View
276
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
IV-1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu bidang industri yang saat ini semakin maju perkembangannya adalah
industri tinplate. Pertumbuhan industri nasional yang berkembang dan menyebar di
berbagai daerah, semuanya sangat membutuhkan produk tinplate, terutama sebagai
bahan baku kemasan produk makanan maupun produk lainnya. Seiring dengan
semakin meningkatnya pertumbuhan industri pengolahan tinplate tersebut maka
penyusun merasa tertarik untuk mengambil tema pengelolaan limbah bahan
berbahaya beracun (B3) di industri tinplate, mengingat semakin meningkatnya
pertumbuhan industri maka akan semakin bertambah pula limbah yang dihasilkan
oleh industri tersebut. Salah satu limbah yang menjadi permasalahan dalam industri
tinplate adalah limbah B3. Apabila limbah B3 tersebut tidak dikelola dengan baik,
maka dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.
Pencemaran itu sendiri adalah perubahan lingkungan yang tidak
menguntungkan dan sebagian besar disebabkan karena tindakan manusia, dengan
mengubah pola penggunaan energi dan materi, tingkat radiasi, bahan kimia maupun
fisika, serta jumlah organisme (Sastrawijaya,2000). Masuknya zat-zat asing ke dalam
lingkungan dengan konsentrasi yang besar akan menurunkan kualitasnya, oleh karena
itu diperlukan penanganan serius sehingga permasalahan ini tidak berlarut-larut dan
mengancam kehidupan manusia.
PT. Pelat Timah Nusantara Tbk, disingkat PT. Latinusa Tbk, merupakan
perusahaan pertama di Indonesia yang memproduksi tinplate berkualitas tinggi
dengan standar internasional. PT Latinusa didirikan pada 19 Agustus 1982
berdasarkan Akta Perseroan No.45. PT. Pelat Timah Nusantara Tbk memiliki
IV-2
komitmen yang kuat terhadap masalah lingkungan, salah satunya dengan mengelola
limbah B3 dari hasil proses produksinya. Selain itu perusahaan ini juga menetapkan
kebijakan dalam bidang keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan. Upaya ini
dilakukan untuk menjaga komitmennya agar proses produksi tidak berdampak buruk
terhadap lingkungan yang dapat merugikan masyarakat dan keseimbangan ekosistem.
1.2. Dasar Kegiatan Pelaksanaan Praktek
Dasar kegiatan kerja praktek ini adalah :
1. Tri Dharma Perguruan Tinggi sebagai bagian dari pendidikan
2. Kurikulum Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro Semarang
3. Mata kuliah kerja praktek yang harus diambil oleh mahasiswa.
1.3. Ruang Lingkup Kerja Praktek
Adapun ruang lingkup kerja praktek ini meliputi analisis dan evaluasi teknis
pengelolaan limbah B3, dari mulai peraturan yang dipakai, identifikasi sumber, dan
pengelolaan yang dilakukan yang meliputi inventarisasi, reduksi, penyimpanan
sementara, pelabelan dan simbol, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan
pemanfaatan yang dilakukan oleh PT. Pelat Timah Nusantara Tbk.
1.4. Tujuan Kerja Praktek
Tujuan dari kerja praktek ini yaitu :
1. Mengidentifikasi limbah B3 yang dihasilkan PT. Pelat Timah Nusantara Tbk.
2. Mempelajari dasar-dasar sistem pengelolaan limbah B3 di PT. Pelat Timah
Nusantara Tbk.
IV-3
3. Mengetahui besarnya tingkat pengelolaan limbah B3 di PT. Pelat Timah
Nusantara Tbk.
4. Melakukan analisis dan evaluasi terhadap sistem pengelolaan limbah B3 PT.
Pelat Timah Nusantara Tbk berdasarkan peraturan pemerintah terkait
pengelolaan limbah B3.
1.5. Kegunaan Kerja Praktek
Kegunaan dari kerja praktek ini yaitu :
1. Sebagai wahana aplikasi ilmu pengetahuan tentang sistem pengelolaan limbah
B3.
2. Memperkenalkan dunia kerja yang menjadi salah satu bidang keahliannya
khususnya bagi mahasiswa peserta kerja praktek.
3. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pengelolaan limbah B3,
khususnya pengelolaan limbah B3 yang ada di PT. Pelat Timah Nusantara
Tbk.
4. Menjalin hubuangan baik antara Universitas Diponegoro dan PT. Pelat Timah
Nusantara Tbk.
IV-4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun ( B3 )
2.1.1 Pengertian Limbah B3
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun ( B3 ) adalah limbah atau kombinasi
limbah yang karena kuantitas, konsentrasi, atau sifat fisika dan kimia atau yang
memiliki karakteristik cepat menyebar, mungkin yang merupakan penyebab
meningkatnya angka penyakit dan kematian, juga memiliki potensi yang berbahaya
bagi kesehatan manusia dan lingkungan ketika tidak sesuai pada saat diperlakukan,
dalam penyimpanan, transportasi, atau dalam penempatan dan pengolahan
( Damanhuri, 1994 ).
Menurut PP No. 74 Tahun 2001, bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah
bahan yang karena sifat, konsentrasinya atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat merusak lingkungan hidup dan membahayakan
lingkungan hidup serta kesehatan manusia. Limbah B3 maupun bahan berbahaya dan
beracun tidak saja dihasilkan atau digunakan oleh kegiatan industri tetapi juga dari
berbagai aktifitas manusia lainnya, misalnya dari kegiatan pertanian, rumah tangga
dan rumah sakit. Untuk itulah perlu dikelola secara benar sehingga tidak mencemari
dan mengganggu kesehatan manusia.
Sedangkan yang dimaksud dengan limbah B3 menurut PP No. 18 Tahun 1999
jo PP No. 85 Tahun 1999 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan atau merusakkan lingkungan hidup, dan atau dapat
IV-5
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lain (KLH, 2002).
Environmental Protection Agency (EPA) lebih lanjut mendefinisikan limbah
B3 sebagai berikut:
1. Menyandang karakteristik sebagai limbah B3 sesuai dengan definisi yang
diberikan oleh uji protokol dan prosedur analisis standar.
2. Termasuk dalam daftar yang tercantum dalam subtitle- C RCRA
3. Campuran dari limbah dalam daftar tersebut dengan limbah lain
4. Belum dikeluarkan dari aturan RCRA sebagai limbah B3
5. Produk samping dari pengolahan setiap limbah B3 ( Damanhuri, 1994 ).
Secara konvensional, terdapat 7 kelas bahan berbahaya, yaitu:
1. Materi mudah terbakar ( flammable material )
Yaitu zat padat, gas, uap atau cair yang menyala dengan mudah dan terbakar
secara cepat apabila dipaparkan pada sumber nyala; misalnya jenis pelarut
(solvent) benzene, ethanol, debu alumunium, gas hidrogen dan methane
2. Materi yang spontan terbakar ( spontaneously ignitable material )
Yaitu zat padat atau cair yang dapat menyala secara spontan tanpa sumber nyala,
misalnya karena perubahan panas, tekanan atau kegiatan oksidasi atau kegiatan
lain ( misalnya: aktivitas mikrobiologis ). Contoh materi yang bersifat spontan
terbakar ini adalah fosfor putih
3. Peledak ( explosive )
Materi kimia yang dapat meledak karena kejutan ( shock ), panas, atau
mekanisme lainnya. Contoh materi ini adalah dinamit dan Trinitrotoluene ( TNT
4. Pengoksidasi ( oxidizer )
IV-6
Yaitu materi yang menghasilkan oksigen, baik dalam kondisi biasa atau bila
terpapar dengan panas. Contoh materi ini adalah Amonium nitrat dan Benzoyl
Peroksida
5. Materi korosif
Yaitu materi padat atau cair seperti asam kuat atau basa kuat yang dapat
membakar dan merusak jaringan kulit bila berkontak dengannya.
6. Materi toxic
Yaitu racun yang dalam dosis kecil dapat membunuh atau mengganggu
kesehatan, seperti karbon monokside dan hidrogen sianida.
7. Materi radioaktif
Dicirikan dengan transformasi yang berlangsung dalam inti atom. Misalnya
uranium heksafluorida ( Damanhuri, 1994 ).
2.1.2 Limbah Industri Elektroplating dan Galvanis
Industri tinplate merupakan salah satu jenis industri elektroplating dan
galvanis dimana juga menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 1999 tabel 2 tentang limbah B3 dari
sumber yang spesifik maka limbah industri electroplating dan galvanis termasuk
kedalam kode D215 dimana limbah B3 yang dihasilkan berupa sludge pengolahan
dan pencucian, larutan pengolah bekas, larutan asam (pickling), dross, slag, pelarut
bekas, sludge dari IPAL. Berikut ini diberikan table daftar limbah untuk industri
electroplating dan galvanis berdasarkan PP No 18 Tahun 1999.
IV-7
Tabel 2.1 Daftar Limbah Sumber Spesifik Industri Elektroplating dan Galvanis
Kode
Limbah
Jenis
industri/kegiatan
Kode
kegiatan
Sumber
pencemaran
Asal/uraian
limbah
Pencemaran
utama
D215 Elektroplating
dan Galvanis
Mencakup
kegiatan
pelapisan logam
pada permukaan
logam atau plastik
dengan proses
elektris
2892
2710/2720
2811/2812
2891/2893
2899/2911
2912/2915
2919/2922
2924/2925
2926/2927
2930/3110
3120/3190
3210/3220
3230/3410
3420/3430
3530/3591
3592/3610
3699/4520
- Semua proses
yang berkaitan
dengan kegiatan
pelapisan logam
termasuk proses
perlakuan :
phospating,
etching,polishing,
chemical
conversion coating,
anodising.
– Pretreatment :
pickling,degreasing
,stripping,cleaning,
grinding,sand
blasting,weld
cleaning,depainting
– IPAL mengolah
effluen proses
elektroplating dan
galvanis
- Sludge
pengolahan
dan pencucian
- larutan
pengolah bekas
- larutan asam
(pickling) -
Dross,slag –
Pelarut bekas
(terklorinasi) –
larutan bekas
proses
degreasing –
Sludge dari
IPAL – Residu
dari larutan
batch
- Logam dan
logam berat
(terutama
Cd,Cr,Cu,Pb,A
s,Ba,Hg,Se,Ni,
Zn,Sn) -
Sianida
- Senyawa
amonia -
Florida
- Fenol
- Nitrat
Sumber : PP No. 18 Tahun 1999 jo PP No. 85 Tahun 1999
IV-8
2.1.3 Peraturan Tentang Limbah B3
2.1.3.1 Peraturan Internasional Tentang Limbah B3
Sejarah peraturan internasional terkait dengan pengelolaan limbah B3
menurut US EPA adalah:
1. National Environmental Policy Act (NEPA) disusun pada tahun 1969, berisi
tentang analisis dampak lingkungan.
2. Solid Waste Disposal Act (1965) dan Resource Recovery Act (1970) mengatur
pengolahan dan pendaur-ulangan buangan padat.
3. Occupational Safety and Health Act (OSHA) disusun pada tahun 1970, berisi
tentang keselamatan kerja.
4. Marine Protection Research and Sanctuary Act (1972), peraturan untuk
pencegahan atau mengurangi pembuangan limbah ke laut.
5. Resource Conservation and Recovery Act (RCRA) disusun pada tahun 1976
oleh EPA, mengatur pengelolaan limbah B3, konsep cradle to grave.
6. Toxic Substances Control Act (TSCA) disusun pada tahun 1976, mengenai
penggunaan bahan kimia berbahaya yang baru dihasilkan.
7. Clean Water Act (CWA) disusun pada tahun 1977, mengatur pencemaran air.
8. Hazardous and Solid Waste Amendments (HSWA) disusun pada tahun 1984,
mengatur pembuangan limbah B3 ke tanah.
9. Comprehensive Environmental Response, Compensation and Liability Act
(CERCLA) disusun pada tahun 1980 dan Superfund Amendments and
Reauthorization Act (SARA) disusun pada tahun 1986, berisi tentang pengaturan
dan pendanaan pembersihan lokasi pembuangan B3 yang sudah tidak beroperasi.
10. Emergency Planning and Community Right-To-Know Act (EPCRA) disusun
tahun 1986, berisi tentang perlindungan keselamatan, kesehatan masyarakat dan
lingkungan dari zat kimia berbahaya.
IV-9
11. Pollution Prevention Act (PPA) disusun pada tahun 1990, berisi tentang
strategi penanganan pencemaran limbah B3 dengan prioritas pada minimasi
limbah.
Dari sekian banyak peraturan perundang-undangan tersebut di atas, maka yang
berkaitan erat dengan masalah limbah B3 adalah TSCA (1976), RCRA (1976),
HSWA (1984), CERCLA (1980), dan SARA (1986).
2.1.3.2 Peraturan Nasional Tentang Limbah B3
Peraturan Nasional yang terkait pengelolaan limbah B3 yang berlaku di
Indonesia antara lain:
1. Undang-undang RI No. 32 tahun 2009 tentang “Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup “.
2. Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 Jo PP No. 85 Tahun 1999 tentang
“Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun”
Peraturan ini juga sebagai revisi PP. No.19 tahun 1994 Jo. PP No. 12 tahun 1995
tentang “Pengelolaan Limbah B3”.
3. Keputusan Bapedal No. 09 tahun 1995
i. Keputusan kepala Bapedal 01/Bapedal/09/1995 mengenai tata cara teknis
penyimpanan dan pengumpulan limbah B3.
ii. Keputusan kepala Bapedal 02/Bapedal/09/1995 mengenai dokumen limbah
B3, mengatur pula tentang tata cara pengisian form dokumen limbah B3
iii. Keputusan kepala Bapedal 03/Bapedal/09/1995 mengenai persyaratan teknis
pengolahan limbah B3.
iv. Keputusan kepala Bapedal 04/Bapedal/09/1995 mengenai Tata Cara
Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas
Pengolahan dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3
v. Keputusan kepala Bapedal 05/Bapedal/09/1995 mengenai Simbol dan Label
Limbah B3.
IV-10
4. Kepdal 68/BAPEDAL/05/1994 tentang “Tata Cara Memperoleh Ijin
Pengelolaan limbah B3”.
5. Kepdal 02/BAPEDAL/01/1998 tentang “Tata Laksana Pengawasan Pengelolaan
Limbah B3”.
6. Kepdal 03/BAPEDAL/01/1998 tentang “Program kendali B3”.
7. Kep. Memperindag. No.. 254/MPP/KEP/7/2000 tentang “Tata niaga impor dan
peredaran bahan berbahaya tertentu”.
8. PP No. 74 Tahun 2001 tentang “Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun”.
9. Keputusan Kepala Bapedal No 2 Tahun 1998 tentang: “Tata Laksana
Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Daerah”.
10. Keputusan Kepala Bapedal No 3 Tahun 1998 tentang “Program Kemitraan
dalam Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun”.
11. Keputusan Kepala Bapedal No. 4 Tahun 1998 tentang “Penetapan Prioritas
Propinsi Daerah Tingkat I Program Kemitraan Dalam Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun”.
12. Peraturan Daerah Kota Cilegon No 2 Tahun 2004 Tentang Pengendalian
Pencemaran dan Perusakan Lingkungan.
13. Peraturan Walikota Cilegon No 45 Tahun 2009 Tentang Izin Penyimpanan
Sementara dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Kota
Cilegon.
2.1.4 Identifikasi Limbah B3
Berdasarkan No. 18 tahun 1999 Jo PP No. 85 Tahun 1999, langkah pertama
yang dilakukan dalam pengelolaan limbah B3 adalah mengklasifikasikan limbah dari
penghasil tersebut apakah termasuk limbah B3 atau tidak. Pengklasifikasian ini akan
memudahkan pihak penghasil, pengangkut, atau pengolah dalam mengenali limbah
B3 tersebut sedini mungkin. Mengindentifikasi limbah sebagai limbah B3 dilakukan
melalui tahapan sebagai berikut :
IV-11
1. Identifikasi jenis limbah yang dihasilkan;
2. Mencocokkan jenis limbah dengan daftar jenis limbah B3, dan apabila cocok
dengan daftar jenis limbah B3, maka limbah tersebut termasuk limbah B3;
3. Apabila tidak cocok dengan daftar jenis limbah B3, maka periksa apakah limbah
tersebut memiliki karakteristik : mudah meledak atau mudah terbakar atau
beracun atau bersifat reaktif atau menyebabkan infeksi atau bersifat korosif.
Apabila tidak memiliki karakteristik sebagaimana tersebut huruf c, maka
dilakukan uji toksikologi.
Dalam Identifikasi limbah B3 berdasarkan No. 18 tahun 1999 Jo PP No. 85
Tahun 1999 adalah sebagai berikut :
1. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik adalah limbah B3 yang bukan berasal dari
proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian,
inhibitor korosi, pelarut perak, pengemasan, dan lain-lain.
2. Limbah B3 dari sumber spesifik adalah limbah B3 sisa proses industri atau
kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan.
3. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, sisa kemasan, atau buangan
produk yang sudah tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat dimanfaatkan
kembali dan demikian juga untuk bahan-bahan kimia yang kadaluarsa.
Dalam menganalisa suatu limbah termasuk B3 atau tidak, dapat dilihat dari
bahan yang digunakan dalam proses produksinya. Bahan dalam proses produksi ini
dianalisa termasuk bahan B3, berdasarkan lampiran PP No. 74 tahun 2001 tentang
pengelolaan bahan B3. Selain itu, metode analisa lainnya adalan dengan
mencocokkan limbah yang diidentifikasi dengan melihat lampiran I No. 18 tahun
1999 Jo PP No. 85 Tahun 1999 tabel 1 untuk limbah B3 dari sumber yang tidak
spesifik dan tabel 2 untuk limbah B3 dari sumber yang spesifik.
IV-12
Jika suatu limbah tidak terdapat pada lampiran I tabel 1 dan 2, tidak berarti
bahwa limbah tersebut tidak termasuk limbah B3 tetapi harus dilakukan uji
karakteristik limbah B3 yaitu:
a. Mudah meledak
b. Mudah terbakar
c. Bersifat beaktif
d. Menyebabkan infeksi
e. Bersifat korosif
f. Pengujian toksikologi untuk menetukan sifat akut dan atau kronis
Gambar 2.1 Diagram Identifikasi Limbah B3
Sumber: PP No. 18 tahun 1999 Jo PP No. 85 Tahun 1999
Keterangan : Ya = sesuai dengan isi kotak
PP No. 18 tahun 1999 Jo PP No. 85 Tahun 1999 (tabel 1 dan 2)
Uji karakteristik limbah B3 (mudah meledak, mudah terbakar, infeksius, reakti, korosif,
beracun)
Uji Toksikologi
Limbah B3
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Limbah B3
Limbah B3
LIMBAH
Limbah Non B3
IV-13
Tidak = tidak sesuai dengan isi kotak
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa limbah yang terdapat dalam daftar
limbah B3 pada lampiran PP No. 18 tahun 1999 Jo PP No. 85 Tahun 1999 tergolong
limbah B3, tetapi limbah yang tergolong limbah yang terdapat dalam daftar lampiran
limbah B3 PP No. 18 tahun 1999 Jo PP No. 85 Tahun 1999 dapat dinyatakan bukan
limbah B3 jika telah melalui serangkaian uji karakteristik dan atau uji toksikologi,
yang menyatakan bahwa limbah tersebut bukan limbah B3 berdasarkan prosedur
yang telah ditetapkan oleh instansi berwenang setelah melakukan koordinasi dengan
instansi teknis, lembaga peneliti terkait (laboratorium) dan penghasil limbah tersebut
(KLH, 1999).
Uji toksisitas biasa dikenal dengan uji TCLP (Toxicity Characteristis Leaching
Procedur) yang diadopsi dari uji yang dilakukan di USA. Menurut EPA uji TCLP
adalah salah satu evaluasi toksisitas limbah untuk bahan-bahan yang dianggap
berbahaya dan beracun dengan penekanan pada nilai leachate . Setelah uji toksisitas
biasa, dilakukan juga uji toksisistas akut yang biasa disebut uji LD50 (Lethal Dose
50). Uji LD50 merupakan perhitungan dosis berat pencemar (gram pencemar per
kilogram) yang dapat menyebabkan kematian 50% populasi makhluk hidup yang
dijadikan percobaan (KLH,1999). Jika nilai LD50 dari pengujian limbah lebih besar
dari 15 gram per kilogram berat badan, maka limbah yang diuji tidak termasuk
limbah B3 (KLH, 1999).
2.1.5 Karakteristik Limbah B3
Menurut KLH (2002), pengujian karakteristik limbah B3 dilakukan sebelum
limbah tersebut diolah. Secara umum karakteristik limbah B3 adalah sebagai berikut:
IV-14
Gambar 2.2. Diagram Identifikasi Limbah B-3
Sumber: Tchobanoglous, et al, 1977
IV-15
Keterangan : Ya = sesuai dengan isi kotak
Tidak = tidak sesuai dengan isi kotak
1. Mudah meledak
Limbah yang pada suhu dan tekanan standar (25oC, 760 mmHg) dapat meledak
atau melalui reaksi kimia maupun fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan
tekanan tinggi yang merusak lingkungan sekitarnya dengan cepat.
2. Mudah terbakar
Limbah dikatakan mudah terbakar apabila memiliki salah satu sifat sbb:
a. Limbah yang berupa cairan, mengandung alkohol kurang dari 24%
volume atau pada titik nyala tidak lebih dari 60oC (140oF) akan menyala jika
kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara
760 mmHg.
b. Limbah yang bukan berupa cairan, jika pada temperatur dan tekanan
standar dapat menyebabkan kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air
atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan
kebakaran yang terus menerus.
c. Limbah yang bertekanan dan mudah terbakar.
d. Limbah pengoksidasi.
3. Bersifat reaktif
Limbah bersifat reaktif jika memiliki salah satu sifat sebagai berikut:
a. Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat
menyebabkan perubahan tanpa peledakan.
b. Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air.
c. Limbah yang apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan
ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang
membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
IV-16
d. Merupakan limbah sianida, sulfida atau amonia yang pada kondisi
pH antara 2 – 12,5 dapat menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam
jumlah yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
e. Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan
tekanan standar.
f. Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau
menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu
tinggi.
4. Beracun
Merupakan limbah yang mengandung pencemar bersifat racun bagi manusia atau
lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit serius apabila masuk ke
dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.
5. Menyebabkan infeksi
Merupakan limbah yang berasal dari organ tubuh manusia yang diamputasi,
cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, laboratorium atau limbah lainnya
yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular. Limbah ini berbahaya
karena mengandung kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera yang ditularkan
pada pekerja, pembersih jalan dan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan
limbah.
6. Bersifat korosif
Limbah bersifat korosif apabila mempunyai salah satu sifat sebagai berikut:
a. Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit.
b. Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020)
dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur
pengujian 55oC.
c. Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam
dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.
IV-17
2.1.6 Pengelolaan Limbah B3
Menurut PP No. 18 Tahun 1999, pengelolaan limbah B3 merupakan
rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan,
pengangkutan, pengolahan dan penimbunan hasil pengolahan limbah B3. Pengelolaan
ini bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan hidup
serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai
fungsinya kembali (KLH, 2002).
Penghasil limbah B3 adalah orang yang kegiatannya menghasilkan limbah
B3. Setiap penghasil limbah B3 wajib mengolahnya sesuai dengan teknologi yang
ada, tetapi jika tidak mampu diolah di dalam negeri dapat diekspor ke negara lain.
Penghasil limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 paling lama 90 hari atau lebih dari
90 hari, jika limbah B3 yang dihasilkan <50 kg per hari, sebelum diserahkan kepada
pihak pengumpul, pemanfaat, pengolah, penimbun limbah B3 (KLH, 2002).
Menurut RCRA ada 3 kategori penghasil limbah B3 yaitu:
a. Penghasil skala besar atau large quantity generators (LQG), yang
menghasilkan limbah B3 >1000 kg per bulan, atau >1 kg limbah B3 akut per
bulan.
b. Penghasil skala kecil atau small quantity generators (SQG), yang
menghasilkan limbah B3 antara 100 – 1000 kg per bulan dan <1 kg limbah B3
akut per bulan, akumulasi <6000 kg limbah B3 setiap waktu.
c. Penghasil skala kecil dengan pengecualian atau conditionally exempt
small quantity generators (CESQG), yang menghasilkan limbah B3 <100 kg per
bulan dan <1 kg limbah B3 akut per bulan, akumulasi <1000 kg limbah B3 setiap
waktu.
IV-18
2.1.7 Teknik Minimasi Limbah B3
Pada awalnya, limbah B3 dikelola secara end-of-pipe treatment. Tetapi untuk
saat ini lebih menekankan pada minimasi limbah atau pencegahan pencemaran, yang
diimplementasikan dengan berbagai cara termasuk perubahan proses untuk mencegah
timbulan limbah (Watts, 1997). Untuk lebih memahami konsep minimasi limbah B3
dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.3. Teknik Minimasi Limbah B3
Sumber: La Grega et al., 1994
Dari gambar tersebut, teknik minimasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Substitusi material
Salah satu langkah efektif dalam minimasi limbah adalah dengan substitusi
(menukar) bahan baku dengan yang tidak atau kurang beracun, seperti yang
terdapat pada peraturan yang berlaku (La Grega et al., 1994).
IV-19
b. Daur Ulang
Merupakan alternatif yang paling efektif dari segi pembiayaan. Teknik ini dapat
menghilangkan biaya pembuangan limbah, mengurangi biaya pembelian bahan
baku dan memberikan pendapatan untuk limbah yang laku dijual (Freeman,
1989). Akan tetapi tidak semua limbah dari proses produksi dapat diminimasi
dengan cara daur ulang, sehingga diperlukan alternatif lain untuk destruksi limbah
B3 (Watts, 1997).
c. Pemisahan limbah
Limbah yang terdiri dari berbagai senyawa kimia berbeda menyulitkan dalam
pengelolaannya. Sehingga diperlukan pemisahan sejak terbentuknya limbah untuk
menghindari pencampuran (La Grega et al., 1994).
d. Modifikasi proses
Bertujuan untuk mengurangi timbulan limbah, reaksi yang berhubungan dengan
proses kimia menjadi lebih efisien sehingga dapat mengurangi produk samping
yang berpotensi bahaya (Watts, 1997).
2.1.8 Persyaratan Pengolah Limbah B3 Dengan Metode Pembakaran
(Insinerasi)
Instrument insinerator yang digunakan hendaknya memiliki spesifikasi yang
sesuai dengan karakteristik dan besarnya jumlah limbah yang akan diolah. Outlet
buangan udara hasil pembakaran harus dilengkapi dengan pengendalian pencemaran
udara yang hasilnya harus memenuhi standar emisi cerobang serta peraturan baku
mutu udara yang berlaku. Adapun effisiensi proses pembakaran harus memenuhi
tingkat efisiensi 99,99% dan efisiensi penghancuran dan penghilangan sebagai
berikut :
1. Efisiensi penghancuran dan penghilangan untuk Polyorganic hydrocarbons
(POHCs) sebesar 99,99%
IV-20
2. Efisiensi penghancuran dan penghilangan untuk Polychlorinated biphenyl
(PCBs) sebesar 99,9999%
3. Efisiensi penghancuran dan penghilangan untuk Polychlorinated
dibenzofurans sebesar 99,9999%
4. Efisiensi penghancuran dan penghilangan untuk Polychlorinated dibenzo-p-
dioxins sebesar 99,9999%
Akhir dari proses pembakaran, residu pada abu insinerator harus ditimbun
dengan mengikuti ketentuan prosedur stabilisasi dan solidifikasi atau penimbunan
(landfill). Pengoperasian insinerator dilakukan dengan berbagai tahapan agar
diperoleh hasil yang memadai dan tidak mencemari lingkungan. Adapun tahapan
tersebut adalah :
1. Sebelum mulai membangun atau memasang incinerator fasilitas pengolahan
limbah B3, pemilik harus memberikan data-data spesifikasi teknis seperti
dibawah ini :
a. Spesifikasi insinerator
b. Memperkirakan tingkat maksimum ambient konsentrasi pada permukaan
tanah akibat emisi udara dari incinerator dengan memakai persamaan
distribusi GAUSS dan/atau pengembangannya dengan mempertimbangkan
kondisi klimatologi dan meteorologi setempat.
c. Memberikan uraian tentang jadwal konstruksi, mulai dari tahap prakonstruksi,
pelaksanaan, penyelesaian konstruksi, dan tahap persiapan operasi.
d. Menyerahkan laporan administrasi yang berisi tentang poin diatas kepada
instansi yang berwenang.
2. Sebelum insinerator dioperasikan secara terus menerus atau continue,
pengelola insinerator (pemilik) harus melakukan uji coba pembakaran (trial burn
test) minimal selama 14 hari secara teru menerus dan tidak boleh putus serta
menyusun laporan. Metode uji coba pembakaran ini bertujuan untuk
memperoleh :
IV-21
a. Deskripsi kualitatif dan kuantitatif sifat fisika, kimia, dan
biologi.
b. Menentukan kondisi operasi :
Suhu di ruang pembakaran sesuai dengan jenis limbah B3.
Waktu tinggal (residence time) gas di zona/ruang bakar minimum selama
2 detik.
Konsentrasi dari excess oxsigen di exhaust pengeluaran.
c. Menentukan kondisi meteorologi yang spesifik seperti arah
angin, kecepatan angin, curah hujan, kelembaban, temperatur, dll.
d. Langkah terakhir adalah menentukan efisiensi penghancuran
dan penghilangan.
3. Dalam kondisi darurat terutama apabila terjadi kondisi pengoperasian
tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan maka perlu digunakan sistem
pemutus otomatis pengumpan limbah B3.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalan pengoperasian incinerator untuk
mendegradasi limbah B3 adalah sebagai berikut :
a. Pada saat pengoperasian :
Memeriksa/mengecek insinerator dan peralatan pendukungnya (pompa,
conceyor, pipa dan lainnya) secara berkala.
Menjaga agar tidak terjadi kebocoran, tumpahan atau emisi sesaat pada
saat proses insinerasi berlangsung agar diperoleh kualitas pembakaran
yang sempurna.
Mempersiapkan penggunaan pemutus otomatis pengumpan limbah B3
jika kondisi pengoperasian tidak mencapai spesifikasi yang telah
ditetapkan.
Memastikan DRE yang harus dicapai oleh insinerasi sama dengan/lebih
besar dari standar baku yang berlaku.
IV-22
Mengendalikan peralatan yang berhubungan dengan proses pembakaran
maksimum selama kurun waktu tertentu pada saat start up sebelum
melakukan operasi pengolahan secara kontinue.
Mengantisipasi limbah yang hanya boleh dilakukan dengan proses
pembakaran sesuai ijin yang dimiliki.
Mengelola abu dari proses pembakaran dengan metode penimbunan sesuai
dengan persyaratan landfilling B3 yang berlaku.
b. Pada saat pemantauan :
Secara terus menerus mengukur dan mencatat beberapa faktor
pembakaran seperti suhu di ruang bakar, laju umpan limbah, kecepatan
gas saat keluar dari daerah pembakaran, dan partikel debu di cerobong.
Memantau kualitas udara sekeliling dan kondisi meteorologi sekurang-
kurangnya 2 kali dalam sebulan yang meliputi arah dan kecepatan angina,
kelembaban, temperature dan curah hujan.
c. Pada saat pelaporan :
Melaporkan hasil pengukuran emisi cerobong yang telah dilakukan selama
3 bulan terakhir sejak digunakan pengujian kembali setiap 3 bulan untuk
menjaga nilai minimum DRE.
Konsentrasi maksimum untuk emisi dan nilai minimum DRE harus sesuai
dengan peraturan yang ada dan dilaporkan secara periodik 3 bulan ke
instansi yang berwenang untuk mengedalikan B3.
2.2 Limbah Padat B3
Secara umum limbah padat diartikan sebagai semua limbah yang timbul
akibat kegiatan manusia dan hewan yang berbentuk padat dan dibuang sebagai
sesuatu yang tidak berguna dan tidak diinginkan (Tchobanoglous,1993). Menurut
Resource Conservation and Recovery Act (RCRA), limbah dikatakan berbahaya
IV-23
(hazardous) bila sesuai dengan 40 CFR (Code of Federal Regulation) 261, yaitu
limbah padat (solid waste) atau kombinasi limbah padat, karena kuantitas,
karakterisitik fisik, kimiawi dan keinfeksiannya dapat:
1. Menyebabkan atau secara signifikan memberikan kontribusi
pada peningkatan mortalitas atau penyakit yang serius.
2. Menimbulkan bahaya yang potensial pada kesehatan manusia
atau lingkungan bila tidak diolah, disimpan, diangkut, disingkirkan atau cara
pengelolaan lainnya secara tepat (La Grega et al., 1994).
Sedangkan yang dimaksud dengan limbah padat adalah setiap sampah, lumpur
dari sarana pengolahan air, pencegahan pencemaran udara serta bahan lainnya dalam
bentuk padat, cair, semi solid atau mengandung gas dari kegiatan industri, komersil,
tambang, pertanian dan dari aktivitas komunal (Watts, 1997). Pengelolaan limbah
padat adalah suatu upaya yang dilakukan dalam sistem manajemen persampahan
dengan tujuan untuk:
1. Meningkatkan efisiensi operasional.
2. Mendaur ulang bahan –bahan yang kurang bermanfaat untuk ditingkatkan
kembali manfaatnya.
3. Mendaur ulang material untuk diubah menjadi produk lain seperti kompos,
energi / biogas.
Menurut Tchobanoglous et al (1993), aspek-aspek yang tercakup dalam
elemen pengelolaan limbah padat terdiri dari:
1. Bahan terbuang (timbulan)
2. Pemisahan, penyimpanan dan pengolahan pada sumber
3. Pemindahan dan pengangkutan
4. Pemisahan, penyimpanan dan pengolahan limbah yang terkumpul
5. Pembuangan akhir
IV-24
Gambar 2.4. Hubungan Antar Elemen Pengelolaan Limbah Padat
Sumber: Tchobanoglous et al., 1993
Berdasarkan Pollution Prevention Act (1990) , seharusnya penimbunan
adalah merupakan jalan paling akhir yang ditempuh bila ada timbulan limbah B3,
substitusi bahan atau minimasi limbah pada bahan yang akan masuk proses produksi
dapat mengurangi jumlah timbulan limbah pada akhir produksi dan meminimalka n
dampak lingkungan yang akan muncul serta meminimalkan biaya operasional untuk
pengolahan limbah. Dalam manajemen pengelolaan limbah B3, prinsip dasar dari
pengelolaan yang baik seharusnya sesuai dengan hirarki limbah yang ditunjukkan
pada gambar 2.5 berikut :
Gambar 2.5 Hirarki Pengelolaan Limbah B3
Sumber: Pollution Prevention Act, 1990
IV-25
Prinsip-prinsip dasar pengelolaan limbah B3 adalah:
1. Minimasi limbah
Minimasi limbah merupakan usaha yang sekarang digalakkan di seluruh bagian
dunia, karena cara ini disinyalir akan mengurangi tingkat pencemaran baik tanah,
air maupun udara. Dalam usaha pengurangan jumlah limbah dikenal beberapa
cara yaitu End of pipe, teknologi bersih dan zero waste.
2. Polluters pay principle
Prinsip polluter pays principle adalah mengenai orang/usaha yang bertanggung
jawab terhadap biaya – biaya akibat dari dampaknya.
3. Pengolahan dan penimbunan limbah B3 di dekat sumber
Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah B3, sebaiknya dilakukan di lokasi dekat
dengan sumber untuk menghindari ceceran, pencemaran dan gangguan terhadap
kesehatan serta menghindari adanya dampak negatif pada lingkungan sekitar.
4. Pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan
Prinsip pembangunan berwawasan lingkungan menyatakan bahwa dalam
pelaksanaan kegiatan pembangunan tidak lepas dari aspek kelestarian lingkungan
dan pemberdayaan alam.
5. Konsep Cradle to Grave dan Cradle to Cradle
Konsep cradle to grave adalah upaya pengelolaan limbah B3 secara sistematis
yang mengatur, mengontrol dan memonitor perjalanan limbah dari mulai
terbentuknya limbah sampai terkubur pada penanganan akhir. Dalam penerapan
konsep ini di Indonesia, perjalanan limbah B3 yang dihasilkan sampai ke
penanganan akhir disertai 7 lembar dokumen perjalanan limbah yang diberikan
kepada pihak – pihak yang berhubungan dengan pengelolaan limbah tersebut
sehingga keberadaan limbah tersebut selalu terkontrol. Sedangkan konsep cradle
to cradle adalah suatu model dari sistem industri dimana material/bahan mengalir
sesuai dengan konsep limbah yang digunakan sesuai dengan yang dikonsumsi
sehingga menimbulkan efek yang positif terhadap lingkungan alam.
IV-26
Gambar 2.6 Aspek-Aspek Terkait dengan Pengelolaan Limbah B3
Sumber : Pollution Prevention Act, 1990
Untuk penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Pengaturan (legal)
Peraturan yang mengatur tentang prosedur pengelolaan limbah B3 secara
benar sehingga tidak menimbulkan perusakan lingkungan hidup yang dapat
membahayakan kehidupan manusia dan makhluk lainnya.
2. Institusi, Perijinan dan Pengawasan
Pihak-pihak yang terkait dengan proses pengelolaan limbah B3 tersebut
(Badan Institusi kontrol, penghasil, pengumpul, pengangkut, pendaur, pengolah,
pemusnah, dan pemerintah).
3. Teknis operasional
Cara pengelolaan limbah B3 secara benar di lapangan agar tidak
membahayakan bagi lingkungan sekitar. Aspek yang terkait dengan teknik
operasional ialah:
a) Identifikasi (Identification) limbah B3
b) Penyimpanan (Storage) limbah B3
c) Pengumpulan (Collect) limbah B3
d) Pengangkutan (Transport) limbah B3
IV-27
e) Pengolahan (Treatment) limbah B3
f) Pelabelan ( labelling ) limbah B3
g) Pemusnahan (Dispose) limbah B3
4. Pembiayaan
Faktor yang sangat berpengaruh pada proses pengelolaan limbah B3 di
Indonesia karena biaya untuk melaksanakan prosedur pengelolaan secara benar masih
cukup mahal sehingga mengakibatkan masih banyak industri yang tidak mampu
melaksanakan prosedur tersebut.
2.3 Pengelolaan Limbah B3
2.3.1 Sub Sistem Pengemasan/Pewadahan
Menurut Peraturan Pemerintah No.12 tahun 1995, pengumpul limbah B3
adalah badan usaha yang melakukan pengumpulan limbah B3 dari penghasil dan
pemanfaat limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara untuk diserahkan
kepada pengolah limbah B3. Untuk meningkatkan pengamanannya, maka sebelum
dilakukan penyimpanan limbah B3 harus terlebih dahulu dikemas.
Gambar 2.7 Kemasan Penyimpanan Limbah B3, (A) Cair; (B) Padat atau sludge
Sumber: Lampiran Kep-01/Bapedal/09/1995
IV-28
Berdasarkan lampiran Kep-01/Bapedal/09/1995 (KLH, 2002), persyaratan
pengemasan limbah B3 adalah sebagai berikut:
1. Kemasan (drum, tong atau bak kontainer) yang digunakan harus:
a. Dalam kondisi baik, tidak bocor, berkarat atau rusak.
b. Terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah B3 yang
akan disimpan.
c. Mampu mengamankan limbah yang disimpan di dalamnya.
d. Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat
dilakukan pemindahan atau pengangkutan.
2. Kemasan yang digunakan untuk pengemasan limbah dapat berupa
drum atau tong dengan volume 50, 100 atau 200 liter, dapat pula berupa bak
kontainer berpenutup dengan kapasitas 2, 4 atau 8 m3.
3. Limbah B3 yang disimpan dalam satu kemasan adalah limbah
yang sama, atau memiliki karakteristik sama atau saling cocok dengan limbah
lain. Kemasan yang telah diisi penuh harus ditandai dengan label yang sesuai,
tertutup rapat dan hanya dapat dibuka jika akan melakukan penambahan atau
pengambilan limbah di dalamnya, serta disimpan di tempat yang tepat.
2.3.2 Sub Sistem Pengumpulan
Menurut Peraturan Pemerintah No.12 tahun 1995, pengumpul limbah B3
adalah badan usaha yang melakukan pengumpulan limbah B3 dari penghasil dan
pemanfaat limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara untuk diserahkan
kepada pengolah limbah B3. Pengumpulan limbah B3 bertujuan untuk dikirim ke
tempat pengolahan atau pembuangan, yang biasanya dikelola oleh pihak penghasil
limbah B3 itu sendiri atau pihak ketiga (Tchobanoglous et al., 1977). Adapun
persyaratan lokasi pengumpulan limbah B3 menurut lampiran
Kep-01/Bapedal/09/1995 (KLH, 2002) adalah:
IV-29
1. Luas tanah termasuk bangunan penyimpanan dan fasilitas
lainnya sekurang-kurangnya 1 hektar.
2. Secara geologis area pengumpulan merupakan daerah
bebas banjir.
3. Lokasi harus cukup jauh dari fasilitas umum dan ekosistem tertentu. Jarak
terdekat yang diperkenankan adalah:
a. 150 m dari jalan utama atau jalan tol, 50 m dari jalan lainnya.
b. 300 m dari fasilitas umum seperti: daerah pemukiman, perdagangan, rumah
sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fasilitas
keagamaan, fasilitas pendidikan, dll.
c. 300 m dari perairan seperti: garis pasang tertinggi laut, badan sungai, daerah
pasang surut, kolam, danau, rawa, mata air, sumur penduduk, dll.
d. 300 m dari daerah yang dilindungi seperti: cagar alam, hutan lindung,
kawasan suaka, dll.
Sedangkan persyaratan bangunan pengumpulan limbah B3 sesuai peraturan
tersebut adalah:
1. Hanya untuk menyimpan satu karakteristik limbah,
dilengkapi dengan bak penampung tumpahan.
2. Fasilitas pengumpulan harus dilengkapi dengan
peralatan dan sistem pemadam kebakaran, pembangkit listrik cadangan, fasilitas
pertolongan pertama, peralatan komunikasi, gudang tempat penyimpanan
peralatan dan perlengkapan, serta pintu darurat dan alarm.
IV-30
Gambar 2.8 Tata Ruang Fasilitas Penyimpanan Sementara Limbah B3
Sumber : Keputusan Kepala Bapedal 01/Bapedal/09/1995
3. Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3
mudah terbakar:
a. Berjarak minimal 20 m dari bangunan
penyimpan limbah karakteristik lain atau dengan bangunan-bangunan lain
dalam fasilitas pengumpulan.
b. Dinding bangunan terbuat dari tembok tahan
api, berupa beton bertulang (tebal ≥ 15 cm), bata merah (tebal ≥ 25 cm) dan
blok-blok tak bertulang (tebal ≥ 30 cm).
c. Rangka pendukung atap dari bahan yang
tidak mudah terbakar.
IV-31
d. Sistem penerangan dan ventilasi udara yang
cukup.
e. Lantai bangunan tidak bergelombang, tidak
pecah, kedap air.
f. Pada bagian luar diberi simbol limbah B3
mudah terbakar.
4. Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3
mudah meledak:
a. Lantai, dinding dan atap yang kuat terhadap ledakan.
b. Ruang pengumpulan dilengkapi dengan pencatat suhu dan pengatur
suhu.
c. Sistem penerangan dan ventilasi udara yang cukup.
d. Lantai bangunan tidak bergelombang, tidak pecah dan kedap air.
e. Pada bagian luar diberi simbol limbah B3 mudah meledak.
5. Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3
korosif, reaktif, beracun:
a. Konstruksi dinding harus mudah dilepas. Untuk limbah korosif dan reaktif,
konstruksi bangunan harus terbuat dari bahan yang tahan korosi dan panas.
b. Sistem penerangan dan ventilasi udara yang cukup.
c. Lantai bangunan tidak bergelombang, tidak pecah dan kedap air.
d. Pada bagian luar diberi simbol limbah B3 sesuai karakteristiknya.
IV-32
Gambar 2.9 Tata Ruang Fasilitas Penyimpanan Limbah B3
Sumber: Lampiran Kep-01/Bapedal/09/1995
2.3.3 Sub Sistem Penyimpanan
Penyimpanan limbah B3 harus dilakukan jika limbah B3 tersebut belum dapat
diolah dengan segera. Kegiatan penyimpanan limbah B3 dimaksudkan untuk
mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap
manusia dan lingkungan dapat dihindarkan. Penghasil limbah B3 dapat menyimpan
limbah B3 yang dihasilkannya paling lama sembilan puluh ( 90 ) hari sebelum
menyerahkannya kepada pengumpul atau pengolah limbah B3. Limbah ini disimpan
dalam suatu kontainer, tangki dengan sistem blok atau tumpukan (Anonim, 2006).
Berdasarkan lampiran Kep-01/Bapedal/09/1995 (KLH, 2002), persyaratan
penyimpanan kemasan limbah padat B3 atau sludge adalah sebagai berikut:
1. Dibuat dengan sistem blok, dengan 2 x 2 kemasan tiap blok.
2. Lebar gang blok untuk lalu lintas manusia minimal 60 cm dan untuk lalu
lintas pengangkutan disesuaikan dengan kelayakan pengoperasiannya.
IV-33
Gambar 2.10 Pola Penyimpanan Drum dengan Palet
Sumber: Lampiran Kep-01/Bapedal/09/1995
3. Tumpukan maksimum 3 lapis untuk kemasan dari drum logam (isi 200 liter)
dengan dilapisi palet. Untuk kemasan dari plastik, tumpukan dapat lebih dari 3
lapis, tetapi harus digunakan rak.
4. Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan jarak blok kemasan terluar terhadap atap
dan dinding bangunan penyimpanan tidak boleh kurang dari 1 (satu) meter.
Gambar 2.11 Pola Penyimpanan Kemasan Dengan Rak
Sumber: Lampiran Kep-01/Bapedal/09/1995
5. Kemasan-kemasan berisi limbah B3 yang tidak saling cocok harus disimpan
secara terpisah, tidak dalam satu blok, dan tidak dalam bagian penyimpanan yang
IV-34
sama. Penempatan kemasan harus dengan syarat bahwa tidak ada kemungkinan
bagi limbah-limbah yang tersebut jika terguling/tumpah akan tercampur/masuk ke
dalam bak penampungan bagian penyimpanan lain.
Sedangkan persyaratan untuk bangunan penyimpanan kemasan limbah B3
adalah:
1. Terlindung dari hujan, dibuat tanpa plafon dengan ventilasi udara dan
penerangan memadai.
Gambar 2.12 Sirkulasi Udara Dalam Bangunan Penyimpan Limbah B3
Sumber: Lampiran Kep-01/Bapedal/09/1995
2. Memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan
jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan/akan disimpan.
3. Pada bagian luar diberi simbol (penandaan).
4. Lantai bangunan kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak.
5. Dilengkapi dengan sarana pemadam kebakaran, pagar pengaman, pembangkit
listrik cadangan, fasilitas pertolongan pertama, peralatan komunikasi, gudang
penyimpan peralatan, perlengkapan dan pintu darurat, dan penangkal petir.
6. Lokasi bangunan penyimpanan harus merupakan daerah bebas banjir, atau
daerah yang diupayakan melalui pengurugan sehingga aman dari banjir, serta
jarak minimum antara lokasi dengan fasilitas umum adalah 20 m.
IV-35
Gambar 2.13 Tata Ruang Gudang Penyimpanan Limbah B3
Sumber : Keputusan Kepala Bapedal 01/Bapedal/09/1995
2.3.4 Sub Sistem Pengolahan
Berdasarkan lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan No. Keputusan 03 /Bapedal/09 tahun 1995, Pengolahan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3), adalah proses untuk mengubah jenis, jumlah dan
karakteristik limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau
immobilisasi limbah B3 sebelum ditimbun dan/atau memungkinkan agar limbah B3
dimanfaatkan kembali (daur ulang). Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan
secara pengolahan fisika dan kimia, stabilisasi/solidifikasi, dan insenerasi.
Wentz (1995) dan Freeman (1998) menyebutkan bahwa pengolahan limbah
B3 adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 untuk
menghilangkan dan atau mengurangi sifat bahaya dan/atau sifat racun. Proses
pengubahan karakteristik dan komposisi limbah B3 dilakukan agar limbah tersebut
tidak berbahaya dan beracun. Menurut Kep-03/Bapedal/09/1995 pengolahan limbah
IV-36
B3 dapat dilakukan secara fisik dan kimia. Perlakuan terhadap limbah B3 dapat
dilakukan dengan proses pengolahan sebagai berikut:
1. Pengolahan secara kimiawi
Pada dasarnya pengolahan secara kimiawi adalah dengan melakukan
penambahan senyawa-senyawa sehingga terjadi proses yang merubah limbah B3
tersebut menjadi tidak berbahaya, antara lain:
a. Netralisasi
Pengolahan secara netralisasi didasarkan pada pengaturan pH sehingga
menjadi netral yang bertujuan untuk mempermudah pengolahan berikutnya. Contoh :
pengolahan dengan menetralisir limbah B3 yang bersifat asam dengan alkali. Limbah
yang asam dapat dinetralisir misalnya dengan kapur Ca(OH)2, NaOH, atau soda abu
Na2CO3 sedangkan limbah alkalin dapat dinetralkan dengan asam mineral kuat seperti
H2SO4, CO2 atau HCl. Kontrol terhadap pH dan pengaduk dibutuhkan dalam proses
ini.
b. Pengendapan
Proses ini biasa dilakukan untuk limbah cair B3 yang mengandung logam
berat cukup tinggi. Penyingkiran logam berat dari cairannya dilakukan dengan
pengendapan. Logam-logam tersebut akan mengendap pada pH tertentu yang
tergantung dari ion-ionnya untuk menghasilkan garam tak larut. Netralisasi limbah
asam akan menyebabkan pengendapan dari logam berat ini disingkirkan sebagai
lumpur melaui klarifikasi atau filtrasi.
c. Koagulasi dan Flokulasi
Prinsip pengolahan ini adalah proses pengendapan logam berat dapat
dipercepat dengan penambahan bahan kimia yang larut dalam air dan atau
IV-37
penambahan polimer sehinga terjadi koagulasi dan flokulasi. Koagulan yang
digunakan Al2(SO4)3, FeCl3, Fe2(SO4)3, PAC, Al(OH)3.
d. Desinfeksi
Desinfeksi adalah mereduksi mikroorganisme pathogen yang dapat
menyebabkan penyakit.Desinfektan yang sering digunakan adalah khlor dengan
proses khlorinasi, desinfektan lain adalah ozon.
2. Pengolahan Secara Fisis
a. Screening
Tahap awal pengolahan limbah untuk menyingkirkan padatan yang besar.
Misalnya dengan penggunaan batang – batang logam ( bar ), strainer, dan
sebagainya.
b. Sedimentasi dan klarifikasi
Penyingkiran padatan tersuspensi dari cairannya secara gravitasi. Kecepatan
aliran dipertahankan sampai waktu retensi dalam bak sedimentasi cukup untuk
mengendapkan padatan secara gravitasi. Laju pengendapan dipengaruhi oleh
karakteristik padatan seperti : ukuran, bentuk, densitas dan lain-lain. Klarifikasi
bertujuan menghasilkan cairan yang jernih. Proses ini digunakan untuk menghasilkan
sedimentasi secara gravitasi yang lebih cepat.
c. Flotasi
Flotasi merupakan proses penghembusan udara ke dalam limbah cair sehingga
membentuk gelembung-gelembung udara yang akan mengangkat partikel-partikel ke
permukaan yang kemudian akan dipisahkan dengan skimming.
d. Filtrasi
IV-38
Filtrasi merupakan proses melewatkan limbah cair melalui media berpori
dengan diameter antar pori sedemikian rupa sehingga materi tersuspensi dapat
tertahan dalam media tersebut. Media berpori yang biasa digunakan misalnya pasir.
3. Pengolahan Secara Biologis
Pengolahan biologis digunakan untuk mengolah limbah B3 yang
biodegradable dengan bantuan mikroorganisme. Proses ini dapat bekerja secara
aerobik atau anaerobik. Mikroorganisme yang digunakan dapat tumbuh dengan baik
jika kondisi lingkungan memenuhi syarat. Pertumbuhan mikroorganisme tersebut
sangat dipengaruhi oleh temperatur, pH, nutrisi, kelembapan, dan senyawa toksik.
a. Sistem anaerobik
Pada sistem ini mikroorganisme membutuhkan oksigen terikat seperti NO3
untuk menguraikan senyawa organik, bukan oksigen bebas yang terdapat di udara.
Energi panas yang terbentuk relatif kecil dibandingkan dengan sistem aerobik, karena
konversi energi menjadi bentuk lain yaitu gas methan (CH4). Keuntungan sistem
aerobik dibandingkan dengan sistem aerobik ialah beban penguraian lebih besar,
lumpurnya sedikit, dan menghasilkan gas methan yang dalam jumlah banyak dapat
dipergunakan sebagai bahan bakar alternatif. Sedangkan kerugiannya ialah
menghasilkan bau.
2.3.5 Sub Sistem Pengangkutan
Berdasarkan PP no.19 tahun 1994 Pengangkut limbah B3 adalah badan usaha
yang melakukan kegiatan pengangkutan limbah B3. Sedangkan Pengangkutan limbah
B3 adalah proses pemindahan limbah B3 dari penghasil ke pengumpul dan/atau ke
pengolah termasuk ke tempat penimbunan akhir dengan menggunakan alat - alat
IV-39
angkut. Pengangkutan limbah B3 dapat dilakukan badan usaha yang melakukan
kegiatan pengangkutan limbah B3. Penghasil limbah B3 dapat juga bertindak sebagai
pengangkut limbah B3. Namun apabila penghasil limbah B3 bertindak sebagai
pengangkut limbah B3, maka wajib memenuhi ketentuan yang berlaku bagi
pengangkut limbah B3.
Menurut lampiran Kep-02/Bapedal/09/1995, setiap pengangkutan limbah B3
harus disertai dengan dokumen resmi. Dokumen ini merupakan legalitas dari kegiatan
pengelolaan limbah B3 dan sarana pengawasan rantai perpindahan dan penyebaran
limbah B3 (KLH, 2002). Sarana pengangkutan yang biasanya digunakan adalah truk
silindris. Pengangkut bertanggung jawab terhadap kecelakaan dan persebaran limbah
B3 yang terjadi selama proses pengangkutan (Watts, 1997).
Berdasarkan PP no.19 tahun 1994 pasal 17, Pengangkutan limbah B3
dilakukan dengan alat angkut khusus yang memenuhi persyaratan dan tata cara
pengangkutan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang - undangan yang
berlaku. Peraturan Perundang-undangan yang dimaksud dalam ketentuan ini antara
lain Pasal 33 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1993 tentang Perkeretapian, Pasal 87
Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, Pasal 14 dan Pasal 15
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan dan peraturan
perundang-undangan pelaksanaannya.
Bahan-bahan berbahaya apabila akan diangkut ke tempat lain, harus
dilengkapi surat keterangan atau shipping papers yang terdapat dalam berbagai
format. Contoh form dokumen pengangkutan limbah B3 dapat dilihat dalam
lampiran.
Surat keterangan/dokumen pengangkutan pada intinya berisi informasi
tentang:
Nama yang tepat untuk bahan yang dikirin ( Shiping name )
Kelas bahaya ( Hazard class )
IV-40
Nomor identifikasi ( Identification number )
Kelompok kemasan ( Packing group )
Kuantitas ( Berat, volume, dan sebagainya )
Surat dokumentasi pengangkutan tersebut ditempatkan di kendaraan angkut
sedemikian rupa sehingga cepat didapat apabila diperlukan dan tidak tercampur
dengan surat lain.
2.3.6 Sub Sistem Pembuangan Akhir
Metode pembuangan yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik limbah B3
agar efektif dan efisien. Metode pembuangan limbah yang umum diterapkan adalah
penimbunan (landfilling). Landfill didesain untuk menampung limbah, serta
mengurangi penyebaran kontaminan ke lingkungan (Watts, 1997). Menurut lampiran
Kep-04/Bapedal/09/1995, limbah B3 yang dapat ditimbun di landfill harus memenuhi
baku mutu uji TCLP, telah diproses sebelumnya, tidak mengandung zat organik
melebihi 10%, PCB, dioxin, radioaktif, tidak berbentuk cair atau lumpur, tidak
bersifat mudah meledak, mudah terbakar, reaktif dan tidak menyebabkan infeksi.
2.4 Label dan Simbol Limbah B3
Menurut Kep-05/Bapedal/09/1995, setiap kegiatan pengelolaan limbah B3
harus dilakukan secara aman bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan. Untuk itulah,
penandaan limbah B3 sangat diperlukan untuk memberikan keterangan tentang
karakteristik limbah (KLH, 2002). Ada 2 jenis penandaan, yaitu simbol dan label.
2.4.1 Simbol
Terdapat 8 jenis simbol, yaitu limbah B3 mudah meledak, cairan dan padatan
mudah terbakar, reaktif, beracun, korosif, infeksius dan campuran. Simbol terbuat
dari bahan tahan goresan dan bahan kimia, serta berwarna terang (berpendar) jika
IV-41
dipasang pada kendaraan pengangkut. Simbol berbentuk bujur sangkar diputar 45o,
sehingga membentuk belah ketupat. Pada keempat sisi belah ketupat tersebut dibuat
garis sejajar yang menyambung sehingga membentuk bidang belah ketupat dalam
dengan ukuran 95% dari ukuran belah ketupat bahan. Simbol yang dipasang pada
kemasan minimal berukuran 10 cm x 10 cm, sedangkan simbol pada kendaraan
pengangkut limbah B3 dan tempat penyimpanan limbah B3 minimal 25 cm x 25 cm.
Kedelapan jenis simbol tersebut adalah sebagai berikut:
a. Simbol klasifikasi limbah B3 mudah meledak
Gambar 2.14 Simbol Untuk Limbah B3 Mudah Meledak
Sumber: Lampiran Kep-05/Bapedal/09/1995
b. Simbol klasifikasi limbah B3 beracun
Gambar 2.15 Simbol Limbah B3 Beracun
Sumber: Lampiran Kep-05/Bapedal/09/1995
c. Simbol klasifikasi limbah B3 mudah terbakar
Terdapat 2 macam simbol untuk klasifikasi limbah yang mudah terbakar,
yaitu cairan mudah terbakar dan padatan mudah terbakar.
IV-42
Gambar 2.16 Simbol Limbah B3 Mudah Terbakar
Sumber: Lampiran Kep-05/Bapedal/09/1995
d. Simbol klasifikasi limbah B3 reaktif
Gambar 2.17 Simbol Limbah B3 Reaktif
Sumber: Lampiran Kep-05/Bapedal/09/1995
e. Simbol klasifikasi limbah B3 korosif
Gambar 2.18 Simbol Limbah B3 Korosif
Sumber: Lampiran Kep-05/Bapedal/09/1995
f. Simbol klasifikasi limbah B3 infeksius
IV-43
Gambar 2.19 Simbol Limbah B3 Infeksius
Sumber: Lampiran Kep-05/Bapedal/09/1995
g. Simbol limbah B3 klasifikasi campuran
Gambar 2.20 Simbol Limbah B3 Karakteristik Campuran
Sumber: Lampiran Kep-05/Bapedal/09/1995
2.4.2 Label
Label merupakan penandaan pelengkap yang berfungsi memberikan informasi
dasar tentang kondisi kuantitatif dan kualitatif suatu limbah B3 yang dikemas. Ada 3
jenis label terkait dengan pengemasan limbah B3, yaitu:
a. Label identitas limbah, yang berfungsi memberikan identitas tentang asal-usul
limbah dan jenis beserta sifat limbah itu sendiri.
IV-44
Gambar 2.21 Label Identitas Limbah
Sumber: Lampiran Kep-05/Bapedal/09/1995
b. Label untuk kemasan kosong, dipasang pada kemasan bekas limbah B3 yang
telah dikosongkan dan atau akan digunakan kembali untuk mengemas limbah B3.
Gambar 2.22 Label Untuk Kemasan Kosong Limbah B3
Sumber: Lampiran Kep-05/Bapedal/09/1995
c. Label untuk tutup kemasan, dipasang dekat
tutup kemasan dengan arah panah menunjukkan posisi penutup kemasan.
IV-45
Gambar 2.23 Label Untuk Tutup Kemasan Limbah B3
Sumber: Lampiran Kep-05/Bapedal/09/1995
2.5 Perijinan dan Pengawasan
2.5.1 Perijinan
Setiap badan usaha yang melakukan kegiatan pengelolaan limbah B3 wajib
memiliki izin operasi dari kepala instansi yang bertanggung jawab, dalam hal ini
Menteri Negara Lingkungan Hidup. Ketentuan dan tata cara memperoleh izin
tersebut harus sesuai dengan Kep-68/Bapedal/05/1994. Perizinan pengelolaan limbah
B3 dimaksudkan untuk mengetahui jumlah timbulan, jenis, karakteristik, limbah B3
di Indonesia sejak dihasilkan sampai dengan pengolahan akhir (
Kep-68/Bapedal/05/1994).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 setiap badan usaha
yang melakukan kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan
atau penimbunan limbah B3 wajib memiliki izin operasi dari kepala instansi yang
bertanggung jawab. Kegiatan pengangkutan limbah B3 wajib memiliki izin
pengangkutan dari Menteri Perhubungan setelah mendapat rekomendasi dari kepala
instansi yang bertanggung jawab. Selain itu, pemanfaatan limbah B3 sebagai kegiatan
utama wajib memiliki izin pemanfaatan setelah mendapat rekomendasi dari kepala
instansi yang bertanggung jawab. Persyaratan untuk memperoleh izin yaitu ( PP No
18 Tahun 1999 ) yaitu :
IV-46
1. Memiliki akte pendirian sebagai badan usaha yang telah disyahkan oleh
instansi yang berwenang.
2. Nama dan alamat badan usaha yang memohon izin.
3. Kegiatan yang dilakukan.
4. Lokasi tempat kegiatan.
5. Nama dan alamat penanggung jawab kegiatan.
6. Bahan baku dan proses kegiatan yang digunakan.
7. Spesifikasi alat pengelolaan limbah.
8. Jumlah dan karateristik limbah B3 yabg disimpan, dikumpulkan,
dimanfaatkan, diangkut, diolah atau ditimbun.
9. Tata letak saluran limbah, pengelolaan limbah dan tempat penampungan
sementara limbah B3 sebelum diolah dan tempat penimbunan setelah diolah.
10. Alat pencegah pencemaran untuk limbah cair, emisi dan pengolahan limbah
B3.
2.5.2 Pengawasan
Dijelaskan dalam PP No 18 Tahun 1999 bahwa pengawasan meliputi kegiatan
pemantauan terhadap penataan persyaratan serta ketentuan teknis dan administratif
oleh penghasil, pemanfaat, pengumpul, pengangkut, pengolah dan penimbun limbah
B3. Pengawasan pengelolaan limbah B3 dilakukan oleh Menteri dan pelaksanaannya
diserahkan kepada instansi yang bertanggung jawab. Pengawas pengelolaan limbah
B3 berwenang :
1. Memasuki area lokasi penghasil, pemanfaatan, pengumpulan, pengolahan dan
penimbunan limbah B3.
2. Mengambil contoh limbah B3 untuk diperiksa di laboratorium.
3. Meminta keterangan yang berhubungan dengan pelaksanaan pengelolaan
limbah B3.
4. Melakukan pemotretan sebagai kelengkapan laporan pengawasan.
IV-47
BAB III
METODOLOGI KERJA PRAKTEK
Metodologi pelaksanaan kerja praktek yang dilakukan selama kerja praktek di
PT. Pelat Timah Nusantara Tbk, Cilegon adalah sebagai berikut :
3.1. Tahapan Pelaksanaan Kerja Praktek
Tahapan yang dilakukan dalam melaksanakan kerja praktek pada PT. Pelat Timah Nusantara Tbk, Cilegon dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
Gambar 3.1 Tahapan Pelaksanaan Kerja Praktek
Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2011
Mulai
Pelaksanaan kerja praktek
Pengumpulan data
Analisis dan Pembahasan
Kesimpulan dan saran
Selesai
Tahap Persiapan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Penyusunan Laporan
Data Primer
Profil perusahaanProses produksiSumber limbah B3Metode
pengelolaan
Data Sekunder
Data yang berkaitan dengan limbah B3
IV-48
Dalam keseluruhan pelaksanaan kerja praktek, terdapat 3 tahapan, yaitu :
1. Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan kerja praktek dilakukan proses administrasi yang meliputi
pendaftaran kerja praktek, permohonan pembimbing kerja praktek dan pembuatan surat-
surat lainnya. Selain itu juga dilakukan studi literatur sebagai dasar pembuatan laporan dan
agar lebih mengetahui secara mendalam tentang pengelolaan limbah B3.
2. Tahap Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan ini, hal yang dilakukan adalah mengamati dan mengevaluasi Sistem Pengelolaan Limbah B3 di PT. Pelat Timah Nusantara Tbk, Cilegon guna menyesuaikan dengan regulasi yang ada serta mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan pengelolaan limbah B3 di PT. Pelat Timah Nusantara Tbk, Cilegon. Dalam tahap ini, perlu melakukan kajian pustaka untuk melihat hubungan antara pengamatan di lapangan dan teori.
3. Tahap Penyusunan Laporan
Dalam penyusunan laporan kerja praktek, dilakukan analisis dan pembahasan
mengenai kondisi sistem pengelolaan limbah B3 di PT. Pelat Timah Nusantara Tbk, Cilegon
serta melakukan evaluasi hasil pengamatan lapangan. Salah satu analisis yaitu dengan
melakukan suatu perbandingan antara teori dan regulasi yang ada dengan kenyataan yang
ada di lapangan.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan selama kerja praktek di PT. Pelat Timah
Nusantara Tbk, Cilegon adalah :
1. Metode Pengumpulan Data Primer
Metode ini dilakukan dengan cara observasi dan wawancara
IV-49
a. Metode Observasi
Metode ini dilakukan dengan cara pengamatan atau tinjauan lapangan terhadap
pelaksanaan pengelolaan limbah B3 yang meliputi inventarisasi dan identifikasi,
reduksi, pewadahan, penyimpanan sementara, pelabelan, pengolahan,
pemanfaatan limbah B3 di PT. Pelat Timah Nusantara Tbk, Cilegon dan melakukan
pencatatan.
Tabel 3.1 Daftar Observasi Kerja Praktek
No Observasi Tempat
1 Proses Produksi Divisi Produksi
2 Pengolahan Limbah Cair Seksi Fluids Operasi
3 Identifikasi Limbah B3 Seksi K3LH
4 Pewadahan Limbah B3 Seksi K3LH
5 Penyimpanan Sementara Limbah B3 Seksi K3LH
6 Pelabelan Limbah B3 Seksi K3LH
7 Pengangkutan Limbah B3 Seksi K3LH
8 Perijinan & Pengawasan Pengelolaan
Limbah B3
Seksi K3LH
Sumber : Analisa penulis, 2011
b. Metode Wawancara
Metode ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada staf
berwenang berkaitan dengan kinerja perusahaan atau hal-hal teknis yang kurang
dimengerti saat pelaksanaan kerja praktek dan berbagai permasalahan dalam
pengoperasian proses. Wawancara saat kerja praktek ditujukan kepada karyawan
PT. Pelat Timah Nusantara Tbk, Cilegon.
IV-50
Tabel 3.2 Daftar Wawancara Kerja Praktek
No Wawancara Tempat
1 Proses produksi Divisi Produksi
2 Pengolahan limbah cair Seksi Fluids Operasi
3 Pengelolaan gas, debu dan kebisingan Seksi K3LH
4 Identifikasi & inventarisasi Limbah B3 Seksi K3LH
5 Pengolahan limbah B3 oleh pihak ketiga Seksi K3LH
Lanjutan Tabel 3.2
No Wawancara Divisi
6 Perijinan & pengawasan pengelolaan Limbah
B3
Seksi K3LH
7 Kepedulian terhadap lingkungan PT. Latinusa Seksi K3LH
8 Produksi bersih PT. Latinusa Divisi Produksi,seksi
fluids operasi,seksi K3
9 Pemanfaatan kembali limbah B3 Seksi K3LH
Sumber :Analisa Penulis, 2011
2. Pengumpulan Data Sekunder
Metode pengumpulan data sekunder meliputi kegiatan pengumpulan data
sekunder data literatur, jurnal, makalah, laporan penelitian terdahulu, data keterangan
berupa bagan alir proses produksi dan dampak yang mungkin timbul dan data
pendukung lainnya seperti metode pengumpulan data informasi dengan cara membaca
dan mempelajari literatur yang berkaitan dengan obyek studi. Pengumpulan dokumen
dan referensi pengelolaan limbah B3 di Seksi Keselamatan Kesehatan Kerja dan
Lingkungan Hidup ( K3LH). Kemudian bahan-bahan tersebut dipergunakan sebagai
acuan atau pedoman sebagai pengetahuan awal sebelum studi lapangan, selama
IV-51
pengamatan di lapangan, dan data pada waktu pembahasan dalam tahap penyusunan
laporan.
3.3 Pelaksanaan Kerja Praktek
Sesuai dengan kurikulum Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro, kegiatan Kerja Praktek mempunyai bobot 2 SKS dan merupakan
syarat untuk menempuh ujian akhir/ tugas akhir. Kerja praktek dilaksanakan pada tanggal 1
Agustus – 9 September 2011 di Seksi Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup
( K3LH) dan Seksi Fluids Operasi, Divisi Produksi PT. Pelat Timah Nusantara Tbk, Cilegon
sesuai dengan persetujuan dan kebijakan dari pihak PT. Pelat Timah Nusantara Tbk. Berikut
ini adalah rincian kegiatan selama kerja praktek :
1. Minggu I
Orientasi pengenalan PT. Pelat Timah Nusantara Tbk, Cilegon (Observasi awal) secara
umum untuk mengetahui semua unit yang ada dalam PT. Pelat Timah Nusantara Tbk,
Cilegon serta adaptasi dengan lingkungan kerja perusahaan.
2. Minggu II
Mendapatkan data-data sekunder seputar perusahaan seperti company profile dan
proses produksi.
3. Minggu III
Mempelajari proses produksi secara umum, dan pengelolaan limbah B3 di PT. Pelat
Timah Nusantara Tbk, Cilegon. Konsultasi dengan pembimbing kerja praktek dan
melakukan tinjauan lapangan.
4. Minggu IV
Menganalisis penerapan pengelolaan limbah B3 di PT. Pelat Timah Nusantara Tbk,
Cilegon. Pengambilan gambar dan melengkapi data-data yang kurang.
IV-52
5. Minggu V
Menyusun laporan kerja praktek dan konsultasi dengan pembimbing lapangan.
Tabel 3.3 Pelaksanaan Kerja Praktek di PT. Pelat Timah Nusantara Tbk
Tahapan Kegiatan
Kerja Praktek
Februari
–
Juli
Agustus September Oktober November
2011 2011 2011 2011
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pe Persiapan
Pelaksanaan KP
Penyusunan
Laporan
Seminar
Sumber :Analisa Penulis, 2011
IV-53
BAB IV
GAMBARAN UMUM
PT. PELAT TIMAH NUSANTARA Tbk, CILEGON – BANTEN
4.1 Penjelasan Umum PT. Pelat Timah Nusantara Tbk
PT Pelat Timah Nusantara Tbk, disingkat PT Latinusa Tbk, merupakan
perusahaan pertama di Indonesia yang memproduksi tinplate berkualitas tinggi
dengan standar internasional. PT Latinusa didirikan pada 19 Agustus 1982
berdasarkan Akta Perseroan No.45 yang dibuat di hadapan Imas Fatimah, SH, dan
pemegang saham mayoritas saat ini adalah Konsorsium Jepang yang terdiri dari
Nippon Steel Corporation, Mitsui Co. Ltd., Nippon Steel Trading Co., dan Metal
One. Nippon Steel Corporation juga merupakan penyedia bahan baku utama PT.
Latinusa Tbk, Tin Mill Black Plate (TMBP), sehingga ketersediaan bahan baku
senantiasa terjamin.
PT Latinusa Tbk, memiliki tenaga kerja dengan keahlian tinggi yang selalu
siap membantu para pelanggan perusahaan dalam menyelesaikan permasalahan
tinplate. Dengan pengalaman lebih dari 23 tahun dan pengembangan yang
berkelanjutan, PT Latinusa Tbk bertekad untuk memberikan kepuasan menyeluruh
bagi para pelanggan melalui tinplate berkualitas tinggi, pelayanan yang baik serta
berbagai keunggulan perusahaan.
Dalam proses produksinya PT. Latinusa Tbk menerapkan sistem Electrolytic
Tinning Line (ETL) dengan bahan baku lembaran tipis yang dihasilkan dari pabrik
IV-54
baja yang di giling tanpa pemanasan. PT. Latinusa Tbk memproduksi jenis-jenis Tin
Plate sesuai dengan Standard Internasional, yaitu Standard Nasional Indonesia (SNI),
ASTM, Japan International Standard (JIS), International Standard Organization
(ISO) dari Euronorm. Hasil akhir PT. Latinusa Tbk adalah Tin Plate (Pelat Timah)
dalam bentuk gulungan (Coil) dan lembaran (Sheet). Selain itu PT. Latinusa Tbk juga
turut berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui produk bahan
baku yang aman dan praktis, karena bahan baku pelat timah dibuat dari baja tipis
yang di proses secara higienis, dan prosesnya pun dilakukan secara bertahap melalui
control kualitas yang cermat dan teliti.
Gambar 4.1 Logo PT. Latinusa Tbk
Sumber : Data Primer, 2011
4.2 Visi dan Misi PT. Pelat Timah Nusantara Tbk
PT Latinusa Tbk merupakan perusahaan yang menjalankan fungsi produksi,
penjualan dan pelayanan untuk kepuasan pelanggan yang memiliki visi dan misi
sebagai berikut :
4.2.1 Visi
Visi 2009 : Menjadi perusahaan penyedia tinplate dengan harga yang kompetitif di
kawasan AFTA
Visi 2013 : Menjadi perusahaan tinplate terpadu dan terbaik di kawasan AFTA
Visi 2020 : Menjadi perusahaan kemasan baja terdepan di kawasan AFTA
4.2.2 Misi
IV-55
Menghasilkan tinplate berkualitas tinggi dengan harga kompetitif, dan
pengiriman tepat waktu bagi kepuasan pelanggan.
4.3 Sejarah dan Perkembangan PT. Pelat Timah Nusantara Tbk
Pada awalnya PT. Latinusa adalah perusahaan patungan antara PT. Tambang
Timah (Persero) dan PT. Nusantara Ampera Bakti (PT. NUSAMBA) serta PT.
Krakatau Steel (PT. KS) yang didirikan atas dasar akte notaris Imas Fatimah, SH.
tanggal 19 Agustus 1982 dan telah diumumkan dalam berita Negara RI No. 73
tanggal 13 September 1983 sebagai usaha Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN),
dengan tujuan:
1. Membangun dan mengusahakan pabrik pelat timah di Cilegon, Banten untuk
menghasilkan pelat timah, Tin plate Steel dan produk lain yang berhubungan
dengan itu.
2. Memasarkan, menjual seluruh hasil produksi baik didalam maupun diluar
negeri.
3. Menjalankan kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan hal diatas.
4. Menjaga lingkungan disekitar pabrik agar lingkungan tersebut tidak tercemar.
5. Mengupayakan supaya PT. Latinusa dapat memproduksi pelat timah (Tin
Plate) lebih banyak lagi dan bermanfaat.
Kontrak pembangunan pabrik Tin Plate di tanda tangani pada tanggal 04
Oktober 1982 dengan pihak kontraktor (Consortium Manesmann Demag Sack
GMBH, Jerman Barat dan Hitachi Zosen Coorporation, Jepang) dan biaya
keseluruhan untuk kapasitas 130.000 ton tin plate pertahun sebesar US$ 96.200.000.
Dibidang pemasaran, maka sebagai pelaksanaan Keputusan Menteri Perdagangan
No.480/KP/IV/84 Tanggal 23 April 1984 oleh PT. Krakatau Steel/PPBB dan PT
Tambang Timah telah dikuasakan kepada PT. Kemas Inti Nusa Bakti yaitu suatu
perusahaan patungan antara PT. Tambang Timah dan PT. Nusamba. Dalam pelaksana
keputusan Menteri Perdagangan tersebut PT. Kemas Inti bekerja sama dengan PT.
IV-56
Latinusa. Dengan industri tersebut kebutuhan pelat timah yang dulunya mengimpor
dari luar negeri, sekarang sudah mampu memproduksi sendiri, walaupun masih dalam
skala nasional, tetapi ini dapat mengurangi ketergantungan terhadap tenaga asing.
4.3.1 Tahap Studi Kelayakan
Tahapan studi kelayakan PT. Latinusa Tbk disajikan dalam table 4.1 berikut ini :
Tabel 4.1 Studi Kelayakan PT. Latinusa Tbk
Tahun Studi Kelayakan
1973 – 1974 Studi kelayakan pertama untuk pendirian pabrik tinplate dilakukan
oleh PT Tambang Timah bersama dengan BHP Steel Australia. Dari
studi tersebut disimpulkan bahwa pembangunan pabrik pada tahun
tersebut belum layak.
1980 PT Tambang Timah dan PT Krakatau Steel bekerja sama dengan
Kaiser Engineer International Corp. USA. Dari studi tersebut
disimpulkan bahwa pabrik tinplate layak didirikan.
Maret 1981 – Mei
1982
Kesimpulan dari studi kelayakan ditindak lanjuti dengan
pelaksanaan proyek dan perancangan spesifikasi proyek, tender
internasional, penilaian penawaran dan seleksi.
1983 Pada Maret 1983 pelaksanaan rancangan proyek dimulai, dan pada
Oktober 1983 dilakukan upacara peletakan batu pertama diikuti
dengan pekerjaan konstruksi.
15 Juli 1985 Jadwal percobaan produksi pertama
19 September 1985 Jadwal produksi komersil
2 November 1985 Disahkannya pendirian PT. Latinusa oleh Presiden Republik
Indonesia Bapak Soeharto.
2009 PT. Latinusa makin banyak mengalami suatu kemajuan dari Tahun-
Tahun sebelumnya
IV-57
Sumber : Company Profile PT. Latinusa Tbk
Seiring dengan kemajuan jaman dan didukung dengan SDM yang lebih
kompeten untuk menyesuaikan diri dalam pasar bebas, maka PT.Latinusa Tbk telah
melakukan go public dimana perusahaan Jepang menjadi pemegang saham terbesar
di PT.Latinusa Tbk.
4.3.2 Pembangunan Pabrik
Berdasarkan hasil studi kelayakan, maka pembangunan pabrik tinplate dengan
kapasitas produksi 130,000 ton per tahun dilaksanakan. Pekerjaan konstruksi
dilakukan oleh konsorsium yang terdiri dari Mannesmann Demag Sack GmbH dan
Hitachi Zosen Corp. Peresmian pabrik yang telah selesai dibangun dilakukan oleh
Presiden Republik Indonesia saat itu pada tanggal 2 November 1985.
4.3.3 Pendirian Perusahaan
PT Pelat Timah Nusantara Tbk didirikan pada 19 Agustus 1982. PT Latinusa
merupakan perusahaan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) dengan PT
Tambang Timah, PT Krakatau Steel dan PT Nusamba sebagai pemegang saham
perdana. Saat ini pemegang saham perusahaan terdiri atas Nippon Steel Corporation
(35%), Krakatau Steel (20.1%), Mitsui Co. (10%), Nippon Steel Trading (5%), Metal
One (5%), PT Baruna Inti Lestari dan Publik (20%).
4.3.4 Target Ekspansi
Ekspansi PT Latinusa Tbk bertujuan untuk menjadikannya perusahaan yang
kokoh dengan keunggulan dalam berkompetisi menghadapi berbagai tantangan.
Sebagai fondasi untuk bertumbuh menuju arah tersebut, seluruh sumber daya yang
tersedia akan dimanfaatkan sebaik mungkin dan hubungan baik dengan seluruh
pemangku kepentingan akan dipelihara untuk mendukung perwujudan perusahaan
yang tahan uji dan memiliki daya saing kuat.
IV-58
4.3.5 Nilai Perusahaan
Nilai- nilai yang diterapkan di PT. Latinusa Tbk yaitu:
1. Kerja Tim
Mengutamakan kerja tim dalam mencapai kemajuan perusahaan telah
menjadikan tujuan perusahaan sebagai tujuan bersama dari setiap pegawai.
Perusahaan tidak memberikan perlakuan khusus kepada individu maupun
kelompok tertentu, serta melibatkan baik manajemen maupun staf dalam
pencapaian objektif perusahaan.
2. Integritas
Konsistensi antara setiap pernyataan dan tindakan, baik dalam hal etika
maupun peraturan.
3. Keterbukaan
PT. Latinusa Tbk senantiasa terbuka terhadap ide baru, saran dan
perubahan dari pihak eksternal demi kemajuan perusahaan. PT. Latinusa Tbk
telah mengembangkan sistem kerja dan pelaporan yang baik, sehingga
memudahkan para pemangku kepentingan untuk mengevaluasi hasil kerja kami.
4. Kredibilitas
Kredibilitas PT. Latinusa Tbk sebagai perusahaan yang terpercaya
tercermin melalui tindakan yang senantiasa jujur, profesional dan inovatif. PT.
Latinusa Tbk bertekad untuk selalu bergerak maju, mengandalkan diri sendiri,
mengembangkan diri dan bersedia melakukan perubahan demi perbaikan dan
kemajuan yang sejalan dengan tujuan, visi, misi, nilai dan pandangan kami.
5. Kepedulian
PT. Latinusa Tbk menjaga toleransi dan kepedulian di antara sesama
kami, para pegawai dan seluruh bagian dari perusahaan. PT. Latinusa Tbk tidak
IV-59
segan mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran, mendorong kinerja dan
kerja sama yang lebih baik demi kemajuan perusahaan.
4.4 Lokasi PT. Pelat Timah Nusantara Tbk
Adapun data teknik mengenai PT. Latinusa Tbk adalah sebagai berikut :
1. Luas area total : 8.5 Ha
2. Luas area yang dipakai : 2.45 Ha
3. Penggunaan listrik : 20 KVA,dari PT Krakatau Daya Listrik
4. Nama : PT. Pelat Timah Nusantara Tbk
5. Kantor Pusat : Gedung Krakatau Steel, Lantai 3
Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 54
Jakarta 12950 - Indonesia
Telp : (021) 5209883 (Hunting)
Fax : (021) 5210079. 5210081
E-mail : Info@latinusa.co.id
6. Kantor/Pabrik : Jl. Australia I-Kav E1
Kawasan Indusrti KIEC Cilegon
Banten 42443 -Indonesia
Telp (0254) 392353,39357
Fax (0254) 393569,393247
Luas area yang dipergunakan oleh PT. Latinusa Tbk adalah 2.45
Ha.Penentuan lokasi pabrik berdasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain :
1. Tersedianya tanah dengan harga yang relatif murah.
2. Tersedianya air dan listrik untuk industri.
3. Letaknya yang strategis dengan pelabuhan Cigading, sehingga memudahkan
untuk transportasi bahan baku.
IV-60
4. Letaknya dekat dengan PT. Krakatau Steel yang diharapkan pada masa
mendatang akan memenuhi bahan baku utama Pelat Timah yaitu TMBP (Tin
Mill Black Plate) yang digunakan oleh PT. Latinusa Tbk
U
AG
S
T T
R
Q
P
O
O
W
U
V
M N
E F GH
L
L
I J
K
k
D
CB A
AH
AK
AE AF
AC
AD
AA
AJ
AB
AL
IV-61
Gambar 4.2 Denah PT. Latinusa Tbk
Sumber : Company Profile PT. Latinusa Tbk
Keterangan :
A. POS satpam
B. Musholah
C. Gedung serba guna
D. Koperasi
E. Shiping
F. Workshop
G. Balai karya/PU
H. K3LH
I. Emergency
J. Kantin
K. Recepsionis
L. Perkantoran
M. Quality control
N. SDM
O. Shirring line
P. Exit
Q. ETL
R. Entry
S. CPL
T. Kantor mekanik
U. Kantor produksi
V. Ruang sortir
W. Control room listrik & instrument
X. Lahan penghijauan
Y. Gudang hasil produk
Z. Gudang TMBP
AA. Anode casting
AB. Logistik
AC. Fluid utility
AD. WWTP
AE. Boiler 1
AF. Boiler 2
AG. Palet shop
AH. Kantor coil storage
AI. Lahan parkir
IV-62
AJ. Ruang compressor
AK. Area 5R
Gambar 4.3 Tampak Luar PT. Latinusa Tbk
Sumber : Data Sekunder, 2011
4.5 Struktur Organisasi dan Kepegawaian PT. Pelat Timah Nusantara Tbk
4.5.1 Struktur Organisasi
Struktur organisasi di PT. Latinusa Tbk merupakan struktur organisasi garis
yang digabungkan dengan fungsi staf. Dalam struktur organisasi ini Direktur utama
bertanggung jawab langsung pada Rapat Umum Pemegang Saham melalui Dewan
Komisaris. Sitem pertanggungjawaban direksi dan pimpinan lainnya dari semua
tingkatan tertuang dalam struktur organisasi PT. Latinusa Tbk yang menurut Surat
Keputusan Direksi PT. Latinusa Tbk No HK 00.01/28/0000/2004. Setelah adanya SK
Direksi PT. Latinusa Tbk tentang struktur ini maka perlengkapan kepengurusan
IV-63
dipimpin oleh direksi yang terdiri dari seorang direktur utama dan dibantu oleh tiga
orang direktur yang masing- masing membawahi direktorat.
Direktur Utama
Direktur Keuangan
Direktur Komersial
Direktur Operasional
Manko Akutansi dan Keuangan
Manko GA & PKBL
Unit PKBL
Divisi General Affair
Sekretaris Perusahaan
Divisi Hukum
Kepala SPI Divisi SPI
Divisi Akutansi
Divisi Keuangan
Divisi SDM
Divisi SI
Manko Pemasaran
Divisi Penjualan
Divisi Pemasaran
Divisi Logistik
Manko Penunjang Produksi
Divisi QA
Divisi Teknologi
Manko Produksi
Divisi Perawatan
Divisi Produksi
Divisi PPPP
IV-64
Gambar 4.4 Struktur Organisasi PT. Latinusa Tbk
Sumber : Company Profile PT. Latinusa Tbk
4.5.1.1 Divisi Produksi
Tanggung jawab divisi produksi adalah mengatur dan mengurus semua
kegiatan produksi berdasarkan rencana produksi yang ditentukan agar dihasilkan
sesuai dengan jumlah dan kualitas yang ditentukan dengan biaya yang seefisien
mungkin. Menjaga seluruh kegiatan proses produksi agar kegiatan produksi
berjalan sesuai dengan metode pedoman yang telah ditetapkan. Bekerja sama
dengan divisi lainnya yang terkait dalam pengaturan produksi dan penyediaan
bahan dan menerapkan prinsip- prinsip K3 di lingkungan kerja.
Shift Leader
Bag Penunjang Produksi
Bag Pengemasan Barang jadi
Seksi ETL
Seksi SI
Seksi Fluids Operasi
Seksi Persiapan & Analisa Proses
Seksi Penatalaksanaan Roll
Seksi Penyiapan Bahan Kimia Anoda
Seksi Pengawas Kemasan
Divisi Produksi
IV-65
Gambar 4.5 Struktur Organisasi Divisi Produksi
Sumber : Company Profile PT. Latinusa Tbk
4.5.1.2 Divisi Sumber Daya Manusia ( SDM )
Tanggung jawab divisi SDM adalah menyusun dan merumuskan rencana
dan program kegiatan manajemen SDM yang mencakup penerimaan dan
penempatan karyawan, system penggajian dan promosi atau rotasi karyawan,
peningkatan pengetahuan, pengembangan SDM ( training ), kemampuan dan
keterampilan karyawan, keperluan rumah tangga guna mendukung kegiatan
operasional perusahaan. Divisi SDM juga membantu menyelesaikan konflik yang
terjadi baik konflik pekerjaan maupun konflik atasan dan bawahan. Metodologi
evaluasi jabatan dilakukan dengan pendekatan Hay.
Divisi SDM
Bag Administrasi SDM
Bag K3 dan Kesra
Bag Pengembangan SDM
Seksi Penggajian
Seksi Administrasi Personalia
Seksi Pengembangan SDM
Seksi Pengembangan Organisasi
Seksi Kesra
Seksi K3
IV-66
Gambar 4.6 Struktur Organisasi Divisi SDM
Sumber : Company Profile PT. Latinusa Tbk
4.5.2 Kepegawaian
Jumlah pegawai di PT. Latinusa Tbk adalah 434 orang yang terdiri dari
pegawai tetap dan karyawan harian (karyawan kontrak) . Sistem kerja pegawai di
PT. Latinusa Tbk berdasarkan 2 bagian yakni Shift dan Non-Shift. Pegawai yang
bekerja shift terbagi menjadi 3 waktu yaitu:
1. Shift
Shift 1 : 14.00 - 22.00 WIB
Shift 2 : 22.00 - 06.00 WIB
Shift 3 : 06.00 - 14.00 WIB
2. Non Shift
07.30 – 16.000 Senin s/d Kamis
07.30 – 17.00 Jum’at
Pola kerja shift terbagi atas 4 grup dengan pembagian waktu kerja 5 hari
kerja dua hari libur dan 3 hari kerja sehari libur. Sedangkan pegawai yang non-shift
waktu kerja yang dilaksanakan adalah 5 hari kerja yakni dari senin hingga Jumat.
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan karyawan, PT. Latinusa Tbk memberikan
kompensasi dalam bentuk gaji pokok yang telah sesuai dengan Upah Minimum
Regional (UMR), tunjangan serta santunan sosial. Selain itu perusahaan juga
memberikan tunjangan sosial dan jaminan kesehatan sebagai berikut :
1. Jaminan hari tua yang terencana melalui Dana Pensiun Mitra Krakatau.
2. Transportasi
3. Program perumahan dan sarana ibadah
4. Program haji karyawan dan istri
5. Olahraga dan pembinaan rohani
IV-67
6. Kebutuhan rumah tangga melalui koperasi karyawan
7. Pakaian kerja dan bonus produksi
V-68
4.6 Sarana dan Prasarana PT. Pelat Timah Nusantara Tbk
Kelancaran suatu proses dalam menjalankan suatu sistem proses dan
memproduksi suatu produksi sangat tergantung pada beberapa aspek dan faktor.
Diantara beberapa faktor yang turut menunjang jalannya operasi pabrik yang terdapat
di PT. Latinusa Tbk salah satunya adalah unit utilitas. Adapun unit utilitas yang
terdapat di PT.Latinusa meliputi sarana-sarana sebagai berikut :
1. Penyediaan Air
2. Penyediaan Steam
3. Penyediaan Listrik
4. Penyediaan Udara Tekan
4.6.1 Penyediaan Air
Pada umumnya air dipakai untuk umpan ketel uap dan penggunaan lainnya
seperti air pendingin, air proses dan air untuk kegiatan proses lainnya. Penggunaan
air tersebut sebagai umpan ketel uap karena air merupakan material yang mudah
didapat, panas laten yang dihasilkan tinggi dan harganya relatif murah. Penyediaan
air dalam hal ini terbagi menjadi air untuk proses produksi dan air untuk proses non
produksi. Bahan baku air yang dipakai PT. Latinusa Tbk untuk semua kebutuhan
pabrik maupun rumah tangga diperoleh dari PT. Krakatau Tirta Industri (PT. KTI).
Setelah air tersebut diolah pada unit pengolahan air dibagian fluid, maka akan
dihasilkan air yang dibutuhkan pabrik untuk melakukan berbagai proses. Pengolahan
air yang dilakukan dibagian fluid pada dasarnya berguna untuk menyajikan dan
menyediakan air jernih yang tidak mengandung kadar garam dan mineral sehingga
air tersebut dapat digunakan untuk proses dan kegiatan lainnya.
V-69
4.6.1.1 Cooling Water System
Cooling Water adalah air yang digunakan untuk mendinginkan peralatan-
peralatan yang ada diproses produksi. Cooling Water System yaitu unit yang
menangani atau menyediakan air pendingin. Sistem pendingin di cooling tower
dilakukan secara resirkulasi terbuka, dimana mekanismenya air make up dari PT.
Krakatau Tirta Industri (KTI) di alirkan menuju cooling storage basin dengan
ketentuan bila air dalam basin kosong yang di sebabkan udara atau uap panas yang
diserap akibat sirkulasi air sistem pendingin yang digunakan pada pembangkit daya ,
akan secara otomatis valve terbuka dan mengisi , air dari cooling water basin di
pompakan ke produksi dengan mengunakan 5 unit pompa dengan kapasitas per unit
200 m3/jam, air dari produksi di kembalikan lagi ke cooling tower untuk didinginkan
kembali. Adapun kegunaan air cooling di PT. Latinusa Tbk yaitu:
1. Untuk pendingin AC Sentral.
2. Untuk pendingin roll-rool yang ada pada proses produksi.
3. Untuk pendingin Compressor.
4. Sebagai pendingin oli pada sistem hydroulic.
5. Sebagai Fire Fighting water.
4.6.1.2 Filter Water System
Filter water system adalah suatu sistem penyaringan air dengan
menggunakan media penyaring berupa pasir kuarsa atau biasa disebut Sand Filter.
Bagian-bagian utama dari filter water system antara lain :
1. Sand Filter
2. Multi Stage High Pressure Centrifugal Pump
3. Filter Water Storage Basin
V-70
Mekanisme filter water system di PT. Latinusa Tbk yaitu air yang berasal dari
Make –up water di filtrasi menggunakan sand filter untuk menghilangkan padatan –
padatan tersuspensi dalam air. Filter water ditampung dalam Filter water storage
basin. Selama Sand Filter No.I beroperasi dan indikator telah menunjukan kejenuhan
(kotor) Sand Filter No.I akan berpindah secara otomatis ke sand filter no.2 dan sand
filter no.l dilakukan Backwash secara manual adapun lama backwash di sesuaikan
dengan kondisi air yang dilihat dengan kasat mata, hal ini dilakukan untuk
menghilangkan padatan – padatan tersuspensi yang telah mengendap di bagian atas
media penyaring. Backwash dilakukan dengan mengalirkan air bersih dari bagian
bawah (Up-flow) sehingga padatan tersuspensi terangkat dan keluar dari sand filter
sehingga sand filter efektif kembali untuk melakukan penyaringan air (filtrasi). Di
PT. Latinusa Tbk kegunaan dari filter water tersebut antara lain :
1. Untuk proses Elektrolisysic Tinning Line ( ETL ) yaitu rinsing proses cleaner,
pickling dan plating.
2. Untuk supply ke Demin Water System
Untuk menguji kualitas air hasil proses ini dilakukan juga analisa di laboratorium
setiap hari dan disesuaikan dengan standar baku mutu air.
4.6.1.3 Potable Water System
Potable water system adalah system penyaringan air dengan menggunakan
media penyaring berupa Active Carbon Filter. Di PT. Latinusa Tbk potable water
digunakan untuk air minum, dan air kamar mandi namun untuk saat ini hanya
digunakan untuk kebutuhan kamar mandi, karena kebutuhan air minum telah
mengunakan air mineral kemasan. Bagian-bagian Potable water system antara lain :
1. Potable Water Storage Tank :20 m3
2. Actived Carbon Filter :10 m3
3. Hydropor Tank :1 m3
V-71
4. Pompa. :5m3/h…5,5 kw
Prinsip yang digunakan pada alat potable water adalah sama dengan filter
water, perbedaannya yaitu umpan potable water adalah air hasil demineralisasi. Make
–up water yang telah diinjeksikan NaOCl (Sodium hypoclorite) dalam sistem
distribusinya, ditampung dalam Potable water storage tank. Dari Potable water
storage tank air dipompakan ke Carbon Filter sehingga dihasilkan air bersih untuk
didistribusikan melalui Hydropor Tank. Pada hydropor tank berisi air dengan 20 %
dari voleme tanki adalah angin yang berasal dari Compressor.
4.6.1.4 Demin Water System
Demin water system adalah sistem penghilangan mineral-mineral yang
terkandung dalam air dengan metode pertukaran ion (Ion Exchange). Sedangkan alat
yang digunakan adalah Ion Exchanger . Ion Exchanger terdiri dari dua bagian yaitu
kation exchanger dan anion exchanger. Sedangkan bahan isian (packing) yang
terdapat dalam kation dan anion exchanger disebut Resin. Di PT. Latinusa Tbk
terdapat 3 train unit demin, dimana setiap train terdiri dari kation exchanger dan
anion exchanger. Di dalam operasi normal biasanya ketiga train tersebut dikondisikan
dengan kondisi yang berbeda pada masing-masing train. Apabila train 1 dalam
kondisi Service, maka train II dalam kondisi Ready, sedangkan train III dalam kondisi
Regeneration tergantung dari conductivitynya atau sebaliknya. Bagian-bagian utama
unit demin water system di PT. Latinusa Tbk antara lain :
1. Kation Exchanger Coloumn.
2. Anion Exchanger Coloumn.
3. NaOH Tank. cap. 500 ltr
4. H2SO4 Tank.cap. 500 ltr
5. Circulation pump (In-Line multistage pump).
6. Deminwater storage tank.cap. 25 m3 x 2
V-72
4.6.2 Penyediaan Listrik
Listrik merupakan salah satu sarana yang penting pada setiap proses dalam
suatu industri. Di PT. Latinusa Tbk penyediaan tenaga listrik didapat dan dipasok
dari PLTU 400MW yang dimiliki oleh PT. Krakatau Daya Listrik (PT. KDL) dengan
tegangan 20 KV dan mempunyai daya sebesar 9000 KVA. Di PT. Latinusa Tbk
listrik digunakan dalam proses Electrolysic Tinning Line (ETL), penghasil panas
pada pemanas listrik secara elektrik pada proses pencetakan anoda timah serta
kebutuhan sehari- hari perusahaan.
4.6.3 Penyediaan Steam
Di PT. Latinusa Tbk Steam (uap) dihasilkan oleh 2 buah ketel yang bekerja
secara bergantian dengan kapasitas maksimum 10 ton/jam dengan tekanan
maksimum 8.5 Kg/cm2. untuk menghasilkan steam, digunakan air hasil proses
demineralisasi sebagai umpan. Steam yang dihasilkan digunakan untuk memanaskan
larutan proses cleaning, pickling, dan chemical treatment.
4.6.4 Penyediaan Udara Teken
Udara tekan dihasilkan dari 3 buah compressor dengan tekanan 7 bar. Udara
hasil kompresi di tampung pada air receiver untuk kemudian disalurkan ke unit-unit
yang membutuhkan udara tekan. Udara tekan yang dihasilkan digunakan untuk
berbagai macam keperluan, diantaranya :
1. Untuk penggerak selonoid valve
2. Untuk penggerak piston pada roll diproses produksi.
3. Untuk Hydropor tank pada Potable Water System,dan lain sebagainya
V-73
4.7 Kegiatan Pokok PT. Pelat Timah Nusantara Tbk
4.7.1 Bahan Baku Produksi
4.7.1.1 Bahan Baku Utama
1. Tin Mill Black Plate (TMBP)
Bahan baku yang digunakan dalam proses pelapisan timah pada strip baja
dengan metode elektrolisa adalah tin mill black plate ( TMBP ) yaitu baja tipis
berbentuk lembaran yang pada proses elektrolisis berperan sebagai katoda. PT.
Latinusa Tbk memperoleh bahan baku TMBP dari dalam maupun luar negeri.
Suplai dalam negeri berasal dari PT. Krakatau Steel sedangkan suplai luar negeri
berasal dari beberapa negara, diantaranya jepang yaitu dari perusahaan Nippon
Steel Coorporation ( NSC ), Nippon kohan ( NKK ) dan Kawasaki Steel ( KS )
selain itu juga berasal dari korea dan Australia.
Karateristik dan sifat dari tin mill black plate antara lain sebagai berikut :
1. TMBP adalah baja yang mengandung unsur karbon maksimum kurang
dari 2 %.
2. Warna struktur dari material bila dilihat dengan mikroskop electron
berupa hitam serabut.
3. TMBP merupakan salah satu jenis stainless steel yang termasuk jenis
logam baja yang tahan terhadap bentuk serangan korosi.
4. Tidak diperbolehkan adanya karat yang timbul dalam TMBP.
5. Lapisan oil film yang melapisi TMBP mengandung kadar minyak
sebanyak 30 – 50 mg/m2.
Proses produksi akan berjalan dengan baik dan sempurna jika ditunjang
dengan bahan baku yang bermutu. Proses pelapisan timah yang dilakukan di PT.
Latinusa Tbk merupakan proses lisensi dari USA Corporation yakni United State
Steel ( USS ) dengan prinsip elektrolisa.
V-74
Gambar 4.7 Tin Mill Black Plate ( TMBP )
Sumber : Data Primer, 2011
Tabel 4.2 Spesifikasi dan Karateristik TMBP Untuk Proses Produksi
No Spesifikasi Keterangan
1 Ukuran Potong Lebar potong 457 – 865 mm
Tebal potong 0,11m - 0,39
2 Ukuran Gulungan Coil Diameter dalam 420 mm
Diameter luar 1829 mm
Berat maksimal 100.000 N
Sumber : Company Profile PT. Latinusa Tbk
V-75
Tabel 4.3 Tipe Bahan Baku Baja dan Penggunaanya Dalam Proses Produksi
Aimed Rockwell Hardness 30 T Application
Single Reduce
46 – 52
Nozzle, spout, pangkal kaleng minyak berukuran 5 galon dan aplikasi lain yang enggunakan extra deep drawing
T2 50 – 56
Kaleng kotak kecil, kaleng ikan drawn, kaleng kornet beef, ring,caps dan aplikasi lain yang membutuhkan moderate deep drawing dan tingkat kekerasan tertentu
T2.5 52 – 58
Crowns, top plugs untuk kaleng cat dan aplikasi lain yang membutuhkan moderate deep drawing dan tingkat kekerasan tertentu
T3 54 – 60
Badan kaleng cat minyak ukuran 5 gallon, kaleng sundry, kaleng besar dan aplikasi lain yang membutuhkan tingkat kekerasan yang sesuai
T4 58 – 64
Pangkal dan badan kaleng yang membutuhkan kekuatan komperatif yang tinggi.
T5 62 – 68
Pangkal dan badan kaleng yang membutuhkan kombinasi kekerasan, kekuatan dan fleksibilitas yang tinggi.
Double Reduce DR 8 70 – 76
Badan dan pangkal untuk kaleng berdiameter kecil namun dengan kekuatan tinggi.
DR 9 73 – 79
Badan dan pangkal untuk kaleng berdiameter besar namun dengan kekuatan tinggi
Sumber : Company Profile PT. Latinusa Tbk
V-76
Tabel 4.4 Tipe Konvensional Baja Untuk Proses Produksi
Jenis Ciri Khusus
BBright Finish
Permukaan mengkilap yang dihasilakan dari lapisan flow brightened tin di atas grindstone finished steel base yang halus
SStone Finish
Permukaan mengkilap yang dihasilakn dari lapisan flow brightened tin di atas steel base yang memiliki pola directional grindstone
MMatte Finish
Permukaan redup dari hasil lapisan unmelted yang umumnya diatas dull finished steel base
Sumber : Company Profile PT. Latinusa Tbk
2. Timah Putih
Timah putih atau Stannum merupakan bahan baku utama kedua pada proses
palapisan timah pada strip baja dengan menggunakan metode elektrolisa yang
berperan sebagai anoda. Timah yang diperlukan pada proses elektrolisa adalah timah
murni dengan kemurnian 99,99 %. Untuk pengadaan timah putih itu sendiri PT.
Latinusa Tbk mendatangkan dari PT. Tambang Timah Tbk, Bangka Belitung. Timah
putih tersebut dilebur untuk membentuk timah batangan yang siap pakai pada prose
plating. Peleburan ini dilakukan di bagian anode casting. Untuk pencetakan timah
tersebut bagian anode casting dengan bentuk dan ukuran yang sudah ditentukan
menggunakan “Tin Melting Furnace”. Alat tersebut bekerja dengan menggunakan
sistem burner dengan bahan bakar gas dari PGN.
4.7.1.2 Bahan Baku Penunjang
Bahan baku penunjang dalam proses pembuatan tin plate ada beberapa jenis yaitu :
1. Asam Sulfat (H2SO4)
V-77
Fungsi dari larutan asam sulfat adalah untuk menghilangkan oksida logam yang
menempel pada permukaan strip baja. Selain itu juga berfungsi untuk
mengkasarkan permukaan strip agar pori-pori pada permukaannya terbuka,
sehingga daya lekat dari timah lebih baik. Asam sulfat digunakan pada proses
pickling dengan konsentsasi 5-10%.
2. Natrium Hidroksida (NaOH)
Larutan ini berfungsi untuk menghilangkan kotoran berupa minyak, grease dan
debu dengan tujuan agar tidak timbul defect (cacat) pada saat dilakukan proses
pelapisan. Larutan ini digunakan di bagian pre-cleaning dan cleaning pada proses
section.
3. Phenol Sulfonic Acid (PSA)
Larutan ini berfungsi untuk meningkatkan konduktifitas larutan serta mencegah
terjadinya oksidasi Sn2+ menjadi Sn4+. Konsentrasi larutan PSA yang digunakan
12-15 gr/ liter. Bila konsentrasi larutan terlalu rendah, maka akan menyebabkan
turunnya konduktifitas larutan sehingga membutuhkan daya listrik yang besar.
Bila larutan PSA terlalu tinggi, maka dapat menyebabkan defect berupa bercak
noda pada permukaan tin plate (tin pick-up).
4. Ethoxylated Napohtol Sulfonic Acid (ENSA)
Manfaat dari larutan ENSA adalah untuk mengkilapkan plate setelah mengalami
proses melting dan berfungsi sebagai penetralisir larutan plating dan juga
meminimalisasi timbulnya defect, seperti: wood grain, high current. Standard
pemakaian ENSA adalah sebesar 3-6 gr/liter.
5. Stannous Sulfat (SnSO4)
Fungsi dari larutan ini adalah sebagai sumber awal adanya ion-ion timah dalam
larutan. Konsentrsi dari ion Sn2+ dalam larutan SnSO4 adalah 24-30 gr/liter.
6. Natrium Dikromat (Na2Cr2O7)
V-78
Larutan ini digunakan pada bagian chemical treatment. Fungsi larutan ini
membuat lapisan oksida chrome pada permukaan tin plate agar tahan terhadap
oksidasi dari lingkungan.
7. Sulfonik N 150/N 120
Sulfonik N 150/N 120 merupakan senyawa yang berbentuk busa (foam). Tujuan
pemberian senyawa ini adalah mencegah bau pada waktu proses dan mencegah
terjadinya oksidasi oleh udara luar (karat).
8. Dioctyle Sebacate (DOS)
DOS merupakan lapisan oil yang berfungsi untuk melapisi timah supaya tahan
terhadap goresan.
4.7.2 Proses Produksi
Prose produksi di PT. Latinusa Tbk terbagi menjadi dua tahap yaitu ETL
( Electrolysic Tinning Line ) dan Shearing Line.
4.7.2.1 ETL ( Electrolysic Tinning Line )
Proses elektrolisis tinning line terbagi menjadi tiga tahap yaitu entry section,
plating section dan exit section. Adapun spesifikasi alat untuk proses ETL adalah
Tabel 4.5 Spesifikasi Alat Proses ETL
No Spesifikasi Keterangan
1 Type Ferrostan
2 Capacity 130000 metric tons/ year
3 Line Speed 275 meter/ minute max
4 Reflow Conduction resistance melting
5 Passivation CDC type 311
6 Oiling DOS with electrostatic system
7 Licensed US Steel Corporation
V-79
Sumber : Divisi Produksi PT. Latinusa Tbk
1. Entry section
Pada proses ini TMBP ( Tin Mill Black Plate ) yang berbentuk lembaran
baja sebagai bahan baku untuk coil diletakan pada madril pay of reel di posisi
tengah dan digerakan dengan system hidraulik. Lembaran baja akan dilepaskan
dari gulungan kemudian menuju double cut shear yang digunakan untuk
memotong strip sebelum proses pelapisan berlangsung sehingga antara kedua
ujung strip memungkinkan untuk disambung. Kemudian penyambungan di
lapangan spot welder selama 25-30 detik sedangkan proses section tetap berjalan
tanpa mengurangi kecepatan line.
Hal ini disebabkan oleh adanya fasilitas entry looping tower. Setelah
melalui proses tersebut strip akan masuk ke dalam stering roll untuk menjaga
supaya lembaran baja tetap berada di center roll dan jika nanti bergeser akan
segera ditarik kembali menuju center oleh sensor optic secara otomatis. Dari sini
strip akan menuju side timer yang digunakan untuk mendorong sisi strip sesuai
dengan permintaan customer dan selanjutnya oleh burr masher roll, pinggir
potongan itu diratakan kembali. Kecepatan entry section dari jogging 100 – 335
m/menit.
2. Plating Section
a. Cleaning
Proses ini diawali oleh proses pre cleaning yaitu dilakukan untuk
membersihkan kotoran- kotoran yang menempel pada permukaan strip.
Dilanjutkan dengan proses cleaning yang akan berlangsung secara elektrolisis
dalam NaOH dan welting agent yang disertai oleh adanya arus listrik DC. Arus
ini akan mengalir melalui konduktor rol sementara sepasang gride akan
memberikan muatan yang berlawanan terhadap larutan elektrolit. Untuk
pembilasan dilakukan proses cleaning rinsing yang berfungsi mencegah
V-80
terjadinya kontaminasi dan merupakan proses netralisasi antara larutan cleaning
dengan cara menyemprotkan air pada strip.
b. Pickling
Proses pickling yaitu proses untuk menghilangkan oksida logam dan karat
yang terdapat pada strip serta mengkasarkan permukaan strip sehingga daya lekat
terhadap pelapisan timah menjadi lebih baik, dalam proses ini digunakan larutan
H2SO4 dengan konsentrasi 5 – 10 %. Proses pickling rinsing merupakan proses
akhir yang dilakukan dengan tujuan untuk membersihkan sisa- sisa dari larutan
H2SO4 yang masih menempel pada strip. Apabila masih terdapat larutan H2SO4
yang masih menempel maka akan menyebabkan proses pelapisan timah tidak
dapat berjalan dengan sempurna.
c. Plating, Drag Out, Hot Air Dryer dan Marking Section
Proses plating merupakan bagian dari proses kimia dimana larutan yang
digunakan akan dialiri arus listrik sehingga terjadi proses pelapisan timah yang
nantinya akan disesuaikan dengan keinginan customer. Setelah plating dilakukan
proses drag out dan pengeringan ( hot air dryer ) yang dilakukan untuk
membersihkan sisa- sisa larutan plating yang menempel pada permukaan strip.
Hasilnya berupa endapan Kristal timah abu- abu yang masih belum mengkilap.
Proses Marking section adalah proses pemberian tanda yang dilakukan pada salah
satu bagian sisi permukaan plat timah sehingga mudah untuk diketahui perbedaan
yang muncul antara bagian top coating dan bottom coating pada lapisan yang
berbeda. Dilanjutkan dengan proses reflow melting section yaitu proses yang
dilakukan untuk mengkilapkan permukaan strip dan membentuk alloy atau
paduan paduan logam berupa Fe- Sn.
V-81
d. Chemical Treatment dan Oiling
Setelah strip dilapisi dengan timah kondisi strip untuk permukaanya telah
mengkilap. Proses Chemical treatment yaitu proses yang bertujuan untuk
melindungi permukaan plat timah dari korosi yang terjadi sebagai akibat dari
oksidasi udara luar serta untuk mendapatkan hasil pelapisan timah yang pasif atau
yang tahan terhadap goresan. Proses Chemical treatment rinsing merupakan
proses untuk menghilangkan sisa- sisa larutan chemical treatment yang masih
melekat pada plat timah. Proses terakhir dalam tahap ini yaitu proses oiling yang
dilakukan dengan cara memberikan lapisan oil tipis pada permukaan plat timah.
3. Exit Section
Tahap ini terbagi kedalam delapan proses dimana proses- proses ini
merupakan tahapan penyempurnaan tinplate. Exit looping tower yaitu penampung
yang ada saat pemotongan coil pada bagian exit section. Visual mirror inspection
merupakan proses inspeksi untuk memeriksa cacat yang mungkin terjadi pada tin
plate dan dapat dilihat secara visual. Tin Coating gauge adalah proses untuk
mengukur ketebalan lapisan timah. Automatic pinholes detector merupkan proses
yang memeriksa cacat yang mungkin terjadi pada permukaan tin plate secara
otomatis dengan menggunakan sinar γ.
Weight dan length monitoring merupakan proses untuk mengukur berat
dan panjang tin plate. Cut shear auto dan manual adalah proses untuk memotong
tin plate pada bagian ujung dari coil setelah gulungan strip pada coil mencapai
jumlah tertentu dan apabila suatu waktu system auto mengalami gangguan maka
penggunaan secara otomatis akan digantikan oleh penggunaan secara normal.
Recoiler 1 dan recoiler 2 merupakan proses penggulungan tin plate yang telah
selesai diproses dalam bentuk coil.
V-82
Cleaning
Pre Cleaning
Cleaning
Cleaning Rising
Cutting
Pickling
Pickling
Pickling Rising
TMBP
Plating
Hot Air Dryer
Reflow Melting
Marking Section
Chemical Treatment
A
V-83
Gambar 4.8 Skema Proses Electrolysic Tinning Line (ETL) PT. Latinusa Tbk
Sumber : Data Primer, 2011
Gambar 4.9 Unit Electrolysic Tinning Line PT. Latinusa Tbk
Sumber : Divisi Produksi PT. Latinusa Tbk
4.7.2.2 Shearing Line
Produk pelat timah yang dihasilkan PT. Latinusa Tbk selain dalam bentuk
gulungan (coil) juga terdapat dalam bentuk lembaran (sheet). Pada bagian ini
dilakukan pemotongan strip yang sudah melalui proses electrolytic tinning line
menjadi lembaran-lembaran dengan ukuran panjang sesuai dengan permintaan
konsumen. Adapun rangkaian proses yang dilakukan, yaitu:
1. Pay off reel
Berfungsi sebagai uncoiler, yaitu melepaskan gulungan strip dari coilnya.
Pada bagian ini recoiler dilengkapi dengan threding belt yang mengandung magnet
permanen yang berfungsi sebagai alat bantu untuk memasukkan strip dari pay off reel
ke pinch roll.
2. Visual inspection
V-84
Pada bagian shearing line ini juga dilakukan pemeriksaan cacat (defect) yang
terdapat pada permukaan strip yang berasal dari proses electrolytic tinning line.
Pemeriksaan ini berfungsi untuk menentukan klasifikasi dari lembaran yang
dihasilkan.
3. Automatic inspection (Pin hle detector)
Adanya cacat kecil pada pada strip yang biasanya tidak terdeteksi atau tidak
dapat di deteksi oleh bagian visual inspection, maka pada bagian ini dapat dapat di
deteksi pada bagian ini pula mendeteksi ketebalan strip.
4. Drum shear
Berfungsi untuk memotong lembaran-lembaran dalam ukuran panjang sesuai
pesanan. Pemotong terdiri atas dua buah roll atas bawah, untuk mendapatkan
potongan yang panjang maka kecepatan putaran roll diperlambat dengan mengatur
sesuai setting dan programnya.
5. Sheet classifier
Berfungsi untuk mengatur masuknya lembaran-lembaran hasil potongan
kedalam piler-piler.
6. Piller (Box)
Berfungsi untuk menempatkan lembaran-lembaran strip sesuai dengan
mutunya. Piller nomor 1 untuk lembaran-lembaran yang berlubang; piller nomor 2
untuk lembaran-lembaran yang akan di sortir kembali; dan piller nomor 3 serta piller
nomor 4 khusus untuk lembaran-lembaran yang bermutu paling baik
7. Shipping and ware house
Pada proses ini merupakan proses pengepakkan (packaging) gulungan-
gulungan dan lembaran-lembaran yang sudah di lapis dengan timah (tin plate),
kemudian disimpan di gudang (ware house) sebelum diambil oleh pemesan.
gulungan-gulungan dan lembaran-lembaran tin plate, pertama-tama dibungkus
V-85
dengan karton yang dilapis lilin agar tahan terhadap pengaruh larutan atau yang
lainnya. Kemudian dibungkus dengan plastic dan diisolasi serta diikat dengan pita
baja. Penempatan gulungan-gulungan dan lembaran-lembaran tersebut diatur dan
diletakkan sesuai dengan line sign customer dengan tujuan untuk memudahkan pada
saat pengangkutan dan pengiriman.
Gambar 4.10 Skema Proses Shearing Line PT. Latinusa Tbk
Sumber: Data Primer, 2011
B
Coil 2
Recoiler
Oiling
Inspection
Sheet
Cut Shear
Packing
Packing
Coil 1
V-86
4.7.3 Hasil Produksi
Produksi yang diharapkan dari proses yang etrjadi di PT. Latinusa Tbk
distandarkan dengan ASTM, JIS, ISO dan EURONORM, serta disesuaikan dengan
karateristik dan spesifikasi sesuai permintaan pelanggan.
Tabel 4.6 Spesifikasi Produk PT. Latinusa Tbk
No Spesifikasi Keterangan1 Gulungan Pelat
TimahDiameter dalam 419 mm, diameter luar 850 – 1829 mm, berat maksimal 10000 kg
2 Kapasitas produksi 130.000 ton/ tahun dalam bentuk gulungan maupun lembaran.
3 Ketebalan pelat timah Minimal 0,11 mm, lebar minimal 457 mmMaksimal 0,39 mm, lebar maksimal 965 mm
4 Lapisan Timah Minimal 1,12/1,12 g/m2
Maksimal 11,2/ 11,2 g/m2
5 Lembaran Pelat Timah
Panjang 500 – 1150 mm
6 Perbedaan Lapisan 5,6/ 2,8 mg/m2, 8,4/2,8 g/m2, 11,2/ 11,2 g/m2, 15,1/2,8 g/m2, 11,2/1,12 g/m2
7 Proses Produksi Ferrostan, lisensi US Steel CorporationSumber : Company Profile PT. Latinusa Tbk
Tinplate memilki lapisan low carbon mill steel di bagian atas dan bawah
permukaannya setelah melalui proses elektrolisis. Timah yang terdeposit akan
menjadi alloyed tin atau free tin yang memiliki permukaan passivated maupun
permukaan berminyak.
Tabel 4.7 Ukuran Produk Tin Plate PT. Latinusa Tbk
Dimensi Coil SheetKetebalan ( mm ) 0.16 – 0.39 0.16 – 0.39Lebar ( mm ) 650 – 964 650 – 964Panjang ( mm ) - 550 – 1000
V-87
Berat ( kg ) 10000 max 2000 maxDiameter dalam ( mm ) 420/ 508 -Diameter luar ( mm ) 850/ 1829 -
Sumber : Company Profile PT. Latinusa Tbk
Gambar 4.11 Produk Tin Plate PT. Latinusa Tbk
Sumber : Data Primer, 2011
4.8 Kegiatan Penunjang PT. Pelat Timah Nusantara Tbk
4.8.1. Kegiatan Uji Kualitas
Melalui akreditasi ISO 9001, PT. Latinusa Tbk telah tergabung dalam
kelompok internasional dalam pengadaan tin plate berkualitas tinggi, dalam hal
peralatan mekanik, keakuratan dimensi, parameter bentuk, tingkat ketahanan
terhadap korosi serta pengemasan yang kokoh. Tim pengawas kualitas di PT.
Latinusa Tbk terdiri dari para teknisi dan ahli kimia yang terlatih dan terampil di
semua bidang dalam teknologi manufaktur tinplate. Pengawasan terhadap proses dan
penerapan standar inspeksi produk selama proses produksi tinplate sangatlah penting.
Hal ini untuk memastikan bahwa setiap lembar pelat yang dihasilkan telah melalui
pemeriksaan yang sangat detail sehingga mampu memberikan kepuasan kepada
konsumen. Pemeriksaan tersebut terdiri dari :
1. Properti mekanis, meliputi tingkat kekerasan ( temper grade )
V-88
2. Keakuratan dimensi, meliputi ketebalan, lebar dan panjang potongan.
3. Parameter bentuk, meliputi lengkung, camber, kemiringan dan tidak persegi.
4. Ketahanan korosi, meliputi pelapisan timah.
5. Properti, meliputi berat passivation film, uji ketahanan korosi.
Inspeksi secara online pada tahap tinning maupun shearing dilakukan melalui
tin-coating indicator, off- gauge detector dan pinhole detector. Sedangkan perangkat
offline utama di laboratorium QA PT. Latinusa Tbk meliputi :
1. Mesin uji kekerasan
2. Penganalisa pelapisan timah stanomatic
3. Penganalisa kromatik
4. pH meter
5. IR Spectrophotometer
6. Hydrophilic balance untuk mengukur berat oil film
7. Electronic weighing balance
8. Mesin uji kehalusan permukaan
4.8.2. Kebijakan Lingkungan
PT. Latinusa Tbk senantiasa menjaga komitmennya agar proses produksi
tidak berdampak buruk terhadap lingkungan yang dapat merugikan masyarakat dan
keseimbangan ekosistem. Penerapan Kebijakan Lingkungan PT. Latinusa Tbk
dijamin dengan sistem pengelolaan lingkungan yang menyeluruh, disusun
berdasarkan standar lingkungan internasional EN ISO 14001. Saat ini PT. Latinusa
Tbk tengah membangun fondasi pengelolaan lingkungan untuk meraih sertifikasi
tersebut. Perhatian lebih juga difokuskan kepada peningkatan sifat kompatibilitas
terhadap lingkungan dari materi-materi yang digunakan dalam produksi dan dalam
mengadaptasi produk terhadap kebutuhan lingkungan dari masyarakat. Salah satu
pedoman penting bagi PT. Latinusa Tbk adalah bekerja sama dengan komunitas,
V-89
lembaga riset, universitas dan organisasi lainnya dalam menangani berbagai isu
lingkungan hidup.
1. Pernyataan Kebijakan
Pernyataan kebijakan lingkungan PT. Latinusa Tbk yaitu :
a. Perlindungan terhadap lingkungan merupakan tujuan utama dari kebijakan
perusahaan. Seluruh keputusan bisnis telah terlebih dahulu ditelaah untuk
memperkirakan potensi dampak terhadap lingkungan dan kami terus
melindungi basis kehidupan alami.
b. Kami menggunakan peralatan dan metode produksi yang ramah lingkungan.
Dalam seluruh kegiatan operasinya Latinusa menjamin bahwa energi dan
bahan baku digunakan secara bijak dan dampak terhadap lingkungan
diminimalkan. Limbah produksi sebisa mungkin dihindari dan didaur ulang
atau dibuang secara aman.
c. Kami bertanggung jawab penuh atas produk kami. Ketahanan dan
kemampuan untuk didaur ulang menjadikan produk Latinusa bersifat ramah
lingkungan. Objektif utama dalam tahap engineering dan kontrol adalah
meminimalkan penggunaan energi.
d. Kami senantiasa mengeksplorasi jalur baru dan mengambil bagian dalam
inisiatif bersama dalam rangka pelestarian lingkungan. Para insinyur kami
senantiasa menghadirkan ide dan teknologi baru untuk mengurangi
kontaminasi udara, air dan tanah, menghemat bahan baku dan menggunakan
sumber daya yang dapat diperbaharui. Latinusa bekerja sama dengan
penyelenggara sektor industri dan lembaga perlindungan lingkungan dalam
meraih tujuan-tujuannya yang bersifat peduli lingkungan.
e. Perlindungan terhadap lingkungan merupakan tugas semua pihak dan
bergantung secara mutlak terhadap usaha setiap individu. Hal ini memerlukan
dukungan kepedulian lingkungan dari seluruh pegawai pada setiap tingkatan.
V-90
2. Kegiatan Penghijauan Lingkungan Perusahaan
Untuk merealisasikan bentuk kebijakan lingkungan, maka PT. Latinusa Tbk
menjalankan program penghijauan yang juga merupakan kewajiban bagi setiap
perusahaan di Kawasan industry Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC). Luas
lahan yang dilakukan penghijauan di PT. Latinusa Tbk tersebut sebesar 42586 m2
atau 49,87 % dari luas keseluruhan lahan perusahaan yang dimiliki oleh PT. Latinusa
Tbk. Adapun rekapitulasi pohon pada lahan penghijauan tersebut yaitu :
Tabel 4.8 Rekapitulasi Pohon Pada Lahan Penghijauan PT. Latinusa Tbk
No Jenis Pohon Jumlah ( Batang )
1 Mangga 51
2 Jambu Air 21
3 Huhi 6
4 Sukun 4
5 Albasia 72
6 Mahoni 21
7 Nangka 12
8 Biola Cantik 26
9 Cemara 10
10 Salam 23
11 Pinang 10
12 Kelapa 13
13 Petai Cina 4
14 Belimbing 1
15 Flamboyan 13
16 Glodokan 8
17 Beringin 4
V-91
18 Melinjo 3
19 Tanaman Pot 100
TOTAL 402
Sumber : Seksi K3LH PT. Latinusa Tbk
4.8.3. Pengelolaan Limbah
Dalam proses produksinya PT.Latinusa Tbk menghasilkan limbah. Untuk
meminimalkan dampak akibat limbah/cemaran yang dihasilkan tersebut, PT. Latinusa
Tbk melakukan upaya-upaya pengelolaan terhadap limbah/cemaran maupun
pengelolaan lingkungan pabrik dan karyawan.
4.8.3.1 Pengelolaan Limbah Padat Non B3
Limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan produksi PT. Latinusa Tbk dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu limbah padat non-B3 dan limbah padat B3.
Limbah padat non b3 yang dihasilkan antara lain berupa bekas kemasan bahan baku
dan penolong dan limbah padat domestik. Pengelolaan yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Bekas kemasan bahan baku dan penolong berupa kardus, kertas, pallet kayu
dikumpulkan di tempat penampungan sementara yang sudah disediakan dan
secara berkala dijual kepada pihak ketiga untuk dikelola kembali.
V-92
Gambar 4.12 Bekas Kemasan Bahan Baku PT. Latinusa Tbk
Sumber : Data Primer, 2011
2. Limbah padat domestik dari kegiatan kantor, kantin dan pemeliharaan taman
dikumpulkan di tempat penampungan sementara yang akan diserahkan
kepada pengumpul untuk selanjutnya dikelolala di TPA kawasan KIEC
Cilegon.
4.8.3.2 Pengelolaan Limbah B3
Limbah padat B3 yang dihasilkan berupa sludge WWTP, bekas kemasan
bahan kimia PSA, sludge yang mengandung timah, butiran halus yang mengandung
timah, aki bekas, kain majun, lampu TL dan toner/catridge. Pengelolaan terhadap
limbah-limbah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sludge WWTP dikumpulkan didalam karung dan secara berkala sludge
tersebut akan diambil dan dikelola oleh pihak pengelola limbah B3 yang telah
berizin yaitu PT. Pasadena Metric Indonesia, Bekasi.
2. Bekas kemasan bahan kimia PSA dikumpulkan di TPS limbah B3 yang
selanjutnya akan diambil dan dikelola pihak pengelola limbah B3 yang telah
memiliki izin yaitu PT. Lingga Putra Perdana, Merak.
V-93
3. Sludge dan butiran (dross) yang mengandung timah dikumpulkan di TPS
limbah B3 yang selanjutnya akan diambil dan dikelola pihak pengelola
limbah B3 yang telah memiliki izin yaitu CV. Lut Putra Solder, Tegal.
4. Limbah padat B3 yang berupa aki bekas, kain majun, lampu TL dan
toner/catridge akan dikumpulkan dan disimpan di TPS Limbah B3 PT.
Latinusa Tbk.
4.8.3.3 Pengelolaan Limbah Cair
1. Limbah Cair Yang Dihasilkan
Pengelolaan limbah cair di PT. Latinusa Tbk ditangani oleh unit Waste
Water Treatment Plant dimana unit ini mengolah limbah cair dari sisa-sisa proses
produksi menjadi limbah yang aman bagi lingkungan yang sesuai dengan nilai
ambang batas yang telah ditentukan. Secara umum proses produksi yang
menghasilkan limbah yaitu:
1. Cleaning
Pada proses ini menghasilkan air limbah yaitu :
a. Secara batch dari larutan pembersih (cleaner solution ) yang bersifat basa
(NaOH ) sebanyak 30 m3/ 2 minggu.
b. Secara kontinu dari air hasil pembilasan setelah proses cleaning yang
bersifat basa ( NaOH ) sebanyak 12 m3/hari.
2. Pickling
Pada proses ini menghasilkan air limbah yaitu :
a. Secara batch dari penggantian larutan pickling yang bersifat asam (H2SO4)
sebanyak 20 m3/ 3 bulan.
b. Secara kontinu dari air hasil pembilasan setelah proses pickling yang
bersifat asam ( H2SO4 ) sebanyak 27 m3/hari.
V-94
Pada proses pickling ini terjadi pengkasaran permukaan plat baja oleh
asam (H2SO4 ), sehingga pada air limbahnya yang bersifat asam juga terdapat
kandungan besi (Fe ).
3. Chemical Treatment
Pada proses ini menghasilkan air limbah yaitu :
a. Secara batch dari penggantian larutan krom sebanyak 10 m3/ 6 bulan.
b. Secara kontinu dari air hasil pembilasan setelah proses pelapisan krom
sebanyak 12 m3/hari.
4. Plating
Pada proses ini seharusnya tidak dihasilkan air limbah, namun pada kondisi
lapangan seringkali dihasilkan air limbah.
Pickling
Batch : 20 m3/3 bulan
Kontinu : 27 m3/hari
Chemical Treatment
Batch : 10 m3/6 bulan
Kontinu : 12 m3/hari
Plating V
Cleaning
Batch : 30 m3/2minggu
Kontinu : 12 m3/hari
V-95
Gambar 4.13 Skema Proses Produksi Yang Menghasilkan Limbah
Sumber : Seksi Fluids Operasi PT. Latinusa Tbk
2. Pengolahan Limbah Cair
Adapun pengolahan-pengolahan yang terjadi pada Waste Water Treatment
System adalah air limbah yang mengandung oli / grease / kotoran lainnya serta air
limbah yang mengandung chrome diolah terlebih dahulu secara terpisah,
kemudian bersama Limbah Acid (Acid Concentrate) dan limbah-limbah lainnya
dinetralkan pada tempat yang sama. Khusus untuk larutan limbah alkaline
(Alkaline Concentrate) diolah secara terpisah pada bak / basin yang bebeda.
Limbah yang berasal dari air pembilasan dibuang secara kontinyu,
sedangkan larutan prosesnya dibuang secara periodic setiap 3-6 bulan sekali atau
tergantung dari kondisi disaat itu. Air limbah dengan konsentrasi encer (Rinsing
Waste Water) akan langsung diolah di WWTP, sedangkan limbah dengan
konsentrasi pekat dimasukkan ke Storage atau Holding Tank terlebih dahulu dan
sedikit- sedikit dipompakan ke WWTP sehingga tidak mengganggu kualitas
pengolahan dan kualitas air buangan (Final Effluent) dari WWTP.Proses
pengolahan larutan limbah dan air limbah dikontrol secara otomatis dengan
menggunakan pH Measurement Device untuk mengendalikan pH, dan Redox
Measurement Device untuk mengendalikan reaksi-reaksi pada proses reduksi
chrome (Chrome Reduction).
V-96
Gambar 4.14 Waste Water Treatment Plant PT. Latinusa Tbk
Sumber : Seksi Fluids Operasi PT Latinusa Tbk
a. Oil Separation
Emulsion Breaker yang digunakan untuk resolution adalah Asam Sulfat
Pekat (H2SO4) murni atau dapat juga menggunakan larutan limbah acid untuk
merubah Ion Karbonil menjadi Asam Karboksilat, secara bersamaan ditambahkan
FeCl3 / PAC yang berfungsi sebagai Coagulant Acid pada pH 6-8. Proses
pencampuran emulsion breaker dan coagulant dengan larutan limbah konsentrat
dilakukan dengan udara yang berasal dari Rotary Air Blower, sedangkan untuk
air limbah rinsing dilakukan dengan Mechanical Stirrer.
Oli, grease dan kotoran lain yang terapung disalurkan ke Oil Collection
Tank. Larutan limbah secara gravitasi mengalir ke Oil Separation Basin untuk
proses pemisahan oli dengan air dan ke Neutralization Basin bersama dengan
limbah lainnya (Acid rinse, Chrome rinse, limbah lain-lain) untuk dinetralkan
V-97
dengan NaOH. Saat ini pemisahan oil tidak dilakukan karena jumlahnya sedikit
sehingga dapat dipisahkan melalui sedimentasi.
b. Chrome Reduction
Larutan limbah konsentrat yang mengandung chrome ditampung di dalam
holding tank, secara bertahap dipompakan ke Chrome Reduction Basin,
sedangkan air limbah rinse-nya dipompakan ke chrome reduction basin secara
kontinyu. Proses reduksi berlangsung pada pH 2.5 – 3 dengan waktu reaksi
sernpurna 15-20 menit.Reduction agent yang digunakan untuk mereduksi Cr6+
menjadi Cr3+ adalah NaHS03 dan H2SO4 sampai pH 2.5-3. Saat ini chrome
reduction menggunakan limbah acid rinse sebagai pengganti H2SO4 murni dan zat
yang digunakan untuk mereduksi Cr6+ menjadi Cr3+ adalah Greenon (Ferro Sulfat
sebagai pengganti Sodium Meta Bisulfite / NaHS03 ). Greenon dibuat dengan
mencampurkan limbah asam pekat (Acidic Concentrate) dengan potongan-
potongan besi dari bahan baku yang tidak terpakai.
Proses pencampuran untuk mendapatkan reaksi yang sempurna ditandai
dengan perubahan warna dari kuning kemerah-merahan menjadi biru kehijau--
hijauan dilakukan dengan mechanical stirrer. Air limbah yang bersifat asam ini
kemudian dinetralkan sampai pH 7 — 8 dengan NaOH sehingga ion-ion metal
berubah menjadi metal hidroksida yang dengan penambahan flocculant akan
cepat mengendap.
c. Neutralization
Larutan limbah acid concentrate ditampung di dalarn holding tank dan
secara bertahap dipompakan ke neutralization basin. Selain itu, saat itu juga
dialirkan ke tangki pembentukan greenon dan tangki reduksi crhome, sedangkan
air limbah rinsenya secara kontinyu dipompakan ke neutralization basin.Air
limbah alkaline setelah proses emulsion breaking dan oil separation (jika ada oil),
V-98
larutan limbah chrome setelah proses produksi, larutan limbah acid, serta air
limbah lain-lainnya dinetralkan secara bersamaan dengan menambahkan NaOH
sampai pH 7 – 8 dalam bak netralisasi.
Proses pencampuran dilakukan dengan menggunakan mechanical stirrer
dan dibantu dengan pencampuran udara yang berasal dari rotary air blower untuk
Aerasi atau sebagai Aerator. Secara gravitasi air limbah ini mengalir ke dalam
aeration basin dan di basin inilah terjadi proses oksidasi dari ion Fe2+ ke ion Fe3+.
Udara yang berasal dari rotary air blower ini disalurkan ke basin melalui Spray
Aerators untuk proses oksidasi, yang mengakibatkan turunnya pH sekitar 1-2.
Dalam hal ini dilakukan proses Neutralization II dengan menambahkan NaOH.
d. Flokulasi
Setelah melalui proses neutralisasi tahap II, proses pemisahan Metal
Hidroksida dan Suspended Solids lainnya yang terkandung dalam air limbah
dilakukan dengan penambahan Flocculant jenis Anionic Polymer (Drew Floc),
dosis yang diberikan antara 1,0-5,0 ppm dengan konsentrasi larutan di bawah
0.1% tergantung pada kondisi air limbah. Mechanical stirrer dengan kecepatan
rendah digunakan untuk mendapatkan reaksi yang baik.
e. Sedimentasi / Solids And Liquid Separation
Aliran limbah setelah melalui proses flokulasi mengalir secara gravitasi ke
dalam Counter Flow Sedimentation Tank (Gravity settler), Lumpur yang
mengendap di dasar Settler dialirkan oleh Worm Screw Sludge Conveyor ke
suction pompa dan dipompakan oleh Pompa Diaphragm ke Sludge Concentrator
(Thickener) sehingga mencapai kandungan solid sebesar 2-3. Dari Thickener,
Lumpur dipompakan oleh Pompa Screw ke Filter Press yang berkapasitas 500 kg.
Filter Press memanfaatkan gaya tekan dari Sistem Hydrolic yang
bertekanan 300 – 350 Bar untuk merapatkan frame-frame pada filter press. Proses
V-99
pemadatan (Cake) jugs dibantu dengan penambahan udara dari kompressor agar
proses pembentukan cake lebih cepat. Cake yang di hasilkan mengandung solids
90-95% dan air 5-110%. Air yang berada di permukaan settler yang telah jernih
dialirkan ke Clarified Basin.
f. Filtrasi Dengan Karbon Aktif
Effluent dari Clarified Basin dialirkan ke Sewer (Saluran Air Umum)
setelah proses penyaringan pada Pressure Filter yang berisi Gravel dan Karbon
Aktif untuk menyerap Solid Content / Organic Matter dalam effluent hingga
mencapai dibawah 25 ppm. Jenis karbon yang digunakan adalah karbon aktif
berbentuk Granule yang terbuat dari tempurung kelapa.
Gambar 4.15 Unit Pengolahan Limbah Cair PT. Latinusa Tbk
Sumber : Data Primer, 2011
4.8.3.4 Pengelolaan Kebisingan
Pengoperasian peralatan produksi serta fasilitas penunjangnya akan
menimbulkan intensitas kebisingan. Untuk meminimalkan dampak akibat
V-100
peningkatan intensitas kebisingan tersebut maka PT. Latinusa Tbk melakukan upaya-
upaya sebagai berikut:
1. Memasang peredam bising berupa bantalan pada mesin-mesin yang potensial
menimbulkan kebisingan.
2. Identifikasi sumber bising dan kewajiban pemakaian earplug pada lokasi-
lokasi dengan intensitas bising relatif tinggi.
3. Pemeliharaan peralatan produksi secara rutin.
4. Isolasi sumber bising, yaitu dengan menempatkan sumber bising di ruangan
tertutup untuk mengurangi bising yang keluar pabrik.
5. Melakukan penanaman pohon peneduh di batas pabrik dan ruang terbuka.
4.8.3.5 Pemantauan Kualitas Udara
Pemantauan kualitas udara di PT. Latinusa Tbk dilakukan oleh PT. Unilab
Perdana ( Laboratorium Lingkungan Hidup ) dalam jangka waktu sebulan sekali.
Kegiatan pemantauan kualitas udara tersebut dilakukan untuk udara ambient dan
emisi yang berasal dari satu unit dust collector pada dapur anode casting, dua unit
boiler dan tiga unit cerobong pada proses produksi ( degreasing, pickling dan
chemical treatment ) yang bertujuan untuk mengetahui kualitas udara di lingkungan
pabrik apakah sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah. Untuk
udara ambient metode pengambilan contoh ujinya didasarkan pada SNI 19-7119.6-
2005 sedangkan untuk emisi metode pengambilan contoh ujinya didasarkan pada
Kep.205/Bapedal/07/1996. Secara rutin setiap enam bulan sekali PT. Latinusa Tbk
akan melaporkan hasil pemantauannya kepada Badan Lingkungan Hidup ( BLH )
Kota Cilegon dengan tembusan kepada Walikota Cilegon, BLHD Provinsi Banten
dan KNLH Pusat.
V-101
BAB V
ANALISA DAN PEMBAHASAN
5.1 Landasan Hukum Pengelolaan Limbah B3
PT. Latinusa Tbk merupakan industri tin plate yang menghasilkan berbagai
limbah dari kegiatan industrinya. Untuk limbah yang bersifat B3 dari kegiatan
produksi maupun non produksi dikelola oleh PT. Latinusa Tbk melalui berbagai
kerjasama dengan pihak ketiga yang telah memiliki izin dalam pengelolaan limbah
B3. Dalam penanganan limbah B3 yang dihasilkannya PT. Latinusa Tbk mengacu
pada peraturan nasional yang berlaku di Indonesia sebagai mana telah ditetapkan oleh
Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 di PT.
Latinusa Tbk selalu didasarkan kepada kebijakan KLH yang tertuang dalam
Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 Jo. PP. nomor 85 tahun 1999 dan Peraturan
V-102
Walikota Cilegon No 45 tahun 2009 tentang Izin Penyimpanan Sementara Dan
Pengumpulan Limbah B3 Di Kota Cilegon. Peraturan tersebut mengatur tentang tata
cara pengelolaan limbah B3 yang diperlukan bagi penghasil limbah B3 atau para
pelaku pengelola limbah B3 seperti pengumpul, penimbun, pengolah, pemanfaat,
pengangkut, penimbun dan atau pemusnah limbah B3.
Selain peraturan tersebut, landasan peraturan lain yang digunakan oleh PT.
Latinusa Tbk untuk operasional pengelolaan dan penanganan limbah-limbah B3
adalah sebagai berikut :
1. UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Peraturan Pemerintah (PP) No.18 th 1999 Jo PP No.85 th 1999 tentang
Pengelolaan Limbah B-3
3. Peraturan Pemerintah (PP) No.74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Limbah B3
4. Peraturan Pemerintah (PP) No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Lingkungan Hidup.
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 18 Tahun 2009 Tentang Tata
Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 30 Tahun 2009 Tentang Tata
Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah.
7. Peraturan Pemerintah (PP) No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian dan Pengendalian Pencemaran Air.
8. SNI 14-14001-2005/ISO 14001 butir 4.4.6 tentang Prosedur Sistem Manajeman
Lingkungan.
V-103
9. Kep. 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3.
10. Kep. 02/BAPEDAL.09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah B3
himpunan Peraturan di Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan.
11. Kep. 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah B3.
12. Kep. 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label Limbah B3.
13. Kep. MENAKER No. KEP.187/MEN/99 tentang Pengendalian Bahan Kimia
Berbahaya di Tempat kerja.
14. Keputusan Menteri Perindustrian No.250/M/SK/10/1994 tanggal 20 Oktober
1994 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Pengendalian Dampak Terhadap
Lingkungan Hidup Sektor Industri.
15. Kep. KA. BAPEDAL No. 68/1994 tentang Tata Cara Memperoleh Izin
Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperasian Alat Pengolahan, Pengolahan dan
penimbunan akhir Limbah B3.
16. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-51/MENLH/11/1996
tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.
17. PERMEN. LH. No. 02 Tahun 2003 tentang Pemanfaatan limbah B3.
18. PERMEN. LH. No. 03 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan
Label Bahan Berbahaya dan Beracun.
19. Peraturan Daerah Kota Cilegon No 2 Tahun 2004 Tentang Pengendalian
Pencemaran dan Perusakan Lingkungan.
V-104
20. Peraturan Walikota Cilegon No 45 Tahun 2009 Tentang Izin Penyimpanan
Sementara dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Kota
Cilegon.
5.2 Institusi Pengelola Limbah B3 PT. Pelat Timah Nusantara Tbk
Bagian yang bertanggung jawab atas pengelolaan limbah B3 dalam
pengelolaan limbah B3 di PT. Latinusa Tbk ini adalah Seksi K3LH ( Kesehatan,
Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup ). Seksi ini bertugas membuat daftar
identifikasi jenis, jumlah, dan sumber limbah B3 yang mungkin dihasilkan serta
melakukan pengelolaan limbah B3 di PT. Latinusa Tbk. Semua bagian yang
menghasilkan limbah B3 akan melaporkan limbah B3 tersebut kepada Tim Limbah
dari seksi K3LH, selanjutnya tim ini akan melakukan pendataan dan pengelolaan
terhadap limbah B3 yang dihasilkan tersebut.
5.3 Teknik Operasional Pengelolaan Limbah B3
Kegiatan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh PT. Latinusa Tbk
dalam pelaksanaanya dilakukan dari tiap unit penghasil yang berasal dari seluruh
kegiatan produksi di PT. Latinusa Tbk. Adapun teknik operasional yang dilakukan
dapat dinyatakan dalam diagram alir, sebagai berikut :
Seluruh kegiatan Operasional PT. Latinusa Tbk
Limbah B3
Identifkasi dan inventarisasi
Pengangkutan dari sumber ke TPS
Pencatatan jenis dan jumlah limbah
Pelabelan dan Simbol
Pewadahan
Penyimpanan di TPS
Pengangkutan oleh pihak ketiga
Perijinan dan pengawasan oleh BLH Kota Cilegon, BLHD Provinsi
Banten dan KNLH Pusat
Pencatatan jenis dan jumlah limbah yang
keluar TPS
V-105
Gambar 5.1 Diagram Alir Pengelolaan Limbah B3 PT. Latinusa Tbk
Sumber : Data Primer, 2011
Tabel 5.1 Neraca Pengelolaan Limbah B3 PT. Latinusa Tbk April 2009 - Juni 2010
Jenis Limbah Satuan
Limbah
Dihasilkan
Limbah
Dikelola
Limbah
Belum
Dikelola Perlakuan
A. Sumber dari Proses Industri
Sludge IPAL Ton
343,66 341,66 0 PT.Pasadena Metric Indonesia
0 2 Disimpan di TPS Limbah B3
Dross Tin (berupa
butiran padat) Ton 8,23 8,23 0
PT.Maya Sari Raya,
CV.Lut Putra Solder
CV.Tiga Tahta Selaras
Sludge Tin Ton
8,22 7,52 0
PT.Pasadena Metric Indonesia
CV.Lut Putra Solder
- 0 0,7 Disimpan di TPS Limbah B3
B.Sumber dari Luar Proses Produksi
Oli bekas Ton 7,8 7,8 0 PT.Raja Goedang Mas (RGM)
Drum plastik bekas Ton 4,09 3,93 0 CV.Tiga Tahta Selaras
V-106
bahan kimia
PT.Raja Goedang Mas
0 0,16 Disimpan di TPS Limbah B3
Kain majun bekas Ton
0,18 0,16 0 PT.Wastec Int'l
- 0 0,02 Disimpan di TPS Limbah B3
Lampu TL bekas Ton
0,03 0,029 0 PT.Wastec Int'l
- 0 0,003 Disimpan di TPS Limbah B3
Toner/catridge Ton
0,12 0,10 0 PT.Wastec Int'l
- 0 0,02 Disimpan di TPS Limbah B3
Aki bekas Ton 0 0 0 Ditukar tambah
Limbah lab (botol
bekas acid) Ton No data No data No data Dikembalikan ke Suplier
Total Ton 372,33 369,429 2,903
Persentase % - 99,22 0,79
Sumber : Evaluasi PROPER PT. Latinusa, 2010
Tabel 5.2 Neraca Pengelolaan Limbah B3 PT. Latinusa Tbk April 2010 – Maret 2011
Jenis Limbah Satuan
Limbah
Dihasilkan
Limbah
Dikelola
Limbah
Belum
Dikelola Perlakuan
A. Sumber Dari Proses Industri
Sludge IPAL Ton 160,62
147,62 0
Dikirim ke PT.Pasadena
Metric Indonesia
0 13 Disimpan di TPS Limbah B3
Dross Timah Ton 4,075
3,675 0
Dikirim ke CV.Lut Putra
Solder
0 0,4 Disimpan di TPS Limbah B3
Sludge Timah Ton 7,56 7,56 0
Dikirim ke CV.Lut Putra
Solder
B. Sumber Dari Luar Proses Produksi
Oli Bekas Drum 39 39 0Dikirim Ke PT.Raja Goedang
Mas
V-107
Drum Plastik Bekas
Bahan Kima Buah 800 800 0
Dikirim Ke CV.Tahta Selaras
PT.Raja Goedang Mas
Kain Majun Bekas Ton 0,231 0,231 Disimpan di TPS Limbah B3
Lampu TL Bekas Ton 0,0132 0 0,0132 Disimpan di TPS Limbah B3
Toner/Catridge Buah 49 0 49 Disimpan di TPS Limbah B3
Aki Bekas Buah 0 0 0 Disimpan di TPS Limbah B3
Limbah Laboratorium Buah No Data 0 0 Dikembalikan ke Suplier
Limbah Medis Buah No Data 0 0
Total Ton 172,5 158,86 13,24
Persentase % - 92,09 8,33
Sumber : Berita Acara Pengambilan Sampel PT.Latinusa Tbk, 2011
Dalam hasil evaluasi Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup ( PROPER ) periode 2010 maka kinerja pengelolaan
limbah B3 di lingkungan PT. Latinusa Tbk seperti tertuang dalam dalam tabel 5.1
tentang neraca massa pengelolaan limbah B3 di PT. Latinusa Tbk maka dapat
disimpulkan bahwa perusahaan telah melakukan pengelolaan limbah B3 sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Dalam periode tersebut dihasilkan limbah B3
sebanyak 372, 33 ton, limbah yang telah dikelola dengan cara dikirim kepada pihak
ketiga sejumlah 369,429 ton (99,22 %) dan limbah yang masih tersimpan di TPS
limbah B3 sebanyak 2,903 ton (0,79 %). Pengiriman ke pihak ketiga ini telah
mendapatkan izin dari KLH dan untuk limbah B3 yang disimpan juga telah
mendapatkan izin Menteri Lingkungan Hidup SK MENLH No 245 tahun 2005
Tanggal 15 Agustus 2005 dengan masa berlaku lima tahun.
Untuk periode april 2010 – maret 2011 seperti tertuang dalam tabel 5.2, limbah
B3 yang dihasilkan oleh PT. Latinusa Tbk yang dihitung dalam satuan ton sejumlah
172,5 ton. Limbah B3 yang telah dikelola sebanyak 158, 86 ton ( 92,09 %) dan
limbah B3 yang masih tersimpan di TPS sebanyak 13,24 ton (8,33 %). Dapat dilihat
bahwa terjadi penurunan produksi limbah B3 PT. Latinusa Tbk dari tahun 2010
V-108
hingga tahun 2011, hanya saja limbah B3 yang tersimpan di TPS pada tahun 2011
lebih banyak dibandingkan pada tahun 2010, sehingga diperlukan pengelolaan lebih
lanjut.
5.3.1 Identifikasi dan Inventarisasi Sumber Limbah B3
Limbah B3 yang dihasilkan di PT. Latinusa Tbk berupa sludge WWTP, bekas
kemasan bahan kimia PSA, sludge yang mengandung timah, butiran halus yang
mengandung timah, oli bekas residu, aki bekas, kain majun, lampu TL dan
toner/catridge. Secara umum limbah B3 yang dihasilkan berasal dari :
proses produksi
waste water treatment plant
dapur anode casting
perawatan alat
Alur karakterisasi limbah B3 yang dilakukan PT. Latinusa Tbk dalam
mengidentifikasi limbah B3 adalah melalui tahapan sebagai berikut :
1. Identifikasi limbah berdasar Peraturan Pemerintah
Di dalam Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 1999 Pasal 7 dijelaskan bahwa
berdasarkan sumbernya limbah B3 dibedakan menjadi tiga jenis yaitu limbah B3 dari
sumber spesifik, limbah B3 dari sumber tidak spesifik dan limbah B3 dari bahan
kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk yang tidak memenuhi
spesifikasi. Identifikasi berdasarkan peraturan pemerintah ini dilakukan dengan
mencocokan apakah limbah yang dihasilkan tersebut termasuk kedalam jenis limbah
yang dimaksud dalam pasal tujuh. Apabila masuk salah satu daftar maka merupakan
limbah B3, jika tidak dilakukan evaluasi karakteristik limbah seperti korosif, mudah
meledak, mudah terbakar, infeksius, beracun, dan reaktif. Apabila masih lolos dari
evaluasi ini maka dilakukan uji selanjutnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No
85 Tahun 1999 Tabel 2 tentang daftar limbah dari sumber yang spesifik maka limbah
PT. Latinusa Tbk termasuk kedalam limbah dengan kode D215 yaitu limbah industri
V-109
electroplating dan galvanis yang mana dihasilkan dari kegiatan pelapisan logam pada
permukaan logam atau plastik dengan proses elektris.
2. Identifikasi limbah berdasar MSDS (Material Safety Data Sheet)
Identifikasi berdasarkan Lembar Data Keselamatan Bahan atau MSDS adalah
cara mengidentifikasi limbah B3 dari bahan yang digunakan untuk kegiatan proses
produksi dalam suatu perusahaan. Bahan baku B3 produksi yang telah mempunyai
MSDS (Material Safety Data Sheet) akan lebih mudah dalam penanganannya. Hal ini
karena dalam MSDS telah diketahui nama bahan, karakteristik bahan, sifat fisika –
kimianya, komposisi bahan, stabilitas bahan, metode penyimpanan, dan bahaya –
bahaya yang mungkin ditimbulkan sehingga dapat dilakukan antisipasi terhadap
bahaya tersebut. Hal ini telah sesuai dengan Kep.Menaker No.187/MEN/1999
tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja.
Limbah
Limbah B3
PP No. 18 Tahun 1999 Jo PP No. 85 Tahun 1999
Sludge WWTP
Oli bekas
Drum Plastik Bekas
Toner Catridge
Sludge Yang Mengandung Timah
Kain Majun
Lampu TL
Butiran Halus ( Dross )
WWTP
Hydraulic dan Compressor
Proses Produksi
Dapur Anode Casting
Kantor
Perawatan
Maintenence
Proses Produksi
Aki Bekas Ex Forklift
V-110
Gambar 5.2 Diagram Alir Identifikasi Limbah B3 PT. Latinusa Tbk
Sumber : Data primer, 2011
V-111
Tabel 5.3 Inventarisasi dan Pengelolaan Limbah B3 PT. Latinusa Tbk Setiap Bulan
No
Jenis
Limbah
Industri
Bentuk
Fisik
Bahan/
Material Sumber
Kategori
Limbah
Kapasitas
Perbulan
Pengelolaan
Perlakuan Kap/Bulan Pelaksana
1 Padat Sludge
Sludge/ cake
WWTP
(mengandung
timah Sn) WWTP B3
15
ton/bulan
Dikumpulkan di TPS
dan diserahkan kepada
pengelola limbah B3
berizin
15
ton/bulan
Tim Sisa Produksi
dan Barang Bekas
2 Padat
Drum
plastik
Bekas
kemasan
bahan kimia
PSA
Proses
produksi B3
30
drum/bulan
Dikumpulkan di TPS
dan diserahkan kepada
pengelola limbah B3
berizin
30
drum/bulan
Tim Sisa Produksi
dan Barang Bekas
3 Cair Cairan Oli bekas
Maintenance
mesin B3
2
drum/bulan
Dikumpulkan di TPS
dan diserahkan kepada
pengelola limbah B3
berizin
2
drum/bulan
Tim Sisa Produksi
dan Barang Bekas
4 Padat Sludge
Sludge
mengandung
timah (Sn)
Tangki
blowdown
plating B3
2 ton/6
bulan
Dikumpulkan di TPS
dan diserahkan kepada
pengelola limbah B3
berizin
2 ton/6
bulan
Tim Sisa Produksi
dan Barang Bekas
5 Padat Butiran Butiran halus Dapur anode B3 3 ton/5-6 Dikumpulkan di TPS 3 ton/5-6 Tim Sisa Produksi
V-112
halus
(dross)
mengandung
timah
casting dan
filter
cerobong
casting bulan
dan diserahkan kepada
pengelola limbah B3
berizin bulan dan Barang Bekas
6 Padat Plastik Aki bekas Ex forklift B3
1
buah/bulan
Dikumpulkan di TPS
dan diserahkan kepada
pengelola limbah B3
berizin
1
buah/bulan
Tim Sisa Produksi
dan Barang Bekas
7 Padat Padat Kain majun Perawatan B3
10
Kg/bulan
Dikumpulkan di TPS
dan diserahkan kepada
pengelola limbah B3
berizin
10
Kg/bulan
Tim Sisa Produksi
dan Barang Bekas
8 Padat Padat Lampu TL
Kantor/
lapangan B3
10
buah/bulan
Dikumpulkan di TPS
dan diserahkan kepada
pengelola limbah B3
berizin
10
buah/bulan
Tim Sisa Produksi
dan Barang Bekas
9 Padat Padat
Toner/
catridge Kantor B3
5
buah/bulan
Dikumpulkan di TPS
dan diserahkan kepada
pengelola limbah B3
berizin
5
buah/bulan
Tim Sisa Produksi
dan Barang Bekas
V-113
Gambar 5.3 Limbah B3 Dari Proses Plating Section Pada Unit ETL
Sumber : Data Primer, 2011
Limbah Cake
Pre cleaning
Plating
Cleaning
Drag Out
Cleaning Rinse
Pickling
Pickling Rinse
Quenching Tank
Welting Tray
Oiler
Reflow Melting
Marking
Chemical Treat
Drying & Fag Coating
Drum Bekas PSA
Sludge Timah
Dross Timah
Oli Bekas
WWTP
Larutan Pembersih yang Mengandung NaOH
Larutan Pembersih yang Mengandung H2SO4
Drum Bekas PSA
Larutan Pembersih dari Proses Plating
Chemical Rinse
Larutan Pembersih yang Mengandung Krom
Majun
Dari digram alir tersebut diketahui bahwa proses plating section pada unit
ETL ( electrolysis tinning line ) menghasilkan limbah berupa drum bekas kemasan
PSA, sludge yang mengandung timah, dross yang mengandung timah, oli, kain majun
dan limbah cake. Untuk limbah cake dihasilkan dari keseluruhan proses plating
section pada unit ETL.
1. Limbah Cake
Limbah cake merupakan sludge yang dihasilkan dari unit waste water
treatment plant ( WWTP ). Limbah ini merupakan sisa- sisa proses produksi yang
mengandung bekas oli, serta air limbah yang mengandung krom yang telah melalui
tahap pengolahan di unit WWTP. Aliran limbah setelah melalui proses flokulasi
mengalir secara gravitasi ke dalam unit sedimentasi. Sludge yang mengendap di dasar
unit dialirkan untuk selanjutnya dipompakan ke unit thickener. Dari thickener, sludge
dipompakan ke filter Press yang berkapasitas 500 kg. Proses pemadatan (cake) oleh
filter press dibantu dengan penambahan udara dari kompressor agar proses
pembentukan cake lebih cepat.
Limbah cake yang dihasilkan mengandung solids 90-95% dan air 5-10% dan
dalam setiap harinya dihasilkan limbah cake sebanyak 600 kg. Limbah cake ini
selanjutnya langsung di tampung di TPS limbah B3 cake. Secara berkala pihak ketiga
yaitu PT. Pasadena Metric Indonesia, Bekasi akan mengangkut limbah B3 cake
tersebut untuk selanjutnya diolah menjadi material lain. Limbah cake tersebut
dikategorikan sebagai limbah B3 karena di dalamnya mengandung krom dimana
menurut PP No 85 Tahun 1999 tentang Baku Mutu TCLP Zat Pencemar Dalam
Limbah, krom memiliki karateristik sifat racun dengan baku mutu konsentrasi
ekstraksi dalam limbah yaitu 5,0 mg/l.
I-1
I-115
Gambar 5.4 Limbah B3 Cake PT. Latinusa Tbk
Sumber : Data Primer, 2011
2. Limbah Bekas Kemasan Bahan Kimia
PSA
PSA ( Phenol Sulfonic Acid ) merupakan bahan kimia yang digunakan
sebagai media atau penghantar dalam proses pelapisan dengan timah putih pada unit
electrolysis tinning line ( ETL ). Limbah B3 dari bahan baku ini berupa drum bekas
kemasan yang masih mengandung PSA ( Phenol Sulfonic Acid ) sehingga diperlukan
pengolahan lanjutan. Drum sisa kemasan ini dikategorikan sebagai limbah B3 karena
didalam PP No 85 Tahun 1999 Lampiran III limbah PSA termasuk limbah yang
bersifat kronis. Pengangkutan dan pengolahan limbah ini akan dilakukan oleh pihak
ketiga yaitu PT.Lingga Putra Perdana.
Gambar 5.5 Limbah Bekas kemasan Bahan Kimia PSA PT. Latinusa Tbk
I-116
Sumber : Data Primer, 201
3. Limbah Oli Bekas
Oli merupakan salah satu bahan yang digunakan pada mesin dalam proses
produksi di masing-masing unit. Limbah oli yang paling banyak dihasilkan yaitu dari
proses oiler di unit electrolysis tinning line ( ETL ) dimana oli tersebut digunakan
untuk melapisi strip menggunakan electrolysa dengan metode ionisasi (pengkabutan
oil) agar strip tidak mudah teroksidasi atau karatan serta membuat strip tahan
terhadap goresan selain itu oli juga digunakan untuk perawatan mesin- mesin
produksi. Limbah oli ini dikategorikan sebagai limbah B3 karena limbah ini termasuk
ke dalam cairan yang mudah terbakar dan mudah meledak. Pengolahan limbah B3 oli
di PT. Latinusa Tbk dilakukan oleh PT. Lingga Putra Perdana. Limbah oli yang
dihasilkan oleh PT. Latinusa Tbk yaitu sebanyak dua drum per bulan dan setiap
drumnya mampu menampung 200 liter oli.
Gambar 5.6 Limbah Oli Bekas PT. Latinusa Tbk
Sumber : Data Primer, 2011
4. Sludge Yang Mengandung Timah
Sludge yang mengandung timah dihasilkan dari proses drag out di unit
electrolysis tinning line ( ETL). Pada proses ini dilakukan pembersihan sisa- sisa
larutan plating yang menempel pada permukaan strip. Hasilnya berupa endapan
kristal timah abu- abu yang masih belum mengkilap, endapan inilah yang dikenal
dengan sludge yang mengandung timah. Menurut PP No 85 Tahun 1999 Tabel 3
tentang Daftar Limbah Dari Bahan Kimia Kadaluarsa, Tumpahan, Sisa Kemasan,
I-117
Atau Buangan Produk Yang Tidak Memenuhi Spesifikasi, sludge yang mengandung
timah ini termasuk ke dalam limbah B3 karena bersifat beracun. Setiap bulan PT.
Latinusa Tbk menghasilkan 350 kg sludge timah. Pihak ketiga yang melakukan
pengolahan terhadap limbah ini yaitu CV. Lut Putra Solder, Tegal.
Gambar 5.7 Limbah Sludge Yang Mengandung Timah PT. Latinusa Tbk
Sumber : Data Primer, 2011
5. Butiran Halus Yang Mengandung Timah
Butiran halus atau dross yang mengandung timah dihasilkan dari proses
melting pada unit electrolysis tinning line ( ETL ). Pada proses ini lapisan timah
dilebur untuk mengkilapkan permukaan strip dan membentuk alloy, pada proses ini
juga terdapat bagian timah yang mengapung yang disebut sebagai butiran halus atau
dross yang mengandung timah. Dross timah dikategorikan sebagai limbah B3 karena
menurut PP No 85 Tahun 1999 Tabel 3 tentang Daftar Limbah Dari Bahan Kimia
Kadaluarsa, Tumpahan, Sisa Kemasan, Atau Buangan Produk Yang Tidak Memenuhi
Spesifikasi timbal merupakan bahan pencemar yang bersifat beracun. Pengolahan
butiran halus atau dross yang mengandung timah yang dihasilkan oleh PT. Latinusa
Tbk dilakukan oleh CV. Lut Putra Solder, Tegal.
6. Aki Bekas
Penggunaan aki di PT. Latinusa Tbk yaitu sebagai alat stater pada kendaran
forklift yang digunakan sebagai alat penunjang dalam transportasi barang di wilayah
I-118
PT. Latinusa Tbk. Aki bekas digolongkan sebagai limbah B3 karena dari
kandungannya yang terdapat didalam aki tersebut yang mudah terbakar maka dari itu
perlu penempatan khusus. Untuk saat ini limbah aki yang dihasilkan PT. Latinusa
Tbk disimpan di TPS Limbah B3. Aki bekas yang dihasilkan oleh PT. Latinusa setiap
tahun yaitu sebanyak satu buah. Pada periode bulan juni 2011 tidak dihasilkan limbah
aki bekas di PT. Latinusa Tbk.
7. Kain Majun
Di PT. Latinusa Tbk kain majun dihasilkan dari tiap- tiap unit, kain ini
dipakai untuk membersihkan sisa oli, mengelap oli yang tercecer pada saat pengisian
ataupun penggantian oli. Setiap bulan kain majun yang dihasilkan yaitu sebanyak 10
kg. Kain Majun dikategorikan limbah B3 karena kain tersebut digunakan untuk
mengelap oli yang dikategorikan sebagai limbah mudah terbakar karena dari
sumbernya yang berupa oli merupakan cairan mudah terbakar juga dapat
mengkontaminasi lingkungan apabila tidak dibuang di tempat khusus B3 karena kain
sudah terkontaminasi oleh limbah B3 yaitu oli. Kain majun tersebut kemudian
dikumpulkan dan dikemas dengan karung agar tidak terkontaminasi dengan
lingkungan sekitar. Saat ini limbah kain majun di PT. Latinusa Tbk di simpan di TPS.
8. Lampu TL
Lampu TL digunakan di masing- masing unit di PT. Latinusa Tbk.
Berdasarkan inventarisasi limbah B3 hingga periode juni 2011 limbah lampu TL yang
dikirim ke TPS limbah B3 yaitu sebanyak 90 buah. Lampu TL dikategorikan sebagai
limbah B3 karena sifatnya yang mudah meledak apabila suhu didekatnya cenderung
panas. Oleh sebab itu lampu TL tidak diperbolehkan dekat dengan sember api karena
sifanya yang mudah meledak. Timbulan lampu TL yang dihasilkan oleh PT. Latinusa
Tbk untuk saat ini disimpan di TPS limbah B, apabila timbulan lampu TL di TPS
tersebut telah melebihi kapasitas maka akan dilakukan pengolahan oleh pihak ketiga
I-119
yang memiliki ijin. Lampu TL bekas yang dihasilkan oleh PT. Latinusa Tbk yaitu 10
lampu per bulan.
Gambar 5.8 Limbah Lampu TL PT. Latinusa Tbk
Sumber : Data Primer, 2011
9. Toner/ Catridge
Toner catridge dihasilkan dari kegiatan perkantoran PT. Latinusa Tbk. Toner
catridge dikategorikan sebagai limbah B3 karena limbah ini termasuk limbah yang
mudah terbakar. Setiap bulan PT. Latinusa Tbk menghasilkan lima buah toner. Sama
halnya dengan limbah aki bekas, kain majun dan lampu TL, limbah toner catridge ini
juga disimpan di TPS limbah B3. Sesuai dengan PP No 18 Tahun 1999 Bab III Pasal
10 Ayat 1 dan 2 , bila limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 Kg per hari maka
penghasil limbah B3 dapat menyimpan limbah yang dihasilkannya lebih dari 90 hari.
Untuk itu, PT. Latinusa telah memiliki ijin BLH Kota Cilegon untuk penyimpanan
limbah B3 lebih dari 90 hari.
Tabel 5.4 Limbah B3 Dengan Penyimpanan Lebih Dari 90 Hari
No Jenis limbah Kapasitas
1 Lampu TL 10 buah/ bulan
2 Aki Bekas 1 buah/ bulan
3 Limbah Laboratorium/ Residu 22 gram/ 4 bulan
4 Majun Terkontaminasi 10 kg/ bulan
5 Toner Catridge 5 buah/ bulan
I-120
Sumber : Seksi K3LH PT. Latinusa Tbk
Proses Produksi
Dihasilkan Drum Bekas 115 Drum
Diserahkan kepada pengelola 115 Drum ( PT. Lingga Putra
Perdana )
Dihasilkan Dross Timah 1220 Kg
Diserahkan kepada pengelola 1220 Kg ( CV.Lut Putra Solder
)
Dihasilkan Sludge Timah 2100 Kg
Diserahkan kepada pengelola 2100 Kg ( CV.Lut Putra Solder
)
Dihasilkan Oli Bekas 9 Drum
Diserahkan kepada pengelola 9 Drum ( PT.Lingga Putra
Perdana )
Proses WWTP Dihasilkan Limbah Cake 15620 Kg
Diserahkan kepada pengelola 15620 Kg ( PT. Pasadena
Metric Indonesia )
Kegiatan Kantor
Dihasilkan Toner/ catridge 66 Buah
Disimpan di TPS Limbah B3 PT. Latinusa Tbk 66 Buah
Maintenence
Dihasilkan Kain Majun 112 Kg
Disimpan di TPS Limbah B3 PT. Latinusa Tbk 112 Kg
Dihasilkan Lampu TL Bekas 90 Buah
Disimpan di TPS Limbah B3 PT. Latinusa Tbk 90 Buah
I-121
Gambar 5.9 Neraca Pengelolaan Limbah B3 PT. Latinusa Tbk Juni 2011
Sumber : Seksi K3LH PT. Latinusa Tbk, 2011
5.3.2 Reduksi Limbah B3 PT. Pelat Timah Nusantara Tbk
Untuk meminimisasi kuantitas limbah B3 yang dihasilkannya maka PT.
Latinusa Tbk melakukan upaya reduksi. Upaya reduksi ini selain bertujuan untuk
melakukan pengelolaan lingkungan juga dapat memberikan keuntungan finansial bagi
PT. Latinusa Tbk. Adapun upaya reduksi limbah B3 yang dilakukan yaitu :
1. Pemilahan Limbah B3 dan Limbah Non B3
Pemilahan limbah B3 dan limbah non B3 bertujuan untuk memudahkan
pengelolaan kedua jenis limbah tersebut. Untuk limbah non B3 berupa sisa kemasan
bahan baku akan dikirim ke pihak ketiga untuk dikelola kembali. Limbah domestik
dari kegiatan kantor, kantin dan pemeliharaan taman dikumpulkan di tempat
penampungan sementara yang akan diserahkan kepada pengumpul untuk selanjutnya
dikelolala di TPA kawasan KIEC Cilegon. Untuk limbah B3 dikelola oleh seksi
K3LH PT. Latinusa Tbk untuk selanjutnya pengolahannya diserahkan kepada pihak
ketiga yang memiliki ijin.
2. Pembentukan Sludge Menjadi Limbah Cake Dengan Filter Press
Melalui pengolahan di unit WWTP akan dihasilkan sludge. Sludge ini
kemudian akan dimasukan ke filter press untuk membentuk limbah padat B3
berbentuk cake yang mengandung solids 90-95% dan air 5-10%. Proses ini bertujuan
untuk memudahkan pengumpulan limbah B3 di TPS yang selanjutnya akan diangkut
secara berkala oleh pihak ketiga untuk diolah kembali.
I-122
Gambar 5.10 Limbah Cake di TPS
Sumber : Data Primer, 2011
3. Penggunaan Kembali Drum Bekas Sebagai Tempat Sampah
Drum bekas kemasan bahan kimia PSA oleh PT. Latinusa Tbk digunakan
kembali sebagai tempat penampungan limbah B3 seperti lampu TL dan kain majun.
Dengan melakukan hal ini maka PT. Latinusa Tbk dapat mengurangi jumlah timbulan
drum bekas kemasan bahan kimia PSA.
Gambar 5.11 Penggunaan Kembali Drum Bekas
Sumber: Data Primer, 2011
4. Penggunaan Kembali Air Pendingin Dari Proses Produksi Dengan Cooling Tower
Cooling tower digunakan untuk mendinginkan air atau media kerja lainnya.
Dalam sistem ini air pendingin yang telah digunakan dalam proses produksi yang
telah mengalami kenaikan temperature didinginkan kembali. Cooling tower dapat
membuang panas ke atmosfir sehingga tidak ada pembuangan sejumlah air hangat
yang dapat meningkatkan temperatur sungai atau danau sehingga dapat merusak
ekosistem lokal.
5. Penggunaan Greenon Sebagai Pengganti H2SO4 Pada Proses Chrome Reduction
Saat ini proses chrome reduction di PT. Latinusa Tbk yaitu menggunakan
greenon (Ferro Sulfat sebagai pengganti Sodium Meta Bisulfite / NaHS03 ) sebagai
pengganti H2SO4 murni yang digunakan untuk mereduksi Cr6+ menjadi Cr3+. Greenon
I-123
dibuat dengan mencampurkan limbah asam pekat (Acidic Concentrate) dengan
potongan-potongan besi dari bahan baku yang tidak terpakai. Selain itu dalam proses
ini juga digunakan NaOH untuk menetralisir air limbah dan saat ini NaOH tersebut
dapat dikurangi dengan penggunaan limbah alkaline. Dengan proses ini maka secara
otomatis penggunaan bahan kimia di unit WWTP dapat diminimisasi.
6. Pembangunan Unit Pengolahan Air Limbah Dengan Sistem Ozonisasi
Untuk meminimisasi kuantitas air buangan yang dihasilkan, maka saat ini PT.
Latinusa Tbk sedang berada dalam tahap pembangunan sistem ozonisasi untuk
pengolahan air limbah. Diharapkan selalu melalui proses ini air limbah dapat
digunakan kembali untuk mensuplai kebutuhan air bersih di lingkungan pabrik PT.
Latinusa Tbk. Selain menguntungkan secara finansial, pembangunan ini juga
diharapkan dapat menaikan PROPER PT. Latinusa Tbk dari proper biru menuju
proper hijau.
Gambar 5.12 Sistem Ozonisasi Untuk Pengolahan Air Limbah
Sumber : Data Primer, 2011
5.3.3 Pewadahan dan Pengumpulan Limbah B3 di Unit Penghasil
Dalam teknik operasional pengelolaan limbah B3 PT. Latinusa Tbk untuk
tahap pawadahan dan pengumpulan dilakukan oleh masing- masing unit penghasil
limbah. Semua unit yang menghasilkan limbah seperti yang tertera dalam daftar
limbah B3 PT. Latinusa Tbk akan melakukan pewadahan dan pengumpulan
I-124
sementara yang bersifat intern sehingga tidak diperbolehkan untuk dijual sebelum
dikumpulkan terlebih dahulu di TPS B3. Sebelum dilakukan pemindahan dan
pengumpulan di TPS, terlebih dahulu limbah tersebut diidentifikasi berdasarkan jenis
lalu kemudian dilakukan pewadahan yang disesuaikan dengan jenis dan karakteristik
dari limbah tersebut lalu ditempatkan di tempat yang aman dan mudah dijangkau
sebelum dilakukan pemindahan ke TPS yang dilaksanakan oleh Tim Limbah Seksi
K3LH.
Setelah proses pewadahan selesai maka unit penghasil akan melaporkan
kepada Tim Limbah untuk dilakukan pendataan dan pemindahan ke TPS. Untuk
limbah cake, proses pewadahan langsung dilakukan di TPS. Limbah cake yang
dihasilkan dari unit penghasil filter press akan langsung ditampung dan disalurkan ke
dalam karung di TPS. Sedangkan untuk limbah B3 lainnya tetap melalui tahap
pewadahan yang sesuai dengan standar operasional prosedur penanganan limbah B3
PT. Latinusa Tbk.
Gambar 5.13 Diagram Alir Pewadahan Limbah B3 PT. Latinusa Tbk
Limbah B3 dari unit penghasil
Limbah B3 Cake
Limbah B3 Selain Cake
Penampungan di TPS Limbah Cake
Pewadahan di unit penghasil limbah B3
Pelaporan Kepada Tim
Limbah K3LH
Pelaporan Kepada Tim Limbah K3LH
Pemindahan ke TPS
Berita Acara dan Surat Jalan
TPS
I-125
Sumber : Data Primer, 2011
5.3.4 Penyimpanan Sementara Limbah B3 di PT. Pelat Timah Nusantara Tbk
Berdasarkan Kep. 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3 maka penyimpanan limbah B3
harus dilakukan jika limbah B3 tersebut belum dapat diolah dengan segera. Kegiatan
penyimpanan limbah B3 dimaksudkan untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke
lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat
dihindarkan. Dalam sistem pengelolaan limbah B3, kegiatan penyimpanan sementara
limbah B3 dilakukan oleh seksi K3LH PT. Latinusa Tbk. Tata cara penyimpanan
sementara limbah B3 ini telah disesuaikan dengan Kep. 01/BAPEDAL/09/1995 dan
Keputusan Walikota Cilegon No 658.31/Kep.253-BLH 2010 tentang Izin
Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Kepada PT. Latinusa Tbk.
Adapun penerapan yang telah dilakukan oleh PT. Latinusa Tbk yaitu :
5.3.4.1 Pengemasan Limbah B3 di PT. Pelat Timah Nusantara Tbk
Untuk menjaga keamanan limbah B3 selama penyimpanan maka diperlukan
kegiatan pengemasan yang memperhatikan karateristik limbah, bentuk kemasan dan
bahan kemasan yang dipilih. Teknik operasional pengemasan limbah B3 yang
dilakukan oleh PT. Latinusa Tbk secara keseluruhan telah sesuai dengan peraturan
pemerintah seperti yang tertuang dalam Kep. 01/BAPEDAL/09/1995.
Limbah cake WWTP dikemas dengan menggunakan karung yang langsung
disediakan oleh pihak ketiga yang mengolah limbah tersebut yaitu PT. Pasadena
Metric Indonesia. Karung kemasan limbah cake yang disebut jumbo bag langsung
menampung limbah cake yang diproses dari filter press dengan kapasitas 1 ton/
jumbo bag. Dengan menggunakan sistem pengemasan semacam ini diharapkan
tidak ada limbah cake yang yang keluar dari karung kemasan, sehingga mampu
mengurangi kemungkinan timbulnya ceceran limbah cake ke lingkungan.
I-126
Gambar 5.14 Pengemasan Limbah Cake PT. Latinusa Tbk
Sumber : Data Primer, 2011
Sludge yang mengandung timah dikemas dengan menggunakan drum dan
diletakan diatas palet. Untuk dross yang mengandung timah dikemas dengan
menggunakan drum dengan kapasitas 200 kg/ drum.
Oli bekas, kain majun, lampu TL bekas, toner/ catridge bekas dan aki bekas
masing- masing sistem pengemasannya menggunakan drum bekas kemasan PSA.
Untuk oli bekas pengemasannya menggunakan drum dengan kapasitas 200 liter.
Sedangkan untuk pengemasan kain majun dan toner/ catridge bekas
pengemasannya menggunakan drum dengan kapasitas 70 kg/ drum.
Gambar 5.15 Pengemasan Oli Bekas dan Lampu TL Bekas PT. Latinusa Tbk
Sumber : Data Primer, 2011
I-127
Perbandingan pelaksanaan pengemasan limbah B3 PT. Latinusa Tbk dengan
peraturan pemerintah dapat dilihat di tabel matriks perbandingan pengemasan limbah
B3 dengan regulasi berikut.
Tabel 5.5 Matriks Perbandingan Pengemasan Limbah B3 PT. Latinusa Tbk
dengan Regulasi ( Kep. 01/BAPEDAL/09/1995)
No.Parameter
yang dianalisis
Kep 01/Bapedal/09/
1995
Realisasi di PT. Latinusa Tbk
Keterangan
1. Kemasan Baik, tidak bocor, tidak berkarat, tidak rusak
Kemasan dalam keadaan baik dan tidak rusak
Sesuai
2. Ukuran dan macam kemasan
a) Bahan plastik (HDPE, PVC, PP) atau logam (teflon, baja, karbon)
b) Drum/tong dengan volume 50, 100, 200 liter
a) Plastik dan logam baja
b) Drum dengan volume 200 liter
Sesuai
Sesuai
I-128
Lanjutan tabel 5.5
No Parameter yang
dianalisis
Kep 01/Bapedal/09/
1995
Realisasi di PT. Latinusa Tbk
Keterangan
3. Karakteristik Limbah dalam satu kemasan harus berkarakteristik sama
Dalam satu kemasan hanya terdapat satu karakteristik limbah
Sesuai
4. Pemeriksaan kondisi kemasan
Minimal seminggu sekali
Ada kegiatan pemeriksaan secara reguler setiap sebulan sekali
Tidak Sesuai
Rekomendasi: Diperlukan
pemeriksaan kemasan
limbah B3 seminggu
sekali
5. Operator Tenaga ahli dan harus memenuhi K3
Tenaga ahli yang memiliki sertifikat K3
Sesuai
6. Pemberian Simbol dan Label
Pemberian simbol dan label harus jelas
Tidak semua kemasan limbah B3 dilengkapi dengan simbol dan label.
Tidak Sesuai
Rekomendasi: Diusulkan
agar kemasan limbah B3 dilengkapi simbol dan
label
Sumber : Analisa Penulis, 2011
I-129
Berdasarkan matriks perbandingan pengemasan limbah B3 tersebut diketahui
bahwa terdapat beberapa ketidaksesuaian dalam proses pengemasan limbah B3 yaitu
masih terdapat kemasan limbah B3 yang tidak dilengkapi dengan simbol dan label
serta informasi tentang limbah B3 di dalam label untuk setiap kemasan masih belum
lengkap. Selain itu pemeriksaan terhadap kemasan hanya dilakukan sebulan sekali.
Oleh sebab itu, diharapkan PT. Latinusa Tbk mampu menyesuaikan proses
pengemasan sesuai dengan regulasi yang ada yaitu Kep. 01/BAPEDAL/09/1995.
5.3.4.2 Penyimpanan Kemasan Limbah B3 di PT. Pelat Timah Nusantara Tbk
Tata cara penyimpanan kemasan limbah B3 harus diperhatikan untuk menjaga
keamanan limbah B3 tersebut selama proses penyimpanan. Pelaksanaan penyimpanan
kemasan limbah B3 di PT. Latinusa Tbk disesuaikan dengan Kep.
01/BAPEDAL/09/1995. Berikut ini diberikan matriks perbandingan penyimpanan
kemasan limbah B3 di PT. Latinusa Tbk dengan regulasi yang ada.
Tabel 5.6 Matriks Perbandingan Penyimpanan Kemasan Limbah B3
PT. Latinusa Tbk dengan Regulasi ( Kep. 01/BAPEDAL/09/1995)
NoParameter
yang dianalisis
Kep 01/Bapedal/09/
1995
Realisasi di PT. Argo Pantes
Keterangan
1. Sistem Sistem blok dan setiap blok terdiri atas 2 x 2 kemasan
Kemasan disusun dengan sistem blok yang terdiri dari 2 x 2 kemasan
Sesuai
I-130
Lanjutan tabel 5.6
No Parameter yang
dianalisis
Kep 01/Bapedal/09/
1995
Realisasi di PT. Latinusa Tbk
Keterangan
2. Lebar Gang Lebar gang untuk lalu-lintas manusia minimal 60 cm.
Ada jarak untuk gang lalu lintas manusia dengan lebar 60 cm
Sesuai
3. Penumpukan Drum 200 liter maksimal 3 lapis dan dialasi palet untuk masing-masing blok
Drum 200 liter ada yang tidak dialasi palet
Tidak Sesuai Rekomendasi: Diusulkan agar drum 200 liter
dialasi palet pada masing – masing
blok.
4. Jarak dengan dinding dan atap
Tidak boleh kurang dari 1 meter
Jarak ke dinding kurang dari 1 meter, jarak dengan atap ± 1,5 meter
Tidak sesuai
Rekomendasi:
Diusulkan untuk menyusun kembali susunan blok dan memberikan jarak
dengan dinding minimal 1 m.
5. Karakteristik Kemasan yang mempunyai karakteristik berbeda harus dipisah
Setiap kemasan terdiri dari satu jenis limbah B3
Sesuai
I-131
Lanjutan tabel 5.6
No Parameter Dianalisis
Kep 01/Bapedal/09/
1995
Realisasi di PT. Latinusa Tbk
Keterangan
6. Simbol dan Label
Sesuai dengan karakteristiknya
Sesuai Sesuai
7. Perizinan Penyimpanan maksimal 90 hari, untuk limbah B3 kurang dari 50 kg dapat disimpan lebih dari 90 hari dan dilaporkan kepada pihak terkait
Penyimpanan untuk limbah cake, sludge timah,dross timah, drum bekas dan oli bekas kurang dari 90 hari. Sedangkan penyimpanan kain majun,lampu TL,toner dan aki bekas lebih dari 90 hari. Setiap 3 bulan sekali akan dilaporkan ke BLH Kota Cilegon
Sesuai
Sumber : Analisa Penulis
5.3.4.3 Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3
Setelah dilakukan pengemasan dan pelabelan selanjutnya limbah B3 akan
disimpan di tempat penyimpanan sementara ( TPS ) PT. Latinusa Tbk telah
disesuaikan dengan peraturan pemerintah yaitu Kep. 01/BAPEDAL/09/1995 dan
telah memiliki izin dari Walikota Cilegon Nomor 658.31/Kep.253-BLH/2010
Tanggal 14 Juli 2010. Perancangan dan luas bangunan TPS disesuaikan dengan jenis,
jumlah dan karateristik limbah B3. PT. Latinusa Tbk memiliki dua TPS limbah B3
yaitu :
I-132
TPS limbah B3 untuk menyimpan drum kosong, sludge plating, dross tin, oli
bekas, kain majun bekas, toner/catridge bekas, lampu TL. Ukuran TPS ini
yaitu18, 8 m x 4,5 m dengan koordinat S : 06˚00’24,8’’ dan E : 106˚00’49,0’’.
TPS limbah B3 untuk menyimpan cake/ sludge IPAL. Ukuran TPS ini yaitu 5,7 m
x 7 m dengan koordinat S : 06˚00’21,9’’ dan E : 106˚00’48,6’’.
Pemberian titik koordinat bertujuan agar TPS tidak dipindah ataupun diubah.
Pemindahan dan perubahan kondisi TPS harus mendapatkan izin dari Badan
Lingkungan Hidup Kota Cilegon serta tidak diperbolehkan untuk menyimpan limbah
B3 diluar TPS, hal ini bertujuan untuk mendukung keselamatan dan kesehatan kerja
di lingkungan perusahaan. Berikut ini diberikan tabel 5.8 tentang perbandingan tata
cara penyimpanan sementara libah B3 PT. Latinusa Tbk dengan regulasi yang
berlaku.
Tabel 5.7 Matrik Perbandingan Bangunan Penyimpanan Sementara Limbah B3
PT. Latinusa Tbk dengan Regulasi ( Kep. 01/BAPEDAL/09/1995)
No.Parameter
yang dianalisis
Kep-01/Bapedal/09/
1995
Realisasi di
PT. Latinusa TbkKeterangan
1. Luas Luas dan bisa menampung sesuai dengan karakteristik
Memiliki luas bangunan 18,8 mx4,5 m&5,7m x 7m
Sesuai
2. Terlindung dari hujan
Terlindung dari air hujan langsung dan tak langsung
Terlindung dari air hujan Sesuai
3. Bagian Atap
Tanpa plafon
Ventilasi dan penerangan memadai
Kasa untuk mencegah burung/hewan masuk
Penangkal petir
Tanpa plafon
Ventilasi dan penerangan memadai
Terdapat kasa untuk mencegah burung/hewan masuk
Ada penangkal petir
Sesuai
I-133
Lanjutan tabel 5.7
No Parameter yang
dianalisis
Kep-01/Bapedal/09/
1995
Realisasi di PT. Latinusa Tbk
Keterangan
4. Simbol bagian luar
Pada bagian luar penyimpanan diberi simbol
Diluar bangunan diberi simbol sebagai penanda TPS limbah B3
Sesuai
5. Lantai Bangunan
Kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak
Kuat, kedap air dan tidak bergelombang
Sesuai
6. Saluaran Drainase
Harus ada sehingga air tidak masuk dalam gudang
Tidak terdapat saluran drainase di sekitar TPS
Tidak sesuai
Rekomendasi : Diusulkan untuk
membangun saluran drainase
7. Kebersihan Tidak terdapat ceceran limbah
Masih terdapat ceceran limbah B3 di TPS limbah B3 cake/ sludge IPAL
Tidak sesuai Rekomendasi:
Diusulkan untuk memaksimalkan
proses pengemasan untuk mengurangi timbulnya ceceran
8. Peralatan Penunjang
Dilengkapi sistem pemadam kebakaran, pagar pengaman, fasilitas P3K,
Dilengkapi dengan sistem pemadam kebakaran, dan fasilitas keamanan lainnya.
Sesuai
9. Lokasi Berada minimal ± 50 m
dari fasilitas umum
± 50 m dari fasilitas yang
lain (jalan utama)
Sesuai
Sumber : Analisa Penulis, 2011
I-134
Berdasarkan matriks perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa tempat
penyimpanan sementara limbah B3 di PT. Latinusa Tbk belum sepenuhnya sesuai
dengan peraturan pemerintah yaitu Kep. 01/BAPEDAL/09/1995. Ketidaksesuaian
tersebut diantaranya yaitu TPS limbah B3 cake/ sludge IPAL di PT. Latinusa Tbk
belum memiliki saluran drainase dan bak penampung ceceran limbah B3, sehingga
diharapkan PT. Latinusa Tbk bisa membangun saluran drainase dan bak penampung
ceceran tersebut agar ceceran limbah B3 dapat dikelola dan tidak tercampur dengan
limpasan air hujan. Selain itu masih ada limbah B3 yang tercecer di TPS limbah B3
cake yang disebabkan karena kurang maksimal dalam proses pengemasan. Untuk
ceceran oli di TPS limbah B3 telah ditutup dengan pasir, tetapi penutupannya belum
sempurna. Oleh sebab itu, diharapkan PT. Latinusa mampu melakukan perbaikan
terhadap kekurangan- kekurangan tersebut.
( A ) ( B )
Gambar 5.16 ( A ) TPS Limbah Cake/ Sludge IPAL ( Baaa ) TPS Limbah B3 Selain Cake PT. Latinusa Tbk
Sumber : Data Primer, 2011
Gambar berikut ini menunjukan denah dan ukuran TPS limbah B3 PT.
Latinusa Tbk. Kedua TPS limbah B3 yaitu TPS limbah B3 cake dan limbah B3 selain
cake dibangun di tempat yang terpisah. TPS limbah B3 cake dibangun berdekatan
dengan unit waste wáter treatment plant ( WWTP ) sedangkan TPS limbah B3 selain
cake dibangun berdekatan dengan gudang. Pembangunan kedua TPS ini di lokasi
I-135
yang berbeda bertujuan untuk memudahkan proses pengelolaan limbah B3 seperti
proses pewadahan dan pemindahan limbah B3.
( A ) ( B )
Gambar 5.17 Denah dan Ukuran TPS Limbah Cake ( A) Pandang Samping ( B ) Pandang Depan
Sumber : Seksi K3LH PT. Latinusa Tbk
( A ) ( B )
Gambar 5.18 Denah dan Ukuran TPS Limbah Selain Cake PT. Latinusa Tbk
( A ) Pandang Samping ( B ) Pandang Atas
Sumber : Seksi K3LH PT. Latinusa Tbk
I-136
5.3.4.4 Pemasangan Label dan Simbol Limbah B3
Pemasangan atau pemberian label dan simbol limbah B3 bertujuan untuk
memberikan identitas limbah tersebut sesuai dengan karateristiknya. Dengan ini
setiap penandaan harus dibuat dengan jelas, baik dari segi bentuk, warna dan
penempatannya sehingga keberadaan limbah B3 di suatu tempat dapat dengan mudah
dikenali. Sebelum limbah B3 disimpan di dalam TPS terlebih dahulu kemasan limbah
tersebut diberi label dan simbol sesuai dengan jenis dan karateristik masing- masing
limbah. Selain pada kemasan, pemberian simbol limbah B3 juga diberikan pada
setiap ruangan penyimpanan per kelompok limbah B3 di TPS. Pemberian symbol
limbah B3 telah disesuaikan dengan regulasi yang ada yaitu Kep.
05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan berbahaya dan
beracun. Berikut ini diberikan tabel perbandingan pemberian label dan simbol limbah
B3 di PT. Latinusa Tbk dengan regulasi yang ada.
Tabel 5.8 Matrik Perbandingan Kegiatan Pelabelan dan Pemberian Simbol
Limbah B3 di PT. Latinusa Tbk dengan Regulasi
No Parameter
yang dianalisa
Kep 05/Bapedal/09/1995 Realisasi di PT. Latinusa
Tbk
Keterangan
1 SIMBOL
a. Bentuk
Belah ketupat dengan sisi dalam 95% ukuran
Belah ketupat dengan sisi dalam 95% ukuran
Sesuai
b. Ukuran a. Kemasan: 10 cm × 10 cm
b. Kendaraan pengangkut: 25 cm × 25 cm
c. Tempat penyimpanan: 25 cm × 25 cm
a. Kemasan 10 cm × 10 cm
b. Simbol pada kendaraan
pengangkut 25cm x
25cm
c. Ukuran simbol pada
TPS yaitu 25cm x 25cm
Sesuai
I-137
Lanjutan tabel 5.8
No Parameter yang dianalisis Kep 05/Bapedal/09/1995
Realita di PT. Latinusa Tbk
Keterangan
c. Bahan Tahan goresan dan bahan kimia, pada alat pengangkut harus dari cat berpendar (fluorescence)Sesuai dengan karakteristik
Pada alat pengangkut
simbol terbuat dari
bahan yang tidak
tahan goresan dan
tidak tahan bahan
kimia.
Sesuai
d. Pemasangan a. Kemasan: melekat kuat, tidak boleh terlepas atau dilepas sebelum dikosongkan
b. Kendaraan pengangkut: Hanya satu macam simbol, pada setiap sisi boks pengangkut dan muka kendaraan, tidak boleh terlepas atau dilepas sebelum dikosongkan.
c. Tempat penyimpanan: Pada setiap pintu dan bagian luar dinding, sesuai karakteristik limbahnya, tidak
a. Kemasan melekat
kuat dan tidak
dilepas selama berisi
limbah B3.
b. Hanya satu macam
simbol
c. Terdapat simbol
limbah B3 pada
bagian luar TPS
Sesuai
I-138
boleh terlepas atau dilepas selama tempat penyimpanan masih difungsikan
2 LABEL
a. BentukPersegi panjang, belah ketupat
Persegi panjang dan
belah ketupat
Sesuai
Lanjutan tabel 5.8
No Parameter yang dianalisis Kep 05/Bapedal/09/1995
Realita di PT. Latinusa
Tbk
Keterangan
b. Ukuran a. Identitas limbah: 15 cm × 20 cm
b.Kemasan kosong: 10 cm × 10 cm
c.Tutup kemasan: 7 cm × 15
Ukuran untuk identitas
limbah yaitu 15cm x 20cm,
kemasan kosong 10 cm x
10 cm, tutup kemasan 7
cm x 15 cm
Sesuai
c. Warna a. Identitas limbah: kuning, dengan tulisan peringatan
b.Kemasan kosong: sama dengan simbol, dengan tulisan kosong
c.Tutup kemasan: putih, hitam
a. Identitas limbah
berwarna kuning dengan
pinggiran berwarna putih
b. Kemasan kosong tidak
diberi simbol.
c. Pada tutup kemasan
tidak ada simbol
d. Identitas limbah
Sesuai
Tidak
sesuai,
Diusulkan
untuk
memberi
simbol pada
I-139
d.Identitas limbah: pada kemasan di sebelah simbol.
dipasang disebelah
simbol
kemasan
kosong
d. Pemasangan a.Kemasan kosong:
pada permukaan
kemasan
b. Tutup
kemasan: dekat
tutup kemasan
Pemasangan kemasan
belum disesuaikan dengan
regulasi yang ada.
Tidak
sesuai,
Diusulkan
pemasangan
disesuaikan
regulasi
Sumber : Analisa Penulis, 2011
Berdasarkan matriks perbandingan pelaksanaan pemasangan label dan simbol
di PT. Latinusa Tbk dengan regulasi yang ada yaitu Kep 05/Bapedal/09/1995 maka
dapat disimpulkan bahwa pamasangan simbol dan label di PT. Latinusa Tbk belum
sepenuhnya sesuai dengan regulasi. Selain itu, meskipun sudah dilengkapi dengan
simbol namun informasi dalam label untuk setiap kemasan limbah B3 di PT. Latinusa
Tbk masih belum lengkap misalnya tanggal masuk TPS. Oleh sebab itu, diharapkan
PT. Latinusa Tbk bisa menyesuaikan dengan regulasi yang ada.
Gambar 5.19 Pelabelan di TPS Limbah B3 PT. Latinusa Tbk
Sumber : Data Primer, 2011
I-140
5.3.5 Pengangkutan Limbah B3 di PT. Pelat Timah Nusantara Tbk
Pengangkutan merupakan proses pengumpulan limbah dari sumber menuju
lokasi pemindahan atau pengelolaan. Pengangkutan limbah B3 di PT. Latinusa Tbk
terbagi menjadi dua yaitu pengangkutan secara internal dan pengangkutan secara
eksternal oleh pihak ketiga.
1. Pengangkutan Limbah B3 Dari Unit Penghasil ke TPS Limbah B3
Pengangkutan internal merupakan proses pengangkutan yang terjadi di
dalam lingkungan perusahaan. Pengangkutan internal di PT. Latinusa Tbk
dilakukan dari sumber penghasil limbah B3 ke TPS limbah B3 dengan
menggunakan forklift. Selanjutnya Tim Limbah dari Seksi K3LH akan mencatat
jenis dan jumlah limbah B3 di log book yang tersedia di TPS. Tim limbah
kemudian menghubungi pihak ketiga yang telah memiliki izin Kementrian
Lingkungan Hidup RI untuk melakukan pengangkutan dan pengelolaan limbah
B3. Proses pengangkutan limbah B3 ini harus dilengkapi dengan berita acara
penyerahan limbah B3 dari penghasil ke TPS. Selain itu fasilitas pengangkutan
dan pengemudi angkutan harus memiliki ijin beroperasi di dalam perusahaan. Hal
ini bertujuan untuk menjaga keamanan distribusi limbah B3 di dalam perusahaan.
I-141
Gambar 5.20 Jalur Pengangkutan Internal Limbah B3 di PT. Latinusa Tbk
Sumber: Analisa Penulis, 2011
2. Pengangkutan Limbah B3 Dari PT. Latinusa Tbk ke Pihak Pengelola
Pengangkutan terjadi dari TPS Limbah B3 ke tempat pengolahan akhir.
Pengangkutan limbah B3 di PT. Latinusa Tbk dilakukan oleh pihak ketiga dengan
menggunakan truk pengangkut limbah. Proses pengangkutan ini harus dilengkapi
dengan form manifest yang terdiri dari surat pengantar barang, dokumen limbah
B3 serta izin sesuai limbah B3 yang mau diangkut atau dikeluarkan. Setelah form
manifest dan izin terlengkapi maka baru dapat dilakukan proses pengangkutan.
Untuk surat pengantar barang dalam hal ini limbah B3, maka harus mendapat
persetujuan dari Ketua Tim Penjualan Sisa Produk dan Barang Bekas PT.
Latinusa Tbk dan pembeli yaitu pihak ketiga yang melakukan pengangkutan dan
pengelolaan. Sedangkan untuk dokumen limbah B3 harus mendapat persetujuan
dari Kabag K3LH PT. Latinusa Tbk dan pihak ketiga.
I-142
Selain itu form manifest ini juga harus dilengkapi dengan Izin
Penyelenggaraan Angkutan Barang Khusus Untuk Mengangkut Barang
Berbahaya yang telah mendapatkan persetujuan dari Direktur Jendral
Perhubungan, Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan dari Kementrian Perhubungan RI,
karena kendaraan yang digunakan untuk pengangkutan limbah B3 ini merupakan
kendaraan khusus antara lain truck dan tangki tronton. Semua prosedur ini
dilakukan dengan tujuan untuk menjaga keamanan distribusi limbah B3.
Dokumen limbah B3 di PT. Latinusa Tbk telah disesuaikan dengan Kep Bapedal
No 2 Tahun 1995 dimana dokumen ini dibawa dari tempat asal pengangkutan
limbah B3 ke tempat tujuan dan dokumen ini diberikan pada waktu penyerahan
limbah B3. Rincian dokumen tersebut adalah sebagai berikut :
1. Lembar asli ( pertama ) disimpan oleh pengangkut limbah B3 setelah
ditandatangani oleh penghasil, pengumpul dan pengolah limbah B3
( warna putih ).
2. Lembar kedua yang sudah ditandatangani oleh pengangkut limbah B3,
oleh, oleh penghasil limbah B3 atau pengumpul dikirim ke Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan ( warna kuning ).
3. Lembar ketiga yang sudah ditandatangani oleh pengangkut limbah B3
disimpan oleh penghasil atau pengumpul limbah B3 yang menyerahkan
limbah B3 untuk diangkut oleh pengangkut limbah B3 ( warna hijau ).
4. Lembar keempat setelah ditandatangani oleh pengumpul atau pengolah
limbah B3 oleh pengangkut diserahkan kepada pengumpul limbah B3 atau
pengolah limbah B3 yang menerima limbah B3 dari pengangkut limbah
B3 ( warna merah muda ).
5. Lembar kelima dikirimkan kepada Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan setelah ditandatangani oleh pengumpul limbah B3 atau
pengolah limbah B3 ( warna biru ).
I-143
6. Lembar keenam dikirim oleh pengangkut kepada Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I yang bersangkutan, setelah ditandatangani oleh pengumpul
limbah B3 atau pengolah limbah B3 ( warna krem ).
7. Lembar ketujuk dikirim oleh pengangkut kepada penghasil limbah B3
oleh pengumpul limbah B3 atau pengolah limbah B3, setelah
ditandatangani oleh pengumpul limbah B3 atu pengolah limbah B3
( warna ungu ).
5.4 Pengolahan Limbah B3 PT. Pelat Timah Nusantara Tbk
Dalam melakukan pengolahan PT. Latinusa tidak melakukan pengolahan
sendiri melainkan dengan bantuan pihak ketiga yang telah memiliki izin dalam
pengangkutan dan pengelolaan limbah B3. Adapun pihak ketiga yang memfasilitasi
pengangkutan dan pengelolaan limbah B3 PT. Latinusa Tbk yaitu PT. Pasadena
Metric Indonesia di Bekasi yang mengelola limbah cake/ sludge IPAL, PT. Lingga
Putra Perdana di Merak yang mengelola limbah drum bekas bahan kimia PSA dan oli
bekas serta CV. Lut Putra Solder di Tegal yang mengelola sludge dan dross yang
mengandung timah.
Tabel 5.9 Pihak Pengolah Limbah B3 PT. Latinusa Tbk
No Pengelola
Limbah B3
Limbah Yang
Diolah
Pengolahan SK MENLH
1 PT. Pasadena Metric Indonesia
Limbah Cake WWTP
Pemanfaatan limbah B3 dengan cara recovery sludge yang tidak mengandung dioksin furan untuk diambil kandungan logam- logam non besi
KEPMEN LH Nomor 63 Tahun 2011 Tanggal 13 april 2011
2 PT. Lingga Putra Perdana
- Oli Bekas- Drum Bekas
- Oli bekas didaur ulang untuk
SK Nomor 259 Tahun 2009,
I-144
Kemasan PSA
digunakan kembali untuk membantu kegiatan operasional angkutan sungai danau dan perairan
- Drum bekas didaur ulang untuk dijadikan kemasan bahan baku
Masa berlaku 10 April 2009 s/d 10 April 2014
3 CV. Lut Putra Solder
- Sludge Yang Mengandung Timah
- Dross Yang Mengandung Timah
Peleburan ulang sludge dan dross yang mengandung timah hingga menjadi batangan timah putih dan timah hitam.
-
Sumber : Data Sekunder, 2011
5.5 Pemanfaatan Limbah B3 PT. Latinusa Tbk
Untuk mengurangi kuantitas limbah B3 yang dihasilkannya, maka PT.
Latinusa Tbk berusaha semaksimal mungkin melakukan pemanfaatan terhadap
limbah B3. Hal ini selain dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
pencemaran ke lingkungan juga mampu menekan biaya yang dikeluarkan perusahaan
untuk pengelolaan limbah B3. Kegiatan pemanfaatan yang dilakukan oleh PT.
Latinusa Tbk ini selain dilakukan sendiri juga dilakukan melalui kerjasama dengan
pihak ketiga yang telah memiliki pemanfaatan limbah B3 dari KLH. Salah satu
contoh pemanfaatan limbah B3 yang dilakukan PT. Latinusa Tbk yaitu penggunaan
kembali drum bekas kemasan bahan kimia PSA sebagai tempat pewadahan limbah
B3 seperti kain majun, lampu TL bekas dan aki bekas di TPS limbah B3.
5.6 SOP Tanggap Darurat Limbah B3 PT. Pelat Timah Nusantara Tbk
Untuk menjaga keamanan selama proses pengelolaan limbah B3, maka PT.
Latinusa telah menerapkan suatu standar operasional (SOP) tanggap darurat limbah
B3 di lingkungan perusahaan. SOP ini dilaksanakan oleh oleh Petugas K3 Seksi
K3LH apabila terjadi kecelakan atau keadaan darurat yang selanjutnya akan
I-145
dilakukan tindakan penyelamatan dan pertolongan terhadap korban kecelakaan. SOP
ini telah mendapatkan persetujuan dari Direksi PT. Latinusa Tbk, BLH Kota Cilegon,
BLHD Provinsi Banten dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Banten.
Mekanisme penggunaan SOP ini yaitu apabila terjadi keadaan darurat maka
akan dilakukan tindakan penyelamatan dimana karyawan yang bertugas akan
memberitahukan ke Shift leader dan berusaha menanggulangi kecelakaan.
Selanjutnya shift leader akan menghubungi GM produksi dan tim tanggap darurat
agar dilakukan evaluasi kondisi dan keadaan. Tindakan evakuasi dilakukan setelah
GM Produksi mengambil keputusan untuk mengaktifkan kondisi darurat. Kemudian
dilakukan pertolongan pertama dimana tim medis akan menolong korban di tempat
evakuasi dan karyawan lain akan dikumpulkan di tempat tersebut.
Evaluasi ulang kondisi kecelakaan dilakukan oleh Building Commander dan
bila diperlukan akan menghubungi Damkar Krakatau Steel dan UGD RS Krakatau
Medika. Bila ada korban evakuasi maka akan dilakukan rujuk ke RS Krakatau
Medika dengan menggunakan mobil ambulance untuk melakukan pengobatan.
Evaluasi ulang selanjutnya dilakukan building commander terkait dengan keamanan
kondisi kecelakaan yang akan dilanjutkan dengan investigasi kejadian. Setelah
kondisi dipastikan aman maka akan dibuat laporan hasil investigasi yang disetujui
oleh Kadiv Produksi dan GM Produksi. Laporan ini selanjutnya akan didistribusikan
kepada Direksi PT. Latinusa Tbk, BLH Kota Cilegon, BLHD Provinsi Banten dan
Dinas Tenaga Kerja Provinsi Banten.
Tidak
Ya
Darurat
Tindakan
Bantuan Pertolongan
Darurat
Evakuasi
Tanggulangi
Pertolongan
Korban
Investigasi
Pengobatan
Investigasi
Laporan
Distribusi
File
Selesai
I-146
Ya
Tidak
Gambar 5.21 SOP Tanggap Darurat Limbah B3 PT. Latinusa Tbk
Sumber : Seksi K3LH PT. Latinusa Tbk
5.7 Perizinan dan Pengawasan
5.7.1 Perizinan
Berdasarkan PP No 18 Tahun 1999 dijelaskan bahwa setiap badan usaha yang
melakukan kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan
penimbunan limbah B3 wajib memiliki izin operasi dari kepala instansi yang
bertanggung jawab. Begitu pula dengan PT. Latinusa Tbk, kegiatan penyimpanan
limbah B3 dari perusahaan tersebut telah memiliki izin sesuai Keputusan Walikota
Cilegon Nomor 658.31/ Kep.253-BLH/2010 tentang Izin Penyimpanan Limbah B3
dan Keputusan Walikota Cilegon Nomor 658.31/ Kep.239-BLH/2009 tentang Izin
Pengeluaran Limbah Industri yang telah disesuaikan dengan PP No 18 Tahun 1999.
I-147
Perizinan ini merupakan alat kontrol bagi perusahaan guna menekan
kemungkinan timbulnya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup sehingga
diperlukan pengelolaan yang baik terhadap limbah B3 yang dihasilkan. Selain itu
pihak ketiga yang melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan PT. Latinusa
Tbk juga wajib memiliki izin dan mendapatkan rekomendasi dari Badan Lingkungan
Hidup Kota Cilegon. Secara keseluruhan aspek perizinan pengelolaan limbah B3 PT.
Latinusa Tbk telah dipenuhi secara hukum.
5.7.2 Pengawasan
Pelaksanaan pengawasan pengelolaan limbah B3 di PT. Latinusa dilakukan
oleh dua pihak yaitu pihak internal perusaan oleh seksi K3LH dan pihak eksternal
oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Cilegon. Pengawasan eksternal yang dilakukan
oleh BLH Kota Cilegon terhadap pengelolaan limbah industri yang dihasilkan oleh
PT. Latinusa Tbk dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan sekali. Pihak perusahaan
akan menyampaikan laporan perkembangan pengeluaran limbah industri yang berisi
jenis material, bentuk fisik limbah, kategori limbah, volume atau jumlah limbah yang
dihasilkan serta identitas pihak pengelola limbah tersebut. Selain pengawasan oleh
BLH Kota Cilegon setiap tiga bulan sekali, pelaksanaan pengawasan juga
dilaksanakan oleh Tim Pengawas PROPER ( Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan
Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup ) Provinsi Banten setiap setahun sekali.
Kegiatan pengawasan ini akan menghasilkan penilaian tingkatan ketaatan perusahaan
terhadap perundangan lingkungan hidup yang berlaku di Indonesia.
5.8 Aspek Pembiayaan Pengelolaan Limbah B3 PT. Pelat Timah Nusantara Tbk
Kegiatan pengelolaan limbah B3 di PT. Latinusa Tbk memerlukan
pembiayaan dari perusahaan. Pembiayaan yang dibebankan kepada perusahaan
disusun melalui rencana kerja yang terstruktur dan program kerja yang jelas oleh
bagian yang bersangkutan. Mekanisme pembiayaan dalam pengelolaan limbah B3 di
PT. Latinusa Tbk telah memenuhi alur regulasi yang ada (Peraturan Pemerintah No.
I-148
18 Tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999). Untuk pembiayaan limbah B3 di PT.
Latinusa Tbk sendiri bersifat rahasia serta tidak dipublukasikan kepada pihak luar.
Hanya pihak intern perusahaan dan pihak ketiga yang mengetahuinya.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Proses electrolisyc tinning line ( ETL) dan proses perawatan peralatan produksi di PT.
Latinusa Tbk menghasilkan limbah B3 berupa limbah cake/ sludge WWTP, drum
I-149
plastik bekas kemasan bahan kimia PSA, oli bekas, sludge yang mengandung timah,
butiran halus ( dross ) yang mengandung timah, aki bekas, kain majun, lampu TL
bekas dan toner/ catridge.
2. Pengelolaan limbah B3 PT. Latinusa Tbk menganut pada peraturan nasional di
Indonesia yang telah diatur oleh KLH melalui PP. nomor 18 tahun 1999 j.o PP No. 85
tahun 1999 dan Peraturan Walikota Cilegon No 45 Tahun 2009 serta ditunjang
peraturan - peraturan yang lain.
3. Berdasarkan neraca massa pengelolaan limbah B3 PT. Latinusa Tbk pada tahun 2010
diketahui bahwa limbah B3 yang dikelola sebanyak 99,22 % dan yang tersimpan di
TPS sebanyak 0,79 %. Sedangkan pada tahun 2011 limbah B3 yang dikelola sebanyak
92,09 % dan yang tersimpan di TPS 8,33 %. Terjadi penurunan tingkat pengelolaan
pada tahun 2011, hanya saja kuantitas limbah B3 yang dihasilkan pada tahun 2011
jauh lebih sedikit dibandingkan tahun 2010.
4. Dalam penerapan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan PT. Latinusa Tbk, masih
ada beberapa aspek yang belum sesuai dengan peraturan yang berlaku, misalnya
masih terdapat ceceran/ tetesan air yang mengalir di TPS limbah cake serta
informasi dalam label limbah B3 yang masih belum lengkap.
6.2 Saran
1. Hendaknya dibangun saluran drainase dan bak penampung ceceran di sekitar TPS
limbah cake/ sludge IPAL agar ceceran limbah B3 dapat dikelola dan tidak tercampur
dengan limpasan air hujan serta tidak mengalir ke lingkungan.
2. Setiap kemasan limbah B3 harus dilengkapi dengan simbol dan label selain itu juga
melengkapi informasi dalam label untuk setiap kemasan limbah B3.
3. Pengelolaan limbah B3 yang belum sesuai dengan peraturan hendaknya segara
disesuaikan dengan peraturan yang berlaku guna menghindari kemungkinan
terjadinya pencemaran limbah B3 ke lingkungan.
I-150
Recommended