View
229
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
HUBUNGAN INTAKE MINGGUAN MERKURI DALAM BERAS LOKAL
DAN FAKTOR LAINNYA DENGAN KADAR MERKURI DALAM
RAMBUT MASYARAKAT DESA BANTARKARET KECAMATAN
NANGGUNG KABUPATEN BOGOR TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)
Oleh :
Destinia Putri
NIM: 1112101000114
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017
i
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, April 2017
Destinia Putri, NIM: 1112101000114
Hubungan Intake Mingguan Merkuri dalam Beras Lokal dan Faktor Lainnya
Dengan Kadar Merkuri dalam Rambut pada Masyarakat Desa Bantarkaret
Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
(xiii + 148 halaman, 14 tabel, 12 bagan, 3 grafik, 2 gambar, 5 lampiran)
ABSTRAK
Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Desa Bantarkaret
menggunakan teknik amalgamasi telah dilakukan sejak lebih dari dua puluh tahun.
Sehingga berpotensi untuk mencemari lingkungan dan mempengaruhi kesehatan
masyarakat. Komoditi utama sektor pertanian di desa ini yang dilakukan adalah
penanaman padi. Paparan merkuri dapat diketahui dengan menganalisa kadar merkuri
dalam rambut dan polutan merkuri di lingkungan dapat dianalisa dari konsentrasi merkuri
dalam beras.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan intake mingguan
merkuri dalam beras lokal dan faktor lainnya dengan kadar merkuri dalam rambut
masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor. Penelitian ini
menggabungkan studi Epidemiologi Kesehatan Lingkungan (EKL) dan perhitungan
formula Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI). Perhitungan PTWI yang dilakukan
hanya sebatas perhitungan Estimated Weekly Intake (EWI). Desain studi yang digunakan
adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang
tinggal di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung. Responden diambil menggunakan
teknik quota sampling, jumlah sampel sebanyak 55 responden. Biomarker yang
digunakan yaitu rambut dan spesimen beras yang uji berasal dari persawahan Desa
Bantarkaret, Uji laboratorium dengan metode uap dingin (cold vapour) dengan Mercury
Analyzer dalam sampel sedimen dan sesuai dengan SNI 06.6992.2-2004 tentang
pengujian sedimen parameter merkuri. Analisis data menggunakan uji t independent, uji
Anova, dan uji regresi linier sederhana.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki kadar
merkuri dalam rambut melebihi ambang batas aman (rata-rata: 6,24 ppm). Variabel yang
berhubungan dengan kadar merkuri dalam rambut yaitu jenis kelamin (p=0,00), status
pendidikan (p=0,001), pekerjaan (p=0,00), durasi pajanan (p=0,00), dan nilai EWI
(p=0,008). Tetapi kadar merkuri dalam rambut tidak berhubungan dengan usia
(p=0,918).
Pihak Dinas Kesehatan Bogor dan Puskesmas Nanggung disarankan untuk
melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan terkait bahaya logam merkuri. Pihak
Lingkungan Hidup Daerah Bogor disarankan untuk melakukan surveilans terkait
pencemaran lingkungan akibat merkuri, dan masyarakat disarankan untuk meminimalisir
pajanan merkuri seperti mengurangi aktivitas penambangan emas menggunakan teknik
amalgamasi.
Kata Kunci: Merkuri, Biomarker Rambut, Beras, Estimasi Intake Mingguan,
Penambangan Emas Tanpa Izin
Daftar Bacaan: 148 (1972-2016)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALT SCIENCES
PUBLIC HEALTH MAJOR
DEPARTMENT OF ENVIRONMENTAL HEALTH
Undergraduated Thesis, April 2017
Name: Destinia Putri, NIM; 1112101000114
Relationship of Weekly Intake Mecury in Rice and Other Factors to Mercury
Concentration in Hair of Community in Bantarkaret, Nanggung, Bogor 2017
(xiii + 148 pages, 14 tables, 12 chards, 3 graphs, 2 images, 5 appendixs)
Illegal gold mining activity in Bantarkaret is used amalgamation
technique that have been done over than twenty years. This activity have potential
to pollute the environment and affect to public health. Bantarkaret has the
potential Agricultural commodity is rice plants. Exposure of mercury to human is
known by analyzing of hair mercury concentration and mercury pollution in the
environment is known by analyzing of rice mercury concentration.
This research aims to know the relarionship of weekly intake mercury in
local rice and other factors to mercury concentration in hair of community in
Bantarkaret, Nanggung, Bogor. This research combined the study of
Environmental Health Epidemiolofy (EHE) and Provisional Tolerable Weekly Intake
(PTWI) formulation. PTWI calculation conducted only to Estimated Weekly Intake
(EWI) calculation. The design study used is a cross sectional. The popullations
were all the people who lives in Bantarkaret, Nanggung. The Respondens were
choosed by quota sampling technique, total of respondens were 55. Biomarker
were used respondens hair and the rice were from Bantarkaret field. Laboratory
tests used cold vapour method with Mercury Analyzer for sediment samples,
appropriate with SNI 06.6992.2-2004 about sediment test for mercury. The data
analyzed by independent t-test,anova, and regression .
The results showed that most of respondens has high concentrarion of
mekcury in hair over than safe threshold (average: 6.24 ppm). Variabels that
have a significant relationship with mercury concentration in hair were gender
(p=0,00), education status (p=0,001), occupation (p=0,00), duration exposure
(p=0,00), and EWI (p=0,008). However, mercury concentration in hair were not
having relationship with age (p=0,918).
For Departement of Health Bogor is recommended to increase the citizien
of Bantarkaret knowledge by giving the education about mercury impact. For
Departement of Environmental Bogor is recommended to do surveilans about
environmental pollution caused by mercury, and for all citizien of Bantarkaret is
recommended to decrease the exposure with mercury as reduce the activity of
illegal gold mining that is used the amalgamation technique.
Keywords: Mercury, Biomarker, Hair, Rice, Estimated Weekly Intake, Illegal gold
mining activity
Refrences: 148 (1972-2016)
iv
v
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul
“Hubungan Intake minngguan merkuri dalam beras dan faktor lainnya dengan
kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan
Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 dapat terselesaikan.
skirpsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat (SKM) Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada :
1. Kedua orang tua penulis, Anggit Jatmiko dan Tumiah Umi, kerta adik-adik
dan saudara-saudara, yang telah memberikan dukungan dan doa sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM, M. Kes selaku dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan skripsi ini.
5. Bapak dr. Yuli Prapancha Satar, MARS selaku dosen Pembimbing II yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan
skripsi ini.
vii
6. Ibu Ir. Febrianti, Msi, Ibu Dewi Utami Iriani, SKM, M.Kes, Phd, dan Ibu
Andi Asnifatimah, SKM, M.Kes selaku dosen penguji yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan skripsi ini.
7. Ibu Hoirun Nisa, Ph. D selaku dosen penguji pada sidang proposal yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat saya terutama Azzizah, Hanif, Uting, Farras, Genk Harus
Kurus dan lainnya yang telah memberikan semangat dan tenaganya untuk
membantu selama penyusun skripsi ini.
9. Seluruh teman-teman Kesehatan Lingkungan 2012 dan Kesehatan
Masyarakat 2012 yang telah memberikan dukungan dan semangat selama
penyusun skripsi ini.
10. Seluruh Masyarakat di Desa Bantar Karet Kecamatan Nanggung yang telah
bersedia untuk membantu dan menjadi responden untuk menyelesaikan
skripsi ini.
Pada penulisan skripsi ini, penulis merasa masih banyak kekurangan baik
teknis maupun materi mengingat akan kemampuan penulis yang belum mencapai
kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan
bagi penulis demi perbaikan skripsi ini.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ..................................... Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ..................................................................... iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR BAGAN, GRAFIK, DAN GAMBAR ................................................ xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 6
1.3. Pertanyaan Penelitian ................................................................................ 7
1.4. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 8
1.4.1. Tujuan Umum ....................................................................................... 8
1.4.2. Tujuan Khusus ...................................................................................... 8
1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 9
1.5.1. Bagi Masyarakat ................................................................................... 9
1.5.2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor .............................................. 9
1.5.3. Bagi Pemerintah Daerah ..................................................................... 10
1.5.4. Bagi Peneliti Lain ............................................................................... 10
1.6. Ruang Lingkup ......................................................................................... 10
BAB II .................................................................................................................. 12
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 12
2.1. Merkuri ..................................................................................................... 12
2.1.1. Sifat dan Karakteristik Merkuri .......................................................... 12
2.1.2. Sumber Pencemaran Merkuri di Lingkungan ..................................... 14
2.1.3. Kegunaan Merkuri .............................................................................. 16
2.1.4. Baku Mutu Merkuri ............................................................................ 21
2.1.5. Jalur Migrasi Merkuri ......................................................................... 22
2.1.6 Toksikologi Merkuri ............................................................................ 24
2.1.7. Keracunan Merkuri ............................................................................. 29
2.1.8. Toksikokinetik Merkuri ...................................................................... 31
2.1.9. Toksikodinamik Merkuri .................................................................... 32
2.1.10. Biomarker Pajanan Merkuri ............................................................ 33
2.1.11. Gangguan Kesehatan Masyarakat ..................................................... 36
2.2 Toleransi Intake Mingguan Sementara Provisional Tolerable Weekly
Intake (PTWI) .................................................................................................. 41
2.3. Rambut ...................................................................................................... 43
2.4. Beras .......................................................................................................... 46
ix
2.5. Kerangka Teori ........................................................................................ 49
BAB III ................................................................................................................. 52
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ........................... 52
3.1. Kerangka Konsep ..................................................................................... 52
3.2. Definisi Operasional ................................................................................. 55
3.3. Uji Hipotesis ............................................................................................. 58
BAB IV ................................................................................................................. 59
METODE PENELITIAN ................................................................................... 59
4.1. Desain Penelitian ...................................................................................... 59
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 59
4.3. Alur Kerja Penelitian ........................................................................... 60
4.4. Populasi dan Responden Penelitian .................................................... 61
4.5. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ...................................... 67
4.6. Analisis Data .......................................................................................... 74
BAB V .................................................................................................................. 76
HASIL .................................................................................................................. 76
5.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ................................................ 76
5.2. Analisis Univariat .................................................................................. 79
5.3. Analisis Bivariat .................................................................................... 84
BAB VI ................................................................................................................. 90
PEMBAHASAN .................................................................................................. 90
6.1. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 90
6.2. Konsentrasi Merkuri pada Rambut Masyarakat Desa Bantarkaret
Kecamatan Nanggung .................................................................................... 91
6.3. Analisis Estimasi Intake Mingguan Masyarakat Desa Bantarkaret
Kecamatan Nanggung - Estimated Weekly Intake (EWI) ............................ 95
6.4. Hubungan Estimated Weekly Intake, Faktor Karakteristik Individu,
dan Faktor Lainnya dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat
Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Tahun 2017 .............................. 105
BAB VII ............................................................................................................. 128
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 128
7.1. Simpulan ................................................................................................. 128
7.2. Saran ....................................................................................................... 129
7.2.1. Bagi Dinas Kesehatan Bogor dan Puskesmas Nanggung ................. 129
7.2.2. Bagi Badan Lingkungan Hidup (BLHD) Bogor, Kecamatan
Nanggung, dan Kelurahan Bantarkaret ....................................................... 130
7.2.3. Bagi Masyarakat ............................................................................... 131
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 132
x
LAMPIRAN ....................................................................................................... 148
xi
DAFTAR BAGAN, GRAFIK, DAN GAMBAR
Bagan 2.1. Teori Simpul 22
Bagan 2.2. Fase Toksikologi 31
Bagan 2.3. Kerangka Teori 49
Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian 52
Bagan 4.1. Alur Kerja Penelitian 60
Bagan 4.2 Keikutsertaan Responden……………………………………….65
Bagan 4.3 Rangkaian Pengumpulan Data Kadar Merkuri dalam Rambut 68
Bagan 4.4 Rangkaian Pengumpulan Data Kadar Merkuri dalam Beras …...69
Bagan 4.5 Rangkaian Pengumpulan Data Berat Badan…………………….70
Bagan 4.6 Rangkaian Pengumpulan Data Laju Asupan……………………71
Bagan 4.7Rangkaian Pengumpulan Data Karakteristik Individu…………..72
Bagan 4.8 Rangkaian Pengumpulan Data Nilai Estimated Weekly Intake
(EWI)……………………………………………………………………….73
Grafik 5.1. Gambaran Jenis Kelamin Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan
Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 81
Grafik 5.2. Gambaran Pekerjaan Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan
Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 81
Grafik 5.3. Gambaran Status Pendidikan Responden di Desa Bantarkaret
Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 82
Gambar 4.1. Peta Wilayah Desa Bantar Karet ………………………..……61
Gambar 5.1 Batas Wilayah antar Deda Kecamatan Nanggung…………….77
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kegunaan Merkuri dalam berbagai Bidang Pekerjaan 17
Tabel 2.2. Peristiwa Keracunan Merkuri di Dunia (1950-an) 29
Tabel 3.1. Definisi Operasional 55
Tabel 5.1. Gambaran Kadar Merkuri dalam Rambut Responden di Desa
Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 80
Tabel 5.2. Gambaran Usia Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung
Kabupaten Bogor Tahun 2017 80
Tabel 5.3 Gambaran Durasi Pajanan pada Responden di Desa Bantarkaret
Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017....................................82
Tabel 5.4. Gambaran Kadar Merkuri dalam Beras Lokal Desa Bantarkaret
Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 83
Tabel 5.4. Gambaran Laju Asupan, Durasi Pajanan, Berat Badan, dan Intake
Beras Lokal Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten
Bogor Tahun 2017 83
Tabel 5.5. Hubungan antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Usia
Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun
2017 84
Tabel 5.6. Hubungan antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Jenis Kelamin
Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun
2017 85
Tabel 5.7. Hubungan antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengen Jenis Pekerjaan
Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun
2017 86
Tabel 5.8. Hubungan antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Status
Pendidikan Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten
Bogor Tahun 2017 87
Tabel 5.9 Hubungan Durasi Pajanan Intake Beras Lokal dengan Kadar Merkuri
dalam Rambut pada Masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung
Tahun
2017……………………………………………………………..…………..87
xiii
Tabel 5.10. Hubungan Estimated Weekly Intake (EWI) dengan Kadar Merkuri
dalam Rambut pada Masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung
Tahun 2017 88
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Logam berat merkuri adalah logam berat yang secara alami tersedia di
alam yaitu dapat berasal dari gas gunung berapi, penguapan air laut, batu-batuan,
dan lapisan bumi lainnya. Namun, jumlah atau kadar logam berat merkuri tidak
sebanyak jumlah atau kadar logam berat lainnya. Merkuri di lingkungan yang
berlebihan akan berdampak pada kesehatan masyarakat. Seperti pada kasus
keracunan merkuri di Minamata Jepang pada tahun 1953 dikenal sebagai
Minamata Disease disebabkan oleh penduduk yang sebagian besar nelayan dan
mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi oleh merkuri, hingga tahun 2001 tercatat
sebanyak 2.265 korban Minamata disease telah meninggal. Selain itu, pada tahun
1970-an kasus keracunan merkuri di Irak menyebabkan 450 orang meninggal
karena mengkonsumsi roti berbahan baku gandum yang diawetkan dengan
fungisida yang mengandung metil merkuri (Hadi, 2013). Kasus keracunan
merkuri lainnya adalah akibat mengkonsumsi padi-padian yang terkontaminasi
oleh merkuri di Guatemala dan Rusia yang dikenal sebagai Pink Disease
(Putranto, 2011 dalam Erdanang, 2016).
Tingginya tingkat kematian akibat keracunan merkuri disebabkan karena
merkuri sangat korosif, efek kesehatan dari merkuri yaitu gangguan saraf namun
organ lain juga terlibat seperti sistem pencernaan, pernafasan, hati, imunitas, kulit,
dan ginjal (Risher, dkk, 2002). Menurut ASEAN State of the Environment Report
2000, disebagian wilayah Indonesia mempunyai kandungan merkuri yang cukup
tinggi seperti di Teluk Jakarta pada tahun 1980 dilakukan survei, didapatkan hasil
2
dari 3178 orang yang dilakukan survei, 77 responden diantaranya menderita
gangguan neurologis, dengan rata-rata adalah 5,57 ppm merkuri dalam rambut
(Setiady, 1981 dalam Suseno dan Pangabean, 2007). Berdasarkan data Riskesdas
tahun 2012, penyakit radang susunan saraf pusat di Indonesia termasuk kedalam
sepuluh besar penyakit terfatal berdasarkan Case Fatality Rate (CFR), walaupun
penyebab dari penyakit radang saraf pada setiap orangnya berbeda-beda tetapi
susunan saraf pusat adalah salah satu organ sasaran dari pemajanan uap merkuri
yang berulang.
Pada era ini, salah satu wilayah Indonesia yang telah tercemar merkuri
adalah Kawasan Gunung Pongkor, Kabupaten Bogor karena tingginya aktivitas
PETI yang ada dengan jumlah penambang mencapai 6000 orang (Sudarsono, dkk,
2009). Sebagian besar penambang berasal dari warga lokal yang tinggal di
kawasan gunung ini, terutama yang bermukim di Desa Bantar Karet, Cisarua, dan
Malasari. Menurut Halimah, dkk (2001) setiap tahunnya diperkirakan sekitar 4,8
ton larutan merkuri dibuang kesungai Cikaniki dari aktivitas PETI.
PETI menggunakan logam merkuri untuk proses penggilingan dan
pembentukan algaman di dalam mesin amalgamator, cara ini disebut sebagai
teknik amalgamasi yang dilakukan dalam waktu 8 hingga 12 jam (Julliawan,
2006), dalam proses amalgamasi setiap gram emas yang dihasilkan akan melepas
1-3 gram merkuri ke lingkungan, karena adanya proses pengglundungan untuk
menyatukan logam emas dan memisahkan dengan tanah, selain itu karena
dilakukan pembakaran emas untuk menghilangkan kadar merkuri dalam emas
(Telmer, 2007). Selain dari proses penambangan itu sendiri, sebagian besar
penambang akan melepas limbah dari proses penambangan ke lingkungan tanpa
3
pengelolaan terlebih dahulu. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan Peraturan
Pemerintah RI No 101 tahun 2014 yang menyatakan bahwa setiap orang yang
menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang
dihasilkan.
Berdasarkan data LIPI Kabupaten Bogor tahun 2004 didapatkan bahwa
terjadinya pencemaran logam merkuri pada sungai Cikaniki Cisadane Bogor,
dengan kadar rata-rata 35 kali diatas batas maksimum yaitu hingga mencapai
0,1743 mg/kg dengan batas aman 0,002 mg/kg untuk kelas III dan 0,005 mg/kg
untuk kelas IV. Hasil analisa terhadap kandungan merkuri pada padi yang ditanam
di kawasan Gunung Pongkor yang dihasilkan mencapai masing-masing di akar
padi 0,258 ppm, tajuk padi 0,384 ppm dan bulir padi 1,320 ppm (Juhaeti, dkk,
2005). Pada penelitian Sutono (2001) didapatkan konsentrasi merkuri yang
melebihi ambang batas pada padi dari sawah yang sistem irigasinya menggunakan
air sungai yang telah mengandung limbah merkuri dari aktivitas PETI.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2009 terkait batas
maksimum cemaran logam berat dan pangan, batas maksimum cemaran logam
merkuri dalam kelompok pangan adalah 0,03 mg/kg.
Diketahui berdasarkan laporan data Puskesmas Nanggung Kawasan
Gunung Pongkor terhitung dari bulan Januari hingga Oktober tahun 2016
didapatkan bahwa terdapat 728 kasus penyakit susunan saraf, dermatitis kontak
sebanyak 726 kasus, dan migren ataupun nyeri kepala sebanyak 575 kasus, diduga
tingginya kasus penyakit tersebut dikarenakan paparan merkuri secara langsung
dari aktivitas kerja PETI ataupun paparan akibat pencemaran lingkungan oleh
merkuri.
4
Berdasarkan data Puskesmas Nanggung terkait penyakit susunan saraf,
dermatitis kontak, ataupun migren pada masyarakat setempat yang diduga karena
paparan merkuri di lingkungan dapat diperkuat dengan cara melakukan uji
biomarker. Menurut Tabrizian (2009) analisis uji parameter merkuri dalam tubuh
manusia direkomendasikan menggunakan rambut karena mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan biomarker lainnya seperti urin, darah, dan kuku. Seperti
pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Toribara dan Jackson (1982)
(Inswiasri, 2008), Junita (2013), dan Rokhman (2013) menggunakan biomarker
rambut untuk mengukur kadar merkuri dalam tubuh, memprediksi penyakit, dan
mengetahui penyebab penyakit. Kadar merkuri dalam rambut dapat menjadi
peringatan dini terhadap risiko kesehatan yang dapat terjadi dan untuk
menunjukan tingkat kotaminasi dalam tubuh.
Merkuri dalam rambut dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti pada
penelitian yang dilakukan oleh Rokhman (2013) dan Junita (2013) didapatkan
hasil bahwa faktor usia, pekerjaan, jenis kelamin, dan durasi pajanan berhubungan
dengan kadar merkuri dalam rambut. Hasil penelitian Tugaswati (1997) dan
menyaktakan bahwa semakin tua seseorang tingkat kadar merkuri dalam rambut
semakin tinggi. Berdasarkan hasil penelitian KLH Kabupaten Landak (2009) dan
menurut KemenLH (2012) faktor yang mempengaruhi kadar merkuri dalam
rambut adalah pekerjaan, penambang emas ilegal memiliki kadar merkuri dalam
rambut yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja lainnya. Penelitian Dewi,
dkk (2013) mendapatkan hasil bahwa pekerja penambang ilegal yang terpapar
lebih dari 10 tahun memiliki kadar merkuri dalam rambut melebihi batas normal.
Selain itu intake makanan juga dapat menjadi faktor merkuri dalam tubuh
5
manusia, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Sudarmadji (2006),
Inswiasri (2011), dan Safitri (2015) mendapatkan hasil bahwa semakin tingginya
intake logam berat dalam tubuh akan berpengaruh terhadap tingkat kesehatan
manusia.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan
November tahun 2016 diketahui bahwa Desa Bantarkaret adalah desa terbesar
yang terdapat di Kecamatan Nanggung, desa terpanjang yang dilalui oleh sungai
Cikaniki, dan memiliki lahan pertanian padi terbesar di Kecamatan Nanggung jika
dibandingkan desa lainnya, selain itu secara umum aktivitas PETI di Desa
Bantarkaret menggunakan teknik amalgamasi untuk memisahkan emas dengan
bebatuan, seluruh penambang tidak melakukan pengelolaan limbah sebelum
dibuang ke lingkungan. Sebagian besar masyarakat di Desa Bantarkaret
mengkonsumsi beras hasil panen padi setempat yang sistem pengairannya berasal
dari sungai Cikaniki. 2 dari 3 sampel beras lokal yang berasal dari persawahan
Desa Bantarkaret menunjukan kadar merkuri melebihi ambang batas normal.
Sekitar 80% rambut responden dari 10 responden studi pendahuluan
masyarakat Desa Bantarkaret memiliki kadar merkuri dalam rambut diatas batas
normal, yaitumelebihi dari ketetapan yang sudah ditentukan oleh WHO (2008)
yaitu 2 ppm. Berdasarkan hasil studi pendahuluan terkait kadar merkuri dalam
rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret didapatkan bahwa sebagian besar kadar
merkuri dalam rambut berkonsentrasi tinggi ditemukan yaitu pada penambang,
berjenis kelamin laki-laki, berusia produktif, berpendidikan rendah atau Sederajat
(SD), dan responden yang mengkonsumsi beras yang lokal yang ditanam di
persawahan Desa Bantarkaret.
6
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian terkait hubungan intake mingguan merkuri dalam
beras lokal dan faktor lainnya (usia, jenis kelamin, pekerjaan, status pendidikan,
dan durasi pajanan) dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat di Desa
Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017.
1.2. Rumusan Masalah
PETI di Desa Bantarkaret umumnya menggunakan teknik amalgamasi
yang hasil limbahnya langsung dibuang ke lingkungan tanpa adanya pengolahan
terlebih dahulu. Limbah yang mengandung merkuri dapat mencemari lingkungan
dan menyebabkan permasalah kesehatan. Berdasarkan penelitian sebelumnya dan
studi pendahuluan yang dilakukan, diketahui beberapa bagian persawahan di
Kawasan Gunung Pongkor yang dimana Desa Bantarkaret merupakan desa
terbesar yang ada di Kawasan Gunung Pongkor, memiliki kadar merkuri yang
melebihi ambang batas seperti pada lumpur sawah hingga padi dan beras yang
dihasilkan, sedangkan padi-padian adalah makanan pokok masyarakat di Desa
Bantarkaret. Selain itu, diketahui dari penelitian sebelumnya tingginya kadar
merkuri pada rambut masyarakat dan tingginya tingkat keracunan merkuri pada
penambang di Kawasan Gunung Pongkor. Hasil studi pendahuluan terkait kadar
merkuri dalam rambut, didapatkan tingginya kadar merkuri dalam rambut pada
responden studi pendahuluan dengan faktor-faktor pendukung seperti faktor
karaktristik individu dan pola aktivitas. Selain itu diketahui berdasarkan studi
pendahuluan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Bantarkaret mengkonsumsi
beras lokal (hasil panen daerah setempat) dan 2 dari 3 sampel beras hasil panen
7
dari persawahan Desa Bantarkaret memiliki kadar merkuri yang melebihi standar
aman.
Mengingat merkuri dalam tubuh manusia ataupun makhluk hidup lainnya
dapat terakumulasi, sehingga pajanan merkuri dalam jangka waktu yang lama dan
terus menerus dapat menyebabkan efek negatif bagi kesehatan. Untuk itu perlu
dilakukan penelitian terkait hubungan intake mingguan merkuri dalam beras lokal
dan faktor lainnya (usia, jenis kelamin, pekerjaan, status pendidikan, dan durasi
pajanan) dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat di Desa
Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran karakteristik individu, kadar merkuri dalam
rambut, kadar merkuri dalam beras, dan intake merkuri dalam beras pada
masyarakat di Desa Bantar karet di Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor Tahun 2017?
2. Bagaimana hubungan antara usia dengan kadar merkuri dalam rambut
pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten
Bogor Tahun 2017?
3. Bagaimana hubungan antara jenis kelamin dengan kadar merkuri dalam
rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung
Kabupaten Bogor Tahun 2017?
4. Bagaimana hubungan antara status pendidikan dengan kadar merkuri
dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung
Kabupaten Bogor Tahun 2017?
8
5. Bagaimana hubungan antara jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam
rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung
Kabupaten Bogor Tahun 2017?
6. Bagaimana hubungan antara durasi pajanan dengan kadar merkuri dalam
rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung
Kabupaten Bogor Tahun 2017?
7. Bagaimana hubungan antara Estimate Weekly Intake (EWI) merkuri
dalam beras lokal dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat
Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan Intake mingguan merkuri dalam beras lokal dan
faktor lainnya dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat Desa
Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran kadar merkuri dalam rambut, karakteristik
individu, pola aktivitas, dan Estimated Weekly Intake (EWI) merkuri
dalam beras lokal pada masyarakat di Desa Bantar karet di
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor Tahun 2017.
2. Diketahuinya hubungan antara usia dengan kadar merkuri dalam
rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung
Kabupaten Bogor Tahun 2017.
9
3. Diketahuinya hubungan jenis kelamin dengan kadar merkuri dalam
rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung
Kabupaten Bogor Tahun 2017.
4. Diketahuinya hubungan antara status pendidikan dengan kadar
merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan
Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017.
5. Diketahuinya hubungan antara jenis pekerjaan dengan kadar merkuri
dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan
Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017.
6. Diketahuinya hubungan antara durasi pajanan dengan kadar merkuri
dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan
Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017.
7. Diketahuinya hubungan antara Estimate Weekly Intake (EWI) merkuri
dalam beras lokal dengan kadar merkuri dalam rambut pada
masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten
Bogor Tahun 2017.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan memberikan manfaat kepada berbagai pihak dan
instansi, manfaat tersebut, yaitu:
1.5.1. Bagi Masyarakat
Penelitian ini bermanfaat untuk menjadi informasi kepada masyarakat
terkait faktor-faktor yang dapat menyebabkan dampak negatif bagi kesehatan
karena paparan merkuri.
1.5.2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
10
Penelitian ini dapat memberikan informasi terkait gambaran tingkat
kandungan merkuri dalam beras yang merupakan hasil panen daerah sekitar
yang dikonsumsi oleh masyarakat Desa Bantarkaret di Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor. Sehingga dapat dilakukan pencegahan dampak
negatif terhadap efek kesehatan yang dapat ditimbulkan.
1.5.3. Bagi Pemerintah Daerah
Penelitian ini memberikan memberikan informasi kepada pemerintah
daerah khususnya terhadap Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) terkait
tingkat pencemaran lingkungan yang terjadi di Desa Bantarkaret di
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.
1.5.4. Bagi Peneliti Lain
Sebagai masukan untuk melakukan pengembangan penelitian
selanjutnya terkait topik yang serupa.
1.6. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan Intake mingguan
merkuri dalam beras lokal dan faktor lainnya dengan kadar merkuri dalam rambut
masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun
2017. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, desain penelitian yaitu cross sectional
dengan menggunakan studi Epidemiologi Kesehatan Lingkungan (EKL) dan
formula Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI). Sehingga dalam penelitian
ini menggabungkan antara studi Epidemiologi Kesehatan Lingkungan (EKL)
dengan perhitungan formula PTWI untuk menghitung variabel Estimated Weekly
Intake (EWI). Teknik yang digunakan untuk pengambilan responden yaitu teknik
purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini yaitu pada RT 06, 09, 10 dan
11
12 dengan jumlah sampel sebanyak 55 responden dan 10 spesimen beras.
Responden dalam penelitian ini adalah perempuan ataupun laki-laki yang tinggal
lebih dari 5 tahun dan mengkonsumsi beras hasil panen desa tersebut.
Jenis data yang digunakan adalah data primer untuk mengetahui nilai
kadar merkuri dalam rambut, kadar merkuri dalam beras dan karakteristik
individu, dan pola aktivitas. Biomarker rambut dan sampel beras akan diujikan di
laboratorium menggunakan metode uap dingin (cold vapour) dengan Mercury
Analyzer dalam sampel sedimen dan sesuai penetapan SNI 06.6992.2-2004 terkait
uji sedimen parameter merkuri. Data karakteristik individu didapatkan dengan
cara pengisian kuesioner dan pengukuran langsung. Data yang sudah
dikumpulkan kemudian dilakukan perhitungan dengan formula rumus EWI untuk
menghitung intake. Lalu dilakukan uji t independen, anova, dan regresi linier
sederhana untuk mengetahui hubungan Intake mingguan merkuri dalam beras
lokal dan faktor lainnya dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat Desa
Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Merkuri
Di Indonesia merkuri dikenal dengan nama air raksa dan mempunyai
nama kimia hydragyrum (Hg), yang berasal dari bahasa latin yang berarti cairan
perak. Merkuri telah dikenal oleh manusia semenjak manusia mengenal
peradaban.Merkuri termasuk kedalam salah satu unsur renik yang terdapat dalam
kerak bumi, selain itu dalam perairan merkuri ditemukan dalam jumlah yang
relative kecil, tetapi di alam merkuri tersebar di karang-karang, udara, tanah, air,
dan organisme hidup melalui proses fisik, kimia, dan biologi yang kompleks
(Palar, 2008). Menurut Hardywinoto dan Setiabudi (2005) di alam merkuri jarang
ditemukan sebagai logam murni, biasanya ditemukan dalam bentuk mineral
sinabar atau merkuri sulfide (HgS). Dalam menunjang kehidupan manusia
merkuri digunakan untuk berbagai bidang seperti dalam bidang industri
pertambangan seperti pertambangan emas, bidang kesehatan seperti bahan tambal
gigi dan termometer, bidang pendidikan, dan lainnya.
2.1.1. Sifat dan Karakteristik Merkuri
Pada tabel periodik merkuri mempunyai nomor atom (NA) 80 dan
termasuk dari unsur golongan II B. Merkuri terdiri dari tiga bentuk yaitu
elemen merkuri (Hg0), ion merkuri (Hg2+), dan merkuri organic kompleks
(Selid, dkk, 2009). Diantara seluruh unsur logam, merkuri merupakan unsur
logam yang mempunyai tingkat racun yang tertinggi dibandingkan dengan
logam lainnya seperti logam kadmium (Cd), Perak (Ag), nikel (Ni), timbal
(Pb), Arsen (As), kromium (Cr), timah (Sa), dan seng (Zn) (Waldicuk, 1974).
13
Merkuri dapat bercampur dengan enzim didalam tubuh manusia dan
menyebabkan hilangnya kemampuan enzim untuk menjadi katalisator dalam
tubuh. Masuknya merkuri kedalam tubuh manusia yaitu dengan banyak cara
yaitu melalui saluran pencernaan, pernafasan, ataupun kulit.
Menurut Palar (1994), secara umum merkuri mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut:
a. Logam yang berbentuk cair pada suhu kamar (250C), dan
mempunyai titik beku terendah dari semua logam (390C)
b. Logam yang paling mudah menguap, jika dibandingkan dengan
logam lainnya.
c. Logam yang sangat baik untuk menghantarkan arus listrik karena
tahanan listrik yang dimiliki sangat rendah.
d. Dapat melarutkan bermacam-macam logam untuk membentuk
alloy atau amalgam.
e. Unsur logam yang sangat beracun bagi seluruh makhluk hidup,
dalam bentuk unsur tunggal ataupun dalam bentuk persenyawaan.
Daya racun merkuri tergantung dari bentuk kimia dan fisika, akan
tetap senyawa merkuri yang mudah larut membuat logam ini lebih beracun.
Tingkat dosis merkuri atau Lethal Dose 100 (LD 100) yang dapat
menyebabkan kematian jika merkuri tertelan sekitar 0,2-1 gr. Selain tertelan
merkuri juga dapat terserap oleh kulit melalui proses absorbsi dari lapisan
kulit merkuri dapat masuk ke dalam darah, berikatan dengan protein yang
terkandung dalam darah, lalu didistribusikan keseluruh tubuh yang akan
mengakibatkan kerusakan jaringan, organ yang umumnya terserang adalah
14
organ hati dan ginjal. Selain itu, merkuri dapat terakumulasi didalam tubuh
manusia dan dapat berpengaruh terhadap sistem saraf, sehingga dapat
mengakibatkan kelumpuhan permanen dan berpengaruh terhadap
pertumbuhan (Wurdiyanto, 2007).
2.1.2. Sumber Pencemaran Merkuri di Lingkungan
Pada dasarnya keberadaan logam merkuri ada di alam, namun jumlah
atau kadarnya tidak sebanyak logam timbal ataupun logam lainnya
(Adiwijayanti, 2015), hal ini dikarenakan merkuri adalah logam yang sangat
toksik dibandingkan dengan logam lainnya. Terdapatnya merkuri kedalam
lingkungan dengan kadar diatas baku mutu dapat menyebabkan keracunan
pada makhluk hidup, peningkatan merkuri diatas baku mutu karena aktivitas
industry dan proses penambangan (Putranto, 2011). Sumber utama merkuri
dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Alami
Secara alami merkuri dapat berasal dari gas gunung berapi, penguapan air
laut, batu-batuan, dan lapisan bumi lainnya. Kadar normal merkuri di
dalam tanah yaitu 0,03 ppm, pada saar kadar merkuri dalam tanah sudah
mencapai 0,3-0,5 pmm dapat dikatakan bahwa sudah dalam kadar kritis
terhadap pencemaran merkuri di lingkungan (Zulfikar, dkk 2014).
Sedangkan merkuri dapat ditemukan pada batu yang bercampur dengan
logam lainnya. Menurut Inswiariasi dalam Rohkman (2013) menyatakan
bahwa merkuri muncul di lingkungan secara alamiah dalam beberapa
bentuk yaitu:
Metal Merkuri (Hg0)
15
Dalam bentuk fisiknya, metal merkuri (Hg0) merupakan logam yang
berwarna putih dan bekilau atau berwarna seperti warna perak dan
tidak berbau. Metil merkuri mempunyai tekanan uap yang cukup
tinggi dan sukar larut di dalam air. Semakin tinggi suhu semakin
cepat merkuri akan menguap. Sehingga dapat dikatakan kinerja
penguapan merkuri berbanding lurus dengan tingkat suhu. Uap
merkuri yang muncul kepermukaan dalam bentuk monoatom yang
apabila terserap oleh tubuh akan dibebaskan ke dasar alveolar.
Merkuri Anorganik
Merkuri anorganik yaitu lebih reaktif dibandingkan meta merkuri
ataupun merkuri organik. Merkuri anorganik dapat membentuk
kompleks dengan ligan organik terutama pada golongan sulfurhidril
seperti HgCl2, kolaborasi ini membuat sangat larut dalam air dan
sangat toksik biasanya digunakan sebagai fungisida (Alfian, 2006).
Merkuri Organik
Senyawa merkuri organik adalah senyawa yang mudah larut dalam
lapisan lemak pada kulit yang menyelimuti korda saraf, sekitar 80%
senyawa merkuri organik dapat mengendap dan berakumulasi dalam
tubuh kaena sifat yang larut dalam lipida.
2. Antropogenik
Logam merkuri yang melebihi baku mutu di lingkungan biasnya
bersumber dari industry yang menggunakan merkuri sebagai bahan baku
ataupun bahan penolong, seperti industry pengecoran logam, industri klor
alkali, peralatan listrik, industri pertanian. Dalam dunia kedokteran juga
16
menggunakan merkuri sebagai bahan penambal gigi yaitu algaman.
Menurut Sudarmaji, dkk (2006) sumber merkuri juga didapatkan dari
bahan bakar fosil. Selain itu aktivitas pertambangan emas merupakan
salah satu sumber penghasil pencemar merkuri, karena dalam proses
aktivitasnya pemisahan emas dan batuan menggunakan merkuri.
2.1.3. Kegunaan Merkuri
Pada saat ini penggunaan merkuri sudah mencakup kepada hampir
seluruh aspek kehidupan manusia. Merkuri digunakan untuk banyak
digunakan dalam berbagai macam jenis bidang pekerjaan, yaitu Alfain
(2006), Rokhman (2013), dan Hadi (2013):
Tabel 2.1. Kegunaan Merkuri Dalam Berbagai Bidang Pekerjaan
No Bidang Pekerjaan Penggunaan
1 Industri Digunakan dalam pabrik alat-alat
listrik, pembuatan baterai, dan
sebagai komponen pewarna serta
pencegah pertumbuhan jamur dalam
industri cat.
2 Pertambangan Digunakan dalam aktivitas
penambangan emas yaitu untuk
mengikat dan memurnikan emas.
3 Pertanian Digunakan sebagai fungisda dan
merkuri organik digunakan untuk
membasmi hama.
4 Kedokteran Digunakan dalam mengobati
penyakit kelamin (Sifilis) dan
campuran penambal gigi.
5 Pembuatan bahan
kimia
Digunakan dalam pembuatan klor
alkali yang menghasilkan klorin
17
No Bidang Pekerjaan Penggunaan
(Cl2).
6 Pembuatan peralatan
fisika
Digunakan untuk alat kesehatan
seperti termometer, alat pengukuran
cuaca seperti barometer.
Merkuri dimanfaatkan untuk berbagai macam bidang aktivitas
pekerjaan namun seluruh bentuk merkuri dalam bentuk unsur, gas, ataupun
dalam bentuk garam merkuri tetap bersifat racun dan menyebabkan pengaruh
toksik (Hadi, 2013). Di Indonesia aktivitas penambangan emas illegal masih
banyak yang menggunakan teknik amalgamasi, yaitu menambang emas yang
menggunakan merkuri dalam prosesnya. Hal ini sangat berpotensi untuk
menimbulkan pencemaan serta kerusakan lingkungan.
2.1.3.1. Kegunaan Merkuti dalam Aktivitas Penambangan Emas
Setiap usaha yang menimbulkan dampak negatif ataupun yang
tidak menimbulkan dampak negatif membutuhkan izin. Termasuk
aktivitas penambangan, jika usaha dilakukan pertambangan dilakukan
perseorangan dapat dilakukan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan
Izin Usaha Pertambangan (IUP), yang sesuai dengan UU No. 4 Tahun
2009 tentang pertambangan mineral dan batubara. Pada pasal 96
menyebutkan bahwa setiap IRP dan IUP wajin mengelola sisa tambang
dari suatu aktivitas usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair, atau
gas sampai memnuhi standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas
ke media lingkungan.
Aktivitas PETI yang dilakukan di Indonesia pada umumnya
dilakukan dengan sistem penambangan bawah tanah dan sitem
18
pengambilan batu di sungai. Seperti pada aktivitas penambangan yang
dilakukan oleh masyarakat di kawasan Gunung Pongkor yang salah
satunya adalah di Desa Bantar Karet Kecamatan Nanggung, mereka
menggunakan kedua sistem tersebut untuk menggambil batu-batuan
yang diperkirakan menggandung emas. Berdasarkan studi pendahuluan
yang dilakukan dan didukung oleh penelitian sebelumnya yang
dilakukan di Kawasan Gunung Pongkor, diketahui bahwa pada
umumnya masyarakat melakukan pengelolahan emas menggunakan
teknik amalgamasi. Teknik amalgamasi yaitu teknik pemisahan
kotoran dan bijih emas menggunakan merkuri.
Menurut Silalahi (2005) dan Junita (2013) menyatakan bahwa
pada proses amalgamasi mempunyai tahapan-tahapan yaitu:
1. Tahapan pembukaan awal: Batuan mengandung bijih emas hasil
penambangan dari gunung ataupun sungai ditumbuk sampai
hancur dengan alat sederhana. Lalu batu yang telah hancur
menjadi lebih kecil dimasukan ke amalgamator atau gelundung.
2. Tahapan penggilingan: Proses penggilingan yaitu dilakukan
didalam gelundungan yang telah dimasukan merkuri didalamnya.
Pada setiap gelundungan diberikan pelor untuk menghancurkan
batuan keurkuran yang lebih kecil sehingga dapat mengeluarkan
dan memisahkan bijih emas dari pengotor lainnya dan menjadi
bituran serta menempel dengan merkuri membentuk amalgam.
3. Tahapan pencucian dan pemerasan: Pada tahapan ini, algaman
dicuci dengan air dan diperas dengan kain putih yang bertuhuan
19
untuk membersihkan amalgam dan mengurangi kandungan
merkuri yang masih ada pada amalgam. Sisa merkuri yang keluar
dari pori-pori kain karena pemerasan ditampung ditempat
pencucian algaman. Lalu tempat pencucian algaman didiamkan
agar merkuri mengendap dan dapat digunakan kembali untuk
proses pengolahan emas.
4. Tahapan pembakaran atau penggarangan: Pada tahapan ini,
algaman dibakar untuk menghilangkan unsur merkuri. Merkuri
yang masih tersisa di dalam algaman akan menguap ke udara.
Algaman yang berwana perak akan berubah berwarna emas, dari
hasil pembakaran ini akan didapatkan emas dengan kadar 10-
60%.
5. Tahapan penumbukan akhir: Pada tahapan ini emas hasil
pembakaran di bentuk kepingan atau sesuai dengan permintaan
pasar.
2.1.3.2. Merkuri Masuk Ke Lingkungan dari Aktivitas
Pertambangan
Aktivitas pengolahan emas menggunakan teknik amalgamasi
adalah aktivitas pengolahan emas yang sederhana dan digunakan untuk
produksi dalam skala kecil, akan tetapi sangat berisiko menyebabkan
pencemaran lingkungan seperti air, tanah, udara, ataupun tumbuhan
yang hidup lingkungan sekitar dan dapat berdampak pada masyarakat
sekitar. Aktivitas amalgamasi yang dilakukan penambang pada
umumnya hasil buangannya tidak dilakukan pengolahaan limbah
20
terlebih dahulu. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Balihristi
(2013) menemukan bahwa masyarakat yang melakukan aktivitas PETI
di beberapa kabupaten provinsi Gorontalo menggunakan merkuri serta
sianida dan limbah cair dari aktivitas tersebut tersebut dibuang
langsung ke aliran sungai di dekat pertambangan. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rusli, dkk (2010), Lestarisa (2010),
dan Lihawa dan Mahmud (2012) yang menyatakan bahwa hasil
buangan dari aktivitas PETI yang berupa limbah berbahaya langsung
dibuang ke sungai tanpa adanya pengelolahan.
Atas hal tersebut pada penelitian yang dilakukan oleh Widodo
(2008) dan Heriamariaty (2011), terjadinya pencemaran merkuri pada
air dan sedimen sebagai dampak pengolahan bijih di Sungai
Ciliunggunung tahun 2005 dan di Sungai Kahayan. Penelitian yang
dilakukan oleh Mirdat, dkk (2013) didapatkan bahwa status logam
berat merkuri dalam tanah diatas batas batas pada kawasan pengolahan
tambang emas. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
sebelumnya penelitian yang dilakukan oleh Mahmud, dkk (2014)
menyatakan bahwa didapatkan kadar merkuri di atas batas normal di
tanah dan padi pada lingkungan di sekitar Desa Sumalata dan Desa
Hangata Kabupaten Gorontalo Utara yang merupakan suatu kawasan
penambangan emas.
Diketahui bahwa masyarakat di Kawasan Gunung Pongkor
yang berkerja sebagai penambang melakukan pengolahan bijih emas
menggunakan teknik amalgam sehingga membutuhkan merkuri
21
sebagai bahan baku. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh
Siallagan, (2010) mendapatkan hasil bahwa aktivitas Pertambangan
Emas Tanpa Izin (PETI) oleh tiga desa di daerah Gunung Pongkor,
dalam aktivitasnya penambang menggunakan merkuri (Hg) sebanyak
5,5 ton per tahunnya, sehingga hal ini sangat berisiko untuk
terbuangnya merkuri ke lingkungkan. Pada Kawasan Gunung Pongkor
di ketahui bahwa adanya kontaminasi logam merkuri pada air Sungai
Cikaniki yang melebihi baku mutu air, hingga air Sungai Cisadane
(Yoyok, dkk. 2009). Selain itu, Sutono (2001) dan Widiowati, dkk
(2008) pada penelitian yang dilakukan oleh diketahui bahwa adanya
kadar merkuri dalam beras melebihi baku mutu yaitu 0,45 ppm dan
0,25 ppm, beras yang dijadikan objek adalah beras yang ditaman di
Kawasan Gunung pongkor yang sistem irigasi persawahannya
menggunakan air Sungai Cikaniki.
2.1.4. Baku Mutu Merkuri
Merkuri dapat masuk kedalam tubuh manusia dengan barbagai macam
cara, sehingga jika ingin mengetahui kadar merkuri pada tubuh manusia
dapat dilakukan uji, yaitu dengan mengambil sampel pada darah, urin,
ataupun rambut. Berdasarkan ketetapan WHO (2008) ambang batas merkuri
pada rambut yaitu 2 ppm . Selain itu, berdasarkan ketentuan yang telah
ditetapkan oleh EPA, logam berat merkuri tidak boleh masuk kedalam tubuh
manusia melalui ingesti melebihi 0,0001 mg/kg/hari. Berbeda lagi dengan
ambang batas merkuri di lingkungan ataupun pada bahan makanan.
22
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2009 tentang
batas maksimum cemaran logam berat dan pangan, batas maksimum cemaran
logam merkuri dalam kelompok pangan adalah 0,03 mg/kg, batas ini sama
dengan batas yang ditentukan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang penetapan batas maksimum
cemaran mikroba dan kimia dalam makanan. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah RI Nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air, batas mutu air pada parameter merkuri yaitu
sebesar 0,001 mg/kg.
2.1.5. Jalur Migrasi Merkuri
Berdasarkan penjelasan pada bagian sebelumnya terkait logam merkuri
yang ada di lingkungan hingga dapat masuk dan berakumulasi di dalam tubuh.
Berikut Jalur migrasi merkuri yang digambarkan menggunakan teori simpul
dengan menggunakan empat simpul dari Umar Fahmi Achmadi (1991), yaitu
1. Simpul satu: Sumber penyakit atau agen penyakit. Sumber penyakit
dikelompokan dalam tiga kelompok besar yaitu kelompok mikroba seperti
virus, amuba, jamur, bakteri, parasit, dan lainnya. Kelompok fisik, seperti
kekuatan radiasi, energi, kebisingan, kekuatan cahaya, dan lainnya.
Kelompok bahan kimia toksik, seperti merkuri, pestisida, kadmium, dan
lainnya. Pada penelitian ini kelompok bahan kimia yaitu merkuri adalah
sebagai agen penyakit.
2. Simpul dua: Komponen lingkungan, yaitu berperan sebagai media
transmisi penyakit mencakup udara, air, tanah, binatang atau serangga,
23
karang, dan pangan. Pada penelitian ini kelomponen yang akan diteliti
adalah pangan.
3. Simpul tiga: Penduduk yaitu dimaksudkan dengan perilaku atau kebiasaan
hidup sehari-hari dan karakteristik individu itu sendiri. Hubungan
interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk beserta
perilakunya dapat diukur yaitu dengan perilaku pemajanan.
4. Simpul empat: Hasil akhir dari interaksi antara simpul satu hingga simpul
tiga, akan berakhir sakit ataukah tetap sehat. Jika individu ataupun
penduduk tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan maka sumber
penyakit akan mudah menimbulkan kondisi sakit akan tetapi jika mampu
beradaptasi akan tercipta kondisi sehat.
Dari simpul-simpul yang telah dijelaskan ada variabel lain yang dapat
mempengaruhi keemapat simpul lainnya. Pada penelitian ini variabel yang
dapat mempengaruhi keempat simpul lainnya yaitu peraturan pemerintah.
Bagan 2.1 Teori Simpul
POLUTAN
Merkuri
KELAINAN
BENTUK/ HASIL
INTERASI
YANG
MERUGIKAN
Merkuri dalam tubuh:
Ya
Tidak
(Biomarker: Rambut)
PERILAKU
PEMAJANAN
Usia
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Status Pendidikan
Lama Tinggal
Konsumsi Beras
Lokal
Jarak Rumah
dengan Sungai
Aktivitas Sungai
KOMPONEN
LINGKUNGAN
Udara
Air
Tanah
Karang
Pangan
PERATURAN PEMERINTAH
24
2.1.6 Toksikologi Merkuri
Toksikologi berfungsi untuk mengidentifikasi zat kimia yang dapat
menimbulkan bahaya kesehatan pada sistem kehidupan. Daya toksisitas
logam berat terhadap makhluk hidup tergantung pada besar dosis yang masuk
ketubuh, lama dan seringnya pemaparan logam berat, dan cara masuk
kedalam tubuh, hal ini juga dapat meningkatkan efek keracunan (Rukaesih,
2004). Senyawa merkuri secara alami ada di lingkungan namun merkuri yang
alami di lingkungan jumlahnya tidak banyak jika dibandingkan dengan
logam berat lainnya, akan tetapi senyawa merkuri di alam tetap berpotensi
mempunyai efek toksik.
1. Toksikologi Merkuri di Lingkungan
Toksikologi lingkungan adalah pengetahuan yang bertujuan untuk
mempelajari efek toksik, dampak ataupun resiko dari keberadaan zat
kimia tertentu terhadap makhluk hidup. Polutan seperti merkuri
Toksikologi merkuri di lingkungan bertujuan mengetahui efek toksik
merkuri yang dapat berdampak ke manusia dan makhluk hidup lainnya.
Merkuri mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi kualitas dan
pencemaran lingkungan, dari pencemaran lingkungan dapat
mempengaruhi kualitas hidup manusia dan makhluk hidup lainnya,
hingga dapat membuat kerugian untuk kesehatan manusia (Wirasuta,
2006).
2. Toksikologi Merkuri dalam Tubuh Manusia dan Kesehatan
Akumulasi logam berat pada tubuh kadarnya akan jauh lebih tinggi
dari pada kadar logam berat yang berasal dari sumbernya. Apabila terjadi
25
paparan secara terus menerus akan menyebabkan toksisitas kronis. Setiap
bentuk merkuri mempunyai organ sasaran yang berbeda-beda dan cara
masuknya merkuri kedalam tubuh menentukan efek toksik yang berbeda
juga. Seperti metal merkuri mempunyai organ target untuk berakumulasi
yaitu di otak.
a. Penyerapan Merkuri dalam Tubuh (absorbsi)
Absorbsi merkuri anorganik hanya berkisar 7% pada manusia jika
melalui saluran pencernaan dan merkuri organik yaitu metil merkuri
dapat diabsorbsi sebesar 90 % - 95 % pada tubuh manusia. Menurut
Rianto (2010) dan Lubis (2002) Otak manusia merupakan afinitas
terbesar oleh logam merkuri setelah itu diakumulasikan di dalam
jaringan.
b. Metabolisme Merkuri
Dalam proses metabolisme organ hati dan ginjal dapat
memetabolisme metil merkuri menjadi merkuri anorganik. Sekitar
90% merkuri darah terdapat dalam eritrosit. Senyawa metil merkuri
dimetabolisme secara lambat akan tetapi mempunyai afinitas yang
kuat terhadap otak.
c. Eksresi Merkuri
Eksresi merkuri dari tubuh manusia memalui urin ataupun feses cepat
lambatnya dipengaruhi oleh bentuk senyawa merkuri itu sendiri, akan
tetapi eksresi metil merkuri paling besar dengan melalui feses yaitu
sebesar 90%.
d. Dampak Merkuri Terhadap Kesehatan
26
Berdasarkan sifat alaminya, merkuri mempunyai daya toksik yang
tinggi jika dibandingkan dengan logam berat lainnya (Palar, 2008).
Menurut Coelho, dkk (2012) dan Wirasuta (2006) merkuri dapat
masuk melalui beberapa cara yaitu melawati jalaur ingesti atau
pencernaan, jalur inhalasi atau pernafasan, dan jalur dermal atau
penyerapan melewati pori-pori kulit.
Pada dasarnya efek toksisitas merkuri pada manusia tergantung dari
bentuk komposisi merkuri, jalan masuknya ke dalam tubuh, dan
lamanya berkembang. Diagnosis toksisitas merkuri tidak dapat
dilakukan dengan tes biokimiawi. Indikator toksisitas merkuri hanya
dapat didiagnosis dengan analisis kadar merkuri salah satunya yaitu
dari rambut. Seluruh komponen merkuri yang masuk ke dalam tubuh
manusia karena akumulasinya secara terus menerus akan
menyebabkan kerusakan permanen pada otak, hati, dan ginjal (Roger,
dkk, 1984). Terdapat beberapa hal yang dapat difokuskan atau hal
yang dapat dijadikan acuan terhadap efek yang dapat ditimbulkan
oleh merkuri terhadap tubuh manusia yaitu (Nina, 2007):
Semua senyawa merkuri adalah racun untuk tubuh apabila
batas jumlahnya sudah tidak dapat ditoleransi oleh tubuh.
Setiap senyawa merkuri yang berbeda akan menghasilkan
karakteristik dampak yang berbeda.
Biotransformasi tertentu yang terjadi dalam suatu tata
lingkungan atau dalam tubuh organisme yang telah
27
terakumulasi merkuri disebabkan oleh perubahan senyawa-
senyawa merkuri.
Efek yang ditimbulkan oleh merkuri dalam tubuh menghalangi
kinerja enzim dan merusak selaput dinding sel.
Kerusakan yang diakibatkan oleh logam merkuri dalam tubuh
pada umumnya bersifat permanen.
Terpaparnya merkuri dalam kurun waktu yang lama dapat
menimbulkan dampak kesehatan hingga kematian pada manusia salah
satu pengaruh merkuri terhadap fisiologis manusia yaitu: pada sistem
saluran pencernaan dan ginjal, berpengaruh terhadap sistem saraf
karena merkuri mampu menembus blood brain barried, dan dapat
mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible sehingga
mengakibatkan kelumpuhan permanen serta berpengaruh terhadap
pertumbuhan (Wurdiyanto, 2007). Berikut pengaruh merkuri terhadap
kesehatan manusia yang dapat diuraikan sebagai berikut (Rokhman,
2013), (Alfian, 2006) (Azhari, 2010):
1) Pengaruh terhadap fisiologis
Sistem saluran pencernaan (SSP) dan ginjal adalah pengaruh
toksisitas merkuri yang paling dominan. Dalam jangka waktu
tertentu, intensitas yang tinggi, dan jalur paparan merkuri sangat
mempengaruhi toksisitasnya dan organ apa yang akan
dipengaruhi. Organ utama yang dipengaruhi paparan kronik oleh
merkuri adalah SSP. Kerusakan ginjal dipengaruhi oleh garam
28
merkuri. Sistem pernafasan adalah efek dari keracunan akut
karena merkuri terhidap.
2) Pengaruh terhadap sistem saraf
Merkuri yang mempengaruhi sistem saraf yaitu akibat dari
pemajanan uap merkuri dan metil merkuri karena senyawa
tersebut dapat menembus merkuri dan dapat mengakibatkan
kerusakan otak yang irreversible. Metil merkuri yang masuk ke
dalam pencernaan akan memperlambat sistem saraf pusat. Gejala
awal merkuri mempengaruhi sistem saraf pusat yaitu tidak
spesifik seperti malas, pandangan kabur, ataupun pendengaran
hilang.
3) Pengaruh Terhadap Ginjal
Uap merkuri yang masuk melalui pernafsan dapat menyebabkan
gagal ginjal karena terjadi proteinuria atau nephrotic syndrome
dan tubular necrosis akut.
4) Pengaruh Terhadap Pertumbuhan
Merkuri sangat reaktif kepada ibu hasil dan bayi, bayi yang
dilahirkan dari ibu yang memakan gandum berfungisida akan
mengalami gangguan kerusakan otak seperti retardasi mental, tuli,
penciutan lapang pandang, buta, gangguan menelan, ataxia,
ataupun cerebral palsy.
Selain itu, menurut Silalahi (2005), merkuri mempengaruhi proses
ateroskelorsis (penyempitan dan penebalan pembuluh darah) hal ini
dikarenakan merkuri dapat membentuk radikal bebas yang dapat
29
merusak sel. Didukung oleh ATSDR (2011) yang menyatakan bahwa
merkuri dapat menembus darah- otak dan plasenta, pada anak-anak
peningkatan risiko toksisitas pada paru-paru dimungkinkan dapat
terjadi dan berkembang menjadi gangguan pernafasan. Berdasarkan
penjelasan sebelumnya terkait batas aman merkuri dalam rambut
yaitu kurang dari 2 ppm, makan kandungan merkuri disebut tinggi
apabila melebihi 2 ppm pada rambut individu. Tingginya merkuri
dalam tubuh dapat berkorelasi dengan peningkatan risiko penyakit
jantung koroner (PJK) atau infraksi miokardinal 2-3 kali lipat.
2.1.7. Keracunan Merkuri
Pencemaran merkuri di lingkungan telah menimbulkan banyak akibat
salah satunya yaitu keracunan. Merkuri yang ada di lingkungan jika masuk
kedalam tubuh engan besarnya konsentrasi, lama, dan frekuensi pemaparan
kedalam tubuh manusia dapat menimbulkan keracunan dalam tubuh. Seperti
pada peristiwa keracunan yang terjadi, Putranto (2011) dalam Erdanang,
2016 dan Hadi (2013):
Tabel 2.2 Peristiwa Keracunan Merkuri di Dunia (1950-an)
Negara Tahun Sebab Akibat
Jepang- MInamata
(Minamata Desase)
1953 Mengkonsumsi ikan yang
terkontaminasi
- Hingga tahun
2001 : 2.265
korban meninggal
Irak 1970 Mengkonsumsi roti yang
berbahan baku gandum
yang mengandung metil
merkuri
450 korban
meninggal
Guatemala 1966 Mengkonsumsi padi- 20 korban
30
padian yang
terkontaminasi
meninggal
Rusia -
Keracunan merkuri dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Keracunan Merkuri akut
Keracunan akut merkuri dapat menyebabkan gejala dalam beberapa jam
yaitu seperti rasa lemah, menggigil, mual, muntah, diare, batuk, serta
sesak nafas. Toksisitas paru dapat berubah menjadi pneumonia yang
disertai dengan gangguan fungsi paru berat (Endrinaldi, 2010). Merkuri
anorgaik dan ionic (merkuri klorida) dapat menyebabkan toksisitas akut
berat, merkuri yang berikatan dengan gugus sulfidril (SH) dari protein
membran dapat mempengaruhi integritas membran dan menyebabkan
terjadinya nekrosis tubuli ginjal yang disertai oliguria, anuris, uremia, dan
kerusakan pada glomerular (Edward, dkk. 2004). Umumnya kasus
keracunan merkuri yang biasa terjadi pada pekerja tambang emas
tradisional yaitu menyebabkan batuk, nyeri dada, sesak nafas, bronchitis,
dan pneumonia (Kamitsuka, dkk. 1984).
2. Keracunan Merkuri Kronis
Keracunan merkuri kronis dapat terjadi secara perlahan-lahan, terjadi
dalam waktu kurun yang lama, dengan kadar merkuri yang masuk
kedalam tubuh sedikit demi sedikit akan tetapi terus menerus, sehingga
dapat mengendap di dalam tubuh manusia yang menimbulkan gejala
keracunan. Menurut Hartono (2003) pada pekerja yang biasa terpapar oleh
merkuri dapat terjadi keracunan merkuri secara kronik seperti sariawan,
gigi mudah tanggal, guratan-guratan biru pada gusi, pengeluaran air liur
31
yang berlebihan, penurunan berat badan, anorexia, halusinasi, gelisah,
sakit kepala, nyeri dan mati rasa pada bagian tubuh kaki dan tangan. Hal
ini didukung oleh Widiowati (2008) yang menyatakan bahwa toksisitas
kronis dari merkuri yaitu berupa gangguan sistem pencernaan, radang
gusi, gangguan sistem saraf seperti tremor, parkinson, warna lensa mata
yang memudar, dan anemia ringan.
2.1.8. Toksikokinetik Merkuri
Toksikokinetik yaitu ilmu yang mempelajari pola perjalanan polutan
atau zat kimia dari masuknya zat kimia tersebut kedalam tubuh hingga keluar
dari dalam tubuh. Dalam toksikokinetik terdapat proses yang sering disingkat
dengan ADME, yaitu adsorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi
(Wirasuta, 2006). Merkuri adalah adalah logam berat yang diabsorbsi dan
diakumulasikan dalam jaringan hidup tercepat dan sangat beracun, sesuai
dengan urutan absorbsi yaitu: Hg>Cu>Ni>Pb>Co>Cd. (Palar, 2008), dalam
dosis yang melebihi batas normal akumulasi merkuri dapat dengan cepat
menimbulkan efek terhadap oragan targetnya. Berikut Fase toksikokinetik
menurut Wirasuta (2006) dan Rohkman (2013):
32
Bagan 2.2. Fase Toksikologi
2.1.9. Toksikodinamik Merkuri
Toksikodinamik adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara
molekul atau tokson sasaran pada tempat kerja yang spesifik dan
menyebabkan efek toksik atau perubahan fungsi fisiologi (Wirasuta dan
Niruri, 2007). Secara umum toksikodinamik yaitu interaksi antara polutan
dengan reseptor pada suatu organ yang pada akhirnya akan menimbulkan
efek toksik. Interaksi toksin dengan reseptor umumnya merupakan interaksi
yang reversible (bolak-balik), sehingga mengakibatkan perubahan fungsional
dapat hilang karena xenobiotika sudah tereliminasi dari tempat kerjanya.
Polutan:
Logam Merkuri
Metabolisme/Biotransformasi:
Pada umumnya metabolisme logam
berat akan berlangsung di oragan
seperti: ginjal, paru, saluran
pencernaan, otot, kelenjar susu,
kulit, ataupun darah
Eksresi:
Logam berat dapat dikelurkan
dengan cepat atau perlahan. Jalur
Eksresi utama yaitu: Ginjal-Urin,
Paru-paru, Kelenjar keringan,
kelenjar ludah, dan kelenjar
mamai.
Absorbsi:
Inhalasi
Dermal
Ingesti
Uap metil merkuri dapat
diserap dalam tubuh melalui
jalur inhalasi sebesar 80%.
Merkuri Organik (metil
merkuti) dapat masuk melalui
ingesti sebesar 90-95%.
Distribusi:
Diedarkannya logam
berat dalam tubuh
dipengaruhi oleh
tercampurnya logam
dalam darah dan laju
aliran darah.
33
Toksik dinamik digunakan untuk mendeteksi bermacam efek krusakan suatu
polutasn pada fungsi vital.
Toksikodinamik yang terjadi pada merkuri menuju organ target,
tergantung dari jenis merkuri itu senditi, seperti pada uap merkuri organ yang
dapat terserang adalah sistem saraf pusat dan ginjal. Pada merkuri anorganik
organ yang ditargetkan adalah ginjal, walaupun seluruh bentuk senyawa
merkuri terkonsentrasi dalam ginjal dalam derajat tertentu, akan tetapi pada
merkuri anorganik organ target dominan ke ginjal. Sedangkan pada merkuri
organik, organ yang ditargetkan oleh metil merkuri adalah sistem saraf pusat
(Alfian, 2008). Dikarenakan merkuri mempunyai tiga bentukan, waktu yang
dibutuhkan merkuri dalam fase toksikodinamik juga berbeda-beda dan tidak
menentu. Seperti pada metil merkuri, waktu paruh pada tubuh manusia
sekitar 70 hingga 90 hari, akan tetapi eliminasi dari jaringan sangat lambat
dan tidak teratur, dan pada akumulasinya dapat dengan mudah menimbulkan
gejala toksisitas.
Jika dilihat dari kasus terdahulu, pada Minamata Disease pada saat
terjadinya paparan merkuri karena memakan ikan yang terkontaminasi
dengan merkuri tidak lama gejala keanehan mental dan cacat saraf mulai
tampak dan terutama pada anak-anak (Parvaneh, 1979).
2.1.10. Biomarker Pajanan Merkuri
Biomarker digunakan untuk memperkirakan suatu pajanan (jumlah
yang diabsorbsi atau dosis letal) logam berat, efek bahan kimia, dan
digunakan untuk mengetahui pathway logam berat yang terdapat dalam
tubuh berasal, Biomarker memiliki tiga bentuk yaitu (Inswiasri, 2008):
34
a. Biomarker pajanan: merupakan hasil dari interaksi antara logam berat
dan memrapa molekul atau sel target yang diukur dari bagian dalam
suatu organisme.
b. Biomarker efek: sesuatu yang bisa diukursecara kimiawi, physiology,
perilaku, atau perubahan lain dalam organisme yang tergantung pada
cakupan, dapat dikenal sebagai asosiasi dengan kerusakan, kesehatan
atau penyakit.
c. Biomarker kerentanan: kemampuan yang diperlukan dari organisme
ntuk merespon suatu tantangan dari pajanan xenobiotik atau logam
berat.
Dari ketiga jenis biomarker yang telah disebutkan biomarker pajanan
adalah jenis biomarker yang umum digunakan untuk pemeriksaan kadar
merkuri dalam darah, urin, ataupun rambut.
Kadar merkuri dalam darah memperlihatkan paparan logam merkuri
dalam jangka waktu pendek dan baru terpapar, waktu paruh merkuri bertahan
dalam darah hanya 3 hari. Pada dasarnya pemilihan uji kadar merkuri dalam
tubuh tergantung dengan jenis merkuri tersendiri. Seperti pada senyawa
merkuri anorganik yang masuk kedalam tubuh akan menuju target organ
yaitu alveoli paru-paru dan jalur pernafasan hingga ditransfer melalui darah
ke ginjal (Palar, 2012), atas hal tersebut jika ingin melihat kadar merkuri
anorganik pemilihan untuk biomarker urin lebih disarankan (WHO, 2008).
Biomarker rambut digunakan untuk menggambarkan kandungan merkuri di
tubuh dalam jangka panjang dan untuk melihat tingkat atau jumlah kadar
merkuri dalam tubuh. Selain itu kadar merkuri dalam rambut juga dijadikan
35
sebagai indikator metil merkuri (Phillippe, dkk 2005). Hal ini dikarenakan
didalam rambut terdapat gugusan sulfhidril (-SH) dan disulfide sistin (-S-S-)
yang mampu mengikat logam berat yang masuk kedalam tubuh (Hidayati,
2013). Senyawa sufida yang mudah terikat dengan logam berat, sehingga jika
logam berat masuk kedalam tubuh manusia akan terikat oleh senyawa sufida
dalam rambut (pettrucci, 1982).
Menururt Toribara dan Jackson (1982), rambut dapat dipakai untuk
bahan biopsi karena jumlah logam pada rambut berkorelasi dengan jumlah
logam yang diabsorbsi oleh tubuh. Unsur-unsur kimia yang di absorpsi oleh
rambut itu semakin lama semakin tinggi kadarnya karena tidak dikeluarkan
dari tubuh sehingga menjadi lebih peka (Hidayat, 2008).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh NIMD (2015) pada
dasarnya metil merkuri di dalam tubuh dapat dikeluarkan dari tubuh manusia
secara alami, di dalam tubuh manusia waktu paruh biologis untuk keluar nya
merkuri yaitu 70 hari atau dapat dikatakan bahwa konsentrasi metil merkuri
dalam tubuh berubah menjadi setengahnya dalam waktu 70 hari, maka sisa
konsentrasi merkuri dalam tubuh setelah satu tahun yaitu 3% dan
terakumulasi ke jaringan rambut.
Menurut US EPA (2001) kadar merkuri dalam rambut (mg/g) rata-
rata 250 kali kadar dalam darah (mg/mL). Hal ini juga ditunjang karena kadar
merkuri di rambut cukup persisten sehingga tidak hilang karena pencucian
dengan shampo ataupun pewarnaan rambut, akan tetapi kadar merkuri dapat
menurunkan 30-50% bila rambut dilakukan treatment seperti pelurusan atau
36
pengeritingan rambut akibat penggunaan larutan thioglycolic acid yang dapat
mengurangi konsentrasi merkuri (Chamid, dkk, 2010).
Menurut Tabrizian (2009) analisis merkuri menggunakan rambut
mempunyai kelebihan dibandingkan dengan biomarker lainnya seperti urin,
darah, dan kuku. Rambut dapat menggambarkan jumlah atau kadar merkuri
dalam tubuh dalam jangka panjang, sedangkan urin dan darah hanya dapat
mengukur komponen merkuri yang terserap sementara sebelum pembuangan
dan penyimpanan. Sehingga dapat dikatakan bahwa analisis rambut untuk
mengetahui gambaran kadar merkuri adalah cara yang baik untuk
mmeperkirakan kandungan unsur-unsur logam berat dalam tubuh (Munir,
2000).
2.1.11. Gangguan Kesehatan Masyarakat
Pada saat merkuri memasuki atau terkandung di dalam lingkungan
karena hasil pembuangan dari aktivitas manusia dalam jumalah yang cukup
banyak, hal ini dapat dikatakan sebagai pemicu untuk terjadinya pencemaran
merkuri di lingkungan. Ketika adanya pencemaran lingkungan oleh merkuri
akibat aktivitas kerja manusia, bahaya kesehatan untuk masyarakat karena
merkuri cukup tinggi. Bahaya akibat pencemaran merkuri di lingkungan
tidak hanya untuk orang yang berkontak langsung dengan merkuri, akan
tetapi masyarakat umum di wilayah tersebut dapat berisiko karena
dimungkinkan tereksposure dari inhalasi, makanan atau minuman, ataupun
kontak dengan air yang tercemar merkuri. Seperti kasus Minamata di Jepang
pada tahun 1953 yang dikenal sebagai Minamata Disease, kasus ini
disebabkan karena nelayan setempat mengkonsumsi ikan laut yang telah
37
terkontaminasi oleh merkuri dari pembuangan aktivitas industri, tercatat
2.265 korban meninggal karena keracunan merkuri, Keracunan merkuri di
Irak pada tahun 1970, karena mengkonsumsi roti gandum yang diawetkan
dengan fungisida mengandung metil merkuri, serkitar 450 orang diantaranya
meninggal dunia (Hadi, 2013). Selain itu terjadi keracunan merkuri di
Guatemala dan Rusia yang dikenal sebagai Pink Disease, karena akibat
mengkonsumsi padi-padian yang telah terkontaminasi oleh merkuri
(Putranto, 2011). Untuk melihat keracunan merkuri pada individu ataupun
masyarakat dapat dilakukan biomarker pada rambut. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi kadar merkuri pada rambut masyarakat:
1. Usia
Umur yaitu usia individu dihitung dari tahun lahir hingga saat ini.
Menurut Tugaswati (1997) faktor umur merupakan salah satu yang
mempengaruhi kerentanan tubuh individu terhadap logam berat.
Didasarkan karena merkuri adalah logam brat yang bersifat akumulatif
maka, menurut Soemadi (2000) menyatakan bahwa semakin
meningkatnya umur dan dosis pajanan logam berat yang masuk
kedalam tubuh individu akan meningkatkan kadar merkuri dalam
tubuh. Menurut Connel dan Miller (1994), umur muda lebih peka
terhadap eksresi kadar logam berat.
2. Status Pendidikan
Berdasarkan Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa pendidikan
adalah sebagai suatu bantuan yang diberikan kepada individu,
kelompok atau masyarakat dalam rangka mencapai peningkatan
38
kemampuan yang sudah ditargetkan. Pada umumnya semakin tinggi
tingkatan pendidikan individu akan mempermudah untuk dapat
menerima informasi. Individu yang memiliki tingkat pendidikan yang
tinggi akan lebih mudah untuk memahami perubahan yang terjadi di
lingkungannya dan individu tersebut dapat menghindari atau menyerap
perubahan apabila perubahan tersebut bermanfaat ataupun merugikan.
3. Jenis Pekerjaan
Pekerjaan merukan salah satu faktor yang mempengaruhi kadar
merkuri dalam rambut (Soemadi, 2000), hal ini karena pekerjaan yaitu
aktivitas yang dilakukan secara rutin setiap hari. Sehingga intentsitas
individu kontak atau terpajan lebih sering, seperti pekerja yang bekerja
sebagai penambang emas atau berhubungan langsung dengan merkuri
mempunyai peluang lebih besar untuk terjadinya akumulasi pada
rambut dibandingkan dengan pekerjaan yang tidak secara langsung
kontak dengan merkuri (Rokhman, 2103). Selain itu diperkuat oleh
penelitian yang dilakukan oleh KLH Kabupaten Landak (2009),
mendaparkan hasil tentang paparan merkuri yang terjadi pada pekerja
tambang emas berhubungan dengan keracunan merkuri yang
dibuktikan dari biomarker rambut.
4. Lama Tinggal
Berdasarkan sifat dasar merkuri yang dapat berakumulasi didalam
tubuh manusia, lama tinggal dapat mempengaruhi kadar merkuri yang
terdapat di dalam rambut. Paparan merkuri dalam jangka waktu yang
lama pada tubuh seperti lama tinggal di lingkungan yang tercemar
39
merkuri menunjukan bahwa akan berakibat menigkatnya kadar
merkuri dan berdampak pada menurunnya tingkat kesehatan (Andri,
dkk, 2011) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tugaswati,
dkk (1997), Andri, dkk (2011), dan Rokhman (2013) menyatakan
bahwa lama tinggal individu berhubungan kuat dengan kadar merkuri
dalam rambut.
5. Jarak rumah dengan Sungai
Jarak rumah dengan sungai yaitu salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi terdapatnya kadar merkuri dalam rambut. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Andi, dkk (2010) dan Andri, dkk (2011)
mendapatkan hasil bahwa adanya hubungan antara jarak tempat
tinggal dengan kadar merkuri dalam rambut dengan jarak ≤ 216 m.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Penelitian yang dilakukan oleh
Albasar, dkk (2012) menyatakan bahwa tidak ada hubungannya jarak
rumah dengan kadar merkuri di dalam rambut dengan jarak <500 m.
6. Aktivitas Sungai
Aktivitas manusia yang dilakukan di sungai yang tercemar merkuri
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kadar merkuri
dalam rambut. Individu yang meakukan aktivitas kesehariannnya di
sungai yang tercemar oleh merkuri berisiko terpajan oleh merkuri dan
merkuri dapat masuk kedalam tubuh karena merkuri dapat masuk
kedalam tubuh dengan berbagai macam cara seperti dermal, ingesti,
dan inhalasi (Wirasuta, 2006). Pada penelitian Alfian (2006)
menyatakan bahwa masuknya merkuri ke dalam tubuh manusia dapat
40
dihindarkan apabila manusia berusaha mendhindari aktivitas-aktivitas
yang berisiko terpapar merkuri, aktivitas manusia yang biasa dilakukan
disungai yaitu aktivitas mandi di sungai dan hal ini sangat berisiko
masuknya merkuri ke dalam tubuh karena. mengindikasikan terhadap
pajanan yang terus-menerus dilakukan.
7. Durasi Pajanan
Berdasarkan ketetapan Kementrian Kesehatan (2012) yang dituangkan
dalam buku Pedoman ARKL kepada direktorat Jendral PP dan PL
menyatakan bahwa durasi pajanan yaitu lamanya waktu atau jumlah
tahun kontak responden dengan pajanan. Durasi pajanan dapat
mempengaruhi tingkat derajat kesehatan seseorang, terlebih jika durasi
pajanan suatu unsur memaparkan secara kontinyu kepada manusia .
Seperti pada penelitia yang dilakukan oleh Safitri (2015) dan Rokhman
(2013) yang menyatakan bahwa durasi pajaran suatu unsur ke manusia
dapat menyebabkan munculkanya tingkat risiko kesehatan bagi
manusia, selain itu durasi pajanan juga sejalan dengan kadar merkuri
dalam rambut yang dilakukan oleh Rohkman (2013).
8. Peraturan Pemerintah
Kebijakan pemerintah terkait merkuri tertera dalam seluruh aspek
peraturan tentang pengendalian pencemaran akibat aktivitas manusia
salah satunya dalah Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang
Pengendalian Pencemaran Air, selain itu peraaturan yang masih
berlaku di Indonesia yang mengatur baku mutu lingkungan, pegelolaan
logam berat seperti pada Kepmen LH No. 02/1998 tentang Penetapan
41
Pedoman Baku Mutu Lingkungan, PP RI No. 74 tahun 2001 tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Kepmen LH no. 51 tahun
1995 turut memuat baku mutu limbah cair umum bagi aktivitas
industri, serta PP RI No. 82. Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
air dan Pengendalian Pencemaran Air, dan sebagainya.
2.2 Toleransi Intake Mingguan Sementara Provisional Tolerable Weekly
Intake (PTWI)
Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI) adalah penentuan nilai batas
aman konsumsi suatu bahan pangan. Nilai PTWI hanya digunakan untuk
menentukan suatu agent yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui jalur
ingesti. Dalam menentukan nilai PTWI terlebih harus menghitung jumlah atau
kadar logam berat yang masuk kedalam tubuh melalui jalur ingesti dapat
menggunakan formula estimasi intake logam berat. Estimasi intake logam berat
mempunyai dua formula yaitu (Rasyad, 2008; Onsani, et al, 2010 dalam Apriyani,
2014; dan Fathi, dkk, 2013) :
1. Estimasi logam berat yang masuk setiap hari atau Estimated Daily
Intake (EDI). Formula ini digunakan untuk menghitung banyakya
logam berat yang masuk setiap harinya kedalam tubuh manusia
melalui jalur ingesti, dengan formula seperti berukut:
EDI (Estimated Daily Intake) =
Keterangan:
EDI : Nilai estimasi logam berat yang masuk setiap hari
(mg/kg/hari)
C : Konsentrasi logam berat dalam bahan makanan (mg/kg)
42
dC : Laju asupan per hari (gr/hari/kapita)
Bw : Body weight. Berat badan manusia pada populasi atau
individu (kg/kapita)
2. Estimasi logam berat yang masuk setiap minggunya atau Estimated
Weekly Intake (EWI). Formula ini digunakan untuk menghitung
banyakya logam berat yang masuk setiap minggunya kedalam tubuh
manusia melalui jalur ingesti, dengan formula seperti berukut:
EWI (Estimated Weekly Intake) =
Keterangan:
EWI : Nilai estimasi logam berat yang masuk per minggu
(mg/kg/minggu)
C : Konsentrasi logam berat dalam bahan makanan (mg/kg)
dC : Laju asupan per minggu (gr/minggu/kapita)
Bw : Body weight. Berat badan manusia pada populasi atau
individu (kg/kapita)
Setelah mengetahui nilai EDI ataupun EWI yang merupakan formula
intake logam berat, lalu nilai EDI ataupun EWI dibandingkan dengan batas aman
intake logam yang telah ditetapkan oleh JEPCFA (The Joint FAO/ WHO Expert
Committer on Food Additives) yaitu Provisional Maximum Tolerable Daily
Intake (PMTDI) dibandingkan dengan nilai EDI dan Provisional Tolerable
Weekly Intake (PTWI) dibandingkan dengan nilai EWI. Dengan formula sebagai
berikut:
1. PMTDI : bC x Bw
Keterangan :
43
PMTDI : Provisional Maximum Tolerable Daily Intake
bC : Nilai baku mutu setiap logam yang
diperbolehkan masuk ke dalam tubuh manusia menurut
JEPCFA (The Joint FAO/ WHO Expert Committer on
Food Additives)- (mg/kg/hari)
Bw : Berat badan (kg)
2. PTWI : bC x Bw
Keterangan :
PTWI : Provisional Tolerable Weekly Intake
bC : Nilai baku mutu setiap logam yang
diperbolehkan masuk ke dalam tubuh manusia menurut
JEPCFA (The Joint FAO/ WHO Expert Committer on
Food Additives)- (mg/kg/mingguan )
Bw : Berat badan (kg)
Penggunaan PMTDI dan PTWI yaitu dibedakan dari sidat logam berat itu
sendiri. PMTDI digunakan untuk logam berat yang tidak memiliki sifat
akumulatif sebaliknya dengan PTWI yaitu digunakan untuk logam yang memiliki
sifat akumulatif.
2.3. Rambut
Rambut adalah salah satu adeksa kulit yang ada pada seluruh baigan tubuh
kecuali telapak tangan, telapak kaki, kuku, bibir, ujung zakar, dan permukaan
serta bibir kemaluan wanita. Rambut berupa batang tanduk yang tertanam secara
miring didalam kantung (folikel) rambut. Menurut Basuki (1981) rambut yaitu:
1. Benang tipis yang tumbuh ari bawah permukaan kulut.
44
2. Dibentuk oleh lapisan sel yang tertutup lapisan yang tertutup lapisan yang
tersusun bentuknya seperti sisik ikan pada lapisan luarnya.
3. Terdiri dari keratin.
Semua jenis rambut tumbuh dari akar rambut yang yang terdapat di dalam
lapisan dermis dari kulit. Rambut terbentuk dari sel-sel yang terletak di tepi
kandung akar. Kandung akar adalah bagian yang terbenam dan menyerupai pipa
seta mengelilingi akar rambut, jadi apabila rambut dicabut atau dipotong akan
tumbuh kembali, karena kandung akar akan tetap. Pertumbuhan rambut secara
terus-menerus mempunyai siklus pertumbuhan yang dipengaruhi oleh hormon
yang ada didalam tubuh manusia. Siklus rambut dalam pertumbuhannya dibagi
dalam tiga fase pergantian pertumbuhan rambut yaitu (Soepardiman, 2010):
1. Fase pertumbuhan (anagen): sel-sel matriks melalui mitosis membentuk
sel-sel baru mendorong sel-sel tang lebih tua keatas. Lama aktivitas ini
hingga 3 tahun, namun terkadang dapat mencapai 10 meter.
2. Fase istirahat (katagen): masa ini adalah masa peralihan yang didahului
oleh penebalan jaringan ikat disekitar folikel rambut lalu penebalan dan
mengerutnya selaput hialin. Papil rambut lalu mengerut dan tidak terjadi
mitosis, bagain tengah akar rambut menyempit dan ujung rambut melebar.
Lama aktivitas ini sekitar 2-3 minggu.
3. Fase kerontokan (telogen): masa ini adalah masa dimana memendeknya
sel epitel dan membentuk tunas kecil yang membeuat rambut baru
sehingga rambut lama akan terdorong dan rontok dengan sendirinya. Lama
aktivitas ini hingga 3 bulan.
45
Rambut memiliki fungsi yaitu sebagai pelindung kepala dari suhu
lingkungan, sebagai alat perasa, dan sebagai bahan uji untuk mengetahui
konsentrasi dari parameter logam berat. Digunakannnya rambut sebagai bahan uji
karena didalam rambut terdapat gugusan sulfhidril (-SH) dan disulfide sistin (-S-
S-) yang mampu mengikat logam berat yang masuk kedalam tubuh (Hidayati,
2013). Senyawa sufida yang mudah terikat dengan logam berat, sehingga jika
logam berat masuk kedalam tubuh manusia akan terikat oleh senyawa sufida
dalam rambut (Pettrucci, 1982).
Menurut Toribara dan Jackson (1982), rambut dapat dipakai untuk bahan
biopsi karena jumlah logam pada rambut berkorelasi dengan jumlah logam yang
diabsorbsi oleh tubuh. Unsur-unsur kimia yang di absorpsi oleh rambut itu
semakin lama semakin tinggi konsentrasinya karena tidak dikeluarkan dari tubuh
sehingga menjadi lebih peka (Hidayat, dkk, 2008). Menurut US EPA (2001) kadar
merkuri dalam rambut (mg/g) rata-rata 250 kali kadar dalam darah (mg/mL). Hal
ini juga ditunjang karena konsentrasi merkuri di rambut cukup persisten sehingga
tidak hilang karena pencucian dengan shampo ataupun pewarnaan rambut, akan
tetapi konsentrasi merkuri dapat menurunkan 30-50% bila rambut dilakukan
treatment seperti pelurusan atau pengeritingan rambut (Chamid, dkk, 2010).
Selain itu konsentrasi merkuri dalam rambut juga sepuluh kali lebih tinggi
dibandingkan dengan urin.
Menurut Tabrizian (2009) analisis merkuri menggunakan rambut
mempunyait kelebihan dibandingkan dengan biomarker lainnya seperti urin,
darah, dan kuku. Rambut dapat menggambarkan jumlah atau kadar merkuri dalam
tubuh dalam jangka panjang, sedangkan urin dan darah hanya dapat mengukur
46
komponen merkuri yang terserap sementara sebelum pembuangan dan
penyimpanan. Sehingga dapat dikatakan bahwa analisis rambut untuk mengetahui
gambaran konsentrasi merkuri adalah cara yang baik untuk memperkirakan
kandungan unsur-unsur logam berat dalam tubuh (Munir, 2000).
2.4. Beras
Beras merupakan bahan makanan pokok hampir untuk seluruh masyarakat
dunia termasuk sebagain besar masyarakat Indonesia. Menurut Suhartiningsih,
dkk (2004) seseorang yang memakan beras dalam jumlah cukup tidak akan
kekurangan protein. Selain itu kandungan energi beras mencapai 360 kalori per
100 gram dan dari sisi gizi dan nutrisi beras relatif lebih unggul dibandingkan
pangan lainnya. Beras adalah bahan makanan yang dihasilkan dari bulir tumbuhan
padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam).
Tumbuhan padi (Oryza sativa L) merupakan tanaman semusim atau dapat
dikatakan sebagai tumbuhan yang berumur pendek karena hanya berumur 5-6
bulan, sehingga dapat dikatan tumbuhan ini mempunyai waktu panen yang cepat.
Hal ini menguntungkan untuk masyarakat Indonesia karena menurut Suparyono,
dkk (1993) menyatakan bahwa padi adalah tumbuhan yang memiliki nilai
tersendiri untuk orang-orang yang terbiasa untuk makan nasi dan tidak dapat
mudah untuk digantikan oleh makanan lainnya, sehingga peranan tumbuhan ini
sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia.
Tumbuhan ini dapat tumbuh didaerah tropis ataupun subtropis dengan
cuaca panas, kelembapan tinggi ataupun musim hujan. Pada musim kemarau padi
akan tetap tumbuh dengan baik jika air irigasi tersedia. Padi adalah salah satu
tumbuhan yang sangat membutuhkan air untuk pembentukan karbohidrat di daun,
47
menjaga hidrasi protoplasma, melakukan pengangkutan dan mentranslokasikan
makanan, unsur hara serta mineral. Selain itu, air sangat dibutuhkan untuk
perkecambahan biji, pengisapan air dalam padi merupakan kebutuhan biji untuk
melakukan aktivitas-aktivitas didalam biji (Kartasapoetra, 1988).
Tumbuhan padi akan menghasilkan beras yang merupakan bahan pangan
pokok masyarakat Indonesia, hal ini dapat dilihat dari pangsa pengeluaran
kelompok padi-padian mencapai sekitar 10% (Ariani, 2010). Selain sebagai bahan
makanan pokok, padi banyak digunakan sebagai tanaman uji, terutama utuk
melihat adanya pencemaran tanah ataupun pencemaran air yang dapat
berpengaruh pada beras yang dihasilkan. Seperti yang dilakukan oleh Noriharu
dan Tomohito (2002) dalam penelitiannya mereka menggunakan tanaman padi
dan beras untuk meremediasi tanah yang tercemar logam berat.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh
Kurnia, dkk (2009) dan Sutoyo (2013) menyatakan bahwa tanaman padi dapat
menjadi gambaran dari pencemaran yang terjadi di lingkungan serta beras yang
dihasilkan dari lahan yang tercemar mengandung logam yang lebih tinggi
daripada amabang batas yang diperbolehkan untuk makanan. Didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Mahmud, dkk (2014), yang membuktikan bahwa
tingginya konsentrasi merkuri pada tanaman padi dan beras dapat mencerminkan
kondisi pencemaran merkuri di lingkungan. Hal ini dikarenakan, tanaman padi
merupakan tanaman yang mudah untuk hidup dengan waktu panen relative
singkat, pembuahan tanaman padi sangat bergantung pada air yang cukup, dan
ketergantungannya pada air membuat tumbuhan padi mudah tercemar oleh logam-
logam berbahaya dikarenakan sumber pengairan yang tercemar (Ali, 2011).
48
Pada dasarnya tumbuhan padi banyak digunakan sebagai tumbuhan uji
ataupun tumbuhan yang digunakan untuk meremediasi tanah yang tercemar logam
berat, hal dikarenakan tanaman padi merupakan jenis tumbuhan yang memiliki
sifat hiperakumulator (Feller, 2000). Maksud dari hiperakumulator yaitu memiliki
sifat hipertoleran yaitu mampu mengakumulasi logam dengan konsentrasi tinggi
pada jaringan akar dan tajuknya. Tumbuhan hiperakumulator memiliki
kemampuan untuk melarutkan unsur logam pada rizisfer dan menyerap logam
dari fraksi tanah yang tidak bergerak, sehingga menjadikan tumbuhan
hiperakumulator memiliki kemampuan penyerapan logam yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tumbuhan lainnya yang tidak memiliki sifat
hiperakumulator. Sehingga tumbuhan padi dapat menimbulkan permasalahan
kesehatan masyarakat melalui sitem rantai makanan, apabila ditanam di wilayah
yang tercemar logam berat dan termakan oleh makhluk manusia dan makhluk
hidup lainnya (Hidayati, 2005).
Terlebih kadar logam berat seperti merkuri tidak hilang atau berkurang
dari proses pemasakan beras menjadi nasi. Seperti pada kesimpulan penelitian
yang dilakukan oleh Safitri (2013) menghasilkan tidak berkurangnya kadar logam
berat (tidak menguap) dari proses perebusan kerang hijau, tetapi tetap ada dalam
protein yang terdistribusi ke dalam air selama perebuasan atau masih tinggal
dalam daging kerang karena kurang sempurnanya proses perebusan dan terjadinya
perpindahan logam pada cangkang ke daging kerang dan cenderung meningkat.
Di dukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Winarno, dkk ( 2009)
menyatakan bahwa metil merkuri dalam kerang hijau dalam proses pemasakan
tanpa cangkang mengalami pengurangan kadar metil merkuri tetapi merkuri yang
49
berkurang tidak menghilang (tidak menguap) tetapi tetap ada dalam protein yang
terdistribusi ke dalam air selama proses perebusan. Hal ini mencerminkan bahwa
pada pada proses pemasakan beras menjadi nasi tidak ada kadar merkuri yang
hilang ataupun berkurang karena menguap ke udara, tetapi tetap berada di dalam
kandungan beras yang sudah menjadi nasi karena menyerap air dari proses
pemasakan.
2.5. Kerangka Teori
Polutan merkuri dapat masuk kedalam lingkungan dengan berbagai cara.
Karena pada dasarnya merkuri sudah ada di lingkungan secara alami akan tetapi
jumlahnya yang tidak banyak. Merkuri dapat terdapat di kelompok pangan
disebabkan karena adanya pencemaran merkuri di lingkungan. Komponen
lingkungan tersebutlah yang dapat menjadi awal mula terjadinya pemajanan
merkuri dengan manusia, seperti pada padi yang mengandung logam merkuri.
Beras yang tercemar merkuri dapat dapat memaparkan kemanusia lewat ingesti
dan dipengaruhi oleh faktor lainnya. Sehingga dapat menyebabkan timbulnya
tingkat risiko kesehatan. Seperti pada kerangka teori dibawah ini.
50
Beras (Kurnia, dkk, 2009 ; Sutoyo, 2013) Usia (Soemadi, 2000), status
pendidikan (Nothoadmodjo, 2003), jenis pekerjaan (Soemadi, 2000), lama tinggal
(Andri, dkk, 2011; Tugaswati, 1997), Jarak Rumah Dengan Sungai (Andi, dkk,
2010 ; Andri, dkk, 2011; Albasar, dkk, 2012), Aktivitas Sungai (Wirasuta, 2006 ;
Alfian, 2006), peraturan pemerintah (PP RI No. 82. Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran Air, dan sebagainy ; PP
RI No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun).
Sedangkan Intake, laju asupan, konsentrasi logam, durasi pajanan, dan frekuensi
paparan (Kemenkes, 2012)
51
Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI)
Bagan 2.3. Kerangka Teori
Polutan
Merkuri Udara
Air
Tanah
Ingesti
Manusia
Aktivitas
Manusia
Alami
Tanah
Tumbuhan
Bantuan
Penguapan Larva
Industri
Pertambangan
Emas
Pangan Beras
Estimated
Weekly Intake
Kadar merkuri
dalam rambut
Karakteristik individu:
1. Berat Badan
2. Laju Asupan
3. Usia
4. Jenis kelamin
5. Starus pendidikan
6. Pekerjaan
7. Aktivitas di Sungai
Faktor Lainnya:
1. Peraturan Pemerintah
2. Jarak rumah dengan
sungai
Pola aktivitas :
1. Durasi Paparan
52
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Pada penelitian variabel dependen yang diteliti adalah kadar merkuri
dalam rambut, sedangkan variabel independen yang diteliti yaitu Estimated
Weekly Intake (EWI), jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan, status pendidikan, dan
durasi pajanan. Nilai EWI merkuri dari konsumsi beras lokal didapatkan dari
perhitungan formula konsentrasi merkuri dalam beras (C), laju asupan per minggu
(dC), dan berat badan (Wb). Kadar merkuri dalam rambut digunakan untuk
mengetahui jumlah kadar logam merkuri yang telah diabsorbsi oleh tubuh.
Variabel konsentrasi merkuri dalam beras (C), laju asupan per minggu
(dC), dan berat badan (Bw) hanya dilakukan analisis univariat, karena variabel
termasuk dalam formula perhitungan Estimated Weekly Intake (EWI), sehingga
hanya perlu melihat dilakukan analisis univariat karena peneliti hanya ingin
melihat rata-rata dari setiap variabel C, dC, dan Bw.
Sedangkan untuk variabel-variabel lainnya yang tidak diteliti seperti
variabel aktivitas sungai dan peraturan pemerintah tidak diteliti karena homogen,
variabel jarak rumah dengan sugai tidak diteliti karena pekerja tambang
melakukan pengolahan emas di rumah masing-masing. Provisional Tolerable
Weekly Intake (PTWI) tidak diteliti karena peneliti tidak bertujuan untuk
membandingkan nilai intake per minggu dengan toleransi intake perminggu
sementara.
.
53
Setelah nilai EWI merkuri dalam beras, data karakteristik individu (usia,
jenis kelamin, status pendidikan, dan pekerjaan), dan data pola aktivitas (durasi
pajanan) sudah diketahui dilanjutkan dengan menghubungkan dengan kadar
merkuri dalam rambut masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung
Kabupaten Bogor Tahun 2017. Kerangka Konsep dapat dilihat seperti dibawah
ini:
54
Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Kadar Merkuri Dalam
Rambut
Keterangan: Huruf yang dicetak tebal
dilakukan analisis bivariat Huruf yang tidak dicetak
tebal hanya dilakukan analisis univariat
Estimated Weekly
Intake
Laju Asupan (dC)
Berat Badan (bw)
Kadar Merkuri
dalam Beras (C)
Karakteristik Individu
Usia
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Durasi Pajanan
Pendidikan
Pola Aktivitas
Durasi Pajanan
55
3.2. Definisi Operasional
Definisi Operasional dari penelitian ini yaitu:
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Oprasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1 Kadar Merkuri
dalam rambut
Kadar atau jumlah merkuri yang
terdapat dalam rambut pada responden
yang tinggal di Desa Bantar Karet
Kecamatan Nanggung.
Pengukuran
dengan alat
laboratorium
Mercury
Analyzer
…….ppm
Rasio
2 Usia Usia responden dihitung dari tahun lahir
hingga tahun dilakukaannya
pengambilan data
Wawancara Kuesioner …….Tahun Rasio
3 Jenis Kelamin Jenis kelamin responden pada saat
dilakukan penelitian
Wawancara Kuesioner 1. Laki-Laki
2. Perempuan
Ordinal
4 Pekerjaan Kegiatan yang dilakukan secara rutin
setiap hari oleh responden.
Wawancara Kuesioner 1. Penambang Emas
2. Bukan Penambang
Emas, Sebutkan…
Ordinal
56
5 Pendidikan Status pendidikan akhir responden saat
dilakukan pengambilan data
Wawancara Kuesioner 1. Tidak Sekolah
2. SD/MI
3. SMP/MTs
4. 6SMA/ SMK/
MA
5. Perguruan
Tinggi
(D3/D4/S1/dst)
Ordinal
6 Durasi Pajanan Jumlah tahun responden mengkonsumsi
beras lokal yang mengandung merkuri.
Wawancara Kuesioner ……Tahun rasio
7 Kadar Merkuri
dalam beras
(C)
Kadar merkuri yang terdapat dalam
beras yang dikonsumsi oleh responden
di Desa Bantar Karet. Pengukuran akan
dilakukan di Laboratorium yang sudah
bersertifikasi
Pengukuran
dengan alat
laboratorium
Mercury
Analyzer
……mg/kg
Rasio
Berat Badan
(Bw)
Satuan massa berat tubuh responden
saat dilakukan pengambilan data
Observasi Timbangan
Digital
…….Kg Rasio
Laju Asupan
(dC)
Jumlah berat panganan yang dikonsumsi
responden setiap minggu.
Observasi Food Model …….gram/minggu Rasio
Estimated Jumlah atau nilai estimasi konsentrasi Perhitungan Microsoft exel …….mg/kg/minggu Rasio
57
Weekly Intake
(EWI)
merkuri dalam beras (mg/kg) yang
masuk ke dalam tubuh manusia setiap
minggunya.
Formula dan SPSS
58
3.3. Uji Hipotesis
1. Ada hubungan antara usia dengan kadar merkuri dalam rambut pada
masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kebupaten Bogor
Tahun 2017.
2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kadar merkuri dalam rambut
pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kebupaten
Bogor Tahun 2017.
3. Ada hubungan antara status pendidikan dengan kadar merkuri dalam
rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung
Kebupaten Bogor Tahun 2017.
4. Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut
pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kebupaten
Bogor Tahun 2017.
5. Ada hubungan antara durasi pajanan dengan kadar merkuri dalam rambut
pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kebupaten
Bogor Tahun 2017.
6. Ada hubungan antara intake merkuri dalam beras per minggu dengan
kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret
Kecamatan Nanggung Kebupaten Bogor Tahun 2017.
59
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu kuantitatif dengan menggabungkan studi
Epidemiologi Kesehatan Lingkungan (EKL) dan formula Provisional Tolerable
Weekly Intake (PTWI). Studi EKL yaitu studi yang mempelajari faktor
lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit ataupun gejala suatu
penyakit dengan mengetahui hubungan interaktif penduduk dengan lingkungan
yang memiliki potensi bahaya kesehatan (Achmadi, 1991 dalam Fahmi, TT).
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional karena variabel
independen dan dependen yang terdapat dalam penelitian ini diukur dalam waktu
yang bersamaan dan menggabungkan formula PTWI. PTWI yang digunakan
hingga analisis Estimated Weekly Intake (EWI), sedangkan studi EKL digunakan
untuk mengetahui hubungan kadar merkuri dalam rambut dengan nilai EWI,
faktor karakteristik individu, dan pola aktivitas.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung
Kebupaten Bogor pada bulan November 2016 untuk perizinan dan bulan Januari-
Februari tahun 2017 dilakukan turun lapangan untuk penelitian di Desa
Bantarkaret. Pemilihan tempat penelitian ini dikarenakan Desa Bantarkaret adalah
desa terbesar yang terdapat di Kecamatan Nanggung, desa terpanjang yang dilalui
oleh sungai Cikaniki, dan memiliki lahan pertanian padi terbesar di Kecamatan
Nanggung. Pengujian kadar merkuri pada rambut dan beras dilakukan di
laboratorium yang telah diakui oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN)
60
menggunakan metode uap dingin (cold vapour) dengan Mercury Analyzer dalam
sampel sedimen dan sesuai dengan SNI 06.6992.2-2004 tentang pengujian
sedimen parameter merkuri.
4.3. Alur Kerja Penelitian
Dalam penelitian ini telah dilakukan beberapa tahapan kerja untuk
mengetahui hubungan Estimated Weekly Intake (EWI) merkuri dalam beras dan
faktor lainnya dengan kadar merkuri dalam rambut, yaitu:
Bagan 4.1. Alur Kerja Penelitian
Berdasarkan yang telah dipaparkan pada bagan 4.1, penelitian dimulai
sejak bulan November tahun 2016 hingga Februari tahun 2017. Seluruh perizinan
dilakukan peneliti dengan persetujuan dan diketahui oleh pembimbing peneliti
dan kampus peneliti. Seluruh data responden dijaga keamanan oleh peneliti. Uji
Perizinan Kepada
Dinas Kesehatan Bogor Perizinan Kepada
Kecamatan Nanggung
Perizinan Kepada
Kepala Kelurahan
Bantarkaret
Perizinan Kepada Ketua RW tempat penelitian
Menemui key person di setiap RW
setempat untuk menemani saat penelitian dilakukan
Menemui tempat pengepul beras yang tercatat
oleh kelurahan
(Observasi konsumsi beras lokal warga dan
pengambilan sampel beras)
Penentuan keluarga
yang dapat menjadi
responden
Penentuan dan
Perizinan pada
responden terpilih
Wawancara
(kuesioner)
Pengambilan
Biomarker
Rambut
Pengukuran
Antropometri
(Berat Badan)
Uji laboratorium sampel
rambut dan beras di laboratorium bersertifikasi
KAN
Melakukan Entry dan mengelola
data
Melakukan analisis univariat dan
bivariate
Perhitungan Estimated Weekly
Intake (EWI)
Hubungan EWI merkuri dalam beras dan Faktor lainnya dengan kadar merkuri dalam
rambut
61
laboratorium yang dilakukan di laboratorium bersertifikasi KAN dengan standar
SNI 06.6992.2-2004 terkait uji sampel sedimen parameter merkuri. Seluruh
pengumpulan, pengolahan, dan analisis data dilakukan oleh peneliti dan tidak
dilakukannya plagiarism terhadap seluruh proses, tahapan, yang dilakukan
ataupun data yang digunakan pada penelitian ini.
4.4. Populasi dan Responden Penelitian
1. Populasi dan Responden Penelitian
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang
tinggal di Desa Bantarkaret, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor
tahun 2016. Desa Bantarkaret memiliki populasi sebanyak 10.219 jiwa
dengan jumlah Kartu Keluarga (KK) 2.935 KK. Desa Bantarkaret
memiliki 14 RW yang seluruhnya memiliki lahan sawah. Akan tetapi
terdapat empat RW yang tidak dapat dijadikan tempat penelitian yaitu
pada RW 1, 2, 8, dan 11, sehingga hanya 10 RW yang dapat dijadikan
tempat penelitian. Penentuan RW yang akan diteliti dipilih berdasarkan
lokasi. Dipilih empat RW sebagai tempat penelitian yaitu dua RW
mewakili daerah yang dekat dengan sungai Cikaniki dan dua RW yang
tidak dekat dengan sungai Cikaniki. Berikut gambaran peta wilayah Desa
Bantarkaret:
62
Keterangan:
Warna Biru : Sungai
Warna Hitam: Batas Wilayah
Warna hijau: wilayah RW
Gambar 4.1. Peta Desa Bantarkaret
Terdapat lima RW berada jauh dengan sungai Cikaniki yaitu RW
03, 04, 05, 10, dan 12, lalu terpilih yang menjadi tempat penelitian yaitu
yaitu RW 10 dan RW 12, sedangkan sebagai pembandingnya adalah lima
RW yang dekat dengan sungai yaitu RW 06, 07, 09, 13, dan 14, lalu
terpilih RW 06 dan RW 09. Sehingga RW tempat penelitian yaitu RW 06,
09, 10, dan 12 dengan total populasi sebanyak 2900 jiwa dengan populasi
laki-laki sejumlah 1469 jiwa dan perempuan 1431 jiwa. Total KK pada 4
RW tempat penelitian yaitu 616 KK. Cara pemilihan tempat penelitian
seperti ini dipilih agar sampel tidak homogen dan mampu mewakili
populasi.
b. Responden Penelitian
Dalam menentukan subjek sebagai responden yaitu laki-laki dan
perempuan yang tinggal di RW 06, RW 09, RW 10, dan RW 12 dengan
kriteria responden sebagai berikut:
1. Masyarakat bersedia untuk menjadi responden penelitian.
63
2. Lama tinggal di Desa Bantarkaret minimal 5 tahun.
3. Masyarakat yang mengkonsumsi beras yang dipanen dari
persawahan setempat.
4. Tidak pernah menjalani treatment rambut (pengeritingan,
pelurusan, ataupun pewarnaan rambut).
5. Mempunyai rambut yang dapat dipotong hingga >2 gr
untuk laki-laki dan >5 gr untuk perempuan.
6. Bersedia untuk dipotong rambutnya seberat >2 gr untuk
laki-laki dan >5 gr untuk perempuan.
c. Besar Sampel
Perhitungan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus
koefisien korelasi. Rumus ini digunakan untuk penelitian dengan analisis
bivariat. menggunakan perhitungan rumus yang telah digunakan oleh
Rohman, 2013 yaitu peneliti sebelumnya, yaitu sebagai berikut:
[
[ ]
]
Keterangan:
n : Jumlah Sampel
: Kesalahan tipe 1( )
: Kekuatan Uji 95%= 2,33
r : Koefisien korelasi (0,8)
deff : Design effect = 2
Berdasarkan perhitungan rumus sampel yang telah dijabarkan,
didapatkan jumlah sampel minimal adalah 46 responden Untuk
64
menghindari terjadinya drop out atau missing jumlah responden ditambah
20% menjadi 55 KK (55 responden) dengan diharapkannya sampel laki-
laki dan wanita memiliki jumlah yang yaitu 28 laki-laki dan 27
perempuan, jumlah responden laki-laki dan perempuan didapatkan dari
hasil perhitungan. Tetapi pada pelaksanaannya penelitian ini hanya
mendapatkan jumlah responden laki-laki yaitu 16 responden, hal ini
dikarenakan sulitnya mendapatkan jumlah gr rambut yang digunakan
untuk biomarker pada responden laki-laki, sehingga distribusi responden
paling banyak yaitu perempuan.
d. Teknik Pengambilan Responden
Teknik pengambilan responden menggunakan metode quota
sampling karena sampel diambil harus sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Sebelum memilih responden penelitian, peneliti memilih
keluarga terlebih dahulu. Berdasarkan data sekunder yaitu profil
Demografi Desa Bantarkaret didapatkan jumlah total keluarga di 4 RW
terpilih yaitu seperti pada bagan 4.2 berjumlah 279 KK yang tinggal lebih
dari 5 tahun. Namun, alamat dari 279 KK tersebut tidak diketahui oleh
peneliti karena tidak terdapat dalam data sekunder yang peneliti gunakan.
Sehingga peneliti memilih 55 responden dari jumlah KK yaitu 279 dengan
teknik quota sampling.
Teknik quota sampling yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
berdasarkan data awal keluarga yang biasa membeli beras lokal pada
pengepul beras di setiap RW tempat penelitan. Dalam mendapatkan 55
responden penelitian, peneliti menggunakan data awal pada responden
65
yang mengkonsumsi beras lokal dan bertanya lebih lanjut kepada
responden terkait keluarga yang mengkonsumsi beras lokal disetiap RW
penelitian, sehingga informasi dari responden awal dapat mengawali
peneliti untuk mendapatkan responden selanjutnya. Dari setiap keluarga
hanya dipilih satu individu untuk menjadi responden. Berikut dapat dilihat
alur keikutsertaan responden pada bagan 4.2 dibawah ini:
Bagan 4.2 Keikutsertaan Responden
Desa Bantarkaret memiliki 2.935 Kartu Keluarga (KK) dengan
total populasi 10.219 jiwa. Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 616
KK dari 4 RW (RW 06, RW 09, RW 10, dan RW 12) yang telah
Populasi Desa Bantar Karet (KK) : 2.935
KK dengan 14 RW
Sampel n = 55 KK
Populasi (KK) – Appropriate Population
N = 616 KK
Sampel Analisis Univariat & PTWI
n = 55
Wawancara n = 55
Biomarker n = 55
Sampel Analisis Bivariat
n = 55
Berdasarkan perhitungan sampel
koefisien korelasi
Eligible Population - N= 279 KK (Keluarga yang tinggl 5 tahun
hingga lebih)
RW terpilih:
06: 175 KK 09: 153 KK 10: 156 KK 12: 132 KK
66
ditetapkan sebagai tempat penelitian. Jumlah populasi yang sesuai dengan
kriteria yang telah ditentukan yaitu sebanyak 279 KK (tinggal lebih dari 5
tahun di Desa Bantarkaret). Didapatkan jumlah sampel berdasarkan hasil
perhitungan koefisien korelasi yaitu sebanyak 55 KK. Sebanyak 55 sampel
dilakukan uji biomarker rambut dan wawancara. Analisis univariat,
perhitungan PTWI, dan bivariat dilakukan dengan menggunakan 55
sampel tersebut tanpa adanya responden yang mengundurkan diri.
Kemudian sampel biomarker rambut dikirim ke laboratorium untuk diukur
kadar merkuri dalam rambut dengan menggunakan metode uap dingin
(cold vapour) dengan Mercury Analyzer dalam sampel sedimen dan sesuai
dengan SNI 06.6992.2-2004 tentang pengujian sedimen parameter merkuri
(tahapan pengujian laboratorium dapat dilihat pada lampiran).
2. Populasi dan Spesimen Beras
Pada penelitian ini spesimen beras digunakan untuk mengumpulkan
data terkait kadar merkuri dalam beras yang terdapat di Desa Bantarkaret
dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Populasi Beras
Populasi beras yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seluruh
beras yang dipanen dari Desa Bantarkaret yang telah di kumpulkan
di setiap pengepul beras.
b. Spesimen Beras
Spesimen beras yang dilakukan uji laboratorium yaitu beras
hasil panen Desa Bantarkaret yang dikumpulkan disetiap pengepul
beras dari 14 RW. Berdasarkan data kelurahan diketahui pada
67
setiap RW terdapat satu pengepul beras terdaftar, sehingga dalam
penelitian ini pengepul beras yang dipilih yaitu seluruh pengepul
beras yang terdaftar oleh Kelurahan Bantarkaret. Namun, terdapat
4 RW yang tidak dapat diambil sampel sehingga sampel beras
yang didapatkan dan dilakukan uji berjumlah 10 sampel. Jumlah
beras yang ambil dari setiap pengepul yaitu sebesar 100 gr beras
dengan ketentuan persyaratan dari laboratorium yaitu berat sampel
> 10 gr. Pengambilan seluruh sampel beras dilakukan dihari yang
sama pada tanggal 14 Januari 2017, lalu dilanjutkan dengan
pengiriman ke laboratorium yang dilakukan pada hari yang sama.
Sampel beras yang diambil dari pengepul dimasukan ke
dalam plastik bening bebas merkuri dan ditempatkan di dalam box
tertutup bebas merkuri sehingga dimungkinkan tidak terjadinya
kontaminasi sebelum diserahkan ke laboratorium. Kemudian
sampel spesimen beras dikirim ke laboratorium untuk diukur kadar
merkuri dalam rambut dengan menggunakan metode uap dingin
(cold vapour) dengan Mercury Analyzer dalam sampel sedimen
dan sesuai dengan SNI 06.6992.2-2004 tentang pengujian sedimen
parameter merkuri (tahapan pengujian laboratorium dapat dilihat di
lampiran).
4.5. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan data
primer. Data primer didapatkan dari hasil observasi, wawancara, dan
pengukuran langsung dari responden dan hasil uji laboratorium.
68
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan pada bulan Januari
tahun 2017, Pada penelitian ini dilakukan tahapan pengumpulan dan
pengolahan data. Berikut penjelasan seluruh kegiatan pengumpulan data
per variabel dalam penelitian ini, yaitu:
1. Variabel Kadar Merkuri dalam Rambut
Dalam melakukan pengumpulan data kadar merkuri dalam rambut
telah dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pada bagan 4.3 dibawah ini:
Bagan 4.3 Rangkaian Pengumpulan Data Kadar Merkuri dalam Rambut
Pada penelitian ini kadar merkuri dalam rambut adalah variabel
dependen. Pengumpulan data kadar merkuri dalam rambut pada penelitian
ini dimulai pada saat pemotongan rambut responden oleh peneliti dengan
jumlah berat rambut laki-laki 2 gr hingga lebih dan rambut perempuan 5
gr hingga lebih. Alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan
pemotongan biomarker rambut yaitu gunting, alumunium foil, label nama,
spidol, dan box bertutup.
Rambut responden yang telah dipotong menggunakan gunting
yang bebas karat dan bebas merkuri, lalu sampel dibungkus dengan
Uji laboratorium di
laboratorium yang
bersertifikasi KAN
terkait sedimen
parameter merkuri
Pemotongan
rambut > 2 gr
(laki-laki) dan >
5 gr
(perempuan)
Rambut yang telah
di potong
ditempatkan di
alumunium foil
Seluruh alumunium
yang berisi sampel
rambut disimpan di
dalam box bebas
merkuri
Pengiriman
sampel rambut ke
laboratorium
Pengambilan data
sampel rambut dan
sertifikat dari
laboratorium
69
alumunium foil yang diberikan label dan beruliskan nomer responden.
Sampel rambut yang dibungkus alumunium foil langsung ditempatkan di
wadah atau box tertutup bebas merkuri dengan tujuan mencegah
kontaminasi dengan merkuri sebelum diberikan ke laboratorium. Tahapan
selanjutnya adalah dilakukan pengiriman sampel ke laboratorium oleh
peneliti dari tempat penelitian yang membutuhkan waktu hingga 2 jam
perjalanan, kegiatan pengiriman dan penyerahan sampel ke laboratorium
dilakukan oleh peneliti sendiri. Pengujian sedimen sampel dengan
parameter uji merkuri menggunakan metode cold vapour dengan alat
mercury analyzer sesuai dengan referensi SNI 06.692.2-2004. Setelah
menunggu selama dua minggu untuk pengujian sampel, tahapan ke 10 dari
variabel ini adalah pengambilan data kadar merkuri dalam rambut dan
sertifikat pengujian dari laboratorium, sehingga dari tahapan akhir ini
adalah diketahui kadar merkuri dalam rambut pada masing-masing
responden Bantarkaret.
2. Variabel Kadar Merkuri dalam Beras
Dalam melakukan pengumpulan data kadar merkuri dalam beras telah
dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pada bagan 4.4 dibawah ini:
Bagan 4.4 Rangkaian Pengumpulan Data Kadar Merkuri dalam Beras
Beras yang dijadikan
sampel dimasukan
kedalam plastik putih
bening bebas merkuri
Seluruh sampel beras
dimasukan keadalam
box bebas merkuri
Pengiriman
sampel rambut
ke laboratorium
Uji laboratorium di
laboratorium yang
bersertifikasi KAN
terkait sedimen
parameter merkuri
Pengambilan data
sampel rambut
dan sertifikat dari
laboratorium
Pengambilan sampel
beras dari tong beras
70
Tahap yang dilakukan untuk mendapatkan data terkait variabel
kadar merkuri dalam beras yaitu sampel beras terpilih diambil dari tong
beras yang telah tercampur, tong beras yang dipilih merupakan tong beras
yang berasal dari hasil panen bulan November tahun 2016. Alat dan bahan
yang digunakan untuk melakukan sampling beras yaitu plastik bening
ukuran sedang, timbangan digital, label nama, spidol, dan box bertutup.
Pengambilan sampel beras menggunakan plastik bening putih
besar seberat 100 gr beras. Sampel beras dalam plastik bening tersebut
dinamakan sesuai RW nya menggunakan spidol dan disimpan di box anti
merkuri. Selanjutnya pada tahap pengiriman dan penyerahan sampel
hingga pengambilan data hasil uji dan sertifikat uji sampel beras parameter
merkuri, dilakukan sama seperti penjelasan pada bagan 4.3.
3. Variabel Berat Badan
Dalam melakukan pengumpulan data berat badan responden telah
dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pada bagan 4.5 dibawah ini:
Bagan 4.5 Rangkaian Pengumpulan Data Berat Badan
Tahap yang dilakukan untuk mendapatkan data terkait variabel
berat badan yaitu menyiapkan alat timbangan digital bermerk Kriss dan
mengkalibrasi alat dengan melepaskan baterai dan nyalakan timbangan,
Menyiapkan
alat timbangan
digital
Kalibrasi
timbangan
Penimbangan berat badan
pada responden
Dilakukan
Pengulangan
3x
Pencatatan hasil
timbangan di
Kuesioner
71
lalu responden dilakukan penimbangan pada alat timbang digital yang
telah dikalibrasi. Setelah itu dilakukan pengulangan penimbangan
sebanyak 3x hal ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa alat timbang tidak
eror atau rusak dan hasil timbang berat badan valid. Setelah penimbangan
sudah dilakukan sebanyak 3x hasil dicatat di kuesioner responden. Secara
keseluruhan kegiatan penimbangan pada responden dilakukan sebanyak 3x
dan hasil dari penimbangan pertama hingga ketiga menunjukan hasil yang
sama. Seluruh responden penelitian ditimbang menggunakan alat timbang
yang sama.
4. Variabel Laju Asupan
Dalam melakukan pengumpulan data laju asupan responden telah
dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pada bagan 4.6 dibawah ini:
Bagan 4.6 Rangkaian Pengumpulan Data Laju Asupan
Dalam pengumpulan data laju asupan peneliti menggunakan alat
bantu yaitu food model. Food model yang digunakan adalah porsi nasi
dalam piring yang sebelumnya beras yang digunakan untuk dimasak
menjadi nasi, sudah dilakukan penimbangan berat beras dan didapatkan
Menyiapkan food model
yaitu dengan porsi nasi
dalam piring yang telah
diketahui berat
berasnya
Menyajikan food model
kepada responden untuk
dilakukan pemiihan
Pencatatan berat beras pada
porsi nasi yang dipilih
responden
Mendapatkan data
frekuensi makan
perhari
(wawancara
terkait frekuensi
makan perhari )
Perhitungan intake beras per hari:
Frekuensi makan x beras berat per
kali makan
Perhitungan intake beras per minggu:
Hasil intake beras perhari x jumlah hari
mengkonsumsi beras dalam seminggu
72
berat beras untuk dijadikan food model yaitu 50 gr, 75 gr, 100 gr, 125 gr,
dan 150 gr. Setelah itu, food model yang telah di siapkan, disajikan ke
responden, dan responden memilih porsi nasi dalam piring pada setiap kali
makan, setelah itu porsi nasi dalam piring yang dipilih oleh responden
dicatat dalam kuesioner oleh peneliti menggunakan berat beras sebenarnya
yang sebelumnya telah dilakukan penimbangan. Setelah itu dilakukan
wawancara terkait frekuensi makan perhari responden, setiap hari
responden makan nasi atau tidak, dan pertanyaan lainnya yang menunjang
data laju asupan (dapat dilihat di kuesioner pada bagian lampiran).
Dilakukan perhitungan intake beras per hari dengan cara pengkalian data
terkait berat beras per porsi makan individu dan frekuensi makan per hari.
Setelah diketahui nilai intake beras perhari, dilakukan perhitungan intake
beras perminggu dengan cara mengkalian nilai intake beras perhari dan
jumlah hari mengkonsumsi nasi per minggu.
5. Variabel Karakteristik Individu (Usia, Jenis Kelamin, Pekerjaan,
Pendidikan, dan durasi pajanan)
Dalam melakukan pengumpulan data karakteristik individu pada
responden telah dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pada bagan 4.7 dibawah
ini:
Bagan 4.7Rangkaian Pengumpulan Data Karakteristik Individu
Siapkan
kuesioner
penelitian
Melakukan wawancara
dengan responden
terkait data karakteristik
individu menggunakan
panduan kuesioner
Seluruh data
dicatat didalam
kuesioner
73
Dalam pengumpulan data terkait usia responden, jenis kelamin,
pekerjaan, pendidikan, dan durasi pajanan (karakteristik individu) dilakukan
wawancara dengan menggunakan panduan kuesioner (kuesioner dapat dilihat
pada bagian lampiran) yang dimana jawaban dari responden langsung diisikan
kedalam kuesioner oleh peneliti. Pada bagian pekerjaan biasanya responden
yang umumnya bekerja sebagai penambang emas akan tidak menyebutkan
bahwa mereka adalah seorang penambang, sebagian besar responden yang
penambang memberikan keterangan bahwa mereka ibu rumah tangga biasa
atau wirausaha. Sehingga pada saat peneliti melakukan wawancara terkait
jenis pekerjaan, peneliti tidak langsung menanyakan pekerjaan responden
tetapi menanyakan pertanyaan seperti pernah atau tidak berkontak dengan
merkuri, berapa lama kontak, pernah mencari emas dengan cara menggali
lubang digunung, dan lainnya yang dapat membuktikan bahwa mereka adalah
seorang penambang atau bukan penambang. Jadi pada saat pengumpulan data
terkait pekerjaan umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan pengumpulan data lainnya.
6. Variabel Estimated Weekly Intake (EWI)
Dalam melakukan pengumpulan data nilai Estimated Weekly (EWI)
pada responden telah dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pada bagan 4.8
dibawah ini:
Pengumpulan seluruh data penelitian
(konsentrasi merkuri dalam beras,
laju asupan mingguan, berat badan)
Seluruh data dimasukan kedalam
software Microsoft Exel dalam
komputer
Perhitungan nilai Estimated Weekly
Intake (EWI) merkuri dalam beras
74
Bagan 4.8 Rangkaian Pengumpulan Data Nilai Estimated Weekly Intake
(EWI)
Pengelolaan data dengan menggunakan formula PTWI hanya
dilakukan hingga tahap EWI merkuri dalam beras lokal pada masyarakat.
Dalam melakukan perhitungan data terkait nilai EWI (mg/kg/minggu)
dibutuhkan data seperti kadar merkuri dalam beras (mg/kg), laju asupan per
minggu (gr/minggu/kapita), berat badan (kg), dan perhitungan EWI dilakukan
dalam Microsoft Exel. Berikut Perhitungan Estimated Weekly Intake:
EWI (Estimated Weekly Intake) =
EWI : Nilai estimasi logam berat yang masuk per minggu
(mg/kg/minggu)
C : Konsentrasi logam berat dalam bahan makanan (mg/kg)
dC : Konsumsi bahan makanan per minggu (gr/minggu/kapita)
Bw : Body weight. Berat badan manusia pada populasi atau
individu (kg/kapita)
4.6. Analisis Data
Berikut analisis data yang dilakukan pada penelitian:
Analisis Univariat
Pada penelitian ini, seluruh variabel yang diteliti dilakukan analisis
univariat. Dalam perhitungannya penelitian ini akan mendapatkan data
numerik yaitu kadar merkuri dalam beras, kadar merkuri dalam rambut,
berat badan, usia, durasi pajanan, dan nilai EWI merkuri dalam beras
dan variabel lainnya dilakukan pengkategorian.
75
Data konsentrasi merkuri di rambut dan di beras didapatkan dari
hasil hasil uji lab yang tersertifikasi. Pada variabel numerik diketahui
nilai rata-rata, dan standar deviasi. Pada variabel kategorik diketahui
distribusi seluruh variabel kategorik yang disajikan dalam bentuk
presentase menggunakan grafik pie.
Analisis Bivariat
Analisis bivariat yang dilakukan dalam penelitian ini akan
menggunakan uji t independent, anova, dan regresi liner sederhana. Uji
t independent dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
numerik dan variabel kategorik yang memiliki dua kategorik yaitu
seperti pada variabel kadar merkuri dalam rambut dengan status
pendidikan, kadar merkuri dalam rambut dengan jenis kelamin, dan
kadar merkuri dalam rambut dengan jenis pekerjaan. Uji anova
dilakukan yaitu untuk melihat antara variabel numerik dan variabel
kategorik yang memiliki lebih dari dua kategorik yaitu seperti pada
variabel kadar merkuri dalam rambut dengan status pendidikan. Uji
regresi linier sederhana dilakukan yaitu untuk melihat hubungan dan
melihat peran atau pengaruh positif atau negatif dari masing-masing
variabel numerik yaitu seperti pada varibel kadar merkuri dalam rambut
dengan umur, varibel kadar merkuri dalam rambut dengan durasi
pajanan, dan pada variavel kadar merkuri dalam rambut dengan
Estimated Weekly Intake (EWI).
76
BAB V
HASIL
5.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Desa Bantarkaret secara geografis berada di Kecamatan Nanggung
Kabupaten Bogor dengan luas wilayah Desa yaitu 8414.11 Ha. Bentang
wilayah Desa Bantarkaret yaitu cenderung berbukit dengan suhu rata-rata
harian yaitu 20-30 dan memiliki curah hujan 2000-3000 Mm. Desa
Bantarkaret memiliki 14 RW dengan sembilan diantaranya dilalui oleh
Sungai Cikaniki dengan batasan yaitu yaitu:
Gambar 5.1. Batas Wilayah antar Desa Kecamatan Nanggung
Sumber: Data Kependudukan dan Pembangunan Kecamatan
Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2016
Sebelah Utara : Desa Curug Bitung
77
Sebelah Timur : Desa Panagbon Kecamatan Lwliang
Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi
Sebelah Barat : Desa Cisarua dan Desa Malasari
Jarak Desa Bantarkaret dengan kantor Kecamatan Nanggung yaitu
19 Km dengan lama tempuh sekitar lebih dari 30 menit dengan kendaran
roda dua ataupun roda 4. Hal ini karena kondisi geografis Desa
Bantarkaret yang berbukit, berkelok, curam, dan kondisi jalan yang kurang
baik atau berlubang. Sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama dari
Desa Bantarkaret dengan Kantor Kecamatan Nanggung. Selain itu jarak
tempuh untuk ke Kabupaten bogor sekitar 72 Km dengan jarak tempuh 2,5
jam.
Desa Bantarkaret memiliki sarana dan prasarana yaitu:
Kantor Desa : jumlah 1 unit (10 ruangan)
Gedung Posyandu : Jumlah 2 unit (4 ruangan)
Masjid : 16 buah
Pondok Pesantren : 4 buah
Paud : 2 buah
TK : 1 buah
Sekolah Dasar (SD/MI) : 7 buah
Madrasah Diniah : 6 buah
SLTP / MTs : 1 buah
SLTA / MA : - buah
Kurangnya tersedianya sarana dan prasarana pembelajaran seperti
SLTP dan SLTA mendasari rendahnya status pendidikan masyarakat Desa
78
Bantar Karet sehingga hingga tahun 2016 hanya terdapat 673 orang yang
berpendidikan SLTA. Hal ini dikarenakan SLTA hanya tersedia satu di
Pusat Kecamatan Nanggung dan hanya terdapat 46 orang yang berstatus
sarjana atau S1. Rendahnya status pendidikan juga didukung oleh wilayah
geografis Desa Bantarkaret.
Rendahnya status pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat sekitar
membuat tingginya pengangguran dan kemiskinan, hal ini karena
masyarakat hanya bergantung dengan komoditi sektor pertanian tanaman
padi dan pertambangan tradisional dengan menggunakan teknik
amalgamasi yang membutuhkan merkuri sebagai bahan pencampur utama,
pengelolaan penambangan ini dilakukan dirumah masing-masing
penambang. Selain itu, rendahnya pendidikan juga menimbulkan
kemampuan petani dalam komoditas pertanian dan perkebunan tidak
berjalan dengan maksimal. Komoditas pertanian dan perkebunan yang
kurang maksimal menimbulkan masyarakat memilih menjadi gurandil
karena penambangan dengan teknik amalgamasi dilakukan dengan cara
yang sederhana dan relatif mudah dilakukan.
Lokasi PETI di Desa Bantarkaret bersatu dengan pemukiman
masyarakat sekitar. Sebagian besar penambang meletakan mesin
algamator dibelakang rumah mereka atau dapur. Selain itu PETI yang
dilakukan yaitu penambangan tanpa izin sehingga tidak ditemukan jumlah
pasti. Tetapi pada tahun 2009 diketahui jumlah gurandil pencapai 6000
orang (Sudarsono, dkk. 2009). Banyaknya gurandil mengindikasikan
bahwa tingginya aktivitas PETI dikawasan Gunung Pongkor ataupun di
79
Desa Bantarkaret. Diketahui bahwa kawasan Gunung Pongkor telah
tercemar oleh merkuri, sehingga hal ini dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya di kawasan
tersebut. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Yoga, dkk (2014)
mendapatkan hasil terjadinya bioakumulasi merkuri yang cukup tinggi
pada biota Tricnoptera dan menyebabkan terjadinya kecacatan berupa
penghitaman pada insang trachea biota tersebut di sungai Kawasan
Gunung Pongkor. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Widowati
(2008) dan Sutono (2002) menyebutkan bahwa kadar beras dari sawah di
Kecamatan Nunggul kawasan Gunung Pongkor mencapai 0,45 ppm dan di
Kalongliud Kawasan Gunung Pongkor mencapai 0,25 sehingga dapat
dikatakan melebihi batas aman. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Gurandi (2006) dalam Rokhman (2013) diketahui bahwa seiringnya
penertiban aktivitas PETI oleh pemerintah setempat diketahui terjadi
penurunan jumlah merkuri di lingkungan. Akan tetapi meskipun aktivitas
PETI di Desa Bantarkaret juga telah menurun dan kadar merkuri di
lingkungan mulai merendah, hal ini tetap harus diperhatikan karena sifat
akumulastif merkuri.
5.2. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan masing-masing
variabel yang diteliti yaitu meliputi variabel kadar merkuri dalam rambut dan
beras, nilai EWI, berat badan (Bw), laju asupan (dC), usia, jenis kelamin, status
pendidikan, dan durasi pajanan. Jumlah responden pada penelitian ini yaitu 55
responden. Berikut analisis univariat yang telah dilakukan.
80
1. Gambaran Kadar Merkuri dalam Rambut
Berikut hasil analisis univariat untuk variabel kadar merkuri dalam rambut,
seperti pada tabel 5.1 dibawah ini:
Tabel 5.1 Gambaran Kadar Merkuri dalam Rambut Responden Di
Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun
2017
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa rata-rata kadar merkuri dalam
rambut masyarakat di Desa Bantar karet yaitu sebesar 6,24 ppm. Dengan variasi
sebaran kadar merkuri dalam rambut yaitu 5,48.
2. Gambaran Usia Responden
Berikut hasil analisis univariat untuk variabel usia, seperti pada tabel 5.2
dibawah ini:
Tabel 5.2 Gambaran Usia Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan
Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar responden
mayoritas adalah orang dewasa, yaitu dengan rata-rata umur responden 41,64 atau
dapat dibulatkan menjadi 42 tahun dengan variasi sebaran usia sebesar 15,154.
3. Gambaran Jenis Kelamin Responden
Berikut hasil analisis univariat untuk variabel jenis kelamin, seperti pada
grafik 5.1 dibawah ini:
Variabel Mean Standar
Deviasi
Kadar
Merkuri
dalam
Rambut
6,24 5,48
Variabel Mean Standar
Deviasi
Usia 41,63 15,154
81
Grafik 5.1 Gambaran Jenis Kelamin Responden di Desa Bantarkaret
Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
Berdasarkan grafik 5.1 diketahui bahwa sebagian besar responden di
Desa Bantar Karet Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
berjenis kelamin perempuan dengan presentase sebesar 70,9%.
4. Gambaran Jenis Pekerjaan
Berikut hasil analisis univariat untuk variabel jenis pekerjaan, seperti pada
grafik 5.2 dibawah ini:
Grafik 5.2. Gambaran Pekerjaan Responden di Desa Bantarkaret
Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
Berdasarkan grafik 5.2 diketahui bahwa sebagian besar responden di
Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 yaitu
berkerja sebagai penambang emas dengan presentase sebesar 65%.
29,1%
70,9%
Laki-Laki
Perempuan
65%
35% Penambang Emas
Bukan PenambangEmas
82
5. Gambaran Status Pendidikan
Berikut hasil analisis univariat untuk variabel status pendidikan, seperti pada
grafik 5.3 dibawah ini:
Grafik 5.3. Gambaran Status Pendidikan Responden di Desa Bantarkaret
Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
Berdasarkan grafik 5.3 diketahui bahwa sebagian besar status
pendidikan responden di Desa Bantar Karet Kecamatan Nanggung tahun
2017 menyelesaikan pendidikannya di tingkat sekolah dasar (SD) dengan
presentasi sebesar 69%.
6. Gambaran Durasi Pajanan
Berikut hasil analisis univariat untuk variabel durasi pajanan, seperti pada
tabel 5.3 dibawah ini:
Tabel 5.3 Gambaran Durasi Pajanan pada Responden di Desa
Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
Variabel Mean Standar
Deviasi
Durasi
Pajanan
(Tahun)
21,29 6,525
13%
69%
2% 9%
7% Tidak Sekolah
SD/MI
SMP/MTS
SMA/SMK/MA
Perguruan Tinggi
83
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa sebagian besar responden telah
mengkonsumsi beras lokal yang tercemar merkuri dengan rata-rata selama 21
tahun, dengan variasi sebaran durasi pajanan sebesar 6,525.
7. Gambaran Analisis Estimated Weekly Intake (EWI)- Intake Merkuri per
Minggu pada Masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung
Berikut hasil analisis univariat untuk variabel EWI (Estimated Weekly Intake),
seperti pada tabel 5.4 dibawah ini:
Tabel 5.4 Gambaran Kadar Merkuri dalam Beras, Laju Asupan, Berat
Badan, dan Estimated Weekly Intake Merkuri dalam beras lokal pada
Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor
Tahun 2017
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa rata-rata kadar merkuri dalam beras
lokal Desa Bantarkaret yaitu sebesar 0,022 mg/kg dengan variasi sebaran yaitu
0,06. Rata-rata laju asupan konsumsi beras masyarakat di Desa Bantarkaret
Kecamatan Nanggung tahun 2017 yaitu 1769,09 gr/minggu/kapita, dengan
variasi sebaran sebanyak 707,79. Rata-rata berat badan pada masyarakat di Desa
Variabel Mean Standar
Deviasi
Kadar Merkuri
dalam Beras (C)
0,022 0,06
Laju Asupan
(dC)-
(gr/kg/minggu)
1769,09 707,79
Berat Badan
(Bw)-
(kg)
59,72 11,78
Intake
Mingguan
(EWI)-
(mg/kg/minggu)
0,616 0,263
84
Bantarkaret Kecamatan Nanggung tahun 2017 sebesar 59,72 dengan variasi
sebaran yaitu 11, 78.
Rata-rata nilai Estimated Weekly Intake (EWI) merkuri dalam beras lokal oleh
masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung yaitu sebesar 0,616
mg/kg/minggu, dengan nilai sebaran 0,263.
5.3. Analisis Bivariat
Hubungan antara kadar merkuri dalam rambut dengan variabel usia dan
intake beras lokal menggunakan uji regresi linier sederhana dan hubungan antara
kadar merkuri dalam rambut dengan variabel jenis kelamin dan jenis pekerjaan
menggunakan uji t independen. Sedangkan hubungan antara kadar merkuri dalam
rambut dengan variabel status pendidikan menggunakan uji anova. Seperti
Berikut:
1. Hubungan Antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Usia
Pada variabel independen yaitu usia, peneliti meneliti menentukan data
usia adalah data rasio. Sehingga hubungan kadar merkuri dalam rambut dengan
usia dianalisa menggunakan uji regresi linier sederhana dan hasilnya disajikan
dalam tabel 5.4, sebagai berikut:
Tabel 5.5 Hubungan Antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan
Usia Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung
Kabupaten Bogor Tahun 2017
Variabel R R P value
Usia dengan Kadar
Merkuri
0,016 0 0,918
85
Berdasarkan tabel 5.5 hasil uji bivariat menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang siginifikan antara variabel umur dengan kadar merkuri dalam
rambut masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor
tahun 2017 (p value>0,05). Hal ini menyebabkan hubungan antara kadar merkuri
dalam rambut dengan usia responden tidak dapat dibuat permodelan.
2. Hubungan Antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Jenis Kelamin
Pada variabel independen yaitu jenis kelamin, peneliti memberikan kode
angka 1 untuk responden yang berjenis kelamin laki-laki dan 2 untuk responden
perempuan. Hubungan kadar merkuri dalam rambut dengan jenis kelamin
dianalisa menggunakan uji t independen dan hasilnya disajikan dalam tabel 5.6,
sebagai berikut:
Tabel 5.6 Hubungan Antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Jenis
Kelamin Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten
Bogor Tahun 2017
Berdasarkan tabel 5.6 rata-rata kadar merkuri dalam rambut pada
responden di Desa Bantarkaret yang berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi yaitu
11,18 ppm sedangkan perempuan sebesar 4,22 ppm. Hasil uji bivariat
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara kadar merkuri
dalam rambut dengan jenis kelamin dengan P value 0,00 (p<0,05).
3. Hubungan Antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Jenis
Pekerjaan
Variabel Mean Standar Deviasi P value
Jenis Kelamin Laki-Laki 11,18 6,27
0,00
Perempuan 4,22 3,56
86
Pada variabel independen yaitu jenis pekerjaan, peneliti memberikan kode
1 untuk penambang dan 2 untuk bukan penambang emas. Hubungan antara kadar
merkuri dalam rambut dengan jenis kelamin dilakukan analisa dengan
menggunakan uji t independent, dan hasilnya disajikan dalam tabel 5.7, sebagai
berikut:
Tabel 5.7 Hubungan Antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Jenis
Pekerjaan Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung
Kabupaten Bogor Tahun 2017
Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan rata-rata kadar merkuri dalam rambut
lebih tinggi pada responden yang bekerja sebagai penambang yaitu sebesar 8,17
sedangkan responden yang bukan penambang yaitu sebesar 3.92 ppm. Hasil uji
bivariat menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara kadar
merkuri dalam rambut dengan jenis kelamin dengan P value 0,00 (p<0,05).
4. Hubungan Antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Status
Pendidikan
Variabel pendidikan dikategorikan menjadi 5 kategorik yaitu dengan
memberikan kode 1 untuk tidak sekolah, 2 untuk SD/MI, 3 untuk SMP/MTs, 4
untuk SMA/SMK/MA, dan 5 untuk Perguruan tinggi. Untuk mengetahui
hubungan kadar merkuri dalam rambut dengan status pendidikan digunakan uji
anova, sebagai berikut:
Variabel Mean Standar Deviasi P value
Jenis
Pekerjaan
Penambang 8,17 5,37
0,00
Bukan Penambang 3,92 3,53
87
Tabel 5.8 Hubungan Antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan
Status Pendidikan Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan
Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
Variabel Mean Standar
Deviasi
P value
Pendidikan TIdak Sekolah
SD/MI
SMP/MTs
SMA/SMK/MA
Perguruan
Tinggi
4,68
7,32
1
2,38
1,03
3,19
5,65
1
2,73
0,35
0,001
Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan hasil uji bivariat menunjukkan bahwa
adanya hubungan yang signifikan antara kadar merkuri dalam rambut dengan
status pendidikan yaitu P value 0,001 (p<0,05).
5. Hubungan antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Durasi
Pajanan
Pada variabel independen yaitu durasi pajanan, peneliti menentukan skala
ukurnya adalah rasio. Sehingga hubungan kadar merkuri dalam rambut dengan
durasi pajanan dianalisa menggunakan uji regresi linier sederhana dan hasilnya
disajikan dalam tabel 5.9, sebagai berikut:
Tabel 5.9 Hubungan Durasi Pajanan Intake Beras Lokal dengan Kadar
Merkuri dalam Rambut pada Masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan
Nanggung Tahun 2017
Variabel R R Pvalue
Durasi Pajanan
(Dt)
0,464 0,215 0,00
88
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui hasil uji bivariat menunjukkan bahwa
adanya hubungan yang signifikan antara variabel durasi intake beras lokal dengan
kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan
Nanggung Kabupaten Bogor tahun 2017 (p value<0,05). Hubungan durasi intake
beras lokal dengan kadar merkuri dalam rambut menunjukan hubungan yang
lemah yang ditunjukan dengan nilai r sebesar 46%. Kemampuan intake untuk
memprediksi kadar merkuri dalam rambut yaitu hanya sebesar 21,5 %.
6. Hubungan Antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Intake
Pada variabel independen yaitu intake, peneliti menentukan skala ukurnya
adalah rasio. Sehingga hubungan kadar merkuri dalam rambut dengan intake
dianalisa menggunakan uji regresi linier sederhana dan hasilnya disajikan dalam
tabel 5.10, sebagai berikut:
Tabel 5.10 Hubungan Estimated Weekly Intake (EWI) dengan Kadar
Merkuri dalam Rambut pada Masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan
Nanggung Tahun 2017
Berdasarkan tabel 5.10 diketahui hasil uji bivariat menunjukkan bahwa
adanya hubungan yang signifikan antara variabel intake dengan kadar merkuri
dalam rambut pada masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung
Kabupaten Bogor tahun 2017 (p value<0,05). Hubungan intake dengan kadar
merkuri dalam rambut menunjukan hubungan yang lemah yang ditunjukan
Variabel R R P value
Estimated Weekly
Intake (EWI)
0,354 0,126 0,008
89
dengan nilai r sebesar 35,4%. Kemampuan intake untuk memprediksi kadar
merkuri dalam rambut yaitu hanya sebesar 12,6 %.
90
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini menghasilkan data terkait hubungan antara intake
mingguan merkuri, faktor karakteristik (jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan, status
pendidikan), pola aktivitas, dan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat
Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogot tahun 2017. Data
diambil pada bulan Januari 2017. Pada Penelitian ini mempunyai beberapa
kelemahan yang menjadi keterbatasan penelitian dan berpengaruh terhadap hasil
penelitian, yaitu:
1. Pada penelitian ini pengukuran kadar merkuri dalam rambut dan beras
tidak dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali untuk setiap sampel. Hal
ini disebabkan karena keterbatasannya biaya.
2. Pada penelitian ini pengujian sampel rambut di laboratorium yaitu
mengukur kadar total merkuri sehingga nilai kadar merkuri dalam rambut
yang didapatkan yaitu menggambarkan kadar merkuri dalam bentuk dan
senyawa apapun yang terkandung dalam sampel rambut yang diujikan.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kadar merkuri yang terdapat dalam
tubuh responden bukan hanya senyawa metil merkuri terdapat juga
senyawa-senyawa merkuri lainnya dan tidak hanya merkuri yang berasal
dalam tubuh melainkan dapat juga merupakan paparan merkuri dari luar
yang menempel pada rambut.
3. Penelitian ini tidak dilakukan di seluruh RW pada Kelurahan Bantarkaret,
hal ini dikarenakan luasnya wilayah, banyaknya populasi, dan sulitnya
91
kontur geografis wilayah menjadikan peneliti hanya meneliti empat RW.
Sehingga ditakutkan akan terjadi kehomogenan data, akan tetapi peneliti
sudah mengantisipasi agar penelitian ini tidak homogen dan dapat
digeneralisasikan kepada seluruh masyarakat Kelurahan Bantarkaret
dengan cara memilih RW berdasarkan kelompok RW yang dilalui oleh
sungai dan kelompok RW yang tidak dilalui oleh sungai.
4. Pada penelitian ini tidak bisa mendapatkan responden laki-laki dan
perempuan dengan jumlah yang sama karena keterbatasan gram (gr)
rambut pada laki-laki, sehingga distribusi respondennya lebih banyak
perempuan. Penelitian dilakukan pada siang hari sehingga sebagian besar
laki-laki bekerja ataupun melakukan penambangan ke gunung, kontur
geografis yang sulit untuk peneliti membuat sampel studi antara laki-laki
dan perempuan tidak sama.
5. Perhitungan nilai Estimated Weekly Intake (EWI) atau intake mingguan
merkuri hanya dilihat dari konsumsi beras lokal masyarakat Desa
Bantarkaret Kecamatan Nanggung, tidak memperhitungkan intake merkuri
yang berasal dari air, udara, biota air, ataupun tumbuhan lainnya.
6.2. Konsentrasi Merkuri pada Rambut Masyarakat Desa Bantarkaret
Kecamatan Nanggung
Rambut merupakan sesuatu yang tumbuh dan tertanam dari dalam tubuh
manusia. Seluruh permukaan tubuh manusia pada pada umumnya tumbuh rambut
hanya bagian-bagian tertentu dari tubuh manusia yang tidak ditumbuhi oleh
rambut. Menurut Rosmalis (2008) bagi manusia terlebih untuk wanita, rambut
merupakan sebuah mahkota kepala, jika dilihat dari segi sosial bermasyarakat
92
pada era ini rambut digunakan untuk memperlihatkan status sosial dan identitas
profesi.
Selain itu jika dilihat dari segi keilmuan, menurut Santoso (2012) rambut
dapat digunakan sebagai bahan uji atau digunakan sebagai biomarker terutama
untuk mengetahui keberadaan dan jumlah konsentrasi logam berat yang masuk
kedalam tubuh. Rambut memiliki gugusan sulfhidril (-SH) dan disulfide sistin (-
S-S-) yang mampu mengikat logam berat yang masuk kedalam tubuh (Hidayati,
2013). Senyawa sufida ini yang mudah terikat dengan logam berat, sehingga jika
logam berat masuk kedalam tubuh manusia akan terikat oleh senyawa sufida
dalam rambut (pettrucci, 1982). Sehingga dari senyawa tersebut rambut dapat
mengikat logam berat yang masuk kedalam tubuh manusia, dibandingkan dengan
urin, darah, dan kuku. Terlebih logam berat yang masuk kedalam tubuh dan
mengendap dalam rambut tidak hilang karena pencucian ataupun karena nutrisi
makanan yang masuk kedalam tubuh. Tetapi, konsentrasi logam berat dapat
berkurang dalam rambut apabila dilakukannya treatment rambut seperti pelurusan
atau pengeritingan (Chamid, dkk, 2010).
Pada penelitian ini dilakukan uji parameter logam merkuri dirambut, untuk
mengetahui adakah logam merkuri dalam tubuh dengan melihat jumlah kadar
merkuri dalam rambut pada masyarakat yang tinggal di Kawasan Gunung
Pongkor Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung. Berdasarkan ketetapan WHO
(2008) batas aman konsentrasi merkuri pada rambut adalah 2 ppm. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil yaitu kadar merkuri dalam
rambut responden yaitu 28,15 ppm dan terendah adalah 0,5 ppm.
93
Hasil analisis menunjukan terdapat 80% responden memiliki konsentrasi
merkuri dalam rambut diatas batas aman. Diketahui diatas 65% responden adalah
penambang, hal sejalan dengan ketetapan Toxicological Profile For Mercuri
(ATSDR) (1999) yang menyebutkan bahwa sumber potensial terbesar masuknya
merkuri kedalam tubuh manusia adalah tempat kerja. Aktivitas PETI adalah
pengguna tunggal merkuri secara sengaja yang terbesar dan menyebabkan
pencemaran merkuri pada tingkat ekstrem (Rokhman, 2013). Sehingga sangat
dimungkinkan para penambang memiliki kadar merkuri lebih tinggi di dalam
tubuh dibandingkan yang bukan penambang.
Tingginya konsentrasi merkuri dalam rambut dapat menyebabkan
keracunan akut maupun kronis. Menurut Irwan, (2009) keracunan akut terjadi
karena adanya pemaparan merkuri secara langsung dan dalam dosis yang tinggi.
Keracunan kronis adalah kejadian keracunan yang terjadi dalam jangka waktu
yang cukup lama dengan kadar merkuri yang pada awalnya sedikit dan perlahan
meningkat, sehingga dapat mengendap dalam tubuh dan menimbulkan gejala
keracunan. Pada keracunan akut akan menimbulkan gejala seperti pharyngitis
(peradangan tekak), dyspaghia, mual-mual, sakit pada bagian perut, dan jika tidak
diatasi dengan cepat dapat menimbulkan efek lanjutan yaitu nephritis (radang
ginjal), hepatitis (radang pada hati), ataupun pembengkakan pada kelenjar ludah
(Palar, 1994).
Sedangkan pada keracunan kronik gejala yang akan ditimbulkan yaitu
hipersaliva (mengeluarkan air liur secara berlebihan), sariawan, gigi tanggal,
guratan-guratan pada gusi, nyeri atau mati rasa pada bagian kaki ataupun tangan,
tremor, gangguan pengelihatan ataupun lensa mata (lensa mata menjadi abu-abu
94
hingga abu-abu kemerahan), diare, sakit kepala, penurunan berat badan,
anoreksia, anemia, halusinasi, jiwa tertekan, ataupun kemunduran mental secara
jelas (Hartono, 2003 dan Widowati, 2008). Menurut Inswiasri (2008) menyatakan
bahwa seseorang yang mengalami keracunan kronik akibat merkuri pada awalnya
akan merasakan rasa kesemutan yang dengan frekuensi yang sering.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebesar lebih dari 70% responden
mengalami keluhan kesehatan seperti dermatitis, sakit kepala atau pusing, mual,
tangan nyeri atau matirasa, gatal-gatal, rasa sakit pada saraf, darah tinggi,
pandangan kabur, hingga tremor. Responden yang mengalami keluhan kesehatan
secara keseluruhan memiliki konsentrasi merkuri dalam rambut melebihi 2 ppm.
Hasil ini didukung oleh penelitian Junita (2013) dan Rohman (2013) yang
mendapatkan hasil bahwa para pekerja PETI di kawasan penambangan emas
mengalami gejala keracunan kronik merkuri seperti tremor, sering kesemutan,
otot wajah kaku, iritasi mata, rasa logam pada mulut, otot terasa sakit dan kejang,
kulit tangan dan kaki menebal, dan sakit kepala.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa
tingginya kadar merkuri dalam rambut dapat menurunkan tingkat kesehatan
seperti keracunan akut ataupun kronik. Berdasarkan hasil kadar rata-rata merkuri
dalam rambut masyarakat Desa Bantarkaret menunjukan kadar merkuri melebihi
batas normal. Meskipun ada beberapa kadar merkuri dalam rambut masyarat yang
memiliki kadar merkuri yang cukup rendah, tetapi merkuri merupakan logam
berat yang dapat berakumulasi di dalam tubuh manusia ataupun makhluk hidup
lainnya, Menurut Nina (2007) dan Roger (1984) masuknya konsentrasi merkuri ke
dalam tubuh secara terus menerus disertai akumulasinya akan menimbulkan
95
dampak negatif yaitu dapat menghalangi kinerja enzim, merusak selaput dinding
sel, dan kerusakan yang ditimbulkan oleh logam merkuri pada tubuh umumnya
bersifat permanen pada otak, hati, dan ginjal. Atas hal tersebut, disarankan agar
Puskesmas Kecamatan Nanggung untuk memberikan penyuluhan kepada
masyarakat yang berada dalam lingkup kerja puskesmas terkait tentang bahaya
logam merkuri bagi kesehatan dan disarankan kepada masyarakat untuk
mengurangi paparan dengan logam merkuri.
6.3. Analisis Estimasi Intake Mingguan Masyarakat Desa Bantarkaret
Kecamatan Nanggung - Estimated Weekly Intake (EWI)
1. Kadar Mercuri dalam Beras (C)
Beras adalah bahan makanan pokok untuk seluruh masyarakat
dunia terlebih untuk masyarakat Indonesia. Menurut Wongkar, dkk (2014)
beras menjadi bahan pangan pokok karena mudah diolah, mudah disajikan
dan mengandung protein sebagai sumber energi bagi tubuh manusia,
sehingga dapat menunjang manusia untuk melakukan aktivitas.
Pentingnya beras sebagai bahan makanan pokok masyarakat Indonesia
dapat merpengaruhi kesehatan individu yang mengkonsumsinya (Ahmad,
1990).
Beras dapat mempengaruhi kesehatan pada individu yang
mengkonsumsinya karena beras berasal dari padi. Padi merupakan
tumbuhan yang sangat membutuhkan air untuk melakukan pembuahan
pada bijinya, dikarenakan kebergantungan tersebut dapat menjadi peluang
besar padi mengalami pencemaran akibat kerusakan lingkungan karena
aktivitas manusia. Hal ini disebabkan karena umumnya di Indonesia
96
tumbuhan padi ditanam di wilayah persawahan yang dekat dengan sungai
atau gunung, sehingga sistem irigasi persawahannya menggunakan air
sungai atau air gunung.
Pada penelitian ini menggunakan beras sebagai bahan uji untuk
mengetahui konsentrasi merkuri didalamnya. Beras yang digunakan untuk
pengujian adalah beras yang berasal dari padi yang ditanam di Desa
Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kawasan Gunung Pongkor, sistem
irigasi yang digunakan untuk mengairi sawah disini adalah berasal dari
sungai Cikaniki. Pengukuran konsentrasi merkuri pada spesimen beras
diambil pada 10 titik sawah yang berada di Desa Bantarkaret. Hasil uji
kadar merkuri dalam beras yaitu didapatkan rata-rata konsentrasi merkuri
pada beras yaitu 0,022 kg/mg dengan konsentrasi tertinggi yaitu 0,184
mg/kg dan terendah yaitu 0,004 mg/kg atau dapat dikatakan tidak
terdeteksi karena jauh di bawah batas aman. Menurut peraturan BPOM RI
No. HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 dan SNI 2009, batas maksimum
cemaran logam berat merkuri dalam kelompok pangan pokok yaitu 0,03
mg/kg.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Juhaeti, dkk
(2005) terkait konsentrasi merkuri dalam dalam akar padi, tajuk padi, dan
bulir padi didapatkan hasil 0,258 mg/kg, 0,384 mg/kg, 1,320 mg/kg, selain
itu pada tahun 2008 dilakukan penelitian konsentrasi merkuri dalam beras
oleh Widiowati dikaswasan Gunung Pongkor didapatkan hasil 0,45 mg/kg.
Jika dibandingkan hasil rata-rata konsentrasi merkuri pada beras
yang digunakan dalam penelitian saat ini masih dibawah nilai standar yang
97
ditetapkan jika dibandingkan penelitian sebelumnya, akan tetapi terdapat
hasil konsentrasi merkuri dalam beras yang diatas standar aman.
Perbedaan hasil jumlah konsentrasi merkuri dalam beras yang diteliti oleh
peneliti dengan penelitian sebelumnya, dikarenakan pada awal tahun 2015
pihak kepolisisan Kabupaten Bogor melakukan raziah terhadap
masyarakat yang melakukan aktivitas PETI, sebagian besar penambang
tertangkap. Hal ini menjadikan aktivitas PETI terhenti dalam kurun waktu
yang cukup lama.
Namun pada tahun 2016 aktivitas PETI di Kawasan Gungung
Pongkor mulai aktif kembali akan tetapi jumlah PETI tidak sebanyak
tahun sebelumnya. Sehingga hal ini dapat menjadi alasan adanya
perbedaan tingkatan kadar merkuri dalam beras pada penelitian
sebelumnya. Pada dasarnya, titik pencemaran yang masih dapat ditoleransi
alam dapat mengatasi masalah pencemaran yang terjadi dan dapat
menyeimbangkan dirinya sendiri dengan kapasitas daya dukung alamnya
dimiliki atau dapat dikenal sebagai self purification (Henrasarie, 2013).
Self purification adalah kemampuan lingkungan untuk menetralisasikan
dirinya sendiri pada saat adanya pencemar yang masuk ke dalam badan
lingkungan dengan tingkat pencemaran yang masih dapat ditoletansi oleh
lingkungan. Tetapi aktifnya kembali aktivitas PETI dapat menghilangkan
kemampuan self purification alam karena akan meningkatkan konsentrasi
pencemaran.
Bedasarkan Profil Desa Bantarkaret tahun 2015, diketahui diatas
60% warga masyarakat Desa Bantarkaret mengkonsumsi beras lokal
98
sebagai makanan pokoknya. Sehingga hal ini dapat berisiko menimbulkan
dampak kesehatan pada masyarakat yang mengkonsumsinya karena logam
berat merkuri didalam tubuh manusia dapat berakumulasi. Seperti menurut
Rianto (2010) yang menyatakan bahwa masuknya logam merkuri melalui
saluran pencernaaan dapat terabsorbsi berkisar 7% hingga 95% tergantung
dari jenis merkuri, dalam tubuh manusia otak merupakan afinitas terbesar
oleh logam merkuri dan selanjutnya diakumulasi di dalam jaringan
(Rianto, 2010 dan Lubis, 2002).
Menurut Nina (2007) masuknya konsentrasi merkuri ke dalam
tubuh secara terus menerus disertai akumulasinya akan menimbulkan
dampak negatif yaitu dapat menghalangi kinerja enzim, merusak selaput
dinding sel, dan kerusakan yang ditimbulkan oleh logam merkuri pada
tubuh umumnya bersifat permanen. Didukung oleh penelitian sebelumnya
menyatakan bahwa akumulasi logam merkuri dalam tubuh menyebabkan
kerusakan permanen pada otak, hati, dan ginjal (Roger, dkk, 1984).
Berdasarkan pemaparan di bawah, dapat disimpulkan bahwa rata-
rata kadar merkuri dalam beras yaitu dari standar maksimal kadar logam
merkuri yang telah ditetapkan oleh SNI 2009 terkait cemaran logam berat
dalam pangan. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan hal tersebut dapat
membahayakan kesehatan manusia jika terkonsumsi, sehingga disarankan
kepada pemerintah daerah Bogor untuk melakukan tindakan bioremediasi
pada lahan persawahan di Kawasan Gunung Pongkor. Bioremediasi yang
cocok untuk persawahan setempat adalah fitoremediasi. Fitoremediasi
uaitu teknik pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan tumbuhan
99
(Mangkoedihardjo, 2005). Saran pada penelitian ini adalah melakukan
fitoremediasi mengunakan tumbuhan Lindernia crustacea, Digitaria
radicosaa, dan Cyperus rotundus pada lahan persawahan Gunung Pongkor
karena tanaman ini memiliki kemampuan serapan merkuri yang lebih
tinggi dibandingkan dengan tanaman lainnya. Sebenarnya tumbuhan padi
dapat menjadi tumbuhan fitoremediasi tetapi padi tidak tepat untuk
dijadikan tumbuhan untuk meremediasi lahan yang tercemar oleh merkuri
karena sangat membahayakan jika tumbuhan padi tersebut terkonsumsi
oleh manusia (Siahaan, 2014).
2. Laju Asupan per minggu (dC)
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata
responden yang terpapar merkuri melalui beras lokal yang ditanam di
sepanjang Desa Bantarkaret Kawasan Gunung Pongkor memiliki laju
asupan beras sebesar 1769,09 gr/minggu/kapita. Jumlah rata-rata laju
asupan per minggu, jika di hitung dalam perharinya maka rata-rata laju
asupan responden per hari yaitu 252,71 gr/hari/kapita. Jumlah konsumsi
mingguan tertinggi yaitu 3500 gr/minggu/kapita dan terendah adalah 700
gr/minggu/kapita. Keseluruhan 55 responden yang terpapar merkuri
melalui beras dengan laju asupan >1769 gr/minggu/kapita yaitu sebanyak
33 responden dan 22 responden memliki laju asupan sebesar <1769
gr//minggu/kapita. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi langsung
pada responden diketahui bahwa pada umumnya masyarakat di Desa
Bantarkaret melakukan kegiatan makan berat pada siang dan malam hari.
Sehingga rata-rata nilai laju asupan responden di Desa Bantarkaret tidak
100
tinggi. Pengukuran laju asupan konsumsi kerang hijau menggunakan food
model yang telah ditetapkan takaran perporsi nasi. Sebelum menjadi nasi
beras ditimbang terlebih dahulu dengan timbangan digital, porsi nasi
dikelompokkan per berat beras yaitu 50 gr, 75 gr, 100, 125 gr, dan 150 gr.
Berdasarkan angka harapan nasional konsumsi pangan jenis padi-
padian yang ditetapkan oleh BKP (2012) yaitu 275 gr/hari/kapita.
Pemenuhan kebutufhan zat gizi dalam sehari dapat dilakukan dengan
mengkonsumsi tiga kali makan besar (nasi, lauk hewani, lauk nabati, buah
dan sayur) dan 2 kali makan selingan (camilan) (BPOM, 2014).
Berdasarkan peraturan tersebut maka laju asupan masyarakat Desa
Bantarkaret tidak melebihi angka harapan konsumsi pangan. Berbeda
dengan BKP (2012), dalam rencana pangan dan pertanian 2015-2019 yang
direncanakan oleh Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional
(2013) menyatakan bahwa total konsumsi akhir untuk proyeksi konsumsi
beras nasional yaitu 124,89 kg/kapita/tahun atau setara dengan 342
gr/kapita/hari (Fuad, 2016).
Secara teori berdasarkan formula Provotional Telerated Weekly
Intake nilai laju asupan per minggu digunakan untuk menghitung nilai
EWI (Estimated Weekly Intake) dan setelah itu dibandingkan dengan nilai
PTWI. Jumlah besarnya nilai laju asupan per minggu setiap individu dapat
mempengaruhi tingkatan kadar logam berat dalam tubuh yang dapat
mempengaruhi kesehatan seseorang. Menurut Mangampe, dkk (2014)
semakin besar laju asupan maka semakin besar nilai intake dan risiko yang
muncul dengan mempertimbangkan konsentrasi risk agent, durasi pajanan,
101
frekuensi pajanan, dan berat badan responden. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2015) menunjukan bahwa laju
asupan mempunyai hubungan yang bermakna dengan nilai tingkat risiko
kesehatan (P value <0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sianipar (2009) yang menyatakan bahwa laju asupan
mempengaruhi nilai tingkatan risiko kesehatan. Hal ini diperkuat oleh
hasil penelitian Fatimah (2005) yang menyatakan bahwa semakin sering
mengkonsumsi kerang yang telah terkontaminasi logam Hg, maka
konstrentasi Hg dalam darah semakin meningkat.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa laju
asupan akan mempengaruhi nilai EWI merkuri per minggu yang dapat
digunakan untuk dibandingan dengan PTWI. Sehingga semakin besar laju
asupan per minggu, semakin besar nilai EWI. Laju asupan rata-rata
masyarakat Desa Bantarkaret masih di dalam batas normal yaitu
257gr/kapita/hari, akan tetapi berpotensi untuk meningkat. Sehingga
disarankan agar masyarakat Desa Bantarkaret untuk mengganti sumber
beras yang dikonsumsi setiap harinya dengan beras yang sumber lahannya
tidak tercemar oleh logam berat dan kepada Badan Lingkungan Hidup
Daerah (BLHD) Bogor untuk melakukan surveilens terkait pencemaran
lahan tanah di Kawasan Gunung Pongkor, serta melakukan bioremediasi
pada lahan setempat karena pada umumnya masyarakat sekitar memakan
nasi dari beras hasil panen sawah setempat, bioremediasi yang cocok
untuk didapat lihat pada pembahanan kadar merkuri dalam beras (C).
3. Berat Badan (Bw)
102
Berdasarkan The Joint FAO/ WHO Expert Committer on Food
Additives (2011) diketahui bahwa untuk menghitung nilai EWI
diharuskan memiliki data berat badan individu ataupun rata-rata berat
badan kelompok ataupun nilai berat badan default. Berat badan orang
dewasa Asia memiliki nilai default yaitu 55 kg dan anak-anak 15 kg
(Kemenkes, 2012). Pada penelitian ini dilakukan pengukuran secara
langsung berat badan responden di Desa Bantarkaret. Pada penelitian ini
menghasilkan berat rata-rata responden yaitu sebesar 59,72 kg, dengan
berat badan minimum 40,20 kg dan berat badan maksimum responden
yaitu 90 kg.
Hasil rata-rata berat badan ini tidak terlalu mempunyai perbedaan
dengan nilai default orang dewasa asia yang telah ditetapkan. Hasil rata-
rata berat badan responden sejalan dengan laju asupan atau konsumsi beras
yang telah dijelaskan sebelumnya, karena nilai-rata-rata yang dihasilkan
sesuai dengan standar yang ditetapkan. Akan tetapi adanya perbedaan
yang cukup jauh antara berat badan minimum dan maksimum responden,
dikarenakan responden dalam penelitian ini tidak dibatasi berdasarkan
berat badan.
Secara teori semakin besarnya berat badan seseorang maka
semakin kecil kemungkinan berisiko mengalami gangguan kesehatan
akibat paparan logam berat (Ashar, 2007 dalam Pranata, 2015). Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Diana (2014) yaitu semakin
besar berat badan seseorang maka semakin kecil kemungkinan risiko
mengalami gangguan kesehatan oleh logam berat. Diperkuat oleh
103
penelitian yang dilakukan oleh Wardiatun, dkk (2009) yang menyatakan
bahwa adanya hubungan antara status gizi dengan kadar merkuri,
dikarenakan orang dengan berat badan yang besar (normal) kadar racun
merkuri cenderung kecil, sebaliknya pada orang yang memiliki berat
badan yang rendah (kurus) lebih rentan terhadap racun sehingga kadar
merkuri dalam tubuhnya lebih besar.
Berdasarkan perhitungan EWI, berat badan mempengaruhi nilai
intake mingguan. Dari penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
berat badan merupakan salah satu faktor yang dapat meminimalisir risiko
kesehatan atau dalam penelitian ini dapat dapat meminimalisir
terakumulasinya merkuri dalam rambut. Sehingga disarankan kepada
masyarakat Desa Bantarkaret agar memiliki berat badan yang sesuai
dengan proporsi tubuh agar dapat meminimalisir risiko kesehatan akibat
konsumsi beras lokal yang tercemar oleh merkuri di lingkungan.
4. Estimasi Intake Mingguan - Estimated Weekly Intake (EWI)
Berdasarkan The Joint FAO/ WHO Expert Committer on Food
Additives (2011), Estimated Weekly Intake (EWI) yaitu suatu jumlah atau
nilai estimasi logam berat yang masuk per minggu ke dalam tubuh
manusia dari paparan risk agent yang terdapat pada sebuah media
lingkungan melalui media oral atau ingesti, dinyatakan dalam satuan
mg/kg/minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata EWI
merkuri oleh masyarakat Desa Bantarkaret yaitu sebesar 0,616
mg/kg/minggu. Intake minimum mingguan responden yaitu 0,17
mg/kg/minggu dan maksimum 1,11 mg/kg/minggu.
104
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Apriliani (2014) EWI
dipengaruhi oleh konsentrasi risk agent pada sebuah media, laju asupan
atau konsumsi per minggu individu, dan berat badan individu. Nilai EWI
digunakan untuk dibandingkan dengan nilai Provisional Tolerable Weekly
Intake (PTWI) pada individu ataupun kelompok.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Daud et al (2013) menyatakan
bahwa besarnya nilai intake sejalan dengan nilai kadar bahan kimia, laju
asupan, frekuensi pajanan, dan durasi pajanan. Sedangkan berat badan
responden merupan pembanding terbalik, karena berat badan merupakan
pembagi pada perhitungan nilai intake, sehingga semakin besar pembagi
semakin mengecil nilai intake. Hal ini mengartikan bahwa nilai intake
mingguan akan semakin tinggi apabila nilai dari kadar bahan kimia dan
laju asupan tersebut tinggi dan rendahnya berat badan. Diperkuat oleh
penelitian yang dilakukan oleh Fauzia, dkk (2014) yang menyatakan
bahwa responden yang memiliki nilai intake yang lebih tinggi maka dapat
lebih mudah untuk terkena gangguan kesehatan terkait pajanan risk agent
dalam hal ini PM10.
Pada penelitian ini, dihasilkan nilai EWI yang sangat tinggi yaitu
melebihi reference dose yang telah ditetapkan oleh FAO dan WHO yaitu 4
μg/g/minggu atau setara dengan 0,0004 mg/kg/minggu. Menurut FAO dan
WHO (2011) pada penetapan nilai PTWI yang disetujui oleh Codex
Alimentarius Commission menyatakan bahwa intake logam berat berat
secara ingesti lebih mudah untuk dilakukan pengurangan paparannya
dibandingkan secara inhalasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang
105
ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan (2012) dalam buku pedoman
ARKL yang menyatakan bahwa logam berat yang masuk kedalam tubuh
manusia melalui inhalasi lebih menyebabkan efek akut dan hampir ridak
dapat dilakukan pembatasan laju paparan inhalasi, hal ini berbeda intake
secara oral, nilai intake dapat diperkecil dangan laju asupan secara oral
melalui pengurangan makan dan air minum karena banyak subtitusi untuk
setiap jenis makanan ataupun air minum.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa tingginya
nilai estimasi EWI dipengaruhi oleh konsentrasi merkuri dalam bahan
pangan dan laju asupan per minggu, sedangkan berat badan individu
adalah salah satu faktor yang dapat memperkecil nilai EWI. Selain itu
perhitungan formula EWI pada penelitian ini, menghasil bahwa estimasi
intake mingguan masyarakat Desa Bantarkaret melebihi dari reference
dose yang telah ditetapkan (nilai EWI>0,0004). Sehingga dapat
menimbulkan risiko kesehatan kepada masyarakat Desa Bantarkaret
karena akumulasi logam merkuri akibat intake yang tinggi. Oleh karena itu
disarankan kepada masyarakat Desa Bantarkaret agar melakukan
pengurangan makan yang bersumber dari beras yang dipanen
dipersawahan sekitar dan mensubtitusi dengan jenis pangan pokok yang
dapat memenuhi kebutuhan tubuh.
6.4. Hubungan Estimated Weekly Intake, Faktor Karakteristik Individu, dan
Faktor Lainnya dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Desa
Bantarkaret Kecamatan Nanggung Tahun 2017
1. Hubungan Usia dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
106
Usia adalah lamanya waktu hidup manusia ataupun makhluk hidup
lainnya yang terhitung sejak lahir hingga saat ini. Menurut Depkes RI
(2009) terdapat beberapa kategori usia yaitu itu masa balita yaitu 0 hingga
5 tahun, masa kanak-kanak yaitu 5 hingga 11 tahun, masa remaja awal 12
hingga 16 tahun, masa remaja akhir 17 hingga 25 tahun, masa dewasa
awal 26 hingga 35 tahun, masa dewasa akhir 36 hingga 45 tahun, masa
lansia awal 46 hingga 55 tahun, masa lansia akhir 56 hingga 65 tahun, dan
masa manula lebih dari 65 tahun. Proses bertambahnya umur atau penuaan
adalah siklus kehidupan yang mempunyai tahapan tahapan seperti
menurunnya berbagai fungsi organ tubuh karena telah terjadi perubahan
dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ, sehingga pada
umumnya penuaan dapat mempengaruhi pada kesehatan fisik (Fatmah,
2010).
Pada penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar responden
adalah berusia produktif. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan
pada penelitian ini menunjukan tidak terdapatnnya hubungan yang
bermakna antara usia dengan tingkat kadar merkuri dalam rambut (P value
>0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukaan oleh Junita
(2013) yang mendapatkan hasil bahwa antara tidak terdapatnya hubungan
yang bermakna dengan tingkat keracunan PETI yang diukur dari kadar
merkuri dalam rambut. Sejalan dengan hal tersebut, pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Trigunawati, dkk (1997) mendapatkan
hasil bahwa tidak ditemukan pengaruh antara usia dengan kadar merkuri
total dalam rambut pada penduduk Teluk Jakarta. Pada penelitian serupa
107
Adiwijayanti (2015) mendapatkan hasil bahwa tidak terdapatnya
hubungan antara usia dengan kadar hemoglobin melalui kadar timbal
dalam darah.
Hasil penelitian ini dan penelitian sebelumnya yang telah
dipaparkan mendapatkan hasil tidak adanya hubungan antara variabel usia
dengan tingkat kadar merkuri dalam rambut. Namun berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Dewi, dkk (2013) yang mendapatkan hasil
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan tingkat kadar
merkuri dalam urin (p value <0,05). Penelitian yang dilakukan oleh
Waridatun, dkk (2009), menyatakan bahwa terdapatnya adanya hubungan
dengan merkuri dalam urin. Didukung oleh penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Hartono (2003) adanya hubungan bermakna antara variabel
umur dengan kadar merkuri pada rambut pada pekerja tambang. Penelitian
lainnya juga menyatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kerentanan tubuh individu terhadap logam berat
(Tugaswati, 2006). Hal ini berarti semakin bertambah umur responden
atau semakin muda seseorang maka semakin besar kemungkinan tingkat
kadar merkuri dalam tubuh responden. Sejalan dengan hal tersebut
berdasarkan ASTDR (1999) dan WHO (2008) menyatakan bahwa
semakin muda umur seseorang semakin rentan terhadap paparan merkuri
karena sensitivitas dari perkembangan saraf belum berkembang sempurna.
Terdapatnya perbedaan hasil penelitian Trigunawati, dkk
(2003);Junita (2013);dan Adiwijayanti (2015) dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hartono (2003);Tugaswati (2006); Waridatun, dkk (2009);
108
dan Rohkman (2013) yaitu karena penelitian yang dilakukan Trigunawati,
dkk (2003); Junita (2013); dan Adiwijayanti (2015) seluruh respondennya
adalah pekerja, sehingga umur responden yang didapatkan tidak memiliki
selisih yang berarti. Oleh karena itu, hasil uji bivariat terkait faktor pada
penelitian tersebut tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Yeates dan
Mortensen (1994) menghasilkan bahwa dua kelompok umur antara
responden remaja (13-15 tahun) dan pada responden dewasa (36-63 tahun)
yang sama terpapar oleh merkuri menunjukan bahwa incidence keracunan,
dampak kesehatan, ataupun kadar merkuri dalam tubuh responden dewasa
lebih tinggi dari pada tingkat kadar merkuri pada kelompok umur remaja
dengan intensitas paparan merkuri yang sama. Hal ini ditunjang oleh
Connel dan Miller (1994) yang menyatakan bahwa kelompok umur muda
lebih peka terhadap ekskresi kadar logam berat dalam tubuh.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan secara teori
faktor umur dapat mempengaruhi tingkat kadar merkuri dalam rambut.
Sehingga semakin bertambahnya usia seseorang maka akan semakin besar
tingkat kadar merkuri yang terdapat di rambut. Namun, hasil pada
penelitian ini menunjukan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan
anatara faktor umur dan kadar merkuri dalam rambut (P value >0,05). Hal
ini dikarenakan umur responden dalam penelitian ini umumnya memiliki
umur yang tidak berbeda atau relatif sama, responden dalam penelitian ini
rata-rata adalah dewasa atau umur produktif, sehingga data umur yang
didapatkan dalam penilitian yaitu tidak memiliki selisih yang berarti.
109
Berdasarkan hal tersebut untuk mencegah dan menurunkan tingkat kadar
merkuri dalam rambut akibat pajanan merkuri, masyarakat Bantarkaret
harus selalu waspada dan mencegah untuk kontak dengan merkuri dan
lakukan cek kesehatan rutin ke pelayanan kesehatan.
2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Jenis kelamin yaitu perbedaan antara perempuan dengan laki-laki
secara biologis sejak seseorang lahir (Hungu, 2007). Pada penelitian ini
jumlah responden wanita sebanyak 39 (70,9%). Berdasarkan data
demografi Kelurahan Bantarkaret Tahun 2015 diketahui bahwa total
penduduk berjumlah 10.219 orang dengan jumlah laki-laki dan perempuan
yang memiliki proporsi yang sama yaitu dengan jumlah kurang lebih
5.214 untuk laki-laki. Berdasarkan penelitian serupa yang dilakukan oleh
Tugaswati, dkk (1997) Chamid, dkk (2010) dan Rokhman (2013)
didapatkan jumlah sampel wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Pada penelitian sebelumnya yang serupa dilakukan oleh Widiana
(2007), Junita (2013), dan Rohkman (2013) di wilayah Pongkor tidak
melakukan uji bivariat terhadap variabel jenis kelamin dengan kadar
merkuri dalam rambut. Pada penelitian serupa yang dilakukan oleh
Rumatoras, dkk (2016), Dewi, dkk (2013), Endrinaldi (2009) di wilayah
yang berberada juga tidak melakukan uji bivariat terhadap variabel jenis
kelamin. Pada penelitian ini dihasilkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan tingkat kadar merkuri dalam
rambut (p value <0,05). Sehingga dapat dikatakan, jenis kelamin laki-laki
110
memiliki tingkatan kadar merkuri yang lebih tinggi pada masyarakat Desa
Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kawasan Gunung Pongkor.
Lebih tingginya kadar merkuri dalam tubuh laki-laki di Kawasan
Gunung Pongkor dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya
yaitu dipengaruhi oleh keadaan fisiologis tubuh. Diketahui bahwa zat
mineral selenium (Se) yang terdapat dalam tubuh manusia dapat
digunakan untuk mencegah dan mengurangi toksisitas dari logam merkuri
(Darmono, 1999). Selenium merupakan mineral trace element yang sangat
besar peranannya sebagai antioksidan, Selenium berguna membantu
mencegah kerusakan seluler dari radikal bebas (Ramadani, 2011). Selain
itu, selenium dapat menghambat absorbsi, distribusi merkuri ke dalam
jaringan, dan meningkatkan ekskresi merkuri saat tubulus ginjal belum
mengalami kerusakan (Darmono, 1999)
Berdasarkan PERMENKES RI No. 75 Tahun 2013 laki-laki dan
perempuan berumur 13 hingga lebih dari 80 tahun membutuhkan mineral
selenium minimal 0,03 mg/hari. Sumber alami selenium paling banyak
yaitu berasal dari daging hewan, daging ungas, makanan laut (kerang ikan,
roti, dan beras merah (Ramadani, 2011). Berdasarkan profil kesehatan
Puskesmas Nanggung tahun 2008 diketahui bahwa kondisi geografis
kawasan Gunung Pongkor mempunyai akses jalan yang sulit, kondisi
lingkungan masyarakat yang buruk, pekerjaan sebagian besar masyarakat
tidak menetap dan petani yang kurang produktif, dan tingkat sosial
ekonomi masyarakat yang rendah dan tak merata. Faktor ini dapat menjadi
contoh penyebab kurang terpenuhinya kebutuhan harian pangan
111
masyarkat. Berdasarkan kriteria BPS (2009) dengan mengacu kepada
pendekatan kebutuhan dasar yaitu, penduduk miskin adalah penduduk
yang tidak bisa mencukupi kebutuhan dasarnya berupa kebutuhan pangan
dan kebutuhan lainnya. Sehingga menyulitkan masyarakat untuk
memenuhi tingkat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.
Jika dikaitkan dengan kebutuhan selenium individu perhari
dimungkinkan bahwa tingginya kadar merkuri dalam rambut pada
responden laki-laki dapat disebabkan karena kekurangan selenium,
ditunjang dengan hampir seluruh responden laki-laki adalah bekerja
sebagai gurandil yang dipastikan mempunyai tingkat paparan yang tinggi
terhadap merkuri. Sehingga dimungkinkan rendahnya daya mengekskresi
merkuri dalam tubuh responden laki-laki, sehingga terjadinya absorbsi dan
distribusi merkuri yang cepat didalam responden laki-laki.
Walaupun dalam penelitian ini didapatkan bahwa jenis kelamin
laki-laki mempunyai resiko kadar merkuri tinggi dalam rambut, tetapi
wanita juga harus melakukan pencegahan agar tidak terpapar merkuri. Hal
ini untuk mendukung PERMENKES RI No 57 tahun 2016 untuk
mengupayakan memberikan perlindungan terhadap populasi berisiko
terutama anak-anak dan perempuan akibat pajanan merkuri. Berdasarkan
hal yang telah didaparkan, maka masyarakat disarankan dapat mencegah
paparan merkuri dengan salah satunya yaitu mengatur pola makan agar
dapat terpenuhinya mineral selenium untuk mencegah dan mengendalikan
dampak kesehatan akibat pajanan merkuri.
3. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
112
Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan oleh setiap orang secara
terus-menerus yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari. Menurut BPS (2002) pekerjaan adalah suatu rangkaian tugas yang
dirancang untuk dikerjakan oleh satu orang lebih dan sebagai imbalan
diberikan upah dan gaji menurut kualifikasi dan berat atau ringannya
pekerjaan tersebut yang ditentukan. Sama halnya dengan pekerjaan, jenis
pekerjaan yaitu kumpulan dari pekerjaan yang mempunyai rangkaian tugas
yang bersamaan dan dilakukan dalam waktu. Pekerjaan dan jenisnya
berpeluang untuk menyebabkan penyakit kepada pekerjanya, hal ini dapat
dikatakan sebagai penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja adalah
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, lingkungan kerja, jenis
pekerjaan, dan faktor lainnya (Salawati, 2015).
Pada penelitian ini menunjukan bahwa sebanyak 65,5% responden
adalah bekerja sebagai penambang emas atau gurandil. Berbeda dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan di Kawasan Gunung oleh Rohkman
(2013) mendapatkan responden sebesar 78% responden yaitu non
penambang emas. Perbedaan tersebut yaitu dikarenakan pengambilan data
pada penelitian ini dilakukan di desa terpanjang yang dilalui sungai
Cikaniki dan terdekat dengan perusahaan pertambangan milik Negara,
sehingga mempunyai potensi menimbulkan pekerja tambang illegal lebih
banyak dibandingkan desa lainnya.
Selain itu, dalam penelitian ini didapatkan rata-rata kadar merkuri pada
penambang yaitu 6,24 ppm. Berdasarkan hasil satatistik, menunjukan
adanya hubungan yang bermakna anatara jenis pekerjaan dengan kadar
113
merkuri dalam rambut yaitu karena P value <0,05. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Andri, dkk (2011) menghasilkan adanya
hubungan yang bermakna antara jenis pekerjaan dengan kadar merkuri
dalam rambut dengan didapatkannya P value 0,004, dalam hal ini jenis
pekerjaan yang terpapar oleh merkuri lebih berisiko dengan kadar merkuri
dalam rambut. Selain itu Penelitian yang dilakukan oleh Rokhman (2013)
juga menunjukan hubungan yang bermakna anata jenis pekerjaan dengan
kadar merkuri dalam rambut dengan P value <0,05. Dan penelitian yang
dilakukan oleh Maywati (2011) mendapatkan hasil adanya hubungan yang
bermakna jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam darah (P >0,05).
Akan tetapi, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Albasar, dkk (2013) yang menyatakan bahwa tidak adanya hubungan
antara jenis perkerjaan dengan konsentrasi Hg urin pada masyarakat.
Menurut Warsono (2000) menyatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi kadar merkuri dalam tubuh adalah jenis pekerjaan.
Pekerjaan dan jenisnya dapat mempengaruhi keadaan kesehatan
pekerjanya karena berkaitan dengan adanya paparan yang terjadi antara
susbstansi tertentu dengan pekerja, frekuensi, durasi dan lamanya bekerja.
Pada umumnya pekerja akan melaksanakan aktivitas bekerja secara rutin
setiap hari dan berulang. Sehingga intensitas pekerja terpajan seubstansi
tertentu lebih sering, seperti pekerja yang bekerja sebagai penambang
emas atau pekerja yang berkontak langsung dengan merkuri mempunyai
peluang lebih besar terjadinya akumulasi merkuri pada rambut
114
dibandingkan dengan yang bukan penambang yang tidak secara langsung
kontak dengan merkuri (Rohkman, 2013).
Aktivitas penambangan masyarakat di Kawasan Gunung Pongkor pada
umumnya dilakukan secara tradisional yaitu menggunakan teknik
amalgamasi yaitu mencampurkan bebatuan yang diduga mempunyai kadar
emas dan dicampurkan dengan merkuri. Penambang melakukan
pencampuran bebatuan dengan merkuri tanpa adanya alat pelindung diri
(APD). Setelah adanya pencampuaran dan proses penggilingan, dilakukan
tahap pencucian dan pemerasan yang dilakukan dengan cara yang
sederhana tanpa adanya alat bantu pemeras ataupun pemakaian APD oleh
penambang, tahap terakhir adalah tahap pembakaran yang bertujuan untuk
menghilangkan unsur merkuri yang dimungkinkan masih tertinggal pada
almagan. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Junita (2013)
bahwa tidak ditelitinya pemakaina APD pada penambang adalah
dikarenakan seluruh penambah tidak memakai APD.
Berdasarkan teknik amalgamasi yang dilakukan oleh penambang,
paparan merkuri yang dapat menyebabkan masuknya merkuri kedalam
tubuh penambang yaitu karena adanya kontak langsung secara fisik
melalui kulit dan melalui saluran pernafasan karena pembakaran amalgan
yang masih mengandung unsur merkuri. Hal ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh KLH kabupaten Landak (2009) yang mendapatkan
hasil tentang paparan merkuri yang terjadi pada pekerja tambang emas
berhubungan dengan keracunan merkuri yang dibuktikan dari biomarker
rambut.
115
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan dapat disimpulkan
bahwa salah satu yang mempengaruhi tingkat kadar merkuri dalam rambut
yaitu jenis pekerjaan yang bekerja sebagai penambang emas. Berdasarkan
hal tersebut, maka disarankan kepada pemegang kebijakan di Kecamatan
Nanggung, Desa Bantarkaret dan gurandil turut bekerja sama untuk
mengurus perizinan kepada pemerintah daerah Kabupaten Bogor agar
dapat memberikan solusi yang dapat membantu kegiatan penambangan
dan pengolahan emas dapat tetap berjalan dengan menggunakan teknologi
serta teknik pengolahan emas yang tepat sehingga pencemaran lingkungan
dapat dihindari. Selain itu, agar diakannya penyuluhan untuk para petani
guna meningkatkan kemampuan petani dalam mengembangkan potensi
komoditi untuk pertanian dan perkebunan di Desa Bantarkaret. Untuk
pihak Puskesmas Nanggung untuk memberikan penyuluhan kepada
seluruh masyarakat yang tinggal di Kecamatan Nanggung terkait
berbahayanya logam merkuri pada tubuh. Dan untuk penambang untuk
memakai APD yang tepat, hal ini untuk meminimalisir kontak dengan
merkuri secara langsung.
4. Hubungan Status Pendidikan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Menurut Hasmori, dkk (2011) pada umumnya pendidikan adalah
bagian dari proses yang dapat membangun sebuah Negara untuk
melahirkan dan meningkatkan keilmuan dan keterampilan untuk
masyarakat. Sejalan dengan itu, menurut Notoatmodjo (2003) menjelaskan
bahwa pendidikan adalah suatu bantuan yang diberikan kepada individu,
kelompok, ataupun masyrakat dalam rangka mencapai peningkatan
116
kemampuan yang sudah ditargetkan. Selain itu pendidikan merupakan
salah satu agenda utama dalam perancangan pembangunan Negara.
Pendidikan sendiri mempunyai tingkatan yaitu dimulai dari pendidikan
anak usia dini (PAUD) yang bersifat nonformal dan informal, sekolah
dasar (SD) atau madrasah ibtidaiyah (MI), sekolah menengah pertama
(SMP) atau madrasah tsanawiyah (MTs), sekolah menengah atas (SMA)
atau madrasah aliyah (MA), dan peguruan tinggi (Kemendikbud, 2015).
Pada penelitian ini mendapatkan hasil bahwa 69,1% responden yang
didapatkan mempunyai status tingkatan pendidikan yaitu SD/MI, yang
dimana sebesar 65,5% respomden bekerja sebgai gurandil. Hal ini sejalan
dengan penelitian sebelumnya di Kawasan Gunung Pongkor yang
dilakukan oleh Junita (2013) yaitu diketahui sebagian besar responden
berpendidikan terakhir lulus SD sebesar 47,5% dan seluruhnya bekerja
sebagai gurandil. Berdasarkan data demografi Desa Bantarkaret tahun
2015 diketahui bahwa jumlah tingakt tertinggi untuk tingkat pendidikan
yaitu sejumlah 4.109 orang dan terendah adalah perguruan tinggi hanya 59
orang.
Selain itu, pada penelitian ini didapatkan rata-rata kadar merkuri pada
rambut responden yang memiliki tingkatan pendidikan SD/MI yaitu 7,32
ppm dan disusul oleh kadar merkuri pada rambut responden yang tidak
sekolah yaitu 4,68 ppm. Berdasarkan hasil statistik, menunjukan adanya
hubungan yang bermakna antara tingkatan pendidikan dengan tingkat
kadar merkuri dalam rambut karena didapatkan P value=0,001 (P
value<0,05). Berdasarkan hasil statistik ini menunjukan bahwa adanya
117
pengaruh tingkat pendidikan terhadap kadar merkuri dalam rambut
responden.
Pada penelitian sebelumnya terkait dengan penelitian yang serupa,
tidak ditemukan adanya peneliti yang meneliti terkait tingkat pendidikan
dengan tingkatan kadar merkuri dalam rambut ataupun tubuh manusia. Di
dalam pendidikan terdapat aspek penilaian pendidikan, menurut Peraturan
Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 23 tahun 2016 tentang
standar penilaian pendidikan dan nomor 22 tahun 2016 tentang standar
proses pendidikan dasar dan menengah yaitu untuk meningkatkan aspek
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Tujuannya dari ketiga aspek
tersebut dalam pendidikan yang diberikan kepada masyarakat yaitu agar
masyarakat memiliki pengetahuan, pemahaman, penerapkan, mampu
menganalisis, mengevaluasi, hingga menciptakan sesuatu hal yang lebih
maju dan baik untuk kemakmuran bangsa dan Negara. Menurut Udin
(2010) adanya hubungan posititf antara tingkat pendidikan dengan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan Desa Jetis Kecamatan Jaten
Kabupaten Karanganyar tahun 2009 (P value<0,05).
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan dapat disimpulkan
bahwa salah satu yang mempengaruhi tingkat kadar merkuri dalam rambut
yaitu tingkat pendidikan, semakin rendah tingkat pendidikan masyarakat
semakin berisiko meningkatnya kadar merkuri dalam rambut pada
masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung. Hal ini dikarenakan
masyarakat yang berpendidikan rendah di desa tersebut berpotensi untuk
menjadi gurandil. Oleh karena itu, disarankan kepada pihak pembuat
118
kebijakan Desa seperti pihak Puskesmas dan Kecamatan Nanggung untuk
melakukan penyuluhan terkait bahaya merkuri pada kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat desa agar beralih pada bidang pekerjaan
lainnya seperti bertani ataupun berternak.
5. Hubungan Durasi Pajanan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Hubungan Intake dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Durasi pajanan yaitu lamanya atau jumlah tahun ternyadinya
pajanan (Kemenkes, 2012). Pada penelitian ini, durasi pajanan yang
dimaksud adalah lamanya waktu responden mengkonsumsi beras yang
mengandung merkuri dalam satuan tahun. Diketahui persawahan di
wilayah kawasan Gunung Pongkor telah terkontaminasi merkuri sejak
tahun 1992, sehingga pada saat penelitian ini dilakukan maksimal durasi
pajanan responden yaitu 25 tahun. Durasi yang digunakan menggunakan
durasi pajanan sebernarnya (realtime). Rata-rata durasi pajanan responden
yang telah terpapar oleh merkuri melalui beras lokal yaitu selama 21
tahun. Durasi paling lama responden terpapar adalah 25 tahun sendangkan
paling singkat adalah lima tahun, hal ini karena hampir seluruh responden
adalah masyarakat asli yang berasal dari Desa Bantarkaret dan tidak
bepindah-pindah.
Berdasarkan hasil analisis bivariat yang telah dilakukan dalam
penelitian ini menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara durasi
pajanan dengan kadar merkuri dalam rambut (p value<0,05). Tetapi peran
durasi pajanan dalam mempengaruhi kadar merkuri dalam rambut
termasuk dalam katagori lemah yaitu sebesar 46,4%. Berdasarkan IPCS
119
(2010) menyatakan bahwa perhitungan durasi pajanan mempunyai dua
ketentuan yaitu durasi pajanan waktu sebenarnya (realtime) atau dengan
menggunakan durasi pajanan sepanjang hayat (lifetime). Sama halnya
dengan IPCS, Kementrian Kesehatan (2012) menyatakan bahwa durasi
pajanan dapat mengukur risiko kesehatan individu yang disebabkan suatu
risk agent, hal ini diukur menggunakan jumlah tahun terjadinya paparan.
Pada umumnya perbedaan jenis risk agent membuat perbedaan dalam
durasi pajanan terhadap risiko kesehatan yang dapat diterima.
Berdasarkan Kementrian Kesehatan (2012), Risk agent yang dapat
menimbulkan risiko kanker biasanya estimasi durasi paparan hingga 70
tahun dan risk agent untuk resiko nonkanker, estimasi durasi paparan
hingga 30 tahun. Diketahui risk agent pada penelitian ini yaitu berupa
agent nonkanker kesehatan mempunyai estimasi durasi paparan yang
menimbulkan risiko yaitu hingga 30 tahun dan rata-rata durasi paparan
responden di Desa Bantarkaret yaitu baru sekitar 21 tahun. Sehingga
dihasilkan bahwa durasi pajanan atau durasi konsumsi beras lokal yang
mengandung merkuri berperan lemah dalam mempengaruhi kadar merkuri
dalam rambut.
Berbeda dengan penelitian ini, penelitian yang dilakukan oleh
Rohkman (2013) diperoleh adanya huubngan yang signifikan antara durasi
pajanan (lama tinggal-tahun) dengan kadar merkuri dalam rambut (p
value<0,05) yang dimana durasi pajanan memiliki hubungan yang kuat
untuk mempengaruhi kadar merkuri dalam rambut. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rohkman, penelitian yang dilakukan oleh
120
Lestarisa (2010) menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan
antara pekerja dengan jam kerja > 8 jam dalam sehari dengan tingkat
keracunan merkuri (p value<0,05), Lestarisa menyatakan bahwa pajanan
merkuri oleh pekerja secara kontinyu dan bertahun-tahun memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk menyebabkan keracunan merkuri, hal ini karena
durasi pajanan merkuri yang tinggi dapat masuk kedalam tubuh dan dapat
terjadi akumulasi.
Diperkuat oleh penelitian Dewi, dkk (2013) yang mendapatkan
hasil yaitu adanya hubungan yang signifikan antara lama kerja (tahun)
dengan kadar merkuri dalam yang melebihi NAB pada penambang illegal,
Dewi menyatakan bahwa paparan merkuri yang berlangsung secara terus
menerus dalam kurun waktu yang lama akan terakumulasi dalam tubuh,
dibuktikan dengan hampir sebagian besar responden pada peneltiannya
memiliki kadar merkuri dalam darah melebihi NAB dengan masa durasi
kerja rata-rata 10 tahun dan pada pekerja yang sudah berkerja > 25 tahun
memiliki keluhan kesehatan seperti tremor, gangguan pengelihatan,
gangguan keseimbangan tubuh, dan nyeri saraf. Menurut Ganeva (2010)
menyatakan bahwa semakin lama durasi pajanan merkuri pada penambang
semakin besar penyerapan merkuri oleh tubuh melalui inhalasi maupun
absorbsi dan semakin besar akumulasi kandungan merkuri pada tubuh.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashar (2007)
mendapatkan hasil bahwa durasi pajanan tidak memiliki hubungan yang
bermakna dengan risiko kesehatan (p value>0,05). Didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Adiwijayanti (2015) yang mendapatkan
121
hasil bahwa tidak adanya lama bekerja (tahun) dengan tingkat kadar
hemoglobin pada pekerja percetakan (T test<1,96). Selain itu penelitian
yang dilakukan oleh Rizkiawati (2012) mendapatkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara lama bekerja dengan tingkat rendahnya
kadar hemoglobin (p value>0,05).
Penelitian ini dan penelitian yang dilakukan oleh Rohkman
menghasilkan hasil yang sama-sama berhubungan tetapi berbeda pada
tingkat kekuatan hubungan, hal dikarenakan lebih lamanya durasi (tahun)
yang dimiliki, pada penelitian ini rata-rata paparan selama 21 tahun dan
Rohkman (2013) lebih dari 30 tahun selain itu responden dalam
penelitiannya hampir seluruhnya bekerja sebagai penambang emas ilegal.
Selain itu durasi pajanan yang relatif sebentar juga dapat mempengaruhi
hubungan dengan risiko kesehatan hal ini terlihat dari penelitian yang
dilakukan Ashar (2007) dan Adiwijayanti (2015) yang diketahui
responden pada penelitian mereka memiliki durasi pajanan dibawah 10
tahun.
Pada dasarnya merkuri adalah logam berat yang sangat toksik jika
dibandingkan dengan logam berat lainya. Berdasarkan ATSDR (1999)
menyatakan bahwa pajanan merkuri secara ingesti dengan konsentrasi
yang rendah dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan efek
kronis hingga titik keracunan, sedangkan pajanan dalam waktu singkat
dengan dengan konsentrasi yang tinggi mampu memberikan efek akut.
Pada logam berat lainnya, durasi pajanan dengan tingkat knsentrasi
tertentu dapat memberikan efek kronis dan akut bagi manusia. Hal ini
122
sesuai dengan penelitian Safitri (2015) bahwa durasi pajanan konsumsi
kerang hijau yang tercemar logam Cd, meskipun dalam konsentrasi yang
rendah akan tetapi dalam jangka lama akan menimbulkan efek kesehatan.
Dalam penelitian ini meskipun durasi pajanan memiliki peran
yang lemah dalam mempengaruhi kadar merkuri dalam rambut tetapi
diketahui bahwa, responden yang mengkonsumsi beras lokal lebih dari 20
tahun memiliki kadar merkuri dalam rambut lebih tinggi dibandingkan
dengan responden yang kurang dari 20 tahun mengkonsumsi beras lokal,
selain itu responden yang sudah mengkonsumsi beras lokal lebih dari 20
tahun diketahui umumnya memiliki gangguan kesehatan seperti tremor
dan gangguan keseimbangan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa durasi
pajanan merkuri akan mempengaruhi kadar merkuri dalam rambut (p
value<0,05). Target organ pajanan merkuri adalah otak atau neurologis,
sehingga semakin tingginya kadar merkuri dalam rambut dapat
meningkatkan risiko terkena sakit neurologis seperti tremor, gangguang
pengelihatan, gangguan keseimbangan, nyeri saraf, dan lainnya. Oleh
karena itu, disarankan kepada masyarakat Desa Bantarkaret untuk
meminimalisir pajanan merkuri dalam beras dengan cara mengganti
konsumsi beras lokal dengan beras lainnya yang bersumber dari daerah
yang bebas dari pencemaran dan tetap menanam tumbuhan padi di sawah
sekitar untuk meremediasi tanah lahan persawahan akibat tercemar
merkuri karena padi adalah salah satu tumbuhan yang dapat meremediasi
lahan tanah yang tercemar (dapat dilihat di 2.4).
123
6. Hubungan Estimasi Intake Mingguan (EWI) dengan Kadar Merkuri
dalam Rambut
Pada penelitian ini menunjukan bahwa hasil rata-rata nilai Estimated
Weekly Intake (EWI) responden yaitu 0,616 mg/kg/minggu dengan nilai
EWI tertinggi yaitu 1,11 mg/kg/minggu. Sedangkan kadar rata-rata
konsentrasi merkuri dalam rambut responden adalah 6,248 ppm dengan
kadar tertinggi yaitu sebesar 28,115 ppm. Pada hasil ini, dinyatakan
adanya hubungan yang bermakna antara intake beras lokal dengan kadar
merkuri dalam rambut (p value <0,05). Tetapi peran nilai EWI dalam
mempengaruhi kadar merkuri dalam rambut termasuk dalam katagori
lemah yaitu hanya sebesar 35,4%. Menurut ATSDR (1999) kadar merkuri
lebih tinggi pada kelompok biota air yaitu seperti ikan ataupun kerang. Hal
ini dikarenakan merkuri yang berada di dalam air akan diserap oleh
mikroorganisme dan diubah menjadi metil-merkuri (Me-Hg) yang
memiliki sifat racun dan daya ikat yang kuat, serta mempunyai kelarutan
yang tinggi pada tubuh biota air (Purnawan, dkk. 2013).
Logam merkuri dalam tubuh mikroorganisme dapat terakumulasi oleh
proses bioakumulasi dan biomagnifikasi, sehingga kadar merkuri dapat
mencapai tingkat yang sangat berbahaya bagi kesehatan biota air ataupun
makhluk hidup lainnya yang memakannya (Harizal, 2006). Sedangkan di
dalam kelompok padi-padian tidak ada proses biakumulasi merkuri,
sehingga kadar merkuri tidak akan berlipat ganda karena proses
bioakumulasi ataupun biomagnifikasi. Akan tetapi tumbuhan padi
merupakan tumbuhan hiperakumulator yang dimana akar dari tumbuhan
124
padi dapat menyerap logam dengan penyerapan tinggi dan langsung
didistribusikan kedalam tajuk, sehingga pada tanaman padi akan
ditemukan kadar logam yang tinggi pada akar dan tajuk jika tumbuhan
tersebut tercemar logam (Fellen, 2000).
Akar pada tumbuhan hiperakumulator memiliki daya selektifitas yang
tinggi terhadap unsur logam tertentu, sistem translokasi unsur dari akar ke
tajuk pada tumbuhan hiperakumulator lebih efisien dibandingkan dengan
tanaman normal (Gabbrielli, 1991). Tetapi, tumbuhan padi tidak efektif
sebagai tumbuhan hiperakumulator untuk parameter merkuri (Hidayati,
2005). Namun meskipun bukan jenis tumbuhan hiperakumulator untuk
parameter merkuri, pada dasarnya tumbuhan padi merupakan tumbuhan
hiperakumulator yang tetap dapat menyerap merkuri dari air dan tanan
yang tercemar. Sehingga jika tumbuhan padi yang tercemar merkuri
terkonsumsi oleh manusia tetap berpeluang untuk menimbulkan dampak
negatif bagi kesehatan, karena sifat dasar merkuri yang dapat
berakumulasi di dalam tubuh manusia.
Berkaca dari permasalahan kesehatan dunia sebelumnya di Guatemala
dan Rusia terjadi outbreak keracunan merkuri karena mengkonsumsi padi-
padian yang telah terkontaminasi oleh merkuri (Putranto, 2011).
Keracunan merkuri dapat dilihat dari kadar merkuri dalam rambut, seperti
penelitian yang dilakukan oleh Junita (2013) dan Rokhman (2013). Hal ini
mengartikan bahwa walaupun tidak terjadi proses bioakumulasi maupun
biomagnifikasi dalam beras, besaran jumlah intake atau konsumsi beras
125
tetap dapat mempengaruhi dan berhubungan dengan risiko kesehatan yang
dapat diukur melalui kadar merkuri dalam rambut.
Diperkuat oleh Inswiasri (2011) yang menyatakan bahwa nilai intake
Hg berhubungan dengan tingkat risiko kesehatan, risiko gangguan saraf
pada kelompok penambang lebih tinggi dibanding dengan kelompok non
penambang, hal ini dikarenakan adanya intake Hg yang berlebihan seperti
minum air, makan ikan, dan menghirup udara yang telah tercemar Hg.
Menurut Sudarmadji (2006) absorbsi dapat dipengaruhi oleh faktor diet
seperti intake logam berat, vitamin D, protein, ataupun kalsium. Sehingga
dapat diartikan pola konsumsi makanan atau paparan logam berat yang
masuk kedalam tubuh melalui oral, inhalasi ataupun lainnya berpengaruh
terhadap tingkat kesehatan manusia.
Nilai EWI dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu dipengaruhi oleh
konsentrasi risk agent pada sebuah media, laju asupan atau konsumsi per
minggu individu, dan berat badan individu (JECFA, 2011). Berbeda lagi
dengan menurut IPCS (2010) besarnya nilai intake konsentrasi logam
berat per hari dapat dipengaruhi oleh konsentrasi, laju asupan, frekuensi
pajanan, durasi pajanan, dan berat badan. Perbedaan ini dikarenakan EWI
hanya bertujuan untuk mengetahui estimasi jumlah intake suatu unsur
yang masuk kedalam tubuh setiap minggunya dan dibandingkan dengan
nilai toleransi intake mingguan suatu unsur didalam tubuh. Akan tetapi
formula intake IPCS (2010) bertujuan untuk mengetahui jumlah intake
suatu unsur kedalam tubuh dapat menimbulkan efek risiko kesehatan atau
tidak (kanker atau nonkanker). Dari kedua formula ini menjelaskan bahwa
126
intake mingguan ataupun perhari dapat mempengaruhi tingkat kesehatan
manusia yang terpapar oleh suatu unsur risk agent.
Berdasarkan The Joint FAO/ WHO Expert Committer on Food
Additives (2011) reference dose untuk EWI parameter merkuri yaitu
0,0004 mg/kg/minggu. Dikaitkan dengan penelitian ini, nilai EWI merkuri
dalam beras pada masyarakat Desa Bantarkaret diatas batas yang
diperbolehkan oleh FAO ataupun WHO. Sehingga walaupun peran EWI
dalam mempengaruhi kadar merkuri dalam rambut renda, tetapi asupan
secara terus menerus akan berpeluang terhadap akumulasi merkuri dalam
tubuh yang dapat menyebabkan risiko kesehatan seperti gangguan
neurologis dan lainnya.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2015) mendapatkan hasil
bahwa nilai intake mempunyai hubungan yang bermakna dengan nilai
tingkat risiko (RQ) dibuktikan dengan P value =0,000. Diperkuat oleh
penelitian sebelumnya yang dilakukan Stoeppler (1992) membutktikan
bahwa pajanan 30-50 g Cd perhari untuk orang dewasa berhubungan
dengan peningkatan risiko kelainan tulang, kanker, kelainan fungsi ginjal,
dan hati (p value<0,05).
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa nilai
intake mempunyai hubungan bermakna dengan kadar merkuri dalam
rambut (p value =0,008). Hal ini mengartikan bahwa semakin tinggi nilai
EWI maka semakin berpengaruh terhadap kadar merkuri dalam rambut
yang dapat berakumulasi dalam tubuh dan menimbulkan gangguan
kesehatan. Atas hal ini, disarankan kepada Dinas Kesehatan Bogor untuk
127
menyelenggarakan program penyuluhan kepada masyarakat terkait bahaya
logam berat terlebih logam merkuri yang telah mencemari lingkungan dan
kepada Dinas Kesehatan Lingkungan untuk melakukan kegiatan surveilans
terkait mutu lingkungan beserta bioremediasinya.
128
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya terkait
hubungan intake mingguan merkuri dalam beras dan faktor lainnya yang
berhubungan tentang kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat di Desa
Bantarkaret Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor Tahun 2017, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Rata-rata kadar merkuri dalam rambut responden yaitu sebesar 6,248 ppm.
2. Gambaran Faktor karakteristik individu lainnya:
a. Rata-rata usia responden yaitu termasuk kedalam usia dewasa (42
tahun)
b. Paling banyak responden pada penelitian ini adalah berjenis kelamin
perempuan.
c. Sebagian besar responden memiliki status pendidikan akhir yaitu
sekolah dasar.
d. Sebagian besar responden bekerja sebagai penambang emas illegal
atau gurandil.
3. Gambaran Faktor Pola Aktivitas:
Rata-rata durasi pajanan responden lama karena menetap tidak berpindah-
pindah yaitu 21 tahun.
4. Gambaran Estimated Weekly Intake (EWI) merkuri dalam beras lokal:
a. Rata-rata kadar merkuri dalam beras sebesar 0,022 ppm
b. Rata-rata laju asupan beras perminggu responden yaitu 1769 gr/kg.
129
c. Rata-rata berat badan responden yaitu 59,72 kg.
d. Rata-rata nilai Estimated Weekly Intake (EWI) merkuri dalam
beras pada responden perminggu yaitu 0,616 gr
5. Berdasarkan hasil analisis bivariat, maka:
a. Tidak ada hubungan yang bermakna dengan kadar merkuri dalam
rambut dengan usia responden.
b. Ada hubungan yang bermakna dengan kadar merkuri dalam
rambut dengan jenis kelamin responden.
c. Ada hubungan yang bermakna dengan kadar merkuri dalam
rambut dengan status pendidikan.
d. Ada hubungan yang bermakna dengan kadar merkuri dalam
rambut dengan jenis pekerjaan responden
e. Ada hubungan yang bermakna dengan kadar merkuri dalam
rambut dengan durasi pajanan responden.
f. Ada hubungan yang bermakna dengan kadar merkuri dalam
rambut dengan nilai Estimated Weekly Intake (EWI) merkuri dalam
beras lokal.
7.2. Saran
7.2.1. Bagi Dinas Kesehatan Bogor dan Puskesmas Nanggung
1. Melakukan program penyuluhan terkait bahaya logam berat
terutama logam berat merkuri untuk kesehatan manusia karena
proses pembuangan merkuri ke lingkungan atau pembakaran
amalgam. Penyuluhan tersebut dapat menggunakan data yang
diperoleh dari hasil pengukuran kadar merkuri dalam rambut
130
responden dan kadar merkuri dalam beras, sebagai gambaran
bahwa merkuri yang digunakan untuk melakukan proses
amalgamasi dalam aktivitas penambangan emas dapat mencemari
lingkungan dan masuk kedalam tubuh, sehingga dapat dilakukan
tindakan pencegahannya.
2. Perlu dilakukannya surveilans dan pemetaan terhadap wilayah
persawahan yang telah tercemar untuk mencegah masyarakat
terserang gangguan kesehatan akibat pajanan merkuri secara masal.
3. Perlu dilakukannya penyuluhan kepada seluruh masyarakat yang
tinggal di Kecamatan Nanggung terkait bahaya logam merkuri
pada tubuh.
7.2.2. Bagi Badan Lingkungan Hidup (BLHD) Bogor, Kecamatan
Nanggung, dan Kelurahan Bantarkaret
1. Membuat pelatihan terkait keterampilan yang dapat digunakan
untuk mencari pekerjaan atau membuat lapangan pengerjaan,
sehingga dapat menurunkan aktivitas penambangan liar.
2. Berkerjasama dengan lintas sektor untuk melakukan bioremediasi
tanah persawahan yang telah tercemar oleh logam merkuri.
3. Memberikan solusi yang dapat membantu kegiatan penambangan
dan pengolahan emas dapat tetap berjalan dengan menggunakan
teknologi serta teknik pengolahan emas yang tepat sehingga
pencemaran lingkungan dapat dihindari.
131
7.2.3. Bagi Masyarakat
1. Mengurangi aktivitas penambangan emas menggunakan teknik
amalgamasi.
2. Mengurangi paparan dengan merkuri, dengan cara memakai APD
pada proses penambangan.
3. Mengganti sumber beras dari wilayah yang tidak tercemar merkuri
atau mengurangi asupan beras yang bersumber dari kawasan
persawahan yang tak tercemar oleh merkuri.
132
DAFTAR PUSTAKA
Adiwijayanti, Betti Ronayan. 2015. Hubungan Karakteristik Individu
Terhadap Kadar Timbah dalam Darah dan Dampaknya Pada Kadar
Hemoglobin Pekerja Percetakan Di Kawasan Megamall Ciputat. UIN
Jakarta- Tangerang Selatan
Ahmad, K. 1990. Budidaya Tanaman Padi.Kanisius; Yogjakarta
Albasar, dkk. 2012. Pajanan Merkuri (Hg) Pada Masyarakat Di Kelurahan
Poboya Kota Palu Sulawesi Tengah. Makasar:TT
Alfian, Zul. 2006. Merkuri: Antara Manfaat dan Efek Penggunaannya Bagi
Kesehatan Manusia dan Lingkungan. USU; Medan
Andi, dkk. 2010. Kontaminasi Merkuri Pada Sampel Lingkungan dan faktor
Risiko Pada Masyarakat Dari Kegitaran Penambangan Emas Skala Kecil
Krueng Sabe Provinsi Aceh. UGM; Jogja
Andri, dkk. 2011. Kadar Merkuri pada Rambut Masyarakat di Sekitar
Penambangan Emas Tanpa Izin. Semarang: Undip Jurnal Media Medika
Indonesia volume 45, Nomor 3, Tahun 2011
Apriliyani, Fani. 2014. Analisis Kandungan Logam Berat Pada Ikan Tengiri
Scomberomorus commersonni (Lacepede, 1800) di Perairan Pesisir
Tangerang. IPB; Bogor
Ariani, Mewa. 2010. Analisis Konsumsi Pangan Tingkat Masyarakat
Mrndukung Pencapaian diversifikasi Pangan. BTP Banten; Banten
ATSDR. 1999. Toxilogical Profil For Mercury. AGF; Atlanta-Georgia
ATSDR. 2005. Public Health Assessment Guidance Manual 2ed. TT;TT
133
Badan Pusat Statisti/BO, 2002. Klasifikasi Baku Jenis Pekerjaan Indonesia.
BPS; Jakarta
Balihristi Provinsi Gorontalo. 2013. LAKIP. Gorontalo: Kepemerintahan
BAPEDAL. 2001. Pusat Pengembangan dan Penerapan Amdal. Aspek
Lingkungan Dalam Amdal Bidang Pertambangan. Bapedal; Jakarta
Basuki, Rofik S. (1981). Anatomi dan Fisiologis Rambut. Brahtakarya; Jakarta
BKP. 2012. Laporan Tahunan Badan Keamanan Pangan. Kementrian
Pertanian; Jakarta
BPS. 2009. KBJI 2009 Klasifikasi Baku Jenis Pekerjaan Indonesia. Direktorat
Klasifikasi Statistik. Jakarta
Cahyaningsih, Ratna. 2008. Analisis Pola Konsumsi Pangan Di Provisi Jawa
Barat. IPB; Bogor
Chamid, dkk. 2010. Kajian Tingkat Konsentrasi Merkuri (Hg) Pada Rambut
Masyarakat Kota Bandung. Eksata; Bandung (Prosiding SNaPP 2010 Edisi
Eksata- ISSN: 2089-3582)
Chyaningsih, Ratna. 2008. Analisis Pola Konsumsi Pangan Di Provinsi Jawa
Barat. IPB; Bogor
Coelho, dkk. 2012. Significance, Prevention and Control of Food Related
Diseases. Chapter 4 “Potential Exposure and Risk Associated With Metal
Contamination in Foods.TT;TT
(http://www.intechopen.com/books/significance-prevention-and-control-of-
food-related-diseases/potential-exposure-and-risk-associated-with-metal-
contamination-in-foods)
134
Connel, Des. W dan Gregory J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi
Pencemaran. Jakarta : UI Press
Cope, WQ Leidy RB, and Hodgson E. (2004). Classes of Toxicants : Use
Classes. In E. Hodgson. A Textoook of Modern Toxicology, 3rd ed. New
Jersey : John Wiley & Son.
Darmono. 1999. Logam dalam Sistem Biologi Mahkluk Hidup. Jakarta: UI-
Press.
Daud, et al. Risk Of Heavy Metals (Hg, Cd, As) On Marine Sediment, Fish and
Shells to Health of Community in Coastal Makasar. UHO. Kendari
Dewi, N R. 2013. Hubungan riwayat Paparan Merkuri dengan Gangguan
Keseimbangan Tubuh Pada Penambang Emas Tradisional di Deda Jendi
Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogri. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Djafri, Defriman. 2014. Prinsip dan Metode Analisis Risiko Kesehatan
Lingkungan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. Vol 8 (2) Hal 99-103.
Djamaluddin, dkk. 2012. Potensi Prospek Peningkatan Nilai Tambah Mineral
Logam Indonesia (Suatu Kajian Terhadap Upaya Konservasi Mineral).
Makasar: UNHAS
Edward, dkk. 2004. Impact of Clinical Placememnt location on Nursing
students Competence and preparedness for practice. School of Nursing:
Australia
Endrinaldi. 2009. Logam-Logam Berat Pencemar Lingkungan dan Efek
Terhadap Manusia.
EPA. 1997. Exposure Factors Handbook. Environmental Protection Agency:
United State
135
Erdanang, Eva. 2016. Hubungan Kadar Merkuri (Hg) dalam Tubuh Terhadap
Penurunan Fungsi Kognitif Pada Pekerja Tambang Emas Desa
Wumbubangka Kec. Rarowatu Utara Kab. Bombana Tahun 2016. Kendari;
Universitas Halu Oleo
Fahmi, dkk. TT. Paradigma Epidemiologi Kesehatan Lingkungan. TT;TT
(diakses di: http://repository.ut.ac.id/4376/1/LING1131-M1.pdf pada 17 Maret
2017 pukul; 12.07 WIB)
Feler, AK. 2000. Phytoremediation of Soils and Waters Contaminated with
Arsenical From Former Chemical Warfare Installations. New York
Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Erlangga : Jakarta
Fathi, et al. 2013. Trace Metals in Muscle, Liver, and Gill Tissues of Marine
Fishes From Mersing Eastern Coast of Peninsular Malayasia.TT; Malaysia
Fuad, dkk. 2016. Produktivitas Lahan Sawah dalam Pemenuhan Kebutuhan
Beras Penduduk di Kecamatan bojong Kabupaten Tegal;.TT;TT
Gabbrielli, dkk. 1991. Accumulation Mecanisms and Heavy Metal Tolerance
of a Nickel Hyperaccumulator. J Plan Nutr
Grandjean P. Mercury risks: controversy or just uncertainty? Public Health
Rep 1999. TT;TT pada hal: 114: 512-5.
Grandjean, E and K. Kogi. 1972. Introductory Remarks. Kyoto Symposium on
Methodology of Fatique Assessment. Industrial Fatique Research cominittee
of the Japan Assesment of Industry Health, Japan.
Hadi, M. Choirul, 2013. Bahaya Merkuri Di Lingkungan Kita. Poltekes
Denpasar; Denpasar-Jurnal Skala Husada Vol. 10 No. 2 Tahun 2013, Hal:
175-183
136
Halimah, dkk. 2001. Pencemaran Merkuri di Sungai Cikaniki Akibat Aktivitas
Penambangan Emas Tradisional di Kawasan Gunung Pongkor Jawa Barat.
Prosiding Seminar Nasional Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan.
Halaman 286 – 292.
Hardywinoto & Setiabudi. 2005. Panduan Gerontologi. Jakarta. PT Gramedia
Pustaka Utama.
Harizal. 2006. Studi Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg) Pada Kerang
Hijau(Perna Viridis l) Sebagai Bio Monitoring Pencemaran Di perairan
PantaiBanyu Urip Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik, Jawa
Timur. Laporan Skripsi,Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas
Brawijaya: Malang.
Hartono, Wahyu. 2003. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kadar
Merkuri dalam Rambut pada Pekerja Lablatorium di Balai Laboratorium
Kesehatan Bandar Lampung Tahun 2003. UI; Depok – thesis
Hasmori, dkk. 2011. Pendidikan Kurikulum dan Masyarakat; Satu Ingrasi.
Universitas Teknologi Malaysia; Kuala Lumpur – Journal of Afupres, Vol 1
Tahun 2011
Hendrasarie, Novirina dan Cahyarani. 2008. Kemampuan Self Purification
Kali Surabaya, Ditinjau dari Parameter Organik Berdasarkan Model
Matematis Kualitas Air. Surabaya : Universitas Pembangunan Nasional
Veteran
Heriamariaty, 2011. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran
Air Akibat Penambangan Emas di Sungai Kahayan. TT;TT – Mimbar Hukum
Volume 23, No. 3 Tahun 2011 Hal. 431-645
137
Hidayat, dkk. 2008. Analisis Unsur Cu dan Zn Dalam Rambut Manusia
Dengan Spektrofotomeri Serapan Atom (SSA).
Hidayati, Nuril. 2005. Fitoremediasi dan Potensi Tumbuhan
Hiperakumulator. LIPI; Bogor . ISSN: 0854-8587
Hidayati, Ervina Nur. 2013. Perbandingan Metode Destruksi Pda Analisis Pb
Dalam Rambut Dengan AAS. UNS; Semarang
Hindersah, R. 2004. Potensi Rizobakteri Azotobacter dalam Meningkatkan
Kesehatan Tanah. Jurnal natural Indonesia
Hungu. 2007. Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta: Penerbit Grasindo.
Inswiasri. 2008. Paradigma Kejadian Penyakit Pajanan Merkuri. Puslitbang:
Bogor- Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No. 2 Tahun 2008
Inswiasri. 2011. Pengendalian Risiko Kesehatan Karena Panan
TrasionalPada Kegiatan Tambang Emas Tradisional Di Kabupaten Gunung
Mas, Kalimantan Tengah.
IPCS. 2004. RiskAssessment Teminology. IPCS Harmony Project; Geneva
IPCS. 2010. Characterization and Application of Physiologically Based
pharmacokinetic Models in Risk Assessment. IPCS Harmonization Project;
Canada
Irwan, 2009. Toksisitas dan Transformasi Merkuri. TT;TT – Dapat diakses:
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_anorganik1/khelasi-
merkuri/toksisitas-dan-transformasi-merkuri/
Ismawati, dkk. 2013. Titik Rawan Merkuri di Indonesia. Bali; Bali Fokus
Juhaeti, dkk. 2005. Inventarisasi Tumbuhan Potensial Untuk Fitoremediasi
Lahan dan Air Terdegredasi Penambangan Emas. LIPI; Bogor
138
Juhaeti, dkk. 2005. Karakteristik Jenis Tumbuhan pada vegetasi di lokasi
tailing pond Pasir Gombong PT.ANTAM dan Penambangan Emas Tanpa Izin
(PETI) Cikotok. Laporan Teknik, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi –
LIPI.
Juliawan. 2006. Pendataan Penyebaran Merkuri Pada Wilayah
Pertambangan Di Daerah Pongkor, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
PSDG; Bali
Junita, Nita R. 2013. Risiko Keracunan Merkuri (Hg) pada Pekerja
Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Cisarua Kecamatan
Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2013. Jakarta; UIN Jakarta
Kamitsuka, dkk. 1984. Metallic Mercury Poisoning. Wet hum Toxicol
Kartasapoetra, G., dkk. 1988. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Cetakan
Kedua. Bina Aksara. Jakarta
Kemendikbud, 2016. Laporan Kinerja.Kemerntrian Pendidikan dan
Kebudayaan Tahun 2015. Mendikbud; Jakarta
Kementrian Kesehatan. 2012. Pedoman Analisis Risiko Kesehatan
Lingkungan (ARKL). Direktorat Jenderal PP dan PL: Kementrian Kesehatan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. HK. 00.06.1.62.4011
tentang Penetapan Batas Maksimum Cmaran Mikroba dan Kimia dalam
Makanan. BPOM; Jakarta
KLH Kabupaten Landak. 2009. Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI)
(Kerusakan Alam, Kekeruhan Sungai, Ancaman Merkuri. TT; KLH Landak
Kurnia, dkk. 2009. Teknologi Pengendalian Pencemaran Lahan Sawah.
TT;TT
139
Lestarisa, Trulianty, 2010. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan
Keracunan Merkuri (Hg) Pada Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) di
Kecamatan Kurun, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan. UNDIP; Semarang
Lihawa dan Mahmud. 2012. Sebaran Spasial dan Temporal Kandungan
Merkuri Pada Lokasi Pertambangan Emas Tradisional Di Kabupaten Bone
Bolango. Gorontalo; UNG
LIPI, 2004. Kajian Pencemaran Merkuri Akibat Pengolahan Bijih Emas Di
Sungai Cikaniki Sub. Das Cisadane, Bogor. LIPI; Bogor
Lubis, Halida Sari. 2002. Toksisitas Merkuri dan Penanganannya. Sumatera
Utara. USU
Mahmud, dkk. 2014. Kajian Pencemaran Merkuri terhadap Lingkungan di
Kabupaten Gorontalo Utara. Gorontalo; UNG
Mangampe, dkk. 2014. Analisis Risiko Merkuri (Hg) Dalam Ikan Kembung
Dan Kerang darah Paa Masyarakt Di Wilayah Pesisir Kota Makasar.
UNHAS; Makasar
Masywati, Sri. 2011. Hubungan Beberapa Faktor Pekerjaan Dengan Kadar
Merkuri (Hg) Dalam Darah Pekerja Penambang Emas DI Dusun
Karangpaningal Desa Karanglayung Kecamatan Karangjaya Kabupaten
Tasikmalaya. UNSIL; Bandung
Maywati. 2013. Hubungan Faktor Pemajanan (Masa Kerja, dan Ventilasi)
Dengan Kadar Fenol Urin Pekerja Bagian Pengeleman Pada Indusrti.
Universitas Siliwat
140
Mirdat, dkk. 2013. Status Logam Berat Merkuri (Hg) Dalam Tanah Pada
Kawasan Pengolahan Tambang Emas di Kelurahan Poboya, Kota Palu..
Universitas Tadula; Palu
Munir dkk., 2000. Analisis Pengaktifan Neuron untuk Menentukan Laju
Akumulasi Emisi Pb dari Kegiatan Transportasi. Laporan Penelitian,
Lembaga Penelitian Universitas Dipenogoro, Semarang
NIMD Annual Report 2015. National Institute for Minamata Disease.
Ministry or the Environment Japan
Nina, Widiana. 2007. Konsentrasi Merkuri di Lingkungan dan Rambut Serta
Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Penambang dan Pendduk di
Wilayah PETI Pongkor, Bogor. UI; Jakarta
Nothoadmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta
Book; Jakarta
Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Rineka
Cipta.
Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka cipta.
Jakarta. 78-86.
Palar, Heryando. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka
Cipta, Jakarta.
Palar, Heryando. 2012. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta :
Rineka Cipta.
Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 tahun 2016 Tentang
Standar Poses Pendidikan Dasa dan Menengah
141
Peraturan Pemerintah RI No. 101. 2014. Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun. Kemenhum; Jakarta
Pettrucci, R. H. 1982. General Chemistry (3 rd ed).New York: Mc. Millan
Publishing Co.
Phillippe, Gradjean dkk (2005). Umbilical Cord Mercury oncentration as
Biomarke of Prenatal Exposure to Methylmercury. TT;TT- Environmental
Health Prespective Vol 111 no. 7, july 2005.
PP RI No. 74 tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan
Beracun. TT ;Jakarta
PP RI Nomor. 82 Tahun 2001 tenang Pengelolaan Kualitas Air dan
Penendalian Pencemaran Air. PERMENRI; Jakarta
Pranata, Hari Agus. 2015. Prakiraan Risiko Kesehatan Sebgai Dampak
Flouride (F) Pada Sumber Air Minum yang di Konsumsi Siswa Kelas 6
Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Setu Tangerang Selatan Tahun 2015.
UIN; Jakarta
Purnawan, dkk. 2013. Distribusi Logam Merkuri Pada Sedimen Laut di
Sekitar Muara Sungai Poboya. Universitas Tadulako; Manado – Online
Journal of Natural Science, Vol 2 (1) tahun 2013
Putranto, Thomas Triadi. 2011. Pencemaran Logam Berat Merkuri (Hg) Pada
Air Tanah. Semarang: UNDIP Jurnal tknik- Vol 32 No. 1 Tahun 2011, ISSN
0852-1697
Rahman, A. 2007. Public Health Assessment: Model Kajian Prediktif Dampak
Lingkungan dan Aplikasinya untuk Manajemen Risiko Kesehatan. ARKL.
Jakarta, Indonesia: Pusat Kajian Kesehatan Lingkungan dan Industri FKM-UI.
142
Ramadani, dkk. 2009. Alcohol consumption bywomen before and during
pregnancy. Matern Child Health J
Rencanan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang
Pangan dan Pertanian 2015-2019. 2013. Studi Pendahuluan.; Jakarta
Rianto, Sugeng. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Keracunan Merkuri Pada Penambang Emas Tradisional Di Desa Jendi
Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri. Semarang: UNDIP
Risher, dkk. 2002. Organic mercury coupunds: human exposure and its
relevance to public. Pubmedhealth.
Riskesdas. 2012. Penyakit Tidak Menular. KemenKes. RI; Jakarta
Roger, dkk (1984). Water Analysis: Inorganic Species. 2nd
. Florida; Academic
Press-dapat diakses:
https://books.google.co.id/books?id=soBYYgU25O4C&pg=PR11&lpg=PR11
&dq=Water+Analysis:+Inorganic+Species.+2nd.+Roger&source=bl&ots=Sl_
yXOM9Jy&sig=Td7CfTfLg_5YUtraSdYDedYnaK8&hl=id&sa=X&redir_esc
=y#v=onepage&q=Water%20Analysis%3A%20Inorganic%20Species.%202n
d.%20Roger&f=false
Rokhman, Agung T. 2013. Faktor-Faktor yang BErhubungand engan Kadar
Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar Penambangan Emas Tanpa izin
(PETI) di desar Malasari, Kecamatan Nanggung. Kab Bogor 2013. Jakarta;
UIN Jakarta
Rostamailis. 2008. Tata Kecantikan Rambut. Direktoran Pembinaan Sekolah
menengah. Jakarta
Rukaesih, Achmad. 2004. Kimia Lingkungan. ANDI; Yokyakarta
143
Rumatoras, dkk. 2016. Analisis Kadar Merkuri (Hg) Pada Rambut Penduduk
Desa Kayeli, Akibat Penambangan Emas Tanpa Ijim di Areal Gunung Botak,
Kab bu-Prov Maluku. Patimura Province; Ambon
Rusli, dkk, 2010. Sistem Pelaksanaan Pengawasan Penambangan Emas
Tanpa Izin (PETI) Melalui Partisipasi Masyarakat di Kabupaten Kuantan
Singigi. Universitas Riau; Riau
Safitri, Feela Zaki. 2015 Tingkatan Efek Kesehatan Lingkungan Kadmium
Logam Berat Kadmium (Cd) pada Kerang Hijau (Perna widiris) yang
dikonsumsi masyarakat Kaliade Muara Angke Jakarta Utama 2015. UiN
Jakarta;; Tangerang Selatan
Salawati, Liza. 2015. Penyakit Akibat Kerja dan Pencegahan. Universitas
Syiah Kuala Banda Aceh: Aceh – Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol. 15 No.
2 Tahun 2015
Santoso, B. 2012. Dampak aktivitas transportasi terhadap kandungan timbal
didalam rambut polisi lalu lintas kota besar semarang. UNDIP; Semarang
Sarna, dkk, 2014. Kadar Merkuri Rambut Anak Sekolah di Sekitar Tambang
Emas Daerah Sulawesi Tengah. U. Sam Ratulangi; Medan – Jurnal Eclinic
Vol.2 No. 1 Tahun 2014
Selid, dkk , 2009. Sensing Mercury for Biomedical Monitoring. 5459 and
Environmental Sensor.9.5446. TT;TT
Siallagan, M B, 2010. Analisis Buangan Berbahaya Pertambangan Emas Di
Gunung Pongkor (Studi Kasus: Desa Cisarua, Malasari, dan Bantarkaret di
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor). IPB; Bogor
144
Siahaan, dkk. 2014. Fitoremediasi Tanah Tercemar Merkuri Menggunakan
Lindernia crustacean, Digitaria radia radicossa, dan Cyperus rotundus Serta
Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan dan PRoduksi Tanaman Jagung.
Unbraw; Malang
Sianipar. 2009. Analisis Risiko Paparan Hidrogen Sulfida Pada Masyarakat
Sekitar TPA Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan thaun 2009. UNSU;
Padang
SNI 7387. 2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan.
BSN; Jakarta
Soepardiman. 2010. Kelainan Rambut. Balai Penerbit FKUI; Jakarta
Stoeppler, M. 1992. Hazardous Metals in the Environment, Elsevier Science
Publishers B.V. 2: London.
Sudarmadji, Adji. 2006. The Distribution of Flood Hydrograph Recession
Constant of Bribin River for Gunung Sewu Karst Aquifer Characterization.
Gunung Sewu-Indonesian Cave and Karst: Yogyakarta
Sudarmaji, dkk. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya
Terhadap Kesehatan. TT: TT Jurnal Kesling Vol 2 No. 2 Tahun 2006 Hal
129-142
Suganda et al. 2002. Evaluasi Pencemaran Limbah Industri Tekstil Untuk
Kelestarian Lahan Sawah. Balai Penelitian Tanah: Bogor.
Sugianti, dkk (2014). Penyebaran Cemaran Merkuri pada Tanah Sawah
Dampak Pengolahan Emas Tradisional di Pulau Lombok NTB. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat; NTB - ISBN: 979-587-
529-9
145
Suhartiningsih, 2004. Mewaspadai Jebakan Swasembada Beras. TT;TT
Suparyono dan Agus Setyono, 1993. PADI. Jakarta: PT Penebar Swadaya.
Suseno, Heny dan Pangabean, Sahat M, 2007. Merkuri: Spesiasi dan
Bioakumulasi pada Biota Laut. TT; TT – Jurnal Ternologi Pengelolaan
Limbah, Vol 10 N0 1 Tahun 2007 ISSN 1410-9565
Sutono, dkk. 2001. Pengaruh Air Limbah Industri Tekstil terhadap Perubahan
Sifat Tanah dan Kualitas Beras. Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya
Lahan dan Pupuk di Cisarua 30 – 31 Oktober 2001. TT;TT
Sutoyo, S. Kurnia, U. 2013. Identifikasi Kerusakan Lahan Sawah Di
Rancaekek Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Diterbitkan pada Prosiding
Seminar Nasional Pertanian Ramah Lingkungan. Hal. 283-296.
Sutoyo. 2011. Hakekat Media Penyuluha Pertanian.
Tabrizian, Igor (2010). Rambut Bisa Menyikap Adanya Racun. TT; TT
Telmer, Kevin. 2007. World Emissions Of Mercury From Small Scale and
Artisanal Gold Mining and The Knowledge gaps about them. Universiti of
Victoria; Canada
Toribara, T. Y. & Jackson, D. A. 1982. Nondestructive X-Ray Fluorescence
Spectrometry for Determination of Trace Elements Along a Single of Hair
Analytical Chemistry Vol. 54, No. 11.
Tugaswati, Tri, dkk. 1997. Studi Pencemaran Merkuri dan Dampaknya
terhadap Kesehatan Masyarakat di Daerah Mundu Kabupaten Indramayu.
Jakarta: Balitbangkes
Tugaswati, Tri. 2006. Tantangan Reformasi Spesifikasi Bahan Bakar. Bensin
Tanpa Timbal Melalui Kebijakan Harga. TT: TT
146
Udin, Khiuril Anwar. 2010. Hubungan Tingkat Pendidikan dan jenis
pekerjaan dengan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan di Desa Jetis
Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar tahun 2009. UNS; Surakarta
US EPA. 1997. Exposure Factor Vol. 1. Environmental Protection Agency;
Washington DC
US EPA. 2001. Toxics Release Inventoru (TRI). Public Data Release
Executive Summary.
Waldicuk. 1974. Some Biological Concern In Heavy Metals Pollution.
Physiology Of Marine Organism Academic. Press Inc: New York
Warsono, Soemadi,. 2000. Hubungan Antara Bahan Tambal Amalgam Pada
Gigi Susu dengan kadar Merkuri dalam Urin, Pengunjung Poliklinik Bagian
Gigi Anak. UI; Jakarta
WHO. 2008. Preventing Disease Through Healty Environment, Mercury in
Skin Lightenig Products.
http://www.who.int/ipcs/assessment/public_health/mercury_flyer.pdf
Widaningrum, dkk. 2007. Bahaya Kontaminasi Logam Berat Dalam Sayuran
dan Alternatif Pencegahan Cemarannya. BBP; Pengembangan Pascapanen
Pertanian..- Buletin Teknologi Pacapanen Pertanian Vol. 3 2007
Widiowati, S. 2008. Karakteristik Beras Instan Fungsional dan Peranannya
dalam Menghambat Kerusakan Pankresas.TT;TT- Edisi No.
52/XVII/Oktober-2008
Widowati, dkk. 2008. Penurunan Inddeks Glikemik Berbagai Varietas Beras
Melalui Proses Pratanak. IPB; Bogor
147
Widowati, Wahyu. 2008. Efek Toksikologi Logam Pencegahan dan
Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta; Penerbit Andi
Wirasuta, I Made A G, (2006). Toksikologi Umum. Uiversitas Udayana; Bali
Wongkar, dkk (2014). Analisis Klorin Pada Beras yang Beredar Di Pasar
Kota Manado. UNSRAT; Manado – Pharmacon Jurnal ilmiah Farmasi Vol. 3
No. 3 Agustus 2014 ISSN 2302-2493
Wurdiyanto, G. 2007. Merkuri, Bahayanya dan Pengukurannya. Buletin Alara
9, (1,2). www.bi.go.id. StatistikEkonomiMoneter Indonesia
Yeates, dkk. 2009. Pediatric Neuropsychology, Second Edition. Gouilford
Press. TT
Yoga, dkk. 2014. Pengaruh Pencemaran Merkuri di Sungai Cikaniki
Terhadap Biota Trichoptera (INSEKTA)
Yoyok, dkk. 2009 Pengaruh Aktivitas Antropogenik di Sungai Cikaniki (Jawa
Barat) terhadap Komunitas Fauna Makrobentik. Junral Limnotek, 2009, Vol,
XVI, No. 2 h. 153-166
148
LAMPIRAN
KUESIONER
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KADAR MERKURI DALAM RAMBUT PADA MASYARAKAT DESA
BANTARKARET KECAMATAN NANGGUNG KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2017
Assalamualaikum Wr. Wb.
Perkenalkan saya Destinia Putri mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang sedang melakukan penelitian mengenai “FAKTOR-
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KADAR MERKURI DALAM
RAMBUT PADA MASYARAKAT DESA BANTARKARET KECAMATAN
NAGGUNG KABUPATEN BOGOR TAHUN 2017. Penelitian ini saya lakukan
sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Kesehatan Masyarakat.
Untuk itu, saya memohon kesediaan Saudara untuk menjawab pertanyaan
di bawah ini dengan jujur dan kesediaan waktu anda untuk dapat saya
wawancarai. Seluruh jawaban akan dijamin kerahasiaannya. Selain menjawab
pertanyaan saya akan meminta sampel rambut sebanyak minimal 5 gram untuk
wanita dan 2 gr untuk laki-laki.
Atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih
Wassalamualaikum Wr. Wb
Pewawancara Responden
………………… …………………….
(Tanda Tangan/Nama Jelas) (Tanda Tangan/Nama Jelas)
149
Bacalah setiap pertanyaan dan setiap pilihan jawaban dengan seksama
Isilah setiap pertanyaan sesuai dengan kondisi anda saat ini dengan jujur pada kolom
jawaban
Neri tanda silang (x) pada jawaban yang anda pilih pada kolom jawaban yang tersedia
KUESIONER
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KADAR MERKURI DALAM RAMBUT PADA MASYARAKAT DESA
BANTARKARET KECAMATAN NANGGUNG KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2017
Petunjuk Pengisian:
A. Identitas Responden
A1. No. Responden (Diisi oleh peneliti)
A2. Nama
A3. Alamat
A4. No. Handphone
A5. Tinggi Badan ……………. cm
A6. Berat Badan ……………. kg
B. Daftar Pertanyaan
No. Pertanyaan Jawaban Responden Diisi oleh
peneliti
B1. Berapakah Umur Anda
sekarang?
...... Tahun B1 ( )
B2. Apa pendidikan formal
terakhir Anda?
1. Tidak Sekolah
2. SD/MI
3. SMP/MTs
4. SMA/ SMK/ MA
5. Perguruan Tinggi
(D3/D4/S1/dst)
B2 ( )
150
B3. Apa jenis pekerjaan Anda? 1. Penambang Emas
2. Bukan Penambang
emas
B3 ( )
B4. Apakah anda mengkonsumsi
beras lokal?
1. Ya
2. Tidak (lompati
pertanyaan B7)
B4 ( )
B5. Jika ya, berapa kali dalam
sehari anda makan?
…………kali/hari B5 ( )
B6. Berapa kali dalam seminggu
anda makan nasi dari beras
lokal?
…….kali/minggu B5 ( )
B7. Dalam sekali makan berapa
porsi nasi yang anda makan?
……… porsi B7 ( )
B8. Untuk sekali makan nasi,
berapa gram beras yang anda
makan?
…..……gram B8 ( )
Diisi oleh
peneliti
B9. Sudah berapa lama Anda
tinggal di lingkungan ini?
.................. Tahun B9 ( )
B10 Apakah Anda pernah
mengalami keluhan sakit
selama 3 bulan terakhir?
1. Ya
2. Tidak(lompati
pertanyaan B11)
B10( )
B11 Jika ya sebutkan ………………………….. B11 ( )
151
FOOD MODEL
Pengukuran per porsi nasi
152
Amalgamator &
Pembuangan langsung Kelahan Sawah
153
Descriptives
JK Statistic Std. Error
K
o
n
s
e
n
t
r
a
s
i
M
e
r
k
u
r
i
p
a
d
a
R
a
m
b
u
t
Laki Laki Mean 11,18313 1,569061
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 7,83875
Upper Bound 14,52750
5% Trimmed Mean 10,60514
Median 9,37500
Variance 39,391
Std. Deviation 6,276243
Minimum 4,620
Maximum 28,150
Range 23,530
Interquartile Range 8,105
Skewness 1,562 ,564
Kurtosis 2,462 1,091
perempuan Mean 4,22359 ,571090
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 3,06748
Upper Bound 5,37970
5% Trimmed Mean 3,78003
Median 3,57000
Variance 12,720
Std. Deviation 3,566455
Minimum ,500
Maximum 16,550
Range 16,050
Interquartile Range 3,910
Skewness 1,948 ,378
Kurtosis
4,466 ,741
154
Test Statisticsa
Konsentrasi Merkuri pada
Rambut
Mann-Whitney U 44,000
Wilcoxon W 234,000
Z -5,275
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000
a. Grouping Variable: pekerjaan
Descriptives
pekerjaan Statistic Std. Error
K
o
n
s
e
n
t
r
a
s
i
M
e
r
k
u
r
i
p
a
d
a
Penambang Emas Mean 8,17556 ,896163
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 6,35625
Upper Bound 9,99486
5% Trimmed Mean 7,53630
Median 6,51000
Variance 28,912
Std. Deviation 5,376977
Minimum 3,090
Maximum 28,150
Range 25,060
Interquartile Range 5,655
Skewness 1,997 ,393
Kurtosis 4,718 ,768
Bukan Penambang Mean 2,59632 ,810562
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound ,89339
Upper Bound 4,29924
5% Trimmed Mean 1,93757
Median 1,68000
Variance 12,483
Std. Deviation 3,533159
Minimum ,500
Maximum 16,550
155
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
intake
N 55
Normal Parametersa,b Mean ,1285802
Std. Deviation ,06751652
Most Extreme Differences Absolute ,115
Positive ,115
Negative -,086
Test Statistic ,115
Asymp. Sig. (2-tailed) ,069c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Statistics
Konsentrasi Merkuri pada Rambut
R
a
m
b
u
t
Range 16,050
Interquartile Range 1,370
Skewness 3,780 ,524
Kurtosis
15,352 1,014
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Umur
N 55
Normal Parametersa,b Mean 41,64
Std. Deviation 15,154
Most Extreme Differences Absolute ,087
Positive ,087
Negative -,077
Test Statistic ,087
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
156
N Valid 55
Missing 0
Mean 6,24818
Std. Error of Mean ,739399
Median 4,67000
Std. Deviation 5,483531
Variance 30,069
Skewness 1,826
Std. Error of Skewness ,322
Kurtosis 4,134
Std. Error of Kurtosis ,634
Range 27,650
Minimum ,500
Maximum 28,150
Sum 343,650
Statistics
Umur
N Valid 55
Missing 0
Mean 41,64
Std. Error of Mean 2,043
Median 40,00
Std. Deviation 15,154
Variance 229,643
Skewness ,369
Std. Error of Skewness ,322
Kurtosis -,639
Std. Error of Kurtosis ,634
Range 58
Minimum 20
Maximum 78
Sum 2290
157
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Umur
Konsentrasi Merkuri pada
Rambut
N 55 55
Normal Parametersa,b Mean 41,64 6,24818
Std. Deviation 15,154 5,483531
Most Extreme Differences Absolute ,087 ,160
Positive ,087 ,160
Negative -,077 -,147
Test Statistic ,087 ,160
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d ,060c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Konsentrasi Merkuri pada Rambut 6,24818 5,483531 55
Umur 41,64 15,154 55
Correlations
Statistics
laju asupan Berat Badan durasi pajanan intake
N Valid 55 55 55 55
Missing 0 0 0 0
Mean 272,73 59,7218 35,64 ,099399
Std. Error of Mean 9,519 1,58845 2,515 ,0079806
Median 300,00 56,3000 35,00 ,101652
Std. Deviation 70,592 11,78024 18,653 ,0591856
Variance 4983,165 138,774 347,939 ,004
Skewness ,444 ,837 ,003 ,400
Std. Error of Skewness ,322 ,322 ,322 ,322
Kurtosis -,877 ,053 -,964 -,222
Std. Error of Kurtosis ,634 ,634 ,634 ,634
Range 200 49,80 65 ,2560
Minimum 200 40,20 5 ,0098
Maximum 400 90,00 70 ,2658
Sum 15000 3284,70 1960 5,4670
158
Konsentrasi Merkuri pada
Rambut Umur
Pearson Correlation Konsentrasi Merkuri pada Rambut 1,000 -,016
Umur -,016 1,000
Sig. (1-tailed) Konsentrasi Merkuri pada Rambut . ,454
Umur ,454 .
N Konsentrasi Merkuri pada Rambut 55 55
Umur 55 55
Variables Entered/Removeda
Model
Variables
Entered
Variables
Removed Method
1 Umurb . Enter
a. Dependent Variable: Konsentrasi Merkuri pada
Rambut
b. All requested variables entered.
Statistic
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,016a ,000 -,019 5,534316
a. Predictors: (Constant), Umur
konsumsi makanan
per minggu Berat Badan
estimasi logam berat
per minggu durasi pajanan
N Valid 55 55 55 55
Missing 0 0 0 0
Mean 1769,0909 59,7218 ,6167 21,29
Median 1750,0000 56,3000 ,5600 25,00
Std. Deviation 707,79332 11,78024 ,26368 6,525
Minimum 700,00 40,20 ,17 5
Maximum 3500,00 90,00 1,11 25
159
ANOVAa
Mode
l Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression ,413 1 ,413 ,013 ,908b
Residual 1623,318 53 30,629
Total 1623,732 54
a. De: Konsentrasi Merkuri pada Rambut
160
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig.
F
Chan
ge
1 ,354a ,126 ,109 5,175575 ,126 7,617 1 53 ,008
a. Predictors: (Constant), estimasi logam berat per minggu
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 204,043 1 204,043 7,617 ,008b
Residual 1419,689 53 26,787
Total 1623,732 54
a. Dependent Variable: Konsentrasi Merkuri pada Rambut
b. Predictors: (Constant), estimasi logam berat per minggu
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2 Sig. F Change
1 ,464a ,215 ,200 4,903951 ,215 14,518 1 53 ,000
a. Predictors: (Constant), durasi pajanan
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 349,149 1 349,149 14,518 ,000b
Residual 1274,583 53 24,049
Total 1623,732 54
a. Dependent Variable: Konsentrasi Merkuri pada Rambut
b. Predictors: (Constant), durasi pajanan
161
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Konsentrasi Merkuri pada
Rambut 55 6,24818 5,483531 ,500 28,150
pendidikan 55 2,29 1,048 1 5
Ranks
pendidikan N Mean Rank
Konsentrasi Merkuri pada
Rambut
Tidak Sekolah 7 24,86
SD/MI 38 32,36
SMp/MTS 1 52,00
SMA/SMK/MA 5 13,00
Perguruan Tinggi 4 4,88
Total 55
Test Statisticsa,b
Konsentrasi
Merkuri pada
Rambut
Chi-Square 18,042
df 4
Asymp. Sig. ,001
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: pendidikan
Statistics
Kadar Merkuri Dalam Beras
N Valid 10
Missing 0
Mean ,02200
Median ,00400
Std. Deviation ,056921
Minimum ,004
Maximum ,184
Coefficientsa
162
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t
S
i
g
. B Std. Error Beta
1 (Constant)
1,702 1,789 ,951
,
3
4
6
estimasi logam berat per minggu
7,372 2,671 ,354 2,760
,
0
0
8
a. Dependent Variable: Konsentrasi Merkuri pada Rambut
Descriptivesa
163
pendidikan Statistic Std. Error
Konsentrasi
Merkuri pada
Rambut
Tidak Sekolah Mean 4,68714 1,209482
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1,72765
Upper Bound 7,64664
5% Trimmed Mean 4,48683
Median 3,98000
Variance 10,240
Std. Deviation 3,199988
Minimum 1,680
Maximum 11,300
Range 9,620
Interquartile Range 3,390
Skewness 1,757 ,794
Kurtosis 3,641 1,587
SD/MI Mean 7,32211 ,916757
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 5,46458
Upper Bound 9,17963
5% Trimmed Mean 6,70278
Median 5,74500
Variance 31,937
Std. Deviation 5,651271
Minimum 1,100
Maximum 28,150
Range 27,050
Interquartile Range 5,448
Skewness 1,881 ,383
Kurtosis 4,263 ,750
SMA/SMK/MA Mean 2,38000 1,220950
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound -1,00990
Upper Bound 5,76990
5% Trimmed Mean 2,22000
Median 1,58000
Variance 7,454
Std. Deviation 2,730128
Minimum ,500
Maximum 7,140
Range 6,640
164
Interquartile Range 3,960
Skewness 1,963 ,913
Kurtosis 4,021 2,000
Perguruan Tinggi Mean 1,03750 ,178810
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound ,46845
Upper Bound 1,60655
5% Trimmed Mean 1,04000
Median 1,06000
Variance ,128
Std. Deviation ,357619
Minimum ,580
Maximum 1,450
Range ,870
Interquartile Range ,673
Skewness -,369 1,014
Kurtosis 1,332 2,619
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2,258 1,324
1,706 ,094
intake 40,147 11,470 ,433 3,500 ,001
a. Dependent Variable: Konsentrasi Merkuri pada Rambut
165
Tahapan Uji Laboratorium Parameter Merkuri
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui kandungan
kadar merkuri dalam rambut dan beras. Cara yang digunakan untuk
menguji parameter merkuri yaitu secara uap dingin (cold vapour)
dengan Mercury Analyzer untuk sampel sedimen. Metode ini sesuai
dengan penetapan SNI 06.6992.2-2004 terkait uji sampel sedimen
parameter merkuri.
1. Alat
a. Mercury analyzer
b. Labu Ukur 50 ml, 100 ml, 1000 ml
c. Pipet volumetrik 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml, dan 10 ml
d. Gelas piala 100 ml
e. Penangas listrik (hot plate)
f. Timbangan analitik dengan ketelitian sampai dengan 0,0001 g
g. Oven
h. Cawan porselen
i. Botol gelas gelap sorosilikat
j. Mortar dan alu
k. Batang pengaduk
l. Spatula
166
m. Alat desentralisasi
2. Bahan
a. Larutan Induk merkuri, Hg 1000 ug/ml
b. Asam Sulfat p.a H2SO4 pekar p.a
c. Asam nitrat p.a, HNO3 pekat p.a
d. Asam perklorat p.a HCLO4 pekat p.a
e. Larutan HNO3; HCL04 (1:1)
f. Asam Klorida p.a, HCL pekat p.a
g. Hidroksilamin hidroklorida, NH2OH HCL 10%:
Timbangan 10 g hidroksilamin hidroklorida, tambahkan air suling
bebas merkuri sampai volume 100 ml.
h. Kalium permanganat KMnO4 5%
Timbangan 5 g KMnO4, tambahkan air suling bebas merkuri
sampai volume 100 ml.
i. SnCl2. 2 H2O 10%
Timbang 10 g SnCl2, Larutkan dalam 20 ml HCl pekat kemudian
tambahkan air suling bebas merkuri sampai volume 100 ml.
j. Air suling bebas merkuri:
k. Batu didih
l. Sodium Hidroksida, NaOH 5 N
Timbang 20 g sodium hidroksida, tambahkan air suling bebas
merkuri sampai volume 100 ml.
Masukan 1 g KMnO4 dalam 1000 ml air suling.
167
Destilasi dan tamping ke dalam botol gelas bebas merkuri. Air
suling ini siap digunakan untuk pengujian.
3. Persiapan dan pengawetan contoh uji
a. sediakan contoh uji yang telah diambil sesuai dengan metode
sediment sampling (USEOA-600)
b. Buang benda-benda asing seperti potongan plastik, daun atau
bahan lain yang bukan merupakan contoh uji
c. Keringkan contoh uji pada suhu ruang
d. Gerus contoh uji dan dihomogenkan
e. Simpan contoh uji ke dalam botol gelas borosilikat yang bebas
merkuri
4. Persiapan Pengujian
a. Pembuatan larutan beku merkuri, 100 ug/ml
Pipet 10 ml larutan induk merkuri 1000 ug/ml ke dalam labu
ukur 100 ml
Tambahkan 1 ml larutan asam nitrat, HNO3 pekat
Tambahkan air suling bebas merkuri sampai tepat pada tanda
tera
b. Pembuatan larutan baku merkuri, 10 ug/ml
Pipet 10 ml larutan induk merkuri 100 ug/ml ke dalam labu
ukur 100 ml
Tambahkan 1 ml larutan asam nitrat, HNO3 pekat
Tambahkan air suling bebas merkuri sampai tepat padatanda
tera.
168
c. Pembuatan larutan baku merkuri, 1 ug/ml
Pipet 10 ml larutan induk merkuri 10 ug/ml ke dalam labu ukur
100 ml
Tambahkan 1 ml larutan asam nitrat, HNO3 pekat
Tambahkan air suling bebas merkuri sampai tepat padatanda
tera
5. Pembuatan larutan kerja dengan konsentrasi 0 ng/ml; 20 ng/ml; 40
ng/ml; 60 ng/ml; 80 ng/ml; dan 100 ng/ ml.
a. Pipet 0,0 ml;1 ml;2 ml; 3 ml; 4 ml; dan 5 ml larutan baku merkuri,
Hg 1 ug/ml kedalam 6 labu ukur 5 ml
b. Tambahkan 2 ml larutan HNO3 : HCLO4 (1:1) ke dalam masing-
masing labu ukur
c. Tambahkan 5 ml larutan H2SO4 ke dalam masing-masing labu
ukur
d. Tambahkan 1 ml air suling bebas merkuri ke dalam masing-masing
labu ukur
e. Tambahkan batu didih secukupnya ke dalam masing-masing labu
ukur
f. Panaskan di atas penangas listrik pada suhu 250oC selama 20 menit
g. Dinginkan, tempatkan dengan air suling bebas merkuri sampai tera
6. Prosedur
a. Penentuan kadar merkuri, Hg
Siapkan labu ukur 50 ml
Timbang 0,5 g contoh uji, masukan ke dalam labu ukur
169
Lakukan langkah 5.4 b) sampai dengan g)
Untuk penentuan ketepatan (akurasi) dengan cara spike matrix
dilakukan dengan cara sebagai berikutSiapkan labu ukur 50 ml
o Timbang 0,5 g contoh uji ke dalam labu ukur
o Tambahkan 1,0 ml larutan baku merkuri1 g/ml ke dalam
masing-masing labu ukur;
o Lakukan langkah pada butir 5.4 b) sampai dengan g).
Untuk analisis blanko lakukan sebagai berikut:
o Pipet 5 ml air suling bebas merkuri;
o Lakukan langkah pada butir 5.4 b) sampai dengan g).
b. Penentuan kadar air
Timbang dan catat berat cawan porselin yang akan digunakan;
Masukan contoh uji ke dalam cawan porselin yang telah
ditimbang sebanyak + 5 g;
Panaskan contoh uji pada oven dengan suhu 105oC selama 2
jam;
Timbang dan catat berat cawan;
Ulangi langkah pada butir 4.6.2 c) sampai dengan d) minimal 3
(tiga) kali atau sampai mencapai berat konstan.
7. Pengukuran kadar merkuri, Hg dengan Mercury Analyzer 4.7
a. Pengukuran kurva kalibrasi
Atur Mercury Analyzer dan optimalkan untuk pengujian
merkuri sesuai dengan petunjuk pengunaan alat;
170
Masukkan 5 ml larutan kerja 0,0 ng/ml ke dalam Mercury
Analyzer;
Tambahkan 5 ml air suling bebas merkuri dan 1 ml larutan
SnCl2;
Ukur serapannya dengan alat Merkury Analyzer dan catat
tinggi puncak;
Lakukan langkah pada butir 7.1 b) sampai dengan d) untuk
masing-masing larutan kerja;
Buatkan kurva kalibrasi dari data diatas atau tentukan
persamaan garis lurusnya.
b. Pengukuran kadar merkuri, Hg
Optimalkan alat Merkury Analyzer sesuai dengan petunjuk
penggunaan alat;
Masukan 5 ml contoh uji yang didapat dri langkah 4.6.1
dalam tabung yang berada pada alat Mercury Analyzer;
Tambahkan 5 ml air suling bebas merkuri dan 1 ml larutan
SnCl2;
Ukur serapannya dengan alat Mercury Analyzer dan catat
tinggi puncak;
Apabila perbedaan hasil pengukuran secara duplo lebih dari
20% periksa kondisi alat dan ulangi langkah7.2 b) sampai
dengan d);
Apabila perbedaannya kurang dari 20%, rata-ratakan
hasilnya.
171
Setifikat Hasil Pengukuran Uji Laboratorium
Recommended