View
145
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
Hak Petani dalam melakukan Pemuliaan Tanaman Padi
Citation preview
FIELD IndonesiaFARMERS’ INITIATIVES FOR ECOLOGICAL LIVELIHOODS AND DEMOCRACY
Hak Petanidalam Pengelolaan Benih dan PemuliaanTanaman Pangan dan Pertanian
FIELD IndonesiaFARMERS’ INITIATIVES FOR ECOLOGICAL LIVELIHOODS AND DEMOCRACY
Hak Petanidalam Pengelolaan Benih dan PemuliaanTanaman Pangan dan Pertanian
Acuan
fieldind@indosat.net.id
Web: www.pedigrea.org; www.field-indonesia.org;
www.thefieldalliance.org; www.alivefp3.org
Nugroho Wienarto, Dwi Munthaha, Engkus Kuswara, Triyanto Purnama Adi,
Endang Sutarya, Lardian Isfandri, dan Rendra Kusuma Wijaya. “Hak Petani
dalam Pengelolaan Benih dan Pemuliaan Tanaman Pangan dan Pertanian”.
2009. FIELD Indonesia. 28 hlm.
Penerbitan ini didukung oleh PEDIGREA dan Biodiversity Fund, Belanda
(HIVOS dan OXFAM-NOVIB)
Farmers Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy (FIELD), Jln.
Teluk Jakarta No 1, Komplek Perumahan TNI AL, Rawa Bambu, Pasar
Minggu, Jakarta 12520, Indonesia.
Phone. (62)-21-7803740, 33101515
Fax. (62)-21-7803740
Tim Produksi: Nugroho Wienarto, Triyanto Purnama Adi, dan Engkus
Kuswara
Editor, Tata letak, dan Perwajahan: Triyanto Purnama Adi
Foto: Endang Sutarya, Engkus Kuswara, dan Triyanto Purnama Adi
Penerbitan bebas Hak Cipta. Pembaca bisa mengkutip, memperbanyak,
menyebarkan dan menterjemahkan bahan bacaan ini untuk keperluan
sendiri, dengan mencantumkan secara lengkap sumber buku dan penulis
penerbitan ini.
ii
Ucapan Terima Kasih
Pertama, kami sangat berterima kasih kepada para Petani Pemandu, Petani
Pemulia dan jaringan keluarga Petani yang terlibat didalam Sekolah
Lapangan Pemuliaan Tanaman dan Ternak. Tanpa kesungguhan dan jerih
payah Anda sepanjang beberapa musim tanam ini maka seri penerbitan ini
tidak akan terwujud. Kami sangat menghargai peranan Anda semua!
Penghargaan dan ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu beserta seluruh jajarannya,
termasuk Dinas Pertanian, Pemerintah Desa dan Kecamatan, baik dalam
dukungan kebijakan, pendanaan dan dorongan kepada masyarakat tani
Indramayu dalam upayanya untuk bergerak maju di bidang pertanian,
khususnya tentang pemuliaan tanaman dan pelestarian keragaman genetis,
serta peningkatan pendapatan petani. Penghargaan yang tinggi juga kami
ucapkan kepada rekan-rekan di jaringan Ikatan Petani PHT Indonesia
IPPHTI Indramayu dan masyarakat setempat, yang telah memberi dukungan
terus menerus kepada penyelenggaraan PEDIGREA.
Kami juga sampaikan terima kasih kepada Dewan Pembina Yayasan FIELD
untuk kepercayaan, dukungan dan bimbingannya kepada tim Eksekutif
dalam pelaksanaan program.
Kami juga menyampaikan penghargaan dan terima kasih kami atas
dukungan dan arahan yang diberikan oleh Kordinator PEDIGREA
(Participatory Enhancement of Diversity of Genetic Resources in Asia),
Saudari Elenita C. Dano dan Arma R. Bertuso. Ucapan terima kasih atas
kerjasamanya juga kami sampaikan kepada para mitra, SRER Khmer di
Kamboja, PPRDI di Filipina dan Center of Genetic Resources of the
Netherlands - CGN di Belanda.
Akhir kata, ijinkanlah kami berterima kasih dan memberikan penghargaan
kepada Biodiversity Fund di Belanda (HIVOS dan OXFAM-NOVIB), Centre of
Genetic Resources of the Netherlands - CGN, dan Food and Agriculture
Organization of the United Nations (FAO) karena dengan dukungannya, baik
dana maupun teknis kepada FIELD maka seri penerbitan ini, antara lain
makalah kebijakan yang berjudul “Hak Petani dalam Pengelolaan Benih dan
Pemuliaan Tanaman Pangan dan Pertanian”, bisa terwujud.
Tim Eksekutif FIELD
25 March 2009
Pasar Minggu, Jakarta
iii
Abstract
This policy paper on Farmer's Rights on managing seeds and plant
breeding for food crops and agriculture aims to promote farmer
rights to various stakeholders in public sector, farmers' organizations
and NGOs in Indonesia. In relation to Farmer rights (farmer
privileges) there is an analysis on Plant Variety Protection Law no 29
year 2000 which has a reference to UPOV 1991. There is also a
discussion on Farmer Rights in relation to the Law no 4 2006 as a
ratification of the International Treaty on Plant Genetic Resources for
Food and Agriculture (ITPGRFA). Then several recommendations
proposed to civil society and government to support and take a
follow-up action for the fulfillment Farmer Rights in relation with
the ITPGRFA, development of farmer seed systems, and revision of
PVP Law no 29 year 2000.
iv
1
Hak Petani dalam pengelolaan benih dan pemuliaan tanaman pangan dan pertanian
Oleh: Nugroho Wienarto, Dwi Munthaha, Engkus Kuswara, Triyanto Purnama Adi,
Endang Sutarya, Lardian Isfandri, dan Rendra Kusuma Wijaya
Pengantar
Tulisan ini disusun oleh FIELD Indonesia sebagai makalah kebijakan terkait dengan
program PEDIGREA (Participatory Enhancement of Diversity of Genetic Resources in
Asia) yang bertujuan untuk memperkuat kapasitas masyarakat petani dalam
mengelola sumberdaya genetik tanaman dan ternak sebagai bagian dari
keanekaragaman hayati pertanian.
Makalah ini secara ringkas membahas tentang usulan perubahan kebijakan di tingkat
lokal dan nasional yang terkait dengan Hak Petani dalam pengelolaan benih dan
pemuliaan tanaman pangan dan pertanian. Ini dimulai dengan membahas tentang
latar belakang munculnya Hak Petani dan beberapa sumber konsep hak petani dari
organisasi tani, lembaga swadaya masyarakat maupun lembaga negara di Indonesia
dan Badan Pangan dan Pertanian PBB-FAO. Selanjutnya makalah membahas tentang
peran petani sebagai pengelola keragaman hayati pertanian sejak beribu tahun lalu
yang membentuk budaya pertanian yang kita kenal sekarang ini. Ini yang
merupakan sumber dari hak petani terkait dengan benih. Berikutnya makalah
membahas secara singkat kebijakan pengembangan benih di Indonesia, yang terkait
dengan Revolusi Hijau dan mengacu kepada model penyediaan benih di negara
maju, dan akibatnya kepada hilangnya keragaman genetis tanaman pangan dan
pertanian serta pelemahan hak petani di lapangan.
Berikutnya dibahas tentang kaitan Hak Petani dan HAKI (Hak Kekayaan Intelektual),
terbitnya UU No 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, yang tidak
mengakui tentang hak petani. Makalah juga membahas tentang Hak Petani atas
Benih sebagai bagian dari UU No 4 tahun 2006 tentang Pengesahan Perjanjian
Internasional mengenai Sumberdaya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian.
UU ini bisa menjadi acuan bagi upaya perwujudan pelaksanaan Hak Petani terkait
benih di Indonesia.
Dalam rangka membuktikan bahwa petani mampu melakukan pengelolaan
keanekaragaman hayati pertanian di tingkat lokal maka makalah ini membahas
tentang pengalaman petani melestarikan varietas lokal dan memuliakan tanaman
2
padi dan sayuran lokal serta persilangan kambing kacang di Indramayu, Jawa Barat,
yang difasilitasi oleh FIELD, dan hasil yang diperoleh di tingkat masyarakat dan
pemerintahan desa. Dibahas pula kaitannya dengan peraturan perundang-undangan
tentang Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
Di bagian akhir dibahas mengenai usulan kebijakan di tingkat lokal dan nasional
dalam rangka perwujudan hak petani dalam pengelolaan benih dan pemuliaan
tanaman pangan dan pertanian.
Apakah Hak Petani?
Secara umum hak ialah sesuatu yang dimiliki seseorang atau sekelompok
masyarakat, dan diakui oleh masyarakat disekitarnya dan 'negara' bahwa ”sesuatu”
tersebut adalah miliknya. Istilah yang sering muncul dalam konteks ini adalah hak
petani, hak masyarakat adat, hak ulayat dst, yang biasanya terkait dengan
sumberdaya alam, seperti: tanah, air, bahan galian, hutan dsb. Perkembangan
sejarah menunjukkan bahwa penguasaan tanah bagi penggarap telah menjadi
sumber perjuangan bagi kaum tani. Sebagai ilustrasi, proses perjuangan hak atas
tanah ini tercatat sejak ribuan tahun lalu ketika tentara Romawi yang pulang
kampung dari perang penaklukan di wilayah lain dan mereka harus berjuang untuk
mendapat pembagian tanah demi mencukupi nafkah keluarganya. Di jaman sekarang
ini, perjuangan memperoleh tanah bagi penggarap masih jauh dari selesai, walaupun
terdengar ada rencana pemerintah untuk 'membagikan tanah terlantar' kepada
petani dan pengusaha. Upaya ini dimotori oleh beberapa organisasi tani dan LSM
yang melakukan ”reclaiming lahan” sebagai bagian dari perjuangan reformasi
agraria.
Dari pengalaman penulis sendiri yang membantu terbentuknya organisasi jaringan
Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia maka sebagai wujud
keprihatinan dan wawasan perjuangan maka IPPHTI merumuskan konsep Hak Petani:
Hak atas tanah, hak atas benih, hak atas penentuan harga produk petani, hak untuk 1
melakukan penelitian, hak atas ekspresi sosial budaya, dst. Di tingkat nasional,
pembahasan hak petani dengan cakupan yang luas dan mendalam dan melibatkan
banyak organisasi non-pemerintah, jaringan organisasi-organisasi tani dan Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia adalah Konferensi Nasional Pembaruan Agraria sebagai
Upaya Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi Petani tanggal 17-20 April 2001 di
Cibubur Jakarta. Latar belakangnya adalah keprihatinan atas ribuan kasus
(umumnya tentang masalah pertanahan) yang dilaporkan oleh petani ke Komnas HAM
1 Musyawarah Nasional I IPPHTI, 1999
3
dan tidak mendapat penyelesaian yang layak oleh negara. Rancangan hak petani ini
telah dibukukan mencakup 8 bab dan 61 pasal yang menjadi hak dasar petani. Hak
tersebut merupakan masukan petani, partisipan dan pecinta petani dari pertemuan 2
di beberapa daerah Indonesia seperti Bogor, Medan dan Yogyakarta. Sayangnya
upaya ini tidak berlanjut karena Komnas HAM tidak mampu mengambil langkah
lanjutan untuk mewujudkannya dalam kerangka politik pemerintah R.I. di bawah
Presiden Megawati ketika itu.
Organisasi tani yang juga menuangkan konsep hak petani adalah Serikat Petani 3
Indonesia, sebagai bagian dari visi dan strategi besar Kedaulatan Pangan. Konsep
kedaulatan pangan yang dipelopori oleh organisasi masyarakat tani internasional (La
Via Campessina) telah diterima dan disepakati oleh banyak jaringan masyarakat sipil
di tingkat internasional sebagai payung perjuangan umum untuk menanggalkan visi
dan penyelenggaraan program-program Ketahanan Pangan oleh berbagai pemerintah
di dunia ini, yang terbukti tidak bisa menjawab masalah kelaparan dan kurang gizi di
negara-negara miskin.
Kesepakatan Kedaulatan Pangan ini telah dideklarasikan pada “Pertemuan
Masyarakat Sipil dan Organisasi Tani pada Pertemuan Puncak tentang Pangan: lima 4
tahun kemudian” yang berlangsung di Roma, Italia pada tahun 2002. Termasuk di
Indonesia juga ada jaringan organisasi yang aktif dalam memperjuangkannya yaitu
Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan KRKP, dimana FIELD dan banyak organisasi
tani dan masyarakat sipil telah menjadi anggotanya dan aktif berjuang dalam 5
kerangka besar pemikiran tersebut.
Terkait dengan hak asasi manusia, maka di tahun 2005 lalu, Indonesia mengambil
keputusan untuk melakukan ratifikasi terhadap 2 ketentuan dasar hak asasi manusia,
yaitu Kovenan Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political
Rights) dan Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant on
Economic, Social, and Cultural Rights). Keduanya dikenal sebagai International Bill
of Rights. Ratifikasi ini bersamaan dengan posisi Indonesia yang menjadi Ketua
Komisi HAM PBB. Salah satu bagian yang pokok terkait dengan Kovenan Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya adalah Hak Atas Pangan. IHCS Indonesian Human Rights
Committee for Social Justice dan KRKP melakukan kajian atas Hak atas Pangan
tersebut yang merupakan juga upaya untuk melindungi masyarakat termasuk kaum 6
tani.
2 Wahono, Francis, editor, “Hak-hak Asasi Petani dan Proses Perumusannya”, Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, 20023 www.SPI.org
4 www.foodsovereignty.org
5 www.KRKP.org
6 www.IHCS.or.id
4
Makalah ini secara khusus membahas tentang hak petani terkait benih dan hak
pemuliaan tanaman. Terkait dengan itu, di tingkat internasional, Badan Pangan dan 7
Pertanian PBB (FAO) pernah mengeluarkan Resolusi FAO No 5/1989 tentang hak-hak
petani. Di dalamnya menyebutkan, bahwa definisi hak-hak petani terkait
sumberdaya genetik tanaman adalah hak-hak yang muncul dari kontribusi petani di
masa lalu, saat ini, dan masa depan dalam melestarikan, meningkatkan, dan
menyediakan sumberdaya genetik tanaman, terutama di tempat dimana sumber
daya genetik ini berasal.
Peran Petani dalam keanekaragaman hayati pertanian dan
tergerusnya keragaman hayati pertanian
Untuk bisa lebih memahami pentingnya kita membahas tentang hak petani atas
benih maka di bawah ini ada tinjauan atas peranan petani dalam berjuang
mempertahankan kehidupannya dengan menyandarkan diri kepada keanekaragaman
hayati pertanian di wilayahnya. Keanekaragaman hayati ini yang makin
berkurang/hilang, secara alami dan paksa karena berbagai faktor di dalam budaya
masyarakat tani itu sendiri ditambah tekanan-tekanan faktor-faktor luar.
Para petani telah melakukan pemilihan dan pemuliaan benih-benih tanaman selama
ribuan tahun. Hingga hari ini, kita masih dapat menemukan sebagian petani, yang
masih menguasai keahlian ini, tanpa bantuan dari luar. Kenyataannya, seluruh
keanekaragaman hayati pertanian di muka bumi ini diciptakan oleh petani, yang
selama ribuan tahun telah mengembangkan tanaman dan ternak, yang sesuai dengan
kebutuhannya dan harapannya. Sekarang, masyarakat kita lebih kompleks di banding
beberapa abad lalu. Di dunia pertanian, kegiatan pemuliaan telah menjadi profesi
tersendiri. Teknik pemuliaan didasarkan kepada ilmu tentang diwariskannya sifat-
sifat makhluk hidup kepada keturunannya, yang disebut genetika. Kegiatan
pemuliaan sekarang lebih banyak dilakukan oleh lembaga khusus, baik publik
maupun perusahaan. Sehingga banyak petani akhirnya menjadi tergantung kepada
varietas dan bibit yang dihasilkan dari para pemulia tanaman dan hewan.
Selama beberapa puluh tahun terakhir, sistem-sistem pertanian di Asia Tenggara
telah mengalami erosi (pengikisan) sumber genetik yang luar biasa. Untuk
Indonesia, dengan dimulainya Revolusi Hijau pada akhir dekade 1960-an maka petani
didorong dan dipaksa untuk menanam padi varietas unggul (IR-8, IR-36, Cisadane, IR-
64 dan lain-lain) yang dihasilkan oleh pusat-pusat penelitian.
7 www.fao.org
5
Ribuan varietas padi lokal telah lenyap dari ladang petani. Ini dampak dari
”pemaksaan” kepada petani untuk menanam padi varietas unggul nasional dan
hibrida berbasis spesies Indika. Padahal, Indonesia kaya plasma nutfah padi 8
lokal spesies Javanika, yang berpotensi untuk dikembangkan.
Kebutuhan untuk meningkatkan produksi pangan yang sejalan dengan peningkatan
jumlah penduduk telah mendorong pengembangan varietas tanaman modern di Asia
dan ternak unggul dari negara barat. Ini mengakibatkan ribuan varietas tradisional
dan ternak jenis lokal menjadi berkurang, bahkan hilang dari peredaran. Erosi
genetik ini mengakibatkan keanekaragaman tanaman dan hewan menjadi makin
sempit dan mempengaruhi modal genetik yang akan kita perlukan di masa depan,
dalam rangka menghadapi berbagai tekanan lingkungan hidup yang baru, perubahan
iklim yang terus terjadi dan juga perubahan selera konsumen serta mempengaruhi
budaya petani di masa mendatang. Erosi juga terjadi pada pengetahuan, keahlian
dan kebudayaan para petani. Ketergantungan petani terhadap asupan (input) luar,
seperti benih, pupuk, pestisida, dan bibit ternak makin menjadi-jadi.
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa produktivitas pertanian tidak dapat
ditingkatkan terus menerus karena terjadi penurunan kualitas lingkungan pertanian
itu sendiri dan bertambahnya tekanan biotik dan abiotik. Untuk menjawabnya maka
sumber-sumber genetik yang tersedia untuk petani harus diperluas dan sistem
pengetahuan petani serta praktek budidaya pertanian yang berakar kepada sistem
pertanian lokal perlu diperkuat.
Hak Petani dan HKI
Makalah ini membahas secara khusus tentang hak petani terkait benih dan
hubungannya dengan HKI hak kekayaan intelektual. Pengaturan perbenihan dan HKI
di Indonesia yang terkait dengan petani adalah UU Perlindungan Varietas Tanaman
No. 29 tahun 2000 dan UU Sistem Budidaya Tanaman No. 12 tahun 1992. Disegi lain,
Indonesia juga sudah meratifikasi International Treaty for Plant Genetic Resources
for Food and Agriculture tahun 2001 melalui UU no 4 tahun 2006 tentang tentang
Pengesahan Perjanjian Internasional Mengenai Sumber daya Genetik Tanaman untuk
Pangan dan Pertanian. Ada kontradiksi antara UU 29 no 2000 dan UU no 4 tahun
2006. UU PVT no 29 tahun 2000 lebih melindungi Hak-Hak Pemulia Tanaman.
Sedangkan UU no 4 tahun 2006 ”mencoba” melindungi Hak-Hak Petani atas Benih.
8 “Ribuan varietas padi lokal hilang”, Kompas, 15 September 2008
6
PVT merupakan turunan dari "The Union for the Protection of New Varieties of Plants
(UPOV) Serikat Perlindungan Varietas Tanaman yang Baru yang menggabungkan
upaya 37 negara untuk melindungi hak pemulia tanaman dan didirikan pada tahun
1961. Konvensi UPOV 1961 telah direvisi pada tahun 1972, 1978 dan 1991. Versi
yang lebih baru makin memperluas hak pemulia tanaman dan memperlemah
perkecualian yang dikenal dengan nama “farmers' privilleges”. UPOV merupakan
salah satu bentuk “sui generis system”, selain paten untuk melindungi pemulia
tanaman dalam penemuan varietas tanaman baru, yang merupakan disebutkan
dalam pasal 27.3 (b) dari Perjanjian internasional tentang Hak Kekayaan Intelektual
ayng terkait dengan perdagangan (TRIPs “Trade-related Intellectual Property
Rights”) WTO.
Walaupun Indonesia tidak menjadi anggota UPOV tapi UU PVT mengacu kepada
konvensi UPOV. UU PVT tidak mengakui adanya hak petani ataupun hak masyarakat
atas varietas tertentu, karena pasal 7 menyebutkan bahwa varietas lokal milik
masyarakat dikuasai oleh negara. Pada prakteknya banyak pihak pemerintah daerah
kabupaten yang mendaftarkan varietas lokal kepada kantor PVT di Jakarta.
Berikut yang kami kutip dari website Kantor Perlindungan Varietas Tanaman,9
Departemen Pertanian, informasi bulan Mei 2008 :
Pemanfaatan varietas lokal untuk mendukung industri benih:
Sampai saat ini telah terdaftar sekitar 117 varietas lokal di Kantor Pusat PVT
dari 17 propinsi di Indonesia, khususnya di Propinsi Jawa Barat sudah
mendaftarkan sebanyak 12 varietas lokal dan 59 varietas hasil pemuliaan. Data
menunjukkan bahwa adanya peningkatan minat dari pemerintah daerah dan
juga membuktikan bahwa masyarakat semakin sadar akan pentingnya
melestarikan varietas lokal. Sebagian besar varietas lokal yang didaftarkan
adalah varietas tanaman buah-buahan sebanyak 105 varietas. Beberapa varietas
lokal yang memiliki keunggulan dan keunikan misalnya : Durian Si Gundul dari
NTB, Durian Lai Bibir Merah dari Kalimantan Selatan, Pisang Telur dari Jambi,
Padi Padan Merah dari Kalimantan Timur, ubi cilembu dari kabupaten
Sumedang, mangga gedong gincu dari Kabupaten Majalengka, dll. Seiring
dengan meningkatnya kesadaran pemerintah daerah akan potensi sumber daya
genetiknya, diharapkan semakin banyak varietas lokal yang terdaftar di Kantor
Pusat PVT.
Hak untuk mempertukarkan benih hasil panen secara bebas juga dihalangi. (Pasal 10
ayat 1 dan penjelasannya). Sehingga UU PVT secara umum tidak mendukung hak
berbagai kelompok masyarakat tani dalam menjaga keanekaragaman hayati
9 www.Deptan.go.id
7
pertanian dan mendorong inovasi petani, sebagai contoh persilangan tanaman dan
penemuan varietas baru oleh petani. Secara teori petani bisa mendaftarkan galur-
galur silangannya dan varietas lokal yang digunakannya untuk bahan persilangan ke
kantor PVT, tetapi hanya pencatatan untuk bahan keperluan persilangan oleh
lembaga formal.
Bila ada sekelompok atau perorangan petani yang melakukan persilangan dan ingin
meminta hak pemulia untuk varietas tertentu yang dihasilkannya akan menemui
banyak halangan karena proses dalam UU PVT ketat, memerlukan biaya dan memang
diciptakan untuk melindungi penemuan lembaga formal (swasta dan publik) yang
secara profesional memperoleh keuntungan dari penemuan dan penjualan suatu
varietas baru. Prasyaratnya antara lain adalah: varietas yang baru, varietas bersifat
unik dapat dibedakan dengan mudah dari varietas sejenis lainnya, varietas sudah
seragam sifat-sifat utama dari varietas tetap walau ada variasi dengan ditanam di
tempat yang berbeda-beda, varietas sudah stabil sifatnya tidak berubah meski
ditanam berulang-ulang, dan varietas itu diberi nama tertentu.
Siapa yang untung dengan Hak PVT? Mereka adalah perusahaan-perusahaan benih
lokal dan internasional, serta para pemulia lokal dan negara-negara maju. Pemulia
lokal dan perusahaan lokal, bila tidak mampu bersaing, secara berangsur akan
dicaplok oleh perusahaan-perusahaan besar transnasional ini. Bila ingin mengetahui
9 perusahaan besar dunia yang mendominasi bisnih benih maka bisa berkunjung ke 10
website ETC group. Dengan PVT maka keanekaragaman hayati pertanian dari
negara kita, cepat atau lambat akan menjadi milik negara maju. Ini berlawanan juga
dengan Konvensi Keanekaragaman Hayati, karena PVT tidak mengatur pembagian
manfaat dari pemanfaatan keanekaragaman hayati negara-negara Selatan. Petani di
negara Indonesia akan membayar lebih mahal untuk memperoleh benih unggul
karena penguasaan plasma nutfah (sumber-sumber genetik tanaman) dipegang oleh
negara-negara maju melalui perusahaan-perusahaan benih mereka.
UU No 4 2006 dan Hak Petani
Pada tahun 2001 para pihak dari berbagai negara menandatangani Perjanjian
Internasional tentang Sumberdaya Genetik untuk Pangan dan Pertanian di kantor PBB
Pangan dan Pertanian (FAO) di Roma, Italia. Indonesia sudah meratifikasi perjanjian
internasional ini melalui UU No 4 tahun 2006. Salah satu yang pokok adalah
pengakuan secara resmi tentang peranan petani dalam menjaga, memelihara dan
mengembangkan keanekaragaman genetik untuk pangan dan pertanian dan upaya
10 www.etcgroup.org
8
untuk mewujudkannya Hak Petani dalam pasal 9. Pertanyaannya adalah bagaimana
tindak lanjut nya karena hingga sekarang Pemerintah belum melakukan harmonisasi
peraturan perundang-undangan ini yang terkait dengan Hak Petani. Informasi yang 11
kami peroleh dari ICEL adalah Indonesia memerlukan pembuatan undang-undang
baru untuk mengikat seluruh warga negaranya dalam melaksanakan perjanjian
internasional walaupun sudah diratifikasi.
Di bawah ini adalah kutipan dari naskah perjanjian internasional yang sudah 12
diratifikasi oleh Indonesia melalui UU no 4 tahun 2006. Beberapa pertimbangan
pokok sehingga negara-negara setuju menandatangani perjanjian ini adalah:
? Khawatir akan pengikisan sumber daya genetik yang terus-menerus sehingga
membahayakan ketahanan pangan di masa sekarang dan masa mendatang;
? Menyadari bahwa sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan
pertanian merupakan kepentingan bersama semua negara, yang berarti
bahwa semua negara sangat tergantung pada sumber daya ini;
? Mengakui lebih lanjut bahwa sumber daya genetik tanaman untuk pangan
dan pertanian adalah bahan mentah yang tak tergantikan untuk perbaikan
genetik tanaman pertanian, baik dengan cara seleksi oleh petani,
pemuliaan tanaman klasik maupun bioteknologi modern, serta penting
dalam penyesuaian terhadap perubahan lingkungan yang tak dapat
diramalkan dan kebutuhan manusia di masa yang akan datang;
? Menegaskan bahwa sumbangan petani pada masa lalu, kini dan mendatang
di semua daerah di dunia, terutama di pusat asal dan pusat
keanekaragaman, dalam melestarikan, memperbaiki dan membuat sumber
daya ini dapat diperoleh merupakan landasan Hak-hak Petani;
? Menegaskan juga bahwa hak yang diakui dalam Perjanjian ini untuk
menyimpan, memanfaatkan, mempertukarkan dan menjual benih yang
diperoleh dari pertanamannya dan bahan perbanyakan lain, dan untuk
berperan serta dalam pengambilan keputusan tentang, dan dalam
pembagian keuntungan yang adil dan merata yang berasal dari pemanfaatan
sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian, merupakan hal
mendasar bagi perwujudan Hak-hak Petani, maupun bagi promosi Hak-hak
Petani pada taraf nasional dan internasional.
Beberapa pasal yang terkait langsung:
11 Komunikasi pribadi dengan staf ICEL Indonesian Center for Environment Law
12 www.deptan.go.id
9
BAGIAN III HAK PETANI
Pasal 9 - Hak Petani
9.1 Para Pihak mengakui kontribusi yang sangat besar yang telah dan akan
terus diberikan oleh masyarakat lokal dan asli serta petani di semua
bagian dunia, khususnya mereka yang ada di pusat asal dan pusat
keanekaragaman tanaman, untuk memungkinkan konservasi dan
pengembangan sumber daya genetik tanaman yang menjadi basis produksi
pangan dan pertanian di seluruh dunia.
9.2 Para Pihak sepakat bahwa tanggung jawab untuk mewujudkan Hak Petani,
yang berkaitan dengan sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan
pertanian, berada pada pemerintah nasionalnya. Sesuai kebutuhan dan
prioritasnya, setiap Pihak harus, apabila sesuai, dan tergantung pada
peraturan perundangan-undangan nasionalnya, mengambil langkah untuk
melindungi dan mendorong Hak Petani, termasuk:
a) perlindungan pengetahuan tradisional yang relevan dengan sumber daya
genetik tanaman untuk pangan dan pertanian;
b) hak untuk berpartisipasi secara berimbang dalam pembagian
keuntungan yang dihasilkan dari pemanfaatan sumber daya genetik
tanaman untuk pangan dan pertanian; dan
c) hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, pada tingkat
nasional, mengenai hal-hal yang berkaitan dengan konservasi dan
pemanfaatan secara berkelanjutan sumber daya genetik tanaman untuk
pangan dan pertanian.
9.3 Ketentuan dalam Pasal ini tidak boleh ditafsirkan membatasi hak petani
untuk menyimpan, menggunakan, mempertukarkan dan menjual
benih/bahan perbanyakan hasil tanaman sendiri,
13.3 Para Pihak sepakat bahwa keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan
sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian yang dibagi
berdasarkan Sistem Multilateral harus mengalir terutama, secara langsung
dan tak langsung, kepada petani di semua negara, terutama negara
berkembang, dan negara dengan ekonomi dalam peralihan, yang
melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya
genetik tanaman untuk pangan dan pertanian.
18.5 Para Pihak sepakat bahwa prioritas diberikan untuk implementasi rencana
dan program yang telah disepakati bagi petani di negara berkembang,
khususnya di negara terbelakang, dan di negara dengan ekonomi dalam
10
peralihan, yang mengkonservasi dan memanfaatkan secara berkelanjutan
sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian.
Di tingkat internasional, pembahasan tentang pelaksanaan Hak Petani masih dalam
perdebatan. Dalam sidang para pihak Perjanjian Internasional Sumber Daya Genetik
Tanaman untuk Pangan dan Pertanian yang kedua di Roma pada tahun 2007 lalu,
organisasi tani dan kelompok masyarakat sipil memprotes bahwa wakil-wakil
pemerintah gagal dalam memperjuangkan pendanaan bagi terlaksananya perjanjian
internasional ini, termasuk membahas secara jelas penerapan Hak Hak Petani dalam
pengelolaan sumber daya genetik untuk pangan dan pertanian. Wakil dari Perancis,
Jerman dan Australia dituduh tidak bisa bekerjasama di dalam persidangan.
Bagaimana penerapannya di Indonesia? Peraturan Menteri Pertanian No:
67/Permentan/OT.140/12/2006 tentang pelestarian dan pemanfaatan sumber daya
genetik tanaman sama sekali tidak membahas hak petani. Walaupun UU no 4 tahun
2006 memiliki potensi untuk menjadi payung perwujudan Hak Petani di Indonesia
tetapi masih banyak yang harus dikerjakan agar petani mendapat perlindungan atas
haknya.
Pengalaman Petani melestarikan benih lokal dan memuliakan
tanaman dan ternak
Dimulai tahun 2002, FIELD di Kabupaten Indramayu bekerjasama dengan PEDIGREA
memulai Program Pemuliaan Tanaman Berbasis Keanekaragaman Hayati melalui
Sekolah Lapangan Petani. PEDIGREA (Participatory Enhancement of Diversity of
Genetic Resources in Asia - Peningkatan Keragaman Sumberdaya Genetis di Asia)
adalah sebuah program yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
tani dalam mengelola sumber daya genetis sebagai bagian dari keanekaragaman
hayati pertanian. Kegiatan utama di Indonesia adalah:
? pemuliaan tanaman partisipatif yang bertujuan memperkaya keragaman
genetis tanaman padi di daerah intensifikasi padi;
? perbaikan mutu partisipatif tanaman sayuran lokal dan tradisional (labu,
emes, pare);
? perbaikan mutu ternak kambing yang bertujuan untuk memperkaya
keragaman genetis ternak; dan
? pengembangan pemasaran partisipatif yang bertujuan untuk menciptakan
dan meningkatkan peluang pasar bagi produk lokal.
11
Tujuan umum PEDIGREA adalah memberi sumbangan untuk kedaulatan pangan,
meningkatkan keragaman genetis, dan memperkuat sistem pengetahuan petani di
sistem pertanaman berbasis padi di Asia Tenggara. Pola pendekatan yang digunakan
adalah Sekolah Lapangan Petani dengan masyarakat petani setempat sebagai mitra
di dalam kegiatan program. Program ini juga dibangun dengan memanfaatkan
keunggulan dari para pihak dalam pengelolaan sumber daya genetis, termasuk dari
sektor publik.
Pilihan lokasi awal di 11 kecamatan di kabupaten Indramayu, karena daerah tersebut
merupakan daerah lumbung padi, di mana pengaruh revolusi hijau sudah sedemikian
kuat melekat di masyarakat taninya. Kecenderungan sikap pragmatis di dalam usaha
tani adalah tantangan yang hendak dihadapi dari program ini. Di tingkat lokal,
program ini lahir atas dasar realitas petani yang terganggu akan mahalnya benih di
pasaran. Bahkan, tidak jarang petani harus tertipu karena kualitas benih yang dibeli,
ternyata tidak seperti sesuai harapan.
Proses pengembangan program dan pelatihan petani dalam bentuk Sekolah
Lapangan, tersaji pada lampiran yang berjudul “Bermula dari Benih menuju 13
Kemandirian Petani”.
Hasil-hasil dari program antara lain adalah:
? Joharipin dan Muhamad Suryaman, keduanya petani dari Kelompok Karya
Peduli Tani, Desa Jengkok, Kecamatan Kertasemaya, Kabupaten
Indramayu, Jawa Barat, Kamis (11/9), memperlihatkan benih padi hasil
persilangan yang mereka buat. Kedua petani ini sudah berhasil
memuliakan benih walaupun untuk dipakai sendiri dan tidak 14
dikomersialkan. Ada sekitar 203 orang di beberapa desa yang sedang
melakukan pengujian hasil silangan galur Bongong (dari Kebo dan Longong)
di sawah dengan luasan 100 Ha. Disamping itu, beberapa kelompok di
desa-desa Bangodua, Gabus Wetan, Kalensari and Nunukjuga memiliki
galur padi idaman mereka yang sedang diuji terus dalam areal yang relatif 15
luas.
? Taryana dari kelompok tani Arum Sari di desa Sliyeg telah mengembangkan
emes silangan lokal yang telah ditanam sekitar lebih dari 320 petani di 16
areal 65 ha di lebih dari 3 desa.
13 Sutarya, Endang dan Dwi Munthaha, “Bermula dari Benih menuju Kemandirian Petani”, majalah Salam, edisi 20
Septermber 2007, Denpasar, hal. 19-2114 Kompas, “Perlawanan Petani Pemulia Indramayu”, halaman 1, Jakarta, 17 September 2008
15 FIELD Annual Report 2008-2009, PEDIGREA, March 2009
16 Kuswara, Engkus, Lardian Isfandri and Nugroho Wienarto,“Farmers and Seeds: The Farmer Breeders In Indramayu
District,West Java, Indonesia”, FIELD, Jakarta, 2009
12
? Desa Jengkok telah melakukan deklarasi benih oleh masyarakat dan
didukung dengan Peraturan Desa No. 1 tahun 2008 tentang Perlindungan
dan Pemanfaatan Benih Lokal dan Benih Persilangan Petani Desa Jengkok.
Ini dalam rangka membangun sistem pengelolaan benih di tingkat lokal.
? Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu memberi dukungan pendanaan
sejumlah Rp. 200 juta untuk pelatihan Sekolah Lapangan Persilangan
Tanaman Padi dan Pengembangan Bank Benih Lokal di tahun anggaran
2008 bagi Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia kabupaten 17
Indramayu.
Masih banyak contoh dari pengalaman kelompok masyarakat adat, petani, LSM dan
dukungan penelitian sektor publik yang membuktikan bahwa petani masih tetap
mampu melestarikan varietas lokal dan mengembangkan persilangan tanaman dan
ternak untuk pemenuhan sendiri di tingkat desa maupun di tingkat kecamatannya.
Sehingga Hak Petani yang dibahas dalam makalah ini sedari awal bukan sesuatu yang
tanpa dasar tetapi dibuktikan oleh kegiatan petani sendiri.
Kesimpulan dan Usulan Pengembangan Kebijakan
Dari uraian di atas Hak Petani merupakan konsep yang perlu dilaksanakan oleh
pemerintah sejalan dengan kepentingan jangka panjang rakyat dan negara Indonesia
dalam melindungi plasma nutfah/keragaman genetik tanaman dan ternak bagi
pemenuhan kedaulatan pangan negara ini sendiri.
Pengembangan benih unggul dan penyebarannya secara luas selama ini makin
menggerus keanekaragaman hayati pertanian dan dilain pihak tetap tidak bisa
memenuhi bervariasinya berbagai kebutuhan benih di tingkat petani di sentra
produksi, juga di daerah non-sentra produksi, wilayah marginal, wilayah pulau-pulau
kecil, wilayah yang terpencil dan petani miskin.
Untuk itu ada beberapa usulan perubahan kebijakan yang ditujukan bagi masyarakat
maupun pemerintah sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat petani dan adat, organisasi-organisasi tani dan LSM
pendamping:
Untuk dapat melaksanakan Hak Petani, tiada lain kecuali dengan berbuat,
melakukan tindakan nyata dalam melakukan pelestarian benih tanaman dan
ternak lokal, serta memuliakannya dalam suatu jaringan kerja kelompok atau
17 Kuswara, Engkus, Masroni and Arma R. Bertuso, “Experiences in convincing Local Government to support
Participatory Plant Breeding: the case of PEDIGREA efforts in Indramayu, Indonesia”, FIELD, Jakarta, 2009
13
kampung. Ini perlu ditunjang dengan latihan-latihan penyadaran dan teknis,
baik bagi petani pemandu, staf lapangan dan staf teknis pemerintah daerah
agar suatu dasar proses advokasi dan pendekatan untuk perubahan kebijakan
di tingkat pemerintah bisa dilakukan, mulai dari tingkat desa, kabupaten,
nasional dan internasional.
2. Bagi Pemerintah Pusat dan Daerah:
Disamping dukungan dan subsidi yang masih dilakukan hingga saat ini oleh
Pemerintah Pusat dan Daerah kepada sistem benih formal (publik dan swasta)
maka sudah waktunya Pemerintah mendukung pengembangan sistem benih
informal (petani) dalam rangka menghadapi variabilitas kondisi iklim,
kesuburan tanah, ketersediaan air dan berbagai perubahan yang terkait
dengan iklim yang sedang berubah. Salah satu keterbatasan utama dari benih
unggul adalah hanya terfokus kepada beberapa tanaman yang berorientasi
pasar dan tidak selalu dapat beradaptasi untuk berbagai kondisi keragaman
ekosistem. Varietas lokal dan hasil silangan petani lebih mampu untuk
beradaptasi dengan kebutuhan dan kondisi ekosistem di tingkat lokal.
Untuk itu diusulkan agar Pemerintah mendukung atau mengembangkan
kebijakan terkait dengan:
? Pengembangan sistem benih petani (informal seed systems) tingkat desa
? Pelatihan petani dalam pemuliaan dan pelestarian tanaman dan ternak
secara partisipatif
? Pengembangan bank benih di tingkat lokal
? Pengembangan sistem penghargaan petani yang bersifat kolektif terkait
penemuan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati pertanian
(termasuk benih tanaman)
? Menyeimbangkan perlindungan Negara terhadap Hak Petani dan Hak
Pemulia Tanaman, sebagaimana diupayakan di beberapa negara lain,
seperti Nepal, India, Filipina. Untuk itu UU PVT No 29 tahun 2000, UU
Sistem Budidaya Tanaman no 12 tahun 1992 perlu direvisi dengan
mengacu kepada semangat dan isi dari UU no 4 tahun 2006 tentang
Perjanjian Internasional Pengelolaan Sumberdaya Genetik Tanaman
Pangan dan Pertanian, khususnya pasal 9.
14
15
Lampiran
16
17
Rabu, 17 September 2008 | 03:00 WIB
/ Home / Berita Utama /
Pertanian
Perlawanan Petani Pemulia Indramayu
KOMPAS/HARYO DAMARDONO / Kompas Images
Joharipin (kiri) dan Muhamad Suryaman, keduanya petani dari Desa Jengkok, Kecamatan Kertasemaya, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Kamis (11/9), memperlihatkan benih padi hasil persilangan yang mereka buat. Kedua petani ini sudah berhasil memuliakan benih walaupun baru dipakai sendiri dan tidak dikomersialkan.
Oleh Haryo Damardono dan Hermas E Prabowo
Tatkala sebagian besar petani Indonesia terjebak dalam perangkap produsen benih maupun distributor sarana produksi pertanian, sekelompok petani di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, ”melawan”.
Esensi perlawanan mereka dalam bentuk pembuktian diri bahwa mereka mampu meminimalisasi ketergantungan.
”Ada kenikmatan tersendiri melihat hasil penyilangan yang bagus. Petani jadi tambah semangat tiap kali mau ke sawah,” ujar Muhamad Suryaman (27) dengan mata berbinar-binar.
Petani Desa Jengkok, Kecamatan Kertasemaya, itu bersama beberapa petani dari KelompokKarya Peduli Tani sudah beberapa musim tanam ini tidak lagi membeli benih padi.
Mereka memproduksi benih sendiri. ”Ketika panen, kami memilih padi terbaik lalu menyimpan di lumbung untuk ditanam kembali,” ujar Muhamad.
Di Indramayu, selain Kelompok Karya Peduli Tani, ada 13 kelompok lain yang tersebar di 14 kecamatan. Mereka berkelompok mempelajari ilmu pemuliaan, morfologi tanaman dan bunga lengkap dengan perhitungan usaha taninya untuk mengembalikan dan melestarikan kekayaan keragaman genetik tanaman padi.
Introduksi varietas padi ”unggul” di negeri ini memang telanjur mengikis varietas lokal.
Padahal, ada nilai unggul dari varietas lokal, yang boleh jadi diidamkan petani, terlebih, varietas lokal telah beradaptasi dengan lahan pertanian setempat sehingga ketika disilangkan, diharapkan memproduksi lebih banyak gabah atau buah padi. Lebih banyak gabah artinya petani lebih sejahtera.
Adalah Yayasan Farmers' Initiative for Ecological Livelihood and Democracy (FIELD) Indonesia, yang menginisiasi petani Indramayu sejak tahun 2002.
18
”Tidak mudah mengajak petani mengembangkan diri. Sejak zaman Orde Baru, petani selalu dijadikan obyek. Tidak pernah diarahkan untuk mandiri,” ujar Wiwik Sriyanti, staf FIELD di Indramayu. Pertanyaan yang kerap dilontarkan petani adalah ”Mau kasih bantuan apa?”
Untuk membangkitkan petani, diadopsi metode ”sekolah lapangan”. Petani dikumpulkansekali seminggu selama satu musim tanam (12 minggu) untuk mengamati dan mendiskusikan padi. ”Dalam waktu singkat, mereka memimpin. Ternyata, petani lebih ahli daripada kami. Kapan wereng bertelur saja, mereka tahu,” ujar Rendra Kusuma W, staf FIELD.
Joharipin (33), petani Desa Jengkok, kini telah berhasil mengembangkan galur benih yang diidamkannya. Dinamai Bongong, benih itu hasil persilangan varietas Kebo dan Longong.
Karakteristik produksi dari padi Bongong adalah kerontokan sedang, tahan kerebahan, pulen, warna beras lebih benih, tahan hama wereng dan kresek, dengan potensi hasil 12,8 ton gabah kering panen per hektar.
Padi Bongong telah ditanam di lahan seluas hampir 80 hektar. Produktivitas tinggi menarik perhatian sesama petani. Padahal, awalnya Joharipin dicemooh. Dituduh gila hanya karena menanam padi persilangan sendiri yang pada awalnya sifat tanaman belum stabil. Ia juga menyalahi ”prinsip umum pertanian”, yakni menanam padi harus menyemprotkan pestisida.
Menolak penangkaran
Cemoohan petani lain di Desa Jengkok kini berbuah pujian bagi Joharipin. Padi Bongong F7 hasil pemuliaan Joharipin tidak hancur saat tanaman padi varietas Ciherang di Indramayu diterjang hama penyakit pada musim tanam lalu. Dengan demikian, bukan hanya petani yang tertarik, tetapi pamong desa pun tertarik.
Joharipin mengisahkan, seorang camat pernah menawarkan penangkaran benih. ”Camat itu minta agar saya tanda tangan di atas kertas segel. Tetapi, saya tolak karena benih itu belum tentu cocok di lokasi lain,” katanya.
Menurut Joharipin, penangkaran lalu penjualan benih sama artinya mengingkari kesepakatan awal dari keikutsertaannya dalam program ini. Salah satu tujuan pemuliaan benih, kata Joharipin, adalah menghilangkan ketergantungan benih dari pihak lain. Ia tidak ingin berperilaku layaknya produsen benih.
Saat ini Pemerintah Kabupaten Indramayu, yang awalnya antipati terhadap petani pemulia benih, perlahan menunjukkan keberpihakannya. Dana pun dikucurkan untuk membiayai sekolah lapangan, dengan materi dan kurikulum yang disediakan Yayasan FIELD Indonesia. Tidak kurang enam kelompok sedang menempuh pendidikan di enam sekolah lapangan.
19
SALAM, 20 September 2007, Hal 19-21
Bermula dari Benih Menuju Kemandirian Petani
Oleh: Endang Sutarya dan Dwi Munthaha
Keterpurukan petani sudah diketahui secara luas, dari petani itu sendiri sampai ke tingkat pejabat penentu kebijakan. Sayangnya, ini tidak berkembang menjadi kekuatan untuk melakukan perubahan. Modernisasi teknologi pertanian sejak Revolusi Hijau, selain meningkatkan produksi, ternyata juga menghilangkan kemandirian petani. Kreativitas dan keahlian petani dalam budi daya, seperti menyiapkan benih sendiri dan membuat pupuk atau pestisida, memudar seiring makin konsumtif serta bergantungnya mereka pada asupan buatan pabrik. Petani kini terbiasa mengonsumsi berbagai asupan luar, mulai benih, pupuk, serta racun pembunuh hama untuk usaha tani mereka. Ongkos produksi menjadi mahal dan pertanian tidak lagi mampu menjamin kualitas penghidupan petani. Sementara begitu banyak pengorbanan petani, pemerintah dengan mudah menerima berbagai kebijakan lembaga ekonomi internasional yang memperlancar kepentingan ekonomi global. Padahal ini berakibat pada makin terpuruknya petani.
Program Pemuliaan Tanaman oleh Petani
Melihat permasalahan yang dihadapi petani, Yayasan Farmers Initiative Ecological Livelihood and Democracy (FIELD) Indonesia memperkenalkan pemuliaan tanaman, sebagai salah satu pengetahuan penting yang harus dikuasai petani. Tahun 2002, FIELD bekerja sama dengan Participatory Enhancement of Diversity of Genetic Resources in Asia (Pedigrea) memulai Program Pemuliaan Tanaman Berbasis Keanekaragaman Hayati melalui Sekolah Lapangan (SL) Petani di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Program ini lahir menanggapi kenyataan bahwa petani mulai terganggu mahalnya harga benih di pasaran. Bahkan, tidak jarang petani tertipu karena kualitas benih yang dibeli ternyata tidak sesuai harapan. Dan ketika petani ingin menghasilkan sendiri benih berkualitas, mereka menghadapi banyak kendala. Selain kemampuan teknis, jebakan peraturan seperti Undang-undang Perlindungan Varietas Tanaman (UU PVT) juga menjadi masalah. Saat ini banyak jenis tanaman yang dipatenkan, sehingga petani tidak leluasa mengembangkan kreativitasnya. Menimbang semua kondisi tersebut, pilihan pemuliaan tanaman jatuh pada varietas lokal.
Kabupaten Indramayu dipilih karena merupakan daerah lumbung padi, di mana pengaruh Revolusi Hijau sudah sedemikian kuat melekat di masyarakat taninya. Strategi yang dilakukan FIELD bagi program pemuliaan dan penganekaragaman tanaman oleh petani bisa dilihat pada bagan 1.
Pengorganisasian Kegiatan
Kegiatan dimulai dengan melakukan koordinasi bersama organisasi Ikatan Petani PengendalianHama Terpadu (IPPHTI) Kabupaten Indramayu. Disepakati bahwa program dilaksanakan di 11 desa dari 11 kecamatan dan melibatkan 291 (228 laki-laki dan 63 perempuan) petani. Sebelum kegiatan teknis dilakukan, pengelola program yang tergabung dalam tim inti (terdiri dari petani-petani pemandu yang telah dilatih dalam Training of Trainers atau ToT) menginformasikan rencana dan tujuan program ke Dinas Pertanian setempat.
Untuk tanaman padi, koordinasi juga dilakukan dengan Badan Penelitian Tanaman Padi (Balitpa) sebagai lembaga pemerintah penyedia benih (turunan ke-2 [F2] sampai dengan turunan ke-6 [F6]), yang menjadi bahan bagi petani dalam mempelajari penyilangan. Petani belajar melakukan
Bagan 1. Strategi Program
20
penyilangan terus menerus hingga dihasilkan varietas baru. Benih dari Balitpa ini tidak dapat dikembangkan lebih jauh karena terikat dengan perjanjian bahwa benih yang diberikan hanya digunakan sebagai alat belajar agar tidak bertentangan dengan UU PVT.
Kegiatan diorganisasi sendiri oleh petani. Sebanyak 21 petani pemandu yang mengorganisasi kegiatan, disebut Tim Pendukung Lapanganan (TPL). Mereka memfasilitasi ToT untuk menghasilkan petani pemandu SL. SL dilaksanakan selama satu musim tanam (tiga sampai empat bulan). Pola yang dikembangkan petani menggunakan metode belajar lewat pengalaman yaitu mengalami mengungkapkan menganalisismenyimpulkan menerapkan mengalami, seperti tergambar pada bagan 2.
Menyiapkan Varietas Idaman
Di SL, petani mempelajari cara-cara menyilangkan tanaman, baik padi maupun sayuran. Varietas asal yang dipilih, disesuaikan dengan keinginan petani. Umumnya petani ingin menghasilkan varietas yang berproduksi tinggi. Ciri-cirinya: jumlah anakan banyak, ukuran malai panjang, jumlah bulir malai banyak dan lebih berat. Selain itu petani juga ingin varietas yang tahan hama dan penyakit, dapat beradaptasi dengan iklim setempat dan faktor-faktor ekologis lainnya (seperti kekeringan dan dapat bersaing dengan gulma), serta memiliki rasa yang enak dan pulen. Varietas juga diharapkan mudah ditanam secara organik dan tidak membutuhkan asupan kimia sehingga baik untuk kesehatan manusia. Mereka menyebutnya “varietas idaman petani”.
Sebelum melakukan penyilangan, para petani memilih sumber bahan baku, berupa varietas lokal, varietas baru, dan kerabat liar atau galur. Materi induk harus dikumpulkan, ditanam, dievaluasi dan dipelihara. Juga dilakukan dokumentasi agar dapat menentukan data dasar yang harus dipertahankan, sebagai panduan membandingkan satu varietas dengan varietas lainnya. Pertimbangan penting dalam seleksi bahan induk antara lain: umur, tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah bulir yang berisi, panjang malai, rasa, daya tahan terhadap hama/penyakit, kemampuan beradaptasi dengan kondisi lokal, asal varietas, serta respon terhadap pupuk.
Selama SL, petani mempelajari berbagai metode dan teknik penyilangan. Berbagai metode penyilangan ini memunculkan keanekaragaman gen yang nantinya memungkinkan petani mendapatkan varietas yang diinginkan. Di awal penyilangan varietas yang berbeda akan didapat turunan pertama yang biasa disebut Filial 1 (F1). Benih yang dihasilkan F1 kemudian harus ditanam untuk mengetahui hasilnya. Pada turunan kedua (F2), baru terjadi pemecahan gen, yang menghasilkan potensi keanekaragaman hayati. Seleksi tanaman dimulai tergantung teknik seleksi yang digunakan. Sedangkan, pilihan jenis tanaman ditentukan oleh varietas idaman yang diinginkan petani.
Setelah SL berakhir, petani peserta terus melakukan kegiatan penyilangan hingga mendapatkan varietas baru. Mereka juga terus menyebarluaskan keterampilan yang dimiliki kepada petani lainnya.
Benih Petani
Pengalaman program yang dilaksanakan di Kabupaten Indramayu menyadarkan petani bahwa mereka mampu membuat benih sendiri. Bahkan, beberapa kasus sampai membutuhkan penelitian khusus oleh para peneliti. Misalnya, di fase F6 terdapat beberapa galur persilangan petani yang telah menunjukkan keseragaman bentuk dan hasil memuaskan. Seperti yang terjadi di Desa
Bagan 2. Daur belajar petani
Foto: FIELD IndonesiaSL penyilangan benih.
21
Jengkok, Kecamatan Kertasemaya, penyilangan varietas Ciherang dan galur Kebo yang kemudian mereka sebut Ciborang, serta Bongong yang berasal dari galur Kebo dan varietas lokal Longong, dianggap cukup berhasil dan mendapat perhatian dari kalangan peneliti.
Uji coba penanaman galur tersebut menunjukkan kualitas serta kuantitas hasil melebihi varietas lain yang ditanam di sana. Kenaikan produksi mencapai 30 hingga 50 persen dibandingkan varietas yang biasa mereka tanam. Masyarakat kemudian menggunakan benih hasil pemuliaan itu di lahan mereka. Temuan ini cukup mengejutkan, karena dalam teori pemuliaan tanaman, hasil seragam baru dapat diketahui pada turunan ke-8/F8 dan perlu pengujian di beberapa lokasi (multilokasi) sampai dengan F12 untuk mengetahui kemampuan adaptasi benih tersebut di berbagai tempat jika akan disebarkan.
Mengembalikan Hak Petani Atas Benih
FIELD terus berusaha mendorong penyebarluasan kemampuan dan hasil petani dalam penyilangan tanaman. Penyebarluasan hasil dilakukan dengan bentuk studi dan terbatas untuk kepentingan petani. Maksudnya agar penyebarluasan kemampuan petani ini tidak bertentangan dengan UU PVT yang jelas-jelas berpihak pada kepentingan bisnis. Selain menghindari jebakan hukum, pola yang dilakukan mampu menjalin hubungan sosial berkeadilan di antara petani. Kini petani memiliki benih idaman sesuai kebutuhan, sekaligus memperkaya keanekaragaman hayati.
Para petani peserta SL berusaha memperoleh pengakuan di tingkat lokal bahwa hasil yang mereka dapatkan adalah milik masyarakat. Untuk mengantisipasi kemungkinan yang tidak diharapkan dari hasil kerja keras petani (misalnya benih petani dipatenkan oleh suatu perusahaan benih), masyarakat Desa Jengkok kemudian sepakat membuat deklarasi pada tanggal 31 Juli 2007, yang menyatakan galur baru mereka adalah milik masyarakat Jengkok. Deklarasi tersebut merupakan komitmen untuk menegaskan bahwa pemuliaan tanaman adalah hak petani berikut hasil yang mereka dapat. Cara ini ditempuh agar petani mampu melindungi haknya dari kepentingan industri benih. Mereka juga berkomitmen untuk tidak memperjualbelikan benih hasil persilangan petani.
Deklarasi tersebut ditandatangani semua komponen masyarakat desa termasuk Camat, Kepala Desa, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Dalam deklarasi tersebut mereka lampirkan daftar hasil pemuliaan tanaman, dilengkapi sejarah asal-usul serta perkembangannya. Kelengkapan data proses pemuliaan benih sangatlah penting karena merupakan pertahanan terakhir mereka ketika ada pihak luar yang ingin memiliki benih tersebut. Deklarasi benih milik petani ini akan ditingkatkan kekuatan hukumnya menjadi peraturan desa dan kabupaten.
Deklarasi masyarakat ini dibuat karena peraturan yang ada tidak cukup kuat melindungi hak petani atas benih. Peraturan lebih berpihak pada kepentingan bisnis yang sulit dipenuhi petani. Sementara jika mengacu pada nilai-nilai demokrasi, peraturan seharusnya berpihak pada kepentingan rakyat. Karena sejatinya demokrasi adalah bentuk dari kedaulatan rakyat, dan para petani ini sedang melakukan upaya tersebut. Perlahan, semangat petani untuk berdaulat kembali atas benih akan menjadi satu kekuatan dahsyat untuk menghadapi dominasi kepentingan ekonomi global.
Endang Sutarya dan Dwi MunthahaFarmers Initiative Ecological Livelihood and Democracy (FIELD Indonesia)
Jl. Tanjung Mas Utama B8/8 Perum. Tanjung Mas Raya, Jakarta Selatan. Telp/Fax: 021- 7811145
E-mail: fieldind@indosat.net.id.
Koleksi benih hasil penyilangan petani.Foto: FIELD Indonesia
FIELD
Yayasan FIELD Indonesia (Farmer Initiatives for
Ecological Livelihoods and Democracy - Prakarsa Petani
untuk Perikehidupan yang Ekologis dan Demokratis)
adalah sebuah organisasi yang mendukung kelompok
masyarakat marginal melalui pola pendidikan
pemberdayaan. FIELD didirikan pada 1 Juni 2001. Staf
senior FIELD adalah alumni dari tim Regional FAO untuk
program Community IPM in Asia Pengendalian Hama
Terpadu Berbasis Masyarakat di Asia di tahun
1998-2002, dan tim bantuan teknis FAO pada Program Nasional PHT
Indonesia selama tahun 1990-an, yang mendukung jaringan organisasi tani
lokal dan Ikatan Petani PHT Indonesia. Pola kegiatan FIELD meliputi
berbagai pendekatan belajar, termasuk Sekolah Lapangan dan Studi Petani,
Riset Aksi Masyarakat, Perikehidupan Berkelanjutan (Sustainable
Livelihoods Framework), dan Advokasi Masyarakat.
Visi FIELD adalah masyarakat marginal di Indonesia mampu 'merebut' dan
mengelola kembali ruang publik mereka dan memperbaiki
perikehidupannya. Misinya adalah memfasilitasi masyarakat marginal agar
mampu untuk:
? Menganalisis dan memahami keadaan ekosistem yang merupakan
basis perikehidupannya secara teknis, sosial dan politis.
? Mengorganisir diri dalam melakukan aksi untuk memperbaiki
kondisi kehidupannya yang selaras dan adil dengan alam dan
lingkungannya (ekologis) dan adil dengan orang lain (demokratis).
FIELD adalah mitra program PEDIGREA dalam mendukung upaya petani
melestarikan dan memanfaatkan sumber daya genetik tanaman padi,
sayuran lokal dan ternak kambing, pengembangan pemasaran dan advokasi
kebijakan dalam kerangka Hak Petani dan Pertanian Ekologis di kabupaten
Indramayu, Jawa Barat.
FIELD juga bekerja dalam program-program, antara lain Sistem Pangan
Lokal dan Keanekaragaman Hayati Pertanian, Riset Aksi Petani untuk
mendukung advokasi dan perubahan kebijakan lokal, Sekolah Lapangan
Jasa Lingkungan, Sekolah Lapangan Keragaman Hayati dan Kehidupan
Masyarakat, Pertanian Ekologis-Organis di padi, sayuran dan kebun campur,
serta sistem padi hemat air ekologis (SRI).
(www.CommunityIPM.org)
22
PEDIGREA
?
?
?
?
PEDIGREA (Participatory Enhancement of
Diversity of Genetic Resources in Asia -
Peningkatan Keragaman Sumberdaya Genetis di
Asia) adalah sebuah program yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat tani
dalam mengelola sumber daya genetis sebagai
bagian dari keanekaragaman hayati pertanian.
Kegiatan utama program adalah:
pemuliaan tanaman secara partisipatif yang bertujuan
memperkaya keragaman genetis tanaman padi di sistem produksi
yang intensif;
perbaikan mutu tanaman partisipatif di sayuran lokal dan
tradisional, contoh: labu, emes, pare, terong;
perbaikan mutu ternak yang bertujuan untuk memperkaya
keragaman genetis ternak, contoh kambing dan babi; dan
Pengembangan pemasaran partisipatif yang bertujuan untuk
menciptakan dan meningkatkan peluang pasar bagi produk petani
lokal.
Tujuan umum PEDIGREA adalah memberi sumbangan untuk kedaulatan
pangan, meningkatkan keragaman genetis, dan memperkuat sistem
pengetahuan petani di sistem pertanaman berbasis padi di Asia Tenggara.
Pola pendekatan yang digunakan adalah Sekolah Lapangan Petani dengan
masyarakat petani setempat sebagai mitra di dalam kegiatan program.
Program ini juga dibangun dengan memanfaatkan keunggulan dari para
pihak dalam pengelolaan sumber daya genetis, termasuk dari sektor
publik. PEDIGREA diselenggarakan di tiga negara: Kamboja, Indonesia dan
Filipina. Mitra program adalah SRER KHMER di Kamboja, FIELD di
Indonesia, PPRDI di Filipina, Center of Genetic Resources di Belanda;
dengan Yayasan PEDIGREA sebagai kordinatornya.The Participatory
Enhancement of Diversity of Genetic Resources in Asia
23
24
Hak Petanidalam Pengelolaan Benihdan Pemuliaan Tanaman
Pangan dan Pertanian
Recommended