View
12
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KAJIAN TEORITIS DAN EKSPERIMEN EFISIENSI SENYAWA PINOSTROBIN
SEBAGAI INHIBITOR KOROSI
ISHLAH HASANAH ROHIMAN1, SAPRIZAL HADISAPUTRA
2, DINA ASNAWATI
3
1Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.
2Program Studi Pendidikan
Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,Universitas Mataram, 3Program Studi Kimia,
Fakultas MIPA
*Email: ishlahhasanahrohiman@gmail.com, rizal@unram.ac.id
ABSTRAK
KAJIAN TEORITIS DAN EKSPERIMEN EFISIENSI SENYAWA PINOSTROBIN
SEBAGAI INHIBITOR KOROSI
Ishlah Hasanah Rohiman
Dampak kemajuan teknologi menjadikan penggunaan logam besi sangat diminati karena sifatnya yang
keras, kuat, dan mudah ditempa. Akan tetapi, besi memiliki kelemahan yaitu mudah terkorosi. Oleh karena itu
diperlukan upaya pencegahan yaitu dengan menggunakan inhibitor organik yang ekonomis, efisien dan ramah
lingkungan. Salah satu inhibitor organik yang potensial untuk mencegah korosi adalah Pinostrobin. Senyawa
Pinostrobin ini merupakan senyawa yang diisolasi dari Temu kunci (Boesenbergia rotunda (L.)). Isolasi 200 gram
temu kunci (Boesenbergia rotunda (L.)) didapatkan senyawa murni Pinostrobin yaitu sebesar 5 gram. Tujuan dari
penelitian ini yaitu mengetahui potensi pinostrobin sebagai inhibitor korosi secara eksperimen dan teoritis.
Parameter eksperimen yang dikaji yaitu mengetahui pengaruh konsentrasi, pengaruh suhu, efisiensi inhibisi, serta
mempelajari aspek-aspek termodinamika inhibisi (Ea, ∆H, ∆S, dan ΔGo
Ads). Kajian eksperimen menggunakan
metode kehilangan berat yang dipadukan dengan kajian teoritis menggunakan metode DFT himpunan basis DZP
serta dengan panduan himpunan basis untuk besi LanL2DZ. Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin besar
konsentrasi yang digunakan maka efisiensi inhibisinya semakin naik. Naiknya suhu akan mengakibatkan laju korosi
semakin naik sehingga efisiensi inhibisinya turun. Efisiensi yang paling tinggi terjadi pada konsentrasi 15 ppm
dengan suhu 303 K yaitu sebesar 53.04 %. Studi termodinamikanya menunjukkan bahwa Ea< 80 kj/mol serta
ΔGoads< 20 kJ/mol menunjukan bahwa proses inhibisi merupakan proses adsorpsi fisisorpsi. Sementara itu, nilai ΔH
yaitu 58,82 kJ/mol dan ΔS yaitu sebesar 213,20 J/mol yang positif dan ΔG yaitu -3,90 kJ/mol yang negatif
menunjukkan bahwa reaksi berlangsung secara endoterm dan spontan. Hasil kajian parameter deskriptor kimia
kuantum menunjukkan penambahan heteroatom N menaikan efisiensi sebesar 7,66 %, penambahan gugus –NH2
menaikkan efisiensi sebesar 0,60 % sedangkan penambahan gugus –NO2 sebagai gugus penarik elektron
menurunkan efisiensi sebesar 4,54 %.
Kata Kunci: inhibitor korosi, besi, pinostrobin, permodelan molekul, DFT
ABSTRACT
ISOLATION AND STUDY OF PINOSTROBIN COMPOUNDS EFFICIENCY AS A
CORROSION INHIBITOR
Ishlah Hasanah Rohiman
As the impact of technological advances the use of iron metal is in great demand because of its hard,
strong, and easy to forge. However, iron has a weakness that is easily corroded. Therefore it is necessary to prevent
efforts that is by using organic inhibitor is economical, efficient and environmentally friendly. One of the potential
organic inhibitors to prevent corrosion is Pinostrobin. This Pinostrobin compound is a compound isolated from the
(Boesenbergia rotunda (L.)). Isolation of 200 grams of the (Boesenbergia rotunda (L.)) obtained pure compound
Pinostrobin that is equal to 5 grams. The purpose of this study is potential pinostrobin as an experimental and
theoretical corrosion inhibitor. The experimental parameters studied were to know the effect of concentration, the
influence of temperature, the efficiency of inhibition, and to study aspects of inhibition thermodynamics (Ea, ΔH,
ΔS, and ΔGo
Ads) was studied by wet experiment. The experimental study used a weight loss method combined with
theoretical studies using the DZP base DFT set method as well as with basis set of LanL2DZ for iron. The results
showed that the greater the concentration used, the higher inhibition efficiency increases. Rising temperatures will
lead to increased corrosion rate so that the inhibition efficiency decreases. The highest efficiency occurred at
concentration 15 ppm with temperature 303 K that is equal to 53.04%. Thermodynamic studies showed that Ea < 80
kJ/ mol and ΔGo
Ads < 20 kJ / mol showed that the inhibition process was a fisisorption adsorption process. The ΔH,
ΔS, and ΔG values are 58,82 kJ/mol, 213,2 J/mol, and -3,90 kJ/mol, respectively are endothermic and spontaneous.
The results of the quantum chemistry descriptor study showed that the addition of N heteroatom increased efficiency
by 7.66%, the addition of –NH2 increased efficiency by 0,60 %, while the addition of the -NO2 group decreased the
efficiency by 4.54%.
Keywords: corrosion inhibitor, iron, pinostrobin, molecular modeling, DFT
PENDAHULUAN
Korosi adalah proses elektrokimia pada logam yang dapat merusak struktur logam akibat
logam berinteraksi dengan lingkungan yang bersifat korosif seperti asam klorida. Proses korosi
sulit untuk diatasi dan tanpa pencegahan, korosi akan menyebabkan kerugian ekonomi yang
besar (Uhlig dan Revie 1985). Salah satu metode pencegahan yang tidak beracun, efisien, ramah
lingkungan yaitu dengan menggunakan inhibitor organik. Syarat suatu Inhibitor organik yaitu
memiliki ikatan π dan memiliki gugus heteroatom (N, O, P, dan S) (Hadisaputra et al., 2017).
Berbagai penelitian inhibitor organic sebagai inhibitor korosi telah banyak dilakukan salah
satunya menggunakan ekstrak nipah dan ekstrak lignin yang memiliki efisiensi 70 % (Hasan et
al., 2014). Inhibitor organik yang digunakan pada penelitian ini yaitu Pinostrobin yang diisolasi
dari Temu kunci (Boesenbergia rotunda (L.)). Senyawa Pinostrobin ini memiliki struktur yang
planar sehingga harapannya dapat memiliki adsorpsi yang lebih luas dengan besi yang dapat
mencegah besi terkorosi.
Berbagai Penelitian isolasi senyawa pinostrobin telah banyak dilakukan tetapi umumnya
menggunakan metode maserasi dan perkolasi. Salah satu penelitian isolasi senyawa Pinostrobin
yaitu Oka et al., (2014) yang mengisolasi senyawa Pinostrobin dari temu kunci dengan
kemurnian 94 %. Pada penelitian kali ini kami menggunakan metode sokletasi untuk isolasi
Pinostrobin.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi senyawa Pinostrobin sebagai inhibitor korosi,
maka penggunaan kimia kuantum dalam memprediksi sifat- sifat yang terjadi pada senyawa
Pinostrobin jika ditambahkan substituent. Berbagai penelitian kimia kuantum telah dilakukan
diantaranya Hamdiani et al., (2016) yang meneliti senyawa thiaamida-pirazolindol sebagai
inhibitor korosi, Hamdiani et al., (2016) menyebutkan bahwa penambahan gugus amina
menyebabkan kenaikan efisiensi inhibitor sedangkan penambahan gugus nitro menurunkan
efisiensi inhibitor.
Metode Penelitian
1) Isolasi Pinostrobin
Sebanyak 200 gram Temu kunci disokletasi hingga berwarna coklat pekat selama 5 jam
dengan menggunakan pelarut n-Heksana (p.a) kemudian hasilnya dievaporasi hingga mengental.
Kemudian direkristalisasi menggunakan methanol sebanyak 6-7 kali hingga berwarna putih
bersih.
2) Uji Inhibisi Senyawa Pinostrobin sebagai Inhibitor Korosi dengan Menggunakan Metode
Weight Loss
Metode ini berdasarkan Hasan et al., (2014) ke dalam 4 buah tabung reaksi dimasukkan
larutan uji masing-masing 15 mL dengan variasi konsentrasi Pinostrobin yaitu 0,00;0,005;0,01;
dan 0,015 g/L HCl 1 M sebagai medium korosi selama 4 jam dan dibuat triplo. Tabung reaksi
tersebut kemudian dipanaskan dalam suhu 303, 313, dan 323 K. Untuk meningkatkan efisiensi
maka digunakan penggunaan senyawa Pinostrobin sebanyak 0,005, 0,01, dan 0,015 gram pada
suhu 303 K.
3) Perhitungan Kimia Kuantum
Semua perhitungan menggunakan perangkat Gaussian 03 dan Gauss View 4.8. Senyawa
Pinostrobin dan turunannya dioptimasi menggunakan metode B3LYP/DZP. Perhitungan
menggunakan teorema Koopman yang menjelaskan hubungan potensial ionisasi sebagai invers
energi HOMO (Highest Occupied Molecular Orbital) dan afinitas elektron sebagai invers energi
LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbital)
I = - EHOMO (1)
A = - ELUMO (2)
Selanjutnya keelektronegatifan diperoleh dari persamaan:
χ =
(3)
Efisiensi inhibitor ditentukan dengan persamaan:
(4)
(5)
(6)
Dimana, adalah Persentase potensial ionisasi, adalah Persentase efisiensi
inhibitor, adalah Persentase efisiensi inhibitor secara teori. Struktur senyawa
Pinostrobin dan turunannya disajikan dalam Gambar 1.
R1= NH2, NO2 dan R2= N
Gambar 1 Struktur molekul senyawa Pinostrobin dan Turunannya.
Hasil Penelitian
Isolasi Pinostrobin
Dari 200 gram Temu kunci demgam metode sokletasi didapatkan 5 gram senyawa
Pinostrobin dengan kemurnian 100 % berdasarkan hasil GC-MS.
Gambar 2
Berdasarkan penelitian sebelumnya (Oka et al., 1998) dengan kemurnian yaitu 94% sedangkan
pada penelitian kali ini didapatkan kemurnian hingga 100 %.
Uji Inhibisi Senyawa Pinostrobin
Hasil uji inhibisi menggunakan metode weight loss didapatkan bahwa semakin naiknya
suhu maka laju korosi semakin besar, sedangkan semakin besar konsentrasi senyawa Pinostrobin
yang digunakan maka laju korosi semakin kecil, seperti yang ditampilkan dalam Tabel 1 dan
Gambar 2.
Tabel 1
Suhu Laju Korosi dengan
Konsentrasi Inhibitor
(g/cm² jam)
IE% dengan konsentrasi
Inhibitor
5 ppm 10
ppm
15
ppm
5 ppm 10 ppm 15 ppm
303 3,3983 2,6856 2,1297 26,7703 42,1055 54,0390
313 3,7995 3,5705 3,2024 22,8691 27,5508 35,0244
323 4,2492 3,8243 3,4478 15,1970 23,6631 31,1964
Gambar 3
Penurunan laju korosi meningkat disebabkan karena peningkatan adsorpsi inhibitor pada
logam. Adsorpsi yang terjadi pada inhibisi senyawa Pinostrobin yaitu Adsorpsi Temkin. Adsorpsi
Temkin merupakan adsorpsi Isoterm Temkin menggambarkan perilaku sistem adsorpsi pada
permukaan yang heterogen dan multilayer (Mahmud et al., 2012). Berdasarkan hasil adsorpsi
Temkin didapatkan nilai Kads yang akan mempengaruhi nilai energi gibb.
Tabel 2 Nilai Konstanta Adsorpsi Persamaan Temkin
Temperatur
(K)
303 313 323
Kads 7,6336 19,6078 12,5000
Berdasarkan nilai konstanta Temkin dapat dilihat bahwa Kads semakin meningkat hal ini
sesuai dengan teori bahwa dalam keadaan yang setimbang pada sistem (Hasan et al., 2015).
Studi Termodinamika Korosi
Berdasarkan pengaruh konsentrasi dan suhu, maka didapatkan nilai entalpi dan entropi.
Tabel 3
Konsentrasi
Pinostrobin
(ppm)
∆H
(J/mol)
∆S
(J/mol
K)
∆G
(kJ/
mol)
Ea
(kJ/mol)
5 238573 112,5 -3,4 9,0789
10 420663 167,1 -3,7 14,4664
15 58820 213,2 -1,6 19,7374
Nilai ∆H yang positif (+) menunjukkan bahwa reaksi berlangsung secara endoterm, dan
∆S yang positif (+) dan ∆G yang negative (-) menunjukkan bahwa reaksi berlangsung secara
spontan. Nilai ∆G < -20 kJ/mol menunjukkan bahwa reaksi berlangsung secara fisisorpsi. Nilai
0
20
40
60
0 5 10 15 20IE
%
Konsentrasi (ppm)
303 K
313 K
332 K
energi aktivasi (Ea) yang kurang dari 80 kJ/mol juga menunjukkan bahwa adsorpsi yang terjadi
merupakan adsorpsi fisik (fisisorpsi).
Parameter Kimia Deskriptor
Parameter kuantum deskriptor ini berfungsi sebagai penentuan sifat struktur yang
diperoleh berdasarkan data komputasi sehingga dapat memprediksikan senyawa mana yang lebih
efisien digunakan sebagai inhibitor, seperti pengaruh nilai energi HOMO sebagai donor elektron
dan pengaruh nilai energi LUMO sebagai acceptor elektron. Gambar 5 ini menunjukan
visualisasi dari masing- masing senyawa PN, PN-NH2, PN-NO2, dan PN-N.
PN PN-NH2 PN-NO2 PN-N
Gambar 4 Visualisasi Pinostrobin dan Turunannya
Semakin besar EHOMO atau semakin kecil ELUMO maka semakin kuat suatu molekul organik
untuk melekat pada kation logam sehingga molekul organik tersebut akan memiliki efisiensi anti
korosi yang tinggi (Hamdiani et al., 2017).
Tabel 4 Parameter Kuantun Deskriptor
S Fase EHOMO
eV
ELUMO
eV
Gap
Energi
eV
(X)
eV ∆N Ѡ Itheory
PN G -6,2126 -1,3260 4,8866 3,76 0,66 17,36 54,04
L -6,2450 -1,5168 4,7283 3,88 0,65 17,8 53,76
PN-
NH2
G -6,1441 -1,3388 4,8053 3,74 0,67 16,82 54,64
L -6,1310 -1,5345 4,5965 3,83 0,68 16,88 54,75
PN-
NO2
G -6,8216 -2,9111 3,9106 4,86 0,54 23,15 48,74
L -6,2594 -1,2444 5,0151 3,75 0,64 17,65 53,63
PN-
N
G -5,4502 -0,6367 4,8134 3,04 0,82 11,15 60,67
L -5,5734 -0,7603 4,8132 3,16 0,79 12,07 59,60
Berdasarkan data Tabel 4 yang didapat dapat dilihat bahwa penambahan –
NH2 sebagai gugus pendonor menaikkan efisiensi menjadi 0.24 % untuk gas dan 0,35 % untuk
fase air, sedangkan penambahan –NO2 menurunkan efisiensi inhibisi yaitu sebesar 5,3 % untuk
fase gas. Hal ini berkaitan dengan energi HOMO dan LUMO yang dihasilkan. Menurut
Hadisaputra et al., (2015) Semakin besar Energi HOMO atau semakin kecil Energi LUMO maka
semakin kuat suatu molekul organik untuk melekat pada kation logam sehingga molekul organik
tersebut akan memiliki efisiensi anti korosi yang tinggi.Berdasarkan data yang diperoleh dapat
dilihat bahwa nilai dari Energi HOMO PN–NH2 (-6,1441 eV) lebih besar dari pada PN–NO2 (-
6,8216 eV). Sudarma (2014) menyatakan bahwa adanya substituen nitro memperlambat
reaktifitas ring benzena sekitar 1 juta kali. Sehingga, berkurangnya reaktifitas benzena tersebut
akan menyebabkan kurangnya ikatan cincin benzena dengan logam sehingga penambahan
substituen nitro (PN-NO2) tidak baik untuk efisiensi inhibitor. Gambar visualisasi dari energi
HOMO dan LUMO.
HOMO PN HOMO PN-NH2 HOMO PN-NO2 HOMO PN-N
LUMO PN LUMO PN-NH2 LUMO PN-NO2 LUMO PN-N
Gambar 5
Gambar 5 menunjukkan adanya gugus nitro pada Pinostrobin (PN–NO2)
menghalangi kereaktifan cincin benzena yang ditandai dengan tidak berwarna merahnya gugus
oksigen yang terdapat pada senyawa 6-nitro-5-hidroksi-7-flavanoid (pada fase gas). Menurut
Sudarma, 2014 bahwa substituen pada cincin benzena dapat mempengaruhi reaktifitas senyawa
tersebut. Contohnya, hidroksi dan metoksi meningkatkan kecepatan substitusi elektropilik sekitar
10 ribu kali. Seperti yang kita ketahui proses korosi pada besi merupakan proses oksidasi,
dimana besi bersifat elektrofilik dan penambahan gugus amino (PN-NH2) akan menyebabkan
molekul menjadi lebih nuklepilik. Secara umum ketika dua molekul bereaksi maka salah satu
akan bereaksi menjadi elektrofil atau nukleofil bergantung pada nilai indeks elektrofiliknya
(Bendjedou et al., 2016). Berdasarkan data Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai elektrofil paling
besar terdapat pada 6-nitro-5-hidroksi-7-flavanoid yaitu 23,15 eV sedangkan 6-amino-5-
hidroksi-7-metoksiflavon sebesar 16,82 eV. Pengkajian energi gap yang membantu
mengkarakteristik transport molekuler elektron, reaktifitas kimia dan stabilitas kinetika. Molekul
dengan energi gaps yang rendah umumnya berhubungan dengan tingginya reaktifitas kimia dan
rendahnya kestabilan molekul. Berdasarkan hasil 6-nitro-5-hidroksi-7-metoksiflavon memiliki
nilai energi gap yang besar yaitu sebesar 5,0151 eV pada fase air sehingga cenderung bersifat
stabil maka kereaktifannya kurang pada besi. Oleh karena itu, penambahan substituen amino
menaikkan efisiensi inhibitor dan penambahan substituen nitro menurunkan efisiensi inhibitor.
Gambar 6 Grafik Hubungan Antara HOMO dan Effisiensi Inhibitor (IE%).
Gambar 6 menunjukan hubungan energi HOMO dengan effisiensi inhibitor
(IE%). Teori energi HOMO dan energi LUMO menunjukan interaksi antara orbital kosong
dengan orbital yang terisi oleh elektron, oleh karena itu pemberian elekton pada spesies lain
paling mudah terjadi di HOMO dan penenrian elektron dari spesies yang lain paling mudah
terjadi di LUMO. Menurut teori Koopman (Hamdiani dan Hadisaputra, 2014) kebalikan dari
nilai HOMO menunjukan energi ionisasi dan kebalikan dari LUMO menunjukkan afinitas
elektron. Oleh karena itu, semakin besar nilai HOMO maka semakin kecil nilai energi
y = 7.9467x + 103.42
R² = 0.998
48
50
52
54
56
58
60
-7.2-7-6.8-6.6-6.4-6.2-6-5.8-5.6-5.4-5.2
IE%
HOMO Gas
y = 8.6531x + 108.08
R² = 1
95
96
97
98
99
100
101
102
-6.4-5.9-5.4
IE%
HOMO air
ionisasinya sehingga semakin mudah untuk melepaskan elektron. Energi LUMO yang lebih
rendah justru menunjukan semakin tinggi nilai afinitas elektronnya sehingga mudah menerima
elektron dari spesies yang lain.
Gambar 7 Grafik hubungan transfer elektron (∆N) dengan efisiensi inhibitor (IE%)
Gambar 7 menunjukkan nilai transfer elektronnya (∆N) yang berpengaruh
pada eksperimen dan nilai effisiensi inhibitor. Gambar 7 merupakan hubungan antara transfer
elektron (∆N) dengan persentase effisiensi inhibitor (IE%). Menurut Hadisaputra et al, 2017
transfer elektron yang paling tinggi (∆N) akan menghasilkan effisiensi inhibitor yang paling
baik. Berdasarkan data dapat dilihat bahwa nilai transfer elektron yang paling besar yaitu
pinostrobin dengan penambgahan heteroatom N (Pinostrobin Hidrazon) sebesar 0,822 eV,
sedangkan nilai transfer elektron yang paling kecil diperoleh dari substituen dengan penambahan
NO2 pada pinostrobin (6-nitro-5-hidroksi-7-metoksiflavon) yaitu sebesar 0,5456 eV.
Penambahan heteroatom N pinostrobin hidrazon dijelaskan menurut teori
HSAB (Hard Soft Acid Base). Menurut prinsip HSAB, asam keras akan lebih stabil membentuk
kompleks dengan basa keras dan asam lunak akan lebih stabil membentuk kompleks dengan basa
lunak. Sejak permulaan teori HSAB, perhatian telah diarahkan kepada orbital-orbital perbatasan.
Orbital-orbital ini adalah merupakan energi HOMO dan energi LUMO. Jika ditinjau dari teori
kekuatan asam atau basa seperti HSAB yang diperkenalkan oleh Pearson (1968) maka donor
atom nitrogen lebih bersifat basa (kekuatan basa n = 7,27) dari pada donor atom oksigen
(kekuatan basa n = 6,08). Perbedaan ini menjadi acuan untuk kajian perubahan heteroatom yang
dilakukan pada penelitian ini. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa energi gaps dari
pinostrobin hidrazon memiliki energi yang cukup besar yaitu sebesar 4.8134 eV untuk yang gas
y = 42.935x + 25.675
R² = 0.9997
48
50
52
54
56
58
60
62
0 0.5 1
IE %
∆N gas
y = 41.265x + 26.896
R² = 0.9919
94
95
96
97
98
99
100
101
102
0 0.5 1
IE%
∆N air
dan 4,8132 eV untuk yang cair. Spesies keras memiliki celah HOMO–LUMO yang besar
sementara spesies lunak memiliki gap yang kecil. Berdasarkan hasil dari parameter kimia
deskiptor yang ditampilkan dalam Tabel 4 diperoleh nilai efisiensi yang terbesar yaitu dengan
penambahan N-NH2 (heteroatom pada pinostrobin). Tabel 4 menunjukan bahwa nilai energi gap
heteroatom N memiliki celah energi yang besar yaitu 4,8184 eV. Hal ini sesuai dengan prinsip
HSBA basa lunak memiliki nilai energi gap yang besar.
Energi Interaksi
Energi interaksi digunakan untuk mengetahui seberapa stabil senyawa
yang terbentuk.
Tabel 5 Energi interaksi pinostrobin dan turunannya dalam fase air
Senyawa EFe-Inhibitor
(Kcal/mol)
Einhibitor
(Kcal/mol)
E Fe
(Kcal/mol)
ΔE
(Kcal/mol)
PN -654182 -576788 -77342,7 -51,5020
PN-NH2 -688918 -611521 -77342,7 -53,7171
PN-NO2 -782551 -705175 -77342,7 -33,2474
PN-N -676425 -599027 -77342,7 -55,0880
Tabel 5 hasil energi ikat terbukti pengaruh substituen dapat menimbulkan
perbedaan energi interaksi ≤ 12 kcal/ mol. Seperti yang dikaetahui dalam Tabel 5 bahwa
pinostrobin dengan heteroatom NNH2 memiliki energi interaksi yang paling besar sehingga
memiliki IE% yang paling besar begitupun sebaliknya dengan NO2 yang energi ikatnya paling
kecil sehingga memiliki IE% yang paling kecil. Hal ini sesuai dengan Hamdiani dan Hadisaputra
(2014) yang menyatakan bahwa semakin negatif nilai energi interaksinya maka semakin stabil
struktur kompleks yang terbentuk. Berdasarkan Tabel 5 Energi interaksinya dapat diurutkan,
yaitu: heteroatom N< -NH2 <pinostrobin <-NO2, dengan urutan kestabilan yaitu: heteroatom N>
-NH2 >pinostobin >-NO2.
Optimasi Pinostrobin dan turunannya dengan besi
Fe-PN HOMO Fe-PN LUMO Fe-PN
Fe-PN-NH2 HOMO Fe-PN-NH2 LUMO Fe-PN-NH2
Fe-PN-NO2 HOMO Fe-PN-NO2 LUMO Fe-PN-NO2
Fe-PN-N HOMO Fe-PN-N LUMO Fe-PN-N
\Gambar 8 Hasil Optimasi Besi dengan Pinostrobin dan Turunannya
Gambar menunjukkan visualisasi hasil optimasi besi dengan pinostrobin dan turunannya
menggunakan LANL2DZ ECP and DZP. Pada Gambar dapat dilihat bahwa besi menjauhi gugus
nitro (NO2), tetapi mendekati gugus amina (NH2) dan gugus heteroatom N. Berikut adalah Tabel
ikatan hasil optimasi.
Tabel 6 Perbandingan panjang Ikatan Hasil Optimasi Besi dengan Pinostrobin dan Turunannya
PN PN-NH2 PN-NO2 PN-N
Ikatan Panjang
Ikatan (Å)
Ikatan Panjang
Ikatan (Å)
Ikatan Panjang
Ikatan (Å)
Ikatan Panjang
Ikatan (Å)
C7-Fe35 2,2737 C7-Fe37 2,2540 C7-Fe37 2,0625 C7-Fe37 2,2467
C9-Fe35 3,5683 C9-Fe37 3,5374 C9-Fe37 3,1132 C9-Fe37 3,4973
C10-Fe35 2,1238 C10-Fe37 2,1463 C10-Fe37 2,7193 C10-Fe37 2,1213
C11-Fe35 2,0474 C11-Fe37 2,0354 C11-Fe37 2,7193 C11-Fe37 1,9954
C12-Fe35 2,0204 C12-Fe37 2,0311 C12-Fe37 1,9734 C12-Fe37 2,0126
C15-Fe35 2,0317 C15-Fe37 2,0347 C15-Fe37 1,9973 C15-Fe37 2,0541
C16-Fe35 2,0229 C16-Fe37 2,0322 C16-Fe37 2,7285 C16-Fe37 2,0318
O1-Fe35 3,2021 O1-Fe37 3,2293 O1-Fe37 3,0177 O1-Fe37 3,2066
O2-Fe35 4,3820 O2-Fe37 4,3345 O2-Fe37 3,8399 O3-Fe37 2,9902
O3-Fe35 3,1781 O3-Fe37 3,0581 O3-Fe37 3,9186 O4-Fe37 3,2059
O4-Fe35 3,0657 O4-Fe37 3,1953 O4-Fe37 2,9461 N34-Fe37 4,5915
N34-Fe37 3,1859 N34-Fe37 4,0703 N35-Fe37 4,9378
Tabel 7 Donor dan Acceptor Hasil Optimasi Besi dengan Pinostrobin dan Turunannya
PN PN-NH2
Donor Acceptor E2 Donor Acceptor E2
LP ( 1) O 1
LP ( 2) O 1
LP ( 1) O 2
LP ( 2) O 3
LP ( 1) O 4
LP ( 2) O 1
LP ( 2) O 3
LP ( 1)Fe 35
LP ( 1)Fe 35
LP ( 1)Fe 35
LP ( 1)Fe 35
LP ( 1)Fe 35
LP ( 2)Fe 35
LP ( 2)Fe 35
LP ( 3)Fe 35
LP ( 3)Fe 35
LP ( 4)Fe 35
RY*( 2) C 5
RY*( 3) C 10
RY*( 1) C 9
RY*( 3) C 11
RY*( 1) C 15
LP*( 6)Fe 35
LP*( 5)Fe 35
RY*( 1) O 1
RY*( 1) O 3
RY*( 1) O 4
RY*( 3) C 10
RY*( 5) C 12
RY*( 2) C 7
RY*( 4) C 15
RY*( 4) C 11
RY*( 1) C 16
RY*( 2) C 5
1.36
2.52
11.62
2.3
3.44
0.1
0.13
0.21
0.22
0.09
0.5
0.57
1.21
0.36
0.26
0.33
0.12
LP ( 1) O 1
LP ( 2) O 1
LP ( 1) O 2
LP ( 2) O 3
LP ( 1) O 4
LP ( 2) O 4
LP ( 1) N 34
LP ( 2) O 1
LP ( 2) O 3
LP ( 1) O 4
LP ( 1)Fe 37
LP ( 1)Fe 37
LP ( 1)Fe 37
LP ( 1)Fe 37
LP ( 1)Fe 37
LP ( 2)Fe 37
LP ( 3)Fe 37
LP ( 3)Fe 37
LP ( 4)Fe 37
LP ( 4)Fe 37
LP ( 4)Fe 37
RY*(1) C 10
RY*(4) C 5
RY*( 1) C 9
RY*(3) C 11
RY*(1) C 15
RY*(2) C 20
RY*(5) C 16
LP*(6) Fe37
LP*(6) Fe37
LP*(6) Fe37
RY*(1) O 1
RY*(1) O 3
RY*(3) C 10
RY*(3) C 12
RY*(3) C 16
RY*(3) C 7
RY*(3) O 4
RY*(3) C 11
RY*(3) C 5
RY*(3) C 15
RY*(1) N34
2.29
1.15
11.63
2.35
2.18
1.42
0.82
0.1
0.13
0.14
0.2
0.18
0.44
0.5
0.37
1.07
0.1
0.29
0.13
1.59
0.06
PN-NO2
Donor Acceptor E2
LP (1) O 1
LP (1) O 1
LP (1) O 2
LP (1) O 3
LP (3) O 3
LP (1) O 4
LP (1) O 4
LP (3) O 3
LP (1) O 36
LP (2)Fe 37
LP (2)Fe 37
LP (4)Fe 37
LP *(4)Fe 37
LP *(4)Fe 37
LP *(4)Fe 37
LP *(4)Fe 37
LP *(4)Fe 37
LP *(4)Fe 37
LP *(4)Fe 37
RY*(2) C 5
RY*(1) C 10
RY*(1) C 9
RY*(3) C 11
RY*(2) C 35
RY*(2) C 15
RY*(1) C 20
RY*(3)N 34
RY*(1)N 34
RY*(3) C 7
RY*(3) C 15
RY*(1) O 4
RY*(2) C 7
RY*(6) C 9
RY*(3) C 10
RY*(1) C 11
RY*(3) C 12
RY*(3) C 15
RY*(1) C 16
1.39
3.11
11.95
2.76
2.55
2.61
1.65
2.42
3.2
1.63
0.63
1.23
3.45
0.67
1.33
0.96
1.43
5.33
2.14
PN-N
Donor Acceptor E2
LP (1) O 12
LP (1) O 12
LP (1) O 24
LP (1) O 24
LP (2) O 29
LP (1) N 34
LP (1) N 34
LP (1) N 35
LP (2) O 12
LP (2) O 29
LP (1)Fe 38
LP (1)Fe 38
LP (1)Fe 38
LP (1)Fe 38
RY*(4) C 7
RY*(4) C 11
RY*(4) C 2
RY*(4) C 25
RY*(3) C 3
RY*(1) C 9
RY*(2) N 35
RY*(2) N 34
RY*(10) Fe 38
LP*(5) Fe 38
RY*(1) C 1
RY*(1) C 2
RY*(3) C 3
RY*(5) C 5
3.28
1.39
3.44
1.67
2.57
1.06
0.8
1.57
0.06
0.19
0.19
0.3
0.74
0.64
Tabel 7 menunjukkan adanya donor dari O2-C9 pada PN (11,63), PN-NH2(11,62), dan PN-
NO2(11,95), tetapi tidak pada PN-N. Pada PN, PN-NH2, dan PN-NO2 nilai E2 yang besar
mengakibkan bertambahnya keelektronegatifan pada C9, sehingga C7 yang berdekatan dengan
Fe cenderung lebih menyukai berikatan dengan C9. Oleh karena itu visualisai yang ditampilkan
pada hasil optimasi besi dengan Pinostrobin dan turunannya ikatan pada C7 dengan Fe tidak
terlihat. Pada PN-N terlihat bahwa atom N mendonorkan 1,06 pada atom O9, sehingga
menambahkan keelektronegatifan O9 yang berdekatan dengan besi.
Kesimpulan
Isolasi Pinostrobin dengan metode soklet dihasilkan kemurnian 100 % dibandingkan
metode Oka et al. (2014) yang hanya menghasilkan 94 %. Hasil uji inhibitor Pinostrobin
diperoleh IE tertinggi yaitu 95, 757 % dengan konsentrasi 3000 ppm. Peningkatan IE%
menggunakan kimia komputasi dengan metode DFT DZP menunjukkan hasil parameter kimia
deskriptor bahwa penambahan atom N pada Pinostrobin menaikkan efisiensi sebesar 7,660 %,
penambahan NH2 menaikkan efisiensi sebesar 0,6000 % dan penambahan gugus NO2
menurunkan efisiensi sebesar 4,540 %. Hasil optimasi besi dengan Pinostrobin dan turunannya
dengan metode LanL2DZ dan DZP menunjukkan bahwa gugus NO2 terlihat menjauhi besi
sedangkan penambahan gugus NH2 dan N terlihat mendekati besi.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W., 1999. Kimia Fisik II, Erlangga, Jakarta.
Bendjeddou, A., T Abbas, A. K Gouasmia, dan D. Villemin.2016. Molecular Strukture, HOMO-
LUMO,MEP and Fukui Function Analisys of Some TTF-Donor Substituen Moleculer
Using DFT (B3LYP) Calculation. International Research Journal of Pure and Applied
Chemistry, 12(1):1-9.
Hadisaputra, S, Hamdiani, S, Junaidi, E. 2015. Theoretical Study of Corrosion Inhibitor
Performance of 2-iswopropyl-5-metilfenol. Alchemy, 11,1:1-7.
Hadisaputra, S, Hamdiani, S, S, Arsyk, K, Nuryono. 2017. Influence of Macrocyclic Ring Size
on the Corrosion Inhibition Efficiency of Dibenzo Crown Ether: A Density Functional
Study, Indones J.Chem, 17(3),431-438.
Hasan, Z., Mulyono, T., dan Winata, I N. A. 2015. Studi Pemanfaatan Ekstrak Lignin Kulit Kopi
sebagai Inhibitor Organik Korosi Besi. Jurnal Sains dan Tekonologi, 1(3), 101-103.
Mahmud, Suprihanto N, Tri P, Prayanti S. 2012. Adsorpsi Bahan Organik Alami (BOA) Air
Gambut Pada Lempeng Tanah Gambut Alami dan Teraktivasi: Studi Kesetimbangan
Isoterm dan Kinetika Adsorpsi. Info Teknik. Volume 13, Nomor 1: 28-37.
Obayes, H.R.. Alwean G. H.. Hameed, A., Alobaidy, M. J., Al-Amiery. A. A., Amir A.,
Kadhum, H., dan Mohamad, A. B., 2014. Quantum Chemical Assesment of
Bezimidazole Derivatives as Corrosion Inhibitors. Chem. Central Journal, 8:21.
Oka A.P., 1998, Isolasi, Identifikasi Senyawa Pinostrobin pada Rimpang Temu Kunci
(Kaempferia pandurata Roxb) dan Standarisasi Ekstrak Etanol Berdasarkan Kadar
Pinostrobinnya dengan KLT Densitometri, Thesis, PPS Unair, Surabaya.
Pearson, R. G., 1988, Absolute Elektronegativity and Hardness: Application to Inorganic
Chemistry. Inorg.Chem, 27, 4, 734-740.
Sudarma, I M. 2014. Kimia Bahan Alam (Ekstraksi, Isolasi dan Transformasi. FMIPA Press,
Mataram.
Uhlig, H. H., Revie R. W., Corrosion and Corrosion Control. 3rd edition. New York: John Wiley
& Sons; 1985:1.
Recommended