View
220
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
Volume 3, Nomor 2, Tahun 2013 ISSN : 2086-9703
JURNAL KEPERAWATAN
• Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Breast Care Terhadap Perilaku Pencegahan Bendungan Asi Pada Ibu Nifas di Rumah Bersalin Kasih Murni Tanjungpinang
• Faktor –Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Mahasiswa S1 Tingkat IV Untuk Melanjutkan ke Profesi Ners Di Stikes Hang Tuah Tanjungpinang
• Pengaruh Kompres Panas Terhadap Penurunan Nyeri Kasus Low Back Pain pada Lansia Dirumah Bahagia Bintan Kelurahan Kawal
• Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Minat Membaca Mahasiswa Kesehatan Tanjungpinang Kepulauan Riau
• Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Pada Siswa Kelas I Dan Ii Sdn 04 Dan Sdn 010 Kelurahan Senggarang Tanjungpinang
• Pengaruh Buncis terhadap Penurunan Kadar Gula Darah pada Lansia Anggota Prolanis dengan Diabetes Mellitus Tipe II Di Puskesmas Batu X Tanjungpinang Tahun 2014
• Hubungan Tingkat Stres Mahasiswa Prodi SI Dengan Perilaku Prokratinasi Akademik Di Stikes Hang Tuah Tanjungpinang
Penerbit: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang Kepulauan Riau, Indonesia
JURNAL KEPERAWATAN STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG
VOLUME 3 NOMOR 2 TAHUN 2013
PENELITIAN HAL
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Breast Care Terhadap Perilaku Pencegahan Bendungan Asi Pada Ibu Nifas Di Rumah Bersalin Kasih Murni Tanjungpinang (Nur Meity Sulistia Ayu)
339 - 349
Faktor –Faktor Yang Berhubungan dengan Motivasi Mahasiswa S1 Tingkat IV Untuk Melanjutkan Keprofesi Ners Di Stikes Hang Tuah Tanjungpinang (Heri Priatna, Lili Sartika, Komala Sari)
350 - 361
Pengaruh Kompres Panas Terhadap Penurunan Nyeri Kasus Low Back Pain pada Lansia di Rumah Bahagia Bintan Kelurahan Kawal (Endang Abdullah, Lidia Wati, Komala Sari)
362 - 368
Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Minat Membaca Mahasiswa Kesehatan Tanjungpinang Kepulauan Riau (Soni Hendra Sitindaon, Meily Nirnasari, Umu Fadhilah, Ikha Rahardiantini)
369 - 377
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Pada Siswa Kelas I Dan II SDN 04 Dan SDN 010 Kelurahan Senggarang Tanjungpinang (Ernawati, Lili Sartika)
378 - 389
Pengaruh Buncis Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Lansia Anggota Prolanis Dengan Diabetes Mellitus Tipe II Di Puskesmas Batu X Tanjungpinang (Fitri Susilawati, Hotmaria Julia Dolok Saribu, Yunita)
390 - 399
Hubungan Tingkat Stres Mahasiswa Prodi SI Dengan Perilaku Prokratinasi Akademik Di Stikes Hang Tuah Tanjungpinang (Irma Yuni, Eka Yusdiana, Zainudin, Tiara Angraini)
400 - 407
JURNAL KEPERAWATAN STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG
Terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli
Penanggung Jawab :
Heri Priatna
Penasehat : Nur meity Sulistia Ayu
Penyunting :
Ketua : Ernawati
Sekretaris : Rian Yuliana
Bendahara : Ria Muazizah
Penyunting Pelaksana :
Wasis Pujiati Liza Wati
Yusnaini Siagian Hotmaria Julia Dolok Pasaribu
Linda Widiastuti
Pelaksana Tata Usaha: Siti Halimah
Cian Ibnu Sina Ummu Fadhilah
Distribusi dan Pemasaran :
Agus Bahtiar Ade Pardi Anas Fajri
Alamat Redaksi: STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
Jl. Baru Km.8 atas Tanjungpinang 29122 Kepulauan Riau - Telp / Fax. (0771) 8038388
PRAKATA
Jurnal Keperawatan STIKES Hang Tuah Tanjungpinang berfungsi untuk memfasilitasi
para penulis ilmiah keperawatan dan non keperawatan menghasilkan karya-karya terbaiknya
melalui penulisan karya ilmiah untuk menambah pengetahuan dan wawasan keperawatan.
Bertolak dari pandangan diatas maka Stikes Hang Tuah Tanjungpinang merasa perlu
memberikan wadah bagi para dosen/peneliti dalam bidang keperawatan baik dari Stikes Hang
Tuah Tanjungpinang maupun dari luar untuk turut menyebarluaskan hasil penelitiannya.
Diharapkan Jurnal Keperawatan yang diterbitkan oleh Stikes Hang Tuah ini mampu menambah
khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan dan menambah motivasi bagi para
dosen-dosen yang lain agar melakukan penelitian.
Pembaca yang budiman, semoga jurnal ini dapat menambah wawasan pengetahuan bagi
pembaca. Kami mohon maaf bila ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan jurnal. Oleh
karena itu tak lupa kami mohon saran dan kritik demi kelancaran penerbitan edisi jurnal
keperawatan berikutnya.
Tanjungpinang, Juli 2013
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
Drs.Heri Priatna, SStFT,SKM, MM
339
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG BREAST
CARE TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN BENDUNGAN ASI
PADA IBU NIFAS DI RUMAH BERSALIN KASIH MURNI
TANJUNGPINANG
Nur Meity Sulistia Ayu1
ABSTRAK Air susu ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah yang mengandung kebutuhan energi dan zat yang sangat baik bagi bayi. Kematian bayi baru lahir (usia di bawah 28 hari) di Indonesia dapat dicegah melalui pemberian ASI pada satu jam pertama setelah lahir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang breast care terhadap perilaku pencegahan bendungan ASI pada ibu nifas di Rumah Bersalin Kasih Murni tahun 2014. Jenis penelitian Quasi eksperimen dengan pre and post test without control dan sampel dengan teknik accidental sampling berjumlah 20 orang. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu perilaku pencegahan bendungan ASI sebelum diberikan pendidikan kesehatan didapatkan sebagian besar responden memiliki perilaku kurang sebanyak 16 orang (80%). Perilaku pencegahan bendungan ASI sesudah diberikan pendidikan kesehatan didapatkan sebagian besar responden memiliki perilaku baik sebanyak 12 orang (60%). Uji Wilcoxon menunjukkan bahwa ρ = 0,005 (ρ < α = 0,05) yang menyimpulkan pendidikan kesehatan tentang breast care berpengaruh terhadap perilaku pencegahan bendungan ASI pada ibu nifas. Penelitian ini merekomendasikan agar pendidikan kesehatan mengenai breast care menjadi intervensi mandiri perawat yang harus diberikan pada ibu nifas guna mencegah terjadinya bendungan ASI.
Kata kunci : Pendidikan kesehatan, Breast care, Perilaku ibu nifas, Pencegahan bendungan ASI
ABSTRACT Mother milk (ASI) is a natural nutrition which contain energy’s necessity and good substance for baby. Baby’s new born death (under age 28 days) in Indonesia can prohibit with ASI’s giving at the first hour after born. The purpose of this research is to knowing the effect of health education about breast care in behavior of ASI’s dam prevention for postpartum in Kasih Murni’s maternity home Tanjungpinang year 2014. The kind of this research is Quasy’s experiment with pre and post test without control and 20 postpartums which using accidental’s sampling technique. The hypotheses’s test has used is Wilcoxon’s test. The result of this research is behavior of ASI’s dam prevention before health education has given from most of respondent that had behavior less of 8 peoples (80%). The behavior of ASI’s dam prevention after gives health education get most of respondent that had good behavior about 6 peoples (60%). Wilcoxon test showed that ρ = 0.005 (ρ <α = 0.05), which concluded health education about breast care prevention dams affect the behavior of breastfeeding on postpartum mothers. This study recommends that health education about breast care nurses become independent intervention should be given to mothers to prevent post-partum breastfeeding dam. Key words : Health education, breast care, postpartum’s behavior, ASI’s dam
340
LATAR BELAKANG
Air susu ibu (ASI) merupakan
nutrisi alamiah yang mengandung
kebutuhan energi dan zat yang sangat
baik bagi bayi. ASI merupakan
makanan satu-satunya yang paling
sempurna untuk menjamin tumbuh
kembang bayi, menunjang
perkembangan kognitif, emosi, spiritual
yang baik, dan memperkuat ikatan batin
antara ibu dan anak. Pemberian ASI
selama enam bulan pertama tanpa
diberikan makanan pendamping apapun
disebut ASI ekslusif. Pemberian ASI
ekslusif serta proses menyusui yang
benar merupakan sarana yang dapat
diandalkan untuk membangun sumber
daya manusia yang berkualitas. Terkait
dengan hal ini, ada suatu hal yang
sangat disayangkan, yakni rendahnya
pemahaman ibu, keluarga dan
masyarakat mengenai pentingnya ASI
bagi bayi. Akibatnya program
pemberian ASI tidak berlangsung
secara optimal.
Organisasi kesehatan sedunia
World Health Organization (WHO)
menyatakan pemberian ASI ekslusif
hingga usia enam bulan bisa mencegah
kematian lebih dari 200 ribu bayi setiap
tahun. Data menunjukkan dari 10 anak
di dunia hanya 4 anak yang saat ini
memperoleh ASI ekslusif. Menurut
penelitian WHO menunjukkan banyak
perempuan putus asa dalam
memberikan ASI dan menggunakan
susu formula sebagai penggantinya.
Penelitian ini juga menunjukkan hanya
1 dari 5 negara di dunia yang benar-
benar menerapkan aturan pemberian
ASI ekslusif. WHO menyatakan jika
setiap negara mampu menerapkan
peraturan pemberian ASI selama enam
bulan pertama, maka akan dapat
menyelamatkan 220 nyawa bayi setiap
tahunnya.
Menurut Soetjiningsih dalam
Rosmha (2013), berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2006 dan 2007 lebih dari
95% ibu pernah menyusui bayinya,
tetapi ibu yang menyusui dalam satu
jam pertama cenderung menurun yaitu
hanya 8% pada tahun 2006 dan 3,7%
pada tahun 2007. Ditegaskan oleh dr.
Utami Roesli bahwa sekitar 21.000
kematian bayi baru lahir (usia di bawah
28 hari) di Indonesia dapat dicegah
melalui pemberian ASI pada satu jam
pertama setelah lahir. Riset kesehatan
dasar (Riskesdas) menunjukkan cakupan
ASI pada bayi di Indonesia hanya 42%.
Angka ini jelas berada di bawah target
WHO yang mewajibkan cakupan ASI
hingga 50%. Data Riskesdas pada tahun
2007 menunjukkan kenaikan yaitu 32%,
tetapi tetap saja cakupan ASI tahun ini
masih memprihatinkan. Kenaikan
341
cakupan ASI pertahun hanya berkisar
2% dan angka kelahiran di Indonesia
mencapai 4,7 juta jiwa pertahun, maka
bayi yang memperoleh ASI selama 6
bulan hingga 2 tahun tidak mencapai
dua juta jiwa.
Kesehatan dan kemauan ibu untuk
menyusui bayinya setelah persalinan
dapat mempengaruhi cakupan ASI
secara optimal. Ada sebagian ibu
mengalami masalah dalam proses
menyusui, sehingga menghambat proses
menyusui. Salah satu masalah dalam
proses menyusui yaitu terjadinya
pembengkakan payudara disertai rasa
nyeri dikarenakan saluran ASI yang
tersumbat. ASI tidak dikeluarkan dan
tidak disusui oleh bayi mengakibatkan
payudara mengalami bendungan ASI.
Setelah muncul masalah tersebut, ibu
tidak mengetahui jelas tentang kondisi
serta apa yang harus mereka lakukan.
Berdasarkan penelitian Ratna
Murniati tahun 2012, masalah bendungan
ASI di Indonesia paling banyak terjadi
pada ibu-ibu pekerja. Kesibukan
keluarga dan pekerjaan yang membuat
ibu tidak memberikan ASI pada
bayinya. ASI yang tersimpan penuh di
payudara akan mengakibatkan
bendungan. Data di salah satu
puskesmas daerah Semarang
menunjukkan dari 157 orang terdapat
45 orang (28,6%) kasus ibu menyusui
dengan bendungan ASI. Hal ini
disebabkan karena masih relatif
rendahnya kesadaran ibu untuk
memberikan ASI dan mencegah
terjadinya masalah dalam proses
menyusui.
Pada masa nifas dibutuhkan
upaya untuk mencegah masalah
bendungan ASI. Upaya yang perlu
diketahui yaitu dengan melakukan
perawatan payudara (breast care).
Melakukan perawatan payudara selain
berguna untuk mencegah masalah dalam
proses menyusui, juga berguna untuk
menjaga kesehatan dan keindahan
payudara ibu. Hasil penelitian Ratna
Murniati tahun 2012 menyatakan bahwa
ibu nifas melakukan praktik breast care
dengan tidak baik sebanyak 21
responden (65,6%). Ibu nifas yang
melakukan praktik breast care dengan
baik sebanyak 11 responden (34,4%).
Berdasarkan data dari Puskesmas
Batu X Tanjungpinang, jumlah ibu nifas
tahun 2013 di Kelurahan Pinang Kencana
yaitu 597 orang dan dari data tersebut,
termasuk di dalamnya 279 orang ibu nifas
terbanyak berasal dari RB (Rumah
Bersalin) Kasih Murni Tanjungpinang.
Studi pendahuluan yang dilakukan oleh
peneliti pada bulan Februari 2014, peneliti
melakukan wawancara terbuka pada ibu
yang bersalin di RB Kasih Murni
Tanjungpinang. Peneliti menggunakan 20
342
orang ibu nifas sebagai responden. Hasil
dari 20 orang responden, didapatkan 14
orang ibu yang menyusui mengalami
bendungan ASI dan tidak melakukan
pencegahan sebelumnya dengan perilaku
perawatan payudara (breast care).
Sebagian dari responden mengatakan
kurang mendapatkan informasi atau
pendidikan kesehatan tentang perawatan
payudara sesudah bersalin untuk
mencegah terjadinya bendungan ASI.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan
peneliti terhadap pihak RB Kasih Murni,
ada beberapa ibu nifas yang berkunjung
dengan keluhan nyeri payudara saat
menyusui.
Menurut Prawirohardjo (2007)
faktor penyebab masalah dalam proses
menyusui termasuk di dalamnya adalah
tingkat pendidikan dan kurangnya
informasi kesehatan tentang perawatan
payudara. Pemberian pendidikan
kesehatan ditujukan pada ibu nifas.
Informasi ini berguna untuk memotivasi
ibu melakukan perawatan payudara
sendiri setelah persalinan. Pendidikan
kesehatan yang diberikan yaitu tentang
teknik breast care yang baik, mencegah
terjadinya bendungan ASI, cara
menyusui yang benar, dan hal-hal lain
yang erat hubungannya dengan proses
menyusui. Berdasarkan uraian
permasalahan di atas, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai
“Pengaruh Pendidikan Kesehatan
tentang Breast Care terhadap Perilaku
Pencegahan Bendungan ASI pada Ibu
Nifas di RB Kasih Murni tahun 2014.
BAHAN DAN METODE
PENELITIAN
Desain penelitian adalah model
atau metode yang digunakan peneliti
untuk melakukan suatu penelitian yang
memberikan arah terhadap jalannya
penelitian. Desain penelitian ditetapkan
berdasarkan tujuan dan hipotesis
penelitian. Penelitian ini menggunakan
jenis penelitian Quasi eksperimen dengan
desain penelitian pre and post test without
control. Desain penelitian ini tidak
menggunakan kelompok kontrol, peneliti
hanya melakukan intervensi pada satu
kelompok saja. Efektifitas perlakuan
dinilai dengan cara membandingkan nilai
post test dengan pre test.
Populasi ibu nifas tahun 2013 di
RB Kasih Murni berjumlah 279 orang.
Teknik sampling yang digunakan pada
penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik accidental sampling
yaitu dengan sampel pada penelitian ini
berjumlah 20 orang responden ibu nifas.
Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan
pada Oktober 2013 s/d April 2014.
Pada setiap responden diberikan
intervensi berupa pendidikan kesehatan
melalui ceramah, leaflet dan alat peraga.
343
Alat yang digunakan dalam pengumpulan
data adalah kuesioner yang memuat 11
pertanyaan terstruktur untuk menilai
perilaku ibu nifas. Penilaian kuesioner
dengan jawaban yang benar diberi nilai 1
(satu) dan jawaban yang salah diberi nilai
0 (nol). Kuesioner memuat pertanyaan
yang berisikan tentang perilaku ibu dalam
melakukan perawatan payudara dan
melakukan pengosongan payudara
dengan benar.
Peneliti melakukan uji validitas
dengan 20 pertanyaan yang diberikan
kepada 20 responden ibu nifas di wilayah
Kelurahan Pinang Kencana dan diperoleh
11 pertanyaan yang valid. Jadi jumlah
pertanyaan yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah 11 pertanyaan
dengan nilai r hitung ˃ r tabel 0,361. Uji
reliabilitas dilakukan dengan uji Alpha
Cronbach. Instrumen disebut reliable
apabila didapatkan nilai alfa (α) ˃ 0,60
(Dempsey, 2002). Peneliti melakukan uji
reliabilitas kuesioner dan hasil nilai α
(0,733).
Peneliti menggunakan pemberian
kode pada data untuk memudahkan
pengelompokan dan klasifikasi. Hasil
jawaban dengan menggunakan kode yaitu
kode 3 masuk dalam kategori perilaku
baik (≥75%), kode 2 yaitu kategori cukup
(50 – 75%), dan kode 1 yaitu kategori
kurang (≤50%).
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Analisis Univariat
Setelah data diolah dan dilakukan
analisa univariat untuk mengetahui
distribusi perilaku pencegahan bendungan
ASI dengan pemberian pendidikan
kesehatan tentang breast care pada ibu
nifas, dapat dilihat seperti pada tabel 1
berikut ini :
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden dengan Perilaku
Pencegahan Bendungan ASI Sebelum dan Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan di RB Kasih Murni
Tanjungpinang Tahun 2014
Berdasarkan Tabel 1 distribusi
frekuensi perilaku pencegahan bendungan
ASI sebelum diberikan pendidikan
kesehatan menunjukkan bahwa sebagian
besar responden memiliki perilaku kurang
sebanyak 16 orang (80%), sedangkan
perilaku pencegahan bendungan ASI
sesudah diberikan pendidikan kesehatan
No
Perilaku
Pencegahan
Bendungan
ASI
Pre test Post test
F % F %
1 Kurang 16 80 2 10
2 Cukup 4 20 6 30
3 Baik 0 0 12 60
Jumlah 10 100 10 100
344
didapatkan sebagian besar responden
memiliki perilaku baik yaitu 12 orang
(60%).
B. Hasil Analisis Bivariat
Analisa bivariat untuk menunjukkan
adanya pengaruh pendidikan kesehatan
tentang breast care (variabel independen)
terhadap perilaku pencegahan bendungan
ASI pada ibu nifas (variabel dependen).
Pada analisis ini dilakukan uji kenormalan
data dengan melihat hasil test of normality
Shapiro-wilk diperoleh hasil nilai
kemaknaan untuk kedua kelompok data pre
test 0,000 dan post test 0,002 maka data
tidak berdistribusi normal (ρ < 0,05).
Analisis pengaruh pendidikan kesehatan
tentang breast care terhadap perilaku
pencegahan bendungan ASI dapat dilihat
pada tabel 2 berikut ini :
Berdasarkan Tabel 2 analisis
pengaruh pendidikan kesehatan tentang
breast care terhadap perilaku pencegahan
bendungan ASI menunjukkan bahwa
sebelum diberikan pendidikan kesehatan
sebagian besar responden memiliki
perilaku kurang sebanyak 16 orang
(80%), sedangkan sesudah diberikan
pendidikan kesehatan didapatkan
sebagian besar responden memiliki
perilaku baik yaitu 12 orang (60%). Hasil
statistik yang telah dilakukan dengan
menggunakan uji Wilcoxon dan diperoleh
nilai kemaknaan dengan nilai ρ = 0,005.
Tabel 2 Analisis Pengaruh Sebelum dan Sesudah Pendidikan
Kesehatan tentang Breast Care terhadap Perilaku Pencegahan Bendungan ASI pada Ibu Nifas di RB
Kasih Murni Tanjungpinang Tahun 2014
Pendidikan
Kesehatan
Perilaku Pencegahan
Bendungan ASI Jumlah
Kurang Cukup Baik
F F %
Pre test 1
6
8
0 4 20 0 0 10
1
00
Post test 2 1
0 6 30
1
2
6
0 10
1
00
Statistik
( ρv ) 0,005
PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat
Berdasarkan hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa 80% perilaku pada
ibu nifas untuk melakukan pencegahan
bendungan ASI termasuk dalam kategori
kurang.
Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku
manusia adalah semua kegiatan atau
aktivitas yang dapat diamati langsung
maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar. Aktivitas manusia yang timbul
juga dapat dipengaruhi adanya stimulus
atau rangsangan, baik dalam dirinya
sendiri (internal) maupun dari luar
individu (eksternal).
345
Menurut peneliti, perilaku pencegahan
bendungan ASI yang dilakukan oleh ibu
nifas tersebut dapat dibentuk ke arah yang
lebih baik dengan cara pemberian
pendidikan kesehatan. Berdasarkan teori
yang telah dijelaskan di atas bahwa
stimulus untuk mengubah perilaku
manusia menjadi perilaku yang baik juga
dapat dirangsang oleh faktor eksternal.
Pemberian pendidikan kesehatan adalah
termasuk salah satu cara stimulus yang
berasal dari luar individu. Kesimpulan
dalam penelitian ini bahwa perubahan
perilaku yang dilakukan oleh ibu nifas ke
arah yang lebih baik masih dapat
dipengaruhi dengan cara memberikan
informasi kesehatan.
Berdasarkan hasil dari penelitian
menunjukkan 60% perilaku pencegahan
bendungan ASI yang dilakukan oleh ibu
nifas termasuk dalam kategori baik. Pada
tahap evaluasi, peneliti juga melakukan
wawancara kepada responden bahwa
perubahan perilaku yang terjadi pada ibu
nifas ini karena adanya penambahan
informasi kesehatan yang lebih baik.
Hasil penelitian ini didukung oleh
teori Green dalam Noorkasiani (2009),
bahwa bentuk perubahan perilaku
dipengaruhi oleh salah satu faktor
pendukung yaitu pendidikan kesehatan.
Pemberian informasi kesehatan yang baik
akan menghasilkan perubahan perilaku
yang positif dari diri seseorang.
Perubahan perilaku juga dapat
dipengaruhi oleh salah satu faktor lain
yaitu sikap ibu yang telah menyadari akan
pentingnya melakukan perilaku
pencegahan sejak dini untuk menghindari
dari masalah-masalah kesehatan yang ada
selama proses menyusui. Ibu yang telah
mendapatkan pendidikan kesehatan yang
baik, akan merespon dirinya sendiri untuk
menerapkan perilaku kesehatan ke arah
yang lebih baik lagi.
Menurut Nursalam (2008),
pendidikan kesehatan adalah suatu proses
yang direncanakan dengan sadar untuk
menciptakan peluang bagi individu-
individu untuk senantiasa belajar. Hal ini
menjadikan suatu proses perkembangan
atau perubahan ke arah yang lebih tahu
dan lebih baik. Pemberian pendidikan
kesehatan juga bertujuan untuk
membangun kesadaran individu untuk
senantiasa berperilaku hidup sehat. Pada
hakikatnya pendidikan kesehatan adalah
sebagai salah satu bentuk pemecahan
masalah kesehatan, meningkatkan
kemampuan atau perilaku individu untuk
mencapai kesehatan optimal, dan
pendidikan kesehatan merupakan peran
yang harus dilaksanakan dalam setiap
pemberian asuhan kepada individu atau
masyarakat.
Metode pemberian pendidikan
kesehatan yang diberikan secara
perorangan sangat efektif dalam
346
perubahan perilaku, responden
memperhatikan penuh saat diberikan
informasi kesehatan. Pendidikan
diberikan dengan cara bimbingan dan
responden bersifat kooperatif.
Penggunaan media pendidikan kesehatan
yaitu leaflet dapat berpengaruh pada ibu
nifas, leaflet dapat mereka gunakan
sebagai pengingat pesan dan panduan
untuk mempraktekkan perilaku yang
sehat dari informasi kesehatan yang telah
diperoleh.
Hasil penelitian di atas jelas
menunjukkan bahwa setelah ibu nifas
mendapatkan pendidikan kesehatan
tentang breast care, maka sudah
berpengaruh terhadap perubahan perilaku
ibu yang lebih baik dalam pencegahan
bendungan ASI.
B. Analisis Bivariat
Hasil penelitian menunjukkan sesudah
diberikan pendidikan kesehatan, perilaku
ibu nifas dalam pencegahan bendungan
ASI mengalami perubahan ke arah yang
lebih baik. Perubahan perilaku ibu nifas
dapat dilihat dari hasil kategori perilaku
kurang sebanyak 80% sebelum
mendapatkan informasi kesehatan.
Setelah mendapatkan informasi
kesehatan, perilaku ibu nifas dalam
kategori baik yaitu sebanyak 60% dan
kategori kurang yaitu 10%.
Berdasarkan hasil analisis uji Wilcoxon
dengan menggunakan perangkat lunak
SPSS dilihat hasil ρ = 0,005 yang mana ρ
< 0,05 dinyatakan Ho ditolak, maka ada
pengaruh pendidikan kesehatan tentang
breast care terhadap perilaku pencegahan
bendungan ASI pada ibu nifas. Hal ini
sejalan dengan teori yang dikemukakan
menurut Green dalam Noorkasiani (2009)
bahwa bentuk perilaku individu dapat
dipengaruhi oleh faktor pendukung
(enabling factors) yaitu dengan
pemberian pendidikan kesehatan.
Bentuk perubahan perilaku menurut
WHO dalam Notoatmodjo (2007)
meliputi ketersediaan individu untuk
berubah (readiness to change) yaitu setiap
individu atas kesadaran dirinya sendiri
bersedia untuk berubah atau berperilaku
yang lebih baik dari sebelumnya setelah
mendapatkan informasi yang
berhubungan dengan kesehatan dirinya.
Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah
perilaku atau usaha-usaha seseorang
untuk memelihara atau menjaga
kesehatan dirinya agar tidak sakit, oleh
sebab itu diperlukannya upaya perilaku
pencegahan penyakit (preventive) yang
penting dilakukan oleh setiap individu.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian Ratna Murniati (2012) bahwa
adanya hubungan pengetahuan ibu nifas
tentang bendungan ASI dengan
melakukan praktik pencegahan
347
bendungan ASI atau melakukan perilaku
breast care. Kesimpulannya bahwa hasil
penelitian ini didukung juga oleh
penelitian Ratna Murniati yaitu
perubahan perilaku seseorang ke arah
yang positif juga dipengaruhi oleh
pengetahuan ibu nifas.
Pada penelitian saat ini, peneliti
melakukan pemberian pendidikan
kesehatan tentang pentingnya perilaku
breast care yang juga dapat menambah
pengetahuan ibu nifas, sehingga
menimbulkan kesadaran pada ibu nifas
untuk melakukan perilaku breast care
dengan baik dan ibu lebih termotivasi
dalam melakukan perilaku hidup sehat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Perilaku pencegahan bendungan ASI
sebelum diberikan pendidikan kesehatan
didapatkan sebagian besar responden
memiliki perilaku kurang sebanyak 8
orang (80%).
Perilaku pencegahan bendungan ASI
sesudah diberikan pendidikan kesehatan
didapatkan sebagian besar responden
memiliki perilaku baik sebanyak 6 orang
(60%).
Ada pengaruh pendidikan kesehatan
tentang breast care terhadap perilaku
pencegahan bendungan ASI pada ibu
nifas.
Hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai pembelajaran dalam
pengembangan ilmu keperawatan,
khususnya di keperawatan maternitas.
Diharapkan bagi mahasiswa/i dengan
adanya hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai referensi dan acuan
pembelajaran dalam membuat tugas
perkuliahan tentang pendidikan kesehatan
dan perilaku pencegahan bendungan ASI
pada ibu nifas.
Diharapkan bagi bidan atau perawat
dapat mensosialisasikan pemberian
informasi atau penyuluhan kesehatan
pada ibu nifas dan hasil penelitian ini
dapat dijadikan masukan serta menambah
pengetahuan di RB Kasih Murni
Tanjungpinang tentang masalah
kesehatan khususnya tentang perilaku
pencegahan bendungan ASI.
Pada ibu setelah bersalin diharapkan
mampu melakukan breast care secara
mandiri dan melakukannya dengan rutin
minimal satu kali sehari. Peran keluarga
juga sangat penting dalam memberikan
dukungan dan motivasi pada ibu untuk
selalu menjaga keadaan payudara tetap
bersih dan sehat selama pross menyusui.
Perilaku breast care yang baik akan
mencegah terjadinya bendungan ASI,
membuat kondisi payudara yang sehat
dan memperlancar produksi ASI yang
baik sehingga terpenuhinya asupan ASI
bagi bayi.
348
Dengan adanya hasil penelitian ini,
diharapkan kepada peneliti selanjutnya
untuk dapat melakukan penelitian yang
lebih mendalam lagi atau dengan
melakukan penelitian metode eksperimen
murni menggunakan variabel bebas
lainnya yang dapat berpengaruh dalam
mencegah atau mengatasi terjadinya
bendungan ASI pada ibu nifas dalam
proses menyusui.
KEPUSTAKAAN
Arifin, zaenal. (2008). Dasar-Dasar
Penelitian Karya Ilmiah.
Jakarta: GRASINDO
Dahlan, Muhamad Sopiyudin. (2009).
Statistik untuk Kedokteran dan
Kesehatan: Edisi 4. Jakarta:
Salemba Medika
Danuatmaja, Bonny. (2003). 40 Hari
Pasca- Persalinan. Jakarta: Puspa
Swara.
Dempsey, Patricia Ann. (2002). Riset
Keperawatan: Buku Ajar dan
Latihan Edisi 4. Jakarta: EGC
Dharma, Kelana Kusuma (2011).
Metodologi Penelitian
Keperawatan (Panduan
Melaksanakan dan Menerapkan
Hasil Penelitian). Jakarta: CV.
Trans Info Media.
Machfoeds, Ircham. (2007). Pendidikan
Kesehatan bagian dari Promosi
Kesehatan.Yogyakarta:Fitramaya
Mochtar. (2010). Sinopsis Obstetri,
Fisiologi, Patologi. Jakarta:
EGC.
Murniati, Ratna. (2012). Hubungan
Pengetahuan Ibu Nifas tentang
Bendungan ASI dengan Praktik
Pencegahan Bendungan ASI
(Breast Care). Semarang:
UNIMUS.
Noorkasiani. (2009). Sosiologi
Keperawatan. Jakarta: EGC
Notoatmodjo. (2005). Promosi Kesehatan
Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Rineka Cipta.
. (2007). Promosi Kesehatan
dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nursalam. (2008). Pendidikan dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
349
. (2013). Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: Salemba Medika.
Prawirohardjo. (2009). Buku Acuan
nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta:
PT Bina Pustaka.
Rosmha. (2013). Cakupan ASI 42 Persen,
Ibu Menyusui Butuh
Dukungan.
http://health.kompas.com/read/20
13/ 12/21/0917496. Diakses: 25
Januari 2014.
Saleha, Sitti. (2009). Asuhan Kebidanan
Pada Masa Nifas. Jakarta:
Salemba Medika.
Suherni, Hesty & Anita. (2009).
Perawatan Masa Nifas.
Yogyakarta: Fitramaya.
Sulistyawati, Ari. (2009). Buku Ajar
Asuhan kebidanan Pada Ibu
Nifas. Yogyakarta: CV. ANDI.
Swarjana, I Ketut. (2012). Metodologi
Penelitian Kesehatan Edisi 1.
Yogyakarta: CV. ANDI
Wasis. (2008). Pedoman Riset Praktis
untuk Profesi Ners. Jakarta:
EGC.
Wati, Lidia. (2014). Panduan Penyusunan
Metodologi Riset keperawatan.
Tanjungpinang: STIKES Hang
Tuah.
Wulanda, Febri. (2011). Biologi
Reproduksi. Jakarta: Salemba
Medika.
Wulandari, Eni. (2012). Tingkat
Pengetahuan Ibu Nifas tentang
Bendungan ASI. Surakarta:
STIKES Kusuma Husada.
1 Nur Meity Sulistia Ayu, S. Kep, Ns, M.
Kep, CWT : Dosen STIKES Hang
Tuah Tanjungpinang.
350
FAKTOR –FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI
MAHASISWA S1 TINGKAT IV UNTUK MELANJUTKAN KEPROFESI
NERS DI STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG
Heri Priatna ¹, Lili Sartika ², Komala Sari ³
ABSTRAK Profesi keperawatan di Indonesia mengalami perkembangan yang demikian pesat. Perkembangan ini memberi dampak berupa perubahan sifat pelayanan keperawatan dari pelayanan vokasional menjadi professional yang berpijak pada penguasaan iptek keperawatan termasuk dalam pelayanan keperawatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi Faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi mahasiswa S1 tingkat IV untuk melanjutkan ke Profesi Ners di STIKES Hang Tuah Tanjungpinang tahun 2014. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif analitik, dengan pendekatan atau desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa S1 tingkat IV keperawatan STIKES Hang Tuah Tanjungpinang yang berjumlah 32 orang. Penelitian dilakukan pada bulan September – November 2014. Hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan antara cita-cita dan motivasi mahasiswa S1 tingkat IV dengan nilai p value = 0,011 dan ada hubungan antara kemampuan peserta didik dengan motivasi mahasiswa S1 tingkat IV dengan nilai p value = 0,031.
Kata kunci : Motivasi, Mahasiswa, Profesi Ners
ABSTRACT Nursing profession in Indonesia has developed so rapidly. This development impacts of the changing nature of nursing services of a professional vocational services rests on the mastery of science in nursing, including nursing services. It is a challenge for the nursing profession in developing professionalism at the same time must provide a quality service. This study aims to determine and identify the Factors Associate With Student Motivation Level IV S1 for profession Nursing Continuing To In STIKES Hang Tuah Tanjungpinang. This research uses descriptive analytic study design, the approach or cross-sectional design. The population in this study were all students of nursing level IV S1 Hang Tuah STIKES Tanjungpinang totaling 32 people. The research was conducted in September – November 2014 using the research instrument in the form of a questionnaire with 32 statements and analyzes the result of this study conducted univariate and bivariate. Based on the results showed that tthere is a relationship between the ideals and motivations of student S1 level IV with a velue of p value = 0,011, there is no relationship between the ability of learnes with student motivation S1 level IV with a value of p value = 0,031. Key words : Motivation, Students, Nurses Profession PENDAHULUAN
Dalam mengembangkan
profesionalisme keperawatan, langkah awal
yang perlu ditempuh adalah dengan
melakukan penataan pendidikan
keperawatan dan memberikan kesempatan
kepada perawat untuk melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi.
Pengembangan sistem pendidikan tinggi
keperawatan sangat penting dan berperan
dalam pengembangan pelayanan
keperawatan professional, pengembangan
teknologi keperawatan, pembinaan
kehidupan keprofesian, dan pendidikan
keperawatan berkelanjutan yang dicapai
melalui lulusan dengan kemampuan
professional. Pada saat ini berbagai upaya
untuk lebih mengembangkan pendidikan
351
keperawatan professional. Lulusan S1
Keperawatan diharapkan dapat melanjutkan
kejenjang Profesi Ners keperawatan.
Dalam hal ini dibutuhkan suatu penataan
yang mendasar dari S1 Keperawatan
kepeningkatan status Program Profesi Ners
Keperawatan dengan lebih menekankan
pada upaya meningkatkan kualitas lulusan.
Pendidikan keperawatan sebagai sarana
mencapai profesionalisme keperawatan
harus terus dipacu. Kepedulian terhadap
pengelolaan pendidikan tinggi mempunyai
alasan yang cukup mendasar karena
keberhasilan pengembangan keperawatan
di Indonesia di masa mendatang sangat
bergantung pada penataan dan
pengembangan pendidikan tinggi
keperawatan (Nursalam, 2008).
Hal ini merupakan tantangan bagi
profesi keparawatan dalam
mengembangkan profesionlisme yang
sejalan dengan pelayanan yang berkualitas.
Profesi keperawatan di Indonesia masih
jauh jika dibandingkan dengan Negara
barat, dimana baru Sembilan tahun terakhir
ini di Indonesia baru menghasilkan Sarjana
Keperawatan yang professional ( Putri, HT
& Fanani, A. 2010).
Selama proses untuk dapat
meningkatkan pendidikan keperawatan
salah satu yang diperlukan adalah adanya
motivasi. Menurut Suciati dan Prasetya
(2001) dalam Nursalam (2008), adapun
beberapa unsur yang mempengaruhi
motivasi belajar diantaranya adalah cita-
cita/aspirasi, kemampuan peserta didik,
kondisi peserta didik, kondisi lingkungan
belajar, unsur-unsur dinamis dalam
pembelajaran, serta upaya pengajar dalam
membelajarkan peserta didik.
Kenyataan di Indonesia, sebagian besar
tingkat pendidikan keperawatan masih
rendah. Diakui oleh DIRJEN Bina Upaya
Kesehatan (BUK) bahwa, sebagian besar
atau 80 persen perawat yang bekerja di
rumah sakit vertikal, berpendidikan
Diploma III (D3), Diploma IV 0,5 persen,
Sarjana Strata Satu Keperawatan 1 persen,
Ners 11 persen, dan Sarjana Strata Dua 0,4
persen. Sedangkan perawat yang
berpendidikan Sekolah Perawat Kesehatan
(SPK) sebanyak 7 persen (DEPKES, 2011).
Dari data pendahuluan yang didapat
pada bagian kemahasiswaan STIKES Hang
Tuah Tanjungpinang diketahui untuk
lulusan tahun 2012-2013 dengan jumlah 66
lulusan, hanya 14 (21,21%) lulusan yang
melanjutkan ke Ners. lulusan 2013-2014
hanya 31 orang (67,39 %) dari 46
mahasiswa yang melanjutkan langsung ke
Ners.
Dari data tersebut memang terlihat
adanya peningkatan jumlah mahasiswa
yang melanjutkan ketingkat Ners
keperawatan, namun masih terdapat juga
mahasiswa yang tidak tertarik untuk
melanjutkan ke Ners Keperawatan di
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang.
352
Sedangkan diharapkan pada akhir tahun
2015, mayoritas pendidikan perawat yang
ada di rumah sakit sudah memenuhi kriteria
minimal sebagai perawat profesional
(S1/Ners) (Nursalam, 2007).
Dengan fenomena di atas, peneliti
tertarik untuk meneliti tentang faktor –
faktor yang berhubungan dengan motivasi
mahasiswa S1 tingkat IV untuk
melanjutkan Profesi Ners keperawatan di
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang tahun
2014.
BAHAN DAN METODA
PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian Non-
Eksperimen karena tidak ada intervensi dari
peneliti dan menggunakan desain penelitian
deskriptif analitik. Pendekatan yang
digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini
adalah Cross Sectional, dimana dalam
penelitian ini menekankan waktu
pengukuran / observasi data variable
independen dan dependen hanya satu kali
pada satu saat dan dinilai secara simultan
pada satu saat, jadi tidak ada tindak lanjut
(Nursalam,2008).
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
september-November tahun 2014 di
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang.
Pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah sampling jenuh. Sampling jenuh
adalah teknik penentuan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel
(Setiadi, 2007). Berarti dalam penelitian ini
sampel yang diambil adalah semua
mahasiswa S1 tingkat IV Stikes Hang Tuah
Tanjungpinang Tahun 2014 yang berjumlah
32 orang.
Di STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
terdapat 2 jenjang pendidikan yaitu D3
keperawatan dan S1 keperawatan. Untuk
D3 keperawatan dengan masa pendidikan
akademik selama 3 tahun, dengan jumlah 6
kelas, untuk tingkat 1, 2 kelas, tingkat 2 : 2
kelas, dan tingkat 3 : 2 kelas. Sedangkan
untuk S1 keperawatan masa pendidikan
akademiknya lebih lama yaitu selama 4
tahun, dan ditambah 1 tahun profesi (Ners).
Jumlah kelas sebanyak 5 kelas, untuk
tingkat 1, 2, dan 3 hanya 1 kelas, dan tingkat
4 sebanyak 2 kelas. Dari sekian banyak
jumlah kelas dan mahasiswa hanya
mahasiswa/i S1 keperawatan tingkat IV
yang menjadi responden dalam penelitian
ini dan keseluruhannya memenuhi criteria
inklusi.
Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan metoda observasi partisipasif
berupa metoda kuesioner yaitu
pengumpulan data dengan cara
memberikan daftar pertanyaan / pernyataan
tertulis dengan beberapa pilihan jawaban
kepada responden. Jenis kuesioner adalah
kuesioner tertutup dan langsung, dimana
responden diminta memilih jawaban yang
sesuai dengan keadaan dirinya sendiri.
353
Dalam penelitian ini untuk variable
independen digunakan skala likert yang
telah dimodifikasi, yaitu menghilangkan
pilihan ragu-ragu sehingga subjek akan
memilih jawaban yang pasti kearah yang
sesuai atau tidak sesuai dengan dirinya.
Kuesioner terdiri dari 3 item tentang cita-
cita dan Aspirasi, kemampuan peserta didik
dan motivasi. Kemudia ke tiga indikator
tersebut dijabarkan kedalam 32 pernyataan.
Pengisian kuesioner oleh responden
dilakukan dengan tekhnik check-list .
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
Merupakan analisa yang dilakukan pada
tiap variable dalam hasil penelitian. Pada
umumnya analisa ini hanya menghasilkan
distribusi dan presentasi tiap variable yang
disajikan dalam bentuk tabel sebagai
berikut :
1. Karakteristik responden
berdasarkan usia.
Tabel 1. Distribusi kelompok berdasarkan umur
responden
mur Frekuensi %
19 - 21 26 81,25 %
22 - 24 5 15,62 %
25 - 30 1 3,13%
Jumlah 32 100 %
Tabel 1 menunjukkan bahwa
sebagian besar usia responden yang
berusia 19-21 tahun sebanyak 26
responden (81,25%), 5 orang berusia
antara 22-24 tahun (15,62%), dan I orang
responden berusia 25-30 tahun (3,13%).
2. Karakteristik responden berdasarkan
jenis kelamin.
Tabel 2. Distribusi kelompok berdasarkan
jenis kelamin
Umur Frekuensi %
Laki-laki 7 21,86 %
perempuan 25 78,14 %
Jumlah 32 100 %
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian
besar responden adalah perempuan
sebanyak 25 orang (78,14%) dan laki-laki
sebanyak 5 orang (21,86%).
3. Distribusi frekuensi responden
berdasarkan cita-cita, IPK dan
motivasi.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi responden
Berdasarkan Cita-cita, IPK dan Motivasi
Cita-cita Frekuensi %
Ada 12 37,5%
Tidak Ada 20 62,5%
354
IPK
Tinggi 19 59,4%
Rendah 13 40,6%
Motivasi
Tinggi
Rendah
16
16
50%
50%
Berdasarkan tebel3 diatas diketahui
bahwa sebagian besar responden tidak
memiliki cita-cita sebanyak 20 orang
(62,5%) dan hanya sebanyak 12 orang
(37,5%) yang memiliki cita-cita, sedangkan
responden yang memiliki nilai IPK yang
tinggi sebanyak 19 orang (59,4%) dari 32
orang dengan sebagian besar responden
yaitu 16 orang (50%) dari 32 orang
memiliki motivasi yang tinggi.
B. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk
mengetahui hubungan dan besarnya nilai
odds ratio antara faktor-faktor risiko
(variable independen) dengan motivasi
(variable dependen), dengan tingkat
kemaknaan 95%. Ada atau tidaknya
hubungan antara factor independent dengan
motivasi ditunjukkan dengan nilai p < 0,05.
1. Hubungan Cita-cita dan Aspirasi
dengan Motivasi Mahasiswa S1 tingkat
IV untuk melanjutkan ke Profesi Ners di
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
tahun 2014.
Berdasarkan hasil penelitian dijumpai
bahwa responden yang tidak ada cita-cita
sebanyak 14 responden ( 43,8%) memiliki
motivasi yang rendah, responden yang ada
cita-cita sebanyak 2 responden (6,2%)
memiliki motivasi yang rendah dan
responden yang tidak ada cita-cita
sebanyak 6 responden (18,8%) memiliki
motivasi yang tinggi, responden yang ada
cita-cita sebanyak 10 responden (31,2%)
memiliki motovasi yang tinggi. Oleh karena
nilai р<0,05 (0,011<0,05) maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara
cita-cita dan aspirasi dengan motivasi
Mahasiswa S1 tingkat IV untuk
melanjutkan ke Profesi Ners di STIKES
Hang Tuah Tanjungpinang Tahun 2014.
Tabel 4. Hubungan Cita-cita dan Aspirasi dengan Motivasi Mahasiswa S1 tingkat IV untuk melanjutkan ke
Profesi Ners di STIKES HangTuah Tanjungpinang tahun 2014
Cita-cita
dan
Aspirasi
Motivasi
Mahasiswa S1
tingkat IV
untuk
melanjutkan
Jumlah
355
2. Hubungan Kemampuan Peserta Didik
dengan motivasi Mahasiswa S1 tingkat
IV untuk melanjutkan ke Profesi Ners di
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
Tahun 2014
Berdasarkan hasil penelitian
dijumpai bahwa responden yang
memiliki kemampuan peserta didik
(IPK) yang rendah sebanyak 10
responden ( 31,2%) memiliki
motivasi yang rendah, responden
yang memiliki kemampuan peserta
didik (IPK) yang tinggi sebanyak 6
responden ( 18,8%) memiliki
motivasi yang rendah dan responden
yang memiliki kemampuan peserta
didik (IPK) yang rendah sebanyak 3
responden ( 9,4%) memiliki motivasi yang
tinggi, responden yang memiliki
kemampuan peserta didik (IPK) yang tinggi
sebanyak 13 responden ( 40,6%) memiliki
motivasi yang tinggi.
Tabel 5. Hubungan Kemampuan Peserta Didik dengan motivasi Mahasiswa S1 tingkat IV untuk melanjutkan ke
Profesi Ners di STIKES Hang Tuah Tanjungpinang Tahun 2014.
Kemam
puan
Peserta
Didik
(IPK)
Motivasi
Mahasiswa S1
tingkat IV
untuk
melanjutkan ke
Profesi Ners
Jumla
h
X2
P Value
Renda
h
Tinggi
F
% F % F %
ke Profesi
Ners
X2 P
Valu
e Rend
ah
Tingg
i
F
%
F % F %
Tidak
Ada
1
4
43,
8%
6 18,
8%
2
0
100
%
6,53
3
0,011
Ada 2 6,2
%
1
0
31,
2%
1
2
100
%
Jumla
h
1
6
50
%
1
6
50
%
3
2
100
%
356
Rendah 1
0
31,
2%
3 9,4
%
1
3
10
0%
4,6
64
0,031
Tinggi 6 18,
8%
1
3
40,
6%
1
9
10
0%
Jumlah 1
6
50
%
1
6
50
%
3
2
10
0
%
Berdasarkan perhitungan pada table
diatas diperoleh hasil pengolahan data
dengan menggunakan uji chi-square
diperoleh nilai X2 = 4,644 dan р value =
0,031. Oleh karena nilai р<0,05
(0,031<0,05) maka dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan kemampuan peserta
didik dengan motivasi Mahasiswa S1
tingkat IV untuk melanjutkan ke Profesi
Ners di STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
Tahun 2014.
PEMBAHASAN
1. Distribusi frekuensi responden
berdasarkan cita-cita dan aspirasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden memiliki cita-cita
dengan jumlah 12 orang dari 32 orang.
Banyaknya jumlah responden yang
memiliki cita dikaitkan dengan umur
responden yang sebagian besar berumur 19-
21 tahun. Dimana rentang usia tersebut
masuk dalam rentang usia remaja yang
produktif dan masih memiliki motivasi
yang tinggi.
Masa remaja adalah suatu stadium dalam
siklus perkembangan anak. Rentang usia
remaja berada dalam usia 12 sampai 21
tahun, dimana pada masa remaja ini,
merupakan masa pencarian dan
penjelajahan jati diri seseorang, termasuk
dalam menentukan masa depan melalui
pendidikannya (Djamarah, 2008),
Remaja dan kehidupan pendidikan
merupakan masa yang paling indah dalam
realitas sosial. Dan bagi remaja mereka
merasa sangat beruntung dengan kehidupan
mereka yang masih dapat melanjutkan
kejenjang yang lebih tinggi, untuk
mencapai cita-cita mereka. Adanya cita-cita
inilah yang menjadi faktor pendorong yang
menambah semangat serta memperkuat
motivasi seseorang, karena dengan
terwujudnya cita-cita yang diharapkan
maka akan terwujud pula aktualisasi diri
seseorang (Nursalam, 2008).
357
2. Distribusi frekuensi responden
berdasarkan kemampuan peserta
didik
Pada penelitian ini
kemampuan peserta didik responden dilihat
dari nilai IPK. Sebagian besar responden
memiliki IPK yang tinggi dengan jumlah 19
orang (59,4%) dari 32 orang. Hal ini juga
dikaitkan dengan umur responden yang
masih dalam tahap remaja, dimana dalam
usia remaja ini saat-saat penentuan masa
depan. Dan potensi yang dimiliki juga
banyak, termasuk dalam intelektual atau
intelegensi, serta kemampuan psikomotor
yang juga dapat memperkuat motivasi
dalam belajar untuk mencapai IPK yang
tinggi (Nursalam, 2008).
Selain itu menurut Djamarah (2008),
kuat lemahnya motivasi belajar seseorang
turut mempengaruhi keberhasilan belajar
terutama prestasi/nilai yang didapat. Karena
itu motivasi belajar perlu diusahakan,
terutama yang berasal dari dalam diri
seperti cita-cita, karena akan meningkatkan
prestasi belajar seseorang.
3. Distribusi frekuensi responden
berdasarkan motivasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dari 32 responden didapatkan data sebagian
besar responden memiliki motivasi yang
tinggi yaitu sebanyak 16 orang (50%).
Dalam kehidupan masyarakat usia masih
dijadikan tolak ukur dalam menentukan
tingkat motivasi yang dimilliki untuk terus
belajar dan mengembangkan diri karena
ditunjang pertumbuhan fungsi tubuh
optimal serta kematangan emosional,
intelektual dan sosial. Hal ini juga
dikaitkan dengan usia responden, dimana
sebagian besar responden masih dalam
tahap remaja yaitu 19-21 tahun.
Maulana (2003) bagi orang yang sudah
tua cenderung memiliki motivasi yang
rendah untuk belajar dan mengembangkan
diri.
4. Hubungan cita-cita dan aspirasi
dengan motivasi mahasiswa S1
melanjutkan ke profesi Ners di Stikes
Hang Tuah Tanjungpinang
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa responden
yang tidak memiliki/tidak ada cita-cita dan
aspirasi yaitu sebanyak 20 orang yang
terdiri dari 14 orang (43,8%) yang
motivasinya rendah dan 6 orang (18,8%)
yang motivasinya tinggi. Sedangkan untuk
responden yang memiliki/ada cita-cita dan
aspirasi yaitu sebanyak 12 orang yang tediri
dari 2 orang (6,2%) yang motivasinya
rendah dan sebagian besar dengan jumlah10
orang (31,2%) yang motivasinya tinggi.
Sehingga dapat dilihat bahwa responden
yang memiliki/ada cita-cita dan aspirasi,
motivasinya lebih tinggi dari pada
358
responden yang tidak memiliki/tidak ada
cita-cita.
Hasil pengolahan data menggunakan uji
chi-square diperoleh nilai X2=6,533dan р
value = 0,011. Oleh karena nilai р<0,05
(0,011<0,05) maka dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan cita-cita dan aspirasi
dengan Motivasi Mahasiswa S1 tingkat IV
untuk melanjutkan ke Profesi Ners di
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang tahun
2014.
Hal ini membuktikan bahwa cita-cita dan
aspirasi merupakan faktor yang dapat
menambah semangat sekaligus
memberikan tujuan yang jelas dalam
belajar, sehingga akan memperkuat
motivasi belajar. Karena cita-cita
merupakan faktor yang bersumber dari
dalam diri seseorang yang akan membuat
seseorang melakukan upaya lebih banyak.
Dan dengan tercapainya cita-cita maka akan
terwujud aktualisasi diri seseorang.
5. Hubungan kemampuan peserta didik
dengan motivasi mahasiswa S1
melanjutkan ke profesi Ners di Stikes
Hang Tuah Tanjungpinang
Hasil analisa data dengan uji
statistik chi-quadrat didapatkan р value =
0,031. Hal ini menunjukkan bahwa р < 0,05
(0,031<0,05) berarti H0 ditolak sehingga
terdapat hubungan antara kemampuan
peserta didik dengan Motivasi Mahasiswa
S1 tingkat IV untuk melanjutkan ke Profesi
Ners di STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang.
Hal ini membuktikan bahwa semakin
tinggi tingkat kemampuan peserta didik
maka akan semakin memperkuat motivasi
untuk melanjutkan kejenjang yang lebih
tinggi lagi. Dan didapatkan data bahwa
responden dengan kemampuan peserta
didik yang rendah berjumlah 13 orang,
yang terdiri dari 10 orang (31,2%) memiliki
motivasi rendah dan 3 orang (9,4%)
memiliki motivasi tinggi. Sedangkan
responden dengan kemampuan peserta
didik yang tinggi, jumlahnya lebih banyak
dibandingkan dengan responden yang
kemampuan peserta didiknya rendah, yaitu
19 orang, yang terdiri dari 6 orang (18,8%)
motivasinya rendah dan 13 orang (40,6%)
motivasinya tinggi. Sehingga dapat dilihat
bahwa responden yang kemampuan peserta
didiknya (IPK) rendah, tidak memiliki
motivasi yang tinggi. Berbeda halnya
dengan responden yang kemampuan
peserta didiknya tinggi (IPK) akan memiliki
motivasi yang tinggi pula.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti pada mahasiswa
tingkat IV Prodi S1 keperawatan STIKES
Hang Tuah Tanjungpinang pada bulan
359
September 2014, dapat ditarik beberapa
simpulan sebagai berikut :
1. Sebagian besar responden tidak
memiliki cita-cita, dengan jumlah 20
orang (62,5%) dari32 orang.
2. Sebagian besar responden memiliki nilai
IPK yang tinggi dengan jumlah 19
orang (59,4%) dari 32 orang.
3. Ada hubungan antara cita-cita dan
aspirasi dengan motivasi mahasiswa S1
tingkat IV untuk melanjutkan ke
Profesi Ners di STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang tahun 2014. dengan
nilai p value = 0,011.
4. Ada hubungan antara kemampuan
peserta didik dengan motivasi
mahasiswa S1 tingkat IV untuk
melanjutkan ke Profesi Ners di
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
tahun 2014, dengan nilai p value =
0,031.
Saran
Bagi Peneliti Selanjutnya
Dengan adanya hasil penelitian ini,
diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk
mengadakan penelitian yang lebih
mendalam mengenai faktor-faktor lain yang
kemungkinan berhubungan dengan
motivasi mahasiswa S1 tingkat IV untuk
melanjutkan ke Profesi Ners di STIKES
Hang Tuah Tanjungpinang tahun 2014,
agar nantinya hasil penelitian tersebut dapat
diajukan sebagai saran bagi pihak institusi
untuk meningkatkan kualitas baik dari segi
tim pengajar maupun peserta didik itu
sendiri.
Bagi Lokasi Penelitian/Institusi
Dari hasil penelitian ada beberapa
saran yang peneliti ajukan untuk lokasi
penelitian/pihak institusi :
Telah terbukti bahwa cita-cita
berhubungan dengan motivasi mahasiswa
S1 tingkat IV untuk melanjutkan keProfesi
Ners di STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang tahun 2014. yang memiliki
cita-cita cenderung motivasinya tinggi,
sehingga d iharapkan agar pihak institusi
bisa lebih memberikan dukungan, motivasi,
dan perhatian yang lebih bagi mahasiswa
yang benar-benar memilikicita-cita untuk
menjadi perawat yang profesional agar
dapat meningkatkan prestasi belajarnya,
seperti memberikan reward pada
mahasiswa yang berprestasi disetiap
semesternya, karena hal itu akan menambah
semangat, dan motivasi para mahasiswa
dalam mencapai prestasi dan cita-citanya
sebagai seorang perawat yang professional
dengan melanjutkan pendidikan Ners di
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang.
DAFTAR PUSTAKA
DEPKES.2011. Perawat Mendominasi
Tenaga Kesehatan.
http://manajemen-rs.net /index. php?
option= com_content
360
&view=article&id=185:perawat-
mendominasi-tenaga-
kesehatan&catid=51:berita&Itemid=
95. Diakses tanggal 23 Oktober 2011.
Jam : 13.20
Djamarah, S.B. 2008. Psikologi Belajar
Edisi 2. Jakarta : Rineka Cipta
Kurniawan, A. 2009.BelajarMudah SPSS
untuk Pemula.Yogyakarta : Media
Kom
Kusnanto.2004. Pengantar Profesi &
Praktik Keperawatan Profesional.
Jakarta : EGC
Marziati.2009. Motivasi Mahasiswa
Akademi Keperawatan Pemerintah
Kabupaten Aceh Selatan untuk
Melanjutkan Pendidikan ke Tingkat
Sarjana Keperawatan. Skripsi
Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatra Utara.
Maulana, I. 2003. Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Motivasi
Perawat untuk Melanjutkan
Pendidikan pada Jenjang Pendidikan
Tinggi Keperawatan. Skripsi FK-
STIKES Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga, Banjarmasin.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta.
Nurhidayah, R.E. 2011. Pendidikan
Keperawatan. Medan : USU Pers
Nursalam & Efendi. 2008. Pendidikan
Dalam Keperawatan. Jakarta :
Slameba Medika
Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Edisi 2. Jakarta :
Salmeba Medika.
Putri, H.T & Fanani, A. 2010. Etika profesi
Keperawatan. Yogyakarta :
CiptaPustaka
Sardiman. 2011. Interaksi & Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta : Rajawali
Pers
Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset
Keperawatan. Yogyakarta :
GrahaIlmu
Suara, dkk. 2007. Konsep Dasar
Keperawatan. Jakarta : TIM
Suarli, S & Bahtiar, Y. Manajemen
Keperawatan. Jakarta :Erlangga
361
Sumantri. 2002. Tantangan Pengembangan
Tenaga Kesehatan Masa Depan.
Majalah Bina Diknakes. Edisi 42.
Syarifudin. 2010. Panduan TA
Keperawatan dan Kebidanan dengan
SPSS. Yogyakarta : Grafindo Litera
Media.
Uno, H.B. 2010. Teori Motivasi &
Pengukurannya. Jakarta : Bumi
Aksara
Wati, L, dkk. 2011. Buku Panduan
Penyusunan Proposal dan Skripsi.
Tanjungpinang : STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang.
WR. 2011. Pendidikan Dalam
Keperawatan. http: //dhanwaode.
wordpress.com/2011/01/26/pendidik
an-dalam-keperawatan /. Diakses
tanggal 12 Desember 2011. Jam :
13.30
Wuryanto, E. 2007. Menata Pendidikan
Perawat. http:// www. Suara
merdeka. com/ harian
0707/16/opi05.html. Diakses tanggal
13 Desember 2011.Jam : 11.53
1. Dosen Fakultas Fisioterapi Universitas
Esa Unggul Jakarta / Ketua Stikes
Hang Tuah Tanjungpinang.
2. Dosen Stikes Hang Tuah
Tanjungpinang.
3. Dosen Stikes Hang Tuah
Tanjungpinang.
362
PENGARUH KOMPRES PANAS TERHADAP PENURUNAN
NYERI KASUS LOW BACK PAIN PADA LANSIA DIRUMAH BAHAGIA
BINTAN KELURAHAN KAWAL
Endang Abdullah1, Lidia Wati2, Komala Sari3
ABSTRAK Perubahan patologis usia Lanjut pada Sistem Musculoskeletal yaitu Nyeri pada Punggung Bawah dan pinggang dapat timbul pada semua kelompok usia, tetapi penyebabnya berbeda-beda. Pada kelompok usia muda, penyebabnya lebih cenderung akibat penyakit pada jaringan ikat seperti Reiter’s Syndrome atau Ankylosing Spondylitis yang bermanifestasi sebagai Nyeri Punggung dan Nyeri Sendi Sakroiliaka. Pengobatan Nyeri Punggung Bawah pada lansia tersebut bisa secara Farmakologis dan Non Farmakologis. Pengobatan secara Farmakologis pada lansia biasa digunakan Ibuprofen. Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kompres panas terhadap penurunan Nyeri Low Back Pain pada Lansia di Rumah Bahagia Bintan Kelurahan Kawal. Penelitian ini menggunakan Desain Penelitian Eksprimen Semu (Quasi Eksprimen). Pada penelitian ini menggunakan Rancangan “Pretest and Posttest Non equivalent Control Group”. Pada penelitian ini sampel ditentukan dengan menggunakan metode Simple Random Sampling, yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ada kelompok perlakuan atau eksprimen, sedangkan kelompok lainnya adalah kelompok kontrol sebagai pembanding. populasi yang menderita nyeri punggung bawah peneliti hanya mengambil lansia yang berusia 50 tahun ke atas. Dengan sampel 20 lansia. instrumen penelitian adalah alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa lembar observasi dan wawancara untuk menilai sejauh mana skala nyeri yang dirasakan responden. Penelitian ini menggunakan lembar observasi Numerical Rating Scal, juga menggunakan air panas, buli-buli, dan handuk kecil untuk memberikan efek kompres pada responden. Uji Statistik “uji t tidak berpasangan” adalah uji Mann-Whitney hasil p-value = 0,04 yang mana p-value< 0,05 dinyatakan Ho ditolak Maka Ada pengaruh Kompres Panas Terhadap Penurunan Nyeri Kasus Low Back Pain Pada Lansia Dirumah Bahagia Bintan Kelurahan Kawal Tahun 2014. Saran agar menggunakan kompres panas dalam menurunkan low back pain pada lansia
Kata kunci : low back pain, Kompres panas, Lansia
ABSTRACT Advanced age pathological changes in Musculoskeletal System, namely Pain in the Lower Back and waist can occur in all age groups, but the cause is different. In the younger age groups, the cause is more likely to result in the connective tissue diseases such as Reiter's Syndrome or Ankylosing Spondylitis manifesting as pain Low Back Pain and sacroiliac joints. Lower Back Pain Treatment in the elderly can be Pharmacological and Non-Pharmacological. Pharmacological treatment in the elderly commonly used Ibuprofen. Objectives to be achieved from this study was to determine the effect of a hot compress to the decline Pain Low Back Pain in the Elderly at Home Happy Bintan Village Guard. This research uses experimental research design Semu (Quasi experiment). In this study, using the Draft "pretest and posttest Non-equivalent Control Group". In this study samples was determined using simple random sampling method, which is divided into two groups. The first group is no treatment or the experimental group, while the other group was the control group for comparison. population who suffer from lower back pain researchers only take elderly people aged 50 years and over. With a sample of 20 elderly. research instrument is a measuring instrument used to collect data in the form of sheets of observation and interviews to assess the extent to which respondents felt the pain scale. This study uses observation sheets Numerical Rating scal, also using hot water, bladder, and a small towel compress to give effect to the respondent. Test Statistics "unpaired t test" is the Mann-Whitney test results p-value = 0.04 where p-value <0.05 Ho rejected Then There's stated influences Hot Compress Case Against Pain Decrease Low Back Pain At Happy At home Elderly Bintan the Village Guard 2014. Suggestions to use hot compresses in reducing low back pain in the elderly Key words : low back pain, hot compress, Elderly
363
PENDAHULUAN
Perubahan patologis usia Lanjut
pada Sistem Musculoskeletal yaitu Nyeri
pada Punggung Bawah dan pinggang dapat
timbul pada semua kelompok usia, tetapi
penyebabnya berbeda-beda. Pada
kelompok usia muda, penyebabnya lebih
cenderung akibat penyakit pada jaringan
ikat seperti Reiter’s Syndrome atau
Ankylosing Spondylitis yang bermanifestasi
sebagai Nyeri Punggung dan Nyeri Sendi
Sakroiliaka. Pada kelompok usia
pertengahan, penyebab Nyeri Leher dan
Punggung umumnya bersumber dari
Myofascial Pain Syndrome dan Nyeri
Posttraumatic. Pada kelompok Usia Lanjut,
penyebab tersering dari Nyeri Leher dan
Punggung dapat berupa PSD (Penyakit
Sendi Degenerative), fraktur osteoporosis,
ataupun Spinal Stenosis (Padila, 2013).
Nyeri Punggung Bawah (Low Back
Pain) merupakan keluhan yang sering
dijumpai. Di Amerika Serikat lebih dari
80% jumlah penduduk pernah mengeluh
Low Back Pain dan di Indonesia
diperkirakan jumlahnya lebih banyak lagi.
Sehubungan dengan berbagai proses
Degeneratif, persentase Nyeri Pinggang
Bawah meningkat seiring dengan
bertambahnya usia (Rahmawati, 2008).
Nyeri Punggung Bawah (Low Back
Pain) Merupakan 10 besar penyakit rawat
jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Tanjungpinang, dan penderita Low Back
Pain yang didata oleh Dinas Kesehatan
pada tahun 2014 mulai dari bulan May
2014, hingga Agustus 2014. Dari data
tersebut persentase setiap bulan nya
penderita Low Back Pain pada bulan May
2014 berkisar 6,58%, pada bulan Juni 2014
berkisar 7,034 %, pada bulan Juli 2014
berkisar 7,95 %, dan pada bulan Agustus
2014 berkisar 9,80%. Dari data yang
didapatkan dari Dinas Kesehatan Provinsi
Kepulauan Riau penderita Low Back Pain
penyakit rawat jalan di Rumah Sakit Umum
Daerah Menurut Jenis Kelamin nya yang
paling banyak menderita Low Back
Painyaitu pada lansia perempuan (Provinsi
Kepulauan Riau, 2013).
Pengobatan Farmakologis yg lansia
dapatkan saat nyeri muncul yaitu berupa
obat Anti Nyeri berupa Ibuprofen untuk
menurunkan rasa nyeri klien Low Back
Pain. Hasil observasi yang didapatkan pada
salah satu lansia yang menderita nyeri
punggung bawah atau nyeri disekitar
pinggang bawah, lansia tersebut
mengatakan sulit tidur malam dikarenakan
nyeri dan juga sulit melakukan aktivitas
seperti sholat 5 waktu, berdiri berjalan dan
aktivitas lainnya. Dan lansia tersebut
mengatakan hanya menggunakan obat
gosok balsem yang dioles disekitar
punggung bawah yang nyeri atau pada saat
nyeri, namun nyeri tersebut masih
dirasakannya dan belum hilang.
364
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan Desain
Penelitian Eksprimen Semu (Quasi
Eksprimen) karena eksprimen ini belum
atau tidak memiliki ciri-ciri rancangan
eksperimen sebenarnya, karena variabel-
variabel yang seharusnya dikontrol atau
dimanipulasi tidak dapat atau sulit
dilakukan (Notoatmodjo, 2010).
Pada penelitian ini menggunakan
Rancangan “Pretest and Posttest Non
equivalent Control Group”. Pada
penelitian ini sampel ditentukan dengan
menggunakan metode Simple Random
Sampling, yang dibagi menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama ada
kelompok perlakuan atau eksprimen,
sedangkan kelompok lainnya adalah
kelompok kontrol sebagai pembanding.
Populasi pada penelitian ini yaitu
lansia yang menderita Low Back Pain atau
Nyeri Punggung Bawah di wilayah Panti
Werda Kelurahan Bintan Kawal, dengan
jumlah 40 orang Lansia dari populasi yang
menderita nyeri punggung bawah peneliti
hanya mengambil lansia yang berusia 50
tahun ke atas.. Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 20 lansia yang
menderita Low Back Pain atau Nyeri
Punggung Bawah di Rumah Bahagia Bintan
Kelurahan Kawal Tahun 2014.
Instrumen penelitian adalah alat-alat
yang akan digunakan untuk pengumpulan
data. Dalam penelitian ini alat ukur yang
digunakan untuk mengumpulkan data
berupa lembar observasi dan wawancara
untuk menilai sejauh mana skala nyeri yang
dirasakan responden. Penelitian ini
menggunakan lembar observasi Numerical
Rating Scale dengan rentang Tidak Nyeri =
0, Nyeri Ringan = 1-3, Nyeri Sedang = 4-7,
Nyeri Berat = 8-10. Selain menggunakan
lembar observasi, peneliti juga
menggunakan air panas, buli-buli, dan
handuk kecil untuk memberikan efek
kompres pada responden.
Analisa Bivariat pada penelitian ini
menggunakan SPSS Uji Statistik “uji t tidak
berpasangan” adalah uji Mann-Whitney
(Uji Parametrik) karena syarat uji
parametrik yaitu skala pengukuran variabel
(variabel numerik), distribusi data normal,
dan varians data.
HASIL PENELITIAN
1. Analisa Univariat
a. Karakteristik Responden
Berdasarkan Umur
Pada bagian ini akan digambarkan
hasil penelitian mengenai usia berdasarkan
hasil dari data sekunder pada golongan
lansia, fase pre senium (55-65 tahun), fase
senium 65 tahun keatas.
365
Tabel 6.1
Distribusi Frekuensi Usia Responden berdasarkan
umur pada Lansia di Panti Werdha Rumah Bahagia
Bintan Kelurahan Kawal Tahun 2014
No Umur Responden
Jumlah Responden
Presentase (%)
1 55-65 tahun 16 80 2 65 tahun
keatas 4 20
Total 20 100 Berdasarkan Tabel 6.1,
menunjukan jumlah responden pada
penelitian ini berjumlah 20 orang lansia,
sebagian besar responden dengan usia 55-
65 tahun (Fase Presenium) yaitu sebanyak
16 orang lansia dengan persentase 80%,
sedangkan untukusia 65 tahun keatas (Fase
Senium) yaitu sebanyak 4 orang lansia
dengan persentase 20%.
b. Distribusi Nilai Pretest dan Nilai
Posttest Kelompok Eksperimen
Sebelum dan Sesudah dilakukan
Kompres Panas pada Nyeri Kasus
Low Back Pain.
Tabel 6.2
Nilai Pretest dan Posttest (Kelompok
Eksperimen) Nyeri Kasus Low Back Pain pada
Lansia Dipanti Werdha Rumah Bahagia Bintan
Kelurahan Kawal Tahun 2014
No Skala Nyeri Pretest Eksperimen
Posttest Eksperimen
n % n % 1 0 Tidak
Nyeri 0 0 0 0
2 1-3 Nyeri Ringan
2 20 4 40
3 4-7 Nyeri Sedang
6 60 5 50
4 8-10 Nyeri Berat
2 20 1 10
Total 10 10 Berdasarkan Tabel 6.2, pada nilai
Pretest kelompok eksperimen sebanyak 6
orang lansia mengalami nyeri sedang
dengan persentase 60%, dan nyeri berat
sebanyak 2 orang lansia dengan persentase
20%. Sedangkan pada nilai Posttest
kelompok eksperimen sebanyak 10 orang
lansia mengalami nyeri sedang dengan
persentase 50% dan nyeri ringan sebanyak
4 orang lansia dengan persentase 40%.
c. Distribusi Nilai Pretest dan Nilai
Postest Kelompok Kontrol Sebelum
dan Sesudah dilakukan Kompres
Panas pada Nyeri Kasus Low Back
Pain. Tabel 6.3
Distribusi Nilai Pretest dan Postest (Kelompok
Kontrol) Nyeri Kasus Low Back Pain pada
Lansia di Panti Werdha Rumah Bahagia Bintan
Kelurahan Kawal Tahun 2014
No Skala Nyeri Pretest Kelompok
Kontrol
Post test Kelompok
Kontrol n
% n %
1 0 Tidak Nyeri
0 0 0 0
2 1-3 Nyeri Ringan
5 50
5 50
3 4-7 Nyeri Sedang
4 40
4 40
4 8-10 Nyeri Berat
1 10
1 10
Total 10 10 Berdasarkan Tabel 6.3, pada nilai
Pretest kelompok kontrol sebanyak 4 orang
lansia mengalami nyeri sedang dengan
366
persentase 40%, dan nyeri berat sebanyak 1
orang lansia dengan persentase 10%.
Sedangkan pada nilai Posttest kelompok
kontrol sebanyaK 4 orang lansia mengalami
nyeri sedang dengan persentase 40%, dan
nyeri berat sebanyak 1 orang lansia dengan
persentase 10%.
2. Bivariat
Berdasarkan hasil analisa Bivariat
dapat diketahui bahwa nilai PostTest
Eksperimen dan nilai PostTest Kelompok
Kontrol, pada Lansia di Panti Werdha
Rumah Bahagia Bintan Kelurahan Kawal,
setelah dilakukan Uji Statistik Parametrik
“Uji t tidak berpasangan”. Diperoleh (p-
value= 0,04), Ho ditolak Bila p-value<
(0,05) maka Ho ditolak.
PEMBAHASAN
Dari keterangan tabel 6.1 dapat
diketahui karakteristik responden
berdasarkan usia yang terbagi menjadi dua
bagian. Menurut Masdani dalam Nugroho
(2009), menyatakan bahwa lanjut usia
merupakan kelanjutan dari usia dewasa,
lanjut usia dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu Fase Presenium (55-65 tahun) dan
Fase Senium ( 65 tahun keatas), pada bagian
ini hasil penelitian mengenai usia
responden berdasarkan hasil penelitian
yang didapatkan dari data sekunder.
Dari keterangan tabel 6.2 dapat
diketahui penurunan intensitas Skala Nyeri
kasus Low Back Pain yang dapat dilihat
pada nilai Pretest kelompok eskperimen.
Dimana ada 6 orang lansia mengalami nyeri
sedang. Nyeri sedang adalah secara objektif
klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik (Tamsuri, 2006).
Dari keterangan tabel 6.3 dapat
diketahui tidak ada penurunan Intensitas
Skala Nyeri kasus Low Back Pain yang
dapat dilihat pada nilai Pretest kelompok
kontrol. Dimana ada 4 orang lansia
mengalami Nyeri Sedang. Nyeri sedang
adalah secara objektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukan lokasi
nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik (Tamsuri,
2006).
Berdasarkan hasil analisis “uji t
tidak berpasangan” dengan menggunakan
perangkat lunak SPSS dilihat hasil p-value
= 0,04 yang mana p-value< 0,05 dinyatakan
Ho ditolak. Maka Ada pengaruh Kompres
Panas Terhadap Penurunan Nyeri Kasus
Low Back Pain Pada Lansia Dirumah
Bahagia Bintan Kelurahan Kawal Tahun
2014.
Hasil ini sejalan dengan hasil
penelitian Rahmawati (2008), menunjukan
bahwa terdapat penurunan skala intensitas
nyeri setelah diberikan perlakuan berupa
kompres hangat terhadap penurunan nyeri
kasus Low Back Pain, dalam penelitian ini
367
responden diberikan kompres hangat
sebanyak 10 orang lansia, setelah perlakuan
pada 4 orang lansia mengalami nyeri ringan
dengan persentase 40% dan nyeri sedang 5
orang lansia dengan persentase 50%.
Tindakan ini mengalihkan nyeri
secara efektif, tindakan ini mengalihkan
perhatian klien sehingga klien berfokus
pada stimulus taktil dan mengabaikan
sensasi nyeri, yang pada akhirnya dapat
menurunkan persepsi nyeri. Stimulasi kulit
juga dipercaya dapat meningkatkan
pelepasan endorfin yang memblok
transmisi stimulasi nyeri, menstimulasi
serabut saraf berdiameter besar A-Beta
sehingga menurunkan transmisi implus
nyeri melalui serabut kecil.A-Delta dan
serabut saraf C.
Kompres panas dengan
menggunakan buli-buli panas selain
menurunkan sensasi nyeri juga dapat
meningkatkan proses penyembuhan
jaringan yang mengalami kerusakan.
Penggunaan panas pada buli-buli tersebut
selain memberi efek mengatasi atau
menghilangkan sensasi nyeri, teknik ini
juga memberikan reaksi fisiologis antara
lain meningkatkan respons inflamasi,
meningkatkan aliran darah dalam jaringan,
penggunaan kompres panas (buli-buli
panas) sebaiknya dilakukan pada Nyeri
kasus Low Back Pain atau nyeri disekitar
pinggang bawah Punggung(Tamsuri,
2006).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui adanya penurunan Intensitas
Skala Nyeri pada kelompok eksperimen
(kelompok Intervensi) dimana Ho ditolak.
Artinya bahwa Ada Pengaruh Pemberian
Kompres Panas terhadap Penurunan Skala
Nyeri Kasus Low Back Pain pada Lansia di
Rumah Bahagia Bintan Kelurahan Kawal
Tahun 2014.
SARAN
Saran agar menggunakan kompres
panas dalam menurunkan low back pain
pada lansia
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan. (2010). Statistik untuk Kedokteran
dan Kesehatan. Jakarta : Salemba
Medika
Dharma. (2011). Metodologi Penelitian
Keperawatan. Cetakan 1. Jakarta :
TIM
Notoatmodjo (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Cetakan 1.
Jakarta : Rineka Cipta
Nursalam (2013). Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :
Salemba Medika
Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan
Gerontik. Yogyakarta : NUMED
368
PantiAnugrah. (2014). Data Jumlah Lansia
Dan Penderita LowBackPain
Puskesmas Bintan Kawal. (2014). Pasien
Low Back Pain Pengobatan Rawat
Jalan
Rahmawati, Soemantri & Yuswanto
(2008). Pengaruh Kompres Hangat
terhadap Penurunan Intensitas Nyeri
Pinggang Bawah (Low Back Pain)
pada Lansia. Jurnal Ners vol. 1
Rumah Bahagia Bintan. (2014). Data
Jumlah Lansia dan Penderita Low
Back Pain
Syarifudin. (2010). Panduan TA
Keperawatan Dan Kebidanan dengan
SPSS. Yogyakarta : Grafindo Latera
Media
Tamsuri. (2006). Konsep dan
Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta :
EGC
Tamsuri, (2007). Tanda-Tanda Vital Suhu
Tubuh. Jakarta : EGC
1. Endang Abdullah : Dosen STIKES
Hang Tuah Tanjungpinang.
2. Lidia Wati : Dosen STIKES Hang
Tuah Tanjungpinang.
3. Komala Sari : Dosen STIKES Hang
Tuah Tanjungpinang.
369
FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MINAT
MEMBACA MAHASISWA KESEHATAN TANJUNGPINANG
KEPULAUAN RIAU
Soni Hendra Sitindaon1, Meily Nirnasari2, Umu Fadhilah3, Ikha Rahardiantini4
ABSTRAK
Minat membaca adalah salah satu bentuk kegiatan untuk memperkaya pengetahuan serta memperluas wawasan sehingga dapat menambah pengetahuan seseorang. Minat membaca generasi muda yang ada di Provinsi Kepri masih sangat kurang. Menurut data Badan Perpustakaan Arsip Daerah (BPAD) Kepri tahun 2009, jumlah pengunjung hanya 32.280 orang saja atau sekitar 2.640 orang perbulan. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Minat Membaca Mahasiswa Kesehatan Tanjungpinang Kepulauan Riau. Desain Penelitian menggunakan studi Crossectional. Populasi di dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa kesehatan di Tanjungpinangyang berjumlah 770 orang, data yang digunakan dalah data primer. Analisis yang digunakan adalah Chi Square dengan minat membaca sebagai variabel dependen dan variabel independennya adalah: pengetahuan, ketersediaan buku, fasilitas dan motivasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa minat baca mahasiswa Kesehatan Tanjungpinang sebagian besar masih rendah sekitar 50,2%. Idealnya dalam institusi Pendidikan Tinggi, mahasiswa lebih banyak waktunya dihabiskan di perpustakaan dengan membaca, sehingga akan memiliki wawasan yang luas. Kata Kunci : Minat membaca, Pengetahuan, Ketersediaan Buku, Ketersediaan Fasilitas, Motivasi
PENDAHULUAN
Menurut UU no 43 tahun 2007
tentang perpustakaan disebutkan bahwa
perpustakaan adalah institusi pengelola
koleksi karya tulis, karya cetak atau karya
rekam secara profesional dengan sistem
yang baku guna memenuhi kebutuhan
pendidikan, penelitian, pelestarian,
informasi dan rekreasi para pemustaka.
Perpustakaan harus mampu menyediakan
koleksi yang sanggup menjadi daya tarik
para pembaca itu sendiri. Ini merupakan
tugas dari pustakawan untuk mampu
memberdayakan perpustakaan agar mampu
berperan dalam dunia pendidikan (UUD RI,
2007).
Salah satu penyebab rendahnya
mutu pendidikan di Indonesia adalah
rendahnya minat baca masyarakat. Minat
untuk membaca di Indonesia masih
tergolong rendah, ini didasarkan pada data
yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2006, bahwa masyarakat kita
belum menjadikan kegiatan membaca
sebagai sumber utama mendapatkan
informasi. Orang lebih memilih menonton
TV (85,9%) atau mendengarkan radio
(40,3%) dibandingkan dengan membaca
koran (23,5%).
Idealnya perpustakaan dapat
menyediakan referensi yang dibutuhkan
mahasiswa dengan segala fasilitas
penunjang yang diperlukan. Akan tetapi
370
pada kenyataannya banyak perpustakaan
belum mampu menyediakannya. Banyak
hal yang menyebabkan kondisi seperti itu,
salah satunya adalah karena anggaran yang
disediakan oleh pemerintah untuk
pembelian buku dan makalah ilmiah masih
kurang. Hasil survey salah satu
perpustakaan menunjukkan bahwa
kebutuhan buku wajib mahasiswa hanya
bisa disediakan sebesar 20% dari total
kebutuhan. Belum lagi bicara soal fasilitas
lainnya seperti kursi baca dan meja baca
yang kurang menyenangkan, ruangan yang
kurang representatif, jam pelayanan yang
sangat terbatas dan lain-lain (Baderi, 2005).
Menurut data International
Association For Evaluation Of Educational
(IEA), (1992) melakukan riset tentang
kemampuan membaca murid-murid
sekolah dasar (SD) kelas IV di 30 negara.
Kesimpulan dari riset tersebut
menyebutkan bahwa Indonesia menempati
urutan ke-29. Angka-angka itu
menggambarkan betapa rendahnya minat
baca di Indonesia. Berbagai faktor yang
menyebabkan kondisi tersebut, antara lain:
faktor harga buku yang tidak terjangkau,
kurang tersedia tempat membaca yang
nyaman dan padatnya kurikulum.
Perpustakaan sebagai salah satu tempat
baca seharusnya didesain semenarik
mungkin, supaya pengguna merasa
nyaman dan betah berlama-lama
diperpustakaan. Selain itu perpustakaan
harus didukung oleh pustakawan yang
profesional sehingga mampu menarik para
pengguna untuk datang ke perpustakaan
(Kompas, 2002).
Minat baca generasi muda yang ada
di Provinsi Kepulauan Riau masih kurang.
Padahal untuk mendorong minat baca
tersebut, pihak Pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau terus berupaya menambah
jumlah perpustakaan termasuk
meningkatkan status kantor Perpustakaan
menjadi Badan Perpustakaan dan Arsip
Daerah (BPAD). Saat ini persediaan buku
di Badan Perpustakaan Arsip Daerah
(BPAD) Kepulauan Riau berjumlah 55.896
yang terdiri dari 10.313 judul buku dan 88
judul buku anak-anak. Kepala Badan
Perpustakaan Arsip Daerah (BPAD)
Kepulauan Riau Amir Husein mengatakan
peningkatan status kantor perpustakaan
tersebut tidak diiringi dengan peningkatan
jumlah pengunjung perpustakaan. Jumlah
ini masih kecil dibandingkan dengan
peningkatan jumlah penduduk. Sepanjang
tahun 2009 jumlah pengunjung Badan
Perpustakaan Arsip Daerah (BPAD)
Kepulauan Riau baru 32.280 orang atau
sekitar 2.640 orang per bulan, dibanding
dengan jumlah anggota tetap yang
membaca di luar perpustakaan sebanyak
2.500 orang per hari maka jumlah
pengunjung di Badan Perpustakaan Arsip
Daerah (BPAD) Kepulauan Riau hanya
sekitar 70 – 100 persen. Menurut Amir
371
Husein, jika jumlah penduduk Kota
Tanjungpinang 180 ribu orang dan 60
persennya datang berkunjung ke Badan
Perpustakaan Arsip Daerah (BPAD), maka
angka tersebut sudah sama dengan jumlah
pembaca di negara tetangga. Karena itu,
pihaknya berupaya memberikan waktu
membaca 6 hari dalam seminggu hingga
pukul 21.00 WIB (Detik kepri.com, 2010).
Hasil observasi yang dilakukan
peneliti menunjukan bahwa angka
kunjungan mahasiswa di perpustakaan
Stikes Hang Tuah Tanjungpinang pada
tahun 2013 sebanyak 3.219, jadi rata-rata
kunjungan perbulan adalah 268 kunjungan
atau rata-rata 11 kunjungan mahasiswa
perhari dari total 406 jumlah mahasiswa.
Dari studi pendahuluan dengan wawancara
dan observasi yang dilakukan terhadap 15
mahasiswa mahasiswa Kesehatan Stikes
Hang Tuah Tanjungpinang yang diambil
secara acak, mahasiswa mengatakan bahwa
kurangnya minat membaca disebabkan
adanya beberapa faktor, antara lain
kurangnya motivasi membaca dan
kurangnya sarana atau fasilitas
perpustakaan.
Melihat kondisi tersebut diatas
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan minat membaca mahasiswa pada
lingkup yang lebih besar, yakni seluruh
mahasiswa kesehatan yang ada di
Tanjungpinang Tahun 2014.
BAHAN DAN METODE
PENELITIAN
Desain Penelitian menggunakan
studi Crossectional. Populasi di dalam
penelitian ini adalah seluruh mahasiswa
kesehatan di Tanjungpinangyang berjumlah
770 orang, data yang digunakan dalah data
primer. Analisis yang digunakan adalah Chi
Square dengan minat membaca sebagai
variabel dependen dan variabel
independennya adalah: pengetahuan,
ketersediaan buku, fasilitas dan motivasi.
Penelitian ini dilaksanakan dengan
melakukan wawancara langsung dengan
responden yang merupakan mahasiswa
Poltekes Kemenkes Tanjungpinang,
AKBID Anugrah Bintan, dan STIKES
Hang Tuah Tanjungpinang yang terpilih
sebagai sampel.
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk
memberikan gambaran distribusi frekuensi
masing-masing variabel yang diteliti. Data
seluruh variabel dalam bentuk kategori,
sehingga hasil analisis yang ditampilkan
dalam bentuk proporsi.
Untuk mengetahui gambaran
distribusi frekuensi minat baca mahasiswa
Stikes Hang Tuah dapat dilihat pada tabel
5.1berikut :
372
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Faktor –Faktor Yang
Berhubungan Dengan Minat Membaca Mahasiswa
Kesehatan Tanjungpinang Kepulauan Riau Tahun
2014
N
o
Distribusi
Frekuensi Faktor
Minat Membaca
NN
persen
1. Minat Membaca
1=Minat
2=Tidak minat
113
114
49.8
50.2
2.
Pengetahuan
Baik
Buruk
133
94
58.6
41.4
3.
Ketersediaan Buku
Lengkap
Tidak Lengkap
1125
102
55.1
44.9
4.
Fasilitas
Perpustakaan
Lengkap
Tidak Lengkap
1125
102
53.7
46.3
5.
Motivasi Membaca
Tinggi
Rendah
1125
102
57.3
42.7
Pada tabel 5.1 terlihat bahwa minat
baca mahasiswa Kesehatan Kota
Tanjungpinang mayoritas responden 114
(50,2) tidak memiliki minat membaca di
perpustakaan.
Untuk faktor pengetahuan
sebagian besar responden 133 (58,6%)
responden memiliki pengetahuan baik.
Untuk faktor kesedian buku
diatas terlihat bahwa sebagian besar 125
(55,4%) responden mengatakan bahwa
perpustakaan mahasiswa Kesehatan Kota
Tanjungpinang memiliki fasilitas lengkap.
Untuk motivasi membaca, sebagian
besar responden 125 (57,3%) memiliki
motivasi tinggi.
B. Analisis Bivariat
Pada analisis bivariat ini dilihat
hubungan antara faktor: pengetahuan,
motivasi, ketersediaan fasilitas dan
ketersediaan buku dengan minat membaca
mahasiswa Tanjungpinang
Hasil analisis Bivariat selengkapnya
dapat dilihat pada tabel 5.2 Tabel 5.2
Hubungan Pengetahuan dengan Minat Membaca
Mahasiswa Kesehatan Tanjungpinang Tahun 2014
Variabel
Independen
Koefesien
Korelasi
p value
Pengetahuan 0,352 0,000
Ketersediaan buku 0,369 0,000
Faktor Fasilitas 0,482 0,000
Faktor Motivasi 0,280 0,000
373
Pada tabel 5.2 menunjukkan minat
membaca responden tentang Faktor
pengetahuan didapatkan nilai r = 0,352
dengan p value 0,000 yang lebih kecil dari
nilai alpha (0,05). Kesimpulan yang
diperoleh dari hasil ini ada korelasi yang
signifikan antara minat membaca
mahasiswa dengan pengetahuan.
Pada tabel 5.2 menunjukkan minat
membaca responden tentang ketersediaan
buku didapatkan nilai r = 0,369 dengan p
value 0,000 yang lebih kecil dari nilai alpha
(0,05). Kesimpulan yang diperoleh dari
hasil ini ada korelasi yang signifikan antara
minat membaca mahasiswa dengan
ketersediaan buku.
Pada tabel 5.2 menunjukkan minat
membaca responden tentang ketersediaan
fasilitas didapatkan nilai r = 0,482 dengan p
value 0,000 yang lebih kecil dari nilai alpha
(0,05). Kesimpulan yang diperoleh dari
hasil ini ada korelasi yang signifikan antara
minat membaca mahasiswa dengan
ketersediaan fasilitas.
Pada tabel 5.2 menunjukkan minat
membaca responden tentang motivasi
didapatkan nilai r = 0,280 dengan p value
0,000 yang lebih kecil dari nilai alpha
(0,05). Kesimpulan yang diperoleh dari
hasil ini ada korelasi yang signifikan antara
minat membaca mahasiswa dengan
motivasi.
PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat
1. Minat
Berdasarkan hasil penelitian tentang
minat baca mahasiswa kesehatan
Tanjungpinang tahun 2014 khususnya
mahasiswa STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang, Poltekes dan Akademi
Bidan Anugrah Bintan, diperoleh hasil
bahwa mahasiswa tidak berminat untuk
membaca di perpustakaan. Menurut
(perpustakaan nasional RI, 2008)
menyatakan bahwa minat baca seseorang
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya motivasi, yang tumbuh karena
adanya keinginan untuk bisa mengetahui
dan memahami sesuatu yang mendorong
serta menunjang kegiatan minat
pembelajaran.
Menurut L.Green bahwa minat
membaca seseorang itu dapat dipengaruhi
oleh faktor perilaku dan non perilaku.
Faktor perilaku meliputi : faktor
predisposisi yang mencakup pengetahuan
dan sikap terhadap minat baca, faktor
pendukung mencakup ketersediaan buku
serta fasilitas perpustakaan dan faktor
penguat meliputi perilaku petugas.
Sedangkan faktor non perilaku merupakan
faktor diluar perilaku seseorang yang tidak
dapat dikendalikan.
2. Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian
tentang minat baca mahasiswa kesehatan
374
Tanjungpinang tahun 2014 khususnya
mahasiswa STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang, Poltekes dan Akademi
Bidan Anugrah Bintan, diperoleh hasil
bahwa pengetahuan mahasiswa bertambah
baik yang berminat membaca di
perpustakaan. Menurut (Notoatmodjo,
2003) menyatakan pengetahuan merupakan
hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu.
3. Ketersediaan Buku
Berdasarkan hasil penelitian tentang
ketersediaan buku yang ada di
perpustakaan, diperoleh hasil bahwa
ketersediaan buku di perpustakaan
Mahasiswa Kesehatan Tanjungpinang
Tahun 2014 meliputi perpustakaan STIKES
Hang Tuah Tanjungpinang, Poltekes dan
Akademi Bidan Anugrah Bintan sudah
lengkap. Menurut L.Green ketersediaan
sumber buku adalah tersedia atau tidak
tersedianya buku yang dibutuhkan maupun
jumlah buku.
4. Ketersediaan Fasilitas
Berdasarkan hasil penelitian tentang
ketersediaan fasilitas di perpustakaan
mahasiswa Kesehatan Tanjungpinang
Tahun 2014 yang meliputi perpustakaan
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang,
Poltekes dan akademi Bidan Anugrah
Bintan Di peroleh hasil bahwa fasilitas di
perpustakaan lengkap. Menurut L.Green
untuk mewujudkan sikap menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung, atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain fasilitas. Faktor
ini terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersediannya fasilitas-
fasilitas atau sarana yang merupakan
sumber daya untuk menunjang minat baca.
5. Motivasi Membaca
Berdasarkan hasil penelitian tentang
motivasi membaca di perpustakaan.
Mahasiswa kesehatan Tanjungpinang
Tahun 2014 yang meliputi perpustakaan
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang,
Poltekes dan Akademi Bidan Anugrah
Bintan, di peroleh hasil bahwa motivasi
membaca mahasiswa tinggi. Menurut
(Sarwono, 2000) dikemukakan bahwa
perbuatan atau perilaku individu manusia
ditentukan oleh faktor-faktor didalam diri
yaitu faktor pribadi dan faktor lingkungan
individu yang bersangkutan.
B. Analisis Bivariat
1. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Minat Membaca Di
Perpustakaan STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang Tahun 2014.
Hubungan faktor ketersediaan minat
baca mahasiswa Kesehatan Tanjungpinang
menurut S. Sutarno ketika kita menganalisis
dan mengkaji pendapat atau pernyataan
375
yang menyebutkan bahwa minat dan
budaya membaca mahasiswa masih rendah.
Perpustakaan merupakan sarana
yang sangat vital untuk mengantar
mahasiswa menjadi profesional, sebagai
media yang dapat menghubungkan segala
peristiwa pada masa lalu, sekarang dan
masa yang akan datang. Keberadaan
perpustakaan sangat diperlukan karena
perpustakaan semestinya dapat
memberikan segala kebutuhan minat
mahasiswa, khususnya minat mahasiswa
dalam membaca koleksi-koleksi
perpustakaan tersebut.
Minat baca merupakan suatu rasa
lebih suka dan rasa ketertarikan pada
membaca tanpa ada yang menyuruh. Minat
baca pada dasarnya adalah penerimaan akan
suatu hubungan antara diri sendiri dengan
sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat
hubungan tersebut, semakin besar minat
baca.
Minat membaca merupakan salah
satu karakter yang harus dibentuk dalam
diri mahasiswa karena bagaimanapun
kegiatan membaca merupakan bagian.
Penting dalam belajar. Berdasarkan hal
tersebut maka Stikes Hang Tuah harus
memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya kepada para mahasiswa untuk
mencari bahan-bahan bacaan yang
berkualitas guna mengembangkan
penguasaan materi guna meningkatkan
pengetahuan mahasiswa. Keaktifan
membaca akan membantu mahasiswa
dalam cara dan metode belajar yang efektif
dan efisien, baik dengan berkelompok
maupun secara individu.
Hasil penelitian menunjukan bahwa
minat baca mahasiswa Kesehatan
Tanjungpinang sebagian besar masih
rendah sekitar 50,2%. Idealnya dalam
institusi Pendidikan Tinggi, mahasiswa
lebih banyak waktunya dihabiskan di
perpustakaan dengan membaca, sehingga
akan memiliki wawasan yang luas. Pada
akhirnya setelah menyelesaikan studinya
akan menjadi kaum intelektual dan
professional yang dapat meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut :
1. Bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi minat membaca mahasiswa
kesehatan Tanjungpinang meliputi minat,
pengetahuan, ketersediaan buku dan
fasilitas serta motivasi mahasiswa.
2. Berdasarkan hasil penelitian
tentang minat membaca mahasiswa
kesehatan Tanjungpinang tahun 2014
khususnya mahasiswa STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang, Poltekes dan Akademi
Bidan Anugrah Bintan, diperoleh hasil
bahwa kesadaran mahasiswa untuk
376
membaca di perpustakaan masih sangat
rendah sekitar 50,2%. Idealnya dalam
institusi Pendidikan Tinggi, mahasiswa
lebih banyak waktunya dihabiskan di
perpustakaan dengan membaca, sehingga
akan memiliki wawasan yang luas.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman. (2006). Peranan Teknologi
Informasi dalam Meningkatkan
Kegemaran Membaca dan Menulis
Masyarakat. Jurnal Pustakawan
Indonesia Volume 6, No.1.2006.
Deni Kurniadi. (2008). Strategi
Meningkatkan Minat Baca
Masyarakat Melalui Optimalisasi
Peran Perpustakaan, Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI.
Hageman, Gisela.2000. Motivasi Untuk
Pembinaan Organisasi. Jakarta:
Pustaka Binaman Pressindo.
http://makalah2002.wordpress.com/2009/0
2/19/hubungan-motivasi-belajar-
dengan-minat-baca-siswa-smp
(02/02/2012: 6.25 PM).
.http://kompas2002.wordpress.com/2009/0
2/19/rendahnya-dengan- minat-baca-
mahasiswa (16/02/2012: 8.30 PM).
.http://detikkepri.com2010.wordpress.com/
2009/02/19/rendahnya- dengan-
minat-baca-mahasiswa (16/02/2012:
8.30 PM).
Hidayat, Alimul, Aziz. (2008), Penelitian
Keperawatan dan Teknik Analisa
data. Jakarta : Salemba Medika.
Kurniawati. (2007). Peran Perpustakaan
dalam Meningkatkan Minat Baca
Masyarakat: Survei pada
Perpustakaan Umum Kota Jakarta
Selatan. Berkala Ilmu Perpustakaan
dan Informasi, Volume 3, No.7.2007.
Notoatmodjo. (2007). Promosi Kesehatan
dan Ilmu Perilaku, Jakarta : Rineka
Cipta.
__________. (2005). Metodologi
Pendidikan Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta.
___________.(2005), Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan
Metodelogi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
. .(2003). Teori-Teori Belajar
dan Model-Model Pembelajaran
Untuk Peningkatan Minat Siswa.
Jakarta: Ditjen DIKTI.
Perpustakaan Nasional RI. (2008). Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor
43 Tahun 2007 Tentang
Perpustakaan. Jakarta : Salemba
Raya.
Sardiman. (2011). Interaksi danMotivasi
Belajar Mengajar. Jakarta: Raja
Grafinda Persada.
377
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan
Riset Keperawatan. Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Singarimbun. (2012). Pengembangan
Koleksi. Medan: Badan Perpustakaan
dan Arsip Daerah Provinsi Sumatera
Utara.
Slameto, 2005. Belajar dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi. Jakarta:
Penerbit Renika Cipta.
Sugiyanto. (2008). Pengantar Ilmu
Perpustakaan, Pengembangan
Koleksi dan Layanan Perpustakaan.
Jakarta : Perpustakaan Nasional RI.
2009/02/19/hubungan-motivasi-belajar-
dengan-minat-baca-siswa-smp
(02/02/2012: 6.25 PM).
.http://kompas2002.wordpress.com/2009/0
2/19/rendahnya-dengan- minat-baca-
mahasiswa (16/02/2012: 8.30 PM).
.http://detikkepri.com2010.wordpress.com/
2009/02/19/rendahnya- dengan-
minat-baca-mahasiswa (16/02/2012:
8.30 PM).
Hidayat, Alimul, Aziz. (2008), Penelitian
Keperawatan dan Teknik Analisa
data. Jakarta : Salemba Medika.
Kurniawati. (2007). Peran Perpustakaan
dalam Meningkatkan Minat Baca
Masyarakat: Survei pada
Perpustakaan Umum Kota Jakarta
Selatan. Berkala Ilmu Perpustakaan
dan Informasi, Volume 3, No.7.2007.
Notoatmodjo. (2007). Promosi Kesehatan
dan Ilmu Perilaku, Jakarta : Rineka
Cipta.
__________. (2005). Metodologi
Pendidikan Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta.
___________.(2005), Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Syarifudin, B. (2010), Panduan TA
Keperawatan dan Kebidanan dengan
SPSS. Yogyakarta : Grafindo Litera
Media.
Syamsul Bahri. (2008). Kebujakan
Nasional Pengembangan Minat
Baca. Perpustakaan Nasional RI
Winardi. (2001). Motivasi dan
Pemotivasian Dalam Manajemen.
Jakarta : Raja Grafindo Persada.
1. Soni Hendra Sitindaon, S.Kep, Ns :
Dosen STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang Prodi DIII Keperawatan.
2. Meily Nirnasari, S.Kep, Ns : Dosen
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
Prodi DIII Keperawatan.
3. Umu Fadhilah, S.Pd : Dosen STIKES
Hang Tuah Tanjungpinang Prodi DIII
Keperawatan.
4. Ikha Rahardiantini, S.Si, Apt : Dosen
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
Prodi DIII Keperawatan.
378
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU HIDUP
BERSIH DAN SEHAT PADA SISWA KELAS I DAN II SDN 04 DAN SDN
010 KELURAHAN SENGGARANG TANJUNGPINANG
Ernawati 1, Lili Sartika 2
ABSTRAK Perilaku Hidup Bersih dan Sehat merupakan program Kementerian Kesehatan bagian Promosi Kesehatan
yang sudah dilaksanakan sejak tahun 1996. Sekolah perlu memiliki lingkungan kehidupan yang menjamin adanya proses belajar mengajar serta menciptakan kondisi yang mendukung tercapainya hidup sehat. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan teknik sampel simple random sampling sehingga didapatkan 110 responden yaitu siswa kelas I dan II SDN 04 dan SDN 010 Kelurahan Senggarang Tanjungpinang. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Kemudian data dianalisis menggunakan uji Chi Square. Uji analisis menunjukkan bahwa nilai asym sig sebesar 0,000 (α=0,05) untuk variabel pengetahuan, sikap, tempat pembuangan sampah, ketersediaan jajanan sehat di kantin dan peran guru sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan, sikap, tempat pembuangan sampah, ketersediaan jajanan sehat di kantin dan peran guru dalam perilaku hidup bersih dan sehat siswa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan program Usaha Kesehatan Sekolah yang sudah ada misalnya dengan membentuk dokter kecil atau kader kesehatan di sekolah untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan sebagai upaya pemberdayaan siswa-siswi di sekolah. Selain itu juga dapat membuat sarana mencuci tangan disekolah untuk siswa-siswi yang dilengkapi dengan sabun untuk mencuci tangan
Kata Kunci : PHBS, pengetahuan, sikap, tempat sampah, jajanan sehat, guru.
PENDAHULUAN
Dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-
K) tahun 2005-2025 perilaku masyarakat
yang diharapkan dalam Indonesia Sehat
2025 adalah perilaku yang bersifat proaktif
untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah risiko terjadinya
penyakit, melindungi diri dari ancaman
penyakit dan masalah kesehatan lainnya,
sadar hukum, serta berpartisipasi aktif
dalam gerakan
kesehatan masyarakat, termasuk
menyelenggarakan masyarakat sehat dan
aman (safe community (Departemen
Kesehatan RI, 2009). Upaya untuk
mewujudkan visi Indonesia Sehat 2025
telah dilaksanakan sekolah sebagai salah
satu lembaga pendidikan dituntut untuk
mampu memberikan edukasi tidak hanya
dari segi akademik tetapi juga terkait
dengan perilaku hidup bersih dan sehat
pada siswa.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
merupakan program Kementerian
Kesehatan bagian Promosi Kesehatan yang
sudah dilaksanakan sejak tahun 1996.
Evaluasi keberhasilan pembinaan PHBS
dilakukan dengan melihat indikator PHBS
di tatanan rumah tangga. Meski sudah
berjalan selama 20 tahun, cakupan Rumah
379
Tangga dengan PHBS baik masih jauh dari
target yang diharapkan. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
menunjukkan bahwa proporsi nasional
Rumah Tangga dengan PHBS baik hanya
32,3%, dengan proporsi tertinggi DKI
Jakarta (56,8%) dan proporsi terendah
Papua (16,4%). Angka ini menurun jika
dibandingkan dengan proporsi nasional
Rumah Tangga PHBS baik pada tahun 2007
yaitu sebesar 38,7%. Kepulauan Riau
sendiri berada pada urutan ke sepuluh dan
belum memenuhi target Kementerian
Kesehatan yaitu proporsi rumah tangga
dengan PHBS baik sebesar 70%. Terdapat
20 provinsi yang masih memiliki RT
dengan PHBS baik di bawah proporsi
nasional. Proporsi nasional RT PHBS baik
pada tahun 2007 adalah sebesar 38,7 %.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
2013 analisis kecenderungan secara rerata
nasional, terdapat peningkatan proporsi
penduduk berperilaku cuci tangan secara
benar pada tahun 2013 (47,0%)
dibandingkan tahun 2007 (23,2%).
Demikian pula dengan perilaku BAB benar
terjadi peningkatan dari 71,1 % menjadi
82,6 %. Peningkatan tertinggi proporsi
penduduk berperilaku cuci tangan benar
terjadi di Bangka Belitung dengan besar
kenaikan 35,0 % (20,6% pada tahun 2007
menjadi 55,6% pada Mei 2013).
Peningkatan terbesar proporsi penduduk
berperilaku BAB benar terjadi di Sumatera
Barat sebesar 14,8 % (Riskesdas, 2013).
Keberhasilan pelaksanaan program
dipengaruhi oleh pembinaan dari segi
sarana dan prasarana. Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2009 menunjukkan bahwa
baru 64,41% sarana yang telah dibina
kesehatan lingkungannya, yang meliputi
institusi pendidikan (67,52%), tempat kerja
(59,15%), tempat ibadah (58,84%), fasilitas
kesehatan (77,02%) dan sarana lain
(62,26%) dimana masih belum berjalan
sebagaimana mestinya, sehingga bisa
mempengaruhi keberhasilan pembinaan
program PHBS (Kementerian Kesehatan,
2011).
Penelitian mengenai Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat sendiri telah banyak
dilakukan. Remi Sumarta Saragih
melaksanakan penelitian mengenai
gambaran pelaksanaan perilaku hidup
bersih dan sehat pada siswa di Sekolah
Dasar Negeri Cikuda Jatinangor. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
pelaksanaan PHBS di SDN Cikuda
Jatinangor masih mencapai 47%, sehingga
pihak sekolah perlu memberikan upaya
promotif dan menyediakan sarana dan
prasarana yang diperlukan (Saragih, 2012).
Janis, Umboh dan Malonda juga melakukan
penelitian dengan judul Gambaran Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat pada siswa SD
Negeri 30 Manado. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebanyak 79
380
responden (52,7%) dan yang memiliki
pengetahuan kurang baik sebanyak 71
responden (47, 3%). Responden yang
memiliki sikap baik tentang Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) sebanyak 123
responden (82%) dan yang memiliki sikap
kurang baik sebanyak 27 responden (18%).
Responden yang memiliki tindakan baik
tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) sebanyak 91 responden (60, 7%)
dan yang memiliki tindakan kurang baik
sebanyak 59 responden (39,3%).
Menurut data Dinas Kesehatan Kota
Tanjungpinang pada tahun 2012 jumlah SD
di Kota Tanjungpinang sebanyak 72 SD,
yang terdiri dari 10 SD yang berada di
wilayah kerja Puskesmas Pancur
Tanjungpinang Barat, 4 SD di wilayah kerja
Puskesmas Melayu Kota Piring
Tanjungpinang Timur, 6 SD di wilayah
kerja Puskesmas Batu 10 Tanjungpinang
timur, 5 SD di wilayah kerja Puskesmas
Mekar Baru Tanjungpinang Timur, 2 SD di
wilayah kerja Puskesmas Seijang Bukit
Bestari, 4 SD di wilayah kerja Puskesmas
Kampung Bugis Tanjungpinang Kota. Dari
72 SD di Kota Tanjungpinang yang sudah
memenuhi kriteria indikator PHBS
sebanyak 43%, dan yang belum memenuhi
kriteria indikator PHBS sebanyak 56,9%
(Dinkes Kota Tanjungpinang, 2012).
SDN 04 dan SDN 010 merupakan
Sekolah Dasar di wilayah Kelurahan
Senggarang Tanjungpinang. Dari hasil
wawancara dengan Kepala Sekolah
didapatkan data bahwa kedua SD tersebut
sudah pernah mendapatkan penyuluhan
terkait PHBS akan tetapi perilaku siswa
dalam menerapkan PHBS masih dianggap
kurang. Hal ini juga berkaitan dengan
karakter peserta didik dan ketersediaan
sarana dan prasarana. Selain itu kebiasaan
membuang sampah sembarangan masih
sering ditemukan pada siswa. Empat dari
lima siswa mengatakan tidak mencuci
tangan menggunakan sabun, tiga siswa
mengatakan tidak mencuci tangan sesudah
buang air kecil.
Kurangnya penerapan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat bisa dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Perilaku merupakan
sesuatu yang rumit dan berkaitan dengan
faktor-faktor pengetahuan dan sikap
individu. Selain itu perilaku juga berkaitan
dengan dimensi ekonomi dan dimensi nilai
dan norma. Berdasarkan fenomena di atas
maka penulis tertarik melakukan penelitian
dengan judul Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat Siswa Kelas I dan II di SDN 004 dan
SDN 010 Senggarang, Tanjungpinang
Kota.
BAHAN DAN METODE
PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
dengan metode korelasi. Pada penelitian
ini, yang menjadi populasinya adalah
381
seluruh siswa kelas I dan II SDN 04 dan
SDN 010 Kelurahan Senggarang
Tanjungpinang sebanyak 153 siswa.
Teknik pengambilan sampel yang
dilakukan adalah simple random sampling,
dimana peneliti memilih sampel dengan
memberikan kesempatan yang sama kepada
semua anggota populasi untuk ditetapkan
sebagai anggota sampel. Jumlah sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 110
siswa.
Waktu penelitian dilakukan pada bulan
Januari s/d Agustus 2013. Alat
pengumpulan data ini menggunakan
kuesioner.
HASIL PENELITIAN
Distribusi frekuensi pengetahuan siswa
kelas I dan II SDN 04 dan SDN 010
Kelurahan Senggarang
Pengetahuan Frekuensi Persentase
Baik 66 60%
Kurang 44 40%
Total 110 100.0
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan
bahwa sebagian besar responden memiliki
pengetahuan baik yaitu sebesar 60%.
Distribusi frekuensi sikap siswa kelas
I dan II SDN 04 dan SDN 010 Kelurahan
Senggarang
Sikap
Frekuensi
Persentas
e
Positif 63 57.27
Negatif 47 42.72
Total 110 100.0
Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar
responden memiliki sikap positif yaitu sebesar
57,27%.
Distribusi Frekuensi Tempat
Pembuangan Sampah Siswa Kelas I dan
II SDN 04 dan SDN 010 Kelurahan
Senggarang
Tempat Pembuangan
Sampah Frekuensi Persentase
Baik 61 55,5%
Kurang 49 44,5%
Total 110 100.0
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan
bahwa sebagian besar responden mengatakan
tempat pembuangan sampah baik yaitu sebesar
55,5%.
Distribusi Frekuensi Ketersediaan
Jajanan Sehat di Kantin Siswa Kelas I dan II
di SDN 04 dan SDN 010 Kelurahan
Senggarang
Ketersediaan
jajanan sehat di
kantin Frekuensi Persentase
Baik 77 70%
Kurang 33 30%
Total 110 100.0
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan
bahwa sebagian besar responden mengatakan
382
ketersediaan jajanan sehat di kantin baik yaitu
sebesar 60%.
Distribusi Frekuensi Peran Guru
Menurut Siswa Kelas I dan II di SDN 04
dan SDN 010 Kelurahan Senggarang
Peran Guru Frekuensi Persentase
Baik 75 68,2%
Kurang 35 31,8%%
Total 110 100.%
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan
bahwa sebagian besar responden mengatakan
bahwa peran guru baik yaitu sebesar 68, 2%.
Distribusi Frekuensi Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat Siswa Kelas I dan II di
SDN 04 dan SDN 010 Kelurahan
Senggarang
Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat Frekuensi Persentase
Baik 73 66,4%
Kurang 37 33,6%
Total 110 100.%
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan
bahwa sebagian besar responden memiliki
perilaku hidup bersih dan sehat baik yaitu
sebesar 66,4%.
Hubungan Tempat Pembuangan
Sampah dengan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat Siswa Kelas I dan II SDN 04 dan SDN
010 Kelurahan Senggarang.
Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat Total
Asymp.
Sig
Kurang Baik
Tempat
Pembua
ngan
Sampah
Kurang 31 18 49
28,2% 16,4% 44,5%
Baik 6 55 61
5,5% 50% 55,5%
Total 37 73 110
66,4% 33,6% 100.0% 0.000
Berdasarkan tabel di atas
didapatkan hasil uji statistik dengan
menggunakan uji Chi Square nilai asymp.
Sig 0.000 yang lebih kecil dari nilai α = 0.05
sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan
antara tempat pembuangan sampah dengan
perilaku hidup bersih dan sehat pada siswa
kelas I dan II SDN 04 dan SDN 010
Kelurahan Senggarang.
Hubungan ketersediaan jajanan
sehat di kantin dengan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat Siswa Kelas I dan II
SDN 04 dan SDN 010 Kelurahan
Senggarang.
383
Perilaku Hidup
Bersih dan
Sehat Total
Asymp.
Sig
Kurang Baik
Ketersed
iaan
Jajanan
Sehat di
Kantin
Kurang 30 3 33
27,3% 2,7
%
30.0%
Baik 7 70 77
6,4% 63,6
%
70.0%
Total 37 73 110
33,6% 66,4
%
100.0% 0.000
Berdasarkan tabel di atas didapatkan
hasil uji statistik dengan menggunakan uji
Chi Square nilai asymp. Sig 0.000 yang
lebih kecil dari nilai α = 0.05 sehingga Ho
ditolak, artinya ada hubungan antara
ketersediaan jajanan di kantin dengan
perilaku hidup bersih dan sehat pada siswa
kelas I dan II SDN 04 dan SDN 010
Kelurahan Senggarang.
Perilaku
Hidup Bersih
dan Sehat Total
Asymp
. Sig
Kurang Baik
Peran
Guru
Kurang 30 5 35
27,3% 34,5
%
31,8%
Baik 7 68 44
6,4% 61,8
%
68,2%
Total 37 73 100
33,6% 66,4
%
100.0
%
0.000
Berdasarkan tabel di atas didapatkan hasil
uji statistik dengan menggunakan uji Chi
Square nilai asymp. Sig 0.000 yang lebih kecil
dari nilai α = 0.05 sehingga Ho ditolak, artinya
ada hubungan antara peran guru dengan
perilaku hidup bersih dan sehat pada siswa kelas
I dan II SDN 04 dan SDN 010 Kelurahan
Senggarang.
PEMBAHASAN
Hubungan Pengetahuan dengan
Perilaku Hidup dan Bersih
Berdasarkan hasil uji statistik dengan
menggunakan uji Chi Square nilai asymp.
Sig 0.000 yang lebih kecil dari nilai α = 0.05
sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan
antara pengetahuan dengan perilaku hidup
bersih dan sehat pada siswa kelas I dan II
SDN 04 dan SDN 010 Kelurahan
Senggarang.
Menurut Notoatmodjo (2007)
pengetahuan atau kognitif merupakan
384
domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Dari
pengalaman dan penelitian ternyata
perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Apabila
penerimaan perilaku baru atau adopsi
perilaku melalui proses seperti awareness,
interest, evaluation, trial dan adaptation
dimana didasari oleh pengetahuan,
kesadaran dan sikap yang positif, maka
perilaku tersebut akan bersifat langgeng
(longlasting).
Penelitian serupa yang dilakukan oleh
Rorimpandey, Rattu dan Tumuraang
mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku hidup bersih dan sehat
siswa SMP Negeri 2 Tompaso
menunjukkan bahwa ada hubungan antara
peran orang tua, pengetahuan, sikap dan
sarana prasarana dengan PHBS siswa di
SMP Negeri 2 Tompaso. Akan tetapi
penelitian yang dilakukan oleh Wilar
(2012) tentang Analisis Faktor-faktor yang
berhubungan dengan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat Siswa di Sekolah Dasar GMIM
52 Mapanget Kecamatan Talawaan
menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan antara pengetahuan
dengan perilaku hidup bersih dan sehat
Dasar GMIM 52 Mapanget Kecamatan
Talawaan. Perbedaan hasil tersebut bisa
dilihat dari pengaruh usia responden. Usia
mempengaruhi terhadap daya tangkap dan
pola pikir seseorang. Semakin bertambah
usia akan semakin berkembang pula daya
tangkap dan pola pikirnya, sehingga
pengetahuan yang diperolehnya semakin
membaik. Pada usia tengah (41-60 tahun)
seseorang tinggal mempertahankan prestasi
yang telah dicapai pada usia dewasa.
Sedangkan pada usia tua (> 60 tahun)
adalah usia tidak produktif lagi dan hanya
menikmati hasil dari prestasinya. Semakin
tua semakin bijaksana, semakin banyak
informasi yang dijumpai dan sehingga
menambah pengetahuan (Cuwin, 2009).
Dilihat dari sisi kognitif, perkembangan
anak usia sekolah berada pada tahap
konkret dengan perkembangan kemampuan
anak yang sudah mulai memandang secara
realistis terhadap dunianya dan mempunyai
anggapan yang sama dengan orang lain.
Sifat ego sentrik sudah mulai hilang, sebab
anak mulai memiliki pengertian tentang
keterbatasan diri sendiri. Anak usia sekolah
mulai dapat mengetahui tujuan rasional
tentang kejadian dan mengelompokkan
objek dalam situasi dan tempat yang
berbeda. Pada periode ini, anak mulai
mampu mengelompokkan, menghitung,
mengurutkan, dan mengatur bukti-bukti
dalam penyelesaian masalah. Anak
menyelesaikan masalah secara nyata dan
urut dari apa yang dirasakan. Sifat pikiran
anak usia sekolah berada dalam tahap
reversibilitas, yaitu anak mulai memandang
sesutau dari arah sebaliknya atau dapat
385
disebut anak memiliki dua pandangan
terhadap sesuatu. Perkembangan kognitif
anak usia sekolah memperlihatkan anak
lebih bersifat logis dan dapat
menyelesaikan masalah secara konkret.
Kemampuan kognitif pada anak terus
berkembang sampai remaja (Hurlock,
2004). Kemampuan anak usia sekolah yang
seperti ini memungkinkan mereka untuk
menjadi sasaran yang tepat dalam
menerima pendidikan kesehatan tentang
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Hubungan Sikap dengan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat
Berdasarkan hasil uji statistik dengan
menggunakan uji Chi Square nilai asymp.
Sig 0.000 yang lebih kecil dari nilai α = 0.05
sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan
antara sikap dengan perilaku hidup bersih
dan sehat pada siswa kelas I dan II SDN 04
dan SDN 010 Kelurahan Senggarang.
Sikap adalah juga merespon tertutup
seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor
pendapat dan emosi yang bersangkutan
(senang – tidak senang, setuju –tidak setuju,
baik – tidak baik, dan sebagainya).
Newcomb, salah seorang ahli psikologi
sosial menyatakan bahwa sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak,
dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap
belum merupakan tindakan (reaksi terbuka)
atau aktivitas, akan tetapi merupakan faktor
predisposisi perilaku (reaksi tertutup)
(Notoatmodjo, 2005). Sikap salah satunya
dipengaruhi oleh konsep moral dan ajaran
dari lembaga pendidikan dan agama. Hal ini
sangat menentukan sistem kepercayaan
tidaklah mengherankan jika kalau pada
gilirannya konsep tersebut mempengaruhi
sikap. Sekolah Dasar sebagai salah satu
lembaga pendidikan diharapkan dapat
mempengaruhi sikap siswa Sekolah Dasar
terhadap perilaku hidup bersih dan sehat.
Hubungan tempat pembuangan
sampah dengan perilaku hidup bersih dan
sehat
Berdasarkan hasil uji statistik dengan
menggunakan uji Chi Square nilai asymp.
Sig 0.000 yang lebih kecil dari nilai α = 0.05
sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan
antara tempat pembuangan sampah dengan
perilaku hidup bersih dan sehat pada siswa
kelas I dan II SDN 04 dan SDN 010
Kelurahan Senggarang.
Sampah adalah semua zat/benda yang
sudah tidak terpakai lagi baik berasal dari
rumah-rumah maupun sisa-sisa proses
industri. Sampah menurut Soekidjo (2007)
adalah suatu bahan atau benda padat yang
sudah tidak dipakai lagi oleh manusia atau
benda-benda padat yang sudah tidak
digunakan lagi dalam kegiatan manusia dan
dibuang.
Sekolah sebagai tempat berkumpulnya
banyak orang dapat menjadi penghasil
386
sampah terbesar selain pasar, rumah tangga,
industri dan perkantoran. Secara umum
sampah dapat dipisahkan menjadi samapah
organik dan sampah anorganik. Sampah
organik/mudah busuk berasal dari: sisa
makanan, sisa sayuran dan kulit buah-
buahan, sisa ikan dan daging, sampah
kebun (rumput, daun dan ranting). Sampah
anorganik/tidak mudah busuk berupa :
kertas, kayu, kain, kaca, logam, plastik ,
karet dan tanah. Sampah yang dihasilkan
sekolah kebanyakan adalah jenis sampah
kering dan hanya sedikit sampah basah.
Sampah kering yang dihasilkan kebanyakan
berupa kertas, plastik dan sedikit logam.
Sedangkan sampah basah berasal dari
guguran daun pohon, sisa makanan dan
daun pisang pembungkus makanan.
Hubungan ketersediaan jajanan di
kantin dengan perilaku hidup bersih dan
sehat
Berdasarkan hasil uji statistik dengan
menggunakan uji Chi Square nilai asymp.
Sig 0.000 yang lebih kecil dari nilai α = 0.05
sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan
antara ketersediaan jajanan sehat dengan
perilaku hidup bersih dan sehat pada siswa
kelas I dan II SDN 04 dan SDN 010
Kelurahan Senggarang.
Kantin sekolah dapat dikelompokkan
menjadi dua jenis yaitu kantin dengan
ruangan tertutup dan kantin dengan ruangan
terbuka seperti koridor atau di halaman
sekolah. Meskipun kantin berada di ruang
terbuka, namun ruang pengolahan dan
tempat penyajian makanan harus dalam
keadaan tertutup. Kedua jenis kantin di atas
harus memiliki sarana dan prasarana
sebagai berikut: sumber air bersih, tempat
penyimpanan, tempat pengolahan, tempat
penyajian dan ruang makan, fasilitas
sanitasi, perlengkapan kerja dan tempat
pembuangan sampah yang tertutup
(Kementerian Kesehatan, 2011).
Jajanan yang tidak sehat di kantin akan
berpotensi mengganggu kesehatan siswa.
Sebuah penelitian dilakukan oleh Nuryani
(2012) untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian
kontaminasi E.coli pada makanan jajanan di
Kantin Sekolah Dasar Negeri di Wilayah
Kecamatan Denpasar Selatan. Penelitian ini
dilakukan dengan desain cross sectional
pada 31 Kantin Sekolah Dasar Negeri di
Wilayah Kecamatan Denpasar Selatan pada
bulan Januari- Maret Tahun 2012. Uji
statistik yang digunakan dengan
menggunakan chi square menunjukkan
kontaminasi E.coli positif pada makanan
jajanan di Kantin Sekolah Dasar Negeri di
Wilayah Kecamatan Denpasar Selatan
sebesar 22 (71 %) dan negatif sebesar 9 (29
%). Faktor- faktor yang berhubungan
dengan kontaminasi E.coli pada makanan
jajanan di Kantin Sekolah Dasar Negeri di
Wilayah Kecamatan Denpasar Selatan
adalah bahan makanan (p=0,037),
penyimpanan bahan makanan (p=0,041),
387
pengolahan bahan makanan (p=0,037),
fasilitas sanitasi (p=0,015) dan tenaga
penjamah (p=0,037). Faktor yang paling
dominan berhubungan dengan kontaminasi
E.coli pada makanan jajanan di Kantin
Sekolah Dasar Negeri di Wilayah
Kecamatan Denpasar Selatan adalah faktor
fasilitas sanitasi khususnya air yang
dimanfaatkan.
Pengawasan terhadap kualitas
makanan, kebersihan, tenaga, peralatan,
dan ruangan kantin perlu dilakukan agar
tujuan penyediaan kantin sekolah dapat
tercapai. Pengawasan ini dapat ditugaskan
pada guru piket UKS (Usaha Kesehatan
Sekolah) atau guru yang mengajarkan
materi kesehatan/pendidikan jasmani dan
kesehatan.
Hubungan peran guru dengan perilaku
hidup bersih dan sehat
Berdasarkan hasil uji statistik dengan
menggunakan uji Chi Square nilai asymp.
Sig 0.000 yang lebih kecil dari nilai α = 0.05
sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan
antara tempat pembuangan sampah dengan
perilaku hidup bersih dan sehat pada siswa
kelas I dan II SDN 04 dan SDN 010
Kelurahan Senggarang. Berdasarkan hasil
penelitian dapat Diana, Susanti, dan Irfan
(2011) diketahui bahwa dalam pelaksanaan
Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) pada SD Negeri 001 Tanjung Balai
Karimun Kabupaten Karimun Tahun 2011
terdapat sebanyak 56,3% guru belum
berperan. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Linda dkk di PAUD pada
Kecamatan Jakarta Utara Tahun 2010
terdapat hubungan yang bermakna antara
peran guru dengan pelaksanaan Program
Perilaku Hidup Sehat dan Bersih (PHBS)
yaitu sebesar 54,3% kurang berperan.
Mekanisme pembelajaran yang cenderung
dilakukan siwa mengenai perilaku hidup
bersih dan sehat adalah melalui mekanisme
imitasi. Kecenderungan anak meniru
perilaku orang dewasa dan selain orang tua
si anak, guru di sekolah merupakan orang
dewasa terdekat kedua bagi mereka.
Bahkan saat ini banyak kasus anak lebih
mempunyai kepercayaan terhadap guru
dibandingkan pada orang tua mereka
sendiri. Maka dari itulah guru harus bisa
menunjukan sikap dan keteladanan yang
baik di hadapan murid-muridnya. Selain
keteladanan, kewibawaan juga perlu.
Dengan kewibawaan, guru menegakan
disiplin demi kelancaran dan ketertiban
proses belajar mengajar. Dalam pendidikan,
kewibawaan rnerupakan syarat mutlak
mendidik dan membimbing anak. Untuk
meningkatkan peran guru terhadap
pelaksanaan Program Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) maka perlu
diadakan pelatihanyang terpadu dan
memberikan penyuluhan secara
menyeluruh bagi pendidik sehingga
388
nantinya dapat diteruskan pada peserta
didik.
SIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Diketahuinya hubungan antara
pengetahuan dengan perilaku hidup
bersih dan sehat pada siswa kelas I dan
II SDN 04 dan SDN 010 Kelurahan
Senggarang
2. Diketahuinya hubungan antara sikap
dengan perilaku hidup bersih dan sehat
pada siswa kelas I dan II SDN 04 dan
SDN 010 Kelurahan Senggarang.
3. Diketahuinya hubungan antara tempat
pembuangan sampah dengan perilaku
hidup bersih dan sehat pada siswa kelas
I dan II SDN 04 dan SDN 010
Kelurahan Senggarang.
4. Diketahuinya hubungan antara
ketersediaan jajanan sehat dengan
perilaku hidup bersih dan sehat pada
siswa kelas I dan II SDN 04 dan SDN
010 Kelurahan Senggarang.
5. Diketahuinya hubungan antara tempat
pembuangan sampah dengan perilaku
hidup bersih dan sehat pada siswa kelas
I dan II SDN 04 dan SDN 010
Kelurahan Senggarang.
DAFTAR PUSTAKA
Diskes Kota Tanjungpinang, (2014) “Data
Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat
Pada Anak SD”. Kota
Tanjungpinang:Agustus 2015
Dirjen Dikti. (2013). Panduan Pelaksanaan
Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat di Perguruan Tinggi
Edisi IX . Jakarta: Dirjen Dikti
Kemendikbud.
Kementerian Kesehatan. (2011). Pedoman
Keamanan Pangan di Sekolah
Dasar. Jakarta : Direktorat Bina Gizi
dan Kesehatan Ibu dan Anak
Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan. (2011). Pedoman
Pembinaan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS).
http://www.promkes.depkes.go.id/d
l/pedoman_umum_PHBS.pdf.
Kementerian Kesehatan (2014). Profil
Kesehatan Indonesia 2014.
http://www.depkes.go.id/resources/
download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/profil-
kesehatan-indonesia-2014.pdf
Cipta:Jakarta
Notoadmodjo S. (2006). “Promosi
Kesehatan Teori Dan Aplikasinya
”.Rineka Cipta Jakarta:Jl. Jendral
Sudirman.
389
Notoadmodjo Soekidjo,2012. “Promosi
Kesehatan dan perilaku
kesehatan”.Jakarta: Rineka Cipta
Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar
2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
Kemenkes RI.
390
PENGARUH BUNCIS TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA
DARAH PADA LANSIA ANGGOTA PROLANIS DENGAN DIABETES
MELLITUS TIPE II DI PUSKESMAS BATU X TANJUNGPINANG
Fitri Susilawati1, Hotmaria Julia Dolok Saribu2, Yunita3
ABSTRAK Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (gula darah) melebihi nilai normal. Berdasarkan WHO baru-baru ini menyebutkan bahwa di seluruh dunia kurang lebih 3 juta orang meninggal dikaitkan dengan DM. Indonesia menduduki ranking ke 4 terbesar di dunia. Hampir 99% penderita DM di puskesmas adalah lansia. Melihat permasalahan tersebut harus ada upaya penanggulangan yaitu dengan menggunakan buncis yang mengandung B-siterol dan Sigmasterol sebagai pendongrak produksi insulin. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh buncis terhadap penurunan kadar gula darah pada lansia anggota Prolanis dengan Diabetes Mellitus tipe II di puskesmas batu X Tanjungpinang tahun 2014. Metode yang digunakan yaitu pra eksperimen dengan desain penelitian One Group Pretest Posttest. Populasi dan sampel berjumlah 11 orang karena menggunakan teknik totaly sampling. Data dianalisis menggunakan uji Wilcoxon dengan derajat kemaknaan α = 0,05. Hasil uji statistik menunjukkan p value diperoleh adalah 0,03 < 0,05 , maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh yang bermakna antara buncis terhadap penurunan kadar gula darah pada lansia anggota Prolanis dengan DM tipe II di wilayah Puskesmas Batu X Kota Tanjungpinang Tahun 2014. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang bermakna antara buncis terhadap penurunan kadar gula darah pada lansia anggota Prolanis dengan DM tipe II di wilayah Puskesmas Batu X Kota Tanjungpinang. Hendaknya buncis bisa menjadi pilihan dalam menurunkan kadar gula darah, sehingga menjadi solusi dalam penerapan praktek mandiri perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan.. Kata Kunci : Diabetes Mellitus, Buncis, Lansia
391
PENDAHULUAN
Salah satu penyakit kronis yang
sering diderita oleh lansia yaitu Diabetes
melitus. Diabetes Mellitus (DM)
merupakan penyakit kronis yang
mengancam kehidupan saat ini, bahkan
dimungkinkan untuk saat yang akan datang.
Disebut mengancam karena sekali
terdiagnosa DM, maka seumur hidup akan
bergelut dengannya. Meskipun penyakit
kronis ini tidak dapat disembuhkan tetapi
dapat dikendalikan. Penderita mampu hidup
sehat bersama DM, asalkan mau patuh dan
kontrol teratur (Adam, 2005). Menurut hasil
survey WHO, Indonesia menduduki
ranking ke 4 terbesar di dunia. Masih ada
badan atau organisasi lain yang juga
melakukan survey tentang jumlah penderita
diabetes di suatu negara yaitu International
Diabetes Federation (IDF) yang disponsori
oleh World Diabetes (Executive summary,
second edition), Indonesia dinyatakan
menduduki ranking ke 3 terbesar di dunia.
Pada tahun 2003 Indonesia masih
menduduki ranking ke 5 di bawah Amerika,
tetapi pada tahun 2005 Indonesia naik ke
atas menjadi ranking ke 3 dengan penduduk
penderita diabetes terbesar, bahkan
menggeser Rusia yang sebelumnya pada
tahun 2003 menduduki ranking ke 3
(Anonim, 2008).
Data yang didapat dari Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
menyebutkan bahwa proporsi penyebab
kematian pada kelompok umur 45-54 tahun
di perkotaan DM menduduki ranking ke-2,
yaitu sebesar 14,7 %. Di pedesaan DM
menduduki ranking ke-6 dengan jumlah
proporsi kematian sebesar 5,8%. Prevalensi
nasional DM berdasarkan pemeriksaan
hasil gula dasar pada penduduk berumur di
atas 15 tahun di perkotaan mencapai 5,7 %.
Hingga kini, masih tersisa 12 provinsi yang
memiliki tingkat prevalensi di atas
pevalensi nasional (Susanto, 2009).
Berdasarkan data yang diperoleh
dari Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang,
jumlah penderita DM sepanjang tahun 2013
yang tercatat di seluruh puskesmas yang
ada di Tanjungpinang berjumlah 566 orang.
Dari studi pendahuluan yang dilakukan di 3
puskesmas yang ada di Tanjungpinang
yaitu: puskesmas Sei Jang, puskemas
Pancur dan puskesmas Batu X, didapati
bahwa Puskesmas Batu X memiliki jumlah
pasien DM terbesar dibandingkan dengan 2
puskesmas lainnya. Jumlah penderita DM
di puskesmas Batu X dari Januari hingga
Agustus 2014 ada 91 kasus penderita DM.
Hampir 99% penderita DM di puskesmas
adalah lansia mulai dari 45 hingga 70 tahun
lebih. Sedangkan dari anggota Prolanis
hingga April 2014 didapati jumlah lansia
yang menderita DM tipe II ada 11 orang.
Hal ini membuktikan bahwa mayoritas
penderita DM adalah mereka yang berusia
lanjut (lansia).
392
Manfaat dari kandungan buncis
telah terbukti dalam penelitian, Yayuk
(2003) menggunakan tikus putih sebagai
binatang percobaan. Tikus putih berusia
tiga bulan itu oleh Yayuk diberi perlakuan
induksidiabetes. Artinya, "dengan sengaja"
si tikus putih dibuat mengidap diabetes
melitus. Sebelum diinjeksi dengan diabetes,
tikus tersebut telah diberi ekstrak buncis.
Ternyata dalam waktu 30 menit setelah
"dengan sengaja" dibuat menderita
diabetes, tekanan gula darah tikus-tikus
percobaan kembali normal, tanpa
mengalami penurunan pada tingkat
hipoglikemik (di bawah kadar gula normal).
Berdasar analisis Yayuk, di dalam
buncis terkandung zat yang dinamakan B-
sitosterol dan stigmasterol. Kedua zat inilah
yang mampu meningkatkan produksi
insulin. Insulin adalah suatu hormon yang
dihasilkan secara alamiah oleh tubuh kita
dari organ tubuh yang dinamakan pankreas.
Insulin berfungsi untuk menurunkan
kadargula dalam darah. Seseorang
mengalami diabetes mellitus bila pankreas
hanya sedikit menghasilkan insulin atau
tidak mampu memproduksi sama sekali.
Ternyata dua zat tadi yaitu B-sitosterol dan
stigmasterol mampu merangsang pancreas
untuk meningkatkan produksi insulinnya
(Yayuk, 2003).
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh buncis terhadap
penurunan kadar gula darah pada lansia
anggota Prolanis dengan Diabetes Mellitus
tipe II di puskesmas batu X Tanjungpinang
tahun 2014.
BAHAN DAN METODE
PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain
penelitian pra eksperimental dengan
rancangan penelitian One Group Pretest
Posttest. Penelitian ini dilakukan dengan
cara observasi pertama (pretest) terlebih
dahulu sebelum diberikan intervensi setelah
itu diberikan intervensi kemudian
dilakukan posttest (pengamatan akhir)
(Hidayat, 2008).
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
Analisis data dilakukan dengan uji
univariat. Analisis data yang didapatkan
dari responden meliputi umur dan jenis
kelamin.
1. Karakteristik Responden
Berdasarkan Usia
Penelitian ini dilaksanakan pada
tanggal 11 hingga 18 Desember 2014 di
Puskesmas Batu X Tanjungpinang.
Responden dalam penelitian ini adalah
lansia anggota Prolanis yang berusia 48
sampai dengan 71 tahun yang mengalami
Diabetes Mellitus tipe II yang berada di
wilayah kerja Puskesmas Batu X
Tanjungpinang dengan jumlah sampel 11
orang yang diambil secara tidak acak.
393
Tabel 1 Karakteristik Responden
Berdasarkan Usia
No Kategori N %
Usia
pertengahan
(middle age)
(45-59th)
10 91%
Usia lanjut
(elderly) (60-
74th)
1 9%
Jumlah
11 100%
Berdasarkan tabel 1, dapat
disimpulkan bahwa hampir seluruhnya
kelompok umur responden adalah
kelompok usia pertengahan (middle age)
(45-59th) sebanyak 10 orang (91%).
2. Karakteristik Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 2 Karakteristik Responden Jenis
Kelamin
No Kategori N %
1 Laki-laki 2 18,2
2 Perempuan 9 81,8
Jumlah 11 100%
Berdasarkan tabel 5.2, dapat
disimpulkan bahwa kelompok jenis
kelamin responden sebagian besar adalah
perempuan sebanyak 9 orang (81,8%).
B. Analisis Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk
melihat pengaruh antara variabel
independen (buncis) pada variabel
dependen (penurunan kadar gula darah).
Sebelum itu dilakukan analisis kadar gula
darah sebelum dan setelah pemberian
buncis serta penurunan kadar gula darah,
seperti pada tabel ini:
1. Distribusi Kadar Gula Darah
pada Lansia Anggota Prolanis dengan
DM Tipe II Di Wilayah Puskesmas Batu
X Kota Tanjungpinang Sebelum
diberikan Buncis
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Kadar Gula Darah pada
Lansia Anggota Prolanis dengan DM Tipe II sebelum
diberikan buncis (Pre Test) Di Wilayah Puskesmas
Batu X Kota Tanjungpinang
No Kategori
Kadar Gula Darah
N %
1 Hipoglikemia 0 0
2 Normal 0 0
3 Hiperglikemia 11 100
394
Jumlah
11 100%
Berdasarkan tabel 3 dapat
disimpulkan bahwa secara keseluruhan
responden yaitu 11 orang (100%) menderita
hiperglikemia.
2. Distribusi Kadar Gula Darah
pada Lansia Anggota Prolanis dengan
DM Tipe II Di Wilayah Puskesmas Batu
X Kota Tanjungpinang Setelah
diberikan Buncis
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Kadar Gula Darah pada
Lansia Anggota Prolanis dengan DM Tipe II setelah
diberikan buncis (Post Test) Di Wilayah Puskesmas
Batu X Kota Tanjungpinang
No Kategori
Kadar Gula
Darah
N %
1 Hipoglikemia 0 0
2 Normal 6 54,5
3 Hiperglikemia 5 45,5
Jumlah
11 100%
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan
bahwa lebih dari sebagian responden
dengan gula darah normal berjumlah 6
orang (54,5%), sedangkan responden yang
masih hiperglikemia berjumlah 5 orang
(45,5%).
3. Pengaruh Kadar Gula Darah
Setelah diberikan Buncis pada Lansia
Anggota Prolanis dengan DM Tipe II Di
Wilayah Puskesmas Batu X Kota
Tanjungpinang
Setelah mengetahui kadar gula
darah sebelum (pre test) dan setelah (post
test) konsumsi buncis, selanjutnya
dilakukan pengolahan data kadar gula darah
pre test dan post test pada penderita DM
tipe II dengan menggunakan uji Wilcoxon.
Berikut ini hasil penelitian yang telah
dilakukan: Tabel 5 Analisis Konsumsi Buncis terhadap
Penurunan Kadar Gula Darah pada Lansia Anggota
Prolanis dengan DM tipe II di wilayah Puskesmas
Batu X kota Tanjungpinang
* α = 0,05
Tabel 5 analisis konsumsi buncis
terhadap penurunan kadar gula darah pada
lansia anggota Prolanis dengan DM tipe II
di wilayah Puskesmas Batu X kota
Tanjungpinang menunjukkan bahwa dari
11 responden, sebelum diberikan buncis
seluruh respoden (100%) menderita
hiperglikemia, sedangkan setelah
mengkonsumsi buncis jumlah penderita
hiperglikemia turun menjadi 5 orang (45%)
dan responden yang lain kadar gula darah
menjadi normal sebanyak 6 orang (54,5%).
No Kriteria Sebelum Setelah
ρ F % F (%)
1 Hipoglikemia 0 0 0 0
2 Normal 0 0 6 54,5
3 Hiperglikemia 11 100 5 45,5
Jumlah 11 100 11 100 0,03
395
Hasil penelitian dengan uji
Wilcoxon dapat dilihat nilai p value
diperoleh adalah 0,03. Kesimpulan adalah
0,03 < 0,05 maka Ho ditolak, artinya ada
pengaruh buncis terhadap kadar gula darah
pada lansia Anggota Prolanis dengan DM
tipe II di wilayah Puskesmas Batu X Kota
Tanjungpinang.
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
1. Berdasarkan Usia
Berdasarkan hasil penelitian yang
didapatkan oleh peneliti disimpulkan
bahwa hampir seluruhnya kelompok umur
responden adalah kelompok usia
pertengahan (middle age) (45-59th)
sebanyak 10 orang (91%). Menurut Price
(2006), seseorang yang mempunyai resiko
tinggi untuk terjadinya Diabetes Mellitus
adalah usia diatas 45 tahun. Pada orang-
orang yang berumur fungsi organ tubuh
semakin menurun, hal ini diakibatkan
aktivitas sel beta pankreas untuk
menghasilkan insulin menjadi berkurang
dan sensitifitas sel-sel jaringan menurun
sehingga tidak menerima insulin.
Sedangkan DM tipe II biasa terjadi
pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya
terjadi setelah usia 30 tahun (Soegondo
2008). Pada usia diatas 65 tahun, memiliki
peningkatan gula darah yang tinggi yaitu
gula darah puasa 100-125 mg/dl dan 2 jam
sesudah makan 145-180 mg/dl (Prawiro
2009). Selain itu pada penderita DM tipe 2
yang lebih tua (di atas 55 tahun) perubahan
glukosa darah yang ditimbulkan oleh
aktivitas fisik tidak sama dengan mereka
yang usianya lebih muda sehingga
diperlukan waktu beradaptasi yang lebih
lama.
2. Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian yang
didapatkan oleh peneliti disimpulkan
bahwa kelompok jenis kelamin responden
sebagian besar adalah perempuan sebanyak
9 orang (81,8%). Hubungan lansung antara
jenis kelamin perempuan dengan penyakit
Diabetes Mellitus belum dapat dipastikan,
namun diduga berasal dari obesitas atau
kegemukan. Pada orang gemuk aktivitas
jaringan lemak dan otot menurun sehingga
dapat memicu munculnya Diabetes
Mellitus (Price, 2006).
Kurangnya aktivitas fisik
merupakan faktor risiko utama terjadinya
DM tipe II, sedangkan kegemukan atau
obesitas merupakan faktor risiko terpenting
untuk terjadinya diabetes. Aktivitas fisik
diketahui dapat memperbaiki sensitivitas
insulin (menurunkan resistensi insulin),
memodifikasi abnormalitas lemak
(menurunkan total lemak dan massa lemak)
dan hipertensi.
A. Kadar Gula Darah Pre Test
Berdasarkan hasil penelitian yang
didapatkan oleh peneliti diketahui bahwa
396
secara keseluruhan responden yaitu 11
orang (100%) menderita hiperglikemia.
Hiperglikemia merupakan kadar gula darah
yang melebihi dari normal. Kadar gula
darah sewaktu yang berada dalam rentang
normal adalah antara 110-200 mg/dl
(Nabyl, 2009).
Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi kadar gula darah naik
menurut Price (2006), yaitu: seseorang
yang mempunyai resiko tinggi untuk
terjadinya Diabetes Mellitus adalah usia
diatas 45 tahun, obesitas atau kegemukan,
pola makan, riwayat Diabetes Mellitus pada
keluarga dan kurangnya berolahraga atau
beraktivitas.
B. Kadar Gula Darah Post Test
Berdasarkan hasil penelitian yang
didapatkan oleh peneliti disimpulkan
bahwa kadar gula darah responden yang
berjumlah 11 orang keseluruhan adalah
hiperglikemia, setelah diberikan buncis
secara keseluruhan mengalami penurunan.
Dari semua yang mengalami penurunan,
ada 6 orang yang kadar gula normal,
sedangkan 5 responden lainnya masih
hiperglikemia.
Pemantauan kadar gula darah.
Dalam Nabyl (2009), pemantauan status
metabolik penyandang DM merupakan hal
yang sangat penting. Hasil pemantauan
tersebut digunakan untuk menilai manfaat
pengobatan dan sebagai pedoman
penyesuaian diet, latihan jasmani, dan obat-
obatan untuk mencapai kadar gula
(glukosa) darah senormal mungkin, serta
terhindar dari berbagai komplikasi.
Edukasi merupakan bagian integral
asuhan perawatan DM. edukasi adalah
pendidikan dan latihan mengenai
pengetahuan dan keterampilan pada
pengelolaan DM yang diberikan kepada
setiap penderita DM. Selain kepada
penderita DM, edukasi juga diberikan
kepada anggota keluarganya, kelompok
masyarakat yang beresiko tinggi dan pihak
perencana kebijakan kesehatan (Shahab,
2006).
Melalui edukasi, penderita diabetes
(diabetisi) bisa mengetahui dan mengerti
tentang apa itu diabetes, masalah apa yang
harus dihadapi, mengapa penyakit ini perlu
dikendalikan secepatnya, dan seterusnya.
Apabila penderita mempunyai pengetahuan
yang cukup tentang DM, selanjutnya
diharapkan mengubah perilaku (life style)
yang kemudian dapat mengendalikan
kondisi penyakitnya (Soegondo, 2008).
Dalam edukasi ini ditekankan bahwa hal
yang terpenting dalam pengendalian
diabetes adalah perubahan pola makan dan
aktifitas fisik (olah raga), inilah yang
disebut dengan perubahan gaya hidup (life
style) (Kariadi, 2009).
C. Pengaruh Kadar Gula Darah
pada Lansia dengan DM Tipe II Sebelum
dan Sesudah diberikan Buncis Di
397
Wilayah Puskesmas Batu X Kota
Tanjungpinang.
Berdasarkan hasil penelitian yang
didapatkan oleh peneliti sebelum
pemberian buncis secara keseluruhan
responden yaitu 11 orang (100%) menderita
hiperglikemia. Setelah diberikan buncis
secara keseluruhan mengalami penurunan.
Dari semua yang mengalami penurunan,
ada 6 orang (54,5%) dengan kadar gula
normal, sedangkan 5 orang (45,5%) lainnya
masih hiperglikemia, hal ini dikarenakan
karena kadar gula darah yang terlalu tinggi.
Selain itu banyak faktor yang menyebabkan
kadar gula darh pada lansia tidak turun
antara lain : pengelolahan diet yang tidak
benar, dalam hal ini walaupun terapi
dilakukan namun pola makan tidak dijaga
akan membawa hasil yang tidak baik. Stress
juga dapat membuat kadar gula darah tidak
turun serta kepatuhan responden dalam
melakukan terapi mnegkonsumsi buncis
apakah rutin atau tidak.
Hasil yang diperoleh dari
pengolahan data didapat hasil 0,03
(ρ<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh konsumsi buncis terhadap kadar
gula darah pada lansia dengan DM tipe II di
wilayah Puskesmas Batu X Tanjungpinang.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh buncis terhadap
penurunan kadar gula darah.
Buncis berkhasiat sebagai
antihiperglikemik, yakni zat yang mampu
mencegah kenaikan kadar glukosa dalam
darah. Buncis sangat cocok dikonsumsi
oleh penderita diabetes. Zat B-siterol dan
Sigmasterol ini terdapat dalam lemak yang
ada dalam kandungan buncis. Banyak
penelitian yang telah membuktikan efek
antihiperglikemik pada buncis salah
satunya Yayuk (2003), dengan judul
penelitian “Mekanisme Aktivitas
Antihiperglikemik Ekstrak Buncis pada
Tikus Diabetes dan Identifikasi Komponen
Aktif”, hasilnya yaitu ada pengaruh ekstrak
buncis terhadap penurunan gula darah pada
tikus diabetes.
Penelitian Askandar (1993)
menunjukkan bahwa penambahan buncis
sebanyak 600 gram/hari dalam diet selama
7 hari menunjukkan terjadinya penurunan
kadar glukosa darah sehingga 14% pada
penderita diabetes (Rizki, Farah. 2013).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
mengenai pengaruh buncis terhadap
penurunan kadar gula darah pada lansia
anggota Prolanis dengan DM tipe II di
wilayah Puskesmas Batu X Tanjungpinang
tahun 2014, dapat disimpulkan bahwa
konsumsi buncis memberi pengaruh pada
penurunan kadar gula darah. Hal ini
dibuktikan sebagai berikut:
1. Hampir seluruhnya kelompok
umur responden adalah kelompok usia
pertengahan (middle age) (45-59th)
398
sebanyak 10 orang (91%). Dan kelompok
jenis kelamin responden sebagian besar
adalah perempuan sebanyak 9 orang
(81,8%).
2. Kadar gula darah sebelum
mengkonsumsi buncis yaitu semua
responden sebanyak 11 orang (100%)
menderita hiperglikemia.
3. Kadar gula darah setelah
mengkonsumsi buncis secara keseluruhan
mengalami penurunan namun hanya 6
orang responden (54,5%) dengan kadar
gula darah normal, sedangkan responden
yang masih hiperglikemia berjumlah 5
orang (45,5).
4. Hasil uji Wilcoxon dapat dilihat
nilai p value diperoleh adalah 0,03.
Kesimpulan adalah ada pengaruh buncis
terhadap penurunan kadar gula darah pada
lansia dengan DM tipe II di wilayah
Puskesmas Batu X Kota Tanjungpinang
tahun 2014.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, J.M.F. 2005. Komplikasi Kronik
Diabetik Masalah Utama Penderita
Diabetes dan Upaya Pencegahan.
Bidang Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran. Universitas
Hasanudin.
Anonim. 2008. Diabetes Indonesia Ranking ke 3 di
Dunia. 2008. http://indodiabetes.com.
Diakses tanggal 29 September 2014
Kariadi, S. H. 2009. Diabetes? Siapa Takut:
Panduan Lengkap Diabetes,
Keluarganya dan Profesional
Medik. Bandung: PT.Mizan Pustaka
Price, A.S. 2006. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. Alih
Bahasa: dr. Brahn U. Jakarta : EGC
Re Nabyl. 2009. Cara Mencegah dan
Mengobati Diabetes Mellitus.
Yogyakarta: Aulia Publising.
Rizki, Farh. 2013. The Miracle of
Vegetable. Jakarta: AgroMedia
Pustaka
Santoso, Mardi. 2010. Senam Diabetes
Indonesia Seri 5. Yayasan Diabetes
Indonesia : Jakarta.
Shahab, Alwi. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta:
Universitas Indonesia
Soegondo Sidartawan ddk. 2009.
Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
Yayuk. (2008). Mekanisme Aktivitas
Antihiperglikemik Ekstrak Buncis
pada Tikus Diabetes dan
Identifikasi Komponen Aktif. Bogor.
IPB (Bogor Agricultural
University).
1. Fitri Susilawati : Mahasiswi STIKES
Hang Tuah Tanjungpinang
399
2. Hotmaria Julia Dolok
Saribu,Ners.M.Kep : STIKES Hang
Tuah Tanjungpinang
3. Yunita, Ners : Dosen STIKES Hang
Tuah Tanjungpinang
400
HUBUNGAN TINGKAT STRES MAHASISWA PRODI SI
DENGAN PERILAKU PROKRATINASI AKADEMIK DI STIKES HANG
TUAH TANJUNGPINANG
Irma Yuni1, Eka Yusdiana2, Zainudin3, Tiara Angraini4
ABSTRAK Prokratinasi berhubungan dengan sindrom-sindrom psikiatri. Seorang prokratinasi biasanya juga
mempunyai tidur yang tidak sehat, mempunyai depresi yang kronis, penyebab stres. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat stres mahasiswa prodi S1 dengan perilaku prokratinasi akademik di Stikes Hang Tuah Tanjungpinang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kuantitatif dengan pendekatan korelasi. Populasi yang digunakan 40 orang sampel yang di ambil sebanyak 21 orang dengan teknik simple random sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner banyak butir pernyataan yang digunakan 43 item. uji validitas menggunakan r hitug 0,514 uji reabilitas menggunakan Alpha Cronbach uji yang digunakan menggunakan uji colelasi gamma. Hasil penelitian didapatkan lebih dari separuh responden 52,4% mengalami stres sedang dan lebih dari separuh responden 57,1% memiliki prokratinasi tinggi. Hasil analisis didapatkan ada hubungan signifikan antara tingkat stres dengan perilaku prokratinasi akademik dengan p value = 0,006 dibawah ≤ 0,05. Semoga penelitian ini bisa menambah pengetahuan, pemahaman kepada mahasiswa tentang tingkat stres dan perilaku prokratinasi akademik dan khususnya bagi institusi bisa memotivasi mahasiswa agar tidak melakukan perokratinasi akademik.
PENDAHULUAN Stres sudah menjadi bagian hidup,
mungkin tidak ada manusia yang belum
pernah mengalami stres. Stres kini menjadi
manusiawi selama tidak berlarut-larut dan
berkepanjangan. Stres dibagi menjadi tiga
tingkat diantaranya stres ringan, stres
sedang dan stres berat. Stres ringan
biasanya ditandai dengan gejala
penglihatan tajam, sering merasa letih tanpa
sebab dan perasaan tidak bisa santai. Stres
sedang berlangsung lebih lama dari
beberapa jam sampai beberapa hari,
biasanya ditandai dengan gejala sakit perut,
mules, otot-otot terasa tegang, dan
gangguan tidur sedangkan stres berat
biasanya ditandai dengan gejala sulit
beraktivitas, gangguan hubungan sosial,
sulit tidur, penurunan konsentrasi, keletihan
meningkat, tidak mampu melakukan
pekerjaaan sederhana dan perasaan takut
meningkat (Priyoto, 2013).
Di Amerika menunjukkan sekitar
75% orang dewasa mengalami stres berat
dan jumlahnya cenderung meningkat.
Sementara itu di Indonesia, sekitar 1,33 juta
penduduk diperkirakan mengalami
gangguan kesehatan mental atau stres.
Angka tersebut mencapai 14% dari total
penduduk dengan tingkat stres akut (stres
berat) mencapai 1-3% (Legiran et. al 2013).
Ketika seseorang mengalami stres
banyak gejala yang akan dirasakan terutama
gejala fisiologis dan psikologis. Gejala
fisiologis yang dirasakan mudah masuk
401
angina, mudah pening-pening, kejang otot
(kram) dan mengalami kegemukan atau
menjadi kurus yang tidak dapat dijelaskan
sedangkan gejala psikologis yang dirasakan
seperti perasaan keletihan, jenuh,
ketegangan, kegelisahan, ketidaktenangan,
kebosanan, cepat marah, cepat tersinggung,
merasa sedih, dan cendrung ingin terus
menunda pekerjaan (Priyoto, 2013).
Penundaan yang terus menerus
dilakukan biasanya disebut sebagai perilaku
prokratinasi. Prokratinasi dapat dipandang
dari berbagai segi, hal ini dikarenakan
prokratinasi melibatkan berbagai unsur
masalah yang kompleks, yang saling terkait
satu dengan yang lainnya. Seseorang yang
mempunyai kecendrungan untuk menunda
atau tidak segera memulai pekejaan, ketika
menghadapi suatu pekerjaan dan tugas
disebut seseorang yang melakukan
prokratinasi. Tidak peduli apakah
penundaan tersebut mempunyai alasan atau
tidak. Setiap penundaan dalam menghadapi
suatu tugas disebut prokratinasi (Ghufron
dan Risnawata, 2012).
Seseoran yang sering melakukan
prokratinasi mempunyai kesulitan untuk
melakukan sesuatu sesuai batas waktu yang
telah ditentukan, sering mengalami
keterlambatan, mempersiapkan sesuatu
batas waktu yang telah ditentukan, dan
gagal dalam menyelesaikan tugas sesuai
batas waktu yang telah ditentukan. Oleh
sebab itu, prokratinasi dapat dikatakan
sebagai salah satu perilaku tidak efisien
dalam menggunakan waktu dan adanya
kecendrungan untuk tidak segera memulai
suatu pekerjaan ketika menghadapi suatu
tugas (Ghufron dan Risnawata, 2013).
Prokratinasi biasa terjadi pada
berbagai tugas terutama pada tugas
akademik. Menurut Green jenis tugas yang
menjadi objek prokratinasi akademik
adalah tugas yang berhubungan dengan
kinerja akademik. Perilaku-perilaku yang
mencirikan penundaan dalam tugas
akademik dipilih dari perilaku lainnya dan
dikelompokan menjadi unsur akademik.
Seseorang yang melakukan
prokratinasi akademik dapat disebabkan
oleh berbagai faktor terutama faktor
internal dan eksternal. Faktor internal dapat
dipengaruhi oleh kondisi fisik individu
seperti kelelahan dan kondisi psikologis
biasanya juga mempunyai tidur yang tidak
sehat, mempunyai depresi yang kronis,
penyebab stres. Faktor eksternal bisa
disebabkan oleh pengasuhan orang tua dan
kondisi lingkungan (Ghufron dan
Risnawata, 2013).
Berdasarkan dari data jadwal ujian
skripsi Mahasiswa Stikes Hang Tuah
Mahasiswa Program Studi SI Keperawatan
yang telah menyelesaikan Skripsi di
dapatkan dari jumlah mahasiswa sebanyak
40 mahasiswa. Terdapat 45% mahasiswa
yang tidak bisa melakukan sidang skripsi
402
tepat pada waktu yang telah ditentukan oleh
pihak institusi.
Melihat kondisi tersebut diatas
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang Hubungan Tingkat Stres
Mahasiswa Prodi SI Dengan Perilaku
Prokratinasi Akademik di Stikes Hang Tuah
Tanjungpinang tahun 2013.
BAHAN DAN METODE
PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif dengan pendekatan korelasi.
Yaitu bertujuan untuk mengetahui
hubungan antar variabel dimana untuk
mengetahui apakah ada hubungan tingkat
stress mahasiswa dengan perilaku
prokratinasi akademik. Populasi dalam
penelitian ini yaitu mahasiswa angkatan VI
di Stikes Hang Tuah Tanjungpinang yang
telah menyelesaikan skripsi sebanyak 40
orang
HASIL PENELITIAN
C. Analisis Univariat
Analisia univariat bertujuan untuk
menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. pada
umumnya dalam analisis hanya
menghasilkan distribusi frekuensi dan
persentase setiap variabel
Untuk mengetahui gambaran
distribusi frekuensi mahasiswa Stikes Hang
Tuah dapat dilihat pada tabel 4.1berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Mahasiswa Prodi
S1 Keperawatan denganperilaku prokratinasi akademik Angkatan VI Di Stikes Hang Tuah
Tanjungpinang. (n = 21)
NNo Distribusi Frekuensi tingkat stres dan proklatinasi akademik
NN persen
1. Tingkat
stres Ringan
Sedang
Berat
2
11
8
9,5
52,4
38,1
2.
Prokratinasi
akademik
Rendah
Tinggi
9
12
42,9
57,1
Pada tabel 4.1 menunjukan bahwa
lebih dari separuh responden (52,4 %)
mengalami stres sedang. Dan lebih dari
separuh responden (57,1 %) mengalami
prokratinasi tinggi.
D. Analisis Bivariat
Pada analisis bivariat ini dilihat
untuk melihat hubungan tingkat stres
dengan perilaku prokratinasi mahasiswa.
Hasil analisis Bivariat selengkapnya
dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2
Hubungan Tingkat Stres Mahasiswa Prodi S1
Keperawatan Dengan Perilaku Prokratinasi
Akademik di Stikes Hang Tuah Tanjungpinang
403
Tingkat stres Prokratinasi akademik
Ringan n %
Sedang
n %
Berat n %
Total
n %
p.value
Rendah 1 4,75
1 5,24
7 32,65
9 42,9
0,006
Tinggi 1 4,74
10 47,16
1 5,44
12 57,1
Total 2 9,5
11 52,4
8 38,1
21 100
Dari tabel 4.2 di atas dapat diketahui
bahwa 52,4% responden yang mengalami
stres sedang, dan 57,1% responden
melakukan prokratinasi akademik tinggi.
Dapat disimpulkan bawa semakin tinggi
tingkat stres yang dialami maka semakin
tinggi pula perilaku prokratinasi akademik
yang dilakukan.
Hasil uji corelasi Gamma diperoleh
p-value = 0,006 ≤ dari 0,05. Dengan
demikian Ho ditolak, maka dapat
disimpulkan ada hubungan yang bermakna
antara tingkat stres mahasiswa prodi S1
keperawatan dengan perilaku prokratinasi
akademik di Stikes Hang Tuah
Tanjungpinang
PEMBAHASAN
Hubungan Tingkat Stres
Mahasiswa Prodi S-1 Keperawatan
Dengan Perilaku Prokratinasi Akademik
Di Stikes Hang Tuah Tanjungpinang
Berdasarkan tabel 4.2 Dari hasil uji statistik
yang dibuktikan dengan menggunakan uji
corelasi Gamma diperoleh nilai p value =
0,006 yang menunjukan adanya hubugan
yang bermakna antara tingkat stres dengan
perilaku prokratinasi pada mahasiswa
angkatan VI di Stikes Hang Tuah
Tanjungpinang.
Hubungan Tingkat Stres Mahasiswa Prodi
S-1 Keperawatan Dengan Perilaku
Prokratinasi Akademik di Stikes Hang Tuah
Tanjungpinang angkatan VI menunjukan
bahwa dari 52,4% yang mengalami stres
sedang, terdapat 42,9% yang melakukan
prokratinasi rendah dan 57,1% yang
melakukan prokratinasi tinggi.
Dari analisa kuesioner yang peneliti
lakukan gejala stres yang banyak dirasakan
oleh mahasiswa yaitu merasa sulit untuk
beraktivitas. Tanda gejala stres sedang
berlangsung lebih lama dari beberapa jam
sampai beberapa hari. Situasi perselisihan
yang tidak terselesaikan dengan rekan, anak
yang sakit atau ketidakhadiran yang lama
dari anggota keluarga merupakan penyebab
stres sedang. Ciri-cirinya yaitu sakit perut,
mules, otot-otot terasa tegang, gangguan
tidur badan terasa ringan (Priyoto, 2013).
Prokratinasi yang dilakukan
mahasiswa seperti lebih suka mengobrol
kepada teman-teman. Ferrari dkk (dalam
Ghufron dan Risnawita, 2013). mengatakan
bahwa sebagian suatu perilaku penundaan,
prokratinasi akademik dapat
termanifestasikan dalam indikator tertentu
yang dapat diukur dan diamati ciri-ciri
tertentu.
404
Berikut ini ciri-cirinya sebagai
berikut :
a. Penundaan untuk memulai dan
menyelesaikan tugas
Penundaan untuk memulai maupun
meyelesaikan tugas yang dihadapi.
Seseorang yang melakukan prokrastinasi
tahu bahwa tugas yang di hadapi harus
segera diselesaikan. Akan tetapi, dia
menunda-nunda untuk mulai mengerjakan
atau menunda-nunda untuk menyelesaikan
sampai tuntas jika dia sudah mulai
mengerjakan sebelumnya.
b. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas
Orang yang melakukan prokratinasi
memerlukan waktu yang lebih lama
daripada waktu yang dibutuhkan pada
umumnya dalam mengerjakan suatu tugas.
Seorang prokratinasi menghabiskan waktu
yang dimiliki untuk mempersiapkan diri
secara berlebihan. Selain itu, juga
melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan
dalam penyelesaian suatu tugas, tampa
menghitingkan keterbatasan waktu yang
dimilikinya. Kadang-kadang tindakan
tersebut mengakibatkan seorang tidak
berhasil menyelesaikan tugas secara
memandai. Ketelambatan, dalam arti
lambatnya kerja seseorang dalam
melakukan suatu tugas dapat menjadi ciri
yang utama dalam prokratinasi akademik.
c. Kesenjangan waktu antara rencana dan
kinerja aktual
Seorang prokratinasi memunyai
kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan batas waktu yang telah ditentukan
sebelumnya. Seorang prokratinasi sering
mengalami keterlambatan dalam memenuhi
deadline yang telah ditentukan, baik oleh
orang lain maupun rencana yang telah dia
tentukan sendiri. Seorang mungkin telah
merencanakan mulai mengerjakan tugas
pada waktu yang telah iya tentukan sendiri.
Akan tetapi, ketika saatnya tiba dia tidak
juga melakukan sesuai dengan apa yang
telah iya rencanakan sehingga
menyebabkan keterlambatan ataupun
kegagalan untuk menyelesaikan tugas
secara memadai.
d. Melakukan aktivitas yang lebih
menyenangkan.
Melakukan aktivitas lain yang lebih
menyenangkan daripada melakukan tugas
yang harus dikerjakan. Seorang
prokrastinator dengan sengaja tidak segera
melakukan tugasnya. Akan tetapi,
menggunakan waktu yang dia miliki untuk
melakukan aktivitas lain yang dipandangi
lebih menyenangkan dan mendatangkan
hiburan, seperti membaca, (Koran, majalah,
atau buku ceritalainnya), nonton, ngobrol,
jalan, mendengarkan musik dan sebagainya
sehingga menyita waktu yang dia miliki
untuk mengerjakan tugas yang harus
diselesaikanya.
Prokratinasi berhubungan dengan
sindrom-sindrom psikiatri. Seorang
405
prokratinasi biasanya juga mempunyai tidur
yang tidak sehat, mempunyai depresi yang
kronis, penyebab stres, dan berbagai
penyebab psikologis lainnya (Ghufron dan
Risnawita, 2016).
Dampak psikologis yang dirasakan
seperti keletihan, emosi, jenuh, kewalahan
dan pencapaian peribadi yang bersangkutan
menurun, sehingga berakibat pula
menurunnya rasa kompeten dan rasa
sukses.
Stres adalah kondisi yang tidak
menyenangkan dimana manusia melihat
adanya tuntutan dalam suatu situasi sebagai
beban atau diluar batasan kemampuan
batasan mereka untuk memenuhi tuntutan
tersebut (Nasir dan Muhith, 2011).
Menurut priyoto (2013), stres dapat
disebabkan oleh berbagai penyebab salah
satunya adalah yaitu frustasi dan
ketidakpastian . frustasi adalah tidak
tercapainya keinginan atau tujuan karena
ada hambatan. Sedangkan ketidakpastian
yaitu Apabila seseorang sering berada
dalam keraguan dan merasa tidak pasti
mengenai masa depan atau perkerjaan. Atau
merasa selalu bingung atau tertekan, rasa
bersalah, perasaan khawatir dan inferior.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Melisa dan Astrini (2012)
dengan judul Hubungan antara Tingkat
Stres Dengan Perilaku Prokratinasi pada
mahasiswa Universitas Bina Nusantara
yang sedang mengerjakan skripsi pada
semester genap 2011/2012 dengan
menggunakan uji pearson correlation, hasil
penelitian menunjukan ada hubungan
signifikan antara tingkat stres dengan
perilaku prokratinasi akademik dengan nilai
p-value = 0,000. Kemudian sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Kurniati dan
Mamnu’ah (2014) dengan judul Hubungan
Prokratinasi Akademik dengan Tingkat
Stres pada Mahasiswa DIV Bidan pendidik
Anvullen di Stikes Aisyiyah Yogyakarta
Tahun 2014 dengan hasil uji kendall’s Tau,
dijumpai hubungan yang signifikan dimana
p-value 0,017 (<0,05).
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan pada 21 responden pada
mahasiswa Stikes Hang Tuah
Tanjungpinang angkatan VI, maka peneliti
dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Lebih dari separuh (52,4%) responden
mengalami stres sedang.
2. Lebih dari separuh (57,1%) responden
melakukan prokratinasi tinggi.
3. Diketahui ada hubungan antara antar
tingkat stres mahasiswa prodi S1
keperawatan dengan perilaku
prokratinasi akademik di Stikes Hang
Tuah Tanjungpinang angkatan VI
dengan p-value 0,006 ≤ 0,05 dengan
menggunakan uji korelasi gamma.
DAFTAR PUSTAKA
406
Abdul Nasir, Abdul Muhith, (2011). Dasar-
dasar keperawatan jiwa.
Jakarta:Salemba Medika, hal:76.
Dahlan, M. Sopiyudin, (2010). Membuat
proposal penelitian bidang
kedokteran dan kesehatan.
Jakarta:Evidace based medicine,
hal:56.
Dahlan, M. Sopiyudin, (2009). Statistik
untuk kesokteran dan kesehatan.
Jakarta: Salemba Medika, hal:53.
Hidayat, aziz, (2011). Metode penelitian
keperawatan teknik analisa data.
Jakarta :Salema Medika, hal:74.
Kelana Kusuma Dharma, (2011).
Metodologi penelitian keperawatan.
CV. Trans Info Media, hal:164
Legiran, M.Zalili Azis & Nedya
Bellinawati (2013). Faktor resiko
stres dan perbedaanya pada
mahasiswa berbagai angkatan di
fakultas kedokteran universitas
muhammadiyah Palembang. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan vol.2,
no.2 (hal.198).
Melisa & Astrini (2012). Hubungan antara
tingkat stres dengan prilaku
prokratinasi akademik pada
mahasiswa universitas bina
nusantara yang sedang mengerjakan
skripsi pada tahun 2011/2012.
Diunduh dari
http://thesis.binus.ac.id/doc.Lain-
lain/2011-2-01085PS%20
Ringkasan 001. Pdf diakses pada
tanggal 15 juni 2014.
M. Nur ghufron & Rini risnawati, (2012).
Teori-teori psikologi. Jogjakarta:Ar-
ruzz Media, hal:150-151.
Putri sari indah & vivik (2012). Hubungan
prokrastinasi akademik dengan
ketidakjujuran akademik pada
mahasiswa psikologi uin suska riau.
Jurnal Psikologi vol. 8 No.1 (hal.34).
Priyoto, (2013). Konsep manajemen stres.
Jl.Sadewa No,1 Sorowajan Baru,
Yogyakarta,hal:1-2.
Suzanne C, Smeltzer Brende G. Bare,
(2013). Keperawatan medikal-
bedah. Jakarta:EGC, hal:124.
Soekidjo Notoatmodjo, (2012). Metodologi
penelitian kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta, hal:182-183.8’
Saam Zulfan & wahyuni, Sri (2013).
Psikologi keperawatan.
Jakarta:Rajawali Pers, hal:125.
407
Syarifudin, (2010). Panduan TA
keperawatan dan kebidanan dengan
SPSS. Yogyakarta: Granfindo Litera
Media, hal:69
Trisni Kurniati & Mamnu’ah (2013).
Hubungan prokratinasi akademik
dengan tingkat stres pada
mahasiswa D IV bidan pendidikan
anvullen di stikes aisyiyah
Yogyakarta.
http://opac.unisayogya.ac.id/id/eprin
t/1264 .
V.Wiratna Sujarweni, (2013). Metodologi
penelitian keperawatan.
Yogyakarta:Gava Media, hal:184.
Wayan sudarya, Wayan bagia & Wayan
suwendra (2013). Analisa faktor-
faktor yang mempengaruhi stres
pada mahasiswa dalam penyusunan
skripsi jurusan manajemen undiksha
angkatan 2009. e-Jornal Bisma
Universitas Pendidikan Gansesha
Jurusan Manajemen vol.2.
PEDOMAN BAGI PENULIS JURNAL KEPERAWATAN STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG
Umum
Semua naskah yang dikirim ke Jurnal Keperawatan STIKES Hang Tuah Tanjungpinang adalah karya asli dan belum pernah di publikasikan sebelumnya. Artikel yang telah diterbitkan menjadi hak milik redaksi dan naskah tidak boleh diterbitkan dalam bentuk apapun tanpa persetujuan redaksi. Pernyataan di artikel sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Redaktur akan mempertimbangkan agar penulis memperbaiki isi dan gaya serta tehnik penulisan apabila diperlukan. Artikel yang tidak di terbitkan akan di kembalikan jika disertai perangko balasan.
Petunjuk Penulisan 1. Jenis artikel yang di terima redaksi adalah: ulasan tentang ilmu pengetahuan, teknologi, dan riset
keperawatan. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau inggris dengan format essay. Format terdiri atas : Pendahuluan : berisi latar belakang, masalah, tujuan penelitian. Metodologi : berisi desain penelitian, desain tempat dan waktu, populasi dan sampel, cara
pengukuran data. Hasil: dapat disajikan dalam bentuk tekstular, tabular, dan grafikal.Berikan kalimat pengantar untuk menerangkan tabel dan atau gambar yang disajikan dalam tabel atau gambar.
Hasil : berisi pembahasan mengenai hasil penelitian yang di temukan, band ingkan hasil Dan Pembahasan tersebut dengan penelitian lain. Daftar Pustaka : berisi pembahasan mengenai hasil penelitian yang ditemukan, bandi ngkan hasil
tersebut dengan penelitian lain. 2. Sistemika artikel hasil pemikiran adalah judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak; kata kunci;
pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang, tujuan atau ruang lingkup tulisan; bahasan utama; kesimpulan dan saran; daftar rujukan (hanya memuat sumber yang dirujuk).
3. Halaman judul berisi judul karya tulis ilmiah, nama setiap penulis, dan lembaga afiliasi penulis, nama dan alamat korespondensi. Nomor telepon, alamat faksimile dan e-mail. Judul singkat dengan jumlah maksimal 40 karakter termasuk huruf dan spasi. Untuk laporan kasus penulis sebaiknya di batasi 4 orang.
4. Abstrak untuk artikel penelitian, tinjauan pustaka, dan laporan kasus dibuat dalam bahasa Indonesia dan inggris maksimum 200 kata. Artikel penelitian harus berisi tujuan penelitian, metode, hasil utama, dan kesimpulan utama. Abstrak dibuat jelas dan singkat sehingga memungkinkan pembaca memahami tentang aspek baru dan penting tanpa harus membaca seluruh karya tulis ilmiah. Kata kunci dicantumkan pada halaman yang sama dengan abstrak. Pilih 3-5 kata yang dapat membantu penyusun indeks.Dalam artikel yang terbit, abstrak akan diubah menjadi satu alinea.
5. Setiap tabel diketik 1 spasi. Nomor tabel berurutan sesuai dengan penyebutan tabel dalam teks. Penjelasan tabel harus singkat, jelas, dan mewakili isi tabel. Jumlah tabel maksimal 6 buah.
6. Metode statistik di jelaskan secara rinci pada bagian metode. Metode yang tidak umum di gunakan harus di lampiri referensi.
7. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik perujukan berkurung (nama, tahun). Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh: (Novia, 2009:12).
8. Daftar rujukan disusun dengan sistem APA (American Psychological Association). 9. Tata letak penulisan karya tulis ilmiah; termasuk tabel, daftar pustaka, dan gambar harus di ketik 2 spasi
ukuran A4 dengan jarak dari tepi minimal 2,5cm, jumlah halaman masing-masing 20. Setiap halaman diberi nomor berurutan dimulai dari halaman judul sampai halaman terakhir.
10. Karya ilmiah yang dikirim berupa karya tulis asli dan 2 buah fotokopi termasuk foto serta soft copy dalam bentuk CD dialamatkan ke Sekretariat Redaksi , Jurnal Keperawatan STIKES Hang Tuah , Jl. Baru Bt.VIII, Tanjungpinang 29111, Kep. Riau. Karya tulis ilmiah yang dikirim ke Jurnal Keperawatan STIKES Hang Tuah di sertai tanda tangan penulis.
KRITERIA PENILAIAN AKHIR DAN PETUNJUK PENGIRIMAN Lampirkan fotokopi format ini bersama naskah dan soft copy naskah anda. Beri tanda (√) pada setiap nomor /bagian untuk meyakinkan bahwa artikel anda telah memenuhi bentuk dan sesuai syarat-syarat dari Jurnal keperawatan STIKES Hang Tuah.
Jenis Artikel Penelitian Ulasan artikel Ringkasan
Laporan kasus Penelitian klinis Tinjauan pustaka Lembar Metodologi Halaman Judul Judul Artikel Nama lengkap penulis Tingkat pendidikan penulis Asal institusi penulis Alamat lengkap penulis Abstrak Abstrak dalam Bahasa Indonesia Abstrak dalam Bahasa Inggris Kata kunci dalam Bahasa Indonesia Kata kunci dalam Bahasa Inggris Teks Artikel mengenai penelitian klinis dan dasar sebaiknya dibuat dalam urutan Pendahuluan Bahan dan Cara Hasil Diskusi Kesimpulan Kepustakaan Gambar dan Tabel Pemberian nomor gambar dan/atau tabel penomoran secara Arab Pemberian judul tabel dan/atau judul utama dari seluruh gambar Nama dan alamat untuk percetakan ulang …………………………………………………………………………………………………………
… ……………………………………………………………………… Soft Copy Penulis menjamin bahwa: Semua penulis telah meninjau ulang naskah akhir dan telah menyetujui untuk dipublikasikan. Tidak ada naskah yang sama ataupun mirip, yang telah dibuat oleh penulis dan telah dipublika- sikan dalam bentuk apapun. Menyerahkan soft copy dalam bentuk CD, naskah penulis Tanda tangan penulis utama: ………………………………. Tgl…………………20………..
FORMULIR BERLANGGANAN JURNAL KEPERAWATAN STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG
Nama :……………………………………………………………………………………… Mahasiswa Individu Instansi Alamat :………………………………………………....................................................................... …………………………………………………………………............................... Telp: ………………………………………………….............................................. Akan berlangganan Jurnal Keperawatan, Vol..............: No:……………………..s/d…………………………………… Sejumlah : ………………………….Eksp./ penerbitan Uang langganan setahun Rp…………………………(2 nomor) dapat ditransfer ke Rekening No……………….., Bank……………a/n………………………………………….. Alamat Redaksi Jurnal Keperawatan STIKES Hang Tuah Tanjungpinang: Jl. Nala No.1 Tanjungpinang 29111, Kep.Riau Telp / fax (0771) 316516 Pelanggan Tgl. Pesanan :……………………. …………………..
Recommended