View
120
Download
3
Category
Preview:
DESCRIPTION
INDUSTRI HULU KETAHANAN PANGAN. Prof. Dr. Ir. Nuhfil Hanani AR Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria. Disampaikan dalam In House Training Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa 2 Okt o ber 2012. Dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang - PowerPoint PPT Presentation
Citation preview
1
INDUSTRI HULU KETAHANAN PANGAN
Prof. Dr. Ir. Nuhfil Hanani ARProf. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria
Disampaikan dalam In House Training Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa 2 Oktober 2012
1) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung
2
1. Keterkaitan input (benih/bibit, pupuk, obat2an, alat2 pertanian, lahan dll) terhadap ketahanan pangan
2. Peran strategis stakeholder termasuk Civil Society Organization (CSO) dalam ketahanan pangan sektor hulu
3. Efektifitas regulasi di sektor hulu
4. Sistem informasi Ketahanan pangan di sektor hulu
5. Ekonomi dan politik ketahanan pangan sektor hulu
DAFTAR ISI PENYAJIAN
3
Ketahanan Pangan Di Indonesia
subsistem ketersediaan
subsistem konsumsi
subsistem distribusi
Mencakup kestabilan dan kesinambungan penyediaan pangan yang berasal dari: Produksi dalam negeri
Ekspor-Impor, cadangan pangan
Mencakup konsumsi Rumah Tangga dalam Jumlah, keragaman, Mutu gizi/ nutrisi, dan keamanan yang sesuai kebutuhan hidup
sehat
Mencakup kestabilan harga pangan dan aksesibilitas pangan :
Antar waktu Antar wilayah
I. Keterkaitan input (benih/bibit, pupuk, obat2an, alat2 pertanian, lahan dll) terhadap ketahanan pangan
4
Pemerintah harus mengutamakan Produksi Pangan dalam negeri untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi
Untuk mewujudkan Ketersediaan Pangan melalui Produksi Pangan dalam negeri dilakukan dengan:1. mengembangkan Produksi Pangan yang bertumpu pada
sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal;2. mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan;3. mengembangkan sarana, dan teknologi untuk produksi, penanganan pasca panen, pengolahan, dan penyimpanan
Pangan;4. membangun, merehabilitasi, dan mengembangkan prasarana
produksi Pangan5. mengembangkan sarana dan prasarana produksi dan
penyimpanan Pangan; 6. mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif; dan 7. membangun kawasan sentra Produksi Pangan.
5
6
1.Sumber daya manusia2.Sumber daya alam ( jenis pangan, lahan, air)3.Sarana produksi (benih, pupuk, pestisida,
alsintan)4.Sumber pembiayaan5.Ilmu pengetahuan dan teknologi6.Prasarana pangan (jalan usahatani, irigasi)7.Kelembagaan Pangan
Sumberdaya untuk peningkatan Produksi Pangan
7
1.Sumberdaya Petani :1. Petani memiliki kebebasan menentukan pilihan
jenis tanaman (Pasal 6 dari UU No. 12/1992 Tentang : Sistem Budidaya Tanaman
2. Ciri ciri petani pangan :(1) Lahan terbatas ( rata-rata 0.3 ha)(2) Permodalan terbatas(3) Pendidikan rendah(4) Pendapatan rendah /miskin (58.8 %)(4) Manajemen usahatani tradisional(5) Akses terhadap teknologi dan pasar rendah
Memerlukan Perlindungan Petani : sedang dirancang Undang-undangnya
8
INDONESIA MERUPAKAN NEGARA YANG MEMILIKI KEANEKARAGAMAN HAYATI YANG BESAR – NO. 2 DI DUNIA SETELAH BRAZIL
800 SPESIES TUMBUHAN PANGAN + 1000 SPESIES TUMBUHAN MEDISINAL RIBUAN SPESIES MICRO ALGAE
77 Jenis Sumber Karbohidrat
75 Jenis Sumber Lemak/Minyak 26 Jenis Kacang-
kacangan389 Jenis Buah-buahan228 Jenis Sayuran 40 Jenis Bahan Minuman229 Jenis Rempah-rempah dan Bumbu-bumbuan
2. Sumberdaya Alam
9
KEDUDUKAN KOMODITAS PANGAN INDONESIA
10nuhfil hanani 10
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
Sumatera Jawa dan Bali
Kalimantan Sulawesi NT dan Maluku
Papua
Pe
rse
n P
en
gg
un
aa
n
Intensitas Penggunaan Tanah
Indonesia memiliki luas daratan 190,.923 Juta Ha, seluas 70,8 Juta atau 37,1 Persen telah dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan budidaya seperti Sawah, pertanian lahan kering, perkebunan, budidaya non pertanian(permukimam, industri,tambang dll) serta penggunaan-penggunaan tanah lainnya (ladang, semak,padang rumput dll). Seluas 120,2 juta Ha atau 62,9 persen masih berupa hutan (hutan lebat, sejenis, belukar dll).
2% 4% 8%9%
63%
14%
Non PertanianSawah
Lahan KeringPerkebunanHutan
Lain-lain
Persentase masing-masing penggunaan tanah
Berdasarkan intensitas penggunaan tanah untuk kegiatan budidaya, Pulau Jawa telah mencapai 79,9 % ,disusul oleh Sumatera 46,7 %. Sedangkan Papua mempunyai intensitas penggunaan tanah terkecil yakni 20 %
Bila dilihat berdasarkan kelompok penggunaan tanah, maka penggunaan tanah semak, padang rumput, alang-alang, tanah tandus, rusak dan perairan tambak (dikelompokkan dalam penggunaan lain) menempati urutan terluas kedua (13,9%) setelah Hutan, kemudian disusul oleh perkebunan ( 8,5 %) pertanian Lahan Kering (7,8 % )dan Sawah (4,9%)
Kondisi Penggunaan Tanah
11nuhfil hanani 11
( 4.8 % Indonesia)
KONVERSI LAHAN SAWAH DI INDONESIA TAHUN 1999 – 2003 (HA)
Pulau
luas sawah (ha) % terhadap
luas baku 1999 Pengurangan Penambahan
Netkonversi
lahan baku sawah
Sumatera 2173117 235384 59650 -175734 -0,89
Bali dan NTT 597873 13789 8057 -5732 -0,96
Kalimantan 1066011 105030 30860 -74170 -6,96
Sulawesi 893974 35803 20237 -15566 -1,74
Maluku &papua 6005 2476 -3529
Luar Jawa 4730975 396010 121278 -274732 -5,81
Jawa 3375381 167150 18024 -149126 -4,42
Indonesia 8106356 563159 139302 -423857 -5,23
Sumber: Profil Sektor Pertanian Indonesia. BPS. 2003
12
13
Permasalahan1. Saat ini tingkat alih fungsí lahan pertanian ke non pertanian (perumahan,
perkantoran dll) di Indonesia diperkirakan 106.000 ha/5 th 2. Analisis RTRW oleh BPN tahun 2004 memperoleh indikasi bahwa di masa
datang akan terjadi perubahan lahan sawah beririgasi 3,1 juta hektar untuk penggunaan non pertanian, dimana perubahan terbesar di pulau Jawa-Bali seluas 1,6 juta hektar atau 49,2 % dari luas lahan sawah beririgasi.
3. Terjadi ketimpangan pemilikan lahan terutama pada daerah perkebunan4. Terjadi alih fungsi lahan hutan yang tidak terkendali khususnya untuk
sawit yang sering menimbulkan permasalahan sosial5. Laju alih fungsi lahan pertanian yang tadinya dimiliki rakyat menjadi di
bawah penguasaan perusahaan asing mencapai 11,2 persen dalam lima tahun terakhir. (WALHI, 2010)
6. Pengusahaan lahan oleh asing : 25 persen dari luas total lahan perkebunan kelapa sawit nasional dikelola malaysia.
14
Kelestarian sumberdaya air. 1. Kondisi sumber air di Indonesia cukup memperihatinkan,
daerah tangkapan air yakni daerah aliran sungai (DAS) kondisi lahannya sangat kritis akibat pembukaaan hutan yang tidak terkendali. Defisit air di Jawa sudah terjadi sejak tahun 1995 dan terus bertambah hingga tahun 2000 telah mencapai 52,8 milyar m3 per tahun
2. Di Jawa dan banyak daerah lainnya luas hutan tinggal 15% dari luas daratan (untuk kelestarian minimal 30 %), serta banyakna dijumpai lahan kritis. Sejak 10 tahun terakhir terjadi banjir dengan erosi hebat dan ancaman tanah longsor pada musim hujan bergantian dengan kekeringan hebat pada musim kemarau. Bila laju degradasi terus berjalan maka tahun 2015 diperkirakan defisit air di Jawa akan mencapai 14,1 miliar m³ per tahun
3. Faktor Penyebab : pembukaan hutan lindung untuk tangkapan air : untuk perumahan, lahan pertanian
15
3. Sarana produksi (benih, pupuk, pestisida, alsintan)Benih :1. Produsen benih Padi : dikuasai: Domestik Produksi benih padi
dari PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani 2. Produsen benih Jagung dan kedelai : dikuasaia asing : PT
Monsanto Indonesia, PT Pioner, PT Advanta Indonesia, PT Bayer Indonesia, dan PT Dupont Indonesia
3. Benih Sayuran : dikuasai asing : PT East West Seed Indonesia, PT Syngenta Indonesia, PT Takii Indonesia, PT Monsanto/Seminis Indonesia, PT Marcopolo, PT Nunhems Indonesia, PT Namdhari, PT Koreana Seed Indonesia, dan PT Rijk Zwaan adalah perusahaan yang bergerak di bidang benih sayuran.
4. Petani yang menggunakan benih unggul dan bersertifikat untuk padi hanya 56%. (2009), sedang untuk jagung lebih tinggi (?) karena masalah daya beli
16
Pestisida. dominasi perusahaan asing dengan beroperasinya Ciba Geigy dari Jepang, BASF dan Bayer dari Jerman, serta Novartis dari Amerika Serikat yang menguasai jalur distribusi, dan sebagian oleh BUMN seperti petro Kimia
Pupuk : diakuasai BUMN : PT Petrokimia Gresik (PKG) PT Pupuk Kujang (PKC), PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT), PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang (PSP), PT Rekayasa Industri (REKIND), PT Mega Eltra (ME) dan sebagian perusahaan swasta Indonesia
Alsintan : umumnya impor
17
1. Sekitar 70 persen petani padi Indonesia terutama petani-petani gurem 2. Keberadaan kredit benar-benar dibutuhkan oleh petani untuk tujuan
produksinya3. Bungan tinggi 14 % /tahun dan petani tidak punya agunan4. Pada tahun 2011 kegiatan pemberdayaan dilaksanakan pada 1.033 LM3.
Pengembangan Usaha Agribisnis pedesaan (PUAP). Pada tahun 2011, dari target 10.000 desa, kegiatan PUAP berhasil dilaksanakan di 9.096 Desa/Gapoktan.
Sumber Pembiayaan
18
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
1. Lembaga penelitian pertanian di Indonesia sebenarnya cukup banyak dan memadai tetapi anggarannya sangat kecil
2. Beberapa Lembaga penelitian seperti : Balai Penelitiah Gula (P3GI), Kopi dan Cacao (Puslit Koka), Teh (PPTK), Sawit (PPKS) yang dulunya dibawah BUMN telah menjadi swasta sehingga orentasi komersial
3. Lembahnya koordinasi lembaga penelitian dengan perguruan tinggi
4. Hasil penelitian tidak bersifat multi years dan kurang dikekmbangannya
19
Prasarana pangan (jalan usahatani, irigasi)
1.Sarana jalan usahatani sampai saat ini tidak menjadi fokus pemerintah
2.Keadaan saluran irigasi yang rusak diperkirakan 30% (2009)
20
1. Saat ini yang kelembangan pangan tingkat nasional berbentuk Badan setingkat Eselon I, sehingga tidak mungkin mengkoordinasikan menteri menteri yang terkait. Sehingga kemudian pada level kebijakan perannya “diambil alih” ole Dewan ketahanan pangan yang bersifat fungsionalyang diketuai oleh presiden
2. Belum mantapnya kelembagaan Ketahanan pangan (BKP) di kab/kota karena banyak yang eselon 3 walaupun urusan ketahanan termasuk urusan wajib
3. Belum mantapnya kelembagaan transfer tenologi pertanian yakni lembaga penyuluhan walupun sudah ada undang –undang Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
4. Belum mantap dan berfungsinya kelembagaan kelompok tani dan gabungan kelompok tani
Kelembagaan pangan
21
II. Peran strategis stakeholder termasuk Civil Society Organization (CSO) dalam ketahanan pangan sektor hulu
22
Stake Holder Pemerintah Peran startegis yang seharusnya1. Kementerian Dalam Negeri Pembagian urusan kewenangan, “mengeksekusi”
perda yang berkaiatan dengan pangan di daerah2. Kementerian Pertanian Kebijakan operasional dan progam peningkatan
produksi pangan3. Kementerian Keuangan.; Kebijakan perkreditan bagi petani4. Kementerian Perindustrian; Kebijakan operasional dan program industri hulu
dan hilir pangan5. Kementerian Perdagangan; Kebijakan operasional dan program perdagangan
pangan termasuk sarana produksi pangan6. Kementerian Kehutanan; Alih fungsi lahan, kelesatraian hutan lindung untuk
sumber air7. Kementerian Kelautan dan
Perikanan;Kebijakan operasional dan progam peningkatan produksi periukanan
8. Kementerian Perhubungan; Kebijakan operasional dan progam distribusi pangan9. Kementerian Pekerjaan Umum; Bendungan dan irigasi pertanian10. Kementerian Kesehatan; Kebijakan operasional dan program Keamanan
pangan11. Kementerian Pendidikan Nasional; Kebijakan operasional dan program SDM,
penelitian dan pengembangan inovasi pangan12. Kementerian Negara Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah; Kebijakan operasional dan program pembinaan koperasi pertanian pangan
23
Stake Holder Pemerintah Peran strategis yang seharusnya13. Kementerian Negara Riset dan
Teknologi;Kebijakan operasional dan program penelitian dan pengembangan inovasi pangan
14.Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional;
Keterpaduan perencanaan pangan lintas sector
15. Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara;
Kebijakan operasional dan program pengembangan usaha/industri hulu pangan (benih, pupuk, pestisida dan alsintan)
16. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
Pengembangan usaha pangan di luar Jawa
17. Kepala Badan Pusat Statistik; Penyediaan data dan informasi18. Kepala Badan Pengawasan Obat
dan Makanan.Pengamasan keamanan pangan
19. Badan Pertanahan Nasional Perizinan lahan pangan 20. BULOG Distribusi dan cadangan pangan
24
Stake Holder Non Pemerintah Peran strategis yang seharusnya• Investor asing Bisnis dalam (benih, pupuk, pestisida dan
alsintan)• Kadin Bisnis dan perdagangan pangan• Himpunan Kerukunan Tani
Indonesia (HKTI)Memproduksi pangan , advokasi petani, menyuarakan aspirasi petani ke pemerintah
• Assosiasi Petani komoditas (contoh APTRI)
Memproduksi pangan , advokasi petani, menyuarakan aspirasi petani ke pemerintah
• Kontak Tani Nelayan Andalan Memproduksi pangan , advokasi petani, menyuarakan aspirasi petani ke pemerintah
• Pengusaha/industri ( benih, pupuk pestida, alsintan, perkebunan)
Memproduksi sarana produksi dan produksi pangan
• Himpunan Profesi ( PERHEPI, PERAGI, HITI, Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, dll)
Memberikan masukan kebijakan pada pemerintah
• LSM dalam pangan advokasi petani, menyuarakan aspirasi petani ke pemerintah
25
III. Efektifitas regulasi di sektor hulu
26
1. Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria : Undang-undang No. 5 Tahun 1960 2. Sistem Budidaya Tanaman : Undang Undang Ri No. 12 Tahun 1992 3. Pangan : UU No. 7 Tahun 1996 4. Ketahanan Pangan : PP Nomor 68 Tahun 20025. Pengelolaan Lingkungan Hidup : Undang Undang No. 23 Tahun 1997 6. Kehutanan : Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 7. Perlindungan Varietas Tanaman : Undang-undang No. 29 Tahun 2000 8. Perkebunan : Undang Undang No. 18 Tahun 20049. Perikanan: Undang Undang-Undang Ri No. 31 Tahun 200410.Pengesahan International Treaty On Plant Genetic Resources For Food And
Agriculture : Undang-undang Nomor 4 Tahun 200611.Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan : Undang Udang
Nomor 16 Tahun 2006 12.Peternakan dan Kesehatan Hewan: Undang Undang No. 18 Tahun 200913.Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan : Undang Undang Nomor
41 Tahun 2009 14.Hortikultura : Undang-undang Ri No 13 Tahun 2010
LANDASAN HUKUM KETAHANAN PANGAN SEKTOR HULU
27
Komponen ketahanan pangan hulu
Efektifitas dan kasus Acuan undang-undang
Pembatasan pemilikan Lahan pribadi
Tidak berjalan (banyak kasus pemilikan individu melebihi 15 ha)
Pasal 17. PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA : UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1960
Pembatasan Hak milik dan hak guna Usaha bagi asing
Tidak berjalan (banyak kasus perkebunan asing)
Pasal 21 dan 30. PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA : UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1960
Pembebasan lahan hutan lindung untuk fungsi lain
Tidak efektif (kawasan hutan tangkap air banyak diguna-kan non hutan) sumbner air menjadi berkurang)
?
28
Konversi lahan Belum berjalan (Banyak konversi lahan pertanian ke non pertanian)RT RW kabupaten banyak dirubah
PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN : Undang Undang NOMOR 41 TAHUN 2009
Benih Benih impor padi hibrida tanpa dilepas oleh pemerintah dan tanpa sertifikasi
Pasal 12 . Sistem Budidaya Tanaman : Undang Undang RI No. 12 Tahun 1992
Banyak usaha benih dari industri asing (palawija dan hortilutra)
??
Pupuk Sering terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi walaupun ditingkat pabrik cukup (penyebab distribusi pupuk diserahkan swasta
???
Pestisida Banyak usaha pestisida dari industri asing
???
Pembiayaan (Kredit )
Serapan kredit dari Bank oleh petani petani rendah
???
Dana pengembangan Usaha agribisnis (PUAP) padfa setiap desa tidak jelas kriterianya (walaupun petunjukknya jelas)
???
29
IV. Sistem informasi Ketahanan pangan di sektor hulu
30
Sistem Informasi Ketahanan Pangan Sektor Hulu
1. Sistem informasi iklim ( masa hujan dan kemarau) dari BMKG berjalan dengan baik
2. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi ( hanya berjalan pada kabupaten/kota tertentu ( sebelum reformasi sangat baik)
3. Sistem kewaspadaan Organisme pengganggu Tanaman (OPT) berjalan cukup baik
4. Sistem Informasi harga berjalan hanya pada komoditas padi dan palawija
5. Sistem informasi pasar (tidak ada)6. Sistem informasi inovasi teknologi kurang berjalan engan
baik karena kendala kelelmbagaan penyuluhan
31
V. Ekonomi dan politik ketahanan pangan
sektor hulu
32
PRODUKSI PANGAN INDONESIA
Padi Jagung Kedelai Kc Tanah Ubi Kayu
Ubi Jalar Sayur Buah2- an
Minyak Sawit (CPO)
Gula putih
2004 54088.468
11225.243
723.483 837.495 19424.707
1901.802
9059.67599999
997
14348.456
11807 2051.6438
2005 54151.0968
12523.894
808.352999999
998
836.295000000
001
19321.183
1856.969
9101.98599999
997
14786.599
11861.615
2392.742
2006 54454.937
11609.463
747.611 838.096 19986.64
1854.238
9563.72300000
001
16171.13
13390.807
3350.311
2007 57157.435
13287.527
592.534 789.089000000
001
19988.058
1886.852
9941.33899999
998
17352.356
14151.983
2401
2008 60325.925
14854.05
723.535 771.536 20794.929
1906.222
10233.756
19279.468
19805 2542
Ptbh (%/th)
2.30639070790
469
6.46544043634
512
0.00143749058374615
-1.57514970238
628
1.41080326205
178
0.0464822310629612
2.59188076924
605
6.87323012315
75
13.5478953163
378
4.78012996213
086
Series7
NaN NaN NaN NaN NaN NaN NaN NaN NaN NaN
5,000 15,000 25,000 35,000 45,000 55,000 65,000
Pangan Nabati
Rib
u t
on
33
19
70
19
72
19
74
19
76
19
78
19
80
19
82
19
84
19
86
19
88
19
90
19
92
19
94
19
96
19
98
20
00
20
02
20
04
20
06
0.00
2,000,000.00
4,000,000.00
6,000,000.00
8,000,000.00
10,000,000.00
12,000,000.00
14,000,000.00
f(x) = 1426235.9812632 ln(x) + 6299213.32131909R² = 0.81712336424405
Padi
19
70
19
72
19
74
19
76
19
78
19
80
19
82
19
84
19
86
19
88
19
90
19
92
19
94
19
96
19
98
20
00
20
02
20
04
20
06
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
450,000
f(x) = 81254.1709833448 ln(x) + 43753.825892876R² = 0.680814869312234
Jagung
1970
1972
1974
1976
1978
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
1,800,000
f(x) = − 2089.32934402013 x² + 85064.9742997046 x + 296769.864153626R² = 0.506413241633361
Kedele
19
70
19
72
19
74
19
76
19
78
19
80
19
82
19
84
19
86
19
88
19
90
19
92
19
94
19
96
19
98
20
00
20
02
20
04
20
06
0.00
500,000.00
1,000,000.00
1,500,000.00
2,000,000.00
2,500,000.00
3,000,000.00
Tebu
34
19
70
19
72
19
74
19
76
19
78
19
80
19
82
19
84
19
86
19
88
19
90
19
92
19
94
19
96
19
98
20
00
20
02
20
04
20
06
0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
f(x) = − 4788.9564503775 x + 1421480.94025605R² = 0.408555398038454
Ketela pohon
1970
1972
1974
1976
1978
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
f(x) = − 5034.16730495678 x + 344963.762446657R² = 0.894659850607845
Ubi jalar1
97
0
19
72
19
74
19
76
19
78
19
80
19
82
19
84
19
86
19
88
19
90
19
92
19
94
19
96
19
98
20
00
20
02
20
04
20
06
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
f(x) = 116467.755571272 ln(x) + 256948.579267122R² = 0.817004598155266
Kacang tanah
Trend Produksi pangan nabati untuk padi dan jagung konstan, sedangkan komoditas laiinya cenderung menurun
35
PRODUKSI PANGAN INDONESIA (LANJ’)
Daging sapi Daging ayam Telur Susu Ikan
2004 447.6 846.1 1107.411 549.945 6119.731
2005 358.7 779.1 1051.532 535.961999999999
6869.542
2006 395.8 861.3 1204.416 616.549 7394.96
2007 339.5 942.8 1382.1 567.7 7607.88
2008 352.4 992.7 1484.6 574.4 8107
Ptbh (%/th)
-4.25379803395
89
3.46531142890912
6.81208693068787
0.889361663439068
6.49462860377361
Series7 NaN NaN NaN NaN NaN
500
2500
4500
6500
8500
Pangan hewani
ribu
ton
36
0
100
200
300
400
500
600
700
f(x) = 17.2885370390633 x − 54.4148933143668R² = 0.965329279881265
susu(000 ton)
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
f(x) = 29.9136010504432 x − 82.4436415362733R² = 0.929437376399972
Telur(000 ton)1
97
0
19
72
19
74
19
76
19
78
19
80
19
82
19
84
19
86
19
88
19
90
19
92
19
94
19
96
19
98
20
00
20
02
20
04
20
06
0
500
1000
1500
2000
2500
f(x) = 51.0797019914652 x + 75.4661216216217R² = 0.96741414590732
Daging
Trend Produksi pangan hewani meningkat
37
38
POLITIK KETAHANAN PANGAN SEKTOR HULU
1. Kebijakan dalam aspek produksi
2. Kebijakan dalam aspek Harga
3. Kebijakan dalan aspek perdagangan
4. Kebijakan dalam aspek peningkatan nilai tambah
39
Kebijakan dalam aspek produksi1. Perbaikanan teknologi
• Inovasi benih unggul• Perbaikan teknologi usahatani (intensifikasi) (penggunaan
pupuk, pestisida, dll2. Perbaikan sistem irigasi
• Perbaikan irigasi• Pompanisasi• Perkumpulan Petani Pemakaia Air
3. Kredit usahatani• Subsidi bunga• Peningkatan layanan kredit
4. Perluasan areal Pencetakan lahan baru Peningkatan Indeks Pertanaman (IP)5. Kelembagaan petani dan penyuluhan
40
Kebijakan dalam aspek Harga1. Kebijakan harga Input
• Subsidi harga benih• Subsidi harga pupuk• Subsidi harga pestida
2. Kebijakan harga ouput • Kebijakan harga dasar ( floor Price) pada petani• Kebijakan subsidi harga (price support) pada
petani• Pajak pada konsumen• Kebijakan harga maksimum (ceiling Price) untuk
melindungi konsumen
41
Kebijakan dalam aspek Perdagangan
1.Quota Impor (melindungi produsen)
2.Tarif ( pajak impor) (melindungi produsen)
3.Subsidi ekspor (melindungi produsen)
4.Pajak Ekspor (melindungi konsumen)
5.Quota Ekpor (melindungi konsumen)
42
Kebijakan dalam aspek Nilai Tambah
1.Panangangan Pasca Penen2.Pengolahan hasil
43
TERIMA KASIH
Recommended