View
216
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Pengertian Membaca
Syafi’ie (1999:6–7) menyebutkan hakikat membaca sebagai berikut. (1)
Membaca pada hakikatnya adalah pengembangan keterampilan, mulai dari
keterampilan memahami kata-kata, kalimat-kalimat, paragraf-paragraf dalam
bacaan sampai dengan memahami secara kritis dan evaluatif keseluruhan isi
bacaan. (2) Membaca pada hakikatnya adalah kegiatan visual, berupa serangkaian
gerakan mata dalam mengikuti baris-baris tulisan, pemusatan penglihatan pada
kata dan kelompok kata, melihat ulang kata dan kelompok kata untuk memperoleh
pemahaman terhadap bacaan. (3) Membaca pada hakikatnya adalah kegiatan
mengamati dan memahami kata-kata yang tertulis dan memberikan makna
terhadap kata-kata tersebut berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah
dipunyai. (4) Membaca adalah suatu proses berpikir yang terjadi melalui proses
mempersepsi dan memahami informasi serta memberikan makna terhadap bacaan.
(5) Membaca pada hakikatnya adalah proses mengolah informasi oleh pembaca
dengan menggunakan informasi dalam bacaan dan pengetahuan serta pengalaman
yang telah dipunyai sebelumnya yang relevan dengan informasi tersebut. (6)
Membaca pada hakikatnya dalah proses menghubungkan tulisan dengan
bunyinyasesuai dengan sistem tulisan yang digunakan. (7) Membaca pada
hakikatnya adalah kemampuan mengantisipasi makna terhadap baris-baris dalam
tulisan. Kegatan membaca bukan hanya kegiatan mekanis saja, melainkan
merupakan kegiatan menangkap maksud dari kelompok-kelompok kata yang
membawa makna.
Dari beberapa butir hakikat membaca tersebut, dapat dikemukakan bahwa
membaca pada hakikatnya adalah suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis.
Proses yang berupa fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual dan
merupakan proses mekanis dalam membaca. Proses mekanis tersebut berlanjut
dengan proses psikologis yang berupa kegiatan berpikir dalam mengolah
informasi. Proses pskologis itu dimulai ketika indera visual mengirimkan hasil
pengamatan terhadap tulisan ke pusat kesadaran melalui sistem syaraf. Melalui
proses decoding gambar-gambar bunyi dan kombinasinya itu kemudian
diidentifikasi, diuraikan, dan diberi makna. Proses decoding berlangsung dengan
melibatkan knowledge of the world dalam skemata yang berupa kategorisasi
sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam gudang ingatan.
Syafi’ie (1999:6–7)
Secara umum membaca dapat disimpulkan sebagai kunci ke gudang ilmu.
Ilmu yang tersimpan dalam buku harus digali dan dicari melalui kegiatan
membaca.
Membaca merupakan keterampilan berbahasa yang berhubungan dengan
keterampilan berbahasa yang lain. Membaca merupakan suatu proses aktif yang
bertujuan dan memerlukan strategi. Hal ini didukung oleh beberapa definisi
berikut ini. Hodgson (dalam Tarigan, 1985:7) mengemukakan bahwa membaca
ialah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media bahasa tulis. Dalam
hal ini, membaca selain sebagai suatu proses, juga bertujuan menangkap bahasa
yang tertulis dengan tepat dan benar.
Depdikbud (1985:11) menuliskan bahwa membaca ialah proses
pengolahan bacaan secara kritis, kreatif yang dilakukan dengan tujuan
memperoleh pemahaman yang bersifat menyeluruh tentang bacaan itu, dan
penilaian terhadap keadaan, nilai, fungsi, dan dampak bacaan itu. Definisi ini
sesuai dengan membaca pada tingkat lanjut, yakni membaca kritis dan membaca
kreatif.
Selanjutnya, Anderson dalam Tarigan (1985:7) berpendapat bahwa
membaca adalah suatu proses kegiatan mencocokkan huruf atau melafalkan
lambang-lambang bahasa tulis. Hal ini sesuai dengan membaca pada level rendah.
Finochiaro dan Bonono (1973:119) menyatakan bahwa membaca adalah proses
memetik serta memahami arti/makna yang terkandung dalam bahasa tulis.
Batasan ini tepat dikenakan pada membaca literal. Di pihak lain, Thorndike
(1967:127) berpendapat bahwa membaca merupakan proses berpikir atau
bernalar.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa membaca
adalah proses pengucapan tulisan untuk mendapatkan isinya. Pengucapan tidak
selalu dapat didengar, misalnya membaca dalam hati. Selanjutnya, membaca
merupakan aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari menyimak, berbicara, dan
menulis. Sewaktu membaca, pembaca yang baik akan menyimak bahan yang
dibacanya. Selain itu, dia bisa mengkomunikasikan hasil membacanya secara lisan
atau tertulis. Dengan demikian, membaca merupakan keterampilan berbahasa
yang berkaitan dengan keterampilan berbahasa lainnya. Jadi, membaca
merupakan salah satu keterampilan berbahasa, merupakan proses aktif, bertujuan,
serta memerlukan strategi tertentu sesuai dengan tujuan dan jenis membaca.
2.1.2 Tujuan Membaca
Rivers dan Temperly (1978:5) mengajukan tujuh tujuan utama dalam
membaca.
1). Untuk memperoleh informasi untuk suatu tujuan atau merasa penasaran
tentang suatu topik.
2). Untuk memperoleh berbagai petunjuk tentang cara melakukan suatu tugas bagi
pekerjaan atau kehidupan sehari-hari (misalnya, mengetahui cara kerja alat-
alat rumah tangga).
3). Untuk berakting dalam sebuah drama, bermain game, menyelesaikan teka-teki.
4). Untuk berhubungan dengan teman-teman dengan surat-menyurat atau untuk
memahami surat-surat bisnis.
5). Untuk mengetahui kapan dan di mana sesuatu akan terjadi atau apa yang
tersedia.
6). Untuk mengetahui apa yang sedang terjadi atau telah terjadi
(sebagaimana dilaporkan dalam koran, majalah, laporan).
7). Untuk memperoleh kesenangan atau hiburan.
Ada beberapa tujuan membaca menurut Anderson (dalam Tarigan,
1985:9–10). Tujuan membaca itu adalah: “(1) menemukan detail atau fakta, (2)
menemukan gagasan utama, (3) menemukan urutan atau organisasi bacaan, (4)
menyimpulkan, (5) mengklasifikasikan, (6) menilai, dan (7) membandingkan atau
mempertentangkan”.
Selanjutnya, Nurhadi (1989:11) menyebutkaan bahwa tujuan membaca
secara khusus adalah: (1) mendapatkan informasi faktual, (2) memperoleh
keterangan tentang sesuatu yang khusus dan problematis, (3) memberi penilaian
terhadap karya tulis seseorang, (4) memperoleh kenikmatan emosi, dan (5)
mengisi waktu luang. Sebaliknya, secara umum, tujuan membaca adalah: (1)
mendapatkan informasi, (2) memperoleh pemahaman, dan (3) memperoleh
kesenangan.
Hubungan antara tujuan membaca dengan kemampuan membaca sangat
signifikan. Pembaca yang mempunyai tujuan yang sama, dapat mencapai tujuan
dengan cara pencapaian berbeda-beda. Tujuan membaca mempunyai kedudukan
yang sangat penting dalam membaca karena akan berpengaruh pada proses
membaca dan pemahaman membaca.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca adalah
menangkap pikiran dan perasaan orang lain dengan perantaraan tulisan (gambar
dari bahasa yang dilisankan) dengan tepat dan teratur.
2.1.3 Manfaat Membaca
Membaca selain bermanfaat bagi anak juga menjadi kebutuhan orang
dewasa supaya lebih bertahan lama dalam kehidupan dunia global yang semakin
canggih sekarang ini, sebab persaingan dunia yang semakin ketat sehingga
membutuhkan berbagai informasi. Dan informasi itu hanya dapat diperoleh
dengan membaca. Dan membaca bagi orang dewasa adalah merupakan suatu
kebutuhan untuk mengejar ketinggalan dalam dunia yang semakin pesat. Di
samping itu membaca untuk orang dewasa menurut Yulia (2005 : 6) dapat
menghindari atau mencegah kepikunan. Oleh karena itu membaca tetap dilakukan
terus. Dan bagi siswa membaca berguna untuk melatih organ-organ syaraf agar
tetap bergerak dan terlatih sehinggatidak mengalami hambatan. Melalui membaca
orang bisa menjelajahi batas-batas ruang dan waktu. Peristiwa-peristiwa yang
terjadinya di masa lampau bisa diketahui melalui membaca. Demikian pula
peristiwa yang terjadi di berbagai tempat di dunia bisa diketahui melalui membaca
dengan demikian membaca mempunyai manfaat yang sangat penting dalam
kehidupan manusia.
2.1.4 Jenis-jenis Membaca
Membaca ada bermacam-macam. Tarigan (1985:11–13) menyebutkan
jenis-jenis membaca menjadi dua macam, yaitu: 1) membaca nyaring, dan 2)
membaca dalam hati. Membaca dalam hati terdiri atas: (a) membaca ekstensif,
yang dibagi lagi menjadi: membaca survey, membaca sekilas, dan membaca
dangkal, dan (b) membaca intensif, yang terdiri dari: membaca telaah isi dan
membaca telah bahasa. Membaca telaah isi terdiri dari: membaca teliti,
pemahaman, kritis, dan membaca ide-ide. Membaca telaah bahasa terdiri dari:
membaca bahasa dan membaca sastra. Bila dibagankan, jenis-jenis membaca
tersebut adalah sebagai berikut.
Jenis membaca menurut Nurhadi (1987:143) ada tiga macam, yakni
membaca literal, membaca kritis, dan membaca kreatif. Pada materi ini jenis
membaca yang akan dibahas adalah membaca nyaring, membaca ekstensif, dan
membaca intensif. Berikut ini satu persatu akan dibahas jenis-jenis membaca
tersebut.
a. Membaca Nyaring
Membaca nyaring (membaca bersuara) adalah suatu kegiatan membaca
yang merupakan alat bagi pembaca bersama orang lain untuk menangkap isi yang
MEMBACA
Membaca
Nyaring
Membaca
dalam Hati
Membaca
Ekstensif
Membaca
Intensif
• Membaca
Survei
• Membaca
Sekilas
• Membaca
Dangkal
Membaca
Telaah Isi
Membaca
Telaah Bahasa
• Membaca
Teliti
• Membaca
Pemahaman
• Membaca
Kritis
• Membaca Ide-
ide
• Membaca
Bahasa
• Membaca
Sastra
berupa informasi bagi pengarang (Kamidjan, 1969:9). Tarigan (1985:22)
berpendapat bahwa membaca nyaring adalah suatu kegiatan yang merupakan alat
bagi guru, murid, ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau
pendengar untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran, dan perasaan
seseorang pengarang. Jadi, membaca nyaring pada hakikatnya adalah proses
melisankan sebuah tulisan dengan memperhatikan suara, intonasi, dan tekanan
secara tepat, yang diikuti oleh pemahaman makna bacaan oleh pembaca.
Ada beberapa aspek dalam membaca nyaring. Kamidjan (1969:9-10)
menyebutkan bahwa dalam membaca nyaring ada lima aspek, yaitu: (1) membaca
dengan pikiran dan perasaan pengarang; (2) memerlukan keterampilan
menafsirkan lambang-lambang grafis; (3) memerlukan kecepatan pandangan
mata; (4) memerlukan keterampilan membaca, terutama mengelompokkan kata
secara tepat; dan (5) memerlukan pemahaman makna secara tepat.
Dalam membaca nyaring, pembaca memerlukan beberapa keterampilan.
Beberapa keterampilan yang diperlukan dalam membaca nyaring antara lain: (1)
penggunaan ucapan yang tepat; (2) pemenggalan frasa yang tepat; (3) penggunaan
intonasi, nada, dan tekanan yang tepat; (4) penguasaan tanda bacaa dengan baik;
(5) penggunaan suara yang jelas; (6) penggunaan ekspresi yang tepat; (7)
pengaturan kecepatan membaca; (8) pengaturan ketepatan pernafasan; (9)
pemahaman bacaan; dan (10) pemilikan rasa percaya diri. Kamidjan (1969:10)
b. Membaca Ekstensif
Membaca ekstensif merupakan proses membaca yang dilakukan secara
luas, dalam arti bahan bacaan beraneka dan waktu yang digunakan cepat dan
singkat. Tujuan membaca ekstensif adalah sekadar memahami isi yang penting
dari bahan bacaan dengan waktu yang singkat dan cepat. Nurhadi (1987:143)
Broughton (dalam Tarigan, 1985:31) menyebutkan bahwa yang termasuk
membaca ekstensif adalah membaca survey, membaca sekilas, dan membaca
dangkal. Berikut ini yang termasuk membaca ekstensif akan diuraikan satu
persatu. Membaca survey merupakan kegiatan membaca yang bertujuan untuk
mengetahui gambaran umum isi dan ruang lingkup bahan bacaan. Kegiatan
membaca survey ini misalnya melihat judul, pengarang, daftar isi, dan lain-lain.
Membaca sekilas atau skimming adalah membaca dengan cepat untuk mencari
dan mendapatkan informasi secara cepat. Dalam hal ini pembaca melakukan
kegiatan membaca secara cepat untuk mengetahui isi umum suatu bacaan atau
bagian-bagiannya. Membaca sekilas merupakan salah satu teknik dalam membaca
cepat.
Soedarso (2001:88-89) menyatakan bahwa skimming adalah suatu
keterampilan membaca yang diatur secara sistematis untuk mendapatkan hasil
yang efisien dengan tujuan untuk mengetahui: (1) topik bacaan, (2) pendapat
orang, (3) bagian penting tanpa membca seluruhnya, (4) organisasi tulisan, dan (5)
menyegarkan apa yang pernah dibaca.
Selanjutnya, membaca dangkal merupakan kegiatan membaca untuk
memperoleh pemahaman yang dangkal dari bahan bacaan ringan yang kita baca.
Tujuan membaca dangkal adalah untuk mencari kesenangan.
c. Membaca Intensif
Membaca intensif merupakan kegiatan membaca bacaan secara teliti dan
seksama dengan tujuan memahaminya secara rinci. Membaca intensif merupakan
salah satu upaya untuk menumbuhkan dan mengasah kemampuan membaca
secara kritis. Tarigan (1990:35) mengutip pendapat Brook menyatakan bahwa
membaca intensif merupakan studi seksama, telaah teliti, serta pemahaman terinci
terhadap suatu bacaan.
Yang termasuk membaca intensif ini adalah membaca pemahaman.
Berikut ini akan diuraikan tentang membaca pemahaman.
Membaca Pemahaman
Dilihat dari kemampuan membacanya, ada tiga jenis keterampilan
membaca pemahaman, yaitu: membaca literal, membaca kritis, dan membaca
kreatif. Masing-masing jenis keterampilan membaca tersebut mempunyai ciri-ciri
tersendiri. Oleh karena itu, dalam hubungannya dengan pengajaran membaca, tiga
keterampilan membaca pemahaman ini perlu diajarkan secara terus-menerus.
Setiap pertanyaan bacaan dalam buku teks harus selalu mencerminkan
keterampilan membaca tersebut. Tarigan (1990:35)
Kemampuan membaca literal adalah kemampuan pembaca untuk
mengenal dan menangkap isi bacaan yang tertera secara tersurat (eksplisit).
Artinya, pembaca hanya menangkap informasi yang tercetak secara literal
(tampak jelas) dalam bacaan. Informasi tersebut ada dalam baris-baris bacaan
(Reading The Lines). Pembaca tidak menangkap makna yang lebih dalam lagi,
yaitu makna di balik baris-baris. Yang termasuk dalam keterampilan membaca
literal antara lain keterampilan: 1) mengenal kata, kalimat, dan paragraf; 2)
mengenal unsur detail, unsur perbandingan, dan unsur utama; 3) mengenal unsur
hubungan sebab akibat; 4) menjawab pertanyaan (apa, siapa, kapan, dan di mana);
dan 5) menyatakan kembali unsur perbandingan, unsur urutan, dan unsur sebab
akibat.
Kemampuan membaca kritis merupakan kemampuan pembaca untuk
mengolah bahan bacaan secara kritis dan menemukan keseluruhan makna bahan
bacaan, baik makna tersurat, maupun makna tersirat. Mengolah bahan bacaan
secara kritis artinya, dalam proses membaca seorang pembaca tidak hanya
menangkap makna yang tersurat (makna baris-baris bacaan, atau istilahnya
Reading The Lines), tetapi juga menemukan makna antarbaris (Reading Between
The Lines), dan makna di balik baris (Reading Beyond The Lines). Yang perlu
diajarkan dalam membaca kritis antara lain keterampilan: 1) menemukan
informasi faktual (detail bacaan); 2) menemukan ide pokok yang tersirat; 3)
menemukan unsur urutan, perbandingan, sebab akibat yang tersirat; 4)
menemukan suasana (mood); 5) membuat kesimpulan; 6) menemukan tujuan
pengarang; 7) memprediksi (menduga) dampak; 8) membedakan opini dan fakta;
9) membedakan realitas dan fantasi; 10) mengikuti petunjuk; 11) menemukan
unsur propaganda; 12) menilai keutuhan dan keruntutan gagasan; 13) menilai
kelengkapan dan kesesuaian antargagasan; 14) menilai kesesuaian antara judul
dan isi bacaan; 15) membuat kerangka bahan bacaan; dan 16) menemukan tema
karya sastra. Tarigan (1990:36)
Kemampuan membaca kreatif merupakan tingkatan tertinggi dari
kemampuan membaca seseorang. Artinya, pembaca tidak hanya menangkap
makna tersurat (Reading The Lines), makna antarbaris (Reading Between The
Lines), dan makna di balik baris (Reading Beyond The Lines), tetapi juga mampu
secara kreatif menerapkan hasil membacanya untuk kepentingan sehari-hari.
Beberapa keterampilan membaca kreatif yang perlu dilatihkan antara lain
keterampilan: 1) mengikuti petunjuk dalam bacaan kemudian menerapkannya; 2)
membuat resensi buku; 3) memecahkan masalah sehari-hari melalui teori yang
disajikan dalam buku; 4) mengubah buku cerita (cerpen atau novel) menjadi
bentuk naskah drama dan sandiwara radio; 5) mengubah puisi menjadi prosa; 6)
mementaskan naskah drama yang telah dibaca; dan 7) membuat kritik balikan
dalam bentuk esai atau artikel populer. Tarigan (1990:36)
Selain ketiga kemampuan membaca pemahaman tersebut di atas, yang
termasuk membaca pemahaman antara lain juga membaca cepat. Jenis membaca
ini bertujuan agar pembaca dalam waktu yang singkat dapat memahami isi bacaan
secara tepat dan cermat. Jenis membaca ini dilaksanakan tanpa suara (membaca
dalam hati).
Bahan bacaan yang diberikan untuk kegiatan ini harus baru (belum pernah
diberikan kepada siswa) dan tidak boleh terdapat banyak kata-kata sukar,
ungkapan-ungkapan yang baru, atau kalimat yang kompleks. Kalau ternyata ada,
guru harus memberikan penjelasan terlebih dahulu, agar siswa terbebas dari
kesulitan memahami isi bacaan karena terganggu oleh masalah kebahasaan.
2.1.5 Pengertian Membaca Permulaan
Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi
siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan
menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh
karena itu guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga
mampu menumbuhkan kebiasan membaca sebagai suatu yang menyenangkan.
Empat aspek keterampilan berbahasa dalam dua kelompok kemampuan
(Muchlisoh,1992: 119) yaitu :1). Keterampilan yang bersifat menerima (reseptif)
yang meliputi ketrampilan membaca dan menyimak. 2). Keterampilan yang
bersifat mengungkap (produktif) yang meliputi keterampilan menulis dan
berbicara.
Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) bertujuan
meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi secara efektif, baik lisan maupun
tertulis, baik dalam situasi resmi non resmi, kepada siapa, kapan, dimana, untuk
tujuan apa. bertumpu pada kemampuan dasar membaca dan menulis juga perlu
diarahkan pada tercapainya kemahir wacanaan. Pada tingkatan membaca
permulaan, pembaca belum memiliki keterampilan kemampuan membaca yang
sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh keterampilan
atau kemampuan membaca. Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan
belajar mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat
menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa tersebut, untuk memperoleh
kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan (a)
lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan (c)
memasukkan makna dalam kemahiran bahasa. Membaca permulaan merupakan
suatu proses keterampilan dan kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada
pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif
menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk
memahami makna suatu kata atau kalimat (Nurhayati,2007)
Kemampuan membaca merupakan keterampilan berbahasa yang
berhubungan denga keterampilan berbahasa yang lain. Kemampuan membaca
merupakan satu proses aktif yang bertujuandan memerlukan strategi. Hal ini
didukung oleh beberapa definisi berikut ini. Hodgson (dalam Tarigan, 1985:7)
mengemukakan bahwa kemampuan membaca ialah suatu proses yang dilakukan
serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis
melalui media bahasa tulis.
Selanjutnya, Anderson (dalam Tarigan, 1985:7) berpendapat bahwa
kemmpuan membaca adalah proses kegiatan mencocokkan huruf atau melafalkan
lambang-lambang bahasa tulis. Hal ini sesuai dengan membaca pada level rendah.
Finochiaro dan Bonono (1973:119) menyatakan bahwa kemapuan membaca
adalah proses memetik serta memahami arti/makna yang terkandung dalam
bahasa tulis. Batasan ini tepat dikenakan pada membaca literal. Di pihak lain,
Thorndiko (1967:127) berpendapat bahwa kemampuan membaca merupakan
proses berpikir atau bernalar.
Soedarso (dalam Yussuf Efendi,1991: diakses 16 Maret 2008)
menjelaskan bahwa kemampuan membaca yang baik merupakan hal yang sangat
penting dalam suatu bacaan. Dalam halini guru mempunyai perasaan yang sangat
besar untuk mengembangkan serta meningkatkan kemampuan yang dibutuhkan
dalam membaca. Usaha yang dilakukan guru diantaranya dapat menolong pra
siswa untuk memperkaya kosakata mereka dengan jalan memperkenalkan sinonim
kata-ata, antonim, imbuhan, dan menjelasakan arti suatu kata abstrak dengan
mempergunakan bahasa daerah atau bahasa ibu mereka.
Dalam membaca diperlukan potensi yang berupa kemampuan intelektual
yang tinggi. Aspek inelektual lannya adalah minat.beberapa penelitian tentang
minat membaca yang telah dilakukan menunjukkan aanya korelasi yang tinggi
antara minat terhadap bacaan dan kemampuan mambacanya. Seseorang yang
mempunyai minat dan perhatian terhadap bacaan tertentu dapat dipastikan akan
memperoleh pemahaman ynag lebih baik terhadap topik terssebut dibandingkan
dengan orang yang kurang berminat terhadap topik.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
kemampuan membaca adalah proses pengucapan tulisan untuk mendapatkan
isinya. Pengucapan tidak selalu dapat didengar, misalnya membaca dalam hati.
Kemampuan membaca merupakan aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari
menyimak, berbicara, dan menulis. Sewaktu membaca, pembaca yang baik akan
menyimak bahan yang dibacanya. Selain itu, dia bisa berkomunikasikan hasil
membaca secara lisan dan tulisan. Dengan demikian kemampuan membaca
merupakan keterampiban berbahasa yang berkaitan dengan keterampilan
berbahasa lainya. Jadi, kemampuan membaca meerupakan salah satu keterampilan
berbahasa, merupakan proses aktif, bertujan serta memerlukan strategi tertentu
sesuai dengan tujuan dan jenis membaca.
2.1.6 Tujuan Membaca Permulaan
Pembelajaran membaca permulaan diberikan di kelas I dan II.
Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan
tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut.
Tujuan membaca permulaan juga dijelaskan dalam (Depdikbud, 1994:4) yaitu
agar “Siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan
tepat”. Pelaksanaan membaca permulaan di kelas I Sekolah Dasar dilakukan
dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan membaca dengan
menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan dengan cara
mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku misalnya kartu
gambar, kartu huruf, kartu kata dan kartu kalimat. Pembelajaran membaca dengan
buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan buku sebagai bahan
pelajaran.
Kegiatan membaca bersama antara anak dan orang tua berpengaruh
terhadap sikap dan minat membaca anak. Melalui program membaca bersama
antara orang tua dan anak, anak-anak jadi suka mengisi waktu luangnya dengan
aktivitas membaca, mereka suka membaca bersama orang dewasa yang lain, suka
membaca majalah dan buku-buku yang ada di rumah dan di perpustakaan sekolah.
Buku-buku dan perlengkapan membaca merupakan dukungan instrumental untuk
mendidik anak, program pelatihan untuk orang tua agar terlibat secara efektif
dalam program membaca keluarga merupakan dukungan informatif yang sangat
berguna bagi orang tua untuk memberikan dukungan penghargaan dan emosi
kepada anak saat mereka membaca bersama. Banyak cara yang ditempuh agar
seseorang memperoleh pengetahuan. Salah satunya yang paling sering dilakukan
adalah melalui membaca. Ini tampaknya lebih menekankan pengertian membaca
sebagai kegiatan seseorang untuk memperoleh pengetahuan melalui sumber-
sumber tekstual, seperti buku, artikel, koran dan sebagainya, dengan
menggunakan mata atau pandangan sebagai alat utamanya. Jika diperluas lagi,
pengertian membaca di sini sebenarnya tidak hanya persepsi visual terhadap
bentuk rangkaian kata-kata (verbal) tetapi juga dapat berbentuk simbol-simbol
lainnya, seperti angka, gambar, diagram, tabel yang di dalamnya memiliki arti dan
maksud tertentu.
Yang dimaksud membaca ialah menangkap pikiran dan perasaan orang
lain dengan perantaraan tulisan (gambar dari bahasa yang dilisankan). Tujuannya
ialah menangkap bahasa yang tertulis dengan tepat dan teratur. Melalui aktivitas
membaca, seseorang dapat mengenal suatu objek, ide prosedur konsep, definisi,
nama, peristiwa, rumus, teori, atau kesimpulan. Bahkan lebih dari itu, melalui
aktivitas membaca seseorang dapat mencapai kemampuan kognitif yang lebih
tinggi, seperti menjelaskan, menganalisis, hingga mengevaluasi suatu objek atau
kejadian tertentu. Iyandri T.Wahyono (diakses, 06 Oktober 2012).
2.1.7 Model Pembelajaran Round Table
Cukup banyak memang jenis pendekatan / motode / model pembelajaran
dengan berbagai kelebihan dan kelemahannya, hanya saja yang penting
diperhatikan dalam pengguanaannya adalah kesesuaiannya. Tidak semua metode
pembelajaran akan cocok dengan jenis materi pelajaran yang disajikan didepan
siswa. Oleh karena itu setiap guru hendaknya pintar-pintar memilih metode atau
model pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajarannya atau materi pelajaran
yang akan diajarkan.
Penggunaan pembelajaran round table dalam upaya meningkatkan hasil
belajar bahasa Indonesia. Pembelajran round table meerupakan salah satu
pembelajran koopeeratif yang bisa digunakan untuk memajukan pembentukan
kelompok, mendengarkan aktif, berpikir dan berpartisipasi. Siswa bergantian
dalam berkontribusi dalam kelompoknya masing-masing, pembelajaran ini juga
meerupakan pembelajran yang menyenangkan dan menarik dengan lebih
mementingkan proses untuk mendapatkan hasil belajar bahasa Indonesia yang
lebih baik. Round table diyakini dapat membangkitkan motivasi belajar siswa,
dapat membuat siswa lebih aktif, lebih berani mengungkapkan pendapat karena
belajar dengan kelompok. Berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan bahwa
pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan pembelajaran round taable
akan dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia.Ibrahim, (2000:2)
Model pembelajaran Round Table merupakan pendekatan yang
menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi
dan saling membantu dalam menguasai materi pembelajaran guna mencapai
prestasi yang maksimal.
Model pembelajaran Round Table adalah salah satu metode belajar
koopeeratif yang paling sederhana. Sehingga model belajar tesebut dapat
digunakan guru-guru yang baru mulai menggunakan metode belajar kooperatif.
Round Table merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang
menempatkan siswa dalam tim yang beranggotakan 4 atau 5 orang yang
merupakan campuran menurut tingkaat prestasi, jenis kelamn dan suku. Guru
menyajikan pelajaran, kemudian siswa bekerja didalam tim untuk memastikan
bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Selanjutnya semua
siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-sendiri, dimana saat itu
mereka tidak diperbolehkan untuk saling bantu.
Skor kuis para siswa dibandingkan dengan rata-rata pencapaian mereka
sebelumnya, dan kepada masing-masing tim akan diberikan poin berdasarkan
tingkat kemajuan yang diraih siswa dibandingkan hasil yang meereka capai
sebelumnya. Poin ini kemudian dijumlahkan untuk memperoleh skor tim, dan tim
yang berhasil memenuhi kriteria tertentu akan mendapat sertifikasi atau
penghargaan lainnya.Kidam, Dina (2012:25-26)
2.1.8 Komponen-Komponen Model Pembelajaran Round Table
Komponen Round Table adalah sebagai berikut:
a. Presentasi kelas
Presentasi kelas dalam round table berbeda dari cara pengajaran yang
biasa, keompok mempresentasikan hasil tulisan yang telah mereka buat.
Siswa harus betul-betul memperhatikan prsentasi terdapatmateri yang
dapat membantu untuk mengerjakan kuis yang diadakan ssetelah
pembelajaran.
b. Belajar dalam tim
Siswa dibagi mejadi beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4-5
orang dimana mereka mengerjakan tugas yang diberikan. www.PTK
blongspirit.com.4Februari2012
2.1.9 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Round Table
Berikut ini langkah-langkah model round table. (Diakses 20 Mei 2008
yaitu :
a). Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
b). Menjelaskan tugas yang akan diberikan.
c). Guru membagikan kertas kerja.
d). Siswa mengerjakan tugas dengan menuangkan idenya di atas kertas
kerja secara bergilir searah jarum jam. Giliran dibatasi oleh waktu.
e). Kesimpulan.
f). Penyajian hasil.
g). Feedback oleh guru.
h). Evaluasi.
Langkah-langkah penerapan pembelajaran Round Table www.PTK
blongspirit.com.4Februari2012 adalah sebagai berikut :
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai
kompetensi dasar yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan
berbagai pilihan dalam menyampaikan materi pembelajaran ini kepada
siswa. Misalnya, antara lain dengan metode penemuan terbimbing atau
metode ceramah. Langkah ini tidak harus dilakukan dalam satu kali
pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu.
b. Guru memperlihatkan beberapa topik yang akan dipilih oleh masing-
masing anggota kelompok.
c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5
anggota, dimana anggota kelompok mempunyai kemampuan akademik
yang berbeda-beda.
d. Setiap anggota kelompok memilih sebuah topik yang menarik untuk
membuat percakapan secara berkelompok misalnya gempa bumi aatau
banjir di suatu daerah, bermain di sungai, pengalaman pertama
berkemah dan lain-lain.
e. Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi
yang telah diberikan. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa
setiap kelompok dapat menguasai konsep dan materi. Topik bahasan
untuk kelompok dipersiapkan oleh guru agar kompetensi dasar yang
diharapkan dapat dicapai.
f. Setiap anggota kelompok dibagikan pias-pias huruf.
g. Kelompok berbagi pias-pias huruf dan menyusun huruf-huruf tersebut
menjadi kata yang bermakna.
h. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat anggota-anggota kelompok
memperbaiki salah satu topik membaca permulaan tersebut untuk
meningkatkan kualitas tulisan.
i. Guru memberi penghargaan kepada kelompok yang dapat menyusun
huruf-huruf menjadi kata yang bermakna dengan tepat.
2.1.10 Tahap-Tahap Pelaksanan Model Pembelajaran Round Table
a. Persiapan materi dan penerapan ssiswa dalam kelompok, sebelum
menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan topik yang
akan dipelajari siswa dalam kelompok-kelompok kooperatif. Kemudian
menetapkan siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal 4-5
orang.
b. Penyajian materi pelajaran ditekankan padahal-hal berikut :
1). Pendahuluan. Disini perlu ditentukan apa yang akan dipelajari siswa
dalam kelompok dan menginformasikan hal yang penting untuk
memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konssep-konssep yang akan
mereka pelajari.
2). Pengembangan. Dilakukan pengembangan materi yang sesuai yang akan
dipelajari siswa dalam kelompok. Disini siswa belajar untuk memahami
makna.
3). Praktek terkendali dilakukan dalam menyajikan materi.
c. Kegiatan Kelompok
Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang
akan dipelajari siswa. Isi dari LKS selain materi pelajaran juga digunakan
untuk melatih kooperatif. Guru memberi bantuan dengan memperjelas perin
tah, dan mengulang konsep.
d. Evaluasi
Dilakukan selama 45-60 menit secara mandiri untuk menunjukkan
apa yang telah siswa pelajari selama bekerja dalam kelompok. Hasil evaluasi
digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan sebagai
nilai perkembangan kelompok.
e. Penghargaan Kelompok.
Dari hasil nilai perkembangan, maka penghargaan pada prestasi
kelompok diberikan dalam tingkatan penghargaan seperti kelompok baik, hebat
dan super. www.PTK blongspirit.com.4Februari2012
2.1.11 Karakteristik Model Pembelajaran Round Table
Karakteristik model pembelajaran Round Table (Diakses 20 Mei 2008)
antara lain sebagai berikut :
1) Menyampaikan materi pelajaran.
2) Membagi siswa dalam kelompok kooperatif yang beranggotakan 4-5 orang.
3) Menjelaskan langkah-langkah kerja kelompok.
4) Membimbing siswa dalam kerja kelompok.
5) Menugasi siswa melaporkan hasil kerja kelompok.
6) Membimbing siswa menyimpulkan pembelajaran.
2.1.12 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Round Table
1. Kelebihan dalam penggunaan model pembelajaran Round Table adalah sebagai
berikut :
a. Mengembangkan serta menggunakan keterampilan berpikir kritis dan
kerjasama kelompok.
b. Menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif diantara siswa.
c. Menciptakan lingkungan yang menghargai nilai-nilai ilmiah.
2. Kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran Round Table adalah
sebagai berikut :
a. Sejumlah siswa mungkin bingung karena belum terbiasa dengan perlakuan
seperti ini.
b.Guru pada permulaan akan membuat kesalahan-kesalahan dalam pengelolaan
kelas. Akan tetapi usaha sungguh-sungguh yang terus menerus akan dapat
terampil menerapkan model ini. Kidam, Dina (2012:17)
2.1.13 Penerapan Model Round Table Pada Pembelajaran Membaca
Permulaan Dengan Menyusun Huruf-Huruf Menjadi Kata Yang
bermakna
Siswa dikelompokkan dalam kelompok belajar yang beranggotakan
empat atau lima orang siswa yang merupakan campuran dari kemampuan
akademik yang berbeda. Pada model Round Table siswa dikelompokkan secara
heterogen, kemudian siswa yang pandai menjelaskan kepada anggota yang lain
sampai mengerti.
Model Round Table adalah salah satu model pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana, sehingga model ini banyak digunakan oleh guru-guru yag
baru memulai menggunakan metode belajar kooperatif. Model Round Table
menurut Asma (2006:51) siswa ditempatkan dalam kelompok belajar
beranggotakan empat sampai lima orang yang merupakan campuran menurut
tingkat kinerja dan jenis kelamin.
Pembelajaran diawali dengan penyajian materi oleh guru yang
kemudian dilanjutkan dengan setiap anggota kelompok secara kooperatif memilih
huruf-huruf untuk disusun menjadi satu kata yang bermakna. Anggota kelompok
memutar kertas mereka ke arah kiri mereka. Setiap anggota memiliki waktu dua
menit untuk membaca dan menulis. Kertas diputar hingga beberapa kali putaran
dan pada akhirnya setiap anggota mendapatkan kembali kertasnya. Jika sudah
selesai, anggota-anggota kelompok memperbaiki kata-kata tersebut untuk
meningkatkan kualitas membaca dengan menyusun huruf-huruf menjadi kata
yang bermakna.
Round Table merupakan pendekatan kooperatif yang paling sederhana.
Guru yang menggunakan Round Table, juga mengacu kepada belajar kelompok
siswa dimana setiap minggu guru menggunakan persentasi verbal atau teks. Siswa
dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang,
setiap kelompok haruslah heterogen tediri dari laki-laki dan perempuan.(Internet)
Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat
pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian
saling membantu kemudian satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran kuis.
Secara individual setiap minggu atau setiap dua minggu siswa diberi kuis. Kuis itu
diskor dan tiap siswa diberi skor perkembangan.
Pengetesan pembelajaran kooperatif model Round Table, guru meminta
siswa menjawab kuis tentang bahan pelajaran. Butir-butir tes pada kuis ini harus
merupakan suatu jenis tes objektif tertulis (paper and pencil), sehingga butir-butir
tes itu dapat diskor di kelas atau segera setelah tes itu diberikan. Laporan atau
presentasi itu kelompok dapat digunakan sebagai salah satu dasar evaluasi dan
siswa hendaknya diberi penghargaan perannya secara individual dan hasil
kolektif.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Untuk mendukung penelitian ini, berikut dikemukakan hasil penelitian
terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini:
1. Herlina A.Pateda (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Meningkatkan
Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Metode Kupas Rangkai Suku
Kata Pada Siswa Kelas II SDN 37 Kota Selatan kota Gorontalo”. Hasil
penelitian dengan kesimpulan: Metode Kupas Rangkai Suku Kata terbukti
efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa. Hal ini dapat
dilihat dari hasil perolehan data pada siklus I tentang kemampuan membaca
siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia hanya mencapai 68.57% atau 24
orang dari jumlah siswa sebanyak 35 orang yang memperoleh nilai
ketuntasan (70 ke atas) dan 11 orang atau 31.43% yang memperoleh nilai 69
ke bawah. Sementara pada siklus II mencapai 88.57% atau 31 orang yang
memperoleh nilai ketuntasan 70 ke atas dan 4 orang atau 11.43% yang
memperoleh nilai 69 ke bawah. Berdaasarkan hasil capaian tersebut
kemampuan membaa siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia melalui
metode kupas rangkai suku kata meningkat sebesar 21%. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian penulis terletak pada masalah yang dihadapi.
Model yang digunakan sama-sama menerapkan adanya interaksi kelompok
didalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan
penelitian Herlina A.Pateda terletak pada jenis model yang digunakan.
Herlina menggunakan metode metode kupas rangkai suku kata dalam
pembelajarannya, sedangkan peneliti dalam meningkatkan kemampuan
siswa membaca permulaan menggunakan model round table.
Hasil refleksi maupun saran-saran dari penelitian-penelitian terdahulu dapat
dijadikan sebagai dasar dalam melakukan tindakan kelas, sedangkan hal-hal
yang menyebabkan penelitian terdahulu kurang berhasil dapat dijadikan
pengetahuan agar tidak diulangi lagi dalam penelitian ini. Hal-hal yang
menyebabkan penelitian terdahulu tersebut berhasil akan dijadikan sebagai
pedoman agar penelitian yang dilakukan dapat meningkatkan kemampuan
membaca siswa permulaan di kelas II.
2. Zakiah (2010), dengan judul penelitiannya “Peningkatan kemampuan
Membaca permulaan dengan Metode SAS pada Siswa Kelas I MI Hidayatun
Nasyi’in Kecamatan Pasrepan Kabupaten Pasuruan. Skripsi, Jurusan KSDP,
FIP Universitas Negeri Malang, Pembimbing: (1) Dra. Purwendarti, M.Pd,
(II) Drs. A. Badawi, M.Pd. Kemampuan membaca permulaan siswa kelas I
MI. Hidayatun Nasyi’in Kecamatan Pasrepan Kabupaten Pasuruan belum
optimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
konsep pembelajaran yang kurang menarik karena guru kurang tepat dalam
memilih dan menerapkan metode mengeja dan kartu huruf sebagai media
pembelajaran.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan
pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan metode SAS di kelas
I MI.Hidayatun Nasyi’in Kecamatan Pasrepan Kabupaten Pasuruan. (2)
Mendeskripsikan peningkatan kemampuan membaca permulaan pada siswa
kelas I MI. Hidayatun Nasyi’in Kecamatan Pasrepan Kabupaten Pasuruan.
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Siklus
tindakan pembelajran dihentikan jika telah mencapai kriteria ketuntasan
belajar kelas yaitu 80% dari jumlah subyek penelitian dengan rata-rata
ketuntasan belajar individu minimal 75. Subyek penelitian ini adalah seorang
guru dan 25 siswa kelas I MI. Hidayatun Nasyi’in Kecamatan Pasrepan
Kabupaten Pasuruan.
Penelitian ini terdiri dari dua siklus, yaitu (1) Siklus I Tema Kegemaran,
pembelajaran membaca menggunakan metode SAS didukung media
pembelajaran berupa gambar, kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata, dan
kartu kalimat. Pembelajaran dilaksanakan secara individu, kelompok, dan
klasikal. (2) Siklus II Tema Kegiatan, pembelajaran membaca menggunakan
metode dengan media gambar, kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata, dan
kartu kalimat. Pembelajaran dilaksanakan dengan pengorganisasian siswa
dalam kelompok, individu dan klasikal.
Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi,
dan tes.
Dari hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa: (1) pada siklus I
dalam pembelajaran membaca permulaan dengan metode SAS. Kemampuan
guru dalam pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan metode
SAS memiliki kategori baik (80) dan mengalami peningkatan pada siklus II
dengan kategori sangat baik (95), (2) untuk menilai kemampuan siswa dalam
prose pembelajaran dengan metode SAS pada siklus I memiliki nilai rata-
rata kelas (79,6) dan meningkat pada siklus II yaitu (90.8) dari 25 siswa
(100%) sudah mencapai kriteria yang diharapkan yaitu aktif dan kreatif, (3)
penggunaan metode SAS terbukti dapat meningkatkan kemampuan membaca
permulaan siswa kelas I MI. Hidayatun Nasyi’in Kecamatan Pasrepan
Kabupaten Pasuruan, yaitu nilai siswa pada siklus I meningkat dari nilai rata-
rata 78.04 menjadi 85.68 pada Siklus II yakni meningkat 14.07%. Sesuai
dengan kriteria yang ditentukan maka peningkatan ini tergolong baik.
Dalam penelitian ini sama-sama mengkaji tentang kemampuan siswa
membaca permulaan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Sedangkan
perbedaan penelitian ini dengan penelitian Zakiah terletak pada jenis model
yang digunakan. Zakiah menggunakan metode SAS dalam pembelajarannya,
sedangkan peneliti menggunakan model Round Table dalam meningkatkan
kemampuan siswa membaca permulaan.
2.3 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan yang telah dikemukakan ,maka penuls meumuskan hipotesis
tindakan sebagai berikut: “Jika guru menggunakan model pembelajaran round
table maka kemampuan siswa membaca permulaan kelas II SDN I Hulawa
Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo akan meningkat”.
2.4 Indikator Kinerja
Indikator kinerja dalam pelaksanaan penelitian ini adalah untuk hasil
kemampuan siswa membaca permulaan pada siswa kelas II SDN I Hulawa
Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo, minimal 75 % dari seluruh siswa yang
dikenai tindakan secara individu memperoleh nilai 65 ke atas.
Recommended