View
222
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE
GLUKOMANAN
Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang
terolah minimal, beberapa senyawa penting yang dapat digunakan untuk mengukur laju
respirasi adalah perubahan kandungan glukosa, jumlah ATP, O2 yang dikonsumsi dan
CO2 yang diproduksi. Pengukuran laju respirasi dengan menghitung produksi CO2 lebih
sederhana dan praktis karena jumlah yang dihasilkan selama proses respirasi relatif
cukup banyak dan penggunaan alat ukur konsentrasi untuk CO2 dapat ditampilkan
secara digital sehingga keakuratan dari data CO2 yang diperoleh cukup baik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi ada dua: faktor internal dan
eksternal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan, susunan kimia jaringan,
ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal antara lain
suhu, etilen, O2 yang tersedia, zat-zat pengatur pertumbuhan dan kerusakan buah.
Penentuan laju respirasi ditujukan agar dapat mengetahui konsentrasi
glukomanan yang paling tepat untuk penyimpanan buah melon terolah minimal.
Adapun konsentrasi glukomanan yang akan diujikan ada empat macam yaitu 0.5 %,
0.55 %, 0.6 %, dan tanpa edibel. Penyimpanan untuk masing-masing konsentrasi
dilakukan disuhu 5oC, suhu ini dipilih berdasarkan referensi suhu penyimpanan untuk
pengolahan buah minimal. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada empat
konsentrasi yang berbeda didapatkan laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2 yang
berbeda.
Pengukuran laju respirasi dilakukan hingga hari ketujuh sampai buah melon
yang telah terolah minimal mengalami kerusakan, contohnya telah muncul bintik-bintik
putih dan buah mengalami pelunakan. Untuk hari pertama pengukuran dilakukan setiap
dua jam sekali, sampai hari kedua pengukuran dilakukan setiap dua belas jam sehari.
Berdasarkan pengamatan laju respirasi buah melon yang terolah minimal dan berlapis
edibel, laju respirasi buah tanpa edibel lebih tinggi daripada ketiga konsentrasi yang
diujikan. Hasil pengukuran laju produksi CO2 pada konsentrasi 0.5 % ; 0.55 %, 0.6 %
dan tanpa edibel beturut-turut adalah 25.467 ml/kg.jam, 15.682 ml/kg.jam, 28.600
29
ml/kg.jam, 38.302 ml/kg.jam. Sedangkan laju konsumsi O2 pada konsentrasi 0.5 % ;
0.55 %, 0.6 % dan tanpa edibel beturut-turut adalah 34.687 ml/kg.jam, 26.849
ml/kg.jam, 36.606 ml/kg.jam, 46.253 ml/kg.jam. Perubahan laju produksi CO2 dan laju
konsumsi O2 buah melon terolah minimal dan berlapis edibel, disajikan dengan grafik
dalam Gambar 10-11 serta tabel pada Lampiran 1.
Gambar 10. Laju produksi CO2 buah melon terolah minimal dan berlapis edibel
konsentrasi 0.5%, 0.55%, 0.6%, tanpa edibel.
Buah melon yang berlapis glukomanan dengan konsentrasi 0.5 % secara kasat
mata lapisan kurang terlihat, hal ini dikarenakan larutan edibel glukomanan terlalu
encer sehingga tidak menempel pada buah melon yang telah terolah minimal. Hanya
saja jika dibandingkan dengan buah melon yang terolah minimal tanpa lapisan edibel
laju respirasi dari melon dengan konsentrasi 0.5 % lebih kecil, sehingga menandakan
bahwa glukomanan dapat mempertahankan umur simpan dari buah melon yang terolah
minimal, sehingga nantinya dapat diaplikasikan untuk buah-buahan yang dikemas
dengan MAP (Modified Atmosohere Packaging).
0
10
20
30
40
50
60
70
80
2 4 6 8 10 12 16 20 24 30 36 42 48 60 72 96 120144168
Laju Respirasi
(ml/kg jam)
Umur simpan (hari)
0.55%
0.50%
0.60%
Tanpa Edibel
30
0
10
20
30
40
50
60
70
80
2 4 6 8 10 12 16 20 24 30 36 42 48 60 72 96 120144168
Laju Respirasi
(ml/kg jam)
Umur simpan (hari)
0.55%
0.50%
0.60%
Tanpa Edibel
Gambar 11. Laju konsumsi O2 buah melon terolah minimal dan berlapis edibel konsentrasi 0.55%, 0.5%, 0.6%, tanpa edibel.
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pola laju respirasi buah melon terolah
minimal dan berlapis edibel pada konsentrasi 0.5 %, 0.55 %, 0.6 %, dan tanpa lapisan
edibel memiliki pola yang hampir sama dengan nilai laju respirasi yang berbeda-beda.
Jika dilihat dari data maka laju respirasi O2 lebih besar daripada laju respirasi CO2
untuk keempat konsentrasi glukomanan, dari keempat konsentrasi yang memiliki nilai
laju respirasi terkecil ialah konsentrasi 0.55 % sehingga nantinya konsentrasi ini akan
dipilih untuk melapisi buah melon terolah minimal dan diharapkan dapat
mempertahankan umur simpan dari buah melon tersebut. Konsentrasi 0.5 % memiliki
laju respirasi lebih kecil dari 0.6 % dan tanpa edibel, konsentrasi 0.6 % memiliki laju
repirasi lebih rendah dari melon tanpa lapisan edibel. Kemungkinan penurunan laju
respirasi terjadi karena substrat yang digunakan dalam respirasi berhenti bereaksi dalam
enzim pada sel yang terdapat dipermukaan potongan buah.
Perubahan fisik yang terjadi akibat pengolahan minimal dan penyimpanan buah
melon relatif tidak tampak untuk masing-masing konsentrasi glukomanan tersebut,
hanya saja buah tanpa lapisan edibel terlihat sedikit pucat dan lebih cepat mengalami
pelunakan, sedangkan untuk konsentrasi 0.6% buah melon terolah minimal lebih
terlihat berair, hal ini dikarenakan larutan glukomanan dengan konsentrasi 0.6% terlalu
31
kental sehingga membuat melon yang telah terolah minimal menjadi kurang menarik.
Berdasarkan data yang diperoleh konsentrasi 0.55% dianggap mampu menghambat laju
respirasi sehingga dapat mempertahankan umur simpan dari buah melon yang terolah
minimal sehingga konsentrasi ini dapat digunakan untuk proses tahapan berikutnya.
Pada hari ketujuh melon yang berlapis edibel mulai mengalami kerusakan yang
diindikasikan dengan keluarnya bintik-bintik putih pada daging buah sedangkan
kekerasan dari buah melon dan tingkat kecerahannya mulai menurun. Pada hari keenam
buah melon mengeluarkan bau yang kurang segar, sehingga seharusnya pengukuran
laju respirasi telah dihentikan pada hari keenam.
Setelah dilakukan pengamatan untuk buah melon terolah minimal berlapis
edibel pada suhu 5 oC memiliki umur simpan hingga 6 hari. Jika dibandingkan dengan
buah melon terolah minimal tanpa lapisan edibel pada suhu penyimpanan 5 oC hanya
bertahan selama 5 hari. Sehingga lapisan edibel glukomanan dengan konsentrasi terpilih
memiliki nilai tambah kepada buah melon terolah minimal.
Apabila dilakukan pengamatan secara visual maka buah melon yang terolah
minimal berlapis edibel tampak lebih segar dengan kulit buah yang masih cerah hingga
hari ke-5, sedangkan untuk buah melon terolah minimal tanpa lapisan edibel pada hari
ke-5 sudah tampak pucat.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan pada saat penentuan laju respirasi
dengan konsentrasi glukomanan terpilih yaitu perhitungan volume bebas, perhitungan
berat jenis buah melon yang dapat mempengaruhi laju respirasi dari melon tersebut.
B. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN SUHU
PENYIMPANAN
Pada tahap kedua ini ditentukan suhu yang paling tepat untuk penyimpanan
buah melon terolah minimal dengan konsentrasi glukomanan 0.55%. Adapun suhu yang
digunakan untuk pengujian penyimpanan buah melon yang terolah minimal yaitu 5oC,
10 oC dan suhu ruang, sampel yang digunakan untuk masing-masing suhu sebanyak tiga
buah toples. Berdasarkan referensi yang didapat suhu yang paling tepat untuk
penyimpanan buah melon terolah minimal ialah suhu 5 oC, sedangkan untuk buah-
buahan utuh tanpa mengalami pengolahan minimal suhu penyimpanan yang paling
tepat ialah 10 oC.
32
Pada pengukuran laju respirasi untuk suhu ruang/ tanpa dimasukkan kedalam
refrigerant buah melon yang telah terolah minimal dan berlapis edibel hanya bertahan
selama dua puluh empat jam, setelah lewat sehari buah yang berada didalam toples
langsung mengeluarkan bau yang kurang sedap dan ditemukan bintik-bintik putih pada
daging buah melon tersebut. Setelah dilakukan perhitungan laju respirasi untuk suhu
ruang maka didapat nilai laju respirasi rata-rata untuk O2 sebesar 138.359 ml/kg jam
dan CO2 sebesar 128.024 ml/kg jam. Jika dilihat dari data yang diperoleh dapat
disimpulkan untuk tiap pengambilan data dengan selang waktu empat jam maka laju
respirasi pada suhu ruang terus meningkat sampai akhirnya pengukuran dihentikan
karena sudah terlihat tanda-tanda buah telah rusak.
Sedangkan pengukuran laju respirasi buah melon yang disimpan pada suhu 5 oC
dilakukan selama tujuh hari karena jika dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu
ruang ataupun 10 oC lebih baik sehingga umur simpan dari buah melon lebih lama.
Setelah dilakukan perhitungan laju respirasi untuk suhu 5 oC maka didapat nilai laju
respirasi rata-rata untuk O2 sebesar 21.394 ml/kg jam dan CO2 sebesar 13.979 ml/kg
jam, nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan laju respirasi rata-rata suhu 10 oC
dan suhu ruang. Data laju respirasi dari hasil pengukuran konsentrasi CO2 dapat dilihat
pada table 2.3, laju respirasi pada jam ke-48 terjadi kenaikan hingga 20.766 ml/kg jam
tetapi setelah jam ke-60 terjadi penurunan laju respirasi sebesar 12.295 ml/kg jam. Pada
hari ke-tujuh buah melon telah mengeluarkan bau yang tidak sedap tetapi tidak sampai
timbul bintik-bintik putih pada bagian daging buah.
Pada pengukuran laju respirasi suhu 10 oC bauh melon yang telah terolah
minimal dan berlapis edibel hanya bertahan selama lima hari, setelah lima hari
pengukuran dihentikan karena buah didalam toples telah mengeluarkan bau yang tidak
sedap dan terdapat bintik-bintik putih pada bagian daging buah. Setelah dilakukan
perhitungan laju respirasi untuk suhu 10 oC maka didapat nilai laju respirasi rata-rata
untuk O2 sebesar 48.582 ml/kg jam dan CO2 sebesar 30.762 ml/kg jam. Jika
dibandingkan data laju respirasi rata-rata penyimpanan buah melon pada suhu 10 oC
lebih besar dari pada penyimpanan suhu 5 oC, sedangkan jika dibandingkan dengan
suhu ruang maka data laju respirasi rata-rata suhu 10 oC lebih kecil. Perubahan laju
produksi CO2 dan laju konsumsi O2 buah melon terolah minimal dan berlapis edibel,
disajikan dengan grafik dalam Gambar 12-14 serta tabel pada Lampiran 5-7.
33
G
ru
m
di
pa
G
Gambar 12.
Berda
uang menga
melon yang t
isarankan p
ada suhu ru
Gambar 13.
0
50
100
150
200
250
300
Laju Respirasi
ml/kg jam
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Laju Respirasi
ml/kg jam
Laju produberlapis gl
asarkan graf
alami kenaik
terolah min
enyimpanan
uang.
Laju produberlapis g
4
4 8 12
uksi CO2danukomanan 0
fik diatas la
kan tiap har
nimal dan be
n buah me
uksi CO2danglukomanan
8
U
16 20 24
U
n laju konsu0.55% Peny
aju respirasi
rinya, hal in
erlapis edib
elon yang p
n laju konsun 0.55% Pen
12
Umur Simpan
30 36 42
Umur Simpan
umsi O2 buayimpanan p
i untuk pen
ni menandak
bel tidak coc
paling tepat
umsi O2 buanyimpanan p
16 2
(Jam)
48 60 72
(Jam)
ah melon terada Suhu R
nyimpanan b
kan bahwa
cok pada su
tidak dilak
ah melon terpada Suhu 5
0 24
C
96 120 144
rolah minimRuang.
buah melon
penyimpan
uhu ruang s
kukan penyi
rolah minim5 oC.
O
CO2
O2
mal dan
n di suhu
nan buah
sehingga
impanan
168
34
CO2
O2
mal dan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
4 8 12 16 20 24 30 36 42 48 60 72 96
Laju Respirasi
ml/kg jam
Umur Simpan (Jam)
CO2
O2
Gambar 14. Laju produksi CO2dan laju konsumsi O2 buah melon terolah minimal dan
berlapis glukomanan 0.55% Penyimpanan pada Suhu 10 oC.
Dari penelitian tahap kedua ini maka dapat disimpulkan bahwa suhu yang paling
tepat untuk penyimpanan buah melon yang telah terolah minimal dan berlapis edibel
ialah suhu 5 oC dengan pelapisan edibel konsentrasi 0.55%, hal ini terlihat dari lamanya
umur simpan buah melon pada suhu tersebut sehingga sangat tepat untuk menjaga
kualitas dan kesegaran dari buah melon tersebut. Untuk memperpanjang umur simpan
dari buah melon maka harus dilakukan penelitian tahap berikutnya yaitu penentuan
komposisi yang terbaik untuk buah melon.
C. Penentuan Komposisi O2 dan CO2 dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi
Pada suhu yang telah terpilih tahap selanjutnya, digunakan sebagai dasar
dilaksanakannya tahap penentuan komposisi O2 dan CO2 kemasan atmosfer
termodifikasi. Tahap ini dilakukan pada suhu yang didapatkan pada tahap sebelumnya
yaitu 5 oC, Konsentrasi glukomanan yang dipilih untuk penelitian tahap tiga ini ialah
0.55 % sedangkan suhu yang digunakan untuk penyimpanan adalah 5 oC. Adapun tiga
konsentrasi yang akan diujikan pada penelitian tahap tiga ini ialah 3-5% O2 & 8-10%
CO2 , 3-5% O2 & 10-12% CO2 dan 6-8% O2 & 12-14% CO2.
35
Masing-masing konsentrasi dilakukan pengulangan sebanyak dua kali sehingga
toples yang dibutuhkan tiga puluh satu buah, untuk setiap harinya dikeluarkan sebanyak
enam toples dengan tiga kombinasi komposisi udara. Toples-toples yang berisikan buah
melon tersebut dilakukan pengujian yaitu uji kekerasan, uji warna, uji total padatan
terlarut dan perhitungan susut bobot. Serta dilakukan uji organoleptik/hedonik untuk
mengetahui nilai yang diberikan oleh konsumen terhadap buah melon yang telah
berlapis edibel dan terolah minimal ini. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan
asumsi masa simpan dari buah melon selama tujuh hari. Dari parameter susut bobot dan
perubahan warna, komposisi yang dipilih ialah yang mempunyai rata-rata persentasi
terkecil, sedangkan untuk kekerasan dan uji hedonik/organoleptik dipilih yang memiliki
nilai rata-rata terbesar.
1. Kekerasan
Untuk laju perubahan kekerasan diukur dengan menggunakan alat Rheometer
tipe CR-300. Akibat terjadinya proses respirasi yang menghasilkan uap air dan proses
transpirasi yang menyebabkan kehilangan uap air dari permukaan buah melon yang
telah terolah minimal akan menyebabkan buah melon menjadi lunak. Selain itu
pelunakan pada daging buah juga disebabkan oleh mikroba (kapang, bakteri dan ragi)
yang menghidrolisa makromolekul menjadi fraksi yang lebih kecil (Muchtadi, 1997).
Gambar 15. Grafik perubahan kekerasan melon selama penyimpanan suhu 5 oC.
0
2
4
6
8
10
12
0 2 4 5 6 7
Kekerasan (N)
Umur simpan (hari)
3‐5% O2 dan 8‐10% CO2
3‐5% O2 dan 10‐12% CO2
6‐8% O2 dan 12‐14% CO2
36
Penurunan tingkat kekerasan terbesar terjadi pada konsentrasi 6-8% O2 & 12-
14% CO2 dengan suhu penyimpanan 5 oC, yaitu 9.582 N menjadi 4.0 N pada
konsentrasi 3-5% O2 & 10-12% CO2 terjadi perubahan nilai kekerasan dari 9.582 N
menjadi 5.875 N sedangkan untuk konsentrasi 3-5% O2 & 8-10% CO2 terjadi
perubahan nilai kekerasan dari 9.582 N menjadi 6.056 N. Dari perubahan nilai
kekerasan selama tujuh hari diatas maka dapat dilihat pada table 3.1 nilai kekerasan
pada konsentrasi A memiliki perubahan nilai kekerasan yang lebih kecil dibandingkan
dengan konsentrasi lainnya. Konsentrasi B memiliki perubahan nilai kekerasan yang
lebih kecil dibandingkan konsentrasi C, dari pengujian nilai kekerasan yang dilakukan
pada tahap ketiga penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa konsentrasi udara A (3-
5% O2 & 8-10% CO2) dapat mempertahankan kekerasan buah, yang nantinya akan
diaplikasi untuk penyimpanan buah melon yang terolah minimal dan berlapis edibel.
2. Susut Bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan sebanyak dua kali pengulangan perharinya
untuk masing-masing konsentrasi, hasil yang didapat kemudian dirata-ratakan dan
diplotkan pada grafik perubahan susut bobot diatas. Selama proses penyimpanan buah
melon yang terolah minimal dan berlapis edibel ini mengalami susut bobot. Penurunan
diakibatkan buah melon yang telah terolah minimal melakukan respirasi dengan
mengubah gula menjadi CO2 dan H2O disertai dengan proses penguapan uap air. Hal
tersebut mengakibatkan persentasi laju susut bobot meningkat.
Kehilangan bobot komoditi holtikultura bukan saja diakibatkan oleh terjadinya
kehilangan air tetapi juga oleh hilangnya gas CO2 hasil respirasi (Winarno 2002).
Menurut Wills et al. (1981), pada proses respirasi senyawa-senyawa kompleks yang
biasa terdapat dalam sel seperti karbohidrat akan dipecah menjadi molekul-molekul
yang sederhana seperti karbondioksida dan air yang mudah menguap, sehingga
komoditas akan kehilangan bobotnya. Kehilangan air pada komoditas tergantung dari
deficit tekanan uap air antara komoditas dengan udara sekitar. Pada kelembaban nisbi
udara (RH) dan laju pergerakan udara tertentu, kehilangan air dari komoditas akan
meningkat sejalan meningkatnya temperature.
Kehilangan air lebih dipengaruhi oleh perbedaan kelembaban antara ruang dan
bahan yang disimpan. Pada tahapan ini buah melon terolah minimal disimpan dalam
37
toples yang tertutup rapat sehingga kelembaban hampir jenuh, oleh karena itu proses
kehilangan air berlangsung lambat dan relatif kecil.
Gambar 16. Grafik perubahan susut bobot melon selama penyimpanan suhu 5 oC.
Jika dilihat data perubahan susut bobot maka untuk ketiga konsentrasi yang
digunakan mengalami fluktuatif hal ini dikarenakan faktor kematangan buah yang
beragam sehingga mempengaruhi susut bobot dari buah melon tersebut. Akan tetapi
jika data-data tersebut ditarik garis linear maka data untuk susut bobot masing-masing
konsentrasi cenderung mengalami kenaikan. Pada konsentrasi C (6-8% O2 & 12-14%
CO2) persentase susut bobot terbesar yaitu pada hari ke-6 sebesar 5.5356%, jika dilihat
dari nilai ini maka pada hari ke enam buah melon dengan konsentrasi C mengalami
perubahan susut bobot yang sedikit. Untuk konsentrasi B (3-5% O2 & 10-12% CO2)
persentase susut bobot terbesar yaitu pada hari ke-5 sebesar 5.056% hal ini menandakan
bahwa pada hari kelima toples yang berisikan melon dengan konsentrasi B susut bobot
yang dialami sangat kecil. Jika dibandingkan data susut bobot masing-masing
komposisi maka konsentrasi A memiliki nilai yang paling kecil dari pada konsentrasi
yang lain. Jika dilihat dari data keseluruhan untuk susut bobot, perubahan susut bobot
yang terjadi relatif kecil sehingga pemberian glukomanan, penyimpanan pada suhu 5oC
0
1
2
3
4
5
6
0 2 4 5 6 7
Susut B
obot (%
)
umur simpan (hari)
3-5% O2 dan 8-10% CO2
3-5% O2 dan 10-12% CO2
6-8% O2 dan 12-14% CO2
38
dan pengkondisian komposisi atmosfer tidak terlalu mempengaruhi perubahan dari
susut bobot melon terolah minimal dan berlapis edibel.
3. Total Padatan Terlarut
Jika dilihat dari data perubahan padatan terlarut diatas maka total padatan untuk
masing-masing konsentrasi mengalami penurunan sampai penyimpanan selama tujuh
hari. Kondisi ini diduga karena pembentukan gula dari sukrosa dan penggunaan gula
untuk pernafasan atau gula yang diproduksi dirubah menjadi senyawa lain. Hasil
pengamatan buah melon yan telah terolah minimal berlapis glukomanan dan disimpan
pada suhu 5 oC sampai hari ke-7 menunjukkan total padatan terlarut terendah pada
komposisi A yaitu kondisi awal sebesar 9.3 obrix menjadi 8.1 obrix, kemudian berturut-
turut komposisi B menjadi 8.9 obrix, komposisi C menjadi 8.367 obrix.
Gambar 17. Grafik perubahan nilai obrix melon selama penyimpanan suhu 5 oC.
Dari data ketiga komposisi diatas maka dapat dilihat bahwa selama proses
penyimpanan pada suhu 5 oC buah melon yang telah terolah minimal dan berlapis
glukomanan mengalami penurunan nilai obrix, hal ini dikarenakan buah melon
merupakan salah satu buah non-klimaterik sehingga proses pematangannya telah terjadi
dipohon yang mengakibatkan nilai kandungan gula berkurang pada saat penyimpanan
dan pengolahan minimal pada buah melon akan menyebabkan kandungan gula dan air
yang terkandung didalam buah akan cepat menguap. Untuk kompisisi B jika
0
4
10
12
0 2 4 5 6 7
Total Pad
atan
Terlarut
(oBrix)
umur simpan (hari)
2
6
8
3‐5% O2 dan 8‐10% CO2
3‐5% O2 dan 10‐12% CO2
6‐8% O2 dan 12‐14% CO2
39
dibandingkan dengan komposisi lainnya maka komposisi ini memiliki nilai yang sangat
rendah yang menandakan bahwa proses respirasi dari melon diperlambat sehingga
kandungan gula pada melon masih cukup tinggi, maka dapat disimpulkan komposisi B
(3-5% O2 & 10-12% CO2) merupakan kombinasi terbaik untuk penyimpanan buah
melon terolah minimal dan berlapis glukomanan.
4. Laju Perubahan Warna
Peranan warna merupakan salah satu indeks mutu bahan pangan yang perlu
diperhatikan karena pada umumnya konsumen sebelum mempertimbangkan parameter
lain (rasa, nilai gizi dan lain-lain) pertama-tama akan tertarik pada warna bahan
(Muchtadi, 1992). Untuk pengukuran indeks perubahan warna dilakukan dengan alat
cromatometer, data yang diambil untuk masing-masing komposisi sebanyak tiga kali
yang nantinya akan dirata-ratakan, nilai indeks warna yang akan diamati akan keluar
dalam data L, a dan b. Perubahan warna pada buah-buahan merupakan akibat dari
terjadinya perubahan kimia selama penyimpanan.
a. Kecerahan Warna (L)
Dari hasil uji beda nyata (Tabel 3.4) tampak bahwa perlakuan suhu, pengaturan
komposisi udara dan masa simpan memberi pengaruh yang berbeda bagi kecerahan
warna produk. Pada umumnya nilai kecerahan untuk ketiga komposisi setiap harinya
akan mengalami penurunan, jika semakin tinggi nilai L maka tingkat kecerahan buah
melon yang terolah minimal semakin tinggi begitupun sebaliknya.
Jika dibandingkan data nilai kecerahan masing-masing komposisi dan ditarik
garis linear seperti pada table diatas maka komposisi B mengalami penurunan nilai
kecerahan yang sangat signifikan, untuk komposisi nilai A penurunan yang terjadi pada
data kecerahan tidak terlaru signifikan sedangkan pada komposisi C nilai kecerahan
relatif kecil sejak awal, hal ini menandakan pada komposisi C buah melon yang telah
terolah minimal mengalami kepucatan yang disebabkan kehilangan kadar air dan
perubahan karoten pada bagian daging buahnya. Untuk penelitian kali ini komposisi
yang terbaik agar mempertahankan kecerahan dari buah melon adalah komposisi A (3-
5% O2 & 8-10% CO2)
40
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
0 2 4 5 6 7
Keceraha
n (L)
umur simpan (hari)
3‐5% O2 dan 8‐10% CO2
3‐5% O2 dan 10‐12% CO2
6‐8% O2 dan 12‐14% CO2
Gambar 18. Grafik perubahan nilai Kecerahan (L) melon selama penyimpanan suhu 5 oC.
b. Kemerahan Warna (a)
Nilai kemerahan warna (a) yang terjadi selama masa simpan pada suhu 5 oC
cenderung meningkat secara linear. Hal ini menunjukkan pada masa pematangan
selama penyimpanan, warna kuning buah berubah menjadi semakin merah dan agak
gelap.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 2 4 5 6 7
Kemerah
an
umur simpan (hari)
(a)
3‐5% O2 dan 8‐10% CO2
3‐5% O2 dan 10‐12% CO26‐8% O2 dan 12‐14% CO2
Gambar 19. Grafik perubahan nilai Kemerahan (a) melon selama penyimpanan suhu 5 oC.
41
Hanya saja pada komposisi A buah melon mengalami perubahan warna merah
yang cukup tinggi terlihat dari garis linear yang terlihat di grafik perubahan nilai a,
kemudian komposisi kedua memiliki perubahan warna merah yang terus meningkat
hanya saja tidak seperti komposisi B, sedangkan komposisi C memiliki peningkatan
warna merah yang paling kecil.
c. Kekuningan
Dari hasil uji beda nyata Nampak bahwa perlakuan suhu dan masa simpan
member pengaruh terhadap nilai kekuningan buah melon. Nilai kekuningan untuk
masing-masing komposisi yang terjadi selama masa simpan pada suhu 5 oC cenderung
menurun secara linear. Hal ini menunjukkan bahwa semakin selama masa simpan
warna kuning akan berubah menjadi semakin merah dan agak gelap yang disebabkan
telah terjadinya akumulasi pigmen antosianin yang akhirnya lebih mendominan dari
pigmen karoten yang terbentuk selama pematangan.
Gambar 20. Grafik perubahan nilai Kekuningan (b) melon selama penyimpanan pada
suhu 5 oC.
27
28293031
32333435
3637
0 2 4 5 6 7
Keku
ningan
(b)
umur simpan (hari)
3-5% O2 dan 8-10% CO2
3-5% O2 dan 10-12% CO2
6-8% O2 dan 12-14% CO2
Jika dilakukan analisis garis linear untuk ketiga komposisi maka komposisi C
memiliki penurunan nilai kekuningan yang paling drastis, sedangkan untuk konsentrasi
A dan B kecil terjadi penurunan nilai kekuningan dari buah melon yang telah disimpan
selama tujuh hari. Dapat ditarik kesimpulan dari analisis nilai kekuningan bahwa
komposisi C tidak baik untuk penyimpanan buah melon yang telah terolah minimal dan
berlapis glukomanan.
42
5. Hasil Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan untuk menentukan umur simpan buah melon yang
telah terolah minimal dan berlapis glukomanan berdasarkan penilaian panelis terhadap
5 parameter mutu yaitu warna, aroma, kekerasan, rasa dan keseluruhan produk. Panelis
yang dijadikan sampel berjumlah 10 orang. Skala hedonik yang digunakan adalah 1
(sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (netral), 4 (suka) dan 5 (sangat suka). Semakin
tinggi skor hedonik yang diberikan semakin tinggi juga tingkat penerimaan panelis
terhadap buah melon terolah minimal dan berlapis glukomanan.
Untuk komposisi C (6-8% O2 & 12-14% CO2) tingkat skor hedonik yang
diterima oleh konsumen hanya sampai hari ke-2 karena pada hari ke-2 buah melon telah
tercium bau asam. Sedangkan komposisi B (3-5% O2 & 10-12% CO2) masih diterima
konsumen sampai hari ke-5 karena buah melon telah mengalami bau asam, komposisi
A (3-5% O2 & 8-10% CO2) masih diterima oleh panelis selama 6 hari dan mulai
dirasakan asam. Rasa asam yang ditimbul dikarenakan perubahan dari gula yang
terkandung didalam buah melon terolah minimal berubah secara kimiawi sehingga
mengalami rasa asam.
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
0 2 4 5 6
nilai organ
olep
tik
Umur Simpan (hari)
3‐5% O2 dan 8‐10% CO2
3‐5% O2 dan 10‐12% CO2
6‐8% O2 dan 12‐14% CO2
Gambar 21. Grafik perubahan nilai organoleptik melon selama penyimpanan suhu 5 oC.
43
pe
A
ka
un
ju
un
Dari
enyimpanan
A (3-5% O2
ader untuk b
ntuk konsen
uga digunak
ntuk penyim
Gambar 2
data diatas
n buah melo
& 8-10% C
buah cantal
ntrasi terpil
kan kemasan
mpanan buah
22. Kurva F
s maka dap
on terolah m
CO2), komp
loupe terola
lih diatas ia
n white stre
h melon ter
Film kemasa
pat disimpu
minimal da
posisi ini se
ah minimal.
alah stretch
ecfilm untuk
rolah minim
an dan Udar
lkan kompo
an berlapis g
suai dengan
. Dari kurva
film, hany
k memband
mal dan berla
ra Terpilih ((Gunadnya 1993)
osisi yang
glukomanan
n yang direk
a film kema
ya saja untu
dingkan kem
apis edibel.
paling tepa
n adalah ko
komendasik
asan yang d
uk tahap ber
masan yang
at untuk
omposisi
kan oleh
diperoleh
rikutnya
g terbaik
44
45
Gambar 23. Perbandingan antara ketiga konsentrasi sampai hari ke-5
D. Pemilihan Jenis Film dan Validasi Kemasan Atmosfir Termodifikasi
Dalam menentukan jenis film kemasan yang akan digunakan untuk penentuan
parameter mutu kritis yang digunakan yaitu perubahan warna dan organoleptik. Nilai
yang dijadikan acuan dari kedua parameter tersebut didapat dari penelitian tahap
sebelumnya. Perubahan warna yang dipilih kecil, uji hedonik yang memiliki
kecenderungan yang terus mengalami penurunan.
Penentuan pengaruh kemasan terhadap warna, kekerasan, aroma dan rasa
produk diuji menggunakan analisis statistik. Data masukan berupa data tiap parameter
kualitas produk. Uji Anova digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh perlakua
konsentrasi dan perlakuan kemasan terhadap buah melon terolah minimal dan berlapis
edibel. Dari hasil uji Anova, diambil kesimpulan tentang derajat pengaruh perlakuan
apakah sangat berpengaruh, berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh. Uji ini juga
digunakan untuk menentukan apakah setiap perlakuan menunjukkan beda yang nyata
terhadap mutu produk dalam periode pengamatan dan pengukuran.
46
0
5
10
15
20
25
0 2 4 5 6
Kompo
sisi (%
)
Umur Simpan (hari)
CO2
O2
Gambar 24. Perubahan Konsentrasi CO2 dan O2 pada kemasan White Strech
Film selama penyimpanan suhu 5oC, komposisi 3-5% CO2 dan 8-10% O2.
0
5
10
15
20
25
0 2 4 5 6
Kompo
sisi (%
)
Umur Simpan (hari)
CO2
O2
Gambar 25. Perubahan Konsentrasi CO2 dan O2 pada kemasan Strech Film
selama penyimpanan suhu 5oC, komposisi 3-5% CO2 dan 8-10% O2. Konsentrasi glukomanan yang dipilih untuk penelitian tahap kelima ini ialah
0.55 % sedangkan suhu yang digunakan untuk penyimpanan adalah 5 oC. Adapun
konsentrasi yang akan digunakan pada tahap kelima ini adalah 3-5 % O2 dan 8-10 %
CO2. Kemasan yang akan diujikan pada penelitian tahap tiga ini ada dua macam yaitu
stretchfilm dan white stretch film dengan pengulangan masing-masing kemasan
sebanyak tiga kali. Setelah dilakukan perhitungan maka untuk kemasan sebesar 10 cm x
19 cm diperlukan buah untuk kemasan stretch film sebesar ± 191 gram, untuk kemasan
47
white stretch film sebesar ± 108 gram. Pengamatan dilakukan selama 6 hari dengan
acuan pada penelitian tahap ketiga bahwa pada hari ke enam buah melon yang telah
terolah minimal dan berlapis edibel tidak diterima oleh panelis.
Untuk setiap harinya dikeluarkan sebanyak enam kemasan dengan dua jenis
kemasan yang berbeda. Buah melon yang telah dikemas tersebut dilakukan pengujian
yaitu uji kekerasan, uji warna, uji total padatan terlarut dan perhitungan susut bobot.
Serta dilakukan uji organoleptik/hedonik untuk mengetahui nilai yang diberikan oleh
konsumen terhadap buah melon yang telah berlapis edibel dan terolah minimal ini.
Pengamatan dilakukan setiap hari dengan asumsi masa simpan dari buah melon selama
enam hari. Dari parameter susut bobot dan perubahan warna, kemasan yang dipilih
adalah yang memiliki nilai lebih kecil, sedangkan untuk kekerasan dan uji
hedonik/organoleptik dipilih yang memiliki nilai rata-rata terbesar.
Untuk pengujian konsentrasi didalam kemasan sampai hari ke-enam, kemasan
stretch film hanya tercapai sampai 17.25% O2 dan 0.74% CO2 sedangkan pada kemasan
white stretch film konsentrasi yang tercapai hanya 19.75% O2dan 0.44% CO2. Sehingga
kemasan yang paling baik untuk menjaga konsentrasi dari buah melon didalam
kemasan adalah kemasan stretch film.
1. Kekerasan
Untuk laju perubahan kekerasan diukur dengan menggunakan alat Rheometer
tipe CR-300. Akibat terjadinya proses respirasi yang menghasilkan uap air dan proses
transpirasi yang menyebabkan kehilangan uap air dari permukaan buah melon yang
telah terolah minimal akan menyebabkan buah melon menjadi lunak. Selain itu
pelunakan pada daging buah juga disebabkan oleh mikroba (kapang, bakteri dan ragi)
yang menghidrolisa makromolekul menjadi fraksi yang lebih kecil (Muchtadi, 1997).
Jika dibandingkan antara kemasan stretch film (SF) dan white stretch film
(WSF) maka kemasan SF lebih bagus didalam mempertahankan kekerasan buah
melon, dan pada hari kelima rata-rata nilai kekerasan untuk kedua kemasan sudah
menurun . dapat mempertahankan kekerasan buah, yang nantinya akan diaplikasi untuk
penyimpanan buah melon yang terolah minimal dan berlapis edibel. Pada hari kelima
buah melon yang disimpan pada suhu 5 oC telah mengalami kerusakan baik untuk
kemasan stretch film ataupun white stretch film, buah melon didalam kemasan stretch
48
film pada hari ke-5 memiliki nilai sebesar 5.608 N, sedangkan pada kemasan white
stretch film memiliki nilai kekerasan sebesar 5.385 N.
Gambar 26. Grafik perubahan kekerasan melon pada dua jenis kemasan selama
penyimpanan suhu 5 oC, komposisi 3-5% CO2 dan 8-10% O2.
Setelah dilakukan uji statistik maka dapat disimpulkan bahwa pada hari ke dua
hingga hari ke enam, kedua kemasan tersebut berpengaruh signifikan terhadap
kekerasan buah melon. Dari data yang didapat maka dapat disimpulkan bahwa kemasan
stretch film lebih baik didalam mempertahankan kekerasan dari buah melon yang telah
terolah minimal dan berlapis edibel.
0
1
2
3
4
5
6
7
0 2 4 5 6
Kekerasan (N)
Umur simpan (hari)
WSF
SF
2. Susut Bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan perharinya
untuk masing-masing kemasan, hasil yang didapat kemudian dirata-ratakan dan
diplotkan pada grafik perubahan susut bobot diatas. Selama proses penyimpanan buah
melon yang terolah minimal dan berlapis edibel ini mengalami susut bobot. Penurunan
diakibatkan buah melon yang telah terolah minimal melakukan respirasi dengan
49
mengubah gula menjadi CO2 dan H2O disertai dengan proses penguapan uap air. Hal
tersebut mengakibatkan persentasi laju susut bobot meningkat.
Gambar 27. Grafik perubahan data susut bobot melon pada dua jenis kemasan
selama penyimpanan suhu 5 oC, komposisi 3-5% CO2 dan 8-10% O2.
Jika dilihat data perubahan susut bobot maka untuk kedua film kemasan yang
akan diuji cenderung mengalami kenaikan, tetapi pada saat hari kelima mengalami
penurunan. Hal ini dikarenakan pada hari ke lima buah melon telah mengalami
kerusakan non fisik yang mengakibatkan perubahan susut bobot dari melon sudah tidak
normal. Setelah dilakukan uji statistik untuk buah melon maka dapat disimpulkan kedua
kemasan tersebut berpengaruh signifikan terhadap perubahan susut bobot buah melon
yang telah terolah minimal, hal ini terlihat pada hari ke-2 hingga hari ke-6. Jika
dibandingkan antara kemasan SF dan WSF maka kemasan SF memiliki susut bobot
yang lebih kecil dari pada WSF, maka dapat disimpulkan bahwa kemasan stretch film
lebih baik didalam pengemasan hal ini terlihat dari nilai susut bobot yang relatif lebih
kecil setiap harinya.
Penyimpanan mutu bahan pangan dapat dikelompokkan ke dalam penyusutan
kualitatif dan penyusutan kuantitatif. Penyusutan kualitatif adalah kerusakan akibat
perubahan biologi (mikro, serangga, tungau, respirasi), perubahan-perubahan fisik
(tekanan, getaran, suhu, kelembaban) serta perubahan-perubahan kimia dan biokimia
(reaksi pencoklatan, ketengikan, penurunan nilai gizi dan aspek keamanan terhadap
manusia). Penyusutan kualitatif adalah kehilangan jumlah atau bobot hasil pertanian,
0
1
2
3
4
5
6
7
0 2 4 5 6
Susut B
obot (%
)
Umur Simpan (hari)
SF
WSF
50
akibat penanganan pasca panen yang tidak memadai, dan juga karena adanya gangguan
biologis (proses respirasi, serangan serangga dan lain-lain). Bahan pangan telah
mengalami penyusutan kualitatif artinya bahan tersebut mengalami penurunan mutu
sehingga menjadi tidak layak lagi untuk dikonsumsi oleh manusia. Bahan pangan
disebut rusak apabila bahan pangan tersebut telah kadarluarsa, yaitu telah melampaui
masa simpan optimumnya, dan pada umumnya makanan tersebut menurun mutu
gizinya meskipun penampakannya masih bagus (Syarief dan Halid 1992).
3. Total Padatan Terlarut
Jika dilihat dari data perubahan padatan terlarut pada Lampiran 21, maka total
padatan terlarut (%brix) untuk kedua kemasan berbeda, untuk kemasan stretch film (SF)
data perubahan total padatan terlarut mengalami penurunan, hal ini dikarena pada
kemasan SF tidak banyak uap air yang dikeluarkan, kemasan cukup baik didalam
melindungi buah melon. Sedangkan untuk kemasan white stretch film data perubahan
total padatan terlarut mengalami kenaikan, hal ini dikarenakan pada saat buah melon
didalam kemasan WSF uap air didalam buah mudah keluar kemasan sehingga
mengakibatkan kandungan gula didalam buah melon meningkat sampai penyimpanan
enam hari.
Gambar 28. Grafik perubahan nilai brix melon pada dua jenis kemasan selama penyimpanan suhu 5 oC, komposisi 3-5% CO2 dan 8-10% O2.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 2 4 5 6
Total Pad
atan
Terlarut
oBrix
Umur Simpan (hari)
SF
WSF
51
Jika dilakukan pengujian dengan statsitik maka dapat disimpulkan bahwa kedua
kemasan tersebut hingga hari ke-6 berpengaruh signifikan terhadap nilai total padatan
terlarut buah melon. Dan dapat disimpulkan bahwa kemasan SF lebih baik didalam
mempertahankan kandungan air dari melon ketimbang kemasan white stretch film
4. Laju Perubahan Warna
Peranan warna merupakan salah satu indeks mutu bahan pangan yang perlu
diperhatikan karena pada umumnya konsumen sebelum mempertimbangkan parameter
lain (rasa, nilai gizi dan lain-lain) pertama-tama akan tertarik pada warna bahan
(Muchtadi, 1992). Untuk pengukuran indeks perubahan warna dilakukan dengan alat
cromatometer, data yang diambil untuk masing-masing komposisi sebanyak tiga kali
yang nantinya akan dirata-ratakan, nilai indeks warna yang akan diamati akan keluar
dalam data L, a dan b. Perubahan warna pada buah-buahan merupakan akibat dari
terjadinya perubahan kimia selama penyimpanan.
a. Kecerahan Warna (L)
Dari hasil uji beda nyata Lampiran 22, tampak bahwa perlakuan suhu,
pengaturan komposisi udara, masa simpan dan penggunaan kemasan memberi pengaruh
yang berbeda bagi kecerahan warna produk. Pada umumnya nilai kecerahan untuk
kedua kemasan setiap harinya mengalami perubahan yang fluktuatif baik untuk data
kemasan stretch film ataupun white stretch film. Hal ini dikarenakan buah yang
dijadikan untuk pengujian warna diambil secara acak dari beberapa buah sehingga
perubahan warna dari melon tidak begitu signifikan, begitu juga dengan uji statistik,
kedua kemasan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kecerahan buah.
Setiap harinya buah melon yang disimpan dengan kedua kemasan tersebut
mengalami perubahan tingkat kecerahan hingga hari ke-6, hanya saja melon yang
disimpan didalam kemasan white stretch film memiliki nilai kecerahan lebih rendah dari
pada kemasan stretch film.
52
52
54
56
58
60
62
64
66
68
70
0 2 4 5 6
Keceraha
n (L)
Umur Simpan (hari)
SF
WSF
Gambar 29. Grafik perubahan nilai L melon pada dua jenis kemasan selama penyimpanan suhu 5 oC, komposisi 3-5% CO2 dan 8-10% O2.
b. Kemerahan Warna (a)
Nilai kemerahan warna (a) yang terjadi selama masa simpan pada suhu 5 oC
untuk kemasan SF mengalami penuruna sedangkan untuk WSF mengalami kenaikan.
Hal ini menunjukkan pada masa pematangan selama penyimpanan, warna kuning buah
berubah menjadi semakin merah dan agak gelap.
.
Gambar 30. Grafik perubahan nilai a melon pada dua jenis kemasan selama penyimpanan suhu 5 oC, komposisi 3-5% CO2 dan 8-10% O2.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 2 4 5 6
Kemerah
an (a
)
Umur Simpan (hari)
SF
WSF
53
Hanya saja pada kemasan white stretch film buah melon mengalami perubahan
warna merah yang cukup tinggi terlihat dari garis linear yang terlihat di grafik
perubahan nilai a, dari perubahan nilai a ini maka dapat disimpulkan bahwa kemasan
stretch film lebih baik didalam menjaga tingkat kekuningan dari buah melon yang telah
terolah minimal dan berlapis edibel.
c. Kekuningan (b)
Nilai kekuningan untuk masing-masing kemasan yang terjadi selama masa
simpan pada suhu 5 oC mengalami perubahan yang fluktuatif. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin selama masa simpan warna kuning akan berubah menjadi semakin
merah dan agak gelap yang disebabkan telah terjadinya akumulasi pigmen antosianin
yang akhirnya lebih mendominan dari pigmen karoten yang terbentuk selama
pematangan. Nilai (b) dari buah melon terolah minimal dan berlapis edibel lebih tinggi
dari pada nilai (a).
Gambar 31. Grafik perubahan nilai a melon pada dua jenis kemasan selama penyimpanan suhu 5 oC, komposisi 3-5% CO2 dan 8-10% O2.
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
0 2 4 5 6
Keku
ningan
(b)
Umur Simpan (hari)
SF
WSF
d. Hasil Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan untuk menentukan umur simpan buah melon yang
telah terolah minimal dan berlapis glukomanan berdasarkan penilaian panelis terhadap
5 parameter mutu yaitu warna, aroma, kekerasan, rasa dan keseluruhan produk.
54
Gambar 32. Grafik Hasik Uji Organoleptik melon pada dua jenis kemasan selama
penyimpanan suhu 5 oC, komposisi 3-5% CO2 dan 8-10% O2.
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
0 2 4 5 6
Uji Organ
olep
tik
Umur Simpan (hari)
SF
WSF
Panelis yang dijadikan sampel berjumlah 10 orang. Skala hedonik yang digunakan
adalah 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (netral), 4 (suka) dan 5 (sangat suka).
Semakin tinggi skor hedonik yang diberikan semakin tinggi juga tingkat penerimaan
panelis terhadap buah melon terolah minimal dan berlapis glukomanan.
Jika dilihat dari data diatas untuk setiap harinya buah melon mengalami
kerusakan hingga hari ke enam dan dapat dilihat dari skala hedonik semakin menurun
hingga skala 2,4. Nilai hedonik yang diberikan panelis untuk buah melon yang dikemas
dengan stretch film lebih tinggi untuk setiap harinya jika dibandingkan dengan buah
melon kemasan white stretch film. Berdasarkan uji organoleptik diatas, maka buah
melon yang dikemas dengan stretch film lebih disenangi oleh panelis, hal ini terlihat
dari skala hedonik untuk kedua kemasan tersebut.
Dengan dilapisinya buah melon terolah minimal dengan glukomanan dapat
meningkatkan nilai ekonomis dari buah melon tersebut dapat dilihat dari analisis
Lampiran 29, dimana buah melon yang memiliki nilai jual Rp 10.000/kg dengan
dilapisinya glukomanan kepada buah melon terolah minimal dapat meningkat nilai jual
menjadi Rp 12.500/kg. Nilai ini yang harus dibayar apabila ingin menambah umur
simpan dari buah melon terolah minimal.
55
white stretch film stretch film
Hari ke-0 Hari ke-0
Hari ke-2 Hari ke-2
Hari ke-4 Hari ke-4
56
Hari ke-5 Hari ke-5
Hari ke-6 Hari ke-6
Gambar 33. Perbandingan tampilan luar kemasan atmosfer termodifikasi dengan film white stretch film dan stretch film untuk buah melon terolah minimal berlapis edibel selama penyimpanan pada suhu 5 oC
57
Hari ke-0 Hari ke-0
Hari ke-2 Hari ke-2
.
Hari ke-4 Hari ke-4
58
Hari ke-5 Hari ke-5
Hari ke-6 Hari ke-6
Gambar 34. Perbandingan buah melon terolah minimal berlapis edibel selama penyimpanan dalam kemasan atmosfer termodifikasi dengan film white stretch film dan stretch film pada suhu 5 oC
59
Recommended