View
229
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
NILAI-NILAI MORAL PADA PERKAWINAN ADAT MASYARAKAT DESA KOMBANGAN, KECAMATAN GEGER, KABUPATEN
BANGKALAN
ARTIKEL
OLEH
MARYATUN
NIM. 106811402049
UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAANPRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
AGUSTUS 2010
Nilai-Nilai Moral Pada Perkawinan Adat Masyarakat Desa KombanganKecamatan Geger Kabupaten Bangkalan
Maryatun *
Abstrak: Perkawinan adat masyarakat Desa Kombangan merupakan suatu proses perkawinan adat masyarakat Desa Kombangan yang dianggap sebagai akad nikah cara adat antara seorang pria dan wanita yang bersifat unik dan khas. Adanya akad nikah cara adat ini, bertujuan agar perkawinan kedua mempelai diketahui oleh umum. Perkawinan adat masyarakat Desa Kombangan terdapat nilai-nilai moral yang sangat kuat dipegang teguh oleh masyarakat Desa Kombangan. Tujuan penulisan ini adalah: (1) Untuk mendeskripsikan pandangan masyarakat Desa Kombangan terhadap perkawinan, (2) Untuk mendeskripsikan pelaksanaan upacara perkawinan adat masyarakat di Desa Kombangan, Kecamatan Geger, Kabupaten Bangkalan, (3) Untuk mendeskripsikan apa nilai-nilai moral yang terkandung dalam upacara perkawinan adat masyarakat di Desa Kombangan, Kecamatan Geger, Kabupaten Bangkalan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Untuk mencapai tujuan tersebut, data dikumpulkan dengan cara observasi partisipatif, studi dokumentasi serta wawancara. Teknik análisis data yang digunakan adalah model análisis interaktif. Penelitian dilakukan di Desa Kombangan dengan obyek penelitian adalah Masyarakat Desa Kombangan, yaitu Tokoh masyarakat, dan warga Desa Kombangan. Temuan penelitian adalah sebagai berikut: (1) Pandangan masyarakat perkawinan adat merupakan sarana untuk memperbaiki hubungan kekerabatan yang telah menjauh. Perkawinan adat merupakan suatu nilai hidup untuk dapat meneruskan keturunan, mempertahankan silsilah dan kedudukan sosial, (2) Pelaksanaan upacara perkawinan adat masyarakat Desa Kombangan meliputi beberapa proses tahapan yaitu: (a) sebelum upacara pelaksanaan dilaksanakan 1) Burleburen 2) Penta oca’ 3) Abekalan, yang dilanjutkan dengan akad nikah, (b) pelaksanaan upacara perkawinan 1) lamaran (marlamar) 2) akad nikah (bin kabin) 3) Serah terima (pemasrahan) 4) Ceramah agama (pengajien) 5) Balasan lamaran (les beles). (3) Nilai-nilai moral yang terkandung dalam perkawinan adat masyarakat Desa Kombangan yaitu 1) Nilai yang berkaitan dengan Ketuhanan 2) Nilai moral yang berkaitan dengan sosial 3) Nilai moral individual. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disarankan 1) Bagi Masyarakat Desa Kombangan: Kurang dikenalnya upacara perkawinan adat masyarakat Desa Kombangan oleh masyarakat luas oleh karena itu diharapkan kepada generasi muda khususnya di Desa Kombangan agar meningkatkan kepedulian terhadap budaya daerahnya serta mempertahankan budaya yang telah diwarisi turun-temurun dari nenek moyang. 2) Bagi Pemerintah daerah Kabupaten Bangkalan: Agar kebudayaan tradisional yang ada di Madura tepatnya di Kabupaten Bangkalan dapat berkembang dan dapat dikenal masyarakat luar Madura serta tidak terpengaruh oleh masuknya budaya asing, sebaiknya perlu adanya perhatian dan dukungan mengenai pelaksanaan upacara perkawinan adat dari pemerintah, guna melestarikan upacara perkawinan adat di Desa Kombangan yang di dalamnya terkandung nilai-nilai moral yang kuat. 3) Bagi Para Peneliti: Setiap kekurangan
* Maryatun adalah mahasiswa di Universitas Negeri Malang (UM), Malang . Artikel ini diangkat dari Skripsi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang, 2010.
dalam penelitian ini, supaya dapat disempurnakan oleh peneliti yang tertarik pada budaya perkawinan terutama yang berkaitan dengan upacara perkawinan adat di Desa Kombangan.
Kata Kunci: Nilai-nilai Moral, Perkawinan Adat
Bangsa Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau dan mempunyai banyak
suku bangsa dan corak kebudayaan. Corak kebudayaan antara suku bangsa yang
satu dengan yang lain berbeda-beda. Hal ini disebabkan adanya perbedaan letak
geografis, keadaan alam dan latar belakang kebudayaan. Suatu kebudayaan
dibentuk oleh kumpulan individu yang mempunyai latar belakang dan ciri khas
sendiri sesuai dengan lingkungan tempat individu tersebut bertempat tinggal.
Hasil karya yang diperoleh dari individu merupakan unsur-unsur kebudayaan dan
masyarakat yang disatukan oleh cita-cita dan pandangan hidup individu yang amat
abstrak. Suatu cita-cita yang abstrak dapat mempengaruhi unsur dalam kehidupan
kebudayaan dan menjadi pendorong unsur kebudayaan, serta sebagai pendorong
banyak aktivitas dalam masyarakat (Koentjaraningrat, 1974:89).
Salah satu corak kebudayaan adalah tradisi atau adat. Tradisi merupakan
bagian kebudayaan yang dihayati oleh setiap suku bangsa sesuai dengan kondisi
dan latar belakang sejarah suku bangsa itu. Terlebih-lebih dalam masyarakat
pedesaan di pelosok tanah air. Dalam kehidupan sehari-hari tradisi selalu
melibatkan sekumpulan orang. Tradisi termasuk salah satu aspek kebudayaan
yang diekspresikan dalam kebiasaan-kebiasaan tidak tertulis, pantangan-
pantangan dan sanksi-sanksi. Tradisi berpengaruh terhadap suatu masyarakat
tentang apa yang layak dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan atau harus
dihindari.
Tradisi suatu masyarakat merupakan bagian dari kebudayaan yang dapat
memperkaya kebudayaan nasional. Hal ini sesuai dengan pasal 32 ayat 1 UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “ Negara memajukan kebudayaan
nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya “. Dari
pernyataan tersebut dimaksudkan bahwa nilai-nilai budaya suku bangsa pada
kebudayaan daerahnya harus dipelihara dan dikembangkan. Pengembangan
kebudayaan Indonesia harus meliputi pengakuan dan pengukuhan kebudayaan
daerah dan sekaligus memungkinkan sikap keterbukaan untuk menerima unsur
kebudayaan suku-suku bangsa di Indonesia yang dianggap baik dan pengaruhnya
positif terhadap kemajuan bangsa Indonesia.
Masing-masing suku di Indonesia memiliki kebudayaan khas. Salah satu
unsur budaya yang masuk sekaligus berpengaruh dalam kehidupan masyarakat
adalah sistem perkawinan sebagai bagian dari sistem kemasyarakatan yang hidup
pada perilaku masyarakat. Perkawinan sebagai salah satu unsur kebudayaan yang
berpengaruh dalam kehidupan masyarakat membuat perkawinan menjadi salah
satu ritual yang cukup penting bagi masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan
diadakannya upacara -upacara menjelang ritus peralihan dari masa remaja ke
masa hidup berkeluarga. Masyarakat menganggap bahwa upacara untuk
merayakan ritus peralihan ini mempunyai fungsi sosial yang penting yaitu untuk
menyatakan kepada khalayak ramai, tingkat hidup yang baru yang dicapai oleh
individu.
Budaya perkawinan dan aturannya yang berlaku pada suatu masyarakat
atau pada suatu bangsa tidak terlepas dari pengaruh budaya dan lingkungan
* Maryatun adalah mahasiswa di Universitas Negeri Malang (UM), Malang . Artikel ini diangkat dari Skripsi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang, 2010.
dimana masyarakat itu berada. Budaya perkawinan dan aturannya dipengaruhi
oleh pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, dan keagamaan yang dianut
masyarakat bersangkutan. Aturan tata tertib perkawinan sudah ada sejak
masyarakat sederhana yang dipertahankan oleh anggota-anggota masyarakat dan
para pemuka masyarakat adat atau para pemuka agama.
Tujuan perkawinan menurut undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa, sedangkan menurut
Hilman (2003:23) tujuan perkawinan bagi masyarakat adat yang bersifat
kekerabatan berfungsi untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan
menurut garis keturunan kebapakan atau keibuan untuk kebahagiaan rumah
tangga keluarga atau kerabat untuk memperoleh nilai-nilai adat budaya dan
kedamaian dan untuk mempertahankan kewarisan.
Menurut Hilman (2003:105) perkawinan adat di berbagai lingkungan
masyarakat Indonesia pelaksanaannya sangat berbeda-beda, hal ini dikarenakan
adanya perbedaan adat dan bentuk yang dilakukan. Setiap lingkungan masyarakat
mempunyai cara-cara perkawinan tersendiri misalnya lingkungan masyarakat
Minangkabau, Batak, Bali, Jawa, dan Madura. Masyarakat di desa Kombangan
kecamatan Geger bagian dari wilayah Madura mempunyai cara perkawinan yang
berbeda dengan di tempat lain dan mempunyai nilai-nilai moral yang sangat kuat.
Masyarakat Jawa menganggap bahwa perkawinan adalah sebuah hal yang
sangat fundamental dan universal. Fundamental artinya sebuah hal yang mendasar
dan wajib dijalani. Sedangkan universal diartikan bahwa perkawinan merupakan
sebuah peristiwa ritual yang pasti akan dialami oleh setiap orang kapanpun dan di
usia berapapun. Bahkan Islam menganjurkan agar melangsungkan perkawinan
apabila kedua pasangan merasa sudah sama-sama suka. Hal ini untuk
menghindarkan adanya pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan. Meski
demikian Islam tetap menganjurkan agar setiap pasangan seyogyanya lebih siap
terlebih dahulu baik fisik, mental, maupun materi (Basri, 1995:13-14).
Pelaksanaan perkawinan dapat dilakukan melalui catatan sipil, upacara
agama, atau perkawinan adat setempat. Kedua pasangan akan merasa bahagia
apabila perkawinannya direstui secara sosial. Tanpa pengakuan sosial, secara
psikologis perkawinan tidak membahagiakan, orang akan malu untuk tampil di
depan umum. Melalui jalur perkawinan yang resmi, anak-anak yang akan lahir
merupakan anak yang sah dari hasil ikatan suami isteri dan diakui oleh keluarga
sekaligus lingkungan masyarakatnya. Penerimaan ini sangat mempengaruhi
perkembangan psikis emosional anak.
Perkawinan merupakan lembaga sosial. Artinya perkawinan mempunyai
dampak tertentu dalam kehidupan bermasyarakat. Di samping itu, masyarakat
mempunyai aturan-aturan yang menyangkut kehidupan berkeluarga. Melalui
perkawinan seorang laki-laki dan perempuan mengakui bahwa mereka tidak dapat
hidup sendirian tanpa bantuan orang lain dan mereka berusaha untuk
membahagiakan pasangannya. Peristiwa perkawinan adalah peristiwa eksistensial
yang sangat bermakna dalam kehidupan suami isteri. Selain itu peristiwa
perkawinan menciptakan seorang laki-laki dan perempuan menjadi satu kesatuan
suami isteri (Subhan, 1993:20-23).
* Maryatun adalah mahasiswa di Universitas Negeri Malang (UM), Malang . Artikel ini diangkat dari Skripsi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang, 2010.
Masyarakat Desa Kombangan mempunyai pandangan yang khusus
terhadap perkawinan yang syarat dan nilai-nilai moral. Hal tersebut tercermin
dalam upacara perkawinan adat masyarakat di Desa Kombangan. Sehubungan
dengan hal-hal tersebut diatas, maka mendorong penulis untuk meneliti dan
mengkaji lebih lanjut tentang “Nilai-nilai Moral Pada Perkawinan Adat
Masyarakat di Desa Kombangan Kecamatan Geger Kabupaten Bangkalan”.
METODE
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tentang nilai moral pada perkawinan
adat masyarakat di desa Kombangan Kecamatan Geger Kabupaten Bangkalan
adalah pendekatan deskriptif kualitatif karena secara garis besar adalah untuk
mendeskripsikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam perkawinan adat
masyarakat desa Kombangan Kecamatan Geger Kabupaten Bangkalan-Madura
tentunya untuk melukiskan suatu keadaan secara kualitatif yaitu, situasi lapangan
yang bersifat natural, wajar, dan apa adanya tanpa manipulasi atau perlakuan
khusus terhadap objek penelitian.
Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit, peneliti
sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis,
penafsir data dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. Peneliti
bertindak sebagai instrumen dan sekaligus sebagai pengumpul.
Lokasi penelitian ini adalah Desa Kombangan Kecamatan Geger
Kabupaten Bangkalan-Madura. Adapun alasan memilih lokasi tersebut
disebabkan terdapatnya upacara perkawinan adat yang sampai sekarang tetap
eksis dilaksanakan.
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah model interaktif. Alasan
penggunaan teknik analisis data model interaktif didasarkan pertimbangan,
dengan maksud untuk kelengkapan informasi yang mungkin kurang lengkap saat
wawancara terdahulu.
HASIL
Upacara perkawinan merupakan suatu pengakuan sosial bahwa pada saat
itu telah diresmikan hubungan perkawinan antara seorang pria dan seorang
wanita, dengan kata lain pemberitahuan kepada masyarakat, bahwa si pria dan si
wanita akan menyelesaikan masa lajangnya.
Dalam proses pelaksanaan perkawinan adat masyarakat desa Kombangan,
ada beberapa tahap yaitu: (1) Burleburen (2) Penta oca’ (3) Abekalan, yang
dilanjutkan dengan akad nikah. Burleburen merupakan usaha untuk mencari
informasi tentang gadis yang diinginkan, apakah sudah ada yang memiliki atau
belum. Setelah itu penta oca’, yaitu pihak laki-laki mendatangi pihak perempuan
dengan tujuan mengikat si gadis. Setelah mengikat si gadis, biasanya pihak laki-
laki langsung mengadakan lamaran atau lebih dikenal dengan ” tan pentan”. Pada
tan pentan ini pihak si laki-laki dengan beberapa kerabatnya mendatangi rumah
pihak perempuan dengan membawa kopi, gula, tettel, dodol, dan bejit sebagai
tanda pinangan. Dalam tan pentan ini pula si laki-laki dan perempuan saling
memasangkan cincin, yang kemudian mereka dinyatakan resmi bertunangan atau
yang disebut dengan istilah “abekalan”. Pada saat tan pentan ini pula pihak laki-
laki dan perempuan bermusyawarah untuk menentukan waktu dan tanggal
pelaksanaan pernikahan. Setelah abekalan ini baru kemudian dilangsungkan akad
* Maryatun adalah mahasiswa di Universitas Negeri Malang (UM), Malang . Artikel ini diangkat dari Skripsi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang, 2010.
nikah yaitu mensahkan keduanya sebagai pasangan suami-isteri di mata agama
dan negara.
Dalam proses perkawinan adat masyarakat Desa Kombangan ada beberapa
tahap yang dilakukan sampai proses perkawinan selesai:
1. Lamaran (Mar Lamar)
Sebelum proses akad nikah dilakukan, di kediaman keluarga mempelai
laki-laki diadakan do’a bersama dan mengundang masyarakat setempat. Setelah
do’a selesai seorang tokoh agama sebagai wakil dari pihak keluarga mempelai
laki-laki beserta masyarakat bersama-sama mengantar mempelai laki-laki menuju
kediaman mempelai wanita. Mereka membawa lencak (tempat tidur) dan
perlengkapannya, lemari, dan sandang pangan.
2. Akad Nikah (Bin Kabin)
Setelah rombongan dari pihak mempelai laki-laki tiba di kediaman
mempelai wanita, mempelai laki-laki langsung dibawa ke tempat khusus
pelaksana akad nikah biasanya di langgar atau mushola. Di tempat tersebut sudah
menunggu mempelai wanita, wali dari mempelai wanita, mudin, dan para saksi.
Selesai akad nikah kedua mempelai duduk di pelaminan yang sudah
disiapkan bagi yang mampu, bagi yang tidak mampu biasanya hanya duduk di
kursi sofa.
3. Serah Terima ( Pemasrahan)
Setelah proses akad nikah selesai dan sudah dinyatakan sah, selanjutnya
dilakukan serah terima (Pemasrahan). Serah terima adalah proses penyerahan
mempelai laki-laki kepada keluarga mempelai wanita dan penerimaan dari
keluarga mempelai wanita kepada mempelai laki-laki.
Dalam serah terima ini wali mempelai laki-laki mewakilkan kepada orang
lain atau tokoh agama untuk menyerahkan mempelai laki-laki kepada keluarga
mempelai wanita. Setelah penyerahan dari pihak laki-laki selesai, selanjutnya
sambutan penerimaan dari pihak keluarga mempelai wanita mewakilkan kepada
orang lain atau tokoh agama atas permintaan keluarga mempelai wanita.
4. Pengajien (Ceramah Agama)
Adanya ceramah agama dalam perkawinan adat di Desa Kombangan
merupakan suatu yang sangat dianjurkan oleh ulama dan sesepuh desa karena
sudah menjadi tradisi dalam masyarakat.
Tujuan diadakan ceramah agama tersebut pertama, untuk mendoakan
kedua mempelai agar menjadi pasangan suami isteri yang kekal dari dunia sampai
akhirat. Kedua, mendoakan keluarga suami isteri menjadi keluarga yang sakinah
mawaddah warahmah. Ketiga, dikaruniai rizki yang halal dan anak atau keturunan
yang shaleh dan shalehah.
Setelah ceramah agama selesai, kemudian dilanjutkan dengan doa
penutup. Selesai pembacaan doa dan ramah tamah, maka rangkaian acara
perkawinan dianggap sudah selesai dan semua pengantar dari keluarga mempelai
laki-laki pulang.
5. Les Beles (Balasan lamaran)
Tahap terakhir dari upacara perkawinan adat di Desa Kombangan adalah
les beles, yaitu balasan lamaran dari keluarga mempelai wanita ke rumah
mempelai laki-laki. Barang- barang yang dibawa hampir sama dengan barang-
barang dari keluarga mempelai laki-laki, namun jumlahnya lebih sedikit dan tidak
ada lencak (tempat tidur) dan lemari.
* Maryatun adalah mahasiswa di Universitas Negeri Malang (UM), Malang . Artikel ini diangkat dari Skripsi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang, 2010.
Ketika rombongan sudah tiba di kediaman mempelai laki-laki, kedua
mempelai duduk di tempat duduk yang sudah disediakan. Di depan tempat duduk
kedua mempelai sudah disediakan sebuah wadah, yaitu tempat uang pemberian
(bur cabbhur) dari anggota-anggota keluarga dan semua kerabat dari mempelai
laki-laki kepada mempelai wanita.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang pandangan tokoh masyarakat
terhadap perkawinan, maka peneliti menyimpulkan yaitu Upacara sebagai
tindakan ritual, diartikan sebagai suatu aktivitas atas tindakan yang ditata oleh
adat atau hukum yang berlaku di masyarakat yang berhubungan dengan berbagai
peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Upacara adat merupakan salah satu
usaha manusia sebagai jembatan antara dunia bawah (manusia) dengan atas
(Tuhan dan mahkluk halus). Hal ini tampak seolah-olah ada hubungan timbal
balik antara roh halus, leluhur dengan manusia. Pelaksanaan upacara perkawinan
adat masyarakat Desa Kombangan terdiri dari tiga tahap yaitu tahap sebelum
upacara perkawinan, pelaksanaan dan setelah upacara perkawinan.
Temuan tentang upacara perkawinan adat Desa Kombangan sesuai
dengan pendapat Koentjaraningrat (1990: 337) bahwa dalam sistem upacara
perkawinan adat Desa Kombangan mengandung unsur keagamaan atau
kepercayaan yang terdiri benda-benda atau alat-alat upacara, dan orang-orang
yang melaksanakan upacara yang terdiri dari kegiatan sesaji, berdoa dan
berprosesi.
Perkawinan adat yang dilaksanakan masyarakat Desa Kombangan,
merupakan tradisi adat yang masih dipertahankan sampai saat ini. Masyarakat
Desa Kombangan dikenal sebagai masyarakat yang memegang nilai-nilai hakiki
yang luhur sebagai warisan nenek moyang. Nilai tersebut salah satunya adalah
nilai moral yang terkandung dalam upacara perkawinan adat masyarakat Desa
Kombangan sebagai ajaran baik buruk yang dapat diterima oleh masyarakat luas
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, ahklak, budi pekerti yang dicita-citakan,
diinginkan dan dianggap penting. Nilai moral tersebut sebagai berikut:
1. Nilai moral yang berkaitan dengan Ketuhanan
Kepercayaan pada Tuhan merupakan pengakuan terhadap adanya Tuhan
sebagai pencipta alam semesta. Kepercayaan kepada Tuhan diwajibkan dengan
pemelukan terhadap salah satu agama.
Nilai moral Ketuhanan merupakan nilai moral yang mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan. Dengan ini adanya keterkaitan masyarakat Desa
Kombangan dengan Tuhan.
Dalam upacara perkawinan adat masyarakat Desa Kombangan
mengandung nilai moral yang berkaitan dengan ketuhanan. Hal ini dapat dilihat
pada pelaksanaannya yang diinteraksikan dengan ajaran agama atau keyakinan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam memilih jodoh yang tepat adalah menurut tuntutan agama yang
dianut dan berdasarkan pada keyakinan agama yang sama.
2. Nilai moral yang berkaitan dengan sosial
Sebagai makhluk sosial manusia tidak akan lepas dari interaksinya dengan
manusia lain. Manusia difitrahkan Tuhan sebagai makhluk sosial harus berusaha
* Maryatun adalah mahasiswa di Universitas Negeri Malang (UM), Malang . Artikel ini diangkat dari Skripsi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang, 2010.
menyatu dengan kehidupan sosial dan menjalin hubungan baik dengan
sesamanya.
Nilai moral sosial adalah nilai moral yang menyangkut hubungan manusia
dengan manusia lain dalam masyarakat. Nilai moral biasanya selalu dimiliki
masyarakat yang berbudi luhur. Nilai itu digunakan untuk menilai setiap kegiatan
hidup dan sekaligus dasar pelaksanaan kegiatan hidup bermasyarakat. Nilai moral
sosial digunakan untuk merumuskan tujuan dan aspirasi masyarakat yang
selanjutnya digunakan untuk mengontrol gerakan dan arah hidup masyarakat.
Dalam hal ini upacara perkawinan adat masyarakat Desa Kombangan
terkandung nilai moral sosial yaitu:
a. Menghormati orang lain
Dalam interaksinya manusia dengan manusia lain dalam masyarakat harus
saling menghormati sesama. Dalam upacara perkawinan adat di Desa Kombangan
bentuk menghormati orang lain ditunjukkan dengan : (1) penyelenggara upacara
menyapa dengan ramah, menjamu setiap tamu yang hadir tanpa kecuali. (2) Pada
prosesi pemasrahan untuk lebih menghormati pihak keluarga mempelai
perempuan yang dipilih sebagai orang yang bertugas memasrahkan pengantin
adalah orang yang ahli memasrahkan pengantin dan mengerti tentang adat.
b. Kegotongroyongan
Gotong royong merupakan kebiasaan tradisi yang biasa dilakukan oleh
seluruh warga masyarakat untuk menyelesaikan dan meringankan berbagai
pekerjaan. Gotong royong ini merupakan kebiasaan tradisi yang biasa dilakukan
oleh seluruh warga masyarakat untuk menyelesaiakan dan meringankan berbagai
pekerjaan.
Dalam upacara perkawinan adat masyarakat Desa Kombangan
membutuhkan partisipasi berupa bantuan tenaga dalam menyiapkan segala macam
yang dibutuhkan. Dengan ini bidhek merupakan tenaga partisipan yang bukan
termasuk kerabat dalam penyelenggaraan upacara perkawinan adat masyarakat
Desa Kombangan, membantu tanpa imbalan dan tanpa pamrih sampai
pelaksanaan upacara perkawinan adat selesai.
c. Mempererat Hubungan kekeluargaan
Dalam pelaksanaan upacara perkawinan adat masyarakat Desa
Kombangan mulai dari peminangan sampai akad atau janji nikah disaksikan oleh
sekurang-kurangnya dua saksi dan dilanjutkan dengan acara selamatan yang
dihadiri oleh masyarakat dan kerabat handai taulan sehingga tidak memutuskan
tali silaturrahmi. Pada acara undangan (Konjengan) semua keluarga dari pihak
mempelai laki-laki berkumpul dengan pihak keluarga mempelai wanita, hal ini
dimaksudkan bahwa kedua belah pihak telah menjadi satu keluarga dan juga
sebagai pengikat perkawinan yang sah.
d. Kerukunan
Adanya upacara perkawinan adat masyarakat Desa Kombangan sebagai
wujud kebersamaan dalam masyarakat. Karena dalam pelaksanaannya merupakan
wadah berkumpulnya masyarakat yang saling tolong menolong dalam
mempersiapkan upacara perkawinan adat sehingga terjalin kerukunan antar warga
masyarakat. Bentuk kerukunan ini tercemin dalam kebersamaan keluarga dan para
tamu yang hadir.
e. Sebagai wujud pelestarian adat istiadat dalam masyarakat
* Maryatun adalah mahasiswa di Universitas Negeri Malang (UM), Malang . Artikel ini diangkat dari Skripsi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang, 2010.
Upacara perkawinan adat masyarakat Desa Kombangan sebagai tradisi
adat dan warisan leluhur sangat dipegang teguh oleh masyarakat. Sampai saat ini
masyarakat Desa Kombangan masih mempertahankan tradisi yang telah
diwariskan oleh leluhur mereka.
3. Nilai Moral Individual
Nilai moral individual adalah nilai moral yang menyangkut hubungan
manusia dengan diri pribadi sendiri. Nilai moral individual ini merupakan arah
dan aturan yang perlu dilakukan dalam kehidupan pribadinya untuk mencapai
kebahagiaan dan kesempurnaan hidup melalui pemanfaatan potensi yang ada yang
dimiliki tanpa merugikan orang lain.
Nilai moral individual dalam upacara perkawinan adat adalah sebagai
berikut:
a. Tanggung Jawab
Suatu wujud tanggung jawab orang tua untuk menikahkan anaknya dengan
menggunakan upacara perkawinan adat sesuai dengan tradisi yang ada dan
berlaku dalam masyarakat.
Wujud tanggung jawab seorang suami untuk memberikan kebahagiaan
pada isteri, membimbing, memberikan perlindungan, menafkahinya, bersikap
bijaksana pada isteri, isteri juga harus menghormati suami dan melayaninya
dengan penuh kasih sayang. Hal ini tercermin pada tahapan prosesi upacara yaitu:
(1) pemasrahan, wujud tanggung jawab orang tua pada anaknya masih melekat
tercermin pada saat pihak orang tua pengantin laki-laki memasrahkan pada pihak
pengantin perempuan untuk melaksanakan pernikahan. (2) Pada prosesi janji
nikah pengantin laki-laki melakukan ikrar bersama yang disaksikan oleh orang tua
dan keluarga. Kedua belah pihak bertanggung jawab menjaga keutuhan dari ikrar
yang telah disepakati. Pada prosesi ini wujud pengikat ikrar dengan memberikan
mas kawin. Kedua pengantin sejak saat itu telah terikat perkawinan yang sah,
sehingga bukan sebagai orang yang bebas.
b. Permohonan restu
Dalam pelaksanaan upacara perkawinan adat masyarakat Desa
Kombangan mempelai harus meminta restu orang tua karena orang tua yang telah
mengasuh sejak bayi hingga dewasa.
c. Kemandirian
Mandiri berarti tidak bergantung kepada orang lain atau dapat mengatasi
keperluan dan segala tantangan pada dirinya sendiri. Kemandirian juga
merupakan sikap yang mampu menguasai dirinya sendirinya dan membebaskan
diri dari pengaruh buruk dan ancaman dari luar dirinya. Setiap orang tua
mengharapkan anaknya mandiri setelah menikah tidak lagi bergantung pada orang
tua. Pada adat masyarakat Desa Kombangan, walaupun secara adat orang tua
mengharapkan anaknya mandiri akan tetapi jika orang tua mampu maka mereka
tetap menginginkan anaknya tinggal bersama.
d. Kesabaran
Kesabaran dalam menghadapi cobaan merupakan sikap hati yang melekat
dalam setiap pribadi sehingga bersifat personal.
Dalam pelaksanaan upacara perkawinan adat masyarakat Desa
Kombangan membutuhkan kesabaran yang cukup lama sekitar satu jam untuk
menyelesaikan setiap tahap upacaranya. Selain itu dalam persiapannya dalam
menghitung hari pelaksanaan menggunakan perhitungan yang rumit, sehingga
* Maryatun adalah mahasiswa di Universitas Negeri Malang (UM), Malang . Artikel ini diangkat dari Skripsi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang, 2010.
membutuhkan kesabaran. Disamping itu dalam mengarungi rumah tangga sangat
membutuhkan sikap sabar dalam menghadapi berbagai cobaan hidup.
e. Kepatuhan
Patuh adalah perbuatan yang dilandasi keikhlasan selain mengikuti
perintah dan bersedia melakukan berbagai hal sesuai dengan keinginan orang
yang memberi perintah. Selama perintah tersebut tidak melanggar norma-norma
yang berpegang teguh pada prinsip hukum yang berlaku.
Patuh kepada suami dalam menjalani rumah tangga adalah perbuatan yang
positif. Agama menganjurkan bahwa seorang isteri harus selalu patuh pada suami
tetapi tidak boleh bertentangan dengan hukum agama. Seorang isteri harus ikut
ambil bagian dalam mengatur kehidupan rumah tangga, baik masalah mengasuh
anak sampai ekonomi keluarga.
Bentuk sikap patuh yang terkandung dalam upacara perkawinan adat
masyarakat Desa Kombangan yaitu pada prosesi akad nikah selesai, mempelai
wanita mencium tangan mempelai laki-laki dan mempelai laki-laki mencium
tangan wali mempelai perempuan. Hal ini merupakan ajaran moral bahwa
seorang isteri harus patuh kepada suami dan seorang anak harus patuh kepada
orang tuanya.
f. Rela berkorban
Rela berkorban adalah keikhlasan diri untuk membantu orang lain baik
berupa materi maupun non materi. Berkorban untuk orang lain adalah perbuatan
yang mulia dan dianjurkan. Sikap rela berkorban dapat ditemukan pada
pelaksanaan upacara perkawinan adat masyarakat Desa Kombangan yaitu ketika
para Bidhek atau pelayan rela memberikan tenaganya tanpa diberi upah mulai
dari sebelum pelaksanaan upacara perkawinan sampai upacara perkawinan selesai.
Pekerjaan yang dilakukan oleh para Bidhek dan pelayan sangat banyak sekali
antara lain membuat jajanan untuk Tambul atau suguhan untuk para undangan,
menyiapkan hidangan, menyiapkan oleh-oleh atau berkat.
Sikap rela berkorban ini senantiasa dimiliki oleh masyarakat adat yang
masih bersifat paguyuban yang selalu rela berkorban untuk sesama. Dalam
masyarakat paguyuban yang ada pada masyarakat adat selalu menjunjung
kebersamaan tidak mementingkan diri sendiri. Sikap rela berkorban ini
ditanamkan oleh masyarakat sejak anak-anak. Demikian juga masyarakat Desa
Kombangan yang merupakan masyarakat adat yang masih bersifat paguyuban
yang tingkat tolong menolongnya masih kuat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan
tentang “Nilai-Nilai Moral Pada Perkawinan Adat Masyarakat di Desa
Kombangan”, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pandangan tokoh masyarakat terhadap perkawinan adat masyarakat Desa
Kombangan adalah: a. perkawinan adat merupakan sarana untuk memperbaiki
hubungan kekerabatan yang telah menjauh. b. Perkawinan adat merupakan
suatu nilai hidup untuk dapat meneruskan keturunan, mempertahankan silsilah
dan kedudukan sosial. c. Pelaksanaan perkawinan adat masyarakat Desa
Kombangan merupakan tradisi yang biasa dilakukan oleh sebagian besar
masyarakat. Karena menurut prinsip masyarakat itu sendiri perkawinan adat
* Maryatun adalah mahasiswa di Universitas Negeri Malang (UM), Malang . Artikel ini diangkat dari Skripsi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang, 2010.
dan pelaksanaannya berhubungan dengan urusan famili, keluarga, masyarakat,
martabat dan pribadi.
2. Pelaksanaan upacara perkawinan adat masyarakat Desa Kombangan terdiri dari
3 tahap: sebelum upacara perkawinan, pelaksanaan upacara dan setelah
upacara.
a. Pada tahap awal sebelum upacara perkawinan yaitu (1) Burleburen (2)
Penta oca’ (3) Abekalan, yang dilanjutkan dengan akad nikah.
b. Pada tahap pelaksanaan upacara perkawinan yang dilakukan yaitu
1. Lamaran (Mar Lamar) 2. Akad Nikah (Bin Kabin) 3. Serah Terima
( Pemasrahan) 4. Pengajien (Ceramah Agama) 5. Les Beles (Balasan
lamaran).
c. Setelah pelaksanaan upacara selesai biasanya pasangan suami-isteri
bertempat tinggal di rumah keluarga isteri, namun hal itu bukan suatu aturan
yang mutlak. Karena dalam menentukan tempat tinggal setelah upacara
perkawinan terlebih dahulu diadakan kesepakatan melalui musyawarah
dengan orang tua dari kedua belah pihak untuk menentukan tinggal di
rumah suami atau di rumah isteri.
Penentuan tempat tinggal ini dilakukan apabila pasangan suami isteri
belum mempunyai rumah sendiri atau mereka belum ingin berpisah dengan
orang tua mereka.
3. Nilai-nilai moral yang terkandung dalam perkawinan adat masyarakat Desa
Kombangan antara lain:
a. Nilai moral yang berkaitan dengan Ketuhanan tercemin pada pelaksanaannya
yang diinteraksikan dengan ajaran agama atau keyakinan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Dalam memilih jodoh yang tepat adalah menurut tuntutan agama
yang dianut dan berdasarkan pada keyakinan agama yang sama.
b. Nilai moral yang berkaitan dengan sosial yang tercemin dalam tahapan
upacara perkawinan adat masyarakat Desa Kombangan antara lain: (1)
Menghormati orang lain (2) Kegotongroyongan (3) Mempererat Hubungan
Kekeluargaan (4) Kerukunan (5) Wujud pelestarian adat istiadat dalam
masyarakat (6) Kehormatan.
c. Nilai Moral Individual merupakan nilai moral yang menyangkut diri sendiri
yang tercermin dalam perkawinan adat masyarakat Desa Kombangan antara
lain: (1) Tanggung Jawab (2) Permohonan restu (3) Kemandirian (4)
Kepatuhan (5) Rela berkorban.
Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, saran yang diberikan peneliti
adalah sebagai berikut:
1. Bagi Masyarakat Desa Kombangan: Kurang dikenalnya upacara perkawinan
adat masyarakat Desa Kombangan oleh masyarakat luas oleh karena itu
diharapkan kepada generasi muda khususnya di Desa Kombangan agar
meningkatkan kepedulian terhadap budaya daerahnya serta mempertahankan
budaya yang telah diwarisi turun-temurun oleh nenek moyang.
2. Bagi Pemerintah daerah Kabupaten Bangkalan: Agar kebudayaan tradisional
yang ada di Madura tepatnya di Kabupaten Bangkalan dapat berkembang dan
dapat dikenal masyarakat luar Madura serta tidak terpengaruh dengan
masuknya budaya asing, sebaiknya perlu adanya perhatian dan dukungan * Maryatun adalah mahasiswa di Universitas Negeri Malang (UM), Malang . Artikel ini diangkat dari Skripsi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang, 2010.
mengenai pelaksanaan upacara perkawinan adat dari pemerintah, guna
melestarikan upacara perkawinan adat di Desa Kombangan yang di dalamnya
terkandung nilai-nilai moral yang kuat.
3. Bagi Para Peneliti: Setiap kekurangan dalam penelitian ini, supaya dapat
disempurnakan oleh peneliti yang tertarik pada budaya perkawinan terutama
yang berkaitan dengan upacara perkawinan adat di Desa Kombangan.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Baal, VJ. 1988. Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya Hingga Periode 1970. Jakarta: PT. Gramedia.
Berten, K. 2004. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hariwijaya, M. 2005. Perkawinan Adat Jawa. Yogyakarta: Hanggar Kreator.
Isnaini, N. 2008. Pembelajaran Nilai Moral Kepada Masyarakat Melalui Upacara Adat “ Rokat Tase” (Studi praktik pendidikan informal di Desa Dharma Camplong Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang-Madura. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Maleong. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta:Dirjen Dikti PP2 PTK
Universitas Negeri Malang. 2007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: UM Press.
Wahyuningsih , Sri. 2007. Nilai-nilai Moral pada Upacara Perkawinan Adat Walagara Masyarakat Suku Tengger di Desa Jetak Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Recommended