View
218
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
METODOLOGI MEMAHAMI KEILMUAN ISLAM 1
M A K A L A H
Tim Penyusun:
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS TARBIYAHJURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SURABAYA
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya. Sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan makalah
ini. Shalawat serta salam tetap tercurahkan pada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW.
Di antara tujuan tim penyusun adalah untuk memberikan informasi
mengenai Metodologi Memahami Islam 1. Dasar penulisan dilakukan untuk
memenuhi tugas makalah Pengantar Studi Islam.
Dalam penyelesaian makalah tim penyusun ingin mengucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu. Ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Sutikno, selaku Dosen Pengantar Filsafat
2. Semua pihak yang ikut terlibat
Akhirnya, tim penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, untuk itu tim penyusun mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Surabaya, 08 November 2006
Tim Penyusun
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................... i
Daftar Isi .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 2
A. Ulumul al-Qur'an .......................................................................... 2
1. Pengertian Metode Ulumul al-Qur'an ..................................... 2
2. Macam-Macam Metode .......................................................... 2
B. Ulumul al-Hadits .......................................................................... 3
1. Pengertian Hadits .................................................................... 3
2. Sebab Hadits Dinamakan Hadits ............................................ 4
3. Sistem Ulama-Ulama Hadits .................................................. 4
4. Langkah-Langkah Untuk Memelihara Hadits ........................ 5
C. Metodologi Filsafat dan Teologi (Kalam) .................................... 5
D. Metodologi Tasawuf dan Mistis Islam ......................................... 6
BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 10
Daftar Pustaka .................................................................................................... 11
2
i
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengapa suatu metode dapat digunakan dalam berbagai obyek?
Pertanyaan in muncul seiring dengan pemikiran dan penalaran akal manusia,
atau yang menyangkut dengan pekerjaan fisik. Bagi seorang muslim, studi
tafsir al-Qur’an tidak lepas dari metode, yakni suatu cara yang teratur dan
terpikir baik-baik guna untuk mencapai suatu pemahaman yang benar tentang
apa yang dimaksudkan oleh Allah di dalam ayat-ayat al-Qur’an yang
diturunkannya kepada Nabi Muhammad SAW.
Dengan demikian, kita dapat membedakan antara metode tafsir dan
metodologi tafsir al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tasawuf?
2. Bagaimana metodologi filsafat dan teologi (kalam)?
C. Tujuan Penulisan
Setiap kegiatan pastilah ada tujuan tertentu yang ingin dicapai,
demikian juga yang dilakukan penulis dalam pembuatan makalah ini. Adapun
tujuan penulisan membuat makalah ini adalah bertujuan untuk:
1. Menjelaskan tentang ulumul tafsir dan Hadits.
2. Agar dapat mengetahui apa metodologi filsafat dan teologi (kalam) itu
sendiri.
3. Menyebutkan pengertian tentang tasawuf.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Metodologi Ulumul Qur’an
1. Pengertian Metode Ulumul al-Qur’an
Pengertian “metode” yang umum itu dapat digunakan pada
berbagai obyek, baik berhubungan dengan pemikiran dan penalaran akal,
atau yang menyangkut pekerjaan fisik. Jadi dapat dikatakan metode adalah
salah satu sarana yang amat penting untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam kaitan ini, maka studi tafsir al-Qur’an tidak lepas dari
metode, yakni suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk
mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di
dalam ayat-ayat al-Qur'an yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad
SAW.
Adapun metodologi tafsir ialah ilmu tentang metode penafsiran al-
Qur'an. Dengan demikian, kita dapat membedakan antara dua istilah itu,
yakni metode tafsir, cara-cara menafsirkan al-Qur'an. Sementara
metodologi tafsir ilmu tentang cara tersebut.
Jadi, metode tafsir merupakan kerangka atau kaedah yang
digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an, sedangkan metodologi
tafsir pembahasan ilmiah tentang metode-metode penafsiran al-Qur'an.
2. Macam-Macam Metode
a. Metode Komparatif
Metode komparatif ialah membandingkan teks ayat-ayat al-
Qur'an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi yang
beragam, dalam satu kasus yang sama, atau diduga sama dan
membandingkan ayat al-Qur'an dengan Hadits Nabi Muhammad SAW
yang pada lahirnya antara keduanya terlihat bertentangan juga
membandingkan berbagai pendapat para ulama tafsir dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an.
4
Jadi ada tiga aspek yang dibahas di dalam metode komparatif,
yaitu: 1) Perbandingan ayat dengan ayat; 2) Perbandingan ayat dengan
Hadits; dan 3) Perbandingan berbagai pendapat musafir.
b. Metode Global
Metode global ialah menjelaskan ayat-ayat al-Qur'an secara
ringkas dan padat, tetapi mencakup di dalam bahasa yang jelas dari
populer mudah dimengerti dan enak dibaca.
Kitab-kitab tafsir yang menuruti metode global seperti yang
disebutkan di atas, juga berusaha menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an
secara keseluruhan dari awal sampai dengan surat terakhir.
c. Metode Analitis
Yang dimaksud dengan metode analitis ialah menafsirkan ayat-
ayat al-Qur'an dengan memaparkan berbagai aspek yang terkandung di
dalam ayat-ayat yang sedang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-
makna yang tercakup di dalamnya. Sesuai dengan keahlian dan
kecenderungan dari mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.
Dalam tafsir ini ditekankan ialah perbandingan, yakni
memperbandingkan antara ayat dengan Hadits, atau antara berbagai
pendpat mufasir dalam menafsirkan suatu ayat al-Qur'an.
d. Metode Tematik
Metode tematik ialah membahas ayat-ayat al-Qur'an sesuai dengan
tema atau judul yang telah ditetapkan. Metode tematik membahas cara-
cara yang digunakan dalam memecahkan suatu permasalahan dengan
menggunakan ayat-ayat al-Qur'an sebagai dasar tempat berpijak.
B. Metode Ulumul Hadits
1. Pengertian Hadits
Hadits ialah pembicaraan-pembicaraan yang diriwayatkan oleh
orang seorang, atau 2 orang lalu mereka saja yang mengetahuinya, tadi
menjadi pegangan/amalan umum. Sedangkan makna Hadits ialah khamar.
Allah pun memakai kata Hadits dengan arti khabar dalam firman-Nya.
5
�توا �يأ �له بحديث فل {34}الطور: صادقين كانوا إن� مث“Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang sepertinya jika mereka orang yang benar” (QS. Ath-Thur [52]: 34)
Sebagai ulama seperti ath Thiby berpendapat bahwa Hadits itu
melengkapi sabda Nabi, perbuatan beliau dan taqrir beliau, melengkapi
perkataan perbuatan dan taqrir shahabat. Sebagaimana melengkapi pula
perkataan, perbuatan dan taqrir tabrin. Dengan demikian terbagilah Hadits
kepada 9 bagian pendapat ini diterangkan oleh al-Hafidh di dalam an-
Nakhbah. Maka suatu Hadits yang sampai kepada Nabi, dinamai marfuk,
yang sampai kepada shahabat dinamai mauquf dan yang sampai kepada
tabi’in saja dinamai maqthu.
2. Sebab-Sebab Hadits Dinamai Hadits
Menurut pendapat az-Zumakhsyary, karena dikala meriwayatkan
Hadits berkata “haddtsaniannan nabiya qala”, dia menceritakan kepadaku
bahwa Nabi bersabda”.
Menurut pendapat al-Kirmany, karena dilihat kepada kebaharuan
dan karena kedudukannya di hadapan al-Qur'an. Al-Qur'an itu qadim,
azaly, sedang Hadits ini baharu.
Dinamakan kalimat-kalimat dan ibarat-ibarat ini dengan Hadits
adalah karena kalimat-kalimat itu tersusun dari huruf yang datang
beriringan.
Tiap-tiap huruf itu timbul (terjadi) sesudah terjadi yang
sebelumnya dan karena mendengar Hadits itu menumbuhkan di dalam hati
berbagai ilmu dan makna.
Al-Kamal Ibnu Human berkata, “Sunnah ialah segala yang
diriwayatkan dari Nabi, baik perbuatan ataupun perkataan, sedangkan
Hadits hanyalah perkataan saja.
3. Sistem Ulama-Ulama Membukukan Hadits
Para ulama membukukan Hadits dengan tidak menyaringknya.
Merkea tidak membukukan Hadits-Hadits saja, fatwa-fatwa sahabat pun
dimasukkan ke dalam bukunya itu bahkan fatwa-fatwa tabi’in juga
6
dimasukkan semua itu dibukukan bersama-sama. Maka terdapatlah dalam
kitab-kitab itu Hadits Marfu’, Hadits-Hadits Mauquf dan Hadits-Hadits
Maqthu’.
4. Langkah-Langkah Yang Diambil Untuk Memelihara Hadits
Telah dijelaskan bahwa di samping para ulama membukukan
Hadits dan memisahkan Hadits dari fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in atau
memisahkan yang sahih dari yang dhaif, beliau-beliau itu memberikan
pula kesungguhannya yang mengagumkan untuk menyusun kaidah-kaidah
tahdits, ushul-ushulnya, syarat-syarat shahih dan dlaif, serta kaida-kaidah
yang dipegangi dalam menetukan Hadits-Hadits Maudlu’.
Semua itu mereka lakukan untuk memelihara sunah rasul dan
untuk menetapkan garis pemisah antara yang shahih dengan yang dla’if,
istimewa antara Hadits-Hadits yang ada asalnya dengan Hadits-Hadits
yang semata-mata maudlu’.
Maka langkah-langkah yang telah diambil para ulama dalam usaha
mengkritik jalan-jalan menerima Hadits, sehingga dapatlah mereka
melepaskan sunnah dari tipu daya dan membersihkannya dari segala
lumpur yang mengotorinya; ialah mengisnadkan Hadits, memeriksa benar
tidaknya Hadits yang diterima kepada para ahli, mengeritik para perawi,
membuat ketentuan-ketentuan umum untuk menentukan derajat-derajat
Hadits, menyusun kaida-kaidah untuk menentukan kaidah-kaidah maudlu’.
C. Metodologi Filsafat dan Teologi (Kalam)
Metodologi filsafat dan teologi dapat ditinjau dari aspek fungsional
dan struktural. Secara fungsional, filsafat tidak bertujuan mempertegas
keberadaan Tuhan, tetapi memandang Tuhan sebagai konsekuensi logis dari
keberadaan alam semesta. Sedangkan teologi berfungsi untuk mempertegas
keberadaan Tuhan dan ajaran-ajaran-Nya.
Secara struktural metode filsafat berbeda dengan teologi struktur
metodologi filsafat dibangun atas dasar keraguan dan penyelidikan, kemudian
diabstraksikan untuk mendapatkan kebenaran yang final. Sedangkan teologi
7
memposisikan Tuhan sebagai Dzat yang mutlak benar, kemudian dicairkan
argumen-argumen rasional untuk mendukung kebenaran tersebut.
Perbedaan yang terperinci antara filsafat dengan teologi adalah sebagai
berikut:
1. Metodologi filsafat meletakkan Tuhan sebagai titik akhir atau kesimpulan
seluruh pengkajiannya, sedangkan teologi memandang Tuhan sebagai titik
awal pembahasannya.
2. Metodologi filsafat memahami Tuhan sebagai penyebab pertama dalam
semesta, penyebab pertama semua kesempurnaan yang ditemukan di
dunia. Sedangkan teologi mencoba menjelaskan Tuhan dengan seluruh
misteri-Nya berdasarkan wahyu.
3. Metodologi mendasari premisnya atas induksi/akal, sedangkan teologi
langsung dari wahyu.
Di samping perbedaan-perbedaan di atas, metodologi filsafat dan
teologi juga memiliki persamaan antara lain adalah:
2. Metodologi filsafat dan teologi sama-sama tidak pernah tuntas membahas
eksistensi Tuhan.
3. Obyek pembahasan metodologi filsafat dan teologi sama, yaitu
tentang eksistensi Tuhan sebagai Dzat yang sempurna dan abadi.
4. Metodologi filsafat dan teologi sama-sama memberikan argumen
yang rasional mengenai Tuhan.
D. Metodologi Tasawuf dan Mistis Islam
1. Pengertian Tasawuf
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung-
hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Harun Nasution,
misalnya menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu
al-suffah (ahlal suffah), (orang yang pindah dengan Nabi dari Mekkah ke
Madinah), saf (barisan), sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: hikmat), dan
suf (kain wol).
8
Dari segi linguistic (kebahasaan) ini segera dapat dipahami bahwa
tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri,
beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu
bersikap bijaksana.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli
amat bergantung pada sudut pandang yang digunakannya masing-masing.
Selama ini ada 3 sudut pandang yang digunakan para ahli untuk
mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk
terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia
sebagai makhluk yang ber-Tuhan.
Jika definisi tasawuf tersebut di atas satu dan lainnya dihubungkan,
maka segera tampak tasawuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa
dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh
kehidupan dunia. Sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan
Allah SWT. Dengan kata lain tasawuf adalah bidang kegiatan yang
berhubungan dengan pembinaan mental rohaniyah agar selalu dekat
dengan Tuhan. Inilah esensi atau hakikat tasawuf.
2. Sumber Tasawuf
a. Unsur Islam
Secara ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriyah
atau jasadiah, dan kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur
kehidupan yang bersifat batiniah itulah kemudian lahir tasawuf. Unsur
kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari
sumber ajaran Islam, al-Qur'an, dan al-Sunnah serta praktek kehidupan
Nabi dan para sahabatnya. Misalnya al-Sunnah banyak berbicara
tentang kehidupan rohaniyah. Berikut ini terdapat teks Hadits yang
dapat dipahami dengan pendekatan tasawuf.
�ت �زا كن ا من في �ت مخ� بي �::ق فخلق�ت اع�::رف ان� فلح� �خل فبى الفو�ني� عر
Hadits tersebut memberikan petunjuk bahwa alam raya,
termasuk kita ini adalah merupakan cermin Tuhan, atau bayangan
9
Tuhan. Tuhan ingin mengenal dirinya melalui penciptaan alam ini.
Dengan demikian dalam alam raya ini terdapat potensi ketuhanan yang
dapat didayagunakan untuk mengenal-Nya. Dan apa yang ada di alam
raya ini pada akhirnya akan kembali kepada Tuhan.
b. Unsur Luar Islam
1) Unsur Masehi
Orang Arab sangat menyukai cara pendekatan, khususnya dalam
hal latihan jiwa dan ibadah, unsur-unsur tasawuf yang diduga
mempengaruhi tasawuf Islam adalah sikap fakir. Menurut
keyakinan Nasrani bahwa Isa bin Maryam adalah seorang yang
fakir dan Injil juga disampaikan kepada orang fakir, Isa berkata:
“Beruntunglah kamu orang-orang miskin, karena bagi kamulah
kerjaan Allah. Beruntunglah kamu orang yang lapar karena kamu
akan kenyang”. Selanjutnya adalah sikap tawakkal kepada Allah
dalam soal penghidupan.
2) Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia di
mana perkembangannya dimulai pada akhir Daulah Umayyah dan
puncaknya pada Daulah Abbasiyah, metode berpikir filsafat
Yunani ini juga telah ikut mempengaruhi pola berpikir sebagian
orang Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan. Kalau pada
bagian uraian dimulai perkembangan tasawuf ini baru dalam taraf
amaliah (akhlak) dalam pengaruhi filsafat Yunani ini, maka uraian-
uraian tentang tasawuf itu pun telah berubah menjadi tasawuf
filsafat.
3) Unsur Persia
Sebenarnya antara Arab dan Persia itu sudah ada hubungan
semenjak lama, yaitu hubungan dalam bidang politik, pemikiran,
kemasyarakatan dan sastra. Tasawuf itu bersumber dari ajaran
Islam itu sendiri mengingat yang dipraktekkan Nabi dan para
sahabat. Semuanya berlandasan kepada al-Qur'an dan al-Sunnah.
10
Akan tetapi tidak dipungkiri bahwa setelah tasawuf itu,
berkembang menjadi pemikiran mendapat pengaruh dari filsafat
Yunani, Persia, dan lain sebagainya.
11
BAB III
KESIMPULAN
Memahami metodologi Islam sangat penting di dalam memahaminya
terdapat metode yang menjelaskan tentang metodologi Ulumul al-Qur'an, Ulumul
Hadits. Metodologi filsafat dan teologi (kalam) serta metodologi tasawuf dan
mistis Islam.
Metodologi al-Qur'an terdapat beberapa metode di antaranya yaitu:
1. Metode komparatif
2. Metode global
3. Metode analistis
4. Metode tematik
Sedangkan metodologi Ulumul Hadits juga terdapat cara-cara yang
digunakan untuk memelihara Hadits. Kalau-kalau metodologi filsafat dan teologi-
teologi dapat ditinjau dari aspek fungsional dan struktural. Juga metodologi
tasawuf dan mistis Islam memiliki cara-cara. Adapun pengertian tasawuf sendiri,
yaitu upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan
drinya dari pengaruh kehidupan, sedangkan sumber-sumber. Tasawuf ada 2 unsur
yaitu unsur Islam dan unsur luar Islam.
12
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar Amsal, Filsafat Agama, Ciputat: Logos Wacana Ilmu, Cet. 2, 1999.
Nata Abuddin, Akhlak Tasawuf.
Baida Nashruddin, Metode Penafsiran al-Qur'an.
13
Recommended