View
237
Download
6
Category
Preview:
DESCRIPTION
Interaksi Sosial dan Masyakarat Indonesia dari segi Psikologi
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan –
kebutuhan, baik kebutuhan material maupun spiritual. Kebutuhan itu bersumber dari
dorongan-dorongan alamiah yang dimiliki setiap manusia semenjak dilahirkan.
Lingkungan hidup merupakan sarana di mana manusia berada sekaligus menyediakan
kemungkinan- kemungkinan untuk dapat mengembangkan kebutuhan-kebutuhan.
Oleh karena itu, antara manusia dengan lingkungan hidup terdapat hubungan
yang saling mempengaruhi. Hubungan-hubungan sosial yang terjadi secara dinamis
yang menyangkut hubungan antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok, atau kelompok dengan kelompok dan berhubungan satu dengan yang lain
disebut dengan interaksi sosial (Gillin dan Gillin: 1954)
Interaksi sosial adalah syarat utama bagi terjadinya aktifitas sosial dan hadirnya
kenyataan sosial, kenyataan sosial didasarkan pada motivasi individu dan tindakan-tindakan
sosialnya. Ketika berinteraksi seorang individu atau kelompok sosial sebenarnya tengah
berusaha atau belajar bagaimana memahami tindakan sosial seorang individu atau kelompok
sosial lain, perilaku sosial adalah hal yang dilakukan seorang individu atau kelompok sosial
di dalam interaksi dan dalam situasi tertentu.
Interaksi sosial akan berjalan dengan tertib dan teratur dan anggota masyarakat bisa
berfungsi secara normal, yang diperlukan bukan hanya kemampuan untuk bertindak sesuai
dengan konteks sosialnya, tetapi juga memerlukan kemampuan untuk menilai secara objektif
perilaku pribadinya dipandang dari sudut social masyarakatnya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari interaksi sosial dari berbagai ahli?
2. Apa saja syarat terjadinya interaksi sosial?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi sosial
4. Bagaimana pola interaksi sosial?
5. Bagaimana bentuk dari interaksi sosial?
6. Bagaimana interaksi sosial dalam kehidupan bermasyatakat di Indonesia?
1 | P a g e
1.3. Tujuan Makalah
1. Untuk memenuhi tugas akhir UAS mata kuliah Psikologi Umum dengan dosen
pengampu Ibu Thoyyibatusarirah S.Psi, M.Si
2. Untuk memberikan pengetahuan serta belajar secara mendalam tentang materi
interaksi sosial
1.4. Manfaat Makalah
1. Memahami lebih mendalam tentang interaksi sosial
2. Mengetahui implementasi interaksi sosial pada kehidupan sehari-hari
3. Mengetahui penelitian tentang interaksi sosial.
1.5. Metode Makalah
1. Studi Kepustakaan
2 | P a g e
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Interaksi Sosial
Menurut Kimball Young dan Raymond, W. Mack, interaksi sosial adalah kunci dari semua
kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan
bersama. Dengan kata lain bahwa interaksi sosial merupakan intisari kehidupan sosial.
Artinya, kehidupan sosial dapat terwujud dalam berbagai bentuk pergaulan seseorang dengan
orang lain.
Gillin dan Gillin mendefinisikan interaksi sosial sebagai hubungan-hubungan sosial yang
dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok
manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.
Bertemunya orang-perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan
hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup scmacam itu baru akan terjadi apabila
orang-orang atau kelompok-kelompok manusia bekerjasama, saling berbicara, dan seterusnya
untuk mencapai suatu tujuan bersama.
2.2 Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara
individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok. Dua Syarat terjadinya
interaksi sosial :
a. Adanya kontak sosial (social contact)
Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu antar individu, antar individu
dengan kelompok, antar kelompok. Selain itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung (face
to face) maupun tidak langsung atau sekunder. Yakni kontak sosial yang dilakukan melaui
perantara, seperti melalui telepon, orang lain, surat kabar, dan lain-lain. Kontak sosial yang
bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang bersifat negatif mengarah
pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial.
b. Adanya Komunikasi Sosial
3 | P a g e
yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain, perasaan-perassaan apa yang ingin
disampaikan orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap
perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Dengan adanya komunikasi tersebut,
sikap-sikap dan perasaan suatu kelompok manusia atau perseorangan dapat diketahui oleh
kelompok lain atau orang lainnya. Hal itu kemudian merupakan bahan untuk menentukan
reaksi apa yang dilakukannya.
Interaksi sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Pelaku lebih dari satu orang
2) Adanya komunikasi di antara pelaku
3) Adanya tujuan mungkin sama atau tidak sama antar pelaku
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial
Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor yang ada diluar
individu, seperti faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor tersebut
dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Empat
faktor yang menjadi dasar proses interaksi sosial adalah sebagai berikut :
a. Imitasi
Berarti meniru perilaku dan tindakan orang lain. Imitasi memiliki segi positif dan negatif,
dikatakan positif apabila suatu individu meniru perilaku individu lain yang baik sesuai nilai
dan norma masyarakat, dikatakan negatif ketika berlawanan dengan pernyataan diatas.
b. Sugesti
Sugesti merupakan suatu proses dimana seorang individu menerima suatu cara pandangan
tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Akibatnya, pihak yang dipengaruhi
akan tergerak mengikuti pandangan itu dan menerimanya secara sadar atau tidak sadar tanpa
berpikir panjang. Cepat atau lambatnya proses sugesti ini sangat tergantung pada usia,
kepribadian, kemampuan intelektual, dan keadaan fisik seseorang.
Sugesti dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu:
1. Sugesti kerumunan (crowd suggestion)
adalah penerimaan yang tidak didasarkan pada penalaran, melainkan karena keanggotaan
atau kerumunan.
2. Sugesti negatif (negative suggestion) ditujukan untuk menghasilkan tekanan-
4 | P a g e
tekanan atau pembatasan tertentu.
3. Sugesti prestise (prestige suggestion) adalah sugesti yang muncul sebagai akibat
adanya prestise orang lain.
c. Identifikasi
Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk
menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi merupakan bentuk lebih lanjut dari proses
imitasi dan proses sugesti yang pengaruhnya telah amat kuat. Orang lain yang menjadi
sasaran identifikasi dinamakan idola.
Sikap, prilaku, keyakinan, dan pola hidup yang menjadi idola akan melembaga bahkan
menjiwai para pelaku identifikasi, sehingga sangat berpengaruh terhadap pembentukan dan
perkembangan kepribadiannya.
d. Simpati
Merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses
ini perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati
adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya.
2.4 Pola-pola Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan suatu proses yang dapat memberikan pola interaksinya. Pola
interkasi sosial merupakan bentuk jalinan interaksi yang terjadi antara individu dengan
individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok yang bersifat dinamis
dan mempunyai pola tertentu. Pola interaksi sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Didasarkan atas kedudukan sosial (status) dan peranannya.
2) Merupakan suatu kegiatan yang terus berlanjut dan berakhir pada suatu titik yang
merupakan hasil dari kegiatan tadi.
3) Mengandung dinamika. Artinya dalam proses interaksi sosial terdapat berbagai keadaan
nilai sosial yang diproses, baik yang mengarah pada kesempurnaan maupun kehancuran.
4) Tidak mengenal waktu, tempat, dan keadaan tertentu.
Dari pola-pola tersebut, berdasarkan bentuknya, interaksi sosial dapat diklasifikasikan
menjadi tiga pola, yaitu:
5 | P a g e
1) Pola interaksi individu dengan indiuidu
Dalam mekanismenya, interaksi ini dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan yang
mengakibatkan munculnya beberapa fenomena, seperti: jarak sosial, perasaan simpati dan
antipati, intensitas dan frekuensi interaksi.
2) Pola ini merupakan bentuk hubungan antara individu dengan individu sebagai
anggota suatu kelompok yang menggambarkan mekanisme kegiatan kelompoknya. Dimana
setiap perilaku didasari kepentingan kelompok, diatur dengan tatacara yang ditentukan
kelompoknya, dan segala akibat dari hubungan merupakan tanggung jawab bersama.
3) Pola interaksi kelompok dengan kelompok
Hubungan ini mempunyai ciri-ciri khusus berdasarkan pola yang tampak. Pola interaksi antar
kelompok dapat terjadi karena aspek etnis, ras, dan agama, termasuk juga di dalamnya
perbedaan jenis kelamin dan usia, institusi, partai, organisasi, dan lainnya.
2.5 Bentuk-bentuk interaksi sosial
Gillin dan gillin menggolongkan proses sosial yang muncul akibat dari adanya interaksi
sosial menjadi dua jenis, yakni proses yang mengarah pada terwujudnya persatuan dan
integrasi sosial (asosiatif) dan proses oposisi yang berarti cara berjuang untuk melawan
seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu (disosiatif).
1. Asosiaatif
Asosiatif merupakan bentuk interaksi yang akan mendorong terciptanya pola keteraturan
sosial. Berikut adalah bentuk-bentuk dari asosiatif :
a) Kerja Sama (cooperation)
Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk
mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk kerja sama tersebut
berkembang apabila orang dapat digerakan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan
harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi
semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta balas
jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu
diperlukan bagi mereka yang bekerja sama supaya rencana kerja samanya dapat
terlaksana dengan baik.
b) Akomodasi
Akomodasi (accomodation) dalam sosiologi memiliki dua pengertian, yaitu
menggambarkan suatu keadaan dan proses. Akomodasi yang menggambarkan suatu
6 | P a g e
keadaan berarti adanya keseimbangan interaksi sosial yang berkaitan dengan norma
dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan akomodasi sebagai suatu
proses menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan
yaitu usaha-usaha manusia untuk mencapai kestabilan.
Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu perngertian yang digunakan oleh
para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial
yang sama artinya dengan adaptasi dalam biologi. Maksudnya, sebagai suatu proses
dimana orang atau kelompok manusia yang mulanya saling bertentangan,
mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Akomodasi
merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak
lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya.
Akomodasi mempunyai beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut:
1) Koersi (coercion), yaitu bentuk akomodasi yang terjadi melalui pemaksaan
kehendak pihak tertentu terhadap pihak lain yang lebih lemah. Berarti, terjadi
penguasaan (dominasi) suatu kelompok atas pada kelompok yang lemah. Contoh:
dalam sistem perbudakan atau penjajahan.
2) Kompromi (compromise), yaitu bentuk akomodasi ketika pihak-pihak yang
terlibat perselisihan saling mengurangi tuntutan agat tercapai suatu penyelesaian.
Sikap dasar untuk melaksanakan kompromi adalah semua pihak bersedia untuk
merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya. Contoh: Perjanjian antara
Indonesia dengan Malaysia tentang batas wilayah perairan.
3) Arbitrasi (arbitration), yaitu bentuk akomodasi apabila pihak-pihak yang
berselisih tidak sanggup mencapai kompromi sendiri, sehingga dilakukan melalui
pihak ketiga. Pihak ketiga di sini dapat ditunjuk oleh dua belah pihak atau oleh suatu
badan yang dianggap berwenang. Contoh: pertentangan antara karyawan dan
pengusaha, diselesaikan melalui serikat buruh serta Departemen Tenaga Kerja sebagai
pihak ketiga.
4) Mediasi (mediation), yaitu suatu bentuk akomodasi yang hampir sama dengan
arbitrasi. Namun, pihak ketiga yang bertindak sebagai penengah bersikap netral dan
tidak mempunyai wewenang untuk memberi keputusan-keputusan penyelesaian
perselisihan antara kedua belah pihak. Contoh: mediasi pemerintah RI untuk
mendamaikan faksi-faksi yang berselisih di Kamboja. RI hanya menjadi fasilitator,
7 | P a g e
sedangkan keputusan mau berdamai atau tidak tergantung niat baik masing-masing
faksi yang bertikai.
5) Konsiliasi (conciliation), yaitu bentuk akomodasi untuk mempertemukan
keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang bertikai untuk tercapainya kesepakatan
bersama. Konsiliasi bersifat lebih lunak dan membuka kesempatan kepada pihak-
pihak yang bertikai untuk mengadakan asimilasi. Contoh: panitia tetap penyelesaian
masalah ketenagakerjaan mengundang perusahaan dan perwakilan karyawan untuk
menyelesaikan pemogokan.
6) Toleransi (toleration), yaitu bentuk akomodasi yang terjadi tanpa persetujuan
yang resmi. Kadang-kadang toleransi terjadi secara tidak sadar dan tanpa
direncanakan karena adanya keinginan-keinginan untuk sedapat mungkin
menghindarkan diri dari perselisihan yang saling menrugikan kedua belah pihak.
Contoh: umat yang tidak berpuasa pada bulan Ramadhan, tidak makan di sembarang
tempat.
7) Stalemate, yaitu bentuk akomodasi ketika kelompok yang bertikai mempunyai
kekuatan yang seimbang. Lalu keduanya sadar bahwa tidak mungkin lagi untuk maju
atau mundur, sehingga per-tentangan atau ketegangan antara keduanya akan berhenti
dengan sendirinya. Contoh: pcrsaingan antara Blok Barat dan Blok Timur Eropa
berhenti dengan sendirinya tanpa ada pihak yang kalah ataupun menang.
8) Ajudikasi (adjudication), yaitu penyelesain masalah atau sengketa melalui
pengadilan atau jalur hukum. Contoh: Persengketaan tanah warisan yang diselesaikan
di pengadilan.
9) Displacement, yaitu bentuk akomodasi yang merupakan untuk mengakhiri
suatu pertentangan dengan cara mengalihkan perhatian pada objek bersama. Contoh:
adanya persengketaan Indonesia-Australia tentang batas ZEE berakhir setelah
dilakukan pembagian eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi di Cclah Timor.
Persengketaan
yang terjadi karena keberadaan sumberdaya alam, dan bukan ZEE.
10) Konversi, yaitu bentuk akomodasi dalam menyelesaikan konflik dimana salah
satu pihak bersedia mengalah dan mau menerima pendirian pihak lain. Contoh: dua
keluarga besar bermusuhan karena perbedaan prinsip, tetapi karena anak mereka
saling menjalin cinta yang tidak mungkin dipisahkan, sikap permusuhan pun luluh
dan bersedia saling menerima pertunangan anak-anaknya.
c) Asimilasi
8 | P a g e
Asimilasi (assimilation) berarti proses penyesuaian sifat-sifat asli yang dimiliki
dengan Sifat-sifat lingkungan sekitar. Gillin dan Gillin menjelaskan bahwa suatu
proses sosial dikategorikan pada asimilasi apabila mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut.
1) Berkurangnya perbedaan karena adanya usaha-usaha untuk mengurangi dan
menghilangkan perbedaan antara orang atau kelompok.
2) Mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan
kepentingan serta tujuan bersama.
3) Setiap orang sebagai kelompok melakukan interaksi secara langsung dan
intensif secara terus-menerus.
4) Setiap individu melakukan identifikasi diri dengan kepentingan bersama.
Artinya, menyesuaikan kemauannya dengan kemauan kelompok. Demikian pula
antara kelompok yang satu dengan kelompok lain, sehingga perbedaan-perbedaan
yang ada akan hilang atau melebur menjadi satu.
Asimilasi merupakan proses sosial tahap lanjut atau tahap penyempurnaan. Artinya,
asimilasi terjadi setelah melalui tahap kerjasama dan akomodasi. Asimilasi dapat
terbentuk apabila terdapat tiga persyaratan berikut :
1) Terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan berbeda.
2) Terjadi pergaulan antar individu atau kelompok secara intensif dalam waktu
yang relatif lama.
3) Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut saling berubah dan
menyesuaikan diri.
d) Akulturasi
Akulturasi (acculturation) adalah berpadunya unsur-unsur kebudayaan yang berbeda
dan membentuk suatu kebudayaan baru, tanpa menghilangkan kepribadian
kebudayaannya yang asli.
Lamanya proses akulturasi sangat tergantung pada persepsi masyarakat setempat
terhadap budaya luar yang masuk. Akulturasi bisa terjadi dalam waktu yang relatif
lama apabila masuknya melalui proses pemaksaaan. Sebaliknya, apabila masuknya
melalui proses damai, akulturasi tersebut akan relatif lebih cepat. Contoh: Candi
9 | P a g e
Borobudur merupakan perpaduan kebudayaan India dengan kebudayaan Indonesia;
musik Melayu bertemu dengan musik Spanyol menghasilkan musik keroncong.
2. Disosiatif
Walaupun proses sosial ini kurang mendorong terciptanya keteraturan sosial. Bahkan
cenderung ke arah oposisi yang berarti cara yang bententangan dengan seseorang ataupun
kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Walau demikian, ada juga manfaatnya demi
tercipta suatu keteraturan sosial. Proses disosiatif dapat dibedakan ke dalam empat bentuk
sebagai berikut :
1) Persaingan
Persaingan (Competition) merupakan suatu proses sosial ketika berbagai pihak saling
berlomba dan berbuat sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Persaingan terjadi
apabila beberapa pihak menginginkan sesuatu yang jumlahnya sangat terbatas atau
sesuatu yang menjadi pusat perhatian umum. Contoh: dalam sepakbola dikenal istilah
fair play. Hasil dari suatu persaingan akan diterima dengan kepala dingin oleh
berbagai pihak yang bersaing, tanpa ada rasa dendam. Karena sejak awal, masing—
masing pihak telah menyadari akan ada yang menang dan kalah. Persaingan memiliki
beberapa fungsi sebagai berikut :
a. Menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang sama-sama menuntut
dipenuhi, padahal sulit dipenuhi semuanya secara serentak.
b. Menyalurkan kepentingan serta nilai-nilai dalam masyarakat, terutama yang
menimbulkan konflik.
c. Menyeleksi individu yang pantas memperoleh status dan peran yang sesuai
dengan kemampuannya.
2) Kontravensi
Kontravensi (contravension) merupakan proses sosial yang ditandai adanya
ketidakpuasan, ketidakpastian, keraguan, penolakan, dan penyangkalan terhadap
kepribadian seseorang atau kelompok yang tidak diungkapkan secara terbuka.
Kontravcnsi adalah sikap menentang secara tersembunyi, agar tidak sampai terjadi
perselisihan secara terbuka. Penyebab kontravensi antara lain perbedaan pendirian
antara kalangan tertentu dengan kalangan lain dalam masyarakat, atau bisa juga
10 | P a g e
dengan pendirian masyarakat. Perang dingin merupakan kontravensi karena tujuannya
membuat lawan tidak tenang atau resah. Dalam hal ini, lawan tidak diserang secara
fisik, melainkan secara psikologis.
Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker, terdapat lima bentuk
kontravensi sebagai berikut :
a. Kontravensi umum, contoh: penolakan, perlawanan, protes, gangguan,
mengancam pihak lawan.
b. Kontravensi sederhana, contoh: menyangkal pernyataan orang di depan umum,
memaki melalui Surat selebaran, atau mencerca.
c. Kontravensi intensif, contoh: penghasutan, penyebaran desas-desus, memfitnah.
d. Kontravensi rahasia, contoh: pembocoran rahasia, khianat, subversi.
e. Kontravensi taktis, contoh: mengejutkan pihak lawan, provokasi, dan
intimidasi.
3) Pertikaian
Pertikaian merupakan proses sosial bentuk lanjut dari kontravensi. Sebab,
perselisihan sudah bersifat terbuka. Pertikaian terjadi karena semakin tajamnya
perbedaan antara kalangan tertentu dalam masyarakat. Semakin tajam perbedaan
mengakibatkan amarah dan rasa benci yang mendorong tindakan untuk melukai,
menghancurkan atau menyerang pihak lain. Pertikaian jelas sekali mengarah pada
disintegrasi antar individu maupun kelompok.
4) Konflik
Pertentangan atau konflik (conflict) adalah suatu perjuangan individu atau
kelompok sosial untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan
yang disertai ancaman dan kekerasan. Pengertian konflik yang paling sederhana
adalah saling memukul (configere). Namun, konflik tidak hanya berwujud
pertentangan fisik semata. Dalam definisi yang lebih luas, konflik diartikan sebagai
suatu proses sosial antara dua pihak atau lebih, di mana pihak yang satu berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak
berdaya.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya konflik adalah sebagai berikut :
11 | P a g e
a. Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
b. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi
yang berbeda pula.
c. Perbedaan kepentingan antara individu dan kelompok, diantaranya
menyangkut bidang ekonomi, politik, dan sosial.
d. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Konflik kadang-kadang diperlukan dalam suatu kelompok atau organisasi
sosial. Adanya pertentangan dalam suatu kelompok atau organisasi sosial merupakan
hal biasa. Apabila dari pertentangan tersebut dapat dihasilkan kesepakatan, maka akan
terwujud integrasi yang lebih erat dari sebelumnya. Konflik juga akan membawa
akibat positif asalkan masalah yang dipertentangkan dan kalangan yang bertentangan
memang konstruktif. Artinya, konflik itu sama-sama dilandasi kepentingan
menjadikan masyarakat lebih baik..
Hasil dan akibat suatu konflik adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok yang mengalai konflik
dengan kelompok lain.
b. Keretakan hubungun antara anggota kelompok, misalnya akibat konflik
antarsuku.
c. Perubahan kepribadian pada individu, misalnya adanya rasa benci dan
saling curiga akibat perang.
d. Kerusakan harta benda dan hilangnya nyawa manusia.
e. Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik
2.6 Interaksi Sosial Dalam Masyarakat Indonesia
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk kurang lebih 250.000.000 jiwa dengan
banyak pulau. Tentu untuk dapat bertahan hidup masyarakat indonesia melakukan interaksi
sosial. Interaksi sosial. Ada banyak macam-macam jurnal penelitian yang meneliti interaksi
sosial mulai dari interaksi multi etnis hingga interaksi antara transmigran dengan penduduk
lokal. Saya akan membahas beberapa penelitian jurnal yang telah saya baca. Diantaranya :
1 Interaksi sosial dalam masyarakat multi etnis
Berdasarkan jurnal yang dibuat oleh Asrul Muslim dari UIN Alaudin Makassar
tentang interaksi sosial masyarakat multi etnis menyatakan bahwa Masyarakat
12 | P a g e
Indonesia yang terdiri dari berbagai budaya, secara logis akan mengalami berbagai
permasalahan, di antara permasalah tersebut adalah terjadinya silang budaya, apakah
antara sesama budaya lokal maupun dengan budaya yang datang dari luar. Di abad ke-
21 ini, yang dikenal dengan era trasnparansi atau era lintasbatas (globalisasi) yang
ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berdampak pada
perubahan perilaku sosial masyarakat. Sebagai konsekuensi logis dari kemajuan dan
perkembangan IPTEK tersebut, batas-batas territorial antar negara, kesukuan,
kepercayaan, kebudayaan yang dulu dianggap sebagai hambatan dalam berinteraksi
kini menjadi lenyap dan menjadi sebuah keniscayaan yang dihadapi. Akibat hilangnya
batas-batas tersebut orang merasa lebih mudah dalam melakukan interaksi baik
regional maupun nasional bahkan internasional, baik personal maupun kelompok.
Salah satu konsekuensi logis era globalisasi dalam kenyataan sosial adalah silang
kebudayaan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lain, yang pada gilirannya
berdampak kepada persentuhan antar budaya. Nilai-nilai yang terkandung dalam
kebudayaan menjadi acuan sikap dan perilaku manusia sebagai makhluk individual
yang tidak terlepas dari kaitannya pada kehidupan masyarakat dengan orientasi
kebudayaannya yang khas, sehingga baik pelestarian maupun pengembangan nilai-
nilai budaya merupakan proses yang bermatra individual, sosial dan cultural
sekaligus. Dalam kenyataan persentuhan nilai-nilai budaya sebagai manifestasi
dinamika kebudayaan tidak selamanya berjalan secara mulus. Permasalahan silang
budaya dalam masyarakat majemuk (heterogen) dan jamak (pluralisti) Sebagai
Upaya Menjembatani Permasalahan Silang Budaya,
Interaksi Sosial dalam Masyarakat Multietnis seringkali bersumber dari masalah interaksi
antar masyarakat, kesenjangan tingkat pengetahuan, status sosial, geografis, adat kebiasaan
dapat merupakan kendala bagi tercapainya suatu konsensus yang perlu disepakati dan
selanjutnya ditaati secara luas. Ditambah lagi dengan posisi Indonesia sebagai negara
berkembang, akan selalu mengalami perubahan yang pesat dalam berbagai aspek kehidupan.
Interaksi sosial yang terjadi secara dinamis dalam proses tawar menawar bisa mewujudkan
perubahan tata nilai yang tampil sekedar sebagai pergeseran (shift) antar nilai, atau
peresengketaan (conflict) antar nilai atau bahkan dapat berupa benturan (clash) antar nilai
tersebut. Apapun bentuk dan perwujudan dari permasalahan silang budaya, harus dapat
dipandu dan dikendalikan, atau paling tidak diupayakan adanya mekanisme yang dapat
menjembatani permasalahan ini. Sebuah tujuan yang ingin dicapai tidaklah mudah seperti
13 | P a g e
membalikkan telapak tangan, namun apapun jenis dan bentuk tujuan tersebut, dalam proses
pencapaiannya pasti akan ada kendala/rintangan yang menghambat. Berikut ini, beberapa
bentuk permasalahan yang dapat memicu konflik dalam interaksi sosial adalah:
1. Etnosentrisme
Etnosentrisme secara formal didefinisikan sebagai pandangan bahwa kelompok sendiri
adalah pusat segalanya dan kelompok lain akan selalu dibandingkan dan dinilai sesuai
dengan standar kelompok sendiri. Etnosentrisme merupakan sebuah kecenderungan
menghakimi nilai, adat istiadat, perilaku atau aspek-aspek budaya lain yaitu menggunakan
kelompok sendiri dan adat istiadat kita sendiri sebagai standar bagi semua penilaian.
Etnosentrisme membuat kebudayaan diri sebagai patokan dalam mengukur baik buruknya,
atau tinggi rendahnya dan benar atau ganjilnya kebudayaan lain dalam proporsi
kemiripannya dengan kebudayaan sendiri, adanya. kesetiakawanan yang kuat dan tanpa
kritik pada kelompok etnis atau bangsa sendiri disertai dengan prasangka terhadap kelompok
etnis dan bangsa yang lain. Orang-orang yang berkepribadian etnosentris cenderung berasal
dari kelompok masyarakat yang mempunyai banyak keterbatasan baik dalam pengetahuan,
pengalaman, maupun komunikasi, sehingga sangat mudah terprofokasi. Perlu pula dipahami
bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih berada pada berbagai keterbatasan
tersebut. Masyarakat Indonesia yang majemuk yang terdiri dari berbagai budaya, pada satu
sisi, karena adanya berbagai kegiatan dan pranata khusus di mana setiap kultur merupakan
sumber nilai yang memungkinkan terpeliharanya kondisi kemapanan dalam kehidupan
masyarakat pendukungnya, setiap masyarakat pendukung kebudayaan (culture bearers)
cenderung kebudayaannya sebagai kerangka acuan bagi perikehidupannya yang sekaligus
untuk mengukuhkan jati diri sebagai kebersamaan yang berciri khas, sehingga perbedaan
antar kebudayaan, justru bermanfaat dalam mempertahankan dasar identitas diri dan
integrasi sosial. Namun ternyata pada sisi lain justru yang muncul adalah sikap eksklusif
yang tidak mau mengakui eksistensi budaya lain. Menurut Alo Liliweri bahwa kalau ingin
komunikasi antarbudaya menjadi sukses maka hendakla kita mengakui dan menerima
perbedaan budaya sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana yang kita kehendaki.
Memang tidak ada alasan untuk mengklaim apalagi menolak kahadiran berbagai budaya
yang berbeda, karena memang keberagaman tersebut adalah sebuah keniscayaan.
2. Misunderstanding of culture values
14 | P a g e
Secara sosiologis, manusia terdiri dari berbagai etnis dan budaya yang saling berbeda dan
mengikatkan dirinya antara satu dengan lainnya. Suatu bangsa terdiri dari berbagai suku-suku
yang beraneka ragam, masyarakat terdiri dari keluarga-keluarga yang berlainan, keluarga itu
sendiri terdiri dari individu-individu yang tidak sama. Semuanya menunjukkan adanya
perbedaan, keragaman dan keunikan, namun tetap dalam suatu persatuan. Perbedaan-
perbedaan individu melebur menjadi satu kesatuan keluaraga, keluarga melebur menjadi satu
ikatan sosial, keanekaan suku-suku terangkum dalam satu bangsa dan masyarakat dunia.
Keseluruhan parsialitas tersebut adalah bagian dari pluralitas. Pluralitas dan keragaman antar
suku, bangsa, agama dan budaya dalam pemahaman kerangkan kesatuan manusia
menciptakan sikap-sikap moderat bagi setiap individu, itu pada satu sisi, namun pada sisi lain
akan memunculkan gesekan-gesekan yang pada akhirnya melahirkan sikap egosentrisme
yang berimplikasi pada penolakan terhadap budaya lain dengan klaim budaya sendiri sebagai
standar, dengan memaksakan nilai-nilai budayanya sebagai acuan terhadap budaya lain.
Mengacungkan jari tengah bagi orang Amerika adalah suatu penghinaan, namun bagi orang
Indonesia, hal tersebut adalah biasa-biasa saja. Kalau hal tersebut bagi orang Indonesia
sebagai sesuatu yang wajar saat berada di Amerika, maka kemudian yang akan terjadi sebuah
penolakan karena orang Amerika merasa terhina. Menurut Hafied Cangara dalam bukunya
pengantar ilmu komunikasi bahwa penggunaan bahasa merupakan salah satu indikator yang
sering menghambat jalannya komunikasi. Karena bahasa yang digunakan terlalu banyak
menggunakan jargon bahasa asing sehingga sulit dimengerti oleh khalayak tertentu. Di
samping itu, latar belakang budaya sering menyebabkan salah persepsi terhadap simbol-
simbol bahasa yang digunakan.21 Tidak bisa dipungkiri, masyarakat Indonesia sebagai
masyarakat plural dengan sejumlah ragam bahasa yang berbeda. Perbedaan-perbedaan bahasa
tersebut sering menjadi indikator terjadinya misunderstanding antar budaya satu dengan
budaya yang lain. Mabbuse adalah sebuah istilah dalam bahasa Sidrap yang sering digunakan
kepada orang yang dipersilahkan makan. Namun bagi orang Bone, istilah tersebut memiliki
konotasi yang merendahkan harga diri bahkan dianggap sebagai sebuah pelecehan.
Perbedaan-perbedaan semacam ini, di sisi lain sebagai khasanah dan kekayaan budaya yang
dimiliki Indonesia, namun pada sisi lain, merupakan boomerang akan lahirnya disintegrasi
sosial. Pertanyaan kemudian yang muncul, apakah keragaman dan perbedaan tersebut mesti
dihilangkan, kemudian mengacu pada satu budaya yang harus diikuti oleh budaya-budaya
yang berbeda tersebut?. Tentunya hal tersebut tidak mungkin bahkan mustahil terjadi. Oleh
karena itu, dituntut sebuah kearifan dalam berbudaya yang mengedepankan nilai toleransi dan
menghargai serta mengakui keberadaan budaya mereka. Di samping itu, pengetahuan akan
15 | P a g e
budaya-budaya lokal sangat penting agar dapat tercipta keharmonisan dalam keberagaman
berbudaya.
3. Stereotip
Stereotip merupakan keyakinan yang terlalu menggenalisir, disederhanakan, atau dilebih-
lebihkan terhadap kelompok etnis tertentu. Stereotip adalah mengidentifikasi individu pada
basis anggota kelompok tertentu, dan menilai diri individu tersebut. Berdasarkan
pemahaman stereotip di atas, Maka ketika kita melakukan kontak antarbudaya dengan
seseorang, pada dasarnya kita sedang berkomunikasi dengan identitas etnis dari individu
tersebut. Persoalan besar yang terjadi dalam komunikasi antarbudaya adalah apabila orang
yang berbeda latar belakang etnis memfokuskan secara destruktif stereotip negatif yang
mereka pegang masing-masing yang dinyatakan sebagai kepribadian tertentu. Orang-orang
Australia meng-streotip-kan orang Indonesia, bahwa orangorang Indonesia rata-rata,
dianggap orang-orang yang menarik, ramah, menyenangkan dan sopan, sering terlalu sopan,
tetapi lamban, tidak efisien dan tak dapat diandalkan. Sebaliknya orang-orang Indonesia
melihat rata-rata orang Australia sebagai kaya, gaduh dan kasar, agak kurang ajar, sering
tidak ramah, agresif dan tidak bermoral.
4. Prasangka
Penghambat komunikasi antarbudaya lainnya adalah prasangka. Prasangka akan selalu
merujuk pada pendapat atau penilaian seseorang sebelum kenal dengan orang tersebut.
Prasangka merupakan resistensi atau penolakan terhdap semua bukti yang akan
menggesernya. Kita cenderung menjadi emosional ketika prasangka terancam oleh hal-hal
yang bersifat kontradiktif. Prasangka merupakan sikap yang tidak beralasan terhadap
outgroup yang didasarkan pada komparasi dengan ingroup seseorang. Biasanya, prasangkan
diekspresikan melalui komunikasi. Prasangka merupakan jenis dari kebutuhan cultural. Ia
menghalangi kita untuk melihat realitas secara akurat.25 Endang Poerwanti dalam sebuah
tulisannya menyebutkan berbagai permasalahan dihadapi dalam silang budaya pada
masyarakat Indonesia adalah: a. Rendahnya tingkat pengetahuan, pengalaman, dan
jangkauan komunikasi sebagian masyarakat yang dapat mengakibatkan rendahnya daya
tangkal terhadap budaya asing yang negatif, dan keterbatasan dalam menyerap serta
mengembangkan nilai-nilai baru yang positif, sekaligus mudah sekali terprofokasi dengan
isu-isu yang dianggap mengancam eksistensinya. b. Kurang maksimalnya media komunikasi
dalam memerankan fungsinya sebagai mediator dan korektor informasi. c. Paradigma
16 | P a g e
pendidikan yang lebih menekankan pengembangan intelektual dengan mengabaikan
pengembangan kecerdasan emosional, pembentukan sikap moral, dan penanaman nilai
budaya. Manusia terbuai kegiatan dan pembangunan yang pragmatis, yang memberikan
manfaat materiil yang lebih mudah teramati dan terukur, sehingga seringkali sangsi formal
lebih ditakuti daripada sangsi moral. Sejalan dengan berbagai kendala yang ada, maka upaya
penyelesaian permasalahan silang budaya dapat dilakukan dengan: Pertama; dapat
dilakukan dengan membangun kehidupan multi kultural yang sehat; dilakukan dengan
meningkatkan toleransi dan apresiasi antarbudaya yang dapat diawali dengan peningkatan
tingkat pengetahuan masyarakat tentang kebhinekaan budaya, dengan berbagai model
pengenalan ciri khas budaya tertentu, terutama psikologi masyarakat yaitu pemahaman pola
perilaku khusus masyarakatnya. Kedua; peningkatan peran media komunikasi, untuk
melakukan sensor secara substantif yang berperan sebagai korektor terhadap penyimpangan
norma sosial yang dominan, dengan melancarkan tekanan korektif terhadap subsistem yang
mungkin keluar dari keseimbangan fungsional. Pengungkapan skandal atau perbuatan yang
merugikan kepentingan umum dan melecehkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh
masyarakat, harus disiarkan dengan fungsi sebagai pemeliharaan kestabilan. Sedang kontrol
secara distributif, berfungsi memelihara keseimbangan sistem secara selektif dengan
berbagai ragam teknik-teknik penyebaran maupun penyaringan informasi, yang mungkin
dapat mengundang kemelut dalam masyarakat atau menimbulkan perpecahan. Karena itu,
komunikasi dituntut untuk dapat menampilkan berbagai informasi yang bersifat apresiatif
terhadap budaya masyarakat lain. Ketiga strategi pendidikan yang berbasis budaya, dapat
menjadi pilihan karena pendidikan berbasis adat tidak akan melepaskan diri dari prinsip
bahwa manusia adalah faktor utama, sehingga manusia harus selalu merupakan subyek
sekaligus tujuan dalam setiap langkah dan upaya perubahan. Nilai-nilai budaya tradisional
dapat terinternalisasi dalam proses pendidikan baik di lingkungan keluarga, pendidikan
formal maupun non formal. Khususnya pendidikan di sekolah diperlukan adanya paradigma
baru yang dapat menyajikan model dan strategi pembelajaran yang dapat menseimbangkan
proses homonisasi dan humanisasi yang lebih menekankan manusia sebagai makhluk sosial
yang mempunyai otonomi moral dan kedaulatan budaya, sehingga terbentuk manusia yang
bisa mengelola konflik, dan menghargai kemajemukan, serta dapat tegar terhadap arus
perubahan dengan memperetajam sence of belonging, self of integrity, sense of participation
dan sense of responcibility sebagai benteng terhadap pengaruh faktor eksternal tersebut,
transformasi budaya harus dipandu secara pelan-pelan, bukan merupakan revolusi yang
dipaksakan.
17 | P a g e
Menurut Dr. H. M. Arfah Shiddiq, ada dua model untuk menciptakan suasana damai
dalam keberagaman budaya, sehingga orang yang berbeda tersebut dapat bersatu
membangun negara secara kuat, yaitu:
1. Dengan menyeragamkan dan menghilangkan perbedaan yang ada baik dari segi budaya,
agama, nilai, dan lain-lain. Mereka tidak diterima adanya perbedaan. Itulah yang dilakukan
Uni Soviet dan Yugoslavia zaman dulu. Hasilnya adalah bubar, karena perbedaan tidak dapat
dihilangkan. Demikian pula yang pernah dialami bangsa Indonesia pada era Orde Baru.
Menghilangkan perbedaan yang memang sudah ada sejak lahir adalah suatu pemaksaan yang
melawan hak azasi manusia, maka tidak dapat bertahan lama.
2. Menerima perbedaan, mengakui, dan menghargainya. Dengan saling menerima, orang
yang berbeda itu bahkan dapat saling melengkapi dan saling membantu. Dalam model kedua
ini, setiap orang diakui dan cirri khas tiap kelompok diakui, bahkan dikembangkan. Oleh
karena itu, sangat penting kearifan budaya dan semangat multietnik, sikap saling menerima,
menghargai nilai budaya dan keyakinan yang berbeda.
2. Interaksi Antara Masyarakat Etnis China Dan Pribumi
Bila kita melihat jurnal penelitian yang dilakukan oleh Erika Revida dari Universitas
Sumatera Utara menyatakan bahwa Interaksi sosial antara etnik Cina dengan masyarakat
pribumi di Kota Medan Sumatera Utara masih mendapat hambatan psikologis dan
sosiologis. Prasangka-prasangka yang terjadi dalam kedua kelompok ini dapat berkurang
apabila batas-batas sosial yang menghambat terwujudnya hubungan baik apabila ada suatu
arena interaksi yang dapat mengakomodasi sikap-sikap yang tidak bersahabat. Hal ini dapat
dilakukan pada tingkat kelurahan seperti menyambut hari kemerdekaan, gotong-royong,
karang taruna, dan kegiatan olah raga yang melibatkan semua golongan etnik atau bila
memungkinkan melakukan perkawinan campur antara etnik Cina dengan pribumi yang
seagama. Kegiatan tersebut mungkin dapat menjembatani sikap-sikap yang tidak bersahabat
sehingga dapat lebih lunak.
18 | P a g e
3 Interaksi Pasca Konflik Horizontal antara Islam dan Kristen di Halmahera
Utara yang diteliti oleh mahasiswa pasca sarjan FISIP Universitas Hasanudin
Makassar menyatakan bahwa :
1. Masyarakat Kecamatan Tobelo Utara pra konflik horisontal adalah suatu
masyarakat yang memiliki nilai-nilai budaya yang sangat tinggi, dan sangat di
taati oleh warganya (Komunitas Islam-Kristen), masyarakat yang cinta damai,
terbukti bahwa mereka hidup secara berdampingan antara satu denga yang
lain,dengan tidak melihat dari suku dan agama, karena pada prinsipnya mereka
berpegang pada hubungan persaudaraan yang dikat oleh adat. Proses Terjadinya
Konflik Horisontal di Halmahera Utara dan meluas sampai di Kecamatan Tobelo
Utara bersumber dari :
a. Masalah Ekonomi dan Politik.
Masalah ini bermula dari Konsekwensi keluarnya PP Nomor 42 Tahun 1999
Tentang Pemindahan Kecamatan Makian Pulau ke Dataran Halmahera (Malifut)
yang telah menjadi pemicu konflik. Karena dengan Peraturan tersebut, maka
terjadi perebutan Wilayah antara Suku Makian yang beragama Islam dan Suku
Kao yang beragama Kristen
b. Isu Sara,
sebenarnya bukan rahasia umum lagi karena dari berbagai catatan dan sejarah,
maka di tarik suatu benang merah bahwa sumber utama konflik di Halmahera
Utara 1999/2000 adalah isu agama. Namun isu agama seakan dibungkus secara
rapi dengan berbagai macam isu, seperti kebijakan pembentukan Kecematan
Malifut, isu perebutan kursi Gubernur, Isu Perebutan Sumber Daya Alam, isu
penempatan Ibu Kota Propinsi dan masih banyak lagi isu yang berkembang
sehingga menjadi di agnosa analisis untuk memahami akar penyebab konflik
tersebut. Namun isu agama adalah merupakan isu sentral yang terjadi ketika
Konflik Horisontal yang terjadi di Halmahera Utara secara umum dan Kecamatan
Tobelo Utara khususnya
.
2. Interaksi Sosial Pasca Konflik Horisontalal
a. Bahwa Interaksi Sosial Pasca Konflik Horisontal antar komunitas
IslamKristen di Kecamatan Tobelo Utara Kabupaten Halmahera Utara, secara
19 | P a g e
umum relatif sudah kondusif, hubungan antara sesama warga masyarakat terutama
kedua komunitas (Islam-Kristen).sudah berjalan dengan baik. Kondisi ini di
dukung oleh Pemerintah Daerah, Tokoh adat, Tokoh agama yang telah melakukan
sosialisasi sekaligus melaksanakan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk lebih
mempersatukan hubungan yang pernah terputus akaibat konflik horisontal.
b. Bahwa Nilai-nilai kebudayaan yakni Kerja sama (Adat babari) telah
mengalami perubahan, dimana nilai-nilai tersebut tidak ada lagi dilakukan antar
komunitas, tetapi masih berlaku pada satu komunitas saja
c. Bahwa pola hubungan sosial mulai renggang, ini dapat dilihat dari tidak
saling mengunjungi lagi pada hari-hari raya besar (Natal, Tahun Baru, dan Idul
Fitri), begitu juga pada hajatan-hajatan sosial (Perkawinan, kematian dan lainnya),
kalaupun ada yang adatang pada hajatan-hajatan tersebut hanyalah keluarga dekat
saja.
d. Terjadi suatu perubahan Sosial terutama pada kehidupan struktur sosial
pada kedua komunitas (Islam Kristen) yaitu pada nilai-nilai adat babari/kerja sama
dan pola interaksi sosialnya.
4 Interaksi Sosial Antara Transmigran Dengan Penduduk Lokal
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cicik Fitriani mengenai interaksi
sosial antara masyarakat jawa yang notabenenya adalah pendatang dengan
masyarakat lokal di Parigi Moutong menghasilkan :
Interaksi sosial transmigran Jawa dengan masyarakat lokal menimbulkan dua
proses yaitu proses asosiatif dan disosiatif. Pada proses asosiatif interaksi sosial yang
terjadi
1) kerjasama dalam bentuk hubungan kerja saling tolong menolong, gotong
royong.
2) asimilasi
yaitu adanya toleransi dan terjadinya perkawinan campuran (antar suku)
3) komunikasi.
20 | P a g e
Sedangkan pada proses disosiatif bentuk interaksi yang terjadi yaitu hampir
tidak pernah terjadi konflik fisik yang terjadi hanyalah konflik non fisik seperti
perbedaan pendapat yang terjadi dalam suatu musyawarah yang dilakukan.
Dampak positif dari interaksi sosial transmigran Jawa dengan masyarakat
lokal yaitu bertambahnya keanekaragaman budaya dan meningkatkan kebersamaan.
Perubahan demi perubahan dalam berbagai bentuk kehidupan masyarakat terus
terjadi. Program pembangunan mulai ditingkatkan, dibidang pendidikan dibangunnya
sekolah-sekolah dan memberi peluang makin berkembangnya pembangunan
diberbagai bidang. Pertemuan etnik antara transmigran Jawa dan masyarakat lokal
tidaklah menimbulkan perbedaan dan dampak negatif yang berarti. Pertemuan
masyarakat dan budaya yang berbeda ini oleh suatu kesadaran untuk menciptakan
suasana hubungan sosial yang harmonis, saling menghargai dan mengakui keberadaan
masing masing etnik.
5 Interaksi Sosial antara Transmigran Spontan Dengan Penduduk Lokal
Setelah tadi melihat hasil jurnal penelitian dari Cicik Fitriani tentang interaksi
sosial antara transmigran dan penduduk lokal di Parigi Moutong kali ini saya akan
mengambil kesimpulan dari jurnal penelitian yang dilakukan oleh Indah Lestari
dari FISIP UNSRI yang meneliti tentang interaksi antara penduduk lokal di
Bangka Barat dengan Transmigran Spontan, hasilnya yaitu :
Interaksi sosial yang terjalin antara transmigran spontan dengan penduduk asli
dimulai dengan menjalin kontak dan komunikasi. Dari adanya kontak dan komunikasi
tersebut, interaksi sosial berjalan secara harmonis, yang diwujudkan dengan menjalin
kerja sama dalam berbagai bidang, saling menghormati, dan saling menghargai serta
adanya asimilasi. Interaksi sosial yang mereka jalin sudah cukup lama, sehingga
masing-masing individu sudah bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan terutama
dengan adat-istiadat penduduk asli maupun dengan adat-istiadat transmigran spontan.
Faktor yang mendorong interaksi sosial transmigran spontan dengan penduduk
asli yaitu dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup, dorongan untuk
mempertahankan hidup, dorongan untuk melakukan komunikasi dengan sesama,
simpati dan empati. Sedangkan faktor penghambat interaksi sosial transmigran
spontan dengan penduduk asli yaitu tutur kata yang membuat orang lain tersinggung,
dan etnosentrisme. Dengan demikian, interaksi sosial antara transmigran spontan
21 | P a g e
dengan penduduk asli masih terjalin dalam hubungan yang baik. Mereka tidak pernah
terlibat dalam sebuah persaingan atau konflik. Mereka menganggap dua hal ini adalah
sebuah motivasi untuk menjalin interaksi sosial lebih baik lagi.
22 | P a g e
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN :
Interaksi Sosial adalah bertemunya orang-perorangan secara badaniah belaka tidak
akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup scmacam
itu baru akan terjadi apabila orang-orang atau kelompok-kelompok manusia bekerjasama,
saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama.
Syarat terjadinya interaksi sosial ada 2 yaitu adanya kontak sosial dan adanya
komuikasi sosial antar individu. Sementara itu imitasi, sugesti, identifikasi dan empati
menjadi 4 faktor penting terjadinya sebuah interaksi sosial. Ada 3 pola dalam interaksi sosial
yaitu pola antara individu dengan individu, pola antara individu dengan individu dengan
kapasistas mereka sebagai sebuah anggota kelompok dan pola antara kelompok dengan
kelompok.
Ada 2 bentuk dalam interaksi sosial yaitu asosiatif dan disasosiatif. Asosiatif terbagi
menjadi 4 cara yaitu kerjasama, akomodasi dengan berbagai bentuk, asimilasi dan akulturasi.
Sedangkan disasosiatif memiliki 4 cara juga yaitu bentuk persaingan, kontravensi, pertikaian
dan konflik.
Di dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia banyak terjadi interaksi sosial baik
itu antar etnis maupun antara kelas sosial. Ada 4 penyebab konflik didalam interaksi sosial
yaitu etnosentrisme, missunderstanding of cultural values, stereotipe dan prasangaka
khususnya prasangka buruk. Untuk meminimalisir konflik dalam interaksi sosial antar
masyarakat ada 2 hal yang penting yang harus dilakukan oleh masyarakat yaitu
menyeragamkan dan menghilangkan perbedaan serta menerima dan menghargai perbedaan
yang ada agar terciptanya sebuah hubungan yang baik dan interaksi sosial yang berhasil serta
baik.
23 | P a g e
3.2 SARAN :
Dalam kehidupan manusia di dunia ini tidak akan lepas dari kehidupan masyarakat,
maka kita sebagai manusia yang hidup bermasyarakat harus menyadari bahwa kita hidup
tidak mungkin sendirian.
Untuk itu marilah kita menjadi warga masyarakat yang baik dengan berinteraksi antar
individu dengan individu lain, antar individu dengan kelompok, bahkan kelompok dengan
kelompok agar terjalin persatuan dan kesatuan dalam kehidupan masyarakat dengan
meminimalisir segala konflik dan prasangka buruk serta menghargai segala perbedaan yang
ada.
24 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
Asrul, Muslim. 2013. Interaksi Sosial Dalam Masyarakat Multi Etnis. Jurnal Diskursus Islam.
1. 158-168. http://www.uin-alauddin.ac.id/download-Jurnal%20Diskursus%20Islam%20Vol
%201%20No%203%20Desember%202013.158-168.pdf
Erika, Revida. 2006. Interaksi Sosial Masyarakat Etnik Cina Dengan Masyarakat Pribumi Di
Kota Medan Sumatera Utara. Jurnal USU. 1. 23-27.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15293/1/har-sep2006-%20%284%29.pdf
Amrul, Djana. Marie E, Pandu. HM, Darwis. 2011. Interaksi Sosial Pasca Konflik Horizontal
(Studi Kasus Pada Komunitas Islam-Kristen di Kecamatan Tobelo Utara Kabupaten
Halmahera Utara). Jurnal Pasca Sarjana UNHAS. 1. 1-15.
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/160053a460ba1bc56fb243d7d5e16cd1.pdf
Cicik, Fitriani. 2014. Interaksi Sosial Transmigran Jawa Dengan Masyarakat Lokal di Desa
Kayu Agung Kecamatan Mopaga Kabupaten Parigi Moutong. Jurnal FKIP UNTAD. 1. 1-13
E-Journal Geo-Tadulako UNTAD.
Indah, Lestari. 2013. Interaksi Sosial Transmigran Spontan Dengan Penduduk Asli di
Kelurahan Sungai Daeng, Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat. Jurnal Tugas Akhir
FISIP UNSRI. 3. 1-11.
http://www.akademik.unsri.ac.id/paper3/download/paper/TA_07091002056.pdf
25 | P a g e
Recommended