View
233
Download
11
Category
Preview:
Citation preview
HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG GERAKAN EROTIK
DALAM JOGET DANGOUT
DENGAN SIKAP TERHADAP RUU APP
Oleh:
HOLINDA
102070026002
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1427 H/2006 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
,kripsi yang berjudul "HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG GERAKAN EROTIK
IALAM JOGET DANGDUT DENGAN SIKAP TERHADAP RUU APP" telah
liujikan dalam siding munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
'yarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 06 September 2006. Skripsi ini telah
iterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 06 September 2006
" Sidang Munaqasyah
:etua Mer ~~kap Anggota, Sekretais Merangkap Anggota
/!
M.Si
M.Si
Anggota:Penguji II
Dra . F dhilah Surala M.SiNIP. 150.215.283
I Gani Psi
Pembimbing II
Ikhwan Lutfi, M.Si
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi
(B) Juli 2006
(C) Holinda
(D) HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG GERAKAN EROTIK
DALAM JOGET DANGDUT DENGAN SIKAP TERHADAP RUU APP
(E) xvi + 65 Halaman
Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi, disingkat RUUAPP, adalah suatu rancangan produk hukum yang diusulkan oleh DewanPerwakilan Rakyat Republik Indonesia pada 14 Februari 2006. RUU yangberisi 11 bab dan 93 pasal pada rancangan pertamanya ini mengaturmasalah pornografi dan pornoaksi di Indonesia. lsi pasal RUU APP inimenimbulkan kontroversi di masyarakat. Ada kelompok yang mendukung dankelompok yang menentang. Dari sisi substansi, RUU ini dianggap masihmengandung sejumlah persoalan, antara lain RUU ini mengandung ataumemuat kata-kata atau kalimat yang ambigu, tidak jelas, atau bahkan tidakbisa dirumuskan secara absolut.
Pornogarfi dan pornoaksi adalah masalah yang amat subjektif karena takada batasan yang jelas dan pasti, maka sikap yang dimunculkan terhadapRUU APP tak terlepas dari pandangan masing-masing tentang pornografidan pornoaksi, Joget dangdut era 2000-an menampilkan goyangan yangyang erotis dan sensual yang juga menuai kontroversi, ada yangmenganggap hal tersebut bagian dari kreasi seni dan ada yang memandangsebagai pornoaksi, oleh sebab itulah peneliti ingin melihat hubungan antarapersepsi tentang gerakan erotik dalam joget dangdut dengan sikap terhadapRUU APP, guna melihat keeratan hubungan di antara kedua variabletersebut.
Penelitian ini dilaksanakan di RT 11 dan RT 09 Menteng Dalam, Tebet,Jakarta Selatan dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang., teknikpengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling daninstrument yang digunakan adalah skala persepsi dan skala sikap modelLikert.
Hasil penelitian menunjukkan korelasi negatif dan signifikan dengan nilair= - 0,75 pada taraf signifikansi 0,01, sehingga hipotesis alternatif yangmenyatakan adanya hubungan antara persepsi tentang gerakan erotik dalamjoget dangdut dengan sikap terhadap RUU APP dapat diterima, yang artinyapersepsi negatif terhadap gerakan erotik mengakibatkan sikap pro terhadapRUU APP.
(F) Daftar Bacaan : 41 (1974-2006)
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Dzat Yang Maha berkehendak dan Maha Kuasa atas
segala hal, hanya baginyalah segala pujian dan rasa syukur dipanjatkan.
Nikmatnya yang tak pernah putus bagi segenap makhluknya, termasuk
memberikan kekuatan bagi penulis untuk merampungkan skripsi ini, serta
berbagai nikmat lain yang tak terkira.
Shalawat serta Salam tak lupa disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW,
teladan bagi seluruh alam. Penulisan skripsi ini memiliki makna tersendiri
bagi penulis, karena banyak perjuangan yang mesti dilakukan dalam proses
perampungan skripsi ini.
Selesainya skripsi ini dalam waktu singkat tak terlepas dari bantuan dan
dorongan berbagai pihak, penulis ingin menyampaikan ribuan rasa terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, yaitu kepada:
1. Ora. Netty Hartati, M.Psi, Dekan Fakultas Psikologi dan Ora.
Zahrotunnihayah, Msi, Pembantu Dekan I dan dosen pembimbing
akademik yang telah membimbing dan mengajar saya selama ini.
2. Drs. Asep Haerul Gani, Psi, dosen pembimbing skripsi yang telah
membuka pandangan penulis untuk mampu menjadi pribadi yang maju
dengan mendorong penulis untuk berpikir kreatif, berwawasan luas, cepat,
dan tepat waktu, serta bertanggung jawab, terima kasih untuk semua
inspirasi yang telah bapak berikan.
3. Drs. Ikhwan Lutfi, Msi, dosen pembimbing yang dengan sabar dalJ
pengertian membantu penulis merampungkan skripsi ini dalam tempo
yang singkat.
4. Segenap dosen Fakultas Psikologi yang telah mengajar, staf akademik
dan tata usaha yang telah membantu dan melayani dengan kesabaran.
5. Ayahku dan Ibuku yang banyak berperan dalam proses kehidupan dan
proses belajar penulis, semoga Allah selalu memberikan kasih sayang
dan perlindungannya, dan semoga rampungnya skripsi ini memudahkanku
membantu meringankan beban hidup kalian berdua.
6. Kakakku Holilah yang banyak mambantu dan telah memberikan suri
tauladan dan tanggungjawab yang baik untuk adikmu ini, semoga semua
asamu tercapai.
7. Adik-adikku, Adi, Dani, dan Anan terima kasih atas dukungan dan
bantuannya terlebih selama proses penyelesaian skripsi ini.
8. Teman-temanku, Seha, Aas, Rita; Dwi, Yoga, Ratna, Yani, Dewa, Ana,
Jamal, Refi, Eye, dan semua teman-teman yang tak dapat kusebutkan
satu persatu di sini terima kasih untuk sebuah persahabatan yang kalian
berikan selama ini, semoga kita tetap bersama meraih sukses.
9. Teman-teman angkatan 2002 yang telah banyak membantu penulis
selama proses kuliah dan perampungan skripsi penelitian ini.
10. Teman-teman keluarga besar RW 10, khususnya untuk RT 11 dan RT 9
terima kasih telah membantu penulis dalam pengisian angket.
11.Mbah dan Ka Agus yang banyak bantu dalam editing dan printing tugas
tugas kuliah dan skripsi ini.
12.Juga untukAdi, Dede, Dudu, Ika, Iwan, Afat, Butet, Sari, terima kasih
telah menemani hari-hari penulis selama ini.
13. Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan
Perpustakaan Soemantri Bojonegoro (Nyi Ageng Serang).
Terima kasih atas semua bantuan yang telah diberikan baik moril maupun
materil, semoga Allah SWT, membalasnya berlipat ganda dari yang telah
kalian berikan, Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap yang
membacanya, Amin.
Jakarta, 23 Juli 2006
Penulis
"
(])emi masa) sesunggufinya manusia daCam
kgacfaan merugi) kgcuafi mereRg yang 6eriman
dan 6erama{sfioCefi) dan yang menyeru{an pada
kg6enaran dan kgsa6aran (af-JIsfiJr ayat: 1-3)
Skripsi ini aku persembahkan untuk :
1. Ayah dan
merawatku
Ibuku, terimakasih
dengan penuh
telah
kasih
sayang.
2. Kakakku Holilah, semoga langkahmu
ke pelaminan menjadi mudah dengan
rampungnya skripsi ini.
3. Sahabat sekaligus kakakku Eka
Dahlia, terima kasih telah memenuhi
hariku dengan perhatianmu.
DAFTAR lSI
ABSTRAK .
KATA PENGANTAR iii
MOTTO vi
LEMBAR PE~SEMBAHAN vii
DAFTAR lSI viii
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Identifikasi Masalah 9
1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah 10
1.3.1. Pembatasan Masalah 10
1.3.3. Perumusan Masalah 11
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 11
1.4.1. Tujuan Penelitian 11
1.4.2. Manfaat Penelitian . 11
1.5. Kaidah dan Sistematika Penulisan 12
1.5.1. Kaidah Penulisan 12
1.5.2. Sistematika Penulisan 12
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 14
2.1. Sikap 14
2.1.1. Pengertian Sikap . 14
2.1.2. Komponen Sikap 16
2.1.3. Obyek sikap 19
2.1.4. Fungsi sikap 20
2.1.5. Pembentukan sikap 20
2.1.6. Perubahan sikap 23
2.2. Pengertian Pornografi 24
2.3. Dampak Pornografi Terhadap Tindak Kriminal............... 29
2.4. RUU APP 32
2.5. Persepsi 35
2.5.1. Pengertian persepsi. 35
2.6. Pengertian Gerakan Erotik.............................................. 40
2.7. Kerangka Berpikir 41
2.8. Hipotesis Penelitian 43
BAB 3 METODE PENELITIAN 44
3.1. Jenis Penelitian.................................................. 44
3.1.1. Metode Penelitian 44
3.1.2. Definisi Variabel dan Operasional Variabel.......... 45
3.2. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel 46
3.2.1. Populasi 46
3.2.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel................ 47
3.3. Instrumen Penelitian 48
3.4. Teknik Analisa Data 50
3.5. Prosedur penelitian .. 52
BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA 53
4.1. Gambaran Umum Responden Penelitian 53
4.1.1. Jenis Kelamin Responden 53
4.1.2. Usia Responden ........ 54
4.1.3. Pekerjaan Responden 55
4.1.4. PendidikanResponden 55
4.2. Analisa Data 56
4.2.1. Skor Responden Secara Keseluruhan 56
4.2.2. Perbedaan Skor Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin 57
4.2.3. Perbedaan Skor Responden Berdasarkan
Pendidikan 57
4.2.4. Perbedaan Skor Responden Berdasarkan Usia.. 58
4.2.5. Perbedaan Skor Responden Berdasarkan
Pekerjaan 59
4.3. Hasil Utama Penelitian 60
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 61
5.1. Kesimpulan 61
5.2. Diskusi . 62
5.3. Saran 64
DAFTAR PUSTAKA .
DAFTAR TABEl
TabeI2.2. Respon yang digunakan untuk penyimpulan sikap 18
TabeI2.2. Fatwa MUI tentang pornografi dan pornoaksi 27
TabeI3.1. Bobot nilai 48
Tabel 3.2. Blue print skala persepsi tentang gerkan erotik dalam joget
dangdut 49
Tabel 3.3. Blue print skala sikap terhadap RUU APP 39
Tabel 4.1. Jenis kelamin responden 53
Tabel 4.2. Usia responden 54
TabeI4.3. Pekerjaan responden 55
Tabel 4.4. Pendidikan responden 55
TabeI4.5. Skor responden secara keseluruhan 56
TabeI4.6. Skor responden berdasarkan jenis kelamin 57
TabeI4.5. Skor responden berdasarkan pendidikan ,.57\
Tabel 4.5. Skor responden berdasarkan usia 58
TabeI4.5. Skor responden berdasarkan pekerjaan 59
Oaftar lampiran
Validitas dan Reliabilitas penelitian 70
Korelasi Penelitian 83
Skala Penelitian 84
Tabulasi Data Penelitian 91
RUU APP dan Penjelasannya 95
BAB 1PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang masalah
Permasalahan dalam dunia musik dangdut seolah tak pernah padam,
dangdut yang diklaim group musik 'Project P' sebagai musik bangsa
Indonesia (dalam lagu dangdut is music of my country) menjadi sorotan dunia
entartaiment terlebih setelah Inul dengan goyangan ngebornya muncul di
berbagai media massa pada awal tahun 2000-an. Setelah Inul bermunculan
penyanyi dangdut lain dengan goyangan khas masing-masing, seperti
goyang ngecor, patah-patah, goyang gergaji, dan goyangan vibrator.
Dangdut memang bukan lagu Melayu melainkan berasal dari lagu India, lagu
Melayu didominasi oleh akordion, biola dan gendang sedangkan lagu India
didominasi oleh gendang dan suling. Dikatakan dangdut karena gendangnya
dipukul demikian rupa sehingga berbunyi dang dang duut (tangan ditekankan
kegendang sehingga berbunyi duut). Beberapa tahun kemudian lagu-Iagu
irama India ini dilagukan dengan syair bahasa Melayu (Indonesia).
Terkenallah pelopor lagu dangdut Indonesia seperti Ellya M Haris yang
kemudian merubah namanya menjadi Ellya Agus kemudian Ellya Khadam
(www.sriwijaya.com).
2
Goyang ngebor Inul ternyata adalah fenomena yang belum juga berhenti.
Akhir-akhir ini fenomena itu seakan-akan menjadi sebuah antiklimaks yang
menghebohkan, pro dan kontra seputar goyangan erotis dalam dangdut
masih diperdebatkan, atas nama moral bangsa, Raden Haji Oma Irama
mengecam Inul. Bahkan, menurut Anisa Bahar, penyanyi dangdut yang juga
dikecam karena goyang patah-patahnya mengatakan bahwa Rhoma
mengharamkan lagu-Iagunya dinyanyikan oleh Inul atau Anisa Bahar
(www.pikiranrakyat.com).
Rhoma juga menyebut goyangan ngebor Inul telah merusak citra dangdut.
Lebih jauh lagi, tokoh kharismatik dangdut yang muncul pada tahun '70-an
yang menjadi idola ini, menyebut performance Inul telah merusak moralitas
bangsa. Dia pun mendesak SCTV untuk menghentikan program tayangan
"Duet Maut" yang menampilkan Inul (www.pikiranrakyat.com). Rhoma juga
lalu mengumpulkan sejumlah penyanyi-penyanyi dangdut senior dari mulai
Elvi Sukaesih, Camelia Malik hingga Meggy. Z untuk turut mengecam Inul.
Di lain pihak mantan Presiden RI Gus Our mengatakan apa yang dilakukan
oleh Rhoma Irama itu sebagai pemasungan kreativitas. Demikian pula Guruh
Soekarno Putra merasa perlu berkomentar, dia menganggap argumentasi
Rhoma bahwa Inul telah merendahkan derajat musik dangdutjustru balik
dipertanyakannya. H. Acep Zamzam Noor, grafikus seAior dan staf pengajar
3
FSRO ITS berpandangan, jika soalnya adalah moralitas karena goyangan
Inul dituduh erotis dan sensual, sepatutnya juga diamati realitas yang lebih
holistik dalam dunia entertaiment. Oi dalamnya erotisme dan sensualitas
adalah sebuah resiko, yang juga lebih jauh bisa dijenguk sebagai bagian dari
kreasi (www.pikiranrakyat.com).
Masing-masing individu memiliki pandangan yang berbeda tentang obyek
yang disikapinya, "beda kepala beda pendapat" mungkin kata itulah yang
cukup mewakili perseteruan dua kubu yang pro dan kontra terhadap
goyangan erotis dalam joget dangdut dan terhadap rancangan undang
undang anti pornografi dan pornoaksi, semua ini tergantung dari bagaimana
mereka mempersepsikannya.
RUU APP sebagai undang-undang yang mengatur masalah pornografi dan
pornoaksi di Indonesia memunculkan beragam sikap masyarakat, hal ini
menjadikan proses pengesahan UU APP tersebut menjadi alot, perbedaan
pandangan hingga saat ini masih hangat dan seolah tak memiliki akhir. Oua
kubu yang dengan alasan dan pendirian masing-masing mencoba
menunjukkan sikap dengan beradu argumen di ruang sidang OPR hingga
mengadakan parade ke jalan-jalan utama di Jakarta.
4
Mereka yang pro RUU APP umumnya beranggapan bahwa bangsa ini perlu
dilindungi dari ancaman bahaya dekadensi moral yang diakibatkan oleh
pornografi dan pornoaksi. Bagi kelompok ini, melindungi kepentingan bangsa
dari dekadensi morallebih penting dibanding sekedar memberikan ruang
kebebasan berekspresi yang tidak berbatas (Setiawan, 2006).
Elemen masyarakat Islam, baik perseorangan maupun ormas-ormasnya
adalah pendukung utama RUU APP, adanya RUU APP bagi kelompok yang
pro justru akan mengarahkan setiap kreativitas menjadi bernilai positif,
bukan sekedar kebebasan dalam penyampaian aspirasi seni dan kreasi yang
nantinya membawa bahaya yang lebih besar dibandingkan manfaatnya.
Kelompok yang anti RUU APP khawatir terjadi penafsiran tunggal oleh
kelompok tertentu yang kuat terhadap si lemah mengenai apa yang dimaksud
dengan pornografi dan pornoaksi. Umumnya mereka mengusung isu tentang
hak kebebasan ekspresi melalui media apapun. Mereka khawatir kebebasan
berekspresi dipasung UU APP (Setiawan, 2006).
Menurut pihak yang kontra, RUU APP ini mendiskreditkan wanita yang
akhirnya membentuk satu pemahaman kalau wanita merupakan sumber
immoralisasi. Pihak ini juga mengatakan bahwa pornografi yang merupakan
bentuk eksploitasi berlebihan atas seksualitas, melalui majalah, buku, film
5
dan sebagainya, memang harus ditolak dengan tegas. Tapi tidak menyetujui
bahwa untuk mencegah dan menghentikan pornografi lewat sebuah undang
undang yang hendak mengatur moral dan akhlak manusia Indonesia secara
pukul rata, seperti yang tertera dalam RUU APP (Nathanael, 2006). RUU ini
juga dianggap tidak mengakui kebhinnekaan masyarakat Indonesia yang
terdiri dari berbagai macam suku, etnis dan agama.
Meski RUU APP banyak yang menentang namun tak bisa ditolak bahwa
pornografi dan pornoaksi dapat dikatakan sebagai salah satu faktor pemicu
tindak kriminal. Robert Peters (dalam www.ppuii.com). mengatakan dalam
artikelnya, The Link Between Pornography And Violent Sex Crimes, bahwa
ketika pendapat umum dan berbagai penelitian i1miah telah menyepakati
adanya hubungan antara pornografi dan 'kekerasan seksual', maka "the
burden ofproof should shift to those who deny a connection" (beban
pembuktian harus dialihkan kepada mereka yang menolak adanya hubungan
tersebut). Dengan kata lain, apapun alasannya, pornografi jelas berbahaya
bagi masyarakat, dan kalau ada yang mengatakan tidak berbahaya, maka ia
harus membuktikan melalui riset.
Sementara itu, laporan Associated Press tahun 2002 (dalam kompas.com)
mengatakan bahwa Indonesia merupakan surga pornografi nomor dua di
dunia, sedikit banyak bisa memberikan gambaran mengenai bagaimana
6
perkembangan pornografi di negara kita. Pornografi juga merupakan faktor
signifikan bagi timbulnya kekerasan seksual. Meminjam ungkapan Blanchard
(dalam www. ppuiLcom.), "pornografi berperan laksana 'bahan bakar' yang
menyalakan api (serves as fuel for the fire) bagi para penjahat seksual."
Penelitian yang dilakukan National Law Center for Children & Families
menunjukkan adanya hubungan antara bisnis seks dengan kejahatan, di
Iingkungan Phoenix, lokasi bisnis seks, angka kejahatan seksual 506% lebih
tinggi dibandingkan dengan di area yang tidak terdapat bisnis seks. Dr. Mary
Anne Layden, direktur pendidikan, University of Pennsylvania Health System,
menyatakan: "Saya telah memberikan per/akuan terhadap pelaku dan korban
kekerasan seksua/ selama 13 tahun. Saya be/um pernah menangani satu
kasus pun yang tidak diakibatkan oleh pornografi (Gov, Haven
Bradford,2000).
Pornografi tak hanya menarik perhatian orang dewasa, remaja dan mungkin
anak-anak baik sengaja ataupun tidak disengaja mengkonsumsinya.
Penelitian labolatorium Antropologi Universitas Indonesia pada tahun1990-an
menyebutkan bahwa selain menonton film seks di bioskop, sebagian remaja
pedesaan di Sumatera Utara dan Kalimantan Selatan juga kerap menonton
film biru lewat video, lalu mereka juga (termasuk remaja Wanita) sudah
7
terbiasa dengan majalah dan buku gambar serta tulisan yang secara vulgar
memaparkan atau menggambarkan hubungan seksual (Rajab,2006).
Unit Eksploitasi Seksual Anak pada Departemen Kepolisian Los Angeles
menemukan bahwa pornografi dewasa dan anak-anak digunakan pada lebih dari
87% kasus penganiayaan anak-anak. Angka pemerkosaan di Amerika telah
meningkat lebih dari 500% dibandingkan dengan angka yang ada pada tahun
1960, 57% pelaku pemerkosaan (Iebih dari sekali) berturut-turut mengaku bahwa
mereka mencontoh adegan-adegan yang mereka dapatkan dari pornografi
(Nada,2006).
Pornografi dan pornoaksi adalah hal yang amat subjektif. Pandangan masing
masing orang berbeda antara yang satu dengan yang lain tentang batasan
keduanya, perbedaan pandangan baik individu ataupun masyarakat adalah hal
yang lumrah karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Penelitian yang
dilakukan oleh Milton Diamond dan Ayako Uchiyama tentang "Pornografi,
Perkosaan dan Kejahatan Seksual di Jepang" menunjukkan bahwa di Jepang
tindakan perkosaan sangat rendah dan bahwa wanita Jepang merupakan wanita
paling aman di dunia meski Jepang masuk kategori produsen pornografi paling
banyak (Journal of Law and Psychiatry, 1999).
8
Khaerunnisa (2003) dalam penelitiannya tentang perbedaan sikap
mahasiswa UKM Kerohanian dengan UKM Kesenian terhadap Inul Daratista,
mendapatkan bahwa sikap tehadap Inul Daratista mahasiswa UKM
Kerohanian lebih rendah dari UKM Kesenian, kedua penelitian ini
menunjukkan bahwa banyak hal yang mempengaruhi persepsi, sikap dan
perilaku seseorang atas obyek sikap, dalam hal ini adalah masalah
pornografi dan pornoaksi, kedua hal ini akan disikapi berbeda dengan cara
pandang yang berbeda pula, karena semuanya akan berpulang kembali pada
masing-masing individu, tergantung pada bagaimana dan apa yang menjadi
pertimbangan dalam dirinya. Maka pandangan tiap orang yang berbeda
tentang masalah pornografi dan pornoaksi juga akan berakibat pada
dukungan dan penolakan mereka terhadap RUU APP yang saat ini masih
diperdebatkan.
Sebagaimana diungkapkan oleh Saefuddin Azwar (1998) bahwa ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap dalam diri
seseorang diantaranya adalah: pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain
yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan
serta emosi, itulah sebabnya kehidupan tak terlepas dari keanekaragaman,
termasuk keanekaragaman dalam mempersepsikan dan mengambil sikap.
9
Dengan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti korelasi antara persepsi
tentang gerakan erotik dalam joget dangdut dengan sikap terhadap RUU
APP, guna melihat bagaimana hubungan antara keduanya.
1.2. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang permasalahan di atas, maka identifikasi masalah dalam
penelitian ini adalah:
1) Apakah ada hubungan antara persepsi tentang gerakan erotik dalam
joget dangdut dengan sikap terhadap rancangan undang-undang anti
pornografi dan pornoaksi?
2) Bagaimana hubungan antara persepsi tentang gerakan erotik dalam
joget dangdut dengan sikap terhadap rancangan undang-undang anti
pornografi dan pornoaksi?
3) Bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap gerakan erotik dalam
joget dangdut?
4) Bagaimanakah sikap masyarakat terhadap rancangan undang-undang
anti pornografi dan pornoaksi?
10
1.3. Pembatasan dan perumusan masalah
1.3.1. Pembatasan masalah
Dalam penelitian ini, yang menjadi responden adalah masyarakat umum yang
bukan dari kalangan seni ataupun dewan perwakilan rakyat, yang berusia 17
tahun ke atas, memiliki latar belakang pendidikan manimum SLTP dan
mengetahui atau bersedia membaca RUU APP terlebih dahulu sebelum
pengisian skala, hal ini untuk menjamin keakuratan data dan mengetahui
bagaimana persepsi masyarakat umum tentang joget erotik dangdut serta sikap
mereka terhadap RUU APP, yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah
warga yang berdomisili di RT 11 dan RT 09, RW 10 Menteng Dalam, Tebet,
Jakarta Selatan.
Dalam penelitian ini, yang dimaksud persepsi tentang gerakan erotik dalam joget
dangdut adalah skor yang diperoleh melalui penyebaran skala yang diberikan
kepada responden mengenai gerakan-gerakan erotik dalam joget dangdut,
yaitu: gerakan bibir yang sensual, gerakan menggetarkan buah dada, gerakan
pinggul yang bolak-balik seperti gerakan masturbasi, dan goyangan pantat,
sedangkan untuk sikap terhadap RUU APP adalah skor yang diperoleh melalui
penyebaran skala mencangkup aspek kognisi, afeksi dan perilaku tentang isi
RUU APP, dampak RUU APP terhadap wanita, serta dampak RUU APP
terhadap seni.
1.3.2. Perumusan masalah
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. "Apakah ada hubungan negatif yang signifikan antara persepsi tentang gerakan
erotik dalam joget dangdut dengan sikap terhadap RUU APP?"
2. "Bagaimana persepsi masyarakat umum tentang gerakan erotik dalam joget
dangdut dan bagaimana pula sikap mereka terhadap RUU APP?"
3. Bagaimana pandangan masyarakat tentang gerakan erotik dan sikap mereka
terhadap RUU APP berdasarkan karakteristik usia, latar belakang pendidikan,
pekerjaan, jenis kelamin dan pekerjaan?"
1.4. Tujuan dan manfaat penelitian
II
1.4.1. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menjawab permasalahan yang teridentifikasi dalam
penelitian hubungan persepsi tentang gerakan erotik dalam joget dangdut dengan
sikap terhadap rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi.
1.4.2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana baru bagi disiplin ilmu psikologi,
khususnya bidang psikologi sosial tentang peranan persepsi seseorang terhadap
sikap yang dimunculkan, khususnya persepsi tentang gerakan erotik dengan sikap
terhadap RUU APP. dan sebagai panduan bagi penelitian lanjutan yang terkait
dengan permasalahan ini.
Hasil penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi pedoman dalam pengambilan
sikap terhadap RUU APP bagi penulis sendiri dan bagi siapapun yang membaca
hasil karya tulis ini.
12
1.5. Kaidah Penulisan Dan Sistematika Penulisan
1.5.1. Kaidah Penulisan
Pada penulisan skripsi ini, penulis menggunakan kaidah American
Psychological Association (APA style).
1.5.2. Sistematika Penulisan
BAB 1. Pendahuluan
Pada bab pertama ini penulis menyampaikan latar belakang masalah
penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian baik manfaat akademik maupun manfaat praktis,
selanjutnya adalah kaidah dan sistematika penulisan.
BAB 2. Kajian Pustaka
Pada bab kedua ini penulis memaparkan beberapa definisi dan
penjabaran dari variabel - variabel penelitian yaitu sikap terhadap
rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi yang terdiri
dari pengertian sikap, komponen sikap dan karakteristik- karakteristik
dasarnya, karakteristik dalam struktur sikap, obyek sikap, fungsi sikap,
pembentukan sikap, perubahan sikap, sedangkan untuk variabel
persepsi tentang gerakan erotik dalam joget dangdut, terdiri dari
pengertian persepsi, faktor-faktor yang berpengaruh pada persepsi,
pengertian gerakan erotik, pengertian pornografi, dampak pornografi
13
terhadap tindak kriminal, pro dan kontra terhadap RUU APP, kerangka
berpikir, serta hipotesis dari penelitian ini.
BAB 3. Metode penelitian
Dalam bab ini penulis menjabarkan hal - hal yang berkaitan dengan
metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya
adalah: jenis penelitian yang digunakan, populasi, sampel dan teknik
penarikan sampel, instrumen penelitian, blue print penelitian, teknik
analisa data, prosedur penelitian, dan lokasi penelitian.
BAB 4. Hasil penelitian
Pada bab ini dijelaskan dan dijabarkan data hasil penelitian yang telah
didapatkan berikut analisa data berdasarkan statistika.
BAB 5. Kesimpulan diskusi dan saran
Pada bab akhir ini penulis menyimpulkan seluruh data yang diperoleh
dari penelitian dan mendiskusikannya dengan teori-teori dan
penelitian-penelitian terkait dengan penelitian ini dan menyampaikan
saran berdasarkan atas proses dan hasH penelitian yang penulis
lakukan.
BAB2
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Sikap
2.1.1. Pengertian sikap
Konsep sikap merupakan konsep sentral dalam psikologi sosial, sikap sering
digunakan untuk meramalkan tingkah laku, baik tingkah laku perseorangan,
tingkah laku kelompok, bahkan tingkah laku suatu bangsa atau negara.
Secara terbalik dapat dikatakan bahwa tingkah laku sebagian merupakan
fungsi dari sikap. Pernyataan ini harus dimengerti secara hati-hatL Kata
sebagian di sini mengandung arti bahwa ada hal-hal lain selain sikap yang
ikut menentukan tingkah laku seseorang. Banyak sosiolog dan psikolog
memberi batasan bahwa sikap merupakan kecenderungan individu untuk
merespon dengan cara yang khusus terhadap stimulus yang ada dalam
Iingkungan sosial.
Sejumlah ahli telah mencoba memberikan definisi sikap. Definisi-definisi
tersebut berbeda satu dengan yang lain, lebih karena perbedaan tekanan
yang diberikan. Howard dan Kendler mengatakan (dalam Gerungan, 2000)
sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar,
15
positif atau negatif terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi,
pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya.
Gagne (1974) mengatakan bahwa sikap merupakan suatu keadaan internal
(internal state) yang mempengaruhi pilihan tindakan individu terhadap
beberapa obyek, pribadi, dan peristiwa. Dua definisi sikap yang sangat
dominan pengaruhnya sampai saat ini adalah yang dikemukakan oleh
Gordon W. Allport dan David Krech beserta Richard S. Crutchfield
sebagaimana dikutip oleh Sears (1994).
Allport membatasi sikap sebagai:
"...a mental and neural state of readiness, organized through experience,exerting a directive or dynamic influence upon the individual's response to a/lobjects and situations with which it is related" .
Dengan batasan ini tampak bahwa Allport menekankan pentingnya
pengalaman masa lalu dalam membentuk sikap.
Krech dan Crutchfield membatasi sikap sebagai "...... an enduringorganization of motivational, emotional, perceptual and cognitive processeswith respect to some aspect of individual's world".
Di sini tampak penekanan Krech dan Crutchfield pada pengalaman subyektif
seseorang pada masa sekarang. Mereka memandang individu sebagai
organisme yang aktif.
16
Sikap diartikan sebagai kesiapan, kesediaan dan kecenderungan untuk
bertindak terhadap suatu objek tertentu dalam hal ini adalah masalah
Iingkungan, sebagai hasil interaksi sosial (Dushkin, 1970, dalam Mar'at,
1981).
2.1.2. Komponen Sikap
Secara umum, dalam berbagai referensi, sikap memiliki 3 komponen yakni:
kognitif, afektif, dan kecenderungan tindakan (Morgan dan King, 1975; Krech
dan Ballacy, 1963, Howard dan Kendler 1974, Gerungan, 2000). Komponen
kognitif merupakan aspek sikap yang berkenaan dengan penilaian individu
terhadap obyek atau sUbyek. Informasi yang masuk ke dalam otak manusia,
melalui proses analisis, sintesis, dan evaluasi akan menghasilkan nilai baru
yang akan diakomodasi atau diasimilasikan dengan pengetahuan yang telah
ada di dalam otak manusia1. Nilai - nilai baru yang diyakini benar, baik,
indah, dan sebagainya, pada akhirnya akan mempengaruhi emosi atau
komponen afektif dari sikap individu. Oleh karena itu, komponen afektif dapat
dikatakan sebagai perasaan (emosi) individu terhadap obyek atau subyek,
yang sejalan dengan hasil penilaiannya. Sedangkan komponen
kecenderungan bertindak terhadap keinginan individu untuk melakukan
perbuatan sesuai dengan keyakinan dan keinginannya.
17
Sikap seseorang terhadap suatu obyek atau subyek dapat positif atau
negatif. Manifestasi sikap terlihat dari tanggapan seseorang apakah ia
menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap obyek atau
sUbyek.
Komponen sikap berkaitan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antar
komponen sikap dan secara bersama-sama komponen kognitif, afektif, dan
kecenderungan bertindak menumbuhkan sikap individu. Dari manapun kita
memulai dalam analisis sikap, ketiga komponen tersebut tetap dalam ikatan
satu sistem. Sikap individu sangat erat kaitannya dengan perilaku mereka.
Jika faktor sikap telah mempengaruhi ataupun menumbuhkan sikap
seseorang, maka antara sikap dan perilaku adalah konsisten, sebagaimana
yang dikemukan oleh Krech (1962).
Komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak merupakan suatu
kesatuan sistem, sehingga tidak dapat dilepas satu dengan lainnya. Ketiga
komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap pribadi
Sikap seseorang seharusnya konsisten dengan perilaku. Seandainya sikap
tidak konsisten dengan perilaku, mungkin ada faktor dari luar diri manusia
yang membuat sikap dan perilaku tidak konsisten. Faktor tersebut adalah
18
sistem nilai yang berada di masyarakat, diantaranya norma, politik, budaya,
dan sebagainya.
Inferensi tau penyimpulan mengenai sikap harus didasarkan pada suatu
fenomena yang diamati dan dapat diukur. Fenomena ini berupa respon
terhadap objek sikap dalam berbagai bentuk. Rosenberg dan Hovland
melakukan analisis terhadap berbagai respon yang dapat dijadikan dasar
penyimpulan sikap dari perilaku, yang dapat dilihat dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1. respon yang digunakan untuk penyimpulan sikap
Tipe respon Kategori respon
Verbal Kognitif Afektif Konatif
Pernyataan Pernyataan Pernyataan
Keyakinan Perasaan Intensi
mengenai terhadap perilaku
objek sikap objek sikap
Non-Verbal Reaksi
Perseptual
terhadap objek
sikap
Reaksi
Fisiologis
terhadap
objek sikap
Perilaku
Tampak
sehubungan
dengan objek
sikap
(Sumber : Rosenberg & Hovland 1960, dalam Azwar, 1995)
19
2.1.3. Obyek sikap
Obyek sikap dapat berupa apa saja yang ada bagi atau menurut individu.
Oleh karena itu seseorang memiliki sejumlah besar dan beraneka ragam
sikap terhadap obyek dalam dunia fisik di sekelilingnya. la mungkin memiliki
sikap terhadap orang lain dan kelompok-kelompok tertentu, terhadap
organisasi-organisasi sosial polotik, terhadap peristiwa yang sedang
berlangsung, ia juga mungkin memiliki sejumlah sikap terhadap seni, filsafat,
Tuhan, dan sebagainya, bahkan ia juga memiliki sejumlah sikap tertentu
terhadap dirinya sendiri.
Seseorang dapat memiliki sekian banyak sikap. Tetapi jumlah sikap yang
dimiliki seseorang mestilah terbatas. Batasnya adalah dunia psikologis
seseorang itu terbatas (oleh pengalaman hidupnya), maka aneka macam
sikap yang dapat dimiliki seseorang juga terbatas. Misalnya saja, tidak semua
orang Indonesia memiliki sikap terhadap Rancangan Undang-Undang Anti
Pornografi dan Pornoaksi, karena mungkin sebagian orang tidak mengetahui
dan memahami apa itu Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan
Pornoaksi.
Ungkapan "Tak kenai maka tak sayang" kiranya cukup dapat memberikan
gambaran bagaimana sikap itu bekerja. Hal ini mesti diperhatikan karena
seringkali dilupakan dalam upaya pengukuran sikap bahwa pengukuran sikap
20
baru berarti bila orang yang diukur sikapnya tersebut memang memiliki sikap
yang hendak diukur. Orang memang dapat memberikan jawaban atau respon
terhadap alat ukur sikap, akan tetapi hal ini tidak berarti mereka memiliki
sikap yang sedang diteliti.
2.1.4. Fungsi sikap
Sikap memiliki beberapa fungsi yang sangat penting dalam kehidupan
seseorang. Hollander (1976) mengatakan setidaknya ada dua fungsi penting
dari sikap, yaitu:
(1). Menyediakan dasar atau kerangka untuk menginterpretasi dunia dan
memproses informasi-informasi baru.
(2).merupakan cara untuk mendapatkan dan mempertahankan identitas
sosial.
2.1.5. Pembentukan sikap
Sikap manusia berkembang bersamaan dengan perkembangan dirinya.
Dalam kehidupan, seseorang selalu berkembang di tengah-tengah orang lain
dan berkembang pula bersama-sama dengan orang lain. Di tengah
hubungan antara individu dengan dunia sekitarnya; antara individu yang satu
dengan individu lainnya sebagai sesama anggota suatu kolektivitas.
21
Dalam interaksi sosial juga terjadi saling mempengaruhi antara individu yang
satu dengan individu lainnya, melalui interaksi inilah sikap seseorang
terbentuk.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Saefuddin
Azwar (1988) adalah sebagai berikut:
a. Pengalaman Pribadi
Pengalaman dengan obyek sikap akan memberikan kesempatan kepada
individu untuk memiliki pengetahuan dan tanggapan serta penghayatan
atas obyek tersebut. Pengetahuan dan tanggapan inilah yang kemudian
menjadi salah satu unsur dalam komponen sikap seseorang.
b. Kebudayaan
Kebudayaan masyarakat dimana seseorang hidup dan dibesarkan
mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan sikap
orang yang bersangkutan. Nilai-nilai dan norma-normanya kebudayaan
telah memberikan arah bagi sikap yang sesuai terhadap berbagai
masalah dalam kehidupan.
c. Orang Lain yang dianggap penting
Seseorang yang dianggap penting, yang istimewa, yang tak ingin
dikecewakan, yang dibutuhkan persetujuannya, akan banyak
mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Orang yang
biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang
22
status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman
kerja, isteri atau suami, dan lain-lain.
d. Media massa
Informasi yang disampaikan oleh media massa, terselip pula pesan-pesan
yang dapat membentuk opini seseorang. Adanya informasi baru
mengenai suatu hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya
sikap terhadap hal tersebut. Sementara itu pesan-pesan sugestif yang
menyertainya, apabila cukup kuat, maka akan memberi dasar afektif
dalam menilai hal tersebut.
e. Institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama mempunyai pengaruh dalam
pembentukan sikap karena keduanya adalah yang meletakkan dasar
pengertian konsep moral dalam diri individu. Konsep-konsep moral
menentukan sistem kepercayaan seseorang tentang segala sesuatu. Ini
merupakan unsur komponen kognitif yang sangat penting dalam sikap
seseorang.
f. Emosi
Kadang-kadang suatu sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh
emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan diri. Salah satu bentuk sikap
yang didasari emosi ini adalah prasangka.
23
2.1.6. Perubahan sikap
Sikap dapat berubah atau dapat diubah melalui banyak cara. Telah kita
ketahui bahwa sikap seseorang terdiri dari komponen kognitif, afektif dan
perilaku. Pada dasarnya perubahan sikap terjadi melalui perubahan
komponen-komponen ini. Sikap seseorang dapat saja berubah setelah ia
menerima informasi baru yang mengubah komponen kognitifnya mengenai
suatu obyek tertentu.
Selanjutnya oleh karena adanya pengalaman langsung dengan obyek sikap
yang berbeda dengan sikap terhadap obyek tersebut selama ini, contohnya
seseorang yang benci terhadap suku "X" dapat berubah pendapatnya setelah
suatu saat ia dalam kesulitan ia dibantu oleh seseorang yang berasal dari
suku"X" tersebut. Disini pengalaman yang menyenangkan atau positif dengan
seseorang dari suku "X" telah menimbulkan disonansi (disonance) di dalam
komponen kognitif orang tersebut. Ini akan meyebabkanterjadinya proses
reorganisasi anggapan mengenai suku "X".
Selanjutnya, sikap sesorang dapat berubah oleh karena adanya kekuatan
yang_memaksa orang tersebut berperilaku berlawanan dengan sikapnya. Hal
ini umumnya dilakukan dengan peraturan atau hukum. Seseorang juga dapat
berubah sikapnya karena mengikuti implikasi dari suatu peristiwa (setelah
peristiwa itu terjadi). Misalnya sikap seorang karyawan kepada temannya
24
akan berubah setelah teman kerjanya itu menempati pangkat atau
kedudukan yang lebih tinggi atau menjadi atasannya.
2.2. Pengertian pornografi
Terdapat beberapa pengertian yang berbeda yang diberikan atas apa yang
dimaksud dengan pornografi. Penulis dalarn hal ini memberikan beberapa
pendapat para ahli mengenai Istilah Pornografi, yaitu antara lain:
Menurut Hamzah (1987), pornografi berasal dari dua kata, yaitu Porno dan
Grafi. Porno berasal dari bahasa Yunani, Pome artinya pelacur, sedangkan
grafi berasal dari kata graphein yang artinya ungkapan atau ekspresi. Secara
harfiah pornografi berarti ungkapan tentang pelacur. Dengan demikian
pornografi berarti
a. suatu pengungkapan dalam bentuk cerita-cerita tentang pelacur atau
prostitusi.
b. suatu pengungkapan dalam bentuk tUlisan atau lukisan tentang
kehidupan erotik, dengan tujuan untuk menimbulkan rangsangan seks
kepada yang membaca, atau yang yang melihatnya.
Sedangkan Webster Illustrated Dictionary (dalam www.mappi.com).
mengartikan Pornografi sebagai: "The expression or suggestion ofobscene
or unchaste subject in literature or act (terjemahan bebas: ekspresi atau
25
sugesti atas sebuah subyek yang obscene (tidak senonoh) atau unchaste
dalam literatur atau perbuatan)"
Ensyclopedia Britannica (dalam www.mappLcom.) menyebutkan bahwa
pornografi adalah:
"The representation or erotic behaviour, as in book, picture or films, intended
to cause sexual excitement (terjemahan bebas: representasi atau tindakan
erotik dalam buku, gambar atau film yang ditujukan untuk membangkitkan
gairah seksual)."
Pornografi menurut Microsoft Encarta online ensyclopedia (dalam
www.mappLcom.) adalah:
"Written, graphic, or oral depictions oferotic subjects intended to arouse
sexual excitement in the audience (tulisan, gambar, atau oral depictions dari
subyek erotik yang ditujukan untuk membangkitkah gairah seksual banyak
orang)."
Selanjutnya seorang sastrawan Indonesia, HB Jassin (dalam
www.hukumonline.com) mengartikan pornografi sebagai suatu tulisan atau
gambar yang dianggap kotor, karena dapat menimbulkan perasaan nafsu
seks atau perbuatan immoral, seperti tulisan-tulisan yang sifatnya
merangsang, gambar-gambar orang telanjang dan sebagainya.
26
Departemen Penerangan RI (dalam www. mappLcom.) mengartikan
pornografi sebagai penyajian tulisan atau gambar-gambar:
1. Mempermainkan selera rendah masyarakat dengan semata-mata
menonjolkan masalah seks dan kemaksiatan,
2. Bertentangan dengan:
a. kaidah-kaidah moral dan tata susila serta kesopanan;
b. kode etik jurnalistik;
c. ajaran-ajaran agama yang merupakan prima causa di Indonesia;
d. kemanusiaan yang adil dan beradab.
Organisasi Pengarang memberi definisi pornografi sebagai suatu tulisan atau
gambar yang dapat melanggar perasaan kesopanan jika tulisan atau gambar
itu tak sedikit pun mengandung nilai, melainkan hanya mengandung
keinginan atau semangat untuk dengan sengaja membangkitkan nafsu birahi
belaka, sehingga menurut norma-norma yang berlaku dalam suatu zaman
dan dalam suatu masyarakat menimbulkan pikiran-pikiran negatif
(www.hukumonline.com).
Pada tahun 2001 MUI mengeluarkan fatwanya mengenai Pornografi dan
Pornoaksi (www.hukumonline.com). fatwa MUI mengenai pornografi dan
pornoaksi dijelaskan pada tabel berikut :
27
TabeI2.2.
Fatwa MUI tentang pornografi dan pornoaksi
No. Kategori Perbuatan Haram
1. Menggambarkan, secara langsung maupun tidak langsung, tingkahlaku secara erotis, baik dengan lukisan, gambar, tulisan, suarareklame, iklan, ucapan, baik melalui media cetak maupun mediaelektronik yang dapat membangkitkan nafsu birahi adalah haram.
2. Membiarkan aurat terbuka dan/atau berpakaian ketat atau tembuspandang dengan maksud untuk diambil gambarnya baik untuk dicetakmaupun divisualisasikan adalah haram.
3. Melakukan pengambilan gambar sebagaimana dimaksud angka 2adalah haram.
4. Melakukan hubungan seksual atau adegan seksual di hadapan orang,melakukan pengambilan gambar hubungan seksual atau adeganseksual, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, dan melihathubungan seksual atau adegan seksual tersebut adalah haram.
5. Memperbanyak, mengedarkan, menjual, membeli dan melihat ataumemperlihatkan gambar orang, baik cetak maupun visual, yangterbuka auratnya atau berpakaian ketat atau tembus pandang yangdapat membangkitkan nafsu birahi, atau gambar hubungan seksualatau adegan seksual adalah haram.
6. Berbuat intim atau berdua-duaan (kha/wat) antara laki-Iaki dan Wanitayang bukan mahramnya, dan perbuatan sejenis lainnya yangmendekati dan/atau mendorong melakukan hUbungan seksual di luarpernikahan adalah haram.
7. Memperlihatkan aurat, yakni bagian tubuh antara pusar dan lutut bagilaki-Iakidan bagian tubuh selain muka, telapak tangan, dan telapakkaki bagi Wanita adalah harain, kecuali dalam hal-hal yangdibenarkan secara syar'i.
8. Memakai pakaian tembus18ndang atau ketat yang dapatmemperlihatkan lekuk tubuh adalah haram.
9. Melakukan suatu perbuatan dan atau suatu ucapan yang dapatmendorong terjadinya hubungan seksual diluar pernikahan atauperbuatan haram sebagaimana dimaksud angka enam adalah haram.
28
10. Membantu dengan segala bentuknya dan atau membiarkan tanpapengingkaran perbuatan-perbuatan yang diharamkan di atas adalahharam.
11. Memperoleh uang, manfaat, dan atau fasilitas dari perbuatanperbuatan yang diharamkan diatas adalah haram.
Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa pornografi berasal dari kata pronos
yang berarti melanggar kesusilaan atau cabul dan grafi yang berarti tulisan,
dan kini meliputi juga gambar atau barang pada umumnya yang berisi atau
menggambarkan sesuatu yang menyinggung rasa susila dari orang yang
membaca atau melihatnya (www.mappLcom)
Melalui beberapa definisi yang ada di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian dari pornografi berbeda antara pendapat yang satu dengan yang
lain. Hal ini disebabkan sifatnya yang relalif, artinya tergantung pada waktu,
tempat, pribadi manusia serta kebudayaan suatu masyarakat yang berusaha
mendefinisikan islilah pornografi ilu sendirL
Namun lerdapat kesamaan unsur yang lermaksud dalam sualu hal yang
dikategorikan pornografi, yaitu:
1. Pornografi dapat berwujud gambar maupun tulisan.
2. Bersifat tidak senonoh (obscene).
3. Menimbulkan atau membangkilkan gairah seksual atau memiliki
unsur erotis.
29
4. Melanggar perasaan kesusilaan, kesopanan dan norma-norma
Masyarakat.
2.3. Dampak pornografi terhadap tindak kriminal
Pornografi tak dapat ditampik sebagai salah satu ancaman bagi kehidupan,
riset telah menunjukkan bahwa pornografi dan pesan di dalamnya
membentuk sikap dan mendorong terbentuknya perilaku yang dapat
merugikan individu pengguna dan keluarga mereka. Pornografi meningkatkan
dorongan perzinaan, prostitusi, dan harapan khayali yang dapat
mengakibatkan perilaku promiscuous yang berbahaya (melakukan sesuatu
tanpa memilih-milih mana yang baik mana yang buruk) (Nada, 2006).
Banyak studi menemukan bahwa pronografi sangat menimbulkan
kecanduan. The National Council on Sexual Addiction Compulsivity
memperkirakan bahwa 6-8 % orang Amerika kecanduan seks. Dr. Victor
Cline, (dalam Nada, 2006) seorang pakar kecanduan seks, menemukan
bahwa ada 4 tahap perkembangan kecanduan seksual di antara orang-orang
yang mengkonsumsi pornografi:
1. Adiksi: tahap di mana pornografi memberikan rangsangan seksual yang
sangat kuat (aphrodisiac effect), diikuti dengan pelepasan, yang paling
seringnya dilakukan melalui masturbasi.
30
2. Eska/asi: adiksi dalam waktu yang lama akan membutuhkan material
yang lebih eksplisit dan menyimpang untuk memenuhi kebutuhan
seksual mereka.
3. Desensitisasi: apa yang sebelumnya dianggap kotor, mengguncang
Qiwa), dan mengganggu, pada tahap ini menjadi suatu hal yang biasa
dan bisa diterima.
4. Tindakan seksua/: terjadi peningkatan kecenderungan untuk mencontoh
atau berperan sesuai dengan perilaku yang dilihat dalam pornografi.
Oi Indonesia, pornografi juga sudah mengakibatkan tindak kejahatan seksual
di berbagai penjuru negeri. Beberapa kejadian yang dilaporkan oleh media
massa seperti yang dikutip di bawah ini menunjukkan adanya bahaya
pornografi.
1. Oi Lampung Utara, seorang kakek ditangkap Tim Buru Sergap Kepolisian
Resor Lampung Utara karena diduga memperkosa keponakannya.
Tersangka Zaini diringkus di rumah anaknya di kawasan Kedaton,
Bandar Lampung. Belum lama berselang, pria berusia 60 tahun ini pura
pura lupa mengingat peristiwa setahun lalu. Tersangka akhirnya
mengakui memperkosa remaja berusia 14 tahun itu lantaran tidak kuasa
menahan berahi setelah menonton film porno (www.liputan6.com).
2. Abdul Choir yang selama empat tahun memperkosa putrinya, sebut saja
Melati. Perbuatan bejad ini sampai melahirkan dua bayi, salah satu di
antaranya meninggal karena keguguran. Choir yang ditangkap Polisi
31
Sektor Jagakarsa di Depok, Jawa Barat, awal bulan ini, setelah
menonton VCD porno dan mabuk minuman keras (www.tv7.co.id. ).
3. Gara-gara terangsang menyaksikan blue film, seorang pedagang krupuk,
Imr (20), warga Gang Rulita RT 1 RW 7 Kelurahan Harjasari Kec. Bogor
Selatan Kota Bogor diduga mencabuli gadis kecil, NH (8), warga
setempat, Kamis (20/2) (www.pikiran-rakyat.com).
4. Kasus kekerasan terhadap Wanita dan anak-anak, seperti pemerkosaan
dan pencabulan, yang terjadi di Jakarta Timur tahun 2003 meningkat
dibandingkan dengan tahun 2002. Data mengenai dugaan peningkatan
kasus itu hanya berdasarkan pada kasus-kasus yang terpantau pihak
kepolisian lewat laporan korban. Data di unit Ruang Pelayanan Khusus
(RPK) Polres Jakarta Timur, Senin (6/1) menunjukkan, jumlah kasus
pemerkosaan yang terjadi antara Januari hingga akhir September lalu
mencapai 24 kasus. Jumlah itu meningkat tiga kali Iipat dibandingkan
dengan tahun 2002 yang hanya delapan kasus pada bulan yang sama.
Sementara itu, untuk pencabulan terhadap anak-anak, tercatat 28 kasus.
Dibandingkan dengan tahun 2002 pada bulan yang sama, jumlah itu
meningkat dua kali Iipat. Dari hasil pemeriksaan terhadap pelaku yang
sudah tertangkap, 75 persen kasus pemerkosaan dan pencabulan
dilakukan akibat menonton video compact disc (VCD) porno (Kompas,
28/01/2005).
32
5. Di sebuah SD di Lombok Barat, misalnya, seorang anak kelas dua SD
coba diperkosa empat kawannya yang duduk di kelas empat. Di
kabupaten lain pun terdapat kasus anak kelas enam mau memperkosa
siswa kelas empat. "Kasus pemerkosaan yang melibatkan pelajar ini
sudah sangat memprihatinkan," kata Kerniasih. Dari kasus-kasus yang
terjadi, hampir seluruhnya bersumber pada rangsangan seksual akibat
pelaku menonton tayangan porno. Ada anak yang mengaku hal itu
dilakukan setelah menonton film India, ada juga karena nonton tayangan
seperti goyang ngebor dan VCD porno yang beredar secara bebas.
(www.Balipost.co.id/balipost cetak/2004).
2.4. RUU APP
Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi, disingkat RUU
APP adalah suatu rancangan produk hukum yang diusulkan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada 14 Februari 2006. RUU yang
berisi 11 bab dan 93 pasal pada rancangan pertamanya ini mengatur
masalah pornografi dan pornoaksi di Indonesia. RUU ini dimaksudkan
sebagai upaya mencegah berbagai bentuk kejahatan itu dalam kerangka
menciptakan kehidupan yang bermoral (www.wikipedia.com).
33
RUU APP disusun berdasarkan pasal29 ayat (1), pasal 5 ayat (1), dan pasal
20 ayat (1) UUO 1945, serta undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, undang-undang nomor 1 tahun 1946, undang-undang
nomor 73 tahun 1958, undang-undang tentang Pers, undang-undang tentang
Penyiaran, undang-undang tentang Ham, undang-undang tentang
Pendidikan, serta undang-undang tentang Kesehatan (Ojubaedah, 2003).
Pada rancangan kedua, beberapa pasal yang kontroversial dihapus sehingga
tersisa 82 pasal dan 8 bab. Oi antara pasal yang dihapus tersebut adalah
pasal mengenai sanksi pidana dan pembentukan badan antipornografi dan
pornoaksi nasional. Selain itu, rancangan kedua juga mengubah definisi
pornografi dan pornoaksi.
Pornografi dalam rancangan pertama didefinisikan sebagai "substansi dalam
media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan
gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan atau erotik"
sementara pornoaksi adalah "perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan,
dan atau erotik di muka umum". Karena definisi ini dipermasalahkan, maka
disetujui untuk menggunakan definisi pornografi yang berasal dari bahasa
Yunani, yaitu porne (pelacur) dan graphos (gambar atau tulisan) sehingga
secara harafiah berarti "tulisan atau gambar tentang pelacur". Pornoaksi
34
adalah "upaya mengambil keuntungan, baik dengan memperdagangkan atau
mempertontonkan pornografi" (www.wikipedia.com.23/03/06).
lsi pasal RUU APP ini menimbulkan kontroversi di masyarakat. Ada kelompok
yang mendukung dan kelompok yang menentang. Dari sisi substansi, RUU
ini dianggap masih mengandung sejumlah persoalan, antara lain RUU ini
mengandung atau memuat kata-kata atau kalimat yang ambigu, tidak jelas,
atau bahkan tidak bisa dirumuskan secara absolut. Misalnya, eksploitasi
seksual, erotis, kecabulan, ketelanjangan, aurat, gerakan yang menyerupai
hubungan seksual, gerakan menyerupai masturbasi, dan lain-lain (Nathael,
2006) alam KUHP sendiri tidak dirumuskan pengertian pornografi. Pasal 281,
Pasal 282, Pasal 532, Pasal 534, dan Pasal 535, Demikian pUla dalam Pasal
411 sampai dengan pasal 416, Pasal 420 dan pasal 422 RUU-KUHP istilah
pornografi (pornoaksi) tidak disebutkan dan dirumuskan secara eksplisit
(Djubaedah, 2003).
Banyak pihak yang menyarankan agar pembahasan RUU APP dilanjutkan
dengan syarat RUU APP lebih mengakomodasi pluralitas budaya masyarakat
Indonesia dan meminta agar aturan yang masih kabur dan multi tafsir dalam
RUU APP disempurnakan formulasinya. Pansus RUU APP juga diminta
jangan sampai terjebak pada pemenuhan aspirasi atau kepentingan segelintir
35
anggota masyarakat, dengan mengabaikan aspirasi atau kepentingan
masyarakat banyak (www.ppuii.com).
2.5. Persepsi
2.5.1. Pengertian persepsi
Persepsi dalam Psikologi diartikan sebagai salah satu perangkat psikologis
yang menandai kemampuan seseorang untuk mengenal dan memaknakan
sesuatu objek yang ada di Iingkungannya. Menurut Scheerer persepsi
adalah representasi phenomenal tentang objek distal sebagai hasil dari
pengorganisasian dari objek distal itu sendiri, medium dan rangsangan
proksinal (Salam; 1994). Dalam persepsi dibutuhkan adanya objek atau
stimulus yang mengenai alat indera dengan perantaraan syaraf sensorik,
kemudian diteruskan ke otak sebagai pusat kesadaran (proses psikologis).
Selanjutnya, dalam otak terjadilah sesuatu proses hingga individu itu dapat
mengalami persepsi (proses psikologis).
Psikologi kontemporer menyebutkan persepsi secara umum diperlukan
sebagai satu variabel campur tangan (intervening variabel), bergantung pada
faktor-faktor motivasional. Artinya suatu objek atau satu kejadian objektif
ditentukan baik oleh kondisi perangsang maupun oleh faktor-faktor
organisme. Dengan alasan sedemikian, persepsi mengenai dunia oleh
36
pribadi-pribadi yang berbeda juga akan berbeda, karena setiap individu
menanggapinya berkenaan dengan aspek-aspek situasi tadi yang
mengandung arti khusus sekali bagi dirinya (Chaplin, J.P; 1999).
Proses pemaknaan yang bersifat psikologis sangat dipengaruhi oleh
pengalaman, pendidikan dan lingkungan sosial secara umum. Sarwono
mengemukakan bahwa persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman
pengalaman dan cara berpikir serta keadaan perasaan atau minat tiap-tiap
orang sehingga persepsi seringkali dipandang bersifat subjektif. Karena itu
tidak mengherankan jika seringkali terjadi perbedaan paham yang
disebabkan oleh perbedaan persepsi antara 2 orang terhadap 1 objek.
Persepsi tidak sekedar pengenalan atau pemahaman tetapi juga evaluasi
bahkan persepsi juga bersifat inferensional (menarik kesimpulan)
(Sarwono, 1983).
Persepsi sosial menurut David 0 Sears adalah bagaimana kita membuat
kesan pertama, prasangka apa yang mempengaruhi mereka, jenis informasi
apa yang kita pakai untuk sampai pada kesan tersebut, dan bagaimana
akuratnya kesan itu (David 0 Sears, et. ai, 1994). Menurut Istiqomah dkk,
Persepsi sosial mengandung unsur subyektif. Persepsi seseorang bisa keliru
atau berbeda dari persepsi orang lain. Kekeliruan atau perbedaan persepsi
ini dapat membawa macam-macam akibat dalam hUbungan antar manusia.
37
Persepsi sosial menyangkut atau berhubungan dengan adanya rangsangan
rangsangan sosial. Rangsangan-rangsangan sosial ini dapat mencakup
banyak hal, dapat terdiri dari (a) orang atau orang-orang berikut ciri-ciri,
kualitas, sikap dan perilakunya, (b) persitiwa-peristiwa sosial dalam
pengertian peristiwa-peristiwa yang melibatkan orang-orang, secara langsung
maupun tidak langsung, norma-norma, dan lain-lain (Istiqomah, dkk, 1988).
Penelitian lain menunjukkan bahwa proses persepsi juga dipengaruhi oleh
pengalaman belajar dari masa lalu, harapan dan preferensi (Bartol & Bartol,
1994). Terkait dengan persepsi sosial, Istiqomah menyebutkan ada 3 hal
yang mempengaruhi, yakni 1) variabel obyek-stimulus, 2) variabellatar atau
suasana pengiring keberadaan obyek-stimulus, dan 3) variabel diri preseptor
(pengalaman, intelegensia, kemampuan menghayati stimuli, ingatan,
disposisi kepribadian, sikap, kecemasan, dan pengharapan) (Istiqomah, dkk,
1988).
Ada tiga dimensi yang terkait dengan persepsi, menurut Osgood tentang
konsep diferensial semantik menjelaskan tiga dimensi dasar yang terkait
dengan persepsi, yakni evaluasi (baik-buruk), potensi (kuat-Iemah), dan
aktivitas (aktif-pasif). Menurutnya evaluasi merupakan dimensi utama yang
mendasari persepsi, disamping potensi dan aktivitas (David 0 Sears, et. ai,
1994).
38
Persepsi kerap ditafsirkan sebagai sebuah konsep dengan dua macam
pengertian. Pengertian yang pertama menunjuk pada persepsi sebagai suatu
proses dan pengertian, yang kedua mengacu kepada hasil daripada proses
itu sendiri.
Banyak ahli di bidang psikologi sosial yang condong untuk mendefinisikan
persepsi sebagai: suatu proses melekatkan atau memberikan makna kepada
informasi sensori yang diterima seseorang.
Proses ini dapat digambarkan sebagai berikut, misalnya seorang melintas di
depan kita , melalui indera penglihatan kita dapat menagkap sejumlah ciri
yang terdapat pada dirinya. Ciri-ciri tersebut merupakan kumpulan informasi
sensoris yang tidak mempunyai makna apa-apa sebelum kita melekatkan
'suatu' makna padanya.
Penglihatan kita memberikan informasi bahwa makhluk yang sedang
melintas itu adalah seorang wanita, berambut panjang hingga ke bahu,
berhidung mancung, berkulit mulus, bertubuh semampai dan lain-lain, lalu
kita memberikan penilaian bahwa wanita yang sedang melintas adalah gadis
cantik dan menawan (berbahagialah pria yang dapat menikahinya). Adanya
penilaian, kesan atau makna yang kita berikan kepada informasi sensoris
yang sampai pada diri kita, hal tersebut menunjukkan bahwa persepsi telah
39
bekerja pada diri kita. Tanpa pemaknaan , maka pengalaman yang kita kita
peroleh hanyalah suatu pengalaman penginderaan biasa.
Persepsi juga didefinisikan sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa,
atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi
dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli
inderawi (sensory stimuly). Walaupun begitu makna informasi inderawi tidak
hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan
memori (Walgito, 2002).
Di sisi lain Felley, et. al. (dalam Unika, 2006) mengidentifikasi tiga komponen
utama dari proses persepsi. Pertama, seleksi atau screening yang sangat
erat hubungannya dengan pengamatan dan stimulus yang dilihat. Kedua,
interpretasi, yaitu proses pengorganisasian informasi sehingga mempunyai
arti bagi seseorang. Interpretasi ini tergantung pada berbagai faktor, seperti
pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dipunyai seorang, motivasi
kepribadian, kecerdasan dan sebagainya. Ketiga, kemampuan seseorang
untuk mengadakan kategorisasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi
informasi yang komplek, menjadi lebih sederhana, yaitu interpretasi behavior
terhadap sesuatu obyek persepsi.
40
Branca, Woodworth dan Marquis sebagaimana dikutip Walgito ( 2002)
mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang didahului oleh
penginderaan. Penginderaan adalah merupakan suatu proses diterimanya
stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu indera. Namun proses
tersebut tidak berhenti di situ saja, pada umumnya stimulus tersebut
diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf, dan proses
selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu proses persepsi tidak
dapat lepas dari proses penginderaan, dan proses penginderaan merupakan
proses yang mendahului terjadinya persepsi, dengan persepsi individu dapat
menyadari, dapat mengerti tentang keadaan Iingkungan yang ada di
sekitarnya, dan juga tentang keadaan diri individu yang bersangkutan
(Davidoff, 1981).
2.6. Pengertian gerakan erotik
Joget dangdut modern era 2000-an menampilkan banyak jenis gerakan
gerakan baru yang terbilang ekstrim dan berani, sebagian menilai goyangan
dalam joget dangdut adalah gerakan erotis, sebagaimana yang marak di
layar televisi saat ini adalah goyangannya Inul Daratista dengan goyangan
ngebor, Uut Permata Sari dengan goyang ngecornya, Dewi Persik dengan
goyangan gergaji, dan Anisa Bahar dengan goyang patah-patah.
41
Namun tidak berarti semua penyanyi dangdut melakukan gerakan erotik
dalam jogetnya.
Ada beberapa definisi gerakan erotik atau goyangan erotik diantaranya
adalah:
a) Bergoyang erotis adalah melakukan gerakan-gerakan tubuh secara
berirama, tidak mengikuti prinsip-prinsip seni tari, dan lebih
menonjolkan sifat seksual sedemikian rupa sehingga gerakan-gerakan
tersebut dapat diduga bertujuan merangsang nafsu birahi ( Penjelasan
RUU APP, pasal 28).
b) Gerakan yang menyerupai hubungan seksual, gerakan menyerupai
masturbasi, dan lain-lain (Nathanael, 2006).
c) Dalam erotika seseorang tidak terlepas dari integritas ketubuhannya, temlasuk
diantaranya gerakan menonjolkan lekuk tubuh (Haris, 2006)
2.7. Kerangka berpikir
Pandangan masing-masing orang tidak terlepas dari pengalaman dan faktor
budaya yang ada dalam dirinya (Azwar, 1998), sama halnya dengan
penilaian individu tentang gerakan erotik dalam joget dangdut. Jika
seseorang pernah mengalami hal yang buruk seputar gerakan erotik seperti
perasaan muak, malu, benci saat melihat gerakan erotik, baik diakibatkan
karena budaya atau emosi dan faktor lainnya, maka hal ini akan menciptakan
43
2.8. Hipotesis penelitian
Dari uraian di atas, maka dapat ditarik hipotesis dalam penelitian Hubungan
Persepsi tentang Gerakan Erotik Dalam Joget Dangdut dengan Sikap
terhadap Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi yaitu:
Ho=Tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara persepsi tentang
gerakan erotik dalam joget dangdut dengan sikap terhadap rancangan
undang-undang anti pornografi dan pornoaksi.
Ha = Ada hUbungan negatif yang signifikan antara persepsi tentang gerakan
erotik dalam joget dangdut dengan sikap terhadap rancangan undang
undang anti pornografi dan pornoaksi.
BAB3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
3.1.1. Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian inl adalah metode korelaslonal,
yang bertujuan untuk meneliti sejauh mana variasi pada satu faktor berkaitan
dengan faktor lain (Jalaludin Rahmat,1999). Metode korelasional merupakan
kelanjutan dari metode deskrlptif. Menurut Jalaludin Rahamat, metode
korelaslonal dlgunakan untuk :
1. Mengukur hubungan antar variabel.
2. Meramalkan varlabel tak bebas darl pengetahuan kita tentang variabel
bebas.
3. Meratakan jalan (memudahkan) untuk membuat rancangan penelitian
eksperlmental.
Penelitian inl bertujuan untuk mengetahui bagaimana "Hubungan Persepsi
tentang Gerakan Erotik dalam Joget Dangdut dengan Sikap terhadap
Rancangan Undang-Undang Anti Pornografl dan Pornoaksi."
Metode pengumpulan data dalam penelltian ini adalah dengan menggunakan
skala model Likert, yaltu metode pengumpulan data dengan alat
45
pernyataan tertulis. Pernyataan tertulis ini merupakan penjabaran dari penilaian
responden tentang persepsi gerakan erotik dalam joget dangdut (variabel X) dan
sikap terhadap rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi
(variabel Y).
3.1.2. Definisi variabel dan operasional variabel
Variabel Persepsi tentang gerakan erotik da/am joget dangdut
• Definisi variabel : Bergoyang erotis adalah melakukan gerakan-gerakan
tubuh secara berirama, tidak mengikuti prinsip-prinsip seni tari, dan lebih
menonjolkan sifat seksual sedemikian rupa sehingga gerakan-gerakan
tersebut dapat diduga bertujuan merangsang nafsu birahi ( Penjelasan
RUU APP, pasal 28).
• Operasional variabel : Persepsi tentang gerakan erotik dalam joget
dangdut adalah skor yang diperoleh melalui penyebaran skala yang
diberikan kepada responden mengenai gerakan-gerakan erotik.,
diantaranya gerakan bibir yang sensual, gerakan menggetarkan buah
dada, gerakan pinggul yang bolak-balik seperti gerakan masturbasi, dan
goyangan pantat, gerakan-gerakan tersebut didapat melalui survey
pendahuluan tentang gerakan apa yang dianggap merangsang nafsu
birahi.
46
Variabel Sikap terhadap RUU APP
a. Definisi variabel : Howard dan Kendler (dalam Gerungan, 2000)
menyatakan bahwa sikap merupakan suatu kecenderungan untuk
mendekat atau menghindar, positif atau negatif terhadap berbagai
keadaan sosial, apakah itu institusi, pribadi, situasi, ide, konsep,
sedangkan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap terhadap
RUUAPP.
b. Operasional variabel : sikap terhadap RUU APP adalah skor yang
diperoleh melalui penyebaran skala mencangkup aspek kognisi, afeksi
dan perilaku tentang isi RUU APP, dampak RUU APP terhadap wanita,
serta dampak RUU APP terhadap seni.
3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel
3.2.1. Populasi
Populasi adalah jumlah total manusia yang cocok dijadikan responden atau
cukup relevan dengan suatu penelitian (Jefkins, 1995). Populasi dalam
penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di RT 11 dan RT 09, Tebet,
Menteng Dalam, Jakarta- Selatan.
47
3.2.2. Sampel dan teknik penarikan sampel
Sampel adalah sejumlah orang yang dipilih untuk diteliti sebagai contoh atau
dapat mewakili keseluruhan populasi (Jefkins, 1995). Sevilla et all (1993)
mengatakan bahwa ukuran sampel minimum dalam penelitian korelasional
adalah 30 sUbjek, sedangkan sampel dalam penelitian ini berjumlah 50
orang.
Teknik yang digunakan dalam penarikan sampel adalah non acak dengan
metode pengambilan sampel kuota, langkah dalam metode sampling ini
menurut Vockell (dalam Sevilla, 1993) adalah dengan mengidentifikasi
kumpulan karakteristik penting dari populasi dan kemudian memilih sampel
yang diinginkan secara non acak, hal ini diasumsikan bahwa sampel-sampel
tersebut sesuai dengan karakteristik populasi yang telah ditetapkan.
Karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah :
1. Masyarakat umum yang bukan dari kalangan seni ataupun dewan
perwakilan rakyat.
2. Telah berusia 17 tahun ke atas.
3. gerlatalt.belakang pendidikan minimum SLTP.
48
3.3. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah
dengan menggunakan skala model Likert untuk kedua variabel dalam penelitin
ini. Skala model Likert merupakan instrumen utama yang digunakan dalam
penelitian ini.
Pernyataan yang diajukan adalah tentang persepsi tentang gerakan erotik dalam
joget dangdut, dengan sikap terhadap rancangan undang-undang anti pornografi
dan pornoaksi, pernyataan-pernyataan yang ada dalam skala model Likert ini
terdiri dari pernyataan favourable dan unfavourable dan setiap pernyataan diberi
nilai sebagai berikut:
Tabe/3.1.
Sobot nilai
Kode Favourable Unfavourable
5T5 (sangat tidak setuju) 1 6
T5 (tidak setuju) 2 5
AT5 (agak tidak setuju) 3 4
A5 (agak setuju) 4 3
5 (setuju) 5 2
55 (sangat setuju) 6 1
49
TabeI3.2.
Blue print skala "persepsi tentang gerakan erotik dalam joget dangdut"
No. Aspek persepsi gerakan erotik No. Item No. Itemdalam joget dangdut Favourable Unfavourable
1. Gerakan bibir yang sensual, seperti 1*, 5*, 6, 17*,30*, 3*,11*,26*, 34*,37*,mendesah atau gerakan 33* 42*mencium/mencumbu
2. Gerakan menggetarkan/mengoyangkan buah dada
2*,7*,15,22*, 27* 4*,8*,16* , 39, 44*,43* 46*
3. Gerakan pinggul yang bolak-balikseperti gerakan masturbasi(bersetubuh)
4. Goyangan pantat atau bokong
total(* item valid)
9*,12*,18*,28*,31*,35*
14*,20*,36* , 41*.45*, 48*24
13*, 21, 23*,25*,38*,47*
10*,19*,24*,29*,32*,40*24
TabeI3.3.
Blue print Skala Sikap terhadap RUU APP
(omponen No. Item berdasarkan komponen sikap TotalIbjek sikap Kognitif Afektif Konasiterhadap
Favourable Un- Favourable Un- Favourable Un-RUU APP favourable favourable favourablespek 2*, 1* 3*, 28* 4*,5* 8*,11*,34 6*, 21* 30*,37* 13i RUUAPPspek 16*,22*, 9*,25* 7*,26 15*, 27* 18, 32* 13*, 23* 13ampakRUU 39*PPirhadapanitaspek 20*, 31 14*,29* 17*,38* 12*, 33 19*,24*,36 10*,35* 13ampakRUUPPrhadap~ni
Dtal 7 6 6 7 7 6 39(* item valid)
50
3.5. Teknik Analisa Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara analisis statistik
deskriptif, di mana data yang telah didapat dan telah diolah ditabulasikan
untuk kemudian dijelaskan. Sedangkan untuk melihat dan menetukan tingkat
hubungan yang lebih tepat antara persepsi tentang gerakan erotik dalam
joget dangdut dengan sikap terhadap rancangan undang-undang anti
pornografi dan pornoaksi maka digunakan metode Pearson Product moment,
yang menghasilkan indeks yang biasanya ditandai dengan r.
Koefisien produk momen r bervariasi dari korelasi positif yang sempurna (r =
+ 1,00) dan korelasi negatif yang sempurna
(r= -1,00). Dan jika tidak ada hUbungannya ditandai dengan r =0,00.
Rumus untuk menghitung korelasi dan validitas digunakan Pearson Product
moment dengan rumus sebagai berikut :
rxy = Angka indeks korelasi 'r' product moment
N = Jumlah subjek
51
LXY = Jumlah hasil antara X dan Y
LX = Jumlah seluruh skor X
L Y = Jumlah seluruh skor Y
Dari hasil uji coba penelitian dengan total item 48 untuk skala gerakan erotik
dalam joget dangdut, ada 44 item yang valid dan 4 item yang tidak valid,
sedangkan untuk skala sikap terhadap RUU APP dari seluruh item yang
berjumlah 39 ada 34 item yang valid dan 6 item yang tidak valid.
Adapun untuk mengetahui reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan rumus Alpha Cronbach (Azwar, 2003).
Dengan rumus :
a = 2 [1 - 8 12 + 8 22 ]
8 2X
a = Koefisien reliabilitas
8 12 dan 822 = Varians skor belahan 1 dan 2
8/ = Varians skor skala
Dari hasil uji coba penelitian didapatkan koefisien reliabilitas untuk skala
persepsi tentang gerakan erotik adalah a =0.9313 sedangkan reliabilitas
untuk skala sikap terhadap RUU APP adalah a =0.9261.
52
3.6. Prosedur Penelitian
Secara garis besar penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahapan yaitu:
1. Tahap persiapan, yaitu pada tahap ini penulis merumuskan
permasalahan dalam penelitian ini, menentukan variabel yang akan
diteliti, melakukan studi pustaka dengan mengumpulkan data-data yang
terkait dan teori-teori yang menunjang penelitian ini. Kemudian
dilanjutkan dengan menentukan menyusun dan menyiapkan alat ukur
penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini.
2. Tahap pengambilan data, dalam tahap ini penulis menentukan sample
penelitian, meminta kesediaan responden untuk mengisi skala penelitian,
serta melakukan pengambilan data dengan memberikan alat ukur
penelitian kepada responden penelitian.
3. Tahap pengolahan data, pada tahapan ini penulis mengumpulkan data
yang diterima dari responden dan menskoring data hasil penelitian,
kemudian mentabulasikan dan melakukan analisis data, yaitu analisis
validitas dan relibilitas, dan korelasi dari kedua variabel penelitian.
4. Tahap Pembahasan, pada tahap ini hasil olah data diinterpretasikan ,
serta merumuskan hasil penelitian yang diperoleh dibahas berdasarkan
data dan teori yang ada.
BAB4
PRESENTASI DAN ANALISA DATA
4.1. Garnbaran Urnurn Responden Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah warga Rt 11 dan Rt 09 Kelurahan
Menteng-Dalam, Tebet, Jakarta Selatan, dengan total responden 50 orang
berikut penjelasan data responden dalam penelitian ini.
4.1.1. Jenis kelamin responden
Tabel4.1
Jenis kelamin responden
No. Jenis Kelamin Jumlah Prosentase
1. Laki-Iaki 22 44%
2. Wanita 28 56%
Jumlah 50 100 %
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden laki- laki dalam penelitian ini
berjumlah 22 orang (44 %) sedangkan responden Wanita sedikit lebih banyak
yaitu 28 orang atau (56 %).
54
4.1.2. Usia responden
Usia responden dalam penelitian ini dibagi berdasarkann kategori usia
Levinson (dalam FJ.Monks, 2002) menjadi tiga kategori yaitu, usia 17-39
tahun sebagai dewasa awal, usia 40-59 tahun sebagai dewasa madya, dan
usia 60 tahun ke atas sebagai dewasa akhir. Dalam penelitian ini responden
yang memiliki usia17-39 tahun berjumlah 42 orang (84 %), sedangkan yang
masuk kelompok usia 40-59 tahun berjumlah 8 orang (16%) dan tidak ada
responden yang berusia 60 tahun ke atas (lihat Tabel 4.2)
TabeI4.2.
Usia responden
No Usia Jumlah Prosentase
1. 17-39 tahun 42 84%
2. 40-59 tahun 8 16 %
3. 60 tahun ke atas 0 0%
Jumlah 50 100 %
55
4.1.3. Pekerjaan responden
Tabel4.3
Pekerjaan responden
No Pekerjaan Jumlah Prosentase
1. Pelajar 8 16 %
2. Mahasiswa 19 18 %
3. Karyawan 10 20%
4. Wirausaha 5 10 %
5. Ibu rumah tangga 8 16 %
Jumlah 50 100%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden dalam penelitian inj terdjrj
pelajar 8 orang (16%), mahasiswa sebanyak 19 orang (18%), karyawan 10
orang (20%), wirausaha 5 orang (10%), dan ibu rumah tangga 8 orang (16%).
4.1.4. Pendidikan responden
TabeI4.4.
Pendidikan responden
No. Pendidikan Jumlah %
1. S1 26 52%
2. SMUt Aliyah 19 38%
3. SLTP 5 10 %
Jumlah 50 100%
56
Berdasarkan tabel di atas didapat bahwa responden dalam penelitian ini
terdiri dari 26 orang yang berlatang belakang S1( 52 %), 19 orang (38 %)
berlatang belakang SMU atau Aliyah dan selebihnya yaitu, 5 orang (10 %)
memiliki latar belakang pendidikan SLTP.
4.2 Analisa Data
4.2.1 Skor responden secara keseluruhan
TabeI4.5.
Tabel Skor responden secara keseluruhan
Variabel kategori Interval skor Jumlah %
Skala persepsi tentang Positif 192-264 5 10%
gerakan erotik biasa 118-191 21 42%
negatif 44-117 24 48%
total 50 100%
Skala sikap terhadap Pro 148-204 30 60%
RUU APP Netral 91-147 15 30%
Kontra 34-90 5 10%
total 50 100%
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden dalam
penelitian ini (48 %) memandang negatif gerakan erotik dalam joget dangdut
dan hanya lima orang (10 %) responden yang memandang positif.
Responden dalam penelitian ini cenderung pro dengan RUU APP (60 %)
dan hanya 5 orang yang netral dan sisanya (10 %) kontra terhadap RUU
APP.
57
4.2.2. Perbedaan skor responden berdasarkan jenis kelamin
TabeI4.6.
Perbedaan skor berdasarkan jenis kelamin
Variabel penelitian Mean
. Laki-Iaki Wanita
Persepsi tentang gerakan 163.90 91.71
erotik
5ikap terhadap RUU APP 120.04 158.78
dari tabel di atas dapat dilihat bahwa persepsi kaum laki-Iaki tentang gerakan
erotik dalam joget dangdut lebih positif dibandingkan kaum wanita, dan
sebaliknya bahwa kaum wanita lebih pro terhadap RUU APP dibandingkan
kaum laki-Iaki.
4.2.3. Perbedaan skor responden berdasarkan latar belakang pendidikan
TabeI4.7.
Perbedaan skor berdasarkan latar belakang pendidikan
Variabel penelitian Mean
51 5MUlAliyah 5LTP/Tsanawiyah
Persepsi tentang gerakan 99.26 155.63 127.2
erotik
5ikap terhadap RUU APP 157.23 123.84 129.2
58
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan dengan urutan nilai bahwa
responden yang memiliki latar belakang pendidikan 8MU cenderung
memandang positif gerakan erotik dalam joget dangdut dibandingkan
responden yang berlatar belakang 81 dan 8LTP sedangkan responden yang
berlatar belakang 81 cenderung memandang negatif gerakan erotik dalam
joget dangdut dibandingkan responden berlatar belakang 8MU dan 8LTP.
Untuk sikap terhadap RUU APP responden dengan latar belakang 81
cenderung pro dibandingkan responden dengan latar belakang 8MU dan
8LTP, sebaliknya responden 8MU cenderung kontra dibandingkan
responden dengan latar belakang 81 dan 8LTP.
4.2.4. Perbedaan skor responden berdasarkan usia
TabeI4.8.
Perbedaan skor berdasarkan usia
Variabel penelitian Mean
17-39 tahun 40-59 tahun 60 tahun ke atas
Persepsi tentang gerakan 128.59 96.62 0
erotik
Sikap terhadap RUU APP 138.45 159.00 0
Dari tabel 4.7. dapat dilihat bahwa responden yang masuk kategori usia 17
39 tahun cenderung memandang positif gerakan erotik dalam joget dangdut
dibandingkan responden yang masuk kategori 40-59 tahun. Responden
60
4.3. Hasil Utama Penelitian
Dari hasil penghitungan statistik pada taraf signifikansi 0.01 untuk uji dua
arah (two-tailed) mengenai hubungan antara persepsi tentang gerakan erotik
dalam joget dangdut dengan sikap terhadap RUU APP diperoleh nilai r=
0.75 (p<0.01) yang berarti ada hubungan yang cukup erat antara persepsi
tentang gerakan erotik dengan sikap terhadap RUU APP, maka hipotesis nol
(Ha) ditolak dan hipotesis aktif (Ha) yang menyatakan "Ada hubungan yang
negatif dan signifikan antara persepsi tentang gerakan erotik dalam joget
dangdut dengan sikap terhadap RUU APP" diterima. Dengan demikian jika
pandangan seseorang tentang gerakan erotik dalam joget dangdut adalah
negatif maka akan memunculkan sikap pro terhadap RUU APP.
BAB5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasH penelitian tentang hubungan antara persepsi tentang gerkan erotik
dalam joget dangdut dengan sikap terhadap RUU APP dapat disimpulkan
bahwa:
1. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara persepsi tentang
gerakan erotik dalam joget dangdut dengan sikap terhadap RUU APP,
dengan nilai r = - 0.75.
2. Secara umum responden dalam penelitian ini memandang negatif
gerakan erotik dalam joget dangdut dan pro terhadap RUU APP.
3. Berdasarkan jenis kelamin dengan melihat nilai rerata (mean) responden
didapatkan bahwa responden laki-Iaki cenderung memandang positif
gerakan erotik dibandingkan wanita, dan responden wanita cenderung
pro terhadap RUU APP.
4. Berdasarkan usia dengan menggunakan teori Levinson didapatkan
bahwa responden yang masuk kategori usia 17-39 tahun cenderung
kontra dengan RUU APP dan memandang positif gerakan erotik dalam
joget dangdut, sebaliknya responden dengan usia 40-59 tahun pro
62
dengan RUU APP dan cenderung memandang negatif gerakan erotik
dalam joget dangdut.
5. Responden yang memiliki latar belakang pendidikan 8MU cenderung
memandang positif gerakan erotik dalam joget dangdut dibandingkan
responden yang berlatar belakang 81 dan 8LTP. Untuk sikap terhadap
RUU APP responden dengan latar belakang 81 cenderung pro
dibandingkan responden dengan latar belakang 8MU dan 8LTP.
6. responden dengan status sebagai pelajar, mahasiswa, dan wirausaha
cenderung memandang positif gerakan erotik dalam joget dangdut,
sedangkan responden dengan status sebagai karyawan dan ibu rumah
tangga cenderung memandang negatif. Responden dengan status
karyawan dan ibu rumah tangga memiliki kecendrungan yang tinggi
untuk mendukung RUU APP dibandingkan dengan responden dengan
status pelajar mahasiswa dan wirausaha.
5.2. Diskusi
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasH penelitian Khaerunnisa (2003)
tentang perbedaan sikap mahasiswa UKM Kesenian dan mahasiswa UKM
Kerohanian UIN 8yarif Hidayatullah terhadap Inul Daratista, dimana aspek
sikap yang menurut Morgan & King (dalam Gerungan, 2000) terdiri dari
komponen kognitif, afektif dan perilaku, maka persepsi yang masuk kategori
63
kognitif seseorang berperan dalam sikap yang diambilnya, dalam hal ini
persepsi tentang gerakan erotik dalam joget dangdut dengan sikap baik pro
maupun kontra terhadap RUU APP.
Menurut Azwar (1998) faktor pengalaman dengan obyek sikap akan
memberikan kesempatan kepada individu untuk memiliki pengetahuan dan
tanggapan serta penghayatan atas obyek tersebut. Pengetahuan dan
tanggapan inilah yang kemudian menjadi salah satu unsur dalam komponen
sikap seseorang. Apakah penghayatan tersebut akan membentuk sikap
positif atau negatif akan tergantung pula pada berbagai faktor lainnya. Dalam
hal ini dapat diperkirakan bahwa pengalaman para responden akan dampak
negatif pornografi dalam kehidupan baik yang diterima melalui media massa
atau pengalaman secara langsung menimbulkan sikap pro terhadap
rancangan undang-undang Pornografi dan Pornoaksi.
Faktor kebudayaan masyarakat di mana seseorang hidup dan dibesarkan
mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan sikap orang
yang bersangkutan. Dengan nilai-nilai dan norma-normanya kebudayaan
telah memberikan arah bagi sikap yang sesuai terhadap berbagai masalah
dalam kehidupan (Azwar, 1998), maka dapat dimaklumi jika sebagian besar
responden dalam penelitian ini pro terhadap RUU APP.
64
Pendekatan belajar juga erat kaitannya dengan pengambilan sikap, Carl
Hovland (dalam Sears.et all, 1994) mengatakan bahwa sikap dipelajari
dengan cara yang sama seperti kebiasaan lainnya. Orang memperoleh
informasi dan fakta-fakta, mereka juga mempelajari perasaan-perasaan dan
nilai-nilai yang berkaitan dengan fakta tersebut. sikap para responden dalam
penelitian ini yang sebagian besar adalah pro terhadap RUU APP juga
berdasarkan pembelajaran berdasarkan informasi yang didapat tentang
peran pornografi dalam tindak kriminal yang mengakibatkan pada kecemasan
individu.
5.3. Saran
Berdasarkan hasil serta jalannya proses penelitian ini penulis mengajukan
beberapa saran yang bersifat praktis serta metodologis mungkin bermanfaat
bagi penelitian selanjutnya agar dapat berjalan lebih efektif dan lebih baik.
Saran bagi masyarakat
1. Masyarakat pada umumnya dan kaum adam khususnya yang menyukai
berbagai bentuk produk dan aksi porno hendaknya dikurangi dan
dihindari, agar seni tak lagi diperkeruh dengan ekploitasi seksual di
dalamnya, dan seksualitas tak lagi dijadikan komoditas perdagangan.
65
2. Pengawasan guru dan orang tua hendaknya ditingkatkan, agar remaja
dan anak-anak tidak terbiasa mengkonsumsi berbagai bentuk media
pornografi dan pornoaksi, yang berakibat negatif dalam pergaulan.
Saran bagi penelitian selanjutnya:
1. Saat penyusunan item favourable dan unfavourable untuk angket
penelitian hendaknya penyususnan item dilakukan secara sistematik,
guna memudahkan dalam proses skoring.
2. Pada saat penyebaran angket jangan sampai responden terlepas dari
pantauan peneliti, dan segera meminta angket pada waktu yang sama
pada saat pengisian, karena penundaan pengisian angket atau jika
angket diperbolehkan disimpan atau ditunda pengisiannya, hal ini akan
menyulitkan peneliti dalam pengumpulan data.
3. Periksa kembali angket yang diberikan responden sebelum responden
beranjak agar jika ada item yang belum diisi peneliti bisa meminta
responden untuk melengkapi.
4. Sebaiknya penskoringan dilaksanakan segera atau dicicil setelah angket
diterima, atau saat menuggu responden lain mengisi angket, hal ini dapat
membantu peneliti dalam proses penskoringan dibandingkan melakukan
penskoringan dalam satu waktu, terlebih jika responden dalam jumlah
besar.
66
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Andi Hamzah. (1987). Pornografi dalam Hukum Pidana, Suatu Studi
Perbandingan Jakarta: CV. Sina Mulia
Atkitson, Rita L., et. al. (2000). Pengantar Psikologi (terjemahan). Batam :
Interaksara.
Bimo Walgito. (2002). Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta : Andi.
Davidoff, L.L. (1981). Pengantar Psikologi (edisi kedua). Jakarta:Erlangga.
Dushkin, D. A. 1970. Psychology today (An introduction). California: Del Mar, Inc.
Gerungan, WA. (2000). Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Gagne, Robert M., dan Leslie J. Briggs, 1974. Principles of Instructional Design.
Holt, Rinehart and Winston, Inc. New York.
Hollander, E.P. and hunt, R.G. (eds). 1976. Current Perspective in Social
Psychology. 4th• Ed.: New York: Oxford University Press.
Istiqomah, dkk, 1(988). ModuI1-9: Materi Pokok Psikologi Sosial. Jakarta:
Penerbit Karunika Universitas Terbuka.
Jefkins, Frank,. 1995. Public Relation. Jakarta: Erlangga.
Jalaludin Rahmat. (1999). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja
Rosda Karya.
67
Knoer.AMP. Monks. (2002). Psikologi Perkembangan- Pengantar Dalam
Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : UGM Press.
Krech, David, Richard S. Crutfield, dan Egerton L. Ballachey, 1962. Individual in
Society. Tokyo: McGraw-Hili Kogasuka Ltd.
Morgan, Clifford T, dan Ricahrd A. King, 1975. Introduction to Psychology. New
York: McGraw-Hili Book Company.
Neng Djubaedah. (2003). Pornografi dan Pornoaksi Dalam Pandangan Islam.
Jakarta: Prenada Media
Saifuddin Azwar.(1995). Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
----------------------. (2003). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Sear.O. David, et all. Social Anthropology, Psikologi Sosial, savitri Soekrino (terj).
1994. Jakarta: Erlangga.
Sevilla.G.C, et all. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press.
Singarimbun, Masri.(1989). Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Suharsimi Arikunto. (1986). Prosedur Penelitian;Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Bina Aksara.
Sumber Skripsi :
Anis Khaerunnisa. (2003) Skripsi: Perbandingan Sikap Terhadap Inul Daratista
antara Mahasiswa UKM Kerohanian dengan Mahasiswa UKM Kesenian
68
UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta (tidak diterbitkan).
Sumber Jurnal :
Harry Susianto.(1992).Jurnal Psikologi Sosial, "Memadukan IImu dan Seni
dalam Menyusun Skala Likert". Jurusan Psikologi Sosial, FPUI. Jakarta.
Journal of Gov, Haven Bradford. (2000). "Child Sex Abuse: America's Dirty Little
Secret." MS Voices for Children.
Uchiyama, Ayako. (1999) Journal of Law and Psychiatry No 22 Tahun. Japan.
Sumber Internet:
Ahda Imron,. (2006). Fenomena Inul Versus Rhoma Irama @ http://www.pikiran
rakyat.com 1cetak 30 April, 2003. htm. diambil pada tanggal 23/03/06.
Arif Setiawan.2006. RUU APP dan Tirani Minoritas @http://www.republikaonline
com/sp_readpid=24. diambil pada tanggal15/07/06
Budi Rajab .(2006).Keterbukaan Seksualitas dan Peran Media@http://www.
kompas cyber media-kesehatan.htm diambil pada tanggal 23/03/06.
Haris. (2006). RUU APP: Fobia Seksual Para Ulama dan Birokrat Islam
http://jakarta.indymedia.org.htm diambil pada tanggal 23/03/06.
Nathanael. (2006). Mendebat RUU APP Nasional- Isu Perempuan
@http://jakarta.indymedia.org.htm diambil pada tanggal 23/03/06.
69
Qothrun Nada. (2006). Pertarungan Ideologi Di Balik Pro-Kontra RUU-APP@http://www.mailarehieve.eom.html. diambil pada tanggal 08/05/2006.
http://id.wikipedia.org/wiki/15/05/06/Raneangan_Undang_Undang_Antipornografi
_dan PornoaksL htm diambil pada tanggal 23/03/06.
http://www.mappLeom/ kebebasan pers dan undang-undang pornografLhtm.
diambil pada tangga111/07/06.
http://www.hukumonline.SeputarUndang-undangPornografi.html. diambil pada
tangga111/07/06.
http://www.unika.ae.id/2006/fakultas/psikologi/artikel/bw-1.pdf. htm diambil pada
tanggal 23/03/06.
http://www.indomedia.eom/Sriwijayapos/2004/01/18/1801/bud1.html. diambil
pada tanggal 23/03/06.
http://www.tv7.eo.id.23/03/06newswire.php?story.html. diambil pada tanggal
23/03/06.
http://wwwRUUAPP-NasionallsuPerempuan-JakartaIMC.htm. diambil pada
tanggal 23/03/06.
http://www.ppuii.eom/index.php?pmt=dokumentasilsikap_ppuiUuuapp diambil
pada tanggal 11/07/06.
http://www. Liputan 6.eom/laporan_kriminal html. diambil pada tanggal 23/03/06.
http://www.Balipost.eo.id/baliposteetak/2004.detail_asp.html. diambil pada
tanggal 23/03/06.
70
raliditas Skala Persepsi Gerakan Erotik
;orrelations CorrelationsCorrelations Correlations
**. Correlation 1$ significant at the 0.01 level (2-talled).
VAROOOOS total skorVAROOOOS Pearson Correlation 1 .712*
81g. (2-taiied) .000N 80 80
total skor Pearson Correlation .712' 18ig. (2-talled) .000N 80 80
..*"', Correlation IS significant at the 0.01 level (2~talled).
VAROOO01 total skorVAROOO01 Pearson Correlation 1 .603'
8ig. (2-tailed) .000N 80 80
total skor Pearson Correlation .603' 18ig. (2-talled) .000N 80 80
;orrelations CorrelationsCorrelations Correlations
VAROOO02 total skorVAROOO02 Pearson Correlation 1 .S77'
81g. (2-tailed) .000N 80 80
total skor Pearson Correlation .577* 1
81g. (2-tailed) .000N 80 80
-. Correlation is significant at the 0.01 level (2~talled).
;orrelations
VAROOO06 totai skorVAROOO06 Pearson Correlation 1 .196
8ig. (2-taiied) .083N 79 79
total skor Pearson Correlation .196 1
81g. (2-tailed) .083N 79 80
CorrelationsCorrelations
Correlations
. Correlation IS Significant at the 0.01 ievel (2-lalled).
**, CorrelatIon is slgmficant at the 0,01 level (2-talled).
VAROOO07 total skorVAROOO07 Pearson Correlation 1 .S1S'
8ig. (2-tailed) .000N 80 80
total skor Pearson Correlation .S15' 18ig. (2-tailed) .000N 80 80
VAROOO08 totai skorVAROOO08 Pearson Correlation 1 .56QU
8ig. (2-talled) .000N 80 80
total skor Pearson Correlation .S60' 18ig. (2-tailed) .000N 80 80
"
Correlations
Correlations
"'*, Correlation is significant at the 0.01 level (2-taJled).
Correlations
. **. Correlatlon IS significant at the 0.01 level (2~talled).
VAROOO04 totai skorVAROOO04 Pearson Correlation 1 .314'
8ig. (2-tailed) .OOSN 80 80
total skor Pearson Correlation .314' 18ig. (2-tailed) .OOSN 80 80
VAROOO03 total skorVAROOO03 Pearson Correlation 1 .338'
8ig. (2-tailed) .002N 80 80
total skor Pearson Correlation .338' 18ig. (2-tailed) .002N 80 80
;orrelations
71
~orrelations CorrelationsCorrelations Correlations
. Correlation IS slgOificant at the 0.01 level (2-lalled).
VAROO013 total skarVAROO013 Pearson Correlation 1 .312'
Sig. (2-tailed) .005N 80 80
lotal skor Pearson Correlation .312' 1Sig. (2-tailed) .005N 80 80
"". Correlation Is slgnificanl al Ihe 0.01 level (2-tailed).
VAROOOOS lolal skorVAROOOOS Pearson Correlation 1 .530'
SiS. (2-lailed) .000N 80 80
lolal skor Pearson Correlation .530' 1Sig. (2-talled) .000
N 80 80
~orrelations CorrelationsCorrelations Correlations
. Correlallon IS Significant al Ihe 0.01 level (2-tailed).
VAROO014 lotal skorVAROO014 Pearson Correlation 1 .449'
Sig. (2-tailed) .000N 80 80
total skar Pearson Correlation .449' 1Sig. (2-tailed) .000N 80 80
"". Correlation is slgOificanl al Ihe 0.01 level (2-lailed).
VAROO010 total skarVAROO010 Pearson Correlation 1 .658'
Sig. (2-lailed) .000N 80 80
total skor Pearson Correlation .658' 1Sig. (2-lailed) .000N 80 80
~orrelations CorrelationsCorrelations
Correlatlons
Correlations
VAROOO15 10tal s~orw 1 oarson crrelalon 1 .115
Sill. {2·!al1ed} .000N 80 80
lotnl skor Pearson CorrelalJon ,437 . 1Sig. {2·lalledl .000N 80 80
Correlations
. Correlation IS slgOificant al Ihe 0.01 level (2-lalled).
VAROO011 total skarVAROO011 Pearson Correlation 1 .581
Sig. (2-tailed) .000N 80 80
lolal skor Pearson Correlation .581' 1Sig. (2-lailed) .000N 80 80
"
~orrelations
Correlallons
VAROO012 total skorVAROO012 Pearson Correlation 1 .804~
Sig. (2-lailed) .000N 80 80
total skor Pearson Correlation .604' 1Sig. (2-lailed) .000N 80 80
VAROO016 total skarVAROO016 Pearson Correlation 1 .673H
Sig. (2-tailed) .000N 80 80
total skar Pearson Correlation .673' 1Sig. (2-tailed) .000N 80 80
u. Correlation is slgmficant at the 0.01 level (2-tailed).
". Correlation Is slgnificanl at the 0.01 level (2-tailed).
72
;orrelations CorrelationsCorrelations Correlations
VAROO017 lotal skorVAROO017 Pearson Correlation 1 .629'
8ig. (2-lailed) .000N 60 80
lolal skor Pearson Correlation .629' 18ig. (2-lailed) .000N 80 80
VAROOO21 total skarVAROO021 Pearson Correlation 1 .121
51g. (2·tailed) .000N 80 80
total skar Pearson Correlation .421- 15ig. (2·tailed) .000N 80 80
". Correlation is significanl at the 0.01 level (2-tailed).
;orrelationsCorrelations
CorrelationsCorrelations
VAROO018 total skarVAROO018 Pearson Correlation 1 .484'
81g. (2-lailed) .000N 80 80
total skar Pearson Correlation .484' 181g. (2-lailed) .000N 80 80
". Correlation is significanl al the 0.01 ievel (2-lailed).
:orrelations
VAROO022 total skarVAROO022 Pearson Correlation 1 .599-
8ig. (2-tailed) .000N 80 80
total skar Pearson Correlation .599· 18ig. (2-lalled) .000N 80 80
**. Correlatlon is significant altha 0.01 level (2-tailed).
CorrelationsCorrelations
. CorrelatIon Is slgmficant at the 0.01 level (2-talled).
VAROO023 total skarVAROO023 Pearson Correlation 1 .623--
8ig. (Z-taiied) .000N 80 80
total skor Pearson Correlation .623' 18ig. (2-tailed) .000N 80 80..
Correlations
VAROO019 total skarVAROO019 Pearson Correlation 1 .572'
8ig. (2-tailed) .000N 80 80
lotal skor Pearson Correlation .572' 18ig. (2-tailed) .000
. N 80 80
".Correlalion is signlficanl al the 0.01 level (2-tailed).
::orrelationsCorrelations
Correlations
*. CorrelatIon is sigmficant at the 0,01 level (2A tailed),
VAROO024 total skorVAROO024 Pearson Correlation 1 .527*'
8ig. (2-tailed) .000N 80 80
total skor Pearson Correlation .527" 18ig. (2-tailed) .000N 80 80
,
Correlations
VAROO020 lolal skorVAROO020 Pearson Correlation 1 .462
8ig. (2-tailed) .000N 80 80
total skar Pearson Correlation .462' 18ig. (2-lailed) .000N 80 80
""'. Correlation is significant at the O.011eveI"(2-failed),
74
Correlations CorrelationsCorrelations Correlations
u. Correlation is Significant at the 0,01 level (2Mtailed).
VAROO037 total SkOfVAROO037 Pearson Correlation 1 .603'
81g. (2-tailed) .000N 80 80
total skar Pearson Correlation .603' 18ig. (2-taiied) .000N 80 80
. Correlation Is slgmficant at the 0.01 level (2~talled).
VAROO033 total skarVAROO033 Pearson Correlation 1 .626~
81g. (2-taiied) .000
N 80 80total skar Pearson Correlation .626· 1
81g. (2-taiied) .000
N 80 80
"
Correlations CorrelationsCorrolatlons Correlations
. Correlation IS SIgnificant at the 0.01 level (2~talled).
VAROO038 total skorVAROO038 Pearson Correlation 1 .454~
8ig. (2-taiied) .000N 80 80
total skor Pearson Correlation .454* 181g. (2-taiied) .000N 80 80
~. Correlation IS significant at the 0.01 level (2M talled).
VAROO034 total skarVAROO034 Pearson Correlation 1 0403·
8ig. (2-tailed) .000N 80 80
total skar Pearson Correlation .403' 181g. (2-taiied) .000N 80 80
~
Correlations CorrelationsCorrelations Correlations
Correlations
VAROO039 total skorVAROO039 Pearson Correlation 1 .057
8ig. (2-tailed) .617N 80 80
total skor Pearson Correlation .057 1819. (2-taiied) .617N 80 80
Correlations, Correlation 15 slgmficant at the 0,01 level (2-talled).
VAROO035 total skarVAROO035 Pearson Correlation 1 .566*·
81g. (2-tailed) .000N 80 80
total skar Pearson Correlation .566' 18ig. (2-taiied) .000N 80 80
~
CorrelationsCorrelations
..... Correlation is significant at the 0.01 level (2-talJed).
VAROO040 total skorVAROO040 Pearson Correlation 1 .499'
81g. (2-taiied) .000N 80 80
total skof Pearson Correlation .499' 181g. (2-taiied) .000
N 80 80
'. Correlation Is significant at the 0.01 level (2-tailed).
VAROO036 total skarVAROO036 Pearson Correlation 1 .654··
8ig. (2-tailed) .000N 80 80
total skar Pearson Correlation .654' 18ig. (2-tailed) .000N 80 80
,
75
Correlations CorrelationsCorrelations Correlations
· Corralallon IS slgmflcant al tha 0.01 laval (2-lailad).
VAROO045 lotal sko'VAROO045 Pearson Correlation 1 .627'
81g. (2-tallad) .000N 80 80
tolal sko' Pearson Correlation .627' 181g. (2-tailad) .000N 80 80
•• ..· Corraiatlon IS slgmficanl al tha 0.01 laval (2-tallad).
VAROO041 tolal skorVAROO041 Pearson Correlation 1 .627'
81g. (2-tailad) .000N 80 80
total skor Pearson Correlation .627' 18ig. (2-tailad) .000N 80 80..
Correlations CorrelationsCorrelations
Correlations
Correlations
· Corralatlon IS slgmflcanl al tha 0.01 laval (2-lailad).
VAROO046 lolal sko,VAROO046 Pearson Correlation 1 .601'
81g. (2-tailad) .000N 80 80
total sko' Pearson Correlation .601' 181g. (2-lailad) .000N 80 80
•• ..
Correlations
· Corralation IS slgmficant at tha 0.01 laval (2-taiiad).
. VAROO042 tOlal skorVAROO042 Pearson Correlation 1 .566'
81g. (2-tailad) .000N 80 80
lolal skor Pearson Correlation .566' 18ig. (2-tailad) .000N 80 80..
Correlations
Correlations
VAROO047 total skorVAROO047 Pearson Correlation 1 .594'
81g. (2-tailad) .000N 80 80
lolal sko, Pearson Correlation .594· 18ig. (2-lailad) .000N 80 80· Corralatlon IS significant al tha 0.01 laval (2-tailad).
VAROO043 total skorVAROO043 Pearson Correlation 1 .530'
8ig. (2-lailad) .000N 80 80
lolal skor Pearson Correlation .530' 181g. (2-lailad) .000N 80 80
••
:orrelationsCorrelations
". Corralalion IS slgnlficanl at Iha 0.01 laval (2-ladad).
CorrelationsCorrelations
· Correlallon IS Significant al the 0.01 lavel (2-tailad).
VAROO048 total sko,VAROO048 Pearson Correlation 1 .479'
8ig. (2-tailad) .000N 80 80
total skor Pearson Correlation .479' 181g. (2-tailad) .000N 80 80.. ..
". Corralation is sigmficanl at tha 0.01 laval (2-tmlad).
VAROO044 tOlal skorVARO,0044 Pearson Gorreration 1 .657'
8ig. (2-taiiad) .000N 80 80
total skor Pearson Correlation .667 18ig. (2-tailad) .000N 80 80
76
Reliabilitas Skala Persepsi Gerakan Erotik
****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ******
R ELI A B I LIT Y A N A L Y S I S S C A L E (A L P H A)
N ofStatistics for Mean Variance Std Dev Variables
SCALE 116.9375 1224.3378 34.9905 47
Item-total Statistics
Scale Scale CorrectedMean Variance Item- Alpha
if Item if Item Total if ItemDeleted Deleted Correlation Deleted
VAROOOOI 115.0000 1184.7848 .5937 .9295VAROOO02 115.2250 1187.4171 .5623 .9296VAROOO03 113.7000 1192.8962 .3052 .9310VAROOO04 114.8000 1194.8203 .2685 .9313VARo'a005 114.7500 1161. 9620 .6829 .9283VAROOO07 114.7250 1173.2652 .4816 .9297VAROOO08 114.2875 1170.9416 .5307 .9293VAROOO09 114.0875 1173.5745 .4995 .9296VAROO010 114.3375 1163.8720 .6385 .9286VAROOOll 114.8125 1180.7112 .5701 .9294VAROOO12 114.8875 1175.0884 .5757 .9292VAROOO13 115.0750 1203.2095 .2892 .9310VAROOO14 115.1375 1193.2340 .4143 .9303VAROOO15 114.5625 1188.0720 .4040 .9303VAROOO16 114.1375 1161. 3100 .6491 .9285VAROOO17 114.6750 1176.0703 .6173 .9291VAROOO18 114.9000 1189.4076 .4620 .9300VAROOO19 114.1000 1166.6734 .5456 .9292VAROO020 113.8500 1176.9139 .4251 .9301VAROO021 114.2625 1185.5378 .3954 .9303VAROOO22 114.5000 1175.0886 .5707 .9292VAROO023 114.3500 1165.2177 .5969 .9288VAROO024 114.2625 1175.6391 .4997 .9296VAROO025 114.4375 1167.5657 .6340 .9287VAROO026 113.7750 1100.0500 .3066 .9440VAROO027 114.4375 1172.8062 .5873 .9291VAROO028 113.7500 1176.1646 .4757 .9297VAROO029 113.8250 1172.7791 .2652 .9332VAROO030 114.2875 1175.0176 .4287 .9301VAROOO31 114.6250 1169.7563 .6004 .9289VAROO032 114.6125 1159.9112 .6362 .9285VAROO033 114.3125 1160.6733 .6027 .9287VAROO034 114.1250 1186.1361 .3589 .9306VAROO035 114.3750 1172.5411 .5452 .9293VAROO036 114.2625 1157.9429 .6250 .9285VAROO037 115.0000 1184.7848 .5937 .9295VAROO038 113.8625 1177.3859 .4167 .9302VAROO040 113.7750 1175.9994 .4731 .9298VAROO041 114.6000 1168.9266 .6034 .9289
78
Validitas Skala RUU APP
Correlations CorrelationsComlatlons Correlations
Corrolallons
· Correlation is slgnlficanl al the 0.Q1 level (2-1alled).
VAROOOO6 skorlotalVAROOOO6 Pearson Correlation 1 .431 ....
Sig. (2·lailad) .000N 80 80
skor tolal Pearson Correlalion ,431'" 1Sig. (2·lailed) .000N 80 80..
Correlations
· Corrolabon Is Significant at the 0.01 lovel (2 Islltld).
VAROOOO1 IkortolslVAROOOO1 Pearson COlT8lalion 1 .576"
Slg. (2·lailod) .000
N 60 60skorlola! Pearson Correlation .578" 1
Sig. (2·'ailed) .000
N 60 "..Correlations
, Correlation is slgnlficanl altha 0.01 tevel (2-taded).
Correlatlons
VAROOO07 skor tola!VAROOOO7 Pearson Correlalion 1 .528....
Sig. (2·lailed) .000
N 80 80skortolal Pearson Correlation .528" 1
Sig. (2.1ailed) .000N 80 80..
· Correlallon is s!gOlncant at the a.Olleval (2·talled).
VAROOOO2 skorlotalVAROOOO2 Pearson Correlation 1 .406"
Sig. (2·toilod) .000N 80 80
skat total Pearson Correlation .406 1Sig. (Nailed) .000N 80 80
~
CorrelationsCorrelatlons Correlations
Correlations
· Correlallon IS significant atlhe 0.01 level (Nailed).
VAROOO08 skorlotalVAROOOO8 Pearson Correialion 1 .534·'
Sig. (2.lallad) .000N 80 80
skortotal Pearson Correlation .534 1Sig. (2-lailad) .000N 80 80
~
• Correlation l!l slgnfficant al the 0.01 level (2.talled).
VAROOOO3 skortolalVAROOOO3 Pearson Correlation 1 .423
Sig. (2-laUed) .000N 80 80
skortotal Pearson Correlation .423 1Sig. (2·talled) .000N 80 80
~
CorrelationsCorrelatlons Correlations
Corrolations
· CorrelaUon Is significant at the 0.Q1 level (2·talled).
VAROOOO9 skorlolalVAROOOO9 Pearson Correlation 1 .530·'
Sig. (2-tailed) .000N 80 80
skortotal Pearson Correlallon .530 1Sig. (2-talled) .000N 80 80
~
, CorrelaUon is significant at the 0.01 level (2-lalled).
VAROOOO4 skorlolalVAROOOO4 Pearson Correlallon 1 ,542""
Sig. (2-talted) .000N 80 80
skortotal Pearson Correlation .542 1Sig. (2-taUed) .000N 80 80
~
CorrelationsCorrelations Correlations
Corrolatlons
· Correialion Is sIgnificant allha O.011evel (2·lalled).
VAROO010 skor totalVAROO010 Pearson Correlation 1 ,466....
Slg. (2.talled) .000N 80 80
skortotal Pearson Correlallon ,486 1Slg. (2·talled) .000N 80 80-
, Correlallon Is slgnlflcanl attha 0.01 level (2·talled).
VAROOOO5 skortotalVAROOn05 Pearson Correlallon 1 .736·
Sig. (2-talled) .000N 80 80
skorlolal Pearson Correlation .736 1Sig. (2·tailed) .000N 80 80..
79
Correlations CorrelationsCorrelatlons Correlations
, Correialion Is significant at the 0.01 level (2-tailed).
VAROO016 skortotalVAROOO16 Pearson Correlation 1 .696·'
Sig. (2-talled) .000N 80 '0
skor lotal Pearson Correlation .696 1Sig. (2.tallad) .000N 90 80-· Correlation Is significant at the 0,01 level (2·talled).
VAROOO11 skortelslVAROOO11 Pearson Correlation 1 .443·'
Sig. (2-taned) .000N 79 79
skortotal Pearson Correlation .443 151g, (2-talfed) .000N 79 '0-
Correlations CorrelationsCorrelations Correlations
. Correlahon Is SIgnificant attha 0.011eval (2-t81Ied).
VAROOO17 skortotalVAROOO17 Pearson Correlation 1 .580·'
81g. (2-1ailed) .000N 90 eo
skortotal Pearson Correlation .580· 181g, (2-tailed) ,000
N '0 '0..· Correlation is significant at the 0.01 level (2-talled).
VAROOO12 skar totalVAROOO12 Pearson Correlation 1 ,688"
51g. (2-talled) .000N eo eo
skortotal Pearson Correlation .688* 161g. (2-tailed) .000
N eo eo..Correlations Correlations
Correlations Correlations
VAROO018 skor tolal
VAROO018 Pearson Correlation 1 .111
5ig. (2-talled) .000
N '0 80
skar total Pearson Correlation .476 • 1
6ig. (2-lalled) .000
N 80 80• Correlation IS signifIcant at !he 0.01 level (2·1a!led).
VAROOO13 skorlolalVAROOO13 Pearson Correlation 1 .510"
81g. (2-lalled) .000N 79 79
skortotal Pearson Correlatlon .510 151g. (2-talfed) .000N 79 '0..
CorrelationsCorrelations Correlations
Correlations
CorrelatIons
, Correlation Is significant altha 0.01 level (2-101Ied).
VAROOO19 skortolalVAROOO19 Pearson Correlation 1 .618"
Slg. (2-talled) .000N 80 80
skortolal Pearson Correlallon .618·' 1Slg. (2-101100) .000N 80 80..
Correlations
• Correlallon Is sIgnificant at the 0.01 laval (2-tallad),
VAROOO14 skar lolalVAROOO14 Pearson Correlation 1 .584"
81g. (2·lalted) .000N 90 '0
skat lolal Pearson Correlation .584 181g. (2·lalfed) .000N 90 90-
Correlations
Correlallon Is significant al the 0.01 level (2-lailad).
Correlallons
VAROOO20 skorlotalVAROO020 Pearson Corrllialion 1 .561"
Sig. (2-lalled) .000N 80 60
akor lolal Pearson Correlation .561" 1Sig. (2-talled) .000N 80 60..
· Correlation IS sIgnificant at the 0.Q1 level (2-talled).
VAROO01S skortotalVAROOO15 Pearson Correlation 1 ,605·'
Slg. (2.talled) .000N 90 90
skortolal Pearson Correlation .605 1Sig. (2.tallad) .000N 90 '0-
80
Correlations CorrelationsCorrolatlons Correlations
VAROO026 skor totalVAROO026 Pearson Correlation 1 .98
5i9. (2-tailed) .000N 80 80
skor total Pearson Correlation .632" 151g. (2-tailed) .000N 80 80• Correlation Is significant at the 0.01 level (2~talled).
VAROO021 skaT totalVAROOO21 Pearson Correlation 1 .549**
5ig. (2«taHed) ,000
N 80 80skaT total Pearson Correlation .549· 1
Sig. (2-taned) .000
N 80 80,.Correlations
Correlations
· Correlation is Significant at the 0.01 level (2.talled).
Correlations
VAROO027 skor totalVAROO027 Pearson Correlation 1 .359'*
Sig. (2-taned) .001
N 80 80skor total Pearson Correlation .359"· 1
Sig. (2-talled) .001
N 80 80..
Correlations
• CorrelatIon Is significant at the 0,01 level (2-talled).
VAROOO22 skar totalVAROOO22 Pearson Correlation 1 .669*"
S~. (2-lal~d) .000N 80 80
skortotal Pearson Correlation .669* 1gig, (2-talled) .000N 80 80..
CorrelationsCorrelations
Correlations
• Correlallon Is significant at the 0.01 level (2·talled).
VAROOO28 skor tolalVAROOO28 Pearson Correlation 1 .395··
81g. (2·taHed) .000N 80 80
skortotal Pearson Correlation .39500 181g. (2·talted) .000N 80 80
"
Correlations
· Correlation Is slgmficant at the 0.01 level (2-tallad).
VAROOO23 skaT totalVAROOO23 Pearson Correlation 1 .569**
51g. (2-tailed) .000N 80 80
skaT total Pearson Correlation .569· 181g. (2-tailed) .000N 80 80
"
CorrelationsCorrelations Correlations
· Correlation Is Significant at the 0.01 level (2·talled).
Corrolatlons
VAROO029 skor lotalVAROO029 Pearson Correlation 1 .62400
$Ig. (2-tailed) .000N 80 80
skortotal Pearson Correlation .624-- 18ig. (2-tailed) .000N 80 80..
• Correlation Is Significant at the 0.01 level (2-talted).
VAROO024 skaT totalVAROO024 Pearson Correlation 1 .687"·
8ig. (2-talled) ,000N 80 80
skaT total Pearson Correlatlon .687* 1Sig. (2-taned) .000N 80 80..
CorrelationsCorrelations Correlations
· Correlatlon IS Significant at the 0.01 level (2-talled).
Correlations
VAROO030 skor totalVAROO030 Pearson Correlation 1 .423'"
5ig. (2-tailed) .000N 80 80
skor total Pearson Correlation .423' 1Sig. (2-talled) .000N 80 80..
· Correlation Is Significant at the 0.01 level (2-talled).
VAROO025 skor totalVAROO025 Pearson Correlation 1 .435--
Sig. (2-taned) .000N 80 80
skor total Pearson Correlation .435' 1Sig. (2-taned) .000N 80 80..
82
Reliabilitas Skala RUU APP
R ELI A B I LIT Y A N A L Y SIS S CAL E (A L P H AI
N ofStatistics for Mean Variance Std Dev Variables
SCALE 158.2025 524.3431 22.8985 38
Item-total Statistics
Scale Scale CorrectedMean Variance Item- Alpha
if Item if Item Total if ItemDeleted Deleted Correlation Deleted
VAROOOOI 153.3291 499.4288 .5476 .9237VAROOO02 153.8481 506.0536 .3636 .9254VAROOO03 154.1519 498.6177 .3817 .9256VAROOO04 153.3671 505.2610 .5187 .9243VAROOO05 153.3038 491. 9322 .7120 .9222VAROOO06 154.0380 502.2165 .3797 .9254VAROOO07 154.1772 490.5836 .4830 .9244VAROOO08 153.4304 498.2227 .4972 .9241VAROOO09 153.7848 493.7352 .4894 .9242VAROOOI0 153.5949 497.7569 .4310 .9248VAROOO11 154.3797 497.0078 .3966 .9255VAROOO12 153.4430 490.0191 .6648 .9223VAROOO13 153.7342 492.7874 .4713 .9244VAROOO14 153.7342 491.4541 .5509 .9234VAROOO15 153.7342 489.5054 .5718 .9231VAROOO16 153.5696 490.6329 .6670 .9223VAROOO17 153.6962 491.4706 .5458 .9235VAROOO18 153.6962 497.0347 .4459 .9247VAROOO19 153.5823 489.9899 .5753 .9231VAROO020 153.5949 495.3723 .5192 .9238VAROO021 153.9114 491.0305 .4990 .9241VAROO022 153.6076 493.2415 .6391 .9227VAROO023 153.6835 495.4499 .5369 .9236VAROO024 153.4810 492.8939 .6597 .9225VAROO025 153.5570 502.9679 .3955 .9251VAROO026 153.4684 491.8932 .5910 .9230VAROO027 153.4684 508.0471 .3139 .9259VAROO028 153.8101 499.7712 .3559 .9260VAROO029 153.7595 488.7491 .5906 .9229VAROO030 153.9747 499.6917 .3639 .9258VAROO031 153.6329 497.0045 .4723 .9243VAROO032 153.5823 495.0156 .5672 .9234VAROO034 153.6456 507.3599 .2691 .9267VAROO035 153.4937 494.0993 .5400 .9236VAROO036 153.6203 491.4541 .5905 .9229VAROO037 153.6407 489.9899 .3931 .9227VAROO038 153.5283 502.9679 .7974 .9249VAROO039 153.7209 497.0347 .4982 .9239
Reliability CoefficientsN of Cases 79.0 N of Items 38Alpha = .9261
83
Correlations Persepsi Gerakan Erotik * Sikap terhadap RUU APP
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation NPersepsi Erotika 126.4000 47.89615 50
Sikap thd RUU APP 145.6000 37.84016 50
Correlations
Correlation IS significant at the 0.01 level (2-talled).
Persepsi Sikap thdErotika RUUAPP
Persepsi Erotika Pearson Correlation 1 -.751(*')
Sig. (2-tailed) .000
N 50 50Sikap thd RUU APP Pearson Correlation -.751(*; 1
Sig. (2-tailed) .000
N 50 50**
91
No Item skala erseosl terhadao cerakan erotlk dalam 10 et danl dutNo. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1o 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2o 21 22 23
" 4 e 2 ~ 2 ~ 2 2 2 3 2 4 2 1 5 6 6 4 5 t 4
" " " " 3 3 4 1 5 1 1 1 3 3 3 3 < 2
" < 4 " 5 2 2 2 5 ," <- < "
7 4 t8 t t t < a 2 5 5 5 5 t9 4 2 t t t t t e 5 2 5 2 2 5 6 5 5 5 5 5
110 2 2 ~ ~ 4 " t 4 2 2 4 5 2 5 2 2 1 2 5 2 3 2t t t t <
16 t 4 4 t117 2 t t 4 t t " 4 4 4 3 2 5 1 1 4 5 3 3 2 5 <
" " " 4 t 5 2 2 <-
2 21 3 4 4 3 1 3 5
23 1 , t 3 2 2 4 2 3 1 1 5 5 5 2 1 2 2.24 1 1 2 6 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1·25 1 1 2 3 2 2 2 2 2 2 2 1 2
6
29 1 2 3 2 3 4 2 3 230 1 1 1
<- 2 2 2 21 2 2 22 1 1 3 2 2 2 1 2
34 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 <. <.36 2 1 3 1 3 2 21 2 5 1 ,36 1 1 6 2 2 2 2 4 4 1 1 1 137 1 1 2 2 1 1 2 1 138 2 1 4 2 2 2 2 <.
34 2 1 2 2
2 2 1 2 1 2 2 2 <-43 <. <. <- <. <- <- 2 6 344 <- 3 3 2 1 1 2 4 3 1 2 245 2 1 2 2 2 2 2 24 <- <- 4 3 24 <- 3 2 2 24 2 1 1 1 1 1 1 149 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 160 <- <- 6 <- b b 3 b 5 5 2 5 2 2 2 5 5 2 2 2 <- b
92
No Item skala Derse sl terhadall aerakan erotlk dalam oaet danadut24 25 26 27 28 29 3o 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 TOTAL~ 4 4 b 4 b 12 2 4 4 2 b 1b b 2 2 b 2 22 4 2 2 2 2 2 2 2b 1 2 b ~ 1 1 e 4 e 2 e 1 1 5 l3C5 3 5 5 4 4 5 4 5 e e e e e e e e 5 5 1884 ~ b b ~ 4 i t t t t t 4 t " " t t 1B5tl b 2 tl 4 b b 4 tl 4 " 1 4 e e 4 4 4 4 197
2 5 e 4 2 5 5 5
1223 4 136
< " tl b 4 4 b 6 3 6 2 6 6 2 5 204t 4 2 ~ 2 2 ~ < " 4 e 5 3 5 5 4 3 e 2 5 155< 4 t ~ tl tl 3 6 e t t 6 6 6 6 6 5 4 5 4 6 211e " " < 1 1 5 2 " " 2 3 4 5 3 i 4 4 3 5 142e " < 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 3 4e " 4 4 4 2 4 4 4 4 4 J 4
2 4 ~ i 4
1i 4 5 4 1 2 2 2 4 11C
1 tl 1 1 1 1 1 " 1 3 1 6 1 1 2 2 732 2 " 2 2 1
.
3 4 J 2 2 2 ~ 2 1 2 2 105t 1 1 1 tl 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6:
2 2 2 2
741 2 2 60
2 1 1 2 2 9C~ b ~ ~ 2 3 6 6 2 1 123
1 1 1 1 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 51~ ~ 2 ~ 2 2 3 3 3 2 2 3 4 3 2 3 i 2 3 2 12 5 5 z 2 2 2 2 2 b b i
2 2 1 2 3 912 2 2 2 2 2 84
2 2 2 1 1 952 2 2 1 6 86
4 b b ~ b 2 3 3 2 4 5 2 3 12,2 1 2 1 4 4 2 4 2 2 2 2 4 4
1 4 1 t 1 11 1
0 0 z z 0 z z i 0 b 2 1
No. Item Skala Sikap Terhadap RUU APPNo. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 171 2 2 5 3 2 2 2 2 3 2 6 2 3 1 2 2 52 6 5 3 5 5 4 5 4 5 5 3 6 5 5 5 6 43 5 5 5 5 5 3 4 5 2 2 5 5 5 5 5 5 24 5 2 5 4 5 4 5 5 5 5 3 4 6 5 5 5 55 2 5 5 5 3 4 2 5 3 2 5 2 5 2 2 2 26 3 3 3 4 4 4 5 4 4 4 3 3 4 4 2 3 47 3 2 4 5 5 4 5 3 2 5 2 4 5 4 4 3 38 1 1 6 1 1 1 1 6 1 1 1 1 1 1 1 3 29 2 4 3 5 4 5 5 4 3 5 3 4 5 5 3 4 310 5 4 5 5 5 4 3 5 3 5 3 5 5 3 5 2 311 5 4 1 4 3 3 5 5 5 3 6 6 3 6 4 2 612 4 5 2 3 5 5 4 6 2 4 4 6 3 3 5 5 413 3 3 4 3 3 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 414 6 6 5 2 4 6 6 2 6 2 6 6 2 6 5 1 315 2 2 5 5 4 2 2 4 3 4 2 5 2 2 2 2 216 1 2 5 2 3 1 2 1 5 2 6 1 5 2 6 1 117 2 3 3 4 4 2 4 4 3 3 2 3 4 4 5 3 318 3 3 3 2 3 3 3 3 5 3 3 3 4 3 4 3 419 3 3 3 2 3 3 3 3 5 3 3 3 4 3 4 3 320 2 2 5 3 3 2 1 2 4 4 2 2 4 2 4 3 321 3 1 3 3 3 3 3 6 1 3 3 3 3 3 6 3 322 3 3 3 4 6 1 4 3 4 3 4 3 4 2 4 4 423 5 5 5 5 5 5 5 5 6 5 4 6 5 5 5 5 524 5 4 5 5 6 5 6 5 6 5 3 6 6 6 5 6 525 5 5 3 4 5 4 4 5 5 5 4 5 4 4 3 3 426 1 1 6 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 4 1 127 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 628 5 5 1 5 6 4 5 6 4 5 4 5 4 5 5 5 429 5 5 3 5 4 4 5 5 5 5 5 6 6 6 5 5 530 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 631 5 4 6 5 5 4 5 6 5 5 4 5 5 5 5 3 432 5 5 5 5 6 5 6 5 1 6 4 6 6 6 6 5 533 5 5 6 6 6 5 6 5 5 6 6 6 6 6 6 6 634 4 3 5 5 5 2 2 5 5 5 5 5 5 5 5 5 535 4 4 4 4 4 2 2 4 4 5 4 5 4 4 4 5 436 5 4 4 3 4 4 2 6 2 4 4 5 5 5 5 3 437 6 6 6 6 6 6 6 6 1 6 6 6 6 6 6 6 638 3 3 5 4 5 2 4 5 4 5 3 4 5 4 5 4 539 2 5 2 5 5 3 2 5 2 2 5 3 2 2 2 4 140 4 5 3 4 6 4 5 2 6 5 3 5 5 5 5 5 541 6 1 1 4 5 3 2 5 4 .4 3 4 3 2 4 5 342 5 5 5 4 5 3 5 45 5 4 5 5 5 5 5 543 5 5 2 6 6 5 2 5 6 5 5 6 5 5 6 6 544 5 5 4 5 5 5 4 5 4 5 5 5 4 5 6 5 545 5 4 5 5 6 4 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 546 6 6 6 1 6 6 6 1 5 5 6 6 6 6 5 6 547 6 6 6 5 5 5 6 5 2 5 5 5 5 5 5 5 248 4 2 5 4 6 4 6 5 6 6 5 4 5 6 6 5 649 5 4 4 5 5 5 6 5 4 5 2 4 5 6 6 6 6
93
No. Item Skala Sikap Terhadao RUU APP18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 Total
1 2 2 1 2 1 2 2 2 5 2 1 1 2 1 1 1 754 5 5 3 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 3 3 4 1465 5 5 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 1555 5 5 5 5 5 5 6 5 6 5 5 5 6 2 5 5 1632 4 3 2 5 2 5 2 2 5 2 2 3 2 6 1 3 1074 3 3 4 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 4 2 2 1134 4 6 3 5 5 3 6 6 4 2 5 4 5 4 6 5 1405 4 4 1 2 2 3 3 4 2 3 2 2 1 1 1 1 715 2 4 5 5 3 4 4 4 5 2 5 3 5 4 5 5 1375 4 5 2 5 5 5 5 5 5 4 5 3 5 2 5 5 1453 6 4 6 5 4 6 6 6 6 5 1 3 6 5 3 5 1515 6 6 5 6 3 4 4 5 5 5 3 4 5 3 5 2 1464 3 3 4 4 4 3 3 3 4 3 4 4 3 3 4 4 1191 6 6 6 1 6 5 6 6 6 6 5 5 4 6 2 1 1522 4 4 2 2 3 3 5 5 2 5 3 2 4 4 5 5 1101 1 2 2 2 1 2 1 2 4 1 5 1 2 2 1 1 775 4 5 2 4 2 5 4 4 5 4 3 4 5 2 3 4 1214 3 3 3 4 3 4 3 4 4 3 4 4 3 2 4 3 1134 3 3 3 4 3 4 3 4 4 3 4 4 3 2 4 3 1122 3 3 3 3 1 3 1 3 5 2 2 2 2 2 4 3 924 1 1 1 1 3 4 3 3 3 4 3 6 3 3 4 3 1032 3 4 1 3 3 5 1 2 4 1 2 1 1 6 1 1 1005 5 5 4 5 5 5 4 4 5 5 5 6 4 5 6 5 1696 6 6 5 5 6 6 6 6 6 5 5 6 5 2 6 6 1825 4 3 3 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 5 4 1421 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 466 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 2045 6 5 4 5 4 6 5 6 4 5 5 5 5 4 4 5 1615 5 5 5 4 4 5 5 4 5 4 6 5 5 5 4 6 1666 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 2044 4 4 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 1615 5 6 6 5 5 5 6 6 6 5 6 5 5 5 6 5 1796 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 5 6 6 1985 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 2 5 1585 5 5 5 4 4 5 5 -5 2 5 4 4 5 5 4 5 1444 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 2 2 5 4 5 5 1436 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 1995 4 4 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 1495 2 2 4 6 2 6 5 5 5 5 2 2 2 2 5 2 1145 6 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1614 5 5 4 4 3 5 4 5 3 3 2 3 3 5 6 3 1265 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 1616 6 6 6 6 6 6 6 6 6 5 5 5 5 2 5 5 1774 4 5 6 5 6 5 5 5 6 5 6 4 4 4 1 5 1625 5 5 4 5 5 5 5 5 6 5 6 6 5 4 5 5 1695 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 2 5 5 5 6 6 1725 6 5 6 5 5 5 5 5 1 4 4 4 6 2 5 5 1615 6 6 6 6 6 6 5 6 4 6 5 6 6 5 6 5 1806 6 3 6 6 6 5 4 5 4 1 6 6 5 6 6 5 1692 2 2 5 2 2 2 2 2 2 2 2 2 ? ? ~ ? A?
94
DEWAN PERWAKILAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA
RANCANGANUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ......TAHUN .....
TENTANG
ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI
DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAFIA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.
Menimbang a. bahwa negara Republik Indonesia merupakan negarahukum yang berlandaskan Pancasila yang lebihmengutamakan kepentingan umum daripadakepentingan pribadi;
b. bahwa untuk mewujudkan tatanan masyarakatIndonesia yang serasi dan harmonis daiamkeanekaragaman suku. agama. ras, dan golongan/kelompok, diperlukan adanya sikap dan perilakumasyarakat yang dilandasi moral, etika, akhiok mulia,dan kepribadian luhur yang beriman dan bertaqwakepada Tuhan Yang Moho Esa;
c. bahwa meningkatnya pembuatan. penyebarluasan,dan penggunaan pornografi dan perbuatan sertapenyelenggaraan pornoaksi dalam masyarakat soot inisangat memprihatinkan dan dapat mengancamkelestarian tatanan kehidupan masyarakat yangdilandasi nilai-nilai Ketuhanan Yang Moho Esa;
d, bahwa peraturan perundang-undangan yang adasampai soot ini belum secara tegas mengatur definisidan pernberian sanksi serta halhal lain yang berkaitandengan pornografi dan pornoaksi sebagai pedomandalam upaya penegakan hukum untuk tujuanmelestankan tatanan kehidupan masyarakat;
Mengingal
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimanadimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf dperlu membenluk Undang-Undang lenlang AntiParnografi dan Pornoaksi;
Pasal 20, Pasal 21, Pasol 28 F, dan Pasal 29 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan PersefuJuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menefapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG ANTI PORNOGRAFI DANPORNOAKSI.
BABI
KETENTUAN UMUM
Baglan Perlama
Pengerllan
Pasall
Dalam Undang Undang ini yang dimaksudkan dengan :
1. Pornografi adalah subsfansi dalam media afau alat komunikasi yangdibuat unfuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploilasiseksual, kecabulan, dan/afau erotika.
2. Pornoaksi adalah perbuafan mengeksploilasi seksual, kecabulan,dan/atau erolika di'muka umum.
3. Media massa celak adalah 0101 alau sarona penyampaian informasidan pesanpesan secara visual kepada masyarakal luas berupabarang-barang celakan massal anlara lain buku, suralkabar, majalah,dan labloid.
4. Media massa eleklronik adalah 0101 alau sarona penyampaianinformasi dan pesanpesan secara audio dan/alau visual kepadamasyarakal luas anlara lain berupa radio, lelevisi, film, dan yangdipersamakan dengan film.
5. Alai komunikasi medio adalah sarona penyampaian informasi danpesan-pesan secara audio dan/alau visual kepada satu orangdan/alau sejumlah orang fertentu anlara lain berupa lelepon, ShortMessage Service, Mullimedia Messaging Service, surat, pamflel, leaflel,bookieI, selebaran, posler, dan media eleklronik baru yang berbasiskompuler seperti inlernel dan intranet.
6. Sarang pornograli adalah semua benda yang materinya mengandungsilat pornografi antara lain dalam bentuk buku, suratkabar, majalah,tabloid dan media celak sejenisnya, film, dan/atau yang dipersamakandengan film, video, Video Compact Disc, Digitai Video Disc, CompactDisc, Personal Computer-Compact Disc Read Oniy Memory, dan kaset.
7. Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang diperolehantara lain melalui telepon, televisi kabel, internet, dan komunikasielekronik lainnya, dengan cara memesan atau berlangganan barangbarang pornograli yang dapal diperoleh secara langsung dengan caramenyewa, meminjam, atau membeli.
8. Membuat adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan memproduksimateri media massa cetak, media massa elektronik, media komunikasilainnya, dan barangbarang pornograli.
9. Menyebarluaskan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatanmengedarkan materi media massa cetak, media massa elektronik,media-media komunikasi lainnya, dan mengedarkan barang-barangyang mengandung sifat pornografi dengan cara memperdagangkan,memperlihatkan, memperdengarkan, mempertontonkan,mempertunjukan, menyiarkan, menempelkan, dan/atau menuliskan.
10. Menggunakan adalah kegiatan memakai maleri media massa cetak,media massa elektronik, alat komunikasi medio, dan barang dan/ataujasa pornografi.
11. Pengguna adalah setiap orang yang dengan sengaja menonton/menyaksikanpornograli dan/atau pornoaksi.
12. Setiap orang adalah orang perseorangan, perusahaan, atau distributorsebagai kumpulan orang baik berupa badan hukum maupun bukanbadan hukum.
13. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lain yang ditunjuk olehPresiden.
14. Mengeksploitasi adalah kegiatan memanlaatkan perbuatan pornoaksiuntuk tujuanmendapatkan keuntungan materi atau non materi bagi dirisendiri dan/atau oranglain.
15. Hubungan seks adaiah kegiatan hUbungan perkelaminan balk yangdilakukan oleh pasangan suami-isteri maupun pasangan lainnya yangbersifat heteroseksual, homoseks atau iesbian.
16. Anak-anak adalah seseorang yang belum berusia 2 (duo belas) tahun
17. Dewasa adalah seseorang yang telah berusia 12 (duo betas) tahunkeatas.
18. Jasa pornoaksi adalah segala jenis layanan pornoaksi yang dapatdiperoleh secaralangsung atau melalul perantara, baik perseoronganmaupun perusahaan.
19. Perusahaan adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yangterorganisasi, balkberupa badan hukum maupun bukan badan hukum.
20. Orang lain adalah orang selain suomi atau istri yang soh berdasarkanperaturan perundang-undangan yang berlaku.
Baglan Kedua
Asas dan TuJuan
Pasal2
Pelarangan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaanpornografi serta perbualan dan penyelenggaraan pornoaksl berasaskankelmanan dan kelaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa denganmemperhalikan nilai-nilai budaya, susila, dan moral, keadilan, perundunganhukum, dan kepastian hukum.
Pasal3Anli pornografi dan pornoaksi bertujuan ;
a. Menegakkan dan menjunjung linggi harkal dan martabat manusiayang beriman dan bertakwa dalam rangka membenluk masyarakatyang berkepribadian luhur kepadaTuhan Yang Maha Esa. ,
b. Memberikan perlind'ungan, pembinaan, dan pendidikan moral danakhlak masyarakal
BAB IILARANGAN
Baglan PertamaPornografl
Pasal4Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, filmatau yang dapal disamakan dengan film, syair lagu, puis;' gambar, foto,dan/atau lukisan yang mengeksploilasi daya larik bagian tubuh tertentuyang sensual dart orang dewasa.
PasalSSeliap orang dilarang membual lulisan, suara alau rekaman suara, film alauyang dapal disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, folo,dan/alau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan lubuhorang dewasa.
Pasal6Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atauyang dapal disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gombar, folo,dan/atau lukisan yang mengeksploilasi daya tarik lubuh .alau·bagianbagian tubuh orang yang menari erotis alau bergoyang erolis..
Pasal?Seflap orang dilarang membuat lulisan, suara alau rekaman suara, film alauyang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gombar, folo,dan/alau lukisan yang mengeksploilasi daya tank aktivilas orang yangberciuman bibir.
PasalBSetiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, filmatau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gombar,foto, dan/atau luklsan yang mengeksploitasi daya tarik aklivitasorang yang melakukan maslurbasi alau onani.
Pasal9(1) Setiap orang dilarang membual IUlisan, suara atau rekaman
suara, film atau yang dapal disamakan dengan film, syair lagu,puisi, gombar, folo, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi dayalarik aktivitas orang dalam berhubungan seks alau melakukan
aklivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasanganberiawanan jenis.
(2) Seliap orang dilarang membual lulisan. suara alau rekamansuara, film alau yang dapal disamakan dengan film, syair lagu,puis;' gambar, folo, dan/alau iukisan yang mengeksploilasi dayalarik aklivilas orang dalam berhubungon seks alau melakukanaklivilas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangansejenis.
(3) Seliap orang dilarang membual lulisan, suara atau rekamansuara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu.puisi, gambar, foto, dan/alau lukisan yang mengeksploilasi dayatarik aktivilas orang dalam berhubungan seks alau melakukanaklivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yangtelah meninggal dunia.
(4) Setiap orang dilarang membual tulisan, suara atau rekamansuara, film atau yang dapal disamakan dengan film, syair lagu,puisi, gambar, foto, dan/alau lukisan yang mengeksploitasi dayalarik ak!ivilas orang dalam berhubungan seks alau melakukanaklivilas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan.
Pesel 10
(I) Seliap orang dilarang membual lulisan, suara alau rekaman suara,film alau yang dapal disamakan dengan film, syair lagu, puisi,gombar, foto, dan/alau lukisan yang mengeksploitasi daya larikorang berhubungan seks dalam aeara pesta seks.
(2) Seliap orang dilarang membual lulisan, suara alau rekaman suara, filmalau yang dapat disamakan dengan !ilm, syair lagu, puisi, gombar, folo,dan/alau lukisan yang mengeksploitasi daya larik aklivitas orang dalampertunjukan seks.
Pesel 11
(I) Seliap orang dilarang membual lulisan, suara atau rekaman suara, filmalau yang dapal disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, folo,dan/atau lukisan yang mengeksploilasi daya larik aklivilas anak-anakyang melakukan masturbasi, onani danlalau hubungan seks.
(2) Seliap orang dilarang membual lulisan, suara alau rekaman suara, filmatau yang dapal disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gombar, folo,dan/alau lukisan yang mengeksploilasi daya tarik ak!ivitas orang yangmelakukan hubungan seks atau aktivitas yang mengarah padahubungan seks dengan anak-anak.
Pesel 12
Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkanatau menempelkan lulisan, suara alau rekaman suara, film alau yangdapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gombar, foto, dan/alaulukisan yang mengeksploitasi daya lank bagian tubuh tertentu yang sensuaidari orang dewasa melalui media massa eetak, media massa elektronikdan/afau 0101 komunikasi medio.
Pesel 13
Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan. mempertontonkan
alau menempelkan lulisan, suara alau rekaman suara, film alau yangdapal dlsamakan dengan film, syalr lagu, puisi, gambar, foto dan/alaulukisan yang mengeksploilasi daya lank kelelanjangan lubuh melalui mediamassa celak, media massa eleklronik dan/alau alat komunikasi medio.
Pasal 14
Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, memperlonlonkanalau menempelkan tulisan, suara alau rekaman suara, film alau yangdapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, folo, dan/ataulukisan yang mengeksploilasi daya larik lubuh atau bagian-bagian lubuhorang yang menari erolis atau bergoyang eralis melalui media massacetak, media massa elektronik dan/alau alat komunikasi medio.
Pasal15Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertonlonkanatau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yangdapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/ataulukisan yang mengeksploilasi aktivltas orang yang berciuman bibir melaluimedia massa cetak, media massa elektronik dan/alau alat komunikasimedio.
Pasal16
Seliap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkanatau menempelkan tulisan, suara alau rekaman suara, film alau yangdapal disamakan dengan film, syair lagu, puis;' gambar, 1010, dan/alaulukisan yang mengeksplollasi aktivitas orang yang melakukan maslurbasiatau onani melalui media massa celak, media massa elektronik dan/alaualat komunikasi medio.
Posol17
(1) Seliap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan,mempertonlonkan alau menempelkan tulisan, suara atau rekamansuara, Iilm atau yang dapal disamakan dengan film, syair lagu, puis;'gombar, folo, dan/alau lukisan yang mengeksploilasi aktivilas orangdalam berhubungan seks atau melakukan aklivilas yang mengarahpada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis melaluimedia massa celak, media massa elektronik dan/atau 0101 komunikasimedio.
(2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan,memperlontonkan alau menempelkan tulisan, suara atau rekamansuara, film atau yang dapal disamakan dengan film, syair lagu, puisi,gombar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivilas orangdalam berhubungan seks atau melakukan aklivilas yang mengarahpada hubungan seks dengan pasangan sejenis melalui media massacetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
(3) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan,mempertonlonkan alau menempelkan lulisan, suara alau rekamansuara, film alau yang dapat disamakan dengan film, syair iagu, puisi,gambar, foto, dan/alau lukisan yang mengeksploilasi aktivitas orangdalam berhubungan seks alau melakukan aktivitas yang mengarahpada hubungan seks dengan cora sadis, kejam, pemukulan, sodomi,perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massacelak, media massa eleklronik dan/alau alat komunikasi medio..
(4) Seliap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan,mempertontonkan atau menempelkan lulisan, suara alau rekamansuara, film atau yang dapal disamakan dengan film, syair lagu, puisi,gambar, folo, dan/atau lukisan yang mengeksploilasi aklivilas orangdalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarahpada hubungan seks dengan orang yang lelah meninggal duniamelalui media massa celak, media massa eleklronik dan/atau 0101komunikasi medio.
(5) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan,memperlontonkan alau menempelkan tulisan, suara atau rekamansuara, fiim atau yang dapal disamakan dengan film, syair lagu, puisi,gombar, folo, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orangdalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarahpada hubungan seks dengan hewan me10lui media massa cetak,media massa eleklronik dan/atau alat komunikasi medlo.
PosollS
(1) Seliap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan,memperlonlonkan atau menempelkan lulisan, suara atau rekamansuara, film atau yang dopat disamakan dengan film, syair lagu, puisi,gombar, foto, dan/alau lukisan yang mengeksploilasi aktivilas orangdalam acara pesta seks melalui media massa celak, media massaeleklronik dan/alau 0101 komunikasi medio.
(2) Seliap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan,memperlonlonkan atau menempelkan lulisan, suara alau rekamansuara, film atau yang dapal disamakan dengan film, syair lagu, puis;'gombar, fola, dan/atau lukisan yang mengeksploilasi aklivilas orangdalam perlunjukan seks melalui media massa cetak, media massaelektronik dan/alau 0101 komunikasi media.
Pasal 19
(1) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan,memperlontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekamansuara, tilm atau yang dapat disamakan dengan tilm, syair lagu,pulsl,.gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitasanak-anak dalam melakukan masturbasi atau onani melalui mediamassa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunlkasi medio.
(2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan,memperlontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekamansuara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi,gombar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anakanak dalam berhubungan seks melalui media massa cetak, mediamassa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
(3) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan,memperlontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekamansuara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisl,gombar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orangdalam berhubungan seks dengan anak-anak melalui media massacetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
(4) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan,memperlontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekamansuara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi,gombar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orangdalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarahpada hubungan seks dengan anak-anak dengan cora sadis, kejam,pemukulan, sodoml, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnyamelalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alatkomunikasi medio.
Pasal20
Setiap orang dilarang menjadikan dirl sendiri dan/atau orang lain sebagaimodel atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atauyang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gombar, foto,dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tank bagian tubuh tertentuyang sensual dari orang dewasa, ketelanjangon tubuh don/otau dayo tanktubuh atau bagion-bagian tubuh orang yang menari erolis atau bergoyangerotis, aktivitas orang yang berciuman bibir, aktivitas orang yang melakukanmasturbasi atau onanl, orang yang berhubungan seks atau melakukanaklivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasanganberlawanan jenis, pasangan sejenis, orang yang telah meninggal duniadan/atau dengan hewan.
Pasal21
Setiap orang dilarang menyuruh atau memaksa. anak-anak menjadi modelatau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yangdapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gombar, foto, dan/ataulukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak untuk melakukanmasturbasl, onani, dan/atau hubungan seks.
Pasal22Setiap orang dilarang membuat, menyebarluaskan, dan menggunakankarya seni yang mengandung sifat pomografi di media massa cetak, mediamassa elektronik, atau alat komunikasi medio, dan yang berada di tempat-
tempat umum yang bukan dimaksudkan sebagai lempal pertunjukan karyasenL
Pasal23
Seliap orang dilarang membeli barang pornografi dan/alau jasa pornografilanpa alasan yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini.
PasoI 24
(1) Setiap orang dilarang menyediakan dana bagi orang lain untukmelakukan kegialan dan/atau pameran pornografi sebagaimanadimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23.
(2) Seliap orang dilarang menyediakan lempal bagi orang lain untukmelakukan kegiatan pornografi dan/alau pameran pornografisebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23.
(3) Seliap orang dilarang menyediakan peralalan dan/alau perlengkapanbagi orang lain unluk melakukan kegiatan pornografi dan/ataupameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampaidengan Pasal 23.
Baglan KeduaPomoaksl
Pasal25
(1) Setiap orang dewasa dilarang mempertontonkan bagian tubuh tertentuyang sensual.
(2) Seliap orang dilarang menyuruh orang lain untuk mempertonlonkanbagian lubuh lertenlu yang sensual.
Pasal26
(1) Setiap orang dewasa dilarang dengan sengaja telanjang di mukaumum.
(2) Seliap orang dilarang menyuruh orang lain untuk telanjang di mukaumum.
Pasal27
(1) Setiap orang dilarang bercluman bibir di muka umum.
(2) Setiap orang dilarang rnenyuruh orang lain bercluman bibir di mukaumum.
Pasal28
(1) Seliap orang dilarang menari erotis atau bergoyang erotis di mukaumum.
(2) Setiap orang dilarang Fmenyuruh orang lain unluk menari erotis ataubergoyang erotis di muka umum.
Pasal29
(1) Seliap orang dilarang melakukan masturbasi, onani atau gerakan tubuhyang menyerupai kegialan maslurbasi atau onani di muka umum
(2) Seliap orang dilarang menyuruh orang lain unluk melakukan masturbasi,onani, alaugerakan lubuh yang menyerupai kegialan masturbasi atauonani di muka umum.
(3) Setiap orang dilarang menyuruh anak-anak unluk meiakukan masturbasl.onani,atau gerokan tvbuh yang menyerupai kegiatan mosturbasi atau onani.
Pasal30
(1) Setiap orang dilarang melakukan hubungan seks atau gerakan tubuhyang menyerupai kegiatan hubungan seks di muka umum.
(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk melakukan hubunganseks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks dimuka umum.
(3) Setiap orang dilarang melakukan hubungan seks dengan anak -anak.
(4) Setiap orang dilarang menyuruh anak-anak untuk melakukan kegiatanhubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatanhubungan seks.
Pasal31(I) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pertunjukan seks.
(2) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pertunjukan seksdengan melibatkan anak-anak.
(3) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pesta seks.
(4) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pesta seks denganmelibatkan anak-anak.
Pasal32(l) Setiap orang dilarang menonton acara pertunjukan seks.
(2) Setiap orang dilarang menonton acara pertunjukan seks denganmelibatkan anakanak.
(3) Setlap orang dilarang menonton acara pesta seks.
(4) Setiap orang dilarang menonton acara pesta seks dengan melibatkananak-anak.
Pasal33(1) Setiap orang dilarang menyediakan dana bagi orang lain untuk
melakukan keglatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acarapesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampal dengan Pasal32.
(2) Setiap orang dilarang menyediakan tempat bagi orang lain untukmelakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acarapesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasai32.
(3) Setiap orang dilarang rnenyediakan peralatan dan/atau pertengkapanbagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukanseks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasa! 25sampai dengan Pasal 32.
BAB IIIPENGECUALIAN DAN PERIZINAN
Baglan PertamaPengecuallan
Pasal34(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornograti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23dikecualikan untuk tujuan pendidikan dan/atau pengembangan ilmupengetahuan dalam batas yang diperlukan.
(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi pornografisebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada lembaga riset
atau lembaga pendidlkan yang bldang keilmuannya bertujuan untukpengembangan pengetahuan.
Pasal35
(1) Penggunaan barang pornografi dapaf dilakukan untuk keperluanpengobaton gangguan kesehatan.
(2) Penggunaan barang pornografi untuk keperluan gangguan kesehatansebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mendapatkanrekomendasi dari dokter, rumah sakit dan/atau lembaga kesehatanyang mendapatkan ijin dari Pemerintah.
PasoI 36
(1) Pelarangan pornoaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26,Pasal27, Pasal28, Posa129, Pasal30, Pasal3L atau Pasal32, dikecualikanuntuk:
a. cora berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi kebiasaanmenurut adat-istiadat dan/atau budaya kesukuan, sepanjangberkaitan dengan pelaksanaanritus keagamaan atau kepercayaan:
b. kegiatan seni:
c. kegiatan olahraga; atau
d. tujuan pendidikan daiam bidang kesehatan.
(2) Kegiatan seni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanyadapat dilaksanakan di tempat khusus pertunjukan seni.
(3) Kegiatan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanyadapat dilaksanakan di tempat khusus olahraga.
Baglan KeduaPerlzlnan
PasoI 37
(1) Tempat khusus pertunjukan seni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36ayat (2) horus mendapatkan ilin dari Pemerintah.
(2) Tempat khusus olahraga sebagalmana dlmaksud dalam Pasai 36 ayat(3) horus mendapatkan ilin darl Pemerintah.
Pasal38
1. Pemerintah dapat memberikan ilin kepada setiap orang untukmemproduksi, mengimpor dan menyebarluoskan barang pornografidalam media cetak dan/atau media elektronik untuk keperluansebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 35.
2. Setiap orang yang melakukan penyebarluasan barang pornografi dalammedia cetak dan/atau media elektronik sebagaimana dimaksud padaayat (1) horus dilakukan dengan memenuhi syarat:
a. penjualan barang dan/atau josa pornografi hanya dilakukan .olehbadan-badan usaha yang memiliki ilin khusus;
b. penjualan barang dan/atau jasa pornografi secara langsung hanyadilakukan di tempat-tempat tertentu dengan tanda khusus;
c. penjualan barang pornografi dilakukan dalam bungkus rapat dengankemasan bertanda khusus dan segel tertutup;
d. barang pornografi yang dijual ditempatkan pada etalose tersendiriyang letaknya jauh dari jangkauan anak-anak dan remaja berusiadibawah 18 (delapan betas) tahun;
Pasal39
(1) Izin dan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal38 selanjutnya diatur dengi:in Peraturan Pemerintah.
(2) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatmengatur pemberian izin dan syarat-syarat secara umum danpengaturan selanjutnya secara khusus diserahkan kepada daerah seuaidengan kondisi. adat istiadat dan budaya daerah masing-masing.
BABIV
BADAN ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI NASIONAL
Baglan PertamaNama dan Kedudukan
Pasal40
(I) Untuk mencegah dan menanggulangi masalah pornografi danpornoaksi dalam masyarakat dibentuk Badan Anti Pornografi danPornoaksi Nasional, yang selanjutnya disingkat menjadi BAPPN.
(2) BAPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah lembaga nonstruktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawablangsung kepada Presiden.
Pasal41
BAPPN berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
Baglan KeduaFungsl dan Tugas
Pasal42
BA PPN mempunyai fungsi:
a. pengkoordinosian instansi pemerintah dan badan lain terkait dalampenyiapan dan penyusunan kebijakan pencegahan danpenanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi:
b. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakanpencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/ataupornoaksi;
c. pengkoordinosian instansi pemerintah dalam mengatur pembuatan.penyebarluasan, dan penggunaan barang pornografi dan josapornografi untuk tujuan pendidikan dan pengembangan i1mupengetahuan;
d. pengoperosian satuan tugas yang terdiri dari unsur pemerintah terkaitsesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-mosing;
e. pembangunan dan pengembangan sistem komunikasi, informasi danedukosi dalam
rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografidan/atau pornoaksi.
f. pemutusan Janngan pembuatan, dan penyebarluasan barangpornografi, jasa
pornografi, dan josa pornoaksi;
g. pelaksanaan kerjasamo nasionaL regional, dan infernasional dalam rangkanAnr:A(1(1hnn rlnn nAnnnnnlllnnnnn mn~nlnh nnrnnnrnfi rlnn/ntrlll nnrnnnhi'
Pasal43II) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf
a, BAPPN mempunyai tugas :
a. Meminta informasi tentang upaya pencegahan danpenanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi kepada instansidan/atau badan terkait;
b. melakukan pengkajian dan penelitian terhadap peraturanperundang-undangan yang berkaitan dengan masalah pornografidan/atau pornoaksi:
12) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam PasoI 42 hurufb. BAPPN mempunyai tugas :
a. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansidan/atau badan terkait;
b. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan danpenanggulangan pornograli dan/atau pornoaksi.
13) Untuk menjolankan lungsi sebagaimana dimoksud dalom Pasol 42 huruf c.BAPPN mempunyai tugas memantau dan melakukan penilaian terhadap sikapdan prilaku masyarakat terhadap pornografi dan/atau pornoaksi.
14) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf d,BAPPN mempunyai tugas melakukan pengawasan, penelitian alaupenelaahan terhadap inslansi dan badan yang menjalankan tugas danwewenangnya yang berkaltan dengan pencegahan dan penanggulanganponografi dan pornoaksi.
15) Untuk menjalankan lungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e.BAPPN mempunyai tugas memberi komunikasi, informasi. edukasi, danadvokasi kepada masyarakat dalam upaya mencegah dan rnenanggulangimasalah pornografi dan/atau pornoaksi.
(6) Untuk menjalankan lungsi sebagaimana dimaksud dalam PasoI 42 hurulI, BA PPN mempunyai tugas :
a. mendorong berkembangnya partisifasi masyarakat dalam upayapencegahan dan penanggulangan pornografi dan/ataupornoaksi:
b. menerima laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindakpidana pornografi dan/atau pornoaksi.
17) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 hurufg, BAPPN mempunyai tugas :
a. meneruskan laporan masyarakat yang berkaitan dengantindak pidana pornograli dan/atau pornoaksi;
b. menjadi saksi ahli pada proses pemeriksaantersangka/terdakwa dalam penyidikan dan pemeriksaan disidang pengadilan;
c. mengkoordinasikan pertemuan dengan instansi dan badan lain terkait baikdalam tingkat nasional rnaupun tingkal internasional yong tugas danwewenangnya mencegah dan rnenanggulangi pornografi dan/ataupornoaksi.
Pasal36
111 Pelarangan pornoaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, Pasal27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal30, Pasal3t, atau Pasa132, dikecualikan untuk:
a. cora berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi kebiasaanmenurut adat-
b. Meminta laporan Instansi terkait mengenai pencegahan danpenanggulangan pornograti dan/atau pornoaksi.
13) Untuk menjalankan lungsi sebagaimana dimaksud dalam PasoI 42 hurulc, BAPPN mempunyai tugas memantau dan melakukan penilaianterhadap sikap dan perilaku masyarakat terhadap pornografi dan/afaupornoaksi.
(4) Unfuk menjalankan lungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 hurufd, BAPPN mempunyai fugas melakukan pengawasan, penelitian afaupenelaahan ferhadap insfansi dan badan yang menjalankan fugas danwewenangnya yang berkaitan dengan pencegahan danpenanggulangan ponografi dan pornoaksi.
15) Untuk menjalankan lungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 hurufe, BAPPN mempunyai fugas memberi komunikasi, informas;, edukasi, danadvokasi kepada masyarakaf dalam upaya mencegah danmenanggulangi masalah pornograli dan/atau pornoaksi.
(6) Untuk menjalankan lungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal42 hurufI, BA PPN mempunyai tugas :
a. mendorong berkembangnya partisilasi masyarakat dalam upayapencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi;
b. menerima laporan masyarakat yang berkaifan dengan tindak pidanapornografi dan/atau pornoaksi.
(7) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasai 42 hurufg, BAPPN mempunyai tugas:
a. meneruskan iaporan masyarakat yang berkaitan dengan findakpidana pornograli dan/atau pornoaksi;
b. menjadi saksi ahli pada proses pemeriksaan tersangka/terdakwadalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan;
c. mengkoordinasikan pertemuan dengan instansi dan badan lain ferkaifbaik daiam tingkat nasional maupun tingkat internasionai yang tugasdan wewenangnya mencegah dan menanggulangi pornogralidan/atau pornoaksi.
Baglan Ketlga
Susunan Organlsasl dan Keanggotaan
Pasal44
(1) BAPPN terdiri atas seorang Ketua merangkap Anggota, seorang WakilKetua merangkap Anggota, serta sekurang-kurangnya 11 (sebelas)orang Anggota yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat.
(2) Masa jabatan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BAPPN adalah 3 Itiga)tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 Isafu) kali masa jabatanberikutnya.
(3) Ketua dan Wakil Ketua BAPPN dipilih dar; dan oleh Anggofa.
Pasal45
(1) Sebelum memangku jabatannya, Anggofa BAPPN mengucapkansumpah/janji menurut agorna dan kepercayaannya masing-masing dihadapan Presiden Republik indonesia.
(2) Lafal sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (l) berbunyi sebagaiberikul :
"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untukmemangku jabalan saya ini langsung atau lidak langsung, denganmenggunakan nama alau cara apapun juga, lidak memberikan alaumenjanjikan barang sesualu kepada siapapun juga."
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidakmelakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekaii-kali akan menerimalangsung 'atau lidak langsung dan siapapun juga suatu janji ataupemberian,"
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akanmempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai pandanganhidup bangsa,
dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia,
Tahun 1945 dan segala undang-undang yang berlaku bagi NegaraRepubiik Indonesia."
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankanjabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan tidak membeda-bedakanorang dalam melaksanakan kewajiban saya."
Pasal46
Persyaratan keanggotaan BAPPN adalah :
a. warga negara Indonesia;
b. sehal jasmani dan rohani;
c. berkelakuan baik;
d. memiliki pengelahuan dan pemahaman tentang pornografi danpornoaksi; dan
e. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) lahun.
Pasal47Keanggotaan BAPPN berhenti alau diberhenlikan karena :
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri atas perminlaan sendiri;
c. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;
d. sakit secara terus menerus;
e. melanggar sumpah/janji;
f. berakhir masa jabalan sebagai anggota; atau
g. dinyalakan bersalah berdasarkan pulusan pengadilan yang telahmemperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan lindak pidanakejahalan.
Pasal48(I) BAPPN dibantu oleh Sekrelariat.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat {ll dipimpin olehseorang Sekretaris yang diangkat dan diberhentikan oleh BAPPN.
(3) FungsL tugas, dan toto kerja sekretariaf sebagaimana dimaksud padaayat (1) diatur daiam kepufusan BAPPN.
Pesel49Pembiayaan untuk pelpksanaan tugas BAPPN dibebankan kepadaAnggaran Pendapatan dan Beianja Negara dan sumber lain yang tidakbertentangan dengan perafuran perundang-undangan yang berlaku.
PeselSOKefenfuan lebih lanjut mengenai BAPPN diatur dengan Perafuran Presiden.
BAB VPERAN SERTA MASYARAKAT
PeselSl(1) Sefiap warga masyarakat berhak untuk berperan serta dalam
pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksiberupa:
a. hak untuk mendapatkan komunikasi, informasi, edukasL danadvokasi;
b. menyampaikan keberatan kepada BAPPN terhadap pengedaranbarang dan/afau penyediaan jasa pornografi dan/afau pornoaksi;
c. melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap seseorang,sekelompok orang, dan/atau badan yang diduga melakukan findakpidana pornografi dan/atau pornoaksi;
d. gugafan perwakilan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukanoleh dan/atau melalui lembaga swadaya masyarakaf yang pedulipada masalah pornografi dan/atau pornoaksL
(2) Setiap warga masyarakaf berkewajiban untuk :
a. melakukan pembinaan moral, mental spiritual, dan akhiokmasyarakat dalam rangka membenfuk masyarakaf yangberkepribadian luhur, berakhlaq mulia, beriman, dan bertaqwakepada Tuhan Yang Moho Esa;
b, membantu kegiatan advokasi, rehabilitasi, dan edukasi dalompenanggulangan masalah pornografi dan/afau pornoaksL
(3) Sefiap warga masyarakat berkewajiban unfuk melaporkan kepadapejabat yang berwenang apabila melihat dan/atau mengefahuiadanya tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi.
BAB VI
PERAN PEMERINTAHPeselS2
Pemerintah berwenang melakukan kerjasama bilaferal, regional, danmultilateral dengan negara lain dalam upaya menanggulangi danmemberantas masalah pornografi dan/afau pornoaksi sesuai dengankepentingan bangsa dan negara,
PeselS3
tidaksanksiyang
Pemenntah wajib memberikan jaminan hukum dan keamanan kepadapeiapor te~adinya lindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi:
Pasal54
(I) Penyidik wajib menindakianjuti laporan sebagaimana dimaksud daiamPasal 43 ayat (7) huruf a.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (I) yangmenindaklanjuti laporan terjadinya pornoaksi dikenakanadministratif. berdasarkan peraturan perundang-undanganberlaku.
BAB VII
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN DAN PEMERIKSAANPasoI55
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan terhadap tindak pidanapornografi dan/atau pornoaksi dilaksanakan berdasarkan peraturanperundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
PEMUSNAHANPasoI56
(1) Pemusnahan barang pornografi dilakukan terhadap hasil penyitaandan perampasan barang yang tidak berijin berdasarkan putusanpengadilan.
(2) Pemusnahan barang pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (I)dilakukan oleh penuntut umum bekerja sama dengan BAPPN.
(3) Pemusnahan barang pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (I)dilakukan oleh penuntut umum bekerjasama dengan BAPPN denganmembuat berita acara yang sekurang-kurangnya memuat :
a. nama media apabila barang disebarluaskan melalui media massacetak dan/atau media massa elektronik;
b. nama dan jenis serla jumlah barang yang dimusnahkan;
c. hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan;
d. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yangdimusnahkan; dan
e. tanda tangan dan identitas lengkap para pelaksana dan pejabatyang melaksanakan dan menyaksikan pemusnahan.
BABIX
KETENTUAN SANKSI
Baglan PerlamaSanksl Administratif
PasoI57(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal3B ayat (2) diancam dengan sanksi administratif berupapencabutan ijin usaha;
(2) Setiap orang yang telah dlcabut i)ln usahanya sebagalmana dlmaksudpada ayat (l) tidak dapat mengajukan kembali ijin usaha sejenis.
Baglan KeduaKetentuan Pldana
Pasal58
Setiap orang yang dengan sengaja membual lulisan, suara alau rekamansuara, film alau yang dapal disamakan dengan tilm, syair lagu, puisLgambar, folo, dan/alau lukisan yang mengeksploilasi daya larik bagianlubuh lertenlu yang sensual dan orang dewasa sebagaimana dimaksuddalam Pasal 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkal 1 (salu)lahun dan paling lama 5 (lima) lahun dan/alau pidana denda paling sedikilRp. 100.000.000,- (seralus jula rupiah) dan paling banyak Rp, 500.000.000,(lima ralus jula rupiah).
Pasal59
Seliap orang yang dengan sengaja membual lulisan, suara alau rekamansuara, film alau yang dapal disamakan dengan tilm, syair lagu, puisi,gambar, folo dan/alau lukisan yang mengeksploilasi daya larikkelelanjangan lubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidanadengan pidana penjara paling singkal 18 (delapan belas) bulan alaupaling lama 7 (Iujuh) lahun dan/alau pidana denda paling sedikil Rp.150.000.000,-(seralus lima puluh jula rupiah) dan paling banyak Rp.750.000.000,- (Iujuh ralus lima puluh jula rupiah).
Pasal60Seliap orang yang dengan sengaja membual lulisan, suara alau rekamansuara, tilm alau yang dapal disamakan dengan film, syair lagu, puisLgambar, folo dan/alau lukisan yang mengeksploilasi daya larik lubuh alaubagian-bagian lubuh orang yang menan eralis alau bergoyang erotissebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjarapaling singkal 1 (salu) lahun alau paling lama 5 (lima) lahun dan/alaupidana denda paling sedikil Rp, 100.000.000,- (seralus jula rupiah) dan palingbanyak Rp. 500.000.000,- (lima ralus jula rupiah).
Pasal61
Sellap orang yang dengan sengaja membual lulisan, suara alau rekamansuara, film alau yang dapal disamakan dengan film, syair lagu, puisi,gambar, folo dan/alau lukisan yang mengeksploilasi daya larik aklivilasorang yang berciuman bibir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7dipidana dengan pidana penjara paling singkal 1 (salu) lahun alau palinglama 5 (lima) lahun dan/alau pidana denda paling sedikil Rp. 100.000.000,(seralus jula rupiah) dan paling banyak Rp. 500,000.000,- (lima ralus jularupiah).
Pasal62
Setiap orang yang membual lulisan, suara alau rekaman suara, tilm alauyangdapal disamakan dengan tilm, syair lagu, puisi, gambar, folodan/alau lukisan yang mengeksploilasi daya larik aklivilas orang yangmelakukan maslurbasi alau onani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8dipidana dengan pidana penjara paling singkal 18 (delapan belas) bulanalau paling lama 7 (lujuh) lahun dan/alau pidana denda paling sedikil Rp.150.000.000,- (seralus lima puluh jula rupiah) dan paling banyak Rp.750,000.000,- (Iujuh ralus lima puluh jula rupiah).
Pasal63
(1) Seliap orang yang membual lulisan, suara alau rekaman suara, film alauyang dapal disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, folodan/alau lukisan yang mengeksploilasi daya lank aklivilas orang dalamberhubungan seks alau melakukan aklivilas yang mengarah padahubungan seks dengan pasangan beriawanan jenis sebagaimana
dimaksud dalam Pasai 9 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 2 (duo) tahun atau paling iama 10 (sepuiuh) tahundan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (duo ratus jutarupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
(2) Setiap orang yang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atauyang dapat disamakan dengan fiim, syair lagu, puisi, gombar, fotodan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tank aktivitas orang dalamberhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah padahubungan seks dengan pasangan sejenls sebagaimana dimaksud dalamPasoI 9 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (duo)tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana dendapaling sedlkit Rp. 200.000.000,- (duo ratus juta rupiah) dan paling banyakRp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
(3) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, filmatau yang dapat disamakan dengan fiim, syair lagu, puisi, gombar, fotodan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalamberhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah padahubungan seks dengan orang yang telah meninggal duniasebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (3) dipidana denganpidana penjara paling singkat 2 (duo) tahun atau paling lama 10(sepuluh) tahun dan/atau pidana denda .paling sedikit Rp. 200.000.000,(duo ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyarrupiah).
(4) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, filmatau yang dopat disamakan dengan fiim, syair lagu, puisi, gombar, fotodan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalamberhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah padahubungan seks dengan hewan sebagaimana dimaksud daiam Paso! 9Ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 . (duo) tahunatau paling iama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana dendo palingsedikit Rp. 200.000.000,- (duo ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
PasoI 64
(I) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, filmatau yang dopat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gombar, fotodan/afau lukisan yang mengeksploltasi daya tank orang berhubunganseks dalam acara pasta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasai 10Ayaf (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkaf 2 (duo) fahunatau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda palingsedikit Rp. 200.000.000,- (duo ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, filmatau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puis;' gombar, fotodan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalampertunjukan seks sebagalmana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (2)dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (duo) tahun ataupaling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikitRp. 200.000.000,- (duo ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Pasal65
(I) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, filmatau yang dapat disamakan dengan fiim, syair lagu, puisi, gombar, fotodan/atau iukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas anak-anakyang melakukan masturbasi, onani dan/atau hubungan seks
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Ayat (1) dipidana denganpidana penjara paling singkat 2 (duo) tahun atau paling lama 10(sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000.(duo ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyarrupiah).
(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, filmatau yang dopat disamakan dengan film, syair lagu, puisi. gamboL totodan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivilas orang yangmelakukan hubungan seks atau aktivitas yang mengarah padahubungan seks dengan anak-anak sebagaimana dimaksud dalam PasoI11 Ayat (2) dlpidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (duo) tahunatau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda palingsediklt Rp. 200.000.000,- (duo ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Pasal66
Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkonatau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, tilm atau yangdapat disamakan dengan film, syair lagu, pUisi, gombar, foto dan/ataulukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensualdari orang dewasa melalui media massa cetak, media massa elektronikdanlatau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (duo) tahun 6 (enam)bulan atau paling lama 12 (duo betas) tahun dan/atau pidana dendapaling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.2.000.000.000,- (duo milyarrupiah).
Pasal67
Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkanatau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yangdopat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gombar, foto dan/ataulukisan yang mengeksploilasl daya lank kelelanjangan lubuh melalui mediamassa celak, media massa eleklronik dan/alau 0101 komunikasi mediosebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dipidana dengan pidana penjarapaling singkal 2 (duo) lahun 6 (enam) bulan alau paling lama 12 (duobelas) tahun dan/alau pidana denda paling sedikil Rp. 300.000.000,- (ligaralus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (duo milyar rupiah).
Pasal68
Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkanatau menempelkan lulisan, suara atau rekaman suara, film atau yangdapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gombar, folo dan/ataulukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuhorang yang menan erotis alau bergoyang erotis melalui media massacetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi mediosebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 2 (duo) lahun 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (duobetas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (ligaratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (duo milyar rupiah).
Pasal69
Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertonlonkanatau menempelkan lulisan, suara atau rekaman suara, film atau yangdapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gombar, foto dan/ataulukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang berciuman bibir melaluimedia massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasimedio sebagaimana dimaksud dalam PasoI 15 dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (duo) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahundan/atau pldana denda paling sedikit Rp. 200.000.000.- (duo ratus jutarupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000.- (satu milyar rupiah).
Pasal70
Setiap orang yang menyiarkan. memper.dengarkan. mempertontonkanatau menempelkan tulisan. sucra atau rekaman sucra. film atau yangdapat disamakan dengan film. syair lagu. puisi. gambar. foto dan/ataulukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang melakukan masturbasiatau onani melalui media massa cetak. media massa elektronik dan/ataualat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidanadengan pidana penjara paling singkat 2 (duo) tahun 6 (enam) bulan ataupaling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp.300.000.000.- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000.(dua milyar rupiah).
Pesel71
(1) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertonfonkanatau menempelkan fulisan, suara afau rekaman suara, film afau yangdapaf disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/afaulukisan yang mengeksploifasi aktivitas orang dalam berhubungan seksatau melakukan akfivifas yang mengarah pada hubungan seks denganpasangan berlawanan jenis melalui media massa eetak, media massaelektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksuddalam Pasal 17 ayaf (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidanadenda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga rafus lima puluh juta rupiah)dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus jUfa rupiah).
(2) Setiap orang menyiarkan, memperdengarkan, memperfonfonkan ofaumenempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, fiim atau yang dapatdisamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisanyang mengeksploitasi akfivitas orang dalam berhubungan seks ataumelakukan akfivitas yang mengarah pada hubungan seks denganpasangan sejenis melalui media massa eetak, media massa elekfronikdan/afau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17ayaf (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) fahundan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda palingsedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan palingbanyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
(3) Sefiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertonfonkanafau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film afau yangdapaf disamakan dengan film, syalr lagu, puisi, gambar, fofo dan/afaulukisan yang mengeksploifasi aktivifas orang dalam berhubungan seksafau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks denganeara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan eara-earakekerasan lainnya melalui media massa eetak, media massa elekfronikdan/afau alaf komunikasi medlo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkaf 3 (tiga) tahundan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda palingsedikif Rp 350.000.000 (tiga rafus lima puluh jufa rupiah) dan palingbanyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima rafus juta rupiah).
(4) Sefiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkanatau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yangdapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/afaulukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seksatau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks denganorang yang telah meninggal dunia melalui media massa eetak, mediamassa elektronik dan/atau alaf komunikasi medio sebagaimanadlmaksud dalam Pasal 17 ayat (4) dlpidana dengan pidana penjarapaling slngkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahundan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus limapuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar limaratus jufa rupiah).
(5) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkanatau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yangdopat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gombar, foto dan/ataulukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seksatau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks denganhewan melalui media massa cetak, media massa elektronik daniataualat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5)dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan palinglama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000 (duo milyar lima ratus juta rupiah).
Pasal72
(1) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkanatau
menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film afau yang dapatdisamakan dengan film, syair lagu, puisi, gombar, fofo dan/atau lukisanyang mengeksploitasi aktivifas orang dalam acara pesta seks melaluimedia massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasimedio sebagaimana dimaksud dalam PasoI 18 ayat (1) dipidanadengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama
15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000 (duo milyar lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkanatau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yangdopat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gombar, foto dan/ataulukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam perfunjukan seksmelalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alatkomunlkasi medio sebagaimana dimaksud dalam PasoI 18 ayat (2)dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun danpaling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikitRp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000 (duo milyar lima ratus juta rupiah).
Pasal73
(1) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkanatau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yangdopat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gombar, foto dan/ataulukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam melakukanmasturbasi atau onani melalui media massa cetak, media massaelektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksuddalam PasoI 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat4 {empat) tahun dan pOing lama 20 (duo puluh) tahun dan/atau pidanadenda paling sedikit Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).
(2) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkanatau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yangdopat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gombar, foto dan/ataulukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam berhubunganseks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alatkomunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2)dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun danpaling lama 20 (duo puluh) tahun dan/atau pidana dendo paling sedikitRp 400.000.000 (empat r4us juta rupiah) dan paling banyak Rp
3.000.000.000 ltiga milyar rupiah).
(3) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkanatau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yangdapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/ataulukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dolam berhubungan seksdengan anak-anak melalui media massa cetak, media massa elektronikdan/atau alat komunikosi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 lempat) tahundan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atou pidana denda palingsedikit Rp 400.000.000 lempat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).
(4) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkanatau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yangdapat disamakan dengan film, syair lagu, puis;' gambar, foto dan/ataulukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seksatau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengananak-anak dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan,dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massa cetak, mediamassa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimanadimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 4 lempat) tahun dan poling lama 20 (dua puluh) tahundan/atau pidana denda paling sedikit Rp 400.000.000 (empat ratus jutarupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).
PasoI 74
Setiap orang yang menjadikan diri sendiri dan/atau orang lain sebagoimodel atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atauyang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puis;' gambar, foto,dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentuyang sensual dari orang dewasa, ketelanjangan tubuh dan/atau daya tariktubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyangerotis, aktivitas orang yang berciuman bibir, aktivitas orang yang melakukanmasturbasi atau onani, orang yang berhubungan seks atau melakukanaktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasanganberiawanan jenis, pasangan sejenis, orang yang telah meninggal duniadan/atau dengan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dipidanadengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan betas) bulan dan palinglama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,(seratus limb puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,-(tujuhratus lima puluh juta rupiah).
Pasal75
Setiap orang yang menyuruh atau memaksa anak-anak menjadi modelatau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yangdapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/ataulukisan yang mengekspioitasi aktivitas anak-anak untuk melakukanmasturbasi, onani, dan/atau hubungan seks sebagaimana dimaksud dalamPasal 21 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahundan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling'sedikit Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).
PasoI 76
Setiap orang yang membuat, menyebarluaskan, dan menggunakan karyaseni yang mengandung sifat pornografi di media massa cetak, media massaelektronik, atau alat komunikasi medio, dan yang berada di tempat-tempatumum yang bukan dimaksudkan sebagai tempat pertunjukan karya seni
sebagaimana dimaksud daiam Pasal 22 dipidana dengan pidana palingsingkat 18 (delapan betas) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/ataupidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah)dan paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
PasoI 77
Setiap orang yang membeli barang pornografi danlatau jasa pornografitanpa alasan yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang inisebagaimana dimaksud dalarn Pasal 23 dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 1 (satu) tahun atau paling lama 5 (lima) tahun danlataupidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) danpaling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)
Pasal 78
(I) Setiap orang yang menyediakan dana bagi orang lain untuk melakukankegiatan dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalamPasal24 ayat (I) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana dendapaling sedikit Rp. 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah) danpaling banyak Rp. 2.500.000.000,- (duo milyar lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang menyediakan tempat bagi orang lain untukmelakukan kegiatan pornografi daniatau pameran pornografisebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana denganpidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (limabelas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 350.000.000,-(tigaratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (duomilyar lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang menyediokan peralatan danlatau perlengkapan bagiorang lain untuk melakukan kegiatan pornografi dan/atau pameranpornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dipidanadengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15(lima betas) tahun danlatau pidana denda paling sedikit Rp. 350.000.000,(tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000,(duo milyar lima ratus juta rupiah).
Pasal79(1) Setiap orang dewasa yang memperlontonkan bagian tubuh terlentu
yang sensual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dipldana denganpidana penjara paling slngkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10(sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000.(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyarrupiah).
(2) Setiap orang yang menyuruh orang lain untuk memperlontonkan bagiantubuh terlentu yang sensual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun danpaling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paiing sedikitRp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
PasalSO
(1) Setiap orang dewasa yang dengan sengaja telanjang di muka umumsebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), dipidana denganpidana penjara paling singkat 2 {dual tahun 6 (enam) bulan dan palinglama 12 (dua belas) tahun dan/atau pldana denda paling sedikit Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,(dua milyar rupiah).
(2) Setiap orang yang menyuruh orang lain untuk telanjang di muka umumsebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dipidana denganpidana penjara paling singkat 2 {dual tahun 6 (enam) bulan dan palinglama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta 'rupiah) dan paling banyak Rp.2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).
PasalSl
(1) Setiap orang yang berciuman bibir di muka umum sebagaimanadimaksud dalam Pasal27 ayat 1 (satu), dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/ataupidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) danpaling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang menyuruh orang lain berciuman bibir di muka umumsebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 2 (dua), dipidana denganpidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000 (seratus jutarupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
PasalS2(1) Setiap orang yang menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), dipidana denganpidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan dan paling lama7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000(seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000 (tujuhratus lima puluh juta rupiah).
(2) Setiap orang yang menyuruh orang lain untuk menari erotis ataubergoyang eratis di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapanbelas) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana dendapaling sedikit Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan palingbanyak Rp. 750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal83
(1) Setiap orang yang melakukan masturbasi, onani atau gerakan tubuhyang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani di muka umumsebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), dipidana denganpidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10(sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyarrupiah).
(2) Setiap orang yang menyuruh orang lain untuk melakukan masturbasLonani, atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atauonani di muka umum sebagaimana dimaksud daiam Pasal 29 ayat (2),dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun danpaling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000(satu milyar rupiah).
(3) Setiap orang yang menyuruh anak-anak untuk melakukan masturbasi,onanL atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atauonani sebagaimana dimaksud dalam Pasai 29 ayat (3), dipidanadengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10(sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikif Rp 200.000.000(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyarrupiah).
Pasal84
(1) Setiap orang yang melakukan hubungan seks atau gerakan tubuh yangmenyerupai kegiatan hubungan seks di muka umum sebagaimanadimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (duabelas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 300.000.000 (tigaratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua milyar rupiah).
(2) Setiap orang yang menyuruh orang lain untuk melakukan hubungan seksatau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks di mukaumum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), dipidanadengan pidana penjara paling singkat 2 (duo) tahun 6 (enam) bulan danpaling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikitRp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000.000(duo milyar rupiah).
(3) Setiap orang yang melakukan hubungan seks dengan anak -anoksebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3), dipidana denganpidana penjara paling singkat 2 (duo) tahun 6 (enam) bulan dan palinglama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000.000(dua milyar rupiah).
(4) Setiap orang yang menyuruh anak-anok untuk melakukan kegiatanhubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatanhubungan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4),dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam)bulan dan paling lama 12 (duo betas) tahun dan/atau pidana denda
paling sedikit Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paiing banyakRp 2.000.000.000 (duo milyar rupiah).
Pasal8S
(1) Setiap orang yang menyelenggarakan acara pertunjukan sekssebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana denganpidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (limabetas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tigaratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (duomilyar lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang menyelenggarakan acara pertunjukan seks denganmelibatkan anak-anak sebagaimana dimaksud dalam PasoI 31 ayat (2)dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan palinglama 15 (lima betas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000 (duo milyar lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang menyelenggarakan acara pesta seks sebagaimanadimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima betas) tahundan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus limapuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (duo milyar limaratus juta rupiah).
(4) Setiap orang yang menyelenggarakan acara pesta seks denganmelibatkan anakanak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4)dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan palinglama 15 (lima betas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000 (duo milyar lima ratus juta rupiah).
Pasal86
(1) Setiap orang yang menonton acara pertunjukan seks sebagaimanadimaksud dalam Pasol 32 ayat (I), dlpidana dengan pidana penjarapaling singkat 18 (delapan betas) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahundan/atau pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000 (seratus lima puluhjuta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000 (tujuh ratus lima puluh jutarupiah).
(2) Setiap orang yang menonton acara pertunjukan seks denganmelibatkan anak-anak sebagaimana dimaksud dalam PasoI 32 ayat (2),dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (duo) tahun danpaling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikitRp 200.000.000 (duo ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000 (satu milyar rupiah).
denda paling sedikit Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan palingbanyak Rp 250.000.000 (duo ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal89
Setiap orang yang dengan sengaja menghalang-halangi dan/ataumempersulit penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidangpengadllan terhadap tersangka, terdakwa atau para saksi dalam tindakpidana pornografi atau pornoaksi, dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 6 (enam) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidanadenda paling sedikit Rp 25.000.000 (duo puluh lima juta rupiah) dan palingbanyak Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal90Setiap orang yang dengan sengaja melakukan pemufakatan jahat dalamtindak pidana pornografi atau pomoaksi, dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/ataupidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah)dan paling banyak Rp.750.000.000,-{tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
8ABXKETENTUAN PERALIHAN
Pasal91
Pada soot mulai berlakunya Undang-Undang ini semua peraturanperundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan tindakpidana pornografi dan/atau pornoaksi dinyatakan tetap berlaku sepanjangtidak bertentangan dengan Undang-Undang in!.
Pasal92
BAPPN dibentuk dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun sejak UndangUndang ini mulai berlaku.
BAB Xl
KETENTUAN PENUTUPPasal 93
Undang-undang ini muiai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganUndang-Undang ini dengan menempatkannya dalam Lembaran NegaraRepublik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta, .
pada tanggal, .
MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
PROF. DR YUSRIL IZHA MAHENDRA, SH
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR .
DEWAN PERWAKILAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA
RANCANGANPENJELASAN
ATASRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUNTENTANG
ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI
I.UMUM
Negara Indonesia adalah negara yang menganut faham Pancasila.Keyakinan dan kepercayaan ini secara tegas dinyatakan dalamPembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945pada Alinea III dan IV. Sebagai penganut faham hidup berketuhanan,bangsa Indonesia meyakini bahwa Tuhan melarang sikap dan tindakan asosia;, a-susila, dan a-moral dalam kehidupan seks, seperti pelecehan,perselingkuhan, kekerasan seks, penyimpangan seks, dan penyebarluasangagasangagasan tentang seks, karena dapat merusak tatanan kehidupanmasyarakat. Bagi masyarakat Indonesia yang beragama dan menjunjungtinggi nilai-nilai budaya ketimuran, tindakan menyampaikan gagasangagasan dan melakukan perbuatanperbuatan mengekploitasi seksua;,kecabulan dan/atau erotika diranah publik dan di depan umum yong samasekali tidak mengandung misi atau tujuan pendidikan dan sekaliguspemuliaan manusia merupakan sikap dan tindakan a-sosial, a-susila, dan amoral yang dapat mengancam kelestanan tatanan kehidupan masyarakat.TIndakan semacam itu juga dianggap menunjukkan sikap menentangkekuasaan Tuhan.
Pada era kehidupan modern di tengah globalisasi informasi sepertisekarang ini ancaman terhadap kelestarian tatanan masyarakat Indonesiamenjadi semakin serius. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasifelah mempermudah pembuatan,penyebarluasan, dan penggunaanpornografi. Demikian juga, kehidupan modern telah menyebabkanpergeseran nilai-nilai yang ditujukan dengan meningkatnya sikappermisif masyarakat terhadap perbuatan-perbuatan pornoaksi.Kecenderungan ini telah menimbulkan keresahan dan kekuatiranmasyarakat beragama akan hancurnya sendisendi moral dan etikayang sangat diperlukan dalam pemeliharaan dan pelestariantatanan kehidupan masyarakat. Keresahan dan kekuatiranmasyarakat terhadap kecenderungan peningkatan pornografi danpornoaksi serta upaya mengatasl masalah itu tercermin dan secaraformal dinyatakan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/200 1 tentang EtikaKehidupan Bangsa.
Sebagai penganut keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa,masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama memiliki hak untukmelindungi diri dan sekaligus memiliki kewajiban berperanserta dalammencegah dan menanggulangi masalah yang disebabkan oleh sikapdan tindakan-tindakan a-soslal, a-susila, dan a-morai seseorang atausekelompok orang yang lebih mengutamakan kepentingan pribadidibanding kepentingan umum, Dalam hal ini penyelenggara negaramemiliki hak dan sekaligus kewajiban untuk melarang pembuatan,penyebarluasan, dan penggunaan pornograti serta perbuatanpornoaksi untuk memenuhi hak seseorang atau sekelompok orangyang dilakukan dengan tidak menghormati hak masyarakat umumyang lebih luas, Oleh karenanya agar pemenuhan hak seseorang dansekelompok orang itu tidak melanggar pemenuhan hak masyarakatumum untuk memiliki kehidupan yang tertib, aman, dan tentrammaka hal-hal yang berkaitan dengan pembuatan, penyebarluasan,dan penggunaan pornografi serta perbuatan pornoaksi harus diaturdengan Undang-Undang,
Pengaturan pornografi dan pornoaksi dalam Undang-Undang inipada dasarnya melarang semua bentuk aktivitas pembuatan,penyebarluasan, dan penggunaan pornografi serta perbuatanpornoaksi sebagaimana diajarkan dalam faham Ketuhanan YangMaha Esa. Meskipun- demikian, pengaturan tersebut disesuaikandengan norma dan nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia. Selaindapat memperjelas definisi hukum mengenai pornografi danpornoaksi, pengaturan di dalam Undang-Undang ini paling tidak jugadiharapkan dapat meningkatkan kepastian hukum, membuat jerapara pelaku tindak pelanggaran, mengantisipasi dampak negatifperkembangan teknologi informasi dan komunikasi, dan membantuupaya mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai
luhur budaya bangsa, Secara khusus, pengaturan dalam UndangUndang ini juga diharapkan dapat mencegah peningkatan tindakkekerasan dalam bentuk pornografi dan pornoaksi, yang seringkalimenjadikan perempuan dan anak-anak sebagai karban dimanaperaturan perundang-undangan yang ada saat ini belum mampusecara maksimal menjerat para pelakunya,
Undang-Undang Ini mengakui dan menghargai peran penting karyakarya senl dan para seniman pembuatnya dalam perkembangan dankemajuan masyarakat ke arah yang lebih balk. Oleh karenanya,Undang-Undang ini melarang semua bentuk pornografi dan pornoaksiyang diatas-namakan sebagai karya seni karena dilandasi keyakinanbahwa, baik dari bentuk, isi, maupun maknanya bagi kehidupanmasyarakat, pornografi dan pornoaksi sangat berbeda dari karyakarya seni. Dari bentuknya, karya seni tidak sama dengan karya-karyayang termasuk pornografi dan pornoaksi karena memiliki keunikan,yang tidak mung kin diproduksi dan direproduksi dengan kualitas yangsama atau paling tidak hampir sama. Dari isinya, karya seni lebihbanyak mengandung nilai-nilai pendidikan yang mengandung
makna yang sangat mendalam pada dirinya sendiri (bersifat intrinsik),yakni yang secara langsung atau tidak langsung dapat memuliakankehidupan manusia, baik yang menikmati maupun yangmenciptakan karya seni flu sendiri. Sebaliknya, karya-karya pornogralidan pornoaksi dilihat dari bentuknya tidak memiliki keunikan, karenadapat diproduksi dan direproduksi berulang kali. sebanyak mungkinatau bahkan secara massal. Selain itu, dari isi dan maknanya, nilainilai yang terkandung dalam karya-karya pornograli dan pornoaksihanya berlungsi sebagai 01at atau sarona untuk mencapai sesuatuyang lain di luar penciptanya (bersilat ekstrinsik), tidak mengandungunsur pendidikan yang bertujuan memuliakan kehidupan manusiayang menikmatinya maupun yang menciptakannya.
Demikian juga, Undang-Undang ini mengakui clan menghargai olahragadan manlaatnya bagi kesehatan dan tUjuan-tujuan lain yang mengarahpada kehidupan masyarakat yang balk. Meskipun demikian, UndangUndang ini melarang kegiatan olahraga yang dilaksanakanrdi tempattempat umum dengan mengenakan pakaian atau kostum olahraga yangminim yang memperlihatkan bagian-bagian tubuh tertentu yang sensualkarena hal itu merupakan suatu pelanggaran terhadap norma-normakesopanan dan kesusilaan masyarakat. Namun, sikap ini tidakdikenakan terhadap cara berpakaian menurut adat-istiadat dan budayamasyarakat lokal maupun nasional,karena Undang-Undang inimenganggap bahwa hal itu merupakan bagian dari identitas budaya lokaldan nasional yang horus tetap dihormati dan dilestarikan,
Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi danpornoaksl, Undang-Undang ini rnenuntut agar pemerintah lebih banyakberperan. Meskipun dernkian, peron pemerintah dalam hal ini tidakdimaksudkan untuk mengambil alih peron masyarakat, termasuk lembagalembaga keagamaan. Bagi masyarakat umumnya dan lembaga-Iembagakeagamaan khususnya, Undang-Undang ini dihorapkan dapat membantuupaya menegakkan kesepakatan bersama dalam mencegah danmenanggulangi masalah pornograli dan pornoaksi dalam rangkamemelihara tatanan kehidupan masyarakat yang dilandasi keyakinankepada Tuhan Yang Moho Esa. Oleh karenanya, untuk meningkatkanelektivitas dan elisiensl, dalam pelaksananya upaya pencegahan danpenanggulangan masalah pornograli dan pornoaksi meskipun dipimpinoleh pemerintah tetap diupayakan selalu melibatkan unsur-unsurmasyarakat, termasuk lembaga-Iembaga keagamaan.II. PASAL DEMI PASAL
PasallSeksual adalah hal-hal atau perbuatan yang berkenaan denganperkora seks, dan persetubuhan atau hubungan seks.
Kecabulan adalah hal-hal atau perbuatan yang mengandung silatsifat cabul, yakni silat-sifat keji dan kotor, tidak senonoh ataumelanggar kesopanan dan/atau kesusilaan.Erotika adalah hal-hal atau perbuatan yang silatnya berkenaandengan nafsu seksual atau kebirahian dan/atau dengan sensasi seksyang melanggar kesopanan dan/atau kesusilaan.
Pasal2Cukup jelas
Pasal3Cukup jelas
Pasal4Yang dimaksud dengan bagian tubuh tertentu yang sensual antaralain adalah alat kelamin, paha, pinggul, pantat, pusar, dan payudaraperempuan, baik terlihat sebagian maupun seluruhnya.
Pasal5Cukup jelas
Pasal6Cukup jelas
Pasel7Cukup jelas
Pasal8Cukup jelas
Pasal9Cukup jelas
PasallOAyat (I)
Yang dimaksud pesta seks adalah kegiatan merayakan suatuperistiwa yang dilaksanakan pada waktu tertentu di tempattertentu dengan cara melakukan keglatan sekual secaraberamai-ramai yang melibatkan sejumlah orang untuk tujuanbersenang-senang.
Ayat (2)Yang dimaksud pertunjukan seks adalah tontonan yangdiselenggarakan sebagai suatu usaha bisnis dengan caramengekploitasi seksulltas, kecabulan, atau erotika yangmelibatkan seseorang atau sejumlah orang sebagai modelatau pemeran dan seseorang atau sejumlah penonton yangdengan sengaja membayar sejumlah blaya untuk dapatmenonton pertunjukan tersebut.
PasalllCukup jelas
Pasal 12Cukup jelas
Pasal13Cukup jelas
Pasal14Cukup jelas
Pasal15Cukup jelas
Pasal16Cukup jelas
Pasal!7Cukup jelas
Pasal18Cukup jelas
Pasal19Cukup jelas
Pasai20Cukup jelas
Pasal2!Cukup jelas
Pasal22Karya seni adalah hasil ciptaan manusia yang memiliki nilai estetikayang tinggi, mengandung misi atau tujuan pendidikan dan sekaliguspemuliaan manusia, dan mengutamakan nilai-nilai intrinsik yakniyang bertujuan pada dirinya sendiri. Sebuah karya yangmengutamakan nilai-nilai ekstrinsik yakni yang bertujuan lain di luordirinya sendiri, tidak mengandung misi atau tujuan pendidikan dansekaligus pemuliaan manusia, seperti tujuan bisnis, promosi,meningkatkan penjualan, atau membangkitkan nafsu birahi, sematamota tidak dikategorikan sebagai karya seni.
PasoI 23Yang dimaksud dengan alasan yang dibenorkan berdasorkanUndang-Undang ini adalah alasan pengecualian pornografi untuktujuan pendidikan dan/atau pengembangan ilmu pengetohuan.
Posal24Cukup jelos
PasoI 25Cukup jelos
Pasol26Cukup jelos
Pasol27Cukup jelas
Posol28Yang dimoksud menori erotis odaloh melakukon gerokon-gerakantubuh secoro beriromo dan mengikuti prinsip-prinsip seni torisedemikion rupo sehinggo gerakan-gerokon tersebut dapotdikotegorikon sebagoi suotu koryo seni koreogrofi. Sedongkon yangdirnoksud bergoyong erotis odoloh melokukon gerokon-gerokontubuh secoro beriromo, tidok mengikuti prinsip-prinsip seni tori,donlebih menonjolkon sifot seksuoi sedemikion rupo sehinggo gerokongerokon tersebut dopat didugo bertujuon merangsang nafsu birahi.
PasoI 29Cukup jelas
Pasal30Cukup jelas
Pasal31Cukup jelas
Pasal32Cukup jelas
Pasal33Cukup jelas
Pasal34Ayat (1)Yang dimaksud dengan "dalam batas yang diperlukan" adalahsesuai dengan tingkat pendidikan dan bidang studi pihak yangmenjadi sasaran pendidikan dan/atau pengembangan ilmupengetahuan.
Ayat (2)Cukup jelas
Pasal35Ayat (1)Yang dimaksudkan dengan gangguan kesehatan dalam pasal iniadalah gangguan lungsi seksual dan alat reproduksi. yangpengobatannya memerlukan alat bantu barang pornografi.
Ayat (2)Cukup jelas
Pasal36Cukup jelas
Pasal37Cukup jelas
Pasal38Cukup jelas
Pasal39Cukup jelas
Pasal40Cukup jelas
Pasal41Cukup jelas
Pasal42Cukup jelas
Pasal43Cukup jelas
PasoI 44Aya! (1)Yang dlmaksud dengan unsur pemerin!ah adalah ins!ansi dan badanlain !erkai! yang tugas dan wewenangnya mencegah danmenanggulangi pornograii danla!au pornoaksi yang an!ara lainterdiri dari Kepolisian, Keiaksaan, Pengadilan dan Kementerian atauDepartemen. Yang dimaksud dengan rnasyarakat adalah lernbagaswadaya masyaraka! yang memiliki Kepedulian !erhadap masaiahpornografi.
Aya! (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Pasal45Cukup ielas
PasoI 46Persyara!an ini lebih di!ekankan bagi unsur masyaraka! yang antaralain !erdiri dari Pakar komunikasi, Pakar teknologi informasi, Pakarhukum pidana, Pakar seni, Pakar Budaya, dan Tokoh agama.
Pasal47Cukup ielas
. PasoI 48Ayat (2)Cukup jelas
Aya! (2)Sekretaris BAPPN berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Aya! (3)Cukup ielas -
PasoI 49Cukup ielas
Pasal50Cukup jelas
Pasal51
Aya! (I)Huruf aYang dimaksud dengan kegiatan advokasi adalah kegia!anpemberian bantuan hukum dalam penanggulangan masalahpornografi dan/atau pornoaksi.Yang dimaksud dengan kegia!an edukasi adalah kegiatanpemberian bimbingan, konsultasi. penerangan, dan penyuluhandalam pencegahan dan penanggulangan masalah pornogratidan/atau pornoaksi.
Huruf bCukup jelas
Huruf cCukup jelas
Huruf dCukup jelas
Ayat (2)Huruf aPembinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini meliputi upayameningkatkan moral dan akhlak bangsa melalui pendidikankeagamaan, moral, etika dan budi pekerti pada lembaga-Iembagapendidikan dari tingkat Sekolah Taman Kanak-kanak sampai dengantingkat Perguruan Tinggi, baik untuk tujuan mencegah maupunmenanggulangi masalah pornografl dan/atau pornoaksi.
Huruf bCukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Pasal52Cukup jelas
Pasal53Cukup jelas
Pasal54Cukup jelas
Pasal55Cukup jelas
Pasal56Cukup jelas
Pasal57Cukup jelas
Pasal58Cukup jelas
Pasal59Cukup jelas
Pasal60Cukup jelas
Pasal61Cukup jelas
Pasal62Cukup jelas
Pasal63Cukup jelas
Pasal64Cukup jelas
Pasal65Cukup jelas
Pasal66Cukup jelas
Pasal67Cukup jelas
Pasal68Cukup jelas
Pasal69Cukup jelas
Pasal70Cukup jelas
Pasal71Cukup jelas
Pasal72Cukup jelas
Pasal73Cukup jelas
Pasal74Cukup jelas
Pasal 75Cukup jelas
Pasal 76Cukup jelas
Pasal77Cukup jelas
Pasal78Cukup jelas
Pasal79Cukup jeles
Pasal80Cukup jelas
Pasal 81Cukup jelas
Pasal82Cukup jeles
Pasal83Cukup jelas
Pasal84Cukup jelas
Pasal85Cukup jelas
Pasal86Cukup jelas
Pasal87Cukup jelas
Pasal88Cukup jelas
PasoI 89Cukup jelas
Pasal90Cukup jelas
Pasal91Cukup jelas
Pasal92Cukup jelas
Pasal93CUkup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ..
Recommended