View
3
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
GAMBARAN TINGKAT KOOPERASI PASIEN DENGAN PERAWATAN ORTODONTI CEKAT DI KLINIK SPESIALIS
ORTODONTI RSGM-P FKG UI
Saskia Paramita, Erwin Siregar, Sariesendy Program Studi Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi
ABSTRAK Latar Belakang: Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang membutuhkan biaya yang mahal dan waktu perawatan yang tidak sebentar, karena itu kooperasi pasien menjadi salah satu faktor yang penting dalam menentukan hasil dari perawatan ortodonti. Tujuan: Mengetahui gambaran tingkat kooperasi pasien dengan perawatan ortodonti cekat di klinik spesialis ortodonti RSGM-P FKG UI. Metode: Penelitian deskriptif ini dilakukan pada 94 pasien dengan perawatan ortodonti cekat di klinik spesialis ortodonti RSGM-P FKG UI yang sudah dirawat selama paling sedikit 12 bulan. Pasien diminta mengisi kuesioner tentang tingkat kooperasi dalam perawatan ortodonti yang digambarkan melalui frekuensi pembatalan kontrol rutin dalam 12 bulan terakhir. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi tingkat kooperasi pasien dengan perawatan ortodonti cekat di klinik spesialis ortodonti RSGM-P FKG UI. Hasil: 43,6% pasien tergolong kooperatif, 43,6% pasien tergolong cukup kooperatif, 7,4% pasien tergolong tidak kooperatif, dan 5,3% pasien tergolong sangat tidak kooperatif. Kesimpulan: Sebagian besar pasien dengan perawatan ortodonti cekat di klinik spesialis ortodonti RSGM-P FKG UI tergolong kooperatif dan cukup kooperatif. KATA KUNCI : Gambaran; kooperasi; ortodonti cekat
ABSTRACT Background: Orthodontic treatment requires high cost and long duration of treatment. Therefore, patient’s cooperation becomes an important factor in determining the result of orthodontic treatment. Objective: To understand the cooperation level of patients with fixed orthodontic treatment in Postgraduate Orthodontic Clinic at RSGM-P FKG UI. Methods: A descriptive study of 94 patients with fixed orthodontic treatment that have been treated for at least 12 months. They are asked to fill a questionnaire about cooperation in orthodontic treatment predicted by frequency of miss-appointments in last 12 months. A univariate analysis is used to understand the distribution of cooperation level in patients with fixed orthodontic treatment in Postgraduate Orthodontic Clinic at RSGM-P FKG UI. Results: 43.6% patients are cooperative, 43.6% patients are cooperative-enough, 7.4% patients are non-cooperative, and 5.3% patients are very non-cooperative. Conclusion: Majority of patients with fixed orthodontic treatment in Postgraduate Orthodontic Clinic at RSGM-P FKG UI are cooperative and cooperative-enough. KEYWORDS : Description; cooperative; fixed orthodontic treatment
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
2
PENDAHULUAN Perawatan ortodonti adalah perawatan yang bertujuan untuk memperbaiki fungsi,
mendapatkan struktur yang seimbang dan estetis yang harmonis dari regio orofasial dengan
cara merapikan susunan gigi geligi yang tidak rapi.1, 2 Untuk mencapai tujuan tersebut
diperlukan diagnosis yang tepat, penggunaan alat yang tepat, dan yang tak kalah penting
adalah kooperasi yang baik dari pasien dalam menjalani perawatan.
Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang membutuhkan biaya yang mahal dan
waktu perawatan yang tidak sebentar.2, 3 Oleh sebab itu, kooperasi pasien merupakan faktor
yang sangat menentukan hasil perawatan ortodonti. Kooperasi pasien dalam perawatan
ortodonti dapat dilihat dari kepatuhan pasien dalam mengikuti instruksi yang diberikan oleh
dokter gigi seperti menjaga kebersihan gigi, menjaga alat ortodonti yang dipakainya, serta
melakukan kunjungan untuk kontrol rutin.4 Pasien yang kurang kooperatif membutuhkan
waktu perawatan yang lebih lama untuk menyelesaikan perawatan.5
Perilaku dan sikap kooperasi pasien dalam perawatan ortodonti dapat dipengaruhi oleh
berbagai hal seperti dukungan orang tua terhadap perawatan, tingkat pendidikan pasien, status
sosio-ekonomi pasien, komunikasi yang terbentuk antara operator dan pasien, serta
kepribadian dan temperamen pasien itu sendiri.4, 6
Besarnya pengaruh kooperasi pasien dalam menentukan hasil perawatan ortodonti
menjadi latar belakang penulis untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
gambaran tingkat kooperasi pasien dengan perawatan ortodonti cekat di klinik spesialis
ortodonti RSGM-P FKG UI
TINJAUAN TEORITIS Kooperasi Pasien
Kooperasi pasien dalam perawatan ortodonti merupakan hal yang sangat penting
untuk menentukan hasil dan waktu perawatan.5 Berdasarkan tingkat kooperasinya, pasien
ortodonti dibedakan menjadi pasien yang kooperatif dan pasien yang non-kooperatif. Pasien
ortodonti yang kooperatif merupakan pasien yang menjaga kebersihan rongga mulutnya,
menggunakan alat ortodonti sesuai instruksi dan tidak menyalahgunakannya, menjaga pola
makan, serta menepati jadwal kunjungan untuk kontrol rutin.7 Sebaliknya, pasien yang non-
kooperatif bersikap tidak sesuai dengan instruksi yang diberikan dokter gigi selama
perawatan. Sikap pasien yang kooperatif akan mendukung perawatan sehingga tujuan estetik
tercapai dan didapat hasil perawatan yang memuaskan bagi pasien dan operator. Sikap yang
tidak kooperatif dari pasien akan berdampak pada lamanya waktu perawatan, kerusakan pada
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
3
gigi dan jaringan periodonsium, relapse pada gigi geligi setelah perawatan dan akan
menimbulkan stres pada pasien dan juga operator.8
Banyak faktor yang dinilai dapat mempengaruhi tingkat kooperasi pasien dalam
perawatan ortodonti. Pada penelitian ini faktor yang dinilai adalah usia, gender, status sosio-
ekonomi, dukungan keluarga, sikap operator ortodonti, serta motivasi pasien dalam
mendapatkan perawatan ortodonti.4-6
Riset-riset terdahulu telah banyak meneliti mengenai hubungan antara gender atau
jenis kelamin dengan kooperasi pada perawatan ortodonti. Beberapa penelitian menyatakan
bahwa tidak ada perbedaan tingkat kooperasi dalam perawatan ortodonti pada lak-laki dan
perempuan.9, 10 Namun, beberapa riset yang lain membuktikan bahwa perempuan
menunjukkan sikap yang lebih kooperatif dibandingkan laki-laki.7 Beberapa penelitian yang
meneliti hubungan usia dengan perilaku pasien dalam perawatan ortodonti berpendapat bahwa
usia tidak mempengaruhi tingkat kooperasi pasien dalam perawatan ortodonti.9, 10 Pendapat
ini bertentangan dengan pendapat Egolf yang menyebutkan bahwa pasien berusia 12 tahun
atau lebih muda memiliki sikap yang lebih kooperatif jika dibandingkan dengan pasien yang
berusia lebih tua.7
Status sosio-ekonomi seseorang dapat dilihat dari beberapa aspek, diantaranya tingkat
pendidikan, pekerjaan, dan tingkat pendapatan atau penghasilan. Graber berpendapat, yang
dikutip dari Sergl, bahwa keturunan yang berasal dari keluarga dengan status sosio-ekonomi
yang tinggi, cenderung memiliki kooperasi yang baik dalam perawatan.11 Namun pendapat ini
bertentangan dengan studi yang dilakukan oleh Starnbach dan Crawford (Egolf, 1990), pasien
dengan kondisi sosio-ekonomi menengah ke bawah memiliki sikap yang lebih kooperatif.7
Motivasi pasien dalam mendapatkan perawatan ortodonti merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi tingkat kooperasi dalam perawatan.5 Menurut Proffit, pasien yang
melakukan perawatan ortodonti atas dasar motivasi internal umumnya memiliki tingkat
kooperasi yang lebih baik dibandingkan pasien dengan motivasi eksternal.1
Kondisi keluarga, terutama orang tua, juga dinilai memiliki peran terhadap perilaku
pasien dalam perawatan ortodonti, terutama pada pasien anak-anak.12 Hal ini telah dibuktikan
dalam penelitian Bartsch, et al. Derajat kepedulian orang tua terhadap maloklusi, perilaku
orang tua yang baik terhadap perawatan dan keinginan yang tinggi untuk mendapatkan hasil
perawatan yang baik akan meningkatkan sikap kooperatif anak.13
Faktor lain yang dinilai dapat mempengaruhi perilaku pasien dalam menjalani
perawatan adalah sikap operator ortodonti. Riset telah membuktikan bahwa jika operator
menunjukkan rasa simpati dan serta perhatian pada perawatan pasien, yang ditunjukkan
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
4
dengan cara komunikasi dan bahasa tubuh yang ramah, pasien akan merasa nyaman dan
diterima sehingga tingkat kooperasi pasien pun akan meningkat seiring dengan perasaan
nyaman yang ia rasakan dalam perawatan giginya.13
Perawatan Ortodonti
American Board of Orthodontics (ABO) mendefinisikan ortodonti sebagai area
spesifik dari profesi kedokteran gigi yang mempelajari dan mensupervisi pertumbuhan dan
perkembangan dari gigi geligi beserta struktur anatomi yang terkait sejak lahir sampai
dewasanya kondisi gigi geligi, termasuk segala prosedur preventif dan korektif pada kondisi
gigi yang tidak beraturan yang membutuhkan reposisi gigi dengan menggunakan alat
fungsional dan mekanis untuk mencapai oklusi normal dan kontur wajah yang memuaskan.14
Menurut Abtahi, perawatan ortodonti merupakan perawatan yang memanfaatkan tekanan
mekanis pada gigi dan jaringan periodonsium untuk membentuk respon biologis, yang
kemudian akan memicu pergerakan gigi.15
Perawatan ortodonti dapat memperbaiki kondisi maloklusi dan malposisi gigi seperti
gigi berjejal (crowding), inklinasi yang tidak sesuai, rotasi, diastema (spacing), gigitan
terbuka (open bite), gigitan dalam (deep bite), gigitan silang (cross bite), dan sebagainya.
Proffit mengklasifikasikan indikasi perawatan ortodonti ke dalam lima kelompok, yaitu:1
a. indikasi psikososial. Pasien yang memiliki masalah psikososial dan kepercayaan diri akibat
tampilan wajah dan susunan gigi geliginya membutuhkan perawatan ortodonti.
b. indikasi perkembangan. Perawatan ortodonti dilakukan untuk menjaga tahap tumbuh
kembang yang mungkin mengalami gangguan yang dapat mengarah ke maloklusi.
c. indikasi fungsional. Pasien yang mengalami gangguan fungsi seperti mengunyah, bicara
dan menelan memerlukan perawatan ortodonti.
d. indikasi kontrol trauma atau penyakit. Perawatan ortodonti dibutuhkan untuk mencegah
terjadinya trauma dan mengurangi potensi terjadinya penyakit, seperti karies dan penyakit
periodontal, pada pasien yang memiliki maloklusi.
e. Sebagai perawatan pendukung. Perawatan ortodonti dapat dilakukan sebagai perawatan
pre-prostodontik dan pre-endodontik.
Secara umum perawatan ortodonti bertujuan untuk memperbaiki fungsi, mendapatkan
struktur yang seimbang dan estetis yang harmonis dari regio orofacial dengan cara merapikan
susunan gigi geligi yang tidak rapi.1, 2 Tujuan utama perawatan ortodonti sekarang adalah
untuk mendapatkan hubungan dan adaptasi yang baik dari jaringan lunak. Sedangkan tujuan
sekunder dari perawatan ini adalah untuk mendapatkan oklusi yang fungsional.
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
5
Ada tiga macam perawatan ortodonti, yaitu ortodonti preventif, ortodonti interseptif
dan ortodonti kuratif. Ortodontik preventif adalah tindakan untuk mempertahankan integritas
oklusi normal pada jangka waktu tertentu sehingga dapat mencegah terjadinya maloklusi.14
Perawatan ortodonti interseptif bertujuan untuk memperbaiki kondisi maloklusi ringan agar
pertumbuhan selanjutnya dapat berjalan dengan normal sehingga tidak terjadi maloklusi yang
lebih parah.1 Sedangkan perawatan ortodonti kuratif adalah perawatan yang bertujuan untuk
mengoreksi kondisi maloklusi yang telah berkembang.1
Perawatan ortodonti dapat dilakukan dengan menggunakan dua macam alat, yaitu alat
lepasan dan alat cekat. Alat ortodonti lepasan merupakan alat ortodonti yang dapat dilepas
dan dipasang sendiri oleh pasien tanpa bantuan operator. Alat lepasan hanya diindikasikan
untuk kasus kelainan gigi yang tidak terlalu komplek. Alat ortodonti cekat merupakan alat
ortodonti yang tidak dapat dilepas sendiri oleh pasien. Alat ini direkatkan ke gigi
menggunakan sistem direct bonding. Perawatan dengan alat ortodonti cekat diindikasikan
untuk kelainan gigi yang kompleks dan sudah melibatkan rahang pada pasien yang berusia di
atas dua belas tahun, dimana semua gigi permanen sudah tubuh kecuali gigi molar 3.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk melihat gambaran tingkat
kooperasi pasien dengan perawatan ortodonti cekat. Penelitian ini dilakukan di RSGM-P FKG
UI pada tanggal 31 November sampai dengan 21 Desember 2012. Subjek penelitian ini adalah
pasien yang sudah menjalani perawatan ortodonti cekat di klinik spesialis ortodonti RSGM-P
FKG UI selama minimal 12 bulan sejumlah 94 orang. Subjek diberikan kuesioner yang
digunakan untuk mengukur tingkat kooperasinya dalam perawatan ortodonti dan mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kooperasinya. Sebelumnya telah dilakukan
pengujian reliabilitas kuesioner dengan nilai koefisien Cronbach’s alpha 0,649. Setelah data
dari subjek didapatkan, dilakukan analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi
tingkat kooperasi dari pasien ortodonti cekat dan untuk mengetahui distribusi frekuensi
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kooperasi tersebut. Bentuk kooperasi pasien yang
diukur dalam penelitian ini yaitu kepatuhan pasien dalam melakukan kontrol rutin dalam 12
bulan terakhir, yang biasanya dilakukan setiap 4 sampai 6 minggu sekali.16 Dalam penelitian
ini, pasien dikategorikan kooperatif apabila pasien selalu melakukan kontrol rutin tepat waktu
sesuai dengan instruksi yang diberikan dokter gigi yang merawatnya. Kategori kedua yaitu
cukup kooperatif, apabila pasien pernah tidak menepati jadwal kontrol sebanyak 1 sampai 3
kali. Kategori berikutnya yaitu tidak kooperatif, apabila pasien pasien pernah tidak menepati
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
6
jadwal kontrol sebanyak 4 sampai 6 kali. Kategori terakhir yaitu sangat tidak kooperatif,
apabila pasien pasien pernah tidak menepati jadwal kontrol sebanyak lebih dari 6 kali.
HASIL PENELITIAN
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Penelitian ini dilakukan pada 94 responden (100%). Responden merupakan pasien
yang telah menjalani perawatan dengan alat ortodonti cekat di klinik spesialis ortodonti
RSGM-P FKG UI selama paling sedikit 12 bulan. Jumlah responden laki-laki yaitu 19 orang
atau 20,2% dan responden perempuan berjumlah 75 orang atau 79,8%.
Jika dilihat distribusi berdasarkan kelompok usianya, 1 orang responden (1,1%) berada
dalam kelompok usia kurang dari 13 tahun, 15 orang responden (16,0%) berada dalam
kelompok usia antara 13 sampai 18 tahun, 75 responden (79,8%) berada dalam kelompok usia
antara 19 sampai 40 tahun, dan 3 responden (3,2 %) berada dalam kelompok usia lebih dari
40 tahun.
Status sosio-ekonomi responden dapat dilihat dari pekerjaan, tingkat pendidikan
terakhir dan tingkat penghasilan per bulan. 14 orang responden (14,9%) merupakan pelajar,
44 orang responden (46,8%) merupakan mahasiswa, 5 orang responden (5,3%) merupakan
pegawai negeri, 17 orang responden (18,1%) merupakan pegawai swasta, 8 orang (8,5%)
merupakan wiraswasta, 2 orang responden (2,1%) tidak bekerja, dan 4 orang responden
(4,3%) lain-lain (guru, dokter gigi dan BUMN).
Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir yang diterima responden, 7 orang responden
(7,4%) merupakan lulusan SD, 8 orang responden (8,5%) merupakan lulusan SMP, 31 orang
responden (33,0%) merupakan lulusan SMA, 10 orang responden (10,6%) merupakan lulusan
universitas program diploma, 34 orang responden (36,2%) merupakan lulusan universitas
program sarjana (S1), 3 orang responden (3,2%) lainnya (pasca sarjana), dan 1 orang
responden (1,1%) tidak mengisi kolom pekerjaan.
Berdasarkan status sosio-ekonomi yang dinilai dari tingkat penghasilan responden
atau orang tua responden setiap bulan, 4 orang responden (4,3%) berpenghasilan kurang dari
1 juta rupiah per bulan sehingga termasuk dalam status sosio-ekonomi rendah, 41 orang
responden (43,7%) berpenghasilan antara 1 sampai 5 juta rupiah per bulan sehingga termasuk
dalam status sosio-ekonomi sedang, 32 orang responden (34,0%) berpenghasilan antara 5
sampai 10 juta rupiah per bulan sehingga termasuk dalam status sosio-ekonomi cukup tinggi,
dan 17 orang responden (18,1%) berpenghasilan lebih dari 10 juta rupiah per bulan sehingga
termasuk dalam status sosio-ekonomi tinggi.
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
Tingkat Kooperasi Pasien dengan Perawatan Ortodonti Cekat
Kuesioner disebarkan kepada 94 responden untuk mengetahui tingkat kooperasi
pasien dengan perawatan ortodonti cekat
orang responden (43,6%) termasuk golongan pasien yang kooperatif, 41 orang responden
(43,6%) termasuk golongan pasien yang cukup kooperatif, 7 orang responden (7,4%)
termasuk golongan pasien yang tidak kooperatif dan 5 orang responden (5,3%) termasuk
golongan pasien yang sangat tidak kooperatif.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi
Tingkat KooperasiKooperatif (Selalu melakukan kontrol tepat waktu)Cukup kooperatif(miss-appointment Tidak kooperatif (miss-appointment Sangat tidak kooperatif(miss-appointment
Distribusi Frekuensi Alasan Pasien Tidak Menepati Jadwal Kontrol Rutin
Pada pertanyaan kuesioner
didapatkan hasil bahwa alasan yang paling banyak dikemukakan responden adalah ‘tidak
punya waktu’, alasan ini disetujui oleh 66 orang responden.
Gambar 1. Distribusi Frekuensi Alasan Pasien Tid
Alasan berikutnya yang banyak dikemukakan oleh responden adalah ‘dokter gigi yang
membatalkan jadwal’, alasan ini disetujui oleh 54 orang responden. Alasan ‘lokasi klinik yang
jauh dari rumah’ disetujui oleh 12 orang
0
20
40
60
80
100
Tidak punya
waktu
Lokasi klinik
yang jauh
66
28
Setuju
Tidak Setuju
7
Tingkat Kooperasi Pasien dengan Perawatan Ortodonti Cekat
uesioner disebarkan kepada 94 responden untuk mengetahui tingkat kooperasi
pasien dengan perawatan ortodonti cekat. Seperti yang terlihat pada tabel 1, diperoleh hasil 41
43,6%) termasuk golongan pasien yang kooperatif, 41 orang responden
(43,6%) termasuk golongan pasien yang cukup kooperatif, 7 orang responden (7,4%)
termasuk golongan pasien yang tidak kooperatif dan 5 orang responden (5,3%) termasuk
angat tidak kooperatif.
Distribusi Frekuensi Tingkat Kooperasi Pasien dengan Perawatan Ortodonti Cekat
Tingkat Kooperasi Frekuensi Persentase
(Selalu melakukan kontrol tepat waktu) 41 43.6%
Cukup kooperatif appointment 1-3 kali)
41 43.6%
appointment 4-6 kali)
7 7.4%
Sangat tidak kooperatif appointment lebih dari 6x)
5 5.3%
94 100%
Distribusi Frekuensi Alasan Pasien Tidak Menepati Jadwal Kontrol Rutin
Pada pertanyaan kuesioner tentang alasan pasien tidak menepati jadwal kontrol rutin,
didapatkan hasil bahwa alasan yang paling banyak dikemukakan responden adalah ‘tidak
punya waktu’, alasan ini disetujui oleh 66 orang responden.
Distribusi Frekuensi Alasan Pasien Tidak Menepati Jadwal Kontrol Ruti
Alasan berikutnya yang banyak dikemukakan oleh responden adalah ‘dokter gigi yang
membatalkan jadwal’, alasan ini disetujui oleh 54 orang responden. Alasan ‘lokasi klinik yang
jauh dari rumah’ disetujui oleh 12 orang responden. Dan alasan lain seperti ‘merasa tidak
Lokasi klinik
yang jauh
Takut sakit Merasa tidak
perlu
Dokter yang
membatalkan
121 3
54
8293 91
uesioner disebarkan kepada 94 responden untuk mengetahui tingkat kooperasi
eperti yang terlihat pada tabel 1, diperoleh hasil 41
43,6%) termasuk golongan pasien yang kooperatif, 41 orang responden
(43,6%) termasuk golongan pasien yang cukup kooperatif, 7 orang responden (7,4%)
termasuk golongan pasien yang tidak kooperatif dan 5 orang responden (5,3%) termasuk
Kooperasi Pasien dengan Perawatan Ortodonti Cekat
Persentase
43.6%
43.6%
7.4%
5.3%
100%
Distribusi Frekuensi Alasan Pasien Tidak Menepati Jadwal Kontrol Rutin
tentang alasan pasien tidak menepati jadwal kontrol rutin,
didapatkan hasil bahwa alasan yang paling banyak dikemukakan responden adalah ‘tidak
ak Menepati Jadwal Kontrol Rutin
Alasan berikutnya yang banyak dikemukakan oleh responden adalah ‘dokter gigi yang
membatalkan jadwal’, alasan ini disetujui oleh 54 orang responden. Alasan ‘lokasi klinik yang
responden. Dan alasan lain seperti ‘merasa tidak
Dokter yang
membatalkan
40
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
8
perlu’ dan ‘takut sakit’ hanya disetujui oleh 3 dan 1 orang responden. Distribusi frekuensi
alasan pasien tidak menepati jadwal kontrol rutin dapat dilihat pada grafik di gambar 1.
Tingkat Kooperasi Pasien dengan Perawatan Ortodonti Cekat Berdasarkan Jenis
Kelamin
Tingkat kooperasi pasien dalam perawatan ortodonti cekat jika dikaitkan dengan jenis
kelamin dapat dilihat di tabel 2. Dari 41 responden yang termasuk golongan pasien yang
kooperatif (43,6%), 7 orang adalah laki-laki (7,4%) dan 34 orang adalah perempuan (36,2%).
Pada golongan pasien yang cukup kooperatif sejumlah 41 responden (43,6%), 8 orang adalah
laki-laki (8,5%) dan 33 orang adalah perempuan (35,1%). Pada golongan pasien yang tidak
kooperatif sejumlah 7 responden (7,4%), 2 orang adalah laki-laki (2,1%) dan 5 orang adalah
perempuan (5,3%). Dan pada golongan pasien yang tergolong sangat tidak kooperatif
sejumlah 5 responden (5,3%), 2 orang adalah laki-laki (2,1%) dan 3 orang adalah perempuan
(3,2%).
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tentang Tingkat Kooperasi Pasien
dalam Perawatan Ortodonti Cekat Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Tingkat Kooperasi Jumlah
Responden Kooperatif Cukup
Kooperatif Tidak
Kooperatif Sangat Tidak Kooperatif
n % n % n % n % n %
Laki-laki 7 7.4% 8 8.5% 2 2.1% 2 2.1% 19 20.2%
Perempuan 34 36.2% 33 35.1% 5 5.3% 3 3.2% 75 79.8%
Total 41 43.6% 41 43.6% 7 7.4% 5 5.3% 94 100.0%
Tabel 3. Perbandingan Distribusi Frekuensi Antara Laki-laki dan Perempuan
Tentang Tingkat Kooperasi Pasien dalam Perawatan Ortodonti Cekat
Jenis Kelamin
Tingkat Kooperasi Jumlah
Responden (n) Kooperatif Cukup
Kooperatif Tidak
Kooperatif Sangat Tidak Kooperatif
n % n % n % n % n %
Laki-laki 7 36.8% 8 42.1% 2 10.5% 2 10.5% 19 100.0%
Perempuan 34 45.3% 33 44.0% 5 6.7% 3 4.0% 75 100.0%
Tingkat Kooperasi Pasien dengan Perawatan Ortodonti Cekat Berdasarkan Usia
Tabel 4 memperlihatkan distribusi frekuensi tingkat kooperasi pasien dalam perawatan
ortodonti cekat jika dikaitkan dengan usia. Dari 41 responden yang termasuk golongan pasien
yang kooperatif (43,6%), 1 orang responden berusia kurang dari 13 tahun (1,1%), 6 orang
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
9
responden berada dalam kelompok usia antara 13 sampai 18 tahun (6,4%), 31 orang
responden berada dalam kelompok usia 19 sampai 40 tahun (33,0%) dan 3 orang responden
berada dalam kelompok usia lebih dari 40 tahun. Pada golongan pasien yang cukup kooperatif
sejumlah 41 responden (43,6%), tidak ada responden yang berada pada kelompok usia kurang
dari 13 tahun dan kelompok usia lebih dari 40 tahun. 7 orang responden berada dalam
kelompok usia 13 sampai 18 tahun (7,4%) dan 34 orang responden berada dalam kelompok
usia 19 sampai 40 tahun (36,2%). Pada golongan pasien yang tidak kooperatif sejumlah 7
responden (7,4%), tidak ada responden yang berada pada kelompok usia kurang dari 13 tahun,
juga pada kelompok usia 13 sampai 18 tahun dan kelompok usia lebih dari 40 tahun. Seluruh
responden dari golongan ini termasuk ke dalam kelompok usia 19 sampai 40 tahun. Pada
golongan pasien yang tergolong sangat tidak kooperatif sejumlah 5 responden (5,3%), 1 orang
responden berada dalam kelompok usia antara 13 sampai 18 tahun (1,1%) dan 4 orang
responden berada dalam kelompok usia 19 sampai 40 tahun (4,3%).
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Tentang Tingkat Kooperasi Pasien
dalam Perawatan Ortodonti Cekat Berdasarkan Kelompok Usia
Kelompok Usia
Tingkat Kooperasi Jumlah
Responden (n) Kooperatif Cukup
Kooperatif Tidak
Kooperatif Sangat Tidak Kooperatif
n % n % n % N % n %
<13 tahun 1 1.1% 0 0.0% 0 0.0% 0 0.0% 1 1.1%
13-18 tahun 6 6.4% 7 7.4% 0 0.0% 1 1.1% 14 14.9%
19-40 tahun 31 33.0% 34 36.2% 7 7.4% 4 4.3% 76 80.9%
>40 tahun 3 3.2% 0 0.0% 0 0.0% 0 0.0% 3 3.2%
Total 41 43.6% 41 43.6% 7 7.4% 5 5.3% 94 1
Tingkat Kooperasi Pasien dengan Perawatan Ortodonti Cekat Berdasarkan Status
Sosio-ekonomi
Berdasarkan kuesioner yang menanyakan status sosio-ekonomi yang dinilai dari
tingkat penghasilan responden atau orang tua responden per bulan, diperoleh 94 responden
(100,0%) yang mengisi poin pertanyaan tersebut. 4 orang responden (4,3%) memliki
penghasilan kurang dari 1 juta rupiah per bulan sehingga termasuk dalam status sosio-
ekonomi rendah, 41 orang responden (43,6%) memiliki penghasilan antara 1 sampai 5 juta
rupiah per bulan sehingga termasuk dalam status sosio-ekonomi sedang, 32 orang responden
(34,0%) memiliki penghasilan antara 5 sampai 10 juta rupiah per bulan, sehingga termasuk
dalam status sosio-ekonomi cukup tinggi, dan 17 orang responden (18,1%) memiliki
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
10
penghasilan lebih dari 10 juta rupiah per bulan sehingga termasuk dalam status sosio-
ekonomi.
Jika tingkat kooperasi pasien dalam perawatan ortodonti cekat dikaitkan dengan status
sosio-ekonomi, diperoleh hasil bahwa dari 41 responden yang termasuk golongan pasien yang
kooperatif (43,6%), 3 orang responden memiliki status sosio-ekonomi yang rendah (3,2%), 19
orang responden memiliki status sosio-ekonomi yang sedang (20,2%), 14 orang responden
memiliki status sosio-ekonomi yang cukup tinggi (14,9%), dan 5 orang memiliki status sosio-
ekonomi yang tinggi (5,3%). Pada golongan pasien yang cukup kooperatif sejumlah 41
responden (44,1%), 1 orang responden memiliki status sosio-ekonomi yang rendah (1,1%), 17
orang responden memiliki status sosio-ekonomi yang sedang (18,1%), 13 orang responden
memiliki status sosio-ekonomi yang cukup tinggi (13,8%), dan 10 orang memiliki status
sosio-ekonomi yang tinggi (10,6%). Pada golongan pasien yang tidak kooperatif sejumlah 7
responden (7,5%), tidak terdapat responden yang memiliki status sosio-ekonomi yang rendah,
2 orang responden memiliki status sosio-ekonomi yang sedang (2,1%), 4 orang responden
memiliki status sosio-ekonomi yang cukup tinggi (4,3%), dan 1 orang memiliki status sosio-
ekonomi yang tinggi (1,1%). Pada golongan pasien yang tergolong sangat tidak kooperatif
sejumlah 5 responden (5,3%), tidak terdapat responden yang memiliki status sosio-ekonomi
yang rendah, 3 orang responden memiliki status sosio-ekonomi yang sedang (3,2%), 1 orang
responden memiliki status sosio-ekonomi yang cukup tinggi (1,1%), dan 1 orang memiliki
status sosio-ekonomi yang tinggi (1,1%).
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Tentang Tingkat Kooperasi Pasien
dalam Perawatan Ortodonti Cekat Berdasarkan Status sosio-ekonomi
Status Sosio-Ekonomi (Tingkat
Penghasilan)
Tingkat Kooperasi Jumlah
Responden (n) Kooperatif Cukup
Kooperatif Tidak
Kooperatif Sangat Tidak Kooperatif
n % n % n % n % n % Rendah (<1juta)
3 3.2% 1 1.1% 0 0.0% 0 0.0% 4 4.3%
Sedang (1-5 juta)
19 20.2% 17 18.1% 2 2.1% 3 3.2% 41 43.6%
Cukup tinggi (5-10 juta)
14 14.9% 13 13.8% 4 4.3% 1 1.1% 32 34.0%
Tinggi (>10 juta)
5 5.3% 10 10.6% 1 1.1% 1 1.1% 17 18.1%
Total 41 43.6% 41 43.6% 7 7.4% 5 5.3% 94 100.0%
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
11
Tingkat Kooperasi Pasien dengan Perawatan Ortodonti Cekat Berdasarkan Motivasi
Mendapatkan Perawatan Ortodonti
Motivasi untuk mendapatkan perawatan ortodonti dibedakan menjadi motivasi yang
berasal dari diri sendiri dan motivasi yang berasal dari orang lain. Dari pertanyaan kuesioner
mengenai motivasi mendapatkan perawatan ortodonti diperoleh hasil 92 orang responden
(97,9%) melakukan perawatan ortodonsi atas keinginannya sendiri dan 2 orang responden
lainnya (2,1%) melakukan perawatan ortodonti atas keinginan orang lain.
Distribusi tingkat kooperasi pasien dalam perawatan ortodonti cekat jika dikaitkan
dengan motivasi untuk mendapatkan perawatan ortodonti dapat dilihat pada tabel 6. Dari 41
responden yang termasuk golongan pasien yang kooperatif (43,6%), seluruhnya melakukan
perawatan ortodonti atas keinginannya sendiri. Pada golongan pasien yang cukup kooperatif
sejumlah 41 responden (43,6%), 39 orang responden melakukan perawatan ortodonti atas
keinginannya sendiri (41,5%) dan 2 orang responden melakukan perawatan ortodonti atas
keinginan orang lain. Pada golongan pasien yang tidak kooperatif sejumlah 7 responden
(7,4%), seluruhnya melakukan perawatan ortodonti atas keinginannya sendiri. Pada golongan
pasien yang tergolong sangat tidak kooperatif sejumlah 5 responden (5,3%), juga seluruhnya
melakukan perawatan ortodonti atas keinginannya sendiri.
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Tentang Tingkat Kooperasi Pasien dalam Perawatan Ortodonti Cekat Berdasarkan
Motivasi Mendapatkan Perawatan Ortodonti
Motivasi Mendapat-
kan Perawatan
Tingkat Kooperasi Jumlah
Responden (n) Kooperatif Cukup
Kooperatif Tidak
Kooperatif Sangat Tidak Kooperatif
n % n % n % n % n %
Sendiri 41 43.6% 39 41.5% 7 7.4% 5 5.3% 92 97.9%
Orang Lain 0 0.0% 2 2.1% 0 0.0% 0 0.0% 2 2.1%
Total 41 43.6% 41 43.6% 7 7.4% 5 5.3% 94 100.0%
Tingkat Kooperasi Pasien dengan Perawatan Ortodonti Cekat Berdasarkan Dukungan
Keluarga dalam Menjalani Perawatan Ortodonti
Pada pertanyaan kuesioner mengenai dukungan keluarga terhadap perawatan ortodonti
yang dijalani, didapatkan hasil 88 orang responden (93,6%) mendapat dukungan keluarga
dalam menjalani perawatan ortodonti dan 6 orang responden lainnya (6,4%) tidak mendapat
dukungan keluarga dalam menjalani perawatan ortodonti.
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
12
Distribusi tingkat kooperasi pasien dalam perawatan ortodonti cekat jika dikaitkan
dengan dukungan keluarga dalam menjalani perawatan ortodonti dapat dilihat pada tabel 7.
Dari 41 responden yang termasuk golongan pasien yang kooperatif (43,6%), 37 orang
responden mendapat dukungan keluarga dalam menjalani perawatan ortodonti (39,4%),
sedangkan 4 orang responden tidak mendapat dukungan keluarga dalam menjalani perawatan
ortodonti (4,3%). Pada golongan pasien yang cukup kooperatif sejumlah 41 responden
(43,6%), 39 orang responden mendapat dukungan keluarga dalam menjalani perawatan
ortodonti (41,5%), sedangkan 2 orang responden tidak mendapat dukungan keluarga dalam
menjalani perawatan ortodonti (2,1%). Pada golongan pasien yang tidak kooperatif sejumlah
7 responden (7,4%), seluruhnya mendapat dukungan keluarga dalam menjalani perawatan
ortodonti. Pada golongan pasien yang tergolong sangat tidak kooperatif sejumlah 5 responden
(5,3%), juga seluruhnya mendapat dukungan keluarga dalam menjalani perawatan ortodonti.
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Tentang Tingkat Kooperasi Pasien dalam Perawatan Ortodonti Cekat Berdasarkan
Dukungan Keluarga dalam Menjalani Perawatan Ortodonti
Dukungan Keluarga
Tingkat Kooperasi Jumlah
Responden (n) Kooperatif Cukup
Kooperatif Tidak
Kooperatif Sangat Tidak Kooperatif
n % n % N % n % n %
Mendukung 37 39.4% 39 41.5% 7 7.4% 5 5.3% 88 93.6%
Tidak Mendukung
4 4.3% 2 2.1% 0 0.0% 0 0.0% 6 6.4%
Total 41 43.6% 41 43.6% 7 7.4% 5 5.3% 94 100.0%
Tingkat Kooperasi Pasien dengan Perawatan Ortodonti Cekat Berdasarkan Sikap
Operator Ortodonti yang Merawatnya
Pada pertanyaan kuesioner mengenai sikap operator ortodonti yang merawatnya,
didapatkan hasil 89 orang responden (94,7%) memiliki pendapat yang baik mengenai sikap
operator ortodonti yang merawatnya dan 5 orang responden lainnya (5,3%) memiliki
pendapat yang buruk mengenai sikap operator ortodonti yang merawatnya.
Distribusi tingkat kooperasi pasien dalam perawatan ortodonti cekat jika dikaitkan
dengan sikap operator ortodonti yang merawatnya dapat dilihat pada tabel 5.9.1, dari 41
responden yang termasuk golongan pasien yang kooperatif (43,6%), 40 orang responden
memiliki pendapat yang baik mengenai sikap operator ortodonti yang merawatnya (42,6%),
dan 1 orang responden lainnya (1,1%) memiliki pendapat yang buruk mengenai sikap
operator ortodonti yang merawatnya. Pada golongan pasien yang cukup kooperatif sejumlah
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
13
41 responden (43,6%), 38 orang responden memiliki pendapat yang baik mengenai sikap
operator ortodonti yang merawatnya (40,4%) dan 3 orang responden lainnya (3,2%) memiliki
pendapat yang buruk mengenai sikap operator ortodonti yang merawatnya. Pada golongan
pasien yang tidak kooperatif sejumlah 7 responden (7,4%), seluruhnya memiliki pendapat
yang baik mengenai sikap operator ortodonti yang merawatnya. Pada golongan pasien yang
tergolong sangat tidak kooperatif sejumlah 5 responden (5,3%), 4 orang responden memiliki
pendapat yang baik mengenai sikap operator ortodonti yang merawatnya (4,3%) dan 1 orang
responden lainnya (1,1%) memiliki pendapat yang buruk mengenai sikap operator ortodonti
yang merawatnya.
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Tentang Tingkat Kooperasi Pasien dalam Perawatan Ortodonti Cekat Berdasarkan
Sikap Operator Ortodonti yang Merawatnya
Sikap Operator Ortodonti
Tingkat Kooperasi Jumlah
Responden (n) Kooperatif Cukup
Kooperatif Tidak
Kooperatif Sangat Tidak Kooperatif
n % n % n % n % n %
Baik 40 42.6% 38 40.4% 7 7.4% 4 4.3% 89 94.7%
Buruk 1 1.1% 3 3.2% 0 0.0% 1 1.1% 5 5.3%
Total 41 43.6% 41 43.6% 7 7.4% 5 5.3% 94 100.0%
DISKUSI Dalam perawatan ortodonti, kooperasi pasien merupakan hal yang sangat penting
dalam menentukan keberhasilan perawatan dan waktu yang dibutuhkan untuk perawatan.5
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari penelitian ini, persentase tingkat kooperasi
paling tinggi terdapat pada pasien yang tergolong kooperatif dan pasien yang tergolong cukup
kooperatif dengan persentase yang sama, yaitu masing-masing 41 orang (43,6%). Persentase
berikutnya yaitu pasien yang tergolong tidak kooperatif sebanyak 7 orang (7,4%) dan terakhir
pasien yang tergolong sangat tidak kooperatif sebanyak 5 orang (5,3%). Hasil dari penelitian
ini hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Trenouth tahun 2002 pada 500
pasien yang menunjukkan bahwa sekitar 59% pasien tidak melakukan kunjungan kontrol
sebanyak 0 sampai 3 kali selama perawatan ortodonti berlangsung.17 Hal ini menunjukkan
cukup tingginya kesadaran mayoritas pasien untuk melakukan kontrol tepat waktu.
Banyak alasan yang dikemukakan pasien dengan perawatan ortodonti cekat ketika
mereka tidak melakukan kontrol sesuai jadwal. Pada penelitian ini, alasan yang paling banyak
dikemukakan pasien adalah tidak punya waktu, yang disetujui oleh 66 orang pasien (70,2%).
Hal ini mungkin disebabkan oleh pekerjaan pasien yang kebanyakan berprofesi sebagai
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
14
mahasiswa, pelajar, dan pegawai, baik swasta maupun negeri (85,1%). Waktu yang tidak
sesuai antara kegiatan sehari-hari dengan waktu operasional klinik menjadi penghalang bagi
pasien untuk melakukan kontrol tepat waktu. Hasil ini sesuai dengan penelitian AlBarakati
pada 200 pasien wanita di sebuah klinik sekolah kedokteran gigi di Saudi Arabia yang
menyatakan 65,1% pasien tidak menepati jadwal kunjungan ke klinik karena waktu
perjanjian yang tidak tepat.18 Alasan berikutnya yang juga banyak dikemukakan oleh pasien
yaitu dokter gigi yang membatalkan jadwal, dengan jumlah 54 orang pasien yang
menyetujuinya (57,4%). Hal ini mungkin disebabkan karena dokter gigi yang menjadi
operator di klinik spesialis RSGM-P FKG UI masih menjadi mahasiswa Program Pendidikan
Dokter Gigi Spesialis (PPDGS) di FKG UI. Terkadang kegiatan akademis membuat dokter
gigi di klinik spesialis RSGM-P FKG UI harus mengatur kembali jadwal kontrol pasien-
pasiennya untuk menyesuaikan dengan jadwal perkuliahan. Alasan lokasi klinik yang jauh
disetujui oleh 12,8% pasien. Alasan lain seperti merasa tidak perlu dan takut sakit hanya
disetujui oleh 4,3% pasien. Persentase ini menunjukkan bahwa mayoritas pasien di RSGM-P
FKG UI tidak menepati jadwal kontrol karena alasan yang berasal dari luar diri pasien, yang
berarti kesadaran dari dalam diri pasien untuk melakukan kontrol rutin selama perawatan
ortodonti berlangsung sebenarnya sudah tinggi, hanya saja terkadang mereka tidak dapat
melakukan kontrol tepat waktu karena terbentur masalah waktu, operator dan jarak.
Pada penelitian ini, dapat dilihat bahwa persentase tingkat kooperasi yang paling
tinggi pada laki-laki adalah golongan pasien yang cukup kooperatif yaitu 42,1% dari populasi
laki-laki, kemudian golongan pasien yang kooperatif yaitu 36,8% dari populasi laki-laki, lalu
golongan pasien yang tidak kooperatif dan golongan pasien yang sangat tidak kooperatif
dengan persentase yang sama yaitu 10,5% dari populasi laki-laki (lihat tabel 3). Pada
perempuan, persentase tingkat kooperasi yang paling tinggi adalah golongan pasien yang
kooperatif yaitu 45,3% dari populasi perempuan, kemudian golongan pasien yang cukup
kooperatif yaitu 44,0% dari populasi perempuan, lalu golongan pasien yang tidak kooperatif
dan golongan pasien yang sangat tidak kooperatif yaitu 6,7% dan 4,0% dari populasi
perempuan (lihat tabel 3). Dari persentase tersebut terlihat sedikit perbedaan antara laki-laki
dan perempuan dimana persentase pasien yang tidak kooperatif dan sangat tidak koperatif
lebih banyak terdapat pada laki-laki dibandingkan perempuan. Hasil ini mendukung
penelitian Lindauer, et al pada tahun 2008, yang menyatakan bahwa laki-laki lebih banyak
tidak menepati jadwal kontrol rutin jika dibandingkan dengan perempuan.19 Hal ini mungkin
dikarenakan adanya perbedaan perilaku secara fisiologis dan psikologis pada laki-laki dan
perempuan. Pada dasarnya, perempuan lebih memperhatikan kondisi tubuh dan penampilan
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
15
mereka, sehingga motivasi kaum perempuan untuk memperbaiki kondisi gigi geligi mereka
menjadi lebih tinggi.20
Jika ditinjau berdasarkan usia (lihat tabel 4), pada kelompok usia kurang dari 13 tahun
yang hanya terdiri dari satu orang responden (1,1%), tergolong ke dalam pasien yang
kooperatif. Kemungkinan pasien tersebut mendapat dukungan penuh dari orang tuanya,
karena pada usia tersebut orang tua lah yang memegang peranan penting dalam memulai
perawatan dan menjaga tingkat kooperasi anak.12 Pada pasien dengan kelompok usia antara
13 sampai 18 tahun, jumlah antara pasien yang kooperatif dan cukup kooperatif tidak jauh
yaitu 6 orang (6,4%) dan 7 orang (7,4%). Tidak ada pasien yang termasuk dalam golongan
tidak kooperatif dan hanya 1 orang yang termasuk dalam golongan sangat tidak kooperatif
(1,1%). Kecenderungan yang sama terlihat pada pasien dengan kelompok usia antara 19
sampai 40 tahun. Jumlah antara pasien yang kooperatif dan cukup kooperatif tidak jauh
berbeda yaitu 31 orang (33,0%) dan 34 orang (36,2%). 7 orang yang termasuk dalam
golongan tidak kooperatif (7,4%) dan hanya 4 orang yang termasuk dalam golongan sangat
tidak kooperatif (4,3%). Bahkan pada kelompok usia lebih dari 40 tahun yang berjumlah 3
orang (3,2%), seluruhnya termasuk dalam golongan pasien yang kooperatif. Hal ini mungkin
disebabkan karena pada kelompok usia 13 tahun ke atas, yang tergolong dalam usia remaja
dan dewasa dan tua, faktor psikososial menjadi motivasi yang utama dalam mendapatkan
perawatan ortodonti.21 Faktor psikososial adalah salah satu pendorong yang membuat
seseorang ingin kondisi maloklusi pada dirinya diperbaiki. Keinginan ini akan menimbulkan
motivasi yang tinggi pada pasien, sehingga tingkat kooperasi pasien tersebut dalam menjalani
perawatan pun menjadi tinggi.1, 5, 22
Berdasarkan status sosio-ekonomi yang diukur dari tingkat penghasilan (liha tabel 5),
persentase paling besar terdapat pada kelompok responden dengan status sosio-ekonomi
sedang dengan jumlah responden 41 orang yaitu sebesar 43,6%. Pada kelompok ini
responden paling banyak termasuk dalam golongan pasien yang kooperatif yakni berjumlah
19 orang, golongan yang paling banyak kedua yaitu golongan pasien yang cukup kooperatif
dengan jumlah yang tidak jauh berbeda yakni 17 orang, pada golongan pasien yang tidak
kooperatif dan sangat tidak koperatif hanya terdapat sedikit responden, yakni 2 orang dan 3
orang. Terdapat pola yang tidak jauh berbeda pada kelompok responden dengan status sosio-
ekonomi cukup tinggi dengan jumlah responden 32 orang (34,0%). Pada kelompok ini
responden paling banyak termasuk dalam golongan pasien yang kooperatif dan jumlah
responden menurun pada tingkat kooperasi yang lebih rendah. Pada kelompok responden
dengan tingkat pendapatan tinggi yang terdiri dari 17 orang (18,1%), responden paling banyak
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
16
termasuk dalam golongan pasien yang cukup kooperatif yaitu sebesar 10 orang, diikuti oleh
golongan pasien yang kooperatif sebesar 5 orang, lalu pasien yang tidak kooperatif dan sangat
tidak kooperatif dengan jumlah masing-masing sebesar 1 orang. Responden yang berada pada
kelompok dengan tingkat pendapatan rendah hanya berjumlah 4 orang (4,3%). Dari kelompok
ini, responden terbagi menjadi 3 orang yang termasuk golongan pasien yang kooperatif dan
satu orang yang termasuk dalam golongan pasien yang cukup kooperatif. Gambaran distribusi
frekuensi tingkat kooperasi pasien berdasarkan status sosio-ekonomi pada penelitian ini tidak
menunjukkan pola bahwa semakin tinggi status sosio-ekonomi, semakin tinggi pula tingkat
kooperasi pasien, begitu juga sebaliknya. Hal ini mungkin terkait dengan penelitian Mandal
yang menyimpulkan bahwa usia, gender dan status sosio-ekonomi tidak berhubungan dengan
kepatuhan pasien.23
Pada tabel 6 terdapat distribusi yang tidak merata antara responden yang melakukan
perawatan ortodonti atas keinginannya sendiri (97,9%) dengan responden yang melakukan
perawatan ortodonti atas keinginan orang lain (2,1%). Distribusi ini tidak dapat memberikan
gambaran mengenai perbedaan tingkat kooperasi antara pasien yang melakukan perawatan
ortodonti atas keinginan sendiri dengan yang melakukan perawatan ortodonti atas keinginan
orang lain. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Daniel et al menunjukkan
bahwa remaja yang menyatakan bahwa dirinya sendirilah yang menjadi motivasi dalam
melakukan perawatan ortodonti, memiliki motivasi dan tingkat kooperasi yang lebih tinggi.5
Persentase yang besar pada kelompok responden yang mendapat dukungan keluarga
dalam perawatan ortodonti (88%). Hal ini menunjukkan tingginya persepsi masyarakat
tentang pentingnya penampilan, karena perubahan persepsi ini tidak hanya terjadi pada pasien
tetapi juga keluarga pasien, sehingga keluarga mendukung pasien untuk melakukan perawatan
ortodonti. Distribusi frekuensi tentang tingkat kooperasi pasien dalam perawatan ortodonti
cekat berdasarkan dukungan keluarga tidak menunjukan perbedaan tingkat kooperasi antara
pasien yang mendapat dukungan keluarga dengan pasien yang tidak mendapat dukungan
keluarga. Hal ini mungkin terkait dengan penelitian Daniels, Seacat dan Inglehart yang
menyimpulkan bahwa tingkat motivasi orang tua tidak memiliki korelasi dengan tingkat
kepatuhan anak dalam perawatan ortodonti.5
Hasil survey tentang pendapat pasien mengenai sikap operator ortodonti menunjukkan
bahwa 94,7% memiliki pendapat yang baik mengenai sikap dan 5,3% memiliki pendapat yang
buruk mengenai sikap dengan operator ortodonti yang merawatnya. Tingkat kooperasi pada
kelompok pasien yang memiliki pendapat yang baik mengenai sikap operator ortodonti yang
merawatnya paling banyak termasuk dalam kategori kooperatif dan cukup kooperatif yaitu
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
17
sebanyak 40 dan 38 orang. Namun pada kelompok ini terdapat juga 7 orang yang termasuk
pasien yang tidak kooperatif dan 4 orang yang termasuk pasien yang sangat tidak kooperatif.
Penyebaran ini juga terlihat pada kelompok pasien yang memiliki pendapat yang buruk
mengenai sikap operator ortodonti yang merawatnya. Jumlah responden tersebar hampir
merata di setiap kategori tingkat kooperasi, namun yang terbanyak adalah kategori pasien
yang cukup kooperatif. Distribusi frekuensi tentang tingkat kooperasi pasien berdasarkan
pendapat pasien mengenai sikap operator ortodonti pada penelitian ini menunjukkan tidak ada
perbedaan distribusi tingkat kooperasi dalam perawatan ortodonti cekat antara kelompok
pasien yang memiliki pendapat yang baik dengan kelompok pasien yang memiliki pendapat
yang buruk mengenai sikap operator ortodonti yang merawatnya. Hasil ini bertentangan
dengan penelitian Bartsch et al yang menyatakan bahwa tingkat kooperasi yang lebih baik
ditunjukkan oleh pasien yang dirawat oleh operator yang membuat pasien tersebut merasa
diterima dan nyaman selama perawatan.13
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. 43,6% pasien dengan perawatan ortodonti cekat di RSGM-P FKG UI tergolong
kooperatif karena selalu melakukan kontrol tepat waktu, 43,6% pasien tergolong cukup
kooperatif, 7,4% pasien tergolong tidak kooperatif, dan 5,3% pasien tergolong sangat
tidak kooperatif.
2. Alasan paling banyak pasien tidak melakukan kontrol sesuai jadwal yang telah ditentukan
adalah karena tidak punya waktu (disetujui oleh 70,2% responden) dan operator ortodonti
yang membatalkan (disetujui oleh 57,4% responden).
3. Pasien perempuan termasuk dalam golongan pasien yang lebih kooperatif (45,3% dari
populasi perempuan), sedangkan pasien laki-laki paling banyak termasuk dalam golongan
cukup kooperatif (42,1% dari populasi laki-laki).
4. Pada kelompok usia 13-18 tahun dan 19-40 tahun, paling banyak termasuk dalam
golongan pasien yang cukup kooperatif (7,4% dan 36,2%) dan golongan pasien yang
kooperatif (6,4% dan 33,0%) .
5. Hampir semua pasien melakukan perawatan ortodonti atas keinginanya sendiri (97,9%)
sebagian besar termasuk dalam golongan pasien yang kooperatif dan cukup kooperatif
(43,6% dan 41,5%).
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
18
6. Mayoritas pasien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan perawatan ortodonti
(93,6%) dan sebagian besar termasuk dalam golongan pasien yang kooperatif dan cukup
kooperatif (39,4% dan 41,5%).
7. Mayoritas pasien memiliki pendapat yang baik mengenai sikap operator ortodonti yang
merawatnya (94,7%) dan sebagian besar termasuk dalam golongan pasien yang
kooperatif dan cukup kooperatif (42,6% dan 40,4%).
SARAN
Setelah melihat hasil yang telah didapatkan dalam penelitian ini, maka disarankan:
1. Operator ortodonti harus mengkomunikasikan kepada pasien tentang perawatan ortodonti
cekat, sehingga pasien terpacu datang ke klinik untuk kontrol tepat waktu.
2. Perlu dilakukan penelitian lain dengan menggunakan data-data dari subjek yang berbeda,
yaitu menggunakan data dari pasien-pasien dokter gigi spesialis ortodonti untuk melihat
gambaran tingkat kooperasi pasien ortodonti.
3. Dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode penelitian yang berbeda
untuk mengetahui tingkat kooperasi pasien dengan perawatan ortodonti cekat dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya.
4. Perlu dilakukan penelitian sejenis untuk mendapatkan gambaran tingkat kooperasi pasien
yang melakukan perawatan ortodonti dengan alat lepasan.
KEPUSTAKAAN
1. Proffit WR, Henry W. Fields, David M. Sarver. Contemporary Orthodontics. 4th ed. ed.
St. Louis: Mosby Elsevier; 2007.
2. Nazruddin. Peranan Ortodonti pada Perawatan Kelainan Susunan Gigi Geligi yang Tidak
Teratur (Malkolusi). Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu
Ortodonti pada Fakultas Kedokteran GIgi. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2008.
3. Masulili BI. Gambaran Fenomena Distribusi Pemilihan Operator Perawatan Ortodonti
Cekat dan Faktor-Faktor yang Berperan (Kajian epidemiologi pada mahasiswa UI
angkatan 2010 yang sedang memakai alat ortodonti cekat): Universitas Indonesia,
Fakultas Kedokteran Gigi; 2010.
4. Amado J, et al. Relationship between Personality Traits and Cooperation of Adolescent
Orthodontic Patients. Angle Orthodontist. 2008; 78(No. 4):688-91.
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
19
5. Daniel AS, Seacat, J. D., Inglehart, M R. Orthodontic Treatment Motivation and
Cooperation: A Cross-sectional Analysis of Adolescent Patients’ and Parents’ Responses.
American Journal of Orthodontic and Dentofacial Orthopedic. 2009;136(No. 6):780-7.
6. Behenam M, Pooya, O. Factors Affecting Patient Cooperation During Orthodontic
Treatment. Orthodontic Cyber Journal. 2007:http://orthocj.com/2007/01/patient-
cooperation-orthodontic-treatment/
7. Egolf RJ, BeGolle E. A., Upshaw H. S. Factors Associated with Orthodontic Patient
Compliance with Intraoral Elastic and Headgear Wear. American Journal of Orthodontic
and Dentofacial Orthopedic. 1990;97(No. 4):336-48.
8. Trakyali G, et al. Anxiety among Adolescent and Its Affect on Orthodontic Compliance.
Journal of Indian Society of Pedodontics and Preventive Dentistry. 2009;27(No.4):205-
10.
9. Murray AM. Discontinuation of Orthodontic Treatment: A Study of the Contributing
Factors. Britsh Journal of Orthodontics. 1989;16:1-7.
10. Richter DD, et al. Effect of Behaviour Modification on Patient Compliance in
Orthodontics. Angle Orthodontist. 1998;68:123-32.
11. Sergl HG, Zentner, A. Predicting Patient Compliance in Orthodontic Treatment.
Seminars in Orthodontic. 2000 December;6(No. 4):231-6.
12. Pratelli P, Gelbier, S., Gibbons, D. E. Parental Perceptions and Attitudes on Orthodontic
Care. Britsh Journal of Orthodontics. 1998 February;25(No. 1):41-6.
13. Bartsch A ea. Correlates of Objective Patient Compliance with Removable Appliance
Wear. American Journal of Orthodontic and Dentofacial Orthopedic. 1993;104(No.
4):378-86.
14. Singh G. Textbook of Orthodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers;
2007.
15. Abtahi S. Evaluation of the Outcome of Removable Orthodontic Treatment Performed by
Dental Undergraduate Students SM. DJH. 2009;1(No. 1):24-8.
16. Jerrold L NN. Evidence-Based Considerations for Determining Appointment Intervals.
Journal of Clinical Orthodontics. 2011;XLV(No. 7):379-83.
17. Trenouth MJ. Do Failed Appointments Lead to Discontinuation of Orthodontic
Treatment? Angle Orthodontist. 2003;73(No. 1):51-5.
18. AlBarakati SF. Appointments Failure Among Female Patients at a Dental School Clinic
in Saudi Arabia. Journal of Dental Education. 2009;73(No. 9):1118-24.
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
20
19. Lindauer SJ, et al. Influence of Patient Financial Account Status on Orthodontic
Appointment Attendance. Angle Orthodontist. 2009;79(No. 4):755-8.
20. Kateeb E. Gender-specific Oral Health Attitudes and Behaviour Among Dental Students
in Palestine. Eastern Mediterranean Health Journal. 2010;16(No. 3):329-33.
21. Huda MM. Motivasi Pasien-pasien dengan Perawatan Ortodonti Cekat di Klinik
Ortodonti RSGM-P FKG UI: Universitas Indonesia: Fakultas KEdokteran Gigi; 2007.
22. Dewi O. Analisis Hubungan Maloklusi dengan Kualitas Hidup pada Remaja SMU Kota
Medan Tahun 2007. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2008.
23. Mandall NA, et al. Prediction of Compliance and Completion of Orthodontic Treatment:
Are Quality of Life Measures Important? European Journal of Orthodontics. 2008;30:40-
5.
Gambaran tingkat..., Saskia Paramita, FKG UI, 2013
Recommended