View
2
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
38
BBaabb iiVV
TTeekknnoollooggii ppeennggoollaahhaann aaiirr lliimmbbaahh pptt.. KKaawwaassaakkii
mmoottoorr IInnddoonneessiiaa
4.1. Teknologi Pre-Treatment PT. KMI Cibitung
Pengolahan air limbah bertujuan untuk menghilangkan
parameter pencemar yang ada di dalam air limbah sampai batas
yang diperbolehkan untuk dibuang ke badan air sesuai dengan
syarat baku mutu yang diijinkan atau sampai memenuhi kualitas
tertentu untuk dimanfaatkan kembali. Pengolahan air limbah secara
garis besar merupakan upaya pemisahan padatan tersuspensi
(solid–liquid separation), pemisahan senyawa koloid, serta
penghilangan senyawa polutan terlarut. Ditinjau dari jenis prosesnya
dapat dikelompokkan sebagai : proses pengolahan secara fisika,
proses secara kimia, proses secara fisika-kimia serta proses
pengolahan secara biologis. Penerapan masing-masing metode
tergantung pada karakteristik limbahnya dan kualitas hasil yang
diinginkan.
Ditinjau dari urutannya proses pre-treatment air limbah PT.
KMI dapat dibagi menjadi tiga jenis pengolahan, yakni :
Pengolahan Primer, digunakan sebagai pengolahan
pendahuluan untuk menghilangkan padatan tersuspensi,
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
39
koloid, serta penetralan yang umumnya menggunakan
proses fisika atau proses kimia.
Pengolahan Sekunder, digunakan untuk menghilangkan
senyawa polutan organik terlarut yang umumnya dilakukan
secara proses biologis.
Pengolahan Tersier atau Pengolahan Lanjut, digunakan
untuk menghasilkan air olahan dengan kualitas yang lebih
bagus sesuai dengan yang diharapkan. Prosesnya dapat
dilakukan baik secara biologis, secara fisika, kimia atau
kombinasi ke tiga proses tersebut.
Gambar 4.1 : Diagram Alir Proses Pengelolaan Air Limbah PT. KMI
Penerapan masing-masing metode tergantung pada
karakteristik limbahnya dan kualitas hasil yang diinginkan. Klasifikasi
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
40
jenis proses pengolahan untuk menghilangkan senyawa pencemar
dalam air limbah dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 : Klasifikasi Proses Pengolahan Air Limbah Menurut
Jenis Kontaminannya
KONTAMINAN SISTEM PENGOLAHAN KLASIFIKASI
Padatan Tersuspensi
Screening dan communition F
Sedimentasi F
Flotasi F
Filtrasi F
Koagulasi/sedimentasi K/F
Land treatment F
Biodegradable Organics
Lumpur aktif B
Trickling filters B
Rotating biological contactors B
Aerated lagoons (kolam aerasi) B
Saringan pasir F/B
Land treatment B/K/F
Pathogens
Khlorinasi K
Ozonisasi K
Land treatment F
Nitrogen
Suspended-growth nitrification and denitrification B
Fixed-film nitrification and denitrification B
Ammonia stripping K/F
Ion Exchange K
Breakpoint khlorinasi K
Land treatment B/K/F
Phospor
Koagulasi garam logam/sedimentasi K/F
Koagulasi kapur/sedimentasi K/F
Biological/Chemical phosphorus removal B/K
Land treatment K/F
Refractory Organics
Adsorpsi karbon F
Tertiary ozonation K
Sistem land treatment F
Logam Berat
Pengendapan kimia K
Ion Exchange K
Land treatment F
Padatan Inorganik Terlarut
Ion Exchange K
Reverse Osmosis F
Elektrodialisis K
Keterangan : B = Biologi, K = Kimia, F = Fisika.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
41
4.1.1. Pengolahan Air Limbah Secara Fisika dan Kimia
Proses Screening (Penyaringan)
Di dalam proses pengolahan air limbah, screening atau
saringan dilakukan pada tahap paling awal. Saringan untuk
penggunaan umum (general porpose screen) dapat digunakan
untuk memisahkan bermacam-macam benda padat yang ada di
dalam air limbah, misalnya kertas, plastik, kain, kayu dan benda dari
metal serta lainnya. Benda-benda tersebut jika tidak dipisahkan
dapat menyebab-kan kerusakan pada sistem pemompaan dan unit
peralatan pemisah lumpur misalnya weir, block valve, nozle, flow
meter, saluran serta system perpipaan. Hal tersebut dapat
menimbulkan masalah yang serius terhadap operasional maupun
pemeliharaan peralatan. Saringan yang halus kadang-kadang dapat
juga digunakan untuk memisahkan padatan tersuspensi.
Gambar 4.2 : Foto Screen Untuk Penyaringan Padatan Dari Ruang
Cuci Kantin PT. KMI.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
42
Unit Pemisah Pasir (Grit Removal)
Di dalam proses pengolahan air limbah, pasir, kerikil halus,
dan juga benda-benda lain misalnya kepingan logam, pecahan
kaca, tulang, dan lain lain yang mana tidak dapat membusuk, harus
dipisahkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk:
Melindungi kerusakan pada peralatan mekanik seperti
pompa, flow meter dll agar tidak terjadi abrasi atau
kebuntuan.
Untuk menjaga atau mencegah kebuntuan di dalam
sistem perpipaan dan terjadinya pengendapan di dalam
saluran.
Untuk mencegah pengerakan (cementing) di dasar bak
pengendapan awal atau bak pengolah lumpur (sludge
digesting).
Untuk mengurangi atau menghilangkan akumulasi dari
material inert yang tidak dapat terurai di dalam bak aerasi
atau reaktor biologis serta bak pengolah lumpur yang
akan mengakibatkan kerugian volume (loss of usable
volume).
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
43
Gambar 4.3 : Bak Pengumpul Limbah Dan Pemisah Pasir.
Unit Pemisah Oli (Oil Trap)
Pada tahap awal pengolahan limbah yang dilakukan di IPAL
ini adalah unit pemisahan minyak. Pada tahap ini terdiri dari
pengolahan awal (primary treatment) yakni proses awal pemisahan
minyak dan penghilangan pasir (grit removal) kemudian proses
pemisahan minyak dengan cara fisika-kimia (physico-chemical oil
seperation) dilanjutkan dengan pengolahan sekunder menggunakan
proses biologis misalnya biofilter. Proses pemisahan minyak
tersebut sangat penting untuk dilakukan karena jika konsentrasi
minyak di dalam air limbah masih tinggi maka dapat mengganggu
proses pengolahan air limbah secara biologis serta mengakibatkan
biaya pengolahan menjadi mahal.
Manhole Saluran
Limbah Produksi
Bak Pengumpul Produksi
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
44
Pemisahan minyak (preliminary oil separation) atau
pemisahan minyak secara gravitasi (gravity oil seperation) ini adalah
merupakan proses tahap awal dari seluruh proses pengolahan air
limbah industri PT. Uniited Tractors Tbk. Tujuan dari pemisahan oli
dan minyak adalah untuk menghilangkan oli dan senyawa
hidrocarbon lainnya di dalam proses emulsi mekanik. Air yang
dihasilkan harus bebas oli & minyak sehingga dapat dialirkan ke
proses pemurnian fisika-kimia yang sederhana sehingga kebutuhan
zat kimia yang ditambahkan lebih ekonomis.
Tujuan kedua adalah untuk menghilangkan pasir dan alluvia
(tanah) yang tidak dikehendaki dalam proses pemurnian fisika-kimia,
yang dapat mempersulit pengumpulan, pengkonsentrasian, serta
dapat mengganggu porses tahap akhir pembuangan lumpur minyak
/oli yang mengambang.
Pemisahan oli/minyak biasanya dilakukan tanpa adanya
penambahan bahan kimia. Proses ini dirancang untuk menyamakan
konsentrasi sisa HC pada inlet proses pemurnian fisika-kimia
dengan cara menurunkan laju aliran puncak HC yang masuk.
Konsentrasi hidrocarbon (HC) tak larut di dalam air limbah bervariasi
dari 20 mg/l hingga 150-200 mg/l (pada industri petrokimia)
tergantung pada seberapa halus emulsi yang terjadi. Secara prinsip
konsentrasi HC di dalam air limbah tidak dapat diantisipasi atau
dihitung. Pendekatan tertentu dapat dilakukan, tetapi hanya untuk
kasus efluen limbah yang sederhana misalnya limbah dari
deballasting atau produced water.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
45
Proses pemisahan oli & minyak ini dilakukan dengan cara
gravitasi alami, dimana butiran oli/minyak naik dengan kecepatan
keatas yang ada yang dibatasi oleh berat jenisnya (specific gravity).
Ada dua jenis pemisah yang sering ditemukan, yaitu :
Settler separators, minyak langsung dikumpulkan dari
permukaan air. Yang termasuk dalam metoda tersebut adalah
pemisah minyak API longitudinal (longitudinal API separators)
dan pemisah minyak API bentuk bulat (circular separators).
Lamella separators atau plate separators, dimana minyak
dikumpulkan secara langsung oleh permukaan bagian bawah
plate miring dan kemudian terangkat ke permukaan. Plate
tersebut mempunyai dua fungsi. Dengan adanya plate ini butiran
minyak menempuh jalur pendek dan memberikan efek menyatu
(coalescence effect). Kedua fungsi ini sangat dipengaruhi oleh
jarak antar lamella (plates).
Untuk IPAL PT. KMI ini menggunakan jeniss settler
separator, karena oli yang terkandung di dalam limbah relatif mudah
untuk dipisahkan dan teknologinya relatif lebih sederhana namun
dapat diterapkan dengan efektif di sini. Secara detail gambar dan
foto oil separator IPAL PT. KMI tersebut dapat dilihat seperti pada
Gambar 4.4 dan 4.5 Unit oil trap ini juga dilengkapi dengan bak
pemekat oli, dan juga pompa untuk pemindahan oli.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
46
Gambar 4.4 : Oil Trap IPAL.
Gambar 4.5. : Foto Oil Trap IPAL dan Sarana Pengumpul Oli.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
47
Gambar 4.6 : Foto Oil Trap IPAL dan Sarana Pengumpul Oli
Proses Pengontrolan pH
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh
suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion
hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak
dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan
pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia
bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya
ditentukan berdasarkan persetujuan internasional. Salah satu
pengukuran yang sangat penting dalam berbagai cairan proses
(industri, farmasi, manufaktur, produksi makanan dan sebagainya)
adalah pH, yaitu pengukuran ion hidrogen dalam suatu larutan.
Larutan dengan harga pH rendah dinamakan ”asam” sedangkan
yang harga pH-nya tinggi dinamakan ”basa”. Skala pH terentang
dari 0 (asam kuat) sampai 14 (basa kuat) dengan 7 adalah harga
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
48
tengah mewakili air murni (netral). Nilai ini menunjukkan konsentrasi
ion H+ dan ion OH- di dalam air. Gambar 4.7 menunjukkan
hubungan antara nilai pH dengan konsentrasi ion H+ dan OH-.
Prinsip dari skala pH adalah : Konsentrasi ion H+ berhubungan
terbalik terhadap nilai pH, sedangkan konsentrasi ion OH-
berhubungan langsung terhadap nilai pH.
Gambar 4.7 : Hubungan nilai pH Terhadap Konsentrasi H+ dan OH-
Konsep pH pertama kali diperkenalkan oleh kimiawan
Denmark Søren Peder Lauritz Sørensen pada tahun 1909. Tidaklah
diketahui dengan pasti makna singkatan "p" pada "pH". Beberapa
rujukan mengisyaratkan bahwa p berasal dari singkatan untuk
powerp[2] (pangkat), yang lainnya merujuk kata bahasa Jerman
Potenz (yang juga berarti pangkat)[3], dan ada pula yang merujuk
pada kata potential. Jens Norby mempublikasikan sebuah karya
ilmiah pada tahun 2000 yang berargumen bahwa p adalah sebuah
tetapan yang berarti "logaritma negatif"[4].
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
49
pH = - log [H+]
similarly, pOH = - log [OH-]
and p Kw = - log [Kw] .
Pengukuran pH
pH larutan dapat diukur dengan beberapa cara. Secara
kualitatif pH dapat diperkirakan dengan kertas Lakmus (Litmus) atau
suatu indikator (kertas indikator pH). Seraca kuantitatif pengukuran
pH dapat digunakan elektroda potensiometrik.Elektroda ini
memonitor perubahan voltase yang disebabkan oleh perubahan
aktifitas ion hidrogen (H+) dalam larutan. Elektroda potensiometrik
sederhana untuk tipe ini seperti gambar 4-10.
Gambar 4.8 : Pengukuran pH Dengan pH Meter.
Elektroda pH yang paling modern terdiri dari kombinasi
tunggal elektroda referensi (reference electrode) dan elektroda
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
50
sensor (sensing electrode) yang lebih mudah dan lebih murah
daripada elektroda tepisah seperti gambar 4-10. Elektroda
kombinasi ini mempunyai fungsi yang sama dengan elektroda
pasangan.
Air murni bersifat netral, dengan pH-nya pada suhu 25 °C
ditetapkan sebagai 7,0. Larutan dengan pH kurang daripada tujuh
disebut bersifat asam, dan larutan dengan pH lebih daripada tujuh
dikatakan bersifat basa atau alkali. Pengukuran pH sangatlah
penting dalam bidang yang terkait dengan kehidupan atau industri
pengolahan kimia seperti kimia, biologi, kedokteran, pertanian, ilmu
pangan, rekayasa (keteknikan), dan oseanografi. Tentu saja bidang-
bidang sains dan teknologi lainnya juga memakai meskipun dalam
frekuensi yang lebih rendah.
Gambar 4.9 : Elektroda Potensiometrik.
Proses pengontrolan pH bertujuan untuk mengatur pH atau
tingkat keasaman air limbah sampai mencapai pH tertentu yang
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
51
diinginkan. Proses pengontrolan pH diperlukan agar proses
koagulasi-flokulasi dapat berjalan secara optimal, sebab bahan
kimia koagulan/flokulan akan berkerja pada pH optimum tertentu.
Jika pH optimal tercapai, maka akan terjadi penghematan
pemakaian bahan kimia dan flok-flok akan terbentuk dengan ukuran
maksimal, sehingga akan sangat mudah untuk dilakukan
pemisahan/sedimentasi.
Bahan kimia yang digunakan adalah asam sulfat (H2SO4)
atau asam khlorida (HCl) untuk menetralkan air limbah yang bersifat
alkali. Sedangkan untuk zat alkali yang banyak digunakan antara
lain yakni soda ash atau soda abu (NaHCO3), Kapur tohor (CaO),
Ca(OH)2 , CaCO3, natrium hidroksida (NaOH). Proses penetralan
umumnyan dilakukan dengan pengadukan di dalam bak pencampur
dengan waktu tinggal 5 – 30 menit, dan biasanya dilengkapi dengan
kontroler pH. Untuk penetralan dengan menggunakan kapur, dapat
menimbulkan endapan garam kalsium.
Berdasarkan hasil analisa, kondisi pH /tingkat keasaman
air limbah produksi PT. KMI ini tidak stabil dan dalam range pH yang
jauh (antara 5 – 11). Kondisi ini sangat tidak menguntungkan untuk
proses koagulasi-flokulasi, karena berdasarkan hasil analisa (jar
test) range pH optimum untuk proses koagulasi-flokulasi ini terjadi
pada pH 7-8,5. Dengan demikian maka IPAL produksi PT. KMI ini
perlu dilengkapi dengan sarana pengaturan pH untuk menjaga
kestabilan pH agar tetap berada pada range pH antara 7 – 8,5.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
52
Gambar 4.10 : Sistem Kerja pH Kontrol
Gambar 4.11 : Foto pH Kontrol Lengkap Dengan Dosing
Pump-nya.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
53
Proses Koagulasi – Flokulasi
Koagulasi adalah proses destabilisasi partikel koloid dengan
cara penambahan senyawa kimia yang disebut koagulan. Koloid
mempunyai ukuran tertentu sehingga gaya tarik menarik antara
partikel lebih kecil dari pada gaya tolak menolak akibat muatan
listrik. Pada kondisi stabil ini penggumpalan partikel tidak terjadi dan
gerakan Brown menyebabkan partikel tetap berada sebagai
suspensi. Melalui proses koagulasi terjadi destabilisasi, sehingga
partikel-partikel koloid bersatu dan menjadi besar. Dengan demikian
partikel-partikel koloid yang pada awalnya sukar dipisahkan dari air,
setelah proses koagulasi akan menjadi kumpulan partikel yang lebih
besar sehingga mudah dipisahkan dengan cara sedimentasi, filtrasi
atau proses pemisahan lainnya yang lebih mudah.
Di dalam sistem pengolahan air limbah dengan
penambahan bahan kimia proses koagulasi sangat diperlukan untuk
proses awal. Partikel-partikel yang sangat halus maupun partikel
koloid yang terdapat dalam air limbah sulit sekali mengendap. Oleh
karena itu perlu proses koagulasi yaitu penambahan bahan kimia
agar partikel-partikel yang sukar mengendap tadi menggumpal
menjadi besar dan berat sehingga kecepatan pengendapannya lebih
besar.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
54
Bahan Koagulan
Bahan kimia yang sering digunakan untuk proses koagulasi
umumnya dikalsifikasikan menjadi tiga golongan, yakni Zat
Koagulan, Zat Alkali dan Zat Pembantu Koagulan. Zat koagulan
digunakan untuk menggumpalkan partikel-partikel padat
tersuspensi, zat warna, koloid dan lain-lain agar membentuk
gumpalan partikel yang besar (flok). Sedangkan zat alkali dan zat
pembantu koagulan berfungsi untuk mengatur pH agar kondisi air
baku dapat menunjang proses flokulasi, serta membantu agar
pembentukan flok dapat berjalan dengan lebih cepat dan baik.
Pemilihan zat koagulan harus berdasarkan pertimbangan antara lain
: jumlah dan kualitas air yang akan diolah, kekeruhan air baku,
metode filtrasi serta sistem pembuangan lumpur endapan.
Penentuan Dosis Koagulan
Penentuan dosis koagulan bervariasi sesuai dengan jenis
koagulan yang dipakai, kekeruhan air baku, pH, alkalinitas dan juga
temperatur operasi. Disamping itu dipengaruhi pula oleh faktor-
faktor lainnya misalnya kandungan zat besi dan mangan yang tinggi,
mikroorganisme. Perhitungan dosis koagulan dapat dilakukan
dengan memakai rumus sebagai berikut:
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
55
Vv = Q x Rs x (100/C) x 10-3
dimana : Vv = Dosis volumetrik koagulan ( lt/jam).
Q = Laju alir air baku ( M3).
Rs = Dosis koagulan yang diharapkan (ppm).
C = Konsentrasi larutan koagulan ( % ).
Zat Alkali (Alkaline Agent)
Zat alkali dipakai untuk pengolahan air limbah dan air
minum dengan tujuan untuk pengaturan pH dan alkalinitas air baku
agar proses koagulasi - flokulasi dapat berjalan dengan baik dan
efektif. Dosis zat zat alkali yang dibubuhkan harus ditentukan
sesuai laju pembubuhan harus ditentukan berdasarkan alkalinitas air
baku dan laju pembubuhan koagulan. Perlu atau tidaknya
penambahan zat alkali tersebut serta dosisnya (rata-rata, minimum
dan maksimum) harus ditentukan berdasarkan alkalinitas air baku,
laju pembubuhan koagulan serta alkalinitas air olahan yang
diharapkan dengan menggunakan jar tes. Untuk menghitung dosis
zat alkali yang diperlukan dapat memakai rumus sebagai berikut :
W = [( A2 + K x R ) - A1] x F
Keterangan:
W = Dosis pembubuhan zat alkali ( mg/lt = ppm ) A1 = Alkalinitas air baku (mg/lt = ppm ) A2 = Alkalinitas yang diinginkan (mg/lt = ppm ) K = Harga numerik dari koagulan yang digunakan. R = Dosis koagulan (ppm). F = Harga numerik untuk zat alkali yang digunakan
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
56
Penentuan Dosis Bahan Kimia
Jar Test
Proses pengolahan limbah secara Koagulasi – Flokulasi
didasari dengan suatu penetian yang disebut jar test. Jar Test
adalah suatu metode untuk menentukan bahan kimia (coagulant dan
flocculant) yang paling sesuai untuk aplikasi limbah tertentu
sekaligus menentukan dosis yang optimal. Aplikasi flocculant dan
coagulant yang tepat dapat membantu mengurangi kekeruhan air
buangan. Prinsip koagulasi yang dikombinasikan dengan flokulasi
yang tepat dapat mengurangi suspended solid secara siknifikan.
Dengan test ini akan diperoleh hasil terbaik dengan biaya minimal.
Perbedaan geografis menghasilkan sumber air yang tidak
sama antara satu tempat dengan tempat yang lain. Demikian pula
produk yang dihasilkan oleh suatu pabrik berbeda antara satu
dengan yang lain. Hal ini mengakibatkan limbah yang dihasilkan
juga berbeda-beda antara pabrik satu dengan pabrik yang lain. Jar
Test sangat diperlukan untuk mengetahui jenis bahan kimia
(flocculant dan coagulant) yang paling sesuai dengan cost yang
paling efisien dan hasil yang optimal.
Pelaksanaan jar test untuk penentuan dosis bahan kimia
(coagulant dan flocculant) limbah PT. Kawasaki Motor Indonesia ini
telah dilakukan dua kali. Jar test dilaksanakan di IPAL secara
langsung saat melakukan star-up IPAL. Secara detail hasil jar test
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
57
dan foto-foto pelaksanaan pekerjaan tersebut adalah sebagai
berikut:
Prosedur Jar Test
Jar test dipergunakan untuk mengetahui dosis dan chemical
(flocculant/coagulant) yang paling sesuai untuk diaplikasikan di
sistem.
1. Siapkan larutan/solution dari chemical (flocculant dan
coagulant) yang akan diseleksi.
2. Ukur 500 ml (atau 1000 ml) sampel, masukkan ke dalam
masing-masing beaker glass.
3. Hidupkan agitator/pengaduk dengan kecepatan rendah
(20 rpm)
4. Tambahkan asam untuk menurunkan pH sampai nilai
tertentu.
5. Siapkan coagulant yang akan diseleksi.
6. Masukkan coagulant ke dalam beaker glass no. 2,3 dan 4
dengan dosis tertentu dengan menggunakan syringe.
Beaker glass no 1 sebagai blank.
7. Naikkan putaran agitator menjadi 100 rpm, tunggu 1 – 3
menit sambil diamati terjadinya pembentukan floc.
8. Tambahkan kapur untuk menaikkan pH sampai nilai
tertentu.
9. Hentikan agitator, amati floc yang terbentuk terutama
mengenai ukuran, keseragaman, dan kecepatan
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
58
terbentuknya floc pada step 6. Bandingkan dengan blank
pada beaker glass no. 1.
10. Pilih yang paling sesuai dan paling optimal.
11. Langkah 1-8 diulang- ulang sampai diperoleh coagulant
yang paling sesuai.
12. Hidupkan kembali agitator dengan kecepatan 30 rpm.
13. Masukkan ke dalam masing-masing beaker glass
flocculant yang akan diseleksi dengan dosis tertentu
dengan menggunakan syringe.
14. Setelah 3 menit dan floc-floc dengan ukuran lebih besar
sudah terbentuk, matikan agitator.
15. Keluarkan beaker glass, dan diamkan selama 5-10 menit.
16. Amati kecepatan pengendapan dan ukuran floc yang
terbentuk serta kejernihan dari air yang diperoleh.
17. Pilih yang paling sesuai dan paling optimum.
18. Ulangi sampai diperoleh hasil yang optimum.
19. Dosis yang digunakan divariasikan antara coagulant dan
flocculant.
Pelaksanaan Jar Test /Sampling Limbah
Sampel jar test ke I diambil tgl : 14 Desember 2014.
Pengambil sampel : Tim EKM bersama PT. KMI.
Sumber limbah : PT. Kawasaki Motor Indonesia,
Komponen limbah :TSS, pelarut kimia, dan bahan
kimia lainnya.
Warna : limbah coklat kemerahan.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
59
Gambar 4.12 : Sampel Air Limbah Segar Di Unit Equalisasi Yang
Akan Di Jar Test
Hasil Jar Test :
Tahap awal pelaksanaan jar test adalah untuk seleksi jenis
chemical (coagulant dan flocculant) yang paling sesuai untuk limbah
PT. Kawasaki Motor Indonesia. Bahan kimia yang telah dipakai/uji
cobakan untuk proses koagulasi dan flokulasi adalah : poly
aluminium chloride (PAC), tawas (alum), zeta ace C-502, Koagulan
MN 7033, kuriflok PA-322, polimer MN 3200, bahan pengatur pH
(larutan NaOH, CaOH, HCl). Gambar berikut menunjukkan
perbedaan hasil dari masing-masing bahan yang digunakan dalam
jar test tersebut.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
60
Gambar 4.13 : Foto Hasil Jar Tes
Dengan pemakaian bahan kimia yang berbeda jenis
maupun jumlahnya, dan dalam kondisi pH yang berbeda akan
memberikan hasil koagulasi yang berbeda beda pula, sehingga
dengan demikian akan dicari jenis bahan kimia, jumlah dan kondisi
pH yang tepat untuk memberikan hasil yang maksimal. Dari
berbagai percobaan yang telah dilakukan, maka tabel 1 berikut
memberikan gambaran akhir hasil jar tes yang telah dilakukan.
Tabel 4.2 : Tabel Hasil Jar Tes Limbah PT. KMI
No.
Bahan Kimia dan Dosis Kondisi Flock
Kualitas hasil
pengolahan
Coagulant (ml/l) Pengatur pH
Polymer (ml/l) Waktu pH Kekeruhan
Pengendapan
Agent ( detik/4 cm ) (25OC) (FTU)
1 MN 306 100 NaOH ± 7,0 MN 3200 2 35" 7.8 32
2 MN 306 200 NaOH ± 7,0 MN 3200 2 28" 7.2 30
3 MN 306 500 NaOH ± 7,0 MN 3200 2 20" 7.2 18
4 MN 306 1000 NaOH ± 7,0 MN 3200 2 12" 7.2 3
5 MN 7033 300 NaOH ± 7,0 MN 3200 2 12" 7.2 1
6 MN 7033 500 NaOH ± 7,0 MN 3200 2 17" 7.2 2
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
61
Berdasarkan seleksi chemical di atas tabel 1dicoba untuk
dilakukan optimasi dosis dengan hasil optimal sebagai berikut :
Tabel 4.3 : Dosis Bahan Kimia
Keterangan Baker 1 (ppm)
Koagulan, MN 7033, 300
Flokulan MN 3200 1
Pengatur pH, NaOH --
Performance Flok besar-besar, Warna jernih,
endapan bagus dan cepat mengendap,
filtrat bersih.
Kesimpulan Jar Test
Dari Jar Test yang sudah dilakukan dengan data-data di atas,
diperoleh hasil sebagai berikut : Kombinasi antara koagulant MN 7033
dengan dosis 300 ppm dan flokulant MN-3200 dengan dosis 2 ppm
dan dilakukan pengaturan pH ± 7,0 dapat memberikan hasil yang
optimum, dimana hasil akhir dari filtrat tersebut adalah pH akhir ± 7,2,
waktu pengendapan tercepat 12”, tingkat kekeruhan yang terendah 1
FTU, dan flok yang mudah untuk dipisahkan.
Tangki Pencampur
Tangki pencampur dilengkapi dengan alat pengaduk/
agitator agar bahan kimia (koagulan) yang dibubuhkan dapat
bercampur dengan air baku secara cepat dan merata.Oleh karena
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
62
kecepatan hidrolisa koagulan dalam air besar maka diperlukan
pembentukan flok-flok halus dari koloid hidroksida yang merata dan
secepat mungkin sehingga dapat bereaksi dengan partikel-partikel
kotoran membentuk flok yang lebih besar dan stabil. Untuk itu
diperlukan pengadukan yang cepat.
Gambar 4.14 : Diagram Proses Koagulasi-Flokulasi dan
Sedimentasi.
Flokulator
Fungsi flokulator adalah untuk pembentukan flok-flok agar
menjadi besar dan stabil sehingga dapat diendapkan dengan mudah
atau disaring. Untuk proses pengendapan dan penyaringan maka
partikel-partikel kotoran halus maupun koloid yang ada dalam air
baku harus digumpalkan menjadi flok-flok yang cukup besar dan
kuat untuk dapat diendapkan atau disaring.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
63
Flokulator pada hakekatnya adalah kombinasi antara
pencampuran dan pengadukan sehingga flok-flok halus yang
terbentuk pada bak pencampur cepat akan saling bertumbukan
dengan partikel-partikel kotoran atau flok-flok yang lain sehingga
terjadi gumpalan gumpalan flok yang besar dan stabil.
Gambar 4.15 : Foto Reaktor Koagulasi – Flokulasi PT. KMI
Pada proses koagulasi terjadi destabilisasi koloid dan
partikel dalam air sebagai akibat dari pengadukan cepat dan
pembubuhan koagulan. Akibat pengadukan cepat, koloid dan
partikel yang stabil berubah menjadi tidak stabil karena terurai
menjadi partikel yang bermuatan positif dan negatif. Pembentukan
ion positif dan negatif juga dihasilkan dari proses penguraian
koagulan. Proses ini berlanjut dengan pembentukan ikatan antara
ion positif dari koagulan (misal Al3+) dengan ion negatif dari partikel
(misal OH-) dan antara ion positif dari partikel (misal Ca 2+) dengan
ion negatif dari koagulan (misal SO42-) yang menyebabkan
pembentukan inti flok (presipitat).
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
64
Setelah terbentuk inti flok, diikuti oleh proses flokulasi, yaitu
penggabungan inti flok menjadi flok berukuran lebih besar yang
memungkinkan partikel dapat mengendap. Penggabungan flok kecil
menjadi flok besar terjadi karena adanya tumbukan antar flok.
Tumbukan ini terjadi akibat adanya pengadukan lambat.
Gambar 4.16 : Gambaran Proses Koagulasi-flokulasi
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
65
Tabel 4.4 : Beberapa Jenis Koagulan dalam Pengolahan-Air.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
66
Faktor yang mempengaruhi :
- Kekeruhan,
- Jenis padatan tersuspensi,
- Temperatur,
- pH,
- Komposisi dan konsentrasi kation dan anion,
- Durasi dan tingkat agitasi selama koagulasi dan flokulasi,
- Dosis koagulan,
- Dosis flokulan.
Sedimentasi atau Pengendapan
Sedimentasi adalah suatu unit operasi untuk menghilangkan
materi tersuspensi atau flok kimia secara gravitasi. Proses
sedimentasi pada pengolahan air limbah umumnya untuk
menghilangkan padatan tersuspensi sebelum dilakukan proses
pengolahan selanjutnya. Gumpalan padatan yang terbentuk pada
proses koagulasi masih berukuran kecil. Gumpalan-gumpalan kecil
ini akan terus saling bergabung menjadi gumpalan yang lebih besar
dalam proses flokulasi. Dengan terbentuknya gumpalan-gumpalan
besar, maka beratnya akan bertambah, sehingga karena gaya
beratnya gumpalan-gumpalan tersebut akan bergerak ke bawah dan
mengendap pada bagian dasar tangki sedimentasi.
Bak sedimentasi dapat berbentuk segi empat atau
lingkaran. Pada bak ini aliran air limbah sangat tenang untuk
memberi kesempatan padatan/suspensi untuk mengendap. Kriteria-
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
67
kriteria yang diperlukan untuk menentukan ukuran bak sedimentasi
adalah : surface loading (beban permukaan), kedalaman bak dan
waktu tinggal. Waktu tinggal mempunyai satuan jam, cara
perhitungannya adalah volume tangki dibagi dengan laju alir per
hari. Beban permukaan sama dengan laju alir (debit volume) rata-
rata per hari dibagi luas permukaan bak, satuannya m3 per meter
persegi per hari.
Q Vo = A
Dimana : Vo = laju limpahan/beban permukaan (m3/m2 hari)
Q = aliran rata-rata harian, m3 per hari
A = total luas permukaan (m2)
Gambar 4.17.: Tangki Pengendapan.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
68
Gambar 4.18 : Foto Bak Sedimentasi WWTP PT. KMI.
4.1.2. Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Kombinasi
Biofilter Anaerob-Aerob Tercelup
Proses pengolahan dengan biofilter anaerob-aerob ini
merupakan pengembangan dari proses biofilter anaerob dengan
proses aerasi kontak Pengolahan air limbah dengan proses biofilter
anaerob-aerob terdiri dari beberapa bagian yakni bak pengendap
awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak pengendap akhir,
dan jika perlu dilengkapi dengan bak kontaktor khlor.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
69
Air limbah dialirkan melalui saringan kasar (bar screen)
untuk menyaring sampah yang berukuran besar seperti sampah
daun, kertas, plastik dll. Setelah melalui screen air limbah dialirkan
ke bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir
dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak pengendapan, juga
berfungsi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak pengurai
senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion
(pengurai lumpur) dan penampung lumpur.
Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke
bak kontaktor anaerob dengan arah aliran dari atas ke dan bawah ke
atas. Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari
bahan plastik . Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari
satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah.
Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh
bakteri anaerobik atau fakultatif aerobik Setelah beberapa hari operasi,
pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film
mikroorganisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat
organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap
Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak
kontaktor aerob. Di dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan
media, pasltik (polyethylene), sambil diaerasi atau dihembus dengan
udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat
organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel
pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak
dengan mikroorgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
70
menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat
meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta
mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan
ammonia menjadi lebih besar. Proses ini sering di namakan Aerasi
Kontak (Contact Aeration).
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di
dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa
mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet
bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air
limpasan (over flow) dialirkan ke bak penampung sementara. Dari
sini air olahan dipompa untuk difilter dan diberikan kaporit sebagai
disinfektan. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses filter
ditampung di penampungan sementara untuk selanjutnya ditransfer
ke penampungan di cuci unit untuk digunakan kembali sebagai air
cucian. Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut
selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), ammonia,
deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat dan lainnya. Skema
proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilter anaerob-aerob
dapat dilihat pada Gambar berikut.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
71
Gambar 4.19 : Diagram Proses Pengolahan di Biofilter Dengan
Proses Biofilter Anaerob-Aerob
Gambar 4.20 : Potongan Reaktor Biofilter
Proses dengan Biofilter Anaerob-Aerob ini mempunyai beberapa
keuntungan yakni :
Adanya air buangan yang melalui media yang terdapat pada
biofilter mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
72
menyelimuti kerikil atau yang disebut juga biological film. Air
limbah yang masih mengandung zat organik yang belum
teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini
akan mengalami proses penguraian secara biologis. Efisiensi
biofilter tergantung dari luas kontak antara air limbah dengan
mikroorganisme yang menempel pada permukaan media filter
tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka efisiensi penurunan
konsentrasi zat organiknya (BOD) makin besar. Selain
menghilangkan atau mengurangi konsentrasi BODdan COD,
cara ini dapat juga mengurangi konsentrasi padatan tersuspensi
atau suspended solids (SS) , deterjen (MBAS), ammonium dan
posphor.
Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang
melalui media ini. Sebagai akibatnya, air limbah yang
mengandung suspended solids dan bakteri E.coli setelah melalui
filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi penyaringan
akan sangat besar karena dengan adanya biofilter up flow yakni
penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke atas akan
mengurangi kecepatan partikel yang terdapat pada air buangan
dan partikel yang tidak terbawa aliran ke atas akan
mengendapkan di dasar bak filter. Sistem biofilter anaerob-aerb
ini sangat sederhana, operasinya mudah dan tanpa memakai
bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi. Proses ini cocok
digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas yang
tidak terlalu besar.
Dengan kombinasi proses “Anaerob-Aerob”, efisiensi
penghilangan senyawa phospor menjadi lebih besar bila
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
73
dibandingankan dengan proses anaerob atau proses aerob saja.
Fenomena proses penghilangan phosphor oleh mikroorganisne
pada proses pengolahan anaerob-aerob dapat diterangkan
seperti pada Gambar 4.18. Selama berada pada kondisi
anaerob, senyawa phospor anorganik yang ada dalam sel-sel
mikrooragnisme akan keluar sebagai akibat hidrolosa senyawa
phospor. Sedangkan energi yang dihasilkan digunakan untuk
menyerap BOD (senyawa organik) yang ada di dalam air limbah.
Efisiensi penghilangan BOD akan berjalan baik apabila
perbandingan antara BOD dan phospor (P) lebih besar 10.
(Metcalf and Eddy, 1991). Selama berada pada kondisi aerob,
senyawa phospor terlarut akan diserap oleh
bakteria/mikroorganisme dan akan sintesa menjadi polyphospat
dengan menggunakan energi yang dihasilkan oleh proses
oksidasi senyawa organik (BOD). Dengan demikian dengan
kombinasi proses anaerob-aerob dapat menghilangkan BOD
maupun phospor dengan baik. Proses ini dapat digunakan untuk
pengolahan air limbah dengan beban organik yang cukup besar.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
74
Gambar 4.21 : Proses Penghilangan Phospor Oleh Mikroorganisme
Di Dalam Proses Pengolahan “Anaerob-Aerob”.
Pengolahan air limbah dengan proses biofilm mempunyai beberapa
keunggulan antara lain :
a. Pengoperasiannya mudah
Di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm,
tanpa dilakukan sirkulasi lumpur, tidak terjadi masalah “bulking”
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
75
seperti pada proses lumpur aktif (Activated sludge process).
Oleh karena itu pengelolaaanya sangat mudah.
b. Lumpur yang dihasilkan sedikit
Dibandingakan dengan proses lumpur aktif, lumpur yang
dihasilkan pada proses biofilm relatif lebih kecil. Di dalam
proses lumpur aktif antara 30 – 60 % dari BOD yang
dihilangkan (removal BOD) diubah menjadi lumpur aktif
(biomasa) sedangkan pada proses biofilm hanya sekitar 10-30
%. Hal ini disebabkan karena pada proses biofilm rantai
makanan lebih panjang dan melibatkan aktifitas
mikroorganisme dengan orde yang lebih tinggi dibandingkan
pada proses lumpur aktif.
c. Dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan
konsentrasi rendah maupun konsentrasi tinggi.
Oleh karena di dalam proses pengolahan air limbah dengan
sistem biofilm mikroorganisme atau mikroba melekat pada
permukaan medium penyangga maka pengontrolan terhadap
mikroorganisme atau mikroba lebih mudah. Proses biofilm
tersebut cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan
konsentrasi rendah maupun konsentrasi tinggi.
d. Tahan terhadap fluktuasi jumlah air limbah maupun
fluktuasi konsentrasi.
Di dalam proses biofilter mikroorganisme melekat pada
permukaan unggun media, akibatnya konsentrasi biomassa
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
76
mikroorganisme per satuan volume relatif besar sehingga relatif
tahan terhadap fluktuasi beban organik maupun fluktuasi beban
hidrolik.
e. Pengaruh penurunan suhu terhadap efisiensi pengolahan
kecil.
Jika suhu air limbah turun maka aktifitas mikroorganisme juga
berkurang, tetapi oleh karena di dalam proses biofilm substrat
maupun enzim dapat terdifusi sampai ke bagian dalam lapisan
biofilm dan juga lapisan biofilm bertambah tebal maka pengaruh
penurunan suhu (suhu rendah) tidak begitu besar.
Tinjauan Proses Anaerob Dan Aerob
Pengolahan air limbah secara biologis adalah suatu cara
pengolahan yang diarahkan untuk menurunkan atau menyisihkan
substrat tertentu yang terkandung dalam air buangan dengan
memanfaatkan aktivitas mikroorganisme untuk melakukan
perombakan substrat tersebut. Proses pengolahan air limbah secara
biologis dapat berlangsung dalam tiga lingkungan utama, yaitu :
Lingkungan aerob , yaitu lingkungan dimana oksigen terlarut
(DO) di dalam air cukup banyak, sehingga oksigen bukan
merupakan faktor pembatas.
Lingkungan anoksik, yaitu lingkungan dimana oksigen terlarut
(DO) di dalam air ada dalam konsentrasi rendah.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
77
Lingkungan anaerob, merupakan kebalikan dari lingkungan
aerob, yaitu tidak terdapat oksigen terlarut, sehingga oksigen
menjadi faktor pembatas berlangsungnya proses metabolisme
aerob.
Berdasarkan pada kondisi pertumbuhan mikroorganisme
yang bertanggung jawab pada proses penguraian yang terjadi,
reaktor dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :
Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor),
yaitu reaktor dimana mikroorganisme yang berperan pada
proses biologis tumbuh dan berkembang biak dalam keadaan
tersuspensi.
Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor), yaitu
reaktor dimana mikroorganisme yang berperan pada proses
penguraian substrat tumbuh dan berkembang di atas suatu
media dengan membentuk suatu lapisan lendir (lapisan biofilm)
untuk melekatkan diri di atas permukaan media tersebut.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
78
Proses Pengolahan Biologis Secara Anaerob
a. Mekanisme Proses Anaerob
Polutan-polutan organik komplek seperti lemak, protein dan
karbohidrat pada kondisi anaerobic akan dihidrolisa oleh enzim
hydrolase yang dihasilkan bakteri pada tahap pertama. Enzim
penghidrolisa seperti lipase, protease dan cellulase. Hasil hidrolisa
polimer-polimer diatas adalah monomer seperti manosakarida,
asam amino, peptida dan gliserin. Selanjutnya monomer-monomer
ini akan diuraikan menjadi asam-asam lemak (lower fatty acids) dan
gas hidrogen.
Kumpulan mikroorganisme, umumnya bakteri, terlibat
dalam transformasi senyawa komplek organik menjadi metan. Lebih
jauh lagi, terdapat interaksi sinergis antara bermacam-macam
kelompok bakteri yang berperan dalam penguraian limbah.
Keseluruhan reaksi dapat digambarkan sebagai berikut (Polprasert,
1989) :
Senyawa Organik CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S
Meskipun beberapa jamur (fungi) dan protozoa dapat
ditemukan dalam penguraian anaerobik, bakteri bakteri tetap
merupakan mikroorganisme yang paling dominan bekerja didalam
proses penguraian anaerobik. Sejumlah besar bakteri anaerobik dan
fakultatif (seperti : Bacteroides, Bifidobacterium, Clostridium,
Lactobacillus, Streptococcus) terlibat dalam proses hidrolisis dan
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
79
fermentasi senyawa organik. Proses penguraian senyawa organik
secara anaerobik secara garis besar ditunjukkan seperti pada
Gambar 4.19.
Gambar 4.22 : Kelompok Bakteri Metabolik Yang Terlibat Dalam
Penguraian Limbah Dalam Sistem Anaerobik.
Ada empat grup bakteri yang terlibat dalam transformasi
material komplek menjadi molekul yang sederhana seperti metan
dan karbon dioksida. Kelompok bakteri ini bekerja secara sinergis
(Archer dan Kirsop, 1991; Barnes dan Fitzgerald, 1987; Sahm,
1984; Sterritt dan Lester, 1988; Zeikus, 1980),
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
80
1) Kelompok Bakteri Hidrolitik
Kelompok bakteri anaerobik memecah molekul organik
komplek (protein, cellulose, lignin, lipids) menjadi molekul monomer
yang terlarut seperti asam amino, glukosa, asam lemak, dan
gliserol. Molekul monomer ini dapat langsung dimanfaatkan oleh
kelompok bakteri berikutnya. Hidrolisis molekul komplek dikatalisasi
oleh enzim ekstra seluler seperti sellulase, protease, dan lipase.
Walaupun demikian proses penguraian anaerobik sangat lambat
dan menjadi terbatas dalam penguraian limbah sellulolitik yang
mengandung lignin (Polprasert, 1989; Speece, 1983).
2) Kelompok Bakteri Asidogenik Fermentatif
Bakteri asidogenik (pembentuk asam) seperti Clostridium
merubah gula, asam amino, dan asam lemak menjadi asam organik
(seperti asam asetat, propionik, formik, lactik, butirik, atau suksinik),
alkohol dan keton (seperti etanil, metanol, gliserol, aseton), asetat,
CO2 dan H2. Asetat adalah produk utama dalam fermentasi
karbohidrat. Hasil dari fermentasi ini bervariasi tergantung jenis
bakteri dan kondisi kultur seperti temperatur, pH, potensial redok.
3) Kelompok Bakteri Asetogenik
Bakteri asetogenik (bakteri yang memproduksi asetat dan
H2) seperti Syntrobacter wolinii dan Syntrophomonas wolfei
(McInernay et al., 1981) merubah asam lemak (seperti asam
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
81
propionat, asam butirat) dan alkohol menjadi asetat, hidrogen, dan
karbon dioksida, yang digunakan oleh bakteri pembentuk metan
(metanogen). Kelompok ini membutuhkan ikatan hidrogen rendah
untuk merubah asam lemak; dan oleh karenanya diperlukan
monitoring hidrogen yang ketat.
Di bawah kondisi tekanan hidrogen (H2) parsial yang relatif
tinggi, pembentukan asetat berkurang dan subtrat dirubah menjadi
asam propionat, asam butirat, dan etanol dari pada metan. Ada
hubungan simbiotik antara bakteri asetonik dan metanogen.
Metanogen membantu menghasilkan ikatan hidrogen rendah yang
dibutuhkan oleh bakteri asetogenik. Etanol, asam propionat, dan
asam butirat dirubah menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik
dengan reaksi sebagai berikut :
CH3CH2OH + CO2 CH3COOH + 2H2
Etanol Asam Asetat
CH3CH2COOH + 2H2O CH3COOH + CO2 + 3H2
Asam Propionat Asam asetat
CH3CH2CH2COOH + 2H2O 2CH3COOH + 2H2
Asam Butirat Asam Asetat
Bakteri asetogenik tumbuh jauh lebih cepat dari pada bakteri
metanogenik. Kecepatan pertumbuhan bakteri asetogenik (mak)
mendekati 1 per jam sedangkan bakteri metanogenik 0,04 per jam
(Hammer, 1986).
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
82
4) Kelompok Bakteri Metanogen
Penguraian senyawa organik oleh bakteri anaerobik
dilingkungan alam melepas 500 - 800 juta ton metan ke atmosfir tiap
tahun dan ini mewakili 0,5% bahan organik yang dihasilkan oleh
proses fotosintesis (Kirsop, 1984; Sahm, 1984). Bakteri metanogen
terjadi secara alami didalam sedimen yang dalam atau dalam
pencernaan herbivora. Kelompok ini dapat berupa kelompok bakteri
gram positif dan gram negatif dengan variasi yang banyak dalam
bentuk. Mikroorganime metanogen tumbuh secara lambat dalam air
limbah dan waktu tumbuh berkisar 3 hari pada suhu 35oC sampai
dengan 50 hari pada suhu 10oC.
Bakteri metanogen dibagi menjadi dua katagori, yaitu : Bakteri
metanogen hidrogenotropik (seperti : chemolitotrof yang
menggunakan hidrogen) merubah hidrogen dan karbondioksida
menjadi metan.
CO2 + 4H2 CH4 + 2H2O
Metan
Bakteri metanogen yang menggunakan hidrogen membantu
memelihara tekanan parsial yang sangat rendah yang dibutuhkan
untuk proses konversi asam volatil dan alkohol menjadi asetat
(speece, 1983). Bakteri metanogen Asetotropik, atau biasa disebut
sebagai bakteri asetoklastik atau bakteri penghilang asetat,
merubah asam asetat menjadi metan dan CO2.
CH3COOH CH4 + CO2
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
83
Bakteri asetoklastik tumbuh jauh lebih lambat (waktu
generasi = beberapa hari) dari pada bakteri pembentuk asam (waktu
generasi = beberapa jam). Kelompok ini terdiri dari dua kelompok,
yaitu : Metanosarkina (Smith dan Mah, 1978) dan Metanotrik (Huser
et al., 1982). Selama penguraian termofilik (58oC) dari limbah
lignosellulosik, Metanosarkina adalah bakteri asetotropik yang
ditemukan dalam bioreaktor. Sesudah 4 minggu, Metanosarkina
(mak = 0,3 tiap hari; Ks = 200 mg/l) digantikan oleh Metanotrik (mak
= 0,1 tiap hari; Ks = 30 mg/l).
Kurang lebih sekitar 2/3 metan dihasilkan dari konversi asetat
oleh metanogen asetotropik. Sepertiga sisanya adalah hasil reduksi
karbon dioksida oleh hidrogen (Mackie dan Bryant, 1984). Diagram
neraca masa pada penguraian zat organik komplek menjadi gas
metan secara anaerobik ditujukkan seperti pada Gambar 4.20.
Secara umum klasifikasi bakteri metanogen dapat dilihat
pada Tabel 4.3. (Balch et al, 1979). Metanogen dikelompokkan
menjadi tiga orde yakni:
Metanobakteriales misalnya Metanobakterium, Metano-
breviater, Metanotermus.
Metanomikrobiales misalnya Metanomikrobium, Metano-
genium, Metanospirilium, Metanosarkina, dan Metanokokoid
Metanokokales misalnya Metanokokkus.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
84
Tabel 4.5 : Klasifikasi Metanogen
Order Famili Genus Spesies
Methanobacteriales Methanobacteriaceae Methanobacterium
Methanobrevibacter
M. formicicum
M. bryanti
M. thermoautotrophicum
M. ruminantium
M. arboriphilus
M. smithii
M. vannielli
Methanococcales Methanococcaceae Methanococcus
Methanomicrobium
M. voltae
M. mobile
methanomicrobiales Methanomicrobiaceae Methanogenium
Methanospillum
M. cariaci
M. marisnigri
M. hungatei
M. barkeri
Methanosarcinaceae Methanosarcina M. mazei
Dari : Balch et al., 1979.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
85
Gambar 4.23 : Neraca Masa Pada Proses Penguraian
Anaerobik (Fermentasi Metan)
Paling sedikit ada 49 spesies metanogen yang telah
didiskripsi (Vogels et al., 1988). Koster (1988) telah mengkompilasi
beberapa bakteri metanogen yang telah diisolasi dan masing-
masing substratnya, ditunjukkan seperti pada Tabel 4.4. Proses
penguraian senyawa hidrokarbon, lemak dan protein secara biologis
menjadi metan di kondisi proses anaerobik secara umum
ditunjukkan seperti pada Gambar 4.21 dan 4.22.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
86
Gambar 4.24 : Proses Penguraian Senyawa Hidrokarbon
Secara Anaerobik Menjadi Metan.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
87
Gambar 4.25 : Proses Penguraian Senyawa Protein Secara
Anaerobik
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
88
Tabel 4.6 : Metanogen Terisolasi Dan Subtratnya
Bakteri Subtrat
Methanobacterium bryantii H2
M. formicicum H2 dan HCOOH
M. thermoautotrophicum H2
M. alcaliphilum H2
Methanobrevibacter arboriphilus H2
M. ruminantium H2 dan HCOOH
M. smithii H2 dan HCOOH
Methanococcus vannielii H2 dan HCOOH
M. voltae H2 dan HCOOH
M. deltae H2 dan HCOOH
M. maripaludis H2 dan HCOOH
M. jannaschii H2
M. thermolithoautotrophicus H2 dan HCOOH
M. frisius
Methanomicrobium mobile H2 dan HCOOH
M. paynteri H2
Methanospirillum hungatei H2 dan HCOOH
Methanoplanus limicola H2 dan HCOOH
M. endosymbiosus H2
Methanogenium cariaci H2 dan HCOOH
M. marisnigri H2 dan HCOOH
M. tatii H2 dan HCOOH
M. olentangyi H2
M. thermophilicum H2 dan HCOOH
M. bourgense H2 dan HCOOH
M. aggregans H2 dan HCOOH
Methanoccoides methylutens CH3NH2 dan CH3OH
Methanotrix soehngenii CH3COOH
M. conilii CH3COOH
Methanothermus fervidus H2
Methanolobus tindarius CH3OH, CH3NH2, (CH3)2NH, dan (CH3)3N
Methanosarcina barkeri CH3OH, CH3COOH, H2, CH3NH2, (CH3)2NH, dan (CH3)3N
Methanosarcina themophila CH3OH, CH3COOH, H2, CH3NH2, (CH3)2NH, dan (CH3)3N
Sumber : Koster (1988).
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
89
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mekanisme Proses
Anaerob
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadapp penguraian
secara anaerobik antara lain yakni temperatur, waktu tinggal
(rentention time), keasaman (pH), komposisi kimia air limbah,
kompetisi antara metanogen dan bakteri racun (toxicants).
1) Temperatur
Produksi metan dapat dihasilkan pada temperatur antara
0oC - 97oC. Walaupun bakteri metan psychrophilic tidak
dapat diisolasi, bakteri thermophilik beroperasi secara
optimum pada temperatur 50 - 75oC ditemukan di daerah
panas. Methanothermus fervidus ditemukan ditemukan di
Iceland dan tumbuh pada temperatur 63 - 97oC (Sahm,
1984).
Di dalam instalasi pengolahan limbah pemukiman,
penguraian anaerobik dilakukan dalam kisaran mesophilik
dengan temperatur 25 - 40 oC dengan temperatur optimum
mendekati 35oC . Penguraian thermophilik beroperasi pada
temperatur 50 - 65oC. Penguraian ini memungkinkan untuk
pengolahan limbah dengan beban berat dan juga efektif
untuk mematikan bakteri pathogen. Salah satu kelemahan
adalah sensitifitas yang tinggi terhadap zat toksik (Koster,
1988).
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
90
Karena pertumbuhan bakteri metan yang lebih lambat
dibandingkan bakteri acidogenik, maka bakteri metan sangat
sensitif terhadap perubahan kecil temperatur. Karena
penggunaan asam volatil oleh bakteri metan, penurunan
temperatur cenderung menurunkan laju pertumbuhan
bakteri metan. Oleh karena itu penguraian mesophilik harus
didisain untuk beroperasi pada temperatur antara 30 - 35oC
untuk fungsi optimal.
2) Waktu Tinggal
Waktu tinggal air limbah dalam reaktor anaerob, yang
tergantung pada karakteristik air limbah dan kondisi
lingkungan, harus cukup lama untuk proses metabolisme
oleh bakteri anaerobik dalam reaktor pengurai. Penguraian
didasarkan pada bakteri yang tumbuh menempel
mempunyai waktu tinggal yang rendah (1-10 hari) dari pada
bakteri yang terdispersi dalam air (10-60 hari). Waktu tinggal
pengurai mesophilik dan termophilik antara 25 - 35 hari
tetapi dapat lebih rendah lagi (Sterritt dan Lester, 1988).
3) Keasaman (pH)
Kebanyakan pertumbuhan bakteri metanogen berada pada
kisaran pH antara 6,7 - 7,4, tetapi optimalnya pada kisaran
pH antara 7,0 - 7,2 dan proses dapat gagal jika pH
mendekati 6,0. Bakteri acidogenik menghasilkan asam
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
91
organik, yang cenderung menurunkan pH bioreaktor. Pada
kondisi normal, penurunan pH ditahan oleh bikarbonat yang
dihasilkan oleh bakteri metanogen. Di bawah kondisi
lingkungan yang berlawanan kapasitas buffering dari sistem
dapat terganggu, dan bahkan produksi metan dapat terhenti.
Asiditas lebih berpengaruh terhadap metanogen dari pada
bakteri acidogenik. Peningkatan tingkat volatil merupakan
indikator awal dari terganggunya sistem. Monitoring ratio
asam volatil total (asam asetat) terhadap alkali total (kalsium
karbonat) disarankan di bawah 0,1 (Sahm, 1984). Salah
satu metode untuk memperbaiki keseimbangan pH adalah
meningkatkan alkaliniti dengan menambah bahan kimia
seperti lime (kapur), anhydrous ammonia, sodium
hidroksida, atau sodium bikarbonat.
4) Komposisi Kimia Air Limbah
Bakteri metanogen dapat menghasilkan metan dari
karbohidrat, protein, dan lipida, dan juga dari senyawa
komplek aromatik (contoh : ferulik, vanilik, dan asam
syringik). Walaupun demikian beberapa senyawa lignin dan
n-parafin sulit terurai oleh bakteri anaerobik. Air limbah
harus diseimbangkan makanannya (nitrogen, fosfor, sulfur)
untuk memelihara pencernaan anaerobik. Rasio C:N:P
untuk bakteri anaerobik adalah 700:5:1 (Sahmn, 1984).
Beberapa pengamat menilai bahwa ratio C/N yang tepat
untuk produksi gas yang optimal sebaiknya sekitar 25-30 :1
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
92
(Polprasert, 1989). Metanogen menggunakan ammonia dan
sulfida sebagai sumber nitrogen dan sulfur. Walaupun
sulfida bebas adalah toksik terhadap metanogen bakteri
pada tingkat 150 - 200 mg/l, unsur ini merupakan sumber
sulfur utama untuk bakteri metanogen (Speece, 1983).
5) Kompetisi Metanogen dengan Bakteri Pemakan Sulfat
Bakteri pereduksi sulfat dan metanogen dapat
memperebutkan donor elektron yang sama, asetat dan H2.
Studi tentang kinetik pertumbuhan dari dua kelompok
bakteria ini menunjukkan bahwa bakteri pemakan sulfat
mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap asetat (Ks=
9,5 mg/l) dari pada metanogen (Ks = 32,8 mg/l). Ini berarti
bahwa bakteri pemakan sulfat akan memenangkan
kompetisi pada kondisi konsentrasi asetat yang rendah
(Shonheit et al., 1982; Oremland, 1988; Yoda et al., 1987).
Bakteri pemakan sulfat dan metanogen sangat kompetitif
pada rasio COD/SO4 berkisar 1,7 - 2,7. Pada rasio yang
lebih tinggi baik untuk metanogen sedangkan bakteri
pemakan sulfat lebih baik pada rasio yang lebih kecil.
6) Zat Toksik
Zat toksik kadang-kadang dapat menyebabkan kegagalan
pada proses penguraian limbah dalam proses anaerobik.
Terhambatnya pertumbuhan bakteri metanogen pada
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
93
umumnya ditandai dengan penurunan produksi metan dan
meningkatnya konsentrasi asam-asam volatil. berikut ini
adalah beberapa zat toksik yang dapat menghambat
pembentukan metan.
Oksigen.
Metanogen adalah bakteri anaerob dan dapat terhambat
pertumbuhannya oleh oksigen dalam kadar trace level
(Oremland, 1988; Roberton dan Wolfe, 1970).
Ammonia.
Ammonia yang tidak terionisasi cukup toksik atau
beracun untuk bakteri metanogen. Barangkali karena
produksi ammonia bebas tergantung pH (ammonia
bebas terbentuk pada pH tinggi), sedikit toksisitas yang
dapat diamati pada pH netral. Ammonia sebagai
penghambat terhadap pembentukan metanogen pada
konsentrasi 1500 - 3000 mg/l. Penambahan ammonia
menambah waktu tinggal partikel padat (Bhattacharya
dan Parkin, 1989).
Hidrokarbon terklorinasi.
Senyawa khlorin alifatis lebih beracun terhadap
metanogen dari pada terhadap mikroorganisma
hetrotropik aerobik (Blum dan Speece, 1992). Kloroform
sangat toksik terhadap bakteri metanogen dan
cenderung menghambat secara total, hal ini dapat diukur
dari produksi metan dan akumulasi hidrogen pada
konsentrasi diatas 1 mg/l (Hickey et al., 1987).
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
94
Aklimatisasi senyawa ini meningkatkan toleransi
metanogen sampai pada konsentrasi kloroform 15 mg/l
Pemulihan kehidupan bakteri metanogen tergantung
pada konsentrasi biomassa, waktu tinggal partikel padat,
dan temperatur (Yang dan Speece, 1986).
Senyawa Benzen.
Kultur murni dari bakteri metanogen (contoh :
Methanothix concilii, Methanobacterium espanolae,
Methanobacterium bryantii) dapat dihambat
pertumbuhannya oleh senyawa benzen (contoh : benzen,
toloene, fenol, pentachlorophenol). Pentachlorophenol
adalah yang paling toksik (beracun) dari pada seluruh
benzen yang diuji (Patel et al., 1991).
Formaldehida.
Proses pembentukan metan (Methanogenesis)
terhambat atau terganggu pada konsentrasi formadehida
sebesar 100 mg/l tetapi segera pulih kembali pada
konsentrasi yang lebih rendah (Hickey et al., 1988;
Parkin dan Speece, 1982).
Asam Volatil.
Jika pH dijaga tetap netral, asam volatil seperti asam
asetat atau butirik tidak berpengaruh besar (sedikit
toksik) terhadap bakteri metanogen.
Asam Lemak rantai panjang.
Asam lemak rantai panjang (contoh : caprylic, capric,
lauric, myristic, dan asam oleic) menghambat
asetoklastik metanogen (contoh : Methanothrix spp.)
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
95
dalam mencerna asetat dalam lumpur limbah (Koster dan
Cramer, 1987).
Logam Berat.
Logam berat (contoh : Cu++, Pb++, Cd++, Ni++, Zn++, Cr+6)
yang ditemukan dalam air dan lumpur limbah dari industri
dapat menghambat penguraian limbah anaerobik (Lin,
1992; Mueller dan Steiner, 1992). Toksisitas meningkat
jika afinitas logam berat pada lumpur limbah (sludge)
menurun dan sebaliknya jika afinitas pada lumpur logam
berat tinggi menjadi sedikit toksik. Toksisitas logam
menghambat reaksi berikutnya dengan hidrogen sulfida,
yang cenderung untuk pembentukan pengendapan
logam berat yang tidak terlarut. Beberapa logam seperti
nikel, kobalt, dan molybdenum pada konsentrasi kecil
(trace) dapat merangsang bakteri methanogen (Murray
dan Van Den Berg, 1981; Shonheit et al, 1979; Whiman
dan Wolfe, 1980).
Sianida.
Sianida digunakan dalam proses industri seperti
pembersihan logam dan elektroplating. Pemulihan
bakteri metanogen tergantung pada konsentrasi
biomassa, waktu tinggal partikel padat, dan temperatur
(Fedorak et al., 1986; Yang dan Speece, 1985).
Sulfida.
Sulfida adalah salah satu penghalang potensial dalam
penguraian limbah anaerobik (Anderson et al, 1982).
Melalui difusi sel membran lebih cepat untuk hidrogen
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
96
sulfida yang tidak terionisasi dibandingkan dibandingkan
yang terionisasi, toksisitas sulfida sangat tergantung
pada pH (Koster et al., 1986). Sulfida sangat toksik untuk
bakteri metanogen jika konsentrasinya lebih dari 150-200
mg/l. Bakteri pembentuk asam tidak begitu sensitif
terhadap hidrogen sulfida dibandingkan dengan bakteri
metanogen.
Tanin.
Tanin adalah senyawa fenolik yang berasal dari anggur,
pisang, apel, kopi, kedelai, dan sereal. Senyawa ini
umumnya toksik terhadap bakteri metanogen.
Salinitas.
Salinitas adalah jenis marial toksik lain dalam penguraian
air limbah dalam sistem anaerobik. Karena potasium
dapat menetralkan toksisitas sodium, maka jenis
toksisitas ini dapat dihambat dengan menambah garam
potasium dalam air limbah.
Efek Balik (Feedback Inhibition).
Sistem anaerobik dapat dihambat oleh beberapa hasil
antara (intermediates produced) selama proses.
Tingginya konsentrasi hasil antara ini (seperti : H2, asam
lemak volatil) toksik.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
97
c. Keunggulan dan Kekurangan Proses Anaerob
Keunggulan proses anaerobik dibandingkan proses aerobik
adalah sebagai berikut (Lettingan et al, 1980; Sahm, 1984; Sterritt dan
Lester, 1988; Switzenbaum, 1983) :
Proses anaerobik dapat segera menggunakan CO2 yang ada
sebagai penerima elektron. Proses tersebut tidak membutuhkan
oksigen dan pemakaian oksigen dalam proses penguraian
limbah akan menambah biaya pengoperasian.
Penguraian anaerobik menghasilkan lebih sedikit lumpur (3-20
kali lebih sedikit dari pada proses aerobik), energi yang
dihasilkan bakteri anaerobik relatif rendah. Sebagian besar
energi didapat dari pemecahan substrat yang ditemukan dalam
hasil akhir, yaitu CH4. Dibawah kondisi aerobik 50% dari karbon
organik dirubah menjadi biomassa, sedangkan dalam proses
anaerobik hanya 5% dari karbon organik yang dirubah menjadi
biomassa. Dengan proses anaerobik satu metrik ton COD
tinggal 20 - 150 kg biomassa, sedangkan proses aerobik masih
tersisa 400 - 600 kg biomassa (Speece, 1983; Switzenbaum,
1983).
Proses anaerobik menghasilkan gas yang bermanfaat, metan.
Gas metan mengandung sekitar 90% energi dengan nilai kalori
9.000 kkal/m3, dan dapat dibakar ditempat proses penguraian
atau untuk menghasilkan listrik. Sedikit energi terbuang menjadi
panas (3-5%). Produksi metan menurunkan BOD dalam
Penguraian lumpur limbah.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
98
Energi untuk penguraian limbah kecil.
Penguraian anaerobik cocok untuk limbah industri dengan
konsentrasi polutan organik yang tinggi.
Memungkinkan untuk diterapkan pada proses penguraian limbah
dalam jumlah besar.
Sistem anaerobik dapat membiodegradasi senyawa xenobiotik
(seperti chlorinated aliphatic hydrocarbons seperti
trichlorethylene, trihalo-methanes) dan senyawa alami
recalcitrant seperti lignin.
Beberapa kelemahan Penguraian anaerobik :
Lebih Lambat dari proses aerobik
Sensitif oleh senyawa toksik
Start up membutuhkan waktu lama
Konsentrasi substrat primer tinggi
Proses Pengolahan Biologis Secara Aerob
a. Mekanisme Proses Aerob
Di dalam proses pengolahan air limbah organik secara
biologis aerobik, senyawa komplek organik akan terurai oleh
aktifitas mikroorganisme aerob. Mikroorganisme aerob tersebut di
dalam aktifitasnya memerlukan oksigen atau udara untuk memecah
senyawa organik yang komplek menjadi CO2 (karbon dioksida) dan
air serta ammonium, selanjutnya ammonium akan dirubah menjadi
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
99
nitrat dan H2S akan dioksidasi menjadi sulfat. Secara sederhana
reaksi penguraian senyawa organik secara aerobik dapat
digambarkan sebagai berikut :
Reaksi Penguraian Organik :
Oksigen (O2)
Senyawa Polutan organik CO2 + H20 + NH4 + Biomasa
Heterotropik
Reaksi Nitrifikasi :
NH4+ + 1,5 O2 -----> NO2
- + 2 H+ + H2O
NO2- + 0,5 O2 ------> NO3 -
Reaksi Oksidasi Sulfur :
S2 - + ½ O2 + 2 H+ ----- > S0 + H2O
2 S + 3 O2 + 2 H2O ----> 2 H2SO4
Berbeda dengan proses anaerob, beban pengolahan pada
proses aerob lebih rendah, sehingga prosesnya ditempatkan
sesudah proses anaerob. Pada proses aerob hasil pengolahan dari
proses anaerob yang masih mengandung zat organik dan nutrisi
diubah menjadi sel bakteri baru, hidrogen maupun karbondioksida
oleh sel bakteri dalam kondisi cukup oksigen.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
100
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Proses Aerob
1) Temperatur
Temperatur tidak hanya mempengaruhi aktivitas
metabolisme dari populasi mikroorganisme, tetapi juga
mempengaruhi beberapa faktor seperti kecepatan transfer
gas dan karakteristik pengendapan lumpur. Temperatur
optimum untuk mikroorganisme dalam proses aerob tidak
berbeda dengan proses anaerob.
2) Keasaman (pH)
Nilai pH merupakan faktor kunci bagi pertumbuhan
mikroorganisme. Beberapa bakteri dapat hidup pada pH
diatas 9,5 dan di bawah 4,0. Secara umum pH optimum bagi
pertumbuhan mikroorganisme adalah sekitar 6,5-7,5.
3) Waktu Tinggal Hidrolis (WTH)
Waktu Tinggal Hidrolis (WTH) adalah waktu perjalanan
limbah cair di dalam reaktor, atau lamanya proses
pengolahan limbah cair tersebut. Semakin lama waktu
tinggal, maka penyisihan yang terjadi akan semakin besar.
Sedangkan waktu tinggal pada reaktor aerob sangat
bervariasi dari 1 jam hingga berhari-hari.
4) Nutrien
Di samping kebutuhan karbon dan energi, mikroorganisme
juga membutuhkan nutrien untuk sintesa sel dan
pertumbuhan. Kebutuhan nutrien tersebut dinyatakan dalam
bentuk perbandingan antara karbon dan nitrogen serta
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
101
phospor yang merupakan nutrien anorganik utama yang
diperlukan mikroorganisme dalam bentuk BOD : N : P
Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biofilter
Reaktor Biofilter Tercelup
Reaktor biofilter lekat tercelup adalah suatu bioreaktor lekat
diam dimana mikroorganisme tumbuh dan berkembang di atas suatu
media, yang dapat terbuat dari plastik atau batu, yang di dalam
operasinya dapat tercelup sebagian atau seluruhnya, atau hanya
dilewati air saja (tidak tercelup sama sekali), dengan membentuk suatu
lapisan lendir untuk melekat di atas permukaan media tersebut,
sehingga membentuk lapisan biofilm. Biofilm tumbuh pada hampir
semua permukaan di dalam suatu lingkungan perairan. Sistem biofilm
ini kemudian dimanfaatkan dalam proses pengolahan air buangan
untuk menurunkan kandungan senyawa organik. Biofilm merupakan
lapisan yang terbentuk dari sel-sel bio solid dan material inorganik
dalam bentuk polimetrik matriks yang menempel pada suatu lapisan
penyokong (support media).
Proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm atau
biofilter secara garis besar dapat dilakukan dalam kondisi aerobik,
anaerobik, atau kombinasi anaerobik dan aerobik. Proses aerobik
dilakukan dengan kondisi adanya oksigen terlarut di dalam reaktor
air limbah, dan proses anaerobik dilakukan dengan tanpa adanya
oksigen di dalam reaktor air limbah. Sedangkan proses kombinasi
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
102
anaerob-aerob adalah merupakan gabungan proses anaerobik dan
proses aerobik. Proses operasi biofilter secara anaerobik digunakan
untuk air limbah dengan kandungan zat organik cukup tinggi, dan
dari proses ini akan dihasilkan gas methan. Jika kadar COD limbah
kurang dari 4000 mg/l seharusnya limbah tersebut diolah pada
kondisi aerob, sedangkan COD lebih besar dari 4000 mg/l diolah
pada kondisi anaerob.
Prinsip Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biofilter
Tercelup
Proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm atau
biofilter secara garis besar dapat diklasifikasikan seperti pada Gambar
3.24. Proses tersebut dapat dilakukan dalam kondisi aerobik,
anaerobik atau kombinasi anaerobi dan aerobik. Proses aerobik
dilakukan dengan kondisi adanya oksigen terlarut di dalam reaktor air
limbah, dan proses anaerobik dilakukan dengan tanpa adanya oksigen
dalam reaktor air limbah.
Sedangkan proses kombinasi anaerob-aerob adalah
merupakan gabungan proses anaerobi dan proses aerobik. Proses
ini biasanya digunakan untuk menghilangan kandungan nitrogen di
dalam air limbah. Pada kondisi aerobik terjadi proses nitrifikasi
yakni nitrogen ammonium diubah menjadi nitrat (NH4+ NO3 ) dan
pada kondisi anaerobik terjadi proses denitrifikasi yakni nitrat yang
terbentuk diubah menjadi gas nitrogen (NO3 N2 ).
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
103
Mekanisme proses metabolisme di dalam sitem biofilm
secara aerobik secara sederhana dapat diterangkan seperti pada
Gambar 4.23.
Gambar 4.26 : Klasifikasi Cara Pengolahan Air Limbah Dengan
Proses Film Mikrobiologis (Proses Biofilm)
Gambar 4.27 : Mekanisme Proses Metabolisme Di Dalam Sistem
Biofilm
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
104
Gambar tersebut menunjukkan suatu sistem biofilm yang
yang terdiri dari medium penyangga, lapisan biofilm yang melekat
pada medium, lapisan alir limbah dan lapisan udara yang terletak
diluar. Senyawa polutan yang ada di dalam air limbah misalnya
senyawa organik (BOD, COD), ammonia, phospor dan lainnya akan
terdifusi ke dalam lapisan atau film biologis yang melekat pada
permukaan medium. Pada saat yang bersamaan dengan
menggunakan oksigen yang terlarut di dalam air limbah senyawa
polutan tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di
dalam lapisan biofilm dan energi yang dihasilkan akan diubah
menjadi biomasa. Suplai oksigen pada lapisan biofilm dapat
dilakukan dengan beberapa cara misalnya pada sistem RBC yakni
dengan cara kontak dengan udara luar, pada sistem “Trickling Filter”
dengan aliran balik udara, sedangkan pada sistem biofilter tercelup
dengan menggunakan blower udara atau pompa sirkulasi.
Jika lapisan mikrobiologis cukup tebal, maka pada bagian
luar lapisan mikrobiologis akan berada dalam kondisi aerobik
sedangkan pada bagian dalam biofilm yang melekat pada medium
akan berada dalam kondisi anaerobik. Pada kondisi anaerobik akan
terbentuk gas H2S, dan jika konsentrasi oksigen terlarut cukup besar
maka gas H2S yang terbentuk tersebut akan diubah menjadi sulfat
(SO4) oleh bakteri sulfat yang ada di dalam biofilm. Selain itu pada
zona aerobik nitrogen–ammonium akan diubah menjadi nitrit dan
nitrat dan selanjutnya pada zona anaerobik nitrat yang terbentuk
mengalami proses denitrifikasi menjadi gas nitrogen. Oleh karena di
dalam sistem bioflim terjadi kondisi anaerobik dan aerobik pada
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
105
saat yang bersamaan maka dengan sistem tersebut maka proses
penghilangan senyawa nitrogen menjadi lebih mudah. Hal ini secara
sederhana ditunjukkan seperti pada Gambar 3.26.
Gambar 4.28 : Mekanisne Penghilangan Ammonia Di Dalam Proses
Biofilter
Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilm atau
biofilter tercelup dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke
dalam reaktor biologis yang di dalamnya diisi dengan media
penyangga untuk pengembangbiakan mikroorganisme dengan atau
tanpa aerasi. Untuk proses anaerobik dilakukan tanpa pemberian
udara atau oksigen. Posisi media biofilter tercelup di bawah
permukaan air. Media biofilter yang digunakan secara umum dapat
berupa bahan material organik atau bahan material anorganik.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
106
Untuk media biofilter dari bahan organik misalnya dalam
bentuk tali, bentuk jaring, bentuk butiran tak teratur (random
packing), bentuk papan (plate), bentuk sarang tawon dan lain-lain.
Sedangkan untuk media dari bahan anorganik misalnya batu pecah
(split), kerikil, batu marmer, batu tembikar, batu bara (kokas) dan
lainnya.
Di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem
biofilter tercelup aerobik, sistem suplai udara dapat dilakukan
dengan berbagai cara, tetapi yang sering digunakan adalah seperti
yang tertera pada Gambar 3.33. Beberapa cara yang sering
digunakan antara lain aerasi samping, aerasi tengah (pusat), aerasi
merata seluruh permukaan, aerasi eksternal, aerasi dengan “air lift
pump”, dan aersai dengan sistem mekanik. Masing-masing cara
mempunyai keuntungan dan kekurangan. Sistem aerasi juga
tergantung dari jenis media maupun efisiensi yang diharapkan.
Penyerapan oksigen dapat terjadi disebabkan terutama karena
aliran sirkulasi atau aliran putar kecuali pada sistem aerasi merata
seluruh permukaan media.
Di dalam proses biofilter dengan sistem aerasi merata,
lapisan mikroorganisme yang melekat pada permukaan media
mudah terlepas, sehingga seringkali proses menjadi tidak stabil.
Tetapi di dalam sistem aerasi melalui aliran putar, kemampuan
penyerapan oksigen hampir sama dengan sistem aerasi dengan
menggunakan difuser, oleh karena itu untuk penambahan jumlah
beban yang besar sulit dilakukan. Berdasarkan hal tersebut diatas
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
107
belakangan ini penggunaan sistem aerasi merata banyak dilakukan
karena mempunyai kemampuan penyerapan oksigen yang besar.
Jika kemampuan penyerapan oksigen besar maka dapat
digunakan untuk mengolah air limbah dengan beban organik
(organic loading) yang besar pula. Oleh karena itu diperlukan juga
media biofilter yang dapat melekatkan mikroorganisme dalam
jumlah yang besar. Biasanya untuk media biofilter dari bahan
anaorganik, semakin kecil diameternya luas permukaannya semakin
besar, sehinggan jumlah mikroorganisme yang dapat dibiakkan juga
menjadi besar pula.
Jika sistem aliran dilakukan dari atas ke bawah (down flow)
maka sedikit banyak terjadi efek filtrasi sehingga terjadi proses
penumpukan lumpur organik pada bagian atas media yang dapat
mengakibatkan penyumbatan. Oleh karena itu perlu proses
pencucian secukupnya. Jika terjadi penyumbatan maka dapat terjadi
aliran singkat (Short pass) dan juga terjadi penurunan jumlah aliran
sehingga kapasitas pengolahan dapat menurun secara drastis.
4.1.3. Media Biofilter
Media biofilter termasuk hal yang penting, karena sebagai
tempat tumbuh dan menempel mikroorganisme, untuk mendapatkan
unsur-unsur kehidupan yang dibutuhkan-nya, seperti nutrien dan
oksigen. Dua sifat yang paling penting yang harus ada dari media
adalah :
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
108
Luas permukaan dari media, karena semakin luas
permukaan media maka semakin besar jumlah biomassa
per-unit volume.
Persentase ruang kosong, karena semakin besar ruang
kosong maka semakin besar kontak biomassa yang
menempel pada media pendukung dengan substrat yang
ada dalam air buangan
Untuk mendapatkan permukaan media yang luas, media dapat
dimodifikasikan dalam berbagai bentuk seperti bergelombang, saling
silang, dan sarang tawon.
Media yang digunakan dapat berupa kerikil, batuan, plastik
(polivinil chlorida), pasir, dan partikel karbon aktif. Untuk media
biofilter dari bahan organik banyak yang dibuat dengan cara dicetak
dari bahan tahan karat dan ringan misalnya PVC dan lainnya,
dengan luas permukaan spesifik yang besar dan volule rongga
(porositas) yang besar, sehingga dapat melekatkan mikroorganisme
dalam jumlah yang besar dengan resiko kebuntuan yang sangat
kecil. Dengan demikian memungkinkan untuk pengolahan air limbah
dengan beban konsentrasi yang tinggi serta efisiensi pengolahan
yang cukup besar. Salah Satu contoh media biofilter yang banyak
digunakan yakni media dalam bentuk sarang tawon (honeycomb
tube) dari bahan PVC. Kelebihan dalam menggunakan media
plastik tersebut antara lain :
Mempunyai luas permukaan per m3 volume sebesar 150 –
240 m2/m3
Volume rongga yang besar dibanding media lainnya.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
109
Penyumbatan pada media yang terjadi sangat kecil.
Beberapa contoh perbandingan luas permukaan spesifik dari
berbagai media biofilter dapat dilihat pada Tabel 4.5 :
Tabel 4.7 : Perbandingan Luas Permukaan Spesifik Media Biofilter
No Jenis Media Luas Permukaan spesifiik
(m2/m3)
1. Trickling filter dengan batu pecah 100 – 200
2. Model sarang tawon (honeycomb modul) 150 – 240
3. Tipe jaring 50
4. RBC 80 – 150
Gambar 4.29 : Foto Media Sarang Tawon
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
110
Gambar 4.30 : Pemasangan Media Sarang Tawon
4.1.4. Fine Buble Difuser
Dalam proses pengolahan limbah secara biologi dengan
menggunakan teknologi biofilter ini, diperlukan system untuk
mendisfusikan oksigen ke dalam air limbah. Udara yang disuplay
dari blower, disalurkan dengan menggunakan system perpipaan,
kemudian dibagian ujungnya (dasar bak) dipasangkan diffuser yang
akan membuat gelembung-gelembung udara dari dasar bak air. Fine
bubble diffuser, merupakan salah satu teknologi untuk mendifusikan
okgigen ke dalam limbah secara effektif, sebab dengan fine buble ini
gelembung udara akan terbentuk dalam ukuran yang sangat
lembut/kecil, sehingga akan memperluas area kontak antara air
dengan permukaan gelembung udara dimana transfer oksigen akan
terjadi di situ. Disamping itu, dengan kecilnya ukuran gelembung
udara ini akan memperlambat jalannya gelumbung udara untuk
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
111
muncul di permukaan. Dengan semakin lambatnya gelembung ini
muncul ke permukaan, maka akan terjadi kontak antara udara dan
air yang semakin lama yang berarti akan menambah jumlah oksigen
yang terdifusi ke dalam air.
Gambar 4.31 : Fine Difuser.
Gambar 4.32 : Tampak Samping Pemasangan Difuser.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
112
Gambar 4.33 : Tampak Atas Pemasangan Difuser.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
113
Gambar 4.34 : Pemasangan Difuser di Dalam Reaktor.
4.2. Unit Re-use
Proses daur ulang air limbah PT. KMI menggunakan sistem
dan pressure filter yang terdiridari sand filter, dan multi media filter
(iron manganese & carbon filter) dilanjutkan dengan semi micro
filtrasi menggunakan bag filter dan cartridge filter. Kemudaian hasil
dari filtrasi ini dilanjutkan dengan filtrasi menggunakan micro filtrasi
(ultrafiltrasi) dengan kapasitas sebesar 50 m3 per hari.
Outlet unit pre-treatment biofilter anaerob-aerob ditampung
dalam bak penampung antara yang terletak di ground tank.
Kemudian dari bak antara ini dipompa menggunakan pompa
submersible untuk dilakukan pengolahan lanjut dengan biofilter, hal
ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas air agar dapat memenuhi
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
114
standari air baku untuk re-use. Outlet dari biofilter lanjutan ini
dipompa dengan pompa bertekanan untuk proses filtrasi dengan
menggunakan dua buah filter multi media filter. Filter pertama
adalah sand filter yang akan menyaring kotoran-kotoran padat yang
mungkin masih terbawa di dalam air. Selanjutnya warna, bau dan
rasa direduksi pada filter kedua yaitu multi media filter (karbon aktif
dan manganize). Partikel kotoran dan suspended yang lolos dari
filter multimedia dan filter karbon aktif disaring pada bag filter
dengan porositas 5 micron, selanjutnya hasil akhir berupa air bersih
ditampung di bak penampung sementara (transfer).
Untuk lebih meningkatakan kualitas hasil dan keamanan
dari pengguna air re-use ini, maka air re-use tersebut diproses lagi
dengan proses ultra filtrasi. Secara detail teknologi pengolahan air
untuk re-use di lingkungan pabrik PT. KMI tersebut adalah sebagai
berikut :
4.2.1. Pengolahan Secara Filtrasi (Penyaringan)
Tujuan penyaringan adalah untuk memisahkan padatan
tersuspensi dari dalam air yang diolah. Pada penerapannya filtrasi
digunakan untuk menghilangkan sisa padatan tersuspensi yang tidak
terendapkan pada proses sedimentasi. Pada pengolahan air
buangan, filtrasi dilakukan setelah pengolahan kimia-fisika atau
pengolahan biologi. Ada dua jenis proses penyaringan yang umum
digunakan, yaitu penyaringan lambat dan penyaringan cepat.
Penyaringan lambat adalah penyaringan dengan memanfaatkan
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
115
energi potensial air itu sendiri, artinya hanya melalui gaya gravitasi.
Penyaringan ini dilakukan secara terbuka dengan tekanan
atmosferik. Sedangkan penyaringan cepat adalah penyaringan
dengan menggunakan tekanan yang melebihi tekanan atmosfir.
Berdasarkan jenis media filter yang digunakan, penyaringan
dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu filter media granular
(butiran) dan filter permukaan. Pada jenis media granular, media
yang paling baik mempunyai karakteristik sebagai berikut: Ukuran
butiran membentuk pori-pori yang cukup besar agar partikel besar
dapat tertahan dalam media, sementara butiran tersebut juga dapat
membentuk pori yang cukup halus, sehingga dapat menahan
suspensi. Butiran media bertingkat, sehingga lebih efektif pada saat
proses pencucian balik (backwash). Saringan mempunyai
kedalaman yang dapat memberikan kesempatan aliran mengalir
cukup panjang. Sejauh ini media yang paling baik adalah pasir yang
ukuran butirannya hampir seragam dengan ukuran antara 0,6
hingga 0,8 mm.
Laju operasi untuk penyaringan ditentukan oleh kualitas air
baku, pengolahan kimia yang diterapkan dan media filter. Pada
umumnya laju penyaringan pada saringan pasir cepat adalah 82,4
liter per menit/m2. Sistem yang ada pada saat ini dapat menaikkan
aliran hingga 206 liter per menit/m2. Unggun saringan yang terdiri
dari dua jenis media, yaitu arang dan pasir menghasilkan lapisan
media arang yang butirannya besar (berat jenis 1,4-1,6) berada
diatas media pasir yang lebih halus (berat jenis 2,6). Susunan media
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
116
dari atas ke bawah kasar-halus, akan memudahkan aliran air. Flok
yang besar akan tertahan butiran arang di bagian atas/permukaan
unggun.
Filter bertekanan dengan media pasir silika biasanya digunakan
untuk menyaring atau memisahkan zat padat tersuspesi yang
dihasilkan oleh proses oksidasi zat besi atau mangan dengan okasigen
atau udara maupun oksidasi dengan kalium permanganat atau
senyawa khlorine. Jika proses oksidasi berjalan dengan baik maka
proses penyaringan dengan filter bertekanan menggunakan media
pasir silika dapat berjalan dengan efektif.
Untuk proses penyaringan air bersih dengan menggunakan
Filter Pasir Bertekanan, kecepatan penyaringan bervariasi antara 100 –
1000 m3/m2/hari. Mernurut IDE (1990), untuk Media tunggal berkisar
antara 120 – 250 m3/m2/hari, untuk Filter dengan dua jenis media
(dual media filter) kerkisar antara 200 – 400 m3/m2/hari.
Menurut GOTA dan YAMAMOTO (1969), Kecepatan filtrasi
7,5 m m3/m2/jam, tebal lapisan pasir 45-75 cm, diameter partikel
pasir 0,4 – 0,5 mm, Head loss berkisar antara 0,3 – 0,5 kg/cm2.
Menurut Southern Chemicals untuk saringan pasir bertekanan
kecepatan penyaringan berkisar antara 20 – 25 m3/m2/hari.
Secara umum konstruksi filter pasir bertekanan ditujukkan
seperti pada Gambar 5.20. Materilal yang digunakan bervariasi sesuai
dengan penggunaan serta kapasitas pengolahan. Untuk kapasitas
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
117
penyaringan yang besar umumnyan menggunakan material mild steel
yang dilapis dengan rubber atau fiberglass atau menggunakan bahan
dari stainless steel, sedangkan untuk kapsitas yang kecil umumnya
menggunakan material dari fiberglass, PVC atau stainles steel.
Gambar 4.35: Konstruksi Filter Pasir Bertekanan.
4.2.2. Pengolahan Secara Adsorpsi
Adsorpsi adalah penumpukan materi pada interface antara
dua fase. Pada umumnya zat terlarut terkumpul pada interface.
Proses adsorpsi memanfaatkan fenomena ini untuk menghilangkan
materi dari cairan. Banyak sekali adsorbent yang digunakan di
industri, namun karbon aktif merupakan bahan yang sering
digunakan karena harganya murah dan sifatnya nonpolar.
Adsorbent polar akan menarik air sehingga kerjanya kurang efektif.
Pori-pori pada karbon dapat mencapai ukuran 10 angstrom. Total
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
118
luas permukaan umumnya antara 500 – 1500 m2/gr. Berat jenis
kering lebih kurang 500 kg/m3.
Gambar 4.36: Foto Multi Media Filter Unit Re-use PT. KMI
4.2.3. Ultra Filtrasi
Saat ini teknologi filtrasi untuk penjernihan air ada dua tipe
yaitu tipe konvensional dengan menggunakan saringan pasir dan
tipe baru dengan menggunakan membrane. Teknologi membrane
saat ini berkembang sangat pesat dan mulai banyak diaplikasikan
untuk berbagai kegunaan mengingat banyak sekali keunggulan-
keunggulan yang dimilikinya dibanding teknologi konvensional.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
119
Ultra filtrasi merupakan teknologi penyaringan air dengan
menggunakan membran untuk memisahkan senyawa maupun
partikel koloid, protein, polutan dari unsur microbiologis yang ada
pada air baku. Ukuran membran ultra filtrasi sangat kecil sehingga
dapat memisahkan material tersuspensi, bakteri, virus dan
pathogen. Semua partikel dengan ukuran kisaran 0,01 micron
sampai dengan 0,1 micron akan dapat terpisah dengan teknologi
ultra filtrasi. Tekanan Operasi pada sistem ultra filtrasi dapat
digunakan tekanan rendah yaitu antara 0,5 sampai 3 bar. Membran
ultra filtrasi dapat dibuat dalam beberapa tipe modul seperti hollow
fiber, lembaran rata dan dalam bentuk tabung. Tipe hollow fiber
adalah tipe yang paling banyak dipakai karena akan dapat
menghasilkan permukaan filtrasi yang besar. Kecepatan filtrasi akan
sangat tergantung dari luas permukaan filter. Dengan semakin
besarnya luas permukaan filter, maka produktifitas air olahan akan
semakin besar. Adapun jenis membran yang tersedia saat ini dibagi
menjadi 4 kelompok besar disesuaikan dengan ukuran dari tingkat
penyaringan atau sering disebut dengan istilah ‘Filtration degree”.
Tingkat-tingkat penyaringan yang dimaksud adalah:
1. Micro Filtration (MF)
2. Ultra Filtration (UF)
3. Nano Filtration (NF)
4. Hyper Filtration / Reverse Osmosis (RO)
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
120
Gambar 4.37 : Pengelompokan Teknologi Menbran
Membran UF yang digunakan adalah tipe hollow fiber yang
terbuat dari poly sulfone dan diproduksi oleh Kristal.TM America.
Tingkat filtrasi dengan membrane ini adalah dapat menahan partikel
ukuran 0.1 ~ 0.01 micron dengan tekanan pompa yang rendah dan
tanpa bahan kimia dalam prosesnya sehingga memiliki biaya operasi
yang rendah. Hasil akhir air menggunakan sistem ini selalu konstan
dan bisa menghilangkan bakteri pada waktu yang bersamaan
dengan proses penghilangan material yang tersuspensi dalam air.
Kelebihan teknologi membrane ini diantaranya adalah :
1. Teknologi membrane adalah teknologi yang berwawasan
lingkungan dan ramah lingkungan, tidak menggunakan bahan
kimia yang berbahaya dan menimbulkan pencemaran.
2. Teknologi membrane memberikan jaminan kualitas air yang
lebih konstan
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
121
3. Teknologi membrane dapat memberikan operational cost yang
lebih tetap bila dibandingkan dengan teknologi konvensional.
Diagram alir teknologi ultra filtrasi ini dapat dilihat seperti
pada gambar 5.23, sedangan diagram alir sistem re-use air limbah
gedung BPPT dengan dengan teknologi multi media filter yang
digabung dengan sistem ultra filtrasi dapat dilihat seperti pada
gambar 5.24. Gambar 5.26 menunjukkan lay out sistem IPAL dan re-
use dalam pengelolaan limbah gedung BPPT, Jakarta.
Gambar 4.38 : Diagram Alir Sistem Re-use Air Limbah PT. KMI
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
122
Gambar 4.39 : Foto Unit Ultra Filtrasi PT. KMI.
Gambar 4.40 : Foto Unit Re-use PT. KMI.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
123
4.3. Pengeringan Lumpur
Lumpur yang dihasilkan dari proses sedimentasi diolah lebih
lanjut untuk mengurangi sebanyak mungkin air yang masih
terkandung didalamnya. Proses pengolahan lumpur yang bertujuan
mengurangi kadar air tersebut sering disebut dengan pengeringan
lumpur. Ada empat cara proses pengurangan kadar air, yaitu secara
alamiah, dengan tekanan (pengepresan), dengan gaya sentrifugal
dan dengan pemanasan. Pengeringan secara alamiah dilakukan
dengan mengalirkan atau memompa lumpur endapan ke sebuah
kolam pengering (drying bed) yang mempunyai luas permukaan
yang besar dengan kedalaman sekitar 1 atau 2 meter. Proses
pengeringan berjalan dengan alamiah, yaitu dengan panas matahari
dan angin yang bergerak di atas kolam pengering lumpur tersebut.
Cara pengeringan seperti ini tentu saja sangat bergantung dari
cuaca dan akan bermasalah bila terjadi hujan. Bila lumpur tidak
mengandung bahan yang berbahaya, maka kolam pengering lumpur
dapat hanya berupa galian tanah biasa, sehingga sebagian air akan
meresap ke dalam tanah dibawahnya. Contoh pengeringan lumpur
antara lain pengeringan lumpur dengan cara tekanan (pengepresan)
dan proses pengeringan lumpur dengan gaya centrifugal
(centrifuge). Berikut diberikan beberapa contoh alat pengering
lumpur yang ada.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
124
Gambar 4.41 : Diagram Proses Pengering Lumpur PT. KMI
(Sludge Drying Bed)
Gambar 4.42 : Foto Unit Pengering Lumpur & Hasil Pengeringan
Lumpur PT. KMI,
4.4. Sistem Kelistrikan IPAL PT. KMI Cibitung
Semua peralatan (pompa, dosing dan blower) IPAL PT. KMI
dikendalikan degan panel kontrol. Sumber listrik dari gardu utama
masuk ke panel utama, kemudian dicabang ke panel blower dan
panel unit ultra filtrasi. Sedangkan untuk pompa di bak pengumpul
diambilkan dari sumber listrik terdekat. Sistem pembagian arus dan
Pvc 4”
Lapisan pasir Lapisan kerikil
kecil Lapisan kerikil besar
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
125
peralatan yang dikendalikan dari panel ini seperti terlihat pada
gambar 4.35 dan 4.36. Sedangkan kebutuhan power dari masing-
masing peralatan dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Gambar 4.43 : Diagram Sistem Panel WWTP PT. Kawasaki
Gambar 4.44 : Pengelompokan Sistem Kelistrikan ME
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
126
Tabel 4.8 : Jenis Peralatan Dan Kebutuhan Power Di WWTP PT. KMI
No Lokasi Jenis
POWER
SPESIFIKASI
Merk Type Jenis Disch Phase
(A / M) HP kW (Inc) θ
1 Bak Equalisasi Lbh Produksi P. feed-1 Ebara 50 DVS5.75 A 2 0.75 2" 3θ / (380 V)
2 Bak Equalisasi Lbh Produksi P. feed-2 Ebara 50 DVS5.75 A 2 0.75 2" 3θ / (380 V)
3 Bak Equalisasi Lbh Produksi Agitator - 0.35
4 Bak Equalisasi Lbh Produksi P. pemekat oli 0.35
5 R. Koagulasi Agitator - 0.18
6 R. Koagulasi Dosing pump - 0.12
7 R. Flokulasi Agitator - 0.18
8 R. Flokulasi Dosing pump - 0.12
9 Bak pengendap Agitator - 0.35
10 Bak pengering lumpur P. recycle Ebara 50 DVSA5.4 S A 0.5 0.40 2" 1θ (220 V)
11 Bak Equalisasi Lbh Domestik P. feed-1 Ebara 50 DVSA5.4 S A 0.5 0.40 2" 1θ (220 V)
12 Bak Equalisasi Lbh Domestik P. feed-2 Ebara 50 DVSA5.4 S A 0.5 0.40 2" 1θ (220 V)
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
127
13 R. Biofilter Pre-Treatment P. Recyl-1 Ebara 50 DS 5.4 M 0.5 0.40 2" 1θ (220 V)
14 R. Biofilter Pre-Treatment P. Recyl-2 Ebara 50 DS 5.4 M 0.5 0.40 2" 1θ (220 V)
15 R. Biofilter Pre-Treatment Blower-1 Mitsubishi,
5,5 Kw Futsu TSC
80, 3" 7.5 5.50 3θ / (380 V)
16 R. Biofilter Pre-Treatment Blower-2 Mitsubishi,
5,5 Kw Futsu TSC
80, 3" 7.5 5.50 3θ / (380 V)
17 Bak penampung sementara P. feed re-use-
1 Ebara 50 DVSA5.4
S A 0.5 0.40 2" 1θ (220 V)
18 Bak penampung sementara P. feed re-use-
2 Ebara 50 DVSA5.4
S A 0.5 0.40 2" 1θ (220 V)
19 R. Biofilter Re-use P. Recyl-1 Ebara 50 DS 5.4 M 0.5 0.40 2" 1θ (220 V)
20 R. Biofilter Re-use P. Recyl-2 Ebara 50 DS 5.4 M 0.5 0.40 2" 1θ (220 V)
21 R. Biofilter Re-use Blower-1 Mitsubishi,
3,7 Kw Futsu TSC
50, 2" 4 3.50 3θ / (380 V)
22 R. Biofilter Re-use Blower-2
Mitsubishi,
3,7 Kw
Futsu TSC
50, 2" 4 3.50 3θ / (380 V)
23 Unit Reuse P. Multi Md
Filter Grounfos - 1.10 1θ (220 V)
24 Unit Unltra Filtrasi P. Feed U.F CNP - 1.10 3θ / (380 V)
25 Unit Unltra Filtrasi P. Back wash
UF CNP - 1.10 3θ / (380 V)
26 Unit Unltra Filtrasi P. Dosing - 0.10
27 Bak penampung sementara P. ke tower Ebara 50 DVSA5.4
S A 0.5 0.40 2" 1θ (220 V)
TOTAL KEBUTUHAN POWER M.E DI STP 28.55
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
128
4.5. Fasilitas Pendukung
Water Meter meter
Untuk melengkapi sistem kontrol dan monitoring sistem
operasional IPAL ini, maka pada sistem outlet IPAL tersebut
dipasang water meter. Ada beberapa fungsi water meter meter ini
antara lain :
- sebagai alat bantu sistem kontrol debit proses agar IPAL dapat
berfungsi dengan baik.
- Sebagai alat monitoring debit limbah yang terolah setiap
harinya guna kontrol kapasitas IPAL.
- Sebagai alat monitoring untuk penyusunan laporan rutin jumlah
pembuangan limbah ke IPAL kawasan.
Gambar 4.45 : Foto Water Meter IPAL PT. KMI.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
129
Biokontrol
IPAL PT. KMI ini dilengkapi dengan bak biokontrol yang di
dalamnya ditanami dengan ikan. Biokontrol ini berfungsi sebagai
indikator visual yang dapat digunakan sebagai pemantauan
langsung kualitas outlet dari sistem yang ada. Jika kondisi ikan yang
ada di dalam bak ini menunjukkan tanda-tanda kehidupan yang
kurang sehat, maka dapat dicek secara langsung kondisi
operasional IPAL ini serta harus segera dilakukan evaluasi terhadap
sistem yang sedang berjalan.
Gambar 4.46 : Foto Biokontrol.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
130
Peralatan analisa
IPAL PT. KMI ini juga sudah dilengkapi dengan fasilitas
ruangan untuk melakukan monitoring kualitas outet dan dilengkapi
dengan beberapa peralatan untuk analisa kualitas outlet IPAL.
Dengan adanya peralatan swa pantau ini, maka diharapkan kualitas
outlet akan terpantau secara rutin dan jika ada troubel dari IPAL
dapat segera diketahui dan diambil tindakan untuk perbaikan.
Gambar 4.47 : Peralatan Analisa Swa Pantau IPAL PT. KMI
Sumur Pantau
Sumur pantau IPAL PT. KMI dibangun di dalam area IPAL.
Hal ini bertujuan untuk melakukan pemantauan lebih cepat dan
akirat kualitas air tanah di sekitar IPAL. Dengan dekatnya lokasi
sumur pantau ini, maka jika terjadi kebocoran bak IPAL dan
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
131
mencemari air tanah setempat kita dapat segera mengambil sampel
airnya untuk dianalisa.
Gambar 4.48 : Foto Sumur Pantau IPAL PT. KMI.
Pompa Distribusi Air Re-use
Air re-use adalah air yang berasal dari limbah yang telah
diolah sampai memenuhi standar air baku, kemudian ditngkatkan
lagi kualitasnya dengan proses penyaringan. Proses penyaringan ini
dilakukan dalam dua tahap, yaitu penyeringan dengan multi media
filter kemudian dilanjutkan dengan proses penyaringan dengan
membran ultra filtrasi. Hasil outlet dari unit ultra filtrasi ini ditampung
dalam tangki prnampungan produk, kemudian air tersebut
didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan air siram taman dan
flasing toilet. Karena area jangkauan yang sangat luas ini, maka
sistem distribusinya diantu dengan menggunakan pompa distribusi
bertekanan tinggi. Sedangkan untuk memenuhi air siram di area
IPAL dan sekitranya dibantu dengan tangki torn yang ditaruh pada
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
132
ketinggian 5 m. Gambar 4.44 menunjukkan pompa distribusi air re-
use dan torn distribusi untuk memenuhi kebutuhan air siram di
sekitar IPAL.
Gambar 4.49 : Pompa Distribusi Air Re-use.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
133
Gam
bar
4.5
0 :
Dia
gra
m A
lir Insta
lasi P
eng
ola
ha
n A
ir L
imb
ah
PT
. K
MI
Gam
bar
4.5
0 :
Dia
gra
m A
lir Insta
lasi P
eng
ola
ha
n A
ir L
imb
ah
PT
. K
MI
Gam
bar
4.5
0 :
Dia
gra
m A
lir Insta
lasi P
eng
ola
ha
n A
ir L
imb
ah
PT
. K
MI
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
134
Gam
bar
4.5
1 :
Dia
gra
m L
ay O
ut W
WT
P P
T.
KM
I
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
135
4.6. Keterangan Proses
A. Pengolahan Secara Fisika – Kimia
1. Limbah segar yang dihasilkan dari proses painting,
perakitan motor, bengkel dll disalurkan ke bak oil trap untuk
memisahkan padatan yang berukuran besar dan floting
kandungan oil.
2. Limbah tirisan limbah B3 yang di simpan di gudang limbah
B3 sementara dikumpulkan dalam bak pengumpul yang
berfungsi juga sebagai oil trap juga. Jika ada kandungan oil,
maka oli tersebut akan mengapung di bak pertama, dan jika
jumlahnya sudah cukup untuk dapat diambil, maka
kandungan oil tersebut diangkat secara manual. Sedangkan
filtratnya, yang masuk ke ruang pompa akan terpompa
secara outomatis menuju ke oil trap yang berada di lokasi
IPAL.
3. Kandungan oli yang berasal dari limbah produksi akan
mengapung di bagian atas dari limbah, sedangkan air
limbah yang sudah bersih dari oli akan mengalir ke bak
berikutnya. Kandungan oli semakin hari akan bertambah
jumlahnya, dan jika sudah cukup tebal maka dipisahkan
untuk ditampung ke bak pemekat oli dengan cara memutar
pipa penyaluran oli yang berada di bagian atas permukaan
air. Oli akan mengalir secara over flow ke bak pemekat. Oli
di bak pemekat ini masih mengandung air, dan air ini dapat
di recycle masuk ke dalam oil trap kembali dengan pompa
pemekat oli yang tersedia. Jika jumlah oli di bak pemekat ini
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
136
sudah cukup banyak maka harus dipindahkan ke drum
penampungan untuk dikirim ke perusahaan pengolah oli
bekas.
Gambar 4.52 : Tampak Atas Oil trap IPAL PT. KMI
Gambar 4.53 : Tampak Depan Oil trap IPAL PT. KMI
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
137
Gambar 4.54 : Tampak Atas Bak Pemekat Oil IPAL PT. KMI
4. Air limbah produksi setelah melewati oil trap akan mengalir
secara gravitasi menuju bak equalisasi. Disini air limbah
produksi yang telah bersih dari oli akan tercampur dengan
air blodown dari ruang boiler yang banyak mengandung
bahan kimia (basa). Dibak equalisasi ini dilengkapi dengan
system pengadukan untuk menjadikan karakteristik limbah
agar homogen dan juga dilengkapi dengan pH control.
Gambar 4.55 : Bak Equalisasi
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
138
Gambar 4.56 : pH Kontrol IPAL PT. KMI
5. Di bak equalisasi juga dilengkapi dengan pompa feed untuk
memompa limbah menuju ke unit chemical treatment yang
dilengkapi dengan system level control dengan pelampung.
Pengaturan debit limbah yang akan diolah dapat dilakukan
dengan mengatur posisi ball valve yang terdapat di pompa
feed dan dengan menggunakan ball valve yang terdapat di
inlet reaktor koagulasi.
6. Proses koagulasi-flokuasi menggunakan reactor koagulasi
yang dilengkapi dengan agitator pengadukan cepat dan
reactor flokuasi yang dilengkapi dengan agitator
pengadukan lambat. Sedangkan kebubahan kimia
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
139
diinjeksikan dengan dua buah pompa dosing (pompa
koagulan dan pompa flokulan).
Gambar 4.57 : Rangkaian Sistem Koagulasi - Flokuasi
Gambar 4.58 : Dosing Pump Koagulan dan Flokulan.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
140
7. Kebutuhan bahan kimia untuk proses koagulasi – flokulasi
diatur dengan menggunakan dua buah pompa dosing.
Jumlah kebutuhan bahan koagulan dan flokulan ditentukan
berdasarkan dari hasil jar test yang telah dilakukan.
Sedangkan untuk meningkatkan proses reaksi agar dapat
terbentuk flok dengan ukuran besar serta kuat sehingga
proses sedimentasi dapat terjadi dengan sempurna di
reaktor koagulasi dan flokulasi dilengkapi dengan agitator.
Gambar 4.59 : Dosing Pump IPAL PT. KMI.
8. Setelah melalui proses koagulasi-flokulasi, limbah dialirkan
ke bak pengendap. Tangki bak pengendap ini berbetuk
kerucut di bagian bawahnya dan dilengkapi dengan agitator.
Agitator yang ada secara periodik hidup secara outomatis.
Fungsi agitator ini adalah untuk menghasilkan gaya
centrifugal di dalam air, terutama di bagian dasar bak agar
lumpur yang ada dapat terkumpul di dasar tangki bagian
tengah (tempat pipa pengeluaran lumpur) sehingga lumpur
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
141
dapat dengan mudah untuk dikelurakan dengan cara
drainase (membuka kran di bak pengering lumpur). Lumpur
ini dialirkan menuju ke bak pengering lumpur. Sedangkan air
yang sudah bersih akan mengalir secara over flow dari bak
pengendap untuk selanjutnya diproses secara biologi
dengan biofilter melalui bagian atas bak sedimentasi.
Lumpur yang sudah terkumpul di bak pengering selanjutnya
didiamkan agar terjadi proses penirisan air limbah dan
menunggu proses pengeringan lumpur secara alami. Air
tirisan dari bak pengering lumpur ini direcycle kembali ke
bak equalisasi limbah produksi.
Gambar 4.60 : Bak Pengendap.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
142
Gambar 4.61 : Bak Pengendap (Tampak Atas).
Gambar 4.62 : Bak Pengering Lumpur.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
143
Gambar 4.63 : Foto Proses Pengeringan Lumpur.
9. Semua limbah domestik yang dihasilkan di PT. KMI juga
diolah di dalam IPAL ini. Tahap awal pengolahan limbah
yang bersumber dari kamar mandi dan toilet diproses
dengan menggunakan biotek. Over flwo biotek ini dipompa
menuju bak equalisasi limbah domestic.
10. Limbah yang berasal dari kantin, terlebih dahulu masuk ke
oil trap limbah kantin yang dilengkapi dengan screen untuk
menghindari masuknya padatan (sisa sayur dll) ke ruang
pompa. Oil trap ini terdiri dari tiga ruangan, yang ruang
pertama merupakan ruang pemisahan minyak dan padatan
kasar. Sedangkan ruang kedua, merupakan ruang transisi
dan ruang ke tiga merupakan ruang pompa yang akan
mentransfer limbah menuju bak equalisasi limbah domestic.
Di dalam bak ini, padatan yang berat (pasir, tanah)
diendapkan di bagian dasar. Dalam waktu periode tertentu
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
144
(2 hari) kondisi bak harus di cek untuk melihat jumlah
padatan yang telah terkumpul di dalam bak. Bersihkan bak
dari Lumpur dan padatan lainnya.
Gambar 4.64 : Oil trap Limbah Kantin.
Gambar 4.65 : Screen Oil trap.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
145
Gambar 4.66 : Bak Equalisasi Limbah Domestik.
11. Semua bak pengumpul ini dilengkapi dengan pompa
pentransfer limbah yang digunakan untuk memompa limbah
ke bak equalisasi.
B. Pengolahan Secara Biologi
Gambar 4.67 : Biofilter Proses Pengolahan Secara Biologi.
Untuk melakukan start-up biofilter, langkah pertama yang
harus dilakukan adalah melakukan pengecekan sistem IPAL secara
keseluruhan. Pengecekan IPAL meliputi pengecekan perpipaan dalam
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
146
IPAL, pengecekan sistem kelistrikan, pengecekan pompa-pompa,
pengecekan sistem suplai udara ke reaktor aerobik dan pengecekan
bak-bak pengumpul. Setelah yakin kalau sistem biofilter sudah
sempurna, selanjutnya dilakukan pengisian biofilter dengan urutan
sebagai berikut:
1. Isi semua bak di biofilter dengan air limbah secara
bersamaan. Pengisian IPAL diusahakan merata jangan
sampai sebagian penuh, bagian yang lain masih kosong.
2. Setelah IPAL penuh selanjutnya blower pada bak aerobik
dihidupkan dan cek apakah udara keluar melalui difuser
secara merata atau tidak. Kalau tidak merata maka perlu
perbaikan difuser udara.
Gambar 4.68 : Blower Udara Untuk Proses Aerasi.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
147
Gambar 4.69 : Fine Difuser Untuk Aerasi.
3. Tes pompa feed biofilter dan pompa recycle, apakah sudah
dapat berfungsi dengan baik.
4. Biarkan bak equalisasi II terisi hingga pompa feed biofilter
dapat beroperasi secara otomatis. Atur aliran /debit pompa
feed biofilter sesuai dengan kapasitas IPAL terpasang.
5. Selanjutnya Air limbah dari bak equalisasi II dipompa ke IPAL
(bioreaktor/bak anaerobik-aerobik dan pengendap akhir)
sampai mencapai level penuh.
6. Langkah selanjutnya adalah mengisi IPAL dengan bibit atau
seed mikroba atau bakteri. Seed mikroba diambilkan dari
instalasi pengolahan air limbah domestik yang sudah diketahui
kinerjanya berjalan dengan baik. Jumlah seed mikroba sekitar
0,5 – 1 m3.
7. Selanjutnya hidupkan pompa sirkulasi, dengan demikian
mikroba akan mengalir teraduk dalam IPAL, dan lama
kelamaan akan lengket pada permukaan media biofilter.
8. Selama masa seeding, untuk mempercepat proses
perkembangbiakan mikroba pengurai air limbah, maka perlu
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
148
dilakukan penambahan nutrient. Penambahan nutrient
dilakukan pagi setiap hari selama 3 minggu pertama ipal
beroperasi. Caranya adalah mengambil nutrient sebanyak 1/4
kg kemudian dilarutkan kedalam air pada ember. Pastikan
nutrient larut semua. Setelah itu cairan nutrient dituangkan
kedalam bak pengendap awal dan bak anaerobik. Sisa
padatan nutrient jangan dimasukkan ke dalam IPAL.
9. Setelah selesai masa seeding, selanjutnya dilakukan
pemantauan secara kontinyu (Swa-pantau).
10. Semua Industri yang sudah memiliki IPAL diwajibkan
melakukan Swa-pantau harian oleh BPLHD DKI. Yang paling
mudah dan ekonomis adalah swa pantau debit air limbah, swa
pantau pH, swa pantau TSS dan pemantauan COD atau
organik KMnO4.
11. Setiap 3 bulan, sampel dari inlet dan outlet IPAL harus diambil
dan dianalisakan komposisinya di laboratorium independent
seperti sucofindo, unilab dan atau di laboratorium BPLHD DKI.
Hasil analisa dilaporkan ke BPLHD DKI jakarta.
C. Pengolahan Tersier
Instalasi pengolahan air limbah PT. KMI ini didisaint
hanya sebagai unit pre-treatment saja, karena limbah ini
nantinya akan diolah lebih lanjut di IPAL terpadu yang
dikelola oleh pengelola kawasan industri MM 2100. Dengan
demikian, maka standar outlet unit ini hanya mengikuti
standar yang dikeluarkan oleh pengelola kawasan yang
pada dasarnya belum memenuhi standar untuk dibuang ke
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
149
saluran umum atau dimanfaatkan kembali untuk keperluan
lainnya (re-use). Dengan demikian, maka agar air limbah ini
dapat digunakan sebagai air baku re-use, masih diperlukan
lagi pengolahan lanjutan.
Gambar 4.70 : Diagram Alir Pengolahan Tersier
Reaktor Biofilter
Pengolahan lanjutan outlet biofilter pre-treatment dilakukan
dengan proses biologi dengan satu reaktor biofilter lagi. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan lualitas air olahan ini agar dapat
memenuhi standar air baku untuk re-use. Karena air baku yang
diproses di dalam reaktor ini sudah di treatment dan sudah
mendekatai standar air baku, maka proses biofilter ini hanya
menggunakan proses aerobik saja. Teknologi yang digunakan
pada biofilter pengolahan lanjut ini sama dengan teknologi biofilter
pada unit pre-treatment. Secara detail gambar bioreaktor ini dapat
dilihat sebagai berikut :
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
150
Gambar 4.71 : Bioreaktor Pengolahan Lanjut.
Gambar 4.72 : Foto Bioreaktor Pengolahan Lanjut.
Outlet dari bioreaktor ini selanjutanya digunakan sebagai air baku
air re-uses. Peningkatan kualitas tahap akhir air re-use ini
menggunakan proses filtrasi menggunakan multi media filter dan
proses ultra filtrasi.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
151
Saringan Pasir Cepat (Pressure Sand Filter)
Air dari pompa air baku masuk ke unit penyaringan pasir
cepat dengan tekanan maksimum sekitar 4 Bar. Unit ini berfungsi
menyaring partikel kasar yang berasal dari air baku. Unit filter
berbentuk silinder dan terbuat dari plat besi. Tinggi filter ini
mencapai 120 cm dan berdiameter sekitar 1,25 m. Media penyaring
yang digunakan berupa pasir silika dan terdiri dari 4 ukuran, yaitu
lapisan dasar terdiri dari kerikil dengan diameter 2- 3 cm dan kerikil
halus dengan diameter 0,5-1 cm, 3-5 mm, dan lapisan penyaring
yang terdiri dari lapisan pasir silika dengan diameter 2-1 mm dan
pasir silika halus dengan diameter partikel 1– 0,5 mm. Unit filter ini
juga di disain secara khusus, sehingga memudahkan dalam hal
pengoperasiannya dan pemeliharaannya. Dengan dilengkapi oleh
manhole, maka penggantian media filter dapat dilakukan dengan
mudah.
Multi Media Filter (Mangan Zeolit & Karbon Aktif)
Berfungsi untuk menyerap zat besi atau mangan,
penghilang bau, warna, logam berat dan pengotor-pengotor organik
lainnya di dalam air yang belum sempat terserap di dalam tangki
reaktor dan saringan pasir cepat. Unit ini mempunyai bentuk dan
dimensi yang sama dengan unit penyaring pasir cepat, namun
mempunyai material media filter yang sangat berbeda. Media filter
adalah mangan zeolit (manganese greensand) yang berdiameter
sekitar 0,3-0,5 mm dan karbon aktif granular atau butiran dengan
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
152
ukuran 1-2,5 mm. . Dengan menggunakan unit ini, maka kadar besi
dan mangan, serta beberapa logam-logam lain yang masih terlarut
dalam air dapat dikurangi sampai < 0,1 mg/l/.
Bag Filter
Filter ini merupakan penyaring pelengkap untuk menjamin
bahwa air yang akan masuk ke proses penyaringan ultra filtrasi
benar-benar memenuhi syarat air baku bagi sistem ultra filtrasi. Alat
ini mempunyai media penyaring dari bahan sintetis selulosa. Alat ini
juga berbentuk silinder dengan tinggi sekitar 25 cm dan diameter
sebesar 12 cm. Filter cartridge ini dapat menyaring kotoran di dalam
air sampai ukuran partikel 0,5 mikron. Unit ini dipasang sebelum
pompa tekanan tinggi.
Gambar 4.73 : Foto Unit Multi Media Filter.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
153
Ultra Filtrasi
Filter ini merupakan penyaring pelengkap untuk menjamin bahwa
kualitas air re-use ini dapat memenuhi persayaratan sesuai dengan
standar kualitas air bersih. Disamping itu dengan adanya proses
ultra filtrasi ini akan lebih menjamin terjadinya kestabilan kualitas air
yang dihasilkan.
Gambar 4.74 : Foto Ultra Filtrasi.
Bak Penampung Air Produk
Bak penampung air produk berfungsi untuk menampung air
hasil proses ultra filtrasi yang siap untuk digunakan. Bak ini
dilengkapi dengan torn air yang berfungsi sebagai penampungan air
untuk memenuhi kebutuhan air siram dan bersih-bersih di
lingkungan IPAL serta dilengkapi dengan dua buah pompa distribusi.
Kedua pompa itu berfungsi sebagai pendorong air untuk memenuhi
kebutuhan air flasing toilet dan yang satu berfungsi sebagai pompa
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
154
distribusi untuk untuk memenuhi air siram taman dan kebesihkan
lingkungan di seluruh area pabrik.
Gambar 4.75 : Foto Bak Penyimpanan Produk & Pompa
Distribusi.
4.7. Fasilitas Penyimpanan Limbah B3
Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah
setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang
mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat
(toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi
atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan
kesehatan manusia. Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat
diklasifikasikan menjadi:
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
155
Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki
sedimentasi pada pemisahan awal dan banyak
mengandung biomassa senyawa organik yang stabil dan
mudah menguap
Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses
koagulasi dan flokulasi
Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari
proses pengolahan dengn lumpur aktif sehingga banyak
mengandung padatan organik berupa lumpur dari hasil
proses tersebut
Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari
pengolahan biologi dengan digested aerobic maupun
anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup
stabil dan banyak mengandung padatan organik.
Limbah B3 dikarakterisasikan berdasarkan beberapa
parameter yaitu total solids residue (TSR), kandungan fixed residue
(FR), kandungan volatile solids (VR), kadar air (sludge moisture
content), volume padatan, serta karakter atau sifat B3 (toksisitas,
sifat korosif, sifat mudah terbakar, sifat mudah meledak, beracun,
serta sifat kimia dan kandungan senyawa kimia).
Contoh limbah B3 ialah logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu,
Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida,
sulfida, fenol dan sebagainya. Cd dihasilkan dari lumpur dan limbah
industri kimia tertentu sedangkan Hg dihasilkan dari industri klor-
alkali, industri cat, kegiatan pertambangan, industri kertas, serta
pembakaran bahan bakar fosil. Pb dihasilkan dari peleburan timah
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
156
hitam dan accu. Logam-logam berat pada umumnya bersifat racun
sekalipun dalam konsentrasi rendah. Daftar lengkap limbah B3
dapat dilihat di PP No. 85 Tahun 1999: Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3). Silakan klik link tersebut untuk daftar
lengkap yang juga mencakup peraturan resmi dari Pemerintah
Indonesia.
Limbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus
mengingat bahaya dan resiko yang mungkin ditimbulkan apabila
limbah ini menyebar ke lingkungan. Hal tersebut termasuk proses
pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya. Pengemasan
limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang
bersangkutan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa
kemasan limbah B3 harus memiliki kondisi yang baik, bebas dari
karat dan kebocoran, serta harus dibuat dari bahan yang tidak
bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya. Untuk limbah
yang mudah meledak, kemasan harus dibuat rangkap di mana
kemasan bagian dalam harus dapat menahan agar zat tidak
bergerak dan mampu menahan kenaikan tekanan dari dalam atau
dari luar kemasan. Limbah yang bersifat self-reactive dan peroksida
organik juga memiliki persyaratan khusus dalam pengemasannya.
Pembantalan kemasan limbah jenis tersebut harus dibuat dari
bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengalami penguraian
(dekomposisi) saat berhubungan dengan limbah. Jumlah yang
dikemas pun terbatas sebesar maksimum 50 kg per kemasan
sedangkan limbah yang memiliki aktivitas rendah biasanya dapat
dikemas hingga 400 kg per kemasan.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
157
Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam
sebuah pabrik harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum
akhirnya diolah di unit pengolahan limbah memiliki fasilitas itu dan
telah memiliki ijin secara resmi. Penyimpanan harus dilakukan
dengan sistem blok dan tiap blok terdiri atas 2×2 kemasan. Limbah-
limbah harus diletakkan dan harus dihindari adanya kontak antara
limbah yang tidak kompatibel. Bangunan penyimpan limbah dibuat
dengan lantai kedap air, tidak bergelombang, dan melandai ke arah
bak penampung cairan dengan kemiringan maksimal 1%. Bangunan
juga harus memiliki ventilasi yang baik, terlindung dari masuknya air
hujan, dibuat tanpa plafon, dan dilengkapi dengan sistem penangkal
petir. Limbah yang bersifat reaktif atau korosif memerlukan
bangunan penyimpan yang memiliki konstruksi dinding yang mudah
dilepas untuk memudahkan keadaan darurat dan dibuat dari bahan
konstruksi yang tahan api dan korosi.
Pengangkutan limbah B3, harus disesuaikan dengan
peraturan menteri perhubungan yang berlaku. Alat pengangkut,
kemasan limbah harus diperhatikan dan mengutamakan
keselamatan selama di perjalanan. Persyaratan yang harus dipenuhi
kemasan di antaranya ialah apabila terjadi kecelakaan dalam
kondisi pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran limbah
ke lingkungan. Selain itu, kemasan harus memiliki kualitas yang
cukup baik agar efektivitas kemasan tidak berkurang selama
pengangkutan. Limbah gas yang mudah terbakar harus dilengkapi
dengan head shields pada kemasannya sebagai pelindung dan
tambahan pelindung panas untuk mencegah kenaikan suhu yang
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
158
cepat. Dalam pengangkutan juga diperlukan adanya Material Safety
Data Sheets (MSDS) yang ada di setiap truk pengangkut.
Kegiatan produksi di PT. Kawasaki juga menghasilkan
limbah yang masuk dalam katagori limbah B3. Penanganan atau
pengolahan limbah padat atau lumpur B3 pada dasarnya dapat
dilaksanakan di dalam unit kegiatan industri (on-site treatment)
maupun oleh pihak ketiga (off-site treatment) di pusat pengolahan
limbah industri. Apabila pengolahan dilaksanakan secara on-site
treatment, perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
jenis dan karakteristik limbah padat yang harus diketahui
secara pasti agar teknologi pengolahan dapat ditentukan
dengan tepat; selain itu, antisipasi terhadap jenis limbah di
masa mendatang juga perlu dipertimbangkan
jumlah limbah yang dihasilkan harus cukup memadai
sehingga dapat menjustifikasi biaya yang akan dikeluarkan
dan perlu dipertimbangkan pula berapa jumlah limbah dalam
waktu mendatang (1 hingga 2 tahun ke depan)
pengolahan on-site memerlukan tenaga tetap (in-house
staff) yang menangani proses pengolahan sehingga perlu
dipertimbangkan manajemen sumber daya manusianya
peraturan yang berlaku dan antisipasi peraturan yang akan
dikeluarkan Pemerintah di masa mendatang agar teknologi
yang dipilih tetap dapat memenuhi standar.
Untuk menangani limbah B3 ini, PT. KMI bekerjasama
dengan PT. WMI yang telah mempunyai fasilitas terlengkap dalam
hal pengelolaan limbah B3 ini dan telah memiliki perijinan secara
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
159
lengkap. Namun sebelum limbah B3 ini diambil oleh PT. WMI, maka
limbah ini disimpan sementara di dalam gudang penyimpanan
limbah B3 sementara yang telah dibangun disamping lokasi WWTP
PT. KMI. Disaint tempat penampungan limbah B3 sementara milik
PT. KMI adalah sebagai berikut :
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
160
Gambar 4.76 : Lay Out Gudang Penyimpanan Sementara Limbah B3
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
161
Gambar 4.77 : Potongan Gudang Penyimpanan Limbah B3
Gambar 4.78 : Foto Gudang Penyimpanan Limbah B3.
Kawasaki Motor Indonesia Green Industry
162
Gambar 4.79 : Timbunan Limbah B3 di Dalam Gudang.
Recommended