View
69
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
HEAT STRESS DAN SPIROMETRI
DISUSUN OLEH :
YUNI APRIYANI (10101001008)
M. ANGGA AMSALTA (10101001012)
RAHMI GARMINI (10101001025)
MONA ELISABET (10101001026)
VENI SELVIYATI (10101001029)
HERU ADMADINATA (10101001041)
FITRI ANGGRAINI (10101001058)
RUSYDA IHWANI TANTIA NOVA (10101001048)
MEILISA (10101001072)
MATA KULIAH : LABORATURIM K3
DOSEN : ANISYAH, S.KM, M.Sc
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur dihaturkan kehadirat Allah SWT bahwa atas rahmat dan ridho-
Nya makalah Laboraturium K3 ini dapat diselesaikan. Makalah ini berisikan heat
stress dan spirometri. Makalah ini dibuat selain sebagai tugas semester juga untuk
menambah wawasan ilmu pengetahuan, serta untuk membangun pengalaman
belajar agar pembaca dapat mengetahui lebih dalam lagi.
Penulis berterima kasih kepada Ibu Anisyah, S.KM, M.Scselaku dosen
Laboraturium K3 yang telah dengan sabar memberikan bimbingan serta arahan
kepada penulis sehingga makalah ini dapat selesai dengan baik.
Penulis sangat menyadari tentunya banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan makalah ini karena yang Maha Sempurna hanyalah milik Allah SWT.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun
demi perbaikan dalam tulisan di masa yang akan datang. Akhirnya, dengan
mengharapkan ridho Allah SWT semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
i
Indralaya, September 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................... 1
1.3 Tujuan Makalah........................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................ 3
2.1 Pengertian Heat Stress.............................................. 3
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Heat Stress ............................................................... 4
2.3 Jenis-jenis Heat Stress.............................................. 6
2.4 Mekanisme Tubuh Ketika Suhu Tubuh Berubah..... 7
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh................. 8
2.6 Pengukuran Heat Stress............................................ 10
2.7 Kriteria Paparan heat Stres....................................... 12
2.8 Pencegahan dan Pengendalian Heat Stres................ 13
2.9 Pengetian Spirometri ............................................... 16
2.10 Klasifikasi gangguan ventilasi
(% nilai prediksi)...................................................... 17
2.11 Tujuan pemeriksaan spirometri................................ 18
2.12 Manuver Spirometri.................................................. 18
2.13 Pemeriksaan Spirometri............................................ 19
2.14 Persiapan yang dilakukan sebelum
pemeriksaan spirometri............................................. 20
2.15 Cara Kerja Spirometri............................................... 21
ii
2.16 Interpretasi Pemeriksaan Spirometri........................ 22
BAB III PENUTUP..................................................................... 25
3.1 Kesimpulan............................................................... 25
3.2 Saran........................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA.................................................................. 27
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu masalah kesehatan pada manusia yang terjadi di lingkungan
sekitar adalah masalah panas. Panas adalah suatu keadaan di lingkungan dengan
suhu tinggi. Pada manusia, panas berkaitan dengan suhu tubuh. Suhu tubuh
manusia yang dapat dirasakan tidak hanya berasal dari metabolisme tetapi
dipengaruhi oleh panas lingkungan. Semakin tinggi panas lingkungan, semakin
besar pula pengaruhnya terhadap suhu tubuh. Beban panas dari lingkungan
tersebut dapat menyebabkan beban fisiologis, misalnya meningkatnya kerja
jantung. Jika peningkatan kerja jantung terjadi secara terus-menerus dan tidak
dilakukan penanganan lebih lanjut, maka kondisi tersebut dapat menyebabkan
kematian.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini,yaitu:
1. Apa pengertian dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi heat stress?
2. Bagaimana mekanisme panas tubuh dan efek panas pada manusia?
3. Apa kriteria paparan heat stress?
4. Bagaimana cara pengendalian dan pencegahan heat stress?
5. Apa pengertian, tujuan, dan manuver spirometri?
6. Bagaimana cara kerja pemeriksaan pada spirometri?
1
1.3 Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu :
1. Untuk menambah wawasan bagi pembaca mengenai heat stress dan spirometri.
2. Untuk menambah kepustakaan bagi penulis.
3. Untuk lebih mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi heat stress dan cara
pemeriksaan spirometer
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Heat Stress
Heat Stress adalah Reaksi fisik dan fisiologis pekerja terhadap suhu yang
berada diluar kenyamanan bekerja. Paparan panas terhadap tubuh dapat berasal
dari lingkungan kerja (panas eksternal), panas yang berasal dari aktivitas kerja
(panas internal) dan panas karena memakai pakaian yang terlalu tebal. Heat stress
terjadi apabila tubuh sudah tidak mampu menyeimbangkan suhu tubuh normal
karena besarnya beban panas dari luar. Jika tubuh terpapar panas, maka sistem
yang ada didalam tubuh akan menpertahankan suhu tubuh internal agar tetap pada
suhu normal (36-38 C) dengan cara mengalirkan darah lebih banyak kekulit dan
mengeluarkan cairan atau keringat. Pada saat demikian jantung bekerja keras
memompa darah ke kulit untuk mendinginkan tubuh, sehingga darah lebih banyak
bersirkulasi di daerah kulit luar. Ketika suhu lingkungan mendekati suhu tubuh
normal, maka pendinginan makin sulit dilakukan oleh sistem tubuh. Jika suhu luar
sudah berada diatas suhu tubuh maka sirkulasi darah dan keringat yang keluar
tidak mampu menurunkan suhu tubuh kensuhu normal. Dalam kondisi seperti ini,
jantung terus memompa darah ke permukaan tubuh, kelenjar keringat terus
mengeluarkan cairan yang mengandung elektrolit ke permukaan kulit dan
penguapan keringat menjadi cara yang efektif untuk mempertahankan suhu tubuh
agar tetap konstan. Namun jika kelembaban udara cukup tinggi, maka keringat
tidak dapat menguap dan suhu tubuh tidak dapat dipertahankan, dalam kondisi ini
tubuh mulai terganggu. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan individu untuk
3
bekerja dilingkungan panas. Dengan banyaknya darah mengalir kekulit luar, maka
pasokan darah ke otak, otot-otot aktif dan organ internal lainnya menjadi
berkurang sehingga kelelahan dan penurunan kekuatan tubuh mulai lebih cepat
terjadi. Konsentrasi bekerja juga mulai terganggu.
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Heat Stress
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Heat Stress meliputi : aklimatisasi,
umur, jenis kelamin, perbedaan suku bangsa, ukuran tubuh dan gizi.
a. Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang ditandai dengan
pengeluaran keringat, penurunan denyut nadi, dan penurunan suhu tubuh sebagai
akibat pembentukan keringat. Aklimatisasi terhadap suhu tinggi merupakan hasil
penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Untuk aklimatisasi terhadap
panas ditandai dengan penurunan frekuensi denyut nadi dan suhu tubuh yang
dilakukan dengan pembentukan keringat.
b.Umur
Daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun pada usia tua. Orang
yang lebih tua akan memproduksi keringat lebih lambat dibandingkan dengan
orang yang lebih muda, sehingga orang yang lebih tua memerlukan waktu yang
lama untuk mengembalikan suhu tubuh menjadi normal setelah terpapar panas.
c. Jenis Kelamin
Adanya perbedaan kecil aklimatisasi antara laki-laki dan wanita. Wanita
tidak dapat beraklimatisasi dengan baik seperti laki-laki. Hal ini dikarenakan
mereka mempunyai kapasitas kardiovaskuler yang lebih kecil.
4
d. Perbedaan Suku Bangsa
Perbedaan aklimatisasi yang ada diantara kelompok suku bangsa adalah
kecil. Hal ini dikarenakan perbedaan ukuran tubuh. Faktor lain yang dapat
mempengaruhinya adalah pigmen kulit, aktivitas/keaktivan kelenjar berdasarkan
genetic, dsb.
e. Ukuran Tubuh
Adanya perbedaan ukuran tubuh akan mempengaruhi reaksi fisiologis
tubuh terhadap panas. Laki-laki dengan ukuran tubuh yang lebih kecil dapat
mengalami tingkatan heat stress yang relatif lebih besar. Hal ini dikarenakan
mereka mempunyai kapasitas kerja maksimal yang lebih kecil
f. Gizi (Nutrition)
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,
serta menghasilkan energi.Seseorang yang status gizinya jelek akan menunjukkan
respon yang berlebihan terhadap tekanan panas, hal ini disebabkan karena sistem
kardiovaskuler yang tidak stabil.
5
2.3 Jenis-jenis Heat Stress
Jenis heat stress terdiri dari 4 bagian yaitu heat stroke, heat cramps, heat
syncope dan heat rash.
a. Heat stroke: Gejala heat stress yang paling parah. Bercirikan suhu tubuh yang
meningkat secara tiba-tiba hingga 106 F, tidak sadarkan diri dan sakit kepala.
Pertolongan yang dapat dilakukan adalah berbaring di tempat dingin, diberi
minuman dan mendatangkan tim medis.
b. Heat cramps : Gejala heat stress yang menyerang otot manusia. Disebabkan
sebagian besar karena hilangnya mineral-mineral tubuh akibat panas.
Gejalanya adalah kram otot dan sampai tidak sadarkan diri. Pertolongan yang
dapat dilakukan adalah mengistirahatkan penderita dan mencari bantuan
medis
c. Heat Syncope : Akibat seseorang tidak dapat menyesuaikan diri dengan suatu
kondisi lingkungan yang panas secara tiba-tiba. Gejalanya adalah keringat
dingin, pucat hingga kehilangan kesadaran. Pertolongan yang dapat dilakukan
adalah segera membawa penderita ke lingkungan yang lebih sejuk dan cari
bantuan medis
d. Heat Rash : adanya suatu keadaan pada kulit akibat panas. Gejalanya seperti
kulit yang menjadi kemerahan, bentol-bentol, gatal-gatal. Pertolongan yang
dapat dilakukan adalah dengan beristirahat di tempat yang lebih sejuk.
6
2.4 Mekanisme Tubuh Ketika Suhu Tubuh Berubah
1. Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh meningkat yaitu :
a. Vasodilatasi
Vasodilatasi pembuluh darah perifer hampir dilakukan pada semua area
tubuh. Vasodilatasi ini disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada
hipotalamus posterior yang menyebabkan vasokontriksi sehingga terjadi
vasodilatasi yang kuat pada kulit, yang memungkinkan percepatan
pemindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak.
b. Berkeringat
Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek peningkatan suhu yang
melewati batas kritis, yaitu 37°C. pengeluaran keringat menyebabkan
peningkatan pengeluaran panas melalui evaporasi. Peningkatan suhu tubuh
sebesar 1°C akan menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak
sehingga mampu membuang panas tubuh yang dihasilkan dari metabolisme
basal 10 kali lebih besar. Pengeluaran keringat merupakan salh satu
mekanisme tubuh ketika suhu meningkat melampaui ambang kritis.
Pengeluaran keringat dirangsang oleh pengeluaran impuls di area preoptik
anterior hipotalamus melalui jaras saraf simpatis ke seluruh kulit tubuh
kemudian menyebabkan rangsangan pada saraf kolinergic kelenjar keringat,
yang merangsang produksi keringat. Kelenjar keringat juga dapat
mengeluarkan keringat karena rangsangan dari epinefrin dan norefineprin.
c. Penurunan pembentukan panas
Beberapa mekanisme pembentukan panas, seperti termogenesis kimia dan
menggigil dihambat dengan kuat.
7
2. Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh menurun, yaitu :
a. Vasokontriksi kulit di seluruh tubuh
Vasokontriksi terjadi karena rangsangan pada pusat simpatis hipotalamus
posterior.
b. Piloereksi
Rangsangan simpatis menyebabkan otot erektor pili yang melekat pada
folikel rambut berdiri. Mekanisme ini tidak penting pada manusia, tetapi pada
binatang tingkat rendah, berdirinya bulu ini akan berfungsi sebagai isolator
panas terhadap lingkungan.
c. Peningkatan pembentukan panas
Pembentukan panas oleh sistem metabolisme meningkat melalui mekanisme
menggigil, pembentukan panas akibat rangsangan simpatis, serta peningkatan
sekresi tiroksin.
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh
Suhu tubuh dipengaruhi oleh faktor-fktor berikut:
a. Kecepatan Metabolisme Basal
Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini memberi
dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula karena
sangat berkaitan dengan metabolisme tubuh.
b. Rangsangan saraf simpatis
Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan keceatan metabolisme
menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat
mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme.
Hampir seluruh metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya,
8
rangsangan saraf simpatis ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan
peningkatan produksi epineprin dan noreneprin yang meningkatkan
metabolisme.
c. Hormone Pertumbuhan
Kormone pertumbuhan daat menyebabkan peningkatan kecepatan
metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya, produksi panas tubuh juga
meningkat.
d. Hormone Tiroid
Fungsi Tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hampir semua reaksi kimia
dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju
metabolisme menjadi 50-100% diatas normal.
e. Hormone Kelamin
Hormone kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal
kira-kira 10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi
panas. Pada perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari laki-laki karena
pengeluaran hormone progesteron pada masa ovulasi meningkatkan suhu
tubuh sekitar 0,3-0,6 derjat celcius diatas suhu basal.
f. Gangguan Organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat
menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan.
Berbagai zat pirogen yang dikeluarkan pada saat terjadi infeksi dapat
merangsang peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar
keringat yang sedikit juga dapat menyebabkan mekanisme pengaturan suhu
tubuh terganggu.
9
g. Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas
tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin.
Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena panas diedarkan
melalui pemuluh darah dan juga disuplai langsung ke fleksus arteri kecil
melalui anastomosis arteriovenosa yang megandung banyak otot.
2.6 Pengukuran Heat Stress
Sesuai keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51, tahun 1999 tentang NAB
faktor fisika ditempat kerja menggunakan parameter ISBB (Indeks Suhu Basah
dan Bola) dengan terminasi inggris WBGT (Wet Bulb Temperature Index) atas
ketentuan sebagai berikut:
a. Iklim Kerja : Hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan
udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga
kerja sebagai akibat pekerjaannya.
b. Nilai Ambang Batas (NAB) : standar faktor tempat kerja yang dapat diterima
tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam
pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam
seminggu.
c. Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) : parameter untuk menilai tingkat ikim kerja
yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah
alami, dan suhu bola.
d. Suhu Udara Kering (Dry Bub Temperature) : suhu yang ditunjukan oleh
termometer suhu kering.
10
e. Suhu Basah Alami (Natural Wet Bulb Temperature) : suhu yang ditunjukan
oleh termometer bola basah alami. Merupakan suhu penguapan air yang pada
suhu yang sama menyebabkan terjadinya keseimbangan uap air di udara, suhu
ini biasanya lebih rendah dari suhu kering.
f. Suhu Bola (Globe Temperature) : suhu yang ditunjukan oleh termometer
bola. Suhu ini sebagai indikator tingkat radiasi.
ISBB untuk pekerjaan diluar ruangan dengan panas radiasi adalah:
ISBB untuk pekerjaan didalam ruangan tanpa panas radiasi adalah:
NAB iklim kerja yang menggunakan parameter ISBB dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 01: NAB Iklim Kerja
Pengaturan Waktu Kerja Setiap Jam
ISBB (°C)
Waktu Kerja Waktu Istirahat
Beban KerjaRingan Sedang Berat
Kerja terus menerus (8 jam sehari)
30.0 26.7 25.0
75% 25% 30.6 28.0 25.9
50% 50% 31.4 29.4 27.9
25% 75% 32. 31.1 30.0
Sumber : KepMenaker 51/199 pasal 2
11
ISBB = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,2 Suhu Bla + 0,1 Suhu Kering
ISBB = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,3 Suhu Bola
2.7 Kriteria Paparan heat Stres
ACGIH (American Conference of Industrial Hygienist) memberikan nilai
ambang batas (NAB) untuk paparan bekerja di lingkungan panas. Tujuan dari
penentuan NAB adalah untuk menjaga agar suhu tubuh berada pada kondisi
normal atau dibawah 38 deg C.
Nilai temperature yang tercantum didalam table diatas adalah merupakan
hasil pengukuran dengan menggunakan heat stress monitoring atau dikenal
dengan WBGT. Nilai WGBT merupakan fungsi dari kelembaban radiasi panas
dan temperature normal. Jadi tidak bisa hanya diukur dengan thermometer biasa
dan kemudian digunakan pada table diatas. Cara membaca table diatas: Kolom
acclimated adalah untuk pekerja yang sudah terbiasa bekerja pada lingkungan
panas dan Un-acclimated adalah untuk pekerja yang belum terbiasa bekerja
dengan lingkungan panas atau pekerja baru. Biasanya kondisi daya tahan tubuh
seseorang bisa menurun jika sudah lama tidak bekerja pada lingkungan panas,
maka dalam hal ini digunakan kolom un-acclimated. Jika hasil pembacaan WBGT
12
adalah 28.5 deg C, maka untuk pekerja yang sudah biasa dengan lingkungan
panas (acclimated) boleh 50% bekerja dan 50% istirahat untuk kategori pekerjaan
berat dalam setiap jamnya, jika pekerjaan sedang maka 75% bekerja dan 25%
istirahat dalam setiap jamnya. Namun untuk pekerja yang un-acclimated maka
25% bekerja dan 75% istirahat untuk pekerjaan berat dalam setiap jamnya, atau
50% bekerja dan 50% istirahat untuk pekerjaan sedang dalam setiap jamnya.
Definisi beban kerja menurut ACGIH adalah sebagai berikut:
a. Kerja ringan : Adalah pekerjaan dengan menggunakan mesin dan tidak
menggunakan tenaga, pekerja berdiri atau duduk dalam
mengoperasikan mesin tersebut.
b. Kerja Sedang : Berjalan sambil mengangkat atau mendorong benda dengan
berat sedang seperting scrubbing dalam posisi berdiri.
c. Berat : Menyekop pasir Bering, memotong dengan gergaji.
d. Sangat berat : Menyekop pasir basah.
2.8 Pencegahan dan Pengendalian Heat Stres
Dalam beberapa kasus, Heat stress bisa dicegah, atau setidaknya resiko
penyebab heat stress dapat dikurangi. Berikut beberapa cara pencegahan dan
pengendalian heat stres:
a. Engineering Control
Beberapa engineering control dapat membantu mengurangi paparan panas.
Diantaranya :
1. Ventilasi umum, dan ventilasi setempat di area yang memiliki panas yang
tinggi
13
2. Pelindung dari pancaran panas yang berasal dari tungku pembakaran atau
mesin
3. Menghilangkan kebocoran uap
4. Menggunakan kipas pendingin atau alat pendingin personal seperti rompi
penyejuk
5. Menggunakan tenaga alat untuk mengurangi pengoperasian mnual oleh
pekerja
b. Work Practises
1. Pakaian
Menggunakan pakaian yang longgar, berwarna terang, dan ringan seperti
katun, untuk memungkinkan keringat menguap. Warna terang menyerap
panas lebih sedikit dibandingkan dengan warna gelap. Ketika bekerja di
luar, gunakan topi berwarna terang dan ringan dengan tepian yang bagus
(cukup lebar) untuk melindungi kepala dan wajah dari sinar matahari.
2. Minum
Minum banyak cairan, terutama jika urin berwarna kuning pekat, untuk
menggantikan cairan yang hilang akibat berkeringat. Air dan minuman
elektrolit sangat direkomendasikan. Karena kafein adalah diuretic
(menyebabkan sering buang air kecil), minuman seperti cola, teh, dan kopi
harus dihindari. Haus adalah tanda yang jelas bahwa tubuh membutuhkan
cairan. Ketika melakukan pekerjaan berat, sangat baik untuk menghirup
(menyedot) daripada meneguk cairan.
14
3. Jadwal bekerja
Jika mungkin, pekerjaan berat harus dijdwalkan pada saat paling sejuk
pada hari itu. Jika tidak bisa, kurangi beban bekerja, atau bekerja ditempat
yang kondisinya sejuk. Ketika index kelembaban antara 84-93 (warning
zone), coba untuk mengurangi jumlah jam kerja di kondisi panas, dengan
mengurangi setengah dari jam kerja normal. Ketika indeks temperatur
kelembaban 94 atau lebih (Danger Zone), jumlah jam kerja di kondisi
panas harus lebih dikurangi lagi, dengan hanya bekerja seperempat dari
jam kerja normal.
4. Aklimasi (Penyesuaian diri dengan lingkungan baru) : Pekerja baru dan
pekerja yang kembali setelah absen dua minggu atau lebih harus
menyesuaikan diri selama 5 hari terhadap panas. Dimulai dengan 50
persen dari kerja normal dan waktu paparan pada hari pertama dan
meningkat secara bertahap hingga 100 persen pada hari ke 5.
5. Berat Tubuh
Pekerja kan memiliki resiko yang besar terkena heat stress jika mereka
kehilangan lebih dari 1,5% berat tubuh dalam satu hari akibat berkeringat.
c. Alat PengamanDiri (APD)
Ketika suatu pekerjaan harus berlangsung di tempat yang panas, sitem
pendingin personal akan mengurangi resiko heat stress. Ada beberapa system
yang tersedia melalui catalog kesehatan dan keamanan, seperti berikut ini :
1. Pakaian pemantul panas akan mengurangi masalah pancaran dari sumber
panas, seperti dari tungku pembakaran. Tetapi, jika pekerja benar-benar
15
tertutupi, maka pekerja tersebut akan mengalami masalah penguapan
keringat.
2. Rompi/jaket pendingin akan memindahkan panas dari kulit. Rompi/jaket
ini relative murah dan memungkinkan pekerja untuk bergerak bebas
3. Sistem cairan pendingin juga dapat memindahkan panas dari kulit. Cairan
dingin mengalir dalam pakaian disekujur tubuh dan membawa panas
keluar
d. Pelatihan
Pekerja dan pengawas harus dilatih untuk bias mendeteksi tanda awal heat
stress. Pekerja harus mengerti kebutuhan untuk mengganti cairan dan garam dari
berkeringat dan menydari tanda dehidrasi, pingsan, heat cramps, heat exhaustion,
dan heat stroke. Pengawas harus mengawasi tanda-tanda heat stress dan
memberikan pekerja untuk menghentikan pekerjaannya jika mereka merasa sangat
tidak nyaman. Pengawas harus memastikan bahwa jadwal bekerja harus sesuai
dengan masa istirahat dan memastikan cairan selalu tersedia. Mereka harus
menggunakan engineering control yang tepat, menggunakan alat pengaman diri,
dan pelatihan bekerja untuk mengurangi resiko terkena heat stress.
2.9 Pengetian Spirometri
Spirometri adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur secara
obyektif kapasitas/fungsi paru (ventilasi) pada pasien dengan indikasi medis. Alat
yang digunakan disebut spirometer.Spirometri merupakan suatu metode sederhana
yang dapat mengukur sebagian terbesar volume dan kapasitas paru- paru.
Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan
kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa atau Forced Expiratory Volume
16
(FEV) adalah volume dari udara yg dihembuskan dari paru- paru setelah inspirasi
maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu.
Biasanya diukur dalam 1 detik (FEV1) . Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital
Capacity (FVC) adalah volume total dari udara yg dihembuskan dari paru- paru
setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum.
Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru
secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi
dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif
(hambatan pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan
fungsi paru obstruktif bila nilai FEV1 kurang dari 75% dan menderita gangguan
fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan
nilai standar.
2.10 Klasifikasi gangguan ventilasi (% nilai prediksi)
a. Gangguan restriksi : Vital Capacity (VC) < 80% nilai
prediksi; FVC < 80% nilai prediksi
b. Gangguan obstruksi : FEV1 < 80% nilai prediksi; FEV1/FVC
< 75% nilai prediksi
c. Gangguan restriksi dan obstruksi : FVC < 80% nilai prediksi; FEV1/FVC <
75% nilai prediksi.
Bentuk spirogram adalah hasil dari spirometri. Beberapa hal yang
menyebabkan spirogram tidak memenuhi syarat :
1. Terburu-buru atau penarikan nafas yang salah
2. Batuk
3. Terminasi lebih awal
17
4. Tertutupnya glottis
5. Ekspirasi yang bervariasi
6. Kebocoran
Setiap pengukuran sebaiknya dilakukan minimal 3 kali. Kriteria hasil
spirogram yang reprodusibel (setelah 3 kali ekspirasi) adalah dua nilai FVC dan
FEV1 dari 3 ekspirasi yang dilakukan menunjukkan variasi/perbedaan yang
minimal (perbedaan kurang dari 5% atau 100 mL)
2.11 Tujuan pemeriksaan spirometri
a. Menilai status faal paru (normal, restriksi, obstruksi, campuran)
b. Menilai manfaat pengobatan
c. Memantau perjalanan penyakit
d. Menentukan prognosis
e. Menentukan toleransi tindakan bedah
2.12 Manuver Spirometri
Hasil spirometri berupa spirogram yaitu kurva volume paru terhadap
waktu akibat manuver yang dilakukan subjek. Usaha subjek diobservasi di layar
monitor untuk meyakinkan bahwa usaha yang dilakukan subjek benar dan
maksimal.
1. Manuver KV, subjek menghirup udara sebanyak mungkin dan kemudian
udara dikeluarkan sebanyak mungkin tanpa manuver paksa.
2. Manuver KVP, subjek menghirup udara sebanyak mungkin dan kemudian
udara dikeluarkan dengan dihentakkan serta melanjutkannya sampai ekspirasi
maksimal. Apabila subjek merasa pusing maka manuver segera dihentikan
18
karena dapat menyebabkan subjek pingsan. Keadaan ini disebabkan oleh
gangguan venous return ke rongga dada.
3. Manuver VEP1 (volume ekspirasi paksa detik pertama). Nilai VEP1 adalah
volume udara yang dikeluarkan selama 1 detik pertama pemeriksaan KVP.
Manuver VEP1 seperti manuver KVP.
4. Manuver APE (arus puncak ekspirasi). APE adalah kecepatan arus ekpirasi
maksimal yang dapat dicapai saat ekspirasi paksa. Tarik napas semaksimal
mungkin, hembuskan dengan kekuatan maksimal segera setelah kedua bibir
dirapatkan pada mouthpiece.
5. Manuver MVV (maximum voluntary ventilation). MVV adalah volume udara
maksimal yang dapat dihirup subjek. Subjek bernapas melalui spirometri
dengan sangat cepat, kuat dan sedalam mungkin selama minimal 10-15 detik
2.13 Pemeriksaan Spirometri
Pemeriksaan spirometri merupakan pemeriksaan yang harus dilakukan
dalam menegakkan diagnosis dan evaluasi pada penderita asma dengan usia lebih
dari 5 tahun. Spirometri memberikan informasi yang objektif kepada dokter. Pada
pemeriksaan spirometri dapat diidentifikasi hambatan aliran udara pernapasan,
derajat keparahan dan short term reversibility. Melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik seorang dokter dapat memprediksikan adanya gangguan pada
pernapasan, namun penggunaan spirometri dalam penegakan diagnosis akan lebih
akurat dan objektif. The American Thoracic Society (ATS) dan The National
Health and Nutrition Examinatin Survey (NHNES) merekomendasikan
pemeriksaan spirometri sebagai bagian dari diagnosis dan evaluasi pasien asma.10
Pada tahun 2007, National Asthma Education and Prevention Program’s Expert
19
Panel Report 3 juga menetapkan spirometri sebagai guideline untuk diagnosis dan
manajemen asma. Adanya obstruksi pada saluran napas didapatkan forced
expiratory ratio <70% pada pemeriksaan spirometri. Pemeriksaan spirometri telah
banyak digunakan pada pelayanan kesehatan. Teknik yang sederhana mampu
menginterpretasikan hasil yang akurat sehingga diharapkan mampu membantu
penegakan diagnosis dan evaluasi asma dan mengurangi bertambahnya
perburukan klinis pada pasien (Desmawati, 2013).
2.14 Persiapan yang dilakukan sebelum pemeriksaan spirometri
1. Operator, harus memiliki pengetahuan yang memadai, tahu tujuan
pemeriksaan dan mampu melakukan instruksi kepada subjek dengan manuver
yang benar
2. Persiapan alat, spirometer harus telah dikalibrasi untuk volume dan arus udara
minimal 1 kali seminggu
3. Persiapan subjek, selama pemeriksaan subjek harus merasa nyaman. Sebelum
pemeriksaan subjek sudah tahu tentang tujuan pemeriksaan dan manuver
yang akan dilakukan. Subjek bebas rokok minimal 2 jam sebelumnya, tidak
makan terlalu kenyang, tidak berpakaian terlalu ketat, penggunaan obat
pelega napas terakhir 8 jam sebelumnya untuk aksi singkat dan 24 jam untuk
aksi panjang.
4. Kondisi lingkungan, ruang pemeriksaan harus mempunyai sistem ventilasi
yang baik dan suhu udara berkisar antara 17 – 40 0C
20
2.15 Cara Kerja Spirometri
Sebenarnya cara kerja spirometer cukup mudah yaitu sesorang disuruh
bernafas (menarik nafas dan menghembuskan nafas) di mana hidung orang itu
ditutup. Tabung yang berisi udara akan bergerak naik turun, sementara itu drum
pencatat bergerak putar (sesuai jarum jam) sehingga pencatat akan mencatat
sesuai dengan gerak tabung yang berisi udara.
Hasil pencatatan akan terlihat seperti gambar di bawah ini.
Pada waktu istirahat, spirogram menunjukkan volume udara paru-paru 500
ml. Keadaan ini disebut tidal volume. Pada permulaan dan akhir pernafasan
terdapat keadaan reserve; akhir darisuatu inspirasi dengan suatu usaha agar
21
mengisi paru-paru dengan udara, udara tambahan ini disebut inspiratory reserve
volume, jumlahnya sebanyak 3.000 ml. Demikian pula akhir dari suatu respirasi,
usaha dengan tenaga untuk mengeluarkan udara dari paru-paru, udara ini disebut
dengan expiratory reserve volume yang jumlahnya kira-kira 1.100 ml. Udara yang
tertinggal setelah ekspirasi secara normal disebut fungtional residual capacity
(FRC). Seorang yang bernapas dalam keadaan baik inspirasi maupun ekspirasi,
kedua keadaan yang ekstrim ini disebut vital capacity.
Dalam keadaan normal, vital capacity sebanyak 4.500 ml. Dalam keadaan
apapun paru-paru tetap mengandung udara, udara ini disebut residual volume
(kira-kira 1.000 ml) untuk orang dewasa.
Untuk membuktikan adanya residual volume, penderita disuruh bernafas
dengan mencampuri udara dengan helium, kemudian dilakukan pengukuran fraksi
helium pada waktu ekspirasi. Di klinik biasanya dipergunakan spirometer.
Penderita disuruh bernafas dalam satu menit yang disebut respiratory minute
volume. Maksimum volume udara yang dapat dihirup selama 15 menit disebut
maximum voluntary ventilation. Maksimum ekspirasi setelah maksimum inspirasi
sangat berguna untuk mengetes penderita emphysema dan penyakit obstruksi jalan
pernafasan. Penderita normal dapat mengeluarkan udara kira-kira 70% dari vital
capacity dalam 0.5 detik.; 85% dalam satu detik; 94% dalam 2 detik; 97%.
2.16 Interpretasi Pemeriksaan Spirometri
Interpretasi dari hasil spirometri biasanya langsung dapat dibaca dari print
out setelah hasil yang didapat dibandingkan dengan nilai prediksi sesuai dengan
tinggi badan, umur, berat badan, jeniskelamin, dan ras yang datanya telah terlebih
dahulu dimasukkan ke dalam spirometer sebelum pemeriksaan dimulai.
22
Tabel Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fungsi Paru
RESTRIKTIFFVC/nilai prediksi (%)
PENGGOLONGAN OBSTRUKTIFFEV1/FVC (%)
≥ 8060 – 7930 – 59
< 30
NORMALRINGANSEDANGBERAT
≥ 7560 – 7430 – 59
< 30
Interpretasi Hasil Pemeriksaan Spirometri dapat dikategorikan sebagai
berikut :
1. Restriktif (sindrom pembatasan)
Restriktif (sindrom pembatasan) adalah gangguan pengembangan paru.
Parameter yang dilihat adalah Kapasitas Vital (VC) dan Kapasitas Vital Paksa
(FVC). Biasanya dikatakan restriktif adalah jika Kapasitas Vital Paksa (FVC) <
80% nilai prediksi.
2. Obstruktif (sindrom penyumbatan)
Obstruktif adalah setiap keadaan hambatan aliran udara karena adanya
sumbatan atau penyempitan saluran napas. Sindrom penyumbatan ini terjadi
apabila kapasitas ventilasi menurun akibat menyempitnya saluran udara
pernafasan. Biasanya ditandai dengan terjadi penurunan FEV1 yang lebih besar
dibandingkan dengan FVC sehingga rasio FEV1/FVC kurang dari 80%.
Pengetahuan mengenai faal paru seseorang penderita penyakit paru amat penting
23
untuk mengetahui tingkat invaliditas pernapasan, disamping itu juga penting
untuk program pengobatan selanjutnya dan kepentingan rehabilitasi.
Pemeriksaan faal paru merupakan suatupemeriksaan yang lebih peka
untuk mengetahui perubahan patologi dari saluran napas dibanding dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan radiologik.
Infeksi tuberkulosis pada paru akan mengakibatkan kelainan parenkim
paru antara lain fibrosis dan bila mengenai pleura akan menyebabkan pleuritis.
Hal ini akan mengakibatkan kelainan faal paru yang bersifat restriktif. Kelainan
yang terjadi di bronkus seperti bronkitis atau endobronkitis dan bronkostenosis
akan menimbulkan kelainan obstruktif.
Kelainan obstruktif adalah setiap keadaan hambatan aliran udara karena
adanya sumbatan atau penyempitan saluran napas. Pada kelainan faal paru
obstruktif seperti bronchitis kronik atau emfisema, terjadi penurunan FEV1 yang
lebih besar dibandingkan dengan FVC sehingga rasio FEV1/FVC kurang dari
80%. Pada kelainan restriktif (misal Tb paru), maka FEV1 dan FVC atau VC
mengalami penurunan dengan perbandingan FEV1/FVC tetap sekitar 80% atau
lebih.
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu sebagai berikut :
a. Heat Stress adalah Reaksi fisik dan fisiologis pekerja terhadap suhu yang
berada diluar kenyamanan bekerja.
b. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Heat Stress meliputi aklimatisasi,
umur, jenis kelamin, perbedaan suku bangsa, ukuran tubuh dan gizi.
c. Spirometri adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur secara
obyektif kapasitas/fungsi paru (ventilasi) pada pasien dengan indikasi
medis.
d. Cara kerja spirometri cukup mudah yaitu sesorang disuruh bernafas
(menarik nafas dan menghembuskan nafas) di mana hidung orang itu
ditutup. Tabung yang berisi udara akan bergerak naik turun, sementara itu
drum pencatat bergerak putar (sesuai jarum jam) sehingga pencatat akan
mencatat sesuai dengan gerak tabung yang berisi udara.
3.2 Saran
Dalam beberapa kasus, Heat stress bisa dicegah atau setidaknya resiko
penyebab heat stress dapat dikurangi. Beberapa cara pencegahan dan
pengendalian heat stres yaitu beberapa engineering control dapat membantu
mengurangi paparan panas; menggunakan pakaian yang longgar, berwarna terang,
dan ringan seperti katun, untuk memungkinkan keringat menguap; minum banyak
25
cairan, terutama jika urin berwarna kuning pekat, untuk menggantikan cairan yang
hilang akibat berkeringat; aklimasi (Penyesuaian diri dengan lingkungan baru).
26
DAFTAR PUSTAKA
A, Ismail. 2011. Heat Stress. (Online). (http://healthsafetyprotection.com/heat-stress/. diakses pada tanggal 25 September 2013).
Anonim. 2009. Termogulasi Pengaturan Suhu Tubuh. (Online). (http://firebiology07.wordpress.com/2009/04/21/termoregulasi-pengaturan-suhu-tubuh/, diakses tanggal 22 September 2013).
Anonim. 2013. Heat Stress. (Online). (http://www.tirta.co.id/?page_id=190&lang=id, diakses tanggal 22 September 2013).
Anonim. 2013. Heat Stress. (Online). (http://web.princeton.edu/sites/ehs/heatstress/heatstress.html, diakses tanggal 25 September 2013).
Anonim. 2013. Interpretasi Pemeriksaan Spirometri. (Online). (http://www.glorianet.org/arsip/b4401.html - 14k, diakses tanggal 25 September 2013).
Anonim. 2013. Jenis Heat Stres. (Online). (http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/import/1262.pdf, diakses tanggal 25 September 2013).
Anonim. 2013. Pemeriksaan Spirometri. (Online). (http://www.scribd.com/doc/97823197/Pemeriksaan-Spirometri, diakses tanggal 25 September 2013).
Anonim. 2013. Pengertian Heat Stress. (Online). (http://healthsafetyprotection.com/heat-stress/, diakses tanggal 25 September 2013).
Anonim. 2013. Spirometri. (Online). (http://www.klikparu.com/2013/01/spirometri.html, diakses tanggal 22 September 2013).
Arief, Latar Muhamad. Monitoring Lingkungan Kerja Tekanan Panas/Heat Stress. Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat, Peminatan Keselamatn dan Kesehatan Kerja Universitas Esa Unggul.
Aya,. A. 2010. Pengaturan Suhu Tubuh. (Online). (http://www.duniaperawat.com/2011/04/metabolisme-suhu-tubuh.html, diakses tanggal 22 September 2013).
Depnakertrans. 2005. Modul Pelatihan Pemeriksaan Kesehatan Kerja.
Desmawati, dkk. 2013. Gambaran Hasil Pemeriksaan Spirometri Pada Pasien Asma Bronkial Di Poliklinik Paru Rsud Arifin Achmad Pekanbaru. (Onpine).(repository.unri.ac.id/bitstream/.../1/Desmawati%20(0908120346).pdf, diakses tanggal 22 September 2013).
Prodia. 2012. Spirometri. (Online). (http://prodia.co.id/pemeriksaan-penunjang/ spirometri, diakses pada tanggal 24 September 2013).
27
RSU Bunda Margonda. 2013. Pemeriksaan Spirometri. (Online). (http://bunda.co.id/ rsubundamargonda/?page_id=82, diakses pada tanggal 24 September 2013).
Triyanti, Firy. 2007. Hubungan Faktor-Faktor Heat Stress Dengan Terjadinya Kristalisasi Urin Pada pekerja Binatu Dan Dapur Hotel x Medan. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.
Wikipedia. 2012. Spirometry. (Online). (http://en.wikipedia.org/wiki/Spirometry, diakses pada tanggal 24 September 2013).
Zahra, listyendah Nurulbaiti. 2013. Heat Stress. (Online).(xa.yimg.com/kq/groups/73471151/2009408272/.../HEAT+STRESS, diakses pada tanggal 25 September 2013.
28
Recommended