View
228
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA NARAPIDANAWANITA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
KELAS II.A KOTA KENDARI
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan
Diploma III Keperawatan, Politeknik Kesehatan Kendari
OLEH :
NUR SRI AFRIANTIP00320013058
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEPERAWATAN2016
RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS
a. N a m a : Nur Sri Afrianti
b. Tempat/ tanggal Lahir : Kendari, 23 April 1995
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Suku / Bangsa : Makassar / Indonesia
e. Agama : Islam
f. Alamat : Jln.Akasia No.14
II. JENJANG PENDIDIKAN
a. SD Negeri 12 Kendari, Tamat Tahun 2007
b. SMP Negeri 06 Kendari, Tamat Tahun 2010
c. SMA Negeri 1 Polong bangkeng, Tamat Tahun 2013
d. Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan 2013 sampai sekarang
MOTTO
Jangalah mudah menyerah jika engkau menghadapi suatu
masalah atau rintangan di hadapan mu, yakinlah bahwa setiap
masalah insyaAllah pasti ada penyelesaiaanya
jika engkau mau berusaha dan
bertawakkal.
Jangalah engkau menodai kepercayaan orang lain karena
kepercayaan sangatlah tidak ternilai harganya. Pertahankan
kejujuranmu, selagi orang masih mempercayaimu karena sekali
engkau mencoba
ingkar selamanya engaku tidak akan dipercaya jujur
walaupun itu sakit.
Dalam cinta dan cinta sahabat merupakan
teman pertama yang selalu bersama di saat
sulit
maupun mudah kebersamaan membuat
kita tangguh menghadapi perjalanan
yang berliku.
Ku persembahkan karya Tulis Ilmiah ini kepada kedua
orang tuaku, Saudaraku, Agama, Bangsa,
Negara dan Almamaterku.
ABSTRAK
Nur Sri Afrianti (P00320013058). “Gambaran Tingkat Kecemasan PadaNarapidana Wanita Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A Kota Kendari”. Dibimbing oleh Ibu Lilin Rosyanti dan Bapak Muhaimin Saranani, (xiv + 6 BAB+ 50 Halaman + 7 tabel + 8 lampiran). Tujuan penelitian ini adalah untukMengetahui Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Narapidana Wanita di LembagaPemasyarakatan Kelas II.A Kendari Tahun 2016. Rumusan masalah dalampenelitian ini adalah “Bagaimana Gambaran Tingkat Kecemasan PadaNarapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A Kendari Tahun 2016?”. Sampel dalam penelitian ini adalah semua narapidana wanita yang berada diLapas sebanyak 30 responden. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptifyang dilaksanakan pada tanggal 06 Juni 2016. Penelitian dilaksanakan padatanggal 03-09 Juni 2016, Hasil penelitian di dapatkan Gambaran TingkatKecemasan Pada Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.AKendari yang mengalami tingkat kecemasan ringan sebanyak 5 responden (16,6%), tingkat kecemasan sedang sebanyak 15 responden (50 %), dan yangmengalami kecemasan berat sebanyak 10 responden (33,3 %). Berdasarkan hasilpenelitian peneliti menyarankan : Bagi narapidana agar menjaga kesehatannyadengan berkonsultasi kepada tenaga kesehatan di Lembaga PemasyarakatanKelas II.a Kota Kendari tentang masalah-masalah kesehatan yang dialaminya,Bagi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.a Kota Kendari agar meningkatkanperan perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan pada narapidana, BagiInstitusi Poltekkes Kemenkes Kendari kiranya hasil penelitian ini dapat dijadikanbahan masukan/referensi tentang gambaran tingkat kecemasan pada narapidanawanita di lembaga pemasyarakatan kelas II.a kendari, Bagi peneliti selanjutnyakhususnya di Poltekkes Kemenkes Kendari agar mengembangkan variabelpenelitian yang terkait dengan penelitian ini.
Kata Kunci : Kecemasan, Lapas, Narapidana WanitaDaftar Pustaka: 17 literatur (1990 – 2014)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
berkat, rahmat, dan hidayah-Nya lah, sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan
dengan judul “Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Naerapidana Wanita Di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A Kendari” Penulis sadar dan mengakui
sepenuhnya bahwa karya tulis ini masih banyak terdapat kekeliruan, kesalahan, dan
kekurangan walaupun penulis telah berupaya semaksimal mungkin. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan karya tulis ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ini, tidak akan
terlaksana dan berjalan dengan baik tanpa bimbingan dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih setinggi-tingginya kepada
Ibu Lilin Rosyanti,S.Kep,Ns M.Kep selaku pembimbing I dan Bapak Muhaimin
Saranani, S.Kep, Ns,M.Sc selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan
pikirannya dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab guna memberikan
bimbingan serta petunjuk kepada penulis dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah
ini hingga dapat terselesaikan.
Begitu pula dengan berbagai pihak yang telah membantu proses penyelesaian
karya tulis ilmiah ini dari awal hingga akhir, baik secara langsung maupun tidak
langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Petrus, SKM, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kementerian Kesehatan
Kendari.
2. Bapak Kepala Kantor Badan Riset Sultra yang telah memberikan izin penelitian
kepada penulis dalam penelitian ini.
3. Bapak Muchlis Adie, Bc.IP., SH., M.Si. selaku Kepala Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II.A Kota Kendari
4. Bapak Muslimin,LA,.Kep.,S.Pd.,M.Si, selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Politeknik Kementerian Kesehatan Kendari.
5. Ibu Hj. Siti Nurhayani.,S.Kep,Ns.,M.Kep selaku penguji I.
6. Ibu Reni Devianti Usman,M.Kep.,Sp.KMB selaku penguji II.
7. Bapak Abd.Syukur Bau,S.Kep,Ns,MM selaku penguji III
8. Ayahanda Muh. Nasir dan Ibunda Dahlia Saleh yang saya sayangi dan hormati
serta saudara-saudaraku dan seluruh keluarga yang memberikan bantuan materi
maupun moril serta dukungan selama penulis mengikuti pendidikan di Poltekkes
Kemenkes Kendari.
9. Seluruh Dosen dan Staff pengajar Politeknik Kementerian Kesehatan Kendari
khususnya Program Studi DIII Keperawatan Politeknik Kesehatan Kendari.
10. Rekan-rekan mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari baik angkatan 2013
maupun senior angkatan 2012, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Akhir kata, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua khusunya
bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya di Poltekkes
Kemenkes Kendari khususnya Jurusan Keperawatan serta mendapat ridho dari Allah
SWT.
Kendari, Juni 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ----------------------------------------------------------------- i
HALAMAN PERSETUJUAN ----------------------------------------------------- ii
HALAMAN PENGESAHAN ------------------------------------------------------ iii
RIWAYAT HIDUP ------------------------------------------------------------------ iv
MOTTO -------------------------------------------------------------------------------- v
ABSTRAK ----------------------------------------------------------------------------- vi
KATA PENGANTAR -------------------------------------------------------------- vii
DAFTAR ISI -------------------------------------------------------------------------- ix
DAFTAR TABEL -------------------------------------------------------------------- xi
DAFTAR LAMPIRAN -------------------------------------------------------------- xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ------------------------------------------------------ 1
B. Rumusan Masalah -------------------------------------------------- 6
C. Tujuan Penelitian --------------------------------------------------- 7
D. Manfaat Penelitian--------------------------------------------------- 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Kecemasan ------------------------------------- 9
B. Tinjauan Tentang LAPAS ------------------------------------------ 28
C. Tinjauan Tentang Narapidana-------------------------------------- 30
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran ----------------------------------------------------- 38
B. Kerangka Konsep Penelitian -------------------------------------- 39
C. Variabel Penelitian -------------------------------------------------- 39
D. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif --------------------- 39
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ----------------------------------------------------- 41
B. Tempat dan Waktu Penelitian-------------------------------------- 41
C. Populasi dan Sampel ------------------------------------------------ 41
D. Instrumen Penelitian ------------------------------------------------ 42
E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data -------------------------------- 43
F. Tehnik Pengolahan Data ------------------------------------------- 43
G. Tehnik Analisa Data------------------------------------------------- 44
H. Penyajian Data ------------------------------------------------------- 44
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ----------------------------- 46
B. Karakteristik Responden ------------------------------------------- 47
C. Hasil Penelitian ------------------------------------------------------ 51
D. Pembahasan --------------------------------------------------------- 52
BAB VI P E N U T U P
A. Kesimpulan ---------------------------------------------------------- 59
B. Saran ------------------------------------------------------------------ 59
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Respon Fisiologois Kecemasan terhadap Sistem Tubuh ----------------- ------ 22
2.2 Respons Perilaku, Kognitif dan Afektif terhadap Kecemasan ---------- ------ 24
5.1 Distribusi Frekuensi Umur Responden Di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II.A Kendari ------------------------------------------------------------ ------ 48
5.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden Di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II.A Kendari---------------------------------------- ------ 48
5.3 Distribusi Frekuensi Status Pernikahan Responden Di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A Kendari---------------------------- ------ 49
5.5 Distribusi Frekuensi Perkara Responden Di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II.A Kendari------------------------------------------------------------- ------ 50
5.5 Distribusi Frekuensi Lama di Lapas Responden Di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II.A Kendari ----------------------------------------- ------ 50
5.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Pada Narapidana Wanita di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A Kendari ----------------------------- ------ 51
DAFTAR LAMPIRANLampiran1. Lembar Permohonan Menjadi Responden
2. Lembar Pernyataan Persetujuan Menjadi Responden
3. Lembar Kuesioner
4. Tabulasi Data Hasil Penelitian
5. Master Tabel Penelitian
6. Surat keterangan bebas pustaka dari perpustakaan Poltekkes Kemenkes Kendari
7. Surat izin penelitian dari Badan Penelitian dan kantor Hukum dan HAM
8. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II.A Kota Kendari.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2009 menyebutkan bahwa
pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya dapat terwujud (Depkes RI, 2009a). Dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-K) tahun 2005-2025
disebutkan kesehatan sebagai hak asasi manusia secara tegas di amanatkan
oleh Undang-undang Dasar 1945, di mana dinyatakan bahwa setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan (Depkes RI, 2009b). Di dun ia internasional, konstitusi Organisasi
Kesehatan Sedunia (WHO) tahun 1948 juga menyatakan bahwa “Health is a
fundamental right”, yang mengandung suatu kewajiban untuk menyehatkan
yang sakit danmempertahankan serta meningkatkan yang sehat.
Demikian halnya dengan kesehatan penghuni lembaga
pemasyarakatan (lapas) sebagai warga negara yang mempunyai hak yang
sama untuk akses mendapatkan pelayanan kesehatan baik fisik maupun
mental. Kesehatan mental merupakan masalah penting dalam pelayanan
kesehatan, tak terkecuali bagi narapidana di lapas (Khan dkk. , 2012).
Undang-Undang No 32 tahun 1999 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan
Hak Warga Binaan Pemasyarakatan Bagian 4 Pasal 14 ayat 1 menyebutkan
bahwa setiap narapidana dan anak didik pemasyarakatan berhak memperoleh
pelayanan kesehatan yang layak.
Dewasa ini tindak kriminal semakin berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman terutama dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi. Tindak kriminal tersebut dapat dilakukan oleh siapa saja, baik
anak-anak, orang yang sudah dewasa bahkan orang tua, baik yang berjenis
kelamin laki-laki ataupun wanita. Perlu diketahui angka kriminalitas oleh
perempuan di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Seiring
meningkatnya kasus kejahatan perempuan, terjadi peningkatan jumlah
narapidana wanita.
Berdasarkan jenis kelamin, narapidana wanita secara hak dan
kewajiban sama dengan narapidana laki-laki, namun secara psikologis
keadaan emosi dan kesehatan mental narapidana wanita berbeda dengan
narapidana laki-laki. Menurut Butterfield, 2003 (dalam Gussak 2009),
narapidana wanita diyakini lebihrentan mengalami gangguan mental
dibandingkan dengan narapidana laki-laki. Penelitian lain juga mengatakan
bahwa narapidana wanita lebih rentan mengalami depresi (Harris, 1993 dalam
Gussak, 2009).
Ketika seorang wanita berada di dalam penjara, akan banyak
mengalami tekanan yang bermakna. Penjara menimbulkan perasaan takut dan
perasaan tidak menyenangkan karena anggapan buruk dan tekanan yang selalu
ada di dalamnya seperti pemukulan, penyiksaan, pelecehan seksual, kesehatan
yang buruk dan fasilitas yang sangat minim, selain itu adanya stigma yang
akan tetap melekat pada seseorang apabila dirinya telah keluar dari penjara.
Lama hukuman dan terisolasinya mereka dari lingkungan luar memberikan
dampak psikologis yang cukup besar pada kesehatan mental narapidana
(Eliason,2006 dalam Noorsifa 2013).
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di Lapas wanita Kelas IIA
Semarang pada bulan Januari 2010 didapatkan beberapa pengalaman perasaan
negatif diantaranya yaitu : perasaan kesepian, tertekan karena peraturan di
dalam lapas, keinginan untuk bebas, perlakuan dari narapidana lain yang tidak
menyenangkan, tidak mendapatkan kunjungan keluarga. Permasalahan yang
dihadapi di dalam penjara dapat membuat para narapidana wanita mengalami
dampak psikis dan fisik seperti sakit kepala, tidak dapat tidur dan bahkan ada
salah satu diantara narapidana wanita pernah melakukan percobaan bunuh diri
(Rizki, 2010 dalam Noorsifa 2013).
Warga binaan memiliki hak untuk mendapatkan kesejahteraan
kesehatan baik fisik mauapun mental selama masa pembinaan. Namun hal
tersebut kurang mendapatkan perhatian. Kenyataannya banyak narapidana
yang mengalami gangguan psikologis seperti cemas, stress, depresi dari
ringan sampai berat (Butler, dkk. 2005).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007, prevalensi gangguan mental
emosional berupa depresi dan cemas pada masyarakat berumur di atas 15
tahun mencapai 11,6 persen (Depkes, 2012), diperkirakan jumlah yang
menderita gangguan kecemasan ini baik yang akut maupun kronik mencapai
5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dan pria 2 : 1
(Hawari, 2001). Salah satunya adalah kesehtan mental para narapidana di
penjara. Masalah kesehatan mental tertinggi ada di penjara (Mitchell, 2010).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh University Of South Wales
menyatakan bahwa sebanayak 36 % masalah kesehatan mental yang dirasakan
oleh penghuni Lapas adalah anxietas dan wanita lebih tinggi tingkat
kejadiannya dibandingkan dengan pria yaitu 61 % : 39% (Butler, dkk. 2005).
Wanita dipenjara memiliki beban yang lebih tinggi terkena gangguan
kesehatan kronis, gangguan kejiwaan, dari pada pria (Bingswanger,dkk.2010).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Fahruliana (2011) menyatakan bahwa
munculnya kecemasan pada narapidana umumnya saat lama dilapas.
Kecemasan adalah suatu perasaan subyektif mengenai ketegangan
mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan
mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman (Taylor, 1953).
Seseorang akan menderita kecemasan manakala yang bersangkutan tidak
mampu mengatasi stressor psikososial yang dihadapinya (Hawari, 2001).
Kecemasan yang berlebihan apalagi yang sudah menjadi gangguan
akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupan (Fausiah, 2005).
Dampak yang ditimbulkan dari kecemasan dapat mencakup fisik dan psikis.
Kecemasan yang tinggi dapat menimbulkan kemarahan, kebingungan, distorsi
persepsi seperti menurunkan konsentrasi, mengurangi daya ingat, tidak
mampu berinteraksi secara sosial dan panik yang jika berlangsung dalam
waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan bahkan kematian (Stuart, 2007 ;
Sadock, 2010).
Dalam penelitian ini digunakan instrumen pengukur kecemasan Taylor
Manifest Anxiety Scale (TMAS) yang ditemukan oleh Janet Taylor. Tingkat
kecemasan akan diketahui dari tinggi rendahnya skor yang didapatkan.
TMAS merupakan kuesioner yang terdiri dari 50 butir pertanyaan
yang kesemuanya menunjukkan skor kecemasan yang muncul.Gardos (1961),
membagi tingkat kecemasan menjadi 3 skala berdasarkan hasil pengukuran
TMAS : Skor < 20 : Kecemasan ringan, Skor 20−25 : Kecemasan sedang,
Skor > 25 : Kecemasan Berat (Mancesvska, 2008).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kendari, jumlah keseluruhan warga
binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A Kendari sebanyak 378
Narapidana, dimana jumlah warga binaan Pria sebanyak 348 Narapidana,
sedangkan jumlah warga binaan wanita terhitung sejak bulan Januari sampai
Desember tahun 2015 sebanyak 30 orang warga binaan dengan kasus yang
berbeda-beda dimana kasus-kasus tersebut yaitu, kasus pembunuhan sebanyak
6 orang, kasus narkotika sebanyak 20 orang, kasus korupsi sebanyak 3 orang,
dan pencurian sebanyak 1orang.
Peran perawat di penjara atau Lembaga Pemasyarakatan juga
cenderung kurang memperhatikan kesehatan mental warga binaan, peran
perawat di Lembaga Pemasyarakan lebih memberikan pelayanan kesehatan
secara fisik dengan jadwal yang sudah di tentukan serta memberikan
pelayanan yang seadanya.
Berdasarkan hasil survey yang peneliti lakukan pada tanggal 20
Februari 2016 pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A didapatkan data dari 5 orang narapidana wanita yang mengalami
kecemasan. Untuk mengidentifikasi kecemasan diperoleh hasil : bahwa
narapidana tersebut cepat lelah, merasa tegang saat sedang bekerja, mudah
berkeringat, tidur tidak nyenyak, mudah menangis, dan kurang percaya diri.
Data tersebut didapatkan dengan menggunakan instrumen menurut TMAS.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang ”Gambaran Tingkat Kecemasan pada Narapidana
Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A Kota Kendari Tahun
2016 “
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana
Gambaran Tingkat Kecemasan pada Narapidana Wanita di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II.A Kota Kendari Tahun 2016?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Gambaran
Tingkat Kecemasan pada Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II.A Kota Kendari Tahun 2016.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi Gambaran Tingkat Kecemasan Ringan pada
Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A Kota
Kendari.
b. Untuk mengidentifikasi Gambaran Tingkat Kecemasan Sedang Pada
Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A Kota
Kendari.
c. Untuk mengidentifikasi Gambaran Tingkat Kecemasan Berat pada
Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A Kota
Kendari.
D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah mengenai Gambaran
Kecemasan pada Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II.A Kota Kendari Tahun 2016.
2. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat mengenai Gambaran
Kecemasan pada Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II.A Kota Kendari Tahun 2016.
3. Sebagai bahan perbandingan sekaligus bahan acuan dalam
mengembangkan penelitian selanjutnya.
4. Merupakan pengalaman berharga bagi peneliti dalam rangka menambah
wawasan ilmu pengetahuan serta pengembangan khususnya dibidang
penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Kecemasan
1. Pengertian Cemas
Kecemasan merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan
sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi
permasalahan. Perasaan tidak tenang yang sumbernya tidak jelas akan dapat
mengancam kepribadian seseorang baik secara fisik maupun secara psikologis.
Reaksi fisiologis dapat berupa palpitasi, keringat dingin pada telapak tangan,
tekanan darah meningkat, respirasi meningkat, sedangkan reaksi psikologis
dapat berupa gugup, tegang,rasa tidak enak dan lekas terkejut. (Asmadi, 2010).
kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan
merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan,
pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan
identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami
siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi
gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya. (Stuart,
2010)
Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan
mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan
mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak
menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan
menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis (Sumiati 2009).
2. Teori-Teori Penyebab Kecemasan
DirektoratKesehatan jiwa Depkes RI (1994) mengembangkan teori-teori
kecemasan sebagai berikut
a. Faktor Predisposisi
1) Teori Psikoanalisis
Menurut pandangan psikoanalisis, kecemasan adalah konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, yaitu id dan
superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang,
sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan
oleh norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntutan
dari dua elemen tersebut, dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego
bahwa ada bahaya yang perlu diatasi.
2) Teori Interpersonal
Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap penolakan saat
berhubungan dengan orang lain. Kecemasan ini juga dihubungkan dengan
trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan dan perpisahan dengan
orang yang dicintai. Penolakan terhadap eksistensi diri oleh orang lain atau
masyarakat akan menyebabkan individu yang bersangkutan menjadi cemas.
Namun, bila keberadaannya diterima oleh orang lain, maka ia akan merasa
tenang dan tidak cemas. Kecemasan berkaitan dengan hubungan antara
manusia.
3) Teori Perilaku
Kecemasan merupakan hasil frustasi segala sesatu yang menggangu
kemampuan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Para ahli perilaku
menggangap kecemasan merupakan suatu dorongan, yang mempelajari
berdasarkan keinginan untuk menghindari rasa sakit.
Pakar teori menyakini bahwa bila pada awal kehidupan dihadapkan
pada rasa takut yang berlebihan maka akan mnunjukan kecemasan yang
berat pada masa dewasanya. Sementara para ahli teori konflik mengatakan
bahwa kecemasan sebagai benturan-benturan keinginan yang bertentangan.
Mereka percaya bahwa hubungan timbal balik antara konflik dan daya
kecemasan yang kemudian menimbulkan konflik.
4) Teori Keluarga
Kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dan timbul dalam suatu
keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan kecemasan dan antara
gangguan kecemasan dengan depresi.
5) Kajian Biologis
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzo
diaz epindes. Reseptor ini, mungkin membantu mengatur kecemasan.
Penghambat asam aminobutirik-gamma neroregulator (GABA) juga
mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan
dengan kecemasan, sebagaimana halnya endorphin. Selain itu, telah
dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata
sebagai predisposisi; terhadap kecemasan. Kecemasan mungkin disertai
gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk
mengatasi stesor.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart & Sundeen (1998) faktor pencetus (presipitasi) yang
menyebabkan terjadinya kecemasan antara lain
1). Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan
fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari.
2). Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan indentitas,
harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat KecemasanSetiap individu memiliki respon yang berbeda dan spesifik saat kecemasan
terjadi. Faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan adalah
1) Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi kemampuan
berfikir, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir
rasional dan menangkap informasi baru termasuk dalam menguraikan
masalah yang baru. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal
yang telah dijalani oleh seseorang yaitu belum sekolah, tidak sekolah, tamat
SD, tamat SLTP, dan tamat perguruan tinggi/Akademik.
Berdasarkan pendapat Nursalam (2001) bahwa pendidikan dapat
berpengaruh terhadap seseorang dalam menyikapi situasi atau penyakitnya
pada dirinya dalam mengatasi kecemasan yang dialami. Pengetahuan
merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu. Terjadi melalui panca indera
manusia, yakni indera pengliatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan kecemasan, klien dengan
pendidikan tinggi akan lebih mampu mengatasi menggunakan koping yang
efektif dan kontruktif dari pada seseorang maka orang tersebut akan lebih
siap menghadapi sesuatu dan dapat mengatasi kecemasan.
Tingkat pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh
terhadap kemampuan berfkikir, semakin tinggi tingkat pendidikan akan
semakin mudah berfikir rasional dan menangkap informasi baru termasuk
dalam menguraikan masalah yang baru (Stuart & Sudden, 1998). Makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah pula dalam menerima
informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.
Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap nilai yang baru diperkenalkan (Kuncoroningrat, 1997,
dikutip oleh Nursalam , 2001).
2) Status sosial ekonomi
Tingkat sosial ekonomi atau pendapatan yang kurang/ rendah pada
seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami
kecemasan. Status sosial ekonomi digambarkan dan dikur dengan besarnya
pendapatan, yang dimaksud dengan pendapatan adalah penghasilan yang
diperoleh kepala keluarga yang bersumber dari sektor formal dan informal
dalam waktu satu bulan. Sector formal berupa gaji, pah yang diperoleh
secara tetap. Sedangkan sektor informal seperti dagang, tukang dan buruh
merupakan sector informal
4) Umur
Umur seseorang ternyata lebih mudah mengalami gangguan akibat
kecemasan daripada seseorang yang lebih tua, tetapi ada juga yang
berpendapat sebaliknya. Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan
didalam penyeledikan epidemiologi angka-angka kesakitan maupun
kematian dalam hampir semua keadaan menunjukan hubungan dengan
umur.Angka-angka kesakitan ditunjukan pada pengelompokkan umur,
berdasarkan perbandingan umur WHO menganjurkan pembagian umur (0-
14 tahun bayi dan anak-anak, 15-49 tahun orang muda dan dewasa, 50
keatas orang tua, menurut interval 5 tahun yaitu 1-4, 5-10 dst, untuk
mempelajari penyakit anak 0-4 bulan, 5-10 bulan 11-23 bulan, 2-4 bulan, 5-
9 bulan 9-14 tahun (Azwar, 2005). Sedangkan menurut stuart (2007)
seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata lebih mudah
mengalami gangguan kecemasan dari pada seseorang yang lebih tua.
4) Jenis kelamin
Gangguan panik merupakan suatu gangguan cemas yang ditandai oleh
kecemasan yang spontan dan episodic. Gangguan ini lebih sering dialami
wanita daripada pria, karena wanita lebih berprasaan dibandingkan laki-
laki (Bustam 2004).
5) Potensi stressor
Stressor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu
terpaksa mengadakan adaptasi.
6) Maturasi
Individu yang memiliki kematangan kepribadian yang lebih sukar
mengalami gangguan akibat kecemasan, karena individu yang maturasi
mempunyai adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan.
Tingkat meturasi individu akan mempengaruhi tingkat kecemasan.
Pada bayi kecemasan lebih disebabkan oleh perpisahan, lingkungan atau
orang yang tidak dikenal dan perubahan hubungan dalam kelompok
sebaya.
Kecemasan pada remaja lebih banyak disebabkan oleh perkembangan
seksual. Pada dewasa kecemasan berhubungan dengan ancaman konsep
diri, sedangkan pada lansia kecemasan berhubungan dengan kehilangan
fungsi (Yosep,2010)
7) Keadaan fisik
Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cedera operasi akan
mudah mengalami kemasan, disamping itu orang yang mengalami
kelelahan fisik lebih mudah mengalami kecemasan.
8) Tipe kepribadian
Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami gangguan
akibat kecemasan daripada orang dengan kepribadian B, adapun ciri-ciri
orang dengan kepribadian tipe A adalah mereka yang mempunyai sifat
agresif dan kompetitip, menetapkan standar-standar tinggi dan meletakan
diri mereka dibawah tekanan waktu yang konstan. Mereka bahkan masih
giat dalam kegiatan-kegiatan olahraga yang bersifat rekreasi dan kegiatan
sosial kemasyarakatan, mereka sering tidak menyadari bahwa banyak
tekanan yang mereka rasakan salah, lebih disebabkan oleh perbuatan
sendiri daripada lingkngan mereka. Sedangkan orang-orang dengan tipe B
adalah orang yang mempunyai sifat rileks dan tidak suka menghadapi
“masalah” atau orang yang “easy going”, mereka menerima situasi yang
ada dan menerima ia berada didalamnya, serta tidak suka bersaing.
Umumnya mereka rileks dalam tekanan waktu, sehingga mereka lebih kecil
kemungkinan untuk menghadapi masalah-masalah stress (Rasmun, 2009)
Pengembangan kepribadian seseorang dimulai sejak usia bayi hingga
18 tahun dan tergantung dari pendidikan orang tua (psikoedukatif)
dirumah, pendidikan disekolah dan pengaruh sosial serta pengalaman-
pengalaman dalam kehidupan. Seseorang menjadi pencemas terutama
akibat proses imitasi dan indentifikasi dirinya terhadap kedua orang tuanya
daripada pengaruh keturunan (genitalia). Atau kata lain “parental example”
daripada “parental genes” (Yosep, 2010).
4. Faktor-faktor yang dapat mengurangi tingkat kecemasan antara lain
Tingkat kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terkait meliputi hal
berikut:
a. Represi, yaitu tindakan untuk mengalihkan atau melupakan hal atau
keinginan yang tidak sesuai dengan hati nurani. Represi juga bisa diartikan
sebagai usaha untuk menenangkan atau meredam diri agar tidak timbul
dorongan yang tidak sesuai dengan hatinya
b. Relaksasi, yaitu dengan mengatur posisi tidur dan tidak memikirkan masalah
dan rekreasi bisa menurunkan kecemasan dengan cara tidur yang cukup,
mendengarkan musik, tertawa dan memperdalam ilmu agama.
c. Komunikasi perawat, yaitu komunikasi yang disampaikan perawat pada
pasien dengan cara memberi informasi yang lengkap mulai pertama kali
pasien masuk dengan menetapkan kontrak untuk hubungan profesional
mulai dari fase orientasi sampai dengan terminasi atau yang disebut dengan
komunikasi teraupetik (Yosep I,2010).
d. Psikofarmaka, yaitu pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan
seperti diazepam, bromazepam dan alprazolam yang berkhasiat memulihkan
fungsi gangguan neurotransmiter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf
pusat otak.
e. Psikoterapi, merupakan terapi kejiwaan dengan memberi motivasi, semangat
dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan
diberi keyakinan serta kepercayaan diri.
f. Psikoreligius, yaitu dengan doa dan dzikir. Doa adalah mengosongkan batin
dan memohon kepada Tuhan untuk mengisinya dengan segala hal yang kita
butuhkan. Dalam doa umat mencari kekuatan yang dapat melipatgandakan
energi yang hanya terbatas dalam diri sendiri dan melalui hubungan dengan
doa tercipta hubungan yang dalam antara manusia dan Tuhan. Terapi medis
tanpa disertai dengan doa dan dzikir tidaklah lengkap, sebaliknya doa dan
dzikir saja tanpa terapi medis tidaklah efektif.
5. Tingkat Kecemasan Dan Karakteristik
Ansietas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara
interpersonal sehinggga kemampuan individu untuk merespon terhadap suatu
ancaman berbeda satu sama lain. Perbedaan kemampuan ini berimplikasi
terhadap perbedaan kecemasan yang dialaminya. Respon individu terhadap
kecemasan beragam dari kecemasan ringan sampai panik. Tiap tingkat
kecemasan mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lain tergantung
dari kemampuan pribadi, pemahaman dalam menghadapi ketegangan, harga
diri dan mekanisme koping yang digunakannya.
Rentang Respon Kecemasan
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
(sumber Gail W Stuart, 2010)
a. Karekteristik atau ciri-ciri Kecemasan
1) Kecemasan ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda
dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan
membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar,
menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan
melindungi diri sendiri. Kecemasan ringan dengan ciri-ciri
meningkatkan kesadaran, terangsang untuk melakukan tindakan,
termotivasi secara positif dan sedikit mengalami peningkatan tanda-
tanda vital dalam melakukan kehidupan sehari-hari. Cemas ringan
berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari
sehingga dan menyebabkan seseorang individu menjadi waspada dan
meningkatkan lapang persepsinya. Menifestasi yang muncul pada
tingkat ini adalah kelelahan, lapang persepsi meningkat, kesadaran
tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku
sesuai dengan situasi.
2) Kecemasan sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada
sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau
agitasi. Kecemasan sedang dengan ciri-ciri lebih tegang, menurunnya
konsentrasi dan persepsi, sadar tapi fokusnya sempit, sedikit
mengalami peningkatan tanda-tanda vital. Ansietas (kecemasan)
memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang
persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak
perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area
jika diarahkan untuk melakukannya. Menifestasi yang terjadi pada
tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, ketegangan otot meningkat.
3) Kecemasan berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,
memperlihatkan respons takut dan distress. Kecemasan berat dengan
ciri-ciri persepsi menjadi terganngu, perasaan tentang terganggu atau
takut meningkat, komunikasi menjadi terganggu dan mengalami
peningkatan tanda-tanda vital. Kecemasan berat sangat mengurangi
lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu
yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal yang lain.
Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu
tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.
4) Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena
hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun
dengan perintah. Panik dengan ciri-ciri perasaan terancam, ganggan
realitas, tidak mudah berkomunikasi, kombinasi dari gejala-gejal fisik
yang disebutkan diatas dengan peningkatan tanda-tanda vital lebih
awal dari tanda panik, Tetapi akan lebih buruk jika intervensi yang
dilakukan gagal dapat membahayakan diri sendri dan orang lain.
a. Karakteristik ansietas ringan
1) Respon Fisiologis yaitu sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan
darah meningkat, gangguan mental pada lambung
2) Respon Kognitif yaitu lapang persepsi meluas, mampu menerima
rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah dan
menyelesaikan masalah secara efektif
3) Respon Perilaku dan emosi yaitu tidak dapat duduk atau baring
dengan tenang, tremor kedua pada tangan dan suara kadang-
kadang meninggi.
b. Karakteristik Kecemasan Sedang
1) Respon Fisiologis yaitu sering nafas pendek, nadi dan tekanan
darah meningkat, mulut kering, anoreksia, diare/ Konstipasi
2) Respon Kognitif yaitu Lapang persepsi menyempit, tidak mampu
menerima rangsangan dari luar, dan berfokus pada apa yang
menjadi perhatiannya
3) Respon perilaku dan Emosi yaitu Gerakan tersentak /meremas
tangan, bicara banyak dan lebih cepat, insomnia, perasaan tidak
aman dan gelisah
c. Karakteristik Kecemasan berat
1) Respon Fisiologis yaitu Nafas pendek, nadi dan tekanan darah
meningkat, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur dan
ketegangan
2) Respon Kognitif yaitu Lapang persepsi sangat sempit, tidak
mampu menyelesaikan masalah
3) Respon Perilaku dan emosi yaitu Perasaan adanya ancaman
meningkat,verbalisasi cepat dan blocking.
d. Karakteristik Kecemasan Panik
1) Respon Fisiologis yaitu Nafas Sering pendek, nadi dan tekanan
darah meningkat, dan aktivitas motorik meningkat
2) Respon Kognitif yaitu Lapang persepsi sangat sempit,
Kehilangan pemikiran, dan tidak dapat melakukan apa-apa
3) Respon Kognitif yaitu Lapang persepsi sangat sempit,
Kehilangan pemikiran, dan tidak dapat melakukan apa-apa.
b. Respon Fisiologis, Perilaku, Kognitif dan Afektif Terhadap Kecemasan
Menurut Stuart (1998 : 177-179), kecemasan dapat diekspresikan secara
langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku dan secara tidak
langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya
untuk melawan kecemasan. Intensitas perilaku akan meningkat sejalan
dengan tingkat kecemasan.
Tabel 2.1Respons Fisiologis Kecemasan terhadap Sistem Tubuh
Sistem Tubuh ResponsKardiovaskular Palpitasi
Jantung berdebarTekanan darah meninggiRasa mau pingsanPingsanTekanan darah menurunDenyut nadi menurun
Pernapasan Napas cepatNapas pendekTekanan pada dadaNapas dangkalPembengakakan pada tenggorokSensasi tercekikTerengah-engah
Neuromuskular Refleks meningkatReaksi kejutanMata berkedip-kedipInsomniaTremorRigiditasGelisahWajah tegangKelemahan umumKaki goyahGerakan yang janggal.
Gastrointestinal Kehilangan nafsu makanMenolak makananRasa tidak nyaman pada abdomenMualRasa terbakar pada jantung
Diare
Perkemihan Tidak dapat menahan kencingSering berkemih
Kulit Wajah kemerahanBerkeringat setempat (telapak tangan)Gatal rasa panas dan dingin pada kulit wajahpucatBerkeringat seluruh tubuh
Sumber : Stuart W Gail (2010). Keperawatan Jiwa, Jakarta : Erlangga
Tabel 2.2.Respons Perilaku, Kognitif dan Afektif terhadap Kecemasan
Sistem Respons
Perilaku GelisahKetegangan fisikTremorGugupBicara cepatKurang koordinasiCenderung mendapat cederaMenarik diri dari hubungan interpersonal.MenghalangiMelarikan diri dari masalahMenghindariHiperventilasi
Kognitif Perhatian tergangguKonsentrasi burukPelupaSalah dalam memberikan penilaianPreokupasiHambatan berpikirBidang persepsi menurunKreativitas menurunBingungSangat waspadaKesadaran diri meningkatKehilangan objektivitasTakut kehilangan kontrolTakut pada gambaran visualTakut cedera atau kematian
Afektif Mudah tergangguTidak sabarGelisahTegangKetakutanTerorGugupWaspadaKengerianKekhwatiranKecemasanMati rasaRasa bersalahMalu
Sumber : Stuart W Gail (2010). Keperawatan Jiwa, Jakarta : Erlangga
6. Intervensi Keperawatan Pasien Dengan Kecemasan
Pada pasien dengan kecemasan ringan, tidak ada intervensi khusus sebab
pada kecemasan ringan ini pasien masih mampu mengontrol dirinya dan
mampu membat keputusan yang tepat dalam menyelesaikan masalah.
Sedangkan pada kecemasan sedang intervensi intervensi yang dapat dilakukan
dengan mengembangkan pola mekanisme koping yang positif. Pada
kecemasan berat dan panik, terdapat strategi khusus yang perlu derhatikan
oleh perawat dalam pemberian asuhan keperawatan (Asmadi, 2010)
Setelah tingkat kecemasan pasien menurn sampai tingat sedang atau
ringan, prinsip intervensi keperawatan yang diberikan adalah re-edukatif atau
beriorentasi pada kognitif. Tjuannya adalah menolong pasien dalam
mengembangkan kemampuan menoleransi kecemasan dengan mekanisme
koping dan strategi pemecahan masalah yang konstruktif. Intervensi utama
yang dilakukan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
kecemasan adalah menyadari untuk mengenali perasaannya dan juga mampu
mengendalikannya. Prinsip intervensi keperawatan pada pasien tersebut
adalah melindungi pasien dari bahaya fisik dan memberikan rasa aman pada
pasien karena pasien tidak dapat mengendalikan perilakunya. (Asmadi, 2010).
7. Mekanisme Koping
Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai mekanisme
koping untuk mencoba mengatasinya. Ketidakmampuan mengatasi ansietas
secara konstrktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis.
Pola yang biasa digunakan individ untuk mengatasi ansietas ringan cenderng
tetap dominan ketika kecemasan menjadi lebih intens. Kecemasan ringan
sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang sadar. Kecemasan sedang dan
berat menimbulkan da jenis mekanisme koping. (Nursalam, 2009)
8. Pengukuran tingkat kecemasan
Dalam penelitian ini digunakan instrumen pengukur kecemasan Taylor
Manifest Anxiety Scale (TMAS) yang ditemukan oleh Janet Taylor. Tingkat
kecemasan akan diketahui dari tinggi rendahnya skor yang didapatkan.
TMAS merupakan kuesioner yang terdiri dari 50 butir pertanyaan yang
kesemuanya menunjukkan skor kecemasan yang muncul. Banyak dari butir-
butir ini yang menunjukkan gejala kecemasan yang mencolok seperti
berkeringat, muka kemerahan, keguncangan, gemetaran, dan lain-lain. Sebagian
mengandung keluhan-keluhan somatik seperti mual, pusing, diare, gangguan
lambung, dan lain-lain. Butir-butir lainnya menunjukkan konsentrasi, perasaan
eksitasi atau tidak bisa istirahat, menurunnya kepercayaan diri, sensitivitas
ekstra terhadap orang lain, perasaan akan bahaya dan tidak berguna
(Wicaksono, 1992).
Dari hasil instrumen TMAS sebanyak 50 butir, bila 21 butir dijawab
“ya” hal ini menunjukkan kecemasan (Wicaksono, 1992).
TMAS banyak digunakan oleh peneliti karena mempunyai validitas dan
reliabilitas yang cukup tinggi juga mudah digunakan dan tidak memerlukan
waktu yang lama untuk mengerjakan (Wicaksono, 1992).
TMAS berisi 50 butir pernyataan, di mana responden menjawab
keadaan ”ya” atau ”tidak” sesuai dengan keadaan dirinya, dengan memberi
tanda (X) pada kolom jawaban ”ya” atau tanda (O) pada kolom jawaban
“tidak”. Kuesioner TMAS terdiri atas 34 pernyataan unfavourable (pernyataan
no 1, 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 19, 21, 23, 24, 26, 27, 30, 31, 32,
36, 37, 39, 40, 41, 42, 45, 46, 47, 48, 49) dan 16 pernyataan favourable
(pernyataan no 3, 4, 15, 18, 20, 22, 25, 28, 29, 33, 34, 35, 38, 43, 44, 50).
Gardos (1961), membagi tingkat kecemasan menjadi 3 skala
berdasarkan hasil pengukuran TMAS :
a. Skor < 20 : Kecemasan ringan
b. Skor 20−25 : Kecemasan sedang
c. Skor > 25 : Kecemasan Berat (Mancesvska, 2008).
B. Tinjauan Tentang LAPAS
1. Pengertian
Sistem pembinaan narapidana yang dikenal dengan nama
pemasyarakatan, mulai dikenal pada tahun 1964 ketika dalam konferensi
Dinas Kepenjaraan di Lembaga tanggal 27 April 1964.
Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas keimanan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, Intelektual, sikap, dan perilaku profesional
serta kesehatan dan rohani naraapidana. (Peraturan Pemerintah Nomor 31
tahun 1999).
Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan
warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara
pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam
tata peradilan pidana. (Didin,S 2007 : 106).
Sistem pemasyarakatan sebagai suatu sistem pembinaan yang
berlandaskan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 tidak lagi sekedar
mengandung aspek penjeraan belaka, tetapi juga merupakan suatu upaya
untuk mewujudkan reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan yaitu
pulihnya kesatuan hubungan warga binaan pemasyarakatan, baik sebagai
pribadi, anggota masyarakat maupun sebagai insan Tuhan. (Badan
pembinaan hukum nasional,1999).
2. Fungsi Lapas
Tujuan diselenggarakannya Sistem Pemasyarakatan adalah dalam
rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia
seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi
tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup
secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab. (Pasal 2
Undang-Undang Nomor 12 tahun1995 tentang Pemasyarakatan).
Yang dimaksud dengan “agar menjadi manusia seutuhnya” adalah
upaya memulihkan narapidana dan anak didik pemasyarakatan kepada
fitrahnya dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan
pribadinya, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan
Lingkungannya. (Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12
tahun1995 tentang Pemasyarakatan).
Fungsi sistem Pemasyarakatan yaitu menyiapkan warga Binaan
Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat,
sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas
dan bertanggungjawab. (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995
tentang Pemasyarakatan). Yang dimaksud dengan “berintegrasi secara
sehat” adalah pemulihan kesatuan Warga Binaan Pemasyarakatan dengan
masyarakat.
Selain itu, dalam pasal 8 ayat (1) juga menyatakan bahwa :
Petugas pemasyarakatan merupakan pejabat fungsional penegak
hukum yang melaksanakan tugas dibidang pembinaan, pengamanan dan
pembimbingan warga binaaan pemasyarakatan.
Menurut Baharuddin Soerdjobroto (alm). Selaku pensiunan
praktisi pemasyarakatan dan terakhir sebagai dosen senior yang luar biasa
FISIP UI, menyatakan bahwa gerak usaha pemasyarakatan meliputi
meliputi perspektif yang luas dan perspektif yang sempit. (Achmad, 1979)
C. Tinjauan Umum Tentang Narapidana
1. Pengertian
Warga binaan atau Narapidana adalah orang yang menjalani
pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan, sedangkan yang
dimaksud dengan Lembaga Pemasyarakatan ialah tempat untuk
melaksanakan pembinaan narapidana atau warga binaan.
Menurut Priyanto (2006), yang dimaksudkan narapidana adalah
setiap individu yang telah melakukan pelanggaran hukum yang berlaku
dan kemudian diajukan ke pengadilan dijatuhi vonis pidana penjara dan
hukuman oleh hakim, yang selanjutnya ditempatkan di Lembaga
Pemasyarakatan untuk menjalani masa hukumannya.
2. Pembagian Narapidana
Menurut Departemen Kehakiman RI (1990), Warga binaaan terbagi
atas :
a. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.
b. Anak Didik Pemasyarakatan :
1) Anak pidana yaitu anak yang berdasarka putusan pengadilan
menjadi pidana di Lembaga Pemasyarakatan anak paling lama
sampai berumur 18 tahun (delapan belas) tahun.
2) Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan
diserahkan kepada negara untuk dididik dan ditempatkan di
Lembaga Pemasyarakatan anak paling lama sampai berumur 18
tahun.
3) Anak sipil yaitu anak yang atas permintaan orangtua walinya
memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di Lembaga
Pemasyarakatan anaak paling lama sampai berumur 18 tahun.
c. Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Klien adalah seorang
yang berada dalam bimbingan Balai Pemasyarakatan (BAPAS).
Dalam rangka pembinaan terhadap narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan juga terdapat penggolongan narapidana atas dasar :
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Lama pidana yang dijatuhkan
d. Jenis kejahatan
e. Kriteria laainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan
pembinaan.
3. Tujuan Pemidanaan
Pemidanaan merupakan masalah yang sering menjadi sorotan
masyarakat. (Petrus Irwan Panjaitan & Wiwik Sri Widiarty,2008:29)
mengemukakan bahwa suatu hukuman (pemidanaan) bertujuan untuk
mencegah adanya pelanggaran hukum atau kejahatan. Dalam hal ini,
pemidanaan juga bertujuan untuk menekan kejahatan, dimana setelah
seseorang menjalani hukuman diharapkan tidak melakukan kejahatan
kembali. Disamping itu, Jeremy Bentham dalam (Petrus Irwan Panjaitan
& Wiwik Sri Widiarty, 2008:30) memperkenalkan “hedonistic calculus”
menurutnya konsep hedonistic calculus ini menunjukkan bahwa
hukuman itu dibuat dalam ukuran yang serius. Ia yakin, perbuatan jahat
dapat dicegah melalui hukuman (pemidanaan) yang dijatuhkan kepada
seseorang narapidana.
Leden Marpaung, (2008:4) mengemukakan tujuan pemidanaan adalah
sebagai berikut :
a. Menjerakan
Dengan penjatuhan hukuman, diharapkan pelaku atau terpidana
menjadi jera dan tidak mengulangi lagi perbuatannya (speciale
preventie) serta masyarakat umum mengetahui bahwa jika melakukan
perbuatan sebagaimana dilakukan terpidana, mereka akan mengalami
hukuman yang serupa (generale preventie).
b. Memperbaiki pribadi terpidana
Berdasarkan perlakuan dan pendidikan yang diberikan selama
menjalani hukuman, terpidana merasa menyesal sehingga dia tidak
akan mengulangi perbuatannya kembali kepada masyarakat sebagai
orang yang baik dan berguna.
c. Membinasakan atau membuat terpidana tidak berdaya
Membinasakan berarti menjatuhkan hukuman mati, sedangkan
membuat terpidana tidak berdaya dilakukan dengan menjatuhkan
hukuman seumur hidup.
4. Hak-hak Narapidana
Sistem Pemasyarakatan disamping berujuan untuk mengambalikan
Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik juga bertuan
untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak
pidana oleh warga Binaan Pemasyarakatan, serta merupakan penerapan
dan bagian yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Menyadari hal itu maka telah sejak lama sistem
Pemasyarakatan Indonesia lebih ditekankan pada aspek pembinaan
narapidana, Anak didik Pemasyarakatan, atau klien Pemasyarakatan yang
mempunyai ciri ciri preventif, kuratif, rehabilitatif, dan edukatif
.(Sanusi,1996:47)
Menurut prinsip-prinsip untuk perlindungan semua orang yang
berada dibawah perlindungan apapun atau pemenjaraan (Body of Priciples
for the protection of All Persons Any Form Detention, or Imprisonment)
yang dikeluarkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 9 Desember 1988
dengan resolusi 43/147, tidak boleh pada pembatasan atau pelanggaran
terhadap setiap hak-hak asasi manusia dari orang-orang yang berada
dibawah bentuk penahanan atau pemenjaraan, penagkapan,penahan atau
pemenjareaan harus diperlakukan dalam cara yang manusiawi dan dengan
menghormati martabat pribadi manusia yang melekat.
Seorang yang ditahan atau dipenjara berhak dikunjungi oleh dan
melakukan surat menyurat, terutama dengan para anggota keluarganya,
dan diberi kesempatan yang memadai untuk berkomunikasi dengan dunia
luar.
Di Indonesia ketentuan yang mengatur tentang hak-hak warga binaan
diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia dalam pasal 14 ayat 1
Nomor 12 taahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang tertuang yang isinya
:
Narapidana berhak :
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
b. Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
e. Menyampaikan keluhan;
f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya
yang tidak dilarang;
g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu
lainnyaa;
i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);
j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjung
keluarga;
k. Mendapatkan pembebasan bersyarat;
5. Tujuan Pembinaan Narapidana
Menurut Suhardjo (1964) tujuan pembinaan adalah
pemasyarakatan, dapat dibagi dalam tiga hal yaitu :
a. Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan tidak lagi melakukan
tindak pidana.
b. Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif dalam
membangun bangsa dan negaranya.
c. Mampu mendekatkan diri diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun akhirat
Dalam artikelnya C.I Harsono, menawarkan tentang tujuan pembinaaan
adalah kesadaran (consciousness). Untuk memperoleh kesadaran dalam
diri seseorang, maka seseorang harus mengenal diri sendiri. Kesadaran
sebagai tujuan pembinaan Narapidana, cara mencapainya dilakukan
berbagai tahap :
a. Mengenal diri sendiri
b. Memiliki kesadaran beragana, kesadaran terhadap kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, sadar sebagai makhluk Tuhan.
c. Mengenal potensi diri
d. Mengenal cara memotivasi, adalah mampu memotivasi diri sendiri
kearah yang positif, ke arah perubahan yang semakin baik.
e. Mampu memotivasi orang lain.
f. Mampu memiliki kesadaran yang tinggi, baik untuk diri sendiri,
keluarga, kelompoknya, masyarakat sekelilingnya, agama, bangsa, dan
negaranya.
g. Mampu berfikir dan bertindak
h. Memiliki kepercayaan diri yang kuat
i. Memiliki tanggung jawab
j. Menjadi pribadi yang tangguh.
Ada 4 (empat) komponen penting dalam pembinaan narapidana :
a. Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri
b. Keluarga, adalah anggota keluarga inti atau keluarga dekat
c. Masyarakat, adalah orang-orang yang berada di sekeliling narapidana
pada saat masih di luar Lembaga Pemasyarakatan dapat masyarakat
biasa atau pejabat setempat.
d. Petugas, dapat berupa petugas kepolisian, petugas sosial, petugas
petugas masyarakatan dan lain sebagainya.
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Kondisi kehidupan dalam penjara adalah salah satu diantara faktor-
faktor utama yang menentukan perasaan martabat dan harga diri seseorang
narapidana. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A Kendari setiap ruangan
dalam blok berukuran 4 x 6 M yang ditempati oleh kurang lebih 10-14 orang,
hal ini memungkinkan terjadinya interaksi antara para narapidana berlangsung
dengan baik.
Menurut Priyanto (2006), yang dimaksudkan narapidana adalah setiap
individu yang telah melakukan pelanggaran hukum yang berlaku dan
kemudian diajukan ke pengadilan dijatuhi vonis pidana penjara dan hukuman
oleh hakim, yang selanjutnya ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan untuk
menjalani masa hukumannya.
Ansietas atau cemas adalah salah satu dari empat kelompok besar
perasaan emosional, di samping sedih, gembira dan marah. Ansietas bisa
normal dan bisa patologis. Ansietas normal apabila mendapatkan ketegangan
hidup kemudian dapat segera menyesuaikan diri dalam waktu yang lebih
singkat, apabila terus menerus terjadi ansietas dimana fungsi homeostasis
gagal mengadaptasi maka menjadi ansietas yang patologis (Maramis, 2001).
B. Kerangka Konsep Penelitian
C. Variabel Penelitian
(Arikunto, 2006) mengemukakan bahwa variabel penelitian adalah objek
penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian, dalam
penelitian ini variabel yang digunakan adalah kecemasan narapidana wanita di
lapas.
D. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif
1. Kecemasan ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus.
Kriteria objektif :
Jika responden menjawab kuesioner TMAS (Taylor Manifest Anxiety
Scale) dengan skor < 20.
2. Kecemasan sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada
sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
Kriteria objektif :
Narapidana Wanita
Di Lapas
Tingkat Kecemasan :- Ringan
- Sedang
- Berat
Jika responden menjawab kuesioner TMAS (Taylor Manifest Anxiety
Scale) dengan skor 20 – 25
3. Kecemasan berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,
memperlihatkan respons takut dan distress.
Kriteria objektif :
Jika responden menjawab kuesioner TMAS (Taylor Manifest Anxiety
Scale) dengan skor > 25
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang digunakan untuk
memperoleh Gambaran Tingkat Kecemasan pada Narapidana Wanita di
Lembaga Pemasyarakatan Kls II.A Kota Kendari Tahun 2016.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 20 Februari – 09 Juni 2016
2. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A
Kota Kendari di Baruga.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua narapidana wanita yang
berada di Lembaga pemasyarakatan kelas II.A Kendari yaitu
sebanyak 30 orang.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian atau wakil dari sampel yang diteliti.
Apabila subyeknya lebih dari 100, maka menggunakan 10-15 % atau
20-25 % atau lebih, dari populasi yang ada. Sedangkan apabila jumlah
populasi kurang dari 100, lebih baik diambil dari semua populasi yang
ada untuk dijadikan sampel (Arikunto, 2006 : 131-134).
Karena banyaknya jumlah sampel dalam penelitian ini kurang
dari 100 maka peneliti mengambil sampel secara keseluruhan (total
sampling) yaitu sebanyak 30 orang.
D. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu
lembar “kuesioner” yang akan diisi oleh responden. Instrumen penelitian ini
terdiri atas data identitas responden dan 50 butir pertanyaan (Taylor Anxiety
Scale)
E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden, baik
dengan observasi langsung, wawancara ataupun menggunakan daftar
pertanyaan.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari data yang telah ada
sebelumnya.
2. Cara Pengumpulan Data
a. Data Primer
Diperoleh melalui kunjungan langsung ke Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II.A Kota Kendari dengan menggunakan lembar kuesioner
secara terstruktur untuk diisi oleh responden.
b. Data Sekunder
Diperoleh dari dokumen-dokumen yang diperoleh dari Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II.A Kota Kendari.
F. Teknik Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan dari responden kemudian akan diolah
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing, yaitu kegiatan pengoreksian data dari responden pada kuesioner
yang telah diisi oleh responden.
2. Coding, yaitu mengklarifikasikan jawaban responden menurut jenisnya
dan membubuhkan kode pada jawaban tersebut.
3. Scoring, yaitu perhitungan pada jawaban responden yang telah diisi pada
kuesioner dari berbagai variabel yang diteliti.
4. Tabulating, yaitu menyusun data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
G. Analisa Data
Data yang telah diolah kemudian dianalisa dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
Keterangan :
x : Jumlah presentase variabel yang diteliti/ jumlah jawaban yang benar
f : Jumlah responden berdasarkan variabel
n : Jumlah sampel penelitian
k : Konstanta (100) (Budiarto, 2002)
H. Penyajian Data
Penyajian dailakukan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang
kemudian dinarasikan seecara deskriptif (memaparkan) variabel yang diteliti.
I. Etika Penelitian
1. Lembar persetujuan (Informed Consent)
Tujuannya untuk mengetahui maksud dan tujuan penelitian dilakukan.
Jika subjek bersedia diteliti maka harus menandatangani lembar
persetujuan. Jika subjek menolak untuk diteliti maka penelitian tidak akan
memaksa dan tetap menghormati haknya.
2. Tanpa Nama (Ananomity)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti tidak akan
mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan data (kuesioner)
yang diisi oleh subjek. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu.
f
x = x kn
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subjek dijamin oleh peneliti.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Lokasi Penelitian
a. Sejarah berdirinya lembaga pemasyarakatan kelas IIA Kendari
Lembaga pemasyarakatan (lapas) kelas IIA kendari didirikan
pada tahun 1994 merupakan bangunan baru sebagai pindahan dari
bangunan lama yang berlokasi di Punggolaka Kendari, bangunan
tersebut didirikan pada tahun 1972 – 1973 dan terbakar pada tahun 1999.
Dengan terbakarnya lapas kelas IIA kendari yang berlokasi di
punggolaka maka pada tanggal 11 September 1999 para narapidana
langsung dipindahkan pada bangunan baru yang berlokasi di kelurahan
baruga kecamatan baruga kota kendari, yang menempati tanah seluas
3000 meter persegi yang terletak dijalan Kapten Piere Tandean No.1
b. Letak geografis lokasi penelitian
Lembaga pemasyarakatan (lapas) kelas IIA kendari yang terletak
di ibu kota provinsi Sulawesi Tenggara memiliki luas area 30.000 M2
dan dari keseluruhan areal tersebut kemudian diklasifikasikan berdasrkan
pemanfaatannya untuk fasilitas lembaga pemasyarakatan.
Adapun klasifikasi luas areal lembaga pemasyarakatan kelas IIA
kendari berdasarkan pemanfaatannya adalah sebagai berikut :
a. Komponen gedung seluas 2,037 m2
b. Lapangan olahraga/upacara 650 m2
c. Taman seluas 4560 m2
d. Lapangan parkir seluas 800 m2
e. Lahan pertanian seluas 9545 m2
f. Lahan kosong seluas 11.150 m2
c. Jumlah Pegawai LAPAS
Pegawai lapas umumnya berjenis kelamin laki-laki dan sebagian
kecil yang berjenis kelamin perempuan, hal ini terlihat dari jumlah
pegawai laki-laki yakni 83 orang dan perempuan 16 orang, dari jumlah
tersebut diketahui bahwa jumlah pegawai lapas adalah 99 orang.
2. Karakteristik Responden
Berdasarkan data demografi responden yang menjadi sampel
penelitian maka diperoleh karakteristik responden sebagai berikut:
a. Umur
Selama penelitian berlangsung diperoleh karakteristik responden
berdasarkan umur dibagi dalam 5 (lima) krlompok umur yang dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A Kendari
No Umur Frekuensi Presentase (%)
12345
15-2526-3536-4546-5556-65
515631
16,7502010
3,33Jumlah (n) 30 100
Sumber : Data Primer Diolah Juni Tahun 2016Dari tabel diatas dapat dilihat karakteristik usia responden di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A Kendari yang berkategori umur 15-25
tahun 5 orang (16,7%), umur 26-35 tahun 15 orang (50%), umur 36-45
tahun 6 orang (20%), umur 46-55 tahun 3 orang (10%), dan umur 56-65
tahun 1 orang (3,33%).
b. Pendidikan Responden
Selama penelitian berlangsung diperoleh karakteristik responden
berdasarkan pendidikan dibagi dalam 4 tingkat pendidikan yang dapat
dilihat pada tabel berikut
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A
Kendari
No Pendidikan Frekuensi (f) Presentase (%)1234
SDSMPSMA
PT
47
163
13,3323,3353,33
10Jumlah (n) 30 100
Sumber : Data Primer Diolah Juni Tahun 2016
Dari tabel diatas dapat dilihat karakteristik pendidikan responden
di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A Kendari yang berkategori
pendidikan SD sebanyak 4 orang (13,33%), pendidikan SMP sebanyak 7
orang (23,33%), pendidikan SMA sebanyak 16 orang (53,33%), dan 3
orang (10%) dengan tingkat pendidikan tinggi atau perguruan tinggi.
c. Status Pernikahan
Selama penelitian berlangsung diperoleh karakteristik responden
berdasarkan status pernikahan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status
Pernikahan Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A
Kendari
No Status PernikahanFrekuensi (f) Presentase (%)
12
MenikahBelum menikah
264
86,8713
Jumlah (n) 30 100Dari tabel diatas dapat dilihat karakteristik status pernikahan
responden di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A Kendari yang
berkategori menikah sebanyak 26 orang (86,87%), dan yang belum
menikah sebanyak 4 orang (13%)
d. Perkara
Selama penelitian berlangsung diperoleh karakteristik responden
berdasarkan perkara dibagi dalam 3 jenis perkara yang dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perkara Di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A Kendari
No Kategori Perkara Frekuensi (f) Presentase (%)
123
NarkobaKorupsi
Pembunuhan
2136
701020
Jumlah (n) 30 100Sumber : Data Primer Diolah Juni Tahun 2016
Dari tabel diatas dapat dilihat karakteristik perkara responden di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A Kendari yang berkategori perkara
narkoba sebanyak 21 orang (70%), perkara korupsi sebanyak 3 orang
(10%), dan perkara pembunuhan sebanyak 6 orang (20%).
e. Lama di Lapas
Selama penelitian berlangsung diperoleh karakteristik responden
berdasarkan lama dilapas dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Lama Berada di Lapas Responden Di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A Kendari
NoKategori Lama di
Lapas Frekuensi (f) Presentase (%)
123456
≤1thn1-4 thn5-8 thn
9-12 thn13-16 thn≥16 thn
1178121
3,3356,6626,73,336,7
3,33Jumlah 30 100
Sumber : Data Primer Diolah Juni Tahun 2016
Dari tabel 5.5, terlihat bahwa terbanyak dari responden memiliki
masa tahanan 1 sampai 4 tahun yaitu sebanyak 17 orang (56,66%) dan
yang paling sedikit adalah masa tahanannya kurang dari satu tahun, 9
sampai 12 tahun dan lebih dari 16 tahun yaitu berjumlah 1 orang (3,33%).
Adapun masa tahanan terlama yaitu lebih dari 16 tahun yang dialami oleh
1 orang (3,33%), sedangkan masa tahanan singkat yaitu kurang dari 1
tahun yang dialami oleh 1 orang (3,33%) responden.
3. Variabel Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan kelas
II.A Kendari pada tanggal 03 Juni 2016, dengan jumlah sampel 30 orang
narapidana wanita dengan hasil penelitian untuk lebih jelasnya dapat
dijabarkan sebagai berikut :
a. Tingkat Kecemasan
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Pada Narapidana
Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.A Kendari
No Kecemasan Frekuensi (F) Presentase (%)
123
RinganSedangBerat
51510
16,6650
33,33Jumlah 30 100
Sumber : Data Primer Diolah Juni Tahun 2016
Berdasarkan tabel 5.6 diatas menunjukkan bahwa dari 30
responden, frekuensi tertinggi adalah tingkat kecemasan ringan sebanyak
15 responden (50 %), tingkat kecemasan berat sebanyak 10 responden
(33,33%), dan terendah adalah tingkat kecemasan ringan sebanyak 5
responden (16,66%).
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 03 – 09
Juni 2016 dengan gambaran tingkat kecemasan pada narapidana wanita di
lembaga pemasyarakatan kelas II.A endari sebagai berikut :
Tingkat kecemasan pada narapidana wanita di lapas kelas II.a kendari
1. Kecemasan Ringan
Berdasarkan hasil penelitian terhitung mulai dari pengambilan
data awal tanggal 20 Februari sampai dengan 09 Juni 2016 diperoleh data
bahwa dari 30 responden dengan kecemasan ringan sebanyak 5 responden
(16,6%) hal ini karena pada saat pengukuran diperoleh hasil dengan skor
dibawah 20 pertanyaan.
Kecemasan ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang
berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat
dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar,
menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi
diri sendiri. Kecemasan ringan dengan ciri-ciri meningkatkan kesadaran,
terangsang untuk melakukan tindakan, termotivasi secara positif dan
sedikit mengalami peningkatan tanda-tanda vital dalam melakukan
kehidupan sehari-hari.
Kecemasan ringan dapat berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari sehingga menyebabkan individu menjadi waspada
dan meningkatkan lapang persepsinya hak ini yang mengalami
kecemasan ini masih memiliki kesadaran yang tinggi, masih mampu
untuk belajar, tingkah laku masih sesuai dengan situasi, dan memiliki
motivasi yang tinggi. Narapidana yang ada dilapas dari beberapa
responden yang mengalami kecemasan ringan memiliki harapan yang
ingin melanjutkan aktivitas atau kehidupannya yang lebih baik setelah
keluar dari penjara.
Faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah tingkat pendidikan,
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin mudah
berfikir rasional, maka akan lebih mudah pula dalam menyikapi suatu
masalah atau situasi yang dialami, sehingga pengembangan mekanisme
koping lebih efektif dan konstruktif, maka seseorang yang mengalami
suatu masalah akan lebih siap menghadapi masalah tersebut, sehingga
kecemasan dapat diatasi (Kuncoroningrat,1997, dikutip oleh Nursalam,
2001).
Hal tersebut diatas ditunjang oleh hasil pada penelitian ini yang
menunjukkan dari 5 orang (16,66%) responden dengan kecemasan ringan
memiliki latar belakang pendidikan SMA sebanyak 3 orang (10%) dan 2
orang (6,67%) dengan tingkat pendidikan tinggi atau perguruan tinggi.
Dengan demikian, salah satu faktor yang berkontribusi pada
penelitian ini yang menyebabkan kecemasan sedang adalah tingkat
pendidikan responden, yang rata-rata adalah pendidikan menengah dan
tingkat pendidikan tinggi.
2. Kecemasan Sedang
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 responden, menunjukkan
bahwa terdapat 15 responden (50%) dengan kecemasan sedang.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 30
responden telah ditemukan yang memiliki tingkat kecemasan sedang itu
lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah responden tingkat kecemasan
ringan dan berat hal ini ditandai adanya tanda-tanda yang muncul pada
responden ketika akan dilakukan observasi yaitu gelisah, perasaan tidak
aman, bicara banyak dan lebih cepat hal ini ditandai pada karakteristik
yang mengalami kecemasan sedang.
kecemasan sedang adalah cemas yang memungkinkan seseorang
untuk memusatkan pada hal-hal yang penting dan mengesampingkan
yang tidak penting atau bukan menjadi prioritas yang ditandai dengan
perhatian menurun penyelesaian masalah menurun, tidak sabar, mudah
tersinggung, ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital meningkat, mulai
berkeringat, sering mondar-mandir, sering berkemih dan sakit kepala.
Kecemasan tidak hanya muncul berdasarkan faktor-faktor penyebab
kecemasan. Selain itu kecemasan muncul karena ada faktor yang
mempengaruhi yaitu adanya faktor yang mempengaruhi tingkat
kecemasan yaitu faktor internal dan faktor eksternal.(Trismiati, 2006).
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Hurlock (2008)
warga binaan wanita berada pada kategori dewasa awal yaitu 18-40 tahun
dimana pada rentang usia ini pengalaman hidup seseorang masih sedikit
sehingga ketika masalah dalam kehidupan muncul akan menimbulkan
stres yang berlebihan. Hal inilah yang menyebabkan warga binaan wanita
di Lembaga Pemasyarakatan memiliki tingkat kecemasan sedang, karena
pengalaman hidup warga binaan jika dilihat pada usia ini masih sedikit
sehingga dalam menyikapi setiap permasalahan yang ada akan menjadi
besar. Berbeda ketika usia seseorang tersebut berada pada usia yang jauh
lebih tua dimana pengalaman hidupnya sudah sangat banyak sehingga
dalam menyikapi permasalahan yang ada akan menjadi semakin bijak.
Hal ini, diperkuat oleh Shinkfield (2010), yang menyatakan bahwa
Usia merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada
narapidana. Usia yang lebih tua kemungkinan lebih tinggi untuk menjadi
cemas atau tertekan sebelum masa pembebasan dari pada usia yang lebih
muda.
Hal ini disebabkan oleh pengalaman yang terjadi sebelumnya pada
usia yang lebih tua. Oleh sebab itu, banyaknya usia yang lebih muda pada
warga binaan wanita menimbulkan kecemasan dan inilah yang
mempengaruhi tingkat kecemasan pada warga binaan wanita.
Selain itu masa hukuman yang lama juga akan membuat warga
binaan merasa asing. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Kartono (2011), bahwa hukuman pemenjaraan yang sangat lama akan
menimbulkan tekanan-tekanan batin yang semakin memberat dengan
bertambahnya waktu pemenjaraan, sehingga akan muncul rasa rendah diri
yang hebat, kecenderungan autistik dan usaha melarikan diri dari realitas
yang traumatik. Hal inilah yang menyebabkan warga binaan wanita
merasa cemas menjelang kebebasanya.
.
3. Kecemasan Berat
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 responden, menunjukkan
bahwa terdapat 10 responden (33,3%) dengan kecemasan berat.
Kecemasan berat adalah kecemasan yang terlalu berat dan berakar
secara mendalam dalam diri seseorang. Apabila seseorang mengalami
kecemasan semacam ini maka biasanya ia tidak dapat mengatasinya.
Kecemasan ini mempunyai akibat menghambat atau merugikan
perkembangan kepribadian seseorang (Kartono Kartini, 2006).
Kecemasan berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,
memperlihatkan respons takut dan distres. Kecemasan berat dengan ciri-
ciri persepsi menjadi terganngu, perasaan tentang terganggu atau takut
meningkat, komunikasi menjadi terganggu dan mengalami peningkatan
tanda-tanda vital. Kecemasan berat sangat mengurangi lapang persepsi
individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan
spesifik serta tidak berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan
banyak arahan untuk berfokus pada area lain (Stuart, 2010).
Menurut Butterfield, 2003 bahwa narapidana wanita diyakini lebih
rentan mengalami masalah mental dibandingkan dengan narapidana laki-
laki. Kecemasan dapat dialami oleh narapidana wanita karena salah satu
faktor yang menyebabkan adalah berhubungan dengan peran, perannya
sebagai orang tua dan status pernikahan yang terkait dengan perannya
sebagai seorang istri (Herlina, 2011).
Faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah umur, lebih muda
umur seseorang ternyata lebih rentan mengalami kecemasan. Pada orang
dewasa sumber kecemasan dihubungkan dengan ancaman konsep diri
dalam hal ini ancaman pada responden dengan statusnya sebagai
narapidana. Karena memberikan stigma negatif dari masyarakat.
Selain itu lamanya masa tahanan juga mempengaruhi tingkat
kecemasan, hal tersebut dapat ditunjang oleh hasil pada penelitian ini
yang menunjukkan dari 10 responden dengan kecemasan berat memiliki
masa tahanan 1 sampai 4 tahun sebanyak 9 orang (90%) dan 1 orang
(10%) dengan lamanya masa tahanan 13 sampai 16 tahun. Seseorang
yang berada dalam tahanan akan menimbulkan kontak-kontak yang
minim pada dunia luar yang mengakibatkan seorang narapidana merasa
tidak mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, dengan kurangnya
kepercayaan akan menyebabkan kecemasan pada narapidana yang merasa
adanya penolakan terhadap eksistensi diri oleh orang lain sehingga
menyebabkan seseorang menjadi cemas.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 03 Juni – 09
Juni 2016, Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Narapidana Wanita di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II.A Kendari,sebanyak 30 responden dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat kecemasan sebagai berikut :
1. Tingkat kecemasan ringan pada narapidana wanita di lapas kendari sebanyak
5 responden (16,6 %)
2. Tingkat kecemasan sedang pada narapidana wanita di lapas kendari sebanyak
15 responden (50 %)
3. Tingkat kecemasan berat pada narapidana wanita di lapas kendari sebanyak
10 responden (33,3 %).
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian diatas peneliti menyarankan :
1. Bagi narapidana agar menjaga kesehatannya dengan berkonsultasi kepada
tenaga kesehatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.a Kota Kendari
tentang masalah-masalah kesehatan yang dialaminya.
2. Bagi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.a Kota Kendari agar meningkatkan
peran perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan pada narapidana.
3. Bagi Institusi Poltekkes Kemenkes Kendari kiranya hasil penelitian ini dapat
dijadikan bahan masukan/referensi tentang gambaran tingkat kecemasan pada
narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan kelas II.a kendari.
4. Bagi peneliti selanjutnya khususnya di Poltekkes Kemenkes Kendari agar
mengembangkan variabel penelitian yang terkait dengan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, B, 2002. Pengantar Statistik Kesehatan.Jakarta; EGC Kedokteran.
Departemen Kehakiman RI, 1990. Pola Pembinaan Narapidana/Tahaanan, jakarta.
Didin Sudirman, 2007. Reposisi dab Revitalisasi Pemasyarakatan dalam Sistem
Peradilan Pidana di Indonesia, Pusat Pengkajian dan Pengembangan
Kebijakan Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia RI. Jakarta.
Dwidja Priyanto, 2006. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Refika
Aditama, Bandung.
Hadi Sutrisno, 2002 Dimensi Religi Dalam Praktek Psikiatri Dan Psikologi, JFak
Kedokteran UI, Jakarta.
Hawari D. 2006. Manajemen Stress, Cemas, dan Depresi. Jakarta: Gaya Baru.
Herdiana., I., 2011, Profil Kecemasan Narapidana Wanita, di akses di
www.unair.ac.id, diunduh pada 24 Juli 2016.
Penal Reform Internasional, 2011. Dalam Profil Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II.A Kendari. 2012
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika
Rasmun. 2009. Stres, koping dan Adaptasi Teori Dan Pohon Masalah Keperawatan.
Jakarta : CV
Sanusi Has, 1976. Penologi (Ilmu Pengetahuan Tentang Pemasyarakatan Khusus
Terpidana), Monora, Medan
Saryono, 2010. Kumpulan Instrumen Penelitian Kesehatan. Mitra Cendekia Presa,
Yogyakarta.
Sulistyaningsih. 2002. Psikologi Abnormal dan Psikopatologi. Malang: STIT Malang
Stuart, Gail W. Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Sumiati, S.Kp, M,Si.2009. Kesehatan Jiwa Remaja dan Konseling. Penerbit TIM.
Yosep I. 2010. Keperawatan Jiwa. Refika Aditama. Bandung.
Zakiah dharajat. 1990. Ilmu jiwa agama, Bulan Bintang . Jakarta
Lampiran 1.
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONSENT)
Kepada
Yth. Calon Responden
Di-
Tempat
Sebagai persyaratan tugas akhir mahasiswa Politeknik Kementerian
Kesehatan Kendari Jurusan Keperawatan, yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Nur Sri Afrianti
NIM : P00320013058
Status : Mahasiswi DIII Jurusan Keperawatan Poltekkes Kendari
Akan melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Tingkat Kecemasan Pada
Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakaatan Kelas II.A Kendari ”. Untuk
kepentingan tersebut, saya mohon kesediaan Ibu untuk bersedia menjadi responden
dalam penelitian dan bersedia untuk diobservasi serta mengisi kuesioner yang telah
saya sediakan.
Demikian lembar permohonan ini, atas partisipasi dan kerjasamanya saya
ucapkan terima kasih.
Kendari, 2016
Peneliti
NUR SRI AFRIANTI
NIM. P00320013059
Lampiran 2
PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya bertanda tangan di bawah ini tidak keberatan untuk menjadi responden
dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Politeknik Kesehatan Kendari
Jurusan Keperawatan yang berjudul “Gambaran Tingkat Kecemasan Pada
Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kendari”.
Saya memahami bahwa data ini bersifat rahasia. Demikian pernyataan ini
dengan suka rela tanpa paksaan dari pihak manapun, semoga dapat dipergunakan
sebagai mana mestinya.
Kendari, 2016
Responden
Lampiran 3
LEMBAR OBSERVASI
GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA NARAPIDANA WANITA DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II.A KENDARI
Identitas Responden Tanggal :
Nama : No.Urut :
Umur :
Perkara :
Lama di lapas :
Suku :
Pendidikan :
Agama :
Status pernikahan :
Petunjuk :
Berilah tanda ( X ) pada kolom jawaban ( ya ) bila anda setuju dengan pernyataan ini
atau bila anda merasa pernyataan ini berlaku atau mengenai anda. Sebaliknya berilah
tanda ( X ) pada kolom jawaban ( tidak ) bila anda tidak setuju dengan pernyataan ini
atau bila anda merasa pernyataan ini tidak berlaku atau tidak mengenai anda. Jawaban
ditulis pada lembar jawaban yang telah tersedia. Lembar soal dikembalikan pada
petugas.
NO PERTANYAAN Ya Tidak
1 Saya cepat lelah
2 Saya seringkali mengalami perasaan mual
3 Saya yakin, saya tidak lebih penggugup dari kebanyakan
orang lain
4 Saya jarang sakit kepala
5 Saya sering merasa tegang waktu sedang bekerja
6 Saya mengalami kesukaran mengadakan konsentrasi
mengenai suatu masalah
7 Saya khawatir kalau memikirkan masalah
8 Saya sangat merasa gemetar bila saya mencoba untuk berbuat
sesuatu
9 Kalau terjadi sesuatu pada diri saya, saya tidak mudah
tgersipu
10 Saya mengalami diare ( mencret ) satu kali atau lebih dalam
sebulan
11 Saya merasa khawatir bila akan terjadi kegagalan atau
kesialan menimpa saya
12 Saya tidak pernah tersipu-sipu bila terjadi sesuatu pada diri
saya
13 Saya sering merasa takut kalau-kalau muka saya menjadi
merah malu
14 Saya seringkali mengalami mimpi yang menakutkan pada
waktu tidur di malam hari
15 Tangan dan kaki saya biasanya cukup hangat
16 Saya mudah berkeringat meskipun hari tidak panas
17 Ketika saya merasa malu, kadang-kadang keringat saya
bercucuran, hal ini sangat menjengkelkan saya
18 Saya hampir tidak pernah berdebar-debar dan saya jarang
bernafas tersengal-sengal
19 Saya sering merasa lapar terus menerus
20 Saya jarang terganggu untuk rasa sembelit (sakit perut )
karena sukar buang air besar
21 Saya sering terganggu oleh sakit perut
22 Ketika saya mengkhawatirkan sesuatu, seringkali saya tidak
dapat tidur
23 Tidur saya sering terganggu dan tidak nyenyak
24 Seringkali saya bermimpi tentang sesuatu yang sebaiknya
tidak diceritakan kepada orang lain
25 Saya mudah merasa segar
26 Saya merasa lebih sensitif dari kebanyakan orang lain
27 Saya seringkali mengkhawatirkan diri saya terhadap suatu hal
28 Saya menginginkan sebahagiaan seperti orang lain
29 Biasanya saya selalu tenang dan tidk mudah kecewa atau
putus asa
30 Saya mudah menangis
31 Saya seringkali mencemaskan terhadap sesuatu hal atau
seseorang
32 Saya merasa gemetar tiap waktu
33 Menunggu membuat saya gelisah
34 Pada waktu-waktu tertentu, saya merasa tidak tenang,
sehingga tidak dapat duduk terlalu lama atau diskusi terlalu
lama
35 Kadang-kadang saya merasa gembira sekali sehingga saya
sulit untuk tidur
36 Kadang-kadang saya merasa bahwa saya mengalami
kesukaran yang bertumpuk-tumpuk
37 Saya mengetahui bahwa saya kadang-kadang merasa khawatir
tanpa suatu alas an
38 Bila dibandingkan dengan teman-teman saya yang lain, maka
saya tidak sepenakut mereka
39 Saya seringkali merasa khawatir terhadap suatu hal yang saya
tahu bahwa hal itu tidak akan menyulitkan saya
40 Pada suatu saat saya seringkali merasa sebagai orang yang
tidak berguna
41 Saya mengalami kesukaran untuk merumuskan perhatian
terhadap sesuatu pekerjaan
42 Saya biasanya pemalu
43 Biasanya saya yakin pada diri sendiri
44 Saya seringkali dalam keadaan tenang
45 Hidup ini merupakan beban bagi saya setiap waktu
46 Kadang-kadang saya berfikir bahwa saya tidak punya arti apa-
apa
47 Saya benar-benar merasa kurang percaya diri
48 Saya merasa takut akan kesukaran-kesukaran yang haarus
saya hadapi dalam krisis
49 Kadang-kadang saya merasa bahwa diri saya akan hancur
50 Saya sepenuhnya percaya diri saya sendiri
Recommended