View
9
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
JURNAL
BINGKAI PEMBERITAAN ISU TERORISME
DALAM MEDIA ONLINE
(Analisis Framing Isu Terorisme pada Pemberitaan Tragedi Bom Surabaya
dalam Media Daring Republika.co.id dan Kompas.com periode terbit 13-15
Mei 2018)
Oleh:
Muhammad Natsir
D0214062
SKRIPSI
Disusun Guna Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
1
BINGKAI PEMBERITAAN ISU TERORISME
DALAM MEDIA ONLINE
(Analisis Framing Isu Terorisme pada Pemberitaan Tragedi Bom Surabaya
dalam Media Daring Republika.co.id dan Kompas.com periode terbit 13-15
Mei 2018)
Muhammad Natsir
Sri Herwindya Baskara Wijaya
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
In May 2018, there were bombings of three churches (the central Pentecostal
Church, the Indonesian Christian Church, and the Santa Maria Catholic Church)
and one Mapolrestabes in Surabaya, this bombing took place in a short period of
time, 13th and 14th, with as many casualties as 14 people, it was known that the
perpetrators who attacked the three churches were one family, as well as the
attack on Mapolrestabes in one family. This act of terror was claimed by ISIS that
they were the responsible party.
This tragedy is certainly a concern of the homeland mass media , especially
Kompas.com and Republika.co.id, which have been known by the two media that
are opposite in their ideology. Kompas with its humanism and Republika with its
Islam. So in how the two media interpreted the issue of terrorism for almost two
decades, almost all acts of terror that occurred both globally and homeland
always in the name of Islam, and in the Surabaya bombing case it was getting
worse because the object being attacked was the church which was a minority
house of worship in Indonesia.
This research is a qualitative research with descriptive research. The object
studied was news related to the issue of terrorism in the reporting of the Surabaya
bombing period 13-15 M ei 2018. The data analysis technique used was Robert N.
Entman's framing analysis . In Robert N. Entman's framing analysis , there are
four analytical tools, namely problem definition, problem source estimation,
moral decision assessment, and problem solving recommendations.
The conclusion in the analysis of this study is Kompas.com constructing the
news of the issue of terrorism as a religious radicalist action if it is drawn further,
the source of the problem is how people respond to their teachings of religion or
theology , while Republika.co.id considers that this act of terror is political matter
because of parties who want to weaken the position of Islam in the country by
damaging its image, the ideology underlying the Kompas framing is its diversity,
while Republika underlies its framing because of the positioning of its media that
has been destined for Islam based on its history.
Keywords : Framing, Online Media, Surabaya Bomb Tragedy, Kompas.com,
Republika.co.id, Terrorism.
2
Pendahuluan
Pada tanggal 9 September 2001, terjadi sebuah peristiwa teror yaitu
“tragedi World Trade Center”. Saat itu gedung World trade Center atau lebih
dikenal dengan gedung WTC yang terletak di jantung kota New York Amerika
Serikat ditabrak oleh dua buah pesawat komersil sarat penumpang. Berbagai
media massa di seluruh dunia digemparkan oleh peristiwa tersebut. selama kurun
waktu berbulan-bulan kemudian, bahkan peristiwa itu masih tetap menjadi
headline di pemberitaan. Simpang siur mengenai siapa pelaku pengeboman
tersebut akhirnya berakhir setelah pemerintah Amerika melalui presidennya saat
itu, George W. Bush menyatakan bahwa pelaku teror tersebut adalah kelompok
yang bernama Al-Qaeda yang dipimpin oleh Osama Bin Laden. Selanjutnya
Amerika melakukan segala cara untuk memerangi apa yang mereka anggap
sebagai terorisme. Termasuk salah satunya adalah invasi ke Afghanistan.1
Setelah aksi teror yang dilakukan di Amerika Serikat pada 2001 silam,
aksi teror mulai masuk ke Indonesia yaitu tragedi bom Bali yang bahkan sampai
memiliki dua jilid, jilid pertama terjadi pada tahun 2002, dengan sasaran
peledakan yaitu diskotek di kawasan kuta yang menewaskan 202 jiwa, dengan
diduga pelaku adalah bagian Jemaah Islamiyah yang dipimpin Abu bakar baasyir,
yang telah diseret ke penjara.2 Sedangkan jilid kedua terjadi pada tahun 2005,
sebanyak 3 bom yang diledakkan di kawsan wisata yaitu di Jimbaran dan kuta,
yang menewaskan 23 orang, menurut ketua Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai mengatakan bahwa otak dari tragedi ini yaitu
dua WN Malaysia bernama Azahari bin Husin dan Noordin Mohammed Top,
yang lagi-lagi adalah orang Islam.3
Walaupun dampak terorisme pada 2017 turun hingga 27 persen, namun,
seiring jatuhnya ISIS di Iraq dan Suriah membuat pergerakannya berpindah ke
1 ”Sebelum Perang Dimulai…” MBM Tempo, 24 September 2001 2 http://mediaindonesia.com/read/detail/126861-2002-tragedi-bom-bali-1, diposting Kamis, 12
Oktober 2017, 11:37 WIB, diakses Kamis 30 Agustus 2018, 01:54 WIB 3 https://www.liputan6.com/global/read/2329497/1-10-2005-bom-bali-2-renggut-23-nyawa,
diposting 01 Oktober 2015, 08.00 WIB, diakses Jumat 30 November 2018, 02:18 WIB
3
beberapa tempat lainnya, salah satu daerah yang tingkat kerawanannya meningkat
pada tahun 2017 adalah di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Dan isu
terorisme masih menjadi perhatian globel, dari sudut pandang ekonomi dampak
terorisme global mencapai 52 juta USD pada 2017. Itu belum dihitung dengan
dampak tidak langsung yang dihasilkan dari terorisme itu sendiri, seperti bisnis,
investasi dan berhubungan dengan biaya peningkatan keamanan dalam melakukan
upaya counter-terorism. 4
Isu terorisme yang tahun ini banyak diberitakan di media cetak sampai
media daring yaitu tragedi terorisme dalam perwujudannya berupa aksi bom
bunuh diri yang terjadi di Surabaya dan sekitarnya pada 13-14 Mei 2018. Aksi
teror kali ini bisa dibilang lebih membabi-buta dibanding aksi teror yang terakhir
kali terjadi yaitu pada tragedi bom Sarinah pada 2016 lalu yang menelan tujuh
korban jiwa. Pada tragedi bom Surabaya dan sekitarnya terjadi pada 5 titik dalam
waktu kurang dari dua hari, 3 titik sasarannya gereja (Gereja Pantekosta pusat,
Gereja Kristen Indonesia, dan Gereja Katolik Santa Maria) dan dua lainnya yaitu
mapolrestabes Surabaya dan sebuah rumah susun, dengan korban jiwa yang ada di
Surabaya sebanyak 14 orang,5 dan di Sidoarjo sebanyak 5 orang, keduanya
termasuk pelaku pengeboman.6
Seperti yang sudah dijelaskan kronologi tragedi bom Surabaya melibatkan
istri dan anak-anaknya, hal ini merupakan pola serangan yang terbilang baru
dalam riwayat tragedi terorisme yang ada di Indonesia, Jamaah Islamiyah,
maupun jejaring terorisme yang ada di Indonesia belum pernah melakukannya,
bahkan menurut Sofyan Tsauri selaku orang yang pernah terlibat di dalam
jaringan terorisme menyebutkan bahwa pola serangan yang melibatkan istri dan
anak-anak masih menjadi perdebatan dalam internal jaringan tersebut, salah satu
4 Institute for Economics and Peace (IEP), Global Terrorism Index:Measuring the impact of
Terrorism,START, Sydney, 2018, hal 2-3 5 https://nasional.tempo.co/read/1090460/korban-meninggal-bom-surabaya-bertambah-menjadi-
14-orang diposting Sabtu, 19 Mei 2018, 11.46 WIB, diakses Jumat 30 November 2018, 02:18
WIB 6 https://nasional.tempo.co/read/1088535/bom-di-sidoarjo-pelaku-jadi-korban-ledakan diposting
Senin, 14 Mei 2018, 01:30 WIB, diakses Jumat 30 November 2018, 02:18 WIB
4
pihak yang menentang pola tersebu asalah Aman Abdurrahman, yang merupakan
pimpinan tertinggi ISIS di Indonesia, hal ini menjadi alasan peneliti mengambil
berita kasus teror bom Surabaya sebagai obyek penelitian.7
Media daring skala nasional yang intens memberitakan aksi teror di
Surabaya dan sekitarnya adalah Republika.co.id dan Kompas.com. pasca kejadian
tersebut, Republika.co.id telah mengunggah lebih dari 100 artikel di situsnya, dan
jenisnya pun beragam ada yang hard news yang memberitakan secara aktual
kejadian teror tersebut sampai soft news yang memberitakan sisi human interest
maupun tanggapan tokoh-tokoh yang ikut mengomentari tragedi tersebut.8
begitupun dengan Kompas.com.
Berita bukanlah cerminan dari realitas. Berita merupakan hasil akhir dari
proses konstruksi yang diyakini informasi di dalamnya merupakan kebenaran oleh
suatu media. Framing yang dibangun oleh media akan menentukan penerimaan
pesan oleh audiens, informasi yang akan diterima audiens tentu adalah fakta-fakta
yang telah disusun oleh media, sehingga akan terjadi keterbatasan pendefinisian
suatu berita yang ada pada khalayak yang nantinya akan menjadi opini publik
yang terbentuk dari pembingkaian media tersebut. menurut penulis hal ini
menarik untuk diteliti, dengan melihat fenomena terorisme yang selalu dikaitkan
dengan Islam, lantas bagaimana Republika.co.id sebagai representasi media Islam
membingkai berita tersebut dan bagaimana Kompas.com sebagai media yang
mempunyai stigma di masyarakat memiliki ideologi yang berseberangan dengan
Republika, membingkai isu terorisme pada tragedi bom surabaya dan sekitarnya.
Media daring yang diteliti adalah Republika.co.id dan Kompas.com karena
ia merupakan media umum yang merepresentasikan media islam, dengan skala
nasional, menurut para redaktur Republika, pada pertengahan tahun 2016 surat
kabar Republika menempati peringkat tiga sebagai surat kabar paling banyak
7 https://tirto.id/analisis-serangan-bom-di-surabaya-taktik-dan-pesan-baru-teroris-cKuj diposting
pada 16 Mei 2018, diakses pada 18 Januari 2019 pukul 22:12 WIB 8 http://republika.co.id/search/bom%20surabaya diakses Jumat 30 November 2018, 02:18 WIB
5
dibaca oleh masyarakat Indonesia.9 Maka dapat disimpulkan Republika menjadi
media yang merepresentasikan media Islam dengan pengaruh yang paling kuat,
sedangkan Kompas juga merupakan salah satu pionir media daring yang ada di
Indonesia, apabila melihat dari apa yang dilansir alexa.com di situsnya bahwa
Kompas.com menempati urutan keempat top sites dengan jenis portal berita
online.10
Rumusan Masalah
Penelitian ini mencoba mengungkap bagaimana konstruksi isu terorisme
dalam pemberitaan media daring Republika.co.id dan Kompas.com dalam tragedi
bom Surabaya pada periode 13-15 Mei 2018?”
Landasan Teori
1. Analisis Framing
Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruksionis. Paradigma
ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita
yang dihasilkannya.11 Teks berita tak bisa dilepaskan dari proses pengolahan
realitas. Bagi Peter L. berger, realitas tidak dibentuk secara alamiah, tidak juga
sesuatu yang diturunkan Tuhan. Tapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi.
Dengan pemahaman semacam ini, realitas berwajah ganda/plural. Setiap orang
bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas.12
Oleh Goffman pada tahun 1974, konsep framing kemudian dikembangkan
lebih jauh dengan mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku
(strips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas.13 Akhir-
akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu
komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan aspek-
9 Janet steele, Op. Cit, hal 86 10 https://www.alexa.com/topsites/countries/ID diakses Jumat 30 November 2018, 02:32 WIB 11 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, LKIS, Yogyakarta, 2002,
hal 13 12 Ibid, hal 15 13 Alex Sobur, Op. Cit, hal 162
6
aspek khusus sebuah realita oleh media.14 Dalam perspektif komunikasi, analisis
framing dipakai untuk membelah cara-cara ideologi media saat mengkonstruksi
fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih
diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya.15
Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagimana perspektif atau
cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis
berita.16 Namun framing bukan hanya berkaitan dengan skema individu
(wartawan) melainkan juga berhubungan dengan proses produksi berita-kerangka
kerja dan rutinitas organisasi media.17 Sedangkan definisi framing menurut
Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, didefinisikan sebagai proses membuat
pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga
khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut.18
Terdapat empat elemen dalam mentelaah framing dalam sebuah berita
menurut Entman. Define problems (pendefinisian masalah) adalah elemen yang
pertama kali dilihat mengenai framing. Elemen ini merupakan master
frame/bingkai yang paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa dipahami
oleh wartawan. Ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu
tersebut dipahami. Peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda dan
bingkai yang berbeda ini menyebabkan realitas yang terbangun juga berbeda.19
2. Terorisme
Obsatar, prayitno, dan Ian mencoba merangkum definisi terorisme,
menurut mereka Terorisme sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu
dengan menggunakan kekerasan guna menimbulkan rasa takut dan korban
sebanyak-banyaknya secara tidak beraturan. 20
14 Ibid, hal 162 15 Ibid, hal 162 16 Eriyanto, Op. Cit, hal 68 17 Ibid, hal 99 18 Ibid, hal 252 19 Ibid, hal 225 20 Obsatar, Prayitno, Ian, Terorisme Kanan Indonesia, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2018, Hal
11
7
Apabila dilihat dari spiritnya terorisme dapat dikategorikan menjadi empat
kategori diantaranya sebagai berikut:21
a) Semangat Nasionalisme
Pejuang kemerdekaan pada umumnya menggunakan kekerasan politik
untuk melawan rezim penjajah, kekerasan politik tidak selalu identic dengan
terorisme. Kekerasan politik dalam artian kerusuhan massal, perang saudara,
revolusi atau perang antar bangsa tidak termasuk dalam kategori terorisme. Akan
tetapi terorisme itu sendiri sering terjadi berkaitan dengan kekerasan-kekerasan
politik tersebut. Dan kekerasan politik yang dilakukan oleh para pejuang
kemerdekaan seringkali dianggap secara sepihak oleh rezim penjajah sebagai
tindakan terorisme.
b) Semangat Separatisme
Kelompok separatis secara stereotype juga menempatkan kekerasan politik
sebagai model perjuangan bersenjata. Kekersasan politik yang dipilih sebagai
jalan perjuangan yang dipilih oleh kaum separatis, cenderung diklaim sebagai
bentuk teror oleh opini dunia karena kekerasan politik yang dieksploitasi gerakan
separatis selalu memenuhi premis dasar terorisme, yaitu menggunakan ancaman
kekerasan dan atau kekerasan untuk menimbulkan ketakutan di lingkungannya.
c) Semangat Radikalisme Agama
Kelompok-kelompok radikal agama ditengarai menggunakan metode teror
untuk memperjuangkan kepentingannya. Kekerasan politik dalam bentuk teror
seringkali dijadikan alat untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini public cukup
familiar dengan terpaan media nama-nama kelompok radikalisme agama yang
digembor-gemborkan media mainstream, terutama dari agama Islam, seperti Al-
Qaeda, Jama’ah islamiyah, ISIS, dan lain-lain.
d) Terorisme Berbasis Bisnis
Gerakan terorisme ini mengedepankan metode teror demi kepentingan
bisnisnya, dan biasanya bisnisnya pun berstatus illegal di negaranya, seperti
Narcoterorism di Myanmar yang dikenal dengan sebutan United War State Army
21 Luqman Hakim, Op. Cit, Hal 19
8
adalah kelompok teroris yang berlatar belakang perdagangan narkotika dan obat-
obatan terlarang.
Metodelogi
Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitan menggunakan
pendekatan kualitatif. Dalam penelitian kualitatif ini penulis menggunakan tipe
deskriptif, Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan menjelaskan
dengan cermat masalah yang diteliti, dimana penelitian ini nantinya dapat
memberikan kejelasan mengenai deskripsi bagaimana sebuah frame yang
digunakan oleh media massa dalam merekontruksi realitas.
Obyek dari penelitian ini adalah berita-berita hard news yang dimuat
dalam portal berita Kompas.com dan Republika.co.id. berita-berita yang diteliti
tersebut hanya berfokus pada isu terorisme pada tragedi bom Surabaya pada
periode 13-15 Mei 2018, yang mana akan diseleksi dan kemudian dijadikan objek
utama dari penelitian. Seleksi dilakukan dengan cara melakukan pemilihan berita
yang di dalamnya terkandung kegiatan, pelaku dan korban teror dalam berita-
berita tragedi bom Surabaya.
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berita-
berita di Kompas.com dan Republika.co.id pada periode 13-15 Mei 2018 yang
telah diseleksi terkait terorisme sebagai data primer, Republika terdapat 20 berita
dan Kompas 20 berita. Selain data primer, peneliti juga menggunakan data
sekunder yang diperoleh dari kepustakaan dan situs berita. Kepustakaan di sini
adalah buku-buku yang digunakan sebagai sumber data terkait penelitian ini dan
situs berita yang mendukung pernyataan-pernyataan dalam penelitian.
Sajian dan Analisis Data
Berita-berita yang selama ini diterbitkan oleh media baik media online
maupun cetak merupakan hasil dari sebuah konstruksi dari pembuat berita
(jurnalis) yang telah menyeleksi fakta-fakta yang ditampilkan kepada masyarakat.
Aspek konstruksi berhubungan dengan bagaimana wartawan/media menampilkan
suatu peristiwa sehingga relevan bagi khalayak. Aspek ini dilakukan dengan
9
memutuskan item yang dipandang dapat dipahami oleh khalayak.22 Salah satu isu
yang selalu menghantui kelangsungan hidup manusia di manapun, dan pada tahun
2018 ini terjadi di Indonesia, tak lain yaitu terorisme.
Dipilihnya isu terorisme pada kejadian teror yang terjadi di Surabaya
sebagai topik pemberitaan yang akan dianalisis menjadi menarik karena aksi teror
tersebut dilakukan secara serentak dan terjadi pada beberapa titik di kota
Surabaya. Tentu pola teror yang seperti ini baru terjadi di Indonesia, dan salah
satu sasaran terornya adalah kaum minoritas, tentu menjadi sarat akan kecurigaan
dan politis. Oleh karena itu pada kejadian ini bagaimana Kompas.com dan
Republika.co.id membingkai isu terorisme dalam berita-beritanya pada periode
13-15 Mei 2018, dengan jumlah berita masing-masing media 20 berita yang akan
dianalisis. Di antaranya sebagai berikut:
Tabel 1
Daftar Berita Kompas.com yang Dianalisis
No Judul Berita Tanggal Terbit
1 Bom Surabaya, Antara Dendam dan
Pembuktian Eksistensi ISIS
14 Mei 2018
2 Komnas HAM Kecam Aksi Teror Bom Gereja
di Surabaya
13 Mei 2018
3 Pengamat: Bom Surabaya Terorganisasi
dengan Baik
13 Mei 2018
4 Polisi buru Abu Bakar, Guru pelaku Bom
Gereja Surabaya
15 Mei 2018
5 Ketua DPR Nilai Indonesia Darurat Terorisme
14 Mei 2018
6 Warga Sekitar Kaget terduga Peledakan Bom
di Surabaya Itu Ternyata Dita
14 Mei 2018
7 KWI dan PGI Desak UU Antiterorisme Segera
Diselesaikan
13 Mei 2018
8 Anak-anak Terlilit Bom dan Meledakkan Diri,
Pelaku atau Korban
15 Mei 2018
9 Terkait Bom Gereja di Surabaya, masyarakat
Diminta Tak Terprovokasi Desas-desus
13 Mei 2018
22 Eriyanto, Op.Cit, hal 141.
10
10 Soal Bom Bunuh Diri, JK Bilang “Surga tak
Mungkin Diperoleh Semudah Itu”
15 Mei 2018
Tabel 2
Daftar Berita Republika.co.id yang Dianalisis
No Judul Berita Tanggal Terbit
1 Bom Surabaya Ingin Rusak Kerukunan Umat
Beragama
14 Mei 2018
2 Ini Dugaan Motif Teror Bom di Surabaya
Menurut Kapolri
13 Mei 2018
3 OKI Mengutuk Keras Bom Bunuh Diri di
Surabaya
14 Mei 2018
4 MUI: Al-Quran Tak Ajarkan Melakukan Bom
Bunuh Diri
13 Mei 2018
5 Ustaz Somad: Pelaku Teror Bom Surabaya
Tak Mati Syahid
15 Mei 2018
6 Kapolda: Anak Pelaku Bom Surabaya tak
Pernah Sekolah
15 Mei 2018
7 Soal Bom Gereja, Paloh: Berdampak ke Sektor
Lain
13 Mei 2018
8 Cara Efektif Hentikan teror Bom Meurut wakil
ketua MUI
13 Mei 2018
9 Terorisme produk Kebencian yang tak Sesuai
Ajaran Agama
13 Mei 2018
10 Teror Bom Gereja, TGB: Jauh dari Nilai-Nilai
Islam
13 Mei 2018
1. Perbedaan Framing dari Kompas.com dan Republika.co.id
a) Identification Problem
Secara garis besar Kompas dalam menyikapi isu terorisme dalam tragedi bom
Surabaya menganggap bahwa aksi teror ini merupakan perbuatan kriminal yang
didasari oleh paham radikal, dalam hal ini paham radikal yang dimaksud adalah
radikal dalam memahami agama yang dianutnya, dalam hal ini ditunjukkan dalam
inti permasalahan dari berita yang dianalisis, mulai dari teologi beku, didoktrin
oleh guru ngaji, sampai pergeseran pola teror yang secara tampilan layaknya
masyarakat biasa namun pemahamannya sudah terpapar paham radikal, maka bisa
11
diambil kesimpulan kalau aksi teror merupakan aksi yang dilakukan oleh
kelompok radikalis agama.
Dalam hal ini Kompas tidak menunjukkan secara gamblang dalam judul
beritanya, karena dari judul berita yang dianalisis tidak terlihat jelas bahwa
Kompas menganggap bahwa paham radikalis agama sebagai inti
prmasalahannya, namun akan terlihat setelah mentelaah konten dari berita-
beritanya, selain paham radikalis agama kompas juga menganggap bahwa aksi ini
telah mencederai HAM dan sebagai momentum penyebaran hoax namun porsinya
tidak dominan. Dalam hal ini pihak yang dijadikan kambing hitam oleh Kompas
jelas tertuju pada kelompok-kelompok radikal, dan lebih berpihak dengan
pemerintah.
Sedangkan Republika apabila melihat dari judul beritanya sudah bisa
ditangkap bahwa keberpihakannya masih konsisten berpihak kepada umat Islam
sesuai dengan visinya, dengan menganggap bahwa aksi teror ini merupakan
kejahatan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin merusak citra Islam, selain
itu kurangnya pendidikan dan kelalaian pemerintah juga dianggap sebagai inti
permasalahan namun tidak dominan, sekaligus hal itu menjadikan pemerinah
sebagai kambing hitam dalam aksi teror ini.
b) Causal interpretation
Kompas yang secara garis besar menganggap bahwa aksi teror ini merupakan
aksi teror yang dilakukan oleh kelompok radikalis agama, sehingga konten
beritanya berisi tentang menganggap kelompok-kelompok yang dianggap polri
Radikal telah mendoktrin pelaku, jadi pelaku teror bom Surabaya sudah terpapar
pahaam-paham radikal, dikuatkan melalui berita yang berjudul “Polisi Buru Abu
Bakar, Guru Pelaku Bom Gereja Surabaya” yang mana di dalamnya menganggap
bahwa aksi teror ini karena pelaku dipertontonkan film-film aksi terorisme ketika
pengajian, dan menganggap bahwa pelaku teror ini menganggap surga menjadi
balasan terhadap aksi terornya yang terdapat pada berita berjudul “Soal Bom
Bunuh Diri, JK Bilang “Surga Tak Mungkin Diperoleh Semudah Itu”.
Selain itu hal yang membuat kompas pro terhadap pemerintah karena
menganggap aksi teror ini karena regulasi yang ada tidak mendukung aparat untuk
12
meindak dengan leluasa para pelaku teror, sehingga revisi UU terorisme yang
diusulkan pemerintah harus segera disahkan.
Sementara itu Republika yang secara garis besar menganggap bahwa aksi
teror yang dilakukan di Surabaya merupakan aksi yang ingin merusak citra Islam,
sehingga konten-konten beritanya berisikan penyangkalan bahwa Islam
merupakan agama yang melegitimasi aksi teror, salah satu citra islam yang rusak
yaitu makna jihad, sehingga juga terdapat konten yang meluruskan makna jihad
melalui perspektif agama, selain itu juga terdapat konten yang dilihat dari sudut
pandang pelaku yang tidak paham agama Islam, dan anak pelaku dianggap kurang
berpendidikan sehingga mudah terdoktrin.
Selain itu republika juga menganggap bahwa kelalaian pemerintah menjadi
penyebab terorisme dapat terjadi di Indonesia karena kelalaian yang dilakukan
oleh aparat dalam pencegahannya, dan penanganan yang tidak efektif pada aksi-
sksi teror yang sebelumnya terjadi.
c) Moral evaluation
Pada framing yang dilakukan Kompas bahwa aksi terorisme itu dilakukan oleh
sekelompok radikalis agama, yang meyakini bahwa aksi teror merupakan ibadah
bagi para pelaku, hal ini diyakinkan dengan argumen yang ada pada berita-berita
Kompas yang didalamnya terdapat bahwa pengajian merupakan salah satu potensi
seseorang dapat terpapar paham radikal, dan poin peran paham radikal ini
dikuatkan dengan argumen bahwa saat ini penampilan tidak bisa lagi menjadi
tolak ukur seseorang melakukan aksi teror akan tetapi paham yang ada di
kepalanya, dan yang menjadi poin utama apakah radikal yang dimaksud didasari
oleh agama atau tidak Kompas menganggap bahwa radikal yang dimaksud
didasari dengan keyakinan pelaku terhadap agama, karena pada berita berjudul
“Soal Bom Bunuh Diri, JK Bilang “Surga Tak Mungkin Diperoleh Semudah Itu”
menganggap bahwa pelaku meyakini bahwa surga menjadi ganjaran dari aksi
terornya.
Adapun keberpihakan Kompas yang condong terhadap pemerintah
argumennya karena aksi teror bukanlah aksi kriminal biasa karena pelaku teror ini
secara fisik penampilannya seperti masyarakat biasa, sehingga perlu regulasi baru
13
yang bisa menjadi payung hukum bagi aparat keamanan sehingga bisa lebih
leluasa.
Sedangkan Republika menganggap aksi teror ini merupakan aksi yang
dilakukan karena ingin menghancurkan citra Islam, adapun argumen yang
digunakan dengan meyakinkan pembaca bahwa agama apapun tidak mengajarkan
aksi teror akan tetaoi sifat manusia yang merusaknya, seluruh agama mengajarkan
kedamaian, dan aksi teror ini dengan sengaja menjadikan gereja menjadi tempat
sasaran pengeboman, yang mana umat kristiani minoritas di Indonesia. Selain itu,
Republika menggunakan argumen konsep jihad mengangkat senjata yang
diajarkan Islam bukanlah bertempat di negara yang damai, akan tetapi negara
dalam kondisi perang. Dan Republika juga menganggap umat Islam menjadi
korban dalam aksi teror ini karena umat Islam juga tersakiti karena terjadnya aksi
teror ini kerukunan umat beragama menjadi terancam di saat umat Islam bersiap
menyambut bulan suci Ramadhan.
Republika menjadikan pemerintah menjadi salah satu faktor terjadinya aksi
teror ini karena menganggap kinerja aparat yang buruk dalam menanggulangi aksi
teor dan berpeluang untuk merembet ke sektor-sektor lainnya kalau tidak segera
ditangani, dan Republika menganggap bahwa penanganan pemerintah tidak
memperhatikan prinsip equality before the law dalam menangani kasus terorisme
sebelumnya, sehingga tidak dapat merangkai jaringan terorisme secara
komprehensif, karena terduga teroris langsung ditembak mati di tempat.
d) Treatment recommendation
Secara garis besar Kompas dalam menangani paham radikalis agama yang
menjadi masalah utama meminta masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan
terhadap lingkungannya yang mencurigakan, khususnya umat Islam harus selektif
dalam memilih pengajian yang diikuti dan untuk masyarakat secara umum agar
selalu menjaga soliditas antar umat beragama agar tidak muncul kecurigaan satu
sama lain.
Sedangkan Republika memiliki pandangan yang berbeda dengan Kompas
dalam penyelesaian masalah ini, media ini meminta masyarakat untuk tidak
mengaitkan aksi terorisme Surabaya dengan agama, ras dan negara dan untuk
14
umat Islam khususnya untuk kembali mendalami lagi ajaran agamanya secara
benar dan komprehensif, terutama nilai-nilai moderat yang terkandung dalam
Islam.
2. Persamaan Framing dari Kompas.com dan Republika.co.id
a) Problem Identification
Setelah sebelumnya pembahasan tentang perbedaan framing dari kedua media
yang diteliti, namun ternyata dari kedua media ini memiliki kesamaan yakni
menganggap bahwa terorisme merupakan ancaman serius untuk negara terlepas
apa motif yang ada dibaliknya, melihat dampak yang dihasilkan sangat merugikan
seluruh masyarakat Indonesia, mulai dari rasa duka sampai menimbulkan
ketakutan dan keresahan masayarakat, selain itu pelanggaran HAM yang cukup
banyak pada aksi teror, dan mengancam kerukunan umat beragama karena teror
bom Surabaya khususnya menjadikan rumah ibadah sebagai sasarannya.
b) Treatment Recommendation
Kedua media tersebut memiliki kesamaan framing dalam poin penyelesaian
masalahnya yang ditujukan kepada pihak yang berwenang, baik pemerintah
ataupun aparat keamanan agar bertindak serius dalam menanggulangi tragedi bom
Surabaya, serius dalam arti bertindak tegas,cepat dan tuntas dalam
penanggulangannya, salah satu penanggulangan yang diekankan disini adalah
penangkapan dalang atau aktor intelektual dari aksi teror ini, bukan hanya
mengungkap aktor operasionalnya saja, namun masih dalam koridor HAM, yang
mana terduga teroris tidak langsung ditembak mati di tempat kejadian perkara,
untuk kepentingan pencegahan potensi aksi teror yang akan datang.
3. Framing umum dan alasan dibalik framing Kompas.com dan
Republika.co.id mengenai isu terorisme pada tragedi bom Surabaya
Secara garis besar Kompas.com menganggap bahwa aksi teror bom Surabaya
merupakan permasalahan teologi, berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia
teologi memiliki arti pengetahuan ketuhanan (mengenai sifat-sifat tuhan, dasar-
dasar kepercayaan pada tuhan dan agama terutama berdasarkan pada kitab suci),23
23 B.F Drewes & Julianus Mojau, Apa Itu Teologi?: Pengantar ke Dalam Ilmu Teologi, BPK
Gunung Mulia, Jakarta, 2007, hal 16
15
maka pada konteks ini permasalahan terletak pada pemahaman keagamaan pelaku
yang yang menganggap aksi teror sebagai Jihad yang mana hal itu merupakan
syariat Islam, framing yang senada juga pernah dilakukan Kompas dalam framing
agama pada pemberitaan terorisme periode Juli 2009 – Maret 2010, pada periode
tersebut terjadi tragedi bom hotel JW Marriot, pada peemberitaannya Kompas
menitikberatkan pemahaman pelaku tentang Jihad sebagai penyebab utama aksi
teror.24
Melihat pada ideologi atau alasan dibalik framing yang dilakukan Kompas
dapat dilihat dari bagaimana sikap media tersebut dalam melihat sebuah fenomena
dan hal tersebut tertera pada tagline yang digaungkan, untuk hal ini Kompas
memiliki tagline “Jernih melihat dunia” dengan penjelasan bahwa melihat sebuah
fenomena dengan perspektik objektif, dalam konteks framing aksi teror bom
Surabaya penulis menganggap bahwa nilai objektifitas yang menjadi dasar utama,
karena kalau ditelaah lebih jauh bahwa aksi teror dikarenakan aksi radikalis
agama merupakan pandangan yang objektif karena fakta yang dikemukakan oleh
kepolisian bahwa aksi teror bom Surabaya terkait dengan kelompok teroris yang
berafiliasi dengan ISIS yang memiliki tujuan menegakan negara Islam dengan
cara teror yang diyakini sebagaai Jihad oleh kelompok tersebut, terlepas dengan
akses informasi yang terbatas dalam kasus terorisme, hanya polisi yang menjadi
pusat informasi yang diandalkan.
Selain itu Jakob Oetama menyampaikan dalam tulisannya tepat pada hari jadi
harian Kompas yang ke 45, yang bertajuk “Merajut Nusantara, Menghadirkan
Indonesia”25 yang juga menjadi misi Kompas itu sendiri, melihat pada misi
tersebut menandakan kompas merupakan media yang menjunjung tinggi
kebhinekaan, dengan framing Kompas pada berita bom Surabaya yang didapati
peneliti bahwa peristiwa tersebut merupakan aksi radikalis agama, makna yang
tersirat adalah bahwa Kompas seakan memberikan peringatan kepada masyarakat
24 Zakiyah, Agama Dalam Konstruksi Media Massa: Studi Terhadap Framing Kompas dan
Republika pada Berita Terorisme, Analisa Journal of Social and Religion, Volume 22 No 01 Juni
2015, Balai penelitian dan Pengembangan Agama, Semarang 25 https://nasional.kompas.com/read/2017/09/14/11520681/kompascom-%20reborn-2008-dan-
satu-jiwa-visi-jakob-oetama?page=all, diposting pada 14 November 2017 pukul 11.52 WIB,
diakses pada 26 November 2018 pukul 02.15 WIB
16
bahwa sebagai bangsa yang berbhineka seharusnya tidak menjadikan agama
sebagai alat untuk merusak kebhinekaan itu sendiri, karena masih banyak
kesamaan nilai-nilai pada agama-agama yang ada di Indonesia, maka tidak perlu
mempermasalahkan perbedaannya apalagi sampai melakukan tindakan kriminal.
Sedangkan, Republika.co.id secara garis besar menganggap bahwa aksi teror
bom Surabaya merupakan permasalahan politik, politik merupakan segala
kegiatan yang diarahkan dengan tujuan untuk mendapatkan maupun
mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat,26 bicara tentang kekuasaan erat
kaitannya dengan legitimasi masyarakat, legitimasi merupakan keyakinan
masyarakat bahwa wewenang yang ada pada seseorang, kelompok, atau penguasa
adalah wajar dan patut dihormati, dengan asas-asas yang sudah diterima dalam
masyarakat.27 dalam hal ini Republika menganggap adanya pihak yang ingin
medelegitimasi agama Islam di mata masyarakat dengan merusak citra agama
Islam sebagai motif aksi teror ini agar masyarakat tidak mempercayai nilai-nilai
agama Islam sebagai asas dalam kehidupan.
Republika yang secara historis erat kaitannya dengan organisasi islam, dan
secara kelembagaan pun dengan gamblang mendeklarasikan dirinya sebagai
media yang diperuntukkan kalangan umat Islam, dengan dasar visi media ini yang
secara harfiah mengatakan republika sebagai “koran umat”, umat yang dimaksud
tentu saja umat Islam, maka tidak heran apabila frame yang dibangun merupakan
pembelaan terhadap perwajahan umat Islam yang tentu tercoreng dengan aksi
teror yang terjadi, dengan menganggap bahwa pelaku teror merupakan pihak
yang ingin mencoreng citra Islam Adapun perbedaan maupun persamaan frame
antara kedua media akan dijelaskan pada poin selanjutnya, berdasarkan keempat
konsep framing Robert Entman.
Kesimpulan
26 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Gramedia Widasarana Indonesia, Yogyakarta, hal 2 27 Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hal 65
17
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang analisis framing isu
terorisme dalam pemberitaan bom Surabaya di portal berita Kompas.com dan
Republika.co.id, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Framing yang dibangun Kompas.com yaitu menganggap bahwa aksi
terorisme bom Surabaya merupakan permasalahan teologi, dikarenakan
permasalahan utama yang menyebabkan terjadinya teror menurut hasil analisis
peneliti merupakan pemahaman radikal berbasis agama, sedangkan framing
yang dibangun Republika.co.id yaitu menganggap bahwa aksi terorisme bom
Surabaya merupakan masalah politik agama, dengan menganggap bahwa aksi
teror ini merupakan aksi yang ingin hancurkan citra Islam, di samping itu,
persamaan frame dari kedua media ini, keduanya menganggap bahwa
terorisme merupakan ancaman serius untuk negara
2. Alasan kompas.com membangun framing seperti pada poin sebelumnya
dikarenakan nilai kebhinekaan yang menjadi ideologi kompas.com dalam
membuat produk jurnalistiknya sehingga berita-berita yang dibuat seolah
menjadi peringatan kepada umat beragama agar tidak menggunakan ajarannya
untuk menghancurkan persatuan, sedangkan Republika yang secara gamblang
mendeklarasikan diri sebagai media yang diperuntukkan untuk kalangan umat
Islam melalui visi maupun secara historisnya, sehingga Framing yang
dibangun bertujuan untuk menyenangkan hati para pembacanya yang
mayoritas merupakan kalangan umat islam.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan kepada
peneliti lain yang memiliki kesamaan jenis penelitian maupun kesamaan topik dan
kepada kedua media yang menjadi subjek penelitian sebagai berikut:
1. Peneliti yang memliki kesamaan dalam jenis penelitian ini diharapkan dapat
mewawancarai pihak media sebagai produsen berita tersebut, untuk
mengkonfirmasi hasil temuannya dan mengungkap alasan dibalik framing
tersebut maupun adanya frame lain yang luput oleh peneliti pada peristiwa
yang sama.
18
2. Simpang siurnya berita tentang terorisme membuat masyarakat membutuhkan
pemberitaan yang obyektif dan kredibel, maka baik Kompas maupun
Republika diharapkan untuk tidak memjadikan peristiwa ini untuk
kepentiangan masing-masing media semata, karena terorisme bukanlah
peristiwa kriminal biasa.
Kelemahan Penelitian
Penelitian ini merupakan sebatas analisis teks media saja,karena
keterbatasan peneliti dalam mengakses pembuat berita yang dianalisis sehingga
adanya keterbatasan dalam mengungkap alasan dibalik framing yang menjadi
temuan peneliti dalam penelitian ini, adapun alasan di balik framing yang ada
dalam penelitian ini bersumber dari teks.
19
Daftar Pustaka
Adam W. Sukarno, (2011) Dilema Peliputan Terorisme dan Pergeseran Pola
Framing Berita Terorisme di Media Massa, Jurnal ilmu sosial dan ilmu
politik, volume 14, nomor 3 (333-348) ISSN 1410-4946, Universitas
Gadjah Mada.
Agus Sudibyo, (2001), Politik Media dan Pertarungan Wacana, LKiS,
Yogyakarta
Asep Syamsul MR, (2003) Jurnalistik praktis untuk pemula, Remaja
Rosdakarya, Bandung
Asep Syamsul MR, (2012), Jurnalistik Online Panduan Praktis Mengelola
Media Online, Nuansa Cendekia, Bandung
B.F Drewes & Julianus Mojau, (2007) Apa Itu Teologi?: Pengantar ke Dalam
Ilmu Teologi, BPK Gunung Mulia, Jakarta,
Burhan Bungin, (2008), Konstruksi Sosial Media Massa, Kencana, Jakarta,
Cangara Hafied, (2009) Komunikasi Politik, Rajawali pers, Jakarta
Eriyanto, (2002) Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media,
LKIS, Yogyakarta,
Gaye Tuchman, (1999) Metode Kualitatif dalam Pemberitaan, Jurnal ikatan
Sarjana komunikasi Indonesia, No.3,
Jalaluddin Rakhmat, (2009), Psikologi Komunikasi, Rosdakarya, Bandung
Janet Steele, (2018) Mediating islam: Jurnalisme kosmopolitan di Negara-
negara Muslim Asia Tenggara, Bentang, Yogyakarta
Junarto Imam Prakoso, (1999), Sikap netralitas Pers terhadap Pemerintahan
Habibie, Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, No. 3
Leonardo Budi, (2012), Teori Organisasi Suatu Tinjauan Perspektif Sejarah,
Jurnal Universitas Pandanaran Semarang, Vol 10 No 24
Lexy J. Moleong, (2002) Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung
Luqman Hakim, (2004) Terorisme di Indonesia, Forum Studi Islam Surakarta,
Surakarta
Marhaeni Fajar, (2009), Ilmu Komunikasi Teori & Praktik, Graha ilmu,
Yogyakarta
Miriam Budiarjo, (2008), Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta,
Muhammad Ishar Helmi, (2013), Penerapan Azas “Equality Before The Law”
Dalam Sistem Peradilan militer, Jurnal Cita Hukum Vol 1 No 2
Mursito BM, (1999), Penulisan Jurnalistik, Spikom, Surakarta
Mursito BM, (2006), Memahami Institusi Media, Lindu Pustaka, Surakarta
Nurudin, (2013), Pengantar Komunikasi Massa, Rajawali Press, Jakarta,
Obsatar, Prayitno, Ian, (2018) Terorisme Kanan Indonesia, Elex Media
Komputindo, Jakarta
Pawito, (2008), Penelitian Komunikasi Kualitatif, LKIS, Yogyakarta
Rakhmat Kriyantono, (2006), Teknis Praktis Riset Komunikasi, kencana,
Jakarta,
20
Ramlan Surbakti, (1992) Memahami Ilmu Politik, Gramedia Widasarana
Indonesia, Yogyakarta,
Romika Junaidi, (2014), Terorisme di Media Baru Indonesia (Analisis
framing pemberitaan pemberitaan terorisme di portal berita
Republika.co.id dan Kompas.com tahun 2005-2013), Universitas Gadjah
Mada,
Stanley J Baran, (2008) Pengantar komunikasi Massa, Erlangga, Jakarta
Totok Djuroto, (2000) Manajemen Penerbitan Pers, Remaja Rosdakarya,
Bandung,
Wiryanto, (2004) Pengantar Ilmu Komunikasi, Grasindo, Jakarta
Yulia Widayani, (2012), Terorisme Dalam Media Massa (Analisis media
framing terhadap berita dan tajuk seputar aksi terorisme di Norwegia pada
harian umum Kompas, Republika, dan Jawa pos, periode Juli-Agustus
2011), Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,
Universitas Sebelas Maret,
Zakiyah, (2015), Agama Dalam Konstruksi Media Massa: Studi Terhadap
Framing Kompas dan Republika pada Berita Terorisme, Analisa Journal
of Social and Religion, Volume 22 No 01, Balai penelitian dan
Pengembangan Agama, Semarang
Recommended