Hirsch Sprung

Preview:

DESCRIPTION

bedah anak

Citation preview

MORBUS HIRSCHSPRUNG

MORBUS HIRSCHSPRUNG

Definisi :

Kelainan kongenital oleh karena tidak adanya ganglion Parasimpatis Meissner dan Auerbach di kolon, mulai dari Spinchter Ani Interna kearah proksimal, yang diikuti tanda-tanda obstruksi usus fungsional

SEJARAH

1886 :

- Harold Hirschsprung melaporkan perjalanan

klinis 2 orang pasien (usia 7 bulan dan 11

bulan) mengenai makroskopis kolon dilatasi &

hipertrofi, dinilai sebagai sebab primer gangguan fungsi usus.

-Rektum pasien tidak dilatasi, mengecil, mukosanya ulserasi, inflamasi dan edema.

-Disebut Congenital dilatation of the colon.

1938 - 1940:Robertson, Kernohan, Tiffin, Chandler dan

Faber mengemukakan megakolon pada

Hirschsprung primer karena gangguan peristaltik usus dengan defesiensi ganglion di usus distal

1948 dan 1949Swenson dalam studi manometri menerangkan bahwa pada kolon distal tidak terdapat peristaltik normal, melainkan terdapat spasme yang tidak punya daya dorong. Segmen kolon sempit tidak mengalami hypertrofi walaupun dalam keadaan spasme yang terus menerus, sebaliknya segmen kolon proksimal mengalami hypertrofi disamping dilatasi

INSIDENS :Adalah 1 : 5.000 kelahiran hidupFrekwensi pada laki-laki : perempuan adalah 4 : 1

   Etiologi

Ada dua teori dasar mengenai defek embriologispenyakit Hirschsprung:

1. teori kegagalan migrasi sel – sel krista neural 2. teori imunologik dan hostile environment

Dalam perkembangan embriologi normal, sel – sel neuroenterik bermigrasi dari krista neural ke saluran gastrointestinal atas mengikuti serabut – serabut vagal yang ada ke kaudal.

Mekanisme terjadinya aganglionosis (Okamoto & Ueda) sel neuroblas terhenti di suatu tempat tertentu dan tidak mencapai rektum

Bodian dkk menyatakan aganglionosis pada Hirschsprung bukan karena kegagalan perkembangan inervasi parasimpatik ekstrinsik, tetapi oleh lesi primer, sehingga ada ketidakseimbangan autonomik yang tidak dapat dikoreksi dengan simpatektomi

Patofisiologi dan Patologi Sistem persarafan autonom intrinsik GIT: 1. pleksus Auerbach (diantara sirkular &

longitudinal) 2. Pleksus Henle (batas dalam muskularis propia

sirkular)3. pleksus Meissner ( di bawah muskularis

mukosa/ submukosa)

Setiap pleksus terdiri anyaman halus terintegrasi untuk semua fungsi dengan sedikit kontrol ssp

Ganglion menyebabkan: kontraksi & relaksasi otot polos, normal relaksasi lebih dominan.

Adanya bolus terjadi distensi rektum, membuat kontraksi rektum di atas bolus, dan relaksasi di bawah bolus. Bila reflek (-) terjadi abnormalitas

Akibatnya kenaikan inervasi intestin pada sistem kolinergik dan adrenergik 2-3 kali di kolon aganglionik.

Diperkirakan sistem eksitasi adrenergik mendominasi inhibisi pada segmen aganglionik terjadi kenaikan tonus otot polos.

Dari studi manometri anorektal: kolon sempit tidak terdapat relaksasi hanya spasme (daya dorong negatif)

Segmen kolon sempit tidak hipertrofi meski spasme terus menerus.

Sebaliknya segmen kolon proksimal berganglion normal mengalami hipertrofi dan dilatasi.

Ciri khas Hirschsprung : aganglion segmen distal. Di submukosa aganglion Meissner dan aganglion Auerbach di lapisan intermuskular.

Panjang aganglionosis : Berdasarkan panjangnya daerah yang aganglioner

PH dibagi menjadi :

1. Ultrashort hanya sepertiga bawah rektum

2. Short sampai daerah rektosigmoid

3. Long segmen, mencapai kolon desenden

4. Subtotal, sampai kolon transversum

5. Total seluruh kolon

Gejala dan tanda-tanda :- Keterlambatan mekoneum Normal keluar dalam waktu 24 jam

setelah kelahiran. PH 90% kasus mekoneum keluar setelah 24 jam, mekoneum yang keluar tampak normal berwarna kehijau-hijauan serta dalam jumlah cukup - Distensi abdomen

Tanda-tanda obstruksi usus jelas

DIAGNOSIS, bila ditemukan

- MuntahMuntah berwarna hijau atau fekal di dahului oleh distensi abdomen

- DiareApabila PH pada neonatus timbul

diare, harus waspada akan timbulnya ENTEROKOLITIS

Pemeriksaan Fisik

KU. Tampak sesak nafas oleh distensi abdomen Abdomen : Tanda-tanda obstruksi usus jelas

Tanda-tanda peritonis seperti kemerahan, oedem dinding abdomen khususnya di punggung dan genetalia bila terdapat penyulit

Colok dubur

Ampula rekti kosong

setelah jari di tarik mungkin mekoneum atau feses cair akan menyemprot

Pemeriksaan radiologis- Foto polos abdomen– gambaran obstruksi usus letak rendah

(gambaran ini ditemukan juga pada atresia ileum, sindrom sumbatan mekonium, atau sepsis termasuk NEC) yaitu “air fluid levels” pada foto tegak

– Daerah pelvis kosong tanpa udara, kecuali bila telah dilakukan colek dubur.

– Pada pasien bayi dan anak, gambaran distensi kolon dan massa feses lebih jelas terlihat

-Foto Enema Barium

Tanda klasik yang khas pada foto Enema barium penyakit Hirschsprung adalah:

1. segmen sempit di bagian rektum ke proksimal

yang panjang bervariasi

2. zona transisi daerah perubahan segmen

sempit ke segmen dilatasi, terlihat diproksimal

/ daerah penyempitan.

3. segmen dilatasi

Ada tiga jenis gambaran zona transisi : – abrupt (perubahan mendadak), – cone (kerucut),– funnel (cerobong)

Selain tanda klasik, terlihat gambar mukosa tidak teratur menunjukkan proses enterokolitis. gambar garis – garis lipatan melintang (transverse fold), khususnya bila larutan barium mengisi lumen kolon dilatasi yang kosong.

Pada kasus aganglionosis seluruh kolon, sering kaliber kolon tampak normal

Foto retensi barium - Retensi barium 24 – 48 jam setelah enema merupakan tanda penting Hirschsprung, khususnya pada masa neonatal. - Gambaran barium membaur dengan feses ke arah proksimal di kolon berganglion normal. - Retensi barium pasien obstipasi kronik bukan karena Hirschsprung terlihar makin ke distal, menggumpal di daerah rektum dan sigmoid. - Foto retensi barium ini dilakukan bila foto

barium enema atau pascaevakuasi barium tanda khas (-)

Pemeriksaan patologik anatomik biopsi hisap rektum dengan alat RUBIN atau NOBLETT

Diagnosis ditegakkan bila tidak ditemukan sel ganglion Meissner dan ditemukan penebalan serabut saraf

Teknik pewarnaan histokimia

Asetilkolinesterase– Ada kenaikan aktivitas asetilkolinesterase

pada serabut saraf dalam lamina propia & muskularis mukosa

Pemeriksaan imunohistokimia– Dengan potongan parafin jaringan biopsi isap

rektum terhadap enolase spesifik neuron & protein S100 teknik peroksidaseantiperoksidase

– Menunjukkan sel ganglion berupa daerah negatif dikelilingi pewarnaan sitoplasma dan nuklei sel schwan

Biopsi seluruh tebal dinding rektum

Pada biopsi ini mengandung dua lapis muskulus sirkular & longitudinal

PH dapat ditegakan berdasarkan riwayat sakit, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan radiologis

Bila diagnosis diragukan, selama memungkinkan pasien di observasi dan dilakukan pemeriksaan radiologis ulang

1 – 2 bulan kemudian

   Diagnosis banding

Atresia ileum Mekonium tidak keluar spontan karena

terperangkap di ileum distal atresia dan di kolon.

Bila mekonium diusahakan keluar dengan irigasi, jumlahnya sedikit, berbutir – butir dan berwarna hijau muda.

foto polos abdomen terlihat tanda – tanda obstruksi usus letak rendah, foto enema barium gambaran kolon mikro.

Sumbatan mekonium Mekoniumnya pekat atau lengket di kolon

distal. Diduga kekurangan tripsin atau kelainan mobilitas kolon tanpa kelainan sel ganglion.

foto polos abdomen pelebaran seluruh usus tanpa bayangan kalsifikasi dan tanpa bayangan busa sabun dalam lumen usus seperti pada ileus mekonium atau enterokolitis nekrotikans

Atresia rektal Atresia kolon sering di rektum atau

sigmoid. ditegakkan dengan colok dubur bila

atresia dekat anus. Bila letak tinggi atresia teraba di ujung

jari, Diagnosis pasti dengan rektoskopi.Enterokolitis Nekrotikans Neonatal (ENN) Saluran gastrointestinal mengalami

hipoksia, ulserasi gangguan fungsi sehingga gangguan pasase usus menyeluruh.

Pasien tampak letargik dan septik. Mekonium dapat keluar sering

bercampur darah. Abdomen lebih cepat memperlihatkan

tanda peritonitis Foto polos abdomen terlihat

pneumointestinalis. Keadaan ini mirip dengan sepsis,

hipotiroidisme atau neonatus prematur dengan fungsi gastrointestinal yang belum adekuat.

Peritonitis Intrauterin Disebut peritonitis mekonium akibat perforasi

gastrointestinal semasa kehidupan intrauterin. Mekonium yang keluar ke rongga peritoneal

mengalami kalsifikasi, khususnya bila perforasi terjadi dalam kehamilan muda.

Neonatus dengan sepsis Evakuasi mekonium bisa tidak terjadi dalam

24 – 48 jam setelah kelahiran. Pasien menolak minum, terjadi distensi

abdomen mulai pada epigastrium (gastric ileus).

Muntahan cairan lambung yang semula putih, jadi hijau atau merah karena perdarahan .

Pada pemeriksaan pasien apatis, letargik. Abdomen kembung terbatas di daerah epigastrium atau menyeluruh.

Sindrom kolon kiri distal Kenaikan kadar glukagon neonatus yang

dilahirkan dari ibu DM mengakibatkan penurunan motilitas kolon. Foto polos abdomen terlihat pelebaran usus

menyeluruh. Foto enema barium terlihat daerah transisi pada

fleksura lienalis dan ampula rektum terlihat lebar.

Obstipasi psikogenik Gejala dan tanda mulai usia 2 tahun atau lebih. Pasien memiliki masalah kejiwaan, kurang

perhatian orang tua. Beberapa hari tidak defekasi, bila berbulan –

bulan feses keluar sedikit karena adanya desakan massa feses dari proksimal, terjadi pengotoran (soiling)celana oleh feses.

Umumnya pasien sehat, namun perilaku menarik diri dari pergaulan dan orang tua sering mengatakan anak sering bersembunyi di balik pintu.

Pemeriksaan fisik, abdomen tak kembung, palpasi teraba fekaloma di abdomen bawah. Pada colok dubur teraba fekaloma dekat sfingter anal, feses seperti tanah liat. Penyelesaian dilakukan dengan toilet training dan penyelesaian masalah kejiwaan oleh psikolog

Prosedur bedah

Tindakan bedah sementara : Kolostomi Tindakan dekompresi: awalnya secara

medik bila tak berhasil dilakukan pembuatan kolostomi di kolon berganglion normal paling distal.

Tujuannya untuk menghilangkan obstruksi usus, mencegah enterokolitis yang dikenal sebagai penyebab kematian utama.

Kolostomi dikerjakan pada:

1. Pasien neonatus.

(Karena bedah defenitif langsung tanpa kolostomi menimbulkan banyak komplikasi & kematian)

2. Pasien anak & dewasa yang terlambat di diagnosis.

(kolon sangat berdilatasi & terlalu besar untuk dianastomosiskan dengan rektum dalam bedah defenitif. Setelah kolostomi, kolon mengecil setelah 3-6 bulan, anastomosis lebih mudah dikerjakan dan hasil lebih baik.

3. Pasien enterokolitis berat dengan KU berat dengan kolostomi pasien akan cepat mencapai perbaikan keadaan umum.

Tindakan bedah defenitif1. Swenson Prosedur

2. Duhamel Prosedur

3. Soave Prosedur

4. Rehbein Prosedur

1. Prosedur Swenson prosedur pertama yang berhasil. Disebut prosedur rektosigmoidektomi

dilanjutkan dengan abdominoperineal pullthrough .

Anastomosis dilakukan langsung di luar rongga peritoneal.

2. Prossedur Duhamel (retrorectal pullthrough)

rektum dipertahankan. Teknik anastomosis dikerjakan berbagai

cara, Pada prosedur Duhamel modifikasi penggunaan stapler linear,

anastomosis puntung rektum dengan kolon proksimal yang ditarik untuk menciptakan rektum “baru” dilakukan langsung dengan stapler dan dilanjutkan anastomosis kolorektal intraperitoneal.

3. Prosedur Souve (endorectal pullthrough) dilakukan pendekatan abdominoperineal dengan

membuang lapisan mukosa rektosigmoid dari lapisan seromuskular.

4. Prosedur Rehbein reseksi anterior yang diekstensi ke distal sampai

dengan pengangkatan sebagian besar rektum.

Prosedur bedah defenitif melalui laparoskopi dilakukan satu tahap, prosedur Swenson,

Duhamel, dan Soave dikerjakan melalui bedah laparoskopik.

Kesulitan bedah defenitif laparoskopi :

1.   dengan endostapler puntung rektum

tidak terpotong tuntas pada

prosedur Duhamel terjadi Pouchitis.

2.  anus bayi yang masih kecil tidak

muat untuk stapler sehingga

menyulitkan

3. biayanya mahal waktu yang

dibutuhkan lama (kurang lebih 5 jam)

Pembedahan definitif berhasil bila penderita dapat defekasi teratur dan kontinen. Pembedahan dapat menimbulkan gangguan fungsi spinchter

Ganguan fungsi tersebut :

1.Inkontinensia

2.Soiling / kepicirit

3.Obstipasi berulang

Permasalah bedah defenitif Setiap masalah yang timbul dalam 4

minggu pertama setelah bedah dinilai sebagai komplikasi dini pascabedah.

Penyulit pasca bedah faktor predisposisi terjadinya komplikasipasca bedah yaitu:  Usia saat pembedahan defenitif ( > muda

lebih sering komplikasi) Kondisi optimal pasien prabedah. Prosedur bedah yang digunakan

Keterampilan dan pengalaman spesialis bedah yang melakukan pembedahan

Jenis dan cara pemberian antibiotika yang dipakai

Perawatan pascabedah

Macam –macam penyulit:1. Kebocoran anastomosis2. Stenosis

Etiologi stenosis :

1. Gangguan penyembuhan luka di daerah

anastomosis.Infeksi primer atau

kebocoran anastomosis: pembentukan

jaringan fibrosis

2. Prosedur bedah yang dipakai– Stenosis sirkular pada garis anastomosis disebabkan

prosedur Swenson atau Rehbein. – Stenosis berbentuk segitiga atau oval di posterior dan

septum tidak terpotong tuntas pada prosedur Duhamel.– Stenosis memanjang dapat disebabkan oleh prosedur

Soave

Manifestasi klinis stenosis : gangguan defekasi. Pada saat defekasi feses akan

keluar sedikit demi sedikit karena dorongan feses dari bagian proksimal menyerupai inkontinensi.

diikuti oleh enterokolitis ditandai distensi abdomen, kenaikan suhu tubuh, feses cair bau busuk. Komplikasi lain adalah fistulasi rektoperineal.

Pencegahan dan tindakan:Pada stenosis prosedur Duhamel 1.    puntung rektum ditinggalkan tidak terlalu

3 cm di atas dasar peritoneal2.    septum terpotong tuntas

3. ruang retrorektal dibebaskan sempurna

sepanjang dinding puntum rektum hingga

sfingter anal

 

3. Penyulit yang lain adalah enterokolitis Etiologi: Obstruksi usus parsial Manifestasi Klinis

– Awalnya distensi usus akibat kegagalan evakuasi mekonium dan udara yang dapat mulai pada hari pertama kehidupan.

– Selanjutnya gangguan aliran darah sepanjang usus yang distensi dan sekuestrasi cairan dari rongga intravaskular ke rongga peritoneal dan lumen usus.

– Dinding usus hipoksia terancam nekrosis.– Selanjutnya proses enterokolitis.

Tindakan pencegahan:

Penegakan diagnosis dini penyakit Hirschsprung yang segera diikuti dengan tindakan dekompresi.

4.Gangguan fungsi sfingter anal pascabedah

Macam – macam gangguan:

a. Inkontinensia

Pasien tidak dapat menguasai sfingter anal sama sekali. Feses mengalir terus menerus.

b. Soiling

Pasien tidak dapat menahan defekasi

c. Obstipasi berulang

Pasien tidak dapat defekasi secara spontan dan harus ditolong dengan laksan atau supositoria