View
2.878
Download
6
Category
Preview:
Citation preview
Petunjuk Teknis Pengendalian Hama dan Penyakit Ulat Sutera
- 1 -
PETUNJUK TEKNIS
PENGENDALIAN HAMA dan PENYAKIT ULAT SUTERA
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyakit merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas dan
kuantitas produksi kokon. Kerusakan yang disebabkan berbagai jenis penyakit dapat
terjadi baik pada masa pertumbuhan ulat maupun pada masa pengokonan .
Penyakit yang banyak menyerang ulat sutera antara lain NPV (Nuclear Polyhedrosis
Virus), CPV (Cytoplasmic Polyhedrosis Virus), Aspergillus spp, Muscardin dan
penyakit Pebrine.
Penyebaran penyakit ulat sutera lebih sering ditimbulkan karena lingkungan
pemeliharaan ulat sutera yang tidak bersih, kelembaban yang tidak sesuai serta
aerasi udara yang kurang.
Pencegahan secara dini dan pengendalian penyakit secara tepat diharapkan dapat
meningkatkan kualitas dan kuantitas kokon yang dihasilkan.
B. Maksud dan Tujuan
Penulisan buku petunjuk ini dimaksudkan untuk menyebarluaskan pengetahuan
tentang pengendalian penyakit ulat sutera agar supaya hasil produksi kokon dapat
meningkat.
Tujuan dari penulisan buku petunjuk ini adalah:
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat akan jenis-jenis penyakit ulat sutera,
gejala dan cara pencegahannya.
2. Sebagai buku pegangan baik bagi masyarakat maupun petugas lapangan
C. Pengertian
Pada buku petunjuk ini terdapat beberapa istilah yang akan digunakan pada uraian
berikutnya antara lain :
1. Desinfeksi adalah kegiatan pencegahan penyakit ulat sutera dengan
menggunakan campuran bahan-bahan desinfekstan (antara lain formalin dan
Petunjuk Teknis Pengendalian Hama dan Penyakit Ulat Sutera
- 2 -
kaporit), dengan cara menaburkan ke tubuh ulat atau penyemprotan
ruangan dan alat pemeliharaan.
2. Dosis adalah ukuran banyaknya larutan/serbuk yang dipergunakan pada
satuan luas tertentu.
3. Konsentrasi adalah perbandingan berat atau volume antara bahan kimia
yang digunakan dengan pelarut atau pencampurnya.
4. Instar adalah tingkat pertumbuhan larva yang dibedakan menurut umurnya
yang ditandai dengan pergantian kulit ulat sutera setelah ulat sutera
bangun.
5. Stadia adalah suatu tingkat pertumbuhan dari daur hidup ulat sutera yang
dibedakan atas dasar perubahan bentuknya( stadia telur, stadia larva,
stadia pupa, stadia kupu-kupu).
6. Hakitate adalah proses awal kegiatan pemeliharaan ulat sutera yang
ditandai dengan pemberian makan pertama pada ulat sutera yang baru
menetas .
7. Midout adalah usus bagian tengah .
8. Kaki abdomen adalah kaki yang terdapat pada bagian perut ulat .
9. Spora adalah alat pembiakan (perbanyakan) pada tumbuh-tumbuhan
rendah.
10. Hiphe adalah bagian vegetatif cendawan yang berupa benang-benang halus
memanjang .
11. Hyphal body adalah hiphe yang tumbuh dan berkembang dalam tubuh ulat.
12. Parasit adalah organisme yang mengambil sebagian atau seluruh
makanannya dari jaringan hidup .
13. Cytoplasma adalah protoplasma dari sel-sel nuclear, sel-sel badan.
Petunjuk Teknis Pengendalian Hama dan Penyakit Ulat Sutera
- 3 -
II. JENIS-JENIS HAMA DAN PENYAKIT
A. Penyakit Grasserie (NPV)
Pathogen penyakit ini adalah Borrelina virus. Virus ini menyerang sel kulit luar
(epidermis) lemak, kelenjar sutera dan sel darah dan selanjutnya termasuk
menyerang inti sel sehingga disebut Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV).
1. Sumber dan cara penularan penyakit:
Debu, kotoran, sampai ulat yang terdapat pada tempat dan peralatan
pemeliharaan, ulat yang terserang penyakit NPV, merupakan sumber
penyakit. Penularan penyakit melalui makanan /mulut, juga bisa melalui
luka dan induksi (suhu yang ekstrim).
2. Gejala.
a. Nafsu makan ulat berkurang.
b. Ruas-ruas antara kulit membengkak dan ulat selalu mondar-mandir
c. Kulit menjadi rapuh, darah yang bersih menjadi keruh. Bila kulit pecah
akan keluar cairan seperti susu.
d. Ulat yang mati menjadi lembek.
3. Pengendalian penyakit .
a. Sebelum pemeliharaan ulat, dilaksanakan desinfeksi ruangan dan alat
pemeliharaan dengan menggunakan kaporit sebagai bahan desinfeksi.
Kaporit tersebut dilarutkan 200 kali (5 gram kaporit per liter
air),disemprotkan sampai basah dan merata sampai basah dan merata
pada ruangan pada dan alat,dengan volume penyemprotan 1- 2 liter
per m2, desinfeksi ruangan dan alat dilaksanakan 2-3 hari sebelum
pemeliharaan dimulai.
b. Selama pemeliharaan berlangsung dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Pemberian makan dengan daun murbei yang berkualitas baik
sesuai dengan perkembangan ulat. Hindari pemberian daun yang
kekuning-kuningan.
2) Mencuci tangan sebelum memberi makan pada ulat.
3) Menjaga kondisi tempat pemeliharaan yang optimum,
temperatur dan kelembaban disesuaikan dengan pertumbuhan
ulat serta aerasi yang cukup.
Petunjuk Teknis Pengendalian Hama dan Penyakit Ulat Sutera
- 4 -
Temperatur yang optimun untuk ulat instar IV adalah 250C dan
240C untuk ulat instar V.
4) Hindari keadaan temperatur yang terlalu tinggi atau terlalu
rendah.
5) Ulat yang sakit harus dipisahkan/dicelupkan kedalam larutan
kaporit 200 kali yang telah disiapkan dengan menggunakan alat
jepit (pinset).
Gambar 1. Ulat sutera yang terserang penyakit NPV
B. Penyakit Cytoplasmic Polyhedrosis Virus (CPV)
Pathogen penyakit ini adalah Smithia virus. Penyakit virus ini menyerang sel-sel
usus dan berkembang dalam cytoplasma sehingga disebut dengan Cytoplasmic
Polyhedrosis Virus (CPV).
1. Sumber dan cara penularan penyakit .
Debu, kotoran ulat sakit/sampah ulat merupakan sumber penyakit.
Penularan penyakit melalui makanan/mulut .
2. Gejala.
a. Nafsu makan ulat berkurang
b. Perkembangan ulat menjadi lamban
c. Kotoran ulat yang terserang penyakit, berwarna keputih-putihan dan
basah/lembek
d. Usus bila dibedah, berwarna putih, sedangkan usus yang sehat berwarna
hijau
Petunjuk Teknis Pengendalian Hama dan Penyakit Ulat Sutera
- 5 -
Gambar 5. Ulat sutera yang terserang CPV
3. Pengendalian penyakit
Cara pengendaliannya, sama halnya dengan penyakit Nucler Polyhedrsis
Virus (NPV).
C. Penyakit Infectious Flacherie (FV)
Pathogen penyakit FV adalah Marator virus. Virus ini berbentuk bulat dan tidak
membentuk polyhedra. Virus berkembang pada jaringan usus, dari bagian depan
ke belakang
1. Sumber dan cara penularan penyakit
Penularan virus melalui mulut. Virus ikut keluar dengan kotoran larva dan
menyebabkan terjadinya infeksi sekunder.
2. Gejala.
a. Nafsu makan ulat berkurang
b. Selesainya ganti kulit tidak seragam
c. Larva malas bergerak
d. Muntah dan diare
e. Bentuk kotoran tidak beraturan dan keluar cairan kuning
3. Pengendalian penyakit .
Pengendalian FV sama seperti pada penyakit NPV.
Petunjuk Teknis Pengendalian Hama dan Penyakit Ulat Sutera
- 6 -
Gambar 2. Ulat sutera yang terserang penyakit FV
D. Penyakit Aspergillus spp
Penyakit Aspergillus spp menyerang ulat sutera, baik stadia ulat kecil maupun
stadia ulat besar. Spora tersebut paling mudah melengket pada daerah yang
berlekuk (bagian belakang badan), sehingga gejala serangan penyakit banyak
ditemukan pada daerah/tempat tersebut .
Intensites penyakit Aspergillus spp. tinggi pada musim hujan, karena pada saat
tersebut kelembaban tinggi tersebut yang merupakan keadaan optimum untuk
pertumbuhan spora Aspergillus spp.
1. Sumber dan cara penularan penyakit .
Spora Aspergillus spp. mudah tumbuh pada kotoran ulat, bangkai serangga,
bambu dan kayu, spora Aspergillus spp berkembang baik pada kelembaban
70% keatas. Penularan melalui kulit dengan perantaraan angin, kontak
badan antara ulat yang sakit dengan sehat.
Gambar 3. Ulat sutera yang terserang penyakit Aspergillus spp.
2. Gejala.
a. Larva tidak mau makan
b. Disekitar ekor menajdi coklat kehitaman dan larva tidak tumbuh besar
Petunjuk Teknis Pengendalian Hama dan Penyakit Ulat Sutera
- 7 -
c. Ulat yang terserang sukar bergerak (kaku) dan kulitnya berkilau
d. Bangkai larva berwarna kuning atau coklat
e. Ulat yang mati mengeras
f. Pada permukaan badan ulat yang mati akan segera tumbuh spora
(mycelia).
3. Pengendalian penyakit .
Pengendalian penyakit dilakukan sebagai berikut :
a. Desinfeksi tubuh ulat dengan menggunakan campuran kaporit dengan
kapur. Kapur yang digunakan sebaiknya dijemur disinar matahari
langsung dan dibersihkan dari kotoran- kotoran.
b. Untuk ulat kecil (Instar I - Instar III) menggunakan campuran 5 gram
kaporit dan 95 gram kapur, sedangkan untuk ulat besar (Instar IV – Instar
V) menggunakan campuran 10 gram kaporit dan 90 gram kapur dan 90
gram kapur .
c. Desinfeksi tubuh ulat dilakukan 15 - 30 menit sebelum pemberian
makan, ditaburkan secara merata kepermukaan tubuh ulat dengan
menggunakan ayakan .
d. Pada stadia ulat kecil desinfeksi tubuh ulat dilakukan pada saat sebelum
hakitate dan sebelum bangun tidur. Untuk stadia ulat besar desinfeksi
dilakukan setiap sebelum pemberian makan kecuali pada saat ulat tidur.
Cara pembuatan obat desinfeksi tubuh ulat dapat dilihat pada gambar
berikut :
1) Menjaga kondisi pemeliharaan ulat dengan pengaturan serta aerasi
yang cukup baik, sehingga dapat menghindari kelembaban yang
tinggi.
2) Menghindari pemberian daun basah.
3) Ulat yang terserang dan mati, dicelupkan kedalam kaporit 200 kali
yang telah disiapkan .
Petunjuk Teknis Pengendalian Hama dan Penyakit Ulat Sutera
- 8 -
Gambar 3. Cara pencampuran bahan desinfeksi
Petunjuk Teknis Pengendalian Hama dan Penyakit Ulat Sutera
- 9 -
E. Penyakit Muscardine.
Spora Muscardine masuk ketubuh ulat melalui kulit ulat, dalam tubuh ulat spora
tersebut berkembang biak membentuk hyphal body. Hal ini membedakan dengan
penyakit Aspergillus spp .
1. Sumber dan cara penularan penyakit
a. Spora Muscardine mudah tumbuh pada kotoran ulat dan bangkai
serangga.
b. Spora Muscardine berkembang baik pada kelembaban 70% ke atas .
c. Penularannya melalui kulit, dengan perantaraan angin, kontak badan
antara kulit sakit dan sehat, disamping itu juga dapat ditularkan lewat
serangga hama.
d. Penyakit cendawan (Muscardine dan Aspergillus spp) tidak menyerang
usus, sehingga kotorannya tidak mengandung penyakit. Bila ulat
memakan spora cendawan, spora tersebut tidak akan berkembang
dalam usus, tapi keluar bersamaan kotoran ulat, maka kotoran tersebut
merupakan sumber penyakit.
Gambar 4. Ulat sutera yang terserang penyakit Muscardine
2. Gejala.
Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut adalah sebagai berikut:
a. Nafsu makan ulat berkurang dan tidak aktif
b. Terdapat bintik-bintik hitam agak besar pada kulit terutama pada bagian
sisi perut badan .
c. Sebelum ganti kulit, badan kulit berkilau, tidak dapat ganti kulit dan
akhirnya mati mengeras.
Petunjuk Teknis Pengendalian Hama dan Penyakit Ulat Sutera
- 10 -
d. Pada permukaan badan ulat yang mati, tumbuh cendawan dan
berkembang terus, yang semula berwarna putih kemudian berubah
sesuai dengan jenis Muscardine yang menyerang.
3. Pengendalian penyakit .
Cara pengendaliannya sama dengan penyakit Aspergillus spp.
F. Penyakit Pebrine
Pebrine merupakan penyakit ulat sutera yang disebabkan oleh Nosema bombycis
yang bersifat parasit pada tubuh ulat. Pebrine berkembang biak dengan spora
dan membelah diri. Spora yang telah masak berbentuk lonjong/oval, berwarna
kebiru-biruan, sangat terang jika dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran
500 – 600 kali.
1. Sumber dan cara penularan penyakit .
Debu, kotoran ulat, sampah merupakan sumber penyakit. Penularan
penyakit melalui makanan /mulut, dan telur
2. Gejala
a. Pada stadia larva; nafsu makan ulat berkurang, pertumbuhan ulat tidak
seragam, pergantian kulit tidak seragam /serentak, perkembangan
selanjutnya pada ulat mengecil, gerakannyan lambat yang pada
akhirnya mengalami kematian, gejala khusus terdapat bintik –bintik
coklat kehitam hitaman, besar atau kecil pada permukaan tubuh ulat
atau warna hitam pada bagian kaki abdomen.
b. Pada stadia pupa; bagian abdomen membengkak dan lembek,warna
pupa hitam dan gerakannya lambat, serta di bagian samping tempat
bakal sayap nampak bintik hitam.
c. Pada stadia ngengat; gejala dilihat dari terlambatnya keluar ngengat
dari kokon, ngengat tidak mempunyai sayap atau tidak lengkap, sisik
mudah rontok, perut bengkak dan geraknnya lamban serta kemampuan
bertelur sangat rendah.
d. Pada stadia telur; bentuk telur tidak seragam, daya rekat rendah,
prosentase telur yang tidak dibuahi tinggi, telur menetas tidak
serempak serta telur bertumpuk dan berdempetan.
Petunjuk Teknis Pengendalian Hama dan Penyakit Ulat Sutera
- 11 -
Gambar 6. Ulat sutera yang terserang penyakit Pebrine
3. Pengendalian penyakit .
Pengendalian penyakit dilaksanakan melalui i:
a. Desinfeksi ruangan dan alat pemeliharaan (cara pelaksanaanya seperti
diatas )
b. Memelihara ulat yang berasal dari bibit yang bebas penyakit
c. Penggunaan daun murbei yang bebas hama
d. Menjaga lingkungan pemeliharaan dari kontaminasi penyakit.
G. Penyakit bakteri.
Penyakit bakteri menyerang ulat sutera bilamana kondisi pemeliharaan
jelek/kotor, ulat yang kondisinya lemah, bakteri dalam tubuh ulat mudah
berkembang. Pada umumnya penyakit bakteri menyerang setelah ulat terserang
penyakit lain (bersifat sekunder).
1. Sumber dan penularan penyakit .
Debu, kotoran ulat dan sampah merupakan sumber penyakit. Penularan
penyakit makanan/mulut dan luka pada ulat.
2. Gejala penyakit
a. Larva lemah dan metabolismenya menurun.
b. Tubuh ulat tidak elastis dan lunak
c. Kulit /badan ulat mengkerut
d. Mencret dan muntah-muntah
Petunjuk Teknis Pengendalian Hama dan Penyakit Ulat Sutera
- 12 -
e. Larva yang sudah mati akan membusuk dan menajdi hitam
f. Keluar cairan yang berbau busuk
3. Cara pengendalian
Pengendalian penyakit dilakukan sebagai berikut :
a. Desinfeksi ruangan dan alat pemeliharaan (cara pelaksanaannya seperti
diatas )
b. Menjaga kondisi pemeliharaan, temperatur dan kelembaban serta
pengaturan aerasi secukupnya.
c. Pemberian daun berkualitas yang baik yang disesuaikan dengan stadia
ulat.
H. Keracunan karena Obat-obatan Pertanian.
Ulat sutera dapat mengalami keracunan karena obat-obatan pertanian seperti
insektisida dan herbisida. Juga dapat diakibatkan oleh tembakau.
1. Sumber dan penularan penyakit .
Debu, pakan yang kotor dan sampah merupakan sumber penyakit. Penularan
penyakit melalui udara, mulut/makanan.
2. Gejala penyakit
a. Memutahkan cairan getah lambung
b. Kaku
c. Sering menggerak-gerakkan kepala dan badan
3. Cara pengendalian
Pengendalian penyakit dilakukan sebagai berikut :
a. Tidak memberikan pakan yang masih mengandung racun/obat-obatan
b. Aerasi diperhatikan sehingga udara segar dapat masuk
c. Menggunakan bahan kimia pada pakan yang sesuai dengan standar
keamanan.
d. Menjauhkan tempat pemeliharaan dan kebun murbei dengan tanaman
tembakau.
e. Apabila tempat pemeliharaan dan kebun murbei berdekatan dengan
tanaman tembakau, agar menghentikan/menunda pemeliharaan pada
masa pembungaan tembakau sampai panen.
f. Mencegah peralatan dan ruangan pemeliharaan terkontaminasi racun.
Petunjuk Teknis Pengendalian Hama dan Penyakit Ulat Sutera
- 13 -
I. Kerusakan oleh Semut.
Semut yang masuk ke tempat pemeliharaan akan menggigit ulat dan dapat
mengakibatkan ulat mati dengan mengeluarkan darah (cairan tubuh). Semut
juga mengeluarkan zat kimia pada tempat-tempat yang dilaluinya dan pada
sarang yang dibuatnya.
Untuk mencegah masuknya semut pada rak pemeliharaan, agar bagian kaki pada
rak pemeliharaan disiram dengan minyak atau air sabun. Pada saat ulat
mengokon, agar menaburkan abu disekeliling tiang-tiang rak pemeliharaan.
J. Kerusakan oleh Binatang-binatang Kecil.
Kerusakan atau kematian ulat dapat ditimbulkan oleh binatang-binatang kecil,
seperti cecak, kadal dan tikus. Kadal dan cicak sering kali memakan ulat.
Sedangkan tikus, selain memakan ulat, juga memakan kokon.
Cara-cara pencegahannya adalah:
a. Menggunakan perangkap atau racun tikus.
b. Dapat pula dengan menggunakan bahan-bahan perekat pada setiap kaki-kaki
rak pemeliharan.
c. Memberi jarak antara rak pemeliharaan dengan dinding disekitar.
Recommended