View
8
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Koro Benguk (Mucuna pruriens)
Kacang kara benguk (Mucuna pruriens L.) merupakan salah satu jenis
kacang-kacangan yang telah lama dikenal sebagian besar penduduk di
Indonesia. Dari beberapa jenis Mucuna, terdapat bulu-bulu halus pada buahnya
yang memberikan rasa gatal yang luar biasa pada tubuh manusia (Purwanto dalam
Mulyani, dkk., 2016). Kedudukan taksonomi kacang koro benguk (Mucuna
pruriens L.) menurut Birla Institute of Scientific Research (2010) dan Backer and
Bakkuizen (1963) dalam Mulyani, dkk (2016):
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Bangsa : Fabales
Marga : Fabaceae
Suku : Mucuna
Jenis : Mucuna pruriens (L.) DC. cv. group utilis
Sinonim : Mucuna pruriens (L.) DC. f. utilis (Wall. ex. Wight)
Gambar 1. Polong dan biji koro benguk (BALITKABI, 2017)
Tanaman ini dapat tumbuh dengan ketinggian 10-15 meter, menjalar
pada permukaan tanah, merambat atau membelit ke arah kiri pada ajir atau
tanaman lainnya. Tanaman ini merupakan semak tahunan yang akar utamanya
memiliki banyak akar samping (Puri dan Raman, Retnaningsih, et al, dan
5
Purwanto dalam Mulyani, dkk., 2016). Koro benguk merupakan tanaman
menjalar atau merambat dengan panjang 3-18 meter dengan daun yang terdiri atas
tiga helaian besar berbentuk oval dan lebih pendek dibanding tangkai. Bunga
berwarna putih hingga ungu gelap yang tumbuh dalam 2-3 rantai tandan dengan
panjang bunga 2,5-3,2 cm. Polong memiliki panjang hingga lebih dari 15 cm dan
memiliki 3-6 biji per polong. Biji koro benguk berwarna bervariasi tergantung
dari kultivarnya mulai dari belang-belang, putih, coklat, dan hitam (Supriyono,
2010).
Polong penuh berisi kadar air 10%, protein 18,1%, lemak 4,4%, ekstrak
N bebas 50,3%, serat 13%, abu 4,2%, protein dapat dicerna 13,4% dan total
nutrisi dapat dicerna 73,8%. Biji berisi kadar air 10%, protein 23,4%, lemak
5,7%, total karbohidrat 59,5%, ekstrak N bebas 51,5%, serat 6,4%, abu 3%,
Ca 0,18%, P 0,99% dan K 1,36%. Setiap 100 g mengandung vitamin A
50IU, thiamine 0,50 mg, riboflavin 0,20 mg dan niacin 1,7 mg. Kandungan
nutrisi total dapat dicerna 81,7% dan protein dapat dicerna 19%. Kandungan
asam amino dalam mg/gN : isoleusin 300, leusin 475, lisin 388, metionin
75, sistin 56, fenilalanin 300, tirosin 319, treonin 250, valin 344, arginin 494,
histidin 131, alanin 219, asam aspartat 794, asam glutamat 763, glisin 288,
prolin 369 dan serin 306 (Duke, 1981).
Salah satu tantangan dari pemanfaatan koro benguk adalah toksin yang
terkandung secara alami pada biji koro benguk yaitu sianida. Sianida dalam
bentuk bebas berupa asam sianida (HCN). Asam sianida ini adalah antinutrisi
berasal dari hasil hidrolisis senyawa glukosida sianogenik seperti linamarin,
lotaustralin, dan durin. Senyawa sianida yang terdapat pada bahan pangan
6
sebagai bagian dari komponen gula (sianogenik glukosida) ataupun sebagai suatu
senyawa yang terbentuk secara alami. Proses pencucian dalam air mengalir dan
pemanasan yang cukup, sangat ampuh untuk mencegah terbentuknya HCN yang
beracun. Pelepasan HCN tergantung dari adanya enzim glikosidase serta adanya
air. Senyawa HCN mudah menguap pada proses perebusan, pengukusan, dan
proses memasak lainnya. Konsentrasi sianogenik glukosida pada tanaman dapat
bervariasi, yang disebabkan oleh genetik dan faktor lingkungan seperti lokasi,
musim, dan jenis tanah (Widodo, 2005; Winarno, 2004; dan Purwanti, 2005)
Sianida yang ditemukan dalam biji benguk mentah adalah hidrogen
sianida (HCN) yaitu sebesar 11,05 mg/100 g, namun kadar sianida dalam biji koro
benguk dapat diturunkan dengan cara merendam biji koro benguk selama 3 hari
lalu di setiap harinya air rendaman tersebut diganti maka kadar sinida dalam koro
benguk akan menurun hingga tinggal 0,3 mg/100 g (Handajani dkk., 2008).
2. 2 Tepung Koro Benguk
Kandungan protein dan lemak biji koro benguk lebih rendah tetapi
karbohidrat dan seratnya lebih besar bila dibandingkan dengan biji kedelai biji
sehingga biji koro benguk berpotensi untuk penanggulangan penyakit-penyakit
degeneratif. Biji dari tanaman (Mucuma pruriens) ini memiliki kadar protein yang
tinggi dan lemak yang rendah (Lubis, 2009) dan secara tradisional telah
dimanfaatkan oleh sebagian penduduk Pulau Jawa. Biji koro benguk ini
lazimnya dimakan dalam suatu bentuk makanan difermentasi dan dikenal
sebagai tempe benguk. Kandungan gizi biji kacang koro benguk dalam setiap 100
gram bahannya dapat dilihat pada Tabel 1 .
7
Tabel 1. Perbandingan Komposisi Zat Gizi Koro Benguk, Kedelai, Kacang Hijau
Komponen (% bk)
Koro Benguk Utuha
Kedelaib
Kacang
Hijau Utuhc
Putih Hitam Belang
Protein 28,81 25,42 25,50 45,76 26,83
Karbohidrat 54,38 50,80 58,10 25,26 62,10
Lemak 5,49 2,91 5,10 21,80 2,15
Sumber: aWanjecke E et al. (2010),
bKumar S et al. (2010),
cBlessing dan Gregory
(2010) dalam Kristianto (2012)
Tepung biji koro benguk adalah jenis koro-koroan jika dibandingkan dengan
kedelai, kadar protein dan lemak biji koro benguk lebih rendah sedangkan
kadar karbohidratnya lebih tinggi, bahkan dua kali kandungan karbohidrat
kedelai. Pembudidayaan yang mudah dapat menjadikan biji koro benguk sebagai
alternatif sumber protein (Winarno, 2002 dalam Veroka, 2010).
Gambar 2. Tepung Koro Benguk (Dokumentasi Pribadi, 2018)
2. 3 Susu Sapi
Susu sapi didefinisikan sebagai cairan yang berasal dari ambing sapi yang
sehat dan bersih, diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, dengan
kandungan alami yang tidak dikurangi atau tidak ditambah sesuatu apapun dan
belum mendapatkan perlakuan apapun kecuali pendinginan (Badan Standarisasi
Nasional, 2011). Secara kimia, susu merupakan emulsi lemak dalam air yang
mengandung gula, garam-garam mineral dan protein dalam bentuk suspensi
koloidal (Rahman dkk., 1992 dan Sunarlim, 2009). Lemak di dalam susu
berbentuk globula. Diameter globula lemak pada susu sapi adalah sebesar 0,92 –
8
15,75 µm (Hariono dkk., 2011) dengan rata-rata ukuran globula lemak sebesar 2,5
– 3,5 µm (Indratiningsih dkk., 2008). Globula lemak susu tersusun atas protein,
phospholipid dan mineral (Morin dkk., 2007).
Gambar 3. Susu Sapi (Anonim, 2018)
Komposisi kimia dalam susu sapi menurut Muchtadi, dkk (2011) sebagai
berikut :
Tabel 2. Komposisi Susu Sapi
Komposisi Rata-rata Kisaran normal (%)
Air 87,25 89,50-84,00
Lemak 3,80 2,60-6,00
Protein 3,50 2,80-4,00
Laktosa 4,80 4,50-5,20
Mineral 0,65 0,60-0,80
Sumber : Muchtadi, dkk (2011)
Susu merupakan suatu emulsi lemak dalam air yang mengandung beberapa
senyawa terlarut. Agar lemak dan air dalam susu tidak mudah terpisah, maka
protein susu bertindak sebagai emulsifier (zat pengemulsi). Kandungan air di
dalam susu sangat tinggi, yaitu sekitar 87,5%, dengan kandungan gula susu
(laktosa) sekitar 5%, protein sekitar 3,5%, dan lemak sekitar 3-4%. Susu juga
merupakan sumber kalsium, fosfor, dan vitamin A yang sangat baik. Mutu protein
susu sepadan nilainya dengan protein daging dan telur (Widodo, 2002).
Protein pada susu sapi dibagi menjadi dua kelompok yaitu kasein dan protein
whey. Kasein merupakan protein utama susu dengan proporsi sekitar 80% dari
9
total protein dalam susu. Kasein terdapat dalam bentuk kasein kalsium, yaitu
senyawa kompleks dari kalsium fosfat dan terdapat dalam bentuk partikel-partikel
kompleks koloid yang disebut micelles (Buckle dkk., 2007). Casein micelles pada
susu sapi memiliki ukuran 50 – 600 nm atau 0,05 – 0,6 µm dengan rata-rata
ukuran casein micelles sebesar 100 nm atau 0,1 µm (Horne, 2011). Terdapat
empat jenis kasein dalam susu antara lain αs1-casein, αs2-casein, β-casein dan κ-
casein (Cheema dkk., 2015).
Gambar 4. Struktur misel kasein dalam model sub-misel menunjukkan bagian
terminal-C yang menonjol dari κ-kasein seperti yang diusulkan
oleh Walstra. (Walstra, 1999 dalam Phadungath, 2005)
Gambar 5. Struktur misel kasein dalam model sub-misel menunjukkan bagian
terminal-C yang menonjol dari κ-kasein seperti yang diusulkan
oleh Walstra. (Walstra, 1999 dalam Phadungath, 2005)
10
Menurut Fox dan McSweeney (1998), kisaran persentase empat jenis kasein
di dalam susu adalah sebesar 37%, 10%, 35% dan 12% dari keseluruhan kasein
susu. Menurut Jovanović dkk. (2005), komposisi whey di dalam susu adalah
sekitar 20%. Ada empat jenis whey yang terdapat di dalam susu yaitu β-
laktoglobulin, α- laktalbumin, blood serum albumin dan immunoglobulin.
Menurut Fox dan McSweeney (1998) kisaran persentase β-laktoglobulin, α-
laktalbumin dan blood serum albumin di dalam susu adalah sebesar 50%, 20%
dan 10% dari total keseluruan whey dalam susu. Kasein merupakan protein
dengan sifat hidrofobik yang lebih kuat apabila dibandingkan dengan whey. Hal
ini disebabkan gugus hidrofobik pada kasein berada di bagian permukaan molekul,
sedangkan gugus hidrofobik pada whey berada di dalam molekul, namun
beberapa kasein memiliki sifat hidrofobik yang lebih lemah daripada whey jenis
β-laktoglobulin. Menurut Carr (1999) β-casein merupakan jenis protein susu
dengan sifat hidrofobik paling kuat diantara jenis protein susu lainnya.
Walaupun nilai gizi susu begitu sempurna, tidak semua orang dapat
menikmati susu dengan tanpa masalah. Bagi beberapa orang, susu dapat
menyebabkan terjadinya intolerance, baik berupa lactose intolerance maupun
protein intolerance. Lactose intolerance adalah suatu keadaan tidak adanya atau
tidak cukupnya jumlah enzim laktase di dalam tubuh seseorang. Enzim laktase
adalah enzim yang bertugas untuk menguraikan gula laktosa menjadi gula-gula
yang lebih sederhana, yaitu glukosa dan galaktosa. Dibandingkan laktosa yang
bersifat sebagai disakarida, maka glukosa dan galaktosa merupakan monosakarida
yang dapat dicerna dan diserap oleh usus untuk proses metabolisme. Ketiadaan
11
enzim laktase inilah yang menyebabkan terjadinya gejala diare, murus-murus,
atau mual beberapa saat setelah minum susu (Widodo, 2002).
Menurut Adnan (1984) dan Buckle (1987), dua faktor yang dapat
mempengaruhi sifat-sifat fisik susu segar adalah komposisinya dan perubahan-
perubahan yang terjadi pada komponen yang dikandungnya yang dapat
disebabkan oleh kerusakan ataupun proses pengolahan. Susu segar mempunyai
pH 6,5 sampai 6,7. Nilai pH kurang dari 6,5 atau lebih dari 6,7 merupakan
indikasi susu yang sudah mengalami pengasaman atau rusak. Susu yang rusak
berwarna lebih kuning. Pengasaman susu oleh kegiatan bakteri akan
menyebabkan mengendapnya kasein.
Menurut (Legowo, A., 2002) kualitas susu yang baik dapat dilihat dari sifat
fisiknya, yaitu :
a) Warna susu yang normal adalah putih sedikit kekuningan.
b) Susu segar memiliki rasa sedikit manis dan sedikit asin.
c) Susu segar memiliki aroma yang khas.
d) Susu lebih berat dari air, berat jenis susu rata-rata 1.032.
e) Susu memiliki viskositas lebih besar dari air yaitu kira-kira 1,5-1,7 kali.
2. 4 Kedelai
Kedelai atau kacang kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan
yang menjadi bahan dasar, seperti kecap, tahu dan tempe. Kedelai yang
dibudidayakan sebenarnya terdiri dari dua spesies: Glycine max (disebut
kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan
Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). G. max merupakan tanaman asli
12
daerah Asia subtropik seperti Tiongkok dan Jepang selatan, sementara G.
soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara (Suprapti, 2005).
Klasifikasikan kacang kedelai sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathopyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Familia : Fabaceae
Sub famili : Faboideae
Genus : Glycine (L.) Merrl.
Spesies : Glycine max
Kandungan gizi kedelai basah tiap 100 g bahan meliputi, kalori (kkal)
sebanyak 331 g, protein sebanyak 34,9 g, lemak sebanyak 18,1 g, karbohidrat
sebanyak 34,8 g, kalsium sebanyak 227 mg, fosfor sebanyak 585 mg, besi
sebanyak 8,0 mg, vitamin A sebanyak 110 SI; vitamin B1 sebanyak 1,1 mg, air
sebanyak 7,5 g, dan bagian yang dapat dimakan mencapai 100. Sedangkan tiap
100 g kedelai kering tidak mengandung kalori (kkal), protein sebanyak 46,2 g,
lemak sebanyak 19,1 g, karbohidrat sebanyak 28,2 g, kalsium sebanyak 254 mg,
fosfor sebanyak 781 mg, tidak memiliki besi, vitamin A, vitamin B1, dan air; dan
bagian yang dapat dimakan mencapai 100 (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).
2.4.1 Sari kedelai
Sari kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil
ekstraksi dari kedelai. Protein sari kedelai memiliki susunan asam amino yang
hamper sama dengan susu sapi sehingga sari kedelai seringkali digunakan sebagai
pengganti susu sapi bagi mereka yang alergi terhadap protein hewani. Sari kedelai
merupakan minuman yang bergizi tinggi, terutama kandungan proteinnya. Selain
itu sari kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi,
13
provitamin A, vitamin B kompleks (kecuali B12), dan air. Sari kedelai harganya
lebih murah daripada susu hewani. Sari kedelai dapat dibuat dengan teknologi dan
peralatan sederhana, serta tidak memerlukan keterampilan khusus, sehingga
semua orang dapat membuat sendiri di rumah. Sari kedelai yang rusak ditandai
dengan berubahnya bau, warna, rasa, atau mengental, kemudian terjadi pemisahan
air dengan endapan sari kedelai (Budimarwanti, 2007).
Gambar 6. Sari kedelai (Mustika, 2016)
Menurut Santoso (2009), mutu Protein Efisiensi Rasio (PER) sari kedelai
adalah 2,3 dibandingkan PER susu sapi 2,5. PER 2,3 artinya setiap gram protein
yang dimakan akan menghasilkan pertambahan berat badan pada hewan
percobaan (tikus putih) sebanyak 2,3 gram pada kondisi percobaan baku. Sari
kedelai tidak mengandung B12 dan kandungan mineralnya terutama kalsium lebih
sedikit dibandingkan susu sapi. Dari seluruh karbohidrat dalam sari kedelai, hanya
12-14% saja yang dapat digunakan tubuh secara biologis. Karbohidratnya terdiri
atas golongan oligosakarida dan golongan polisakarida. Golongan oligosakarida
terdiri dari sukrosa, stakiosa, dan raffinosa yang larut air. Sedangkan golongan
polisakarida terdiri dari erabinogalaktan dan bahan-bahan selulosa yang tidak larut
dalam air dan alkohol serta tidak dapat dicerna. Secara umum sari kedelai
14
mempunyai kandungan vitamin B1, B2, niasin, piridoksin, dan golongan vitamin B
yang tinggi. Vitamin lain yang terkandung dalam jumlah cukup banyak yaitu
vitamin E dan K.
Sari kedelai baik dikonsumsi oleh orang-orang yang alergi susu sapi, yaitu
orang-orang yang tidak punya atau kekurangan enzim laktase (β-galaktosidase)
dalam saluran pencernaannya, sehingga tidak mampu mencerna laktosa yang
terkandung dalam susu sapi. Ketahanan tubuh masing-masing orang terhadap susu
hewani yang mengandung laktosa berbeda-beda. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
kandungan enzim laktase dalam mukosa usus. Enzim laktase ini berguna untuk
menghidrolisis laktosa menjadi gula sederhana yaitu glukosa dan galaktosa agar
dapat digunakan untuk metabolisme dalam tubuh manusia. Bila kekurangan enzim
laktase maka laktosa tidak dapat dicerna dengan baik, sebagai akibatnya laktosa
akan tertimbun dalam jaringan tubuh manusia sehingga mengakibatkan kerusakan
jaringan tubuh. Lebih dari 70% orang-orang dewasa di Afrika, Asia, dan Indian
Amerika menunjukkan adanya kekurangan enzim laktase (Buckle, 1987 dan
Koswara, 1997 dalam Budimarwanti, 2007).
Menurut Budimarwanti (2007), daya osmosis laktosa sangat tinggi dan
dapat menarik air dari cairan tubuh masuk usus kecil, dan dapat merangsang
gerakan peristaltik dinding usus lebih cepat sehingga laktosa yang masuk tidak
berhasil dipecah oleh enzim pencernaan. Ini dapat mendorong isi usus kecil secara
cepat menuju usus besar. Bakteri di usus besar akan memfermentasi laktosa
menjadi berbagai asam organik dan gas, kemudian timbullah gejala-gejala sakit
perut, mulas, kejang perut dan diare.
15
2. 5 Tahu
Tahu merupakan produk berbasis kedelai yang airnya terekstrak dan garam
atau asamnya terendap dalam bentuk curd, menyerupai keju putih halus atau
yogurt yang sangat keras. Sederhananya, tahu merupakan protein kedelai yang
digumpalkan melalui penambahan suatu bahan penggumpal (Liu, 2008). Tahu
merupakan pangan yang serbaguna dan bergizi yang terbuat dari curd
kedelai (Obatolu, 2007). Menurut Suprapti (2005), tahu dibuat dari kacang
kedelai dan dilakukan proses penggumpalan (pengendapan). Kualitas tahu
sangat bervariasi karena perbedaan bahan penggumpalan dan perbedaan
proses pembuatan. Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu
akan menggumpal bila bereaksi dengan asam. Penggumpalan protein oleh
asam cuka akan berlangsung secara cepat dan serentak diseluruh bagian cairan
sari kedelai, sehingga sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari
kedelai akan terperangkap di dalamnya.
Tabel 3. Komposisi Zat Gizi Tahu Dalam 100 gram
Kandungan Gizi Jumlah Satuan
Air
Energi
Protein
Lemak
Jenuh
- “mono-unsaturated”
- “poly- unsaturated”
Karbohidrat
Kalsium
Fosfor
Besi
Potaneum
Sodium
85
85
9
5
0,70
1,00
2,90
3
108
151
2,30
50
8
gram
kalori
gram
gram
gram
gram
gram
gram
mg
mg
mg
mg
mg
Sumber : Fak. Kedokteran UI (1992) dalam Suprapti (2005).
16
Ditilik dari sisi nilai NPU (Net Protein Utility) tahu sebesar 65%, tahu juga
mempunyai daya cerna yang tinggi karena serat kasar dan sebagian serat
kasar yang berkisar antara 85% - 98%, nilai paling tinggi diantara produk lainnya.
Itulah sebabnya produk ini dapat dikonsumsi oleh setiap kelompok umur,
termasuk para penderita pencernaan (Sarwono dan Saragih, 2003).
Tabel 4. Syarat Mutu Tahu
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan:
a. Bau
b. Rasa
c. Warna
d. Penampakan (tekstur)
-
-
-
-
Normal
Normal
Putih normal atau kuning
normal
Normal, tidak berlendir dan
tidak berjamur
2. Abu % b/v Maksimal 1,0
3. Protein (N x 6,25) % b/v Minimal 9,0
4. Lemak % b/v Minimal 0,5
5. Serat Kasar % b/v Maksimal 0,1
6. Bahan tambahan makanan % b/v Sesuai SNI 01-0222-M dan
Peraturan Men./Kes.No.
722/Men..Kes/Per/IX/88
7. Cemaran arsen mg/kg Maksimal 1,0
8. Cemaran Mikroba
- E. Coli
- Salmonella
APM/g
/25g
Maksimal 6
Negatif / 25 g
Sumber: Departemen Perindustrian (1998)
2. 6 Bahan Penggumpal/Koagulan
Menurut Departemen Perindustrian (1998), penggunaan biang tahu dalam
proses produksi tahu susu merupakan hal yang tidak boleh diabaikan. Biang tahu
merupakan hal yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya proses produksi
tahu susu. Biang tahu dalam pembuatan tahu susu ini merupakan hasil pemisahan
air dari ampas kedelai yang kemudan difermentasi selama 1 malam yang
kemudian biang tahu tersebut akan digunakan untuk proses produksi tahu susu
17
selanjutnya. Whey tahu hasil pengepresan yang telah didiamkan semalam pada
suhu kamar pada umunya digunakan sebagai koagulan dalam proses pembuatan
tahu. Secara tradisional, whey tersebut akan mengalami fermentasi oleh bakteri
asam laktat yang dapat menggumpalkan protein kedelai menjadi tahu. “whey”
yang terfermnetasi terdiri dari asam laktat, dan asam asetat dalam jumlah kecil
sebagai penggumpal jenis ini termasuk golongan asam.
Asam cuka merupakan senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai
pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus
empiris C2H4O2. Rumus ini sering ditulis dalam bentuk CH3COOH. Asam cuka
murni adalah cairan higroskopis tak berwarna dan memiliki titik beku 16,7oC.
Asam cuka merupakan hasil olahan makanan melalui fermentasi. Fermentasi
glukosa secara anaerob menggunakan khamir Saccharomyces cerevicae
menghasilkan etanol. Fermentasi etanol secara aerob menggunakan bakteri
Acetobacter aceti menghasilkan asam cuka (Buckle et al., 2010).
Asam cuka merupakan koagulan yang baik dalam proses pembuatan
tahu. Asam cuka yang digunakan dalam proses pembuatan tahu di Indonesia
adalah asam cuka yang mengandung 4 % asam asetat (cuka makan). Dosis
yang digunakan untuk setiap 0,5 kg kedelai kering sebanyak 74 ml atau
sekitar 16,4 % dari berat kering kedelai. Penambahan asam cuka dilakukan
pada sari kedelai antarasuhu 80 – 90°C (Nanda, L., 2016).
2. 7 Pengaruh Serat dalam Makanan pada Kesehatan
Pada dekade terakhir ini telah terungkap oleh para ilmuwan bahwa serat
yang terdapat pada bahan pangan ternyata mempunyai efek positif bagi sistim
18
metabolisme manusia. Awalnya serat dikenal oleh ahli gizi hanya sebagai
pencahar dan tidak memberi reaksi apapun bagi tubuh. Pandangan akan serat
mulai berubah, setelah dilaporkan bahwa konsumsi rendah serat menyebabkan
banyak kasus penyakit kronis seperti jantung koroner, apendikitis, divertikulosis
dan kanker kolon, serat yang memiliki efek fisiologis tersebut kemudian
disebut sebagai serat pangan atau dietary fiber (Santoso, 2011).
Serat pangan, dikenal juga sebagai serat diet atau dietary fiber,
merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari
karbohidrat yang memiliki sifat resistan terhadap proses pencernaan dan
penyerapan di usus halus manusiaserta mengalami fermentasi sebagian atau
keseluruhan di usus besar (Anonim (2001) dalam Santoso, 2011). Menurut Tala
(2009), secara fisiologis serat makanan didefinisikan sebagai karbohidrat yang
resisten terhadap hidrolisis oleh enzim pencernaan manusia (karena itu tidak dapat
dicerna) dan lignin. Termasuk ke dalamnya adalah selulosa, hemiselulosa, pektin,
lignin, gum, β-glukan, fruktan dan resistant starch). Functional fiber adalah
karbohidrat yang tidak dapat dicerna tetapi dapat diisolasi, diekstraksi atau
difabrikasi dan telah menunjukkan efek yang menguntungkan bagi manusia.
Termasuk kedalamnya adalah selulosa, pektin lignin, gum, β-glukan, fruktan,
chitin dan chitosan, polydextrose dan polyols, psillium, resistant dextrins dan
resistant starch.
Serat makanan mencegah kegemukan, konstipasi, hemoroid, penyakit-
penyakit divertikulosis, kanker usus besar, penyakit diabetes mellitus, dan jantung
koroner yang berkaitan dengan kadar kolesterol darah tinggi. Selulosa dalam
serat makanan mengatur peristaltik usus, sedangkan hemiselulosadan pektin
19
mampu menyerap banyak air dalam usus besar sehingga memberi bentuk pada
sisa makanan yang akan dikeluarkan.
Berdasarkan kelarutannya dalam air, serat dapat diklasifikasikan menjadi
serat larut (hemiselulosa, pektin, gum, psyllium, β-glukan dan musilages) dan
serat tak larutsellulosa dan hemisellulosa). Lignin masuk dalam kelompok ini
meskipun sebenarnya bukan karbohidrat (Tala, 2009). Serat larut-air mudah
difermentasi, sehingga pertumbuhan dan perkembangan bakteri kolon
menyebabkan bertambahnya berat feses. Gas yang terbentuk selama fermentasi
membantu gerakan sisa makanan melalui kolon. Serat tidak-larut-air, terutama
lignin yang terdapat dalam dedak gandum pada umumnya tidak mengalami proses
fermentasi. Serat ini paling banyak mengalami peningkatan berat karena lebih
banyak menyerap air, sehingga mempunyai pengaruh laksatif paling besar
(Almatsier, 2009).
Menurut Tala (2009), pentingnya asupan serat (dalam jumlah yang cukup)
bagi kesehatan telah ditunjukkan melalui efek fisiologis dari masing-masing jenis
serat tersebut. Dengan memperlambat absorpsi karbohidrat dapat membantu
penderita diabetes mellitus dalam mengatur kadar gula darahnya. Kadar kolesterol
yang tinggi merupakan faktor risiko untuk penyakit jantung, karena itu konsumsi
serat larut yang dapat menurunkan kadar kolesterol sangat bermanfaat untuk
mencegah terjadinya penyakit jantung. Konsumsi serat yang cukup terutama
insoluble, nonfermentable juga bermanfaat dalam penatalaksanaan beberapa
gangguan saluran cerna, seperti divertikulitis, batu empedu, irritable bowel
syndrome dan konstipasi. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada kelompok
populasi dengan konsumsi serat yang tinggi dijumpai insiden yang lebih rendah
20
untuk gangguan saluran cerna, penyakit jantung, kanker kolon dan mammae. Efek
kenyang yang timbul setelah konsumsi serat juga membantu untuk mengontrol
berat badan.
Tabel 5. Hubungan Konsumsi Zat Gizi dengan Kejadian Kanker Kolon di
Berbagai Benua
Masyarakat
Benua
Sayur
Buah
Protein Lemak Serat Insiden
Kanker Kolon
Eropa/Amerika Sedikit Banyak Banyak Sedikit Tinggi
Asia Banyak Sedikit Sedikit Banyak Rendah
Afrika Banyak Sedikit Sedikit Banyak Rendah
Sumber: Daldiyono et al. (1990) dalam Kusharto (2006)
Beberapa mekanisme kerja serat menghambat terjadinya kanker kolon
menurut Tala (2009), sebagai berikut:
a. Kadar garam empedu yang tinggi berhubungan dengan tingginya risiko
terjadinya kanker kolon. Serat memiliki efek proteksi karena dapat mengurangi
kadar garam empedu bebas dan perubahannya menjadi secondary bile acid
yang membantu proses karsinogenesis kolon.
b. Serat yang dapat meningkatkan massa feses akan mengurangi konsentrasi
karsinogen dan prokarsinogen dan juga akan mengurangi interaksinya dengan
sel mukosa kolon.
c. Ketersediaan substrat fermentable untuk bakteri usus akan mengubah jumlah
dan spesies serta metabolismenya yang akan menghambat proliferasi sel tumor
dan perubahan prokarsinogen menjadi karsinogen.
d. Transit time yang singkat akan mengurangi waktu terbentuknya toksin dan
lamanya kontak dengan kolon.
21
e. Fermentasi serat menjadi asam lemak rantai pendek akan menurunkan pH di
lumen usus. Hal ini akan mengurangi terbentuknya secondary bile acid yang
dapat membantu terbentuknya sel tumor.
f. Asam butirat memperlihatkan efek memperlambat proliferasi dan diferensiasi
sel tumor.
g. Serat tak larut seperti lignin yang resisten terhadap degradasi akan mengikat
karsinogen sehingga meminimalisir kemungkinan interaksinya dengan sel
mukosa kolon
Recommended