja yang mengalami kerusakan.
“Paling saya cuma make alat-alat yang buat repair aja kalo
umpamanya ada yang rusak, ada yang bonyok.” (Informan AC)
5.3.8 Gambaran Menggunakan Peralatan yang Rusak
Menggunakan peralatan yang rusak dalam penelitian ini adalah
mengoperasikan alat pengelasan yang tidak berfungsi dengan baik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak A dan Bapak B, mereka
mengatakan bahwa tindakan yang harus dilakukan pekerja atau prosedur
yang benar jika alat kerja yang mereka gunakan mengalami kerusakan yaitu
100
segera melapor kepada maintenance karena maintenance adalah orang yang
bertanggung jawab memperbaiki alat kerja yang mengalami kerusakan.
Apabila maintenance tersebut sedang tidak ada di tempat, pekerja dapat
melapor kepada group leader terlebih dahulu. Setelah maintenance selesai
memperbaikinya, group leader akan memberitahu kepada pekerja yang
bersangkutan bahwa alat kerja tersebut sudah dapat digunakan kembali.
“Pertama-tama dia harus lapor group leadernya, group
leader…nanti kalo dia ada waktu harus ke maintenance, informasi ke
maintenance. Jadi nanti kalo seandainya udah selesai dibetulin,
group leader akan informasi ke operator bahwa dia udah bisa kerja
lagi.” (Bapak A)
“Pertama, panggil maintenance aja dulu. Nanti maintenancenya
yang memperbaiki. Kalo maintenance lagi gak ada, bisa ke lapor ke
leader dulu.” (Bapak B)
Berdasarkan hasil wawancara dengan pekerja, mereka mengatakan
bahwa jika alat kerja yang mereka gunakan itu mengalami kerusakan, mereka
akan melapor kepada maintenance. Jika maintenance sedang tidak ada,
mereka akan melaporkannya kepada group leader.
“Paling manggil maintenance ya buat betulin gitu soalnya dia kan
yang tau segala kerusakannya disini. Jadi kalo ada apa-apa saya
panggil maintenance untuk betulin alatnya.” (Bapak AA)
101
“Kalo alat itu rusak saya lapor maintenance, Kalo maintenancenya
pas lagi dipanggil gak ada, saya lapor ke leader.” (Bapak AB)
“Kalo rusak saya manggil maintenance…” (Bapak AC)
“Biasanya saya laporkan ke leader atau gak langsung ke
maintenance.” (Bapak AD)
Akan tetapi, terkadang Bapak AA dan Bapak AB masih tetap menggunakan
alat kerjanya yang mengalami kerusakan. Bapak AA mengatakan bahwa
terkadang dia tetap menggunakan alat yang kerjanya yang mengalami
kerusakan karena pekerjaannya sedang banyak dan takut pekerjaannya akan
terbengkalai sehingga dia menunda untuk melaporkannya kepada
maintenance.
“Kadang juga pernah maksain juga si abis takutnya nanti keteteran,
ya mau gak mau biarin aja lah paling nunggu sampe bel istirahat
baru lapor.” (Bapak AA)
Sedangkan Bapak AB mengatakan bahwa dia masih tetap menggunakannya
karena dengan alasan dirinya masih mendapatkan izin dari group leader
untuk tetap menggunakannya karena kerusakannya masih ringan dan masih
ada masa toleransinya.
“Kalo misalkan kata leader ini masih bisa, ya saya gunain dulu mba.
Kalo yang rusaknya ringan masih bisa dipake soalnya itu kan ada
masa toleransinya.” (Bapak AB)
102
Hal yang sama dengan Bapak AB, Bapak B mengatakan bahwa ada
pekerja yang tetap menggunakan alat yang rusak ringan karena terkadang alat
tersebut masih ada masa toleransinya dan bisa dipakai sebentar sambil
menunggu maintenance datang. Pekerja tersebut juga telah mendapatkan izin
dari group leader-nya.
“Kalo tetep digunain gak ya, kecuali kalo rusaknya masih ada
toleransi, sambil nunggu maintenance, masih bisa dipake, tapi itu
juga gak banyak. Itu gak parah kalo masih ada toleransinya dan itu
juga udah dapet izin dari saya.” (Bapak B)
Bapak B juga menambahkan bahwa contoh kerusakan alat yang ringan dan
masih ada masa toleransinya adalah terkikisnya permukaan tip gun yang
terdapat pada spot gun. Tinggi permukaan tip gun yang masih baik adalah 3
mm, apabila tip gun tersebut telah terkikis dan ketinggiannya telah berkurang
menjadi 1 mm, tip gun tersebut harus segera diganti. Jika berkurangnya
ketinggiannya belum mencapai 1 mm, tip gun tersebut masih bisa digunakan,
akan tetapi hanya bisa dipakai sebentar saja. Ketika dilakukan observasi,
peneliti tidak dapat menemukan pekerja yang menggunakan alat pengelasan
yang rusak disebabkan oleh keterbatasan kemampuan peneliti dan ruang
lingkup observasi sehingga peneliti tidak dapat mengamati hal tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, dapat
disimpulkan bahwa bentuk menggunakan peralatan yang rusak adalah masih
terdapat pekerja yang tetap menggunakan alat kerjanya yang rusak karena
pekerja tersebut merasa pekerjaannya sedang banyak dan takut pekerjaannya
103
terbengkalai sehingga dirinya menunda untuk melaporkannya kepada
maintenance.
5.3.9 Gambaran Tidak Menggunakan APD dengan Benar
Tidak menggunakan APD dengan benar dalam penelitian adalah tidak
memakai helmet, safety glasses, sarung tangan, pelindung nadi atau
pelindung tangan, masker, otto, kedok las, dan safety shoes pada saat
melakukan pengelasan. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan
Bapak A dan Bapak B, diketahui bahwa jenis-jenis APD yang harus
digunakan di unit welding adalah:
1. Helm, berfungsi untuk melindungi kepala pekerja dari kejatuhan benda
yang tidak diinginkan.
2. Masker, berfungsi untuk melindungi pekerja dari debu-debu pengelasan.
3. Earplug, berfungsi untuk melindungi pekerja dari bahaya kebisingan
yang ada di unit welding.
4. Safety glasses, berfungsi untuk melindungi pekerja dari bahaya percikan
api yang timbul dari alat-alat pengelasan.
5. Pelindung tangan dan lengan, berfungsi untuk melindungi tubuh pekerja
dari panel-panel yang sangat tajam.
6. Safety shoes, berfungsi untuk melindungi kaki pekerja dari bahaya yang
ditimbulkan dari panel-panel yang sangat tajam.
7. Kedok las, berfungsi untuk melindungi mata pekerja dari percikan api
serta sinar yang dihasilkan dari las CO2.
104
8. Sarung tangan, berfungsi untuk melindungi tangan pekerja dari panel-
panel yang sangat tajam.
9. Otto, berfungsi untuk melindungi badan pekerja dari percikan api yang
ditimbulkan oleh alat las.
Menurut Bapak A dan Bapak B, dalam penggunaan APD tersebut,
beberapa pekerja masih ditemukan tidak menggunakan APD pada saat berada
di lokasi pengelasan. APD yang sering dilepas atau tidak digunakan pada saat
pengelasan adalah safety glasses dan masker. Menurut mereka, alasan
pekerja melepas safety glasses-nya karena safety glasses yang mereka
gunakan sudah kusam akibat kesalahan pekerja dalam membersihkan safety
glasses tersebut sehingga bila dipakai akan mengganggu pandangan pekerja
dalam pengelasan, sedangkan alasan pekerja melepas maskernya adalah
karena masker tersebut menimbulkan rasa panas, gerah, dan menyebabkan
kacamata yang digunakan oleh pekerja berembun sehingga terkadang tidak
nyaman untuk digunakan.
“Yang paling sering itu pekerja gak gunain masker, padahal
sebenernya masker itu kan penting fungsinya soalnya di welding ini
kan ada debu dari pengelasan. Mungkin efeknya gak bisa dirasain
sekarang, tapi nanti kan bisa membahayakan paru-parunya. Mereka
suka gak gunain masker soalnya menurut mereka maskernya itu bikin
gak nyaman, bikin kacamatanya berembun karena panas. Selain
masker kadang yang suka gak dipake kacamata mba. Soalnya
kacamata yang kita pake itu kan bukan dari kaca tapi dari plastik,
105
nah itu suka cepet burem, apalagi kalo pekerja ngebersihinnya gak
bener. Mereka suka main di lap aja di baju, kan itu bikin
kacamatanya itu tergores-gores ya. Jadi mereka lepas kacamatanya”.
(Bapak A)
“Mungkin kalo pekerja yang masih suka lepas salah satu APD nya
ada, tapi ya gak banyak juga. Paling masker, kacamata…udah itu aja
menurut saya, tapi kalo untuk yang vital kayak pelindung lengan dan
tangan gak mereka lepas soalnya bisa bahaya nanti, tangan atau
lengannya bisa robek kena part-part yang tajem ini.” (Bapak B)
Hal yang sama dengan yang dikatakan oleh Bapak A dan Bapak B,
juga terlihat pada hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti. Berdasarkan
hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, peneliti menemukan pekerja
tidak menggunakan APD saat melakukan pengelasan, yaitu Bapak AA yang
tidak menggunakan safety glasses dan Bapak AB yang melepas maskernya
pada saat mengelas. Bapak AA mengaku melepas safety glasses-nya karena
terkadang Bapak AA malas untuk menggunakannya sehingga dia sering
melepasnya. Hal tersebut dilakukannya tanpa sepengetahuan group leader.
“Tapi kadang-kadang pernah saya lepas juga mba, mungkin
kacamata ya mba, paling cuma betul-betulin doang. Kadang kalo
saya lagi males ya gak saya pake mba. Itu juga leader saya gak tau
mba, kalo ada dia ya saya pake lagi. Kalo ketahuan bisa ditegur
nanti.” (Bapak AA)
106
Sedangkan Bapak AB mengaku melepas maskernya ketika sedang
mengerjakan pekerjaan stud weld (pemasangan nut) karena dirinya
menganggap pada pekerjaan tersebut, asap yang ditimbulkan tidak begitu
banyak dan Bapak AB terkadang melepas maskernya jika sedang terasa
panas.
“Kalo saya sendiri Alhamdulillah mba, gak pernah ya dilepas alat
safety nya. Paling kalo masker dicopot kalo lagi di stud weld, soalnya
pas lagi di stud weld kan asapnya gak terlalu banyak mba, kalo lagi
panas, kadang saya lepas, tapi kalo ada leader saya pake maskernya
soalnya kan gak boleh dilepas” (Bapak AB)
Hasil observasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Sumber: Data Primer
Gambar 5.11 Pekerja yang Tidak Menggunakan Masker Pada Saat Mengelas
Selain itu, dari hasil wawancara dengan Bapak AC, Bapak AC mengaku,
selain sering tidak memakai masker dan otto. Alasan Bapak AC tidak
107
memakai masker karena lupa akibat terburu-buru untuk mengejar pekerjaan,
sedangkan alasan dia tidak menggunakan otto karena dia tidak melakukan
pengelasan.
“Saya gak pake otto. Cuman yang penting kan kacamata, pelindung
nadi. Kalo pelindung nadi wajib itu, soalnya wajib itu. Kalo yang
sering saya gak pake itu otto, kalo masker juga kadang-kadang
soalnya lupa, buru-buru, memburu kerjaan.” (Bapak AC)
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan dan observasi
yang dilakukan oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa masih ditemukan
pekerja yang tidak menggunakan APD pada saat melakukan pengelasan,
contohnya yang pertama, pekerja tidak menggunakan masker yang
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain ada pekerja yang merasa gerah
ketika memakainya, ada pekerja yang pada saat mengerjakan pemasangan
nut tidak menggunakan masker karena asap yang ditimbulkan oleh stud weld
(alat pengelasan untuk memasang nut) tidak begitu banyak, dan ada pekerja
yang lupa memakainya akibat terburu-buru. Kedua, pekerja tidak
menggunakan safety glasses karena safety glasses yang mereka gunakan
sudah kusam akibat kesalahan pekerja dalam membersihkan safety glasses
tersebut sehingga bila dipakai akan mengganggu pandangan pekerja dalam
pengelasan dan ada juga pekerja yang malas menggunakannya. Beberapa
pekerja melakukan hal tersebut di luar sepengetahuan group leader mereka
karena hal tersebut memang tidak boleh dilakukan.
108
5.3.10 Gambaran Pengisian/Pembebanan yang Tidak Sesuai
Pengisian/pembebanan yang tidak sesuai dalam penelitian ini adalah
mengangkat panel secara berlebihan melebihi dari jumlah/beban standar yang
diiizinkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan foreman welding, yaitu
Bapak A, beban panel-panel yang boleh dibawa oleh satu pekerja adalah
maksimal 10 kg atau 5 buah panel yang ringan. Untuk panel yang memiliki
beban lebih dari 10 kg, seperti panel member main floor, tidak boleh dibawa
sendiri, minimal dua orang pekerja yang membawanya.
“Gimana ya mba, sebenernya kalo untuk beban part standarnya itu
maksimal 10 kg, 10 kg itu kira-kira 5 part lah. Nah kalo yang part
yang berat kayak member main floor itu kan lebih dari 10 kg, jadi
gak bisa diangkat sama 1 orang, harus dua orang.” (Bapak A)
Sama halnya dengan Bapak A, menurut Bapak B, panel-panel yang
boleh dibawa oleh satu pekerja adalah maksimal 5 buah panel yang ringan.
Dalam membawa penel-panel tersebut, pekerja dianjurkan untuk
membawanya disesuaikan dengan kemampuan pekerja itu sendiri dan tidak
boleh dipaksakan untuk mengangkat panel dengan jumlah di luar batas
kemampuan dari pekerja itu sendiri karena hal itu berbahaya bagi pekerja dan
apabila pekerja terlalu banyak membawanya dapat merusak panel tersebut.
“Kalo saya si semampunya si pekerja itu bisa bawanya berapa, kalo
dipaksakan di luar kemampuannya kan juga gak bagus soalnya bisa
ngebahayain pekerja sama part-partnya bisa kegesek-gesek dan itu
109
bisa bikin rusak. Ya paling banyak 5 part lah ya yang bisa diangkat.”
(Bapak B)
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak A dan Bapak B, dalam
membawa panel-panel tersebut, pekerja tidak melebihi dari standar yang
diizinkan. Bapak A mengatakan, pekerja mengangkatnya tidak melebihi dari
10 kg karena untuk panel-panel yang ringan seperti cowl top, satu panelnya
memiliki beban kurang dari 10 kg. Bapak B menambahkan, jumlah panel
yang biasa dibawa oleh pekerja sekitar 3-5 panel. Untuk panel-panel yang
berat, biasanya mereka meminta bantuan kepada temannya yang lain untuk
membawanya.
“Biasanya pekerja si kalo ngangkat gak lebih dari 10 kg mba,
apalagi part-part kayak cowl top itu kan ringan ya, jadi ya 1 cowl top
itu gak sampe 10 kg. apalagi kalo yang ringan-ringan itu bisalah
diangkat sendiri.” (Bapak A)
“Yang saya lihat si mereka ngangkatnya juga semampunya mereka,
gak sampe di luar batasnya mereka. Paling 3-5 mereka angkatnya.
Kalo part yang gak bisa diangkat sendiri biasanya mereka berdua
sama temennya.” (Bapak B)
Hasil wawancara dengan informan pekerja, yaitu Bapak AA, Bapak
AB, dan Bapak AC, sebagian besar dari mereka membawa panel yang ringan
dengan jumlah 3-5 buah panel ringan. Bapak AA mengatakan bahwa dirinya
membawa panel sekitar 2-3 panel buah panel ringan.
110
“Ya jangan terlalu banyak lah, sekuatnya aja, paling sekitar 3 part,
kadang-kadang 2 part yang ringan-ringan.” (Bapak AA)
Sedangkan Bapak AB mengatakan bahwa dirinya biasa membawa panel yang
ringan sebanyak 5 panel.
“Kalo yang saya angkat paling 5. 5 juga kalo gerobaknya lagi
dipake, kalo pake gerobak bisa 10. Kalo ngangkat sendiri pake
tangan 5 mba.” (Bapak AB)
Bapak AC juga mengatakan hal yang sama dengan Bapak AA, bahwa dirinya
membawa panel yang ringan sekitar 2-3 panel buah panel ringan.
“Kalo saya si gak banyak-banyak, paling 2, tapi maksimal 3 lah. Abis
itu ditaro di rak itu, baru didorong.” (Bapak AC)
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, peneliti
melihat seorang pekerja yang membawa panel melebihi jumlah beban yang
diizinkan, pekerja tersebut adalah Bapak AD. Bapak AD berbeda dengan tiga
informan sebelumnya, dirinya mengatakan bahwa terkadang dia bisa
membawa panel yang ringan sebanyak 30 panel. Hal tersebut dia lakukan
agar lebih cepat dan efisien. Menurutnya, sebenarnya hal ini tidak
diperbolehkan karena dirinya mengangkat terlalu banyak panel dan dia
melakukannya tanpa diketahui oleh group leader.
“Kadang saya ngangkat 30. 30 yang kecil-kecil bukan yang gede.
Abis itu pke gerobak. Ngangkat pake tangan ya 30, tapi bukan 30 box
ya. 1 box itu kan isinya ada 30 part.nah saya ngangkat 30 part biar
cepet. Sebenernya kalo ngangkat banyak-banyak gak boleh si mba,
111
kalo ketahuan leader pasti gak boleh, tapi ya biar cepet aja terus
saya juga masih kuat kok bawanya.” (Bapak AD)
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, dapat
disimpulkan bahwa masih ada pekerja yang membawa panel melebihi jumlah
maksimal panel yang boleh dibawa. Pekerja tersebut membawa 30 buah
panel apron dengan alasan karena cara tersebut dinilai lebih cepat dan efisien
dan pekerja tersebut melakukannya tanpa sepengetahuan group leader.
5.3.11 Gambaran Cara Mengangkat yang Salah
Cara mengangkat yang salah dalam penelitian ini adalah mengambil
panel tidak mengikuti instruksi yang diberikan oleh foreman dan group
leader. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak A dan Bapak B, mereka
mengatakan bahwa pada saat pelatihan, pekerja juga diajarkan bagaimana
cara mengangkat panel yang baik dan benar. Cara mengangkat panel yang
baik dan benar tersebut adalah pada saat mengangkat panel, pekerja harus
berada dalam posisi agak jongkok terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar
pusat tumpuan terpusat pada lutut atau kaki. Tubuh pekerja tidak boleh dalam
keadaan membungkuk, hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya cedera
pada tulang belakang. Kemudian pada saat membawa panel tersebut, tubuh
pekerja harus dalam keadaan tegak karena panel yang mereka bawa itu
sangat tajam. Hal ini untuk menghindari risiko tersayat oleh panel tersebut.
“Pada saat pelatihan, pekerja biasanya diajarin juga cara ngangkat
partnya mba. Kita ngajarinnya kalo ngangkatnya itu tumpuannya
112
lutut mba trus posisinya agak jongkok dulu biar bebannya itu
terpusat di kaki.” (Bapak A)
“Yang kita ajarin itu pas lagi ngangkat sebaiknya tumpuannya pake
kaki terus bawanya juga dalam posisi badan tegak karena partnya
kan tajem dan bawa partnya juga semampunya aja.” (Bapak B)
Menurut Bapak A dan Bapak B, cara pekerja dalam mengangkat
panel-panel sebagian besar sudah sesuai dengan yang mereka ajarkan pada
saat pelatihan, tetapi menurut mereka masih ada beberapa pekerja yang cara
mengangkatnya belum sesuai. Pekerja tersebut ketika mengangkat panel
dilakukan dengan posisi tubuh membungkuk. Hal ini disebabkan karena
pekerja tersebut sering lupa atau karena terburu-buru. Pekerja juga
beranggapan bahwa mengangkat dengan cara membungkuk lebih cepat
dibanding harus jongkok terlebih dahulu.
“Yang saya liat masih ada beberapa pekerja itu yang masih kurang
bener cara ngangkatnya, pekerja itu ngangkatnya bukan jongkok dulu
tapi dalam posisi bungkuk, berarti itu kan dia tumpuannya tulang
belakang. Kalo pake tulang belakang kan bisa bahaya, nanti dia bisa
cedera. Mungkin bisa aja karena mereka mau cepet aja mba, soalnya
kan kalo ngangkat dalam posisi membungkuk itu kan lebih cepet
dibanding sama harus jongkok dulu.” (Bapak A)
113
“Pekerja si rata-rata udah bisa semua, udah sesuai sama yang kita
ajarin. Mungkin kalo ada yang belum sesuai ya cuma beberapa aja,
mungkin masih ada yang bungkuk pas ngangkatnya. Mungkin dia
lupa atau buru-buru jadi dia mau ngambil cepetnya aja.” (Bapak B)
Hasil wawancara dengan informan pekerja, yaitu Bapak AA dan
Bapak AB, mereka mengatakan bahwa pada saat mengangkat panel, tubuh
mereka dalam posisi jongkok dan bertumpu pada lutut atau kaki.
“Kalo pas saya lagi ngangkat partnya itu, tumpuan saya paha mba.
Posisi saya jongkok kalo lagi ngangkat. Kenapa saya jongkok?
karena diajarin sama foreman dan leadernya kayak gitu mba. Jadi ya
saya ikutin.” (Bapak AA)
“Tumpuan saya pas lagi ngambil partnya lutut. Kalo posisi badan
saya kalo lagi ngangkat tegak mba. Itu yang diajarin waktu saya
training mba.” (Bapak AB)
Pada saat peneliti melakukan observasi di lokasi penelitian, peneliti melihat
beberapa pekerja mengangkat panel dengan cara yang aman, tetapi peneliti
menemukan seorang pekerja yang masih kurang tepat dalam mengangkat
panel-panel. Posisi tubuh pekerja tersebut membungkuk pada saat mengambil
atau mengangkat, seperti Bapak AC. Bapak AC mengatakan bahwa pada saat
dirinya mengangkat panel, posisi tubuhnya dalam keadaan membungkuk.
Bapak AC menilai posisi tersebut adalah posisi yang nyaman dan tidak
berisiko.
114
“Kalo cara ngangkat saya si yang nyaman aja ya mba, sebenernya
setiap orang si beda-beda nyamannya gimana. Kalo saya
tumpuannya posisi badan, jangan sampe posisi badan pas ngangkat
itu berisiko. Kalo yang diajarkan sama leadernya itu tumpuannya
kaki, tapi kembali lagi mba, saya lebih nyaman tumpuannya posisi
badan.” (Bapak AC)
Hal tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Sumber: Data Primer
Gambar 5.12 Pekerja Dengan Posisi Membungkuk Pada Saat Mengangkat Panel
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan dan observasi,
dapat disimpulkan bahwa masih terdapat beberapa pekerja yang melakukan
cara yang salah dalam mengangkat panel, yaitu dengan tubuh membungkuk.
Hal ini dilakukan oleh pekerja karena mereka lupa atau terburu-buru. Selain
itu, mereka menilai dengan membungkuk dinilai lebih cepat dibandingkan
harus dengan posisi agak jongkok dan posisi tersebut nyaman bagi mereka.
115
5.3.12 Gambaran Posisi Tubuh yang Salah
Posisi tubuh yang salah dalam penelitian ini adalah postur tubuh
pekerja yang janggal pada saat melakukan pengelasan. Berdasarkan hasil
wawancara dengan informan penelitian, sebagian besar dari mereka bekerja
dalam posisi berdiri kurang lebih selama 8 jam kerja. Bapak AA yang bekerja
sebagai operator pengelasan pada pos cross member mengatakan bahwa
posisi tubuh pada saat mengelas adalah berdiri. Bapak AA mengaku posisi
kerjanya tersebut suka membuatnya merasa pegal karena pekerjaan
pengelasan sendiri memang dilakukan dengan posisi berdiri.
“Kalo saya berdiri posisinya. Cuma kalo kerjaannya berdiri, ya kita
berdiri. Gak nyaman juga si mba, soalnya kadang saya suka ngerasa
capek sama suka ngerasa pegel.” (Bapak AA)
Bapak AB yang melakukan pengelasan di bagian cowl top mengatakan
bahwa posisi tubuh pada saat dia mengelas adalah berdiri dan agak
membungkuk karena posisi panel yang dilasnya terletak agak di bawah.
Bapak AB mengeluhkan bahwa dirinya suka mengalami sakit di bagian leher
dan pegal-pegal di bagian punggung.
“Saya lebih sering agak bungkuk posisinya. Soalnya posisi nyepotnya
agak di bawah, tapi saya yang suka kena itu di leher mba sama
punggung suka pegel.” (Bapak AB)
Bapak AC yang bekerja di bagian finishing apron juga bekerja dalam posisi
berdiri selama 8 jam. Dirinya sudah terbiasa dengan posisi tersebut dan juga
sudah terbiasa dengan rasa pegal yang diakibatkan dari posisi tersebut.
116
“Kalo saya posisi kerjanya berdiri terus selama 8 jam itu. Kalo
pegel-pegel si ada ya, tapi saya udah biasa, kecuali kalo yang baru-
baru kerja, 2 bulan itu rasanya sakitnya bukan main.” (Bapak AC)
Begitu juga dengan Bapak AD yang bekerja di pos apron yang bekerja
dengan posisi berdiri. Dia juga mengatakan bahwa bekerja dengan posisi
berdiri selama 8 jam kerja memang akan menimbulkan rasa pegal-pegal pada
tubuh.
“Posisi saya pas kerja berdiri selama 8 jam kerja. Ya kalo pegel-
pegel dengan posisi berdiri seperti itu pasti ya dan wajar aja ya
mba.” (Bapak AD)
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, memang
hampir semua pekerja bekerja dalam posisi berdiri. Posisi berdiri tersebut
tidak dalam keadaan tegak. Sebagian besar pekerja bekerja dengan posisi
berdiri dengan tubuh membungkuk karena menurut pengamatan peneliti dan
hasil wawancara dengan informan, meja panel (jig) tempat mereka mengelas
agak lebih rendah sehingga pekerja harus membungkuk. Menurut Bapak B,
tinggi meja panel tersebut adalah 90 cm. Hasil observasi dapat dilihat pada
gambar 5.17.
117
Sumber: Data Primer
Gambar 5.13 Posisi Tubuh Pekerja Pada Saat Bekerja
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan dan hasil
observasi dapat disimpulkan bahwa rata-rata pekerja bekerja dalam posisi
berdiri selama 8 jam kerja dan posisinya tersebut dengan tubuh
membungkuk. Hal ini dikarenakan posisi meja panel (jig) tempat mereka
mengelas agak lebih rendah dari tubuh pekerja. Hal ini yang mungkin
membuat pekerja sering merasa pegal-pegal.
5.3.13 Gambaran Memperbaiki Peralatan yang Sedang Beroperasi
Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi dalam penelitian ini
adalah membetulkan alat pengelasan yang rusak dalam kondisi mesin masih
menyala. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak A dan Bapak B,
sebenarnya pihak yang berwenang untuk memperbaiki alat kerja yang rusak
adalah maintenance karena maintenance adalah pihak yang mengerti tentang
semua alat kerja yang ada di unit welding.
118
“Ya sebenernya yang berwenang untuk betulin alat itu
maintenancenya mba.” (Bapak B)
“Yang berwenang seperti yang udah saya bilang tadi, ya
maintenance mba. Soalnya dia kan yang ngerti sama alat-alatnya,
apalagi kalo kerusakan alatnya termasuk berat. Itu jadi tanggung
jawab maintenance.” (Bapak B)
Bapak A dan Bapak B juga mengatakan bahwa memang sebagian pekerja
memperbaiki alat kerjanya sendiri yang mengalami kerusakan bila
kerusakannya tersebut masih tergolong ringan, seperti mengganti tip gun dan
memperbaiki selang yang bocor pada spot gun. Mereka memperbaiki sendiri
alat kerja yang mengalami kerusakan ringan lebih cepat dibandingkan harus
memanggil maintenance. Hal ini dilakukan atas pertimbangan waktu dimana
pencapaian target sangat penting.
“Kalo kecil ada, maksudnya kecil itu selangnya bocor ya kita coba
untuk perbaiki sendiri. Kalo gede kita gak bisa. Kalo prosedurnya si
tidak boleh memperbaiki sendiri, tapi kan kita juga gak mau
ngerepotin maintenance. Kalo kita manggil ke maintenance sama kita
betulin sendiri, itu lebih cepetan betulin sendiri, makannya
perhitungannya itu.” (Bapak A)
“Ya gini ya..rata-rata kalo yang bisa dilakukan mungkin dilakukan,
tapi kan kalo alat-alatnya disini maintenance yang bisa. Kalo cuma
119
sekedar ganti tip mungkin bisa, tapi kalo untuk ganti pin aja kita gak
bisa. Kalo yang bisa dilakukan sendiri, misalkan ada selangnya yang
mau lepas. Itu bisa dilakukan sendiri.” (Bapak B)
Menurut Bapak A dan Bapak B, ketika para pekerja memperbaiki
sendiri alat kerja mereka yang mengalami kerusakan, pekerja sebelumnya
sudah mematikan terlebih dahulu alat kerja tersebut. Akan tetapi, menurut
Bapak A, pernah terjadi kasus dimana salah seorang pekerja tidak mematikan
terlebih dahulu spot gun yang akan diperbaikinya. Akibatnya, tombol switch
nya tertekan olehnya sehingga tangannya terjepit oleh gun tersebut.
“Kalo mesinnya itu pasti dimatikan, pasti dimatikan. Kalo dia posisi
masih hidup kan otomatis nanti seandainya kalo switchnya terpencet
bisa celaka, tapi pernah ada pekerja yang betulin alat tapi mesinnya
belum dimatikan karena dia terlalu buru-buru, belum dimatiin.
Eee…switch itu tanpa disengaja terpencet, nah itu ada yang
celakalah. Dia mau ganti tip, dia mau berdiri, nah switchnya itu ada
di atas kepalanya dia. Tanggannya kena gun, sempet dijahit juga.”
(Bapak A)
“Kalo hubungannya sama mesin dimatiin dulu…” (Bapak B)
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak AI, yaitu pekerja yang
pernah mengalami kecelakaan kerja seperti yang telah dikatakan oleh Bapak
A, Bapak AI mengatakan pada saat kejadian dirinya sedang memperbaiki tip
gun yang lepas dan dia memang tidak memanggil maintenance karena
120
lepasnya tip gun termasuk kerusakan ringan sehingga Bapak AI merasa dapat
memperbaikinya sendiri. Dirinya memilih memperbaiki sendiri karena hal itu
dirasa lebih cepat dan menghemat waktu dibandingkan harus memanggil
maintenance. Pada saat memperbaikinya, Bapak AI juga lupa untuk
mematikan mesin gun tersebut. Akibatnya, tangan Bapak AI reflek menekan
tombol dan pada akhirnya telapak tangan kirinya tergencet oleh tip gun
tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan pekerja lainnya,
mereka juga mengatakan hal yang sama dengan Bapak A dan Bapak B.
Mereka mengatakan bahwa mereka sering memperbaiki sendiri alat kerja
mereka jika alat tersebut hanya mengalami kerusakan ringan, seperti
mengganti tip gun dan memperbaiki selang yang lepas atau bocor pada spot
gun. Hal tersebut mereka lakukan karena jika menunggu maintenance datang
akan memakan waku lebih lama. Pada saat mereka memperbaiki sendiri alat
kerjanya yang rusak ringan, sebelumnya mereka mematikan terlebih dahulu
mesin alat kerja mereka.
“Pernah, tapi yang mudah-mudah aj mba, kalo yang sulit paling
manggil maintenancenya juga. Kalo yang gampang-gampang masih
bisa saya pelajari sedikit-dikit lah kalo dia lagi ngebetulin. Kalo
manggil orang butuh waktu lebih lama lagi buat ngerjain lagi jadi
mau gak mau selagi masih bisa ya saya betulin sendiri. Untuk alatnya
si mati ya, tapi kalo setrumnya itu masih nyala mba, soalnya kalo
121
untuk matiin setrumnya itu kan di trafo. Itu kan pusatnya mba, jadi
nanti kalo itu dimatiin nanti semuanya juga mati.” (Bapak AA)
“Saya pernah memperbaiki sendiri, kadang selangnya suka bocor.
Jadi kalo saya manggil maintenance kan, ribet juga ya mba. Kadang
maintenancenya kalo dipanggil suka lagi kemana gitu. Jadi saya
kadang suka betulin sendiri, tapi itu gak begitu berat si. Kalo sama
mandor itu si dibolehin soalnya kalo nunggu maintenance jadi lama.
Nanti ketinggalan sama yang lain. Kalo saya dimatiin dulu…”
(Bapak AB)
“Kalo kita bisa sendiri ya mendingan kita betulin sendiri karena kalo
cuma ganti tip gun, tinggal ngelepas aja terus pasang lagi, cepet,
risikonya gak sampe kemana-mana. Soalnya maintenance disini kan 2
orang, sedangkan disini ada 200 tip gun lah. Itu kalo ganti baru
gimana?itu layak dipake atau gak yang tau ya operator sendiri. Pasti
dimatiin mba, kalo gak dimatiin bisa ngebahayain nanti. (Bapak AC)
“Kalo untuk memperbaiki sendiri mah, pernah mba. Kalo untuk
masalah baut, bisa dibetulin sendiri. Itu aja si kalo yang bisa
dikerjain sendiri, kalo yang ringan-ringan. Kalo kita nungguin
maintenancenya dan maintenancenya itu datang terlambat, kita kan
berpacu dengan waktu, kita gak perlu nunggu maintenance. Kalo kita
122
bisa sendiri ya kenapa gak kita kerjain sendiri. Kalo gak bisa baru
panggil maintenance. Alatnya saya matiin dulu, tapi kondisi
setrumnya masih nyala soalnya kan pusatnya disitu (trafo). Kalo
yang satu dimatiin, otomatis semuanya mati.” (Bapak AD)
Berdasarkan hasil observasi, peneliti tidak menemukan pekerja yang
memperbaiki peralatan yang masih beroperasi maupun pekerja yang
memperbaiki sendiri alat kerjanya yang mengalami kerusakan karena
keterbatasan kemampuan peneliti dan ruang lingkup observasi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan penelitian, dapat
disimpulkan bahwa dalam hal ini sebagian besar informan pekerja melakukan
pekerjaan tanpa wewenang yaitu pekerja memperbaiki sendiri alat kerjanya
yang mengalami kerusakan ringan, seperti memperbaiki atau mengganti tip
gun dan memperbaiki selang yang bocor atau selang yang lepas pada spot
gun, karena cara tersebut dinilai lebih cepat dan dapat menghemat waktu
dibanding mereka harus memanggil maintenance. Selain itu, hal tersebut
dilakukan atas pertimbangan waktu dimana pencapaian target lebih mereka
utamakan. Sedangkan, pada saat memperbaiki alat kerjanya, sebagian besar
pekerja, sudah mematikan terlebih dahulu alat kerja yang akan mereka
perbaiki. Akan tetapi, terdapat satu kasus kecelakaan kerja yang disebabkan
oleh seorang pekerja yang pada saat memperbaiki tip gun, kondisi mesin gun
masih dalam keadaan menyala. Hal ini disebabkan karena pekerja tersebut
lupa untuk mematikan mesinnya.
123
5.3.14 Gambaran Berkelakar atau Bersenda Gurau
Berkelakar atau bersenda gurau dalam penelitian ini adalah bercanda
dengan sesama rekan kerja pada saat melakukan pengelasan. Berdasarkan
hasil wawancara dengan Bapak A dan Bapak B, kebanyakan pekerja
bersenda gurau dengan sesama teman kerjanya pada saat istirahat, tetapi
memang tidak dipungkiri bahwa terkadang masih ada beberapa pekerja yang
bersenda gurau pada saat melakukan pengelasan seperti mengganggu
temannya yang sedang mengelas. Bapak B menilai, senda gurau yang
dilakukan pekerja pada saat bekerja masih terbilang wajar dan tidak
membahayakan teman kerjanya. Hal tersebut mereka lakukan untuk
menghilangkan kejenuhan selama bekerja yang disebabkan oleh lingkungan
kerja mereka yang kurang menyenangkan dan pekerjaan yang mereka jalani
adalah pekerjaan yang cukup berat.
“Oh itu ada, biasanya mereka itu bercandanya pas lagi istirahat si
mba, tapi ada juga si yang bercanda waktu lagi ngelas, ya ada yang
suka godain temennya yang lagi kerja, bercanda waktu ngelas,
ngrecokin temennya yang lagi ngelas, ya kadang suka isenglah anak-
anak itu, tapi itu gak banyak dan kadang-kadang aja. Mungkin
mereka bosen ya mba, ya wajar juga si mba soalnya di welding ini
kan suasana pekerjaannya kurang menyenangkan ya, udaranya
panas, kerjanya juga lumayan berat. Mungkin itu bisa buat mereka
terhibur dan biar mereka gak bosen juga. Kalo saya sendiri si gak
124
apa-apa ya mba selama bercandanya itu masih dalam wajar dan gak
berbahaya” (Bapak A)
“Saya rasa jarang ya mba untuk bisa bercanda pas lagi kerja.
Mereka kan cuma dikasih kurang lebih 3 menit lah untuk nyelesein
pekerjaannya di masing-masing pos dengan target harus sekian unit.
Jadi ya kalo mereka gak serius bisa keteteran kerjaannya, biasanya
bercandanya pas lagi jam istirahat. Memang kadang suka ada yang
bercanda pas lagi kerja, tapi masih biasa dan gak sampe yang
berbahaya. Mungkin buat ngilangin jenuh. Kayak yang mba bisa
lihat sendiri, kerja disini kan cukup berat ya jadi mereka butuh
sedikit hiburan biar gak stress.” (Bapak B)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan pekerja, Bapak AB
mengaku pernah bersenda gurau pada saat bekerja. Bentuk senda gurau yang
dia lakukan pada saat bekerja hanya mengobrol dengan sesama teman
kerjanya. Hal tersebut dia lakukan untuk menghilangkan rasa bosan dan
untuk menghilangkan rasa kantuk pada saat bekerja.
“Paling bercanda pake omongan aja. Kadang kalo serius-serius amat
kerja itu kan suka ngantuk terus panas juga, jadi ya buat ngilangin
bosen aja.” (Bapak AB)
Bapak AD, bentuk senda gurau yang dia lakukan pada saat bekerja adalah
mengobrol dengan teman kerjanya. Dia mengatakan bahwa senda gurau yang
125
dia lakukan tidak berbahaya. Hal tersebut dia lakukan untuk menghilangkan
stres dan jenuh akibat target produksi yang harus dia kerjakan.
“Ya kita disini bercanda cuma buat ngilangin stress sama jenuh aja
mba, dengan target produksi segitu. Cuma ngeliat angkanya aja udah
puyeng mba. Ya kalo gak diselingin kayak gitu, malah stres sama
jenuh. Kalo bercanda ma menurut saya boleh lah, sewajarnya aja
paling, Cuma bercanda-canda, ngobrol-ngobrol, nyanyi-nyanyi.
Bercandanya juga gak sampe lempar-lemparan gitu. Ya buat
ngilangin stress sama jenuh aja dengan target sehari bisa 145.
Kadang-kadang naik, kan hari ini lagi naik mba.” (Bapak AD)
Berdasarkan hasil observasi, peneliti tidak menemukan pekerja yang
bersenda gurau yang berbahaya pada saat mengelas. Umumnya mereka fokus
pada pekerjaan mereka masing-masing, walaupun terkadang pada suatu saat
diselingi dengan sedikit obrolan dengan pekerja lainnya. Adapun pekerja
yang bersenda gurau, itupun dilakukan pada saat mereka sedang beristirahat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan dapat
disimpulkan bahwa pada umumnya bentuk senda gurau yang dilakukan oleh
pekerja pada saat bekerja adalah mengobrol dengan sesama rekan kerja.
Senda gurau yang mereka lakukan bertujuan untuk menghilangkan kejenuhan
dan stress akibat pekerjaan mereka dan lingkungan kerja mereka yang dirasa
kurang menyenangkan. Sedangkan hasil observasi pada umumnya pekerja
fokus pada pekerjaan mereka masing-masing, walaupun terkadang pada suatu
saat diselingi dengan sedikit obrolan dengan pekerja lainnya.
126
5.3.15 Gambaran Bekerja di Bawah Pengaruh Alkohol dan Obat-Obatan
Bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan dalam penelitian
ini adalah melakukan pengelasan setelah mengkonsumsi alkohol atau obat-
obatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama, diketahui
bahwa mereka tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan yang berbahaya
sebelum atau pada saat bekerja walaupun sebagian besar dari mereka dulu
pernah mengkonsumsi alkohol, sedangkan obat-obatan yang mereka
konsumsi sebelum bekerja adalah vitamin dan jamu untuk mempertahankan
kebugaran fisik mereka pada saat bekerja.
“Kalo alkohol gak, tapi kalo obat-obatan kalo lagi capek aja, di
rumah minum obat-obatan. Kalo sebelum kerja saya gak minum obat-
obatan, ya kalo di rumah aja.” (Bapak AA)
“Kalo saya dulu pernah konsumsi alkohol, kalo obat-obatan gak.
Kalo sekarang udah gak mba, itu pas jaman-jamannya lagi sekolah
aja. Kalo dari rumah sebelum kerja saya minum enerfon C, ya kalo
misalkan pas lagi kerja pusing atau sakit saya ke klinik sebentar, abis
itu kalo udah enakan saya kerja lagi.” (Bapak AB)
“Kalo itu gak pernah ya mba, tapi kalo ngerokok saya iya. Kalo obat-
obatan paling jamu. Kalo jamu itu juga minumnya di rumah sebelum
tidur.” (Bapak AC)
127
“Kalo alkohol pernah, tapi sekarang udah gak. Itu cuma sekali.
Obat-obatan gak. Saya ngerokok juga gak. Itu pun alkohol juga
bener-bener cuma sekali karena temen, bukan yang tiap minggu
minum. Paling sebelum kerja saya minum vitamin aja mba.” (Bapak
AD)
128
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan, antara lain:
1. Situasi dan kondisi yang kurang kondusif saat berlangsungnya wawancara dapat
mempengaruhi informan memberikan jawabannya. Situasi dan kondisi yang
kurang kondusif tersebut, misalnya suara bising yang ditimbulkan oleh alat-alat
pengelasan.
2. Waktu penelitian dan ruang lingkup observasi yang terbatas menyebabkan
peneliti tidak dapat mengamati objek penelitian secara menyeluruh.
3. Gambaran gagal dalam mengamankan didapatkan melalui wawancara dengan
informan penelitian, sedangkan dari hasil observasi peneliti tidak mendapatkan
informasi tersebut karena keterbatasan waktu peneliti pada saat melakukan
observasi.
4. Gambaran menggunakan peralatan yang rusak didapatkan melalui wawancara
dengan informan penelitian, sedangkan dari hasil observasi peneliti tidak dapat
menemukan informasi tersebut karena keterbatasan kemampuan peneliti dan
ruang lingkup observasi.
5. Gambaran memperbaiki peralatan yang masih beroperasi didapatkan melalui
wawancara dengan informan penelitian, peneliti tidak menemukan pekerja yang
memperbaiki peralatan yang masih beroperasi maupun pekerja yang
129
memperbaiki sendiri alat kerjanya yang mengalami kerusakan karena pada saat
observasi karena keterbatasan kemampuan peneliti dan ruang lingkup observasi.
6. Gambaran bekerja di bawah pengaruh alkohol dan obat-obatan didapatkan
melalui wawancara dengan informan penelitian, sedangkan peneliti tidak dapat
melakukan obervasi karena keterbatasan kemampuan peneliti.
6.2 Pembahasan Penelitian
6.2.1 Gambaran Melakukan Pekerjaan Tanpa Wewenang
Melakukan pekerjaan tanpa wewenang dalam penelitian ini adalah
pekerjaan pengelasan yang dilakukan oleh pekerja yang tidak mempunyai
skill untuk melakukan jenis pekerjaan pengelasan tertentu dan pekerjaan
pengelasan yang dilakukan tanpa seizin group leader. Unit welding memiliki
jenis-jenis pekerjaan pengelasan yang meliputi pengelasan panel dash,
pengelasan apron front fender, pengelasan cowl top, pengelasan cross
member, pengelasan support radiator, dan pengelasan member main floor.
Pekerja yang diberikan wewenang untuk melaksanakan jenis-jenis pekerjaan
tersebut adalah pekerja yang sebelumnya sudah diberikan pelatihan oleh
perusahaan. Penempatan pekerja pada pos-pos pengelasan di unit welding
disesuaikan dengan pelatihan yang telah diberikan dan ditentukan oleh group
leader sehingga setiap pekerjaan pengelasan di unit welding yang dilakukan
pekerja harus sudah mendapatkan izin dari group leader.
130
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, dapat
disimpulkan bahwa bentuk melakukan pekerjaan tanpa wewenang yang
dilakukan oleh pekerja adalah membantu pekerjaan temannya yang belum
selesai di pos lain yang masih dikuasainya, tetapi mereka melakukan hal itu
tanpa seizin group leader. Hal ini terjadi karena terkadang pekerja tersebut
lupa untuk izin terlebih dahulu. Sebenarnya, pekerjaan pengelasan yang
pekerja lakukan di pos lain tersebut telah dikuasainya karena pekerja tersebut
telah mendapatkan pelatihan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan teori
Suhulman (2008) yang menyatakan bahwa pekerjaan pengelasan harus
dilaksanakan oleh orang yang mempunyai sertifikat juru las sesuai dengan
kelas untuk pekerjaan las yang sedang dilaksanakan. Juru las yang telah
tersertifikasi adalah orang yang diberi wewenang untuk melakukan jenis
pengelasan tertentu dengan suatu syarat mempunyai kecakapan dan
pengalaman teknis serta terampil dalam bidangnya. Sertifikasi tersebut
bertujuan untuk menunjukkan bahwa operator las tersebut benar-benar
mempunyai keahlian, kemampuan, dan keterampilan yang memadai dalam
pengelasan.
Berbeda dengan teori Suhulman (2008), para pekerja yang menjadi
juru/operator las di unit welding tidak memiliki sertifikasi sebagai operator
las. Pekerja di unit welding yang telah mengikuti pelatihan pengelasan dan
telah mempunyai keahlian, kemampuan, dan keterampilan yang cukup dalam
melakukan pengelasan di pos-pos tertentu yang telah ditentukan, group
leader akan mencatatnya di dalam inventory skill. Inventory skill berguna
131
untuk mencatat perkembangan skill masing-masing pekerja. Oleh karena itu,
pekerja hanya boleh melakukan pengelasan di pos-pos tertentu yang telah
tercatat di dalam inventory skill sesuai dengan keahlian, kemampuan, dan
keterampilan yang mereka miliki.
Akan tetapi, walaupun pekerja tersebut mengusai pekerjaan
pengelasan di pos lain yang dia bantu, dirinya harus tetap mendapatkan izin
group leader terlebih dahulu jika dia ingin membantu temannya di pos lain.
Hal ini sangat penting agar setiap pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja
dapat terkontrol dan termonitor dengan baik. Selain itu, hal ini juga untuk
menghindari risiko yang tidak diinginkan, mengingat setiap pekerjaan
pengelasan di unit welding memiliki risiko yang tinggi, misalnya risiko
tersayatnya tangan, lengan, atau jari oleh panel-panel tajam, risiko tangan
terjepit oleh spot gun, dan risiko bahaya yang lainnya, sehingga setiap
pekerjaan pengelasan harus dilakukan oleh pekerja yang sudah terlatih dan
memahami betul risiko dari pekerjaannya masing-masing serta sudah
mendapatkan izin dari group leader yang bersangkutan.
Oleh karena itu, untuk menghindari pekerja untuk melakukan
pekerjaan tanpa wewenang, group leader perlu meningkatkan pengawasan
kepada pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai peraturan yang
telah ditentukan. Menurut Sarwono (1991), pengawasan harus dilakukan
secara berkala atau sesering mungkin sehingga apabila ada kondisi yang
berbahaya atau kegiatan yang tidak aman dapat diketahui dengan segera dan
dapat dilakukan usaha untuk memperbaikinya.
132
6.2.2 Gambaran Gagal Dalam Mengamankan
Gagal dalam mengamankan dalam penelitian ini adalah group leader
tidak memberikan pengaman, misalnya tanda yang bersifat pengumuman,
untuk alat pengelasan yang mengalami kerusakan. Hasil penelitian yang
didapatkan dari hasil wawancara dengan informan penelitian menunjukkan
bahwa dalam hal ini, group leader, tidak memberi pengaman atau tanda
peringatan pada alat pengelasan yang mengalami kerusakan tersebut karena
sesuai dengan prosedur mereka akan segera melaporkannya kepada
maintenance. Kemudian, pada saat itu juga maintenance akan memperbaiki
alat tersebut dan akan menginformasikannya kepada pekerja lain bahwa ada
alat pengelasan yang mengalami kerusakan sehingga mereka tidak perlu
untuk memberikan tanda pengaman pada peralatan yang mengalami
kerusakan.
Tindakan group leader yang tidak memberikan alat pengaman pada
alat pengelasan yang rusak berbeda dengan teori Suhulman (2008), yang
mengatakan bahwa setiap petugas yang mengetahui setiap terjadinya
kerusakan mesin saat operasi harus segera mematikan tenaga penggerak dan
harus diberi alat pengaman atau memberi tanda yang bersifat pengumuman
yang mudah dibaca dengan ditempelkan pada mesin tersebut dan melarang
penggunaannya sampai perbaikan yang diperlukan telah dilakukan dan mesin
tersebut berada dalam keadaan baik. Hal tersebut bertujuan agar tidak ada
pekerja lain yang menggunakan mesin atau alat yang mengalami kerusakan
dan juga untuk menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.
133
Berdasarkan teori tersebut, tidak diberikannya tanda pengaman pada
alat pengelasan yang mengalami kerusakan memiliki risiko, walaupun
kerusakan tersebut telah dilaporkan kepada maintenance dan maintenance
telah menginformasikannya kepada semua pekerja. Risikonya adalah bisa
saja ada pekerja yang belum mengetahui informasi tersebut dan pekerja itu
menggunakan alat pengelasan yang rusak. Menggunakan alat pengelasan
yang rusak juga memiliki risiko, seperti jika rusaknya disebabkan karena
gangguan pada listrik, risiko pekerja untuk tersengat arus listrik pun dapat
terjadi.
Oleh karena itu, untuk menghindari risiko tersebut, group leader
sebaiknya memberikan tanda pengaman atau tanda peringatan yang
ditempelkan pada alat pengelasan yang mengalami kerusakan sebelum
maintenance datang memperbaiki. Memberikan tanda pengaman atau tanda
peringatan tersebut merupakan suatu bentuk pemberian informasi kepada
pekerja bahwa terdapat alat pengelasan yang mengalami kerusakan dan alat
tersebut tidak boleh digunakan. Menurut Notoatmodjo (2003), dengan
memberikan informasi-informasi tentang cara-cara bekerja dengan aman,
cara penggunaan alat pelindung diri yang benar, dan sebagainya akan
meningkatkan pengetahuan masyarakat (pekerja) tentang hal tersebut.
Selanjutnya dengan pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan
kesadaran mereka dan akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai
dengan pengetahuan yang dimilikinya itu.
134
6.2.3 Gambaran Menghilangkan Alat Pengaman
Menghilangkan alat pengaman dan membuat alat pengaman tidak
berfungsi dalam penelitian ini adalah melepas alat pengaman (machine
guard) pada alat pengelasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
gerinda sebenarnya memiliki alat pengaman berupa pelindung cakram, tetapi
pelindung cakram tersebut sengaja dilepas karena mengganggu proses
produksi. Para informan mengatakan jika menggunakan pelindung cakram,
permukaan panel yang akan digerinda tidak terlihat karena tertutup oleh
pelindung cakram. Hal ini menyebabkan proses penggerindaan menjadi lama
sehingga dapat menghambat proses produksi dan pencapaian target produksi.
Kasus dilepasnya pelindung cakram pada gerinda karena faktor
ketidaknyamanan juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
International Labour Office (1989) yang mengatakan bahwa pada beberapa
kasus, biasanya pengaman yang dibuat hanya mengutamakan kepentingan
persyaratan hukum atau menghindari satu risiko dan kurang memikirkan
pengaruh pengaman terhadap produksi atau gangguan yang dapat
ditimbulkan para pekerja. Hal ini dapat menghambat proses produksi dan
menyebabkan operator tidak nyaman bekerja karena permukaan panel yang
akan digerinda tidak terlihat karena tertutup oleh pelindung cakram.
Akibatnya, pekerja akan menyingkirkan pengaman tersebut yang
menyebabkan fungsinya hilang. Hal ini sangat berbahaya karena dapat
memperbesar peluang kontak antara tubuh dengan mesin gerinda berbahaya.
Apabila hal ini terjadi, kecelakaan kerja pun tidak dapat terelakkan.
135
Alat pengaman (safety device) dipasang pada fasilitas kerja atau
mesin yang berbahaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan untuk
menjamin keselamatan para pekerja. Berbagai alat pengaman berfungsi
secara mekanik, seperti misalnya alat pengaman untuk mesin pres atau katup
pengaman pada ketel uap. Alat pengaman, seperti alat penutup pengaman gir
atau gerinda, dipasang secara tetap di satu tempat. Peralatan pengaman
merupakan peralatan keselamatan kerja yang dipasang pada tempat-tempat
tertentu dan berfungsi untuk memberi keamanan tambahan bagi para pekerja
(O’Brien, 1974 dalam Helliyanti, 2009).
Tujuan alat pengaman pada mesin adalah mencegah suatu bagian
tubuh atau pakaian pekerja agar jangan tersentuh bagian berbahaya mesin
yang sedang bergerak. Sebuah mesin mungkin dirancang dan dibuat
sedemikian rupa sehingga semua daerah berbahaya yang ada tertutup atau
terlindungi. Pengaman mesin dan alat pelindung lainnya dapat dipasang pada
mesin. Metode manapun yang dipakai, sebuah pengaman yang berhasil
adalah yang memungkinkan pekerja mengoperasikan mesin dengan mudah
tanpa risiko atau takut terluka (International Labour Office, 1989).
Sama halnya dengan pelindung cakram pada gerinda, pelindung
cakram ini berfungsi untuk melindungi pekerja dari risiko muka dan badan
terkena percikan api yang ditimbulkan dari proses penggerindaan, risiko
muka dan mata terkena serpihan logam pada saat penggerindaan, dan risiko
tangan pekerja kontak dengan cakram gerinda pada saat menggunakannya
136
sehingga kegunaan pelindung cakram tersebut sangat penting untuk
keselamatan pekerja yang menggunakannya.
Oleh karena itu, untuk menghindari risiko-risiko tersebut, pelindung
cakram pada gerinda jangan dilepas dan tetap dipasang. Akan tetapi,
pelindung cakram tersebut dipasang dengan posisi agak menyamping
sehingga tidak menutupi permukaan panel yang akan digerinda.
6.2.4 Gambaran Menggunakan Peralatan yang Rusak
Menggunakan peralatan yang rusak dalam penelitian ini adalah
mengoperasikan alat pengelasan yang tidak berfungsi dengan baik. Menurut
Silalahi (1985), peralatan kerja yang digunakan harus berfungsi dengan baik
dan dalam kondisi layak pakai. Menggunakan peralatan kerja yang sudah
tidak layak pakai dapat membahayakan keselamatan pekerja. Akan tetapi,
teori tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
masih ada pekerja yang tetap menggunakan alat yang tidak berfungsi dengan
baik pada saat bekerja. Pekerja melakukan hal tersebut karena dirinya
khawatir pekerjaan mereka akan terbengkalai sehingga dia menunda untuk
melaporkannya kepada maintenance.
Prosedur yang benar yang harus dilakukan oleh pekerja jika terdapat
alat kerja yang mengalami kerusakan adalah pekerja tersebut harus segera
melapor kepada maintenance karena maintenance adalah pihak yang
berwenang untuk memperbaiki segala kerusakan, baik itu ringan maupun
berat, pada alat-alat kerja. Pekerja tidak diperkenankan untuk tetap
menggunakan alat kerja mereka yang mengalami kerusakan tanpa seizin
137
group leader mereka karena hal tersebut tetap memiliki risiko yang dapat
mengancam pekerja. Risiko tersebut misalnya risiko tersengat arus listrik
karena semua alat pengelasan di unit welding menggunakan arus listrik.
Oleh karena itu, untuk mencegah pekerja menggunakan alat
pengelasan yang rusak, pekerja harus segera melapor kepada maintenance
atau group leader mereka ketika mengetahui alat kerja yang mereka gunakan
mengalami kerusakan, baik itu rusak ringan maupun rusak berat. Selain itu,
sebaiknya group leader memberikan sanksi tegas terhadap pekerja yang
diketahui tetap menggunakan alat pengelasan yang rusak.
6.2.5 Gambaran Tidak Menggunakan APD Dengan Benar
Tidak menggunakan APD dengan benar dalam penelitian adalah tidak
memakai helm, safety glasses, sarung tangan, pelindung nadi atau pelindung
tangan, masker, otto, kedok las, dan safety shoes pada saat melakukan
pengelasan. Menurut Bintoro (1999), demi keamanan dan kesehatan tubuh,
operator las harus memakai alat-alat yang mampu melindungi tubuh dari
bahaya-bahaya yang ditimbulkan akibat pengelasan. Perlengkapan tersebut,
antara lain pelindung muka, safety glasses, masker wajah, pakaian las, apron,
sarung tangan, dan sepatu las.
APD yang harus digunakan oleh operator las di unit welding telah
sesuai dengan dengan yang dikemukakan oleh Bintoro (1999), yaitu, helm,
masker, earplug, safety glasses, pelindung tangan dan lengan, safety shoes,
kedok las, sarung tangan, dan otto. APD tersebut wajib digunakan pekerja
pada saat melakukan pengelasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih
138
terdapat pekerja di unit welding yang melepas APD pada saat melakukan
pengelasan, diantaranya adalah:
1. Pekerja tidak menggunakan safety glasses pada saat melakukan
pengelasan. Hal ini disebabkan karena safety glasses yang mereka pakai
sudah kusam akibat cara pemeliharaan pekerja yang kurang baik terhadap
safety glasses tersebut sehingga mengganggu pandangan pekerja pada
saat mengelas dan mereka terkadang malas untuk memakainya.
Penggunaan safety glasses pada saat pengelasan sangat penting karena
safety glasses dapat melindungi mata pekerja dari risiko percikan api
yang timbul akibat pengelasan yang dapat mengenai dan melukai mata
pekerja.
2. Pekerja tidak menggunakan masker pada saat melakukan pengelasan. Hal
ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain, pertama, pada pekerjaan
pemasangan nut, pekerja tidak menggunakan masker karena asap yang
ditimbulkan dari stud weld (alat pengelasan untuk memasang nut) tidak
terlalu banyak. Sebenarnya, ketika melakukan proses pengelasan,
termasuk pemasangan nut, pekerja wajib untuk memakai masker untuk
melindungi pekerja dari bahaya paparan asap dan debu yang ditimbulkan
dari proses pengelasan. Asap dan debu yang ditimbulkan pada proses
pengelasan sangat berbahaya bagi paru-paru dan dapat mengganggu
pernapasan pekerja. Asap dan debu yang ditimbulkan oleh stud weld
memang tidak terlihat, tetapi asap yang ditimbulkannya tetap memiliki
bahaya. Banyak pekerja yang menganggap bahwa hal tersebut tidak
139
berbahaya sehingga banyak dari mereka yang tidak menggunakan masker
pada saat melakukan pemasangan nut. Kedua, pekerja tidak
menggunakan masker karena merasa gerah dan tidak nyaman ketika
memakainya.
Tindakan pekerja yang tidak menggunakan safety glasses dan masker
pada saat mengelas belum sesuai dengan teori Suhulman (2008) yang
mengatakan bahwa setiap pekerja pengelasan harus memakai apron, sarung
tangan dan perlengkapan pelindung lain, sarung tangan yang kering untuk
melindungi tangan dari kemungkinan terkena aliran listrik (electric shock),
pakailah penutup mulut dan hidung sebagai filter agar asap dan gas yang
timbul pada saat pengelasan tidak berbahaya bagi kesehatan. Selain itu,
Rijanto (2011) juga mengatakan bahwa pada waktu melaksanakan pekerjaan,
badan kita harus benar-benar terlindung dari kemungkinan terjadinya
kecelakaan. Untuk melindungi diri dari risiko yang ditimbulkan akibat
kecelakaan maka badan kita perlu menggunakan alat-alat pelindung ketika
melaksanakan suatu pekerjaan. Personal Protective Equipment atau Alat
Pelindung Diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk
melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya
kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia,
biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik, dan lainnya.
Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah pekerja yang tidak
menggunakan APD dengan benar, antara lain:
140
1. Foreman dan group leader memberikan pelatihan kepada pekerja cara
memelihara APD yang mereka gunakan, khususnya safety glasses,
sehingga safety glasses tersebut nyaman digunakan dan tidak cepat rusak.
Menurut The Trainer’s Library (1978) dalam Helliyanti (2009), pelatihan
adalah kegiatan yang didesain untuk membantu meningkatkan pekerja
memperoleh pengetahuan, keterampilan dan meningkatkan sikap,
perilaku yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik
yang sekarang menjadi tanggungjawabnya sehingga tujuan organisasi
dapat tercapai. Peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan
perubahan perilaku, tetapi pengetahuan sangat penting diberikan sebelum
individu melakukan suatu tindakan. Tindakan akan sesuai dengan
pengetahuan apabila individu menerima isyarat yang cukup kuat
memotivasi dia bertindak sesuai dengan pengetahuannya.
2. Pekerja harus segera melapor kepada group leader jika APD yang
mereka gunakan sudah rusak sehingga dapat segera diganti.
3. Meningkatkan pengawasan kepada pekerja setiap harinya dalam
penggunaan APD pada saat mengelas dan menindak tegas pekerja yang
diketahui tidak menggunakan APD pada saat mengelas. Dari hasil
penelitian oleh Meisya (2008) secara statistik terdapat hubungan antara
pengawasan dengan perilaku tidak selamat. Disebutkan bahwa
pengawasan dari supervisor secara langsung akan berpengaruh baik pada
perilaku selamat pekerjanya.
141
6.2.6 Gambaran Pengisian/Pembebanan yang Tidak Sesuai
Pengisian atau pembebanan yang tidak sesuai dalam penelitian ini
adalah membawa panel secara berlebihan melebihi dari jumlah atau standar
yang diizinkan. Jumlah panel maksimal yang diizinkan untuk dibawa yaitu
10 kg atau 5 buah panel ringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat seorang pekerja yang membawa beban melebihi dari jumlah yang
diizinkan. Pekerja tersebut mengatakan bahwa dirinya biasa membawa 30
buah panel ringan. Jumlah yang dibawa oleh pekerja tersebut melebihi dari
jumlah panel maksimal yang diizinkan. Pekerja tersebut beralasan agar lebih
efisien dan agar pekerjaannya cepat selesai dan hal itu dilakukan tanpa seizin
group leader.
Tindakan yang dilakukan oleh pekerja tersebut sangat berbahaya
karena jika beban panel yang diangkat oleh seorang pekerja terlalu banyak
dikhawatirkan akan membahayakan dirinya sendiri. Apalagi panel-panel
yang dibawa pekerja sangat tajam dan ketika pekerja membawa panel dalam
jumlah yang berlebih, tiba-tiba suatu hal yang tidak diinginkan terjadi,
misalnya pekerja tersebut jatuh, maka panel-panel yang tajam itu dapat
melukai dirinya. Hal ini sesuai dengan teori Hendarta (2012) yang
mengatakan bahwa penyebab lain terjadinya kecelakaan kerja adalah akibat
beban yang berlebihan sehingga melebihi kemampuan tubuh dalam
menyangga (over load). Membawa atau mengangkat barang yang terlalu
berat, terlalu besar, dan sulit untuk dipegang akan membahayakan diri kita.
142
Oleh karena itu, jika pekerja ingin membawa panel dalam jumlah
yang banyak, hendaklah menggunakan kereta dorong yang telah disediakan.
Cara ini lebih aman dan efisien dibandingkan harus membawanya sendiri.
Cara ini juga sesuai dengan Hendarta (2012) yang mengatakan bahwa akan
jauh lebih aman bagi pekerja untuk meminta bantuan orang lain atau
menggunakan alat bantu saat menemui barang-barang yang berat dalam
bekerja.
6.2.7 Gambaran Cara Mengangkat yang Salah
Cara mengangkat yang salah dalam penelitian ini adalah mengambil
panel tidak mengikuti instruksi yang diberikan oleh foreman dan group
leader. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara mengangkat panel yang
benar adalah dalam posisi agak jongkok dengan bertumpu pada lutut atau
kaki, kemudian pada saat membawanya tubuh harus berada dalam posisi
tegak. Akan tetapi, masih ada beberapa pekerja yang melakukan cara yang
salah dalam mengangkat panel, yaitu dengan tubuh membungkuk. Hal ini
dilakukan oleh pekerja karena mereka lupa atau terburu-buru. Selain itu,
dengan membungkuk dinilai lebih cepat dibandingkan harus dengan posisi
agak jongkok dan menilai posisi tersebut nyaman bagi dirinya.
Mengangkat beban dengan cara membungkuk seperti yang dilakukan
oleh beberapa pekerja di unit welding merupakan cara mengangkat beban
yang kurang tepat. Mengangkat beban dengan posisi membungkuk berarti
pekerja tersebut menggunakan tulang punggung sebagai tumpuannya.
Menurut Solihin (2005), tulang punggung manusia bukanlah mesin angkat
143
yang efisien dan dapat mudah rusak bila dipergunakan cara–cara yang tidak
benar. Selain itu, hal ini sangat berbahaya karena penggunaan otot-otot
punggung dan tulang belakang yang berlebihan dan kesalahan dalam
aktivitas mengangkat sangat memungkinkan pekerja pengangkut barang akan
mengalami gangguan nyeri punggung bawah (Nurmianto, 1996).
Menurut Nurmianto (1996), pekerjaan mengangkat barang sering
menyebabkan cedera pada punggung bawah. Pekerjaan mengangkut barang
adalah satu pekerjaan yang berisiko terjadinya cedera kesakitan pada
punggung. Pekerjaan ini membutuhkan aktivitas mengangkat beban yang
cukup berat dan berulang-ulang sehingga membutuhkan peran yang sangat
besar dari otot-otot punggung dan tulang belakang. Menurut Sidharta (1984)
dalam Noor (2011), penggunaan otot yang berlebihan dapat terjadi pada saat
tubuh dipertahankan dalam posisi statik atau posisi yang salah untuk jangka
waktu yang cukup lama dimana otot-otot di daerah punggung akan
berkontraksi untuk mempertahankan postur tubuh yang normal atau pada saat
aktivitas/gerakan yang menimbulkan beban mekanik yang berlebihan pada
otot-otot punggung bawah, misalnya mengangkat beban yang berat dengan
posisi yang salah (tubuh membungkuk) dengan lutut lurus dan jarak beban
jauh dari tubuh.
Sebanyak 80% populasi orang dewasa dalam rentan hidupnya akan
mengalami cedera punggung bawah. Cedera ini biasanya disebabkan oleh
kesalahan dalam teknik mengangkat suatu benda dan juga penggunaan yang
berlebihan. Dengan menggunakan teknik mengangkat yang benar diikuti
144
dengan latihan penguluran dan penguatan, Anda dapat mengurangi risiko
cedera punggung. Sekitar 74% cedera tulang belakang disebabkan karena
aktivitas mengangkat. Mengingat tingginya risiko cedera tulang belakang
pada aktivitas mengangkat maka hal ini perlu mendapatkan perhatian
tersendiri dengan teknik mengangkat yang benar (Tarwaka, 2004).
Menurut Silalahi (1985), sewaktu mengangkat dan membawa, bagian
tubuh yang paling terpengaruh dan dapat cedera adalah tulang punggung.
Ketegangan yang diderita tulang punggung semakin berat (diukur dalam
kilogram gaya) jika beban semakin berat. Teknik mengangkat dan membawa
yang tepat akan memungkinkan beban maksimum karena beban tersebut
tidak lagi tergantung pada tulang punggung melainkan pada otot tubuh.
Teknik ini hanya dapat diterapkan melalui latihan. Secara garis besar, teknik
mengangkat yang benar menurut Tarwaka (2004), yaitu:
1. Posisi tulang belakang dan punggung harus tetap lurus atau tidak
membungkuk.
2. Kedua tungkai ditekuk ke arah posisi jongkok sehingga tenaga angkat
yang digunakan untuk mengangkat beban tidak murni berasal dari
kontraksi otot-otot punggung.
3. Pegangan atau handling terhadap barang yang akan diangkat harus kuat.
4. Lengan berada sedekat mungkin dengan badan
5. Dagu segera ditarik setelah kepala ditegakkan
6. Posisi kaki merenggang untuk membagi momentum dalam posisi
mengangkat.
145
7. Badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, gaya untuk gerakan
dan perimbangan.
8. Beban diusahakan sedekat mungkin dengan garis vertical yang melalui
pusat gravitasi tubuh.
9. Untuk beban yang akan diangkat, usahakan pada posisi yang tidak terlalu
rendah.
10. Usahakan jumlah beban yang akan diangkat tidak melebihi batas
kemampuan individu yang akan mengangkat.
Oleh karena itu, untuk mencegah pekerja melakukan cara mengangkat
panel yang salah, sebaiknya group leader memberikan pelatihan kepada
pekerja akan teknik atau cara mengangkat panel yang baik dan benar sesuai
dengan teknik yang diutarakan oleh Tawarka (2004). Selain itu, dengan
pelatihan tersebut juga dapat memberikan pengetahuan kepada pekerja akan
risiko bahaya yang timbul akibat cara mengangkat yang salah. Berdasarkan
ILO (1989), pelatihan merupakan komponen utama dari beberapa program
keselamatan dan kesehatan kerja. Dengan pendidikan dan pelatihan, pekerja
mengetahui faktor-faktor bahaya di tempat kerja, risiko bahaya, kerugian
akibat kecelakaan yang ditimbulkan, bagaimana cara kerja yang baik, serta
mengetahui tanggung jawab dan tugas dari manajemen dalam meningkatkan
kewaspadaan mereka terhadap bahaya potensial.
6.2.8 Gambaran Posisi Tubuh yang Salah
Posisi tubuh yang salah dalam penelitian ini adalah postur tubuh
pekerja yang janggal pada saat melakukan pengelasan. Menurut Suma’mur
146
(1999), sikap atau posisi tubuh dalam bekerja memiliki hubungan yang
positif dengan timbulnya kelelahan kerja. Tidak peduli apakah pekerja harus
berdiri, duduk, atau dalam sikap posisi kerja yang lain, dimana
pertimbangan-pertimbangan ergonomik yang berkaitan dengan sikap/posisi
kerja akan sangat penting. Menurut Wignjosoebroto (2003), beberapa jenis
pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadang-kadang
cenderung untuk tidak mengenakkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa
pekerja selalu berada pada sikap dan posisi kerja yang tidak nyaman dan
berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan
mengakibatkan pekerja cepat lelah, melakukan banyak kesalahan, dan
menderita cacat tubuh. Postur yang baik merupakan bagian penting dalam
pemeliharaan diri.
Posisi yang tidak nyaman dalam bekerja seperti yang diutarakan oleh
Wignjosoebroto (2003), juga dirasakan oleh sebagian besar pekerja di unit
welding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka melakukan pengelasan
dalam posisi berdiri selama kurang lebih 8 jam kerja. Posisi mereka pada saat
berdiri adalah dengan tubuh membungkuk. Menurut hasil wawancara dan
observasi yang dilakukan oleh peneliti hal ini disebabkan karena posisi meja
panel (jig) tempat mereka mengelas agak lebih rendah sehingga mereka harus
membungkuk. Menurut salah satu informan tinggi meja panel tersebut sekitar
90 cm. Mereka merasa, posisi tersebut membuat anggota tubuh mereka terasa
nyeri, seperti leher dan punggung, serta terasa lelah.
147
Posisi tubuh pekerja yang agak membungkuk pada saat berdiri tidak
sesuai dengan teori Wignjosoebroto (2003) yang mengatakan bahwa ketika
berdiri harus berada dalam posisi yang benar untuk menjaga otot-otot dan
tubuh dalam kondisi yang baik. Untuk itu, pekerja harus menghindari sikap
malas, posisi punggung yang membungkuk atau posisi tubuh yang membuat
lekukan pada tulang punggung ketika sedang bekerja. Saat berjalan harus
dibiasakan berdiri dengan benar, berat tubuh harus terbagi sama rata untuk
mendapatkan keseimbangan tubuh. Selain dari sikap tubuh saat berdiri, sikap
duduk yang baik pun penting diperhatikan untuk mencegah kelelahan pada
umumnya dan ketegangan pada punggung. Sikap duduk yang baik yaitu
punggung tegak dan posisi duduk menekan bagian belakang.
Keluhan yang dirasakan pekerja yang diakibatkan oleh posisi berdiri
mereka yang agak membungkuk juga senada dengan yang dikemukakan oleh
dr. Beverly Marr dalam Koran Jakarta (2012) yang mengatakan bahwa
perubahan postur tubuh yang terjadi akibat terlalu sering duduk atau berdiri
dalam posisi yang salah tidak hanya menyebabkan nyeri berkepanjangan,
tetapi juga dapat memengaruhi kesehatan tubuh secara menyeluruh. Postur
tubuh yang buruk dapat membuat seseorang merasa sakit dan nyeri, terutama
di area punggung dan leher. Selain itu, posisi tubuh yang membungkuk
membuat seseorang tidak bisa bernapas dengan lancar sehingga menjadi
mudah lelah. Area perut yang selalu dalam kondisi menekuk juga dapat
mengganggu kerja pencernaan.
148
Menurut Wignjosoebroto (2003) membiasakan diri dengan kondisi
postur yang baik akan membantu dalam mencegah berbagai gangguan fisik,
seperti kelelahan, memperbaiki bentuk tubuh, memberi kesan penampilan
diri lebih luwes dan tidak kaku. Disiplin diri merupakan unsur yang
menentukan bagi suatu kepribadian yang tertib, tenang, menyenangkan serta
menyehatkan. Berdiri dalam posisi yang benar akan menjaga otot-otot dan
tubuh dalam kondisi yang baik.
Oleh karena itu, untuk menjaga posisi tubuh pekerja pada posisi yang
baik dan benar pada saat pengelasan, sebaiknya meja panel yang digunakan
untuk mengelas didesain kembali dengan mempertimbangkan faktor
ergonomi sehingga dapat membuat pekerja berada dalam posisi yang nyaman
dan benar pada saat pengelasan dan hal ini juga dapat mencegah risiko
kelelahan dan nyeri otot akibat posisi yang salah dalam bekerja. Hal ini
sesuai dengan Suma’mur (1999), yang mengatakan bahwa pertimbangan-
pertimbangan ergonomik yang berkaitan dengan sikap/posisi kerja sangat
penting.
6.2.9 Gambaran Memperbaiki Peralatan yang Sedang Beroperasi
Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi dalam penelitian ini
adalah membetulkan alat pengelasan yang rusak dalam kondisi mesin masih
menyala. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian informan yang merupakan
pekerja, memperbaiki sendiri alat pengelasan mereka yang mengalami
kerusakan, seperti mengganti tip gun yang mengalami kerusakan atau
mengganti selang yang bocor. Hal ini mereka lakukan karena alat pengelasan
149
mereka perbaiki hanya rusak ringan. Selain itu, mereka memilih untuk
memperbaiki sendiri alat pengelasan mereka yang rusak ringan karena hal itu
jauh lebih cepat, lebih efektif, dan menghemat waktu daripada mereka harus
memanggil maintenance, mengingat mereka harus dapat mencapai target
produksi yang telah ditentukan. Hal tersebut juga diperbolehkan oleh group
leader mereka. Pada saat mereka memperbaiki alat pengelasan mereka yang
mengalami kerusakan, mereka telah mematikan terlebih dahulu mesin dari
alat pengelasan tersebut.
Tindakan pekerja yang memperbaiki sendiri alat pengelasan yang
mengalami kerusakan adalah termasuk melakukan pekerjaan tanpa
wewenang karena prosedur yang benar jika ada alat-alat pengelasan yang
mengalami kerusakan mereka wajib melapor kepada maintenance karena
maintenance adalah pihak yang bertanggung jawab dan ahli untuk
memperbaiki alat-alat pengelasan yang mengalami kerusakan, baik itu rusak
ringan maupun rusak berat. Pekerjaan memperbaiki alat-alat pengelasan
mempunyai risiko. Oleh karena itu, hal tersebut harus dilakukan oleh orang-
orang yang mempunyai keahlian untuk memperbaikinya dan jika dilakukan
oleh orang-orang yang tidak mempunyai keahlian, dikhawatirkan akan
menimbulkan risiko yang berbahaya.
Risiko tersebut dapat terlihat pada satu kasus kecelakaan kerja yang
pernah terjadi di unit welding, dimana ada salah seorang pekerja yang lupa
mematikan mesin dari spot welding gun yang sedang dia perbaiki. Akibatnya
tombol switch dari alat tersebut tertekan olehnya dan pada akhirnya jarinya
150
terjepit diantara kedua tembaga pada spot welding gun. Kasus tersebut
bertolak belakang dengan teori yang diungkapkan oleh Suhulman (2008)
dimana dalam memperbaiki peralatan kerja yang menggunakan aliran listrik,
diharuskan untuk mematikan terlebih dahulu aliran listrik pada alat tersebut
karena untuk mengisolir bagian sistem tenaga listrik pada alat tersebut agar
aman untuk kerja ketika memperbaikinya. Memperbaiki peralatan yang
sedang beroperasi atau memperbaiki peralatan tanpa mematikan terlebih
dahulu aliran listriknya merupakan suatu tindakan yang sangat berbahaya
yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Sebagai contoh, ada seorang
pekerja yang sedang memperbaiki suatu mesin/peralatan, tiba-tiba tanpa
disengaja mesinnya menyala dan pada akhirnya membahayakan pekerja
tersebut.
Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya kasus serupa, sebaiknya
group leader untuk tidak mengizinkan atau menganjurkan pekerja untuk
memperbaiki sendiri alat pengelasan yang mengalami kerusakan. Hal
tersebut memiliki risiko bahaya bagi pekerja yang memperbaikinya dan
pekerja tersebut juga tidak mempunyai keterampilan untuk memperbaiki alat
pengelasan yang mengalami kerusakan.
6.2.10 Gambaran Berkelakar atau Bersenda Gurau
Berkelakar atau bersenda gurau dalam penelitian ini adalah bercanda
dengan sesama rekan kerja pada saat melakukan pengelasan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada umumnya bentuk senda gurau yang dilakukan oleh
pekerja pada saat bekerja adalah mengobrol dengan sesama rekan kerja. Para
151
informan mengatakan senda gurau yang mereka lakukan bertujuan untuk
menghilangkan kejenuhan dan stress akibat pekerjaan mereka dan
lingkungan kerja mereka yang dirasa kurang menyenangkan. Mereka juga
mengatakan senda gurau yang mereka lakukan tidak berbahaya.
Senda gurau pada saat bekerja dapat mengganggu konsentrasi mereka
pada saat melakukan pengelasan seperti yang dikemukakan oleh Apri (2012)
yang mengatakan bahwa bersenda gurau pada saat bekerja sangat dilarang
karena dapat mengganggu konsentrasi pekerja sehingga pekerja kurang fokus
terhadap pekerjaannya, apalagi jika pekerja tersebut bekerja dengan peralatan
atau tempat kerja yang berbahaya. Hal tersebut akan membuat pekerja
berpotensi untuk melakukan kesalahan dalam bekerja yang akibatnya dapat
menyebabkan kecelakaan kerja. Bersenda gurau pada saat bekerja merupakan
suatu perilaku yang harus dihilangkan karena dapat mengakibatkan kejadian
yang sangat fatal sehingga tidak hanya menyebabkan kerugian material,
tetapi juga dapat menyebabkan kerugian non material.
Oleh karena itu, untuk mencegah risiko kecelakaan kerja akibat
bersenda gurau pada saat bekerja, sebaiknya group leader mengingatkan dan
mengawasi pekerja agar tetap fokus pada saat mengelas. Menurut Sarwono
(1991), dengan pengawasan yang dilakukan secara berkala dan intens kondisi
yang berbahaya atau kegiatan yang tidak aman dapat diketahui dengan segera
dan dapat dilakukan usaha untuk memperbaikinya.
152
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, dapat disimpulkan bahwa dari
15 bentuk perilaku tidak aman yang diteliti, terdapat 5 bentuk perilaku tidak aman
yang tidak ditemukan di unit welding yang meliputi gagal dalam memberi
peringatan, bekerja dengan kecepatan berbahaya, membuat alat pengaman tidak
berfungsi, menggunakan peralatan yang tidak sesuai, bekerja di bawah pengaruh
alkohol dan obat-obatan. Sisanya, terdapat 10 bentuk perilaku tidak aman yang
ditemukan di unit welding PT. Gaya Motor yang meliputi:
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang yaitu pekerja membantu pekerjaan
temannya yang belum selesai di pos lain yang masih dikuasainya, tetapi
mereka melakukan hal itu tanpa seizin group leader. Hal ini terjadi karena
terkadang pekerja tersebut lupa untuk izin terlebih dahulu kepada group leader.
2. Gagal dalam mengamankan yaitu group leader tidak memberikan tanda
peringatan/pengumuman yang menandakan bahwa alat tersebut sedang
mengalami kerusakan karena sesuai dengan prosedur mereka akan segera
melaporkannya kepada maintenance. Kemudian, pada saat itu juga
maintenance akan memperbaiki alat tersebut dan akan menginformasikan
kepada pekerja lain bahwa ada alat pengelasan yang mengalami kerusakan.
3. Menghilangkan alat pengaman yaitu terlihat pada gerinda pada gerinda
sebenarnya memang memiliki alat pengaman yaitu pelindung cakram, tetapi
153
pelindung cakram tersebut sengaja dilepas karena mengganggu proses produksi
dan pencapaian target produksi. Hal itu juga sudah mendapatkan persetujuan
dari foreman.
4. Menggunakan peralatan yang rusak yaitu terdapat pekerja yang tetap
menggunakan alat kerjanya yang rusak karena dia merasa pekerjaannya sedang
banyak dan takut pekerjaannya terbengkalai sehingga dia menunda untuk
melaporkannya kepada maintenance. Padahal prosedur yang benar jika alat
kerja yang mereka gunakan rusak adalah segera melaporkannya kepada
maintenance.
5. Tidak menggunakan APD dengan benar, meliputi yang pertama, pekerja tidak
menggunakan masker yang disebabkan karena merasa gerah ketika
memakainya, operator stud weld terkadang tidak menggunakan masker karena
menurutnya asap yang ditimbulkan oleh stud weld tidak begitu banyak, dan ada
pekerja yang tidak memakai masker dengan alasan lupa akibat terburu-buru.
Kedua, pekerja tidak menggunakan safety glasses karena safety glasses yang
mereka gunakan sudah kusam akibat kesalahan pekerja dalam membersihkan
safety glasses tersebut sehingga bila dipakai akan mengganggu pandangan
pekerja dalam pengelasan dan ada juga pekerja yang malas menggunakannya.
Beberapa pekerja melakukan hal tersebut di luar sepengetahuan group leader
mereka karena hal tersebut memang tidak boleh dilakukan.
6. Pengisian/pembebanan yang tidak sesuai yaitu masih terdapat pekerja yang
membawa panel melebihi jumlah maksimal panel yang boleh dibawa. Pekerja
tersebut membawa 30 buah panel ringan karena cara tersebut dinilai lebih cepat
154
dan efisien dan pekerja tersebut melakukannya tanpa sepengetahuan group
leader.
7. Cara mengangkat yang salah yaitu terdapat beberapa pekerja yang mengangkat
panel dengan tubuh membungkuk. Hal ini dilakukan oleh pekerja karena
mereka lupa atau terburu-buru. Selain itu, mereka menilai dengan
membungkuk dinilai lebih cepat dibandingkan harus dengan posisi agak
jongkok menilai posisi tersebut nyaman bagi mereka.
8. Posisi tubuh yang salah yaitu pada saat bekerja rata-rata pekerja mengelas
dalam posisi berdiri dengan tubuh membungkuk. Hal ini dikarenakan posisi
meja panel (jig) tempat mereka mengelas agak lebih rendah dari tubuh pekerja.
Hal ini yang mungkin membuat pekerja sering merasa pegal-pegal.
9. Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi, dalam hal ini ditemukan
pekerja yang melakukan pekerjaan tanpa wewenang yaitu sebagian pekerja,
memperbaiki sendiri alat pengelasan mereka yang mengalami kerusakan,
seperti mengganti tip gun yang mengalami kerusakan atau mengganti selang
yang bocor. Hal ini mereka lakukan karena alat pengelasan mereka perbaiki
hanya rusak ringan. Selain itu, mereka memilih untuk memperbaiki sendiri alat
pengelasan mereka yang rusak ringan karena hal itu jauh lebih cepat, lebih
efektif, dan menghemat waktu daripada mereka harus memanggil maintenance.
Padahal prosedur yang benar yang harus dilakukan oleh pekerja jika terdapat
alat kerja yang mengalami kerusakan adalah pekerja tersebut harus segera
melapor kepada maintenance karena maintenance adalah pihak yang
berwenang untuk memperbaiki segala kerusakan, baik itu ringan maupun berat,
155
pada alat-alat kerja. Sedangkan pada saat memperbaikinya, pada umumnya
pekerja akan mematikan terlebih dahulu mesin pengelasan yang akan mereka
perbaiki, tetapi pernah terjadi kasus kecelakaan kerja yang disebabkan pekerja
lupa untuk mematikan mesin pengelasan yang sedang dia perbaiki.
10. Bersenda gurau pada saat bekerja yaitu pada saat bekerja/mengelas pekerja
terkadang mengobrol dengan sesama rekan kerjanya. Hal ini mereka lakukan
bertujuan untuk menghilangkan kejenuhan dan stres akibat pekerjaan mereka
dan lingkungan kerja mereka yang dirasa kurang menyenangkan.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka peneliti memberikan beberapa
saran-saran berdasarkan hasil penelitian dan saran untuk penelitian lebih lanjut.
7.2.1 Saran Berdasarkan Hasil Penelitian
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti untuk mengurangi bentuk
perilaku tidak aman pada pekerja di unit welding, antara lain:
a. Umum
1. Sebaiknya perlu ditingkatkan pengawasan setiap harinya kepada
pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai peraturan yang
telah ditentukan dan memberikan sanksi tegas kepada pekerja yang
melanggarnya.
b. Khusus
1. Sebaiknya group leader memberikan tanda pengaman atau tanda
peringatan pada alat pengelasan yang mengalami kerusakan sebelum
156
maintenance datang memperbaiki. Memberikan tanda pengaman atau
tanda peringatan tersebut merupakan suatu bentuk pemberian
informasi kepada pekerja bahwa terdapat alat pengelasan yang
mengalami kerusakan dan alat tersebut tidak boleh digunakan.
2. Sebaiknya pelindung cakram pada gerinda jangan dilepas dan tetap
dipasang. Pelindung cakram tersebut dipasang dengan posisi agak
menyamping sehingga tidak menutupi permukaan panel yang akan
digerinda.
3. Setiap pekerja harus segera melapor kepada maintenance atau group
leader ketika mengetahui alat kerja yang mereka gunakan mengalami
kerusakan, baik itu rusak ringan maupun berat dan sebaiknya group
leader memberikan sanksi yang tegas terhadap pekerja yang tetap
menggunakan alat kerjanya yang rusak.
4. Sebaiknya foreman dan group leader memberikan pelatihan kepada
pekerja bagaimana cara memelihara yang baik APD yang mereka
gunakan, khususnya safety glasses sehingga safety glasses tersebut
nyaman digunakan dan tidak cepat rusak.
5. Pekerja harus segera melapor kepada group leader jika APD yang
mereka gunakan sudah rusak sehingga dapat segera diganti.
6. Sebaiknya jika pekerja ingin membawa panel dalam jumlah yang
banyak, hendaklah menggunakan kereta dorong yang telah
disediakan. Cara ini lebih aman dan efisien dibandingkan harus
membawanya sendiri.
157
7. Sebaiknya foreman dan group leader memberikan pelatihan kepada
pekerja akan teknik atau cara mengangkat panel yang baik dan benar.
8. Sebaiknya meja panel yang digunakan untuk mengelas didesain
kembali dengan mempertimbangkan faktor ergonomi sehingga dapat
membuat pekerja berada dalam posisi yang nyaman dan benar pada
saat pengelasan dan hal ini juga dapat mencegah risiko kelelahan dan
nyeri otot akibat posisi yang salah dalam bekerja.
9. Sebaiknya foreman ataupun group leader untuk tidak mengizinkan
pekerja untuk memperbaiki sendiri alat pengelasan yang mengalami
kerusakan walaupun itu hanya rusak ringan karena hal tersebut tetap
memiliki risiko bahaya bagi pekerja yang memperbaikinya dan
pekerja tersebut juga tidak mempunyai keterampilan untuk
memperbaiki alat pengelasan yang mengalami kerusakan.
7.2.2 Saran Untuk Penelitian Berikutnya
Saran untuk penelitian berikutnya adalah sebaiknya dilakukan
penelitian lanjutan secara kualitatif mengenai penyebab dasar perilaku tidak
aman pada pekerja di unit welding PT. Gaya Motor ataupun di perusahaan
lain, khususnya yang bergerak di bidang industri manufaktur.
158
DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, P dan Dewi. 1999. Jurnal Keselamatan Kerja Pada Proses Pengelasan Di
Laboratorium Proses Produksi FTI- UAJ. Jurnal Teknologi Industri. Universitas
Atmajaya: Bandung
Apri. 2012. Unsafe Action dan Unsafe Condition dalam
http://qhseconbloc.wordpress.com/2012/01/26/unsafe-action-unsafe-condition/
diakses pada tanggal 12 Juni 2012 pukul 16.08 WIB
Bintoro, A. 1999. Dasar – Dasar Pekerjaan Las. Kanisius: Yogyakarta
Bird, E. Frank, Germain, L. George. 1990. Practical Loss Control Leadership. Institute
Publishing: Georgia
Dessler, Gerry. 1986. Manajemen Personalia. Erlangga: Jakarta.
Djamiko. 2008. Modul Teori Pengelasan Logam. Jurusan Pendidikan Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNY: Yogyakarta
Hadari, Nawawi.1987. Metode Penelitian Sosial. Gajah Mada University Press:
Yogyakarta
Harsono, Toshie. 1996. Teknologi Pengelasan Logam. Pradnya Paramita: Jakarta
Heinrich, H.W. 1980. Industrial Accident Prevention. Mc. Graw Hill Book Company:
New York.
Helliyanti, Putri. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Tidak Aman
Di Dept. Utility And Operation, PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk Divisi Bogasari
Flour Mills Tahun 2009. Skripsi. FKM UI: Depok
Hendarta, Dimas. 2012. Ketika Punggung Anda Menjerit dalam
http://medicine.uii.ac.id/index.php/Artikel/Ketika-Punggung-Anda-Menjerit.html
diakses pada tanggal 15 Juli 2012 pukul 21.18 WIB
159
International Labor Office. 1989. Pencegahan Kecelakaan. PT. Pustaka Binaman
Presindo: Jakarta
International Labour Organization. 2004. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Indonesia. International Labour Organization: Manila
Koran Jakarta. 2012. Postur Tubuh Kurang Baik Picu Penampilan Tak Menarik dalam
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/93622 diakses pada tanggal 17
Agustus 2012 pukul 17.00 WIB
Maanaiya, Iman. 2005. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Tidak Aman
(Unsafe Action/Substandard Practice) Pekerja di Bagian Press PT. YIMM Tahun
2005. Tesis. FKM UI: Depok
Meisya, Nur, 2008. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Tidak Selamat
pada Pekerja Bagian Produksi PT. X. Skripsi. FKM UI: Depok.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Rosdakarya: Bandung
Nainggolan, Sonya. 2011. Karyawan Melakukan Kesalahan dalam
http://vibizmanagement.com/journal/index/category/human_resources/502/155
diakses pada tanggal 14 Agustus 2012 pukul 12.53 WIB
Neldi, Mellysa P. 2011. Analisis Ketepatan Pelaksanaan Identifikasi Bahaya dan
Tindakan Mitigasinya Ditinjau dari Teknik MORT di Wellwork & Competition
Department PT. X Tahun 2011. Skripsi. FKIK UIN: Jakarta
Noor, Yuliza. 2011. Hubungan Teknik Mengangkat Beban Dengan Keluhan Low Back
Pain (LBP) Pada Pekerja Pengangkut Barang Di Pasar Klewer Surakarta.
Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan UMS: Surakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 1993. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta
__________. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Andi Offset:
Yogyakarta
160
__________. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta
__________. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Rineka Cipta: Jakarta
Nurmianto, Eko. 1996. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Guna Widya:
Surabaya
Poerwandari, E.K. 2009. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia.
LPSP3 UI: Depok
Prasetiyo, Buyung L.H. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Keselamatan Kerja Pada PT. X Semarang Tahun 2011. Skripsi. FKM UNDIP:
Semarang
Prastowo, Andi. 2010. Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif,
Diva Press: Jogyakarta
Pratiwi, Shinta. 2009. Tinjauan Faktor Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Konstruksi
Bagian Finishing PT. Waskita Karya Proyek Pembangunan Fasilitas Dan Sarana
Gelanggang Olahraga (GOR) Boker, Ciracas, Jakarta Timur Tahun 2009. Skripsi.
FKM UI: Depok
PT. Jamsostek. 2012. Upaya Tekan Kecelakaan, Jamsostek Gelar Latihan K3 dalam
http://www.jamsostek.co.id/content/news.php?id=2842/ diakses pada tanggal 26
Mei 2012 pukul 17.10 WIB
Ramli, Soehatman. 2009. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS
18001. Dian Rakyat: Jakarta
__________. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif K3. Dian
Rakyat: Jakarta
Rijanto, Boedi. 2011. Pedoman Pencegahan Kecelakaan Di Industri. Mitra Wacana
Media: Jakarta
Santoso, Gempur. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:
Prestasi Pustaka
161
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1991. Teori-Teori Psikologi Sosial. CV. Rajawali: Jakarta
Satori, Djam’an dan Aan Komariah. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Alfabeta:
Bandung
Silalahi, Bennet N.B. 1985. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. PT. Pustaka
Binaman Pressindo: Jakarta
Sirait, Grace B. 2011. Analisis Perilaku Berisiko Pada Pekerja Pengelasan Di Jalan
Mahkamah Medan Tahun 2011. Skripsi. FKM USU: Medan
Solihin, Iin, dkk. 2005. Mengikuti Prosedur Keselamatan, Kesehatan Kerja, Dan
Lingkungan. Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta.
Sudrajat, Akhmad. 2008. Bahan Kuliah Manajemen SDM dalam
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/05/konsep-disiplin-kerja/ diakses pada
tanggal 23 Juni 2012 pukul 23.31 WIB
Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta: Bandung
Suharno. 2008. Prinsip-Prinsip Teknologi dan Metalurgi Pengelasan Logam. UNS
Press: Surakarta
Suhulman, dkk. 2008. Pedoman Keselamatan Kerja Non Radiasi. BATAN: Bandung
Suma’mur, P.K. 1989. Keselamatan Kerja & Pencegahan Kecelakaan. PT. Toko
Gunung Agung: Jakarta
__________. 1997. Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. CV. Masagung:
Jakarta
__________. 1999. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. CV Haji: Jakarta
162
Stup, Richard. 2001. Standard Operating Procedures : A Writing Guide. Dairy dalam
http://dairyalliance.psu.edu/pdf/ud011.pdf diakses pada tanggal 6 Oktober 2012
pukul 14.15 WIB
Tanjung, Mastar’ain. 2005. Pahami Kejahatan Narkoba. Letupan Indonesia: Jakarta
Tarwaka, Shoichul dan Lilik S. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja
dan Produktivitas. Unisba Press: Surakarta
Wignjosoebroto, S. 2003. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Gunawidya: Jakarta
163
LAMPIRAN-LAMPIRAN
164
LEMBAR PERSETUJUAN (INFORM CONCERN)
Saya yang bernama Widayu Rahmidha Noer adalah mahasiswa peminatan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3), jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang Gambaran Perilaku
Tidak Aman Pada Pekerja di Unit Welding PT. Gaya Motor, Sunter II, Jakarta Utara
Tahun 2012. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesediaan Anda untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini dan saya sangat berharap kepada Anda untuk menjawab setiap pertanyaan
yang diajukan dengan sejujur-jujurnya. Setiap jawaban Anda akan dijaga kerahasiaannya dari
siapapun dan tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap kinerja Anda dan jawaban Anda
hanya akan dipergunakan dalam penelitian ini. Partisipasi informan bersifat sukarela, Anda
boleh menerima atau menolak penelitian ini. Bila setelah penelitian ini berlangsung, Anda tidak
berkenan melanjutkan wawancara, Anda berhak menghentikannya. Nama Anda sebagai
informan tidak akan dipublikasikan kepada siapapun. Untuk itu saya sangat mengharapkan Anda
untuk dapat meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara dengan peneliti.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kesediaan Anda
menjadi informan pada penelitian ini. Semoga bantuan dan kerjasama Anda menjadi amal
ibadah yang bernilai di sisi-Nya.
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Umur :
No. Telp :
Jabatan :
Bersedia secara sukarela untuk menjadi informan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
dengan judul Gambaran Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja di Unit Welding PT. Gaya
Motor Sunter II Jakarta Utara Tahun 2012. Dalam hal ini saya berjanji akan memberikan
keterangan yang sebenar-benarnya sesuai degan kebutuhan informasi yang diperlukan tanpa
rekayasa dan paksaan dari berbagai pihak.
Demikian pernyataan dan informasi yang saya sampaikan, semoga dapat dipergunakan
dengan sebaik-baiknya demi kepentingan ilmu pengetahuan dan kemajuan dalam peningkatan
keselamatan dalam bekerja pada umumnya.
Jakarta,
Informan Penelitian
(...........................................)
Tanda tangan dan nama terang
165
PEDOMAN WAWANCARA FOREMAN DAN GROUP LEADER WELDING
a. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang.
1. Apa saja syarat pekerja yang diberikan wewenang untuk bekerja di unit welding?
(probing: sertifikasi)
2. Bagaimana pelaksanaan wewenang tersebut? Adakah pekerjaan lain yang dilakukan
pekerja di luar dari wewenangnya? (probing: contoh)
3. Apa yang menyebabkan pekerja melakukan pekerjaan lain di luar wewenangnya?
(probing)
b. Gagal dalam memberi peringatan.
1. Apa yang Anda lakukan jika ada pekerja yang melakukan kesalahan dalam kegiatan
pengelasan? (probing: bentuk peringatan dan contohnya)
2. Mengapa Anda tidak memberikan peringatan kepada pekerja yang melakukan
kesalahan? (probing)
c. Gagal dalam mengamankan.
1. Apa yang Anda lakukan terhadap alat pengelasan yang mengalami kerusakan sebelum
diperbaiki? (probing: bentuk pengamanan)
2. Apakah Anda memberikan tanda pengaman pada alat pengelasan yang mengalami
kerusakan?
3. Mengapa Anda tidak mengamankan alat pengelasan yang mengalami kerusakan?
(probing)
d. Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya.
1. Alat pengelasan apa yang dioperasikan dengan menggunakan kecepatan?
2. Berapakah kecepatan maksimum dari alat pengelasan tersebut?
3. Berapakah kecepatan alat pengelasan yang biasa dioperasikan oleh pekerja?
e. Menghilangkan alat pengaman
1. Apa saja alat pengaman yang terdapat di peralatan pengelasan?
2. Bagaimana kenyamanan alat-alat pengaman tersebut terhadap proses pengelasan?
3. Apa yang menyebabkan ketidaknyamanan alat pengaman tersebut? (probing)
4. Apa yang dilakukan pekerja terhadap alat pengaman yang tidak nyaman tersebut?
(probing)
f. Membuat alat pengaman tidak berfungsi.
1. Apa saja alat pengaman yang terdapat di peralatan pengelasan?
2. Bagaimana kenyamanan alat-alat pengaman tersebut terhadap proses pengelasan?
3. Apa yang menyebabkan ketidaknyamanan alat pengaman tersebut? (probing)
4. Apa yang dilakukan pekerja terhadap alat pengaman yang tidak nyaman tersebut?
(probing)
g. Menggunakan peralatan yang rusak.
1. Apa yang seharusnya pekerja lakukan jika peralatan pengelasan yang digunakannya
rusak?
2. Apa yang biasanya pekerja lakukan jika peralatan pengelasan yang digunakannya rusak?
3. Apakah terdapat pekerja yang tetap menggunakan peralatan pengelasan yang rusak?
(probing)
h. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai.
1. Peralatan apa yang digunakan pada masing-masing jenis pekerjaan pengelasan?
2. Bagaimana penggunaan alat tersebut oleh pekerja di masing-masing jenis pekerjaan
pengelasan? Adakah pekerja yang menggunakan peralatan yang tidak sesuai dengan
jenis pekerjaannya?
3. Apa yang menyebabkan pekerja menggunakan peralatan yang tidak sesuai? (probing)
166
i. Tidak menggunakan APD dengan benar.
1. Jenis APD apa saja yang harus digunakan pada masing-masing jenis pekerjaan
pengelasan?
2. Bagaimana penggunaan APD tersebut oleh pekerja? (probing: cara menggunakan APD)
3. Bagaimana contoh pekerja yang tidak menggunakan APD dengan benar? (probing)
4. Apa yang menyebabkan pekerja tidak menggunakan APD dengan benar? (probing)
j. Pengisian/pembebanan yang tidak sesuai.
1. Berapakah beban maksimum press part yang boleh diangkat oleh pekerja?
2. Bagaimana beban press part yang biasa diangkat oleh pekerja? (probing: jumlah beban)
3. Apa yang menyebabkan pekerja mengangkat press part melebihi beban maksimun?
(probing)
k. Cara mengangkat yang salah
1. Bagaimana instruksi yang Anda berikan kepada pekerja dalam membawa press part?
2. Bagaimana cara pekerja dalam membawa press part tersebut? (probing: posisi tubuh
pekerja)
3. Apa yang menyebabkan cara pekerja dalam membawa press part tidak sesuai instruksi?
(probing)
l. Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi
1. Siapakah yang berwenang untuk memperbaiki peralatan pengelasan yang mengalami
kerusakan?
2. Adakah pekerja yang memperbaiki sendiri peralatan pengelasan yang mengalami
kerusakan? (probing: contoh)
3. Bagaimana kondisi mesin saat pekerja memperbaiki peralatan tersebut?
4. Mengapa pekerja memperbaiki peralatan tersebut dalam kondisi mesin masih menyala?
(probing)
m. Berkelakar atau bersenda gurau.
1. Adakah pekerja yang bersenda gurau dengan pekerja lainnya pada saat melakukan
pengelasan?
2. Mengapa pekerja bersenda gurau saat melakukan pengelasan? (probing)
167
PEDOMAN WAWANCARA PEKERJA WELDING
a. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang.
1. Jenis pekerjaan apa yang menjadi wewenang Anda?
2. Apakah Anda mempunyai sertifikasi untuk melakukan jenis pekerjaan tersebut?
3. Adakah pekerjaan lain di luar wewenang Anda yang Anda kerjakan? (probing: contoh)
4. Mengapa Anda mengerjakan pekerjaan yang di luar wewenang Anda? (probing)
b. Gagal dalam memberi peringatan.
1. Apa saja yang foreman atau teman Anda lakukan jika Anda melakukan kesalahan dalam
pengelasan? (probing: bentuk peringatan)
2. Apakah yang Anda lakukan jika teman Anda melakukan kesalahan dalam pengelasan?
(probing: bentuk peringatan)
3. Mengapa Anda tidak menegur teman Anda yang melakukan kesalahan? (probing)
c. Menggunakan peralatan yang rusak.
1. Peralatan pengelasan apa yang Anda gunakan untuk jenis pekerjaan Anda?
2. Apa yang Anda lakukan jika alat pengelasan yang Anda gunakan mengalami kerusakan?
3. Mengapa Anda tetap menggunakan alat pengelasan yang rusak? (probing)
d. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai.
1. Bagaimana Anda menggunakan peralatan pengelasan untuk jenis pekerjaan Anda?
Adakah peralatan lain di luar peralatan yang khusus untuk jenis pekerjaan Anda yang
Anda gunakan?
2. Mengapa Anda menggunakan peralatan lain yang bukan untuk jenis pekerjaan Anda?
(probing)
e. Tidak menggunakan APD dengan benar.
1. Jenis APD apa saja yang harus Anda gunakan untuk jenis pekerjaan Anda?
2. Bagaimana Anda menggunakan APD tersebut? (probing: kebiasaan penggunaan APD)
3. Mengapa Anda tidak menggunakan APD pada saat bekerja/mengelas? (probing)
f. Pembebanan/pengisian yang tidak sesuai
1. Bagaimana beban press part yang biasa Anda angkat? (probing: jumlah beban)
2. Mengapa Anda mengangkat press part melebihi beban maksimun? (probing)
g. Cara mengangkat yang salah.
1. Bagaimana cara Anda mengangkat/memindahkan press part? (probing: posisi tubuh)
2. Mengapa Anda mengangkat/memindahkan press part dengan posisi tersebut? (probing)
h. Posisi atau sikap tubuh yang salah.
1. Bagaimana posisi tubuh Anda pada saat bekerja?
2. Bagaimanakah kenyamanan dari posisi Anda dalam bekerja? (probing: keluhan)
i. Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi.
1. Apakah Anda pernah memperbaiki sendiri alat pengelasan yang mengalami kerusakan?
(probing: penyebab)
2. Bagaimana kondisi mesin pada saat Anda memperbaiki peralatan yang mengalami
kerusakan?
3. Mengapa Anda memperbaiki peralatan tersebut dalam keadaan masih menyala?
(probing)
j. Berkelakar atau bersenda gurau.
1. Apakah Anda pernah bercanda pada saat melakukan pengelasan?
2. Mengapa Anda bercanda dengan teman kerja Anda saat melakukan pengelasan?
(probing)
k. Bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan
168
1. Apakah Anda pernah mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan? (probing: jenis alkohol
atau obat-obatan)
2. Apakah Anda pernah mengkonsumsinya sebelum Anda bekerja? (probing)
3. Mengapa Anda pernah mengkonsumsinya sebelum Anda bekerja? (probing)
169
LEMBAR OBSERVASI
NO INFORMASI FAKTA DI LAPANGAN
CATATAN YA TIDAK
1. Melakukan pekerjaan tanpa
wewenang
2. Gagal dalam memberi peringatan
3. Gagal dalam mengamankan
4. Bekerja dengan kecepatan
berbahaya
5. Menghilangkan alat pengaman
6. Membuat alat pengaman tidak
berfungsi
7. Menggunakan peralatan yang rusak
8. Menggunakan peralatan yang tidak
sesuai
9. Tidak menggunakan APD dengan
benar
10. Pengisian/pembebanan yang tidak
sesuai
11. Cara mengangkat yang salah
12. Posisi atau sikap tubuh yang salah
13. Memperbaiki peralatan yang sedang
beroperasi
14. Berkelakakar atau bersenda gurau
170
MATRIKS WAWANCARA FOREMAN DAN GROUP LEADER
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Apa saja syarat pekerja yang diberikan wewenang
untuk bekerja di unit welding? (probing: sertifikasi) a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja yang diberikan
wewenang bekerja di unit welding adalah pekerja yang sebelumnya sudah
diberikan pelatihan pengelasan yang dilakukan dengan sistem OJT setiap
bulannya. Masing-masing pekerja minimal harus dapat menguasai 3 pos
pengelasan. Hasil pelatihan pekerja dicatat di dalam inventory skill.
b. Bagaimana pelaksanaan wewenang tersebut? Adakah
pekerjaan lain yang dilakukan pekerja di luar dari
wewenangnya?
a. Informan A:
Foreman mengatakan bahwa masih ada beberapa pekerja yang melakukan
pekerjaan tanpa wewenang yaitu ada pekerja yang ingin belajar di pos lain tanpa
sepengetahuan foreman dan group leader, hanya sepengetahuan operator di pos
itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan bahwa terkadang ada pekerja yang melakukan
pekerjaan yang bukan pekerjaannya antara lain ada pekerja melakukan
pengelasan di pos lain tanpa seizin group leader.
c. Apa yang menyebabkan pekerja melakukan
pekerjaan lain di luar wewenangnya? (probing) a. Informan A:
Foreman mengatakan karena pekerja tersebut ingin tahu, tetapi dia belum ter-
schedule untuk mendapatkan pelatihan di pos lain itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan karena pekerja tersebut ingin membantu pekerjaan
temannya di pos lain yang belum selesai dan terkadang pekerja tidak izin terlebih
dahulu kepada group leader.
2. Gagal dalam memberi peringatan
a. Apa yang Anda lakukan jika ada pekerja yang
melakukan kesalahan dalam kegiatan pengelasan?
(probing: bentuk peringatan dan contohnya)
a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa mereka akan menegur pekerja
yang melakukan kesalahan dalam bekerja/mengelas.
3. Menggunakan peralatan yang rusak
a. Apa yang seharusnya pekerja lakukan jika peralatan
pengelasan yang digunakannya rusak? a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja harus segera
171
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Apa saja syarat pekerja yang diberikan wewenang
untuk bekerja di unit welding? (probing: sertifikasi) a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja yang diberikan
wewenang bekerja di unit welding adalah pekerja yang sebelumnya sudah
diberikan pelatihan pengelasan yang dilakukan dengan sistem OJT setiap
bulannya. Masing-masing pekerja minimal harus dapat menguasai 3 pos
pengelasan. Hasil pelatihan pekerja dicatat di dalam inventory skill.
b. Bagaimana pelaksanaan wewenang tersebut? Adakah
pekerjaan lain yang dilakukan pekerja di luar dari
wewenangnya?
a. Informan A:
Foreman mengatakan bahwa masih ada beberapa pekerja yang melakukan
pekerjaan tanpa wewenang yaitu ada pekerja yang ingin belajar di pos lain tanpa
sepengetahuan foreman dan group leader, hanya sepengetahuan operator di pos
itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan bahwa terkadang ada pekerja yang melakukan
pekerjaan yang bukan pekerjaannya antara lain ada pekerja melakukan
pengelasan di pos lain tanpa seizin group leader.
c. Apa yang menyebabkan pekerja melakukan
pekerjaan lain di luar wewenangnya? (probing) a. Informan A:
Foreman mengatakan karena pekerja tersebut ingin tahu, tetapi dia belum ter-
schedule untuk mendapatkan pelatihan di pos lain itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan karena pekerja tersebut ingin membantu pekerjaan
temannya di pos lain yang belum selesai dan terkadang pekerja tidak izin terlebih
dahulu kepada group leader.
melaporkannya kepada maintenance atau lapor kepada foreman atau ke group
leader terlebih dahulu jika maintenance sedang tidak ada di tempat.
b. Apa yang biasanya pekerja lakukan jika peralatan
pengelasan yang digunakannya rusak? a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja akan melaporkannya
kepada maintenance atau foreman atau group leader, kecuali jika kerusakannya
masih ada toleransi, masih bisa dipakai sebentar smabil menunggu maintenance
datang dan sudah mendapatkan izin dari group leader.
4. Gagal dalam mengamankan
a. Apa yang Anda lakukan terhadap alat pengelasan a. Informan A dan B:
172
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Apa saja syarat pekerja yang diberikan wewenang
untuk bekerja di unit welding? (probing: sertifikasi) a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja yang diberikan
wewenang bekerja di unit welding adalah pekerja yang sebelumnya sudah
diberikan pelatihan pengelasan yang dilakukan dengan sistem OJT setiap
bulannya. Masing-masing pekerja minimal harus dapat menguasai 3 pos
pengelasan. Hasil pelatihan pekerja dicatat di dalam inventory skill.
b. Bagaimana pelaksanaan wewenang tersebut? Adakah
pekerjaan lain yang dilakukan pekerja di luar dari
wewenangnya?
a. Informan A:
Foreman mengatakan bahwa masih ada beberapa pekerja yang melakukan
pekerjaan tanpa wewenang yaitu ada pekerja yang ingin belajar di pos lain tanpa
sepengetahuan foreman dan group leader, hanya sepengetahuan operator di pos
itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan bahwa terkadang ada pekerja yang melakukan
pekerjaan yang bukan pekerjaannya antara lain ada pekerja melakukan
pengelasan di pos lain tanpa seizin group leader.
c. Apa yang menyebabkan pekerja melakukan
pekerjaan lain di luar wewenangnya? (probing) a. Informan A:
Foreman mengatakan karena pekerja tersebut ingin tahu, tetapi dia belum ter-
schedule untuk mendapatkan pelatihan di pos lain itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan karena pekerja tersebut ingin membantu pekerjaan
temannya di pos lain yang belum selesai dan terkadang pekerja tidak izin terlebih
dahulu kepada group leader.
yang mengalami kerusakan sebelum diperbaiki?
(probing: bentuk pengamanan)
Foreman dan group leader tidak memberikan tanda peringatan pada alat
pengelasan yang mengalami kerusakan karena mereka akan langsung
melaporkannya kepada maintenance
5. Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi
a. Siapakah yang berwenang untuk memperbaiki
peralatan pengelasan yang mengalami kerusakan? a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa orang yang berwenang untuk
memperbaiki alat pengelasan yang rusak adalah maintenance.
b. Adakah pekerja yang memperbaiki sendiri peralatan
pengelasan yang mengalami kerusakan? (probing: a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja akan memperbaiki sendiri
173
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Apa saja syarat pekerja yang diberikan wewenang
untuk bekerja di unit welding? (probing: sertifikasi) a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja yang diberikan
wewenang bekerja di unit welding adalah pekerja yang sebelumnya sudah
diberikan pelatihan pengelasan yang dilakukan dengan sistem OJT setiap
bulannya. Masing-masing pekerja minimal harus dapat menguasai 3 pos
pengelasan. Hasil pelatihan pekerja dicatat di dalam inventory skill.
b. Bagaimana pelaksanaan wewenang tersebut? Adakah
pekerjaan lain yang dilakukan pekerja di luar dari
wewenangnya?
a. Informan A:
Foreman mengatakan bahwa masih ada beberapa pekerja yang melakukan
pekerjaan tanpa wewenang yaitu ada pekerja yang ingin belajar di pos lain tanpa
sepengetahuan foreman dan group leader, hanya sepengetahuan operator di pos
itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan bahwa terkadang ada pekerja yang melakukan
pekerjaan yang bukan pekerjaannya antara lain ada pekerja melakukan
pengelasan di pos lain tanpa seizin group leader.
c. Apa yang menyebabkan pekerja melakukan
pekerjaan lain di luar wewenangnya? (probing) a. Informan A:
Foreman mengatakan karena pekerja tersebut ingin tahu, tetapi dia belum ter-
schedule untuk mendapatkan pelatihan di pos lain itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan karena pekerja tersebut ingin membantu pekerjaan
temannya di pos lain yang belum selesai dan terkadang pekerja tidak izin terlebih
dahulu kepada group leader.
contoh) peralatan pengelasan yang hanya mengalami rusak ringan, seperti mengganti tip
gun dan memperbaiki selang yang bocor pada spot gun. Hal ini dilakukan karena
cara tersebut lebih cepat dilakukan daripada harus memanggil maintenance.
c. Bagaimana kondisi mesin saat pekerja memperbaiki
peralatan tersebut? a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa biasanya pekerja sudah
mematikan terlebih dahulu mesin alat pengelasan yang akan mereka perbaiki.
Akan tetapi, foreman menambahkan bahwa pernah terjadi kecelakaan kerja yang
disebabkan karena ada seorang pekerja yang lupa untuk mematikan mesin alat
pengelasan yang sedang dia perbaiki.
174
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Apa saja syarat pekerja yang diberikan wewenang
untuk bekerja di unit welding? (probing: sertifikasi) a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja yang diberikan
wewenang bekerja di unit welding adalah pekerja yang sebelumnya sudah
diberikan pelatihan pengelasan yang dilakukan dengan sistem OJT setiap
bulannya. Masing-masing pekerja minimal harus dapat menguasai 3 pos
pengelasan. Hasil pelatihan pekerja dicatat di dalam inventory skill.
b. Bagaimana pelaksanaan wewenang tersebut? Adakah
pekerjaan lain yang dilakukan pekerja di luar dari
wewenangnya?
a. Informan A:
Foreman mengatakan bahwa masih ada beberapa pekerja yang melakukan
pekerjaan tanpa wewenang yaitu ada pekerja yang ingin belajar di pos lain tanpa
sepengetahuan foreman dan group leader, hanya sepengetahuan operator di pos
itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan bahwa terkadang ada pekerja yang melakukan
pekerjaan yang bukan pekerjaannya antara lain ada pekerja melakukan
pengelasan di pos lain tanpa seizin group leader.
c. Apa yang menyebabkan pekerja melakukan
pekerjaan lain di luar wewenangnya? (probing) a. Informan A:
Foreman mengatakan karena pekerja tersebut ingin tahu, tetapi dia belum ter-
schedule untuk mendapatkan pelatihan di pos lain itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan karena pekerja tersebut ingin membantu pekerjaan
temannya di pos lain yang belum selesai dan terkadang pekerja tidak izin terlebih
dahulu kepada group leader.
d. Mengapa pekerja memperbaiki peralatan tersebut
dalam kondisi mesin masih menyala? (probing) a. Informan A:
Foreman mengatakan bahwa pekerja tersebut terburu-buru sehingga dia lupa
untuk mematikan mesin alat pengelasan yang sedang dia perbaiki.
6. Bekerja dengan kecepatan berbahaya
a. Alat pengelasan apa yang dioperasikan dengan
menggunakan kecepatan? a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa jenis alat pengelasan yang
dioperasikan dengan menggunakan kecepatan adalah gerinda tangan.
b. Berapakah kecepatan maksimum dari alat pengelasan
tersebut? a. Informan A:
Foreman mengatakan bahwa kecepatan maksimal gerinda yang dia ketahui,
175
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Apa saja syarat pekerja yang diberikan wewenang
untuk bekerja di unit welding? (probing: sertifikasi) a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja yang diberikan
wewenang bekerja di unit welding adalah pekerja yang sebelumnya sudah
diberikan pelatihan pengelasan yang dilakukan dengan sistem OJT setiap
bulannya. Masing-masing pekerja minimal harus dapat menguasai 3 pos
pengelasan. Hasil pelatihan pekerja dicatat di dalam inventory skill.
b. Bagaimana pelaksanaan wewenang tersebut? Adakah
pekerjaan lain yang dilakukan pekerja di luar dari
wewenangnya?
a. Informan A:
Foreman mengatakan bahwa masih ada beberapa pekerja yang melakukan
pekerjaan tanpa wewenang yaitu ada pekerja yang ingin belajar di pos lain tanpa
sepengetahuan foreman dan group leader, hanya sepengetahuan operator di pos
itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan bahwa terkadang ada pekerja yang melakukan
pekerjaan yang bukan pekerjaannya antara lain ada pekerja melakukan
pengelasan di pos lain tanpa seizin group leader.
c. Apa yang menyebabkan pekerja melakukan
pekerjaan lain di luar wewenangnya? (probing) a. Informan A:
Foreman mengatakan karena pekerja tersebut ingin tahu, tetapi dia belum ter-
schedule untuk mendapatkan pelatihan di pos lain itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan karena pekerja tersebut ingin membantu pekerjaan
temannya di pos lain yang belum selesai dan terkadang pekerja tidak izin terlebih
dahulu kepada group leader.
antara lain gerinda sand disc 8500 rpm dan velcro disc 13.000 rpm.
b. Informan B:
Group leader mengatakan bahwa kecepatan maksimal gerinda sudah ditentukan
dari pabrik yang membuatnya.
c. Berapakah kecepatan alat pengelasan yang biasa
dioperasikan oleh pekerja? a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa kecepatan yang digunakan oleh
pekerja atau operator gerinda pada saat menggunakannya disesuaikan dengan
tingkat kekasaran bekas pengelasan pada panel-panel. Kecepatan yang digunakan
tidak dapat ditentukan pastinya. Pekerja tidak boleh menggunakan kecepatan
176
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Apa saja syarat pekerja yang diberikan wewenang
untuk bekerja di unit welding? (probing: sertifikasi) a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja yang diberikan
wewenang bekerja di unit welding adalah pekerja yang sebelumnya sudah
diberikan pelatihan pengelasan yang dilakukan dengan sistem OJT setiap
bulannya. Masing-masing pekerja minimal harus dapat menguasai 3 pos
pengelasan. Hasil pelatihan pekerja dicatat di dalam inventory skill.
b. Bagaimana pelaksanaan wewenang tersebut? Adakah
pekerjaan lain yang dilakukan pekerja di luar dari
wewenangnya?
a. Informan A:
Foreman mengatakan bahwa masih ada beberapa pekerja yang melakukan
pekerjaan tanpa wewenang yaitu ada pekerja yang ingin belajar di pos lain tanpa
sepengetahuan foreman dan group leader, hanya sepengetahuan operator di pos
itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan bahwa terkadang ada pekerja yang melakukan
pekerjaan yang bukan pekerjaannya antara lain ada pekerja melakukan
pengelasan di pos lain tanpa seizin group leader.
c. Apa yang menyebabkan pekerja melakukan
pekerjaan lain di luar wewenangnya? (probing) a. Informan A:
Foreman mengatakan karena pekerja tersebut ingin tahu, tetapi dia belum ter-
schedule untuk mendapatkan pelatihan di pos lain itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan karena pekerja tersebut ingin membantu pekerjaan
temannya di pos lain yang belum selesai dan terkadang pekerja tidak izin terlebih
dahulu kepada group leader.
yang tidak sesuai dengan tingkat kekasaran bekas pengelasan pada panel-panel
karena akan merusak panel-panel tersebut.
7. Menghilangkan alat pengaman dan membuat alat pengaman tidak berfungsi
a. Apa saja alat pengaman yang terdapat di peralatan
pengelasan? a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pada alat-alat pengelasan yang
digunakan di unit welding tidak memiliki alat pengaman (safety device).
8. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai
a. Peralatan apa yang digunakan pada masing-masing
jenis pekerjaan pengelasan? a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa Untuk panel dash, alat yang
177
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Apa saja syarat pekerja yang diberikan wewenang
untuk bekerja di unit welding? (probing: sertifikasi) a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja yang diberikan
wewenang bekerja di unit welding adalah pekerja yang sebelumnya sudah
diberikan pelatihan pengelasan yang dilakukan dengan sistem OJT setiap
bulannya. Masing-masing pekerja minimal harus dapat menguasai 3 pos
pengelasan. Hasil pelatihan pekerja dicatat di dalam inventory skill.
b. Bagaimana pelaksanaan wewenang tersebut? Adakah
pekerjaan lain yang dilakukan pekerja di luar dari
wewenangnya?
a. Informan A:
Foreman mengatakan bahwa masih ada beberapa pekerja yang melakukan
pekerjaan tanpa wewenang yaitu ada pekerja yang ingin belajar di pos lain tanpa
sepengetahuan foreman dan group leader, hanya sepengetahuan operator di pos
itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan bahwa terkadang ada pekerja yang melakukan
pekerjaan yang bukan pekerjaannya antara lain ada pekerja melakukan
pengelasan di pos lain tanpa seizin group leader.
c. Apa yang menyebabkan pekerja melakukan
pekerjaan lain di luar wewenangnya? (probing) a. Informan A:
Foreman mengatakan karena pekerja tersebut ingin tahu, tetapi dia belum ter-
schedule untuk mendapatkan pelatihan di pos lain itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan karena pekerja tersebut ingin membantu pekerjaan
temannya di pos lain yang belum selesai dan terkadang pekerja tidak izin terlebih
dahulu kepada group leader.
digunakan adalah spot gun dan stud weld. Untuk apron adalah spot gun dan las
CO2. Untuk cowl top alat yang digunakan adalah spot gun dan stud weld. Untuk
spot radiator adalah spot gun dan las CO2. Untuk member main floor adalah spot
gun dan projection nut. Untuk cross member memakai las CO2.
b. Bagaimana penggunaan alat tersebut oleh pekerja di
masing-masing jenis pekerjaan pengelasan? Adakah
pekerja yang menggunakan peralatan yang tidak
sesuai dengan jenis pekerjaannya?
a. Informan A dan B: Foreman dan group leader mengatakan bahwa para pekerja sudah menggunakan
alat-alat pengelasan yang sesuai dengan jenis pekerjaan pengelasan yang mereka
kerjakan.
9. Tidak menggunakan APD dengan benar
178
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Apa saja syarat pekerja yang diberikan wewenang
untuk bekerja di unit welding? (probing: sertifikasi) a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja yang diberikan
wewenang bekerja di unit welding adalah pekerja yang sebelumnya sudah
diberikan pelatihan pengelasan yang dilakukan dengan sistem OJT setiap
bulannya. Masing-masing pekerja minimal harus dapat menguasai 3 pos
pengelasan. Hasil pelatihan pekerja dicatat di dalam inventory skill.
b. Bagaimana pelaksanaan wewenang tersebut? Adakah
pekerjaan lain yang dilakukan pekerja di luar dari
wewenangnya?
a. Informan A:
Foreman mengatakan bahwa masih ada beberapa pekerja yang melakukan
pekerjaan tanpa wewenang yaitu ada pekerja yang ingin belajar di pos lain tanpa
sepengetahuan foreman dan group leader, hanya sepengetahuan operator di pos
itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan bahwa terkadang ada pekerja yang melakukan
pekerjaan yang bukan pekerjaannya antara lain ada pekerja melakukan
pengelasan di pos lain tanpa seizin group leader.
c. Apa yang menyebabkan pekerja melakukan
pekerjaan lain di luar wewenangnya? (probing) a. Informan A:
Foreman mengatakan karena pekerja tersebut ingin tahu, tetapi dia belum ter-
schedule untuk mendapatkan pelatihan di pos lain itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan karena pekerja tersebut ingin membantu pekerjaan
temannya di pos lain yang belum selesai dan terkadang pekerja tidak izin terlebih
dahulu kepada group leader.
a. Jenis APD apa saja yang harus digunakan pada
masing-masing jenis pekerjaan pengelasan? b. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa APD yang harus digunakan pada
saat melakukan pengelasan adalah kacamata, masker, otto, helm, pelindung nadi
tangan dan lengan, safety shoes, sarung tangan, kedok las buat operator las CO2.
b. Bagaimana penggunaan APD tersebut oleh pekerja?
(probing: cara menggunakan APD) a. Informan A:
Foreman mengatakan bahwa terkadang masih ada beberapa pekerja yang tidak
menggunakan APD pada saat mengelas.
b. Informan B:
Group leader mengatakan bahwa rata-rata pekerja sudah menggunakan APD
179
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Apa saja syarat pekerja yang diberikan wewenang
untuk bekerja di unit welding? (probing: sertifikasi) a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja yang diberikan
wewenang bekerja di unit welding adalah pekerja yang sebelumnya sudah
diberikan pelatihan pengelasan yang dilakukan dengan sistem OJT setiap
bulannya. Masing-masing pekerja minimal harus dapat menguasai 3 pos
pengelasan. Hasil pelatihan pekerja dicatat di dalam inventory skill.
b. Bagaimana pelaksanaan wewenang tersebut? Adakah
pekerjaan lain yang dilakukan pekerja di luar dari
wewenangnya?
a. Informan A:
Foreman mengatakan bahwa masih ada beberapa pekerja yang melakukan
pekerjaan tanpa wewenang yaitu ada pekerja yang ingin belajar di pos lain tanpa
sepengetahuan foreman dan group leader, hanya sepengetahuan operator di pos
itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan bahwa terkadang ada pekerja yang melakukan
pekerjaan yang bukan pekerjaannya antara lain ada pekerja melakukan
pengelasan di pos lain tanpa seizin group leader.
c. Apa yang menyebabkan pekerja melakukan
pekerjaan lain di luar wewenangnya? (probing) a. Informan A:
Foreman mengatakan karena pekerja tersebut ingin tahu, tetapi dia belum ter-
schedule untuk mendapatkan pelatihan di pos lain itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan karena pekerja tersebut ingin membantu pekerjaan
temannya di pos lain yang belum selesai dan terkadang pekerja tidak izin terlebih
dahulu kepada group leader.
yang lengkap pada saat mengelas.
c. Bagaimana contoh pekerja yang tidak menggunakan
APD dengan benar? (probing) a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa terkadang pekerja tidak
menggunakan masker dan kacamata pada saat mengelas.
d. Mengapa pekerja yang tidak menggunakan APD
dengan benar? (probing) a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja tidak menggunakan
masker karena merasa gerah atau panas ketika menggunakannya, sedangkan
pekerja tidak menggunakan kacamata karena terkadang kacamatan yang pekerja
gunakan sudah kusam akibat kesalahan pekerja dalam merawatnya atau
180
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Apa saja syarat pekerja yang diberikan wewenang
untuk bekerja di unit welding? (probing: sertifikasi) a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja yang diberikan
wewenang bekerja di unit welding adalah pekerja yang sebelumnya sudah
diberikan pelatihan pengelasan yang dilakukan dengan sistem OJT setiap
bulannya. Masing-masing pekerja minimal harus dapat menguasai 3 pos
pengelasan. Hasil pelatihan pekerja dicatat di dalam inventory skill.
b. Bagaimana pelaksanaan wewenang tersebut? Adakah
pekerjaan lain yang dilakukan pekerja di luar dari
wewenangnya?
a. Informan A:
Foreman mengatakan bahwa masih ada beberapa pekerja yang melakukan
pekerjaan tanpa wewenang yaitu ada pekerja yang ingin belajar di pos lain tanpa
sepengetahuan foreman dan group leader, hanya sepengetahuan operator di pos
itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan bahwa terkadang ada pekerja yang melakukan
pekerjaan yang bukan pekerjaannya antara lain ada pekerja melakukan
pengelasan di pos lain tanpa seizin group leader.
c. Apa yang menyebabkan pekerja melakukan
pekerjaan lain di luar wewenangnya? (probing) a. Informan A:
Foreman mengatakan karena pekerja tersebut ingin tahu, tetapi dia belum ter-
schedule untuk mendapatkan pelatihan di pos lain itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan karena pekerja tersebut ingin membantu pekerjaan
temannya di pos lain yang belum selesai dan terkadang pekerja tidak izin terlebih
dahulu kepada group leader.
membersihkannya.
10. Pengisian/pembebanan yang tidak sesuai
a. Berapakah beban maksimum panel yang boleh
diangkat oleh pekerja?
a. Informan A dan B: Foreman dan group leader mengatakan bahwa beban panel yang boleh dibawa
oleh seorang pekerja maksimal 10 kg atau sekitar 5 panel yang ringan.
b. Bagaimana beban panel yang biasa diangkat oleh
pekerja? (probing: jumlah beban)
a. Informan A: Foreman mengatakan bahwa beban panel yang biasa diangkat oleh pekerja tidak
lebih dari 10 kg untuk panel yang ringan, tetapi untuk panel yang beratnya lebih
dari 10 kg seperti member main floor biasanya diangkat oleh dua orang pekerja.
181
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Apa saja syarat pekerja yang diberikan wewenang
untuk bekerja di unit welding? (probing: sertifikasi) a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja yang diberikan
wewenang bekerja di unit welding adalah pekerja yang sebelumnya sudah
diberikan pelatihan pengelasan yang dilakukan dengan sistem OJT setiap
bulannya. Masing-masing pekerja minimal harus dapat menguasai 3 pos
pengelasan. Hasil pelatihan pekerja dicatat di dalam inventory skill.
b. Bagaimana pelaksanaan wewenang tersebut? Adakah
pekerjaan lain yang dilakukan pekerja di luar dari
wewenangnya?
a. Informan A:
Foreman mengatakan bahwa masih ada beberapa pekerja yang melakukan
pekerjaan tanpa wewenang yaitu ada pekerja yang ingin belajar di pos lain tanpa
sepengetahuan foreman dan group leader, hanya sepengetahuan operator di pos
itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan bahwa terkadang ada pekerja yang melakukan
pekerjaan yang bukan pekerjaannya antara lain ada pekerja melakukan
pengelasan di pos lain tanpa seizin group leader.
c. Apa yang menyebabkan pekerja melakukan
pekerjaan lain di luar wewenangnya? (probing) a. Informan A:
Foreman mengatakan karena pekerja tersebut ingin tahu, tetapi dia belum ter-
schedule untuk mendapatkan pelatihan di pos lain itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan karena pekerja tersebut ingin membantu pekerjaan
temannya di pos lain yang belum selesai dan terkadang pekerja tidak izin terlebih
dahulu kepada group leader.
b. Informan B:
Group leader mengatakan bahwa rata-rata beban panel yang diangkat oleh
pekerja sekitar 3-5 panel untuk panel ringan, sedangkan untuk panel berat
biasanya pekerja mengangkat atau membawanya bersama temannya.
11. Cara mengangkat yang salah
a. Bagaimana cara yang benar dalam membawa panel? a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa cara mengangkat panel yang telah
diajarkan pada saat pelatihan adalah pada saat mengangkat panel tubuh tidak
boleh membungkuk, tetapi posisinya harus agak jongkok agar tumpuan pada saat
182
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Apa saja syarat pekerja yang diberikan wewenang
untuk bekerja di unit welding? (probing: sertifikasi) a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja yang diberikan
wewenang bekerja di unit welding adalah pekerja yang sebelumnya sudah
diberikan pelatihan pengelasan yang dilakukan dengan sistem OJT setiap
bulannya. Masing-masing pekerja minimal harus dapat menguasai 3 pos
pengelasan. Hasil pelatihan pekerja dicatat di dalam inventory skill.
b. Bagaimana pelaksanaan wewenang tersebut? Adakah
pekerjaan lain yang dilakukan pekerja di luar dari
wewenangnya?
a. Informan A:
Foreman mengatakan bahwa masih ada beberapa pekerja yang melakukan
pekerjaan tanpa wewenang yaitu ada pekerja yang ingin belajar di pos lain tanpa
sepengetahuan foreman dan group leader, hanya sepengetahuan operator di pos
itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan bahwa terkadang ada pekerja yang melakukan
pekerjaan yang bukan pekerjaannya antara lain ada pekerja melakukan
pengelasan di pos lain tanpa seizin group leader.
c. Apa yang menyebabkan pekerja melakukan
pekerjaan lain di luar wewenangnya? (probing) a. Informan A:
Foreman mengatakan karena pekerja tersebut ingin tahu, tetapi dia belum ter-
schedule untuk mendapatkan pelatihan di pos lain itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan karena pekerja tersebut ingin membantu pekerjaan
temannya di pos lain yang belum selesai dan terkadang pekerja tidak izin terlebih
dahulu kepada group leader.
mengangkat terpusat pada kaki dan pada saat membawanya tubuh harus dalam
posisi tegak.
b. Bagaimana cara pekerja dalam panel tersebut?
(probing: posisi tubuh pekerja) a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa terkadang masih ada beberapa
pekerja yang cara mengangkat panelnya kurang benar yaitu dengan posisi
membungkuk.
c. Apa yang menyebabkan cara pekerja dalam
membawa panel tidak sesuai instruksi? (probing) a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan karena pekerja sering terburu-buru
ketika mengangkatnya sehingga pekerja sering mengambil cara yang menurut
183
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Apa saja syarat pekerja yang diberikan wewenang
untuk bekerja di unit welding? (probing: sertifikasi) a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja yang diberikan
wewenang bekerja di unit welding adalah pekerja yang sebelumnya sudah
diberikan pelatihan pengelasan yang dilakukan dengan sistem OJT setiap
bulannya. Masing-masing pekerja minimal harus dapat menguasai 3 pos
pengelasan. Hasil pelatihan pekerja dicatat di dalam inventory skill.
b. Bagaimana pelaksanaan wewenang tersebut? Adakah
pekerjaan lain yang dilakukan pekerja di luar dari
wewenangnya?
a. Informan A:
Foreman mengatakan bahwa masih ada beberapa pekerja yang melakukan
pekerjaan tanpa wewenang yaitu ada pekerja yang ingin belajar di pos lain tanpa
sepengetahuan foreman dan group leader, hanya sepengetahuan operator di pos
itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan bahwa terkadang ada pekerja yang melakukan
pekerjaan yang bukan pekerjaannya antara lain ada pekerja melakukan
pengelasan di pos lain tanpa seizin group leader.
c. Apa yang menyebabkan pekerja melakukan
pekerjaan lain di luar wewenangnya? (probing) a. Informan A:
Foreman mengatakan karena pekerja tersebut ingin tahu, tetapi dia belum ter-
schedule untuk mendapatkan pelatihan di pos lain itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan karena pekerja tersebut ingin membantu pekerjaan
temannya di pos lain yang belum selesai dan terkadang pekerja tidak izin terlebih
dahulu kepada group leader.
mereka lebih cepat. Mengangkat dalam posisi membungkuk dinilai lebih cepat
daripada harus dengan posisi agak jongkok.
12. Berkelakakar atau bersenda gurau
a. Adakah pekerja yang bersenda gurau dengan
pekerja lainnya pada saat melakukan pengelasan? a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa biasanya pekerja bersenda gurau
pada saat bekerja, tetapi terkadang masih ada beberapa pekerja yang bersenda
gurau atau bercanda dengan temannya pada saat bekerja. Senda gurau yang
mereka lakukan pada saat bekerja umumnya tidak berbahaya.
b. Mengapa pekerja bersenda gurau saat melakukan b. Informan A dan B:
184
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Apa saja syarat pekerja yang diberikan wewenang
untuk bekerja di unit welding? (probing: sertifikasi) a. Informan A dan B:
Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja yang diberikan
wewenang bekerja di unit welding adalah pekerja yang sebelumnya sudah
diberikan pelatihan pengelasan yang dilakukan dengan sistem OJT setiap
bulannya. Masing-masing pekerja minimal harus dapat menguasai 3 pos
pengelasan. Hasil pelatihan pekerja dicatat di dalam inventory skill.
b. Bagaimana pelaksanaan wewenang tersebut? Adakah
pekerjaan lain yang dilakukan pekerja di luar dari
wewenangnya?
a. Informan A:
Foreman mengatakan bahwa masih ada beberapa pekerja yang melakukan
pekerjaan tanpa wewenang yaitu ada pekerja yang ingin belajar di pos lain tanpa
sepengetahuan foreman dan group leader, hanya sepengetahuan operator di pos
itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan bahwa terkadang ada pekerja yang melakukan
pekerjaan yang bukan pekerjaannya antara lain ada pekerja melakukan
pengelasan di pos lain tanpa seizin group leader.
c. Apa yang menyebabkan pekerja melakukan
pekerjaan lain di luar wewenangnya? (probing) a. Informan A:
Foreman mengatakan karena pekerja tersebut ingin tahu, tetapi dia belum ter-
schedule untuk mendapatkan pelatihan di pos lain itu.
b. Informan B:
Group leader mengatakan karena pekerja tersebut ingin membantu pekerjaan
temannya di pos lain yang belum selesai dan terkadang pekerja tidak izin terlebih
dahulu kepada group leader.
pengelasan? (probing) Foreman dan group leader mengatakan bahwa pekerja yang bersenda gurau pada
saat bekerja dilakukan untuk menghilangkan kejenuhan ketika bekerja. Rasa
jenuh tersebut disebabkan karena lingkungan kerja yang kurang nyaman dan
pekerjaan yang berat bagi mereka.
185
MATRIKS WAWANCARA PEKERJA
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Jenis pekerjaan apa yang menjadi wewenang Anda? a. Informan AA:
Bapak AA adalah seorang operator cross member.
b. Informan AB:
Bapak AB adalah seorang operator cowl top.
c. Informan AC:
Bapak AC bekerja di bagian ginishing apron.
d. Informan AD:
Bapak AD adalah seorang operator apron.
b. Apakah Anda mempunyai sertifikasi untuk
melakukan jenis pekerjaan tersebut? a. Informan AA, AB, AC, dan AD:
Semua pekerja mengatakan bahwa mereka tidak memiliki sertifikasi pengelasan.
Akan tetapi, sebelum bekerja di pos pengelasan tertentu, mereka sudah
mendapatkan pelatihan terlebih dahulu.
c. Adakah pekerjaan lain di luar wewenang Anda yang
Anda kerjakan? (probing: contoh) a. Informan AA dan AC:
Mereka mengatakan bahwa mereka tidak melakukan pekerjaan lain di luar
wewenangnya. Mereka bekerja sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh
group leader.
b. Informan AB:
Bapak AB mengatakan bahwa dirinya melakukan pekerjaan lair di luar
wewenangnya yaitu membantu mengelas atau memabantu pekerjaan temannya di
pos lain yang masih dikuasinya. Dia melakukan hal tersebut atas inisiatif sendiri
dan tanpa seizin dari group leader.
c. Informan AD:
Bapak AD mengatakan bahwa dirinya juga membantu pekerjaan temannya yang
belum selesai, tetapi masih dalam pos yang sama.
2. Gagal dalam memberi peringatan
a. Apa saja yang foreman atau teman Anda lakukan jika
Anda melakukan kesalahan dalam pengelasan?
(probing: bentuk peringatan)
a. Informan AA, AB, AC, dan AD:
Semua pekerja mengatakan bahwa jika mereka melakukan kesalahan dalam
bekerja foreman ataupun group leader akan menegur mereka dan teman kerja
mereka juga akan mengingatkan mereka.
186
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
b. Apakah yang Anda lakukan jika teman Anda
melakukan kesalahan dalam pengelasan? (probing:
bentuk peringatan)
a. Informan AA, AB, AC, dan AD:
Semua pekerja mengatakan bahwa mereka juga akan mengingatkan teman
kerjanya yang ditemukan melakukan kesalahan dalam bekerja.
3. Menggunakan peralatan yang rusak
a. Peralatan pengelasan apa yang Anda gunakan untuk
jenis pekerjaan Anda? a. Informan AA:
Bapak AA menggunakan las CO2.
b. Informan AB:
Bapak AB menggunakan spot gun dan stud weld.
c. Informan AC:
Bapak AC menggunakan alat-alat repair yang digunakan untuk memperbaiki
panel yang rusak.
d. Informan AD:
Bapak AD adalah spot gun.
e. Apa yang Anda lakukan jika alat pengelasan yang
Anda gunakan mengalami kerusakan? a. Informan AA, AB, AC, dan AD:
Semua pekerja mengatakan bahwa mereka akan melapor kepada maintenance
atau group leader jika alat pengelasan yang mereka gunakan mengalami
kerusakan.
b. Apakah Anda tetap menggunakan alat pengelasan
Anda yang mengalami kerusakan? (probing) a. Informan AA dan AB:
Mereka mengatakan bahwa mereka pernah tetap menggunakan alat
pengelasannya yang rusak.
b. Informan AC dan AD:
Mereka mengatakan bahwa mereka tidak pernah menggunakan alat
pengelasannya yang rusak karena menurutnya itu berbahaya bagi mereka.
c. Mengapa Anda tetap menggunakan alat pengelasan
yang rusak? (probing) a. Informan AA:
Bapak AA tetap menggunakannya karena pekerjaan yang dilakukannya sedang
banyak sehingga dia menunda untuk melaporkannya kepada maintenance.
b. Informan AB:
Bapak AA tetap menggunakannya karena menurut group leader masih ada
toleransi untuk digunakan sementara waktu sambil menunggu maintenance
datang.
4. Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi
a. Apakah Anda pernah memperbaiki sendiri alat a. Informan AA, AB, AC, dan AD:
187
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
pengelasan yang mengalami kerusakan? (probing:
penyebab)
Semua pekerja mengatakan bahwa biasanya mereka akan memperbaiki sendiri
alat pengelasannya yang mengalami kerusakan ringan, seperti mengganti tip gun
dan memperbaiki selang yang bocor. Mereka melakukan hal itu karena mereka
bisa memperbaikinya sendiri dan jika memanggil maintenance akan memakan
waktu yang lama.
b. Bagaimana kondisi mesin pada saat Anda
memperbaiki peralatan yang mengalami kerusakan? b. Informan AA, AB, AC, dan AD:
Semua pekerja mengatakan bahwa sebelum memperbaiki alat pengelasannya
yang rusak mereka telah mematikan terlebih dahulu mesin alat pengelasan
tersebut.
5. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai
a. Bagaimana Anda menggunakan peralatan pengelasan
untuk jenis pekerjaan Anda? Adakah peralatan lain di
luar peralatan yang khusus untuk jenis pekerjaan
Anda yang Anda gunakan?
a. Informan AA, AB, AC, dan AD:
Semua pekerja mengatakan bahwa mereka menggunakan peralatan yang sesuai
dengan jenis pekerjaan mereka. Mereka tidak menggunakan peralatan lain yang
tidak sesuai dengan jenis pekerjaan mereka.
6. Tidak menggunakan APD dengan benar
a. Jenis APD apa saja yang harus Anda gunakan untuk
jenis pekerjaan Anda? a. Informan AA:
APD yang digunakan Bapak AA pada saat bekerja adalah masker, kacamata las,
kedok las, sepatu safety.
b. Informan AB:
APD yang digunakan Bapak AB pada saat bekerja adalah helm, kacamata,
earplug, pelindung nadi tangan dan kaki, sarung tangan, masker.
c. Informan AC:
APD yang digunakan Bapak AC pada saat bekerja adalah helm, kacamata,
pelindung nadi, otto, dan safety shoes.
d. Informan AD:
APD yang digunakan Bapak AD pada saat bekerja adalah pelindungi nadi,
lengan, otto, earplug, kacamata, helm.
b. Bagaimana Anda menggunakan APD tersebut?
(probing: kebiasaan penggunaan APD)
a. Informan AA:
Bapak AA mengatakan bahwa terkadang dia melepas maskernya pada saat
mengelas. Hal ini dilakukan karena terkadang Bapak AA malas
menggunakannya.
b. Informan AB:
188
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
Bapak AB mengatakan bahwa terkadang dia melepas maskernya pada saat
melakukan pekerjaan pemasangan nut dengan menggunakan stud weld. Bapak
AB menilai asap yang ditimbulkan oleh stud weld tidak begitu banyak. Selain
itu, terkadang dia melepas maskernya karena merasa gerah.
c. Informan AC:
Bapak AB mengatakan bahwa terkadang dia tidak menggunakan masker karena
lupa akibat terburu-buru mengejar pekerjaan.
d. Informan AD:
Bapak AD mengatakan bahwa dia tetap menggunakan APD nya pada saat
bekerja.
7. Pembebanan/pengisian yang tidak sesuai
a. Berapa jumlah beban panel yang biasa Anda
angkat/bawa? a. Informan AA, AB, dan AC:
Mereka mengatakan bahwa beban panel yang biasa mereka angkat/bawa adalah
sekitar 2-5 buah panel yang ringan.
b. Informan AD:
Bapak AD mengatakan bahwa terkadang beban panel yang dibawanya bisa
mencapai 30 buah panel ringan. Hal ini dilakukan supaya pekerjaannya cepat
selesai.
8. Cara mengangkat yang salah
a. Bagaimana cara Anda mengangkat/memindahkan
panel? (probing: posisi tubuh)
a. Informan AA dan AB: Mereka mengatakan bahwa cara mengangkat panel yang mereka lakukan sudah
sesuai dengan cara yang telah diajarkan oleh foreman dan group leader mereka
yang pada saat mengangkat dengan posisi agak jongkok dan badan tidak
membungkuk.
b. Informan ACdan AD: Mereka mengatakan bahwa cara mengangkat panel yang mereka lakukan belum
sesuai dengan cara yang telah diajarkan oleh foreman dan group leader mereka
yaitu pada saat mengangkat posisi tubuh mereka dalam keadaan membungkuk.
Hal ini mereka lakukan karena posisi tersebut nyaman bagi mereka.
9. Posisi atau sikap tubuh yang salah
a. Bagaimana posisi tubuh Anda pada saat bekerja? a. Informan AA, AB, AC, dan AD:
Semua pekerja mengatakan bahwa posisi mereka pada saat mengelas adalah
189
NO INFORMASI HASIL WAWANCARA
berdiri selama 8 jam kerja dengan posisi tubuh rata-rata agak membungkuk.
b. Bagaimanakah kenyamanan dari posisi Anda dalam
bekerja? (probing: keluhan) b. Informan AA, AB, AC, dan AD:
Semua pekerja mengatakan bahwa Semua pekerja mengatakan bahwa dengan
posisi tersebut mereka sering merasa pegal-pegal, seperti pegal pada daerah
punggung dan leher.
10. Berkelakar atau bersenda gurau
a. Apakah Anda pernah bercanda pada saat melakukan
pengelasan? a. Informan AA, AB, dan AD:
Mereka mengatakan bahwa terkadang mereka pernah bersenda gurau atau
bercanda pada saat bekerja/mengelas seperti mengobrol dengan teman kerjanya
pada saat bekerja. Hal tersebut mereka lakukan untuk menghilangkan kejenuhan
pada saat bekerja.
b. Informan AC:
Bapak AC mengatakan bahwa dirinya tidak pernah bersenda gurau pada saat
bekerja karena menurutnya hal itu sangat berisiko.
b. Mengapa Anda bersenda gurau dengan teman kerja
Anda saat melakukan pengelasan? (probing) a. Informan AA, AB, dan AD:
Mereka mengatakan bahwa Hal tersebut mereka lakukan untuk menghilangkan
kejenuhan pada saat bekerja dan stres akibat beban kerja yang cukup berat.
11. Bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan
a. Apakah Anda pernah mengkonsumsi alkohol atau
obat-obatan? (probing: jenis alkohol atau obat-
obatan)
a. Informan AA:
Bapak AA mengatakan dia tidak mengkonsumsi alkohol dan dia tidak pernah
mengkonsumsi obat-obatan terlarang, obat yang dia konsumsi adalah obat untuk
menghilangkan rasa pegal.
b. Informan AB dan AD
Mereka mengatakan bahwa dahulu mereka pernah mengkonsumsi alkohol dan
mereka tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang, obat yang dia
konsumsi adalah vitamin.
c. Informan AC:
Bapak AC tidak pernah mengkonsumsi alkohol dan dia tidak pernah
mengkonsumsi obat-obatan terlarang, obat yang dia konsumsi adalah jamu.
b. Apakah Anda pernah mengkonsumsinya sebelum
Anda bekerja? a. Informan AA, AB, AC, dan AD:
Mereka mengatakan bahwa mereka mengkonsumsi obat-obatan, seperti obat
pegal-pegal, vitamin, dan jamu, pada saat di rumah mereka masing-masing.
190
HASIL OBSERVASI
NO INFORMASI FAKTA DI LAPANGAN
CATATAN YA TIDAK
1. Melakukan pekerjaan tanpa
wewenang - √
2. Gagal dalam memberi peringatan - √
3. Gagal dalam mengamankan - √
4. Bekerja dengan kecepatan
berbahaya - √
5. Menghilangkan alat pengaman √ -
- Tidak terdapat pelindung cakram
pada gerinda. Pelindung cakram
tersebut sengaja dilepas karena
mengganggu proses produksi
6. Membuat alat pengaman tidak
berfungsi - √
7. Menggunakan peralatan yang rusak - √
8. Menggunakan peralatan yang tidak
sesuai - √
9. Tidak menggunakan APD dengan
benar
√ -
- Pekerja tidak menggunakan
masker pada saat melakukan
pengelasan.
- Pekerja tidak menggunakan
masker pada saat melakukan
pekerjaan pemasangan nut.
10. Pengisian/pembebanan yang tidak
sesuai √ -
- Pekerja membawa 30 buah panel
ringan
11. Cara mengangkat yang salah
√ -
- Posisi tubuh pekerja
membungkuk pada saat
mengambil atau mengangkat
panel, tetapi pada saat mereka
membawa panel, posisi badan
mereka tegak.
12. Posisi atau sikap tubuh yang salah √ -
- Posisi tubuh pekerja agak
membungkuk pada saat mengelas
13. Memperbaiki peralatan yang sedang
beroperasi - √
14. Berkelakakar atau bersenda gurau - √
Recommended