View
5
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sirsak
Sirsak merupakan tanaman tropis yang buahnya memiliki aroma dan rasa
khas. Daging buanya berwarna putih susu, rasanya manis-asam dan berbiji kecil.
Buah ini mudah didapat dari pasar tradisional sampai supermarket. Buah sirsak pun
bisa diolah menjadi berbagai macam sajian. Sirsak mengandung mineral dan zat
fitokimia yang berkahsiat untuk kesehatan. Menurut Mardiana dan Juwita (2005),
saat ini di Indonesia dikenal dua varietas sirsak yang dibedakan berdasarkan
rasanya, varietas sirsak yang rasanya manis dikenal juga dengan sirsak ratu.
Varietas ini berbuah kecil, lengket di lidah, dan bijinya sedikit. Varietas ini hanya
dikenal di beberapa daerah yaitu di Pelabuhan Ratu dan baru dikembangkan dalam
jumlah kecil di daerah Sukabumi dan sekitarnya. Varietas lainnya adalah sirsak
yang memiliki rasa asam, jenis ini berukuran lebih besar dan mempunyai banyak
biji. Sirsak jenis ini tersebar luas di Indonesia. Buah sirsak dapat dilihat pada
gambar 1.
Gambar 1. Buah sirsak
Sumber: Anonim (2017)
6
Buah sirsak merupakan salah satu jenis buah yang mudah rusak dan tidak
tahan terhadap penyimpanan dalam jangka waktu lama. Buah Sirsak terdiri dari
67% daging buah yang dapat dimakan, 20% kulit, 8,5% biji, dan 4,5% poros tengah
buah. Kandungan gula di dalam buah daging sirsak sebesar 68% dari selruh padat
daging buah. Daging sirsak yang berwarna putih dan lunak kaya akan vitamin dan
serat (Zuhud. 2011). Kandungan zat gizi dalam 100 g buah sirsak yang dapat
dimakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan zat gizi sirsak per 100 g bahan
Zat Gizi Kandungan
Kalori (kal) 65
Protein (g) 1 Lemak (g) 0,3
Karbohidrat (g) 16,3 Kalsium (mg) 14 Fosfor (mg) 27
Besi (mg) 0,6 Vitamin A (RE) 1 Vitamin B1 (mg)
Vitamin B2 (mg)
0,007
0,04 Vitamin C (mg) 20
Niasin (mg) 0,7
Buah sirsak mempunyai ukuran yang cukup besar yaitu 20-30 cm, dengan
berat sampai 2,5 kg per buah. Varietas sirsak yang digunakan adalah varietas sirsak
biasa. Karakteristik sirsak varietas biasa adalah ukuran sedang, kulit hijau tua licin
dengan duri-duri kecil-kecil, daging buah memiliki kadar air tinggi, rasanya lebih
asam manis dibandingkan sirsak varietas ratu dan tekstur yang bertepung. Buah ini
banyak mengandung karbohidrat, terutama fruktosa dan kandungan vitamin seperti
vitamin C, vitamin B1, dan vitamin B2. Selain
Sumber: Anonim 1996
7
itu juga mengandung komponen lain yang berperan sebagai antioksidan. Buah
sirsak merupakan salah satu sumber antioksidan yang potensial. Buah sirsak
memiliki kandungan polifenol yang tinggi dan banyak mengandung vitamin C.
B. Jambu biji merah
Jambu biji merah (Psidium guajava L) berbentuk bulat atau lonjong dengan
kulit buah hijau saat muda dan berubah kuning mudah mengkilap setelah matang.
Hingga saat ini, terdapat lebih dari 97 varietas jambu biji yang terseber di beberapa
negara, termasuk Indonesia. Indonesia memiliki banyak koleksi tanaman jambu biji
salah satunya adalah jambu biji merah pasarminggu. Jambu biji varietas
pasarminggu adalah jenis unggul karena hasil kultivar jambu biji kebun rakyat.
Bobot buah jambu ini sekitar 150-200 g/buah. Bentuk buahnya agak lonjong seperti
alpukat. Daging buahnya merah, berasa manis, berteskstur lembut, dan beraroma
harum. Kulit buah tipis dan berwarna hijau kekuning-kuningan dengan permukaan
halus saat matang. Sampai sekarang jambu ini masih bertahan dan dikembangkan
terus oleh masyarakat (Parimin, 2005). Jambu biji merah dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Jambu biji merah
Sumber : Anonim (2018)
8
Buah jambu biji dapat dikonsumsi dalam keadaan segar. Buah yang mentah
atau setengah matang banyak digunakan untuk rujakan. Selain itu, buahnya juga
diolah menjadi sirup, sari buah, nektar, buahvita, jeli, selai, kembang gula, dan
dodol. Hasil olahan buah jambu biji tersebut disukai oleh konsumen. Bahkan, di
Bangka, daun jambu biji digunakan sebagai bahan minuman pengganti teh
(Parimin, 2005). Kandungan lengkap kadar gizi yang terdapat dalam 100 g jambu
biji masak dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan zat gizi jambu biji merah dalam 100 g bahan
Zat gizi Kandungan
Kalori (kal) 49
Protein (g) 0,9 g Lemak (g) 0,3
Karoihidrat (g) 12,2 Kalsium (mg) 14 Fosofor (mg) 28
Viamin A (SI) 1,1 Vitamin B1(mg) 25 Vitamin C (mg) 87
Air (g) 86
Jambu biji merah mengandung vitamin C yang cukup tinggi. kandungan
vitamin C jambu biji merah dua kali lebih banyak dari jeruk manis hanya 49 mg per
100 g. Vitamin C sangat baik untuk antioksidan. Vitamin C jambu biji merah
sebagian besar terkonsentrasi di kulit dan daging. Kandungan vitamin C jambu biji
mencapai puncaknya saat menjelang matang. Jambu biji juga ditemukan likopen,
yaitu zat karotenoid (pigmen penting dalam tanaman) yang terdapat dalam darah
serta memiliki aktivitas antioksidan yang bermanfaat memberikan perlindungan
pada tubuh dari beberap jenis kanker. Jambu biji merah yang banyak mengandung
Sumber Parimin (2005)
9
likopen terutama jambu biji merah yang berdaging merah (jambu getas merah,
jambu pasar minggu dan, khemer merah) (Parimin, 2005).
Vitamin C memiliki aktivitas biologik yang sangat baik sebagai antioksidan.
Aktivitas antioksidan vitamin C tidak sendirian, melainkan dibantu oleh karotenoid
yang banyak terdapat pada jambu biji. Jambu biji mengandung 19 jenis karotenoid.
Karotenoid yang dominan adalah beta karoten, lutein, zeaxanthin, cyptoxanthin,
dan likopen. Beta karoten dan beberapa karotenoid lainnya merupakan pro-vitamin
A dimana nantinya akan diubah menjadi vitamin A yang dapat dimanfaatkan oleh
tubuh untuk berbagai aktivitas biologi termasuk antioksidan.Kerjasama sinergis
anatara vitamin A dan vitamin C serta berbagai macam karotenoid tersebut semakin
meningkatkan adanya perna flavonoid dari jambu biji. Flavonoid tersebut quercetin,
dan pelargonidin (Lingga, 2012). Jambu biji merah terdapat zat kimia yang dapat
mempengaruhi aktivitas antioksidan, seperti senyawa flavonoid, kombinasi saponin
dengan asam oleanoat, guaijavarin dan quercetin (Paniandy, 2002 dalam Ratnawati
2009). Komposisi senyawa-senyawa ini diduga dapat mencegah terbentuknya
radikal bebas daam tubuh atau sebagai antioksidan serta diabetes melitus, demam
berdaran dan diare.
C. Sari Buah
Sari buah merupakan hasil pengepresan atau ekstraksi buah yang sudah
disaring. Pembuatan sari buah terutama ditujukan untuk meningkatkan ketahanan
simpan serta daya guna buah-buahan. Pembuatan sari buah dari tiap-tiap jenis buah
meskipun ada sedikit perbedaan, tetapi prinsipnya sama (Anonim, 2010). Menurut
Anonim (2014) sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air
10
minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang
diizinkan. Keuntungan yang dapat diperoleh dari konsumsi minuman sari buah atau
jus yaitu kemudahan dalam menghabiskannya. Konsistensi yang cair dari jus
memungkinkan zat-zat terlarutnya mudah diserap oleh tubuh. Pembuatan jus,
dinding sel selulosa dari buah akan hancur dan larut sehingga lebih mudah. SNI
minuman sari buah dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. SNI 3719-2014 Minuman Sari Buah
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan 1.1 Bau - Khasn, Normal 1.2 Rasa - Khas, Normal
1.3 Warna - Khas, Normal 2 Padatan Terlarut obrix Sirsak min 12
Jambu Biji Merah min 8,5
3 Keasaman % Sirsak 0,45
jambu biji merah 0,2
4 Cemaran Logam
4.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,2 4.2 Kadnium (Cd) mg/kg Maks. 0,2
4.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0/ Maks. 250*
4.4 Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,03
5 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1 6 Cemaran mikroba
6.1 Angka Lempeng Total Koloni/ml Maks. 1x104 6.2 koliform Koloni/ml Maks. 20 6.3 Escherichia coli APM/ml <3
6.4 Salmonella sp. - Negatif/25 mL 6.5 Staphylococcus aureus - Negatif/mL
6.6 Kapang dan khamir Koloni/mL Maks. 1x102
CATATAN: *Untuk produk pangan yang dikemas dalam kaleng Sumber : Anonim (2014)
Menurut Fachrudin (2002) sari buah merupakan salah satu minuman yang
cukup disuka, karena praktis, enak, dan menyegarkan serta bermanfaat bagi
11
kesehatan mengingat kandungan vitaminnya secara umum tinggi. pH yang
diingikan untuk sari buah adalah ±4,5. Menurut Surono dkk (2018) sari buah
mempunyai pH antara 3,5-5.
Pembuatan sari buah sirsak sebagai berikut :
1. Bahan
a. Bahan utama atau bahan baku yang digunakan dalam pembuatan sari buah sirsak
adalah buah sirsak yang matang segar, tidak cacat, dan tidak busuk .
b. Bahan tambahan
1) Gula
Penambahan gula sangat diperlukan untuk memperoleh tekstur dan penampakan
yang ideal. Kekurangan gula akan membentuk gel yang kuat pada semua tingkat
keasamaan. Gula pada konsentrasi tinggi dapat mencegah pertumbuhan
mikroorganisme. Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peranan penting
dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa
kopyor (Winarno, 1997).
Rasa manis sukrosa bersifat murni, karena tidak ada after taste, yaitu cita rasa
kedua yang timbul setelah cita rasa pertama. Sukrosa, umumnya digunakan sebagai
standar tingkat kemanisan bagi bahan pemanis lainnya. Adapun konsentrasi gula
yang ditambahkan pada pembuatan sari buah berkisar antara 11%-15% (Fachrudin,
2002).
12
2) Air
Air digunakan sebagai pelarut. Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan
tidak berwarna, tidak berbau, jernih dan tidak mempunyai rasa. Air yang berfungsi
sebagai pengencer dan penambahan volume sari buah agar tidak terlalu sedikit.
Pengenceran pada pembuatan sari buah dilakukan dengan menambahkan air
matang kedalam bubur buah.
3) Asam sitrat
Asam sitrat termasuk dalam bahan pemacu rasa. Bahan pemacu rasa
merupakan bahan tambahan yang diberikan pada suatu produk pangan untuk
memberikan nilai lebih pada rasa, sesuai dengan karakteristik produk pangan yang
dihasilkan. Asam sitrat dalam pembuatan sari buah digunakan untuk mengatur pH,
memberikan rasa dan aroma, meningkatkan flavor serta memperpanjang umur
simpan sari buah. Asam sitrat yang ditambahkan adalah 0,1 % (1g/liter sari buah).
4) CMC (CarboxyMethyl Cellulose)
Penambahan CMC untuk mempertahankan kestabilan warna dan mengurangi
endapan, CMC yang ditambahkan adalah 0,3% (3 g/liter sari buah). CMC adalah
bahan penstabil yang berfungsi suatu zat yang dapat menstabilkan, mengentalkan,
atau memekatkan suatu makanan yang dicampur dengan air.
5) Natrium benzoat
Natrium benzoat berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme
dalam bahan pangan sehingga masa simpan makanan/minumam dapat
diperpanjang. Natrium benzoat yang diambahkan adalah 0,05% (0,5 g/liter sari
buah).
13
2. Proses pembuatan sari buah sirsak
Proses pembuatan sari buah dapat dilihat pada Gambar 3 .
Menurut Fachrudin (2002) pembuatan sari buah dilakukan dengan cara buah
sirsak dikupas, kemudian dibuang biji dan hatinya. Sirsak dihancurkan dengan
Sirsak
Pengahancuran
Trimming
Pengenceran
Penyaringan
(Kain saring kasar dan halus)
Pencampuran
Pasteurisasi
T 82-85oC, t 10-15 menit
Biji
kulit
empulur
Ampas
Gula 11-15%
asam sitrat 0,1%
CMC 0,3%
natrium benzoat 0,05-0,1%
Pengemasan
(Botol kaca)
Sari buah sirsak
Air : filtrat
3:1
Gambar 3. Proses pembuatan sari buah sirsak
Sumber : Fachruddin (2002)
14
menggunakan blender. Air matang yang digunakan untuk mengencerkan sari buah
sebanya 3 kali berat hancuran buah. Penyaringan dilakukan 3 tahap, penyaringan
pertama menggunakan kain saring kasar, dan kemudian sari buah yang diperoleh
disaring menggunakan kain saring halus. Sari buah ditambahkan gula, asam sitrat,
CMC, dan natrium benzoat sambil diaduk rata. Proses pencampuran selesai
dilanjutkkan proses pasteurisasi dengan suhu 82-85oC selama 10-15 menit. Sari
buah dalam keadaan panas, dimasukan ke dalam botol yang telah disterilkan. Botol
kemudian diexhausting dan ditutup rapat. Botol selanjutnya didinginkan dan siap
disimpan.
D. CMC (Carboxy Methyl Cellulose)
Bahan tambah pangan, selanjutnya disingkat BTP, adalah bahan yang
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan
(Anonim, 2013). Menurut Rauf (2015) BTP berupa zat atau bahan kimia dalam
penggunaanya mempertimbangkan faktor keamanan pangan. BTP penggunaanya
diatur pada dosis tertentu. Salah satu bahan tambah pangan yang digunakan adalah
penstabil CMC. Menurut Anonim (1979) batas maksimal penggunaan CMC adalah
1%-2%. Level penggunaan CMC pada produk makanan harus kurang dari 1,5%
dan pada umumnya hanya 0,1%-1,5% (Imeson, 1999 dalam Fadilah, 2018).
Penggunaan Natrium-CMC sebagai pengental dan penstabil yaitu batas maksimum
CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik) adalah jumlah bahan tambah pangan yang
diizinkan terdapat pada pangan dalam jumlah secukupnya yang diperlukan untuk
menghasilkan efek yang diinginkan (Anonim,2013).
15
Penstabil atau stabilizer merupakan hidrokloid yang memiliki sifat fungsional
yang khas saat dicampur dengan air. Hidrokoloid atau gum adakah suatu polimer
rantai panjang yang dapat membentuk dispersi yang viskous dan atau gel saat
didispersikan dalam air. Hidrokolid memiliki banyak gugus hidroksil yang
memberi sifat hidrofilik, sehingga memiliki kecenderungan yang besar untuk
berinteraksi dengan molekul air (Rauf, 2015). Bahan penstabil dapat menstabilkan
tekstur dan viskositas produk pangan dengan pembentukan gel. Pembentukan gel
dapat terjadi karena kemampuan bahan penstabil dalam berikatan dengan air. Bahan
penstabil memiliki sifat sebagai pengemulsi yang ditandai dengan adanya gugus
yang bersifat polar (hidrofilik) dan non polar (hidrofobik). Proses ketika
dicampurkan dalam bahan pangan cair maka gugus polar akan berikatan dengan
air dan tekstur bahan pangan menjadi kokoh (deMann, 1989). CMC dalam industri
pangan merupakan bahan tambahan yang berfungsi sebagai penstabil, pengemulsi
dan penggumpal. CMC yang ditambahkan sebanyak 0,03% dari total volume.
Penambahan CMC untuk mempertahankan kestabilan warna dan mengurangi
endapan.
CMC disentesis dari sellulosa melalui dua tahap yaitu alkalisasi dan
eterifikasi. Proses modifikasi selulosa tujuanya untuk mendapatkan produk CMC
yang memiliki sifat khas, yang dapat digunakan secara luas sebagai emulsifier,
stabilizer, pengental dan pembentukan gel (Baruvkova dan Wiener, 2011 dalam
Rauf, 2015). CMC merupakan hidrokoloid yang telah diaplikasikan secara luas
pada berbagai produk pangan. Penstabil atau stabilizer merupakan hidrokoloid yang
memiliki sifat fungsional yang khas saat dicampur dengan air. Hidrokoloid atau
16
gum adalah suatu polimer rantai panjang yang dapat membentuk dispersi yang
viskous dan atau gel saat didispersikan dengan air. Hidrokoloid memiliki banyak
gugus hidroksil yang bersifat hidrofilik, sehingga memiliki kecenderungan yang
besar berinteraksi dengan molekul air. Interaksi dengan molekul air tersebut, maka
disebut sebagai koloid hidrofilik atau hidrokoloid (Rauf, 2015)
CMC yang banyak dipakai pada industri makanan adalah garam Na
ccarboxymethyl cellulose disingkat CMC yang dalam bentuk murninya disebut gum
selulosa. Pembuatan CMC ini adalah dengan cara mereaksikan NaOH dengan
selulosa murni, kemudian ditambahkan Na kloroasetat. CMC mempunyai gugus
karboksil, maka viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan. pH
optimumnya adalah 5, dan bila pH terlalu rendah (<3), CMC akan mengendap
(Winarno, 2004). Menurut Winarno (1997), CMC berperan sebagai penstabil,
pengemulsi, dan pengental. CMC menjalankan fungsinya melalui interaksi antara
gugusan polar dengan air dan protein dan gugusan non polar dengan lemak. CMC
berbentuk tepung atau butiran dan bersifat higroskopis, mudah larut dalam air panas
dan membentuk koloid. Hal tersebut akan menambah daya awet (dapat disimpan
lebih lama). Struktur CMC dapat dilihat pada Gambar 4.
17
Struktur CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) merupakan rantai polimer yang
terdiri dari unit molekul selulosa. Unit anhidroglukosa memiliki tiga gugus
hidroksil dan beberapa atom hidrogen dari gugus hidroksil tersebut disubstitusi oleh
carboxymethyl. Gugus hidroksil yang tergantikan dikenal dengan derajat
penggantian (degree of substitution) disingkat DS. Jumlah gugus hidroksil yang
tergantikan atau nilai DS mempengaruhi sifat kekentalan dan sifat kelarutan CMC
dalam air. CMC yang sering digunakan adalah yang memiliki nilai DS sebesar 0,7
atau sekitar 7 gugus Carboxymethyl per 10 unit anhidroglukosa karena memiliki
sifat sebagai zat pengental cukup baik (Laskowski,2001 dalam Ibrahim 2018).
CMC merupakan molekul polimer berantai panjang dan karakteristiknya
bergantung pada panjang rantai atau derajat polimerisasi (DP). Nilai DS dan nilai
DP ditentukan oleh berat molekul polimer, dengan bertambah besar berat molekul
CMC maka sifatnya sebagai zat pengental semakin meningkat.
CMC (CarboxyMethyl Cellulose) merupakan polielektrolit amoniak turunan
dari selulosa dengan perlakuan alkali dan monochloro acetic acid atau garam
Gambar 4. Struktur CMC
Sumber: Imenson (2010)
18
natrium yang digunakan luas dalam industri pangan. CMC memiliki rumus molekul
C8H16NaO8 bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
beracun,berbentuk butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam
larutan organik, stabil pada rentang pH 3-10 dan mengendap pada pH kurang dari
3, serta tidak bereaksi pada senyawa organik. CMC mempunyai pemanfaatan yang
luas, mudah digunakan, serta harganya yang tidak mahal, CMC menjadi salah satu
zat yang diminati (deMan, 1989).
Menurut Kamal (2010) Pengaruh konsentrasi CMC terhadap viskositas
larutan menunjukkan peningkatan viskositas larutan. Keberadaan CMC dalam
larutan cenderung membentuk ikatan silang dalam molekul polimer yang
menyebabkan molekul pelarut akan terjebak didalamnya sehingga terjadi
imobilisasi molekul pelarut yang dapat membentuk struktur molekul yang kaku dan
tahan terhadap tekanan. Semakin tinggi kadar CMC, pembentukan ikatan silang
makin besar dan imobilisasi molekul pelarut juga makin tinggi sehingga
menyebabkan kecenderungan viskositas meningkat.
CMC digunakan dalam ilmu pangan sebagai bahan pengental dan untuk
menstabilkan emulsi. CMC ini mudah larut dalam air panas maupun air dingin serta
dapat menstabilkan minuman berprotein pada pH rendah. CMC ini mudah larut
dalam air panas maupun air dingin serta dapat menstabilkan minuman berprotein
pada pH rendah. CMC dalam produk minuman berperan sebagai bahan penstabil.
CMC dapat membentuk sistem dispersi koloid dan meningkatkan viskositas
sehingga partikel-partikel yang tersuspensi akan tertangkap dalam sistem tersebut
dan tidak mengendap oleh pengaruh gaya gravitasi. CMC dapat mencegah
19
pengendapan protein pada titik isoelektrik dan meningkatkan viskositas produk
pangan, disebabkan bergabungnya gugus karboksil CMC dengan gugus muatan
positif dari protein (Kusbiantoro, Herawati dan Azha, 2005).
E. Aktivitas Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang melindungi senyawa atau jaringan dari
efek destruktif jaringan oksigen atau efek oksidasi (Swarth, 2004 dalam Luthfian,
2009). Menurut Kumalaningsih (2006) antioksidan adalah senyawa yang
mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronya kepada molekul
radikan bebas dan dapat memutus reaksi berantai dan radikal bebas. Antioksidan
juga didefinisikan sebagai inhibitor yang bekerja menghambat oksidasi dengan cara
bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang
relatif stabil.
Antioksidan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan, dimana
antiokasidan mampu menghambat reaksi oksidasi dengan cara mengikat radikal
bebas dan molekul yang sangat reaktif sehingga kerusakan sel dapat dicegah.
Reaksi oksidasi dengan radikal bebas sering terjadi pada molekul protein, asam
nukleat, lipid, dan polisakarida. Menurut Tamat (2005) dalam Sayuti dan Rina
(2015) antioksidan dapat digunakan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi
yang dapat menyebabkan kerusakan, seperti ketengikan, perubahan warna dan
aroma, serta kerusakan fisik lainnya.
Berdasarkan fungsi dan cara kerjanya, antioksidan dibedakan menjadi
antioksidan primer, sekunder, dan tersier. Antioksidan primer bekerja untuk
mencegah pembentukan senyawa radikal baru, yaitu mengubah radikal bebas yang
20
ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya. Mekanisme antioksidan
primer yaitu memutuskan rantai reaksi radikal dengan mendonorkan atom hidrogen
secara cepat pada suatu lipid yang radikal. Antioksidan sekunder bekerja dengan
cara mengkelat logam yang bertindak sebagai pro-oksidan, menangkap radikal dan
mencegah terjadinya reaksi berantai. Antioksidan sekunder bertindak sebagai
pengikat ion-ion logam, penangkap oksigen, pengurai hidroperoksida menjadi
senyawa non radikal, penyerap radiasi UV atau deaktivasi singlet oksigen.
Antioksidan sekunder diantaranya adalah vitamin E, vitamin C, beta karoten,
isoflavon, bilirubin, dan albumin. Antioksidan tersier bekerja memperbaiki
kerusakan biomolekul yang di sebabkan radikal bebas. Antioksidan tersier
diantaranya adalah enzim-enzim yang memperbaiki DNA dan metionin sulfida
reduktase (Sayuti dan Rina, 2015).
Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi menjadi dua yaitu antioksidan
alami dan antioksidan sekunder. Antioksidan alami adalah vitamin A, vitamin E,
vitamin C, vitamin B2, karotenoid (prekusor vitamin A), Seng (Zn), tembaga (Cu),
Seleneum, protein (gliadin gandum dan ovalbumin), amibiogen, fenol, polifenol,
antosianin, isoflavon dan tanin. Antioksidan sekunder mempunyai batas
penggunaan yaitu 0,02% dari kandungan lemak atau minyak. Antioksidan sintesis
meliputi BHT (butiylated hydroxyanisol), BHT (ter-butilasi hidroksi toluena),
TBHQ (butylhydroquinone tersier), dan propil galat (Sayuti dan Rina, 2015).
Metode yang paling umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan
adalah dengan menggunakan radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH).
Menurt Sunarni (2005) dalam Sayuti dan Rina (2015), Pengukuran antioksidan
21
dengan metode DPPH adalah metode pengukuran antioksidan yang sederhana,
cepat, dan tidak membutuhkan banyak reagen seperti metode lainnya. Metode
DPPH memberikan informasi reaktivitas senyawa yang diuji dengan suatu radikal
stabil. DPPH memberikan serapan kuat pada panjang gelombang 517 nm dengan
warna ungu gelap. Penangkapan radikal bebas menyebabkan penghilangan warna
yang sebanding dengan jumlah elektron yang diambil.
Radikal DPPH adalah suatu senyawa organik yang mengandung nitrogen
tidak stabil dengan absorbansi kuat pada panjang gelombang maksimal 517 nm dan
berwarna ungu gelap. Setelah bereaksi dengan senyawa antioksidan, DPPH tersebut
akan tereduksi dan warnanya akan berubah menjadi kuning. Perubahan tersebut
dapat diukur dengan sprektofotometer, dan diplotkan terhadap konsentrasi
penurunan intensitas warna yang terjadi disebabkan oleh berkurangnya ikatan
rangkap terkonjugasi pada DPPH. Hal ini dapat terjadi apabila adanya penangkapan
satu elektron oleh zat antioksidan, menyebabkan tidak adanya kesempatan elektron
tersebut beresonansi (Sayuti dan Rina, 2015). Reaksi radikal DPPH dengan
antioksidan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Reaksi radikal DPPH dengan antioksidan
Sumber: Sayuti dan Rina (2015)
22
F. Vitamin C
Vitamin C atau asam askorbat merupakan vitamin larut air yang terdiri dari
laktone dengan enam atom karbon. Vitamin C yang esensial bagi manusia karena
tidak disintesis dalam tubuh manusia. Vitamin C menunjukan sensitivitas yang
tinggi dan mudah teroksidasi oleh panas, cahaya, dan udara. Sifat sensitivitas
vitamin C tersebut menjadi petunjuk agar bahan makanan atau minuman sekecil
mungkin melibatkan proses pemasakan (Rauf, 2015).
Vitamin C adalah salah satu antioksidan sekunder yang memiliki kemampuan
menangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Aksi vitamin C
sebagai antioksidan melalui mekanisme donor hidrogen. Vitamin C dapat
mendonorkan dua atom hidrogen dari atom nomor dua dan nomor tiga pada
komponen radikal. Vitamin C saat mendonorkan satu atom hidrogen, terbentuk
komponen asam semi dehidroaskorbat atau radikal askorbil. Radikal vitamin C ini
berubah menjadi asam dehidroaskorbat setelah melepas atom hidrogennya untuk
menstabilkan komponen radikal (Rauf,2015). Struktur vitamin dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 6. Strukrur vitamin C
Sumber: Rauf (2015)
23
Vitamin C merupakan senyawa yang mudah larut dalam air, sensitivitas
tinggi terhadap kerusakan yang datang dari luar, seperti suhu, gula, garam, pH,
oksigen dan katalisator logam. Vitamin C atau asam askorbat merupakan
antioksidan alamiah yang terdapat dalam berbagai jenis buah-buahan dan sayuran,
yang selama pemasakan dapat mengalami kerusakan sampai sedikitnya
setengahnya. Vitamin C merupakan antioksidan sekunder dimana cara kerjanya
yaitu menangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya reaksi berantai (Sayuti dan
Rina, 2015).
Vitamin C sebagai antioksidan berfungsi untuk mengikat O2 sehingga tidak
mendukung reaksi oksidasi (oxygen scavanger) (Kumalaningsih dan Suprayogi,
2006). Menurut Sudarmadji (1989), vitamin C mempunyai berat molekul 178
dengan rumus molekul C6H8O6, dalam bentuk kristal tidak berwarna,memiliki titik
cair 190-192 °C, bersifat larut dalam larut dalam air, sedikit larut dalam aseton atau
alkohol yang mempunyai berat molekul rendah. Vitamin C sukar larut dalam
kloroform, eter, dan benzen.
G. Total Padatan Terlarut
Total padatan terlarut erat kaitanya dengan kadar gula total produk, karena
total padatan terlarut diukur berdasarkan presentasi gula produk. Kenaikan kadar
gula pereduksi seperti glukosa, fruktosa, dan lain-lain dapat menyebabkan kenaikan
total padatan terlarut. Menurut Hulme (1971), bahwa pada buah-buahan terkandung
karbohidrat berupa gula-gula sederhana yaitu glukosa, fruktosa yang merupakan
sumber padatan terlarut bagi minuman sari buah.
24
Derajat brix digunakan untuk menyatakan tingkat padatan terlarut dalam
suatu larutan. Gula, pektin, asam organik, dan asam amino adalah padatan terlarut
paling lazim dalam jus buah dan sayuran. Gula adalah padatan terlarut yang paling
melimpah dalam buah dan sayuran. Nilai-nilai °brix terutama merupakan estimasi
kandungan gula dalam buah-buahan dan sayuran. Skala brix sama dengan
persentase padatan yang terlarut dalam suatu larutan. Sampel 100 g dari suatu
larutan terukur nilai 50°brix, maka dalam larutan tersebut terkandung 50 g gula dan
padatan terlarut lainnya serta 50 g air. Nilai °brix pada larutan diukur dengan
menggunakan alat yang disebut refraktometer. Semakin tinggi nilai °brix, maka
maka dapat diketahui bahwa kandungan air dalam buah sedikit dan energi yang
dibutuhkan lebih sedikit untuk menghilangkan air. Semakin tinggi nilai °brix, maka
semakin sedikit gula yang mungkin perlu ditambahkan dalam pembuatan suatu
produk. Banyak faktor yang mempengaruhi nilai °brix secara konsisten dan
signifikan.
H. Viskositas
Viskositas adalah suatu sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan
untuk mengalir, dimana semakin tinggi kekentalan maka semakin besar
hambatannya. Suatu cairan yang mengalir dengan mudah mempunyai viskositas
kecil. Sebaliknya, pada cairan yang sulit mengalir mempunyai viskositas yang besar
(Susilowati, 2015). Kekentalan adalah sifat dari suatu zat cair (fluida) disebabkan
adanya gesekan antara molekul-molekul zat cair dengan gaya kohesi pada zat cair
tersebut. Gesekan-gesekan inilah yang menghambat aliran zat cair. Besarnya
25
kekentalan zat cair (viskositas) dinyatakan dengan suatu bilangan yang menentukan
kekentalan suatu zat cair.
Viskositas adalah resistensi atau ketidakmampuan suatu bahan untuk
mengalir bila dikenai gaya hambat. Bahan pangan pada umumnya dalam bentuk
cairan dan padatan. Bahan pangan yang memilki sifat alir sangat mudah mengalir
disebut fluiditas. Bahan pangan yang memiliki sifat alir tidak mengalir disebut
viskositas. Hal ini terjadi karna adanya gaya gesek internal yang menghambat
alirannya. Meningkatkan kestabilan pada produk pangan, maka perlu ditambahkan
zat aditif makanan. Dalam pengolahan produk pangan diperlukan bahan penstabil
seperti CMC (Kanoni,1999 dalam Aini 2016). Viskositas merupakan nilai yang
menunjukkan satuan kekentalan medium pendispersi dari suatu sistem emulsi.
Semakin tinggi viskositas suatu emulsi, semakin baik penghambatan agregasi atau
penggabungan kembali droplet (Kim dkk., 2003 dalam Barasi 2013).
I. Nilai pH
Nilai pH menunjukan konsentrasi ion hidrogen yang menggambarkan tingkat
keasaman. Semakin tinggi nilai pH berarti tingkat keasaaman produk semakin
rendah dan sebaliknya, semakin renah nilai pH berarti tingkat keasaam produk
semakin tinggi. pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaaman atau basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. pH normal
memiliki nilai 7 sementara bila nilai pH >7 menunjukkan zat tersebut memiliki sifat
basa sedangkan nilai pH< 7 menunjukkan keasaman. pH 0 menunjukkan derajat
keasaman yang tinggi dan pH 14 menunjukkan derajat kebasaan tertinggi.
26
Pada prinsipnya pengukuran suatu pH adalah didasarkan pada potensial
elektro kimia yang terjadi antaar larutan yang terdapat didalam elektroda gelas
(membran gelas) yang telah diketahui dengan larutan yang terdapat diluar elektroda
4 gelas yang tidak diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan tipis dari gelembung kaca
akan berinteraksi dengan ion hidrogen yang ukurannya relatif kecil dan aktif,
elektroda gelas tersebut akan mengukur potensial elektro kimia dari ion hidrogen.
J. Tingkat Kesukaan
1. Warna
Warna merupakan komponen yang sangat penting untuk menentukan
kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan. Penentuan mutu suatu bahan
pangan pada umumnya tergantung pada warna, karena warna tampil terlebih
dahulu. Warna sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, selain itu juga dapat
digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara
pencampuran atau pengelohan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam
dan merata. Penerimaan warna suatu bahan berbeda-beda tergantung dari faktor
alam, geografis, dan aspek sosial masyarakat penerima (Winarno, 2004).
2. Aroma
Cita rasa bahan pangan sesungguhnya terdiri dari tiga komponen yaitu aroma,
rasa, dan rangsangan mulut. Aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan
makanan tersebut. Aroma lebih banyak sangkut pautnya dengan alat panca indra
penghidu. Bau-bauan dapat dikenali bila berbentuk uap, dan molekul-molekul
komponen bau tersebut harus sempat menyentuh sel olfaktori, dan diteruskan ke
otak dalam bentuk impuls listrik oleh ujung syaraf olfaktori. Pada umumnya bau
27
yang dapat diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan berbagai
campuran bau utama yaitu harum, asam, tengik, dan hangus (Winarno, 2004).
Aroma adalah asam-asam organik berupa ester dan volatil. Secara kimiawi sulit
dijelaskan mengapa senyawasenyawa menyebabkan aroma yang berbeda, karena
senyawa-senyawa yang mempunyai struktur kimia dan gugus fungsional yang
hampir sama (stereoisomer) kadang-kadang mempunyai aroma yang sangat
berbeda, misalnya methanol, isometanol, dan neometanol. Sebaliknya senyawa
yang sangat berbeda struktur kimianya, mungkin menimbulkan aroma yang sama
(Winarno, 2004).
3. Rasa
Rasa adalah faktor berikutnya yang dinilai panelis setelah warna, aroma dan
tekstur. Rasa timbul akibat adanya rangsangan kimiawi yang dapat diterima oleh
indera pencicip atau lidah. Rasa adalah faktor yang mempengaruhi penerimaan
produk pangan. Komponen aroma, warna dan kekentalan baik tetapi konsumen
tidak menyukai rasanya maka konsumen tidak akan menerima produk pangan
tersebut (Rampengan,1985). Menurut Winarno (2004) rasa berbeda dengan bau dan
lebih banyak melibatkan panca indra. Lidah, penginderaan cecapan dapat dibagi
menjadi empat cecapan utama yaitu asin, asam, manis, dan pahit. Manis dan asin
paling banyak dideteksi oleh kuncup pada ujung lidah, kuncup pada sisi lidah paling
peka asam, sedangkan kuncup di bagian pangkal lidah peka terhadap pahit.
28
K. Hipotesis
Rasio sari buah jambu dan sari buah sirsak dan penambahan CMC diduga
dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan dan tingkat kesukaan sari buah
campuran sirsak dan jambu biji merah.
Recommended