View
24
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
Tugas Home Visite Depresi
Citation preview
Klinik Dokter Keluarga FK UWK No Berkas : 24807
Berkas Pembinaan Keluarga No RM : 000
Puskesmas Buduran, Sidoarjo. Nama KK : Tn. A. H.
Tanggal kunjungan pertama kali 13 September 2013,
Nama Pembina keluarga pertama kali : dr. eri
Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING (diisi setiap kali selesai
satu periode pembinaan)
TanggalTingkat
PemahamanParaf
PembimbingParaf Keterangan
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Nama Kepala Keluarga : Tn. A.H.
Alamat Lengkap : Sidokepung RT 13/RW 03 Buduran.
Bentuk Keluarga : Extended family
1
Tabel 2. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
No
NamaKedudukan
dalam keluarga
L/P Umur Pendidikan PekerjaanPasien Klinik (Y/T)
Ket
1 Tn. A. H KK L 54 th Perguuruan Tinggi
Swasta T -
2 Ny. K. D Istri P 48 th SLTP IRT T -3 Tn. F Anak L 26 th Perguruan
Tinggi -- Y Depresi
berat dengan gejala psikosis
4. Ny. H Anak P 24 th Perguruan Tinggi
Pegawai Swasta
T -
5. An. A Anak L 16 th SMK Pelajar T -6. An. E Anak P 14 th SMP Pelajar T -7. Tn. A Menantu L 35 th Perguruan
tinggi Pegawai Negeri
T -
8. An. S Cucu P 2 th - - T -9. An. N Cucu P 9 bln - - T -
Sumber : Data Primer, Juni 2013
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA
BAB I
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini dibuat berdasarkan kasus poli psikiatri Puskesmas
Buduran dengan mengambil pasien lama yang telah menjalani pengobatan di
Rumah Sakit Sidoarjo. Pasien ini merupakan pasien dari Puskesmas Buduran
yang perawatannya kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Sidoarjo.
Berdasarkan anamnesis dengan keluarga pasien (Ibu Kandung), pasien
telah menjalani pengobatan sejak Nopember 2011. Pasien merupakan warga
pindahan dari Jawa Tengah sejak Juli 2011 ke Kecamatan Buduran, Sidoarjo.
Karena pengobatan yang panjang dan biaya yang besar dengan status
2
pembayaran umum, akhirnya pasien mengurus administrasi mengajukan
pembayaran lewat jamkesda.
Mengingat masih sulit dan lamanya pengobatan untuk pemulihan
pasien psikiatri dan biaya yang dibutuhkan lumayan tinggi maka saya
mengangkat masalah ini sebagai kasus dalam sebagai pasien home visite kali
ini.
Diharapkan dari kegiatan home visite ini, dapat diketahui keadaan
lingkungan dan prilaku keluarga dalam proses terjadinya penyakit dan dalam
proses penyembuhan. Dari home visite juga diharapkan dapat direncanakan
dan pemberian motivasi kepada keluarga terhadap proses penyembuhan
penyakitnya.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. F
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : -
Pendidikan Terakhir : perguruan tinggi tingkat 2 (semester 4)
Agama : Islam
Alamat : Sidokepung, RT 13/ RW 03, Buduran.
Suku : Jawa Tengah
Tanggal home visite : 13 September 2013
C. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Pasien massih sering diam di kamar. Tidak mau
bersosialisasi dengan sekitar.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Hetero Anmnesa Terhadap Ibu Pasien :
Menurut ibu pasien, Pasien sebelumnya adalah anak yang baik.
lahir di Purwokerto, Jawa Tengah. Pasien anak tertua, memiliki 3 orang
3
adik dan ayahnya bekerja sebagai wiraswasta di bidang bangunan dan
pergi ke Aceh sejak pasien berumur 16 tahun, sedangkan ibu pasien
sendiri (nara sumber) bekerja sebagai Ibu rumah tangga. Tubuh normal
seperti anak pada kebanyakan. Kemudian Pasien bersekolah SD, SMP dan
SMK Pembangunan di Purwokerto. Pasien sebelumnya orang yang cukup
ceria, suka bercerita kepada keluarga, punya banyak teman, dan memiliki
klub basket bersama teman-temanya di SMA. Namun memang sering
diam di rumah dan tidak terlalu suka main di luar. Setiap lebaran, banyak
teman-teman pasien yang berbuka di rumah pasien di Jawa Tengah.
Setelah lulus SMA Pasien memutuskan untuk melamar menjadi
angkatan laut di Purwokerto. Pasien masuk menjadi seratus besar dari
ribuan peserta yang melamar di Purwokerto. Namun pasien akhirnya tidak
lulus dalam seleksi akhir. Karena waktu itu, pembukaan untuk kuliah
negeri sudah ditutup, akhirnya pasien memutuskan untuk kuliah di
perguruan tinggi swata di Purwokerto. Pasien mengambil jurusan Tekhnik
sipil. Biaya yang dikeluarkan keluarga pasien untuk kuliah di perguruan
swasta ini besar dan keluarga, namun biaya yang dikeluarkan untuk
menyekolahkan pasien cukup besar. Namun Ibu pasien mengatakan masih
tetap berusahan membiayai sekolah anaknya tersebut dan tidak mengeluh
akan keadaannya ini, sebab ibu pasien merasa anaknya adalah anak yang
baik, membanggakan keluarga.
Ibu pasien juga menceritakan kebaikan anaknya bahwa pasien anak
yang baik, saat temannya merokok, pasien membelikan uangnya untuk
membeli coklat. Banyak dari teman ibu pasien ingin menjodohkan pasien
dengan anak mereka. Namun karena pasien belum bekerja, jadi ibu pasien
menolak perjodohan itu.
Setelah bersekolah selama 4 semester, pasien memutuskan untuk
berhenti kuliah dan mulai bekerja. Alasanya adalah agar keluargaa pasien
dapat membiayai adik perempuannya yang kedua untuk kuliah. Akhirnya
adik pasien kuliah D3 di Purwokerta. Pasien akhirnya memutuskan untuk
bekerja sebagai sekuriti di perusahaan BUMN di kota Jawa Tengah.
4
Namun di sana pasien sering diperdaya oleh teman kerjanya. Pasien
dikatakan membeli makanan di warung sebelah kantornya dan harus
membayar hingga 200 ribu / minggu untuk makanan yang tidak pernah dia
beli. Ibu pasien juga menegaskan bahwa anaknya jika bertugas selalu
membawa bekal makanan dari rumah.
Karena tidak tahan akan perlakuan yang diterimanya, akhirnya
pasien memutuskan untuk melawan. Namun akhirnya terjadi perkelahian
dan pasien memutuskan untuk berhenti bekerja. Selang 3 bulan setelah
berhenti bekerja, pasien memutuskan untuk pergi bekerja ke Aceh. Namun
bekerja selama 6 bulan di aceh, pasien pindah lagi ke Jawa Tengah karena
di tempat kerja ada masalah dengan pegawai lainnya dan juga
menimbulkan perkelahian.
Selama pasien bekerja di Aceh, adik pasien telah meluluskan
kuliah D3 di Purwokerto dan menjalani praktek kerja lapangan di
Borobudur. Di sana adik pasien bertemu dengan suaminya sekarang.
Lewat perkenalan singkat dan komunikasi lewat handpone selama 6 bulan,
akhirnya adik pasien dilamar. Pertama ibu pasien kurang setuju, namun
karena anak pasien sudah menyatakan keinginannya untuk menikah,
akhirnya pasien diizinkan untuk menikah.
Perayaan pernikahan dilakukan di Purwokerto. Saat itu pasien
sudah pulang dari Aceh dan menjadi panitia dalam persiapan pernikahan
adiknya. Adik pasien beserta suaminya tinggal di Purwakarta selama 5
hari yang kemudian pindah ke Wonokromo, Surabaya.
Tak lama beberapa bulan setelah pindah ke Wonokromo, adik
pasien sering menelpon pulang ke rumah dan meminta Ibunya
menemaninya di Surabaya. Tanpa pikir panjang akhirnya ibu pasien
beserta semua keluarga memutuskan untuk pindah ke Surabaya dan
menjual rumahnya di Purwokerto. Pasien sendiri akhirnya ikut juga ke
Surabaya dan tinggal beserta iparnya, dan adik-adiknya. Sedangkan
ayahnya masih bekerja di Aceh
5
Ternyata di rumah iparnya suasana kurang harmonis. Ibu pasien
merasa tidak dihormati oleh menantunya. Anaknya (adik perempuan
pasien) sering pingsan dan menjalani pemeriksaan dokter karena merasa
tertekan oleh mertuanya (Ibu dari Suami). Akhirnya Ibu pasien membeli
rumah di kawasan Buduran dengan hasil penjualan rumah di Purwokerto.
Di sana pasien tinggal bersama Ibu, adiknya dan iparnya.
Ibu pasien mengatakan hubungan pasien dengan iparnya kurang
harmonis. Tidak hanya dengan pasien. Semua anggota keluarga yang lain
juga merasa tidak nyaman dengan suami adik perempuan pasien. Dan
suasana rumah menjadi menegangkan setiap saat. Puncaknya saat Ibu
pasien pergi untuk mengaji, pasien ditemukan sudah tidak ingat akan
dirinya, diam dan tidak menyapa siapa-siapa. Ibu pasien mengatakan
sempat terjadi perkelahian antara anaknya dan menantunya.
Pada tahun 2012 awal pasien sempat dirasakan membaik. Mulai
keluar rumah dan mengantar adiknya ke sekolah, duduk dan mengobrol di
kamar tamu bersama keluarga, dan berbelanja seperti sebelumnya. Mulai
menceritakan bahwa dirinya berkeinginan untuk bekerja kembali namun
tidak melakukan pekerjaan yang berat dulu. Mulai mau mengobrol dengan
tamu yang berkunjung. Namun setelah bulan akhir 2012, pasien mulai
berdiam diri lagi di dalam rumah dan tidak mau lagi mengobrol dengan
orang lain selain anggota keluarga.
Saat itu pasien hanya diam di kamar, sempat tidak mau keluar
ruamah dalam waktu yang lama ( kurang lebih 2 mingguan sebelum
akhirnya di bawa ke dokter psikiatri). mondar mandir di dalam rumah
tanpa alasan jelas, tidak mau bergaul dengan keluarga ataupun dengan
orang lain, bahkan selalu sembunyi jika ada tamu di rumah. Sering lama-
lama di kamar mandi sampai berjam-jam tanpa alasan yang jelas, dan
sangat sering tidak ingat akan keluarganya yang lain, termasuk ibunya.
Pasien juga sempat tertawa sendiri tanpa alasan yang jelas. Setiap
diberikan makanan pasien tidak mau makan dan mengatakan di dalam
makanannya ada racun. Pasien juga sempat berurusan dengan polisi karena
6
dikatakan telah membuat lecet mobil tetangganya, namun akhirnya
urusannya sudah selesai karena tidak ada bukti pasien melakukan hal
tersebut. Pasien selalu berpakaian baik, tidak pernah telanjang, tidak
pernah ditemui berbicara sendiri. Pasien juga dikatakan sering keluar
malam hari dan pulang pagi hari dengan berjalan kaki, dan mengatakan
kalau pergi nongkrong. Setelah berobat sejak 2011, pasien sembuh dan
kambuh lagi. Hingga akhirnya sejak awal 2013 ini pasien sudah mulai
keluar kamar, sudah bisa menjemput adiknya ke sekolah SMP dan sekali-
kali berolah raga bermain basket dengan kedua adik SMK dan SMP nya
ini. Namun terkadang pasien juga sering tidak nyambung, tidak mau
mengobrol dan belum mau untuk mulai bekkerja lagi. Kegiatan sehari –
hari hanya mengantar adiknya sekolah antar jemput, sekali-kali bermain
basket, dan bermmain mobil balap tamiya dan jika ada musim balap
tamiya, pasien sering ikut dan pernah menjadi juara (terakhir pada bulan
Pebruari 2013).
b. Autoanamnesa
Dialkukan pada tanggal 13 September 2013 dengan DM Anjas (DM) dan
Pasien (P)
DM : “Selamat sore Mas.”
P : “ Sore.”
DM : “Lagi sibuk apa Mas?”
P : “TIdak ada.”
DM : “ Boleh saya ngobrol dengan Mas ?”
P : “Boleh. Kamarnya berantakan”
DM : “Iya, ga apa Mas. Kamar saya juga sama berantakan. Wah, Mas
suka Tamiya ya ?”
P : “Iya”
Dm : “Sering ikut lomba Mas ?”
P : “Iya.”
7
DM : “Katanya sempat jadi juara ya Mas ?”
P : “Iya sempat.”
DM : “Main dimana Biasanya Mas ?”
P : “ di Royal.”
DM : “Banyak ya yang diajak main ? Ada perkumpulan khususnya
gitu Mas ?”
P : “ Iya banyak.”
DM : “Kemarin di Puskesmas kenapa tidak mau ngobrol sama saya
Mas ?”
P : “Iya kemarin sakit gigi.”
DM : “Owalah, terus sekarang sudah sembuh ?”
P : “ Iya sudah.”
DM : “Berobat dimana Mas ?”
P : “ Di rumah.”
DM : “Mas apakan ?”
P : “ Digososk pakai sikat gigi.”
DM : “Mas kegiatannya setiap hari ngapai di rumah ?”
P : “Tidur.”hee
DM : “Kata Ibu sering ngantar adik sekolah dan suka main bola basket
?”
P : “Iya.”
DM : “Sekolah di mana adik Mas ? naik apa ke sana ?”
P : “ Di Sidoarjo, naik motor.”
DM : “ Naik motor ? berapa lama Mas ?”
P : “ Paling cepat 30 menit.”
DM : “ Kalo main basket biasanya di mana Mas ?”
P : “ Di sebelah perumahan.”
DM : “main ma siapa biasanya ?”
P : “ Sama teman SMA ?”
DM : “Teman SMS mana Mas ? Bukannya mereka sekolah ? bolosan
ta mereka ?”
8
P : “ Iya Memang bandel, sulit kumpulinnya mereka.”
DM : “ Mainya sama mereka tiap hari ?”
P : “Iya tiap hari.”
DM : “ Berarti besok main lagi dong, boleh saya ikut ?’
P : “Iya main, boleh.”
Dm : “ Jam berapa Mas ?”
P :” Jam 8.”
DM : “ Memang anak SMA ni bolos lagi tiap hari.”
P :” Iya, sulit mengumpulkan mereka. Berarti besok ga bisa main.”
DM :” Mas selain tidur dan mengantar adik sekolah terus main basket,
kegiatan lainnya apa lagi Mas ?”
P : “ Tidak ada.”
DM : “ Kalo nonto TV suka ?”
P : “ Suka.”
DM : “Suka nonton apa Mas ?”
P : “ Tom and Jery.”
M : “Masih ada ya filmnya tu ? di chanel apa Mas ? pagi hari.
P : “Iya pagi hari.”
DM : “ Nonton berita ga suka ? kasusnya anak Ahmad Dhani ?”
P : “ Iya suka, yang tabrakan. El.”
Dm : “ Wah Mas tau juga ya. Hebat ya kayak di film. Mobilnya bisa
terbang di atas pembatas jalan.
P : “ Iya.”
DM : “Mas ga pengen kerja lagi ?”
P : “Tidak.”
DM :”Ko ga kerja lagi ?”
P : “ Ga kenapa.”
DM : “ kalo makan, mandi , tidur enak ?”
P : “ Enak.”
DM : “Sukanya makan apa Mas ?”
P : “Semua.”
9
DM : “ Masih sering keluar sendiri Mas ?”
P : “ Tidak.”
DM : “ Besok saya ke sini main lagi boleh Mas ?”
P : “Boleh.”
DM : “ Jam berapa Mas ?”
P : “ Jam berapa boleh. Saya tunggu di rumah.”
DM : “ Iya Mas, Besok saya ke sini lagi ya Mas. Saya pamit Mas ya,
sudah mahgrib.”
P : “Iya.”
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Tidak pernah mengalami
trauma, lahir normal, tanpa penyulit. Tidak pernah memiliki riwayat
dirawat di Rumah Sakit selain ini. Tidak pernah mengalami kejang-kejang.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang seperti ini. Ayah pasien menderita sakit jantung.
Sempat di rawat di ICCU karena jatuh pingsan saat pertengkaran di rumah
Surabaya antara pasien dengan iparnya. Keluarga yang lain tidak memiliki
sakit yang perlu perawatan di Rumah Sakit.
5. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat merokok : disangkal
b. Riwayat kebersihan badan : pasien
mandi 2 kali sehari. Namun
terkadang pasien tidak mandi
seharian.
c. Riwayat olah raga : terkadang sore pasien bermain basket
dengan adiknya.
d. Riwayat pengisian waktu luang : menonton TV, tiduran, bermain
tamiya, menjemput adik sekolah.
10
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita tinggal bersama Ibu, ketiga adiknya, iparnya (suami dari adik
nomer dua), dan kedua keponakannya. Ayah pasien bekerja di Aceh
sebagai pegawai kontraktor bangunan. Pulang ke rumah sekitar 6-8 bulan
sekali dan menetap di rumah selama maksimal 1 bulan. Ibu pasien bekerja
sebagai Ibu rumah tangga. Adik kandung berjumlah 3 orang. Adik yang
paling tua bekerja sebagai karyawan swasta, sudah menikah dan
mempunyai 2 anak berusia 2 tahun dan 8 bulan. Suaminya bekerja di dinas
Sidoarjo sebagai pegawai negeri. Adik pasien yang nomer dua masih
bersekolah di SMK Sidoarjo. Adik yang paling kecil bersekolah di SMP
Sidoarjo. Penghasilan utama dari kiriman ayah pasien yang bekerja di
Aceh sebesar 2,5 juta rupiah perbulannya. Sedangkan adik dan iparnya
tidak memberikan uang dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
keluarganya.
7. Riwayat Gizi
Penderita makan sehari-harinya biasanya antara 2-3 kali dengan nasi
sepiring, sayur, dan lauk pauk seadanya, seperti telur, sayur, dan cukup
sering dengan daging atau ayam. Penderita terkadang sulit untuk makan,
dan sampai tidak makan sama sekali dalam sehari.
D. ANAMNESIS SISTEM
a. Kulit : Warna kulit sawo matang, kulit gatal (-).
b. Kepala : Sakit kepala (-), pusing (-), rambut kepala
tidak rontok, luka pada kepala (-), benjolan
/ borok di kepala (-)
c. Mata : Pandangan mata berkunang-kunang (-),
mata pasien sering merah jika iritaasi,
penglihatan kabur (-), ketajaman baik
d. Hidung : Tersumbat (-), mimisan (-)
11
e. Telinga : Pendengaran berkurang (-), berdengung
(-), keluar cairan (-)
f. Mulut : Sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa
pahit
g. Tenggorokan : Sakit menelan (-), serak (-)
h. Pernafasan : Sesak nafas (-), batuk (-), mengi (-), ronki
(-)
i. Kardiovaskuler : Berdebar-debar (-), nyeri dada (-)
j. Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu
makan menurun (-), nyeri perut (-), BAB
tidak ada keluhan
k. Genitourinaria : BAK lancar, warna dan jumlah biasa
l. Neurologi : Neurologik : kejang (-), lumpuh (-)
m. Muskuloskeletal : Kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-),
nyeri otot (-), kesemutan (-)
n. Ekstermitas : Atas : bengkak (-), sakit (-)
Bawah : bengkak (-), sakit (-)
E. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
Tidak tampak sakit, kesadaran compos mentis (CGS E4 V5 M6), status gizi
kesan cukup.
b. Tanda Vital dan Status Gizi
Tanda Vital
Nadi : 86x/menit, regular, isi cukup, simetris
Pernafasan : 18 x / menit
Suhu : 36,1°C
Tensi : 110/70 mmHg
Status gizi (Kurva BMI)
BB : kg
12
TB : cm
BB = 72 kg = 21, 74 gizi cukup
TB2 1,822
Status gizi gizi cukup
c. Kulit
Warna : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), makula
hipopigmentasi (-) pada kedua lengan, tes sensibilitas
(-/-)
d. Kepala
Bentuk mesocephal, tidak ada luka, rambut tidak mudah dicabut, atrofi m.
temporalis (-), macula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimic wajah /
bells palsy (-)
e. Mata
Conjungiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm),
reflek kornea (+/+), warna kelopak (coklat kehitaman), katarak (-/-),
radang / conjungtivitis / uveitis (+/-), visus (3/6 ODS dalam posisi duduk
dan ruang terbatas)
f. Hidung
Nafas cuping hidung (-), secret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),
hiperpigmentasi (-).
g. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi
lidah hiperemis (-), tremor (-)
h. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), secret (-), pendengaran berkurang (-), cuping
telinga dalam batas normal
i. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)
j. Leher
JVP (5 + 2) cmH2O tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran
kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
13
k. Thoraks
Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)
Cor : I : ictus cordis tak tampak
P : ictus cordis tak kuat angkat
P : batas kiri atas : SIC II 1 cm lateral LPSS
batas kanan atas : SIC II LPSD
batas kiri bawah : SIC V 1 cm lateral LMCS
batas kanan bawah : SIC IV LPSD
batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II tunggal, regular, bising (-)
Pulmo Anterior
: I : simetrs /Simetris
: P : Simetris +/+
Ketinggalan gerak -/-
: P : sonor/sonor
: A : Vesikuler +/+, Rho : -/-, whee : -/-
Posterior
: : I : simetrs /Simetris
: P : Simetris +/+
Ketinggalan gerak -/-
: P : sonor/sonor
: A : Vesikuler +/+, Rho : -/-, whee : -/-
l. Abdomen
I : dinding perut sejajar dengan dinding dada, retraksi (-)
P : supel, nyeri tekan (-), defan muskuler (-), hepar dan lien tak teraba
P : timpani seluruh lapang perut
A : peristaltik (-) normal
n. Sistem Collumna Vertebralis
14
I : deformitas (-), scoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
P : nyeri tekan (-)
P : NKCV (-)
o. Ekstermitas : palmar eritema (-/-)
p. Sistem genetalia : dalam batas normal
q. Pemeriksaan Neurologik :
1. Kesadaran
Kualitatif : compos mentis
Kuantitatif : GCS 4 5 6
2. Meningeal sign
Kaku kuduk : tidak ada
Kernig : tidak ada
Brudzinski I : tidak ada
Brudzinski II : tidak ada
3. Nervus Cranialis : dalam batas normal
4. Motorik : dalam batas normal
Kekuatan otot
Ekstermitas superior : 555/555
Ekstermitas inferior : 555/555
Tonus otot
Ekstermitas superior : 555/555
Ekstermitas inferior : 555/555
Reflek fisiologis : dalam batas normal
Reflek patologis : tidak ditemukan
5. Sensorik : normal
15
- -
- -
Akral dingin
- -
- -
Oedem
6. Autonom : BAK (+), BAB (+)
7. Columna vertebra : dalam batas normal
r. Status Psikiatri :
Kesan umum : penderita terlihat sesuai umurnya, prilaku dan kebiasaan
lebih kecil dari umurnya, kesehatan fisik cukup, tinggi badan normal,
tidak terdapat cacat fisik, motorik melambat, cara berpakaian rapi dan
bersih,sopan, sikap kooperatif, sesuai gender. Kontak : mata (+)
berkurang, verbal (+), terkadang kurang.
Kesadaran Kualitatif : Kompos Mentis.
Kuantitatif : GCS 4-5-6
Proses Berpikir :
o Bentuk : tidak logis
o Arus : relevan
o Isi : isi pikiran miskin, semangat bersosialisasi menurun.
Afek Emosi : Apatis, Depresi -adekuat.
Persepsi : halusinasi -, ilusi -, depersonalisasi + merasa dirinya sulit
beradaptasi, derealisasi : - gangguan somatoform dan psikofisiologis -,
agnosia -.
Kognisi-sensorium : konsentrasi baik, orientasi baik, amnesia -, memori
yang lain dalam batas normal, inteligensi kesan masih terpelihara.
Kemauan : menurun, drive :menurun, motivasi : menurun, fungsi
pekerjaan dan sosial berkurang.
Psikomotor : kesan hipokinesia, hipoaktivitas.
Tilikan : 2 ( menyadari sakit, dan perlu pertolongan namun dalam
waktu bersamaan masih ada denial).
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk saat ini.
Direncanakan untuk melakukan tes MMPI
16
C. RESUME
Datang ke Puskesmas Buduran untuk kontrol dan mengambil surat rujukan ke
Rumah Sakit Sidoarjo. Saat pasien lulus SMA pasien memutuskan untuk
melanjutkan ke angkatan laut. Namun pasien tidak lulus saat tes terakhir.
Kemudian pasien memutuskan untuk kuliah di tehknik sipil um=niversitas
swasta dengan biaya yang cukup tinggi. Semester 4 pasien memutuskan untuk
berhenti kuliah dan bekerja sebagai sekuriti di perusahaan BUMN karena adik
perempuannya akan kuliah, sehingga dapat mengurangi beban ekonomi
keluarga. Tapi pasien akhirnya berhenti karena bermasalah dengan sesama
sekuriti. Setelah tidak bekerja selama 3 bulan, pasien memutuskan untuk pergi
ke Aceh bekerja dengan ayahnya. Beberapa bulan di Aceh pasien berhenti
bekerja lagi karena masalah dengan pegawai di Aceh. Kemudian pasien
pulang ke Jawa Tengah, dan bertepatan dengan itu adik pasien akan menikah
dan pindah ke Surabaya.
Setelah tiga bulan adik pasien pindah ke Surabaya, keluarga pasien yang
lainnya pindah ke Surabaya karena permintaan adik perempuan pasien.
Rumah di jawa tengah dijual oleh Ibu Pasien. Sesampai di Surabaya pasien
dan keluarganya merasa keluarga iparnya sangat kasar dan sering terjadi
perselisihan. Kemudian sejak nopember 2011 pasien mulai bertingkah aneh.
Sering mondar-mandir di rumah tanpa alasan yang jelas, tidak ingat dengan
keluarganya sendiri, sering keluar berjalan kaki tengah malam dan pulang di
pagi harinya, sering tertawa sendiri, mengurung diri di kamar, tidak mau
keluar rumah jika diminta, terkadang tidak mau makan, sering berlama-lama
di kamar mandi sampai berjam-jam, jika diajak ngobrol sering tidak
nyambung, sering pergi naik motor dan memarkir motornya di rumah orang
lain karena menganggap rumah itu adalah rumahnya.
Setelah berobat selama 2 tahun, pasien sudah jauh membaik. Hanya pasien
masih sering diam di dalam kamar, tiduran, dan nonton TV. Tidak punya
motivasi bekerja, menghindari sosialisasi, dan mengobrol masih kaku.
17
Riwayat penyakit dahulu disangkal, Riwayat keluarga : ayah memiliki riwayat
penyakit jantung, riwayat ekonomi serba berkecukupan, gizi baik.
Anamnesa sistemik didapatkan kelainan pada mata berupa kunjungtivitis
iritan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dbn, status gizi cukup,
kunjungtivitis OS, dan pemeriksaan sistemik lainnya dalam batas normal.
Status Psikiatri :
Kesan umum : penderita terlihat sesuai umurnya, prilaku dan kebiasaan
lebih kecil dari umurnya, kesehatan fisik cukup, tinggi badan normal,
tidak terdapat cacat fisik, motorik melambat, cara berpakaian rapi dan
bersih,sopan, sikap kooperatif, sesuai gender. Kontak : mata (+)
berkurang, verbal (+), terkadang kurang.
Kesadaran Kualitatif : Kompos Mentis.
Kuantitatif : GCS 4-5-6
Proses Berpikir :
o Bentuk : tidak logis
o Arus : relevan
o Isi : isi pikiran miskin, semangat bersosialisasi menurun.
Afek Emosi : Apati, Depresi -adekuat.
Persepsi : halusinasi -, ilusi -, depersonalisasi + merasa dirinya sulit
beradaptasi, derealisasi : - gangguan somatoform dan psikofisiologis -,
agnosia -.
Kognisi-sensorium : konsentrasi baik, orientasi baik, amnesia -, memori
yang lain dalam batas normal, inteligensi kesan masih terpelihara.
Kemauan : menurun, drive :menurun, motivasi : menurun, fungsi
pekerjaan dan sosial berkuran.
Psikomotor : kesan hipokinesia, hipoaktivitas.
Tilikan : 2 ( menyadari sakit, dan perlu pertolongan namun dalam
waktu bersamaan masih ada denial).
G. PATIENT CENTER DIAGNOSIS MULTIAXIAL
18
Axis I : F 33.10 Gangguan Depresi Berulang, dengan gejala kini depresi
sedang tanpa gejala somatik.
Axis II : -
Axis III : Masalah penyakit mata, Kunjungtivitis alergika (bukan pencetus).
Axis IV : Primary support group dengan berupa hubungan yang kurang
harmonis dengan ipar.
Masalah dengan pekerjaan sebagai sekuriti dan pekerjaan saat di
Aceh
Masalah keuangan keluarga yang kekurangan.
Axis V : GAF 80-71 (masalah dapat diatasi, disabilitas ringan dalam
sosial, pendidikan dan pekerjaan.
H. TERAPI
A. Nonmedikamentosa
1. Terapi psikoterapi suportif misal yang dapat dilakukan terhadap
pasien adalah menjauhkan dari stresor, persuasi atau bujukan
untuk memulai bersosialisasi dan bekerja, meyakinkan pasien
bahwa dia dapat melakukan hal-hal baru yang ingin dilakukannya,
dan membiarkan pasien mengungkapkan semua keinginan dan
permasalahan yang dia alami.
2. Psikoterapi reduktif misalnya yang dapat dilakukan pasien adalah
konseling akan masalah yang dialami pasien dan jalan keluar yang
baik diambil yang disesuaikan dengan keadaan pasien saat ini.
Sebaiknya dilakukan oleh dokter atau dokter spesialis yang
mengetahui betul perkembangan terapi pasien.
3. Terapi kerja dapat mulai dilakukan mulai dari pekerjaan ringan
misalnya mengantarkan adiknya ke sekolah, membersihkan
kamar, membersihkan rumah, mencuci pakainnya sendiri atau
pakaian keluarga dan mencici piring atau perabotan rumah.
4. Menghindarkan pasien dari hal-hal yang dapatt menyebabkan
iritasi pada maata.
19
B. Medikamentosa
Fluoxetin tab 10 mg 2 x i tab
THD tab 2 mg 2 x 1 tab
Cromolin Na ED gtt 1-2 OD
FOLLOW UP
Tanggal 14 Juli 2013
S : masien merasa baik, tidak ada keluhan
O : Ku : baik, kompos mentis, gizi cukup.
Vital sign :
TD : 110/80 mmHg RR : 18 x/menit
N : 82 x/ menit Tax : 36,8 oC
Status Psikiatri :
Kesan umum : penderita terlihat sesuai umurnya, prilaku
dan kebiasaan lebih kecil dari umurnya, kesehatan fisik cukup,
tinggi badan normal, tidak terdapat cacat fisik, motorik
melambat, cara berpakaian rapi dan bersih,sopan, sikap
kooperatif, sesuai gender. Kontak : mata (+) berkurang, verbal
(+), terkadang kurang.
Kesadaran Kualitatif : Kompos Mentis.
Kuantitatif : GCS 4-5-6
Proses Berpikir :
Bentuk : tidak logis
Arus : relevan
Isi : isi pikiran miskin, semangat bersosialisasi
menurun.
Afek Emosi : Apati, Depresi -adekuat.
20
Persepsi : halusinasi -, ilusi -, depersonalisasi +
merasa dirinya sulit beradaptasi, derealisasi : - gangguan
somatoform dan psikofisiologis -, agnosia -.
Kognisi-sensorium : konsentrasi baik, orientasi baik, amnesia
-, memori yang lain dalam batas normal, inteligensi kesan
masih terpelihara.
Kemauan : menurun, drive :menurun, motivasi :
menurun, fungsi pekerjaan dan sosial berkuran.
Psikomotor : kesan hipokinesia, hipoaktivitas.
Tilikan : 2 ( menyadari sakit, dan perlu
pertolongan namun dalam waktu bersamaan masih ada
denial).
A : Depresi Berulang dengan gejala kini depresi sedang tanpa gejala somatic
P : A. Nonmedikamentosa
1. Berusaha menciptkan suasana keluarga yang harmonis di rumah.
Jika bisa jauhkan dulu antara pasien dengan iparnya.
2. Mendukung pasien untuk menumbuhkan lagi keinginannya,
misalnya mengajak bermain basket.
3. Mulai lebih sering diperkenalkan dengan kehidupan sosial baru,
misalnya jalan sore di areal perumahan.
4. Tetap merawat dan memperhatikan perawatan sehari-hari pasien.
5. Mulai memmberikan motivasi kepada pasien untuk memulai
pekerjaan ringan dengan tanggung jawab yang tidak terlalu besar
(misal berdagang).
6. Hindari dari debu dan hal-hal yang membuat iritasi mata
B. Medikamentosa
Fluoksetin 2 x 1 tab
THD 2 mg 2 x 1 tab
Cromolin/nafazolin/vasacon A ED gtt 1-2 OD
21
FLOW UP.
Tanggal 15 Juli 2013
S : masien merasa baik, tidak ada keluhan
O : Ku : baik, kompos mentis, gizi cukup.
Vital sign :
TD : 110/80 mmHg RR : 18 x/menit
N : 82 x/ menit Tax : 36,8 oC
Status Psikiatri :
Kesan umum : penderita terlihat sesuai umurnya, prilaku
dan kebiasaan lebih kecil dari umurnya, kesehatan fisik cukup,
tinggi badan normal, tidak terdapat cacat fisik, motorik
melambat, cara berpakaian rapi dan bersih,sopan, sikap
kooperatif, sesuai gender. Kontak : mata (+) berkurang, verbal
(+), terkadang kurang.
Kesadaran Kualitatif : Kompos Mentis.
Kuantitatif : GCS 4-5-6
Proses Berpikir :
Bentuk : tidak logis
Arus : relevan
Isi : isi pikiran miskin, semangat bersosialisasi
menurun.
Afek Emosi : Apati, Depresi -adekuat.
Persepsi : halusinasi -, ilusi -, depersonalisasi +
merasa dirinya sulit beradaptasi, derealisasi : - gangguan
somatoform dan psikofisiologis -, agnosia -.
Kognisi-sensorium : konsentrasi baik, orientasi baik, amnesia
-, memori yang lain dalam batas normal, inteligensi kesan
masih terpelihara.
22
Kemauan : menurun, drive :menurun, motivasi :
menurun, fungsi pekerjaan dan sosial berkuran.
Psikomotor : kesan hipokinesia, hipoaktivitas.
Tilikan : 2 ( menyadari sakit, dan perlu
pertolongan namun dalam waktu bersamaan masih ada
denial).
A : Depresi Berulang dengan gejala kini depresi sedang tanpa gejala somatic
P : A. Nonmedikamentosa
1. Berusaha menciptkan suasana keluarga yang harmonis di rumah.
Jika bisa jauhkan dulu antara pasien dengan iparnya.
2. Mendukung pasien untuk menumbuhkan lagi keinginannya,
misalnya mengajak bermain basket.
3. Mulai lebih sering diperkenalkan dengan kehidupan sosial baru,
misalnya jalan sore di areal perumahan.
4. Tetap merawat dan memperhatikan perawatan sehari-hari pasien.
5. Mulai memmberikan motivasi kepada pasien untuk memulai
pekerjaan ringan dengan tanggung jawab yang tidak terlalu besar
(misal berdagang).
6. Hindari dari debu dan hal-hal yang membuat iritasi mata
B. Medikamentosa
Fluosetin 2 x 1 tab
THD 2 mg 2 x 1 tab
Cromolin/nafazolin/vasacon A ED gtt 1-2 OD
23
FLOW SHEET
No Tgl
Tensi
mm
Hg
BB
Kg
TB
Cm
Status
Gizi
Gejala
Psikis
yang
Dominan
Pengobatan
1 14/9/
2013
110/70 72
kg
182 Gizi
cukup
Depresi
sedang 2 14/9/
2013
110/60 72
kg
182 Gizi
cukup
24
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Biologis
Keluarga terdiri dari penderita, Ayah penderita (Tn. A.H, 56
tahun), Ibu penderita (Ny. K.D, 51 tahun), Penderita (Tn. F, 28 tahun),
tiga orang Adik penderita (Ny. H 24 tahun, An. A 16 tahun, An. E 14
tahun). Ipar penderita/ Suami dari Ny. H (Tn. A), dua keponakan pendrita
( An. S, 2 tahun ; An. N, 8 bulan). Penderita tinggal serumah dengan
ibunya, ketiga adiknya, kedua keponakannya dan iparnya. Sedangkan
ayah pasien tinggal di Aceh dan pulang tidak menentu, biasanya 6 bulan
sekali.
2. Fungsi Psikologis.
Hubungan pasien dengan keluarga intinya baik. komunikasi antara
ayah, ibu dan adik kandungnya berjalan baik. pasien mengalah untuk tidak
melanjutkan kuliah agar adiknya dapat kuliah karena masalah keuangan
yang serba berkecukupan. Setiap ada masalah selalu disampaikan dalam
keluarga. Sebelum ayahnya berangkat ke Aceh (saat pasien berusia 16
tahun), pasien sangat akrab dengan ayahnya. Dalam rumah pasien terdapat
lemari yang menurut pasien menjadi kenangan, yang dibuat bersama
dengan ayahnya. Permasalahan yang timbul selalu dipecahkan secara
musyawarah dengan ibu dan ayah pasien. Setelah ayah pasien tinggal dan
bekerja di Aceh, pasien sering menyimpan masalahnya sendiri. Dan sering
memikirkan semuanya karena merasa sebagai anak yang paling tua.
Namun semenjak adik perempuannya menikah ke Surabaya dan
pasien beserta keluarga pindah ke Surabaya tinggal bersama dengan ipar
pasien, permasalahan mulai timbul. pasien mulai menyimpan
permasalahan sendiri. Ibu pasien menjadi pusat keluarga yang mengatur
25
semua ekonomi dan sosial di keluarga. Ditambah lagi ipar pasien tidak
mau tahu dengan masalah ekonomi dan sosial dari keluar pasien. Hingga
sekarang, Ibu pasien tetap menjadi pusat dari keluarga.
3. Fungsi Sosial
Sejak penderita mengalami Depresi berat dengan Gejala Psikosis,
pasien mulai kehilangan kontak dengan sosialnya. Pasien sering diam di
kamar. Mengisi waktu luang dengan tidur, nonton tv dan sesekali bermain
tamiya di mall Surabaya. Pasien tidak mengenal tetangga rumahnya.
Pasien tidak pernah bertemu lagi dengan temannya semasa kuliah ataupun
SMA. Kontak dengan orang lain baru pasien hadapi saat mengantar
adiknya sekolah dan menjemputnya di sekolah, atau berbelanja di warung
sesekali.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Ekonomi pasien dibiayai dari uang kiriman dari ayah pasien yang
bekerja di Aceh. Menurut Ibu pasien, ayah pasien mengirimkan uang
sebesar 2,5 juta rupiah. Uang ini diutamakan unrtuk biaya pendidikan
adik-adiknya, kemudian untuk uang makan, biaya berobat pasien dan
pembayaran listrik dan air. Sebelum mengurus system pembayaran
jamkesda, Ibu pasien sering kekurangan uang untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari. Setelah mengikuti program jamkesda, Ibu pasien merasa
sangat tertolong dan uang sebesar 2,5 juta tersebut cukup untuk keperluan
satu bulan. Anak dan ipar pasien hanya membantu dalam membiayai
pembelian keperluan sabun mandi dan sesekali membelikan lauk untuk
pangan.
Setiap harinya ibu pasien memasak dengan kompor gas, nasi
secukupnya dengan lauk yang tidak menentu. Sayaur, daging diusahakan
ada walapun sedikit. Dan jika tidak sempat memasak, ibu pasien biasanya
membeli lauk dari warung di dusun tetangga.
26
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Pasien masih sangat belum bisa melakukan fungsi sosial, pekerjaan
dan pendidikan secara normal. Sudah mulai bisa keluar rumah sebatas
mengantar adiknya ke sekolah, berbelanja di warung dusun tetangga dan
bermain basket di lapangan dekat rumah pasien. Pasien masih belum bisa
bersosialisasi dengan tetangga bahkan dengan DM yang melakukan home
visite pasien masih belum berani untuk keluar kamar. Dalam hal
perawatan diri dasar seperti mandi, makan dan kebersihan sehari –hari,
pasien melakukannya dengan baik.
B. APGAR SCORE
ADAPTATION
Pasien sekarang sering menutup diri. Jika ada masalah, pasien
mengatakan lebih sering mengungkapkan kepada adik laki-lakinya. Tapi
menurut Ibu pasien, adik pasien yang paling bungsu yang paling sering
menjaga pasien, baik saat pasien di rumah dan saat bermain basket. Saat
pasien berjalan sendirian, adik pasien yang bungsu sering mengikuti pasien
dari belakang.
Ibu pasien sering membeikan dorongan agar pasien mau berobat dan
mendorong untuk bersosialisai serat beberapa kali berusaha memberikan
motivasi agar pasien mulai bekerja yang ringan dulu. Terkadang memang
pasien sulit dibujuk untuk berobat ke RSD Sidoarjo. Ibu pasien harus
membuat berbagai alasan agar pasien mau berobat ke Rumah Sakit Sidoarjo.
PARTNERSHIP
Berdasarkan wawancara dengan ibu pasien, pasien sebagai anak tertua dalam
keluarga memang sering memikirkan masalah keluarga mereka. Namun
setelah sakit, ibu pasien berusaha untuk mengurus masalah dalam keluarga
sendirian dan merahasiakannya dari pasien.
27
GROWTH
Ibu pasien selalu mendorong pasien untuk berobat dan memulai untuk
bersosialisasi serta memulai pekerjaan baru. Begitu juga dengan adik-adiknya
yang lain. Saat pasien mengungkapkan keinginannya untuk bekerja yang tidak
terlalu sulit, ibu pasien sangat mendukung. Namun sampai sekarang pasein
belum menjalankan niatnya untuk bekerja lagi.
AFFECTION
Pasien merasa semua anggota keluarga meperlakukan dirinya sangat baik.
semuanya membrikan perhatian terhadap dirinya. Namun saat ditanya soal
iparnya dan hubungan pasien dengan iparnya tersebut, pasien mengatakan
bahwa iparnya tersebut juga berkelakuan baik terhadap dirinya. Dari informasi
ibu pasien, pasien sangat disayang oleh ketiga adik kandungnya. Namun ipar
pasien selalu membuat pertengkaran dengan pasien. Bahkan semua anggota
keluarga yang lainnya tidak begitu senang dengan iparnya ini.
RESOLVE
Pasien mengatakan sangat menyukai diam dirumah bersama keluarganya.
Mengantarkan adiknya dan berkumpul satu rumah dengan iparnya. Begitu
juga dengan ketiga adiknya. Namun Ibu pasien mengatakan di rumah selalu
tegang jika ipar pasien sudah pulang. Apalagi jika ipar pasien memarahi
pasien. Ibu pasien sangat berharap iparnya segera pindah dari rumah yang
ditempatui pasien.
28
APGAR Tn. F (pasien) Terhadap
Keluarga
Sering/
selalu
Kadang-
kadang
Jarang/
tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
√
P Saya puas dengancara keluarga
saya membahas dan membagi masalah
dengan saya
√
G Saya puas dengan cara keluarga
saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan kegiatan
baru atau arah hidup yang baru
√
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
√
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama√
Total poin = 10 fungsi keluarga dalam keadaan baik
Tn. F mengatakan bahwa semua keadaan di rumahnya berjalan dengan baik.
namun hal ini sangat berlainan dengan informasi dari Ibu dan adiknya. Sepertinya
pasien menutup-nutupi keadaan rumahnya.
29
APGAR Ny. K.D (Ibu Pasien)
Terhadap Keluarga
Sering/
selalu
Kadang-
kadang
Jarang/
tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
√
P Saya puas dengancara keluarga
saya membahas dan membagi masalah
dengan saya
√
G Saya puas dengan cara keluarga
saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan kegiatan
baru atau arah hidup yang baru
√
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
√
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama√
Total poin = 7 fungsi keluarga dalam keadaan cukup
Di dalam rumah tangga pasien menjadi pusat keluarga. Pasien merasa selalu puas
saat bisa berkumpul dengan keluarga jika ada masalah, dan merasa puas dapat
menyampaikan setiap emosi dan perasaan yang dirasakan kepada keluar lainnya.
Pasien merasa kurang dalam membagi waktu kebersamaan dengan anggota
keluargaa lainnya, kurang puas dalam cara memecahkan masalah keluarga
bersama, dan kurangnya dukungan dari keluarga ipar akan kegiatan sehari hari.
.
30
APGAR Ny. H (adik perempuan
pasien) Terhadap Keluarga
Sering/
selalu
Kadang-
kadang
Jarang/
tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
√
P Saya puas dengancara keluarga
saya membahas dan membagi masalah
dengan saya
√
G Saya puas dengan cara keluarga
saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan kegiatan
baru atau arah hidup yang baru
√
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
√
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama√
Total poin = 6 fungsi keluarga dalam keadaan cukup
Adik pasien merasa sangat senang karena keluarganya mau pindah ke Surabaya
untuk menemaninya dan mengurus anak-anaknya. Namun pasien merasa kurang
puas dengan hubungan keluarganya dengan mertua dan suaminya dalam hal
hubungan kassih ayang, saling dukung dalam kegiatan sehari-hari, cara
memecahkan masalah bersama, dan membagi waktu bersama.
31
APGAR Ny. H (adik bungsu pasien)
Terhadap Keluarga
Sering/
selalu
Kadang-
kadang
Jarang/
tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
√
P Saya puas dengancara keluarga
saya membahas dan membagi masalah
dengan saya
√
G Saya puas dengan cara keluarga
saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan kegiatan
baru atau arah hidup yang baru
√
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
√
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama√
Total poin = 10 fungsi keluarga dalam keadaan baik
Adik pasien yang paling bungsu adalah anggota keluarga yang paling netral
fungsinya dalam keluarga. Dia mengatakan nyaman dan suka pada semua anggota
keluarganya termasuk kakak iparnya. Dari wawancara dengan ibu pasien juga
dapat disimpulkan bahwa adik bungsu pasien saying terhadap kakaknya,
keponakan dan iparnya.
Skor APGAR dari Adik laki-laki pasien yang kedua dan ipar pasien tidak dapat
dilakukan karena setiap kunjunganrumah, kedua anggota keluarga ini tidak dapat
dijumpai.
32
C. SCREEM
SUMBER PATHOLOGY KET
Sosial Interaksi pasien dengan keluarga kuraang
harmonis. Terutama dengan ipar pasien.
Selalu terjadi suasanya yang menegangkan
di rumah yang pasien tempati.
+
Cultural Pasien masih sulit untuk melakukan
kegiatan dan kebudayaan. Setiap hajatan
dan kegiatan kegiatan tetangga tidak dapat
pasien ikuti. Namun dari cara menyambut
Dokter Muda kunjungan rumah masih
menunjukkan kesopanan walaupuun setiap
jawaban pertanyaan dan obrolannya singkat
dan minimal ide.
+
Religius
Agama menawarkan
pengalaman spiritual
yang baik untuk
ketenangan individu
yang tidak didapatkan
dari yang lain
Pemahaman pasien agama masih cukup. Di
dalam kamarnya masih terdapat Al Qur’an.
Ibu dan adik perempuan pasien masih
menggunakan jilbab saat Dokter Muda
melakukan kunjungan rumah. Namun pasien
kurang minat dalam membaca Al Qur’an.
-
Ekonomi Ekonomi keluarga ini masih tergolong
ekonomi rata-rata. Rumah pasien cukup
memadai. Namun untuk memenuhi
kebutuhan berobat pasien, keuangan
keluarga masih kurang. Hal ini terjadi
karena keuangan keluarga pasien dibiayai
dari kiriman ayahnya dar Aceh. Walaupun
adik pasien dan suaminya (ipar pasien)
sudah bekerja, namun mereka berdua telah
memiliki keluarga sendiri dan jarang
+
33
SUMBER PATHOLOGY KET
memberikan bantuan kepada keluarga
pasien.
Edukasi Tingkat pendidikan pasien cukup tinggi.
Anggota keluarga lainnya juga
berpendidikan tinggi. Dan akses terhadap
pengetahuan dan informasi baru dapat
dengan mudah dijangkau.
-
Medical
Pelayanan kesehatan
puskesmas memberikan
perhatian khusus
terhadap kasus
penelitian.
Pasien untuk berobat dan memenuhi
kebutuhan kehidupan sehari-hari masih
kurang. Oleh karena itu pasien memutuskan
untuk mengurus program jamkesda dan
dengan adanya program pembayaran ini,
keluarga pasien merasa sangat tertolong dan
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari
dengan berkecukupan.
-
Keterangan : Keluarga memiliki masalah dalam hubungan sosial dengan anggota
keluarga, cultural dalam pergaulan dalam masyarakat, ekonomi yang serba
berkecukupan, dan sebelumnya memiliki masalah dalam pengobatan. Namun
setelah adanya layanan Jamkesda, pasien menjadi sangat terbantu.
D. KARAKTERISTIK DEMOGRAR KELUARGA
34
Alamat lengkap : Ds. Sido Kepung, RT 13/RW 03, Buduran, Sidoarjo
Bentuk Keluarga : Extended Family
Sumber : Data Primer, 10 Juni 2013
E. Informasi Pola Interaksi Keluarga
35
Ny. K.D Tn. A.H 52 th 56 th Ibu Pasien Ayah Pasien
Tn. F Ny. H Tn. A An. A An. E26 tahun 24 tahun 35 tahun 16 tahun 14 tahun Pasien Adik Ipar Adik Adik
An. S An. N 2 tahun 9 bulan Keponakan Keponakan
Keterangan : Hubungan baik
Hubungan tidak baik
Hubungan antara pasien dengan anggota keluarganya baik. Namun hubungan
pasien dengan iparnya buruk dan sering terjadi perselisihan di antara mereka
berdua.
F. Pertanyaan Sirkuler
36
Ayah Pasien Ibu Pasien
Ipar Adik
Keponakan
Pasien Adik Adik
Keponakan
1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh Ibu?
Jawab :
Ibu membawa pasien berobat ke Rumah sakit dan berdoa serta meminta
didoakan oleh pemuka agama.
2. Ketika Ibu bertindak seperti itu apa yang dilakukan oleh Ayah ?
Jawab :
Ayah mendukung apa yang dilakukan ibu dan memberikan dukungan
melalui telpon serta ikut mengantarkan pasien berobat jika pulang ke
Surabaya.
3. Ketika ayah seperti itu apa yang dilakukan anggota keluarga yang lain?
Jawab :
Ikut mendukung dan membantu. Ipar pasien pun ikut mendukung hal
tersebut.
4. Kalau butuh dirawat ijin siapa yang dibutuhkan?
Jawab :
Ijin dari ibu, karena ibu yang paling dekat dengan pasien. Namun ayah
pasien juga dapat dimintai persetujuan.
5. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?
Jawab :
Anggota keluarga yang dekat dengan penderita adalah adik laki-laki
pasien.
6. Siapa yang secara emosional jauh dari penderita?
Jawab :
Ayah pasien.
7. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien?
Jawab :
Ipar pasien.
8. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan anggota keluarga lainnya?
Jawab :
Ipar pasien.
37
BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KESEHATAN
A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku Keluarga
Pasien merupakan anak pertama dalam keluarganya. Setiap harinya
sebelum sakit pasien adalah anak yang taat akan orang tua. Tidak suka
merokok dan mengikuti pergaulan yang buruk. Pasien memiliki hobi main
basket dan berteman baik dengan teman sekolahnya. Sampai keluarga
pasien sering kedatangan teman pasien untuk berbuka puasa saat bulan
puasa tiba.
Pasien kesehariannya sering diam di rumah dan jarang keluar
rumah, kecuali jika ada kegiatan yang penting. Pasien sering bercerita
dengan keluarganya, terutama dengan adik laki-lakinya. Namun setelah
ayah pasien berangkat ke Aceh, pasien menjadi sering merenung dan
merasa memiliki peran yang harus lebih besar di dalam keluarga karena
sebagai anak tertua.
Pasien yang tidak pernah merantau dan bergaul di luar rumah dan
sekolah, membuat pasien sering dikerjai saat bekerja oleh teman
sekerjanya. Hingga pasien sampai 2 kali tidak nyaman untuk bekerja.
Ayah pasien yang bekerja jauh di Aceh membuat setip keputusan harus
diambil dengan pertimbangan ibu pasien.
Kepindahan keluarga pasien dari Jawa Tengah dan tinggal di
Surabaya membuat pasien dan keluarga harus menyesuaikan kehidupan di
daerah baru. Ditambah lagi dengan perlakuan dari ipar dan keluar gari
suami adik pasien yang bersikap keras terhadap pasien membuat pasien
bertambah merasa tertekan. Suasana di rumah yang terus tegang dan sikap
ipar pasien yang tidak suka dengan pasien, membuat pasien tidak nyaman
38
tinggal di rumah. Ditambah dengan ayah pasien yang tinggal jauh di Aceh,
membuat keadaan dan suasa di dalam keluar bertambah buruk.
2. Faktor Non Perilaku
Perekonomian keluarga pasien termasuk keluarga menengah rata-
rata. Setiap bulannya ayah pasien mengirimkan uang 2,5 juta rupiah. Ibu
pasien harus mengatur pembelanjaan keuangan agar mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan satu bulan. Keluar pasien termasuk keluarga yang
sederhana.
Rumah pasien termasuk rumah dengan besar yang cukup untuk
keluarga inti. Terdiri dari 3 kamar tidur, 1 ruang tengah, 1 kamar tamu,
dapur dan 1 kamar mandi. Di lantai atas terdapat tempat untuk menjemur
pakaian. Karena pasien tinggal dengan adiknya beserta ipar dan
keponakannya maka rumah itu terlihat sangat padat. Ibu pasien tidur
dengan adik perempuan pasien yang paling bungsu dalam satu kamar,
pasien tidur dengan adik laki-laki pasien satu kamar, dan adik perempuan
pasien dan suaminya beserta keponakan pasien tidur dalam satu kamar.
Jadi pasien kurang memiliki privasi dalam kamarnya.
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
Gambaran Lingkungan
Pasien tingal di dalam perumahan dengan rumah berukuran 10 m x
8 m. Rumah satu dengan rumah yang lainnya yang bertetanggaan saling
berdempetan dan hanya dibatasi oleh tembok rumah. Jalan di depan rumah
pasien juga sempit berukuran satu setengah lebar mobil, dan terdapat
rumah tetangga. Sehingga antara satu rumah dengan rumah di seberangnya
saling berhadapan.
Terdapat 3 kamar tidur, 1 kamar tamu, 1 kamar mandi, kamar
tengah dan dapur yang langsung bergabung dengan kamar tengah. Lantai
rumah telah dipasang keramik, tembok warna putih bersih. Terdapat 3
lemari yang berjejer di kamar tengah, sehingga membuatnya tampak
39
sempit. Terdapat 2 jendela yang berada di depan rumah berada di kamar
tamu. Satu pintu keluar di depan rumah dan di belakang rumah terdapat
tangga ke lantai atas tempat menjemur pakaian. Kamar tengah, dapur dan
kamar mandi berada dalam satu jalur dalam ruangan. Hal ini membuat
dapur menjadi sangat sempit dan jalan akses untuk masuk ke dalam kamar
mandi harus lewat di dalam dapur dan yang sangat sempit. Hal ini
membuat pandangan dapur menjadi terlihat kumuh dan agak kotor.
Baju pasien di dalam kamar berantakan. Tidak ada ventilasi di
dalama kamar pasien, membuat kamarnya menjadi lembab dan berbau
kuarng enak karena baju pasien berada berantakan di atas kasur pasien.
Ditambah di dalam kamar tidak ada ruang untuk menaruh lemari membuat
baju pasien dan adiknya bergantungan di pintu dan tempat gantungan baju
di dinding kamar.
Atap terbuat dari genting dan lantai atas langsung menjadi atap di
bagian belakang rumah. Tidak ada ventilasi udara di bagian belakang
rumah. Setiap kamar terdapat tempat tidur. Namun hanya kamar adik
pasien dan suaminya saja yang ada dipannya, sedangkan kamar lainnya
tidak ada dipannya. Setiap kamar berisi satu buah televisi, di kamar tengah
terdapat computer PC dan sebuah laptop yang sering dipakai oleh adik
laki-laki pasien. Penerangan di setiap ruangan cukup.
Pasien menggunakan sumber air bersih dari PDAM. Terdapat 3
buah kran. Masing-masing berada di dapur dengan wastafel, kamar mandi
dan di halaman depan. Pasien memasak dengan kompor gas, dan tabung
yang terlihat adalah tabung 3 kg. perabotan rumah tetangga cukup dan di
dalam kamar tamu terdapat satu set tempat duduk dari kayu yang dihias.
40
DENAH RUMAH
dapur K. mandi
K. tengah
K. tidur
K. tidur
10 m
K. TIDUR
R.TAMU
8 m
Keterangan :
: Tembok bata
: Pintu
: Jendela
41
BAB IV
DAFTAR MASALAH
1. Masalah aktif :
Keadaan depresi berulang dengan gelajal ini depresi sedang tanpa gejala
somatic.
2. Faktor resiko :
Kondisi dan suasana keluarga yang kurang harmonis, terutama ketegangan
dan permusuhan dengan ipar pasien.
DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN
(Menggambarkan hubungan antra timbulnya masalah kesehatan kesehatan yang
ada dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)
42
Tn.F 26 tahun Gejala Kini Depresi
Sedang
1. Ketegangan dengan ipar pasien
2. Keadaan pasien yang belum siap untuk bersosialisasi.
3. keadaan rumah yang padat.
BAB V
PATIENT MANAGEMENT
A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT
1. Suport Psikologis
Bagi pasien Psikiatri, support psikologis merupakan suatu hal
paling penting untuk dilakukan. Memberikan dukungan, motivasi dan
menghindarkan pasien dari keadaan stress sangatlah penting untuk
dilakukan. Bagi pasien ini hal yang dapat dilakukan adalah memngurangi
ketegangan di dalam rumah, memberikan motivasi kepada pasien untuk
mulai memasuki kehidupan sosial. Misalnya berinteraaksi dengan tetangga
dengan mengikuti kegiatan rutin warga (sholat berjemaah, jalan sore di
sekitar areal perumahan), memotivasi pasien untuk memulai pekerjaan
yang ringan miisalnya berjualan, membuat industri kecil yang tidak terlalu
berat bagi pasien. Memberikan bimbingan kepada pasien secara perlahan
akan cara bersosialisasi, bekerja dan belajar.
Jika pasien menemui masalah dalam melakukan kehidupan sehari-
harinya, dapat dilakukan konseling/wawancara dengan dokter psikiatri
bagaimana cara pemecahan yang paling baik dilakukan kepada pasien.
Pasien dapat diberikkan kesibukan di dalam rumah yang ringan misalnya
menyapu halaman rumah, membersihkan kamar tidurnya sendiri,
membersihkan rumah dan yang sudah dilakukan pasien adalah
mengantarkan adiknya ke sekolah, bermain basket dan jika bisa, dapat
ditambahkan lagi kegiatan-kegiatan lainnya.
2. Penentraman Hati
Penentraman hati ini sangat penting juga dilakukan. Karena pasien
masih menolak terhadap dirinya bahwa sakit, maka jangan memaksakan
kepada pasien untuk berobat atau jangan mencoba memaksakan
menanamkan kepada dirinya bahwa dirinya sakit. Jika pasien tidak mau
43
berobat, bujuk pasien bahwa dirinya tidak berobat. Hanya melakukan
pemeriksaan rutin kesehatan bulanan saja. Menanamkan kepada pasien
bahwa keadaannya sekarang ini tidak akan membuat pasien dikucilkan
atau dijauhi.
Membiarkan pasien mengungkapkan perasaaannya secara panjang
lebar, walaupun hal itu sudah sering kali dilakukan dan berulang-ulang.
Tanamkan kepada diri pasien kepercayaan diri saat melakukan hal baru.
Tanamkan kepada dirinya bahwa dirinya mampu untuk melakukannya.
Secara halus, keluarga pasien harus melakukkan penjaminan
bahwa pasien akan dapat bekerja kembali dan melakukan kegiatan sehari-
hari seperti yang dilakukan pasien sebelum pasien sakit.
3. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Pasien
Setiap anggota keluarga harus memahami keadaan pasien, dan
mencoba memberikan alasan yang rasional mengapa hal itu terjadi.
Konseling sebaiknya dilakukan oleh dokter atau dokter ahli psikiatri baik
kepada pasien sendiri dan kepada keluargnya. Namun dalam permasalah
yang tidak terlalu berat, keluarga dapat melakukan konseling dasar dengan
tujuan membesarkan hati pasien.
Pendidikan terhadap pasien harus dilakukan secara berkelanjutan
dan tidak menutup kemungkinan sampai bertahun-tahun lamanya. Mulai
dari pendidikan kerja dan pembiasaan diri untuk bersosialisasi.
4. Menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri sendiri
Pasien psikiatri belum dapat diberikan tanggung jawab penuh
terhadap diri sendiri maupun tanggung jawab untuk keppentingan orang
lain. Penumbuhan percaya diri harus dilakukan namun dengan cara yang
halus dan pelan-pelan. Mulai dari memberikan pujian, dan memotivasi
untuk memulai kegiatan yang baru.
44
5. Pengobatan
Medikamentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera dalam
penatalaksanaan.
B. PREVENSI UNTUK KELUARGA LAINNYA (SUAMI,
ANAK, DAN KELUARGA LAINNYA)
Pada dasarnya keadaan kejiwaan seseorang ditentukan oleh genetic, dan
perkebangan kepribadian dan cara menghadapi stress (kematangan) dalam
kehidupannya. Jadi setiap anggota memiliki kerentanan dalam menderita
penyakit ini.
45
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
A. LATAR BELAKANG
Masalah kejiwaan adalah suatu maslah yang sulit dan memerlukaan penanganan
yang lama. Mulai dari terapi dengan pengobatan maupun terapi dengan prilaku
dan dukungan keluarga dan sosial lainnya. Tuntutan hidup yang bertambah
banyak juga membuat beban setiap orang semakin bertambah. Teruttama keadaan
yang mengarah kepada depresi dan kecemasan yang tidak rasional. Hal ini
membuat angka kesakitan jiwa semakin bertambah banyak dijumpai. Maka dari
itu pengetahui tentang keadaan ini sangat diperlukan.
B. DEFINISI DEPRESI
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan
pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan,
rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri. Depresi adalah suatu kondisi
yang dapat disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa aminergik
neurotransmiter (noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP
(terutama pada sistem limbik). Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu
gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman
subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang
meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu
(Kaplan, 2010).
C. Etiologi Depresi
Kaplan menyatakan bahwa faktor penyebab depresi dapat secara buatan dibagi
menjadi faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial.
1. Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin
biogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic
46
acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan
cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang
terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan
serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa
pasien memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung
teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi (Kaplan,
2010). Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal
tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin
seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti
parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan
konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion,
menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010).
2. Disregulasi neuroendokrin.
Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin, menerima
input neuron yang mengandung neurotransmiter amin biogenik. Pada pasien
depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi
akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin biogenik. Sebaliknya,
stres kronik yang mengaktivasi aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA)
dapat menimbulkan perubahan pada amin biogenik sentral. Aksis
neuroendokrin yang paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan aksis
hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang paling banyak
diteliti (Landefeld et al, 2004). Hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis
HPA yang sangat fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi
diduga akibat adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem limpik
atau adanya kelainan pada sistem monoaminogenik dan neuromodulator yang
mengatur CRH (Kaplan, 2010). Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi
seperti perasaan takut dan marah berhubungan dengan Paraventriculer
nucleus (PVN), yang merupakan organ utama pada sistem endokrin dan
fungsinya diatur oleh sistem limbik. Emosi mempengaruhi CRH di PVN,
yang menyebabkan peningkatan sekresi CRH (Landefeld, 2004). Pada orang
47
lanjut usia terjadi penurunan produksi hormon estrogen. Estrogen berfungsi
melindungi sistem dopaminergik negrostriatal terhadap neurotoksin seperti
MPTP, 6 OHDA dan methamphetamin. Estrogen bersama dengan
antioksidan juga merusak monoamine oxidase (Unutzer dkk, 2002).
3. Kehilangan saraf atau penurunan
neurotransmiter.
Sistem saraf pusat mengalami kehilangan secara selektif pada sel – sel saraf
selama proses menua. Walaupun ada kehilangan sel saraf yang konstan pada
seluruh otak selama rentang hidup, degenerasi neuronal korteks dan
kehilangan yang lebih besar pada sel-sel di dalam lokus seroleus, substansia
nigra, serebelum dan bulbus olfaktorius (Lesler, 2001). Bukti menunjukkan
bahwa ada ketergantungan dengan umur tentang penurunan aktivitas dari
noradrenergik, serotonergik, dan dopaminergik di dalam otak. Khususnya
untuk fungsi aktivitas menurun menjadi setengah pada umur 80-an tahun
dibandingkan dengan umur 60-an tahun (Kane dkk, 1999).
4. Faktor Genetik
Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara
anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat
(unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum.
Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar
monozigot (Davies, 1999).
Oleh Lesler (2001), Pengaruh genetik terhadap depresi tidak disebutkan
secara khusus, hanya disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan
dan kemampuan dalam menanggapi stres. Proses menua bersifat individual,
sehingga dipikirkan kepekaan seseorang terhadap penyakit adalah genetik.
5. Faktor Psikososial
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah
kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Ada sejumlah faktor
48
psikososial yang diprediksi sebagai penyebab gangguan mental pada lanjut
usia yang pada umumnya berhubungan dengan kehilangan. Faktor
psikososial tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi,
kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan
isolasi diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif (Kaplan,
2010) Sedangkan menurut Kane, faktor psikososial meliputi penurunan
percaya diri, kemampuan untuk mengadakan hubungan intim, penurunan
jaringan sosial, kesepian, perpisahan, kemiskinan dan penyakit fisik (Kane,
1999). Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa
kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan
yang berulang, teori kognitif dan dukungan sosial (Kaplan, 2010). Peristiwa
kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan
stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode
selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang
peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa
kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor
lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi
adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Stressor psikososial yang
bersifat akut, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau stressor kronis
misalnya kekurangan finansial yang berlangsung lama, kesulitan hubungan
interpersonal, ancaman keamanan dapat menimbulkan depresi (hardywinoto,
1999). Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat
pada individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga
mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian
antisosial dan paranoid (kepribadian yang memakai proyeksi sebagai
mekanisme defensif) mempunyai resiko yang rendah (Kaplan, 2010). Faktor
psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan bahwa
kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi (Kaplan, 2010).
Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmud Freud sebagaimana dikutip
Kaplan (2010) mendalilkan suatu hubungan antara kehilangan objek dan
melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi
49
diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Freud
percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan cara satu-satunya bagi ego
untuk melepaskan suatu objek, ia membedakan melankolia atau depresi dari
duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri
yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri
sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak demikian. Kegagalan yang
berulang. Dalam percobaan binatang yang dipapari kejutan listrik yang tidak
bisa dihindari, secara berulang-ulang, binatang akhirnya menyerah tidak
melakukan usaha lagi untuk menghindari. Disini terjadi proses belajar bahwa
mereka tidak berdaya. Pada manusia yang menderita depresi juga ditemukan
ketidakberdayaan yang mirip (Kaplan, 2010). Faktor kognitif. Adanya
interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi pikiran
menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif,
pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan
perasaan depresi (Kaplan, 2010)
D. Gambaran Klinis
Depresi pada lansia adalah proses patoligis, bukan merupakan proses normal
dalam kehidupan. Umumnya orang-orang akan menanggulanginya dengan
mencari dan memenuhi rasa kebahagiaan. Bagaimanapun, lansia cenderung
menyangkal bahwa dirinya mengalami depresi. Gejala umumnya, banyak diantara
mereka muncul dengan menunjukkan sikap rendah diri, dan biasanya sulit untuk
didiagnosa (Evans, 2000).
Perubahan Fisik
1. Penurunan nafsu makan.
2. Gangguan tidur.
3. Kelelahan dan kurang energy
4. Agitasi.
5. Nyeri, sakit kepala, otot keran dan nyeri, tanpa penyebab fisik.
50
Perubahan Pikiran
1. Merasa bingung, lambat dalam berfikir, penurunan konsentrasi dan sulit
mengungat informasi.
2. Sulit membuat keputusan dan selalu menghindar.
3. Kurang percaya diri.
4. Merasa bersalah dan tidak mau dikritik.
5. Pada kasus berat sering dijumpai adanya halusinasi ataupun delusi.
6. Adanya pikiran untuk bunuh diri.
Perubahan Perasaan
1. Penurunan ketertarikan ddengan lawan jenis dan melakukan hubungan
suami istri.
2. Merasa bersalah, tak berdaya.
3. Tidak adanya perasaan.
4. Merasa sedih.
5. Sering menangis tanpa alas an yang jelas.
6. Iritabilitas, marah, dan terkadang agresif.
Perubahan pada Kebiasaan Sehari-hari
1. Menjauhkan diri dari lingkungan sosial, pekerjaan.
2. Menghindari membuat keputusan.
3. Menunda pekerjaan rumah.
4. Penurunan aktivitas fisik dan latihan.
5. Penurunan perhatian terhadap diri sendiri.
6. Peningkatan konsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang.
E. Derajat Depresi dan Penegakan Diagnosis
Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III
(Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) yang merujuk pada ICD
10 (International ClassificationDiagnostic 10). Gangguan depresi dibedakan
51
dalam depresi berat, sedang, dan ringan sesuai dengan banyak dan beratnya gejala
serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang (Maslim,2000).
Gejala Utama
a. Perasaan depresif
b. Hilangnya minat dan semangat
c. Mudah lelah dan tenaga hilang
Gejala Lain
a. Konsentrasi dan perhatian menurun
b. Harga diri dan kepercayaan diri menurun
c. Perasaan bersalah dan tidak berguna
d. Pesimis terhadap masa depan
e. Gagasan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Gangguan tidur
g. Gangguan nafsu makan
h. Menurunnya libido
Tabel 6.1 Tingkat Depresi
Tingkat
Depresi
Gejala
Utama
Gejala lain Fungsi Keterangan
ringan 2 2 Baik -
Sedang 2 3-4 Terganggu Nampak
distress
Berat 3 > 4 Sangat
Terganggu
Sangat
distress
52
BAB VII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Segi Psikologi :
Paien Tn. F mengalami keadaan Depresi berulang dengan gejala kini depresi
sedang tanpa gejala somatic.
Segi Somatik :
Pasien memiliki gejala konjungtivitis
B. SARAN
1. Untuk masalah medis dilakukan langkah-langkah :
- Preventif :
Dalam hal ini harus selalu diusahan untuk menjaga keadaan dalam rumah
yang harmonis. Ibu pasien merupakan salah satu orang yang rentan, karena
menjadi pusat keluarga.
- Promotif :
Melakukan rekreasi dengan keluarga dan olahraga rutin bersama. Selain
menjaga kesehatan jasmani, hal ini dapat mempererat komunikasi dan
hubungan di antara keluarga.
- Kuratif :
Saat ini pasien sudah jauh membaik dari sebelumnya dengan depresi berat
dengan gejala psikotik. Terapi sekarang aadalah dengan memberikan
fluoxetine 10 mg 2 kali 1 dan THD 2 x ½ tab untuk mengatasi masalah
hipokinetiknya.
- Rehabilitatif : mengembalikan kepercayaan diri pasien sehingga tetap
memiliki semangat menjalani aktivitas seperti biasanya.
53
Recommended