View
84
Download
13
Category
Preview:
Citation preview
Tinjauan Kepustakaan I
6 Januari 2014
HIGH POWER LASER THERAPY
Disusun oleh : dr. Dian Herdiansyah
Pembimbing : dr. Tertianto Prabowo, SpKFR
Penguji : dr. Sunaryo B.S., SpKFR
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RSUP DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
20141
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................5
BAB II PENGETAHUAN DASAR LASER..................................................................................7
2.1 Sejarah LASER......................................................................................................................7
2.2 Pengetahuan Dasar LASER...................................................................................................8
2.2.1 LASER............................................................................................................................8
2.2.2 Sifat Fisis LASER...........................................................................................................9
2.2.3 Karakteristik LASER....................................................................................................11
2.2.4 Komponen LASER.......................................................................................................12
2.2.5 Klasifikasi LASER.......................................................................................................13
BAB III MEKANISME KERJA LASER TERHADAP SEL.......................................................16
3.1 Sel dan Fisiologi Umum......................................................................................................16
3.1.1. Sel, Sitoplasma, dan Organela...................................................................................16
3.1.2 Stuktur Fisik Sel...........................................................................................................18
3.1.3 Sistem Fungsional Sel...................................................................................................24
3.1.4 Cedera dan Kematian Sel..............................................................................................26
3.1.5 Respon Tubuh Terhadap Peradangan...........................................................................27
3.1.6 Reaksi Iimunologis Tubuh............................................................................................27
3.2 Mekanisme Kerja LASER pada tingkat Selluler.................................................................30
3.2.1. Fotobiologi Jaringan....................................................................................................30
2
3.2.2 Spektrum Aksi..............................................................................................................31
3.2.3 Sel signaling..................................................................................................................35
3.3 Efek Terapetik LASER Terhadap Sel.................................................................................36
BAB IV TERAPI HIGH POWER LASER...................................................................................39
4.1 Dosis Terapi.........................................................................................................................39
4.2 Metoda Terapi......................................................................................................................40
4.3 Penerapan Terapi High Power LASER................................................................................41
4.3.1 Terapi High Power LASER Pada Penyembuhan Luka................................................41
4.3.2 Terapi High Power LASER Pada berbagai Indikasi Klinis..........................................41
BAB V PENUTUP........................................................................................................................44
3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Absorpsi dan Stimulasi LASER ………………………………………………..7
Gambar 2. produksi LASER ……………………………………………………………….8
Gambar 3. Skema Komponen LASER ……………………………………………………. 10
Gambar 4. Struktur Sel ……………………………………………………………………. 13
Gambar 5. Rekonstruksi sebuah sel khusus ………………………………………………. 16
Gambar 6. Struktur membran sel ………………………………………………………….17
Gambar 7. Struktur suatu mitokondria ……………………………………………………..
19
Gambar 8, Skematik Sitokrom ………………………………………………………… 22
Gambar 9. Gambaran umum Sistem Imun ………………………………………………. 25
Gambar 10. Perbedaan fungsi sistem imun nonspesifik dan spesifik …………………… 26
Gambar 11. Jendela optik dalam jaringan ………………………………………………….28
Gambar 12. Struktur Rantai Pernapasan di Mitokondria …………………………………. 29
Gambar 13. Struktur dan Cara Kerja cytochrome c oxidase ……………………………… 29
Gambar 14. Spektrum Aksi Terapi LASER pada sel ……………………………………... 30
Gambar 15. Jalur Signaling sel yang dinduksi oleh Terapi LASER ……………………… 33
Gambar 16. Proses penyembuhan luka yang dinduksi oleh Terapi High Power LASER … 38
4
DAFTAR TABEL
Table 1. Struktur dan Fungsi Organela …………………………………………………….21
Tabel 2. Perbedaan utama Imunitas Nonspesifik dan Spesifik …………………………… 25
Tabel 3. Perbedaan Imunitas Humoral dan Selular ……………………………………… 27
Tabel 4, Metoda Terapi dengan High Power LASER …………………………………….. 39
Tabel 5, Hasil Terapi dengan High Power LASER ……………………………………….. 40
Tabel 6. Hasil Pengukuran VAS ………………………………………………………….. 40
5
BAB I
PENDAHULUAN
Terapi LASER merupakan salah satu modalitas yang digunakan saat ini yang kian
menjadi semakin populer dalam penanganan berbagai kondisi medis. Laser juga telah banyak
digunakan selama bertahun-tahun untuk berbagai aplikasi medis. Aplikasinya seperti LASER
yang digunakan untuk koreksi visus pada kelainan refraksi mata, dan LASER yang digunakan
sebagai pisau bedah yang digunakan untuk melakukan operasi yang sebelumnya sangat sulit
dengan teknik tradisional. Laser juga telah digunakan dalam rehabilitasi dan terapi okupasi klinik
selama bertahun-tahun, terutama di beberapa negara Eropa. Teknologi ini sekarang lebih
terintegrasi ke dalam praktek sehari-hari di Amerika Serikat, dan Negara – Negara lainnya.1
Awalnya terapi LASER yang dibuat berupa Terapi LASER Berdaya Rendah atau disebut
juga Low Level LASER Therapy (LLLT) uga dikenal sebagai "LASER dingin" dan LASER
non-termal. LASER ini tidak memancarkan panas, suara atau getaran, dan menggunakan
pancaran merah atau LASER yang mendekati inframerah dengan panjang gelombang antara 600
dan 1000 nm dan watt 5-500 miliwatt. Terapi LASER Berdaya Rendah (LLLT) telah diteliti dan
diterapkan secara klinis selama lebih dari 30 tahun. Banyak penelitian menunjukkan keamanan
dan kemanjuran Terapi LASER Berdaya Rendah (LLLT). LASER diserap dalam jaringan, pada
gilirannya, merangsang proses metabolisme dan meningkatkan penyembuhan luka. Meskipun
Terapi LASER Berdaya Rendah (LLLT) telah banyak digunakan sebagai terapi penanganan
peradangan atau rasa sakit, akan tetapi Terapi LASER Berdaya Rendah (LLLT) terlalu lemah
untuk mencapai jaringan yang lebih dalam untuk memberikan perawatan yang efektif. Banyak
penulis telah melaporkan manfaat Terapi LASER Berdaya Rendah (LLLT) pada penyembuhan
jaringan, tetapi penulis yang lain menunjukkan bahwa tidak ada efek dalam studi klinis
mereka.2,3
Untuk menangani masalah diatas, maka digunakanlah Terapi LASER Berdaya tinggi atau
High Power LASER Therapy (HPLT), yang dikenal sebagai terapi LASER kelas IV, yang
memiliki karakteristik berupa output daya diatas 500 miliwatt. Perangkat ini memberikan tenaga
lebih daripada Terapi LASER Berdaya Rendah (LLLT) dan secara teoritis memberikan penetrasi
6
lebih dalam, dengan waktu yang lebih singkat, terhadap area perawatan yang lebih luas.
Meskipun dukungan ilmiah terhadap modalitas baru ini sedikit, Terapi LASER Berdaya tinggi
(HPLT) telah digunakan untuk berbagai indikasi termasuk nyeri, penyembuhan luka, gangguan
muskuloskeletal, dan lain-lain.2,4
7
BAB II
PENGETAHUAN DASAR LASER
2.1 Sejarah LASER
LASER banyak diterapkan dalam bidang industri, militer, ilmiah, dan linkungan medis.
Fisikawan terkenal Albert Einstein pada tahun 1916 adalah orang pertama yang mendalilkan
teori tentang konsep LASER. Karya pertama yang dibuat berupa MASER (Microwave
amplification of stimulated emission of radiation). Pada tahun 1955, Townes dan Schawlow
menunjukkan kemungkinan untuk menghasilkan emisi terstimulasi gelombang mikro optik dari
spektrum elektromagnetik, sehingga dalam pengembangan perangkat ini disebut Maser Optik.
Maser optik pertama yang bekerja dibuat pada tahun 1960 oleh Theodore Maiman ketika dia
mengembangkan LASER Ruby sintetis.5
Penggunaan LASER dalam bidang kesehatan pertama kali dilakukan oleh seorang
fisikawan Hunggaria Endre Mester pada tahun 1960an, yang melakukan Riset pada binatang
percobaan, saat itu LASER yang digunakan merupakan LASER berkekuatan lebih rendah, pada
percobaannya hewan dengan luka paska bedah yang diberikan perlakuan berupa terapi LASER
mengalami penyembuhan luka yang lebih cepat dibandingkan hewan percobaan yang tidak
diberikan perlakuan.2
Penerapan terapi LASER pada bidang kesehatan banyak dikembangkan terutama
diwilayah Eropa dan Kanada, kemudian baru pada tahun 2002 The Food and Drug
Administration (FDA) memberikan lisensi penggunaan terapi LASER berkekuatan rendah di
Amerika Serikat, pada tahun 2003 perangkat terapi LASER kelas IV high power LASER
(HPLT) secara komersial pertama dibuat oleh Avicenna LASER Technology, Inc, dan
mendapatkan lisensi dari Food and Drug Administration (FDA) pada akhir tahun 2003.3
8
2.2 Pengetahuan Dasar LASER
2.2.1 LASER
LASER merupakan akronim dari light amplification by stimulated emission of radiation. Radiasi
adalah proses dimana energi dipancarkan melalui ruang. Karakteristik umum untuk semua
bentuk energi radiasi adalah :
1) dihasilkan dengan pemberian tenaga listrik atau tenaga lainnya pada berbagai bentuk zat,
(2) dapat ditransmisikan tanpa bantuan medium yang dapat dilihat/diraba,
(3) kecepatan hantaran sama dalam medium vakum, tetapi bisa berbeda dalam medium yang
berbeda.
Arah pancaran normalnya adalah garis lurus, tetapi akan mengalami refleksi, defleksi dan
absorbsi oleh media yang dilaluinya.5,6
Dibidang kedokteran dikenal 2 macam LASER, yaitu LASER berdaya rendah ( LLLT)
dan LASER berdaya tinggi (high power LASER). LASER berdaya rendah tidak mempunyai efek
panas pada jaringan, tetapi mempunyai efek biologis yang telah lama dimanfaatkan untuk
mempercepat penyembuhan jaringan dan penatalaksanaan nyeri Sedangkan LASER berdaya
tinggi (high power LASER) didalam jaringan telah dirancang dengan pengaturan untuk
memberikan efek pemanasan topikal dengan tujuan untuk menaikkan suhu jaringan sehingga
dapat menghilangkan rasa sakit.2,7
2.2.2 Sifat Fisis LASER
Jika foton (“paket energi”) yang ditranmisikan sebagai suatu gelombang yang memiliki partikel
energi sinar diarahkan pada sebuah atom maka kemungkinan akan diabsorbsi, direfleksikan atau
ditransmisikan. Jika partikel direfleksikan atau ditransmisikan, tidak terjadi perubahan energi
sinar, tetapi jika foton diabsorbsi, terjadi peningkatan energi pada electron. Satu atau lebih
electron mengalami perubahan posisi dari orbit yang lebih dalam ke orbit yang lebih perifer.
Atom yang telah menerima energi tersebut disebut sebagai atom yang tereksitasi.5,7
9
Atom yang tereksitasi brsifat tidak stabil dan akan berusaha kembali pada keadaan semula
(ground state) dengan cara yang berbeda-beda, dalam waktu singkat, tanpa stimulasi external
lebih jauh.Fenomena ini menghasilkan emisi sinar secara spontan (spontaneous emission). Jika
sebuah foton dengan energi yang tepat menumbuk sebuah atom yang sedang dalam excited state,
atom tersebut segera akan terstimulasi untuk mengemisikan kelebihan energinya dan melakukan
transisi ke ground state. Proses ini disebut stimulated emission, dan foton yang diemisi
merupakan suatu amplifikasi radiasi yang distimulasi (amplification of stimulating radiation).
LASER bisa merupakan bentuk energi elektromagnetik yang dapat dilihat atau tidak dapat dilihat
(inframerah) dalam spektrum elektromagnetik.8,9
Gambar 1. Absorpsi dan Stimulasi LASER, diambil dari Pustaka no. 21
Dalam sebuah LASER, ketika elektron distimulasi oleh suatu sumber tenaga eksternal dengan
kecepatan tinggi, gabungan foton-foton disearahkan dalam ruang pantul (Reflecting Chamber).
Ketika menumbuk cermin pantul perak yang semipermeabel, foton-foton dipantulkan balik ke
cermin pantul (Reflecting Mirror). Refleksi foton bolak-balik antara kedua cermin melalui
medium LASER selanjutnya akan mengaktivasi sinar. Proses ini belanjut terus dengan semakin
banyak foton yang terstimulasi, hingga ruang tidak dapat lagi menampung level energy tersebut.
Akhirnya, foton dipancarkan melalui cermin semipermeabel dan keluar melalui kabel serat optik.
Serat optik adalah filament serupa benang yang terbuat dari kaca yang mengarahkan foton yang
terstimulasi kearah permukaan yang diterapi. Ketika foton melalui jaringan silindris, beberapa 10
atom yang tereksitasi dalam ruang pantul (Reflecting Chamber) mulai kembali ke ground state.
Proses emisi spontan ini, seperti yang telah disebutkan diatas, menyebabkan intensitas foton
yang diemisikan ke jaringan berkurang. 8,9
Gambar 2. produksi LASER, diambil dari pustaka no. 21
2.2.3 Karakteristik LASER
Ada 3 sifat dasar yang membedakan LASER dari sumber sinar pijar dan fluoresen (neon), yaitu
koheren, monokromatis dan pancaran yang bersifat kolimasi. Sifat koheren berarti semua foton
yang diemisi dari tiap-tiap molekul mempunyai fase panjang gelombang sama. Masing-masing
gelombang sinar “terkunci dalam langkah yang sama” dengan yang lain. Karena mempunyai fase
yang sama, gelombang-gelombang tersebut dikatakan temporally koheren. Mereka juga berjalan
dalam arah yang sama, sehingga disebut spatial koheren. Sinar yang bersifat spatial koheren
dapat difokuskan dengan lensa menjadi titik yang sangat kecil.5,8,9
11
Monokromatis didefinisikan sebagai spesifitas sinar dalam panjang gelombang tertentu
dan tunggal serta frekuensi yang sama, yang memberikan sifat murni yang tidak ditemukan pada
sumber sinar pada umumnya. Jika spesifitas ini berada dalam spectrum yang dapat dilihat, maka
akan berupa warna tunggal. Jika sinar ini dilewatkan pada sebuah prisma, maka akan keluar sinar
dengan warna yang sama seperti sinar yang masuk. Sebagai contoh, He-Ne menghasilkan warna
merah. Pancaran LASER terkolimasi dengan baik, artinya divergensi atau pemisahan foton
minimal, sehingga sinar berjalan pararel.5
2.2.4 Komponen LASER
LASER secara umum memiliki 3 komponen dasar yaitu :
1. Media Penguat atau "Gain medium".
Dapat bebentuk padat (kristal, kaca), cair (dyes atau pelarut organik), gas (helium, CO2)
atau semikonduktor. Sebuah media penguat atau Gain medium yang terdiri dari atom, molekul,
ion, dengan mekanisme pemompaan bertujuan untuk membangkitkan tingkat energi mekanik
kuantum yang lebih tinggi. Energi yang tersimpan dalam atom yang tereksitasi dapat
dipancarkan sebagai cahaya secara spontan atau dirangsang oleh cahaya yang sudah ada yang
menyebabkan amplifikasi energi cahaya.
2. Sumber Energi atau “Pompa Energi”.
Sumber Energi Dapat berupa listrik tegangan tinggi, reaksi kimia, dioda, lampu kilat atau
menggunakan LASER lagi, berbagai jenis mekanisme pompa yang digunakan memiliki tujuan
untuk memasok energi yang diberikan kepada media penguat.
3. Resonator atau “Ruang optik”
Terdiri dari rongga yang berisi media penguat, dengan 2 cermin paralel di kedua sisi.
Salah satu cermin yang sangat reflektif dan cermin lainnya bersifat reflektif parsial, yang
memungkinkan beberapa cahaya untuk meninggalkan rongga untuk menghasilkan output sinar
LASER, hal ini disebut output coupler. Resonator bisa disebut juga sebagai Pengaturan elemen
12
optik yang sesuai (lensa, cermin, prisma, dll) atau mekanisme lain yang memungkinkan cahaya
melalui media penguat.
Gambar 3. Skema Komponen LASER, diambil dari pustaka no. 21
2.2.5 Klasifikasi LASER
LASER dapat diklasifikasikan menurut medium LASER yang digunakan, intensitas energi yang
dikeluarkan dan tingkat keamanan.10
1. Intensitas
Menurut intensitasnya, LASER diklasifikasikan menjadi ‘Low Intensity LASER’ dan ‘High
Intensity LASER’.Perbedaan intensitas LASER tersebut disebabkan oleh perbedaan panjang
gelombang. Secara umum, LASER berintensitas rendah menggunakan Radiasi dengan panjang
gelombang dibawah 1000 nm sedangkan LASER berintensitas Tinggi adalah LASER yang
menggunakan Radiasi dengan panjang gelombang 1000 nm keatas. Untuk tujuan rehabilitasi
medik, dipakai radiasi dengan panjang gelombang antara 600-1100 nm, karena diluar rentang
tersebut absorbsi di kulit sangat besar sehingga penetrasi kedalam menjadi sangat berkurang.9
Jika kekuatan rata-rata LASER kurang dari kemampuan untuk memanaskan jaringan,
maka disebut LASER berdaya rendah (LLLT) atau LASER dingin (cold LASER) atau LASER
berenergi rendah (low energy LASER) atau LASER lunak (soft LASER). LASER berdaya rendah
13
mempunyai output power 1 sampai 75 mW, menyebabkan respon termal yang minimal atau
tidak ada (kurang dari 0,5-0,75ºC). 22 Terapi LASER berdaya tinggi atau High-power LASER
therapy (HPLT), dikenal sebagai terapi LASER kelas IV, yang memiliki menghasilkan daya
mulai dari 500 sampai 7500 miliwatts. Alat ini menyediakan lebih banyak daya dan energy
dibandingkan dengan LASER berdaya rendah sehingga secara teori dapat melakukan penetrasi
lebih dalam dan menggunakan waktu yang lebih singkat dengan area yang ditangani menjadi
lebih luas. Terapi LASER pada jaringan yang dalam, memiliki pengaturan yang dapat
menghasilkan pemanasan topikal dengan tujuan untuk meningkatkan suhu jaringan sehingga
bermanfaat untuk mengurangi nyeri.2
2. Medium LASER
Medium LASER yang digunakan untuk pembangkit LASER dapat berupa Kristal, gas,
semikonduktor, zat cair atau bahan kimia. LASER Kristal meliputi LASER ruby (694,3 nm),
LASER neodymium yttrium-alumunium-garnet (Nd:YAG) (1060 nm). LASER gas meliputi
helium-neon (He-Ne) (632,8 nm), argon (476,5-514,5 nm) dan karbondioksida (CO2) (10.600
nm). LASER semikonduktor atau diode meliputi gallium-arsenide (Ga-as) (840 nm) dan gallium
Allumunium arsenide (GaAlAs) (904 nm). LASER cair atau dye LASER (panjang gelombang
dapat diatur). LASER kimia biasanya digunakan untuk keperluan militer. Terapi LASER Kelas
IV yang paling umum digunakan adalah dioda semikonduktor Gallium-Aluminium-arsenat
(GaAlAs) yang dapat menghasilkan sinar LASER inframerah yang mampu melakukan penetrasi
jauh ke dalam jaringan.11
3 Keamanan
LASER juga dibedakan berdasarkan tingkat keamanan atau efeknya pada mata dan kulit.
Menurut U.S FDA’s Center for Device and Radiological Health, LASER dikelompokan dalam 4
kelas:5,8,9
Kelas 1 : LASER bebas, tidak berbahaya untuk tubuh dan tidak mempunyai efek pada mata dan
kulit. Sinar dari LASER bebas tidak tampak dengan rata-rata keluaran daya 1 mW atau
kurang. Termasuk dalam kelompok ini adalah LASER GaAs
14
Kelas 2 : LASER berkekuatan rendah. Aman pada kulit, tidak merusak mata kecuali melihat
langsung dalam waktu yang lama (lebih dari 1000 detik). Termasuk LASER tampak
yang menghasilkan rata-rata keluaran daya 1 mW, seperti LASER HeNe
Kelas 3 : LASER resiko sedang. LASER ini tidak menimbulkan bahaya bila melihat sekejap
tanpa pelindung mata tetapi dapat meniumbulkan bahaya jika menggunakan optic yang
mengumpulkan berkas sinar (daya rendah-sedang 5 mW)
Kelas3B:Dapat menimbulkan bahaya jika dilihat langsung atau pantulannya, operator dan pasien
harus memakai kacamata pelindung (daya sedang 500 mW)
Kelas 4 : LASER bertenaga tinggi yang dapat merusak mata dan menyebabkan cedera kulit
serius jika terpapar langsung. (daya >500 mW)
Skema klasifikasi diatas tidak membuat perbedaan antara LASER Kelas IV untuk terapi,
kosmetik, LASER bedah, dan LASER militert. Semua jenis LASER ini menggunakan daya lebih
besar dari 500 mW, dan semua digolongkan kedalam LASER kelas IV, sehingga menyebabkan
kesalah pahaman dan perdebatan di beberapa lembaga lisensi negara. Banyak pihak yang
mengeluarkan kritik bahwa terapi LASER bertenaga tinggi akan menyebabkan kerusakan pada
jaringan sehat di atasnya. Dikatakan bahwa dosis permukaan 10 J / cm2 atau lebih akan
berbahaya. Namun, dalam praktek klinis, terapi LASER kelas IV bekerja secara optimal pada
jaringan, dengan dosis tepat yang digunakan, tidak menunjukan efek negatif secara
makroskopik.11
15
BAB III
MEKANISME KERJA LASER TERHADAP SEL
3.1 Sel dan Fisiologi Umum
Dalam tubuh manusia terdapat kurang lebih 75 trilyun sel-sel yang pada hakekatnya
merupakan struktur hidup yang dapat mempertahankan hidupnya untuk jangka waktu yang tidak
terbatas dan bahkan dapat berkembang biak sendiri, bila dalam cairan sekeliling sel tersebut
tersedia cukup makanan yang layak bagi sel-sel tersebut. Untuk dapat mengerti tentang fungsi
organ-organ dan struktur-struktur lain dalam tubuh, kita perlu mengerti dahulu mengenai
susunan dasar dari sel dan fungsi bagian-bagian sel tersebut.12,13
3.1.1. Sel, Sitoplasma, dan Organela
Sel pada mahluk hidup mempunyai dua bagian utama yakni nukleus (= inti sel) dan
sitoplasma. Nukleus dipisahkan dari sitoplasma oleh membran nuklear (selaput atau selubung
inti), sedangkan sitoplasma dipisahkan dari cairan disekelilingnya oleh membran sel. Seperti
terlihat pada gambar.13,14
Gambar 4. Struktur Sel, diambil dari pustaka no. 13
Sel juga terbentuk atas sekumpulan bahan yang berbeda-beda dan disebut sebagai
protoplasma, Protoplasma ini terdiri atas lima bahan dasar yaitu: Air, Elektrolit, Protein, Lipid,
dan Hidrat Arang.
16
1. Air
Merupakan medium pokok atau bahan utama bagi sel, konsentrasinya antara 70-85%.
Berbagai bahan kimia dari sel larut dalam air, sedangkan bahan-bahan lain (dalam bentuk
khusus) sedikit terlarut atau bahkan tak terlarut sama sekali. Reaksi-reaksi kimia pada
umumnya terjadi di antara bahan-bahan kimia yang terlarut dalam air atau pada permukaan
batas antara partikel-partikel yang tidak terlarut dalam air. Sifat dasar dari air yakni bersifat
cair akan memungkinkan bahan-bahan yang terlarut dan bahan-bahan tak terlarut dalam air
atau pada permukaan batas antara partikel-partikel yang terlarut dalam air, untuk berdifusi
atau mengalir menuju ke berbagai bagian sel, sehingga pada akhirnya terjadilah
pengangkutan bahan-bahan dari satu bagian sel ke bagian sel lainnya.13,14
2. Elektrolit.
Sebagian besar elektrolit yang penting didalam sel adalah kalium, magnesium, fosfat,
sulfat, bikarbonat, dan sedikit natrium, klorida, dan kalsium. Elektrolit-elektrolit ini terlarut
dalam air, dan bahan-bahan ini dapat menyediakan bahan-bahan kimia inorganik untuk
berlangsungnya reaksi-reaksi dalam sel.
3. Protein.
Disamping air, bahan yang sangat berlimpah didalam sel adalah protein, yang dalam
keadaan normal jumlahnya 10-20% dari masa Sel. Protein-protein ini dapat dibagi dalam dua
macam, protein struktural, dan protein globular.
4. Lipid
Adalah sekumpulan atau segolongan bahan-bahan yang mempunyai sifat mudah larut
dalam lemak. Pada kebanyakan sel, lipid yang terpenting adalah fosfolipid dan kolesterol
yang jumlahnya kira-kira 2% dari jumlah total masa sel. Lipid merupakan bahan utama dari
berbagai membran dalam sel, seperti membran sel, membran nuklear, dan membran yang
membatasi organel-organel intrasitoplasmatik, misalnya Retikulum Endoplasma dan
mitokhondria. Disamping fosfolipid dan kolesterol, beberapa sel mengandung banyak sekali
trigliserid yang juga disebut lemak netral (neutral fat). Didalam sel lemak kadar trigliserid
17
ini dapat mencapai 95% dari masa sel. Lemak yang tersimpan didalam sel-sel ini berperan
sebagai penyimpan atau gudang energi utama dalam tubuh yang nantinya dapat dilarutkan
kembali dan dipergunakan untuk menimbulkan energi lagi bila diperlukan oleh tubuh.13,14
5. Karbohidrat.
Pada umumnya karbohidrat sedikit sekali berperan dalam fungsi struktur didalam sel,
kecuali hanya sebagai bagian dari molekul glikoprotein, namun karbohidrat ini mempunyai
peran utama dalam nutrisi sel. Umumnya sel-sel manusia tidak mempunyai cadangan
karbohidrat dalam jumlah besar, rata-rata sekitar 1% dari jumlah total massa Sel. Namun
karbohidrat dalam bentuk glukosa, selalu ada dalam cairan ekstraseluler yang terdapat
disekeliling sel, sehingga selalu tersedia bagi sel. Biasanya karbohidrat tersimpan dalam
bentuk glikogen, yang merupakan polimer glukosa yang tidak larut dan dapat segera
digunakan oleh sel untuk kebutuhan energinya.13,14
Sitoplasma itu dipenuhi oleh partikel-partikel dan organela-organela berukuran besar
dan kecil dari beberapa Nanometer sampai beberapa Mikron. Bagian cairan bening dari
sitoplasma yang merupakan tempat dimana partikel-partikel itu tersebar disebut sebagai sitosol,
yang terutama terdiri atas protein yang terlarut dalam cairan tersebut, elektrolit-elektrolit,
glukosa dan sedikit fosfolipid, kolesterol dan ester asam lemak. 13,14
3.1.2 Stuktur Fisik Sel
Sel tidak hanya merupakan kantong yang berisi cairan belaka, tidak hanya berisi enzim,
dan bahan-bahan kimia, namun juga mengandung banyak sekali susunan struktur fisik yang
disebut organela, sifat fisik dari tiap-tiap struktur ini memiliki peran penting dalam fungsi sel
yakni sebagai unsur pokok kimiawi dalam fungsi sel. Contohnya bila salah satu organel tidak ada
yakni mitokondria, maka akibatnya lebih dari 95% persedian energi yang diperuntukkan bagi sel
segera akan habis. (gambar 5). Organela-organela yang terdapat dalam sel yaitu :
18
Gambar 5. Rekonstruksi sebuah sel khusus, tampak organel interna didalam sitoplasma dan didalam
nukleus. Diambil dari pustaka no. 13
1. Membran Sel
Pada dasarnya semua struktur fisik sel dibatasi oleh membran yang terutama terdiri atas
lipid dan protein. Membran-membran ini meliputi membran sel, selubung inti sel (nuklear
membran), selubung retikulum endoplasma, dan selubung mitokhondria, lisosom, apparatus
golgi, dan lain sebagainya. Lipid yang terdapat didalam membran akan membentuk suatu
rintangan (barrier) yang dapat mencegah pergerakan bebas air dan bahan-bahan yang larut
dalam air dari satu bagian sel ke bagian sel lainnya. Sebaliknya molekul-molekul protein
didalam membran hampir seluruhnya dapat menembus membran, dan dapat memutus rintangan
lipid (lipid barrier) sehingga terbentuklah jalan untuk pengangkutan bahan-bahan spesifik
melalui membran.13,15
Membran sel yang secara sempurna menyelubungi sel, merupakan selubung yang sangat
tipis, struktur elastis dengan ketebalan hanya 7,5 – 10 nanometer. Membran sel ini terdiri hampir
seluruhnya atas protein dan lipid, jumlah proteinnya kira-kira 55%, fosfolipid 25%, kolesterol
13%, lipid lainnya 4% dan karbohidrat 3%.13,15
Membran sel, struktur dasarnya merupakan sebuah lapisan ganda lipid berupa lapisan
lipid yang tipis hanya setebal 2 molekul yang menyelubungi seluruh permukaan sel. Lapisan
ganda lipid ini hampir seluruhnya terdiri atas fosfolipid dan kolesterol. Salah satu bagian yang
mengandung molekul-molekul fosfolipid dan kolesterol yang larut dalam air disebut sebagai
19
hidrofilik, sedangkan bagian yang lain yang hanya larut dalam lemak, disebut hidrofobik.
Membran yang terdiri atas lapisan ganda lipid merupakan rintangan (barrier) utama yang bersifat
impermeable (hanya larut terhadap beberapa bahan) terhadap bahan-bahan yang umumnya larut
dalam air misalnya ion-ion, glukosa, urea, dan lain-lainya. Sebaliknya bahan-bahan yang larut
dalam lemak seperti oksigen dan alkohol dapat dengan mudah menembus bagian membran ini
(gambar 3).13,15
Gambar 6. Struktur membran sel, tampak bahwa membran inti terdiri dari suatu lapisan ganda lipid, tetapi
dengan sejumlah besar molekul protein yang menonjolmelalui lapisan juga, molekul
karbohidrat melekat pada molekul protein pada bagian luar membran, dan molekul protein
tambahan pada bagian dalam. Diambil dari pustaka no 13
2. Retikulum Endoplasma
Pada retikulum endoplasma, ruang yang terdapat didalam tubulus dan vesikel terisi
dengan matrik endoplasma yang merupakan media cair yang berbeda dengan cairan diluar
retikulum endoplasma. Dengan alat mikrograf elektron tampak bahwa ruang didalam Retikulum
Endoplasma itu berhubungan dengan ruangan yang terletak diantara dua permukaan membran
inti.13,15
Dipermukaan luar Retikulum Endoplasma sebagian besar ternyata dilekati oleh banyak
sekali partikel-partikel bergranula kecil yang disebut sebagai ribosom. Bila mengandung
20
ribosom, maka retikulumnya sering kali disebut sebagai Retikulum Endoplasma granular.
Ribosom terdiri atas Asam Ribonukleat yang berfungsi dalam sintesa protein didalam sel. Dan
ada bagian Retikulum Endoplasma yang tidak dilekati oleh ribosom, bagian ini disebut sebagai
Retikulum Endoplasma Agranula, retikulum agranula ini berfungsi dalam sintesis bahan-bahan
lipid.13,15
3. Apparatus Golgi
Aparatus Golgierat berhubungan dengan Retikulum Endoplasma. karena mempunyai
membran yang sesuai dengan Retikulum Endoplasma agranula. Aparatus Golgiini biasanya
terdiri atas empat atau lebih tumpukan lapisan tipis, dan vesikel rata yang terletak didekat inti.
Aparatus Golgilebih menonjol atau lebih jelas pada sel-sel yang berfungsi sekresi dan didalam
sel-sel ini apparatus terletak disisi dalam sel yang nantinya akan mengeluarkan bahan-bahan
yang akan disekresikan. Aparatus Golgi dalam fungsinya bekerjasama dengan retikulum
endoplasma. Transport Vesikel (vesikel penangkut) yang kecil yang secara terus menerus ditarik
dari Retikulum Endoplasma ini kemudian segera bergabung dengan Apparatus Golgi. Dengan
cara inilah bahan-bahan itu diangkut dari Retikulum Endoplasma menuju Apparatus Golgi.
Bahan-bahan yang ditransport tadi kemudian diproses didalam Aparatus Golgiuntuk membentuk
Lisosom, Vesikel Sekretoris atau komponen sitoplasmik lainnya.13,15
4. Lisosom
Lisosom merupakan Organel yang dibentuk oleh Aparatus Golgi dan tersebar dalam
sitoplasma. Lisosom didalam sel mengadakan sistem pencernaan intraseluler sehingga sel dapat
mencerna dan membuang bahan-bahan struktur asing atau yang rusak misalnya bakteri. Lisosom
dikelilingi oleh membran lapisan ganda lipid yang khusus dan terisi dengan banyak sekali
granula kecil dengan diameter 5-8 nanometer yang merupakan kumpulan protein dengan enzim
hidrolitik. Sebuah enzim hidrolitik mampu memecahkan ikatan organik menjadi dua atau lebih
bagian dengan cara menggabungkan hydrogen yang didapat dari molekul air dengan dengan
salah satu ikatan tadi dengan cara menggabungkan bagian hidroksil dari molekul air dengan
bagian lain dari ikatan tadi. Contohnya protein akan dihidrolisis untuk membentuk asam amino
dan glikogen akan dihidrolisis untuk membentuk glukosa.13,15
21
5. Vesikel Eekretoris
Salah satu fungsi yang penting dari berbagai sel adalah mensekresi bahan-bahan yang
khusus. Sebagian besar bahan yang disekresi itu dibentuk oleh sistem Retikulum Endoplasma -
Aparatus Golgi dan kemudian dilepaskan dari Aparatus Golgi kedalam sitoplasma didalam
tempat penyimpanan vesikel yang disebut sebagai vesikel sekretoris atau granula
sekretoris.Vesikel-vesikel sekretoris khusus terdapat didalam sel-sel asinar pankreas yang
menyimpan enzim-enzim protein, merupakan enzim yang kemudian akan disekresikan melalui
bagian luar membran sel kedalam duktus pankreatikus.13,15
6. Mitokondria
Mitokondria didalam sel sangat berperan dalam penyediaan energi untuk metabolisme.Tanpa
mitokondria maka sel-sel tak mampu menyerap jumlah energi yang berarti dari makanan dan
oksigen, akibatnya fungsi-fungsi yang penting dari sel akan berhenti. Ukuran dan bentuk
Mitokondria ternyata berbeda-beda, beberapa diantaranya hanya berdiameter sebesar beberapa
ratus milimikron dan bentuknya globular. Pada gambar 7. tampak Mitokondria terdiri atas dua
lapisan ganda lipid membran protein: sebuah membran luar dan sebuah membran dalam.
Membran bagian dalam ini ternyata terdiri atas lipatan-lipatan yang membentuk rak-rak yang
dilekati oleh enzim-enzim oksidatif.13,15
Gambar 7. Struktur suatu mitokondria.Diambil dari pustaka no 13
22
Sebagai tambahan, ruangan dibagian dalam dari mitokondria terdiri atas banyak sekali
enzim yang larut didalamnya yang sangat berperan dalam pembentukan energi dari bahan-bahan
makanan. Enzim-enzim ini bekerjasama dengan enzim-enzim oksidatif terhadap rak-rak tadi
sehingga terjadi oksidasi bahan-bahan makanan, sehingga terbentuklah karbondioksida dan air.
Energi yang terlepas kemudian akan dipakai untuk mensintesis bahan yang mengandung kadar
energi yang tinggi sekali yakni Adenosine Trifosfat (ATP). 13,15
Dalam pembentukan ATP salah satu enzim penting yang terlibat didalamnya yaitu
Sitokrom yang memiliki fungsi sebagai pengangkut elektron pada rantai pernafasan di inner
membrane mitokondria dalam pembentukan ATP. Sitokrom juga disebut sebagai Photoacceptor
karena memiliki kemampuan dalam menyerap energi cahaya dalam rentang panjang gelombang
tertentu yaitu: sitokrom a ( 605 nm ) , b ( ~ 565 nm ) , dan c ( 550 nm ) .
Gambar 8, Skematik Sitokrom, diambil dari kepustakaan 17
7. Nukleus
Nukleus, merupakan pusat pengatur didalam sel, nukleus mengatur reaksi-reaksi kimia
yang terjadi didalam sel dan reproduksi sel. Ringkasnya nukleus mengandung sejumlah besar
asam deoksiribonukleat yang biasa disebut sebagai Gen. Gen ini menentukan sifat-sifat protein
enzim yang terdapat didalam sitoplasma. Untuk mengatur proses reproduksi, gen ini mula-mula
berkembang biak sendiri, dan selanjutnya akan menyempurnakan pembelahan sel melalui suatu
proses khusus yang disebut sebagai mitosis, untuk membentuk dua sel anakan dimana tiap-tiap
sel anakan ini akan menerima dua susunan gen.13,15
23
8. Nukleoli
Inti dari banyak sel ternyata mengandung satu atau lebih struktur yang disebut sebagai
nukleoli. Nukleoli ini akan menjadi besar sekali bila sedang aktif mensintesis protein. Nukleoli
ini merupakan suatu struktur yang sederhana yang mengandung banyak sekali asam ribonukleat
dan protein. 13,15
9. Membran Inti
Membran inti, Sering juga disebut sebagai Selubung Inti. Merupakan sampul inti terdiri atas
membran yang saling terpisah satu didalam bagian lainnya. Membran luar melanjutkan diri
dengan retikulum endoplasma.13
Table 1. Struktur dan Fungsi Organela. Diambil dari pustaka no 15
24
3.1.3 Sistem Fungsional Sel
Sebuah sel agar dapat tumbuh dan berkembang seharusnya memperoleh bahan makanan
dan bahan-bahan lainnya dari cairan disekelilingnya. Bahan-bahan tersebut dapat melewati
selubung sel dengan tiga cara terpisah:
(1). Dengan cara difusi melalui pori-pori didalam membran atau bahan dasar membran sendiri.
(2). Dengan transport aktif melalui membran yang merupakan suatu mekanisme dimana sistem
enzim dan protein pengangkut yang khusus akan mengangkut bahan-bahan melalui
membran.
(3). Dengan cara endositosis, yakni suatu mekanisme dimana membran itu meliputi bahan-
bahan yang penting atau cairan ekstraseluler dan isinya. Dua bentuk dasar endositosis
adalah Pinositosis dan Fagositosis.
3.1.4 Respon Tubuh Terhadap Peradangan
Bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cedera atau mati, selama hospes tetap hidup,
maka akan ada respon pada jaringan hidup disekitarnya. Respon terhadap cedera ini dinamakan
peradangan. Peradangan adalah reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-
zat yang terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah
cedera atau nekrosis. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang dikoordinasi
dengan baik yang dinamis dan kontinyu, untuk menimbulkan reaksi peradangan, maka jaringan
harus hidup dan khususnya harus memiliki Mikrosirkulasi fungsional. Jika jaringan Nekrosis
luas, maka reaksi peradangan tidak ditemukan ditengah jaringan tetapi didaerah tepinya, yaitu
antara jaringan mati dan jaringan hidup dengan sirkulasi yang utuh.16
Peradangan akut adalah respon langsung dari tubuh terhadap cedera atau kematian sel.
Tanda-tanda pokok peradangan yang mencakup kemerahan, panas, nyeri, pembengkakan, atau
dalam bahasa latin disebut Rubor, Kalor, Dolor, Tumor. Tanda pokok yang kelima ditambahkan
pada abad terakhir yaitu perubahan fungsi atau Functio Laesa.16
25
3.1.5 Reaksi Iimunologis Tubuh
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi. Gabungan sel, molekul dan
jaringan yang berperan terhadap infeksi disebut sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel,
molekul-molekul dan bahan lainnya terhadap mikroba disebut respon imun. Sistem imun
diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan
berbagai bahan dalam lingkungan hidup.14,16
Sistem imun dapat dibagi menjadi sistem imun alamiah atau nonspesifik / natural/
innate/ native/ nonadaptif, dan sistem imun spesifik/ adaptif/ acquired.
Gambar 9. Gambaran umum Sistem Imun. Diambil dari pustaka no 14
Mekanisme utama dan perbedaan antara kedua sistem imun dapat dilihat pada gambar dibawah
ini.
26
Tabel 2. Perbedaan utama Imunitas Nonspesifik dan Spesifik. Diambil dari pustaka no 14
Mekanisme imunitas spesifik timbul atau bekerja lebih lambat dibanding imunitas nonspesifik.
Gambar 10. Perbedaan fungsi sistem imun nonspesifik dan spesifik. Diambil dari pustaka no 14
3.1.5.1 Sistem Imun Nonsfesifik
Imunitas nonspesifik fisiologik berupa komponen normal tubuh, selalu ditemukan pada
individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk kedalam tubuh dan dengan cepat
menyingkirkannya. Jumlahnya dapat ditingkatkan oleh infeksi, misalnya jumlah sel darah putih
meningkat selama fase akut pada banyak penyakit. Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan
terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak
27
menunjukkan spesifitas terhadap bahan asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak
patogen potensial. Sistem tersebut merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan
berbagai mikroba. Sistem imunitas nonspesifik dapat dibagi menjadi 3 macam mekanisme yaitu:
Pertahanan Fisik / Mekanik, Pertahanan Biokimia, Pertahanan selular.14,16
3.1.5.2 Sistem Imun Spesifik
Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik mempunyai kemampuan
untuk mengenal benda yang dianggap asing baginya. Benda asing yang pertama kali terpajan
dengan tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan sensitasi,
sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh untuk kedua kalinya akan dikenal lebih cepat dan
kemudian dihancurkan. Oleh karena itu sistem tersebut disebut spesifik. Untuk menghancurkan
benda asing yang berbahaya bagi tubuh, sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan imun
nonspesifik. Namun pada umumnya terjalin kerjasama yang baik antara sistem imun nonspesifik
dan spesifik seperti antara komplemen-fagosit-antibodi dan antara makrofag-sel T. sistem imun
spesifik terdiri atas sistem humoral dan sistem selular.14
Tabel 3. Perbedaan Imunitas Humoral dan Selular. Diambil dari pustaka no 14
3.2 Mekanisme Kerja LASER pada tingkat Selluler
3.2.1. Fotobiologi Jaringan
foton yang dipancarkan kedalam sel akan diserap oleh komponen penyerapan elektronik
yang terdapat pada chromophore atau photoacceptor. Fungsi dari chromophore ini adalah untuk
melaksanakan spektrum aksi. Grafik dibawah merupakan grafik yang mewakili photoresponse
28
biologis terhadap panjang gelombang, jumlah gelombang, frekuensi, atau dengan kata lain energi
foton harus menyerupai spektrum penyerapan pada molekul photoacceptor. Fakta menunjukan
bahwa spektrum aksi terstruktur dapat mendukung hipotesis adanya photoacceptors seluler dan
jalur sinyal (signaling pathways) dirangsang oleh cahaya.17
Pertimbangan penting kedua adalah berdasarkan sifat optik jaringan. Baik penyerapan
dan pancaran cahaya yang berada dalam jaringan tergantung panjang gelombang (yang keduanya
berada di wilayah spektrum biru yang jauh lebih tinggi daripada spektrum merah), dan prinsip
jaringan chromophore (hemoglobin dan Melanin) yaitu memiliki tingkat penyerapan yang tinggi
pada panjang gelombang yang lebih pendek dari 600 nm.. Air mulai menyerap foton secara
signifikan pada panjang gelombang yang lebih besar dari 1150-nm. Hal ini sering disebut
"jendela optik" dalam jaringan yang meliputi panjang gelombang merah dan dekat-inframerah, di
mana penetrasi cahaya jaringan yang efektif dimaksimalkan. Oleh karena itu meskipun biru,
hijau dan kuning muda mungkin memiliki efek yang signifikan pada sel-sel yang tumbuh dalam
medium kultur optik transparan, penggunaan Terapi LASER pada hewan dan pasien hampir
secara eksklusif melibatkan Spektrum merah dan dekat-inframerah cahaya (600-950 nm).17
Gambar 11. Jendela optik dalam jaringan, diambil dari kepustakaan no. 17
29
3.2.2 Spektrum Aksi
Spektrum aksi pertama kali dikemukakan pada tahun 1989 bahwa mekanisme Terapi
LASER pada tingkat sel didasarkan pada penyerapan sinar monokromatik yang terlihat dan sinar
yang mendekati Infra Merah (Near Infrared/ NIR) pada komponen dari rantai pernapasan
seluler. Membran mitokondria bagian dalam terdiri dari 5 kompleks protein membran integral:
dehidrogenase NADH (Kompleks I), suksinat dehidrogenase (Kompleks II), sitokrom c
reduktase (Kompleks III), sitokrom c oksidase (Kompleks IV), ATP sintase (Kompleks V) dan
dua molekul bebas diffusible ubiquinone dan sitokrom c yang bolak-balik mentransfer electron
dari satu kompleks kekompleks berikutnya.17
Gambar 12. Struktur Rantai Pernapasan di Mitokondria, diambil dari kepustakaan no. 17
Rantai pernapasan menyelesaikan transfer bertahap elektron dari NADH dan FADH2
(diproduksi dalam asam sitrat atau siklus Krebs) ke molekul oksigen (dengan bantuan proton)
untuk membentuk molekul air memanfaatkan energi yang dilepaskan melalui transfer ini untuk
memompa proton (H +) dari matriks ke ruang anta rmembran. Gradien proton yang terbentuk
melintasi membran dalam proses ini bentuk transport aktif. Proton dapat mengalir kembali ke
gradien awal, kembali memasuki matriks, hanya melalui kompleks protein integral lain yang
berada di membran dalam, yaitu kompleks ATP synthase.17
30
Gambar 13. Struktur dan Cara Kerja cytochrome c oxidase, diambil dari kepustakaan no. 17
Penyerapan spektrum oleh sitokrom c oksidase dalam bilangan oksidasi yang berbeda
dicatat dan ditemukan sangat mirip dengan spektrum aksi respons biologis terhadap cahaya. Oleh
karena itu ditetapkan bahwa sitokrom c oksidase adalah photoacceptor utama untuk rentang
spectrum merah-NIR dalam sel mamalia. Sitokrom C oksidase mengandung dua pusat besi, hem
dan hem a3 (juga disebut sebagai sitokrom a dan a3), dan dua pusat tembaga, Cua dan CUB.
sitokrom c oksidase yang teroksidasi memiliki kedua atom besi di Fe (III) oksidasi dan kedua
atom tembaga di Cu (II) oksidasi, sementara sitokrom c oksidase yang terreduksi memiliki besi
di Fe (II) dan tembaga di Cu (I) oksidasi. Semua tingkat oksidasi tiap enzim memiliki spektrum
penyerapan yang berbeda, sehingga banyak dilaporkan perbedaan dalam spektrum aksi Terapi
LASER. Dengan menggunakan kertas dari jenis Karu didapatkan hasil rentang panjang
gelombang untuk empat puncak dalam spektrum aksi Terapi LASER: 1) 613,5-623,5 nm, 2)
667,5-683,7 nm, 3) 750,7-772,3 nm, 4) 812,5-846,0 nm.17
31
Gambar 14. Spektrum Aksi Terapi LASER pada sel, diambil dari kepustakaan no. 17
Sebuah studi dari Pastore dkk telah meneliti efek sinar LASER He-Ne pada enzim
sitokrom c oksidase yang dimurnikan dan menemukan peningkatan oksidasi sitokrom c dan
peningkatan transfer elektron. Artyukhov dan rekan menemukan peningkatan aktivitas enzim
katalase setelah menggunakan sinar LASER He-Ne.17
Penyerapan foton oleh molekul menyebabkan keadaan tereksitasi dan akibatnya dapat
menyebabkan percepatan reaksi transfer elektron yang selalu mengarah ke peningkatan produksi
ATP. Peningkatan cahaya yang terinduksi dalam sintesis ATP dan peningkatan gradien proton
menyebabkan peningkatan Na + / H + dan Ca2 + / Na + antiporters dan semua ATP digunakan
untuk mendorong ion, seperti Na+ / K+ ATPase dan pompa Ca2+. ATP adalah substrat untuk
pembentukan Adenyl Cyclase, karenanya jumlah ATP mengontrol jumlah cAMP. Kedua Ca2+
dan cAMP sangat penting sebagai second messenger. Ca2 + terutama mengatur hampir setiap
proses dalam tubuh manusia (kontraksi otot, pembekuan darah, transfer sinyal saraf, ekspresi
gen, dll).17
Selain sitokrom c oksidase memediasi peningkatan produksi ATP, mekanisme lain
mungkin terjadi dalam Terapi LASER. Yang pertama kita akan mempertimbangkan adanya
"hipotesis singlet oksigen." Molekul tertentu dengan komponen-komponen penyerapan seperti
porfirin dan beberapa flavoproteins dapat dikonversi menjadi bentuk triplet berumur panjang
setelah terjadi penyerapan foton. Keadaan triplet ini dapat berinteraksi dengan oksigen melalui
perpindahan energi yang memicu pembentukan zat reaktif, singlet oksigen. Mekanisme
selanjutnya yang diusulkan adalah " hipotesis perubahan sifat redoks ". Perubahan metabolisme
mitokondria dan aktivasi rantai pernapasan dengan pencahayaan juga akan meningkatkan
32
produksi anion superoksida O2 • -. Telah diketahui bahwa total produksi seluler O2 • -
tergantung pada keadaan metabolisme mitokondria. Rantai redoks lainnya dalam sel juga dapat
diaktifkan dengan Terapi LASER. NADPH oksidase-adalah enzim yang ditemukan pada
neutrofil aktif dan mampu melakukan pernapasan non-mitokondria dan menginduksi produksi
ROS dalam jumlah tinggi. Efek ini tergantung pada status fisiologis organisme inang.17
Aktivitas sitokrom c oksidase dihambat oleh oksida nitrat (NO). Penghambatan respirasi
mitokondria oleh NO diakibatkan oleh persaingan langsung antara NO dan O2 untuk mengurangi
pusat binuklir CUB / a3 sitokrom c oksidase dan proses ini bersifat reversibel. Disebutkan bahwa
iradiasi laser bisa membalikkan penghambatan sitokrom c oksidase oleh NO dan dengan
demikian dapat meningkatkan laju respirasi ("hipotesis NO "). Data yang diterbitkan baru-baru
ini oleh Karu et al secara tidak langsung mendukung hipotesis ini. Bukti yang lain dari
keterlibatan NO dalam responnya terhadap Terapi LASER adalah peningkatan produksi
inducible nitric oxide synthase setelah terpapar sinar LASER (635 nm). kedua penelitian tersebut
mendukung hipotesis respon bergantung NO terhadap Terapi LASER, respon terhadap panjang
gelombang cahaya yang berbeda dalam model yang berbeda dapat diatur oleh mekanisme yang
berbeda.17
3.2.3 Sel signaling
Kombinasi dari hasil potensial reduksi dan pengurangan kapasitas yang terkait pada
pasangan redoks yang terdapat dalam sel dan jaringan menyajikan lingkungan redoks (keadaan
redoks) dari sel. pasangan Redoks didalam sel meliputi: nicotinamide adenin dinukleotida
(teroksidasi / terreduksi) NAD / NADH, nicotinamide adenin dinukleotida fosfat NADP /
NADPH, glutathione / glutathione disulfida beberapa GSH / GSSG dan thioredoxin / thioredoxin
disulfida beberapa Trx (SH) 2 / TrxSS. Beberapa jalur regulasi penting dimediasi melalui
keadaan redoks selular. Perubahan dalam keadaan redoks dapat mengakibatkan beberapa
keadaan yaitu: menginduksi aktivasi berbagai jalur sinyal intraseluler, mengatur sintesis asam
nukleat, sintesis protein, aktivasi enzim dan progresi siklus sel. Respon sitosol Ini pada
gilirannya akan menyebabkan perubahan proses transkripsi. Beberapa faktor transkripsi diatur
oleh perubahan dalam keadaan redoks selular. Diantaranya faktor redoks -1 (Ref-1) - aktivator
tergantung protein 1 (AP-1) (Fos dan Jun), faktor nuklir B (NF-B), p53, faktor pengaktif
33
transkripsi / cAMP-respon element- pengikat protein (ATF / CREB), faktor hypoxiainducible
(HIF) -1, dan faktor HIF-like. Sebagai aturan, bentuk teroksidasi faktor transkripsi redoks
dependent memiliki aktivitas ikatan DNA rendah. Ref-1 merupakan faktor penting untuk
pengurangan spesifik faktor transkripsi ini. Namun hal itu juga menunjukkan bahwa rendahnya
tingkat oksidan yang ada untuk merangsang proliferasi dan diferensiasi beberapa jenis sel.17
Disebutkan bahwa Terapi LASER menghasilkan pergeseran potensial redoks sel secara
keseluruhan dalam arah oksidasi yang lebih besar. Sel-sel pada berbagai kondisi pertumbuhan
memiliki tingkat redoks yang berbeda. Oleh karena itu, efek dari Terapi LASER berbeda jauh.
Sel yang awalnya berada dalam keadaan yang tereduksi (pH intraseluler rendah) memiliki
potensi yang tinggi untuk merespon Terapi LASER, sementara sel-sel yang berada dalam
keadaan respon redoks yang optimal, lemah atau tidak merespon terhadap pengobatan dengan
cahaya.17
Gambar 15. Jalur Signaling sel yang dinduksi oleh Terapi LASER, diambil dari kepustakaan no. 17
3.3 Efek Terapetik LASER Terhadap Sel
Ketika LASER difokuskan pada epidermis, jumlah energi yang diabsorbsi sebanding
dengan kemampuan absorbsi kulit tersebut. Karena jaringan tidak homogen, kualitas masing-
masing struktur menyebabkan absorbsi, refleksi dan transmisi energi LASER berbeda-beda.
Variabilitas fisiologis efek pada jaringan juga tergantung pada panjang gelombang, densitas
daya/energi dan lamanya paparan serta aliran darah. Ketika menembus ke dalam, 10% energi
LASER tertinggal. fakta bahwa terjadi efek ‘yang lebih dalam’ dapat diterangkan karena adanya
34
induksi elektromagnetik intrinsik sel-sel yang tidak terstimulasi melalui difusi normal serta
proses-proses osmotik dan sirkulatorik.5
Apabila stimulasi terapi LASER ditujukan pada suatu sel maka akan mempengaruhi
plasma sel dengan merubah tegangan membran sel tersebut. Perubahan tegangan sel tersebut
merupakan suatu frekuensi oscilasi pada membran sel sehingga mempengaruhi pembebasan ion
Calsium (Ca+) yang merangsang prostaglandin dan zat-zat algogenik lainnya untuk menghambat
proses peradangan, sehingga dapat berfungsi menormalisir jaringan yang cedera melalui reaksi
radang.
Melalui absorbsi foton, level energi molekul meningkat sehingga terjadi LASER
catalyzed reaction. Selanjutnya terjadi reaksi kimiawi dan peningkatan produksi ATP akibat
absorbsi dalam mitokondria, yang akan diikuti peningkatan aktivitas sel-sel makrofag, sel
schwan, fibrosit lainnya. Dari perubahan aktivitas tersebut secara keseluruhan akan memberikan
efek terapeutik yang sesuai dengan tujuan terapi yang dikehendaki.18
LASER mampu membebaskan enzim-enzim endorphins dan mengaktifkan sel-sel
makrofag serta mampu mengurangi pengeluaran nociceptor sebagai kelanjutan dari perbaikan
sistem mikrovaskuler. Tujuan LASER ini antara lain vasodilatasi khususnya pada level
mikrovaskuler, peningkatan aktivitas enzim akibat dilatasi lokal pada kapiler dan membuat
normalisasi keseimbangan intra dan ekstra seluler, stimulasi pertahanan yang akan menyebabkan
peningkatan aktivitas anti bakterial (stimulasi makrofag), stimulasi fibroblast untuk
penyembuhan proses peradangan pada jaringan lunak akibat trauma, stimulasi suppressor T-Cell
pada saat produksi antibodi yang tidak seimbang dapat menormalisir komplek imun, peningkatan
energi sel intrinsik bertujuan untuk menjaga sel dari keadaan patologis yang mengakibatkan
terjadinya nekrotik jaringan.
Jadi dapat disimpulkan, efek terapeutik LASER terhadap sel dan jaringan adalah :5,8
1. Efek anti inflamasi dengan meningkatkan aktifitas superoxide dismutase. Penting bahwa
superoxide dismutase dapat menghilangkan persepsi nyeri dengan mengurangi
prostaglandin sehingga mengurangi sensitivitas ujung-ujung saraf untuk merangsang
nyeri
2. Meningkatkan fagositosis makrofag.
35
3. Dapat mengurangi edema dengan memperbaiki drainase cairan ekstrasel yang berlebihan
melalui sistem limfatik
4. Mempercepat vaskularisasi jaringan baru atau melonggarkan jalinan fibrin dan bekuan
pada luka yang menyembuh.
5. Peningkatan produksi kolagen oleh fibroblast. Pada tahap awal penyembuhan luka
pembentuikan kolagen meningkat tapi berlangsung secara bertahap sehingga bila telah
terjadi homeostatis, produksi dan degradasi dibatasi oleh kolagenase dan faktor lain
sebagai awal dari fase maturasi. Pada mikroskop elektron terdapat hipertropi alat
sekretori dengan penambahan kompleks golgi dan peningkatan ukuran dan jumlah
mitokondria dan Retikulum Endoplasma yang kasar dengan pembesaran sisterna. Banyak
mikrofibril terdapat dibagian luar sitoplasma terutama dekat apparatus golgi.
6. Meningkatkan regenerasi sel saraf.
7. Merangsang fungsi saraf dengan meningkatkan amplitude aksi potensial
Secara garis besar, 4 manfaat yang dapat diterima berdasarkan literatur ilmiah tentang terapi
LASER adalah Biostimulasi / regenerasi jaringan, Mengurangi inflamasi, Analgesik, serta
meningkatkan reaksi imun tubuh. Hal yang sangat penting adalah adanya energi yang diabsorbsi
oleh mitokondria kemudian mitokondria mengaktifkan reaksi berantai yang dapat meningkatkan
dan menyimpan lebih banyak lagi energi sel dalam bentuk ATP. Dengan meningkatnya energi
yang tersedia maka sinar LASER dapat digunakan untuk menstimulasikan fungsi biologi dari sel,
tissue, dan sistem dan bahkan dapat meningkatkan vitalitas.
36
BAB IV
TERAPI HIGH POWER LASER
Terapi High Power LASER adalah bagian dari terapi LASER berintensitas rendah yang
merupakan kelas baru dalam terapi LASER yang secara garis besar memiliki kelebihan
dibandingkan kelas terapi berintensitas rendah lainnya yaitu terapi LASER berdaya rendah,
terapi High Power LASER mampu mengirimkan jumlah energi yang lebih banyak untuk
menembus sel target yang lebih dalam dengan waktu pengobatan yang lebih singkat serta dapat
diaplikasikan pada area yang lebih luas.11
Sinar yang dihasilkan oleh terapi LASER Kelas IV tidak sepenuhnya terkollimasi secara
sempurna, sehingga memungkinkan sinar yang dipancarkan secara alami menyebar dengan
sudut 10-12º. Dengan ukuran diameter pancaran yang berkisar dari 10 hingga 25 milimeter maka
memberikan spot area terapi sampai 5 cm2, Dengan Densitas Power berkisar 0,4 - 3 W / cm2 .11
Foton yang dikirimkan ke jaringan secara alami akan dipantulkan, diserap, dikirimkan,
atau disebarkan. Dengan LASER Kelas IV, foton yang tersebar akan berbentuk oval (egg shape)
pada jaringan yang diterapi. Kedalaman penetrasi efektif dari terapi LASER Kelas IV kira-kira 4
sentimeter, yang berarti bahwa interaksi yang optimal antara foton dengan sel target akan terjadi
pada kedalaman tersebut.11
4.1 Dosis Terapi
Untuk menetukan dosis terapi yang tepat pada jaringan target sangatlah rumit, karena
sejumlah faktor harus dipertimbangkan seperti panjang gelombang, densitas daya, jenis jaringan,
kondisi jaringan, sifat akut atau kronis, pigmentasi pada kulit, teknik pengobatan, dll. Meskipun
demikian, terdapat rentang dosis yang dapat mengakibatkan efek Biostimulasi, apabila dosis
terlalu rendah atau terlalu tinggi dari rentang dosis maka tidak akan terjadi efek terapi sesuai
dengan efek yang diharapkan. Berdasarkan beberapa penelitian efek Biostimulasi akan tercapai
dengan dosis terendah mulai dari 0.001 J / cm2 sampai dosis tertinggi 10 J / cm2. Rentang dosis
37
yang besar ini didapatkan dari hasil penelitian melalui penyinaran kultur jaringan di laboratorium
dan pengobatan pasien dalam praktek klinis.11
Sejumlah besar energi LASER yang dipancarkan pada permukaan kulit akan dipantulkan,
diserap, dan disebarkan kejaringan sekitarnya. Jika kedalaman target terapi laser beberapa
sentimeter, dosis yang diberikan akan berkurang menjadi setengah dosis awal di zona yang
diinginkan dibandingkan dengan pada permukaan kulit. Setidaknya 50% dari energi permukaan
yang diberikan akan hilang, sehingga dosis 10 / cm2 akan berkurang sampai 5 J / cm2 atau kurang
pada jaringan target yang lebih dalam. Pemberian terapi dengan medium GaAlAs dioda LASER,
dosis yang direkomendasikan saat ini untuk menangani Nyeri organ dalam adalah 4-10 J / cm2.
Output daya / watt yang digunakan dengan terapi LASER Kelas IV tergantung pada
sejumlah faktor. Target yang lebih dalam memerlukan daya yang lebih tinggi sehingga cukup
banyak foton mencapai target dan menghasilkan efek yang diinginkan. Sebagai contoh, 2 watt
akan digunakan untuk epicondylitis lateral, 5 watt untuk nyeri leher rahim, dan 7 watt untuk
nyeri pinggang.11
4.2 Metoda Terapi
Terapi LASER Kelas IV paling baik diberikan dalam kombinasi gelombang Kontinyu
(Continue wave) dan gelombang pulsasi. Tubuh manusia cenderung untuk beradaptasi dan
menjadi kurang responsif terhadap setiap stimulus yang stabil, sehingga berbagai tingkat pulsasi
akan meningkatkan efek terapi. Dalam klinis metoda pulsasi atau modus termodulasi, LASER
bekerja dengan siklus 50% dan frekuensi pulsasi bisa bervariasi dari 2 sampai 10.000 kali per
detik, atau Hertz (Hz). Banyak literatur yang belum jelas membedakan frekuensi yang cocok
untuk berbagai masalah kondisi tubuh , namun ada bukti empiris yang memberikan beberapa
petunjuk. Berbeda frekuensi pulsasi menghasilkan respon fisiologis yang unik dari jaringan
yaitu:
Frekuensi rendah, 2-10 Hz yang terbukti memiliki efek analgesik.
Frekuensi sedang sekitar 500 Hz memiliki efek biostimulasi.
Frekuensi 2.500 Hz sampai dengan 5.000 Hz memiliki efek anti-inflamasi.
Frekuensi di atas 5.000 Hz memiliki efek anti-mikroba dan anti-fungal.11
38
4.3 Penerapan Terapi High Power LASER
4.3.1 Terapi High Power LASER Pada Penyembuhan Luka.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mark D. Skopin, PhD dan Scott C. Molitor,
PhD, dari Department of Bioengineering, University of Toledo, Toledo, Ohio, dengan
menggunakan laser yang digunakan untuk aplikasi klinis (VTR 75, Avicenna Laser
Technologies) yang memiliki panjang gelombang 980 nm dan output 7.5W, dan LASER
difokuskan pada luka dengan diameter 12,5 mm. Pada penelitian ini dilakukan observasi
Pertumbuhan sel di daerah yang luka pada interval waktu 48 jam pasca-paparan. Pada model sel
kultur. digunakan pipet steril sekitar 1 mm untuk menimbulkan luka pada sel fibroblast
monolayer yang terdapat pada cawan kultur berukuran 35mm ( paling kiri gambar). sel
fibroblast tumbuh kembali mendekati tepi kedua luka dalam 8 jam ( tengah gambar) dan pada
akhirnya area luka benar- benar telah ditumbuhi oleh sel fibroblast dalam waktu 24 jam.19
Gambar 16. Proses penyembuhan luka yang dinduksi oleh Terapi High Power LASER
4.3.2 Terapi High Power LASER Pada berbagai Indikasi Klinis
Berdasarkan jurnal yang dibuat oleh Brian A. Pryor, PhD pada tahun 2009, telah
dilakukan penelitian terhadap 118 orang partisipan yang memiliki usia diatas 25 tahun, dengan 7
kondisi klinis yaitu :
39
Osteoarthritis lutut
Spondylosis Lumbal
Spondylosis Servikal
Frozen shoulder
Plantar fasciitis
Sprain/Strain tungkai
Paska Trauma
Didapatkan hasil penelitian yang secara umum memberikan perubahan kondisi kesehatan
pada Partisipan secara signifikan seperti meningkatkan mobilitas, mengurangi nyeri dan
mengurangi pembengkakan yang dievaluasi setelah 5 kali mendapatkan terapi, seperti tertuang
pada tabel dibawah.20
Tabel 4, Metoda Terapi dengan High Power LASER, diambil dari kepustakaan no. 20
40
Tabel 5, Hasil Terapi dengan High Power LASER, diambil dari kepustakaan no. 20
4.3.3 Terapi High Power LASER Pada Nyeri Punggung.
Telah dilakukan penelitian yang dilakukan oleh L.D. Morries, DC, CCSP pada bualn
September 2009 sampai dengan bulan Februari 2010, terhadap 55 orang partisipan yang
mengeluhkan adanya nyeri punggung. partisipan dibagi kedalam dua kelompok, kelompok
pertama adalah kelompok perlakuan yang terdiri dari 24 orang memperoleh terapi berupa Terapi
High Power LASER pada tulang belakang disertai dengan terapi Manipulasi pada tulang
belakang, sedangkan kelompok kedua adalah kelompok kontrol yang terdiri dari 21 orang, hanya
memperoleh terapi berupa Terapi Manipulasi pada tulang belakang. Pada penelitian ini seluruh
Partisipan diberikan perlakuan seminggu sekali sebanyak 4 kali, dan dilakukan penilaian VAS
pada saat sebelum dilakukan terapi dan setiap selesai diberikan terapi.22
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat terjadinya penurunan nyeri yang Signifikan
pada saat sebelum diberikan perlakuan dan setelah 4 kali perlakuan pada kelompok perlakuan
dibandingkan dengan kelompok kontrol, seperti tertuang pada tabel dibawah.
Tabel 6. Hasil Pengukuran VAS, diambil dari kepustakaan no. 22
41
BAB V
PENUTUP
Terapi LASER merupakan salah satu modalitas yang digunakan menjadi semakin
populer dalam penanganan berbagai kondisi medis. 4 manfaat yang dapat diterima berdasarkan
literatur ilmiah tentang terapi LASER adalah Biostimulasi / Regenerasi jaringan, Mengurangi
inflamasi, Analgesik, serta meningkatkan reaksi imun tubuh.
42
Mekanisme Kerja LASER pada tingkat Selluler meliputi beberapa proses, yang pertama
adalah terjadinya Proses Fotobiologi Jaringan yaitu foton yang dipancarkan kedalam sel akan
diserap oleh komponen penyerapan elektronik yang terdapat pada chromophore atau
photoacceptor. Berdasarkan sifat optik jaringan. chromophore (hemoglobin dan Melanin)
memiliki tingkat penyerapan yang tinggi pada panjang gelombang yang lebih pendek dari
600 nm.. Air mulai menyerap foton secara signifikan pada panjang gelombang yang lebih
besar dari 1150-nm. Hal ini sering disebut "jendela optik" dalam jaringan. Proses yang
kedua disebut sebagai Spektrum aksi bahwa mekanisme Terapi LASER pada tingkat sel
didasarkan pada penyerapan sinar monokromatik oleh komponen dari rantai pernapasan
seluler di membran mitokondria bagian dalam, yang terdiri dari 5 kompleks protein
membran integral: dehidrogenase NADH (Kompleks I), suksinat dehidrogenase (Kompleks
II), sitokrom c reduktase (Kompleks III), sitokrom c oksidase (Kompleks IV), ATP sintase
(Kompleks V) dan dua molekul bebas diffusible ubiquinone dan sitokrom c yang bolak-
balik mentransfer electron dari satu kompleks kekompleks berikutnya. Proses yang terakhir
disebut sebagai Singnaling Sel, disebutkan bahwa Terapi LASER menghasilkan pergeseran
potensial redoks sel. Sel-sel pada berbagai kondisi pertumbuhan memiliki tingkat redoks
yang berbeda. Sel yang awalnya berada dalam keadaan yang tereduksi (pH intraseluler
rendah) memiliki potensi yang tinggi untuk merespon Terapi LASER, sehingga perubahan
dalam keadaan redoks dapat mengakibatkan beberapa keadaan yaitu: menginduksi aktivasi
berbagai jalur sinyal intraseluler, mengatur sintesis asam nukleat, sintesis protein, aktivasi
enzim dan progresi siklus sel
Efek terapeutik LASER terhadap sel dan jaringan adalah :
1. Efek anti inflamasi dengan meningkatkan aktifitas superoxide dismutase. Penting
bahwa superoxide dismutase dapat menghilangkan persepsi nyeri dengan mengurangi
prostaglandin sehingga mengurangi sensitivitas ujung-ujung saraf untuk merangsang
nyeri
2. Meningkatkan fagositosis makrofag.
43
3. Dapat mengurangi edema dengan memperbaiki drainase cairan ekstrasel yang
berlebihan melalui sistem limfatik
4. Mempercepat vaskularisasi jaringan baru atau melonggarkan jalinan fibrin dan
bekuan pada luka yang menyembuh.
5. Peningkatan produksi kolagen oleh fibroblast. Pada tahap awal penyembuhan luka
pembentuikan kolagen meningkat tapi berlangsung secara bertahap sehingga bila
telah terjadi homeostatis, produksi dan degradasi dibatasi oleh kolagenase dan faktor
lain sebagai awal dari fase maturasi. Pada mikroskop elektron terdapat hipertropi alat
sekretori dengan penambahan kompleks golgi dan peningkatan ukuran dan jumlah
mitokondria dan Retikulum Endoplasma yang kasar dengan pembesaran sisterna.
Banyak mikrofibril terdapat dibagian luar sitoplasma terutama dekat apparatus golgi.
6. Meningkatkan regenerasi sel saraf.
7. Merangsang fungsi saraf dengan meningkatkan amplitude aksi potensial
Terapi LASER Berdaya Rendah (LLLT) yang telah lama digunakan dalam terapi medis,
memiliki kelemahan yaitu LASER yang dikeluarkan terlalu lemah untuk mencapai jaringan yang
lebih dalam untuk memberikan perawatan yang efektif. Untuk menangani masalah diatas, maka
digunakanlah Terapi LASER Berdaya tinggi (HPLT), yang dikenal sebagai terapi LASER kelas
IV, yang memiliki karakteristik berupa output daya diatas 500 miliwatt
Terapi High Power LASER (HPLT) adalah bagian dari terapi LASER berintensitas
rendah yang merupakan kelas baru dalam terapi LASER yang secara garis besar memiliki
kelebihan dibandingkan kelas terapi berintensitas rendah lainnya yaitu terapi LASER berdaya
rendah, terapi High Power LASER (HPLT) mampu mengirimkan jumlah energi yang lebih
banyak untuk menembus sel target yang lebih dalam dengan waktu pengobatan yang lebih
singkat serta dapat diaplikasikan pada area yang lebih luas karena sinar yang dihasilkan oleh
terapi LASER Kelas IV tidak sepenuhnya terkollimasi secara sempurna, sehingga
memungkinkan sinar yang dipancarkan secara alami menyebar dengan sudut 10-12º. Dengan
ukuran diameter pancaran yang berkisar dari 10 hingga 25 milimeter maka memberikan spot
area terapi sampai 5 cm2.
44
Terapi LASER Kelas IV paling baik diberikan dalam kombinasi gelombang Kontinyu
(Continue wave) dan gelombang pulsasi. Tubuh manusia cenderung untuk beradaptasi dan
menjadi kurang responsif terhadap setiap stimulus yang stabil, sehingga berbagai tingkat pulsasi
akan meningkatkan efek terapi. Dalam praktek klinis, metoda pulsasi atau modus termodulasi
LASER bekerja dengan siklus 50% dan frekuensi pulsasi bisa bervariasi dari 2 sampai 10.000
kali per detik, atau Hertz (Hz).
45
Recommended