View
230
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
24 | Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) ISSN 2443-0439
KARAKTERISTIK PENDERITA PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA 2015-2016
Manalu Sesilia Anita Tiodoraa, Novia Fransiskab, Hadi Irawiramanc
a Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman b Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda c Bagian Patologi Anatomi RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Korespondensi: sesiliaanita8@gmail.com
Abstrak Perdarahan uterus abnormal (PUA) mengacu pada frekuensi, durasi, atau kuantitas perdarahan menstruasi yang tidak normal, yang merupakan penyebab lebih dari 70% kunjungan ke dokter ginekologi pada wanita perimenopause dan pascamenopause. Penelitian ini bertujuan mengetahui distribusi usia penderita, paritas, keluhan utama, gambaran histopatologi, dan kadar hemoglobin pada kasus PUA di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda periode 2015-2016. Penelitian deskriptif retrospektif menggunakan data rekam medik penderita PUA. Hasil penelitian menunjukkan dari 165 kasus PUA didapatkan sebagian besar pasien berusia antara 41-50 tahun, yaitu 53,94% pasien dan paling jarang ditemukan pada usia >60 tahun, yaitu 1,82% pasien. Multipara adalah paritas mayor pada kasus PUA, yaitu 59,40% pasien dan grande multipara adalah paritas minor pada kasus PUA, yaitu 7,27% pasien. Perdarahan pervaginam adalah keluhan utama yang paling dominan, yaitu 81,21% pasien dan infertilitas merupakan keluhan utama yang paling jarang, yaitu 0,61% pasien. Hasil histopatologi yang paling umum adalah hiperplasia endometrium simpel, yaitu 49,56% pasien dan tidak ditemukan endometrium fase sekresi. Anemia berat merupakan kadar hemoglobin yang paling dominan, yaitu 51,75% pasien dan kadar hemoglobin normal paling jarang ditemukan, yaitu 11,40% pasien. Disimpulkan bahwa, penderita PUA di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda periode 2015-2016 paling sering pada usia 41-50 tahun, multipara, keluhan utama perdarahan pervaginam, hasil histopatologi hiperplasia endometrium simpel, dan anemia berat.
Kata Kunci: perdarahan uterus abnormal (PUA), paritas, gambaran histopatologi, kadar hemoglobin
Abstract Abnormal uterine bleeding (AUB) refers to a frequency, duration, or quantity of abnormal menstrual bleeding, which is the cause of more than 70% of visits to gynecologist in perimenopausal and postmenopausal women. The aims of this study was to know the distribution of patient’s age, parity, major complaints, histopathological pattern, and hemoglobin levels in AUB cases at RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda in the 2015-2016 period. A retrospective descriptive study was done using medical record data of AUB patients. The results show from 165 AUB cases obtained most of the patients were between 41-50 years of age was 53.94% patients and most rarely found at the age of >60 years was 1.82% patients. Multiparous was the major parity in AUB cases was 59.40% patients and grand multiparous was the minor parity in AUB cases was 7.27% patients. Vaginal bleeding was the most dominant major complaints was 81.21% patients and infertility was the most infrequent major complaints was 0.61% patients. The commonest histopathology results was simple endometrial hyperplasia was 49.56% patients and secretory endometrium phase wasn’t found. Severe anemia was the most dominant hemoglobin levels was 51.75% patients and normal hemoglobin levels was most rarely found was 11.40% patients. It was concluded that AUB patients at RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda in the 2015-2016 period most often at the age of 41-50 years, multiparous, the major complaints was vaginal bleeding, the histopathology results was simple endometrial hyperplasia, and severe anemia.
Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) | 25
Keywords: abnormal uterine bleeding (AUB), parity, histopathological pattern, hemoglobin levels
PENDAHULUAN
Perdarahan uterus abnormal (PUA) adalah
suatu istilah yang mengacu pada frekuensi, durasi,
ataupun kuantitas perdarahan menstruasi yang
tidak normal.1 Pada kondisi menstruasi normal,
volumenya adalah kurang dari 80 ml per siklus,
dengan durasi kurang dari atau sama dengan 7 hari
perdarahan aktif, dan frekuensi 21-35 hari.2 Salah
satu kondisi ginekologis yang paling umum dialami
oleh wanita usia reproduktif adalah PUA. Lebih dari
70% kunjungan ke ginekologi pada wanita
perimenopause dan pascamenopause disebabkan
oleh PUA.3
Penelitian yang dilakukan di Departemen
Obstetri dan Ginekologi Era Medical College pada
tahun 2014 di Lucknow, India, pada 100 wanita
kelompok usia perimenopausal (41-51 tahun)
menunjukkan hasil PUA terjadi pada 38% wanita
berusia 40-43 tahun, 41% wanita berusia 44-47
tahun, dan 21% wanita berusia 48-51 tahun. Angka
kejadian terbesar PUA terjadi pada sebagian besar
wanita multipara yang memiliki 2-4 anak, yaitu
53%.4 Dari beberapa negara berkembang
didapatkan data seperempat penduduk
perempuan dilaporkan pernah mengalami
menoragia, 21% mengeluh siklus haid memendek,
17% mengalami perdarahan antar haid, dan 6%
mengeluh perdarahan pascasanggama.5
Perdarahan uterus abnormal merupakan
penyebab tersering perdarahan abnormal
pervaginam pada masa reproduksi wanita. Dari
hasil penelitian, PUA terjadi pada 5-10% wanita di
Indonesia. Lebih dari 50% terjadi pada masa
perimenopause, 20% terjadi pada masa remaja,
dan 30% terjadi pada wanita usia produktif.6
Prevalensi PUA sebanyak 12,48% di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya pada tahun 2007 dan 2008 dan
8,8% dari seluruh kunjungan poli kandungan.5
Mayoritas wanita dengan PUA mengalami
keluhan utama 45% menoragia, 23% polimenorea,
dan 19% metroragia.4 Perdarahan uterus abnormal
meliputi oligomenorea, polimenorea,
hipomenorea, menoragia, metroragia, dan
perdarahan uterus disfungsional (PUD).1
Oligomenorea adalah perdarahan haid dengan
siklus yang lebih panjang dari normal (>35 hari).
Polimenorea adalah perdarahan haid dengan siklus
yang lebih pendek dari normal (<21 hari).
Hipomenorea adalah perdarahan haid dengan
jumlah darah yang lebih sedikit dan/atau durasi
lebih pendek dari normal. Menoragia
(hipermenorea) adalah perdarahan haid dengan
jumlah darah yang lebih banyak (>80 ml) dan/atau
durasi lebih lama dari normal (>7 hari) dengan
siklus normal yang teratur. Metroragia adalah
perdarahan haid dengan jumlah darah lebih banyak
dan/atau durasi lebih lama dari normal dengan
siklus yang tidak teratur. PUD adalah gangguan
haid tanpa adanya keadaan patologi pada panggul
dan penyakit sistemik.5
Perdarahan uterus abnormal dibagi menjadi
tiga jenis, yaitu (1) PUA akut merupakan
perdarahan haid yang banyak sehingga perlu
dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah
kehilangan darah. PUA akut dapat terjadi pada
kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya;
(2) PUA kronik adalah perdarahan haid yang telah
terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak
memerlukan penanganan yang cepat dibandingkan
PUA akut; (3) Perdarahan tengah (intermenstrual
26 | Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) ISSN 2443-0439
bleeding) adalah perdarahan haid yang terjadi di
antara dua siklus haid yang teratur. Perdarahan
dapat terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di
waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan
untuk menggantikan terminologi metroragia.7
Perdarahan menstruasi yang berat menyebabkan
anemia defisiensi besi dan membatasi aktivitas
normal pada dua pertiga wanita yang kehilangan
>80 ml darah per siklus menstruasi.8
Berdasarkan FIGO (International Federation of
Gynecology and Obstetrics), terdapat sembilan
kategori utama penyebab PUA yang disingkat
menjadi PALM-COEIN.9 Golongan PALM (Polyp,
Adenomyosis, Leiomyoma, and Malignancy)
menunjukkan adanya kelainan struktur anatomik,
sedangkan golongan COEIN (Coagulopathy,
Ovulatory disorders, Endometrial disorders,
Iatrogenic, and Not yet classified) menunjukkan
kelainan non-struktur atau fungsional.10 Suatu
penelitian dilakukan di Mediciti Institute of Medical
Sciences, a Rural Tertiary Teaching Hospital di
Telengana, India dengan sampel 250 wanita tidak
hamil pada usia reproduktif antara 25-45 tahun.
Hasilnya 60,4% PALM dan 39,6% COEIN. Leiomioma
adalah penyebab paling umum dari PUA (30,4%)
dan gangguan ovulasi sebagai penyebab kedua
(13,6%). Penyebab lainnya adalah 12% gangguan
endometrium, 12% adenomiosis, 11,6% iatrogenik,
10,4% polip, 7,6% keganasan, 1,6% belum
terklasifikasi, dan 0,8% koagulasi.11
Studi histopatologi endometrium pada wanita
perimenopause dan paskamenopause dengan PUA
sangat membantu untuk mendiagnosis hiperplasia
dan karsinoma endometrium. Studi prospektif di
Hospital and Research Center, Nashik, India
menemukan bahwa yang paling menonjol, yaitu
29% endometrium proliferatif, 28% hiperplasia
simpleks non atipik, 20% sekretorik, diikuti dengan
pola lainnya.12 Penelitian yang dilakukan di RSUP
Prof. R. D. Kandou Manado, selama periode 2
tahun didapatkan 51 kasus PUA, angka kejadian
terbesarnya ditemukan pada usia 41-50 tahun,
multipara, Indeks Massa Tubuh normal, jenis
leiomioma, dan hasil PA hiperplasia.13
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin
mengetahui karakteristik penderita PUA yang
bertujuan untuk mengetahui distribusi usia
penderita, paritas, keluhan utama, gambaran
histopatologi, dan kadar hemoglobin perdarahan
uterus abnormal di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda periode 2015-2016.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah deskriptif
retrospektif. Pengambilan sampel menggunakan
populasi terjangkau, yaitu mengambil seluruh
kasus PUA yang tercatat pada rekam medik di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda periode
2015-2016. Variabel dalam penelitian ini adalah
usia penderita, paritas, keluhan utama, gambaran
histopatologi, dan kadar hemoglobin. Hasil
pengukuran variabel dalam penelitian ini dianalisis
menggunakan metode deskriptif univariat, yaitu
mendeskripsikan setiap variabel dalam penelitian
dengan gambaran distribusi frekuensi beserta
persentasenya dalam bentuk narasi. Pengolahan
data dalam penelitian ini dilakukan secara manual
menggunakan program komputer (Microsoft Word
2010 dan Microsoft Excel 2010). Data disajikan
dalam bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi
beserta persentasenya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian deskriptif terhadap data
rekam medik penderita PUA di RSUD Abdul Wahab
Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) | 27
Sjahranie Samarinda Periode 2015-2016
didapatkan 165 responden, dengan rincian pada
tahun 2015 sebanyak 96 responden dan tahun
2016 sebanyak 69 responden.
Usia responden yang terbanyak menderita
perdarahan uterus abnormal di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda periode 2015-2016 adalah 41-
50 tahun. Sedangkan usia responden yang paling
sedikit menderita perdarahan abnormal tersebut
adalah lebih dari 60 tahun (Tabel 1).
Tabel 1. Distribusi Usia Penderita Perdarahan Uterus Abnormal di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Periode 2015-2016
Usia Penderita (tahun) N %
11-20 6 3,64
21-30 14 8,48
31-40 40 24,24
41-50 89 53,94
51-60 13 7,88
>60 3 1,82
Total 165 100
Dari segi paritas, responden dengan multipara
merupakan paling banyak menderita perdarahan
uterus abnormal, sedangkan responden dengan
grande multipara merupakan paling sedikit
menderita perdarahan tersebut (Tabel 2).
Tabel 2. Distribusi Paritas pada Penderita Perdarahan Uterus Abnormal di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Periode 2015-2016
Paritas N %
P0 (Nullipara) 25 15,15
P1 (Primipara) 30 18,18
P2-4 (Multipara) 98 59,40
P≥5 (Grande multipara) 12 7,27
Total 165 100
Keluhan utama yang paling banyak dikeluhkan
oleh responden adalah perdarahan pervaginam,
sedangkan infertilitas merupakan keluhan yang
paling sedikit (Tabel 3).
Tabel 3. Distribusi Keluhan Utama Perdarahan Uterus Abnormal di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Periode 2015-2016
Gambaran histopatologi yang terbanyak
adalah adanya hiperplasia endometrium simpel,
sedangkan gambaran hiperplasia endometrium
simpel atipik, endometritis, dan sisa kehamilan
merupakan gambaran histopatologi yang paling
sedikit dijumpai pada responden (tabel 4).
Tabel 4. Distribusi Gambaran Histopatologi Perdarahan Uterus Abnormal di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Periode 2015-2016
Gambaran Histopatologi N %
Hiperplasia endometrium simpel 57 49,6
Hiperplasia endometrium kompleks 17 14,8
Irregular shedding 13 11,3
Polip endometrium 6 5,2
Karsinoma endometrium 6 5,2
Hiperplasia endometrium kompleks atipik
4 3,5
Ketidakseimbangan hormonal 3 2,6
Endometrium fase proliferasi 3 2,6
Hiperplasia endometrium simpel atipik 2 1,7
Endometritis 2 1,7
Sisa kehamilan 2 1,7
Total 115 100
Kadar hemoglobin responden terbanyak
adalah dibawah 8.0 gr/dL atau dalam kondisi
anemia berat, sedangkan responden dengan
Keluhan Utama N %
Perdarahan pervaginam 134 81,21
Nyeri perut bagian bawah 20 12,12
Dismenore 7 4,24
Pembesaran perut bagian bawah 3 1,82
Infertilitas 1 0,61
Total 165 100
28 | Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) ISSN 2443-0439
kondisi tidak anemia (kadar Hb 12 gr/dL atau lebih)
paling sedikit dijumpai.
Tabel 5. Distribusi Kadar Hemoglobin Perdarahan Uterus Abnormal di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Periode 2015-2016
Kadar Hemoglobin (gr/dl) N %
<8,0 (Anemia berat) 59 51,75
8,0-10,9 (Anemia sedang) 26 22,81
11,0-11,9 (Anemia ringan) 16 14,04
≥12 (Tidak anemia) 13 11,40
Total 114 100
Kasus Perdarahan Uterus Abnormal menurut Usia
Penderita
Frekuensi terbanyak penderita PUA di RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda periode 2015-
2016 terdapat pada kelompok usia 41-50 tahun,
yaitu sebanyak 89 kasus (53,94%) dan kelompok
usia >60 tahun dengan frekuensi yang paling sedikit
pada penderita PUA, yaitu hanya terdapat 3 kasus
(1,82%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rifki, Loho, & Wagey (2016) di
bagian Obstetri dan Ginekologi di RSUP Prof. R. D.
Kandou Manado yang menyatakan bahwa kasus
PUA terbanyak terjadi pada kelompok usia 41-50
tahun, yaitu sebanyak 47,06%.13 Penelitian yang
dilakukan oleh Sawke, N. G., Sawke, G. K., & Jain
(2015) di Department of Pathology of People’s
College of Medical Sciences and Research Center,
Bhopal, Madhya Pradesh, India melaporkan 41%
kasus PUA terjadi pada kelompok usia 41-50
tahun.14
Alasan meningkatnya insidensi PUA pada
kelompok usia 41-50 tahun ini mungkin disebabkan
oleh fakta bahwa pasien tersebut berada dalam
periode klimakteriknya. Ketika wanita mendekati
menopause, siklus menstruasi menjadi memendek,
dan sering terjadi anovulasi secara intermiten
karena adanya penurunan jumlah folikel ovarium
dan peningkatan resistensi terhadap stimulasi
gonadotropik yang menyebabkan terjadinya
penurunan kadar estradiol sehingga endometrium
tidak dapat mempertahankan pertumbuhan
normalnya.15 Sebelum menstruasi berhenti total
dan menopause dimulai, seorang wanita melewati
periode yang disebut perimenopause. Selama
perimenopause, siklus hormon normal mulai
berubah dan ovulasi menjadi tidak konsisten.
Sementara sekresi estrogen terus berlanjut, sekresi
progesteron menjadi menurun. Hal ini
menyebabkan endometrium berproliferasi atau
memproduksi jaringan yang berlebihan, dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya polip
atau fibroid yang menyebabkan terjadinya PUA.
Wanita pada periode perimenopause juga berisiko
mengalami kondisi lain yang menyebabkan PUA,
termasuk kanker, infeksi, dan penyakit sistemik.16
Kasus Perdarahan Uterus Abnormal menurut
Paritas
Frekuensi terbanyak penderita PUA di RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda periode 2015-
2016 terdapat pada wanita dengan paritas 2-4
(multipara), yaitu sebanyak 98 kasus (59,40%) dan
paritas ≥5 (grande multipara) dengan frekuensi
yang paling sedikit pada penderita PUA, yaitu
hanya terdapat 12 kasus (7,27%). Hasil ini serupa
dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardani
(2017) di poli kandungan Rumah Sakit Angkatan
Laut dr. Ramelan Surabaya yang mengemukakan
bahwa PUA terjadi pada 56,10% pasien dengan
paritas 2-4 (multipara).17 Penelitian yang dilakukan
oleh Neeta, Gurung, Rana, & Jha (2014) di
Department of Obstetrics and Gynecology and
Department of Pathology, Tribhuvan University
Teaching Hospital, Kathmandu, Nepal
menunjukkan hasil yang hampir sama bahwa
Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) | 29
penderita PUA terbanyak adalah pasien dengan
paritas multipara, yaitu sebesar 72%.18
Hasil penelitian ini bertentangan dengan
faktor risiko, yaitu peningkatan jumlah paritas
menyebabkan penurunan insidensi PUA. Hal
tersebut disebabkan oleh karena kadar estrogen
yang rendah pada wanita multipara sehingga
mengakibatkan fase folikular pada wanita
multipara satu hari lebih lama daripada wanita
nullipara dan tidak adanya ovulasi selama
kehamilan. Estrogen berfungsi untuk proliferasi
endometrium. Jika kadar estrogen menurun, maka
tidak terjadi proliferasi endometrium secara
berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya
PUA.19 Setelah melahirkan akan terjadi penurunan
fungsi ovarium yang memanjang (berlangsung
beberapa tahun atau lebih) dan paparan terhadap
estradiol bebas akan berkurang sehingga dapat
menurunkan risiko kanker reproduksi yang dapat
menyebabkan terjadinya PUA. Kadar steroid
ovarium meningkat seiring bertambahnya waktu
kelahiran terakhir. Dari pernyataan ini dapat
disimpulkan bahwa multipara dapat menurunkan
insidensi PUA.20
Kasus Perdarahan Uterus Abnormal menurut
Keluhan Utama
Keluhan utama yang paling banyak ditemukan
pada penderita PUA di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda periode 2015-2016 adalah
perdarahan pervaginam, yaitu sebanyak 134 kasus
(81,21%) dan keluhan utama yang paling sedikit
ditemukan pada penderita PUA adalah infertilitas,
yaitu hanya terdapat 1 kasus (0,61%). Hasil
penelitian ini serupa dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ohonsi & Belga (2012) yang
menyebutkan bahwa keluhan utama penderita
PUA yang paling banyak ditemukan di Aminu Kano
Teaching Hospital, Kano, Nigeria adalah
perdarahan pervaginam, yaitu sebanyak 86,70%.21
Pada penderita PUA terjadi kekacauan
stimulasi siklus hormon seks yang diatur oleh
perkembangan folikel yang diikuti oleh ovulasi dan
pembentukan korpus luteum dan degenerasinya
jika tidak terjadi kehamilan. Pada siklus ovulasi,
PUA dapat disebabkan oleh terganggunya kontrol
lokal hemostasis dan vasokontriksi yang berguna
untuk mekanisme membatasi jumlah darah saat
pelepasan jaringan endometrium haid. Berbagai
molekul yang berguna untuk mekanisme kontrol
tersebut antara lain endotelin, prostaglandin,
vascular endothelial growth factor, matrix
metalloproteinases, enzim lisosom, dan fungsi
trombosit. Beberapa keadaan lain yang dapat
menyebabkan terjadinya PUA pada siklus ovulasi
adalah korpus luteum persisten dan insufisiensi
korpus luteum.22 Pada tingkat ovarium dan uterus,
anovulasi menghasilkan efek estrogen yang
berkepanjangan pada endometrium.23 Penyebab
anovulasi bermacam-macam mulai dari belum
matangnya aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium,
sampai suatu keadaan yang dapat mengganggu
aksis tersebut. Sindroma ovarium polikistik
merupakan salah satu contoh keadaan yang dapat
mengganggu aksis tersebut.24 Setelah ovulasi,
korpus luteum menghasilkan progesteron yang
berfungsi untuk menghentikan penebalan
endometrium dan menstabilkan endometrium.
Tanpa ovulasi, estrogen akan melanjutkan stimulasi
endometrium dan proliferasi berlebihan pada
lapisan endometrium. Endometrium menjadi tidak
stabil, tidak berdiferensiasi, dan luruh secara tidak
terduga. Pembuluh darah menjadi lebih besar,
lebih berliku-liku, dan lebih mudah rapuh. Hal
inilah yang menyebabkan terjadinya perdarahan
pervaginam.23
30 | Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) ISSN 2443-0439
Kadar hormon progesteron yang turun selama
terjadinya PUA akan merangsang pembebasan
prostaglandin uterus yang berlebihan.
Prostaglandin berfungsi merangsang kontraksi
ritmik ringan miometrium uterus. Kontraksi ini
membantu pengeluaran darah dan sisa
endometrium dari rongga uterus menuju vagina
(darah haid). Jika prostaglandin yang diproduksi
berlebihan, maka kontraksi uterus menjadi terlalu
kuat sehingga menyebabkan terjadinya kram haid
(dismenore) dan nyeri perut bagian bawah.25
Pada saat terjadi PUA, sekresi estrogen akan
terus berlanjut sedangkan sekresi progesteron
akan menurun. Hal ini menyebabkan endometrium
berproliferasi atau memproduksi jaringan yang
berlebihan sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya polip atau fibroid. Hal inilah yang
mengakibatkan terjadinya pembesaran perut
bagian bawah.16
Infertilitas berhubungan dengan anovulasi
kronis, dengan atau tanpa produksi androgen yang
berlebihan, sering terlihat pada penderita PUA.22
PUA berpotensi untuk dikaitkan dengan infertilitas
karena beberapa penyebab PUA (misalnya, fibroid
uterus atau polip endometrium). Juga mungkin
terkait dengan masalah ovulasi, ketidakseimbangan
hormonal, atau masalah struktural.26
Kasus Perdarahan Uterus Abnormal menurut
Gambaran Histopatologi
Gambaran histopatologi yang paling banyak
ditemukan pada penderita PUA di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda periode 2015-2016
adalah hiperplasia endometrium simpel, yaitu
sebanyak 57 kasus (49,56%) dan tidak ditemukan
gambaran histopatologi endometrium fase sekresi
pada penderita PUA. Hasil penelitian ini serupa
dengan penelitian yang dilakukan oleh Talukdar,
Goswami, Mahela, & Ahmed (2016) yang
menyatakan bahwa gambaran histopatologi yang
paling banyak ditemukan pada penderita PUA di
Department of Pathology and Department of
Obstetrics and Gynecology, Fakhruddin Ali Ahmed
Medical College, Barpeta, Assam, India adalah
hiperplasia endometrium simpel (36,11%).27 Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Verma, D. & Verma,
A. (2016) di Department of Obstetrics and
Gynecology, Mamatha Medical College,
Khammam, Telangana, India menunjukkan bahwa
gambaran histopatologi yang paling banyak
ditemukan pada penderita PUA adalah hiperplasia
endometrium simpel (24%).28
Gangguan ginekologis umum yang paling
sering ditemukan pada wanita perimenopause
adalah PUA.29 Hiperplasia endometrium adalah
diagnosis umum pada wanita perimenopause yang
menyebabkan gejala perdarahan tidak teratur atau
berkepanjangan akibat siklus anovulasi. Jika ovulasi
tidak terjadi, progesteron tidak produksi, dan
lapisan endometrium tidak luruh. Hiperplasia
endometrium paling sering disebabkan oleh
peningkatan sekresi estrogen tanpa peningkatan
sekresi progesteron. Perdarahan berat merupakan
akibat sekunder dari kadar estrogen yang
berlebihan yang menyebabkan pertumbuhan
berlebih yang tidak hanya mempengaruhi kelenjar
dan stroma, tetapi juga menyebabkan terjadinya
vaskularisasi abnormal.30
Endometrium dapat terus tumbuh sebagai
respons terhadap kadar estrogen yang berlebih.
Sel-sel yang membentuk lapisan endometrium
dapat berdesakan dan bisa menjadi tidak normal.
Kondisi ini disebut hiperplasia. Jika keadaan ini
terus berlanjut dapat menyebabkan terjadinya
karsinoma endometrium pada beberapa wanita.31
Risiko hiperplasia endometrium untuk progresi
menjadi karsinoma endometrium bervariasi.
Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) | 31
Hiperplasia endometrium simpel berisiko kurang
dari 1%, hiperplasia endometrium simpel atipik
berisiko 8%, hiperplasia endometrium kompleks
berisiko 3%, dan hiperplasia endometrium
kompleks atipik berisiko 20-25%.32
Irregular shedding disebabkan oleh
degenerasi korpus luteum yang lambat dengan
paparan berkepanjangan dari endometrium
menstruasi ke kadar progesteron yang menurun.
Secara klinis, irregular shedding bermanifestasi
oleh karena siklus menstruasi yang
berkepanjangan, yang mungkin berlebihan. Dilatasi
besar vena terletak superfisial di bawah
endometrium yang tipis dan mudah ruptur
menyebabkan terjadinya PUA.33
Polip endometrium adalah penonjolan lesi
yang terdiri dari sebagian besar proliferasi stroma
terkait dengan berbagai perubahan kelenjar yang
dilapisi oleh epitelium. Terdapat pembuluh darah
berdinding tebal dan terhialinisasi di dekat
permukaan epitel. Hal ini mengakibatkan
terjadinya PUA.34
Pada akhir menstruasi, semua lapisan
endometrium, kecuali lapisan dalam telah terlepas.
Kemudian terbentuk kembali lapisan endometrium
baru di bawah pengaruh estrogen dari folikel yang
sedang tumbuh. Ketebalan endometrium cepat
meningkat dari hari ke-5 sampai ke-14 daur haid.
Seiring dengan peningkatan ketebalan, kelenjar
uterus tertarik keluar sehingga memanjang, namun
kelenjar tersebut tidak menjadi berkelok-kelok
atau mengeluarkan sekret. Perubahan
endometrium ini disebut fase proliferatif.35
Endometrium fase proliferasi umumnya ditemukan
pada wanita reproduktif akhir dan perimenopause
karena ketidakseimbangan hormon pada kelompok
ini yang menyebabkan siklus anovulasi yang
intermiten. Hal ini menyebabkan stimulasi
estrogen berlebihan (unopposed estrogen) pada
endometrium. Endometrium mengalami proliferasi
berlebih tanpa diikuti pembentukan jaringan
penyangga yang baik karena kadar progesteron
rendah sehingga mengakibatkan terjadinya PUA.36
Ketidakseimbangan hormonal dapat
disebabkan oleh pola dominasi estrogen,
endometrium anovulasi, dan efek pil KB terhadap
endometrium. Hal ini mengakibatkan terbentuknya
kelompok fokal dari pembuluh darah yang
menebal, kelenjar oval bulat yang dilapisi oleh
epitel selapis, dan edema stroma. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya PUA.37
Endometritis menyebabkan terjadinya
hiperplasia lapisan epitel uterus, infiltrasi sel-sel
inflamasi, atrofi kelenjar uterus dengan perdarahan
dan edema serosa pada jaringan uterus yang
mengakibatkan terjadinya PUA.38 Sisa kehamilan
adalah komplikasi umum dan dapat diobati yang
terjadi setelah melahirkan atau abortus. Diagnosis
patologis sisa kehamilan dibuat berdasarkan
adanya villi korionik, yang menunjukkan jaringan
plasenta atau trofoblastik yang persisten. Plasenta
biasanya merupakan sebagian besar dari sisa
kehamilan dan karena terdapat banyak pembuluh
darah di antara plasenta dan uterus, maka plasenta
dapat membuat saluran untuk terjadinya PUA
lanjutan.39
Beberapa jam pertama setelah ovulasi, sel-sel
granulosa dan teka interna yang tersisa berubah
dengan cepat menjadi sel lutein. Diameter sel-sel
ini membesar dua kali atau lebih dan terisi dengan
inklusi lipid. Proses ini disebut luteinisasi atau fase
sekretorik. Sel-sel granulosa dalam korpus luteum
membentuk retikulum endoplasma halus, intrasel
luas, menghasilkan sejumlah besar hormon
progesteron dan estrogen (lebih banyak
progesteron daripada estrogen selama fase
32 | Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) ISSN 2443-0439
sekretorik). Sel-sel teka terutama membentuk
hormon androgen (androstenedion dan
testosteron), tetapi sebagian besar akan dikonversi
oleh enzim aromatase di sel-sel granulosa menjadi
estrogen. Korpus luteum berdiameter 1,5 cm,
dicapai dalam 7-8 hari setelah ovulasi. Korpus
luteum mulai berinvolusi dan akhirnya kehilangan
fungsi sekresi juga sifat warna kekuningan lipidnya
dalam 12 hari setelah ovulasi, menjadi korpus
albikans, beberapa minggu berikutnya, korpus
albikans akan digantikan oleh jaringan ikat dan
dalam beberapa bulan akan diserap.40 Perdarahan
pada fase sekresi disebabkan oleh karena
perdarahan uterus disfungsional siklus ovulasi dan
defek utama pada kontrol proses regulasi volume
darah yang hilang selama gangguan menstruasi
endometrium.36
Kasus Perdarahan Uterus Abnormal menurut
Kadar Hemoglobin
Kadar hemoglobin yang paling banyak
ditemukan pada penderita PUA di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda Periode 2015-2016
adalah kurang dari 8,0 gr/dl (anemia berat), yaitu
sebanyak 59 kasus (51,75%). Hasil penelitian ini
serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh
Roopina & Madhurima (2017) di Henry Ford
Hospital, Detroit, Michigan, United States of
America yang menyatakan bahwa kadar
hemoglobin penderita PUA yang paling banyak
ditemukan adalah kurang dari 8,0 gr/dl (anemia
berat), yaitu sebesar 90%.41 Sedangkan penelitian
yang dilakukan oleh Nebgen, Rhodes, Hartman,
Munsell, & Lu (2016) di Department of Gynecologic
Oncology and Reproductive Medicine, The
University of Texas MD Anderson Cancer Center
Institutional, Houston, Texas, United States of
America menunjukkan hasil kadar hemoglobin
penderita PUA yang paling banyak ditemukan
adalah 8,0-10,9 gr/dl (anemia sedang), yaitu
sebesar 42,10%.42
Banyak penderita PUA mengalami anemia
defisiensi besi karena kehilangan darah akut atau
kronis akibat perdarahan pervaginam yang
merupakan keluhan utama yang paling sering
ditemukan pada penderita PUA. PUA menyebabkan
anemia defisiensi besi dan membatasi aktivitas
normal pada dua per tiga wanita yang kehilangan
lebih dari 80 ml darah per siklus menstruasi.
Meskipun tujuan utama pengobatan penderita PUA
adalah untuk mengobati patologi yang mendasari
yang menyebabkan kehilangan darah yang
berlebihan. Tetapi, pengobatan anemia defisiensi
besi harus dilakukan secara bersamaan dengan
pengobatan patologi yang mendasarinya untuk
meningkatkan status kinerja keseluruhan dan
untuk meningkatkan persediaan zat besi dalam
tubuh.8
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa dari 165 kasus PUA di RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda periode 2015-
2016 paling sering ditemukan pada kelompok usia
41-50 tahun, paritas 2-4 (multipara), keluhan
utama perdarahan pervaginam, histopatologi
hiperplasia endometrium simpel, dan kadar
hemoglobin <8,0 gr/dl (anemia berat).
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada seluruh dosen pengajar,
staf akademik, kemahasiswaan, tata usaha, dan
seluruh staf Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman, seluruh pihak RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda, serta seluruh pihak yang
Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) | 33
telah membantu pelaksanaan penelitian ini atas
segala bantuan, kerja sama, pengertian, dan
kemudahan yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kotagasti T. Prevalence of Different Menstrual Irregularities in Women with Abnormal Uterine Bleeding (AUB) - An Observational Study. Int J Curr Res Rev. 2015 May;7(10):66-70.
2. Arrington J, Blackett A, Crowley A, Fagnant B, Hutchison C, Jackson D, et al. Management of Abnormal Uterine Bleeding. Intermountain Healthcare. 2017 Aug;1(1):1-3.
3. Matthews ML. Abnormal Uterine Bleeding in Reproductive-Aged Women. J Obstet Gynecol Clin North Am. 2015 Mar;42(1):103-15.
4. Verma U, Garg R, Singh S, Yadav P, Rani R. Diagnostic Approach in Perimenopausal Women with Abnormal Uterine Bleeding. J S Asian Federation Menopause Soc. 2014 Jun;2(1):12-4
5. Hendarto H. Gangguan Haid/Perdarahan Uterus Abnormal. Dalam: Baziad A, Prabowo RP, editor. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014. h. 162-71.
6. Elief P. Perdarahan Uterus Abnormal. [serial online] 2012 [diunduh 4 November 2017]. Tersedia dari: HYPERLINK "http://perdarahanuterusabnormal.com/article/manifestasi-klinis/"
7. Pratama G, Puspita CG. Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Perdarahan Uterus Abnormal. Dalam: Hestiantoro A, Natadisastra RM, Sumapraja K, Wiweko B, Pratama G, Situmorang H, et al., editor. Best Practices on Infertility, Menopause, Policystic Ovary Syndrome, Endometriosis, Recurrent Miscarriage, In Vitro Fertilization, Adolescent Gynecology, and Abnormal Uterine Bleeding. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2012. h. 135-8.
8. Nelson AL, Ritchie JJ. Severe Anemia from Heavy Menstrual Bleeding Requires Heightened Attention. Am J Obstet Gynecol. 2015 Apr;213(1):97
9. Munro MG, Critchley HOD, Broder MS, Fraser IS. FIGO Classification System (PALM-COEIN) for Causes of Abnormal Uterine Bleeding in
Nongravid Women of Reproductive Age. Int J Gynecol Obstet. 2011 Jan;113(1):3-13.
10. Bayuaji H. Menuju Keseragaman Pemahaman Perdarahan Uterus Abnormal: Penerapan Sistem PALM-COEIN dalam Praktik Sehari-Hari. Dalam: Djuwantono T, Bayuaji H, Permadi W, editor. Step by Step Penanganan Kelainan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas dalam Praktik Sehari-Hari. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2012. h. 197.
11. Betha K, Malavatu L, Talasani S. Distribution of Causes of Abnormal Uterine Bleeding Using New FIGO Classification System - PALM-COEIN: A Rural Tertiary Hospital based Study. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2017 Aug;6(8):3523-7.
12. Desai K, Patole KP, Kathaley M. Endometrial Evaluation by Histopathology in Abnormal Uterine Bleeding in Perimenopausal and Postmenopausal Patients. MPV J Med Sci. 2014 Jul;1(2):75-9.
13. Rifki M, Loho M, Wagey FMM. Profil Perdarahan Uterus Abnormal di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode 1 Januari 2013-31 Desember 2014. J e-Cl. 2016;4(1):1-6.
14. Sawke NG, Sawke GK, Jain H. Histopathology Findings in Patients Presenting with Menorrhagia: A Study of 100 Hysterectomy Specimen. J Mid-Life Health. 2015 Oct;6(4):160-3.
15. Mahapatra M, Mishra P. Clinicopathological Evaluation of Abnormal Uterine Bleeding. J Health Res Rev. 2015 May;2(2):45-9.
16. Florida Hospital Medical Group. Abnormal Uterine Bleeding. Frequently Asked Questions Sheet. Florida Hosp Med Group. 2015;1(1):1-5.
17. Wardani RA. Karakteristik Wanita dengan Perdarahan Uterus Abnormal di Poli Kandungan Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Ramelan Surabaya Tahun 2016. Hang Tuah Med J. 2017;15(1):22-31.
18. Neeta K, Gurung , Rana , Jha. A Clinicopathological Study of Dysfunctional Uterine Bleeding. J Pathol Nepal. 2014;4(1):635-8.
19. Wan J, Gao Y, Zeng K, Yin Y, Zhao M, Wei J, et al. The Levels of the Sex Hormones are Not Different between Type 1 and Type 2 Endometrial Cancer. Scientific Reports. Auckland: The University of Auckland,
34 | Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) ISSN 2443-0439
Department of Pathology Obstetrics and Gynaecology; 2016.
20. Barrett ES, Parlett LE, Windham GC, Swan SH. Differences in Ovarian Hormones in Relation to Parity and Time since Last Birth. Am Soc Reprod Med. 2014 Jun;101(6):1773-80.
21. Ohonsi AO, Belga F. Surgical Management of Uterine Fibroids at Aminu Kano Teaching Hospital. Obstet Gynecol Int J. 2012;1(1):1-6.
22. Behera MA. Abnormal (Dysfunctional) Uterine Bleeding. Medscape [serial online] 2017 [diunduh 4 November 2017]. Tersedia dari: HYPERLINK "https://emedicine.medscape.com/article/257007-overview"
23. Rindfleisch K, Falleroni J, Schrager S. Abnormal Uterine Bleeding in Reproductive Aged Women. J Clin Outcomes Manage. 2015 Feb;22(2):83-94.
24. Estephan A. Dysfunctional Uterine Bleeding in Emergency Medicine. Medscape [serial online] 2017 [diunduh 5 November 2017]. Tersedia dari: HYPERLINK "https://emedicine.medscape.com/article/795587-overview"
25. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. Edisi ke-6. Yesdelita N, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2014.
26. Department of Obstetrics and Gynecology of the University of California. Infertility: Symptoms, Treatment, and Diagnosis. UCLA Health [serial online] 2017 [diunduh 15 Maret 2018]. Tersedia dari: HYPERLINK "http://obgyn.ucla.edu/infertility"
27. Talukdar B, Goswami RR, Mahela S, Ahmed NI. Histopathological Pattern of Endometrium in Abnormal Uterine Bleeding of Perimenopausal Women. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2016 Apr;5(4):1162-6.
28. Verma D, Verma A. Histopathological Correlation of Abnormal Uterine Bleeding in Perimenopausal Women. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2016 Jul;5(7):2343-5.
29. Lotha L, Borah A. Clinicopathological Evaluation of Abnormal Uterine Bleeding in Perimenopausal Women. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2016 Sep;5(9):3072-4.
30. Shah R, Dayal A, Kothari S, Patel S, Dalal B. Histopathological Interpretation of Endometrium in Abnormal Uterine Bleeding. Int J Med Sci Public Health. 2014 Mar;3(4):452-6.
31. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Endometrial Hyperplasia. Frequently Asked Questions. 2012 Feb;147(1):1-3.
32. Shankar V. Cystic Glandular Hyperplasia: Endometrium. I Love Pathology [serial online] 2016 [diunduh 16 Maret 2018]. Tersedia dari: HYPERLINK "http://ilovepathology.com/cystic-glandular-hyperplasia-endometrium/"
33. Baral R, Pudasaini S. Histopathological Pattern of Endometrial Samples in Abnormal Uterine Bleeding. J Pathol Nepal. 2011;1(1):13-6.
34. Tabrizi AD. Histologic Features and Differential Diagnosis of Endometrial Polyps; An Update and Review. Int J Women’s Health Reprod Sci. 2016 Oct;4(4):152-6.
35. Ganong WF. Review of Medical Physiology. Edisi ke-22. Novrianti A, Dany F, Resmisari T, Rachman LY, Muttaqin H, Nugroho AW, et al., editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2013.
36. Gon S, Kundu T, Mallick D, Ghosh G. A Study on Histopathological Patterns of Endometrium in Different Types of Abnormal Uterine Bleeding among Peri and Postmenopausal Women. Int Organization Sci Res J Dent Med Sci. 2016 Sep;15(9):106-11.
37. Khan P, Baloch FA, Khalid A. Spectrum of Histological Changes in Endometrial Biopsies with Abnormal Uterine Bleeding. Int J Pathol. 2015 Oct;13(3):108-14.
38. Rhyaf AG. Histopathological Study of Endometritis of the Cows. AL-Qadisiya J Vet Med Sci. 2010;9(1):1-6.
39. Sellmyer MA, Desser TS, Maturen KE, Jeffrey RB, Kamaya A. Physiologic, Histologic, and Imaging Features of Retained Products of Conception. RadioGraphics. 2013 May;33(3):781-96.
40. Widjajakusumah MD. Fisiologi Sebelum Kehamilan dan Hormon-Hormon Perempuan. Dalam: Widjajakusumah MD, Tanzil A, editor. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. Edisi ke-12. Jakarta: Saunders Elsevier; 2014. p. 1073.
Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) | 35
41. Roopina S, Madhurima K. Blood Transfusion Trends in Women with Abnormal Uterine Bleeding. Am Coll Obstet Gynecol. 2017 May;4(14):96-104.
42. Nebgen DR, Rhodes HE, Hartman C, Munsell MF, Lu KH. Abnormal Uterine Bleeding as the Presenting Symptom of Hematologic Cancer. Am J Obstet Gynecol. 2016 Aug;128(2):357-63.
Recommended