View
225
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NASI DARI BEBERAPA VARIETAS BERAS
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKATFAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NASI DARI BEBERAPA VARIETAS BERAS
SETYA PUTRI LARASATI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NASI DARI BEBERAPA VARIETAS BERAS
ABSTRACT
Larasati Setya Putri. Physicochemical Properties (Cooking Quality) and Sensory Characteristics (Eating Quality) of Several Cultivated Rice Varieties. Under Direction of Leily Amalia and Bram Kusbiantoro.
The physicochemical properties and sensory characteristics were studied
for six varieties namely IR42, Inpara 3, Ciherang, Inpari 1, Inpari 2, and Inpari 6 Jete. Physicochemical parameters measured were amylose content (AC), in vitro digestibility of starch, gel consistency, amilography, water uptake ratio (WUR), and volume expansion. The sensory data on cooked rice obtained by scoring, hedonic, ranking test, and Quantitative Descriptive Analysis (QDA). The result showed that AC of varieties ranged from 18.87 to 28.60%. The highest digestibility of strach was found in Inpari 6 Jete. On the other hand, Inpari 6 Jete had the lowest gelatinization temperature. The gel consistency of six varieties were range from 32.25 to 86.25 mm. The WUR and volume expansion of all varieties were not significant. Scoring test showed that the colour of cooked rice from all varieties studied was white. The most favorite cooked rice was recorded in Inpari 6 Jete. Ranking test for aroma of cooked rice showed that inpara 3 was the most fragrant. There ware significant correlations between AC and some physicochemical properties and also sensory characteristics. AC was positively correlated with volume expansion (r=0.430, p<0.05) and the colour of cooked rice (r=0.752, p<0.01). On the other hand, AC was negatively correlated with gel consistency (r=-0.766, p<0.01), in vitro digestibility of starch (r=-0.633, p<0.01), glossy of cooked rice (r=-0.805, p<0.01), aroma (r=-0.502, p<0.05), and texture of cooked rice (r=-0.929, p<0.01). Keyword: rice quality, physicochemical, sensory characteristics.
RINGKASAN
Setya Putri Larasati. Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Nasi dari Beberapa Varietas Beras. Dibimbing oleh Leily Amalia dan Bram Kusbiantoro. 2012.
Beras bagi masyarakat Indonesia merupakan bahan pangan pokok
sehari-hari. Selama ini, SNI beras giling hanya memuat sifat fisik saja, tetapi belum menampung cita rasa, sifat tanak dan sifat gizi dari beras. Selain itu, informasi kandungan gizi maupun sifat fisikokimiawi beras umumnya hanya dijumpai pada beras dengan pengolahan yang berbeda atau hanya terbatas pada label beras dengan varietas unggul, sedangkan beras yang beredar di pasaran sangat beragam jenis dan varietasnya. Varietas beras yang berbeda memiliki karakteristik yang berbeda pula. Oleh karena itu, perlu adanya informasi lebih rinci mengenai kandungan zat gizi, sifat fisikokimia, serta organoleptik beras dengan varietas yang berbeda.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sifat fisikokimia dan organoleptik nasi dari beberapa jenis varietas beras. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: (1) Menganalisis kandungan zat gizi enam varietas beras secara proksimat, (2) Melakukan analsis daya cerna pati secara in vitro, (3) Mengidentifikasi kadar amilosa enam varietas beras, (4) Melakukan analisis fisikokimia beras yang meliputi: uji amilografi beras, uji konsistensi gel, serta menentukan nisbah pengembangan air (NPA) dan nisbah pengembangan volume (NPV), dan (5) Mengevaluasi sifat organoleptik/sensori secara deskriptif nasi dari enam varietas beras dengan tingkat kepulenan yang berbeda.
Penelitian ini menggunakan enam varietas beras dengan tingkat kepulenan yang berbeda (pera, pulen, dan sangat pulen). Analisis yang dilakukan meliputi analisis proksimat, daya cerna pati, kadar amilosa, sifat fisikokimia (uji amilografi, uji konsistensi gel, nisbah penyerapan air dan nisbah pengembangan volume), serta uji organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan meliputi uji skoring (warna, kilap, aroma, dan kepulenan), hedonik (penerimaan umum), ranking (aroma), dan QDA (Quantitative Descriptive Analysis) untuk atribut aroma dan rasa. Data yang diperoleh dianalisis dengan Microsoft Excel 2007 dan diolah secara statistik dengan program SPSS 16 for windows.
Hasil analisis proksimat menunjukkan kadar air beras yang diuji berada pada kisaran 9-12%, kadar abu dari 0.4-0.5%, protein 7-8%, lemak 0.5-0.9% dan karbohidrat 78-82%. Daya cerna pati enam varietas beras berkisar antara 75.92% (IR42) - 86.36% (Inpari 6 Jete). Uji kadar amilosa menunjukkan varietas Inpari 6 Jete dan Inpari 2 merupakan beras beramilosa rendah; Inpari 1 dan Ciherang merupakan beras beramilosa sedang; dan IR42 dan Inpara 3 merupakan beras beramilosa tinggi.
Berdasarkan suhu gelatinisasi, beras yang dianalisis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) suhu gelatinisasi rendah: Inpari 6 Jete; dan 2) suhu gelatinisasi tinggi: IR 42, Inpara 3, Inpari 1, Ciherang, dan Inpari 2. Viskositas maksimum enam varietas beras berkisar antara 2675.20 - 3366.40 cP. Viskositas maksimum IR42 tidak terukur. Viskositas balik dari sampel yang dianalisis berkisar antara 1324.80 – 2860.80 cP. Viskositas balik IR42 tidak dapat terdeteksi karena viskositas puncak IR42 tidak terbaca. Berdasarkan uji konsistensi gel, diketahui Ciherang dan Inpari 2 bertekstur nasi empuk, Inpari 1 dan Inpari 6 Jete remah, sedangkan Inpara 3 dan IR42 sangat remah. NPA sampel yang dianalisis berada pada kisaran ± 2 dan NPV berada pada kisaran
±3. Hal ini menunjukkan bahwa ketika beras dimasak menjadi nasi, beras akan menyerap air dua kali bobot beras dan mengembang tiga kali volume beras.
Hasil uji skoring menunjukkan bahwa seluruh sampel memiliki warna nasi yang tergolong putih. Nasi yang paling berkilap adalah varietas Inpari2 dan yang paling kusam adalah IR42. Seluruh sampel memiliki aroma agak wangi sampai netral. Inpari 2 memiliki tingkat kepulenan yang paling tinggi sedangkan IR42 memiliki tingkat kepulenan terendah (pera). Uji hedonik menunjukkan varietas Inpari 6 Jete merupakan varietas yang paling disukai sedangkan IR42 merupakan sampel yang paling tidak disukai. Berdasarkan uji ranking aroma enam varietas beras didapatkan hasil berturut-turut (mulai dari yang paling wangi hingga tidak wangi/netral) adalah Inpara 3, Inpari 2, Ciherang, Inpari 1, IR42, dan Inpari 6 jete.
Hasil uji QDA menunjukkan bahawa Inpari 6 jete memiliki atribut aroma cereal dan pandan; Ciherang memiliki atribut aroma creamy, pandan, dan sweety; Inpara 3 memiliki atribut aroma cereal, creamy, pandan, dan sweety; Inpari 1 memiliki atribut aroma, yaitu cereal, creamy, dan pandan; Inpari 2 memiliki atribut aroma buttery, cereal, dan pandan; sedangkan IR42 memiliki atribut aroma cereal dan sweety. Aroma yang paling berpengaruh dalam pembagian kelompok berdasarkan uji PCA adalah aroma cereal sedangkan untuk atribut manis dan asin sama-sama memiliki pengaruh yang sama besar dalam pembagian kelompok varietas beras berdasarkan rasa.
Analisis korelasi antar variabel menunjukkan kadar amilosa secara signifikan berbanding lurus dengan NPV (r=0.430; p<0.05), dan warna nasi (r=0.752; p<0.01) tetapi berbanding terbalik dengan konsistensi gel (r = -0.766; p<0.01), daya cerna pati (r = -0.663; p<0.01), kilap (r = -0.805; p = <0.01), aroma (r = -0.502; p = <0.05), dan kepulenan nasi (r = -0.929; p = <0.01). Konsistensi gel berbanding lurus dengan daya cerna pati (r = 0.419; p<0.05), kilap (r = 0.492; p<0.05), aroma (r = 0.674; p<0.01), dan kepulenan (r = 0.701; p<0.01) tetapi berkorelasi negatif dengan warna nasi (r = - 0.755; p<0.01). NPV berkorelasi signifikan negatif dengan kepulenan nasi (r = -0.437; p<0.05). Daya cerna pati berkorelasi signifikan positif dengan kilap (r = 0.862; p<0.01), aroma (r = 0.617; p<0.01) dan kepulenan nasi (r = 0.822; p<0.01) tetapi memiliki hubungan signifikan negatif dengan warna nasi (r = -0.451; p<0.05).
Analisis korelasi antar variabel juga menunjukkan warna nasi berbanding terbalik dengan aroma (r = -0.429; p<0.05) dan kepulenan nasi (r= -0.557; p<0.01). Kilap nasi berkorelasi positif dengan aroma (r = 0.468; p<0.05) dan kepulenan nasi (r = 0.939; p<0.01), sedangkan aroma nasi berkorelasi signifikan positif dengan tingkat kepulenan nasi (r = 0.648; p<0.01).
KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NASI DARI BEBERAPA VARIETAS BERAS
SETYA PUTRI LARASATI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul : Karakteristik Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Nasi dari
Beberapa Varietas Beras
Nama : Setya Putri Larasati
NRP : I14070056
Menyetujui :
Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2
Leily Amalia, S.TP., M.Si Dr. Bram Kusbiantoro, MS. NIP. 19721209 2005 01 2004 NIP. 19610424 198603 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Bismillahhirrahmanirrahim. Alhamdulillah atas segala nikmat, kemudahan,
petunjuk, dan berbagai hal yang telah Allah SWT limpahkan, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Karakterisasi Sifat Fisikokimia
dan Organoleptik Nasi dari Berbagai Varietas Beras”. Penulisan penelitian ini
tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan doa dari berbagai pihak. Ucapan
terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak dan Ibu (Puji Hartono dan Peni Sugesti), Mas Jati, dan Titis atas
segala dukungan, kasih sayang, perhatian, dan doa kepada penulis selama
ini.
2. Leily Amalia, S.TP., M.Si selaku dosen pembimbing yang bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan saran, dan
mengarahkan penulis dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan
skripsi.
3. Dr. Bram Kusbiantoro, MS. selaku dosen pembimbing yang telah
mengizinkan pelaksanaan penelitian ini, meluangkan waktu, membimbing,
memberikan saran, dan mengarahkan penulis sehingga penelitian ini dapat
terlaksana.
4. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MS. selaku dosen pemandu seminar dan penguji atas
saran dan kritik serta masukan yang bermanfaat bagi skripsi ini.
5. Prof. Ir. Ahmad Sulaiman, MS, PhD. selaku dosen pembimbing akademik
selama menempuh masa kuliah.
6. Mbak Wage, Mita, Mbak Ina, Reni, Karlina, Gusti, Afdol, mbak Yani, Muti,
fadhil, Linayanti, Yanti, serta seluruh teman-teman Pondok Rizki yang
senantiasa memberikan semangat, motivasi dan bantuan kepada penulis.
7. Mbak Amy, mbak Sinta, mbak Zahara, mbak Sera, mbak Desi, pak Budi, pak
Jaja, pak Prihadi, pak Kamijo, pak Husein, dan bu Dyah atas bantuan, saran,
masukan, dan bimbingan selama di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
(BB Padi) sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.
8. Risa, Andina, Indin, Kila, Andra, Ezri, Taufik, Ifdal, dan Emir yang telah
meluangkan waktunya untuk membantu pelaksanaan penelitian ini.
9. Rekan-rekan pembahas, Ayunda, Riza, Suprapti, dam Susi. Terimakasih atas
saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.
10. Keluarga besar Luminare, adik-adik GM 45, 46, dan 47 untuk semua kisah
selama kuliah.
11. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran membangun untuk
memperbaiki dan menyempurnakan usulan penelitian ini selanjutnya. Besar
harapan penulis agar usulan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca,
khususnya penulis pribadi dan semua pihak yang membutuhkan. Amin.
Bogor, Februari 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta, 6 November 1989. Penulis adalah anak kedua
dari tiga bersaudara dari pasangan Puji Hartono dan Peni Sugesti. Penulis
menyelesaikan pendidikan TK pada tahun 2000 di TK An-Nur, Tambun, Bekasi.
Penulis kemudian menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Wonoenggal,
Grabag, Purworejo pada tahun 2001. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan
di SMP Negeri 10 Purworejo dan lulus pada tahun 2004. Pendidikan selanjutnya
ditempuh penulis di SMA Negeri 2 Purworejo dan lulus tahun 2007.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di jurusan
Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, FEMA. Selama menempuh pendidikan
di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan seperti
Racana Pramuka IPB (Surya Tirta Kencana dan Inggita Puspa Kirana) periode
2008-2009 sebagai sekretaris I (kerani). Penulis juga aktif di organisasi
Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) periode 2009-2010 sebagai staf
divisi Peduli Pangan dan Gizi (PPG). Selain itu, penulis juga aktif di majalah
Emulsi (Majalah Pangan dan Gizi IPB) sebagai reporter periode 2009-2010 dan
IMPEMA (Ikatan Mahasiswa Peminat Ekologi Manusia) cabang Bogor divisi RPM
(Riset dan Pengembangan Masyarakat). Selain itu, penulis juga pernah
mengikuti berbagai kepanitiaan, seperti Pesta Siaga Pramuka Tanggap Flu
Burung, Bonjour (2008), Journalistic Fair, Latihan Gabungan Pramuka Perguruan
Tinggi se-Indonesia, Masa Perkenalan Fakultas HERO 45 dan Departemen Gizi
Masyarakat NUTRIENT 45 (2009), Gizi Bhakti Masyarakat (Desa Situgede, Desa
Petir dan Desa Neglasari), SUSHI Day, Seminar Gizi Nasional SENZASIONAL,
ECOSYSTEM, dan lain-lain.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Petir, Bogor. Penulis
juga malaksanakan Internship Dietetik (ID) di RSUD Cibinong. Penulis pernah
bekerja sebagai pengajar di bimbingan belajar Intelectual Community di Jakarta.
Penulis pernah dua kali menerima dana hibah dari DIKTI pada Program
Kreativitas Mahasiswa pada tahun 2008 dan 2009. Selain itu, selama
perkuliahan penulis pernah menerima beasiswa BBM, PPA (Peningkatan
Prestasi Akademik), dan KSE (Karya Salemba Empat).
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana gizi, penulis
menyusun skripsi yang berjudul Karakterisasi Sifat Fisiskokimia dan Organoleptik
Nasi dari Beberapa Varietas Beras, dibawah bimbingan Leily Amalia, S.TP, Msi.
dan Dr. Bram Kusbiantoro, MS.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
Tujuan Umum ...................................................................................... 3
Tujuan Khusus ..................................................................................... 3
Kegunaan Penelitian ................................................................................ 4
TINJAUAN PUSTAKA
Beras ....................................................................................................... 5
Struktur Beras ...................................................................................... 5
Penggilingan Padi Menjadi Beras ........................................................ 5
Jenis-jenis Beras ................................................................................. 7
Sifat Fisik Beras ....................................................................................... 7
Sifat Fisikokimia Beras ........................................................................... 10
Amilosa pada Beras ........................................................................... 10
Sifat Kimia dan Kandungan Gizi Beras .............................................. 11
Uji Deskripsi Sensori .............................................................................. 13
Quantitative Descriptive Analysis ....................................................... 14
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 15
Bahan dan Alat....................................................................................... 15
Metode Penelitian .................................................................................. 16
Analisis Proksimat ............................................................................. 16
Kadar Air ....................................................................................... 16
Kadar Abu ..................................................................................... 16
Kadar Protein ................................................................................ 17
Kadar Lemak ................................................................................. 18
Kadar Karbohidrat ......................................................................... 19
Analisis Kadar Amilosa ...................................................................... 19
Analisis Daya Cerna Pati ................................................................... 20
Karakteristik Sifat Fisikoimia Beras .................................................... 21
Uji Amilografi Beras ....................................................................... 21
Uji Konsistensi Gel ........................................................................ 22
Penentuan NPA dan NPV Nasi ..................................................... 22
Karakterisasi Sifat Organoleptik Beras............................................... 23
Penyiapan Contoh Nasi ................................................................ 23
Uji Hedonik ................................................................................... 23
Uji Ranking ................................................................................... 23
Uji Deskriptif Analisis (Quantitative Descriptive Analysis/QDA) ..... 23
Rancangan Percobaan ...................................................................... 27
Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 27
PEMBAHASAN
Analisis Proksimat .................................................................................. 29
Kadar Air ........................................................................................... 29
Kadar Abu ......................................................................................... 29
Kadar Protein..................................................................................... 30
Kadar Lemak ..................................................................................... 31
Kadar Karbohidrat ............................................................................. 32
Kadar Amilosa ........................................................................................ 32
Daya Cerna Pati in vitro ......................................................................... 33
Sifat Fisikokimia Beras ........................................................................... 35
Uji Amilografi ..................................................................................... 35
Uji Konsistensi Gel............................................................................. 36
Nisbah Penyerapan Air (NPA) ........................................................... 37
Nisbah Pengembangan Volume (NPV) .............................................. 38
Sifat Organoleptik ................................................................................... 39
Uji Skoring ......................................................................................... 39
Uji Hedonik ........................................................................................ 40
Uji Ranking ........................................................................................ 41
Quantitative Descriptive Analysis ....................................................... 42
Seleksi Panelis .............................................................................. 42
Pelatihan Panelis .......................................................................... 43
Penentuan Nilai Flavor Standar..................................................... 44
Uji QDA ......................................................................................... 45
Korelasi Antar Variabel ........................................................................... 49
Korelasi antar Sifat Fisikokimia .......................................................... 49
Korelasi antara Sifat Fisikokimia dan Organoleptik ............................ 51
Korelasi antar Sifat Organoleptik ....................................................... 52
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................................ 54
Saran ..................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 56
LAMPIRAN ................................................................................................. 62
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi beras dari berbagai cara pengolahan .................................... 12
2. Kandungan zat gizi nasi dari beras giling per 100 gram .......................... 13
3. Larutan uji untuk deskripsi penentuan rasa dasar ................................... 24
4. Larutan uji untuk uji segitiga rasa dasar .................................................. 24
5. Flavor (aroma) standar untuk panelis ...................................................... 25
6. Larutan flavor standar pada tahap pelatihan ........................................... 25
7. Hasil analisis proksimat enam varietas beras ......................................... 29
8. Hasil analisis daya cerna pati enam varietas beras ................................ 33
9. Hasil analisis kadar amilosa enam varietas beras ................................... 34
10. Data amilografi enam varietas beras ..................................................... 35
11. Uji konsistensi gel enam varietas beras ................................................ 37
12. Nisbah penyerapan air dan pengembangan volume enam varietas
beras .................................................................................................... 38
13. Mutu organoleptik skoring nasi ............................................................. 39
14. Frekuensi distribusi dan skor organoleptik uji hedonik .......................... 41
15. Frekuensi distribusi dan skor organoleptik uji ranking ........................... 42
16. Persamaan dalam penentuan nilai flavor aroma ................................... 44
17. Bahan-bahan yang digunakan sebagai flavor standar ........................... 44
18. Persamaan dalam penentuan nilai flavor standar atribut rasa ............... 45
19. Konsentrasi larutan standar rasa dasar................................................. 45
20. Hasil uji QDA atribut aroma ................................................................... 46
21. Hasil uji QDA atribut rasa ...................................................................... 46
22. Total keragaman yang dapat dijelaskan pada atribut aroma ................. 47
23. Komponen matrik korelasi pada atribut aroma ...................................... 47
24. Total keragaman yang dapat dijelaskan pada atribut rasa .................... 48
25. Komponen matrik korelasi pada atribut rasa ......................................... 49
26. Korelasi antar variabel yang dianalisis .................................................. 53
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur biji beras ................................................................................. 6
2. Kurva standar amilosa ........................................................................ 32
3. Karakteristik sifat sensori enam varietas beras ................................... 47
4. Scatterplot dari dua komponen utama pada atribut aroma ................. 48
5. Scatterplot dari dua komponen utama pada atribut rasa .................... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Analisis statistik kadar air ................................................................... 62
2. Analisis statistik kadar abu ................................................................. 63
3. Analisis statistik kadar protein ............................................................ 64
4. Analisis statistik kadar lemak .............................................................. 65
5. Analisis statistik karbohidrat ............................................................... 66
6. Analisis statistik daya cerna pati in vitro ............................................. 67
7. Analisis statistik kadar amilosa ........................................................... 68
8. Hasil analisis amilografi Ciherang ....................................................... 69
9. Hasil analisis amilografi Inpara 3 ........................................................ 71
10. Hasil analisis amilografi Inpari 1 ....................................................... 73
11. Hasil analisis amilgrafi Inpari 2 ......................................................... 75
12. Hasil analisis amilografi Inpari 6 Jete................................................ 77
13. Hasil analisis amilografi IR42 ........................................................... 79
14. Analisis statistik uji konsistensi gel ................................................... 81
15. Analisis statistik nisbah penyerapan air ............................................ 82
16. Analisis statistik nisbah pengembangan volume ............................... 82
17. Analisis statistik uji skoring ............................................................... 83
18. Analisis statistik uji hedonik .............................................................. 83
19. Analisis statistik uji ranking ............................................................... 83
20. Form uji QDA tahap seleksi panelis ................................................. 84
21. Form uji QDA tahap pelatihan panelis uji konsistensi aroma ............ 86
22. Form uji QDA tahap pelatihan panelis uji intensitas aroma ............... 87
23. Form uji QDA tahap pengujian atribut rasa ....................................... 88
24. Form uji QDA tahap pengujian atribut aroma .................................... 89
25. Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut buttery ..................... 90
26. Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut cereal ...................... 90
27. Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut creamy .................... 90
28. Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut pandan .................... 91
29. Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut sweety ..................... 91
30. Lampiran hasil analisis PCA uji QDA atribut aroma .......................... 92
31. Lampiran hasil analisis PCA uji QDA atribut rasa ............................. 93
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Undang-undang RI Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan menyebutkan
bahwa pemenuhan pangan merupakan hak asasi bagi setiap individu. Oleh
karena itu, terpenuhinya kebutuhan pangan di dalam suatu negara merupakan
hal yang mutlak harus dicapai. Pangan sebagai kebutuhan pokok terpenting,
memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung dengan kondisi kesehatan,
kecerdasan dan produktivitas sumber daya manusia. Selain itu, pemenuhan
kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk Indonesia merupakan fondasi kuat
untuk pembentukan kualitas manusia dan menjadi pilar bagi pembangunan
ekonomi dan sektor lainnya, serta merupakan wahana untuk memenuhi hak
asasi setiap manusia atas pangan.
Beras merupakan salah satu makanan pokok dari hampir setengah
populasi dunia (Childs 2004). Lebih dari 50% penduduk dunia tergantung pada
beras sebagai sumber kalori utama (FAO 2004; Childs 2004). Sekitar 90% beras
dunia tumbuh dan dikonsumsi di Asia (Tyagi et al. 2004). Hampir 1.750 milyar
jiwa dari sekitar tiga milyar penduduk Asia, termasuk 200 juta penduduk
Indonesia, menggantungkan kebutuhan energi dari beras (Andoko 2008). Beras
merupakan tanaman pangan nomor satu dunia (Itani et al. 2002) dengan
nutritional diversification dan membantu dalam mengurangi kemiskinan
(Otegbayo et al. 2001).
Bangsa Indonesia telah menjadi bangsa terbesar yang mengonsumsi
beras di dunia. Bagi masyarakat Indonesia, beras merupakan bahan pangan
pokok sehari-hari. Beras dijadikan sumber karbohidrat dan energi utama hampir
di seluruh daerah di Indonesia karena mudah didapat, memiliki rasa enak dan
dapat dikombinasikan dengan bahan pangan lain.
Beras sebagai bahan pangan pokok menyumbangkan sekitar 40-80%
energi dan 45-55% protein dalam rata-rata menu rakyat Indonesia. Di bidang
ekonomi, beras merupakan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat
Indonesia, sebagai indeks kestabilan ekonomi, dan landasan utama kebijakan
pangan pemerintah. Beras sebagai contoh beras merah juga dapat dimanfaatkan
sebagai pangan fungsional, yaitu bahan pangan yang mengandung satu atau
lebih komponen pembentuk, yang mempunyai fungsi fisiologis tertentu dan
bermanfaat bagi kesehatan (Widjayanti 2004).
2
Menurut Damardjati dan Purwani (1991), sifat-sifat yang menentukan
mutu beras antara lain: 1) sifat fisik dan sifat giling, 2) cita rasa dan mutu tanak,
dan 3) nilai gizi. Standar Nasional Indonesia (SNI) beras giling hanya memuat
sifat fisik saja, tetapi belum menampung cita rasa, mutu tanak dan nilai gizi dari
beras. Hal ini disebabkan adanya perbedaan preferensi konsumen dalam hal cita
rasa, mutu tanak dan nilai gizi beras yang dikonsumsi, sehingga sulit untuk
distandarkan secara nasional. Konsumen di setiap daerah mempunyai preferensi
yang berbeda-beda terhadap mutu beras. Penampilan beras dan cita rasa serta
kepulenan nasi merupakan faktor utama pilihan konsumen. Penampilan beras,
cita rasa, dan kepulenan nasi dapat direpresentasikan oleh sifat fisikokimia beras
(Damardjati 1997).
Varietas beras sangat beragam. Bila dilihat dari masing-masing
daerahnya, diantaranya terdapat beras varietas Cianjur, beras Solok, dan beras
Banyuwangi. Berdasarkan jenis dikenal adanya beras Rojolele, beras Bulu,
beras IR, beras Cisadane dan lain-lain. Beras dengan berbagai varietas ini
memiliki komposisi yang berbeda-beda pula, terutama kandungan amilosa-
amilopektin beras tersebut. Perbedaan komposisi ini sangat dipengaruhi oleh
kondisi tanah pertanian, pemupukan, lingkungan tempat tumbuhnya dan iklim.
Masing-masing varietas beras memiliki karakteristik yang berbeda dan unik
seperti flavor, warna, zat gizi dan komposisi kimia (Yang et al. 2010).
Banyaknya varietas padi yang ada di pasaran mempengaruhi preferensi
konsumen dalam memilih beras untuk disantap sebagai nasi. Hal ini disebabkan
karena masing-masing varietas padi memiliki sifat fisikokimia yang berbeda satu
dengan lainnya. Komposisi kimia beras berbeda-beda tergantung pada varietas
dan cara pengolahannya. Menurut Yadav et al. (2007), perbedaan varietas
menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam hal morfologi, fisikokimia,
maupun cooking properties.
Informasi karakteristik fisik dan kimia termasuk kandungan zat gizi pada
makanan mulai diperhatikan oleh masyarakat. Pencantuman label tentang
kandungan gizi makanan juga sudah menjadi aturan yang wajib dipenuhi oleh
para produsen makanan. Informasi tersebut menjadi sangat penting karena
memiliki kegunaan dan manfaat yang berbeda-beda bagi setiap orang. Meskipun
demikian, informasi kandungan gizi maupun sifat fisikokimiawi beras umumnya
hanya dijumpai pada beras dengan pengolahan yang berbeda atau terbatas
pada label beras varietas unggul, sementara beras yang beredar di pasaran
3
sangat beragam jenis dan varietasnya. Sebagai contoh, dalam daftar komposisi
bahan makanan (DKBM) kandungan gizi beras hanya terbatas pada beras pelita,
atau dengan kata lain semua kandungan gizi pada semua beras dianggap sama.
Oleh karena itu, perlu adanya informasi akan kandungan zat gizi, dan sifat
fisikokimiawi beras pada varietas yang berbeda.
Banyak aspek yang menentukan preferensi masyarakat akan beras,
salah satunya aspek budaya. Indonesia merupakan negara dengan beragam
suku bangsa yang juga memiliki keragaman kesukaan/preferensi terhadap sifat
beras. Beberapa suku bangsa suka akan beras yang lebih pulen, lebih pera, atau
beras wangi (aromatik). Selain itu, konsumen mulai memperhatikan tidak hanya
dari segi beras/nasi yang menyumbangkan kandungan karbohidratnya saja,
tetapi juga sudah mulai memperhatikan atau memilih-milih beras yang sesuai
dengan preferensi mereka. Hal ini disebabkan pembangunan ekonomi telah
menjadikan kemampuan perekonomian masyarakat meningkat sehingga mampu
membeli jenis makanan yang sesuai dengan selera atau preferensinya meskipun
dengan harga yang lebih tinggi. Oleh karena itu, diperlukan adanya informasi
mengenai penilaian organoleptik/sensori menjadi penting karena penilaian
organoleptik sangat menentukan penerimaan konsumen akan beras masak
(nasi).
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis sifat fisikokimia dan
organoleptik nasi dari beberapa jenis varietas beras.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kandungan gizi secara proksimat dari enam varietas beras
yang berbeda.
2. Mengidentifikasi kadar amilosa enam varietas beras dengan tingkat
kepulenan yang berbeda.
3. Melakukan analsis daya cerna pati in vitro terhadap enam varietas beras.
4. Melakukan analisis karakteristik fisikokimia beras yang meliputi uji
amilografi beras, uji konsistensi gel, serta menentukan nisbah
4
pengembangan air (NPA) dan nisbah pengembangan volume (NPV) dari
enam varietas beras.
5. Mengevaluasi sifat organoleptik/sensori secara deskriptif nasi dari enam
varietas beras dengan tingkat kepulenan yang berbeda.
6. Mempelajari korelasi antar variabel, khususnya hubungan antara kadar
amilosa dengan sifat fisikokimia maupun organoleptiknya.
Kegunaan Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah menambah
informasi data DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) dan memberikan
informasi tambahan mengenai sifat fisik dan kimia beberapa varietas kepada
masyarakat tentang kandungan beras (baik sifat fisik maupun kimia) sebagai
pertimbangan bagi masyarakat dalam memilih beras dengan cita rasa yang baik
dari segi fisik dan dari segi gizi. Selain itu, dapat digunakan di bidang industri
terkait pangan dalam memilih varietas dan menentukan cara pengolahan beras
yang sesuai dengan karakteristik produk olahan beras yang diinginkan.
Manfaat lain yang dapat diambil adalah sebagai bahan kajian dan
informasi kepada instansi pemerintah untuk menentukan mutu beras dan
mengembangkan varietas baru yang sesuai dengan preferensi konsumen. Selain
itu, diharapkan penelitian ini dapat membuat deskripsi sifat-sifat sensori
beberapa padi di Indonesia sehingga pemerintah atau peneliti pertanian dapat
mengembangkan varietas-varietas baru dengan sifat unggul.
TINJAUAN PUSTAKA
Beras
Beras merupakan hasil proses pasca panen dari tanaman padi yaitu
setelah tangkai dan kulit malainya dilepaskan dan digiling. Berdasarkan
kelompok spesies padi yang telah dibudidayakan terdapat dua kelompok utama
yaitu Oryza sativa yang berasal dari Asia dan Oryza globerima yang berasal dari
Afrika Barat. Kini di dunia lebih banyak dikenal dua kelompok varietas padi Oryza
sativa yaitu : Japonica dan Indica (Winarno 1984).
Padi Japonica banyak ditanam di daerah Jepang, Korea, dan negara-
negara subtropis, sedangkan padi Indica banyak ditanam di daerah tropis
(khususnya Asia Tenggara). Perbedaan antara kedua padi tersebut salah
satunya yaitu karakteristik pemasakan. Japonica bersifat lebih cepat lembek
setelah pemasakan, sebaliknya Indica lebih tahan terhadap pemasakan (Grist
1975). Hal ini berkaitan dengan sifat nasi yang dihasilkan. Nasi dari beras
Japonica memiliki tekstur yang lebih lengket dan lembek dibandingkan nasi dari
beras Indica.
Struktur Beras
Gabah adalah bulir padi yang telah rontok dari malainya, terdiri dari satu
bagian yang dapat dimakan disebut “caryopsis” dan satu bagian lagi yang
merupakan struktur kulit yang disebut sekam. Bagian sekam mencapai 18 hingga
28 persen dari bobot gabah. Gabah yang dikupas akan menghasilkan beras
pecah kulit (brown rice). Apabila beras pecah kulit tersebut disosoh maka akan
diperoleh beras gilling (milled rice). Beras merupakan satu-satunya jenis biji-
bijian yang sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk biji utuh (Winarno 1984).
Bagian butir beras (brown rice) terdiri dari lapisan pericarp, testa atau tegmen,
lapisan aleuron, endosperm, dan embrio (Juliano 1972). Struktur gabah dapat
dilihat pada Gambar 1.
Penggilingan Padi menjadi Beras
Penggilingan (milling) menunjukkan keseluruhan proses pengolahan
gabah hingga menjadi beras yaitu meliputi proses pembersihan, penghilangan
sekam, kulit ari dan proses pemisahan beras yang dihasilkan berdasarkan
ukurannya (Luh 1991). Pengolahan padi menjadi beras di Indonesia dapat
dibedakan atas tiga cara, yaitu secara tradisional yang ditumbuk dengan tangan,
6
dengan mesin penggilingan secara kecil-kecilan serta dengan mesin
penggilingan pada perusahaan padi komersil (Winarno 1984).
Gambar 1. Struktur biji beras (Grist 1975)
Pengupasan kulit gabah (hulling) bertujuan untuk menghilangkan sekam
dengan kerusakan pada lapisan dedak yang minimum, bila memungkinkan tanpa
adanya kepatahan pada beras pecah kulit yang dihasilkan (Araullo et al. 1976).
Beras yang telah kehilangan sekam ini masih mengandung lapisan dedak
(pericarp) yang menyelaputi endosperm. Bila lapisan dedak dan aleuron telah
dihilangkan maka beras ini disebut beras sosoh.
Pada proses penyosohan terjadi pengupasan kulit yang berwarna perak
dan lapisan dedak atau sebagian besar lapisan-lapisan beras pecah kulit yang
digiling (Grist 1975). Derajat sosoh dinyatakan dalam persen dan menyatakan
tingkat kehilangan dari lembaga dan lapisan kulit ari luar maupun dalam. Pada
sistem grading beras yang tetapkan oleh USDA, beras giling dibagi empat grade
yaitu beras giling sempurna (well milled), beras giling cukup sempurna
(reasonably well milled), beras giling ringan (lightly milled) dan beras kurang
tergiling (under milled) (Luh 1991).
7
Jenis-Jenis Beras
Jenis-jenis beras sangat beragam. Menurut Winarno (2004) beberapa
cara penggolongan beras yang banyak diterapkan dan dipraktekkan yaitu: (1)
berdasarkan varietas padi, sehingga dikenal adanya beras Bengawan Solo,
Celebes, Sintanur, dan lain-lain, (2) berdasarkan asal daerah, sehingga dikenal
adanya beras Cianjur, beras Garut, dan beras Banyuwangi, (3) berdasarkan cara
pengolahan, sehingga dikenal adanya beras tumbuk dan beras giling, (4)
berdasarkan tingkat penyosohan, sehingga dikenal beras kualitas I atau beras
kualitas II, (5) berdasarkan gabungan antara sifat varietas padi dengan tingkat
penyosohan.
Berdasarkan ukuran dan bentuk beras, dalam standarisasi mutu beras
di pasaran internasional dikenal empat tipe ukuran panjang beras, yaitu biji
sangat panjang (>7 mm), biji panjang (6.0-6.9 mm), biji sedang (5.0-5.9 mm), dan
biji pendek (<5 mm). Berdasarkan bentuknya yang ditetapkan berdasarkan
nisbah panjang/lebar, beras dibagi atas empat tipe, yaitu lonjong (slender),
sedang (medium), agak bulat (bold), dan bulat (round) (Darmadjati dan Purwani
1991).
Berdasarkan kandungan amilosa, beras (nasi) dapat dibagi menjadi
empat golongan yaitu: (1) beras dengan kadar amilosa tinggi (25-33%); (2) beras
dengan kadar amilosa menengah (20-25%); (3) beras dengan kadar amilosa
rendah (9-20%); beras dengan kadar amilosa sangat rendah (<9%). Beras ketan
praktis tidak ada amilosanya (1-2%), sedangkan beras yang mengandung
amilosa lebih dari 2% disebut beras biasa atau beras bukan ketan. Beras dengan
kadar amilosa rendah mempunyai sifat nasi yang pulen, tidak terlalu basah
maupun kering, sedangkan beras dengan kadar amilosa tinggi mempunyai sifat
nasi yang keras, kering, dan pera (Khush & Cruz 2000).
Sifat Fisik Beras
Sifat-sifat yang termasuk kedalam sifat fisik beras antara lain suhu
gelatinisasi, konsistensi gel, penyerapan air, kepulenan, kelengketan, kelunakan,
dan kilap nasi (Damardjati dan Purwani 1991). Menurut Winarno (1997), suhu
gelatinisasi adalah suhu pada saat granula pati pecah dengan penambahan air
panas. Beras dapat digolongkan menjadi tiga kelompok menurut suhu
gelatinisasi, yaitu: suhu rendah (55-69oC), sedang (70-74oC), dan tinggi (>740C)
(Khush & Cruz 2000).
8
Menurut Winarno (2008), bila suspensi pati dalam air dipanaskan,
suspensi pati yang keruh seperti susu tiba-tiba mulai menjadi jernih pada suhu
tertentu. Terjadi translusi larutan pati diikuti pembengkakan granula. Bila energi
kinetik molekul-molekul air menjadi lebih kuat daripada daya tarik-menarik
antarmolekul pati didalam granula, air dapat masuk kedalam butir-butir pati.
Penyerapan akan semakin intensif seiring dengan meningkatnya suhu
pemanasan sehingga menyebabkan granula membesar hingga pada suatu titik
pembesaran granula pati bersifat irreversible (tidak dapat kembali kebentuk
semula) (Winarno 2008). Semakin meningkat suhu pemanasan, semakin
meningkat pengembangan granula. Pembesaran granula pati menyebabkan
peningkatan viskositas larutan pati secara bertahap. Setelah pembesaran pati
mencapai maksimal, granula pati akan pecah sehingga pemanasan lebih lanjut
akan menurunkan viskositas larutan pati dan kurva amilografi membentuk
sebuah puncak viskositas (Parker 2003).
Adanya fraksi amilosa dalam granula pati akan membatasi
perkembangan granula dan mempertahankan integritas granula. Semakin tinggi
kadar amilosa pati, semakin kuat ikatannya, viskositas puncak merupakan
ukuran dari kekuatan pengentalan pati, maka sifat pengental pada pati lebih
dominan ditentukan oleh kandungan amilopektinnya (Greenwood 1979).
Pati memiliki gugus hidroksil yang jumlahnya sangat banyak. Hal ini yang
menyebabkan kemampuan menyerap airnya sangat besar, sehingga
menyebabkan granula pati membengkak. Peningkatan viskositas terjadi karena
air yang awalnya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi
dipanaskan kini berada di dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak dengan
bebas lagi (Winarno 1997). Menurut Swinkel (1985), peningkatan viskositas
terjadi akibat friksi yang lebih besar dengan semakin membengkaknya granula
dan keluarnya eksudat granula kedalam larutan.
Bila pati telah mendingin, energi kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk
melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu kembali.
Molekul-molekul amilosa berikatan kembali satu sama lain serta berikatan
dengan cabang amilopektin membentuk jaring-jaring mikrokristal dan
mengendap. Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi ini
disebut retrogradasi.
Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: karakteristik
granula, terdapatnya komponen protein, lemak, dan juga gula pada tepung.
9
Menurut Juliano (1972), hubungan suhu gelatinisasi dengan waktu pemasakan
beras menunjukkan bahwa peningkatan suhu gelatinisasi akan memperlama
waktu pemasakan beras menjadi nasi. Dengan kata lain, suhu gelatinisasi
berkorelasi positif dengan waktu yang dibutuhkan untuk menanak nasi. Beras
yang memiliki suhu gelatinisasi rendah akan menyerap air dan mengembang
pada suhu yang lebih rendah dibandingkan beras yang memiliki suhu gelatinisasi
tinggi.
Kadar amilosa sebanding dengan suhu gelatinisasi, dimana adanya
kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar amilosa maka semakin tinggi suhu
gelatinisasi. Pati beramilosa tinggi mempunyai struktur yang lebih rapat (tighly
bound structure) sehingga sukar mengembang (Greenwood 1979). Keadaan ini
menyebabkan diperlukan suhu gelatinisasi yang lebih tinggi agar terjadi
pengembangan granula. Amilopektin mempunyai struktur bercabang yang
sangat efektif untuk mencegah pecahnya granula akibat proses gelatinisasi. Oleh
karena itu, granula menjadi lebih mudah pecah yang mengakibatkan turunnya
suhu gelatinisasi.
Suhu awal gelatinisasi yang tergolong tinggi sementara kadar amilosa
yang rendah dapat disebabkan adanya lemak yang mempengaruhi
pengembangan granula pati. Degradasi lemak dengan karbohidrat akan
membentuk glikolipid yang mengikat granula, sehingga diperlukan suhu
pemanasan yang lebih tinggi untuk memecah granula pati tersebut. Selain itu,
lamanya penyimpanan juga dapat mempengaruhi peningkatan gula reduksi
sehingga granula pati akan terhalangi untuk mengalami pengembangan. Hal ini
menyebabkan waktu yang diperlukan untuk mendegradasi pati menjadi lebih
lama (Agrasasmita 2008).
Menurut Winarno (2008), adanya gula berpengaruh terhadap kekentalan
gel yang terbentuk, gula akan menurunkan kekentalan. Hal ini disebabkan gula
akan mengikat air, sehingga pembengkakan butir-butir pati terjadi lebih lambat,
akibatnya suhu gelatinisasi lebih tinggi. Adanya gula akan menyebabkan gel
lebih tahan terhadap kerusakan mekanik.
Perubahan komposisi kimia selama penyimpanan disebabkan oleh
kegiatan enzim dalam biji yang masih aktif setelah padi dipanen. Umumnya,
selama penyimpanan gabah atau beras terjadi peningkatan gula reduksi dan
terjadi penurunan gula nonreduksi. Perubahan tersebut sangat dipengaruhi oleh
suhu, sedangkan pengaruh kandungan airnya kecil. Pada suhu 5oC kandungan
10
gula relatif tidak berubah, sedangkan pada suhu 25oC penurunan kadar gula
berlangsung dengan cepat (Barber 1972).
Viskositas balik mencerminkan tingkat kemampuan asosiasi atau
retrogradasi molekul pati (amilosa beras) pada proses pendinginan. Sifat ini
penting untuk mengetahui apakah nasi/produk pada suhu kamar atau setelah
dingin akan mengembang (mekar) atau menyusut volumenya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kecenderungan ini antara lain kadar amilosa, panjang rantai
polimer, dan tingkat dispersi molekul pati. Viskositas balik pasta pati diukur
berdasarkan selisih antara viskositas dingin (pada 500C) dengan viskositas
puncak pasta.
Menurut Luh & Liu (1980), varietas beras dengan kadar amilosa tinggi
(diatas 22%) umumnya mempunyai viskositas balik yang tinggi (viskositas
puncak yang rendah) dan beras yang mengandung pati dengan kadar amilosa
rendah umumnya mempunyai viskositas balik rendah (viskositas puncak relatif
tinggi).
Little & Dawson (1990) mengatakan bahwa selama pemasakan beras
akan terjadi pengembangan graula pati. Pengembangan ini menyebabkan
permukaan butir beras menjadi retak. Tertahannya pengembangan pati beras
disebabkan oleh adanya pembatas dari komponen bukan pati karena kandungan
lemak, protein, mineral, dan dinding sel yang berpengaruh terhadap kualitas
pemasakan nasi.
Sifat Fisikokimia Beras
Amilosa pada Beras
Amilosa adalah polisakarida yang terdiri dari glukosa yang membentuk
rantai linier dan memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen atau
untuk mengalami retrogradasi. Struktur yang lurus ini membuat amilosa dapat
dihidrolisis sempurna oleh satu enzim saja yakni α-amilase, sedangkan
amilopektin merupakan polimer gula sederhana yang memiliki cabang serta
mempunyai ukuran molekul yang lebih besar dibandingkan amilosa. Oleh karena
itu untuk menghidrolisis amilopektin diperlukan dua enzim yaitu α-amilase dan
α(1-6) glukosidase. Rantai lurus dan sifat hidrofilik amilosa menyebabkan
molekul ini cenderung membentuk susunan paralel satu sama lain melalui ikatan
hidrogen. Hal ini menyebabkan affinitas amilosa terhadap air menurun.
Kadar amilosa merupakan salah satu kriteria penting dalam sistem
klasifikasi beras. Beras berkadar amilosa sedang mempunyai sifat nasi pulen,
11
tidak terlalu basah maupun kering, sedangkan beras berkadar amilosa tinggi
mempunyai sifat nasi yang keras, kering, dan pera. Penggolongan ini didasarkan
pada kemampuan amilosa untuk berasosiasi kembali dengan sesamanya
membentuk struktur yang kaku (Winarno 1997).
Sampel beras yang memiliki kandungan amilosa rendah biasanya
memiliki nisbah penyerapan air (NPA) yang lebih rendah dibandingkan dengan
yang memiliki kandungan amilosa tinggi. Hal ini disebabkan perbedaan gugus
aktifnya. Amilosa mempunyai gugus hiroksil yang bersifat polar (hidrofilik) dan
mempunyai afinitas yang cukup besar terhadap air. Hal ini menyebabkan
kemampuan daya serap air meningkat (Juliano 1979). Oleh karena itu, nasi yang
pera akan lebih banyak menyerap air untuk mengembang.
Pada proses pemasakan beras menjadi nasi, amilosa mempunyai
kemampuan lebih mudah menyerap air, tetapi lebih mudah pula melepaskannya.
Sebalikanya, amilopektin merupakan polimer glukosa yang mempunyai rantai
cabang dan sulit menyerap air, tetapi lebih sukar melepaskanya. Kandungan
amilosa, varietas beras, dan waktu pemasakan mempunyai korelasi positif
terhadap penyerapan air (Darmadjati dan Purwani 1991).
Menurut Bergman et al. (2004), granula pati dapat mengembang jika
menyerap air. Air membentuk hidrat melalui ikatan hidrogen. Kemampuan
penyerapan air dan pengembangan volume terbatas karena molekul-molekul pati
sendiri saling berikatan melalui ikatan hidrogen. Apabila dipanaskan, energi
panas dapat memecah ikatan hidrogen sehingga kemampuan pati dalam
mengikat air semakin meningkat dan mengakibatkan pati dapat mengembang
lebih besar.
Sifat Kimia dan Kandungan Gizi Beras
Beras sebagai bahan pangan disusun oleh pati, protein, dan unsur lain
seperti lemak, serat kasar, mineral, vitamin, dan air dengan distribusi tidak
merata. Lapisan terluar beras kaya akan komponen non pati seperti protein,
lemak, serat, abu, pentosan, dan lignin sedangkan bagian endosperm kaya akan
pati (Juliano 1972).
Karbohidrat utama dalam beras adalah pati dan hanya sebagian kecil
merupakan pentosan, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Pati beras berkisar
antara 85-90% dari berat kering beras. Kandungan pentosan berkisar antara 2.0-
2.5%, dan gula 0.6-1.4% dari beras pecah kulit.
12
Protein sebagai penyusun terbesar kedua setelah pati, mempunyai
ukuran granula 0.5-5 µm terdiri dari 5% fraksi albumin (larut dalam air), 10%
gobulin (larut dalam garam), 5% prolamin (larut dalam alkohol), dan 80% glutelin
(larut dalam basa). Fraksi protein yang paling dominan adalah glutelin, yang
bersifat tidak larut dalam air, sehingga dapat menghambat penyerapan air dan
volume pengembangan butir pati selama pemanasan (Juliano 1972).
Menurut Juliano (1972), seperti pada serealia lain, kandungan lemak
tertinggi beras terdapat dalam lembaga dan lapisan aleuron yang terkumpul
dalam butiran lemak. Kadar lemak dari beras pecah kulit berkisar antara 2.4-
3.9%, sedangkan pada beras giling berkisar 0.3-0.6%. Lemak tersebut ada
dalam bentuk trigliserida (lipid netral) dan dalam asam lemak bebas (lipid) polar.
Asam-asam lemak utama dalam beras adalah asam palmitat, oleat, dan linoleat.
Fraksi utama lemak beras adalah asam oleat dan palmitat.
Vitamin yang terdapat pada beras dalam bentuk tiamin, riboflavin,
piridoksin, masing-masing berturut-turut 4 ug/g, 0.6 ug/g, dan 50 ug/g.
Kandungan vitamin ini biasanya lebih tinggi pada beras pecah kulit daripada
sosoh, kadar riboflavin dalam beras rendah dan vitamin C tidak ada.
Tabel 1 Komposisi beras dari berbagai cara pengolahan Komposisi Beras Pecah Kulit Beras Giling Beras Pratanak
Kadar air (%) 12.0 12.0 10.3 Kalori/100g (kkal) 360 363 369 Protein (%) 7.5 6.7 7.4 Lemak (%) 1.9 0.4 0.3 Ekstrak N-Bebas (%) 77.4 80.4 81.3 Serat (%) 0.9 0.3 0.2 Abu (%) 1.2 0.5 0.7 Thiamin (mg/100g) 0.34 0.07 0.44 Riboflavin (mg/100) 0.05 0.03 - Niacin (mg/100g) 4.7 1.6 3.5 (Sumber : Adair et al. 1973)
Beras sebelum dikonsumsi harus diolah terlebih dahulu melalui proses
penanakan untuk menjadi nasi yang dapat dilakukan dengan penanakan dan
pengukusan. Nasi menyumbangkan 60-80% kalori dan 45-55% protein pada
menu masyarakat Indonesia (Purwani et al. 2007). Komposisi beras dari
berbagai cara pengolahan dapat dilihat pada Tabel 1 dan kandungan zat gizi
nasi dari beras giling per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 2.
Mutu tanak merupakan mutu atau kualitas nasi akibat adanya perubahan
fisikokimia dari beras menjadi nasi. Sifat umum yang dapat digolongkan dalam
pengertian mutu tanak adalah pengembangan volume, nisbah penyerapan air,
13
stabilitas pratanak, waktu tanak, dan sifat viskositas tepung. Akan tetapi, dalam
penerapan kriteria mutu tanak dan pengolahan digunakan sifat-sifat fisik dan
kimia yang dapat diukur secara objektif. Sifat beras yang digunakan sebagai
kriteria mutu tanak dan pengolahan beras adalah kadar amilosa, uji alkali untuk
menduga suhu gelatinisasi, kapasitas penyerapan air pada suhu 700C, dan sifat
amilografi (Damardjati dan Purwani 1991).
Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Nasi dari Beras Giling per 100 gram
Zat Gizi Jumlah (dalam 100 gram nasi) Air (g %) 57.00 Energi (Kalori) 178.00 Protein (g %) 2.10 Lemak (g %) 0.10 Karbohidrat (g %) 40.60 Kalsium (Ca) (mg %) 5.00 Pospor (P) (mg %) 22.00 Besi (Fe) (mg %) 0.50 Vitamin B1 (mg %) 0.02
(Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI 1995). Mutu tanak di Indonesia belum merupakan kriteria yang berlaku dalam
penetapan mutu beras, tetapi di pasaran internasional khususnya di Amerika
Serikat, mutu tanak merupakan salah satu persyaratan mutu beras, terutama
hubungannya dengan industri pengolahan beras. Mutu tanak dan sensori lebih
ditentukan oleh sifat-sifat genetis varietas dan kondisi-kondisi pertanaman seperti
pemupukan, jenis tanah, dan iklim, sehingga sifat ini dimasukkan dalam kriteria
dari deskripsi varietas yang akan dilepas.
Faktor yang mempengaruhi karakteristik mutu beras secara umum
dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yaitu : sifat genetik, lingkungan dan kegiatan
prapanen, perlakuan panen, dan perlakuan pasca panen. Masing-masing faktor
tersebut mempengaruhi beras secara dominan, misalnya mutu tanak dan sensori
nasi terutama ditentukan oleh faktor genetik dan sedikit dipengaruhi oleh faktor
penyimpanan (Damardjati 1995).
Uji Deskripsi Sensori
Uji deskripsi sensori adalah metode analisis sensori dimana atribut
sensori suatu produk atau bahan pangan diidentifikasi, dideskripsikan dengan
menggunakan panelis yang dilatih khusus untuk tujuan ini. Menurut metode Von
& Akesson (1986), data yang dihasilkan dari analisis ini diperoleh dengan asumsi
yang menjadi dasar dalam analisis sensori parametrik yaitu atribut sensori yang
dievaluasi dianggap kontinyu sebagai intensitas dan dapat dirata-ratakan.
14
Quantitative Descriptive Analysis (QDA)
Quantitative Descriptive Analysis (QDA) merupakan salah satu analisis
sensori deskriptif yang digunakan untuk menggambarkan karakteristik suatu
produk (komoditas) secara matematis (Zook & Pearse 1988). Metode ini
menggunakan panelis yang telah melalui serangkaian prosedur seleksi dan
pelatihan. Data QDA harus dapat ditampilkan dalam bentuk yang mudah
dimengerti, berupa grafik majemuk jaring laba-laba (spider web) atau
menggunakan Multivariate Analysis dengan aplikasi teknik Principal Component
Analysis (PCA).
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dari bulan September sampai
Desember 2011. Analisis proksimat, daya cerna pati in vitro, kadar amilosa, uji
amilografi, konsistensi gel, nisbah penyerapan air dan pengembangan volume
serta uji organoleptik (hedonik, skoring, dan ranking) dilakukan di Laboratorium
Flavor Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Subang, Jawa Barat.
Adapun uji Quantitative Descriptive Analysis (QDA) dilakukan di laboratorium
organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah enam varietas
beras dengan kadar amilosa yang berbeda, yaitu beras pera (IR-42 dan Inpara
3), beras pulen (Inpari 1 dan Ciherang), dan beras sangat pulen (Inpari 6 Jete
dan Inpari 2). Bahan utama ini diperoleh dari Kebun Percobaan Sukamandi BB
Padi, Subang. Sampel gabah yang diperoleh dikeringkan terlebih dahulu
kemudian disosoh. Beras sosoh tersebut kemudian disimpan dalam cold storage
sebelum dianalisis lebih lanjut.
Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat dan kimia antara
lain larutan HCl 0.01 N, K2SO4, larutan H2SO4 pekat, larutan H3BO3, indikator
metil merah 0.2%, metilen blue 0.2%, larutan NaOH-Na2S2O3, larutan HCl 0.02
N, heksana, larutan glukosa standar 0.2 mg/ml, larutan HClO4 9.2 N, larutan
NaOH 1 N, larutan amilosa, etanol 95%, larutan iodine, larutan KI, larutan KOH
0.2 N, akuades, dan thymol blue 0.025%.
Bahan yang digunakan untuk uji organoleptik antara lain sukrosa (1%, 2%
dan 4%), asam sitrat (0.04% dan 0.08%), NaCl (0.2% dan 0.4%), kafein (0.05%,
0.1%, 0.2%), flavor pandan, 1% γ-nonalactone, propilen glikol, acethyl-2-thiazole,
10% diacethyl, 1% γ-undecalacton, dan 0,1% trimethyl pyrazine,
Alat-alat yang digunakan antara lain neraca analitik, cawan alumunium,
oven, desikator, labu kjedahl, batu didih, gelas erlenmeyer, cawan porselein,
tanur, kertas saring, labu soxhlet, gelas ukur, alat destilasi, spektrofotometer,
water bath, batang pengaduk, amalgamotor, kertas grafik, bowl, amilograf, dan
alat-alat gelas. Alat-alat yang digunakan untuk uji organoleptik antara lain cawan,
botol, alat tulis dan scoresheet.
16
Metode Penelitian
Analisis Proksimat
Kadar Air Metode Oven (AOAC 1995)
Kadar air diukur dengan metode oven biasa karena kandungan bahan
volatil pada sampel rendah dan sampel tidak mengalami degradasi pada suhu
105ºC. Berikut merupakan diagram alir analisis kadar air dengan metode oven.
Cawan alumunium kosong dikeringkan dalam oven dengan suhu 105°C selama 15 menit.
Cawan didinginkan dalam desikator selama 5 menit atau sampai cawan tidak
terasa panas.
Cawan yang telah dingin kemudian ditimbang dan dicatat beratnya.
Dimasukan sampel sebanyak 3 gram ke dalam cawan.
Cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C sampai beratnya konstan (perubahan berat tidak lebih dari 0.003 gram) selama 16 jam.
Cawan diangkat dan didinginkan di dalam desikator, kemudian ditimbang berat
akhirnya.
Kadar air dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Kadar air (% b/b) = �� � ��
�� � �� �100%
Keterangan:
x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g)
y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g)
a = berat cawan kosong (g)
Kadar Abu (AOAC 1995)
Cawan porselin dipanaskan dalam tanur selama 15 menit.
Cawan kemudian didinginkan dalam desikator.
Setelah dingin, cawan ditimbang dan dicatat beratnya.
Sampel dimasukkan sebanyak 5 g ke dalam cawan.
Sampel diabukan di dalam tanur hingga diperoleh abu berwarna putih dan beratnya konstan.
17
(Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap yaitu pada 400°C dan 550°C)
Cawan diangkat kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Perhitungan:
Kadar Abu (% b/b) �
� � 100%
Keterangan:
W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat abu (g)
Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl (AOAC 1995)
Sampel ± 0,2 g (kira-kira dibutuhkan 3-10 ml HCl 0,01N/0,02N).
Sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml.
Kemudian pada sampel ditambahkan 2 gram K2SO4, 50 mg HgO, 2 ml H2SO4 pekat, dan batu didih.
Sampel didestruksi selama 1-1.5 jam hingga jernih kemudian didinginkan.
Kepada sampel ditambahkan 2 ml air yang dimasukkan secara perlahan kedalam
labu dan didinginkan kembali.
Dimasukkan cairan hasil dekstruksi (cairan X) ke dalam alat destilasi dan labu dibilas dengan air.
(Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi)
Diletakkan Erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml H3BO3 dan 2 tetes indikator (Methylen red : Methylen blue = 2:1) di ujung kondensor alat destilasi dengan ujung selang
kondensor terendam dalam larutan H3BO3.
Ditambahkan 10 ml NaOH-Na2S2O3 dan dilakukan destilasi hingga larutan dalam erlenmeyer ± 50 ml.
Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan HCl 0.02 N.
(Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari hijau menjadi abu-abu/agak pink muda).
Prosedur yang sama dilakukan juga untuk penetapan blanko. Perhitungan:
Kadar N (%) � �� ��� � ���,���
100%
Kadar protein (%) = % N x 5.95
18
Keterangan:
Vs = Volume HCl untuk titrasi sampel (ml)
Vb = Volume untuk titrasi blanko (ml)
C = Konsentrasi HCl (N)
W = Berat sampel (mg)
Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995)
Labu lemak yang telah bebas lemak dikeringkan di dalam oven.
Labu lamak kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Sampel dibungkus sebanyak 5 g dalam kertas saring.
Sampel kemudian ditutup dengan kapas yang bebas lemak.
Sampel dimasukan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan dipasang kondensor dan labu pada ujung-ujungnya.
Dimasukkan pelarut heksana ke dalam alat dan sampel refluks selama 5 jam.
Setelah itu, pelarut didestilasi dan ditampung pada tempat lain.
Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C sampai diperoleh berat tetap.
Pindahkan labu lemak ke desikator untuk
didinginkan, lalu ditimbang dan dicatat beratnya.
Perhitungan:
Kadar Lemak (% b/b) �
� �100%
Keterangan:
W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat lemak (g)
Kadar Karbohidrat by difference (AOAC 1995)
Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by difference.
Berikut adalah perhitungan kadar karbohidrat by difference.
Kadar karbohidrat (% bk) = 100% - (protein + lemak + abu) (% bk)
19
Analisis Daya Cerna Pati In vitro (Muchtadi et al. 1992 yang Dimodifikasi)
Dibuat suspensi sampel dalam aquades (1%).
Suspensi sampel kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 30 menit pada suhu 90°C.
Setelah itu, sampel didinginkan dan diambil sebanyak 2 ml kedalam tabung
reaksi.
Sebanyak 3 ml aquades dan 5 ml buffer Na-Fosfat 0.1 M juga ditambahkan ke dalam tabung reaksi.
Sampel dalam tabung reaksi kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 15
menit, dan didinginkan.
Setelah dingin, ke dalam tabung reaksi ditambahkan larutan enzim amilase yang telah dilarutkan dalam buffer Na-Fosfat 0.05 M dan diinkubasikan kembali pada
suhu 37°C selama 30 menit.
Sampel dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain
Setelah itu, ke dalam tabung reaksi ditambahkan 2 ml pereaksi dinitrosalisilat (Pereaksi dinitrosalisilat dibuat dengan melarutkan 1 gram
3.5-dinitrosalisilat, 30 gram Na-K tartarat, dan 1.6 gram NaOH dalam 100 ml aquades)
Larutan tersebut dipanaskan pada suhu 100°C
selama 10 menit sampai terbentuk warna oranye. Warna merah oranye yang terbentuk lalu diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm.
Dihitung kadar maltosa campuran reaksi menggunakan kurva standar
maltosa murni yang diperoleh dengan mereaksikan larutan maltosa standar dengan pereaksi dinitrosalisilat menggunakan prosedur seperti di atas.
Daya cerna pati beras dihitung sebagai berikut:
% Daya cerna pati = �
� � 100%
Keterangan:
a = kadar maltosa sampel setelah reaksi enzimatis
b = kadar maltosa pati murni setelah reaksi enzimatis
20
Analisis Kadar Amilosa
a. Pembuatan Kurva Standar Amilosa (Juliano 1971 yang dimodifikasi)
Pembuatan kurva standar : amilosa kentang ditimbang sebanyak 40 mg kemudian dimasukkan kedalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1ml etanol
95% dan 9 ml NaOH 1N.
Selanjutnya amilosa kentang dipanaskan larutan dalam waterbath (T=95oC) selama 10 menit.
Labu takar diangkat dan didinginkan selama 1 jam kemudian ditepatkan sampai
tanda tera dengan aquadest sampai volumenya 100 ml.
Selanjutnya dipipet masing-masing larutan 1, 2, 3, 4, dan 5 ml dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml.
Kedalam masing-masing labu takar tersebut ditambahkan larutan iod sebanyak
2 ml, ditambahkan aquadest secukupnya, kocok dan tambahkan asam asetat 0.5 sebanyak masing-masing 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml.
Masing-masing labu diencerkan lagi dengan aquadest sampai volumenya 100
ml (hingga tanda batas) dikocok, lalu didiamkan selama 20 menit.
Intensitas warna larutan yang terbentuk diukur dengan Spektrofotometer UV Visible pada panjang gelombang 620 nm. Blanko untuk pengukuran di buat
dengan prosedur yang sama tetapi sampel tidak digunakan.
b. Pengukuran Kadar Amilosa Sampel Beras
Dimasukkan 100 mg tepung beras (duplo) dengan kehalusan 100 mesh kedalam labu takar 100 ml.
Ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N, kemudian dipanaskan labu
ukur dalam water bath (suhu 95oC) selama 10 menit sampai semua bahan menjadi gel, didinginkan selama 1 jam.
Setelah dingin, ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades, dan dikocok.
Larutan kemudian dipipet sebanyak 5 ml lalu dimasukkan kedalam labu takar
100ml.
2 ml larutan Iod dan 1 ml asam asetat 0.5 N ditambahkan, ditera sampai volumenya 100 ml, dikocok dan dibiarkan selama 20 menit.
Larutan berwarna biru jernih kemudian diukur absorbans larutan dengan
spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 620 nm.
21
Kadar amilosa dihitung dengan rumus :
Kadar Amilosa (%) �
� �
��
� 100%
Keterangan :
A = absorbansi sampel pada panjang gelombang 620 nm
S = slope kemiringan pada kurva standar
FP = faktor pengenceran, yaitu 0.002
W = berat sampel (gram)
Analisis Fisikokimia Beras
Uji Amilografi Beras (Bhattacharya 1979)
Uji amilografi bertujuan untuk mengetahui suhu gelatinisasi suspensi
tepung beras. Berikut adalah diagram alir untuk uji amilografi beras.
Sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dilarutkan dengan 10 ml air destilata.
Sampel tersebut dimasukkan ke dalam bowl.
Lengan sensor dipasang dan dimasukkan ke dalam bowl dengan cara
menurunkan head amilograf.
Suhu awal termoregulator diatur pada suhu 20°C atau 25°C.
Switch pengatur diletakan pada posisi bawah sehingga pada saat mesin dihidupkan suhu akan meningkat 1.5°C setiap menit.
Mesin amilograf dihidupkan. Diatur pena pencatat pada skala kertas amilogram
pada saat suspensi mencapai suhu 30°C. Setelah pasta mencapaisuhu 95°C, mesin dimatikan.
Parameter analisis amilograf terdiri dari:
1. Suhu awal gelatinisasi, yaitu suhu pada saat kurva mulai naik
2. Suhu pada puncak gelatinisasi, yaitu suhu pada saat nilai maksimum
viskositas dapat dicapai
3. Viskositas maksimum pada puncak gelatinisasi dinyatakan dalam
Centipoise.
22
Uji konsistensi gel (Cagampang et al. 1973).
Tepung beras sebanyak 100 mg ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Sampel ditambahkan 0.2 ml etanol 95% yang mengandung 0.025% thymol blue
dan 2 ml KOH 0.2N.
Tabung dikocok dengan vortex lalu dimasukkan ke dalam penangas air 100°C selama 8menit (setelah divortex langsung dimasukan).
Tabung diangkat, dibiarkan selama 5 menit, dan didinginkan (menggunakan air
es) selama 15 menit.
Tepung yang telah menjadi pasta ini kemudian dibaringkan diatas kertas milimeter selama (minimal) 1 jam untuk kemudian diukur panjang lelehannya.
Penentuan Nisbah Penyerapan Air (NPA) dan Nisbah Pengembangan Volume
(NPV) (Suismono et al. 2003).
Sampel beras ditimbang sebanyak 8 gram dalam tabung kaca beralas kawat kasa yang telah diketahui bobotnya.
Tinggi beras diukur. Dimasukkan tabung ke dalam penangas air 100°C selama
30 menit.
Tabung kemudian diangkat dan dibiarkan selama 1 jam.
Tinggi dan bobot nasi diukur.
Perhitungan:
NPA = berasBobot
berasBobotnasiBobot −
NPV = berasVolume
nasiVolume
V = π × r2 × h
Keterangan :
V = Volume nasi (cm3)
π = 3.14
r = jari-jari silinder (cm)
h = tinggi nasi dalam silinder (cm)
23
Karakterisasi Sifat Organoleptik Beras
Penyiapan Contoh Nasi
Beras yang akan dimasak ditimbang (sekitar 200 g), kemudian dicuci sampai air cuciannya tampak jernih (3-4 kali).
Beras yang telah dicuci ditirskan dan dimasukkan ke dalam panci rice cooker,
kemudian air ditambahkan dengan perbandingan beras: air=1:1.5.
Panci dimasukkan kedalam rice cooker dan diatur posisinya supaya tepat. Rice cooker ditutup sampai terdengar klik pengunci. Masukkan stop kontak dan
tombol ditekan sehingga lampu ”cooking” menyala.
Setelah tombol nyala (sekitar 35-40 menit) pemanasan dibiarkan (”warm”) selama 15 menit.
Nasi diaduk hingga merata, kemudian disajikan ke panelis.
Uji Hedonik
Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan/kesukaan
akan nasi beras. Pengujian ini menggunakan 30 panelis semi terlatih. Panelis
menilai produk secara subyektif dan spontan tanpa membandingkan contoh satu
sama lain.
Uji Ranking
Pada uji ranking, panelis diminta mengurutkan contoh-contoh yang diuji
berdasarkan perbedaan tingkat aroma/wangi nasi dengan memberi nomor urut.
Pengujian ini menggunakan sebanyak 30 panelis semi terlatih. Contoh yang
paling wangi diberi nomor urut tertinggi (nilai 1) seterusnya hingga contoh yang
kurang/tidak wangi diberi nomor urut terendah.
Uji Deskriptif Kuantitatif (Quantitative Descriptive Analysis /QDA)
Uji atau analisis QDA terdiri dari beberapa tahap yang akan dilalui oleh
panelis.
a. Seleksi panelis terlatih
Orang yg mengerti sifat organoleptik nasi, mengerti ilmu penilaian organoleptik, dan bersedia dilatih.
Calon panelis berjumlahnya 35 orang mahasiswa IPB.
X
24
X
Calon panelis diseleksi untuk mengetahui kepekaan sensori calon panelis.
Rasa Aroma
Uji Deskripsi rasa dasar Uji Segitiga Uji Deskripsi Aroma Uji Segitiga
Meilgaard et al. (1999)
Tabel 3 Larutan uji untuk deskripsi.penentuan rasa dasar (Watts et al. 1989)
Rasa Dasar Larutan Uji Manis Sukrosa 1% Asam Asam sitrat 0.04% Asin NaCl 0.2% Pahit Kafein 0.05%
Tabel 4 Larutan uji untuk uji segitiga rasa dasar
Rasa dasar Konsentrasi Larutan uji Manis Sukrosa : 2% dan 4% Asam Asam sitrat : 0.04% dan 0.08% Asin NaCl : 0.2% dan 0.4% Pahit Kafein : 0.1% dan 0.2%
penelis diminta untuk membedakan sampel berdasarkan konsentrasi (Tabel 4)
penelis diminta untuk menentukan rasa dari sampel (manis, asin, asam, pahit) (Tabel 3)
penelis diminta untuk membedakan antara dua flavor yang mirip yaitu, sweet dengan vanillin, pandan dengan cereal, dan creamy dengan buttery.
penelis diminta untuk menentukan flavor-flavor yang ada dalam larutan (Tabel 5)
Skor/jumlah soal dijawab benar
≥60%
Skor/jumlah soal dijawab benar
≤ 60% ≤ 80% ≥80%
Tolak Tolak Terpilih Terpilih
25
Tabel 5 Flavor (aroma) standar untuk panelis
Flavor Standar Komponen* Sweet Gamma undecalacton Vanilin Vanilic Pandan Ekstrak daun pandan Cereal Acetyl-2-thiazole Creamy Gama-nonalacton Buttery Diacetyl
*Dalam pelarut propilen glikol (PG)
b. Pelatihan
Tujuan dari tahap pelatihan adalah melatih kepekaan sensorik panelis
terhadap atribut rasa dan aroma. Berikut adalah diagram alir proses pelatihan
panelis.
Panelis
Dilatih pengenalan bahasa flavor (flavor lexicon), pengenalan skala (intensitas, dan pelatihan penilaian sampel (Stone dan Sidel 2004) � jenis uji ranking,
larutan yang digunakan pada Tabel 6.
Dilatih berulang-ulang sampai panelis konsisten selama 1-6 minggu (Poste et al. 2002) atau 40 hingga 120 jam (Meilgaard et al. 1999)
Berikut adalah tabel yang menunjukkan larutan flavor standar pada tahap
pelatihan.
Tabel 6 Larutan flavor standar pada tahap pelatihana No Deskripsi Komponen 1 Pandan 1% flavor pandan dilarutkan dalam PG kemudian masing-masing
diambil 10 µL, 75 µL, dan 200 µL dilarutkan dalam 10 ml PG 2 Creamy 1% γ-nonalactone dilarutkan dalam PG kemudian masing-masing
diambil 100µL, 300µL, dan 500µL dilarutkan lagi dalam 2 ml PG 3 Cereal Masing-masing sebanyak 10µL, 50µL, dan 100µL acetyl-2-thiazole
dilarutkan dalam 10 mL PG 4 Buttery 10% diacetyl dilarutkan dalam PG kemudian masing-masing diambil 50
µL, 100µL, dan 200µL dilarutkan dalam 10 ml PG 5 Sweet 1% γ-undecalacton dilarutkan dalam PG kemudian masing-masing
diambil 10 µL, 75µL, dan 200µL dilarutkan dalam 10 ml PG Keterangan : PG = propilen glikol a = Arkanti (2007)
Selain mengenal atribut rasa dan aroma, panelis juga berlatih untuk
menilai intensitas rasa dan aroma pada standar dengan meranking rasa dan
aroma berdasarkan intensitasnya. Tahap ini dilakukan sebanyak 3 kali atau
setelah kepekaan sensori panelis konsisten.
26
c. Penentuan nilai acuan flavor (aroma) standar dan rasa dasar
Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi flavor dan rasa dasar
yang kemudian akan digunakan sebagai acuan (reference) pada tahap pengujian
QDA.
Aroma/flavor yang diketahui konsentrasinya
Panelis diminta memberikan penilaian sesuai intensitas yang diterima oleh indera penciuman panelis menggunakan unstructured scale sepanjang 15 cm.
Hasil yang didapat kemudian ditransformasi ke dalam skala 0 - 100 dan
dimasukkan dalam Persamaan Moskowitz (Persamaan 1) sehingga diperoleh nilai flavor standar dan konsentrasinya.
Analisis dilakukan tiga kali ulangan untuk melihat kekonsistenan panelis.
Persamaan Moskowitz (1983):
Log SI = Log K + n (Log Pi) …………………. Persamaan 1
Keterangan:
SI = Perkiraan intensitas terdeteksi, Sensory Intensity
PI = Konsentrasi, Physical Intensity
Log K = Konstanta
N = kemiringan garis
d. Pengujian
(Tahap Orientasi) Panelis diberikan pengarahan tentang apa yang harus dilakukan selama
pengujian.
Panelis diminta menuliskan terminologi atribut rasa dan aroma nasi.
Diskusi tentang definisi terminologi atribut yang diberikan setiap panelis.
Semua panelis memiliki persepsi yang sama terhadap atribut rasa dan aroma nasi.
(Tahap pengembangan score sheet)
27
Atribut-atribut yang telah disetujui oleh panelis selanjutnya digunakan dalam pengembangan score sheet.
Panelis berlatih memberikan penilaian intensitas terhadap setiap atribut rasa. Penilaian intensitas dilakukan dengan membandingkan intensitas contoh dengan
standar yang disediakan (menggunakan skala garis). Latihan juga dilakukan untuk mendapatkan nilai terhadap konsentrasi standar yang akan diuji.
(Tahap pengujian)
Panelis diminta memberikan penilaian intensitas terhadap setiap atribut rasa dan aroma nasi. Penilaian intensitas dilakukan dengan membandingkan intensitas
contoh dengan standar yang disediakan (menggunakan skala garis). Skala garis yang digunakan mengacu pada Watts et al. (1989) dengan skala garis
sepanjang 15 cm untuk mempermudah transformasi data.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat kali ulangan. Terdapat enam
jenis sampel sebagai perlakuan, yaitu varietas Ciherang, Inpara 3 Inpari 1, Inpari
2, Inpari 6 Jete, dan IR42. Model yang digunakan adalah sebagai berikut:
��� � � � � !�� ;
dimana:
��� = Pengaruh perbedaan jenis varietas beras (i) terhadap sifat fisik dan kimia
beras pada ulangan ke-j
� = Nilai tengah perlakuan
� = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i
!�� = Galat percobaan dari perlakuan ke-i pada pengamatan ke-j
" = Banyaknya jenis varietas beras
j = Banyaknya ulangan
Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil analisis sifat fisik dan kimia beras diolah dengan menggunakan
Microsoft Excel for Windows, kemudian dianalisis secara statistik menggunakan
program SPSS 16.0 dengan uji ragam (ANOVA) untuk melihat pengaruh
berbagai jenis varietas beras terhadap variabel sifat fisik dan kimia beras. Jika
terdapat perbedaan, maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan untuk
mengetahui pengaruh berbagai jenis varietas beras terhadap hasil analisis fisik
dan kimia yang dilakukan pada taraf uji 5% (berbeda nyata). Uji Korelasi Pearson
28
digunakan untuk mengetahui hubungan antara jenis varietas beras dengan sifat
fisik dan kimia beras. Data diolah menggunakan SPSS 16.0. Hasilnya dianalisis
secara deskriptif.
Data hasil uji hedonik dan uji ranking ditabulasikan dalam suatu tabel
dalam program Micrososft Excel for Windows yang selanjutnya diolah
menggunakan SPSS 16.0 secara deskriptif, sedangkan untuk uji organoleptik
pada QDA, nilai respon setiap panelis dalam skala garis (0-15 cm)
ditransformasikan ke dalam nilai dengan skala 0-100. Analisis data secara
statistika dilakukan terhadap data QDA dengan menggunakan metode
Multivariate Analysis teknik PCA (Principal Component Analysis). PCA adalah
suatu analisis yang dapat mengurangi data yang komplek menjadi data yang
mudah diinterpretasikan. Prinsipnya adalah transformasi berbagai dimensi ke
dalam sistem koordinat dengan dimensi yang lebih sedikit (Esbensen et al.
1994).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Proksimat
Menurut Juliano (1979), proksimat beras adalah suatu cara yang
dilakukan untuk mengetahui kadar komponen tertentu dalam beras secara
estimasi. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kadar air, kadar abu, kadar
protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat pada beras. Hasil analisis proksimat
dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7 Hasil analisis proksimat enam varietas beras
Varietas Kadar Air
(%)* Kadar Abu
(%bk)*
Kadar Protein (%bk)*
Kadar Lemak (%bk)*
Kadar Karbohidrat by difference
Ciherang 11.84cd 0.54d 8.01b 0.74b 78.87a
Inpara 3 11.77c 0.55e 8.09b 0.89a 78.70a
Inpari 1 9.76b 0.50c 7.49a 0.67b 81.58c
Inpari 2 12.00d 0.41a 7.75ab 0.73b 79.11ab
Inpari 6 Jete 11.97d 0.45b 7.69ab 0.50c 79.39b
IR 42 9.42a 0.50c 7.49a 0.91a 81.68c
Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada Uji Duncan (P>0.05)
*Hasil rata-rata dari 4 ulangan
Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter yang sangat berpengaruh
dalam proses penyimpanan beras. Kadar air dinyatakan dalam persen bobot
basah pada seluruh tingkatan mutu beras. Kadar air beras yang diuji berada
pada kisaran 9-12%. Badan Standarisasi Nasional (1999) menyaratkan kadar air
beras untuk keadaan pangan dalam negeri maksimal 14% untuk semua kelas
mutu. Berdasarkan hal tersebut, maka semua sampel yang dianalisis telah
memenuhi standar yang ditetapkan.
Beras yang memiliki kadar air yang tinggi akan memicu terjadinya
kerusakan akibat proses kimia, biokimia, maupun mikrobiologis. Hal ini dapat
menyebabkan mutu beras menjadi turun. Kadar air >14% merupakan titik kritis
bagi pertumbuhan kapang. Kapang merupakan salah satu mikroorganisme yang
paling sering menyebabkan kerusakan pada serealia, termasuk beras (Hoseney
1998).
Kadar Abu
Abu merupakan residu anorganik yang diperoleh dengan pengabuan
(pemanasan suhu tinggi, >450oC) atau dengan destruksi komponen organik
30
(C2H2O) dengan asam kuat. Residu anorganik ini terdiri dari bermacam-macam
mineral yang komposisi dan jumlahnya bergantung pada jenis bahan pangan dan
metode analisis yang digunakan (Indrasari et al. 2008).
Hasil analisis terhadap enam varietas beras menunjukkan kadar abu dari
seluruh sampel berada pada kisaran 0.4-0.5%. Menurut Haryadi (2008), kisaran
kadar abu beras sosoh adalah 0.3-0.9 %bk.
Kadar abu pada beras dipengaruhi oleh derajat penyosohan dan
kandungan unsur hara dalam tanah. Menurut Juliano (1972), distribusi mineral
yang terkandung pada beras yang sudah disosoh adalah sekitar 28% dari total
mineral yang terkandung pada beras pecah kulit. Kandungan mineral terbesar
ditemukan pada bagian dedak yaitu 51% dari total mineral yang terkandung
dalam beras pecah kulit. Proses penyosohan adalah proses yang paling
mempengaruhi kandungan mineral pada beras giling yang dikonsumsi sehari-
hari. Kandungan mineral pada beras sebagian besar ditemukan pada bagian
dedak dan embrio yang hilang pada saat proses penyosohan.
Kadar Protein
Protein adalah salah satu gizi makro yang berperan dalam proses
pembentukan biomolekul. Protein adalah suatu senyawa yang sebagian besar
terdiri atas unsur nitrogen. Jumlah unsur ini dapat digunakan sebagai dasar
penentuan kadar protein dalam beras. Unsur nitrogen yang terikat dalam bentuk
matriks dilepaskan melalui proses destruksi dan diukur jumlahnya.
Berdasarkan hasil analisis (Tabel 7) dapat diketahui bahwa protein
varietas beras yang dianalisis berada pada kisaran 7-8%. Menurut Daftar
Komposisi Bahan Makanan, kadar protein beras per 100 gram adalah 7.3%.
Sedangkan menurut Haryadi et al. (1990), kadar protein beras adalah 7.3 –
10.2% dan maksimal mencapai 14% (Juliano 1972).
Meskipun jumlah protein dalam beras tergolong kecil atau relatif rendah
yaitu kurang lebih 8% pada beras pecah kulit dan 7% pada beras giling, mutu
dari protein ini tergolong tinggi karena kandungan lisin yang relatif tinggi yaitu
±4% dan protein dapat menghasilkan kalori sebesar 40-80% kalori. Nilai cerna
protein beras sekitar 96.5% untuk biji gabah dan 98% untuk beras giling. Protein
beras juga cukup lengkap susunan asam aminonya, kecuali tryptophane. Beras
mengandung protein sekitar 7% lebih rendah daripada gandum, tetapi lebih tinggi
dari jagung, mudah dicerna dan memiliki rasa yang enak (Erwidodo et al. 1996).
31
Menurut Burks & Helm (1994) protein beras bersifat antialergi sehingga
dapat digunakan sebagai bahan makanan untuk bayi yang mengalami obesitas
dan alergi terhadap makanan. Menurut Wang et al. (1999) protein beras dapat
menggantikan protein yang berasal dari daging atau susu dan kedelai. Asam
amino protein beras lebih baik dibandingkan asam amino protein kedelai untuk
anak berusia 2-5 tahun.
Kadar protein pada beras giling sangat dipengaruhi oleh derajat sosoh
dan kondisi tanah tempat beras ditanam. Beras yang tumbuh pada tanah yang
kaya akan unsur nitrogen cenderung memiliki kadar protein yang tinggi (Juliano
1972). Di Indonesia, beras menyumbang 38% terhadap total kecukupan protein
(Indrasari et al. 1997).
Kadar Lemak
Menurut Sudarmadji et al. (1997), lemak adalah suatu golongan senyawa
yang bersifat tidak larut air tapi larut dalam pelarut organik. Pelarut yang umum
digunakan untuk mengukur kadar lemak adalah heksana, dietil eter, dan
petroleum eter. Metode pengukuran lemak yang digunakan pada analisis ini
adalah metode Soxhlet.
Berdasarkan hasil analisis (Tabel 7), dapat diketahui bahwa sampel yang
dianalisis memiliki kadar lemak pada kisaran 0.5-0.9%. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Widowati et al. (2008) dimana kadar lemak beras <1%.
Menurut Juliano (1979), kadar lemak beras pecah kulit berkisar antara
2.4-3.9%, sedangkan pada beras giling berkisar antara 0.3-0.6%. Dalam Daftar
Komposisi Bahan Makanan (Direktorat Gizi 1995), kadar lemak beras rata-rata
0.7%. Penelitian yang dilakukan oleh Resureccion et al. (1979) pada beras
pecah kulit IR 32 menemukan bahwa kadar lemak beras yang sudah mengalami
penyosohan dan penggilingan hanyalah sekitar 17% dari total keseluruhan yang
terdapat pada beras pecah kulit tersebut. Penelitian tersebut menyebutkan
bahwa kandungan lemak terbesar pada beras pecah kulit terdapat pada bagian
dedak (51%).
Kandungan lemak beras dipengaruhi oleh varietas, derajat kematangan
biji, kondisi penanaman, dan metode ekstraksi lemak. Menurut Juliano (1972)
asam lemak penyusun beras terutama adalah palmitat (16:0), oleat (18:1), dan
linoleat (18:2). Perbedaan varietas memberikan perbedaan komponen asam
lemak.
32
Kadar Karbohidrat
Karbohidrat merupakan zat gizi utama yang terdapat pada beras.
Karbohidrat dalam serealia termasuk beras sebagian besar terdapat dalam
bentuk pati. Penentuan kadar karbohidrat dalam analisis proksimat dilakukan
secara by difference. Total jumlah kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat
beras adalah 100%.
Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 7) dapat diketahui bahwa kadar
karbohidrat sampel beras yang dianalisis berada pada kisaran 78-82%.
Berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan, kadar karbohidrat beras berada
pada kisaran 78%.
Kadar Amilosa
Kadar amilosa merupakan parameter utama yang sangat menentukan
cooking and eating quality dari beras/nasi (Dipti et al. 2002). Pengukuran kadar
amilosa pada beras dilakukan berdasarkan prinsip iodine-binding (pengikatan
iodine) dimana amilosa akan berikatan dengan iodine pada pH rendah (4.5-4.8)
menghasilkan kompleks berbentuk heliks yang berwarna biru. Intensitas warna
biru ini kemudian diukur menggunakan spektrofotometer. Semakin tingi intensitas
warna terukur, maka kadar amilosa akan semakin tinggi (Juliano 1979).
Pengukuran kadar amilosa pada penelitian ini menggunakan metode
Juliano (1971). Metode ini terdiri dari dua tahap yakni tahap pembuatan kurva
standar dan tahap penetapan sampel. Pembuatan kurva standar dilakukan
menggunakan amilosa murni. Persamaan regresi yang dihasilkan adalah
# 0.250( � 0.004 (R=0.999) Kurva standar yang dihasilkan dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2 Kurva standar amilosa
0.106
0.206
0.305
0.403
0.509y = 0.250x + 0.004
R² = 0.999
0.000
0.100
0.200
0.300
0.400
0.500
0.600
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Ab
sorb
an
si
Konsentrasi (mg)
33
Kurva standar tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar
amilosa sampel. Berikut adalah tabel yang menunjukkan hasil pengukuran kadar
amilosa terhadap enam sampel beras.
Tabel 8 Hasil analisis kadar amilosa enam varietas beras
Varietas Kadar Amilosa (%) Ciherang 22.74d
Inpara 3 28.60f
Inpari 1 22.18c
Inpari 2 19.03b
Inpari 6 Jete 18.87a
IR 42 26.92e
Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada Uji Duncan (P>0.05) *Hasil rata-rata dari 4 ulangan
Berdasarkan hasil uji pada Tabel 8, dapat diketahui bahwa kadar amilosa
yang diteliti berkisar antara 18.87% (Inpari 6 Jete) sampai 28.60% (Inpara 3).
Berdasarkan hasil analisis variansi (ANOVA), diketahui bahwa perbedaan kadar
amilosa dari 6 varietas beras berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan menujukkan
semua varietas berbeda nyata pada taraf 5% dengan varietas lainnya. Menurut
Juliano (1994), perbedaan kadar amilosa beras dipengaruhi oleh varietas, suhu
udara lokasi penanaman, dan kadar N dalam tanah.
Berdasarkan kadar amilosanya (Khush & Cruz 2000) beras dapat
dikelompokkan menjadi: beras beramilosa rendah (18.87-19.03%), yaitu varietas
Inpari 6 Jete dan Inpari 2; amilosa sedang (22.18-22.74%), yaitu varietas Inpari 1
dan Ciherang; dan amilosa tinggi (26.92-28.20%), yaitu varietas IR42 dan
Inpara3.
Daya Cerna Pati in vitro
Karbohidrat dari pati yang akan diserap oleh tubuh harus diubah terlebih
dahulu menjadi komponen-komponen penyusunnya yaitu glukosa. Enzim yang
dibutuhkan untuk melakukan tugas tersebut adalah α-amilase yang dihasilkan
oleh kelenjar saliva dan pankreas. Namun, enzim α-amilase yang berasal dari
kelenjar saliva akan diinaktivasi oleh pH rendah dalam lambung sehingga tidak
terlalu berperan dalam proses pencernaan pati. Enzim α-amilase yang berasal
dari pankreas akan berperan memecah pati pada usus halus dengan bantuan
dari enzim glukoamilase dan α-dextrinase. Selain itu, pada bagian ini juga akan
34
terjadi pemecahan disakarida menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase
(Bernard 2005).
Daya cerna pati merupakan kemampuan pati yang dapat dicerna dan
diserap di dalam tubuh. Daya cerna pati pada penelitian ini dianalisis
menggunakan spektrofotometer. Daya cerna pati (in vitro) ditentukan dengan
menghitung jumlah maltosa yang terbentuk akibat hidrolisa pati oleh enzim α-
amilase. Hasil analisis daya cerna pati in vitro dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Hasil analisis daya cerna pati enam varietas beras Varietas Daya Cerna Pati (%)*
Ciherang 82.92b
Inpara 3 83.20b
Inpari 1 83.61b
Inpari 2 85.07c
Inpari 6 Jete 86.36d
IR 42 75.92a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada Uji Duncan (P>0.05)
*Hasil rata-rata dari 4 ulangan
Daya cerna pati in vitro beras yang diteliti berada pada kisaran 75-86%.
Kandungan pati dan amilosa berpengaruh terhadap daya cerna pati. Masih
terdapat perbedaan pendapat diantara ilmuwan mengenai kandungan pati dan
amilosa kaitannya dengan kecepatan daya cerna pati. Sebagian ilmuwan
berpendapat bahwa amilosa dicerna lebih lambat dibandingkan amilopektin
(Powell et al. 2002). Hal ini dikarenakan amilosa merupakan polimer gula
sederhana dengan rantai lurus tidak bercabang. Rantai lurus yang menyusun
amilosa ini menyebabkan ikatan yang solid sehingga tidak mudah tergelatinisasi.
Oleh karena itu, amilosa lebih sulit dicerna dibandingkan amilopektin yang
memiliki struktur bercabang dan terbuka.
Jika dilihat dari mekanisme kerja enzimatis, amilosa dapat dihidrolisis
hanya dengan saru enzim saja yaitu α-amilase sedangkan amilopektin
memerlukan dua jenis enzm. yakni α-amilase dan α-(1-6) glukosidase karena
mempunyai rantai cabang. Selain itu, berat molekul amilopektin lebih besar
dibandingkan amilosa sehingga berdasarkan pertimbangan ini maka amilopektin
memerlukan waktu yang lebih lama untuk dicerna dibandingkan dengan amilosa
(Lehninger 1982).
35
Sifat Fisikokimia Beras
Uji Amilografi
Uji amilografi digunakan untuk melihat sifat dari gelatinisasi pati beras
yang diteliti (sifat pati). Beberapa parameter yang diamati antara lain suhu
gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi (pada saat granula pati pecah), viskositas
pada suhu 50oC, dan viskositas balik. Suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada
saat kurva mulai menaik. sedangkan suhu puncak gelatinisasi diukur pada saat
puncak maksimum viskositas tercapai. Viskositas maksimum adalah besarnya
viskositas pada saat titik puncak gelatinisasi. Hasil analisis amilografi enam
varietas beras dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Data amilografi beberapa varietas beras
Sampel Suhu Gelatinisasi Granula Pati Pecah Viskositas
Waktu (Menit)
Suhu °C Waktu (menit)
Suhu °C Visk. Cp 50°C cp Balik cp
Ciherang 13 78.5 20 93.7 3456.00 6316.80 2860.80
Inpara 3 12 75.2 20 94.3 2675.20 4729.60 2054.40
Inpari 1 14 80.3 19 93.8 3244.80 5356.80 2112.00
Inpari 2 13 78.4 19 93.7 2982.40 4307.20 1324.80
Inpari 6 Jete 11 68.9 21 94.1 3366.40 5696.00 2329.60
IR42 12 74.8 - - - - -
Suhu gelatinisasi merupakan suhu dimana granula pati mulai
mengembang secara irreversible dalam air panas bersama dengan hilangnya
bentuk kristal pati. Berdasarkan Tabel 10, suhu gelatinisasi beras yang diamati
berkisar antara 68.9-80.3OC.
Berdasarkan suhu gelatinisasinya, beras dapat digolongkan menjadi tiga
jenis yaitu beras dengan suhu gelatinisasi rendah (55-69oC), suhu gelatinisasi
sedang (70-74OC), dan suhu gelatinisasi tinggi (>74OC) (Khush & Cruz 2000).
Oleh karena itu, berdasarkan suhu gelatinisasinya, sampel beras yang dianalisis
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) suhu gelatinisasi rendah: Inpari 6
Jete; dan 2) suhu gelatinisasi tinggi: IR 42, Inpara 3, Inpari 1, Ciherang, dan
Inpari 2.
Menurut Juliano (1972), suhu gelatinisasi berpengaruh terhadap lama
pemasakan. Beras yang memiliki suhu gelatinisasi tinggi membutuhkan waktu
pemasakan yang lebih lama daripada beras dengan suhu gelatinisasi rendah.
36
Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa Inpari 6 Jete memiliki waktu
pemasakan yang paling singkat dibandingkan dengan lima varietas lainnya.
Berdasarkan hasil analisis (Tabel 10), viskositas maksimum beras yang
dianalisis berkisar antara 2675.20 - 3366.40 cP. Viskositas yang tinggi
menunjukkan kemampuan granula pati dalam menyerap air juga tinggi.
Tabel 10 juga menunjukkan bahwa viskositas maksimum IR42 tidak
terukur. Suhu viskositas maksimum yang tidak terukur diduga karena suhu
maksimum viskositas beras tersebut lebih besar dari 93OC. Karena setelah suhu
93OC tercapai maka amilograf akan mempertahankan suhu ini selama 20 menit.
Akibatnya, varietas beras yang memiliki suhu viskositas maksimum lebih dari
93OC tidak akan memiliki puncak pada kurva dan suhunya tidak dapat terukur
(Agrasasmita 2008).
Viskositas balik mencerminkan tingkat kemampuan assosiasi atau
retrogradasi molekul pati (amilosa beras) pada proses pendinginan. Sifat ini
penting untuk mengetahui apakah nasi/produk pada suhu kamar atau setelah
dingin akan mengembang (mekar) atau menyusut volumenya. Viskositas balik
pasta pati diukur berdasarkan selisih antara viskositas dingin (pada 500C)
dengan viskositas puncak pasta.
Berdasakan hasil analisis (Tabel 10), dapat diketahui viskositas balik dari
sampel yang dianalisis berkisar antara 1324.80 – 2860.80 cP. Viskositas balik
tertinggi dimiliki oleh Ciherang. Sedangkan terendah dimiliki oleh Inpari 2.
Viskositas balik IR42 tidak dapat terdeteksi karena viskositas puncak IR42 tidak
terbaca.
Uji Konsistensi Gel
Pati di dalam butiran beras yang dimasak akan mengembang dan
membentuk gel yang kental. Konsistensi gel berkorelasi positif dengan kekerasan
(tekstur) nasi (Tabel 11).
Tabel 11 menunjukkan bahwa konsistensi gel bervariasi tiap varietas.
Konsistensi gel enam varietas yang diuji berkisar antara 32.25 – 86.25 mm.
Panjang lelehan gel tertinggi dimiliki oleh varietas Ciherang, yaitu sebesar 86.25
mm (tipe konsistensi gel lunak). Hal ini menunjukkan bahwa Ciherang memiliki
tekstur nasi empuk sedangkan panjang lelehan terendah dimiliki oleh varietas
IR42 mm (tipe konsistensi gel keras).sehingga IR 42 memiliki tekstur nasi sangat
remah.
37
Hasil uji ANOVA pada konsistensi gel menunjukkan bahwa IR 42 tidak
berbeda nyata dengan Inpara 3 (keras), serupa dengan Inpari 1 dengan Inpari
Jete yang tidak berbeda nyata (sedang). Ciherang dan Inpari 2 berbeda dengan
semua varietas lainnya.
Tabel 11 Uji konsistensi gel enam varietas beras
Varietas Panjang Gel (mm)* Tipe Konsistensi Gel Tekstur Nasi Ciherang 86.25d Lunak Empuk Inpara 3 38.25a Keras Sangat Remah Inpari 1 50.50b Sedang Remah Inpari 2 70.50c Lunak Empuk Inpari 6 Jete 52.00b Sedang Remah IR42 32.25a Keras Sangat Remah
Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada Uji Duncan (P>0.05)
*Hasil rata-rata dari 4 ulangan
Berdasarkan penelitian Suismono et al. (2003) sebagian besar beras
Indonesia mempunyai nilai konsistensi gel 40 sampai 60 mm (nasi bertekstur
sedang) dan sebagian lagi memiliki konsistensi gel lebih dari 60 mm (bertekstur
lunak). Berdasarkan konsistensi gelnya. maka sampel beras yang dianalisis
sebagian bertekstur lunak sampai sedang dan sebagian bertekstur keras.
Faktor yang mempengaruhi konsistensi gel selain sifat genetik varietas
adalah penyimpanan. Penyimpanan pada beras akan menunjukkan perubahan
konsistensi gel dari pasta tepung. Rentang nilai gelnya diindikasikan menurun
dan terjadi pengerasan gel bilamana beras disimpan beberapa bulan (Haryadi
2008). Selain itu, menurut Perez (1979), tingkat penggilingan berpengaruh
terhadap konsistensi gel. Oleh sebab itu, sampel yang akan diukur tingkat
konsistensi gelnya harus digiling pada tingkat penggilingan yang sama.
Nisbah Penyerapan Air (NPA)
Nisbah penyerapan air merupakan banyaknya air yang terserap pada
saat penanakan. Penyerapan air berbeda-beda untuk setiap varietas beras dan
menentukan kualitas dari nasi yang ditanak serta kepulenan nasinya. Nilai
penyerapan air diperoleh dari perbandingan berat nasi dengan berat beras awal.
Hasil analisis NPA dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12 menunjukkan bahwa nisbah penyerapan air sampel yang
dianalisis berada pada kisaran ± 2. Nisbah penyerapan air tertinggi sama-sama
dimiliki oleh varietas IR42 dan Inpara3 (2.38). Sedangkan terendah dimiliki oleh
varietas Inpari 6 Jete (2.09). Menurut Suismono et al. (2003) rata-rata nisbah
38
penyerapan air dari beras di Indonesia adalah 2.5 kali. Tabel 11 juga
menunjukkan bahwa varietas yang diteliti tidak berbeda nyata antara satu dan
lainya.
Tabel 12 Nisbah penyerapan air dan pengembangan volume enam varietas beras
Varietas NPA* NPV* Ciherang 2.22a 3.48a
Inpara 3 2.38a 3.67a
Inpari 1 2.34a 3.51a
Inpari 2 2.10a 3.39a
Inpari 6 Jete 2.09a 3.33a
IR42 2.38a 3.65a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada Uji Duncan (P>0.05)
*Hasil rata-rata dari 4 ulangan
Nisbah Pengembangan Volume (NPV)
Pengembangan volume nasi merupakan penambahan volume yang
disebabkan penyerapan air oleh beras selama pemasakan dimana air
membentuk hidrat yaitu air yang terikat yang sulit diuapkan setelah pemanasan
berikatan dengan senyawa yang mengalami asosiasi. Jika suspensi pati dalam
air dipanaskan, maka air akan menembus lapisan luar granula. Saat suhu
meningkat, granula tersebut mulai menggelembung hingga volumenya menjadi
lima kali lipat volume semula (Agrasasmita 2008).
Tabel 12 menunjukkan hasil nisbah pengembangan volume untuk enam
varietas beras yang dianalisis. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui
bahwa nisbah pengembangan volume dari sampel beras yang dianalisis berada
pada kisaran ±3. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suismono et al. (2003),
yang menyatakan bahwa rasio pengembangan volume dari beras yang ada di
Indonesia rata-rata 3.5 kali dari volume berasnya. Tabel tersebut juga
menunjukkan bahwa nisbah pengembangan volume terbesar dimiliki oleh
varietas Inpara 3, yaitu sebesar 3.67 sedangkan varietas Inpari 6 Jete memiliki
nisbah pengembangan volume terendah, yaitu 3.33.
Perbedaan nisbah pengembangan volume nasi disebabkan perbedaan
kandungan amilosa beras. Selain itu, volume pengembangan nasi dapat
disebabkan oleh perlakuan penggunaan alat masak dimana nasi yang dimasak
dengan alat dandang volumenya lebih besar daripada nasi yang ditanak dengan
rice cooker. Volume pengembangan yang lebih besar ini disebabkan karena
39
setelah diaron, nasi yang ditanak dengan dandang dapat mengembang lagi pada
waktu dikukus, sedangkan pada rice cooker tidak.
Sifat Organoleptik
Uji Skoring
Menurut Soekarto (1985), uji skoring merupakan salah satu pengujian
yang termasuk kedalam uji skalar. Uji skoring disebut juga uji pemberian skor.
Pemberian skor adalah memberikan angka nilai atau menetapkan nilai mutu
sensorik terhadap bahan yang diuji pada jenjang mutu atau skala hedonik.
Tingkat skala mutu ini dapat dinyatakan dalam ungkapan-ungkapan skala mutu
yang telah baku.
Parameter yang diamati pada uji skoring pada penelitian ini antara lain
warna, kilap, aroma, dan tekstur/kepulenan beras setelah dimasak. Berikut
adalah tabel yang menunjukkan frekuensi distribusi terhadap uji skoring pada
paremeter warna.
Tabel 13 Mutu sensori/organoleptik skoring nasi
Varietas Skor Uji Organoleptik *)
Warna Kilap Aroma Kepulenan Ciherang 3.5 3.1 2.7 3.4 Inpara 3 4.0 3.0 2.4 2.3 Inpari 1 4.3 3.5 2.6 3.3 Inpari 2 3.6 3.7 2.4 3.9 Inpari 6 Jete 3.8 3.5 2.6 3.6 IR42 4.1 2.5 2.2 1.8
*) skor warna : 5= sangat putih, 4=putih, 3= agak putih, 2 = kusam, 1= sangat kusam skor kilap : 5 = sangat berkilap, 4= berkilap, 3= agak berkilap, 2= kusam, 1= sangat kusam
skor aroma : 5 = sangat wangi, 4= wangi, 3= agak wangi, 2 = netral, 1=bau tidak enak skor kepulenan: 5= sangat pulen, 4=pulen, 3= sedang, 2 = pera, 1 = sangat pera
Berdasarkan hasil uji organoleptik dengan uji skoring atribut warna nasi
terhadap 30 panelis, dapat diketahui seluruh sampel yang diuji memiliki warna
putih. Skor tertinggi dimiliki oleh varietas Inpari1 (skor=4.3) sedangkan varietas
Ciherang memiliki skor warna yang paling rendah (skor=3.5). Setengah dari
jumlah panelis yang ada menilai varietas Ciherang memiliki warna agak putih.
Menurut Haryadi (2008), warna nasi dipengaruhi oleh derajat sosoh,
kandungan amilosa dan perubahan-perubahan selama penyimpanan beras.
Derajat sosoh yang tinggi mengakibatkan semakin banyak kulit ari yang terlepas
sehingga warna beras menjadi lebih putih.
40
Sifat organoleptik berikutnya yang diamati adalah kilap beras.
Berdasarkan hasil uji organoleptik atribut kilap nasi dengan uji skoring terhadap
30 panelis (Tabel 13), nasi yang paling berkilap adalah varietas Inpari2
(skor=3.4) dan yang paling kusam (skor terendah) adalah varietas IR42
(skor=2.5).
Menurut Haryadi (2008), nilai kilap berhubungan dengan kelekatan nasi
yaitu kemampuan butir-butir nasi untuk saling melekat. Kelekatan nasi
ditunjukkan oleh perbandingan kandungan amilopektin dengan amilosa beras.
Beras yang mengandung amilosa rendah (<19%) nasinya lebih lengket dan
kilapnya tinggi daripada beras yang memiliki kandungan amilosa tinggi.
Hasil uji organoleptik skoring terhadap enam varietas beras (Tabel 13)
pada parameter aroma menunjukkan seluruh sampel memiliki aroma agak wangi
sampai netral. Skor tertinggi dimiliki oleh varietas Ciherang (skor=2.7) sedangkan
terendah dimiliki oleh IR 42 (skor 2.2).
Menurut Juliano (1994) aroma nasi dipengaruhi oleh varietas padinya.
Selain dipengaruhi oleh varietas, aroma nasi juga dipengaruhi oleh lama
penyimpanan. Beras yang tidak disosoh 100% akan berbau tidak enak (apek)
setelah disimpan dalam waktu yang lama. Perubahan aroma selama
penyimpanan lebih cepat daripada perubahan warnanya.
Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kemunduran aroma adalah
proses pengemasan yang baik yaitu digunakan jenis pengemas yang tidak
memiliki tingkat porositas yang tinggi, suhu dan waktu penyimpanan, pemilihan
jenis pelarut dalam proses ekstraksi, dan tingkat kepolaran. Aroma pada beras
dapat bertahan dengan dilakukan coating (pelapisan) dengan menggunakan
maltodekstrin (Haryadi 2008).
Parameter terakhir yang diuji adalah tekstur/kepulenan. Tekstur
merupakan ciri sensori utama nasi yang menentukan tingkat penerimaan
konsumen (Bergman et al. 2004). Hasil uji skoring terhadap enam sampel nasi
dari 30 panelis (Tabel 13), menunjukkan bahwa varietas Inpari2 memiliki tingkat
kepulenan yang paling tinggi dibandingkan dengan lima sampel lainnya
(skor=3.9). Varietas yang memiliki tingkat kepulenan terendah (pera)
berdasarkan uji skoring adalah varietas IR 42 dengan skor 1.8.
Uji Hedonik
Uji hedonik dalam penelitian ini dilakukan untuk menguji kesukaan panelis
terhadap sampel yang diuji. Seperti pada uji skoring, jumlah panelis yang
41
menguji sebanyak 30 orang. Parameter yang diamati adalah penerimaan umum
panelis terhadap sampel yang diberikan. Berikut adalah tabel yang menunjukkan
hasil uji organoleptik hedonik terhadap enam sampel beras yang diuji.
Tabel 14 Frekuensi distribusi dan skor organoleptik uji hedonik
Varietas
Penerimaan Umum (%) Skor
Organoleptik* Sangat Suka
Suka Agak Suka
Biasa Agak Tidak
Suka Tidak Suka
Ciherang 6.7 40.0 16.7 20.0 16.7 0.0 4.0
Inpara 3 0.0 6.7 13.3 20.0 23.3 36.7 2.3
Inpari 1 3.3 36.7 23.3 23.3 13.3 0.0 3.9
Inpari 2 20.0 26.7 23.3 10.0 16.7 3.3 4.1
Inpari6Jete 3.3 43.3 30.0 16.7 3.3 3.3 4.2
IR 42 3.3 3.3 3.3 10.0 20.0 60.0 1.8
*) 6=sangat suka ; 5=suka; 4=agak suka; 3=biasa; 2=agak tidak suka; 1=tidak suka
Berdasarkan hasil uji hedonik terhadap enam sampel beras yang diujikan
(Tabel 14), dapat diketahui varietas Inpari 6 Jete merupakan varietas yang paling
disukai daripada varietas lainnya. Varietas Inpari 6 Jete memiliki skor
organoleptik tertinggi (4.2) dimana sebanyak 3.33% panelis menyatakan sangat
suka, 43.3% suka; 30.0% agak suka; 16.7% biasa; 3.3% agak tidak suka dan
3.3% panelis menyatakan tidak suka. Tabel 13 juga menunjukkan bahwa
varietas IR42 merupakan sampel yang paling tidak disukai (skor=1.8). Hal ini
dibuktikan lebih dari setengah dari jumlah panelis yang ada (60%) menyatakan
tidak suka terhadap sampel ini. Tingkat kesukaan panelis terhadap beras yang
diujikan diduga lebih disebabkan dari tingkat kepulenan nasi. Inpari 6 Jete
merupakan nasi pulen, sedangkan IR42 merupakan nasi pera. Menurut Indrasari
et al. (2008) beras beramilosa tinggi mempunyai tekstur pera dengan rasa nasi
yang kurang enak.
Uji Ranking
Panelis pada uji ranking diminta mengurutkan contoh-contoh yang diuji
berdasarkan perbedaan tingkat aroma/wangi nasi beras dengan memberikan
nomor urut. Panelis yang digunakan pada uji ini sebanyak 30 panelis semi
terlatih. Contoh yang paling wangi diberikan nomor urut tertinggi (nilai 1)
seterusnya hingga contoh yang kurang/tidak wangi diberi nomor urut terendah.
Tabel 15 menunjukkan frekuensi distribusi dan skor organoleptik uji ranking.
42
Tabel 15 Frekuensi distribusi dan skor organoleptik uji ranking
Varietas Ranking (%)
Skor Organoleptik* 1 2 3 4 5 6
Ciherang 30.0 13.3 10.0 10.0 13.3 23.3 3.3 Inpara 3 6.7 10.0 30.0 26.7 23.3 3.3 2.9 Inpari 1 13.3 26.7 23.3 23.3 6.7 6.7 3.6 Inpari 2 13.3 20.0 13.3 10.0 33.3 10.0 3.0 Inpari 6 Jete 23.3 20.0 20.0 23.3 10.0 3.3 4.6 IR 42 13.3 10.0 3.3 6.7 13.3 53.3 3.6
*) 1=paling wangi; 6=paling tidak wangi/netral
Berdasarkan hasil uji ranking (Tabel 15) didapatkan hasil berturut-turut
(mulai dari yang paling wangi hingga tidak wangi/netral) adalah Inpara 3 (2.9),
Inpari 2 (3.0), Ciherang (3.3), Inpari 1 (3.6), IR42 (3.6), dan Inpari 6 jete (4.6).
Ketika uji ini dilakukan, sebagian besar panelis sukar menentukan aroma dari
sampel. Hal ini disebabkan karena sampel yang digunakan bukanlah beras
aromatik.
Quantitative Descriptive Analysis (QDA)
Seleksi Panelis
Tahap seleksi panelis bertujuan mendapatkan panelis yang dapat
membedakan rasa dasar dan aroma sederhana. Menurut Rahayu (2001), syarat
umum untuk menjadi panelis terlatih adalah mempunyai perhatian dan minat
terhadap pekerjaan ini, mampu menyediakan waktu khusus untuk pelatihan,
serta mempunyai kepekaan yang dibutuhkan.
Panelis yang terpilih adalah panelis yang memiliki kemampuan sensori
yang baik yang kemudian dilatih menjadi panelis terlatih dan digunakan untuk
melakukan pengujian pada atribut-atribut sensori nasi yang telah ditentukan.
Jumlah kandidat panelis yang mengikuti seleksi awal berjumlah 36 orang.
Seleksi yang dilakukan meliputi uji deskripsi rasa dasar, uji deskripsi
aroma, dan uji segitiga baik uji segitiga rasa maupun aroma. Kriteria kelulusan
yang digunakan adalah 60% jawaban benar untuk uji segitiga (rasa dan aroma)
dan 80% jawaban benar untuk uji penentuan rasa dasar dan uji deskripsi aroma
(Meilgaard et al. 1999).
Jumlah panelis terlatih pada uji QDA sebanyak 8-12 orang (Setyaningsih
et al. 2010; Meilgaard et al. 1999) dan umumnya semakin banyak panelis
semakin baik karena variasi antar individu dapat diseimbangkan (Arkanti 2007).
Tahap ini diperoleh 11 orang panelis, tetapi 2 panelis mengundurkan diri pada
43
saat akan melakukan tahap pelatihan. Oleh karena itu, total panelis yang
mengikuti uji ini sampai akhir hanya 9 orang.
Pelatihan Panelis
Menurut Heymann et al. (1993) tahap pelatihan panelis bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan panelis dalam mengenali, membedakan,
mendeskripsikan, dan menguantifikasikan atribut sensori yang terdapat dalam
suatu produk dengan menggunakan bahasa flavor yang telah disepakati
bersama. Pelatihan ini meliputi beberapa tahap, yaitu pengenalan sistem indera
yang bertanggung jawab untuk membedakan rasa dan aroma, pelatihan bahasa
flavor, dan pelatihan pengenalan dan penilaian skala.
Tahap pelatihan sistem indera hanya dilakukan kepada 3 orang panelis
yang bukan berasal dari jurusan Ilmu Gizi karena panelis lainnya telah
mendapatkannya pada kuliah. Setiap panelis pada tahap pelatihan bahasa
flavour diperkenalkan kapada flavor-flavor tertentu yang kemungkinan dimiliki
oleh sampel beras berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arkanti (2007).
Flavor-flavor yang digunakan antara lain pandan, cereal, sweet, buttery, dan
creamy. Atribut rasa yang dikenalkan antara lain manis, asam, asin, dan pahit.
Selain itu dilakukan juga focus group discussion (FGD) untuk menyamakan
konsep atribut sensori sehingga dapat dikomunikasikan antar panelis satu
dengan lainnya seperti pada tahap penetapan terminologi atribut sensori (Stone
& Sidel 2004).
Tahap pelatihan dan pengenalan skala meliputi uji ranking dan uji
segitiga. Uji ranking bertujuan melatih kemampuan panelis dalam mengenali dan
mengurutkan sampel berdasarkan intensitasnya, sedangkan uji segitiga untuk
melatih panelis dalam membedakan sampel berdasarkan kemiripannya (Arkanti
2007). Uji ranking menggunakan skala garis (unstructured scale).
Pelatihan pengenalan dan pelatihan skala hanya dilakukan terhadap
atribut aroma. Larutan standar aroma yang digunakan untuk pelatihan dapat
dilihat pada Tabel 6. Atribut rasa tidak dilatihkan karena berdasarkan hasil uji
segitiga rasa intensitas semua panelis menjawab benar dari sejumlah set yang
disajikan. Kelemahan dari pelatihan ini adalah pelatihan dilakukan selama 3
minggu selama 2 hari sekali selain hari minggu sesuai dengan tingkat kejenuhan
panelis. Seharusnya pelatihan yang ideal dilakukan setiap hari.
44
Penentuan Nilai Flavor Standar
Penentuan nilai flavor standar dilakukan untuk menentukan konsentrasi
larutan standar yang akan digunakan pada saat pengujian QDA. Tahap ini
dilakukan tiga kali ulangan untuk melihat kekonsistenan panelis dalam
menentukan skala. Persamaan yang diperoleh dalam penentuan nilai flavor
standar aroma, sebagai berikut.
Tabel 16 Persamaan dalam penentuan nilai flavor standar aroma Atribut SI PI Persamaan
Buttery 25.47 50**
Log SI=0.819LogPI + 0.029 R2 = 0.988
50.00 100** 79.32 200**
Cereal 19.74 10**
LogSI = 0.608LogPI + 0.682 R2 = 0.997
50.00 50** 81.37 100**
Creamy 22.22 100*
LogSI = 0.747LogPI - 0.150 R2 = 0.999
50.00 300* 74.27 500*
Pandan 17.95 10**
LogSI = 0.453LogPI + 0.811 R2 = 0.989
50.00 75** 67.95 100**
Sweet
19.40 10** LogSI = 0.435LogPI + 0.860 R2 = 0.995
50.00 75** 70.17 100**
Keterangan: * µl + 2 ml PG; ** µl + 10 ml PG
Tabel 17 Bahan-bahan yang digunakan sebagai flavor standar Atribut SI Bahan PI
Buttery 25
Diacetyl 46.77**
50 109.65** 75 177.83**
Cereal 25
Acetytl-2-thiazole 15.14**
50 46.77** 75 93.32**
Creamy 25
γ-nonalacton 117.49*
50 302.00* 75 512.86*
Pandan 25
Flavor pandan 19.95**
50 91.20** 75 223.87**
Sweet 25
γ-undecalacton 15.49**
50 70.79** 75 173.78**
Keterangan: * µl + 2 ml PG; ** µl + 10 ml PG
Persamaan garis yang diperoleh untuk setiap aroma kemudian digunakan
untuk menghitung konsentrasi yang diperlukan membuat flavor standar dengan
45
nilai SI masing-masing 25, 50, dan 75. Konsentrasi yang diperlukan untuk
membuat flavor standard bagi masing-masing atribut dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 18 Persamaan dalam penentuan nilai flavor standar atribut rasa Atribut SI PI* Persamaan
Manis
13.33 2.00
Log SI=0.98LogPI + 0.836
R2 = 0.9993
33.33 5.00
66.67 10.00
100.00 16.00
Asin
16.67 0.20
LogSI = 1.42LogPI + 2.197
R2 = 0.9945
33.33 0.35
56.67 0.50
100.00 0.70
Keterangan: * dalam % Penentuan nilai standar untuk atribut rasa manis dan asin didasarkan
pada standar umum yang terdapat pada Meilgaard et al. (1999). Persamaan
garis untuk atribut rasa dapat dilihat pada Tabel 18. Konsentrasi larutan standar
rasa dasar yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Konsentrasi larutan standar rasa dasar
Atribut SI Bahan PI*
Manis 10
Sukrosa 1.49
25 3.79
Asin 10
NaCl 0.14
25 0.27 Keterangan: * gram dalam 100 ml air mineral
Uji Quantitative Descriptive Analysis
Panelis pada uji deskripsi sensori kuantitatif menggunakan metode QDA
menilai intensitas atribut rasa dan aroma enam varietas beras dengan
membandingkannya dengan standar yang nilainya telah ditentukan saat
pelatihan panelis. Adanya standar dengan berbagai intensitas pada setiap atribut
membantu panelis untuk menggunakan skala dan menyamakan konsep dengan
panelis lainnya (Arkanti 2007).
Nasi diuji dengan penyajian langsung setelah nasi dimasak. Aluminium
foil digunakan untuk meminimalisir kehilangan aroma. Panelis mengalami
kesulitan dalam menentukan aroma yang ada dalam sampel beras yang diujikan.
Oleh karena itu, panelis menyiasati dengan mencoba mencampurkan masing-
masing aroma standar dan mencocokkannya dengan nasi yang diuji, sedangkan
46
pada atribut rasa, panelis tidak kesulitan dalam memberikan penilaian. Tabel 20
menunjukkan hasil uji QDA untuk atribut aroma.
Tabel 20 Hasil uji QDA atribut aroma
Varietas Aroma
Buttery Cereal Creamy Pandan Sweety Ciherang 0.00 0.00 10.36 11.04 10.77 Inpara 3 0.00 9.10 8.64 8.56 13.19 Inpari 1 0.00 10.56 10.56 8.02 0.00 Inpari 2 8.85 7.96 0.00 5.56 0.00 Inpari 6 Jete 0.00 11.18 0.00 10.29 0.00 IR 42 0.00 13.51 0.00 0.00 18.79
Berdasarkan tabel 20, dapat diketahui bahwa aroma buttery hanya dimiliki
oleh Inpari 2. Inpara 3 merupakan varietas yang hampir memiliki semua jenis
aroma, kecuali buttery.
Tabel 21 Hasil uji QDA atribut rasa
Varietas Intensitas Rasa Manis Asin
Ciherang 7.61 9.95 Inpara 3 7.89 4.25 Inpari 1 6.58 9.33 Inpari 2 6.58 8.71 Inpari 6 Jete 9.74 6.52 IR 42 4.94 3.36
Hasil uji QDA untuk rasa dapat dilihat pada Tabel 21. Berdasarkan tabel
tersebut dapat diketahui bahwa IR42 merupakan varietas dengan intensitas rasa
manis dan asin terendah. Menurut Darmasetiawan (2004), selain atribut manis
dan asin, beras juga memiliki rasa gurih. Secara umum, hasil uji QDA dapat
dilihat pada Gambar 3.
Hasil uji Quantitative Descriptive Analysis (QDA) selanjutnya diolah
menggunakan program PCA (Principle Component Analysis) untuk mereduksi
gugus data peubah ganda yang besar menjadi gugus peubah yang lebih kecil
atau gugus peubah baru yang lebih sedikit. PCA digunakan pada penelitian ini
secara khusus untuk melihat pola atau pengelompokkan sampel beras
berdasarkan aroma dan rasanya.
47
Gambar 3 Karakteristik sifat sensori enam varietas beras
Total keragaman pada atribut aroma yang dapat dijelaskan disajikan pada
Tabel 22 sedangkan untuk komponennya pada Tabel 23. Scatterplot dari dua
komponen utama (PC 1 dan PC 2) disajikan pada Gambar 4.
Tabel 22 Total keragaman yang dapat dijelaskan pada atribut aroma
Component Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings
Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % 1 2.2229 44.5 44.5 2.2229 44.5 44.5 2 1.5727 31.5 75.9 1.5727 31.5 75.9 3 0.8038 16.1 92.0 0.8038 16.1 92.0 4 0.3349 6.7 98.7 0.3349 6.7 98.7 5 0.0657 1.3 100.0 0.0657 1.3 100.0
Extraction method: Principle Component Analysis
Tabel 23 Komponen matrik(a) korelasi pada atribut aroma
Variabel Component
PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 Buttery 0.227 0.631 -0.518 0.298 0.438 Cereal 0.522 -0.116 0.645 0.271 0.474 Creamy -0.561 -0.243 0.001 0.783 0.109 Pandan -0.589 0.233 0.271 -0.431 0.583 Sweety 0.119 -0.689 -0.492 -0.195 0.481
Extraction method: Principal Component Analysis (a) 5 component extracted
Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui nilai kumulatif terbesar (syarat nilai
kumulatif minimal 70% maksimal berada pada PC 3 (Supranto 2004)) yaitu
92.0% yang berada di PC 3. Oleh karena itu, variabel yang paling berpengaruh
terhadap pengelompokan terdapat pada PC 3. Berdasarkan Tabel 23, dapat
diketahui bahwa komponen yang paling berpengaruh terhadap pengelompokan
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
Buttery
cereal
creamy
pandansweety
manis
asin CIHERANG
INPARA3
INPARI1
INPARI2
INPARI6 JETE
IR42
48
varietas beras berdasarkan aroma adalah variabel/aroma cereal. Hal ini
dibuktikan dengan nilai PC yang paling besar.
Gambar 4 menerangkan hubungan aroma antar varietas beras yang diuji.
Gambar tersebut mengelompokkan Inpari 2 dan Inpari 6 Jete pada satu
kelompok dengan aroma buttery sebagai penciri. Varietas Ciherang dan Inpara 3
juga terletak pada satu kelompok dengan penciri aroma creamy sedangkan
varietas Inpari 1 dan IR42 masing-masing berada pada kelompok tersendiri.
Inpari 1 dicirikan aroma pandan sedangkan IR42 dicirikan dengan aroma cereal
dan sweety.
210-1-2
2
1
0
-1
-2
Dimensi 1 (44.5%)
Dimensi 2 (75.9%)
sweety
pandan
creamy
cereal
Buttery
Gambar 4 Scatterplot dari dua komponen utama pada atribut aroma
Hasil uji QDA untuk rasa juga dianalisis menggunakan PCA. Total
keragaman pada atribut rasa yang dapat dijelaskan disajikan pada Tabel 24
sedangkan untuk komponen rasa pada Tabel 25. Scatterplot dari dua komponen
utama (PC 1 dan PC 2) disajikan pada Gambar 5.
Tabel 24 Total keragaman yang dapat dijelaskan pada atribut rasa
Component Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings
Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % 1 1.1715 58.6 58.6 1.1715 58.6 58.6 2 0.8285 41.4 100.0 0.8285 41.4 100.0
Extraction method: Principle Component Analysis
Inpari 2
Inpari 6 Jete Inpari 1
Ciherang
Inpara 3
IR42
49
Tabel 25 Komponen matrik(a) korelasi pada atribut rasa
Variabel Component
PC1 PC2 Manis 0.707 0.707 Asin 0.707 -0.707
Extraction method: Principal Component Analysis a 5 component extracted
Berdasarkan tabel 24 dan 25, dapat diketahui bahwa variabel manis dan
asin memiliki nilai yang sama besar. Oleh karena itu, dapat dikatakan atribut
manis dan asin tidak berpengaruh dalam pembagian kelompok varietas beras
berdasarkan rasa.
Gambar 5 Scatterplot dari dua komponen utama pada atribut rasa
Gambar 5 menunjukkan pembagian kelompok beras berdasarkan rasa
manis dan asin nasi. Berdasarkan gambar tersebut, dapat diketahui bahwa
varietas Inpari 2, Inpari 1, dan Ciherang merupakan satu kelompok sedangkan
IR42, Inpara 3, dan Inpari 6 Jete terletak pada kuadran yang saling terpisah.
Korelasi Antar Variabel
Korelasi Antar Sifat Fisikokimia
Korelasi antar sifat fisikokimia dapat dilihat pada Tabel 26. Berdasarkan
tabel tersebut, dapat diketahui bahwa kadar amilosa berbanding terbalik dengan
konsistensi gel (r = -0.766; p<0.01). Semakin tinggi kadar amilosa maka nilai
konsistensi gel akan semakin rendah. Tabel 26 juga menunjukkan bahwa kadar
Dimensi 1 (58.6%)
Dimensi 2 (100%)
1,00,50,0-0,5-1,0-1,5-2,0
1,5
1,0
0,5
0,0
-0,5
-1,0
IR42
INPARI6JETE
INPARI2
INPARI1
INPARA3
CIHERANG
50
amilosa memiliki hubungan signifikan negatif dengan daya cerna pati (r = -0.663;
p<0.01). Semakin tinggi kadar amilosa, maka penyerapan pati dalam tubuh akan
semakin rendah. Menurut Behall & Hallfrich (2002), amilosa berstruktur linear
mempunyai ikatan hidrogen yang lebih kuat dibandingkan dengan amilopektin,
sehingga lebih sukar dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan.
Menurut Rohman (1997), sifat fisikokimia yang nyata mempengaruhi
pengembangan volume nasi adalah amilosa. Semakin tinggi kadar amilosa
beras, maka tingkat pengembangan beras menjadi semakin tinggi. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian dimana kadar amilosa berbanding lurus/positif dengan
nisbah pengembangan volume (NPV) (r = 0.430; p<0.05). Oleh karena itu,
semakin tinggi kadar amilosa maka nisbah pengembangan volumenya akan
semakin besar.
Winarno (2008) mengemukakan bahwa kemampuan pati yang tinggi
dalam menyerap air disebabkan jumlah gugus hidroksil didalam molekul pati
sangat besar. Semakin tinggi kadar amilosa semakin tinggi daya serap air. Pada
kadar amilosa tinggi yang terjadi akan cepat meningkat sehingga daya serap air
yang dihasilkan akan tinggi. Beras dengan kandungan amilosa yang tinggi
cenderung menyerap air lebih banyak bila ditanak dan mengembang lebih besar
sehingga warnanya lebih putih, biasanya digunakan untuk membuat bihun
(Haryadi 2008).
Perbedaan jumlah penyerapan air beberapa varietas beras karena
adanya perbedaan kadar amilosa. Hal ini menyebabkan perbedaan gugus
aktifnya. Terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar amilosa maka
semakin tinggi jumlah penyerapan airnya. Peristiwa ini terjadi karena amilosa
mempunyai gugus hidroksil yang bersifat polar sehingga amilosa bersifat
hidrofilik dan mempunyai afinitas yang cukup besar terhadap air. Hal ini
menyebabkan kemampuan daya serap air meningkat serta memiliki kemampuan
untuk membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar karena jumlah gugus
hidroksil dalam molekul pati sangat besar, sehingga kemampuan menyerap air
semakin besar (Juliano 1979).
Menurut Yadav et al. (2007) dan Danbaba et al. (2011) studi korelasi
antara karakteristik fisikokimia dan mutu tanak menunjukkan hubungan signifikan
positif antara kadar amilosa dan penyerapan air. Akan tetapi pada penelitian ini
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar amilosa dan penyerapan
air. Hal ini disebabkan karena nilai nisbah penyerapan air antara satu varietas
51
dan varietas lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Tabel 26 juga
menunjukkan bahwa konsistensi gel berbanding lurus dengan daya cerna pati (r
= 0.419; p<0.05).
Korelasi Antara Sifat Fisikokimia dan Organoleptik
Hasil korelasi antara sifat fisikokimia dan organoleptik dapat diamati pada
Tabel 26. Apabila dibandingkan dengan sifat organoleptik nasi, dapat diketahui
bahwa kadar amilosa memiliki hubungan signifikan positif dengan warna nasi (r =
0.752; p<0.01), tetapi berbanding terbalik dengan kilap (r = -0.805; p<0.01),
aroma (r = -0.502; p<0.05) dan kepulenan (r = -0.929; p<0.01). Oleh karena itu,
dengan kata lain semakin tinggi kadar amilosa, maka warna nasi akan semakin
putih, tetapi nasi semakin tidak berkilap, aroma tidak terasa dan pera.
Kadar amilosa berbanding terbalik dengan kepulenan beras sejalan
dengan Haryadi (2008). Menurut Haryadi (2008) beras dengan kandungan
amilosa tinggi menghasilkan nasi pera dan kering, sebaliknya beras dengan
kandungan amilosa rendah menghasilkan nasi yang lengket dan lunak.
Kadar amilosa yang berkorelasi positif dengan warna nasi dan berkorelasi
negatif dengan kilap nasi pada penelitian sejalan dengan Juliano (1994) yang
menyatakan bahwa nilai warna beras berkorelasi positif dengan kandungan
amilosanya. Beras dengan kandungan amilosa yang tinggi cenderung menyerap
air lebih banyak bila ditanak dan mengembang lebih besar sehingga warnanya
menjadi lebih putih dan kurang berkilap.
Menurut Haryadi (2008), nilai kilap berhubungan dengan kelekatan nasi
yaitu kemampuan butir-butir nasi untuk saling melekat. Kelekatan nasi
ditunjukkan oleh perbandingan kandungan amilopektin dengan amilosa beras.
Beras yang mengandung amilosa rendah (<19%) nasinya lebih lengket dan
kilapnya lebih tinggi daripada beras yang memiliki kandungan amilosa tinggi
Kadar amilosa memiliki hubungan signifikan negatif dengan aroma nasi
(Tabel 26). Hal tersebut sejalan dengan Juliano (1994) yang menyatakan bahwa
beras yang mengandung amilosa sedang mempunyai nilai aroma nasi yang lebih
tinggi daripada beras yang beramilosa tinggi.
Berdasarkan Tabel 26 juga dapat diketahui bahwa konsistensi gel
berbanding lurus dengan daya cerna pati (r = 0.419; p<0.05). Sedangkan bila
dibandingkan dengan sifat organoleptik nasi, konsistensi gel berkorelasi positif
dengan kilap (r = 0.492; p<0.05), aroma (r = 0.674; p<0.01), dan kepulenan (r =
52
0.701; p<0.01) tetapi berkorelasi negatif dengan warna nasi (r = - 0.755; p<0.01).
Hal ini dipengaruhi oleh kadar amilosa yang berbeda dan kadar amilosa
berkorelasi signifikan dengan sifat fisikokimia yang lain.
Berdasarkan penelitian ini juga dapat diketahui bahwa nisbah
pengembangan volume memiliki hubungan signifikan negatif dengan kepulenan
(r = -0.437; p<0.05). Oleh karena itu, semakin tinggi pengembangan volume
beras selama proses pemasakan menjadi nasi, maka nasi akan semakin pera.
Daya cerna pati memiliki hubungan signifikan positif dengan kilap (r =
0.862; p<0.01), aroma (r = 0.617; p<0.01) dan kepulenan nasi (r = 0.822; p<0.01)
tetapi memiliki hubungan signifikan negatif dengan warna nasi (r = -0.451;
p<0.05).
Korelasi Antar Sifat Organoleptik
Korelasi antar sifat organoleptik dapat diamati pada Tabel 26. Tabel 26
menunjukkan bahwa warna nasi berbanding terbalik dengan aroma (r = -0.429;
p<0.05) dan kepulenan nasi (r= -0.557; p<0.01). Sementara kilap nasi
berkorelasi positif dengan aroma (r = 0.468; p<0.05) dan kepulenan nasi (r =
0.939; p<0.01) sedangkan aroma berkorelasi signifikan positif dengan tingkat
kepulenan nasi (r = 0.648; p<0.01). Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui
bahwa hampir semua sifat organoleptik yang diamati memiliki hubungan yang
signifikan dengan sifat fisikokimia. Hal ini menunjukkan bahwa sifat organoleptik
yang diamati (warna, kilap, aroma, dan kepulenan) memiliki hubungan dengan
kadar amilosa, sementara kadar amilosa memiliki hubungan dengan sifat
fisikokimia lainnya.
Tabel 26 Korelasi antar variabel yang dianalisis
Y
X
Amilosa Konsistensi Gel NPA NPV Daya Cerna Pati Warna Kilap Aroma Kepulenan
Sifat Fisikokimia Amilosa 1.00 Konsistensi Gel -0.766** 1.00 NPA 0.383 -0.328 1.00 NPV 0.430* -0.274 -0.020 1.00 Daya Cerna Pati -0.663** 0.419* -0.260 -0.375 1.00 Sifat Organoleptik Warna 0.752** -0.755** 0.307 0.269 -0.451* 1.00 Kilap -0.805** 0.492* -0.292 -0.390 0.862** -0.356 1.00 Aroma -0.502* 0.674** -0.156 -0.249 0.617** -0.429* 0.468* 1.00 Kepulenan -0.929** 0.701** -0.336 -0.437* 0.822** -0.557** 0.939** 0.648** 1.00
Keterangan : * korelasi kuat (p<0,05) **korelasi sangat kuat (p<0,01)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil analisis proksimat enam varietas beras (Ciherang, Inpara 3, Inpari
1, Inpari 2, Inpari 6 jete, dan IR 42) menunjukkan kadar air sampel berkisar
antara 9.42-12.00%bb, kadar abu 0.41-0.55%bk, kadar protein 7.49-8.09%bk,
kadar lemak 0.50-0.91%bk, dan karbohidrat berkisar 78.70-81.68%. Uji kadar
amilosa menunjukkan varietas Inpari 6 Jete dan Inpari 2 merupakan beras
beramilosa rendah (sangat pulen); Inpari 1 dan Ciherang merupakan beras
beramilosa sedang (pulen); dan IR42 dan Inpara 3 merupakan beras beramilosa
tinggi (pera). Daya cerna pati enam varietas beras berkisar antara 75.92% (IR42)
hingga 86.36% (Inpari 6 Jete).
Berdasarkan suhu gelatinisasi, beras yang dianalisis dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) suhu gelatinisasi rendah: Inpari 6 Jete; dan
2) suhu gelatinisasi tinggi: IR 42, Inpara 3, Inpari 1, Ciherang, dan Inpari 2.
Viskositas maksimum enam varietas beras berkisar antara 2675.20 hingga
3366.40 cP. Viskositas maksimum IR42 tidak terukur. Viskositas balik dari
sampel yang dianalisis berkisar antara 1324.80 – 2860.80 cP. Viskositas balik
IR42 tidak dapat terdeteksi karena viskositas puncak IR42 tidak terbaca.
Berdasarkan uji konsistensi gel, diketahui Ciherang dan Inpari 2 bertekstur nasi
empuk, Inpari 1 dan Inpari 6 Jete remah, sedangkan Inpara 3 dan IR42 sangat
remah. NPA sampel yang dianalisis berada pada kisaran ± 2 dan NPV berada
pada kisaran ±3. Hal ini menunjukkan bahwa ketika beras dimasak menjadi nasi,
beras akan menyerap air dua kali bobot beras dan akan mengembang tiga kali
dari volume beras.
Hasil uji QDA menunjukkan Inpari 6 Jete memiliki atribut aroma cereal
dan pandan; Ciherang memiliki atribut aroma creamy, pandan, dan sweety;
Inpara 3 memiliki atribut aroma cereal, creamy, pandan, dan sweety; Inpari 1
memiliki atribut aroma, yaitu cereal, creamy, dan pandan; Inpari 2 memiliki atribut
aroma buttery, cereal, dan pandan; sedangkan IR42 memiliki atribut aroma
cereal dan sweety. Aroma yang paling berpengaruh dalam pembagian kelompok
adalah aroma cereal. Atribut manis dan asin sama-sama memiliki pengaruh yang
sama besar dalam pembagian kelompok varietas beras berdasarkan rasa.
Hasil uji korelasi antar variabel menujukkan kadar amilosa berbanding
terbalik dengan konsistensi gel, daya cerna pati, kilap, aroma dan kepulenan tapi
berkorelasi positif dengan NPV dan warna nasi. Konsistensi gel berbanding lurus
55
dengan daya cerna pati, kilap, aroma, dan kepulenan tetapi berkorelasi negatif
dengan warna nasi. NPV memiliki hubungan signifikan negatif dengan
kepulenan. Daya cerna pati memiliki hubungan signifikan positif dengan kilap,
aroma, dan kepulenan nasi tetapi memiliki hubungan signifikan negatif dengan
warna nasi. Warna nasi berbanding terbalik dengan aroma dan kepulenan nasi.
Sementara kilap nasi berkorelasi positif dengan aroma dan kepulenan nasi.
Saran
Varietas beras yang terdapat dipasaran sangat beragam. Oleh karena itu,
karakteristik sifat fisikokimia dan organoleptik (cooking quality dan eating quality)
perlu diketahui masyarakat agar mengetahui langkah/pengolahan yang tepat
terhadap beras yang diolahnya untuk mendapatkan karakteristik yang diinginkan
sesuai dengan preferensi masing-masing. Perlu dilakukan penelitian lebih
banyak dan mendalam tentang sifat fisikokimia (cooking quality dan eating
quality) dari varietas jenis lainnya dan preferensi masyarakat Indonesia terhadap
beras agar standar mutu/SNI tidak terbatas pada sifat fisik beras saja.
DAFTAR PUSTAKA
Adair C. R, C. N. Bollich, D. H. Bowman, T. H. Jodon, B. D. Webb and J. G. Atkins. 1973. Rice Breeding and testing Method in the United States. In Rice in the United States: Varieties and Production. US Dept. Agri. Handbook, 289 (revised) pp: 22-27.
Andoko A. 2008. Budidaya Padi Secara Organik. Jakarta: Penebar Swadaya. Agrasasmita. 2008. Karakterisasi sifat fisikokimia dan indeks glikemik varietas
beras beramilosa rendah dan tinggi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of
Analysis of Association of Official Analytical Chemist. Ed ke-14. AOAC inc, Airlington.
Arkanti L.W. 2007. Karakteristik Sifat Fisikokimia dan Sensori Beras Pandan
Wangi, Morneng, dan BTN [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Arraulo E.V., D.B. De Padua, and M. Graham. 1976. Rice Post Harvest
Technology. IDRC, Canada. Barber S. 1972. Milled rice and changes during ageing. In ‘Rice: Chemistry and
Technology’, 1st edn, (D.F. Houston, ed.), Am. Assoc. Cereal Chem., St Paul, MN, U.S.A. pp 215-263.
Behall K.M. and J. Hallfrisch. 2002. Plasma glucoce and insulin reduction after
consumption of bread varying in amylose content. Eur. J. Clin. Nutr. 56(9):913-920.
Bergman C.J. Bhattacharya,K.R. and Ohtsubo,K. 2004. Rice End-use Quality
Analysis. In : Rice Chemistry and Technology (E. Champagne, ed.,2004).Third edition. American Association of Cereal Chemists. St.Paul, Minnesota.
Bernard. 2005. Deskripsi Flavor, Sifat Fisikokimia, dan IG Beras Panjang dari
Lahan Gembut Pasang Surut Aluh-aluh Kalimantan Selatan. [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Bhattacharya, K. R. 1979. Gelatinization Temperature of Rice Strach and Its
Determination. Di dalam: Proceedings of The Workshop on Chemical Aspect of Rice Grain Quality. IRRI, Los Banos. Pp 232-247
57
BSN. 1999. RSNI Beras Giling. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Burks A. W., and Helm, R.M. 1994. Hypoallerginity of rice protein. In: Presented
at the annual meeting of the American Association of Cereal Chemist, Nashville, TN.
Cagampang C.D, C.M. Perez, and B.O.Juliano. 1973. A Gel Consistency Test for
Eating Quality of Rice (Oriza sativa). J.Sc. Food Agric. 24:1589-1594. Child N.W.. 2004. Production and utilization of rice. Di dalam: Elaine T.
Champagne (ed). Rice: Chemistry and Technology. American Association of Cereal Chemist, Inc.. Minnesota
Danbaba N. Anounye, J.C. Gana A. S. Abo, M.E. and Ukwungwu, M.N. 2011.
Grain quality characteristic of Ofada rice (Oryza sativa L.): cooking and eating quality. International Food Research Journal. 18: 629-634.
Damardjati D.S. dan E. Y. Purwani. 1991. Mutu Beras. Dalam: Padi Buku 3.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Sukamandi. 4(4): 85-94
Darmadjati D.D. 1987. Prospek Peningkatan Mutu Beras di Indonesia. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Sukamandi. 4(4): 85-94
_______. 1995. Karakteristik Sifat Standarisasi Mutu Beras sebagai Landasan
Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Padi di Indonesia. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor.
_______. 1997. Masalah dan Upaya Peningkatan Kualitas Beras Ditinjau Dari
Aspek Pra dan Pasca Panen Dalam Menghadapi Era Globalisasi. Makalah Seminar Pasca Panen, Peningkatan Kualitas dan Pelayanan Masyarakat. Jakarta. 6 Mei 1997.
Darmasetiawan G. 2004. Kualitas Citarasa Beras Cepat Saji dari Beras Aromatik.
[Skripsi]. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Dipti S.S, S.T. Hossain, M.N. Bari and K.A. Kabir. 2002. Physicochemical and
cooking properties of some fine rice varieties. Pakistan Journal of Nutrition 1 (4) : 188-190.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. 1995. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Bharata karya Akasara. Jakarta.
58
Erwidodo et al. 1996. Ketahanan Pangan Era Pasar Bebas. Puslit Sosial Ekonomi Pertanian dan Pengembangan Pertanian Deptan RI.
Esbensen K. S. Schonkopf and T. Midtgaard. 1994. Multivariate Analysis in
Practise. Wennergs Trykkeri, AS, Trondhem. FAO. 2004. Rice and human nutrition. www.rice2004.org [6 Januari 2012]. Greenwood C.T., 1979. Observation on The Structure of The Starch Granule. In
: J.M.V. Blanshard and J.R. Mitchel (Eds). Polysacharides in Food. Butterwortks, London.
Grist D.H. 1975. Rice. Formerly Agricultural Economist, Colonial Agricultural
Service, Malaya. Longmans, Green and Co Ltd. London. Haryadi Y. Sugiono, dan T. Muchtadi. 1990. Teknologi Pengolahan Serealia.
Bahan Pengajaran. PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor. Haryadi. 2008. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. Heymann H., D.L. Holt, and MA. Cliff. 1993. Measured of flavor by sensory
descriptive techniques . In: Menley, C.H. and C.T. Ho (ed). Flavor Measurement. Marcell Dekker, Inc., New York.
Hoseney R.C. 1998. Principle of Cereal Science and Technology, 2nd ed.
American Association of Cereal Chemists. Inc., St.Paul, Minnesota. Indrasari S.D., P. Wibowo, and D.S. Damardjati. 1997. Food consumption pattern
based on expenditure level of rural communities in several parts in Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi.
Indrasari S.D., P. Wibowo, dan Aan A. Darajadjat. 2008. Kandungan Mineral
Beras Varietas Unggul Baru. disampaikan pada seminar nasional padi. Sukamandi, 23-24 Juli 2008.
Itani T., T. Masahiks, A. Eiks, and H. Toshroh. 2002. Distribution of amylose,
nitrogen, and minerals in kernel with various characteristic. J. Agri Food Chem 50: 5326-5332.
Juliano B.O. 1971. A Simplified Assay for Milled Rice Amylose Measurement. J.
of Cereal Sci. Today. 16:334-336 _______. 1972. The rice caryopsis and its composition. In. : Rice, Chemistry and
Technology. DF. Houston (ed). American Association of Cereal Chemist, Inc. St. Paul, Minnesota.
59
_______. 1979. Amylose Analysis in Rice. Di dalam: Proceedings of the
Workshop on Chemical Aspect of Rice Grain Quality. IRRI, Los Banos, pp 252-259.
_______. 1994. Rice In Human Nutrition. Collaboration IRRI and FAO. Rome. _______. 2004. Rice, Chemistry and Technology. Elaine T.C (ed). American
Association of Cereal Chemist, Inc. St. Paul, Minnesota. Kush S and ND. Cruz. 2000. Rice grain quality evaluation procedures. In :
Aromatic Rices. Oxford & IBH Pub. Co. Pvt. Ltd, New Delhi. Lehninger A.L. 1982. Principles of Biochemistry (dasar-dasar biokimia jilid 1)
Terjermahan: M. Theawijaya. Jakarta: Erlangga. Little R.R. dan E.H. Dawson. 1990. Histology and Histochemistry Of Raw and
Cooked Rice Kernels Food. Res. Vol 25: 611-622. Luh B.S. 1991. Rice Production. volume I. New York: Van Nostrand Reinhold. Luh B.S. and Liu, Y.K. 1980. Rice Flours in Baking. In : Rice Production and
Utilization (B.S.Luh,ed.,1980) AVI Publishing Co.,Wesport, Connecticut. Meilgaard M., GV. Civille, and BT Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques.
CRC Press. New York. Muchtadi D, Palupi, N.S., dan Astawan, M. 1992. Metode Kimia Biokimia dan
Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Bogor.
Otegbayo B.O., F. Osamuel and J.B. Fashakin. 2001. Effect of parboiling on
physico-chemical qualities of two local rice varieties in Nigeria, J. Food Technol Africa 6:130-132.
Parker R. 2003. Introduction of Food Science. Delmar. Thomson Learning.
United States of America. Perez C.M. and Juliano, B.O. 1979. Indicators of eating quality for non-waxy
rices. Food Chem 4. 185-195 Poste L.M., DA. Mackie, G. Butler, and E. Larmond. 2002. Laboratory Methods
for Sensory Analysis of Food. Canada Agriculture Research Center, Ottawa.
60
Powell, Holt, and J.C.B. Miller. 2003. International table of glycemic index and glycemic load value: 2002. Am. J. Clin. Nutr. 76: 5-56.
Purwani E.Y., S. Yuliani, S. Dewi Indrasari, S. Nugraha, dan R. Thahir. 2007.
SIfat Fisiko-Kimia Beras dan indeks glikemiknya. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan XVIII (1):59-66.
Resureccion, A. Juliano, B.O. dan Tanaka, Y. 1979. Nutrient Content and
Distribution in Milling Fractions of Rice Grain. J. Food. Sci. 30 : 475-481. Rohman. 1997. Evaluasi Sifat Fisiko-Kimia Pati Beras Ketan Hitam, Beras Ketan
Putih, Beras Cianjur, dan Beras IR 36. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Setyaningsih Dwi, Apriyantono Anton, dan Sari Maya Puspita. 2010. Analisis
Sensori untuk IndustriPangan dan Agro. Bogor : IPB Press. Setyono A. 2003. Meningkatkan Pendapatan Petani Melalui Perbaikan
Penanganan Pasca Panen Padi. Pangan. 10:16-22. Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Suismono, A. Setyono, S.D. Indrasari,. P. Wibowo, dan I.Las. 2003. Evaluasi
Mutu Beras Berbagai Varietas Padi di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. 41p.
Soekarto S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Stone and Sidel. 2004. Sensory Evaluation Practicess. Elsevier Swinkle JJM. 1985. Sources od starch, its chemistry and physics. In : V. Beynum
GMA. and JA. Roels (ed), Starch Conversion Technology. Marcel Dekker Inc., New York.
Tyagi et al. 2004. Structural and functional analysis of rice genome. J Genet. 83:
79-99 Wang, M., N.S. Hettiarachychy, M. Qi, W. Burks, and T. Siebenmogen. 1999.
Preparation and Fungtional Properties of Rice Bran Protein Isolate. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 47: 411-416.
Watts M., G.L. Yimaki. L.E. Jefery and L.G. Elias. 1989. Basic Sensory
Methods for Food Evaluation. International Development Research Center. Ottawa.
61
Widjayanti E. 2004. Potensi dan Prospek pangan fungsional indigenous
Indonesia: Potensi, Regulasi, Keamanan, Efikasi, dan Peluang Pasar. Bandung 6-7 Oktober 2004.
Widowati S. B.A. Susila Santosa, dan A. Budiyanto. 2008. Karakteristik Mutu dan
indeks glikemik beras beramilosa rendah dan tinggi. dalam B. Suprihatno et al. (Eds). Proiding Seminar Apresiasi Hasil Penelitian Padi Menunjang P2BN. Buku 2. BB Padi. Sukamandi. p. 759-773.
Winarno. 1984. Padi dan Beras. Diktat Tidak Dipublikasikan. Riset
Pengembangan Teknologi Pangan. IPB. Bogor. ______. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia. ______. 2004. GMP dalam Industri Penggilingan Padi. Di dalam Lokakarya
Nasional Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi, Perusahaan Umum Bulog Bekerjasama dengan Fateta IPB, Jakarta 20-21 Juli.
______. 2008. Kimia Pangan dan Gizi, Edisi Terbaru. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. Yadav R.B., B.S. Khatkar and B.S. Yadav. 2007. Morphological, physicochemical
and cooking properties of some Indian rice (Oryza sativa L.) Cultivars. J Agricl Technol 3:203-210.
Yang D.S., K.S. Lee and S.J. Kays. 2010. Characterization and discrimination of
premium-quality, waxy, and black pigmented rise based on odor-active compounds. J. Sci Food Agric, n/a. doi: 10.1002/jsfa. 4126.
Von S and C. Akesson. 1986. Correlating instrumental and sensory flavor data. Zook K.L. and H.J. Pearse. 1988. Quantitative Descriptive Analysis of Foods. In:
Moskowits (ed.). Applied Sensory Analysis of Foods. CRC Press Inc., Florida.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis statistik kadar air
Descriptives
KADARAIR
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
1 4 11.8350 .10017 .05008 11.6756 11.9944 11.75 11.98
2 4 11.7700 .10392 .05196 11.6046 11.9354 11.68 11.92
3 4 9.7600 .11690 .05845 9.5740 9.9460 9.64 9.92
4 4 11.9975 .05909 .02955 11.9035 12.0915 11.92 12.06
5 4 11.9675 .10751 .05375 11.7964 12.1386 11.85 12.10
6 4 9.4150 .13178 .06589 9.2053 9.6247 9.29 9.60
Total 24 11.1242 1.12123 .22887 10.6507 11.5976 9.29 12.10
ANOVA
KADARAIR
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 28.714 5 5.743 514.922 .000
Within Groups .201 18 .011 Total 28.915 23
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
KADARAIR
Duncan
VARIETAS N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
6 4 9.4150 3 4 9.7600 2 4 11.7700 1 4 11.8350 11.8350
5 4 11.9675
4 4 11.9975
Sig. 1.000 1.000 .396 .053
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
63
Lampiran 2 Analisis statistik kadar abu
Descriptives
KADARABU
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
1 4 .5400 .03266 .01633 .4880 .5920 .50 .58
2 4 .5500 .00816 .00408 .5370 .5630 .54 .56
3 4 .4975 .01708 .00854 .4703 .5247 .48 .52
4 4 .4075 .02986 .01493 .3600 .4550 .37 .44
5 4 .4475 .01893 .00946 .4174 .4776 .42 .46
6 4 .5000 .02160 .01080 .4656 .5344 .48 .53
Total 24 .4904 .05473 .01117 .4673 .5135 .37 .58
ANOVA
KADARABU
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .059 5 .012 22.716 .000
Within Groups .009 18 .001 Total .069 23
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
KADARABU
Duncan
VARIETAS N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
4 4 .4075 5 4 .4475 3 4 .4975 6 4 .5000 1 4 .5400
2 4 .5500
Sig. 1.000 1.000 .879 .544
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
64
Lampiran 3 Analisis statistik kadar protein
Descriptives
KADARPROTEIN
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower
Bound Upper Bound
1 4 8.0125 .24690 .12345 7.6196 8.4054 7.67 8.24
2 4 8.0875 .46407 .23203 7.3491 8.8259 7.79 8.78
3 4 7.4925 .06652 .03326 7.3867 7.5983 7.43 7.55
4 4 7.7475 .20271 .10136 7.4249 8.0701 7.53 8.01
5 4 7.6950 .11705 .05852 7.5088 7.8812 7.55 7.79
6 4 7.4875 .28040 .14020 7.0413 7.9337 7.18 7.74
Total 24 7.7538 .33142 .06765 7.6138 7.8937 7.18 8.78
ANOVA
KADARPROTEIN
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.284 5 .257 3.720 .017
Within Groups 1.242 18 .069 Total 2.526 23
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
KADARPROTEIN
Duncan
VARIETAS N
Subset for alpha = 0.05
1 2
6 4 7.4875 3 4 7.4925 5 4 7.6950 7.6950
4 4 7.7475 7.7475
1 4 8.0125
2 4 8.0875
Sig. .215 .067
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
65
Lampiran 4 Analisis statistik kadar lemak
Descriptives
KADARLEMAK
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
1 4 .7375 .04646 .02323 .6636 .8114 .69 .80
2 4 .8925 .06702 .03351 .7859 .9991 .83 .96
3 4 .6725 .03862 .01931 .6110 .7340 .63 .71
4 4 .7300 .03830 .01915 .6691 .7909 .68 .76
5 4 .4950 .02887 .01443 .4491 .5409 .46 .53
6 4 .9075 .01708 .00854 .8803 .9347 .89 .93
Total 24 .7392 .14688 .02998 .6771 .8012 .46 .96
ANOVA
KADARLEMAK
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .464 5 .093 51.874 .000
Within Groups .032 18 .002 Total .496 23
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
KADARLEMAK
Duncan
VARIETAS N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
5 4 .4950 3 4 .6725 4 4 .7300 1 4 .7375 2 4 .8925
6 4 .9075
Sig. 1.000 .053 .622
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
66
Lampiran 5 Analisis statistik karbohidrat
Descriptives
KARBOHIDRAT
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
1 4 78.8800 .31348 .15674 78.3812 79.3788 78.63 79.33
2 4 78.7025 .39373 .19687 78.0760 79.3290 78.15 78.99
3 4 81.5800 .13952 .06976 81.3580 81.8020 81.38 81.70
4 4 79.1150 .22293 .11147 78.7603 79.4697 78.80 79.32
5 4 79.3975 .24717 .12358 79.0042 79.7908 79.12 79.63
6 4 81.6825 .35883 .17941 81.1115 82.2535 81.25 82.07
Total 24 79.8929 1.30062 .26549 79.3437 80.4421 78.15 82.07
ANOVA
KARBOHIDRAT
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 37.370 5 7.474 87.534 .000
Within Groups 1.537 18 .085 Total 38.907 23
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
KARBOHIDRAT
Duncan
VARIETAS N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
2 4 78.7025 1 4 78.8800 4 4 79.1150 79.1150 5 4 79.3975 3 4 81.5800
6 4 81.6825
Sig. .074 .188 .626
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
67
Lampiran 6 Analisis statistik daya cerna pati
Descriptives
DAYACERNAPATI
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
1 4 82.9200 .69229 .34615 81.8184 84.0216 82.05 83.70
2 4 83.1950 .60583 .30292 82.2310 84.1590 82.60 83.88
3 4 83.6100 .91601 .45800 82.1524 85.0676 82.42 84.62
4 4 85.0725 .82387 .41193 83.7615 86.3835 84.07 86.08
5 4 86.3550 .62751 .31375 85.3565 87.3535 85.71 87.18
6 4 75.9150 .67806 .33903 74.8361 76.9939 75.09 76.56
Total 24 82.8446 3.44985 .70420 81.3878 84.3013 75.09 87.18
ANOVA
DAYACERNAPATI
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 264.080 5 52.816 98.487 .000
Within Groups 9.653 18 .536 Total 273.733 23
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
DAYACERNAPATI
Duncan
VARIETAS N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
6 4 75.9150 1 4 82.9200 2 4 83.1950 3 4 83.6100 4 4 85.0725 5 4 86.3550
Sig. 1.000 .223 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
68
Lampiran 7 Analisis statistik kadar amilosa
Descriptives
KADARAMILOSA
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower
Bound Upper Bound
1 4 22.7950 .13178 .06589 22.5853 23.0047 22.66 22.97
2 4 28.6000 .10328 .05164 28.4357 28.7643 28.48 28.72
3 4 22.1600 .13663 .06831 21.9426 22.3774 22.02 22.34
4 4 19.0900 .17739 .08869 18.8077 19.3723 18.91 19.31
5 4 18.6500 .28000 .14000 18.2045 19.0955 18.35 18.99
6 4 26.8200 .23889 .11944 26.4399 27.2001 26.56 27.12
Total 24 23.0192 3.75485 .76646 21.4336 24.6047 18.35 28.72
ANOVA
KADARAMILOSA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 323.634 5 64.727 1.818E3 .000
Within Groups .641 18 .036 Total 324.275 23
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
KADARAMILOSA
Duncan
VARIETAS N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5 6
5 4 18.6500 4 4 19.0900 3 4 22.1600 1 4 22.7950 6 4 26.8200 2 4 28.6000
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
69
Lampiran 8 Hasil analisis amilografi Ciherang
Minutes Viscosity
(cP) Speed (RPM)
% Torque Shear Stress
(D/cm2) Shear Rate
(1/sec) Temperatur
e (0C)
1 6,40 100,00 0,1 1,79 28,00 29,8
2 6,40 100,00 0,1 1,79 28,00 31,8
3 6,40 100,00 0,1 1,79 28,00 36,0
4 6,40 100,00 0,1 1,79 28,00 40,5
5 19,20 100,00 0,3 5,38 28,00 44,9
6 19,20 100,00 0,3 5,38 28,00 49,4
7 12,80 100,00 0,2 3,58 28,00 53,8
8 6,40 100,00 0,1 1,79 28,00 58,2
9 0,00 100,00 -0,1 0,00 28,00 62,4
10 0,00 100,00 -0,1 0,00 28,00 66,6
11 0,00 100,00 -0,2 0,00 28,00 70,8
12 0,00 100,00 -0,1 0,00 28,00 74,7
13 12,80 100,00 0,2 3,58 28,00 78,5
14 32,00 100,00 0,5 8,96 28,00 82,6
15 128,00 100,00 2,0 35,84 28,00 86,6
16 435,20 100,00 6,8 121,86 28,00 90,2
17 1606,40 100,00 25,1 449,79 28,00 91,7
18 2720,00 100,00 42,5 761,60 28,00 92,8
19 3283,20 100,00 51,3 919,30 28,00 93,4
20 3456,00 100,00 54,0 967,68 28,00 93,7
21 3404,80 100,00 53,2 953,34 28,00 93,9
22 3289,60 100,00 51,4 921,09 28,00 94,0
23 3193,60 100,00 49,9 894,21 28,00 94,0
24 3104,00 100,00 48,5 869,12 28,00 94,0
25 3027,20 100,00 47,3 847,62 28,00 93,9
26 2982,40 100,00 46,6 835,07 28,00 93,9
27 2956,80 100,00 46,2 827,90 28,00 94,0
28 2931,20 100,00 45,8 820,74 28,00 93,9
29 2912,00 100,00 45,5 815,36 28,00 94,0
30 2886,40 100,00 45,1 808,19 28,00 94,0
31 2892,80 100,00 45,2 809,98 28,00 90,3
32 2931,20 100,00 45,8 820,74 28,00 85,5
33 3148,80 100,00 49,2 881,66 28,00 80,5
34 3852,80 100,00 60,2 1078,78 28,00 76,4
35 4441,60 100,00 69,4 1243,65 28,00 73,4
36 4864,00 100,00 76,0 1361,92 28,00 70,8
37 5158,40 100,00 80,6 1444,35 28,00 68,3
38 5427,20 100,00 84,8 1519,62 28,00 66,1
39 5625,60 100,00 87,9 1575,17 28,00 62,8
40 5824,00 100,00 91,0 1630,72 28,00 59,6
70
Minutes Viscosity
(cP) Speed (RPM)
% Torque Shear Stress
(D/cm2) Shear Rate
(1/sec) Temperatur
e (0C)
41 5990,40 100,00 93,6 1677,31 28,00 56,9
42 6131,20 100,00 95,8 1716,74 28,00 54,4
43 6227,20 100,00 97,3 1743,62 28,00 52,5
44 6291,20 100,00 98,3 1761,54 28,00 50,7
45 6316,80 100,00 98,7 1768,70 28,00 50,1
000
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
0 10 20 30 40 50
Vis
coci
ty(c
P)
Time (Minutes)
Brookfield Engineering Laboratories, Inc.
Wingather V2.5
Ciherang
71
Lampiran 9 Hasil analisis amilografi Inpara 3
Minutes Viscosity
(cP)
Speed
(RPM) % Torque
Shear Stress
(D/cm2)
Shear Rate
(1/sec)
Temperatur
e (0C)
1 19,20 100,00 0,3 5,38 28,00 29,6
2 19,20 100,00 0,3 5,38 28,00 31,9
3 12,80 100,00 0,2 3,58 28,00 36,1
4 19,20 100,00 0,3 5,38 28,00 40,6
5 19,20 100,00 0,3 5,38 28,00 45,1
6 32,00 100,00 0,5 8,96 28,00 49,6
7 32,00 100,00 0,5 8,96 28,00 54,1
8 25,60 100,00 0,4 7,17 28,00 58,5
9 25,60 100,00 0,4 7,17 28,00 62,8
10 25,60 100,00 0,4 7,17 28,00 67,0
11 25,60 100,00 0,4 7,17 28,00 71,2
12 51,20 100,00 0,8 14,34 28,00 75,2
13 76,80 100,00 1,2 21,50 28,00 79,4
14 166,40 100,00 2,6 46,59 28,00 83,5
15 364,80 100,00 5,7 102,14 28,00 87,2
16 992,00 100,00 15,5 277,76 28,00 90,3
17 1913,60 100,00 29,9 535,81 28,00 92,1
18 2483,20 100,00 38,8 695,30 28,00 93,5
19 2662,40 100,00 41,6 745,47 28,00 94,0
20 2675,20 100,00 41,8 749,06 28,00 94,3
21 2656,00 100,00 41,5 743,68 28,00 94,0
22 2617,60 100,00 40,9 732,93 28,00 94,2
23 2547,20 100,00 39,8 713,22 28,00 94,3
24 2508,80 100,00 39,2 702,46 28,00 94,3
25 2476,80 100,00 38,7 693,50 28,00 94,2
26 2457,60 100,00 38,4 688,13 28,00 94,0
27 2438,40 100,00 38,1 682,75 28,00 94,1
28 2425,60 100,00 37,9 679,17 28,00 94,2
29 2419,20 100,00 37,8 677,38 28,00 94,2
30 2393,60 100,00 37,4 670,21 28,00 94,3
31 2387,20 100,00 37,3 668,42 28,00 94,0
32 2393,60 100,00 37,4 670,21 28,00 94,0
33 2380,80 100,00 37,2 666,62 28,00 94,0
34 2361,60 100,00 36,9 661,25 28,00 90,5
35 2355,20 100,00 36,8 659,46 28,00 84,4
36 2425,60 100,00 37,9 679,17 28,00 78,5
37 2880,00 100,00 45,0 806,40 28,00 74,0
38 3347,20 100,00 52,3 937,22 28,00 70,2
39 3705,60 100,00 57,9 1037,57 28,00 66,6
40 3948,80 100,00 61,7 1105,66 28,00 63,4
72
Minutes Viscosity
(cP)
Speed
(RPM) % Torque
Shear Stress
(D/cm2)
Shear Rate
(1/sec)
Temperatur
e (0C)
41 4160,00 100,00 65,0 1164,80 28,00 60,5
42 4345,60 100,00 67,9 1216,77 28,00 58,0
43 4492,80 100,00 70,2 1257,98 28,00 54,9
44 4620,80 100,00 72,2 1293,82 28,00 51,9
45 4729,60 100,00 73,9 1324,29 28,00 50,3
000
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500
5,000
0 10 20 30 40 50
Vis
coci
ty(c
P)
Time (Minutes)
Brookfield Engineering Laboratories, Inc.
Wingather V2.5
Inpara 3
73
Lampiran 10 Hasil analisis amilografi Inpari 1
Minutes Viscosity
(cP)
Speed
(RPM) % Torque
Shear Stress
(D/cm2)
Shear Rate
(1/sec)
Temperature
(0C)
1 25,60 100,00 0,4 7,17 28,00 29,5
2 19,20 100,00 0,3 5,38 28,00 30,2
3 12,80 100,00 0,2 3,58 28,00 34,0
4 12,80 100,00 0,2 3,58 28,00 38,3
5 6,40 100,00 0,1 1,79 28,00 42,7
6 6,40 100,00 0,1 1,79 28,00 47,0
7 12,80 100,00 0,2 3,58 28,00 51,4
8 6,40 100,00 0,1 1,79 28,00 55,7
9 6,40 100,00 0,1 1,79 28,00 59,9
10 6,40 100,00 0,1 1,79 28,00 64,1
11 6,40 100,00 0,1 1,79 28,00 68,3
12 6,40 100,00 0,1 1,79 28,00 72,3
13 6,40 100,00 0,1 1,79 28,00 76,1
14 44,80 100,00 0,7 12,54 28,00 80,3
15 147,20 100,00 2,3 41,22 28,00 84,1
16 326,40 100,00 5,1 91,39 28,00 87,7
17 1356,80 100,00 21,2 379,90 28,00 90,7
18 2694,40 100,00 42,1 754,43 28,00 92,6
19 3244,80 100,00 50,7 908,54 28,00 93,8
20 3187,20 100,00 49,8 892,42 28,00 94,3
21 2822,40 100,00 44,1 790,27 28,00 94,3
22 2540,80 100,00 39,7 711,42 28,00 94,2
23 2368,00 100,00 37,0 663,04 28,00 94,2
24 2297,60 100,00 35,9 643,33 28,00 94,3
25 2208,00 100,00 34,5 618,24 28,00 94,2
26 2137,60 100,00 33,4 598,53 28,00 94,2
27 2073,60 100,00 32,4 580,61 28,00 94,3
28 2035,20 100,00 31,8 569,86 28,00 94,3
29 1990,40 100,00 31,1 557,31 28,00 94,4
30 1964,80 100,00 30,7 550,14 28,00 94,4
31 1945,60 100,00 30,4 544,77 28,00 94,1
32 1900,80 100,00 29,7 532,22 28,00 91,3
33 1875,20 100,00 29,3 525,06 28,00 85,6
34 2086,40 100,00 32,6 584,19 28,00 80,8
35 2950,40 100,00 46,1 826,11 28,00 76,7
36 3539,20 100,00 55,3 990,98 28,00 73,2
37 3923,20 100,00 61,3 1098,50 28,00 70,3
38 4198,40 100,00 65,6 1175,55 28,00 67,8
39 4428,80 100,00 69,2 1240,06 28,00 65,5
40 4652,80 100,00 72,7 1302,78 28,00 62,7
74
Minutes Viscosity
(cP)
Speed
(RPM) % Torque
Shear Stress
(D/cm2)
Shear Rate
(1/sec)
Temperature
(0C)
41 4793,60 100,00 74,9 1342,21 28,00 60,3
42 4915,20 100,00 76,8 1376,26 28,00 58,1
43 5036,80 100,00 78,7 1410,30 28,00 55,7
44 5171,20 100,00 80,8 1447,94 28,00 52,5
45 5356,80 100,00 83,7 1499,90 28,00 50,4
000
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
0 10 20 30 40 50
Vis
coci
ty(c
P)
Time (Minutes)
Brookfield Engineering Laboratories, Inc.
Wingather V2.5
Inpari 1
75
Lampiran 11 Hasil analisis amilografi Inpari 2
Minutes Viscosity (cP) Speed
(RPM) % Torque
Shear Stress
(D/cm2)
Shear Rate
(1/sec)
Temperature
(0C)
1 19,20 100,00 0,3 5,38 28,00 29,9
2 19,20 100,00 0,3 5,38 28,00 32,0
3 6,40 100,00 0,1 1,79 28,00 36,2
4 0,00 100,00 0,0 0,00 28,00 40,7
5 6,40 100,00 0,1 1,79 28,00 45,0
6 19,20 100,00 0,3 5,38 28,00 49,5
7 19,20 100,00 0,3 5,38 28,00 53,9
8 19,20 100,00 0,3 5,38 28,00 58,2
9 19,20 100,00 0,3 5,38 28,00 62,4
10 19,20 100,00 0,3 5,38 28,00 66,5
11 25,60 100,00 0,4 7,17 28,00 70,7
12 25,60 100,00 0,4 7,17 28,00 74,6
13 76,80 100,00 1,2 21,50 28,00 78,4
14 172,80 100,00 2,7 48,38 28,00 82,4
15 352,00 100,00 5,5 98,56 28,00 86,2
16 947,20 100,00 14,8 265,22 28,00 89,8
17 2163,20 100,00 33,8 605,70 28,00 91,9
18 2841,60 100,00 44,4 795,65 28,00 93,1
19 2982,40 100,00 46,6 835,07 28,00 93,7
20 2803,20 100,00 43,8 784,90 28,00 93,9
21 2624,00 100,00 41,0 734,72 28,00 93,9
22 2470,40 100,00 38,6 691,71 28,00 93,9
23 2380,80 100,00 37,2 666,62 28,00 93,7
24 2304,00 100,00 36,0 645,12 28,00 93,7
25 2259,20 100,00 35,3 632,58 28,00 93,7
26 2227,20 100,00 34,8 623,62 28,00 93,8
27 2201,60 100,00 34,4 616,45 28,00 93,8
28 2156,80 100,00 33,7 603,90 28,00 93,8
29 2099,20 100,00 32,8 587,78 28,00 93,8
30 2080,00 100,00 32,5 582,40 28,00 93,8
31 2073,60 100,00 32,4 580,61 28,00 90,6
32 2080,00 100,00 32,5 582,40 28,00 87,2
33 2144,00 100,00 33,5 600,32 28,00 82,9
34 2489,60 100,00 38,9 697,09 28,00 79,0
35 2899,20 100,00 45,3 811,78 28,00 76,1
36 3219,20 100,00 50,3 901,38 28,00 73,7
37 3411,20 100,00 53,3 955,14 28,00 71,4
38 3539,20 100,00 55,3 990,98 28,00 69,3
76
Minutes Viscosity (cP) Speed
(RPM) % Torque
Shear Stress
(D/cm2)
Shear Rate
(1/sec)
Temperature
(0C)
39 3718,40 100,00 58,1 1041,15 28,00 65,6
40 3872,00 100,00 60,5 1084,16 28,00 62,2
41 4038,40 100,00 63,1 1130,75 28,00 59,6
42 4147,20 100,00 64,8 1161,22 28,00 57,8
43 4204,80 100,00 65,7 1177,34 28,00 56,4
44 4230,40 100,00 66,1 1184,51 28,00 55,2
45 4307,20 100,00 67,3 1206,02 28,00 50,1
000
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500
5,000
0 10 20 30 40 50
Vis
coci
ty(c
P)
Time (Minutes)
Brookfield Engineering Laboratories, Inc.
Wingather V2.5
Inpari 2
77
Lampiran 12 Hasil analisis amilografi Inpari 6 Jete
Minutes Viscosity
(cP)
Speed
(RPM)
%
Torque
Shear Stress
(D/cm2)
Shear Rate
(1/sec)
Temperature
(0C)
1 25,60 100,00 0,4 7,17 28,00 29,9
2 25,60 100,00 0,4 7,17 28,00 31,8
3 25,60 100,00 0,4 7,17 28,00 35,8
4 19,20 100,00 0,3 5,38 28,00 40,1
5 32,00 100,00 0,5 8,96 28,00 44,2
6 25,60 100,00 0,4 7,17 28,00 48,5
7 19,20 100,00 0,3 5,38 28,00 52,8
8 12,80 100,00 0,2 3,58 28,00 57,0
9 19,20 100,00 0,3 5,38 28,00 61,0
10 12,80 100,00 0,2 3,58 28,00 65,0
11 32,00 100,00 0,5 8,96 28,00 68,9
12 44,80 100,00 0,7 12,54 28,00 72,9
13 51,20 100,00 0,8 14,34 28,00 76,8
14 57,60 100,00 0,9 16,13 28,00 80,6
15 108,80 100,00 1,7 30,46 28,00 84,4
16 268,80 100,00 4,2 75,26 28,00 88,0
17 774,40 100,00 12,1 216,83 28,00 90,8
18 1984,00 100,00 31,0 555,52 28,00 92,2
19 2873,60 100,00 44,9 804,61 28,00 93,3
20 3244,80 100,00 50,7 908,54 28,00 93,9
21 3366,40 100,00 52,6 942,59 28,00 94,1
22 3321,60 100,00 51,9 930,05 28,00 94,3
23 3168,00 100,00 49,5 887,04 28,00 94,4
24 3059,20 100,00 47,8 856,58 28,00 94,4
25 2976,00 100,00 46,5 833,28 28,00 94,4
26 2867,20 100,00 44,8 802,82 28,00 94,3
27 2822,40 100,00 44,1 790,27 28,00 94,3
28 2777,60 100,00 43,4 777,73 28,00 94,3
29 2777,60 100,00 43,4 777,73 28,00 94,3
30 2764,80 100,00 43,2 774,14 28,00 94,3
31 2726,40 100,00 42,6 763,39 28,00 90,2
32 2720,00 100,00 42,5 761,60 28,00 85,9
33 2790,40 100,00 43,6 781,31 28,00 82,0
34 3129,60 100,00 48,9 876,29 28,00 78,9
35 3571,20 100,00 55,8 999,94 28,00 76,3
36 3929,60 100,00 61,4 1100,29 28,00 73,9
37 4211,20 100,00 65,8 1179,14 28,00 70,8
38 4531,20 100,00 70,8 1268,74 28,00 68,1
78
Minutes Viscosity
(cP)
Speed
(RPM)
%
Torque
Shear Stress
(D/cm2)
Shear Rate
(1/sec)
Temperature
(0C)
39 4729,60 100,00 73,9 1324,29 28,00 65,3
40 4947,20 100,00 77,3 1385,22 28,00 62,7
41 5120,00 100,00 80,0 1433,60 28,00 59,9
42 5280,00 100,00 82,5 1478,40 28,00 57,6
43 5408,00 100,00 84,5 1514,24 28,00 54,6
44 5561,60 100,00 86,9 1557,25 28,00 52,5
45 5696,00 100,00 89,0 1594,88 28,00 50,2
0.00
1000.00
2000.00
3000.00
4000.00
5000.00
6000.00
0 10 20 30 40 50
Vis
coci
ty(c
P)
Time (Minutes)
Brookfield Engineering Laboratories, Inc.
Wingather V2.5
Inpari 6 Jete
79
Lampiran 13 Hasil analisis amilografi IR42
Minutes Viscosity
(cP)
Speed
(RPM) % Torque
Shear Stress
(D/cm2)
Shear Rate
(1/sec)
Temperature
(0C)
1 0,00 100,00 0,0 0,00 28,00 29,7
2 12,80 100,00 0,2 3,58 28,00 31,8
3 0,00 100,00 -0,1 0,00 28,00 36,0
4 6,40 100,00 0,1 1,79 28,00 40,5
5 12,80 100,00 0,2 3,58 28,00 44,9
6 12,80 100,00 0,2 3,58 28,00 49,4
7 0,00 100,00 0,0 0,00 28,00 53,9
8 6,40 100,00 0,1 1,79 28,00 58,2
9 12,80 100,00 0,2 3,58 28,00 62,5
10 12,80 100,00 0,2 3,58 28,00 66,6
11 12,80 100,00 0,2 3,58 28,00 70,8
12 25,60 100,00 0,4 7,17 28,00 74,8
13 44,80 100,00 0,7 12,54 28,00 78,9
14 115,20 100,00 1,8 32,26 28,00 83,0
15 243,20 100,00 3,8 68,10 28,00 86,7
16 953,60 100,00 14,9 267,01 28,00 90,1
17 2220,80 100,00 34,7 621,82 28,00 92,1
18 3123,20 100,00 48,8 874,50 28,00 93,6
19 3539,20 100,00 55,3 990,98 28,00 94,3
20 3699,20 100,00 57,8 1035,78 28,00 94,2
21 3769,60 100,00 58,9 1055,49 28,00 94,3
22 3782,40 100,00 59,1 1059,07 28,00 94,5
23 3801,60 100,00 59,4 1064,45 28,00 94,6
24 3814,40 100,00 59,6 1068,03 28,00 94,2
25 3820,80 100,00 59,7 1069,82 28,00 94,3
26 3827,20 100,00 59,8 1071,62 28,00 94,4
27 3840,00 100,00 60,0 1075,20 28,00 94,4
28 3859,20 100,00 60,3 1080,58 28,00 94,3
29 3878,40 100,00 60,6 1085,95 28,00 94,2
30 3891,20 100,00 60,8 1089,54 28,00 94,2
31 3929,60 100,00 61,4 1100,29 28,00 91,9
32 3980,80 100,00 62,2 1114,62 28,00 87,6
33 4019,20 100,00 62,8 1125,38 28,00 83,1
34 4102,40 100,00 64,1 1148,67 28,00 79,5
35 4422,40 100,00 69,1 1238,27 28,00 76,3
36 4787,20 100,00 74,8 1340,42 28,00 73,6
37 5139,20 100,00 80,3 1438,98 28,00 70,3
38 5254,40 100,00 82,1 1471,23 28,00 66,8
80
Minutes Viscosity
(cP)
Speed
(RPM) % Torque
Shear Stress
(D/cm2)
Shear Rate
(1/sec)
Temperature
(0C)
39 5478,40 100,00 85,6 1533,95 28,00 63,7
40 5683,20 100,00 88,8 1591,30 28,00 60,9
41 5875,20 100,00 91,8 1645,06 28,00 58,4
42 6003,20 100,00 93,8 1680,90 28,00 56,0
43 6156,80 100,00 96,2 1723,90 28,00 53,8
44 6278,40 100,00 98,1 1757,95 28,00 51,9
45 6361,60 100,00 99,4 1781,25 28,00 50,0
000
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
0 10 20 30 40 50
Vis
cosi
ty (
cP)
Time (minutes)
Brookfield Engineering Laboratories, Inc.
Wingather V2.5
IR 42
81
Lampiran 14 Analisis statistik uji konsistensi gel
Descriptives
KONSISTENSIGEL
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
1 4 86.2500 11.38347 5.69173 68.1364 104.3636 76.00 98.00
2 4 38.2500 2.06155 1.03078 34.9696 41.5304 36.00 40.00
3 4 50.5000 6.55744 3.27872 40.0657 60.9343 43.00 56.00
4 4 70.5000 7.85281 3.92641 58.0044 82.9956 60.00 79.00
5 4 52.0000 8.90693 4.45346 37.8271 66.1729 44.00 62.00
6 4 32.2500 2.98608 1.49304 27.4985 37.0015 29.00 36.00
Total 24 54.9583 19.95316 4.07292 46.5329 63.3838 29.00 98.00
ANOVA
KONSISTENSIGEL
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 8176.708 5 1635.342 30.029 .000
Within Groups 980.250 18 54.458 Total 9156.958 23
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
KONSISTENSIGEL
Duncan
VARIETAS N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
6 4 32.2500 2 4 38.2500 3 4 50.5000 5 4 52.0000 4 4 70.5000 1 4 86.2500
Sig. .265 .777 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
82
Lampiran 15 Analisis statistik nisbah penyerapan air Descriptives
NPA
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower
Bound Upper Bound
1 4 2.216867E0 .2143990 .1071995 1.875711 2.558024 2.0723 2.5301
2 4 2.376506E0 .1190175 .0595087 2.187123 2.565889 2.2651 2.5422
3 4 2.343374E0 .4893506 .2446753 1.564708 3.122040 1.7831 2.7831
4 4 2.102410E0 .1852182 .0926091 1.807686 2.397133 1.8554 2.2771
5 4 2.093374E0 .3812986 .1906493 1.486642 2.700105 1.8072 2.6386
6 4 2.376506E0 .3425268 .1712634 1.831469 2.921543 1.8675 2.5904
Total 24 2.251506E0 .3051975 .0622982 2.122632 2.380380 1.7831 2.7831
ANOVA
NPA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .353 5 .071 .709 .624
Within Groups 1.790 18 .099 Total 2.142 23
Lampiran 16 Analisis statistik nisbah pengembangan volume Descriptives
NPV
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower
Bound Upper Bound
1 4 3.484375E0 .1643722 .0821861 3.222822 3.745928 3.2500 3.6250
2 4 3.671875E0 .3585816 .1792908 3.101292 4.242458 3.2500 4.0000
3 4 3.511458E0 .1564719 .0782360 3.262477 3.760440 3.3750 3.7333
4 4 3.388095E0 .2947127 .1473563 2.919141 3.857049 3.1429 3.7333
5 4 3.329044E0 .2700728 .1350364 2.899298 3.758790 2.9412 3.5625
6 4 3.646446E0 .2560411 .1280205 3.239028 4.053865 3.2941 3.8667
Total 24 3.505216E0 .2627693 .0536375 3.394258 3.616173 2.9412 4.0000
ANOVA
NPV
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .372 5 .074 1.100 .394
Within Groups 1.216 18 .068 Total 1.588 23
83
Lampiran 20 Form uji organoleptik skoring, hedonik, dan ranking
Nama Panelis : Tanggal : A. UJI SKORING Petunjuk : Amati dan cicipi sampel, kemudian tuliskan angka skor yang sesuai
dengan penilaian* Anda.
Kode Sampel Warna Kilap Aroma Kepulenan
742
878
636
522
481
383
Keterangan: B. UJI RANKING Petunjuk: Hirup aroma dari contoh beras berikut, kemudian ranking (urutkan)
berdasarkan intensitasnya (1 = paling wangi; 6 = tidak wangi/netral)
Urutan 1 2 3 4 5 6 Kode Contoh
C. UJI HEDONIK NASI Petunjuk : Cicipi contoh, kemudian berikan tanda cek ( √ ) pada pernyataan yang
sesuai dengan penilaian Saudara.
Penilaian
Kode Contoh
742 878 636 522 481 383
Sangat suka
Suka
Agak suka
Biasa
Agak tidak suka
Tidak Suka
Warna: 1= sangat putih 2= putih 3= agak putih (sedang) 4= kusam 5= sangat kusam (gelap)
Kilap: 1= sangat berkilap 2= berkilap 3= agak berkilap (sedang) 4= kusam 5= sangat kusam (gelap)
Kepulenan: 1= sangat pulen (lengket) 2= pulen 3= agak pulen (sedang) 4= pera 5= sangat pera (keras)
Aroma: 1= sangat wangi 2= wangi 3= agak wangi 4= netral (tidak wangi) 5= bau tidak enak
84
Lampiran 17 Hasil uji skoring
Varietas Skor Uji Organoleptik *)
Warna Kilap Aroma Kepulenan Ciherang 3,53 3,13 2,73 3,37 Inpara 3 3,97 3,00 2,43 2,27 Inpari 1 4,27 3,47 2,60 3,33 Inpari 2 3,63 3,73 2,43 3,93 Inpari 6 Jete 3,77 3,47 2,60 3,60 IR42 4,13 2,54 2,23 1,77 *) skor warna : 5= sangat putih, 4=putih, 3= agak putih, 2 = kusam, 1= sangat kusam
skor kilap : 5 = sangat berkilap, 4= berkilap, 3= agak berkilap, 2= kusam, 1= sangat kusam skor aroma : 5 = sangat wangi, 4= wangi, 3= agak wangi, 2 = netral, 1=bau tidak enak
skor kepulenan: 5= sangat pulen, 4=pulen, 3= sedang, 2 = pera, 1 = sangat pera
Lampiran 18 Hasil uji hedonik-penerimaaan umum
Varietas Frekuensi
Skor Organoleptik*
Tidak Suka
Agak Tidak Suka
Biasa Agak Suka
Suka Sangat Suka
Ciherang 0 5 6 5 12 2 4.00 Inpara 3 11 7 6 4 2 0 2.30 Inpari 1 0 4 7 7 11 1 3.93 Inpari 2 1 5 3 7 8 6 4.13 Inpari 6 Jete 1 1 5 9 13 1 4.17 IR42 18 6 3 1 1 1 1.80
*6=sangat suka; 5=suka; 4=agak suka; 3=biasa; 2=agak tidak suka; 1=tidak suka
Lampiran 19 Hasil uji ranking atribut aroma
Varietas Ranking
Skor Organoleptik* 1 2 3 4 5 6
Ciherang 9 4 3 3 4 7 3.33 Inpara 3 2 3 9 8 7 1 2.87 Inpari 1 2 2 7 7 8 4 3.60 Inpari 2 4 6 4 3 10 3 3.03 Inpari 6 Jete 7 6 6 7 3 1 4.57 IR42 4 3 1 2 4 16 3.60
*1=paling wangi; 6=paling tidak wangi
85
Lampiran 20 Form uji QDA tahap seleksi panelis
UJI DESKRIPSI RASA DASAR
Nama : Intruksi : Berikut disajikan 6 contoh larutan, Anda diminta menyatakan rasa yang berhasil Anda identifikasi, dengan cara:
1. Cicipilah satu sendok contoh selama 3 detik, lalu telan 2. Tuliskan rasa yang berhasi Anda identifikasi pada kolom respon 3. Minumlah seteguk air putih sebagai penetral 4. Istirahatkan selama 30 detik sebelum mencicipi contoh lain
Kode Respon 405 ……………………………… 570 ……………………………… 325 ……………………………… 755 ……………………………… 155 ……………………………… 080 ………………………………
UJI SEGITIGA RASA DASAR Instruksi: Berikut disajikan 5 set contoh uji yang masing-masing berisi 3 larutan contoh, Anda diminta menentukan salah satu contoh yang berbeda pada setiap set, dengan cara:
1. Cicipilah satu sendok contoh selama 3 detik, lalu telan 2. Tuliskan salah satu contoh yang berbeda dengan memberi tanda (X)
pada kolom respon 3. Minumlah seteguk air putih sebagai penetral 4. Istirahatkan selama 30 detik sebelum mencicipi contoh lain
Set Pengujian Kode Contoh Respon
I 012 600 444
II 716 144 308
III 961 551 026
IV 836 237 902
V 698 109 722
86
Lampiran 21 Form uji QDA tahap pelatihan panelis
UJI KONSISTENSI AROMA Nama Panelis : Tanggal Pengujian : Tujuan : Melatih kemampuan panelis dalam mengenali dan mengurutkan sampel
berdasarkan intensitasnya Instruksi: Beri penilaian Anda terhadap intensitas aroma dari 3 sampel dengan cara:
1. Buka tutup botol. Hirup aroma flavor sampel dari kiri ke kanan dengan cara mengibas-ngibaskan udara di atas botol kea rah hidung dengan tangan selama 5 detik.
2. Nyatakan penilaian Anda terhadap intensitas aroma dengan memberikan tanda (X) pada garis dan tuliskan kode sampel dibawah tanda (X). Penilaian dilakukan dengan mengurutkan sampel berdasarkan intensitasnya (uji ranking) dengan menggunakan skala garis (unstructured scale).
3. Selalu netralkan dan istirahatkan indra penciuman Anda setiap akan menghirup aroma flavor
Pandan Lemah Reference Kuat Cereal Lemah Reference Kuat Cream Lemah Reference Kuat Buttery Lemah Reference Kuat Sweet Lemah Reference Kuat
87
Lampiran 22 Form uji QDA tahap pelatihan panelis
UJI INTENSITAS AROMA (Penentuan Nilai Flavor Standar)
Nama : Tanggal Pengujian : Intruksi : Di hadapan Anda terdapat 5 set aroma dengan masing-masing set terdiri dari 3 larutan flavor. Anda diminta membandingkannya terhadap satu reference yang nilai intensitasnya berada di tengah garis. Berikan penilaian Anda terhadap intensitas sensori yang berhasil Anda deteksi, dengan cara:
1. Buka tutup botol reference dan cium aromanya selama 3-5 detik. 2. Ciumlah sampel yang ada selama 5 detik, bandingkan aromanya dengan
intensitas aroma flavor reference, kemudian beri penilaian terhadap aroma sampel dengan memberikan tanda (X) pada garis intensitas.
3. Beri jeda waktu 20 detik sebelum mencium flavor berikutnya. 4. Selalu netralkan dan istirahatkan indra penciuman Anda setiap akan
menghirup aroma flavor
Pandan Lemah Kuat
Cereal
Lemah Kuat Cream Lemah Kuat Buttery Lemah Kuat Sweet Lemah Kuat
88
Lampiran 23 Form uji QDA tahap pengujian atribut rasa
PENGUJIAN ATRIBUT RASA MANIS Sampel : Nasi Tanggal: Nama : Di hadapan Anda terdapat sampel nasi dan disediakan 2 larutan reference sukrosa sebagai pembanding. Berilah penilaian intensitas rasa dengan membandingkan terhadap intensitas rasa larutan standard yang disediakan, dengan cara:
1. Cicipi larutan standard yang mempunyai intensitas terkecil terlebih dahulu selama 5 detik, kemudian lanjutkan ke standard dengan intensitas yang lebih tinggi
2. cicipi sampel yang ada selama 5 detik, bandingkan rasa dan intensitas rasa larutan standard yang diberikan dengan intensitas rasa sampel dengan memberi tanda berupa garis vertikal pada skala garis dan tuliskan kode sampel di bawah garis vertikal.
3. Setelah mencicipi satu sampel, netralkan lidah dengan meminum air tawar dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya.
Atribut Rasa Manis
Lemah R1 R2 Kuat
PENGUJIAN ATRIBUT RASA ASIN
Di hadapan Anda terdapat sampel nasi dan disediakan 2 larutan reference NaCl sebagai pembanding. Berilah penilaian intensitas rasa dengan membandingkan terhadap intensitas rasa larutan standard yang disediakan, dengan cara:
1. Cicipi larutan standard yang mempunyai intensitas terkecil terlebih dahulu selama 5 detik, kemudian lanjutkan ke standard dengan intensitas yang lebih tinggi
2. cicipi sampel yang ada selama 5 detik, bandingkan rasa dan intensitas rasa larutan standard yang diberikan dengan intensitas rasa sampel dengan memberi tanda berupa garis vertikal pada skala garis dan tuliskan kode sampel di bawah garis vertikal.
3. Setelah mencicipi satu sampel, netralkan lidah dengan meminum air tawar dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya.
Atribut Rasa Asin
Lemah R1 R2 Kuat
89
Lampiran 24 Form uji QDA tahap pengujian atribut aroma
PENGUJIAN ATRIBUT AROMA Sampel : Nasi Tanggal : Nama : Instruksi
Di hadapan Anda terdapat sampel nasi. Disediakan pula 3 reference aroma standar sebagai pembanding. Baui sampel, beri tanda berupa garis vertikal pada skala garis dan tuliskan kode sampel di bawah garis vertikal. Setelah membaui satu sampel, netralkan penciuman dan istirahatkan selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya. Pandan
Tidak Ada Aroma R1 R2 R3 sangat kuat Cereal
Tidak Ada Aroma R1 R2 R3 sangat kuat Creamy
Tidak Ada Aroma R1 R2 R3 sangat kuat Buttery
Tidak Ada Aroma R1 R2 R3 sangat kuat Sweety
Tidak Ada Aroma R1 R2 R3 sangat kuat
90
Lampiran 25 Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut buttery
Lampiran 26 Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut cereal
Lampiran 27 Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut creamy
y = 0.819x + 0.029
R² = 0.988
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
Log
Si
Log Pi
y = 0.608x + 0.682
R² = 0.997
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
Log
S
i
Log Pi
y = 0.747x - 0.150
R² = 0.999
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00
Log
Si
Log Pi
91
Lampiran 28 Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut pandan
Lampiran 29 Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut sweety
y = 0.453x + 0.811
R² = 0.989
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
Log
Si
Log Pi
y = 0.435x + 0.860
R² = 0.995
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
Log
Si
Log Pi
92
Lampiran 30 Hasil analisis PCA uji QDA atribut aroma
Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 2.2229 1.5727 0.8038 0.3349 0.0657 Proportion 0.445 0.315 0.161 0.067 0.013 Cumulative 0.445 0.759 0.920 0.987 1.000 Variable PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 Buttery 0.227 0.631 -0.518 0.298 0.438 cereal 0.522 -0.116 0.645 0.271 0.474 creamy -0.561 -0.243 0.001 0.783 0.109 pandan -0.589 0.233 0.271 -0.431 0.583 sweety 0.119 -0.689 -0.492 -0.195 0.481
First Component
Second C
om
ponent
0.500.250.00-0.25-0.50-0.75
0.50
0.25
0.00
-0.25
-0.50
-0.75
sweety
pandan
creamy
cereal
Buttery
Loading Plot of Buttery, ..., sweety
Component Number
Eig
envalu
e
54321
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
Scree Plot of Buttery, ..., sweety
First Component
Second C
om
ponent
210-1-2
2
1
0
-1
-2
INPARI6 JETE
INPARI2
INPARI1
CIHERANG
IR42
INPARA3
Score Plot of Buttery; ...; sweety
93
Lampiran 31 Hasil analisis PCA uji QDA atribut rasa
Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 1.1715 0.8285 Proportion 0.586 0.414 Cumulative 0.586 1.000 Variable PC1 PC2 manis 0.707 0.707 asin 0.707 -0.707
First Component
Second C
om
ponent
0.80.70.60.50.40.30.20.10.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
asin
manis
Loading Plot of manis, ..., asin
Component Number
Eig
envalu
e
21
1.2
1.1
1.0
0.9
0.8
Scree Plot of manis, ..., asin
First Component
Second C
om
ponent
1,00,50,0-0,5-1,0-1,5-2,0
1,5
1,0
0,5
0,0
-0,5
-1,0
INPARI6 JETE
INPARI2
INPARI1
CIHERANG
IR42
INPARA3
Score Plot of manis; ...; asin
Recommended