View
5
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
KARAKTERISTIK MUTU AGAR MEDIA DARI RUMPUT
LAUT GELIDIUM sp. YANG DIADSORPSI OLEH KITOSAN
SKRIPSI
HENGGAR WAHYU SISWANTI
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/1438 H
KARAKTERISTIK MUTU AGAR MEDIA DARI RUMPUT LAUT
GELIDIUM sp. YANG DIADSORPSI OLEH KITOSAN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
Henggar Wahyu Siswanti
1112096000038
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/1438 H
ABSTRAK
Henggar Wahyu Siswanti. Karakteristik Mutu Agar Media dari Rumput Laut
Gelidium sp. yang Diadsorpsi oleh Kitosan. Dibimbing oleh Muhamad
Darmawan dan Nurhasni.
Gelidium sp. merupakan rumput laut penghasil agar dengan kekuatan gel
yang tinggi. Sebagai media mikrobiologi, agar harus memiliki kemurnian yang
tinggi, sehingga dibutuhkan metode yang tepat untuk pemurniannya. Salah
satunya dengan adsorpsi menggunakan kitosan. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan pengaruh penambahan adsorben kitosan dan kondisi optimum
adsorpsi terhadap kemurnian agar media. Agar media diekstrak dari Gelidium sp.
menggunakan air pada suhu 90°C. Proses praperlakuan alkali dan asam bertujuan
untuk meningkatkan sifat fisika dan kimia gel agar. Ekstrak agar yang dihasilkan
diadsorpsi menggunakan kitosan dengan variasi konsentrasi kitosan (0,5; 0,75;
dan 1% ) serta waktu adsorpsi (0, 30, dan 60 menit). Karakteristik agar media
meliputi kadar air, kadar abu, kadar abu tak larut asam, kadar sulfat, kekuatan gel,
viskositas, sineresis, analisis struktur molekul dengan FTIR dan SEM. Agar media
yang dihasilkan diujicobakan sebagai media kultur bakteri dengan metode angka
lempeng total (ALT). Hasil analisis menunjukkan perlakuan kitosan terbaik
dihasilkan pada agar media dengan konsentrasi 0,75% selama 0 menit
menghasilkan sifat fisika dan kimia yang memenuhi kriteria standar agar media
komersial dengan rendemen 3,50%, kadar air 14,61%, kadar abu 4,02%, kadar
abu tak larut asam 0,93%, kadar sulfat 1,34%, kekuatan gel 1054,96 g/cm2,
viskositas 60 Cp, sineresis 4,62%, titik leleh 65°C dan titik jendal 20,75°C. Hasil
analisis gugus fungsi agar media menunjukkan adanya pergeseran gugus sulfat
yang muncul pada daerah 1376 cm-1
. Hasil analisis mikrostruktur menunjukkan
agar media memiliki struktur yang lebih rapat seiring bertambahnya konsentrasi
kitosan dan waktu adsorpsi. Hasil uji mikrobiologi menunjukkan agar media dapat
digunakan sebagai media untuk pertumbuhan bakteri.
Kata kunci : rumput laut, Gelidium sp., agar media, adsorpsi, kitosan
ABSTRACT
Henggar Wahyu Siswanti. Characteristics of Media Agar Quality from Gelidium
sp. seaweed that adsorbed by chitosan. Supervised by Muhamad Darmawan and
Nurhasni.
Gelidium sp. is a seaweed that produces agar with a high gel strength.
Agar as a microbiological media must have a high purity, so it need a right
purification method. One of the ways by adsorption process using chitosan. The
aim of this research was to determine the influence of chitosan as an adsorbent
and the optimum condition of its adsorption process. Media agar was extracted
with water at 90°C. An alkali and acid pretreatment were added in the extraction
process in order to increase the physico-chemical properties of the agar gels. The
agar extract was adsorbed by chitosan with various concentration of chitosan (0,5;
0,75; and 1% ) and adsorption time (0, 30, and 60 minutes). The characteristic
of media agar include moisture content, ash content, acid-insoluble ash content,
sulphate content, gel strength, viscosity, syneresis, gelling and melting points,
analysis of its molecular structure by FTIR and SEM. Media agar resulted in this
research were tested as a bacterial culture medium using Total Plate Count (TPC)
method. The best chitosan treatment process was obtained in media agar at 0,75%
and 0 minute of adsorption which is had the physico-chemical properties that met
the criteria of commercial media agar with 3,50% of media agar yield, 14,61%
moisture content, 4,02% ash content, 0,93% acid-insoluble ash content, 1,34%
sulphate content, 1054,96 g/cm2 gel strength, 60 Cp viscosity, 4,62% syneresis,
65°C and 20,75°C of melting and gelling points respectively. Analysis of
functional group showed that the functional group of sulphate in media agar was
been shifted on 1376 cm-1
. The analysis of microstructure of media agar showed
that it had a denser structure as the increasing of chitosan concentration and
adsorption time. The microbial analysis shows that media agar can be use as a
bacterial culture medium.
Keywords: seaweed, Gelidium sp., media agar, adsorption, chitosan.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga dapat terselesaikan tugas akhir penelitian yang
dilaksanakan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Daya Saing Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan dengan judul “Karakteristik Mutu Agar
Media dari Rumput Laut Gelidium sp. yang Diadsorpsi oleh Kitosan”.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan arahan dari beberapa pihak.
Untuk itu Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Muhamad Darmawan, MT selaku Pembimbing I di P3DSPBKP yang telah
memberikan kesempatan, bimbingan dan fasilitas kepada penulis untuk
melaksanakan penelitian;
2. Nurhasni, M.Si selaku Pembimbing II yang telah memberikan perhatian dan
bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian;
3. Dr. Hendrawati, M.Si dan Anna Muawanah, M.Si selaku dosen penguji yang
telah banyak memberikan masukan dalam skripsi ini;
4. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
5. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan izin penulis
untuk melaksanakan kegiatan penelitian;
6. Kedua orang tua tercinta, Subur Rochani (Ibu) dan Siswanto (Ayah), atas
segala doa dan dukungan yang diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini;
ix
7. Seluruh staf, laboran dan teknisi P3DSPBKP yang telah membantu penulis
dalam melaksanakan penelitian;
8. Teman-teman kimia angkatan 2012 yang selalu memberikan semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah
membantu penyelesaian skripsi ini, dan semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita
semua.
Jakarta, Agustus 2017
Henggar Wahyu Siswanti
x
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3 Hipotesis ................................................................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput Laut Gelidium sp ......................................................................... 6
2.2 Agar .......................................................................................................... 7
2.3 Agar Media ............................................................................................... 9
2.3.1 Ekstraksi Agar Media ...................................................................... 10
2.3.2 Spesifikasi Kualitas Mutu Agar Media ............................................ 11
2.4 Adsorpsi.................................................................................................... 13
2.5 Kitosan ..................................................................................................... 15
2.5.1 Sifat Fisika dan Kimia Kitosan ........................................................ 18
2.5.2 Kitosan dan Kegunaannya ............................................................... 19
2.6 Spektrofotometri Fourier Transform Infrared (FTIR) ................................ 20
2.7 Scanning Electron Microscope (SEM) ....................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 25
3.2 Alat dan Bahan.......................................................................................... 25
3.2.1 Alat ................................................................................................. 25
3.2.2 Bahan .............................................................................................. 25
3.3 Prosedur Kerja .......................................................................................... 26
xi
3.3.1 Penyiapan Bahan Baku Rumput Laut .............................................. 26
3.3.2 Analisis Awal Bahan Baku Rumput Laut ......................................... 26
3.3.2.1 Impurities Kasar .................................................................. 26
3.3.2.2 Clean Anhydrous Weed (CAW) ............................................ 26
3.3.3 Pembuatan Agar Media ................................................................... 27
3.3.3.1 Pretreatment dan Ekstraksi Agar ......................................... 27
3.3.3.2 Proses Adsorpsi dengan Kitosan .......................................... 28
3.3.3.3 Penjendalan dan Pengeringan Agar Media ........................... 28
3.3.4 Analisis Rendemen Agar Media ...................................................... 29
3.3.5 Karakterisasi Kimia Agar Media ..................................................... 29
3.3.5.1 Kadar Air ............................................................................ 29
3.3.5.2 Kadar Abu ........................................................................... 30
3.3.5.3 Kadar Abu Tak Larut Asam ................................................. 30
3.3.5.4 Kadar Sulfat ........................................................................ 31
3.3.6 Karakterisasi Fisika Agar Media ...................................................... 31
3.3.6.1 Kekuatan Gel....................................................................... 31
3.3.6.2 Viskositas ............................................................................ 32
3.3.6.3 Sineresis .............................................................................. 32
3.3.6.4 Titik Jendal (Gelling Point) ................................................. 33
3.3.6.5 Titik Leleh (Melting Point) .................................................. 34
3.3.7 Analisis Struktur Molekul Agar Media ............................................ 34
3.3.7.1 Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR ................................... 34
3.3.7.2 Analisis Mikrostruktur dengan SEM .................................... 34
3.3.8 Analisis Mikrobiologi Agar Media sebagai Media Pertumbuhan
Bakteri ............................................................................................ 35
3.4 Analisis Data ............................................................................................. 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Awal Bahan Baku ................................................................ 37
4.2 Hasil Analisis Rendemen Agar Media ....................................................... 39
4.3 Hasil Karakteristik Kimia Agar Media ...................................................... 41
4.3.1 Kadar Air ........................................................................................ 41
4.3.2 Kadar Abu ....................................................................................... 44
4.3.3 Kadar Abu Tak Larut Asam ............................................................. 46
xii
4.3.4 Kadar Sulfat .................................................................................... 49
4.4 Hasil Karakteristik Fisika Agar Media....................................................... 53
4.4.1 Kekuatan Gel .................................................................................. 53
4.4.2 Viskositas ........................................................................................ 55
4.4.3 Sineresis .......................................................................................... 57
4.4.4 Titik Jendal (Gelling Point) ............................................................. 59
4.4.5 Titik Leleh (Melting Point) .............................................................. 61
4.5 Hasil Analisis Struktur Molekul Agar Media ............................................. 64
4.5.1 Analisis Gugus Fungsi Agar Media ................................................. 64
4.5.2 Karakteristik Mikrostruktur Agar Media .......................................... 66
4.6 Aplikasi Agar Media sebagai Media Pertumbuhan Bakteri ........................ 69
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ................................................................................................... 72
5.2 Saran ......................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 73
LAMPIRAN .................................................................................................. 83
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Standar mutu agar media................................................................. 12
Tabel 2. Standar mutu kitosan ...................................................................... 17
Tabel 3. Karakteristik awal bahan baku rumput laut Gelidium sp .................. 37
Tabel 4. Karakteristik gugus fungsi pada agar media .................................... 66
Tabel 5. Karakteristik kitosan komersial ....................................................... 86
Tabel 6. Karakteristik agar media komersial difco ........................................ 86
Tabel 7. Hasil uji kimia agar media .............................................................. 87
Tabel 8. Hasil uji fisika agar media............................................................... 88
Tabel 9. Hasil uji TPC agar media ................................................................ 89
Tabel 10. Analisis ragam (two-way ANOVA) rendemen agar media .............. 94
Tabel 11. Uji lanjut Duncan parameter konsentrasi kitosan pada rendemen
agar media ...................................................................................... 94
Tabel 12. Analisis ragam (two-way ANOVA) kadar air agar media ................ 94
Tabel 13. Uji lanjut Duncan parameter waktu adsorpsi pada kadar air agar
media .............................................................................................. 95
Tabel 14. Analisis ragam (two-way ANOVA) kadar abu agar media .............. 95
Tabel 15. Uji lanjut Duncan parameter konsentrasi kitosan pada kadar abu
agar media ...................................................................................... 95
Tabel 16. Uji lanjut Duncan parameter waktu adsorpsi pada kadar abu agar
media .............................................................................................. 95
Tabel 17. Analisis ragam (two-way ANOVA) kadar abu tak larut asam agar
media .............................................................................................. 96
Tabel 18. Uji lanjut Duncan parameter konsentrasi kitosan pada kadar abu tak
larut asam agar media ..................................................................... 96
Tabel 19. Uji lanjut Duncan parameter waktu adsorpsi pada kadar abu tak
larut asam agar media ..................................................................... 96
Tabel 20. Analisis ragam (two-way ANOVA) kadar sulfat agar media ........... 96
Tabel 21. Uji lanjut Duncan parameter konsentrasi kitosan pada kadar sulfat
agar media ...................................................................................... 97
Tabel 22. Analisis ragam (two-way ANOVA) kekuatan gel agar media .......... 97
Tabel 23. Analisis ragam (two-way ANOVA) viskositas agar media .............. 97
Tabel 24. Uji lanjut Duncan parameter konsentrasi kitosan pada viskositas
xiv
agar media ...................................................................................... 98
Tabel 25. Analisis ragam (two-way ANOVA) sineresis agar media ................ 98
Tabel 26. Uji lanjut Duncan parameter waktu adsorpsi pada sineresis agar
media .............................................................................................. 98
Tabel 27. Analisis ragam (two-way ANOVA) titik jendal agar media ............. 98
Tabel 28. Uji lanjut Duncan parameter konsentrasi kitosan pada titik jendal
agar media ...................................................................................... 99
Tabel 29. Analisis ragam (two-way ANOVA) titik leleh agar media............... 99
Tabel 30. Uji lanjut Duncan parameter konsentrasi kitosan pada titik leleh
agar media ...................................................................................... 99
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Gelidium sp. ............................................................................... 7
Gambar 2. Struktur kimia agar (A) Agarosa (B) Agaropektin ...................... 8
Gambar 3. Struktur kitosan .......................................................................... 15
Gambar 4. Reaksi deasetilasi kitin menjadi kitosan ...................................... 16
Gambar 5. Mekanisme kerja spektroskopi FTIR .......................................... 21
Gambar 6. Instrumentasi alat SEM .............................................................. 23
Gambar 7. Persentase hasil rendemen agar media ........................................ 39
Gambar 8. Hasil uji kadar air agar media ..................................................... 42
Gambar 9. Interaksi molekul kitosan dan molekul air .................................. 43
Gambar 10. Hasil uji kadar abu agar media.................................................... 44
Gambar 11. Hasil uji kadar abu tak larut asam agar media ............................. 47
Gambar 12. Pengikatan ion logam oleh kitosan ............................................. 48
Gambar 13. Hasil uji kadar sulfat agar media................................................. 50
Gambar 14. Reaksi pengikatan ion sulfat pada molekul kitosan ..................... 51
Gambar 15. Reaksi perubahan struktur kimia agar dengan penambahan alkali
(A) Struktur agaropektin (B) Struktur agarosa ............................ 52
Gambar 16. Hasil uji kekuatan gel agar media ............................................... 53
Gambar 17. Pembentukan gel agar-agar......................................................... 55
Gambar 18. Hasil uji viskositas agar media ................................................... 56
Gambar 19. Hasil uji sineresis agar media ..................................................... 58
Gambar 20. Hasil uji titik jendal agar media .................................................. 60
Gambar 21. Hasil uji titik leleh agar media .................................................... 62
Gambar 22. Spektrum FTIR agar media ........................................................ 64
Gambar 23. Hasil analisis mikrostruktur agar media ...................................... 67
Gambar 24. Hasil perhitungan Angka Lempeng Total pada agar media ......... 69
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian ................................................................ 83
Lampiran 2. Identifikasi Jenis Rumput Laut .................................................. 85
Lampiran 3. Spesifikasi Standar Bahan Baku Komersial ............................... 86
Lampiran 4. Hasil Analisis Agar Media ......................................................... 87
Lampiran 5. Contoh Perhitungan ................................................................... 90
Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan ............................ 94
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian ............................................................. 100
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumput laut merupakan salah satu produk unggulan kelautan yang
memiliki nilai ekonomis yang dapat menggerakkan sektor ekonomi mulai dari
tingkat petani, produsen, pengolah hingga pengguna (Murdinah, 2011). Allah
SWT telah memberikan petunjuk untuk memanfaatkan hasil laut demi
kemakmuran negeri. Sebagaimana firman-Nya dalam Q.S An-Nahl:14 berikut:
بسونها ل ت
ية
رجوا منه حل
ستخ
ا وت ري
حما ط
وا منه ل
لكبحر لتأ
ر ال ذي سخ
وهو ال
ك مواخر فيه ولتبتفل
رى ال
رون وت
ك
ش
م ت
ك
عل
ضله ول
وا من ف
غ
Artinya : “dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu
dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu
mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu
melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari
(keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.”
Suatu karunia Allah SWT, Indonesia sebagai negara kepulauan, dua per
tiga wilayahnya merupakan lautan yang menjadi habitat bagi rumput laut.
Keanekaragaman rumput laut Indonesia merupakan yang terbesar dibanding
negara lain (Suparmi dan Sahri, 2009). Namun, pemanfaatan produk olahan
rumput laut Indonesia masih belum optimal dan mengandalkan produk impor.
Salah satu jenis rumput laut yang dapat dimanfaatkan adalah jenis
Rhodophyceae (alga merah) yang dapat menghasilkan agar-agar. Agar-agar telah
banyak dimanfaatkan dalam industri pangan baik sebagai produk pangan atau
sebagai bahan aditif pangan. Agar-agar juga telah digunakan sebagai media
pertumbuhan bakteri menggantikan gelatin yang sifatnya tidak stabil pada suhu
2
panas (Petrovski dan Tillett, 2012). Penggunaan agar-agar sebagai media
mikrobiologi cenderung meningkat, hal ini karena hanya agar murni yang bermutu
tinggi yang dapat menjadi media pertumbuhan bakteri.
Agar media merupakan agar yang digunakan sebagai media kultur
mikrobiologi yang telah dimurnikan dengan cara mereduksi serendah mungkin zat
asing, zat warna, ion-ion logam, partikel pengotor, partikel kasar dan garam
mineral (Koh et al., 2012). Produksi agar media belum mencukupi kebutuhan
dalam negeri dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut masih sepenuhnya
mengandalkan produk impor yang harganya cukup mahal (Murdinah et al., 2008).
Salah satu upaya untuk mengurangi impor agar media adalah dengan
memanfaatkan rumput laut lokal sebagai bahan baku produksi agar media dalam
negeri dengan kualitas yang sama seperti produk impor sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, khususnya di daerah pesisir pantai.
Penelitian ini menggunakan rumput laut Gelidium sp. untuk pembuatan
agar media. Menurut Ahmad et al. (2011), agar yang diekstrak dari jenis Gelidium
memiliki kualitas yang paling baik, karena kekuatan gelnya yang tinggi. Namun
karena ketersediaannya yang terbatas dan harganya yang mahal (Ahmad et al.,
2011) serta kandungan pengotornya cukup tinggi (Murdinah et al., 2008)
menyebabkan penggunaan Gelidium dalam produksi agar-agar kurang diminati
dibandingkan Gracilaria. Adanya pengotor akan mempengaruhi sifat fisik-kimia
agar yang dihasilkan dan menurunkan kualitasnya.
Peningkatan mutu agar media dari Gelidium dapat dilakukan dengan
memurnikan agar dengan metode adsorpsi. Adsorben yang berasal dari alam
merupakan bahan yang potensial untuk digunakan dalam adsorpsi karena lebih
3
ramah lingkungan (Kusuma et al., 2014). Salah satu bahan alam yang dapat
digunakan adalah kitosan. Kitosan merupakan biopolimer hasil modifikasi dari
senyawa kitin yang terdapat pada kulit luar hewan crustacea (Jayakumar et al.,
2010). Kitosan memiliki sifat sebagai adsorben dalam penanganan limbah logam
berat (Permanasari et al., 2010; Asni et al., 2014; Ahmad et al., 2015) dan sebagai
penyerap limbah pewarna tekstil karena mampu mengikat ion (Tammi et al.,
2013; Kurniasih et al., 2014; Akar et al., 2016). Selain itu, sifat kitosan yang
mudah menyerap air juga digunakan sebagai pelapis pada bahan pangan sehingga
membantu proses penyimpanan dan pengawetan makanan karena dapat
menurunkan kadar air bahan (Ariyani dan Yennie, 2008). Penggunaan kitosan
sebagai adsorben mengalami peningkatan, karena kemampuan adsorpsinya yang
baik oleh adanya gugus amina dan hidroksil yang dimilikinya, sehingga
menyebabkan kitosan bersifat polielektrolit dan memiliki reaktifitas kimia yang
tinggi (Permanasari et al., 2010). Selain itu, bahan baku pembuatannya berlimpah
dan ramah lingkungan karena bersifat biocompatible dan biodegradable sehingga
tidak beracun dan tidak berbahaya (Tammi et al., 2013; Blanco et al., 2013).
Penelitian mengenai pemurnian agar media menggunakan adsorben
kitosan telah banyak dilakukan. Abdullah dan Suptijah (2006), mempelajari
pengaruh penambahan berbagai konsentrasi kitosan pada pembuatan agar media
dari rumput laut Gracilaria dan diperoleh kondisi optimum penambahan kitosan
1,5%. Penelitian Abdullah et al. (2008), menambahkan kitosan pada pembuatan
agar media dari rumput laut Gracilaria dan agar batang dengan memodifikasi
konsentrasi kitosan serta waktu proses absorbsinya dan menghasilkan kombinasi
perlakuan optimum pada konsentrasi 1% dengan waktu pemanasan 45 menit
4
untuk agar media dari Gracilaria sp. dan 0,5% pada agar media dari agar batang
tanpa pemanasan. Pemurnian agar media dengan kitosan dianggap mampu
mengurangi kandungan abu dan sulfat dalam agar yang akan berpengaruh pada
kemurnian dan sifat fisika gel agar yang dihasilkan.
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penambahan kitosan sebagai
adsorben pada pemurnian agar media yang dibuat dari Gelidium sp. Kitosan
ditambahkan dengan perbedaan konsentrasi 0,5; 0,75 dan 1% ( serta waktu
adsorpsi masing-masing selama 0, 30 dan 60 menit. Kondisi optimum
penambahan kitosan ditentukan untuk mengetahui efisiensi perlakuan dalam
pembuatan agar media sehingga dapat mengurangi biaya produksi tanpa
mengurangi mutunya. Agar media yang dihasilkan dikarakterisasi sifat fisika
meliputi kekuatan gel, viskositas, titik leleh (melting point), dan titik jendal
(gelling point), sifat kimianya meliputi kadar air, kadar abu, kadar abu tak larut
asam dan kadar sulfat serta analisis terhadap struktur permukaan dan gugus fungsi
yang terkandung. Agar media yang didapat diujicobakan sebagai media untuk
pertumbuhan bakteri dengan menggunakan metode Angka Lempeng Total (ALT).
Kombinasi perlakuan yang optimum ditentukan berdasarkan hasil karakterisasi
agar media yang paling mendekati standar agar media komersial difco.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah adsorben kitosan dapat meningkatkan kemurnian agar dari
Gelidium sp.?
2. Apakah variasi konsentrasi dan waktu adsorpsi dengan kitosan dapat
mempengaruhi dan meningkatkan kualitas agar media dari Gelidium sp.?
5
3. Bagaimana karakteristik agar media yang dihasilkan dengan penambahan
kitosan sebagai adsorben?
1.3 Hipotesis
1. Adsorben kitosan dapat meningkatkan kemurnian agar dari Gelidium sp.
2. Perbedaan konsentrasi dan waktu adsorpsi mempengaruhi kemampuan
penyerapan pengotor oleh kitosan dan meningkatkan kualitas agar media.
3. Agar media yang dihasilkan memiliki karakteristik fisik dan kimia yang
sesuai standar mutu agar media komersial difco dan dapat digunakan
sebagai media pertumbuhan bakteri.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Menguji kemampuan adsorben kitosan pada pemurnian agar media.
2. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi penambahan kitosan dan waktu
adsorpsi terhadap kualitas agar media.
3. Menganalisis mutu produk agar media hasil adsorpsi dengan kitosan.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tambahan
mengenai kondisi optimum penambahan kitosan yang efektif dalam meningkatkan
kualitas mutu agar media dari Gelidium sp. serta menghasilkan produk agar media
dalam negeri yang dapat dimanfaatkan sebagai media petumbuhan bakteri.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput Laut Gelidium sp.
Rumput laut (makroalga) adalah ganggang alga (algae) yang berbentuk
poliseluler dan hidup di laut (Munifah, 2008). Menurut Dwiyitno (2011)
kelompok ini terdiri atas alga hijau (Chlorophyta), alga merah (Rhodophyta), dan
alga coklat (Phaeophyta). Berdasarkan kandungan polisakaridanya, rumput laut
dikelompokkan menjadi tiga yaitu rumput laut penghasil agar, karaginan, dan
alginat. Rumput laut merah merupakan jenis rumput laut yang dapat menghasilkan
agar. Beberapa jenis rumput laut merah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pembuatan agar-agar adalah Gracilaria, Gelidium, Gigartina, dan Rhodymenia
(Darmawan et al., 2006).
Gelidium sp. merupakan salah satu jenis rumput laut yang dapat
menghasilkan agar-agar. Klasifikasi Gelidium sp. adalah sebagai berikut:
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gilidiales
Famili : Gelidiaceae
Marga : Gelidium
Jenis : Gelidium sp.
Gelidium sp. memiliki ciri berwarna merah kecoklatan dan berbentuk
seperti rumput atau semak serta memiliki cabang. Tanaman ini terdapat pada
kedalaman air 2 – 20 m (Doss dan Rukshana, 2016). Spesies Gelidium sp.
biasanya terdapat pada terumbu karang (Meinita et al., 2013) dan dapat ditemukan
pada hampir seluruh perairan di dunia. Sebaran Gelidium sp. dipengaruhi oleh
7
macam substrat, kadar garam (13-37%), ombak, arus, dan pasang surut. Morfologi
Gelidium sp. ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Gelidium sp. (Boo et al., 2013)
Gelidium sp. belum banyak dibudidayakan dan seluruh produksi Gelidium
mayoritas dihasilkan dari alam. Pemanfaatan Gelidium sp. umumnya sebagai
bahan baku pembuatan agar. Sebagai penghasil agar-agar, rumput laut Gelidium
sp. mengandung 12 - 48% agar dibandingkan dengan kandungan agar yang ada
pada rumput laut Gracilaria yang hanya 10 - 38% (Susilo et al., 2015). Kualitas
agar Gelidium sp. dilihat dari kekuatan gel yang terbentuk lebih baik
dibandingkan dengan Gracilaria. Namun pemakaian Gelidium masih belum
sebanyak Gracilaria, karena harganya yang mahal dan sumber dayanya lebih
sedikit dibanding Gracilaria (Ahmad et al., 2011). Selain itu juga, kandungan
pengotor yang terdapat pada Gelidium cukup tinggi (Murdinah et al., 2008)
sehingga perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu untuk meminimalisir jumlah
pengotor dan meningkatkan mutu gel agar yang dihasilkan.
2.2 Agar
Agar merupakan bentuk koloid dari suatu polisakarida kompleks yang
diekstrak dari beberapa kelompok alga merah (Rhodophyceae) (Abdullah et al.,
2008). Menurut Freile-Pelegrin et al. (2007), agar merupakan larutan gel yang
8
strukturnya terdiri dari rantai polimer dengan ikatan hidrogen. Struktur kimia agar
ditunjukkan pada Gambar 2.
O
OH
OH
O O
O
OR
O
OR
A
O
OR'
OH
O O
O
OR
OH
CH2OR'OR
B
-D-galaktosa -L-anhidrogalaktosa
n
R = H / CH3
-D-galaktosa -L-galaktosa
n
R = H / CH3
R' = H / SO3
Gambar 2. Struktur kimia agar (A) Agarosa (B) Agaropektin (Barros et al., 2013)
Polimer agar-agar disusun dari dua pasangan molekul yaitu agarosa dan
agaropektin. Agarosa merupakan polisakarida netral serta komponen yang
membantu dalam pembentukan gel yang tersusun atas unit berulang 1,3-β-D-
galaktosa dan 1,4-α-L-3-6-anhidrogalaktosa, sedangkan agaropektin merupakan
polisakarida bermuatan sulfat yang disusun atas unit L-6-galaktosa-6-sulfat dan
unit D-galaktosa yang mengandung residu asam piruvat serta asam uronik
(Guerrero et al., 2014; Barros et al., 2013). Kandungan agarosa dan agaropektin
pada alga merah berbeda-beda tergantung dengan spesiesnya (Fransiska dan
Murdinah, 2007).
Agar-agar memiliki sifat tidak larut dalam air dingin tetapi larut dalam air
panas, dengan kemurnian tinggi agar-agar larut dalam air panas, etanol amida dan
formida (Winarno, 1990). Gel agar dapat terbentuk oleh adanya interaksi antar
struktur heliks yang terjadi akibat pembentukan ikatan hidrogen pada molekul-
9
molekulnya. Menurut Wu (2009), agar telah digunakan secara luas pada industri
pangan sebagai bahan pembentuk gel disebabkan oleh kemampuannya untuk
membentuk gel yang sangat keras pada konsentrasi yang sangat rendah. Gel agar-
agar dapat terbentuk dalam larutan dengan konsentrasi agar 1%. Gel agar bersifat
rigid, rapuh, mudah dibentuk dan memiliki titik leleh tertentu (Fransiska dan
Murdinah, 2007).
2.3 Agar Media
Agar media adalah agar yang digunakan sebagai media kultur
mikrobiologi yang telah dimurnikan dengan cara mereduksi serendah mungkin zat
asing, zat warna, ion-ion logam, partikel pengotor, puing-puing dan garam
mineral (Koh et al., 2012). Penggunaan agar sebagai bahan untuk media kultur
mikrobiologi pertama kali dikembangkan oleh Robert Koch dan rekannya Walther
Hesse. Sebelum ditemukan, media kultur mikroba dibuat dari bahan gelatin
sebagai zat pengeras, namun media yang dihasilkan tidak stabil pada suhu 37°C.
Oleh sebab itu, Walther Hesse menggunakan agar-agar dari ekstrak rumput laut
sebagai pengganti gelatin. Agar-agar menjadi bahan pembentuk gel yang jauh
lebih baik dibandingkan gelatin, hal ini karena agar memiliki stabilitas yang tinggi
karena sifatnya yang padat pada suhu inkubasi, yakni 37°C (Petrovski dan Tillet,
2012).
Agar media berbentuk granula halus dan jernih serta memiliki kandungan
nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri sehingga dimanfaatkan
sebagai media dalam mikrobiologi. Agar-agar untuk pertumbuhan bakteri
diharapkan masih tetap cair bila didinginkan hingga suhu 42°C dan tetap padat
10
bila digunakan pada suhu 37°C, yaitu suhu inkubator (Winarno, 1990).
Penggunaan agar-agar sebagai media mikrobiologi cenderung meningkat, hal ini
karena hanya agar murni yang bermutu tinggi yang dapat menjadi media
pertumbuhan bakteri.
2.3.1 Ekstraksi Agar Media
Ekstraksi agar media dari rumput laut dilakukan melalui beberapa tahapan
proses. Tahap awal dalam proses ekstraksi adalah penyiapan bahan baku rumput
laut dengan cara melakukan pencucian pada rumput laut yang akan digunakan
untuk mengurangi kandungan pengotor, kemudian dilanjutkan dengan
perendaman rumput laut dengan menggunakan air agar rumput laut menjadi lunak
dan segar kembali (Haryanti et al., 2008). Proses dilanjutkan dengan tahapan
praperlakuan yakni dengan perendaman rumput laut dalam larutan asam dan basa
(alkali) sebelum diekstrak, yang dimaksudkan untuk meningkatkan sifat fisik-
kimia ekstrak agar yang dihasilkan.
Perendaman dengan alkali bertujuan untuk meningkatkan kekuatan gel
serta menurunkan kadar sulfatnya dengan cara menghilangkan ester sulfat yang
tidak stabil pada struktur agar (Jamilah, 2013). Menurut Yarnpakdee et al. (2015),
proses praperlakuan dengan larutan NaOH 5% dapat meningkatkan jumlah
rendemen (34,3% - 39,6%), sifat gel agar dan viskositas agar dari rumput laut
Gracilaria tenuistipitata dengan hasil yang sesuai dengan agar media komersial.
Wang et al. (2016) melaporkan bahwa perlakuan alkali dengan konsentrasi 6%
pada suhu 80°C selama 90 menit merupakan proses yang optimal untuk
meningkatkan kekuatan gel agar.
11
Proses praperlakuan asam bertujuan untuk meningkatkan rendemen agar-
agar yang dihasilkan. Menurut Distantina et al. (2006), asam dapat berfungsi
sebagai katalisator untuk menghidrolisis polisakarida pada rumput laut menjadi
monosakarida, dalam hal ini adalah galaktosa yang menjadi senyawa utama
pembentuk agar. Distantina et al. (2008) melaporkan bahwa, perendaman rumput
laut menggunakan asam asetat akan melunakkan dinding sel rumput laut sehingga
komponen gel agar dalam rumput laut yang terekstrak menjadi lebih banyak.
Tahapan selanjutnya adalah pemucatan (pemutihan) rumput laut yang dilakukan
menggunakan bahan seperti NaOCl dan H2O2 untuk menghilangkan pigmen
warna dengan cara mengoksidasi gugus pembawa warna pada rumput laut
sehingga ekstrak agar yang dihasilkan akan berwarna putih.
Proses ekstraksi rumput laut merupakan proses perpindahan massa dari
fase padat ke fase cair dengan dua tahapan, yaitu difusi dari dalam rumput laut ke
permukaan rumput laut dan perpindahan massa dari permukaan rumput laut ke
dalam pelarut (Distantina et al., 2008). Proses ektraksi umumnya dilakukan
menggunakan air yang dipanaskan pada suhu tinggi diatas 90°C (Rasyid, 2004).
Hal ini disebabkan karena molekul agarosa dapat larut dalam air pada suhu tinggi,
dengan demikian memudahkan proses difusi agarosa dari rumput laut ke dalam
air. Molekul air akan berinteraksi dengan molekul agarosa dengan membentuk
ikatan hidrogen pada gugus hidroksil molekul agarosa (Wang et al., 2016).
2.3.2 Spesifikasi Kualitas Mutu Agar Media
Agar media harus memiliki karakteristik kekuatan gel, tingkat elastisitas,
kejernihan dan stabilitas yang baik agar dapat digunakan sebagai kultur media
12
dalam mikrobiologi (Jamilah, 2013). Kualitas agar media yang baik dapat dilihat
dari rendahnya komponen pengotor mikro yang terkandung pada agar seperti
kandungan garam mineral, pigmen, serta mineral toksik yang berpotensi sebagai
inhibitor (DIFCO dan BBL Manual, 2009), yang dapat menghambat proses
pengamatan dalam penggunaannya sebagai media pertumbuhan bakteri. Analisis
yang dapat dilakukan untuk mengetahui kandungan pengotor mikro yang terdapat
pada produk agar media didasarkan pada parameter kimia yang meliputi kadar air,
kadar abu, dan kadar sulfat, serta parameter fisika yang meliputi viskositas,
kekuatan gel, titik leleh (melting point), titik jendal (gelling point). Standar mutu
agar media komersial dengan konsentrasi larutan agar sebesar 1,5% (
ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar mutu agar media
Parameter Karakteristik Standar Mutu Agar
Media (a)
Standar Mutu Agar-
Agar Tepung (b)
Kadar air 5 – 11 % Maks. 22 %
Kadar abu 3,0 - 6,5 % Maks 6,5 %
Kadar abu tak larut asam - Maks. 0,5 %
Kekuatan gel 600 - 800 g/cm2 -
Titik jendal (Gelling point) 33 - 38 °C -
Titik leleh (Melting point) 80 - 90 °C -
Kadar sulfat ≤ 1,7 % -
Sumber: (a) DIFCO and BBL Manual (2009)
(b) SNI No. 2802:2015
Bahan baku rumput laut yang digunakan juga mempengaruhi kualitas
ekstrak agar yang dihasilkan. Berdasarkan SNI 2802:2015 tentang agar-agar
tepung, rumput laut yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan agar harus
berbentuk kering serta memenuhi kriteria standar yang telah ditetapkan karena
jika tidak sesuai dengan persyaratan, maka berpotensi mengurangi kualitas produk
yang dihasilkan. Pengujian awal terhadap bahan baku perlu dilakukan agar
didapatkan bahan baku yang sesuai spesifikasi. Analisis bahan baku rumput laut
13
kering berdasarkan SNI 2690:2015 meliputi kadar air, Impurities, dan Clean
Anhydrous Weed (CAW). Kadar air berkaitan dengan stabilitas penyimpanan
bahan. Kadar air yang melebihi standar yang ditetapkan, berpotensi menimbulkan
kontaminasi mikroba patogen dan jamur yang menyebabkan pembusukan (Badan
Standardisasi Nasional, 2015). Penentuan Impurities dilakukan untuk mengetahui
jumlah dan jenis pengotor yang tidak diharapkan terdapat pada rumput laut,
berupa rumput laut jenis lain, plastik, kerang, karang, pasir, garam dan benda
asing lainnya (Badan Standardisasi Nasional, 2015). Clean Anhydrous Weed
(CAW) merupakan rumput laut kering yang telah bersih dari impurities. Kadar
CAW menunjukkan kemurnian dari rumput laut, yaitu kebersihan rumput laut
tersebut dari kotoran makroskopik yang melekat seperti pasir, batu karang, atau
campuran rumput laut lain (Utomo dan Satriyana, 2006).
2.4 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan molekul dari suatu materi pada
permukaan zat lain (Auliah, 2009). Proses adsorpsi telah banyak diterapkan pada
berbagai permasalahan lingkungan karena kemampuannya dalam menghilangkan
polutan dari suatu aliran cairan ataupun gas (Kriswiyanti dan Danarto, 2007).
Adsorpsi merupakan suatu teknik yang efisien untuk menghadapi masalah
kontaminasi limbah karena dapat menghilangkan cemaran dengan sempurna tanpa
mengubahnya menjadi senyawa yang lebih berbahaya. Dalam proses adsorpsi
dikenal istilah adsorben yaitu zat penyerap dan adsorbat atau zat yang terserap.
Bahan-bahan yang umumnya digunakan sebagai adsorben berupa padatan yang
memiliki pori-pori, proses adsorpsi akan berlangsung pada dinding-dinding pori
14
tersebut atau pada daerah tertentu di dalam partikel adsorben (Harjunowibowo, et
al., 2014). Adsorben akan menyerap dengan efektif jika memiliki ukuran partikel
yang sangat kecil yang menyebabkan luas permukaan bahan menjadi besar
sehingga molekul yang terserap akan semakin banyak. Adsorben dari bahan alam
yang ramah lingkungan merupakan bahan yang potensial untuk digunakan
(Kusuma et al., 2014).
Proses adsorpsi merupakan suatu gejala permukaan dimana terjadi
penyerapan atau penarikan molekul-molekul gas atau cairan pada permukaan
adsorben (Kusuma et al., 2014). Penyebab lain gaya tarik menarik karena adanya
ikatan koordinasi hidrogen dan gaya van der waals (Hargono dan Budiyati, 2008).
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi adsorpsi adalah luas permukaan, sifat
adsorbat, konsentrasi adsorbat, pH larutan, waktu kontak dan temperatur
(Wijayanto et al., 2013). Pemilihan adsorben yang sesuai juga dapat menentukan
keberhasilan dari proses adsorpsi. Adsorben yang dipilih umumnya
mempertimbangkan beberapa hal seperti kapasitas adsorpsi, dapat digunakan
kembali, mudah didapat, kesesuaian, kinetika adsorpsi dan harga (Onyango et al.,
2007).
Menurut Treyball (1981), adsorpsi dapat terjadi secara fisika dan kimia.
Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya van der waals dan gaya elektrostatik
antara molekul adsorbat dan atom penyusun adsorben. Sedangkan adsorpsi kimia
terjadi akibat adanya interaksi kimia antara padatan dengan material yang
terserap. Dalam adsorpsi fisika, molekul-molekul yang teradsorpsi pada
permukaan adsorben memiliki ikatan yang lemah dan umumnya terjadi pada suhu
yang rendah. Kenaikan suhu akan menyebabkan proses penyerapan menjadi
15
berkurang. Sedangkan dalam adsorpsi kimia, molekul-molekul yang terserap akan
membentuk ikatan kimia dengan adsorben (ikatan kovalen) dan cenderung
mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat
(Atkins, 1999).
2.5 Kitosan
Kitosan merupakan modifikasi dari senyawa kitin yang banyak terdapat
dalam kulit luar hewan golongan crustacea seperti udang, lobster, kepiting dan
beberapa jenis jamur (Jayakumar et al., 2010). Kitosan merupakan biopolimer
yang paling melimpah dan strukturnya menyerupai selulosa yang tersusun oleh
monomer glukosa (Alvarenga, 2011). Kitosan atau disebut juga 2-amino-2-
deoksi-β-D-glukopiranosa memiliki rumus molekul (C6H11O4N)n (Yogeshkumar
et al., 2013). Struktur kitosan ditunjukkan pada Gambar 3.
OO
OHO
NH2
OH
O
HO
OH
NH2
O
OH
HOO
NH2
Gambar 3. Struktur kitosan (Alvarenga, 2011)
Sumber bahan baku utama pada pembuatan kitosan adalah kitin yang
banyak terkandung pada hewan seperti anthropoda, molusca, annelida, dan
crustacea (Tammi et al., 2013) yakni pada dinding selnya. Perbedaan kitin dan
kitosan terletak pada penggantian gugus asetamida (-NHCOCH3) menjadi gugus
amida (-NH2) (Marguirete, 2006). Kitosan dibuat dengan cara deasetilasi kitin
dengan menggunakan larutan basa pekat (NaOH) pada suhu 100°C untuk
menghilangkan gugus asetil pada kitin (Asni et al., 2014). Mekanisme
pembentukan kitosan dari kitin ditunjukkan pada Gambar 4. Proses deasetilasi
16
akan memutuskan gugus asetil (CH3CO) pada kitin untuk menghasilkan kitosan
(Kurniasih dan Kartika, 2011). Kualitas kitosan dinyatakan dengan nilai derajat
deasetilasi (%DD) yang berkisar antara 60% - 100% (Yogeshkumar et al., 2013)
dan dapat ditentukan dengan menggunakan spektroskopi NMR atau
spektrofotometer IR. Bertambahnya nilai derajat deasetilasi menyebabkan
bertambahnya jumlah gugus amina bebas dan berpengaruh juga pada kelarutan
kitosan (Priyambodo dan Wiyarsi, 2009; Swastawati et al., 2008).
OCH2OH
O
N
HO
CH3
OCH2OH
O
N
HO
CH3
OCH2OH
O
NH2
H3C O
O
OH
OCH2OH
O
N
HO
CH3
HO
OCH2OH
O
N
HO
CH3
O
OH
n
+ OH
n
Kitin
T > 65 oC
n
nn
Kitosan
++
OH
Gambar 4. Reaksi deasetilasi kitin menjadi kitosan (Herwanto dan Santoso,
2006)
Secara umum, pengubahan kitin menjadi kitosan secara kimiawi terdiri
dari 4 tahap, yaitu deproteinasi, demineralisasi, depigmentasi untuk menghasilkan
ekstrak kitin yang selanjutnya diubah menjadi kitosan dengan deasetilasi. Tahapan
awal dalam pembuatan kitosan adalah deproteinasi yang bertujuan untuk
17
memisahkan protein pada bahan dasar cangkang dengan menggunakan larutan
basa yang pekat (Asni et al., 2014). Konsentrasi larutan basa yang digunakan akan
mempengaruhi keefektifan dari proses deproteinasi (Suptijah et al., 2011).
Tahapan selanjutnya adalah demineralisasi, yaitu tahap penghilangan mineral
yang terkandung dalam cangkang kepiting dalam penambahan larutan HCl dengan
konsentrasi rendah (Laksono, 2009). Setelah proses deproteinasi dan
demineralisasi selesai, dilanjutkan dengan pencucian residu untuk menghilangkan
zat-zat warna sehingga kitin menjadi berwarna putih atau disebut depigmentasi.
Biasanya digunakan zat pemutih seperti natrium hipoklorit (NaOCl) untuk
mengubah warna kitin yang telah dihilangkan mineralnya (Tammi et al., 2013).
Kitin yang telah berubah menjadi putih selanjutnya direaksikan dengan basa
berkonsentrasi tinggi dengan proses deasetilasi untuk memutuskan gugus asetil
pada kitin dan digantikan dengan gugus NH2 menjadi kitosan (Laksono, 2009).
Karakteristik standar spesifikasi kitosan yang dapat digunakan dalam
berbagai bidang dan aplikasi ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Standar mutu kitosan No Parameter Nilai
1 Ukuran partikel Serpihan sampai serbuk 2 Kadar air < 10%
3 Kadar abu < 2%
4 Warna larutan Jernih 5 Derajat deasetilasi > 70
6 Viskositas :
- Rendah < 200 (cps)
- Sedang 200 - 799 (cps)
- Tinggi 800 - 2000 (cps)
- Sangat tinggi > 2000 (cps)
Sumber : Protan Laboratories Inc.
18
2.5.1 Sifat Fisika dan Kimia Kitosan
Kitosan merupakan molekul polimer yang mempunyai berat molekul
tinggi berkisar antara 3800 sampai 20.000 Dalton (Yogeshkumar, 2013). Secara
fisik, kitosan berbentuk padatan amorf putif yang tidak larut dalam basa dan asam
mineral kecuali pada keadaan tertentu. Sifat kitosan seperti kelarutan, kemampuan
dalam biodegradasi, reaktivitas dan kemampuan dalam adsorpsi substrat
dipengaruhi oleh jumlah gugus amino yang terprotonasi pada rantai polimer yang
disebabkan oleh adanya bagian dari unit D-glukosamin yang terasetilasi dan yang
tidak terasetilasi (Alvarenga, 2011). Kitosan lebih mudah larut dibandingkan kitin,
karena ikatan hidrogen pada kitosan tidak cukup kuat untuk membentuk struktur
kristal yang kaku seperti pada kitin (Suhartono, 2006). Kelarutan kitosan
dipengaruhi oleh gugus amino yang terprotonasi. Jika gugus amino (pKa 6,2 - 7)
terprotonasi sempurna dalam asam dengan nilai pKa yang lebih kecil dari 6,2
maka kitosan akan mudah larut (Alvarenga, 2011). Namun jika pH lebih dari 6,
gugus amin pada kitosan akan terdeprotonasi dan kehilangan muatannya
menghasilkan polimer tidak larut yang bermuatan netral.
Polimer kitosan berbentuk linear dan gugus amino serta gugus
hidroksilnya juga aktif sehingga mampu mengkelat beberapa logam (Suptijah,
2012). Gugus amino dan hidroksil dari kitosan menyebabkan kitosan menjadi
mudah dimodifikasi secara kimia membentuk produk lain seperti basa Schiff
(Pramono et al., 2012), eter kitosan (Jayakumar et al., 2010), kitosan nitrat
(Halada et al., 2015), dan kitosan sulfat (Blanco et al., 2013). Sifat adsorpsi
kitosan juga dipengaruhi oleh bentuk dari kitosan tersebut. Suptijah (2012)
memaparkan bahwa kemampuan penyerapan kitosan berbeda dalam bentuk
19
serbuk, membran, dan gel. Kitosan dalam bentuk serbuk memiliki porositas yang
rendah dan jarak antar lapisan polimernya berdekatan sehingga kemampuan difusi
eksternal maupun difusi antar partikelnya lebih rendah. Oleh sebab itu kitosan
dalam bentuk serbuk biasa ditambahkan dengan asam organik agar terjadi
modifikasi kristal sehingga meningkatkan kemampuan penyerapannya.
Kemampuan adsorpsi kitosan dalam bentuk membran juga lebih besar karena luas
permukaannya besar. Dalam bentuk gel, kitosan menunjukkan kecepatan
pengikatan yang lebih baik dibandingkan dalam bentuk serbuk.
2.5.2 Kitosan dan Kegunaannya
Kitosan banyak dipakai untuk berbagai aplikasi seperti industri kosmetik,
bioteknologi, pertanian, dan pengobatan karena sifat kimia dan biologisnya yang
luas. Sifat kitosan yang tidak berbahaya dan tidak beracun bagi manusia, hewan,
dan lingkungan (Tammi et al., 2013; Blanco et al., 2013) menjadi daya tarik
dalam pemanfaatannya di berbagai bidang tersebut. Berbagai penelitian telah
dilakukan dalam memanfaatkan kitosan dan memodifikasinya untuk
memaksimalkan sifat dan potensi yang dimiliki kitosan, terutama yang berasal
dari limbah cangkang sehingga penggunaannya lebih efisien dan ramah
lingkungan. Kitosan umumnya digunakan sebagai penyerap dan pengikat ion
dalam penanganan limbah logam berat, karena bersifat polielektrolit yang dapat
mengikat logam berat (Wulandari, 2012). Mekanismenya adalah melalui
pembentukan khelat atau penukar ion, garam amina pada kitosan akan bereaksi
dengan logam berat membentuk ikatan kovalen dengan cara mempertukarkan
proton yang dimiliki logam berat dengan elektron yang dimiliki oleh nitrogen (N),
20
sehingga logam berat akan terserap oleh kitosan (Yuliusman dan Adelina, 2010;
Wiyarsi dan Priyambodo, 2009).
Kitosan dalam bidang farmasi dan kesehatan digunakan sebagai
penyembuh luka karena kemampuan kitosan untuk mempercepat penggumpalan
darah dan digunakan khususnya pada pembuatan perban untuk menghentikan
pendarahan. Selain itu juga digunakan sebagai pembungkus kapsul karena
memiliki kemampuan untuk melepas obat ke dalam tubuh secara terkontrol
(Murti, 2007) dan sebagai benang bedah untuk menambal luka tanpa harus
meninggalkan bekas (Suptijah, 2012). Hal ini disebabkan karena sifat kitosan
yang biodegradable sehingga dapat bergabung dengan jaringan tubuh.
Perkembangan studi penggunaan polimer kitosan dalam bidang farmasi juga
meliputi semua efek pada mikroorganisme dan manusia untuk mencegah penyakit
dan meningkatkan kesehatan (Yogeshkumar et al., 2013). Kitosan juga dapat
dimanfaatkan sebagai pengawet dalam bentuk film pada industri pangan karena
memiliki aktifitas sebagai antimikrobial yang mampu mencegah pertumbuhan
mikroba yang mempercepat pembusukan (Silvia et al., 2014). Kegunaan lain
kitosan dalam bidang pertanian adalah sebagai zat yang dapat mempercepat
pertumbuhan tanaman dan mekanisme pertahanan tanaman dari serangan hama
dan jamur (Anggara et al., 2016).
2.6 Spektrofotometri Fourier Transform Infrared (FTIR)
Spektroskopi FTIR digunakan untuk mengidentifikasi struktur pada suatu
molekul senyawa khususnya yang memiliki gugus fungsional dalam molekulnya.
Spektroskopi FTIR menggunakan metode spektroskopi absorbsi yang didasarkan
21
atas perbedaan penyerapan radiasi inframerah oleh molekul suatu materi.
Absorbsi inframerah dapat terjadi jika terdapat kesesuaian antara frekuensi radiasi
inframerah dengan frekuensi vibrasi pada molekul sampel.
Prinsip kerja spektroskopi FTIR adalah adanya interaksi energi dengan
materi. Setiap senyawa pada keadaan tertentu mempunyai tiga macam gerak yaitu
gerak translasi, rotasi, dan vibrasi. Energi dari kebanyakan vibrasi molekul
berhubungan dengan daerah inframerah. Jika sinar inframerah dilewatkan melalui
sampel senyawa organik, maka terdapat sejumlah frekuensi yang diserap dan ada
yang diteruskan atau ditransmisikan. Tidak semua molekul dapat menyerap energi
inframerah meskipun mempunyai frekuensi radiasi sesuai dengan gerakan ikatan.
Hanya ikatan yang mempunyai momen dipol yang dapat menyerap radiasi
inframerah (Sastrohamidjojo, 1992). Serapan cahaya oleh molekul yang menyerap
energi tersebut terjadi perubahan energi vibrasi dan perubahan tingkat energi
rotasi (Suseno dan Firdausi, 2008). Detektor yang terhubung pada alat akan
menunjukkan banyaknya frekuensi yang diserap dan diukur sebagai persentase
transmitasi (percentage transmittance). Mekanisme kerja dari FTIR ditampilkan
pada Gambar 5.
Gambar 5. Mekanisme kerja spektroskopi FTIR
Sumber: www.chemistry.oregonstate.edu
Instrumen FTIR memiliki sistem optik yang dilengkapi dengan cincin
yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam yang bekerja atas dasar fourier
22
transform interferometer. Sinar yang dipancarkan dibagi menjadi 2 bagian.
Bagian pertama akan melewati cermin diam (stationary mirror) kemudian
kembali, dan bagian lainnya akan dilewatkan pada cermin bergerak (moving
mirror) dan kembali. Kedua berkas sinar digabung kembali kemudian
dipancarkan ke sampel dan dibaca oleh detektor. Struktur kimia, ikatan molekul
dan gugus fungsi pada senyawa sampel yang diuji menjadi dasar dari spektrum
yang akan diperoleh dari hasil analisa. Setiap ikatan pada senyawa organik
memiliki frekuensi karakteristik untuk terjadinya vibrasi ulur (stretching
vibration) dan vibrasi tekuk (bending vibration). Energi ulur (stretching) suatu
ikatan lebih besar daripada energi tekuk (bending) sehingga serapan ulur suatu
ikatan muncul pada frekuensi lebih tinggi dalam spektrum inframerah daripada
serapan tekuk dari ikatan yang sama.
2.7 Scanning Electron Microscope (SEM)
Scanning Electron Microscope (SEM) adalah mikroskop elektron yang
digunakan untuk mengamati permukaan benda padat secara langsung serta untuk
menguji karakteristik mikrostruktur dari suatu sampel (Wu et al., 2009). SEM
menggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk melihat benda dengan
resolusi tinggi, dengan perbesaran 10 – 3.000.000 kali, depth of field 4 – 0,4 mm
dan resolusi sebesar 1 – 10 nm. Berkas sinar elektron dihasilkan dari filamen yang
dipanaskan, disebut electron gun (Gunawan dan Azhari, 2010).
Menurut Sujatno (2015), terdapat tiga komponen utama pada alat SEM,
yaitu lensa elektromagnetik, sumber elektron, dan detektor. Lensa
elektromagnetik berfungsi untuk memfokuskan berkas elektron menjadi sebuah
23
titik kecil dengan diameter 10-20 nm. Sumber elektron biasanya berupa filamen
dari bahan kawat tungsten atau berupa jarum dari paduan Lantanum Hexaboride
(LaB6) atau Cerium Hexaboride (CeB6), yang dapat menyediakan berkas elektron
yang teoritis memiliki energi tunggal (monokromatik). Ketiga adalah detektor
yang berfungsi menangkap hamburan mengubah sinyal elektron menjadi output
gambar (image). Detektor yang terdapat pada SEM adalah Secondary Electron
Detector (SE) yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai topografi dan
Backscattered Electron Detector (BSE) yang berfungsi untuk menangkap
informasi mengenai nomor atom dan topografi. Pada SEM juga terdapat sample
holder untuk meletakkan sampel yang dianalisis dan monitor untuk melihat hasil
output berupa gambar struktur dari objek yang diamati. Informasi permukaan
gambar yang dihasilkan dapat berupa topografi (ciri-ciri permukaan dan
teksturnya), morfologi (bentuk dan ukuran partikel penyusun objek), komposisi
(data kuantitatif unsur dan senyawa yang terkandung di dalam objek), dan
kristalografi (susunan kristal di dalam objek yang diamati). Instrumentasi pada
alat SEM dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Instrumentasi alat SEM (JEOL, 2016)
24
Prinsip kerja dari alat SEM adalah dengan memfokuskan sinar elektron
(electron beam) di permukaan objek dan mengambil gambar dengan mendeteksi
elektron yang muncul pada permukaan objek (Cahyana et al., 2014). Sinar
elektron diproduksi oleh electron gun melalui proses termal, arus elektron tersebut
dipercepat dengan menggunakan anoda. Lensa elektromagnetik kemudian
memfokuskan berkas sinar elektron tersebut menuju ke sampel. Sinar elektron
yang terfokus memindai (scanning) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh
koil pemindai. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan
elektron baru (hamburan elektron) yang akan diterima oleh detektor dan dikirim
ke monitor.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Desember 2016 di
Laboratorium Pengolahan Produk, Pusat Penelitian dan Pengembangan Daya
Saing Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Slipi, Jakarta Pusat.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan untuk pengolahan agar media diantaranya
wadah, timbangan analitik, kompor, termometer, batang pengaduk, kain blacu,
kertas indikator pH, alat penepung RETSCH, alat gelas. Sedangkan peralatan
yang digunakan untuk analisis adalah cawan porselen, cawan petri, alat gelas,
penangas air, TA XT Plus Texture Analyzer, oven, desikator, Brookfield LVF
Viscometer, inkubator, autoklaf, spektrofotometer FTIR Perkin Elmer dan SEM
JEOL JSM-5310LV.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan komersial,
rumput laut jenis Gelidium sp. yang diperoleh dari Pantai Pameungpeuk, agar
media komersial difco, NaOH, CH3COOH, NaOCl, HCl, larutan Butterfield’s
phosphate buffered (BFP), ikan kembung yang diperoleh dari Pasar Palmerah dan
akuades.
26
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Penyiapan Bahan Baku Rumput Laut
Rumput laut Gelidium sp. yang diperoleh dari Pantai Pameungpeuk, Garut,
dikeringkan di bawah sinar matahari dan dilakukan uji karakteristik awal terhadap
bahan baku rumput laut berdasarkan SNI 2690:2015 tentang rumput laut kering
yang meliputi impurities, kadar air dan Clean Anhydrous Weed (CAW).
3.3.2 Analisis Awal Bahan Baku Rumput Laut
3.3.2.1. Impurities Kasar (SNI 8169:2015)
Rumput laut ditimbang sebanyak 250 g dan dicatat beratnya (Wo).
Kotoran dari rumput laut (rumput laut jenis lain, plastik, kerang, karang dan benda
asing lainnya) dipisahkan secara manual dan dikumpulkan. Kotoran yang
menempel (pasir dan garam) dipisahkan dengan cara dikibaskan. Kotoran yang
sudah dikumpulkan ditimbang dan dicatat beratnya (Wd).
mpurities a a d
Keterangan : Wo = berat sampel yang digunakan untuk analisis (g)
Wd = berat kotoran dan benda asing lainnya (g)
3.3.2.2. Clean Anhydrous Weed (CAW) (SNI 8168:2015)
Rumput laut kering disiapkan sebanyak 60 g (Wo) dan dipotong ±4 cm.
Kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala dan direndam dalam 2 L air selama
30 menit disertai pengadukan setiap 5 menit. Air rendaman dibuang dan dilakukan
pengulangan dengan penambahan air. Setelah itu ditiriskan dan dibilas selama 2
menit. Wadah aluminium foil dikeringkan dalam oven suhu 60°C selama 1 jam
27
kemudian ditimbang (Wa). Rumput laut dimasukkan ke dalam wadah secara
merata dan dikeringkan dalam oven suhu 60°C selama 20 – 22 jam sampai berat
konstan. Ditimbang bobot rumput laut kering dalam wadah (Wd). Rumus
perhitungan CAW:
d – a
Keterangan : Wo = berat awal rumput laut (g)
Wa = berat wadah aluminium foil kering (g)
Wd = berat kering rumput laut dan wadah (g)
3.3.3 Pembuatan Agar Media
3.3.3.1. Pretreatment dan Ekstraksi Agar (dimodifikasi dari Yarnpakdee et al.,
2015)
Sebanyak 1 kg rumput laut Gelidium sp. yang telah dikeringkan ditimbang
dan dibersihkan dengan air mengalir untuk menghilangkan partikel pengotor
seperti pasir, kerikil serta rumput laut jenis lain. Selanjutnya dilakukan
praperlakuan dengan merendam rumput laut dalam NaOH 5% dengan
perbandingan 1:10 pada suhu 90°C selama 90 menit. Sampel rumput laut
kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan basa. Selanjutnya,
rumput laut direndam dalam larutan asam asetat (CH3COOH) 0,5% selama 1 jam
pada suhu ruang dengan perbandingan 1:10. Sampel kemudian dipucatkan dengan
cara direndam dalam larutan NaOCl 4% dengan perbandingan 1:10 selama 30
menit pada suhu ruang, kemudian dicuci dengan air hingga pH 6 dan dilanjutkan
dengan proses ekstraksi untuk memperoleh ekstrak agar. Proses ekstraksi
dilakukan dengan perebusan rumput laut menggunakan air dengan perbandingan
rumput laut dan air sebesar 1:10. Ekstraksi sampel dilakukan pada suhu 90°C
28
selama 2 jam disertai dengan pengadukan. Setelah proses ekstraksi selesai, filtrat
disaring dengan menggunakan kain saring dan sampel siap digunakan untuk
proses selanjutnya.
3.3.3.2.Proses Adsorpsi dengan Kitosan
Filtrat yang diperoleh dari proses ekstraksi dimurnikan dengan
menambahkan kitosan dengan konsentrasi 0 (kontrol); 0,5; 0,75; dan 1% ( ,
yang bertujuan untuk mengikat pengotor yang ada selama proses ekstraksi. Proses
adsorpsi masing-masing filtrat dilakukan selama 0, 30, dan 60 menit pada suhu
90°C dengan pengadukan untuk mengetahui lama waktu adsorpsi yang efektif
untuk pemurnian agar media. Filtrat disaring untuk memisahkan filtrat dengan
kitosan saat campuran tersebut masih panas. Filtrat yang didapat selanjutnya
dibuat menjadi agar media. Proses ekstraksi dilakukan dua kali pengulangan.
3.3.3.3.Penjendalan dan Pengeringan Agar Media
Filtrat agar hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam wadah (pan) dengan
ketebalan 2 cm, kemudian didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang untuk
membentuk gel. Agar media kemudian disimpan dalam cold storage sampai beku
(±24 jam) dan dilanjutkan dengan proses thawing untuk memisahkan agar dan air.
Agar media yang didapat dikeringkan di bawah sinar matahari dan dilanjutkan
dengan penepungan agar media menggunakan alat penepung hingga diperoleh
tepung agar media. Tepung agar media yang didapat, dikarakterisasi dengan
parameter fisika meliputi rendemen, viskositas, kekuatan gel, titik leleh, dan titik
jendal, parameter kimia meliputi kadar air, kadar abu, kadar abu tak larut asam,
29
dan kadar sulfat, serta analisis gugus fungsi dan struktur permukaannya. Agar
media selanjutnya diujicobakan sebagai media pertumbuhan bakteri dengan
metode ALT (Angka Lempeng Total).
3.3.4 Analisis Rendemen Agar Media
Rendemen diperoleh dari perbandingan berat kering tepung agar media
yang dihasilkan dengan berat rumput laut kering yang digunakan. Rumus
perhitungan rendemen agar:
ende en e ung aga ed a e ng g
u u lau e ng
3.3.5 Karakterisasi Kimia Agar Media
3.3.5.1. Kadar Air (SNI-01-2354-2-2006)
Analisis kadar air dilakukan dengan metode gravimetri menggunakan
oven. Cawan kosong disiapkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C
selama 2 jam, kemudian didinginkan di desikator selama ±30 menit dan ditimbang
sebagai bobot cawan kosong (A). Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam
cawan kosong (B) dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 24 jam.
Kemudian didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang cawan
beserta sampel (C). Kadar air dihitung dengan rumus:
ada a
Keterangan: A= bobot cawan kosong (g)
B= bobot cawan + sampel sebelum dikeringkan (g)
C= bobot cawan + sampel setelah dikeringkan (g)
30
3.3.5.2. Kadar Abu (SNI 01-2354.1-2006)
Kadar abu diperoleh sebagai persentase perbandingan bobot cawan berisi
abu dengan cawan kosong. Cawan kosong disiapkan dan dikeringkan dalam oven
suhu 550°C selama 1 malam. Kemudian didinginkan dan ditimbang bobot cawan
kosong (A). Dimasukkan sampel sebanyak 2 g ke dalam cawan dan dipanaskan
dalam oven dengan suhu 100°C selama 24 jam. Cawan dan sampel tersebut
kemudian dipindahkan ke furnace dengan suhu 550°C, diabukan selama 8 jam
sampai diperoleh abu berwarna putih, didinginkan dalam desikator dan ditimbang
(B). Pengabuan dilakukan berulang sampai didapat bobot tetap. Rumus
perhitungan:
ada a u
e a n
Keterangan: A= bobot cawan kosong (g)
B= bobot cawan dengan abu (g)
3.3.5.3. Kadar Abu Tak Larut Asam (SNI 01-2354.1-2006)
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu dipindahkan ke dalam
erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan 25 mL larutan HCl 10%. Selanjutnya
dipanaskan sampai mendidih selama 5 menit dan disaring dengan kertas saring
tidak berabu. Dibilas dengan akuades beberapa kali sampai netral. Dipindahkan
kertas saring ke cawan semula, dan dikeringkan dalam oven lalu diabukan.
Ditimbang bobot akhir cawan dan abu tak larut asam (D). Rumus perhitungan:
ada a u a la u a a –
a el
Keterangan: A= bobot cawan kosong (g)
D= bobot cawan dengan abu tak larut asam (g)
31
3.3.5.4. Kadar Sulfat (Anonim, 1986)
Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL dan
ditambahkan 50 mL HCl 0,2 N selanjutnya direfluks selama 1 jam. Ditambahkan
25 mL H2O2 10% dan proses refluks diteruskan selama 5 jam sampai larutan
jernih. Ketika larutan menjadi jernih ditambahkan 10 mL larutan BaCl2 10% tetes
demi tetes ke dalam larutan sambil diaduk sampai terbentuk endapan BaSO4.
Kemudian dipanaskan dalam waterbath mendidih selama 2 jam. Endapan yang
terbentuk disaring dengan kertas saring Whatman no.42 yang telah diketahui
bobotnya dan dicuci dengan akuades panas sampai bebas sulfat yang ditandai
dengan tidak berwarnanya larutan bila ditetesi dengan larutan AgNO3. Kertas
saring yang berisi endapan BaSO4 dimasukkan ke dalam cawan kosong yang telah
diketahui bobotnya kemudian diabukan dalam furnace dengan suhu 1000°C
sampai menjadi abu (±4 jam). Cawan dan sampel kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang bobotnya. Rumus perhitungan:
ada ul a
Keterangan: P = bobot endapan (g)
Ws = bobot sampel (g)
0,4116 = Faktor kimia/konstanta perbandingan Mr SO4 dan BaSO4
3.3.6 Karakterisasi Fisika Agar media
3.3.6.1. Kekuatan Gel (McHugh, 2003)
Sebanyak 197 g akuades ditimbang dalam gelas beker kemudian
ditambahkan 0,6 g KCl dan dihomogenkan. Selanjutnya 3 g sampel agar media
ditambahkan ke dalam larutan, kemudian dipanaskan hingga suhu 100°C dengan
pengadukan konstan dan dipertahankan suhu tersebut selama 15 menit. Cairan
32
agar dituang ke dalam wadah sampel hingga penuh dan ditutup dengan penutup
kaca. Setelah larutan menjendal, wadah sampel dibalik dan diletakkan dalam
lemari es pada suhu 10°C selama 12 – 15 jam. Agar media dilepaskan dari
wadahnya dan diletakkan di titik tengah probe. Pengukuran dilakukan dengan alat
TA XT Plus Texture Analyzer menggunakan probe berdiameter 12,5 mm pada
kecepatan konstan yaitu 1 mm/s hingga gel pecah dengan penetrasi kedalaman
sebesar 15 mm. Nilai yang muncul merupakan kekuatan gel dalam satuan g/cm2.
3.3.6.2. Viskositas (Glicksman, 1983)
Agar media sebanyak 7,5 g ditimbang dan ditambahkan akuades 450 mL
dalam gelas beker, kemudian diagitasi selama 10 – 20 menit. Selanjutnya
ditimbang larutan tersebut dan ditambahkan akuades hingga mencapai 500 g.
Larutan dipanaskan dengan pengadukan konstan hingga suhu mencapai 100°C
dan suhu dipertahankan selama 15 menit. Selanjutnya suhu diturunkan hingga
±77°C dan dilakukan pengukuran dengan Brookfield LVF Viscometer pada saat
suhu agar media 75°C menggunakan spindel no. 2. Viskositas diukur dengan
menggunakan rumus :
Viskositas (Cp) = nilai yang tertera x FP (faktor pengkali)
3.3.6.3. Sineresis (Marine Colloids, 1978)
Sebanyak 197 g akuades ditimbang dalam gelas beker kemudian
ditambahkan dengan 0,6 g KCl dan dihomogenkan. Selanjutnya ditambahkan 3 g
sampel agar media ke dalam larutan kemudian dipanaskan hingga suhu 100°C
dengan pengadukan konstan dan dipertahankan suhu tersebut selama 15 menit.
33
Sampel dimasukkan ke dalam wadah dan dibiarkan menjendal, kemudian
ditimbang sebagai bobot awal (Wo). Selanjutnya, sampel disimpan dalam lemari
es dengan suhu ± 10°C selama 22 – 24 jam. Sampel dikeluarkan dari wadah dan
diletakkan di atas tisu dan dibiarkan selama 1 jam. Kemudian dimasukkan
kembali sampel ke dalam wadah sebelumnya dan ditimbang bobot akhirnya (Wa)
dan dihitung persentase sineresis. Rumus perhitungan:
ne e a
Keterangan : Wo = berat awal agar dan wadahnya (g)
Wa = berat akhir agar dan wadahnya (g)
3.3.6.4. Titik Jendal (Gelling Point) (Marine Colloids, 1978)
Sebanyak 197 g akuades ditimbang dalam gelas beker kemudian
ditambahkan dengan 0,6 g KCl dan dihomogenkan. Selanjutnya ditambahkan 3 g
sampel agar media ke dalam larutan kemudian dipanaskan hingga suhu 100°C
dengan pengadukan konstan dan dipertahankan suhu tersebut selama 15 menit.
Sampel dimasukkan ke dalam tabung percobaan. Suhu pembentukan gel
ditentukan dengan merendam tabung percobaan di dalam wadah berisi es. Pada
saat sampel bersuhu 60°C sensor termometer ditusukkan ke dalam gel kemudian
suhu diturunkan secara perlahan. Pada saat suhu berkisar antara 40°C sensor
termometer diangkat-angkat secara periodik. Suhu pembentukan gel dicatat ketika
sensor dapat mengangkat gel dalam tabung.
34
3.3.6.5. Titik Leleh (Melting Point) (Marine Colloids, 1978)
Sebanyak 197 g akuades ditimbang dalam gelas beker kemudian
ditambahkan dengan 0,6 g KCl dan dihomogenkan. Selanjutnya ditambahkan 3 g
sampel agar media ke dalam larutan kemudian dipanaskan hingga suhu 100°C
dengan pengadukan konstan dan dipertahankan suhu tersebut selama 15 menit.
Sampel dimasukkan ke dalam tabung percobaan dan dibiarkan menjendal selama
1 hari. Pengukuran titik leleh gel dilakukan dengan cara memanaskan gel agar
media dalam waterbath dan di atas gel diletakkan gotri. Suhu titik leleh dicatat
ketika permukaan gotri terendam oleh gel agar yang mencair.
3.3.7 Analisis Struktur Molekul Agar media
3.3.7.1 Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR (ASTM E1252, 2013)
Sebanyak 2 mg sampel digerus dengan KBr perbandingan 1:100 dalam
mortar agate sampai homogen, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan pelet,
selanjutnya pelet ditempatkan dalam sel dan dimasukkan ke dalam tempat sel
pada spektrofotometer FTIR.
3.3.7.2 Analisis Mikrostruktur dengan SEM (dimodifikasi dari Yarnpakdee
et al., 2015)
Analisis mikrostruktur dilakukan untuk mengetahui morfologi permukaan
agar media yang dihasilkan. Sampel dipreparasi terlebih dahulu dengan membuat
agar gel dengan konsentrasi 2% kemudian diletakkan di dalam wadah kaca
dengan ketebalan 2 – 3 mm. Gel agar dibiarkan menjendal selama 1 hari dan
dilakukan dehidrasi menggunakan etanol dengan konsentrasi bertingkat 25, 50,
70, 80, 90, dan 100% berturut-turut. Selanjutnya dilakukan pengeringan dengan
35
alat pengering titik kritis dengan CO2 sebagai cairan transisional. Selanjutnya
dilakukan analisis morfologi permukaan sampel dengan alat SEM.
3.3.8 Analisis Mikrobiologi Agar Media sebagai Media Pertumbuhan
Bakteri (SNI 01-2332.3-2006)
Uji mikrobiologi agar media dilakukan untuk mengetahui kemampuan
agar media sebagai media pertumbuhan bakteri yang terdapat pada ikan segar,
yakni ikan kembung. Analisis dilakukan dengan metode uji Angka Lempeng
Total (ALT) berdasarkan perhitungan total mikroba, untuk mengetahui
pertumbuhan mikroba pada media agar media hasil penelitian kemudian
dibandingkan dengan agar media komersial.
Sebanyak 3,5 g agar media hasil penelitian dilarutkan dengan 200 mL
akuades dan dipanaskan sampai homogen. Sebagai pembanding, agar media
komersial ditimbang sebanyak 3,5 g dan dilarutkan dengan 200 mL akuades,
kemudian diaduk dan dipanaskan hingga homogen. Kedua larutan tersebut
disetrilkan dalam autoklaf dengan suhu 121°C selama 15 menit. Disiapkan tabung
ulir berisi 9 mL larutan garam fisiologis yang telah disterilkan dan diberi label
pengenceran 10x –1000x.
Sampel disiapkan dengan cara menimbang sampel secara aseptik sebanyak
10 gr dan ditambahkan dengan 90 mL larutan butterfield’s phosphate buffered
(BFP) dan dihomogenkan dengan menggunakan vortex, homogenat ini
merupakan pegenceran 10x. Diambil homogenat tersebut sebanyak 1 mL dan
dimasukkan ke dalam tabung ke-1 (100x) secara aseptik, kemudian dikocok.
Dilanjutkan dengan pengambilan 1 mL larutan dari tabung ke-1 ke dalam tabung
ke-2 (1000x) secara aseptik, kemudian dikocok.
36
Masing-masing pengenceran selanjutnya dimasukkan dalam cawan petri
kosong steril sebanyak 1 mL, kemudian media agar media dituangkan ke dalam
cawan petri yang sudah berisi contoh tersebut dan digoyangkan hingga tercampur
rata. Setelah agar memadat, cawan diletakkan dalam inkubator suhu 35°-37°C
selama 48 jam. Setelah 48 jam dihitung jumlah koloni yang tumbuh.
3.4 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dua faktor
dengan 3 taraf masing-masing, yaitu konsentrasi kitosan yang ditambahkan
dengan taraf 0,5; 0,75; dan 1% serta waktu adsorpsi dengan taraf 0, 30, dan 60
menit. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analysis of variance
NOV dengan a a e e ayaan e e a 95 α 5 ada IBM SPSS
Statistic versi 20.0 dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Pengujian hipotesis
didasarkan pada ketetapan H0 dan H1.
H0 : Penambahan kitosan pada pembuatan agar media dari Gelidium sp. dengan
berbagai konsentrasi dan lama waktu adsorpsi yang berbeda tidak
berpengaruh nyata terhadap hasil agar media.
H1 : Penambahan kitosan pada pembuatan agar media dari Gelidium sp. dengan
berbagai konsentrasi dan lama waktu adsorpsi yang berbeda berpengaruh
nyata terhadap hasil agar media.
Jika p < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
Jika p > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Awal Bahan Baku
Karakteristisasi awal bahan baku rumput laut Gelidium sp. bertujuan untuk
menentukan kualitas dari rumput laut kering yang digunakan berdasarkan SNI
2690:2015 tentang rumput laut kering. Penentuan kualitas mutu dari rumput laut
kering sebelum diolah perlu dilakukan, untuk mengetahui keberadaan pengotor
yang kemungkinan masih terdapat pada rumput laut, yang dapat disebabkan oleh
penanganan yang kurang maksimal ketika rumput laut dikumpulkan. Berdasarkan
SNI 2802:2015 tentang agar-agar tepung, rumput laut yang digunakan sebagai
bahan baku pembuatan agar harus memenuhi kriteria standar yang telah
ditetapkan, karena berkaitan dengan mutu produk agar yang dihasilkan.
Karakteristik awal dilakukan sebelum rumput laut diolah menjadi produk,
diantaranya adalah kadar air, impurities, dan Clean Anhydrous Weed (CAW).
Pengamatan bahan baku Gelidium sp. yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik awal bahan baku rumput laut Gelidium sp.
Parameter Uji Hasil Analisis Standar Mutu Gelidium sp.*
Kadar Air 11,59 ± 0,91% Maks. 12,0%
Impurities 17,85 ± 0,07% Maks. 3,0%
Clean Anhydrous Weed (CAW) 41,44 ± 0,02% Min. 40,0%
Keterangan : *(Badan Standardisasi Nasional, 2015)
Kadar air merupakan salah satu parameter penentuan mutu bahan karena
berpengaruh pada kualitas serta daya simpan bahan tersebut (Herawati, 2008).
Bahan dengan kadar air tinggi, akan lebih mudah rusak dibandingkan bahan
berkadar air rendah (Winarno, 1991). Hasil analisis kadar air pada Gelidium sp.
kering yang digunakan yaitu sebesar 11,59±0,91%. Nilai ini sesuai dengan nilai
38
maksimum standar persyaratan mutu dan keamanan untuk rumput laut kering
jenis Gelidium sp. yakni sebesar 12%.
Analisis kemurnian (impurities) rumput laut dilakukan untuk menentukan
persentase pengotor seperti rumput laut jenis lain, plastik, kerang, karang, pasir,
dan benda asing lainnya yang terdapat pada rumput laut (Badan Standardisasi
Nasional, 2015). Hasil analisis impurities kasar Gelidium sp. yang digunakan
adalah sebesar 17,85±0,07% (Tabel 3), sedangkan persentase maksimum standar
kemurnian rumput laut kering adalah 3%. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas
Gelidium sp. yang digunakan belum memenuhi standar mutu bahan baku yang
telah ditetapkan oleh SNI. Hal ini dikarenakan tingginya tingkat bahan pengotor
dan rumput laut lain yang tercampur pada rumput laut tersebut. Besarnya kadar
impurities kasar pada rumput laut dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
kondisi lingkungan perairan yang meliputi suhu, pH, salinitas, serta kecerahan
lokasi tanam, faktor musim dan cuaca seperti penurunan produktivitas tanam
rumput laut pada saat pergantian musim dari musim hujan ke musim kemarau
(Kurnianto et al., 2013), juga umur panen rumput laut yang kurang dari 45 hari
menyebabkan kualitasnya menjadi rendah (Daud, 2013).
Kadar Clean Anhydrous Weed (CAW) menunjukkan tingkat kemurnian
dari rumput laut, yaitu kebersihan rumput laut tersebut dari kotoran yang melekat
seperti pasir, batu karang, atau campuran rumput laut lain (Utomo dan Satriyana,
2006). Hasil analisis CAW rumput laut Gelidium sp. yang didapatkan adalah
sebesar 41,44±0,02% (Tabel 3). Kadar tersebut sesuai dengan standar kadar CAW
yang bernilai minimum 40%.
39
4.2 Hasil Analisis Rendemen Agar Media
Rendemen merupakan salah satu parameter penting untuk mengetahui
efektif atau tidaknya suatu proses produksi (Murdinah et al., 2008). Nilai
rendemen dihitung berdasarkan perbandingan dari berat agar kering agar media
dengan berat rumput laut kering. Persentase rendemen agar media dapat dilihat
pada Gambar 7.
4,21
2,833,28 3,49 3,50
4,004,35 4,06
4,33
3,78
0
2
4
6
Kontrol C1T0 C1T30 C1T60 C2T0 C2T30 C2T60 C3T0 C3T30 C3T60
Per
sen
tase
Ren
dem
en
Ba
kto
Aga
r (%
)
Perlakuan
Keterangan: C1 = Agar media + kitosan 0,5% T0 = Waktu adsorpsi 0 menit (10 detik)
C2 = Agar media + kitosan 0,75% T30 = Waktu adsorpsi 30 menit
C3 = Agar media + kitosan 1% T60 = Waktu adsorpsi 60 menit
Gambar 7. Persentase hasil rendemen agar media
Persentase rata-rata rendemen agar media yang dihasilkan berkisar antara
2,83±0,38% hingga 4,35±0,12%. Persentase rendemen terbesar diperoleh pada
agar media yang diadsorpsi oleh kitosan 0,75% selama 1 jam, dan rendemen agar
terendah dihasilkan pada agar media yang diadsorpsi oleh kitosan 0,5% selama 0
menit. Sementara itu, dari hasil penelitian lain pembuatan agar media dari jenis
rumput laut yang berbeda juga menghasilkan nilai rendemen yang bervariasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Murdinah et al. (2008) yang menggunakan
Gelidium rigidum sebagai bahan baku pembuatan agar media, dihasilkan
rendemen sebesar 8,29 - 11,20%. Sementara itu, Abdullah et al. (2008) yang
menggunakan Gracilaria sp., mampu menghasilkan rendemen sebanyak 15,65 -
40
22,45%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis rumput laut dan cara ekstraksi seperti
suhu dan waktu ekstraksi, jumlah pelarut yang digunakan, proses pemanasan dan
pengadukan berpengaruh terhadap rendemen (Abdullah et al., 2008).
Persentase rendemen ekstrak agar yang dihasilkan pada penelitian ini
tergolong rendah. Rendahnya nilai rendemen agar media kemungkinan
disebabkan karena pada saat perendaman dengan NaOH, digunakan suhu yang
tinggi (± 90°C) yang menyebabkan adanya agarosa yang larut dalam NaOH
selama proses difusi berlangsung akibat adanya degradasi (penguraian)
polisakarida agar (Freile-Pelegrin dan Murano, 2005). Selain itu proses ekstraksi
juga mempengaruhi jumlah rendemen dimana dibutuhkan kombinasi suhu
ekstraksi, waktu dan tekanan yang tepat untuk meningkatkan jumlah
rendemennya.
Rendahnya nilai rendemen agar media juga dapat disebabkan oleh kualitas
dari rumput laut yang digunakan. Kualitas dari Gelidium sp. yang digunakan
masih tergolong rendah, hal ini dapat terlihat dari persentase hasil uji impurities
pada Gelidium sp. setelah dilakukan sortasi, yang menghasilkan persentase yang
lebih besar dari nilai standarnya (Tabel 3). Besarnya jumlah impurities ini
menyebabkan bobot Gelidium sp. yang diekstrak menjadi berkurang dari bobot
awalnya, sehingga jumlah agar yang terekstrak juga menjadi lebih sedikit.
Hasil analisis ragam pada rendemen agar media (Lampiran 6a, Tabel 10)
menunjukkan bahwa konsentrasi penambahan kitosan berpengaruh nyata (P<0,05)
terhadap rendemen agar media yang dihasilkan pada penelitian. Sementara
lamanya waktu adsorpsi serta interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan
pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap hasil rendemen. Hasil uji lanjut Duncan
41
pada parameter konsentrasi penambahan kitosan (Lampiran 6a, Tabel 11)
menunjukkan, agar media yang diadsorpsi oleh kitosan pada konsentrasi 0,5%
memiliki pengaruh yang berbeda dengan agar media yang diadsorpsi oleh kitosan
pada konsentrasi 1% dan agar media kontrol (tanpa adsorpsi), namun memiliki
pengaruh yang sama dengan rendemen yang dihasilkan pada agar media yang
diadsorpsi oleh kitosan 0,75%. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Murti (2007) yang menyatakan bahwa penambahan kitosan pada
proses pemurnian agar media dengan berbagai konsentrasi tidak berpengaruh
terhadap jumlah rendemen agar media yang dihasilkan. Hal ini disebabkan, tinggi
atau rendahnya jumlah rendemen agar media dipengaruhi oleh jenis rumput laut,
musim dan cuaca tanam, serta teknik ekstraksinya seperti proses perendaman,
lama waktu perendaman, dan rasio pelarut ekstraksi dengan berat rumput laut
(Orduna-Rojas et al., 2008; Kumar dan Fotedar, 2009; Yousefi et al., 2013).
4.3 Hasil Karakteristik Kimia Agar Media
4.3.1 Kadar Air
Kadar air merupakan jumlah molekul air tidak terikat (air bebas) yang
terkandung dalam suatu produk (Badan Standardisasi Nasional, 2006). Jumlah air
yang tidak terikat ini dapat dihilangkan dengan proses pengeringan dengan oven
atau sinar matahari langsung (Wilhelm et al., 2004; Modibbo et al., 2014). Hasil
uji kadar air agar media yang dihasilkan ditampilkan pada Gambar 8. Hasil
analisis menunjukkan bahwa, persentase rata-rata kadar air agar media dengan
perlakuan adsorpsi oleh kitosan berkisar antara 11,28±0,24% - 15,19±0,58%,
sedangkan kadar air agar media tanpa perlakuan adsorpsi (kontrol) adalah sebesar
42
16,37±0,26%. Kadar air terendah diperoleh pada agar media dengan perlakuan
adsorpsi oleh kitosan 0,5% selama 0 menit dan terbesar pada kitosan 0,75%
selama 30 menit. Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan standar mutu
agar media komersial, yaitu berkisar antara 5 - 11% (Tabel 1).
16,37
11,28
14,8715,08
14,6115,19
13,16 14,2014,55
14,67
0
6
12
18
Kontrol C1T0 C1T30 C1T60 C2T0 C2T30 C2T60 C3T0 C3T30 C3T60
Ka
da
r Air
(%
)
Perlakuan
Keterangan: C1 = Agar media + kitosan 0,5% T0 = Waktu adsorpsi 0 menit (10 detik)
C2 = Agar media + kitosan 0,75% T30 = Waktu adsorpsi 30 menit
C3 = Agar media + kitosan 1% T60 = Waktu adsorpsi 60 menit
Gambar 8. Hasil uji kadar air agar media
Persentase rata-rata kadar air agar media yang dihasilkan pada penelitian
ini memiliki nilai yang cenderung berfluktuasi. Hasil analisis ragam kadar air agar
media (Lampiran 6b, Tabel 12) menunjukkan bahwa lamanya waktu adsorpsi
serta interaksi antar perlakuan (konsentrasi penambahan kitosan dan waktu
adsorpsi) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air agar media, sedangkan
konsentrasi penambahan kitosan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05)
pada kadar air agar media. Hasil uji lanjut Duncan pada parameter waktu adsorpsi
(Lampiran 6b, Tabel 13) menunjukkan bahwa kadar air pada agar media yang
diadsorpsi oleh kitosan selama 0 menit memiliki pengaruh yang berbeda dengan
agar media yang diadsorpsi oleh kitosan selama 30 menit dan agar media kontrol
(tanpa adsorpsi), sementara itu, kadar air pada agar media yang diadsorpsi oleh
kitosan selama 60 menit tidak memiliki perbedaan pengaruh terhadap kadar air
43
agar media yang diadsorpsi selama 0 dan 30 menit, namun memiliki pengaruh
yang berbeda dengan kadar agar media kontrol (tanpa adsorpsi).
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa kadar air agar media yang
dihasilkan tanpa adanya perlakuan adsorpsi menunjukkan persentase kadar air
yang lebih tinggi dibandingkan pada agar media dengan perlakuan adsorpsi. Hal
ini dapat terjadi karena kitosan sebagai adsorben dapat mengurangi kadar air pada
bahan, oleh adanya gugus hidrofilik yang mampu mengikat air (Anward et al.,
2013). Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian Abdullah et al. (2008)
yang menggunakan Gracilaria sp. sebagai bahan bakunya, yang menunjukkan
bahwa perlakuan pemanasan kembali dengan kitosan memberikan pengaruh yang
nyata terhadap kadar air agar media, dengan nilai kadar air yang dihasilkan adalah
sebesar 14,34 - 23,79%. Menurut Kurniasih dan Kartika (2011), kitosan memiliki
gugus amina pada strukturnya yang menyebabkan kitosan bersifat higroskopis,
sehingga dapat mengikat molekul air. Interaksi antara molekul kitosan dengan
molekul air terjadi melalui ikatan hidrogen (Piluharto et al., 2016). Interaksi yang
mungkin terjadi antara kitosan dengan molekul air ditampilkan pada Gambar 9.
O O
HO N
OH
H H
OH H
NH H
O H
H
O
OH
O
HO
n
Ket. : ikatan hidrogen Gambar 9. Interaksi molekul kitosan dan molekul air
Lamanya waktu adsorpsi akan mempengaruhi proses penyerapan bahan,
semakin lama waktu kontak antara adsorben dengan adsorbat, maka semakin
banyak kesempatan adsorben untuk bersinggungan dengan partikel pengotor
44
sehingga jumlah partikel pengotor yang terserap semakin banyak (Gultom dan
Lubis, 2014). Namun agar media yang diadsorpsi selama 0 menit cenderung
memiliki persentase rata-rata kadar air yang lebih rendah. Hal ini disebabkan
karena pada proses adsorpsi dengan kitosan selama 0 menit, kesetimbangan
adsorpsi telah tercapai sehingga jumlah partikel yang terserap akan relatif tetap
(Kriswiyanti dan Danarto, 2007) sehingga tidak menyebabkan pengurangan
jumlah molekul air kembali ketika lama waktu adsorpsi ditambahkan.
4.3.2 Kadar Abu
Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik
(Nurjanah et al., 2012). Kadar abu menunjukkan tingkat kemurnian produk
(Darmawan et al., 2006). Kadar abu berhubungan dengan mineral yang
terkandung pada suatu bahan (Yuniarifin et al., 2006). Nilai rata-rata kadar abu
pada agar media hasil penelitian ditampilkan pada Gambar 10.
4,15
4,544,82
4,204,02
6,93 6,695,86 5,90
6,69
0
2
4
6
8
Kontrol C1T0 C1T30 C1T60 C2T0 C2T30 C2T60 C3T0 C3T30 C3T60
Ka
da
r Ab
u (%
)
Perlakuan
Keterangan: C1 = Agar media + kitosan 0,5% T0 = Waktu adsorpsi 0 menit (10 detik)
C2 = Agar media + kitosan 0,75% T30 = Waktu adsorpsi 30 menit
C3 = Agar media + kitosan 1% T60 = Waktu adsorpsi 60 menit
Gambar 10. Hasil uji kadar abu agar media
Hasil analisis menunjukkan, kadar abu pada agar media berkisar antara
4,02±0,14% hingga 6,93±0,14%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan kadar abu
45
pada agar media standar, yakni sebesar 3,0 – 6,5% (Tabel 1). Hasil yang sama
juga didapatkan pada penelitian oleh Abdullah et al. (2008), pada pembuatan agar
media dari rumput laut Gracilaria sp. dengan penambahan kitosan memiliki kadar
abu sebesar 3,45 – 7,1%. Menurut Murdinah et al. (2008), kadar abu pada agar
media tidak boleh melebihi nilai standarnya, hal ini disebabkan karena kadar abu
yang berlebih dapat menghambat bakteri yang ditumbuhkan pada media tersebut.
Hasil analisis ragam kadar abu agar media (Lampiran 6c, Tabel 14)
menunjukkan bahwa penambahan adsorben kitosan dengan konsentrasi dan waktu
adsorpsi yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu agar
media, sementara interaksi antar kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh
nyata (P>0,05). Hasil uji lanjut Duncan pada parameter konsentrasi penambahan
kitosan (Lampiran 6c, Tabel 15) menunjukkan bahwa kadar abu agar media
kontrol (tanpa adsorpsi) memiliki pengaruh yang berbeda dengan agar media yang
diadsorpsi oleh kitosan dengan konsentrasi kitosan 0,75 dan 1% ( ), namun
memiliki pengaruh yang sama dengan kadar abu agar media yang diadsorpsi oleh
kitosan dengan konsentrasi 0,5%. Sementara itu, hasil uji lanjut Duncan pada
parameter waktu adsorpsi (Lampiran 6c, Tabel 16) menunjukkan bahwa, kadar
abu agar media kontrol (tanpa adsorpsi) memiliki pengaruh yang berbeda dengan
kadar abu agar media yang diadsorpsi oleh kitosan selama 60 dan 30 menit,
namun memiliki pengaruh yang sama dengan agar media yang diadsorpsi selama
0 menit. Nilai tersebut cenderung mengalami peningkatan seiring dengan
meningkatnya konsentrasi dan lamanya waktu adsorpsi. Hal ini dapat disebabkan
karena kurangnya kemampuan kitosan yang digunakan dalam mengikat garam,
dan kemungkinan adanya mineral lain pada kitosan yang ikut tercampur oleh agar
46
media selama proses pemurnian berlangsung sehingga meningkatkan kadar abu
pada agar media. Menurut Suptijah (2012), kitosan mampu mengabsorpsi
komponen garam mencapai 50% selama ekstraksi, sehingga sangat mungkin
digunakan pada proses pemurnian. Namun hal ini juga bergantung pada
kecocokan muatan dan ukuran pori antara molekul garam dan kitosan. Penelitian
ini menggunakan kitosan serbuk yang umumnya memiliki porositas dan jarak
lapisan antar polimernya yang rendah (Suptijah, 2012). Hal ini menyebabkan
mekanisme difusinya menjadi rendah sehingga diperlukan reaksi tambahan
dengan cara mengaktivasi kitosan menggunakan asam untuk memperluas
permukaan porinya agar daya adsorpsinya meningkat (Suptijah, 2012).
4.3.3 Kadar Abu Tak Larut Asam
Abu tak larut asam adalah garam-garam yang tidak larut asam yang
sebagian adalah logam berat dan silika (Wenno et al., 2012). Penentuan kadar abu
tak larut asam merupakan uji lanjutan dari kadar abu total, yang dilakukan untuk
mengetahui jenis mineral spesifik yang terdapat pada bahan seperti pasir atau
pengotor lainnya yang ditentukan dengan melarutkan bahan yang telah menjadi
abu, dengan asam (HCl) (Mutiatikum et al., 2010). Selain itu juga bertujuan untuk
mengetahui adanya kontaminasi logam berat yang tidak larut asam, yang merujuk
pada kualitas bahan baku dan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan produk
tersebut (Basmal et al., 2003). Hasil analisis kadar abu tak larut asam ditunjukkan
pada Gambar 11.
47
0,73
1,11
0,83 0,88
0,93
2,28
1,97
1,571,95
1,86
0
1
2
3
Kontrol C1T0 C1T30 C1T60 C2T0 C2T30 C2T60 C3T0 C3T30 C3T60
Ka
da
r Ab
u T
ak
La
rut A
sam
(%)
Perlakuan
Keterangan: C1 = Agar media + kitosan 0,5% T0 = Waktu adsorpsi 0 menit (10 detik)
C2 = Agar media + kitosan 0,75% T30 = Waktu adsorpsi 30 menit
C3 = Agar media + kitosan 1% T60 = Waktu adsorpsi 60 menit
Gambar 11. Hasil uji kadar abu tak larut asam agar media
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar abu tak larut asam
agar media berkisar antara 0,73±0,03% - 2,28±0,16% dengan nilai terendah
diperoleh pada agar media kontrol (tanpa adsorpsi) dan tertinggi pada agar media
yang diadsorpsi oleh kitosan 0,75% selama 30 menit. Gambar 11 menunjukkan,
persentase kadar abu tak larut asam agar media yang diadsorpsi oleh kitosan
cenderung berfluktuasi. Kadar abu tak larut asam hasil penelitian lebih tinggi dari
nilai standarnya yang bernilai maksimum 0,5%. Penelitian yang dilakukan oleh
Murdinah et al. (2008) dengan bahan baku Gelidium rigidum, agar media yang
dihasilkan mengandung abu tak larut asam sebesar 0,18 – 0,38%. Sedangkan pada
penelitian Kumala et al. (2013) dengan bahan baku Gracilaria verrucosa, agar
media yang dihasilkan mengandung abu tak larut asam sebesar 0,38 – 0,76%. Jika
dibandingkan dengan penelitian lainnya, kadar abu tak larut asam hasil penelitian
masih lebih tinggi, yang dapat disebabkan oleh proses pengolahan yang berbeda,
seperti proses pencucian bahan baku dan pengeringan yang dilakukan dengan cara
manual menggunakan panas matahari sehingga memungkinkan produk
terkontaminasi mineral lain dari lingkungan seperti partikel debu di udara.
48
Proses pencucian yang sempurna dapat menghilangkan kandungan pasir
yang ada pada bahan baku rumput laut. Adanya kandungan pasir pada ekstrak
agar akan mengurangi tingkat kemurnian agar media. Pasir merupakan salah satu
jenis pengotor yang terdapat pada rumput laut Gelidium sp. karena habitat rumput
laut tersebut yang umumnya menempel pada batuan karang di laut (Doss dan
Rukshana, 2016). Sementara itu, penambahan kitosan dapat mengurangi
kontaminasi mineral seperti logam berat pada agar media. Hal ini disebabkan oleh
gugus-gugus fungsional yang dimiliki kitosan yakni gugus hidroksil (-OH) dan
gugus amina (-NH2), yang dapat mengikat ion logam dengan cara pertukaran ion
(Yuliusman dan Adelina, 2010). Menurut Laksono (2009), gugus amina
mempunyai elektron bebas yang dapat mengikat proton atau ion logam dan
membentuk suatu kompleks. Atom N pada NH2 cenderung mudah
menyumbangkan pasangan elektronnya, yang kemudian akan berinteraksi dengan
ion logam sebagai penerima elektron (Laksono, 2009). Mekanisme pengikatan ion
logam dengan kitosan ditampilkan pada Gambar 12.
O
CH2OH
O
NH2
OH M2+
N
O
MO
N
NH2
OH
n
+
+ 2 H+
Kitosan
Gambar 12. Pengikatan ion logam oleh kitosan (Yuliusman dan Adelina, 2010)
Hasil analisis ragam kadar abu tak larut asam pada agar media (Lampiran
6d, Tabel 17) menunjukkan bahwa, perlakuan adsorpsi oleh kitosan dengan
perbedaan konsentrasi, waktu adsorpsi, serta interaksi antara kedua perlakuan
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu tak larut asam pada agar media.
Hasil uji lanjut Duncan dengan parameter konsentrasi penambahan kitosan
49
(Lampiran 6d, Tabel 18) menunjukkan, kadar abu tak larut asam agar media
kontrol (tanpa adsorpsi) memiliki pengaruh yang sama dengan agar media yang
diadsorpsi oleh kitosan 0,5%, namun keduanya memiliki pengaruh yang berbeda
dengan agar media yang diadsorpsi oleh kitosan 0,75 dan 1%. Sementara kadar
abu tak larut asam agar media yang diadsorpsi oleh kitosan dengan konsentrasi
0,75% memiliki pengaruh yang sama dengan adsorpsi oleh kitosan 1%.
Sedangkan pada parameter waktu adsorpsi (Lampiran 6d, Tabel 19), uji lanjut
Duncan menunjukkan bahwa agar media kontrol (tanpa adsorpsi) memiliki
pengaruh yang berbeda dengan kadar abu tak larut asam agar media yang
diadsorpsi oleh kitosan selama 0, 30, dan 60 menit. Sementara itu, kadar abu tak
larut asam agar media yang diadsorpsi selama 30 menit memiliki pengaruh yang
sama dengan adsorpsi selama 60 menit. Namun pada hasil penelitian, agar media
yang diadsorpsi oleh kitosan memiliki kadar abu tak larut asam yang lebih tinggi
dari agar media kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kitosan kurang mampu
menyerap logam secara maksimal, yang mungkin disebabkan oleh ukuran partikel
yang kurang halus dan tidak seragam. Menurut Handayani dan Yusnimar (2013),
daya serap kitosan dapat ditingkatkan dengan cara memperkecil ukuran partikel
kitosan sehingga luas permukaannya lebih besar dan daya serapnya maksimum.
4.3.4 Kadar Sulfat
Sulfat terikat pada salah satu komponen penyusun agar yakni pada struktur
agaropektin. Menurut Praiboon et al. (2006), kandungan sulfat dalam agar dapat
menyebabkan gangguan pada proses pembentukan gel karena sulfat akan
menyebabkan kekakuan pada struktur helixnya. Kandungan sulfat pada rumput
50
laut berbeda-beda, disebabkan oleh perbedaan perbandingan jumlah agarosa dan
agaropektin pada molekul agar (Subaryono dan Murdinah, 2011), yang
bergantung pada asal dan jenis rumput lautnya (Yarnpakdee et al., 2015). Hasil
analisis kadar sulfat agar media ditampilkan pada Gambar 13.
1,38 1,37
1,65 1,58
1,34
2,06
1,60
1,301,34
1,16
0
1
2
3
Kontrol C1T0 C1T30 C1T60 C2T0 C2T30 C2T60 C3T0 C3T30 C3T60
Ka
da
r Su
lfa
t (%
)
Perlakuan
Keterangan: C1 = Agar media + kitosan 0,5% T0 = Waktu adsorpsi 0 menit (10 detik)
C2 = Agar media + kitosan 0,75% T30 = Waktu adsorpsi 30 menit
C3 = Agar media + kitosan 1% T60 = Waktu adsorpsi 60 menit
Gambar 13. Hasil uji kadar sulfat agar media
Berdasarkan Gambar 13, Nilai rata-rata kadar sulfat berkisar antara
1,16±0,18% - 2,06±0,38%. Nilai rata-rata terendah diperoleh pada agar media
yang diadsorpsi oleh kitosan 1% selama 60 menit dan tertinggi pada agar media
yang diadsorpsi oleh kitosan 0,75% selama 30 menit. Kadar sulfat agar media
cenderung berfluktuasi, namun nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan kadar
sulfat standar agar media komersial yakni sebesar 1,778% (Tabel 1). Hasil yang
tidak jauh berbeda juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Abdullah
et al. (2008), yang menggunakan rumput laut jenis Gracliaria sp. untuk membuat
agar media disertai adsorpsi oleh kitosan, yang menghasilkan kadar sulfat pada
agar media sebesar 0,58 – 1,98%. Sementara itu, hasil penelitian Murdinah et al.
(2008) yang menggunakan Gelidium rigidum sebagai bahan baku pembuatan agar
media tanpa disertai adsorpsi oleh kitosan didapatkan kadar sulfat yang
51
terkandung adalah sebesar 3,6 – 3,98%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan
kitosan mampu mengurangi kandungan sulfat yang terdapat pada agar media.
Menurut Mahatmanti dan Sumarni (2003), gugus amina (-NH2) pada
kitosan akan terprotonasi dalam medium air menjadi NH3+. Penambahan kitosan
ke dalam filtrat agar menyebabkan gugus aktif kitosan terprotonasi kemudian
menarik ion sulfat (SO42-
) yang terdapat pada molekul agar. Ikatan yang terjadi
antara gugus amina (-NH2) pada kitosan dengan ion sulfat (SO42-
) pada agar
merupakan ikatan ionik yang disebabkan oleh adanya gaya elektrostatik yang
timbul akibat terjadi gaya tarik-menarik antara ion-ion yang berbeda muatan
(Mahatmanti dan Sumarni, 2003). Ion sulfat yang bermuatan negatif akan
cenderung terikat pada gugus yang bermuatan positif pada permukaan adsorben.
Reaksi kimia yang mungkin terjadi digambarkan seperti pada Gambar 14.
O
HO NH2
OH
O
H2O
O
O N
O
O
O
O NH3
O
O
n n
n
+
KitosanAgaropektin
H
HH
O
O
OH OR
OH
O
O
O
OR
HO
S
O
O
O
n
O
O
OH OR
OH
O
O
O
OR
HO
S
O
O
O
n
O
ON
O
O
nHH
H
Gambar 14. Reaksi pengikatan ion sulfat pada molekul kitosan
52
Perendaman dengan NaOH sebelum ekstraksi juga dapat menghilangkan
ester sulfat (Kusuma et al., 2013). NaOH akan menghidrolisis ester sulfat sampai
pada kadar tertentu selama proses praperlakuan dan mengubah struktur kimia agar
(Yarnpakdee et al., 2015). Selama proses tersebut, ikatan antara agarosa dan
agaropektin akan diputus. Ester sulfat yang tidak stabil pada rantai C-6 dari L-
galaktosa-6-sulfat molekul agaropektin akan menghilang akibat hidrolisis NaOH
yang kemudian diubah menjadi 3,6-anhidrogalaktosa ketika rantai C-6
kekurangan ion akibat penghilangan sulfat (Abidin et al., 2015). Reaksi perubahan
struktur agar tersebut dapat dilihat pada Gambar 15.
AOOH
CH2OR
OH
O
CH2OSO3
OR
OH
O
O
B
OOH
CH2OR
OH
O
CH2OR
O
O
O
1,3--D-galaktosa 1,4--L-6-galaktosulfat
1,3--D-galaktosa 1,4--L-3-6-anhidrogalaktosa Gambar 15. Reaksi perubahan struktur kimia agar dengan penambahan alkali.
(A) Struktur agaropektin (B) Struktur agarosa (Distantina et al., 2008)
Hasil analisis ragam kadar sulfat agar media (Lampiran 6e, Tabel 20),
menunjukkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi yang berbeda
memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kadar sulfat pada agar media.
Sedangkan, perlakuan lama waktu adsorpsi serta interaksi antara kedua perlakuan
tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap kadar sulfat agar
media. Hasil uji lanjut Duncan pada parameter konsentrasi penambahan kitosan
(Lampiran 6e, Tabel 21) menunjukkan bahwa kadar sulfat agar media yang
53
diadsorpsi oleh kitosan dengan konsentrasi 1% memiliki pengaruh yang berbeda
dengan adsorpsi oleh kitosan 0,75 % (b/v), namun kedua perlakuan konsentrasi
tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan pengaruh dengan perlakuan
lainnya. Agar media yang diadsorpsi oleh kitosan 1% memiliki nilai kadar sulfat
yang lebih rendah dibandingkan agar media yang diadsorpsi oleh kitosan dengan
konsentrasi 0,5% dan 0,75% yang menunjukkan bahwa semakin banyak
konsentrasi kitosan yang ditambahkan, maka jumlah partikel kitosan bertambah
sehingga jumlah garam sulfat yang terserap akan semakin banyak (Alfiany et al.,
2013).
4.4 Hasil Karakteristik Fisika Agar Media
4.4.1 Kekuatan Gel
Kekuatan gel merupakan beban maksimum yang dibutuhkan untuk
memecahkan matriks polimer pada daerah yang dibebani, dan dapat dinyatakan
sebagai “breaking force” (Abdullah et al., 2008). Hasil uji kekuatan gel agar
ditampilkan pada Gambar 16.
1354,82
1270,01
1124,62 1025,051054,96
1327,521445,74
1306,01 1359,521243,47
0
500
1000
1500
2000
Kontrol C1T0 C1T30 C1T60 C2T0 C2T30 C2T60 C3T0 C3T30 C3T60
Kek
ua
tan
Gel
(g/c
m2
)
Perlakuan
Keterangan: C1 = Agar media + kitosan 0,5% T0 = Waktu adsorpsi 0 menit (10 detik)
C2 = Agar media + kitosan 0,75% T30 = Waktu adsorpsi 30 menit
C3 = Agar media + kitosan 1% T60 = Waktu adsorpsi 60 menit
Gambar 16. Hasil uji kekuatan gel agar media
54
Nilai rata-rata kekuatan gel agar media yang dihasilkan berkisar antara
1025±288 g/cm2 hingga 1445±68 g/cm
2. Kekuatan gel agar media yang dihasilkan
sesuai dengan kriteria standar agar media komersial dengan nilai kekuatan gel
sebesar 600 - 800 g/cm2 (Tabel 1). Berbeda dengan kekuatan gel agar media yang
dihasilkan pada penelitian Abdullah et al. (2008) dengan Gracilaria sp. sebagai
bahan bakunya yang menghasilkan kekuatan gel sebesar 116,07 – 383,93 g/cm2.
Hasil yang tidak jauh berbeda juga didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh
Murdinah et al. (2008) yang menggunakan Gelidium rigidum sebagai bahan baku
pembuatan agar media, yang menghasilkan kekuatan gel sebesar 115,8 – 670,72
g/cm2. Tingginya nilai kekuatan gel menunjukkan kualitas agar yang baik (Ahmad
et al., 2011). Kekuatan gel dipengaruhi oleh kadar sulfat yang terdapat pada agar.
Kadar sulfat yang rendah membuat kekuatan gel meningkat. Kandungan sulfat
pada agar dipengaruhi oleh jenis rumput laut dan proses ekstraksi yang digunakan
(Yarnpakdee et al., 2015; Distantina et al., 2008). Agar yang dihasilkan dari
rumput laut Gelidium memiliki nilai kekuatan gel yang lebih tinggi dibandingkan
dengan Gracilaria (Ahmad et al., 2011). Selain itu, praperlakuan dengan NaOH
dapat mengurangi kandungan sulfat yang ada pada agar (Kusuma et al., 201).
Hasil analisis ragam kekuatan gel agar media (Lampiran 6f, Tabel 22)
menunjukkan bahwa perlakuan adsorpsi dengan kitosan pada kedua parameter
perlakuan (konsentrasi kitosan dan waktu adsorpsi) tidak memiliki pengaruh yang
nyata (P>0,05) terhadap kekuatan gel agar media. Menurut Yarnpakdee et al.
(2015), kekuatan gel agar berkaitan dengan kondisi fisik agar media, yang hanya
dipengaruhi oleh kandungan sulfat yang terdapat pada agar media. Hal ini karena
pembentukan gel agar terjadi melalui penggabungan struktur heliks pada polimer
55
agar oleh ikatan hidrogen (Gambar 17), jika ester sulfat pada agar tinggi maka
kekuatan gel menjadi lemah karena ester sulfat akan mengganggu pembentukan
ikatan hidrogen pada molekul agar dalam pembentukan struktur double helix
(Yarnpakdee et al., 2015), sebaliknya jika kandungan sulfat yang terdapat pada
agar media sedikit, maka kekuatan gel agar media memiliki nilai yang tinggi.
Kekuatan gel agar yang tinggi juga dapat disebabkan oleh perendaman rumput
laut menggunakan NaOH pada suhu 90°C sebelum dilakukan ekstraksi dengan
air. NaOH dapat mengurangi jumlah ester sulfat pada struktur agar dengan
mengikat ester sulfat pada struktur agaropektin dan mengubahnya menjadi
agarosa (Abidin et al., 2015).
Gambar 17. Pembentukan gel agar-agar (Imeson, 2010)
4.4.2 Viskositas
Viskositas merupakan ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan
atau fluida, jika nilai viskositas tinggi maka cairan semakin kental (Ariyanti dan
Mulyono, 2010). Rumput laut pada umumnya bersifat hidrokoloid yang
mempunyai sifat viscous, semakin tinggi viskositas agar semakin efisien
kegunaanya sebagai bahan pengental (Suptijah, 2012). Hasil pengukuran
viskositas agar media ditampilkan pada Gambar 18. Nilai viskositas yang
dihasilkan berkisar antara 20,5±2,08 Cp hingga 80,0±9,63 Cp. Nilai viskositas
56
tertinggi diperoleh pada agar media yang diadsorpsi oleh kitosan 0,5% selama 30
menit dan terendah dihasilkan pada agar media dengan adsorpsi oleh kitosan 1%
selama 0 menit. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Suptijah et al.
(2010) yang menggunakan rumput laut Gracilaria sebagai bahan baku pembuatan
agar media, yang hanya menghasilkan nilai viskositas sebesar 8,9 – 12,5%.
40,4
48,1 80,0 70,3
60,0
27,5
24,020,5
24,8 23,3
0,0
25,0
50,0
75,0
100,0
Kontrol C1T0 C1T30 C1T60 C2T0 C2T30 C2T60 C3T0 C3T30 C3T60
Vis
ko
sita
s (C
p)
Perlakuan
Keterangan: C1 = Agar media + kitosan 0,5% T0 = Waktu adsorpsi 0 menit (10 detik)
C2 = Agar media + kitosan 0,75% T30 = Waktu adsorpsi 30 menit
C3 = Agar media + kitosan 1% T60 = Waktu adsorpsi 60 menit
Gambar 18. Hasil uji viskositas agar media
Hasil analisis ragam viskositas agar media (Lampiran 6g, Tabel 23)
menunjukkan bahwa perlakuan penambahan kitosan dengan perbedaan
konsentrasi berpengaruh nyata terhadap viskositas agar media. Sementara itu,
perlakuan lama waktu adsorpsi serta interaksi antara kedua perlakuan tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap viskositas agar media. Hasil uji lanjut
Duncan pada parameter konsentrasi penambahan kitosan (Lampiran 6g, Tabel 24)
menunjukkan bahwa viskositas agar media yang diadsorpsi oleh kitosan dengan
konsentrasi 1% dan 0,75% memiliki pengaruh yang berbeda dengan agar media
yang diadsorpsi oleh kitosan 0,5%, namun ketiganya memiliki pengaruh yang
sama dengan agar media kontrol (tanpa adsorpsi).
57
Nilai viskositas agar media yang diadsorpsi oleh kitosan 0,5% memiliki
nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan agar media kontrol (tanpa adsorpsi),
yakni 40,4%, sedangkan pada agar media yang diadsorpsi oleh kitosan 0,75% dan
1% memiliki nilai viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan agar media
kontrol. Hasil analisis pengukuran viskositas pada Gambar 18 menunjukkan, nilai
rata-rata viskositas cendurung menurun dan berfluktuasi seiring dengan
bertambahnya konsentrasi penambahan kitosan. Penurunan nilai viskositas seiring
dengan bertambahnya konsentrasi kitosan sebagai adsorben kemungkinan
disebabkan oleh tingkat kemurnian agar media yang rendah akibat adanya bahan
pengotor yang tertinggal dan tidak terserap oleh kitosan karena daya serap kitosan
yang telah mencapai maksimum. Tingkat kemurnian juga mempengaruhi nilai
viskositas, semakin tinggi kemurnian suatu fluida, semakin besar nilai
viskositasnya (Yurida, et al., 2013; Wetenhall et al., 2014).
4.4.3 Sineresis
Sineresis merupakan peristiwa keluarnya air dari dalam gel yang akan
mempengaruhi stabilitas bahan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan,
untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian produk (Kuncari et
al., 2014). Persentase sineresis dihitung berdasarkan persentase berat yang hilang
selama penyimpanan bahan pada suhu ±10°C selama 24 jam. Hasil analisis
persentase sineresis agar media ditampilkan pada Gambar 19. Berdasarkan hasil
analisis, seluruh agar media mengalami sineresis selama penyimpanan yang
membuat tekstur agar menjadi mengkerut. Persentase sineresis tertinggi terjadi
pada agar media yang diadsorpsi oleh kitosan 0,75% selama 0 menit dengan nilai
58
4,62±0,43% dan terendah terjadi pada agar media yang diadsorpsi oleh kitosan
0,75% selama 60 menit dengan nilai 1,99±0,17%. Angka sineresis yang tinggi
menunjukkan banyaknya air yang keluar dari dalam gel agar sehingga secara fisik
agar media tersebut kurang stabil (Kuncari et al., 2014).
2,84 2,73 3,22 2,52
4,62
2,54
1,992,38 2,57 2,67
0
2
4
6
Kontrol C1T0 C1T30 C1T60 C2T0 C2T30 C2T60 C3T0 C3T30 C3T60
Sin
eres
is (
%)
Perlakuan
Keterangan: C1 = Agar media + kitosan 0,5% T0 = Waktu adsorpsi 0 menit (10 detik)
C2 = Agar media + kitosan 0,75% T30 = Waktu adsorpsi 30 menit
C3 = Agar media + kitosan 1% T60 = Waktu adsorpsi 60 menit
Gambar 19. Hasil uji sineresis agar media
Hasil analisis ragam sineresis agar media (Lampiran 6h, Tabel 25)
menunjukkan bahwa konsentrasi penambahan kitosan tidak memberikan pengaruh
yang nyata (P>0,05) terhadap sineresis agar media. Sementara itu, perlakuan lama
waktu adsorpsi oleh kitosan serta interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh
nyata (P<0,05) terhadap sineresis agar media. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran
6h, Tabel 26) menunjukkan bahwa sineresis agar media yang diadsorpsi oleh
kitosan selama 60 menit memiliki pengaruh yang berbeda dengan agar media
yang diadsorpsi selama 0 menit, namun keduanya memiliki pengaruh yang sama
terhadap sineresis agar media dengan perlakuan lainnya.
Terjadinya sineresis pada gel agar merupakan suatu gejala yang
diakibatkan oleh molekul air yang tidak terikat pada agar, keluar dari struktur
matriks gel (Banerjee et al., 2011). Hal ini dapat disebabkan oleh penyimpanan
59
yang terlalu lama di udara terbuka. Kandungan logam berat atau pengotor lain
pada gel juga dapat mengurangi kemampuan daya ikat air dalam struktur agar,
disebabkan oleh pengotor yang ada pada agar tersebut akan mengganggu gel agar
dalam mengikat air, sehingga dapat mengurangi kestabilan fisik gel agar (Kuncari
et al., 2014). Hasil analisis (Gambar 19) menunjukkan, semakin lama waktu
adsorpsi maka persentase sineresis agar media semakin rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa proses adsorpsi dengan kitosan dalam waktu yang lama akan
meningkatkan penyerapan pengotor oleh kitosan. Semakin lama waktu adsorpsi,
menyebabkan intensitas kontak yang terjadi antara adsorbat (kitosan) dengan
molekul agar semakin lama sehingga semakin banyak pengotor yang terserap oleh
molekul kitosan (Gultom dan Lubis, 2014), sehingga kandungan pengotor pada
agar berkurang dan meningkatkan daya ikat air pada gel agar.
4.4.4 Titik Jendal (Gelling Point)
Titik jendal (gelling point) adalah suhu dimana suatu larutan pada
konsentrasi tertentu mulai membentuk gel (Wenno et al., 2012). Suhu
pembentukan gel agar berkisar antara 30 – 40°C (Rasyid, 2004). Suhu
pembentukan gel yang rendah berguna untuk aplikasinya sebagai media
pertumbuhan bakteri dan bioteknologi (Meena et al., 2008), karena sebagai media
pertumbuhan bakteri diperlukan bahan yang memiliki stabilitas tinggi yang akan
tetap cair pada suhu 42°C dan tetap padat bila digunakan pada suhu 37°C
(Winarno, 1990). Hasil analisis titik jendal pada agar media ditunjukkan pada
Gambar 20.
60
18
15
2019
21 2319
2223 23
0
10
20
30
Kontrol C1T0 C1T30 C1T60 C2T0 C2T30 C2T60 C3T0 C3T30 C3T60
Tit
ik J
end
al ( C
)
Perlakuan
Keterangan: C1 = Agar media + kitosan 0,5% T0 = Waktu adsorpsi 0 menit (10 detik)
C2 = Agar media + kitosan 0,75% T30 = Waktu adsorpsi 30 menit
C3 = Agar media + kitosan 1% T60 = Waktu adsorpsi 60 menit
Gambar 20. Hasil uji titik jendal agar media
Hasil uji titik jendal didapatkan suhu pembentukan gel agar media berkisar
antara 15±1,19°C – 23±3,13°C. Nilai titik jendal agar media yang dihasilkan lebih
rendah dibandingkan dengan titik jendal standar agar media komersial yakni
sebesar 35°C. Sementara itu, hasil yang berbeda diperoleh pada agar media yang
dibuat dari rumput laut lain, yakni pada Gelidium rigidum berkisar antara 25 -
34°C (Murdinah et al., 2008), sedangkan pada Gracilaria chilensis adalah sebesar
33 - 34°C (Utomo dan Satriyana, 2006). Menurut Purnawati (1992) dalam
Murdinah et al. (2008), menerangkan bahwa titik jendal erat kaitannya dengan
kadar 3,6-anhidro-L-galaktosa, jika kadarnya tinggi maka akan menyebabkan sifat
beraturan dalam rantai polimer bertambah sehingga meningkatkan potensi
pembentukan heliks rangkap dan membuat titik jendal akan lebih cepat tercapai.
Hasil analisis ragam titik jendal agar media (Lampiran 6i, Tabel 27)
menunjukkan bahwa perlakuan adsorpsi oleh kitosan dengan perbedaan
konsentrasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap titik jendal agar media. Namun,
perlakuan lamanya waktu adsorpsi serta interaksi antara kedua perlakuan tidak
memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap titik jendal agar media. Hasil
61
uji lanjut Duncan terhadap parameter konsentrasi penambahan kitosan (Lampiran
6i, Tabel 28) menunjukkan bahwa agar media kontrol (tanpa adsorpsi) dan agar
media yang diadsorpsi oleh kitosan 0,5% memiliki pengaruh yang berbeda dengan
agar media yang diadsorpsi oleh kitosan 1%, namun ketiganya memiliki pengaruh
yang sama dengan agar media yang diadsorpsi oleh kitosan 0,75%.
Yarnpakdee et al. (2015) melaporkan bahwa suhu pembentukan gel agar
dipengaruhi oleh adanya gugus metoksi (R-O-CH3) yang merupakan salah satu
residu dari pembentukan jembatan ikatan antara karbon C-3 dengan C-6 pada saat
perubahan struktur agaropektin oleh perlakuan alkali. Gugus metoksi tersebut
dianggap sebagai gugus yang mengatur suhu pembentukan gel, jika kadarnya
tinggi menyebabkan suhu pengaturan pembentukan gel tinggi (Freile-Pelegrin dan
Murano, 2005; Praiboon et al., 2006; Wang et al., 2016). Hasil analisis
menunjukkan bahwa, titik jendal pada agar media meningkat seiring dengan
meningkatnya konsentrasi penambahan kitosan. Peningkatan konsentrasi
berkaitan dengan jumlah adsorben kitosan yang ditambahkan pada proses
pemurnian agar media, yang menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi atau
jumlah kitosan yang ditambahkan menyebabkan semakin banyaknya jumlah
residu sisa pembentukan agar seperti gugus metoksi, yang terserap pada molekul
kitosan sehingga beberapa residu penting yang mempengaruhi pembentukan gel
agar berkurang dan mengurangi suhu pengaturan pembentukan gel agar.
4.4.5 Titik Leleh (Melting Point)
Titik leleh (melting point) adalah suhu ketika larutan mencair pada
konsentrasi tertentu (Wenno et al., 2012). Suhu pelelehan gel merupakan suhu
62
saat gel agar-agar berubah menjadi fase sol, dimana dalam hal ini terjadi
penguraian daerah simpul menjadi pilinan ganda dan selanjutnya berubah menjadi
konformasi gulungan acak (Utomo dan Satriyana, 2006). Pelelehan agar terjadi
pada suhu tinggi (80 - 90 °C) disebabkan karena dibutuhkan energi yang besar
untuk memecah struktur gel agar (Yarnpakdee et al., 2015). Hasil uji titik leleh
pada agar media ditampilkan pada Gambar 21.
58 61 6065 65 64
66 65 66 66
0
20
40
60
80
Kontrol C1T0 C1T30 C1T60 C2T0 C2T30 C2T60 C3T0 C3T30 C3T60
Tit
ik L
ele
h ( C
)
Perlakuan
Keterangan: C1 = Agar media + kitosan 0,5% T0 = Waktu adsorpsi 0 menit (10 detik)
C2 = Agar media + kitosan 0,75% T30 = Waktu adsorpsi 30 menit
C3 = Agar media + kitosan 1% T60 = Waktu adsorpsi 60 menit
Gambar 21. Hasil uji titik leleh agar media
Hasil analisis menunjukkan bahwa suhu titik leleh agar media berkisar
antara 60,30±4,05°C – 65,85±2,02°C. Suhu tersebut lebih rendah dibandingkan
standar agar media komersial dengan suhu pelelehan sebesar 88°C (Tabel 1).
Hasil yang tidak jauh berbeda juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan
oleh Murdinah et al. (2008), menggunakan Gelidium rigidum yang menghasilkan
titik leleh agar sebesar 67 - 77°C, sedangkan pada penelitian Utomo dan Satriyana
(2006), yang menggunakan Gracilaria chilensis didapatkan titik leleh agar yang
lebih tinggi yakni sebesar 83 - 85°C. Menurut Utomo dan Satriyana (2006), suhu
pelelehan gel dipengaruhi oleh bobot molekul dan ikatan hidrogen yang terdapat
dalam bahan tersebut. Bobot molekul yang tinggi akan menyebabkan temperatur
63
leleh semakin tinggi. Ikatan hidrogen yang terbentuk dari suatu rantai polimer
polisakarida dengan rantai polimer lainnya, menyebabkan terbentuknya jaringan
polimer yang kompleks sehingga untuk mengurai jaringan tersebut dibutuhkan
suhu yang tinggi.
Hasil analisis ragam titik leleh agar media (Lampiran 6j, Tabel 29)
menunjukkan bahwa perlakuan penambahan kitosan dengan berbagai konsentrasi
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap titik leleh agar media. Namun, perlakuan
lamanya waktu adsorpsi serta interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan
pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap titik leleh agar media. Hasil uji lanjut
Duncan pada parameter konsentrasi penambahan kitosan (Lampiran 6j, Tabel 30)
menunjukkan bahwa agar media kontrol (tanpa adsorpsi) memiliki pengaruh yang
berbeda dengan agar media yang ditambahkan dengan perlakuan adsorpsi oleh
kitosan. Sementara itu, agar media dengan perlakuan adsorpsi oleh kitosan dengan
konsentrasi 0,5; 0,75; dan 1% ketiganya memiliki pengaruh yang sama terhadap
titik jendal agar media.
Menurut Gaol et al. (2013), salah satu yang mempengaruhi suhu
pelelehan zat adalah kemurnian dari zat tersebut. Semakin banyak pengotor atau
zat asing yang terkandung pada bahan, maka titik leleh akan semakin menurun
(Suptijah et al., 2014). Berdasarkan hasil analisis, titik leleh agar media cenderung
memiliki nilai yang berdekatan pada setiap penambahan konsentrasi kitosan,
namun nilai tersebut meningkat dengan bertambahnya konsentrasi. Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi kitosan menyebabkan semakin
banyaknya jumlah partikel serta situs-situs aktif penyerapan kitosan (Tammi et
al., 2013) sehingga semakin banyak zat asing dan pengotor yang terserap pada
64
molekul kitosan. Namun, rendahnya titik leleh yang didapatkan pada penelitian ini
menunjukkan bahwa kemampuan penyerapan pengotor oleh kitosan masih kurang
optimum, sehingga masih terdapat sejumlah kecil pengotor yang mengurangi
kemurnian dari agar media dan menyebabkan penurunan titik leleh.
4.5 Hasil Analisis Struktur Molekul Agar Media
4.5.1 Analisis Gugus Fungsi Agar Media
Analisis gugus fungsi senyawa yang terdapat pada agar media dilakukan
menggunakan alat spektrofotometer FTIR. Spektrum hasil analisis dengan
spektrofotometer FTIR ditampilkan pada Gambar 22.
Keterangan: C1 = Agar media + kitosan 0,5% T0 = Waktu adsorpsi 0 menit (10 detik)
C2 = Agar media + kitosan 0,75% T30 = Waktu adsorpsi 30 menit
C3 = Agar media + kitosan 1% T60 = Waktu adsorpsi 60 menit
Gambar 22. Spektrum FTIR agar media
Hasil analisis menunjukkan bahwa pola spektrum pada agar media yang
diadsorpsi dengan kitosan pada berbagai konsentrasi serta waktu adsorpsi yang
berbeda menunjukkan hasil yang sama dengan spektrum agar media kontrol
(kitosan 0%). Berdasarkan Gambar 22 terdapat beberapa pita serapan penting
yang menunjukkan gugus fungsi yang umumnya terdapat pada agar murni. Pita
65
spektrum agar media kontrol menunjukkan adanya puncak serapan pada daerah
3434 cm-1
yang menunjukkan adanya vibrasi ulur dari O-H akibat adanya ikatan
hidrogen pada struktur agar yang menyebabkan puncak melebar dan terjadi
pergeseran kearah bilangan gelombang yang lebih pendek. Puncak serapan yang
terjadi pada daerah 2917 cm-1
pada agar media kontrol merupakan pita serapan
untuk gugus fungsi CH2, pada daerah 1646 cm-1
menunjukkan adanya serapan
yang disebabkan oleh vibrasi ulur dari ikatan rangkap pada gugus karbonil (C=O),
yang dikarakteristikkan sebagai amida primer, yang menunjukkan adanya
kandungan protein pada agar media (Guerrero et al., 2013). Serapan gugus
karbonil tersebut umumnya terjadi pada daerah 1700 cm-1
, bergesernya daerah
serapan tersebut diakibatkan oleh perubahan struktur yang terjadi pada agar
media. Menurut Yarnpakdee et al. (2015), adanya protein pada agar media
disebabkan oleh kandungan bahan mentah (rumput laut) yang digunakan kaya
akan protein.
Puncak serapan yang terjadi pada daerah 1376 cm-1
menunjukkan adanya
serapan dari ester sulfat. Menurut Suptijah (2012), daerah serapan ester sulfat
seharusnya terjadi pada daerah 1200 cm-1
, pergeseran bilangan gelombang
tersebut menandakan bahwa ester sulfat yang terdapat pada agar media telah
berkurang. Hal tersebut terlihat dari rendahnya kadar sulfat yang didapat pada
agar media dari hasil penelitian (Gambar 13). Penurunan jumlah sulfat pada agar
media dapat disebabkan oleh proses praperlakuan menggunakan NaOH yang
berfungsi untuk mengikat sulfat pada molekul agaropektin sehingga mengubah
struktur agar. Selain itu juga disebabkan oleh penggunaan kitosan pada proses
66
pemurnian agar media yang berfungsi untuk mengikat ion sulfat pada agar
sehingga mengurangi kandungan sulfatnya.
Sementara itu, serapan yang terjadi pada 930 cm-1
menunjukkan adanya
serapan gugus C-O-C pada struktur 3,6-anhidrogalaktosa. Puncak serapan pada
daerah 890 cm-1
menunjukkan adanya serapan C-H bending yang terikat sebagai
gugus metoksi pada struktur D-galaktosa (Meena et al., 2011). Karakteristik
gugus fungsi pada agar media lainnya ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Karakteristik gugus fungsi pada agar media
Bilangan Gelombang (cm-1
)
vibrasi
ulur O-H CH2 C=O
Ester
Sulfat C-O-C
CH2
bending
Kontrol 3434 2917 1646 1376 931 890
C1T0 3435 2929 1646 1376 931 890
C1T30 3434 2929 1646 1376 931 890
C1T60 3435 2929 1647 1376 931 890
C2T0 3434 2902 1646 1375 931 890
C2T30 3435 2921 1646 1377 931 889
C2T60 3435 2928 1641 1376 931 890
C3T0 3434 2930 1647 1376 931 890
C3T30 3435 2919 1650 1376 931 890
C3T60 3434 2928 1642 1376 931 890
Keterangan: C1 = Agar media + kitosan 0,5% T0 = Waktu adsorpsi 0 menit (10 detik)
C2 = Agar media + kitosan 0,75% T30 = Waktu adsorpsi 30 menit
C3 = Agar media + kitosan 1% T60 = Waktu adsorpsi 60 menit
4.5.2 Karakteristik Mikrostruktur Agar Media
Karakteristik mikrostruktur agar media yang dihasilkan dilakukan dengan
menggunakan alat SEM. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penambahan kitosan terhadap agar media hasil ekstraksi rumput laut Gelidium sp.
dilihat dari struktur mikro agar media. Hasil analisis morfologi permukaan agar
media dengan alat SEM dengan tegangan 20 kV pada perbesaran 7500x
ditampilkan pada Gambar 23.
Agar media
Gugus
Fungsi
67
(a) Kontrol (b) C1T0
(c) C1T30 (d) C1T60
(e) C2T0 (f) C2T30
(g) C2T60 (h) C3T0
(j) C3T30 (i) C3T60
Keterangan: C1 = Agar media + kitosan 0,5% T0 = Waktu adsorpsi 0 menit (10 detik)
C2 = Agar media + kitosan 0,75% T30 = Waktu adsorpsi 30 menit
C3 = Agar media + kitosan 1% T60 = Waktu adsorpsi 60 menit
Gambar 23. Hasil analisis mikrostruktur agar media
68
Hasil analisis memperlihatkan struktur agar media, dimana terdapat serat-
serat yang menandakan partikel karbon pada struktur polimer agar yang terdiri
a a n e gala a yang al ng e a le a an α- dan β-1,3 glikosidik
(Gambar 2). Hasil analisis SEM pada morfologi agar media kontrol ditampilkan
pada Gambar 23(a). Gambar tersebut memperlihatkan adanya rongga-rongga yang
kecil serta struktur permukaan yang kasar dan asimetris. Rongga-rongga kecil
tersebut kemungkinan berkaitan dengan kadar air yang terdapat pada agar media
kontrol (tanpa perlakuan adsorpsi). Permukaan yang kasar pada agar media
kontrol disebabkan oleh tekstur gelnya yang lebih lunak akibat jumlah air yang
terkandung pada agar media kontrol lebih banyak sehingga mengganggu
pengikatan atom karbon pada molekul agar itu sendiri. Hal ini berbeda dengan
agar media lainnya yang dilakukan perlakuan lanjutan dengan pemurnian
menggunakan kitosan, dimana struktur permukaan yang dihasilkan lebih halus
dan lebih merata.
Penambahan kitosan dapat mengurangi kandungan air yang terdapat pada
agar, dengan cara membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air (Kurniasih dan
Kartika, 2011), sehingga memudahkan monomer-monomer galaktosa pada agar
untuk berikatan sehingga rantai gelnya semakin banyak dan rapat. Berdasarkan
Gambar 23, terlihat bahwa struktur agar media semakin rapat seiring dengan
bertambahnya konsentrasi kitosan serta semakin lamanya waktu adsorpsi. Hal ini
terlihat pada susunan matriks polimer agar yang menunjukkan serat-serat yang
lebih seragam. Hasil tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan dan waktu
adsorpsi berpengaruh terhadap efisiensi penyerapan pengotor pada agar media
oleh molekul kitosan. Semakin banyak jumlah adsorben maka jumlah adsorbat
69
yang terserap semakin banyak (Tammi et al., 2013), serta semakin lama waktu
adsorpsi maka waktu kontak antara adsorben dengan adsorbat semakin lama
sehingga penyerapan menjadi maksimum (Gultom dan Lubis, 2014).
4.6 Aplikasi Agar Media sebagai Media Pertumbuhan Bakteri
Analisis mikrobiologi dilakukan untuk mengetahui kemampuan agar
media dalam menumbuhkan bakteri (Murdinah et al., 2008). Produk agar media
yang dihasilkan pada penelitian ini diaplikasikan sebagai media pertumbuhan
bakteri yang terdapat pada ikan kembung. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan metode perhitungan Angka Lempeng Total (ALT), untuk
mengetahui jumlah koloni bakteri yang terdapat pada sampel ikan kembung
tersebut. Hasil uji mikrobiologi pada agar media ditampilkan pada Gambar 24.
1,14 x 105
1,54 x 105
1,04 x 105
1,51 x 105
1,34 x 105
0,39 x 105
0,53 x 1050,64 x 105
0,07 x 105
0,44 x 105
0
1
2
Kontrol C1T0 C1T30 C1T60 C2T0 C2T30 C2T60 C3T0 C3T30 C3T60
Jum
lah
ko
lon
i (cfu
/mL
)
Perlakuan
Keterangan: C1 = Agar media + kitosan 0,5% T0 = Waktu adsorpsi 0 menit (10 detik)
C2 = Agar media + kitosan 0,75% T30 = Waktu adsorpsi 30 menit
C3 = Agar media + kitosan 1% T60 = Waktu adsorpsi 60 menit
Gambar 24. Hasil perhitungan Angka Lempeng Total pada agar media
Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh sampel agar media memiliki
kemampuan untuk menumbuhkan bakteri. Jumlah koloni bakteri yang tumbuh
pada agar media berkisar antara 0,07 x 105 – 1,54 x 10
5 cfu/mL. Berdasarkan hasil
70
analisis, jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada agar media yang diadsorpsi oleh
kitosan 0,5% selama 0 dan 60 menit serta kitosan 0,75% selama 0 menit, memiliki
jumlah yang tidak terlalu berbeda dengan agar media kontrol (1,14 x 105 cfu/mL).
Namun, jumlah koloni yang tumbuh pada agar media hasil penelitian jumlahnya
masih lebih kecil dibandingkan jumlah koloni yang tumbuh pada agar media
komersial difco berdasarkan percobaan yakni sebesar 1,81x105 cfu/ml. Hal
tersebut kemungkinan disebabkan oleh tingkat kemurnian pada agar media hasil
penelitian lebih rendah dibandingkan dengan agar media komersial difco.
Sementara itu, pertumbuhan bakteri pada agar media menunjukkan
penurunan jumlah koloni seiring dengan bertambahnya konsentrasi penambahan
kitosan. Penurunan jumlah koloni pada media agar media seiring dengan
penambahan konsentrasi adsorben kitosan dapat disebabkan oleh kadar abu pada
agar media. Kadar abu agar media yang didapatkan pada penelitian ini mengalami
peningkatan seiring dengan bertambahnya konsentrasi penambahan kitosan
(Gambar 10). Menurut Murdinah et al. (2008), adanya kandungan abu yang
berlebih pada agar media akan menghambat pertumbuhan bakteri pada media.
Rumput laut mengandung mineral seperti kalium, kalsium, fosfor, zat besi, dan
iodium, yang dibutuhkan dalam pertumbuhan mikroorganisme, namun jumlah
yang dibutuhkan hanya sedikit (Kumala et al., 2013). Semakin tinggi kadar abu,
maka jumlah mineral yang terkandung lebih banyak sehingga kemurnian media
agar menjadi berkurang (DIFCO and BBL Manual, 2009). Nilai kadar abu yang
tinggi dapat disebabkan oleh proses pencucian bahan yang kurang maksimal
karena banyaknya pengotor yang menempel pada rumput laut sehingga masih
terdapat mineral lain yang tertinggal dan ikut terekstrak bersama agar. Selain itu,
71
tingginya kadar abu juga disebabkan oleh kurang optimumnya proses pemurnian
oleh adsorben kitosan yang digunakan, sehingga diperlukan perlakuan lebih lanjut
untuk memaksimalkan penyerapan pengotor oleh kitosan yang dapat dilakukan
dengan cara memperkecil ukuran kitosan ataupun dengan cara mengaktivasi
kitosan dengan menggunakan asam terlebih dahulu sehingga luas permukaannya
lebih besar dan meningkatkan daya serapnya.
72
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Adsorben kitosan dapat digunakan untuk meningkatkan kemurnian agar
media yang dihasilkan dari rumput laut Gelidium sp.
2. Konsentrasi dan waktu adsorpsi yang berbeda memberikan pengaruh
terhadap sifat fisika dan kimia agar media yang dihasilkan serta mampu
meningkatkan kualitasnya. Kombinasi perlakuan adsorpsi yang optimum
untuk agar media dari Gelidium sp dihasilkan pada adsorpsi oleh kitosan
dengan konsentrasi 0,75% dan waktu adsorpsi selama 0 menit (10 detik).
3. Agar media yang diadsorpsi oleh kitosan pada konsentrasi 0,75% selama 0
menit memiliki nilai karakteristik yang mendekati standar agar media
komersial dengan jumlah rendemen sebesar 3,50%, kadar air 14,61%,
kadar abu 4,02%, kadar abu tak larut asam 0,93%, kadar sulfat 1,34%,
kekuatan gel 1054,96 g/cm2, viskositas 60 Cp, sineresis 4,62%, titik leleh
65°C dan titik jendal 20,75°C serta dapat digunakan sebagai media
pertumbuhan bakteri dengan jumlah koloni rata-rata 1,34x105 cfu/mL.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait metode ekstraksi lain untuk
meningkatkan jumlah rendemen agar media yang dihasilkan dari rumput laut
Gelidium sp. serta diperlukan perlakuan lanjutan terhadap adsorben kitosan untuk
memaksimalkan daya serapnya dan meningkatkan kemurnian agar media.
73
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A., Suptijah, P. 2006. Pengaruh Penambahan Berbagai Konsentrasi
Kitosan terhadap Mutu Agar Bakto Gracilaria sp. Pros. Seminar
Nasional Kitin : 102-108. ISBN: 979-990-212-6.
Abdullah, A., Suptijah, P., Suwandi, R. 2008. Karakteristik Fisik dan Kimia Agar
Bakto Dengan Penambahan Kitosan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan.
Vol. X1 No. 1 : 28-29.
Abidin, Z., Rudyanto, M., Sudjarwo. 2015. Isolasi dan Karakterisasi Agarosa dari
Rumput Laut Gracilaria verrucosa. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia.
Vol. 13: 69-75.
Ahmad, R., Surif, M., Ramli, N., Yahya, N., Nor, A.R., Bekbayeva, L. 2011. A
Preliminary Study on Agar Content and Agar Gel Strength of Gracilaria
manilaensis Using Different Agar Extraction Process. World Applied
Sciences Journal. Vol. 15 No. 2 : 184-188.
Ahmad, M., Ahmed, S., Swami, B.L., Ikram, S. 2015. Adsorption of Heavy Metal
Ions: Role of Chitosan and Cellulose for Water Treatment. Vol. 2 No.6 :
280-289.
Akar, S.T., San, E., Akar, T. 2016. Chitosan-Alunite Composite: an Effective Dye
Remover With High Sorption, Regeneration, Application Potential.
Carbohydrate Polymers. Vol. 143 : 318-326.
Alfiany, H., Bahri, S., Nurakhirawati. 2013. Kajian Penggunaan Arang Aktif
Tongkol Jagung Sebagai Adsorben Logam Pb dengan Beberapa
Aktivator Asam. Jurnal Natural Science. Vol. 2 No. 3 : 75-86.
Alvarenga, ES. 2011. Characteritation and Properties of Chitosan. Biotechnology
of Biopolymers, Prof. Magdy Elnashar (Ed.). ISBN: 978-953-307-179-4
Anggara, R., Sularno, Junaidi. 2016. Pengaruh Pemberian Oligo Kitosan
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Srikandi Putih-1.
Jurnal Agrosains dan Teknologi. Vol. 1 No. 2 : 1-8.
Anward, G., Hidayat Y., Rokhati, N. 2013. Pengaruh Konsentrasi serta
Penambahan Gliserol Terhadap Karakteristik Film Alginat dan Kitosan.
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. Vol. 2 No. 3 : 51-56.
Ariyani, F., Yennie, Y. 2008. Pengawetan Pindang Ikan Layang (Decapterus
ruselli) menggunakan Kitosan. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan. Vol. 3 No. 2 : 139-146.
74
Ariyanti, E.S., Mulyono, A. 2010. Otomatisasi Pengukuran Koefisien Viskositas
Zat Cair Menggunakan Gelombang Ultrasonik. Jurnal Neutrino. Vol. 2
No. 2 : 183-192.
Asni, Nurul, Saadilah, M.A, Saleh, Djonaedi. 2014. Optimalisasi Sintesis Kitosan
dari Cangkang Kepiting sebagai Adsorben Logam Berat Pb (II). Spektra.
Vol. 15 No. 1 : 18-25.
Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisika. Oxford. University Lecturer and Fellow of
Lincoln College.
Auliah, Army. 2009. Lempung Aktif Sebagai Adsorben Ion Fosfat dalam Air.
Jurnal Chemica. Vol. 10 No. 2 : 14-23.
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2015. Rumput Laut Kering. SNI 2690:2015.
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2015. Penentuan Impurities pada Rumput
Laut. SNI 8169:2015.
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2015. Penentuan Clean Anhydrous Weed
(CAW) pada Rumput Laut Kering. SNI 8168:2015.
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2015. Agar-Agar Tepung. SNI 2802:2015.
Banerjee, S., Bhattacharya, S. 2011. Compresive Textural Attributes, Opacity and
Syneresis of Gels Prepared from Gellan, Agar and Their Mixtures.
Journal of Food Engineering. Vol. 102 : 287-292.
Barros, F.C.N., Silva, D.C., Sombra, V.G., Maciel, J.S., Feitosa, J.P.A., Freitas,
A.L.P., Paula, R.C.M. 2013. Structural Characterization of
Polysaccharide Obtained from Red Seaweed Gracilaria caudate (J
Agardh). Carbohydrate Polymers. Vol. 92 : 598-6033.
a al J. ya ud n Ma’ u .F. 2 3. enga u n en a La u an
Potasium Hidroksida Terhadap Mutu Kappa-Karaginan yang diekstraksi
dari Euchema cottoni. J. Penel. Perik. Indonesia. Vol. 9 No. 5 : 95 – 103.
Bhattacharya, S., Zaman, M.K. 2009. Pharmacognostical Evaluation of
Zanthoxylum nitidum Bark. International Journal of PharmTech
Research. Vol. 1 No. 2 : 292-298.
Blanco, A., Garcia-Abuin, A., Gomez-Diaz, D., Navaza, J.M. 2013.
Physicochemical Characterization of Chitosan Derivatives. Journal of
Food. Vol. 11 No. 2 : 190-197.
Boo, G.H., Kim, K.M., Nelson, W.A., Rodriguez, R., Yoon, K.J., Boo, S.M.,
2013. Taxonomy and Distribution of Selected Species of The Agarophyte
75
Genus Gelidium (Gelidiales, Rhodophyta). J Appl Phycol. Vol. 26 :
1243-1251.
Cahyana, Agus, Marzuki, Ahmad, Cari. 2014. Analisa SEM (Scanning Electron
Microscope) pada Kaca TZN yang Dikristalkan Sebagian. Pros.
Matematics and Sciences Forum. ISBN : 978-602-0960-00-5
Darmawan, M., Syamdidi, Hastarini, E. 2006. Pengolahan Bakto Agar dari
Rumput Laut Merah (Rhodymenia ciliate) dengan Pra Perlakuan Alkali.
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Vol. 1
No. 1 : 9-18.
DIFCO and BBL Manual. 2009. Manual of Microbiological Culture Media
Second Edition. USA
Daud, Rohama. 2013. Pengaruh Masa Tanam Terhadap Kualitas Rumput Laut,
Kappaphycus alvarezii. Media Akuakultur. Vol. 8 No. 2 : 135-138.
Distantina, S., Rusman, O., Hartati, S. 2006. Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat
pada Perendaman terhadap Kecepatan Ekstraksi Agar-Agar. Ekuilibrium.
Vol. 5 No. 1 : 34-39.
Distantina, S., Anggraeni, D.R., Fitri, L.E. 2008. Pengaruh Konsentrasi dan Jenis
Larutan Perendaman terhadap Kecepatan Ektraksi dan Sifat Gel Agar-
Agar dari Rumput Laut Gracilaria verucosa. Jurnal Rekayasa Proses.
Vol. 2 No.1 : 11-16.
Distantina, S., Fadilah, Dyartanti, E.R., Artati, E.K. 2013. Pengaruh Rasio Berat
Rumput Laut-Pelarut terhadap Ekstraksi Agar-Agar. Ekuilibrium. Vol. 6
No. 2 : 53-58.
Doss, A. Rukshana, M.S. 2016. Distribution Pattern of Marine Seaweeds in the
Manapad Coastal Region. Saudi Journal of Pathology and Microbiology.
Vol. 1 No. 1 : 10-13.
Dwiyitno. 2011. Rumput Laut sebagai Sumber Serat Pangan Potensial. Squalen.
Vol. 6 No. 1 : 9-17.
Fransiska, D., Murdinah. 2007. Prospek Produksi Agarosa dan Agar Mikrobiologi
di Indonesia. Squalen. Vol. 2 No.2 : 65-72.
Freile-Pelegrin, Y., Murano, E. 2005. Agars from Three Species of Gracilaria
(Rhodophyta) from Yucatan Peninsula. Bioresource Technology. Vol.
96: 295-302.
Freile-Pelegrin Y, Madera-Santana T, Robledo D, Veleva L, Quintana P, Azamar,
JA. 2007. Degradation of Agars Films in Humid Tropical Climate:
76
Thermal, Mechanical, Morphological and Structural Changes. J. Polymer
Degradation and Stability, 92 : 244-252.
Gaol, M.R.L.L., Sitorus, R., Yanthi, Surya, I., Manurung, R. 2013. Pembuatan
elul a e a da α-Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit. Jurnal
Teknik Kimia USU. Vol. 2 No. 3 : 33-39.
Guerrero, P., Etxabide, A., Leceta, I., Penalba, M., Caba, K. 2014. Extraction of
Agar from Gelidium sesquipedale (Rodhopyta) and Surface
Characterization of Agar Based Films. Carbohydrate Polymers. Vol. 99:
491-498.
Gultom, E.M., Lubis, M.T. 2014. Aplikasi Karbon Aktif dari Cangkang Kelapa
Sawit dengan Aktivator H3PO4 untuk Penyerapan Logam Berat Cd dan
Pb. Jurnal Teknik Kimia USU. Vol. 3 No. 1 : 5-10.
Gunawan, B., Azhari, C.D. 2010. Karakterisasi Spektrofotometri IR dan Scanning
Electron Microscopy (SEM) Sensor Gas dari Bahan Polimer Poly
Ethylen Glycol (PEG). ISSN : 1979-6870.
Halada, G.P., Jha, P.K. 2015. Electrochemical Synthesis of Nitro-Chitosan.
Choatings. Vol. 3 No. 3 : 140-152.
Handayani, K., Yusnimar. 2013. Pengaruh Ukuran Partikel Bentonit dan Suhu
Adsorpsi terhadap Daya Jerap Bentonit dan Aplikasinya pada Bleaching
CPO. Jurnal Teknobiologi. Vol. 4 No. 2: 117-121.
Hargono, Budiyati, CS. 2008. Pengaruh Ukuran Butiran Adsorben Khitosan
Terhadap Derajat Adsorpsi/Penyerapan Logam Berat Tembaga (Cu2+
).
Momentum. Vol. 4 No. 1 : 31-36.
Harjunowibowo, D., Wijayanto, D.S., Rahayu., J.T.W. Model Eksperimen
Konversi Energi Sistem Refrigerasi dengan Metode Adsorpsi. JMPF.
Vol. 4 No. 2 : 14-19.
Haryanti, A.M, Darmanti, S., Izzati, M. 2008. Kapasitas Penyerapan dan
Penyimpanan Air pada Berbagai Ukuran Potongan Rumput Laut
Gracilaria verrucosa sebagai Bahan Dasar Pupuk Organik. BIOMA. Vol.
10 No. 1 : 1-6.
Herawati, Heny. 2008. Penentuan Umur Simpan pada Produk Pangan. Jurnal
Litbang Pertanian. Vol. 27 No. 4 : 124-130.
Herwanto, B., Santoso, E. 2006. Adsorpsi Ion Logam Pb(II) Pada Membran
Selulosa-Khitosan Terikat Silang. Akta Kimindo. Vol. 2 No. 1 : 9-24.
Imeson, Alan. 2010. Food Stabilisers, Thickeners and Gelling Agents. United
Kingdom : Blackwell Publishing Ltd.
77
Jamilah, Luthfa. 2013. Pemanfaatan Rumput Laut Gracilaria verrucosa sebagai
Produk Bakto Agar dan Aplikasinya dalam Media Pertumbuhan
Mikroorganisme. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Japan Electron Optics Laboratory (JEOL). 2016. Scanning Electron Microscope A
to Z : Basic Knowledge for Using The SEM. JEOL. 3-6.
Jayakumar, R., Prabaharan, R., Nair, S.V., Tokura, S., Tamura, H., Selvamurugan,
N. 2010. Novel Carboxymethyl Derivatives of Chitin and Chitosan
Materials and Their Biomedical Applications. Progress in Material
Science. Vol. 55 : 675-709.
Jayanudin, Zakiyah, A., Nurbayanti, F. 2014. Pengaruh Suhu dan Rasio Pelarut
Ekstraksi Terhadap Rendemen dan Viskositas Natrium Alginat dari
Rumput Laut Cokelat (Sargassum sp). Jurnal Integrasi Proses. Vol. 5
No. 1 : 51-55.
Koh, Jeremi, Ahmad, Z.A, Mohamad, A.A. 2012. Bacto Agar-Based Gel Polymer
Electrolyte. Ionics, 18 : 359-364.
Kriswiyanti, E., Danarto, Y.C. 2007. Model Kesetimbangan Adsorpsi Cr dengan
Rumput Laut. Ekuilibrium. Vol. 6 No. 2 : 47-52.
Kumala, S, Sumarni, R, Rachmani, R, Ruswita, A. 2013. Alga Merah (Gracilaria
verrucosa) sebagai Bahan Bakto Agar. Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 6
No.3 : 166-171.
Kumar, V., Fotedar, R. 2009. Agar Extraction Process for Gracilaria cliftoni.
Carbohydrate Polymers. Vol. 78 : 813-819.
Kuncari, E.S., Iskandarsyah, Praptiwi. 2014. Evaluasi, Uji Stabilitas Fisik dan
Sineresis Sediaan Gel yang Mengandung Minoksidil, Apigenin dan
Perasan Herba Seledri (Apium gravolens L.). Bul. Penelitian Kesehatan.
Vol. 42 No. 4 : 213-222.
Kurnianto, D, Triandiza, T. 2013. Pengaruh Musim Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Rumput Laut Euchema cottoni yang Ditanam Pada Dua Lokasi
Perairan di Maluku Tenggara. Seminar Nasional Sains & Teknologi V
Lembaga Penelitian Universitas Lampung.
Kurniasih, M., Kartika, D. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Fisika-Kimia Kitosan.
Jurnal Inovasi. Vol. 5 No. 1 : 42-48.
Kurniasih, M., Riapanitra, A., Rohadi, A. 2014. Adsorpsi Rhodamin B dengan
Adsorben Kitosan Serbuk dan Beads Kitosan. Sains dan Matematika.
Vol. 2 No. 2 : 27-33.
78
Kusuma, W.H., Santosa, G.W., Pramesti, R. Pengaruh Konsentrasi NaOH yang
Berbeda Terhadap Mutu Agar Rumput Laut Gracilaria verrucosa.
Journal of Marine Research. Vol. 2 No. 2 : 120-129.
Kusuma, I.D.G.P., Wiratni, N.M., Wiratma, I.G.L. 2014. Isoterm Adsorpsi Cu2+
oleh Biomassa Rumput Laut Eucheuma spinosum. E-Journal Kimia
Visvitalis Univ. Pend. Ganesha. Vol. 2 No. 1 : 1-10.
Laksono, E.W. 2009. Kajian Terhadap Aplikasi Kitosan Sebagai Adsorben Ion
Logam dalam Limbah Cair. Jurdik Kimia. FMIPA : UNY.
Mahatmanti, F.W., Sumarni, W. 2003. Kajian Termodinamika Penyerapan Zat
Warna Indikator Metil Oranye (MO) dalam Larutan Air oleh Adsorben
Kitosan. JSKA. Vol. 6 No. 2 : 1-19.
Marguerite, Rinaudo. 2006. Chitin and Chitosan: Properties and Applications.
Prog Polym. Sci. (31): 603-632.
Meena, R., Prasad, K., Ganesan, M. 2008. Superior Quality Agar from Gracilaria
Species (Gracilariales, Rhodophyta) Collected from The Gulf of Mannar,
India. J Appl Phycol. Vol. 20 : 397-402.
Meena, R., Prasad, K., Siddhanta, A.K. 2011. Preparation of Superior Quality
Products from Two Indian Agarophytes. J Appl Phycol. Vol. 23: 183-189
Meinita, M.D.N., Marhaeni, B., Winanto, T., Jeong, G.T., Khan, M.N.A., Hong,
Y.K. 2013. Comparison of Agarophytes (Gelidium, Gracilaria, and
Gracilariopsis) as Potential Resources for Bioethanol Production. J Appl
Phycol. Vol. 25 : 1957-1961.
Modibbo, U.U., Osemeahon, S.A., Shagal, M.H., Halilu. Effect of Moisture
Content on The Drying Rate Using Traditional Open Sun and Shade
Drying of Fish from Njuwa Lake in North-Eastern Nigeria. IOSR-JAC.
Vol. 7 No. 1 : 41-45.
Munifah, Ifah. 2008. Prospek Pemanfaatan Alga Laut untuk Industri. Squalen.
Vol. 3 No. 2 : 58-62.
Murdinah. 2011. Prospek Pengembangan Produk Berbasis Rumput Laut Euchema
spinosum dari Nusa Penida, Bali. Pros. Forum Inovasi Teknologi
Akuakultur : 1139-1142.
Murdinah, Fransiska, D., Subaryono. 2008. Pembuatan Bakto Agar dari Rumput
Laut Gelidium rigidum untuk Media Tumbuh Bagi Mikroorganisme.
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Vol. 3
No. 1 : 79-88.
79
Murti, Anjar W. 2007. Pembuatan Agar-Agar dengan Metode Absorbsi Kitosan.
Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Mutiatikum, D., Alegantina, S., Astuti, Y. 2010. Standardisasi Simplisia dari
Buah Miana (Plectranthus seutellaroides (L) R.Bth) yang Berasal dari 3
Tempat Tumbuh Manado, Kupang dan Papua. Bul. Penelit. Kesehat. Vol.
3 No. 1 : 1-16.
Nurjanah, Azka, A., Abdullah, A. 2012. Aktivitas Antioksidan dan Komponen
Bioaktif Semanggi Air (Marsilea crenata). Jurnal Inovasi dan
Kewirausahaan. Vol. 1 No. 3 : 152-158.
Onyango, M.S, Kuchar, D, Kubota, M, Matsuda, H. 2007. Adsorptive Removal of
Phosphate Ions from Aqueous Solution Using Synthetic Zeolite. Ind.
Eng. Chem. Res 46 : 894-900.
Orduna-Rojas, J., Camacho, Y.G., Orozco-Meyer, P., Rodriguez, R.R., Ruiz, I.P.,
Gonzalez, A.Z., Lopez, A.E.M. 2008. Agar Properties of Two Species of
Gracilariaceae from The Gulf of California, Mexico. J. Appl Phycol. Vol.
20: 169-175.
Permanasari, A., Siswaningsih, W., Wulandari, I. 2010. Uji Kinerja Adsorben
Kitosan-Bentonit Terhadap Logam Berat dan Diazinon Secara Simultan.
Jurnal Sains dan Teknologi. Vol. 1 No. 2 : 121-134.
Petrovski, S, Tillett, D. 2012. Back to the Kitchen: Food-Grade Agar is a Low-
Cost Alternative to Bacteriological Agar. Analytical Biochemistry 429:
140-141.
Piluharto, B., Mahendra, Y.I., Andarini, N. 2016. Hybrid Kitosan/Bentonit
Sebagai Matriks untuk Pelepasan Ion Amonium dalam Air. Journal
Kimia Riset. Vol. 1 No. 1 : 42-47.
Praiboon, J., Chirapart, A., Akakabe, Y., Bhumibhamon, O., Kajiwara, T. 2006.
Physical and Chemical Characterization of Agar Polysaccharides
Extracted from the Thai and Japanese Species of Gracilaria. Science
Asia. Vol. 32 No. 1 : 11-17.
Pramono, E., Prabowo, P.S.A., Purnawan, C., Wulansari, J. 2012. Pembuatan dan
Karakterisasi Kitosan Vanilin sebagai Membran Polimer Elektrolit.
Alchemy. Vol. 8 No. 1 : 70-78.
Purwanto, R.O., Argo, B.D., Hermanto, M.B. 2013. Pengaruh Komposisi Sirup
Glukosa dan Variasi Suhu Pengeringan Terhadap Sifat Fisiko-Kimia dan
Inderawi Dodol Rumput Laut (Euchema spinosum). Jurnal Bioproses
Komoditas Tropis. Vol. 1 No. 1 : 1-12.
80
Rasyid, Abdullah. 2004. Beberapa Catatan Tentang Agar. Oseana. Vol. 29 No. 2 :
1-7.
Rosulva, Indah. 2008. Pembuatan Agar Bakto dari Rumput Laut Gelidium sp.
dengan Khitosan sebagai Absorben. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian
Bogor.
Sari, Mayang. 2011. Identifikasi Protein Menggunakan Fourier Transform
Infrared (FTIR). Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.
Sastrohamidjojo, H. 1992. Spektroskopi Inframerah Cetakan Pertama.
Yogyakarta: Penerbit Liberti.
Singh, T., Meena, R., Kumar, A. 2009. Effect of Sodium Sulfate on The Gelling
Behavior of Agarose and Water Structure Inside The Gel Networks. J.
Phys. Chem. B. Vol. 113 No. 8 : 2519-2525.
Suhartono, M.T. 2006. Pemanfaatan Kitin dan Kitosan, Kitooligosakarida.
Foodreview 1(6): 33.
Sujatno, A., Salam, R., Bandriyana, Dimyati, A. 2015. Studi Scanning Electron
Microscopy (SEM) untuk Karakterisasi Proses Oxidasi Paduan
Zirkonium. Jurnal Forum Nuklir (JFN). Vol. 9 No. 2 : 44-50.
Subaryono, Murdinah. 2011. Kualitas Agar-Agar dari Rumput Laut Gracilaria
chilensis yang Dibudidayakan di Lampung. Prosiding Forum Inovasi
Teknologi Akuakultur. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Suparmi, Sahri, A. 2009. Mengenal Potensi Rumput Laut: Kajian Pemanfaatan
Sumber Daya Rumput Laut dari Aspek Industri dan Kesehatan. Sultan
Agung Vol XLIV No. 118 : 95-116.
Suptijah, Pipih. 2012. Pengembangan Kitosan sebagai Absorben Pengotor dalam
Aplikasi Pemurnian Agar dan Karagenan. Disertasi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Suptijah, P., Jacoeb, A.M., Rachmania, D. 2011. Karakterisasi Nano Kitosan
Cangkang Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) dengan Metode
Gelasi Ionik. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. Vol.14
No.2 : 78-84.
Suptijah, P., Ibrahim, B., Ernawati. 2014. Pemanfaatan Limbah Krustasea dalam
Pembuatan Glukosamin Hidroklorida (GlcN HCl) dengan Metode
Autoklaf. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 5 No. 2 : 171-
179.
81
Suseno, J.E., Firdausi, K.S. 2008. Rancang Bangun Spektroskopi FTIR (Fourier
Transform Infrared) untuk Penentuan Kualitas Susu Sapi. Berkala Fisika.
Vol. 11 No. 1 : 23-28.
Susilo, Deni. 2015. Kemampuan Bakto Agar dari Rumput Laut Gelidium sp.
sebagai Media Pertumbuhan Bakteri yang Diaplikasikan pada Ikan
Layang (Decaptelus ruselli). Artikel Jurnal. Gorontalo: Universitas
Negeri Gorontalo.
Swastawati, F., Wijayanti, I., Susanto, E. 2008. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang
Menjadi Edible Coating untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan.
Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol. 4 No. 4 : 101-106.
Silvia, R., Waryani, S.W., Hanum, F. 2014. Pemanfaatan Kitosan dari Cangkang
Rajungan (Portonus sangnolentus L.) sebagai Pengawet Ikan Kembung
(Rastrelliger sp) dan Ikan Lele (Clarias Batrachus). Jurnal Teknik Kimia
USU. Vol. 3 No. 4 : 18-24.
Tammi, T., Suaniti, NM, Manurung, M. 2013. Variasi Konsentrasi dan pH
Terhadap Kemampuan Kitosan Dalam Mengadsorpsi Metilen Biru.
Jurnal Kimia 7(1) : 11-18.
Treyball, R.E. 1981. Mass-Transfer Operations. 3rd
edition. New York: Mc Graw
Hill International Editions.
Utomo, B.S.B, Satriyana, N. Sifat Fisiko-Kimia Agar-Agar dari Rumput Laut
Gracilaria chilensis yang Diekstrak dengan Jumlah Air Berbeda. Jurnal
Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. Vol. 13 No. 1 : 45-50.
Wang, L., Shen, Z., Mu, H., Lin, Y., Zhang, J., Jiang, X. 2016. Impact of Alkali
Pretreatment on Yield, Physico-Chemical and Gelling Properties of High
Quality Agar from Gracilaria tenuistipitata. Food Hydrocolloids.
Wenno, M.R., Thenu, J.L., Lopulalan, C.G.C. 2012. Karakteristik Kappa
Karaginan dari Kappaphycus alvarezii pada Berbagai Umur Panen. JPB
Perikanan. Vol. 7 No. 1 : 61-67.
Wetenhall, B., Race, J.M., Downie, M.J. 2014. The Effect of CO2 Purity on the
Development of Pipeline Networks for Carbon Capture and Storage
Schemes. International Journal of Greenhouse Gas Control. Vol. 30 :
197-211.
Wijayanto, Y.R., Darjito, Prananto, Y.P. 2013. Pengaruh pH dan Waktu Kontak
Pada Adsorpsi Pb(II) menggunakan Adsorben Kitin Terfosforilasi dari
Limbah Cangkang Bekicot (Achatina fulica). Kimia Student Journal.
Vol. 1 No. 2: 289-295.
82
Wilhelm, L.R., Suter, D.A., Brusewitz, G.H. 2004. Drying and Dehydration
(Chapter 10). Food and Process Engineering Technology. 259-264.
Winarno, F.G. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wiyarsi, A., Priyambodo, E. 2009. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dari Cangkang
Udang Terhadap Efisiensi Penjerapan Logam Berat. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Wu, Ying, Geng, Fengying, Chang, P.R., Yu, Jiugao, Ma, Xiaofei. 2009. Effect of
Agar on The Microstructure and Performance of Potato Starch Film.
Carbohydrate Polymers. Vol. 76 : 299-304.
Wulandari, EP. 2012. Sintesis dan Karakterisasi Film Kitosan dari Bahan
Cangkang Udang. Tesis. Medan: Universitas Negeri Medan.
Yarnpakdee, S., Benjakul, S., Kingwascharapong, P. 2015. Physico-chemical and
Gel Properties of Agar from Gracilaria tenuistipitata from the Lake of
Songkhla, Thailand. Food Hydrocolloids. 51: 217-226.
Yogeshkumar, G., Atul, G., Adhikrao, Y. 2013. Chitosan and Its Application: A
Review of Literature. IJRPBS. Vol. 4(1) : 312-331.
Yousefi, M.K., Islami, H.R., Filizade, Y. 2013. Effect of Extraction Process on
Agar Properties of Gracilaria corticata (Rhodophyta) Collected from
Persian Gulf. Phycologia. Vol. 52 No. 6 : 481-487.
Yuliusman, Adelina, P.W. 2010. Pemanfaatan Kitosan dari Cangkang Ranjungan
pada Proses Adsorpsi Logam Nikel dari Larutan NiSO4. Seminar
Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN: 1411-4216.
Yuniarifin, H., Bintoro, V.P., Suwarastuti, A. 2006. Pengaruh Berbagai
Konsentrasi Asam Fosfat pada Proses Perendaman Tulang Sapi Terhadap
Rendemen, Kadar Abu dan Viskositas Gelatin. J. Indon. Trop. Anim.
Agric. Vol. 31 No. 1 : 55-61.
Yurida, M., Afriani, E., Arita, S. 2013. Pengaruh Kandungan CaO dari Jenis
Adsorben Semen Terhadap Kemurnian Gliserol. Jurnal Teknik Kimia.
Vol. 2 No. 19. : 33-41.
83
LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian
Rumput Laut
Gelidium sp. kering
Pencucian dan perendaman dengan
air (1:10) selama 1 malam
Pencucian dengan air
Praperlakuan asam (CH3COOH 0,5% 1:10)
t = 60 menit ; T = suhu ruang
Uji karakteristik awal
bahan baku :
1. Impurities
2. CAW
3. Kadar air
Pemucatan dengan NaOCl 4% (1:10) t = 30 menit ; T = suhu ruang
Pencucian dengan air sampai pH = 6
Ekstraksi dengan air (1:10) t = 120 menit ; T = 90°C
Penyaringan ekstrak agar dari rumput laut
Praperlakuan alkali (NaOH 5% 1:10)
t = 90 menit ; T = 90°C)
Filtrat agar
84
Keterangan :
Pemurnian filtrat agar oleh adsorben kitosan (T = 90°C)
Kitosan 0,5% :
1. t = 0 menit
2. t = 30 menit
3. t = 60 menit
Kitosan 0,75% :
1. t = 0 menit
2. t = 30 menit
3. t = 60 menit
Kitosan 1% :
1. t = 0 menit
2. t = 30 menit
3. t = 60 menit
Penyaringan filtrat agar dan kitosan
Penjendalan agar (1 malam)
Penyimpanan agar dalam cold storage (1 malam)
Proses thawing dan pengeringan agar media
Penepungan agar media
Uji karakteristik fisika, kimia, mikrobiologi,
analisis gugus fungsi, dan mikrostruktur agar media
Tepung agar media
Input
Proses
Hasil
Filtrat agar
Filtrat agar
85
Lampiran 2. Identifikasi Jenis Rumput Laut
86
Lampiran 3. Spesifikasi Standar Bahan Baku Komersial
Tabel 5. Karakteristik kitosan komersial
Parameter Karakteristik
Warna Putih-kekuningan
Tekstur Padat (serpihan)
Derajat deasetilasi ≥ 8 – 85%
Viskositas 20 – 500 cps
Kadar air ≤
Kadar abu ≤ 2
Kadar protein ≤
pH (1%) 7-8
Sumber: PT. Biotech Surindo
Tabel 6. Karakteristik agar media komersial difco
Parameter Karakteristik Standar Mutu Agar Media
Kadar air 5 – 11 %
Kadar abu 3,0 - 6,5 %
Kadar abu tak larut asam -
Kekuatan gel 600 - 800 g/cm2
Titik jendal (Gelling point) 33 - 38 °C
Titik leleh (Melting point) 80 - 90 °C
Kadar sulfat ≤ 1,7 %
Sumber: DIFCO and BBL Manual (2009)
87
Lampiran 4. Hasil Analisis Agar Media
Tabel 7. Hasil uji kimia agar media
No Sampel
Hasil Uji
Rendemen
(%) K. Air (%) K. Abu (%)
K. ATLA
(%)
K. Sulfat
(%)
1
Agar Media
Kontrol 4,21 ± 0,70 16,37 ± 0,26 4,15 ± 0,27 0,73 ± 0,03 1,38 ± 0,13
2
Agar Media +
Kitosan 0,5% ;
0 menit
2,83 ± 0,38 11,28 ± 0,24 4,54 ± 1,05 1,11 ± 0,10 1,37 ± 0,11
3
Agar Media +
Kitosan 0,5% ;
30 menit
3,28 ± 0,38 14,87 ± 0,47 4,82 ± 0,13 0,83 ± 0,11 1,65 ± 0,08
4
Agar Media +
Kitosan 0,5% ;
60 menit
3,49 ± 0,19 15,08 ± 0,84 4,20 ± 0,55 0,88 ± 0,18 1,58 ± 0,14
5
Agar Media +
Kitosan 0,75% ;
0 menit
3,50 ± 0,10 14,61 ± 0,15 4,02 ± 0,14 0,93 ± 0,63 1,34 ± 0,07
6
Agar Media +
Kitosan 0,75% ; 30 menit
4,00 ± 0,90 15,19 ± 0,58 6,93 ± 0,14 2,28 ± 0,16 2,06 ± 0,38
7
Agar Media +
Kitosan 0,75% ;
60 menit
4,35 ± 0,12 13,16 ± 1,07 6,69 ± 0,55 1,97 ± 0,15 1,60 ± 0,24
8
Agar Media +
Kitosan 1% ; 0
menit
4,06 ± 0,33 14,20 ± 0,45 5,86 ± 0,88 1,57 ± 0,28 1,30 ± 0,25
9
Agar Media +
Kitosan 1% ; 30
menit
4,33 ± 0,74 14,55 ± 1,22 5,90 ± 0,72 1,95 ± 0,05 1,34 ± 0,32
10
Agar Media +
Kitosan 1% ; 60 menit
3,78 ± 0,30 14,67 ± 0,34 6,69 ± 0,80 1,86 ± 0,28 1,16 ± 0,18
88
Tabel 8. Hasil uji fisika agar media
No Sampel
Hasil Uji
Kekuatan Gel
(g/cm2)
Viskositas
(Cp)
Sineresis
(%)
Titik Leleh
(°C)
Titik Jendal
(°C)
1
Agar Media
Kontrol 1354,82 ± 361,30 40,38 ± 19,60 2,84 ± 0,24 57,93 ± 4,58 17,53 ± 4,25
2
Agar Media +
Kitosan 0,5% ;
0 menit
1270,01 ± 225,74 48,10 ± 39,83 2,73 ± 0,51 60,83 ± 3,18 15,00 ± 1,19
3
Agar Media +
Kitosan 0,5% ;
30 menit
1124,62 ± 180,23 80,00 ± 9,63 3,22 ± 0,21 60,30 ± 4,05 20,33 ± 3,30
4
Agar Media + Kitosan 0,5% ;
60 menit
1025,05 ± 288,67 70,25 ± 16,74 2,52 ± 0,83 64,85 ± 3,80 19,03 ± 2,37
5
Agar Media +
Kitosan 0,75% ;
0 menit
1054,96 ± 172,93 60,00 ± 16,51 4,62 ± 0,43 65,00 ± 1,59 20,75 ± 3,63
6
Agar Media +
Kitosan 0,75% ;
30 menit
1327,52 ± 92,76 27,50 ± 7,68 2,54 ± 0,10 63,85 ± 1,14 22,98 ± 0,62
7
Agar Media +
Kitosan 0,75% ;
60 menit
1445,74 ± 68,36 24,00 ± 1,83 1,99 ± 0,17 65,68 ± 2,36 19,00 ± 1,63
8
Agar Media +
Kitosan 1% ; 0
menit
1306,01 ± 41,66 20,50 ± 2,08 2,38 ± 0,22 65,35 ± 1,39 22,43 ± 3,05
9
Agar Media +
Kitosan 1% ; 30
menit
1359,52 ± 26,64 24,75 ± 2,36 2,57 ± 0,14 65,80 ± 1,75 23,40 ± 3,13
10
Agar Media +
Kitosan 1% ; 60
menit
1243,47 ± 41,07 23,25 ± 2,75 2,67 ± 0,07 65,85 ± 2,02 23,18 ± 2,49
89
Tabel 9. Hasil uji TPC agar media
No Sampel Ulangan Pengenceran Jumlah Koloni
(cfu/ml) 10x 100x 1000x
1 Agar Media
komersial difco
1 TBUD TBUD 187
181.000 2 TBUD TBUD 175
2
Agar Media
Kontrol
(Kitosan 0%)
1 TBUD TBUD 263
127.000 TBUD TBUD 127*
2 TBUD TBUD 130*
101.500 TBUD TBUD 73*
3
Agar Media +
Kitosan 0,5% ;
0 menit
1 TBUD TBUD 159*
202.000 TBUD TBUD 245*
2 TBUD TBUD 107*
106.000 TBUD TBUD 105*
4
Agar Media +
Kitosan 0,5% ;
30 menit
1 TBUD TBUD 122*
147.500 TBUD TBUD 173*
2 TBUD TBUD 280
61.000 TBUD TBUD 61*
5
Agar Media +
Kitosan 0,5% ;
60 menit
1 TBUD TBUD 169*
192.000 TBUD TBUD 215*
2 TBUD TBUD 132*
110.000 TBUD TBUD 88*
6
Agar Media +
Kitosan 0,75% ;
0 menit
1 TBUD TBUD 108*
135.000 TBUD TBUD 162*
2 TBUD TBUD 127*
134.500 TBUD TBUD 142*
7
Agar Media +
Kitosan 0,75% ;
30 menit
1 TBUD 149* 101*
50.375 TBUD 106* 75*
2 TBUD 113* 44*
27.825 TBUD 130* 43*
8
Agar Media +
Kitosan 0,75% ;
60 menit
1 TBUD 162* 89*
53.750 TBUD 158* 100*
2 TBUD 156* 94*
53.425 TBUD 151* 89*
9
Agar Media +
Kitosan 1% ; 0
menit
1 TBUD 160* 121*
74.775 TBUD 191* 143*
2 TBUD 156* 89*
55.025 TBUD 175* 98*
10
Agar Media +
Kitosan 1% ; 30
menit
1 112* 52* 23
3.445 135* 61* 12
2 155* 85* 25*
11.500 245* 65* 12
11 Agar Media +
Kitosan 1% ; 60
menit
1 TBUD 199* 137*
66.646 TBUD 187* 129*
2 TBUD 111* 33*
22.925 TBUD 146* 23
Keterangan : *Jumlah koloni terpilih (25 – 250)
90
Lampiran 5. Contoh Perhitungan
a. Clean Anhydrous Weed (CAW)
Sampel Ulangan Berat Aluminium
foil (Wa)
Berat Sampel
(Wo)
Berat Akhir
(Wd)
Gelidium sp. 1 5,30 g 60 g 30,32 g
5,28 g 60 g 30,95 g
d a
3 32 5 3
= 41,70%
2 d a
3 95 5 29
= 42,78%
a a a a 2
2
2 8
2
= 42,24%
b. Impurities
Sampel Ulangan Berat Sampel (Wo) Berat Pengotor (Wd)
Gelidium sp. 1 250.02 g 33.53 g
250.02 g 27.63 g
mpurities d
25 2 g
33 53 g
= 13,41%
mpurities 2 d
25 2 g
2 3 g
= 11,05%
a a a a mpurities mpurities mpurities 2
2
3 5
2
= 12,23%
c. Rendemen
Sampel Ulangan Berat Rumput Laut
Kering (A)
Berat Tepung Agar
Media (B)
Agar Media + Kitosan
0,75% ; 30 menit
1 1000 g 46,31 g
2 1000 g 33,64 g
91
d. Kadar Air
Sampel Ulangan Bobot cawan
kosong (A)
Bobot cawan + sampel sblm
pemanasan (B)
Bobot cawan + sampel stlh
pemanasan (C)
Agar Media Kontrol
(Kitosan 0%)
1 28,9828 g 30,9830 g 30,6499 g
32,7655 g 34,7658 g 34,4352 g
. a
3 983 g – 3 99 g
3 983 g – 28 9828 g
= 16,65%
. a 2
3 58 g – 3 352 g
3 58 g – 32 55 g
= 16,53%
a a a a ada a ada a ada a 2
2
5 53
2
= 16,59%
e. Kadar Abu
Sampel Ulangan Bobot cawan
kosong (A)
Bobot cawan +
Abu (B)
Bobot
Contoh
Agar Media Kontrol
(Kitosan 0%) 1
28,9828 29,0733 2,0002
32,7655 32,8435 2,0003
. a u
n
29 33 g – 28 9828 g
2 2 g
= 4,52%
ende en
3 g
g
= 4,63%
ende en 2
33 g
g
= 3,36%
a a a a ende en ende en ende en 2
2
3 3 3
2
= 4,00%
92
. a u 2
n
32 8 55 g – 32 55 g
2 3 g
= 3,90%
a a a a ada a u ada a u ada a u 2
2
52 3 9
2
= 4,21%
f. Kadar Abu Tak Larut Asam
Sampel Ulangan Bobot cawan
kosong (A)
Bobot cawan +
Abu (B)
Bobot
Contoh
Agar Media Kontrol
(Kitosan 0%) 1
32,7655 32,7805 2,0002
23,5986 23,6131 2,0003
. L
n
32 8 5 g – 32 55 g
2 2 g
= 0,75%
. L 2
n
23 3 g – 233 598 g
2 3 g
= 0,72%
a a a a ada L ada L ada L 2
2
5 2
2
g. Kadar Sulfat
Sampel Ulangan
Bobot
cawan kosong (A)
Bobot
Contoh
Bobot cawan
+ Abu (B)
Bobot
Endapan (B - A)
Agar Media Kontrol
(Kitosan 0%)
1
29,2531 1,0008 29,2829 0,0298
28,2502 1,0009 28,2823 0,0321
Fa a M O
2
M a O
9
233
. ul a enda an
n
298
8 g
= 1,23%
93
. ul a 2 enda an
n
32
9 g
= 1,32%
a a a a ada ul a ada ul a ada ul a 2
2
23 32
2
= 1,27%
h. Sineresis
Sampel Ulangan Berat Awal (Wo) Berat Akhir (Wa)
Agar Media Kontrol (Kitosan 0%)
1 149,50 145,23
155,60 151,20
ne e a
9 5 – 5 23
9 5
= 2,94%
ne e 2 a
55 – 5 2
55
= 2,91%
a a a a ne e ne e ne e 2
2
2 9 2 9
2
= 2,93%
i. Penentuan Total Mikroba
Sampel Ulangan Pengenceran
10-1
10-2
10-3
Agar Media + Kitosan
0,5% ; 0 menit 1
TBUD TBUD 159
TBUD TBUD 245
Ju la l n u L l n e l
F
59
3 2 5
3
2
= 202.000 cfu/mL
94
Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan
a. Rendemen
Tabel 10. Analisis ragam (two-way ANOVA) rendemen agar media
Source Type III Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Corrected Model 4,477a 9 ,497 2,086 ,134
Intercept 261,402 1 261,402 1096,254 ,000
Konsentrasi_kitosan 2,596 2 1,298 5,444 ,025
Waktu_adsorpsi ,664 2 ,332 1,393 ,293 Konsentrasi_kitosan *
Waktu_adsorpsi ,801 4 ,200 ,840 ,530
Error 2,384 10 ,238 Total 293,083 20
Corrected Total 6,861 19
a. R Squared = ,652 (Adjusted R Squared = ,340)
Tabel 11. Uji lanjut Duncan parameter konsentrasi kitosan pada rendemen agar
media
Konsentrasi kitosan N Subset
1 2
C1 6 3,2017
C2 6 3,9467 3,9467 C3 6 4,0567
Kontrol 2 4,2150
Sig. ,056 ,475
b. Kadar Air
Tabel 12. analisis ragam (two-way ANOVA) kadar air agar media
Source Type III Sum of
Squares df
Mean Square
F Sig.
Corrected Model 33,183a 9 3,687 9,570 ,001
Intercept 3806,487 1 3806,487 9880,436 ,000 Konsentrasi_Kitosan 1,775 2 ,888 2,304 ,150
Waktu_adsorpsi 6,936 2 3,468 9,001 ,006
Konsentrasi_Kitosan *
Waktu_adsorpsi 15,879 4 3,970 10,304 ,001
Error 3,853 10 ,385
Total 4183,372 20
Corrected Total 37,036 19
a. R Squared = ,896 (Adjusted R Squared = ,802)
95
Tabel 13. Uji lanjut Duncan parameter waktu adsorpsi pada kadar air agar media
Waktu adsorpsi N Subset
1 2 3
T0 6 13,3650 T60 6 14,3050 14,3050
T30 6 14,8700
Kontrol 2 16,3650 Sig. ,058 ,227 1,000
c. Kadar Abu
Tabel 14. Analisis ragam (two-way ANOVA) kadar abu agar media
Source Type III Sum
of Squares df
Mean
Square F Sig.
Corrected Model 24,189a 9 2,688 4,916 ,010
Intercept 487,200 1 487,200 891,205 ,000
Konsentrasi_Kitosan 9,132 2 4,566 8,352 ,007
Waktu_adsorpsi 4,539 2 2,269 4,151 ,049
Konsentrasi_Kitosan * Waktu_adsorpsi
7,165 4 1,791 3,277 ,058
Error 5,467 10 ,547
Total 608,221 20 Corrected Total 29,656 19
a. R Squared = ,816 (Adjusted R Squared = ,650)
Tabel 15. Uji lanjut Duncan parameter konsentrasi kitosan pada kadar abu agar
media
Konsentrasi kitosan N Subset
1 2
Kontrol 2 4,1500
C1 6 4,5200 C2 6 5,8767
C3 6 6,1483
Sig. ,495 ,615
Tabel 16. Uji lanjut Duncan parameter waktu adsorpsi pada kadar abu agar media
Waktu adsorpsi N Subset
1 2
Kontrol 2 4,1500
T0 6 4,8050 4,8050
T60 6 5,8583 T30 6 5,8817
Sig. ,239 ,077
96
d. Kadar Abu Tak Larut Asam
Tabel 17. Analisis ragam (two-way ANOVA) kadar abu tak larut asam agar media
Source Type III Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Corrected Model 5,983a 9 ,665 12,833 ,000
Intercept 31,473 1 31,473 607,589 ,000
Konsentrasi_Kitosan 2,709 2 1,355 26,149 ,000
Waktu_adsorpsi ,758 2 ,379 7,313 ,011 Konsentrasi_Kitosan *
Waktu_adsorpsi 1,470 4 ,368 7,095 ,006
Error ,518 10 ,052 Total 46,319 20
Corrected Total 6,501 19
a. R Squared = ,920 (Adjusted R Squared = ,849)
Tabel 18. Uji lanjut Duncan parameter konsentrasi kitosan pada kadar abu tak
larut asam agar media
Konsentrasi kitosan N Subset
1 2
Kontrol 2 ,7250
C1 6 ,9400 C2 6 1,7267
C3 6 1,7950
Sig. ,211 ,680
Tabel 19. Uji lanjut Duncan parameter waktu adsorpsi pada kadar abu tak larut
asam agar media
Waktu adsorpsi N Subset
1 2 3
Kontrol 2 ,7250 T0 6 1,2050
T60 6 1,5700
T30 6 1,6867 Sig. 1,000 1,000 ,485
e. Kadar Sulfat
Tabel 20. Analisis ragam (two-way ANOVA) kadar sulfat agar media
Source Type III Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Corrected Model 1,169a 9 ,130 2,681 ,070
Intercept 38,246 1 38,246 789,890 ,000
Konsentrasi_Kitosan ,490 2 ,245 5,058 ,030
Waktu_adsorpsi ,384 2 ,192 3,961 ,054
Konsentrasi_Kitosan * Waktu_adsorpsi
,274 4 ,068 1,414 ,298
Error ,484 10 ,048
Total 45,342 20 Corrected Total 1,653 19
a. R Squared = ,707 (Adjusted R Squared = ,443)
97
Tabel 21. Uji lanjut Duncan parameter konsentrasi kitosan pada kadar sulfat agar
media
Konsentrasi kitosan N Subset
1 2
C3 6 1,2683
Kontrol 2 1,3800 1,3800 C1 6 1,5333 1,5333
C2 6 1,6650
Sig. ,135 ,111
f. Kekuatan Gel
Tabel 22. Analisis ragam (two-way ANOVA) kekuatan gel agar media
Source Type III Sum of
Squares df
Mean Square
F Sig.
Corrected Model 350469,316a 9 38941,035 ,870 ,578
Intercept 28385946,046 1 28385946,
046 633,859 ,000
Konsentrasi_Kitosan 91745,840 2 45872,920 1,024 ,394
Waktu_adsorpsi 10903,289 2 5451,644 ,122 ,887
Konsentrasi_Kitosan * Waktu_adsorpsi
223947,520 4 55986,880 1,250 ,351
Error 447827,507 10 44782,751
Total 32106974,342 20
Corrected Total 798296,823 19
a. R Squared = ,439 (Adjusted R Squared = ,066)
g. Viskositas
Tabel 23. Analisis ragam (two-way ANOVA) viskositas agar media
Source Type III Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Corrected Model 8502,751a 9 944,750 3,148 ,044
Intercept 30920,037 1 30920,037 103,037 ,000
Konsentrasi_Kitosan 5833,988 2 2916,994 9,720 ,005 Waktu_adsorpsi 78,688 2 39,344 ,131 ,879
Konsentrasi_Kitosan *
Waktu_adsorpsi 2585,092 4 646,273 2,154 ,148
Error 3000,876 10 300,088 Total 46569,753 20
Corrected Total 11503,627 19
a. R Squared = ,739 (Adjusted R Squared = ,504)
98
Tabel 24. Uji lanjut Duncan parameter konsentrasi kitosan pada viskositas bakto
agar
Konsentrasi kitosan N Subset
1 2
C3 6 22,8333
C2 6 37,1667 Kontrol 2 40,3750 40,3750
C1 6 66,1167
Sig. ,201 ,062
h. Sineresis
Tabel 25. Analisis ragam (two-way ANOVA) sineresis agar media
Source Type III Sum of
Squares df
Mean Square
F Sig.
Corrected Model 9,104a 9 1,012 6,206 ,004
Intercept 140,841 1 140,841 864,055 ,000
Konsentrasi_Kitosan ,788 2 ,394 2,417 ,139 Waktu_adsorpsi 2,167 2 1,083 6,647 ,015
Konsentrasi_Kitosan *
Waktu_adsorpsi 6,146 4 1,537 9,427 ,002
Error 1,630 10 ,163
Total 168,656 20
Corrected Total 10,734 19
a. R Squared = ,848 (Adjusted R Squared = ,711)
Tabel 26. Uji lanjut Duncan parameter waktu adsorpsi pada sineresis agar media
Waktu adsorpsi N Subset
1 2
T60 6 2,3967
T30 6 2,7767 2,7767 Kontrol 2 2,8450 2,8450
T0 6 3,2450
Sig. ,164 ,148
i. Titik Jendal
Tabel 27. Analisis ragam (two-way ANOVA) titik jendal agar media
Source Type III Sum of
Squares df
Mean Square
F Sig.
Corrected Model 137,641a 9 15,293 2,485 ,086
Intercept 7132,689 1 7132,689 1159,174 ,000
Konsentrasi_Kitosan 72,031 2 36,015 5,853 ,021 Waktu_adsorpsi 24,906 2 12,453 2,024 ,183
Konsentrasi_Kitosan *
Waktu_adsorpsi 22,843 4 5,711 ,928 ,485
Error 61,532 10 6,153
Total 8489,765 20
Corrected Total 199,173 19
a. R Squared = ,691 (Adjusted R Squared = ,413)
99
Tabel 28. Uji lanjut Duncan parameter konsentrasi kitosan pada titik jendal agar
media
Konsentrasi kitosan N Subset
1 2
Kontrol 2 17,5250
C1 6 18,1167 C2 6 20,9083 20,9083
C3 6 23,0000
Sig. ,095 ,261
j. Titik Leleh
Tabel 29. Analisis ragam (two-way ANOVA) titik leleh agar media
Source Type III Sum of
Squares df
Mean Square
F Sig.
Corrected Model 143,238a 9 15,915 3,152 ,044
Intercept 70322,109 1 70322,109 13925,515 ,000
Konsentrasi_Kitosan 44,617 2 22,309 4,418 ,042 Waktu_adsorpsi 15,516 2 7,758 1,536 ,262
Konsentrasi_Kitosan *
Waktu_adsorpsi 12,979 4 3,245 ,643 ,644
Error 50,499 10 5,050
Total 80946,723 20
Corrected Total 193,736 19
a. R Squared = ,739 (Adjusted R Squared = ,505)
Tabel 30. Uji lanjut Duncan parameter konsentrasi kitosan pada titik leleh agar
media
Konsentrasi kitosan N Subset
1 2
Kontrol 2 57,9250 C1 6 61,9917
C2 6 64,8417
C3 6 65,6667 Sig. 1,000 ,051
100
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian
a. Karakteristik awal bahan baku rumput laut
Karang Pengotor lain
Rumput laut jenis lain Pasir
Jenis-jenis Impurities kasar pada sampel rumput laut Gelidium sp.
b. Hasil uji ALT pada media agar media hasil penelitian
Penanaman bakteri pada media agar media dari Gelidium sp.
101
c. Produk agar media hasil penelitian
Tepung bakto agar Bakto agar komersial Kontrol (Kitosan 0%)
100 mesh
Adsorpsi Kitosan 0,5% Adsorpsi Kitosan 0,5% Adsorpsi Kitosan 0,5%
0 menit 30 menit 60 menit
Adsorpsi Kitosan 0,75% Adsorpsi Kitosan 0,75% Adsorpsi Kitosan 0,75%
0 menit 30 menit 60 menit
Adsorpsi Kitosan 1% Adsorpsi Kitosan 1% Adsorpsi Kitosan 1%
0 menit 30 menit 60 menit
102
d. Alat dan bahan penelitian
Rumput laut Gelidium sp.
Uji CAW rumput laut Gelidium sp.
Proses ekstraksi rumput laut
Penjendalan (gelling) bakto agar
Penepung RETSCH
Texture Analyzer
103
Viskometer
Uji titik leleh (melting point)
Uji titik jendal (gelling point)
Uji sineresis
104
BIODATA MAHASISWA
IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Henggar Wahyu Siswanti
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 29 Oktober 1993
NIM : 1112096000038
Anak ke : 1 dari 3 bersaudara
Alamat Rumah : Kp. Lio Jl. H. Al Basorun RT.004 RW.007 No. 38
Citayam
Kel. Bojong Pondok Terong, Kec. Cipayung, Kota
Depok - 16431
Telp/HP. : 089689562975
Email : henggarws@gmail.com
Hobby/ Keahlian (softskill) : Desain grafis
PENDIDIKAN FORMAL
Sekolah Dasar : SDN Pancoranmas II Lulus tahun 2005
Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 1 Depok Lulus tahun 2008
SLTA/SMK : SMK Analis Kimia YKPI Bogor Lulus tahun 2012
Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Masuk tahun 2012
PENDIDIKAN NON FORMAL
Kursus/Pelatihan
1. SMK3 (OHSAS 18001:2007) : No. Sertifikat 068/ISP-S/IX/2016
PENGALAMAN ORGANISASI :
1. Himpunan Mahasiswa Kimia
(HIMKA)
: Jabatan Staf Ahli Departemen Sosial Tahun 2013 sd
2014
2. Laboratory Management of
Chemistry (LMC)
: Jabatan Anggota Bidang Dana dan Usaha Tahun
2013 sd 2014
3. Himpunan Mahasiswa Kimia
(HIMKA)
: Jabatan Staf Ahli Departemen Sosial Tahun 2014
sd 2015
105
PENGALAMAN KERJA :
1. Praktek Kerja Lapangan (PKL) : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) –
Pusat Penelitian Kimia
Judul : Sintesis Asam 2-(3-fenil-akriloiloksi)-
benzoat
SEMINAR/LOKAKARYA
1. Training Manajemen Database
Laboratorium Berbasis Online
: Januari / 2013
2. Pelatihan Keamanan dan
Keselamatan Kerja di
Laboratorium Kimia, dan
Pengenalan Android untuk
Pembelajaran Kimia di
Laboratorium
: September / 2013
3. Seminar Nasional Biokimia : Mei / 2014
4. Seminar Pengenalan SEM dan
XRD
: September / 2016
Recommended