View
9
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
GAYA BAHASA BERDASARKAN MAKNA KATADALAM KUMPULAN CERITA PENDEK SANG PRESIDEN
KARYA HERRY GENDUT JANARTO
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMemperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh:Yuni Tri Pamungkas
NIM : 014114025
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIAJURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRAUNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA2007
GAYA BAHASA BERDASARKAN MAKNA KATADALAM KUMPULAN CERITA PENDEK SANG PRESIDEN
KARYA HERRY GENDUT JANARTO
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMemperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh:Yuni Tri Pamungkas
NIM : 014114025
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIAJURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRAUNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA2007
i
ABSTRAK
Tri Pamungkas, Yuni. 2007. “Gaya Bahasa Berdasarkan Makna Kata dalam
Kumpulan Cerita Pendek Sang Presiden Karya Herry Gendut Janarto”. Skripsi
Strata 1 (S-1) Program Studi Sastra Indonesia Jurusan Sastra Indonesia,
Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Dalam skripsi ini dilaporkan hasil penelitian tentang gaya bahasa berdasarkan
makna kata dalam kumpulan cerita pendek Sang Presiden. Ada satu masalah yang
harus dijawab dalam penelitian ini, yaitu jenis gaya bahasa apa saja yang digunakan
dalam kumpulan cerita pendek Sang Pesiden?. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan jenis gaya bahasa yang digunakan dalam kumpulan cerita pendek
Sang Presiden.
Penelitian dilakukan melalui tiga tahap, yaitu pengumpulan data, analisis data,
dan pemaparan hasil analisis data. Data diperoleh dari kumpulan cerita pendek Sang
Presiden. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak dan teknik catat. Data
dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode padan dan metode agih.
Metode padan yang digunakan adalah metode padan referensial yang alat penentunya
adalah kenyataan yang ditunjukkan oleh bahasa atau referen bahasa dilanjutkan
dengan metode agih, dan teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik ganti dan
teknik lesap. Pemaparan hasil analisis data dilakukan dengan metode informal dan
formal.
Gaya bahasa yang ditemukan dalam kumpulan cerita pendek Sang Presiden
berjumlah 7 gaya bahasa, yaitu (i) gaya bahasa hiperbola, (ii) gaya bahasa metafora,
(iii) gaya bahasa persamaan (simile), (iv) gaya bahasa personifikasi, (v) gaya bahasa
litotes, (vi) gaya bahasa pleonasme, dan (vii) gaya bahasa asindeton.
v
ABSTRACT
Tri Pamungkas, Yuni. 2007. “Language Styles Based on Word Meaning in
Herry Gendut Janarto’s Short Story Antology Entitle Sang Presiden ”.
Thesis-1: Study Program of Indonesian Literature Faculty of Literature,
Sanata Dharma University.
This thesis reports the result of research about language styles based on word
meaning in Herry Gendut Janarto’s short story antology entitle Sang Presiden. A
problem that will be answered in this research that is what kinds of language styles
uses in Herry Gendut Janarto’s short story antology entitle Sang Presiden ? This
research is aimed to describe the kinds of language styles uses in short story antology
entitle Sang Presiden.
The research is conducted in three stages. They are collecting data, analyzing
data, and describing of the data analyzing result. The data is collected from the short
story antology entitle Sang Presiden. The data collecting data is done with listening
method and writing method. The data in this research is analyzed with using padan
(identity) method and agih (distributional) method. Padan (identity) method that used
is referential (identity) method is the decisive factor in the fact that showed by
language or language reference and is continued with agih method, and next
technique that used is change technique and lesap technique. The describtion result of
data analysis is carried on by formal and informal method.
There are 7 result language styles find in Herry Gendut Janarto the short story
antology entitle Sang Presiden they are (i) hyperbole, (ii) simile, (iii) personification,
(iv) metaphore, (v) litotes, (vi) pleonasm, and (vii) ascindenton.
vi
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang MahaKasih atas
limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
berjudul Gaya Bahasa Berdasarkan Makna Kata dalam Kumpulan Cerpen
Sang Presiden Karya Herry Gendut Janarto, sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas
Sanata Dharma.
Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya kebaikan, bantuan, dan
dukungan baik secara material maupun spiritual dari berbagai pihak. Kebaikan,
perhatian, bantuan, dan dukungan tersebut hadir dalam kehidupan penulis
terutama saat menjalani perkuliahan di Universitas Sanata Dharma.
Oleh karena itu, perkenankan penulis menyampaikan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dan memperlancar proses penulisan skripsi
ini.
1. Bapak Drs. P. Ari Subagyo, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I yang dengan
penuh kesabaran dan perhatian telah memberikan bimbingan dan pengarahan
kepada penulis, hingga terselesainya skripsi ini.
2. Bapak Dr.I. Praptomo Baryadi, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang
telah membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi ini, dengan
memberikan petunjuk dan masukan kepada penulis.
vii
3. Bapak Drs. Hery Antono, M.Hum., Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Bapak
Drs. FX. Santosa, M.S., Bapak Drs. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., Ibu
Tjandrasih Adji, M.Hum., Ibu S.E. Peni Adji, S.S, M.Hum. atas bimbingannya
selama penulis menjalani studi di Universitas Sanata Dharma.
4. Staf Sekertariat Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma atas pelayanannya
dalam bidang administrasi.
5. Staf perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah memberi peminjaman
buku yang diperlukan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu tercinta yang telah mendoakan, memberi semangat, dukungan
dan usaha keras untuk memenuhi kebutuhan penulis selama menempuh studi
di Universitas Sanata Dharma.
7. Kakak-kakak tercinta yang selalu memberi dukungan penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi.
8. A.Yudo Hadianto yang telah memberi semangat dan dengan kasih sayangnya
menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman Sastra Indonesia Angkatan 2001 yang selalu memberi semangat
dan dukungannya serta terima kasih atas kebersamaan kalian selama studi di
Universitas Sanata Dharma.
10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu
penyelesaian skripsi ini.
Yogyakarta, 2007
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI………………………………....................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA................................................... iv
ABSTRAK..................................................................................................................... v
ABSTRACT................................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................................... vii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH ......................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH.......................................................................... 3
1.3 TUJUAN PENELITIAN........................................................................... 3
1.4 MANFAAT PENELITIAN....................................................................... 4
1.5 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
1.6 LANDASAN TEORI................................................................................ 6
1.6.1 PENGERTIAN GAYA BAHASA ............................................... 6
1.6.2 JENIS-JENIS GAYA BAHASA .................................................. 9
1.7 METODE PENELITIAN.......................................................................... 11
1.7.1 METODE DAN TEKNIK PENYEDIAAN DATA...................... 11
1.7.2 METODE DAN TEKNIK ANALISIS DATA ............................. 12
1.7.3 METODE PENYAJIAN HASIL ANALISIS DATA................... 14
1.8 SISTEMATIKA PENYAJIAN................................................................. 14
ix
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 15
2.1 GAYA BAHASA HIPERBOLA ........................................................... 15
2.2 GAYA BAHASA METAFORA............................................................ 27
2.3 GAYA PERSAMAAN (SIMILE) ......................................................... 33
2.4 GAYA BAHASA PERSONIFIKASI .................................................... 40
2.5 GAYA BAHASA LITOTES ................................................................. 47
2.6 GAYA BAHASA PLEONASME.......................................................... 48
2.7 GAYA BAHASA ASINDETON........................................................... 49
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN...................................................................................... 52
3.2 SARAN .................................................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam skripsi ini dikaji tentang gaya bahasa dalam kumpulan cerita pendek
(cerpen) Sang Presiden karya Herry Gendut Janarto. Gaya bahasa adalah bahasa yang
indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan
serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal yang
lebih umum (Dale via Tarigan 1985: 5). Adapun cerpen adalah kisahan pendek
(kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan
memusatkan diri pada satu tokoh di satu situasi (pada suatu ketika) (Tim Penyusun
KBBI, 1995: 165).
Edgar Allan Poe, sastrawan kenamaan dari Amerika, mengatakan bahwa
cerpen adalah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara
setengah sampai dua jam. Suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk
sebuah novel. Panjang suatu cerpen sangat bermacam-macam. Cerpen yang hanya
terdiri dari 500-an kata atau dikategorikan sebagai cerpen yang pendek (short-short-
story). Ada juga cerpen yang panjangnya cukupan (midle short story). Selain itu ada
juga cerpen yang panjang (long short story), yang terdiri dari puluhan (atau bahkan
beberapa puluh) ribu kata (Nurgiyantoro, 2005: 10).
Kumpulan cerpen Sang Presiden karya Herry Gendut Janarto yang diterbitkan
pada tahun 2003 terdiri atas 10 judul, “Sang Presiden” (SP), “Jodoh” (Jd), “Obituari”
(Obi), “Kuping” (Kpg), “Parfum” (Prf), “Partai Baru” (PB), “Pembunuh Bayaran”
1
(PBy), “Lukisan” (Luk), “Mobil Seribu Pulau” (MSP), dan “Suatu Hari di
Pringgodani” (SHP). Cerpen yang ada dalam kumpulan cerpen Sang Presiden
menggunakan bermacam-macam jenis gaya bahasa. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat contoh-contoh berikut.
(1) Utang luar negeripun kian menggelembung.(2) Bayangan akan sosok wanita Jawa berkelebat cepat di layar angannya
seperti rangkaian slide yang diputar cepat ganti berganti.(3) Sebisa mungkin saya sempatkan membacai kolom yang cerdas bernas
itu.
Dalam contoh (1) digunakan gaya bahasa hiperbola, yaitu gaya bahasa yang
mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya
dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk
memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Dalam contoh (1) gaya bahasa
hiperbola tersebut ditunjukkan dengan kata kian menggelembung. Dalam contoh (2)
digunakan gaya bahasa perumpamaan, yaitu perbandingan dua hal yang pada
hakikatnya berbeda tetapi di anggap sama. Dalam contoh (2) gaya bahasa
perumpamaan tersebut ditunjukkan dengan kata seperti. Dalam contoh (3) digunakan
gaya bahasa personifikasi, yaitu gaya bahasa perbandingan yang membandingkan
benda mati atau tidak dapat bergerak seolah-olah bernyawa dan dapat berperilaku
seperti manusia. Dalam contoh (3) gaya bahasa personifikasi tersebut ditunjukkan
dengan kata cerdas.
Dipilihnya topik penelitian tentang gaya bahasa berdasarkan pilihan kata
dalam kumpulan cerita pendek Sang Presiden didasarkan atas alasan berikut.
Pertama, gaya bahasa dalam kumpulan cerpen Sang Presiden mengandung masalah,
yaitu gaya bahasa apa saja yang digunakan dalam kumpulan cerpen Sang Presiden.
2
Kedua, belum adanya penelitian yang secara khusus mengkaji gaya bahasa yang
digunakan dalam kumpulan cerpen Sang Presiden. Pembatasan dalam penelitian ini
adalah mengkaji tentang gaya bahasa berdasarkan makna kata. Penelitian ini hanya
mengungkapkan gaya bahasa yang bersifat tunggal. Dan tidak memasukkan gejala
penggunaan gaya bahasa yang bersifat lebih dari satu (campuran).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah (butir 1.1), masalah yang akan
diteliti adalah sebagai berikut:
Gaya bahasa apa saja yang digunakan dalam kumpulan cerpen Sang Presiden
karya Herry Gendut Janarto ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan
untuk:
Mendeskripsikan jenis gaya bahasa yang digunakan dalam kumpulan cerpen Sang
Presiden karya Herry Gendut Janarto.
3
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat secara teoretis maupun praktis. Bagi linguistik,
terutama semantik bahwa makna kata dapat diungkapkan dengan berbagai cara yang
terwujud dalam gaya bahasa. Secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat bagi
penciptaan atau penulisan sebuah karya sastra khususnya cerita pendek.
1.5 Tinjauan Pustaka
Dalam berbagai penelitian khususnya tentang gaya bahasa sudah banyak
dilakukan, diantaranya penelitian tentang gaya bahasa dalam iklan seperti yang
dilakukan oleh Allfrita dan Wahyuningsih. Allfrita mengambil gaya bahasa dalam
iklan produk kosmetik sedangkan Wahyuningsih mengambil gaya bahasa dalam iklan
produk barang berbahasa Indonesia. Menurut sebatas pengetahuan penulis penelitian
tentang gaya bahasa dalam karya sastra belum dilakukan. Oleh karena itu, untuk
menambah penelitian tentang gaya bahasa, penelitian ini membahas tentang gaya
bahasa dalam karya sastra khususnya cerpen. Cerpen yang digunakan adalah
kumpulan cerpen Sang Presiden karya Herry Gendut Janarto dengan mengkaji makna
katanya.
Dalam skripsi yang berjudul “Penonjolan Topik dan Gaya Bahasa Wacana
Iklan Produk Kosmetik dalam Majalah Femina Tahun 2003”. Allfrita membahas
tentang bagaimanakah cara penonjolan topik dalam wacana iklan produk kosmetik di
4
majalah Femina tahun 2003 dan gaya bahasa apa saja yang digunakan dalam wacana
iklan produk kosmetik di dalam majalah Femina tahun 2003. Pertama berdasarkan
penonjolan topiknya WIPK yaitu, variasi penonjolan topik yang terjadi dalam wacana
iklan ini berupa penonjolan topik dengan cara pengedepanan (foregrounding),
ortografis, pengulangan, dan penonjolan topik campuran (ortografi dan pengulangan,
pengedepanan dan ortografis, pengedepanan, ortografis dan pengulangan). Kedua
berupa variasi penggunaan gaya bahasa dalam wacana iklan terdiri dari bentuk gaya
bahasa antitesis, personifikasi, klimaks, repetisi, anadiplosis, hiperbola, erotesis,
depersonifikasi, asindeton dan personifikasi, repetisi dan personifikasi, personifikasi
dan klimaks, erotesis dan sinekdok, antitesis dan hiperbola, antitesis dan
personifikasi, erotesis dan personifikasi, perumpamaan dan repetisi, asindeton,
personifikasi dan erotesis, personifikasi, paralelisme dan repetisi, repetisi, pleonasme
dan personifikasi, hiperbola, personifikasi dan klimaks, repetisi, erotesis dan
personifikasi, personifikasi, perumpamaan dan hiperbola, repetisi, personifikasi dan
hiperbola, repetisi, personifikasi dan antitesis.
Penelitian Wahyuningsih dalam skripsinya yang berjudul “Gaya Bahasa
Dalam Iklan Produk Barang Berbahasa Indonesia pada Harian Kompas Edisi Februari
2005”, menghasilkan analisis tentang jenis gaya bahasa apa saja yang digunakan
dalam iklan produk barang pada harian Kompas dan gaya bahasa apa saja yang paling
banyak digunakan dalam iklan produk barang pada harian Kompas. Gaya bahasa
yang ditemukan dalam iklan produk barang tersebut berjumlah 90 gaya bahasa.
Urutan gaya bahasa itu adalah (i) gaya bahasa hiperbola berjumlah 42, (ii) gaya
bahasa elipsis berjumlah 10, (iii) gaya bahasa personifikasi berjumlah 7, (iv) gaya
5
bahasa retoris berjumlah 6, (v) gaya bahasa aliterasi berjumlah 6, (vi) gaya bahasa
asidenton berjumlah 4, (vii) gaya bahasa polisindeton berjumlah 4, (viii) gaya bahasa
metonimia berjumlah 2, (ix) gaya bahasa asonansi berjumlah 2, (x) gaya bahasa
repetisi berjumlah 2, (xi) gaya bahasa simile berjumlah 1, (xii) gaya bahasa epitet
berjumlah 1,(xiii) gaya bahasa pleonasme berjumlah 1, (xiv) gaya bahasa klimaks
berjumlah 1, (xv) gaya bahasa antiklimaks berjumlah 1.
1.6 Landasan Teori
Untuk keperluan penelitian ini, perlu dikemukakan landasan teori tentang
pengertian gaya bahasa dan jenis-jenis gaya bahasa.
1.6.1 Pengertian Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan
efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal
tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata, penggunaan gaya
bahasa tertentu dapat merubah serta menimbulkan konotasi tertentu. (Dale, 1971 :
220 via Tarigan, 1985 : 5). Selain itu gaya bahasa adalah cara mempergunakan gaya
bahasa secara imajinatif bukan dalam pengertian yang benar-benar secara alamiah
saja (Warriner, 1997 : 602). Gaya bahasa merupakan bentuk retorik yaitu penggunaan
kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi
penyimak dan pembaca. Di samping itu gaya bahasa adalah cara mengungkapkan
pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian
6
penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung 3 (tiga)
unsur berikut: kejujuran, sopan santun, dan menarik. (Keraf, 2004 : 113).
Gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan diri sendiri baik melalui bahasa
maupun tingkah laku dan sebagainya. Gaya bahasa adalah bahasa yang indah yang
dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta
memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang
lebih umum. Penggunaan gaya bahasa dapat mengubah serta menimbulkan konotasi
berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca
(Dale, 1970: 20 via Tarigan, 1985: 5). Menurut Kridalaksana (1983: 49), gaya bahasa
adalah suatu pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur kata
atau menulis. Menurut Keraf (2004: 113) style atau gaya bahasa dapat dibatasi
dengan cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).
Tarigan (1989: 8-203) dalam bukunya yang berjudul Pengajaran Gaya
Bahasa menyatakan pengertian gaya bahasa, yaitu bahasa yang indah yang
dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta
memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda lain yang lebih
umum. Dengan kata lain, gaya bahasa adalah penggunaan bahasa tertentu yang dapat
merubah serta menimbulkan konotasi tertentu. Tarigan (1989 : 179-197) dalam
bukunya yang berjudul Pengajaran Kosakata menyatakan gaya bahasa sebagai
bahasa kias atau majas. Majas, kiasan, atau figure of speech adalah bahasa kias,
bahasa yang indah dipergunakan untuk meingkatkan efek dengan jalan
memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan
7
benda lain yang lebih umum. selain itu, majas juga berarti juga bahasa yang
digunakan secara imajinatif, bukan dalam pengertian yang benar secara alamiah.
Pembagian majas dibagi menjadi 4 (empat), yaitu majas perbandingan, majas
pertentangan, majas pertautan, majas perulangan. Majas perbandingan meliputi
perumpamaan, kiasan, sindiran, dan antitesis. Majas pertentangan meliputi hiperbola,
litotes, ironi, oksimoron, paranomasia, paralipsis, zeugma. Majas pertautan meliputi
metonimia, sinekdoke, antaklasis, kiasmus, dan repetisi. Tarigan membagi gaya
bahasa menjadi 4 (empat), gaya bahasa perbandingan, pertentangan, pertautan,
perulangan. Penjelasan tentang jenis-jenis gaya bahasa tidak sedetail dalam bukunya
yang pertama Pengajaran Gaya Bahasa.
Keraf (2004 : 112-145) dalam bukunya yang berjudul Diksi dan Gaya Bahasa
menyatakan gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara
khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Keraf
membagi jenis-jenis gaya bahasa menjadi 2 (dua), yaitu : dari segi non bahasa dan
dari segi bahasa. Dari segi bahasa, gaya bahasa dapat dibagi menjadi tujuh, yaitu : (i)
Pengarang, (ii) Maya, (iii) Media, (iv) Subyek, (v) Tempat, (vi) Hadirin, (vii) Tujuan.
Dari segi bahasa dapat dibedakan menjadi 4 (empat) : (i) Gaya bahasa berdasarkan
pilihan kata, (ii) Gaya bahasa yang terkandung dalam wacana, (iii) Gaya bahasa
berdasarkan struktur kalimat, (iv) Gaya bahasa yang berdasarkan langsung atau
tidaknya makna. Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, terdiri dari 3 (tiga) yaitu : (i)
Gaya bahasa resmi, (ii) Gaya bahasa tak resmi, (iii) Gaya bahasa percakapan. Gaya
bahasa berdasarkan nada terdiri dari 3 (tiga) yaitu : (i) Gaya sederhana, (ii) Gaya
mulia, (iii) Gaya menengah. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat terdiri atas 5
8
(lima) yaitu : (i) Klimaks, (ii) Antiklimaks, (iii) Paralelisme, (iv) Antitesis, (v)
Repetisi. Gaya bahasa berdasar langsung tidaknya makna, terdiri atas 2 (dua) yaitu :
(i) Gaya bahasa ritoris, (ii) Gaya bahasa kiasan.
1.6.2 Jenis-jenis Gaya bahasa
Teori tentang jenis-jenis gaya bahasa yang dianut adalah pendapat Keraf
(2004 : 129-145), yaitu gaya bahasa berdasarkan langsung atau tidaknya makna.
a) Gaya bahasa Hiperbola
Gaya bahasa hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu
pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan suatu hal.
Contoh: Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hampir-hampir
meledak aku.
b) Gaya bahasa Metafora
Gaya bahasa metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua
hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat.
Contoh: Pemuda-pemudi adalah bunga bangsa.
c) Gaya bahasa Persamaan (Simile)
Gaya bahasa Persamaan (Simile) adalah perbandingan yang bersifat
eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit
adalah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain.
Contoh: Matanya seperti bintang timur.
9
d) Gaya bahasa Litotes
Gaya bahasa Litotes adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk
menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri.
Contoh: Kedudukan saya ini tidak ada artinya sama sekali.
e. Gaya bahasa Pleonasme
Gaya bahasa Plesonasme adalah acuan yang mempergunakan kata-kata
lebih banyak dari pada yang diperlukan untuk menyatakan suatu pikiran
atau gagasan.
Contoh: Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri.
f) Gaya bahasa Personifikasi
Gaya bahasa Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak
bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.
Contoh: Angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah
lagi ketakutan kami.
g) Gaya bahasa Asindeton
Gaya bahasa Asindeton adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang
bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frase, atau klausa, yang
sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung.
Contoh: Dan kesesakan, kepedihan, kesakitan, seribu derita detik-detik
penghabisan orang melepaskan nyawa.
10
1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini meliputi 3 (tiga) tahap, yakni : (i) penyediaan data, (ii) analisis
data, dan (iii) penyajian hasil analisis. Berikut diuraikan metode dan teknik untuk
masing-masing tahap dalam penelitian ini.
1.7.1 Metode dan Teknik Penyediaan Data
Objek penelitian ini adalah gaya bahasa dalam kumpulan cerpen Sang
Presiden karya Herry Gendut Janarto. Objek penelitian berada dalam data yang
berupa kalimat. Data diperoleh dari sumber tertulis, yaitu kumpulan cerpen Sang
Presiden karya Herry Gendut Janarto yang terdiri atas 10 cerpen yaitu: “Sang
Presiden”, “Jodoh”, “Obituari”, “Kuping”, Parfum”, “Partai Baru”, Pembunuh
Bayaran”, “Lukisan”, Mobil Seribu Pulau”, dan “Suatu Hari di Pringgodani”.
Penyediaan data dilakukan dengan menggunakan metode simak, yaitu menyimak
penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993 : 133). Dalam penerapan lebih lanjut,
digunakan teknik catat yakni kegiatan mencatat data yang diperoleh dalam kartu data
(Sudaryanto, 1984 : 40). Kartu data berupa lembaran-lembaran kertas berukuran 20
cm x 16 cm. Masing-masing kartu data berisi beberapa kalimat yang mengandung
gaya bahasa.
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Langkah kedua adalah menganalisis data. Setelah data diklasifikasikan,
kemudian dianalisis dengan menggunakan metode padan. Metode padan adalah
metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa
11
(langue) yang bersangkutan. Metode padan yang digunakan yaitu metode padan
referensial yang alat penentunya adalah kenyataan yang ditunjukkan oleh bahasa atau
referen bahasa (Sudaryanto, 1993 : 13-14). Untuk menentukan gaya bahasa dalam
kumpulan data yang sudah ada digunakan metode padan referensial untuk
menentukan pengklasifikasian gaya bahasa. Karena gaya bahasa itu menyangkut
masalah perbedaan makna unsur gaya bahasa dengan makna dalam kumpulan cerpen
Sang Presiden, maka metode padan dipandang sebagai kata metode yang tepat.
Contoh: Korupsi tambah merajalela; Setelah itu terbungkus gulita malam; Betapa
laju karier teman satu ini melesat bak meteor. Kemudian data yang sudah terkumpul
lalu diklasifikasikan berdasarkan jenis gaya bahasa yang digunakan. Contoh: gaya
bahasa hiperbola: Korupsi tambah merajalela; gaya bahasa metafora: Setelah itu
terbungkus gulita malam; gaya bahasa persamaan (simile): Betapa laju karier teman
satu ini melesat bak meteor.
Dalam penelitian ini juga digunakan metode agih, yaitu metode penelitian
yang menggunakan bahasa itu sendiri sebagai alat penentunya (Sudaryanto, 1993 :
15). Teknik yang digunakan dari metode agih ini adalah teknik bagi unsur langsung
atau yang sering disebut dengan teknik BUL. Teknik BUL adalah teknik dasar
metode agih yang membagi satuan lingual datanya menjadi beberapa bagian atau
unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan
lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993 : 31)
Teknik lanjutan dalam metode agih ini adalah teknik ganti dan teknik lesap.
Teknik ganti adalah teknik analisis data berupa penggantian unsur satuan lingual
yang bersangkutan dengan unsur tertentu yang lain di luar satuan lingual yang
12
bersangkutan. Teknik ini digunakan untuk membuktikan jenis gaya bahasa. Dalam
contoh berikut terdapat dalam gaya bahasa hiperbola. Untuk lebih jelasnya lihat
contoh berikut:
(4) Sejam kemudian Bandempo telah berkubang di tengah telaga massa.
Sebagai bukti bahwa kata berkubang dan telaga bermakna ‘berkumpul’ dan
‘kumpulan’, kata tersebut dapat digantikan dengan kata berkumpul dan kumpulan,
sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(4a) Sejam kemudian Bandempo telah berkumpul di tengah kumpulan massa.
Teknik lesap adalah teknik analisis data berupa pelesapan, menghilangkan,
menghapuskan, mengurangi unsur tertentu satuan lingual yang bersangkutan. Teknik
ini digunakan untuk pembuktikan gaya bahasa persamaan (simile). Untuk lebih
jelasnya lihat contoh berikut:
(5) Antara saya dan Haryo Sungkowo kian berjarak bagaikan bumi dan langit.
Dalam kalimat di atas unsur yang dilesapkan atau dihilangkan adalah bagaikan bumi
dan langit. Sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(5a) Antara saya dan Haryo Sungkowo kian berjarak.
13
1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Setelah tahap analisis data, tahap selanjutnya adalah tahap penyajian hasil
analisis data. Metode yang digunakan adalah metode informal. Metode informal
adalah metode penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa,
dalam teori ini tidak menggunakan rumus atau lambang-lambang (Sudaryanto, 1993 :
145). Juga digunakan metode formal yaitu metode penyajian analisis data dengan
menggunakan tabel-tabel sesuai keperluan.
1.8 Sistematika Penyajian
Penelitian ini terdiri dari empat bab. Bab I Pendahuluan terdiri atas latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penyajian. Bab II berisi
pembahasan. Bab III berisi penutup yang mencakup kesimpulan dan saran.
14
BAB II
PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan tentang jenis-jenis gaya bahasa pada kumpulan cerpen
Sang Presiden. Jenis-jenis gaya bahasa tersebut ditentukan berdasarkan langsung
tidaknya makna.
Berdasarkan langsung tidaknya makna, gaya bahasa yang ditemukan dalam
kumpulan cerpen Sang Presiden meliputi tujuh gaya bahasa, yaitu (i) gaya bahasa
hiperbola, (ii) gaya bahasa metafora, (iii) gaya bahasa personifikasi, (iv) gaya bahasa
pleonasme, (v) gaya bahasa litotes, (vi) gaya bahasa sinisme, dan (vii) gaya bahasa
asindeton. Berikut ini uraian tentang masing-masing gaya bahasa tersebut.
2.1 Gaya Bahasa Hiperbola
Gaya bahasa hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu
pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan suatu hal (Keraf, 2004 :
135). Dari hasil penelitian ditemukan gaya bahasa hiperbola. Berikut ini contohnya:
(5) Tak pelak, Haryo Timbil memang tampil lebih matang dari usianya.(6) Korupsi tambah merajalela.(7) Pengangguran semakin membengkak tak terkendali.(8) Utang luar negeri kian menggelembung(9) Takhta benar-benar untuk rakyat, tambahnya berkobar.(10) Betapa Bu Kamsi selalu mendesak-desak, tepatnya menggedor-gedor dirinya
agar segera menikah.(11) “Ya, Presiden”, tandas Haryo Timbil bergelora.(12) Ini namanya fitnah ! desis Maryatun dengan nada memuncak.
15
(13) “Itu merusak jiwa mereka”, balas Bu Minah membara.(14) Setiap kali matanya kembali menabrak iklan tadi.(15) Sebenarnya Djody adalah manusia pemalu untuk urusan memburu wanita.(16) Salah satu rahasia pribadinya selama ini ditutup rapat-rapat justru ia kuak.(17) Ia juga yakin, di tengah derasnya operasi sikat bersih pasti ada polisi dan satuan
keamanan.(18) Musibah yang menggasak diri dan keluarganya pelan dan pelan coba ia
lupakan.(19) Ada yang supergemuk makmur, ada yang meranggas superekonomis.
Pada kalimat (5) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata
matang. Kata matang dalam kalimat ini mempunyai makna ‘dewasa’. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 637) kata matang mempunyai arti ‘masak’.
Kata masak biasa digunakan dalam hal sayur dan buah, sedangkan kata dewasa
menunjukkan perkembangan seseorang menuju kedewasaan yang berhubungan
dengan perkembangan fisik dan psikologis. Penggunaan kata matang dalam cerpen
ini memang mengungkapkan bahwa seseorang yang bernama Haryo Timbil
mempunyai kemampuan yang lebih dibandingkan dengan teman-temannya dan
pandai berbicara selayaknya tokoh politisi Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari
kalimat sesudahnya yaitu, Ia selalu berada selangkah dua langkah ke depan di
banding sebayanya, termasuk diri saya (SP, hlm. 4). Oleh karena itu kata matang
dalam kalimat ini bermakna ‘dewasa’. Untuk membuktikan bahwa kata matang
dalam kalimat (5) bermakna ‘dewasa’, perhatikan penggantian di bawah ini:
(5a) Tak pelak, Haryo Timbil memang tampil lebih dewasa dari usianya.
Pada kalimat (6) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata
merajalela. Kata merajalela dalam kalimat ini mempunyai makna ‘banyak’. Menurut
16
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 811) kata merajalela mempunyai arti ‘berbuat
sewenang-wenang’. Penggunaan kata merajalela dalam kalimat ini kata merajalela
mengungkapkan bahwa penderitaan masyarakat sekarang ini bertambah banyak dan
semakin menjadi. Hal itu bisa dilihat dengan kalimat yang sebelumnya yaitu, Ia
kelewat sedih dan murung karena negerinya sampai hari ini, tahun 2012 tetap saja
amburadul (SP, hlm.13). Sebagai bukti bahwa kata merajalela bermakna ‘banyak’,
kata tersebut dapat digantikan dengan kata banyak, sebagaimana terdapat dalam
contoh berikut:
(6a). Korupsi tambah banyak.
Pada kalimat (7) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata
membengkak. Kata membengkak dalam kalimat ini mempunyai makna ‘banyak’.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 116) kata membengkak mempunyai
arti ‘menjadi bengkak’. Kata membengkak biasanya digunakan untuk menyatakan
luka yang memar karena terbentur sehingga menjadi bengkak. Penggunaan kata
membengkak dalam kalimat ini mengungkapkan bahwa pengangguran tidak bisa
diatasi lagi dan semakin hari semakin meningkat jumlahnya. Hal itu dapat dilihat dari
kalimat sebelumnya yaitu, kekacauan politik terus menjadi-jadi (SP, hlm.13). Untuk
membuktikan bahwa kata membengkak dalam kalimat (6) bermakna ‘bertambah
banyak’, perhatikan penggantian di bawah ini:
(7a) Pengangguran semakin banyak tak terkendali.
17
Pada kalimat (8) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata
menggelembung. Kata menggelembung dalam kalimat ini mempunyai makna
‘menjadi besar’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 302) kata
menggelembung mempunyai arti ‘menjadi besar karena berisi udara’. Penggunaan
kata mengelembung dalam kalimat ini mengungkapkan bahwa utang luar negeri
menjadi besar dan itu merupakan keadaan yang sangat memprihatinkan Negara. Hal
itu bisa dilihat dari kalimat sebelumnya yang menyatakan keprihatinan dengan apa
yang sedang terjadi di Negara kita yaitu, hukum tetap saja kusut dan lunglai (SP,
hlm.13). Sebagai bukti bahwa kata menggelembung bermakna ‘menjadi besar’, kata
tersebut dapat digantikan dengan kata menjadi besar, sebagaimana terlihat dalam
contoh berikut:
(8a) Utang luar negeri kian menjadi besar.
Pada kalimat (9) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata
berkobar. Kata berkobar mempunyi makna ‘semangat’. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1995: 510) kata berkobar mempunyai arti ‘menyala besar’.
Penggunaan kata berkobar dalam kalimat ini mengungkapkan dengan semangat yang
besar untuk menyatakan bahwa menjadi seorang presiden itu tidaklah sulit, yang
terpenting seorang presiden harus bisa ngemong rakyat dan kuncinya melayani
masyarakat. Hal itu dapat dilihat dari kalimat sebelumnya yaitu, kedaulatan rakyat
harus dijunjung tingi-tinggi, dan jangan sekali-kali menyakiti hati rakyat (SP, hlm.3).
Untuk membuktikan bahwa kata berkobar dalam kalimat (9) bermakna
‘bersemangat’, perhatikan penggantian di bawah ini:
18
(9a) “Takhta benar-benar untuk rakyat”, tambahnya bersemangat.
Pada kalimat (10) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata
mendesak-desak dan menggedor-gedor. Kata mendesak-desak mempunyai makna
‘menganjurkan’ sedangkan kata menggedor-gedor mempunyai makna ‘menyuruh’.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 298) kata mendesak-desak
mempunyai arti ‘mendorong dengan tubuh’, sedangkan mengedor-gedor mempunyai
arti ‘mengetuk (memukul) pintu keras-keras’ (1995, 298). Penggunaan kata
mendesak-desak dan menggedor-gedor dalam kalimat ini mengungkapkan bahwa
Djody disuruh ibunya untuk segera menikah. Hal itu dapat dilihat dari kalimat
setelahnya yaitu, seolah sang ibu esok pagi akan meninggal dunia dan tak bisa
menyaksikan putra bungsunya hidup membangun keluarga (Jd, hlm.20). Sebagai
bukti bahwa kata mendesak-desak dan menggedor-gedor bermakna ‘menganjurkan’
dan ‘menyuruh’, kata tersebut dapat digantikan dengan kata menganjurkan dan
menyuruh, sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(10a) Betapa Bu Kamsi selalu menganjurkan, tepatnya menyuruh dirinya agarsegera menikah.
Pada kalimat (11) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata
bergelora. Kata bergelora dalam kalimat ini mempunyai makna ‘semangat’.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 305) kata bergelora mempunyai arti
‘bergolak hebat’. Penggunaan kata bergelora dalam kalimat ini mengungkapkan
bahwa Haryo Timbil tidak patah semangat meskipun keinginan untuk menjadi
seorang presiden tidak tercapai. Oleh karena itu dia memberi nama cucunya dengan
19
nama Presiden. Hal itu dapat dilihat dari kalimat “Saya boleh gagal jadi presiden, tapi
tidak ada salahnya cucu saya ini punya nama Presiden. Jadi meskipun kelak ia jadi
dosen atau karyawan bank atau mungkin satpam, tetap saja cucu saya ini dipanggil
Presiden. Ya, Presiden Haryo Sungkowo!” (SP, hlm17). Untuk membuktikan bahwa
kata bergelora dalam kalimat (11) bermakna ‘bersemangat’, perhatikan penggantian
di bawah ini:
(11a) “Ya, Presiden”, tandas Haryo Timbil bersemangat.
Pada kalimat (12) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata
memuncak. Kata memuncak dalam kalimat ini mempunyai makna ‘tinggi’. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 798) kata memuncak mempunyai arti ‘menuju
puncak’. Kata menuju puncak biasa digunakan dalam hal pendakian untuk menuju
puncak yang paling atas. Penggunaan kata memuncak dalam kalimat ini
mengungkapkan pembelaan diri atas apa yang dituduhkan pada Maryatun, karena
bertamu malam-malam ke rumah Pak Wongso. Hal ini bisa dillihat dari kalimat
sebelumnya yaitu, “Betul begitu?” sahut Pak RT seraya mengerahkan pandangannya
pada kedua “terdakwa” itu (Kpg, hlm.48). Sebagai bukti bahwa kata memuncak
bermakna ‘tinggi’, kata tersebut dapat digantikan dengan kata tinggi, sebagaimana
terdapat dalam contoh berikut:
(12a) “Ini namanya fitnah! desis Maryatun dengan nada tinggi.
20
Pada kalimat (13) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata
membara. Kata membara dalam kalimat ini mempunyai makna ‘marah’. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 93) kata membara mempunyai arti ‘panas
berapi seperti bara (barang sesuatu (arang) yang terbakar dan masih berapi)’.
Penggunaan kata membara dalam kalimat ini mengungkapkan kemarahan Bu Minah
atas kelakuan Pak Wongso yang diketahui oleh anak-anaknya yang dinilai
berpengaruh buruk bagi perkembangan mereka. Hal ini dapat dilihat dari kalimat
yang mendukung yaitu, Pak Wongso melotot. “Ada apa kamu ikut campur urusanku.
Anak-anakku, si Yuli dan Arto juga tahu semua.” (Kpg, hlm.49). Untuk
membuktikan bahwa kata membara dalam kalimat (12) bermakna ‘marah’,
perhatikan penggantian di bawah ini:
(13a) “Itu merusak jiwa mereka”, balas Bu Minah marah.
Pada kalimat (14) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata
menabrak. Kata menabrak dalam kalimat ini mempunyai makna ‘menatap’. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 987) kata menabrak mempunyai arti
‘melanggar, menumbuk’. Kata melanggar biasa digunakan dalam hal pelanggaran
aturan yang berlaku. Penggunaan kata menabrak dalam kalimat ini mengungkapkan
keinginan Djody untuk memperhatikan rubrik “Kontak Jodoh” yang ada di Koran
harian pagi ibu kota. Hal itu dapat dilihat dari kalimat yang mendukungnya yaitu,
Baris-baris iklan itu seperti punya daya sihir (Jd, hlm19). Sebagai bukti bahwa kata
menabrak bermakna ‘menatap’, kata tersebut dapat digantikan dengan kata menatap,
sebagaimana terlihat dalam contoh berikut:
21
(14a) Setiap kali matanya menatap iklan tadi.
Pada kalimat (15) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata
memburu. Kata memburu mempunyai makna ‘mencari’. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1995: 159) kata memburu mempunyai arti ‘mengejar atau
menyusul (hendak menangkap)’. Penggunaan kata memburu dalam kalimat ini
mengungkapkan bahwa Djody tidak pandai dalam bergaul dengan wanita apalagi
untuk dijadikannya seorang istri. Hal itu dapat dilihat dari kalimat yang
mendukungnya yaitu, Masa sekolah masa remaja, habis untuk studi. Padahal ia sama
sekali tak buruk rupa. Ganteng malah, seperti yang acap dilontarkan teman-teman
sekolah dan kuliahnya (Jd, hlm.25). Untuk membuktikan bahwa kata memburu
bermakna ‘mencari’, kata tersebut dapat digantikan dengan kata mencari,
sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(15a) Sebenarnya Djody adalah manusia pemalu untuk urusan mencariwanita.
Pada kalimat (16) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata
ditutup rapat-rapat. Kata ditutup rapat-rapat mempunyai makna ‘disimpan’.Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 819) kata ditutup rapat-rapat mempunyai arti
‘tertutup benar-benar hingga tak bercelah’. Penggunaan kata ditutup rapat-rapat
dalam kalimat ini mengungkapkan bahwa Mursarip mempunyai sebuah rahasia yang
tidak diketahui oleh banyak orang. Hal itu dapat dilihat dari kalimat yang mendukung
yaitu, Sungguh mengejutkan bahwa ternyata, dalam hidupnya, ia sebenarnya
mempunyai dua orang istri (Obi, hlm.40). Sebagai bukti bahwa kata ditutup rapat-
22
rapat bermakna ‘disimpan’, kata tersebut dapat digantikan dengan kata disimpan,
sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(16a) Salah satu rahasia pribadinya selama ini disimpan justru ia kuak.
Pada kalimat (17) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata
derasnya. Kata derasnya mempunyai makna ‘maraknya’. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1995: 225) kata derasnya mempunyai arti ‘sangat cepat’.
Penggunaan kata derasnya dalam kalimat ini mengungkapkan bahwa adanya operasi
sikat bersih yang dilakukan polisi untuk mengamankan masyarakat dari orang yang
tidak bertanggungjawab. Hal ini dapat dilihat dari kalimat yang mendukung yaitu,
Sengaja ia hanya naik taksi agar jejaknya tak mudah dilacak (PBy, hlm.78). Untuk
membuktikan bahwa kata derasnya dalam kalimat (17) bermakna ‘maraknya’,
perhatikan penggantian di bawah ini:
(17a) Ia juga yakin, di tengah maraknya operasi sikat bersih pasti ada polisidan satuan keamanan.
Pada kalimat (18) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata
menggasak. Kata menggasak mempunyai makna ‘menimpa’. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1995: 296) kata menggasak mempunyai arti ‘menerjang
(menyepak, menendang)’. Penggunaan kata menggasak dalam kalimat ini
mengungkapkan musibah yang dialami Tunggono dan keluarganya sangat merugikan
mereka sehingga membuat Mursarip harus bekerja keras untuk memulihkan keadaan
keluarganya. Hal ini dapat dilihat dari kalimat yang
23
mendukung yaitu, Amuk air bah berlalu sudah. Tunggono kembali bekerja keras, dan
tetap setia kelilling kota sebagai sopir bajaj (MSP, hlm.102). Sebagai bukti bahwa
kata menggasak bermakna ‘menimpa’, kata tersebut dapat digantikan dengan kata
menimpa, sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(18a) Musibah yang menimpa diri dan keluarganya pelan dan pelan coba ialupakan.
Pada kalimat (19) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata
supergemuk dan superekonomis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:
977) kata super mempunyai arti ‘lebih dari yang lain atau istimewa’ sedangkan
gemuk (1995: 307) mempunyai arti ‘berat badan yang melebihi batas normal’ dan
ekonomis (1995: 252) mempunyai arti ‘hemat’. Kata supergemuk dan superekonomis
mempunyai makna ‘kaya’ dan miskin’. Supergemuk menyatakan masyarakat yang
tingkat ekonominya tinggi atau berlebihan, sedangkan superekonomis menyatakan
masyarakat yang tingkat ekonominya sangat rendah dan serba kekurangan. Untuk
membuktikan bahwa kata supergemuk dan superekonomis bermakna ‘makmur’ dan
‘miskin’, kata tersebut dapat digantikan dengan kata kaya dan miskin, sebagaimana
terdapat dalam contoh berikut:
(19a) Ada yang sangat kaya makmur, ada yang sangat miskin.
Penggunaan hiperbola mengungkapkan hal yang biasa dengan bahasa yang
berlebihan seperti yang terdapat dalam kumpulan cerpen Sang Presiden ini. Dengan
adanya penggunaan hiperbola tersebut pembaca lebih dapat menimbulkan gambaran
imajinasi yang berlebih-lebihan pula sehingga pesan yang disampaikan
24
dapat diterima dengan baik oleh pembaca. Oleh karena itu hiperbola paling banyak
terdapat dalam kumpulan cerpen Sang Presiden.
Tabel 1Gaya Bahasa Hiperbola
No. Pengungkapan dengan GayaBahasa Hiperbola
Pengungkapan Biasa
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Tak pelak, Haryo Timbil memangtampil lebih matang dari usianya.
Korupsi tambah merajalela.
Pengangguran semakinmembengkak.
Utang luar negeri kianmenggelembung.
Takhta benar-benar untuk rakyat,tambahnya berkobar.
Betapa Bu Kamsi selalumendesak-desak, tepatnyamenggedor-gedor dirinya agarsegera menikah.
“Ya, Presiden”, tandas HaryoTimbil bergelora.
“Ini namanya fitnah!” desisMaryatun dengan nada memuncak.“Itu merusak jiwa mereka”, balasBu Minah membara.
Ada yang supergemuk makmur,ada yang meranggassuperekonomis.
Setiap kali matanya menabrakiklan tadi.
Tak pelak, Haryo Timbil memangtampil lebih dewasa dari usianya.
Korupsi tambah banyak.
Pengangguran semakin banyak.
Utang luar negeri kian menjadi besar.
Takhta benar-benar untuk rakyat,tambahnya semangat.
Betapa Bu Kamsi selalumenganjurkan, tepatnya menyuruhdirinya agar segera menikah.
“Ya, Presiden”, tandas Haryo Timbilbersemangat.
“Ini namanya fitnah!” desis Maryatundengan nada tinggi.
“Itu merusak jiwa mereka”, balas BuMinah marah.
Ada yang sangat kaya makmur, adayang meranggas sangat miskin.
Setiap kali matanya menatap iklantadi.
25
16.
17.
18.
19.
Sebenarnya Djody adalah manusiapemalu untuk urusan memburuwanita.
Salah satu rahasia pribadinyaselama ini ditutup rapat-rapatjustru ia kuak.
Ia juga yakin, di tengah derasnyaoperasi sikat bersih pasti ada polisidan satuan keamanan.
Musibah yang menggasak diri dankeluarganya pelan dan pelan cobaia lupakan.
Sebenarnya Djody adalah manusiapemalu untuk urusan mencari wanita.
Salah satu rahasia pribadinya selamaini disimpan justru ia kuak.
Ia juga yakin, di tengah maraknyaoperasi sikat bersih pasti ada polisi dansatuan keamanan.
Musibah yang menimpa diri dankeluarganya pelan dan pelan coba ialupakan.
2.2 Gaya Bahasa Metafora
Gaya bahasa metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal
secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat misalnya : bunga bangsa, buaya
darat, buah hati, cindera mata dan sebagainya (Keraf, 2004: 139). Dari hasil
penelitian ditemukan gaya bahasa metafora dalam kumpulan cerpen Sang Presiden.
Untuk lebih jelasnya tampak dalam contoh berikut :
(20) Setelah itu semua terbungkus gulita malam.(21) “Ah Mo, kamu tak perlu panas hati begitu. Paling Pak Wongso juga tak mampu
meladeni Yatun. Pak Wongso Impoten tahu ?”(22) Nyatanya saya benar-benar gugup tatkala suatu pagi, saya telah berada di perut
pesawat menuju Yogyakarta.(23) Di samping itu bersemi ramai beragam ormas maupun partai tandingan, baik di
tingkat pusat maupun level kecamatan.(24) Pikiran galau meliar ke mana-mana.Bila ingat Riana, kadang hati ini seakan meledak gembira, kadang malah muram
tersiksa.Berarti, rezeki kembali mengalir ke koceknya.
26
Pada contoh (20) unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah
penggunaan kata terbungkus gulita malam. Kata terbungkus gulita malam
mempunyai makna ‘tidak terlihat, hilang dari pandangan’. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1995: 156) kata terbungkus mempunyai arti ‘barang apa yang
dipakai untuk membalut’ dan gulita mempunyai arti ‘gelap’ (1995: 328) sedangkan
malam mempunyai arti ‘waktu setelah matahari terbenam hingga matahari terbit’
(1995, 621). Penggunaan kata terbungkus gulita malam mengungkapkan situasi pada
waktu Pomo dan Sukri memergoki Maryatun masuk ke dalam rumah Pak Wongso
secara diam-diam. Hal ini dapat dilihat dari kalimat yang mendukungnya yaitu,
Maryatun melongok kanan kiri sesaat sebelum memasuki rumah itu. Pintu terkuak,
redup sinar lampu neon membias ke teras. Cepat wanita muda itu menyelinap. Tak
bersuara (Kpg, hlm.43). Sebagai bukti bahwa kata terbungkus gulita malam
bermakna ‘tidak terlihat, hilang dari pandangan’, kata tersebut dapat diganti dengan
kata tidak terlihat sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(20a) Setelah itu semua tidak terlihat.
Adapun contoh (21) unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah
penggunaan kata panas hati. Kata panas hati dalam kalimat ini mempunyai makna
‘marah’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 720) kata panas
mempunyai arti ‘terasa seperti terbakar atau terasa dekat dengan api’ sedangkan hati
mempunyai arti ‘organ badan yang berwarna kemerah-merahan di bagian kanan atas
rongga perut, gunanya untuk mengambil sari-sari makanan di dalam darah dan
27
menghasilkan empedu’ (1995: 344). Penggunaan kata panas hati dalam kalimat ini
mengungkapkan kecurigaan sekaligus kecemburuan yang dirasakan oleh Pomo
terhadap Maryatun yang secara diam-diam masuk ke dalam rumah Pak Wongso
sehingga menimbulkan emosi pada diri Pomo. Hal ini dapat dilihat dari kalimat yang
mendukkungnya yaitu, “Baiklah, Mo, kita lapor saja ke Pak RT besok. Kita berdua
jadi saksi. Pokoknya mala ini Yatun masuk rumah Pak Wongso!” (Kpg, hlm.44).
Sebagai bukti bahwa kata panas hati bermakna ‘marah’, kata tersebut dapat diganti
dengan kata marah, sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(21a) “Ah Mo, kamu tak perlu marah begitu. Paling Pak Wongso juga takmampu meladeni Yatun. Pak Wongso impoten, tahu?”
Pada contoh (22) unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah
penggunaan kata perut pesawat. Kata perut pesawat mempunyai makna ‘dalam
pesawat’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 761) kata perut
mempunyai arti ‘bagian tubuh di bawah rongga dada’ sedangkan pesawat mempunyai
arti ‘alat transportasi udara’ (1995: 762). Penggunaan kata perut pesawat dalam
kalimat ini mengungkapkan bahwa Tohir telah berada di pesawat menuju Yogyakarta
untuk menemui Riana, gadis pujaannya waktu kuliah dulu. Hal ini dapat dilihat dari
kalimat yang mendukungnya yaitu, Begitu mendarat, rasa gugup itu terus melolong-
lolong keras di rongga dada. Apalagi, ketika saya turun dari taksi dan melangkah
menelusur sebuah gang ke arah sebuah rumah di Kampung Pringgodani (SHP,
hlm.111). Untuk membuktikan bahwa kata perut
28
pesawat dalam kalimat (22) bermakna ‘dalam pesawat’, perhatikan penggantian di
bawah ini:
(22a) Nyatanya saya benar-benar gugup tatkala suatu pagi, saya telah beradadi dalam pesawat menuju Yogyakarta.
Adapun pada contoh (23) gaya bahasa merafora ditunjukkan oleh kata
bersemi ramai beragam ormas. Kata bersemi ramai beragam ormas menunjukkan
adanya timbul bermacam-macam jenis ormas. Kata bersemi biasanya digunakan
dalam pengungkapan bunga yang sedang mekar. Sedangkan kata beragam biasanya
digunakan dalam pengungkapan jenis. Kata bersemi ramai beragam ormas
mempunyai makna ‘berdiri banyak ormas’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1995: 907) kata bersemi mempunyai arti ‘bertunas’, sedangkan kata ramai
mempunyai ‘arti orang banyak’ (1995: 812) dan kata beragam mempunyai
arti’banyak’ (1995, 809). Penggunaan kata bersemi ramai beragam ormas
mengungkapkan adnya persaingan yang sengit antara partai maupun ormas yang satu
dengan yang lainnya. Hal ini dapat dillihat dari kalimat yng mendukungnya yaitu,
Gemuruh persaingan elite politik nampang manis setiap hari di Koran mana pun.
Riuh rendah mirip konser dangdut (PB, hlm.72). Sebagai bukti bahwa kata bersemi
ramai beragam ormas bermakna ‘dibentuk banyak ormas’, kata tersebut dapat
digantikan dengan kata dibentuk banyak ormas, sebagaimana terdapat dalam contoh
berikut:
(23a) Di samping itu dibentuk banyak ormas maupun partai tandingan, baik ditingkat pusat maupun level kecamatan.
29
Pada contoh (24) unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah kata
meliar kemana-mana. Kata meliar ke mana-mana mempunyai makna ‘kacau’.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 590) kata meliar mempunyai arti
‘tidak ada yang memelihara, tidak dipelihara orang’ sedangkan kemana-mana
mempunyai arti ‘kemana-mana’ (1995, 623). Kata meliar kemana-mana mempunyai
makna ‘tidak fokus atau tidak terpusat’. Penggunaan kata meliar kemana-mana
mengungkapkan pikiran Suryani yang menunggu Rahmanto, suaminya yang tak juga
pulang. Hal ini dapat dilihat dari kalimat yang mendukungnya yaitu, Sebentar-
sebentar wanita berambut sebatas pinggang itu duduk di ruang tamu, gundah
menunggu. Adakah Rahmanto kecelakaan di jalan? Ataukah pria yang dicintainya
sejak di bangku SMP itu jatuh ke pelukan wanita lain? Atau mungkin suaminya
nonton pameran lukisan, lalu asyik berdiskusi di rumah sahabatnya? Atau
mungkin…? (Luk, hlm.92). Sebagai bukti bahwa kata meliar kemana-mana
bermakna ‘tidak fokus’, kata tersebut dapat digantikan dengan kata tidak fokus,
sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(24a) Pikiran tidak fokus.
Pada contoh (25) unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah kata
meledak gembira. Kata meledak gembira menunjukkan suatu ungkapan perasaan
yang sangat senang. Kata meledak gembira mempunyai makna ‘sangat senang’.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 575), kata meledak mempunyai arti
‘pecah dan meletup (dengan kuat)’, sedangkan gembira mempunyai arti ‘senang’
(1995: 306). Penggunaan kata meledak gembira dalam kalimat ini mengungkapkan
30
bahwa Tohir tidak mungkin melupakan Riana kekasihnya dulu sewaktu kuliah di
Jogja. Hal ini dapat dilihat dari kalimat yang mendukung yaitu, Ingat Jogja, ingat
Riana. Namun nyata, mustahil bagi saya melupakan Riana (SHP, hlm.109). Sebagai
bukti bahwa kata meledak gembira bermakna ‘sangat senang’, kata tersebut dapat
digantikan dengan kata sangat senang, sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(25a) Bila ingat Riana, kadang hati ini seakan sangat senang , kadang malahmuram tersiksa.
Adapun pada contoh (26) unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora
adalah penggunaan kata mengalir ke koceknya. Kata mengalir ke koceknya
menunjukkan kelancaran rezeki yang diperolehnya. Kata mengalir dibandingkan
dengan banyak uang. Kata mengalir mempunyai makna ‘masuk’. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (1995: 26) kata mengalir mempunyai arti ‘bergerak maju’.
Penggunaan kata mengalir ke koceknya dalam kalimat ini mengungkapkan bahwa
karena keuletannya dan kerajinannya menulis sebuah naskah, Mursarip selalu
mendapatkan rezeki dari hasil tulisannya itu. Hal ini dapat dilihat dari kalimat yang
mendukung yaitu, Dan tiga hari kemudian, tulisannya itu muncul dalam sebuah
majalah berita mingguan, plus foto sang kolumnis di sudut kanan atas (Obi, hlm.34).
Untuk membuktikan bahwa kata mengalir dalam kalimat (26) bermakna ‘masuk’,
perhatikan penggantian di bawah ini:
(26a) Berarti, rezeki kembali masuk ke koceknya.
Penggunaan metafora dalam kumpulan cerpen Sang Presiden menambahkan
kekuatan pada suatu kalimat. Metafora dapat membantu penulis melukiskan suatu
31
gambaran yang jelas melalui perbandingan seperti halnya dalam kumpulan cerpen
Sang Presiden ini. Dengan penulisan yang memperbandingkan dua hal, metafora
dapat menciptakan suatu kesan yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara
implisit. Meskipun dalam kumpulan cerpen Sang Presiden tidak begitu banyak
ditemukan metafora tetapi cukup untuk membuat pembaca lebih dapat memahami
pesan atau maksud penulis.
Tabel 2
Gaya Bahasa Metafora
No. Pengungkapan dengan GayaBahasa Metafora
Pengungkapan Biasa
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
Setelah itu semua terbungkusgulita malam.
“Ah, Mo, kamu tak perlu panashati begitu, paling Pak WongsoImpoten, tahu ?”
Nyatanya saya benar-benar guguptatkala suatu pagi, saya telahberada di perut pesawat menujuYogyakarta.
Di samping itu, bersemi ramaiberagam ormas maupun partaitandingan, baik di tingkat pusatmaupun level kecamatan.
Pikiran galau meliar kemana-mana.
Bila ingat Riana, kadang hati iniseakan meledak gembira, kadangmalah muram tersiksa.
Berarti, rezeki kembali mengalirke koceknya
Setelah itu semua tidak terlihat.
“Ah, Mo, kamu tak perlu marahpaling Pak Wongso Impoten, tahu?”
Nyatanya saya benar-benar guguptatkala suatu pagi, saya telah berada didalam pesawat menuju Yogyakarta.
Di samping itu, dibentuk banyakormas maupun partai tandingan, baikdi tingkat pusat maupun levelkecamatan.
Pikiran tidak fokus.
Bila ingat Riana, kadang hati iniseakan sangat senang, kadang malahmuram tersiksa.
Berarti, rezeki kembali masuk kekoceknya
32
2.3 Gaya Bahasa Persamaan ( Simile )
Gaya bahasa persamaan adalah gaya bahasa perbandingan yang bersifat
eksplisit. Maksudnya adalah bahwa sebuah pernyataan menyatakan sesuatu sama
dengan hal lain. Untuk itu diperlukan usaha yang eksplisit menunjukkan kesamaan
seperti dengan kata-kata seperti, bak, sebagai, bagaikan dan sebagainya. Berikut ini
persamaan ditandai dengan penggunaan kata bak. Berikut ini contohnya:
(27) Dulu Haryo Timbil juga dikenal pandai bicara bak seorang orator ulung ataupolitikus kelas wahid.
(28) Betapa laju karier teman satu ini melesat bak meteor.(29) Senyum tipisnya bak Monalisanya Leonardo Da Vinci.(30) Ratusan ribu manusia menjejal alun-alun bak hamparan permadani merah.(31) Oleh rekan-rekan dekat ia di arak rame-rame bak seorang petinju kandang yang
siap diadu di ring.(32) Bak komando, lainnya ikut gopoh mengerubuti(33) Masa depannya sontak kepyur bak saluran teve kosong.
Pada contoh (27) sampai dengan (33) gaya bahasa persamaan (simile)
ditunjukkan dengan kata bak. Dalam contoh (27) objek yang diperbandingkan dan
dinyatakan sama yaitu pandai bicara dan orator ulung atau pilitikus kelas wahid.
Untuk membuktikan bahwa dalam kalimat yang menggunakan gaya bahasa
persamaan apabila salah satu objek yang diperbandingkan dihilangkan tidak akan
mengurangi makna yang ada, digunakan teknik pelesapan. Sebagaimana terdapat
dalam contoh berikut:
(27a) Dulu Haryo Timbil juga dikenal pandai bicara.
33
Dalam contoh (28) objek yang diperbandingkan dan dinyatakan sama yaitu
karier yang melesat dengan meteor. Untuk membuktikan bahwa dalam kalimat yang
menggunakan gaya bahasa persamaan apabila salah satu objek yang diperbandingkan
dihilangkan tidak akan mengurangi makna yang ada, digunakan teknik pelesapan.
Sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(28a) Betapa laju karier teman satu ini melesat.
Dalam contoh (29) objek yang diperbandingkan dan dinyatakan sama yaitu
senyumnya dengan Monalisa. Untuk membuktikan bahwa dalam kalimat yang
menggunakan gaya bahasa persamaan apabila salah satu objek yang diperbandingkan
dihilangkan tidak akan mengurangi makna yang ada, digunakan teknik pelesapan.
Sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(29a) Senyum tipisnya Monalisa.
Dalam contoh (30) objek yang diperbandingkan dan dinyatakan sama yaitu
ratusan ribu manusia dengan permadani merah. Untuk membuktikan bahwa dalam
kalimat yang menggunakan gaya bahasa persamaan apabila salah satu objek yang
diperbandingkan dihilangkan tidak akan mengurangi makna yang ada, digunakan
teknik pelesapan. Sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(30a) Ratusan ribu manusia menjejal alun-alun.
Dalam contoh (31) objek yang diperbandingkan dan dinyatakan sama yaitu di
arak rame-rame dengan seorang petinju kandang yang siap diadu di ring. Untuk
34
membuktikan bahwa dalam kalimat yang menggunakan gaya bahasa persamaan
apabila salah satu objek yang diperbandingkan dihilangkan tidak akan mengurangi
makna yang ada, digunakan teknik pelesapan. Sebagaimana terdapat dalam contoh
berikut:
(31a) Oleh rekan-rekan dekat ia di arak rame-rame.
Dalam contoh (32) objek pertama yang diperbandingkan tidak disebutkan
dibandingkan dengan komando. Untuk membuktikan bahwa dalam kalimat yang
menggunakan gaya bahasa persamaan apabila salah satu objek yang diperbandingkan
dihilangkan tidak akan mengurangi makna yang ada, digunakan teknik pelesapan.
Sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(32a) Lainnya ikut gopoh mengerubuti.
Dalam contoh (33) objek yang diperbandingkan dan dinyatakan sama yaitu
masa depan kepyur dengan saluran teve kosong. Untuk membuktikan bahwa dalam
kalimat yang menggunakan gaya bahasa persamaan apabila salah satu objek yang
diperbandingkan dihilangkan tidak akan mengurangi makna yang ada, digunakan
teknik pelesapan. Sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(33a) Masa depannya sontak kepyur.
Berikut ini persamaan ditandai dengan penggunaan kata seperti. Berikut ini
contohnya :
35
(34) Bayangan akan sosok wanita Jawa berkelebat cepat di layar angannya sepertirangkaian slide yang diputar cepat ganti berganti.
(35) Baris iklan itu seperti punya daya sihir.(36) Kadang, untuk beberapa saat ia mematung diam seperti bersemedi kendati tetap
posisi berdiri lalu lebih sering membuat gerak gestur tangan, kuat segesit kesegala arah.
(37) Ia seperti tersihir oleh keramahan sang tuan rumah.
Pada contoh (34) sampai dengan (37) gaya bahasa persamaan (simile) ditandai
dengan kata seperti. Dalam contoh (34) objek yang diperbandingkan dan dinyatakan
sama yaitu berkelebat cepat dengan rangkaian slide yang diputar cepat. Untuk
membuktikan bahwa dalam kalimat yang menggunakan gaya bahasa persamaan
apabila salah satu objek yang diperbandingkan dihilangkan tidak akan mengurangi
makna yang ada, digunakan teknik pelesapan. Sebagaimana terdapat dalam contoh
berikut:
(34a) Bayangan akan sosok wanita Jawa berkelebat cepat di layar angannya.
Dalam contoh (35) objek yang diperbandingkan dan dinyatakan sama yaitu
baris iklan dengan daya sihir. Untuk membuktikan bahwa dalam kalimat yang
menggunakan gaya bahasa persamaan apabila salah satu objek yang diperbandingkan
dihilangkan tidak akan mengurangi makna yang ada, digunakan teknik pelesapan.
Sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(35a) Baris iklan itu punya daya sihir.
Dalam contoh (36) objek yang diperbandingkan dan dinyatakan sama yaitu
mematung diam dengan bersemedi. Untuk membuktikan bahwa dalam kalimat yang
menggunakan gaya bahasa persamaan apabilka salah satu objek yang
36
diperbandingkan dihilangkan tidak akan mengurangi makna yang ada, digunakan
teknik pelesapan. Sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(36a) Kadang, untuk beberapa saat ia mematung diam.
Dalam contoh (37) objek yang diperbandingkan dan dinyatakan sama yaitu ia
dengan tuan rumah. Untuk membuktikan bahwa dalam kalimat yang menggunakan
gaya bahasa persamaan apabila salah satu objek yang diperbandingkan dihilangkan
tidak akan mengurangi makna yang ada, digunakan teknik pelesapan. Sebagaimana
terdapat dalam contoh berikut:
(37a) Ia tersihir oleh keramahan sang tuan rumah.
Berikut ini persamaan ditandai dengan menggunakan kata bagaikan, bagai,
laksana dan ibarat. Berikut ini contohnya :
(38) Antara saya dan Haryo Sungkowo kian berjarak bagaikan bumi dan langit.(39) Suaranya Nuh gemuruh bagai gelora ombak laut selatan.(40) Retoriknya linear laksana jurkam alun-alun.(41) Ia ibarat kanvas kosong yang belum menjanjikan apa-apa.
Pada contoh (38) sampai dengan (41) gaya bahasa persamaan (simile)
ditunjukkan oleh kata bagaikan, bagai, laksana dan ibarat. Dalam contoh (38) objek
yang diperbandingkan dan dinyatakan sama yaitu jarak saya dan Haryo Sungkowo
dengan bumi dan langit. Untuk membuktikan bahwa dalam kalimat yang
menggunakan gaya bahasa persamaan apabila dihilangkan salah satu objek yang
diperbandingkan tidak akan mengurangi makna yang ada, digunakan teknik
pelesapan. Sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(38a) Antara saya dan Haryo Sungkowo kian berjarak.
37
Dalam contoh (39) objek yang diperbandingkan dan dinyatakan sama yaitu
suaranya Nuh dengan gelora ombak laut selatan. Untuk membuktikan bahwa dalam
kalimat yang menggunakan gaya bahasa persamaan apabila dihilangkan salah satu
objek yang diperbandingkan tidak mengurangi makna yang ada, digunakan teknik
pelesapan. Sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(39a) Suaranya Nuh gemuruh.
Dalam contoh (40) objek yang diperbandingkan dan dinyatakan sama yaitu
retoriknya linear dengan jurkam alun-alun. Untuk membuktikan bahwa dalam kalimat
yang menggunakan gaya bahasa persamaan apabila dihilangkan salah satu objek yang
diperbandingkan tidak mengurangi makna, digunakan teknik pelesapan. Sebagaimana
terdapat dalm contoh berikut:
(40a) Retoriknya linear.
Dalam contoh (41) objek yang diperbandingkan dan dinyatakan sama yaitu ia
dengan kanvas kosong. Untuk membuktikan bahwa dalam kalimat yang
menggunakan gaya bahasa persamaan apabila dihilangkan salah satu objek yang
diperbandingkan tidak mengurangi makna digunakan yeknik pelesapan, sebagaimana
terdapat dalam contoh berikut:
(41a) Ia kanvas kosong yang belum menjanjikan apa-apa.
38
Penggunaan gaya bahasa persamaan (simile) yang terdapat dalam kumpulan
cerpen Sang Presiden dengan mempergunakan kata-kata yang menunjukkan
kesamaan yaitu seperti, bak, bagaikan, bagai, laksana, dan ibarat. Persamaan (simile)
digunakan karena untuk menunjukkan bahwa penulisan dalam karya sastra bisa juga
diungkapkan dengan persamaan. Dengan begitu pesan yang akan disampaikan kepada
pembaca dapat diterima.
Tabel 3
Gaya Bahasa Persamaan (Simile)
No. Pengungkapan dengan GayaBahasa Persamaan (Simile)
Pengungkapan Biasa
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
Dulu Haryo Timbil juga dikenalpandai bicara bak seorang oratorulung atau politikus kelas wahid.
Betapa laju karier teman satu inimelesat bak meteor.
Senyum tipisnya bak Monalisa nyaLeonardo Da Vinci.
Ratusan ribu manusia menjejalalun-alun bak hamparanpermadani merah.
Oleh rekan-rekan dekat ia di arakrame-rame bak seorang petinjukandang yang siap diadu di ring.
Bak komando, lainnya ikut gopohmengerubuti.
Masa depannya sontak kepyur baksaluran teve kosong.
Bayangan akan sosok wanita Jawaberkelebat cepat di layar angannya
Dulu Haryo Timbil juga dikenalpandai bicara.
Betapa laju karier teman satu inimelesat
Senyum tipisnya Monalisa.
Ratusan ribu manusia memenuhialun-alun.
Oleh rekan-rekan dekat ia di arakrame-rame.
Bak komando, lainnya ikut gopohmengerubuti.
Masa depannya sontak kepyur.
Bayangan akan sosok wanita Jawaberkelebat cepat di layar angannya.
39
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
seperti rangkaian slide yangdiputar cepat ganti berganti.
Baris iklan itu seperti punya dayasihir.
Kadang, untuk beberapa saat iamematung diam seperti bersemedikendati tetap posisi berdiri lalulebih sering membuat gerak gesturtangan, kuat segesit ke segala arah.
Ia seperti tersihir oleh keramahansang tuan rumah.
Antara saya dan Haryo Sungkowokian berjarak bagaikan bumi danlangit.
Suaranya Nuh gemuruh bagaigelora ombak laut selatan.
Retoriknya linear laksana jurkamalun-alun.
Ia ibarat kanvas kosong yangbelum menjanjikan apa-apa.
Baris iklan itu punya daya sihir.
Kadang, untuk beberapa saat iamematung diam.
Ia tersihir oleh keramahan sang tuanrumah.
Antara saya dan Haryo Sungkowokian berjarak.
Suaranya Nuh gemuruh.
Retoriknya linear.
Ia kanvas yang belum menjanjikanapa-apa.
2.4 Gaya Bahasa Personifikasi
Gaya bahasa personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan
benda-benda mati atau barang-barang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat
kemanusiaan. (Keraf, 2004 : 140 ).
Berikut ini gaya bahasa personifikasi yang ditemukan dalam kumpulan cerpen Sang
Presiden :
40
(42) Sebisa mungkin saya sempatkan membacai kolom yang cerdas bernas itu.(43) Hampir dua jam Djody nongkrong di warung sembari pencilakan, mata menyapu
pandang ke sana-sini, namun sosok itu belum juga muncul.(44) Ia tinggal menunggu mereka satu persatu dijemput maut.(45) Rumah itu senyap tampak kelam dipayungi rerimbunan pohon-pohon.(46) Tatapan mata Suryani menyapu dinding-dinding ruang tamu, membuat ia sadar
bahwa lukisan, “Ibu pedagang sayur dan anaknya” tak lagi terpasang disitu.(47) Bukankah sejak di bangku SMP buah-buah pikirannya memang sudah deras dan
cerdas memancar.(48) Tua muda tersedot ke pantai penuh kharisma yang elok itu.
Pada kalimat (42) unsur yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi adalah
kata kolom yang cerdas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 186) kata
cerdas mempunyai arti ‘sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir,
mengerti)’, sedangkan kata kolom mempunyai arti ‘bagian khusus utama dalam surat
kabar atau majalah’ (1995: 514). Kata kolom yang cerdas dalam kalimat tersebut
kolom diandaikan seorang manusia yang cerdas (mampu berpikir) sehingga kolom itu
seolah-olah bisa berpikir layaknya manusia. Penggunaan kata kolom yang cerdas
dalam kalimat ini mengungkapkan penulisan yang sangat mengena pada situasi
politik saat ini. Hal itu dapat dilihat dari kalilmat yang mendukungnya yaitu,
Biasanya berupa opini perihal situasi politik dalam negeri. Analisisnya tajam
menyengat, langsung menukik ke inti persoalan. Irit kata, kadang jenaka (SP, hlm. 2).
Untuk membuktikan bahwa kata kolom yang cerdas dalam kalimat (42) bermakna
‘menarik’, perhatikan penggantian di bawah ini:
(42a) Sebisa mungkin saya sempatkan membacai kolom yang menarik itu.
41
Adapun pada kalimat (43) unsur yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi
adalah kata menyapu pandang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 879)
kata menyapu menyatakan membersihkan dengan sapu, sedangkan pandang
mempunyai arti ‘melihat’ (1995: 722). Di dalam kalimat tersebut diandaikan bahwa
mata dapat menyapu layaknya manusia. Kata menyapu pandang bermakna ‘melihat’.
Penggunaan kata menyapu pandang dalam kalimat ini mengungkapkan bahwa Djody
mencari seorang gadis yang dia lewat iklan Kontak Jodoh. Hal ini dapat dilihat dari
kalimat yang mendukung yaitu, Entah kenapa, kali ini ia seperti mendapat dorongan
dan nyali teramat kuat untuk menjumpai gadis pengiklan itu (Jd, hlm.25). Sebagai
bukti bahwa kata menyapu pandang bermakna ‘melihat’, kata tersebut dapat
digantikan dengan kata melihat, sebagaimana terlihat dalam kalimat berikut:
(43a) Hampir dua jam Djody nongkrong di warung sembari pencilakan, matamelihat ke sana-sini, namun sosok itu belum juga muncul.
Pada kalimat (44) unsur yang menyatakan gaya bahasa personifikasi adalah
penggunaan kata dijemput maut. Kata dijemput merupakan tindakan manusia yang
dilakukan oleh sesama manusia sehingga dijemput maut diandaikan maut dapat
menjemput layaknya yang dilakukan manusia. Kata dijemput maut mempunyai
makna ‘meninggal’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 409) kata
dijemput mempunyai arti ‘disongsong’, sedangkan kata maut mempunyai arti
‘kematian’ (1995: 639). Penggunaan kata dijemput maut dalam kalimat ini
mengungkapkan bahwa Mursarip menulis obituari seseorang yang telah meninggal.
Dan dia ingin terkesan akrab dengan orang yang ditulisnya itu.
42
Hal itu dapat dilihat dari kalimat yang mendukungnya yaitu, Ia ingin mengesani
dirinya akrab dan bersahabat dengan setiap orang yang ditulisnya (Obi, hlm.37).
Untuk membuktikan bahwa kata dijemput maut dalam kalimat (49) bermakna
‘meninggal’, perhatikan penggantian di bawah ini:
(44a) Ia tinggal menunggu mereka meninggal.
Pada kalimat (45) unsur yang menyatakan gaya bahasa personifikasi adalah
penggunaan kata dipayungi. Kata dipayungi merupakan sifat manusia yang
melindungi tubuh dengan payung dari hujan atau sinar matahari. Dalam kalimat
tersebut dipayungi menunjukkan pengandaian bahwa rerimbunan pohon-pohon dapat
memayungi karena daunnya yang tumbuh banyak. Kata dipayungi mempunyai makna
‘di bawah’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 739) kata dipayungi
mempunyai arti ‘dilindungi oleh payung yaitu barang yang melindungi (di atas
kepala)’. Penggunaan kata dipayungi dalam kalimat ini mengungkapkan bahwa
rumah itu berada di bawah rerimbunan pohon dan hanya diterangi lampu pijar. Hal
itu dapat dilihat dari kalimat yang mendukung yaitu, Hanya redup lampu pijar
menerangi sumur di belakang rumah (Kpg, hlm.46). Sebagai bukti bahwa kata
dipayungi bermakna ‘di bawah’, kata tersebut dapat digantikan dengan kata di
bawah, sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(45a) Rumah itu senyap tampak kelam di bawah rerimbunan pohon-pohon.
Pada kalimat (46) unsur yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi adalah
penggunaan kata menyapu. Kata menyapu menunjukkan kegiatan yang dilakukan
43
manusia dengan sebuah alat yaitu sapu. Dalam kalimat tersebut mata diandaikan
bahwa mata dapat menyapu layaknya manusia. Kata menyapu mempunyai makna
‘melihat’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 879) kata menyapu
mempunyai arti ‘membersihkan dengan sapu’. Penggunaan kata menyapu dalam
kalimat ini mengungkapkan bahwa Suryani tidak melihat lukisan suaminya yang
terpasang di ruang tamu di pikirnya di pindah suaminya. Hal ini dapat dilihat dari
kalimat yang mendukungnya yaitu, Ia pikir, suminya mencopot lukisan itu dan
menaruhnya di pojok kamar (Luk, hlm.92). Untuk membuktikan kata menyapu dalam
kalimat (46) bermakna ‘melihat’, perhatikan penggantian di bawah ini:
(46a) Tatapan mata Suryani melihat dinding-dinding ruang tamu, membuat iasadar bahwa lukisan, “Ibu pedagang sayur dan anaknya” tak lagiterpasang di situ.
Pada kalimat (47) gaya bahasa personifikasi ditunjukkan dengan cerdas
memancar. Kata cerdas memancar merupakan pengungkapan untuk kemampuan
manusia berpikir lebih maju dan berpengetahuan luas. Cerdas diandaikan layaknya
manusia. Kata cerdas memancar mempunyai makna ‘tampak’. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1995: 186) kata cerdas mempunyai arti ‘sempurna perkembangan
akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dan sebagainya)’, sedangkan kata memancar
mempunyai arti ‘bersinar’ (1995: 721). Penggunaan kata cerdas memancar dalam
kalimat ini mengungkapkan bahwa Haryo Timbil dari dulu memang sudah pandai
menulis. Hal itu dapat dillihat dari kalimat yang mendukungnya yaitu, Dari dulu
pusat minatnya berkisar tentang situasi sosial politik dalam negeri (SP, hlm.7).
44
Sebagai bukti bahwa kata cerdas memancar bermakna ‘tampak’, kata tersebut dapat
digantikan dengan kata tampak, sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(47a) Bukankah sejak di bangku SMP buah-buah pikirannya memang sudahtampak.
Pada kalimat (48) unsur yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi adalah
penggunaan kata kharisma. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 447)
kata kharisma mempunyai arti ‘keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan
kemampuan yang luar biasa dalam hal kepemimpinan seseorang untuk
membangkitkan pemujaan dan rasa kagum dari masyarakat terhadap dirinya’. Dalam
kalimat tersebut kata pantai diandaikan manusia yang mempunyai kharisma layaknya
manusia. Kharisma hanya dimiliki oleh manusia dan berpengaruh baik pada manusia
itu sendiri. Kata kharisma mempunyai makna ‘pesona’. Penggunaan kata kharisma
dalam kalimat ini mengungkapkan keindahan pantai yang mempunyai daya tarik bagi
wisatawan. Hal itu dapat dilihat dari kalimat yang mendukung yaitu, Hari Minggu itu
Parang Tritis begitu hiruk. Turis-turis bule dengan pakaian semau gue terhambur
disana (Jd, hlm.24). Untuk membuktikan bahwa kata kharisma bermakna ‘pesona’,
kata tersebut dapat digantikan dengan kata pesona, sebagaimana terdapat dalam
contoh berikut:
(48a) Tua muda tersedot ke pantai penuh pesona yang elok itu.
Penggunaan personifikasi digunakan juga dalam sebuah karya sastra termasuk
penelitian ini yaitu cerpen. Personifikasi digunakan untuk menghidupkan cerita.
Karena personifikasi (penginsanan) menggambarkan benda-benda mati atau barang-
45
barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan seakan membuat
cerita lebih hidup dan menarik. Selain itu juga pesan yang ada dapat diterima oleh
pembaca.
Tabel 4
Gaya Bahasa Personifikasi
No. Pengungkapan dengan GayaBahasa Personifikasi
Pengungkapan Biasa
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
Sebisa mungkin saya sempatkanmembacai kolom yang cerdasbernas itu.
Hampir dua jam Djody nongkrongdi warung sembari pencilakan,mata menyapu pandang kesana-sini, namun sosok itu belum jugamuncul.
Ia tinggal menunggu mereka satupersatu dijemput maut.
Rumah itu senyap tampak kelamdipayungi rerimbunan pohon-pohon.
Tatapan mata Suryani menyapudinding-dinding ruang tamu,membuat ia sadar bahwa lukisan,“Ibu pedagang sayur dan anaknya”tak lagi terpasang di situ.
Bukankah sejak di bangku SMPbuah-buah pikirannya memangsudah deras dan cerdas memancar.
Tua muda tersedot ke pantai penuhkarisma yang elok itu.
Sebisa mungkin saya sempatkanmembacai kolom yang menarik itu.
Hampir dua jam Djody nongkrong diwarung sembari pencilakan, matamelihat kesana-sini, namun sosok itubelum juga muncul.
Ia tinggal menunggu mereka satupersatu meninggal.
Rumah itu senyap tampak kelamdibawah rerimbunan pohon-pohon.
Tatapan mata Suryani melihatdinding-dinding ruang tamu,membuat ia sadar bahwa lukisan,“Ibu pedagang sayur dan anaknya”tak lagi terpasang di situ.
Bukankah sejak di bangku SMPbuah-buah pikirannya memangsudah tampak.
Tua muda tersedot ke pantai penuhpesona yang elok itu.
46
2.5 Gaya Bahasa Litotes
Gaya bahasa litotes adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk
menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri (Keraf, 2004: 132-133). Berikut
ini gaya bahasa litotes yang ditemukan dalam kumpulan Sang Presiden.
Karena itu, ia belum bernyali unjuk gigi untuk memamerkan karya-karyanya.
Pada contoh (49) unsur yang menunjukkan gaya bahasa litotes adalah
penggunaan kata unjuk gigi. Kata unjuk gigi mempunyai makna mengadakan
pameran’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 1106-1107) kata unjuk
gigi mempunyai arti ‘menunjukkan kekuatan’. Penggunaan kata unjuk gigi dalam
kalimat ini mengungkapkan bahwa Rahmanto belum berani mengadakan pameran
lukisan. Hal itu dapat dilihat dari kalimat yang mendukung yaitu, Selaku pelukis
pemula, agaknya Rahmanto sadar dan tahu diri. Dasar-dasar studi formal
kesenilukisan pun tak ia punya (Luk, hlm.89). Untuk membuktikan bahwa kata unjuk
gigi bermakna ‘mengadakan pameran’ kata tersebut dapat digantikan dengan kata
mengadakan pameran, sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:
(49a) Karena itu, ia belum bernyali mengadakan pameran untuk memamerkankarya-karyanya.
47
Tabel 5
Gaya Bahasa Litotes
No. Pengungkapan dengan GayaBahasa Litotes
Pengungkapan Biasa
49. Karena itu, ia belum bernyali
unjuk gigi untuk memamerkan
karya-karyanya.
Karena itu, ia belum bernyali
mengadakan pameran untuk
memamerkan karya-karyanya.
2.6 Gaya Bahasa Pleonasme
Gaya bahasa pleonasme adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih
banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan (Keraf,
2004: 133). Berikut ini gaya bahasa yang ditemukan dalam kumpulan cerpen Sang
Presiden.
(50) Benar dengan mata kepala sendiri, ia saksikan sejumlah sales girl yang ramahdan murah senyum menyemprotkan aneka parfum pada orang-orang yang lewatdi koridor toko-toko itu.
Pada contoh (50) gaya bahasa pleonasme ditunjukkan dengan kata-kata dengan
penghilangan kata yang berlebihan. Kalimat (58) penggunaan kalimat yang
berlebihan adalah dengan mata kepala sendiri. Bila kata tersebut dihilangkan acuan
itu tetap utuh dengan makna yang sama. Sebagaimana terlihat dalam contoh berikut:
(50a) Benar, ia saksikan sejumlah sales girl yang ramah dan murah senyummenyemprotkan aneka parfum pada orang-orang yang lewat di koridortoko-toko itu.
48
Tabel 6
Gaya Bahasa Pleonasme
No. Pengungkapan dengan GayaBahasa Pleonasme
Pengungkapan Biasa
50. Benar dengan mata kepala
sendiri, ia saksikan sejumlah
sales girl yang ramah dan murah
senyum menyemprotkan aneka
parfum pada orang-orang yang
lewat di koridor toko-toko itu.
Benar, ia saksikan sejumlah sales girl
yang ramah dan murah senyum
menyemprotkan aneka parfum pada
orang-orang yang lewat di koridor toko-
toko itu.
2. 7 Gaya Bahasa Asindeton
Gaya bahasa asindeton adalah suatu gaya bahasa yang berupa acuan, yang
bersifat padat dan mampat dimana beberapa kata, frase atau klausa yang sederajat
tidak dihubungkan dengan kata sambung (Keraf, 2004: 131). Berikut ini gaya bahasa
yang ditemukan dalam kumpulan cerpen Sang Presiden.
(51) Operasi tersebut sekaligus juga diarahkan untuk membatasi aneka jenisminuman keras, obat terlarang, senjata tajam, senjata api.
Pada kalimat (51) gaya bahasa asindeton ditunjukkan dengan tidak adanya
penggunaan kata sambung pada kalimat tersebut. Sebagaimana terdapat dalam contoh
berikut:
(51a) Operasi tersebut sekaligus juga diarahkan untuk membatasi aneka jenisminuman keras, obat terlarang, senjata tajam dan senjata api.
49
Tabel 7Gaya Bahasa Asindeton
No. Pengungkapan dengan GayaBahasa Asindeton
Pengungkapan Biasa
51. Operasi tersebut sekaligus juga
diarahkan untuk membatasi aneka
jenis minuman keras, obat terlarang,
senjata tajam, senjata api.
Operasi tersebut sekaligus juga diarahkan
untuk membatasi aneka jenis minuman
keras, obat terlarang, dan senjata tajam
termasuk juga senjata api.
Pengungkapan bahasa dalam sastra mencerminkan sikap dan perasaan
pengarang, namun dimaksudkan juga untuk mempengaruhi sikap dan perasaan
pembaca. Untuk itu bentuk pengungkapan bahasa haruslah efektif mampu
mendukung gagasan secara tepat sekaligus mengandung sifat estetis sebagai sebuah
karya seni. Salah satu pengungkapan bahasa, yaitu dengan penggunaan gaya bahasa,
yang maknanya tidak menunjuk pada makna harafiah kata-kata yang mendukungnya,
melainkan pada makna yang ditambahkan, makna yang tersirat. Jadi, untuk
memahami gaya bahasa memerlukan perhatian dari pembaca untuk menangkap pesan
apa yang sesungguhnya yang dimaksudkan oleh pengarang.
Penggunaan gaya bahasa dalam sebuah karya sastra mempengaruhi gaya dan
keindahan bahasa karya yang bersangkutan. Namun demikian, penggunaan bentuk-
bentuk bahasa kias tersebut haruslah tepat. Artinya, ia haruslah dapat menggiring ke
arah interpretasi pembaca yang kaya dengan asosiasi-asosiasi, di samping juga dapat
mendukung terciptanya suasana dan nada tertentu. Selain itu, penggunaan bentuk-
bentuk ungkapan itu haruslah baru dan segar, tidak hanya bersifat mengulang bentuk-
50
bentuk tertentu yang telah banyak dipergunakan. Penggunaan ungkapan-ungkapan
baru akan memberikan kesan kemurnian, kesegaran, kadang-kadang bahkan
mengejutkan, dan karenanya menjadi efektif (Nurgiyantoro, 2005: 297-298).
Meskipun sastra akan mengungkapkan kehidupan manusia, namun proses
penciptaannya melalui daya imajinasi dan kreativitas yang tinggi dari para sastrawan.
Sebelum membuat karya sastra, pengarang menghayati segala persoalan kehidupan
manusia dengan penuh kesungguhan lebih dulu, kemudian mengungkapkannya
kembali melalui dalam bentuk cerpen, puisi, novel, dan drama (Nurgiyantoro, 1998: 6
via Djojosuroto, 2006: 18 ).
51
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan
kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh di satu situasi
(pada suatu ketika) (Tim Penyusun KBBI, 1995: 165). Gaya bahasa adalah bahasa
yang indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan
memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan
benda atau hal yang lebih umum (Dale via Tarigan 1985: 5). Pada bab II berisi
pembahasan yaitu gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan cerpen Sang Presiden.
Gaya bahasa dalam cerpen ini yaitu berdasarkan langsung tidaknya makna, dijumpai
gaya bahasa: (i) hiperbola, (ii) persamaan (simile), (iii) metafora, (iv) personifikasi,
(v) asindeton, (vi) litotes, (vii) pleonasme.
Gaya bahasa hiperbola paling menonjol dan menduduki urutan teratas
dibanding gaya bahasa lainnya. Hal itu tampak dari besarnya jumlah gaya bahasa
hiperbola yang ditemukan. Oleh karena itu, gaya bahasa hiperbola sangat banyak
digunakan dalam kumpulan cerpen Sang Presiden karya Herry Gendut Janarto.
Selain itu, gaya bahasa persamaan (simile), gaya bahasa metafora, gaya bahasa
personifikasi, dan gaya bahasa asindeton terdapat dalam kumpulan cerpen Sang
Presiden. Akan tetapi, tidak terlalu banyak digunakan dibandingkan dengan gaya
bahasa hiperbola.
52
Beberapa gaya bahasa seperti litotes dan pleonasme hanya sedikit dijumpai.
Karena tidak mengungkapkan tema yang ada dalam kumpulan cerpen Sang Presiden.
Semua gaya bahasa tersebut untuk memperindah pengungkapan dalam kalimat.
4.2 Saran
Dalam kaitannya dengan bidang linguistik, analisis gaya bahasa dalam
kumpulan cerpen Sang Presiden belum merupakan analisis secara lengkap dan
menyeluruh, karena baru dibahas gaya bahasanya saja. Masih ada yang belum
dibahas penulis karena keterbatasan waktu. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut
masih perlu dilakukan, misalnya dengan meninjau kajian kuantitatifnya,kohesi dan
koherensinya atau membahas variasi penggunaan kata dalam kumpulan cerpen Sang
Presiden.
53
DAFTAR PUSTAKA
Allfrita, Lisa. 2005. “Penonjolan Topik dan Gaya Bahasa Wacana Iklan ProdukKosmetik dalam Majalah Femina Tahun 2003”. Yogyakarta: SkripsiFakultas Sastra Universitas Sanata Dharma.
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Metode Linguistik:Ancangan Metode Penelitian danKajian. Bandung: Eresco.
Djojosuroto, Kinayati. 2006. Analisis Teks Sastra dan Pengajarannya. Yogyakarta:Pustaka.
Hadimadja, AOH K. 1978. Seni Mengarang. Jakarta, Pustaka Jaya.
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Keraf, Goys. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.
Penyusun, Tim. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.---------------- 1998. Metode Linguistik, Bagian Kedua: Metode dan Aneka Teknik
Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Sudjiman. Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Tarigan, Guntur. 1985. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa.
-------------------- 1986. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa.
Wahyuningsih, Yohanita Dyah. 2006. “Gaya Bahasa dalam Iklan Produk BarangBerbahasa Indonesia Pada Harian Kompas Edisi Februari 2005”.Yogyakarta: Skripsi Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma.
Waluyo, Herman J, 1994. Pengkajian Cerita Fiksi. Surakarta: Sebelas MaretUniversity Press.
Sumber DataJanarto, Herry Gendut. 2003. Sang Presiden: Kumpulan Cerpen. Jakarta: Gramedia
LAMPIRANDATA KUMPULAN CERITA PENDEK SANG PRESIDEN KARYA HERRYGENDUT JANARTOGaya Bahasa TunggalGaya Bahasa Hiperbola
Tak pelak, Haryo Timbil memang tampil lebih matang dari usianya. (SP, hlm.4)
Korupsi tambah merajalela. (SP,hlm.13)
Pengangguran semakin membengkak. (SP,hlm.13)
Utang luar negeri kian menggelembung. (SP, hlm.13)
Begitu lancar dan nyaris tanpa kesalahan, baik isi maupun ejaannya. (Obi,
hlm.39)
Takhta benar-benar untuk rakyat, tambahnya berkobar. (SP, hlm.3)
Betapa Bu Kamsi selalu mendesak-desak, tepatnya menggedor-gedor dirinya agar
segera menikah. (Jd, hlm.20)
“Ya, Presiden”, tandas Haryo Timbil bergelora. (SP, hlm.16)
Keinginan itu menggumpal menjadi magma dan amat kuat mendesak-desak di
dadanya. (Obi, hlm.39)
“Ini namanya fitnah! desis Maryatun dengan nada memuncak. (Kpg, hlm.51)
“Itu merusak jiwa mereka”, balas Bu Minah membara. (Kpg, hlm.51)
Pak RT meradang, namun tak kuasa menyemburkan kata-kata. (Kpg, hlm.51)
Tak pelak, iming-iming menggiurkan itu langsung ia tangkap erat-erat. (P.By,
hlm.77)
Semangat yang menggebu itu pula yang mengajaknya kembali mencermati karya
terbarunya itu. (Luk, hlm. 89)
Tak ingin saya mengoyak hatinya lebih dalam lagi. (SHP, hlm.117)
Panik semakin menikam manakala terdengar suara kapten pilot, bahwa pesawat
tengah bersiap untuk landing. (SHP, hlm 120)
Setiap kali matanya kembali menabrak iklan tadi. (Jd, hlm 19)
Sebenarnya Djody adalah manusia pemalu untuk urusan memburu wanita. (Jd,
hlm.46)
Salah satu rahasia pribadinya selama ini ditutup rapat-rapat justru ia kuak. (Obi,
hlm.46)
Eksekutif muda yang kalau ngantor selalu rapi jali itu meninggalkan gerbang
halaman rumah dan menyeruak di tengah kepadatan lalu lintas ibu kota. (Prf,
hlm.55)
Dengan taksi ia melesat ke pondok Indah Mall di selatan yang cukup jauh dari
rumahnya di pusat kota. (Prf, hlm.57)
Sejam kemudian Bandempo telah berkubang di tengah telaga massa. (PB, hlm.
63)
Dengan imbalan 100 juta rupiah ia diminta sesegera mungkin menghabisi nyawa
seseorang. (P.By, hlm.77)
Ia juga yakin, di tengah derasnya operasi sikat bersih, pasti ada polisi dan satuan
keamanan. (P.By, hlm.78)
Banjir kembali melanda ibu kota dan menyengsarakan rakyatnya. (MSP, hlm.97)
Apa daya, banjir jahanam telah membenamkan hasrat nikmat itu. (MSP, hlm.101)
Musibah yang menggasak diri dan keluarganya pelan dan pelan coba ia lupakan.
(MSP, hlm.102)
Vonis kanker payudara memporakporandakan hidup suami istri beranak lima itu.
(MSP, hlm.104)
Saya risau khawatir senjata kunta itu lebih jadi bakal merontokkan pesawat yang
saya naiki. (SHP, hlm.120)
Tas koper hitam mengkilat sebesar bantal sudah pula ia tenteng. (P.By, hlm.80)
Ingin ia menggenggam citra romantik sebagai seorang pangeran yang di masa
tuanya tetap cemerlang. (Obi, hlm.33)
Rasa bangga selalu menjejal rongga dada setiap kali saya membaca artikel yang
ditulis oleh kolumnis kawakan Haryo Sungkowo, “teman anadi” saya. (SP,
hlm.1)
Analisisnya tajam menyengat, langsung menukik ke inti persoalan. (SP, hlm.2)
“Sungguh!” ujar Haryo Timbil panjang lebar dengan sorot mata berbinar. (SP,
hlm.6)
“Amin!Amin!Amin!” gemuruh timpal teman-teman yang lain. (SP, hlm, 11)
Konflik sosial masih meledak di mana-mana. (SP, hlm.11)
Ya, di usianya yang terus menerus merambat ke angka 70, saya tetap cekatan di
belakang kemudi jip kesayangan. (SP, hlm.15)
Djody terus memelototi aksara dan makna rubrik “kontak jodoh” sebuah koran
pagi ibu kota. (Jd, hlm. 19)
Kalimat perintah itu berulang bergaung menusuk gendang telinga Djody. (Jd,
hlm.19)
Surat-menyurat sontak deras mengalir. (Jd, hlm.20)
Matanya tajam bersinar. (Jd, hlm.21)
Kedua pipi segar memerah. (Jd, hlm.21)
Lagi-lagi kalimat itu menjejali kuping Djody ketika suatu hari ia mampir ke
rumah ibunya. (Jd, hlm.22)
Matanya terus sibuk meniti teliti satu persatu manusia yang tumpah ruah di pantai
itu.
Tapi aneh, baru beberapa kata ia luncurkan, sontak ia ditikam rasa jenuh untuk
meneruskan tugasnya itu. (Obi, hlm.39)
Yang mencengangkan dari obituari pribadi yang ditulisnya itu, ia tak segan-segan
menelanjangi dirinya sendiri. (Obi, hlm.39)
Mata mereka terus membelalak membaca keadaan. (Kpg, hlm.46)
Kini menggumpal di dadanya justru rasa bersalah terhadap Mas Dip suaminya.
(Prf, hlm. 56)
Ia tetap merasakan ada yang ganjil, kenapa suami yang tidak suka pakai parfum
apapun, tiba-tiba bajunya semerbak wewangian. (Prf, hlm.56)
Hanya saja, rasa salah terhadap suaminya semakin meruyak juga. (Prf, hlm.56)
Waktu terus melaju. (Prf, hlm.60)
Dan kumisnya yang rimbun berulang ia elus bentuk supaya tampak lebih rapi tapi
sarat wibawa. (PB, hlm.63)
Sebongkah bangga menggumpal. (PB, hlm.65)
Sorot matanya tajam amati baret yang bertengger di kepala. (PB, hlm.65)
Rambutnya berkibar begitu motor menyalak dan melesat. (PB, hlm.67)
Ia kibarkan kedua tangan dan tuding-tudingkan telunjuk mamakala mulutnya
makin berbusa. (PB, hlm.67)
Bandempo makin gairah melalap menu loncat sana loncat sini. (PB, hlm.57)
Tatkala Bandempo keluar dari tahanan sekian belas tahun kemudian ingar bingar
kampanye tinggal cuma kenangan. (PB, hlm.57)
Cepat saja Bill menyambar kunci sedan BMW-nya dan menghambur keluar
kamar. (P.By, hlm.85)
Mata Bram tak henti merayapi lembar koran pagi yang tergolek di pangkuan.
(MSP, hlm.99)
Tambahnya panjang lebar menebar alasan. (MSP, hlm.105)
Satu koran bisa ia lahap berulang-ulang untuk membunuh waktu. (MSP, hlm.105)
Begitu mendarat, rasa gugup it uterus melolong-lolong keras di rongga dada.
(SHP, hlm.111)
Punggungnya langsat mengkilat. (SHP, hlm.114)
Ada yang supergemuk makmur, ada yang meranggas superekonomis. (PB, hlm.7)
Begitu badai kecil itu berlalu, Mursarip kembali duduk mengakrabi mesin-mesin
ketiknya. (Obi, hlm. 38)
Tema apapun ia lahap tandas dan ia olah tuntas. (Obi, hlm. 32)
Demi sobat, hingga subuh ia kuat membendung sergapan kantuk. (Obi, hlm. 31)
Ini semua berkat teknologi cetak jarak yang supercanggih. (SP, hlm. 1)
Kebetulan saya termasuk jago menggambar di kelas. (SP, hlm.5)
Gaya Bahasa Persamaan (Simile)
Dulu Haryo Timbil juga dikenal pandai bicara bak seorang orator ulung atau
politikus kelas wahid. (SP, hlm. 2)
Betapa laju karier teman satu ini melesat bak meteor. (SP, hlm. 2)
Senyum tipisnya bak Monalisanya Leonardo Da Vinci. (Jd, hlm. 21)
Ratusan ribu manusia menjejal alun-alun bak hamparan permadani merah. (PB,
hlm. 69)
Oleh rekan-rekan dekat ia di arak rame-rame bak seorang petinju kandang yang
siap di adu di ring. (PB, hlm.65)
Bak komando, lainnya ikut gopoh mengerubuti. (PB, hlm. 69)
Masa depannya sontak kepyur bak saluran teve kosong. (MSP, hlm. 100)
Bayangan akan sosok wanita Jawa berkelebat cepat di layar angannya seperti
rangkaian slide yang diputar cepat ganti berganti. (Jd, hlm.20)
Baris iklan itu seperti punya daya sihir. (SP, hlm.20)
Kadang, untuk beberapa saat ia mematung diam seperti bersemadi kendati tetap
posisi berdiri lalu lebih sering membuat gerak gesture tangan, kuat segesit ke
segala arah. (PB, hlm.74)
Ia seperti tersihir oleh keramahan sang tuan rumah. (P.By, hlm.81)
Antara saya dan Haryo Sungkowo kian berjarak bagaikan bumi dan langit. (SP,
hlm.9)
Suaranya Nuh gemuruh bagai gelora ombak laut selatan. (Jd, hlm.29)
Retoriknya linear laksana jurkam alun-alun. (PB, hlm.69)
Ia ibarat kanvas kosong yang belum menjanjikan apa-apa. (Luk, hlm. 89)
Di sisi-sisinya berderet pohon-pohon besar yang memayung teduh, tapi asri.
Tiga empat detik ia “terpaksa” mematung di depan pintu. (P.By, hlm. 79)
Gaya Bahasa Personifikasi
Sebisa mungkin saya sempatkan membacai kolom yang cerdas bernas itu. (SP,
hlm.1)
Hampir dua jam Djody nongkrong di warung sembari pencilakan, mata menyapu
pandang ke sana-sini, namun sosok itu belum juga muncul. (Jd, hlm.25)
Ia tinggal menunggu mereka satu persatu dijemput maut. (Obi, hlm. 32)
Rumah itu senyap tampak kelam dipayungi rerimbunan pohon-pohon. (Obi, hlm.
38)
Tatapan mata Suryani menyapu dinding-dinding ruang tamu, membuat ia sadar
bahwa lukisan, “Ibu pedagang sayur dan anaknya” tak lagi terpasang di situ.
(Luk, hlm.92)
Bukankah sejak di bangku SMP buah-buah pikirannya memang sudah deras
memancar. (SP, hlm.7)
Tua muda tersedot ke pantai penuh karisma yang elok itu. (Jd, hlm.7)
Gaya Bahasa MetaforaSetelah itu semua terbungkus gulita malam. (Kpg, hlm. 43)
“Ah Mo, kamu tak perlu panas hati begitu. Paling Pak Wongso juga tak mampu
meladeni Yatun. Pak Wongso impoten tahu?” (Kpg, hlm.43)
Nyatanya saya benar-benar gugup tatkala suatu pagi, saya telah berada di perut
pesawat menuju Yogyakarta. (SHP, hlm. 111)
Di samping itu bersemi ramai beragam ormas maupun partai tandingan, baik di
tingkat pusat maupun level kecamatan. (PB, hlm. 72)
Bila ingat Riana, kadang hati ini seakan meledak gembira, kadang malah muram
tersiksa. (SHP, hlm. 109)
Berarti, rezeki kembali mengalir ke koceknya. (Obi, hlm. 34)
Pikiran galau meliar kemana-mana. (Luk, hlm.92)
Bahkan ada yang menuding dirinya dengan kata yang lebih keras dan beringas
sebagai penulis yang tak tahu diri dan suka menari di atas bangkai
manusia.(Obi, hlm 36)
Gaya Bahasa Litotes
Karena itu, ia belum bernyali unjuk gigi untuk memamerkan karya-karyanya.
(Luk, hlm. 89)
Gaya Bahasa Pleonasme
Benar dengan kepala mata saya sendiri, ia saksikan sejumlah sales girl yang
ramah dan murah senyum menyemprotkan aneka parfum pada orang-orang
yang lewat di koridor toko-toko itu. (Prf, hlm. 57)
Gaya Bahasa Asindeton
Operasi tersebut sekaligus juga diarahkan untuk membatasi aneka jenis minuman
keras, obat terlarang, senjata tajam, senjata api. (P.By, hlm. 77)
Lancer, gencar, dan kok ya juga benar. (SP, hlm.3)
Semisal dengan deret kata, “judes”, “ culas”, “ cerewet”, “ kampungan” dsb. (Jd,
hlm. 20)
Boleh jadi, menteri, dirjen, rector, diplomat, pengarang, wartawan, penari,
pelawak, dsb. (Obi, hlm. 32)
Begitu pula budaya korupsi, manipulasi, kolusi, terus marak melenggang. (PB,
hlm.71)
Nyaris tanpa bersuara, tak bergetar. (MSP, hlm. 99)
Ada Toba, Maninjau, Tondano, Kerinci, Musi, Kapuas, Batanghari, Brantas,
Serayu, Bogowonto, Ciliwung, Krakatau, Sumeru, Galunggung, Merapi,
Merbabu, Rinjani, Arjuna, Kresna, Werkudara, Arimbi, Sentyaki, Sengkuni
Durna, Duryudana, Togog, Bilung, Cakra, Kunta, Nenggala, Rujakpala,
Pasopati, dst.(MSP, hlm. 107)
Gaya Bahasa CampuranGaya Bahasa Hiperbola dan Metafora
Ia tidak suka mengobral kata-kata bersayap. (SP, hlm.1)
Gaya Bahasa Asindeton dan HiperbolaPendapat, gagasan, telaah jitunya diburu untuk dikutip oleh berbagai media cetak
ataupun elektronik, domestic maupun internasional. (SP, hlm.8)
Gelar gelora sorak, bahana tepuk, balas pekik yel, menggebu membungkam
raungan mesin-mesin jet yang lalu lalang dari dan ke bandara dekat alun-alun
itu. (PB, hlm.64)
Gaya Bahasa Persamaan (Simile) dan HiperbolaSenjata Kunta itu seolah bak rudal supercanggih terus melesat dan mengutit
pesawat yang saya tumpangi kendati Sang Garuda telah membumbung di
balik bongkah-bongkah awan gemawan. (SHP, hlm.8)
Gaya Bahasa Hiperbola, Personifikasi dan Asindeton
Di siang terik berpeluh itu Si Bung tebarkan senyum lebar-lebar, sembari
mengacungkan “salam metal” dengan acungan tiga jari- jempol, telunjuk,
kelingking. (PB, hlm. 65)
Recommended